JURUSAN BIOLOGI
JAKARTA
2014 M / 1436 H
APLIKASI EFFECTIVE MICROORGANISM 10 (EM10) UNTUK
PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias
gariepinus var. sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE
JOMBANG TANGERANG
Oleh :
109095000025
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi
JURUSAN BIOLOGI
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
i
APLIKASI EFFECTIVE MICROORGANISM 10 (EM10) UNTUK
PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias
gariepinus var. sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE
JOMBANG TANGERANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
109095000025
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
ii
PERNYATAAN
109095000025
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
DIANNA ROSSYTA PRATIWI. Effective Microorganism 10 (EM10) Application
for Sangkuriang catfish (Clarias gariepinus var. sangkuriang) Growth in Catfish
Farming Pool Jombang, Tangerang. Advised by ELPAWATI and NANI
RADIASTUTI
Catfish is a fish that is widely cultivated and consumed in Indonesia. Catfish growth
is affects by the availability of food and water quality. EM4 and EM10 are an example
of liquid biofertilizer.The addition of EM4 in the media can help the growth of the
fish and maintain water quality, while the test has not been done for EM10 on fishery
fields . The purpose of this study was to determine the effect of EM10 fertilizers on of
sangkuriang catfish (Clarias gariepinus Var) growth and water quality. This research
was conducted in February-March 2014. Research using completely randomized
design with 7 treatments and 3 replications. The treatments tested were control (A),
EM4 10 ml (B), EM4 20 ml (C), EM4 30 ml (D), EM10 10 ml (E), EM10 20 ml (F),
and EM10 30 ml (G ). Analysis of data were using ANOVA followed by Duncan test
if there is a real effect (α = 0,05). EM10 fertilizers at concentration of 20 ml can
affect the specific growth rate on catfish in 7 days maintenance, the concentration of
10 ml at 14 days of maintenance and the concentration of 30 ml at 28 days of
maintenance. EM10 fertilizers can affect the weight growth of catfish. Fertilizer
EM10 can maintain the temperature of the water.
Keywords: Absolute weight growth, Daily length growth, EM10, Sangkuriang
catfish, Spesific growth rate
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik
baginda kita Muhammad SAW, Uswatun Hasanah yang tak kenal lelah berjuang
menghijrahkan kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana (S1) di bidang Biologi dan sebagai pembelajaran bagi
penulis untuk menambah ilmu yang berguna di masa depan. Mulai perencanaan
sampai dengan penyelesaian skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebasar-besarnya kepada :
1. Bapak,ibu, dan kakak tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan restu,
vii
viii
2. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang berguna dalam
penyusunan skripsi.
8. Amatullah Zakwan yang telah banyak membantu dan menjadi rekan kerja
9. Sahabatku Alia Amru, Isye Maya, dan teman-teman biologi angkatan 2009
10. Semua pihak yang telah banyak memberikan doa dan motivasi kepada penulis
semua pihak yang telah memberikan bantuan. Pada kesempatan ini penulis memohon
maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan hati terbuka penulis mengharapkan
saran dan kritiknya yang membangun untuk kemajuan dalam penyusunan laporan
berikutnya. Terakhir penulis berharap semoga skripsi ini bisa berguna dan bermanfaat
Wasaalammu’alaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
x
xi
LAMPIRAN ........................................................................................................... 50
xii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Protein dapat didapatkan dari berbagai sumber salah satunya ikan. Usaha budidaya
ikan banyak berkembang di Indonesia belakangan ini salah satunya adalah usaha
Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var. sangkuriang) adalah salah satu
ikan air tawar yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia. Ikan ini
banyak dikonsumsi karena mudah diolah, banyak disukai, dan memiliki kandungan
protein yang tinggi. Selain itu, ikan ini juga dibudidayakan karena memiliki waktu
membutuhkan penambahan area budidaya dan biaya untuk pakan serta peningkatan
Lele merupakan salah satu ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan
yang buruk. Air merupakan pelarut yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup. Air
dibutuhkan oleh makhluk hidup baik secara internal ataupun eksternal. Secara
internal, air dimanfaatkan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia, transportasi hasil
1
2
memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk makan, minum, mencuci dan menjadi
habitat bagi organisme air. Air juga memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
ikan yang dibudidayakan oleh masyarakat. Kualitas air yang buruk dapat
menghambat pertumbuhan ikan lele karena energi yang diperoleh dari pakan
Berbagai macam cara telah dilakukan untuk melakukan efisiensi biaya pakan
(Saccharomyces sp.) dan Actinomycetes sp. yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Teruo
(Indriani,1999 dalam Fitria, 2008). Selain itu, EM4 dapat dimanfaatkan dalam bidang
perikanan untuk meningkatkan kualitas air pada tambak ikan, sehingga dapat
Beberapa bulan terakhir ini mulai diproduksi pupuk hayati lokal baru yang
dikembangkan oleh peneliti Indonesia yang diberi nama EM10. EM10 merupakan
kultur campuran dari 11 genus mikroorganisme yang diinokulasi dari beberapa titik
pertumbuhan tanaman seperti halnya EM4. EM10 terbukti lebih efektif untuk
3
yang telah dilakukan sebelumnya. Penambahan pupuk hayati EM4 sebagai probiotik
dalam bidang perikanan dapat membantu memperbaiki kualitas air kolam dengan
mendegradasi limbah organik berupa sisa pakan ikan dan mengendapkannya serta
memperkaya mikroflora dalam air sehingga dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai
sumber pakannya, namun belum pernah dilakukan uji efektifitas EM10 terhadap
pertumbuhan ikan. Oleh karena itu dilakukan penelitian Aplikasi Pemberian EM10
untuk mengetahui apakah EM10 bisa dimanfaatkan dalam bidang perikanan seperti
sangkuriang?
1.3.Hipotesis
2) EM10 dapat mempertahankan kualitas air kolam yang optimum sesuai dengan
1.4. Tujuan
sangkuriang
1.5. Manfaat
produksi ikan dengan efisiensi kebutuhan air. Selain itu, data yang diperoleh juga
Lele
Sangkuriang Lele Dumbo
TINJAUAN PUSTAKA
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan
kulit licin. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan ini banyak
dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Ikan lele banyak diminati
dan dibudidayakan karena memiliki banyak manfaat. Ikan lele bisa dimanfaatkan
sebagai bahan makanan, ikan hias (jenis Clarias batrachus), pemeliharaan di sawah
dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, juga dapat
diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi
tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah, dan lain lain (Menegristek, 2000)
Ikan lele umumnya berwarna kehitaman atau keabuan dengan bentuk badan
memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki
alat pernafasan tambahan (arborecent organ). Insangnya berukuran kecil dan terletak
pada bagian kepala belakang. Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung 68-79,
sirip dada 9-10, sirip perut 5-6, sirip dubur 50-60 dan jumlah sungut 4 pasang. Sirip
dada dilengkapi dengan sepasang duri tajam/patil yang memiliki panjang maksimum
6
7
mencapai 400 mm. ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya. Giginya berbentuk
Menurut Hendriana (2010), tata nama pada ikan dan jenis hewan lainnya
didasarkan pada bentuk tubuh dan sifat-sufat lainnya. Bentuk tubuh lele yang bulat
Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar. Lele tidak pernah
ditemukan hidup di air payau atau air asin. Ikan lele mempunyai organ insang
tambahan yang memungkinkan pengambilan oksigen dari udara di luar air. Oleh
karena itu, ikan lele tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen.
Ikan lele juga relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik sehingga ikan
Ikan lele bersifat nokturnal, artinya ikan ini aktif pada malam hari atau lebih
(Pemakan segala). Pakan ikan lele berupa pakan alami dan tambahan. Pakan alami
ialah binatang renik seperti kutu-kutu air (Daphnia, Cladosera, dan Copepoda),
8
cacing larva (jentik-jentik serangga), dan siput kecil. Pakan tambahan bagi lele adalah
pakan buatan berupa pellet. Salah satu kelebihan pakan buatan adalah kandungan
gizinya terutama protein, sudah disesuaikan dengan kebutuhan ikan lele (Suyanto,
2007).
Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik
antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6).
Induk betina merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi
yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun
1985. Sementara induk jantan merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya
Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik
tahap kedua antara induk betina generasi kedua dengan induk jantan hasil silang balik
tahap pertama (F2 6). Dari hasil persilangan tersebut muncul sosok unggul lele
sangkuriang yang kemudian diluncurkan oleh menteri kelautan dan perikanan pada
Secara fisik penampilan lele sangkuriang hampir mirip dengan lele dumbo.
Namun, kepala lele sangkuriang sedikit lebih panjang dibandingkan dengan lele
dumbo. Selain itu, bintik-bintik yang menghiasi kulitnya tidak sebanyak lele dumbo
hariannya mencapai 3,53% (lele dumbo hanya 2,73%). Dalam hal kemampuan
mengubah pakan menjadi daging, lele sangkuriang terbilang efisien karena angka
konversi pakannya berkisar 0,8-1 (Hendriana, 2010). Selain itu, apabila dibandingkan
dengan lele dumbo, tingkat mortalitasnya lebih rendah, tingkat agresifnya juga lebih
adalah dalam sekali pemijahan lele sangkuriang mampu bertelur hingga 30.000-
60.000 butir, sementara lele dumbo dalam sekali pemiijahan dapat menghasilkan telur
sekitar 20.000-30.000 butir. Daya tetas telur ikan lele sangkuriang juga tinggi
mencapai lebih dari 90% dibandingkan dengan daya tetas telur lele dumbo yang
mencapai lebih dari 80%. Selain itu, ketahanan lele sangkuriang terhadap penyakit
juga lebih tinggi dibandingkan lele dumbo. Tekstur daging lele sangkuriang lebih
padat, minim kandungan lemak, lebih renyah, lebih gurih dan tidak berbau lumpur
2.2. Pupuk
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah, baik secara
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok
fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai media penyedia hara dalam
tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk hayati dapat didefinisikan
sebagai inokulan organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau
yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University of
Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4 merupakan kultur campuran dari
Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) yang
populasi mikroorganisme di dalam tanah. Selain itu, EM4 juga dapat digunakan untuk
membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak ikan dan
nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik
menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asam amino)
yang siap diserap oleh perakaran tanaman. Bakteri asam laktat terutama golongan
senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan
bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang).
Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur
fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik pada patogen
atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro lainnya.
menyebabkan sampah organik tidak bau. Aktivator berupa kultur cair dapat
ditambah 3 isolat berupa yeast (Saccharomyces cerevisiae) dan dua jenis kapang
Trichoderma spp.
Trichoderma spp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan
parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (Spektrum
beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan
kompetitif yang unggul. Selain itu, Trichoderma juga berperan sebagai mikoparasit
terhadap beberapa jenis fungi patogen tertentu. Trichoderma spp. juga bisa
untuk menghambat kerja dari enzim yang dihasilkan oleh patogen (Mahato, 2005).
Penicillium sp.
Penicilium sp. dikenal sebagai kapang hijau biru. Miseliumnya tumbuh pada
permukaan atau menembus substrat. Hifanya bercabang dengan bebas dan berdinding
tipis, serta mempunyai dua nucleus atau lebih (Pelczar dan Chan, 2006). Dalam
glukonat dan asam sitrat. Selain itu Penicillium juga dapat berperan sebagai agen
bersifat sapofit, banyak ditemukan di alam pada bahan cair organik pada tanah,
kotoran hewan, permukaan buah yang matang, dan di dalam madu pda bunga. Yeast
sel yeast mengoksidasi gula membentuk asam organik yang sederhana, ketika asupan
oksigen bebas terbatas, asam organik pecah menjadi alkohol dan karbondioksida. Sel
yeast segar merupakan sumber utama dari vitamin b dan g. Yeast yang dikompres
juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber vitamin dan enzin. Sel yeast yang kecil
mengandung protein yang tinggi dan pada beberapa jenis lainnya juga mengandung
2.3.Kualitas Air
termasuk lele. Sekalipun lele dapat hidup pada kualitas air yang buruk, pertumbuhan
lele akan terhambat karena energinya digunakan untuk bertahan pada lingkungan
perairan yang buruk sehingga pertumbuhannya pun melambat. Kualitas air yang
buruk juga dapat menjadi sumber penyakit sehingga dapat menginfeksi ikan
budidaya. Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang
16
berkisar antara 25-30oC, kandungan oksigen terlarut 3-6 ppm, pH 6,5-8,5 dan NH3
sebesar < 0,1 ppm. Kualitas air harus dipertahankan pada kisaran optimal sehingga
2.3.1. Temperatur
Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam satu
sistem atau massa (Wiratmaja, 2011). Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah sinar
atmosfer dan sebagian lagi diserap dalam bentuk energi panas (Welch, 1952 dalam
Suherman, 2002). Kenaikan suhu air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut
(Suriawiria, 2008).
Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju
metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak
langsung terhadap kelarutan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2
yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan aquatik. Menurut hokum Vant Hoffs,
kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperature yang masih
ditolerir) akan meningkatkan laju metabolism dari organisme sebesar 2-3 kali lipat.
kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air
2.3.2. pH
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan pH = 7 adalah netral, pH < 7
perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion
Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan
OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral
(Silalahi, 2009).
Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah (Silalahi,2009).
Menurut Suherman (2002), perairan yang ideal bagi kegiatan budidaya perikanan
adalah 6,8 sampai dengan 8,5. Pembatasan pH penting dilakukan karena akan
yaitu NH3 (bentuk tidak terionisasi) dan NH4+ (bentuk terionisasi). Di dalam air,
mempunyai kelarutan terhadap air pada semua komposisi. Adanya ion OH-
menjadikan pH larutan menjadi basa dan ini tergantung dari besarnya OH- dimana
semakin pekat amoniak dalam air, semakin tinggi OH- juga semakin tinggi pula NH3
bebasnya. NH3 merupakan senyawa yang beracun dengan LD50 adalah 1µg/L.
sebagai gas, amoniak dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada
mata dan kulit, dapat menyebabkan mata dan hidung berair, batuk, bahkan kematian.
Sebagai larutan pekat, amoniak dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar
(Limbong, 2005).
NH3 mulai meracuni organisme air tawar pada kisaran konsentrasi 0,53 hingga
22,8 mg/L. Kadar amoniak yang berlebih dalam air menyebabkan gangguan pada
ikan. Salah satu efek yang paling signifikan adalah kerusakan insang, sehingga
keseimbangan asam-basa dalam mengatur pH darah ikan serta untuk pertukaran ion
untuk menjaga jumlah ion-ion penting seperti natrium dan klorida dalam darah. Oleh
19
karena itu, kerusakan insang akan mengganggu terjadinya sejumlah proses penting
dalam metabolisme di tubuh ikan. Amoniak juga menyebabkan kerusakan kulit, sirip
2005).
metabolisme ikan, hasil degradasi feses ikan maupun sisa pakan. Oleh karena itu,
semakin besar ukuran ikan atau semakin lama waktu pemeliharaan akan
menyebabkan kenaikan kadar amoniak dalam air. Tingginya kadar amoniak pada air
media budidaya dapat menyebabkan stress pada ikan lele (Hastuti, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di
Hidayatullah Jakarta.
beaker glass, mikropipet, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, spreader, bunsen,
tabung reaksi, microtube, kamera, dan alat tulis. Sementara bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah benih ikan lele sangkuriang ukuran 7-8 cm sebanyak
3150 ekor yang diperoleh dari kolam pembenihan lele jombang, pakan pellet FF-999
yang diproduksi oleh PT Central Proteinaprima , EM4, EM10, medium PDA dan NA,
20
21
dalam 9 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Selanjutnya dilakukan seri
fisiologis hingga tingkat pengenceran 10-5. Kemudian, suspensi diambil sebanyak 100
µl dan diinokulasikan ke dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Nutrient
Agar (NA). Selanjutnya, diinkubasi pada suhu ruang selama 1-3 hari dan perhitungan
Jumlah bakteri/ml =
Wadah yang digunakan pada penelitian ini berupa kolam terpal dengan
(volume air ± 1200 L) . EM4 dan EM10 masing-masing ditambahkan ke dalam kolam
sesuai dengan perlakuan setiap kolam. Penambahan EM4 dan EM10 ke dalam kolam
dilakukan pada awal percobaan (Ho) dengan sistem tanpa ganti air.
22
Benih ikan lele yang digunakan mempunyai panjang rata-rata sekitar 7-8
cm/ekor. Kepadatan yang diterapkan adalah 150 ekor per kolam. Pemberian pakan
sebanyak 3% dari bobot biomassa ikan diberikan sesaat setelah penyebaran. Pakan
yang digunakan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.
dilakukan dengan menimbang berat keseluruhan ikan dalam setiap kolam perlakuan
untuk penentuan pemberian pakan Biomassa ikan akan diukur setiap 7 hari sekali
sehingga jumlah pakan yang akan diberikan diganti setiap 7 hari sekali.
3.3.4. Perlakuan
suplemen pakan ikan lele dan penunjang kualitas air kolam. Percobaan dirancang
mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan.
3.3.5. Pengamatan
pertumbuhan yang diukur antara lain panjang badan dan biomassa. Pengukuran
panjang badan diukur dari ujung kepala sampai dengan ujung ekor. Rumus yang
digunakan untuk menentukan laju pertumbuhan panjang badan harian benih ikan lele
Ket :
Lt = Panjang badan rata-rata biota uji pada akhir penelitian
Lo = Panjang badan rata-rata biota uji pada awal penelitian
T = Lama pemeliharaan
berdasarkan hasil pertambahan biomassa lele uji untuk masing-masing bak penelitian.
Perhitungan biomassa mutlak selama 28 hari sesuai dengan rumus dari Effendi
W = Wt – Wo
Ket :
W = Pertambahan Biomassa
Wt = Biomassa lele uji pada akhir penelitian
Wo = Biomassa lele uji pada awal penelitian.
keseluruhan populasi dalam kolam yang diambil secara acak dan dihitung
SGR = x 100%
Ket :
Pengukuran suhu dan pH dilakukan secara langsung setiap tiga hari sekali
Pengukuran amoniak dilakukan empat kali, yakni pada hari ke 7 (h7), hari ke
14 (h14), hari ke-21 (h21) dan hari ke-28 (h28). Pengukuran amoniak dilakukan sebagai
berikut : sampel air diambil dari tiap kolam sebelum pemberian pakan. Sampel air
disaring dengan kertas saring. Sebanyak 5 ml sampel dimasukan ke tabung reaksi lalu
dibiarkan terbentuk pada suhu ruang 22-27 oC, kocok dan didiamkan selama satu jam.
640 nm.
Nilai pengukuran parameter pada akhir penelitian diuji dengan analisis sidik
ragam untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Hasil pengukuran setiap parameter
diuji dengan analisis of varians (ANOVA) satu arah untuk melihat perbedaan antar
ikan lele. Apabila dalam ANOVA ternyata F hitung > F tabel dengan signifikansi 5%
maupun 1% maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan 5% sehingga dapat
terdapat pada perlakuan B yang diberi EM4 10 ml yaitu 1,48%. Berdasarkan hasil uji
statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan
lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan (P>0,05) (lampiran 5.1), dengan demikian
perlakuan berbagai konsentrasi EM10 dan EM4 tidak berpengaruh pada pertumbuhan
panjang harian ikan lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan. Hal ini disebabkan
pertumbuhan panjang ikan belum optimum karena masih berada dalam fase awal
pembesaran.
terdapat pada perlakuan E yang diberi EM10 10 ml yaitu 1,90 %. Berdasarkan hasil uji
statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan
26
27
2.00
Pertumbuhan panjang harian (%)
1.80
1.60
1.40 A
1.20 B
1.00 C
0.80 E
0.60 F
0.40
G
0.20
D
0.00
7 14 21 28
Hari ke-
memiliki rata-rata berkisar 0,48-1,43 % (Gambar 4). Hasil tertinggi terdapat pada
perlakuan A yang tidak diberikan penambahan EM10 atau EM4 yaitu 1,43 %.
Berdasarkan hasil uji statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan
rata-rata berkisar 1,29-1,86 % (Gambar 4). Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan G
yang diberikan EM10 30 ml yaitu 1,86 %. Berdasarkan hasil uji statistik belum terlihat
adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang usia
konsentrasi EM10 dan EM4 tidak berpengaruh pada pertumbuhan panjang harian ikan
optimum. Pada awal pertumbuhan ikan memiliki panjang rata-rata berkisar antara
7,62-8.33 cm, dan setelah akhir pengamatan panjang rata-rata ikan berkisar antara
9,71-10,29 cm. Laju pertumbuhan ikan akan semakin menurun seiring dengan
pertambahan usia karena pengaruhnya dalam kebutuhan energi. Pada hari ke-21
terjadi penurunan laju pertumbuhan panjang harian pada semua perlakuan kecuali
pertumbuhan ikan .
Pada hari ke -28 terjadi kenaikan laju pertumbuhan panjang harian pada setiap
EM10 30 ml. Hal ini kemungkinan disebabkan pada hari ke-28 ikan sudah bisa
karena itu penambahan EM4 dan EM10 dengan konsentrasi yang dilakukan saat ini
Menurut Effendi (2003), ukuran tubuh ikan dipengaruhi oleh nilai konstanta
yang bisa dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, tingkat kematangan gonad, dan
variasi ukuran tubuh ikan-ikan sampel. Pertumbuhan panjang badan ikan dipengaruhi
oleh genetika msing-masing individu dan juga asupan protein untuk mendukung
oligopeptida dan asam amino yang bisa langsung dimanfaatkan oleh tubuh ikan untuk
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Maishela (2013), fotoperiode
sangat berpengaruh terhadap pertambahan panjang ikan lele, semakin lama waktu
gelap, maka pertumbuhan ikan lele semakin baik. Hal ini disebabkan karena ikan lele
termasuk hewan yang aktif malam hari, sehingga ikan lele akan lebih aktif untuk
mencari asupan pakan. Peningkatan asupan pakan akan memicu proses pertumbuhan
panjang ikan.
4,80-6,37 gram (Gambar 4). Berdasarkan uji statistik pemberian konsentrasi EM10
berpengaruh pada pertumbuhan bobot mutlak ikan lele (P < 0,05), dengan perlakuan
6,37 gram (Lampiran 5.9b). Hal ini membuktikan bahwa EM10 mengandung mikroba
sangkuriang.
7.00
6.00
5.00
Bobot mutlak (g)
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
A B C D E F G
Kode Perlakuan
dari tiga jenis fungi dan 8 jenis bakteri heterotrof yang dilarutkan dalam media
Pertumbuhan bakteri heterotrofik ini dapat membantu menjaga kualitas air dan
menambah jumlah alga sebagai pakan alami ikan lele. Selain itu keberadaan Yeast,
organik dalam kolam dan juga pakan sehingga tubuh ikan dapat menyerap kandungan
meningkatkan tingkat C/N dalam air, yang juga dapat menigkatkan pertumbuhan
N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Sumber N dalam air berasal dari
sisa pakan dan feses yang terdekomposisi oleh bakteri yang diikuti oleh pelepasan
amoniak. Bakteri heterotrofik menguraikan amoniak menjadi nitrit dan nitrat serta
gas nitrogen yang bisa dimanfaatkan fitoplankton. Selain itu bakteri heterotrofik juga
memanfaatkan sampah organik dalam air yang berasal dari sisa pakan dan juga hasil
ekskresi ikan untuk pembentukan biomassa sehingga unsur N dalam air berkurang
(Ekasari, 2009).
sebagai pengontrol kualitas air terutama konsentrasi N serta sebagai sumber protein
mikroorganisme yang terkandung dalam EM4 dan EM10 juga dapat berperan sebagai
pakan dengan menghasilkan enzim untuk pencernaan pakan (Putri, 2012). Enzim-
enzim tersebut yang akan membantu menghidrolisis nutrient pakan menjadi molekul
yang lebih sederhana sehingga bisa langsung diserap dalam saluran pencernaan
(Putra, 2010).
32
dalam pakan menjadi lebih mudah diserap oleh tubuh ikan. Menurut Manurung
menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik, ragi juga memiliki
nukleotida alami. Komponen nukleotida yang terkandung dalam ragi berbentuk basa
purin dan pirimidin sebanyak 0,9 % (Li dan Galtin, 2006). Selain itu, menurut
berperan sebagai penghasil enzim selulase yang dapat memecah serat kasar menjadi
lebih sederhana. Oleh karena itu ikan lele dapat menyerap nutrisi dari pakan buatan
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan (P <
harian spesifik tertinggi yaitu 10,10 % (Lampiran 5.5b). Hal ini membuktikan bahwa
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari pemeliharaan dan
sudah efektif untuk membantu meningkatkan nutrisi dalam pakan untuk membantu
pertumbuhan.
12.00
10.00
A
8.00
B
SGR (%)
6.00 C
D
4.00
E
2.00
F
0.00 G
7 14 21 28
Hari ke-
hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada pertumbuhan harian
spesifik ikan lele sangkuriang usia 14 hari pemeliharaan (P < 0,05), dengan perlakuan
yaitu 5,43 % (Lampiran 5.6b). Hal ini membuktikan bahwa EM10 memiliki
meningkat dan cukup efisien untuk menaikan nutrisi pakan. Sementara dalam kolam
peningkatan nutrisi pakan menjadi kurang efektif. Selain itu pada kolam A yang tak
diberi perlakuan dan juga kolam C yang diberikan EM4 20 ml tidak mengalami
pertumbuhan lele (>8,5), membuat asupan nutrisi yang diperoleh dimanfaatkan untuk
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 21 hari pemeliharaan (P <
0,05), dengan perlakuan A yang diberi tidak diberikan penambahan EM4 dan EM10
5.7b). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik ikan lele dalam kolam A
lebih baik dari kolam lainnya sehingga tanpa bantuan mikroorganisme tambahan
sekalipun pertumbuhannya sudah sangat baik. Hal ini juga dibuktikan dengan
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 28 hari pemeliharaan (P <
harian spesifik tertinggi yaitu 5,76 % (Lampiran 5.8b). Hal ini membuktikan bahwa
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 28 hari pemeliharaan.
Jumlah mikroorganisme pada kolam G yang diberi penambahan 30ml EM10 cukup
untuk meningkatkan nutrisi pakan dan membantu lele menggunakan nutrisi yang
karbohidrat optimum 10-20 % dan ikan omnivora pada tingkat 30-40 % dalam pakan.
Oleh karena itu dengan adanya penambahan bahan yang dapat membantu
menguraikan karbohidrat dalam pakan. Selain Trichoderma sp., Penicillium sp. juga
bisa menguraikan selulosa dalam serat kasar pakan broiler menjadi glukosa sehingga
bisa langsung diserap oleh tubuh (Nuraini, 2006). Ragi yang dicampurkan dalam
pakan juga dapat membantu menimbulkan aroma yang membuat nafsu makan ikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, hormon, kelamin dan lingkungan
(Widiastuti, 2009).
4.2.1. Suhu
fluktuatif dan memiliki rata-rata berkisar antara 25-31,5 oC (Gambar 7). Hasil
pengukuran ini menunjukkan bahwa suhu air kolam selama penelitian masih sesuai
dengan kebutuhan hidup ikan lele sangkuriang yakni 24-30 oC (Supriyanto, 2010).
Perubahan nilai suhu yang paling stabil terdapat pada perlakuan G yang diberikan
EM10 30 ml dengan rata-rata suhu berkisar 26-28,67 oC. Kenaikan suhu dalam kolam
pemeliharaan diduga akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan aktivitas ikan
dalam kolam. Karena kolam perlakuan berada di tempat terbuka, Ikan tersebut sering
bergerak untuk mencari tempat berteduh. Ikan juga aktif bergerak untuk mencari
Suhu merupakan salah satu parameter penting bagi kehidupan, karena suhu
lingkungan akan mempengaruhi aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh. Suhu pada
lingkungan akuatik relatif stabil sehingga cukup membantu biota akuatik untuk
menjaga keseimbangan suhu air dan suhu tubuhnya. Ikan menjaga suhu tubuhnya
dengan melepaskan panas melalui insang (Isnaeni, 2006). Panas metabolisme yang
dibangkitkan oleh otot renang hilang ke air sekitarnya ketika darah lewat melalui
37
insang, dan aorta dorsal besar mengirimkan darah secara langsung ke arah dalam dan
35.00
30.00
A
25.00
B
Suhu (oC)
20.00
C
15.00
D
10.00 E
5.00 F
0.00 G
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Gambar 7 Grafik Rata-rata Suhu. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml,
E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
kehidupan lele sangkuriang. Jika suhu lebih rendah, aktivitas dan nafsu makan
berkurang dan dapat menimbulkan stress pada ikan akibat kerusakan insang
(Murugaian, 2008). Suhu yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan
4.2.2. pH
fluktuatif dan memiliki rata-rata dengan kisaran 7,2-10,3 (Gambar 8). Hasil
pengukuran ini menunjukan bahwa pH air kolam lebih tinggi dari kondisi air yang
dibutuhkan oleh ikan lele. Menurut Basahudin (2009), ikan lele hidup dalam pH
kisaran 6-9. Walaupun demikian, ikan air tawar tetap dapat mentolerir pH air dengan
oksigen dalam air akibat proses fotosintesis yang dilakukan oleh alga yang tumbuh di
dalam kolam. Benih ikan yang suka berada di dasar kolam dan jarang muncul ke
permukaan merupakan salah satu indikasi bahwa kandungan oksigen di dalam kolam
Biota akuatik sensitif terhadap pH yang ekstrim, dalam arti air sangat asam
atau basa, hal ini disebabkan oleh efek osmotik (Achmad, 2004). Perubahan pH dapat
menyebabkan ikan menjadi stress sehingga dapat terserang penyakit, dan secara tidak
39
12.0
10.0
A
8.0 B
pH
6.0 C
4.0 D
E
2.0
F
0.0 G
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Gambar 8. Grafik Rata-rata pH. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E
: EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
Air yang sangat alkali atau air yang bersifat basa biasanya mengandung
padatan terlarut yang tinggi. Dalam kebanyakan air alami alkalinitas disebabkan oleh
tingginya kandungan HCO3- dan memiliki konsentrasi karbon organik yang tinggi
alkalinitas. Ion hidrogen yang dilepaskan ke dalam air (dari proses penguraian
amoniak dan nitrit) bereaksi dengan asam karbonat menjadi asam bikarbonat. Ion
memerlukan karbon dioksida yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi
40
4.2.3. Amoniak
memiliki rata-rata berkisar 0,24-0,98 mg/L (Gambar 9). Hasil pengukuran ini
menunjukkan bahwa kadar amoniak dalam kolam selama penelitian berada di atas
batas optimum pertumbuhan ikan lele yakni 0,1 mg/L (Ghufron dan Kordi, 2010).
Pada perlakuan A yang tidak diberikan penambahan EM10 ataupun EM4 terjadi
penurunan kadar amoniak pada setiap minggunya. Hal ini kemungkinan disebabkan
di dalam kolam terdapat bakteri heterotrof yang tumbuh baik secara alami di dalam
Kolam yang diberi penambahan EM10 atau EM4 mengalami kenaikan dan
ini diduga karena terjadinya penumpukan hasil ekskresi ikan dan juga sisa-sisa pakan
yang terdapat di dalam kolam. Dalam sistem pemeliharaan ikan, amonia berasal
dari ekskresi sisa metabolisme ikan, hasil degradasi feses ikan maupun sisa
pakan (Hastuti dan Subandiyono, 2010). Laju pembentukan senyawa amonia ini
ditentukan oleh laju proses metabolik hewan-hewan tersebut. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil amonia adalah suhu, ukuran ikan, aktivitas, kesehatan ikan,
41
kandungan protein dalam pakan serta faktor lingkungan lain yang berhubungan
dengan laju metabolik ikan. Kenaikan suhu yang terjadi juga merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya kenaikan kadar amoniak di dalam air. Menurut
Mayunar (1990), kenaikan suhu air dan penurunan salinitas menyebabkan terjadinya
1.20
1.00
A
Ammonia (mg/L)
0.80
B
0.60 C
D
0.40
E
0.20 F
G
0.00
7 14 21 28
Hari ke-
Gambar 9. Grafik Rata-rata Amoniak. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30
ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
kolam tak bisa melakukan aktivitas menguraikan amoniak. Penurunan kadar amoniak
yang terjadi diduga disebabkan karena pertumbuhan mikroba heterotrof yang cukup
baik sehingga ada aktifitas oleh bakteri heterotrof yang menguraikan amoniak dan
42
mengubahnya menjadi biomassa. Biomassa tersebut bisa dimanfaatkan oleh ikan lele
Penurunan kadar amonia dalam air disebabkan oleh adanya aktifitas bakteri
nitrifikasi dan denitrifikasi yang terdapat dalam air yang mengubah amoniak menjadi
nitrit, nitrat dan gas nitrogen. Amoniak dan nitrat juga dapat diasimilasi oleh
fitoplankton yang dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai pakan alami
ikan. Air yang mengandung amonia tinggi bersifat toksik karena akan
menghambat ekskresi ikan (Shafrudin dkk, 2010). Dampak dari penimbunan zat
nafsu makan, timbulnya berbagai macam penyakit dan pada akhirnya akan
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
penyakit pada ikan lele dengan analisis parameter kualitas air yang lebih lengkap,
serta juga perlu diterapkan pada jenis ikan budidaya air tawar lainnya.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45
Effendi, I., H.J. Bugri, Widanarni. 2006. Pengaruh Padat Penebaran terhadap
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphronemus
gouramy Lac. ukuran 2 cm. Jurnal Akuakultur Indonesia 5(2): 127-135.
Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya
Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia 8(2): 117-126.
Fitria, Y. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan
Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganism 4).
Skripsi. Bogor: IPB.
Ghufran. M, Kordi K.H. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Yogyakarta :
Lily Publisher.
Hastuti, S., Subandiyono. 2011. Performa Hematologis Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) dan Kualitas Air Media pada Sistem Budidaya Dengan
Penerapan Kolam Biofiltrasi. Jurnal Saintek Perikanan, 6(2) : 1-5.
Indriani, Y.H. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya
Li,P., D.M. Gatlin III. 2006. Nucleotide Nutrition in Fish: Current Knowledge and
Future Applications. Aquaculture 251: 141-152.
Mayunar. 1990. Pengendalian Senyawa Nitrogen pada Budidaya Ikan dengan Sistem
Resirkulasi. Oseana XV(3): 43-55.
Panjaitan,P. 2011. Effect of C:N Ratio Levels on Water Quality and Shrimp
Production Parameters in Penaeus monodon Shrimp Culture with
Limited Water Exchange Using Molasses as a Carbon Source. ILMU
KELAUTAN 16(1): 1-8.
Putra, A.N. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik untuk meningkatkan
Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Thesis. Bogor:
IPB.
Purwantisari, S., R.B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora
infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang
dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Bioma 11 (1): 24-
32.
Shafrudin, D., Yuniarti, M. Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele
Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi pada System Budidaya. Dengan
Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Jurnal
Akuakultur Indonesia 5(2): 137-147.
Sitompul, S.O, E. Harpani, B. Putri. 2012. Pengaruh Kepadatan Azolla sp. yang
Berbeda terhadap Kualitas Air dan Pertumbuhan Benih Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) pada Sistem Tanpa Ganti Air: Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 1(1): 17-24.
Suherman. H., Iskandar, S. Astuty. 2002. Studi Kualitas Air pada Petakan
Pendederan Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) di
Kabupaten Indramayu. Bandung: Universitas Padjajaran.
Suyanto. S.R. 2007. Budidaya Ikan Lele edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Vashishta, B.R, A.K. Sinha. 2008. Botany for Degree Students: Fungi. New Delhi :
S.Chand&Company Ltd.
Wahyuningsih, H., D. Supriharti. 2004. Kepadatan Populasi Ikan Jurung (Tor sp.) di
Sungai Bahorok Kabupaten Langkat. Jurnal Komunikasi Penelitian 16
(5): 22-26.
Widiastuti, I.M. 2006. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Ikan
Mas (Cyprinus carpio) yang Dipelihara dalam Wadah Terkontrol dengan
Padat Penebaran yang Berbeda. Media Litbang Sulteng 2(2): 126-130.
49
Widodo, Eko Pudji. 2009. Tingkah Laku Makan Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus Var.Sangkuriang) terhadap Beberapa Jenis Ikan. Tesis.
Depok: Universitas Indonesia.
Winedar, H., S. Listyawati, Sutarno. 2006. Daya Cerna Protein Pakan, Daging, dan
Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang
Difermentasi dengan Effective Microorganism-4 (EM-4). Bioteknologi
3(1): 14-19.
Yusuf, M., Agustono, D. K. Meles. 2012. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada Kulit Pisang Raja yang Difermentasi dengan Trichoderma viridae
dan Bacillus subtillis Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan 4(1): 53-58.
LAMPIRAN
Persiapan Kolam:
Pendahuluan:
Kolam dikuras, dijemur, diisi air
Diilakukan uji Viabilitas Mikroba hingga kedalaman ± 20 cm.
dengan metode Total Plate Count ditambahkan EM4 atau EM10 sesuai
(TPC) perlakuan, didiamkan 2-3 hari
Penebaran Benih:
Pengukuran:
Disiapkan benih ikan lele
Dilakukan pengamatan parameter
sangkuriang ukuran 7 cm sebanyak
pertumbuhan setiap seminggu sekali
150 ekor/kolam, ditimbang, dan
dan parameter air tiga hari sekali
diukur panjang totalnya
Analisis Data
50
51
G1 B2 D3
F3 A1
D1
G3 B1 E3
E1 B3
F1
A2 C1
E2
C3
D2 F2
A3
C2 G2
EM4 =
EM10 =
EM4 =
53
EM10 =
Ulangan (g)
kode rata-rata
1 2 3
hari ke
kode
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
7,6 8,0 7,9 9,7 8,9 9,9 8,0 10,0 9,8 9,8 9,8
A
7,2 8,1 7,9 9,5 10,0 10,0 8,0 9,3 9,8 10,3 10,0
B
7,7 8,0 7,9 9,8 10,0 10,2 8,0 9,9 9,9 10,0 9,3
C
7,8 7,9 8,0 9,9 10,0 10,0 7,8 9,8 9,9 10,1 10,2
D
7,7 7,9 8,0 9,7 10,1 9,9 7,8 9,9 10,0 10,1 10,1
E
7,3 8,0 7,8 9,8 9,9 10,0 8,1 9,9 9,8 10,3 9,9
F
7,7 7,8 8,0 10,0 10,1 9,9 8,1 9,1 9,6 10,3 10,1
G
kode 1 2 3 4
5.1. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Panjang Badan Harian Hari ke-7
5.5b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-7
1 2
A : Kontrol 3 3,5233
D : EM4 30ml 3 4,1900
B : EM4 10ml 3 6,8100 6,8100
E : EM10 10ml 3 6,8100 6,8100
G : EM10 30ml 3 8,0000
C : EM4 20ml 3 9,2367
F : EM10 20ml 3 10,0967
Probabilitas ,057 ,061
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),
5.6b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-14
1 2 3
A : Kontrol 3 ,0000
C : EM4 20ml 3 ,0000
D : EM4 30ml 3 ,2900
G : EM10 30ml 3 3,1433
B : EM4 10ml 3 3,5167
F : EM10 20ml 3 4,6667
E : EM10 10ml 3 5,4300
Probabilitas ,563 ,434 ,122
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),
5.7b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-21
1 2 3 4 5
5.8b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-28
1 2 3 4 5
1 2 3 4
Lampiran 5. Dokumentasi