Anda di halaman 1dari 30

MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasal 4 Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2012 tentang Izin


Lingkungan menyebutkan bahwa: ayat 2) Lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang, ayat 3)
Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan
wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa.

Kesesuaian dengan tata ruang menjadi instrumen penapis


awal sebelum dokumen Amdal dinilai oleh komisi Amdal.  Menjadi
sangat penting menyetarakan pemahaman tentang tata ruang bagi
semua pemangku kepentingan Amdal, khususnya komisi Amdal
yang berada di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Di dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)


terdapat terminologi struktur ruang dan pola ruang (PP No 26/2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional). Struktur ruang
mencakup susunan pusat-pusat permukiman  serta sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Kawasan lindung
dimaknai sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan


fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 1


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Salah satu peta yang harus ada dalam Peraturan Daerah (Perda)
RTRW adalah peta pola ruang yang berisikan deliniasi kawasan
lindung dan kawasan budidaya.  Penetapan kawasan lindung
mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 32 tahun 1990
tentang Kawasan Lindung. Studi Amdal, salah satunya mengkaji
kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan pola ruang yang
tercantum dalam Perda RTRW.  Lokasi rencana kegiatan
seharusnya tidak bercokol dalam kawasan lindung.  Lokasi rencana
kegiatan semestinya berada pada kawasan budidaya.

Data minimum yang dibutuhkan bagi proses penyusunan


Perda RTRW kabupaten (PP No 15/2010 tentang Penyelenggaraan
Tata Ruang) mencakup: 1) Data wilayah administrasi, 2) Data
fisiografis, 3) Data kependudukan, 4) Data ekonomi dan keuangan,
5) Data ketersediaan prasarana dan sarana dasar, 6) Data
penggunaan lahan, 7) Data peruntukan ruang, 8) Data daerah rawan
bencana, dan 9) Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang
dibutuhkan termasuk peta penggunaan lahan, peta peruntukan
ruang, dan peta daerah rawan bencana pada skala peta minimal 1 :
50.000. Selain itu, juga diminta masukan dari setiap sektor tentang
jenis dan lokasi existing usaha/kegiatan dan rencana pembangunan
(jenis dan lokasi usaha) yang akan datang dengan proyeksi hingga
20 tahun ke depan.

1.2 Tujuan Pembelajaran


Kompetensi dasar :
− Memahami posisi, tujuan, dan lingkup penataan ruang dalam
konstelasi kepranataan pengaturan kegiatan pembangunan.
− Memahami konteks dan keterkaitan penataan ruang dalam
penyelenggaraan AMDAL.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 2


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Indikator keberhasilan :
− Mampu menjelaskan posisi, tujuan, dan lingkup penataan ruang
sebagai pranata pengaturan kegiatan pembangunan berdimensi
keruangan.
− Mampu menjelaskan konteks dan keterkaitan penataan ruang
dalam penyelenggaraan AMDAL.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 3


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

BAB II
KEBIJAKAN NASIONAL PENATAAN RUANG

2.1 Landasan Hukum

Di Indonesia penataan ruang diselenggarakan berlandaskan


UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No. 10 Tahun
2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang
Wilayah, PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang, PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang, dan berbagai peraturan Menteri
Pekerjaan Umum yang bersifat lebih operasional. Esensi dari
landasan hukum tentang penataan ruang adalah pengaturan,
pelaksanaan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang darat,
ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi, sehingga terwujud
struktur ruang dan pola ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.

Sebagai suatu rencana pengaturan yang bersifat statutory dan


mandatory bagi kepentingan publik secara luas, maka penataan
ruang menjadi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

Di samping itu, penataan ruang juga dilandasi oleh peraturan-


perundang-undangan lainnya yang terkait dengan dimensi
keruangan, subyek penataan ruang, dan tata laksana
penyelenggaraan pembangunan secara umum. Oleh karena ruang
merupakan wadah kegiatan pembangunan, maka penyelenggaraan
penataan ruang akan relevan dengan berbagai peraturan-
perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, landasan hukum
penataan ruang yang utama adalah :

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 4


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

1. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


UU ini menjadi landasan utama kewajiban penyelenggaraan
penataan ruang bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota.
2. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
3. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
4. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
5. UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
7. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
8. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
9. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
10. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
11. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
12. UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
13. UU No. Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
14. UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
15. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
16. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil.
17. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
18. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
19. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
20. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
21. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
22. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 5


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

23. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
24. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
25. UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan dan yang relevan
dengan penataan ruang adalah :
1. PP No. 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk
Penataan Ruang Wilayah.
2. PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
3. PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang.
4. PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
5. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
6. PP No.41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
7. PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
8. PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
9. PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
10. PP No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan.
11. PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
12. PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
13. PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.
26. PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
27. PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
28. PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyuluhan
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
29. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 6


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

30. PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air .


31. PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
32. PP No. 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan
Perkotaan.
33. PP No. 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol.
34. PP No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian.
35. PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan.

Peraturan lainnya yang menjadi landasan dan yang relevan


dengan penyelenggaraan penataan ruang secara lebih teknis
adalah :
1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non
Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 7


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang


Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

2.2 Penyelenggaraan Penataan Ruang


2.2.1 Pengertian dan Fungsi Penataan Ruang
Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan

tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan

ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk

menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi

penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur

ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui

penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan

tertib tata ruang. Oleh karena merupakan suatu proses, maka

penataan ruang merupakan daur siklikal yang secara berkala

memberikan umpan-balik (feedback loop) guna meningkatkan

kualitas rencana tata ruang dan perwujudan struktur ruang dan pola

ruang sesuai dengan yang direncanakan. Sebagai suatu proses,

maka dalam penataan ruang tercakup pemantauan dan evaluasi

kinerja penataan ruang yang dilakukan secara terus-menerus

dengan mempertimbangkan dinamika perubahan eksternal maupun

internal wilayah perencanaan. Oleh karenanya, suatu rencana tata

ruang dapat diperbaiki dan disempurnakan sesuai dengan

perkembangan yang terjadi atau dilakukan penertiban pelaksanaan

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 8


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

rencana tata ruang. Proses evaluasi rencana tata ruang disebut

sebagai peninjauan kembali.

Secara skematik penataan ruang dapat digambarkan sebagai

berikut :

Penataan Ruang

Perencanaan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang Pengendalian


Pemanfaatan Ruang
Penyusunan dan − Pelaksanaan program
Penetapan Rencana : − Pelaksanaan − Perijinan
− Struktur ruang dan development proposal − Pengawasan
pola ruang − Pembiayaan − Penertiban
pembangunan Sanksi
− Kawasan strategis
− Pemanfaatan ruang
− Pengendalian
pemanfaatan ruang
− Kelembagaan
penataan ruang

Pelaporan, Pemantauan, dan Evaluasi


sebagai umpan balik (feedback) perencanaan dan pemanfaatan ruang

Gambar 1
Penataan Ruang Sebagai Proses

Penataan ruang pada hakekatnya berfungsi sebagai pranata untuk :


a. Pengaturan kekuatan pasar terhadap pemanfaatan ruang,
lahan, dan sumber daya alam.
b. Pengaturan pembangunan infrastruktur dan utilitas bagi
kepentingan publik.
c. Acuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengaturan
zonasi dan pengalokasian lahan bagi program pembangunan,
investasi, dan fasilitas publik.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 9


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

d. Jaminan kepastian hukum dalam penggunaan lahan dan


pemanfaatan sumber daya alam oleh pemangku kepentingan.

2.2.2 Perencanaan Tata Ruang


Perencanaan tata ruang meliputi penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang. Penyusunan rencana tata ruang dilaksanakan
melalui proses teknokratik, proses birokratik, dan proses pelibatan
peran serta publik; sedang penetapan rencana tata ruang
diselenggarakan melalui proses birokratik dan proses legislasi.
Sesuai UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dikenal
produk generik meliputi rencana umum tata ruang dan rencana rinci
tata ruang yang berhirarki menurut skala rencana dan ordinasi
substansinya. Rencana umum tata ruang meliputi Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRW N), Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRW P), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Masing-masing Rencana Tata
Ruang Wilayah memiliki skala, lingkup, dan muatan rencana yang
berbeda dan secara keseluruhan terbentuk menurut ordinasi rencana
yang berhirarki. Hirarki rencana tata ruang merupakan suatu
kontinum sesuai ordinasi satuan ruang wilayah terbesar hingga
terkecil. Dengan demikian ketetapan suatu rencana pada satuan
ruang wilayah lebih besar akan menjadi pedoman yang mengikat
bagi rencana tata ruang yang lebih kecil. Sebagai contoh, ketetapan
tentang Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam RTRW Nasional akan
diakomodasikan dalam perencanaan struktur ruang dalam RTRW
Provinsi dan selanjutnya dalam RTRW Kabupaten/Kota.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 10


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Tabel 1
Hirarki Rencana Umum Tata Ruang

Hirarki Skala Jangka Waktu Penetapan Peninjauan Kembali*)


Perencanaan Rencana
RTRW Nasional 1 : 1.000.000 20 tahun Peraturan Satu kali dalam 5 tahun
Pemerintah atau lebih cepat
RTRW Provinsi 1 : 250.000 20 tahun Peraturan Daerah Satu kali dalam 5 tahun
Provinsi atau lebih cepat
RTRW 1 : 50.000 20 tahun Peraturan Daerah Satu kali dalam 5 tahun
Kabupaten Kabupaten atau lebih cepat
RTRW Kota 1 : 25.000 20 tahun Peraturan Daerah Satu kali dalam 5 tahun
Kota atau lebih cepat
Keterangan : *) Kurang dari 5 tahun jika terjadi bencana alam, perubahan batas teritorial negara,
dan perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan UU

Rencana rinci tata ruang merupakan perangkat operasional rencana


umum tata ruang sesuai dengan hirarkinya. Rencana rinci tata ruang
bagi RTRW Nasional adalah Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan
dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN),
rencana rinci tata ruang bagi RTRW Provinsi adalah Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Provinsi (KSP); dan rencana rinci tata
ruang bagi RTRW Kabupaten/Kota adalah Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota.

Tabel 2
Hirarki Rencana Rinci Tata Ruang

Hirarki Jangka Waktu Skala Perencanaan Penetapan


Rencana
RTR Pulau/Kepulauan 20 tahun Disesuaikan dengan Peraturan Presiden
luas wilayah
RTRW KS Nasional 20 tahun Disesuaikan dengan Peraturan Presiden
luas wilayah
RTR KS Provinsi 20 tahun Disesuaikan dengan Peraturan Daerah
luas wilayah Provinsi
RDTR Kabupaten/Kota 20 tahun 1 : 10.000 sampai Peraturan Daerah
dengan 1 : 5.000 Kabupaten/Kota
RTR Kawasan Strategis 20 Tahun Disesuaikan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota luas wilayah Kabupaten/Kota

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 11


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Kawasan strategis pada lingkup Nasional, Provinsi, dan


Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan sudut kepentingan :
1. Pertahanan dan keamanan, yakni memelihara geostrategi
negara, daerah basis militer, daerah latihan militer, daerah
pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang
amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, kawasan industri
sistem pertahan, daerah perbatasan yurisdiksi nasional.
2. Pertumbuhan ekonomi, yakni sektor ekonomi cepat tumbuh,
sektor unggulan, potensi ekspor, kegiatan ekonomi dengan
teknologi tinggi, dukungan perumahan dengan fasilitas dan
utilitas, fungsi mempertahankan produksi pangan, dan fungsi
mempertahankan tingkat produksi energi.
3. Sosial dan budaya, yakni pelestarian adat istiadat dan budaya,
peningkatan kualitas sosial dan budaya, aset yang dilindungi,
peninggalan budaya, perlindungan keanekaragaman budaya,
dan kerawanan terhadap konflik sosial.
4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi,
yakni pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pengembangan teknologi kedirgantaraan, pengembangan
teknologi nuklir dan tenaga atom.
5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yakni perlindungan
keanekaragaman hayati, perlindungan ekosistem hampir punah,
perlindungan daur hidrologis, keseimbangan iklim mikro, rawan
bencana alam, dan berdapak terhadap kelangsungan kehidupan.
Berdasarkan kebijakan penataan ruang yang diamanatkan
melalui UU No. 26 Tahun 2007, maka pada hakekatnya penataan
ruang di Indonesia akan cenderung mengikuti regulatory system
dibandingkan discretionary system. Oleh karenanya, perencanaan
tata ruang mengenal kontinum hirarki rencana hingga paras yang
terkecil, yakni peraturan zonasi (zoning regulation) berskala 1 : 5.000
yang mengatur tentang satuan ruang dalam bentuk blok dan/atau

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 12


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

sub-blok yang dikenai aturan tentang kriteria teknis pembangunan


tiga dimensional. Satuan ruang pada peraturan zonasi akan dimuat
dalam zoning map dan aturan tentang kriteria teknis dimuat dalam
zoning text.
Disesuaikan dengan kondisi wilayah perencanaan, jika
diperlukan dapat disiapkan perangkat perencanaan tata ruang lebih
rinci untuk memandu pelaksanaan pemanfaatan ruang, seperti
Urban Design Guidelines (UDGL) pada skala 1 : 5.000 dan Lembar
Rencana Kerja (LRK) pada skala 1 : 1.000 sebagai perangkat
pemberian ijin.
Lingkup pengaturan keruangan dalam suatu rencana tata ruang
sesuai dengan paras rencana menurut sifatnya, yaitu rencana umum
atau rencana rinci, serta paras administrasi pemerintahan meliputi
skala Nasional, Provinsi, atau Kabupaten/Kota.
Suatu rencana umum tata ruang cenderung bersifat policy plan,
mengarahkan perkembangan (arahan) pusat-pusat kegiatan dan
keterhubungan melalui struktur makro, mengarahkan perkembangan
penggunaan dan peruntukan ruang melalui pengaturan pola ruang
dengan nomenklatur makro, dan menetapkan kawasan strategis
menurut nilai kepentingan untuk masing-masing wilayah
perencanaan. Rencana umum tata ruang bersifat makro dan
agregatif dan tidak selalu dapat dijadikan perangkat operasional.
Sedang suatu rencana rinci tata ruang pada dasarnya disiapkan
sebagai perangkat operasional.
RTRW Nasional menetapkan tentang :
− Rencana struktur ruang wilayah Nasional : sistem perkotaan
terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana utama, diantaranya jaringan jalan arteri primer dan
jaringan irigasi skala Nasional.
− Rencana pola ruang wilayah Nasional : kawasan lindung dan
kawasan budidaya

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 13


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

− Rencana kawasan strategis Nasional sesuai sudut kepentingan.


− Arahan pemanfaatan ruang Nasional : indikasi program utama
keruangan Nasional jangka menengah lima tahunan.
− Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Nasional.
RTRW Provinsi menetapkan tentang :
− Rencana struktur ruang wilayah Provinsi : sistem perkotaan dan
sistem jaringan prasarana utama. Diantaranya diatur tentang
PKN, PKW, jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor
primer, jaringan irigasi lintas Kabupaten/Kota, dan infrastruktur
lainnya berskala Provinsi.
− Rencana pola ruang wilayah Provinsi : kawasan lindung dan
kawasan budidaya skala Provinsi.
− Rencana kawasan strategis Provinsi sesuai sudut kepentingan.
− Arahan pemanfaatan ruang : indikasi program utama keruangan
Provinsi jangka menengah lima tahunan.
− Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Provinsi : arahan
peraturan zonasi sistem Provinsi, arahan perijinan, arahan
insentif dan disinsentif, dan arahan sanksi.
RTRW Kabupaten menetapkan tentang :
− Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten : sistem perkotaan
dan sistem jaringan prasarana wilayah. Diantaranya diatur
tentang PKW, PKL, Pusat Kegiatan yang dopromosikan, jaringan
jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, jaringan jalan
lokal lintas kecamatan, jaringan irigasi di dalam Kabupaten, dan
infrastruktur lainnya berskala Kabupaten.
− Rencana pola ruang wilayah Kabupaten: kawasan lindung dan
kawasan budidaya skala Kabupaten.
− Rencana kawasan strategis Kabupaten sesuai sudut
kepentingan.
− Arahan pemanfaatan ruang : indikasi program utama keruangan
Kabupaten jangka menengah lima tahunan

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 14


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

− Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kabupaten : ketentuan


umum peraturan zonasi sistem Kabupaten, ketentuan perijinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, dan arahan sanksi.
RTRW Kabupaten pada skala perencanaan yang
memungkinkan dapat menjadi acuan pemberian perijinan lokasi dan
administrasi pertanahan.
RTRW Kota menetapkan tentang :
− Rencana struktur ruang wilayah Kota : sistem pusat kegiatan dan
sistem jaringan prasarana kota. Diantaranya diatur tentang pusat
kegiatan primer, pusat kegiatan sekunder dan/atau tersier,
jaringan jalan arteri sekunder, jaringan jalan kolektor sekunder,
jaringan jalan lokal lintas kecamatan, dan fasilitas dan utilitas
umum dan sosial lainnya.
− Rencana pola ruang wilayah Kota: kawasan lindung dan
kawasan budidaya skala Kota.
− Rencana kawasan strategis Kota sesuai sudut kepentingan.
− Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau
(RTH).
− Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau.
− Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
pejalan kaki (pedestrian).
− Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
angkutan umum.
− Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
kegiatan sektor informal.
− Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
ruang evakuasi kebencanaan.
− Rencana pemanfaatan ruang : indikasi program utama
keruangan Kota jangka menengah lima tahunan

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 15


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

− Rencana pengendalian pemanfaatan ruang Kota : ketentuan


umum peraturan zonasi, ketentuan perijinan, ketentuan insentif
dan disinsentif, dan ketentuan sanksi.
Secara khusus dalam suatu RTRW Kota dimuat tentang
rencana RTH minimal seluas 30% dari luas wilayah Kota dengan
ketentuan 20% merupakan RTH publik dan 10% merupakan RTH
privat. RTRW Kota pada skala perencanaan yang memungkinkan
dapat menjadi acuan pemberian perijinan lokasi dan administrasi
pertanahan.
Proses dan prosedur perencanaan tata ruang mencakup
proses teknokratik, proses publik, proses dan prosedur birokratik,
serta prosedur legislatif. Proses teknokratik penyusunan rencana
untuk menyiapkan materi teknis rancangan rencana tata ruang;
proses publik untuk mendapat masukan publik; proses dan prosedur
birokratik untuk menyiapkan naskah akademik dan rancangan
peraturan tentang rencana tata ruang serta evaluasi dan persetujuan
substantif pada hirarki kewenangan lebih tinggi; serta prosedur
birokratik dan legislatif untuk menetapkan peraturan tentang rencana
tata ruang.
Proses teknokratik merupakan proses analisis dan sintesis
kondisi wilayah perencanaan dan kecenderungannya sebagai
baseline untuk prediksi dan proyeksi perubahan dan perkembangan
hingga 20 tahun ke depan; penentuan skenario yang dituju pada
skala waktu perencanaan; serta sintesis dalam rumusan rencana.
Proses teknokratik membutuhkan dukungan data dan informasi serta
metodologi analisis dan sintesis yang bersifat rasional dan ilmiah.
Dalam proses perencanaan ini, skala informasi dan skala rencana
disesuaikan dengan PP No. 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah serta PP No. 10
Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi dan Peruntukan
Kawasan Hutan, disamping berbagai peraturan-perundangan lainnya

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 16


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

yang terkait dengan substansi rencana. Proses teknokratik


memungkinkan berlangsungnya iterasi substansial seiring dengan
dukungan data, informasi, dan metodologi yang lebih lengkap, lebih
valid, dan lebih sahih.

PERSIAPAN KEBIJAKAN TERKAIT


− Penganggaran penyusunan RTR − RPJP Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota
− Kajian awal − Kajian awal
− Rencana kerja dan pembentukan tim − Rencana kerja dan pembentukan tim

Kondisi fisik, lingkungan, sumber daya alam, ANALISIS KECENDERUNGAN


ekonomi, dan sosial wilayah dan isu PERKEMBANGAN
perencanaan tata ruang
− Daya dukung dan daya tampung lingkungan
− Keterkaitan antar wilayah
− Keterkaitan intra wilayah
KONDISI WILAYAH PERENCANAAN DAN
KECENDERUNGANNYA
SKENARIO DAN RANCANGAN RENCANA TATA
− Wilayah administratif
RUANG
− Geologi, hidrogeologi, dan bencana geologi
− Hidrologi, sumber daya air, banjir dan
genangan
− Sumber daya alam, lingkungan, dan hayati RENCANA TATA RUANG
− Prasarana dan sarana wilayah
− Penggunaan lahan − Tujuan, kebijakan, dan strategi
− Konservasi dan kawasan lindung − (Arahan) rencana struktur ruang
− Perekonomian dan pembiayaan − (Arahan) rencana pola ruang
pembangunan − (Arahan) rencana kawasan strategis
− Demografi dan kecenderungannya − Rencana pemanfaatan ruang
− Tingkat kesejahteraan − Rencana pengendalian pemanfaatan ruang
− Sosial dan budaya − Kelembagaan dan pengembangan kapasitas
− Pembiayaan pembangunan

Gambar 2
Proses Teknokratik Penyusunan Rencana Tata Ruang
Proses publik merupakan proses pelibatan peran serta masyarakat
dalam perencanaan tata ruang. Secara rinci peran serta tersebut
diatur PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Hasil sintesis berupa rancangan produk rencana akan dirumuskan
menjadi rancangan peraturan tentang rencana tata ruang melalui
penyusunan naskah akademik mengikuti prosedur birokratik.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 17


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Prosedur birokratik juga berlaku bagi evaluasi dan persetujuan


substantif pada hirarki kewenangan lebih tinggi serta penetapan
peraturan tentang rencana tata ruang.
Prosedur birokratik akan melibatkan peran institusi pada
pemerintahan daerah yang bersangkutan dan pada paras lebih
tinggi.

Bappeda atau SKPD Bidang Perencanaan Rancangan Perda


Provinsi/Kabupaten/Kota Provinsi/Kabupaten/Kota tentang
RTRW

Fakta dan Kondisi Eksisting dan


Kecenderungannya Diajukan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota
Pelibatan
peran serta
Analisis Perkembangan dan masyarakat
Kecendrungannya dan konsultasi Evaluasi dan masukan Raperda
pemangku oleh DPRD
kepentingan

RANCANGAN RENCANA TATA RUANG DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota


WILAYAH
− Tujuan, kebijakan, dan strategi
− Struktur ruang Evaluasi dan persetujuan
− Pola ruang substantif
− Kawasan strategis
− Indikasi program jangka menengah
− Pengendalian pemanfaatan ruang BKPRN
− Kelembagaan dan pengembangan
kapasitas
− Pembiayaan pembangunan
Persetujuan Raperda RTRW
Materi Teknis

Kementerian Dalam Negeri


Naskah Akademik dan Rancangan Perda
tentang RTRW
Perda RTRW
Biro Hukum Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota

Gambar 3
Prosedur Birokratik dan Legislatif Penetapan Rencana Tata Ruang

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 18


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

2.2.3 Pemanfaatan Ruang


Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan jangka wakti indikasi
program utama dan disesuaikan dengan pemanfaatan ruang wilayah
administratif sekitarnya.
Secara garis besar pemanfaatan ruang akan mencakup :
− Pelaksanaan program pemanfaatan ruang sesuai yang diatur
dalam RTRW.
− Pembiayaan yang mendukung pelaksanaan program.
− Didasarkan pada standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan
prasarana dan sarana umum, standar kualitas lingkungan, dan
daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan
pengembangan :
− Penata-gunaan lahan.
− Penata-gunaan ruang bawah tanah.
− Penata-gunaan air.
− Penata-gunaan udara.
− Penata-gunaan sumber daya alam lainnya.
dengan didukung oleh :
− Pengklasifikasian dan nomenklatur penggunaan lahan, ruang
bawah tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya.
− Kriteria penggunaan dan pemanfaatan lahan, ruang bawah tanah,
air, udara, dan sumber daya alam lainnya.
− Neraca penggunaan lahan, neraca penggunaan sumber daya air,
dan neraca penggunaan udara.

2.2.4 Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui
penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan
disinsentif, dan pengenaan sanksi sebagai sarana untuk

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 19


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

mewujudkan rencana tata ruang. Peraturan zonasi merupakan


perangkat pemandu penggunaan ruang yang ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah bagi arahan peraturan zonasi sistem Nasional,
Peraturan Daerah Provinsi bagi arahan peraturan zonasi sistem
Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota bagi peraturan zonasi
Kabupaten/Kota.
Perijinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangan masing-masing, termasuk pembatalan
perijinan dan pemberian ganti kerugian atas ketidaklayakan
pemberian ijin.
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan insentif
dan disinsentif dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.
Insentif atau imbalan diberikan melalui :
− Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang,
imbalan, sewa ruang, dan urun saham.
− Pengadaan dan penyediaan infrastruktur dan utilitas umum.
− Kemudahan prosedur perijinan.
− Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan
pemerintah daerah.
Disinsentif untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau
mengurangi kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dilakukan melalui :
− Pengenaan pajak yang tinggi.
− Pembatasan penyediaan infrastruktur dan utilitas umum.
Sanksi dikenakan untuk tindakan penertiban atas kegiatan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Gambar 4 menunjukkan mekanisme pengendalian pemanfaatan
ruang dan Gambar 5 menunjukkan perangkat pengendalian yang
dapat diterapkan.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 20


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Mekanisme Perijinan Mekanisme Pengawasan Penertiban

Laporan Perubahan Pemantauan Evaluasi Rencana


Pemanfaatan Ruang Simpangan Tata Ruang
Pemanfaatan Ruang

Sanksi Administratif Sanksi Perdata Sanksi Pidana

Gambar 4
Pengendalian Pemanfaatan Ruang

PERANGKAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Rencana Insentif dan Perijinan Pengawasan Penertiban


Tata Ruang Disinsentif

RTR Regulatory Insentif Pelaporan Pelaporan


ₒ Rencana Detail Kemudahan ijin, harga Pemantauan Pemantauan
Tata Ruang lahan, keringanan pajak, Evaluasi Evaluasi
ₒ Peraturan Zonasi kompensasi, imbalan,
dan pola pengelolaan
Perangkat Discretionary
ₒ Urban Design Disinsentif Sistem dan Prosedur
Perketatan persyaratan, Substansi
Guidelines
tambahan pajak dan ₒ Ijin investasi atau ijin prinsip
ₒ Building Codes
retribusi, denda, ₒ Ijin lokasi
ₒ Keputusan Pejabat
pembatasan prasarana ₒ Ijin lingkungan
Berwenang terkait
alokasi ruang dan dan sarana umum dan ₒ Ijin perencanaan Ijin
pengaturannya sosial pembangunan (IMB)

Gambar 5
Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 21


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

2.3 Kelembagaan Penataan Ruang


Sesuai dengan kontinum penataan ruang yang mencakup fungsi
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, maka kelembagaan
penataan ruang akan mencakup hampir seluruh satuan perangkat kerja
pada Pemerintah dan pemerintah daerah.
Fungsi perencanaan tata ruang akan berada pada institusi yang
bertanggung jawab atas perencanaan tata ruang. Fungsi pemanfaatan
ruang akan melibatkan seluruh institusi pelaksana pembangunan dan juga
masyarakat yang berprakarsa melakukan pembangunan. Fungsi
pengendalian pemanfaatan ruang akan melibatkan institusi perencana
teknis, penerbit perijinan, penerbit peraturan teknis, dan pengawasan.
Secara kelembagaan penataan ruang juga berhirarki sesuai
dengan hirarki penataan ruang bersangkutan, pada paras Nasional akan
melibatkan kelembagaan Pemerintah, pada paras provinsi akan
melibatkan kelembagaan pemerintah provinsi, dan pada paras
kabupaten/kota akan melibatkan kelembagaan pemerintah
kabupaten/kota.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 22


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Penataan Ruang

Perencanaan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang Pengendalian


Pemanfaatan Ruang
Nasional Nasional
− Kementerian Pekerjaan − Kementerian/Lembaga Nasional
Umum Teknis − Kementerian/Lembaga
Provinsi − BUMN Bidang Perijinan, Peraturan
− Bappeda − Swasta Teknis, dan Pengawasan
− Dinas Pekerjaan Umum − Masyarakat − Masyarakat
− Dinas Tata Ruang Provinsi Provinsi
− SKPD lain bidang − Dinas/SKPD teknis − Dinas/SKPD Bidang Perijinan,
perencanaan − BUMD Peraturan Tekjnis, dan
Kabupaten/Kota − Swasta Pengawasan
− Bappeda Kabupaten/Kota − Masyarakat − Masyarakat
− Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
− Dinas Tata Ruang − Dinas/SKPD teknis − Dinas/SKPD Bidang Perijinan,
− SKPD lain bidang − BUMD Peraturan Tekjnis, dan
perencanaan − Swasta Pengawasan
− Masyarakat − Masyarakat
− BUMD
− Swasta
− Masyarakat

Gambar 6
Kelembagaan Penataan Ruang

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 23


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

BAB III

KONTEKS PENATAAN RUANG DALAM PENYELENGGARAAN


AMDAL

3.1 Posisi AMDAL dalam Pengendalian Pembangunan


AMDAL merupakan salah satu instrumen pengendalian
pembangunan yang diselenggarakan melalui pencegahan
pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh suatu rencana kegiatan.
Berdasarkan pengkajian dan telaah dampak lingkungan, AMDAL
menghasilkan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana
pemantauan lingkungan bagi rencana kegiatan yang bersangkutan.
Dalam konteks tersebut, obyektif yang dituju adalah upaya
pengendalian secara internal sumber pencemaran dan kerusakan
lingkungan untuk mencegah terjadinya dampak terhadap lingkungan
eksternal. Dengan asumsi tersebut, maka diharapkan rencana
kegiatan secara agregatif dapat mengendalikan dan mencegah
dampak lingkungan yang mungkin timbul.
Dengan demikian, AMDAL akan berposisi secara spesifik :
a. Pengendalian dan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
b. Pengendalian pembangunan pada paras kegiatan dalam
kepentingan untuk diimplementasikan.
Dalam posisi spesifik tersebut, maka AMDAL tidak dapat
difungsikan sebagai instrumen pengendalian pembangunan yang
bersifat komprehensif menurut dimensi keruangan, waktu, maupun
substansial. Pengendalian dan pencegahan pencemaran dan
kerusakan lingkungan oleh suatu rencana kegiatan melalui instrumen
AMDAL dilakukan secara inkremental. Oleh karenanya keberhasilan
pengendalian dan pencegahan bersifat mikro dan dimaksudkan
untuk menginternalisasi eksternalitas berupa potensi pencemaran
dan kerusakan lingkungan.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 24


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

3.2 Kesetaraan AMDAL dengan Skala dan Lingkup Perencanaan


Tata Ruang
Sebagaimana diatur oleh peraturan-perundang-undangan,
maka penataan ruang yang didasarkan pada rencana tata ruang
mengenal hirarki perencanaan secara administratif dan substantif.
Hirarki secara administratif mengatur tentang kedalaman
informasi rencana pada skala yang berbeda antara rencana tata
ruang pada skala Nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta
antara rencana umum tata ruang dengan rencana rinci tata ruang.
Skala informasi rencana menjadi penting dalam pengaturan ruang
karena akan menentukan fungsi ruang yang dapat diakomodasikan
dalam rencana yang lazimnya diformulasikan dalam format peta
rencana. Peta rencana akan memuat fungsi ruang yang
ditransformasikan dalam satuan dua dimensional sebagai pusat
kegiatan, jaringan infrastruktur, dan kawasan fungsional. Dalam peta
rencana tata ruang dikenal sebagai sistem pusat kegiatan, sistem
jaringan prasarana, dan kawasan fungsional. Kawasan fungsional
pada paras rencana umum tata ruang merupakan dominasi kegiatan
tertentu dalam kawasan bersangkutan.
Sebagai contoh, dalam RTRW Provinsi pengaturan ruang
secara fungsional akan berlaku bagi pusat kegiatan, sistem jaringan
prasarana, dan kawasan fungsional berskala 1 : 250.000. Skala
informasi perencanaan tersebut memberikan pengertian
bahwasanya pengaturan tatanan ruang berlaku bagi pusat kegiatan,
sistem jaringan prasarana, dan kawasan fungsional yang dapat
diidentifikasi pada skala tersebut. Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa rencana kawasan pertanian dalam RTRW Provinsi diartikan
sebagai kawasan dengan dominasi fungsi pertanian dengan luasan
minimal 6,25 Km2.
Rencana tata ruang juga mengenal hirarki substansial yang
melekat dalam lingkup obyek perencanaan. Hirarki ini akan

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 25


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

mengikuti paras perencanaan tata ruang secara administratif. RTRW


Provinsi akan mengatur tentang rencana struktur ruang dan pola
ruang pada skala makro dan secara fungsional memiliki kepentingan
berskala provinsi, misalnya rencana pusat kegiatan berskala
provinsi, rencana jalan arteri primer, rencana jalan kolektor primer,
dan lainnya. Sifat pengaturannya adalah arahan, sehingga
membutuhkan rincian rencana.
Dalam konteks tersebut, maka keberlakuan rencana tata ruang
sebagai informasi pendukung kajian AMDAL perlu ditelaah
kesetaraannya. Pada Pasal 4 ayat (2) PP No. 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan ditetapkan prasyarat kesesuaian rencana
usaha/kegiatan yang ditelaah dampak lingkungannya dengan
rencana tata ruang. Penjelasan lebih jauh tentang ayat tersebut tidak
tersedia, sehingga menjadi penting untuk menelaah kembali tentang
tujuan prasyarat tersebut, paras perencanaan, dimensi keruangan
rencana usaha/kegiatan, dan kesetaraan skala informasi antara
rencana kegiatan dengan rencana tata ruang. Walaupun dalam
Pasal 8 PP No. 27 Tahun 2012 dikenal adanya AMDAL dengan
pendekatan terpadu dan pendekatan kawasan, namun kesetaraan
skala informasi menjadi penting dalam menelaah konteksnya
terhadap rencana tata ruang.
Dalam prakteknya tidak seluruh daerah memiliki rencana rinci
tata ruang yang lebih bersifat operasional dan bahkan yang
dilengkapi oleh rencana rinci tata ruang tersebut masih sangat
terbatas. Dan sebagian besar rencana kegiatan yang perlu
dilengkapi AMDAL umumnya merupakan kegiatan tunggal, sehingga
relatif memiliki skala besar. Pada kondisi tersebut, maka AMDAL
cenderung setara dengan rencana rinci tata ruang atau rencana lebih
rinci, seperti rencana tata letak dan bangunan (RTBL) dan lembar
rencana kerja (LRK), walaupun belum dijamin setara secara
substansial.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 26


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

Kesetaraan skala informasi tidak menjamin bahwasanya


AMDAL relevan terhadap substansi rencana tata ruang. Sebagai
ilustrasi, AMDAL merupakan perangkat pencegahan dan
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan yang bersifat
internal. Hal tersebut secara substansial tidak setara dengan
rencana tata ruang yang berfungsi sebagai perangkat alokasi ruang
dan sumber daya alam yang bersifat agregatif.
Hal lain yang perlu pula ditelaah adalah ketentuan dalam Pasal
13 ayat (1) huruf b PP No. 27/2012 tentang pengecualian AMDAL
bagi usaha/kegiatan yang berada pada Kabupaten/Kota yang telah
memilki RDTR Kabupaten/Kota dan/atau RTR Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota. Dalam kaitan tersebut perlu ditelaah kesesuaian
tujuan, lingkup, proses analisis, dan tata laksana suatu RDTR atau
RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota dengan tujuan
penyelenggaraan AMDAL. Secara lebih spesifik perlu ditelaah
apakah kajian ilmiah atau rasional dalam penyusunan rencana rinci
tersebut sesuai dengan kebutuhan pengelolaan lingkungan
sebagaimana dimaksudkan oleh instrumen AMDAL. Dalam
penjelasan ayat tersebut dinyatakan bahwa rencana detail tata ruang
telah memperhitungkan atau mengkaji dampak kegiatan terhadap
lingkungan hidup, termasuk proyeksi, prediksi, dan pengendalian
dampak secara detail. Penjelasan ini perlu ditelaah kembali
kesesuaiannya dengan kaidah dan proses perencanaan RDTR yang
diatur oleh PerMen Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota.

3.3 Perspektif Integrasi AMDAL dalam Penataan Ruang

Pada sub-bab terdahulu telah dijelaskan bahwa perlu telaah


lebih mendalam tentang kesetaraan AMDAL dengan skala dan
lingkup perencanaan tata ruang. Namun diperlukan pula telaah

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 27


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

mendalam tentang pengintegrasian penyelenggaraan AMDAL dalam


kontinum perencanaan, implementasi, dan pengawasan yang
terangkum dalam penataan ruang. Dalam keterbatasan pemahaman
tentang kesetaraan AMDAL dengan skala dan lingkup perencanaan
tata ruang, tantangan lebih mendasar adalah pengintegrasian
AMDAL dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
Wujud tantangan tersebut adalah bagaimana
mentransformasikan akumulasi informasi yang dihasilkan oleh
penyelenggaraan AMDAL ke dalam penyelenggaraan perencanaan,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang
bersifat struktural. Oleh karena AMDAL merupakan perangkat yang
bersifat mikro dan inkremental, maka kendala yang dihadapi adalah
mekanisme pengakumulasian informasi dan pengintegrasiannya ke
dalam fungsi penataan ruang yang bersifat struktural.
Sebagai contoh adalah ketentuan bagi pemrakarsa
usaha/kegiatan yang menyelenggarakan kajian AMDAL untuk
menelaah dan menjamin bahwa usaha/kegiatan bersangkutan
sesuai dengan rencana tata ruang. Jika ditelaah lebih mendalam,
maka kepastian kesesuaian suatu kegiatan dengan rencana tata
ruang menjadi kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah.
Sesuai dengan sifat rencana tata ruang yang merupakan perangkat
kebijakan publik yang bersifat statutory, maka kewenangan
kepastian kesesuaian suatu usaha/kegiatan yang berdimensi ruang
berada pada Pemerintah dan pemerintah daerah. Kewenangan ini
pada ujungnya akan menghasilkan ijin, dalam hal ini disebut ijin
pemanfaatan ruang.
Jika persyaratan kepastian tentang kesesuaian dengan
rencana tata ruang terlembaga dalam sistem pengendalian
pemanfaatan ruang yang berlaku yang dikendalikan oleh Pemerintah

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 28


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

atau pemerintah daerah, maka berbagai perijinan terkait kesesuaian


dengan rencana tata ruang, seperti ijin prinsip, ijin lokasi, HO, dan
sebagainya telah berfungsi sebagai alat pengintegrasi
penyelenggraaan AMDAL dengan penyelenggaraan penataan ruang.

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 29


MODUL [TATA RUANG DALAM PENYELENGGARAAN AMDAL]

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Muatan Tata Ruang dalam dokumen AMDAL sering hanya


merupakan legalitas formal saja. Keberadaannya tidak dikaji secara
utuh dan komprehensif. Padahal kedudukan Tata Ruang dalam
konteks penyusunan AMDAL merupakan salah satu pertimbangan
disetujui atau tidaknya Izin Usaha Penambangan (IUP) atau izin lain
terkait AMDAL. Bukan hanya itu, IUP yang telah diterbitkan pun
dapat dianulir apabila ternyata dalam pelaksanaannya melanggar
Tata Ruang.

Begitu besarnya pengaruh Tata Ruang terhadap pengelolaan


lingkungan, sudah barang tentu menjadi pertimbangan utama dalam
penyusunan Dokumen AMDAL. Permasalahannya, Tim Penyusun
AMDAL tidak dilengkapi dengan tenaga perencana
(Planning/Planologi). Pada kasus tertentu baru-baru ini, dalam
menjelaskan Ruang, Lahan dan Tanah, Tim Penyusun AMDAL
belum memasukkan elemen2 penting tentang Ruang dan Lahan.
Ketika mendapat masukan dari Anggota Tim Penilai AMDAL,
umumnya Tim Penyusun tidak memahami dengan baik saran yang
diberikan. Padahal Tata Ruang memegang peranan penting dalam
pengelolaan Lingkungan Hidup.

3.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Dari modul ini diharapkan adanya umpan balik dari peserta pelatihan
seperti masukan untuk perbaikan dari modul ini baik berupa materi,
sistem pembelajaran maupun susunan modul. Dengan adanya
umpan balik ini, maka diperlukan tindak lanjut berupa perbaikan dari
modul ini agar lebih sempurna

Puslitbang LH LP2M Universitas Hasanuddin Page 30

Anda mungkin juga menyukai