Oleh:
Kelompok 04
Ketua Kelompok :
Dennis Avima 11216008
Anggota Kelompok :
Rifqi Hakim Dewanto 11216009
Levana Bernadetta 11216023
Dara Amalia 11216024
Catherine Christabel 11216026
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
RINGKASAN
Kultur in vitro pada tumbuhan menjadi salah satu alternatif metode perbanyakan
tumbuhan. Bagian tumbuhan yang umum dikultivasi adalah bagian sel atau jaringan
atau organ, dimana pada praktikum ini digunakan pucuk tembakau. Kultur pucuk
dapat dilakukan dengan skala bioreaktor, untuk tujuan memproduksi biomassa yang
diinginkan dalam skala lebih dari satu liter media dan dalam kondisi lingkungan
yang terkontrol. Dalam kultur skala bioreaktor, performa suatu bioreaktor dapat
dilihat melalui kemampuan bioreaktor dalam mengkultivasi tanaman berdasarkan
suatu laju alir udara tertentu. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan performa
suatu bioreaktor dalam mengkultivasi tanaman dengan parameter berupa
pertambahan biomassa pada laju alir udara tertentu. Pucuk tembakau dikultivasi
terlebih dahulu di botol kultur, kemudian setelah 4 minggu, pucuk tembakau
tersebut dipindahkan dan dikultivasi pada bioreaktor bubble column. Bioreaktor
bubble column tersebut kemudian dipasang dengan aerator yang memberikan laju
alir udara berbeda, yaitu lebih dari 1 L/menit dan kurang dari 1 L/menit. Pucuk
tembakau tersebut kemudian dikultivasi selama 2 minggu dengan pengamatan pada
2 titik waktu, yaitu minggu pertama dan minggu kedua. Dari pengamatan tersebut
dihasilkan bahwa rata-rata pertambahan massa pucuk lebih tinggi pada bioreaktor
yang memiliki laju alir udara sebesar kurang dari 1 L/menit. Hal tersebut dapat
terjadi karena kondisi optimum tumbuh suatu tanaman pada bioreaktor juga
ditentukan oleh laju alir udara yang terdapat di bioreaktor tersebut.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pengaruh variasi laju alir udara terhadap kinerja
bioreaktor air-lift pada kultur pucuk Nicotiana tabacum dengan
parameter pertambahan biomassa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tembakau
Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) adalah tanaman perenial yang
berukuran 1,5-2 m. Daun berwana hijau, berbentuk elips, dan dapat mencapai
panjang 50 cm. N. tabacum biasa dikultivasi di berbagai tempat di seluruh dunia,
mulai dari benua amerika hingga eropa dan asia. N. tabacum dapat tumbuh di iklim
tropis maupun subtropis, hingga kondisi temperata (King, 1996). Klasifikasi N.
tabacum adalah sebagai berikut:
Domain: Eukaryota
Kingdom: Plantae
Filum: Spermatophyta
Subfilum: Angiospermae
Kelas: Dicotyledonae
3
dilakukan pada pucuk N. tabacum. Terdapat beberapa fase dalam proses propagasi
sebuah tanaman secara umum:
Fase 0: Penumbuhan tanaman induk dalam lingkungan steril, misalnya
dalam kondisi greenhouse yang terkontrol.
Fase 1: Inisiasi kultur. Pada tahap ini dilakukan inisiasi kultur aksenik dari
tanaman. Proses ini meliputi pemilihan eksplan, disinfestasi, dan ultur
eksplan pada lingkungan aseptik
Fase 2: Regenerasi dan multiplikasi propagula (fase multiplikasi). Pada
tahap ini diakukan sub-kultur untuk memperbanyak jumlah biomassa organ,
misalnya pucuk. Proses ini dilakukan dengan pemindahan hasil inisiasi
kultur kedalam medium-medium baru untuk mempercepat perbanyakan
organ.
4
2.2.3 Zat Pengatur Tumbuh Kultur
Zat pengatur pertumbuhan adalah senyawa organik yang secara alami
disintesis pada tumbuhan tingkat tinggi, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Ada beberapa jenis zat pengatur pertumbuhan tanaman, misalnya
sitokinin, auksin, giberelin, etilena dan asam absisat. Pertumbuhan dan
morfogenesis in vitro diatur oleh interaksi dan keseimbangan antara pengatur
tumbuh yang disediakan dalam medium, dan zat pertumbuhan yang dihasilkan
secara endogen. Secara in vitro, ditemukan bahwa pembentukan akar dan tunas
tergantung pada rasio auksin terhadap sitokinin dalam medium kultur (Razdan,
1993). Pada kultur pucuk, dilakukan pula pemberian zat pengatur tumbuh seperti
NAA dan BAP untuk menginisasi pucuk dari eksplan.
5
BAB III
METODOLOGI
6
(Lanjutan)
Alat Bahan
Rak kultur (1) Tissue (1 gulung)
Lampu TDL 36 watt (1) Kertas saring Whatman No..2 (2
lembar)
AC (1)
Splitter (1) Pemutih (500 mL)
Baki (1)
7
3.2 Rangkaian Alat
8
tahan panas, lalu disterilisasi dengan autoklaf selama 2,5 jam. Alat yang telah
disterilisasi disimpan di ruang steril sampai ingin digunakan.
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
pada kondisi tersebut, aerasi dapat menyebabkan shear damage pada kultur
sehingga menghambat pertumbuhan kultur. Perhitungan berat basah dilakukan
dengan rata-rata duplo hasil kompilasi data percobaan satu kelas.
Terdapat dua data yang tidak diikutsertakan, yaitu data kelompok 2 dengan
laju aerasi <1 pada minggu pertama yang sebesar 2,48 g dan data kelompok 8
dengan laju aerasi >1 pada minggu pertama yang sebesar 1,55 g. Kedua data ini
dinilai tidak valid karena kurang dari massa awal sebesar 2,5 g. Nilai dibawah 2,5
g menjukkan pengurangan biomassa, padahal seharusnya kultur mengalami
penambahan biomassa. Hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi atau kematian
pada kultur akibat lingkungan hidup yang tidak sesuai atau kesalahan pemotongan
pada kultur pucuk yang tidak ikut memotong bagian node-nya. Akibatnya, kultur
mengalami kematian dan menghasilkan debris-debris yang tidak ikut dalam
pengukuran biomassa.
5
Massa (gram)
3 <1
>1
2
0
0 1 2
Waktu (minggu)
Gambar 4.1 Grafik massa Nicotiana tabacum terhadap waktu dengan variasi laju
alir
12
tinggi, Nicotiana tabacum dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa
ubiquinon dan fenolik. Pada percobaan, kondisi suhu ruang bioreaktor adalah 30oC,
sehingga kondisi suhu kultur masih berada pada rentang suhu optimal, sehingga
dapat dilihat tren pertumbuhan pada gambar 4.1 yang menunjukkan bahwa kultur
pucuk pada kedua perlakuan laju alir mengalami pertambahan biomassa. Hal
tersebut sesuai dengan literatur.
Selain temperatur, intensitas cahaya juga memengaruhi pertumbuhan dan
perbanyakan pucuk Nicotiana tabacum. Menurut Wang et al. (1988), kultur pucuk
Nicotiana tabacum dalam kondisi intensitas cahaya tinggi mengalami peningkatan
berat kering dan kandungan klorofil yang jauh lebih besar daripada kultur pada
kondisi intensitas cahaya rendah.
Dari persamaan di atas diperoleh laju alir dari glukosa, amonium nitrat,
oksigen, air, serta karbon dioksida. Perolehan tersebut didapatkan dengan
melakukan perhitungan neraca massa dan menjadikan pertambahan biomassa
pucuk sebagai basis dari perhitungan. Laju alir dari glukosa, amonium nitrat,
oksigen, air, serta karbon dioksida secara berurutan adalah 2,934 gram, 0,404 gram,
2,4 gram, 0,694 gram, dan 3,56 gram. Pada neraca massa ini diasumsikan bahwa
tidak ada massa yang hilang sehingga total input akan sama dengan total output,
yaitu total input dan total output sebesar 4,844 gram.
Dalam kultivasi pucuk, kultur dianggap melakukan metabolisme
heterotrof karena tidak sempurnanya organ untuk melakukan proses metabolisme
autotrof. Proses ini memanfaatkan nutrisi dan sumber karbon yang terdapat pada
medium untuk dikonversi menjadi biomassa. Hal tersebut menyebabkan
konsentrasi nutrisi dan sumber karbon pada medium pun berkurang.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa.
1. Kinerja bioreaktor lebih baik pada laju alir udara sebesar kurang dari 1
L/min yang memberikan rata-rata pertambahan pucuk pada minggu pertama
sebesar 3,25 gram dan pada minggu kedua sebesar 5,93 gram.
5.2 Saran
Saran untuk percobaan ini adalah
1. Menjaga kesterilan alat-alat yang akan digunakan pada saat proses kultivasi
2. Mencoba rangkaian alat seperti pompa udara, flow meter, dan botol filter
sebelum digunakan sehingga dapat dipastikan alat-alat bekerja sesuai
dengan fungsinya
3. Menggunakan alat dengan hati-hati agar fungsi alat tidak berubah dan
menyebabkan perhitungan data menjadi tidak akurat
4. Melakukan pengecekkan setiap alat yang akan digunakan sebelum
disterilisasi.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Wang , W.C., Myers, J.R., Collins, G.B. (1988), Establishment Of Stable Long-
Term Photomixotrophic Cell Cultures Of Tobacco (Nicotiana tabacum L.),
Plant Science, 61.
Yeo A.P.S., Law A.W.K., Fane A.G.: Factors affecting the performance of a
submerged hollow fiber bundle. J. Membr. Sci. 280(2006), 1-2, 969–982.
Yeo A.P.S., Law A.W.K., Fane A.G.: The relationship between performance of
submerged hollow fibers and bubble-induced phenomena examined by
particle image velocimetry. J. Membr. Sci. 304(2007), 1-2, 125–137.
Zhong, J., Yoshida, T. (1993), Effecs of Temperature on Cell Growth and
Anthocyanin Production in Suspension Cultures of Perilla frutescens.
Journal of Fermentation and Bioengineering, 76, 6
Ziv, M. 2005. Simple bioreactors for mass propagation of plants. Plant Cell Tiss.
Org. Cult. 81:277-285.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran A Cara Pengolahan Data
Untuk melihat neraca massa diperlukan delta perubahan massa kultur pucuk
menggunakan persamaan (2)
𝛥𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑢𝑐𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑢𝑐𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (2)
19
Delta massa yang sudah didapat kemudian dimasukkan ke dalam persamaan
reaksi lalu dilakukan penyetaraan menggunakan persamaan (3), (4), dan (5)
𝑚
𝑛 = 𝑀𝑟 (3)
𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇 (4)
20
Lampiran B Data Mentah
B. 1 Data mentah Biomassa Kultur Pucuk
Tabel B.1 Biomassa Kultur Pucuk
Laju Aerasi Titik Pengamatan Biomassa awal Biomassa saat t
(mL/menit) (minggu ke-) (gram) pengamatan (gram)
<1 1 2.5 2.497
<1 1 2.5 3.254
<1 2 2.5 8.67
<1 2 2.5 3.1913
>1 1 2.5 3.08
>1 1 2.5 1.55
>1 2 2.5 3.9
>1 2 2.5 2.755
21
Lampiran C Dokumentasi
Gambar C.1 Kultur dengan aliran <1 mL/menit pada minggu ke-2
Gambar C.2 Kultur pucuk Nicotiana tabacum minggu ke-2 dengan kecepatan
aerasi kurang dari 1 mL/menit
22
Gambar C.3 Kultur pucuk Nicotiana tabacum minggu ke-2 dengan kecepatan
aerasi kurang dari 1 mL/menit sebelum disaring
23
Gambar C.5 Medium kultur Nicotiana tabacum berwarna pink
24