Anda di halaman 1dari 65

BUPATI KOLAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA


NOMOR 16.TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KOLAKA


TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI KOLAKA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (4)


butir c Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan
Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-
undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah
dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan – Tenggara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2687);

-1-
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);

-2-
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOLAKA

dan

BUPATI KOLAKA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA


RUANG WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2012–
2032.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan
ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
7. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

-3-
8. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka yang selanjutnya
disingkat RTRW Kabupaten Kolaka adalah kebijakan Pemerintah
Daerah yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi,
lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi
dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan wilayah-
wilayah dalam Kabupaten Kolaka yang akan diprioritaskan
pengembangannya dalam kurun waktu perencanaan.
11. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
12. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung
ataubudidaya.
13. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
14. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
15. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
16. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
17. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
18. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.

-4-
19. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
20. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
21. Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP
adalah wilayah yang memiliki sumber daya bahan galian yang
berwujud padat, cair dan gas berdasarkan peta atau geologi dan
merupakan tempat dilaksanakan seluruh tahapan kegiatan
pertambangan yang meliputi Penyelidikan Umum; Eksplorasi;
Operasi-Produksi; dan pasca tambang baik di wilayah darat maupun
perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
22. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau
kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
23. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
24. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
25. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa kecamatan.
26. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah
kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.
27. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
28. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
29. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
30. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

-5-
31. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu tugas
Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
32. Daerah adalah Kabupaten Kolaka di Provinsi Sulawesi Tenggara.
33. Bupati adalah Bupati Kolaka.
34. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kolaka.
35. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2
Penataan ruang daerah bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
Kabupaten Kolaka yang berbasis pertanian dalam arti luas, kelautan dan
perikanan, pertambangan dan pariwisata yang berwawasan lingkungan,
serasi dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 3
Kebijakan penataan ruang daerah terdiri atas:
a. pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lingkungan hidup;
b. peningkatan kegiatan perkebunan yang disertai dengan
pengembangan kegiatan industri perkebunan yang inovatif dalam
rangka memberi nilai tambah bagi perekonomian wilayah;
c. peningkatan produksi pertanian dan perikanan dengan pengelolaan
yang ramah lingkungan berkelanjutan;

-6-
d. pengembangan dan peningkatan kegiatan pertambangan beserta
kegiatan pendukungnya yang berwawasan lingkungan berkelanjutan
untuk menunjang pengembangan sektor unggulan lainnya;
e. pengembangan sistem prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas
sebagai pemicu perkembangan wilayah yang merata di seluruh
kabupaten;
f. pengembangan dan peningkatan pusat-pusat ekonomi sebagai sentra
pertumbuhan wilayah kabupaten;
g. pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara;
h. pengembangan mutu dan jangkauan pelayanan untuk sistem jaringan
energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumberdaya
air dan sistem pengelola lingkungan;
i. pengendalian dan pelestarian kawasan lindung;
j. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara; dan
k. pengembangan kawasan pariwisata yang berwawasan lingkungan.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

Pasal 4
(1) Strategi pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas :
a. mempertahankan kawasan hutan dengan luas paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari luas DAS sesuai dengan kondisi
ekosistemnya;
b. melestarikan dan mengelola kawasan berfungsi lindung untuk
fungsi ekologis, biologis, penelitian dan pariwisata terbatas;
c. menetapkan tata batas yang tegas untuk kawasan berfungsi
lindung termasuk kawasan konservasi;
d. meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian
kerusakan dan pencemaran lingkungan; dan
e. mengembalikan fungsi kawasan lindung yang telah rusak secara
bertahap untuk dapat memelihara keseimbangan lingkungan.
(2) Strategi peningkatan kegiatan perkebunan yang disertai dengan
pengembangan kegiatan industri perkebunan yang inovatif dalam
rangka memberi nilai tambah bagi perekonomian wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas:

-7-
a. menetapkan kawasan perkebunan kakao sebagai wilayah
geografis penghasil produk perkebunan spesifik lokal yang perlu
dilindungi;
b. menetapkan tata batas kawasan perkebunan kakao yang
dijadikan wilayah geografis penghasil produk perkebunan spesifik
lokal;
c. meningkatkan produksi lahan melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi lahan perkebunan;
d. mendorong pengembangan kegiatan agroindustri perkebunan
kakao yang ramah lingkungan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat; dan
e. mengembangkan prasarana dan sarana pendukung kegiatan
usaha perkebunan.
(3) Strategi peningkatan produksi pertanian dan perikanan dengan
pengelolaan yang ramah lingkungan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rangka
menuju ketahanan pangan daerah;
b. mengembangkan kawasan perikanan tangkap, kawasan
perikanan budidaya, dan wisata bahari terpadu;
c. mengembangkan kawasan agropolitan dan produk unggulan
perdesaan;
d. mengembangkan kawasan pesisir sebagai kawasan pantai
unggulan;
e. menetapkan dan mengembangan kawasan minapolitan;
f. mengembangan pelabuhan perikanan yang disertai dengan
industri pengolahan perikanan; dan
g. mengembangkan prasarana dan sarana kawasan perdesaan dan
kawasan perikanan.
(4) Strategi pengembangan dan peningkatan kegiatan pertambangan
dan kegiatan pendukungnya yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan untuk menunjang pengembangan sektor unggulan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas :
a. mengembangkan pusat kegiatan industri pertambangan yang
inovatif dan ramah lingkungan;
b. mengembangkan industri pertambangan dan industri turunan
dari kegiatan pertambangan;
c. mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah yang ramah
lingkungan untuk mendukung industri pertambangan; dan
d. mengembangkan dan meningkatkan pelayanan prasarana dan
sarana industri pertambangan.

-8-
(5) Strategi pengembangan sistem prasarana dan sarana wilayah yang
berkualitas sebagai pemicu perkembangan wilayah yang merata di
seluruh kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e,
terdiri atas :
a. mengembangan sistem transportasi multimoda;
b. mengembangkan pintu-pintu gerbang wilayah dari arah darat,
laut, dan udara untuk mendukung perkembangan sektor
unggulan wilayah;
c. mengembangkan jaringan jalan untuk menghubungkan antar
pusat kawasan di pulau;
d. mengembangkan pelabuhan untuk meningkatkan pelayanan
transportasi laut;
e. mengembangkan bandar udara untuk meningkatkan pelayanan
transportasi darat;
f. mengembangkan sistem pelayanan transportasi untuk
memudahkan angkutan penumpang dan barang;
g. mengembangkan sistem energi listrik untuk mendukung
pengembangan wilayah, baik menggunakan energi terbarukan
maupun yang tidak terbarukan;
h. mengembangan sistem telekomunikasi yang handal untuk
meningkatkan pengembangan wilayah;
i. mengembangkan sistem sumberdaya air dengan memperhatikan
aspek konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya
air dan pengendalian daya rusak air; dan
j. mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan untuk
memenuhi standar pelayanan minimal bagi masyarakat.
(6) Strategi pengembangan dan peningkatan pusat-pusat ekonomi
sebagai sentra pertumbuhan wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, terdiri atas:
a. mempertahankan dan meningkatkan pusat-pusat ekonomi yang
telah berkembang;
b. mengembangkan pusat-pusat ekonomi yang merata dan
berjenjang sesuai dengan skala pelayanannya;
c. mengembangkan pusat-pusat ekonomi sesuai dengan
karakteristik wilayah untuk terciptanya pusat agropolitan,
minapolitan dan sebagainya; dan
d. meningkatkan keterkaitan antarsistem pusat-pusat ekonomi.
(7) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut dan
udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, terdiri atas :
a. mengembangkan jalan dalam mendukung pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan;

-9-
b. mengembangkan jalan arteri, kolektor dan lokal sebagai
penghubung antar wilayah;
c. mengoptimalisasi pengembangan sistem transportasi massal dan
infrastruktur pendukungnya;
d. mengoptimalkan tingkat kenyamanan dan keselamatan
penerbangan; dan
e. mengendalikan kawasan sekitar bandara sesuai aturan
keselamatan penerbangan.
(8) Strategi pengembangan mutu dan jangkauan pelayanan untuk
sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
jaringan sumberdaya air dan sistem pengelola lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h, terdiri atas :
a. menambah dan memperbaiki sistem jaringan;
b. memperluas jangkauan listrik sampai ke pelosok desa;
c. menerapkan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern;
d. membangun teknologi telekomunikasi pada wilayah-wilayah
pusat pertumbuhan;
e. melindungi sumber-sumber mata air dan daerah resapan air;
f. mengembangkan jaringan drainase sesuai dengan jangkauan dan
tingkat pelayanannya;
g. memanfaatkan sampah (Reduce, Reuse, Recycle) yang ada;
h. meningkatkan sarana dan prasarana pengolahan sampah;
i. pengelolaan sampah berkelanjutan; dan
j. meningkatkan sanitasi lingkungan untuk permukiman, produksi
jasa dan kegiatan sosial ekonomi lainnya.
(9) Strategi pengendalian dan pelestarian kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf i, terdiri atas :
a. melarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak
mengganggu fungsi lindung;
b. mengembalikan fungsi pada kawasan yang mengalami
kerusakan, melalui penanganan secara teknis dan vegetatif;
c. memberikan ketentuan yang berlaku terhadap kegiatan yang
sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup;
d. mencegah perkembangan dan mengembalikan fungsi sebagai
kawasan secara bertahap terhadap kegiatan budidaya yang
mengganggu fungsi lindung berdasarkan Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan;
e. meningkatkan kesadaran akan lingkungan melalui pendidikan,
pariwisata, penelitian dan kerjasama pengelolaan kawasan; dan
f. menghindari kawasan yang rawan bencana sebagai kawasan
terbangun.

-10-
(10) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf j, terdiri
atas:
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan;
b. mengembangkan budidaya secara efektif di dalam dan di sekitar
kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan
peruntukannya;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
negara sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan
keamanan.
(11) Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berwawasan
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf k, terdiri
atas:
a. mengembangkan objek wisata alam, sejarah dan budaya serta
buatan;
b. mengembangkan objek wisata mangrove di wilayah pesisir pantai
sepanjang By Pass Kolaka - Dawi Dawi;
c. memelihara, menjaga dan mengembangkan situs - situs
peninggalan sejarah dan budaya; dan
d. meningkatkan sarana dan prasarana wisata yang ada di masing-
masing objek wisata.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah terdiri atas :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

-11-
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan

Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKW;
b. PKLp;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di
Kelurahan Lamokato Kecamatan Kolaka, Kelurahan Mangolo
Kecamatan Latambaga, Kelurahan Kowioha Kecamatan Wundulako,
Kelurahan Puundoho Kecamatan Baula.
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Rate-Rate di Kecamatan Tirawuta; dan
b. Pomalaa di Kecamatan Pomalaa.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Watubangga di Kecamatan Watubangga;
b. Anaiwoi di Kecamatan Tanggetada;
c. Atula di Kecamatan Ladongi; dan
d. Wolo di Kecamatan Wolo.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Penanggo Jaya di Kecamatan Lambandia;
b. Polinggona di Kecamatan Polinggona;
c. Tosiba di Kecamatan Samaturu;
d. Inebenggi di Kecamatan Mowewe;
e. Sanggona di Kecamatan Uluiwoi;
f. Tinondo di Kecamatan Tinondo;
g. Lalolae di Kecamatan Lalolae;
h. Loea di Kecamatan Loea;
i. Poli-Polia di Kecamatan Poli-Polia; dan
j. Toari di Kecamatan Toari.
(6) Rincian pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-12-
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 7
Sistem jaringan prasarana utama di daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, terdiri atas:
a. sistem jaringan lalu lintas angkutan jalan; dan
b. sistem jaringan kereta api.
(2) Rincian sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III – VII yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 9
Sistem jaringan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. jaringan lalu lintas angkutan jalan terdiri atas:
1. jaringan jalan;
2. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan terdiri atas terminal
penumpang, terminal barang, jembatan timbang dan unit
pengujian kendaraan bermotor; dan
3. jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan terdiri atas jaringan
trayek angkutan orang dan jaringan lintas angkutan barang.
b. jaringan lalu lintas angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

Pasal 10
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a angka
1, terdiri atas :
a. jaringan jalan primer terdiri atas:

-13-
1. jaringan jalan arteri primer meliputi ruas jalan pada batas
Kabupaten Kolaka Utara – Wolo, Wolo – batas Kota Kolaka, Jl.
Abadi, Jl. HKSN, Jl. TPI, Jl. Kartini, Jl. Pramuka, Jl. Pemuda,
Kolaka (SP. KP. Baru) – Rate-Rate (Bts. Kab. Kolaka/Konawe)
dan Rate-Rate (Bts. Kab. Kolaka/Kendari) – Bts. Kota Unaaha;
2. jaringan jalan kolektor primer K1 meliputi ruas jalan pada
simpang Kampung Baru – Pomalaa, Pomalaa – Wolulu,
Wolulu – batas Kabupaten Kolaka/Kab. Bombana dan batas
Kab. Kolaka/Kab. Bombana – Boepinang;
3. jaringan jalan kolektor primer K2 meliputi ruas jalan pada
Rate-Rate – Poli-polia dan Poli-polia – Lapoa;
4. jaringan jalan kolektor primer K4 meliputi ruas jalan pada
Tumbudadio - Tumbudadio, Tawainalu - Bendungan, Woiha -
Tawainalu, Orawa - Loea, Poni Poniki - Tasahea, Rate-Rate -
Tasahea, Lamoare - Putemata, Rate-Rate - Dalam Kota,
Ladongi - Dalam Kota, Ladongi - Wunggoloko, Ladongi - Atula,
Atula - Persawahan, Atula - Welala, Lalowosula - Persawahan,
Atula Raa Raa - Gunung Jaya, Atula - Dalam Kota, Penanggo
Jaya - Dalam Kota, Simpang 3 Jl. Negara - Mowewe I,
Mowewe - Dalam Kota, Mangolo - Pantai, Mangolo - P.
Nelayan, Kolaka - Dawi Dawi, Balandete - Sabilambo,
Sabilambo - P. Telkom, Kolaka - Lambo, Sabilambo - Kp.
Maros, Desa 19 November - Puuwonggia, Desa 19 November -
Towua I, Wundulako - Lamekongga, Wundulako Silea -
Lamekongga, Lamekongga - Towua I, Bende - Towua II, Epe -
Wundulako, Baula - Dalam Kota, Huko Huko - Dalam Kota,
Huko Huko - Pantai, Pesouha - Persawahan, Pesouha - TPI
Dawi Dawi, Pesouha - Totobo, Pelambua - Tonggoni,
Pelambua - Totobo, Tambea - Tambea, Hakatutobu - Kebun,
Hakatutobu - Kp. Baru, Sopura - Permandian, Sopura -
Dalam Kota, Oko-Oko - Lawania, Oko-Oko - Bts. Kampung,
Pomalaa - Dalam Kota dan Wolulu - Polinggona;
5. jaringan jalan lokal meliputi ruas jalan Lamoare - Teposua,
Tawainalu - Lara, Lalingato - Simbune, Poni-Poniki - Cek
Dam, Simbalai - Kp. Tua, Loea - Kp. Bali, Gunung Jaya Wia
Wia – Poli-Polia, Welala – Pangi-Pangi, Tokai - Taosu, Poli-
Polia - Andowengga, Wonuambuteo - Aladadio, Lambandia -
Aere, Lambandia - Penanggoosi, Penanggo Jaya - Atolanu,
Atolanu - Lere Jaya, Penanggoosi – Bts. Kebun, Mokupa - Bts.
Kebun, Nelombu - Ulu Mowewe, Horodopi - Mowewe, Mowewe
I -Solewatu, Solewatu - Pehanggo, Solewatu - Tinondo, Talodo
-Tinondo, Solewatu - Wesalo, Pehanggo - Tawanga, Tawanga -

-14-
Sanggona, Sanggona - Tongauna, Tongauna - Ahilulu, Ahilulu
- Alaaha, Sanggona - Dalam Kota, Ladahai - Iwoimendaa,
Lasiroku - Pantai, Ulu Kalo - Iwoimendaa, Wonualaku -
Iwoimendaa, Lana - Woimalobu, Wolo - Lalonaha, Ulu Kalo
Kp. Polmas - Latawaro, T. Ponre Waru - Langgomali,
Langgomali - Ulu Wolo, T. Ponre Waru - Bts. Kampung, T.
Ponre Waru - Dalam Kota, Wolo - Dalam Kota, Lapao Pao -
Waworina, Ulu Lapao Pao - Donggala, Tamboli - Ulu Lapao
Pao, Amomotu - Ulu Lapao Pao, Amamotu - Tosiba, Tamboli -
Ulu Tamboli, Lambulemo - Pantai, Awa - Pantai, Tamboli -
Ulawang, Latuo - Pantai, Konaweeha - Pantai, Kaloloa -
Konaweeha, Sani Sani - Pantai, Lawulo - Ulu Lawulo, Lawulo
- Lere Esi, Samaturu - Dalam Kota, Induha - Bts. Kebun,
Mangolo - TPA, Mangolo - Lalodipu, Lalodipu - Damarwulan,
Mangolo - Ulunggolaka, Sakuli - Ulunggolaka, Sabiano -
Pantai, Watalara - Towua II, Baula - Kebun, Watalara -
Pesantren, Wundulako - Dalam Kota, Baula - Poli Polia,
Puundoho - Towua II, Bende - Puuroda, Laongori - Perumnas,
Puundoho - Persawahan, Towua I - Tonggoni, Baula - Bts.
Kebun, Lalonggolosua - Lalonggolosua, Tanggetada – Petudua
- Pewisoa Jaya, Petudua - Puundaipa, Pewisoa Jaya –
Tanggetada - Popalia, Anaiwoi - Popalia, Palewai - Anaiwoi,
Oneeha - Anaiwoi, Anaiwoi - Dalam Kota, Tondowolio -
Polenga, Polinggona - Tanggeau, Tanggeau - Kukutio,
Watubangga - Kukutio, Kukutio - Kastura, Polinggona -
Peoho, Watubangga - Bendungan, Watubangga - Wolulu,
Kukutio - Langgosipi, Sumber Rezeki - Langgosipi, Tandebura
- Ranomeentaa, Lamundre - Wowoli, Toari - Anawua, Anawua
- Langgosipi, Langgosipi - Mataosu dan Watubangga - Dalam
Kota; dan
6. jaringan jalan lingkungan meliputi ruas jalan Peatoa -
Wunggoloko, Raa Raa Dangia - Lembah Subur, Gunung Jaya
- Lembah Subur, Aladadio - Andowengga, Andowengga -
Aladadio, Aere - Iwoi Menggura, Penanggoosi - Iwoi Meajaya,
Mowewe I - Lamboo, Mowewe I - Nelombu, Horodopi - Mowewe
I, Nelombu - Mowewe I, Watupute -Laikandinu, Damarwulan -
Ulunggolaka, Tahoa - Towua I, Polenga - Popalia, Puudongi -
Tanggeau dan Lalowosula Persawahan - Persawahan.
b. jaringan jalan sekunder terdiri atas:
1. jaringan jalan arteri meliputi ruas Jalan Tahoa, Jalan BTN
Tahoa, Jalan Badewi, Jalan Lembaga, Jalan Pintu Selatan,
Jalan Pendidikan I, Jalan Pendidikan II, Jalan Lambada,

-15-
Jalan Ahmad Mustin I, Jalan Ahmad Mustin, Jalan Alam
Mekongga (Jlr. Kiri), Jalan Alam Mekongga (Jlr. Kanan), Jalan
By Pass (ke Pomalaa), Jalan Kakatua, Jalan Belibis, Jalan
Pondui, Jalan Nuri, Jalan Merpati, Jalan Garuda I, Jalan
Usman Rencong, Jalan By Pass I, Jalan Mesjid Hidayatullah,
Jalan Dr. Sutomo I, Jalan Mekongga Indah II, Jalan A.
Jemma, Jalan Dr. Sutomo II (Jlr. Kiri), Jalan Dr. Sutomo II
(Jlr. Kanan), Jalan Mutiara, Jalan Emi Saelan, Jalan
Pahlawan, Jalan Pattimura, Jalan Haluleo, Jalan Sultan
Hasanuddin I, Jalan Ahmad Yani I, Jalan Durian, Jalan
Kahyangan I, Jalan Rambutan, Jalan Pala, Jalan Mesjid Raya
I, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Pancasila (Jlr. Kiri), Jalan
Pancasila (Jlr. Kanan), Jalan Cakalang, Jalan Mesjid Raya II,
Jalan Bolu, Jalan Tinumbu, Jalan Lure, Jalan Cengkeh,
Jalan Sorume, Jalan Kadue, Jalan Kenanga, Jalan Repelita,
Jalan Cempaka, Jalan Kamboja, Jalan Kerung-Kerung, Jalan
By Pass, Jalan Barukan, Jalan Kanera, Jalan Abadi, Jalan
Peda-Peda, Jalan Cepa-Cepa, Jalan Botto-Botto, Jalan
Caredde, Jalan Cumi-Cumi, Jalan Tembang, Jalan Ruma-
Ruma, Jalan Caria, Jalan Kepiting, Jalan Udang, Jalan Sunu
I, Jalan Ngopo, Jalan Sunu, Jalan Dermaga, Jalan Pelabuhan
Speed Boat, Jalan H. Laruru, Jalan Teripang, Jalan Pemuda,
Jalan Pramuka, Jalan Penghibur dan Jalan TPI;
2. jaringan jalan kolektor meliputi ruas Jalan Bokeo, Jalan
Lapogade, Jalan Labokeo, Jalan Panorama, Jalan Kembar,
Jalan Lawangano, Jalan Abunawas Lasandara, Jalan
Lasahina, Jalan Lulo, Jalan Tunambae, Jalan Puskesmas,
Jalan Utalau, Jalan Gajah, Jalan Kelinci, Jalan Puyuh, Jalan
Pelanduk, Jalan Landak, Jalan Kelinci I, Jalan Lingkar
Stadion, Jalan Kapita, Jalan Tamalaki, Jalan Kasuari, Jalan
Cendrawasih, Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Hidayatullah,
Jalan Khairil Anwar, Jalan By Pass II, Jalan Mekongga
Indah I, Jalan Pondok Pesantren, Lorong Pesantren, Jalan
Sira, Jalan Konggoasa I, Jalan Konggoasa II, Jalan Sam
Ratulangi, Jalan W.R. Supratman, Jalan Slamet Riyadi, Jalan
Indumo, Jalan Sultan Hasanuddin II, Jalan Sultan
Hasanuddin III, Jalan Ahmad Yani II, Jalan Kahyangan II,
Jalan Merdeka, Jalan Bakti, Jalan Merdeka I, Jalan Delima,
Jalan Tamalaki, Jalan Bekicot dan Jalan H. Musakkir;

-16-
3. jaringan jalan lokal meliputi ruas Jalan Komp. Perumnas,
Jalan Perumnas, Jalan Kerumba (Bendungan), Jalan Komp.
BLK, Jalan Karya I, Jalan Karya, Jalan Kolohipo, Lorong
Iklim, Lorong Amalia, Jalan Garuda, Jalan Swadaya, Jalan
Durian I, Jalan Ktr. Kelurahan Sakuli, Jalan Latenga dan
Jalan Labeddu; dan
4. jaringan jalan lingkungan meliputi ruas Jalan Bendungan,
Jalan Pekuburan, Jalan Perumnas I, Jalan Sawah, Jalan
Banteng, Lorong Mistik dan Lorong Rahmat.
c. rencana jaringan jalan kabupaten meliputi ruas jalan Rate-rate –
Lambandia – Batas Kabupaten Konawe Selatan dan ruas jalan
Tinondo – Solewatu – Sanggona – Likuwalanapo.
(2) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a angka 2, terdiri atas :
a. terminal penumpang terdiri atas:
1. terminal penumpang tipe B yaitu Terminal Larumbalangi
terdapat di Desa Sembilan Belas November Kecamatan
Wundulako;
2. terminal penumpang tipe C meliputi Terminal Lambandia
terdapat di Kelurahan Penanggo Jaya Kecamatan Lambandia,
Terminal Latambaga terdapat di Kelurahan Sea Kecamatan
Latambaga, Terminal Pomalaa terdapat di Kelurahan Dawi-
Dawi Kecamatan Pomalaa, Terminal Rate-Rate terdapat di
Kelurahan Rate-Rate Kecamatan Tirawuta dan Terminal
Watubangga terdapat di Kelurahan Watubangga Kecamatan
Watubangga; dan
3. rencana terminal penumpang tipe C terdapat di Kecamatan
Tanggetada, Wolo dan Mowewe.
b. terminal barang dikembangkan dekat dengan pergudangan,
pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan terdiri atas:
1. terminal barang eksisting terdapat di Kelurahan Lamokato
Kecamatan Kolaka; dan
2. rencana terminal barang di Kecamatan Pomalaa dan Wolo.
c. jembatan timbang terdiri atas :
1. jembatan timbang eksisting terdapat pada ruas jalan Simpang
Tiga Kolaka – Kendari – Pomalaa di Desa Sembilan Belas
November Kecamatan Wundulako; dan
2. rencana jembatan timbang pada ruas jalan batas Kabupaten
Kolaka/Kabupaten Bombana.

-17-
d. unit pengujian kendaraan bermotor terdapat di Desa Sembilan
Belas November Kecamatan Wundulako.
(3) Jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a angka 3, terdiri atas :
a. jaringan trayek angkutan orang terdiri atas:
1. Trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) terdiri atas:
a) Makassar – Bajoe – Kolaka – Kendari;
b) Toraja – Malili – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe – Kendari;
c) Pinrang – Kolaka – Kendari;
d) Pare-Pare – Pinrang – Bone – Kolaka – Kendari;
e) Rantepao – Palopo – Malili – Kolaka Utara – Kolaka –
Konawe – Kendari;
f) Makassar – Pare-Pare – Toraja – Palopo – Malili – Kolaka –
Konawe – Kendari; dan
g) Sulawesi Barat (Polewali Mandar, Majene, Mamuju) – Pare-
Pare – Bajoe – Kolaka – Kendari.
2. trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) terdiri
atas:
a) Kota Kendari – Kabupaten Konawe (Wawotobi - Asinua) -
Terminal Rate-Rate - Terminal Larumbalagi;
b) Terminal Latambaga – Kabupaten Kolaka Utara (Pakue –
Lasusua – Lambai - Batu Putih);
c) Terminal Pomalaa – Terminal Watubangga - Kabupaten
Bombana (Boepinang – Bambaea – Kasipute);
d) Terminal Rate-Rate – Terminal Lambandia – Alangga
(Kabupaten Konawe Selatan); dan
e) Terminal Rate-Rate – Terminal Lambandia – Tinanggea
(Kabupaten Konawe Selatan) – Kasipute (Kabupaten
Bombana).
3. trayek angkutan perkotaan terdiri atas :
a) Terminal Latambaga – Terminal Larumbalagi;
b) Terminal Larumbalagi – Terminal Pomalaa; dan
c) Terminal Latambaga – Mangolo.
4. trayek angkutan perdesaan terdiri atas:
a) Terminal Latambaga – Wolo;
b) Terminal Pomalaa – Tambea;
c) Terminal Pomalaa – Terminal Watubangga;
d) Terminal Pomalaa – Polinggona;
e) Terminal Pomalaa – Terminal Watubangga – Toari;
f) Terminal Larumbalangi – Mowewe;

-18-
g) Terminal Larumbalagi – Terminal Rate-Rate – Terminal
Lambandia;
h) Terminal Larumbalagi – Uluiwoi;
i) Terminal Rate-Rate – Penanggo Jaya; dan
j) Terminal Rate-Rate – Lembah Subur.
5. trayek angkutan perintis kabupaten terdiri atas:
1. Kolaka – Sanggona; dan
2. Watubangga – Mataosu.
b. jaringan lintas angkutan barang terdiri atas:
1. Kolaka – Makassar;
2. Kolaka – Surabaya;
3. Kolaka – Makassar;
4. Kolaka – Kolaka Utara;
5. Kolaka – Konawe;
6. Kolaka – Kendari;
7. Kolaka – Konawe Selatan; dan
8. Kolaka – Bombana.
(4) Jaringan lalu lintas angkutan sungai, dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, terdiri atas :
a. pelabuhan penyeberangan yaitu Pelabuhan Penyeberangan
Kolaka terdapat di Kecamatan Latambaga; dan
b. lintas penyeberangan meliputi lintas penyeberangan antar
provinsi pada perairan Teluk Bone antara Pelabuhan
Penyeberangan Kolaka dengan Pelabuhan Penyeberangan Bajoe
(Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan) dan lintas
penyeberangan antar provinsi pada perairan Teluk Bone antara
Pelabuhan Penyeberangan Kolaka dengan Penyeberangan Siwa
(Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan).

Pasal 11
(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf b, yaitu jaringan jalur kereta api lintas cabang.
(2) Jaringan jalur kereta api lintas cabang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terdiri atas:
a. sistem jaringan jalur kereta api lintas cabang meliputi rencana
jalur kereta api Kendari - Kolaka (prioritas sedang) dan jalur
kereta api Kolaka – Poso (prioritas rendah); dan
b. simpul jaringan jalur kereta api direncanakan pada Stasiun
Kolaka.

-19-
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 12
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b, terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. pelabuhan pengumpul terdiri atas :
a. Pelabuhan Kolaka di Kecamatan Latambaga; dan
b. Pelabuhan Pomalaa di Kecamatan Pomalaa.
b. pelabuhan pengumpan regional yaitu Pelabuhan Tanggetada di
Kecamatan Tanggetada;
c. pelabuhan pengumpan lokal (pelayaran rakyat) terdiri atas :
1. Pelabuhan Dawi-Dawi di Kecamatan Pomalaa;
2. Pelabuhan Toari di Kecamatan Toari;
3. Pelabuhan Wolo di Kecamatan Wolo;
4. Pelabuhan Malombo di Kecamatan Samaturu;
5. Pelabuhan Wowatamboli di Kecamatan Samaturu;
6. Pelabuhan Malaha di Kecamatan Samaturu;
7. Pelabuhan Babarina di Kecamatan Samaturu;
8. Pelabuhan Iwoimendaa di Kecamatan Samaturu;
9. Pelabuhan Sani-sani di Kecamatan Samaturu;
10. Pelabuhan Lawulo di Kecamatan Samaturu;
11. Pelabuhan Mangolo di Kecamatan Latambaga;
12. Pelabuhan Anaiwoi di Kecamatan Tanggetada; dan
13. Pelabuhan Lalonggosula di Kecamatan Tanggetada.
d. terminal khusus terdiri atas:
a. terminal khusus Bahan Bakar Minyak (BBM) terdapat di
Kelurahan Mangolo Kecamatan Latambaga; dan
b. terminal khusus pertambangan terdapat di Kecamatan
Pomalaa, Wolo dan Tanggetada.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. alur pelayaran regional melalui perairan Teluk Bone yang
berfungsi melayani angkutan penumpang dan barang antar
provinsi dengan trayek terdiri atas :
1. Pelabuhan Kolaka – Makassar;
2. Pelabuhan Kolaka – Surabaya;

-20-
3. Pelabuhan Kolaka – Jakarta;
4. Pelabuhan Kolaka – Bajoe;
5. Pelabuhan Kolaka – Siwa;
6. Pelabuhan Pomalaa – Makassar;
7. Pelabuhan Pomalaa – Surabaya; dan
8. Pelabuhan Pomalaa – Jakarta.
b. alur pelayaran lokal melalui perairan Teluk Bone yang berfungsi
melayani angkutan penumpang dan barang dalam kabupaten
dengan trayek menghubungkan antar pelabuhan di daerah.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 13
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. bandar udara pengumpan yaitu Bandar Udara Sangia Nibandera
di Kecamatan Tanggetada; dan
b. bandar udara khusus yaitu Bandar Udara Aneka Tambang di
Kecamatan Pomalaa.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, merupakan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP) terdiri atas:
a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
c. kawasan di bawah permukaan transisi;
d. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
e. kawasan di bawah permukaan kerucut; dan
f. kawasan di bawah permukaan horizontal luar.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-21-
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 14
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 15
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
a, terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit jaringan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdiri atas:
1. PLTD eksisting terdiri atas:
a) PLTD Kolaka terdapat di Kelurahan Balandete Kecamatan
Kolaka;
b) PLTD Mowewe terdapat di Kelurahan Inebenggi
Kecamatan Mowewe;
c) PLTD Lalolae terdapat di Kelurahan Lalolae Kecamatan
Lalolae; dan
d) PLTD PT. ANTAM terdapat di Kelurahan Komoro
Kecamatan Pomalaa.
2. rencana PLTD meliputi PLTD Lambandia di Kecamatan
Lambandia, PLTD Baula di Kecamatan Baula dan PLTD
Watubangga di Kecamatan Watubangga.
b. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) meliputi PLTU
Kolaka di Kelurahan Mangolo Kecamatan Latambaga, PLTU di
Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa dan PLTU PT. ANTAM di
Kelurahan Dawi-Dawi Kecamatan Pomalaa;
c. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) meliputi PLTA
Tamboli di Kecamatan Samaturu dan PLTA Konaweha di
Kecamatan Uluiwoi dan Uesi;

-22-
d. Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) yaitu PLTM 19
November terdapat di Desa Sembilan Belas November Kecamatan
Wundulako;
e. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) terdiri atas:
1. PLTMH eksisting terdapat di Dusun Lakuya Desa Ulu
Konaweha Kecamatan Samaturu; dan
2. rencana PLTMH di Kecamatan Wundulako dan Desa Lasiroku
Kecamatan Wolo.
f. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdapat di setiap
kecamatan terutama desa-desa terpencil yang sulit dijangkau
oleh jaringan listrik PLN.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. jaringan transmisi tenaga listrik terdiri atas :
1. rencana Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 275 KV yang
interkoneksi dengan jaringan transmisi di Provinsi Sulawesi
Selatan;
2. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 150 KV yang
melintasi Kolaka – Tanggetada dan direncanakan melintasi
Kendari – Kolaka – Iwoimendaa dan Wotu – Kolaka Utara –
Kolaka – Konawe – Kendari; dan
3. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) tersebar di setiap
kecamatan.
b. Gardu Induk terdapat di Kecamatan Kolaka; dan
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi terdiri atas :
1. Depo BBM yaitu Depo Pertamina terdapat di Kelurahan
Mangolo Kecamatan Latambaga;
2. Depo BBG yaitu Depo Pertamina terdapat di Kelurahan
Induha Kecamatan Latambaga; dan
3. pembangunan jaringan pipa gas yaitu rencana jaringan
transmisi gas bumi nasional Pulau Sulawesi dengan sumber
gas Pertamina dan Exspan di jalur Donggi – Pomalaa–
Sengkang (Provinsi Sulawesi Selatan).
(4) Rincian sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-23-
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 16
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. jaringan serat optik yang menghubungkan Kendari – Konawe –
Kolaka - Kolaka Utara - Kabupaten Luwu Timur Provinsi
Sulawesi Selatan; dan
b. Stasiun Telepon Otomat (STO) yaitu STO Kolaka terdapat di
Kecamatan Kolaka.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. jaringan seluler diarahkan pada pengembangan menara
telekomunikasi bersama yang menjangkau seluruh wilayah
kabupaten, dengan penempatan menara Base Transceiver Station
(BTS) eksisting terdapat di setiap kecamatan kecuali Kecamatan
Tinondo, Uluiwoi, Uesi, Iwoimendaa, Polinggona dan Lalolae;
b. jaringan terrestial yaitu jaringan mikro digital tersebar di
Kecamatan Kolaka, Latambaga dan Pomalaa;
c. sistem jaringan stasiun radio lokal direncanakan menjangkau
hingga ke seluruh pelosok perdesaan dengan stasiun pemancar
terdapat di setiap kecamatan; dan
d. sistem jaringan stasiun televisi lokal direncanakan siarannya
menjangkau ke seluruh daerah dengan stasiun televisi terdapat
di Kelurahan Sabilambo Kecamatan Kolaka.
(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
teraplikasi dalam bentuk pengembangan jaringan internet dan
telekomunikasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan dan pengaturan lokasi
pembangunan menara bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, akan diatur dalam Peraturan Bupati.
(6) Rincian sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-24-
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumberdaya Air

Pasal 17
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 huruf c, terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan irigasi;
d. jaringan air baku untuk air bersih;
e. sistem pengendalian banjir; dan
f. sistem pengamanan pantai.
(2) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. WS lintas provinsi yaitu WS Pompengan – Larona dengan Daerah
Aliran Sungai (DAS) dalam daerah hanya DAS Larona;
b. WS lintas kabupaten terdiri atas:
1. WS Toari – Lasusua dengan DAS dalam daerah meliputi DAS
Watunohu, DAS Tamborasi, DAS Iwoimendaa, DAS
Langgomali, DAS Tamboli, DAS Konaweeha, DAS Mangolo,
DAS Balandete, DAS Sabilambo, DAS Wundulako, DAS
Mekongga, DAS Huko-huko, DAS Oko-oko, DAS Popalia, DAS
Wolulu, DAS Poturua, DAS Peoho, DAS Toari dan DAS
Padamarang;
2. WS Poleang – Roraya dengan DAS dalam daerah meliputi DAS
Poleang dan DAS Roraya; dan
3. WS Konaweha – Lasolo dengan DAS dalam daerah hanya DAS
Konaweeha.
(3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. CAT dalam kabupaten meliputi CAT Kolaka dan CAT Tanggetada;
dan
b. CAT lintas kabupaten meliputi CAT Bungku dan CAT Ewolangka.
(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
merupakan pengembangan Daerah Irigasi (DI) terdiri atas:
a. DI kewenangan Pemerintah yaitu DI Wundulako ditetapkan
seluas 3.113 (tiga ribu seratus tiga belas) hektar;
b. DI kewenangan pemerintah provinsi meliputi DI Ladongi
ditetapkan seluas 2.212 (dua ribu dua ratus dua belas) hektar, DI
Tamboli ditetapkan seluas 1.395 (seribu tiga ratus sembilan

-25-
puluh lima) hektar dan DI Oko-oko seluas 1.200 (seribu dua
ratus) hektar;
c. DI kewenangan pemerintah kabupaten meliputi DI Andowengga,
DI Simbune Bawah, DI Watubangga, DI Wolulu, DI Tokay, DI
Loea, DI Simbune Atas, DI Balandete, DI Huko-Huko, DI
Konaweha, DI Mowewe I, DI Mowewe II, DI Woitombo, DI Wolo, DI
Lapao-Pao, DI Tongauna dan DI Penanggo; dan
d. rencana pengembangan DI kabupaten dengan status irigasi
berupa irigasi semi teknis dan Irigasi Desa (ID) meliputi DI
Iwoikondo, DI Polinggona, ID Damarwulan, ID Sabilambo, ID
Sabiano/Towua I, ID Unamendaa/Towua II, ID Bende, ID
Puulemo/Baula, ID Watalara, ID Puundoho I/Puubunga, ID
Puundoho II/Puubunga, ID Pulomaniang, ID Pesouha, ID Totobo,
dan ID Pesouha, ID Lamedai I, ID Lamedai II, ID Oneeha, ID
Popalia, ID Solewatu I, ID Solewatu II, ID Wako-Wako, ID Sabi-
Sabila, ID Watupute, ID Ambapa, ID Tinondo I, ID Tinondo II, ID
Tinondo III, ID Tinondo IV, ID Tinondo V, ID Tengko, ID Horodopi
I, ID Horodopi II, ID Tawarombadaka, ID Sanggona, ID Keisio, ID
Lalosingi, ID Tawainalu I/Loka, ID Tawainalu II/Tumbudadio, ID
Lara, ID Gunung Jaya, ID Batu Bronjong, ID Putemata I, ID
ladongi Jaya, ID Pangi-Pangi, ID Subak Tegek, ID Aere, ID
Penanggosi, ID Atolanu, ID Lere Jaya, ID Lowa, ID Bou, ID Sani-
Sani, ID Malaha, ID Amamotu, ID Maros, ID Awa, ID Ponre I, ID
Ponre II, ID Ponre III, ID Lana, ID Lalonaha, ID Ulu Kalo, ID
Iwoimenda, ID Lambopini, ID Ladahai, ID Ulu Lapao-Pao, ID
Donggala di Kecamatan Wolo, ID Anaiwoi I, ID Anaiwoi II, ID
Pewisoa Jaya, ID Wawoli, ID Lamunre, ID Peoho I, ID Peoho II, ID
Kukutio, ID Tanggeau, ID Tandebura dan ID Pudongi.
(5) Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, merupakan pengembangan prasarana bendungan,
bendung dan waduk dalam rangka penyediaan air baku terdiri atas:
a. bendungan terdiri atas :
1. bendungan kewenangan Pemerintah meliputi :
a) Bendungan Wundulako di Kecamatan Wundulako; dan
b) rencana Bendungan Pelosika di Kecamatan Uluiwoi dan
Kabupaten Konawe.
2. bendungan kewenangan pemerintah provinsi meliputi
Bendung Ladongi di Kecamatan Ladongi, Bendung Tamboli di
Kecamatan Samaturu, Bendung Oko-Oko di Kecamatan
Pomalaa dan rencana Bendung Lambandia di Kecamatan
Lambandia.

-26-
b. Bendung yaitu Bendung Mangolo terdapat di Kelurahan Lalodipu
Kecamatan Latambaga; dan
c. rencana waduk nasional terdapat pada rencana lokasi
Bendungan Pelosika di Kecamatan Uluiwoi.
(6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, terdiri atas:
a. perlindungan tangkapan air melalui konservasi kawasan hulu
daerah aliran sungai berupa kegiatan reboisasi terdapat di
Kelurahan Ulunggolaka Kecamatan Latambaga;
a. prasarana pengendali banjir berupa bangunan tanggul sungai
terdapat di Kecamatan Kolaka meliputi Kelurahan Sabilambo dan
Balandete dan tanggul Sungai Kolaka terdapat di Kecamatan
Latambaga meliputi Kelurahan Sakuli dan Lamokato;
b. rehabilitasi dan pemeliharaan bantaran sungai terdapat pada
Sungai Konaweha di Kecamatan Uluiwoi;
c. normalisasi sungai terdapat pada Sungai Mangolo di Kelurahan
Mangolo Kecamatan Latambaga, Sungai Simbune di Kecamatan
Tirawuta, Sungai Wolo di Kelurahan Wolo Kecamatan Wolo,
Sungai Tokay di Kecamatan Poli-Polia dan Sungai Tamboli di
Kecamatan Samaturu; dan
d. rencana sumur resapan pada kawasan perkantoran
pemerintahan kabupaten di Kecamatan Kolaka dan kantor-
kantor pemerintah di setiap kecamatan.
(7) Sistem pengaman pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f, terdiri atas:
a. rehabilitasi kawasan mangrove terdapat pada sepanjang pantai di
Kecamatan Kolaka, Wundulako, Baula, Pomalaa dan Tanggetada,
sebagian Kecamatan Wolo dan Samaturu;
b. bangunan pemecah ombak terdapat di Kecamatan Wolo,
Samaturu, Kolaka, Watubangga, Toari dan Latambaga; dan
c. bangunan talud pantai terdapat di Kecamatan Iwoimendaa, Wolo,
Samaturu, Latambaga, Kolaka, Wundulako, Baula, Pomalaa,
Tanggetada, Watubangga dan Toari.
(8) Rincian sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-27-
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 18
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air minum;
c. sistem jaringan drainase;
d. sistem jaringan air limbah; dan
e. jalur evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) tersebar pada setiap
kelurahan dan desa di setiap kecamatan;
b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem Sanitary Landfill
untuk melayani timbulan sampah di kawasan perkotaan dan
perdesaan yaitu rencana TPA Patioso di Kelurahan Induha
Kecamatan Latambaga dengan luas kurang lebih 10 (sepuluh)
hektar;
c. pengelolaan sampah dilakukan dengan cara pengurangan
sampah berupa pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang
sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reduce-reuse-
recycle) dan cara penanganan sampah terdiri atas:
1. pemilahan sampah rumah tangga dilakukan dengan
menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik
di setiap rumah tangga, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya;
2. pengumpulan sampah dilakukan sejak pemindahan sampah
dari tempat sampah rumah tangga ke TPS/TPS Terpadu
sampai ke TPA dengan tetap menjamin terpisahnya sampah
sesuai dengan jenis sampah;
3. pengangkutan sampah rumah tangga dan sejenis sampah
rumah tangga ke TPS/TPST hingga ke TPA;
4. pengolahan sampah dilakukan dengan mengubah
karakteristik, komposisi dan jumlah sampah yang
dilaksanakan di TPS/TPST dan TPA; dan
5. pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan ke media
lingkungan secara aman.
d. rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan,
bergerak dan tidak bergerak terdapat di setiap kecamatan.

-28-
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. sistem jaringan perpipaan terdiri atas:
1. PDAM Pusat Kolaka melayani Kecamatan Kolaka dan
Latambaga dengan prasarana pengolahan Instalasi
Pengolahan Air Bersih (IPA) Kolaka bersumber dari Sungai
Sakuli dan Sungai Poluloa;
2. IKK Pomalaa melayani Kecamatan Pomalaa selain Kompleks
ANTAM dengan prasarana pengolahan IPA Pomalaa
bersumber dari Sungai Huko-huko;
3. IKK Mowewe melayani sebagian Kecamatan Mowewe meliputi
Kelurahan Horodopi dan Inebenggi dengan prasarana
pengolahan IPA Mowewe bersumber dari Sungai Nelombu;
4. IKK Wolo melayani sebagian Kecamatan Wolo meliputi Desa
Lana, Iwoimopuro dan Kelurahan Wolo dengan prasarana
pengolahan IPA Wolo bersumber dari Sungai Lana;
5. IKK Tamboli melayani sebagian Kecamatan Samaturu
meliputi Desa Tamboli, Tosiba, Puu Tamboli, Wowa Tamboli
dan Tonganapo dengan prasarana pengolahan IPA Tamboli
bersumber dari Sungai Tamboli;
6. IKK Rate-Rate melayani sebagian Kecamatan Tirawuta
meliputi Desa Lalingato, Simbune, Poni-Poniki, Tirawuta,
Tasahea dan Kelurahan Rate-Rate dengan prasarana
pengolahan IPA Rate-Rate bersumber dari Sungai Simbune;
7. IKK Wundulako melayani sebagian Kecamatan Wundulako
meliputi Kelurahan Kowioha, Wundulako, Ngapa, Desa
Tikonu, Silea, Lamekongga dan Unamendaa dengan
prasarana pengolahan IPA Wundulako bersumber dari Sungai
Tikonu;
8. IKK Baula melayani sebagian Kecamatan Baula meliputi Desa
Baula, Puulemo dan Puundoho dengan prasarana pengolahan
IPA Baula bersumber dari Sungai Baula;
9. IKK Lambandia melayani sebagian Kecamatan Lambandia
meliputi Desa Penanggoosi, Lambandia dan Keluraha
Penanggo Jaya dengan prasarana pengolahan IPA Lambandia
bersumber dari Sungai Penanggoosi; dan
10. IKK Loea melayani sebagian Kecamatan Wolo meliputi
Kelurahan Loea, Simbalai, Desa Lamoare, Mataiwoi dan
Teposua dengan prasarana pengolahan IPA Loea bersumber
dari Sungai Simbune.

-29-
b. sistem jaringan non perpipaan yaitu pemanfaatan sumber air
baku untuk air bersih secara langsung terdiri atas :
1. sungai digunakan untuk melayani kawasan perdesaan yang
belum terlayani jaringan perpipaan terutama penduduk yang
bermukim di sepanjang sungai; dan
2. mata air dan sumur dangkal digunakan untuk melayani
kawasan perkotaan dan perdesaan di setiap kecamatan.
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. drainase primer terdapat di sungai-sungai pada DAS dalam
daerah meliputi DAS Larona, DAS Watunohu, DAS Tamborasi,
DAS Iwoimendaa, DAS Langgomali, DAS Tamboli, DAS
Konaweeha, DAS Mangolo, DAS Balandete, DAS Sabilambo, DAS
Wundulako, DAS Mekongga, DAS Huko-huko, DAS Oko-oko, DAS
Popalia, DAS Wolulu, DAS Poturua, DAS Peoho, DAS Toari, DAS
Padamarang, DAS Poleang, DAS Roraya dan DAS Konaweeha;
b. drainase sekunder di setiap kecamatan meliputi drainase pada
tepi jalan perkotaan dan rawan genangan menuju drainase
primer; dan
c. drainase tersier di setiap kecamatan meliputi drainase pada tepi
jalan perkotaan dan rawan genangan menuju drainase sekunder.
(5) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. sistem pembuangan air limbah setempat secara individual
tersebar pada kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di
setiap kecamatan;
b. sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara terpusat
yang direncanakan pada kawasan perkotaan di Kecamatan
Kolaka dan Pomalaa; dan
c. pengelolaan limbah cair non domestik berupa Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) direncanakan pada kawasan
industri di Kecamatan Kolaka dan Pomalaa.
(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, terdiri atas:
a. jalur evakuasi bencana wilayah utara terdiri atas:
1. dari seluruh wilayah Kecamatan Wolo menuju ke arah Desa
Lalonaha Kecamatan Wolo dengan jalur evakuasi meliputi :
a) ruas jalan poros Kolaka – Wolo di Desa Lana menuju ke
Desa Lalonaha; dan
b) ruas jalan poros Kolaka – Wolo di Desa Langgomali
menuju Desa Lalonaha.

-30-
2. dari seluruh wilayah Kecamatan Samaturu menuju ke arah
Dusun Lakuya Desa Ulu Konaweha Kecamatan Samaturu
melalui jalan poros Kolaka - Wolo.
b. jalur evakuasi bencana wilayah kota terdiri atas:
1. dari seluruh wilayah Kecamatan Latambaga menuju ke arah
Kelurahan Ulunggolaka Kecamatan Latambaga melalui ruas
jalan poros Kolaka - Wolo;
2. dari seluruh wilayah Kecamatan Kolaka menuju ke arah
Kelurahan Sakuli Kecamatan Kolaka melalui Jalan Pahlawan
– Jalan Durian – Jalan Kayangan;
3. dari seluruh wilayah Kecamatan Kolaka menuju ke arah
Kelurahan Lalombaa Kecamatan Kolaka melalui Jalan
Pemuda – Jalan Pelanduk – Perumnas; dan
4. dari seluruh wilayah Kecamatan Kolaka menuju ke arah
Kelurahan Sabilambo Kecamatan Kolaka melalui ruas Jalan
Pemuda – Jalan Pusara – Menara Telkom.
c. jalur evakuasi bencana wilayah selatan terdiri atas :
1. dari seluruh wilayah Kecamatan Wundulako dan Baula
menuju ke arah Desa Puulemo Kecamatan Baula melalui ruas
jalan poros Kolaka – Pomalaa;
2. dari seluruh wilayah Kecamatan Pomalaa menuju ke arah
lokasi pertambangan (pegunungan) Kecamatan Pomalaa
melalui ruas jalan poros Kolaka – Pomalaa;
3. dari seluruh wilayah Kecamatan Tanggetada menuju ke arah
perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan Tanggetada dan
Polinggona dengan jalur evakuasi meliputi :
a) penduduk wilayah pesisir menggunakan ruas jalan poros
Kolaka - Bombana menuju ruas jalan di Desa Pewisowa
Jaya - perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan
Tanggetada;
b) Kelurahan Anaiwoi – Desa Rahanggada - perkebunan
Kelapa Sawit di Kecamatan Tanggetada; dan
c) wilayah pesisir Kecamatan Tanggetada – Desa Wolunggere
Kecamatan Polinggona – ruas jalan poros Kolaka –
Bombana – ruas jalan Desa Wolunggere – perkebunan
Kelapa Sawit di Desa Wolunggere Kecamatan Polinggona.
4. dari seluruh wilayah Kecamatan Toari dan Watubangga
menuju ke arah Desa Mataosu Kecamatan Watubangga
dengan jalur evakuasi meliputi :
a) wilayah pesisir Kecamatan Watubangga menggunakan
ruas jalan poros Kolaka – Bombana menuju ruas jalan di
Desa Gunungsari – Desa Langgosipi - Desa Mataosu; dan

-31-
b) wilayah pesisir Kecamatan Toari menggunakan ruas jalan
poros Kolaka – Bombana menuju ruas jalan di Desa
Anawua - Desa Mataosu.
d. jalur evakuasi bencana wilayah timur terdiri atas:
1. dari seluruh wilayah Kecamatan Mowewe, Tinondo dan
Lalolae menuju ke arah Kecamatan Uluiwoi melalui Desa
Solewatu Kecamatan Tinondo – Desa Ambapa Kecamatan
Tinondo – Desa Ameroro Kecamatan Tinondo – Desa Pehanggo
Kecamatan Uluiwoi - Desa Lalombai Kecamatan Uluiwoi -
Kelurahan Sanggona Kecamatan Uluiwoi;
2. dari seluruh wilayah Kecamatan Tirawuta menuju ke arah
Pegunungan Simbune Kecamatan Tirawuta dengan
menggunakan ruas jalan poros Kolaka – Kendari melalui Desa
Poni-poniki – Desa Simbune – Desa Lalingato;
3. dari seluruh wilayah Kecamatan Loea, Ladongi dan Poli-polia
menuju ke arah Desa Anggaloosi Kecamatan Ladongi dengan
jalur evakuasi meliputi :
a) seluruh wilayah Kecamatan Loea – Desa Anggaloosi
Kecamatan Ladongi – Desa Lalowasula Kecamatan
Ladongi - Desa Anggaloosi Kecamatan Ladongi; dan
b) menggunakan ruas jalan poros Rate-Rate – Penanggo Jaya
dari seluruh wilayah Kecamatan Ladongi menuju Desa
Anggaloosi Kecamatan Ladongi - Desa Lalowasula
Kecamatan Ladongi - Desa Anggaloosi Kecamatan
Ladongi.
4. dari seluruh wilayah Kecamatan Poli-polia menuju ke arah
Desa Pangi-pangi Kecamatan Poli-polia; dan
5. dari seluruh wilayah Kecamatan Lambandia menuju ke arah
Desa Taore Kecamatan Aere melalui ruas jalan di Desa
Iwoimea Jaya Kecamatan Lambandia.
(7) Rincian sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIII
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

-32-
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 19
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 20
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),
terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam; dan
f. kawasan lindung geologi.
(2) Rincian kawasan Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 21
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
huruf a, ditetapkan seluas 291.745 Ha terdapat di Kecamatan Baula,
Kolaka, Ladongi, Lalolae, Lambandia, Latambaga, Loea, Mowewe, Poli-
polia, Pomalaa, Samaturu, Tinondo, Tirawuta, Uluiwoi, Wolo dan
Wundulako.

-33-
Paragraf 2
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya

Pasal 22
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf
b, yaitu kawasan resapan air.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan kawasan hutan konservasi ditetapkan seluas 21.965 Ha
terdapat di Kecamatan Baula, Kolaka, Ladongi, Lalolae, Lambandia,
Latambaga, Loea, Mowewe, Poli-polia, Pomalaa, Samaturu, Tinondo,
Tirawuta, Uluiwoi, Wolo dan Wundulako.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 23
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar waduk; dan
d. Ruang Terbuka Hijau (RTH).
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat pada sepanjang pantai di Kecamatan Iwoimendaa, Wolo,
Samaturu, Latambaga, Kolaka, Wundulako, Baula, Pomalaa,
Tanggetada, Watubangga dan Toari dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat;
dan
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat pada sepanjang sungai dalam DAS Larona, DAS Watunohu,
DAS Tamborasi, DAS Iwoimendaa, DAS Langgomali, DAS Tamboli,
DAS Konaweeha, DAS Mangolo, DAS Balandete, DAS Sabilambo, DAS
Wundulako, DAS Mekongga, DAS Huko-huko, DAS Oko-oko, DAS
Popalia, DAS Wolulu, DAS Poturua, DAS Peoho, DAS Toari, DAS
Padamarang, DAS Poleang, DAS Roraya dan DAS Konaweeha yang

-34-
menyebar pada kawasan perkotaan dan perdesaan di setiap
kecamatan, dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul dan sebelah luar;
b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus)
meter dari tepi sungai;
c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh)
meter dari tepi anak sungai; dan
d. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh)
meter dari tepi anak sungai.
(4) Kawasan sekitar waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdapat pada rencana waduk pada rencana lokasi Bendungan
Pelosika di Kecamatan Uluiwoi dengan ketentuan kawasan tepian
waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
waduk antara 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus)
meter dari titik pasang air waduk tertinggi.
(5) Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, yaitu Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) ditetapkan
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan terdiri
atas:
a. RTHP eksisting terdiri atas:
1. hutan kota meliputi hutan kota belakang Gelora terdapat di
Kelurahan Lalombaa Kecamatan Kolaka, hutan kota depan
Terminal Larumbalangi terdapat di Desa 19 November
Kecamatan Wundulako dan hutan kota samping Pasar Raya
Mekongga terdapat di Kelurahan Lamokato Kecamatan
Kolaka;
2. RTH taman kota meliputi Taman Kota Kastura terdapat di
Kelurahan Laloeha Kecamatan Kolaka dan Taman Kakao
terdapat di Kelurahan Sea Kecamatan Latambaga;
3. RTH jalur hijau jalan terdapat pada sepanjang ruas jalan
dalam kota di Kecamatan Kolaka, Latambaga dan
Wundulako;
4. lapangan terbuka meliputi Lapangan 19 November terdapat di
Kelurahan Lamokato Kecamatan Kolaka, Lapangan
Konggoasa terdapat di Kelurahan Laloeha Kecamatan Kolaka,
Lapangan Lalombaa terdapat di Kelurahan Lalombaa
Kecamatan Kolaka, Lapangan Wundulako terdapat di

-35-
Kelurahan Kowioha Kecamatan Wundulako dan Lapangan
Tikonu terdapat di Desa Tikonu Kecamatan Wundulako; dan
5. RTH Pemakaman meliputi Tempat Pemakaman Umum (TPU)
German dan TPU Nasruddin terdapat di Kelurahan Sabilambo
Kecamatan Kolaka, TPU Sumardi dan TPU Rasman terdapat
di Kelurahan Lalombaa Kecamatan Kolaka, TPU Ince Amir
dan TPU Supu terdapat di Kelurahan Laloeha Kecamatan
Kolaka, TPU Mini dan TPU Dawo terdapat di Kelurahan
Watuliandu Kecamatan Kolaka, TPU Rasyid dan TPU Lolo
terdapat di Kelurahan Sea Kecamatan Latambaga, TPU Lahaji
dan TPU Rusdin Sambolu terdapat di Kelurahan Mangolo
Kecamatan Latambaga.
b. rencana RTHP terdapat di setiap ibukota kecamatan.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 24
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. kawasan cagar alam;
b. kawasan taman nasional;
c. kawasan taman wisata alam;
d. kawasan taman wisata alam laut;
e. kawasan pantai berhutan bakau; dan
f. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu Cagar Alam Lamedai ditetapkan seluas 635,16 (enam ratus tiga
puluh lima koma enam belas) hektar terdapat di Kecamatan
Tanggetada.
(3) Kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, yaitu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan luasan
dalam wilayah kabupaten sebesar 12.825 (dua belas ribu delapan
ratus dua puluh lima) hektar terdapat di Kecamatan Tirawuta, Loea,
Ladongi, Dangia, Lambandia dan Aere.
(4) Kawasan Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, yaitu Taman Wisata Alam Mangolo ditetapkan seluas 5.200
(lima ribu dua ratus) hektar terdapat di Kecamatan Latambaga.

-36-
(5) Kawasan Taman Wisata Alam Laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, yaitu Taman Wisata Alam Laut di Kepulauan
Padamarang ditetapkan seluas 36.000 (tiga puluh enam ribu) hektar
terdapat di Kecamatan Wundulako.
(6) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e, yaitu kawasan hutan mangrove ditetapkan pada pesisir
pantai Kolaka – Pomalaa.
(7) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, yaitu cagar budaya kabupaten terdiri
atas :
a. situs Kompleks Makam Sangia Nibandera terdapat di Desa
Tikonu Kecamatan Wundulako;
b. situs Kompleks Makam Raja-Raja Mekongga terdapat di Desa
Silea Kecamatan Wundulako;
c. tambang nikel peninggalan Jepang terdapat di Kelurahan
Tonggoni Kecamatan Pomalaa;
d. situs Benteng Kerajaan Mekongga terdapat di Kecamatan
Wundulako;
e. situs Gua Istana Porabua terdapat di Desa Porabua Kecamatan
Uluiwoi;
f. situs Gua WatuWulaa Silea terdapat di Kecamatan Wundulako;
g. situs Batu Tapak Mowewe terdapat di Kecamatan Mowewe;
h. situs Makam Bokeo Latambaga terdapat di Kelurahan Sabilambo
Kecamatan Kolaka; dan
i. situs Makam Bokeo Bula terdapat di Kecamatan Lambandia.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 25
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di Kecamatan Tirawuta, Latambaga, Kolaka,
Samaturu, Baula, Watubangga dan Mowewe.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdapat pada pesisir pantai di Kecamatan Iwoimendaa,
Wolo, Samaturu, Latambaga, Tanggetada, Watubangga dan Toari.

-37-
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Tirawuta, Mowewe, Samaturu, Baula dan
Kolaka.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 26
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) huruf f, terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana alam geologi;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; dan
c. kawasan Karst.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan rawan gempa bumi terdapat pada lokasi/titik kejadian
gempa bumi yang pernah terjadi yaitu di Kecamatan Polinggona
dan Tinondo serta berpotensi terjadi pada jalur patahan (sesar)
terutama wilayah yang dilalui sesar naik dan turun di Kecamatan
Poli-polia, Kolaka dan Pomalaa;
b. kawasan rawan gerakan tanah terdiri atas :
1. zona kerentanan tinggi terdapat di Kecamatan Wolo dan
Uluiwoi;
2. zona kerentanan menengah terdapat di seluruh Kecamatan
Uluiwoi dan Lalolae, sebagian Kecamatan Wolo, Samaturu,
Latambaga, Kolaka, Mowewe, Tinondo, Tirawuta, Loea,
Ladongi, Wundulako, Baula, Poli-polia, Lambandia dan
Pomalaa; dan
3. zona kerentanan rendah terdapat di Kecamatan Wolo,
Samaturu, Latambaga, Kolaka, Mowewe, Tinondo, Tirawuta,
Loea, Ladongi, Wundulako, Poli-polia, Lambandia, Pomalaa,
Tanggetada, Polinggona, Watubangga, Toari dan Baula.
c. kawasan rawan tsunami terdapat pada pesisir pantai di seluruh
Kecamatan Samaturu, Latambaga, Kolaka, Wundulako, Baula
dan Pomalaa serta pesisir pantai di sebagian Kecamatan Wolo
dan Tanggetada;
d. kawasan rawan abrasi terdapat pada pesisir pantai di seluruh
Kecamatan Watubangga dan Toari serta pesisir pantai di
sebagian Kecamatan Wolo dan Tanggetada; dan
e. kawasan rawan bahaya gas beracun terdapat di Kelurahan
Mangolo Kecamatan Latambaga.

-38-
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan imbuhan air tanah yaitu Cekungan Air Tanah (CAT)
meliputi CAT Kolaka, CAT Tanggetada, CAT Bungku, CAT
Ambesea dan CAT Ewolangka; dan
b. sempadan mata air dengan radius 200 (dua ratus) meter di
sekitar mata air terdapat pada Mata Air Tahoa di Kecamatan
Kolaka dan mata air Woiha di Kecamatan Tirawuta.
(4) Kawasan Karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Wolo dan Uluiwoi.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 27
(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Rincian kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, ditetapkan seluas 133.646 (seratus tiga puluh tiga ribu

-39-
enam ratus empat puluh enam) hektar terdapat di Kecamatan
Uluiwoi, Tinondo, Mowewe, Latambaga, Lalolae, Tirawuta, Loea,
Ladongi, Poli-polia, Lambandia, Watubangga, Polinggona,
Tanggetada, Pomalaa, Baula dan Wundulako.
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, ditetapkan seluas 42.890 (empat puluh dua ribu delapan
ratus sembilan puluh) hektar terdapat di Kecamatan Uluiwoi,
Samaturu, Latambaga, Kolaka, Mowewe, Pomalaa, Tanggetada,
Polinggona, Watubangga, Lambandia, Poli-polia dan Ladongi.
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan seluas 11.137 (sebelas
ribu seratus tiga puluh tujuh) hektar terdapat di Kecamatan
Wundulako, Baula dan Pomalaa.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan pertanian pangan lahan basah seluas 28.519 (dua
puluh delapan ribu lima ratus sembilan belas) hektar dengan
komoditi padi sawah terdapat di setiap kecamatan kecuali
Kecamatan Uluiwoi; dan
b. kawasan pertanian pangan lahan kering dengan komoditi padi
ladang dan palawija terdapat di Kecamatan Ladongi, Loea,
Polinggona, Watubangga dan Toari.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, dengan komoditi tanaman sayuran dan buah-buahan
terdapat di setiap kecamatan.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, merupakan kawasan perkebunan campuran terdapat di
setiap kecamatan dengan komoditi meliputi kakao, cengkeh, lada,

-40-
jambu mete, kelapa dalam, kelapa sawit, kopi, vanili, kapuk, kemiri,
enau, pinang, sagu, pala, asam jawa dan nilam.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
dengan komoditi terdiri atas:
a. ternak besar terdiri atas:
1. ternak sapi terdapat di setiap kecamatan dengan sentra
pengembangan di Kecamatan Watubangga;
2. ternak kerbau terdapat di setiap kecamatan dengan sentra
pengembangan di kecamatan Tanggetada; dan
3. ternak kuda terdapat di Kecamatan Watubangga dan
Lambandia.
b. ternak kecil terdiri atas:
1. ternak kambing terdapat di setiap kecamatan dengan sentra
pengembangan di Kecamatan Watubangga; dan
2. ternak babi terdapat di setiap kecamatan dengan sentra
pengembangan di Kecamatan Ladongi.
c. ternak unggas meliputi ternak ayam dan bebek/itik terdapat di
setiap kecamatan dengan sentra pengembangan di Kecamatan
Baula.
(6) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), direncanakan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) seluas 50.318 (lima puluh ribu tiga ratus delapan belas)
hektar terdiri atas daerah irigasi seluas 15.646 (lima belas ribu enam
ratus empat puluh enam) hektar dan lahan pengembangan potensi
pertanian, yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan;
c. kawasan pengolahan ikan;
d. kawasan minapolitan; dan
e. kawasan pulau-pulau kecil.

-41-
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap terdapat pada wilayah
pesisir dan laut di Kecamatan Iwoimendaa, Wolo, Samaturu,
Latambaga, Kolaka, Wundulako, Baula, Pomalaa, Tanggetada,
Watubangga dan Toari dengan kewenangan pengelolaan wilayah
laut kabupaten dari 0 (nol) sampai dengan 4 (empat) mil; dan
b. sarana dan prasarana perikanan tangkap yaitu Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) terdapat pada PPI Dawi-dawi di Kecamatan
Pomalaa dan PPI Mangolo di Kecamatan Latambaga.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan terdiri atas:
a. budidaya perikanan terdiri atas :
1. budidaya perikanan payau (Tambak, Sungai) terdapat di
Kecamatan Wolo, Samaturu, Latambaga, Kolaka, Wundulako,
Pomalaa, Tanggetada, Watubangga dan Toari;
2. budidaya perikanan air tawar (Kolam, Sawah) terdapat di
setiap kecamatan;
3. budidaya perikanan laut dengan komoditi terdiri atas:
a) budidaya Rumput Laut terdapat di Kecamatan Wolo,
Samaturu, Latambaga, Kolaka, Wundulako, Pomalaa,
Tanggetada dan Watubangga;
b) budidaya Kerapu terdapat di Kecamatan Tanggetada dan
Pomalaa;
c) budidaya perikanan dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
terdapat di Kecamatan Tanggetada;
d) budidaya teripang terdapat di Kecamatan Wolo, Samaturu
dan Wundulako; dan
e) budidaya kerang mutiara terdapat di Kecamatan Wolo,
Samaturu dan Wundulako.

b. sarana dan prasarana perikanan budidaya yaitu Balai Benih Ikan


(BBI) meliputi BBI Mowewe terdapat di Kecamatan Mowewe, BBI
Wundulako terdapat di Kecamatan Wundulako dan BBI Loea
terdapat di Kecamatan Loea.
(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c,
terdapat pada Kawasan Industri Perikanan (KIP) seluas 3,5 (tiga
koma lima) hektar di Kelurahan Mangolo Kecamatan Latambaga.
(5) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di Kecamatan Wolo, Samaturu, Latambaga, Wundulako,
Baula, Pomalaa, Tanggetada dan Watubangga.

-42-
(6) Kawasan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, terdiri atas:
a. pulau-pulau kecil berpenghuni sebanyak 5 (lima) pulau meliputi
Pulau Buaya, Pulau Lambasina Besar, Pulau Lambasina Kecil,
Pulau Lemo dan Pulau Padamarang; dan
b. pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni sebanyak 8 (delapan)
pulau meliputi Pulau Batumandi, Pulau Bubulan, Pulau Ijo,
Pulau Kukusan, Pulau Laburoko, Pulau Lima, Pulau Maniang
dan Pulau Pisang.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Kolaka.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf d, merupakan Wilayah Pertambangan (WP)
terdiri atas :
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP);
b. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR);
c. Wilayah Pencadangan Negara (WPN); dan
d. Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Minyak dan Gas Bumi.
(2) Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, direncanakan seluas 116.563,5 (seratus enam belas
ribu lima ratus enam puluh tiga koma lima) hektar dengan
komoditas tambang terdiri atas:
a. mineral logam terdiri atas:
1. nikel dan cobalt terdapat di Kecamatan Wolo, Wundulako,
Baula, Pomalaa, Tanggetada, Watubangga, Lambandia, Poli-
polia, Ladongi, Loea dan Tirawuta;
2. emas terdapat di Kecamatan Uluiwoi, Watubangga dan
Lambandia; dan
3. Magnesit terdapat di Kecamatan Wundulako.
b. mineral bukan logam terdiri atas:
1. batu gamping terdapat di Kecamatan Toari dan Watubangga;
dan
2. silika (pasir kuarsa) di Kecamatan Pomalaa dan Lambandia.

-43-
c. batuan terdiri atas:
1. tanah liat terdapat di setiap kecamatan;
2. Pasir dan batu terdapat di setiap kecamatan;
3. Marmer terdapat di Kecamatan Uluiwoi dan Wolo; dan
4. onix terdapat di Kecamatan Samaturu dan Latambaga.
d. batubara yaitu jenis batubara coklat (brown coal) terdapat di
Kecamatan Toari dan Watubangga.
(3) Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, direncanakan pada lokasi yang telah dilakukan
usaha pertambangan rakyat dengan komoditas tambang terdiri atas:
a. pasir dan batu terdapat di setiap kecamatan;
b. batu gamping terdapat di Kecamatan Toari dan Watubangga;
c. tanah liat terdapat di setiap kecamatan; dan
d. tanah urug terdapat di setiap kecamatan.
(4) Wilayah Kerja Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (WKP Migas)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. rencana WKP Bone Bay Blok seluas 8.044 (delapan ribu empat
puluh empat) kilometer persegi meliputi Kabupaten Kolaka dan
Kolaka Utara; dan
b. rencana Blok Kolaka - Bombana.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar; dan
b. kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, merupakan kawasan industri untuk kegiatan
industri besar terdiri atas:
a. kawasan industri pengolahan pertambangan terdiri atas :
1. kawasan industri pengolahan nikel eksisting terdapat pada
kawasan industri ANTAM di Kecamatan Pomalaa;
2. rencana kawasan industri pertambangan di Kecamatan Wolo;
dan
3. rencana kawasan industri pertambangan dalam Pusat
Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) Kolaka di Kecamatan
Pomalaa dan Tanggetada.

-44-
b. kawasan industri pengolahan hasil perkebunan terdiri atas:
1. kawasan industri pengolahan kelapa sawit terdapat di
Kecamatan Polinggona;
2. rencana kawasan industri pengolahan kakao di Kecamatan
Ladongi; dan
3. rencana kawasan industri pengolahan tebu yaitu gula pasir
terdapat di Kecamatan Watubangga dan Toari.
c. kawasan industri pengolahan hasil perikanan yaitu rencana
Kawasan Industri Perikanan (KIP) Mangolo di Kecamatan
Latambaga.
(3) Kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan sebaran jenis
industri terdiri atas:
a. industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan terdiri atas:
1. industri pengolahan padi terdapat di Kecamatan Watubangga,
Wolo, Baula, Samaturu, Pomalaa, Loea, Tirawuta, Lalolae,
Mowewe, Lambandia, Kolaka, Tanggetada, Toari, Polinggona,
Poli-Polia, Tinondo, Latambaga dan Wundulako;
2. industri pengolahan sagu terdiri atas :
a) industri pengolahan sagu terdapat di Kelurahan Horodopi
dan Desa Watuputeh Kecamatan Mowewe serta Desa
Lapao-Pao Kecamatan Wolo; dan
b) industri pembuatan kue bagea terdapat di Kelurahan
Kolakaasi Kecamatan Latambaga.
3. industri pengolahan jagung terdapat di Kecamatan
Watubangga, Wolo, Loea, Lalolae, Tirawuta, Mowewe, Kolaka,
Toari dan Tinondo; dan
4. industri pengolahan kacang kedelai yaitu pembuatan tempe,
tahu dan susu kedelai terdapat di Kecamatan Pomalaa,
Kolaka, Wundulako, Ladongi, Loea, Poli-Polia, Toari,
Watubangga dan Tanggetada.
b. industri pengolahan hasil perkebunan terdiri atas:
1. industri pengolahan kakao yaitu pengeringan kakao terdapat
di Desa Wowoli Kecamatan Toari;
2. industri pengolahan kelapa yaitu kopra terdapat di
Kecamatan Toari dan Samaturu;
3. industri pengolahan enau yaitu pembuatan gula aren
terdapat di Desa Tikonu Kecamatan Wundulako, Desa Tolowe
Pondre Kecamatan Wolo, Desa Simbune Kecamatan Tirawuta,
Kelurahan Lalolae Kecamatan Lalolae, Desa Ameroro
Kecamatan Tinondo dan Desa Lamolemo Kecamatan
Samaturu;

-45-
4. industri pengolahan nilam yaitu penyulingan minyak atsiri
terdapat di Desa Aere Kecamatan Lambandia, Desa Pewisoa
Jaya Kecamatan Tanggetada, Desa Keisio Kecamatan Lalolae,
Desa Ulu Mowewe Kecamatana Mowewe, Kecamatan Uluiwoi,
Kolaka, Poli-Polia, Wundulako, Tinondo, Samaturu, Wolo dan
Latambaga;
5. industri pengolahan kopi terdapat di Kecamatan Mowewe,
Samaturu, Tirawuta dan Loea; dan
6. industri pengolahan pisang yaitu pembuatan kripik pisang
terdapat di Desa Lalowusula Kecamatan Ladongi, Desa
Tamborasi Kecamatan Wolo, Desa Lambolemo Kecamatan
Samaturu, Desa Pondowae Kecamatan Polinggona, Kelurahan
Sakuli Kecamatan Latambaga dan Kelurahan Watuliandu
Kecamatan Kolaka.
c. industri pengolahan hasil laut terdiri atas:
1. industri pengolahan rumput laut yaitu pembuatan dodol,
sirup dan krupuk rumput laut terdapat di Kelurahan Induha
Kecamatan Latambaga;
2. industri pengolahan perikanan terdiri atas :
a) pengeringan dan pengasapan ikan terdapat di Kelurahan
Sea Kecamatan Latambaga dan Desa Konaweha
Kelurahan Samaturu;
b) pembuatan krupuk ikan terdapat di Kelurahan Anaiwoi
Kecamatan Tanggetada;
c) pembuatan abon ikan terdapat di Kelurahan Sea dan
Kolakaasi Kecamatan Latambaga;
d) pembuatan bakso ikan terdapat di Kelurahan Sea dan
Sakuli Kecamatan Latambaga serta Kelurahan Laloeha
Kecamatan Latambaga;
e) pengolahan ikan sarden terdapat di Kelurahan Mangolo
Kecamatan Latambaga; dan
f) pembuatan pakan ikan terdapat di Desa Towua
Kecamatan Wundulako.
3. industri pengolahan teripang terdapat di Desa Tambea
Kecamatan Pomalaa; dan
4. industri pembuatan garam beriodium terdapat di Kecamatan
Wolo, Pomalaa dan Kolaka.
d. industri pengolahan hasil hutan terdiri atas:
1. industri pengolahan rotan meliputi pembuatan anyaman
rotan terdapat di Kelurahan Ulunggolaka Kecamatan
Latambaga dan industri pengolahan rotan mentah terdapat di
Desa Tawainalu Kecamatan Tirawuta;

-46-
2. industri pengolahan bambu yaitu pembuatan meubel bambu
terdapat di Desa Raa-Raa Kecamatan Ladongi;
3. industri pengolahan hasil lebah madu terdapat di Kelurahan
Lalombaa Kecamatan Kolaka, Kelurahan Ulunggolaka
Kecamatan Latambaga, Desa Silea Kecamatan Wundulako,
Desa Simbune Kecamatan Tirawuta serta Desa Sanggona dan
Desa Uluiwoi Kecamatan Uluiwoi;
4. industri pengolahan kayu terdiri atas :
a) penggergajian kayu terdapat di setiap kecamatan;
b) pembuatan meubel terdapat di Kecamatan Kolaka dan
Wundulako; dan
c) industri pembuatan kapal kayu rakyat terdapat di Desa
Kaloloa dan Muara Tamboli Kecamatan Samaturu.
5. industri air minum yaitu air minum dalam kemasan terdapat
di Kecamatan Kolaka, Latambaga dan Tirawuta.
e. industri pengolahan hasil pertambangan terdiri atas:
1. industri pengolahan batu pecah (split) terdapat di Kecamatan
Pomalaa; dan
2. industri pengolahan tanah liat terdiri atas:
a) pembuatan batu bata terdapat di Desa Huko-Huko
Kecamatan Baula, Desa Kowioha dan Kelurahan
Wundulako Kecamatan Wundulako; dan
b) pembuatan gerabah terdapat di Kecamatan Pomalaa.
f. industri pengolahan hasil peternakan terdiri atas:
1. industri pengolahan ternak unggas yaitu pembuatan telur
asin terdapat di Kecamatan Lambandia; dan
2. industri pengolahan ternak besar yaitu pembuatan baso sapi
terdapat di setiap kecamatan.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata alam;
b. kawasan peruntukan pariwisata sejarah dan budaya; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Pantai Poturua di Kecamatan Watubangga;

-47-
b. Pantai Malaha di Kecamatan Samaturu;
c. kawasan ekowisata Hutan Mangrove di sepanjang By Pass Kolaka
– Dawi Dawi;
d. permandian Air Panas Mangolo di Kecamatan Latambaga;
e. permandian alam Tamborasi di Kecamatan Wolo;
f. permandian Tanjung Kayu Angin di Kecamatan Samaturu;
g. Puncak Wesalo di Kecamatan Laloae;
h. Taman Wisata Batu Lukis di Kecamatan Mowewe; dan
i. Air Terjun Tongauna di Kecamatan Uluiwoi.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata sejarah dan budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. situs kompleks Makam Sangia Nibandera di Desa Tikonu
Kecamatan Wundulako;
b. situs kompleks makam Raja-Raja Mekongga di Desa Silea
Kecamatan Wundulako;
c. situs benteng Kerajaan Mekongga di Kecamatan Wundulako;
d. situs Gua Istana Porabua di Desa Porabua Kecamatan Uluiwoi;
e. situs Gua Watu Wulaa Silea di Kecamatan Wundulako;
f. situs Batu Tapak Mowewe di Kecamatan Mowewe;
g. situs Makam Bokeo Latambaga di Kelurahan Sabilambo
Kecamatan Kolaka;
h. situs Makam Bokeo Bula di Kecamatan Lambandia;
i. tambang nikel peninggalan Jepang di Kelurahan Tonggoni
Kecamatan Pomalaa; dan
j. atraksi tarian dan musik tradisional pada pesta adat Mosehe
Wonua.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Kompleks Rumah Adat Mekongga di Kecamatan Latambaga;
b. Kompleks Mesjid Khaera Ummah di Kecamatan Latambaga;
c. Lapangan 19 November di Kecamatan Kolaka;
d. pantai Taman Kakao City di Kecamatan Latambaga;
e. pantai Harapan Baru di Kecamatan Pomalaa; dan
f. kawasan Pesantren Al Buchori di Kecamatan Lalolae.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf g, terdiri atas :

-48-
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat pada kawasan perkotaan di
Kecamatan Kolaka, Latambaga, Wundulako, Baula dan Pomalaa.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b,terdiri atas:
a. kawasan permukiman perdesaan pada kawasan perdesaan di
setiap kecamatan;
b. kawasan permukiman transmigrasi terdiri atas:
1. Areal Transmigrasi Lokasi Ameroro terdapat di Kecamatan
Tinondo;
2. Areal Transmigrasi Lokasi Poli-Polia terdapat di Kecamatan
Poli-Polia;
3. Lokasi Permukiman Transmigrasi di Desa Tanggeau
Kecamatan Watubangga;
4. Lokasi Permukiman Transmigrasi di Desa Pewisoa Jaya
Kecamatan Watubangga;
5. Areal Transmigrasi di Kelurahan Wolulu Kecamatan
Watubangga;
6. Lokasi Permukiman Transmigrasi di Desa Hakatutobu
Kecamatan Pomalaa;
7. Lokasi Permukiman Transmigrasi di Desa Tanggetada
Kecamatan Tanggetada; dan
8. Areal/Lokasi Tanah Penempatan Transmigrasi Pola Tanaman
Pangan Lahan Kering (TPLK) dan Pola Transmigrasi Swakarsa
Mandiri (TSM) di Desa Anawua Kecamatan Watubangga;
9. Lokasi Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Towua X di
Kecamatan Wundulako;
10. Lokasi UPT Ladongi 1A X, Ladidongi 1B X, Ladongi IIA X di
Kecamatan Ladongi; dan
11. rencana permukiman transmigrasi di Desa Anawua
Kecamatan Watubangga.
c. kawasan permukiman pantai yaitu perkampungan Bajo meliputi
perkampungan Labuan Bajo terdapat di Kelurahan Wolo
Kecamatan Wolo, perkampungan Bajo di Kelurahan Tonggoni dan
Dawi-Dawi Kecamatan Pomalaa dan perkampungan Bajo di
Kelurahan Anaiwoi Kecamatan Tanggetada.

-49-
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 35
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf h, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; dan
b. kawasan peruntukan evakuasi bencana.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan TNI AD Batalyon Infanteri 725 Woroagi Kompi B di Desa
Langori Kecamatan Baula;
b. kantor Polres Kolaka di Kelurahan Lamokato Kecamatan Kolaka;
c. kantor Polairud di Desa Tondowolio Kecamatan Tanggetada;
d. kantor Kodim 1412 di Kelurahan Balandete Kecamatan Kolaka;
dan
e. Pos TNI AL Kolaka di Kelurahan Laloeha Kecamatan Kolaka.
(3) Kawasan peruntukan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, merupakan penyediaan lapangan terbuka
pada dataran tinggi/perbukitan yang mudah dijangkau dan
memudahkan proses evakuasi terdiri atas:
a. kawasan evakuasi bencana wilayah utara terdapat di:
1. Desa Lalonaha Kecamatan Wolo; dan
2. Kecamatan Samaturu yaitu Dusun Lakuya Desa Ulu
Konaweha.
b. kawasan evakuasi bencana wilayah kota terdapat di:
1. Kelurahan Ulunggolaka Kecamatan Latambaga; dan
2. Kecamatan Kolaka yaitu Kelurahan Sakuli, Lalombaa dan
Sabilambo.
c. kawasan evakuasi bencana wilayah selatan terdapat di:
1. Desa Puulemo Kecamatan Baula;
2. lokasi pertambangan (pegunungan) Kecamatan Pomalaa;
3. perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Tanggetada;
4. perkebunan Kelapa Sawit di Desa Wolunggere Kecamatan
Polinggona; dan
5. Desa Mataosu Kecamatan Watubangga.
d. penyediaan ruang evakuasi bencana wilayah timur terdapat di:
1. Kelurahan Sanggona Kecamatan Uluiwoi;
2. Pegunungan Simbune Kecamatan Tirawuta;
3. Desa Anggaloosi Kecamatan Ladongi;
4. Desa Pangi-pangi Kecamatan Poli-Polia; dan
5. Desa Taore Kecamatan Aere.

-50-
Pasal 36
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lainnya selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34
dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang
bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah
mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya
mengkoordinasikan penataan ruang di daerah.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 37
(1) Kawasan strategis di daerah terdiri atas :
a. kawasan strategis nasional;
b. kawasan strategis provinsi; dan
c. kawasan strategis kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 38
Kawasan strategis nasional di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bank Sejahtera
yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi; dan
b. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang merupakan kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.

Pasal 39
Kawasan strategis provinsi di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) huruf b, yaitu Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP)
Pomalaa yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi.

-51-
Pasal 40
(1) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi; dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan strategis minapolitan dengan sentra pengembangan di
Kecamatan Wolo dan Samaturu;
b. kawasan agro industri kakao di Kecamatan Ladongi;
c. kawasan agro industri kelapa sawit dengan sentra pengembangan
di Kecamatan Polinggona;
d. kawasan agropolitan Rawa Tinondo dengan sentra
pengembangan di Kecamatan Mowewe, Tinondo dan Lalolae; dan
e. kawasan industri pertambangan di Kecamatan Wolo.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. kawasan strategis konservasi sumberdaya alam di Pulau
Padamarang dan perairan laut sekitarnya; dan
b. kawasan strategis perlindungan pantai hutan mangrove di
sepanjang pantai Kolaka – Dawi-Dawi.
(4) Rincian kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
sampai dengan Pasal 40 tercantum dalam Lampiran XVI yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 41
(1) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kolaka disusun Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Kolaka.

-52-
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 42
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana
struktur ruang dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui
penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta
perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan
yang ditetapkan dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan.
(3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 44
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

-53-
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 45
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai
arahan bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat ketentuan mengenai :
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat
dan tidak diperbolehkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. prasarana dan sarana minimum; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana nasional dan wilayah terdiri atas:
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana komunikasi;
4. kawasan sekitar prasarana sumberdaya air; dan
5. kawasan sekitar prasarana pengelolaan lingkungan.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam
Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 46
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang
dalam pemberian izin pemanfaatan ruang dengan mengacu pada
rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan kewenangannya.

-54-
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 47
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), terdiri atas :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan;
e. izin perubahan penggunaan tanah; dan
f. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap izin-izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melampirkan tinjauan pertimbangan teknis pertanahan.
(3) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a –
f, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1
Umum

Pasal 48
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah
dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang didorong pengembangannya.
(3) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang dibatasi pengembangannya.

Pasal 49
(1) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya.
(2) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum.
(3) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa
dalam wilayah kabupaten dan kepada pemerintah lainnya.
(4) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum.

-55-
Paragraf 2
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif

Pasal 50
(1) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dapat berupa :
a. pemberian kompensasi dari pemerintah daerah penerima
manfaat kepada daerah pemberi manfaat atas manfaat yang
diterima oleh daerah penerima manfaat;
b. kompensasi pemberian penyediaan sarana dan prasarana;
c. kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pemerintah daerah penerima manfaat kepada
investor yang berasal dari daerah pemberi manfaat; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(2) Pengaturan mekanisme pemberian insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 51
(1) Insentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. pengurangan retribusi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
h. kemudahan perizinan.
(2) Mekanisme pemberian insentif yang berasal dari pemerintah daerah
kabupaten diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.

-56-
Paragraf 3
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif

Pasal 52
(1) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa
dalam wilayah kabupaten dan kepada pemerintah lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) dapat berupa :
a. pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah daerah
pemberi manfaat kepada daerah penerima manfaat;
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
c. persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pemerintah daerah pemberi manfaat
kepada investor yang berasal dari daerah penerima manfaat.
(2) Mekanisme pemberian disinsentif dari pemerintah daerah kepada
pemerintah daerah lainnya diatur berdasarkan kesepakatan bersama
antarpemerintah daerah yang bersangkutan.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian disinsentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 53
(1) Disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (4) dapat berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah;
c. kewajiban member imbaian;
d. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
e. pensyaratan khusus dalam perizinan.
(2) Mekanisme pemberian disinsentif yang berasal dari pemerintah
daerah kabupaten diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian disinsentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 54
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf
d, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan

-57-
sanksi administratif kepada setiap orang yang melakukan
pelanggaran di bidang penataan ruang.
(2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai
milik umum.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pasal 55
(1) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang tidak sesuai dengan peruntukannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang sesuai peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang tidak sesuai peruntukannya.
(2) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf b, meliputi :
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan; dan/atau
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang
tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.

-58-
(3) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (2) huruf c, meliputi :
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah
ditentukan;
c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien
dasar hijau;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi
bangunan;
e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan;
dan/atau
f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai
dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.
(4) Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ dan
sumberdaya alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang
berwenang.

Pasal 56
Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang
yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan bidang penataan ruang.

-59-
BAB IX
KELEMBAGAAN

Pasal 58
(1) Dalam rangka mengoordinasikan penataan ruang dan kerjasama
lintas sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang
mengacu pada peraturan perundang-undangan.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 59
Dalam penataan ruang setiap orang berhak untuk :
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata
ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan termasuk tata
letak dan tata bangunan;
c. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

-60-
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 60
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang;
c. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
d. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
e. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
f. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 61
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu dan aturan-
aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor - faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi
dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 62
Peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan pada
tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

-61-
Pasal 63
Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah
atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 64
Bentuk peran masyarakat pada tahap pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. bekerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. memanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumberdaya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 65
Bentuk peran masyarakat pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf c, dapat berupa:
a. memberikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. mengikutsertakan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan

-62-
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.

Pasal 66
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan
secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 67
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan komunikasi penataan ruang yang
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
a. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan dan sesuai dengan
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai jangka waktu masa izin
pemanfaatan berakhir;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, maka izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan dan pemanfaatan
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, maka
dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan
ketentuan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan
pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini, maka izin
yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian
yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
diberikan penggantian yang layak.

-63-
c. setiap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan Peraturan Daerah ini,
maka akan dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

Pasal 69
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Kolaka berlaku untuk 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau perubahan batas wilayah yang
ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW Kabupaten dapat ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau
dinamika internal wilayah.
(4) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Kolaka Tahun 2012 -
2032 dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan
hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini
ditetapkan, Rencana dan Album Peta sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan
berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.

-64-
B A B XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Kolaka.

Ditetapkan di Kolaka
pada tanggal....................

BUPATI KOLAKA,

H. BUHARI MATTA
Diundangkan di Kolaka
pada tanggal.........................
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KOLAKA,

H. AHMAD SAFEI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2012 NOMOR .......

-65-

Anda mungkin juga menyukai