Anda di halaman 1dari 96

TUGAS AKHIR

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROFOBIK


PVDF/PVP-SELULOSA DARI AMPAS TEBU DENGAN METODE
INVERSI FASA-IRADIASI GAMMA UNTUK PEMISAHAN OLI-AIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh sebutan Sarjana Sains Terapan (SST)
Pada Program Diploma IV
Jurusan Teknokimia Nuklir

Disusun oleh :
Sela Andriani
NIM. 011500424

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2019
TUGAS AKHIR

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROFOBIK


PVDF/PVP-SELULOSA DARI AMPAS TEBU DENGAN METODE
INVERSI FASA-IRADIASI GAMMA UNTUK PEMISAHAN OLI-AIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh sebutan


Sarjana Sains Terapan (SST)
Pada Program Diploma IV
Jurusan Teknokimia Nuklir

Disusun oleh:

Sela Andriani
NIM. 011500424

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROFOBIK


PVDF/PVP-SELULOSA DARI AMPAS TEBU DENGAN METODE
INVERSI FASA-IRADIASI GAMMA UNTUK
PEMISAHAN OLI-AIR

Oleh

Sela Andriani
NIM. 011500424

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal Juli 2019


dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Susunan Dewan Penguji


Ketua Dewan Penguji

Ir. Noor Anis Kundari, M.T


NIP 19610216 1988012 001

Anggota Anggota

Dr. Deni Swantomo, S.ST, M.Eng Dhita Ariyanti, M.Si


NIP 19820104 200604 1 002 NIP 19890118 201801 2 001
Ketua
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Yogyakarta, Juli 2019

Edy Giri Rachman Putra Ph.D.


NIP. 19700327 199403 1 003

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROFOBIK


PVDF/PVP-SELULOSA DARI AMPAS TEBU DENGAN METODE
INVERSI FASA-IRADIASI GAMMA UNTUK
PEMISAHAN OLI-AIR

Oleh

Sela Andriani
NIM. 011500424

Telah disetujui pada tanggal Juli 2019, oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Deni Swantomo, S.ST, M.Eng Harum Azizah Darojati, ST, M.T
NIP 19820104 200604 1 002 NIP 19890420 201801 2 001

Ketua Jurusan Teknokimia Nuklir

Kartini Megasari, S.ST, M.Eng


NIP. 19831228 200604 2 003

iii
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sela Andriani

NIM : 011500424

Program Studi : Teknokimia Nuklir

Jurusan : Teknokimia Nuklir

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROFOBIK

PVDF/PVP-SELULOSA DARI AMPAS TEBU DENGAN METODE

INVERSI FASA-IRADIASI GAMMA UNTUK

PEMISAHAN OLI-AIR

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil karya saya

dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh sebutan

kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang

lain kecuali yang secara tertulis disebutkan sebagai sumber dalam naskah dan

dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Juli 2019

Sela Andriani
NIM. 011500424

iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir
ini dengan baik.
Laporan tugas akhir dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Membran
Hidrofobik PVDF/PVP-Selulosa dari Ampas Tebu dengan Metode Inversi Fasa-
Iradiasi Gamma untuk Pemisahan Oli-Air” merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (SST) dari Program Studi Teknokimia
Nuklir, Jurusan Teknokimia Nuklir, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Selama
penelitian dan penyusunan laporan ini berlangsung, penulis tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Muhammad Irfan dan Ibu Rosnida selaku orang tua yang selalu
memberikan masukan, motivasi, dukungan moril dan materiil serta semangat
kepada penulis untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab dan
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
2. Bapak Edy Giri Rachman Putra, Ph.D selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Nuklir-BATAN Yogyakarta.
3. Ibu Kartini Megasari, S.ST, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknokimia Nuklir,
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN Yogyakarta.
4. Bapak Dr. Deni Swantomo, S.ST, M.Eng selaku pembimbing I dan dosen wali
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil, saran, masukan,
bimbingan selama penelitian ini dilaksanakan.
5. Ibu Harum Azizah Darojati, ST, M.T selaku pembimbing II yang telah
memberikan semangat, saran, masukan, dan motivasi untuk menunjang hasil
penelitian yang lebih baik.
6. Bapak Sugili Putra, S.T, M.Sc selaku operator iradiator yang membantu dalam
proses iradiasi selama sintesis material.
7. Rekan satu pembimbing Mutia Sari Solikha, Mamluatul Faizah dan Winahyu
Saputri yang telah memberikan semangat, dukungan, dan pengetahuan yang
mendukung penelitian ini.

v
vi

8. Seseorang yang special, Miftakhun Naja untuk segala do’a, cinta, dukungan
dan keceriaan yang membuat penulis semakin bersemangat untuk
menyelesaikan penelitian ini.
9. Adik-adik penulis, David Romandhon dan Chelsea Meilani untuk segala
dukungan dan keceriaan yang membuat penulis semakin bersemangat untuk
menyelesaikan penelitian ini.
10. Segenap dosen Jurusan Teknokimia Nuklir yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat, juga mengajarkan penulis untuk tumbuh
menjadi manusia yang jujur dan disiplin.
11. Keluarga besar Teknokimia Nuklir 2015 untuk empat tahun penuh cerita yang
telah kita mulai, lewati, juga selesaikan bersama.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa
dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan,
baik dalam isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu segala kritik, koreksi, dan
saran membangun guna penyempurnaan laporan tugas akhir ini sangat diharapkan.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi mahasiswa STTN- BATAN
Yogyakarta.

vi
DAFTAR ISI

TUGAS AKHIR ...................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN............................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x

ABSTRAK ........................................................................................................... xii

ABSTRACT ........................................................................................................ xiii

BAB I...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Keaslian Tugas Akhir .............................................................................. 5

1.3. Rumusan Masalah .................................................................................... 6

1.4. Tujuan Tugas Akhir ................................................................................. 6

1.5. Batasan Masalah ...................................................................................... 7

1.6. Manfaat Tugas Akhir ............................................................................... 7

BAB II .................................................................................................................... 8

KAJIAN TEORI ..................................................................................................... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 8

2.1.1. Minyak pelumas (oli) ....................................................................... 8

2.1.2. Membran........................................................................................... 9

2.1.3. Iradiasi sinar gamma....................................................................... 13

2.1.4. Selulosa........................................................................................... 15

2.1.5. Ampas tebu (bagasse) .................................................................... 17

vii
viii

2.1.6. Polivinilidena fluorida (PVDF) ..................................................... 17

2.1.7. Polivinilpirolidon (PVP) ................................................................. 18

2.1.8. Polylactic Acid (PLA) .................................................................... 19

2.2. Landasan Teori ...................................................................................... 22

2.2.1. Isolasi selulosa ................................................................................ 22

2.2.2. Efek iradiasi terhadap polimer........................................................ 23

2.2.3. Pembuatan permukaan hidrofobik .................................................. 24

2.2.4. Indikator hidrofobisitas .................................................................. 26

2.2.5. Membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa ..................................... 28

2.3. Hipotesis ................................................................................................ 30

BAB III ................................................................................................................. 31

METODE PENELITIAN ..................................................................................... 31

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................. 31

3.2. Bahan ..................................................................................................... 31

3.3. Alat......................................................................................................... 31

3.4. Langkah Kerja........................................................................................ 32

A. Penyiapan umpan untuk pembuatan selulosa dari bahan ampas tebu 32

B. Isolasi selulosa dari ampas tebu ......................................................... 32

C. Analisis kandungan selulosa dan lignin ampas tebu dengan metode


Chesson......................................................................................................... 33

D. Sintesis membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa .......................... 33

E. Pengukuran sudut kontak air (Cheng dkk. 2017) ............................... 34

F. Pengukuran stabilitas (Cheng dkk. 2017) .......................................... 34

G. Pengukuran porositas ......................................................................... 34

H. Pengukuran degradasi hidrolitik (Cheng dkk. 2017) ......................... 35

viii
ix

I. Pengukuran efisiensi pemisahan minyak-air dan fluks (Cheng dkk. 2018;


Cheng dkk. 2017) ......................................................................................... 35

3.5. Diagram alir penelitian .......................................................................... 37

BAB IV ................................................................................................................. 39

PEMBAHASAN................................................................................................... 39

4.1. Pembuatan selulosa fiber dari ampas tebu ............................................. 39

4.2. Pembuatan membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa .......................... 48

4.3. Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap hidrofobisitas membran ............ 52

4.4. Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap porositas dan degrdasi hidrolitik


membran ........................................................................................................... 57

4.5. Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap fluks dan efisiensi pemisahan


membran ........................................................................................................... 61

BAB V .................................................................................................................. 64

PENUTUP ............................................................................................................ 64

5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 64

5.2. Saran ......................................................................................................... 65

RENCANA JADWAL KERJA PENELITIAN.................................................... 66

DAN PENYUSUNAN TUGAS AKHIR ............................................................. 66

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67

LAMPIRAN ......................................................................................................... 74

A. Analisis Metode Chesson ............................................................................. 74

B. Uji Porositas Membran ................................................................................. 76

C. Uji Degradasi Hidrolitik ............................................................................... 79

ix
x

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Ilustrasi reaksi ikatan silang dan degradasi pada polimer…….14
Gambar 2.2. Struktur molekul selulosa.............................. .................................15
Gambar 2.3. Struktur molekul PVDF………………………………………….18
Gambar 2.4. Struktur molekul PVP……………..…………………………….19
Gambar 2.5. Struktur molekul PLA…………………………………………...21
Gambar 2.6. Skema proses isolasi selulosa……………………………………23
Gambar 2.7. Sudut kontak dan hubungannya dengan tingkat
hidrofobisitas.........................................................................................................26
Gambar 2.8. Ilustrasi model Wanzel…………………………………………....27
Gambar 2.9. Ilustrasi model Cassie-Baxter……………………………………27
Gambar 2.10. Skema sintesis membrane hidrofobik…………………………28
Gambar 3.1. Diagram Alir Isolasi Selulosa…………. ………………………..37
Gambar 3.2. Diagram Alir Sistesis Membran PVDF/PVP-Selulosa…………. 38
Gambar 4. 1. Serbuk ampas tebu sebelum (a) dan sesudah (b) alkalisasi dalam basa
(NaOH 2%). .......................................................................................................... 39
Gambar 4. 2. Gambar mekanisme pemutusan ikatan antara lignin dengan selulosa
menggunakan NaOH 2%. ..................................................................................... 40
Gambar 4. 3. Selulosa dari ampas tebu hasil bleaching (H2O2 teknis)................. 41
Gambar 4. 4. Reaksi bleaching selulosa ............................................................... 41
Gambar 4. 5. Selulosa hasil isolasi sebelum (a) dan sesudah bleaching (b) ........ 42
Gambar 4. 6. Hasil analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam
selulosa ampas tebu metode Chesson. .................................................................. 43
Gambar 4. 7. Hasil dari pengukuran FTIR untuk ampas tebu dan selulosa ......... 44
Gambar 4. 8. Grafik kristalinitas selulosa tiap tahapan isolasi selulosa ............... 46
Gambar 4. 9. Hasil karakterisasi XRD selulosa ampas tebu ................................ 47
Gambar 4.10. Proses pembentukan membran dengan presipitasi imersi
(Wang,dkk., 2008; Wienk, dkk., 1996 ................................................................. 49
Gambar 4.11. Spektrum hasil analisis FTIR membran hidrofobik PVDF/PVP-
selulosa ................................................................................................................. 50
Gambar 4.12. Mekanisme ikatan silang PVDF-Selulosa-PLA yang diajukan
(modifikasi dari flexible and robust) .................................................................... 51

x
xi

Gambar 4.13. Spektrum hasil analisis XRD membran hidrofobik PVDF/PVP-


selulosa ................................................................................................................. 52
Gambar 4. 14. Ilustrasi pengukuran contact angle tetesan air pada permukaan
membran dengan mikroskop dino-lite. ................................................................. 54
Gambar 4. 15. Grafik Hubungan Konsentrasi PVDF VS Sudut Kontak Air ....... 55
Gambar 4. 16. Grafik hubungan waktu perendaman vs sudut kontak air ............ 56
Gambar 4. 17. Grafik Hubungan Konsentrasi PVDF terhadap Porositas Membran
.............................................................................................................................. 58
Gambar 4.18. Grafik hubungan konsentrasi pvdf vs degradasi hidrolitik membran
.............................................................................................................................. 60
Gambar 4. 19. Grafik hasil pengukuran nilai fluks membran PVDF/PVP-selulosa
.............................................................................................................................. 61
Gambar 4.20. Grafik hasil pengukuran efisiensi pemisahan membran PVDF/PVP-
selulosa ................................................................................................................. 62

xi
xii

ABSTRAK
Penelitian ini akan memodifikasi sifat hidrofilik selulosa menjadi hidrofobik pada
membran selulosa untuk pemisahan oli-air menggunakan polimer utama membran
polyvinylidene fluoride (PVDF) dan penambahan polimer (PVP) sebagai polimer
kedua dengan metode inversi fasa presipitasi imersi dan iradisi gamma. Campuran
air dalam bahan bakar oli dapat mengakibatkan pencemaran yang pengaruhnya
cukup besar dalam waktu jangka panjang. Penggunaan membran hidrofobik dipilih
sebagai metode pemisahan oli/air yang efektif. Membran hidrofobik disintesis
menggunakan metode inversi fasa presipitasi imersi dilanjutkan iradiasi gamma
dengan selulosa sebagai substrat, PVDF sebagai low energy modifier, PVP sebagai
zat aditif (polymeric additives) membran, dan PLA sebagai coating agent dalam
meningkatkan sifat hidrofobisitas membran. Dari penelitian yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa konsentrasi PVDF optimum untuk mendapatkan membran
dengan hidrofobisitas, karakteristik, dan pemisahan paling baik adalah konsentrasi
PVDF 15%. PVDF 15% membran dengan sudut kontak terbaik pada 145º memiliki
porositas sebesar 88,2%. Nilai degradasi hidrolitik sebesar 49,93% menghasilkan
nilai fluks 1,07 mL/m2.jam, dengan efisiensi pemisahan 91,64%.

Kata kunci : oli/air, selulosa, hidrofobik, low energy modifier, inversi fasa,
iradiasi gamma

xii
ABSTRACT
This study will describe the hydrophilic nature of cellulose to hydrophobic on
cellulose membranes to process air-oil using polymers of polyvinylidene fluoride
(PVDF) and polyvivynil pyrrolidone (PVP) with phase inversion -gamma
irradiation methods. The mixture of water in the fuel can reduce considerable
pollution in the long run. The use of hydrophobic membranes was chosen as an
effective oil / water method. The hydrophobic membrane was synthesized using the
gamma irradiation phase precipitation inversion method with cellulose as the
substrate, PVDF as a low energy modifier, PVP as a membrane additive, and PLA
as a coating agent to improve the membrane hydrophobicity properties. From the
research that has been done, the optimal PVDF concentration is obtained to obtain
a membrane with hydrophobicity, characteristics, and the best composition is 15%
PVDF concentration. PVDF 15% membrane with the best contact angle at 145º
has porosity of 88.2%. The hydrolytic degradation value of 49.93% produces a flux
value of 1.07 mL / m2.hour, with an acquisition efficiency of 91.64%.

Keywords: oil / water, cellulose, hydrophobic, low energy modifier, phase


inversion, gamma irradiation

xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dimilikinya. Sumber daya
alam yang meliputi sumber daya alam hayati maupun non hayati dan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Sumber daya alam adalah lingkungan alam (environment) yang
memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia (Rita, 2010). Laut merupakan
suatu ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman
sumber daya hayati yang dimanfaatkan untuk manusia. Sebagaimana diketahui
bahwa 70% permukaan bumi di dominasi oleh perairan atau lautan. Kehidupan
manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, sehingga manusia harus
menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya. Berbagai jenis sumber daya yang terdapat di laut, seperti berbagai jenis
ikan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, mineral, minyak bumi, dan berbagai
jenis bahan tambang yang terdapat di dalamnya. Lautan juga menerima bahan-
bahan yang terbawa oleh air yang mengakibatkan pencemaran itu terjadi,
diantaranya dari limbah rumah tangga, sampah, buangan dari kapal, dan tumpahan
minyak dari kapal tanker. Namun, pencemaran yang sering terjadi adalah
tumpahan minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai, maupun
akibat kecelakaan kapal.

Tumpahan minyak merupakan salah satu jenis pencemaran yang


pengaruhnya cukup besar dalam waktu jangka panjang. Minyak yang memiliki
kepadatan tinggi akan menutupi permukaan perairan dan menghalangi sinar
matahari, sehingga proses fotosintesis bisa terganggu. Ketika minyak masuk ke
lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan
secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah membentuk lapisan (slick
formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi
(polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak (water in
oil emulsions), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), fotooksida,
biodegradasi mikroba, sedimentasi, dicerna oleh planton dan bentukan gumpalan

1
2

(Mukhstasor, 2007). Oleh sebab itu, emulsi minyak dalam air ini harus diolah
sebelum akhirnya dibuang atau digunakan lagi melalui proses daur ulang
(Situmorang, R. F., 2016).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani pencemaran air limbah


berminyak, yang mana biasanya disebabkan oleh kecelakan tumpahan minyak
(Cheng et al., 2017). Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah
pemisahan air dan pengotornya yang membutuhkan teknologi canggih, seperti
teknologi membran. Teknologi membran merupakan teknologi yang sangat efisien
untuk memisahkan campuran minyak dengan air, karena teknologi membran dapat
menghilangkan tetesan minyak secara efektif apabila dibandingkan dengan
teknologi konvensional (Wenten, G.I et al., 2014). Terdapat beberapa metode
untuk menjernihkan limbah minyak-air, termasuk metode fisika dan kimia
konvensional. Metode konvensional memiliki kekurangannya masing-masing,
seperti biaya material yang tinggi, penggunaan senyawa beracun, tempat yang luas
untuk instalasi dan generasi polutan sekunder. Menghadapi kekurangan tersebut,
proses pemisahan menggunakan membran menjadi teknologi yang memiliki
prospek yang sangat baik (Wenten, G.I et al., 2015).

Metode konvensional seperti gravitasi, flotasi, absorben dan membran


filtrasi masih menunjukkan efisiensi pemisahan dan selektivitas yang rendah (Bi et
al., 2012; Chu, Feng, & Seeger, 2015; Su et al., 2012; Zhang et al., 2014). Oleh
karena itu, diperlukan bahan fungsional baru yang selektif dan efisien untuk
memisahkan minyak dari air (Ghobashy& Elahdy, 2017; Li et al., 2018; Wang et
al., 2014; Xue et al., 2011) yaitu dengan menggunakan material hidrofobik
selulosa. Membran hidrofobik selulosa ini dapat digunakan sebagai absorben yang
efektif untuk memisahkan minyak dan air. Dengan memanfaatkan sifat hidrofobik
yang ada maka diharapkan material ini hanya akan menyerap minyak sedangkan
air tetap tinggal di permukaan.
Selulosa, (C6H10O5) n merupakan komponen utama yang ada pada hampir
semua sel tumbuhan. Selulosa terdiri dari rantai panjang polimer yang terbentuk
dari monomer glukosa (S. Harun et al., 2016). Selulosa dapat digunakan di
berbagai industri, antara lain adalah pada pembuatan kertas, industri tekstil,
3

packaging, dan produk turunannya, yaitu glukosa, selulosa asetat, alkohol, dan
lain- lain (Khalil et al., 2014). Studi mengenai serat selulosa tumbuhan untuk
berbagai aplikasi secara luas telah dilakukan karena sifatnya yang mudah
didegradasi, alami, dan ramah lingkungan. Proses yang mudah, biaya murah,
konsumsi energi rendah, bobot yang ringan, kekuatan spesifik yang sangat baik,
tidak berbahaya bagi lingkungan serta dapat diperbaharui dan didaur ulang
menghasilkan minat yang besar di kalangan peneliti dibandingkan dengan serat
sintetis konvensional (Saurabh et al., 2016). Salah satu tanaman yang mengandung
selulosa adalah ampas tebu. Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa bagian batang
tebu dalam proses ekstraksi tebu yang memiliki kadar air berkisar 46-52%, kadar
serat 43-52% dan padatan terlarut sekitar 2-6%. Serat ampas tebu terdiri dari
selulosa, pentosan, dan lignin. Komposisi ketiga komponen bisa bervariasi pada
varitas tebu yang berbeda (Andriyanti.W, et al., 2012). Selama ini, pemanfaatan
ampas tebu belum optimal, hanya terbatas untuk pakan ternak, bahan baku
pembuatan pulp dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Nilai ekonomi yang
diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih terbilang rendah (Zulharmita et al,
2012). Ampas tebu dapat bernilai lebih menjadi sesuatu yang bermanfaat, bernilai
ekonomi tinggi, serta ikut dalam pelestarian lingkungan dengan menghasilkan
membran selulosa yang ramah lingkungan dengan mengurangi jumlah limbah
ampas tebu.
Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam,
melainkan selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa.
Struktur kimia selulosa sebagian besar hampir mengandung gugus hidroksil (-OH)
yang dapat menyebabkan ikatan hidrogen jika berinteraksi dengan molekul air atau
sering disebut suka dengan air atau hidrofilik (Teisala, dkk, 2014). Sifat hidrofilik
ini menghasilkan kelembaban yang cukup tinggi jika terkena air dan sudut kontak
airnya sangat rendah sekitar 20-30°. Akibat yang ditimbulkan adalah kekuatan
mekanik serta kekakuan dari polimer selulosa menurun sehingga membatasi
penggunaan selulosa dalam berbagai bidang. Hidrofilisitas selulosa dapat
dimodifikasi dengan mengganti gugus hidroksil dengan gugus fungsi yang
berbeda. Salah satu modifikasi yang dilakukan adalah mengganti gugus fungsi -
OH dengan menggunakan polimer yang memiliki energi permukaan rendah,
4

seperti: polypropylene (PP), polyethylene (PE), polyvinylidene fluoride (PVDF)


atau polytetrafluoroethylene (PTFE) (I G. Wenten, dkk, 2015). Penggantian gugus
–OH dengan polimer yang memiliki energi permukan rendah dapat mengubah
struktur kimia dan matriks selulosa menjadi hidrofobik.
Berdasar penelitian, selulosa tidak dapat digunakan sebagai penyerap
minyak secara langsung karena gugus hidrofilik yang dimiliki. Oleh karena itu,
diperlukan modifikasi untuk membuatnya menjadi material hidrofobik (Meng, G.
et al., 2017). Penggunaan PVDF pada penelitian kali ini karena PVDF merupakan
polimer berfluorinasi dengan energi permukaan rendah dan secara alami bersifat
hidrofobik, stabil secara kimiawi dan lingkungan, serta memiliki sifat mekanik dan
ketahanan panas yang baik. PVDF adalah kelompok bahan yang paling banyak
digunakan untuk menghasilkan permukaan yang hidrofobik. Energi bebas
permukaan (SFE) cukup rendah yaitu 30.3 mN/m pada kondisi 20 °C dan PVDF
pada dasarnya bersifat hidrofobik dengan sudut kontak air lebih besar dari 90°
(Munirasu, dkk, 2017). Dalam penelitian ini akan dibuat membran hidrofobik
PVDF/PVP-selulosa untuk melakukan pemisahan oli-air.
Pembuatan membran hidrofobik ini dibutuhkan suatu polimer atau bahan
pengikat yang berfungsi untuk memberikan kekompakkan struktur membran dan
daya tahan bahan, sehingga menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk. PVP
sebagai bahan pengikat (adhesive) dapat digunakan dalam bentuk larutan dengan
pelarut air maupun alkohol (Mohandani, P. I., 2009).
Dalam pembuatan membran hidrofobik PVDF/PVP-Selulosa digunakan
metode immersion precipitation (presipitasi imersi) dan iradiasi gamma. Teknik
iradiasi gamma ini merupakan pembaruan yang ditawarkan dalam penelitian ini.
Teknik iradiasi dipilih karena ramah lingkungan sebab reagen kimia tidak
diperlukan untuk membuat crosslinking pada membran (Ishak et al., 2018). Selain
itu dengan menggunakan iradiasi, struktur kecil berukuran 10 nm juga dapat
dibuat. Teknik radiasi sendiri telah dikenal sejak lama, khususnya teknik litografi,
ion beam, sinar-X, dan berkas elektron. Ion beam misalnya, telah digunakan untuk
membuat membran ultrafiltrasi. Oleh karena itu, diharapkan dengan penggunaan
teknik iradiasi gamma dapat dihasilkan membran hidrofobik yang lebih baik.
5

1.2. Keaslian Tugas Akhir


No. Pengarang Judul Hasil Perbedaan
1. (Fithri Preparasi dan Karakterisasi
Sintesis membran - PVDF/PVP -
Yatul 2015) Membran Serat Berongga hidrofilik selulosa sebagai
PVDF/PEG400-TiO2 untuk PVDF/PEG400-TiO2 bahan membran
Pemisahan Limbah Sintetikuntuk pemisahan air hidrofobik
Air-Minyak minyak - Aplikas untuk
pemisahan oli/air
- Menggunakan
iradiasi gamma
sebagai
crosslinking agent
2. (Saleh, Glycerol Removal from FAME (Fatty acid - Modifikasi
dkk.2010) Biodiesel Using Membrane methyl esters) dapat PVDF/PVP-
Separation Technology dimurnikan dari gliserol selulosa sebagai
sesuai standar ASTM bahan membran
dan EN dengan hidrofobik
menggunakan membran - Aplikasi untuk
polyacrylonitrile pemisahan
dimodifikasi (PAN) minyak/air

3. (Cheng Cellulose Nanocrystal Pembuatan kain katun - PVDF/PVP-


dkk. 2018) Coated Cotton Fabric with superhidrofobik selulosa ampas
Superhydrophobicity for menggunakan metode tebu sebagai
Efficient Oil/water dip coating dengan bahan pembuatan
Separation CESO sebagai binder membran
dan nanokristal selulosa hidrofobik
sebagai pembuat - Menggunakan
permukaan kasar. metode presipitasi
Membran dapat imersi-iradiasi
memisahkan minyak sinar gamma
dan air dengan efisiensi - Aplikasi
pemisahan pemisahan oli/air
>98%

4. (Zhou dan Electrospinning Pembuatan membran - PVDF/PVP-


Wu, 2015) Superhydrophobic- PVDF superhidrofobik- selulosa ampas
Superoleophilic Fibrous superoleofilik dengan tebu sebagai
PVDF Membranes for High- teknik electrospinning bahan pembuatan
Efficiency Water–Oil untuk pemisahan air- membran
separation minyak hidrofobik
- Menggunakan
metode presipitasi
imersi-iradiasi
sinar gamma
- Aplikasi untuk
pemisahan oli/air
6

5. (Crick, dkk. Fabrication of Optimized Membran - PVDF/PVP-


2015) Oil–Water Separation superhidrofobik dari selulosa ampas
Devices through The pengasaran zeolitik dan tebu sebagai
Targeted Treatment of Silica pembuatan permukaan bahan pembuatan
Meshes hidrofobik pada membran
membran filter silika hidrofobik
dengan ukuran poros - Menggunakan
mencapai 0.7μm metode presipitasi
imersi-iradiasi
sinar gamma
- Aplikasi untuk
pemisahan oli/air

6. (Ricky, Pemisahan Emulsi Minyak Menggunakan Pemisahan minyak/


2016) dari Air Menggunakan teknologi pemisahan air dengan metode
Teknologi Membran dengan teknologi presipitasi imersi-
membran, dalam iradiasi gamma, untuk
pengolahan air limbah pemisahan oli/air.
berminyak.

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa yang
dihasilkan dari selulosa ampas tebu?
2. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi PVDF, dan polimer aditif PVP
terhadap karakteristik membran hidrofobik yang dihasilkan?
3. Bagaimana kinerja membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa untuk pemisahan
oli/air?

1.4. Tujuan Tugas Akhir


Tujuan dari penelitian adalah :
1. Memahami karakteristik membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa dari ampas
tebu.
2. Memahami dan menentukan pengaruh perubahan konsentrasi PVDF yang
optimum terhadap karakteristik membran hidrofobik yang dihasilkan.
3. Mengetahui kinerja membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa untuk
pemisahan oli-air.
7

1.5. Batasan Masalah


Batasan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Karakterisasi membran superhidrofobik selulosa yang dihasilkan dilakukan
dengan menggunakan uji sudut kontak air (water contact angle), uji stabilitas,
uji porositas, uji degradasi hidrolitik, uji fluks, pengukuran efisiensi pemisahan
oli-air, serta karakterisasi dengan FTIR dan XRD.
2. Variabel yang diamati adalah pengaruh konsentrasi PVDF, penambahan zat
aditif PVP, pelapisan (coating) PLA, dan komposisi bahan terhadap
karakteristik membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa yang dihasilkan
menggunakan metode inversi fasa-iradiasi gamma.
3. Konsentrasi PVDF yang digunakan adalah (10; 12,5; 15; 17,5; 20) % (w/v)

1.6. Manfaat Tugas Akhir


Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Turut serta mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan karena
pembuangan limbah ampas tebu.
2. Berkontribusi dalam pengembangan membran hidrofobik selulosa sebagai
pemisahan minyak-air.
3. Berkontribusi dalam peningkatan nilai limbah ampas tebu sebagai bahan dasar
pembuatan membran hidrofobik dengan iradiasi gamma.
4. Berkontribusi dalam pengembangan pemanfaatan teknologi iradiasi untuk
sintesis membran.
8

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Minyak pelumas (oli)
Pelumas adalah zat kimia yang umunya cairan dan diberikan di antara dua
benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Zat ini merupakan fraksi hasil
destilasi minyak bumi yang memiliki suhu (105- 135) ºC. Pada umumnya, pelumas
terdiri dari 90% minyak dasar dan 10% zat tambahan. Salah satu penggunaan
pelumas paling utama adalah oli mesin yang dipakai pada mesin pembakaran alam
(Munawar Ali, 2012).
Kandungan senyawa hidrokarbon dalam minyak dapat diklasifikasikan
sebagai hidrokarbon alifatik, sikloalkana, hidrokarbon aromatik, dan hidrokarbon
poli-aromatik. Pencemaran minyak pelumas (oli) dipengaruhi oleh karakteristik
pencemarnya sebagai berikut.
a. Vapor Pressure: Kemampuan minyak untuk menguap.
b. Water Solubility: Kemampuan minyak untuk melarut dapat dilihat dari nilai
kelarutan.

c. Liquid density, liquid viscosity, dan vapor density: Kemampuan bergerak


(mobilitas) minyak diantara butiran tanah dapat dilihat dari berat jenis (liquid
density), kekentalan (liquid viscosity) dan berat jenis uap (vapor density) yang
dimilikinya.

d. Biodegradability: Tingkat biodegradasi dipengaruhi oleh jenis hidrokarbon,


tingkat kelarutan, konsentrasi, dan jenis molekul.

e. Konsentrasi: Konsentrasi zat kimia mempengaruhi tingkat biodegradasinya.


(Munawar Ali, 2012).
9

Sifat-sifat pencemar minyak dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 2 1. Sifat-sifat pencemar minyak

Jenis Kelarutan Tekanan Titik Liquid Liquid Vapor


pencemar (mg/L) uap didih density viscost density
(mmHg) (ºC) (g/cm3) (cPoise) (gm3)
Bensin 131-185 263-675 40-205 0,72- 0,36- 1950
(158) (469) 0,76 0,49
Minyak 175-325
tanah
Solar 3,2 2,12-26,4 200-338 0,87- 1,15- 109
(14,3) 0,95 1,97
Minyak Tidak Tidak Tidak 0,84- 275 Tidak
pelumas larut menguap menguap 0,96 menguap
Sumber: Munawar Ali, 2012

Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ


burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan
penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan
minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.
Penggunaan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui mekanisme
adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan
minyak kedalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair
menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus
memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, dan mudah disebarkan di permukaan
minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada tiga jenis sorbent yaitu organik
alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji, ampas tebu), anorganik alami
(lempung, vermiculite, pasir) dan sintesis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen,
dan serat nilon) (Munawar Ali, 2012).

2.1.2. Membran
Membran merupakan sebuah penghalang selektif antara dua fasa, yang
memiliki kemampuan untuk memindahkan suatu komponen dari campuran umpan
sehingga pemisahan dapat tercapai (Wenten, I G. dkk. 2015). Proses pemisahan
tersebut dapat terjadi karena adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan
yang dapat berupa beda tekanan (ΔP), beda konsentrasi (ΔC), beda potensial (ΔE),
dan beda temperatur (ΔT) serta selektifitas membran yang dinyatakan dengan
10

rejeksi (R). Hasil pemisahan berupa permeat (bagian dari campuran yang melewati
membran) (Mulder, 1996). Untuk dapat digunakan dengan baik, membran harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Memiliki fluks dan rejeksi yang tinggi
b. Memiliki sifat mekanik yang baik
c. Memiliki sifat resisten yang tinggi terhadap fouling
d. Memiliki sifat resisten yang tinggi terhadap klorin
e. Biaya pembuatan yang rendah, dan
f. Dapat dirancang dalam modul dengan luas permukaan yang tinggi
(Arahman, 2012).

Proses pemisahan menggunakan membran dicirikan dengan pemisahan


aliran umpan menjadi dua aliran, yaitu aliran permeat/ filtrat dan aliran retentat/
konsentrat. Permeat merupakan aliran yang lolos dari membran, sedangkan retentat
merupakan aliran yang tertahan oleh membran.
Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, kerapatan pori,
proses pemisahan, dan sifat permukaan. Berdasarkan jenisnya, membran dibagi
menjadi dua, membran komposit dan membran non komposit (Rahmayanti, 2016).
a. Membran komposit
Membran komposit adalah membran yang terdiri dari minimal dua elemen
struktural dari material berbeda. Membran komposit lapisan tunggal terdiri dari
lapisan tipis dan selektif di atas penopang mikro. Sedangkan membran komposit
lapis banyak tersusun atas lapisan penopang berpori dan beberapa lapisan bahan
yang berbeda dengan fungsinya masing-masing (Pinnau, 2000)
b. Membran non komposit
Membran non komposit merupakan media berpori yang tersusun dari satu
polimer yang memiliki karakteristik yang kurang baik dibandingkan membran
komposit seperti selektifitas yang dimilikinya relatif rendah (Rahmayanti, 2016).

Berdasarkan kerapatan porinya membran dibagi menjadi tiga kelompok.


11

a. Membran berpori
Membran jenis ini memiliki ruang terbuka atau pori dan terdapat tiga
macam jenis membran berpori yaitu mikropori, mesopore, dan makropori.
Pemisahan menggunakan membran ini dilakukan berdasarkan ukuran pori.
b. Membran non-pori
Membran non-pori dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan
ukuran yang sama baik, baik gas maupun cairan. Membran non-pori berupa lapisan
tipis dengan ukuran pori kurang dari 0,001 μm dan kerapatan pori rendah.
Membran ini dapat memisahkan spesi yang memiliki ukuran sangat kecil yang
tidak dapat dipisahkan oleh membran berpori (Rahmayanti, 2016). Mekanisme
pemisahan ditentukan oleh mekanisme solusi-difusi. Pertama komponen yang
ingin dipisahkan larut ke dalam membran kemudian berdifusi melewati membran
dengan gaya dorong (Aspiyanto, no date).
c. Membran Pembawa (Carrier membrane)
Mekanisme perpindahan massa pada membran jenis ini tidak ditentukan
oleh membran (atau material dari membran) tetapi ditentukan oleh molekul
pembawa yang memudahkan perpindahan terjadi. Selektivitas terhadap suatu
komponen sangat tergantung pada sifat molekul carrier. Komponen yang akan
dipisahkan dapat berupa gas atau cairan, ionik atau non-ionik (Rahmayanti, 2016).

Proses pemisahan membran dapat dibagi menjadi empat, membran


mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, dan reverse osmosis. Perbedaan dari
keempat proses tersebut didasarkan pada ukuran pori membran (Kesting, RE,
1998).
a. Mikrofiltrasi
Membran mikrofiltrasi adalah membran dengan ukuran pori 0,1 sampai 10
mikron (Mulder, 1996). Proses filtrasi dapat dilaksanakan pada tekanan relatif
rendah yaitu di bawah 2 bar (Mulder, 1996). Membran ini dapat menyingkirkan
material seperti pasir, lumpur, dll.

b. Ultrafiltrasi
12

Membran ultrafiltrasi berada diantara membran nanofiltrasi dan


mikrofiltrasi dengan ukuran pori membran berkisar antara 0, 01 μm sampai 0, 1
nm. Ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan makromolekul, mikroba, dan
koloid dari larutannya (Mulder, 1996).
c. Nanofiltrasi (NF)
Nanofiltrasi memiliki ukuran pori (10-3- 10-2) mikron. Nanofiltrasi dapat
menghasilkan proses pemisahan yang sangat ekonomis, tetapi belum dapat
mengolah mineral terlarut, warna, dan salinasi air, sehingga air hasil olahan
(permeat) masih mungkin mengandung ion monovalen dan larutan dengan
pencemar yang memiliki berat molekul rendah seperti alkohol.
d. Reverse Osmosis
Membran reverse osmosis (osmosis balik) digunakan untuk menyisihkan
banyak jenis molekul dan ion besar dari larutan dengan memberikan tekanan pada
larutan yang berada pada salah satu sisi membran selektif (Mulder, 1996).
Membran ini juga dapat secara efektif dapat menghilangkan hampir semua
kontaminan anorganik dari air. Oleh karena itu, membran jenis ini banyak
dimanfaatkan untuk desalinasi air laut. Pada umumnya, membran osmosa balik
memiliki struktur asimetrik dengan lapisan atas yang tipis dan padat serta matriks
penyokong dengan tebal 50 sampai 150 μm (Mulder, 1996).

Berdasarkan sifat permukaannya, membran terbagi menjadi dua, hidrofilik


dan hidrofobik.
a. Membran Hidrofilik
Membran hidrofilik adalah membran yang mampu menyerap air. Membran
ini akan menarik air dan menjaga kontaminan membran tetap bertahan. Sifat ini
yang kemudian dimanfaatkan untuk membersihkan air dari berbagai kontaminan.
b. Membran Hidrofobik
Membran hidrofobik tersusun dari molekul hidrofobik yang tidak dapat
larut dalam air karena sifatnya yang cenderung nonpolar. Air bersifat polar
sehingga hidrofobik tidak dapat larut di dalamnya. Membran ini akan menghalangi
air sehingga berguna untuk pemisahan air dari bahan lain.
13

2.1.3. Iradiasi sinar gamma


Radiasi sinar gamma merupakan salah satu dari radiasi pengion yaitu
radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu menghasilkan ion langsung atau
tidak langsung dalam lintasannya menembus materi. Interaksi radiasi pengion
dengan bahan menghasilkan pembentukan spesies yang sangat reaktif yang dapat
secara signifikan mengubah struktur molekul bahan yang diiradiasi.
Penggunaan teknik radiasi dalam polimer telah dikenal pada akhir tahun
1950-an tidak lama setelah penggunaan radiasi pengion pada crosslinking polimer
olefin (Machi, 2004; Zimek, 2004). Metode ini telah banyak diaplikasikan,
misalnya pada proses sintesis membran komposit kitosan PVA yang dilakukan
oleh Erizal dkk (2013) untuk pembuatan busa poliolefin, dan pembentukan ikatan
silang pada nanopolimer dan nanokomposit (Cleland, M. R. dkk. 2003).
Crosslinking dengan teknik radiasi memilki manfaat seperti penghematan bahan
baku, serta limbah yang minimum (Chapiro, 2002; Czvikovszky, 2003; Zyball,
2004).
Pemrosesan radiasi dapat menyebabkan peningkatan kualitas dan kegunaan
produk. Ikatan antar molekul antara rantai polimer menjadi lebih kuat sehingga
mampu meningkatkan resistensi zat korosif, stabilitas termal dari produk.
Pemrosesan menggunakan radiasi dapat meningkatkan kualitas dan kegunaan
produk. Selain itu, iradiasi pengion juga mampu membuat struktur berukuran nano
dengan geometri yang teratur dan seragam, baik dengan pendekatan bottom up atau
top-down. Iradiasi pengion dengan pendekatan bottom up atau top-down dapat
digunakan untuk pembentukan jalur membran nanopori dan pembentukan kluster
logam dalam zeolit dan larutan. Partikel nano tersebut dapat diaplikasikan sebagai
biosensor atau katalis (Przybytniak, 2017).
Iradiasi dapat menginduksi percabangan rantai molekul, pengikatan silang
(crosslinking), dan degradasi molekul (scissioning) pada polimer organik seperti
pada Tabel 2.2. Percabangan rantai dan pengikatan silang meningkatkan berat
molekul polimer sementara degradasi atau pemotongan menyebabkan penurunan
berat molekul awal (Chapiro, 1962; Spinks, 1990). Fenomena ini berjalan
berdampingan dan prevalensinya tergantung pada beberapa faktor, seperti struktur
molekul awal dan morfologi polimer, serta lingkungan iradiasi.
14

Tabel 2. 1. Daftar polimer yang berikatan silang dan terdegradasi

Polimer berikatan silang Polimer terdegradasi


Polietilena* Poliisobutilena
Polipropilena* Poli(n-metil-stirena)
Polistirena Polimetilakrilat
Poliakrilat Poli(vinilede klorida)
Poliakrilamida Selulosa dan turunannya
Poliester Politetrafluoroetilena
Poli(vinil)klorida Politrifluoroetilena*
Poliamida Polimetilakrilamida
Poliniporolidon
Karet alam
Polivinilalkohol
Polisiklosan
Poliakrolin

Sumber: Chapiro, 1962

Beberapa aspek yang harus diperhatikan bila akan menggunakan radiasi


dalam aplikasi ke polimerisasi adalah harga G, metode, mekanisme reaksi, derajat
pencangkokan, dan sumber radiasi (Christina, M., 2009). Reaksi ikatan silang dan
degradasi pada polimer dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

+
+
+
Reaksi ikatan silang Reaksi degradasi

Gambar 2. 1. Ilustrasi reaksi ikatan silang dan degradasi pada polimer

(Christina, M., 2009)

Salah satu pemanfaatan iradiasi pada modifikasi polimer telah dilakukan


oleh Ute Henniges. Dalam penelitiannya, pulp diiradiasi dengan berbagai sumber
dan berhasil membuktikan bahwa pulp mengalami degradasi pada dosis 10 kGy.
Hal ini ditunjukkan dengan penurunan massa molar rata-rata sejumlah 25% sampai
63% (Henniges dkk. 2012). Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa
15

ikatan silang (crosslinking) baru terjadi pada dosis 200 kGy yang menunjukkan
bahwa dibutuhkan energi yang lebih besar agar ikatan silang terjadi pada pulp.

2.1.4. Selulosa
Selulosa senyawa organik dengan rumus (C6H10O5) n adalah polimer
glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik.
Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut.
Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam,
biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau
lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).
Selulosa mempunyai sifat antara lain berwarna putih, berserat, tidak larut dalam
air dan pelarut organic, serta mempunyai kuat tarik yang tinggi. Dalam kondisi
asam yang kuat dan konsentrasi alcohol yang berlebih akan terjadi reaksi
eterifikasi selulosa , yaitu reaksi antara selulosa dengan alkohol membentuk
eter.
Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan
amorf serta pembentukan mikrofibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat
selulosa. Di dalam molekul selulosa, monomer-monomernya tersusun secara linier
sedangkan diantara pita-pita satuan polimernya tersusun secara paralel
(Riswiyanto, 2009). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2. 2. Struktur molekul selulosa (Granstrom, 2009)

Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan
melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß-
1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk
fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan
16

ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan. Fibril-fibril ini membentuk struktur


kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian
membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras.
Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat
bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah
peruraian selulosa berlangsung sangat lambat (Fan et al., 1982).
Selulosa di alam berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin,
hemiselulosa, dan xilan. Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga
sering disebut sebagai lignoselulosa. Lignin merupakan makromolekul ketiga yang
terdapat dalam biomassa, berfungsi sebagai pengikat antar serat. Sifat-sifat lignin
yaitu tidak larut dalam air dan asam mineral kuat, larut dalam pelarut organik, dan
larutan alkali encer. Lignin yang terikut dalam produk pulp menurunkan kekuatan
kertas dan menyebabkan kertas menguning (Novia, dkk, 2014). Lignin bersifat
hidrofobik yang mana lignin tahan terhadap air, sehingga dinding sel tidak tembus
air. Pulp akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila mengandung
sedikit lignin. Hal ini karena lignin bersifat menolak air dan kaku sehingga
menyulitkan dalam proses penggilingan.
Kadar lignin untuk bahan baku kayu 20-35 %, sedangkan untuk bahan non-
kayu lebih kecil dari bahan kayu. Selulosa bersifat dapat diperbaharui, didegradasi,
dan dimodifikasi (Pustpitasari.S, 2017). Selulosa dihasilkan setiap tahunnya
sebanyak 1,5×1011 ton sehingga menjadi sumber bahan mentah terbesar di dunia
(Halim, 2012). Selulosa merupakan senyawa yang bersifat higroskopis, tidak larut
tetapi mampu untuk mengembang di dalam air. Selulosa dapat larut dalam asam
pekat tetapi mengalami degradasi besar melalui hidrolisis asetal (glikosidik),
sedangkan pelarutan menggunakan basa menyebabkan pengembangan yang besar
dan pemutusan ikatan dengan hemiselulosa (Ningrum, 2018).

Beberapa tanaman yang telah diteliti dan diketahui mengandung kadar


selulosa yang cukup tinggi antara lain kapas, umbi bit, tandan kosong dan pelepah
kelapa sawit, serat tebu, kulit pisang, kulit kakao, dan enceng gondok. Sebelum
digunakan sebagai bahan dasar untuk berbagai keperluan, selulosa perlu diisolasi
dari tanaman agar didapatkan selulosa yang bebas dari komponen lainnya seperti
hemiselulosa dan lignin. Secara umum, isolasi selulosa dilakukan melalui proses
17

ekstraksi dengan menggunakan larutan alkali. Serat selulosa digunakan dalam


penyedian pulp.

2.1.5. Ampas tebu (bagasse)


Tebu (Saccharum officinarum) pada umumnya merupakan tanaman
sebagai bahan baku pembuatan gula yang selama prosesnya menyisakan hasil
samping berupa limbah ampas tebu. Limbah ampas tebu memiliki kadar selulosa
yang cukup tinggi dengan ketersediaanya yang melimpah, sehingga ampas tebu
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber selulosa (Hermiati, et al., 2010).
Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa, panjang seratnya
antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro. Ampas tebu dapat
memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagasse
mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat
bagasse tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa,
pentosan dan lignin (Husin, 2007). Kandungan dari serat bagasse dapat dilihat
pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2. 2. Hasil analisis serat bagasse

Kandungan Kadar (%)


Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
SiO23 3,01
Sumber: Husin, 2007

2.1.6. Polivinilidena fluorida (PVDF)


Polivinilidena fluorida (PVDF) adalah salah satu polimer paling populer
yang digunakan dalam industri membran karena sifatnya yang berbeda yaitu
ketahanan kimia yang tinggi, stabilitas termal yang baik, kemampuan proses dan
sifat mekanik yang sangat baik (Shen dkk. 2017). Polimer ini terbentuk dari
penambahan berturut-turut unit monomer vinylidene fluoride dan memiliki berat
molekul yang lebih rendah dibanding polimer lain yaitu 1.78 g/cm3 dengan 50–
60% berwujud Kristal (R.A. Ferren, 1988). Resin PVDF telah tercatat stabil hingga
18

707 °F (375 °C). Pembentukan struktur molekul PVDF dapat dilihat pada Gambar
2.3 berikut.

Gambar 2. 3. Struktur molekul polivinilidena fluorida (PVDF) (Fithri Yatul,


2015)

Saat ini banyak industri yang memanfaatkan PVDF seperti industri pada
bidang pengolahan kimia, kesehatan dan farmasi, penanganan limbah nuklir,
pengelolaan air limbah, dan lain- lain.
PVDF juga merupakan polimer semi kristalin yang baik untuk pemisahan
membran karena mudah membentuk struktur mikro, memiliki sifat mekanik dan
stabilitas kimia yang sangat baik (Zhang dkk. 2012). Pada sintesis membran, PVDF
umumnya berperan sebagai low energy modifier karena memiliki energi
permukaan yang rendah yaitu sebesar 30.3 x 103 N/m. Misalnya pada penelitian
yang dilakukan oleh Zhou dan Wu (Zhou dan Wu, 2015) yang mencoba
mensintesis membran PVDF berserat untuk pemisahan minyak/air. Berdasar
percobaan ini berhasil diperoleh membran dengan sudut kontak air mencapai 153°
dan sudut kontak minyak 0°.
Selain energi permukaan yang rendah, penambahan PVDF juga dapat
berpengaruh pada sifat mekanik. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian yang
dilakukan Zhang dkk (2012). Film PVDF- selulosa yang dibuat dalam penelitian
ini mengalami peningkatan sifat mekanik pada kosentrasi PVDF <20% (Zhang
dkk. 2012). Hal ini karena pada konsentrasi ≥20% ukuran PVDF fasa dispersi yang
terus meningkat dan terbentuknya pori pada film.

2.1.7. Polivinilpirolidon (PVP)


Polyvinypyrolidone (PVP) merupakan polimer linier non ionik. PVP
merupakan material yang digunakan dalam pembentukan film yang memiliki
bentuk kaku, transparan, dan mengkilap. Sifat kimia dari material ini adalah tidak
beracun, dapat larut dalam air, stabil, afinitas yang baik dalam senyawa komplek
19

baik hidrofobik dan hidrofilik. PVP merupakan biomaterial yang dapat digunakan
pada bidang kesehatan dan industri seperti membran, kertas, keramik, pelapisan
dan tinta, fiber, dan tekstil (Zhi, 2013).
PVP sering dikenal dengan polyvidone atau povidone yang termasuk dalam
polimer sintetik dengan kelompok linier 1-vinil 2-pirolidon. Material ini memiliki
bentuk fisik berwarna putih, tidak berbau, dan bersifat higroskopis. Senyawa ini
dapat dilarutkan menggunakan asam-asam, kloroform, etanol (95%), keton,
metanol, dan air. PVP memiliki titik leleh sebesar 150°C (Rowe, 2008). Polimer
ini memiliki rantai karbon yang mengandung gugus amin pada bagian samping dan
memiliki struktur poli-N-vinilamid yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah
ini.

Gambar 2. 4. Struktur molekul polivinil pirolidon (Teodorescu dan Bercea, 2015)

Kegunaan dari senyawa povidon yaitu, sebagai perekat (adhesive),


pengemulsi dan disintegrasi, polimerisasi larutan, surfaktan, zat pereduksi, zat
pengontrol bentuk dan dispersan dalam sintesis partikel nano (Koczkur, 2015).
Stabilitas untuk warna povidon berubah gelap dengan pemanasan pada suhu 105
°C, dan terjadi penurunan kelarutan dalam air. Stabil pada pemanasan (110-
130) oC, sterilisasi dengan uap tidak mengubah karakteristik povidon. Povidon
harus disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat yang sejuk dan kering.

2.1.8. Polylactic Acid (PLA)


Polylactic Acid (PLA) adalah polimer yang dibuat dengan bahan baku
terbarukan melalui proses fermentasi pati dengan menggunakan bakteri asam laktat
dan polimerisasi secara kimia (Indrarti dan Rahimi, no date). Poli (asam laktat)
(PLA) merupakan polyester alifatik termoplastik yang bersifat biodegradabel. PLA
dapat terdegradasi secara alami oleh panas, cahaya, bakteri, maupun oleh proses
20

hidrolisis. Selain itu, polimer ini juga bersifat biokompatibel, yaitu dapat
terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. Polimer ini
dapat dibuat dari bahan baku seperti jagung, gula, gandum, dan bahan-bahan yang
mengandung pati dalam jumlah banyak. PLA tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana (Alger, 1989; &
Robani, 2004).
PLA banyak digunakan untuk kepentingan biomedikal seperti surgical
implant, enkapsulasi obat, benang bedah, penyembuhan patah tulang, dan
regenerasi jaringan tubuh (BaleY-om et al., 2002; Zang et al., 2002; & Radano et
al., 2000). Selain itu, PLA dapat dimanfaatkan sebagai penyalut, serat, film, dan
bahan pengemas (Drumright et al., 2000). PLA banyak dicari oleh industri karena
memiliki sifat mekanik yang baik, tidak beracun dan ramah lingkungan.
PLA bersifat elastis yang sering ditambahkan sebagai bahan plasticizer
dalam plastik. Selain elastis dan ramah lingkungan, PLA juga merupakan polimer
yang hidrofobik sehingga banyak dimanfaatkan sebagai material kemasan. Studi
yang dilakukan oleh Preechawong menunjukkan bahwa penambahan PLA dapat
menurunkan penyerapan kelembaban sekaligus meningkatkan kekuatan mekanik.
PLA mempunyai titik leleh yang tinggi (sekitar 175 ºC) dan dapat dibuat menjadi
lembaran film yang transparan. Sifat fisik dan mekanis PLA dapat berkurang
apabila dicampur dengan polimer lain yang memiliki sifat fisik dan mekanis yang
lebih rendah (Rosida, 2007). Sifat fisik PLA disajikan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2. 3. Sifat fisik poli(asam-laktat) (PLA)

Sifat fisik Poli(asam-laktat)


(PLA)
Suhu transisi kaca ( oC) 55-70
Titik leleh (oC) 130-215
Kuat tarik (Mpa) 49
Elongasi (%) 2,5
Densitas (g/ cm3 ) 1,25
Sumber: Lu & Chen, 2004
21

Sifat- sifat PLA dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sumber,


komponen isomer, alur pemrosesan, dan berat molekul. PLA memiliki banyak
kelebihan diantaranya ramah lingkungan, dan memiliki potensi besar untuk
menggantikan polimer yang berbasis pada minyak bumi (Y. Hu, dkk.2003).
Walaupun demikian, dalam aplikasi industri PLA memiliki kelemahan, khususnya
pada kecepatan kristalisasinya yang lambat (Lisman Suryanegara, 2018). Berikut
struktur PLA dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 5. Sruktur molekul PLA (Lisman Suryanegara, 2018)


22

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Isolasi selulosa
Proses isolasi selulosa perlu dilakukan, karena di alam selulosa terangkai
dengan hemiselulosa dan lignin. Skema proses isolasi selulosa ditunjukkan pada
Gambar 2.6. Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus
hidroksil (-OH) menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik sehingga
akan menghambat pembuatan membran hidrofobik.
Terdapat beberapa tahap dalam isolasi selulosa dari bahan yaitu proses
alkalisasi, bleaching, dan hidrolisis. Proses alkalisasi merupakan penambahan
bahan alkali ke sampel untuk memutus ikatan antara lignin dengan selulosa dan
menghilangkan hemiselulosa serta pengotor. Penambahan bahan alkali ini
menyebabkan beberapa molekul selulosa menjadi lebih reaktif dan dengan mudah
menghilangkan bagian lignin dan hemiselulosa yang melekat pada selulosa
sehingga dihasilkan selulosa yang lebih murni (Al-Fath, 2017). Selain itu, proses
alkalisasi juga berperan untuk memecah ikatan hidrogen sehingga meningkatkan
kekasaran permukaan (Gian, A., M. Farid dan H. Ardhyananta, 2017).
Tahap selanjutnya yaitu proses bleaching untuk menghilangkan sisa lignin
dan hemiselulosa yang masih terperangkap. Lignin yang berwarna cokelat banyak
terkandung dalam selulosa sehingga saat lignin terlepas dari rangkaian selulosa
warna selulosa akan berubah menjadi putih. Proses ini dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan H2O2 atau klorin, namun H2O2 relatif lebih baik dari segi
lingkungan. Bahan pemutih ini sering digunakan untuk pemutihan biji-bijian,
seperti gandum, kedelai, dan beras (Retnowati, 2008).
Proses isolasi selulosa yang terakhir adalah hidrolisis asam untuk memecah
ikatan hidrogen sehingga ukurannya tereduksi. Asam yang diencerkan dengan air
akan membentuk ion H3O+ dengan reaksi sebagai berikut.

HCl + H2O → H3O+ + Cl−

Pada saat suhu reaksi yang tinggi, ion-ion hidronium tersebut akan
menembus daerah amorf dan akan membelah bagian glikosidik dari selulosa,
sehingga dihasilkan segmen-segmen individual kristal selulosa (Kengkhetkit dan
23

Amornsakchai, 2012; Khaswar, dkk.2008). Selulosa yang diperoleh kemudian


dianalisis dengan metode Chesson.

Gambar 2. 6. Skema proses isolasi selulosa (Al-Fath, 2017)

2.2.2. Efek iradiasi terhadap polimer


Iradiasi dapat menyebabkan berbagai macam efek terhadap polimer
organik yaitu percabangan rantai, crosslinking, dan degradasi molekular atau
pemutusan rantai. Percabangan rantai dan crosslinking menyebabkan pertambahan
berat molekul sedangkan degradasi molekul dan pemutusan rantai membuat
penurunan berat molekul. Semua fenomena ini terjadi secara bersamaan selama
proses iradiasi berlangsung namun tingkat prevelansinya tergantung pada beberapa
faktor seperti kondisi iradiasi, struktur dan morfologi awal polimer, dll (Spadaro,
Alessi and Dispenza, 2017).
Secara umtum, polimer dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan
ketahanannya terhadap radiasi pengion yaitu polimer yang sangat tahan terhadap
radiasi, polimer yang tahan terhadap radiasi dan polimer yang sensitive terhadap
radiasi. Kelompok pertama biasanya dimiliki oleh polimer yang memiliki gugus
aromatic dalam molekulnya seperti polimida, eter polifenil, keton polifenil,
aromatic poliamida, polisulfon, polieterimida, resin epoksi, polifenilen sulfida dan
masih banyak lagi. Tanpa modifikasi, struktur molekul polimer ini mampu
mengabsorbsi dosis dalam kisaran 250-1000 kGy di udara. Sedangkan kelompok
kedua, kelompok yang tahan terhadap iradiasi adalah polyolefi nes, polyamides
24

dan polyesters alifatik. Terakhir, kelompok yang sensitive terhadap radiasi polieter
alifatik, polisulfon alifatik dan polimer yang mengandung ikatan C – Cl. Pada
kelompok ini perubahan dosis yang kecil dapat menciptakan perubahan besar
dalam struktur molekulnya.

Selulosa merupakan salah satu bentuk polimer yang ada di alam. Polimer
seperti D-glukosa, selulosa dan turunannya, kitin & kitosan merupakan polimer
yang terdegradasi oleh radiasi dalam larutan encer terlepas dari konformasi dan
strukturnya. Hal ini karena konsentrasi polimer yang rendah sehingga rantai
polimer tidak cukup padat untuk melakukan rekombinasi. Selain
itu, ikatan glikosidik putus disebabkan oleh transformasi radikal yang terjadi
cukup cepat (Deeble, D.J. dkk. 1990). Transformasi radikal ini yang menyebabkan
perubahan dalam struktur kimia termasuk degradasi (Zegota, H. dan Von Sonntag,
C., 1977). Beberapa polisakarida seperti α D-glukosa (Phillips, G.O. dan Baugh,
P., 1963), selulosa dan turunannya (Fei, B. dkk. 2000), amilosa dan pati (Phillips,
G.O. dan Young, M., 1966), dan kitin serta kitosan (Wasikiewicz, 2005) telah
diteliti mengalami degradasi ketika dalam fase padat.

2.2.3. Pembuatan permukaan hidrofobik


Permukaan hidrofobik dapat dibuat melalui dua cara, yattu dengan
memberikan energi permukaan rendah dan mengatur tingkat kekasaran.
a. Energi Permukaan
Energi permukaan merupakan jumlah gaya antarmolekul yang diciptakan
pada permukaan suatu material dan menentukan jumlah gaya tarik atau daya tolak
yang dapat diberikan suatu permukaan pada material lain (CSC Scientific Blog,
2014). Permukaan yang memiliki energi tinggi berarti mempunyai daya tarik
tetesan cairan yang kuat dan lebih kuat dibandingkan tegangan permukaan molekul
cairan. Hal ini dapat ditemui pada permukaan hidrofilik dimana molekul cairan
menyebar pada permukaan karena daya tarik permukaan yang jauh lebih kuat
dibanding tegangan permukaan molekul cairan. Sedangkan pada permukaan
hidrofobik yang terjadi sebaliknya. Permukaan hidrofobik memiliki energi
permukaan yang rendah, lebih rendah dibandingkan dengan tegangan permukaan
25

molekul cairan sehingga membuat molekul cairan tetap bertahan dalam bentuk
tetesan.
Pembuatan permukaan hidrofobik dengan energi permukaan yang rendah
dapat dicapai dengan memilih bahan polimer yang memiliki energi permukaan
rendah disajikan dalam Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2. 4. Material membran polimerik dan energi permukaannya

Sumber: Wenten, I G. dkk. 2015; Ahmad dkk. 2014

Pada penelitian ini digunakan polimer PVDF, selain karena energi


permukaannya yang rendah, PVDF juga memilki ketahanan kimia yang tinggi,
stabilitas termal yang baik, kemampuan proses dan sifat mekanik yang sangat baik
(Shen dkk. 2017).
b. Peningkatan Kekasaran Permukaan
Cara lain untuk membuat membran hidrofobik adalah dengan membuat
permukaan dengan tingkat kekasaran yang sesuai. Kekasaran permukaan atau
surface roughness merupakan karakteristik benda jika berkontak dengan benda
cair. Kekasaran permukaan memiliki peran penting terhadap proses penyerapan
suatu cairan dan proses terbentuknya sudut kontak. Terdapat tiga model yang
mampu menjelaskan pengaruh kekasaran permukaan terhadap hidrofobisitas yaitu
26

model Young, model Wanzel, dan model Cassie-Baxter yang dijelaskan lebih lanjut
pada sub bab berikutnya. Peningkatan kekasaran permukaan juga diharapkan
terjadi melalui iradiasi gamma sehingga dapat terbentuk membran hidrofobik.

2.2.4. Indikator hidrofobisitas


Suatu permukaan dapat dikatakan telah bersifat hidrofobik apabila
memenuhi indikator hidrofobisitas yang salah satunya adalah sudut kontak air.
Sudut kontak air merupakan sudut yang dibentuk oleh sebuah garis singgung
terhadap cairan pada garis kontak dan sebuah garis yang melalui dasar dari tetes
cairan (Wenten, 2015). Semakin besar sudut kontak pada permukaan, semakin
hidrofobik permukaan tersebut. Berikut merupakan hubungan antara sudut kontak
dengan hidrofobisitas permukaan.

Gambar 2. 7. Sudut kontak dan hubungannya dengan tingkat hidrofobisitas (Celia


dkk. 2013; Onda dkk. 1996; Roach dkk. 2008; Drelich dkk. 2011)

Sudut kontak untuk permukaan halus dapat didefinisikan melalui model


Young sedangkan untuk permukaan kasar dijelaskan oleh model Wenzel dan
Cassie-Baxter seperti berikut.
Model Young mengasumsikan bahwa air menetes pada permukaan yang
halus dan datar secara sempurna namun sangat sulit ditemukan secara nyata (Good,
1992; Xu, Huang dan Wan, 2009b). Model yang dirumuskan oleh Wanzel
menyebutkan bahwa air akan mengisi setiap lekukan permukaan kasar sehingga
terjadi kontak antara air dan permukaan solid sehingga semakin kasar permukaan
akan meningkatkan nilai sudut kontak (kekasaran). Sedangkan pada permukaan
hidrofilik, penambahan kekasaran hanya akan menyebabkan sudut kontak semakin
menurun dan permukaan semakin mudah menyerap air (Latthe, 2012).
27

Gambar 2. 8. Ilustrasi model Wanzel (Latthe, 2012).

Persamaan untuk sudut kontak pada permukaan kasar yang homogen


𝒄𝒐𝒔 𝜽𝒓 = 𝒓 𝒄𝒐𝒔 𝜽 Pers 2. 1
Dimana r merupakan faktor kekasaran tanpa dimensi yang selalu > 1.

Cassie-Baxter mengusulkan model yang lain lagi. Pada model ini terdapat
udara yang terjebak pada saat air diteteskan ke permukaan sehingga droplet air
tidak akan melekat seperti pada model Wanzel. Dengan kata lain, sudut kontak
pada permukaan heterogen (berpori) menurun dengan peningkatan bagian
permukaan terbasahi (Wenten, 2015).

Gambar 2.9. Ilustrasi model Cassie-Baxter (Wenten, 2015)

Persamaan Cassie-Baxter untuk sudut kontak pada permukaan kasar yang


heterogen.
𝒄𝒐𝒔 𝜽𝒄 = 𝒇𝟏 𝒄𝒐𝒔 𝜽𝟏 + 𝒇𝟐 𝒄𝒐𝒔 𝜽𝟐 Pers 2. 2
Dengan f merupakan area fraksional dari cairan yang kontak dengan padatan.
28

2.2.5. Membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa


Pemanfaatan membran dalam industri pemisahan perlu
mempertimbangkan banyak faktor, dua diantaranya adalah memiliki fluks rejeksi
yang tinggi dan sifat mekanik yang baik. Membran hidrofobik dibuat
menggunakan selulosa sebagai substrat, PVDF sebagai low energy modifier, PLA
sebagai coating agent, PVP sebagai zat aditif sekaligus low energy modifier. Peran
PVDF sebagai low energy modifier adalah untuk menciptakan membran dengan
fluks rejeksi yang tinggi terhadap air. Dengan energi permukaan yang rendah
membran akan mampu menahan air tetap di atas permukaan dan menyerap
biodiesel sehingga keduanya terpisah. Penambahan PLA dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrofobisitas membran yang dihasilkan. Sementara penambahan
PVP sebagai zat aditif difungsikan agar membran memiliki sifat mekanik yang
baik sehingga dengan penambahan keduanya diharapkan mampu menciptakan
membran dengan fluks rejeksi yang tinggi dan sifat mekanik yang baik.
Proses sintesis membran hidrofobik secara garis besar terdiri dari dua
tahapan yaitu isolasi selulosa dari raw material dan sintesis membran hidrofobik
dari selulosa yang dihasilkan. Proses isolasi selulosa dilakukan dengan metode
hidrolisis sehingga diharapkan akan terbentuk selulosa murni yang memiliki
struktur mikrofibril. Isolasi yang mencapai struktur mikrofibril ini yang nantinya
mampu meningkatkan kekasaran permukaan, salah satu cara untuk menghasilkan
membran hidrofobik. Proses dilanjutkan dengan sintesis membran menggunakan
metode inversi fasa dengan teknik perendaman (presipitasi imersi) dalam
nonsolvent serta metode iradiasi gamma.
Penggunaan iradiasi sinar gamma diharapkan mampu mendegradasi
selulosa yang ada sehingga meningkatkan kekasaran permukaan. Selulosa yang
diiradiasi akan mengalami degradasi pada rantainya sehingga mengurangi
ukurannya dari mikro menjadi nano. Dari degradasi yang terjadi diharapkan dapat
terbentuk material membran yang memiliki sifat hidrofobik. Proses ini
digambarkan dengan skema proses sebagai berikut.
29

PVDF, PVP

Substrat selulosa

Pengkasaran
permukaan dengan
iradiasi

PVP adehsive Struktur kasar PVDF, PVP

Gambar 2. 70. Skema sintesis membran hidofobik (adaptasi Cheng dkk. 2017)
30

2.3. Hipotesis
1. Membran hidrofobik dapat disintesis dari selulosa sebagai substrat, PVDF
sebagai low energy modifier, PVP sebagai zat aditif sekaligus sebagai low
energy modifier, dan PLA sebagai coating agent.
2. Penambahan PVP dapat memperbaiki sifat hidrofobisitas dan mekanik
membran.
3. Semakin tinggi konsentrasi PVDF yang ditambahkan semakin tinggi tingkat
hidrofobisitas membran.
4. Semakin tinggi penambahan PVP semakin baik sifat mekanik membran.
5. Penggunaan iradiasi gamma dapat menambah sifat hidrofobisitas membran
melalui pengkasaran permukaan, mereduksi selulosa menjadi berukuran nano.
6. Penggunaan PVDF, PVP, dan iradiasi dapat meningkatkan kinerja membran
hidrofobik PVDF/PVP-selulosa untuk pemisahan oli/air.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2019-Juli 2019 di Laboratorium
Kimia Analisis, Laboratorium Instrumentasi Kimia, Laboratorium Operasi Teknik
Kimia dan Laboraturium Iradiator STTN-BATAN Yogyakarta.

3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu,
aquadest, NaOH 2%, HCl 1 M, H2O2 teknis, cupriethylendiamine, H2SO4 1N,
H2SO4 pekat, etanol teknis 70%, PVDF (polyvinylidene fluoride), DMAc (N,N-
Dimethylacetamide), PVP (polyvinylpyrrolidone), PLA (polylactic acid), larutan
buffer fosfat, dan minyak pelumas (oli).

3.3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Peralatan gelas kimia
b. Neraca analitik
c. Kompor listrik dan stirrer
d. Kertas saring whatman (no. 42)
e. Kertas pH indikator universal
f. Pompa vakum
g. Kondensor
h. Termometer
i. Oven
j. Lemari asam
k. Fasilitas irradiator gamma
l. Furnace
m. Mikroskop dino-lite
n. Cetakan kaca
o. Viscometer Ostwald

31
32

3.4. Langkah Kerja


A. Penyiapan umpan untuk pembuatan selulosa dari bahan ampas tebu
1. Ampas tebu dipotong kecil- kecil.
2. Ampas tebu dicuci dengan air kran sampai bersih dan dibilas dengan air
suling.
3. Ampas tebu yang sudah bersih kemudian dijemur di bawah terik matahari
selama 12 jam, dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven pada suhu
100°C selama ±2 jam.
4. Ampas tebu yang telah dikeringkan kemudian digiling hingga halus
seluruhnya.

B. Isolasi selulosa dari ampas tebu


1. Ampas tebu yang telah halus ditimbang sebanyak 50 g dan direfluks
2. NaOH 2% (perbandingan 1:20) sebanyak 1000 mL ditambahkan diaduk
dengan magnetik stirer dan direfluks pada suhu 90ºC selama 2 jam.
3. Larutan didinginkan pada suhu kamar kemudian disaring dan residu dicuci
dengan aquadest hingga netral.
4. Residu dikeringkan dengan oven pada suhu 100ºC hingga berat konstan.
5. Residu kering ditambahkan 450 mL H2O2 teknis dan dibleaching pada suhu
55°C selama 1 jam hingga larutan berwarna putih.
6. Larutan didinginkan pada suhu kamar kemudian disaring dan residu dicuci
dengan aquadest hingga pH filtrat netral.
7. Residu kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80°C selama 30
menit.
8. Residu kering kemudian ditambahkan 100 mL HCl 1 M dan direfluuks
pada suhu 90°C selama 1 jam.
9. Hasilnya dicuci dengan menggunakan aquadest hingga netral dan disimpan
didalam botol.
10. Analisis kandungan selulosa ampas tebu menggunakan metode Chesson.
33

C. Analisis kandungan selulosa dan lignin ampas tebu dengan metode Chesson
1. Satu gram sampel kering ampas tebu (berat a) ditambahkan 150 mL H2O
dan direfluk pada suhu 100˚C selama 30 menit.
2. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas (Tbair 100˚C) sebanyak
300 mL.
3. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai beratnya konstan dan
kemudian ditimbang (berat b).
4. Residu ditambah 150 mL H2SO4 1 N, kemudian direfluk selama 30 menit
pada suhu 100˚C.
5. Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral dan residunya dikeringkan
hingga beratnya konstan. Berat ditimbang (berat c).
6. Residu kering ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat dan direndam pada suhu
kamar selama 15 menit.
7. Ditambahkan 150 mL H2SO4 1 N dan direfluk pada suhu 100˚C selama 1
jam pada pendingin balik.
8. Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai netral (400 mL).
9. Residu kemudian dipanaskan dengan oven dengan suhu 105˚C sampai
beratnya konstan dan ditimbang (berat d).
10. Residu kering difurnace pada suhu 575±25 ˚C selama 5 menit dan
ditimbang (berat e).
Perhitungan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin menggunakan rumus
sebagai berikut.

(𝑐−𝑑)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100% pers. 3.1
𝑎

(𝑑−𝑒)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100% Pers 3.2
𝑎

(𝑏−𝑐)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100% Pers 3.3
𝑎

D. Sintesis membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa


1. Larutan binder PVDF dibuat dengan melarutkan pelet PVDF dalam 20 mL
pelarut N-N Dimetylacetamide pada suhu 80˚C selama 1 jam diaduk dan
34

ditambahkan PVP sebagai polimer aditif, dengan variasi konsentrasi PVDF


seperti pada Tabel :
Tabel 3.1. Variasi konsentrasi PVDF
No. PVDF (%) PVP (g)
1 10 0,1
2 12,5 0,1
3 15 0,1
4 17,5 0,1
5 20 0,1

2. Ditambahkan sebanyak 0, 5 g selulosa kedalam campuran PVDF/PVP


diaduk selama 30 menit hingga larutan homogen.
3. Larutan campuran kemudian dicetak (casting) dan direndam dalam bak
koagulasi yang berisi air pada suhu kamar selama ± 3 menit.
4. Membran dijemur dibawah terik matahari selama 2 jam.
5. Membran kering dicoating dengan dicelupkan dalam larutan PLA 6% dan
langsung dibungkus dengan aluminium foil.
6. Membran diiradiasi pada dosis 35 kGy.
7. Membran hasil iradiasi dijemur dibawah terik matahari selama 2 jam.

E. Pengukuran sudut kontak air (Cheng dkk. 2017)


Water contact angle (sudut kontak air) diukur menggunakan mikroskop
dino-lite dengan cara sebanyak 5 µL air suling pada suhu kamar diteteskan pada
membran.

F. Pengukuran stabilitas (Cheng dkk. 2017)


Untuk mengevaluasi ketahanan membran hidrofobik, stabilitas membran
diselidiki dengan pencelupan membran ke dalam oli/air selama 5 hari dan diukur
sudut kontak air setiap harinya.

G. Pengukuran porositas
Cara yang yaitu dengan merendam membran dalam ethanol selama 24 jam
pada suhu kamar, kemudian membran ditimbang. Setelah itu membran dikeringkan
dalam oven pada suhu 80℃ selama 15 menit sampai benar-benar kering
35

selanjutnya ditimbang. Adapun besarnya porositas membran dapat dihitung


menggunakan rumus
𝑊1−𝑊2
𝑃(%) = × 100% Pers 3.4
𝜌𝑜𝑟

dimana
𝑊1−𝑊2 𝑊2
𝑉𝑇 = + 𝜌𝑚𝑑 Pers 3.5
𝜌𝑜𝑟

Keterangan :
W1 = berat basah membran (g)
W2 = berat kering membran (g)
ρor = densitas organik (etanol) = 0,790 g/cm3
VT = volume membran basah (cm3)
ρmd = densitas membran kering (g/cm3)

H. Pengukuran degradasi hidrolitik (Cheng dkk. 2017)


Degradasi hidrolitik dilakukan untuk mengkarakterisasi biodegradasi
membran hidrofobik selulosa yang telah dibuat. Pengujian ini dilakukan
menggunakan larutan buffer fosfat dengan cara menempatkan sampel dengan
dimensi tertentu dan berat W0 dalam wadah kaca yang diisi dengan larutan
penyangga. Hidrolisis dilakukan pada suhu 37°C. Sampel diambil dari larutan pada
waktu yang ditentukan. Setelah dicuci dengan air suling sebanyak tiga kali, sampel
dikeringkan pada suhu 60°C hingga berat konstan (W1). Penurunan berat sampel
dihitung dari persamaan berikut.

𝑊1 −𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% Pers 3.6
𝑊0

I. Pengukuran efisiensi pemisahan minyak-air dan fluks (Cheng dkk. 2018;


Cheng dkk. 2017)
Pengujian ini dilakukan untuk mempelajari selektivitas pemisahan dan
efisiensi membran hidrofobik yang telah dibuat. oli/air simulasi dibuat dengan
sebanyak 5 mL dengan rasio volume 1:1. Membran diletakkan di atas gelas beker
kecil yang ditempatkan di atas erlenmeyer vakum dan dipompa vakum dengan
tekanan 10 Pa. Campuran oli/air buatan dituang di atas membran hidrofobik. Oli
yang jatuh nantinya akan diserap oleh membran dan masuk ke dalam gelas beker
36

kecil sementara air akan jatuh ke gelas beker besar. Berat oli sebelum (Wb) dan
setelah (Wa) pemisahan ditentukan untuk menunjukkan efisiensi pemisahan (SE)
sesuai dengan persamaan berikut.

𝑊
𝑆𝐸 = 𝑊𝑎 × 100% Pers 3.7
𝑏

Fluks kemudian dihitung dengan rumus berikut.


𝑉
𝐹=
𝑆𝑡
Pers 3.8
Dengan S merupaka luas permukaan (m2), t adalah waktu (jam) dan V adalah
volume oli yang berhasil diserap oleh membran (L).
37

3.5. Diagram alir penelitian


A. Diagram alir isolasi selulosa dapat dilihat pada Gambar 3.1

Mulai
1 2

Ampas tebu
Ditimbang Dikeringkan dengan
dipotong kecil-kecil
sebanyak 50 g oven pada T=80°C
dan direfluks 30 menit.

dicuci dengan air


kran dan dibilas Ditambahkan NaOH Ditambahkan 100
aquadest 15% (1:20) 1000 mL mL HCl 1 M dan
dan direfluks pada direfluks pada T=
T=90ºC 2 jam. 90°C 1 jam.
dijemur 12 jam,
dikeringkan dalam Larutan didinginkan pada Hasilnya dicuci
oven pada T=100°C suhu kamar, disaring dan aquadest hingga
±2 jam. residu dicuci dengan netral
aquadest hingga netral.

Selulosa
digiling hingga Dikeringkan dalam
halus seluruhnya. oven pada T=100ºC ampas tebu
hingga berat konstan.

Analisa kadar selulosa


Serbuk Ditambahkan 450 mL dengan metode Chesson
H2O2 teknis dan serta karakterisasi FTIR
dibleaching pada dan XRD
T=55°C 1 jam.
1
Selesai
Larutan didinginkan pada
suhu kamar disaring,
dicuci dengan aquadest
hingga netral.

Gambar 3. 1. Diagram Alir Isolasi Selulosa


38

B. Diagram alir sintesis membran hidrofobik PVDF/PVP selulosa dapat dilihat


pada Gambar 3.2.

Mulai 1

PVDF (10%; Dijemur dibawah terik


12,5%;15%;17,5%; dan matahari selama 2 jam.
20%) + 20 mL N-N
Dimetylacetamide
dipanaskan T=80˚C,
Dicoating dicelupkan
diaduk.
dalam larutan PLA 6%
dibungkus dengan
aluminium foil
Ditambahkan polimer
aditif PVP T=80˚C 1 jam
diiradiasi pada dosis
35 kGy.
Ditambahkan 0,5 g
selulosa kedalam
campuran PVDF/PVP Dijemur selama 2 jam
diaduk 30 menit hingga
larutan homogen.
Membran
Iradiasi
dicetak (casting) dan
direndam dalam bak
koagulasi pada suhu Pengukuran derajat polimerisasi,
kamar ± 3 menit. sudut kontak air, stabilitas,
porositas, degradasi hidrolitik,
fluks
Membran

Membran hidrofobik dengan


konsentrasi PVDF optimum
1

Karakterisasi FTIR dan XRD

Selesai

Gambar 3. 2. Diagram Alir Sistesis Membran PVDF/PVP-Selulosa


39

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan selulosa fiber dari ampas tebu


Serbuk ampas tebu pada hasil ekstraksi kemudian diisolasi dengan tujuan
untuk memisahkan selulosa dari lignin atau senyawa lainnya. Pada penelitian ini
digunakan basa untuk melarutkan lignin, dimana molekul lignin dapat
mendegradasi ester dan rantai glikosidik yang menghasilkan perubahan struktur
dari lignin, pembengkakan selulosa, dan sebagian dekristalisasi selulosa (Cheng et
al., 2010, Ibrahim et al., 2011, McIntosh et al., 2010) dan melarutkan sebagian
hemiselulosa (McIntosh et al., 2010). Adanya lignin pada senyawa tersebut
ditandai dengan adanya larutan yang berwarna cokelat kehitaman (black liquor)
seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 berikut.

(a) (b)
Gambar 4. 1. Serbuk ampas tebu sebelum (a) dan sesudah (b) alkalisasi dalam
basa (NaOH 2%).

Proses alkalisasi pada ampas tebu dipilih menggunakan pretreatment alkali


dengan larutan basa NaOH 2%. Warna hitam yang ditimbulkan saat pemasakan
dengan NaOH merupakan indikasi dari terlarutnya senyawa- senyawa yang
memiliki gugus kromofor yaitu gugus- gugus yang berperan dalam menghasilkan
warna pada pulp dan kertas. Semakin rendah gugus kromofor, maka semakin
sedikit jumlah lignin dan semakin tinggi derajat putih pulp yang diperoleh.
40

Peningkatan kadar selulosa dan penurunan jumlah lignin serta hemiselulosa setelah
proses alkalisasi ini terjadi karena reaksi NaOH dengan selulosa. Larutan NaOH
akan terdisosiasi menjadi ion OH- dan ion Na+. Ion OH- yang terbentuk berperan
dalam pemutusan ikatan pada struktur dasar lignin seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.2, sedangkan ion Na+ akan berikatan dengan lignin membentuk garam
fenolat. Garam ini bersifat mudah larut sehingga mengubah warna larutan menjadi
berwarna hitam. Oleh karena itu setelah proses alkalisasi selesai perlu dilakukan
penyaringan dan pencucian residu untuk menyingkirkan sisa larutan yang masih
menempel (Zely, 2014; Aditama dan Ardhyananta, 2017). Mekanisme pemutusan
ikatan antara lignin dengan selulosa seperti pada Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4. 2. Gambar mekanisme pemutusan ikatan antara lignin dengan selulosa


menggunakan NaOH 2% (Zely, 2014)

Bagian rantai selulosa yang tersisa dari proses ini adalah senyawa yang
disebut α-selulosa (pulp). Proses alkalisasi dengan pemasakan soda
memungkinkan terjadinya degradasi selulosa. Produk pulp yang dihasilkan
umumnya berwarna putih, namun pada penelitian ini berwarna cokelat kehitaman,
hal ini kemungkinan masih terdapat sisa lignin hasil depolimerisasi. Sisa kromofor
ini dapat dihilangkan dengan proses bleaching (pemutihan).
Proses bleaching dengan H2O2 bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin
dalam pulp. Pada proses bleaching lignin akan terdegradasi dan terlarut melalui
reaksi oksidatif. Hidrogen peroksida bereaksi optimum dalam kondisi basa karena
asam peroksida akan terdisosiasi menjadi anion hidroperoksida dan bereaksi
dengan H2O2 menghasilkan radikal •O dan •O2‾ yang merupakan spesi aktif
delignifikasi. Anion ini akan menyerang gugus etilena dan gugus karbonil dari
41

lignin dan mengubahnya menjadi gugus yang tidak berkromofor (Umaningrum, D.


dkk. 2018). Hasil akhir selulosa yang diperoleh berwarna putih seperti yang terlihat
pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4. 3. Selulosa dari ampas tebu hasil bleaching (H2O2 teknis)

Sebagian besar reagen pemutih adalah oksidator kuat dimana reagen


pemutih ini lebih menyerang lignin dibandingkan selulosa karena gugus
kromofornya yang kaya akan elektron. Reaksi oksidasi lignin saat bleaching dapat
dilihat pada Gambar 4.4 seperti berikut.

Gambar 4. 4. Reaksi bleaching selulosa


Selulosa hasil isolasi dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.

.
42

(a) (b)
Gambar 4. 5. Selulosa hasil isolasi sebelum (a) dan sesudah bleaching (b)

Setelah tahapan ini dilakukan, kadar selulosa kembali mengalami


peningkatan menjadi 81%, sedangkan hemiselulosa menurun menjadi 4%. Namun,
kandungan lignin mengalami peningkatan kembali menjadi 11%. Peningkatan
kandungan lignin juga terjadi dalam penelitian yang dilakukan oleh Yesim Yilmaz
dkk (2008) pada tangkai bunga matahari. Dalam penelitian tersebut, tangkai bunga
matahari di alkalisasi menggunakan campuran H2O2 dan NaOH pada berbagai
temperatur. Penelitian tersebut terjadi peningkatan kandungan lignin pada
temperatur >45ºC. Penelitian ini, proses bleaching dilakukan pada suhu 55 ºC
dalam waktu 1 jam sehingga peningkatan lignin yang terjadi kemungkinan
disebabkan oleh temperatur bleaching yang terlalu tinggi. Husnah Ulia (2007)
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa temperature yang terlalu tinggi akan
merusak kualitas pulp sekaligus menurunkan derajat putih pulp. temperatur yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan jumlah lignin dalam sampel
(Husnah Ulia, 2007).
Selulosa selanjutnya dimurnikan melalui proses hidrolisis dengan
menggunakan larutan HCl 1 M untuk memotong ikatan lignin dan hemiselulosa
yang masih melekat dalam selulosa dan juga bertujuan untuk menghilangkan
logam berat yang kemungkinan masih lolos dalam proses. Dari hasil analisis, maka
diperoleh kadar selulosa, lignin, dan hemiselulosa untuk setiap tahapan proses
yaitu seperti pada Gambar 4.6 berikut.
43

Selulosa Hemiselulosa Lignin

90
81
80
71.29
70
60
50
40
37.96

30 22.22
20.37 20.79
20
10.7
10 2.97 4
0
Raw material Pulping Bleaching

Gambar 4. 6. Hasil analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam


selulosa ampas tebu metode Chesson.

Selain data kuantitatif yang diperoleh pada hasil sintesis selulosa, analisis
gugus fungsi secara kualitatif pada selulosa juga dilakukan dengan
menginterpretasikan puncak- puncak serapan dari spektrum FTIR (Fourier
Transform Infrared). Isolasi selulosa terdiri dari tiga tahapan proses kimia seperti
yang disebutkan diatas, yaitu alkalisasi (penghilangan lignin, dan hemiselulosa),
bleaching (proses pengikisan yang menyebabkan perubahan warna serat), serta
hidrolisis (pemecahan ikatan hidrogen). Untuk mengetahui apakah lignin dan
hemiselulosa sudah berhasilkan dihilangkan adalah dengan melakukan pengujian
dengan menggunakan FTIR. Hasil dari pengukuran FTIR untuk ampas tebu dan
selulosa ditunjukkan pada Gambar 4.7. Interpretasi spektrum dapat dilihat pada
Tabel 1 seperti berikut.
44

Transmitance (%)

Gambar 4. 7. Hasil dari pengukuran FTIR untuk ampas tebu dan selulosa

Berdasar Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa ada tiga (3) peak yang terdapat
pada raw material ampas tebu, tetapi tidak terdapat pada selulosa setelah proses
hidrolisis, yaitu pada bilangan gelombang 1249,87 cm-1 yang menunjukkan adanya
vibrasi C-O bending untuk aryl grup pada lignin, bilangan gelombang 1512,19 cm-
1
menunjukkan adanya C=C cincin aromatik yang terdapat pada lignin. Bilangan
gelombang 1735,93 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksilat pada
hemiselulosa dan lignin. Berdasar ketiga peak tersebut dapat disimpulkan bahwa
selulosa yang dihasilkan sudah bebas dari lignin dan hemiselulosa.
Berdasarkan hasil FTIR selulosa, dapat dilihat bahwa pada bilangan
gelombang 3356,14 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi –OH stretching pada grup
hidroksil selulosa menunjukkan bahwa selulosa bersifat hidrofilik, bilangan
gelombang 2900,94 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi –CH stretching dan
45

bilangan gelombang 1635,64 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi –OH yang


teradsorbsi oleh air. Interpretasi spektrum dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 4. 1. Serapan vibrasi ampas tebu

Bilangan Gelombang (cm-1)


No. Raw material Pulping Bleaching Hidrolisis Gugus Fungsi
1 3402,43 3387 3387 3356,14 O-H stretching/ulur
2 2152,56 2144,84 2137,13 2137,13 C-H stretching/ulur
3 1735,93 Td Td Td karboksil lignin dan
gugus asetil ester
4 1604,77 1635,64 1635,64 1635,64 O-H bending
5 1512,19 Td Td Td vibrasi guasil dan
cincin lignin
6 1327,03 1319,31 Td 1319,31 C-C atau C-O
7 1249,87 1265,3 Td Td gugus siringil pada
lignin
8 1165
9 1049,28 1056,99 1056,99 1056,99 C-C stretching
10 902,69 Td Td Td Ikatan beta-glikosida
selulosa
11 Td 894,97 894,97 894,97 C-H deformasi
12 833,25 Td Td Td O-H tekuk (bending)
gugus sringil
Td = tidak terdeteksi
Spektrum FTIR bahan baku ampas tebu menunjukkan adanya serapan pada
1512,19 cm-1 mengindentifikasi vibrasi guasil lignin dan cincin lignin, serapan
pada 1735,93 cm-1 untuk vibrasi gugus asetil ester, serapan pada 1249,87 cm-1
untuk gugus siringil pada lignin dan serapan pada 833,25 cm-1 untuk O-H tekuk
gugus siringil dari senyawa lignin. Setelah perlakuan alkali pada ampas tebu,
serapan untuk senyawa lignin semakin berkurang dan munculnya serapan untuk
ikatan beta-glikosida selulosa pada bilangan gelombang 900 cm-1 yang cukup
tajam.Vibrasi gugus O-H ulur berada pada serapan 3402,43 cm-1, serapan 2152,56
cm-1 mengidentifikasi vibrasi ulur gugus C-H, pada bilangan gelombang 1249,87
cm-1 diprediksikan vibrasi gugus siringil pada lignin pada bidang selulosa, daerah
serapan 1049,28 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus C-C.
Alkalisasi menurunkan intensitas serapan –OH pada bilangan gelombang
3356–3361 cm-1. Alkalisasi menghilangkan daerah serapan C=C pada grup lignin
yang ditunjukkan dengan puncak antara 1200-1300 cm-1. seharusnya pada hasil
46

hidrolisis C=C dan C-O-C sudah hilang, karena kedua gugus ini berada dalam
lignin. Perlakuan hidrolisis menunjukkan penurunan gugus -OH karena pemutusan
ikatan hidrogen dalam selulosa.
Selain karakterisasi dengan FTIR, penelitian ini juga dilakukan
karakterisasi dengan XRD yang bertujuan untuk mengetahui struktur kristal dari
selulosa ampas tebu. Kristalinitas selulosa dapat dilihat dari puncak 2θ=22º dan
18º yang menunjukkan ikatan hidrogen intra dan inter molekuler. Hasil analisis
menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas pada ampas tebu dari 57, 56%
menjadi 78,72% setelah proses alkalisasi dilakukan. Namun persentase ini
menurun setelah proses bleaching dilakukan. Hal ini karena meningkatnya kembali
kandungan lignin dalam sampel. Lignin merupakan polimer amorf sehingga
peningkatan kandungan lignin akan menaikkan persen amorf dan menurunkan
persen kristalinitas pada sampel. Setelah proses hidrolisis dilakukan persen
kristalinitas kembali meningkat. Hasil ini sesuai dengan perhitungan yang
dilakukan pada analisis Chesson dan FTIR yang menunjukkan peningkatan
kandungan selulosa dalam sampel. Hasil karakterisasi XRD untuk kristalinitas
selulosa untuk masing- masing tahapan proses isolasi selulosa ditunjukkan pada
Gambar 4.8 seperti berikut.

100
90
80
Kristalinitas Selulosa (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
Raw Material Pulping Bleaching Hidrolisis

Gambar 4. 8. Grafik kristalinitas selulosa tiap tahapan isolasi selulosa


47

Puncak difraksi terletak pada sudut sekitar 2θ =22˚ dan intensitas yang
tersebar oleh daerah amorf diukur pada sudut difraksi sekitar 2θ =16˚dapat dilihat
pada Gambar 4.9 hasil karakterisasi XRD seperti berikut.

Gambar 4. 9. Hasil karakterisasi XRD pada tiap proses isolasi selulosa

Setelah proses hidrolisis dilakukan persen kristalinitas kembali meningkat.


Hasil ini sesuai dengan perhitungan yang dilakukan pada analisis Chesson dan
FTIR yang menunjukkan peningkatan kandungan selulosa dalam sampel. Dari
ketiga analisis tersebut dapat diketahui bahwa delignifikasi atau penghilangan
lignin dan hemiselulosa berhasil dilakukan melalui proses alkalisasi, bleaching dan
hidrolisis dengan kadar selulosa sebesar 81%.

Tabel 4.1 Kristalinitas selulosa pada tiap proses


Proses %Kristalinitas
RM 57,56
Alkalisasi 78,72
Bleaching 70,42
Hidrolisis 82,7
48

Rantai selulosa mengandung gugus -OH yang dapat mengikat air atau
sering disebut dengan hidrofilik. Setelah melalui proses isolasi selulosa gugus
lignin semakin hilang ditandai dengan adanya gugus -OH yang semakin ramping.
Hidrolisis dengan asam terjadi pemutusan atau pemecahan ikatan hidrogen
sehingga ukurannya tereduksi. Gugus –OH yang dimiliki semakin ramping dan
semakin hidrofobik dengan nilai kristalinitas 85, 25%. Hal ini menandakan juga
bahwa gugus lignin pada selulosa telah hilang. Dari ketiga analisis tersebut dapat
diketahui bahwa delignifikasi atau penghilangan lignin dan hemiselulosa berhasil
dilakukan melalui proses alkalisasi, bleaching dan hidrolisis.

4.2. Pembuatan membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa


Selulosa merupakan polimer hidrofilik yang memiliki gugus hidroksil
reaktif dalam molekul rantainya yang panjang dan linier. Selulosa yang dihasilkan
dari proses isolasi digunakan sebagai bahan dalam pembuatan membran hidrofobik
PVDF/PVP-selulosa. Metode yang digunakan dalam sintesis membran ini adalah
metode inversi fasa presipitasi imersi dengan bak koagulasi berupa air. Larutan
membran PVDF/PVP-selulosa dicetak lalu direndam ke dalam bak koagulasi
hingga membran memadat dan terlepas dari cetakan kaca. N- N Dimthylacetamide
(DMAc) sebagai pelarut polimer akan berdifusi ke dalam bak koagulasi, sedangkan
nonpelarut (air) akan berdifusi pada lapisan polimer (Fithri Yatul, 2015).
Selanjutnya, fase cair kaya polimer akan memadat sehingga terbentuk matriks
padatan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.10. Koefisien difusi dari larutan
polimer sangat kecil sehingga molekul polimer tidak akan berpindah terlalu jauh
(Wang,dkk., 2008; Wienk, dkk., 1996).
49

Gambar 4. 10. Proses pembentukan membran dengan presipitasi imersi


(Wang,dkk., 2008; Wienk, dkk., 1996)

Waktu penguapan pelarut akan mempengaruhi proses pembentukan


struktur membran yang dihasilkan (Amiyati et al., 2017). Penambahan aditif PVP
pada penelitian ini merupakan salah satu usaha dalam rangka memperbaiki kinerja
membran. Penambahan PVP sebagai aditif pada membran dimaksudkan untuk
memperbanyak pori membran sehingga dapat meningkatkan fluks yang dihasilkan.
PVP yang ditambahkan sebanyak 0, 5% w/w dari total larutan polimer.
Membran selulosa yang dihasilkan berwarna putih dengan ketebalan yang
berbeda. Waktu penguapan yang semakin lama akan mempertebal permukaan
membran dan memperkecil pori membran yang dihasilkan. Waktu penguapan yang
semakin lama akan mengalami proses delayed demixing di mana pelarut akan lebih
tertahan di dalam membran sehingga proses presipitasi antara pelarut dan
nonpelarut berjalan lambat.

Analisis FTIR Membran


Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui struktur ikatan kimia yang
terbentuk pada membran seperti ditunjukkan pada Gambar 4.11 berikut.
50

Gambar 4. 11. Spektrum hasil analisis FTIR membran hidrofobik


PVDF/PVP-selulosa

Dari spektrum FTIR yang dihasilkan dapat terlihat bahwa masih terdapat
serapan pada bilangan gelombang 3400 cm-1 yang menandakan bahwa masih
terdapat gugus -OH stretching pada grup hidroksil selulosa menunjukkan bahwa
selulosa bersifat hidrofilik,. Meskipun demikian, serapan ini berkurang jika
dibandingkan dengan serapan pada hasil hidrolisis. Hal ini menunjukkan
pengurangan gugus -OH karena berikatan dengan PVDF dan PLA. Gugus -OH
merupakan gugus hidrofilik sehingga penurunan gugus ini akan mengurangi sifat
hidrofilik sekaligus menambah hidrofobisitas membran.
Serapan lain yang diamati pada spektrum ini adalah serapan pada kisaran
bilangan gelombang 1180 dan 1400 cm-1 yang merupakan ikatan C-F dan C=C
peregangan karakteristik pada PVDF dan serapan pada kisaran bilangan
gelombang 1750 cm-1 dan 1080 cm-1 yang merupakan serapan PLA (Silitonga, dkk,
2018). Selulosa hidrofilik berubah menjadi selulosa hidrofobik disebabkan karena
51

ikatan fluorokarbon, seperti –F, –CF, –CF2 dan –CF3 dengan molekul hidrokarbon
yang ada pada polimer selulosa (Samanta dkk, 2016).
Dalam spektrum yang dtiunjukkan pada gambar juga terlihat adanya
serapan pada kisaran bilangan gelombang 1750 cm-1 dan 1080 cm-1 yang
merupakan serapan PLA. Bilangan 1750 cm-1 menunjukkan ikatan C=O
peregangan sedangkan 1080 cm-1 adalah C-O-C peregangan (Bergel, da Luz and
Santana, 2018). Iradiasi dalam penelitian ini berfungsi sebagai media pengikat
silang antara PVDF-PLA-selulosa. Hal ini karena kompatibilitas yang rendah
antara selulosa yang bersifat hidrofilik dengan dua material lainnya yang bersifat
hidrofobik sehingga diperlukan modifikasi agar terjadi tautan silang (Andinie,
2013).
Mekanisme ikatan silang PVDF-Selulosa-PLA yang diajukan (modifikasi
dari flexible and robust) Gambar 4.12 berikut.

Gambar 4. 12. Mekanisme ikatan silang PVDF-Selulosa-PLA yang diajukan


(modifikasi dari flexible and robust)
52

Analisis XRD Membran

Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dan amorfus


dari membran yang dihasilkan dan dibandingkan terhadap selulosa hasil isolasi.
Dari hasil analisis menunjukkan penurunan derajat kristalinitas dari membran
terhadap kristalinitas selulosa yang dihasilkan. Kristalinitas selulosa dan
membrane berturut-turut, yaitu 85,25% untuk selulosa dan 53,32% untuk
membran. Hal ini menunjukkan bahwa PVDF/PVP serta PLA yang ditambahkan
telah berhasil berikatan dengan selulosa.

Gambar 4. 13. Spektrum hasil analisis XRD membran hidrofobik PVDF/PVP-


selulosa

4.3. Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap hidrofobisitas membran


Pada penelitian ini membran PVDF/PVP-selulosa disintesis dengan variasi
pada konsentrasi PVDF. Variasi PVDF ini dimaksudkan untuk mendapatkan sifat
hidrofobisitas yang terbaik. Peningkatan hidrofobisitas juga dilakukan melalui
pelapisan dengan PLA 6% yang kemudian dipolimerisasi melalui iradiasi pada
dosis 35 kGy. Modifikasi PVDF sebagai low energy modifier dan polimer aditif
53

PVP sebagai perekat (adhesive), pengemulsi dan disintegrasi untuk polimerisasi


larutan, zat pengontrol bentuk dan dispersan dalam sintesis partikel nano, sekaligus
sebagai low energy modifier. Dari hasil pengukuran sudut kontak air menunjukkan
bahwa penambahan PVDF ke dalam membran dapat meningkatkan hidrofobisitas
membran seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14. Hasil ini sesuai dengan teori
yang menyebutkan bahwa PVDF memiliki sifat hidrofobik sehingga bertambahnya
konsentrasi PVDF akan menambah sifat hidrofobisitas membran.
Menurut Mulder dan Ahmad dkk PVDF memiliki energi permukaan yang
rendah yaitu 30,3×103 N/m (Mulder, 1996). Energi permukaan rendah berarti
mempunyai daya tarik tetesan cairan yang lebih lemah dibandingkan dengan
tegangan permukaan molekul cairan sehingga membuat molekul cairan tetap
bertahan dalam bentuk butiran. Peningkatan hidrofobisitas ini juga dapat terlihat
dari spektrum FTIR membran yang menunjukkan penurunan penyerapan pada
gugus -OH.
54

PVDF 0% PVDF 10%

PVDF 15%
PVDF 12,5%

PVDF 20%
PVDF 17,5%

Gambar 4. 14. Ilustrasi pengukuran contact angle tetesan air pada permukaan
membran dengan mikroskop dino-lite.

Selain PVDF, pelapisan dengan PLA 6% juga turut berpengaruh dalam


meningkatkan sifat hidrofobisitas membran. Namun karena pelapisan yang tidak
merata menyebabkan nilai simpangan yang cukup besar pada tiap pengukuran.
Hasil pengukuran sudut kontak air terhadap masing- masing variasi konsentrasi
PVDF dapat dilihat dalam grafik seperti pada Gambar 4.15 berikut.
55

Grafik Hubungan Konsentrasi PVDF VS Sudut Kontak


Air
160
140
Sudut Kontak Air (º)

120
100
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi PVDF (%)

Gambar 4. 15. Grafik hubungan konsentrasi PVDF vs sudut kontak air

Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap sudut kontak air pada permukaan


membran dapat dilihat dalam Gambar 4.14 yang menunjukkan bahwa sampai pada
konsentrasi PVDF 15% sudut kontak air pada permukaan membran terus
meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi PVDF. Hal ini dapat
diindikasikan energi permukaan yang rendah, lebih rendah dibandingkan dengan
tegangan permukaan molekul cairan, sehingga mengakibatkan molekul cairan
tetap bertahan dalam bentuk tetesan.yang terbentuk semakin besar dan semakin
hidrofobik. Sebaliknya, penurunan sudut kontak air pada konsentrasi 17,5%
menunjukkan bahwa adanya energi permukaan tinggi sehingga daya tarik tetesan
cairan lebih kuat dibandingkan tegangan permukaan molekul cairan dimana
molekul cairan akan menyebar akan semakin hidrofilik. Pada konsentrasi 20%
sudut kontak air pada permukaan membran kembali meningkat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh konsentrasi yang terlalu tinggi dan pekat sehingga merusak
struktur membran yang terbentuk.
Selain energi permukaannya, kekasaran permukaan memiliki peran penting
terhadap proses penyerapan suatu cairan dan proses terbentuknya sudut kontak.
Semakin kasar permukaan membran, maka akan semakin baik hidrofobisitasnya
salah satunya yaitu dengan penambahan polimer aditif PVP serta perlakuan coating
membran menggunakan PLA dimana Studi yang dilakukan oleh Preechawong
56

menunjukkan bahwa penambahan PLA dapat menurunkan penyerapan


kelembaban sekaligus meningkatkan kekuatan mekanik.
Untuk mengetahui stabilitas membran terhadap air, membran diuji
stabilitasnya dengan merendamnya di dalam air selama 5 hari dan diukur sudut
kontak air setiap harinya. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.16 berikut.

Grafik Hubungan Waktu Perendaman Vs Sudut Kontak


Air
160
140
Sudut Kontak Air (º)

120
100 10
80 12.5
60 15
40 17.5
20 20
0
0 1 2 3 4 5
Waktu Perendaman (perhari)

Gambar 4. 16. Grafik hubungan waktu perendaman vs sudut kontak air

Stabilitas membran dengan konsentrasi PVDF yang berbeda menunjukkan


tingkat kestabilan yang berbeda pula. Sesuai dengan pengukuran sudut kontak air,
sudut kontak tertinggi terdapat pada membran dengan konsentrasi PVDF 15% dan
terjadi penurunan sudut kontak setiap harinya pada konsentrasi ini. Fenomena ini
masih memiliki keterkaitan dengan porositas membran yang dapat dilihat pada
Gambar 4.17 dimana membran PVDF 15% memiliki nilai porositas yang tinggi.
Morfologi membran berpori inilah yang menyebabkan air dan zat lain dari luar
membran lebih mudah melakukan penetrasi ke dalam membran sehingga
menurunkan kestabilan membran (Sánchez-González, Diban and Urtiaga, 2018).
Porositas yang lebih tinggi dapat memberikan ruang kosong lebih banyak sehingga
menghasilkan sifat mekanik yang lebih rendah (zhang, dkk, 2013). Selain itu,
tingginya konsentrasi PVDF pada membran ini juga menyebabkan terbatasnya
57

pergerakan rantai polimer sehingga cacat pada membran dimungkinkan terjadi


(Sánchez-González, Diban and Urtiaga, 2018).
Dibandingkan yang lainnya, membran dengan konsentrasi PVDF 20%
terlihat paling stabil. Sudut kontak air pada membran ini tidak mengalami
penurunan yang signifikan hingga hari ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan
antarmuka yang paling kuat terdapat pada membran dengan konsentrasi PVDF
20% (Cheng dkk. 2017).

4.4. Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap porositas dan degrdasi hidrolitik


membran
Untuk hasil yang lebih baik diperlukan modifikasi dengan penambahan
monomer aditif maupun manipulasi kondisi operasi. Air (H2O) non pelarut
bertindak sebagai agen pembentukan pori, serta DMAc sebagai pelarut polimer.
Sifat pelarut yang mudah menguap, komposisi, dan temperatur nonsolvent di bak
koagulasi juga mempengaruhi sifat membran yang dihasilkan. Semakin tinggi
temperatur bak koagulasi, maka semakin kecil ukuran pori demikian sebaliknya.
Nonsolvent dapat berupa alkohol, glikol, asam, basa, air/campuran. Pada penelitian
ini digunakan nonsolvent air pada suhu kamar dalam bak koagulasi. Membran
PVDF/PVP-selulosa dibuat dengan teknik inversi fasa yaitu pengubahan bentuk
polimer dari fassa cair menjadi fasa padat dengan kondisi terkendali.
Porositas membran merupakan perbandingan antara volume pori dengan
volume total membrane. Volume pori merupakan ruang kosong pada membran
yang biasanya berisi air atau udara. Dari uji porositas yang dilakukan, diperoleh
persen porositas konsentrasi PVDF 10%, 12,5%, 15%, 17,5% dan 20% berturut-
turut yaitu 51,99%, 67,68%, 88,20%, 79,02% dan 76,02% seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.17 Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap persentase porositas yang
diperoleh pada membran PVDF/PVP-selulosa seperti berikut.
58

100

Porositas Membran (%)


90

80

70

60

50

40
10 12.5 15 17.5 20

Konsentrasi PVDF (%)

Gambar 4. 17. Grafik hubungan konsentrasi PVDF terhadap porositas


membran

Berdasar grafik menunjukkan bahwa sampai dengan konsentrasi PVDF


15% porositas membran semakin meningkat dan dapat dilihat nilai porositas
tertinggi yaitu pada saat konsentrasi PVDF 15% dengan nilai porositas 88, 2%.
Menurut Syahbanu (2018) terbentuknya struktur pori seperti jari-jari (finger like)
pada membran dapat dijelaskan dengan aspek kinetik yang berhubungan dengan
perpindahan masa di bak koagulasi yaitu antara pelarut dan non pelarut. Transfer
masa terjadi karena perebedaan konsentrasi antara pelarut (DMAc) dan non pelarut
(air). Ketika larutan polimer berkontak langsung dengan non pelarut maka akan
terjadi proses liquid-liquid demixing. Dalam kasus instaneous demixing membran
yang terinduksi oleh non pelarut akan segera membentuk pori pada membran.
Semakin kecil volume molar non pelarut akan mengakibatkan naiknya laju difusi
sehingga porositas membran juga akan meningkat dan sebaliknya. Porositas
membran dengan koagulan air akan lebih besar dibandingkan dengan koagulan
lainnya. Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan membran yang dihasilkan
dari penelitian ini merupakan membran asimetrik. Semakin besar porositasnya,
semakin tinggi serapannya terhadap fluida.
Konsentrasi PVDF turut berpengaruh terhadap porositas membran seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.l7 diatas. Penurunan nilai porositas pada membran
59

PVDF 10%, 12,5%, 15%, 17,5% dan 20% disebabkan karena jumlah PVDF yang
semakin banyak di dalam membran yang mengakibatkan volume ruang kosong
dalam membran berkurang. Seperti telah diketahui bahwa porositas merupakan
perbandingan volume pori atau volume ruang kosong terhadap volume total
membran yang berarti bahwa ketika volume ruang kosong menurun maka persen
porositas akan meningkat. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zhang dkk (2012) yang menyebutkan bahwa ketika konsentrasi
PVDF di dalam matriks <20%, PVDF terdispersi secara nano sehingga
peningkatan konsentrasi PVDF akan mengurangi pori yang terbentuk. Namun pada
konsentrasi PVDF >50%, PVDF akan membentuk fase kontinu dengan pori
sehingga peningkatan konsentrasi PVDF akan meningkatkan ukuran pori (Zhang,
X., dkk. 2012). Dalam penelitian ini, peningkatan porositas terjadi pada PVDF
15% yang dimungkinkan terjadi karena PVDF telah membentuk fase kontinu pada
konsentrasi ini.
Pengujian degradasi hidrolitik turut dilakukan terhadap membran untuk
mengetahui biodegradasi membran yang telah dihasilkan. Sampel pada berbagai
variasi konsentrasi PVDF diujikan dan terlihat bahwa variasi konsentrasi PVDF
berpengaruh terhadap degradasi membran seperti Gambar 4.18 berikut.
60

Grafik Hubungan Konsentrasi PVDF Vs Degradasi Hidrolitik


Membran
Degradasi Hidrolitik (%) 70

60

50

40

30

20

10

0
10 12.5 15 17.5 20
Konsentrasi PVDF (%)

Gambar 4. 18. Grafik hubungan konsentrasi PVDF vs degradasi hidrolitik


membran
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa persentase degradasi
hidrolitik terbesar terjadi pada membran dengan konsentrasi PVDF 15%. Semakin
tinggi porositas akan berpengaruh terhadap penurunan sifat mekanik membran.
Namun degradasi membran turun pada saat konsentraasi PVDF 17,5%, ketika
konsentrasi PVDF di dalam matriks <20%, PVDF terdispersi secara nano sehingga
peningkatan konsentrasi PVDF akan mengurangi pori yang terbentuk. Dalam
penelitian ini, peningkatan porositas terjadi pada PVDF 15% yang dimungkinkan
terjadi karena PVDF telah membentuk fase kontinu pada konsentrasi ini.
Konsentrasi PVDF 15% memiliki persen porositas yang tinggi dan
merupakan membran yang paling tidak stabil di antara membran lainnya. Hasil
yang serupa juga diungkapkan dalam penelitian Q. Zhang dkk (2013) dimana
porositas yang lebih tinggi menyebabkan kehilangan massa, berat molekul, dan
modulus tekan yang lebih besar (Q. Zhang, dkk. 2013).
61

4.5. Pengaruh konsentrasi PVDF terhadap fluks dan efisiensi pemisahan


membran
Pengukuran fluks membran dilakukan selama 2 jam menggunakan
campuran oli: air sebagai larutan umpan dan ditampung volume permeatnya. Fluks
merupakan volume yang dihasilkan dari larutan umpan melewati membran tiap
satuan waktu dan luas permukaan membran yang digunakan (L/m2 jam) (Mulder,
1997). Sebelum dilakukan uji fluks, terlebih dahulu di kompaksi. Kompaksi ini
dilakukan untuk membuka dan menata ulang pori-pori akibat pemberian tekanan
yaitu sebesar 10 Pa yang dapat mempengaruhi pori-pori. Kompaksi merupakan
suatu proses deformasi mekanik pada matrik polimer penyusun yang
mengakibatkan struktur pori membran menjadi lebih rapat dan fluks menurun
hingga mencapai nilai yang mendekati konstan (Mulder, 1996). Fluks menurun
hingga mencapai nilai yang mendekati konstan dapat terlihat pada Gambar 4.19
berikut.

1.5

1.3
Fluks (mL/cm2 jam)

1.1

0.9

0.7

0.5

0.3

0.1

-0.1 10 12.5 15 17.5 20

-0.3
Konsentrasi PVDF (%)

Gambar 4. 19. Grafik hasil pengukuran nilai fluks membran PVDF/PVP-selulosa

Hasil uji porositas tidak jauh berbeda dengan data hasil pengukuran fluks.
Dimana fluks mengalami penurunan dari 1,07 mL/cm2.jam pada PVDF 15%
62

menjadi 0,06 mL/cm2.jam pada PVDF 17,5% dan kembali meningkat pada PVDF
20%. Secara teori, semakin tinggi porositas maka semakin tinggi fluks yang
diperoleh dalam penelitian ini pada konsentrasi PVDF 15% memiliki nilai
porositas dan nilai fluks paling tinggi dibandingkan dengan membran lainnya. Hal
ini berarti membran dalam kondisi konstan dan paling bagus pada saat konsentrasi
PVDF 15% yaitu kurang dari 20% dengan efisiensi pemisahan tertinggi sebesar
91, 64%. Penambahan PVDF yang bersifat hidrofobik meningkatkan
hidrofobisitas permukaan membran berbasis PVDF. Semakin tinggi konsentrasi
PVDF yang ditambahkan, maka semakin hidrofobik permukaan membran dan
semakin tinggi efisiensi pemisahan yang dapat dilihat pada Gambar 4.20 seperti
berikut.

120

100
Efisiensi Pemisahan (%)

80

60

40

20

0
10 12.5 15 17.5 20
Konsentrasi PVDF (%)

Gambar 4. 20. Grafik hasil pengukuran efisiensi pemisahan membran


PVDF/PVP-selulosa

Peningkatan efisiensi pemisahan disebabkan oleh dua faktor. Faktor


pertama adalah adanya peningkatan hidrofobisitas membran. Penambahan PVDF
yang bersifat hidrofobik meningkatkan hidrofobisitas membran. Membran yang
bersifat hidrofobik memiliki kecenderungan untuk memungkinkan cairan masuk
ke pori-pori lebih lambat jika dibandingkan dengan membran yang bersifat
hidrofilik. Hal ini yang menyebabkan air lebih lambat berdifusi dari satu sisi
63

membran ke sisi permeat dan menyebabkan laju fluks menurun dengan efisiensi
pemisahan yang rendah yaitu saat konsentrasi PVDF 17,5% dan juga 20%. Hal ini
berarti puncak optimum prmbuatan membran hidrofobik pada konsentrasi 15%
dengan efisiensi pemisahan sebesar 91,64%. Faktor kedua adalah adanya
perubahan morfologi membran dengan penambahan PVDF. sifat membran yang
hidrofobik, sehingga air sulit berdifusi melalui pori membran. Sifat hidrofobik dan
hidrofilik inilah yang memiliki pengaruh besar terhadap efisiensi pemisahan. Saat
tersebut masih bersifat hidroflik, air dapat dengan mudah masuk ke dalam dan
sebaliknya minyak, yang bersifat non polar akan lebih sulit masuk sehingga
menurunkan efisiensi pemisahan.

Dalam industri pabrikasi membran sering ditambahkan polimer kedua


(poymeric additives) untuk menciptakan membran dengan spesifikasi tertentu
sesuai peruntukannya. Adanya penambahan polimer aditif PVP di dalam larutan
polimer ikut mempengaruhi proses pencapaian kondisi pemisahan fasa dan proses
solidifikasi membran. Oleh karena itu, penambahan polymeric additves
merupakan salah satu metode yang banyak dikembangkan oleh peneliti untuk
meningkatkan kinerja membran.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Peningkatan konsentrasi PVDF sampai dengan 15% menyebabkan contact
angle tetesan air pada permukaan membran menjadi semakin besar yang
menandakan bahwa energi permukaan semakin rendah (hidrofobik). Namun
jika konsentrasi PVDF dinaikkan di atas 15% maka contact angle semakin
kecil, karena energi permukaan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi dapat
merusak struktur membran yang terbentuk.
2. Membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa berhasil disintesis dengan metode
hidrolisis iradiasi gamma dibuktikan dengan hasil analisis FTIR Hasil analisis
FTIR menunjukkan berkurangnya gugus O-H, munculnya ikatan C-F dan C=C
yang merupakan PVDF termodifikasi .
3. Hidrofobisitas optimum tercapai pada konsentrasi PVDF 15% dengan sudut
kontak air sebesar 145º.
4. Kinerja membran PVDF/PVP-selulosa paling baik terdapat pada konsentrasi
PVDF 15% dengan sudut kontak air sebesar 145º, nilai fluks sebesar 1,07
mL/cm2 jam dan efisiensi pemisahan sebesar 91,64%.

64
65

5.2. Saran
1. Diperlukan variasi pada dosis iradiasi dan konsentrasi PVP yang digunakan
sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap sifat mekanik dan unjuk kerja
membran.
2. Diperlukan variasi bak koagulasi dan nonsolvent sehingga dapat diketahui
pengaruhnya terhadap poroitas, karakteristik, serta kinerja membran.
3. Diperlukan analisis FTIR menggunakan software sehingga dapat diketahui
gugus fungsi yang terbentuk pada membrane hidrofobik yang telah disintesis.
4. Diperlukan analisis lebih lanjut dengan XRD untuk melihat perubahan struktur
kristalinitas PVDF/PVP-selulosa setelah penambahan variasi PVP.
RENCANA JADWAL KERJA PENELITIAN
DAN PENYUSUNAN TUGAS AKHIR

Adapun rencana jadwal penelitian “Pembuatan dan Karakterisasi Membran Superhidrofobik PVP-Selulosa dari Ampas Tebu dengan
Iradiasi Gamma untuk Pemisahan Minyak- Air” adalah sebagai berikut:

Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Studi Literatur
Uji Pendahuluan
Isolasi Selulosa
(ampas tebu)
Sintesis Membran
Iradiasi gamma
Pengujian dan
Karakterisasi
Pengolahan data
Penyusunan
laporan

66
67

DAFTAR PUSTAKA
Alfarizi, M.K., dan Mahbub, A., (2018), “Lima Tragedi Tumpahan Minyak
Terbesar, Ribuan Ekosistem Laut Mati”, TEMPO.CO, Jakarta.

Amiyati, D. R., Indarti, D. and Muflihah, Y. M. (2017) ‘Pengaruh Variasi Waktu


Penguapan Terhadap Kinerja Membran Selulosa Asetat pada Proses Ultrafiltrasi’,
Berkala Sainstek, 5(1), p. 7. doi: 10.19184/bst.v5i1.5368.

Andriyanti, W., Suyanti dan Ngasifudin, (2012), “Pembuatan dan Karakterisasi


Polimer Superabsorben dari Ampas Tebu”, Vol 13.

Aspiyanto (no date) ‘Penerapan Teknologi Membran di Bidang Pangan’, Prosiding


Seminar Tantangan Penelitian Kimia.

Atadashi, I. M., Aroua, M. K. dan Aziz, A. A. (2011), "Biodiesel Separation and


Purification: A Review", Renewable Energy, Vol. 36(2), hal. 437–443.

Arahman, N. (2012) ‘Konsep Dasar Proses Pembuatan Membran Berpori dengan


Metode Non-Solvent Induced Phase Separation - Penentuan cloud point dan
diagram tiga phasa’, Jurnal Rekayasa Kimia Dan Lingkungan, 9(2), pp. 68–73.

Bashar M. Mahbubul Bashar, Huie Zhu, Shunsuke Yamamoto, dan Masaya


Mitsuishi, (2017), “Superhydrophobic Surfaces with Fluorinated Cellulose
Nanofiber Assemblies for Oil- Water Separation”, RSC Adv, Vol.7, hal 37168-
37174.

Bergel, B. F., da Luz, L. M. and Santana, R. M. C. (2018) ‘Effect of poly(lactic


acid) coating on mechanical and physical properties of thermoplastic starch foams
from potato starch’, Progress in Organic Coatings. Elsevier, 118(July 2017), pp.
91–96. doi: 10.1016/j.porgcoat.2018.01.029.

Bi, H. C., Xie, X., Yin, K. B., Zhou, Y. L., Wan, S., He, L. B., Xu, F., Banhart, F.,
Sun, L. T., & Ruoff, R. S., (2012), “Spongy graphene as a highly efficient and
recyclable sorbent for oils and organic solvents”, Advanced Functional Materials,
22(21), 4421-4425.

Chapiro, A. (1962). Radiation chemistry of polymeric systems. New York:


Interscience Publishers.

Chapiro, A. (2002). Polymer irradiation: past–present and future. Radiat. Phys.


Chem., 63(3-6), 207-209. DOI: 10.1016/j.radphyschem.2004.05.040.
68

Chen, X. I. (2014) ‘Degradation Studies on Plant Cellulose and Bacterial Cellulose


by FT-IR and ESEM by Thesis submitted to the University of Birmingham for a
Degree’.

Cheng, Q. Y. et al. (2017) ‘Sustainable and Biodegradable Superhydrophobic


Coating from Epoxidized Soybean Oil and ZnO Nanoparticles on Cellulosic
Substrates for Efficient Oil/Water Separation’, ACS Sustainable Chemistry and
Engineering, 5(12), pp. 11440–11450. doi: 10.1021/acssuschemeng.7b02549.

Cheng, Q. Y. dkk (2018), "Cellulose Nanocrystal Coated Cotton Fabric with


Superhydrophobicity for Efficient Oil/Water Separation", Carbohydrate Polymers.
Elsevier Ltd., Vol. 199, hal. 390–396.

Chmielewska, D. (2017) ‘Radiation Methods and Uses’, in Applications of Ionizing


Radiation in Material Processing. 2nd edn. Warszawa: Institute of Nuclear
Chemistry and Technology.

Christina, M., (2009), Buku Ajar Kimia Radiasi dan Percobaan- percobaannya:
STTN-BATAN, Yogyakarta.

Chu, Z. L., Feng, Y. J., Seeger, S., (2015), “Oil/water separation with selective
Super anti wetting/ superwetting surface materials”, Angewandte Chemie
International Edition, 54(8), 2328-2338.

Cleland, M.R., Parks, L.A., & Cheng, S. (2003). Applications for radiation
processing of materials. Nucl. Instrum. Meth. Phys. Res. B, 208, 66-73. DOI:
10.1016/ S0168-583X(03)00655-4.

Darmawan, Darsono, dan Nuraeni, (2011), “Analisis Sifat Mekanik untuk


Feedthrough”, Yogyakarta: STTN-BATAN.

Direktorat Jenderal Perkebunan, (2017), Statistik Perkebunan Indonesia, Jakarta.

Drioli, E. & L. Giorno. 2010. Comprehensive Membrane Science and Engineering.


1. Elsevier B.V, United Kingdom.

Eid, M.; Abdel-Ghaffar, M.A.; Dessouki, A.M. Effect of maleic acid content on
the thermal stability, swelling behaviour and network structure of gelatin-based
hydrogels prepared by gamma irradiation. Nucl. Instrum. Methods Phys. Res. Sect.
B Beam Interact. Mater. Atoms 2009, 267, 91–98.

Fan, G., M. Wang, C. Liao, T. Fang, J. Li, & R. Zhou., (2013), Isolation of cellulose
from rice straw and its conversion into cellulose acetate catalyzed by
phosphotungstic acid. Carbohydrate Polymers. 94(1): 71–76.
69

Frick JG, Robert JH, Acetals as crosslinking reagents for cotton, J Appl Polym Sci,
29(4), 1984, 1433-47.

Fithri Yatul Humairo (2015) PREPARASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN


PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF PVDF / PEG400-Tio 2
HOLLOW FIBER MEMBRANE. Institut Teknologi Surabaya.

Ghobashy, M. M. & Elhady, M. A., (2017), “Radiation Crosslinked Magnetized


Wax (PE/Fe3O4) Nano-Composite for Selective Oil Adsorption”, Composites
Communications, 3, 18-22.

Gooch, J. W. (2011) ‘Radiation Crosslinking’, Encyclopedic Dictionary of


Polymers, pp. 606–606. doi: 10.1007/978-1-4419-6247-8_9728.

Halim, F.S., (2012), Chemical Modification of Cellulose Extracted from


Sugarcane Bagasse: Preparation of Hydroxyehyl Celullose, Arabian Journal of
Chemistry, hal 362-371.

Hanafie, Rita, (2010), “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Yogyakarta: C.V. Andi Off
set.

H. Mertaniemi, A. Laukkanen, J. E. Teirfolk, O. Ikkala and R. H. A. Ras, (2012),


“Cellulose Nanofiber”, RSC Adv., 2, 2882.

H. P. S. Khalil, Y. Davoudpour, Islam, M. N., Mustapha, A., Sudesh, K., Dungania,


and R., Jawaid, M., (2014), “Production and Modification of Nanofibrillated
Cellulose using Various Mechanical Processes: A Review”, Carbohydrate
Polymers, vol. 99, pp. 649-665.

Husin, A. A., (2007), “Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan”.Modul 1-3.

Indrarti, L. and Rahimi, E. (no date) ‘BIOSINTESIS ASAM LAKTAT SEBAGAI


BAHAN BAKU PLASTIK BIODEGRADABEL’, Prosiding Simposium Nasional
Polimer V.

Ishak, Ahmad, Ramli, dan Amin, (2018), “Gamma Irradiation-Assisted Synthesis


of Cellulose Nanocrystal-Reinforced Gelatin Hydrogels”, Nanomaterials, Vol 8.

J. D. Holbrey and R. D. Rogers, , (2002), “Green Industrial Applications Of Ionic


Liquids: Technology Review,” in Ionic Liquids, vol. 818 of ACS Symposium
Series, pp. 446–458, American Chemical Society, Washington, DC, USA.
70

Kaur, M., Kumari, S. and Sharma, P. (2018) ‘Chemically Modified Nanocellulose


from Rice Husk: Synthesis and Characterisation’, Advances in Research, 13(3), pp.
1–11. doi: 10.9734/air/2018/38934.

Koczkur, Kallum M., Mourdikoudis, Stefanos, Polavarapu, Lakshminarayana,


Skrabalak, Sara E., (2015), "Polyvinylpyrrolidone (PVP) in nanoparticle
synthesis". pubs.rsc.org. doi:10.1039/C5DT02964C.

Leung HW, Ecotoxicology of glutaraldehyde: Review of environmental fate and


effects studies, Ecotoxicol Environ Saf, 49(1), 2002, 26-9.

Li, M. F., Li, Y. Q., Chang, K. Q., Cheng, P., Liu, K., Liu, Q. Z., Wang, Y. D., Lu,
Z. T.,Wang, D., (2018), “The poly(vinyl alcohol-co-ethylene) nanofiber/silica
coated composite membranes for oil/water and oil-in-water emulsion separation”,
Composites Communications, 7, 69-73.

Mokhena, T. C. et al. (2018) ‘Thermoplastic processing of PLA/cellulose


nanomaterials composites’, Polymers, 10(12). doi: 10.3390/polym10121363.
Rahmayanti, S. (2016), Sintesis Membran Komposit Polysulfon-Polyamide (PSF-
PA) untuk Pengolahan Air Gambut secara Mikrofiltrasi, Politeknik Negeri
Sriwijaya, Palembang.

Machi, S. (2004). Role of radiation processing for sustainable development. In


Emerging applications of radiation processing (pp. 5-13). Vienna: IAEA. (IAEA-
TECDOC-1386).

Meng, Peng, Wu, Yixi Wang, Hao Wang, Liu dan Guo, (2017), “Fabrication of
Superhydrophobic Cellulose/Chitosan Composite Aerogel for Oil/Water
Separation”, Fibers and Polymer, Vol.18, No.4, hal.706-712.

Mohandani, P. I., (2009), ”Pengaruh Kadar Polivinilpirolidon sebagai Bahan


Pengikat pada Formulasi Tablet Effervescent Kombinasi Ekstrak Herba
Sambiloto”, Fakultas Farmasi,Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Mukhtasor, (2007), “Pencemaran Pesisir dan Laut”, Jakarta: PT Pradnya Paramita

M.T.Holtzapple, (2003),”Hemicelluloses”, dalam Encyclopedia Of Food Sciences


And Nutrition, Pages 998-1007.

Muhali. 2013. Aplikasi Senyawa Amida Humat Sebagai Ionofor dalam Membran
Elektroda Selektif Ion Ni (II). Jurnal Prisma Sains. 1(1): 66-78.

Novia, Lubis, A.M. dan Jufianto, F. (2014). Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu
Perendaman Ammonia Terhadap Konversi Bioetanol Dari Jerami Dengan Metode
Soaking In Aqueous Ammonia (SAA). Jurusan Teknik Kimia Universitas
Sriwijaya: Inderalaya.
71

Pinnau, I. (2000), ‘"Membrane Preparation", Journal of Membrane Science, hal.


1755–1764.

Ramadhan, Sabarwati, Amiruddin, Harniati, dan Susanti, (2014), “Sifat Mekanik


Membran Berbasis Paduan Kitosan Suksinat-Kitosan Terinsersi Litium”,
Universitas Halu Oleo, Kendari.

Saurabh, C.K., Mustapha, A., Masri, M.M., Owolabi, A.F., Syakir, M.I., Dungani,
R.,Paridah, M.T., Jawaid, M., Khalil, H.P.S.A., (2016), “Isolation and
Characterization of Cellulose Nanofibers from Gigantochloascortechinii as a
Reinforcement Material”, Journal of nanomaterials, Vol.2016.

Rahmayanti, S. (2016) Sintesis Membran Komposit Polysulfon-Polyamide (PSF-


PA) untuk Pengolahan Air Gambut secara Mikrofiltrasi.

Ribeiro, G. et al. (2009) ‘Gamma Irradiation Effects on Poly ( Vinylidene Fluoride


) Films’, International Nuclear Atlantic Conferene.

Salbeti, D., Harlia and Syahbanu, I. (2018) ‘Sintesis dan karakterisasi termal
plastik ramah lingkungan polyblend selulosa ampas tebu dan limbah botol plastik
polietilen tereftalat’, 7(2), pp. 54–60.

Samanta, K. K. et al. (2016) ‘HYDROPHOBIC FUNCTIONALIZATION OF


CELLULOSIC SUBSTRATES USING ATMOSPHERIC PRESSURE
PLASMA’, Cellulose Chemistry and Technology, 50, pp. 745–754.

Sánchez-González, S., Diban, N. and Urtiaga, A. (2018) ‘Hydrolytic degradation


and mechanical stability of poly(ε-Caprolactone)/reduced graphene oxide
membranes as scaffolds for in vitro neural tissue regeneration’, Membranes, 8(1).
doi: 10.3390/membranes8010012.

S. Harun and S. K. Geok, (2016), “Effect of Sodium Hydroxide Pretreatment on


Rice Straw Composition”, Indian Journal of Science and Technology, vol. 9, Issue.
21.

Silitonga, R. S. et al. (2018) ‘The Modification of PVDF Membrane via


Crosslinking with Chitosan and Glutaraldehyde as the Crosslinking Agent’,
Indonesian Journal of Chemistry, 18(1), pp. 1–6. doi: 10.22146/ijc.25127.

Singh, D., Choudhary, A. and Garg, A. (2018) ‘Flexible and Robust Piezoelectric
Polymer Nanocomposites Based Energy Harvesters’, ACS Applied Materials and
Interfaces, 10(3), pp. 2793–2800. doi: 10.1021/acsami.7b16973.
72

Spadaro, G., Alessi, S. and Dispenza, C. (2017) ‘Ionizing Radiation-Induced


Crosslinking and Degradation of Polymers’, in Applications of ionizing radiation
in materials processing, pp. 167–182.

Thürmer, M. B. et al. (2012) ‘Effect of non-solvents used in the coagulation bath


on morphology of PVDF membranes’, Materials Research, 15(6), pp. 884–890.
doi: 10.1590/s1516-14392012005000115.

Ulia, H. (2008) Alternatif penggunaan hidrogen peroksida pada tahap akhir


proses pemutihan pulp tesis.

Situmorang, R. F., (2016), Pemisahan Emulsi Minyak dari Air Menggunakan


Teknologi Membran, Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Spinks, J.W.T., & Woods, R.J. (1990). An introduction to radiation chemistry.


Wiley-Interscience.

Su, C., Xu, T., Zhang, W., Liu, Y., Li, Y, (2012), “Porous ceramic membrane with
superhydrophobic and superoleophilic surface for reclaiming oil from oily water”,
Applied Surface Science, 258(7), 2319-2323.

Takigawa T, Young E, Effects of glutaraldehyde exposure on human health, J


Occup Health, 48(2), 2006, 75-87.

Wang, B., Y. Zhang, L. Shi, J.Li, dan Z. Guo, (2012), “Advances in the Theory of
Superhydrophobic Surfaces”, Journal of Materials Chemistry, Vol.22, hal 20112-
20127.

Wang, F., Lei, S., Xue, M., Ou, J., Li, W., (2014), “In situ separation and collection
of oil from water surface via a novel superoleophilic and superhydrophobic oil
containment boom”, Langmuir, 30(5), 1281-1289.

Wang Y, Hsiegh YL, Cellulose functionalization by glutaraldehyde, 42(1), 2001,


520-1.

Wenten, G.I, Nurul F. Himma, Sofiatun Anisah, Nicholaus Prasetya, (2014),


Membran Superhidrofobik, Diktat Kuliah, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Wenten, G.I, (2015), Teknologi Membran Prospek dan Tantangannya, Teknik


Kimia Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Xue, Z., Wang, S., Lin, L., Chen, L., Liu, M., Feng, L., Jiang, L., (2011), “A novel
superhydrophilic and underwater superoleophobic hydrogel‐ coated mesh for
oil/water separation”, Advanced Materials, 23(27), 4270-4273.

Zeiger E, Gollapudi B, Spencer P, Genetic toxicity and carcinogenicity studies of


glutaraldehyde—a review, Mutat Res, 589(2), 2005, 136-51.
73

Zhang, W., Zhu, Y., Liu, X., Wang, D., Li, J., Jiang, L., Jin, J., (2014), “Salt-
induced fabrication of superhydrophilic and underwater superoleophobic PAA-g-
PVDF membranes for effective separation of oil-in-water emulsions”, Angewandte
Chemie International Edition, 126(3), 875-879.

Zimek, Z. (2004). Accelerator technology for radiation processing: Recent


development. In Emerging applications of radiation processing (pp. 55-64).
Vienna: IAEA. (IAEA-TECDOC-1386).

Zulharmita.,Dewi, S. N., Mahyuddin, (2012), Pembuatan Mikrokristalin Selulosa


Dari AmpasTebu (Saccharumofficinarum L.), Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi,
Vol. 17, No. 2 halaman 158-163.

Zyball, A. (2004). Radiation processing of polymers. In Emerging applications of


radiation processing (pp. 5-13). Vienna: IAEA. (IAEA-TECDOC-1386).

http://furkonable.wordpress.com, “Analisis pencemaran laut akibat tumpahan


minyak”, (diakses pada tanggal 24 februari 2019).

Y. Hu, M. Rogunova, V. Topolkaraev, A. Hiltner, and E. Baer. “Aging of Poly


(Lactide)/Poly (Ethylene Glycol) Blends . Part 1 . Poly (Lactide) with Low
Stereoregularity.” Polym. vol. 44, pp. 5701-5710, 2003.
74

LAMPIRAN

A. Analisis Metode Chesson


Rumus yang digunakan
(𝑐 − 𝑑)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(𝑑 − 𝑒)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝑎
(𝑏 − 𝑐)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎

Data Pengamatan
a. Membuat larutan H2SO4 1 N

Berat molekul = 98 g/mol


ρ = 1,840 g/cm3
Kadar (%) = 96
𝑔
𝜌 × 10 × % 1,84 𝑐𝑚3 × 10 × 96
𝑀= = 𝑔 = 18, 02 𝑀
𝑀𝑟 98
𝑚𝑜𝑙
b. Pengenceran H2SO4 1 N 1500 mL

𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
18,02 𝑀 × 𝑉1 = 0,5 𝑀 × 1500 𝑚𝐿
0,5 𝑀 × 1500 𝑚𝐿
𝑉1 = = 41,62 𝑚𝐿
18,02 𝑀

Tabel Hasil Analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada ampas tebu
Raw Pulping Bleaching
Material
a 1,08 1,01 1,00
Berat (g) b 0,89 0,97 0,96
c 0,65 0,76 0,92
d 0,24 0,04 0,11
e 0,02 0,01 0,003
Kandungan Selulosa 37,96 71,29 81
ampas tebu Hemiselulosa 22,22 20,79 4
(%) Lignin 20,37 2,97 10,7
75

Perhitungan
1. Raw Material
𝑐−𝑑
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,65 − 0,24)𝑔
= × 100%
1,08 𝑔
= 𝟑𝟕, 𝟗𝟔%
𝑏−𝑐
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐻𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,89 − 0,65)𝑔
= × 100%
1,08 𝑔
= 𝟐𝟐, 𝟐𝟐%
𝑑−𝑒
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝑎
(0,24 − 0,02)𝑔
= × 100%
1,08 𝑔
= 𝟐𝟎, 𝟑𝟕%

2. Pulping NaOH 15% (1:20)


𝑐−𝑑
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,76 − 0,04)𝑔
= × 100%
1,01 𝑔
= 𝟕𝟏, 𝟐𝟗%
𝑏−𝑐
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐻𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,97 − 0,76)𝑔
= × 100%
1,01 𝑔
= 𝟐𝟎, 𝟕𝟗%
𝑑−𝑒
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝑎
(0,04 − 0,01)𝑔
= × 100%
1,01 𝑔
= 𝟐, 𝟗𝟕%
76

3. Bleaching (H2O2 teknis)


𝑐−𝑑
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,92 − 0,11)𝑔
= × 100%
1,00 𝑔
= 𝟖𝟏%
𝑏−𝑐
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐻𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,96 − 0,92)𝑔
= × 100%
1,00 𝑔
= 𝟒%
𝑑−𝑒
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝑎
(0,11 − 0,003)𝑔
= × 100%
1,00 𝑔
= 𝟏𝟎, 𝟕%

A. Uji Porositas Membran


Rumus yang digunakan
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜𝑟
dimana
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2
𝑉𝑇 = +
𝜌𝑜𝑟 𝜌𝑚𝑑
Keterangan :
W1 = berat basah membran (g)
W2 = berat kering membran (g)
ρor = densitas organik (etanol) = 0,790 g/cm3
VT = volume membran basah (cm3)
ρmd = densitas membran kering (g/cm3)
77

Hasil Uji Porositas Membran PVDF/PVP-Selulosa pada Variasi Konsentrasi PVDF


Konsentrasi Volume membran Berat basah Berat kering Porositas
PVDF (%) (g/cm3) membran membran (%)
p (cm) l (cm) t (cm) (W1) (W2)
10 1 1 0,029 0,0403 0,0165 51.99
12,5 1 1 0,020 0,0359 0,0112 67.68
15 1 0,9 0,020 0,0574 0,0123 88.2
17,5 1 1 0,018 0,0726 0,0255 79.02
20 1 1 0,029 0,0681 0,0180 76.02

Perhitungan
1. Konsentrasi PVDF 10%
𝑊2 0,0172 𝑔 𝑔
𝜌𝑚𝑑 = = = 0,59
𝑉𝑚𝑑 1 𝑐𝑚 × 1 𝑐𝑚 × 0,029 𝑐𝑚 𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2 (0,0403 − 0,0165)𝑔 0,0165 𝑔
𝑉𝑇 = + = + = 0,06 𝑐𝑚3
𝜌𝑚𝑑 𝜌𝑚𝑑 0,790 𝑔/𝑐𝑚3 0,59 𝑔/𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜 × 𝑉𝑇
(0,0403 − 0,0165)𝑔
= 𝑔 × 100%
0,790 × 0,06 𝑐𝑚3
𝑐𝑚3
= 51,99%

2. Konsentrasi PVDF 12,5%


𝑊2 0,015 𝑔 𝑔
𝜌𝑚𝑑 = = = 0,75
𝑉𝑚𝑑 1 𝑐𝑚 × 1 𝑐𝑚 × 0,02 𝑐𝑚 𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2 (0,0359 − 0,0112)𝑔 0,0112 𝑔
𝑉𝑇 = + = + = 0,05 𝑐𝑚3
𝜌𝑚𝑑 𝜌𝑚𝑑 0,790 𝑔/𝑐𝑚3 0,75 𝑔/𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜 × 𝑉𝑇
(0,0359 − 0,0112)𝑔
= 𝑔 × 100%
0,790 𝑐𝑚3 × 0,05 𝑐𝑚3

= 67,68%
78

3. Konsentrasi PVDF 15%


𝑊2 0,029 𝑔 𝑔
𝜌𝑚𝑑 = = = 1,61
𝑉𝑚𝑑 1 𝑐𝑚 × 0,9 𝑐𝑚 × 0,02 𝑐𝑚 𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2 (0,0574 − 0,0123)𝑔 0,0123 𝑔
𝑉𝑇 = + = + = 0,06 𝑐𝑚3
𝜌𝑚𝑑 𝜌𝑚𝑑 0,790 𝑔/𝑐𝑚3 1.61 𝑔/𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜 × 𝑉𝑇
(0,0574 − 0,0123)𝑔
= 𝑔 × 100%
0,790 𝑐𝑚3 × 0,06 𝑐𝑚3

= 88,20%

Konsentrasi PVDF 17,5%


𝑊2 0,029 𝑔 𝑔
𝜌𝑚𝑑 = = = 1,61
𝑉𝑚𝑑 1 𝑐𝑚 × 1 𝑐𝑚 × 0,018 𝑐𝑚 𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2 (0,0726 − 0,0255)𝑔 0,0255 𝑔
𝑉𝑇 = + = + = 0,08 𝑐𝑚3
𝜌𝑚𝑑 𝜌𝑚𝑑 0,790 𝑔/𝑐𝑚3 1,61 𝑔/𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜 × 𝑉𝑇
(0,0726 − 0,0255)𝑔
= 𝑔 × 100%
0,790 𝑐𝑚3 × 0,08 𝑐𝑚3

= 79,02%

4. Konsentrasi PVDF 20%


𝑊2 0,0261 𝑔 𝑔
𝜌𝑚𝑑 = = = 0,9
𝑉𝑚𝑑 1 𝑐𝑚 × 1 𝑐𝑚 × 0,029 𝑐𝑚 𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2 (0,0681 − 0,0180)𝑔 0,0180 𝑔
𝑉𝑇 = + = + = 0,08 𝑐𝑚3
𝜌𝑚𝑑 𝜌𝑚𝑑 0,790 𝑔/𝑐𝑚3 0,9 𝑔/𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜 × 𝑉𝑇
(0,0681 − 0,0180)𝑔
= 𝑔 × 100%
0,790 × 0,08 𝑐𝑚3
𝑐𝑚3
= 76,02%
79

B. Uji Degradasi Hidrolitik


Rumus penurunan berat sampel
𝑊1 − 𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0

Konsentrasi PVDF (%) Rerata %degradasi

10 10,21 ± 1,65
12,5 36,45 ± 11,00
15 49,93 ± 12,18
17,5 16,02 ± 3,32
20 38,50 ± 7,60

Tabel Hasil Uji Degradasi Hidrolitik Membran PVDF/PVP-Selulosa pada Variasi


Konsentrasi PVDF
Konsentrasi Pengukuran Berat awal Berat akhir Degradasi
PVDF ke- (W0) (W1) hidrolitik (%)
1 0,0219 0,0193 11,87
10% 2 0,0175 0,0160 8,57 10,21
3 0,0206 0,0185 10,19
1 0,0254 0,0142 44,09
12,5% 2 0,0151 0,0115 23,84 36,45
3 0,0198 0,0116 41,41
1 0,0483 0,0218 54,86
15% 2 0,0466 0,0298 36,05 49,93
3 0,0333 0,0137 58,86
1 0,0544 0,0470 13,6
17,5% 2 0,0318 0,0255 19,81 16,02
3 0,0348 0,0297 14,65
1 0,0377 0,0263 30,24
20% 2 0,0380 0,0191 49,74 38,50
3 0,0380 0,0245 35,53
80

Perhitungan
Pengukuran pertama
Konsentrasi PVDF 10% Konsentrasi PVDF 17, 5%
𝑊1−𝑊0 𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0 𝑊0
(0,0193−0,0219)𝑔 (0,0470−0,0544)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0219 𝑔 0,0544 𝑔

= 11, 87% = 13, 6%


Konsentrasi PVDF 12, 5%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
(0,0142−0,0254)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0254 𝑔

= 44, 09% Konsentrasi PVDF 20%


Konsentrasi PVDF 15% 𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊1−𝑊0 𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% (0,0263−0,0377)𝑔
𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
(0,0218−0,0483)𝑔 0,0377 𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0483 𝑔
= 30, 24%
= 54, 86%

Pengukuran kedua (0,0298−0,0466)𝑔


𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0466 𝑔
Konsentrasi PVDF 10%
= 36, 05%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0 Konsentrasi PVDF 17, 5%
(0,0160−0,0175)𝑔 𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0175 𝑔 𝑊0

= 8, 57% (0,0255−0,0318)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0318 𝑔
Konsentrasi PVDF 12, 5%
= 19, 81%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0 Konsentrasi PVDF 20%
(0,0115−0,0151)𝑔 𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0151 𝑔 𝑊0

= 23, 84% (0,0191−0,0380)𝑔


𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0380 𝑔
Konsentrasi PVDF 15%
= 49, 74%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0

𝑊1−𝑊0
Pengukuran ketiga 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
Konsentrasi PVDF 10% (0,0185−0,0206)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0206 𝑔
81

= 10, 19% 𝑊1−𝑊0


𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
Konsentrasi PVDF 12, 5% (0,0137−0,0333)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊1−𝑊0 0,0333 𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
= 58, 86%
(0,0116−0,0198)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0198 𝑔

= 41, 41%
Konsentrasi PVDF 15%
Konsentrasi PVDF 17, 5%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
(0,0297−0,0348)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0348 𝑔

= 14, 65%
Konsentrasi PVDF 20%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
(0,0245−0,0380)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0380 𝑔

= 35, 53%
82

Anda mungkin juga menyukai