Anda di halaman 1dari 38

DATA PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET (Hevea Brasiliensis)

KLON IRR SERI 200 DENGAN SISTEM SADAP GANDA

(Double Cut) DI BALAI PENELITIAN SUNGEI PUTIH

TUGAS AKHIR

IVAN ANANDA SIHOMBING


0801370
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERKEBUNAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN


AGROBISNIS PERKEBUNAN
MEDAN
2012
Judul Tugas Akhir : DATA PRODUKTIVITAS TANAMAN
KARET (Hevea Brasiliensis) KLON IRR
SERI 200 DENGAN SISTEM SADAP
GANDA (Double Cut) DIBALAI
PENELITIAN SUNGEI PUTIH
Nama : IVAN ANANDA SIHOMBING

NIM : 0801370

Program Studi : BUDIDAYA PERKEBUNAN

Menyetujui,

Dra. Sekar Woelan Guntoro, S.P


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ketua STIP-AP

( Ir. Mardiana Wahyuni, MP.) (Ir. Sukirso, MS.)


Tanggal lulus : 19 Juli 2012

RINGKASAN

Ivan Ananda sihombing. Data Produktivitas Tanaman Karet (Hevea


Brasiliensis) Klon IRR Seri 200 Dengan Sistem Sadap Ganda (Double Cut) Di
Balai Penelitian Sungei Putih dibimbing oleh Dra. Sekar Woelan sebagai
Pembimbing I dan Guntoro, SP sebagai Pembimbing II.

Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga Juli 2012 Di Balai Penelitian
Sungei Putih. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yaitu mengetahui
Data Produktivitas Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Klon IRR Seri 200
Dengan Sistem Sadap Ganda (Double Cut) Di Balai Penelitian Sungei Putih.
Salah satu langkah yang dapat mendorong peningkatan produksi karet
Indonesia adalah menggunakan sistem sadap ganda (double cut) dengan notasi 2 x
Sd/3.ET2.5%. Dari segi konsumsi kulit dan biaya produksi, sistem ini hampir
sama dengan sistem sadap konvensioanal (1/2 S d/3.ET2.5%), namun produksi
lateksnya dapat meningkat sangat nyata 50 90%.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendorong peningkatan produksi
karet, mulai dari jenis sistem sadap, jenis klon, hingga pada penggunaan bahan
dan alat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman karet klon IRR seri 200 hasil
produksi lateksnya lebih tinggi dibandingkan dengan klon-klon seri lainnya.
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ..................................................................... ..... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. .... ix
I. PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1


B. Perumusan Masalah............................................................. 4
C. Hipotesis ............................................................................. 11
D. Tujuan Penelitian ................................................................ 11
E. Kegunaan Penelitian............................................................ 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 12

A. Botani Karet ......................................................................... 12


B. Morfologi Karet ................................................................... 13
1. Akar ................................................................................ 13
2. Batang ............................................................................. 13
3. Daun ................................................................................ 13
4. Bunga .............................................................................. 13
5. Buah ................................................................................ 14
6. Putik ................................................................................ 14
C. Syarat Tumbuh ..................................................................... 14

III. METODOLOGI.................................................................... 16

A. Waktu Dan Tempat Penelitian .............................................. 16


B. Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 16
C. Pengamatan............................................................................. 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ 17

A. Karakter pertumbuhan .......................................................... 17


B. Potensi produksi Lateks dan Kayu ...................................... . 20
C. Ketahanan Penyakit .............................................................. 29
D. Karakter Fisiologis ................................................................ 29
E. Karakteristik Lateks dan Sifat Karet .................................... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................... .. 32

A. Kesimpulan............................................................................ 32
B. Saran...................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 33
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas didunia,

meskipun tanaman karet sendiri baru diintroduksi pada tahun 1864. Dalam kurun

waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kalinya, luas areal

perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari Total areal

perkebunan karet di Indonesia tersebut 84,5% diantaranya merupakan kebun milik

rakyat, 8,4% milik swasta, dan hanya 7,1% yang merupakan milik negara.

(Didit, 2008)

Dengan areal perkebunan karet terluas di dunia tersebut, Indonesia

bersama dua negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak

dekade 1920-an sampai sekarang merupakan pemasok karet utama dunia. Puncak

kejayaan karet Indonesia terjadi pada tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia

II. Ketika itu Indonesia merupakan pemasok karet alam terkemuka di pasar

internasioanal. Pada tahun 2002 kebutuhan dunia mencapai 27,7 juta ton, jauh

diatas estimasi 18,5 juta ton pada tahun sebelumnya.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Universitas Free, Belanda,

pada tahun 2020 mendatang kebutuhan karet dunia mencapai lebih dari 25 juta ton

dan 13,472 juta ton di antaranya karet alam. Padahal, kemampuan negara-negara

produsen karet alam untuk memenuhinya hanya sekitar 7,8 juta ton, sehingga

masih kekurangan 5.654 juta ton. Bagi Indonesia, meningkatnya kebutuhan dunia

terhadap karet alam memberikan harapan cerah karena peluang untuk mengisi
pasar internasional terbuka lebar. Apalagi produksi karet alam dua negara pesaing

berat Thailand dan Malaysia, menunjukkan tanda-tanda mengalami penurunan.

(Didit, 2008)

Sudah sejak lama dalam sejarah karet di Indonesia, aspek penyadapan

telah mengalami kemapanan. Produktivitas per siklus terkait dengan norma

penyadapan yang memerlukan kecermatan konsumsi kulit, kedalaman sadap dan

hasil kulit pulihan yang baik. Selanjutnya banyak introduksi dan adopsi klon-klon

baru diperkebunan karet, termasuk klon-klon yang berasal dari negara lain yang

memiliki karakter berbeda. Dalam situasi pasar karet dunia mengalami stagnasi

dan harga lebih ditentukan oleh konsumen, maka bagi negara produsen khususnya

Indonesia, agribisnis karet kurang menarik, terlebih setelah memasuki masa krisis

ekonomi. Pada situasi harga yang rendah terjadilah anomali, meskipun

mengadopsi klon-klon dengan potensi genetik tinggi ternyata produktivitas masih

rendah. Dengan eksploitasi berlebihan malah terjadi kerusakan panel yang luas,

sehingga terjadi konversi besar-besaran dari karet ke komoitas lain.

(Sumarmadji, 2006)

Pada situasi ini muncul di pasaran produk-produk stimulan lateks

berbentuk gas etilen untuk menggali produksi sesaat secara nyata. Data evaluasi

untuk rekomendasi teknologi tersebut belum cukup memadai sehingga lembaga

penelitian diharapkan dapat mengawal teknologi tersebut diaplikasi secara

optimal. Pada masa transisi ini perlu diantisipasi dengan meluruskan sistem sadap

yang benar namun lebih progresif, yang spesifik, diskriminatif, sehingga diperoleh
tingkat produksi yang tinggi dan dapat mendorong percepatan peremajaan yang

rasional.

Banyak perusahaan yang mencanangkan program peningkatan

produktivitas dalam jangka pendek dengan sistem sadap yang progresif, kemudian

dilanjutkan dengan pembenahan pertanaman dengan penjadualan peremajaan.

Dalam hal ini mutlak diadopsi klon-klon yang berproduksi tinggi disertai dengan

sistem eksploitasi yang optimal sejak awal. Persepsi tersebut diharapkan dapat

segera diwujudkan demi kemajuan industri karet di Indonesia.

(Sumarmadji, 2006)

Rendahnya produktivitas tanaman karet perlu diatasi dengan filosofi

penyadapan yang tepat. Selama ini, kesalahan-kesalahan aplikasi stimulan dan

sistem eksploitasi tanaman karet secara umum telah menimbulkan dampak

terhadap produksi yang semakin menurun dan singkatnya umur ekonomi tanaman.

Sistem eksploitasi telah sangat intensif tanpa mempertimbangkan kejenuhan

fisiologi pembentukan lateks. Panjang irisan sadap, frekuensi sadap dan aplikasi

stimulan yang berlaku umum telah menjadikan kebanyakan kebun karet dalam

jangka yang panjang menurun produktivitasnya, sekaligus singkat umur

ekonomisnya. Dengan demikian pengusahaan tanaman karet menjadi tidak

menguntungkan.

B. Perumusan Masalah

Karena produktivitas tanaman yang rendah, maka dianjurkan

menggunakan sistem sadap ganda (double cut) dengan notasi 2 x


Sd/3.ET2.5%. Dari segi konsumsi kulit dan biaya produksi, sistem ini hampir

sama dengan sistem sadap konvensioanal (1/2 S d/3.ET2.5%), namun produksi

lateksnya dapat meningkat sangat nyata 50 90%. Sistem sadap ganda juga dapat

mengantisipasi dan mengurangi kejadian KAS. Sistem sadap ganda lebih disukai

para pekebun, namun masih kurang praktis bila penyadapan menggunakan dua

pisau berbeda. Oleh karena itu kini telah didisain sebuah pisau sadap yang diberi

nama Twocut-SP untuk sistem sadap ganda. Dengan sistem ini di produksi lateks

(g/p/s) dapat meningkat nyata 50-90%. Adapun dalam satuan kg/ha/th

peningkatan produksi mencapai 20-133% (Tabel 1 & 2).

Gambar 1. Sadap S

Tabel 1. Pengaruh sistem sadap ganda terhadap produktivitas tanaman karet


(kg/ha/th) di beberapa lokasi dan klon
Klon (Luas) S 2 x S Peningkatan (%)
d/3.ET2.5% d/3.ET2.5%
GT 1 (225 ha) 1.434 1.987 39
GT 1, RRIM 600 (161 1.248 1.439 20
ha)
GT 1, PR 300 (61 ha) 1.187 1.589 30
GT 1 (116 ha) 720 1.675 133
Sumber : Prosiding Lokakarya, 2005
Tabel 2. Pengaruh sistem sadap ganda terhadap produktivitas penyadap dan
tanaman karet (g/p/s) beberapa kebun dan tahun tanam

Lokasi Sistem Tahun Kg/penyadap g/p/s


Kebun Sadap Tanam (%) (%)
A Ganda 1990 44 (183) 83 (193)
Konvensional 1990 24 (100) 43 (100)
B Ganda 1991 46 (153) 75 (167)
Konvensional 1991 30 (100) 45 (100)
C Ganda 1989 29 (121) 57 (150)
Konvensional 1989 24 (100) 38 (100)
Sumber : Prosiding Lokakarya, 2005
Catatan : Sadap ganda = 2 x Sd/3.ET2.5%
Konvensional = S d/3.ET2.5%

C. Hipotesis

Penyadapan dengan sistem double cutting tidak berpengaruh terhadap

produktivitas

Penyadapan dengan sistem double cutting berpengaruh terhadap produktivitas.

D. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui produksivitas lateks yang dihasilkan tanaman karet

(Hevea Brasiliensis) pada klon IRR seri 200 dengan menggunakan sistem sadap

ganda (double cut).

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

pembangunan produktivitas tanaman karet.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Karet

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya

Brasil. Karenanya, nama ilmiah Hevea brasiliensis. Sebelum dipopulerkan

sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli

di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa

jenis tanaman penghasil getah. Di Argentina, masyarakat setempat memanfaatkan

pohon guayale (Parthenium argentatum), di Afrika orang-orang menggunakan

Funtumia elastica, dan bangsa India menyadap Ficus elastica. Ketiga jenis

tanaman tersebut menghasilkan sejenis lateks yang difungsikan sebagai karet.

Meskipun demikian, setelah karet Hevea brasiliensis dikembangkan secara besar-

besaran, ketiga jenis tanaman penghasil getah tersebut menjadi tersingkir,

sehingga akhirnya setiap pembahasan tentang karet yang dimaksud adalah Hevea

brasiliensis. Dalam kerajaan tanaman atau klasifikasi, kedudukan tanaman karet

sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiacae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
B. Morfologi Karet

1. Akar

Sebagai tanaman berbiji belah, akar pohon tanaman karet berupa akar

tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi keatas.

Dengan akar seperti itu pohon karet bisa berdiri kokoh, meskipun tingginya bisa

mencapai 25 meter.

2. Batang

Tanaman karet berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter

dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke

atas dengan percabangan di bagian atas. Di batang inilah terkandung getah yang

lebih terkenal dengan nama lateks.

3. Daun

Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 320 cm dan tangkai

anak daun sepanjang 310 cm dengan kelenjar diujungnya. Setiap daun karet

biasanya terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan

ujung runcing. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah

menjelang rontok. Seperti kebanyakan tanaman tropis, daun-daun karet akan

rontok pada puncak musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanaman.

4. Bunga

Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan

betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal

tenda bunga berbentuk lonceng dan diujungnya terdapat lima tajuk yang sempit.
Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan

dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga.

5. Buah

Buah karet dengan diameter 35 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga

karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 36 ruang. Setiap

ruangan berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan

sendirinya menurut ruang-ruangnya dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi

individu baru jika jatuh ketempat yang tepat.

6. Putik

Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk

berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan

gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbagi menjadi dua ruangan, yang satu

letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya. (Didit, 2008)

C. Syarat Tumbuh

Sebagai tanaman yang berasal dari wilayah Amerika tropis, karet bisa

tumbuh si Indonesia yang juga beriklim tropis. Meskipun demikian agar

berproduksi secara maksimal karet membutuhkan kondisi-kondisi tertentu yang

merupakan syarat hidupnya.

Jika kondisi-kondisi tertentu tersebut tidak terpenuhi, tanaman karet bisa

saja tetap tumbuh, tetapi pertumbuhannya lambat. Tanaman bisa menjadi kerdil

dan kurus dengan percabangan banyak. Lebih buruk lagi, produksi lateksnya
rendah sehingga secara ekonomis tidak menguntungkan. Meskipun dilakukan

perawatan secara insentif, tetap saja produktivitasnya rendah.

Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran

dengan ketinggian 0400 meter dari permukaan laut (dpl). Di ketinggian

tersebut, suhu harian 25300C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang

suhu rata-rata kurang dari 200C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet.

Suhu yang lebih dari 300C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan

baik.

Meskipun membutuhkan tempat yang hangat, karet juga memerlukan

kelembapan yang cukup. Karenanya, wilayah dengan curah hujan yang tinggi

(2.0002.500 mm/tahun) sangat disukai tanaman ini. Lebih bagus lagi jika curah

hujan tersebut merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet juga

membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 57 jam/hari.

Agar produktivitas tinggi, karet sangat bagus jika dibudidayakan di tanah

yang subur. Namun, sebenarnya dibandingkan dengan tanaman-tanaman

perkebunan lain, seperti kopi, tembakau, teh, coklat, dan lada, karet relatif toleran

terhadap tanah-tanah marginal yang kurang subur. Dengan penambahan pupuk,

tanaman karet yang dibudidayakan di tanah-tanah kurang subur masih bisa

diproduksi.

Bukti menunjukkan, di Malaysia dan Indonesia yang sebagian besar

wilayahnya berupa tanah podsolik merah kuning yang kurang subur, karet bisa

ditanam dengan produktivitas yang memuaskan. Tanah lotosol dan aluvial juga

cukup sesuai untuk penanaman karet.


Penyadapan tanaman karet dengan irisan ganda pernah dilaporkan oleh

beberapa peneliti sebelumnya. Dinyatakan bahwa sadap iris ganda dengan jarak

antara irisan 60 cm memberikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

irisan tunggal dengan intensitas sadap yang sama. Akan tetapi, kenaikan produksi

tersebut belum memuaskan. Pada kondisi tanaman yang berbeda dengan

pertumbuhan yang kurang baik, sadap iris ganda hanya mampu meningkatkan

produksi selama dua tahun, setelah itu produksinya menurun.

Secara teoritis dapat disebutkan bahwa sistem sadap iris ganda mampu

memberikan hasil yang tinggi karena produksi lateks yang diperoleh berasal dari

daerah aliran lateks yang lebih luas. Dipersiapkan daerah aliran lateks berkisar

antara 80 cm 120 cm di bawah alur sadap untuk sistem sadap kearah bawah

(down-ward tapping). Dengan demikian, apabila jarak antar irisan pada sadap iris

ganda lebih dari 120 cm, diperkirakan tidak terjadi tumpang tindih daerah aliran

lateks, sehingga peningkatan produksi akan tinggi.

Kelemahan dari sistem sadap iris ganda ini adalah jumlah tanaman yang

dapat disadap untuk setiap penyadap lebih sedikit dibandingkan dengan sitem

konvensional, karena waktu yang diperlakukan lebih banyak untuk menyadap

panel atas. Oleh karena itu biaya penyadapan untuk setiap pohon akan meningkat.

Walaupun demikian, penilaian yang tepat harus berdasarkan pada biaya

penyadapan untuk setiap kilogram karet kering yang dihasilkan.

Dalam tulisan ini dilaporkan hasil percobaan sistem sadap iris ganda

selama dua tahun, baik yang berhubungan dengan produksi maupun pertumbuhan

tanaman.
Pada perusahaan perkebunan karet lebih suka mengadopsi klon Quick

Starter dengan pertimbangan puncak produksi dapat dicapai lebih cepat dan

produktivitas per tahun tinggi. Terbukti, areal tanaman belum menghasilkan

(TBM) di beberapa perkebunan didominasi oleh klon Quick Starter, sedangkan di

beberapa perkebunan lainnya introduksi mengingat didalam bisnis karet selalu

dituntut mendapatkan produktivitas yang tinggi walaupun dengan kondisi harga

pasar yang fluktuatif. Meskipun demikian, adopsi jenis klon ini belum disertai

dengan paket teknologi eksploitasi yang spesifik. Untuk itu, sistem eksploitasi

memegang peranan penting karena berkenaan dengan tata cara pengambilan

produksi yang ada pada tanaman. Tentunya sistem eksploitasi yang baik selain

dapat meningkatkan potensi tanaman juga dapat menjaga kondisi fisiologis

tanaman sehingga produktivitas yang tinggi dapat terjaga.

Perkembangan yang sekarang telah banyak diterapkan sistem eksploitasi

yang mengacu pada tipologi klonal, namun di lapangan beberapa kendala dalam

penyadapan klon Quick Starter sering dijumpai antara lain kering alur sadap

(KAS) pada panel bawah (B0) sehingga panel B0 sering tidak tuntas disadap dan

konsumsi kulit yang tinggi menyebabkan umur ekonomis tanaman lebih pendek.

Selain itu klon ini umumnya memiliki morfologi batang yang tidak terlalu tegap

dan percabangan cemara yang menjulang sehingga sangat rentan tumbang/patah

akibat serangan angin. Sehingga di lokasi kebun yang berada pada jalur lintasan

angin akan sulit untuk menjaga populasinya.

Hambatan ini mestinya segera dipecahkan mengingat luasan areal klon

Quick Starter terus meningkat. Klon ini lebih responsive terhadap irisan pendek
kearah atas dengan intensitas pemberian stimulan yang relative rendah. Penelitian

irisan kearah atas sebenarnya telah lama dilakukan dan hasilnya menunjukkan

peningkatan produktivitas yang cukup signifikan dan dapat menekan terjadinya

KAS serta tidak berpengaruh negative terhadap pertumbuhan tanaman. Namun

sistem sadap satu irisan (single cut) kearah atas sampai saat ini kurang populer.

(Iswayudi, 2011)

Sistem sadap yang berbeda antar klon didasari oleh perbedaan tingkat

metabolisme pada masing-masing klon unggul yang ada saat ini. Sistem sadap ini

diawali dari penelitian mengenai metabolisme pembentukan lateks pada tanaman

karet serta penelitian mengenai sistem sadap ganda (double cut). Pada sistem

sadap ini klon-klon karet dibedakan berdasarkan tingkat metabolisme lateks yakni

klon-klon metabolisme tinggi, sedang, dan rendah. Klon-klon metabolisme tinggi

umumnya tergolong klon Quick Starter, sedangkan klon metabolisme rendah

umumnya tergolong klon Slow Starter. Klon-klon metabolisme sedang dapat

tergolong klon Quick Starter atau klon Slow Starter.

Berikut kami tampilkan jenis klon berdasarkan metabolisme lateks

Metabolisme tinggi:

RRIM 712, RRIM 623PB 340, PB280, PB 260, PB235, IRR 1-8, IRR10, IRR 39,

IRR 103-107,IRR 109-112, IRR 117-120.

Metabolisme sedang:

PR 255, PR 261, PR 300,GT 1, BPM 1, BPM 24, PB 330, RRIC 100, RRIC 110,

RRIM 717, IRR 9.


Metabolisme rendah:

TM 2, TM 6, TM 8, TM 9, AVROS 2037, BPM 107, BPM 109, PB 217,

RRIC102, PR 303., LCB 479, LCB 1320, PR 228, PR 302, RRIC 101, RRIM 600,

RRIM 703, PPN 2005, 2444, TM 5, TM 14.

Klon Quick Starter ini memiliki beberapa sifat khusus yaitu produksi awal

tinggi, tidak/kurang responsive terhadap pemberian stimulan, rentan terhadap

serangan KAS, kulit pulihan kurang/tidak potensial (tipis atau benjol-benjol), dan

dari morfologi tanaman umumnya lilit batang kecil sampai sedang.

(Iswayudi, 2011)

Sistem sadap untuk klon Quick Starter

Sistem sadap untuk klon-klon Quick Starter memiliki ciri penerapan sadap irisan

pendek (1/4 Sd/3) pada panel H0-1 setelah penyadapan pada panel B0-1 dan

pada H0-2 setelah penyadapan panel B0-2. Sistem sadap untuk klon-klon Slow

Starter memiliki ciri spesifik yaitu penerapan sadap ganda (double cut) 2 x S

d/3 pada panel H0-1 dan BI-1 serta H0-2 dan BI-2 setelah penyadapan pada panel

B0-1 dan B0-2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sadap irisan ganda 2 x

d/3 dapat meningkatkan produksi tanaman 20-40% pada klon-klon slow

starter.

Seperti kita ketahui bahwa titik puncak produksi yang dapat dicapai oleh

tanaman karet dipengaruhi oleh jenis klonnya. Untuk klon Slow Starter dapat

mencapai rata-rata produktivitas 2.200 - 2.300 kg/ha/tahun pada kondisi puncak

sedangkan klon Quick Starter dapat mencapai 2.700 2.800 kg/ha/tahun, pada
beberapa kondisi agro ekosistem capaian tersebut dapat mencapai angka yang

telah disebutkan di atas. Waktu pencapaian titik puncak juga berbeda antara klon-

klon Slow Starter dan klon-klon Quick Starter. Klon-klon Slow Starter umunya

mencapai kondisi puncak produktivitasnya pada umur 12 14 tahun setelah buka

sadap, untuk klon Quick Starter umumnya mencapai titik puncak pada umur 7 9

tahun.

Perbedaan lainnya adalah pada sistem sadap untuk klon-kon Quick Starter

tidak menggunakan kulit pulihan, karena umumnya tidak potensial (tipis, benjol-

benjol atau banyak terserang KAS). Selain itu penggunaan stimulan pada panel

B0-1 dibatasi maksimal empat kali per tahun. Ciri spesifik pada penyadapan klon

Quick Starter pada sistem sadap baru adalah penyadapan intensitas rendah ( S

d/3). Pada tahun pertama sampai tahun ke lima penyadapan dilakukan pada panel

B0-1 dengan sistem sadap S d/3.ET 2,5%. Setelah tahun kelima, bila

penyadapan dilakukan di B0-2, maka banyak ditemukan KAS. Oleh sebab itu,

maka penyadapan dilakukan pada panel H0-1 selama empat tahun dengan sistem

sadap S d/3.ET2,5% yang dimaksudkan untuk memberikan waktu recovery

bagi panel B0-2. Setelah penyadapan selama empat tahun pada panel H0-1, maka

selanjutnya penyadapan dilakukan pada panel B0-2 dengan sistem sadap S

d/3.ET2,5% selama lima tahun. Penyadapan selanjutnya dilakukan pada panel

H0-2 selama empat tahun.

(Iswayudi, 2011)
III. METODOLOGI

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juli 2012 di Balai

Penelitian Perkebunan Sungei Putih.

B. Pelaksnaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

a) Menentukan lokasi penelitian di Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih.

b) Mengumpulkan data produktivitas tanaman karet (Hevea brasiliensis) pada

klon IRR seri 200 dengan sistem sadap ganda (double cut).

C. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini :

1. Kebijakan kebun / Balai Penelitian melakukan penelitian

2. Standard produksi

3. Perbandingan produksi yang dihasilkan tanaman

4. Data produktivitas pada Klon IRR seri 200.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakter pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman adalah salah satu faktor utama yang menjadi

pertimbangan dalam seleksi klon unggul baru. Klon IRR seri 200 merupakan

klon hasil persilangan tahun 1990 yang sebagian besar merupakan turunan dari

induk betina klon PB 260, oleh karena itu pertumbuhannya sedang dan

penampilannya seperti klon PB 260 (self prunning dan terdapat benjolan bekas

cabang). Perkembangan lilit batang klon IRR seri 200 pada pengujian plot

promosi di Kebun Percobaan Sungei Putih diamati secara kontinyu sehingga

memiliki peluang sebagai salah satu populasi calon klon unggul baru.

Perkembangan lilit batang klon IRR seri 200 pada tahun ke-9 sampai ke-16

disajikan pada tabel 3.

Gambar 2. Kulit Pulihan


Tabel 3. Lilit batang klon IRR seri 200 di plot promosi Kebun Percobaan Sungei
Putih pada tahun ke-4 sampai ke-11 setelah tanam.

Umur
tanaman Rata-rata
(tahun) pertam-
bahan
lilit
No. Klon 4 5 6 7 8 9 10 11 batang
Lilit batang (cm) (cm/thn)
1 IRR 200 62,4 64,9 66,1 66,2 71,5 76,4 77,3 79,5 2,4
2 IRR 201 53,7 54,5 55,3 55,9 57,5 61 63,1 64,4 1,53
3 IRR 202 66,5 70,2 74,2 74,7 82,9 86,3 90,8 91,7 3,6
4 IRR 203 56 57,4 58,7 59,7 62,6 63 65,7 65,7 1,39
5 IRR 204 55,2 56,3 57,1 58,7 61,3 64,1 67,5 68,3 1,87
6 IRR 205 57,1 58,4 59,2 59,7 61,5 70,1 71,2 71,9 2,11
7 IRR 206 54,4 55,7 56,5 58,7 59,6 60,6 67,1 68,6 2,03
8 IRR 207 63,2 64,7 65,6 65,9 69,8 73,5 78 78,6 2,2
9 IRR 208 56,2 57,4 59,1 59,4 61,2 65,6 66 66,3 1,44
10 IRR 209 53,3 54,7 55,3 55,9 60,3 61,8 66,1 69,6 2,33
11 IRR 210 70,2 71,4 74,8 75,7 71,1 78,1 85,8 89,4 2,74
12 IRR 211 58,6 60,2 61,3 62,1 63,1 71,3 72,9 73,3 2,1
13 IRR 212 58,5 59 61,5 62 64 67,9 73,1 74,6 2,3
14 IRR 213 50,5 51,4 53,1 54,1 61,7 62,9 64,7 65,2 2,1
15 IRR 214 55,55 56,1 57,3 58,3 60,7 64,2 68,8 69,7 2,03
16 IRR 215 59,6 61,1 63,7 64,4 67,9 72 78,8 81,5 3,13
17 IRR 216 52,9 54,3 55,1 55,6 57,8 62,9 65,4 65,8 1,84
18 IRR 217 52,7 53,6 54,1 54,4 56,1 58,2 60 62,2 1,36
19 IRR 218 69,9 73 73,9 74,1 74,9 83,5 85,1 855,3 2,2
20 IRR 219 23,3 62,8 63,4 64 65,4 70,1 74,7 77,4 2,16
21 IRR 220 61,5 63,4 64 65,1 68,8 71,8 73,4 75,6 2,01
Klon pembanding
22 BPM 24 49,1 50,2 51,2 52,1 52,2 56,1 56,2 59,3 1,46
23 PB 217 57,3 58,4 59,9 60,2 62,2 64,4 67,1 69,1 1,69
24 PB 260 54 54,8 56,6 56,9 58,2 60,4 63,3 69,1 2,16
Rata-rata pertambahan lilit batang
4
3
2
1
0
IRR 200
IRR 201
IRR 202
IRR 203
IRR 204
IRR 205
IRR 206
IRR 207
IRR 208
IRR 209
IRR 210
IRR 211
IRR 212
IRR 213
IRR 214
IRR 215
IRR 216
IRR 217
IRR 218
IRR 219
IRR 220
BPM 24
PB 217
PB 260
Klon

Gambar 3. Lilit batang klon IRR seri 200 di plot promosi Kebun Percobaan
Sungei Putih pada tahun ke-4 sampai ke-11 setelah tanam.

Secara umum pertumbuhan klon-klon IRR seri 200 lebih jagur dibanding

dengan ketiga klon pembanding (BPM 24, PB 217, dan PB 260). Kejaguran pada

saat tanaman menghasilkan (TM-13) mengindikasikan bahwa, klon tersebut

mempunyai laju perkembangan lilit batang saat sadap yang cukup baik seperti

halnya klon RRIM 600. Sedangkan pertumbuhan klon IRR seri 200 lainnya

dikelompokkan pada pertumbuhan sedang. Berdasarkan hasil evaluasi

pertumbuhan tanaman, potensi kayu yang dihasilkan pada umur 13, 15,20, dan 25

tahun dapat di estimasi. Klon IRR seri 200 mempunyai pertumbuhan jagur dan

berpeluang untuk menghasilkan kayu lebih tinggi dibandingkan klon pembanding

BPM 24, PB 217, dan PB 260. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

klon IRR seri 200 yaitu meninggi, self pruning dan tajuk berbentuk cemara

dengan percabangan yang kecil-kecil. Potensi kayu yang dihasilkan oleh klon IRR

seri 200 sangat penting diketahui karena paradigma baru karet disamping

penghasil lateks, kayu ini juga dapat dimanfaatkan untuk furniture. Hasil analisis

kimia dan fisika menunjukkan bahwa kayu karet termasuk kayu kelas dua. Rata-
rata lilit batang klon IRR seri 200 setelah tanam adalah 73,6 cm, sedangkan klon

pembanding sebesar 65,83 cm. Lilit batang terendah pada klon IRR 217 (62,2

cm) sedangkan tertinggi pada klon IRR 202 (917 cm). Dari hasil pengamatan

terhadap perkembangan lilit batang klon-klon IRR seri 200 (79,5 cm), IRR 202

(91,7 cm), IRR 207 (78,6 cm), 210 (89,4 cm), IRR 212 (81,5 cm), IRR 219 (77,4

cm), dan IRR 220 (75,6 cm).

Laju pertumbuhan lilit batang klon-klon IRR seri 200 diplot promosi

cukup bervariasi (CV= 25,34%) dengan rata-rata 2,14 cm/th. Laju pertumbuhan

tersebut lebih tinggi dibanding klon-klon pembanding (1,77 cm/th). Klon-klon

IRR seri 200 yang memiliki laju pertumbuhan di atas rata-rata adalah IRR 200

(2,44 cm//th), IRR 202 (3,60 cm/th), IRR 207 (2,20 cm/th), dan IRR 209 (2,33

cm/th), IRR 210 (2,74 cm/th), IRR 215 (3,13 cm/th), IRR 218 (2,20 cm/th), IRR

219 (2,16 cm/th). Pertumbuhan tanaman yang jagur dengan pertambahan lilit

batang baik sangat diperlukan sehingga klon tersebut diharapkan mencapai

kriteria matang sadap yang lebih singkat ( 3,5 tahun).

B. Potensi produksi Lateks dan Kayu

Potensi produksi tanaman merupakan faktor penting dalam seleksi klon

unggul selain karakter petumbuhan. Klon-klon unggul baru diharapkan memiliki

potensi produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan klon-klon yang sudah

ada. Untuk mengoptimalkan potensi produksi tanaman diperlukan sistem sadap

yang sangat tepat sehingga produksi yang diperoleh tinggi dan berkelanjutan.
Sumarmadji (2000) menyatakan bahwa eksploitasi tanaman karet dewasa ini

diarahkan melaui sistem eksploitasi yang spesifik-diskriminatif antara lain

terhadap jenis klon, variasi musim dan umur tanaman.

Pada populasi klon IRR seri 200 ini dilakukan pengujian dengan

menggunakan sistem sadap S/2 d2 dan S/2 d3.ET2.5% Gal 180y (2w) (Apr-Dec)

dan S/2 d3+S/4U d3.ET2.5% Bal(1.5) 18/y(2w) (Apr-Dec) pada tahun sadap ke-4

sampai ke-8. Potensi produksi dari klon IRR seri 200 dilihat dari kemampuannya

menghasilkan lateks pada sistem sadap S/2 d2, sistem sadap ini dianggap sebagai

acuan dasar pemanenan lateks yang memiliki intensitas penyadap 100%. Rata-

rata potensi produksi masing-masing klon dengan sistem sadap S/2 d2 disajikan

pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata potensi produksi klon-klon IRR

seri 200 dengan menggunakan sistem sadap S/2 d2 selama lima tahun pengamatan

adalah 47,3 g/p/s dengan nilai koefisien keragaman yang cukup tinggi

(CV=16,6%). Rataan tersebut lebih tinggi bila dibandingkan produksi klon

pembandingkan BPM 24 (46,7 g/p/s) namun dibanding PB 217 (53,4 g/p/s) dan

PB 260 (54,5 g/p/s). Dari 21 klon IRR seri 200 yang diuji, terdapat empat klon

yang memiliki potensi produksi lebih tinggi dibandingkan dengan tiga klon

pembanding pada perlakuan sistem sadap S/2 d2 yaitu IRR 202 (65,9 g/p/s), IRR

208 (58,2 g/p/s), IRR 210 (62,2 g/p/s) dan IRR 220 (61,1 g/p/s) atau sekitar 6,8

20,9%. Bedasarkan hasil pengamatan tersebut dapat diduga bahwa keempat klon

cukup responsif terhadap interval sadap tinggi (d2) dan sangat potensial sebagai

calon klon-klon unggul baru.


Tabel 4. Potensi produksi masing-masing klon dengan sistem sadap S/2 d2

No. Tahun sadap ke- Persentase


Klon n (%)
Produksi
4 5 6 7 8 Rataan terhadap
Produksi per pohon (g/p/s) PB 260
1 IRR 200 26,3 33 42,1 48,8 58,8 41,8 76,7
2 IRR 201 31,2 41,3 47,9 51 59,5 46,2 85,8
3 IRR 202 32 40,7 69,5 86,9 100,3 65,9 120,9
4 IRR 203 28,3 31,5 39,1 50,4 61,3 42,1 77,2
5 IRR 204 31,7 34,3 52,3 53,8 58,5 46,1 84,6
6 IRR 205 31,4 29,4 44,6 58,7 55,5 43,9 80,6
7 IRR 206 31,8 36,3 45 41 39,9 38,8 71,2
8 IRR 207 34,7 47 44,5 53,9 59,7 48 88,1
9 IRR 208 38,2 43,88 50,9 77,8 80,5 58,2 106,8
10 IRR 209 28,8 26,6 36,3 44,4 41,1 34,5 63,3
11 IRR 210 37 53,8 61,5 63,9 85,7 62,2 114,1
12 IRR 211 36,8 43,3 54,8 58,4 70 51 93,8
13 IRR 212 30,8 37 46,5 64,3 58,8 45,3 83,1
14 IRR 213 32,3 37,9 47,4 46,7 44,4 41,7 76,5
15 IRR 214 19,5 34,3 45,8 64,1 63,9 45,5 83,5
16 IRR 215 31 39,5 48,3 45,4 58,4 44,5 81,7
17 IRR 216 31,55 41 48,9 47,8 64,3 46,7 85,7
18 IRR 217 31,8 36,8 49,8 50,7 47,4 43,3 79,4
19 IRR 218 34 31,7 43,6 49 58,3 43,3 79,4
20 IRR 219 32,1 42,3 47,7 42,8 53,1 43,6 80
21 IRR 220 43 43 60,6 64,4 86,3 61,1 112,1
Klon pembanding
22 BPM 24 37,4 37,4 52,1 56,1 55,4 46,7 85,7
23 PB 217 34,2 34,2 53,3 48,7 89,1 53,4 98
24 PB 260 36,2 36,9 68,3 57,5 67,4 54,5 100
Catatan: Produksi per tahun dihitung dengan asumsi populasi 400 pohon/ha dan hari sadap efektif
110 hr/th
Persentase (%) Produksi terhadap PB 260
150
100
50
0
IRR 200
IRR 201
IRR 202
IRR 203
IRR 204
IRR 205
IRR 206
IRR 207
IRR 208
IRR 209
IRR 210
IRR 211
IRR 212
IRR 213
IRR 214
IRR 215
IRR 216
IRR 217
IRR 218
IRR 219
IRR 220
BPM 24
PB 217
PB 260
Klon

Gambar 4. Potensi produksi masing-masing klon dengan sistem sadap S/2 d2

Pada periode yang sama dilakukan pengujian dengan sistem sadap S/2

d3.ET2.5%Gal 18/y2(w) (Apr-Dec) untuk melihat pengaruh penggunaan

stimulansi dan penurunan interval penyadapan terhadap produktivitas tanaman.

Hasil pengamatan terhadap produksi masing-masing individu klon IRR seri 200

dengan sistem sadap S/2 d3.ET2.5%Gal 18/y2(w) (Apr-Dec) disajikan pada

Tabel.
Tabel 5. Potensi produksi masing-masing klon dengan sistem sadap S/2
d3.ET2.5%Gal 18/y2(w) (Apr-Dec)
Persentase
Tahun sadap ke-n (%)
Produksi
No. Klon 4 5 6 7 8 Rataan terhadap
Produksi per pohon (g/p/s) PB 260
1 IRR 200 33,8 38,1 49 54,7 67,5 48,6 89,2
2 IRR 201 38,9 39,2 51,2 49,3 56,8 47,1 84,1
3 IRR 202 53,5 57,3 90,7 82,7 131,7 83,2 148,6
4 IRR 203 29,3 27,92 47,6 67,5 67,1 47,9 85,5
5 IRR 204 40,2 34,8 50,3 71,2 93,2 57,9 103,4
6 IRR 205 37,7 29,8 59,1 60 66,7 50,7 90,5
7 IRR 206 34,9 33,7 55,5 50,2 59,7 46,8 83,6
8 IRR 207 38,8 46,9 61,9 78,9 84,8 62,3 111,3
9 IRR 208 43 47,3 55,6 64,9 83,8 58,9 105,2
10 IRR 209 30,6 29,9 42,5 49,8 56,5 41,9 74,8
11 IRR 210 38,8 58,7 62,9 74,9 94,9 66 117,9
12 IRR 211 43,94 38,6 59 61,9 84,2 57,5 102,7
13 IRR 212 36 44,6 46,8 54,8 63,9 49,3 88
14 IRR 213 36,5 36,7 56,2 70,6 76,4 55,3 95,2
15 IRR 214 41,3 37,9 54,1 87,3 102,2 64,6 115,4
16 IRR 215 34,9 39 51,5 65,6 78,6 53,9 96,3
17 IRR 216 30,5 29 53,2 59,7 64,5 47,4 84,6
18 IRR 217 39 34,1 52,3 60,8 73,1 51,9 92,7
19 IRR 218 30,8 24,2 38,5 47,9 53,8 39 69,6
20 IRR 219 33,9 37,8 51,5 55,7 59,2 47,6 85
21 IRR 220 44,1 42,7 55,5 64,4 104,1 62,2 111,7
Klon pembanding
22 BPM 24 42 35,6 60,7 47,5 58,8 48,9 87,3
23 PB 217 34,4 44,5 52,6 89,3 104,5 65,1 116,3
24 PB 260 36,4 36,5 53,1 67,7 86,3 56 100
Persentase (%) Produksi terhadap PB
260
160
140
120
100
80
60
40
20
0
IRR 200
IRR 201
IRR 202
IRR 203
IRR 204
IRR 205
IRR 206
IRR 207
IRR 208
IRR 209
IRR 210
IRR 211
IRR 212
IRR 213
IRR 214
IRR 215
IRR 216
IRR 217
IRR 218
IRR 219
IRR 220
BPM 24
PB 217
PB 260
Gambar 5. Potensi produksi masing-masing klon dengan sistem sadap S/2
d3.ET2.5%Gal 18/y2(w) (Apr-Dec)

Dari Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata potensi produksi klon-klon IRR seri

200 sebesar 54,3 g/p/s dan juga memiliki keragaman yang cukup tinggi (CV=

18,2%). Rataan tersebut lebih tinggi dibandingkan produksi klon pembanding

BPM 24 (48,9 g/p/s) namun lebih rendah dibanding PB 217 (65,1 g/p/s) dan PB

260 ( 56,0 g/p/s). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian stimulansia

etephon 2,5% pada interval sadap menjadi d3 secara umum terjadi peningkatan

produksi per pohon sebesar 15,1% bila dibandingkan dengan penyadapan d2

tanpa stimulan. Pada sistem sadap ini terdapat dua klon IRR seri 200 yang

menunjukkan potensi produksi diatas klon-klon pembanding yaitu IRR 202 (83,2

g/p/s) dan IRR 210 (66,0 g/p/s).

Disamping itu, terdapat enam klon yang memiliki potensi cukup potensial,

klon-klon tersebut memilki potensi produksi lebih tinggi dibanding klon

pembanding PB 260 namun masih lebih rendah dibanding klon pembanding PB


217 antara lain IRR 202 (83,2 g/p/s), IRR 204 (57,9 g/p/s), IRR 207 (62,3 g/p/s),

IRR 208 (58,9 g/p/s), IRR 214 (64,6 g/p/s) dan IRR 220 (62,2 g/p/s) atau sekitar

105,2 148,6 %. Klon PB 217 termasuk klon yang sangat responsif terhadap

pemberian stimulan sehingga mempengaruhi peningkatan produksi per pohon

sebesar 21,8% dibanding tanpa aplikasi. Klon-klon IRR seri 200 yang memiliki

respon baik terhadap stimulan antara lain IRR 202 (26,3%), IRR 204 (25,6%),

IRR 207 (29,8%), IRR 213 (32,4%) dan IRR 214 (41,8%). Potensi produksi yang

tinggi pada klon IRR 210 dan IRR 220 diduga disebabkan metabolisme lateks

yang sudah tinggi, terbukti dengan penyadapan S/2 d2 (tanpa stimulansia) telah

menunjukkan potensi yang tinggi seperti ditemukan sebelumnya sehingga

pemberian stimulan tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan produksi

(masing-masing hanya 6,2% dan 1,7%).

Sistem sadap yang diujicobakan selanjutnya adalah sistem sadap

ganda/double cut (DC) S/2 d3+S/4U d3.ET2.5%Bal(1.5) 18/y(2w) (Aprl-Dec).

Penggunaan sistem sadap DC bertujuan untuk mengetahui respon tanaman

terhadap faktor panjang irisan dan potensi kulit pulihan masing-masing klon IRR

seri 200. Hasil pengamatan selama 3 Tahun (tahun sadap ke-9 sampai ke-11)

penggunaan sistem sadap DC disajikan pada tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui

bahwa dengan penyadapan DC (double cut) terdapat delapan klon yang memiliki

potensi produksi lebih tinggi dibandingkan dengan klon pembanding yaitu klon

IRR 202 (68,3 g/p/s), IRR 205 (51,0 g/p/s), IRR 207 (62,1 g/p/s), IRR 208 (43,9

g/p/s), IRR 210 (70,3 g/p/s), IRR 213 (69,8 g/p/s), IRR 214 (55,6 g/p/s), dan IRR
220 (45,8 g/p/s), adapun klon pembanding BPM 24, PB 217 dan PB 260 masing-

masing memiliki potensi produksi 34,6 g/p/s, 43,0 g/p/s dan 35,6 g/p/s.

Tabel 6. Potensi produksi klon IRR seri 200 menggunakan sistem sadap S/2
d3+S/4U d3.ET2.5%Bal(1.5) 18/y(2w) (Aprl-Dec)
Tahun sadap ke-n Persentase (%)
No. Klon 9 10 11 Rataan Produksi terhadap
........ Produksi per pohon ........ PB 260
1 IRR 200 30,2 19,8 23,3 24,4 68,5
2 IRR 201 29,4 21,6 16,9 22,6 63,5
3 IRR 202 53,4 88,4 62,9 68,3 191,9
4 IRR 203 49,5 27,5 27,6 34,8 97,8
5 IRR 204 43,6 49,3 31,7 41,5 116,6
6 IRR 205 75,1 45,8 32,2 51 143,3
7 IRR 206 43,1 35,5 29,7 36,6 102
8 IRR 207 83,1 68,8 34,5 62,1 174
9 IRR 208 49,6 54,1 27,9 43,9 123,3
10 IRR 209 36,1 26,6 26 29,6 83,1
11 IRR 210 56,2 98,1 56,5 70,3 197,5
12 IRR 211 35,3 26,6 25 29 81,55
13 IRR 212 40,4 27,5 24,2 30,7 86,2
14 IRR 213 107,3 63,2 38,9 69,8 196,1
15 IRR 214 76,3 62,4 288 55,6 156,2
16 IRR 215 36,1 36,5 20,3 31 87,1
17 IRR 216 40,7 43,9 26,4 37 103,9
18 IRR 217 45,5 29,2 21,4 32 89,9
19 IRR 218 42,7 26,7 26,5 32 89,9
20 IRR 219 29,7 43,6 25,6 33 92,7
21 IRR 220 63,9 42,4 31 45,8 128,7
Klon pembanding
22 BPM 24 33 33,6 37,3 34,6 97,2
23 PB 217 51,5 44,3 33,2 43 120,8
24 PB 260 47,2 33,8 25,8 35,6 100
Persentase (%) Produksi terhadap PB
260
250
200
150
100
50
0
IRR 200
IRR 201
IRR 202
IRR 203
IRR 204
IRR 205
IRR 206
IRR 207
IRR 208
IRR 209
IRR 210
IRR 211
IRR 212
IRR 213
IRR 214
IRR 215
IRR 216
IRR 217
IRR 218
IRR 219
IRR 220
BPM 24
PB 217
PB 260
Gambar 6. Potensi produksi klon IRR seri 200 menggunakan sistem sadap S/2
d3+S/4U d3.ET2.5%Bal(1.5) 18/y(2w) (Aprl-Dec)

Dengan membandingkan potensi produksi yang diperoleh pada sistem

sebelumnya, dari 8 klon yang potensi produksinya diatas klon pembanding

terdapat 4 klon yang mengalami peningkatan potensi produksi melalui

penyadapan DC (double cut) masing-masing klon IRR 205, IRR 207, IRR 210

dan IRR 213. Keempat klon tersebut sangat responsif terhadap penambahan

panjang irisan dan memiliki potensi kulit pulihan yang baik. Sedangkan klon IRR

202, IRR 208, IRR 214 dan IRR 220 tidak responsif terhadap pertambahan

panjang irisan dan diduga kulit pulihan kurang potensial.


Gambar 7. Sadap S/4

Gambar 8. Alur Sadap Ganda

Darii keseluruhan sistem sadap yang digunakan, terdapat 8 klon yang

memiliki potensi produksi lebih tinggi dibanding klon


klon-klon
klon pembanding dari 21

klon IRR seri 200 yang diuji coba yaitu klon IRR 202, IRR 205, IRR 207, IRR

208, IRR 210, IRR 213, IRR 214 dan IRR 220. Klon IRR 208 dan IRR 220

memiliki kecenderungan produktivitas yang tinggi diperoleh pada penyadapan

dengan interval tinggi namun kurang responsif terhadap pemberian stimulan dan

penambahan panjang irisan. Aplikasi stimulan dengan interval sadap yang

diturunkan hanya meningkatan produksi kurang dari 5%. Selain itu, kulit pulihan

kurang potensial sehingga pada irisan ganda (DC) produktivitas tanaman tidak

meningkat. Potensi produksi yang tinggi pada kedua klon ini diduga lebih
disebabkan metabolisme lateks yang tinggi sehingga pemberian stimulan dan

penambhan irisan tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan klon IRR 202, IRR

205, IRR 207, IRR 208, IRR 210, IRR 213, dan IRR 214 cenderung memberi

respon baik pada aplikasi stimulan dan penyadapan ganda (DC). Oleh sebab itu,

upaya optimalisasi produksi pada klon-klon tersebut dapat dilakukan dengan

pendekatan aplikasi stimulan dan penambahan panjang irisan.

Berdasarkan karateristik umum tipikologi klonal, klon-klon dapat

dikelompokkan menjadi klon quick starter dan slow starter. Siregar.(2008)

menyatakan bahwa klon-klon quick starter memiliki beberapa sifat spesifik

antara lain kurang respon terhadap stimulansia.

C. Karakteristik Lateks dan Sifat Karet

Sifat lateks dan karet dari klon IRR seri 200 disajikan pada tabel 5 dan

spesifikasi produk yang dihasilkan pada tabel 6. Berdasarkan atas karakter lateks

dan sifat karet dari beberapa klon IRR seri 200, maka dapat dubuat spesifikasi

produk yang dapat dihasilkan seperti lateks pekat, SIR high grade dan RSS dapat

dihasilkan dari klon IRR 207, IRR 208, IRR 210, dan IRR 219. Sedangkan SIR

3L dapat dproduksi dari klon IRR 202, IRR 208, dan IRR 218. Produk SIR low

grade dapat dihasilkan dari lateks IRR 200, IRR 205, IRR 211, dan IRR 212.

Produk yang dihasilkan dari lateks klon IRR 207, IRR 208, IRR 210, dan IRR 209

yaitu SIR 3-CV

(Anas,2004)
Tabel 7. Karateristik lateks dan karet klon IRR seri 200

Klon Sifat Karet Sifat Karet


teknis
PRI Po Vr KKK Mg
Klon Harapan
IRR 200 34 56 14 25 20 40 26 36 600 1900
IRR 202 82 89 18 35 40 65 30 37 400 2200
IRR 205 70 90 26 40 50 75 30 35 500 1700
IRR 207 65 90 34 42 60 78 27 37 600 1600
IRR 208 75 90 34 41 65 80 27 42 600 1700
IRR 210 85 92 29 40 55 75 34 39 300 1100
IRR 211 70 95 26 33 50 75 32 35 300 1300
IRR 212 70 - 85 22 31 40 55 27 31 400 1700
IRR 219 70 90 27 41 60 75 33 38 400 1600
IRR 220 70 85 24 40 50 70 30 37 500 1600
Klon
pembanding
BPM 24 70 85 27 36 55 65 28 34 700 1700
PR 261 70 87 23 -34 45 55 29 34 800 1700
PB 217 75 90 33 42 55- 70 32 37 600 1500
PB 260 75 - 90 26 - 37 55 70 31 - 40 200 1500
Sumber : Anas (2004)
Tabel 8. Spesifikasi produk yang dihasilkan klon IRR seri 200

Klon Lateks RSS SIR


Padat Medium 3 CV 3L
Klon
harapan
IRR 202 - - - S
IRR 205 S - S S
IRR 207 S S S -
IRR 208 - S S S
IRR 210 S - S S
IRR 211 S - - -
IRR 219 S - S S
IRR 220 S - S S
Klon
pembanding

PB 217 S - S -
PB 260 S - S -
Sumber : Anas (2004); S = Sesuai
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

 Berdasarkan analisa dari data-data yang diperoleh bahwa sistem

double cutting berpengaruh terhadap produkstivitas lateks yang

dihasilkan klon IRR seri 200.

 Produksi klon IRR seri 200 dengan menggunakan sistem sadap S/2 d2

selama lima tahun pengamatan adalah 47,3 g/p/s. Pada sistem sadap

S/2 d3.ET2.5%Gal 18/y2(w) (Apr-Dec) rata-rata potensi produksi

klon-klon IRR seri 200 sebesar 54,3 g/p/s, dengan peningkatan

produksi per pohon sebesar 15,1%.

 Dari keseluruhan sistem sadap yang digunakan, terdapat 4 klon yang

sangat responsif terhadap penambahan panjang irisan dan memiliki

potensi kulit pulihan yang baik, yaitu klon IRR 205, IRR 207, IRR 210

dan IRR 213.

B. Saran

Diharapkan penelitian dapat dikembangkan dengan menggunnakan sistem

yang baru untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih bagus lagi, khususnya

tanaman karet ( Hevea Brasiliensis) pada Klon IRR seri 200.

Teknik budidaya dan pengolahan panen yang benar harus ditingkatkan,

sehingga produktivitas dan kualitasnya meningkat.


DAFTAR PUSTAKA

Aidi Daslin et al.,. Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. 2005. Buletin
Perkaretan. Balai Penelitian Sungei Putih

Abednego JG. Pengolahan Karet. Balai Penelitian Perkebunan. 1989. Bogor

Didit Heru S., Drs. Agus Andoko. 2008. Petunjuk lengkap budi daya karet.
AgroMedia Pustaka. Jakarta Selatan

Istianto et al.,. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Tahun ke-7, 1989. Buletin
Perkaretan. Balai Penelitian Karet, 1989

Iswahyudi. Mengenal Klon Quick Starter. 2011. http://bumn.go.id/ptpn


9/galeri/mengenal- klon-quick-starter

Jurnal Penelitian Karet. Volume 28. No. 1. 2010. Pusat Penelitian Karet Indonesia

Rachmawan Arief. Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. 2005. Buletin


Perkaretan. Balai Penelitian Sungei Putih

Sumarmadji et al.,. Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. 2006. Buletin


Perkaretan. Balai Penelitian Karet, Medan
Santoso, B. Tap Inspeksi sebagai Upaya Pengendalian dan Peningkatan Mutu
Sadap dalam Eksploitasi. Lokakarya Eks-ploitasi karet. Puslibun. 1989. T.
Morawa S. Putih

Siregar et al.,. Tipilogi Klon IRR seri 200. 2008. Buletin Karet. Balai Penelitian
Sungei Putih

Tumpal HS. Siregar. Teknik Penyadapan Karet. 1995.Kanisius. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai