adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata: Sudah berwujud baik direncanakan atau tidak
Penataan: sudah dilakukan pengaturan yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian
Tujuan penataan ruang :
1. Fisik
Alamiah, hutan, gunung, sungai, laut dsb
Buatan: gedung, jalan dsb
2. Kegiatan
Kegiatan membutuhkan ruang dan ruang dapat mewadahi kegiatan sesuai dengan kondisi alam
Kegiatan berbagai sektor harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan masyarakat, misalnya
kehutanan, pariwisata, pertambangan
3. Sumber daya
Ekonomi: harga tanah, citra tanah, perlakuan terhadap tanah tertentu
Sosial: wadah berekspresi, kebutuhan bersosialisasi
1. Seperangkat hak dan kewajiban:
Hak menikmati manfaat
Hak mendapatkan pertambahan nilai
Hak mengetahui rencana
Hak berperan serta
Hak memperoleh penggantian yang layak
Kewajiban memelihara kualitas ruang
Kewajiban mentaati rencana tata ruang
2. Wewenang pemerintah
Kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu
Mencipatakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara
Kewenangan tersebut terkait dengan fungsi pemerintahan (mengatur, melaksanakan hukum, perlindungan hukum,
kesejahteraan masyarakat)
Sejarah hukum yang mengatur penatata ruang
1938 pemerintah kolonial Belanda menyerahkan rancangan peraturan tata kota (Stadsvormings-
ordonnantie atau SVO) kepada Volksraad. Nota penjelasannya menjelaskan tujuan perencanaan
kota sebagai berikut: “(…) untuk menyelenggarakan pembangunan dan pembangunan, baik oleh
pemerintah daerah maupun oleh pihak lain, untuk menjamin perkembangan kota-kota sesuai
dengan karakteristik sosial dan geografisnya serta pertumbuhan yang diharapkan. Perencanaan
kota perlu mengupayakan pembagian kebutuhan yang proporsional dari semua kelompok
penduduk sesuai dengan disposisi mereka, dan untuk menciptakan fungsi kota yang harmonis
secara keseluruhan. Semua ini harus mempertimbangkan lingkungan dan posisi kota dalam
konteks yang lebih luas”
Undang-Undang Perencanaan Kota tahun 1948 (Stadsvormingsordonnantie atau SVO 1948)
Peraturan pelaksanaan SVO (Stadsvormingsverordening 40/1949 atau SVV): kewajiban
pemerintah kota untuk menyediakan peta perencanaan kota yang umum dan terperinci
SVO dan SVV dinyatakan berlaku antara tahun 1948 dan 1949 di kota-kota yang dikuasai Belanda
berikut ini: Batavia (dan pinggiran kota tertentu), Surabaya, Semarang, Malang, Cilacap,
Pekalongan, Padang, dan Palembang.
SVO dan SVV tidak langsung diterapkan pada tahun 1949 karena persepsi bahwa SVO adalah
bagian dari Belanda dan kemungkinan mengakibatkan pemisahan spasial kolonial dari ras yang
berbeda. Alasan adalah bahwa kurangnya kemampuan keuangan dan manajerial administrator
untuk mempersiapkan tata kota sesuai dengan SVO/SVV.
pada tahun 1973 SVO dan SVV 'direvitalisasi’, karena upaya memasukkan kembali Indonesia ke
dalam jaringan komersial global harus didukung oleh kebijakan menjadikan kawasan perkotaan
sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Kebijakan tata kota juga berlaku untuk kota-kota
Pada tahun 1973, Departemen Dalam Negeri mendeklarasikan berlakunya SVO untuk kota-kota
selain 15 kota yang telah ditunjuk oleh pemerintah kolonial, dengan Surat Edaran (Pemda 18/3/6)
tanggal 15-5-1973 tentang Penyusunan Tata Kota.
Dengan demikian, SVO dan SVV hanya mementingkan rencana induk perkotaan mengenai
pembangunan infrastruktur kota.
Undang-Undang 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Sumber hukum penataan ruang
Peraturan sektor
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
Dll
Persyaratan-persyaratan lingkungan yang harus ditaati dalam Perencanaan tata ruang sebagaimana yang
diatur di dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 32/2009: Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) dan Memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
Beberapa ketentuan mengenai perencanaan wilayah di sektor-sektor sumber daya alam: pengukuhan
kawasan hutan (UU Kehutanan 41/2009); perencanaan perkebunan (UU perkebunan 39/2014); rencana
pengelolaan mineral dan batubara nasional (UU pertambangan mineral dan batubara 3/2020)
Pemanfaatan ruang dan hukum agraria (yang diatur dalam UU 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Dasar
Agraria). UU agrarian menentukan macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang
lain serta badan-badan hukum (Pasal 4). Hak-hak atas tanah adalah (Pasal 16 ayat (1) : hak milik, hak
guna usaha,hak guna bangunan, hak pakai dst. Apabila UU agraria dan UU penataan ruang ditemukan,
sebaiknya diperhatikan dulu tata ruangnya sebelum menentukan hak. Sebaliknya, dalam merencanakan
tata ruang, hak-hak yang telah ada harus diperhatikan
Amdal sebagai prasyarat izin lingkungan disusun sesuai dengan rencana tata ruang (PP 27/2012). Untuk
mendapatkan izin Usaha Perkebunan harus memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana tata ruang
wilayah (UU 39/2014)
Pengaturan penataan ruang dalam UU 26/2007
Penataan ruang dalam UU 26/2007
terdiri dari
Perencanaan
Pemanfaatan
Pengendalian
Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap
bencana;
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi
ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup
serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer Yang dimaksud
“komplementer” adalah penataan ruang dilakukan dengan cara rencana tata ruang wilayah nasional
dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, dan
rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi acuan bagi penyusunan rencana tata ruang
kabupaten/kota
1. Perencanaan
POLA RUANG adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Hasil dari proses perencanaan:
Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupatenlkota dan rencana detail tata
ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
Rencana rinci tata ruang
disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Rencana rinci tata ruang
dibentuk apabila: a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan pemanfaatan rlrang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau b.
rencana umum tata ruang yang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta
dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum
dioperasionalkan.
Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang dilakukan melalui penyusunan peta
rencana tata ruang di atas Peta Dasar. Dalam haI Peta Dasar belum tersedia, pen5rusunan
rencana tata ruang dilakukan dengan menggunakan Peta Dasar lainnya.
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah dan peninjauan kembali
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah adalah 20 (dua puluh) tahun.
Rencana Tata Ruang Wilayah ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5
(lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:
bencana aiam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;
perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang;
perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan
perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
Larangan pemutihan
Alasan untuk dilakukannya peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, bukan untuk pemutihan terhadap penyimpangan pemanfaatan
ruang.
2. Pemanfaatan ruang
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang adalah pelaksanaan program pemanfaatan ruang di ruang yang
berfungsi lindung dan berfungsi budi daya
Program di kawasan budi daya meliputi kegiatan yang non konservasi dan non-
perlindungan, non-pelestarian
Program di kawasan lindung meliputi kegiatan konservasi dimana dilakukan
pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana
dan berkesinambungan serta menjamin ketersediannya secara tetap melalui
pemeliharaan dan peningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
3. Pengendalian pemanfaatan ruang
Insentif:
merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa:
keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
Kemudahan prosedur perizinan;dan/atau
pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsentif
merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa:
pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang
ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Pengendalian pemanfaatan ruang: Sanksi
Sanksi administratif
Penegakan hukum administrasi bersifat preventif (pengawasan) dan represif (sanksi administrasi)
untuk menegakkan peraturan perundang-undangan. Penegakan hukum lingkungan administrasi dapat
diterapkan terhadap kegiatan yang melanggar persyaratan perizinan dan peraturan perundang-undangan.
Penataan ruang mengatur bahwa dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata rLlang;
mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
dan
memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang sebagimana ketentuan di atas dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
peringatan tertulis;
penghentian sementara kegiatan;
penghentian sementara pelayanan umum;
penutupan lokasi;
pencabutan izin;
pembatalan izin;
pembongkaran bangunan;
pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif.
Sanksi pidana
Setiap orang yang dalam melakukan usaha dan/atau kegiatannya memanfaatkan ruang yang telah
ditetapkan tanpa memiliki persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, ------jika mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan
barang, -----jika hingga mengakibatkan kematian orang ;
Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dari pejabat yang
berwenang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, ------jika mengakibatkan perubahan fungsi
ruang, ----jika mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, jika mengakibatkan
kematian orang ;
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, selain itu dapat pula diberhentikan secara tidak dengan hormat dari jabatannya
Penegakan hukum perdata
Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan
melalui pengadilan. Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan, tergugat dapat membuktikan
bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian sengketa tidak diperoleh kesepakatan, para
pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Hak dan Peran serta masyarakat
Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
mengetahui rencana tata ruang;
menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan rLlang;
memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang;
mengajukan tuntuan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
mengajukan tuntutan pembatalan persetujuan kegiatan penataan ruang dan/atau penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau kepada pelaksana kegiatan
pemanfaatan ruang apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan
peran masyarakat. Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan, antara lain,
melalui:
partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.