Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh sebutan Sarjana Sains Terapan (SST)
Pada Program Diploma IV
Jurusan Teknokimia Nuklir
Disusun oleh :
Sela Andriani
NIM. 011500424
Disusun oleh:
Sela Andriani
NIM. 011500424
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Sela Andriani
NIM. 011500424
Anggota Anggota
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Oleh
Sela Andriani
NIM. 011500424
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Deni Swantomo, S.ST, M.Eng Harum Azizah Darojati, ST, M.T
NIP 19820104 200604 1 002 NIP 19890420 201801 2 001
iii
HALAMAN PERNYATAAN
NIM : 011500424
PEMISAHAN OLI-AIR
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil karya saya
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh sebutan
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang
lain kecuali yang secara tertulis disebutkan sebagai sumber dalam naskah dan
Sela Andriani
NIM. 011500424
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir
ini dengan baik.
Laporan tugas akhir dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Membran
Hidrofobik PVDF/PVP-Selulosa dari Ampas Tebu dengan Metode Inversi Fasa-
Iradiasi Gamma untuk Pemisahan Oli-Air” merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (SST) dari Program Studi Teknokimia
Nuklir, Jurusan Teknokimia Nuklir, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Selama
penelitian dan penyusunan laporan ini berlangsung, penulis tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Muhammad Irfan dan Ibu Rosnida selaku orang tua yang selalu
memberikan masukan, motivasi, dukungan moril dan materiil serta semangat
kepada penulis untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab dan
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
2. Bapak Edy Giri Rachman Putra, Ph.D selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Nuklir-BATAN Yogyakarta.
3. Ibu Kartini Megasari, S.ST, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknokimia Nuklir,
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN Yogyakarta.
4. Bapak Dr. Deni Swantomo, S.ST, M.Eng selaku pembimbing I dan dosen wali
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil, saran, masukan,
bimbingan selama penelitian ini dilaksanakan.
5. Ibu Harum Azizah Darojati, ST, M.T selaku pembimbing II yang telah
memberikan semangat, saran, masukan, dan motivasi untuk menunjang hasil
penelitian yang lebih baik.
6. Bapak Sugili Putra, S.T, M.Sc selaku operator iradiator yang membantu dalam
proses iradiasi selama sintesis material.
7. Rekan satu pembimbing Mutia Sari Solikha, Mamluatul Faizah dan Winahyu
Saputri yang telah memberikan semangat, dukungan, dan pengetahuan yang
mendukung penelitian ini.
v
vi
8. Seseorang yang special, Miftakhun Naja untuk segala do’a, cinta, dukungan
dan keceriaan yang membuat penulis semakin bersemangat untuk
menyelesaikan penelitian ini.
9. Adik-adik penulis, David Romandhon dan Chelsea Meilani untuk segala
dukungan dan keceriaan yang membuat penulis semakin bersemangat untuk
menyelesaikan penelitian ini.
10. Segenap dosen Jurusan Teknokimia Nuklir yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat, juga mengajarkan penulis untuk tumbuh
menjadi manusia yang jujur dan disiplin.
11. Keluarga besar Teknokimia Nuklir 2015 untuk empat tahun penuh cerita yang
telah kita mulai, lewati, juga selesaikan bersama.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa
dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan,
baik dalam isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu segala kritik, koreksi, dan
saran membangun guna penyempurnaan laporan tugas akhir ini sangat diharapkan.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi mahasiswa STTN- BATAN
Yogyakarta.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x
BAB I...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 8
2.1.2. Membran........................................................................................... 9
2.1.4. Selulosa........................................................................................... 15
vii
viii
3.3. Alat......................................................................................................... 31
viii
ix
BAB IV ................................................................................................................. 39
PEMBAHASAN................................................................................................... 39
BAB V .................................................................................................................. 64
PENUTUP ............................................................................................................ 64
LAMPIRAN ......................................................................................................... 74
ix
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Ilustrasi reaksi ikatan silang dan degradasi pada polimer…….14
Gambar 2.2. Struktur molekul selulosa.............................. .................................15
Gambar 2.3. Struktur molekul PVDF………………………………………….18
Gambar 2.4. Struktur molekul PVP……………..…………………………….19
Gambar 2.5. Struktur molekul PLA…………………………………………...21
Gambar 2.6. Skema proses isolasi selulosa……………………………………23
Gambar 2.7. Sudut kontak dan hubungannya dengan tingkat
hidrofobisitas.........................................................................................................26
Gambar 2.8. Ilustrasi model Wanzel…………………………………………....27
Gambar 2.9. Ilustrasi model Cassie-Baxter……………………………………27
Gambar 2.10. Skema sintesis membrane hidrofobik…………………………28
Gambar 3.1. Diagram Alir Isolasi Selulosa…………. ………………………..37
Gambar 3.2. Diagram Alir Sistesis Membran PVDF/PVP-Selulosa…………. 38
Gambar 4. 1. Serbuk ampas tebu sebelum (a) dan sesudah (b) alkalisasi dalam basa
(NaOH 2%). .......................................................................................................... 39
Gambar 4. 2. Gambar mekanisme pemutusan ikatan antara lignin dengan selulosa
menggunakan NaOH 2%. ..................................................................................... 40
Gambar 4. 3. Selulosa dari ampas tebu hasil bleaching (H2O2 teknis)................. 41
Gambar 4. 4. Reaksi bleaching selulosa ............................................................... 41
Gambar 4. 5. Selulosa hasil isolasi sebelum (a) dan sesudah bleaching (b) ........ 42
Gambar 4. 6. Hasil analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam
selulosa ampas tebu metode Chesson. .................................................................. 43
Gambar 4. 7. Hasil dari pengukuran FTIR untuk ampas tebu dan selulosa ......... 44
Gambar 4. 8. Grafik kristalinitas selulosa tiap tahapan isolasi selulosa ............... 46
Gambar 4. 9. Hasil karakterisasi XRD selulosa ampas tebu ................................ 47
Gambar 4.10. Proses pembentukan membran dengan presipitasi imersi
(Wang,dkk., 2008; Wienk, dkk., 1996 ................................................................. 49
Gambar 4.11. Spektrum hasil analisis FTIR membran hidrofobik PVDF/PVP-
selulosa ................................................................................................................. 50
Gambar 4.12. Mekanisme ikatan silang PVDF-Selulosa-PLA yang diajukan
(modifikasi dari flexible and robust) .................................................................... 51
x
xi
xi
xii
ABSTRAK
Penelitian ini akan memodifikasi sifat hidrofilik selulosa menjadi hidrofobik pada
membran selulosa untuk pemisahan oli-air menggunakan polimer utama membran
polyvinylidene fluoride (PVDF) dan penambahan polimer (PVP) sebagai polimer
kedua dengan metode inversi fasa presipitasi imersi dan iradisi gamma. Campuran
air dalam bahan bakar oli dapat mengakibatkan pencemaran yang pengaruhnya
cukup besar dalam waktu jangka panjang. Penggunaan membran hidrofobik dipilih
sebagai metode pemisahan oli/air yang efektif. Membran hidrofobik disintesis
menggunakan metode inversi fasa presipitasi imersi dilanjutkan iradiasi gamma
dengan selulosa sebagai substrat, PVDF sebagai low energy modifier, PVP sebagai
zat aditif (polymeric additives) membran, dan PLA sebagai coating agent dalam
meningkatkan sifat hidrofobisitas membran. Dari penelitian yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa konsentrasi PVDF optimum untuk mendapatkan membran
dengan hidrofobisitas, karakteristik, dan pemisahan paling baik adalah konsentrasi
PVDF 15%. PVDF 15% membran dengan sudut kontak terbaik pada 145º memiliki
porositas sebesar 88,2%. Nilai degradasi hidrolitik sebesar 49,93% menghasilkan
nilai fluks 1,07 mL/m2.jam, dengan efisiensi pemisahan 91,64%.
Kata kunci : oli/air, selulosa, hidrofobik, low energy modifier, inversi fasa,
iradiasi gamma
xii
ABSTRACT
This study will describe the hydrophilic nature of cellulose to hydrophobic on
cellulose membranes to process air-oil using polymers of polyvinylidene fluoride
(PVDF) and polyvivynil pyrrolidone (PVP) with phase inversion -gamma
irradiation methods. The mixture of water in the fuel can reduce considerable
pollution in the long run. The use of hydrophobic membranes was chosen as an
effective oil / water method. The hydrophobic membrane was synthesized using the
gamma irradiation phase precipitation inversion method with cellulose as the
substrate, PVDF as a low energy modifier, PVP as a membrane additive, and PLA
as a coating agent to improve the membrane hydrophobicity properties. From the
research that has been done, the optimal PVDF concentration is obtained to obtain
a membrane with hydrophobicity, characteristics, and the best composition is 15%
PVDF concentration. PVDF 15% membrane with the best contact angle at 145º
has porosity of 88.2%. The hydrolytic degradation value of 49.93% produces a flux
value of 1.07 mL / m2.hour, with an acquisition efficiency of 91.64%.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dimilikinya. Sumber daya
alam yang meliputi sumber daya alam hayati maupun non hayati dan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Sumber daya alam adalah lingkungan alam (environment) yang
memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia (Rita, 2010). Laut merupakan
suatu ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman
sumber daya hayati yang dimanfaatkan untuk manusia. Sebagaimana diketahui
bahwa 70% permukaan bumi di dominasi oleh perairan atau lautan. Kehidupan
manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, sehingga manusia harus
menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya. Berbagai jenis sumber daya yang terdapat di laut, seperti berbagai jenis
ikan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, mineral, minyak bumi, dan berbagai
jenis bahan tambang yang terdapat di dalamnya. Lautan juga menerima bahan-
bahan yang terbawa oleh air yang mengakibatkan pencemaran itu terjadi,
diantaranya dari limbah rumah tangga, sampah, buangan dari kapal, dan tumpahan
minyak dari kapal tanker. Namun, pencemaran yang sering terjadi adalah
tumpahan minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai, maupun
akibat kecelakaan kapal.
1
2
(Mukhstasor, 2007). Oleh sebab itu, emulsi minyak dalam air ini harus diolah
sebelum akhirnya dibuang atau digunakan lagi melalui proses daur ulang
(Situmorang, R. F., 2016).
packaging, dan produk turunannya, yaitu glukosa, selulosa asetat, alkohol, dan
lain- lain (Khalil et al., 2014). Studi mengenai serat selulosa tumbuhan untuk
berbagai aplikasi secara luas telah dilakukan karena sifatnya yang mudah
didegradasi, alami, dan ramah lingkungan. Proses yang mudah, biaya murah,
konsumsi energi rendah, bobot yang ringan, kekuatan spesifik yang sangat baik,
tidak berbahaya bagi lingkungan serta dapat diperbaharui dan didaur ulang
menghasilkan minat yang besar di kalangan peneliti dibandingkan dengan serat
sintetis konvensional (Saurabh et al., 2016). Salah satu tanaman yang mengandung
selulosa adalah ampas tebu. Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa bagian batang
tebu dalam proses ekstraksi tebu yang memiliki kadar air berkisar 46-52%, kadar
serat 43-52% dan padatan terlarut sekitar 2-6%. Serat ampas tebu terdiri dari
selulosa, pentosan, dan lignin. Komposisi ketiga komponen bisa bervariasi pada
varitas tebu yang berbeda (Andriyanti.W, et al., 2012). Selama ini, pemanfaatan
ampas tebu belum optimal, hanya terbatas untuk pakan ternak, bahan baku
pembuatan pulp dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Nilai ekonomi yang
diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih terbilang rendah (Zulharmita et al,
2012). Ampas tebu dapat bernilai lebih menjadi sesuatu yang bermanfaat, bernilai
ekonomi tinggi, serta ikut dalam pelestarian lingkungan dengan menghasilkan
membran selulosa yang ramah lingkungan dengan mengurangi jumlah limbah
ampas tebu.
Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam,
melainkan selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa.
Struktur kimia selulosa sebagian besar hampir mengandung gugus hidroksil (-OH)
yang dapat menyebabkan ikatan hidrogen jika berinteraksi dengan molekul air atau
sering disebut suka dengan air atau hidrofilik (Teisala, dkk, 2014). Sifat hidrofilik
ini menghasilkan kelembaban yang cukup tinggi jika terkena air dan sudut kontak
airnya sangat rendah sekitar 20-30°. Akibat yang ditimbulkan adalah kekuatan
mekanik serta kekakuan dari polimer selulosa menurun sehingga membatasi
penggunaan selulosa dalam berbagai bidang. Hidrofilisitas selulosa dapat
dimodifikasi dengan mengganti gugus hidroksil dengan gugus fungsi yang
berbeda. Salah satu modifikasi yang dilakukan adalah mengganti gugus fungsi -
OH dengan menggunakan polimer yang memiliki energi permukaan rendah,
4
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Minyak pelumas (oli)
Pelumas adalah zat kimia yang umunya cairan dan diberikan di antara dua
benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Zat ini merupakan fraksi hasil
destilasi minyak bumi yang memiliki suhu (105- 135) ºC. Pada umumnya, pelumas
terdiri dari 90% minyak dasar dan 10% zat tambahan. Salah satu penggunaan
pelumas paling utama adalah oli mesin yang dipakai pada mesin pembakaran alam
(Munawar Ali, 2012).
Kandungan senyawa hidrokarbon dalam minyak dapat diklasifikasikan
sebagai hidrokarbon alifatik, sikloalkana, hidrokarbon aromatik, dan hidrokarbon
poli-aromatik. Pencemaran minyak pelumas (oli) dipengaruhi oleh karakteristik
pencemarnya sebagai berikut.
a. Vapor Pressure: Kemampuan minyak untuk menguap.
b. Water Solubility: Kemampuan minyak untuk melarut dapat dilihat dari nilai
kelarutan.
2.1.2. Membran
Membran merupakan sebuah penghalang selektif antara dua fasa, yang
memiliki kemampuan untuk memindahkan suatu komponen dari campuran umpan
sehingga pemisahan dapat tercapai (Wenten, I G. dkk. 2015). Proses pemisahan
tersebut dapat terjadi karena adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan
yang dapat berupa beda tekanan (ΔP), beda konsentrasi (ΔC), beda potensial (ΔE),
dan beda temperatur (ΔT) serta selektifitas membran yang dinyatakan dengan
10
rejeksi (R). Hasil pemisahan berupa permeat (bagian dari campuran yang melewati
membran) (Mulder, 1996). Untuk dapat digunakan dengan baik, membran harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Memiliki fluks dan rejeksi yang tinggi
b. Memiliki sifat mekanik yang baik
c. Memiliki sifat resisten yang tinggi terhadap fouling
d. Memiliki sifat resisten yang tinggi terhadap klorin
e. Biaya pembuatan yang rendah, dan
f. Dapat dirancang dalam modul dengan luas permukaan yang tinggi
(Arahman, 2012).
a. Membran berpori
Membran jenis ini memiliki ruang terbuka atau pori dan terdapat tiga
macam jenis membran berpori yaitu mikropori, mesopore, dan makropori.
Pemisahan menggunakan membran ini dilakukan berdasarkan ukuran pori.
b. Membran non-pori
Membran non-pori dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan
ukuran yang sama baik, baik gas maupun cairan. Membran non-pori berupa lapisan
tipis dengan ukuran pori kurang dari 0,001 μm dan kerapatan pori rendah.
Membran ini dapat memisahkan spesi yang memiliki ukuran sangat kecil yang
tidak dapat dipisahkan oleh membran berpori (Rahmayanti, 2016). Mekanisme
pemisahan ditentukan oleh mekanisme solusi-difusi. Pertama komponen yang
ingin dipisahkan larut ke dalam membran kemudian berdifusi melewati membran
dengan gaya dorong (Aspiyanto, no date).
c. Membran Pembawa (Carrier membrane)
Mekanisme perpindahan massa pada membran jenis ini tidak ditentukan
oleh membran (atau material dari membran) tetapi ditentukan oleh molekul
pembawa yang memudahkan perpindahan terjadi. Selektivitas terhadap suatu
komponen sangat tergantung pada sifat molekul carrier. Komponen yang akan
dipisahkan dapat berupa gas atau cairan, ionik atau non-ionik (Rahmayanti, 2016).
b. Ultrafiltrasi
12
+
+
+
Reaksi ikatan silang Reaksi degradasi
ikatan silang (crosslinking) baru terjadi pada dosis 200 kGy yang menunjukkan
bahwa dibutuhkan energi yang lebih besar agar ikatan silang terjadi pada pulp.
2.1.4. Selulosa
Selulosa senyawa organik dengan rumus (C6H10O5) n adalah polimer
glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik.
Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut.
Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam,
biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau
lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).
Selulosa mempunyai sifat antara lain berwarna putih, berserat, tidak larut dalam
air dan pelarut organic, serta mempunyai kuat tarik yang tinggi. Dalam kondisi
asam yang kuat dan konsentrasi alcohol yang berlebih akan terjadi reaksi
eterifikasi selulosa , yaitu reaksi antara selulosa dengan alkohol membentuk
eter.
Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan
amorf serta pembentukan mikrofibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat
selulosa. Di dalam molekul selulosa, monomer-monomernya tersusun secara linier
sedangkan diantara pita-pita satuan polimernya tersusun secara paralel
(Riswiyanto, 2009). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.
Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan
melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß-
1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk
fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan
16
707 °F (375 °C). Pembentukan struktur molekul PVDF dapat dilihat pada Gambar
2.3 berikut.
Saat ini banyak industri yang memanfaatkan PVDF seperti industri pada
bidang pengolahan kimia, kesehatan dan farmasi, penanganan limbah nuklir,
pengelolaan air limbah, dan lain- lain.
PVDF juga merupakan polimer semi kristalin yang baik untuk pemisahan
membran karena mudah membentuk struktur mikro, memiliki sifat mekanik dan
stabilitas kimia yang sangat baik (Zhang dkk. 2012). Pada sintesis membran, PVDF
umumnya berperan sebagai low energy modifier karena memiliki energi
permukaan yang rendah yaitu sebesar 30.3 x 103 N/m. Misalnya pada penelitian
yang dilakukan oleh Zhou dan Wu (Zhou dan Wu, 2015) yang mencoba
mensintesis membran PVDF berserat untuk pemisahan minyak/air. Berdasar
percobaan ini berhasil diperoleh membran dengan sudut kontak air mencapai 153°
dan sudut kontak minyak 0°.
Selain energi permukaan yang rendah, penambahan PVDF juga dapat
berpengaruh pada sifat mekanik. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian yang
dilakukan Zhang dkk (2012). Film PVDF- selulosa yang dibuat dalam penelitian
ini mengalami peningkatan sifat mekanik pada kosentrasi PVDF <20% (Zhang
dkk. 2012). Hal ini karena pada konsentrasi ≥20% ukuran PVDF fasa dispersi yang
terus meningkat dan terbentuknya pori pada film.
baik hidrofobik dan hidrofilik. PVP merupakan biomaterial yang dapat digunakan
pada bidang kesehatan dan industri seperti membran, kertas, keramik, pelapisan
dan tinta, fiber, dan tekstil (Zhi, 2013).
PVP sering dikenal dengan polyvidone atau povidone yang termasuk dalam
polimer sintetik dengan kelompok linier 1-vinil 2-pirolidon. Material ini memiliki
bentuk fisik berwarna putih, tidak berbau, dan bersifat higroskopis. Senyawa ini
dapat dilarutkan menggunakan asam-asam, kloroform, etanol (95%), keton,
metanol, dan air. PVP memiliki titik leleh sebesar 150°C (Rowe, 2008). Polimer
ini memiliki rantai karbon yang mengandung gugus amin pada bagian samping dan
memiliki struktur poli-N-vinilamid yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah
ini.
hidrolisis. Selain itu, polimer ini juga bersifat biokompatibel, yaitu dapat
terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. Polimer ini
dapat dibuat dari bahan baku seperti jagung, gula, gandum, dan bahan-bahan yang
mengandung pati dalam jumlah banyak. PLA tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana (Alger, 1989; &
Robani, 2004).
PLA banyak digunakan untuk kepentingan biomedikal seperti surgical
implant, enkapsulasi obat, benang bedah, penyembuhan patah tulang, dan
regenerasi jaringan tubuh (BaleY-om et al., 2002; Zang et al., 2002; & Radano et
al., 2000). Selain itu, PLA dapat dimanfaatkan sebagai penyalut, serat, film, dan
bahan pengemas (Drumright et al., 2000). PLA banyak dicari oleh industri karena
memiliki sifat mekanik yang baik, tidak beracun dan ramah lingkungan.
PLA bersifat elastis yang sering ditambahkan sebagai bahan plasticizer
dalam plastik. Selain elastis dan ramah lingkungan, PLA juga merupakan polimer
yang hidrofobik sehingga banyak dimanfaatkan sebagai material kemasan. Studi
yang dilakukan oleh Preechawong menunjukkan bahwa penambahan PLA dapat
menurunkan penyerapan kelembaban sekaligus meningkatkan kekuatan mekanik.
PLA mempunyai titik leleh yang tinggi (sekitar 175 ºC) dan dapat dibuat menjadi
lembaran film yang transparan. Sifat fisik dan mekanis PLA dapat berkurang
apabila dicampur dengan polimer lain yang memiliki sifat fisik dan mekanis yang
lebih rendah (Rosida, 2007). Sifat fisik PLA disajikan dalam Tabel 2.4.
Pada saat suhu reaksi yang tinggi, ion-ion hidronium tersebut akan
menembus daerah amorf dan akan membelah bagian glikosidik dari selulosa,
sehingga dihasilkan segmen-segmen individual kristal selulosa (Kengkhetkit dan
23
dan polyesters alifatik. Terakhir, kelompok yang sensitive terhadap radiasi polieter
alifatik, polisulfon alifatik dan polimer yang mengandung ikatan C – Cl. Pada
kelompok ini perubahan dosis yang kecil dapat menciptakan perubahan besar
dalam struktur molekulnya.
Selulosa merupakan salah satu bentuk polimer yang ada di alam. Polimer
seperti D-glukosa, selulosa dan turunannya, kitin & kitosan merupakan polimer
yang terdegradasi oleh radiasi dalam larutan encer terlepas dari konformasi dan
strukturnya. Hal ini karena konsentrasi polimer yang rendah sehingga rantai
polimer tidak cukup padat untuk melakukan rekombinasi. Selain
itu, ikatan glikosidik putus disebabkan oleh transformasi radikal yang terjadi
cukup cepat (Deeble, D.J. dkk. 1990). Transformasi radikal ini yang menyebabkan
perubahan dalam struktur kimia termasuk degradasi (Zegota, H. dan Von Sonntag,
C., 1977). Beberapa polisakarida seperti α D-glukosa (Phillips, G.O. dan Baugh,
P., 1963), selulosa dan turunannya (Fei, B. dkk. 2000), amilosa dan pati (Phillips,
G.O. dan Young, M., 1966), dan kitin serta kitosan (Wasikiewicz, 2005) telah
diteliti mengalami degradasi ketika dalam fase padat.
molekul cairan sehingga membuat molekul cairan tetap bertahan dalam bentuk
tetesan.
Pembuatan permukaan hidrofobik dengan energi permukaan yang rendah
dapat dicapai dengan memilih bahan polimer yang memiliki energi permukaan
rendah disajikan dalam Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2. 4. Material membran polimerik dan energi permukaannya
model Young, model Wanzel, dan model Cassie-Baxter yang dijelaskan lebih lanjut
pada sub bab berikutnya. Peningkatan kekasaran permukaan juga diharapkan
terjadi melalui iradiasi gamma sehingga dapat terbentuk membran hidrofobik.
Cassie-Baxter mengusulkan model yang lain lagi. Pada model ini terdapat
udara yang terjebak pada saat air diteteskan ke permukaan sehingga droplet air
tidak akan melekat seperti pada model Wanzel. Dengan kata lain, sudut kontak
pada permukaan heterogen (berpori) menurun dengan peningkatan bagian
permukaan terbasahi (Wenten, 2015).
PVDF, PVP
Substrat selulosa
Pengkasaran
permukaan dengan
iradiasi
Gambar 2. 70. Skema sintesis membran hidofobik (adaptasi Cheng dkk. 2017)
30
2.3. Hipotesis
1. Membran hidrofobik dapat disintesis dari selulosa sebagai substrat, PVDF
sebagai low energy modifier, PVP sebagai zat aditif sekaligus sebagai low
energy modifier, dan PLA sebagai coating agent.
2. Penambahan PVP dapat memperbaiki sifat hidrofobisitas dan mekanik
membran.
3. Semakin tinggi konsentrasi PVDF yang ditambahkan semakin tinggi tingkat
hidrofobisitas membran.
4. Semakin tinggi penambahan PVP semakin baik sifat mekanik membran.
5. Penggunaan iradiasi gamma dapat menambah sifat hidrofobisitas membran
melalui pengkasaran permukaan, mereduksi selulosa menjadi berukuran nano.
6. Penggunaan PVDF, PVP, dan iradiasi dapat meningkatkan kinerja membran
hidrofobik PVDF/PVP-selulosa untuk pemisahan oli/air.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu,
aquadest, NaOH 2%, HCl 1 M, H2O2 teknis, cupriethylendiamine, H2SO4 1N,
H2SO4 pekat, etanol teknis 70%, PVDF (polyvinylidene fluoride), DMAc (N,N-
Dimethylacetamide), PVP (polyvinylpyrrolidone), PLA (polylactic acid), larutan
buffer fosfat, dan minyak pelumas (oli).
3.3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Peralatan gelas kimia
b. Neraca analitik
c. Kompor listrik dan stirrer
d. Kertas saring whatman (no. 42)
e. Kertas pH indikator universal
f. Pompa vakum
g. Kondensor
h. Termometer
i. Oven
j. Lemari asam
k. Fasilitas irradiator gamma
l. Furnace
m. Mikroskop dino-lite
n. Cetakan kaca
o. Viscometer Ostwald
31
32
C. Analisis kandungan selulosa dan lignin ampas tebu dengan metode Chesson
1. Satu gram sampel kering ampas tebu (berat a) ditambahkan 150 mL H2O
dan direfluk pada suhu 100˚C selama 30 menit.
2. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas (Tbair 100˚C) sebanyak
300 mL.
3. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai beratnya konstan dan
kemudian ditimbang (berat b).
4. Residu ditambah 150 mL H2SO4 1 N, kemudian direfluk selama 30 menit
pada suhu 100˚C.
5. Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral dan residunya dikeringkan
hingga beratnya konstan. Berat ditimbang (berat c).
6. Residu kering ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat dan direndam pada suhu
kamar selama 15 menit.
7. Ditambahkan 150 mL H2SO4 1 N dan direfluk pada suhu 100˚C selama 1
jam pada pendingin balik.
8. Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai netral (400 mL).
9. Residu kemudian dipanaskan dengan oven dengan suhu 105˚C sampai
beratnya konstan dan ditimbang (berat d).
10. Residu kering difurnace pada suhu 575±25 ˚C selama 5 menit dan
ditimbang (berat e).
Perhitungan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin menggunakan rumus
sebagai berikut.
(𝑐−𝑑)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100% pers. 3.1
𝑎
(𝑑−𝑒)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100% Pers 3.2
𝑎
(𝑏−𝑐)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100% Pers 3.3
𝑎
G. Pengukuran porositas
Cara yang yaitu dengan merendam membran dalam ethanol selama 24 jam
pada suhu kamar, kemudian membran ditimbang. Setelah itu membran dikeringkan
dalam oven pada suhu 80℃ selama 15 menit sampai benar-benar kering
35
dimana
𝑊1−𝑊2 𝑊2
𝑉𝑇 = + 𝜌𝑚𝑑 Pers 3.5
𝜌𝑜𝑟
Keterangan :
W1 = berat basah membran (g)
W2 = berat kering membran (g)
ρor = densitas organik (etanol) = 0,790 g/cm3
VT = volume membran basah (cm3)
ρmd = densitas membran kering (g/cm3)
𝑊1 −𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% Pers 3.6
𝑊0
kecil sementara air akan jatuh ke gelas beker besar. Berat oli sebelum (Wb) dan
setelah (Wa) pemisahan ditentukan untuk menunjukkan efisiensi pemisahan (SE)
sesuai dengan persamaan berikut.
𝑊
𝑆𝐸 = 𝑊𝑎 × 100% Pers 3.7
𝑏
Mulai
1 2
Ampas tebu
Ditimbang Dikeringkan dengan
dipotong kecil-kecil
sebanyak 50 g oven pada T=80°C
dan direfluks 30 menit.
Selulosa
digiling hingga Dikeringkan dalam
halus seluruhnya. oven pada T=100ºC ampas tebu
hingga berat konstan.
Mulai 1
Selesai
BAB IV
PEMBAHASAN
(a) (b)
Gambar 4. 1. Serbuk ampas tebu sebelum (a) dan sesudah (b) alkalisasi dalam
basa (NaOH 2%).
Peningkatan kadar selulosa dan penurunan jumlah lignin serta hemiselulosa setelah
proses alkalisasi ini terjadi karena reaksi NaOH dengan selulosa. Larutan NaOH
akan terdisosiasi menjadi ion OH- dan ion Na+. Ion OH- yang terbentuk berperan
dalam pemutusan ikatan pada struktur dasar lignin seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.2, sedangkan ion Na+ akan berikatan dengan lignin membentuk garam
fenolat. Garam ini bersifat mudah larut sehingga mengubah warna larutan menjadi
berwarna hitam. Oleh karena itu setelah proses alkalisasi selesai perlu dilakukan
penyaringan dan pencucian residu untuk menyingkirkan sisa larutan yang masih
menempel (Zely, 2014; Aditama dan Ardhyananta, 2017). Mekanisme pemutusan
ikatan antara lignin dengan selulosa seperti pada Gambar 4.2 berikut.
Bagian rantai selulosa yang tersisa dari proses ini adalah senyawa yang
disebut α-selulosa (pulp). Proses alkalisasi dengan pemasakan soda
memungkinkan terjadinya degradasi selulosa. Produk pulp yang dihasilkan
umumnya berwarna putih, namun pada penelitian ini berwarna cokelat kehitaman,
hal ini kemungkinan masih terdapat sisa lignin hasil depolimerisasi. Sisa kromofor
ini dapat dihilangkan dengan proses bleaching (pemutihan).
Proses bleaching dengan H2O2 bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin
dalam pulp. Pada proses bleaching lignin akan terdegradasi dan terlarut melalui
reaksi oksidatif. Hidrogen peroksida bereaksi optimum dalam kondisi basa karena
asam peroksida akan terdisosiasi menjadi anion hidroperoksida dan bereaksi
dengan H2O2 menghasilkan radikal •O dan •O2‾ yang merupakan spesi aktif
delignifikasi. Anion ini akan menyerang gugus etilena dan gugus karbonil dari
41
.
42
(a) (b)
Gambar 4. 5. Selulosa hasil isolasi sebelum (a) dan sesudah bleaching (b)
90
81
80
71.29
70
60
50
40
37.96
30 22.22
20.37 20.79
20
10.7
10 2.97 4
0
Raw material Pulping Bleaching
Selain data kuantitatif yang diperoleh pada hasil sintesis selulosa, analisis
gugus fungsi secara kualitatif pada selulosa juga dilakukan dengan
menginterpretasikan puncak- puncak serapan dari spektrum FTIR (Fourier
Transform Infrared). Isolasi selulosa terdiri dari tiga tahapan proses kimia seperti
yang disebutkan diatas, yaitu alkalisasi (penghilangan lignin, dan hemiselulosa),
bleaching (proses pengikisan yang menyebabkan perubahan warna serat), serta
hidrolisis (pemecahan ikatan hidrogen). Untuk mengetahui apakah lignin dan
hemiselulosa sudah berhasilkan dihilangkan adalah dengan melakukan pengujian
dengan menggunakan FTIR. Hasil dari pengukuran FTIR untuk ampas tebu dan
selulosa ditunjukkan pada Gambar 4.7. Interpretasi spektrum dapat dilihat pada
Tabel 1 seperti berikut.
44
Transmitance (%)
Gambar 4. 7. Hasil dari pengukuran FTIR untuk ampas tebu dan selulosa
Berdasar Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa ada tiga (3) peak yang terdapat
pada raw material ampas tebu, tetapi tidak terdapat pada selulosa setelah proses
hidrolisis, yaitu pada bilangan gelombang 1249,87 cm-1 yang menunjukkan adanya
vibrasi C-O bending untuk aryl grup pada lignin, bilangan gelombang 1512,19 cm-
1
menunjukkan adanya C=C cincin aromatik yang terdapat pada lignin. Bilangan
gelombang 1735,93 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksilat pada
hemiselulosa dan lignin. Berdasar ketiga peak tersebut dapat disimpulkan bahwa
selulosa yang dihasilkan sudah bebas dari lignin dan hemiselulosa.
Berdasarkan hasil FTIR selulosa, dapat dilihat bahwa pada bilangan
gelombang 3356,14 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi –OH stretching pada grup
hidroksil selulosa menunjukkan bahwa selulosa bersifat hidrofilik, bilangan
gelombang 2900,94 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi –CH stretching dan
45
hidrolisis C=C dan C-O-C sudah hilang, karena kedua gugus ini berada dalam
lignin. Perlakuan hidrolisis menunjukkan penurunan gugus -OH karena pemutusan
ikatan hidrogen dalam selulosa.
Selain karakterisasi dengan FTIR, penelitian ini juga dilakukan
karakterisasi dengan XRD yang bertujuan untuk mengetahui struktur kristal dari
selulosa ampas tebu. Kristalinitas selulosa dapat dilihat dari puncak 2θ=22º dan
18º yang menunjukkan ikatan hidrogen intra dan inter molekuler. Hasil analisis
menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas pada ampas tebu dari 57, 56%
menjadi 78,72% setelah proses alkalisasi dilakukan. Namun persentase ini
menurun setelah proses bleaching dilakukan. Hal ini karena meningkatnya kembali
kandungan lignin dalam sampel. Lignin merupakan polimer amorf sehingga
peningkatan kandungan lignin akan menaikkan persen amorf dan menurunkan
persen kristalinitas pada sampel. Setelah proses hidrolisis dilakukan persen
kristalinitas kembali meningkat. Hasil ini sesuai dengan perhitungan yang
dilakukan pada analisis Chesson dan FTIR yang menunjukkan peningkatan
kandungan selulosa dalam sampel. Hasil karakterisasi XRD untuk kristalinitas
selulosa untuk masing- masing tahapan proses isolasi selulosa ditunjukkan pada
Gambar 4.8 seperti berikut.
100
90
80
Kristalinitas Selulosa (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
Raw Material Pulping Bleaching Hidrolisis
Puncak difraksi terletak pada sudut sekitar 2θ =22˚ dan intensitas yang
tersebar oleh daerah amorf diukur pada sudut difraksi sekitar 2θ =16˚dapat dilihat
pada Gambar 4.9 hasil karakterisasi XRD seperti berikut.
Rantai selulosa mengandung gugus -OH yang dapat mengikat air atau
sering disebut dengan hidrofilik. Setelah melalui proses isolasi selulosa gugus
lignin semakin hilang ditandai dengan adanya gugus -OH yang semakin ramping.
Hidrolisis dengan asam terjadi pemutusan atau pemecahan ikatan hidrogen
sehingga ukurannya tereduksi. Gugus –OH yang dimiliki semakin ramping dan
semakin hidrofobik dengan nilai kristalinitas 85, 25%. Hal ini menandakan juga
bahwa gugus lignin pada selulosa telah hilang. Dari ketiga analisis tersebut dapat
diketahui bahwa delignifikasi atau penghilangan lignin dan hemiselulosa berhasil
dilakukan melalui proses alkalisasi, bleaching dan hidrolisis.
Dari spektrum FTIR yang dihasilkan dapat terlihat bahwa masih terdapat
serapan pada bilangan gelombang 3400 cm-1 yang menandakan bahwa masih
terdapat gugus -OH stretching pada grup hidroksil selulosa menunjukkan bahwa
selulosa bersifat hidrofilik,. Meskipun demikian, serapan ini berkurang jika
dibandingkan dengan serapan pada hasil hidrolisis. Hal ini menunjukkan
pengurangan gugus -OH karena berikatan dengan PVDF dan PLA. Gugus -OH
merupakan gugus hidrofilik sehingga penurunan gugus ini akan mengurangi sifat
hidrofilik sekaligus menambah hidrofobisitas membran.
Serapan lain yang diamati pada spektrum ini adalah serapan pada kisaran
bilangan gelombang 1180 dan 1400 cm-1 yang merupakan ikatan C-F dan C=C
peregangan karakteristik pada PVDF dan serapan pada kisaran bilangan
gelombang 1750 cm-1 dan 1080 cm-1 yang merupakan serapan PLA (Silitonga, dkk,
2018). Selulosa hidrofilik berubah menjadi selulosa hidrofobik disebabkan karena
51
ikatan fluorokarbon, seperti –F, –CF, –CF2 dan –CF3 dengan molekul hidrokarbon
yang ada pada polimer selulosa (Samanta dkk, 2016).
Dalam spektrum yang dtiunjukkan pada gambar juga terlihat adanya
serapan pada kisaran bilangan gelombang 1750 cm-1 dan 1080 cm-1 yang
merupakan serapan PLA. Bilangan 1750 cm-1 menunjukkan ikatan C=O
peregangan sedangkan 1080 cm-1 adalah C-O-C peregangan (Bergel, da Luz and
Santana, 2018). Iradiasi dalam penelitian ini berfungsi sebagai media pengikat
silang antara PVDF-PLA-selulosa. Hal ini karena kompatibilitas yang rendah
antara selulosa yang bersifat hidrofilik dengan dua material lainnya yang bersifat
hidrofobik sehingga diperlukan modifikasi agar terjadi tautan silang (Andinie,
2013).
Mekanisme ikatan silang PVDF-Selulosa-PLA yang diajukan (modifikasi
dari flexible and robust) Gambar 4.12 berikut.
PVDF 15%
PVDF 12,5%
PVDF 20%
PVDF 17,5%
Gambar 4. 14. Ilustrasi pengukuran contact angle tetesan air pada permukaan
membran dengan mikroskop dino-lite.
120
100
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi PVDF (%)
120
100 10
80 12.5
60 15
40 17.5
20 20
0
0 1 2 3 4 5
Waktu Perendaman (perhari)
100
80
70
60
50
40
10 12.5 15 17.5 20
PVDF 10%, 12,5%, 15%, 17,5% dan 20% disebabkan karena jumlah PVDF yang
semakin banyak di dalam membran yang mengakibatkan volume ruang kosong
dalam membran berkurang. Seperti telah diketahui bahwa porositas merupakan
perbandingan volume pori atau volume ruang kosong terhadap volume total
membran yang berarti bahwa ketika volume ruang kosong menurun maka persen
porositas akan meningkat. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zhang dkk (2012) yang menyebutkan bahwa ketika konsentrasi
PVDF di dalam matriks <20%, PVDF terdispersi secara nano sehingga
peningkatan konsentrasi PVDF akan mengurangi pori yang terbentuk. Namun pada
konsentrasi PVDF >50%, PVDF akan membentuk fase kontinu dengan pori
sehingga peningkatan konsentrasi PVDF akan meningkatkan ukuran pori (Zhang,
X., dkk. 2012). Dalam penelitian ini, peningkatan porositas terjadi pada PVDF
15% yang dimungkinkan terjadi karena PVDF telah membentuk fase kontinu pada
konsentrasi ini.
Pengujian degradasi hidrolitik turut dilakukan terhadap membran untuk
mengetahui biodegradasi membran yang telah dihasilkan. Sampel pada berbagai
variasi konsentrasi PVDF diujikan dan terlihat bahwa variasi konsentrasi PVDF
berpengaruh terhadap degradasi membran seperti Gambar 4.18 berikut.
60
60
50
40
30
20
10
0
10 12.5 15 17.5 20
Konsentrasi PVDF (%)
1.5
1.3
Fluks (mL/cm2 jam)
1.1
0.9
0.7
0.5
0.3
0.1
-0.3
Konsentrasi PVDF (%)
Hasil uji porositas tidak jauh berbeda dengan data hasil pengukuran fluks.
Dimana fluks mengalami penurunan dari 1,07 mL/cm2.jam pada PVDF 15%
62
menjadi 0,06 mL/cm2.jam pada PVDF 17,5% dan kembali meningkat pada PVDF
20%. Secara teori, semakin tinggi porositas maka semakin tinggi fluks yang
diperoleh dalam penelitian ini pada konsentrasi PVDF 15% memiliki nilai
porositas dan nilai fluks paling tinggi dibandingkan dengan membran lainnya. Hal
ini berarti membran dalam kondisi konstan dan paling bagus pada saat konsentrasi
PVDF 15% yaitu kurang dari 20% dengan efisiensi pemisahan tertinggi sebesar
91, 64%. Penambahan PVDF yang bersifat hidrofobik meningkatkan
hidrofobisitas permukaan membran berbasis PVDF. Semakin tinggi konsentrasi
PVDF yang ditambahkan, maka semakin hidrofobik permukaan membran dan
semakin tinggi efisiensi pemisahan yang dapat dilihat pada Gambar 4.20 seperti
berikut.
120
100
Efisiensi Pemisahan (%)
80
60
40
20
0
10 12.5 15 17.5 20
Konsentrasi PVDF (%)
membran ke sisi permeat dan menyebabkan laju fluks menurun dengan efisiensi
pemisahan yang rendah yaitu saat konsentrasi PVDF 17,5% dan juga 20%. Hal ini
berarti puncak optimum prmbuatan membran hidrofobik pada konsentrasi 15%
dengan efisiensi pemisahan sebesar 91,64%. Faktor kedua adalah adanya
perubahan morfologi membran dengan penambahan PVDF. sifat membran yang
hidrofobik, sehingga air sulit berdifusi melalui pori membran. Sifat hidrofobik dan
hidrofilik inilah yang memiliki pengaruh besar terhadap efisiensi pemisahan. Saat
tersebut masih bersifat hidroflik, air dapat dengan mudah masuk ke dalam dan
sebaliknya minyak, yang bersifat non polar akan lebih sulit masuk sehingga
menurunkan efisiensi pemisahan.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Peningkatan konsentrasi PVDF sampai dengan 15% menyebabkan contact
angle tetesan air pada permukaan membran menjadi semakin besar yang
menandakan bahwa energi permukaan semakin rendah (hidrofobik). Namun
jika konsentrasi PVDF dinaikkan di atas 15% maka contact angle semakin
kecil, karena energi permukaan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi dapat
merusak struktur membran yang terbentuk.
2. Membran hidrofobik PVDF/PVP-selulosa berhasil disintesis dengan metode
hidrolisis iradiasi gamma dibuktikan dengan hasil analisis FTIR Hasil analisis
FTIR menunjukkan berkurangnya gugus O-H, munculnya ikatan C-F dan C=C
yang merupakan PVDF termodifikasi .
3. Hidrofobisitas optimum tercapai pada konsentrasi PVDF 15% dengan sudut
kontak air sebesar 145º.
4. Kinerja membran PVDF/PVP-selulosa paling baik terdapat pada konsentrasi
PVDF 15% dengan sudut kontak air sebesar 145º, nilai fluks sebesar 1,07
mL/cm2 jam dan efisiensi pemisahan sebesar 91,64%.
64
65
5.2. Saran
1. Diperlukan variasi pada dosis iradiasi dan konsentrasi PVP yang digunakan
sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap sifat mekanik dan unjuk kerja
membran.
2. Diperlukan variasi bak koagulasi dan nonsolvent sehingga dapat diketahui
pengaruhnya terhadap poroitas, karakteristik, serta kinerja membran.
3. Diperlukan analisis FTIR menggunakan software sehingga dapat diketahui
gugus fungsi yang terbentuk pada membrane hidrofobik yang telah disintesis.
4. Diperlukan analisis lebih lanjut dengan XRD untuk melihat perubahan struktur
kristalinitas PVDF/PVP-selulosa setelah penambahan variasi PVP.
RENCANA JADWAL KERJA PENELITIAN
DAN PENYUSUNAN TUGAS AKHIR
Adapun rencana jadwal penelitian “Pembuatan dan Karakterisasi Membran Superhidrofobik PVP-Selulosa dari Ampas Tebu dengan
Iradiasi Gamma untuk Pemisahan Minyak- Air” adalah sebagai berikut:
Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Studi Literatur
Uji Pendahuluan
Isolasi Selulosa
(ampas tebu)
Sintesis Membran
Iradiasi gamma
Pengujian dan
Karakterisasi
Pengolahan data
Penyusunan
laporan
66
67
DAFTAR PUSTAKA
Alfarizi, M.K., dan Mahbub, A., (2018), “Lima Tragedi Tumpahan Minyak
Terbesar, Ribuan Ekosistem Laut Mati”, TEMPO.CO, Jakarta.
Bi, H. C., Xie, X., Yin, K. B., Zhou, Y. L., Wan, S., He, L. B., Xu, F., Banhart, F.,
Sun, L. T., & Ruoff, R. S., (2012), “Spongy graphene as a highly efficient and
recyclable sorbent for oils and organic solvents”, Advanced Functional Materials,
22(21), 4421-4425.
Christina, M., (2009), Buku Ajar Kimia Radiasi dan Percobaan- percobaannya:
STTN-BATAN, Yogyakarta.
Chu, Z. L., Feng, Y. J., Seeger, S., (2015), “Oil/water separation with selective
Super anti wetting/ superwetting surface materials”, Angewandte Chemie
International Edition, 54(8), 2328-2338.
Cleland, M.R., Parks, L.A., & Cheng, S. (2003). Applications for radiation
processing of materials. Nucl. Instrum. Meth. Phys. Res. B, 208, 66-73. DOI:
10.1016/ S0168-583X(03)00655-4.
Eid, M.; Abdel-Ghaffar, M.A.; Dessouki, A.M. Effect of maleic acid content on
the thermal stability, swelling behaviour and network structure of gelatin-based
hydrogels prepared by gamma irradiation. Nucl. Instrum. Methods Phys. Res. Sect.
B Beam Interact. Mater. Atoms 2009, 267, 91–98.
Fan, G., M. Wang, C. Liao, T. Fang, J. Li, & R. Zhou., (2013), Isolation of cellulose
from rice straw and its conversion into cellulose acetate catalyzed by
phosphotungstic acid. Carbohydrate Polymers. 94(1): 71–76.
69
Frick JG, Robert JH, Acetals as crosslinking reagents for cotton, J Appl Polym Sci,
29(4), 1984, 1433-47.
Hanafie, Rita, (2010), “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Yogyakarta: C.V. Andi Off
set.
Li, M. F., Li, Y. Q., Chang, K. Q., Cheng, P., Liu, K., Liu, Q. Z., Wang, Y. D., Lu,
Z. T.,Wang, D., (2018), “The poly(vinyl alcohol-co-ethylene) nanofiber/silica
coated composite membranes for oil/water and oil-in-water emulsion separation”,
Composites Communications, 7, 69-73.
Meng, Peng, Wu, Yixi Wang, Hao Wang, Liu dan Guo, (2017), “Fabrication of
Superhydrophobic Cellulose/Chitosan Composite Aerogel for Oil/Water
Separation”, Fibers and Polymer, Vol.18, No.4, hal.706-712.
Muhali. 2013. Aplikasi Senyawa Amida Humat Sebagai Ionofor dalam Membran
Elektroda Selektif Ion Ni (II). Jurnal Prisma Sains. 1(1): 66-78.
Novia, Lubis, A.M. dan Jufianto, F. (2014). Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu
Perendaman Ammonia Terhadap Konversi Bioetanol Dari Jerami Dengan Metode
Soaking In Aqueous Ammonia (SAA). Jurusan Teknik Kimia Universitas
Sriwijaya: Inderalaya.
71
Saurabh, C.K., Mustapha, A., Masri, M.M., Owolabi, A.F., Syakir, M.I., Dungani,
R.,Paridah, M.T., Jawaid, M., Khalil, H.P.S.A., (2016), “Isolation and
Characterization of Cellulose Nanofibers from Gigantochloascortechinii as a
Reinforcement Material”, Journal of nanomaterials, Vol.2016.
Salbeti, D., Harlia and Syahbanu, I. (2018) ‘Sintesis dan karakterisasi termal
plastik ramah lingkungan polyblend selulosa ampas tebu dan limbah botol plastik
polietilen tereftalat’, 7(2), pp. 54–60.
Singh, D., Choudhary, A. and Garg, A. (2018) ‘Flexible and Robust Piezoelectric
Polymer Nanocomposites Based Energy Harvesters’, ACS Applied Materials and
Interfaces, 10(3), pp. 2793–2800. doi: 10.1021/acsami.7b16973.
72
Su, C., Xu, T., Zhang, W., Liu, Y., Li, Y, (2012), “Porous ceramic membrane with
superhydrophobic and superoleophilic surface for reclaiming oil from oily water”,
Applied Surface Science, 258(7), 2319-2323.
Wang, B., Y. Zhang, L. Shi, J.Li, dan Z. Guo, (2012), “Advances in the Theory of
Superhydrophobic Surfaces”, Journal of Materials Chemistry, Vol.22, hal 20112-
20127.
Wang, F., Lei, S., Xue, M., Ou, J., Li, W., (2014), “In situ separation and collection
of oil from water surface via a novel superoleophilic and superhydrophobic oil
containment boom”, Langmuir, 30(5), 1281-1289.
Xue, Z., Wang, S., Lin, L., Chen, L., Liu, M., Feng, L., Jiang, L., (2011), “A novel
superhydrophilic and underwater superoleophobic hydrogel‐ coated mesh for
oil/water separation”, Advanced Materials, 23(27), 4270-4273.
Zhang, W., Zhu, Y., Liu, X., Wang, D., Li, J., Jiang, L., Jin, J., (2014), “Salt-
induced fabrication of superhydrophilic and underwater superoleophobic PAA-g-
PVDF membranes for effective separation of oil-in-water emulsions”, Angewandte
Chemie International Edition, 126(3), 875-879.
LAMPIRAN
Data Pengamatan
a. Membuat larutan H2SO4 1 N
𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
18,02 𝑀 × 𝑉1 = 0,5 𝑀 × 1500 𝑚𝐿
0,5 𝑀 × 1500 𝑚𝐿
𝑉1 = = 41,62 𝑚𝐿
18,02 𝑀
Tabel Hasil Analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada ampas tebu
Raw Pulping Bleaching
Material
a 1,08 1,01 1,00
Berat (g) b 0,89 0,97 0,96
c 0,65 0,76 0,92
d 0,24 0,04 0,11
e 0,02 0,01 0,003
Kandungan Selulosa 37,96 71,29 81
ampas tebu Hemiselulosa 22,22 20,79 4
(%) Lignin 20,37 2,97 10,7
75
Perhitungan
1. Raw Material
𝑐−𝑑
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,65 − 0,24)𝑔
= × 100%
1,08 𝑔
= 𝟑𝟕, 𝟗𝟔%
𝑏−𝑐
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐻𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 = × 100%
𝑎
(0,89 − 0,65)𝑔
= × 100%
1,08 𝑔
= 𝟐𝟐, 𝟐𝟐%
𝑑−𝑒
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝑎
(0,24 − 0,02)𝑔
= × 100%
1,08 𝑔
= 𝟐𝟎, 𝟑𝟕%
Perhitungan
1. Konsentrasi PVDF 10%
𝑊2 0,0172 𝑔 𝑔
𝜌𝑚𝑑 = = = 0,59
𝑉𝑚𝑑 1 𝑐𝑚 × 1 𝑐𝑚 × 0,029 𝑐𝑚 𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2 𝑊2 (0,0403 − 0,0165)𝑔 0,0165 𝑔
𝑉𝑇 = + = + = 0,06 𝑐𝑚3
𝜌𝑚𝑑 𝜌𝑚𝑑 0,790 𝑔/𝑐𝑚3 0,59 𝑔/𝑐𝑚3
𝑊1 − 𝑊2
𝑃(%) = × 100%
𝜌𝑜 × 𝑉𝑇
(0,0403 − 0,0165)𝑔
= 𝑔 × 100%
0,790 × 0,06 𝑐𝑚3
𝑐𝑚3
= 51,99%
= 67,68%
78
= 88,20%
= 79,02%
10 10,21 ± 1,65
12,5 36,45 ± 11,00
15 49,93 ± 12,18
17,5 16,02 ± 3,32
20 38,50 ± 7,60
Perhitungan
Pengukuran pertama
Konsentrasi PVDF 10% Konsentrasi PVDF 17, 5%
𝑊1−𝑊0 𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0 𝑊0
(0,0193−0,0219)𝑔 (0,0470−0,0544)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0219 𝑔 0,0544 𝑔
= 8, 57% (0,0255−0,0318)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0318 𝑔
Konsentrasi PVDF 12, 5%
= 19, 81%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0 Konsentrasi PVDF 20%
(0,0115−0,0151)𝑔 𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0151 𝑔 𝑊0
𝑊1−𝑊0
Pengukuran ketiga 𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
Konsentrasi PVDF 10% (0,0185−0,0206)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0206 𝑔
81
= 41, 41%
Konsentrasi PVDF 15%
Konsentrasi PVDF 17, 5%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
(0,0297−0,0348)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0348 𝑔
= 14, 65%
Konsentrasi PVDF 20%
𝑊1−𝑊0
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
𝑊0
(0,0245−0,0380)𝑔
𝑊𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100%
0,0380 𝑔
= 35, 53%
82