Anda di halaman 1dari 73

i

KETEPATAN TAKSASI DAN REALISASI


PANEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KEBUN SEI BATANG ULAK, PT CILIANDRA PERKASA,
FIRST RESOURCES GROUP, RIAU

ANANTO WIDODO
A24120090

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Ketepatan Taksasi
dan Realisasi Panen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Sei Batang
Ulak, PT Ciliandra Perkasa, First Resources Group, Riau adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Ananto Widodo
NIM A24120090
iv
v

ABSTRAK

ANANTO WIDODO. Ketepatan Taksasi dan Realisasi Panen Kelapa Sawit


(Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Sei Batang Ulak, PT Ciliandra Perkasa, First
Resources Group, Riau. Dibimbing oleh PURWONO.

Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Sei Batang Ulak, PT Ciliandra


Perkasa, Riau yang dimulai dari bulan Maret sampai Juni 2016. Kegiatan magang
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja, baik secara teknis maupun
manajerial, meningkatkan keterampilan dan memahami proses kegiatan kerja
nyata di perkebunan sawit, serta mempelajari salah satu kegiatan dalam
pemanenan yaitu ketepatan taksasi terhadap hasil nyata produksi tandan buah
segar (TBS). Taksasi panen dipengaruhi oleh jumlah tanaman ha-1, angka
kerapatan panen (AKP), dan bobot janjang rata-rata (BJR). Hasil analisis yang
dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara taksasi
dengan produksi aktual. Hasil taksasi panen menunjukkan nilai sebesar 14.064 kg
dan produksi realisasi sebesar 12.336 kg dengan persentase ketepatan sebesar
87,71%. Nilai taksasi yang tidak akurat disebabkan ketidaktepatan dalam
pengamatan kerapatan panen. Kegiatan pemanenan masih terjadi kehilangan hasil
panen. Kehilangan hasil yang terjadi yaitu sebesar 2,01% dan masih berada di
bawah standar ketentuan perusahaan.

Kata kunci: kerapatan panen, kehilangan hasil, taksasi produksi

ABSTRACT

ANANTO WIDODO. Accuracy of Estimation and Realization the Harvesting Oil


Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in Sei Batang Ulak Estate, PT Ciliandra Perkasa,
First Resources Group, Riau. Supervised by PURWONO.

Internship activity was conducted in Sei Batang Ulak Estate, PT Ciliandra


Perkasa, Riau started from March to June 2016. This internship activity is aimed
to improve the ability to work, both technical and managerial, improve the skills
and understand the process of the real work activity in oil palm plantations, and
to learn one of the harvesting activity in which the accuracy estimation to the real
production of fresh fruit bunches (FFB). Estimation harvest is influenced by the
number of plants ha -1, number of harvest density, and the average weight of
bunch. Results of analysis showed that there are significant differences between
estimation with real production. Results of estimation harvest showed that the
value is 14.064 kg and the real production is 12.336 kg with the percentage of
accuracy is 87,71%. Estimation value is inaccurate due to imprecision in
observation harvest density. The harvest activity is still going on harvest losses.
The harvest losses occured are amount of 2.01% and still be under the standard
provisions of the company.

Keywords: harvest density, harvest losses, estimation production


vi
vii

KETEPATAN TAKSASI DAN REALISASI


PANEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KEBUN SEI BATANG ULAK, PT CILIANDRA PERKASA,
FIRST RESOURCES GROUP, RIAU

ANANTO WIDODO
A24120090

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
viii
ix
x
xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayat–Nya sehingga karya tulis ini dengan judul
Ketepatan Taksasi dan Realisasi Panen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) di Kebun Sei Batang Ulak, PT Ciliandra Perkasa, First Resources
Group, Riau dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Kisnadi dan Ibu Tri Mulyani, serta mas Arif Andi
Yunanto yang telah memberikan dukungan dalam bentuk moral maupun
material.
2. PT. Ciliandra Perkasa, First Resources Group yang telah memberikan ijin
untuk pelaksanaan kegiatan magang ini dan seluruh staf yang telah
membantu penulis selama kegiatan magang.
3. Dr. Ir. Purwono, M.S selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Suwarto, M.Si selaku dosen Penguji Ujian Skripsi yang telah
memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Ir. Ade Wachjar, M.S selaku dosen Penguji Ujian Skripsi yang telah
memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan selama kegiatan akademik.
7. Bapak Hasbi Alfarabi, S.P selaku Manager Kebun PT Ciliandra Perkasa
yang telah memberikan ijin pelaksanaan magang di Kebun Sei Batang
Ulak.
8. Bapak Saiful Amsyah dan Ibu Dahlia selaku karyawan kebun yang telah
menyediakan tempat tinggal selama magang.
9. Bapak Haryanto Sitinjak, S.P dan Wawan Setiawan selaku pembimbing
lapang dan seluruh staf di Afdeling VII yang telah membimbing dan
membantu penulis selama melaksanakan kegiatan magang.
10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, November 2016

Ananto Widodo
xii
xiii

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL xiv


DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kelapa Sawit 2
Morfologi Kelapa Sawit 3
Pemanenan Kelapa Sawit 5
METODE MAGANG 7
Tempat dan Waktu 7
Metode Pelaksanaan 8
Pengumpulan Data dan Informasi 9
Analisis Data dan Informasi 10
KEADAAN UMUM 10
Letak Geografi dan Wilayah Administratif 10
Keadaan Tanaman dan Produksi 10
Keadaan Iklim dan Tanah 12
Areal Konsensi dan Tata Guna Lahan 12
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Aspek Teknis 13
Aspek Manajerial 32
Pembahasan 34
KESIMPULAN DAN SARAN 38
Kesimpulan 38
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 41
RIWAYAT HIDUP 51
xiv
xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produktivitas TBS kelapa sawit di Afdeling VII Kebun SBU tahun 2015 11
2. Komposisi jumlah tenaga kerja di Kebun SBU tahun 2016 13
3. Jenis, dosis, dan aplikasi pemupukan di Kebun SBU tahun 2016 20
4. Standar kriteria matang panen di Kebun Sei Batang Ulak 23
5. Pengamatan kriteria matang panen di Afdeling VII Kebun SBU 23
6. Kapasitas panen di Afdeling 7 Kebun SBU 24
7. Tenaga kerja panen di Afdeling VII Kebun SBU 25
8. Hasil pengamatan jumlah pokok ha-1 26
9. Hasil pengamatan angka kerapatan panen (AKP) 26
10. Hasil pengamatan bobot janjang rata-rata (BJR) 26
11. Hasil pengamatan dan perhitungan taksasi panen 27
12. Perbandingan antara taksasi dengan produksi aktual 27
13. Perbandingan antara BJR taksasi dengan BJR realisasi 27
14. Perbandingan antara AKP taksasi dengan AKP realisasi 27
15. Transportasi panen di Afdeling VII Kebun SBU 28
16. Hubungan rotasi panen dengan produksi di Afdeling VII Kebun SBU 29
17. Sistem panen pada perkebunan kelapa sawit 30
18. Pemeriksaan mutu buah di Afdeling VII Kebun SBU 30
19. Pemeriksaan mutu hanca di Afdeling VII Kebun SBU 31
20. Ketentuan basis dan premi panen di Kebun SBU 32

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Produktivitas TBS kelapa sawit di Kebun SBU tahun 2011-2015 11


2. Kegiatan babat gulma 14
3. Penyemprotan gawangan 15
4. Penyemprotan bahu jalan 16
5. Pengendalian hama secara biologis 16
6. Kegiatan pemupukan organik 19
7. Penguntilan pupuk 21
8. Kegiatan pemupukan kelapa sawit 21
9. Pengangkutan TBS dari pasar pikul ke TPH 28
10. Pengangkutan TBS ke dalam truk 29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Jurnal kegiatan magang sebagai karyawan harian lepas (KHL) 43


2. Jurnal kegiatan magang sebagai pendamping mandor 44
3. Jurnal kegiatan magang sebagai pendamping asisten 45
xvi
xvii

4. Layout pengambilan sampel taksasi pada setiap blok 47


5. Peta lokasi Kebun Sei Batang Ulak 49
6. Peta kerja Kebun Sei Batang Ulak tahun 2016 50
7. Data curah hujan tahun 2011-2015 Kebun SBU 51
8. Areal konsensi dan tata guna lahan Kebun SBU tahun 2016 52
9. Struktur organisasi perusahan Kebun Sei Batang Ulak tahun 2016 53
xviii
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit


terbesar di dunia. Lubis (2008) menyatakan bahwa kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Minyak
kelapa sawit mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan menjadi salah satu
penyumbang devisa terbesar bagi negara dibandingkan dengan komoditas
perkebunan lainnya. Produk utama dari kelapa sawit berupa minyak sawit mentah
atau crude palm oil (CPO) dan minyak sawit inti atau palm kernel oil (PKO).
Minyak sawit mentah maupun inti banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai
industri, seperti industri makanan, minuman, kosmetik, dan farmasi. Kandungan
minyak dan lemak nabati kelapa sawit cukup besar yaitu memiliki nilai kalori
sebesar 9 kkal g-1. Minyak nabati kelapa sawit juga memiliki kandungan vitamin
A yang cukup tinggi dengan kadar betakaroten mencapai 1.000 mg kg-1 (Pahan,
2008).
Luas areal perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Rata-rata laju pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit selama
tahun 2004-2015 sebesar 7,81%, sedangkan produksi rata-rata minyak kelapa
sawit meningkat 11,18% setiap tahun. Tahun 2014 luas areal perkebunan kelapa
sawit sebesar 10,40 juta ha dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 11,30 juta ha.
Luas areal perkebunan kelapa sawit tersebut meliputi perkebunan rakyat (PR)
sebesar 4,58 juta ha, perkebunan besar negara (PBN) sebesar 0,75 juta ha,
perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 5,97 juta ha. Produksi minyak kelapa
sawit pada tahun 2014 sebesar 29,30 juta ton dan meningkat pada tahun 2015
menjadi 31,28 juta ton dengan produktivitas sebesar 3.568 kg ha-1 tahun-1
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2015). Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditas ekspor unggulan Indonesia dan ekspor CPO setiap tahunnya
berfluktuatif. Tahun 2013, ekspor CPO sebesar 22,50 juta ton dan meningkat pada
tahun 2014 menjadi 22,89 juta ton, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2015
menjadi 19,04 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa kelapa sawit mempunyai
prospek usaha budidaya tanaman yang cukup baik (Kementerian Perdagangan,
2015).
Teknik budidaya yang diterapkan di perkebunan kelapa sawit terdiri dari
kegiatan pembukaan dan persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan
tanaman dan pemanenan kelapa sawit. Semua aspek teknik budidaya dalam
pengusahaan tanaman kelapa sawit harus dilaksanakan dengan baik. Lubis dan
Widanarko (2011) menyatakan bahwa baik dan buruknya pemeliharaan tanaman
selama ini akan tercermin dari panen dan produksi. Salah satu aspek teknik
budidaya yang sangat penting dalam pengusahaan kelapa sawit adalah kegiatan
pemanenan.
Pemanenan merupakan pemotongan tandan buah segar (TBS) dari pohon
kelapa sawit hingga pengangkutan ke pabrik. Tujuan pemanenan kelapa sawit
adalah untuk mendapatkan hasil yang tinggi dan rendemen minyak yang
optimum. Lubis dan Widanarko (2011) menyatakan bahwa keberhasilan
pemanenan akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman, sebaliknya
2

kegagalan pemanenan akan menghambat pencapaian produktivitas tanaman


kelapa sawit. Pelaksanaan panen harus dilakukan dengan tepat karena akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas TBS yang dihasilkan. Oleh karena itu, salah
satu tahap kegiatan pemanenan kelapa sawit yang mempengaruhi kuantitas dan
kualitas TBS adalah taksasi produksi (PPKS, 2007).
Taksasi produksi merupakan kegiatan untuk memperkirakan produksi dari
hasil panen yang akan dilaksanakan pada kegiatan panen berikutnya. Kegiatan
taksasi produksi sangat penting dilaksanakan karena berpengaruh terhadap
keberhasilan pemanenan dalam segi produksi, teknis maupun manajerial. Taksasi
produksi juga akan berpengaruh terhadap penentuan jumlah tenaga kerja panen
dan alat-alat panen, penentuan jumlah transportasi pengangkut hasil panen, dan
jumlah produksi TBS yang akan dihasilkan (Pahan, 2008).
Menurut Pahan (2008), taksasi produksi yang mempunyai selisih di atas 5%
dari produksi aktual akan berpotensi merugikan bagi perusahaan terutama dalam
hal penerimaan. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam kegiatan taksasi tidak
memperhatikan faktor kehilangan hasil yang terjadi saat pemanenan. Santosa et
al. (2011) juga menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat brondolan tertinggal,
janjang tertinggal, dan panen buah mentah diduga menjadi faktor lain perbedaan
peramalan dengan hasil nyata. Sistem taksasi produksi yang lebih akurat dalam
produksi kelapa sawit diharapkan dapat membantu kegiatan operasional
perusahaan dan menjadi salah satu tolok ukur terhadap hasil produksi kelapa
sawit. Oleh karena itu, kegiatan magang ini akan difokuskan pada analisis
ketepatan taksasi produksi terhadap hasil nyata produksi kelapa sawit.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah meningkatkan kemampuan
kerja, baik secara teknis di lapangan maupun manajerial, meningkatkan
keterampilan dan memahami proses kegiatan kerja nyata di perkebunan sawit.
Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah mempelajari dan memahami
salah satu kegiatan dalam pemanenan yaitu aspek ketepatan taksasi terhadap hasil
nyata produksi tandan buah segar (TBS), serta mempelajari sumber ketidaktepatan
taksasi terhadap hasil nyata produksi tandan buah segar.

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang termasuk dalam kelas


Angiospermae, ordo Palmales, famili Palmae, dan genus Elaeis (Hartley, 1988).
Di Indonesia, kelapa sawit terdiri atas dua spesies, yaitu Elaeis guineensis Jacq.
dan Elaeis melanococa B.. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
berasal dari Afrika Barat di antara Angola dan Gambia, sedangkan kelapa sawit
(Elaeis melanococca B.) berasal dari Amerika Latin. Varietas kelapa sawit dapat
digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dan warna buah.
3

Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, varietas kelapa sawit dibagi menjadi tiga
tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera, sedangkan menurut warna buahnya ada tiga
tipe, yaitu Nigescens, Virencens, dan Albescens (Lubis, 2008).

Morfologi Kelapa Sawit

Menurut Pahan (2008) tanaman kelapa sawit dalam taksonomi tumbuhan


dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Ordo : Palmales
Famili : Palmae
Sub-famili : Cocoidae
Genus : Elaeis
Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq. (kelapa sawit Afrika).
2. Elaeis melanococcaa B. atau Corozo oleifera B. (kelapa sawit
Amerika Latin)

Akar
Kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Akar yang
keluar dari pangkal batang sangat besar jumlahnya dan terus bertambah banyak
seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem perakaran kelapa sawit
terbagi atas beberapa bagian antara lain akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter.
Akar tertier dan kuarter mempunyai peranan penting dalam kegiatan
penyediaan hara untuk tanaman. Akar tertier dan kuarter ini paling aktif dalam
penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah. Zona perakaran terletak pada
kedalaman 1,5 m dengan jumlah perakaran terbesar berada pada kedalaman antara
15-30 cm. Sistem perakaran kelapa sawit sangat rapat sehingga tanaman dapat
berdiri dengan kokoh dan kuat, meskipun kedalaman akarnya tidak terlalu dalam
(Sunarko, 2009).

Batang
Batang kelapa sawit tumbuh secara tegak lurus ke atas. Batang kelapa sawit
berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm. Pangkal batang kelapa sawit
umumnya mengalami pembesaran atau membentuk bonggol (bowl). Kecepatan
tumbuh batang kelapa sawit berbeda-beda tergantung pada tipe atau varietasnya,
tetapi secara umum kecepatan tumbuh batang kelapa sawit sekitar 30-40 cm per
tahun (Bergert, 2000). Pertumbuhan batang kelapa sawit dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan),
kerapatan tanaman, dan umur (Pahan, 2008).
Batang kelapa sawit untuk varietas liar mempunyai tinggi mencapai 39 m.
Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan secara komersial mempunyai
ketinggian batang tidak melebihi 15-18 m. Hal ini berhubungan dengan
kemudahan pelaksanaan panen TBS dan kegiatan pemeliharaan kelapa sawit
(Lubis, 2008).

Daun
Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pangkal pelepah
daun terdapat duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat
4

mencapai 9 m tergantung pada umur tanaman. Helai anak daun dapat mencapai
panjang 1,2 m dan terletak pada bagian tengah pelepah daun. Jumlah anak daun
dalam suatu pelepah berkisar antara 120-160 pasang (Bergert, 2000).
Menuru Bergert (2000), daun kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8.
Pelepah daun pada batang tersusun melingkari batang dimana daun ke-1, ke-9, ke-
17, dan seterusnya membentuk garis spiral. Tanaman kelapa sawit yang normal
mempunyai 40-50 pelepah daun dalam satu batang. Pemangkasan yang tidak
dilakukan dapat menyebabkan jumlah pelepah daun kelapa sawit dapat melebihi
60 buah. Jumlah pelepah daun yang terbentuk selama satu tahun dapat mencapai
20-30 helai, tetapi kemudian akan berkurang sesuai dengan bertambahnya umur
tanaman sampai menjadi 18-25 helai atau kurang (Lubis, 2008).

Bunga
Bunga kelapa sawit merupakan bunga berumah satu. Bunga kelapa sawit
terdiri dari bunga jantan dan betina yang terletak terpisah dalam satu batang dan
masih sering terdapat tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan
(hermprodit). Tandan bunga terletak pada ketiak daun yang mulai tumbuh setelah
tanaman berumur 12-14 bulan, dan dapat dipanen pada umur 2,5 tahun. Primordia
(bakal) bunga terbentuk sekitar 33-34 bulan sebelum bunga matang (siap
diserbuki). Pertumbuhan bunga sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah (Pahan,
2008).
Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah ketika
bunga tersebut menjelang matang. Tiap tandan bunga jantan memiliki 100-250
cabang (spikelet) dan setiap tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25-50 g
tepung sari. Bunga betina terletak dalam tandan bunga yang muncul pada ketiak
daun. Setiap tandan bunga mempunyai 100-200 cabang (spikelet) dan setiap
cabang terdapat 15-20 bunga betina. Tipe penyerbukan kelapa sawit adalah
menyerbuk silang karena letak bunga betina dan jantan pada satu pohon dan
matangnya tidak bersamaan.

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Lahan yang optimal untuk budidaya kelapa sawit harus mengacu pada tiga
faktor yaitu faktor lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah. Tanah yang
baik digunakan untuk perkebunan kelapa sawit adalah Latosol, Podzolik, Alluvial,
dan Gambut. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dapat tumbuh
dengan baik dan berbuah hingga ketinggian tempat mencapai 1.000 m di atas
permukaan laut. Akan tetapi, pertumbuhan tanaman kelapa sawit dan
produktivitas yang optimal akan tercapai jika kelapa sawit ditanam dengan
ketinggian tempat maksimal 400 m di atas permukaan laut (Sunarko, 2008).
Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
rata-rata 2.000-2.500 mm tahun-1 dan tersebar merata sepanjang tahun (Syakir et
al., 2010). Jumlah penyinaran untuk kelapa sawit sebaiknya rata-rata lebih dari 6
jam hari-1. Curah hujan dan lama penyinaran memiliki korelasi dengan besarnya
produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa tumbuh optimal dengan suhu berkisar
antara 22–23 ˚C. Derajat keasaman (pH) juga berpengaruh cukup besar terhadapa
pertumbuhan kelapa sawit. Derajat keasaman sangat terkait dengan ketersediaan
hara yang diserap akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0–6,0 dan pH
5

optimum berkisar antara 5,0–5,6 dengan kedalaman solum tanah lebih dari 80 cm.
Tanah dengan pH rendah dapat ditingkatkan dengan pengapuran (Syakir et al.,
2010).

Pemanenan Kelapa Sawit

Pemanenan kelapa sawit merupakan kegiatan pemotongan tandan buah


segar (TBS) dari pohon hingga pengangkutan ke pabrik. Sasaran utama dari
kegiatan pemanenan adalah pencapaian produksi TBS per hektar tinggi, biaya
panen per kg rendah, dan mutu produksi yang baik berupa rendemen minyak yang
tinggi dan rendahnya kandungan asam lemak bebas (ALB) (PPKS, 2006).
Menurut Pahan (2008), pemanenan merupakan salah satu pekerjaan utama di
perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi
perusahaan melalui penjualan Minyak Kelapa Sawit (MKS) dan Inti Kelapa Sawit
(IKS). Lubis dan Widanarko (2011) menyatakan bahwa cara panen yang tepat
akan mempengaruhi kuantitas produksi dan waktu yang tepat akan mempengaruhi
kualitas produksi. Kegiatan pemanenan tidak dapat dilaksanakan secara
sembarangan tetapi harus memperhatikan kriteria-kriteria tertentu agar didapatkan
rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak baik. Kriteria panen yang
perlu diperhatikan antara lain kematangan buah, cara pemanenan, peralatan panen,
rotasi panen, sistem panen dan mutu hasil.
Produktivitas tanaman kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain faktor lingkungan, genetik, dan teknik budidaya.
Teknik budidaya merupakan salah satu faktor yang sangat diperhatikan mulai dari
pembibitan sampai pemanenan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Menurut Sukadi (2014), tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah berumur 2,5
tahun dan buah masak sekitar 5,5 bulan setelah penyerbukan. Pemanenan dapat
dilaksanakan apabila tanaman telah berumur 31 bulan dan sedikitnya 60% buah
telah matang panen. Yohansyah dan Lubis (2014) menyatakan bahwa umur
tanaman berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit. Bertambahnya
umur tanaman, produktivitas kelapa sawit akan semakin menurun. Menurut
Corley dan Tinker (2003), produktivitas tandan kelapa sawit akan meningkat
cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian
menurun secara perlahan sesuai dengan umur tanaman yang semakin tua hingga
umur ekonomis 25 tahun.
Pemanenan harus berorientasi terhadap kematangan buah yang optimum
dan kualitas minyak yang baik. Kegiatan pemanenan kelapa sawit harus
memperhatikan tahapan-tahapan agar mendapatkan kualitas dan hasil panen yang
diinginkan dan menjadi salah satu faktor keberhasilan panen (PPKS, 2006).
Menurut Soepadiyo dan Haryono (2005), kegiatan pemanenan harus dilakukan
pengawasan yang tinggi dari para pengelola perkebunan. Hal ini sebab masih
banyak kendala dalam pelaksanaan panen.

Persiapan panen
Kegiatan persiapan panen meliputi persiapan kondisi areal panen,
penyediaan tenaga panen, pembagian seksi panen, dan penyediaan alat-alat panen.
Persiapan panen perlu dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu agar pada saat
panen dimulai, produksi dapat dioptimalkan (PPKS, 2006). Kegiatan persiapan
6

areal panen harus dilaksanakan untuk memutuskan luas lahan dan jumlah tanaman
yang siap dipanen. Menurut Yohansyah dan Lubis (2014), tenaga kerja panen
merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran kegiatan pemanenan.
Kebutuhan tenaga pemanen berbeda-beda antar kebun tergantung pada luasan
hanca yang akan dipanen, angka kerapatan panen (AKP), bobot janjang rata-rata
(BJR), populasi tanaman per hektar, kapasitas panen, dan jumlah hari kerja. Seksi
panen umumnya dibagi menjadi 6 seksi, yaitu A, B, C, D, E, dan F. Peralatan
panen terdiri atas dodos, kampak, egrek, angkong, keranjang, gancu, tojok, dan
lain-lain. Sarana panen meliputi pengerasan jalan, pembuatan jembatan panen,
jalan panen (pasar pikul), dan pembuatan tempat pengumpulan hasil (TPH)
(Pahan, 2008).

Kriteria matang panen


Parameter yang digunakan dalam menentukan kriteria matang panen adalah
perubahan warna dan membrondolnya buah dari tandan. Buah yang tepat matang
diartikan sebagai buah yang memberikan kualitas dan kuantitas minyak dalam
TBS optimal, serta kandungan asam lemak bebas (ALB) yang sangat rendah
(PPKS, 2006). Parlindungan et al. (2012) menyatakan bahwa kriteria matang yang
baik yaitu memiliki kandungan ALB saat pemanenan maksimal 3% dan telah
membrondolnya buah luar sebanyak 25-50%. Menurut Sukadi (2014), buah
kelapa sawit yang matang ditandai dengan perubahan warna buah dari hijau
menjadi merah mengkilat. Kriteria selanjutnya adalah membrondolnya buah dari
tandan minimal terdapat dua brondolan untuk tiap kg tandan.

Sistem panen
Sistem panen kelapa sawit dilaksanakan dengan pembagian hanca panen.
Hanca panen merupakan areal dengan luas tertentu yang harus selesai dipanen
pada hari pelaksanaan panen. Sistem hanca panen yang secara umum diterapkan
pada perkebunan kelapa sawit adalah hanca tetap dan hanca giring (PPKS, 2006).
Hanca tetap merupakan suatu sistem dimana pemanen diberi hanca dengan luas
tertentu tidak berpindah-pindah. Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal
perkebunan yang sempit, topografi berbukit atau curam, dan tahun tanam yang
berbeda. Hanca giring merupakan suatu sistem dimana pemanen dapat berpindah
ke hanca berikutnya setelah suatu hanca selesai dipanen. Sistem ini cukup baik
diterapkan pada perkebunan yang luas dan topografi relatif datar (Lubis dan
Widanarko, 2011).

Rotasi panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai
panen berikutnya pada tempat yang sama. Pemanenan kelapa sawit umumnya
menggunakan rotasi 7 hari yang artinya satu areal panen harus dimasuki oleh
pemanen setiap 7 hari. Rotasi panen berhubungan erat dengan produksi TBS yang
dihasilkan. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang maupun
mentah. Sistem yang biasa digunakan yaitu 6/7, artinya dalam satu minggu
terdapat 6 hari panen dan masing-masing hanca panen diulang 7 hari berikutnya
(Pahan, 2008).
7

Pengangkutan TBS
Pengangkutan TBS dibagi menjadi dua bagian yaitu pengangkutan dari
pohon yang di panen ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan pengangkutan dari
TPH ke pabrik kelapa sawit (PKS). Pengangkutan dari pohon ke TPH
dilaksanakan oleh pemanen, sedangkan pengangkutan dari TPH ke pabrik
dilaksanakan oleh petugas transportasi. Pengangkutan ke TPH dilaksanakan
dengan cara memikul tandan hasil panen, sedangkan brondolan dapat diangkut
menggunakan karung. Pengangkutan buah dari TPH ke PKS dapat menggunakan
traktor atau truk (Pardamean, 2011).

Taksasi
Taksasi merupakan kegiatan untuk memperkirakan produksi dari hasil
panen yang akan dilaksanakan pada kegiatan panen berikutnya. Tujuan taksasi
atau peramalan produksi diantaranya untuk memudahkan pengaturan dan
pelaksanaan pekerjaan panen di kebun dan pengolahan di pabrik. Kegiatan taksasi
produksi sangat penting dilaksanakan karena berpengaruh terhadap keberhasilan
pemanenan dalam segi produksi, teknis maupun manajerial. Taksasi produksi juga
akan berpengaruh terhadap penentuan jumlah tenaga kerja panen, penentuan
jumlah transportasi pengangkut hasil panen, dan jumlah produksi TBS yang akan
dihasilkan (Pahan, 2008).
Perhitungan taksasi dilaksanakan untuk membuat perkiraan produksi selama
enam bulan, tiga bulan, satu bulan hingga perkiraan produksi esok hari.
Penyusunan perkiraan produksi harus berdasarkan perkembangan bunga betina
dan jantan kelapa sawit. Hal ini dapat diprediksi melalui seludang pecah terbuka
hingga matang panen dan berdasarkan bobot tandan rata-rata pada masing-masing
tahun tanam. Menurut Sunarko (2009), pelaksanaan taksasi produksi perlu
memperhatikan jumlah tanaman sampel yang akan diamati, waktu dan cara
mengamati, serta rotasi panen.
Kegiatan taksasi produksi harus memperhatikan beberapa faktor atau
komponen penting antara lain jumlah tanaman sampel, bobot janjang rata-rata
(BJR), dan angka kerapatan panen (AKP). Ketepatan dalam penentuan BJR dan
AKP akan meningkatkan keakuratan perhitungan taksasi produksi sehingga dapat
menghasilkan produksi kelapa sawit yang maksimal. Keakuratan perhitungan
taksasi produksi juga diperlukan agar kegiatan pemanenan dapat berjalan dengan
lancar. Taksasi produksi yang mempunyai selisih 5% di bawah produksi aktual
menunjukkan bahwa perencanaan panen telah dilakukan dengan baik.

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Sei Batang Ulak PT Ciliandra


Perkasa, First Resources Group, Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau. Kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan yaitu
mulai bulan Maret hingga Juni 2016.
8

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang dilaksanakan dengan dua metode yaitu metode secara


langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung yang dilaksanakan selama
magang yaitu bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor,
dan pendamping asisten. Metode secara langsung yang dilaksanakan sebagai
berikut:

Aspek teknis
Aspek teknis dilaksanakan dengan penulis bekerja langsung di lapangan
sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan. Kegiatan yang
dilaksanakan meliputi pengendalian gulma, pemupukan, penunasan, dan
pemanenan. Penulis mencatat prestasi kerja yang dapat dicapai mandor maupun
karyawan harian lepas (KHL), bahan dan alat yang digunakan serta jumlah tenaga
kerja dalam setiap kegiatan teknis (Lampiran 1).

Aspek manajerial
Aspek manajerial, penulis bekerja sebagai pendamping mandor selama satu
bulan dan pendamping asisten selama dua bulan. Kegiatan yang dilaksanakan
adalah mengawasi pekerjaan di kebun dan mempelajari tentang manajemen di
kebun yang meliputi tugas, fungsi, kewenangan, dan tanggung jawab di tingkat
mandor. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama menjadi pendamping
mandor, antara lain apel pagi, menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan,
mengorganisir karyawan, dan menghitung biaya operasional dalam setiap
kegiatan (Lampiran 2).
Kegiatan yang dilaksanakan selama menjadi pendamping asisten adalah
membantu mengelola dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja, mempelajari
kegiatan manajerial tingkat divisi, membantu penyusunan laporan, dan
mempelajari kegiatan administrasi kebun (Lampiran 3).

Aspek khusus
Aspek khusus, yaitu melaksanakan dan mempelajari salah satu kegiatan
dalam manajemen pemanenan yaitu taksasi produksi. Kegiatan taksasi yang
dilaksanakan berdasarkan perbedaan tahun tanam yaitu pada tahun tanam 1993,
1994, dan 1997. Setiap tahun tanam diamati sebanyak 4 blok. Pengamatan taksasi
dilaksanakan sebanyak 3 ulangan dalam setiap blok. Contoh layout pengambilan
sampel tanaman untuk perhitungan taksasi pada setiap blok disajikan pada
Lampiran 4.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam taksasi produksi antara lain mengamati
dan menghitung angka kerapatan panen (AKP), bobot janjang rata-rata, jumlah
tanaman hektar-1, dan mempelajari kriteria matang panen. Pengambilan sampel
taksasi sebesar 10% dari populasi tanaman yaitu sekitar 401 tanaman blok-1.
Pengambilan tanaman contoh dengan menggunakan metode systematic random
sampling yaitu dengan mengambil sampel secara sistematis dengan jarak
(interval) setiap 10 baris tanaman. Perkiraan produksi TBS per hektar dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut:
9

Taksasi = Jumlah pokok ha-1 x angka kerapatan panen (AKP) x bobot janjang
rata-rata (BJR)

Penulis mengamati dan menganalisis ketepatan taksasi produksi terhadap


hasil nyata produksi TBS, serta mengikuti seluruh kegiatan pemanenan di kebun.
Selain itu, penulis juga mengamati, mempelajari, dan menganalisis sumber
ketidaktepatan taksasi terhadap hasil nyata produksi TBS.
Metode tidak langsung yang dilaksanakan selama magang, yaitu dengan
mengumpulkan data sekunder yang meliputi kondisi umum perusahaan, letak
geografis dan topografi, keadaan iklim, kondisi lahan, kondisi tanaman, data
produksi dan produktivitas kebun, organisasi dan manajemen perusahaan, serta
melalui studi pustaka.

Pengumpulan Data dan Informasi

Data yang didapatkan dari kegiatan magang ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung
melalui pengamatan yang dilakukan di lapangan maupun diskusi langsung dengan
KHL, mandor, dan asisten kebun.
Data primer yang didapat berupa hasil pengamatan dan perhitungan
kegiatan taksasi produksi, serta hasil nyata produksi TBS. Data primer tersebut
antara lain :
1. Kriteria matang panen. Kriteria matang panen diamati berdasarkan jumlah
brondolan yang jatuh alami di piringan.
Produksi TBS (kg)
2. Kapasitas panen (kg HK-1) =
Jumlah tenaga kerja (HK)
3. Angka Kerapatan Panen (AKP)
Jumlah tandan matang
AKP = x 100% x 100%
Jumlah tanaman sampel
Total bobot janjang (kg)
4. Bobot Janjang Rata-rata (BJR) =
Total jumlah janjang

5. Kebutuhan tenaga kerja panen


Luas panen (ha) x AKP x BJR x Populasi ha-1
Kebutuhan TK =
Kapasitas panen HK-1
6. Taksasi panen (kg) = Jumlah pokok ha-1 x AKP x BJR
7. Efisiensi panen
(Janjang tertinggal x BJR) + brondolan (kg)
Losses panen = x 100%
Jumlah janjang x BJR
8. Produksi TBS aktual (kg). Produksi TBS aktual didapatkan dari
penimbangan TBS pada saat pemanenan.

Data sekunder diperoleh dari perusahaan yang meliputi sejarah dan kondisi
umum perusahaan, kondisi iklim, peta, kondisi lahan, kondisi tanaman dan
10

lingkungan tumbuh, organisasi dan manajemen, serta data produksi dan


produktivitas dari areal perkebunan tersebut.

Analisis Data dan Informasi

Hasil dari kegiatan magang digunakan sebagai bahan analisis pada aspek
khusus ketepatan taksasi terhadap hasil nyata produksi kelapa sawit. Hasilnya
berupa data pengamatan, pengumpulan informasi, serta data terkait teknis dan
manajemen di kebun. Data primer diperoleh dengan metode pengamatan dan
pencatatan di lapangan, serta melalui diskusi dengan karyawan kebun. Data
primer yang diperoleh dianalisis dengan uji t-student dengan taraf 5%, yaitu
dengan membandingkan taksasi terhadap hasil nyata produksi TBS berdasarkan
tahun tanam berbeda yaitu tahun tanam 1993, 1994, dan 1997.
Data sekunder yang diperoleh dari perusahaan dianalisis menggunakan
metode deskriptif, selanjutnya hasil analisis tersebut akan dibandingkan dengan
norma-norma baku budidaya kelapa sawit yang didapatkan dari studi literatur.

KEADAAN UMUM

Letak Geografi dan Wilayah Administratif

Kebun Sei Batang Ulak (SBU) merupakan anak perusahaan dari PT


Ciliandra Perkasa. Perusahaan ini tergabung ke dalam First Resources Group Ltd.
Kebun Sei Batang Ulak secara geografis berada pada titik koordinat 101˚ 00’ 29”
- 101˚ 44’ 52” BT dan 0˚ 13’ 27” - 0˚ 08’ 47” LU. Letak wilayah administratif
Kebun Sei Batang Ulak berada di Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau. Batas wilayah administratif Kebun Sei Batang Ulak,
sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh perkebunan rakyat, serta sebelah Selatan
dan Barat dibatasi oleh Hutan Tanaman Industri (HTI). Lokasi perkebunan dapat
dicapai dengan perjalanan darat selama 2-3 jam dari Kota Pekanbaru. Peta lokasi
Kebun Sei Batang Ulak disajikan pada Lampiran 5.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Kelapa sawit yang dibudidayakan di Kebun SBU adalah varietas Tenera


yaitu hasil persilangan antara varietas Dura dan Pisifera yang berasal dari
Marihat. Jenis tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan merupakan progeni dari
Papua New Guinea (PNG) dan Marihat. Penanaman kelapa sawit di Kebun SBU
menggunakan jarak tanam 9,15 m x 9,15 m x 9,15 m dengan rata-rata populasi
sebesar 132 pokok ha-1. Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di Kebun SBU
merupakan tanaman yang telah menghasilkan (TM) dengan tahun tanam mulai
dari 1993 hingga 2005. Peta tahun tanam di Kebun Sei Batang Ulak disajikan
pada Lampiran 6. Produktivitas Kebun Sei Batang Ulak pada tahun 2011-2015
dapat dilihat pada Gambar 1.
11

30

Produktivitas (ton ha-1)


23,92 23,94 22,80 23,30 24,45
25
20
15
10
5
0
2011 2012 2013 2014 2015
Tahun

Gambar 1. Produktivitas TBS kelapa sawit di Kebun SBU tahun 2011-2015

Gambar 1 menunjukkan bahwa produktivitas kelapa sawit Kebun SBU


selama 5 tahun terakhir cenderung stabil. Produktivitas kebun tersebut tergolong
cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 23,68 ton ha-1 tahun-1. Rata-rata
produktivitas kelapa sawit pada umur 21 tahun yaitu sebesar 23,00 ton ha-1
(PPKS, 2007). Produktivitas yang cukup tinggi menunjukkan bahwa budidaya
kelapa sawit telah dilakukan dengan baik dan kondisi lingkungan yang
mendukung untuk budidaya kelapa sawit. Produktivitas TBS kelapa sawit di
Afdeling VII Kebun SBU tahun 2015 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas TBS kelapa sawit di Afdeling VII Kebun SBU tahun 2015
Tahun Umur Produksi Produktivitas
Luas (ha)
Tanam (tahun) (ton) (ton ha-1)
1993 23 278,31 6.795 24,42
1994 22 475,60 10.667 22,43
1997 19 139,24 3.163 22,72
Rata-rata 21 297,72 6.875 23,19
Sumber: Kantor Afdeling VII Kebun SBU

Tabel 1 menunjukkan bahwa produktivitas TBS kelapa sawit di Afdeling


VII pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu sebesar 23,19 ton ha-1. Produktivitas
kelapa sawit pada umur 23 tahun sebesar 20 ton ha-1, 22 tahun sebesar 21 ton ha-1,
dan 19 tahun sebesar 24 ton ha-1 (PPKS, 2007). Menurut Lubis (2008),
produktivitas kelapa sawit akan meningkat seiring bertambahnya umur tanaman
dan akan mencapai maksimal pada umur 8-12 tahun, kemudian produktivitas
kelapa sawit akan mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Produktivitas
kelapa sawit pada umur tanaman 23, 22, dan 19 tahun menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Hal ini karena kondisi topografi yang bergelombang hingga
berbukit. Lahan kelapa sawit pada umur tanaman 23 dan 22 tahun memiliki
topografi yang bergelombang, sedangkan pada umur 19 tahun memiliki topografi
berbukit. Topografi lahan yang bergelombang hingga berbukit dapat
menyebabkan perbedaan kerapatan panen sehingga berpengaruh terhadap
12

produktivitas kelapa sawit. Yohansyah dan Lubis (2014) menyatakan bahwa


topografi dan iklim berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit.

Keadaan Iklim dan Tanah

Curah hujan rata-rata tahunan Kebun SBU dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir (2011-2015) yaitu sebesar 2.579,80 mm tahun-1 dan memiliki pola
penyebaran yang merata dengan jumlah hari hujan rata-rata 146,60 hari tahun-1.
Berdasarkan klasifikasi iklim Scmidth Ferguson, Kebun Sei Batang Ulak
termasuk dalam tipe iklim A (sangat basah) dengan rata-rata 9 bulan basah, 2
bulan lembab, dan 1 bulan kering setiap tahun. Syakir et al. (2010) menyatakan
bahwa curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah sebesar 2.000-2.500
mm tahun-1. Data curah hujan disajikan pada Lampiran 7.
Secara umum, topografi areal perkebunan kelapa sawit di Kebun SBU
adalah bergelombang hingga berbukit. Jenis tanah adalah tanah mineral dengan
kelas kesesuaian lahan S3 (agak sesuai) dan kemiringan lereng sebesar 10-30%.
Kondisi iklim dan tanah tersebut menunjukkan bahwa Kebun Sei Batang Ulak
cukup ideal untuk budidaya kelapa sawit.

Areal Konsensi dan Tata Guna Lahan

Unit Kebun SBU dibangun di areal konsensi dengan luas 6.647,71 ha.
Areal ini dibagi menjadi areal tanaman menghasilkan (TM) seluas 6.481,54 ha,
pabrik seluas 32,15 ha, sarana dan prasarana seluas 58,06 ha, dan areal yang
mungkin dapat ditanam seluas 75,96 ha. Unit Kebun SBU memiliki 7 Divisi atau
Afdeling yang terbagi menjadi 2 Rayon yaitu Rayon A dan B. Rayon A terdiri
dari Divisi I, II, III, dan IV, sedangkan Rayon B terdiri dari Divisi V, VI, dan VII.
Luas areal dan tata guna lahan di Kebun SBU terlampir pada Lampiran 8.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Struktur organisasi di Kebun SBU dipimpin oleh seorang manager kebun


(MK) yang dibantu oleh dua asisten kepala, tujuh orang asisten afdeling, dan satu
orang kepala tata usaha. Manajer kebun mempunyai wewenang dan bertanggung
jawab untuk mengelola seluruh areal kebun baik secara administrasi maupun
manajerial. Asisten kepala mempunyai tanggung jawab terhadap masing-masing
rayon. Asisten kepala membawahi asisten afdeling, yang bertanggung jawab
terhadap afdeling baik secara manajerial maupun administrasi. Asisten afdeling
membawahi mandor dan krani di afdeling. Asisten afdeling mempunyai
wewenang dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di kebun afdeling.
Asisten afdeling dalam pekerjaannya dibantu oleh mandor 1. Kepala tata usaha
bertugas dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan administrasi dan
keuangan di tingkat kebun. Struktur organisasi perusahaan disajikan pada
Lampiran 9.
Jumlah tenaga kerja di Kebun SBU ini adalah 604 orang yang terdiri dari
karyawan kebun dan 66 orang karyawan pabrik. Karyawan berstatus staff
berjumlah 19 orang. Karyawan bersatus non-staff terdiri dari pegawai bulanan
tetap (PBT) berjumlah 93 orang, karyawan harian tetap (KHT) berjumlah 552
13

orang, dan karyawan harian lepas (KHL) berjumlah 26. Komposisi jumlah tenaga
kerja di Kebun Sei Batang Ulak disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi jumlah tenaga kerja di Kebun SBU tahun 2016


Tenaga kerja Kebun Pabrik Total
(orang) (orang) (orang)
Staf 15 4 19
Non staf
- Pegawai bulanan tetap (PBT) 76 17 93
- Karyawan harian tetap (KHT) 507 45 552
- Karyawan harian lepas (KHL) 26 26
- Surat perintah kerja lokal (SPKL) 168 168
Total 792 66 858
Indeks Tenaga Kerja (ITK) 0,13 ha
Sumber: Kantor Kebun Sei Batang Ulak 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Teknis

Pengendalian Gulma
Kegiatan pengendalian gulma di Kebun Sei Batang Ulak dilakukan secara
kimiawi dan manual. Pengendalian gulma ini bertujuan untuk mengendalikan
pertumbuhan gulma yang tumbuh di areal tanaman kelapa sawit sehingga
persaingan untuk mendapatkan unsur hara dan air dapat ditekan. Pengendalian
gulma manual yaitu dengan cara babat gulma sedangkan pengendalian secara
kimia dilakukan melalui penyemprotan dengan menggunakan herbisida.

Babat gulma
Teknik pengendalian manual ini dilakukan menggunakan alat parang. Alat
parang digunakan untuk membabat gulma berkayu sampai pangkal gulma
sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma tersebut. Gulma berkayu yang
terdapat di Afdeling VII Kebun SBU antara lain Lantana camara, Melastoma
malabathricum, Clidemia hirta, dan rumpun bambu. Rumpun bambu merupakan
masalah utama dalam pengendalian gulma di Kebun Sei Batang Ulak. Pihak
kebun memberikan kebijakan untuk penambahan tenaga kerja untuk
mengendalikan pertumbuhan dari gulma rumpun bambu tersebut. Kegiatan babat
gulma ini dikerjakan oleh karyawan harian lepas maupun surat perintah kerja
lokal (SPKL). Kegiatan babat gulma manual ini menggunakan alat berupa parang
(Gambar 2). Prestasi kerja untuk babat gulma manual yaitu 10 rumpun HK-1.
Mahasiswa mengikuti kegiatan babat gulma baik menjadi karyawan ataupun
pengawas sebagai mandor dengan jumlah karyawan sebanyak 3 orang.
14

Gambar 2. Kegiatan babat gulma

Penyemprotan
Kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan penyemprotan
gulma dengan herbisida. Sistem semprot yang digunakan di Kebun Sei Batang
Ulak yaitu dengan Block Spraying System (BSS). BSS ini merupakan sistem
penyemprotan atau pengendalian gulma kimiawi terkonsentrasi yang dikerjakan
blok per blok dengan sasaran mutu penyemprotan yang lebih baik. Tujuan
pengendalian gulma secara kimiawi ini yaitu mengurangi kompetisi antara kelapa
sawit dengan gulma dalam hal penyerapan unsur hara, air, dan sinar matahari.
Selain itu, tujuan dari pengendalian gulma ini antara lain meningkatkan efisiensi
pemupukan, serta mempermudah kontrol pelaksanaan panen dan pemupukan,
memudahkan pengutipan brondolan sehingga dapat menekan losses (kehilangan
hasil) panen. Hasil penyemprotan pada suatu areal akan dievaluasi oleh asisten
divisi seminggu setelah aplikasi. Hasil yang diharapkan dari kegiatan
penyemprotan ini adalah tingkat kematian gulma dapat mencapai maksimal
dengan indikasi hasil semprotan merata sesuai sasaran.
Kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu penyemprotan piringan (pasar pikul dan TPH), dan gawangan. Penentuan
dosis semprot didasarkan pada perhitungan angka kerapatan gulma (AKG) yang
telah dilakukan sebelumnya. Tim semprot wajib menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang terdiri dari topi, masker, baju seragam apron, sarung tangan karet,
dan sepatu.

Semprot piringan, pasar pikul, dan TPH


Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang cukup
penting karena berpengaruh terhadap produksi TBS yang dihasilkan.
Penyemprotan di piringan, pasar pikul, dan TPH memiliki tujuan untuk
mengefektifkan pemupukan, mempermudah pengutipan brondolan di piringan dan
TPH, mengurangi kompetisi unsur hara dan air, serta mempermudah
pengangkutan TBS ke TPH. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan dua
jenis alat semprot yaitu Knapsack Sprayer berkapasitas 15 liter untuk semprot
manual dan Micron Harby Sprayer (MHS) berkapasitas 6 liter untuk semprot
Team Unit Semprot (TUS). Penyemprotan dilakukan oleh tenaga surat perintah
kerja lokal (SPKL) dengan sistem borongan. Upah semprot piringan untuk manual
sebesar Rp18.000,00 ha-1 dan TUS sebesar Rp13.000,00 ha-1. Jenis gulma yang
dikendalikan antara lain Asystasia intrusa, kenthos, Mikania micranta, dan teki.
Penyemprotan dengan Knapsack Sprayer menggunakan herbisida bermerk
dagang Gramoxon berbahan aktif Gliphosate dosis 300 cc ha-1 dengan konsentrasi
15

3,3 ml l-1 dan Metafuron berbahan aktif Metil metsulfuron dosis 15 g ha-1 dengan
konsentrasi 0,16 g l-1. Penyemprotan dengan Micron Harby Sprayer (MHS)
menggunakan herbisida bermerk dagang Bionasa berbahan aktif Gliphosate dosis
220 cc ha-1 dengan konsentrasi 6,1 ml l-1 dan Metafuron berbahan aktif Metil
metsulfuron dosis 10 g ha-1 dengan konsentrasi 0,28 g l-1. Penyemprotan
dilakukan dengan menyampurkan kedua jenis herbisida dengan perbandingan 20 :
1 dan volume semprot 90 liter ha-1. Standar kerja dalam kegiatan penyemprotan
ini adalah 5 ha HK-1. Mahasiswa melakukan kegiatan penyemprotan dengan
prestasi kerja sebesar 2 ha HK-1.

Semprot gawangan
Tujuan dari pengendalian gulma ini yaitu untuk mengurangi kompetisi
unsur hara dan air, mempermudah pengontrolan pekerjaan dari satu gawangan ke
gawangan lain, dan mempermudah dalam kegiatan pemanenan. Areal semprot
gawangan dibagi menjadi 3 bagian sesuai dengan kondisi gawangan tersebut yaitu
areal berat, sedang, dan ringan. Kegiatan semprot gawangan menggunakan jenis
alat semprot Knapsack Sprayer berkapasitas 15 liter (Gambar 3). Areal berat
menggunakan herbisida yang digunakan bermerk dagang Zenus berbahan aktif
Paraquate dosis 450 cc ha-1 dengan konsentrasi 5 ml l-1 dan Metafuron berbahan
aktif Metil metsulfuron dosis 21 g ha-1 dengan konsentrasi 0,23 g l-1. Areal sedang
dan ringan menggunakan herbisida yang sama dengan dosis 270 cc ha-1 dan
konsentrasi 3 ml l-1, serta dosis 13 g ha-1 dan konsentrasi 0,14 g l-1. Penyemprotan
dilakukan dengan menyampurkan kedua jenis herbisida dengan perbandingan 20 :
1 dan volume semprot 90 liter ha-1. Penyemprotan dilakukan oleh tenaga SPKL
dengan sistem borongan dan upah sebesar Rp18.000,00 ha-1. Standar kerja dalam
kegiatan penyemprotan ini adalah 5 ha HK-1. Mahasiswa melakukan kegiatan
penyemprotan dengan prestasi kerja sebesar 2 ha HK-1. Hasil yang diharapkan
dari kegiatan penyemprotan ini adalah tingkat kematian gulma di atas 90% dan
hasil semprotan merata sesuai sasaran.

Gambar 3. Penyemprotan gawangan

Semprot bahu jalan


Penyemprotan bahu jalan merupakan salah satu kegiatan pengendalian
gulma yang bertujuan untuk mengendalikan gulma pada sisi – sisi jalan collection
road dan main road, serta mencegah serangan hama dan penyakit yang berinang
pada gulma-gulma tersebut. Kegiatan semprot bahu jalan ini menggunakan jenis
16

alat semprot Knapsack Sprayer berkapasitas 15 liter (Gambar 4). Herbisida yang
digunakan mempunyai merk dagang Bionasa berbahan aktif Gliphosate dosis 500
cc ha-1 dengan konsentrasi 5,5 ml l-1 dan Metafuron berbahan aktif Metil
metsulfuron dosis 25 g ha-1 dengan konsentrasi 0,27 g l-1. Penyemprotan
dilakukan dengan menyampurkan kedua jenis herbisida dengan perbandingan 20 :
1 dan volume semprot 90 liter ha-1. Mahasiswa melakukan kegiatan penyemprotan
dengan prestasi kerja sebesar 2.000 m HK-1.

Gambar 4. Penyemprotan bahu jalan

Pengendalian hama terpadu (PHT)


Pengendalian hama di Kebun Sei Batang Ulak menggunakan prinsip
pengendalian hama terpadu. Pengendalian hama bersifat preventif dan dilakukan
secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami hama (Gambar 5).
Pengendalian hama tikus yaitu dengan memanfaatkan musuh alami tikus yaitu
burung hantu (Tyto alba). Cara pengendaliannya yaitu dengan melakukan
penangkaran burung hantu dan membangun kandang burung hantu (gupon)
disetiap blok kemudian setelah cukup umur, burung hantu siap dilepaskan ke
kebun. Dari hasil monitoring populasi burung hantu pada bulan Mei 2016,
terdapat 36 ekor burung hantu yang terdapat di divisi VII.

(a) (b)
a. Gupon
b. Pembibitan Turnera ulmifolia

Gambar 5. Pengendalian hama secara biologis


17

Penanaman Benefical plant


Benifical plant adalah tanaman yang dapat menyediakan madu (tanaman
nectariferous) untuk musuh-musuh alami hama ulat api (Sethosea asigna) dan ulat
kantong (Metisa plana) pada tanaman kelapa sawit. Jenis Benefical plant yang
ditanam di Kebun Sei Batang Ulak adalah Turnera ulmifolia. Tujuan penanaman
Benefical plant ini adalah untuk mengendalikan hama ulat api karena tanaman ini
dapat menjadi inang bagi musuh alami (perdator) ulat api. Bahan tanam Turnera
ulmifolia berasal dari bibit stek yang berasal dari tanaman sebelumnya. Bibit yang
siap tanam dikeluarkan dari polibag kemudian dimasukkan ke dalam lubang
tanam sedalam 20 cm dan kemudian dilakukan pemangkasan pada bibit.
Pemangkasan ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tajuk atau daun serta
mencegah bibit terlalu tinggi sehingga tidak rebah ketika hujan. Alat yang
digunakan untuk penanaman yaitu cangkul dan sabit.

Perawatan jalan
Jalan merupakan akses yang paling penting dan mempunyai fungsi yang
vital yaitu sebagai jalur transportasi TBS ke pabrik. Pengangkutan TBS harus
dilakukan tepat waktu atau pada hari panen itu juga karena pengiriman yang
terlambat akan menyebabkan naiknya kandungan asam lemak bebas (ALB). Jalan
yang berfungsi dengan baik akan mempermudah dan memperlancar transportasi
TBS ke pabrik sehingga produksi TBS dapat optimal. Jenis jalan yang terdapat
dikebun ini yaitu jalan akses (acces road), jalan utama (main road), dan jalan
pengumpul (collection road).
Perawatan jalan hanya yang dilakukan secara mekanis yaitu menggunakan
alat berat road grader dan compactor. Kegiatan perawatan jalan secara mekanis
diawali dengan menimbun titik-titik jalan yang rusak dengan menggunakan batu
pecah. Batu yang sudah ditimbunkan ke jalan kemudian diratakan dengan
menggunakan road grader dan permukaan jalan dibentuk cembung dengan parit
yang berada di kanan dan kiri jalan. Jalan yang sudah terbentuk kemudian
dipadatkan dengan menggunakan compactor. Satu alat berat mampu beroperasi
selama 5 jam.

Penunasan pelepah (Prunning)


Penunasan atau prunning merupakan salah satu kegiatan manajemen
pelepah dalam budidaya kelapa sawit. Prinsip penunasan ini adalah suatu
pengelolaan pelepah tanaman kelapa sawit dengan mempertahankan jumlah
pelepah produktif sehingga tidak menimbulkan kerugian terutama dalam
penyerapan dan pemanfaatan cahaya matahari. Kegiatan penunasan ini dilakukan
dengan memotong pelepah yang tidak produktif sehingga produksi TBS dapat
optimal. Kegiatan penunasan ini tetap mengacu pada prinsip dasar jumlah pelepah
produktif yang harus dipertahankan sesuai ketentuan yaitu 40-50 pelepah.
Tujuan penunasan antara lain mempermudah pekerjaan potong buah,
menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak pelepah, memperlancar
penyerbukan alami, dan mempermudah pengamatan buah pada saat sensus
produksi atau perhitungan angka kerapatan panen. Penunasan juga bertujuan
untuk sanitasi (kebersihan) tanaman kelapa sawit sehingga menciptakan
lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit. Menurut
Lubis dan Widanarko (2011), penunasan yang berlebihan (over prunning) akan
18

mengakibatkan terjadinya peningkatan bunga jantan yang dapat menyebabkan


penurunan produksi, jumlah janjang, dan BJR. Penunasan di Kebun SBU divisi
VII dilakukan oleh KHT, KHL, dan SPKL. Kegiatan penunasan mempunyai basis
60 pokok HK-1. Kegiatan penunasan di Kebun Sei Batang Ulak dibagi menjadi
dua bagian yaitu penunasan progresif dan penunasan periodik.

Tunas progresif
Tunas progresif dilakukan secara langsung oleh pemanen dan dilakukan
bersamaan dengan kegiatan potong buah dengan tetap mengacu pada prinsip dasar
jumlah pelepah produktif yang harus dipertahankan sesuai ketentuan yaitu 50-60
pelepah. Adanya kegiatan pemeliharaan tunas oleh pemanen sendiri dapat
mengurangi tenaga khusus tunas, memudahkan dalam kegiatan potong buah, serta
dapat terpelihara dan terciptanya lingkungan yang bersih pada masing-masing
hanca pemanen itu sendiri.
Tunas progresif dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang telah berumur
lebih dari empat tahun. Pelepah dipotong hanya sampai dua pelepah di bawah
tandan buah yang biasanya disebut dengan istilah songgo dua. Pelepah yang
sudah dipotong kemudian disusun rapi di gawangan mati.

Tunas periodik
Tunas periodik merupakan kegiatan penunasan yang dilakukan secara
berkala. Penunasan dilakukan oleh karyawan harian lepas (KHL) dan surat
perintah kerja lokal (SPKL) dengan sistem borongan. Kegiatan penunasan
dilakukan dari satu blok ke blok lain. Penunasan periodik bertujuan khusus untuk
menjaga kondisi tanaman yang bersih (tidak ada pelepah sengkleh) dan
lingkungan yang baik. Keuntungan kegiatan penunasan secara periodik ini adalah
penunasan dapat terselesaikan pada waktu yang tepat karena menggunakan sistem
borong. Upah untuk kegiatan penunasan ini adalah sebesar Rp1.400,00 pokok-1.

Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan pemberian unsur hara kepada tanaman.
Prinsip utama dalam aplikasi atau penaburan pupuk di perkebunan kelapa sawit
adalah setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah
direkomendasikan oleh perusahaan. Rekomendasi pemupukan tersebut didapatkan
dari hasil analisis tanah dan daun. Biaya pemupukan mencapai 60% dari total
biaya pemeliharaan, sehingga efisiensi pemupukan perlu dicapai. Efisiensi
pemupukan dapat tercapai yaitu dengan menerapkan empat tepat yaitu tepat jenis,
tepat waktu, tepat cara, dan tepat dosis. Pemupukan merupakan kegiatan penting
dalam perkebunan kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara
makro dan mikro yang jumlah ketersediaan dalam tanah terbatas. Tanaman yang
telah memasuki fase tanaman menghasilkan (TM) membutuhkan energi yang
cukup banyak. Pengaplikasian pupuk perlu dilakukan karena berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pupuk juga dapat menggantikan
unsur hara yang hilang karena pencucian dan terangkut melalui pengambilan hasil
atau pemanenan. Pemupukan juga dapat mempertahankan kondisi tanah yang baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Kegiatan
pemupukan di Kebun Sei Batang Ulak dibagi menjadi dua yaitu pemupukan
organik dan anorganik.
19

Pemupukan organik
Tujuan dari penggunaan pupuk organik ini adalah untuk memanfaatkan
kembali limbah pabrik kelapa sawit dan mengurangi penggunaan pupuk
anorganik. Aplikasi pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan
menambah kesuburan tanah. Kegiatan pemupukan organik di Kebun Sei Batang
Ulak divisi VII yaitu dengan pengaplikasian limbah cair dan janjang kosong
(Gambar 6).

(a) (b)

a. Pengaplikasian janjang kosong


b. Pengaplikasian limbah cair

Gambar 6. Kegiatan pemupukan organik

Palm Oil Mill Effluent (POME) merupakan limbah cair yang dihasilkan dari
olahan TBS sebanyak 50% dari bobot TBS. Aplikasi limbah cair dilakukan pada
blok-blok tertentu dengan rotasi 3 kali setiap tahun. Aplikasi limbah cair
dilakukan dengan mengalirkan limbah dari pabrik ke dalam kolam-kolam (flat
bed) yang sudah disediakan. Flat bed dibuat digawangan mati berbentuk persegi
panjang dengan ukuran yang berbeda-beda menyesuaikan kondisi lahan. Standar
ukuran flat bed yaitu panjang 4 m, lebar 2 m, dan kedalaman 0,5 m. Standar
kerja yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah 3 ha HK-1.
Janjang kosong merupakan tandan tanpa brondolan yang dihasilkan dari
olahan TBS sebanyak 23% dari bobot TBS. Rotasi pengaplikasian janjang kosong
adalah 3 kali setiap tahun dengan dosis 30 ton ha-1. Janjang kosong mempunyai
kandungan unsur hara yang cukup banyak, dalam 1 ton janjang kosong
mengandung 1,8 kg N, 0,2 kg P2O5, 11,5 kg K2O, dan 1,2 kg Mg (Widiastuti dan
Panji, 2007). Menurut Pahan (2008), aplikasi janjang kosong dapat meningkatkan
daya simpan air dan pada lahan berlereng dapat mencegah dan mengurangi erosi.
Pengangkutan janjang kosong dilakukan oleh truk.Aplikasi janjang kosong
dilakukan dengan dosis 300 kg tanaman-1. Aplikasi janjang kosong dilakukan
dengan menggunakan angkong. Janjang kosong diaplikasikan di gawangan atau
antar pokok sawit dan disusun rapi dengan ukuran 2 m x 2 m.

Pemupukan anorganik
Kegiatan pemupukan anorganik di Kebun Sei Batang Ulak divisi VII
menggunakan Block Manuring System (BMS). Sistem ini merupakan sistem
pemupukan yang terkonsentrasi dikerjakan blok per blok dengan sasaran mutu
pemupukan yang lebih baik dan produktivitas lebih tinggi. Organisasi pemupukan
meliputi tukang langsir atau ecer pupuk, tukang angkut pupuk, tukang until, dan
20

tukang tabur pupuk. Alat pelindung diri (APD) wajib dipakai oleh karyawan pada
setiap kegiatan pemupukan yaitu masker, sarung tangan, ember, mangkuk, sepatu
boots, baju lengan panjang, dan celana panjang. Jenis, dosis, dan aplikasi
pemupukan berdasarkan rekomendasi dari tim research and development yang
ditentukan melalui analisis LSU (Leaf Sampling Unit) yang telah dilakukan.
Aplikasi pemupukan di Kebun SBU sudah sesuai dengan rekomendasi yang telah
ditentukan. Jenis, dosis, dan aplikasi pemupukan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 3. Jenis, dosis, dan aplikasi pemupukan di Kebun SBU tahun 2016

Jenis pupuk Aplikasi Dosis (kg pokok-1) Kandungan pupuk


Urea 1 1,25 45% N
2 1,25
MOP 1 1,50 60% K2O
2 1,25
RPH 1 1,00 28% P2O5
Kieserite 1 1,50 29% MgO
Borate 1 0,10 47% B2O3
Sumber: Research and development First Resources Group 2016

Langsir pupuk
Langsir pupuk atau estafet adalah kegiatan memuat pupuk dari gudang
induk ke gudang until menggunakan truk. Kegiatan langsir pupuk dilakukan
setelah administrasi bon pupuk selesai. Hal yang perlu diperhatikan saat
pelangsiran pupuk adalah jenis dan jumlah ton pupuk yang akan diaplikasikan
pada esok hari. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak 9 HK. Pelangsiran pupuk
menggunakan sistem borong dengan premi sebesar Rp5,00 kg-1 pupuk. Kendala
dalam langsir pupuk adalah kurangnya ketersediaan tempat untuk melakukan
pelangsiran pupuk.

Until pupuk
Kegiatan penguntilan pupuk dilakukan di gudang until dimana untilan, jenis,
dan berat pupuk disesuaikan dengan rencana areal yang akan dipupuk dan
kemampuan penabur pupuk. Penguntilan diawali dengan menentukan blok yang
akan dipupuk esok hari, dosis dan jenis pupuk yang akan digunakan. Untilan
pupuk didasarkan pada jumlah pokok yang akan dipupuk, satu untilan pupuk
untuk 8 pokok yang berat untilannya didasarkan pada dosis yang sudah
ditentukan. Untilan pupuk disusun rapi dalam gudang sehingga memudahkan
dalam perhitungan. Pupuk yang sudah diuntil harus ditabur pada keesokan harinya
agar tidak terjadi penggumpalan pupuk. Permasalahan yang terjadi saat
penguntilan yaitu jumlah karung until yang kurang karena hilang pada waktu
pemupukan sehingga menghambat proses penguntilan pupuk. Penguntilan pupuk
menggunakan sistem borong dengan premi Rp20,00 kg-1 pupuk (Gambar 7).
21

Gambar 7. Penguntilan pupuk

Pengeceran pupuk
Pengeceran pupuk dilakukan sebelum pupuk ditabur. dengan menggunakan
truk. Pupuk diangkut dari gudang until ke lapangan dengan menggunakan truk.
Pengeceran dilakukan dengan meletakkan untilan pupuk di pinggir pasar pikul.
Pengeceran dimulai dengan membuat peta yang bertujuan untuk menentukan
jumlah untilan yang diecer pada satu pasar pikul. Jumlah until yang diletakkan
berdasarkan jumlah pokok dalam satu pasar pikul. Pengeceran pupuk dilakukan
oleh tenaga kerja tabur pupuk. Permasalahan yang terjadi saat pengeceran pupuk
yaitu kondisi jalan yang kurang baik menyebabkan truk mengalami selip ban
sehingga menghambat pengeceran pupuk.

Tabur pupuk
Penaburan pupuk dilakukan oleh tenaga kerja tabur pupuk yang diawasi
oleh mandor pupuk. Kegiatan tabur pupuk harus memperhatikan beberapa hal
antara lain jenis pupuk, dosis pupuk pokok-1, dan jumlah untilan pupuk.
Penaburan pupuk dilakukan dengan sistem borong dengan premi Rp105,00 kg-1
pupuk. Penaburan pupuk harus dilakukan dengan baik agar efektifitas pemupukan
dapat tercapai. Karung bekas pupuk dikumpulkan kembali oleh pekerja dan
digulung setiap 10 karung dan dibawa kembali ke gudang untuk mengetahui
kesesuian jumlah pupuk yang ditabur dengan jumlah pupuk semula.

(a) (b)

a. Penaburan pupuk
b. Hasil taburan pupuk

Gambar 8. Kegiatan pemupukan kelapa sawit


22

Secara teknis, kegiatan pemupukan dilakukan dengan prinsip kerja 4 T


(tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis, dan tepat cara). Jenis pupuk anorganik yang
diaplikasikan antara lain Urea, MOP (Muriate of Potash), Kieserite, Rock Phospat
(RPH), dan Borate. Aplikasi pupuk ditabur berbentuk lingkaran dengan tujuan
untuk mendapatkan akar yang paling potensial menyerap pupuk tersebut (Gambar
8). Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemupukan adalah hujan dan banjir
sehingga pemupukan tidak dapat dilakukan, serta topografi yang berbukit
sehingga menyebabkan kesulitan bagi penabur.

Pemanenan
Pemanenan merupakan sebuah kegiatan memotong seluruh buah yang layak
panen, mengumpulkannya ke TPH, dan mengirimkan seluruhnya ke PKS pada
hari yang sama dalam kondisi yang baik. Pemanenan harus dilaksanakan secara
baik agar produktivitas TBS dapat optimal. Manajemen First Resources Group
membuat sebuah pedoman untuk mengoptimalkan kinerja tenaga kerja panen,
yang disebut dengan “7 Disiplin Panen”. Isi dari “7 Disipilin Panen” adalah:
1. Buah matang dipotong semua,
2. Buah mentah 0%,
3. Brondolan dikutip semua,
4. Buah disusun rapi di TPH,
5. Pelepah disusun rapi di gawangan mati,
6. Tidak ada pelepah sengkleh,
7. Administrasi diisi dengan teliti dan tepat waktu

Persiapan panen
Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya pelaksaan panen
yang baik dan produksi TBS yang maksimum. Persiapan panen terdiri dari
persiapan kondisi areal, angka kerapatan panen, penetapan kaveld panen,
penetapan luas hanca, kebutuhan tenaga kerja, dan penyediaan sarana dan
prasarana panen. Divisi VII Kebun SBU memiliki 6 seksi panen dan satu seksi
panen harus selesai dipanen dalam satu hari. Persiapan panen yang dilakukan di
Divisi VII Kebun SBU telah dilakukan dengan baik. Penentuan kaveld panen dan
kebutuhan tenaga kerja dilakukan pada sehari sebelum pemanenan bersamaan
dengan pembuatan rencana kerja harian (RKH). Penentuan luas hanca dan
persiapan alat panen dilakukan saat pelaksanaan apel pagi. Luasan hanca pemanen
disesuaikan dengan target produksi dan kemampuan setiap pemanen.

Kriteria matang panen


Kriteria matang panen merupakan salah satu tolok ukur untuk menentukan
TBS yang siap dipanen. Kriteria matang panen menunjukkan tingkat kematangan
tandan secara fisiologis yaitu tandan telah terbentuk sempurna dengan kandungan
minyak yang optimal (Sastrosayono, 2006). Kebun SBU menetapkan kriteria
matang panen dengan minimal 2 brondolan kg-1 TBS yang jatuh secara alami ke
piringan dan buah berwarna orange atau merah mengkilat. Kriteria matang panen
digunakan untuk pengamatan angka kerapatan buah (AKP) dan pemeriksaan mutu
buah. Standar kriteria matang panen disajikan pada Tabel 4.
23

Tabel 4. Standar kriteria matang panen di Kebun Sei Batang Ulak


No Kriteria Jumlah brondolan yang lepas dari TBS
0 Mentah Tidak ada
1 Kurang matang < 2 brondolan kg-1
2 brondolan kg-1 hingga 75% brondolan
2 Matang
permukaan telah lepas
3 Lewat matang > 75-90% brondolan telah lepas
4 Busuk > 90% brondolan telah lepas
Sumber: Kantor besar Kebun SBU (2016)

Standar kriteria matang panen ini harus diikuti oleh seluruh pemanen agar
TBS yang dihasilkan maksimal dan mengurangi kehilangan hasil saat pemanenan.
Hasil pengamatan kriteria matang TBS disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengamatan kriteria matang panen di Afdeling VII Kebun SBU


Kriteria matang TBS (brd) Persentase
Tahun
Pemanen Blok kesesuaian
tanam Standar Realisasi Selisih (%)
1 F27 1993 55 58 3 105,45
2 F28 1993 55 56 1 101,82
3 G26 1994 53 55 2 103,77
4 G27 1994 53 50 -3 94,34
5 H30 1997 50 58 8 116,00
6 H31 1997 50 55 5 110,00
Rata-rata 53 55 3 105,23
Keterangan: BJR tahun tanam 1993= 27,42 kg, 1994= 26,43 kg, 1997= 25,08 kg

Penetapan luas hanca


Penetapan luas hanca pemanen diawali dengan menentukan tenaga kerja
pemanen dengan mempertimbangkan:
1.) Estimasi produksi (ton) per kaveld panen
2.) Kapasitas panen (kg HK-1)
3.) Hektar panen (ha HK-1)
Satu tenaga kerja (HK) panen di Afdeling VII Kebun SBU terdiri dari
tenaga potong buah (cutter) dan pembantu panen (helper). Tenaga pembantu
panen (helper) tidak termasuk ke dalam satu tenaga kerja (HK) panen, tetapi
bergabung menjadi satu dengan tenaga potong buah. Tenaga potong buah
bertugas dalam memotong TBS, memotong pelepah, susun pelepah, dan potong
gagang panjang. Tenaga helper bertugas untuk mengutip brondolan, serta
mengangkut TBS dan brondolan ke TPH. Tenaga kerja panen mempengaruhi
jumlah produksi TBS yang akan dihasilkan. Tenaga kerja panen di divisi VII
terdiri dari karyawan harian tetap (KHT) dan karyawan harian lepas (KHL).
Jumlah tenaga kerja KHT sebanyak 27 orang dan KHL sebanyak 2 orang.
Hektar panen merupakan luasan panen yang harus dicapai oleh HK
pemanen. Standar kerja rata-rata untuk pemanen adalah seluas 5 ha HK-1.
Kapasitas atau output panen (kg HK-1) merupakan salah satu syarat panen yang
24

harus dicapai oleh pemanen. Output panen harus dapat dicapai oleh pemanen agar
produksi TBS yang dihasilkan optimal. Standat output panen yang ditetapkan oleh
perusahaan yaitu sebesar 2.500 kg HK-1.

Alat dan perlengkapan panen


Alat yang digunakan dalam kegiatan panen di Kebun SBU adalah alat panen
yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit yang berumur lebih dari 15 tahun,
yaitu pisau egrek, galah panen, kampak, gancu, karung, dan angkong. Galah
panen adalah gagang pisau egrek yang dibuat dari alumunium sedangkan gancu
digunakan untuk meletakkan buah ke dalam angkong yang selanjutnya akan
dibawa ke TPH. Kampak digunakan untuk memotong gagang atau tangkai
panjang TBS dan memotong pelepah. Karung digunakan untuk menampung
brondolan yang telah dikutip.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, penggunaan alat panen sudah
sesuai dengan standar baku budidaya kelapa sawit. Setiap pamanen sudah
memiliki alat panen secara lengkap. Penggunaan alat pelindung diri di Divisi VII
Kebun SBU kurang baik. Beberapa pemanen tidak menggunakan alat pelindung
diri sesuai dengan standar baku budidaya kelapa sawit. Rendahnya penggunaan
alat pelindung diri ini disebabkan kurangnya kesadaran pemanen terhadap
keamanan dan keselamatan kerja. Berdasarkan hasil wawancara, pemanen merasa
terganggu dan kurang nyaman dengan penggunaan alat pelindung diri ini. Hal ini
menyebabkan banyak terjadi kecelakaan kerja di lapang. Perusahaan perlu
membuat peraturan yang lebih tegas dan memberikan pengarahan kepada
pemanen terkait pentingmya penggunaan alat pelindung diri sehingga dapat
mengurangi resiko kecelakaan kerja dan pemanenan dapat berjalan dengan lancar.

Kapasitas panen
Kapasitas atau output panen merupakan kemampuan satu tenaga kerja panen
dalam menghasilkan kg TBS. Penentuan kapasitas atau output panen (kg HK-1)
harus dilakukan dengan tepat dan akurat karena berpengaruh terhadap ketepatan
taksasi panen dan penggunaan tenaga kerja panen. Penentuan kapasitas panen
harus dilakukan dengan tepat agar penggunaan tenaga kerja dapat optimal dan
harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil
pengamatan kapasitas panen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kapasitas panen di Afdeling 7 Kebun SBU


Pemanen Output taksasi Output real Basis (kg) Selisih
(kg) (kg) (Output real-basis)
1 2250 2132tn 900 1232
2 2200 2123tn 900 1223
3 2400 2230tn 900 1330
4 2200 2044tn 900 1144
5 2100 2000tn 900 1100
6 2200 2190tn 900 1290
Rata-rata 2225 2120 900 1220
(tn): Tidak berbeda nyata pada taraf = 5%
25

Tenaga kerja panen


Tenaga kerja panen merupakan salah faktor yang penting dipersiapkan
dalam kegiatan pemanenan karena akan berpengaruh terhadap kelancaran
pemanenan dan pencapaian produksi yang maksimal. Kebutuhan tenaga kerja
harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Kebutuhan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain luas areal
panen, angka kerapatan panen (AKP), dan kapasitas panen. Tenaga panen di
Afdeling VII Kebun Sei Batang Ulak terdapat 29 orang dengan rata-rata usia 32
tahun. Hasil pengamatan terhadap tenaga kerja panen disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Tenaga kerja panen di Afdeling VII Kebun SBU

Seksi panen Total HK HK Realisasi Kehadiran (%)


1 29 20 70,11
2 29 23 78,16
3 29 22 75,86
4 29 21 72,41
5 29 18 62,07
6 29 22 77,01
Rata-rata 29 21 72,61
Sumber: Hasil pengamatan penulis (April 2016)

Penentuan kebutuhan tenaga kerja panen dapat dilakukan dengan


perhitungan sebagai berikut:
Luas panen (ha) x AKP (%) x BJR (kg) x Populasi ha-1
Kebutuhan TK =
Kapasitas panen (kg HK-1)

Contoh perhitungan kebutuhan tenaga kerja panen di Afdeling VII

155,41 ha x 11,21% x 26,00 kg x 128 pokok


Kebutuhan TK (kaveld I) =
2.300 kg
= 25,20 ≈ 25 HK

Taksasi panen
Taksasi panen merupakan kegiatan untuk memperkirakan jumlah produksi
pada panen yang akan dilakukan esok hari. Ketepatan dalam perhitungan taksasi
panen sangat diperlukan agar pemanenan dapat berjalan dengan lancar.
Perhitungan taksasi panen yang tidak akurat dapat menyebabkan kelebihan atau
kekurangan dalam penggunaan tenaga kerja, transportasi, maupun sarana dan
prasarana panen. Taksasi panen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah
pokok ha-1, angka kerapatan panen (AKP), dan bobot janjang rata-rata (BJR).
Jumlah pokok ha-1 untuk perhitungan taksasi panen dapat dilihat pada Tabel 8.
26

Tabel 8. Hasil pengamatan jumlah pokok ha-1


Tahun tanam Luas (ha) Jumlah pokok Jumlah pokok ha-1
(tanaman)
1993 28,33 3.775 133
1994 38,27 5.207 136
1997 35,32 4.214 119
Rata-rata 33,97 4.398 130

Angka kerapatan panen (AKP) merupakan metode untuk memperkirakan


jumlah buah matang yang akan dipanen pada luasan tertentu. Kerapatan panen
dilakukan untuk memperkirakan produksi TBS, kebutuhan tenaga kerja panen,
kebutuhan truk, dan luasan yang akan dipanen pada esok hari secara tepat (PPKS,
2007). Hasil pengamatan AKP untuk perhitungan taksasi panen disajikan pada
Tabel 9.

Tabel 9. Hasil pengamatan angka kerapatan panen (AKP)


Tahun Jumlah tanaman Jumlah janjang AKP (%)
tanam Contoh Matang
1993 348 41 11,85
1994 471 58 12,22
1997 384 49 12,75
Rata-rata 401 49 12,27

Penentuan BJR disesuaikan dengan keadaan TBS di lapang yang didapatkan


pada saat pengamatan angka kerapatan panen dan kemudian dikombinasikan
dengan bobot TBS realisasi panen sebelumnya pada blok yang sama. Hasil
pengamatan BJR untuk taksasi panen dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil pengamatan bobot janjang rata-rata (BJR)


Tahun tanam Jumlah total TBS Bobot total TBS BJR (kg)
(kg)
1993 347 9.453 27,21
1994 345 9.052 26,23
1997 491 12.173 24,81
Rata-rata 394 10.226 26,08

Taksasi panen sangat penting dilakukan karena berpengaruh terhadap


kebutuhan tenaga panen, transportasi panen, sarana dan prasarana panen. Taksasi
panen dilakukan sehari sebelum kegiatan pemanenan. Ketepatan dalam penentuan
taksasi panen dapat menghasilkan produksi yang optimal dengan penggunaan
biaya yang efisien. Hasil pengamatan dan perhitungan taksasi panen dapat dilihat
pada Tabel 11. Hasil perbandingan antara taksasi panen dengan produksi aktual
disajikan pada Tabel 12.
27

Tabel 11. Hasil pengamatan dan perhitungan taksasi panen


Tahun Luas Jumlah AKP BJR Taksasi
tanam (ha) pokok ha-1 (%) (kg) (kg)
1993 28,33 133 11,85 27,21 12.175
1994 38,27 136 12,22 26,23 16.685
1997 35,32 119 12,75 24,81 13.333
Rata-rata 33,97 130 12,27 26,08 14.064

Tabel 12. Perbandingan antara taksasi dengan produksi aktual


Tahun Umur Luas Taksasi Aktual Produktivitas
tanam (tahun) (ha) (kg) (kg) (kg ha-1)
1993 23 28,33 12.175 10.844* 382,81
1994 22 38,27 16.685 14.683* 383,68
1997 19 35,32 13.333 11.480* 325,01
Rata-rata 21 33,97 14.064 12.336 363,10
(*): Berbeda nyata pada taraf = 5%

Bobot janjang rata-rata (BJR)


Ketepatan dalam menentukan nilai BJR penting dilakukan karena dapat
meningkatkan keakuratan dalam perhitungan taksasi panen. Perbandingan antara
BJR taksasi dengan BJR realisasi disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Perbandingan antara BJR taksasi dengan BJR realisasi


Tahun tanam BJR taksasi (kg) BJR realisasi (kg) Hasil uji t
1993 27,20 27,42 tn
1994 26,23 26,43 tn
1997 24,81 25,08 tn
Rata-rata 26,08 26,31
(tn): Tidak berbeda nyata pada taraf = 5%

Angka kerapatan panen


Ketepatan dalam menentukan AKP sangat dibutuhkan agar proses
pemanenan dapat berjalan dengan lancar. Ketidaktepatan dalam menentukan nilai
AKP dapat berdampak pada hasil produksi TBS yang dicapai, kelebihan atau
kekurangan tenaga kerja maupun transportasi yang digunakan. Perbandingan
antara AKP taksasi dengan AKP realisasi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan antara AKP taksasi dengan AKP realisasi


Tahun tanam AKP taksasi (%) AKP realisasi (%) Hasil Uji t
1993 11,85 11,28 tn
1994 12,22 11,58 *
1997 12,75 12,24 tn
Rata-rata 12,27 11,70
(tn): Tidak berbeda nyata pada taraf = 5%
(*): Berbeda nyata pada taraf = 5%
28

Pelaksanaan panen
Pelaksanaan panen dimulai setelah apel pagi dan selesai pada sore hari.
Pelaksanaan panen dibagi menjadi dua mandoran yaitu mandor besar dan kecil
yang bertanggung jawab atas hanca masing-masing. Pemanenan di Afdeling VII
dibagi menjadi 6 seksi (kaveld) dan satu seksi panen harus selesai dipanen dalam
satu hari. Pelaksanaan panen dimulai dengan memotong buah matang.
Pemotongan pelepah dilakukan sebelum buah di potong. Banyaknya pelepah yang
dipotong disesuaikan pada posisi buah yang akan dipotong biasanya 1-2 pelepah.
Buah yang sudah dipotong, kemudian diangkut ke dalam angkong dan brondolan
dikutip semua kemudian dimasukkan ke dalam karung. Buah diangkut dari pasar
pikul ke TPH dan disusun rapi di TPH, serta diberi kode pemanen (Gambar 9).

Gambar 9. Pengangkutan TBS dari pasar pikul ke TPH

Pengangkutan TBS
Transportasi panen merupakan salah satu kegiatan yang menentukan jumlah
produksi TBS yang dapat dikirim ke PKS. Transportasi panen yang terdapat di
kebun yaitu pengangkutan TBS dari pasar pikul ke TPH dan TPH ke pabrik. Alat
transportasi dari pasar pikul ke TPH menggunakan angkong dan dari TPH ke
pabrik menggunakan) truk. Pengangkutan TBS ke dalam truk menggunakan alat
tojok (Gambar 10). Tipe truk di Kebun SBU dibagi menjadi dua yaitu bak besar
dan bak kecil. Bak besar mempunyai kapasitas sebesar 8 ton trip-1 dan bak kecil
mempunyai kapasitas sebesar 7,5 ton trip-1. Transportasi panen sudah berjalan
cukup baik. Namun, kondisi jalan yang buruk dapat menghambat kelancaran
transportasi dari TPH ke pabrik. Berdasarkan pengamatan rata-rata kapasitas truk
untuk sekali pengangkutan adalah sebesar 7.708 kg. Hasil pengamatan
transportasi panen disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Transportasi panen di Afdeling VII Kebun SBU


Waktu Lama Kec rata- Berat TBS Standar
Ulangan Tandan muat perjalanan rata (kg) (kg)
(menit) (menit) (km/jam)
1 312 95 8 20 7.650 7.500
2 309 110 10 20 7.725 7.500
3 304 100 9 20 7.600 7.500
Rata-rata 308 102 9 20 7.708 7.500
Sumber: Hasil pengamatan penulis (Mei 2016)
29

Gambar 10. Pengangkutan TBS ke dalam truk

Rotasi panen
Rotasi panen merupakan jarak atau interval waktu antara panen terakhir
dengan panen berikutnya dalam satu kaveld panen. Rotasi panen memiliki
hubungan dengan kerapatan panen, kualitas panen, dan mutu buah. Rotasi panen
dapat berubah sewaktu-waktu yaitu bergantung pada kondisi cuaca dan buah di
lapangan. Afdeling VII Kebun SBU terdapat 28 blok yang terdiri dari 6 seksi atau
kaveld. Satu seksi atau kaveld panen harus selesai dikerjakan dalam satu hari agar
rotasi panen tetap stabil. Kebun SBU menetapkan rotasi panen yaitu 6/7 yang
artinya dalam satu minggu terdapat 6 hari panen. Hari rotasi yang terlalu panjang
dapat menyebabkan buah cenderung terlalu masak (over ripe) bahkan busuk. Hari
rotasi panen yang terlalu pendek dapat mengakibatkan pemanen cenderung
memotong buah mentah (unripe) untuk memenuhi basis dan produksi TBS yang
dihasilkan kurang maksimal. Hasil pengamatan rotasi panen dapat dilihat pada
Tabel 16.

Tabel 16. Hubungan rotasi panen dengan produksi di Afdeling VII Kebun SBU
Rotasi (hari) Produksi (kg) Pencapaian
Bulan
Standar Realisasi Rencana Realisasi Produksi (%)
Januari 7 8 1.598.420 1.236.151 77,34
Februari 7 7 1.348.155 1.309.550 97,14
Maret 7 7 1.330.707 1.332.740 100,15
April 7 8 1.373.545 1.200.260 87,38
Mei 7 8 1.335.148 1.153.200 86,37
Rata-rata 7 8 1.397.195 1.246.380 89,67
Sumber: Kantor Afdeling VII Kebun SBU 2016

Sistem panen
Sistem panen yang diterapkan di Afdeling VII Kebun Sei Batang Ulak yaitu
menggunakan sistem hanca giring tetap. Sistem panen ini pemanen berpindah dari
hanca satu ke hanca berikutnya dengan hanca yang tetap. Sistem hanca giring
tetap dibagi menjadi dua yaitu hanca giring orang tetap dan tidak tetap.
Pemanenan di Afdeling VII menggunakan sistem hanca giring orang tetap dimana
pemanen pertama mengambil gawangan pertama pada perpindahan hanca
berikutnya. Kelebihan dan kelemahan pada beberapa sistem panen kelapa sawit
disajikan pada Tabel 17 (Pahan, 2008).
30

Tabel 17. Sistem panen pada perkebunan kelapa sawit


Sistem Panen Kelebihan Kelemahan
Hanca tetap 1. TBS yang dihasilkan optimal 1. Buah lambat keluar
2. Rendemen minyak tinggi 2. Pengiriman buah ke
pabrik terhambat
3. Mutu hanca dan buah baik
Hanca giring 1. Memudahkan pengawasan 1. Tanggungjawab
pemanen berkurang
2. Buah cepat keluar 2. Produktivitas pemanen
menurun
3. Kemungkinan hanca yang tertinggal kecil
Hanca giring 1. Memudahkan pengawasan 1. Mutu buah dan hanca
tetap kurang baik
2. Buah cepat keluar
3. Produksi TBS optimal

Efisiensi panen
Efisiensi panen merupakan salah satu kegiatan untuk mengetahui tingkat
kehilangan hasil yang terjadi saat pemanenan. Efisiensi panen yaitu berupa
pemeriksaan mutu buah dan mutu hanca. Pemeriksaan mutu buah (grading)
merupakan salah satu kegiatan yang cukup penting dalam kegiatan panen. Kondisi
mutu buah sangat berpengaruh terhadap produksi TBS. Pemeriksaan mutu buah
dilakukan pada saat TBS sudah terkumpul di TPH. Pemeriksaan mutu buah
berdasarkan dari kriteria matang panen. Pemeriksaan mutu buah sangat penting
dilakukan untuk mengetahui kondisi buah pada blok tertentu dan kualitas dari
tenaga panen. Hasil pengamatan mutu buah dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pemeriksaan mutu buah di Afdeling VII Kebun SBU
Buah Periksa
Blok Total Total Brondolan
N % KM BB % %
KM + BB Tandan (kg)
F25 103 95,37 2 3 5 4,63 108 239 9,57
F26 129 98,47 2 2 1,53 131 218 10,38
F27 91 97,85 1 1 2 2,15 93 240 8,35
F28 122 98,39 2 2 1,61 124 264 11,82
G26 124 98,41 1 1 2 1,59 126 210 10,07
G27 101 99,02 1 1 0,98 102 230 8,72
H26 113 97,83 1 1 2 1,74 115 205 8,87
G24 114 98,28 1 1 2 1,72 116 215 9,38
F31 126 94,74 2 5 7 5,26 133 280 13,65
G31 115 97,03 1 2 3 2,54 118 206 9,87
H30 140 98,59 2 2 1,41 142 185 9,91
H31 90 96,77 1 2 3 3,23 93 245 8,94
Rata-
114 97,44 1 2 3 2,56 117 228 10,01
rata
Keterangan: N = Normal , KM = Kurang matang , BB = Buah busuk
Standar perusahaan untuk buah kurang matang dan busuk yaitu <5%
31

Pemeriksaan mutu hanca bertujuan untuk mengetahui kualitas pekerjaan


pada saat panen sebelumnya. Pemeriksaan mutu hanca ini dapat mengetahui
sumber-sumber dari losses (kehilangan hasil) seperti brondolan yang tidak
terkutip, janjang matang tertinggal, dan janjang matang tidak dipotong. Mutu
hanca yang baik akan menaikkan produksi TBS karena berkurangnya sumber-
sumber losses, sedangkan mutu hanca yang kurang baik dapat menurunkan
produksi TBS dan menyebabkan perbedaan antara produksi TBS aktual dengan
taksasi produksi. Hasil pengamatan mutu hanca disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Pemeriksaan mutu hanca di Afdeling VII Kebun SBU


Brondolan tidak Total BJR Losses Efisiensi
Blok JT
terkutip(kg) janjang (kg) (%) (%)
F25 2 4,75 78 26,50 2,79 97,21
F26 1 4,46 71 26,50 1,65 98,35
F27 2 4,23 73 26,50 2,96 97,04
F28 1 4,25 82 26,50 1,42 98,58
G26 2 3,87 81 26,00 2,65 97,35
G27 0 3,56 69 26,00 0,20 99,80
H26 2 4,57 74 26,00 2,94 97,06
G24 1 3,69 70 26,00 1,63 98,37
F31 2 3,95 68 25,00 3,17 96,83
G31 2 3,49 75 25,00 2,85 97,15
H30 1 3,73 72 25,00 1,60 98,40
H31 0 4,69 70 25,00 0,27 99,73
Rata-
1,33 4,10 74 25,83 2,01 97,99
rata
Keterangan : Standar losses perusahaan yaitu <5%
JT = Janjang tertinggal dan tidak dipotong

Kehilangan hasil atau losses panen dapat dihitung dengan menggunakan


rumus berikut:
(JT x BJR) + brondolan tidak terkutip (kg)
Losses panen = x 100%
Total janjang x BJR

Keterangan: JT = Janjang tertinggal dan tidak dipotong


BJR = Bobot janjang rata-rata (kg)

Basis dan premi panen


Basis panen merupakan ketentuan batas minimum TBS yang harus dipenuhi
oleh karyawan dalam 1 HK. Basis panen menyangkup seluruh kegiatan
pemanenan dari potong buah sampai pengiriman buah ke pabrik. Penentuan basis
panen didasarkan pada rata-rata kemampuan pemanen atau output HK-1. Basis
untuk pemanen adalah 900 kg TBS. Selain basis untuk pemanen, kebun ini juga
menerapakan basis terhadap supir dan tukang muat TBS. Basis yang harus
dipenuhi oleh supir adalah 10 ton TBS HK-1 dan tukang muat sebesar 4 ton TBS
HK-1.
32

Premi merupakan sebuah penghargaan yang diberikan kepada karyawan


apabila hasil kerja sesuai atau diatas standar yang ditentukan. Pemberian premi
bertujuan untuk memotivasi pekerja mencapai output atau basis sehingga dapat
meningkatkan produksi. Besar premi berbeda-beda pada setiap kegiatan
pemanenan atau tingkat pekerjaannya. Penentuan basis dan premi panen di kebun
SBU disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Ketentuan basis dan premi panen di Kebun SBU


Pekerjaan Basis Lebih basis I Lebih basis II Lebih basis III
500 kg x 500 kg x Sisa (kg) x
Pemanen 900 kg
Rp30,00 Rp35,00 Rp40,00
5.000 kg x 5.000 kg x Sisa (kg) x
Supir 10.000 kg
Rp2,00 Rp3,5,00 Rp5,00
Tukang 5.000 kg x 5.000 kg x Sisa (kg) x
4.000 kg
muat Rp4,00 Rp5,5,00 Rp7,00
Sumber: Kantor besar Kebun SBU VII (2016)

Aspek Manajerial

Pendamping mandor I
Mandor I adalah orang yang bertugas untuk membantu asisten divisi dalam
mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan teknis di lapangan. Mandor I
bertanggungjawab terhadap semua mandor baik mandor panen atau perawatan.
Mandor I wajib melakukan apel pagi bersama mandor panen dan pemanen.
Mandor I bertugas melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan buah restan
pada blok-blok panen pada hari sebelumnya dan pemeriksaan hanca panen.
Mandor I berkoordinasi dengan kerani produksi untuk mengangkut buah restan
tersebut.
Tugas-tugas mandor I lainnya yaitu melakukan pemeriksaan terhadap mutu
buah dan mutu hanca serta memonitor proses pengangkutan TBS ke pabrik,
melakukan verifikasi laporan yang dibuat seluruh mandor, membuat evaluasi
kegiatan harian, dan membuat rencana kerja harian bersama asisten dan mandor
panen. Penulis bekerja sebagai pendamping mandor I dengan mengawasi kegiatan
pemanenan dan penunasan.

Pendamping mandor panen


Unit Kebun Sei Batang Ulak divisi VII mempunyai 2 mandoran panen yaitu
mandor panen A dan B. Tugas inti seorang mandor panen adalah melakukan
pengawasan terhadap pelaksaan pemanenan sehingga tercapai mutu buah dan
mutu hanca yang baik. Mandor panen bertugas memberi pengarahan, mengisi
daftar hadir pemanen, dan membagi hanca panen karyawan saat kegiatan apel
pagi. Mandor panen memastikan semua karyawan telah masuk ke dalam hanca
panen masing-masing. Selanjutnya, mandor panen mengisi semua kelengkapan
administrasi panen.
33

Mandor panen melakukan pengawasan di lapangan berupa pemeriksaan


mutu buah dan hanca yang dipanen, serta mengatasi kendala-kendala yang
dihadapi oleh pemanen. Mandor panen bertugas melakukan pemeriksaan hanca
panen dan apabila menemukan buah matang yang belum dipanen dan brondolan
banyak tertinggal, maka mandor panen memerintahkan pemanen kembali ke
hancanya masing-masing untuk mengurangi losses panen. Mandor panen wajib
membuat laporan potong buah dan melakukan taksasi panen untuk panen pada
esok harinya dengan melakukan perhitungan AKP pada sore hari. Penulis bekerja
sebagai pendamping mandor panen dengan mengawasi setiap kegiatan pamanenan
dan melakukan taksasi produksi, serta pengamatan AKP.

Pendamping mandor semprot


Unit Kebun Sei Batang Ulak mempunyai satu mandoran semprot yang
mencakup kegiatan semprot gawangan, piringan, pasar pikul, dan TPH, serta
semprot bahu jalan. Mandor semprot bertugas dalam melaksanakan penyemprotan
di suatu divisi dan bertanggung jawab dalam hasil kerja melalui pemeriksaan
kualitas penyemprotan pada blok yang sudah disemprot 2 minggu yang lalu
meliputi mati tidaknya gulma yang disemprot, ada tidaknya area yang tidak
tersemprot, tidak tepat sasaran, dan tidak merata. Mandor semprot menentukan
dosis dan jenis herbisida yang digunakan serta menentukan hanca masing-masing
karyawan.
Mandor bertugas mengawasi pekerjaan karyawan semprot dan memberikan
laporan hasil kerja kepada asisten. Penulis bekerja menjadi pendamping mandor
semprot yaitu dengan mengawasi terhadap kegiatan semprot baik semprot
gawangan, pirirngan, pasar pikul, TPH, dan bahu jalan. Jumlah karyawan yang
diawasi bervariasi tergantung dari luasan area yang akan disemprot. Rata-rata
prestasi kerja karyawan semprot yaitu 5 ha HK-1.

Pendamping mandor pupuk


Tugas mandor pupuk adalah melakukan pengawasan terhadap aplikasi
pemupukan di lapangan mulai dari penguntilan, pengeceran, pelangsiran, dan
penaburan. Mandor pupuk bertugas menentukan blok yang akan di pupuk. Selain
itu, mandor pupuk juga harus menentukan jenis dan dosis pemupukan. Dosis
pemupukan berasal dari rekomendasi perusahaan berdasarkan analisis leaf
sampling unit (LSU) yang. Penguntilan pupuk dilakukan sehari sebelum
melakukan tabur pupuk. Jumlah untilan tergantung dari luasan blok yang akan di
pupuk dan jumlah pasar blok, serta jumlah pokok dalam satu pasar. Ketentuan
untilan yaitu satu until pupuk untuk 8 pokok.
Pengeceran pupuk dilakukan dengan menggunakan truk. Pengeceran
dilakukan oleh karyawan pupuk dengan menjatuhkan untilan pupuk di pinggir-
pinggir pasar blok. Mandor pupuk bertugas membuat peta untuk menentukan
jumlah untuil per pasar. Penaburan pupuk dilakukan dengan menggunakan
mangkok kecil. Mandor pupuk wajib mengawasi pada saat melakukan tabur
pupuk agar pemupukan berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip 4 T yaitu tepat
jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cara. Setelah penaburan selesai, karyawan
pupuk wajib mengumpulkan karung-karung pupuk dan diikat sebanyak 10 karung
per ikat. Karung tersebut harus dibawa ke gudang dan diperiksa oleh mandor
pupuk. Jumlah karung yang dikembalikan harus sama dengan jumlah karung pada
34

saat penguntilan. Penulis bekerja menjadi pendamping mandor pupuk yaitu


dengan mengawasi kegiatan pemupukan dari penguntilan sampai tabur pupuk.

Pendamping kerani produksi


Tugas kerani produksi adalah bertanggung jawab terhadap pengangkutan,
pengiriman buah dan pelaporan produksi harian. Kerani produksi bertugas
mengawasi pengangkutan TBS ke mobil buah. Kerani bertugas untuk melakukan
pencatatan terhadap jumlah TBS per blok dan melakukan grading buah sesuai
dengan kriteria matang panen sebelum TBS dimuat dalam truk. Kerani produksi
wajib melakukan koordinasi dengan mandor panen, untuk mengetahui posisi buah
yang sudah keluar dan berada di TPH. Kerani produksi bertugas melaporkan
produksi TBS pada hari sebelumnya kepada asisten divisi dan kendala-kendala
dalam pengangkutan buah, serta apabila terdapat buah restan, maka akan langsung
dilakukan pengangkutan pada pagi hari itu juga. Penulis bekerja sebagai
pendamping kerani produksi yaitu dengan mengikuti proses pengangkutan buah
dari pemuatan ke dalam truk sampai pengiriman ke pabrik.

Pendamping kerani afdeling


Tugas kerani afdeling adalah bertanggung jawab terhadap administrasi di
kantor afdeling. Kerani produksi bertugas membuat rincian usulan pekerjaan
(RUP), rincian hasil perkerjaan (RHP) dan mencatat seluruh hasil kegiatan di
kebun. Kerani afdeling juga bertugas membuat e-plant yaitu pelaporan produksi
TBS dan semua hasil pekerjaan di kebun dengan sistem online. Kerani afdeling
wajib mengontrol administrasi semua mandor dan menentukan besarnya premi
yang diperoleh karyawan. Penulis bekerja sebagai pendamping kerani afdeling
yaitu dengan membantu pembuatan e-plant dan administrasi di kantor afdeling.

Pendamping asisten divisi


Tugas asisten divisi adalah bertanggung jawab terhadap semua kegiatan
yang ada di kebun. Asisten divisi bertugas mengawasi, mengontrol, dan
monitoring semua kegiatan di kebun dan membuat rencana kegiatan harian
(RKH). Asisten divisi harus mengetahui permasalahan yang ada di lapangan,
kemudian berdiskusi dengan personil atau anggota untuk memecahkan masalah
tersebut. Asisten divisi juga melakukan grading atau mutu buah untuk
memonitoring kualitas buah yang dihasilkan. Penulis bekerja sebagai pendamping
asisten divisi yaitu dengan mengikuti seluruh kegiatan yang dilakukan oleh asisten
divisi.

Pembahasan

Kriteria matang panen


Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan masih terdapat pemanen
yang tidak mengikuti standar kriteria matang panen dari perusahaan. Pemanen
yang memiliki nilai persentase kesesuaian berkisar 95-105% terdapat dua
pemanen, sedangkan sisanya tidak mengikuti standar yang ditetapkan oleh
35

perusahaan. Standar perusahaan untuk nilai ketidaksesuaian yaitu kurang dari 5%


atau nilai kesesuaian berkisar antara 95-105%.
Ketidaksesuaian tersebut karena masih terdapatnya pelepah sengkleh.
Pelepah sengkleh dapat menyulitkan pemanen dalam mengamati kriteria matang
panen. Pelepah sengkleh menyebabkan banyak berondolan jatuh di ketiak
pelepah, sehingga jumlah berondolan yang jatuh di piringan tidak sesuai dengan
standar kriteria matang panen perusahaan. Sedikit banyaknya jumlah brondolan
yang jatuh di ketiak pelepah akan berpengaruh terhadap penentuan kematangan
buah sehingga dapat menyebabkan pemotongan buah lewat matang maupun
busuk. Mayoritas pemanen menentukan kriteria matang buah hanya berdasarkan
pengamatan secara visual yaitu warna buah. Pengamatan visual ini kemudian
dikaitkan dengan jumlah brondolan yang jatuh di piringan maupun di ketiak
pelepah untuk menentukan buah siap di panen sehingga dapat mengurangi
ketidaksesuaian kriteria matang panen perusahaan.

Rotasi panen
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pencapaian produksi di
Afdeling VII tergolong tinggi yaitu sebesar 89,67%. Nilai tersebut masih di atas
pencapaian produksi minimal yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 85%.
Produksi realisasi lebih kecil dibandingkan produksi rencana. Selisih yang paling
besar yaitu pada bulan Januari dengan pencapaian produksi 77,34%. Perbedaan
yang cukup besar antara produksi rencana dan realisasi disebabkan oleh jumlah
hari rotasi panen yang terlalu panjang. Hari rotasi yang semakin panjang
menyebabkan kondisi buah yang over ripe (lewat matang) maupun busuk. Buah
yang over ripe dapat menyebabkan penurunan produksi aktual. Pahan (2008)
menyatakan bahwa upaya untuk menormalkan rotasi panen dapat dilakukan
dengan pemantauan daftar rotasi di kantor afdeling, umur pokok, jumlah tenaga
kerja, kerapatan panen, dan curah hujan.

Taksasi panen
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa hubungan antara taksasi dan
produksi aktual berbeda nyata baik pada tahun tanam 1993, 1994, dan 1997. Hal
ini menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara taksasi dengan
produksi aktual. Hal tersebut karena terdapat kesalahan dalam salah satu faktor
perhitungan taksasi yaitu angka kerapatan panen (AKP). Ketidaktepatan dalam
perhitungan AKP dapat menyebabkan hasil taksasi menjadi tidak tepat dan akurat.
Ketidaktepatan dalam perhitungan AKP disebabkan oleh pengamatan jumlah
janjang matang pokok-1 yang tidak akurat. Produksi TBS aktual menunjukkan
nilai produktivitas yang cukup rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
produktivitas kelapa sawit dengan rata-rata umur tanaman 21 tahun yaitu sebesar
363,10 kg ha-1 panen-1 atau sekitar 12,71 ton ha-1 tahun-1. Produktivitas tanaman
kelapa sawit yang berumur 21 tahun yaitu sebesar 22 ton ha-1 tahun-1 (PPKS,
2007).
Produktivitas yang rendah tersebut disebabkan oleh jumlah hari rotasi panen
yang terlalu panjang. Hari rotasi panen yang terlalu panjang menyebabkan
banyaknya buah lewat matang maupun busuk yang terjadi sehingga menurunkan
produksi dan produktivitas kebun. Jumlah hari rotasi panen yang panjang
disebabkan proses potong buah yang terhambat karena adanya hujan dan banjir,
36

tanggal libur, dan banyaknya karyawan yang sakit maupun cuti. Jumlah hari rotasi
panen yang semakin panjang akan mengakibatkan jumlah brondolan meningkat
karena adanya buah lewat matang maupun busuk sehingga akan memperlambat
penyelesaian hanca panen bahkan basisnya sulit tercapai sehingga dapat
memperkecil output (kg HK-1) dan meningkatkan biaya panen. Peluang losses pun
akan menjadi besar dan kualitas minyak yang dihasilkan rendah (ALB >2,5%).
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai taksasi lebih tinggi
dibandingan produksi aktual. Hal tersebut karena ketidaktepatan dalam
menentukan nilai AKP dan masih adanya losses atau kehilangan hasil panen.
Kehilangan hasil dapat terjadi karena janjang yang tertinggal, janjang matang
tidak dipotong, dan berondolan yang tidak terkutip. Menurut Santosa et al. (2011),
kehilangan hasil merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan
taksasi dengan produksi aktual. Pengawasan panen harus dilakukan dengan ketat
sehingga dapat menekan kehilangan hasil yang terjadi dan meningkatkan akurasi
taksasi produksi.

Bobot janjang rata-rata (BJR)


Berdasarkan hasil pengamatan BJR dapat diketahui bahwa hubungan BJR
taksasi dengan realisasi tidak berbeda nyata pada tahun tanam 1993, 1994,
maupun 1997. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan BJR untuk taksasi panen
cukup tepat dan akurat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai BJR
berbeda–beda pada tahun tanam 1993, 1994, dan 1997. Menurut Septianita
(2009), pemupukan dan jenis bibit berpengaruh terhadap bobot TBS yang
dihasilkan. Pemupukan dan jenis bibit yang baik dapat meningkatkan bobot TBS.

Angka kerapatan panen


Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa AKP taksasi dan realisasi
tidak berbeda nyata pada tahun tanam 1993 dan 1997. AKP taksasi dan realisasi
pada tahun tanam 1994 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. AKP taksasi pada
tahun tanam 1994 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan AKP
realisasi. Hal tersebut karena ketidaktepatan dalam perhitungan AKP untuk
kegiatan taksasi panen. Ketidaktepatan dalam menentukan AKP menyebabkan
perhitungan taksasi menjadi kurang tepat dan akurat. Ketidaktepatan tersebut
dapat terjadi karena dalam perhitungan AKP terdapat beberapa kendala yang
menghambat dalam pengamatan. Kendala tersebut antara lain kondisi tanaman
yang tinggi dan adanya pelepah sengkleh menyebabkan kesulitan dalam
mengamati TBS. Nilai AKP di Kebun Sei Batang Ulak masih tergolong rendah
yaitu 11,70%. Tobing (1992) menyatakan bahwa nilai AKP yang berada di bawah
15% menunjukkan produksi TBS di kebun tergolong rendah dan perbedaan AKP
pada setiap blok dipengaruhi oleh kondisi iklim, umur tanaman, dan topografi.

Tenaga kerja panen


Berdasarkan hasil pengamatan tenaga panen, jumlah tenaga panen yang
digunakan kurang optimal yaitu dengan persentase kehadiran sebesar 72,61%.
Penggunaan jumlah tenaga sangat sedikit dibandingkan dengan total tenaga yang
tersedia. Penggunaan tenaga kerja yang kurang optimal disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain tenaga kerja yang sakit, cuti, mangkir, dan izin, serta tenaga
kerja yang sudah tidak produktif. Tenaga kerja yang sedikit membuat pemanen
37

harus menggunakan helper untuk mencapai basis maupun kapasitas panen. Helper
merupakan orang pembantu dalam pelaksanaan panen dan tidak termasuk ke
dalam satu tenaga kerja (HK) panen. Tugas helper yaitu untuk mengutip
berondolan dan mengangkut TBS dari pasar pikul ke TPH.
Tenaga panen yang digunakan kurang optimal dapat menghambat dalam
penyelesaian hanca panen dan mengakibatkan hanca setiap pemanen menjadi luas,
serta dapat menurunkan produksi TBS yang dihasilkan. Hanca pemanen yang luas
menyebabkan pemanenan berjalan kurang lancar karena pemanen harus
memenuhi luas hanca. Hal tersebut akan mengakibatkan banyak janjang yang
tertinggal, janjang matang yang tidak dipanen, dan brondolan yang tidak terkutip.

Kapasitas panen
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa kapasitas panen antara
output taksasi dengan realisasi tidak ada perbedaan yang cukup signifikan. Output
realisasi yang dihasilkan sangat tinggi dibandingkan basis yang ditetapkan
perusahaan sebesar 900 kg TBS. Hal tersebut karena dalam pelaksanaan panen,
pemanen dibantu oleh helper sehingga output yang dihasilkan sangat tinggi.
Adanya premi panen juga membuat pemanen lebih giat dalam memotong buah
sehingga output yang dihasilkan tinggi. Premi panen merupakan sebuah
penghargaan yang diberikan kepada karyawan apabila hasil kerja sesuai atau
diatas standar yang ditentukan. Menurut Trismiaty et al. (2008), sistem upah yang
baik dan adanya premi akan meningkatkan produktivitas pemanen karena
pemanen lebih terampil dan semangat dalam pekerjaan. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa rata-rata output realisasi lebih kecil dibandingkan output
taksasi. Hal tersebut karena kemampuan pemanen yang berbeda-beda. Usia tenaga
kerja yang kurang produktif menyebabkan penurunan pada kapasitas panen.
Perusahaan perlu melakukan penambahan tenaga kerja muda agar dapat
meningkatkan produksi yang dihasilkan.

Pelaksanaan panen
Kegiatan potong buah terdiri dari pemotongan seluruh buah matang,
pemotongan tangkai buah, penyusunan pelepah, pengutipan brondolan,
pengangkutan buah ke TPH, serta pemberian nomor panen pada setiap buah dan
penyusunan buah di TPH. Pelaksanaan panen harus berjalan dengan baik untuk
mengurangi kehilangan hasil yang terjadi pada saat pemanenan.
Permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan panen ini antara lain
kurangnya tenaga kerja panen, ketersediaan alat, kondisi hanca panen, dan cuaca.
Tenaga kerja panen yang kurang disebabkan oleh beberapa tenaga kerja yang
sakit, cuti, izin, dan usia pemanen yang sudah tidak produktif sehingga
menurunkan produksi TBS dan output panen. Kondisi tanaman yang tinggi
menyulitkan pemanen untuk melakukan potong buah. Kondisi hanca panen juga
berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan panen. Kondisi hanca panen yang
berbukit dan terjal sangat menyulitkan para pemanen sehingga output pemanen
menurun sehingga produksi TBS juga mengalami penurunan. Kondisi hanca yang
kurang baik juga menyebabkan kaveld panen tidak dapat selesai dengan tenaga
kerja yang ada. Cuaca merupakan salah satu faktor pembatas yang tidak dapat
dikendalikan. Cuaca yang buruk menyebabkan pemanen tidak bisa melakukan
kegiatan potong buah dan kaveld panen tidak selesai. Kaveld yang tidak selesai
38

harus dipanen lagi pada hari berikutnya yang menyebabkan beberapa buah telah
mengalami over ripe (lewat matang).

Sistem panen
Sistem panen yang digunakan di Afdeling VII Kebun SBU adalah hanca
giring tetap. Kelebihan menggunakan sistem ini adalah memudahkan pengawasan,
buah cepat keluar, dan produksi TBS dapat optimal. Sistem ini juga mempunyai
kelemahan yaitu tanggungjawab pemanen berkurang karena pemanen cenderung
memotong buah yang mudah dipanen untuk memenuhi basis. Hal tersebut dapat
menyebabkan adanya janjang yang tertinggal dan berondolah yang tidak terkutip.

Efisiensi panen
Berdasarkan hasil pengamatan mutu buah masih terdapat buah kurang
matang dan busuk yang terpanen. Persentase buah kurang matang dan busuk di
Afdeling VII Kebun SBU masih tergolong baik yaitu sebesar 2,56%. Namun,
pada blok F31 mempunyai nilai persemtase buah kurang matang dan busuk yang
tinggi yaitu 5,26%. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya buah busuk yang
terpanen. Adanya buah busuk (BB) dapat disebabkan oleh rotasi atau pusingan
panen yang terlalu tinggi (Sastrosayono, 2006). Hari rotasi panen yang panjang
disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang kurang optimal dan kondisi cuaca
yang kurang baik sehingga kaveld panen tidak terpenuhi. Cuaca yang kurang baik
dapat menghambat pelaksanaan panen yang menyebabkan hari rotasi panen
menjadi panjang. Adanya buah kurang matang (KM) yang terpanen karena
kesalahan pemanen dalam menentukan kriteria matang buah. Keadaan tanaman
yang tinggi dan pelepah yang sengkleh menyulitkan pemanen dalam mengamati
buah.
Berdasarkan hasil pengamatan efisiensi panen masih terdapat losses atau
kehilangan hasil yang terjadi sebesar 2,01% dengan efisiensi sebesar 97,99%.
Kehilangan hasil yang terjadi masih di bawah ketentuan dari perusahaan yaitu
<5%. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan dan pengawasan panen telah
berjalan dengan cukup baik. Kehilangan hasil yang terjadi disebabkan oleh
janjang tertinggal dan berondolan yang tidak terkutip. Kondisi piringan yang
kurang baik menyulitkan pemanen dalam pengutipan berondolan sehingga
menyebabkan berondolan yang tidak terkutip. Kehilangan yang cukup besar dapat
menyebabkan perbedaan antara taksasi produksi dengan produksi aktual yang
dihasilkan. Pengawasan yang baik perlu dilakukan agar kehilangan hasil yang
terjadi dapat diminimalkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kegiatan magang memberikan pengetahuan dan pemahaman dalam kegiatan


budidaya kelapa sawit baik secara teknis maupun manajerial. Hasil yang diperoleh
dari kegiatan magang menunjukkan bahwa budidaya kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Kebun Sei Batang Ulak baik dalam kegiatan pemeliharaan
39

dan pemanenan telah berjalan dengan baik. Sistem budidaya yang baik tersebut
ditunjukkan dengan produksi dan produktivitas kelapa sawit yang cukup tinggi
pada tahun 2011-2015. Manajemen budidaya kelapa sawit yang diterapkan telah
berjalan dengan baik dan lancar.
Taksasi panen yang dilaksanakan memiliki perbedaan yang cukup
signifikan dengan produksi TBS realisasi. Hasil taksasi panen menunjukkan nilai
sebesar 14.064 kg dan produksi realisasi panen sebesar 12.336 kg dengan
persentase ketepatan sebesar 87,71%. Hal tersebut karena ketidaktepatan dalam
penentuan angka kerapatan panen (AKP) untuk kegiatan taksasi panen. Nilai AKP
yang tidak tepat dan akurat karena terdapat ketidaktelitian dalam pengamatan
jumlah janjang matang untuk perhitungan kerapatan panen. Kehilangan hasil atau
losses panen masih terjadi dalam kegiatan panen yang menyebabkan produksi
TBS yang dihasilkan kurang optimal. Kehilangan hasil yang terjadi yaitu sebesar
2,01%. Nilai kehilangan hasil tersebut masih di bawah standar yang ditetapkan
perusahaan. Jumlah hari rotasi yang terlalu panjang berdampak pada mutu buah
dan hanca yang kurang baik yang ditandai dengan adanya buah lewat matang
(over ripe) maupun busuk dan berondolan yang tidak terkutip.

Saran

Manajemen dan pengawasan pemanenan perlu ditingkatkan agar kegiatan


pemanenan dapat berjalan dengan baik sehingga mengurangi kehilangan hasil atau
losses panen yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Bergert D. L. 2000. Management strategies of Elaeis guineensis (oil palm) in


response to localized markets in South Eastern Ghana, West Africa.
Michigan Technological University. United States. 120 p.
Corley R.H.V. and Tinker P.B. 2003. The Oil Palm. 4th ed. United Kingdom
(GB) : Blackwell Scientific. 562 p.
Diretorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik perkebunan Indonesia 2014-2015.
http://www.ditjenbun.deptan.go.id/ [02 November 2016].
Hartley C. W. S. 1988. The Oil Palm. Longmans Grup Limited. London. 740 p.
Kementerian Perdagangan. 2015. Statistik kelapa sawit Indonesia.
http://www.kemendag.go.id/ [02 November 2016].
Lubis A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia, Edisi 2.
Pusat Penelitian Marihat Bandar Kuala. Pematang Siantar. 362 hal.
Lubis R. E. dan Widanarko A. 2011. Kelapa Sawit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
368 hal.
Mangoensoekarjo S. dan Semangun H. 2005. Managemen Agribisnis Kelapa
Sawit. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 605 hal.
Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 411
hal.
Pardamean M. 2011. Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Penebar
Swadaya. Jakarta. 300 hal.
40

Parlindungan, Gunawan I. dan Juliani I. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi


produksi tandan buah segar kelapa sawit pada PT. Hutahaean Dalu-Dalu
Kabupaten Rokan Hulu Riau. Jurnal Penelitian Sungkai 1 (1): 15-21.
[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2006. Panen pada Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 51 hal.
[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 157 hal.
Santosa E., Sulistyo H. dan Dharmawan I. 2011. Peramalan produksi kelapa sawit
menggunakan peubah agroekologi di Kalimantan Selatan. Jurnal Agronomi
Indonesia 39 (3): 193-199
Sastrosayono S. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Tanggerang.
Septianita. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) dan Kontribusinya terhadap pendapatan keluarga di Desa
Makartitama Kec. Peninjauan Kab. Oku. Buletin Agronobis 1(2): 167-173.
Soepadiyo M. dan Haryono S. 2005. Managemen Agronomi Kelapa Sawit.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 276 hal.
Sukadi. 2014. Teknik Memanen Kelapa Sawit. Balai Besar Pelatihan Pertanian
Binuang. Kalimantan Selatan.
Sunarko. 2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem
Kemitraan. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 178 hal.
Syakir M., Allorerung D., Poeloengan Z., Syafaruddin dan Rumini W. 2010.
Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media. Bogor. 79 hal.
Trismiaty, Listyani dan Mubaraq T.Z. 2008. Manajemen tenaga kerja kelapa sawit
di PT Perkebunan III Kebun Aek Nabara Selatan Labuhan Batu Sumatera
Utara. Buletin Ilmiah Instiper 15(1): 15-23.
Tobing M.O.S.L. 1992. Pemanenan dan Pengangkutan Hasil Panen Kelapa Sawit.
Lembaga Perkebunan Kampus Medan. Medan
Widiastuti H. dan Panji T. 2007. Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sisa
jamur merang (Volvariella volvacea) (TKSJ) sebagai pupuk organik pada
pembibitan kelapa sawit. Jurnal Menara Perkebunan 75 (2):70-79.
Yohansyah, W. M. dan Lubis I. 2014. Analisis produktivitas kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di PT. Perdana Inti Sawit Perkasa I, Riau. Buletin
Agrohorti 2(1): 125-131.
41

LAMPIRAN
42
49

Lampiran 5. Peta lokasi Kebun Sei Batang Ulak


Lampiran 7. Data curah hujan tahun 2011-2015 Kebun SBU

Sumber: Kantor besar Kebun Sei Batang Ulak


Keterangan: HH = Hari hujan (hari) BL = Bulan lembab (bulan)
CH = Curah hujan (mm) BK = Bulan kering (bulan)
BB = Bulan basah (bulan)
51

Rata−rata bulan kering 1


Nilai Q = = = 0,11
Rata−rata bulan basah 9
50
51

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 26 September 1994 dari ayah


Kisnadi dan ibu Tri Mulyani. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SD Negeri 1 Janti, kemudian pada tahun 2010
penulis lulus dari SMP Negeri 1 Karanganom. Tahun 2012 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Karanganom dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura,
penulis aktif menjadi pengurus di Departemen Mibaorsen Himagron (Himpunan
Mahasiswa Agronomi), asisten praktikum Dasar-Dasar Agronomi, asisten
praktikum Perancangan Percobaan serta panitia FBBN (Festival Bunga dan Buah
Nusantara) pada tahun 2014 dan 2015. Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa
Daerah (OMDA) KMK IPB (Keluarga Mahasiswa Klaten IPB) dan menjadi
Ketua OMDA KMK pada tahun 2015-2016. Bulan Juli-Agustus 2015 penulis
melaksanakan KKNP (Kuliah Kerja Nyata Profesi) dan program UPSUS PAJALE
(Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai) di Cirebon, Jawa Barat. Bulan Maret-Juni
2016 penulis melaksanakan magang di Kebun Sei Batang Ulak, PT Ciliandra
Perkasa, First Resources Group, Riau.

Anda mungkin juga menyukai