Anda di halaman 1dari 31

PRAKTIKUM LABORATORIUM REKAYASA HAYATI-I

Kultur Pucuk In Vitro Skala Bioreaktor

Oleh:
Kelompok 04
Ketua Kelompok :
Dennis Avima 11216008
Anggota Kelompok :
Rifqi Hakim Dewanto 11216009
Levana Bernadetta 11216023
Dara Amalia 11216024
Catherine Christabel 11216026

Dosen : Dr. Erly Mawarni


Khairul Hadi.B, S.T., M.T.
Asisten : Tri Ramadianti Shafitri
Tanggal Percobaan : 25 September - 27 November 2018
Tanggal Pengumpulan : 27 November 2018

LABORATORIUM REKAYASA HAYATI


PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

Komponen Nilai Maksimal Nilai


Judul dan 10
Pendahuluan
Metodologi 20
Hasil dan 50
Pembahasan
Simpulan dan 10
Saran
Format 10
Total 100

Laporan Praktikum Modul Kultur Pucuk In Vitro Skala Bioreaktor


sebagai syarat untuk memenuhi rangkaian Praktikum Laboratorium Rekayasa
Hayati-I dalam menempuh studi tingkat sarjana di Program Studi Rekayasa
Hayati Institut Teknologi Bandung

Jatinangor, 27 November 2018


Diperiksa oleh,
Asisten Praktikum

Tri Ramadianti Shafitri


NIM. 11215029
Mengetahui dan menyetujui,
Dosen Pengampu Dosen Pengampu

Dr. Erly Mawarni Khairul Hadi.B, S.T., M.T.


NIP. 196210051988022001 Nopeg. 11811064

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v
RINGKASAN ........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 6
3.1 Alat dan Bahan................................................................................... 6
3.2 Rangkaian Alat .................................................................................. 8
3.3 Langkah Kerja.................................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10
4. 1 Pengaruh Laju Alir........................................................................... 10
4. 2 Kontaminasi Pada Kultur ................................................................. 11
4.3 Pengaruh Kondisi Lingkungan ......................................................... 12
4.4 Neraca Massa Bioreaktor .................................................................. 13
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 15
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 15
5.2 Saran ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
LAMPIRAN .......................................................................................................... 18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) .......................................... 3


Gambar 3.1. Kultivasi kultur pucuk dengan bioreaktor air lift ............................... 8
Gambar 4.1 Grafik massa Nicotiana tabacum terhadap waktu dengan variasi laju
alir ......................................................................................................................... 11

Gambar 4.2 Neraca massa bioreaktor ................................................................... 13

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Alat dan bahan pada percobaan ............................................................. 6

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Cara Pengolahan Data ...................................................................... 19


Lampiran B Data Mentah ...................................................................................... 21
Lampiran C Dokumentasi ..................................................................................... 22

v
RINGKASAN

Kultur in vitro pada tumbuhan menjadi salah satu alternatif metode perbanyakan
tumbuhan. Bagian tumbuhan yang umum dikultivasi adalah bagian sel atau jaringan
atau organ, dimana pada praktikum ini digunakan pucuk tembakau. Kultur pucuk
dapat dilakukan dengan skala bioreaktor, untuk tujuan memproduksi biomassa yang
diinginkan dalam skala lebih dari satu liter media dan dalam kondisi lingkungan
yang terkontrol. Dalam kultur skala bioreaktor, performa suatu bioreaktor dapat
dilihat melalui kemampuan bioreaktor dalam mengkultivasi tanaman berdasarkan
suatu laju alir udara tertentu. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan performa
suatu bioreaktor dalam mengkultivasi tanaman dengan parameter berupa
pertambahan biomassa pada laju alir udara tertentu. Pucuk tembakau dikultivasi
terlebih dahulu di botol kultur, kemudian setelah 4 minggu, pucuk tembakau
tersebut dipindahkan dan dikultivasi pada bioreaktor bubble column. Bioreaktor
bubble column tersebut kemudian dipasang dengan aerator yang memberikan laju
alir udara berbeda, yaitu lebih dari 1 L/menit dan kurang dari 1 L/menit. Pucuk
tembakau tersebut kemudian dikultivasi selama 2 minggu dengan pengamatan pada
2 titik waktu, yaitu minggu pertama dan minggu kedua. Dari pengamatan tersebut
dihasilkan bahwa rata-rata pertambahan massa pucuk lebih tinggi pada bioreaktor
yang memiliki laju alir udara sebesar kurang dari 1 L/menit. Hal tersebut dapat
terjadi karena kondisi optimum tumbuh suatu tanaman pada bioreaktor juga
ditentukan oleh laju alir udara yang terdapat di bioreaktor tersebut.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan tembakau menjadi salah satu tumbuhan yang banyak
digunakan di industri obat yang ditandai dengan tingginya permintaan akan
tumbuhan tembakau. Dalam upaya memenuhi tingginya permintaan tumbuhan
tembakau tersebut, suatu kultivasi skala besar dibutuhkan. Secara alami,
perbanyakan diri tumbuhan tembakau melalui biji, tetapi viabilitas biji dan
frekuensi germinasi yang rendah menjadi masalah dalam perbanyakan dalam skala
besar (Joshi, 2009). Kultur jaringan tumbuhan dan bioteknologi menjadi salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Kultur jaringan
tumbuhan dapat menghasilkan perbanyakan klonal secara cepat dari suatu spesies
tumbuhan yang diinginkan untuk kultivasi secara komersial. Perbanyakan
tumbuhan dengan teknik kultur jaringan atau secara konvensional memiliki
kekurangan pada sulitnya pengendalian sifat-sifat kimia dan atau fisik dalam botol
kultur (Paek et al., 2000). Masalah tersebut dapat diatasi dengan pengembangan
strategi propagasi baru, yaitu berupa kultivasi menggunakan bioreaktor. Bioreaktor
ini memiliki kemampuan untuk mencegah gangguan fisiologis dari tunas dan daun,
serta biaya produksi yang rendah. Namun, bioreaktor yang digunakan untuk
perbanyakan tanaman masih memiliki kekurangan dalam hal pengetahuan akan
interaksi kompleks antara fisiologi tumbuhan dengan parameter fisik bioreaktor
(Paek et al., 2000). Hal tersebut dapat diketahui dengan pengujian kinerja suatu
bioreaktor dalam mengkultivasi suatu tumbuhan melalui parameter fisik bioreaktor,
salah satunya laju alir udara. Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian
kinerja suatu bioreaktor untuk mengoptimasi hasil dari kultivasi tanaman. Kinerja
bioreaktor tersebut dapat ditentukan berdasarkan interaksi antara parameter fisik
bioreaktor, dalam praktikum ini adalah laju alir udara, dengan fisiologi tumbuhan.
Kedua hal tersebut kemudian dapat dijadikan sebuah acuan dalam menentukan
kondisi lingkungan yang baik dalam bioreaktor untuk kultivasi tumbuhan yang
penting sekali dalam proses scaling-up suatu produksi.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pengaruh variasi laju alir udara terhadap kinerja
bioreaktor air-lift pada kultur pucuk Nicotiana tabacum dengan
parameter pertambahan biomassa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tembakau
Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) adalah tanaman perenial yang
berukuran 1,5-2 m. Daun berwana hijau, berbentuk elips, dan dapat mencapai
panjang 50 cm. N. tabacum biasa dikultivasi di berbagai tempat di seluruh dunia,
mulai dari benua amerika hingga eropa dan asia. N. tabacum dapat tumbuh di iklim
tropis maupun subtropis, hingga kondisi temperata (King, 1996). Klasifikasi N.
tabacum adalah sebagai berikut:
 Domain: Eukaryota
 Kingdom: Plantae
 Filum: Spermatophyta
 Subfilum: Angiospermae
 Kelas: Dicotyledonae

Gambar 2. 1 Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum)

2.2 Kultur in vitro


Kultur in vitro merupakan proses penumbuhan sel, jaringan atau organ dari
suatu organisme dalam lingkungan yang steril dan terkontrol, serta mempunya
aspek pendorong pertumbuhan (Altman, 2000). Dalam percobaan ini, kultur in vitro

3
dilakukan pada pucuk N. tabacum. Terdapat beberapa fase dalam proses propagasi
sebuah tanaman secara umum:
 Fase 0: Penumbuhan tanaman induk dalam lingkungan steril, misalnya
dalam kondisi greenhouse yang terkontrol.
 Fase 1: Inisiasi kultur. Pada tahap ini dilakukan inisiasi kultur aksenik dari
tanaman. Proses ini meliputi pemilihan eksplan, disinfestasi, dan ultur
eksplan pada lingkungan aseptik
 Fase 2: Regenerasi dan multiplikasi propagula (fase multiplikasi). Pada
tahap ini diakukan sub-kultur untuk memperbanyak jumlah biomassa organ,
misalnya pucuk. Proses ini dilakukan dengan pemindahan hasil inisiasi
kultur kedalam medium-medium baru untuk mempercepat perbanyakan
organ.

2.2.1 Sumber eksplan


Jenis eksplan juga merupakan salah satu faktor penting dalam
mengoptimalkan protokol kultur jaringan. Jenis eksplan seperti daun, daun petiole,
daun kotiledon, hipokotil, epikotil, embrio, radang dan akar eksplan berpengaruh
nyata terhadap proses kultur jaringan tanaman. Hormon ini mungkin ada di hormon
tanaman endogen yang ada di bagian tanaman. Daun adalah eksplan yang paling
umum digunakan dalam regenerasi tanaman. Eksplan dipilih dari bagian tanaman
yang memiliki meristem, seperti pucuk atau nodus pada tanaman tersebut. (Sujatha
dan Muktha, 1996)

2.2.2 Sumber nutrisi kultur


Mineral adalah komponen penting dari medium kultur. Ada banyak pilihan
kombinasi campuran makronutrien mikronutrien. Medium yang paling banyak
digunakan dijelaskan dalam Murashige dan Skoog (1962) (media MS), karena
sebagian besar tanaman bereaksi dengan baik dengan medium ini. Kandungan
garam yang tinggi dalam medium MS, formula yang sering digunakan adalah half
strength (Cohen, 1995).

4
2.2.3 Zat Pengatur Tumbuh Kultur
Zat pengatur pertumbuhan adalah senyawa organik yang secara alami
disintesis pada tumbuhan tingkat tinggi, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Ada beberapa jenis zat pengatur pertumbuhan tanaman, misalnya
sitokinin, auksin, giberelin, etilena dan asam absisat. Pertumbuhan dan
morfogenesis in vitro diatur oleh interaksi dan keseimbangan antara pengatur
tumbuh yang disediakan dalam medium, dan zat pertumbuhan yang dihasilkan
secara endogen. Secara in vitro, ditemukan bahwa pembentukan akar dan tunas
tergantung pada rasio auksin terhadap sitokinin dalam medium kultur (Razdan,
1993). Pada kultur pucuk, dilakukan pula pemberian zat pengatur tumbuh seperti
NAA dan BAP untuk menginisasi pucuk dari eksplan.

2.2.4 Kultivasi skala Bioreaktor


Kultivasi dalam skala yang lebih besar dapat dilakukan dalam sebuah
bioreaktor. Bioreaktor adalah bejana atau wadah yang menjadi tempat
berlangsungnya proses biokonversi oleh suatu organisme dalam kondisi yang
terkontrol. Dalam percobaan ini, kultivasi pucuk N. tabacum dilakukan dalam
biorekator air-lift atau bubble column. Tipe bioreaktor ini dicirikan dengan
penggunaan medium cair yang diagitasi dengan aliran udara atau gelembung. Hal
ini merupakan sebuah kelebihan yang dimiliki bioreaktor air-lift dibanding dengan
stirred-tank atau bioreaktor yang memanfaatkan proses mekanis dalam
homogenisasi mediumnya. Pada bioreaktor yang memanfaatkan proses mekanis,
proses homogenisasi memberikan shear stress yang tinggi, sehingga tidak cocok
untuk digunakan dalam kultivasi sel ataupun organisme yang rentan rusak.
Homogenisasi menggunakan udara yang dilakukan pada bioreaktor air-lift
memberikan shear stress yang jauh lebih kecil sehingga baik digunakan dalam
kultivasi sel mamalia maupun tumbuhan. Proses ini penting untuk meratakan
penyebaran nutrisi pada medium dan kondisi fisik seperti temperatur dan pH agar
dapat sama diseluruh bioreaktor. Selain itu, aerasi yang diberikan juga membantu
dalam suplai oksigen dan karbondioksida yang krusial dalam proses biokonversi
didalam kultur tersebut (Merchuk & Gluz, 2002).

5
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Percobaan ini menggunakan alat dan bahan yang ditunjukkan pada tabel
3.1.
Tabel 3.1. Alat dan bahan pada percobaan
Alat Bahan
Timbangan (1) Alkohol 96% (20 ml)
Scapel (2) Alkohol 70% (50 ml)
Pinset (2) Parafilm (10 cm)
Clean bench (1) Plastic wrap (1 gulung)
Cawan petri (3) Kultur pucuk tembakau (2,5 g)
Pembakar spiritus (1) Kapas (15 g)
Batang pengaduk (1) Kapas lemak (5 g)
Botol penyaring/filter (1) Isi pistol lem tembak (1)
Klem (2) Kertas reuse (20 lembar)
Selang silikon (3) Plastik tahan panas (10 lembar)
Botol semprot (1) Medium MS padat (2,2 g)
Autoklaf (1) Stok NAA 0,537 mM (1,862 mL)
Silet (1) Stok BAP 1,33 mM (0,752 mL)
Pistol lem tembak (1) Aquades (5L)
Bubble column bioreactor (1) Larutan medium MS full strength
(500mL)
Spanger (1) Alumunium foil (100cm2)
Pompa udara (1) Stok NAA 1,0 μM
Flow meter (1) Stok BAP 1,0 μM
Sikat tabung (1) Korek api (10 batang)
Blade (1) Eksplan pucuk tembakau in vitro (3
botol)
(Dilanjutkan)

6
(Lanjutan)

Alat Bahan
Rak kultur (1) Tissue (1 gulung)
Lampu TDL 36 watt (1) Kertas saring Whatman No..2 (2
lembar)
AC (1)
Splitter (1) Pemutih (500 mL)

Sikat tabung (1)

Baki (1)

Penjepit kertas (3)

Gelas ukur 10 mL (1)

Gelas ukur 100 mL (1)

Gelas kimia 500 mL (1)

Gelas kimia 1000 mL (1)

Erlenmeyer 250 mL dan tutup (1)

Tiang statis (1)

7
3.2 Rangkaian Alat

Gambar 3.1. Kultivasi kultur pucuk dengan bioreaktor air lift

3.3 Langkah Kerja


3.3.1 Kultur Pucuk Nicotiana tabacum In Vitro
Pucuk dari eksplan pucuk Nicotiana tabacum in vitro dan medium agar
dalam botol kultur disiapkan. Pucuk -pucuk dipisahkan dari eksplan, lalu
ditempatkan dalam medium baru. Pengerjaan dilakukan di clean bench dalam
kondisi steril. Dalam satu botol kultur, ditancapkan lima buah pucuk yang diberi
jarak sekitar 1,5 cm. Botol kultur ditempatkan di rak kultur, lalu dikultivasi selama
3 minggu.

3.3.2 Sterilisasi Alat


Alat-alat yang digunakan untuk pemindahan kultur, yaitu cawan petri,
scapel, pinset, dan perlengkapan bioreaktor, seperti air-lift bioreactor, selang
silikon, penutup bioreaktor, dan penjepit. Alat-alat berbahan logam dibungkus
dengan alumunium foil, lalu kertas reuse, sedangkan alat-alat berbahan kaca
dibungkus kertas reuse langsung. Untuk saluran output dan input air-lift bioreactor,
disumpal dengan kapas lemak, lalu dipasang dengan selang silikon yang telah
disemprot alkohol 70%. Setelah itu, semua alat dibungkus kembali dengan plastik

8
tahan panas, lalu disterilisasi dengan autoklaf selama 2,5 jam. Alat yang telah
disterilisasi disimpan di ruang steril sampai ingin digunakan.

3.3.3 Pembuatan dan Sterilisasi Medium


Padatan medium MS ditimbang sebanyak 2,2 g, lalu dilarutkan dalam 100
ml akuades dan ditambahkan 1,862 mL NAA dan 0,752 mL BAP. Campuran
ditambahkan dengan akuades kembali hingga 1 L dalam gelas kimia 1 L, lalu
diambil 250 mL ke Erlenmeyer 250 mL. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium
foil dan plastic wrap, lalu disterilisasi di autoklaf selama 2,5 jam.

3.3.4 Percobaan Kultur Pucuk dalam Bioreaktor


Alat-alat yang masih terbungkus di ruang steril dibuka bungkusnya. Pucuk
diambil dari botol kultur, lalu ditimbang sebanyak 2,5 g. Pucuk diletakkan
sementara di cawan petri tertutup, lalu dipindahkan ke dalam bioreaktor. Semua
medium steril dituang ke dalam bioreaktor, lalu ditutup. Tutup bioreaktor diolesi
vaseline dan dibungkus dengan parafilm, serta plastic wrap, lalu dijepit oleh jepitan
penutup bioreaktor. Bioreaktor dipindahkan ke ruang kultur, lalu disambung
dengan rangkaian lain, yaitu botol penyaring udara, flow meter, pompa udara, dan
splitter. Kultur didiamkan selama 1 dan 2 minggu, lalu dipanen. Pemanenan
dilakukan dengan mengosongkan medium pada bioreaktor, lalu pucuk diletakkan
pada kertas saring Whatman No.2 sebelum akhirnya ditimbang.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Pengaruh Laju Alir


Menurut Ziv (2005), kombinasi tingkat aerasi sangat berpengaruh terhadap
agitasi, sirkulasi udara dan jumlah O2 terlarut yang akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan dalam bioreaktor. Laju alir atau aerasi
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perbanyakan pucuk Nicotiana
tabacum. Salah satu fungsi aerasi pada bioreaktor adalah sebagai penyuplai
oksigen. Pada percobaan ini, digunakan 2 variasi laju alir, yaitu laju dengan
kecepatan kurang dari 1 L/menit dan lebih dari 1 L/menit. Laju alir udara pada
bioreaktor berbanding lurus terhadap tingkat aerasi yang terjadi.
Berdasarkan Gambar 4.1, pertumbuhan pucuk Nicotiana tabacum dengan
laju alir kurang dari 1 L/menit memiliki tren pertumbuhan yang lebih baik
dibandingkan dengan kultur dengan laju alir lebih dari 1 L/menit. Hal tersebut
sesuai dengan literatur. Sebagai penyuplai oksigen pada bioreaktor, laju alir udara
berpengaruh pada pertumbuhan dan perbanyakan pucuk Nicotiana tabacum.
Semakin besar laju alir, semakin besar juga konsentrasi oksigen yang masuk
kedalam bioreaktor. Menurut Shibasaki et al. (1992), seiring dengan meningkatnya
konsentrasi oksigen pada medium, maka berat basah dari pucuk Nicotiana tabacum
akan terus meningkat sampai titik tertentu. Pada saat konsentrasi oksigen mencapai
50% (v/v), pertumbuhan pucuk akan menjadi sangat lambat. Hal ini terjadi karena
adanya Pasteur effect, yang menjelaskan bahwa konsentrasi oksigen yang berlebih
dapat menginhibisi pertumbuhan dan perbanyakan pucuk Nicotiana tabacum.
Aerasi pada bioreaktor juga dapat menimbulkan adanya tegangan geser pada kultur.
Menurut Croughan et al. (2006), level shear stress yang sedang, diperlukan untuk
pertumbuhan. Level shear stress ini membantu sekresi protein ekstraseluler dan
juga meningkatkan difusivitas sel dalam kultur. Tetapi, level shear stress yang lebih
tinggi dan gaya hemodinamik menyebabkan kerusakan eksplan dan menghambat
pertumbuhan kultur. Menurut Shibasaki et al. (1992), tidak akan terjadi
pertumbuhan pada kultur Nicotiana Tabacum pada laju alir 5,6 liter/menit karena

10
pada kondisi tersebut, aerasi dapat menyebabkan shear damage pada kultur
sehingga menghambat pertumbuhan kultur. Perhitungan berat basah dilakukan
dengan rata-rata duplo hasil kompilasi data percobaan satu kelas.
Terdapat dua data yang tidak diikutsertakan, yaitu data kelompok 2 dengan
laju aerasi <1 pada minggu pertama yang sebesar 2,48 g dan data kelompok 8
dengan laju aerasi >1 pada minggu pertama yang sebesar 1,55 g. Kedua data ini
dinilai tidak valid karena kurang dari massa awal sebesar 2,5 g. Nilai dibawah 2,5
g menjukkan pengurangan biomassa, padahal seharusnya kultur mengalami
penambahan biomassa. Hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi atau kematian
pada kultur akibat lingkungan hidup yang tidak sesuai atau kesalahan pemotongan
pada kultur pucuk yang tidak ikut memotong bagian node-nya. Akibatnya, kultur
mengalami kematian dan menghasilkan debris-debris yang tidak ikut dalam
pengukuran biomassa.

5
Massa (gram)

3 <1
>1
2

0
0 1 2
Waktu (minggu)

Gambar 4.1 Grafik massa Nicotiana tabacum terhadap waktu dengan variasi laju
alir

4. 2 Kontaminasi Pada Kultur


Dalam kultur jaringan tumbuhan terdapat 2 penyebab kontaminasi, yaitu
kontaminasi yang terjadi karena adanya mikroorganisme yang menempel pada
permukaan jaringan eksplan atau kontaminasi karena adanya kesalahan dalam
11
pengerjaan di laboratorium. Menurut Campbell (2010), permukaan tumbuhan
merupakan habitat yang baik untuk perkembangbiakkan mikroorganisme, terutama
bagian daun. Permukaan daun mendukung pertumbuhan komunitas alami
mikroorganisme yang beragam. Spesies tanaman dan usia daun mempengaruhi
variasi ukuran dan jenis bakteri yang dapat tumbuh di permukaan epidermis daun.
Interaksi mikroba pada daun dapat terjadi karena permukaan daun yang berliku-
liku. Pada umumnya, kontak pertama antara bakteri dan daun terjadi di kutikula
daun.
Kultur dalam bioreaktor sangat rentan terkontaminasi bakteri karena kondisi
lingkungan yang memiliki kandungan air dan nutrisi yang melimpah. Banyak dari
mikroorganisme menempel pada permukaan jaringan tumbuhan yang dapat tumbuh
dalam medium kultur, walaupun beberapa dapat dihambat oleh tingginya
konsentrasi garam atau sukrosa dan pH medium. Pada percobaan, terdapat beberapa
macam kontaminasi, yaitu terdapat medium kultur menjadi keruh, pertumbuhan
kalus berwarna hijau, dan medium kultur berwarna pink kecoklatan. Kontaminasi
ini dapat disebabkan oleh bakteri, mold, fungi, virus, mycoplasma, dan yeast. Yeast
dapat mengakibatkan medium berwarna keruh atau pink, serta menyebabkan
medium berbau khas. Bakteri Methylohacterium mesophilicum merupakan bakteri
yang jarang ditemui dan dapat menyebabkan medium yang terkontaminasi bakteri
ini berwarna ungu (Chanprame et al., 1996). Pertumbuhan kalus yang berwarna
hijau dapat disebabkan oleh kontaminasi fungi, seperti endomycorrhizal fungus,
salah satunya adalah Funneliformis mosseae (Degola et al., 2015). Gambar
kontaminasi kultur dapat dilihat pada Lampiran C.

4.3 Pengaruh Kondisi Lingkungan


Temperatur merupakan salah satu faktor yang sangat memengaruhi
pertumbuhan perbanyakan pucuk Nicotiana tabacum pada bioreaktor. Menurut
Zhong & Yoshida (1993), didapatkan bahwa perbanyakan dan pertumbuhan pucuk
paling optimal berada pada rentang suhu 24-30˚C. Selain berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perbanyakan pucuk, temperatur juga berpengaruh pada produksi
metabolit sekunder pada tanaman Nicotiana tabacum. Pada temperatur yang lebih

12
tinggi, Nicotiana tabacum dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa
ubiquinon dan fenolik. Pada percobaan, kondisi suhu ruang bioreaktor adalah 30oC,
sehingga kondisi suhu kultur masih berada pada rentang suhu optimal, sehingga
dapat dilihat tren pertumbuhan pada gambar 4.1 yang menunjukkan bahwa kultur
pucuk pada kedua perlakuan laju alir mengalami pertambahan biomassa. Hal
tersebut sesuai dengan literatur.
Selain temperatur, intensitas cahaya juga memengaruhi pertumbuhan dan
perbanyakan pucuk Nicotiana tabacum. Menurut Wang et al. (1988), kultur pucuk
Nicotiana tabacum dalam kondisi intensitas cahaya tinggi mengalami peningkatan
berat kering dan kandungan klorofil yang jauh lebih besar daripada kultur pada
kondisi intensitas cahaya rendah.

4.4 Neraca Massa Bioreaktor


Dalam bioreaktor terjadi proses biokonversi nutrisi dari medium menjadi
biomassa pucuk dengan bantuan aerasi. Hal tersebut dapat digambarkan dalam
neraca massa bioreaktor pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Neraca massa bioreaktor

Pada perhitungan neraca massa bioreaktor ini, asumsi-asumsi yang


digunakan adalah sebagai berikut.
1. Suhu ruangan 30°C (303K) dan tekanan 1 atm
2. Kadar oksigen dalam udara sebanyak 21%
3. Seluruh sukrosa pada MS dikonversi menjadi biomassa pucuk dan CO2
13
4. Persamaan yang digunakan dalam sintesis biomassa :
0,39C12H22O11 + 0,23NH4.NO3 + 3,43O2 --> CH1,27O0,45 + 4,07H2O + 3,64CO2

Dari persamaan di atas diperoleh laju alir dari glukosa, amonium nitrat,
oksigen, air, serta karbon dioksida. Perolehan tersebut didapatkan dengan
melakukan perhitungan neraca massa dan menjadikan pertambahan biomassa
pucuk sebagai basis dari perhitungan. Laju alir dari glukosa, amonium nitrat,
oksigen, air, serta karbon dioksida secara berurutan adalah 2,934 gram, 0,404 gram,
2,4 gram, 0,694 gram, dan 3,56 gram. Pada neraca massa ini diasumsikan bahwa
tidak ada massa yang hilang sehingga total input akan sama dengan total output,
yaitu total input dan total output sebesar 4,844 gram.
Dalam kultivasi pucuk, kultur dianggap melakukan metabolisme
heterotrof karena tidak sempurnanya organ untuk melakukan proses metabolisme
autotrof. Proses ini memanfaatkan nutrisi dan sumber karbon yang terdapat pada
medium untuk dikonversi menjadi biomassa. Hal tersebut menyebabkan
konsentrasi nutrisi dan sumber karbon pada medium pun berkurang.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa.
1. Kinerja bioreaktor lebih baik pada laju alir udara sebesar kurang dari 1
L/min yang memberikan rata-rata pertambahan pucuk pada minggu pertama
sebesar 3,25 gram dan pada minggu kedua sebesar 5,93 gram.
5.2 Saran
Saran untuk percobaan ini adalah
1. Menjaga kesterilan alat-alat yang akan digunakan pada saat proses kultivasi
2. Mencoba rangkaian alat seperti pompa udara, flow meter, dan botol filter
sebelum digunakan sehingga dapat dipastikan alat-alat bekerja sesuai
dengan fungsinya
3. Menggunakan alat dengan hati-hati agar fungsi alat tidak berubah dan
menyebabkan perhitungan data menjadi tidak akurat
4. Melakukan pengecekkan setiap alat yang akan digunakan sebelum
disterilisasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Altman, A. 2000 Micropropagation of plants, principles and practice. In: Spier, R.


E. Encyclopedia of Cell Technology. New York: John Wiley & Sons, 916-
929.
Chanprame, S., Todd, J.J., & Widholm, J.M. (1996). Prevention of pink-pigmented
methylotrophic bacteria (Methylohacterium mesophilicum) contamination
of plant tissue cultures. Plant Cell Reports, 16(3-4), 222-225.
Cohen,D. 1995. The culture medium. Acta Hort. 393, 15-24.
Degola, F., Fattorini, L., Bona, E., Sprimuto, C.T., Argese, E., Berta, G., & Sanità,
D.T.L. (2015). The symbiosis between Nicotiana tabacum and the
endomycorrhizal fungus Funneliformis mosseae increases the plant
glutathione level and decreases leaf cadmium and root arsenic contents.
Plant Physiology Biochemical, 92, 11-18.
Joshi, N. (2009). In Vitro Growth and Shoot Multiplication in Nicotiana tabacum
L. - Influence of Gelling Agent and Carbon Source. International Journal
of Plant Development Biology, 3(1), 29-33
LJ, King 1966. Weeds of the World. Biology and Control. New York, USA:
Interscience Publ.
Merchuk, J., & Gluz, M. (2002). Bioreactors, Air-lift Reactors. Encyclopedia of
Bioprocess Technology.
Paek, K.Y., Hahn, E.J., & Son, S.H. (2000). Application of Bioreactors for Large-
Scale Micropropagation Systems of Plants. In Vitro Cell. Dev. Biol.ÐPlant,
37, 149157
Razdan, M.K. 1993 An Introduction to Plant Tissue Culture. Andover: Hampshire.
Shibasaki, N., Hirose, K., Yonemoto, T., Tadaki , T. (1992) Suspension culture
of Nicotiana tabacum cells in a rotary‐drum bioreactor, Journal of Chemical
Technology and Biotechnology, 53, 4.
Sujatha, M., Mukta, N. 1996. Morphogenesis and plant regeneration from tissue
cultures of Jatropha curcas. Plant Cell Tiss. Org. Cult. 44,135-141.

16
Wang , W.C., Myers, J.R., Collins, G.B. (1988), Establishment Of Stable Long-
Term Photomixotrophic Cell Cultures Of Tobacco (Nicotiana tabacum L.),
Plant Science, 61.
Yeo A.P.S., Law A.W.K., Fane A.G.: Factors affecting the performance of a
submerged hollow fiber bundle. J. Membr. Sci. 280(2006), 1-2, 969–982.
Yeo A.P.S., Law A.W.K., Fane A.G.: The relationship between performance of
submerged hollow fibers and bubble-induced phenomena examined by
particle image velocimetry. J. Membr. Sci. 304(2007), 1-2, 125–137.
Zhong, J., Yoshida, T. (1993), Effecs of Temperature on Cell Growth and
Anthocyanin Production in Suspension Cultures of Perilla frutescens.
Journal of Fermentation and Bioengineering, 76, 6
Ziv, M. 2005. Simple bioreactors for mass propagation of plants. Plant Cell Tiss.
Org. Cult. 81:277-285.

17
LAMPIRAN

18
Lampiran A Cara Pengolahan Data

A.1 Rata-Rata Biomassa


Pada percobaan ini dilakukan pengulangan 2 kali (duplo) sehingga
digunakan data rata-rata yang dihitung menggunakan persamaan (1)
𝛴𝑥𝑖
𝑥̅ = (1)
𝑛

Dengan 𝑥̅ adalah nilai rata-rata biomassa, 𝑥𝑖 adalah biomassa pada titik i,


dan n adalah jumlah pengulangan.
Perhitungan rata-rata biomassa dengan laju aerasi dengan kecepatan <1
mL/menit pada titik pengamatan minggu ke-1 adalah
(2,497 + 3,254)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥̅ =
2
𝑥̅ = 2,8755 𝑔𝑟𝑎𝑚

Tabel A.1 Nilai rata-rata biomassa kultur


Laju Aerasi Titik Pengamatan Biomassa rata-rata saat t
(mL/menit) (minggu) pengamatan (gram)
<1 1 3,25
<1 2 5,93065
>1 1 3,08
>1 2 3,3275

A.2 Perhitungan Neraca Massa

0,39C12H22O11 + 0,23NH4.NO3 + 3,43O2 --> CH1,27O0,45 + 4,07H2O + 3,64CO2

Untuk melihat neraca massa diperlukan delta perubahan massa kultur pucuk
menggunakan persamaan (2)
𝛥𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑢𝑐𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑢𝑐𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (2)

19
Delta massa yang sudah didapat kemudian dimasukkan ke dalam persamaan
reaksi lalu dilakukan penyetaraan menggunakan persamaan (3), (4), dan (5)

𝑚
𝑛 = 𝑀𝑟 (3)

𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇 (4)

𝑃𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑜𝑙 = 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 (5)

0,39C12H22O11 + 0,23NH4.NO3 + 3,43O2 → CH1,27O0,45 + 4,07H2O + 3,64CO2


0,58 gram
8,58 mmol 5,06 mmol 75mmol 22mmol
2,934 gram 0,404gram 2,4 gram

20
Lampiran B Data Mentah
B. 1 Data mentah Biomassa Kultur Pucuk
Tabel B.1 Biomassa Kultur Pucuk
Laju Aerasi Titik Pengamatan Biomassa awal Biomassa saat t
(mL/menit) (minggu ke-) (gram) pengamatan (gram)
<1 1 2.5 2.497
<1 1 2.5 3.254
<1 2 2.5 8.67
<1 2 2.5 3.1913
>1 1 2.5 3.08
>1 1 2.5 1.55
>1 2 2.5 3.9
>1 2 2.5 2.755

21
Lampiran C Dokumentasi

Gambar C.1 Kultur dengan aliran <1 mL/menit pada minggu ke-2

Gambar C.2 Kultur pucuk Nicotiana tabacum minggu ke-2 dengan kecepatan
aerasi kurang dari 1 mL/menit

22
Gambar C.3 Kultur pucuk Nicotiana tabacum minggu ke-2 dengan kecepatan
aerasi kurang dari 1 mL/menit sebelum disaring

Gambar C.4 Medium kultur Nicotiana tabacum keruh

23
Gambar C.5 Medium kultur Nicotiana tabacum berwarna pink

24

Anda mungkin juga menyukai