Anda di halaman 1dari 17

Cara perhitungan kebutuhan unit traktor sebenarnya cukup sederhana.

Sebelum melakukan
perhitungan, terlebih dahulu kita persiapkan rencana kerja per item pekerjaan dalam satu
musim giling (on season). Sebagai contoh untuk melaksanakan pekerjaan Land Preparation
(LP), maka terlebih dahulu ditentukan berapa hektar rencana PC dan berapa target
waktunya. Misalnya kita akan menyiapkan bukaan PC seluas 700 ha, mulai april sampai
dengan september (160 hari). Rencana PC itu kemudian dipecah lagi menjadi rencana per
periode (2 mingguan), rencana per bulan dan rencana per tiga bulan.

Prinsip perhitungannya sangat mudah yaitu dengan membagi luas yang dikerjakan dengan
kemampuan unit per hari dan jumlah hari efektif.
Kemampuan unit per hari dihitung dengan mengalikan kapasitas kerja hektar/hm dikalikan
denagn jam kerja efektif dalam satu hari. Sebagai gambaran, berikut adalah kapasitas
ha/hm per item pekerjaan, angka ini hanya gambaran, bisa kurang atau lebih tergantung
kondisi unit, kondisi lahan, kondisi implemen, lebar olah, kecepatan maju dan juga
ketrampilan operator.
Bajak :0,3 ha/HM (traktor medium 150 HP)
Garu :0,8-1 ha/HM (traktor medium 150 HP)
Furowing:0,7 ha/HM (traktor kecil 90 HP)

Sebagai contoh, sebuah divisi plantation merencanakan PC seluas 1500 ha, hari kerja
efektif 140 hari. Berapa jumlah traktor medium yang diperlukan untuk pekerjaan bajak
dalam satu musim?
Misalnya direncanakan 1 unit bekerja 10 jam/hari, sehingga kapasitas per hari per unit
adalah 3 hektar/hari. Sehingga jumlah kebutuhan traktor=1500 ha:(3 ha/hari):140hari=4
unit traktor medium.
Perhitungan di atas adalah perhitungan global, harus dipecah lagi dalam rencana tiga
bulanan, rencana bulanan dan rencana 2 mingguan sehingga bisa diketahui pada waktu
kapan terjadi peak (puncak) kebutuhan unit setiap periodenya, sehingga lonjakan
kebutuhan unit pada saat-saat tertentu bisa diantisipasi.

Adapun hari kerja efektif tidak hanya tergantung pada jumlah hari dikurangi hari libur tetapi
diperhitungkan juga kemungkinan lahan basah (LBH) yang menyebabkan unit tidak bisa
beroperasi dengan melihat riwayat curah hujan dan hari hujan per bulan pada tahun-tahun
sebelumnya. Selain itu perlu dimasukkan juga kemungkinan kerusakan unit atau service
berkala unit.
Jenis dan Fungsi Alat dan Mesin Pertanian

Alat dan mesin (alsin) pertanian dikelompokkan menjadi dua: alsin budidaya tanaman dan alsin
pengolahan hasil pertanian. Alsin budidaya pertanian adalah alsin yang digunakan untuk
produksi tanaman dan ternak. Contoh alsin untuk produksi tanaman adalah alsin pengolah tanah,
mesin tanam, sprayer, mesin pemanen, dan sebagainya. Contoh alsin budidaya ternak adalah
alsin penyiapan pakan, aerator, pemerah susu, dan sebagainya.

Alsin pengolahan hasil pertanian adalah alsin yang digunakan untuk menangani atau mengolah
hasil tanaman atau hasil ternak. Contoh alsin penanganan dan pengolahan hasil tanaman dan
ternak adalah Rice Milling Unit, pengering, thresher, mesin sortasi, mesin pengolah biji sawit,
dan sebagainya.

Kapasitas kerja berbagai alsin tanaman pangan


Kapasitas Jam kerja Hari kerja per Luas cakupan wilayah
No Jenis alsin
kerja/unit per hari musim tanam (ha/musim)
Traktor roda
1 0.08-0.12 8 100-120 40-60
4
Traktor roda
2 0.06-0.07 8 50-60 20-30
2
3 Hand sprayer 0.10-0.12 7 15 11-13
4 Hand duster 0.11-0.17 7 15 12-18
5 Mist blower 2.50-3.75 7 15 300-350
Power
6 0.20-0.25 7 15 21-26
sprayer
7 Pompa air
a. diameter
0.01 8 50 4
2"
b. diameter
0.03 8 50 12
3"
c. diameter
0.04 8 50 15
4"
d. diameter
0.10 8 50 40
6"
e. diameter
0.15 8 50 60
8"
Sabit
8 0.008 6 15 0.7
bergerigi
9 Reaper 0.16-0.20 8 25 40
Pedal
10 75-100 6 30 3
thresher
Power
11
thresher
a. Padi 600-800 8 25 33
b. Jagung 1500-2000 8 25 33
c. Kedelai 250-300 8 25 33
12 Corn sheller 2000-2500 8 25 27
13 Winnower 400-600 6 30 20
14 Dryer 200-300 10 30 13
Rice Milling
15 350-370 10 50 60
Unit

keterangan: kapasitas kerja unit untuk alsin no 1 sampai 9 adalah ha/jam, sedangkan untuk no 10
sampai 15 adalah kg/jam. Khusus Rice Milling Unit, kapasitasnya dalam satuan kg beras yang
dihasilkan per jam [1].

Bagaimana Cara Mengolah Tanah Pertanian? Pada umumnya pengolahan tanah terdiri atas
tiga tahap. Tahapan tersebut terdiri atas land clearing (membersihkan areal), pembajakan
serta penggaruan. Klarifikasi mengenai tahapan pengolahan tanah akan dijelaskan berikut
ini.
1. Land Clearing (Membersihkan Areal)
Pembersihan areal ialah pembersihan galengan sawah dari semua hal nan mengganggu.
Pembersihan dilakukan terhadap pepohonan, semak-semak, alang-alang atau tumbuhan
lainnya. Agar lebih bermanfaat rerumputan nan sudah dibersihkan tadi bisa dimanfaatkan
lebih lanjut. Rerumputan dan residu jerami bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak ,
kompos, atau bahan bakar.

Galengan sawah pada tanah pertanian memiliki fungsi nan penting. Galengan sawah
berfungsi buat menahan air selama mengolah tanah agar tak mengalir keluar petakan.
Fungsi lainnya berhubungan dengan pengaturan kebutuhan air selama ada tanaman padi.

Setelah dibersihkan dari rerumputan dan tanaman, tanah diperbaiki dan dibuat lebih tinggi.
Selain memperbaiki tanah, pembersihan juga bertujuan memperlancar arus air dan
menekan jumlah biji gulma nan terbawa masuk ke petak sawah. Pembersihan tanah
pertanian bisa dilakukan dengan tangan , cangkul, atau linggis.

2. Pembajakan
Pembajakan merupakan proses pengolahan tanah pada masa tanam. Pembajakan tanah
berfungsi mengembalikan kesuburan tanah setelah masa panen. Membajak dilakukan
dengan memecah lapisan tanah menjadi bongkahan-bongkahan sehingga tanah bisa
digemburkan.

Membajak juga melakukan pembalikan tanah dengan cangkul, garu, waluku, atau traktor.
Pembalikan dilakukan dengan kedalaman 30-50 cm bergantung dari jenis tanah. Setelah
dibalik tanah diratakan sampai halus agar bisa ditanami dengan baik. Dari proses ini
diharapkan terjadi proses mineralisasi bahan-bahan organik sehingga tanah menjadi
gembur kembali.

Membajak tanah pertanian sebenarnya memiliki arti krusial bagi petani. Membajak
membuat petani mengerti bagaimana menghasilkan produksi nan baik. Hasil produksi nan
baik seharusnya didapatkan oleh petani setelah proses pembajakan. Pembajakan tanah
ialah fase nan paling menghabiskan tenaga petani. Hampir empat puluh persen biaya
produksi terserap pada fase ini.

Kondisi tanah pertanian Indonesia dengan tiga kali panen tiap tahunnya membuat tanah
pertanian kehilangan unsur-unsur organiknya. Akhirnya tanah menjadi tandus dan bisa
memengaruhi hasil produksi pertanian. Maka sebenarnya tanah sebagai media tanam
harus disiapkan dengan baik. Dari sinilah sebenarnya peran sarjana- sarjana pertanian
sebagai orang berilmu buat membantu para petani.

Nah, apakah selama ini global pertanian kita sudah cukup bersinergi dengan global
pendidikan? Itulah nan masih menjadi tugas besar kita agar proses pembajakan ini bisa
dilakukan lebih efisien dan efektif lagi.

3. Penggaruan
Penggaruan dan pembajakan tanah sebenarnya dua kegiatan nan memiliki kaitan erat.
Penggaruan atau penggemburan dilakukan dua tahap. Termin pertama dengan cara
menghancurkan gumpalan tanah menjadi struktur remah. Dari bentuk remah struktur tanah
akan menjadi halus dan merata.

Jarak antara pembajakan dan penggaruan termin 1 berkisar 1 atau 2 minggu . Penggaruan
termin dua bertujuan buat melumatkan tanah, sehingga semua tanah melumpur dan tanah
menjadi halus. Tanah bisa dikatakan halus ketika menginjakkan kaki ke dalam lumpur
terdapat kubangan bekas kaki dan lumpur akan saling mengisi.

Tips krusial dalam penggaruan sebaiknya dilakukan pemupukan terlebih dahulu sebelum
proses ini dilakukan. Pemberian pupuk organik atau anorganik saat penggemburan
membuat pupuk teraduk secara rata pada lapisan olah. Pemupukan nan diberikan lebih
awal bisa merangsang perkembangan akar lebih dalam.

Semua tahapan pengolahan buat tanah pertanian ini, mulai dari pembersihan lahan,
pembajakan, dan penggaruan biasanya membutuhkan waktu 16-18 hari

TATA CARA PEMBIBITAN TANAMAN


PADI
BY BAGUS TALI JIWO DECEMBER 29, 2016
Padi merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang umumnya ditanam dengan
menggunakan bahan tanam berupa bibit. Dari seluruh rangkaian fase pertumbuhan
tanaman, bibit merupakan fase pertumbuhan penting dan perlu mendapat perhatian.
Kesalahan dalam penggunaan bibit akan membawa implikasi terhadap
ketidakseragaman pertumbuhan tanaman, yang akhirnya akan berdampak terhadap
penurunan kualitas dan hasil panen yang diperoleh.

Usaha mendapatkan bibit yang baik termasuk bibit tanaman padi, dapat dilakukan
melalui kegiatan pembibitan yang memenuhi standar baku teknis. Ada dua model
pembibitan padi yang umum dikembangkan oleh masyarakat yaitu pembibitan basah
dan pembibitan kering. Secara garis besar prinsip kedua pembibitan tersebut sama,
hanya kondisi air dalam media tanam selama berlangsungnya pembibitan saja yang
membedakan. Pada wilayah yang tersedia banyak air umumnya menggunakan sistem
pembibitan basah dan langsung dilakukan di sawah, sedang wilayah yang
ketersediaan airnya terbatas banyak digunakan sistem pembibitan kering baik
dilakukan di lahan maupun pada nampan-nampan pembibitan.

Bibit padi yang dianggap baik antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut 1)
pertumbuhan bibit seragam; 2) bibit bebas dari gangguan hama dan infeksi patogen;
3) perakaran bibit relatif banyak dan seragam; 4) bibit tidak mengalami stagnasi
setelah dilakukan pindah tanam. Adapun tahapan kegiatan yang umum dilakukan pada
pembibitan tanaman padi adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan waktu pembibitan


Waktu mulai membuat pembibitan harus mempertimbangkan kesiapan areal yang
akan ditanami, dengan cara menghitung mundur dari tanggal tanam dikurangi umur
bibit siap dipindah tanam. Waktu mulai membuat pembibitan sangat penting
diperhatikan karena untuk dapat tumbuh dengan baik bibit padi harus dipindah pada
umur tertentu sehingga bibit tidak terlalu muda atau tidak terlalu tua.

Bibit padi yang terlalu muda akan berisiko terhadap banyaknya kematian bibit setelah
pindah tanam, apalagi kalau wilayah penanaman merupakan wilayah potensial
gangguan keongmas (Pomacea canaliculata Lamarck). Penggunaan bibit yang terlalu
tua jumlah anakan yang dihasilkan sedikit dan tanaman lebih cepat masuk fase
pertumbuhan generatif. Tanaman yang terlalu cepat masuk fase pertumbuhan
generatif hasilnya jauh lebih rendah dibanding potensi produksi riilnya sehingga
sangat merugikan.
2. Persiapan Benih
Untuk mendapatkan keseragaman pertumbuhan tanaman mapun jumlah dan mutu
hasil, perlu dipergunakan benih unggul. Tingkatan benih unggul yang digunakan
bergantung pada sasaran hasil yang ingin dicapai, yaitu apakah hasil panen akan
digunakan untuk benih atau untuk kepentingan konsumsi. Jika sasaran hasil panen
akan digunakan benih, maka benih unggul yang digunakan sebagai bahan tanam
digunakan benih pokok sedang bila untuk konsumsi cukup digunakan benih sebar
(label biru).

Benih yang akan digunakan sebagai bahan tanam dapat diadakan sendiri maupun
membeli benih yang ada di pasaran. Baik benih pengadaan sendiri maupun dari
pasaran sebaiknya sebelum benih disebar dilakukan pengujian guna mencapai sasaran
capaian mutu benih. Salah satu metode uji yang umum digunakan adalah
menggunakan larutan uji berupa larutan garam dapur, urea, ZA, abu dan sejenisnya.
Benih padi dikatakan memenuhi syarat uji bila benih tersebut tenggalam saat
dimasukkan dalam larutan uji dengan konsentrasi sekitar 2%. Guna keperluan praktis
di lapang indikator uji yang paling sederhana adalah menggunakan telur ayam. Bila
telur ayam mengapung dipermukaan maka larutan uji mempunyai nilai yang
mendekati setara dengan konsentrasi 2%.

Benih yang telah lolos uji mutu selanjutnya direndam dengan air bersih sekitar 24 jam
guna menghilangkan larutan garam. Sedang langkah selanjutnya bergantung pada
model pesemaian yang dunakan, benih perlu dikecambahkan atau tidak. Pembibitan
padi dengan cara basah umumnya menggunakan benih yang tidak dikecambahkan
sedang pembibitan cara kering umumnya menggunakan benih yang telah
berkecambah dengan panjang calon akar sekitar 1 mm. Kebutuhan benih untuk tiap
satuan luas areal tanam bergantung pada cara tanamnya, namun sebagai acuan bila
menggunakan metode tanam SRI (System of Rice Intensification) diperlukan 7 10 kg
benih per hektar sedang untuk cara tanam biasa diperlukan 25 35 kg benih per
hektar areal tanam.
3. Pembuatan media semai
Tanah pesemaian harus mulai dikerjakan kurang lebih 3-7 hari sebelum menyebar
benih. Mengingat adanya dua sistem pembibitan padi, yaitu pesemaian basah dan
pesemaian kering, maka cara penyiapan media pesemaian juga berbeda. Dalam
membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul subur. Rumput-
rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan lebih dulu. Kemudian
sawah digenangi air, dengan maksud agar tanah menjadi lunak, rumput-rumputan
yang tumbuh menjadi mati, dan memusnahkan bermacam-macam serangga yang
dapat merusak bibit. Selanjutnya, apabila tanah sudah cukup lunak kemudian dibajak
dan digaru dua kali agar tanah menjadi halus/melumpur. Pada saat itu juga sekaligus
dibuat bedengan/petakan dengan tinggi antara 15 20 cm dan memperbaiki pematang
atau galengan. Sebagai ukuran dasar luas pesemaian yang harus dibuat kurang lebih
1/20 dari areal sawah yang akan ditanami.

Prinsip pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian basah, tetapi kondisi
tanah dalam keadaan kapasitas lapangan. Rumput dan sisa jerami yang ada harus
dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan cangkul atau dibajak dan
digaru, agar tanah menjadi halus dan gembur. Setelah tanah menjadi halus, diratakan
dan dibuat bedengan. Adapun bedengan dapat dibuat dengan ukuran sebagai berikut:
tinggi 20 cm, lebar 120 cm, panjang 500-600 cm, atau sesuai dengan kondisi lahan
dan kebiasaan petani.

4. Penaburan atau Penyebaran Benih


Untuk meperoleh bibit padi yang pertumbuhannya baik dan seragam maka cara
penaburan atau penyebaran benih juga perlu diperhatikan. Kesalahan dalam
penaburan benih akan mengakibatkan tidak meratanya kerapatan bibit di bedengan
sehingga pertumbuhan bibit menjadi kurang seragam. Ketidak seragaman bibit ini
akan membawa dampak terhadap ketidakseragaman pertumbuhan tanaman di lahan
dan selanjutnya akan menyebabkan menurunnya hasil dan mutu gabah yang
diperoleh.

Pada musim penghujan, benih yang sudah ditabur di bedengan pada permukaan
bedengan sebaiknya ditaburi dengan potongan jerami guna menghindari benturan air
hujan yang berlebihan. Benih yang kena benturan air hujan secara langsung akan
menjadi berserakan sehingga mengakibatkan benih menjadi menggerombol sehingga
kerapan beninih menjadi kurang seragam, Potongan jerami yang digunakan
sebaikknya yang sudah masak, tetapi bila tidak ada dapat digunakan jerami mentah
dengan ukuran potongan sekitar 15 20 cm. Tebal lapisan jerami cukup satu lapis,
sebab bila lapisan terlalu tebal dapat mengganggu proses pertumbuhan kecambah
menjadi bibit.

5. Pemeliharaan
Hal yang paling utama dalam memelihara bibit padi adalah menjaga kecukupan air
dan mencegah terjadinya kerusakan bibit terutama oleh gagangguan hama dan
penyakit. Kecukupan air untuk pembibitan padi harus disesuaikan dengan model
pembibitan yang digunakan. Pada sistem pembibitan basah air umumnya dibiarkan
menggenang pada saluran antar petak pembibitan sampai setinggi mendekati
permukaan petak pembibitan. Pada sistem pembibitan kering ketersediaan air
umumnya berada pada kondisi kapasitas lapang, dan yang penting dijaga sedemikian
rupa agar bibit tidak sampai mengalami kekeringan.
Organisme pengganggu yang paling dominan mengganggu pada pembibitan padi
adalah dari kelompok hama. Untuk menghindari kerugian maka perlu adanya
pengawasan yang intensif guna mencegah sedini mungkin terjadinya kerusakan akibat
hama. Untuk gangguan gulma dapat dicegah melalui pengolahan media semai yang
baik, seperti proses pembajakan dan penggaruan serta pembersihan pematang.

6. Pencabutan Bibit
Standar utama dalam menentukan kapan bibit padi dapat dicabut umumnya berdasar
pada umur bibit. Pada budidaya padi menggunakan sistem SRI umumnya digunakan
bibit muda berumur sekitar 11 15 hari, sedang pada budidaya padi secara
konvensional umumnya digunakan bibit dewasa berumur sekitar 21 hari. Bibit muda
setelah dipindah ke lapang perlu perawatan ekstra tetapi setelah tumbuh akan
memiliki jumlah anakan yang lebih banyak, sedang bibit dewasa daya tahan setelah
dipindah lebih kuat tetapi jumlah anakan yang dihasilkan lebih sedikit. Sehubungan
dengan hal tersebut pada budidaya SRI yang menggunakan bibit muda tiap titik tanam
cukup ditanam satu bibit sedang pada budidaya konvensional ditanam 2 -3 bibit per
titik tanam.

Bibit yang sudah dicabut dikumpulkan kemudian diikat bagian pangkal daunnnya
guna memudahkan pengangkutan. Jika ukuran bibit terlalu panjang maka bagian
ujung daun bibit perlu dipotong supaya saat ditanam bibit tidak mudah roboh dan
mengurangi penguapan (transpirasi) yang berlebihan sehingga bibit lebih cepat
beradaptasi.

7. Pengangkutan dan Penyiapan Bibit di Pertanaman


Satu hari sebelum tanam sebaiknya bibit sudah disiapkan di areal pertanaman, maka
dari itu perlu dilakukan pengangkutan bibit dari lokasi pembibitan ke tempat
penanaman. Pengangkutan bibit dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia untuk
lokasi yang tidak terlalu luas dan jaraknya dekat, tapi bila jaraknya jauh dan areal
cukup luas perlu digunakan alat angkut lain yang sesuai. Bibit yang sudah dicabut dan
diikat, ditata sedemikian rupa bergantung alat angkutnya, yang penting selama proses
pengangkutan tidak menimbulkan kerusakan pada bibit seperti memar pada batang
dan daun, patah dan sejenisnya.
Sesampai di areal tanam untuk memudahkan pengaturan tenaga dalam penanaman,
bibit perlu didistribusikan sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja dan luas areal yang
akan ditanami. Distribusi bibit di areal tanam dilakukan dengan meletakkan ikatan
bibit pada jarak tertentu sesuai dengan ukuran ikatan dan luas areal tanam. Bibit yang
sudah didistribusikan selanjutnya dibuka ikatannya dan penanaman dapat mulai
dilakukan.

Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha mendatangkan air dengan


membuat bangunan dan saluran-saluran untuk ke sawah-sawah atau ladang-
ladang dengan cara teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi,
setelah air itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Atau dapat
jugaPengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air
dalam tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat
berlebihan dalam tanah maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar
tidak mengganggu kehidupan tanaman.
Pengairan pada tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain: (1) Pengairan di atas tanah; (2) Pengairan di dalam tanah (sub
irrigation); (3) Pengairan dengan penyemprotan (sprinkler irrigation); dan (4)
Pengairan tetes (drip irrigation). Untuk tanaman padi teknik pengairan yang
digunakan adalah pengairan di atas tanah.
Pemberian air pada padi sawah dalam jaringan irigasi, terdapat 3
sistem, yaitu : sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotasi, dan sistem
irigasi berselang. Kebanyakan jaringan irigasi yang ada di Indonesia,
menerapkan sistem irigasi terus menerus (continous flow).
Sistem irigasi terus menerus (continuous flow) dilakukan dengan
memberikan air kepada tanaman dan dibiarkan tergenang mulai beberapa
hari setelah tanam hingga beberapa hari menjelang panen. Penggunaan
sistem ini, dengan mempertimbangkan : penerimaan respon yang baik pada
waktu pemupukan, menekan pertumbuhan gulma, dan menghemat tenaga
untuk pengolahan tanah. Kebanyakan petani di Indonesia menerapkan
sistem pengairan ini. Selain tidak efisien, cara ini juga berpotensi
mengurangi (1) efisiensi serapan hara nitrogen, (2) meningkatkan emisi gas
metan ke atmosfer, (3) dan menaikkan rembesan yang menyebabkan makin
banyak air irigasi yang dibutuhkan.
Irigasi bergilir (rotational irrigation) merupakan teknik irigasi dimana
pemberian air dilakukan pada suatu luasan tertentu untuk periode tertentu,
sehingga areal tersebut menyimpan air yang dapat digunakan hingga
periode irigasi berikutnya dilakukan.
Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti
itu ditujukan antara lain untuk :
Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas
Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara
sehingga dapat berkembang lebih dalam
Mengurangi timbulnya keracunan besi
Mengurangi penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat
perkembangan akar
Mengaktifkan jasad renik mikroba yang menghambat
Mengurangi kerebahan
Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai
dan gabah)
Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen
Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaranhama
wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman
padi karena hama tikus
Cara pengelolaan air pada sistem pengairan berselang:
Lakukan teknik pergiliran pengairan dalam satu musim tanam. Bibit ditanam
pada kondisi tanah jenuh air dan petakan sawah dialiri lagi setelah 3-4
hari. Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut :
1. Lakukan pergiliran air selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari pertama
lahan diairi sekitar 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan
air. Lahan sawah diairi lagi pada hari ke 4. Cara pengairan ini berlangsung
sampai fase anakan maksimal.
2. Mulai dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah
digenangi terus
3. Sekitar 10-15 hari sebelum tanaman dipanen, petakan sawah dikeringkan
4. Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air
selama musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu
musim, maka lakukan pengairan bergilir dengan periode lebih lama sampai
selang 5 hari.
5. Lakukan pengairan dengan mempertimbangkan sifat fisik tanah. Pada tanah
berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus
diperpendek.
Dari ketiga sistem di atas, sistem irigasi berselang merupakan sistem
yang dapat diandalkan. Hal tersebut, sesuai dengan pendapat
Khrisnasamy et al.,(2003) dalam Las (2007), irigasi berselang dapat
meningkat hasil padi sebesar 7%, dibanding hasil pada lahan yang digenangi
terus menerus, sementara hasil padi dengan irigasi bergilir meningkat 2%.
Kebutuhan air irigasi untuk sistem penggenangan terus-menerus mencapai
725 mm, sedangkan untuk irigasi bergilir dan berselang masing-masing 659
mm dan 563 mm.
Lebih lanjut khrisnasamy et al.,(2003) menyatakan bahwa, produktifitas
lahan pada irigasi berselang lebih tinggi 6,73 % dibandingkan
penggenangan, dan dengan sistem tersebut penggunaan air irigasi dapat
dihemat hingga 21 % lebih tinggi dari sistem penggenangan. Efisiensi irigasi
dengan sistem irigasi berselang mencapai 77%, lebih tinggi dibanding pada
sistem penggenangan terus menerus (52%) dan sistem irigasi bergilir (68%).
Pengaturan pengairan padi juga dilakukan pada saat persemaian.
Pengairan pada saat persemaian padi dapat dilakukan secara basah
ataupun kering. Pengairan pada pesemaian basah dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Bedengan digenangi air selama 24 jam
Setelah genangan itu berlangsung selama 24 jam, kemudian
air dikurangi hingga keadakan macak-macak (nyemek-nyemek), kemudian
benih mulai bisa disebar. Pengurangan air pada pesemaian hingga keadaan
air menjadi macak-macak ini dimaksudkan agar benih yang disebar dapat
merata dan mudah melekat ditanah sehingga akar mudah masuk kedalam
tanah, benih tidak busuk akibat genangan air, ,emudahkan benih bernafas /
mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga proses perkecambahan
lebih cepat, benih mendapat sinar matahari secara langsung.
Sedangkan pengairan pada pesemaian kering dilakukan dengan cara
mengalirkan air keselokan yang berada diantara bedengan, agar terjadi
perembesan sehingga pertumbuhan tanaman dapat berlangsung, meskipun
dalam hal ini sering kali ditumbuhi oleh tumbuhan pengganggu atau rumput.
Air berperan menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan
tanaman pengganggu / rumput. Perlu diketahui bahwa banyaknya air dan
kedalamannya merupakan faktor yang memperngaruhi perkembangan semai,
terutama pada pesemaian yang dilakukan secara basah.

***
Agar benih dalam bedengan tidak hanyut, maka air harus diatur sesuai
dengan keadaan, misalnya : bila akan terjadi hujan maka bedengan perlu
digenangi air, agar benih tidak hanyut. Penggenangan air dilakukan lagi
pada saat menjelang pemindahan bibit dari pesemaian kelahan pertanaman,
untuk memudahkan pencabutan.
Ketersediaan air irigasi untuk budidaya padi sawah makin terbatas karena :
Bertambahnya penggunaan air untuk sektor industri dan rumah tangga
Durasi curah hujan makin pendek akibat perubahan iklim
Cadangan sumber air lokal juga berkurang dan,
Terjadinya pendangkalan waduk.
Irigasi akan mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah, dan perkembangan rumput-
rumput liar, maka teknik harus disesuaikan dengan tuntutan irigasi,
hendaklah dipilih jenis-jenis tanaman yang paling cocok dengan adanya
irigasi itu. Sebab tujuan dari irigasi adalah untuk membuat unsur hara
mudah diserap tanaman padi itu.
Area persawahan yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis,
sama halnya dengan pengairan teknis, namun dalam hal ini PU hanya
menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur
pemasukan air, sedangkan pada jaringan selanjutnya tidak diukur dan tidak
dikuasai oleh PU. Ciri-ciri irigasi setengah teknis, air dapat diatur seluruh
sistem, tetapi yang dapat diukur hanya sebagian (primer/sekunder).
Sebagian dari bangunan irigasi masih belum permanen
(sekunder/tersier),sedangkan bangunan primer sudah permanen.
Bangunan bendungan irigasi dan saluran primer pada umumnya sudah
permanen dan dibangun oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum
dari Pusat atau daerah setempat. Sedangkan saluran sekunder dan tersier
umumnya belum permanen dan yang membangun serta memlihara adalah
pemerintah daerah atau masyarakat/petani setempat.
Dalam pemeliharaan saluran sekunder dan tertier pada irigasi setengah
teknis tentunya peran serta dan partisipasi masyarakat/petani setempat
sangat dibutuhkan baik dari segi tenaga maupun iuran pembiayaan
pemeliharaan saluran tersebut. Karena jika tidak dipelihara dengan baik
saluran sekunder dan tertier maka air yang ada sebagian akan terbuang
akibat perembesan air di saluran yang rusak.
Pemberian air dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada
minggu pertama diairi setinggi 2,5 cm dari permukaan tanah, pada minggu
kedua sampai dengan minggu kedelapan air ditambah hingga 5 cm dari
permukaan tanah. pada awal minggu kesembilan sampai dengan dua minggu
sebelum panen tinggi air berkisar 7,5 cm dari permukaan tanah. Dua minggu
sebelum panen air dikeringkan sama sekali (Soemartono, dkk., 1980).

Anda mungkin juga menyukai