Anda di halaman 1dari 27

kinetika penggunaan substrat (bioproses)

KINETIKA PENGGUNAAN SUBSTRAT


(Laporan Praktikum Teknologi Bioproses)

Oleh
Suci Nata Kusuma
1314051046
Kelompok 2

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada penyajian tentang keseimbangan kimiawi atau stoikiometri pertumbuhan mikroba,
pertumbuhan seluler dan pembentukan produk berkaitan dengan penggunaan substrat.
Subsrat oraganik merupakan substrat yang paling efektif dan efisien, dimana pati yang
terkandung dalam bahan dasar tersebut akan mengalami proses hidrolisa dengan putusnya
ikatan polimer molekul pati menjadi monomer-monomernya (glukosa) oleh adanya aktifitas
enzim yang dihasilkan oleh mikroba dalam membentuk suatu produk. Konsentrasi produk
dapat diperoleh dengan mengetahui ukuran partikel substrat, dimana ukuran partikel substrat
sangat mempengaruhi proses fermentasi dalam menghasilkan suatu produk (Muin, 2008).

Selama proses fermentasi berlangsung, komposisi substrat berubah setiap waktunya dan
produk metabolit akan terbentuk. Kondisi lingkungan pertumbuhan mikroba berada dalam
keadaan unstedy state. Proses fermentasi berlangsung pada laju pertumbuhan spesifik yang
konstan dan tidak bergantung pada perubahan konsentrasi nutrien (Ahmad, 2009). Selama
proses fermentasi, mikroba menggunakan substrat untuk pertumbuhannya dan semakin lama
waktu fermentasi maka konsentrasi substrat semakin menurun. Untuk itu, perlu dipelajari
kinetika mengenai penggunaan substrat oleh mikroba dalam membentuk suatu produk atau
metabolit dan parameter apa saja yang berpengaruh dalam kinetika pengunaan substrat.

B. Tujuan

Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui kinetika penggunaan substrat oleh
ragi saccharomyces cereviceae berbagai merk, pada berbagai kondisi pertumbuhannya.
BAB II. METODELOGI

A. Waktu dan Tempat


Praktikum yang berjudul Kinetika Penggunaan Substrat dilaksanakan pada Rabu, 6 April
2015 pukul 15.00 WIB s.d selesai, di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Univeraitas Lampung.

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan digital, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, spatula, inkubator, erlenmeyer, hotplate, vortex, pipet tetes, mikropipet, gelas beaker,
gelas ukur, corong, spektofotometer, dan termometer.
Bahan yang digunakan adalah ragi (fermipan dan curah), akuades, glukosa, natrium karbonat,
natrium bikarbonat, garam rochelle, arsenomolybdat, kapas sumbat, alumunium foil, kertas
label, dan alkohol.

C. Diagram Alir

1. Persiapan Kultur Antara

Pembuatan Yeast Pepton Dextron 7%


Ditimbang YPD (Yeast Pepton Dextron) sebanyak 3,5
gram dengan Yeast sebanyak 0,5 gram, Pepton 1 gram,
Dextron 1 gram, dan Agar 1 gram.
Dilarutkan YPD kedalam 50 mL aquades dan
dihomogenkan menggunakan magnetic stirer

Disterilisasi larutan media YPD menggunakan autoklaf


pada suhu 121C selama 15 menit

Dituang 10 mL larutan YPD yang telah disterilisasi


kedalam tabung reaksi 20 mL, lalu dinginkan dalam
keadaan miring hingga memadat

Pembuatan inokulum
Dilarutkan ragi fermipan dan ragi curah sebanyak
masing-masing 1 gram kedalam 10 mL aquades, lalu
dihomogenkan menggunakan vortex

Diinokulasikan 1 mL larutan ragi pada media agar


miring lalu diinkubasi pada suhu 30C selama 48 jam

Diambil 3 loop ragi dari media agar miring lalu


diinkulasi pada larutan media YPD 7%, kemudian
diinkubasi pada suhu 38C dan 40C selama 48 jam

2. Persiapan Bahan Baku


Dimasukkan 2,1 gram glukosa kedalam 2 tabung reaksi
ukuran 20 mL

Ditambahkan aquades sebanyak 15 ml kedalam masing


masing tabung reaksi, lalu dihomogenkan
Ditambahkan 1,5 gram (10% w/v) ragi fermipan dan
ragi curah kedalam tabung reaksi, lalu homogenkan
menggunakan vortex

Diinkubasi pada suhu 30C dan 45C selama 144 jam,


lalu diamati konsentrasi glukosa setiap 24 jam

3. Pengamatan Gula Reduksi


Diencerkan sampel/ bahan baku yang telah di fermentasi
menjadi 2%,4%,6%,8%, dan 10%

Diambil 0,5 mL masing-masing sampel yang telah


diencerkan, lalu ditambahkan 0,5 mL Nelson AB setelah
itu panaskan selama 20 menit

Ditambahkan 0,5 mL Arsenomolypdat dan 3,5 mL


aquades, lalu dihomogenkan dan di spektrofotometer
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan
Berdasarkan praktikum mengenai kinetika penggunaan substrat maka diperoleh data sebagai
berikut :
Kurva standar
Konsentrasi (nm) A
0 540 0
2 540 0
4 540 0,127
6 540 0,177
8 540 0,256
10 540 0,279

Konsentrasi (nm) A
0 540 0
2 540 0,079
4 540 0,076
6 540 0,125
8 540 0,174
10 540 0,148

Hasil Pengenceran 50 dan 100 untuk kelompok 1 dan 3 (suhu 30C)


keompok pengenceran (nm) A
540 0
1 50 540 0,882
3 50 540 2,711
1 100 540 0,013
3 100 540 0,013

Hasil Pengenceran 50 dan 100 untuk kelompok 2 dan 4 (suhu 400C)


keompok pengenceran (nm) A
540 0
2 50 540 0,654
4 50 540 1,267
2 100 540 0,624
4 100 540 0,709

B. Perhitungan
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh maka dapat dilakukan perhitungan berat sampel
yaitu sebagai berikut :
Persamaan kurva standar yang dipakai yaitu y = 0,034x - 0,025 dengan R2 = 0,944, sehingga
kadar gula reduksi yaitu :

Perhitungan gula reduksi untuk pengenceran 50 dan 100 untuk kelompok 1 dan 3 (suhu 30 0C)
Pengenceran 50
Kelompok 1 = = 27,059

Kelompok 3 = = 80, 853

Pengenceran 100
Kelompok 1 = = 1,5

Kelompok 3 = = 1,5

Perhitungan pengenceran 50 dan 100 kali untuk kelompok 2 dan 4 (suhu 40 0C)
Pengenceran 50

Kelompok 2 = = 20,235

Kelompok 4 = = 38,382

Pengenceran 100
Kelompok 2 = = 19,471

Kelompok 4 = = 21,971
C. Grafik
Berdasarkan data pengamatan yang telah diperoleh, maka dapat dilihat grafik atau kurva
penggunaan substrat yaitu sebagai berikut :
1. Kurva Standar
o Grafik Kurva Standar 1

2. Grafik Pengenceran
Tabel 3. Gula Reduksi Hasil Fermentasi dengan Pengenceran 50 dan 100 kali
pengenceran gula reduksi 30 0C gula reduksi 40 0C
50 27,059 20,235
50 80,853 38,382
100 1,5 19,471
100 1,5 21,971
Keterangan:
Y atas persamaan untuk warna biru
Y bawah persamaan untuk warna merah

D. Pembahasan
Kurva standar merupakan kurva yang dibuat dari sederetan larutan standart yang masih dalam
batas linieritas sehingga dapat diregresilinierkan. Kurva standart menunjukkan hubungan
antara konsentrasi larutan (sumbu-x) dengan absorbansi larutan (sumbu-y). Kurva standar
yang dibuat adalah kurva standar glukosa, yang bertujuan untuk mengetahui linieritas
hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya, sehingga dapat diketahui
apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Pembuatan kurva standar juga
berfungsi untuk menentukan konsentrasi dari larutan sampel yang absorbansinya telah
diketahui (Rizkiyani, 2011). Pada kurva standar gula reduksi juga ditambahkan reagen
Nelson Somogy yang bertujuan untuk mereduksi kupri oksida menjadi kupro oksida yang
mana K-Na-tartrat yang ada dalam reagen Nelson berfungsi untuk mencegah terjadinya
pengendapan kupri oksida sehingga kupri oksida bisa direduksi menjadi kupro oksida dan
dapat dideteksi jumlah endapan kupro oksida dengan mereaksikannya dengan larutan
arsenomolybdat (Hadi, 2011).

Hasil fermentasi hari ke-6 kadar gula reduksi yang diperoleh tetap tinggi disebabkan oleh
jenis substrat yang digunakan dan adanya kontaminasi mikroba dari udara luar. Jenis substrat
yang digunakan adalah glukosa, dan bukan sukrosa. Apabila yang digunakan adalah sukrosa
maka hasil fermentasi terhadap gula reduksinya akan turun. Hal ini disebabkan karena
glukosa adalah salah satu gula reduksi sedangkan sukrosa adalah gula non reduksi. Gula
reduksi seperti glukosa dapat meruduksi senyawa-senyawa penerima elektron karena adanya
gugus aldehid atau keton bebas. Hal ini dibuktikan dengan percobaan pada saat masing-
masing sampel ditambah dengan arsenomolybdat sebanyak 0,5 ml warna yang dihasilkan
adalah warna biru, dimana warna biru menunjukkan bahwa kadar gula reduksinya masih
tinggi. Semakin pekat warna biru maka semakin tinggi kadar gula reduksi. Apabila kadar
gula reduksi masih tinggi maka akan sulit untuk dibaca pada spektrofotometer.
Berdasarkan teori (Mangunwidjaja, 1994) bahwa pada hari terakhir mikroba telah memasuki
fase kematian. Kematian mikroba tersebut menandakan bahwa gula reduksinya rendah selain
penggunaan substratnya juga rendah. Pada hasil praktikum menunjukkan bahwa gula
reduksinya masih tinggi yang kemungkinan disebabkan oleh adanya kontaminasi udara dari
luar. Kontaminasi tersebut menyebabkan mikroba lain yang tidak diinginkan menggunakan
substrat sehingga gula reduksinya masih tetap tinggi.
Hasil fermentasi yang sesuai teori adalah semakin lama fermentasi maka konsentrasi substrat
semakin menurun. Namun, hasil percobaan menunjukkan bahwa kadar gula reduksi tetap
tinggi atau konsentrasi substrat tidak menurun seiring bertambahnya waktu. Hal tersebut
disebabkan oleh penggunaan substrat oleh mikroba hanya sedikit. Mikroba yang digunakan
tidak sebanding dengan substrat yang diberikan, sehingga konsumsi mikroba terhadap
substrat menurun akibat substrat yang diberikan terlalu banyak. Oleh sebab itu konsentrasi
substrat masih tetap banyak atau kadar gula reduksinya masih tetap tinggi. Mangunwidjaja
(1994) menjelaskan teori pada grafik kinetika penggunaan enzim bahwa semakin banyak
konsentrasi substrat yang diberikan maka laju pertumbuhan mikroba akan semakin cepat,
namun jika substrat yang diberikan terlalu banyak maka dapat menurunkan laju pertumbuhan
mikroba. Konsentrasi mikroba dan konsentrasi substrat yang seimbang dapat menurunkan
kadar gula reduksi. Sebab, selama pertumbuhan mikroba menggunakan substrat dan semakin
bertambahnya waktu maka konsentrasi substrat semakin menurun sehingga dapat
menurunkan kadar gula reduksi.
Pada praktikum dilakukan pembacaan absorbansi pada panjang gelombang 540 nm karena
pada panjang gelombang ini molekul gula reduksi dapat menyerap sinar secara optimum
sehingga pembacaan absorbansi dapat berjalan dengan baik. Semakin tinggi nilai absorbansi
menunjukkan bahwa konsentrasi larutan semakin besar. Nilai absorbansi yang diperoleh
kemudian diplotkan dalam bentuk kurva untuk memperoleh persaman nilai y. Pada kurva
standar diperoleh persamaan yaitu y = 0,034x - 0,025 dengan R2 = 0,944. Nilai y adalah
absorbansi sampel dan nilai x adalah kadar gula reduksinya.
Pengenceran 50 kali pada suhu 30C menghasilkan gula reduksi sebesar 27,059 untuk
kelompok 1, dan 80,853 untuk kelompok 3. Pengenceran 100 kali pada suhu 30C
menghasilkan gula reduksi sebesar 1,5 untuk kelompok 1 dan kelompok 3. Pengenceran 50
kali pada suhu 40C menghasilkan gula reduksi sebesar 20,235 untuk kelompok 2, dan
38,382 untuk kelompok 4. Pengenceran 100 kali pada suhu 40C menghasilkan gula reduksi
sebesar 19,471 untuk kelompok 2, dan 21,971 untuk kelompok 4. Nilai gula reduksi tersebut
diplotkan dalam bentuk kurva untuk menentukan nilai y dan R2 yang terdapat pada grafik
gula reduksi hasil fermentasi.
Persamaan yang diperoleh dari grafik gula reduksi hasil fermentasi yaitu y= -1,049x + 106,4
dengan R2 = 0,655 untuk sampel suhu 30C, dan y = -0,176x + 38,33 dengan R2 = 0,326
untuk sampel suhu 40C. Nilai tersebut menunjukan bahwa nilai gula reduksi sampel dengan
suhu 40C lebih besar daripada sampel dengan suhu 30C. Kadar gula reduksi yang bernilai
negatif disebabkan karena sampel yang dianalisa kandungan gula reduksinya terlalu tinggi
sehingga tidak terbaca saat absorbansi dan nilai absorbansinya bernilai nol. Kesalahan ini
juga dapat disebabkan karena terjadinya kekeliruan saat preparasi sampel, misalnya terlalu
encer dalam membuat sampel ataupun kesalahan seperti kelebihan penambahan reagen.

BAB IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


1. Berdasarkan hasil perhitungan dan grafik, diperoleh persamaan kurva standar glukosa
yaitu Y = 0,034x - 0,025 dengan R2 = 0,944.
2. Berdasarkan hasil perhitungan dan grafik, diperoleh persamaan gula reduksi hasil fermentasi
yaitu Y = -1,049x + 106,4 dengan R2 = 0,655 untuk sampel suhu 30C, dan Y = -0,176x +
38,33 dengan R2 = 0,326 untuk sampel suhu 40C.
3. Kadar gula reduksi yang bernilai negatif disebabkan karena sampel yang dianalisa terlalu
sedikit, kesalahan saat preparasi sampel yang terlalu encer.
4. Nilai gula reduksi tinggi disebabkan kontaminasi oleh mikroba luar yang menggunakan
substrat sehingga gula reduksinya masih tinggi.
5. Suhu berpengaruh terhadap kadar gula reduksi yang dihasilkan, dimana sampel suhu 30C
menghasilkan kadar gula lebih tinggi dibanding smapel suhu 40C.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A 2009. Teknologi Fermentasi, Diktat, Laboratorium Rekayasa Bioproses


Teknik Kimia. Universitas Riau. Pekanbaru.

Hadi, Danang Kumara. 2011. Analisa Karbohidrat. http://danang-kurang


kerjaan.blogspot.com/2011/05/analisa-karbohidrat.html. diakses pada Minggu, 28 Juni 2015
pukul 22.00 WIB.

Mangunwidjaja, D. dan Suryani, A., 1994. Teknologi Bioproses. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Muin, Rosdiana. 2008. Studi Kinetika Fermentasi Etanol Dengan Pendekatan


Minimal Residual Substrat. Jurnal: Universitas Sriwijaya. Palembang.

Rizkiyani, Hilda Nur. 2011. Penggunaan Spektrofotometer. Institut Pertanian


Bogor. Bogor.
erhitungan kinetika mikroba (bioproses)

TUGAS TERSTRUKTUR

BIOPROSES

Oleh:

Suci Nata Kusuma

1314051046
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2015

Pembahasan Jurnal:

Jurnal yang berjudul Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 Yang
Berasal Dari Tempoyak telah diteliti pada tahun 2008 oleh Neti Yuliana, salah satu
staf pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakuktas Pertanian, Universitas
Lampung. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mempelajari kinetika
pertumbuhan Bakteri Asam Laktat (isolat T5 ) yang diisolasi dari tempoyak . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa isolat T5 menghasilkan nilai maksimum OD dari
1.434 g/l , dan konsentrasi biomassa dari 2.553 g/g, sedangkan pertumbuhan kinetik
optimal T5 isolat adalah 9 jam.
Pada jurnal tidak dijelaskan berapa jumlah berat tabung berisi sel kering (g) dan
berat tabung kosong (g) yang digunakan, sehingga nilai berat kering sel (X) tidak
dapat diketahui dengan pasti. Berat kering sel diperoleh dari berat tabung berisi sel
kering dikurang berat tabung kosong dan dibagi volume sampel kemudian dikali
1000. Kemudian jumlah substrat yang digunakan juga tidak diketahui dengan jelas,
namun hanya diketahui jumlah gula reduksi yang dinyatakan dalam persen(%)
bukan substrat glukosa yang dinyatakan dalam (gram) sehingga perlu memanipulasi
data junlah substrat glukosa yang digunakan oleh bakteri isolat T5 untuk
pertumbuhannya. Penelitian tersebut juga melakukan pengukuran OD ( Optical
Density) yang dinilai pada spektofotometer dengan panjang gelombang 441 nm.
Untuk mendapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik () dan laju konsumsi substrat
(Yx/s) yaitu dari rata-rata data seluruh pengamatan diplotkan ke dalam bentuk
kurva dan dinyatakan sebagai kurva pertumbuhan. Sedangkan untuk mendapatkan
laju pertumbuhan () maksimum dan rendemen biomassa glukosa adalah dari data
yang diplotkan yaitu dari titik awal sampai titik maksimum pertumbuhan bakteri.
Pada perhitungan ini hanya diperoleh laju pertumbuhan maksimum (), dan
rendemen biomassa glukosa (Yx/s).
Berikut ini adalah tabel jumlah berat kering sel (g) setiap 3 jam;

Biomasa

No t (jam) X Ln X x-xo

1 0 0,25 -1,39 0,00

2 3 0,56 -0,58 0,81

3 6 1,29 0,25 1,04

4 9 2,55 0,94 2,30

5 12 2,27 0,82 2,02

6 15 2,16 0,77 1,91

7 18 1,34 0,29 1,09

8 21 2,53 0,93 2,28

9 24 2,19 0,78 1,94

10 27 2,93 1,08 2,68

11 30 3,00 1,10 2,75

Setelah seluruh data di plotkan diperoleh grafik laju pertumbuhan () sebagai


berikut:
Ambil titik pada No 1 s.d. 4 dan diplotkan lagi sehingga dihasilkan kurva sebagai berikut:

Data kurva kedua tersebut diperoleh persamaan yaitu Y= 0,260x-1,364 yang berarti bahwa laju
pertumbuhan () maksimum isolat T5 yaitu 0,260 per jam. Sedangkan laju pertumbuhan spesifik ()
isolat T5 pada jurnal penelitian yaitu 0,0598 per jam. Pada grafik pertama yaitu apabila seluruh data
diplotkan maka diperoleh persamaan Y=0,060x-0,459 dan berarti laju pertumbuhan spesifik () isolat
T5 sebesar 0,060 per jam. Hasil yang diperoleh antara hasil perhitungan ini dan hasil jurnal
peneltitan tidak jauh berbeda, dan hal ini menyatakan laju pertumbuhan sel isolat T5 berlangsung
cepat. Pada tabel tersebut dijelaskan bahwa pada jam ke-9, isolat T5 telah memasuki fase logaritmik
yang dicirikan dengan adanya pertumbuhan yang signifikan dari sel-selnya, dan berlangsung singkat
yaitu mulai dari jam ke-0 sampai jam ke-9. Selanjutnya waktu pertumbuhan ke-18 sampai akhir
waktu pertumbuhan jam ke-30, sel isolat T5 mengalami fase pertumbuhan yang realtif tetap atau
memasuki fase stasioner.

Untuk laju konsumsi substrat (rendemen biomassa), data yang diperoleh berbeda dari hasil laju
konsumsi substrat pada jurnal penelitian, sebab data substrat yang digunakan dalam perhitungan
berbeda akibat jumlah substrat pada jurnal penelitian tidak diketahui dengan jelas. Maka dari itu,
jumlah substrat yang digunakan di manipulasi untuk mengetahui laju konsumsi substrat (Yx/s).
Berikut ini adalah data manipulasi jumlah substrat (glukosa) yang digunakan untuk pertumbuhan sel
isolat T5:

Biomasa Glukosa

No t (jam) X Ln X x-xo s (g/l) so - s

1 0 0,25 -1,39 0,00 193 0

2 3 0,56 -0,58 0,81 186 -7

3 6 1,29 0,25 1,04 167 -26

4 9 2,55 0,94 2,30 119 -74

5 12 2,27 0,82 2,02 98 -95

6 15 2,16 0,77 1,91 90 -103

7 18 1,34 0,29 1,09 59 -134

8 21 2,53 0,93 2,28 45 -148

9 24 2,19 0,78 1,94 30 -163

10 27 2,93 1,08 2,68 22 -171

11 30 3,00 1,10 2,75 13 -180

Data susbtrat (glukosa) diplotkan ke dalam bentuk kurva yaitu sebagai berikut:

X Y
so - s x-xo

0 0,00

7 0,81

26 1,04

74 2,30

95 2,02

103 1,91

134 1,09

148 2,28

163 1,94

171 2,68

180 2,75

Ambil titik pada No 1 s.d. 4 dan diplotkan lagi sehingga dihasilkan kurva seperti ini:
Dari kurva tersebut diperoleh persamaan Y=0,027x+0,301 sehingga rendemen biomassa atau laju
konsumsi substrat glukosa (Yx/s) sebesar 0,027 g biomassa/g glukosa. Sedangkan hasil laju konsumsi
substrat (Yx/s) pada jurnal penelitian sebesar 1,2236 g/g. Hasil Yx/s pada jurnal peneletian lebih
besar karena kemungkinan jumlah substrat yang digunakann lebih banyak dari jumlah substrat yang
dimanipulasi, dan data yang diplotkan adalah rata-rata data keseluruhan. Sedangkan hasil dalam
perhitungan yang dimanipulasi ini diperoleh dari kurva yang diplotkan dari titik 1 sampai 4, karena
pada titik ke 4 (jam ke-9) isolat T5 telah memasuki fase logaritmik.

Dari kurva tersebut dapat dinyatakan bahwa konsumsi substrat yang digunakan oleh bakteri isolat
T5 menunjukkan penurunan yang relatif tajam yang berarti glukosa di dalam media dapat digunakan
secara maksimal. Semakin tinggi berat kering sel (X) yang merupakan laju pertumbuhan dari bakteri
isolat T5 maka semakin rendah gula reduksi yang tersisa, begitu pun sebaliknya.
Diposting oleh suci nata kusuma di 06.57

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Home
Categories
o
o
Ebook
About
Contact

Tes Jurnal Praktikum Mikrobiologi Jilid VIII (Kinetika Pertumbuhan


Escherichia coli)
3/29/2012 11:05:00 pm by farxNo comments

TES JURNAL (KINETIKA PERTUMBUHAN Escherichia coli )

1. Apa tujuan percobaan kali ini ?

Mahasisiwa mampu mengukur konsentrasi sel dengan metode turbidimetri


Mahasiswa mampu mengukur konsentrasi substrat
Mahasiswa mampu menghitung parameter kinetika pertumbuhan Escherichia coli

2. Apa yang Anda ketahui mengenai teknik pengukuran konsentrasi sel dengan metode turbidimetri
?

Massa sel dapat diukur secara optis dengan menentukan jumlah cahaya yang dipancarkan oleh
suspensi sel. Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa partikel memancarkan cahaya yang
jumlahnya proporsional dengan konsentrasi. Ketika cahaya dilewatkan pada suspensi organisme,
terjadi pengurangan jumlah cahaya yang diteruskan. Penentuan semacam ini biasa digunakan pada
spektrofotometri, dan terbaca sebagai Absorbansi. Absorbansi adalah logaritma dari ratio intensitas
cahaya yang mengenai suspensi (Io) dengan intensitas cahaya yang diteruskan oleh suspensi (I).
Kalibrasi dilakukan dengan mengukur absorbansi sampel yang diketahui konsentrasinya. Pengukuran
biasanya dilakukan pada panjang gelombang 600-700 nm.

3. Apa yang Anda ketahui mengenai fase pertumbuhan bakteri ?


(Waluyo,2004)

Gambar 1.1. Kurva Pertumbuhan Jasad Renik

I) Fase I: fase adaptasi (fase lag)

Bila jasad renik dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan mengalami fase
adaptasi. Fase in untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Fase
in belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada
fase ini mungkin tetap, tetapi kadang-kadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat
atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya.

II) Fase II: fase pertumbuhan awal (fase permulaan pembiakan)

Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah
karena baru selesai tahap penyesuaian diri.

III) Fase III: fase pertumbuhan logaritmik (fase eksponensial atau fase pembiakan cepat)

Setelah mikroba menyesuaikan diri dengan lingkungan, yakni pada fase adaptasi dan fase
permulaan pembiakan, maka sel jasad renik membelah dengan cepat, dimana pertambahan
jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi
oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, suhu dan kelembaban udara.
Pada fase ini sel membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan dengan fase lainnya, selain itu sel
paling sensitif terhadap keadaan lingkungan. Bila diinginkan untuk mengadakan piaraan yang cepat
tumbuh, maka bakteri pada fase ini baik sekali untuk diadakan inokulum.

IV) Fase IV: fase pertumbuhan lambat (fase pembiakan diperlambat)

Pada fase ini pertumbuhan jasad renik diperlambat, karena beberapa sebab, misalnya: (1)
zat nutrisi di dalam medium sudah sangat berkurang, (2) adanya zat hasil-hasil metabolisme yang
mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Pada fase ini pertumbuhan sel
tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik. Hal ini karena jumlah sel yang masih tumbuh lebih
banyak daripada jumlah sel yang mati.

V) Fase V: fase pertumbuhan tetap (statis)

Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah
sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi
sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, maka kemungkinan sel tersebut mempunyai komposisi
berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritma. Pada fase ini sel-sel menjadi lebih tahan
terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan kimia.

VI) Fase VI: fase menuju kematian dan fase kematian

Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena sebab, yakni:
(1) nutrien di dalam medium sudah habis, (2) energi cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel yang
mati semakin lama akan semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi kondisi nutrien,
lingkungan dan jenis jasad renik.

4. Dari hasil percobaan mengenai perhitungan konsentrasi sel, data apa saja yang Anda dapatkan ?
Nilai konsentrasi sel tiap waktu (Xt)
5. Setelah mendapat hasil tersebut, perhitungan apa yang Anda lakukan selanjutnya ?
Memasukkan nilai-nilai dari Xt dan t pada persamaan ln X = . t + ln Xo. Setelah itu dilakukan regresi
linear sehingga didapatkn nilai dan Xo.
6. Apa sebenarnya yang mau digambarkan oleh persamaan Monod ?
Monod (1949) menjelaskan tentang hubungan antara konsentrasi substrat pembatas pertumbuhan
yang tersisa dengan laju pertumbuhan spesifik. Turunnya laju pertumbuhan disebabkan karena
adanya penurunan konsentrasi substrat. Turunnya laju pertumbuhan disebabkan karena adanya
penurunan konsentrasi substrat yang dapat dijelaskan dengan persamaan berikut :
dimana : S = konsentrasi substrat sisa

Ks = konstanta pemanfaatan substrat, dimana untuk E. coli pada substrat glukosa Ks = 2,0-4,0
mg/L(Dwidjoseputro,1994)

Kecepatan pertumbuhan spesifik maksimum (m) adalah kecepatan maksimum pertumbuhan yang
dapat dicapai pada saat konsentrasi nutrien pembatas pertumbuhan tidak terbatas. Semakin tinggi
harga , semakin cepat kecepatan pertumbuahannya di mana organisme dapat tumbuh.

Konstanta Monod (Ks) adalah konsentrasi dari nutrien pembatas pertumbuhan di mana kecepatan
pertumbuhan spesific adalah setengah dari harga maksimumnya. Ini menunjukkan afinitas yang
dimiliki organisme untuk nutrien.

Harga m dan Ks tidak tergantung pada organismenya, nutrien pembatas pertumbuhan, media
fermentasi, dan faktor lingkungan seperti pH dan temperatur. Harga m adalah sekitar 0.01. Harga
konstanta Monod biasanya kurang dari 0.1.
7. Mengapa bakteri yang akan diukur konsentrasi selnya perlu diinkubasikan terlebih dahulu selama
24 jam ?

Hal ini bertujuan agar poada saat pengamatan, bakteri diharapkan sudah berada pada fase
eksponensial. Karena untuk mengukur laju pertumbuhan maksimum bakteri hanya bisa dilakukan
pada saat bakteri berada pada fase eksponensial, karena bakteri akan tumbuh dengan cepat pada
fase eksponensial.

8. Apa alasan digunakannya bakteri E.coli untuk dipelajari kinetika pertumbuhannya ?

Pada percobaan ini, dipelajari pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan mengamati perubahan
konsentrasi sel terhadap waktu. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli karena bakteri ini
memiliki kecepatan pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada kondisi optimum, E. coli dapat
menggandakan diri dalam waktu 12,5 menit, sementara sebagian besar bakteri memiliki waktu
penggandaan sekitar 20 menit.

9. Apa kelemahan metode turbidimetri dalam menentukan konsentrasi sel ?

Kelemahan metode turbidimetri adalah semua sel yang terdapat pada sampel ikut terukur, baik sel
yang hidup maupun sel yang mati.

10. Mengapa setiap setelah dilakukan sampling, sampel harus dimasukkan ke dalam ice bath ?

Fungsi dari ice bath adalah menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, karena bakteri
Escherichia coli merupakan bakteri mesofil, maka pada temperatur ruang ( 29oC) bakteri ini dapat
tumbuh. Apabila tabung reaksi ini tidak dimasukkan ke dalam ice bath maka pertumbuhan bakteri
akan terus terjadi sehingga pengukuran konsentrasi sel menjadi tidak akurat.

11. Bagaimana perkiraan hasil percobaan kali ini ?

Dalam percobaan pertama dimana yang dilakukan adalah membandingkan pertumbuhan Escherichia
coli dengan perlakuan yang menggunakan aerasi dan tanpa aerasi. Bakteri Escherichia coli yang
merupakan bakteri yang anaerob fakultatif (organisme yang dapat tumbuh dengan ada atau tanpa
oksigen, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik lagi apabila ada oksigen) akan tumbuh dengan lebih
baik pada kondisi diaerasi. Hal ini disebabkan karena dengan adanya proses aerasi maka suplai
oksigen untuk bakteri Escherichia coli menjadi bertambah banyak. Oleh karena itu, laju
pertumbuhan dalam keadaan aerasi akan lebih baik daripada non-aerasi.

Percobaan kedua yang dilakukan adalah membandingkan pertumbuhan Escherichia coli yang
diinkubasikan pada suhu 26C, 30C dan 50C. Escherichia coli adalah salah satu bakteri mesophil
sehingga ia tumbuh baik pada suhu dengan kisaran suhu 25C-37C. Dari hasil laju pertumbuhan
spesifik tersebut dapat diketahui bahwa bakteri Escherichia coli mampu tumbuh lebih baik pada
suhu 500C. Sedangkan, dari literatur diketahui bahwa bakteri Escherichia coli hidup optimum pada
suhu 25C-37C karena bakteri Escherichia coli merupakan bakteri mesofil. Kesalahan ini mungkin
disebabkan karena penyimpanan dalam ice bath yang terlalu lama saat menunggu untuk diuji
dengan spektrofotometer, sehingga bakteri tersebut mampu tumbuh kembali saat suhu menurun
dari 500C dalam ice bath.

12. Langkah Kerja

Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli

1. Diisi ke dalam 2 buah erlenmeyer 250 mL masing-masing 100 mL media Nutrient Broth.

2. Disterilisasi media dalam autoclave pada suhu 121C dan tekanan 15 psi.

3. Diinokulasikan dalam masing-masing erlenmeyer suatu biakan murni Escherichia coli dari agar
miring.

4. Diinkunbasikan semua erlenmeyer di dalam inkubator pada suhu 300C selama 16 jam.

5. Setelah diinkubasi selama 16 jam, dimasukkan sebuah erlenmeyer ke dalam shaker untuk dilakukan
pengocokan pada suhu ruang dan diletakkan erlenmeyer yang lain pada suhu ruang tanpa dilakukan
pengocokan.

6. Dilakukan sampling setiap 20 menit dengan memipet secara aseptik sebanyak 6 mL kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan didinginkan di dalam ice bath.

7. Dipipet sampel ke dalam kuvet lalu dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk pengukuran
konsentrasi sel.

Pengaruh Temperatur Terhadap Pertumbuhan Escherichia Coli

1. Diisi ke dalam 2 buah erlenmeyer 250 mL masing-masing 100 mL media.

2. Disterilisasi media dalam autoclave pada suhu 121C dan tekanan 15 psi.

3. Diinokulasikan dalam masing-masing erlenmeyer suatu biakan murni Escherichia coli dari agar
miring.

4. Diinkunbasikan semua erlenmeyer di dalam inkubator pada suhu 300C selama 16 jam.

5. Setelah diinkubasi selama 16 jam, dimasukkan sebuah erlenmeyer ke dalam inkubator bersuhu 20C
dan diletakkan erlenmeyer yang lain pada inkubator bersuhu 50C.

6. Dilakukan sampling setiap 20 menit dengan memipet secara aseptik sebanyak 6 mL kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan didinginkan di dalam ice bath.
7. Dipipet sampel ke dalam kuvet lalu dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk pengukuran
konsentrasi sel.

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook

You might also like:

Handbook of Industrial Drying Third Edition

Hidrat

Handbook of Plastics Technologies: The Complete Guide to ...

Linkwithin

Tagged: mikrobiologi, praktikum mikrobiologi, tes jurnal

Newer Post Older Post Home

Anda mungkin juga menyukai