Anda di halaman 1dari 18

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK

NOMOR : 1 TAHUN 2007

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


WALIKOTA SOLOK,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal 22 ayat (2) Undang-


Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, perlu disusun
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok;
b. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Kota
Solok secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
serta mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah dan masyarakat, maka Rencana Tata Ruang
Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan
yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau
dunia usaha;

c. bahwa untuk lebih mengoptimalkan fungsi pelayanan


terhadap masyarakat diperlukan pengaturan pemanfaatan
ruang yang terarah dan terencana;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, b dan c, perlu membentuk peraturan daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam
lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah jo Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1970 tentang
pelaksanaan Pemerintah Kotamadya Solok dan Kotamadya
Payakumbuh;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960
nomor 104);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3699);
5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3888);

1
6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4421);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437);
9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4438);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata
Cara Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3660);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3721);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998
tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
14. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan;
15. Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 5 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Kota Solok sebagai Daerah Otonom;
16. Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SOLOK
dan
WALIKOTA SOLOK

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK TENTANG RENCANA


TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK

2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Daerah Kota Solok.
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
5. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
6. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang.
8. Pola Pemanfaatan Ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang
menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia atau
kegiatan alam
9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan
12. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya manusia,
dan sumberdaya buatan.
13. Visi tata ruang adalah suatu pandangan kedepan yang menggambarkan
arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penataan ruang kota.
14. Strategi Pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang dan
pengelolaan kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi pembangunan
kota yang telah ditetapkan.
15. Kota adalah kawasan perkotaan yang memiliki status administratif daerah
kota sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004.
16. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan
bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta
prasarana dan sarana lingkungan terstruktur.
17. Kawasan Wisata adalah kawasan yang diarahkan untuk pengembangan
berbagai kegiatan wisata.
18. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai strategis yang penataan ruangnya diperioritaskan.
19. Bagian Wilyah Kota (BWK) adalah sebahagian dari wilayah kota yang
mempunyai kesamaan dalam stuktur dan fungsi.
20. Kawasan agroindustri adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
pengembangan industri yang berbasis pertanian baik.
21. Kawasan terminal/sub terminal adalah kawasan yang diperuntukkan
sebagai simpul perangkutan dengan skala regional, kota dan lingkungan
yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang.

3
22. Intensitas ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang
ditentukan berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien
dasar bangunan dan ketinggian bangunan tiap kawasan/bagian kota sesuai
dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.
23. Koofesien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase berdasarkan
perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang
kota
24. Koofesien Lantai Bangunan (KLB) adalah besar ruangan yang dihitung dari
angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata
ruang kota
25. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk
sungai buatan/kanal, saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
26. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna;
27. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang , kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi;
28. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

BAB II
AZAS, TUJUAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Bagian Pertama
Azas dan Tujuan
Pasal 2

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berazaskan :


a. Manfaat yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang harus
memberikan manfaat yang maksimal baik yang bernilai ekonomi maupun
sosial budaya bagi masyarakat secara keseluruhan.
b. Berwawasan lingkungan yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata
ruang harus memperhatikan aspek lingkungan hidup baik yang
mempunyai dampak pada kehidupan sosial budaya maupun lingkungan
alam.
c. Pelestarian yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang
memperhatikan dan mempertahankan nilai budaya, tradisi, adat istiadat,
agama, serta nilai-nilai luhur lainnya dalam kehidupan masyarakat.
d. Keterpaduan yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang
harus dapat memadukan kepentingan masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah.
e. Kesinambungan yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang
harus merupakan rangkaian program yang berkelanjutan.
f. Adil dan merata yaitu setiap hasil perencanaan dan pengembangan tata
ruang harus dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh lapisan
masyarakat.

(2) Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah :


a. Menciptakan tata ruang yang terarah, terencana, harmonis dan dinamis
pada setiap ruang wilayah kota.
b. Memberikan arah pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi dan potensi
wilayah kota.

4
c. Menentukan pola dan struktur tata ruang kota yang dapat menampung
dan mengarahkan perkembangan kota.

Bagian Kedua
Fungsi dan Kedudukan
Pasal 3

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah berfungsi sebagai :


a. Pedoman pengembangan kota yang serasi dengan wilayah sekitarnya.
b. Pengarah keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.
c. Pengendali tata ruang wilayah kota dengan memperhatikan tata ruang
propinsi Sumatera Barat dan strategi perkotaan nasional jangka
panjang.

(2) Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah sebagai :


a. Dasar pertimbangan dalam penyusunan program pembangunan daerah.
b. Dasar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan dan
Rencana Teknik Ruang Kota(RTRK).

BAB III
VISI DAN ARAH KEBIJAKAN RUANG
Pasal 4

(1) Visi Tata Ruang Kota adalah terwujudnya struktur dan pola pemanfaatan
ruang yang memberikan kenyamanan bagi warga kota menuju masyarakat
yang sejahtera, adil dan merata.

(2) Kebijakan pemanfaatan ruang Kota diarahkan untuk mewujudkan fungsi


Kota sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa.

BAB IV
WILAYAH, SUBSTANSI DAN JANGKA WAKTU RENCANA
Pasal 5

(1) Wilayah perencanaan Tata Ruang Kota adalah wilayah administratif


pemerintahan.

(2) Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah meliputi :


a. Visi dan arah kebijakan penataan ruang.
b. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang.
c. Pengendalian pemanfaatan ruang.

(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok adalah 10 tahun.

BAB V
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
Bagian Pertama
Kebijakan Perencanaan Ruang
Pasal 6

Kebijakan Perencanaan Ruang Kota terdiri dari :


a. Kebijakan Struktur Ruang.
b. Kebijakan Pola Pemanfaatan Ruang.
c. Kebijakan Sistem Transportasi.
d. Kebijakan Prasarana dan Sarana Kota.

5
Pasal 7

Kebijakan Struktur Ruang Kota membagi wilayah Kota Solok menjadi 4 (empat)
Bagian Wilayah Kota.

Pasal 8

Kebijakan Pola Pemanfaatan Ruang Kota terdiri dari :


a. Mengarahkan pemanfaatan ruang pada lahan-lahan yang kurang produktif .
b. Mempertahankan lahan pertanian produktif terutama yang beririgasi teknis.
c. Menitikberatkan pengembangan kota ke bagian utara dan bagian timur.

Pasal 9

Kebijakan Sistem Transportasi Kota terdiri dari :


a. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa, dari dan
ke pusat pelayanan utama dan sub pusat pelayanan.
b. Memperkuat interaksi antar pusat-pusat kegiatan ke wilayah-wilayah
sekitarnya.
c. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kota.

Pasal 10

Kebijakan Prasarana dan Sarana Kota terdiri dari :


a. Meningkatkan jumlah dan mutu serta cakupan pelayanan prasarana dan
sarana.

b. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum di pusat-pusat pelayanan


kota dan lingkungan sesuai dengan skala pelayanannya.

Bagian Kedua
Kebijakan Pemanfaatan Ruang
Pasal 11

Kebijakan pemanfaatan ruang Kota terdiri dari :


a. Mengatur pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang.
b. Pemberian insentif untuk mendorong pengembangan kegiatan yang sesuai
dengan rencana tata ruang.
c. Pemberian disinsentif untuk mengendalikan perkembangan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.

Bagian Ketiga
Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 12

Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui :


a. Mekanisme perijinan yang efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Pengawasan secara terus menerus dan berjenjang.
c. Penertiban dengan sanksi yang tepat dan tegas terhadap setiap pelanggaran
rencana tata ruang.

6
BAB VI
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Struktur Tata Ruang
Pasal 13

Rencana struktur tata ruang kota terdiri dari:


a. Rencana Struktur Kegiatan Fungsional.
b. Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan.
c. Rencana struktur jaringan transportasi.

Pasal 14

Rencana Struktur Kegiatan Fungsional Tata Ruang Kota adalah :


a. Bagian Wilayah Kota (BWK) I dengan fungsi pusat kawasan bisnis,
perdagangan (regional dan lokal), transportasi lokal, jasa, perkantoran,
permukiman (terbatas), pertanian dan kesehatan.
b. Bagian Wilayah Kota (BWK) II dengan fungsi perdagangan (regional dan
lokal), transportasi (regional dan lokal), kesehatan, permukiman, pertanian
dan industri kecil.
c. Bagian Wilayah Kota (BWK) III dengan fungsi konservasi, hutan lindung,
pertanian, pemerintahan kota, pemerintahan skala lingkungan, permukiman
terbatas dan perdagangan.
d. Bagian Wilayah Kota (BWK) IV dengan fungsi konservasi, hutan lindung,
pemerintahan skala kota, pendidikan tinggi, pariwisata, pertanian, industri
(kecil, menengah, besar), jasa perhotelan, perdagangan, transportasi
(regional dan lokal), olahraga, kesehatan, permukiman dan fasilitas
pemakaman umum.

Pasal 15

Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota terdiri dari 4 (empat)


Bagian Wilayah Kota (BWK) yaitu :

a. Bagian Wilayah Kota (BWK) I meliputi:


1. Kelurahan Koto Panjang;
2. Sebagian besar Kelurahan PPA;
3. Sebagian besar Kelurahan Aro IV Korong;
4. Sebagian kecil Kelurahan Sinapa Piliang;
5. Sebagian kecil Kelurahan IX Korong;
6. Sebagian kecil Kelurahan KTK;
7. Sebagian kecil Kelurahan Simpang Rumbio;
8. Sebagian kecil Kelurahan VI Suku dan
9. Sebagian kecil Kelurahan Kampung Jawa.

b. Bagian Wilayah Kota (BWK) II meliputi:


1. Sebagian besar Kelurahan KTK;
2. Sebagian besar Kelurahan Simpang Rumbio;
3. Sebagian kecil Kelurahan Aro IV Korong, dan
4. Sebagian kecil Kelurahan PPA.

c. Bagian Wilayah Kota (BWK) III meliputi:


1. Kelurahan Tanah Garam;
2. Sebagian kecil Kelurahan VI Suku;
3. Sebagian besar Kelurahan Sinapa Piliang;
4. Sebagian besar Kelurahan IX Korong dan
5. Sebagian kecil Kelurahan KTK.

7
d. Bagian Wilayah Kota (BWK) IV meliputi:
1. Kelurahan Laing
2. Kelurahan Nan Balimo;
3. Kelurahan Tanjung Paku;
4. Sebagian besar Kelurahan Kampung Jawa, dan;
5. Sebagian besar Kelurahan VI Suku.

Pasal 16

Rencana struktur jaringan transportasi meliputi :


a. Jalan arteri yang menghubungkan Kota Solok dengan Kabupaten Solok Kota
Padang, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung.
b. Jalan kolektor yang menghubungkan jalan kota dengan jalan arteri.
c. Jalan lokal yang menghubungkan pusat kota dengan kecamatan.

Bagian Kedua
Rencana Pola Pemanfaatan Ruang
Pasal 17

Rencana pola pemanfaatan ruang terdiri dari:


a. Kawasan lindung.
b. Kawasan budidaya.

Pasal 18

Rencana Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud pasal 17


huruf a terdiri dari :
a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya.
b. Kawasan perlindungan setempat.
c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya.
d. Kawasan rawan bencana.

Pasal 19

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf a mencakup :
(2) Kawasan hutan lindung.
(3) Kawasan resapan air.

(2) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf b


mencakup :
a. Kawasan sempadan sungai.
b. Kawasan sekitar mata air.

(3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pasal 18
huruf c mencakup kawasan taman wisata alam.

(4) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf d adalah


kawasan rawan banjir dan kawasan rawan erosi/longsor/gempa.

Pasal 20

Rencana pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pasal 17


huruf b terdiri dari :
a. Kawasan perumahan.
b. Kawasan perkantoran/pemerintahan.

8
c. Kawasan terminal/sub terminal.
d. Kawasan pendidikan tinggi.
e. Kawasan perdagangan dan jasa.
f. Kawasan pertanian.
g. Kawasan wisata.
h. Kawasan industri dan pergudangan.

Pasal 21

(1) Kawasan perumahan sebagaimana dimaksud pasal 20 huruf a diarahkan ke


Bagian Wilayah Kota (BWK) IV dan Bagian Wilayah Kota (BWK) II.

(2) Kawasan perkantoran/pemerintahan sebagaimana dimaksud pasal 20 huruf


b diarahkan ke Bagian Wilayah Kota (BWK) IV.

(3) Kawasan terminal/sub terminal sebagaimana dimaksud pada pasal 20


huruf c diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) I, Bagian Wilayah Kota
(BWK) II dan Bagian Wilayah Kota (BWK) IV.

(4) Kawasan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf d


diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) IV.

(5) Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf
e diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) I, Bagian Wilayah Kota (BWK)
II, Bagian Wilayah Kota (BWK) III dan Bagian Wilayah Kota (BWK) IV.

(6) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf f diarahkan


pada Bagian Wilayah Kota(BWK) III, Bagian Wilayah Kota (BWK) IV, Bagian
Wilayah Kota (BWK) II dan Bagian Wilayah Kota (BWK) I.

(7) Kawasan wisata sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf g diarahkan


pada Bagian Wilayah Kota (BWK) IV.

(8) Kawasan industri dan pergudangan sebagaimana dimaksud pada pasal 20


huruf h diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) II dan Bagian Wilayah
Kota (BWK) IV.

Bagian ketiga
Pengaturan Intensitas Penggunaan Ruang
Pasal 22

(1) Pengaturan intensitas penggunaan ruang bertujuan untuk menciptakan


hubungan yang serasi antara manusia dengan lingkungannya disamping
itu merupakan upaya pengendalian dan pengawasan bangunan guna
menjaga keteraturan dan tata letak bangunan serta aspek keselamatan
dan kelestarian lingkungan.

(2) Pengaturan intensitas bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1)


dilakukan melalui pendekatan:
a. rencana kepadatan bangunan yang ditentukan berdasarkan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB).
b. rencana ketinggian bangunan yang ditentukan berdasarkan Koefisien
Lantai Bangunan (KLB).
c. garis sempadan sungai yang ditentukan berdasarkan kedalaman sungai

9
Bagian Keempat
Rencana Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 23

(1) Rencana sistem jaringan transportasi mencakup rencana pengembangan


prasarana jaringan jalan dan fasilitas transportasi pelayanan.

(2) Rencana pengembangan prasarana jaringan jalan sebagaimana dimaksud


ayat (1) terdiri dari :
a. pengembangan fungsi jalan.
b. pembangunan jalan baru.

(3) Rencana pengembangan fasilitas transportasi pelayanan sebagaimana


dimaksud ayat (1) terdiri dari:
a. pengembangan trayek angkutan.
b. pengembangan Terminal Bareh Solok.
c. pengembangan terminal barang.
d. pembuatan sub terminal di BWK IV.

Bagian Kelima
Rencana Pengembangan Prasarana dan Sarana Kota
Pasal 24

(1) Rencana pengembangan prasarana dan sarana kota mencakup:


a. Rencana pengembangan fasilitas sosial ekonomi.
b. Rencana pengembangan prasarana dan sarana.

(2) Rencana pengembangan fasilitas sosial ekonomi sebagaimana dimaksud


ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. Rencana pengembangan fasilitas perumahan dan permukiman.
b. Rencana pengembangan fasilitas pendidikan.
c. Rencana pengembangan fasilitas kesehatan.
d. Rencana pengembangan fasilitas perdagangan dan jasa.
e. Rencana pengembangan fasilitas perkantoran.
f. Rencana fasilitas industri dan pergudangan.
g. Rencana fasilitas rekreasi, hotel, hiburan dan olahraga.
h. Rencana pengembangan fasilitas transportasi.
i. Rencana fasilitas pemakaman umum.

(3) Rencana pengembangan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud ayat


(1) huruf b terdiri dari :
a. Rencana pengembangan air bersih.
b. Rencana prasarana sanitasi dan air limbah.
c. Rencana prasarana drainase.
d. Rencana pengelolaan prasarana persampahan.
e. Rencana prasarana listrik.
f. Rencana prasarana telekomunikasi.

BAB VII
PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Pola Penatagunaan Tanah, Air dan Udara
Pasal 25

(1) Pola penatagunaan tanah dilakukan melalui pengaturan alokasi


penggunaan lahan yang terdiri dari kawasan yang dikendalikan
perkembangannya dan kawasan yang didorong perkembangannya.

10
(2) Kawasan yang dikendalikan perkembangannya sebagaimana dimaksud
ayat (1) meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan mata air dan
kawasan lindung.

(3) Kawasan yang didorong perkembangannya sebagaimana dimaksud ayat (1)


adalah kawasan yang merupakan pusat pertumbuhan meliputi :
a. kawasan BWK II sebagai kawasan agroindustri.
b. kawasan BWK IV sebagai kawasan permukiman.

Pasal 26

Pola penatagunaan air dilakukan untuk menjamin ketersediaan air melalui


pengelolaan sumber daya air serta rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

Pasal 27

Pola penatagunaan udara dilakukan untuk menjaga kualitas udara melalui


pengendalian kualitas udara.

Bagian Kedua
Program Pembangunan
Pasal 28

Penyusunan dan pelaksanaan program-program serta kegiatan-kegiatan di


kawasan budidaya dan kawasan yang berfungsi lindung, yang diselenggarakan
oleh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat harus berdasarkan pada
kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Bab V Peraturan
Daerah ini.

Bagian Ketiga
Insentif dan Disinsentif
Pasal 29

(1) Insentif diberikan untuk memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang


sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

(2) Disinsentif diberikan untuk mengendalikan atau mengurangi kegiatan


yang tidak sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

BAB VIII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Perizinan
Pasal 30

(1) Perizinan merupakan pengendalian pembangunan fisik di kawasan


budidaya.

(2) Penerbitan izin dalam pemanfaatan ruang harus mengacu pada rencana
umum dan rencana yang lebih rinci terdiri dari :
a. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) digunakan sebagai acuan
penerbitan perizinan lokasi peruntukan ruang untuk suatu kegiatan.
b. RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota/Kawasan) digunakan sebagai
acuan penerbitan izin perencanaan pembangunan (advis planning).
c. RTRK (Rencana Teknik Ruang Kota/Kawasan) digunakan sebagai acuan
dalam penerbitan perizinan tata letak dan rancang bangun, bangunan
dan bukan bangunan termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

11
Pasal 31

Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pengawasan dan


penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 32

(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pasal 31


diselenggarakan melalui kegiatan :
a. Pelaporan.
b. Pemantauan.
c. Evaluasi pemanfaatan ruang.

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a berupa pemberian


informasi obyektif mengenai pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang
ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang.

(3) Pemantauan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b berupa tindakan


mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas
tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang.

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c berupa penilaian


kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana
tata ruang.

Bagian Ketiga
Penertiban
Pasal 33

Penertiban sebagai bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang harus


mengacu kepada rencana tata ruang yang lebih rinci dan atau pedoman
penataan ruang dan penataan bangunan sebagai acuan operasional pelayanan
perijinan pemanfaatan ruang dengan tetap memperhatikan rencana struktur
dan arahan yang ditetapkan dalam RTRW.

Bagian Keempat
Koordinasi
Pasal 34

Koordinasi pengendalian penataan ruang dilakukan melalui Badan Koordinasi


Penataan Ruang Daerah Kota (BKPRD) atau sebutan lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Pertama
Kewajiban Masyarakat
Pasal 35

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat wajib :


a. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata
ruang, pemanfaaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
b. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
c. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.

12
Bagian kedua
Hak Masyarakat
Pasal 36

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak :


a. berperan-serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
b. mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok dan
rencana penataan ruang lainnya sebagai tindak lanjut dari Rencana Tata
Ruang Wilayah.
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan ruang.
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang.

Pasal 37

Untuk mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pasal


36 huruf b, masyarakat dapat mengetahui dari Lembaran Daerah,
pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kota pada tempat-tempat
yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah.

Pasal 38

(1) Hak memperoleh penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pasal 36


huruf d diselenggarakan dengan cara musyawarah dengan pihak yang
berkepentingan.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini maka penyelesaiannya
dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Peran Serta
Pasal 39

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat


berbentuk :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah termasuk pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan/ atau ;
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan
pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Pasal 40

(1) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang


disampaikan secara lisan atau tertulis mulai dari tingkat Kelurahan ke
Kecamatan kepada Kepala Daerah dan pejabat yang berwenang.
(2) Tata cara peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaaatan ruang
di daerah sebagaimana dimaksud pasal 40 ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13
BAB X
PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Pasal 41

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali
dan dirubah untuk disesuaikan dengan keadaan.

(2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
dilakukan secara berkala menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan
dengan peraturan daerah.

BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 42

(1) Sanksi administratif dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang


berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat
berupa :
a. penghentian sementara pelayanan administratif.
b. penghentian sementara pemanfaatan ruang di lapangan.
c. denda administratif.
d. pengurangan luas pemanfaatan ruang.
e. pencabutan ijin pemanfataan ruang.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43

(1) Barang siapa yang tidak mematuhi dan atau melanggar ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan daerah ini dapat diancam dengan hukum
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setingi-tingginya
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah merupakan
tindak pidana pelanggaran.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, tindak
pidana yang mengakibatkan pengrusakan dan atau pencemaran
lingkungan, diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 44

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 43 Peraturan


Daerah ini dapat dilakukan selain oleh Penyidik Umum, penyidikan atas tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang
pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

14
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 45

Buku rencana dan album peta dengan skala ketelitian 1 : 100.000 sebagaimana
terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka :


a. Kegiatan budidaya yang telah ditetapkan dan berada di kawasan lindung
dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung.
b. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada dan dinilai mengganggu
fungsi lindung dan atau terpaksa mengkonversi kawasan yang berfungsi
lindung, diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung dan dinilai
mengganggu fungsi lindungnya harus segera dicegah perkembangannya.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah


Kotamadya Daerah Tingkat II Solok Nomor 8 Tahun 1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Solok tahun 1996-2006
dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Segala sesuatu yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Walikota.
(3) Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota
Solok.

Ditetapkan di : Solok
Pada tanggal : April 2007

WALIKOTA SOLOK,

SYAMSU RAHIM
Diundangkan di : Solok
Pada Tanggal : April 2007
SEKRETARIS DAERAH KOTA SOLOK,

MASRIAL MAMAR

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK TAHUN 2007 NOMOR..


15
PEJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK
NOMOR : TAHUN 2007

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK

I. UMUM.

Ruang Wilayah Kota Solok merupakan wadah atau tempat bagi


manusia khususnya masyarakat Kota Solok dan sekitarnya dan makhluk
lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatan, merupakan bagian dari
wilayah propinsi dan nasional, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
perlu dimanfaatkan dengan seefektif mungkin dan berkelanjutan. Ruang
sebagai salah satu sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, akan
tetapi kalau ruang dikaitkan dengan pengaturannya maka haruslah jelas
batas, fungsi dan sistemnya satu sama lain.

Dengan demikian ruang wilayah harus dimanfaatkan secara


terkoordinasi terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta
kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan
nasional demi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.

Ruang meliputi ruang daratan, dan ruang udara beserta sumberdaya


alam yang terkandung didalamnya bagi kehidupan dan penghidupan.
Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang
sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya, suatu
ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam
setempat dan teknologi yang diterapkan.

Ketersediaan itu sendiri tidak tak terbatas, bila pemanfaatan ruang


tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan
pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang oleh karena itu
diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatan berdasarkan jenis
kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan.

Berkaitan denga maksud tersebut maka pelaksanaan pembangunan


harus sesuai pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan
sistem yang baik terpisahkan satu sama lainnya.

Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan


ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan
sistem yang tidak terpisahkan satu sama lainnya.

II. PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1 : cukup jelas

Pasal 2 : cukup jelas

Pasal 3 : cukup jelas

16
Pasal 4 : cukup jelas

Pasal 5 : cukup jelas

Pasal 6 : cukup jelas

Pasal 7 : cukup jelas

Pasal 8 : cukup jelas

Pasal 9 : cukup jelas

Pasal 10 : cukup jelas

Pasal 11 : cukup jelas

Pasal 12 :
Huruf a.
Mekanisme perijinan yang efektif dan efisien disusun dengan
memperhatikan ketentuan dan standar teknis sebagai
rujukan bagi penerbitan ijin.

Huruf b.
Pengawasan secara terus menerus dan berjenjang oleh
aparatur mulai dari tingkat paling rendah dengan melibatkan
peran serta masyarakat, baik individu maupun organisasi
sosial kemasyarakatan.

Huruf c.
Sanksi yang tepat sesuai dengan jenis/tingkat pelanggaran
dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 13 : cukup jelas

Pasal 14 : cukup jelas

Pasal 15 : cukup jelas

Pasal 16 : cukup jelas

Pasal 17 : cukup jelas

Pasal 18
Kawasan bawahannya adalah Kawasan yang memberikan
perlindungan yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.

Pasal 19 : cukup jelas

Pasal 20 : cukup jelas

Pasal 21 : cukup jelas

Pasal 22 : cukup jelas

Pasal 23 : cukup jelas

17
Pasal 24 : cukup jelas

Pasal 25 : cukup jelas

Pasal 26 : cukup jelas

Pasal 27 : cukup jelas

Pasal 28 : cukup jelas

Pasal 29 : cukup jelas

Pasal 30 : cukup jelas

Pasal 31 : cukup jelas

Pasal 32 : cukup jelas

Pasal 33 : cukup jelas

Pasal 34 : cukup jelas

Pasal 35 : cukup jelas

Pasal 36 : cukup jelas

Pasal 37 : cukup jelas

Pasal 38 : cukup jelas

Pasal 39 : cukup jelas

Pasal 40 : cukup jelas

Pasal 41 : cukup jelas

Pasal 42 : cukup jelas

Pasal 43 : cukup jelas

Pasal 44 : cukup jelas

Pasal 45 : cukup jelas

Pasal 46 : cukup jelas

Pasal 47 : cukup jelas

*****rtrw 07*****

18

Anda mungkin juga menyukai