SKRIPSI
Oleh :
ELSHA RAHMALIFIA AYUDIANTY
H1A013053
SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
Oleh :
ELSHA RAHMALIFIA AYUDIANTY
H1A013053
Oleh :
ELSHA RAHMALIFIA AYUDIANTY
H1A013053
Mengetahui,
Dekan Fakultas MIPA
Penulis
DAFTAR ISI
Penggunaan
SINGKATAN Nama Pertama pada
Halaman
UV Ultraviolet 2
IR Inframerah 12
Vis Visible 12
LAMBANG
µg/L Mikrogram per Liter 1
eV Elektron volt 2
°C Derajat Celcius 3
+ Plus atau Tambah 3
mL Mililiter 3
cm3 Centimeter Kubik 10
K Derajat Kelvin 11
± Kurang Lebih 11
% Persen 11
× Kali 11
Nm Nanometer 11
< Kurang Dari 13
> Lebih Dari 13
ppm Part Per Million 14
rpm Rotation Per Million 15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Struktur Fenol 4
2.2 Proses Fotokatalis 6
2.3 Model Pita Energi Bahan Semikonduktor 8
2.4 Struktur Kristal CuO 10
2.5 Spektrofotometer UV-Vis 13
4.1 Reaksi Fenol dengan Senyawa 4-aminoantipirin 17
4.2 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Fenol 18
4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Fenol 19
4.4 Kurva Penentuan Waktu Kontak Optimum 20
4.5 Mekanisme Dasar Fotokatalitik Degradasi Fenol 21
4.6 Grafik Penurunan Fenol pada Variasi pH 21
4.7 Pembentukan Ion Fenoksida dalam Air 22
4.8 Grafik Pengukuran Kinetika Fotodegradasi Fenol 25
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1 Tabel Panjang Gelombang untuk Setiap Jenis Warna 13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
A Skema Kerja 36
B Pembuatan Larutan 39
C Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva
Kalibrasi 40
D Penentuan Waktu Kontak Optimum 42
E Penentuan pH Optimum 43
F Penentuan Laju Kinetika 44
G Dokumentasi Penelitian 45
ABSTRAK
Fenol dan segala turunannya seringkali ditemukan pada limbah cair dari
berbagai industri, seperti kimia, batu bara, herbisida, petrokimia, petroleum,
farmasi, dan plastik. Dalam beberapa kasus, fenol seringkali dilepaskan ke
lingkungan tanpa perlakuan lajutan. Padahal fenol termasuk dalam senyawa
beracun dan karsinogenik yang sangat berbahaya. Degradasi fotokatalitik
merupakan metode yang dapat dikembangkan untuk mendegradasi limbah fenol.
Fotokatalis CuO dapat digunakan sebagai fotokatalis karena memiliki kestabilan
kimia, ketersediaan unsur yang melimpah, biaya yang murah, dan energi celah
pita (band gap energy) sebesar 1,2 eV. Degradasi fenol menggunakan fotokatalis
CuO dengan bantuan lampu tungsten telah berhasil dilakukan dengan kondisi pH
optimum berada pada pH 9 dengan penurunan fenol sebesar 42,87% yang
didegradasi dengan waktu optimum 6 jam
Phenol and all of the derivatives are often found in water waste from
various industries, such as chemistry, coal, herbicide, periquimia, petroleum,
pharmacy, and plastucs. In some cases, phenols are often released into the
environment without continous treatment. Whereas, phenol is included in toxic
and carsinogenic compounds, which are very dangerous. Photocatalystic
degradation is a method that can be developed to degrade phenol waste. CuO can
be used as photocatalyst because it has chemical stability, abundant availability
of elements, low costs, and band gap energy of 1,2 eV. Phenol degradation using
CuO photocatalyst with the help of tungsten lamps was succesfully carried out
with optimum pH conditions at pH 9 with a decrease of 42,87% phenol which has
degraded with an optimum time of 6 hours.
1
2
diketahui dapat menguraikan senyawa zat warna menjadi senyawa yang tidak
berbahaya, seperti H2O dan CO2 (Slamet dkk, 2006).
Degradasi fotokatalitik merupakan metode yang dapat dikembangkan untuk
mendegradasi limbah fenol dengan bantuan cahaya sinar matahari. Sinar matahari
yang sampai ke permukaan bumi intensitasnya lemah sehingga proses degradasi
fenol berlangsung lambat. Fotodegradasi fenol dapat ditingkatkan dengan
menggunakan bahan fotokatalis dan sinar ultraviolet (UV). Bahan fotokatalis yang
biasanya digunakan merupakan oksida logam yang bersifat semikonduktor, antara
lain TiO2, ZnO, CuO, CdO, Fe2O3, dan sebagainya (Arief, 2011). Fotokatalis yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah CuO. Fotokatalis CuO digunakan
sebagai fotokatalis karena memiliki kestabilan kimia, ketersediaan unsur yang
melimpah, biaya yang murah, dan energi celah pita (band gap energy) sebesar 1,2
eV (Setyamoorthy and Magheswari, 2013).
2.1 Fenol
Fenol (C6H6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus
hidroksil yang terikat pada cincin benzene.senyawa fenol memiliki beberapa nama
lain seperti asam karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam fenilat,
fenil hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil anhidrat, fenilat
alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al., 2008). Fenol memiliki rumus sebagai
berikut.
4
5
Fenol dikenal sangat reaktif terhadap jaringan tubuh manusia. Fenol dapat
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Fenol juga beracun
terhadap sistem pernapasan dan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan sistem
saraf apabila termakan atau terhisap terus-menerus. Efek racun ini akan bertambah
besar dengan banyaknya substituent yang terikat pada fenol terutama gugus klor
(PUSARPEDAL, 2006). Fenol diperairan masuk ke dalam tubuh manusia melalui
ikan yang dimakan manusia atau air minum yang diolah dari perairan, kemudian
terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengganggu metabolisme tubuh. Efek toksik
fenol terhadap manusia dengan menyerang organ ginjal, hati, limpa, pangkreas,
paru-paru, dan otak (Ollis et al., 1986).
2.2 Fotokatalis
2.2.1 Definisi
Fotokatalis merupakan suatu gabungan proses antara proses fotokimia dan
katalis. Fotokimia sendiri merupakan suatu proses transformasi kimia dengan
bantuan cahaya sebagai pemicunya. Sedangkan katalis merupakan suatu substansi
yang dapat mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut bereaksi selama proses
berlangsung dan pada keadaan awal sampai akhir reaksi jumlah katalis tetap sama.
Hal ini disebabkan karena katalis memiliki kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan minimal satu molekul reaktan untuk menghasilkan senyawa
antara yang lebih reaktif. Katalis dalam proses ini disebut fotokatalis karena
memiliki kemampuan menyerap foton. Prinsip dasar dari fotokatalis ini adalah
ketika semikonduktor dikenai sinar yang memiliki energi sama atau lebih besar
dari band gap semikonduktor untuk mengeksitasielektron yang berada pada pita
valensi menuju ke pita konduksi dengan meninggalkan hole di pita valensi.
Perpindahan elektron ini menyebabkan terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi
(Kudo, 2007).
Pada semikonduktor dikenal istilah pita konduksi dan pita valensi. Pita
konduksi dan pita valensi ini memegang peranan penting dalam semikonduktor.
Jarak antara pita konduksi dan pita valensi ini dinamakan celah pita (band gap).
Band gap merupakan besaran energi yang diperlukan suatu elektron untuk dapat
6
tereksitasi karena semakin besar energi yang dibutuhkan untuk eksitasi elektron.
Jika suatu semikonduktor yang menyerap energi yang sesuai atau lebih besar dari
energiband gap, maka elektron-elektron pada pita valensi akan tereksitasi menuju
ke pita konduksi. Hole positif akan terbentuk pada pita valensi yang ditinggalkan
elketron. Hole positif ini yang apabila berinteraksi dengan molekul yang
nukleofilik makan akan terjadi reaksi oksidasi pada molekul tersebut dan
membentuk radikal. Sedangkan elektron pada pita konduksi apabila berinteraksi
dengan molekul yang elektrofilik maka molekul tersebut akan mengalami reaksi
reduksi sehingga menghasilkan radikal. Apabila proses ini berlangsung terus
menerus, maka disebut proses fotokatalis. Proses fotokatalis akan terhenti apabila
terjadi reaksi rekombinasi yaitu bertemunya hole positif dari pita valensi dan
elektron dari pita konduksi. Partikel semikonduktor akan menjadi oksidatif yang
mampu mendegradasi sejumlah polutan bila dikenai cahaya dengan panjang
gelombang yang sesuai dengan band gap semikonduktor tersebut. Degradasai
total polutan organik ini akan menghasilkan CO2, H2O, dan asam mineral
(Nurdani, 2009).
2.3 Semikonduktor
Setiap atom penyusun kristal semikonduktor memiliki sejumlah elektron
valensi pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi, keadaan elektron
Valensi memiliki tingkat energi yang besarnya Energi Valensi (EV). Elektron
valensi ini berkontribusi pada pembentukan ikatan kovalen antara atom-atom
penyusun kristal semikonduktor. Keadaan dimana elektron sudah terbebas dari
ikatan kovalen disebut keadaan konduksi dengan tingkat Energi Konduksi (EC).
Apabila kristal semikonduktor tersebut temperaturya dinaikkan maka aka nada
penambahan energi termal yang menyebabkan terputusnya ikatan kovalen yang
terbentuk. Pemutusan ikatan kovalen ini akan menghasilkan elektron bebas yang
8
sudah dalam keadaan konduksi dengan tingkat energi EC. Keadaan elektron
konduksi dimana setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron valensi
pada tingkat energi EV akan berpindah ke keadaan konduksi dengan tingkat
energi EC. Selisih antara tingkat energi konduksi dengan tngkat energi valensi ini
dinamakan energi celah pita (energi gap) dimana energi gap tersebut merupakan
energi minimal yang dibutuhkan untu memutuskan ikatan kovalen pada kristal
semikonduktor (Setiawan, 2007).
(Cu(OH)2) atau tembaga (II) karbonat (CuCO3) seperti yang ditunjukkan pada
persamaan reaksi di bawah ini (Windhini, 2013).
Cu(NO3)2 (aq) → 2CuO (s) + 4NO2 (g) + O2 (g) (2.3)
Cu(OH)2 (s) → CuO(s) + H2O (l) (2.4)
CuCO3 (aq) → CuO (s) + CO2 (g) (2.5)
CuO adalah senyawa semikonduktor dengan struktur monoklinik. CuO
merupakan anggota paling sederhana senyawa tembaga dan menunjukkan
berbagai sifat fisik yang berguna seperti superkonduktivitas suhu tinggi, efek
korelasi elektron, dan dinamika putar. Sebagai semikonduktor tipe-p, CuO telah
digunakan dalam banyak aplikasi seperti dalam gas sensor, katalis, baterai,
superkonduktor suhu tinggi, konversi energi surya, dan bidang emisi (Ghane et
al., 2010). CuO memiliki band gap 1,2 eV. CuO merupakan katalis penting dan
luas digunakan karena aktivitas yang tinggi dan selektif dalam reaksi oksidasi
reduksi. CuO juga digunakan dalam sensor gas, material termoelektrik, dan
sebagainya. CuO murni adalah sebuah padatan hitam dengan kepadatan 6,4 g/cm3,
mempunyai titik leleh yang tinggi yaitu 1330°C dan tidak larut dalam air (Wang,
2006). CuO mendapat perhatian yang besar karena dapat diaplikasikan dalam
banyak bidang, seperti katalis, sensor gas dan semikonduktor karena CuO
memiliki energi celah pita 1,2 – 1,9 eV. Selain diaplikasikan sebagai katalis
dengan didukung oleh suatu pendukung (Citra dan Irmina, 2012).
tampak adalah salah satu jenis gelombang elektromagnetik yang terdeteksi dalam
interval yang lebar, dan dikelompokkan dalam spectrum eletromagnetik, yaitu
interval yang lebar, dan dikelompokkan dalam spectrum elektromagnetik, yaitu
daerah jangkauan panjang gelombang yang merupakan bentangan radiasi
elektromagnetik. Cahaya tampak yang dihasilkan melalui suatu pijaran
disebabkan karena elektron mengalami percepatan dalam filament panas. Radiasi
inframerah memegang peranan penting pada efek pemanasan matahari. Matahari
tidak hanya memancarkan cahaya tampak, tetapi juga inframerah (IR) dan
ultraviolet (UV) dalam jumlah yang tetap (College Loan Consolidation, 2015).
14
15
18
19
0.595
0.5945
Absorbansi 0.594
0.5935
0.593
0.5925
0.592
0.5915
0.591
502.2. 503.2 504.2 505.2 506.2 507.2 508.2 509.2 510.2 511.2
0.8
0.5
Absorbansi
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50 60
-0.1
Konsentrasi (ppm)
Hasil fotodegradasi fenol menggunakan sinar tampak dapat dilihat pada Gambar
4.4
50.00
45.00
Penurunan Fenol (%)
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 4.5 Mekanisme Dasar Fotokatalitik Degradasi Fenol (Tao et al., 2012).
40.00
35.00 29.55
30.00 23.83
25.00
20.00 16.71
15.00 11.94
10.00
5.00
0.00
3 5 7 9 11
pH
degradasi fenol dengan menggunakan CuO lebih baik pada pH basa, namun jika
pH terlalu tinggi maka akan menurunkan aktivitas fotodegradasinya.
Aktivitas fotodegradasi pada pH yang kecil (pH di bawah 9) menunjukkan
hasil yang kurang baik. Menurut Palmer and Bénézeth (2008), CuO pada kondisi
suhu rendah (25°C sampai 50°C) akan larut dalam medium air jika pH medium
dirubah menjadi asam. Semakin asam, CuO akan semakin banyak yang larut,
sehingga aktivitas fotodegradasi fenol akan semakin turun karena fotokatalis yang
digunakan semakin sedikit. CuO memiliki kelarutan dalam larutan asam, seperti
HCl dan akan berubah menjadi garam, seperti dalam persamaan reaksi berikut
(Lewis, 1997).
CuO + 2HCl → CuCl2 + H2O (4.1)
Garam yang terbentuk akibat reaksi tersebut, tidak memiliki aktivitas
fotokatalitik karena tidak bersifat semikonduktor lagi. Garam sendiri merupakan
senyawa nonkonduktor (isolator), karena pembawa muatannya tidak bebas
(Oklilas, 2007). Hal tersebut menyebabkan semakin asam mediumnya, maka
persen degradasi fenol akan menjadi semakin kecil.
Palmer and Bénézeth (2008) menyebutkan bahwa CuO stabil pada pH 9.
Hal ini juga menyebabkan pada pH netral (pH 7) aktivitas fotodegradasi fenol
menjadi lebih kecil dari pada pH 9, karena pada pH di bawah dan di atas pH
tersebut, CuO mulai mengalami kelarutan. CuO pada pH 9 stabil sehingga CuO
mampu mendegradasi fenol dengan maksimal. Selain itu, pada kondisi basa juga
akan membuat fenol berubah menjadi ion fenoksida. Dimana ion fenoksida ini
lebih mudah terdegradasi daripada fenol (Rahmani, 2007; Dang, et al., 2016)).
pada suasana basa banyak terbentuknya ion hidroksil (OH-) yang akan bereaksi
dengan hole (h+) membentuk suatu radikal •OH, dimana proses degradasi fenol
dipengaruhi oleh radikal •OH.
Kondisi pH yang terlalu basa menunjukkan hasil degradasi yang sangat
kecil. Ada banyak hal yang menghalangi proses degradasi fenol dengan
menggunakan CuO pada suasana yang terlalu basa, sehingga aktivitas
fotodegradasinya sangat kecil yaitu hanya sebesar 16,71% sangat jauh dari pH9
walaupun sama-sama dalam kondisi basa. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
pH yang terlalu basa (pH di atas 9) juga akan menyebabkan CuO menjadi larut
walaupun tidak sebanyak dalam kondisi sangat asam (Palmer and Bénézeth,
2008). CuO yang larut akan berubah menjadi Na2[Cu(OH)4] yang bukan
merupakan senyawa semikonduktor, seperti pada persamaan berikut ini (Gerhartz,
1985).
CuO + 2NaOH + H2O → Na2[Cu(OH)4] (4.2)
Pada kondisi pH yang lebih tinggi, OH- akan bereaksi dengan H2O2
sehingga membentuk anion superoksida dan radikal perhidroksil (Tahara dan
Okubo, 2012) yang ditunjukkan dengan persamaan berikut.
H2O2 + OH- → •O2- + 2H2O + e (4.3)
•O2- + H+ → •OOH (4.4)
Jadi dengan pH yang lebih tinggi hidrogen peroksida cenderung lebih
banyak membentuk anion superoksida dan radikal perhidroksil dibandingkan
dengan terbentuknya radikal hidroksil (Faisal dan Saksono, 2013), dimana anion
superoksida dan radikal perhidroksil kurang memiliki kemampuan degradasi fenol
dibandingkan dengan radikal hidroksil (Suprapto, 2006; Bielski et al., 1985; Sanz
et al., 2003).
Menurut Qourzal et al. (2009), pH adalah salah satu hal yang paling
memberikan pengaruh muatan pada katalis.Beberapa variasi penggunaan pH
diketahui memberikan efek pada titik isoelektrik atau muatan permukaan katalis.
Efek ini disebabkan oleh adanya Point of Zero Charge (Pzc) dari CuO yaitu
sebesar 9,4 ± 0,4 (Martinson and Reddy, 2009). Jika pH di atas Pzc (pH > Pzc)
maka muatan fotokatalis akan menjadi negatif (-) dan akan menjadi positif jika pH
25
berada di bawah Pzc (pH < Pzc) (Anandan, et al., 2006). Meningkatnya pH akan
menyebabkan terjadinya tolak-menolak antara muatan negatif dari fotokatalis
CuO dengan ion fenoksida dan akan menghambat proses fotodegradasi fenol
(Saggioro et al., 2011). Rauf and Ashraf (2009) juga menjelaskan bahwa muatan
negatif dari fotokatalis akan menyebakan tolak-menolak juga dengan anion
hidroksida sehingga akan mengurangi pembentukan radikal hidroksil (•OH) dan
akan menurunkan aktivitas fotokatalitiknya.
Nilai k adalah konstanta laju reaksi, C0 merupakan konsentrasi awal dan Ct adalah
konsentrasi pada waktu reaksi tertentu (Yan, et al., 2013). Konsanta laju reaksi
dihitung dari kemiringan (slope) yang dihasilkan dari perhitungan regresi linier
dari plot logaritma absorbansi fenol yang dipilih dengan waktu radiasi (Khan, et
al., 2012).
a b
y = -2.3814x + 33.581
40 R² = 0.9188 4.00
30 3.00
Ln Ct
20
Ct
2.00
y = -0.0955x + 3.5419
10 1.00 R² = 0.8973
0 0.00
0 5 10 0 5 10
Waktu Penyinaran (Jam) Waktu Penyinaran (Jam)
c
0.060
0.050
0.040
1/Ct
0.030
0.020 y = 0.0039x + 0.0277
0.010 R² = 0.8708
0.000
0 5 10
Waktu Penyinaran (Jam)
5.1 Kesimpulan
1. Degradasi fenol menggunakan fotokatalis CuO dengan bantuan lampu
tungsten telah berhasil dilakukan dengan kondisi pH optimum berada pada
pH 9 dengan penurunan fenol sebesar 42,87% yang didegradasi dengan
waktu optimum 6 jam.
2. Persen penurunan fenol pada pH dan waktu kontak optimum hanya mencapai
42,87% yang menunjukkan aktivitas fotokatalitik CuO kurang baik dalam
mendegradasi fenol.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai aplikasi CuO murni sebagai fotokatalis atau dilakukan
komposit dengan fotokatalis lain seperti TiO2, ZnO ataupun CdS dengan
menggunakan sinar dari lampu tungsten atau sinar matahari sebagai sumber foton
dalam mendegradasi senyawa organik pada limbah seperti fenol. Selain itu, juga
diperlukan uji coba aplikasi fotokatalis tersebut untuk mendegradasi logam berat
maupun senyawa organik lain yang dihasilkan dari berbagai proses industri.
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Ali, R., and Siew, 2006, Photodegradation of New Methylen Blue N in Aqueous
Solution Using Zinc Oxide and Titanium Dioxide as Catalyst, Jurnal
Teknologi, 45: 31–42.
Anandan S., Vinu A., Venkatachalam N., Arabindoo B., Murugesan V., 2006,
Journal of Molecular Catalyst A: Chemical, J Mol Catal A, 256: 312.
Arief, M., 2011, Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Seng Oksida (ZnO)
dengan Metode Proses Pengendapan Kimia Basah dan Hidrotermal untuk
Aplikasi Fotokatalis, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Arsyad, M. N., 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Ilmiah, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Attia, A., J., Kadhim, S., H., and Hussein, F., H., 2008, Photocatalytic
Degradation of Textile Dyeing Wastewater Using Titanium Dioxide and
Zinc Oxide, E-J. Chem., 5 (2): 219–223.
Bailey, James E., David F. Ollis, 1986, Biochemical Engineering Fundamentals,
2nd edition, McGraw-Hill Book Co., Singapore.
Bielski, B. H. J., Cabelli D. E., Arudi R. L., Ross A. B., 1985, Reactivity of
HO2/O2- Radicals in Aqueos Solution, J. Phys Chem Ref Data 14: 1041-
1100.
Callister, W., D., 2007, Material Science and Enginering, An Introduction 7ed,
Department of Metallurgical Enginering The University of Utah,John
Willey and Sons, Inc., New York.
Chaplin, M., 2003, Enzymes and Enzymes Technology, [Online] diunduh dari
http://www.isbu.ac.uk/biology/enzyme, [Diakses tanggal 2 Oktober 2018].
Citra, A., Kinanti, Irmina, K., 2012, Pengamatan Struktur CuO/CaF2 dengan
Berbagai Loading Cu, Jurnal Sains dan Seni ITS, 1-4.
Cotton, A., Geoffrey Wilkinson, 1989, Kimia Anorganik Dasar, Cetaka Pertama,
Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Dang, T. T. T., S. T. T. Le, D. Channei, W. Khanitchaidecha, A. Nakaruk, 2016,
Photodegradation Mechanisms of Phenol in The Photocatalytic Process,
Res Chem Intermed (2016) 42:5961–5974.
Day, R., A., dan Underwood, A., L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif.
Penerjemah: Pujaatmaka, A.H.,Edisi ke V, Jakarta: Erlangga.
Day. R.A. dan A.L. Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitif, Jakarta:
Erlangga.
29
Khan, A., Qamart, M., Muneer, M., 2012, Synthesis of highly Active visible light-
Driven Collodial Silver ortophosphate, Chemistry Physic Letter., pp 54-58.
Khopkar, S., M., 1990,Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Klipstein, D., L., 2006, The Great Internet Light Bulb Book, Part I.
Kudo, A., 2007,Photocatalysis and Solar Hydrogen Production, Pure Appl Chem
79(11), pp. 1917-1927.
Laoufi, N.A., Tassalit, D. and Bentahar, F., 2008, The degradation of phenol in
water solution by TiO2 photocatalysis in a helical reactor, Global NEST
Journal,Vol.10 pp. 404-418.
Lestari, Dian, 2011, Preparasi Nanokomposit ZnO/TiO2 dengan Metode
Sonokima Serta Uji Aktivitasnya Untuk Fotodegradasi Fenol, Skripsi,
FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Lestari, D., W. Sunarto, E. B. Susatyo, 2012, Preparasi Nanokomposit ZnO/TiO2
dengan Metode Sonokima Serta Uji Aktivitasnya Untuk Fotodegradasi
Fenol, Indonesian Journal of Chemical Science, 1(1).
Lewis, R. J., Sr (Ed), 1997, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary, 13th
Edition, New York: John Willey & Sons, Inc.
Linsebigler, A. L., Lu, and J. T. Yates, Jr., 1995, Photocatalysis on TiO2 Surface:
Principles, Mechanisms, and Selected Results.Chemical Reviews, Vol.
48(3).
Macias, L, T., 2003, The Designand Evaluation of A Continuous Photocatalytic
Reactor Utilizing Titanium Dioxide in Thin Film Mesoporous Silica,
Thesis, Chemical Engineering, Mississippi State University: Mississippi.
Martinson C. A., Reddy K., 2009, Adsorption of Arsenic (III) and Arsenic (V) by
Cupric Oxide Nanoparticles, J Colloid Interface Sci 2009; 336: 406-11.
Mitoraj, D., 2009, Origin of Visible Light Activity in Urea Modified Titanium
Dioxide, Polen: Friedrich-Alexander-Universität Erlangen-Nürnberg.
Mostavan, A., 2000, Cahaya, Bandung: ITB.
Mulja, M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Surabaya: Airlangga
University Press.
Nair, I., C., K. Jayachandran, and S. Shashidhar, 2008, Biodegradation of Phenol,
African journal of Biotechnology, Vol. 7, (25). 4951-4958.
Nogueira, R. F. P., and W. F. Jardin., 1993, Photodegradation of Methylen Blue
Using Solar Light and Semiconductor (TiO2), Journal Of Chemical
Education, Vol. 70(10), pp. 861-862.
31
Sasongko, D., P., Tresna, W., P., 2010, Identifikasi Unsur dan Kadar Logam Berat
pada Limbah Pewarna Batik dengan Metode Analisis Pengaktifan
Neutron, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH, Vol. 27, 22-
27.
Saggioro, E.M., Anabela Sousa Oliveira, Thelma Pavesi, Cátia Gil Maia,
Luis Filipe Vieira Ferreira, and Josino Costa Moreira,2011, Use of
Titanium Dioxide Photocatalysis on The Remediation of Model Textile
Wastewaters Containing Azo Dyes,Molecules,16, pp. 10370-10386.
Sathyamoorthy, R., Mageshwari, K., 2013, Synthesis of Hierarchical CuO
Microspheres: Photocatalytic and Antibacterial Activities, Physica E, Vol.
47, 157-161.
Setiawan. 2007. Modul Pengantar Kuliah Semikonduktor. Jurusan Pendidikan
Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia
Singh, S., 2009, Electrical Transport and Optical Studies of Transition Metal Ion
Doped ZnO and Synthesis of ZnO based Nanostructure by Chemical
Route, Thermal Evaporation and Pulsed Laser Deposition, Thesis,
Departmen Of Physics Indian, Institute Of Technology Madras.
Slamet, Bismo, S., Arbianti, R., Sari, Z., 2006, Penyisihan Fenol Dengan
Kombinasi Proses Adsorpsi dan Fotokatalisis Menggunakan Karbon Aktif
dan TiO2, Jurnal Teknologi, Edisi No. 4.
Suprapto, B., 2006, Biological Antioxidant: What are They? Kumpulan Makalah
Lengkap PIT VII Endokrinologi, Surakarta, Universitas Negeri Surakarta
Press.
Sulaiman, U., Hermawan D, 2002, Degradasi Fotokatalitik Fenol Dalam Sampel
Air Sungai Donan Cilacap, ProsidingSemnas Kimia 2002 dalam rangka
Dies Natalis 46 JurdikKimia FMIPA UNY, 84-88.
Suma’mur, P., K., 1995, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan,
Jakarta: Agung.
Tahara, M dan Okubo, M., 2012, Detection of Free Radicals Produced by A
Pulsed Streamer Corona discharge in Solution Using Electron
SpinResonance, Joint Electrostatic Conference. Osaka Perfecture, Japan.
Tao, Y., Z.L. Cheng, K.E. Ting, and X. J. Yin, 2012, Photocatalytic Degradation
of Phenol Using a Nanocatalyst: The Mechanism and Kinetics, Journal of
Catalysts, Vol. 2013, pp. 1-6.
Wang, X., 2004,Removal of Aqueous Cr (VI) by a Combination of Photocatalytic
Reduction and Copresipitation, Singapore: National University of
Singapore.
33
34
35
5. Penentuan pH Optimum
250 mL Larutan Fenol 30 ppm
yang Sudah Dikomplekskan
- dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL
- dimasukkan katalis CuO ke dalam medium sebanyak 0,25
gram
- divariasikan pada pH 3, 5, 7, 9, dan 11 dengan
menambahkan HCl atau NaOH 1M
- didiamkan selama 30 menit pada kondisi gelap
- diaduk dan disinari dengan lampu tungsten selama 8 jam
- diambil 10 mL setiap 1 jam penyinaran
- disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit,
lalu dikomplekskan dan diencerkan sampai tanda batas
- dipipet dan diukur pada panjang gelombang maksimum
Waktu-Kontak
Optimum
LAMPIRAN B
PEMBUATAN LARUTAN
37
LAMPIRAN C
PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM DAN
PEMBUATAN KURVA KALIBRASI
38
39
0.8
0.5
Absorbansi
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50 60
-0.1
Konsentrasi (ppm)
LAMPIRAN D
PENENTUAN WAKTU KONTAK OPTIMUM
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu Kontak (Jam)
40
LAMPIRAN E
PENENTUAN pH OPTIMUM
40.00
35.00 29.55
30.00
23.83
25.00
20.00 16.71
15.00 11.94
10.00
5.00
0.00
3 5 7 9 11
pH
41
LAMPIRAN F
PENENTUAN LAJU KINETIKA FOTOKATALIS CuO
1. Grafik Orde Nol
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu Penyinaran (Jam)
Orde 1
4.00
3.00
Ln Ct
2.00
y = -0.0955x + 3.5419
1.00
R² = 0.8973
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu Penyinaran (Jam)
Orde 2
0.060
0.040
1/Ct
y = 0.0039x + 0.0277
0.020 R² = 0.8708
0.000
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu Penyinaran (Jam)
42
LAMPIRAN G
DOKUMENTASI PENELITIAN
43