Oleh:
Kelompok 08
Ketua Kelompok : Salfa Afifah Amini
NIM Ketua Kelompok: 11218005
Anggota Kelompok:
Jonathan 11218017
Rahma 11218027
M. Farhan Aidira 11218038
Nadya Yasmin Dicky 11218041
Laporan Praktikum Modul Bioproduk Untuk Industri Perasa & Pewangi sebagai
syarat untuk memenuhi rangkaian Praktikum Teknologi Bioproduk Berbasis
Tanaman dalam menempuh studi tingkat sarjana di Program Studi Rekayasa Hayati
Institut Teknologi Bandung
Jatinangor, 17 Maret 2020
Diperiksa oleh,
Asisten Praktikum
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
RINGKASAN .........................................................................................................vi
2.2 Eksplan................................................................................................4
i
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................13
4.2 Eksplan..............................................................................................16
BAB V PENUTUP.................................................................................................20
5.2 Saran..................................................................................................21
LAMPIRAN ...........................................................................................................25
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Alat dan bahan pada percobaan kultivasi tanamaan secara in vitro ........9
Tabel 3. 2 Variasi konsentrasi IAA dan BAP pada Inisiasi Kultur Tumbuhan .....11
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
RINGKASAN
Indonesia merupakan negara agraris dan mengandalkan sektor pertanian
dalam perekonomiannya, namun sayangnya produktivitas pertanian di Indonesia
masih jauh dari harapan. Salah satu cara untuk memperbanyak tanaman secara
massal adalah pengembangbiakan secara in vitro. Percobaan ini bertujuan untuk
mengamati pertumbuhan kultur tanaman Alternanthera dentata dan Plectranthus
scutellarioides pada medium Murashige dan Skoog dengan variasi pada IAA : BAP
(dalam ppm), 0:0; 1:1; 0,5 : 2; dan 1,5 : 3 untuk setiap tanaman. Bagian tanaman
yang dijadikan eksplan adalah daun, nodus, dan internodus. Untuk tumbuhan
Plectranthus scutellarioides eksplan daun, nodus, dan internodus pada medium
variasi 1, 2, dan 3 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar,
maupun kalus dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur, bakteri,
atau keduanya. Sedangkan pada variasi 4, hanya bagian daun yang tidak
terkontaminasi, namun juga tidak menunjukkan adanya pertumbuhan. Untuk
tumbuhan Alternanthera dentata, eksplan daun, nodus, dan internodus pada
medium variasi 1, eksplan daun dan nodus pada variasi 2, eksplan nodus dan
internodus pada variasi 3, dan eksplan daun dan internodus pada variasi 4 juga tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar, maupun kalus dikarenakan
semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur dan bakteri. Eksplan internodus
variasi 2 terlihat pembentukkan akar. Eksplan daun pada variasi 3 tidak
terkontaminasi, namun juga tidak mengalami perubahan atau pertumbuhan apapun.
Eksplan nodus pada variasi 4 terjadi pertumbuhan akar dan kalus. Karena
kurangnya data pengamatan terhadap banyaknya akar, pucuk, dan kalus yang
tumbuh pada eksplan dengan 4 variasi IAA dan BAP yang berbeda, maka tidak
dapat ditentukan variasi mana yang akan menghasilkan akar, pucuk, dan kalus
terbanyak baik pada eksplan tanaman Plectranthus scutellarioides maupun
Alternanthera dentata.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum modul Kultivasi Tanaman secara in vitro adalah sebagai
berikut.
2
2. Setiap alat pada praktikum layak pakai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
berdiferensiasi daripada usia tunas aksilar atau lateral yang tua (Dewanti, 2018).
Hal ini dikarenakan pada usia tunas yang lebih muda, sel-sel penyusun tunas
bersifat meristematik. Namun untuk sifat ketahanan pada sterilitas, tunas yang
berusia lebih muda lebih rentan terhadap sterilitas dibanding dengan tunas yang
berusia lebih tua. Selain jenis dan usia eksplan, topofisis juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tunas tanaman. Pierik (1987) menyatakan bahwa
topofisis merupakan posisi atau letak eksplan pada suatu tanaman. Posisi eksplan
ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara in vitro setelah
tahap isolasi eksplan. Pada umumnya ujung tunas yang baru tumbuh (jaringan yang
bersifat meristematik) merupakan eksplan yang terbaik dibandingkan dengan organ
atau calon eksplan yang dekat maupun kontak langsung dengan tanah. Hal ini
dimungkinkan pada organ atau calon eksplan yang dekat maupun kontak langsung
dengan tanah lebih besar terinfeksi oleh penyakit (Dewanti, 2018). Oleh karena itu,
bahan sterilan untuk sterilisasi juga merupakan faktor penentu dalam keberhasilan
kultur.
2.2 Eksplan
Eksplan merupakan sel atau jaringan tanaman yang diambil dari bagian
tanaman, misalnya protoplasma, sel atau sekelompok sel, kemudian distimulasi
untuk membentuk tanaman secara utuh menggunakan media dan lingkungan
tumbuh yang sesuai. Pemilihan eksplan perlu mendapat perhatian karena itulah
yang nanti akan menentukan kualitas bibit yang akan dihasilkan. Paling baik
apabila eksplan berasal dari jaringan yang masih muda karena sel-selnya masih
aktif membelah (Husain, 2012). Sementara itu, pada praktikum kali ini, digunakan
eksplan berupa daun ke 2-5, nodus, dan internodus. Salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan adalah genotip tanaman
asal eksplan diisolasi. Perbedaan komposisi media, seperti jenis medianya, cair atau
padat, dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, serta zat pengatur
tumbuh, sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan
komposisi media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan
(Yuliarti, 2010).
4
2.3 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Dalam percobaan kultur jaringan, zat pengatur tumbuh merupakan faktor
penting penentu keberhasilan kultur yang diinginkan. Tanaman membutuhkan zat
pengatur tumbuh alami (fitohormon) untuk proses pertumbuhan, yaitu zat pengatur
tumbuh auksin dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh berfungsi merangsang
pertumbuhan, misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan, dan sebagainya
(Hendaryono & Wijayanti, 1994). Auksin merupakan kelompok zat pengatur
tumbuh yang berperan dalam pembentukan akar dan perbesaran sel. Zat pengatur
tumbuh golongan auksin terdiri atas Indo Asam Asetat (IAA), Indol Asam Buturat
(IBA), Naftalen Asam Asetat (NAA), dan 2,4 D.
5
2.4 Medium Murashige-Skoog
Medium Murashige & Skoog (medium MS) merupakan perbaikan
komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung
pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40
mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini,
lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrandt, dan 19 kali lebih tinggi dari media White.
Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro
lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam
media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah
umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling
banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah
penemuan media MS (Suryowinoto, 1991)
6
Tabel 2. 1 Klasifikasi Alternanthera dentata
Kingdom Plantae
Divisi Angiospermae
Kelas Eudicots
Ordo Caryophyllates
Famili Amaranthacae
Subfamili Gompherenoiddeae
Genus Alternanthera
Spesies Alternanthera dentata
7
Tabel 2. 2 Klasifikasi Plectranthus scutellaroides
Kingdom Plantae
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Lamiales
Famili Lamiaceae
Genus Plectranthus
Spesies Plectranthus scutellaroides
Daun tunggal, helaian daun berbentuk hati, pangkal membulat atau melekuk
menyerupai bentuk jantung dan setiap tepiannya dihiasi oleh lekuk-lekuk tipis yang
bersambungan dan didukung tangkai daun dengan panjang tangkai 3-4 cm yang
memiliki warna beraneka ragam dan ujung meruncing dan tulang daun menyirip
berupa alur. Batang bersegi empat dengan alur yang agak dalam pada masing-
masing sisinya, berambut, percabangan banyak, berwarna ungu kemerahan. Daun
jawer kotok mengandung minyak atsiri dan tanin (Tjitrosoepomo, 1985). Daun
jawer kotok mengandung minyak atsiri, flavonoid, steroid, tanin dan saponin. Tanin
memiliki kadar yang paling tinggi yang tersebar di dalam tumbuhan (D. Mutiatikum
et al., 2010:16). Herba tumbuhan iler atau jawer kotok ini memiliki sifat kimiawi
harum, berasa agak pahit, dingin, memiliki kandungan kimia sebagai berikut: daun
dan batang mengandung minyak atsiri, fenol, tannin, lemak, phytosterol, kalsium
oksalat, dan peptik substances. Komposisi kandungan kimia yang bermanfaat
antara lain juga alkaloid, etil salisilat, metal eugenol, timol karvakrol, mineral
(Dalimartha, 2008).
8
BAB III
METODOLOGI
Tabel 3. 1 Alat dan bahan pada percobaan kultivasi tanamaan secara in vitro
Alat Bahan
Beaker glass (13) Eksplan daun bayam hias (20 lembar daun)
9
Lampu spiritus (4) Plastik tahan panas (1 pak)
Laminar air flow/clean bench (2) Eksplan batang bayam hias (10 batang)
Timbangan (1)
pH meter (1)
Autoclave (1)
10
Tabel 3. 2 Variasi konsentrasi IAA dan BAP pada Inisiasi Kultur Tumbuhan
1,5 0 0
11
dicuci kembali dengan air mengalir, lalu diletakkan di atas cawan petri yang dilapisi
kertas saring. Eksplan tumbuhan direndam dalam larutan NaClO 1,7% (40% larutan
Bayclin) dan 3 tetes tween-20 di erlenmeyer selama 10-20 menit atau hingga
pinggiran daun menjadi putih. Eksplan dibilas dan disterilkan dengan akuades 3
kali ulangan selama 3 menit per ulangan.
Bagian eksplan daun steril dipotong sebesar 1 x 1 cm2 dengan skalpel dan
pinset. Eksplan daun, internodus, dan nodus ditanam pada medium dalam botol
kultur dengan eksplan daun bagian bawahnya menghadap keatas, sementara untuk
internodus dan nodus diletakan hingga menancap di medium. Setiap botol kultur
berisi 3-4 eksplan daun, internodus, dan nodus. Lalu kultur ditempatkan pada rak
kultur pada suhu ruang dengan penerangan TLD 36 watt.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variasi pertama yaitu medium Murashige - Skoog (MS) dengan IAA dan
BAP masing-masing 0 ppm. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 4
minggu didapatkan hasil pertumbuhan pucuk, akar, dan kalus pada eksplan daun,
nodus, dan internodus yang termuat pada Tabel B1 dan B7 pada Lampiran B. Untuk
tumbuhan Plectranthus scutellarioides, eksplan daun, nodus, dan internodus pada
medium variasi 1 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar,
maupun kalus dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur, bakteri,
atau keduanya, sehingga pengamatan tidak dapat dilakukan. Untuk tumbuhan
Alternanthera dentata, eksplan daun, nodus, dan internodus pada medium variasi 1
juga tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar, maupun kalus
dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur dan bakteri, sehingga
pengamatan tidak dapat dilakukan.
Variasi kedua yaitu medium Murashige - Skoog (MS) dengan IAA dan BAP
masing-masing 1 ppm. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 4 minggu
didapatkan hasil pertumbuhan pucuk, akar, dan kalus pada eksplan daun, nodus,
dan internodus yang termuat pada Tabel B2 dan B3 pada Lampiran B. Untuk
tumbuhan Plectranthus scutellarioides, eksplan daun, nodus, dan internodus pada
medium variasi 2 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar,
maupun kalus dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur, bakteri,
atau keduanya, sehingga pengamatan tidak dapat dilakukan. Untuk tumbuhan
13
Alternanthera dentata, eksplan daun dan nodus pada medium variasi 2 tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar, maupun kalus dikarenakan
semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur, bakteri, atau keduanya. Sementara
itu, untuk eksplan internodus, pada minggu ke-4 terlihat pembentukkan akar pada
eksplan.
Variasi ketiga yaitu medium Murashige - Skoog (MS) dengan IAA 0,5 ppm
dan BAP 2 ppm. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 4 minggu
didapatkan hasil pertumbuhan pucuk, akar, dan kalus pada eksplan daun, nodus,
dan internodus yang termuat pada Tabel B4 dan B5 pada Lampiran B. Untuk
tumbuhan Plectranthus scutellarioides, eksplan daun, nodus, dan internodus pada
medium variasi 3 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar,
maupun kalus dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur, bakteri,
atau keduanya. Untuk tumbuhan Alternanthera dentata, eksplan nodus dan
internodus pada medium variasi 3 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik
pucuk, akar, maupun kalus dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi
jamur, bakteri, atau keduanya. Sementara itu, untuk eksplan daun, meskipun tidak
terkontaminasi, namun juga tidak mengalami perubahan atau pertumbuhan apapun.
Variasi keempat yaitu medium Murashige - Skoog (MS) dengan IAA 1,5
ppm dan BAP 3 ppm. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 4 minggu
didapatkan hasil pertumbuhan pucuk, akar, dan kalus pada eksplan daun, nodus,
dan internodus yang termuat pada Tabel B6 dan B8 pada Lampiran B. Untuk
tumbuhan Plectranthus scutellarioides, eksplan nodus dan internodus pada medium
variasi 4 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar, maupun kalus
dikarenakan semua kulturnya mengalami kontaminasi jamur, bakteri, atau
keduanya. Sementara itu, untuk eksplan daun, meskipun tidak terkontaminasi,
namun juga tidak mengalami perubahan atau pertumbuhan apapun. Untuk
tumbuhan Alternanthera dentata, eksplan daun dan internodus pada medium variasi
4 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan baik pucuk, akar, maupun kalus
meskipun tidak terkontaminasi. Sementara itu, untuk eksplan nodus, pada minggu
14
ke-3 terlihat pembentukkan akar sebanyak 1-3 akar pada eksplan. Pada minggu ke-
4, terlihat pembentukkan 4-6 akar dan 1-3 kalus pada eksplan.
15
tertinggi pada variasi 2 dan 3. Merujuk pernyataan Evans et al. (1981) bahwa secara
umum kombinasi auksin berkonsentrasi tinggi dan sitokinin berkonsentrasi rendah
pada media dapat menghasilkan kalus.
4.2 Eksplan
Pemilihan eksplan yang tepat merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan regenerasi tanaman secara in vitro. Meskipun pada prinsipnya semua
jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi bagian tanaman yang masih muda dan mudah
tumbuh yaitu bagian meristematik, seperti daun muda, ujung akar, ujung batang,
dan kotiledon akan memberikan peluang keberhasilan yang tinggi (Gunawan 1988).
Ukuran eksplan yang digunakan bervariasi dari ukuran mikroskopik (±0,1 mm)
sampai 5 cm (Mariska & Sukmadjaja, 2003). Pada percobaan yang dilakukan,
eksplan tanaman diambil dari bagian nodus, internodus, dan daun. Daun yang
dijadikan eksplan pada percobaan merupakan semua daun pada tumbuhan, baik
muda maupun tua. Hal ini dapat menjadi penyebab tidak terjadinya pertumbuhan
pada daun karena umur daun mempengaruhi perolehan jumlah dan viabilitas sel
(Prihastanti et al., 2001). Daun yang bagus untuk dijadikan eksplan adalah daun
yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Nodus dapat dijadikan eksplan karena
memiliki sel yang meristematik dan juga dapat menginduksi tunas aksilar. Namun
pada saat eksplan nodus akan diinisiasi pada medium, pada bagian cabang nodus
terdapat sisa detergen berwarna putih yang sulit untuk disingkirkan. Hal ini dapat
menjadi salah satu penyebab kultur nodus terkontaminasi bakteri/jamur. Untuk
eksplan internodus, internodus yang diambil dari tunas yang muncul dari batang
sekunder (umurnya lebih tua) masih tetap mampu membentuk tunas majemuk,
namun jumlah tunas yang dihasilkan lebih rendah dari internodus yang diisolasi
dari tunas primer. Tunas primer yaitu tunas yang terbentuk langsung dari batang
stek merupakan eksplan yang terbaik untuk pembentukan tunas majemuk. Umur
eksplan juga mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan tunas (Brand, 1993).
16
mengkulturkan biji kemudian jaringan dan terus berkembang hingga mampu
mengkulturkan satu sel dari tanaman. Teknik kultur jaringan ini memiliki prinsip
totipotensi yang artinya potensi suatu sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman yang lengkap. Setiap sel yang ditempatkan di lingkungan yang sesuai akan
dapat beregenerasi menjadi suatu tanaman yang utuh (Farnsworth, 1996). Teknik
kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuhi. Kegunaan utama dari kultur jaringan ini adalah untuk
mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat
serta mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan tanaman
induknya.
17
eksplan dikulturkan harus mengandung semua komponen esensial yang diperlukan
oleh eksplan agar dapat bertahan hidup, lalu mengalami perubahan fisiologis,
biokimia, pembelahan dan diferensiasi sel yang bermuara pada terjadinya
pertumbuhan dan morfogenesis (Yusnita, 2015). Dalam percobaan ini, digunakan
medium yang bernama medium Murashige-Skoog. Komposisi dari medium ini
merupakan sumber nutrisi bagi tanaman yang dikulturkan. Di dalam medium MS
ini terdapat berbagai zat hara baik berupa mikronutrien maupun makronutrien
seperti N, P, K. Ca, Mg, S, Fe, Cu, Mn, Zn, Mo, d an Co (Hendaryono, 1994).
Terdapat juga senyawa organik berupa nutrisi tambahan bagi tanaman seperti asam
amino, vitamin, dan karbohidrat.
18
Namun karena kontaminasi terjadi beberapa saat setelah fase tanam, menyebabkan
berkurang kemampuan tumbuhan untuk beregenerasi karena bersaing akan nutrisi
dengan jamur atau bakteri yang telah mengkontaminasi sehingga menyebabkan
lingkungan tumbuh yang tidak optimal. Kontaminasi yang terjadi dapat disebabkan
karena kesalahan pada proses sterilisasi. Pada percobaan ini setelah direndam
larutan fungisida eksplan tanaman masih berinteraksi dengan atmosfer dan
lingkungan praktikum yang tidak steril.
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
20
5.2 Saran
Beberapa percobaan yang telah dilakukan, dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Memastikan botol kultur yang digunakan sudah bersih dan steril, tidak ada
bakteri atau jamur yang hidup di botol kultur.
2. Mensterilisasi peralatan yang digunakan untuk kultivasi dengan baik agar
tidak terjadi kontaminasi pada kultur.
3. Membersihkan dan membilas eksplan dengan baik agar tidak terjadi
kontaminasi yang disebabkan oleh kontaminan yang tertinggal pada
eksplan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ali, G., Hadi, F., Ali, Z., Tariq, M., & Khan, M. A. (2007). Callus induction and in vitro
complete plant regeneration of different cultivars of tobacco (Nicotiana tabacum
L.) on media of different hormonal concentrations. Biotechnology, 6(4), 561-566.
Altmann, W. (2005). Practical Process Control for Engineers and Technicians. USA :
Newnes.
Arniputri, R. B., Praswanto, & Purnomo, D. (2003). Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP
Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kunir Putih (Kaempferia
rotunda L.) Secara In Vitro. Agrosains, 5(2): 48 - 51.
Bhatia, S. (2015). Application of Plant Biotechnology. Journal of Modern Application of
Plant in Pharmaceutical, 157-207.
Brand, M.B. (1993). Initiating cultures of Helesia and Malus. influence off1ushing stage
and benzyladenine. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 33: 129-132 .
Caselles, A. (2005). History of Infection Control and its Contributions to the Development
and Success of Brain Tumor Operations. Neurosurgical Focus, 18(4): 1-5
Dalimartha, I.G.O., Besung, I.N.K., & Mahatmi. (2008). Potensi Daun Binahong (Anredera
cordifolia) dalam Menghambat Pertumbuhan Escherichia coli Secara In Vitro.
Indonesia Mediscus Veterinus, 1(3): 337.
Dewanti, P. (2018). Teknik Kultur Jaringan. Jember: UPT Percetakan & Penerbitan
Universitas Jember.
Evans, D. A., Sharp, W. R., & Flick, C. E. (1981). Growth and Behaviour of Cell Cultures:
Embryogenesis and Organogenesis. In: T. A. Thorpe (Ed.) Plant Tissue Culture
Methods and Applications in Agriculture. Academic Press, Inc. London, page 45 -
113.
Farnsworth, N.R. (1996). Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal
Pharmacy Science, page 243-268.
Fuad, M. (2011). Plectranthus scutellarioides. Retrieved from http://tropical.theferns.info
Gunawan, L.W. (1988). Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. (hal 252)
22
Gunawan, L. W. (1992). Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi IPB. Bogor. (hal 165)
Hameed, N., Shabbir, A., Ali, A., & Bajwa, R. (2006). In Vitro Micropropagation of
Disease Free Rose (Rosa indica L.). Mycopath, 4: 35-38.
Hartmann, H. T., Kester, D. E., & Davies, F. T. (1990). Plant Propagation Principles and
Practices, 5th Edition. Prentice-Hall International, Inc. New Jersey.
Hendaryono, D., P., S. & A. Wijayanti. (1994). Teknik Kultur Jaringan (Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern). Yogyakarta: Kanisius.
Husain, I. (2012). Induksi Protocorm pada Eksplan Bawang Putih pada Media MS Minim
Hara Makro dan Mikro yang Ditambahkan Air Kelapa. JATT. 1(1) : 28-3.
Johnson, M. A. & Arthur, T. (1999). Biological Process Engineering: An Analogical
Approach to Fluid Flow, Heat Transfer, Mass Transfer Applied to Biological
System. USA : John Wiley & Sons Inc.
Johnson, M. A. & Moradi, M. H. (2006). PID control: New Identification and Design
Methods. Berlin : Springer Science & Business Media.
Kadir, A. (2007). Anthurium Daun. Penebar Swadaya. Jakarta
Khan, I.A., & Shaw, J.J. (1988). Biotechnology in Agriculture. Punjab. Agric. Res.
Coordination Board Faisalabad, Pakistan.
Loh, W. T., Hartsel, S. C., & Robertson, L. W. (1983). Tissue culture of Cannabis sativa
L. and in vitro biotransformation of phenolics. Zeitschrift fuer Pflanzenphysiologie,
111(5), 395-400.
Mariska, I., & Sukmadjaja, D. (2003). Perbanyakan Bibit Abaka melalui Kultur Jaringan.
Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mufa'adi, A., Aziz, S. A., & Dinarti, D. (2004). Pengaruh Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh
BAP dan IAA terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Daun Dewa
(Gynura procumbens (Back.)). Kultur In Vitro. Bul. Argon., 32(3): 44 - 52.
Muso, S.M. (1990). Pembudidayaan Tanaman Secara In Vitro. Fakultas Biologi, UGM.
23
Mutiatikum, D., Alegantina, S., dan Astuti, Y. (2010). Standarisasi Simplisia dari Buah
Miana (Plectranthus Seutellaroides (L) R.Btlz ) yang Berasal dari 3 Tempat
Tumbuh Manado, Kupang Dan Papua. Buletin Penelitian Kesehatan, 38(1): 1-16.
Nurtjahjaningsih. (2009). Pengaruh media dasar d an zat pengatur tumbuh BAP pada
perbanyakan mikro Pinus merkusii. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 3 (3):103-
116.
Pierik, R.L.M. (1987). In Vitro Culture of Higer Plants. Martinus Nijhoff. Publishers
Dordrecht, The Netherlands.
Prasetyo, Nur Eko & Admojo, L. (2016) Pengaruh Sterilan Terhadap Tingkat Kontaminasi
Pada Kultur Petiol dan Midrie Daun Tanaman Karet. Jurnal Penelitian Karet,
34(2): 151-164.
Prihastanti, E., Soergihardjo, C.J., & Purbaningsih, S. (2001). Kultur Suspensi Sel Mesofil
Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) dan Analisis Kualitatif Senyawa
Asiatikosida. Majalah Farmasi Indonesia, 12(1): 10 -19.
Putri, Asri I. (2009). Kajian Glycocalyx Bakteri Pada Kontaminasi Ulin (Eusideroxylon
zwageri) In-vitro. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 3(1): 33-42.
Suryowinoto, M. (1991). Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi.
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta
Tjitrosoepomo, G. (1985). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta:Gajah Mada University
Press.
Wattimena, G. A. (1987). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lab Kultur Jaringan Tanaman
PAU Bioteknologi IPB. Bogor. (hal 147)
Yuliarti, N. (2010). Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Andi.
Yusmita, L., Kasim, A., & Nurdin, H. (2017). Pengaruh Suhu Ekstraksi dan Konsentrasi
Asam Sitrat terhadap Pigmen Betacyanin Daun Kremah Merah (Alternanthera
dentata) dan Aplikasinya pada Pangan. Pro Food, 3(1): 178-185.
Yusnita, Yusnita (2015). Kultur Jaringan Tanaman Sebagai Teknik Penting Bioteknologi
Untuk Menunjang Pembangunan Pertanian. AURA Publisher, Bandar Lampung.
Zheng, B., De Vries, L., & Farquhar, M.G. (1999). Divergence of RGS proteins: evidence
for the existence of six mammalian RGS subfamilies. Trends Biochem. Sci.,
24(11): 411- 414
24
LAMPIRAN
25
Lampiran A Pengolahan Data
Data yang jumlah diperoleh pada praktikum ini pada percobaan pertama
disajikan pada tabel A.1.
(A.1)
26
Lampiran B Data Mentah
B.1 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Coleus (Plectranthus scutellarioides)
dengan penambahan ZPT IAA:BAP sebanyak 0:0 ppm
P A K P A K P A K P A K
Daun - - - - - - - - - - - - Bakteri
Internodu - - - - - - - - - - - - Jamur,
s bakteri
Nodus - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
27
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Coleus IAA:BAP (0:0 ppm)
Foto
28
B.2 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Coleus (Plectranthus scutellarioides)
dengan penambahan ZPT IAA:BAP sebanyak 1:1 ppm
P A K P A K P A K P A K
internod - - - - - - - - - - - - Jamur,
us bakteri
Daun - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
Nodus - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
29
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Coleus IAA:BAP (1:1 ppm)
Foto -
30
B.3 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Bayam Hias (Alternanthera dentata)
dengan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh IAA:BAP sebanyak 1:1ppm
P A K P A K P A K P A K
Nodus - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
Internod - - - - - - - - - - v - berhasil
us
Daun - - - - - - - - - - - - Jamur,
Bakteri
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
31
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Bayam Hias IAA:BAP (1:1 ppm)
Foto
32
B.4 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Coleus (Plectranthus scutellarioides)
dengan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh IAA:BAP sebanyak 0,5:2ppm
P A K P A K P A K P A K
Nodus - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
Daun - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
Internod - - - - - - - - - - - - Jamur,
us bakteri
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
33
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Coleus IAA:BAP (0,5:2 ppm)
Foto
34
B.5 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Bayam Hias (Alternanthera dentata)
dengan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh IAA:BAP sebanyak 0,5:2 ppm
daun - - - - - - - - - - - - Tidak
terkontamin
asi namun
tidak
tumbuh
apa2
internod - - - - - - - - - - - - jamur
us
nodus - - - - - - - - - - - - Bakteri ,
jamur
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
35
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Bayam Hias IAA:BAP (0,5:2 ppm)
Foto
36
B.6 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Coleus (Plectranthus scutellarioides)
dengan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh IAA:BAP sebanyak 1,5:3ppm
P A K P A K P A K P A K
nodus - - - - - - - - - - - - Jamur,
bakteri
internod - - - - - - - - - - - - bakteri
us
daun - - - - - - - - - - - - Tidak
kontam
namun
tidak
tumbuh
apa-apa
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
37
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Coleus IAA:BAP (1,5:3 ppm)
Foto
38
B.7 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Bayam Hias (Alternanthera dentata)
tanpa Penambahan Zat Pengatur Tumbuh
P A K P A K P A K P A K
Internod - - - - - - - - - - - - Jamur,
us bakteri
Nodus - - - - - - - - - - - - Jamur
Daun - - - - - - - - - - - - Jamur
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
39
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Bayam Hias IAA:BAP (0:0 ppm)
Foto -
40
B.5 Data Pengamatan Eksplan Tanaman Bayam Hias (Alternanthera dentata)
dengan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh IAA:BAP sebanyak 1,5:3 ppm
P A K P A K P A K P A K
Nodus - - - - - - - + - - + + Tidak
+
Internod - - - - - - - - - - - - Tidak
us
Daun - - - - - - - - - - - - Tidak
Keterangan :
P = Pucuk A = Akar K = Kalus
41
Data Kontaminasi Eksplan Tanaman Bayam Hias IAA:BAP (1,5:3 ppm)
Foto -
42
Lampiran C Dokumentasi
43
Gambar C.2 Kultur internodus yang terkena kontaminasi jamur
44