Anda di halaman 1dari 46

BUPATI KUPANG

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG


NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUPANG
TAHUN 2014-2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUPANG,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (7)


dan Pasal 78 ayat (4) Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, maka perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kupang Tahun 2014-2034;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah – daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958
Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5160);
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten;
9. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-2030, (Lembaran Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 Nomor 02,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 0045);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Kupang Nomor 7 Tahun 2013
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Kupang
Tahun 2013 Nomor 241);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUPANG


dan
BUPATI KUPANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN KUPANG TAHUN 2014-2034.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Provinsi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Kabupaten adalah Kabupaten Kupang.
3. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Kupang.
4. Bupati adalah Bupati Kupang.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
6. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kupang yang selanjutnya disebut
RTRW Kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten, yang berupa rencana operasional pembangunan wilayah
kabupaten sesuai dengan peran dan fungsi wilayah yang telah ditetapkan
dalam RTRW yang akan menjadi landasan dalam pelaksanaan pembangunan
di wilayah kabupaten.
10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
12. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.
13. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan
wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten guna mencapai
tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh)
tahun.
14. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan
penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih
nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang
wilayah kabupaten.
15. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup
sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan
perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah
kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten
selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh
daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, serta prasarana
lainnya yang memiliki sakala layanan satu kabupaten.
16. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau
beberapa kecamatan.
17. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL.
18. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
19. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
20. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agribisnis.
21. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi
utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran
komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
22. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana
jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan
wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan
wilayah layanan prasarana skala kabupaten.
23. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
24. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.
25. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah
saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di
udara bertegangan di atas 1 KV sampai dengan 35 KV sesuai standar di
bidang kelistrikan.
26. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun
tidak langsung.
27. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai yang luasnya kurang dari atau sama
dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.
28. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi.
29. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah suatu wilayah
yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, kejadian semua hidrogeologis seperti
proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.
30. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan
ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW
kabupaten (20 tahun) yang dapat memberikan gambaran pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya
perencanaan 20 tahun.
31. Kawasan lindung kabupaten adalah kawasan lindung yang secara ekologis
merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kabupaten, kawasan
lindung yang memberikan pelindungan terhadap kawasan bawahannya yang
terletak di wilayah kabupaten, dan kawasan-kawasan lindung lain yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya
merupakan kewenangan pemerintah daerah.
32. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
33. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang
mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah.
34. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
35. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
36. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam.
37. Kawasan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai
wilayah sistem penyangga kehidupan.
38. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
39. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
40. Kawasan budi daya kabupaten adalah kawasan budi daya yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
41. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budidaya yang dialokasikan
dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan/atau peternakan.
42. Kawasan perikanan adalah kawasan budidaya perikanan yang ditetapkan
dengan kriteria wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
penangkapan, budidaya perikanan, industri pengolahan hasil perikanan yang
tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
43. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang memiliki sumber
daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas, berdasarkan
peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan
kegiatan pertambangan yang meliputi : penyelidikan umum, eksplorasi,
operasi produksi dan pasca tambang, baik di wilayah darat maupun perairan
44. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan
bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
45. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi
kepariwisataan, mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau
kawasan budidaya yang lain yang di dalamnya terdapat konsentrasi daya tarik
dan fasilitas penunjang pariwisata.
46. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
47. Kawasan Terpadu Mandiri yang selanjutnya disingkat KTM adalah kawasan
transmigrasi/perdesaan yang pembangunan dan pengembangannya
dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan
melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
48. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.
49. Kawasan Pertahanan dan Keamanan Negara adalah Kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan
keamanan negara.
50. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan Negara, Pertahanan dan Keamanan Negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan
sebagai warisan dunia.
51. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
52. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
53. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan kabupaten.
54. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang
memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber
dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang
yang sesuai dengan rencana tata ruang.
55. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah
ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten
yang dirupakan dalam bentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan
perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk
wilayah kabupaten.
56. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum
yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang
disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah kabupaten.
57. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap
pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam
melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana
tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
58. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
tata ruang.
59. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku.
60. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
61. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
62. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
63. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat
BKPRD adalah Badan yang bersifat ad-hoc di Kabupaten dan mempunyai
fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang
di kabupaten.

BAB II
RUANG LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN

Pasal 2
(1) Ruang lingkup RTRW Kabupaten dengan batas berdasarkan aspek
administratif dan fungsional yang meliputi seluruh wilayah daratan seluas
kurang lebih 506.626,68 Ha dan luas wilayah laut seluas kurang lebih
277.028,67 Ha serta panjang garis pantai kurang lebih 479,26 km.
(2) Batas-batas wilayah kabupaten meliputi :
a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Sawu, Selat Ombai;
b. sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia;
c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Timor tengah Utara dan Ambeno/ Timor Leste; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rote Ndao, Kota Kupang,
Kabupaten Sabu Raijua dan Laut Sawu.
(3) Wilayah perencanaan tata ruang meliputi:
a. Kecamatan Semau;
b. Kecamatan Kupang Barat;
c. Kecamatan Kupang Timur;
d. Kecamatan Sulamu;
e. Kecamatan Kupang Tengah;
f. Kecamatan Amarasi;
g. Kecamatan Fatuleu;
h. Kecamatan Takari;
i. Kecamatan Amfoang Selatan;
j. Kecamatan Amfoang Utara;
k. Kecamatan Nekamese;
l. Kecamatan Amarasi Barat;
m. Kecamatan Amarasi Selatan;
n. Kecamatan Amarasi Timur;
o. Kecamatan Amabi Oefeto Timur;
p. Kecamatan Amfoang Barat Daya;
q. Kecamatan Amfoang Barat Laut;
r. Kecamatan Semau Selatan;
s. Kecamatan Taebenu;
t. Kecamatan Amabi Oefeto;
u. Kecamatan Amfoang Timur;
v. Kecamatan Fatuleu Barat;
w. Kecamatan Fatuleu Tengah; dan
x. Kecamatan Amfoang Tengah.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 3
Penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan kabupaten sebagai kabupaten
unggul yang berbasis pada agropolitan, minapolitan, pertambangan dan
pariwisata di Provinsi serta mewujudkan kabupaten yang aman dan nyaman
dengan mengakomodasi nilai–nilai adat dan istiadat lokal, berbasis pada mitigasi
bencana dan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak melampaui daya
dukung lingkungan dalam pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 4
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 disusun kebijakan penataan ruang.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. pengembangan sistem perwilayahan yang didasarkan pada kompetensi
lokal dan keterkaitan antar kegiatan;
b. pengembangan pusat kegiatan yang dapat mewadahi aktivitas
masyarakat dan mendorong perkembangan wilayah secara optimal;
c. peningkatan sistem jaringan transportasi darat yang terpadu dengan
transportasi laut dan udara untuk peningkatan pemanfaatan potensi
unggulan wilayah darat, laut, pesisir, memudahkan pergerakan serta
distribusi hasil produksi dan mendorong pemerataan pembangunan;
d. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan telekomunikasi, energi,
sumber daya air, dan prasarana lingkungan yang terpadu dan merata di
seluruh wilayah;
e. pengembalian dan peningkatan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem di kawasan
lindung;
f. perwujudan hutan lestari melalui pemantapan kondisi kawasan hutan,
perencanaan, pengamanan dan perlindungan hutan yang terpadu;
g. pemanfaatan kawasan budidaya secara optimal yang berbasis pada ,
pengembangan pertanian, peternakan, industri, pariwisata, perikanan
tangkap dan budidaya serta pertambangan secara berkelanjutan;
h. pengembangan kawasan permukiman sesuai dengan kearifan lokal dan
standar pemenuhan kebutuhan prasarana permukiman yang memadai;
i. pemanfaatan sumber daya energi dan mineral secara optimal dengan
memperhatikan daya dukung lingkungan secara makro dan mikro;
j. peningkatan fungsi kawasan untuk Pertahanan dan Keamanan Negara;
k. peningkatan daya saing investasi dan kesempatan ekonomi pada
kawasan strategis ekonomi; dan
l. penguatan keseimbangan ekologis pada kawasan strategis lingkungan
hidup.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

Pasal 5
(1) Strategi pengembangan sistem perwilayahan yang didasarkan pada
kompetensi lokal dan keterkaitan antar kegiatan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi :
a. membagi wilayah pengembangan sesuai dengan kemampuan sumber
daya manusia, potensi lokal dan keterkaitan antar kegiatan ekonomi
rakyat;
b. mengembangkan sistem kegiatan sesuai dengan potensi unggulan
kawasan dan prospek perkembangan kegiatan;
c. membangun kawasan perdesaan dengan pendekatan agropolitan dan
minapolitan;
d. membentuk sistem perkotaan secara berhirarki yang berkaitan dengan
desa pusat pertumbuhan sebagai pusat kegiatan di kawasan agropolitan
dan minapolitan;
e. membentuk Kawasan Terpadu Mandiri pada wilayah yang jauh dari pusat
pelayanan kabupaten atau regional; dan
f. mengembangkan sarana prasarana pendukung untuk mewujudkan
perkembangan wilayah secara sinergi dan sesuai dengan kebutuhan
pengembangannya.
(2) Strategi pengembangan pusat kegiatan yang dapat mewadahi aktivitas
masyarakat dan mendorong perkembangan wilayah secara optimal,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi :
a. mendorong pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah
yang berperan juga sebagai pusat industri pengolahan hasil kelautan dan
perikanan, melalui pembangunan prasarana dan sarana pendukung;
b. membentuk desa pusat pertumbuhan sebagai pusat pelayanan desa
secara berhirarki untuk mempercepat efek pertumbuhan;
c. membentuk pusat kegiatan pada wilayah yang strategis;
d. mengembangkan terminal agribisnis secara tepat dan bersinergi dengan
pusat agribisnis dan pusat minapolitan.
e. menata permukiman pesisir sebagai sentra industri pengolahan hasil
kelautan dan perikanan;
f. membangun kebutuhan prasarana di pusat kegiatan yang dapat melayani
kebutuhan masyarakat sesuai dengan basis kegiatan yang
dikembangkan;
g. mengembangkan sarana prasarana pendukung untuk mewujudkan
perkembangan wilayah secara sinergi dan sesuai dengan kebutuhan
pengembangannya, dan
h. meningkatkan akses dan jaringan keterhubungan antar sentra produksi
dan pusat distribusi.
(3) Strategi peningkatan sistem jaringan transportasi darat yang terpadu dengan
transportasi laut dan udara untuk peningkatan pemanfaatan potensi unggulan
wilayah darat, laut, pesisir, memudahkan pergerakan serta distribusi hasil
produksi dan mendorong pemerataan pembangunan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi :
a. mengembangkan jalan startegis di daerah, jalan lokal primer yang
mengakses jalan strategis;
b. mengembangkan jalan lokal primer sebagai jalur keterkaitan distribusi
kebutuhan proses produksi dan distribusi hasil pertanian antar perdesaan
serta antar perdesaan dengan perkotaan;
c. meningkatkan akses dan jaringan keterhubungan antar sentra produksi
dan pusat distribusi;
d. meningkatkan sistem jaringan transportasi darat yang mendorong interaksi
kegiatan antar satuan wilayah pengembangan, mendorong pemerataan
pembangunan, dan memudahkan pergerakan serta distribusi hasil
produksi;
e. mengembangkan jalan lingkar perkotaan;
f. mengembangkan simpul jaringan transportasi jalan untuk terminal
penumpang tipe c, yang diutamakan pada kota-kota yang berfungsi
sebagai PKLp;
g. mengembangkan terminal angkutan umum regional dan terminal angkutan
umum, yang berfungsi sekaligus sebagai halte pusat pergerakan wisata;
h. mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar
kecamatan yang menghubungkan dengan jalur lintas propinsi dan negara;
i. meningkatkan pelayanan rute angkutan umum dan transportasi wisata;
j. mengembangkan jalan lokal primer sebagai jalur keterkaitan distribusi
kebutuhan proses produksi dan distribusi hasil pertanian antar perdesaan
serta antar perdesaan dengan perkotaan.
(4) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan, telekomunikasi,
energi, sumber daya air, dan prasarana lingkungan yang terpadu dan merata
di seluruh wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d
meliputi :
a. meningkatkan pasokan tenaga listrik baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang dengan memanfaatkan sumber energi terbaharukan
meliputi tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga air sebagai alternatif
sumber energi konvensional;
b. menyediakan prasarana yang menjamin ketersediaan air baku dalam
rangka pemenuhan kebutuhan sumber air di seluruh wilayah;
c. mengembangkan prasarana telekomunikasi hingga mencapai kawasan
perdesaan dan terisolasi melalui sistem kabel, sistem seluler dan sistem
satelit;
d. pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan irigasi teknis pada
kawasan sentra-sentra produksi;
e. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan
teknis;
f. pengendalian volume persampahan, yang dapat dilakukan melalui prinsip
mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang
(recycle) pada skala kawasan atau TPS dan rumah tangga;
g. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan
masalah sampah terutama di wilayah perkotaan; dan
h. pengaturan sistem drainase untuk mencegah terjadinya rawan bencana
banjir dan erosi.
(5) Strategi pengembalian dan peningkatan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem di kawasan lindung,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, meliputi :
a. menjaga dan memilihara luasan kawasan hutan lindung termasuk
kawasan hutan yang terletak di pesisir sebagai hutan dengan tutupan
vegetasi tetap;
b. merehabilitasi luasan kawasan hutan mangrove sebagai ekosistem
esensial pada kawasan pesisir untuk pengendalian pencemaran
perlindungan pantai dari abrasi dan menjamin terus berlangsungnya
reproduksi biota laut;
c. menjaga dan memilihara fungsi hutan lindung sebagai pengatur tata air,
pencegahan banjir dan erosi, serta pelindung keanekaragaman spesies
hayati;
d. mengelola kawasan lindung secara terpadu;
e. meningkatkan kuantitas dan kualitas kawasan hutan paling sedikit 30 %
dari luas Daerah Aliran Sungai;
f. konservasi daerah resapan air, sempadan sungai, sempadan waduk dan
danau dari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
g. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan;
h. menetapkan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan
keberadaan wilayah sungai, cekungan air tanah dan mata air pada zona
kawasan lindung
i. mempertahankan kawasan-kawasan resapan air, khususnya pada zona
resapan tinggi untuk mencegah kekeringan pada musim kemarau dan
longsor pada musim hujan;
j. mempertahankan kawasan karst sebagai kawasan penyimpan cadangan
air tanah;
k. mengembalikan fungsi lindung pada kawasan bekas pertambangan yang
telah terjadi di kawasan lindung;
l. membatasi kegiatan di kawasan perlindungan setempat hanya untuk
kepentingan pariwisata yang tidak merubah fungsi lindung;
m. melakukan kerjasama daerah sekitar dalam pengelolaan Daerah Aliran
Sungai untuk penyelamatan ekosistem sesuai dengan peraturan
perundang-undangan berlaku;
n. melestarikan taman wisata alam, taman wisata alam laut dengan segenap
kekhasan dan keindahan ekosistemnya yang penting secara nasional
maupun internasional untuk tujuan keilmuan, pendidikan, dan pariwisata;
o. menyusun mitigasi bencana, pengawasan terhadap pelaksanaan rencana
tata ruang, kesiapsiagaan masyarakat yang berada dikawasan rawan
bencana, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca
bencana; dan
p. mengembangkan jalur evakuasi bencana sebagai bagian upaya mitigasi.
(6) Strategi mewujudkan hutan lestari melalui pemantapan kondisi kawasan
hutan, perencanaan, pengamanan dan perlindungan hutan yang terpadu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f, meliputi :
a. memenuhi bahan baku industri hilir dengan pembangunan Hutan
Tanaman Industri (HTI) dan pengembangan hutan rakyat;
b. mencegah terjadinya konflik kepentingan/penguasaan lahan kawasan
hutan;
c. pembangunan sentra produksi hasil hutan;
d. pembangunan sentra industri pengolahan hasil hutan;
e. mencegah penebangan liar dan penanggulangan kebakaran hutan serta
rehabilitasi kawasan hutan kritis;
f. mengendalikan pemanfaatan hutan produksi dengan memperhatikan
pada luas kawasan, potensi hasil hutan; dan kesesuaian ekosistem;
g. pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang
berbatasan dengan hutan lindung; dan
h. penyelesaian masalah tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan
dengan kegiatan budidaya lain.
(7) Strategi pemanfaatan kawasan budidaya secara optimal yang berbasis
pada, pengembangan pertanian, peternakan, industri, pariwisata dan
perikanan tangkap dan budidaya serta pertambangan secara berkelanjutan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g, meliputi:
a. mengembalikan fungsi ekosistem pesisir dari kegiatan budidaya yang
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kerusakan ekosistem;
b. melindungi habitat dan ekosistem pesisir dari kegiatan-kegiatan
budidaya yang merusak;
c. mengembangkan pusat-pusat kegiatan perikanan yang terpadu dengan
pusat-pusat koleksi dan distribusi;
d. mengintegrasikan lahan tanaman ternak dengan kegiatan peternakan;
e. meningkatkan kualitas fungsi kawasan budidaya pertanian tanaman
pangan;
f. penegasan batas nyata lahan pertanian abadi agar tidak mengalami
konversi menjadi lahan terbangun;
g. ekstensifikasi sawah dengan memanfaatkan lahan kering;
h. pengendalian kegiatan budidaya lainnya agar tidak mengganggu lahan
pertanian yang potensial;
i. pengembangan prasarana pengairan untuk mendukung pengembangan
sawah;
j. pengembangan wilayah-wilayah tanaman perkebunan dan pertanian
sesuai dengan potensi/kesesuaian lahannya secara optimal;
k. memperluas bagan di laut untuk pengembangan perikanan tangkap;
l. membagi ruang laut sesuai dengan potensi dan kepentingan
keberlanjutan lingkungan dan pengembangan transportasi di laut;
m. mengembangkan sentra wisata;
n. menata kawasan industri yang berwawasan lingkungan dan berbasis
pada kompetensi;
o. menetapkan kawasan pusat pariwisata sebagai kawasan strategis;
p. mengintegrasikan kawasan budidaya unggulan di kawasan agropolitan
dan minapolitan sebagai bagian dari jalur wisata.
q. penataan padang penggembalaan;
r. memisahkan lahan ternak dengan kawasan permukiman; dan
s. mengembangan kawasan pada wilayah yang potensial/ dikembangkan
sebagai pertanian, perkebunan, dan lahan pasca tambang.
(8) Strategi pengembangan kawasan permukiman sesuai dengan kearifan lokal
dan standar pemenuhan kebutuhan prasarana permukiman yang memadai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h, meliputi :
a. melakukan pengembangan kawasan permukiman yang didasarkan pada
Daya Dukung Lingkungan /Daya Tampung Lingkungan;
b. menata pemanfaatan ruang terbangun pada pusat kegiatan secara
merata untuk mencegah kawasan permukiman padat;
c. melarang membangun di kawasan yang memiliki potensi terjadi rawan
bencana longsor dan bencana alam;
d. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan
rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan
potensi kerugian akibat bencana;
e. menata pemenuhan pelayanan utilitas permukiman di kawasan pesisir;
f. memberikan ruang yang memadai bagi peresapan air hujan pada zona-
zona resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah
dan penanggulangan banjir;
g. pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat
yang bersumber dari kegiatan permukiman perkotaan, pertanian,
industri, dan kegiatan pariwisata;
h. menata pemanfaatan ruang terbangun pada pusat kegiatan secara
merata untuk mencegah kawasan permukiman padat;
i. mendorong pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan
sebagai desa pusat pertumbuhan terutama wilayah desa yang
mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat meningkatkan
perkembangan desa di sekitarnya; dan
j. meremajakan dan merehabilitasi lingkungan perumahan yang menurun
kualitasnya, dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.
(9) Strategi pemanfaatan sumber daya energi dan mineral secara optimal
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan secara makro dan mikro,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf i, meliputi:
a. mengendalikan pengelolaan pemanfaatan sumber daya pertambangan
secara ilegal terutama untuk mencegah dampak lingkungan terhadap
wilayah sekitarnya;
b. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan
agar tidak mengganggu fungsi lindung;
c. mengembangkan wilayah pertambangan yang tidak menimbulkan konflik
kepentingan pengembangan pertanian, konservasi lindung; dan
d. pengendalian pengelolaan dan pemantauan potensi pemanfaatan
sumber daya alam dan energi selain pertambangan.
(10) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf j, meliputi :
a. mandukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan negara;
b. melakukan pengembangan kegiatan budidaya secara selektif di dalam
dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi
pertahanan dan keamanan negara;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun disekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga
yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan
budidaya tidak terbangun;
d. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
negara; dan
e. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan negara.
(11) Strategi peningkatan daya saing investasi dan kesempatan ekonomi pada
kawasan strategis ekonomi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf k, meliputi :
a. mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya
alam dan kegiatan budidaya unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan wilayah;
b. memberikan insentif dan stimulan untuk mempercepat perwujudan
kawasan strategis berupa peningkatan pelayanan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan ekonomi;
c. mengembangkan dan menyediakan tenaga listrik dan infrastruktur
lainnya yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku
secara merata;
d. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan;
e. pengembangan kawasan agropolitan, minapolitan dan kawasan
pariwisata yang terpadu sebagai daya tarik dan obyek wisata; dan
f. pertimbangan aspek lingkungan hidup dalam peningkatan daya saing
investasi termasuk pengaturan penggunaan energi terbarukan dan
ramah lingkungan sebagai alternatif sumber energi.
(12) Strategi penguatan keseimbangan ekologis pada kawasan strategis
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf l,
meliputi:
a. membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di
sekitar kawasan strategis lingkungan hidup yang dapat memicu
perkembangan kegiatan budidaya;
b. menetapkan kawasan strategis untuk kepentingan pendidikan dan
penelitian berbasis lingkungan hidup;
c. meningkatkan ketahanan keanekaragaman hayati dan menjaga potensi
keanekaragaman hayati di kawasan lindung; dan
d. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan
strategis.

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. rencana pusat kegiatan;
b. rencana sistem jaringan prasarana utama; dan
c. rencana sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Rencana Pusat Kegiatan

Pasal 7
(1) Rencana Pusat Kegiatan yang ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp);
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
adalah Perkotaan Oelamasi Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan Fatuleu
dan Kecamatan Sulamu, sebagai pusat pelayanan transportasi,
pemerintahan skala kabupaten, pusat pelayanan perdagangan dan jasa,
pendidikan dan kesehatan.
(3) Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b sebagai pusat pelayanan industri,pusat perdagangan dan jasa
simpul transportasi dan pertanian, meliputi:
a. Perkotaan Batakte di Kecamatan Kupang Barat;
b. Perkotaan Oekabiti di Kecamatan Amarasi;
c. Perkotaan Takari di Kecamatan Takari;
d. Perkotaan Sulamu di Kecamatan Sulamu; dan
e. Perkotaan Naikliu di Kecamatan Amfoang Utara.
(4) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, sebagai pusat pelayanan umum,pusat perdagangan dan
jasa,industri kecil dan pertanian, meliputi:
a. Perkotaan Tarus di Kecamatan Kupang Tengah;
b. Perkotaan Baumata di Kecamatan Taebenu;
c. Perkotaan Barate di Kecamatan Fatuleu Barat;
d. Perkotaan Lelogama di Kecamatan Amfoang Selatan; dan
e. Perkotaan Manubelon di Kecamatan Amfoang Barat Daya.
(5) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d sebagai pusat pelayanan produksi pengolahan barang dan
pertanian, meliputi:
a. Perkotaan Uitao di Kecamatan Semau;
b. Perkotaan Akle di Kecamatan Semau Selatan;
c. Perkotaan Oemasi di Kecamatan Nekamese;
d. Perkotaan Baun di Kecamatan Amarasi Barat;
e. Perkotaan Buraen di Kecamatan Amarasi Selatan;
f. Perkotaan Pakubaun di Kecamatan Amarasi Timur;
g. Perkotaan Oemofa di Kecamatan Amabi Oefeto Timur;
h. Perkotaan Fatukanutu di Kecamatan Amabi Oefeto;
i. Perkotaan Camplong di Kecamatan Fatuleu;
j. Perkotaan Oelbiteno di Kecamatan Fatuleu Tengah;
k. Perkotaan Soliu di Kecamatan Amfoang Barat Laut;
l. Perkotaan Fatumonas di Kecamatan Amfoang Tengah;
m. Perkotaan Babau di Kecamatan Kupang Timur;
n. Perkotaan Netemnanu di Kecamatan Amfoang Timur; dan
o. Perkotaan Tanini di Kecamatan Takari.
(6) Kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai PKL, PKLp dan PPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) lebih lanjut
akan diatur dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Utama
Paragraf 1
Umum

Pasal 8
Rencana sistem jaringan prasarana utama yang ada di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf a, meliputi:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi jaringan jalan dan
jembatan, jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan jaringan
layanan lalu lintas;
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan meliputi terminal
penumpang dan barang, jembatan timbang dan pengujian kendaraan
bermotor; dan
c. jaringan transportasi Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
(ASDP).
(2) Rencana jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. jaringan jalan strategis nasional rencana meliputi :
1. ruas jalan Lili-Tolnaku;
2. ruas jalan Tolnaku-Nunsaen;
3. ruas jalan Nunsaen-Oelbiteno;
4. ruas jalan Oelbiteno-Pasi;
5. ruas jalan Pasi-Nunasi;
6. ruas jalan Nunasi-Tanini;
7. ruas jalan Tanini-Kauniki-oh aem 1;
8. ruas jalan oh aem 1-Bitobe;
9. ruas jalan Bitobe-Timau;
10. ruas jalan Timau-Bakuin;
11. ruas jalan Bakuin-Bakuin Lama;
12. ruas jalan Bakuin Lama-Bilaus;
13. ruas jalan Bilaus-Oepoli;
14. ruas jalan Oepoli-Mamlasi (bts TTS); dan
15. ruas jalan Mamlasi (bts TTS)-Sutual (TTS).
b. jaringan jalan strategis nasional rencana lingkar selatan meliputi :
1. ruas jalan Sp. Tablolong – Oelalus – Oepaha
2. ruas jalan Oepaha - Buraen
3. ruas jalan Buraen - Teres
4. ruas jalan Teres - Fatutuaf
5. ruas jalan Fatutuaf – Oemoro
c. jaringan jalan arteri primer di Kabupaten, meliputi:
1. ruas jalan Bolok-Tenau;
2. ruas jalan Oesapa-Oesao;
3. ruas jalan Oesao-Bokong; dan
4. ruas jalan Bokong-Batuputih.
d. jaringan jalan kolektor primer K-2 di Kabupaten, meliputi:
1. ruas jalan Kupang-Tablolong;
2. ruas jalan Kupang-Baun;
3. ruas jalan Sp. Eltari-Bismarak;
4. ruas jalan Oesao-Buraen;
5. ruas jalan Bokong-Lelogama;
6. ruas jalan Oelamasi-Kukak;
7. ruas jalan Kukak-Sulamu;
8. ruas jalan Barate-Manubelon;
9. ruas jalan Naikliu-Oepoli;
10. ruas jalan Lelogama-Manubelon;
11. ruas jalan Oemoro-Oekabiti; dan
12. ruas jalan Kotabes-Baun.
e. jaringan jalan kolektor primer K-3 Kabupaten, meliputi:
1. ruas jalan Buraen-Tubu;
2. ruas jalan Oesao-Oemolo;
3. ruas jalan Silu-Oemofa;
4. ruas jalan Naibonat-Fatukanutu;
5. ruas jalan Babau-Tasipa;
6. ruas jalan Tanah Merah-Nonbes;
7. ruas jalan Tarus-Oeteta;
8. ruas jalan Osmok-Manulai;
9. ruas jalan Bolok-Batakte;
10. ruas jalan Bolok-Tablolong;
11. ruas jalan Tablolong-Batulesa;
12. ruas jalan Oelomin-Batakte;
13. ruas jalan Oben-Bone;
14. ruas jalan Uel-Oelbiteno;
15. ruas jalan Ekateta-Nunbaun;
16. ruas jalan Oepoli-Nunleu;
17. ruas jalan Kasenaten-Sutual;
18. ruas jalan Naikliu-Lelogama;
19. ruas jalan Oesusu-Benu-Fatukona-Nunbaun;
20. ruas jalan Oelbiteno-Hauloko;
21. ruas jalan Hueknutu-Tanini;
22. ruas jalan Nunbaun-Oelnaineno;
23. ruas jalan Tanini-Fatusuki;
24. ruas jalan Oelbanu-Lelogama;
25. ruas jalan Noelbaki-Merdeka;
26. ruas jalan Tuapukan-Tasipa;
27. ruas jalan Tarus-Baumata;
28. ruas jalan Noelbaki-Batuna;
29. ruas jalan Naibonat-Pukdale;
30. ruas jalan Naibonat-Nunkurus;
31. ruas jalan Tablolong-Saluku;
32. ruas jalan Punaen-Ekam;
33. ruas jalan Lasiana-Kaniti;
34. ruas jalan Dalam Kota Sulamu;
35. ruas jalan Hansisi-Kataba;
36. ruas jalan Hansisi-Uiasa;
37. ruas jalan Uitao-Bokonusan;
38. ruas jalan Bokonusan-Tanjung Melao;
39. ruas jalan Uitiuhana-Tanjung;
40. ruas jalan Oeslae-Uitiuhtuan;
41. ruas jalan Uiasa-Huilelot;
42. ruas jalan Otan-Pahlelot;
43. ruas jalan Otan-Uitao;
44. ruas jalan Uiasa-Uitao;
45. ruas jalan Huilelot-Batuinan;
46. ruas jalan Bokonusan-Tanjung;
47. ruas jalan Otan-Buhun; dan
48. ruas jalan Pahlelot-Utituhanak.
f. Rencana pengembangan jaringan jalan Kolektor Primer K-4 Kabupaten,
meliputi :
1. ruas jalan Kauniki-Puni;
2. ruas jalan Benu-Nimaf-Puni;
3. ruas jalan Nimaf-Bilesi;
4. ruas jalan Noehaen-Rium;
5. ruas jalan Ponain-Noekele;
6. ruas jalan Oekaka-Pathau-Nefoteas;
7. ruas jalan Oemolo-Oemoro;
8. ruas jalan Nobraen-Puru;
9. ruas jalan Baumata-Oeltua-Noelsinas;
10. ruas jalan Enokaka-Oelbeba-Oebola-Camplong;
11. ruas jalan Sumlili-Bone-Oelpaha;
12. ruas jalan Oelpaha-Riumata-Buraen;
13. ruas jalan Buraen-Teres-Kefme;
14. ruas jalan Fatumonas-Binafun-Bonmuti-Bitobe;
15. ruas jalan Simpang Ohaem-Lelogama;
16. ruas jalan Lelogama-Fatumetan-Kauniki;
17. ruas jalan Pasar Ohaem-Fatumetan;
18. ruas jalan lingkar perkotaan Oelamasi Babau-Naibonat-Nunkurus;
19. ruas jalan lingkar perkotaan Oelamasi Penfui Timur-Oelpuah-
Oesao-Pukdale-Manusak-Naunu-Camplong 1;
20. ruas jalan lingkar perkotaan Oelamasi Baumata-Bokong-Tuatuka-
Fatuteta-Oebola-Sillu;
21. ruas jalan Fatutobe – Saukibe;
22. ruas jalan Bonmuti Baru – Bonmuti Lama;
23. ruas jalan Bonmuti Lama – Netemnanu Selatan;
24. ruas jalan Tanah Putih – Oelpuah;
25. ruas jalan Oelpuah – Bokong; dan
26. ruas jalan Bokong – Baun
g. jaringan jalan lokal primer yang ada di kabupaten, melayani
perkembangan internal antar wilayah kecamatan dalam wilayah
kabupaten
h. Prasarana lalu lintas, meliputi :
1. Rencana terminal penumpang tipe A yaitu terminal Oelamasi di
Kecamatan Kupang Timur;
2. Terminal penumpang tipe C yaitu terminal Noelbaki di Kecamatan
Kupang Tengah, terminal Baumata di Kecamatan Taebenu,
Terminal Bolok di Kecamatan Kupang Barat; dan
3. Rencana terminal penumpang tipe C yaitu terminal Batakte di
Kecamatan Kupang Barat, terminal Oekabiti di Kecamatan Amarasi,
terminal Takari di Kecamatan Takari, terminal Sulamu di Kecamatan
Sulamu, terminal Oepoli di Kecamatan Amfoang Timur, terminal
Oesao di Kecamatan Kupang Timur; dan terminal Baun di
Kecamatan Amarasi Barat.
(3) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. trayek angkutan umum penumpang, meliputi:
1. trayek angkutan umum penumpang yang menghubungkan Kota
Kupang-Oelamasi-Soe-Kefamenanu-Atambua;
2. trayek angkutan umum penumpang yang menghubungkan Oelamasi-
Pariti-Barate-Manubelon-Soliu-Naikliu-Oepoli;
3. trayek angkutan umum penumpang yang menghubungkan Noelbaki-
Oelamasi-Fatukanutu-Oemofa;
4. trayek angkutan umum penumpang yang menghubungkan Oelamasi-
Oekabiti-Buraen-Baun;
5. trayek angkutan umum penumpang yang menghubungkan Oelamasi-
Noelbaki-Taebenu-Baun;
6. trayek angkutan umum penumpang yang menghubungkan Tabun-
Nekamese-Baun-Taebenu-Noelbaki-Oelamasi; dan
7. trayek angkutan umum penumpang dalam perkotaan memanfaatkan
fasilitas transfer/halte yang terdapat di PKL, PKLp, PPK, dan PPL.
b. trayek angkutan barang, meliputi:
1. trayek angkutan barang yang menghubungkan Kota Kupang-
Oelamasi-Soe-Kefamenanu-Atambua;dan
2. trayek angkutan barang yang menghubungkan Sulamu-Pariti-
Oelamasi-Kota Kupang;
(4) Jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan (ASDP)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
a. pengembangan pelabuhan, meliputi :
1. Pelabuhan Bolok III di Kecamatan Kupang Barat;
2. Pelabuhan Hansisi di Kecamatan Semau; dan
3. Pelabuhan Sulamu di Kecamatan Sulamu.
b. Alur Pelayaran, meliputi :
1. Bolok-Hansisi;
2. Bolok-Lewoleba;
3. Bolok-Pantai Baru;
4. Bolok-Seba-Waingapu;
5. Bolok-Kalabahi;
6. Bolok-Larantuka;
7. Bolok-Nangalala; dan
8. Bolok-Aimere-Waikelo.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b, meliputi:
a. rencana tatanan kepelabuhan;dan
b. rencana alur pelayaran.
(2) Rencana tatanan kepelabuhanan di Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pelabuhan pengumpan;
b. pelabuhan pengumpan lokal; dan
c. pelabuhan lainnya
(3) Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
a. pelabuhan Naikliu di Kecamatan Amfoang Utara;
b. rencana pelabuhan Bolok di Kecamatan Kupang Barat;
c. rencana pelabuhan Sulamu di Kecamatan Sulamu;
d. rencana pelabuhan Tanjung Mas di Amfoang Barat Laut; dan
e. rencana pelabuhan Oepoli di Kecamatan Amfoang Timur.
(4) Pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. rencana pelabuhan Batu di Kecamatan Semau;
b. rencana pelabuhan Batubao di Kecamatan Kupang Barat;
c. rencana pelabuhan Noelbaki di Kecamatan Kupang Tengah;
d. rencana pelabuhan Onansila di Kecamatan Semau Selatan; dan
e. rencana pelabuhan Buraen di Kecamatan Amarasi Selatan;
(5) Pelabuhan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. pelabuhan Lantamal dan pelabuhan PLTU Bolok di Kecamatan Kupang
Barat yang merupakan pelabuhan khusus minyak/energi yang berfungsi
sebagai pelabuhan distribusi/transit bahan bakar; dan
b. rencana pelabuhan peti kemas di Kecamatan Sulamu.
(6) Rencana alur pelayaran pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi :
a. pengembangan alur pelayaran Semau-Kupang;
b. pengembangan alur pelayaran Semau Selatan-Kupang;
c. rencana alur pelayaran Sulamu-Pulau Kera;
d. rencana alur pelayaran Pulau Kera-Kupang;
e. rencana alur pelayaran Kupang-Sulamu-Tanjung Mas-Naikliu-Oepoli;
f. rencana alur pelayaran Bolok-Batubao-Buraen; dan
g. rencana alur pelayaran Kupang-Noelbaki-Sulamu.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 11
(1) Sistem jaringan transportasi Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf c, meliputi:
a. rencana tatanan kebandarudaraan;dan
b. rencana ruang udara untuk penerbangan.
(2) Rencana tatanan kebandaraudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi :
a. Bandar Udara Pengumpul skala skunder El Tari di Kecamatan Kupang
Tengah dan atau tempat lainnya memenuhi syarat; dan
b. Rencana Bandar Udara Pengumpan Kesba di Kecamatan Amfoang
Utara.
(3) Rencana ruang udara untuk penerbangan kebandaraudaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari :
a. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) disesuaikan
dengan ketentuan teknis KKOP Bandar Udara El Tari;
b. Jalur Penerbangan Bandar Udara Pengumpul El Tari, meliputi :
1. Jalur penerbangan dari luar Provinsi menuju Bandara El Tari; dan
2. Jalur penerbangan lokal, melayani beberapa kabupaten di Provinsi
NTT.
c. Jalur Penerbangan Bandar Udara Pengumpan Kesba adalah untuk
kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara.

Bagian Keempat
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 12
Rencana Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf c, meliputi :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 13
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a,
meliputi :
a. Jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. Jaringan pembangkit tenaga listrik; dan
c. jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, tidak terdapat di wilayah kabupaten.
(3) Jaringan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi :
a. PLTU Bolok di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 2 x 16,5 MW
interkoneksi ke PLTU Apoik di Kabupaten Belu;
b. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sub ranting Oesao di
Kecamatan Kupang Timur;
c. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sub ranting Naikliu di
Kecamatan Amfoang Utara;
d. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sub ranting Lelogama di
Kecamatan Amfoang Selatan;
e. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sub ranting Semau di Semau;
f. Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro gas (PLTMG),
Pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) pada daerah-daerah di
Kabupaten Kupang yang secara teknis dan kelayakan memenuhi
syarat.
g. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar pada
Kawasan Industri dan Zona pertumbuhan dan skala kecil yang tersebar
di Kabupaten Kupang yang secara teknis dan kelayakan memenuhi
syarat;
h. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), terdapat di Kecamatan
Kupang Tengah, Fatuleu Tengah,Amabi Oefeto dan Taebenu;
i. Rencana Pembangkit Listrik di wilayah Kabupaten Kupang yang belum
terlayani jaringan listrik.
(4) Jaringan transmisi tenaga listrik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, meliputi :
a. Gardu Induk Manusak di Kabupaten dengan kapasitas 20 MW dan
tegangan 70/20 KV;
b. Gardu Induk Bolok di Kabupaten dengan kapasitas 20 MW dan tegangan
70/20 KV;
c. Rencana Gardu Induk di Sulamu, Fatuleu Barat, Amfoang Selatan,
Kupang Timur, Amarasi Selatan, Fatuleu, Semau, dan sub ranting Oesao;
dan
d. jaringan transmisi tenaga listrik, meliputi jaringan Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT), yaitu menghubungkan Bolok sampai
kecamatan Takari.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 14
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf b meliputi:
a. Sistem jaringan kabel;
b. Sistem jaringan nirkabel;dan
c. Sistem jaringan satelit.
(2) Penyelenggaraan sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a yaitu jaringan terestrial terdapat di Oelamasi Kecamatan Kupang
Timur, Oben Kecamatan Nekamese dan Bolok Kecamatan Kupang Barat.
(3) Penyelenggaraan jaringan nirkabel termasuk menara Base Transceiver
Station (BTS), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
memanfaatkan menara BTS (Base Transceiver Station) bersama.
(4) Pengembangan Jaringan telekomunikasi satelit pada wilayah terpencil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Kecamatan Amfoang
Timur, Pulau Batek, Pulau Kera, Kecamatan Semau dan Semau Selatan,
Kecamatan Amfoang Selatan dan Amfoang Tengah.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 15
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf c, meliputi :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Jaringan Irigasi;
d. Jaringan air baku untuk air minum;
e. Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor; dan
f. Sistem pengaman pantai.
(2) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
Wilayah Sungai Noelmina yang merupakan wilayah sungai lintas negara.
(3) Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. CAT Mina dan CAT Kupang yang merupakan CAT lintas Kabupaten/
Kota; dan
b. CAT Camplong yang merupakan CAT dalam Kabupaten/ Kota.
(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
a. Daerah Irigasi (DI) dalam kabupaten yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat, meliputi : DI Batu Merah, DI Manikin, DI Oesao, DI
Tilong;
b. Daerah Irigasi (DI) dalam kabupaten yang menjadi ewenangan
pemerintah provinsi, meliputi : DI Air Sagu, DI Enoraen, DI Kuanfeu, DI
Netemnamu, DI. Oenitas, DI Pakubaun; dan
c. Daerah Irigasi (DI) di kabupaten yang menjadi kewenangan pemerintah
kabupaten, meliputi : DI Manumuti, DI Tuahanat, DI Noelbaki, DI
Tasipah, DI Kuni, DI Pulutie, DI Bokong, DI Aromanu, DI Baumata, DI
Fatumuti, DI Tulun, DI Oeletsala, DI Naiheli, DI Batuoe, DI Airbauk, DI
Baubau, DI Naibonat, DI Jatidale, DI Beludale, DI Oel’o, DI Nggalana, DI
Betamanu, DI Kapten/oesao II, DI Lolonoak, DI Kom I, DI Kom II, DI
Nunsono, DI Lukman Timur, DI Uel II, DI Noekele, DI Barkey, DI
Oeboboa, DI Tekkolo, D.I.Pukdale, D.I.Pene/Airkom, D.I.Kolidoki,
D.I.Tuatuka, DI Tuatuka Lama, DI Harapan Baru, DI Ngaukdale, DI
Kaerane, DI Nunkurus (Gunung), DI Nunkurus Lama, DI Fatuhaken, DI
Kokdale, DI Kiutasi, DI Oesu’u, DI Air Refak/Merdeka, DI Kenam, DI
Nunmafo, DI Sufa, DI Kabnono, DI Oehani, DI Nonbes, DI Teres, DI
Tesbatan, DI Ponain, DI Oemoro, DI Niunbaun, DI Oesena, DI Merbaun,
DI Puru, DI Pariti, DI Bipolo, DI Namodale, DI Oeteta, DI Pitae, DI
Fubonak, DI Panfolok, DI Nausaf, DI Nunfalo, DI Nambulesi, DI Dalam
Kawat, DI Nuntomo, DI Camplong, DI Oelnaimuti, DI Nuataus, DI
Oenunu, DI Noelmina, DI Oesusu, DI Perancang, DI Tuapisa, DI
Enaboni, DI Bokong, DI Benu, DI Hueknutu, DI Temkuna, DI Kauniki, DI
Puni, DI Nimaf, DI Oenesu, DI Tanloko, DI Oenao, DI Oelomin, DI
Tunfeu, DI Oh’aem, DI Binafun, DI Huekael.
d. Rencana Pengembangan Daerah irigasi (DI) di seluruh kecamatan di
wilayah Kabupaten Kupang yang potensial.
(5) Jaringan air baku untuk kebutuhan air minum, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi :
a. Bendungan/ DAM Tilong,
b. Sumber mata air Oenaek Camplong di Kecamatan Fatuleu;
c. Sumber mata air Baumata di Kecamatan Taebenu;
d. Sumber mata air Tarus di Kecamatan Kupang Tengah;
e. Sumber mata air Benu dan Oesusu di Kecamatan Takari;
f. Sumber mata air Oenesu di Kecamatan Kupang Barat;
g. Sumber mata air Uiasa di Kecamatan Semau;
h. Sumber mata air Oesusu di Kecamatan Amarasi;
i. Sumber mata air di Kecamatan Amfoang Tengah;
j. Sumber mata air Oelmaman di Kecamatan Fatuleu Barat;
k. Sumber mata air Oehonis di Kecamatan Amfoang Timur;
l. Rencana pembangunan Bendungan Raknamo di Kecamatan Amabi
Oefeto dan Bendungan Manikin di Kecamatan Taebenu – Kupang
Tengah; dan
m. Sumber mata air lainnya yang tersebar di wilayah kabupaten.
(6) Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi :
a. Pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir;
b. Konservasi lahan;
c. Normalisasi sungai;
d. Peninggian tanggul;
e. Perkuatan tebing; dan
f. Penetapan zona banjir, erosi dan longsor.
(7) Sistem pengaman pantai, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
meliputi :
a. Sistem vegetasi atau konservasi sempadan patai terdapat di Kecamatan
Kupang Tengah, Kupang Timur, Sulamu dan Amarasi Timur; dan
b. Sipil teknis rencana terdapat di Kecamatan Amfoang Utara, Amfoang
Timur, Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut, Semau, Semau
Selatan, Amarasi Barat, Kupang Barat, Sulamu, dan Manikin di
Kecamatan Kupang Tengah.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 16
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf d meliputi:
a. Sistem jaringan air minum;
b. Sistem pengelolaan persampahan;
c. Sistem jaringan air limbah dan sanitasi;
d. Sistem jaringan drainase; dan
e. Jalur evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. penyediaan air bersih dalam bentuk perpipaan dan non perpipaan/
sumur bor dan pompa; dan
b. penyediaan air minum perpipaan dan non perpipaan dikelola oleh
perusahaan air minum dan masyarakat.
(3) Sistem pengelolaan persampahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan dengan prinsip mengurangi (reduce), menggunakan
kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle), meliputi :
a. Rencana lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
Sanitary Landfill, di kecamatan Sulamu;
b. Rencana lokasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) tersebar di
seluruh wilayah kecamatan; dan
c. Rencana pengelolaan sampah skala rumah tangga.
(4) Sistem jaringan air limbah dan sanitasi, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, meliputi :
a. penanganan limbah rumah tangga dilakukan dengan sistem
pengelolaan air limbah setempat (on site) dan untuk kawasan
permukiman padat digunakan sistem pengelolaan air limbah terpusat
(off site);
b. penanganan limbah untuk kawasan ekonomi, sistem gabungan antara
sistem individual dan kolektif;
c. penanganan limbah untuk industri dengan sistem instalasi pengolahan
air limbah (IPAL) termasuk pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun; dan
d. pengadaan sarana dan prasarana pengolahan lumpur tinja dan modul
instalasi pengolahan lumpur tinja komunal.
(5) Sistem jaringan drainase, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi :
a. sistem jaringan drainase jaringan primer, jaringan sekunder dan jaringan
tersier yang terintegrasi di kawasan perkotaan; dan
b. sistem jaringan alami di kawasan pedesaan.
(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi:
a. pengembangan jalur evakuasi bencana banjir di Oesao Kecamatan
Kupang Timur mengikuti pola jaringan jalan menuju Kecamatan Amarasi
dan Kota Kupang, dan di evakuasi di sekitar Kantor Kecamatan Kupang
Timur;
b. pengembangan jalur evakuasi bencana banjir di Kawasan Civic Center
Kecamatan Kupang Timur mengikuti pola jaringan jalan ke menuju Desa
Nunkurus dan juga Kecamatan Fatuleu;
c. pengembangan jalur evakuasi bencana banjir di Desa Noelmina
Kecamatan Takari yaitu mengikuti pola jaringan jalan menuju ke
Kelurahan Takari, dievakuasi di Kantor Kecamatan Takari;
d. pengembangan jalur evakuasi bencana pada lokasi longsor di ikan foti
Kecamatan Amarasi Barat mengikuti pola jaringan jalan menuju
Kecamatan Nekamese dan Pusat Kecamatan Amarasi Barat, dan di
evakuasi di sekitar Kantor Kecamatan Amarasi Barat;
e. pengembangan jalur evakuasi bencana banjir didaratan amfoang
mengikuti pola jaringan jalan menuju kantor kecamatan atau kantor desa
setempat;
f. pengembangan jalur evakuasi bencana pada lokasi longsor di tolnako
Kecamatan Fatuleu mengikuti pola jaringan jalan menuju desa
Camplong 2 Kecamatan Fatuleu, dan di evakuasi di sekitar Kantor Desa
Camplong 2;
g. pengembangan jalur evakuasi bencana pada lokasi longsor di desa
Noelmina Kecamatan Takari mengikuti pola jaringan jalan menuju
Kelurahan Takari dan di evakuasi di sekitar Kantor Kelurahan Takari
serta Kantor Kecamatan Takari;
h. sebagian besar wilayah Kabupaten Kupang dikelilingi oleh lautan
sehingga untuk jalur evakuasi bencana tsunami yaitu mengikuti pola
jaringan jalan menuju ke Kecamatan-Kecamatan yang berada pada
ketinggian yaitu Kecamatan Nekamese, Amarasi Barat, Fatuleu, dan
Fatuleu Tengah;
i. pengembangan jalur evakuasi bencana foton atau lumpur vulkanik desa
Pantai Beringin Kecamatan Sulamu, mengikuti pola jaringan jalan
menuju Desa Pariti dan dievakuasi di sekitar Kantor Desa Pariti;
j. pengembangan jalur evakuasi bencana foton atau lumpur vulkanik desa
Poto Kecamatan Fatuleu Barat, mengikuti jaringan jalan menuju pusat
Kecamatan Fatuleu Barat dan dievakuasi di sekitar Kantor Kecamatan
Fatuleu Barat; dan
k. pengembangan jalur evakuasi bencana foton atau lumpur vulkanik desa
Hansisi Kecamatan Semau, mengikuti jaringan jalan menuju pusat
Kecamatan Semau dan dievakuasi di sekitar Kantor Kecamatan Semau.

BAB V
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 17
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi:
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum

Pasal 18
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a
memiliki luas kurang lebih 190.501,69 Ha, meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam; dan
f. kawasan lindung geologi.

Paragraf 2
Hutan Lindung

Pasal 19
(1) Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a seluas
kurang lebih 110.579,77 Ha.
(2) hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. hutan lindung Sismeni Sanam 24.495,07 Ha terdapat di Kecamatan
Amabi Oefeto, Amabi Oefeto Timur, Takari, Fatuleu, Amarasi Timur,
Nekamese, Taebenu, Kupang Tengah, Kupang Timur, Amarasi Barat
dan Amarasi;
b. hutan lindung Mutis Timau 74.302,21 Ha terdapat di Kecamatan
Amfoang Timur, Amfoang Utara, Amfoang Barat Laut, Amfoang Tengah,
Fatuleu Tengah, Fatuleu Barat dan Sulamu;
c. hutan lindung Oelmu 1.066,42 Ha terdapat di Kecamatan Semau
Selatan;
d. hutan lindung Pastelo-Amalato 3.735,11 Ha terdapat di Kecamatan
Semau.
e. hutan lindung Alenitu 3.145,17 Ha terdapat di Kecamatan Semau.
f. hutan lindung Benu 1.837,30 Ha terdapat di Kecamatan Takari.
g. hutan lindung Buin Liman 380,35 Ha terdapat di Kecamatan Semau
Selatan; dan
h. hutan lindung Oemasi 1.618,14 Ha terdapat di Kecamatan Nekamese.

Paragraf 3
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya

Pasal 20
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b berupa kawasan resapan air
seluas kurang lebih 21.322,25 Ha, terdapat di Kawasan resapan air Baumata
Kecamatan Taebenu, Kecamatan Fatuleu Barat, Kecamatan Fatuleu Tengah,
Kecamatan Amarasi Barat, Kecamatan Takari, dan Kecamatan Kupang Timur.

Paragraf 4
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 21
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf c meliputi:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar mata air;
d. kawasan sekitar danau atau waduk;
e. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya; dan
f. kawasan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan.
(2) Kawasan sempadan pantai, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
berjarak minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, meliputi
Kecamatan Amarasi Selatan, Kecamatan Amarasai Barat, Kecamatan
Nekamese, Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Kupang Tengah,
Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan Sulamu, Kecamatan Fatuleu Barat,
Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kecamatan Amfoang Barat Laut,
Kecamatan Amfoang Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kecamatan Semau
dan Kecamatan Semau Selatan.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berjarak kurang lebih 100 (seratus) meter dari kiri dan kanan sungai besar,
meliputi : sempadan sungai Nunkurus, sempadan sungai Nggaukdale,
sempadan sungai Oepaha, sempadan sungai Kasmuti, sempadan sungai
Manumuti, sempadan sungai Oelpana, sempadan sungai Baikama,
sempadan sungai Batulesa, sempadan sungai Matununu, sempadan sungai
Borgai, sempadan sungai Dendeng, sempadan sungai Tilong/Noelbaki,
sempadan sungai Amabi, sempadan sungai Noil Hani, sempadan sungai
Oebelo, sempadan sungai Manikin, sempadan sungai Airkom, sempadan
sungai Termanu, sempadan sungai Oeton/Talisa, sempadan sungai Maelu/
Palo, sempadan sungai Noel Uel, sempadan sungai Kusapi, sempadan
sungai Tuak Au, sempadan sungai Neta, sempadan sungai Noel
Ara/Tabun, sempadan sungai Kapsali, sempadan sungai Nailopen,
sempadan sungai Haufeto, sempadan sungai Sitoto dan sempadan sungai
Fail/Netemnanu.
(4) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berupa sempadan sekitar mata air ditetapkan dengan radius 200 meter.
(5) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 - 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, meliputi Kecamatan Kupang
Barat, Kupang Tengah, Nekamese, Amarasi Barat, Amarasi, Amabi Oefeto
Timur, Amabi Oefeto, Takari, Fatuleu Barat, dan Kecamatan Semau.
(6) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e berupa Kawasan Kampung Adat atau Kampung Tradisional
yang masih memiliki tata kehidupannya sendiri yang harus dilestarikan dan
dijaga, meliputi Kampung Adat Kauniki di Kecamatan Takari dan Sonaf Raja
Koro di Kecamatan Amarasi Barat.
(7) Kawasan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f terdapat di kawasan perkotaan direncanakan paling sedikit
30 persen dari luas kawasan perkotaan.

Paragraf 5
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 22
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf d meliputi:
a. suaka margasatwa;
b. kawasan pantai berhutan bakau;
c. taman hutan raya;
d. taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
(2) Kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mempunyai luas kurang lebih 1.305,02 Ha, meliputi: suaka margasatwa
Danau Doudde di Kecamatan Kupang barat, suaka margasatwa Perhatu di
Kecamatan Semau Selatan.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b mempunyai luas kurang lebih 1.021,05 Ha, terdapat pesisir kabupaten di
Desa Bipolo dan Desa Pariti Kecamatan Sulamu, Desa Nunkurus
Kecamatan Kupang Timur, Desa Oebelo Kecamatan Kupang Tengah, Desa
Enoraen Kecamatan Amarasi Timur, Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat,
Desa Uitao Kecamatan semau dan Desa Akle Kecamatan Semau Selatan.
(4) Taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
kurang lebih 2.926,99 Ha adalah Taman hutan raya (Tahura) Prof.
Ir.Herman Yohanes di Kecamatan Amarasi.
(5) Taman wisata alam dan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d dengan luasan kurang lebih 5.947,11 Ha, meliputi :
Menipo di Kecamatan Amarasi Timur, Taman Wisata Alam Bipolo
Kecamatan Sulamu, Taman Wisata Alam Camplong Kecamatan Fatuleu,
Taman Wisata Alam Baumata Kecamatan taebenu dan Taman Wisata Alam
Laut Teluk Kupang.
(6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi : lingkungan non bangunan, lingkungan bangunan
non gedung, lingkungan bangunan gedung dan halamannya dan kebun raya
yang telah memiliki umur lebih dari 50 tahun dan perlu dilestarikan.
(7) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) meliputi Kawasan Kampung Adat/Kampung Tradisional
Kauniki di Kecamatan Takari, Sonaf Raja Koro di Kecamatan Amarasi Barat
serta Kawasan Wisata Alam Baumata dimana terdapat Dam Oeltua serta
gua dan mata air Baumata, yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian serta
menambah pengetahuan.

Paragraf 6
Kawasan Rawan Bencana

Pasal 23
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf e meliputi:
a. kawasan rawan longsor
b. kawasan rawan banjir
(2) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
tersebar di Kecamatan Semau, Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan
Nekamese, Kecamatan Taebenu, Kecamatan Kupang Tengah, Kecamatan
Kupang Timur, Kecamatan Amarasi, Kecamatan Amarasi Barat, Kecamatan
Amarasi Selatan, Kecamatan Amarasi Timur, Kecamatan Amabi Oefeto
Timur, Kecamatan Amabi Oefeto, Kecamatan Fatuleu, Kecamatan Fatuleu
Tengah, Kecamatan Takari, Kecamatan Sulamu, Kecamatan Fatuleu Barat,
Kecamatan Amfoang Selatan, Kecamatan Amfoang Tengah, Kecamatan
Amfoang Barat Laut, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kecamatan Amfoang
Utara dan Kecamatan Amfoang Timur.
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
ditetapkan dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir, meliputi sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan
Kupang Tengah, Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Amarasi Timur,
Kecamatan Kecamatan Fatuleu, Kecamatan Takari, Kecamatan Fatuleu
Barat, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kecamatan Amfoang Barat Laut,
Kecamatan Amfoang Utara, dan Kecamatan Amfoang Timur.
Paragraf 7
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 24
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f
meliputi:
a. Kawasan cagar alam geologi;
b. Kawasan rawan bencana alam geologi
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi poton atau lumpur vulkanik terdapat di Kecamatan Semau Desa
Huilelot dan Desa Hansisi, Kecamatan Sulamu Desa Pantai Beringin, dan
Kecamatan Fatuleu Barat Desa Poto.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi :
a. kawasan rawan gempa bumi;
b. kawasan yang terletak di zona patahan aktif;
c. kawasan rawan tsunami; dan
d. kawasan rawan abrasi.
(4) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
meliputi Kecamatan Amfoang Selatan, Fatuleu Barat, Sulamu, Takari,
Kupang Timur, Kupang Barat, Amarasi Barat, Amarasi Selatan dan
Kecamatan Amarasi Timur.
(5) Kawasan zona patahan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
melewati beberapa kawasan yaitu Kecamatan Amfoang Barat Laut,
Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kecamatan Fatuleu Barat, Kecamatan
Sulamu, Kecamatan Fatuleu, Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan
Kupang Tengah, Kecamatan Taebenu, Kecamatan Kupang Barat,
Kecamatan Nekamese, Kecamatan Amarasi Barat, Kecamatan Amarasi
Selatan, Kecamatan Amarasi, Kecamatan Amarasi Timur, Kecamatan
Amabi Oefeto, Kecamatan Semau Selatan dan Kecamatan Semau.
(6) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
adalah suatu gelombang laut yang terjadi akibat gempa bumi tektonik di
dasar laut meliputi sepanjang kawasan pesisir kabupaten.
(7) Kawasan rawan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
merupakan pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut yang
menyebabkan berkurangnya areal daratan pesisir wilayah kabupaten.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Umum

Pasal 25
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b,
memiliki luas kurang lebih 316.124,99 Ha, meliputi :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman;
i. kawasan peruntukan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
j. kawasan peruntukan lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf a, seluas 84.948,74 Ha, meliputi :
a. kawasan peruntukan hutan produksi tetap; dan
b. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdapat di Kecamatan Sulamu, Kecamatan Kupang timur,
Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Fatuleu, Kecamatan Takari,
Kecamatan Amfoang Utara dan Kecamatan Amarasi selatan.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdapat di Kecamatan Amfoang Selatan, Kecamatan
Fatuleu, Kecamatan Semau dan Kecamatan Sulamu.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Pasal 27
Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b merupakan hutan milik rakyat dengan tegakan berupa tanaman
tahunan seluas kurang lebih 2.811,74 Ha terdapat di Kecamatan Amfoang
Timur, Amfoang Tengah, Amfoang Barat Daya, Kecamatan Fatuleu Tengah,
Kecamatan Fatuleu, Kecamatan Amarasi Timur, Kecamatan Amabi Oefeto
dan Kecamatan Taebenu.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf c meliputi :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi :
a. kawasan pertanian lahan basah seluas kurang lebih 11.855,75 Ha yang
tersebar di Kecamatan Kupang Barat, Kupang Timur, Kupang Tengah,
Fatuleu, Fatuleu Barat, Takari, Amarasi, Amarasi Selatan, Sulamu,
Amfoang Selatan, Amfoang Utara, Amfoang Tengah, dan Amfoang
Timur; dan
b. kawasan pertanian lahan kering, seluas kurang lebih 58.879,01 Ha
yang tersebar pada seluruh kecamatan di kabupaten.
(3) Kawasan Holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
tersebar di seluruh kecamatan di daerah.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, memiliki luas kurang lebih 32.379,23 Ha, tersebar di seluruh
kecamatan di daerah.
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, memiliki luas kurang lebih 66.778,52 Ha meliputi :
a. kawasan peternakan skala besar terdapat di kecamatan Amfoang
Selatan, Amfoang Tengah, Amfoang Barat Laut, Amarasi Selatan,
Amarasi Barat, Amabi Oefeto Timur, Fatuleu, Fatuleu Barat, Takari,
Sulamu, Semau dan Nekamese; dan
b. kawasan peternakan skala kecil tersebar diseluruh kecamatan di
daerah.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf d, meliputi :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan perikanan budidaya; dan
c. kawasan pengolahan ikan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, adalah wilayah perairan laut Kabupaten Kupang, terdapat di
Kecamatan Semau, Semau Selatan, Kupang Barat, Kupang Tengah,
Kupang Timur, Nekamese, Amarasi Barat, Amarasi Selatan, Amarasi Timur,
Sulamu, Fatuleu Barat, Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut,
Amfoang Utara dan Amfoang Timur.
(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, dengan luas kurang lebih 1.714,20 Ha terdapat di Kecamatan
Kupang Tengah, Taebenu, Takari, Kupang Timur, Amabi Oefeto, Amabi
Oefeto Timur, Sulamu, Semau Selatan, Amarasi Timur, Amarasi Selatan,
dan Seluruh Kecamatan se-daratan Amfoang.
(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi :
a. kawasan pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Kecamatan Semau;
b. kawasan pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Kecamatan Kupang Barat;
c. kawasan pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Kecamatan Sulamu; dan
d. rencana kawasan pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Kecamatan
Amfoang Timur dan Amarasi Timur;

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pertambangan dimaksud dalam Pasal 25 huruf e terdiri
dari wilayah Pertambangan Umum dan Wilayah Pertambangan Rakyat
(2) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Kawasan pertambangan mineral logam
b. Kawasan pertambangan mineral bukan logam; dan
c. Kawasan pertambangan batuan.
(3) Kawasan pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a terdapat di Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Nekamese,
Kecamatan Taebenu, Kecamatan Amarasi, Kecamatan Amarasi Barat,
Kecamatan Amarasi Selatan, Kecamatan Amarasi Timur, Kecamatan Amabi
Oefeto, Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kecamatan Sulamu, Kecamatan
Fatuleu, Kecamatan Fatuleu Barat, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kecamatan
Takari, Kecamatan Amfoang Selatan, Kecamatan Amfoang Utara,
Kecamatan Amfoang Timur, dan Kecamatan Amfoang Barat Daya.
(4) Kawasan pertambangan mineral bukan logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b terdapat di Kecamatan Kupang Barat.
(5) Kawasan pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c terdapat di Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Kupang Tengah,
Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan Nekamese, Kecamatan Taebenu,
Kecamatan Amarasi, Kecamatan Amarasi Barat, Kecamatan Amarasi
Selatan, Kecamatan Amarasi Timur, Kecamatan Amabi Oefeto, Kecamatan
Amabi Oefeto Timur, Kecamatan Sulamu, Kecamatan Fatuleu, Kecamatan
Fatuleu Barat, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kecamatan Takari, Kecamatan
Amfoang Selatan, Kecamatan Amfoang Utara, Kecamatan Amfoang Timur,
dan Kecamatan Amfoang Barat Daya.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf
f, dengan luasan kurang lebih 2.543,53 Ha merupakan kawasan Industri
Terpadu, meliputi :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri menengah; dan
c. kawasan peruntukan industri kecil atau rumah tangga.
(2) Kawasan Peruntukan Industri Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. Industri Semen di Kawasan Industri Bolok, Kecamatan Kupang Barat;
dan
b. Industri Pertambangan Mineral di Desa Nautaus Kecamatan Fatuleu
Barat, Desa Benu dan Desa Tuapanaf Kecamatan Takari, Desa
Sahraen Kecamatan Amarasi Selatan, Tanjung Mas kecamatan
Amfoang Barat Laut.
(3) Kawasan Peruntukan Industri Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi :
a. Industri pengolahan garam yang berada di Kelurahan Merdeka
Kecamatan Kupang Timur, Desa Oebelo Kecamatan Kupang Tengah,
Desa Oeteta dan Bipolo Kecamatan Sulamu;
b. Industri pengolahan perikanan di Kecamatan Sulamu dan Kecamatan
Kupang Barat; dan
c. Industri menengah lainnya yang tersebar di wilayah Kabupaten.
(4) Kawasan Peruntukan Industri kecil atau Rumah tangga, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. Industri penyulingan air gula di Kecamatan Kupang Barat;
b. Industri kerajinan sasando di Kecamatan Kupang Tengah dan
Kecamatan Nekamese;
c. Industri makanan, minuman dan tembakau tersebar hampir di seluruh
wilayah;
d. Industri kayu bambu, rotan dan sejenisnya termasuk perabotan rumah
tangga tersebar hampir di seluruh wilayah;
e. Industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Kupang Barat,
Kecamatan Semau, Kecamatan Semau Selatan, Kecamatan Sulamu
dan Kecamatan Fatuleu Barat;
f. Industri tenun di Kecamatan Amarasi, Kecamatan Amarasi Barat,
Kecamatan Amarasi Selatan, Kecamatan Amarasi Timur, Kecamatan
Fatuleu Barat, Kecamatan Fatuleu Tengah Kecamatan Kupang Tengah,
Kecamatan Nekamese dan Kecamatan Takari;
g. Industri bata merah di Desa Tanah Merah, Kecamatan Kupang Tengah;
dan
h. Industri kecil rumah tangga lainnya yang tersebar di wilayah Kabupaten.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf g, meliputi:
a. kawasan pariwisata alam;
b. kawasan pariwisata budaya; dan
c. kawasan pariwisata minat khusus .
(2) Kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi wisata bahari, wisata pesisir pantai, wisata air terjun, taman wisata
alam, dan gua alam dan benteng, terdapat di :
a. Kecamatan Semau – P. Kera potensi pariwisata bahari di Desa Otan,
Bokonusan, Uiasa, P. Kambing dan Pulau Kera sebagai bagian dari
Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang;
b. Kecamatan Semau Selatan di Desa Utiuhana dan Desa Uiboa memiliki
objek wisata berupa pemandangan laut, pasir putih;
c. Kecamatan Kupang Barat di Desa Tablolong dan Desa Oematnunu
yang memiliki objek wisata berupa pemandangan laut, pasir, serta
adanya penginapan di pinggir pantai (cottage) serta obyek wisata air
terjun Oenesu dan potensi taman wisata alam Tuakdale;
d. Kecamatan Kupang Tengah memiliki potensi pariwisata pantai Manikin
di kelurahan tarus dan Panmuti di Desa Mata air dan Noelbaki;
e. Kecamatan Taebenu terdapat Taman Wisata Alam Baumata;
f. Kecamatan Nekamese di Desa Bone memiliki pantai Oebali
(batuburung), Desa Tasikona memiliki potensi pariwisata pantai dan
gunung;
g. Kecamatan Amarasi terdapat Danau Nefokou di desa Apren, Danau
Poti dan Danau Naikom di desa Ponain, potensi pariwisata mata air
Niuobe, air terjuan Oesa di desa Tesbatan, serta Taman Hutan Raya
W.Z. Yohanis;
h. Kecamatan Amarasi Timur terdapat Taman Wisata Alam Pulau Menipo
di Desa Enoraen;
i. Kecamatan Sulamu terdapat Wisata alam laut Pantai Nenas Desa Pariti
dan Desa Pitai, lokasi wisata Pulau Burung dan Taman Wisata Alam
Bipolo;
j. Kecamatan Fatuleu terdapat air terjun di Fenun, pemandian alam, gua
alam dan Taman Wisata Alam di Camplong;
k. Kecamatan Fatuleu Barat terdapat wisata pantai;
l. Kecamatan Takari terdapat lokasi wisata Kune Di Benu (air terjun) dan
Goa Alam/Peninggalan tentara Jepang, dan air terjun oesusu Desa
Oesusu; dan
m. Kecamatan Amfoang Utara terdapat Potensi pariwisata pantai di Desa
Bakuin.
(3) Kawasan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. Wisata sentra musik tradisional Sasando di Kecamatan Kupang Tengah;
b. Pemakaman raja-raja serta Monumen Veteran (Oesao) di Kecamatan
Kupang Timur;
c. Peninggalan bersejarah yaitu 3 (tiga) buah gua jepang di Kecamatan
Nekamese di perbatasan Desa Tasikona – Desa Oepaha;
d. Wisata budaya/peninggalan sejarah rumah raja (sonaf) Raja Koro di
Desa Tunbaun Kecamatan Amarasi Barat;
e. Benteng pertahanan/Gua Tun Hiku di Desa Buraen Kecamatan Amarasi
Selatan;
f. Kecamatan Amabi Oefeto di Desa Fatukanutu terdapat Taman wisata di
Muliana; dan
g. Benteng Pahlawan Sonbai, Sonaf Raja dan Kuburan Raja Sonbai di
Desa Tanini Kecamatan Takari.
(4) Kawasan Pariwisata minat khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c, meliputi :
a. Kecamatan Kupang Barat terdapat tempat wisata rohani Boneana
Kuliner;
b. Kecamatan Taebenu terdapat Kolam Renang;
c. Kecamatan Kupang Tengah terdapat Bendungan Tilong;
d. Kecamatan Kupang Timur terdapat arena Pacuan Kuda di Desa Babau;
e. Kecamatan Amarasi Barat terdapat wisata kuliner; dan
f. Rencana tempat penangkaran Buaya di Desa Nunkurus Kecamatan
Kupang Timur.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf h seluas kurang lebih 53.972,06 Ha, meliputi:
a. kawasan permukiman perdesaan; dan
b. kawasan permukiman perkotaan.
(2) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana di maksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. kawasan permukiman perdesaan yang menyatu dengan
pertanian/perkebunan;
b. kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada kawasan pesisir;
dan
c. kawasan permukiman perdesaan yang terletak didalam kawasan hutan.
(3) Kawasan permukiman perdesaan yang menyatu dengan pertanian/
perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdapat di
Kecamatan Nekamese, Taebenu, Amarasi Barat, Amarasi Selatan, Amarasi,
Amarasi Timur, Amabi Oefeto, Fatuleu Tengah, Fatuleu Barat, Takari,
Amfoang Selatan, Amfoang Tengah, Amfoang Timur, Amfoang Utara,
Amfoang Barat laut, dan Amfoang Barat Daya.
(4) Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada kawasan pesisir
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdapat di Kecamatan
Amfoang Barat Daya, Sulamu, Kupang Barat, Nekamese, Amarasi Barat,
Semau dan Semau Selatan. Permukiman ini didominasi oleh masyarakat
nelayan yang berbasis perikanan tangkap dan disekelilingnya merupakan
kawasan tegalan.
(5) Kawasan permukiman perdesaan yang terletak didalam kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdapat di Kecamatan
Nekamese, Taebenu, Sulamu, Fatuleu, Fatuleu Tengah, Amarasi Barat,
Amarasi, Amarasi Timur, Takari, Semau, Semau Selatan, Amfoang Selatan,
Amfoang Tengah, Amfoang Timur, Amfoang Barat Laut, dan Amfoang Barat
Daya.
(6) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi kawasan Perkotaan PKL, PKLp, PPK dan PPL.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf i, merupakan pembagian kawasan meliputi :
a. kawasan pemanfaatan umum yang dimanfaatkan untuk zona pariwisata,
pemukiman, pelabuhan, pertanian, hutan, pertambangan, perikanan
budidaya, perikanan tangkap, industri, infrastruktur umum dan zona
pemanfaatan terbatas sesuai dengan karakteristik biogeofisik
lingkungannya;
b. kawasan konservasi yang dimanfaatkan untuk zona konservasi perairan,
konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, konservasi maritim, dan/atau
sempadan pantai; dan
c. alur laut yang dimanfaatkan untuk alur pelayaran, alur sarana umum,
dan alur migrasi ikan, serta pipa dan kabel bawah laut.
(2) Pelestarian ekosistem yang terdapat di kawasan pesisir dan pulau–pulau
kecil antara lain :
a. hutan mangrove yang terdapat antara lain di Desa Pariti dan Desa
Bipolo Kec. Sulamu, Desa Nunkurus dan Kelurahan Merdeka
Kecamatan Kupang Timur, Desa Tanah Merah Kec. Kupang Tengah,
Desa Lufileo Kec. Kupang Barat, Desa Enoraen Kecamatan Amarasi
Timur, Pantai Kbou di Buraen Kecamatan Amarasi Selatan, Pantai
Bijaesin di Desa Pakubaun Kecamatan Amarasi Timur, Pantai Oejio
desa Merbaun Kecamatan Amarasi Barat, pantai Faifnafu di desa
Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur, pantai desa Tablolong,
pantai salupu di desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Pantai Namao,
Oenanbalu desa Bokonusan serta Desa Huilelot Kecamatan Semau,
pantai Afon desa Afoan Kecamatan Amfoang Utara, pantai desa Poto di
Kecamatan Fatuleu Barat, serta pantai Oslae, Kaisaun desa Akle dan
Desa Uitiuhana Kecamatan Semau Selatan; dan
b. ekosistem terumbu karang dengan sebaran terdapat di Kecamatan
Kupang Barat yaitu Perairan Aer Cina, Perairan Tanjung Lalendo,
Perairan dermaga Ferry, Perairan Batubao, Perairan Pantai Bolok,
Perairan Pantai Asam, Perairan Perbatasan Batubao-Tablolong serta
Perairan Muka Kampung-Tablolong; Perairan Pulau Kera dan Pulau
Kambing di Kecamatan Semau, Perairan Pulau Tikus di Kecamatan
Sulamu, selain itu terdapat juga di perairan desa Afoan, dan kelurahan
Naikliu Kecamatan Amfoang Utara; perairan desa Soliu dan desa
Oelfatu Kecamatan Amfoang Barat Daya; perairan desa Kifu,
Netemnanu Utara, dan Netemnanu Selatan dan perairan Pulau Batek di
Kecamatan Amfoang Timur; perairan desa Bokonusan dan desa Huilelot
di Kecamatan Semau; perairan desa Akle dan desa Uitiuhana di
Kecamatan Semau Selatan; perairan desa Kuanheum, Oematnunu,
Tesabela dan Lifuleo di Kecamatan Kupang Barat; perairan desa Barate,
Poto, Nuataus dan Tuakau di Kecamatan Fatuleu Barat; perairan desa
Bone dan Tasikona di Kecamatan Nekamese; perairan Pantai Kbou
Kelurahan Buraen Kecamatan Amarasi Selatan, perairan Pantai Oejio
Desa Merbaun Kecamatan Amarasi Barat; serta perairan di sekitar
pulau pulau kecil lainnya.
(3) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil akan diatur dalam
Peraturan Daerah tersendiri.

Paragraf 10
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 35
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf j
adalah kawasan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Kawasan Pertahanan dan Keamanan Negara yang terdapat di wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kawasan militer di Kecamatan Sulamu;
b. Kawasan Yonif 743 di Kecamatan Kupang Timur;
c. Kawasan Brigif Komodo di Kupang Timur;
d. Lanud AL di Kupang Tengah;
e. Pelabuhan AL (Lantamal) di Kupang Barat;
f. Navigasi dan pos pamtas di Pulau Batek;
g. Polair Kupang di Kecamatan Kupang Barat;
h. Pos Oepoli pantai satgas pamtas RI-RDTL di Kecamatan Amfoang
Timur;
i. Pos Oepoli sungai satgas pamtas RI-RDTL di Kecamatan Amfoang
Timur;
j. Pos Oepoli tengah satgas pamtas RI-RDTL di Kecamatan Amfoang
Timur;
k. Radar AU 241 BURAEN di Kecamatan Amarasi Selatan; dan
l. Rencana Pos AL di Oepoli Kecamatan Amfoang Timur.

BAB VI
RENCANA KAWASAN STRATEGIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 36

(1) Rencana kawasan strategis meliputi:


a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi ;dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Strategis Nasional

Pasal 37
(1) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1)
huruf a adalah Kawasan strategis pertahanan dan keamanan negara;
(2) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilihat
dari sudut kepentingan fungsi pertahanan kemanan negara meliputi :
a. kawasan perbatasan laut RI - Timor Leste termasuk Pulau Batek;
b. kawasan perbatasan laut RI-Australia; dan
c. kawasan perbatasan darat RI – Timor Leste di Kecamatan Amfoang
Timur.

Bagian Ketiga
Kawasan Strategis Provinsi

Pasal 38
(1) Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. Kawasan strategis ekonomi; dan
b. Kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis fungsi ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah Kawasan Industri Bolok Kecamatan Kupang Barat.
(3) Kawasan strategis fungsi daya dukung lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. Kawasan Noelmina di Kecamatan Takari;
b. Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu Laut Timor;
c. Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu Laut Sawu 1a (Kabupaten Kupang
dan Kabupaten TTS); dan
d. Kawasan konservasi laut sawu dalam wilayah kabupaten.
Bagian Keempat
Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 39
(1) Kawasan strategis daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
huruf c meliputi:
a. kawasan strategis fungsi ekonomi;
b. kawasan strategis sosial budaya; dan
c. kawasan strategis fungsi daya dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis fungsi ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. kawasan segitiga emas Oelamasi sebagai pusat perdagangan dan jasa;
b. kawasan industri besar terpadu di Kecamatan Kupang Barat, Desa
Nautaus Kecamatan Fatuleu Barat, Desa Benu dan Desa Tuapanaf
Kecamatan Takari, Desa Sahraen Kecamatan Amarasi Selatan, Tanjung
Mas kecamatan Amfoang Barat Laut;
c. kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sulamu di Kecamatan Sulamu meliputi
kecamatan Sulamu dan kecamatan sekitarnya dan pulau – pulau kecil
sebagai penyangga;
d. kawasan Minapolitan Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Semau,
Kecamatan Semau Selatan dan Kecamatan Sulamu;
e. kawasan agropolitan Oesao;
f. pengembangan Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) di Oepoli Kecamatan
Amfoang Timur; dan
g. Pengembangan Kawasan Pulau-Pulau terkecil terdepan dan terluar.
(3) Kawasan strategis fungsi sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi:
a. kawasan permukiman adat kampung adat Kauniki kecamatan Takari;
b. kawasan permukiman kampung adat Raja Koroh di Amarasi Barat; dan
c. kawasan permukiman kampung adat strategis lainnya di wilayah
kabupaten.
(4) Kawasan strategis fungsi daya dukung lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Hutan Lindung Mutis Timau dan Hutan Lindung Sisimeni Sanam dan
Oelmau;
b. Taman Hutan Raya Prof.Ir. Herman Yohanes; dan
c. Suaka Magrasatwa Danau Daodde, Perhatu, Menipo dan Taman Wisata
Alam dan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang.
d. TWA. Camplong di Kecamatan Fatuleu;
e. TWA. Teluk Kupang di Kecamatan Sulamu, Kupang Timur, Kupang
Tengah, Kupang Barat, Kecamatan Semau dan Semau Selatan;
f. TWA. Baumata di Kecamatan Taebenu;
g. Pantai Menipo di Kecamatan Amarasi Timur;
h. Danau Tuadale di Kecamatan Kupang Barat;
i. Bendungan Tilong di Kecamatan Tengah;
j. Bendungan Raknamo di Kecamatan Amabi Oefeto;
k. Danau Nefokou di Desa Apren Kecamatan Amarasi; dan
l. Sungai yang melintasi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Amarasi,
Kecamatan Amabi Oefeto dan Kecamatan Kupang Timur.
(5) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana rinci tata ruang
yang penetapannya melalui peraturan daerah tersendiri.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 40
(1) Arahan Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri atas:
a. rencana struktur ruang;
b. rencana pola ruang; dan
c. penetapan Kawasan Strategis kabupaten.
(2) Arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan.
(3) Arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Pasal 41
(1) Perkiraan pendanaan dalam arahan pemanfaatan ruang disusun
berdasarkan anggaran pendapatan dan belanja daerah, investasi swasta
atau kerjasama pendanaan.
(2) Kerjasama pendanaan disusun berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 42
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten melalui:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara
terkoordinasi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(3) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan
oleh Bupati.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 43
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah kabupaten
dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana, meliputi:
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut dalam Lampiran V
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 44
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b
merupakan pedoman bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang, diberikan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 45
Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
huruf c merupakan pedoman bagi pemerintah kabupaten untuk:
a. memberikan imbalan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan
yang didorong pengembangannya; dan
b. mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang.

Pasal 46
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
melalui :
a. pemberian insentif; dan
b. pemberian disinsentif.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berbentuk:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah
Kabupaten.
(3) Pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berbentuk:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang;
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur, pengenaan
kompensasi dan penalti; dan
c. pembatasan administrasi pertanahan.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur
dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 48
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf d
merupakan acuan bagi pemerintah kabupaten dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggaran pemanfaatan ruang.
(2) Arahan sanksi berupa pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.
(3) Pengenaan sanksi administratif dilakukan terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan
pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 49
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka RTRW, rencana tata ruang kawasan, rencana
rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan ruang; dan
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang.

Pasal 50
(1) Dalam kegiatan pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(2) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 51
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
dengan melibatkan peran masyarakat, melalui kegiatan dalam bentuk:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peran masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berbentuk:
a. pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan yang akan
dicapai;
b. pengindetifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan
termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk
perencanaan tata ruang kawasan;
c. pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang;
d. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang;
e. pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan; dan/atau bantuan
tenga ahli.
(3) Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana rinci tata
ruang;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain
untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
rinci tata ruang;
f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam
pemanfaatan ruang; dan
g. kegiatan menjaga kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara,
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan kawasan.
(4) Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan,
termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan
ruang kawasan dimaksud; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.

Pasal 52
(1) Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang di wilayah kabupaten
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten.

BAB X
KELEMBAGAAN

Pasal 53
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan
kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk
BKPRD.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 54
Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap RTRW
Kabupaten yang telah ditetapkan dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 55
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah 20
(duapuluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima tahun).
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar, perubahan batas teritorial negara dan/atau perubahan
batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kupang dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan
terhadap bagian Wilayah Kabupaten Kupang yang kawasan hutannya belum
disepakati pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana dan album
peta disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil
penetapan Menteri Kehutanan.
(4) Pengintegrasian peruntukan kawasan hutan berdasarkan penetapan Menteri
Kehutanan ke dalam RTRW Kabupaten diatur dengan peraturan daerah.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 56

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada
dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan, dan telah sesuai dengan
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang di kabupaten yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketententuan Peraturan Daerah ini, ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kupang.

Ditetapkan di Oelamasi
pada tanggal 19 Maret 2015

BUPATI KUPANG,

AYUB TITU EKI

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUPANG,

HENDRIK PAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUPANG TAHUN 2015 NOMOR 106


NOMOR REGISTRASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR : 01/ 2015
PENJELASAN
ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG


NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUPANG
TAHUN 2014 – 2034

I. UMUM
Berdasarkan pasal 26 ayat 2 sampai ayat 6 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa Rencana tata ruang
wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah(RPJM) daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
d. pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
e. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
f. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
g. investasi; dan
h. penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan salah satu dokumen
makro dari arah pembangunan yang sangat strategis. Salah satu fungsi Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah untuk mewujudkan keterpaduan,
keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar kawasan wilayah, serta
keserasian pembangunan antar sektor. Dengan adanya Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Kupang 2014-2034 diharapkan masyarakat umum
dan penentu kebijakan pembangunan lebih mengetahui bahwa rencana tata
ruang merupakan panduan atau guidence bagi arah dan lokasi investasi,
pengendalian lingkungan serta sebagai panduan bagi mitigasi bencana alam,
bencana lingkungan permukiman, bencana kegiatan pertambangan serta
bencana lingkungan hidup lainnya.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan dokumen perencanaan
untuk jangka panjang hingga 20 tahun. Sementara perkembangan wilayah bisa
sangat dinamis, sehingga eksistensi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagai panduan arah kebijakan pembangunan berpotensi ”disimpangkan” atau
mengalami penyimpangan dalam implementasinya. Oleh karenanya undang-
undang tata ruang mengatur penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagai arahan pola pemanfaatan ruang dari rencana yang telah digariskan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dimana indikasi penyusunan
rencana tata ruang wilayah bisa dilihat dari faktor eksternal maupun internal
wilayah perencanaan, bisa berupa perubahan kebijakan maupun masih berupa
prospek dan pola kecenderungan perkembangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2011


tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancanagan
Peraturan daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten/
Kota beserta rencana rincinya bahwa rencana tata ruang wilayah dan rencana
rinci tata ruang provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan dalam Perda,
disusun sesuai dengan kaidah teknis bidang penataan ruang sehingga terwujud
suatu rencana tata ruang yang terpadu dan komplementer terhadap hierarki
rencana tata ruang di atasnya.
Secara khusus dasar dan pertimbangan perlunya penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kupang antara lain : Penataan ruang belum
mendapat proporsi perhatian utama sebagai instrumen dasar penyusunan
Rencana Program Pembangunan Daerah, baik yang dilakukan pemerintah
maupun masyarakat dan dunia usaha. Hal ini tercermin dengan semakin luasnya
lahan yang beralih fungsi seperti kawasan lindung berubah fungsi menjadi
permukiman atau pertambangan, penggundulan hutan yang berakibat banjir, dan
lain-lain. Konflik-konflik pemanfaatan ruang baik antara masyarakat dengan
pemerintah, antar instansi pemerintah maupun antar kewenangan tingkatan
pemerintahan, dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan, berpotensi terjadi
dikotomi kebutuhan antara menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah dari
sumberdaya alam pertambangan yang dimiliki tanpa/kurang memperhatikan
dampak lingkungan dan penyelamatan ruang dan, belum optimalnya
kelembagaan penataan ruang di daerah serta mekanisme pengawasan
pemanfaatan ruang.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ruang lingkup wilayah perencanaan yang meliputi batas dan wilayah
administrasi sebagaimana tercantum pada peta Orientasi Wilayah, Peta
Administrasi kabupaten pada album peta RTRW Kabupaten Kupang.
Pasal 3
Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan
perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang
akan datang (20 tahun). dirumuskan berdasarkan visi dan misi
pembangunan wilayah kabupaten karakteristik wilayah kabupaten, isu
strategis dan kondisi objektif yang diinginkan.
Pasal 4
Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arah tindakan
yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah
kabupaten. Dirumuskan berdasarkan tujuan penataan ruang wilayah
kabupaten, karakteristik wilayah kabupaten, kapasitas sumber daya
wilayah kabupaten dalam mewujudkan tujuan penataan ruangnya dan
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Pasal 5
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran
kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah
operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dirumuskan
berdasarkan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten, kapasitas
sumber daya wilayah kabupaten dalam melaksanakan kebijakan
penataan ruangnya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana tercantum
dalam lampiran I peta rencana struktur ruang wilayah kabupaten.

Pasal 7
Kawasan permukiman perkotaan lebih lanjut diatur dengan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimna tercantum dalam
Lampiran II Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian
Wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat
Peraturan daerah ini ditetapkan, rencana dan album peta disesuaikan
dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan
Menteri Kehutanan.
Pasal 20
kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi
meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(akuiver) yang berguna sebagai penyedia sumber air.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Kawasan Budidaya dalam RTRWK sebagaimana tercantum dalam
lampiran II Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Peternakan skala besar adalah peruntukan kawasan peternakan diatas
1000 Ha.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Wilayah Pertambangan Rakyat tersedia dalam setiap wilayah
administrasi desa sepanjang ada bahan baku tambang dan terdapat
diluar wilayah kawasan hutan dan pengelolaannya disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Kawasan Strategis dalam RTRWK sebagaimana tercantum dalam
lampiran III peta rencana kawasan strategis kabupaten.
Penetapan kawasan Strategis kabupaten dilakukan dengan
memperhatikan kawasan strategis nasional dan Provinsi yang ada di
wilayah Kabupaten Kupang
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Arahan pemanfaatan ruang dijabarkan dalam lampiran IV berupa tabel
indikasi program yang berisi usulan program utama, lokasi, sumber
pendanaan dan tahapan waktu perencanaan
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ketentuan umum Peraturan Zonasi dijabarkan dalam lampiran V berupa
tabel Peraturan Zonasi Kabupaten meliputi peraturan zonasi struktur
ruang, pola ruang dan kawasan strategis
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Pelaksanaan peran masyarakat dikoordinasikan oleh Pemerintah
Kabupaten
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (3) yang dimaksudkan dengan bagian wilayah Kabupaten Kupang
yang penetapan kawasan hutannya belum disepakati pada Peraturan
Daerah ini adalah luas kawasan lindung termasuk hutan produksi yang
dilakukan usulan perubahan fungsi dan peruntukan kawasan merujuk
Peta dasar TGHK Surat Keputusan Menteri Kehutanan Tahun 1982,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 adalah sebesar 59.140,55 Ha,
dengan demikian luas kawasan tersebut mengalami perubahan dari
214.894,54 Ha menjadi 155.753,98 Ha.Kawasan lindung termasuk hutan
produksi yang dilakukan usulan perubahan fungsi dan peruntukan maka
fungsi dan peruntukannya dilakukan holding zone, terhadap luasan
eksisting sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 423 Tahun
1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan yaitu 226.551,50 Ha dikurangi
43.240,78 Ha menjadi 167.410,95 Ha.
Fungsi dan peruntukan kawasan yang dilakukan holding zone akan
disesuaikan fungsi dan peruntukannya setelah mendapat keputusan
tetap dari Menteri Kehutanan.
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 001

Anda mungkin juga menyukai