Romario Joseph
NIM. 112115013
Mengetahui dan menyetujui,
Dosen Pengampu Dosen Pengampu
i
3.2.4 Tunak baru setelah pemberian gangguan berupa impulse
function ................................................................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 17
4.1 Kalibrasi Luas Penampang Tangki .................................................. 17
4.2 Kalibrasi Laju Input Sistem Tangki ................................................. 18
4.3 Parameter k dan n pada Sistem Tangki ............................................ 20
4.4 Simulasi Gangguan Impuls pada Sistem Tangki ............................. 22
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 26
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 26
5.2 Saran ................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
LAMPIRAN .......................................................................................................... 29
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Respon forcing function pada berbagai sistem tangki ......................... 6
Gambar 2.2 Step function pada sistem orde satu..................................................... 7
Gambar 2.3 Respon step function pada sistem orde satu ........................................ 7
Gambar 2.4 Rectangular pulse function.................................................................. 8
Gambar 2.5 Respon rectangular pulse ................................................................... 8
Gambar 2.6 Impulse function pada sistem orde satu ............................................... 9
Gambar 2.7 Respon impulse function ..................................................................... 9
Gambar 2.8 Ramp function pada orde satu ........................................................... 10
Gambar 2.9 Respon ramp pada sistem orde satu .................................................. 10
Gambar 2.10 Sinusoidal function pada sistem orde satu....................................... 11
Gambar 2.11 Respon sinusoidal pada sistem orde satu ........................................ 11
Gambar 3.1 Sistem Tangki Seri ............................................................................ 14
Gambar 4.1 Kalibrasi luas penampang tangki ...................................................... 17
Gambar 4.2 Kalibrasi laju input pada sistem tangki ............................................. 19
Gambar 4.3 Kalibrasi laju output pada sistem tangki ........................................... 20
Gambar 4.4. Respons ketinggian ketika diberi gangguan 4L ............................... 23
Gambar 4.5 Respon ketinggian ketika diberi gangguan 3L .................................. 24
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
RINGKASAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah
1. Menentukan luas penampang tangki utama pada siste tangki.
2. Menentukan laju alir input pada sistem tangki dengan variasi bukaan
kerangan 360˚, 540˚, dan 720˚.
3. Menentukan parameter keidealan sistem tangki yang dinyatakan dalam
konstanta k dan n dengan variasi bukaan kerangan 360˚, 540˚, dan 720˚.
4. Menentukan waktu yang diperlukan oleh sistem tangki untuk mencapai
kondisi tunak baru setelah diberi gangguan berupa pulse function dengan
bukaan kerangan laju alir masuk, bukaan kerangan laju alir keluar, dan
volume pemberian gangguan secara berurutan sebesar 360˚; 540˚; 4 Liter
dan 630˚; 630˚; 3 Liter.
2
1. Mulut tangki dan saluran keluaran terbuka pada tekanan atmosfer
2. Luas penampang tangki jauh lebih besar dibandingkan saluran keluaran.
3. Sistem tangki isotermis sehingga perpindahan energi diabaikan.
4. Densitas air disetiap titik pada tangki sama.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.3 Steady state dan non-steady state
Dalam sebuah sistem proses terdapat dua keadaan yang diperhatikan yaitu
keadaan tunak (steady-state) dan keadaan tidak tunak (unsteady-state). Steady-state
adalah kondisi dimana sistem berada dalam keadaan stabil, tidak ada perubahan
variabel terhadap waktu. Keadaan steady-state memicu pengumpulan data yang
dapat digunakan untuk penyesuaian model proses, pengaturan, optimasi, proses
analisis, pendeteksi kesalahan, dan penyesuaian data.
Sementara, keadaan unsteady-state adalah kondisi dimana sistem berada
dalam keadaan tidak stabil disebabkan oleh adanya gangguan yang diberikan dari
lingkungan kepada sistem, adanya perubahan variabel terhadap waktu. Dalam
kondisi unsteady-state terdapat kondisi transient state, yaitu kondisi sistem awal,
yaitu pada saat keadaan tunak sebelum diberikan gangguan. Waktu yang
dibutuhkan sistem untuk mencapai kondisi tunak baru disebut sebagai settling time.
Kondisi unsteady-state dapat memberikan gambaran data untuk pemodelan proses
dinamik, titik perpindahan perubahan, dan pergerakan. Identifikasi kondisi ini dapat
distandarisasi menggunakan metode statistik (Huang, 2010).
5
2.5 Laju alir volumetrik
Laju alir volumetrik adalah volume air yang mengalir pada suatu titik tiap
satuan waktu. Laju volumetrik dapat juga disebut sebagai debit. Debit merupakan
turunan volume terhadap waktu dan merupakan besaran skalar. Nilai volume yang
berubah merupakan jumlah fluida yang mengalir setelah melewati batas tertentu
untuk beberapa durasi waktu (Arsyad, 1989).
6
2.6.1 Step function
Step function merupakan perubahan nilai laju alir input dalam sistem
tangki secara kontinu. Gangguan yang diberikan pada step function dibagi menjadi
dua yaitu perlakuan yang menambah laju alir input atau output yang disebut step
up dan perlakuan yang mengurangi laju alir input atau output yang disebut step
down. Tambahan laju alir input serta output yang diberikan dapat mengubah
ketinggian air pada sistem tangki dengan aliran kontinu.
Respon yang terjadi bergantung pada jenis gangguan yang diberikan. Pada
gambar 2.1 terlihat bahwa step function memiliki proses dinamis yang berbeda-
beda pada berbagai jenis sistem tangki. Gambar 2.3 menunjukkan bahwa akan
terjadi proses dinamis pada sistem dalam selang waktu tertentu hingga sistem
mencapai kondisi tunak baru.
7
2.6.2 Rectangular pulse function
Rectangular pulse function merupakan gangguan berupa perubahan laju
alir input pada selang waktu tertentu. Setelah selang waktu yang ditentukan laju alir
input kembali kepada laju alir input awal. Pada gambar 2.4 memperlihatkan
penambahan laju alir input sebesar A selama b waktu.
8
baru, biasanya pemberian impulse functiona akan kembali pada titik acuan yang
sama (LeBlanc & Coughanowr, 2009).
Sistem tangki akan memberikan respon seperti pada gambar 2.7. Respon
impulse mengindikasikan peningkatan secara tajam pada laju output saat t = 0. Laju
output kemudian akan menurun secara eksponensial sampai menjadi keadaan tunak
baru. Sistem akan memiliki keadaan tunak baru.
9
Gambar 2.8 Ramp function pada orde satu
Sumber : (Ogunnaike & Ray, 1994)
Respon ramp terjadi seperti pada gambar 2.9. Saat waktu mencapai tak
hingga, laju output akan mendekati perubahan laju alir seperti pada laju alir input,
yaitu mendekati gradien A. Sedangkan pada awal kenaikan laju input, laju output
mengalami delay respon sebelum akhirnya laju alir output juga meningkat.
10
Gambar 2.10 Sinusoidal function pada sistem orde satu
Respon dari sinusiodal adalah adanya delay dari time constant saat t = 0.
Kemudian laju output akan membentuk gelombang sin, tetapi karena adanya delay
gelombang sin yang terbentuk berbeda dengan gelombang sin input. Saat mencapai
keadaan tunak sistem output akan membentuk gelombang sin secara utuh mengikuti
laju input. Hal ini disebut juga sebagai ultimate periodic response (UPR).
2.7 Bernoulli
Hukum Bernoulli menjelaskan tentang mekanika fluida suatu objek, yang
merupakan perwujudan dari konversi energi mekanik hidrolika pada suatu objek.
Hukum Bernoulli dapat menyelesaikan permasalahan terkait energi dan gaya yang
dapat ditemukan didunia keteknikan, dimana menjabarkan fondasi teori untuk
menyelesaikan perhitungan hidrolika. Prinsip Hukum Bernoulli dalam satu fluida
yang sama, kecepatan tinggi dan tekanan rendah. Kecepatan rendah dan tekanan
tinggi. Laju alir bergerak dari tekanan yang tinggi menuju ke tekanan yang rendah
(Duan & Qin, 2017). Secara umum, bentuk Persamaan Bernoulli adalah sebagai
berikut :
11
1 1 1 1
𝑃1 + 𝜌𝑔ℎ1 + 2 𝜌𝑣12 = 𝑃2 + 𝜌𝑔ℎ2 + 2 𝜌𝑣22 (2.1)
2 2
Persamaan diatas hanya berlaku untuk aliran yang berada pada kondisi
steady state dan tidak terjadi gesekan. Apabila ditambahkan beberapa asumsi,
seperti seperti mulut tangki dan saluran keluaran terbuka pada tekanan atmosfer dan
luas penampang tangki jauh lebih besar daripada saluran keluaran, sehingga didapat
persamaan berikut :
1
𝑔ℎ1 = 𝑔ℎ2 + 𝑣22 (2.2)
2
12
Konstanta k dan n kemudian bisa didapatkan dari linearisasi logaritimik
menjadi
𝑑ℎ
ln(−𝐴 𝑑𝑡 ) = n. ln (h) + ln (k) (2.7).
Nilai ln (-A dh/dt) dan ln (h) yang didapatkan dari hasil pengolahan data percobaan
dialurkan pada grafik dan diperoleh gradien untuk nilai n dan nilai intersep untuk
nilai ln (k) (Campesi, et al., 2008).
13
BAB III
METODOLOGI
14
3.2 Langkah Kerja
3.2.1 Luas Penampang Tangki Utama
Pada tangki utama, air diisi sampai ketinggian air pada tangki 5 cm.
Kemudian, 3 Liter air ditambahkan pada tangki utama, catat ketinggian tangki
setelah penambahan air. Penambahan air 3 Liter dilakukan sebanyak 11 kali
sehingga total air yang akan ditambahkan adalah 33 L. Perubahan ketinggian air
dalam tangki dicatat setiap penambahan air. Data yang didapat dari percobaan
adalah nilai volume dan ketinggian air. Kemudian, Volume diregresikan secara
linear terhadap ketinggian sehingga didapatkan luas penampang berupa gradien dari
hasil regresi.
3.2.2 Laju Alir Input pada Tangki Utama
Pada tangki utama, air didalam tangki dikosongkan atau hanya mencapai
1 sampai 2 cm. Tangki atas dipastikan pada kondisi overflow. Kerangan output
ditutup dan kerangan input dibuka pada sudut 360˚. Ketinggian air ditunggu sampai
mencapai 5 cm dari dasar tangki. Saat ketinggian air mencapai 5 cm, stopwatch
dinyalakan, catat waktu yang dibutuhkan untuk kenaikan air sebesar 3 cm.
Perhitungan waktu dilakukan sebanyak 11 kali sampai ketinggian air 38 cm. Data
yang diperoleh adalah waktu dan ketinggian. Ketinggian hasil percobaan
diregresikan secara linear dengan waktu. Laju alir input kerangan merupakan nilai
gradien dari hasil regresi. Percobaan kembali dilakukan dengan variasi bukaan 540˚
dan 720˚.
3.2.3 Parameter keidealan k dan n
Tangki utama diisi dengan air sehingga ketinggian air lebih dari 38 cm.
Kerangan output dibuka pada sudut 360˚. Saat ketinggian mencapai 38 cm, waktu
yang dibutuhkan untuk menurunkan ketinggian air 3 cm dicatat. Perhitungan waktu
dilakukan sebanyak 11 kali sampai ketinggian air 5 cm. Data yang diperoleh barupa
ketinggian dan waktu. Ketinggian diregresikan secara non-linear (polinomial)
terhadap waktu sehingga didapatkan persamaan numerik ketinggian sebagai fungsi
waktu. Persamaan yang didapat kemudian diturunkan menjadi dh/dt. Lalu, ln (-
A.dh/dt) diregresikan terhadap ln h, kemudian dilinearisasi. Nilai k dan n untuk
15
tangki secara berurutan merupakan nilai gradien dan faktor koreksi. Percobaan
dilakukan pada bukaan kerangan output 540˚ dan 720˚.
3.2.4 Tunak baru setelah pemberian gangguan berupa impulse function
Tangki utama berisi air dengan ketinggian sekitar 30cm. Kerangan input
dibuka pada sudut 360˚ dan kerangan output dibuka pada sudut 720˚. Sistem
ditiunggu sehingga keadaan tunak. Ketinggian tunak tangki utama dicatat.
Kemudian pada tangki utama, 3 Liter air ditambahkan secara tiba-tiba. Data
ketinggian dicatat pada detik ke 0 dan setiap 2 menit sampai ketinggian air tidak
berubah terhadap waktu (tunak). Nilai ketinggian air diregresikan secara linear
terhadap waktu.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
30000
R² = 1
20000
15000
10000
5000
0
0 10 20 30 40 50
Tinggi (cm)
17
sehingga persamaan ini dapat digunakan untuk dijadikan acuan sebagai garis linear
untuk mendapatkan luas penampang. Hal ini juga sesuai dengan persamaan (4.1)
dimana volume merupakan perkalian dari luas penampang dan ketinggian.
Berdasarkan persamaan (4.2) luas penampang tangki utama adalah 853,13
cm2. Sedangkan nilai -4254,9 merupakan faktor koreksi. Pengukuran luas
penampang tangki dilakukan untuk mengetahui nilai laju volumetrik yang
digunakan untuk menentukan parameter k dan n karena hubungannya dengan
tekanan pada tangki utama yang mempengaruhi laju output. Kalibrasi luas
penampang tangki dilakukan agar volume tangki yang diukur memiliki nilai yang
presisi.
Pada percobaan ini dilakukan dua macam pengukuran, yaitu pengukuran
secara manual menggunakan penggaris dan pengukuran menggunakan
penambahan volum air pada tangki. Pengukuran manual dilakukan menggunakan
penggaris dengan mengukur panjang dan lebar tangki. Luas penampang tangki yang
didapat dari perhitungan manual adalah 841 cm2. Sedangkan pengukuran kedua
menggunakan regresi volum terhadap ketinggian yang dilampirkan pada gambar
4.1. Luas penampang tangki menggunakan regresi linear adalah 853,13 cm2.
Pengukuran menggunakan kedua cara ini memiliki nilai yang cukup jauh,
hal ini dapat terjadi karena pengukuran menggunakan pengaris memiliki tingkat ke
presisian yang lebih rendah dibandingkan dengan penambahan volume pada tangki.
Pengukuran menggunakan penggaris hanya dilakukan pada bagian atas tangki
sedangkan pengukuran menggunakan volume menggunakan keseluruhan tangki
untuk melihat perubahan ketinggian per pertambahan volum. Pengukuran luas
penampang dengan regresi volume terhadap ketinggian sendiri memiliki nilai R2
yang sangat tinggi, yaitu 1, yang mengindikasikan bahwa luas penampang kolom
sesuai dengan persamaan (4.2).
18
selalu dalam ketinggian fluida yang sama atau dapat disebut konstan, sehingga laju
alir yang diturunkan juga akan dalam keadaan konstan (Hermawan & Haryono,
2012). Karena laju alir masuk dalam keadaan konstan maka laju alir input dapat
diregresikan secara linear.
Kalibrasi laju input sistem tangki utama dilakukan dengan meregresikan
secara linear volume pada tangki utama terhadap waktu. Gambar 4.2 melampirkan
hasil regresi volume terhadap waktu pada ketiga variasi bukaan keran yaitu 360˚,
540˚, dan 720˚.
25000
y = 95.911x + 4342
20000 R² = 1
15000
10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Waktu (s)
19
540˚ cm3/s dan 212,28 cm3/s untuk bukaan keran 720˚. Semakin besar bukaan
keran, maka laju alir input semakin meningkat.
Laju alir input yang diperoleh menunjukkan tren linear karena
sebandingnya antara penambahan sudut bukaan keran dengan pertambahan nilai
laju alir yang diperoleh. Hal ini didukung oleh pernyataan (Seborg et al., 2010)
bahwa hubungan antara sudut bukaan dengan laju alir berbanding dengan linear.
Laju alir input tersebut dapat dikatakan valid memenuhi hasil percobaan karena
memperoleh nilai persamaan regresi dengan nilai R2 = 1. Dengan nilai R2 = 1,
persamaan regresi dan data percobaan memiliki kecocokan yang sangat baik
(Hanrahan, 2008).
40
35
30
Ketinggian (cm)
25
20 y = 1E-05x2 - 0.0545x + 37.955
R² = 1
15
10
5 R2 = 1 y = 5E-05x2 - 0.124x + 37.988
2
y = 0.0001x - 0.1828x + 37.987 R² = 1
0
0 200 400 600 800
Waktu (s)
360 540 720
Gambar 4.3 Kalibrasi laju output pada sistem tangki
20
Laju output pada tangki dipengaruhi oleh derajat bukaan kerangan dan
geometri dari kerangan tersebut. Pada percobaan ini hanya digunakan satu jenis
kerangan saja, sehingga geometri kerangan tidak mempengaruhi laju output pada
tangki utama. Berdasarkan Gambar 4.3, laju penurunan air pada tangki utama
semakin cepat jika bukaan kerangan diperbesar, hal ini terjadi karena jika bukaan
kerangan diperbesar, maka kerangan tersebut akan menghasilkan beda tekan yang
lebih besar, dan laju perpindahan fluida semakin meningkat. Laju output pada
percobaan ini didefiniskan sebagai laju penurunan air pada tangki utama
(Dijstelbergen, 1964).
Regresi non-linier dari laju output menghasilkan tiga persamaan laju
penurunan air yang berbeda untuk setiap bukaan kerangan. Persamaan laju alir
output untuk bukaan keran 360˚ adalah
𝑦 = 1 × 10−5 𝑥 2 − 0,0545𝑥 + 37,955 dengan R2 = 1 (4.2)
persamaan laju alir output untuk bukaan keran 540˚ adalah
𝑦 = 5 × 10−5 𝑥 2 − 0,124𝑥 + 37,988 dengan R2 = 1 (4.3)
persamaan laju alir output untuk bukaan keran 720˚ adalah
𝑦 = 1 × 10−4 𝑥 2 − 0,1828𝑥 + 37,987 dengan R2 = 1 (4.4)
Ketiga persamaan non-linier tersebut digunakan untuk menentukan
parameter keidealan tangki, yaitu parameter k dan n. Menurut Vojtesek & Dostal
(2014), parameter k adalah konstanta spesifik yang menggambarkan suatu geometri
dan jenis suatu kerangan. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai k bertambah seiring
bertambahnya derajat bukaan kerangan. Nilai k tersebut dapat dihubungkan dengan
laju output tangki, karena nilai k juga merupakan koefisien yang menjelaskan
berapa banyak fluida yang dapat berpindah melalui kerangan tersebut. Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai k, maka semakin banyak fluida yang dapat
berpindah melalui kerangan tersebut (Grant & Dawson, 1995).
21
Bukaan Kerangan (º) k n
360 25,71 0,16
540 61,49 0,14
720 95,27 0,13
Parameter n pada sistem tangki percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Parameter n pada tangki, nilainya semakin menurun seiring bertambahnya derajat
bukaan kerangan. Menurut Ogunnaike & Ray (1994), parameter n yang ideal untuk
sistem tangki adalah 0,5. Namun, parameter n yang didapat pada percobaan tidak
sesuai dengan hasil teoretis, hal ini menunjukkan bahwa proses dinamika tangki
tidak ideal. Ketidakidealan proses dinamis pada tangki dapat disebabkan oleh luas
permukaan tangki yang tidak homogen pada setiap ketinggian tangki, karena laju
penurunan ketinggian air pada tangki sangat bergantung terhadap luas penampang
tangki (Vojtesek & Dostal, 2014). Hal lain yang dapat menyebabkan kondisi tidak
ideal pada tangki adalah viskositas fluida, tegangan permukaan fluida, distirbusi
kecepatan fluida, dan jenis kerangan pada tangki (Hwang & Houghtalen, 1996).
22
setinggi 13,79 cm. Sementara, hasil yang didapatkan pada percobaan, yang
dilakukan dengan satu kali pengulangan, didapatkan ketinggian dalam keadaan
tunak setinggi 14 cm.
Dari hasil yang didapatkan, terjadi perbedaan antara ketinggian tangki pada
kondisi tunak yang didapatkan secara teoritis dan percobaan. Hal ini dapat terjadi
disebabkan oleh adanya galat pada pengamatan. Galat yang didapatkan pada
pemberian impuls 4L air sebesar 27,5%, sementara galat yang didapatkan pada
pemberian impuls 3L air sebesar 0,15%. Penyebab dari galat ini dapat disebabkan
oleh sensitivitas pengukuran yang dilakukan, terbentuknya gelombang dan
gelumbung dalam tangki akibat adanya aliran air masuk kedalam tangki
menyebabkan pengukuran terhadap ketinggian air dalam tangki tidak akurat.
Perbedaan yang terjadi dapat sebabkan juga oleh beberapa pertimbangan yang
diabaikan, seperti ketinggian kerangan dalam sistem yang dapat mempengaruhi laju
alir dan model yang ditinjau disederhanakan untuk mempermudah pengukuran
(Vojtesek et al, 2014)
40
38
36
34
Ketinggian (cm)
32
30
28
26
24
22
20
0 1000 2000 3000
Waktu (s)
Eksperimen Teoritis
23
18
17
Ketinggian (cm)
16
15
14
13
12
11
10
-300 200 700 1200 1700
Waktu (s)
Eksperimen Teoritis
Gambar 4.5 Respon ketinggian ketika diberi gangguan 3L
24
Tabel 4.2 Waktu yang dibutuhkan oleh tangki untuk mencapai kondisi tunak baru
Waktu yang
Pemberian impuls Ketinggian Ketinggian
dibutuhkan
(penambahan air) tunak awal (cm) tunak akhir (cm)
(menit)
3L 14 14.8 29
4L 33 34.2 43
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari percobaan ini adalah sebagai
berikut :
1. Luas penampang tangki utama adalah 853,13 cm2.
2. Laju alir input pada sistem tangki utama pada bukaan keran 360˚, 540˚, dan
720˚ secara berurutan adalah 95,911 cm3/s, 158,47 cm3/s dan 212,28 cm3/s.
Semakin besar bukaan keran, maka laju alir input semakin meningkat.
3. Parameter keidealan sistem tangki konstanta k pada bukaan keran 360˚,
540˚, dan 720˚ secara berurutan adalah 25,71, 61,49, dan 95,27. Parameter
keidealan sistem tangki konstanta n pada bukaan keran 360˚, 540˚, dan 720˚
secara berurutan adalah 0,16, 0,14, dan 0,13.
4. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tunak baru setelah diberi
gangguan impulse function sebanyak 4 L dengan bukaan keran input 360˚
dan output 540˚ adalah 43 menit. Sedangkan Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai kondisi tunak baru setelah diberi gangguan impulse function
sebanyak 3 L dengan bukaan keran input 630˚ dan output 630˚ adalah 23
menit.
5.2 Saran
Pada percobaan ini, ada beberapa saran yang dapat diterapkan untuk
keberjalanan kedepannya supaya lebih baik :
1. Percobaan akan lebih efisien apabila pengukuran air lebih cepat salah
satunya adalah dengan menggunakan gelas ukur yang lebih banyak.
2. Proses pengukuran luas penampang juga akan terjadi lebih cepat apabila
terdapat lebih dari satu ember.
3. Pengukuran ketinggian akan lebih akurat apabila pengukuran dilakukan
dengan menggunakan pembatas horizontal pada tangki yang terhubung
dengan penggaris.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Marlin, T. E. (2000). Process Control: Designing processes and control systems
for dynamic perfomance. Boston: McGraw-Hill.
Marlin, E. T. (2015). Process Control: Designing Process and Control System for
Dynamic Performance (2nd ed.). USA : McGraw-Hill Companies, Inc.
Ogunnaike, B. A., & Ray, W. H. (1994). Process Dynamics, Modeling, and
Control. USA: Oxford University Press.
Schneider, A., Hommel, G., & Blettner, M. (2010). Linear Regression Analysis.
Deutsches Arzteblatt International. 107(44) 776-782.
Seborg, D. E., Mellichamp, D. A., Edgar, T. F., & Doyle III, F. J. (2010). Process
dynamics and control. USA: John Wiley & Sons.
Skogestad, S. (2008). Chemical and Energy Process Engineering. Boca Raton:
CRC Press.
Stephanopolos, G. (1984). Chemical Process Control: An Introduction to Theory
and Practice. New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Vojtesek, J., & Dostal, P. (2014). Modelling and Control of Water Tank Model.
New York: Wseas Llc Staff Published.
Wu, D., Burton, R., & Schoenau, G. (2002). An Empirical Discharge Coefficient
Model for Orifice Flow. International Journal of Fluid Power, 3(3), 13–19.
Xiuyun, S. (2015). Adaptive Nonlinear Control for Multi-tank Level System. Open
Automation and Control Systems Journal, 7, 496-501.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran A Cara Pengolahan Data
30
Hasil regresi dari data ketinggian terhadap waktu dapat dilihat Gambar
A.3 dan persamaan A.6.
ℎ(𝑡) = 5 × 10−5 𝑡 2 − 0,124𝑡 + 37,988 (A.6)
40
35
y = 5E-05x2 - 0.124x + 37.988
Volume (cm^3) 30 R² = 1
25
20
15
10
5
0
0 100 200 300 400
Waktu (s)
31
A.5 Ketinggian Tunak Teoritis
Ketinggian tunak teoretis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
A.8. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut.
𝑄𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = k. ℎ𝑛
𝑛 𝑄𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
ℎ = √
𝑘
Perhitungan ketinggian air tunak pada tangki untuk kerangan input 360
derajat dan kerangan ouput 540 derajat adalah sebagai berikut.
𝑛 𝑄𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
ℎ = √
𝑘
0,14 95,911
ℎ = √
61.49
ℎ = 23,93 𝑐𝑚
32
Lampiran B Data Mentah
33
(lanjutan)
360˚ 540˚ 720˚
No h(cm)
t1 t2 tave t1 t2 tave t1 t2 tave
7 23 156 162 159 96 99 97,5 72 71 71,5
8 26 185 190 187,5 112 114 113 85 84 84,5
9 29 208 216 212 128 131 129,5 97 96 96,5
10 32 235 244 239,5 145 147 146 109 108 108,5
11 35 261 271 266 161 163 162 121 119 120
12 38 287 299 293 177 180 178,5 133 132 132,5
34
B.4 Data Perubahan Ketinggian Terhadap Waktu Pada Saat Keadaan Tunak
Baru
Tabel B.4 Data Perubahan Ketinggian Terhadap Waktu
No Waktu (s) Tinggi (cm)
1 0 33 25,9
2 30 37,8 30
3 60 37,7 29,9
4 90 37,6 29,7
5 120 37,5 29,5
6 150 37,4 29,3
7 180 37,3 29,2
8 210 37,2 29
9 240 37,1 28,8
10 270 36,9 28,5
11 300 36,8 28,4
12 330 36,6 28,2
13 360 36,6 28
14 390 36,5 27,9
15 420 36,4 27,7
16 450 36,3 27,5
17 480 36,2 27,4
18 540 35,9 27,3
19 600 35,8 27
20 660 35,7 26,5
21 720 35,5 26,3
22 780 35,5 26,1
23 840 35,4 26
24 900 35,4 25,8
25 960 35,3 25,5
26 1020 35,2 25,5
(dilanjutkan)
35
(lanjutan)
No Waktu (s) Tinggi (cm)
27 1080 35,1 25,5
28 1140 35 25
29 1200 35 24,8
30 1260 35 24,7
31 1320 34,9 24,5
32 1380 34,9 24,3
33 1440 34,8 24
34 1500 34,8 24
35 1560 34,8 23,8
36 1620 34,6 23,7
37 1680 34,5
38 1740 34,5
39 1800 34,4
40 1860 34,4
41 1920 34,4
42 1980 34,4
43 2040 34,4
44 2100 34,4
45 2160 34,4
46 2220 34,2
47 2280 34,2
48 2340 34,2
49 2400 34,2
50 2460 34,2
51 2520 34,2
52 2580 34,2
36