Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN STARBIO


DALAM RANSUM BURUNG PUYUH

Henry Hutabarat

Lembaga Penelitian
Universitas HKBP Nommensen
Medan
2005
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

1. a. Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Starbio Dalam Ransum


Burung
Puyuh
b. Bidang Ilmu : Peternakan
c. Kategori Penelitian : Penelitian untuk Mengembangkan Fungsi
Kelembagaan
Perguruan Tinggi

2. Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Henry Hutabarat, MS
b. Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Golongan/Pangkat : IV/a
d. Jabatan Fungsional : Lektor
e. Jabatan Struktural : Dosen Biasa
f. Fakultas/Program Studi : Peternakan

3. Susunan Tim Peneliti


a. Ketua : Ir. Henry Hutabarat, MS
b. Anggota : -

4. Lokasi Penetian : Teaching Farm Fakultas Peternakan


Porlak Universitas HKBP Nommensen

5. Lama Penelitian : 2 (Dua) bulan

6. Biaya Penelitian : 2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu


Rupiah)

7. Sumber Dana : Lembaga Penelitian


Universitas HKBP Nommensen

Medan,
Januari 2012
Mengetahui Menyetujui
Fakultas Peternakan Lembaga Penelitian
Plt Dekan, Ketua, Peneliti,
Ir. Mangonar Lumbantoruan, MS Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, MS Ir. Henry
Hutabarat, MS
LAPORAN PENELITIAN

Pengaruh Pemberian Starbio dalam


Ransum Burung Puyuh

Oleh :
Henry Hutabarat

LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2005
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR USUL PENGESAHAN


……………………………………………… i

DAFTAR ISI
…………………………………………………………………….. ii

DAFTAR TABEL
……………………………………………………………….. iv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
…………………………………………………….. 1

1.2 Perumusan Masalah


……………………………………………....... 2

1.3 Tujuan penelitian


………………………………………………….... 3

1.4 Kontribusi Penelitian


……………………………………………..... 3

1.5 Hipotesa
……………………………………………………............. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


.......................................................................... 4
2.1
Starbio................................................................................................. 4
2.1.1 Asal
Usul......................................................................................... 4
2.1.2 Proses
Pembuatan......................................................................... 5
2.1.3 Mekanisme Kerja Starbio Pada Sistem Pencernaan
Ternak......... 5
2.1.4 Aplikasi Starbio Dalam Pakan Ternak.........................................
6
2.2 Burung Puyuh................................................................................
7
2.3 Jenis Puyuh di Indonesia................................................................
7
2.4
Pemeliharaan................................................................................... 8
2.5 Sistem Reproduksi Burung Puyuh……………………..................
8

ii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
.......................................................... 10
3.1 Materi
Penelitian................................................................................ 10
3.1.1
Lokasi ............................................................................................ 10
3.1.2 Ternak
Penelitian ........................................................................ 10
3.1.3 Perkandangan dan
Peralatan.......................................................... 10
3.1.4 Ransum
Percobaan ...................................................................... 10
3.2. Metode
Penelitian............................................................................ 11
3.2.1 Rancangan
Penelitian .................................................................. 11
3.2.2 Analisa
Data................................................................................. 11
3.2.3 Variabel yang
Diamati................................................................. 11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
………………………………............. 13
4.1 Konsumsi
Ransum.............................................................................. 13
4.2 Pertambahan Bobot
Badan................................................................. 14
4.3 Produksi
Telur..................................................................................... 15
4.4 Berat
Telur.......................................................................................... 15
4.5 Konversi
Ransum................................................................................ 16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
…………………………………............... 17
5.1.
Kesimpulan....................................................................................
.... 17
5.2. Saran-
saran.........................................................................................
17

DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………............... 18

iii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Jumlah Ransum per hari menurut standar Umur Puyuh ........................
9
2. Rataan Konsumsi Ransum Burung Puyuh Jantan Selama Penelitian
(gr/ek/hr) ...............................................................................................
13
3. Rataan Pertambahan Berat Badan Burung Puyuh Selama Penelitian
(gr/ek/hr) ............................................................................................
14
4. Rataan Produksi Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian (%)
15
5. Rataan Berat Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian
(gr/ekor/hari)...........................................................................................
16
6. Rataan Konversi Ransum Burung Puyuh selama Penelitian ..................
16

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung puyuh adalah salah satu jenis ternak unggas yang akhir-akhir ini

banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia sebagai penghasil daging dan

telur. Selain mudah pemeliharaannya, ternak ini dapat menghasilkan telur 250-

300 butir per ekor per tahun, tahan terhadap penyakit, tidak membutuhkan
lokasi yang luas. Dewasa kelamin relatip singkat sekitar 6 minggu, diperlukan

waktu 16-17 hari untuk ditetaskan serta membutuhkan makanan sekitar 14gram

per ekor per hari.

Jenis puyuh yang banyak dipelihara di Indonesia antara lain burung

puyuh gonggong (Arborophila japonica), burung puyuh mahkota (Rolluslus

rouiroul) dan burung puyuh batu (Coturnix chinensis).

Pakan merupakan komponen yang sangat penting dalam budidaya

ternak unggas. Biaya pakan dalam suatu usaha ternak unggas mencapai 60-70

persen dari seluruh biaya produksi. Oleh sebab itu penelitian tentang pakan

terus dikembangkan melalui pemakaian bahan-bahan makanan berkualitas

tinggi dengan perimbangan kebutuhan zat-zat makanan agar tercapai

performans yang diinginkan.

Dibidang pakan begitu banyak ahli yang terus menekuni bioteknologi

pakan. Secara umum penelitian tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua

kelompok besar, yakni peningkatan nilai nutrisi pakan dan meningkatkan

kapasitas alat pencernaan.

Akhir-akhir ini telah dikembangkan penggunaan bioteknologi

pemanfaatan organisme atau produk organisme yang disebut starbio. Bahan ini

disebut sebagai probiotik karena kemampuannya membantu kehidupan (pro-

hidup), berbeda dengan antibiotik yang dinamai anti kehidupan. Produk ini

berupa bubuk berwarna coklat, hasil perkembangan bioteknologi yang terdiri

dari multi-mikroorganisme yang menghasilkan enzim sehingga mampu

memecahkan lignin, selulosa, lignoselulosa, protein, lemak dan fiksasi nitrogen

non simbiotik. Penelitian telah berhasil merekayasa turunan starbio yang dapat
digunakan sebagai campuran ransum ternak untuk menyempurnakan nutrisi

pakan.

1.2 Perumusan Masalah

Didalam perkembangan peternakan di negara kita ini, sangatlah perlu

peningkatan mutu produksi ternak yang ada. Salah satu cara untuk

meningkatkan produksi ternak adalah dengan jalan menyajikan makanan yang

tepat, karena dengan pemberian makanan yang baik akan mempercepat

pertumbuhan. Makanan yang baik, tepat atau memenuhi syarat kandungan zat-

zat makanan adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan;

akan tetapi untuk menyusun ransom secara itu tentu saja relative lebih mahal.

Bahkan kadang-kadang dapat mencapai 79 persen dari seluruh biaya produksi.

Penelitian tentang pemberian starbio sebagai imbuhan ransum pada

ternak puyuh belum begitu banyak dilakukan meskipun beberapa penelitian

telah dilaporkan memberikan hasil yang positif terhadap kenaikan berat badan.

Dilain pihak permintaan akan daging maupun telur puyuh terus meningkat.

Burung puyuh potensi genetiknya belum mendukung untuk bertumbuh

secara cepat seperti jenis-jenis unggas lainnya. Untuk mengetahui sampai

dimana kemampuan potensi genetiknya, maka perlu dilakukan penelitian

melalui perbaikan lingkungannya yaitu perbaikan nutrisi dengan pemberian

starbio sebagai makanan tambahan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : (a) mengetahui pengaruh penggunaan

starbio sebagai campuran dalam ransum burung puyuh (b) mengetahui


perubahan kenaikan bobot badan melalui perbaikan nutrisi makanan, dan (c)

mengetahui efisiensi penggunaan pakan.

1.4 Kontribusi Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat

dan sekaligus dapat memotivasi para pemelihara ternak babi liar di daerah dan

sekaligus untuk mempelajari perubahan-perubahan produksi melalui perbaikan

lingkungan makanan.

1.5 Hipotesa

Pemberian starbio sebagai campuran dalam ransum burung puyuh dapat

memperbaiki keragaan produksi anatara lain konsumsi ransum, kenaikan bobot

badan, produksi telur, berat telur dan konversi ransum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Starbio

2.1.1 Asal usul

Starbio adalah bubuk berwarna coklat yang merupakan salah satu

probiotik hasil pengembangan bioteknologi yang terdiri dari multi

mikroorganisme yang menghasilkan enzim sehingga mampu memecah lignin,

sellulosa, lignosellulosa protein dan lemak. Starbio berasal dari isolasi mikroba
rumen, koloni sapi, diperkaya dengan inner rhizzosphere akar tanaman

graminae yang kaya akan mikroba lignolitik, selulotik, proteolitik, lipolitik

dan aminolitik yang dikembangkan pada media tertentu (Anonimous, 2001).

Upaya peningkatan nilai nutrisi pakan telah dilakukan rekayasa

fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme tertentu dengan tujuan untuk

mempertahankan nilai nutrisi selama penyimpanan, meningkatkan ketersediaan

sellulosa sebagai sumber energi, maupun melalui rekayasa genetik untuk

menghilangkan kandungan anti nutrisi yang tidak diinginkan. Sedangkan

peningkatan kapasitas saluran pencernaan dilakukan melalui transfer mikroba

dengan kemampuan tertentu dari ternak donor ke saluran pencernaan ternak

resipien, melalui penambahan enzim tertentu untuk membantu penggunaan

pakan lebih efisien maupun penggunaan senyawa adrenergic agonist dalam

upaya mempengaruhi deposisi nutrien ke dalam jaringan tubuh ternak.

Beberapa produk yang sudah banyak digunakan oleh peternak, antara lain

produk asam amino dari sel tunggal (PST), kultur bakteri asam laktat dari jenis

Lactobacillus plantarum dan terakhir yang banyak dibicarakan adalah mikroba

non patogen yang dikenal dengan probiotik (Winarno dan Fardiaz, 1995).

2.1.2 Proses Pembuatan

Menurut laporan Roweet Research Institute Inggris starbio adalah

probiotik hasil bioteknologi yang dibuat dari isolasi koloni-koloni mikroba

alam terpilih dari berbagai jenis dan fungsi yang dibiakkan dalam media agar.

Mikroba tersebut dicampur dengan tanah, akar rumput, daun dan dahan pohon,

kemudian digiling sehingga bentuk butiran halus. Adapun fungsi dari mikroba
tersebut seperti, pencernaan lemak (Cellulomonas dan Clostridium

thermocellulosa), pencernaan lignin (Agaricus dan Coprinus) dan pencernaan

protein (Klebssiella dan Azozpirilium brasilliensis). Selanjutnya kumpulan

bakteri dipilih yang terbaik dan berikan cekaman panas-dingin dan asam-basa

serta perlakuan aerob dan anaerob. Kemudian dipilih lagi bakteri yang terbaik

untuk dibiakkan dalam media ampas tebu untuk selajutnya difermentasi selam

21 hari

2.1.3 Mekanisme Kerja Starbio Pada Sistem Pencernaan Ternak

Seperti kerja mikroba lignolitik dalam sistem pencernaan ternak bahwa

mikroba lignolitik akan membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga

selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase yang

terdiri dari fenoloksida dan peroksidase untuk merombak lignin. Enzim

tersebut akan merombak ikatan rangkap metoksil yang terdapat pada struktur

rantai lignin sehingga gugusan hidroksil penolat dan gugusan karboksil akan

meningkat. Kedudukan gugudan metoksil yang tidak terlindung mudah dipecah

oleh enzim dan dioksidasikan lebih cepat. Hasil perombakan lignin berupa

derivat lignin yang lebuh sederhasan dan memiliki kemampuan untuk mengikat

NH4+ (Anonimous, 2001).

2.1.4 Aplikasi Starbio Dalam Pakan Ternak

Hasil Penelitian di Balai penelitian Ternak Ciawi Bogor tahun 1977

menunjukkan bahwa penggunaan starbio dalam pakan ayam broiler periode

starter dengan menurunkan angka konversi pakan sebesar 0,23% diperoleh

efisiensi biaya pakan, dan menurunkan bau kotoran. Sementara pemakaian


dalam pakan ayam layer mengurangi konversi pakan sebesar 0,23 dari 1,98

menjadi 1,75 (Anonimous, 2001).

Pada tahun 1996 penggunaan starbio dalam pakan ternak babi juga

telah dilakukan di Bali. Pakan tradisional diberikan 2,5 kg atau sekitar 0,25%

as feed selama 38 hari. Hasil percobaan ini menunjukkan pakan yang diberi

starbio menghasilkan perbedaan bobot badan 6 kg dan babi lebih lincah. Dilain

pihak telah dilakukan penelitian penggunaan kadar protein 18% dan 20%

dengan kadar energi yang sama diperoleh penambahan bobot badan masing-

masing sebesar 16,25 dan 13,95 kg/ekor dan penurunan kadar lemak sebesar 11

%. Penggunaan starbio dalam pakan ternak sapi perah telah diuji di Batu raden

dan Banyumas dan diperoleh peningkatan produksi susu sebesar 8,7% kadar

lemak meningkat 9,7% dan kadar protein susu sebesar 7,4% berat jenis susu

tidak berbeda nyata dan bau feses sangat berkurang.

Menurut hasil penelitian lembah hijau Mutifarm Indonesia, penggunaan

starbio dalam pakan adalah 0,25 kg/100 Kg pakan. Crude protein pakan harus

diturunkan 1-2% (dengan jalan penambahan jagung dan bekatul), karena jika

crude protein tidak diturunkan, maka FCR akan turun. Dengan penggunaan

starbio dalam pakan sebanyak 0,25kg/100 kg pakan, maka panen akan lebih

cepat atau pertambahan bobot badan meningkat dengan kualitas daging yang

lebih baik seperti lemak punggung lebih sedikit. Disamping itu kotoran lebih

kering dan bau tereduksi, dengan demikian pemberian starbio dapat

meningkatkan produktivitas ternak babi. Menurut hasil uji laboratorium

maupun pengalaman di Lapangan, bahwa tingkat kecernaan pakan akan

meningkat 10-20, bila starbio dicampur dengan pakan.


2.2 Burung Puyuh

Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) mempunyai nilai lebih baik

bila dibandingkan dengan ternak unggas lainnya. burung puyuh mempunyai

nilai jual yang tinggi sebagai penghasil telur konsumsi, telur tetas, dan bibit

(North dan Bell, 1990).

Usaha peternakan burung puyuh memiliki keunggulan dibandingkan

jenis unggas yang lainnya. Pada umur 4 minggu dapat dipanen sebagai

penghasil daging, dan umur 6 minggu menghasilkan telur. Usaha peternakan

burung puyuh dapat dimulai dengan modal awal relatif kecil sehingga sangat

cocok dijadikan sebagai usaha sampingan keluarga dan mendukung rencana

pemerintah dalam hal perbaikan gizi keluarga, terutama masyarakat

berpenghasilan rendah.

2.3 Jenis Puyuh di Indonesia

Dewasa ini menurut Listiyowati dan Roospitasari (1992) dikenal

beberapa jenis puyuh yang banyak dipelihara sebagai penghasil telur atau

dagingnya yaitu : Coturnix coturnix japonica, Coturnix chinensis, Arborophila

japonica, Arborophilia orientalis dan lain-lain. Diantaranya jenis burung puyuh

tersebut coturnix coturnix japonica adalah puyuh yang lazim dipelihara untuk

produksi telur (Moreng dan Avens, 1985)

Coturnix coturnix japonica termasuk family Phasianidae dan ordo

Galliformames. Manghasilkan telur 250-300 butir per ekor setahun. Betina

mulai bertelur umur 35 hari. Telur puyuh ini berwarna cokelat tua, biru putih

dengan bintik hitam, coklat dan biru (Bologna,1984).


2.4 Pemeliharaan

Menurut Listiyowati dan Roodpitasari (1992) untuk pembibitan

dibutuhkan 40 ekor puyuh per meter dengan perbandingan suatu jantan untuk

dua sampai tiga ekor betina. Bila berlebih banyak telur tetas tidak dibuahi.

Demikian pula dapat digunakan ukuran 40x45x35 cm ekor puyuh ( 2-3 ekor

puyuh betina ditambah 1 ekor pejantan).

Kandang merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, karena

secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kenyamanan

ternak dalam kandang. kepadatan kandang dalam batas tertentu berbanding

terbalik dengan produksi. Bila jumlah ternak pada suatu luas kandang tinggi

dapat menimbulkan pengaruh kurang baik. Tingkat kepadatan kandang yang

tinggi dapat menimbulkan pengaruh negative terhadap produksi, karena

kandang menjadi sempit, puyuh berdesakan akhirnya pertumbuhan, produksi

telur menjadi rendah, dan selain itu muncul sifat kanibalisme dan mortalitas

yang tinggi (Banks, 1979).

2.5 Sistem Reproduksi Burung Puyuh

Perkembangan puyuh dilakukan dengan menetaskan telurnya

(ovovipar). Penetasan telur dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : 1) secara

alamia, induk puyuh mengerami sendiri telurnya dan 2) secara buatan,

dilakukan melalui mesin tetas (Etches, 1996).

Burung puyuh pertama kali bertelur saat memasuki umur dewasa

kelamin sekitar 42 hari atau 6 minggu. Untuk penetasannya dibutuhkan telur-


telur yang telah dibuahi oleh sperma pejantan, meskipun tidak semua telur

yang dibuahi sperma dapat dijadikan telur tetas (Nugroho dan Mayun, 1996).

Burung puyuh yang berumur 0-5 minggu membutuhkan protein 24-

25% dengan energi metabolism 2900-3000 Kkal/kg dan pada berumur 6

minggu ke atas kadar protein dikurangi menjadi 20% dengan energi

metabolism 2600 kkal/kg. Menurut Listiyowati dan Rospitasari (1992) burung

puyuh jantan dan betina yang telah dewasa membutuhkan ransum sebanyak 20-

30 gr/ek/hr. Untuk mencegah pemborosan, pemberian ransum diberikan

menurut umurnya.

Tabel 1. Jumlah Ransum per hari menurut standar Umur Puyuh

Umur Puyuh Jumlah Ransum (gram)


1 hari - 1 minggu 2
1 minggu – 2 minggu 4
2 minggu – 4 minggu 8
4 minggu – 5 minggu 13
5 minggu – 6 minggu 15
> 6 minggu 17-19
Sumber : Suharno (2004)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

3.1.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di ” Teaching Farm” Porlak Nommensen Desa
Simalingkar kecamatan Simalingkar selama 8 minggu.

3.1.2 Ternak Penelitian


Sebanyak 200 ekor burung puyuh betina jenis Coturnix-coturnix
Japonica berumur 1 hari yang diperoleh dari satu lokasi pembibitan burung
puyuh di Kecamatan Medan Tenggara, Kota Medan.

3.1.3 Perkandangan dan Peralatan


Disediakan 20 kotak kandang yang berukuran 40x30x20 cm. Setiap
kotak kandang ditempatkan 10 ekor burung puyuh dan dilengkapi tempat
makaanan dan minum.
Sebagai perlengkapan kandang disediakan timbangan dengan ketelitian
1 gram kapasitas 2 kg, dan peralatan tulis menulis, sapu lidi, ember plastik,
lampu penerang dan lain-lain.

3.1.4 Ransum Percobaan


Selama berlangsung penelitian ransum yang digunakan adalah ransum
komersial dengan kandungan zat-zat makanan sebagai berikut:
Protein 18-20%
Lemak 5-8%
Serat kasar 5-8 %
Abu 14-18%
Jagung 50%
Dedak 30%

3.2. Metode Penelitian


3.2.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi perlakuan adalah pemberian starbio
level 0%; 0,5%; 0,10 % dan 0,15%. Rancangan penelitian digunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan (t=4), ulangan (r=3).
Untuk mengetahui lebih jelas perlakuan ransum adalah sebagai berikut:
R0 = Ransum komersial 100%
R1 = Ransum komersial 100% + 0,5 % starbio
R2 = Ransum komersial 100% + 0,10 % starbio
R3 = Ransum komersial 100% + 0,15 % starbio
Pemberian ransum dilakukan secara ad libitum

3.2.2 Analisa Data


Data yang telah ditabulasi selama penelitian dianalisis dengan uji

keragaman dengan menggunakan model matematis sebagai berikut;

Yij = µ + δi + ε j

Yij = variabel yang diamati pengaruh perlakuan pemberian starbio ke–i


dengan ulangan ke-j
µ = rata-rata umum
δi = pengaruh perlakuan ke-i
εj = pengaruh perlakuan ke-j
Selanjutnya bila pengaruh perlakuan berbeda nyata (P>0.05), maka
untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyata
Duncan’t.

3.2.3 Variabel yang Diamati


Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Konsumsi Ransum. -- Konsumsi ransum dihitung dari jumlah ransum


yang diberikan dengan sisa ransum setiap hari selama 10 minggu penelitian.

2. Kenaikan Berat Badan. -- Data ini diperoleh dari hasil penimbangan


berat badan yang dilakukan setiap minggu selama 4 minggu penelitian.

3. Produksi Telur. -- Perhitungan produksi telur diukur dari produksi


telur setelah mencapai 5% hen-day selama 8 minggu penelitian.

4. Berat Telur.—Berat telur diperoleh dengan menimbang telur yang


diperoleh persatuan butir.

5. Konversi Ransum. -- Angka konversi ransum diperoleh dari


perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur yang
diperoleh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum burung puyuh pengaruh pemberian starbio dalam

ransum selama penelitian disajikan pada tabel 2. Secara angka terlihat bahwa

konsumsi ransum setiap perlakuan rata-rata 20,57-20,90 gr/ekor/hari.

Tabel 2. Rataan Konsumsi Ransum Burung Puyuh Jantan Selama Penelitian


(gr/ek/hr)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 20,72 20,57 20,77 20,84 20,66 103,56 20,71 a
R1 20,79 20,75 20,80 20,90 20,88 104,12 20,82 a
R2 20,86 20,79 20,85 20,77 20,70 103,97 20,79 a
R3 20,74 20,81 20,79 20,65 20,84 103,83 20,76 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian starbio sebagai campuran

dalam ransum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

terhadap konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan pemberian starbio pada

interval 0,5 sampai 0,15% belum mempengaruhi terhadap daya cerna makanan

yang lebih meningkat dibandingkan tanpa pemberian starbio (ransum kontrol).

4.2 Pertambahan Bobot Badan

Rataan pertambahan bobot badan puyuh selama penelitian secara angka

dari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah 3,11; 3,07; 2,69 dan 2,63

gr/ek/hr masing-masing untuk R2; R1; R3 dan R0. Uji statistik menunjukkan

adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara perlakuan starbio dalam

ransum puyuh.

Hasil uji perbandingan Duncan menunjukkan pemberian starbio pada

taraf 0,5% dan 0,10% tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata

(P<0,05) tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pertambahan

bobot badan yang lebih baik dibandingkan perlakuan R0 (kontrol) dan R4

(Pemberian 0,15%).

Tabel 3. Rataan Pertambahan Berat Badan Burung Puyuh Selama Penelitian


(gr/ek/hr)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 2,70 2,76 2,49 2,56 2,46 10,53 2,63 b
R1 3,03 3,06 3,15 3,03 2,61 12,28 3,07 a
R2 2,83 2,94 2,70 2,99 2,54 12,46 3,11 a
R3 2,89 2,78 2,56 2,54 2,24 10,78 2,69 b
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)

4.3 Produksi Telur

Rataan produksi telur puyuh selama penelitian bila diamati secara

angka produksi tertinggi adalah R0, R1, R2 dan R3 berturut-turut 55,42%,

53,17%, 52,67,% dan 52,38%.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh pemberian starbio

dalam ransum puyuh ternyata tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata

(P<0,05) diantara perlakuan.

Tabel 4. Rataan Produksi Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 54,52 57,85 55,23 58,33 51,19 277,12 55,42 a
R1 52,99 52,62 57,14 53,09 50,00 265,84 53,17 a
R2 52,86 55,48 52,86 49,76 52,38 263,34 52,67 a
R3 52,38 51,67 50,25 53,33 54,28 261,91 52,38 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)

4.4 Berat Telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat telur puyuh selama

penelitian adalah berkisar 10 gram per butir (Tabel 5). Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa pemberian starbio dalam ransum puyuh tidak

mempengaruhi adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap berat telur.

Tabel 5. Rataan Berat Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian


(gr/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 09,67 10,17 10,05 10,20 10,39 50,48 10,10 a
R1 10,30 10,40 10,17 10,27 10,07 51,21 10,24 a
R2 10,33 10,36 10,25 10,31 10,31 51,56 10,31 a
R3 10,08 10,39 10,47 10,12 10,16 51,22 10,24 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)

4.5 Konversi Ransum

Perhitungan konversi ransum diperoleh dari perbandingan antara

jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur selama penelitian. Hasil

penelitian memperlihatkan bahwa pemberian starbio dalam ransum tidak

menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap konversi ransum (P<0,05).

Secara angka konversi ransum ini masih dibawah penelitian Nugroho (1993)

diperoleh konversi ransum sebesar 2,11-2,72.

Tabel 6. Rataan Konversi Ransum Burung Puyuh selama Penelitian


Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 2,14 2,04 2,06 2,04 1,98 10,26 2,05 a
R1 2,01 1,99 2,04 2,03 2,06 10,13 2,03 a
R2 2,02 2,00 2,03 2,00 2,00 10,05 2,01 a
R3 2,05 1,99 2,01 2,03 2,05 10,13 2,03 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain

sebagai berikut :

1. Pemberian starbio dalam ransum burung puyuh pada level 0,5 ; 0,10

dan 0,15 tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, produksi telur,

berat telur dan konversi pakan (P<0,05) tetapi secara nyata berpengaruh

terhadap kenaikan bobot badan (P>0,05).

2. Pemberian starbio pada level 0,5 dan 0,10 dalam ransum burung puyuh

berpengaruh secara nyata (P>0,05) lebih baik dibandingkan tanpa

pemberian starbio dan pemberian 0,15%.

5.2. Saran-saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mempelajari pemberian starbio pada

level diatas 0,15 % dengan menggunakan ransum konvensional.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2001. Hemat Pakan. Trubu8s. Edisi Juni. ISSN 1441-5816

Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand


Reinhol Company, New York.

Bologna, G. 1984. The Macdonald Encyclopedia of Birds of the Word. London

Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. Cab International. The University


Press, Cambridge.

Lee, T.K, K.F. Shim and E.L. Tan. 1987. Protein Requirement of Growing
Japanese Quail in the Tropic.

Listiyowati dan Roospitasari .1992. Tatalaksana Budidaya Puyuh secara


Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Moreng, R. E and J.S. Avens. 1985. Poultry Science and Production. Reston-
Publishing Company Inc., Reston, Virginia.

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 3
rd Ed. Van Nostrand Reinhold.

(Nugroho dan Mayun. 1996. Beternak Burung Puyuh (Quail). Coturnix


coturnix japonica. Penerbit Eka Offset. Semarang.

Suharno, B. 1994. Beternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1995. Biofermentasi dan Biosintesa Protein.


Penerbit Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai