Anda di halaman 1dari 58

FOTODEGRADASI FENOL DENGAN MENGGUNAKAN

FOTOKATALIS CuO DAN BANTUAN LAMPU TUNGSTEN

SKRIPSI

Oleh :
ELSHA RAHMALIFIA AYUDIANTY
H1A013053

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
PURWOKERTO
2019
FOTODEGRADASI FENOL DENGAN MENGGUNAKAN
FOTOKATALIS CuO DAN BANTUAN LAMPU TUNGSTEN

SKRIPSI
HALAMAN JUDUL

Oleh :
ELSHA RAHMALIFIA AYUDIANTY
H1A013053

Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Kimia pada Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
FOTODEGRADASI FENOL DENGAN MENGGUNAKAN
FOTOKATALIS CuO DAN BANTUAN LAMPU TUNGSTEN

Oleh :
ELSHA RAHMALIFIA AYUDIANTY
H1A013053

Disetujui dan disahkan


pada tanggal: .....................................................

Pembimbing I, Pembimbing II,

Kapti Riyani, S.Si, M.Si. Tien Setyaningtyas, S.Si, M.Si.


NIP. 19721111 199802 2 001 NIP. 19700927 200003 2 001

Mengetahui,
Dekan Fakultas MIPA

Drs. Sunardi, M.Si


NIP. 19590715 199002 1 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
FOTODEGRADASI FENOL DENGAN MENGGUNAKAN
FOTOKATALIS CuO DAN BANTUAN LAMPU TUNGSTEN
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan semua sumber data serta
informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
pencabutan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Purwokerto, Juni 2019

Elsha Rahamalifia Ayudianty


H1A013053
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini terdaftar dan tersedia di perpustakaan Fakultas MIPA dan


terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis dengan
mengikuti aturan HAKI yang berlaku di Universitas Jenderal Soedirman.
Pengutipan dan/atau peringkasan hanya dapat dilakukan dengan mengikuti
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul
“Fotodegradasi Fenol dengan Menggunakan Fotokatalis CuO dan Bantuan
Lampu Tungsten” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
Penulis menyadari spenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnta kepada:
1. Ibu Kapti Riyani, S.Si, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah dengan
sabar memberikan waktu, motivasi, bimbingan, arahan, dan masukan yang
membangun kepada penulis selema pengerjaan penelitian dan juga
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Tien Setyaningtyas, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan masukan selama pengerjaan
skripsi ini.
3. Bapak Uyi Sulaeman, Ph. D, selaku dosen penelaah I dan Bapak Roy Andreas,
Ph.D, selaku dosen penelaah II yang telah memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Dadan Hermawan, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan, saran, serta bimbingan dengan sangat baik selama
ini.
5. Dr. Suwandri, S.Si, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman.
6. Drs. Sunardi, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Jenderal Soedirman.
7. Tim Komisi Studi Akhir Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, serta seluruh staf dosen.
8. Dyah Sulistyowati, A.Md selaku analis Laboratorium Kimia Anorganik atas
bantuan dan motivasinya
9. Kedua orang tua, Ibu Yudha Budi Utami dan Bapak Didiek Roeshermanto
yang telah memberikan doa, pengorbanan, dan perjuangan yang tak pernah
putus. Kakak laki-laki Elga Primarezky Yuandi dan adik perempuan Elvara
Kusumadewi Herdhayanti, serta seluruh keluarga besar yang telah
memberikan motivasi dan semangat sampai terselesaikannya skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat tersayang ZERA (Sasika, Dhini, Rana), Teman-teman Palsu
KW super (Fatur, Darul, Yogi, Bripda Fajar, Mei, Hana, Ismi, Ulan, Dajoe,
Abay) yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama masa studi.
11. Teman-teman Fatur & Darul Honeymoon (Fatur, Darul, Yogi), Uniminibiti
fans Club (Fatur dan Murni), serta rekan-rekan penelitian Anorganik, serta
rekan-rekan seperjuangan Helium 2013 atas kebersamaannya selama ini.
12. Rekan-rekan KKN Desa Danasari yang telah memberikan dukungan dan
bantuannya.
13. Keluarga HIMAKIM periode 2014 dan periode 2015 atas dukungan dan
pengalaman organisasi selama masa kuliah.
14. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan pembuatan
skripsi ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang besifat
membangun dari pembaca. Penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi
penuli, pembaca, atau peminat lain.

Purwokerto, Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .........................................................ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ...................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
ABSTRAK ........................................................................................................... xiii
ABSTRACT ............................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1 Fenol ............................................................................................ 4
2.2 Fotokatalis ................................................................................... 5
2.2.1 Definisi ............................................................................... 5
2.2.2 Fotodegradasi ..................................................................... 7
2.3 Semikonduktor............................................................................. 7
2.4 CuO (Tembaga (II) Oksida) ........................................................ 9
2.5 Lampu Tungsten ........................................................................ 10
2.6 Spektrofotometer UV-Visible .................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 14
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ......................................................... 14
3.2.1 Alat Penelitian................................................................ 14
3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................ 14
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................... 14
3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol ........ 14
3.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Fenol ................... 15
3.3.3 Penentuan pH Optimum................................................. 15
3.3.4 Penentuan Waktu KontakOptimum ............................... 16
3.3.5 Penentuan Laju Kinetika Fotokatalis..............................16
3.3.6 Persentase Penurunan Kadar Fenol................................ 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 17
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol .................... 17
4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Fenol ............................................. 18
4.3 Waktu Kontak Optimum ........................................................... 19
4.4 Penentuan pH Optimum ............................................................ 21
4.5 Penentuan Laju Kinetika Fotosintesis........................................24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 25
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 25
5.2 Saran .......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26
LAMPIRAN ........................................................................................................... 32
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Penggunaan
SINGKATAN Nama Pertama pada
Halaman
UV Ultraviolet 2
IR Inframerah 12
Vis Visible 12

LAMBANG
µg/L Mikrogram per Liter 1
eV Elektron volt 2
°C Derajat Celcius 3
+ Plus atau Tambah 3
mL Mililiter 3
cm3 Centimeter Kubik 10
K Derajat Kelvin 11
± Kurang Lebih 11
% Persen 11
× Kali 11
Nm Nanometer 11
< Kurang Dari 13
> Lebih Dari 13
ppm Part Per Million 14
rpm Rotation Per Million 15
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
2.1 Struktur Fenol 4
2.2 Proses Fotokatalis 6
2.3 Model Pita Energi Bahan Semikonduktor 8
2.4 Struktur Kristal CuO 10
2.5 Spektrofotometer UV-Vis 13
4.1 Reaksi Fenol dengan Senyawa 4-aminoantipirin 17
4.2 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol 18
4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Fenol 19
4.4 Kurva Penentuan Waktu Kontak Optimum 20
4.5 Mekanisme Dasar Fotokatalitik Degradasi Fenol 21
4.6 Grafik Penurunan Fenol pada Variasi pH 21
4.7 Pembentukan Ion Fenoksida dalam Air 22
4.8 Grafik Pengukuran Kinetika Fotodegradasi Fenol 25
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
2.1 Tabel Panjang Gelombang untuk Setiap Jenis Warna 13
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
A Skema Kerja 36
B Pembuatan Larutan 39
C Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva
Kalibrasi 40
D Penentuan Waktu Kontak Optimum 42
E Penentuan pH Optimum 43
F Penentuan Laju Kinetika 44
G Dokumentasi Penelitian 45
ABSTRAK

Fenol dan segala turunannya seringkali ditemukan pada limbah cair dari
berbagai industri, seperti kimia, batu bara, herbisida, petrokimia, petroleum,
farmasi, dan plastik. Dalam beberapa kasus, fenol seringkali dilepaskan ke
lingkungan tanpa perlakuan lajutan. Padahal fenol termasuk dalam senyawa
beracun dan karsinogenik yang sangat berbahaya. Degradasi fotokatalitik
merupakan metode yang dapat dikembangkan untuk mendegradasi limbah fenol.
Fotokatalis CuO dapat digunakan sebagai fotokatalis karena memiliki kestabilan
kimia, ketersediaan unsur yang melimpah, biaya yang murah, dan energi celah
pita (band gap energy) sebesar 1,2 eV. Degradasi fenol menggunakan fotokatalis
CuO dengan bantuan lampu tungsten telah berhasil dilakukan dengan kondisi pH
optimum berada pada pH 9 dengan penurunan fenol sebesar 42,87% yang
didegradasi dengan waktu optimum 6 jam

Kata kunci: CuO, degradasi, fenol, fotokatalis.


ABSTRACT

Phenol and all of the derivatives are often found in water waste from
various industries, such as chemistry, coal, herbicide, periquimia, petroleum,
pharmacy, and plastucs. In some cases, phenols are often released into the
environment without continous treatment. Whereas, phenol is included in toxic
and carsinogenic compounds, which are very dangerous. Photocatalystic
degradation is a method that can be developed to degrade phenol waste. CuO can
be used as photocatalyst because it has chemical stability, abundant availability
of elements, low costs, and band gap energy of 1,2 eV. Phenol degradation using
CuO photocatalyst with the help of tungsten lamps was succesfully carried out
with optimum pH conditions at pH 9 with a decrease of 42,87% phenol which has
degraded with an optimum time of 6 hours.

Keywords: CuO, degradation, phenol, photocatalyst.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi industri dewasa ini semakin pesat, yang semuanya
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Walaupun demikian,
kemajuan yang dicapai tidak pernah terlepas dari resiko negatif yang berpengaruh
terhadap perubahan lingkungan melalui pencemaran yang pada akhirnya akan
berdampak manusia. Perkembangan industri sangat didukung oleh kemajuan
teknologi. Teknologi akan mempermudah pekerjaan manusia sebagai pelaksana
kegiatan industri, dan menjadi daya dukung yang dominan bagi dunia industri.
Namun perkembangan dunia industri tersebut kadang kurang didukung dengan
kesadaran akan efek dari kegiatan industri tersebut, seperti limbah dari kegiatan
industry (Sasongko dan Tresna, 2010). Salah satu bahan pencemar dari kegiatan
industri adalah fenol.
Fenol merupakan salah satu senyawa organik yang bersifat karsinogenik dan
merusak kesehatan manusia berupa kerusakan hati dan ginjal hingga kematian
meskipun dalam konsentrasi rendah (Wardhani, 2008; Lestari, 2011). Fenol
merupakan senyawa yang bersifat toksik dan korosif terhadap kulit (ringan) dan
pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia
hingga kematian pada organisme. Tingkat toksisitas fenol beragam tergantung
dari jumlah atom atau molekul yang melekat pada rantai benzennya (Qadeer dan
Rehan, 1998). Senyawa fenol dalam perairan memiliki sifat racun terhadap
organisme hidup seperti ikan yaitu pada kisaran 1000 µg/L untuk fenol, 200 µg/L
untuk kresol, 50 µg/L untuk 4-klorofenol, 15 µg/L untuk 2-klorofenol, dan 5 µg/L
untuk 2,4-diklorofenol (Dojlido,1993).
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penanganan terhadap
limbah tersebut sebelum dialirkan ke perairan agar tidak mencemari lingkungan.
Salah satu metode pengolahan limbah yang dapat digunakan adalah metode
fotodegradasi. Metode fotodegradasi merupakan metode yang efektif karena

1
2

diketahui dapat menguraikan senyawa zat warna menjadi senyawa yang tidak
berbahaya, seperti H2O dan CO2 (Slamet dkk, 2006).
Degradasi fotokatalitik merupakan metode yang dapat dikembangkan untuk
mendegradasi limbah fenol dengan bantuan cahaya sinar matahari. Sinar matahari
yang sampai ke permukaan bumi intensitasnya lemah sehingga proses degradasi
fenol berlangsung lambat. Fotodegradasi fenol dapat ditingkatkan dengan
menggunakan bahan fotokatalis dan sinar ultraviolet (UV). Bahan fotokatalis yang
biasanya digunakan merupakan oksida logam yang bersifat semikonduktor, antara
lain TiO2, ZnO, CuO, CdO, Fe2O3, dan sebagainya (Arief, 2011). Fotokatalis yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah CuO. Fotokatalis CuO digunakan
sebagai fotokatalis karena memiliki kestabilan kimia, ketersediaan unsur yang
melimpah, biaya yang murah, dan energi celah pita (band gap energy) sebesar 1,2
eV (Setyamoorthy and Magheswari, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut.
1. Berapa pH optimum dan waktu optimum serta presentase penurunan
konsentrasi larutan fenol yang dapat terdegradasi oleh fotokatalis CuO?
2. Bagaimana aktivitas fotodegradasi dari fotokatalis CuO menggunakan lampu
tungsten sebagai sumber sinar dalam mendegradasi fenol?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui pH optimum dan waktu optimum serta presentase penurunan
konsentrasi fenol yang dapat terdegradasi oleh fotokatalis CuO.
2. Mengetahui aktivitas fotodegradasi dari fotokatalis CuO menggunakan lampu
tungsten sebagai sumber sinar dalam mendegradasi fenol.
3

1.4 Manfaat penelitian


1. Memberikan informasi mengenai metode fotokatalis yaitu menggunakan
fotokatalis CuO dalam mendegradasi fenol sehingga mengurangi dampak
pencemaran lingkungan.
2. Memberikan informasi mengenai pH optimum dan waktu optimum yang dapat
digunakan untuk mendegradasi fenol dengan baik menggunakan fotokatalis
CuO.
3. Mengetahui aktivitas fotokatalis CuO sehingga kedepannya dapat
dikembangkan lagi secara luas aplikasi dari fotokatalis tersebut dalam
mendegradasi suatu zat, khususnya zat-zat berbahaya yang dapat mencemari
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fenol
Fenol (C6H6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus
hidroksil yang terikat pada cincin benzene.senyawa fenol memiliki beberapa nama
lain seperti asam karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam fenilat,
fenil hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil anhidrat, fenilat
alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al., 2008). Fenol memiliki rumus sebagai
berikut.

Gambar 2.1 Struktur Fenol


Fenol adalah zat kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau yang khas.
Senyawa fenol dapat mengalami oksidasi sehingga dapat berperan sebagai
reduktor (Hoffman et al., 1997). Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan
dengan alkohol, tetapi lebih basa daripada asam karbonat karena fenol dapat
melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+ menjadikan anion
fenoksida (C6H5O-) dapat melarut dalam air. Fenol mempunyai titik leleh 41°C
dan titik didih 181°C. Fenol memiliki kelarutan yang terbatas dalam air, yaitu 8,3
gram/100 mL (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Fenol dan segala turunannya seringkali ditemukan pada limbah cair dari
berbagai industri, seperti kimia, batu bara, herbisida, petrokimia, petroleum,
farmasi, dan plastik (Laoufi, 2008). Dalam beberapa kasus, fenol seringkali
dilepaskan ke lingkungan tanpa perlakuan lajutan. Padahal fenol termasuk dalam
senyawa beracun dan karsinogenik yang sangat berbahaya (Wong, 2011).
Konsentrasi fenol yang diperbolehkan diperairan sebesar 0,005 – 0,010 g/L
(Sulaeman dan Hermawan, 2002), sedangkan konsentrasi fenol yang ada dalam
limbah cair pada berbagai macam proses industri berkisar 0,035 – 8,000 g/L.

4
5

Fenol dikenal sangat reaktif terhadap jaringan tubuh manusia. Fenol dapat
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Fenol juga beracun
terhadap sistem pernapasan dan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan sistem
saraf apabila termakan atau terhisap terus-menerus. Efek racun ini akan bertambah
besar dengan banyaknya substituent yang terikat pada fenol terutama gugus klor
(PUSARPEDAL, 2006). Fenol diperairan masuk ke dalam tubuh manusia melalui
ikan yang dimakan manusia atau air minum yang diolah dari perairan, kemudian
terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengganggu metabolisme tubuh. Efek toksik
fenol terhadap manusia dengan menyerang organ ginjal, hati, limpa, pangkreas,
paru-paru, dan otak (Ollis et al., 1986).

2.2 Fotokatalis
2.2.1 Definisi
Fotokatalis merupakan suatu gabungan proses antara proses fotokimia dan
katalis. Fotokimia sendiri merupakan suatu proses transformasi kimia dengan
bantuan cahaya sebagai pemicunya. Sedangkan katalis merupakan suatu substansi
yang dapat mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut bereaksi selama proses
berlangsung dan pada keadaan awal sampai akhir reaksi jumlah katalis tetap sama.
Hal ini disebabkan karena katalis memiliki kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan minimal satu molekul reaktan untuk menghasilkan senyawa
antara yang lebih reaktif. Katalis dalam proses ini disebut fotokatalis karena
memiliki kemampuan menyerap foton. Prinsip dasar dari fotokatalis ini adalah
ketika semikonduktor dikenai sinar yang memiliki energi sama atau lebih besar
dari band gap semikonduktor untuk mengeksitasielektron yang berada pada pita
valensi menuju ke pita konduksi dengan meninggalkan hole di pita valensi.
Perpindahan elektron ini menyebabkan terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi
(Kudo, 2007).
Pada semikonduktor dikenal istilah pita konduksi dan pita valensi. Pita
konduksi dan pita valensi ini memegang peranan penting dalam semikonduktor.
Jarak antara pita konduksi dan pita valensi ini dinamakan celah pita (band gap).
Band gap merupakan besaran energi yang diperlukan suatu elektron untuk dapat
6

tereksitasi karena semakin besar energi yang dibutuhkan untuk eksitasi elektron.
Jika suatu semikonduktor yang menyerap energi yang sesuai atau lebih besar dari
energiband gap, maka elektron-elektron pada pita valensi akan tereksitasi menuju
ke pita konduksi. Hole positif akan terbentuk pada pita valensi yang ditinggalkan
elketron. Hole positif ini yang apabila berinteraksi dengan molekul yang
nukleofilik makan akan terjadi reaksi oksidasi pada molekul tersebut dan
membentuk radikal. Sedangkan elektron pada pita konduksi apabila berinteraksi
dengan molekul yang elektrofilik maka molekul tersebut akan mengalami reaksi
reduksi sehingga menghasilkan radikal. Apabila proses ini berlangsung terus
menerus, maka disebut proses fotokatalis. Proses fotokatalis akan terhenti apabila
terjadi reaksi rekombinasi yaitu bertemunya hole positif dari pita valensi dan
elektron dari pita konduksi. Partikel semikonduktor akan menjadi oksidatif yang
mampu mendegradasi sejumlah polutan bila dikenai cahaya dengan panjang
gelombang yang sesuai dengan band gap semikonduktor tersebut. Degradasai
total polutan organik ini akan menghasilkan CO2, H2O, dan asam mineral
(Nurdani, 2009).

Gambar 2.2 Proses Fotokatalis


Skema di atas memperlihatkan reaksi kombinasi elektron-holedapat terjadi
pada permukaan semikonduktor atau disebut surface recombination dan dapat
terjadi pada bulk semikonduktor yang disebut volume recombination. Pada
permukaan partikel, elektron fotogenerasi dapat mereduksi oksigen menjadi anion
superoksida dan hole fotogenerasi dapat mengoksidasi OH- atau air untuk
membantu radikal hidroksil (Macias, 2003).
7

Ketika terjadinya penyerapan foton dengan energy hv yang besarnya sesuai


atau melebihi perbedaan energidari semikonduktor, maka elektron (e-) berpindah
dari pita valensi ke pita konduksi, meninggalkan hole yang bermuatan positif di
pita valensi. Peristiwa eksitasi ini diikuti beberapa proses selanjutnya, yaitu:
1. Rekombinasi elektron dan hole dalam semikonduktor atau di permukaan,
masing-masing disertai dengan pembebasan energi panas.
2. Pemerangkapan elektron dan hole dalam keadaan permukaan metastabil.
3. Reduksi suatu akseptor elektron oleh elektron pada pita konduksi.
4. Oksidasi suatu donor elektron oleh hole pada pita valensi.
Jika energi yang diperoleh cukup besar untuk terjadinya pemerangkapan, maka
rekombinasi bisa dicegah dan reaksi redoks dapat terjadi (Linsebigler et al., 1995).
2.2.2 Fotodegradasi
Fotodegradasi adalah reaksi pemecahan senyawa oleh adanya cahaya. Proses
fotodegradasi memerlukan suatu fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan
semikonduktor. Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan elektron dari pita
valensi ke pita konduksi pada logam semikonduktor, jika dikenai suatu energi
foton. Loncatan elektron ini menyebabkan timbulnya hole (lubang elektron) yang
dapat berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk radikal OH•. Radikal OH•
bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan senyawa organik (Hoffman
et al., 1999).

2.3 Semikonduktor
Setiap atom penyusun kristal semikonduktor memiliki sejumlah elektron
valensi pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi, keadaan elektron
Valensi memiliki tingkat energi yang besarnya Energi Valensi (EV). Elektron
valensi ini berkontribusi pada pembentukan ikatan kovalen antara atom-atom
penyusun kristal semikonduktor. Keadaan dimana elektron sudah terbebas dari
ikatan kovalen disebut keadaan konduksi dengan tingkat Energi Konduksi (EC).
Apabila kristal semikonduktor tersebut temperaturya dinaikkan maka aka nada
penambahan energi termal yang menyebabkan terputusnya ikatan kovalen yang
terbentuk. Pemutusan ikatan kovalen ini akan menghasilkan elektron bebas yang
8

sudah dalam keadaan konduksi dengan tingkat energi EC. Keadaan elektron
konduksi dimana setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron valensi
pada tingkat energi EV akan berpindah ke keadaan konduksi dengan tingkat
energi EC. Selisih antara tingkat energi konduksi dengan tngkat energi valensi ini
dinamakan energi celah pita (energi gap) dimana energi gap tersebut merupakan
energi minimal yang dibutuhkan untu memutuskan ikatan kovalen pada kristal
semikonduktor (Setiawan, 2007).

Gambar 2.3 Model Pita EnergiBahan Semikonduktor


Material logam memiliki energi gap yang saling tumpang tindih (overlap),
sehingga atom-atom dapat dengan mudah bergerak ke daerah pita konduksi.
Berdasarkan hal tersebut, material ini memiliki sifat yang sangat konduktif dan
dikenal dengan bahan konduktor. Pada sisi yang lain, terdapat material yang
memiliki energi gap yang berdekatan. Oleh karena itu, pada kondisi normal atom-
atom sulit untuk bergerak ke daerah pita konduksi dan bersifat isolator. Namun
dengan sedikit tambahan energi, atom-atom tersebut dapat bergerak ke daerah pita
konduksi sehingga menjadi bersifat konduktor. Oleh sebab itu karena sfiatnya
yang demikian, material ini dikenal dengan nama bahan semikonduktro.
Energiband gap terjadi karena adanya overlapping orbital atom yang akan
memberikan pelebaran dan penyempitan pita. Hal ini menyebabkan bahan
tersebut dapat menyerap energi radiasi sebesar Eg yang dimiliki sehingga dapat
meningkatkan kepekaan reaksi oksidasi reduksi yang diinduksi cahaya. Pada saat
terjadi eksitasi akan menghasilkan elektron-hole sebagai hasil eksitasi elektron
dari pita valensi ke pita konduksi (Noguiera et al., 1993).
9

2.4 CuO (Tembaga (II) Oksida)


Tembaga (Cu) merupakan unsur yang jarang ditemukan di alam (precious
metal). Tembaga umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa yaitu bijih
mineral,chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite
(Cu2O), malachite (Cu2(OH)2CO3) dan malaconite/tenorite (CuO). Logam
tembaga bereaksi hanya dengan campuran asam sulfat dan asam nitrat pekat panas
(aqua regia). Bilangan oksidasi tembaga adalah +1 dan +2. Ion Cu+ kurang stabil
dan cenderung mengalami disproporsionasi yaitu reaksi redoks yang reduktor dan
oksidatornya merupakan zat yang sama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut (Fiolida, 2016).
2Cu+ (aq) →Cu (s) + Cu2+ (aq) (2.1)
Tembaga tidak bereaksi dengan asam klorida dan asam sulfat encer dan
beberapa asam organik, tetapi larut dalam asam nitrat encer dan asam oksidator
lain. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Cu (s) + 2NO3- (aq) + 8H+ (aq) → 3Cu2+ (aq) + 2NO (g) + 4H2O (l) (2.2)
Tembaga (II) bersifat paramagnetic dan berwarna sedangkan untuk senyawa
hidrat yang mengandung ion Cu2+ berwarna biru. Beberapa contoh untuk senyawa
yang mengandung tembaga II) adalah CuSO4.5H2O (biru), CuS (hitam), dan CuO
(hitam). Tembaga dioksida merupakan senyawa yang terdiri dari Cu dan O dalam
senyawa mineral CuO atau tenorite, merupakan salah satu dari senyawa oksida
tembaga disamping Cu2O (cupric). Tembaga (II) oksida ini memiliki struktur
kristal monoklinik (Windhini, 2013). Dalam senyawa mineral, CuO atau tenorite
merupakan senyawa yang paling sederhana yang terdiri dari atom logam dan non-
logam dalam jumlah yang sama. Seperti halnya keramik pada umumnya ikatan
CuO terbentuk oleh ikatan ion dan kovalen. Ikatan ion yang terbentuk melalui
serah terima elektron, jadi ikatan ion pada CuO dapat terjadi dimana dua elektron
dipindahkan dari atom Cu ke atom O sehingga menghasilkan kation (Cu2+) dan
anion (O2-). Ikatan kovalen CuO pada hal ini elektron valensi dipakai bersaa dan
terjadinya pembagian elektron valensi. Senyawa CuO diperoleh dari hasil
pemanasan senyawa tembaga (II) nitrat (Cu(NO3)2), tembaga (II) hidroksida
10

(Cu(OH)2) atau tembaga (II) karbonat (CuCO3) seperti yang ditunjukkan pada
persamaan reaksi di bawah ini (Windhini, 2013).
Cu(NO3)2 (aq) → 2CuO (s) + 4NO2 (g) + O2 (g) (2.3)
Cu(OH)2 (s) → CuO(s) + H2O (l) (2.4)
CuCO3 (aq) → CuO (s) + CO2 (g) (2.5)
CuO adalah senyawa semikonduktor dengan struktur monoklinik. CuO
merupakan anggota paling sederhana senyawa tembaga dan menunjukkan
berbagai sifat fisik yang berguna seperti superkonduktivitas suhu tinggi, efek
korelasi elektron, dan dinamika putar. Sebagai semikonduktor tipe-p, CuO telah
digunakan dalam banyak aplikasi seperti dalam gas sensor, katalis, baterai,
superkonduktor suhu tinggi, konversi energi surya, dan bidang emisi (Ghane et
al., 2010). CuO memiliki band gap 1,2 eV. CuO merupakan katalis penting dan
luas digunakan karena aktivitas yang tinggi dan selektif dalam reaksi oksidasi
reduksi. CuO juga digunakan dalam sensor gas, material termoelektrik, dan
sebagainya. CuO murni adalah sebuah padatan hitam dengan kepadatan 6,4 g/cm3,
mempunyai titik leleh yang tinggi yaitu 1330°C dan tidak larut dalam air (Wang,
2006). CuO mendapat perhatian yang besar karena dapat diaplikasikan dalam
banyak bidang, seperti katalis, sensor gas dan semikonduktor karena CuO
memiliki energi celah pita 1,2 – 1,9 eV. Selain diaplikasikan sebagai katalis
dengan didukung oleh suatu pendukung (Citra dan Irmina, 2012).

Gambar 2.4 Struktur Kristal CuO (Wang,2006)

2.5 Lampu Tungsten


Lampu tungsten adalah lampu pijar yang dapat menyala karena di dalam
lampu pijar terdapat filamen yang terbuat dari tungsten (Mostavan, 2000). Cahaya
11

lampu tungsten dibangkitkan dengan mengalirkan arus listrik dalam suatu


filamen. Panjang filamen menentukan tegangan kerja yang diperlukan sedangkan
diameter filament menentukan besar arus yang diijinkan. Untuk dapat
memancarkan sebanyak mungkin cahaya tampak maka suhu filamen harus
ditingkatkan tetapi tidak melebihi titik lebur filamennya. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan mengatur besarnya arus listrik yang dialirkan lewat filament
(Depdikbud, 1987).
Lampu tungsten atau lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang
dihasilkan melalui penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian
memanas dan menghasilkan cahaya (Klipstein, 2006). Pada dasarnya, filamen
pada sebuah lampu tungsten adalah sebuah resistor. Saat dialiri dengan arus
listrik, filament tersebut menjadi sangat panas, berkisar di antara 2800 K hingga
maksimum 3700 K. Hal ini menyebabkan warna cahaya yang dipancarkan oleh
lampu tungsten berwarna kuning kemerahan. Pada temperature yang tinggi,
filament mulai menghasilkan cahaya yang mempunyai panjang gelombang utnuk
cahaya tampak (Klipstein, 2006; Elert, 1999). Indeks renderasi warna menyatakan
apakah warna obyek tampak alami apabila diberi cahaya lampu tersebut dan
diberikan nilai antara 0 – 100. Angka 100 artinya warna benda yang disinari akan
terlihat sesuai dengan warna aslinya. Indeks renderasi warna lampu pijar
mendekati 100 (Gunawan, 2008).
Fungsi lampu tungsten pada saat fotodegradasi adalah sebagai sumber
cahaya buatan. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya selain cahaya alam, yaitu sinar matahari. Apabila pencahayaan
alami tidak memadai atau posisi ruangan sedemikian rupa sehingga sukar dicapai
oleh pencahayaan alami dirasa kurang efektif dibandingkan sumber pencahayaan
buatan. Hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat diperkirakan akan
membutuhka biaya yang mahal (Suma’mur, 1995). Sinar matahari merupakan
gabungan antara ± 45% sinar tampak dan ± 5% sinar UV (Mitoraj, 2009).
Lampu tungsten memiliki rentang frekuensi pada cahya tampak dan
inframerah. Panjang gelombang cahaya tampak mempunyai rentang antara 4,0 ×
10-7 m hingga 7,5 × 10-7 m (400 nm hingga 750 nm) (Yulianto, 2014). Cahaya
12

tampak adalah salah satu jenis gelombang elektromagnetik yang terdeteksi dalam
interval yang lebar, dan dikelompokkan dalam spectrum eletromagnetik, yaitu
interval yang lebar, dan dikelompokkan dalam spectrum elektromagnetik, yaitu
daerah jangkauan panjang gelombang yang merupakan bentangan radiasi
elektromagnetik. Cahaya tampak yang dihasilkan melalui suatu pijaran
disebabkan karena elektron mengalami percepatan dalam filament panas. Radiasi
inframerah memegang peranan penting pada efek pemanasan matahari. Matahari
tidak hanya memancarkan cahaya tampak, tetapi juga inframerah (IR) dan
ultraviolet (UV) dalam jumlah yang tetap (College Loan Consolidation, 2015).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible


Spektrofotometri UV-Visible merupakan instrumentasi kimia yang dapat
digunakan untuk analisa secara kuantitatif dan kualitatif dengan pengukuran
absorbansi atau transmittansi dalam spektroskopi (Widyaningsih, 2010).
Spektrofotometri dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
melaui intensitas serapan pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang
yang dipakai adalah panjang gelombang maksimum yang memberikan absorbansi
maksimum. Salah satu prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada fenomena
penyerapan sinar oleh spesi kimia tertentu di daerah ultraviolet dan sinar tampak
(visible) (O.G Brink, 2003). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang
antara 200 – 400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400
– 750 nm (Dachriyus, 2004; Yulianto, 2014).
Spektorofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih sering
digunakan untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan
Suharman, 1995). Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinu,
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding. Monokromator adalah suatu piranti optis untuk memencilkan radiasi
dari sumber berkesinambungan yang digunakan untuk memeperoleh sumber sinar
monokromatis. Alat ini dapat berupa prisma atau grating (Khopkar, 1990).
13

Gambar 2.5 Spektrofotometer UV-Vis


Berikut adalah tabel panjang gelombang dari berbagai warna.
Tabel 2.1 Tabel Panjang Gelombang untuk Setiap Jenis Warna
Jenis Sinar Panjang Gelombang (nm)
Ultraviolet < 400
Violet 400-450
Biru 450-500
Hijau 500-570
Kuning 570-590
Oranye 590-620
Merah 620-760
Inframerah > 760
(Sumber: Day dan Underwood, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari November 2017 sampai
dengan Februari 2018 di Laboratorium Anorganik, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara gelas beaker 500 mL,
gelas beaker 50 mL, Erlenmeyer 100 mL, batang pengaduk, magnetic stirrer,
tabung reaksi, kaca arloji, pipet tetes, pipet volume 10 mL, filler, labu
pengenceran 100 mL, pH indikator, timbangan analitik, alat sentrifugasi, reaktor
lampu tungsten, dan Spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu 1800.
3.2.2 Bahan
Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain CuO, akuades,
fenol (C6H6OH), NH4OH 0,5 N, buffer fosfat, 4-aminoantipirin, kalium
ferisianida (K4Fe(CN)6), HCl 1M, dan NaOH 1M.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Penentuaan Panjang Gelombang Maksimum Fenol
Penentuan panjang gelombang maksimum fenol dilakukan dengan
konsentrasi larutan standar 50 ppm yang dibuat dari larutan kerja fenol 100 ppm.
Pembuatan kurva kalibrasi didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks antara
fenol dan 4-aminoantipirin sehingga akan memberikan serapan pada daerah UV-
Vis. Sebanyak 10 mL larutan standar 50 ppm diukur secara duplo, kemudian
ditambah 2,5 mL larutan NH4OH 0,5 N dan diatur pHnya menjadi 7,9±0,1 dengan
penambahan larutan penyangga fosfat. Larutan tersebut dikomplekskan dengan 1

14
15

mL larutan 4-aminoantipirin 2% sambil dikocok dan ditambah 1 mL larutan


kalium ferisianida 8% sambil dikocok dan didiamkan selama 15 menit sampai
timbul warna merah. Larutan dimasukkan dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan akuades sampai tanda batas. Serapan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer dengan memvariasikan panjang gelombang berkisar antara 300-
700 nm hingga diperoleh serapan maksimum.
3.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Fenol
Pembuatan kurva kalibrasi dimulai dengan berbagai konsentrasi.
Konsentrasi larutan standar yang digunakan dalam pembuatan kurva kalibrasi
adalah 0; 10; 20; 30; 40; 50 ppm yang dibuat dari larutan kerja fenol 100 ppm.
Pembuatan kurva kalibrasi didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks antara
fenol dan 4-aminoantipirin sehingga akan memberikan serapan pada daerah UV-
Vis. Sebanyak 10 mL larutan standar 0; 10; 20; 30; 40; 50 ppm diukur secara
duplo, kemudian ditambah 2,5 mL larutan NH4OH 0,5 N dan diatur pHnya
menjadi 7,9±0,1 dengan penambahan larutan penyangga fosfat. Larutan tersebut
dikomplekskan dengan 1 mL larutan 4-aminoantipirin 2% sambil dikocok dan
ditambah 1 mL larutan kalium ferisianida 8% sambil dikocok dan didiamkan
selama 15 menit sampai timbul warna merah. Larutan dimasukkan dalam labu
ukur 250 mL dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. Serapan diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh.
3.3.3 Penentuan Waktu Kontak Optimum
Waktu kontak optimum ditentukan dengan memasukkan larutan fenol
dengan konsentrasi 30 ppm sebanyak 250 mL dimasukkan kedalam gelas beaker
500 mL kemudian fotokatalis CuO dimasukkan kedalam medium sebanyak 0,25
gram. Selanjutnya sampel yang sudah dicampur dengan fotokatalis kemudian pH
larutan diseusaikan dengan pH optimum dengan menggunakan larutan HCl atau
NaOH 1M. Sampel didiamkan selama 30 menit pada kondisi gelap, kemudian
diaduk menggunakan stirrer magnetic dan disinari dengan lampu tungsten 60watt
selama 8 jam. Sampel diambil setiap 1 jam penyinaran sebanyak 10 mL. Sampel
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah
16

disentrifugasi, larutan dikomplekskan hingga timbul warna merah. Setelah timbul


warna merah, diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum larutan fenol yang telah didapat sebelumnya.
Waktu kontak yang memberikan persentase penurunan terbesar merupakan waktu
kontak optimum.
3.3.4 Penentuan pH Optimum
Larutan fenol dengan konsentrasi 30 ppm sebanyak 250 mL dimasukkan
kedalam gelas beaker 500 mL. Fotokatalis CuO dimasukkan kedalam sampel
sebanyak 0,25 gram. Sampel tersebut divariasikan pada pH 3, 5, 7, 9, dan 11
menggunakan larutan HCl atau NaOH 1M. Selanjutnya sampel yang sudah
dicampur dengan fotokatalis didiamkan dalam kondisi gelap selama 30 menit,
Larutan kemudian diaduk menggunakan stirrer magnetic,kemudian disinari
dengan lampu tungsten 60 watt selama 6 jam. Sebanyak 10 mL sampel diambil
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit, lalu larutan
dikomplekskan sehingga timbul warna merah. Setelah dikomplekskan,
absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum larutan fenol yang sudah dikomplekskan. Kondisi pH yang
memberikan persentase penurunan terbesar merupakan pH optimum.
3.3.5 Penentuan Laju Kinetika Fotokatalis
Penentuan laju kinetika ditentukan dengan memasukkan larutan fenol
sebanyak 250 mL kedalam gelas beker 500 mL kemudian ditambahkan katalis
CuO sebanyak 0,25 gram. Sampel yang telah dicampur dengan katalis kemudian
ditambahkan NaOH sehingga diperoleh pH optimum kemudian disinari
menggunakan sinar tampak selama waktu optimum. Setelah itu, diambil sebanyak
10 mL dan disentrifugasi selama 10 menit. Larutan yang sudah disentrifugasi lalu
dikomplekskan dengan cara menambahkan NH4OH 0,5 N sebanyak 2,5 mL dan
diatur pHnya menjadi 7,9±0,1 dengan penambahan larutan penyangga fosfat.
Larutan tersebut dikomplekskan dengan 1 mL larutan 4-aminoantipirin 2% sambil
dikocok dan ditambah 1 mL larutan kalium ferisianida 8% sambil dikocok dan
didiamkan selama 15 menit sampai timbul warna merah. Larutan dimasukkan
dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. Larutan
17

kemudian diukur absorbansinyadiukur dengan menggunakan spektrofotometer


dengan menggunakan panjang gelombang maksimum.
3.3.6 Persentase Penurunan Kadar Fenol
Persen penurunan kadar fenol ditentukan menggunakan persamaan:
Konsentrasi awal − Konsentrasi akhir
Penurunan Kadar (%) = × 100%
Konsentrasi awal
Konsentrasi awal adalah konsentrasi mula-mula larutan fenol, sedangkan
konsentrasi akhir adalah konsentrasi fenol setelah didegradasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol


Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimum. Ada beberapa alasan
mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimum, salah satunya
adalah pada panjang gelombang maksimum tersebut, perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar (Gandjar dan Rohman,
2007).Pengukuran panjang gelombang maksimum fenol dilakukan dengan
menggunakan metode kolorimetri. Larutan standar fenol yang digunakanadalah
larutan dengan konsentrasi maksimum dari yang digunakan, yaitu konsentrasi 50
ppm. Sebelum pengukuran, larutan fenol ditambahkan larutan NH4OH 0,5 N dan
diatur pH-nya menjadi 7,9 ± 0,1 dengan penambahan larutan penyangga fosfat.
Setelah penambahan NH4OH, larutan standar fenol kemudian dikomplekskan
dengan larutan 4-aminoantipirin 2% dan larutan kalium ferrisianida 8%. Molekul
fenol akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin membentuk quinonimin, dan
bersama kalium ferrisianida akan membentuk kompleks berwarna merah dalam
suasana basa (Chaplin,2003). Reaksi ditunjukkan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Reaksi Fenol dengan Senyawa 4-aminoantipirin (JIS, 1998)


Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan dengan rentang
panjang gelombang 400 – 700 nm. Hasil dari pengukuran ditunjukkan pada
gambar berikut.

18
19

0.595
0.5945

Absorbansi 0.594
0.5935
0.593
0.5925
0.592
0.5915
0.591
502.2. 503.2 504.2 505.2 506.2 507.2 508.2 509.2 510.2 511.2

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.2 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol


Hasil pengukuran penentuan panjang gelombang maksimum pada Gambar
4.2 menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum dari larutan fenol
tercapai pada panjang gelombang 506,2 nm dengan data absorbansi sebesar
0,5949. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk. (2012)
bahwa panjang gelombang fenol berkisar 506 nm. Panjang gelombang maksimum
fenol yang diperoleh kemudian digunakan untuk pengukuran selanjutnya, yaitu
pembuatan kurva kalibrasi.

4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Fenol


Pembuatan kurva kalibrasi larutan fenol dilakukan dengan cara mengukur
absorbansi larutan standar fenol dengan variasi konsentrasi 0; 10; 20; 30; 40; dan
50 ppm pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada pengukuran
panjang gelombang maksimum yaitu 506,2 nm. Pengukuran menggunakan
panjang gelombang maksimum disebabkan oleh terjadinya kepekaan tertinggi
akibat memiliki perubahan absorbansi terbesar untuk setiap satuan konsentrasi.
Jika di sekitar panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi datar,
maka pada kondisi tersebut Hukum Lambert-Beer terpenuhi (Day dan
Underwood, 2002). Kurva kalibrasi larutan fenol ditunjukkan pada Gambar 4.3.
20

0.8

0.7 y = 0.0136x - 0.002


R² = 0.9977
0.6

0.5
Absorbansi

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 10 20 30 40 50 60
-0.1
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Fenol


Kurva kalibrasi merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara
absorbansi dan variasi konsentrasi larutan standar, dimana sumbu y menunjukkan
absorbansi dan sumbu x merupakan konsentrasi larutan standar fenol. Tujuan
pembuatan kurva kalibrasi adalah membutikan kelinearan konsentrasi terhadap
absorbansi sampel (Day dan Underwood, 2002).Kurva kalibrasi yang diperoleh
pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa hubungan antara absorbansi dengan
konsentrasi larutan fenol linear. Hal ini dapat dilihat pada persamaan garis yang
diperoleh yaitu y = 0,0136x – 0,002 dengan nilai R2 yang mendekati 1, yaitu
sebesar 0,9977. Nilai tersebut sesuai dengan Hukum Lambert-Beer yaitu A = abc,
dimana nilai absorbansi (A) berbanding lurus dengan nilai konsentrasi (c) (Day
dan Underwood, 2002). Persamaan tersebut nantinya digunakan untuk
menghitung konsentrasi larutan fenol dengan memasukkan nilai-nilai absorbansi.

4.3 Waktu Kontak Optimum


Penelitian tentang penentuan waktu kontak optimum bertujuan untuk
mendapatkan waktu yang optimum oleh fotokatalis CuO dalam mendegradasi
fenol. Waktu optimum dapat diartikan sebagai waktu kontak yang memberikan
persen penurunan konsentrasi fenol terbaik akibat proses penyerapan energi foton
yang efektif sehingga pembentukan elektron dalam proses fotodegradasi semakin
melimpah. Proses penguujian waktu kontak optimum dilakukan selama 8 jam.
21

Hasil fotodegradasi fenol menggunakan sinar tampak dapat dilihat pada Gambar
4.4
50.00
45.00
Penurunan Fenol (%)

40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Kontak (Jam)

Gambar 4.4 Kurva Penentuan Waktu Kontak Optimum


Gambar di atas menunjukkan waktu optimum penurunan kadar fenol terjadi
pada waktu penyinaran 6 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan kadar
fenol sebanding dengan waktu penyinaran. Semakin lama waktu penyinaran,
semakin banyak elektron pada pita valensi yang tereksitasi ke pita konduksi.
Kondisi ini menyebabkan h+ yang terbentuk semakin banyak (Hoffman, et al.,
1995). Mekanisme dasar fotokatalitik dari degradasi fenol adalah melibatkan
pembentukan •OH pada permukaan katalis diikuti adanya interaksi antara •OH
dengan substrat serta dengan berbagai intermediet seperti katekol, p-benzokuinon,
dan hydrokuinon. Hole pada permukaan semikonduktor (h+) mengoksidasi air
atau ion OH- membentuk radikal hidroksil (•OH). Konversi langsung dari fenol
menjadi CO2 dan H2O tidak mungkin, namun air dapat mengambil bagian dalam
reaksi bersama dengan oksigen terlarut hadir pada medium untuk menghasilkan
intermediet dihidroksilasi dan pada akhirnya akan menjadi produk akhir
(Purbandini dan Haris, 2018). Degradasi fotokatalisis fenol mengikuti mekanisme
dasar yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.
22

Gambar 4.5 Mekanisme Dasar Fotokatalitik Degradasi Fenol (Tao et al., 2012).

4.4 Penentuan pH Optimum


Penentuan pH optimum dilakukan untuk mengetahui pada kondisi mana
fotokatalis CuO memiliki aktivitas yang besar dalam mendegradasi fenol.
Penentuan pHoptimum dilakukan dengan memvariasikan pH dari sampel
fenolmenjadi 3; 5; 7; 9; dan 11 menggunakan HCl 1M dan NaOH 1M hingga pH
sesuai, kemudian sampel tersebut ditambahkan dengan fotokatalis CuO sebanyak
0,25 gram. Uji degradasi dilakukan dengan bantuan lampu tungsten selama 6 jam.
Hasil degradasi fenolpada berbagai pH dapat dilihat pada Gambar 4.6.
50.00
42.87
45.00
Penurunan Fenol (%)

40.00
35.00 29.55
30.00 23.83
25.00
20.00 16.71
15.00 11.94
10.00
5.00
0.00
3 5 7 9 11

pH

Gambar 4.6 Grafik Penurunan Fenol pada Variasi pH


Gambar 4.6 menunjukkan bahwa proses degradasi fenol dengan
menggunakan fotokatalis CuO memiliki aktivitas yang baik pada pH 9 (basa).
Pada pH 7 sampai 3, aktivitas fotodegradasi cenderung semakin turun dan pada
pH sangat basa yakni pH 11. Pada pH sangat basa, aktivitas fotodegradasi yang
terjadi sangat kecil yaitu hanya sebesar 16,71%. Hal ini menunjukkan bahwa
23

degradasi fenol dengan menggunakan CuO lebih baik pada pH basa, namun jika
pH terlalu tinggi maka akan menurunkan aktivitas fotodegradasinya.
Aktivitas fotodegradasi pada pH yang kecil (pH di bawah 9) menunjukkan
hasil yang kurang baik. Menurut Palmer and Bénézeth (2008), CuO pada kondisi
suhu rendah (25°C sampai 50°C) akan larut dalam medium air jika pH medium
dirubah menjadi asam. Semakin asam, CuO akan semakin banyak yang larut,
sehingga aktivitas fotodegradasi fenol akan semakin turun karena fotokatalis yang
digunakan semakin sedikit. CuO memiliki kelarutan dalam larutan asam, seperti
HCl dan akan berubah menjadi garam, seperti dalam persamaan reaksi berikut
(Lewis, 1997).
CuO + 2HCl → CuCl2 + H2O (4.1)
Garam yang terbentuk akibat reaksi tersebut, tidak memiliki aktivitas
fotokatalitik karena tidak bersifat semikonduktor lagi. Garam sendiri merupakan
senyawa nonkonduktor (isolator), karena pembawa muatannya tidak bebas
(Oklilas, 2007). Hal tersebut menyebabkan semakin asam mediumnya, maka
persen degradasi fenol akan menjadi semakin kecil.
Palmer and Bénézeth (2008) menyebutkan bahwa CuO stabil pada pH 9.
Hal ini juga menyebabkan pada pH netral (pH 7) aktivitas fotodegradasi fenol
menjadi lebih kecil dari pada pH 9, karena pada pH di bawah dan di atas pH
tersebut, CuO mulai mengalami kelarutan. CuO pada pH 9 stabil sehingga CuO
mampu mendegradasi fenol dengan maksimal. Selain itu, pada kondisi basa juga
akan membuat fenol berubah menjadi ion fenoksida. Dimana ion fenoksida ini
lebih mudah terdegradasi daripada fenol (Rahmani, 2007; Dang, et al., 2016)).

Gambar 4.7 Pembentukan Ion Fenoksida dalam Air


Riyani dan Setyaningtyas (2010) juga menjelaskan bahwa pada kondisi
basa, radikal hidroksil akan semakin banyak terbentuk. Hal tersebut dikarenakan
24

pada suasana basa banyak terbentuknya ion hidroksil (OH-) yang akan bereaksi
dengan hole (h+) membentuk suatu radikal •OH, dimana proses degradasi fenol
dipengaruhi oleh radikal •OH.
Kondisi pH yang terlalu basa menunjukkan hasil degradasi yang sangat
kecil. Ada banyak hal yang menghalangi proses degradasi fenol dengan
menggunakan CuO pada suasana yang terlalu basa, sehingga aktivitas
fotodegradasinya sangat kecil yaitu hanya sebesar 16,71% sangat jauh dari pH9
walaupun sama-sama dalam kondisi basa. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
pH yang terlalu basa (pH di atas 9) juga akan menyebabkan CuO menjadi larut
walaupun tidak sebanyak dalam kondisi sangat asam (Palmer and Bénézeth,
2008). CuO yang larut akan berubah menjadi Na2[Cu(OH)4] yang bukan
merupakan senyawa semikonduktor, seperti pada persamaan berikut ini (Gerhartz,
1985).
CuO + 2NaOH + H2O → Na2[Cu(OH)4] (4.2)
Pada kondisi pH yang lebih tinggi, OH- akan bereaksi dengan H2O2
sehingga membentuk anion superoksida dan radikal perhidroksil (Tahara dan
Okubo, 2012) yang ditunjukkan dengan persamaan berikut.
H2O2 + OH- → •O2- + 2H2O + e (4.3)
•O2- + H+ → •OOH (4.4)
Jadi dengan pH yang lebih tinggi hidrogen peroksida cenderung lebih
banyak membentuk anion superoksida dan radikal perhidroksil dibandingkan
dengan terbentuknya radikal hidroksil (Faisal dan Saksono, 2013), dimana anion
superoksida dan radikal perhidroksil kurang memiliki kemampuan degradasi fenol
dibandingkan dengan radikal hidroksil (Suprapto, 2006; Bielski et al., 1985; Sanz
et al., 2003).
Menurut Qourzal et al. (2009), pH adalah salah satu hal yang paling
memberikan pengaruh muatan pada katalis.Beberapa variasi penggunaan pH
diketahui memberikan efek pada titik isoelektrik atau muatan permukaan katalis.
Efek ini disebabkan oleh adanya Point of Zero Charge (Pzc) dari CuO yaitu
sebesar 9,4 ± 0,4 (Martinson and Reddy, 2009). Jika pH di atas Pzc (pH > Pzc)
maka muatan fotokatalis akan menjadi negatif (-) dan akan menjadi positif jika pH
25

berada di bawah Pzc (pH < Pzc) (Anandan, et al., 2006). Meningkatnya pH akan
menyebabkan terjadinya tolak-menolak antara muatan negatif dari fotokatalis
CuO dengan ion fenoksida dan akan menghambat proses fotodegradasi fenol
(Saggioro et al., 2011). Rauf and Ashraf (2009) juga menjelaskan bahwa muatan
negatif dari fotokatalis akan menyebakan tolak-menolak juga dengan anion
hidroksida sehingga akan mengurangi pembentukan radikal hidroksil (•OH) dan
akan menurunkan aktivitas fotokatalitiknya.

4.5 Penentuan Laju Kinetika Fotokatalis


Penentuan laju kinetika dilakuan dengan tujuan untuk mengetahui
kecepatan fotokatalis dalam mendegradasi fenol. Laju reaksi adalah perubahan
konsentrasi pereaksi atau prodek persatuan waktu, yang artinya terjadi
pengurangan konsentrasi pereaksi atau pertambahan konsentrasi tiap satuan waktu
(Keenan,1990). Perhitungan laju reaksi dari sampel saat disinari sinar tampak
perlu dilakukan untuk mengetahui tingginya aktivitas suatu fotokatalis.
Perhitungan laju reaksi dapat dilakukan dengan penentuan orde reaksi. Orde
reaksi dapat ditentukan dengan membandingkan nilai R2 dari persamaan regresi
linier yang diperoleh dari setiap orde reaksi (Karmanto & Sulistya, 2014).
Penentuan ini dilakukan pada kondisi optimum yang telah diperoleh pada
penentuan waktu optimum dan pH optimum. Larutan fenol dengan konsentrasi
100 ppm diatur menggunakan pH optimum yang didapat, yaitu pH 9. Setelah pH
diatur menjadi pH optimum, sampel disinari menggunakan sinar tampak
menggunakan waktu optimum, yaitu selama 6 jam. Konsentrasi yang diperoleh
pada jam ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 digunakan untuk menentukan R2 pada orde
reaksi 0, 1, dan 2. Orde reaksi sendiri menjelaskan tentang tingkat reaksi atau
hubungan antara konsentrasi dengan kecepatan (Petrucci, 1985). Persamaan untuk
kinetika orde 0, 1, dan 2 (Prawithasari, et al., 2015) dapat dinyatakan dalam
persamaan di bawah ini.
Orde nol : Ct= -k.t + C0
Orde satu : ln Ct= -k.t + ln C0
Orde dua : 1/Ct = k.t + 1/C0
26

Nilai k adalah konstanta laju reaksi, C0 merupakan konsentrasi awal dan Ct adalah
konsentrasi pada waktu reaksi tertentu (Yan, et al., 2013). Konsanta laju reaksi
dihitung dari kemiringan (slope) yang dihasilkan dari perhitungan regresi linier
dari plot logaritma absorbansi fenol yang dipilih dengan waktu radiasi (Khan, et
al., 2012).

a b
y = -2.3814x + 33.581
40 R² = 0.9188 4.00
30 3.00

Ln Ct
20
Ct

2.00
y = -0.0955x + 3.5419
10 1.00 R² = 0.8973
0 0.00
0 5 10 0 5 10
Waktu Penyinaran (Jam) Waktu Penyinaran (Jam)

c
0.060
0.050
0.040
1/Ct

0.030
0.020 y = 0.0039x + 0.0277
0.010 R² = 0.8708
0.000
0 5 10
Waktu Penyinaran (Jam)

Gambar 4.8 Grafik Pengukuran kinetika fotodegradasi fenol pada a) orde


nol, b) orde satu, dan c) orde dua
Berdasarkan grafik yang didapat, dapat disimpulkan bahwa fotodegradasi
fenol menggunakan CuO berjalan mengikuti laju reaksi orde nol. Hal ini
dikarenakan nila R2 pada orde nol. Hal ini dikarenakan nilai R2 pada orde nol
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pada orde satu dan orde dua, yaitu
sebesar 0,9188. Laju reaksi orde nol sendiri memilik arti bahwa reaksi tidak
bergantung pada konsentrasi reaktan (Keenan, 1990). Pada proses fotodegradasi
ini, yang paling berpengaruh dalam reaksi adalah suhu dan jumlah katalis.
Semakin tinggi suhu dan jumlah katalis, maka semakin tinggi nilai laju reaksinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Degradasi fenol menggunakan fotokatalis CuO dengan bantuan lampu
tungsten telah berhasil dilakukan dengan kondisi pH optimum berada pada
pH 9 dengan penurunan fenol sebesar 42,87% yang didegradasi dengan
waktu optimum 6 jam.
2. Persen penurunan fenol pada pH dan waktu kontak optimum hanya mencapai
42,87% yang menunjukkan aktivitas fotokatalitik CuO kurang baik dalam
mendegradasi fenol.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai aplikasi CuO murni sebagai fotokatalis atau dilakukan
komposit dengan fotokatalis lain seperti TiO2, ZnO ataupun CdS dengan
menggunakan sinar dari lampu tungsten atau sinar matahari sebagai sumber foton
dalam mendegradasi senyawa organik pada limbah seperti fenol. Selain itu, juga
diperlukan uji coba aplikasi fotokatalis tersebut untuk mendegradasi logam berat
maupun senyawa organik lain yang dihasilkan dari berbagai proses industri.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Ali, R., and Siew, 2006, Photodegradation of New Methylen Blue N in Aqueous
Solution Using Zinc Oxide and Titanium Dioxide as Catalyst, Jurnal
Teknologi, 45: 31–42.
Anandan S., Vinu A., Venkatachalam N., Arabindoo B., Murugesan V., 2006,
Journal of Molecular Catalyst A: Chemical, J Mol Catal A, 256: 312.
Arief, M., 2011, Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Seng Oksida (ZnO)
dengan Metode Proses Pengendapan Kimia Basah dan Hidrotermal untuk
Aplikasi Fotokatalis, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Arsyad, M. N., 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Ilmiah, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Attia, A., J., Kadhim, S., H., and Hussein, F., H., 2008, Photocatalytic
Degradation of Textile Dyeing Wastewater Using Titanium Dioxide and
Zinc Oxide, E-J. Chem., 5 (2): 219–223.
Bailey, James E., David F. Ollis, 1986, Biochemical Engineering Fundamentals,
2nd edition, McGraw-Hill Book Co., Singapore.
Bielski, B. H. J., Cabelli D. E., Arudi R. L., Ross A. B., 1985, Reactivity of
HO2/O2- Radicals in Aqueos Solution, J. Phys Chem Ref Data 14: 1041-
1100.
Callister, W., D., 2007, Material Science and Enginering, An Introduction 7ed,
Department of Metallurgical Enginering The University of Utah,John
Willey and Sons, Inc., New York.
Chaplin, M., 2003, Enzymes and Enzymes Technology, [Online] diunduh dari
http://www.isbu.ac.uk/biology/enzyme, [Diakses tanggal 2 Oktober 2018].
Citra, A., Kinanti, Irmina, K., 2012, Pengamatan Struktur CuO/CaF2 dengan
Berbagai Loading Cu, Jurnal Sains dan Seni ITS, 1-4.
Cotton, A., Geoffrey Wilkinson, 1989, Kimia Anorganik Dasar, Cetaka Pertama,
Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Dang, T. T. T., S. T. T. Le, D. Channei, W. Khanitchaidecha, A. Nakaruk, 2016,
Photodegradation Mechanisms of Phenol in The Photocatalytic Process,
Res Chem Intermed (2016) 42:5961–5974.
Day, R., A., dan Underwood, A., L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif.
Penerjemah: Pujaatmaka, A.H.,Edisi ke V, Jakarta: Erlangga.
Day. R.A. dan A.L. Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitif, Jakarta:
Erlangga.
29

Depdikbud, 1987, Petunjuk Praktek Penerangan Listrik, Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan.
Dojlido, Jan R., and best, Gerald, A., 1993, Chemistry for Water and Water
Pollution, Ellis Harwood Limited, London.
Elert, Glenn, 1999, Temperature of an Incandescent Light Bulb.
Faisal, Y. E. dan N. Saksono, 2013, Degradasi Fenol dalam Limbah Cair dengan
Metode Contact Glow Discharge, Departemen Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia.
Electrolysis (CGDE) Menggunakan Elektrolit KOH
Fessenden, R. J., Fessenden, J., S., 1992, Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fiolida, I., A., S., 2016, Preparasi dan Karakterisasi Komposit CuO-Zeolit Alam
Untuk Fotodegradasi Zat warna Rhodamin B Dengan Sinar Ultraviolet,
Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Gandjar dan Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ganlazuardi, J., 2001, Fotokatalitik pada Permukaan TiO2, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Gerhartz, W., 1985, Ullman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, 5th Ed. Vol.
A1: Deerfield Beach, FL: VCH Publishers.
Ghane, M., et al., 2010, Synthesis and Characterization of A Bi-Oxide
Nanoparticle ZnO/CuO by Thermal Decomposition of Oxalate Precursor
Method, International Journal of Nano Dimension, 1(1): 33-40.
Gunawan, T., 2008, Optimalisasi Sistem Tata Cahaya Buatan Studi Kasus Ruang
Rawat Inap RS, Spesialis usada Utama Surabaya, Surabaya : Universitas
Kristen Petra.
Hoffman, M.R, S.T. Martin, W. Choi., and D.W. Bahnemann, 1995,
Environmental Application of Semiconductor Photocatalysis, American
Chem. Soc., 95 (1), pp. 69-96.
Hoffman, D. L., T. P. Novak, and M. Peralta, 1999, Building Consumer Trust
Online, Comm ACM42(4) 80-85.
[JIS] Japanese Industrial Standar, 1998, Testing Methods for Industrial
Wastewater, Japanese Standar Association Particleboard, Japan.
Karmanto dan Sulistya Riana, 2014, Elektrodekolorisasi Zat Warna Remazol
Violet 5R Menggunakan Elektroda Grafit, J Kaunia, Vol 10: 11-19.
Keenan, K, dan Wood, 1990, Kimia Untuk Universitas, Jilid I, Edisi VI,
Penerjemah, Aloysius, H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
30

Khan, A., Qamart, M., Muneer, M., 2012, Synthesis of highly Active visible light-
Driven Collodial Silver ortophosphate, Chemistry Physic Letter., pp 54-58.
Khopkar, S., M., 1990,Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Klipstein, D., L., 2006, The Great Internet Light Bulb Book, Part I.
Kudo, A., 2007,Photocatalysis and Solar Hydrogen Production, Pure Appl Chem
79(11), pp. 1917-1927.
Laoufi, N.A., Tassalit, D. and Bentahar, F., 2008, The degradation of phenol in
water solution by TiO2 photocatalysis in a helical reactor, Global NEST
Journal,Vol.10 pp. 404-418.
Lestari, Dian, 2011, Preparasi Nanokomposit ZnO/TiO2 dengan Metode
Sonokima Serta Uji Aktivitasnya Untuk Fotodegradasi Fenol, Skripsi,
FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Lestari, D., W. Sunarto, E. B. Susatyo, 2012, Preparasi Nanokomposit ZnO/TiO2
dengan Metode Sonokima Serta Uji Aktivitasnya Untuk Fotodegradasi
Fenol, Indonesian Journal of Chemical Science, 1(1).
Lewis, R. J., Sr (Ed), 1997, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary, 13th
Edition, New York: John Willey & Sons, Inc.
Linsebigler, A. L., Lu, and J. T. Yates, Jr., 1995, Photocatalysis on TiO2 Surface:
Principles, Mechanisms, and Selected Results.Chemical Reviews, Vol.
48(3).
Macias, L, T., 2003, The Designand Evaluation of A Continuous Photocatalytic
Reactor Utilizing Titanium Dioxide in Thin Film Mesoporous Silica,
Thesis, Chemical Engineering, Mississippi State University: Mississippi.
Martinson C. A., Reddy K., 2009, Adsorption of Arsenic (III) and Arsenic (V) by
Cupric Oxide Nanoparticles, J Colloid Interface Sci 2009; 336: 406-11.
Mitoraj, D., 2009, Origin of Visible Light Activity in Urea Modified Titanium
Dioxide, Polen: Friedrich-Alexander-Universität Erlangen-Nürnberg.
Mostavan, A., 2000, Cahaya, Bandung: ITB.
Mulja, M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Surabaya: Airlangga
University Press.
Nair, I., C., K. Jayachandran, and S. Shashidhar, 2008, Biodegradation of Phenol,
African journal of Biotechnology, Vol. 7, (25). 4951-4958.
Nogueira, R. F. P., and W. F. Jardin., 1993, Photodegradation of Methylen Blue
Using Solar Light and Semiconductor (TiO2), Journal Of Chemical
Education, Vol. 70(10), pp. 861-862.
31

Nurdhani, Yusni, 2009, Sintesis dan Karakterisasi CuO-Bentonit, Serta


Aplikasinya Sebagai Fotokatalis, Skripsi, Fakultas MIPA, Universitas
Indonesia.
Oklilas, A. F., 2007, Bahan Ajar Elektronika Dasar, Sumatera Selatan:
Universitas Sriwijaya.
Palmer, D. A. and Pascale Bénézeth, 2008, Solubility of Copper Oxides in Water
and Steam, 14th International Conference on the Properties of Water and
Steam in Kyoto, 491-496
Permata, D., G., Diantariani, N., P., Widihati, I., A., G., 2016, Degradasi
Fotokatalitik Fenol Menggunakan Fotokatalis ZnO dan Sinar UV, Jurnal
Kimia, 10 (2): 263-369.
Petrucci, K.H, 1985, Kimia Dasar, Edisi IV, Jilid II, Penerjemah: Suminar S.
Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Prawithasari, R. E., Fadilah, I., Mudjijono, Saraswati, T. E., dan Darwanto, D. H.,
2015, Aktivitas Fotokatalitik NaNO TiO2 Terdukung Pada Membran
Selulosa Asetat/Nata De Coco (CA/NDC) Dalam Reaksi Fotodegradasi
Metilen Biru, ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol 11: 90-101.
Pusarpedal, 2006, Pedoman Prosedur Analisa Parameter Kunci, Deputi VII KLH
dan JICA.
Purbandini, S.R. dan Haris, A., 2018, Effect of ZnO Dopant on TiO2 on
Simultaneous Decrease of Phenol, Pb(II) and COD using Photocatalysis
Method, Journal of Scientific and Applied Chemistry, Vol. 21 (1): 34-38.
Qadeer dan Rehan, 1998, Proses Pengolahan Minyak Bumi, Bandung.
Rahmani, A. R., 2007. Investigation of Photocatalytic Degradation of Phenol by
UV/TiO2 Process. Laporan Penelitian. Hamedan. University of Medical
Sciences.
Rauf, M.A. and Ashraf, S.S., 2009, Fundamental Principles and Application of
Heterogeneous Photocatalytic Degradation of Dyes in Solution, Chemical
Engineering Journal, 151, pp. 10-18.
Riyani, K. dan T. Setyaningtyas, 2010, Penurunan Kadar Sianida dalam Limbah
Cair Tapioka menggunakan Fotokatalis TiO2, Molekul, 5(1), pp. 50-55.
Sakthivel, S., Neppolian, B., Shankar, M.V., Arabindoo, B., Palanichamy, M.,
Murugesan, V, 2003, Solar Photocatalityc Degradation of Dye:
Comparison of Photocatalityc Efficiency of ZnO and TiO2, Solar energy
materials and solar cells, 77(1), 65-82.
Sanz, J., J. I. Lombraña, A. M. De Luis, M. Ortueta, F. Varona, 2003, Microwave
and Fenton’s Reagent Oxidation of Wastewater, Environ Chem Lett (2003)
1: 45-50.
32

Sasongko, D., P., Tresna, W., P., 2010, Identifikasi Unsur dan Kadar Logam Berat
pada Limbah Pewarna Batik dengan Metode Analisis Pengaktifan
Neutron, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH, Vol. 27, 22-
27.
Saggioro, E.M., Anabela Sousa Oliveira, Thelma Pavesi, Cátia Gil Maia,
Luis Filipe Vieira Ferreira, and Josino Costa Moreira,2011, Use of
Titanium Dioxide Photocatalysis on The Remediation of Model Textile
Wastewaters Containing Azo Dyes,Molecules,16, pp. 10370-10386.
Sathyamoorthy, R., Mageshwari, K., 2013, Synthesis of Hierarchical CuO
Microspheres: Photocatalytic and Antibacterial Activities, Physica E, Vol.
47, 157-161.
Setiawan. 2007. Modul Pengantar Kuliah Semikonduktor. Jurusan Pendidikan
Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia
Singh, S., 2009, Electrical Transport and Optical Studies of Transition Metal Ion
Doped ZnO and Synthesis of ZnO based Nanostructure by Chemical
Route, Thermal Evaporation and Pulsed Laser Deposition, Thesis,
Departmen Of Physics Indian, Institute Of Technology Madras.
Slamet, Bismo, S., Arbianti, R., Sari, Z., 2006, Penyisihan Fenol Dengan
Kombinasi Proses Adsorpsi dan Fotokatalisis Menggunakan Karbon Aktif
dan TiO2, Jurnal Teknologi, Edisi No. 4.
Suprapto, B., 2006, Biological Antioxidant: What are They? Kumpulan Makalah
Lengkap PIT VII Endokrinologi, Surakarta, Universitas Negeri Surakarta
Press.
Sulaiman, U., Hermawan D, 2002, Degradasi Fotokatalitik Fenol Dalam Sampel
Air Sungai Donan Cilacap, ProsidingSemnas Kimia 2002 dalam rangka
Dies Natalis 46 JurdikKimia FMIPA UNY, 84-88.
Suma’mur, P., K., 1995, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan,
Jakarta: Agung.
Tahara, M dan Okubo, M., 2012, Detection of Free Radicals Produced by A
Pulsed Streamer Corona discharge in Solution Using Electron
SpinResonance, Joint Electrostatic Conference. Osaka Perfecture, Japan.
Tao, Y., Z.L. Cheng, K.E. Ting, and X. J. Yin, 2012, Photocatalytic Degradation
of Phenol Using a Nanocatalyst: The Mechanism and Kinetics, Journal of
Catalysts, Vol. 2013, pp. 1-6.
Wang, X., 2004,Removal of Aqueous Cr (VI) by a Combination of Photocatalytic
Reduction and Copresipitation, Singapore: National University of
Singapore.
33

Wang, L., 2006, Preparation and Characterization of Properties of


Electrodeposited Copper Oxide Films, Disertation, Texas: The University
of Texas at Arlington.
Wardhani, Sri, 2008, Studi Pengaruh Konsentrasi Zn (II) Pada Preparasi Katalis
Zeolit-ZnO Terhasap Oksidasi Fenol, Kimia FMIPA Universitas
Brawijaya, Malang, Vol. 11, No. 3, 199-209.
Widyaningsih, Elsa, 2010, Prinsip Dasar Spektrofotometer UV Visible, Jurusan
Teknik Kimia,FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar.
Windhini, A., 2013, Sintesis dan Karakterisasi ZrO3– CuO Sebagai Fungsi
Perbandingan Mol, Laporan Penelitian, Universitas Lampung Bandar
Lampung.
Wong, C.L., Tan,Y.N., and Mohamed.A.R., 2011, AReview on The Formation of
Titania Nanotube Photocatalysts by Hydrothermal Treatment, Journal of
Environment, Vol. 92 pp. 1669-1680.
Yan, X., Gao, Q., Qin, J., Yang, X., Li, Y. dan Tan, H., 2013, Morphollogy
Controlled Synthesis of Ag3PO4 Microcubes with enhanced visible light
driven photocatalytic activity, Ceramic International, Vol.39, p.9715-
9720.
LAMPIRAN A
SKEMA KERJA

1. Pembuatan Larutan Induk Fenol


10 gram Fenol
- dimasukkan ke labu ukur 100 mL
- dilarutkan dengan aquades sampai tanda batas
Larutan- Induk
1000 ppm
- dipipet sebanyak 10 mL
- dimasukkan ke labu ukur 100 mL
- ditambahkan aquades sampai tanda batas
--
Larutan Induk
100 ppm
- dipipet sebanyak 0; 10; 20; 30; 40; dan 50 mL
- dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL
- diencerkan sampai tanda batas dengan aquades
Larutan Induk 0; 10;
20; 30; 40; 50 ppm
ppm
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol
10 mL Larutan Induk
Fenol 50 ppm
- dimasukkan ke labu ukur 100 mL secara duplo
- ditambah 2,5 mL larutan NH4OH 0,5 N
- ditambah larutan penyangga fosfat sampai pH 7,9 ± 0,1
- dikomplekskan dengan 1 mL larutan 4-aminoantipirin 2%
sambal dikocok
- ditambah 1 mL larutan kalium ferisianida 8%
- diencerkan sampai tanda batas dan didiamkan 15 menit
- didiamkan
Larutan Berwarna Merah

34
35

Larutan Berwarna Merah

- diukur absorbansi pada rentang Panjang gelombang 400 –


700 nm

Panjang Gelombang Maksimum Fenol

3. Penentuan Kurva Kalibrasi Fenol


10 mL Larutan Induk Fenol
0; 10; 20; 30; 40; 50 ppm

- dimasukkan ke labu ukur 100 mL secara duplo


- ditambah 2,5 mL larutan NH4OH 0,5 N
- ditambah larutan penyangga fosfat sampai pH 7,9 ± 0,1
- dikomplekskan dengan 1 mL larutan 4-aminoantipirin 2%
sambal dikocok
- ditambah 1 mL larutan kalium ferisianida 8%
- diencerkan sampai tanda batas dan didiamkan 15 menit
- didiamkan
Larutan Berwarna Merah

- diukur absorbansi pada rentang Panjang gelombang 400 –


700 nm
Kurva Kalibrasi Fenol

4. Penentuan Waktu Kontak Optimum


250 mL Larutan Fenol 30 ppm
yang Sudah Dikomplekskan
- dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL
- dimasukkan katalis CuO ke dalam medium sebanyak 0,25 gram
- didiamkan selama 30 menit pada kondisi gelap
- diaduk dan disinari dengan lampu tungsten selama 6 jam
- diambil 10 mL sampel
- disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit,
kemudian dikomplekskan dan diencerkan sampai tanda batas labu
pengenceran
- dipipet dan diukur pada panjang gelombang maksimum
- ditentukan persen penurunan fenol terbesar
pH Optimum
36

5. Penentuan pH Optimum
250 mL Larutan Fenol 30 ppm
yang Sudah Dikomplekskan
- dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL
- dimasukkan katalis CuO ke dalam medium sebanyak 0,25
gram
- divariasikan pada pH 3, 5, 7, 9, dan 11 dengan
menambahkan HCl atau NaOH 1M
- didiamkan selama 30 menit pada kondisi gelap
- diaduk dan disinari dengan lampu tungsten selama 8 jam
- diambil 10 mL setiap 1 jam penyinaran
- disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit,
lalu dikomplekskan dan diencerkan sampai tanda batas
- dipipet dan diukur pada panjang gelombang maksimum
Waktu-Kontak
Optimum
LAMPIRAN B
PEMBUATAN LARUTAN

1. Pembuatan Larutan Induk Fenol 1000 ppm


Larutan fenol dibuat dengan konsentrasi 1000 ppm. Sebanyak 0,1 gram
dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan akuades
sampai tanda batas.
2. Pembuatan Larutan Induk Fenol 100 ppm
Larutan induk fenol dengan konsentrasi 1000 ppm dipipet 10 mL ke dalam
Labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan akuades sampai tanda batas.
3. Pembuatan Larutan NaOH 1M
Sebanyak 3,99 gram NaOH dilarutkan dalam 100 ml aquades.
4. Pembuatan Larutan HCl 1M
Sebanyak 3,65 gram HCl dilarutkan dalam 100 ml aquades.

37
LAMPIRAN C
PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM DAN
PEMBUATAN KURVA KALIBRASI

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol


Panjang Gelombang Absorbansi
502,2 0,5939
503,2 0,5943
504,2 0,5946
505,2 0,5948
506,2 0,5949
507,2 0,5946
508,2 0,5941
509,2 0,5932
510,2 0,5921
511,2 0,5919

38
39

2. Pembuatan Kurva Kalibrasi


Fenol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A)
0 0
10 0.124
20 0.263
30 0.427
40 0.542
50 0.665

0.8

0.7 y = 0.0136x - 0.002


R² = 0.9977
0.6

0.5
Absorbansi

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 10 20 30 40 50 60
-0.1
Konsentrasi (ppm)
LAMPIRAN D
PENENTUAN WAKTU KONTAK OPTIMUM

1. Hasil Fotodegradasi Fenol Menggunakan Fotokatalis CuO dengan


Bantuan Lampu Tungsten
% % Penurunan
Waktu Absorbansi Konsentrasi Selisih
Penurunan Per Jam
0 0.441 32.81 0.00 0.00 0.00
1 0.437 32.51 0.30 0.90 0.90
2 0.43 31.99 0.52 2.48 1.59
3 0.398 29.62 2.37 9.71 7.41
4 0.362 26.96 2.67 17.84 9.00
5 0.303 22.59 4.37 31.16 16.21
6 0.253 18.88 3.70 42.45 16.40
7 0.252 18.81 0.07 42.67 0.39
8 0.25 18.66 0.15 43.12 0.79

2. Grafik Penurunan Fenol untuk Waktu Kontak Optimum


50.00
45.00
Penurunan Fenol (%)

40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu Kontak (Jam)

40
LAMPIRAN E
PENENTUAN pH OPTIMUM

1. Hasil Fotodegradasi Fenol Menggunakan Fotokatalis CuO dengan


Bantuan Lampu Tungsten
Abs Abs %
pH Konsentrasi Konsentrasi Selisih
Awal Akhir Penurunan
3 0.417 31.03 0.367 27.33 3.70 11.94
5 0.422 31.40 0.321 23.92 7.48 23.83
7 0.438 32.59 0.308 22.96 9.63 29.55
9 0.432 32.14 0.246 18.36 13.78 42.87
11 0.441 32.81 0.367 27.33 5.48 16.71

2. Grafik Penurunan Kadar Fenol untuk pH Optimum


50.00
45.00 42.87
Penurunan Fenol (%)

40.00
35.00 29.55
30.00
23.83
25.00
20.00 16.71
15.00 11.94
10.00
5.00
0.00
3 5 7 9 11
pH

41
LAMPIRAN F
PENENTUAN LAJU KINETIKA FOTOKATALIS CuO
1. Grafik Orde Nol

Orde 0 y = -2.3814x + 33.581


40 R² = 0.9188
30
20
Ct

10
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu Penyinaran (Jam)

2. Grafik Orde Satu

Orde 1
4.00
3.00
Ln Ct

2.00
y = -0.0955x + 3.5419
1.00
R² = 0.8973
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu Penyinaran (Jam)

3. Grafik Orde Dua

Orde 2
0.060

0.040
1/Ct

y = 0.0039x + 0.0277
0.020 R² = 0.8708

0.000
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu Penyinaran (Jam)

42
LAMPIRAN G
DOKUMENTASI PENELITIAN

Hasil Pengompleksan Larutan Fenol dengan Senyawa 4-aminoantipirin

Larutan Hasil Analisa pH Optimum

(a) (b) (c)


Beberapa Contoh Perubahan Degradasi Larutan Setelah Pengujian Waktu
Optimum (a) Jam Ke-0; (b) Jam Ke-6; (c) Jam Ke-7

43

Anda mungkin juga menyukai