Dosen Pembimbing:
Vini Taru Febriani Prajayati,M.Tr.Pi
Wahyu Puji Astiyani,S.Pi., M.Sc
Fadhel Khosyifa N F
NIT. 21.3.08.012
Dosen Pembimbing:
Vini Taru Febriani Prajayati,M.Tr.Pi
Wahyu Puji Astiyani,S.Pi., M.Sc
Fadhel Khosyifa N F
NIT. 21.3.08.012
Dosen Pembimbing:
Vini Taru Febriani Prajayati,M.Tr.Pi
Wahyu Puji Astiyani,S.Pi., M.Sc
ii
DAFTAR ISI
iii
2.4.2. Data Sekunder ................................................................................. 12
2.5. Metode Analisis Data ............................................................................. 13
2.5.1. Kepadatan Sel Harian ...................................................................... 13
2.5.2. Laju Pertumbuhan Harian ............................................................... 13
2.5.3. Laju Pertumbuhan Relatif ............................................................... 14
2.6. Pengukuran Kualitas Air ........................................................................ 14
2.7. Rencana Kegiatan ................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan pakan alami fitoplankton dan zooplankton dalam kondisi
normal pada ekosistem perairan alam tersedia secara cukup bahkan melimpah yang
dapat dimanfaatkan oleh setiap trofik level secara efisien, terutama ikan yang
menempati top trofik level. Permasalahan akan kebutuhan pakan alami biasanya
baru muncul pada saat organisme berada dalam lingkungan budidaya. Mikroalga
berperan penting dalam akuakultur, hal ini dikarenakan mikroalga awal dari rantai
makanan (Tugiyono, 2017).
Pakan alami baik fitoplankton maupun zooplankton sangat menentukan
kualitas, kuantitas, dan kesinambungan benih yang dihasilkan. Keberadaan unit
kultur pakan alami mutlak dibutuhkan sebagai satu unit dalam sebuah kesatuan
usaha pembenihan. Penyediaan pakan alami merupakan faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang karena berpengaruh
besar pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan dan udang disamping
penyediaan induk. Hal ini terkait dengan pakan alami yang merupakan sumber
nutrisi dalam memenuhi kebutuhan setiap fase pertumbuhan ikan dan udang
terutama pada fase larva/benih.
Skeletonema costatum merupakan salah satu pakan alami yang banyak
digunakan dalam usaha pembenihan udang, ikan, kerang-kerangan, dan
kepiting. Skeletonema costatum sangat umum digunakan sebagai pakan larva
udang windu yang dimulai sejak nauplius bermetamorfosa menjadi
zoea. Skeletonema costatum memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pakan
buatan, karena memiliki enzim autolisis sendiri sehingga mudah dicerna oleh larva
dan tidak mengotori media budidaya (Sutomo, 2005). Peranan pakan alami sampai
saat ini belum dapat digantikan secara menyeluruh, berfungsi sebagai sumber
protein, karbohidrat dan lemak, terutama merupakan sumber asam lemak esensial
yang sangat potensial (Sutomo, 2005)
Masalah teknis yang yang dihadapi oleh para pembudidaya dalam
menghasilkan benih yang berkualitas adalah kuantitas dan kualitas pakan alami
Skeletonema costatum yang digunakan dalam pemeliharaan larva. Oleh karena itu,
1
perlu dilakukan praktik kerja lapang mengenai teknik kultur pakan alami
Skeletonema costatum di HSRT Situbondo, Jawa Timur untuk menambah
pengetahuan tentang teknik kultur pakan alami Skeletonema costatum agar dapat
diketahui metode yang tepat dalam mengkultur pakan alami Skeletonema costatum
dan menghasilkan pakan alami yang berkualitas guna mendukung kegiatan
budidaya di HSRT Situbondo
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktik Kerja Lapang (PKL) II ini yaitu :
1. Untuk mengetahui cara mengkulttur pakan alami Skeletonema costatum di
HSRT Bletok Situbondo
2. Untuk mengetahui kepadatan sel harian, laju pertumbuhan sel harian dan
pertumbuhan relatif Skeletonema costatum
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fitoplankton(Skeletonema costatum)
2.1.1 Klasifikasi
Fitoplanktotn jenis Skeletonema costatum menurut (Armanda, 2013)
merupakan salah satu diatome yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Heterokontophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Subordo : Coscinodiscinae
Genus : Skeletonema
Spesies : Skeletonema costatum
3
Widiyani (2003), menyatakan bahwa dinding sel Skeletonema costatum
mengandung pigmen yang terdiri dari klorofila, Bkaroten dan fukusantin. Pigmen
yang dominan adalah karotenoid dan diatomin. Adanya pigmen karoten
menyebabkan dinding selnya coklat keemasan.
Morfologi Skeletonema costatum bersel tunggal (uniseluler), berukuran 4-6
mikron. Akan tetapi alga ini dapat berbentuk uraian rantai yang terdiri dari berbagai
sel. Sel berbentuk kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan tidak memiliki
alat gerak. Skeletonema costatum memiliki dinding sel yang cukup unik karena
terdiri dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat terdiri dari silikat, bagian
kutup atas disebut epiteka dan bagian bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka
terdiri dari komponen epival dan episingulum dan bagian hipoteka terdiri dari
komponen hipovaf dan hipisingulum (Clintton, 2014)
2.2. Habitat
Habitat Skeletonema costatum yaitu hidup di air laut yang mempunyai
intensitas cahaya kurang dari 500-12000 lux. Jika intensitas cahaya kurang dari 500
lux Skeletonema costatum tidak dapat tumbuh, sedangkan kisaran salinitas tumbuh
kembangnya adalah 25-29 ppt. Suhu untuk pertumbuhan 20-34 °C, sedangkan suhu
optimalnya adalah 25-27°C. Sementara itu derajat keasaman media hidupnya
berkisar 7,5-8 (Edhy et all., 2003)
Naik et all., (2010) menyatakan bahwa Skeletonema Costatum memiliki
kisaran geografis yang luas, baik pada perairan beriklim sedang maupun tropis.
Rudiyanti (2011) berpendapat bahwa sebagian besar diatom sangat peka terhadap
perubahan kadar garam dalam air. Kehidupan berbagai jenis fitoplankton termasuk
Skeletonema costatum tergantung pada salinitas perairan.
2.3. Kandungan Skelotonema costatum
Skeletonema costatum adalah salah satu fitoplankton yang berkadar protein
tinggi kurang lebih 50%, memiliki kandungan yang dapat memacu pertumbuhan
(growth factor) dan sangat bagus bagi ikan maupun udang, selain hal tersebut
fitoplankton ini dapat diproduksi secara massal pada bak terkendali maupun di
tambak (Perdana, 2021). Kandungan nutritif Skeletonema costatum mencapai
protein 37 %, lemak 7 % dan karbohidrat 21 %. Menurut Das dan Sarwar (1998)
4
Skeletonema costatum. mengandung protein 51,77%, lemak 20,02%, abu 5,20%
dan karbohidrat 16,585% (Erlina et all., 2004).
5
2. Fase Eksponensial (logaritmik)
Fase eksponensial merupakan tahapan pertumbuhan lanjut yang dialami
mikroalga setelah fase lag. Fase ini ditandai laju pertumbuhan yang mencapai
maksimal dengan pembiakan sel yang cepat dan konstan.
3. Fase Stationer
Fase ini ditandai dengan kecepatan perkembangan yang sudah mulai
menurun secara bertahap, dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah
sel relatif sama atau seimbang sehingga kepadatan sel tetap.
4. Fase Kematian
Fase kematian diindikasikan oleh kematian sel mikroalga yang terjadi
karena adanya perubahan kualitas air kearah yang buruk, penurunan kandungan
nutrien dalam media kultivasi dan kemampuan metabolisme mikroalga yang
menurun akibat dari umur yang sudah tua. Selain ini juga dipengaruhi oleh
perubahan temperatur,cahaya, pH air dan kondisi lingkungan yang lain.
2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema costatum
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum yaitu
faktor kimia, fisika dan biologi. Untuk mendapatkan hasil kultur Skeletonema
costatum yang berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor yang dapat
mendukung keberhasilan lingkungan kultur tersebut. Faktor-faktor yang
mendukung tersebut diantaranya adalah faktor biologis, kimia, fisika, dan
keberhasilan lingkungan kultur (Mudjiman, 2004).
2.5.1. Kualitas Air
Standart kualitas air untuk budidaya fitoplankton meliputi antara lain suhu,
pH, DO, salinitas, kecerahan, amoniak, kesadahan, phospat, NO2 dan NO3 yang
dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Standar mutu air budidaya fitoplankton
No Parameter Kisaran Nilai Satuan
1 Suhu 28-32 °C
2 Salinitas 30-32 Ppt
3 pH 7,8-8,3 -
4 DO 5 Ppm
5 Kesadahan 80-120 Ppm
6
6 Phosphat <0,1 Ppm
7 Amoniak < 0,5 Ppm
8 Kecerahan Maksimum Ppm
9 NO2 < 0,1 Ppm
10 NO3 < 0,5 Ppm
Sumber: Balai Budidaya Laut Lampung (2005)
2.5.2. Suhu
Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam
perairan. Suhu mempengaruhi suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan
faktor pembatas penyebaran suatu spesies. Dalam mempertahankan kelangsungan
hidup dan reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan
komposisi dan kelimpahan Skeletonema costatum (Suriawiria, 2005).
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuti(1995), untuk kultur berbagai jenis alga
di bawah 30°C merupakan suhu yang optimum. Untuk pertumbuhan optimal,alga
ini membutuhkan kisaran suhu antara 25°C- 27°C.
2.5.3. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh bagi
pertumbuhan Skeletonema costatum. Salinitas media berkaitan dengan kemam
puan mikroalga untuk mempertahankan tekanan osmotik antara protoplasma
dengan lingkungan hidupnya. Skeletonema costatum merupakan alga yang bersifat
euryhaline yang mampu hidup di air laut dan air payau. Menurut Sofiarina(2003),
menjelaskan bahwa toleransi salinitas pada Skeletonema costatum berkisar antara
11-40 ppt.
2.5.4. Cahaya
Pertumbuhan Skeletonema costatum sangat tergantung pada intensitas
lamanya penyinaran dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel
tanaman selama fotosintesis. Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya
berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus dikontrol.
Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-1000
lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Kultur
massal diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux
(Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
7
Aerasi diperlukan terutama untuk pengadukan media sehingga tidak terjadi
stratifikasi suhu pada air media serta pupuk yang diberikan bisa di terima secara
merata. Aerasi juga dibutuhkan sebagai akselerasi pemasukan udara terutama CO2
dan O2. Akselerasi yang baik untuk Skeletonema costatum tidak terlalu besar,
karena 11 apabila aerasi terlalu besar maka akan memutuskan filament sehingga
Skeletonema costatum akan hancur (Sriyani, 1995).
2.5.5. Nutrient
Nutrient yang dibutuhkan oleh Skeletonema costatum terdiri dari dua
kelompok yaitu makro nutrien dan mikro nutrient. Makro nutrien yaitu kelompok
yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar seperti nitrogen, fosfat, dan silikat
sedangkan mikro nutrien adalah kelompok nutrient yang dibutuhkan dalam kadar
kecil yang biasanya terdiri dari bahan organik dan anorganik (Wulani, 1990).
2.6. Metode Kultur Skeletonema costatum
Metode kultur murni jenis diatom adalah monospesies plankton yang
dikultur dalam ruangan terkontrol untuk sediaan kultur massal (Suriadnyani et all.,
2007). Alat dan bahan yang diperlukan dalam kultur murni diatom adalah ruangan
dingin (AC), lampu TL sebagai sumber cahaya dan energi, aerator, selang aerasi,
pipa kaca aerasi, labu gelas dan enlemeyer berbagai ukuran serta beberapa macam
pupuk pro analisis. Air media harus bersih dari bahan – bahan toksik dan bebas
kotoran sedimen. Untuk meningkatkan kelangsungan hidup, sterilisasi yang ketat
dan menjaga kondisi yang aseptis sangat diperlukan diperlukan. Kontrol suhu air,
salinitas, pH, optimalisasi stok kepadatan, dan gizi seimbang juga sangat penting
(Cordova, 2006)
2.7. Media Kultur Skeletonema costatum
Pertumbuhan kepadatan sel fitoplankton diperkaya dengan kandungan
unsur melalui pemberian pupuk. Pupuk tersusun atas berbagai senyawa berbeda
yang mengandung unsur hara mikro,makro dan vitamin (Octhreeani, 2014).
Kandungan pupuk Skeletonema costatum dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Kandungan Pupuk
Pupuk campuran
-Na2HPO4 12 gram 3 ml
-FeCl 3 gram
Silikat 10 gram 2 ml
CaSO4 12 gram 3 ml
CDR 3 butir 3 ml
9
BAB III
METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktik Kerja Lapang II ini akan dilaksanakan selama 60 hari
terhitung dari tanggal 11 September 2023 s/d 10 November 2023 di HSRT Kirana
Benur Situbondo, Kampung Pesisir RT.02 RW.02, Desa Bletok, Kecamatan
Bungatan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 2.
10
7 Haecytomater Untuk menghitung kepadatan Skeletonema costatum
8 Plankton net Alat saringan untuk panen pakan alami
9 Sikat Alat untuk membersihkan peralatan kultur
3.2.2. Bahan
Bahan yang akan digunakan pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) II dapat
dilihat pada Tabel 4.
Pembuatan pupuk
Pemanenan
11
2.4. Teknik Pengumpulan Data
2.4.1. Data Primer
Data primer merupakan data langsung diperoleh dari sumber data pertama
di lokasi praktek melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang berupa
wawancara, observasi, partisipasi aktif secara khusus sesuai tujuan praktik.
1. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
praktik. Cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang
dilaksanakan secara sistematis. Wawancara di sini dilakukan dengan cara
menanyakan berbagai pertanyaan dengan pembimbing lapangan atau karyawan
mengenai tema yang sudah dipilih.
2. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan di lapangan
mengenai gejala yang tampak pada objek pengamatan. Pelaksanaannya dilakukan
langsung di tempat praktik. Observasi pada Praktik Kerja Lapang II ini dilakukan
terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan kultur pakan alami
Skeletonema costatum. Seperti tahapan dalam kultur pakan alami
3. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif adalah keikutsertaan dalam suatu kegiatan yang dilakukan
dengan hidup bersama secara langsung serta berada dalam sirkulasi kehidupan
objek pengamatan untuk pengumpulan data. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan
adalah tahapan dalam kultur pakan alami Skeletonema costatum.
4. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi data dan informasi
yang sudah diperoleh. Dokumentasi juga untuk memperkuat keberadaan data dan
informasi sesuai dengan topik yang dibahas. Selain itu dokumentasi juga bisa
dijadikan sebagai bukti mengikuti kegiatan praktik di lapangan.
12
Kelautan dan Perikanan, laporan pihak swasta, masyarakat dan pihak lain yang
berhubungan dengan kultur pakan alami (Skeletonema costatum).
𝐼𝑛 𝑁𝑡 − 𝐼𝑛 𝑁𝑜
𝐺=
𝑡
Keterangan:
13
2.5.3. Laju Pertumbuhan Relatif
Pertumbuhan relatif adalah penambahan jumlah fitoplankton per satuan
waktu (hari) dibandingkan dengan kepadatan populasi hari ke nol (Mukminah,
2015). Menurut Sopian et all., (2019), rumus yang digunakan untuk menghitung
pertumbuhan relatif yaitu sebagai berikut:
𝐶𝑡 − 𝐶𝑜
𝑅𝐺𝑅 = 𝑥 100%
𝐶𝑜
Keterangan:
RGR = Relatif growth rate (%)
Ct = Kepadatan akhir sel (sel/ml)
Co = Kepadatan awal sel (sel/ml)
2.6. Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air yang diukur meliputi pH, suhu. Teknik pengukuran
suhu media kultur dilakukan menggunakan thermometer, pH setiap kultur diukur
dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus sedangkan salinitas setiap kultur
diukur menggunakan refractometer. Untuk pH, Suhu, dan Salinitas waktu
pengukurannya dilaksanakan setiap hari di pagi dan sore hari pada pukul 07.00 dan
17.00 WIB.
Waktu Pelaksanaan
Kegiatan September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pelaksanaan PKL
Pengumpulan Data
Bimbingan dan
Penyusunan
Laporan
14
DAFTAR PUSTAKA
15
Heri. (2022). Optimasi Mikroorganisme Lokal ( MOL TAUGE) Terhadap
Pertumbuhan Skeletonema Costatum. Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Isnansetyo, A., & Kurniastuti. (1995). Teknik Kultur Fitoplankton Dan
Zooplankton Untuk Pembenihan Organisme Laut. Jakarta.
Leksono, Mutiara, & Yusanti. (2017). Penggunaan Pupuk Organik Cair Hasil
Fermentasi Dari Azolla Pinnata Terhadap Kepadatan Sel Spirulina Sp.
Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan Dan Budidaya Perairan, 56-59.
Melanie, F. (2004). Phytoplankton: Skeletonema Costatum. Retrieved Agusttus 27,
2023, From
Http://Nemys.Ugent.Be/%20species.Asp?%20group=13&Spec25494&Act
=%20&P=1
Muzakkir. (2015). Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Pupuk Dalam Media Kultur
Terhadap Pertumbuhan Pakan Alami Skeletonema Costatum. Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Naik, R., Chitari, R., & Anil, A. (2010). Korlodinium Veneficom In India: Effect
Of Fixatives On Morphology And Allelopathy In Relation To Skeletonema
Costatum.
Octhreeani, A., Supriharyono, & Prijadi Soedarsono. (2014). Pengaruh Perbedaan
Jenis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis Sp. Dilihat Dari
Kepadatan Sel Dan Klorofil Α Pada Skala Semi Massal. Diponegoro Journal
Of Maquares, 102-108.
Perdana, P., Lumbessy, S., & Setyono, B. (2021). Pengkayaan Pakan Alami
Artemia Sp. Dengan Chaetoceros Sp. Pada Budidaya Post Larva Udang
Vaname (Litopenaeus Vannamei). Journal Of Marine Research, 252-258.
Pujiono, A. (2013). Pertumbuhan Tetraselmis Chuii Pada Medium Air Laut Dengan
Intensitas Cahaya, Lama Penyinaran Dan Jumlah Inokulan Yang Berbeda
Pada Skala Laboratorium.
Putri, R. (2018). Manajemen Kualitas Air Dalam Budidaya Udang. Retrieved From
Vanname.Restuputria.Blogspot.Com
Romimohtarto, K., & S. Juwana. (2001). Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. In
Biologi Laut. Jakarta.
16
Rudiyanti, S. (2011). Pertumbuhan Skeletonema Costatum Pada Berbagai Tingkat
Slinitas Media. Skripsi, Universitas Diponegoro.
Shen, Z. (2019). Morphology And Phylogeny Of Four New Vorticella
Species(Ciliophora : Peritrichia) From Coastal Waters Of Southem China.
Journal Eukaryotic Mi.
Sofiarina. (2003). Teknik Kultur Skeletonema Costatum Skala Laboratorium Di
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Program D3
Budidaya Perikanan. Universitas Riau, Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan, Pekanbaru.
Sriyani. (1995). Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbihan Plankton.
Malang: Universitas.
Suriawiria, U. (2005). Mikrobiologi Air Dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan
Secara Biologis. Bandung: PT. Alumni.
Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis Sp, Chlorella Sp, Dan
Chaetoceros Gracili) Dan Pengaru Kepadatan Awal Terhadap
Pertumbuhan C.Gracilis Di Laboratorium. Oseanologi Dan Limnology.
Tugiyono, Agus Setiawan, & Emy Rusyani. (2017). Kultur Skala Semi Massal
Isolat Nannochloropsis Occulata Dari Perairan Ekosisttem Lampung
Mangrove Center Sebagai Pakan Hidup. Naskah Semhas Darmajaya.
U. T. (2008). Status, Masalah, Dan Alternatif Pemecahan Masalah Pada
Pengembangan Budidaya Udang Vannamei(Litopenaeus Vannamei) DI
Sulawesi Selatan. Media Akuakultur.
Widiyani. (2003). Pengaruh Berbagai tingkat Intensitas Cahaya terhadap
Peternakan.
17
18