Dikerjakan Oleh:
Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-
gas yang ada di udara maupun yang ada di air, salinitas serta persenyawaan unsur-unsur
mudah teroksidasi di dalam air. Kelarutan tersebut akan menurun apabila suhu dan
salinitas meningkat, oksigen terlarut dalam suatu perairan juga akan menurun akibat
pembusukanpembusukan dan respirasi dari hewan dan tumbuhan yang kemudian diikuti
dengan meningkatnya CO2 bebas serta menurunnya pH (Swingle, H.S, 1968).
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara
luar mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi
air buangan/ sampel tersebut yang harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada
selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan
oksigen salam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pada suhu 200C (Salmin.
2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa
organik yang diuraikan, tersedianya mirkoorganisme aerob dan tersedianya
sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (barus,
1990 dalam Sembiring, 2008). Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat.
Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95-99%, dan
dalam waktu 5 hari sekitar 60-70% bahan organik telah terdekomposisi
(Metcalf dan Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum
dalam penentuan BOD.
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah untuk mengetahui oksigen terlarut dan
oksigen yang diperlukan untuk mikroba dalam mengoksidasi bahan organik. Semakin
banyak bahan organik yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak juga oksigen
yang diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan oleh mikroba
maka ditentukan OT awal dan OT setelah diinkubasi selama 5 hari, dimana selisih yang
dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba.
Metoda penentuan OT dan BOD pada percobaan yang dilakukan adalah dengan metoda
titrasi dengan cara Winkler. Metoda titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak
digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan
titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl 2
dan NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan
HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul
iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator
larutan amilum (kanji).
Sebelum dilakukan analisa BOD dilakukan pengenceran terlebih dahulu dengan air
pengencer hingga 1000 mL dengan rincian sampel limbah sebanyak 125 mL air limbah
tawas 5% dan air pengencer sebanyak ± 875 mL. Pengenceran dilakukan karena pada
percobaan ini dilakukan dengan metode Winkler sehingga jumlah oksigen dalam botol
winkler terbatas, maksimum 9 mg O2/L tersedia, dan sebaiknya oksigen terlarut pada masa
inkubasi antara 3 dan 6 mg O2/L.
Fungsi dari larutan pengencer adalah sebagai bahan makanan/nutrien mikroba sehingga
makanan mikroba ini sebagai sumber energi untuk mikroba untuk mengoksidasi bahan
organik yang ada dalam sampel. Pada larutan pengencer ini terlebih dahulu dilakukan aerasi,
fungsi dari aerasi adalah sebagai pengadukan serta untuk menambahkan oksigen kedalam
larutan pengencer dimana oksigen ini akan digunakan untuk mikroba dalam mengoksidasi
bahan organik karena dimungkinkan oksigen dalam sampel saja tidak akan cukup untuk
memenuhi kebutuhan mikroba untuk mengoksidasi organik. Aerasi dilakukan 30 menit agar
mikroba mendapatkan oksigen yang cukup. Makanan mikroba serta oksigen yang cukup
untuk mikroba kemudian dicampurkan dengan sampel sebagai sumber bahan organik, maka
diharapkan akan didapatkan hasil kerja mikroba yang optimum dalam mengoksidasi bahan
organik sehingga diketahui berapa oksigen yang dibutuhkan. Dari sampel yang telah
tercampur, langsung ditetapkan OT serta blankonya (berisi pengencer saja) dengan metode
winkler, sedangkan untuk sampel yang telah dicampur pengencer serta blankonya yang
lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 200 C.
Untuk OT hari 0, larutan sampel yang telah dicampur dengan pengencer serta blanko
ditambahkan MnSO4 dan pereaksi oksigen (KI+NaOH) dimana MnSO4 dalam keadaan basa
ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian ditambahkan H2SO4 sehingga endapan larut
dan akan melepas I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang terbentuk ditirasi dengan
Na2S2O3 dengan metode iodometri. Dari data percobaan yang didapat, OT pada hari nol
adalah sebesar 11,056 mg O2/L dimana OT pada nol hari sangat banyak. Serta OT pada
blanko sebesar 10,24 mg O2/L. Pada hari ke-0 ini dapat dilihat nilai OT pada sampel lebih
kecil dibanding nilai OT pada blanko. Hal ini dikarenakan nilai OT pada blanko oksigen
yang ditambahkan tidak banyak digunakan untuk mikroba, sedangkan pada sampel
dikarenakan didalamnya mengandung bahan organik sehingga memungkinkan mikroba
melakukan aktivitasnya yaitu mengoksidasi bahan organik dalam sampel walaupun masih
dalam jumlah yang sedikit sehingga oksigen yang digunakan oleh mikroba pada sampel
lebih banyak dibanding pada blanko.
Sedangkan untuk OT pada hari kelima didapat nilai OT sampel sebesar 6,99 mg O2/L serta
blanko sebesar 8,53 mg O2/L dimana nilai OT pada sampel ini lebih kecil dibanding dengan
nilai OT pada hari ke 0 hal ini dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena digunakan
oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Apabila dihitung, maka selisih OT hari
ke-0 dengan OT pada hari ke 5 adalah sebesar 4,066 mg O2/L. Dari persyaratan penetapan
BOD tersebut salah satu persyaratan penetapan tidak terpenuhi dimana nilai OT akhir masih
kurang dari 0,5 mg O2/L. Walaupun selisih pengurangan OT0 dengan OT5 telah kurang lebih
dari 22% sehingga dapat dikatakan kinerja mikroba untuk mengoksidasi zat organik ini
sudah optimal sehingga selisih OT0 dan OT5 begitu besar akan tetapi nilai OT5 masih kurang
dari 0,5 mg/L. Telah optimalnya kinerja mikroba untuk mengoksidasi zat organik, kondisi
proses yang telah optimal seperti temperatur yang digunakan dimana temperatur yang
digunakan adalah sebesar 200 C, adanya mikroba didalamnya dengan waktu inkubasi yang
digunakan adalah selama 5 hari dengan ketersediaan oksigen yang cukup (Salmin, 2005).
Selain itu tepatnya kondisi pH dimana pH harus netral, serta tidak terdapatnya senyawa
toksik maka mikroba tidak akan teracuni/optimal dalam mengoksidasi bahan organik. Akan
tetapi nilai BOD akhir kurang dari 0,5 mg/L hal ini dikarenakan pada saat OT awal nilai
OT telah kurang dari 0,5 mg/L sehingga untuk DO lima dapat dipastikan nilai yang
dihasilkannya pasti akan lebih kecil sehingga nilai OT lima pasti akan kurang dari 0,5 mg/L.
Dari hasil analisa BOD ini dihasilkan nilai BOD sebesar 20,608 mg oksigen akan
dihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari pada
suhu 200 C. Sedangkan menurut literatur BOD pada air bersih tidak boleh lebih dari 10 ppm.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel air limbah ini tercemar.
IX. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dan pembahasan serta perhitungan di atas dapat
disimpulkan bahwa :
1. Oksigen terlarut (OT) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesis absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen)
maka kualitas air semakin baik, jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan
menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.
Oksigen juga dijadikan sebagai faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk
hidup dalam air. Selain, itu, oksigen juga menentukan peran biologis yang dilakukan oleh
organisme aerobik atau anaerobik.
2. Dari hasil data yang didapatkan pada saat praktikum, kadar BOD yang terdapat pada air
limbah hasil jar test dengan tawas 5% adalah 20,608 mg O2/L.
X. Daftar Pustaka
Anonim. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 5 1 Tahun 2004.
Tentang: Baku Mutu Air Laut. 2004. 11 halaman.
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater and Engineering 3rd ed. Singapura. McGraw Hill
International Engineering.
Pescod, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical
Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp.
Salmin, 2005.” Oksigen Terlarut (Do) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (Bod) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan (online). Diperoleh
dari http://oseanografi.lipi.go.id. Diakses pada 1 Oktober 2019 pukul
14.17.
Sawyer, C.N dan P.L., Mc Carty, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed.
Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp