Anda di halaman 1dari 64

UNIVERSITAS DIPONEGORO

DEHUMIDIFIKASI UDARA SISTEM TERTUTUP DENGAN


MENGGUNAKAN DESICCANT SILICA GEL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


kesarjanaan Strata Satu (S-1) di Program Studi S-1 Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

FEBRIAN NUR ASA


21050117140011

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM S-1 TEKNIK MESIN

SEMARANG
JANUARI 2024
TUGAS AKHIR

Diberikan kepada:
Nama : Febrian Nur Asa
NIM : 21050117140011
Dosen Pembimbing I : Ir. Bambang Yunianto, M.Sc.
Dosen Pembimbing II : Dr. Muchammad, S.T., M.T.
Jangka Waktu : 1 (satu) tahun
Judul : DEHUMIDIFIKASI UDARA SISTEM TERTUTUP
DENGAN MENGGUNAKAN DESICCANT SILICA GEL
Isi Tugas :
1. Merancang dehumidifier / pengering udara desiccant
dengan sistem tertutup.

2. Menguji dehumidifier menggunakan material desiccant


silica gel.

3. Menganalisis tingkat pengeringan udara (relative


humidity) dan nilai rasio kelembaban udara dengan
sistem tertutup menggunakan material desiccant silica
gel.

Semarang, 10 Januari 2024


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Bambang Yunianto, M.Sc. Dr. Muchammad, S.T., M.T.


NIP. 195906201987031003 NIP.197303051997021001

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

NAMA : Febrian Nur Asa


NIM : 21050117140011
Tanda Tangan :

Tanggal : 3 Januari 2023

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas akhir ini diajukan oleh :


NAMA : FEBRIAN NUR ASA
NIM : 21050117140011
Departemen/Program Studi : S-1 Teknik Mesin
Judul Skripsi : DEHUMIDIFIKASI UDARA SISTEM
TERTUTUP DENGAN MENGGUNAKAN DESICCANT SILICA GEL

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Program Studi S-1, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

TIM PENGUJI
Pembimbing I : Ir. Bambang Yunianto, M.Sc. ( )
Pembimbing II : Dr. Muchammad, S.T., M.T. ( )
Penguji : Norman Iskandar, S.T., M.T. ( )

Semarang, Januari 2024


Ketua Prodi S-1 Teknik Mesin
Universitas Diponegoro

Dr. Rifky Ismail, ST., MT


NIP. 198007162008011017

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Diponegoro, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Febrian Nur Asa
NIM : 21050117140011
Program Studi : Teknik Mesin
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Tugas Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Diponegoro Hak Bebas Royalti Noneksklusif (None-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya dan dosen pembimbing yang berjudul:

“DEHUMIDIFIKASI UDARA SISTEM TERTUTUP DENGAN


MENGGUNAKAN DESICCANT SILICA GEL”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas


Royalti/Noneksklusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
kami sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang
Pada Tanggal : Januari, 2024
Yang menyatakan

Febrian Nur Asa


NIM. 21050117140011

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk :


1. Kedua orang tua dan keluarga
Terimakasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua
tercinta yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, doa, dan dukungan
secara moral dan materi yang terus kalian berikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Teknik Mesin UNDIP. Serta terimakasih kepada
seluruh anggota keluarga yang telah mendorong penulis untuk cepat
menyelesaikan masa studinya.
2. Teman-teman semua
Terimakasih banyak penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman, seperti
Josena Suranta Subakti, Calvin Dharma Saputra, Muhammad Fakhri Aji,
Heydar Nur Fahmi, Naufal Ahmad Faiq, Scyndy Nur Harunny dan teman-
teman lain yang telah menjadi teman diskusi, memberikan referensi, dan
memberi masukan supaya penulis dapat menyelesaikan studinya di Teknik
Mesin UNDIP.

v
ABSTRAK

Pengeringan udara merupakan suatu sistem yang banyak kita gunakan untuk
keperluan sehari-hari. Pengering udara atau dehumidifier berfungsi untuk
memisahkan uap air pada udara sekitar untuk menjadikannya udara kering.
Kelembaban udara yang tinggi dapat menimbulkan efek negatif pada manusia dan
lingkungan sekitar, antara lain adalah, dapat terjadinya infeksi pada saluran
pernapasan, tumbuhnya jamur pada ruangan lembab, terjadinya pengkaratan pada
mesin dan peralatan pada ruangan lembab, dan banyak lagi. Sistem sorbent
dehumidifier tertutup yang merupakan salah satu jenis desiccant dehumidifier
dimana bekerja dengan menggunakan material desiccant silica gel dalam proses
penyerapan uap air. Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan
menggunakan beragam variasi setting pada dehumidifier sistem tertutup untuk
mengetahui tingkat penyerapan yang efektif pada sistem ini. Dari pengujian yang
dilakukan, didapat hasil dimana suhu pemanasan berpengaruh pada kelembaban
udara awal, pada suhu 40°C kelembaban udaranya lebih rendah daripada pada suhu
30°C. Setting variasi dengan tingkat penyerapan air dalam udara paling baik
menggunakan variasi ketebalan 4 cm, dengan kecepatan udara 3 m/s, dan pada suhu
30°C Kecepatan udara dan ketebalan material desiccant berpengaruh terhadap
tingkat penyerapan air dalam udara.

Kata Kunci : Dehumidifier, desiccant, sorbent, sistem tertutup, silica gel

vi
ABSTRACT

Air drying is a system that we use for many purposes in everyday life. An air
dryer/dehumidifier is a system that functions to separate water vapor in the
surrounding air to make it dry air. Humid air can have negative effects on humans
and the surrounding environment, including the occurrence of infections in the
respiratory tract, the growth of mold in damp rooms, rusting of machines and
equipment in damp rooms, and many more. The closed sorbent dehumidifier system
is a type of desiccant dehumidifier which works by using silica gel desiccant
material in the process of absorbing water vapor. The method used in this research
is to use various variations of settings on a closed system dehumidifier to determine
the effective absorption level in this system. From the tests carried out, results were
obtained where the heating temperature had an effect on the initial air humidity, at
a temperature of 40°C the air humidity was lower than at a temperature of 30°C.
Setting variations with the level of water absorption in the air is best using a
thickness variation of 4 cm, with an air speed of 3 m/s, and at a temperature of
30°C. Air speed and the thickness of the desiccant material influence the level of
water absorption in the air.

Keywords: Closed system, dehumidifier, desiccant, sorbent, silica gel

vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, karena hanya dengan izin-Nya maka penulis
dapat melewati masa studi dan menyelesaikan Tugas Akhir untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik Mesin di Universitas Diponegoro.
Pada dasarnya karya ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak, diantaranya:
1. Bapak Ir. Bambang Yunianto, M.Sc. selaku dosen pembimbing Tugas
Akhir utama, yang telah banyak membimbing dan memberi pengarahan
dalam penelitian dan penulisan laporan tugas akhir.
2. Bapak Dr. Muchammad, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir
kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyempurnaan
laporan tugas akhir ini.
3. Teman seperbimbingan, yang telah menjadi teman untuk diskusi dan
membantu dalam penulisan laporan tugas akhir ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini terdapat


kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
untuk kemajuan penulis dimasa datang sangat diharapkan. Akhir kata penulis
berharap semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Semarang, Januari 2024

Penulis

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.5 Metode Penelitian ..................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
DASAR TEORI ...................................................................................................... 5
2.1 Dehumidifikasi ......................................................................................... 5
2.1.1 Cooling-based Dehumidification .......................................................... 5
2.1.2 Desiccant Dehumidification ............................................................... 10
2.1.3 Aplikasi Dehumidifikasi ..................................................................... 17
2.2 Desiccant ................................................................................................ 20
2.2.1 Silica Gel............................................................................................. 20
2.3 Diagram Psikrometrik ............................................................................ 21
BAB III ................................................................................................................. 25
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 25
3.1 Perancangan Alat Pengujian ................................................................... 25
3.1.1 Kriteria Perancangan........................................................................... 25
3.1.2 Skema Alat dan Komponennya .......................................................... 25

ix
3.2 Data Akuisisi .......................................................................................... 30
3.3 Prosedur Pengujian ................................................................................. 31
3.3.1 Prosedur Setup Thermostat ................................................................. 31
3.3.1 Prosedur Pengujian ............................................................................. 32
3.4 Post Processing ...................................................................................... 33
BAB IV ................................................................................................................. 41
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 41
4.1 Hasil Pengujian Desiccant Dehumidifier Menggunakan Silica Gel....... 41
4.2 Perbandingan Hasil Penyerapan Moisture ............................................. 42
4.3 Perbandingan Hasil Pengujian Menggunakan Psychrometric Chart ..... 44
4.4 Perbandingan Hasil Pengujian Menggunakan Psychrometric Chart ..... 48
BAB V................................................................................................................... 49
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 49
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 49
5.2 Saran ....................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Skema Alur Kerja Dehumidifier Refrigerasi ...................... 6


Gambar 2.2 Direct Expansion Cooling ................................................................. 6
Gambar 2.3 Chilled Liquid System ........................................................................ 8
Gambar 2.4 Dehumidification-Reheat System ....................................................... 9
Gambar 2.5 Siklus Sorpsi Pada Desikan ............................................................. 10
Gambar 2.6 Liquid-Spray Tower ......................................................................... 12
Gambar 2.7 Solid Packed Tower ......................................................................... 13
Gambar 2.8 Rotating Horizontal Bed .................................................................. 14
Gamabar 2.9 Multiple Vertical Bed ..................................................................... 15
Gambar 2.10 Rotating Honeycombe®.................................................................. 16
Gambar 2.11 Korosi pada komponen elektronik ................................................. 18
Gambar 2.12 Jamur pada lukisan ........................................................................ 19
Gambar 2.14 Perubahan warna pada silica gel berdasarkan kondisi kelembaban
terserap .................................................................................................................. 21
Gambar 2.15 Diagram psikometrik ..................................................................... 22
Gambar 3.1 Skema pengujian desiccant silica gel dengan sistem Closed
Desiccant Dehumidifier ........................................................................................ 25
Gambar 3.2 Blower ............................................................................................. 26
Gambar 3.3 Pipa PVC ......................................................................................... 26
Gambar 3.4 Finned Heater .................................................................................. 26
Gambar 3.5 Thermostat ....................................................................................... 27
Gambar 3.6 Dimmer ............................................................................................ 27
Gambar 3.8 Penempatan material silica gel ........................................................ 28
Gambar 3.9 Jaring kawat ..................................................................................... 28
Gambar 3.10 Arduino Uno .................................................................................. 28
Gambar 3.11 Sensor DHT 22 .............................................................................. 29
Gambar 3.12 Kabel Jumper ................................................................................. 29
Gambar 3.13 Silica gel ........................................................................................ 30
Gambar 3.14 Skematik Sensor DHT 22 .............................................................. 31

xi
Gambar 3.15 Diagram alir prosdur pengujian material ....................................... 32
Gambar 4.1 Relative humidity pada variasi kecepatan 3 m/s dengan ketebalan (a)
4 cm dan (b) 2 cm.................................................................................................. 34
Gambar 4.2 Relative Humidity pada variasi kecepatan 5 m/s dengan ketebalan
(a) 2 cm dan (b) 4 cm ............................................................................................ 34
Gambar 4.3 Humidity Ratio pada variasi kecepatan 3 m/s dengan ketebalan (a) 2
cm dan (b) 4 cm..................................................................................................... 35
Gambar 4.4 Humidity Ratio pada variasi kecepatan 5 m/s dengan ketebalan (a) 4
cm dan (b) 2 cm..................................................................................................... 35
Gambar 4.5 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada variasi ketebalan 4 cm dan kecepatan udara 3 m/s ....................................... 38
Gambar 4.6 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada variasi ketebalan 4 cm dan kecepatan udara 5 m/s ....................................... 38
Gambar 4.7 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada variasi ketebalan 2 cm dan kecepatan udara 3 m/s ....................................... 38
Gambar 4.8 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada variasi ketebalan 2 cm dan kecepatan udara 5 m/s ....................................... 38

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Selisih ratio humidity antara lingkungan dengan hasil pengujian (kg
air/kg udara) ......................................................................................................... 36
Tabel 4.2 Tingkat penyerapan air dari udara ....................................................... 36

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udara yang terlalu kering atau terlalu lembab memiliki dampak yang kurang
baik. Untuk udara terlalu lembab dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri terlalu
cepat dan dapat menyebabkan korosi pada alat-alat yang terbuat dari logam. Untuk
udara yang terlalu kering dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada mata dan
kulit. (G.W. Brundett, 2013)
Kelembaban udara dalam ruangan mempunyai dampak penting terhadap
kenyamanan termal manusia, kesehatan fisik, dan produksi industri. Tingkat
kelembapan yang tinggi dapat menurunkan kualitas udara dalam ruangan,
menyebabkan tumbuhnya jamur yang menyebabkan ketidaknyamanan pernafasan
dan alergi, serta berkontribusi terhadap kerusakan bahan bangunan. Oleh karena itu,
dehumidifikasi udara telah menjadi bagian penting dari sistem Pemanas, Ventilasi,
dan Pendingin Udara. Dehumidifikasi udara dapat dilakukan terutama dengan dua
metode: Dehumidifikasi kondensasi dan dehumidifikasi pengering. Dalam
dehumidifikasi kondensasi, udara didinginkan di bawah titik embunnya dan uap air
mengembun keluar dari udara. Karena pemasangan dan pengoperasiannya yang
mudah, dehumidifikasi kondensasi telah menjadi metode dehumidifikasi yang
paling populer. Dalam dehumidifikasi pengering, bahan pengering, baik dalam
bentuk padat maupun cair, menyerap kelembapan dari udara (Ge dan Wang, 2020).
Prinsip sorbent dehumidifikasi dengan cara melewatkan udara lembab
tersebut pada sebuah media penyerap kelembaban udara (sorbent). Proses ini
disebut proses sorpsi. Proses sorpsi dibedakan menjadi dua macam, yaitu, adsorpsi
dan absorpsi. Disebut adsorpsi jika ion yang terserap tertahan dipermukaan sorbent.
Sedangkan Absorpsi ion yang terserap masuk ke dalam partikel sorbent. Material
untuk proses adsorpsi disebut adsorbent, sedangkan material untuk proses absorpsi
disebut dengan absorbent (Zaini dan Sami, 2015). Contoh adsorbent adalah silica
gel, zeolite aktif, dan karbon aktif, dan contoh untuk absorbent seperti Lithium
Chloride, Calcium Chloride, dan Ethylene Glycols.

1
2

Silica gel sendiri merupakan adsorbent yang sering digunakan dalam proses
adsorbsi. Hal ini dikarenakan mudahnya silica untuk diproduksi dan sifat
permukaan (struktur geometri dan sifat kimia pada permukaan) yang mudah
dimodifikasi (Fahmiati, dkk., 2006). Silica gel secara umum selain digunakan
sebagai desikan, digunakan juga sebagai, pengisi pada kolom kromatografi dan juga
sebagai isolator (Hindryawati dan Alimuddin, 2010). Silica gel sering digunakan
karena memiliki daya adsorbsi kelembaban yang tinggi dan juga suhu untuk
regenerasinya tidak terlalu tinggi, sehingga mudah digunakan (Yao, Yang, dan Liu,
2014)
Dalam artikel ini dilaporkan pengujian terhadap kelembaban udara dalam
ruangan tertutup dengan menggunakan desiccant silica gel. Variabel yang
digunakan dalam pengujian ini adalah variasi pada suhu, kecepatan angin, dan
ketebalan desiccant pada ruang pengering udara. Dengan variabel berikut
diharapkan dapat ditemukan pengaturan terbaik untuk dehumidifikasi
menggunakan desikan silica gel.

1.2 Rumusan Masalah


Penelitian dilakukan dengan Pengeringan dengan sistem closed desiccant
dehumidifier dengan bantuan material silica gel untuk mengikat kadar
kelembabannya. Berdasarkan latar belakang yang sudah diungkapkan sebelumnya,
penulis memilih beberapa rumusan masalah pada skripsi ini, antara lain :
1. Apakah alat dehumidifier yang dirancang dapat bekerja sesuai dengan
ekspektasi yang diberikan, yaitu mampu mengurangi kadar uap air
dalam udara?
2. Bagaimana variabel yang diberikan mempengaruhi dehumidifikasi?
3. Dari semua setting / variasi pengaturan dehumidifier, setting apa yang
memiliki efisiensi tertinggi dalam proses dehumidifikasi menggunakan
silica gel?
3

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin diperoleh penulis dalam penelitian tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kemampuan alat untuk menurunkan kelembaban udara
dengan diberikan berbagai variasi setting yang ditentukan dengan sistem
closed desiccant dehumidifier menggunakan material desiccant silica
gel.
2. Mengetahui pengaruh variabel terhadap dehumidifikasi.
3. Mengetahui variasi setting terbaik pada dehumidifier sistem tertutup.

1.4 Batasan Masalah


Adapun Batasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Material yang digunakan adalah Desiccant Silica Gel.
2. Variasi kecepatan yaitu: 3 m/s dan 5 m/s.
3. Variasi pemanasan dengan heater 30℃ dan 40℃.
4. Variasi ketebalan material yaitu 2 cm dan 4 cm.

1.5 Metode Penelitian


Adapun metode penelitian yang penulis akan lakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Studi Pustaka, adapun studi pustaka ini diperoleh dari beberapa literatur,
baik berupa buku-buku perpustakaan, jurnal-jurnal yang diperoleh dari
internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Observasi, dalam hal ini penulis melakukan pengujian di lapangan untuk
mendapatkan data hasil pengukuran yang dibahas pada penelitian ini.
3. Bimbingan, bertujuan untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan
masukan dari dosen pembimbing serta koreksi terhadap kesalahan-
kesalahan yang terjadi dalam pembuatan tugas akhir dan penyusunan
laporan.
4

1.6 Sistematika Penulisan


Laporan tugas akhir ini terbagi dalam 5 bab dengan sistematika penulisan
laporan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan perancangan, batasan masalah,
metode perancangan, dan sistematika penulisan
BAB II DASAR TEORI
Bab ini berisi landasan teori yang berhubungan dengan perancangan, seperti
seluk beluk mengenai sistem pengering dengan Fluidized Dryer, komponen
apa saja yang digunakan dan bagaimana cara kerjanya secara umum.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang diagram alir, alat dan bahan yang digunakan serta
penjelasan dari metode perancangan yang digunakan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil pengujian serta pembahasannya dari alat yang
telah dibuat.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian yang
telah dilakukan, serta saran agar penelitian selanjutnya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Dehumidifikasi
Dehumidifikasi merupakan suatu proses pengurangan air/kelembaban pada
udara (Hidayati, dkk, 2020). Proses sebaliknya adalah humidifikasi, yaitu proses
penambahan air/kelembaban di udara. Pada banyak penerapannya di industri,
proses pengurangan kelembaban ini berlangsung pada tekanan atmosfer.
Proses dehumidifikasi diperlukan untuk banyak hal, contohnya, membantu
pembuatan dan penanganan bahan higroskopis, Untuk kenyamanan atau proses
pengkondisian udara yang dikombinasikan dengan pendinginan untuk mengurangi
beban laten, Menyediakan atmosfer pelindung untuk mengurangi oksidasi logam,
Mengontrol kondisi kelembaban yang ditetapkan di gudang (Curd, dkk, 2001)
Ada 3 macam cara untuk mengurangi kelembaban pada udara, yaitu pertama
dengan didinginkan hingga air pada udara terkondensasi, yang kedua udara
dikompres hingga tekanan udara meninggi yang akhirnya menyebabkan air pada
udara terkondensasi juga, lalu yang ketiga dengan mengalirkan udara melewati
desiccant, yang akan menyerap air di dalam udara melalui perbedaan tekanan uap
(Munters, 2019).

2.1.1 Cooling-based Dehumidification


Cooling-based Dehumidification (Dehumidifikasi Pendinginan), dapat
disebut juga dehumidifikasi kondensasi, adalah salah satu metode dehumidifikasi
paling awal. Prinsip dari metode ini adalah dengan mendinginkan udara hingga uap
air terkondensasi pada temperatur dew point, sehingga menurunkan kelembaban
absolut di udara. Sumber pendingin metode dehumidifikasi ini bisa secara dengan
sumber natural, seperti menggunakan air sumur, atau juga dengan pendingin
buatan. Dehumidifier yang menjadi representasi metode dehumidifikasi ini adalah
dehumidifier refrigerasi, yang umumnya terdiri dari kompresor pendingin,
evaporator, kondensor, katup ekspansi, kipas, katup udara, dan komponen lainnya
(Wang, dkk, 2020).Skema dari dehumidifier ini terlihat pada gambar 2.1 berikut.

5
6

Gambar 2.1 Diagram Skema Alur Kerja Dehumidifier Refrigerasi


Jenis dehumidifier refrigerasi ada cukup banyak, namun ada 3 jenis dasar
dari dehumidifier refrigerasi, yaitu :
1. Direct Expansion Cooling
2. Chilled Liquid Cooling
3. Dehumidification-reheat

1. Direct expansion cooling


Direct expansion cooling adalah jenis dehumidifier refrigerasi yang umum
digunakan, air conditioners (AC) rumahan dan AC atap (yang biasa digunakan di
mall) adalah salah satu contoh penggunaan direct expansion cooling. Pada sistem
dehumidifikasi refrigerasi ini gas pendingin mengembang langsung menuju air
cooling coil, menghilangkan panas dari aliran udara. Skema dari sistem direct
expansion cooling terlihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Direct Expansion Cooling


7

Panas dihilangkan dari udara yang mengalami dehumidifikasi dengan


terlebih dahulu mentransfer energi panasnya ke gas pendingin yang mengembang
yang ada di dalam koil pendingin untuk mendinginkan udara. Kumparan ini
dinamakan evaporator, karena di dalam kumparan tersebut zat refrigeran menguap
dan mengembang dari wujud cair menjadi gas. Agar gas dapat memuai di dalam
kumparan, diperlukan panas yang didapat dengan mendinginkan udara yang
melewati kumparan.
Dari koil pendingin, gas refrigeran dikirim ke kompresor, di mana
tekanannya meningkat secara signifikan, 5 hingga 10 kali lebih besar dibandingkan
saat gas tersebut meninggalkan koil evaporator. Oleh karena itu, volume gas jauh
lebih kecil, namun kompresi telah menaikkan suhunya. Misalnya, gas mungkin
berada pada suhu 15°C setelah menyerap panas dari udara di sisi lain koil
evaporator, tetapi setelah kompresi, gas pendingin mungkin mencapai 95°C atau
lebih tinggi. Panas tersebut – dan panas dari proses kompresi itu sendiri – sekarang
harus dikeluarkan dari zat pendingin. Hal ini dicapai dengan mengalirkan gas
melalui kumparan kedua.
Kumparan ini – disebut kondensor – terletak di luar ruang terkondisi, di
tempat di mana panas dapat dibuang ke udara tanpa menimbulkan masalah. Unit-
unit ini sering kali terletak di luar gedung atau di atap. Refrigeran panas yang
terkompresi mengembun kembali menjadi cairan di dalam koil, dan panasnya —
yang awalnya berasal dari udara yang dihilangkan kelembapannya — ditransfer ke
udara di sisi lain koil kondensor. Cairan pendingin yang didinginkan sekarang dapat
kembali ke koil yang mendinginkan aliran udara asli. Saat cairan mengembang
kembali menjadi gas di dalam koil evaporator, ia mengumpulkan lebih banyak
panas dari aliran udara tersebut dan siklus tersebut berulang.

2. Chilled Liquid System


Chilled Liquid System menggunakan gas pendingin untuk mendinginkan
cairan, yang kemudian disirkulasikan melalui koil pendingin untuk mendinginkan
udara yang mengalami dehumidifikasi.
8

Gambar 2.3 Chilled Liquid System

Mesin yang terlihat pada gambar 2.3 seperti ini sering disebut sistem
pendingin air dingin, pendingin glikol, atau pendingin air garam, sesuai dengan
cairan yang didinginkan oleh gas pendingin. Ini adalah konfigurasi dasar yang sama
yang mengoperasikan pendingin air yang umum ditemukan di gedung komersial
dan institusi. Refrigeran yang menguap dapat mendinginkan cairan daripada udara.
Cairan tersebut kemudian digunakan untuk mendinginkan udara. Desainnya dapat
mendinginkan udara di dekatnya 0°C tanpa membekukan kondensat, dan memiliki
keuntungan dalam menyamakan beban pada kompresor dan kondensor ketika
banyak aliran udara berbeda harus didinginkan dengan satu sistem pendingin.
Meskipun ada ratusan ribu sistem pendingin kecil seperti pendingin air,
dalam aplikasi AC, sistem ini cenderung lebih kompleks dan mahal dibandingkan
alternatif lain. Akibatnya, sistem cairan dingin lebih sering digunakan dalam
instalasi besar di mana sistem ini dapat memperoleh keuntungan dari biaya
pemasangan dan efisiensi pengoperasian dibandingkan sistem Direct Expansion
Cooling.

3. Dehumidification-Reheat System
Dehumidification-Reheat System dapat menggunakan direct expansion atau
chilled liquid untuk mendinginkan udara, tetapi setelah pendinginan, udara
9

dipanaskan kembali sebelum dikembalikan ke ruangan. Sebagian besar


dehumidifier rumahan menggunakan konfigurasi ini. Mereka dijual di toko
peralatan untuk digunakan di ruang bawah tanah dan rumah yang lembab. Versi
komersial dan industri dari sistem dehumidifikasi-pemanasan ulang digunakan di
kolam renang, tempat pembakaran kayu, dan ruang ganti — lingkungan bersuhu
tinggi dan lembab.

Gambar 2.4 Dehumidification-Reheat System

Sistem dehumidifikasi-pemanasan ulang yang terlihat pada gambar 2.4 ini


dapat menggunakan karakteristik pengoperasian dasar sistem pendingin, untuk
mencapai efisiensi yang besar. Jika semua variabel lainnya konstan, proses
pendinginan mekanis lebih efisien jika:

• Suhu udara kondensor rendah.


• Temperatur udara koil pendingin tinggi.

Konfigurasi tipikal sistem dehumidification-reheat ini menempatkan koil


kondensor zat pendingin, tepat di bagian hilir koil pendingin. Ini ideal dikarenakan
suhu udara rendah setelah koil pendingin membuat kondensor zat pendingin sangat
efisien. Energi pemanasan ulang pada dasarnya tidak ada, karena merupakan panas
yang dibuang melalui proses pendinginan. Energi tambahan yang mahal dari luar
proses diminimalkan.
Ketika udara masuk hangat dan sangat lembab, dan titik embun udara keluar
yang diperlukan juga tinggi, sistem dehumidification-reheat merupakan metode
yang efisien dan hemat biaya untuk menghilangkan kelembapan dari udara.
Perancang disarankan untuk menggunakan metode ini jika memungkinkan.
10

2.1.2 Desiccant Dehumidification


Desiccant dehumidification (dehumidifikasi desikan) cukup berbeda dengan
dehumidifikasi pendinginan. Dehumidifikasi desikan menyerap air dari udara
dengan membuat area tekanan uap yang rendah di permukaan desikan, karena
tekanan pada air di udara lebih tinggi, menyebabkan molekul air bergerak dari udara
menuju permukaan desikan dan udara terdehumidifikasi (Munters, 2019)
Karakteristik penting dari desikan adalah tekanan uap permukaannya yang
rendah. Jika desikannya dingin dan kering, tekanan uap permukaannya rendah, dan
dapat menarik uap air dari udara, yang memiliki tekanan uap tinggi saat lembab.
Setelah desikan menjadi basah dan panas, tekanan uap permukaannya tinggi, dan
akan mengeluarkan uap air ke udara sekitar. Uap berpindah dari udara ke desikan
dan kembali lagi tergantung pada perbedaan tekanan uap.

a b c

Gambar 2.5 Siklus Sorpsi Pada Desikan

Dehumidifier desikan memanfaatkan perubahan tekanan uap untuk


mengeringkan udara secara terus menerus dalam siklus berulang yang dijelaskan
oleh diagram kesetimbangan yang disederhanakan pada Gambar 2.5. Desikan
memulai siklusnya pada titik pertama (a). Tekanan uap permukaannya rendah
karena kering dan sejuk. Saat desikan mengambil uap air dari udara sekitar,
permukaan bahan pengering berubah menjadi kondisi yang dijelaskan pada poin
dua. Tekanan uapnya sekarang sama dengan tekanan udara di sekitarnya karena
desikannya lembab dan hangat. Pada titik kedua (b), desikan tidak dapat
mengumpulkan lebih banyak uap air karena tidak ada perbedaan tekanan antara
permukaan dan uap di udara.
11

Kemudian desikan dikeluarkan dari udara lembab, dipanaskan, dan


dimasukkan ke dalam aliran udara lain. Tekanan uap desikan sekarang sangat tinggi
— lebih tinggi dari udara di sekitarnya — sehingga uap air berpindah dari
permukaan ke udara untuk menyamakan perbedaan tekanan. Pada titik ketiga (c),
desikan kering, tetapi karena panas, tekanan uapnya masih terlalu tinggi untuk
mengumpulkan uap air dari udara. Untuk mengembalikan tekanan uapnya yang
rendah, desikan didinginkan — mengembalikannya ke titik satu pada diagram dan
menyelesaikan siklusnya sehingga dapat mengumpulkan kelembapan sekali lagi.
Pada desiccant dehumidifier, ada 5 jenis tertentu yang biasa digunakan,
yaitu:

1. Liquid-Spray Tower
2. Solid Packed Tower
3. Rotating Horizontal Bed
4. Multiple Vertical Bed
5. Rotating Honeycombe®

1. Liquid-Spray Tower
Liquid-Spray Tower berfungsi seperti mesin pencuci udara, unit ini
menyemprotkan cairan pengering ke udara yang akan dikeringkan, yang disebut
process air. Bahan pengering menyerap kelembapan dari udara dan jatuh ke dalam
wadah. Cairan tersebut disemprotkan kembali ke udara, dan terus menyerap
kelembapan hingga pengatur level menunjukkan bahwa cairan tersebut harus
dikeringkan dan dikonsentrasikan kembali. Kemudian sebagian larutan ditiriskan
dan diedarkan melalui pemanas. Desikan hangat disemprotkan ke aliran udara
kedua, yang disebut udara reaktivasi. Kelembapan meninggalkan pengering dan
berpindah ke udara.
12

Gambar 2.6 Liquid-Spray Tower

Liquid-Spray Tower, seperti yang terlihat pada gambar 2.6, sering kali
disusun dalam sistem terpusat yang besar, bukan unit kecil yang berdiri sendiri
untuk ruangan kecil. Hal ini sebagian disebabkan karena unit ini cenderung lebih
kompleks dibandingkan unit pengering padat, namun juga karena sistem yang besar
dapat dirancang dengan beberapa unit kondisioner yang dihubungkan ke satu
regenerator. Konfigurasi ini mirip dengan sistem pendingin mekanis dengan
beberapa evaporator yang dihubungkan ke satu kondensor. Untuk bangunan besar
dengan beberapa sistem dehumidifikasi, hal ini dapat memberikan keuntungan dari
segi biaya, namun mengorbankan kompleksitas pengendaliannya.

2. Solid Packed Tower


Solid Packed Tower menggunakan bahan pengering padat seperti silica gel
atau saringan molekuler yang dimasukkan ke dalam menara vertikal. Process air
mengalir melalui menara, melepaskan kelembapannya ke pengering. Setelah
pengering menjadi jenuh dengan uap air, udara proses dialihkan ke menara
pengering kedua, dan menara pertama dipanaskan dan dibersihkan dari uap airnya
dengan reaktivasi aliran udara kecil.
13

Gambar 2.7 Solid Packed Tower

Karena pengeringan dan pengaktifan kembali dilakukan di kompartemen


terpisah dan tertutup, dehumidifier packed tower, seperti yang terlihat pada gambar
2.7, sering digunakan untuk mengeringkan proses bertekanan. Faktanya,
konfigurasi yang sama digunakan untuk mengeringkan bahan kimia cair dan juga
gas. Ketika sejumlah besar bahan pengering dimasukkan ke dalam menara, proses
tersebut dapat mencapai titik embun yang sangat rendah — dalam banyak kasus di
bawah -40°F. Dehumidifier desikan untuk udara bertekanan sering kali merupakan
tipe packed tower.
Meskipun konfigurasinya memungkinkan titik embun yang sangat rendah,
desain solid packed tower juga dapat menyebabkan perubahan kondisi saluran
keluar. Saat desikan pertama kali terkena aliran air process, hal ini dapat
mengeringkan udara secara mendalam. Kemudian, ketika kapasitas kelembapannya
terisi, udara tidak terlalu kering. Jika perubahan kondisi saluran keluar akan
menyebabkan masalah dalam suatu proses, pengendalian dapat dilakukan untuk
memastikan pengaturan diubah sebelum kondisi air process menjadi terlalu basah.
Ketika kebutuhan aliran udara proses semakin besar, packed tower
dehumidifier menjadi sangat besar karena kecepatan udara umumnya dijaga cukup
rendah. Kecepatan udara yang rendah diperlukan karena dua alasan. Kecepatan
yang tinggi akan menyebabkan distribusi udara yang tidak merata melalui lapisan
14

desikan karena udara lembab akan lewat melalui selip-selipan desikan. Selain itu,
kecepatan udara harus tetap rendah untuk menghindari terangkatnya bahan
pengering, yang kemudian akan berdampak pada partikel lain dan dinding wadah
dehumidifier. Dampaknya akan merusak bahan pengering, yang akan keluar dari
unit dalam bentuk debu halus.

3. Rotating Horizontal Bed


Rotating Horizontal Bed, dalam perangkat ini, pengering granular kering
disimpan dalam serangkaian tray dangkal berlubang yang berputar terus menerus
antara aliran air process dan reaktivasi. Saat tray berputar melalui air process,
pengering menyerap kelembapan. Kemudian tray diputar ke dalam aliran udara
pengaktifan kembali, yang memanaskan pengering, meningkatkan tekanan uapnya
dan melepaskan uap air ke udara.

Gambar 2.8 Rotating Horizontal Bed

Desainnya modular seperti yang terlihat pada gambar 2.8. Untuk


meningkatkan kapasitas, produsen dapat meningkatkan diameter rotating tray
sehingga dapat menampung lebih banyak desikan, atau menambah jumlah alas yang
ditumpuk satu sama lain. Jika pengering dimasukkan secara merata melalui tray,
alas horizontal yang berputar memberikan tingkat kelembapan keluar yang cukup
konstan, dan kapasitas aliran udara yang tinggi dapat dicapai dalam ruang lantai
yang lebih sedikit dibandingkan dengan unit menara ganda. Di sisi lain, karena tray
tidak pernah dapat diisi sepenuhnya hingga bagian atas alas - bahan pengering akan
15

sedikit mengendap saat digunakan - udara bocor dari sisi pengaktifan kembali yang
lembab ke sisi proses kering di dalam tray tepat di atas bahan pengering.

4. Multiple Vertical Bed


Multiple Vertical Bed adalah gabungan dari fitur terbaik desain solid packed
tower dan rotating horizontal bed dalam pengaturan yang sesuai untuk aplikasi
dehumidifikasi tekanan atmosfer, namun dapat mencapai titik embun yang rendah.
Menara tunggal atau ganda digantikan oleh korsel melingkar dengan delapan
menara atau lebih, yang berputar melalui sistem penggerak ratcheting antara aliran
udara proses dan reaktivasi.

Gambar 2.9 Multiple Vertical Bed

Seperti halnya packed tower, desain ini, yang terlihat pada gambar 2.9,
dapat mencapai titik embun yang rendah karena kebocoran antara sirkuit udara
proses dan reaktivasi dapat diminimalkan. Selain itu karena lapisannya terpisah dan
tertutup satu sama lain, perbedaan tekanan antara proses dan reaktivasi tidak terlalu
penting, sehingga aliran udara dapat diatur dalam pola aliran balik yang lebih
efisien untuk perpindahan panas dan massa yang lebih baik. Seperti halnya rotating
bed, pengaktifan kembali pengering secara semi-kontinu dan berputar memberikan
kondisi kelembaban udara keluar yang relatif konstan pada sisi proses, sehingga
mengurangi efek "gigi gergaji" yang dapat terjadi pada unit packed tower.
16

Manfaat ini dicapai melalui peningkatan kompleksitas mekanis. Jadi


dibandingkan dengan unit rotating horizontal bed, penurun kelembapan tempat
tidur vertikal cenderung lebih mahal, dan memerlukan lebih banyak perawatan.
Namun secara umum, hal ini hanyalah keterbatasan kecil dibandingkan dengan
penghematan besar dalam energi dan peningkatan kinerja pada titik embun yang
rendah.

5. Rotating Honeycombe®
Desain dehumidifier ini menggunakan roda Honeycombe® yang berputar
untuk menghadirkan desikan ke proses dan pengaktifan kembali aliran udara.
Kadang-kadang desain ini disebut juga dehumidifier DEW (DEsiccant Wheel).
Bahan pengering yang telah dibagi secara halus diresapi ke dalam struktur semi-
keramik, yang tampilannya menyerupai karton bergelombang yang telah digulung
menjadi bentuk roda. Roda berputar perlahan antara aliran air process dan
reaktivasi.

Gambar 2.10 Rotating Honeycombe®

Desain Rotating Honeycombe®, seperti yang terlihat pada gambar 2.10,


memiliki beberapa keunggulan. Strukturnya sangat ringan dan berpori. Berbagai
jenis pengering — baik padat maupun cair — dapat dimasukkan ke dalam struktur,
sehingga roda dapat disesuaikan untuk aplikasi tertentu. Karena alur strukturnya
seperti saluran udara individual yang dilapisi pengering, luas permukaan pengering
yang diberikan ke udara dimaksimalkan meskipun aliran udara tetap lancar,
sehingga mengurangi hambatan tekanan udara dibandingkan dengan lapisan yang
17

dikemas. Titik embun yang rendah dan kapasitas yang tinggi – biasanya merupakan
dua tujuan yang saling eksklusif – dapat dicapai dengan menggabungkan bahan
pengering yang berbeda dalam roda yang sama. Dan karena total massa berputar
rendah dibandingkan dengan kapasitas penghilangan kelembapannya, desain ini
cukup hemat energi. Desainnya juga cukup sederhana, handal, dan mudah
perawatannya.

2.1.3 Aplikasi Dehumidifikasi


Dehumidifikasi memiliki banyak penggunaan dalam kehidupan sehari-hari
dan juga industri. Beberapa manfaat dehumidifikasi adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Korosi
2. Pencegahan Jamur
3. Pengering Produk

1. Pencegahan Korosi
Logam seperti besi dan baja terkenal karena korosinya dengan adanya
kelembapan. Yang kurang diketahui adalah fakta bahwa kaca terkorosi dan retak
dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan kelembapan permukaannya.
Kristal murni seperti natrium iodida dan litium fluorida juga menimbulkan korosi,
membentuk oksida dan hidroksida sebanding dengan kelembapan di udara.
Penggunaan dehumidifier dan desikan yang berfungsi untuk menghilangkan atau
mengurangi kelembaban di sekitar benda, sehingga pembentukan korosi pada
benda dapat berkurang. Komponen elektronik juga dapat mengalami korosi seperti
yang terlihat pada gambar 2.11 di bawah ini.

Gambar 2.11 Korosi pada komponen elektronik


18

Komputer dan peralatan elektronik lainnya menggunakan tegangan kecil dan arus
rendah untuk menjalankan fungsinya. Ketika lapisan korosi kecil menumpuk di
permukaan sirkuit, hal ini akan meningkatkan hambatan listrik dan menurunkan
kapasitansi, yang dapat berdampak serius pada kalibrasi dan kinerja. Selain itu,
ketika peralatan listrik didinginkan dan dipanaskan dengan cepat – seperti ketika
pesawat dingin turun ke bandara yang hangat dan lembab – terdapat potensi
kondensasi dan korosi. Dehumidifier mencegah masalah ini, menghemat waktu
kalibrasi dan meningkatkan waktu rata-rata antara kegagalan sistem elektronik.

2. Pencegahan Jamur
Jamur terdapat di hampir semua bahan. Mereka dapat bertahan hidup tanpa
kelembapan, tetap tidak aktif selama beberapa dekade, bahkan berabad-abad.
Namun ketika kelembapan dan sumber makanan tersedia, mereka akan berkembang
biak dengan cepat. Kelembapan ini tidak harus dalam bentuk cair. Organisme
mikroskopis dapat menggunakan uap air yang ada dalam bahan padat karena
kebutuhannya sangat sedikit.

Gambar 2.12 Jamur pada lukisan

Dokumen sejarah, foto, dan karya seni bersifat higroskopis dan seringkali
terbuat dari bahan organik. Ketika mereka menyerap kelembapan, mikroorganisme
berkembang biak dan menyebabkan kerusakan, seperti yang terlihat pada gambar
2.12. Dehumidifier digunakan untuk menyediakan lingkungan dengan kelembaban
relatif rendah yang mencegah serangan mikroba. Udara kering juga memungkinkan
benda-benda ini disimpan di luar area dengan suhu terkontrol sehingga menghemat
19

biaya pembangunan dan pemanasan. Banyak istana di Inggris Raya dan gereja-
gereja di Denmark tidak menggunakan pemanas atau pendingin — istana-istana
tersebut hanya mengalami dehidrasi — sehingga menghemat banyak biaya
peralatan dan operasional.

3. Pengeringan Produk
Sebagian besar produk dikeringkan menggunakan udara panas untuk
menguapkan kelembapan dan membawanya pergi. Namun sering kali, aliran udara
panas terlalu lambat atau mengakibatkan kerusakan pada produk. Enzim, misalnya,
rusak karena panas, dan jika ragi dikeringkan dengan udara yang sangat panas, ragi
tidak dapat bekerja dengan baik. Jika pengeringan pada suhu di bawah 50°C
mempunyai manfaat, maka umumnya ada manfaat jika menggunakan udara yang
telah dikeringkan. dikeringkan, bukan hanya dipanaskan. Semakin dingin suhunya,
perekonomian semakin mendukung dehumidifier. Contoh pada pengeringan produk
seperti produk makanan, salah satunya adalah pengeringan ikan, seperti yang
terlihat pada gambar 2.13, supaya umur simpan ikan dapat bertahan lama.

Gambar 2.13 Pengeringan pada ikan

Kisaran aplikasi pengeringan produk untuk penurun kelembapan telah


berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, karena klien
mengkaji dampak positif pengeringan suhu rendah terhadap kualitas produk.
20

Dehumidifier memungkinkan peningkatan kualitas ini tanpa mengorbankan


kecepatan pemrosesan.

2.2 Desiccant
Desiccant (desikan) atau bisa disebut juga bahan pengering adalah sorbent
(yaitu bahan yang memiliki kemampuan untuk menarik dan menahan gas atau
cairan lain) yang memiliki afinitas tertentu terhadap air (Kalogirou dan Florides,
2012). Seperti yang telah dijelaskan, desikan bekerja dengan memiliki area
permukaan yang tekanan uapnya lebih rendah daripada tekanan uap air di udara,
sehingga air pada udara bergerak menuju permukaan desikan.
Desikan dapat berbentuk padat atau cair — keduanya dapat mengumpulkan
kelembapan. Salah satu perbedaan antara kedua desikan adalah reaksinya terhadap
kelembapan. Sebagian hanya mengumpulkannya seperti spons mengumpulkan air
- air tertahan di permukaan material dan di saluran sempit melalui spons. Bahan
desikan ini disebut adsorben, dan sebagian besar merupakan bahan padat. Silica gel
merupakan salah satu contoh adsorben padat. Bahan pengering lainnya mengalami
perubahan kimia atau fisika saat mengumpulkan kelembapan. Ini disebut absorben,
dan biasanya berupa cairan, atau padatan yang menjadi cair saat menyerap
kelembapan. Litium klorida adalah garam higroskopis yang mengumpulkan uap air
melalui absorpsi, natrium klorida – garam meja biasa – adalah contoh lainnya.
(Munters, 2019)

2.2.1 Silica Gel


Silica gel adalah bentuk dari silika amorf (SiO2 xH2O) dan sangat berpori.
Partikel silika gel terdiri dari jaringan pori-pori mikroskopis (kapiler) yang saling
berhubungan, dan oleh karena itu memiliki luas permukaan yang sangat besar.
Mekanisme adsorpsi uap air oleh silika gel meliputi adsorpsi permukaan dan
kondensasi kapiler pada jaringan berpori. Silica gel bekerja dengan baik pada suhu
kamar, namun mungkin mengalami penurunan laju adsorpsi dan kadar air
kesetimbangan pada suhu yang lebih tinggi. Kelembaban dalam silika gel dapat
dihilangkan dengan mengeringkan pada suhu lebih dari 110°C (Chen, 2017).
21

Tingkat adsorpsi kelembaban di udara menggunakan silica gel dipengaruhi


seberapa tinggi relative humidity udara sekitar, dimana semakin tinggi relative
humidity nya, semakin tinggi pula tingkat adsorpsi kelembabannya (Liu, dkk.,
2023)

Gambar 2.14 Perubahan Warna Pada Silica Gel Berdasarkan Kondisi


Kelembaban Terserap

Silica Gel memiliki beragam bentuk bergantung oleh manufakturnya,


namun pada umumnya berbentuk bulat, berwarna putih atau biru. Produk silica gel
buatan Nantong OhE Chemicals Co., LTD, memiliki bentuk bulat dan berwarna
biru. Dengan moisture content sebesar 2-2,5%. Seperti yang ditunjukan pada
gambar 2.14, jenis silica gel ini menunjukan kondisi penyerapan kelembaban
bahan yang dapat terlihat oleh mata. Sebelum menyerap air, silica gel berwarna
biru, pada penyerapan 20% RH silica gel berubah warna menjadi ungu kehitaman,
pada penyerapan 40% RH silica gel menjadi warna ungu terang.

2.3 Diagram Psikrometrik


Diagram psikometrik adalah alat untuk memahami hubungan dari berbagai
parameter udara dan relative humidity. Diagram ini memungkinkan desainer atau
operator mengondisikan udara sesuai yang dibutuhkan atau diinginkan (Hyndman,
2020). Bagan ini berguna untuk informasi yang dikandungnya dan juga hubungan
yang ditunjukkan antara udara pada kondisi berbeda. Ini tidak hanya menunjukkan
“pepohonan” di hutan psikrometri, namun juga menunjukkan “hutan” secara
keseluruhan, memungkinkan seorang insinyur untuk mendapatkan gambaran
22

betapa mudah atau sulitnya mengubah udara dari satu kondisi ke kondisi lainnya
(Munters, 2019).

Gambar 2.15 Diagram Psikrometrik

Pada diagram psikometrik yang ditunjukan pada gambar 2.15 terdapat istilah-istilah
yang sering digunakan yaitu :
a. Temperatur bola basah (WBT)
Temperatur udara yang diukur dengan termometer biasa dengan sensor yang
dibalut kain basah.
b. Temperatur bola kering (DBT)
Temperatur udara yang diukur dengan termometer biasa dengan sensor kering
dan terbuka.
c. Temperatur jenuh (DPT)
Temperatur jenuh adalah temperatur ketika uap air yang terkandung dalam
udara mulai mengembun jika udara didinginkan pada temperatur konstan.
d. Relative Humidity (∅)
Relative Humidity (RH) didefinisikan sebagai perbandingan fraksi mol uap
air di udara lembab dengan fraksi mol uap air di udara jenuh pada suhu dan
tekanan yang sama (Stoecker, 1989)
23

Menurut Ian Dyer (2012), kelembaban relatif adalah perbandingan antara


tekanan parsial uap air dengan tekanan uap jenuh air pada suhu tertentu,
dinyatakan dalam persentase, yaitu:

𝑃𝑤
∅ = 100% × (2.1)
𝑃𝑔𝑤

Dimana
∅ : Relative Humidity
Pw : Tekanan Uap Air Parsial
Pgw : Tekanan Uap Air Jenuh

e. Humidity Ratio (W)


Humidity Ratio adalah massa uap air terhadap massa udara kering yang
terkandung di dalam udara basah. Karena udara kering dan uap air memiliki
volume yang sama saat temperatur sebanding. Maka bisa ditempatkan
persamaan gas ideal PV = RT. Udara dianggap sebagai gas ideal karena
temperaturnya cukup tinggi dibandingkan dengan temperatur jenuhnya, dan uap
air dianggap ideal apabila tekanannya cukup rendah dibanding tekanan
jenuhnya. Humidity ratio dapat dicari menggunakan persamaan berikut,

𝑀
W = 𝑀𝑤 (2.2)
𝑑𝑎

Dimana :
W : Rasio Kelembaban (kg/kg)
Mw : Massa Uap Air (kg)
Mda : Massa Udara Kering (kg)

W sama dengan juga perbandingan fraksi mol xw/xda dikalikan dengan


perbandingan massa molekul (18.01528/28.9645 = 0.62198),

𝑋
𝑊=0.62198×𝑋 𝑤 (2.3)
𝑑𝑎
24

Dimana :
Xw : Fraksi mol Uap Air
Xda : Fraksi mol Udara kering

Untuk mencari nilai W dari relative humidity dapat digunakan persamaan


berikut,

𝑃𝑔𝑤×∅
𝑊 = 0,62198 × (2.4)
𝑃−(𝑃𝑔𝑤×∅)

Dimana:
W : Rasio Kelembaban (kg/kg)
Pgw : Tekanan pada Uap Air Jenuh (Pa)
P : Atmospheric Pressure (Pa)
∅ : Relative Humidity (%)

f. Entalpi
Entalpi merupakan energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat oada
temperatur tertentu, atau jumlah energi kalor yang diperlukan untuk
memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air (dalam fasa cair) dari 0℃ sampai
mencapai T℃ dan menguapkannya menjadi uap air (fasa gas).
g. Volume Spesifik
Volume spesifik adalah volume udara campuran dengan satuan meter kubik
perkilogram udara kering. Dapat juga dikatakan sebagai meter kubik udara
kering atau meter kubik campuran perkilogram udara kering, karena volume
yang diisi oleh masing-masing substansi yang sama.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Perancangan Alat Pengujian

3.1.1 Kriteria Perancangan


Alat yang dirancang harus memenuhi kriteria pada pengujian yang
diberikan sebagai berikut :
1. Sistem tertutup hingga udara di dalam alat tidak ada yang keluar atau
masuk.
2. Mampu memberikan aliran udara yang stabil dari blower di siklus
ruangan tertutup.
3. Mampu menahan tekanan yang diberikan oleh material tanpa adanya
kebocoran.
4. Aliran udara yang masuk dapat mencapai 5 m/s variasi kecepatan dan
mendorong material dengan total massa hingga 2kg.
5. Dapat menerima daya panas hingga 60℃.

3.1.2 Skema Alat dan Komponennya


Skema alat pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.2 alat Dehumidifier yang
digunakan terdiri dari beberapa komponen yang berfungsi sebagai sistem
pengeringan untuk menguji material desiccant. Skema dapat dilihat pada gambar
3.1 berikut ini

Gambar 3.1 Skema Pengujian Desiccant Silica Gel dengan Sistem Closed
Desiccant Dehumidifier

25
26

Dalam sistem pengering ini terdapat beberapa alat yang digunakan yaitu
sebagai berikut :
a. Blower
Blower digunakan untuk mendorong suhu panas dalam pipa PVC yang
kemudian dialirkan kepada desiccant. Blower ditunjukan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Blower

b. Pipa PVC
Pipa PVC, dilihat pada gambar 3.3, digunakan untuk mengalirkan aliran
panas dari blower menuju heater sampai ke tabung penampung material.

Gambar 3.3 Pipa PVC

c. Finned heater
Heater, seperti pada gambar 3.4, digunakan untuk memanaskan udara yang
mengalir dalam pipa yangkemudian akan disalurkan kedalam tabung material.

Gambar 3.4 Finned Heater


27

d. Thermostat
Thermostat digunakan untuk mengetahui dan mengatur suhu panas pada
heater. Thermostat dapat dilihat pada gambar 3.5 dibawah ini.

Gambar 3.5 Thermostat

e. Dimmer
Dimmer, seperti yang ditunjukan pada gambar 3.6, digunakan untuk mengatur
tegangan yang digunakan oleh blower sehingga udara yang mengalir konstan.

Gambar 3.6 Dimmer

f. Kabel
Kabel digunakan untuk menyambungkan heater ke thermostat serta
perangkat elektronik lain yang terdapat pada pengering udara. Kabel yang
digunakan ditunjukan pada gambar 3.7 dibawah ini.

Gambar 3.7 Kabel


28

g. Tabung stainless steel


Tabung Stainless Steel, seperti yang ada pada gambar 3.8, berfungsi untuk
menyimpan material desiccant ketika dilakukan pengujian drying.

Gambar 3.8 Penempatan Material Silica Gel dalam Tabung


h. Jaring kawat
Jaring Kawat digunakan untuk menaruh material silica gel. Jaring akan diletakkan
dalam tabung material. Jaring kawat yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Jaring Kawat


i. Arduino Uno
Arduino yang digunakan merupakan model Uno dan berfungsi untuk
merancang program pada sensor DHT 22 agar dapat mendata secara otomatis dan
tersimpan pada laptop. Arduino Uno dapat ditunjukkan pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Arduino Uno


29

j. Sensor DHT22
Sensor DHT 22, seperti pada gambar 3.11 dibawah, digunakan untuk
membaca suhu dan humiditas udara padapengering untuk mengetahui pengaruh
material silica gel terhadap pengeringan.

Gambar 3.11 Sensor DHT 22

k. Kabel jumper
Kabel Jumper digunakan untuk menyambungkan sensor DHT 22 ke
Arduino. Kabel jumper yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.12.

Gambar 3.12 Kabel Jumper

l. Material Desiccant (Silica Gel)


Material Silica gel, seperti pada gambar 3.13, berfungsi sebagai bahan utama
dalam proses pengeringan dan merupakan material yang akan diuji pada
penelitian kali ini. Menggunakan Silica Gel sebanyak 500g dengan moisture
content pada silica gel aktif sebesar 2-2,5%.
30

Gambar 3.13 Silica gel

Penempatan silica gel ditempatkan didalam tabung material yang sudah


disediakan dengan kawat kasa sebagai penahan material.

3.2 Data Akuisisi


Akuisisi data, dalam arti umum, adalah proses pengumpulan informasi dari
dunia nyata. Bagi kebanyakan insinyur dan ilmuwan, data ini sebagian besar berupa
angka dan biasanya dikumpulkan, disimpan, dan dianalisis dengan computer
(Howard Austerlitz,2002). Tujuan utama dari penggunaan data akuisisi yakni
untuk mempercepat proses pengumpulan data, efisiensi pengambilan data serta
mempermudah dan mempercepat proses pengambilan data.
a. Arduino Uno
Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328
(datasheet). Memiliki 14 pin input dari output digital dimana 6 pin input tersebut
dapat digunakan sebagai output PWM dan 6 pin input analog, 16 MHz osilator
kristal, koneksi USB, jack power, ICSP header, dan tombol reset. Arduino Uno
dapat di hubungkan ke komputer dengan menggunakan kabel USB, listrik dengan
AC to DC connector atau baterai untuk menjalankannya (Abdul Kadir,2018).
b. Sensor Suhu dan Kelembaban DHT 22
Dikutip dari buku Arduino dan Sensor (Abdul Kadir, 2018) “DHT22
adalah sensor yang digunakan untuk membaca suhu dan kelembaban kapasitif
digitalyang berisi senyawa yang telah dikalibrasi dengan keluaran sinyal digital.”
Sensor DHT22 sangat mudah diaplikasikan pada mikrokontroller tipe Arduino
karena memiliki tingkat stabilitas yang dapat dipercaya dan fitur kalibrasi yang
31

memiliki hasil sangat akurat. DHT22 diklaim memiliki kualitas pembacaan yang
baik, dinilai dari respon proses akuisisi data yang cepat dan ukurannya yang
minimalis, serta dengan harga relatif murah jika dibandingkan dengan alat
thermohygrometer (Fitri dkk, 2020).
Program yang digunakan dalam akuisisi data pengujian dilakukan
menggunakan aruduino uno dengan bahasa C yang di program untuk mengambil
sampel sensor setiap 1 detik hingga kelembaban tidak berkurang lagi, dimana
total sampel yang didapatkan akan di proses menjadi grafi humiditas-waktu dan
temperatur-waktu.
Sensor DHT22 sendiri merupakan sensor digital kelembaban dan suhu
relatif. Sensor DHT22 menggunakan kapasitor dan termistor untuk mengukur
udara disekitarnya dan keluar sinyal pada pin data. DHT22 diklaim memiliki
kualitas pembacaan yang baik, dinilai dari respon proses akuisisi data yang cepat
dan ukurannya yang minimalis.
Berikut adalah gambar skematik sensor DHT 22 yang digunakan pada
proses pengambilan data uji yang ditunjukan pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 Skematik Sensor DHT 22

3.3 Prosedur Pengujian


3.3.1 Prosedur Setup Thermostat
Thermostat merupakan salah satu sensor suhu yang berfungsi untuk
mengatur suhu heater yang akan dialiri oleh udara dari blower sehingga udara
tersebut memiliki suhu yang diinginkan ketika melewati desiccant yang akan diuji.
Berikut merupakan prosedur untuk setup sensor thermostat sebelum dilakukan
32

pengujian :
a. Pertama, sambungkan kabel listrik pada thermostat,
b. Setelah thermostat menyala, langkah berikut nya adalah mengatur
suhusesuai kebutuhan,
c. Tekan dan tahan tombol up pada thermostat hingga layar berkedip.
d. Atur suhu mati sesuai kebutuhan (30℃)
e. Selanjutnya mengatur suhu nyala dengan menekan dan tahan tombol
down
hingga berkedip,
f. Atur suhu nyala sesuai kebutuhan (29,5℃)
g. Lakukan pengambilan data,
h. Ulangi prosedur b hingga g dengan aturan suhu 40℃.

3.3.2 Prosedur Pengujian


Pengujian desiccant silica gel dengan sistem closed desiccant dehumidifier
dilakukan pada Laboratorium Termofluida Teknik Mesin Universitas dengan
prosedur yang ditunjukan pada diagram alir pada Gambar 3.15 di bawah ini.

Gambar 3.15 Diagram Alir Prosedur Pengujian Material


33

Dehumidifikas dilakukan dengan variasi suhu pengeringan (30-40C).


Kurva kadar air terhadap waktu dengan variasi kecepatan udara 3 m/s dan 5 m/s.
Prinsip kerja alat menggunakan metode desiccant dehumidifier dengan komponen
blower, finned heater, dan tabung pengeringan yang berfungsi untuk meletakkan
material desiccant, dimana aliran udara yang masuk menggunakan centrifugal fan
blower dapat dialirkan melalui pipa yang terhubung kedalam tabung pengering,
lalu dialirkan lagi menuju ruang sample box dimana sensor DHT22 mengecek
kelembaban dan suhu. Alat ini memiliki 2 komponen inti, yaitu komponen
pemanas yang berfungsi menghasilkan panas menggunakan fin yang dialirkan
listrik kemudian komponen kedua yaitu storage atau tempat penyimpanan
material desiccant didalamnya. Dilakukan dengan material desiccant silica gel
untuk mengetahui perbandingan pengaruh material desiccant yang digunakan
terhadap humiditas udara pengeringan.

3.4 Post Processing


Setelah dilakukan pengujian, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan
diperlukan melakukan post processing. Pada tahap ini dilakukan pemerosesan data,
dimana data mentah yang diambil dengan sensor diolah menjadi bentuk kontur
grafik agar mudah dipahami.
Untuk mempermudah proses kalkulasi humidity ratio, digunakan Add-In Excel
PSYCH.XLA. Add-In Excel ini merupakan plugin atau fungsi yang dapat
menghitung kandungan pada udara lembab di aplikasi. Dengan fungsi ini, humidity
ratio dapat mudah dihitung dari relative humidity, suhu, dan tekanan atmosfer.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Desiccant Dehumidifier Menggunakan Silica Gel


Berikut adalah hasil dari data perbandingan relative humidity terhadap
waktu menggunakan silica gel dengan suhu 30°C dan 40°C pada variasi kecepatan
angin 3 m/s dan 5 m/s, dan variasi ketebalan desiccant 2 cm dan 4 cm.
30c 40c 30c 40c
80% 80%
70% 70%

Relative Humidity
Relative Humidity

60% 60%
50% 50%
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
1 51 101 151 201 251 301 351 401 1 51 101 151 201 251 301 351 401
time (s) time (s)

(a) (b)
Gambar 4.1 Relative Humidity pada Variasi Kecepatan 3 m/s dengan ketebalan (a) 4
cm dan (b) 2 cm.
30c 40c 30c 40c
80% 80%
70% 70%
Relative Humidity

Relative Humidity

60% 60%
50% 50%
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
1 51 101 151 201 251 301 351 401 1 51 101 151 201 251 301 351 401
time (s) time (s)

(a) (b)
Gambar 4.2 Relative Humidity pada Variasi Kecepatan 5 m/s dengan ketebalan
(a) 2 cm dan (b) 4 cm.

49
42

Dari data yang diperoleh seperti yang terlihat pada gambar 4.1 dan gambar
4.2, dapat dilihat variasi suhu menentukan relative humidity awal, dimana pada suhu
40°C, relative humidity lebih rendah daripada pada suhu 30°C. Ini dikarenakan suhu
dapat mempengaruhi kelembaban udara, semakin tinggi suhu semakin rendah juga
kelembaban (Edar dan Wahyuni, 2021).

4.2 Perbandingan Hasil Penyerapan Moisture


Berikut adalah adalah hasil dari data perbandingan penyerapan moisture
terhadap waktu pada silica gel dengan suhu 30°C, 40°C, dan lingkungan.
30c 40c Lingkungan 30c 40c Lingkungan
0.025 0.025
Moisture ratio (kg/kg)

Moisture ratio (kg/kg)


0.02 0.02

0.015 0.015

0.01 0.01

0.005 0.005

0 0
1 51 101 151 201 251 301 351 401 1 51 101 151 201 251 301 351 401
time (s) time (s)

Gambar 4.3 Humidity Ratio pada Variasi Kecepatan 3 m/s dengan ketebalan (a) 2
cm dan (b) 4 cm.
30c 40c Lingkungan 30c 40c Lingkungan
0.025
0.025
Moisture Ratio (kg/kg)

Moisture Ratio (kg/kg)

0.02 0.02

0.015 0.015

0.01 0.01

0.005 0.005

0 0
1 51 101 151 201 251 301 351 401 1 51 101 151 201 251 301 351 401
time (s) time (s)

Gambar 4.4 Humidity Ratio pada Variasi Kecepatan 5 m/s dengan ketebalan (a) 4
cm dan (b) 2 cm.
43

Dilihat dari grafik gambar 4.3 dan gambar 4.4 diatas, moisture ratio (kg
air/kg udara) awal suhu 40°C selalu lebih tinggi dibandingkan dengan moisture
ratio pada suhu 30°C. Dikarenakan waktu pengujian yang singkat, moisture ratio
lingkungan dibuat konstan. Tingkat penyerapan moisture di udara dihitung dari
selisih antara moisture ratio lingkungan dengan moisture ratio hasil akhir
pengujian.
Jika dilihat dari bentuk grafik diatas, tingkat penyerapan pada ketebalan 4
cm lebih besar dibandingkan pada ketebalan 2 cm baik pada suhu 30°C dan 40°C.
Jika hanya dilihat dari grafik, pengaruh kecepatan udara pada pengujian ini cukup
kecil namun dapat terlihat perbedaan proses penyerapan moisture.
Untuk memperjelas perbandingan hasil pengujian antara satu dengan yang
lain, berikut ini adalah tabel tingkat penyerapan moisture di udara dilihat dari
variasi antara suhu, kecepatan udara, dan ketebalan desiccant,

Tabel 4.1 Selisih Rasio Humidity Antara Lingkungan dengan Hasil Pengujian (g
air/kg udara)
Selisih
3 m/s 5 m/s
Rasio
Humidity 2 cm 4 cm 2 cm 4 cm

30℃ 10,137 11,248 7,740 8,997

40℃ 5,749 10,928 5,459 9,024

Tabel 4.2 Tingkat Penyerapan Air dari Udara


Tingkat
3 m/s 5 m/s
Penyerapan
Air 2 cm 4 cm 2 cm 4 cm

30℃ 56,4% 66,7% 44,1% 47.7%

40℃ 32,0% 64,8% 31,1% 47.8%


44

Tabel diatas menunjukan tingkat penyerapan moisture di udara


menggunakan silica gel. Tabel 4.1 menunjukan selisih moisture ratio lingkungan
dengan moisture ratio di dalam alat pengujian. Tabel 4.2 menunjukan persentase
tingkat penyerapan moisture dari udara, yaitu dengan menggunakan selisih
moisture ratio antara lingkungan dengan hasil pengujian dibagi dengan moisture
ratio lingkungan.
Dari tabel tersebut terlihat kecepatan udara cukup berpengaruh, dimana
pada variasi kecepatan 3m/s tingkat penyerapan moisture dari udara lebih tinggi
daripada dengan kecepatan 5m/s. Ini dikarenakan pada kecepatan udara yang lebih
tinggi, udara yang mengalir lebih banyak dan penyerapan moisture oleh desiccant
tidak sebanding dengan bertambahnya aliran udara, menyebabkan penurunan
efisiensi dehumidifier (Abdalla dan Ahmed, 2011).
Dari tabel tersebut juga dapat terlihat tingkat penyerapan moisture
menggunakan desiccant silica gel yang paling baik ada pada variasi ketebalan 4 cm
dikarenakan luas permukaan desiccant yang dilewati oleh udara lebih besar
daripada di variasi ketebalan 2 cm. Jika dibandingkan dengan moisture ratio
lingkungan tingkat penyerapan moisture di udara pada suhu 30℃ lebih tinggi
daripada dengan suhu 40℃, dikarenakan karakteristik desiccant silica gel yang
bekerja lebih efektif pada suhu mendekati lingkungan.

4.3 Perbandingan Hasil Pengujian Menggunakan Psychrometric Chart


Berikut ini adalah grafik perbandingan hasil pengujian penyerapan moisture
dengan menggunakan Psychrometric Chart,
45

Humidity Ratio
Dry Bulb Temperature
Gambar 4.5 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada Variasi ketebalan 4 cm dan kecepatan udara 3 m/s

Pada gambar 4.5, dengan setting variasi ketebalan 4 cm dan kecepatan


udara 3m/s, dapat dilihat penurunan humidity ratio yang cukup besar, pada suhu
30℃ ,ditunjukan dengan garis biru, mengalami penurunan sebesar 0,011248
kgair/kgudara, atau sebesar 66,7% dari humidity ratio pada lingkungan. Sedangkan
pada suhu 40℃, ditunjukan dengan garis merah, mengalami penurunan humidity
ratio sebesar 0,010928 kgair/kgudara, atau sebesar 64,8% dari humidity ratio pada
lingkungan.
Humidity Ratio

Dry Bulb Temperature


Gambar 4.6 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada Variasi ketebalan 4 cm dan kecepatan udara 5 m/s
46

Pada gambar 4.6, dengan setting variasi ketebalan 4 cm dan kecepatan


udara 5m/s, dapat dilihat penurunan humidity ratio yang cukup besar, pada suhu
30℃ ,ditunjukan dengan garis biru, mengalami penurunan sebesar 0,008997
kgair/kgudara, atau sebesar 47,7 % dari humidity ratio pada lingkungan. Sedangkan
pada suhu 40℃, ditunjukan dengan garis merah, mengalami penurunan humidity
ratio sebesar 0,009024 kgair/kgudara, atau sebesar 47,8% dari humidity ratio pada
lingkungan. Pada setting variasi ini, tingkat penyerapan air di udara sedikit lebih
rendah dari setting variasi sebelumnya

Humidity Ratio

Dry Bulb Temperature


Gambar 4.7 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada Variasi ketebalan 2 cm dan kecepatan udara 3 m/s

Pada gambar 4.7, dengan setting variasi ketebalan 2 cm dan kecepatan


udara 3m/s, dapat dilihat penurunan humidity ratio yang cukup besar, pada suhu
30℃ ,ditunjukan dengan garis biru, mengalami penurunan sebesar 0,010137
kgair/kgudara, atau sebesar 56,4 % dari humidity ratio pada lingkungan. Sedangkan
pada suhu 40℃, ditunjukan dengan garis merah, mengalami penurunan humidity
ratio sebesar 0,005749 kgair/kgudara, atau sebesar 32,0% dari humidity ratio pada
lingkungan. Pada setting variasi ini, perbedaan tingkat penurunan humidity ratio
cukup jauh antara suhu 30℃ dan 40℃.
47

Humidity Ratio
Dry Bulb Temperature
Gambar 4.8 Perbandingan moisture ratio suhu 30℃ (Biru) dan 40℃ (Merah)
pada Variasi ketebalan 2 cm dan kecepatan udara 5 m/s

Pada gambar 4.8, dengan setting variasi ketebalan 2 cm dan kecepatan


udara 5m/s, dapat dilihat penurunan humidity ratio yang cukup besar, pada suhu
30℃ ,ditunjukan dengan garis biru, mengalami penurunan sebesar 0,00774
kgair/kgudara, atau sebesar 44,1 % dari humidity ratio pada lingkungan. Sedangkan
pada suhu 40℃, ditunjukan dengan garis merah, mengalami penurunan humidity
ratio sebesar 0,005459 kgair/kgudara, atau sebesar 31,1% dari humidity ratio pada
lingkungan. Pada setting variasi ini, tingkat penurunan humidity ratio-nya paling
rendah diantara setting variasi yang lain.

Dari perbandingan grafik psikometrik ini, setting variasi yang terlihat paling
besar mengalami penurunan humidity ratio-nya ada pada setting ketebalan 4 cm,
kecepatan udara 3m/s, dan pada suhu 30℃, dengan tingkat penurunan moisture di
udara sebesar 66,7%. Sedangkan setting variasi yang mengalami penurunan
humidity ratio terkecil ada pada setting ketebalan 2 cm, kecepatan udara 5m/s, dan
pada suhu 40℃, dengan tingkat penurunan moisture di udara sebesari 31,1%.
48

4.4 Analisis Hasil Pengujian


Menurut hasil pengujian, penggunaan sistem dehumidifier dengan desiccant
silica gel dalam lingkungan tertutup telah terbukti efektif. Proses ini mampu
menyerap sekitar 60% dari kadar air total dalam udara, sehingga kelembaban
relatifnya turun di bawah 20%
Dalam penggunaannya, kelembaban relatif di bawah 20% tidak
menguntungkan bagi kesehatan manusia. Udara yang sangat kering dapat
mengganggu sistem pernapasan karena lendir pada saluran pernapasan, yang
berfungsi sebagai penyaring udara kotor, menjadi terlalu kering. Kelembaban
rendah juga dapat menyebabkan mata dan kulit menjadi kering, sehingga kondisi
kelembaban dibawah 20% tidak dianggap ideal untuk kesehatan manusia. (Sunwoo,
dkk, 2006)
Walaupun kondisi kelembaban yang rendah tidak menguntungkan untuk
kesehatan manusia, udara kering memiliki manfaat dalam memperpanjang umur
peralatan laboratorium. Pada kelembaban di bawah 20%, pertumbuhan jamur dan
bakteri, yang dapat memengaruhi hasil pengujian di laboratorium, melambat. Selain
itu, kelembaban rendah juga dapat mengurangi risiko korosi pada peralatan
laboratorium.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, beberapa kesimpulan dapat
dirangkum sebagai berikut:
1. Sistem dehumidifikasi udara tertutup bekerja dengan baik dalam mengurangi
kelembaban pada udara menggunakan desiccant silica gel. Pada pengujian ini
dehumifier dapat menurunkan kelembaban relatif hingga mencapai 16%.
2. Kecepatan udara mempengaruhi banyaknya udara yang mengalir melalui
desiccant, ketebalan desiccant berpengaruh pada tingkat penyerapan air dalam
udara, dan suhu udara berpengaruh pada kelembaban awal pada udara.
3. Tingkat penyerapan moisture yang paling baik dalam hasil pengujian
dehumidifikasi menggunakan desiccant silica gel yaitu pada variasi suhu 30℃
dengan kecepatan udara 3 m/s, dan ketebalan 4cm, dimana moisture udara
yang terserap sebanyak 11,248 g air/kg udara atau 66,7%. Sedangkan variasi
yang paling tidak optimal untuk melakukan dehumidifikasi udara yaitu pada
suhu 40℃, kecepatan udara 5 m/s, dan ketebalan 2 cm, dimana moisture udara
yang terserap hanya sebanyak 5,459 g air/kg udara atau 31,1%.

5.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya diantaranya sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini kecepatan udara dipakai sebagai variabel, namun agar hasil
pengujian lebih mendekati literatur, diharapkan untuk penelitian selanjutnya
menggunakan istilah aliran udara dan dihitung juga berapa banyak aliran udara
yang melewati desiccant.
2. Untuk selanjutnya kondisi lingkungan diuji bersamaan dengan pengujian pada
alat, supaya kondisi lingkungan dapat real-time dengan pengujian pada alat.
3. Meskipun pengujian dilakukan pada ruang tertutup, namun kondisi lingkungan
masih dapat mempengaruhi kondisi di dalam alat, seperti suhu. Karena hal ini

49
50

penguji berharap untuk penelitian selanjutnya kondisi lingkungan dapat


dikontrol, setidaknya suhu, atau menggunakan cara apapun supaya kondisi
dalam alat tidak terpengaruh oleh lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Brundrett, G.W., “Handbook of Dehumidification Technology”, Butterworths:


London, 2013
[2] Stoecker, W.F., “Refrigeration and Air Conditioning”, Mcgraw Hill Higher
Education: New York, 1983
[3] Fahmiati, Nuryono, dan Narsito, Termodinamika Adsorbsi Cd(II), Ni(II), dan
Mg(II) pada Silika Gel Termodifikasi 3-Merkapto-1,2,4-Triazol, Indonesian
Journal of Chemistry, Vol. 6 (1): 52-55. 2006.
[4] Hindryawati, N dan Alimuddin, Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari
Abu Sekam Padi dengan Menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH), Jurnal
Kimia Mulawarman. Vol. 7. (2). 1693-5616. 2010
[5] Edar, Ahmad Nadhil dan Wahyuni, Arinda, Pengaruh Suhu dan
Kelembaban Terhadap Rasio Kelembaban dan Entalpi, Jurnal Arsitektur,
Kota, dan Pemukiman, 2502-4892. 2021.
[6] Weintraub, S., Demystifying Silica Gel, Object Specialty Group Postprints.
Vol. 9. 2002
[7] Yao, Y., Yang, K., Liu, S., Study on the Performance of Silica Gel
dehumidification system with ultrasonic-assisted regeneration, Elsevier
Energy. Vol. 66. 799-809. 2014
[8] Liu, Y., Zheng, P., Wu, H., Zhang, Y., Preparation and Dynamic Moisture
Adsorpsion of fiber belt/silica Aerogel composites with ultra-low adsorpsion
rate, Elsevier Construction and Building Materials. Vol. 363. 129825. 2023
[9] Zaini, H., Sami, M., Penyisihan Pb(II) dalam Air Limbah Laboratorium
Kimia Sistem Kolom dengan Bioadsorben Kulit Kacang Tanah, Ethos
(Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat). 8-14. 2015
[10] Hyndman, B., “Clinical Engineering Handbook (Second Edition)”, Elsevier,
2020
[11] Hidayati, B., Baharuddin, Wahyudi, R., Analisis Kelembaban Udara Pada
Proses Dehumidifikasi Kentang Menggunakan Sistem Refrigerasi, Jurnal
Austenit. Vol. 12 (1). 2085-1286. 2020

42
[12] Curd, E.F., dkk, Air Handling Processes, “Industial Ventilation Design
Guidebook”, 677-806, Academic Press, 2001
[13] Munters, “The Dehumidification Handbook”, Munters Corporation :
Amesburry, 2019
[14] Wang, Jie, dkk., Brief Introduction of Dehumidification Technology and
Research Progress, IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science,
568. 2020
[15] Kalogirou, S.A., Florides, G.A., Solar Space Heating and Cooling System,
Comprehensive Renewable Energy, Vol. 3, 501-531, Elsevier. 2012
[16] Chen, Y., Packaging Selection for Solid Oral Dosage Form, Developing
Solid Oral Dosage Forms: Pharmaceutical Theory and Practice, 637-651,
Academic Press, 2017
[17] Dyer, Ian, Measurement of Humidity, Anaesthesia & Intensive Care
Medicine. Vol. 13 (3). 121-123. 2012
[18] Abdalla, K.N., dan Ahmed, A. M., Experimental Investigation of Moisture
Removal Rate and Dehumidification Effectiveness of an Internally Cooled
Liquid Desiccant Air Dehumidifier, Vol. 1 (1), 25-31, University of
Khartoum Engineering Journal, 2011

42
LAMPIRAN

Alat Uji

Perbandingan pembacaan sensor di dalam alat uji pada suhu 30°C

42
Perbandingan pembacaan sensor di dalam alat uji pada suhu 40°C

Perbandingan pembacaan sensor pada kondisi lingkungan

42
Coding Arduino DHT22

42
42
Data Mentah Hasil Pengujian

42

Anda mungkin juga menyukai