Anda di halaman 1dari 51

BAB I PENDAHULUAN

PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN


Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

1.1 LATAR BELAKANG


Pembangunan dan pertumbuhan penduduk di Kota Banjarbaru setiap tahunnya semakin
meningkat, akan tetapi pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
bisa memunculkan permasalahan baru, salah satunya persoalan pemakaman bagi
masyarakat. Pemakaman merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang harus
dipenuhi oleh pemerintah daerah. Tempat Pemakaman Umum (TPU) memiliki fungsi utama
sebagai tempat pelayanan publik untuk penguburan jenazah. Dan pemakaman selain
sebagai tempat untuk mengebumikan jenazah, juga bisa berfungsi sebagai ruang terbuka
hijau kawasan perkotaan untuk menambah keindahan kota, daerah resapan air, pelindung,
pendukung ekosistem ,pemersatu ruang kota dan juga dapat dijadikan taman (rest area).
Didalam Undang-undang No.26 Tahun 2017 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata
ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan Pasal 6 jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) antara lain
menyebutkan huruf (m) pemakaman umum. Dimana Tempat Pemakaman Umum (TPU)
adalah salah satu bentuk Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang belum
efektif pemanfaatannya sebagai Ruang Terbuka Hijau. Mengacu pada Permen PU
No.5/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Wilayah Perkotaan, pemakaman di perkotaan merupakan salah satu ruang terbuka hijau
kota. Dilihat dari fungsi ruang terbuka hijau kota, maka sumbangan pemakaman terhadap
ekosistem kota adalah sebagai tempat tumbuh tanaman, paru-paru kota dan daerah
resapan air. Adapun tempat pemakaman umum sendiri merupakan salah satu komponen
pembentuk ruang kota dan salah satu fasilitas yang wajib disediakan dan dikelola oleh
Pemerintah Kota/Kabupaten. Sebagaimana termuat dalam pasal 5 Ayat (1) PP Nomor.9
Tahun 1987 Tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat
Pemakaman. Berdasarkan Kondisi eksisting di Kota Banjabaru terdapat beberapa TPU yang
tersebar di seluruh Kecamatan di Kota Banjaebaru, adapun data inventaris makam Kota
Banjarbaru Tahun Anggaran 2015, sebaran makam di Kota Banjarbaru adalah sebagai
berikut :
1. Kecamatan Banjarbaru Utara ada 13 titik dengan luas 53.617 m2
2. Kecamatan Banjarbaru Selatan ada 7 titik dengan luas 90.225 m2
3. Kecamatan Landasan Ulin ada 47 titik dengan luas 368.404 m2
4. Kecamatan Liang Anggang ada 85 titik dengan luas 436.194 m2
5. Kecamatan Cempaka ada 19 titik dengan luas 183.396 m2
Berdasarkan uraian tersebut maka, yang menjadi permasalahan disini adalah Bagaimana
Pengaturan Tata Ruang untuk Pemakaman Umum baik dari segi kualitas desain maupun

ITNASINDO Hal. I-2


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

kuantitas kebutuhan standar pelayanan minimalnya, sehingga pemerintah Kota Banjarbaru


perlu mempersiapkan dokumen master plan pemakaman sebagai acuan untuk perencanaan
pemakaman di Kota Banjarbaru.
1.2 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN
1.2.1 Maksud
Maksud pelaksanaan kegiatan ini adalah Penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman
Kota Banjarbaru yang lebih komprenhensip dan dapat digunakan sebagai pedoman
perencanaan pengembangan pemakaman yang baik dari segi kualitas desain maupun
kuantitas kebutuhan standar pelayanan minimalnya sesuai dengan Tata ruang yang ada di
Kota Banjarbaru.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar dapat mengatasi permasalahan pemakaman dan serta
memberikan acuan rekomendasi bagi penataan ruang di wilayah Kota Banjarbaru terkait
dengan pemakaman dan menjadikan pengelolaan pemakaman lebih baik lagi dalam jangka
panjang.
1.2.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dengan Penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman Kota
Banjarbaru ini adalah tersedianya pemakaman yang layak sebagai salah satu sarana yang
disediakan oleh pemerintah Kota Banjarbaru.
1.3 RUANG LINGKUP
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah kegiatan perencanaan Penyusunan Dokumen Master Plan
Pemakaman Kota Banjarbaru meliputi seluruh Kota Banjarbaru yang terdiri dari 5 (lima)
Kecamatan 20 (dua puluh) Kelurahan.
1.3.2 Ruang Lingkup Kegiatan
Lingkup Kegiatan adalah Penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman Kota Banjarbaru
Kegiatan Penyusunan Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Air pada Badan
Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Tahun Anggaran
2019, sedangkan Jangka waktu perencanaan Penyusunan Dokumen Master Plan
Pemakaman Kota Banjarbaru adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu tahun 2019 – 2039.
1.3.3 Ruang Lingkup Substansi
Secara garis besar, pekerjaan penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman Kota
Banjarbaru ini terdiri dari beberapa tahapan, yakni :
- Tahap Persiapan
1. Melakukan pengumpulan dan penyimpulan data awal.

ITNASINDO Hal. I-3


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2. Melakukan kajian literatur studi-studi terdahulu dan pedoman peraturan perundangan


yang berlaku.
3. Menyusun rencana kerja, pedoman dan metodologi pelaksanaan pekerjaan.
- Tahap Kompilasi dan Tabulasi Data
Pada tahapan ini kegiatan yang dilaksanakan adalah melakukan pengumpulan data dan
informasi baik yang bersifat primer maupun sekunder yang meliputi:
1. Pengumpulan data primer melalui wawancara pada stakeholder penyelenggaraan
penataan ruang.
2. Pengumpulan data-data peraturan dan perundang-undangan tentang tata ruang;
3. Pengumpulan data kondisi fisik/ rona lingkungan dan sumber daya alam, sarana,
prasarana, utilitas, kependudukan dan sumber daya manusia, perekonomian, sosial
dan budaya, kelembagaan dan data lainnya sesuai kebutuhan analisa.
- Analisa Data
Analisa dilakukan terhadap data dan informasi kondisi fisik/ rona lingkungan dan sumber
daya alam, sarana dan prasarana, kependudukan dan sumber daya manusia,
perekonomian, sosial dan budaya, kelembagaan dan data lainnya sesuai kebutuhan analisa.
1.4 KELUARAN
Keluaran utama (output) yang dihasilkan dari Kegiatan ini adalah tesusunnya Dokumen
Master Plan Pemakaman Kota Banjarbaru dengan jangka waktu perencanaan 20 (dua
puluh) tahun yaitu tahun 2019 – 2039.
1.5 SISTEMATIKA LAPORAN
BAB I Pendahuluan memuat latar belakang, maksud, tujuan, dan sasaran, ruang lingkup
wilayah, lingkup kegiatan, serta lingkup substansi, dan keluaran dari kegiatan Penyusunan
Dokumen Master Plan Pemakaman Kota Banjarbaru.
BAB II Tinjauan Kebijakan Kota Banjarbaru terkait pemakaman memuat mengenai beberapa
peraturan-peraturan pemerintah pusat maupun daerah yang terkait dengan pemakaman
sebagai dasar untuk arahan kebijaka dalam menyusun Dokumen Master Plan Pemakaman
Kota Banjarbaru.
BAB III Gambaran umum Kota Banjarbaru meliputi profil daerah Kota Banjarbaru, gambaran
umum pemerintahan, geografis, demografi, sarana prasarana, perekonomian, dll yang
terkait dengan pemakaman untuk mendukung substansi dari Penyusunan Dokumen Master
Plan Pemakaman Kota Banjarbaru
BAB IV Pendekatan dan Metodologi yang memuat pendekatan-pendekatan kebijakan dan
peraturan baik pemerintah daerah maupun pusat dan metodologi yang dipakai meliputi
observasi, survei lapangan, atau wawancara untuk menyusun dokumen penyusunan
masterplan pemakaman di Kota Banjarbaru.

ITNASINDO Hal. I-4


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

BAB V Struktur Organisasi Dan Jadwal Pelaksanaan Kegiatan meliputi profil perusahaan
dan jadwal pelaksanaan kegiatan penyusunan masterplan pemakaman di Kota Banjarbaru.

ITNASINDO Hal. I-5


BAB II TINJAUAN LITERATUR
PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2.1 KAJIAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN


2.1.1 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan penting bagi dasar
dan arahan dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kelila terutama yang berkaitan
dengan istilah penataan ruang, asas penataan ruang, wewenang pemerintah daerah
kabupaten dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan tata ruang, produk tata ruang dan
hirarkinya, serta batasan, skala dan cakupan penataan ruang pada kawasan perkotaan.
Beberapa definisi terkait dengan penataan ruang yang tertuang dalam undang-undang ini,
yaitu pada Pasal 1 mengenai Ketentuan Umum adalah:
1 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
3 Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
4 Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
5 Perencanaan tata ruang adalah proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang
yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
6 Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
7 Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
8 Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administatif dan/atau
aspek fungsional.
9 Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan budidaya
10 Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup umber daya alam dan sumber daya
buatan.
11 Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia
dan sumber daya buatan.

ITNASINDO Hal. II-2


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

12 Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
13 Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Dalam kegiatan penataan ruang terdapat beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan.
Pada Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan: (a) kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana; (b) potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan
hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan (c) geostrategi,
geopolitik, dan geoekonomi.
Selanjutnya pada Pasal 14 dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk
menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Rencana umum tata ruang berhierarki terdiri atas:
1 Rencana tata ruang wilayah nasional;
2 Rencana tata ruang wilayah propinsi; dan
3 Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

Sedangkan rencana rinci tata ruang terdiri atas:


1 Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis
nasional;
2 Rencana tata ruang kawasan strategis propinsi; dan
3 Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.

Dari sisi muatan rencana tata ruang haruslah mencakup rencana struktur ruang dan rencana
pola ruang. Pada pasal 17 ayat 2 disebutkan rencana struktur ruang yang dimaksud meliputi
rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Sedangkan pada
ayat 3 disebutkan rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan
budidaya yang mana peruntukan kawasan lindung dan budidaya ini meliputi peruntukan
ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan
keamanan.
Lebih jauh lagi dalam Pasal 41 dijelaskan bahwa penataan ruang di Kawasan Perkotaan
diselenggarkan pada Kawasan Perkotaan kawasan perkotaan yang merupakan bagian

ITNASINDO Hal. II-3


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. Terkait
dengan penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kelila ini, maka penyusunan RDTR tersebut
merupakan bagian dari penataan ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian
wilayah kabupaten.
UU No.26 Tahun 2007 tentang Pentaan Ruang juga tidak melupakan arti pentingnya peran
serta masyarakat dalam penataan ruang. UU yang disusun dalam masa reformasi dengan
semangat Good Governance ini mengisyaraktan bahwa penyelenggaraan penataan ruang
dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut
dapat dilakukan melalui:
1 Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
2 Partisipasi dalam pemanfaatan ruang;
3 Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Gambar Skematik Rencana Tata Ruang dalam UU No.26 Tahun 2007
Sumber: UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

2.1.2 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah


Wilayah Indonesia dibagi dalam daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang
otonom. Salah satu pengertian daerah otonom adalah daerah yang berwenang mengatur
dan mengurus kepentingannya sesuai dengan prakarsa berdasarkan aspirasi masyarakat.
UU No. 23/2014 yang merupakan revisi UU No. 32/2004 menjelaskan atau mengatur

ITNASINDO Hal. II-4


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.


Dengan berlakunya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada
pada daerah kabupaten dan daerah kota.
Kewenangan pemerintahan daerah berskala kabupaten/kota dalam undang-undang ini
dijelaskan (pasal 14 ayat 1) adalah meliputi:
1. Perencanaan dan pengendalian pembagunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penanggulangan masalah sosial;
7. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
8. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
9. Pengendalian lingkungan hidup;
10. Pelayanan pertanahan,
11. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
13. Pelayanan Administrasi penanaman modal;
14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
15. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-udangan.

Termasuk didalamnya melakukan penggabungan beberapa daerah atau pemekatan dari


satu daerah menjadi dua daerah atau lebih (pasal 4 ayat 2). Kaitannya dengan pengelolaan
sumber daya di daerah, dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa pemerintah daerah
bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan dan sumberdaya nasional yang
tersedia di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun sumber daya yang termasuk sumber daya nasional adalah sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.

2.1.3 UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan


Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur bagian dalam
perencanaan kawasan perkotaan. Sebagai bagian sistem transportasi, jalan mempunyai
peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta
lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah serta pembentukan struktur
ruang.
Dalam undang-undang ini beberapa definisi berkaitan dengan jalan adalah:

ITNASINDO Hal. II-5


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

1. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel;
2. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
3. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan,
atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
4. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai
jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;
5. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

Dilihat dari pengelompokan jalan pada pasal 6 disebutkan jalan sesuai dengan
peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Dimana jalan umum
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. Sedangkan jalan khusus
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang
dibutuhkan.
Selanjutnya pada pasal 7 dijelaskan sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder, di mana:
1. Sistem jaringan jalam primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-
pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan
lokal, dan jalan lingkungan. Pada pasal 8 undang-undang ini disebutkan sebagai berikut:
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk secara
berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan engumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi.

ITNASINDO Hal. II-6


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
5. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan Provinsi,
jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Pada pasal 9 disebutkan bahwa:
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghunbungkan antar ibukota Provinsi, dan jalan strategis nasional
serta jalan tol,
b. Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota peropinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau anatar
ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis Provinsi,
c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk jalan nasional dan jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, anatar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan
pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten,
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubugkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar
pusat permukiman yang berada di dalam kota.
e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
f. Selanjutnya ditinjau dari bagian-bagian jalan, pada pasal 11 disebutkan bagian-
bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan
jalan. Adapun defenisi dari bagian-bagian jalan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya, dimana yang dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas,
dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki.
Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari ruang manfaat jalan,
dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.
2. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar
ruang manfaat jalan.
3. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

ITNASINDO Hal. II-7


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2.1.4 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup
Kegiatan perencanaan kawasan perkotaan dipandang perlu melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup
yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Pada pasal 1 undang-undang ini, dijelaskan definisi yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup, sebagai berikut:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar
dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsugan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif
yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain;
8. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia,
sumber daya alam, baik hayati, maupun non hayati, dan sumber daya buatan;
9. 9. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya;

ITNASINDO Hal. II-8


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

10. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan
lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
11. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui
untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang
terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;
12. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
13. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan;
14. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
Adapun sasaran pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan yang tertera pada pasal 4
undang-undang ini adalah:
1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup;
2. Terwujudnya manusia Indonesi sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan
tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau
kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.

Dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, masyarakat memegang peranan penting.


Oleh karena itu pada pasal 7 disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam
pelaksanaan tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat , dan kemitraan;
2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
4. Memberikan saran pendapat;
5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

ITNASINDO Hal. II-9


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2.1.5 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


Pemerintah bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan pelindungan terhadap kehidupan dan
penghidupan termasuk pelindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,
hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan
oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.
Terkait dengan penataan ruang, di dalam Pasal 35 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:
1. Perencanaan penanggulangan bencana;
2. Pengurangan risiko bencana;
3. Pencegahan;
4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5. Persyaratan analisis risiko bencana;
6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7. Pendidikan dan pelatihan; dan
8. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Lebih jauh lagi dalam Pasal 42 dijelaskan ayat 1 bahwa pelaksanaan dan penegakan
rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup
pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan
sanksi terhadap pelanggar, dan Pasal 42 ayat 2 Pemerintah secara berkala melaksanakan
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar
keselamatan.

2.1.6 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulan Bencana Terkaiut Dengan Risiko
Bencana
Tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan pasal 8 dan pasal 9 UU No. 24 tahun
2007 yaitu penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana,
pelindungan masyarakat dari dampak bencana, pengurangan risiko bencana dan pemaduan
pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan, pengalokasian dana
penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan belanja daerah yang memadai.
wewenang pemerintah dapat digambarkan seara umum meliputi :

ITNASINDO Hal. II-10


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

a. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana


b. Pembuatan perencanaan pembangunan
c. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman
d. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya
e. Penertiban pengumpulan dan penyaluran uang atau barang pada wilayahnya
Pengurangan risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin
timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. kegiatan yang
dilakukan dalam risiko bencana meliputi:
a. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c. Pengembangan budaya sadar bencana;
d. Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan
e. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.

2.1.7 PP No. 8 Tahun 2013 Tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang
Peta merupakan bagian yang tidak dapat terlepaskan dari penataan ruang, termasuk dalam
penyusunan Rencana Tata Ruang. Seluruh elemen sektoral yang direncanakan dalam
Penyusunan RDTR nantinya harus dituangkan dalam peta, baik dalam tahapan analisis
maupun tahapan rencana. Di dalam Pasal 1. Ketentuan Umum dijelaskan beberapa definis
penting yang sering digunakan dalam penataan ruang, yaitu:
1. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang
berada di atas maupun di bawah per-mukaan bumi yang digambarkan pada suatu
bidang datar dengan skala tertentu.
2. Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak
tersebut di muka bumi.
3. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data dan atau informasi
georeferensi dan tematik.
4. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia,
yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala,
penomoran, proyeksi dan georeferensi tertentu.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
6. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan
dari peta dasar.
7. Peta tematik wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik.

ITNASINDO Hal. II-11


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

8. Peta rencana tata ruang wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan hasil
perencanaan tata ruang wilayah.
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang
pemetaan.
10. Instansi yang mengadakan peta tematik wilayah adalah instansi baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang tugas dan fungsinya mengadakan peta tematik wilayah.
Terkait dengan penataan ruang, dijelaskan bahwa tingkat ketelitian peta untuk tiap hirarki
penataan ruang berbeda-beda (pasal 10). Dijelaskan dalam pasal tersebut (pasal 10 ayat 1),
Peta rencana umum tata ruang termasuk rencana tata ruang kawasan perkotaan, kawasan
perdesaan, dan kawasan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disusun dalam
tingkat ketelitian tertentu.
Tingkat ketelitian tertentu meliputi:
- Ketelitian geometris,
Ketelitian geometris meliputi: sistem referensi geospasial, skala, unit pemetaan. Dalam
pembuatan Peta harus menggunakan sistem referensi Geospasial yang ditetapkan oleh
Kepala Badan yang berpedoman pada sistem referensi Geospasial yang bersifat global.
- Ketelitian muatan ruang.
Ketelitian muatan ruang meliputi:
1. Kerincian kelas unsur
2. simbolisasi
Dalam hal diperlukan perubahan penggambaran kerincian kelas unsur dan simbolisasi,
penentuan kerincian kelas unsur dan simbolisasi dilakukan oleh Kepala Badan dengan
berkoordinasi bersama kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait.
Ketelitian peta Rencana Detil Tata Ruang atau Rencana Rinci Tata Ruang digambarkan
dengan menggunakan
a. Sistem referensi Geospasial;
b. Peta Dasar Skala Minimal 1:5.000;
c. Unit Pemetaan yang dapat digunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah kota; dan
d. Ketelitian muatan ruang.

2.2 KAJIAN PERATURAN TERKAIT PEMAKAMAN


2.2.1 PP No. 13 Tahun 2014 Tentang RTRW Kota Banjarbaru Tahun 2014 - 2034
Adapun keterkaitan mengenai pemakaman yang ada di Kota Banjarbaru berada di pasal
pasal yang terkait berikut ini:
Bab IV Rencana Pola Ruang Paragraf 3 mengenai Kawasan Ruang Terbuka Hijau pasal 35
b yaitu RTH Publik seluas ± 2.350,40 (dua ribu tiga ratus lima puluh koma empat puluh)
hektar (7,315 % (tujuh koma tiga satu lima) persen) meliputi: Pemakaman dengan luas

ITNASINDO Hal. II-12


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

±28,92 (dua puluh delapan koma sembilan puluh dua) hektar (0,087% (nol koma nol
delapan tujuh) persen), yang terletak di Kecamatan Landasan Ulin, Kecamatan Banjarbaru
Utara, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kecamatan Liang Anggang, dan Kecamatan
Cempaka.

2.2.2 Peraturan Metri Pekerjaan Umum No. 05 / PRT / M / Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
dimaksudkan untuk:
a. Menyediakan acuan yang memudahkan pemangku kepentingan baik pemerintah kota,
perencana maupun pihak-pihak terkait, dalam perencanaan, perancangan,
pembangunan, dan pengelolaan ruang terbuka hijau.
b. Memberikan panduan praktis bagi pemangku kepentingan ruang terbuka hijau dalam
penyusunan rencana dan rancangan pembangunan dan pengelolaan ruang terbuka
hijau.
c. Memberikan bahan kampanye publik mengenai arti pentingnya ruang terbuka hijau bagi
kehidupan masyarakat perkotaan.
d. Memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait
tentang perlunya ruang terbuka hijau sebagai pembentuk ruang yang nyaman untuk
beraktivitas dan bertempat tinggal.

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan


bertujuan untuk:
a. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam
dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;
c. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan
perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Ruang lingkup Peraturan Menteri memuat:


a. Ketentuan umum, yang terdiri dari tujuan, fungsi, manfaat, dan tipologi ruang terbuka
hijau;
b. Ketentuan teknis yang meliputi penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di
kawasan perkotaan;
c. Prosedur perencanaan dan peran masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan
ruang terbuka hijau.

ITNASINDO Hal. II-13


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2.2.3 Perda No. 4 Tahun 2013 Tentang Bagunan Gedung


Perda Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas;
a. Keselamatan
b. Kemanfaatan
c. Kenyamanan
d. Keseimbangan dan
e. Keserasian Bangunan gedung dengan lingkungannya

Maksuddari Peraturan daerah ini adalah sebagai acuan untuk mengatur dan mengendalikan
penyelenggaraan bangunan gedung sejak dari perencanaan, Pelaksanaan Konstruksi,
pemanfaatan, kelayakan bangunan gedung agar sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Peraturan bangunan bertujuan untuk;
a. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan
gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis
bangunan gedung yang menjamin kendala teknis bangunan gedung dari segi
keslamatan, kelaikan fungsi, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
c. Mewujudkan kepastian hukum dan penyelenggaraan bangunan gedung

2.2.4 Peraturan Walikota Banjarbaru No. 27 Tahun 2016 Tentang Pelayanan


Pemakaman di Taman Pemakaman Umum Pemerintah Kota Banjarbaru
Maksud dari peraturan walikota ini adalah untuk memberikan landasan hukum bagi:
a. Penyelenggaraan dan pelayanan pemakaman agar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan
b. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaran pelayanan pemakaman agar
pelaksanaannya dapat berjalan lancar dan terkendali

Tujuan dari peraturan walikota ini adalah terpenuhinya penyelenggaraan dan pelayanan
pemakaman kepada masyarakat sesuai dengan agama dan kayakinannya, dan terwujudnya
taman pemakaman yang seuai dengan tuntutan agama, pelestarian tata budaya, kerapihan
dan keindahan.

Ruang Lingkup peraturan walikota ini adalah:


1. Tempat Pemakaman

ITNASINDO Hal. II-14


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

 Setiap orang yang meninggal dunia di wilayah Kota Banjarbaru dapat dimakamkan di
tempat pemakaman umum sesuai dengan agama dan bisa memberi ruang bagi
jenazah non muslim
 Peruntukan Taman Pemakaman Umum dikhususkan bagi yang beragama islam,
untuk jenazah orang-orang yang pada saat meninggal diketahui dan diyakini
beragama islam
 Tempat pemakaman umum yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah
daerah melalui instansi penyelenggara pemakaman berdasarkan tugas dan
fungsinya sesuai ketentuan perundangundangan

2. Pelayanan Pemakaman
 Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan pemakaman meliputi:
- Penggalian
- Penguburan Jenazah
- Pemeliharaan
 Pelayanan pemakaman berupa penggalian dan penguburan jenazah berlaku mulai
pukul 07.00 Wita s/d 17.00 Wita, kecuali dalam keadaan mendesak /darurat
berdasarkan persetujuan pengelola tempat pemakaman umum.
 Pelayanan pemakaman jenazah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh pihak
tempat pemakaman umum
 Dalam keadaan mendesak/darurat dapat dikecualikan setelah mendapat
rekomendasi dari SKPD dan pejabat Teknis
3. Jenis – jenis Pelayanan Pemakaman
a. Pelayanan penyediaan tanah makam
b. Pelayanan pengangkutan jenazah
c. Pelayanan penggalian dan pengukuran tanah makam
d. Pelayanan pemindahan/pembokaran makam
e. Pelayanan pemeliharaan kebersihan lingkungan makam

Biaya Pelaksanaan pemakaman jenazah terdiri dari:


a. Pelayanan pemakaman / penguburan termasuk penggalian dan pengukuran
b. Perawatan dan pembersihan makam
c. Pemakaian mobil jenazah

Besaran Biaya Pemakaman meliputi:


a. Luas dan kedalaman pemakaian lahan untuk memakamkan jenazah

ITNASINDO Hal. II-15


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

b. Jangka waktu penggunaan tanah makam


c. Pemakaian mobil jenazah
d. Biaya operasional

Untuk besaran biaya pemakaman atas jasa pelayanan pemakaman meliputi:


d. Penyediaan lahan yang digunakan untuk pemakaman Rp. 35.000/M2 untuk 2
tahun
e. Pembongkaran makam Rp. 60.000/M2
f. Penggalian dan pengukuran Rp. 250.000/M2
g. Pelayanan pengangkutan jenazah
1. Dalam kota Rp. 60.000
2. Luar kota Rp. 5.000/Km paling sedikit dihitung 25Km

Pemeliharaan yang meliputi Pemeliharaan dan perawatan taman pemakaman umum


dilakukan oleh dinas kebersihan dan pemakaman yang meliputi :
a. Pembersihan lokasi dari sampah dan rumput liar
b. Pemotongan rumput
c. Penyiraman rumput
d. Penguata rumput

2.2.5 Peraturan Daerah Kota Banjarbaru No. 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan
Pemakaman
Tempat Pemakaman meliputi :
a. TPU
b. TPBU
c. TPK, dan
d. KrematoriumPengelolaan Pemakaman Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam
perencanaan dan penyediaan TPU dengan berpedoman pada rencana pembangunan
dan rencana tata ruang wilayah, Perencanaan dan penyediaan TPU sebagaimana
dirnaksud secara teknis dilakukan oleh SKPD yang membidangi pemakaman.
1. Tempat Pemakaman Umum (TPU)
Perencanaan TPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a. penetapan capaian pemenuhan ketersediaan lahan TPU dalam jangka pendek,
menengah dan panjang;
b. inventarisasi lahan sesuai kriteria yang akan digunakan sebagai TPU; dan
c. Perencanaan kebutuhan anggaran, personel dan sarana prasarana pendukung.

ITNASINDO Hal. II-16


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

Kriteria TPU meliputi:


a. Tidak berada dalam wilayah yang padat penduduk;
b. Menghindari penggunaan tanah produktif;
c. Memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup; dan
d. Mencegah perusakan tanah dan lingkungan hidup.
Pemerintah Daerah menyediakan lahan untuk keperluan TPU melalui:
a. Pengadaan lahan;
b. Penyerahan lahan dari pengembang;
c. Hibah;
d. Wakaf; dan
e. Perolehan lain yang sah.

2. Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU)


 Setiap kelompok masyarakat atau badan social / keagamaan yang menyelenggarakan
pengelolaan TPBU wajib didaftarkan pada Pemerintah Daerah.
 Pengelolaan TPBU harus memiliki kejelasan status tanah dan organisasi
pengelolaannya.
 TPBU yang sudah tidak terurus dan/ atau diterlantarkan oleh pengelolanya dapat diambil
alih pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran serta
pengambilalihan TPBU diatur dalam Peraturan Walikota.

3. Taman Pemakaman Khusus (TPK)


 Setiap orang atau badan yang menyelenggarakan pengelolaan TPK harus didaftarkan
pada Pemerintah Daerah.
 Pengelolaan TPK sebagaimana dimaksud harus memiliki kejelasan status tanah dan
organisasi pengelolaannya.
 TPK yang sudah tidak terurus dan/ atau diterlantarkan oleh pengelolanya dapat diambil
alih pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah, dan
 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran serta
pengambilalihan TPK diatur dalam Peraturan Walikota.

ITNASINDO Hal. II-17


BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BANJARBARU
PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

3.1 GAMBARAN UMUM KOTA BANJARBARU


3.1.1. Kondisi Geografis
Kota Banjarbaru adalah salah satu kota di Indonesia yang terletak di provinsi Kalimantan
Selatan. Kota Banjarbaru berdiri pada tanggal 20 April 1999 berdasarkan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1999 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Banjar. Kota
Banjarbaru merupakan salah satu kota yang berada pada jalur lintasan antara Banjarmasin
sebagai Ibukota Propinsi dengan Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru, dan
Kabupaten di wilayah Banua Enam sampai ke Wilayah Propinsi Kalimantan Timur dan
Kalimantan Tangah.
Kota Banjarbaru memiliki letak astronomis antara 03° 22’ 55” sampai dengan 03° 36’ 22”
Lintang Selatan serta 114° 40’ 35” sampai dengan 114° 54’ 51” Bujur Timur dengan luas
wilayah 371,38 km2 atau 0,88% dari luas Provinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarbaru
berjarak 38 Km ke arah utara dari ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan dan mempunyai 5
(lima) kecamatan yang terdiri dari 20 kelurahan. Lima kecamatan tersebut adalah
Kecamatan Banjarbaru Utara, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kecamatan Cempaka,
Kecamatan Landasan Ulin, dan Kecamatan Liang Anggang. Kecamatan terluas di Kota
Banjarbaru yakni Kecamatan Cempaka dan yang tersempit adalah Kecamatan Banjarbaru
Selatan. Kota Banjarbaru memiliki batas administrasi sebagai berikut :
 Utara : Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar,
 Selatan : Kecamatan Bati-Bati, Kabupaten Tanah,
 Timur : Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, dan
 Barat : Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar.

Adapun luas wilayah di lima kecamatan di Kota Banjarbaru yang meliputi Kecamatan
Banjarbaru Utara, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kecamatan Cempaka, Kecamatan
Landasan Ulin, dan Kecamatan Liang Anggang. Kecamatan terluas di Kota Banjarbaru yakni
Kecamatan Cempaka dan yang tersempit adalah Kecamatan Banjarbaru Selatan. Untuk
lebih Jelasanya dapat dilihat pada Tabel Berikut ini
Tabel 4.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan Di Kota Banjarbaru, 2017
N Kecamatan Luas Persentase (%)
o (Km2)
1 Landasan Ulin 92,42 24,89
2 Liang Anggang 85,86 23,12
3 Cempaka 146,70 39,50
4 Banjarbaru Utara 24,44 6,58
5 Banjarbaru Selatan 21,96 5,91
Sumber: KecamatanDalam Angka 2018

ITNASINDO Hal. III-2


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

3.1.2. Kondisi Iklim


Kota Banjarbaru juga mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Keadaan
ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di Indonesia. Pada bulan Juni sampai
dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air
sehingga mengakibatkan musim kemarau di Indonesia. Sebaliknya pada bulan Desember
sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia
dan Samudera Pasifik setelah melewati beberapa lautan, dan pada bulan-bulan tersebut
biasanya terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti pada bulan April- Mei dan
Oktober-Nopember.
Berdasarkan pemantauan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika Banjarbaru pada
tahun 2017, suhu udara di Kota Banjarbaru berkisar antara 20,4oC sampai dengan 36,80C.
Suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Juli (36,80C) dan suhu minimum
terendah terjadi pada bulan Juli dan September (20,40C).Selain itu sebagai daerah
tropis maka kelembaban udara relatif tinggi dengan berkisar antara 44% sampai 100%.
Selama 5 tahun terakhir, curah hujan pada tahun 2017 merupakan curah hujan
tertinggi. Rata-rata curah hujan pada tahun 2017 tercatat 268,9 mm dengan jumlah yang
terendah terjadi pada bulan September (90,5 mm) dan tertinggi terjadi pada bulan Januari
(466,6 mm).
Rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 20,6 dengan jumlah hari hujan terbanyak
pada bulan Januari (28 hari), sebaliknya jumlah hari hujan terendah pada bulan Agustus
(12 hari).
Rata-rata tekanan udara di Kota Banjarbaru tahun 2017 berkisar antara 1.004 mb sampai
dengan 1.011,8 mb. Sedangkan rata-rata kecepatan angin sekitar 5,3 knots.

3.1.3. Kondisi Kependudukan


Berdasarkan proyeksi penduduk, tahun 2017 jumlah rumah tangga di Kota Banjarbaru
mencapai 73.323 KK dengan jumlah penduduk 248.423 orang yang terdiri dari 127.479 laki
– laki dan 120.944 perempuan atau dengan sex ratio 105 yang berarti jumlah laki – laki lebih
banyak daripada jumlah perempuan. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Landasan
Ulin (64.006 orang) dan yang paling sedikit adalah Kecamatan Cempaka (34.859 orang).
Kecamatan yang paling padat adalah Kecamatan Banjarbaru Selatan (2.405 penduduk per
km2) sedangkan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Cempaka (238
penduduk per km 2). Sex rasio terbesar ada di Kecamatan Cempaka yaitu sebesar 108
sedangkan sex rasio terendah di Kecamatan Banjarbaru Utara dan Banjarbaru Selatan yaitu
sebesar 104.
Untuk Lebih Jelasanya Dapat Dilihat Pada Tabel berikut

ITNASINDO Hal. III-3


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Jumlah Penduduk dan Menurut
Kecamatan, 2017
Jumlah
Jumlah
No Kecamatan Luas (Km2) Rumah
Penduduk
tangga
1 Landasan Ulin 92,42 18.603 64.006
2 Liang Anggang 85,86 11.559 43.695
3 Cempaka 146,70 9.576 34.859
4 Banjarbaru Utara 24,44 16.700 53.056
5 Banjarbaru Selatan 21,96 16.845 52.807
Kota Banjarbaru 371,38 73.283 248.423
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2018

3.1.4. Pendidikan
Jumlah sekolah negeri di Kota Banjarbaru sebanyak 97 buah yaitu 6 TK, 66 SD/MI, 14
SMP/MTs, 4 SMA/MA dan 5 SMK. Sementara sekolah swasta ada 255 buah termasuk
Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Secara keseluruhan jumlah murid 58.952
orang dengan jumlah guru sebanyak 4.321 orang.

3.1.5. Kesehatan
Fasilitas kesehatan di Kota Banjarbaru berupa 6 buah rumah sakit dan 9 puskesmas yang
didukung oleh 130 dokter yaitu 64 dokter umum, 19 dokter gigi, dan 47 dokter spesialis.
Tercatat sebanyak 27.531 akseptor KB aktif di tahun 2017, sedangkan akseptor KB baru
sebanyak 4.982. Alat kontrasepsi terbanyak yang dipilih adalah suntikan yaitu sebanyak
2.898 akseptor kemudian pil sebanyak 1.227 akseptor. Klinik KB yang tersedia ada 16 buah
dengan jumlah tenaga PLKB 20 orang.

3.1.6. Agama
Kementerian Agama Kota Banjarbaru mencatat untuk peribadatan telah tersedia 95 mesjid,
243 musholla, 2 gereja Khatolik dan 8 gereja Protestan serta 1 Pura/lainnya. Kementerian
Agama Kota Banjarbaru juga mencatat 1.435 pernikahan selama tahun 2017. Di Kota
Banjarbaru, jemaah haji yang berangkat pada tahun 2017 tercatat berjumlah 940 orang
dimana terbanyak berasal dari Banjarbaru Utara (328 orang).

ITNASINDO Hal. III-4


BAB IV PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

4.1 PENDEKATAN DAN METODOLOGI


4.1.1 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan
Untuk merencanakan tempat pemakaman melibatkan beberapa instansi pemerintah,
yayasan atau swasta dan masyarakat yang peduli akan makam. Hal tersebut dimaksudkan
untuk mendapatkan masukan atau gagasan yang menyeluruh dan terpadu yang terkait
dengan perencanaan tempat pemakaman, dan ditinjau dari aspek yang berbeda. Aspek
tersebut antara lain : aspek kebijakan, aspek ekonomi, aspek fisik, aspek ekologi, aspek
sosial, dan aspek budaya (Santarsiero et al, 2000 dalam Riyadi, 2006).

1. Pendekatan Kebijakan
Setiap negara mempunyai kebijakan sendiri untuk mengelola tempat pemakaman, tetapi
jarang yang memberi perhatian khusus pada perencanaan yang berkaitan dengan tempat
pemakaman. Ketidakjelasan norma-norma dalam perundang-undangan yang berkaitan
dengan pemakaman, akan menyulitkan perencana perkotaan untuk mengembangkan lokasi
pemakaman di perkotaan. ada beberapa kebijakan dalam perencanaan lokasi pemakaman
di perkotaan, yaitu :
a. Metode yang digunakan untuk penempatan jenazah. Jenazah yang sudah rusak dapat
mencemari lingkungan tanah disekitarnya, untuk itu perlu ditentukan jarak minimum
yang aman antara tempat pemakaman dengan area permukiman.
b. Jumlah makam. Hal ini dikaitkan dengan kontrukasi makam di tempat pemakaman dan
menghindari kesalahan penggunaan makam yang sudah terpakai.
c. Lokasi tata guna lahan untuk makam. Pemerintah sering memberi batasan mengenai
tempat yang tidak diperbolehkan untuk makam, sebab makam menyebabkan polusi
tanah, udara, dan air disekitarnya, mengurangi keindahan, dan membuat kesan seram.
d. Perturan pengolaan makam. Peraturan pengelolaan makam tentang ukuran makam
yang diijinkan, batas waktu pemakaian makam, sistem penggalian kubur, dan kapasitas
makam yang dikaitkan dengan faktor ekonomi.

2. Pendekatan Ekonomi
Makam diperkotaan mempunyai nilai ekonomi tinggi apabila dikelola dengan baik.
Pengelolaan yang dimaksud meliputi penentuan lokasi makam, pemberian pajak makam,
biaya pemeliharaan tempat pemakaman, sampai pada penyediaan jasa.

3. Pendekatan Fisik
Secara fisik, tempat pemkaman dipengaruhi oleh luas area pemakaman, ukuran makam,
lokasi tempat pemakaman, jenis tanah, sarana dan prasarana ketempat pemakaman, luas

ITNASINDO Hal. IV-2


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

area tempat dan ukuran pemakman dapat menentukan jumlah makam, jenis tanah dapat
mempengaruhi konstruksi suatu makam.

4. Pendekatan Ekologi
Mayat yang sudah rusak dan membusuk didalam tanah, dapat menyebabkan polusi. Polusi
yang diakibatkan oleh pembusukan mayat tersebut dapat berupa cairan, gas, dan padat,
tergantung dari beberapa faktor yang melingkupi mayat dilingkungan tersebut.

5. Pendekatan Sosial
Urbanisasi dan pertambahan penduduk di perkotaan membawa dampak kebutuhan akan
lahan untuk tempat tinggal semakin meningkat pula. Pada awalnya makam terletak
dipinggiran kota dan jauh dari area permukiman penduduk. Tetapi dengan pertambahan
penduduk dan perkembangan kota yang tidak terkontrol, makam menjadi terletak di tengah-
tengah kota dan dekat dengan permukiman penduduk.

6. Pendekatan Budaya
Kematian menciptakan perubahan bentuk, hubungan sosial dan keseimbangan di
masyarakat. Untuk mengungkapkan keterikatan emosional antara ahli waris (keluarga) dan
yang sudah meninggal, mereka menginginkan jenazah dikuburkan di suatu tempat yang
dekat dengan mereka dan menghiasi makam tersebut dengan batu nisan (Salisbury, 2002).
Selain sebagai hiasan, batu nisan tersebut digunakan sebagai penanda atau identitas dari
jenazah yang dimakamkan. Bentuk batu nisan kadang-kadang menggambarkan
kepercayaan, agama dan budaya setempat. Keluarga biasanya akan mengunjungi makam
tersebut pada periode waktu tertentu. Dinegara barat, tempat pemakaman dirancang
sedemikian rupa sehingga bentuknya menyerupai taman yang luas, sejuk, rumput hijau,
tanaman bunga dan indah (Teather, 2001). Tetapi ada beberapa Negara dengan budaya
yang berbeda, menginginkan tempat pemakaman merupakan suatu tempat yang angker,
penuh tanaman, sepi tetapi ada unsur religiusnya (Zhang, 2004).

4.2 METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN


4.2.1 Metode Analisis
A. Analisis Pemilihan Lokasi Pemakaman
Menurut Riyadi, 2006, untuk penetapan lokasi baru tempat pemakaman umum di perkotaan
ada beberapa aturan yang dapat digunakan sebagai acuannya, yaitu :
1. Tempat pemakaman sebaiknya tidak dibangun diarea yang memiliki nilai potensi tinggi
kelongsoran baik berlaku sekarang maupun masa mendatang. Oleh sebab itu dipilih
lokasi yang memiliki kemiringan lahan 2% s/d 12%.

ITNASINDO Hal. IV-3


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2. Lokasi pemakaman sebaiknya memiliki jarak minimal 50 meter dari jaringan jalan,
supaya arus lalu lintas tidak mengganggu dan terganggu oleh pengguna jalan lainnya.
Juga dikaitkan dengan estetika keruangan dan kondisi jaringan jalan.
3. Lokasi pemakaman minimal terletak 500 meter dari area pemukiman. Untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang sehat dan seimbang, baik untuk alam maupun
manusianya.
4. Daerah serapan sangat terpengaruh pada manajemen air bersih di kota, sebaiknya area
pemakaman terletak 300 meter dari area serapan termaksuk didalam persawahan,
perkebuanan, dan area vegetasi lainnya serta menghindari perembesan cairan racun ke
area tersebut atau akan mencemari air tanah.
5. Lokasi tempat pemakaman minimal terletak 150 meter dari sumber air mengalir atau
sungai. Hal tersebut untuk menghindari tercemarnya air sungai dan juga menciptakan
kondisi lingkungan yang sehat dan seimbang, baik untuk alam maupun manusianya.
6. Luas minimal tempat pemakaman adalah 1 ha. Kriteria ini jauh dari beberapa referensi
yang ada, yaitu 10 ha.
7. Lokasi tempat pemakaman sebaiknya tidak pada area yang mempunyai nilai tinggi
(potensial) mengingat efek yang akan timbul dari perencanaan tempat makam, adalah
penurunan nilai tanah tersebut dan sekitarnya.
8. Sebaiknya tempat pemakaman tidak pada dareah yang yang berpenduduk padat untuk
menghindari ketidakstabilan lingkungan karena dari tempat yang padat dapat dipastikan
tingkat produksi polusi juga tinggi.

B. Analisis Perhitungan Kebutuhan RTH dan Pemakaman


Kebutuhan luas lahan ruang terbuka hijau berdasarkan kapasitas pelayanan sesuai jumlah
penduduk, dengan standar 1 m2 /penduduk. Kebutuhan lahan tersebut adalah:
a) taman untuk unit RT ≈ 250 penduduk, sekurang-kurangnya diperlukan 250 m2 atau
dengan standar 1 m2/penduduk.
b) taman untuk unit RW ≈ 2.500 penduduk, dibutuhkan minimal 1.250 m2 atau dengan
standar 0,5 m2/penduduk yang lokasinya dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW
lainnya, seperti balai pertemuan, pos hansip dan sebagainya.
c) taman dan lapangan olah raga untuk unit Kelurahan ≈ 30.000 penduduk, diperlukan
lahan seluas 9.000 m2 atau dengan standar 0,3 m2/penduduk.
d) taman dan lapangan olah raga untuk unit Kecamatan ≈ 120.000 penduduk, diperlukan
lahan seluas 24.000 m2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2 m2/penduduk.
e) dibutuhkan jalur hijau seluas 15m2 / penduduk yang lokasinya menyebar; dan

ITNASINDO Hal. IV-4


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

f) besarnya lahan kuburan/pemakaman umum tergantung dari sistem penyempurnaan


yang dianut sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Acuan perhitungan luasan
berdasarkan angka kematian setempat dan/atau sistem penyempurnaan.
g) Persyaratan dan kriteria sarana ruang terbuka mempertimbangkan lokasi penempatan
dan penyelesaian ruang (lihat tabel 18).
Tabel 4.1 Tabel Sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olah raga
Kebutuha
Jumlah n
Radius
Penduduk Luas Standard Kriteria
Jenis Lahan Lokasi dan
2
No. Sarana pendukung Min. (m /jiwa) pencapaian Penyelesaian
(m)
(jiwa) (m2)

1. Taman 250 250 1 100 Di tengah kelompok


/Tempat
Main tetangga.
Di pusat kegiatan
2. Taman/ 2.500 1.250 0,5 1.000 lingkungan.
Tempat Main
Sedapat mungkin
3. Taman dan 30.000 9.000 0,3 berkelompk
Lapangan dengan sarana pendidikan.
Olah Raga
4. Taman dan 120.000 24.000 0,2 Terletak di jalan utama.
Lapangan Sedapat mungkin
berkelompok dengan
Olah Raga sarana
pendidikan.
5. Jalur Hijau - - 15 m Terletak menyebar.

6. Kuburan / 120.000 Mempertimbangkan radius


Pemakaman pencapaian dan area yang
Umum dilayani.

C. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan, dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan kawasan
pemakaman dalam sistem regional dan kota yang lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi,
lingkungan, sumber daya buatan atau sistem prasarana, budaya, pertahanan, dan
keamanan. Sistem regional tersebut dapat berupa sistem kota, wilayah lainnya, kabupaten
atau kota yang berbatasan, pulau, dimana kawasan tersebut dapat berperan dalam
perkembangan regional. Oleh karena itu, dalam analisis regional ini dilakukan analisis pada
aspek berikut:
1. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi kawasan pada wilayah
yang lebih luas;
2. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi kawasan pada wilayah yang lebih luas;

ITNASINDO Hal. IV-5


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

3. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah perencanaan dengan


wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam analisis ini adalah
sistem prasarana kabupaten/kota dan wilayah;
4. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan SDA)
kawasan pada wilayah yang lebih luas;
5. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan kawasan; dan
6. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan kawasan.

Keluaran dari analisis kebijakan, meliputi:


1. Gambaran pola ruang dan sistem jaringan prasarana kawasan pemakaman yang
berhubungan dengan kawasan lain dan kota atau wilayah yang berbatasan;
2. Gambaran potensi dan permasalahan pembangunan akan penataan kawasan
pemakaman pada wilayah yang lebih luas terkait dengan kedudukan dan hubungan
kawasan dengan wilayah yang lebih luas; dan
3. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan kawasan pemakaman dalam Kota
Banjarbaru.

D. Analisis Pola Penggunaan Lahan Eksisting


Komponen intensitas penggunaan lahan di dalam suatu ruang perkotaan digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat kepadatan atau intensitas suatu kawasan yang merupakan indicator
perlu tidaknya diadakan pengaturan-pengaturan bangunan seperti pengaturan (Chiara,
1984):
1. koefisien dasar bangunan (KDB);
2. koefisien lantai bangunan (KLB);
3. tinggi bangunan;
4. open space ratio;
5. recreation space ratio;
6. livability space ratio.

Formula untuk menghitung KDB adalah:

KDB = Total luas lantai


Total luas lahan
Formula untuk mengetahui kondisi intensitas penggunaan lahan adalah:

ITNASINDO Hal. IV-6


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

1,903+log KLB
IPL=
0,301
IPL : Intensitas Penggunaan Lahan
KLB : Koefisien Lantai Bangunan

Bersama-sama KDB dapat ditentukan tinggi bangunan sebagai berikut:


Tinggi Bangunan = Total Luas Lantai x Tinggi Tiap Lantai
Luas Lantai Dasar

E. Analisis Sosial Budaya


Dalam upaya untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya alam secaraberkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan penilaian/analisis aspek sosial
budaya di wilayah dan/atau kawasan. Penilaian/ analisis aspek sosial budaya dapat
diperoleh melalui hasil pengukuran beberapa indikator sosial (urban social indicator)
misalnya struktur sosial budaya, pelayanan sarana dan prasarana budaya, potensi
sosial budaya masyarakat, atau kesiapan masyarakat terhadap suatu pengembangan.
Tujuan analisis aspek sosial budaya adalah mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat
yang mendukung atau menghambat pengembangan wilayah dan/ atau kawasan, serta
memiliki fungsi antara lain: 
1) Sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang wilayah dan/atau kawasan serta
pembangunan sosial budaya masyarakat. 
2) Mengidentifikasi struktur sosial budaya masyarakat
3) Menilai pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang
mendukungpengembangan wilayah dan/atau kawasan.
4) Menentukan prioritas-prioritas utama dalam formulasi kebijakanpembangunan
sosial budaya masyarakat.
5) Memberikan gambaran situasi dan kondisi objektif dalam prosesperencanaan.
6) Sebagai acuan pelaksanaan pemantauan, pelaporan, dan penilaian program-
program pembangunan sosial budaya secara integratif.

Adapun sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan analisis aspek sosial
budaya antara lain:
1) Teridentifikasinya struktur sosial dan budaya yang terbentuk di wilayah dan/atau
kawasan.

ITNASINDO Hal. IV-7


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

2) Terumuskannya potensi dan kondisi sosial budaya, meliputi pasar tenagakerja,


keragaman sosial budaya penduduk, serta jumlah dan pertumbuhan penduduk
3) Penilaian pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang
mendukungpengembangan wilayah dan/atau kawasan

F. Analisis Prediksi Jumlah Penduduk dan Kematian


Penduduk merupakan faktor utama perencanaan, sehingga pengetahuan akan kegiatan
dan perkembangan penduduk merupakan bagian pokok dalam penyusunan rencana.
Analisis kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan
suatu daerah, sehingga data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat
diperlukan dalam memproyeksikan keadaan pada masa mendatang. Salah satu yang
penting dalam analisis penduduk yaitu mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan
datang. Untuk hal tersebut, dapat digunakan beberapa metoda atau model analisis,
seperti:
1. Kurva polinomial garis lurus;
2. Kurva polinomial regresi;
3. Metoda bunga berganda;
4. Kurva Gompertz;
5. Kurva logistik.
Teknik atau metoda tersebut di atas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-
masing, sehingga dalam penerapannya perlu dilakukan pemahaman terlebih dahulu
terhadap kondisi kependudukan pada kawasan perencanaan, seperti pola pertumbuhan
yang terjadi di masa lampau, ketersediaan data dan sebagainya. Hal ini untuk
memperoleh hasil proyeksi yang mendekati ketepatan dan menghindari kesulitan-
kesulitan dalam proses analisis.
Model analisis yang sering digunakan dalam melakukan analisis kependudukan adalah:

1. Model Kurva Polinomial


Pada Penyusunan Masterplan Kawasan Tatos perhitungan jumlah penduduk tahun
tertentu pada masa yang akan datang ditetapkan berdasarkan hasil proyeksi tahun-
tahun sebelumnya hingga tahun terakhir dengan mengikuti pola garis lurus mengikuti
model persamaan:

Pt+θ =Pt +b ( θ ) Pt+θ = penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t + q


Pt = penduduk daerah yang diselidiki pada tahun dasar t
= selisih tahun dari tahun t ke tahun t +q
θ
= rata-rata tambahan jumlah penduduk tiap tahun pada masa lalu
b
hingga data tahun terakhir

ITNASINDO Hal. IV-8


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

t−1
∑ bn
1
b=
(t−1 )
dimana:
2. Model Regresi
Untuk memperhalus perkiran, teknik yang berdasarkan data masa lampau dengan
penggambaran kurva polinomial akan dapat digambarkan sebagai suatu garis regresi.
Cara ini disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara ini dianggap
penghalusan cara ekstrapolasi garis lurus diatas, karena garis regresi memberikan
penyimpangan minimum atas data penduduk masa lampau (dengan menganggap ciri
perkembangan penduduk masa lampau berlaku untuk masa depan).
Teknik ini menggunakan persamaan matematis:

Pt + x=a+b ( X )

Pt + x = jumlah penduduk tahun (t + x)


X = tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
a, b = tetapan yang diperoleh dari rumus berikut

a=
∑ P ∑ X 2−∑ X ∑ PX b=
N ∑ PX−∑ X ∑ P
2 2
N ∑ X 2 −( ∑ X ) N ∑ X 2 −( ∑ X )

3. Model Bunga Berganda


Teknik ini menganggap perkembangan jumlah penduduk akan berganda dengan
sendirinya. Disini dianggap tambahan jumlah penduduk akan membawa konsekuensi
bertambahnya tambahan jumlah penduduk. Hal ini analog dengan bunga berbunga.
Oleh karenanya persamaan yang digunakan merupakan persamaan bunga berganda,
yaitu:

Pt+θ =Pt ( 1+r )θ


r = rata-rata persentase tambahan jumlah penduduk daerah yang diselidiki
berdasarkan data masa lampau

4. Kurva Gompertz
Kurva Gompertz mengikuti pola hiperbolik yang memiliki batas (asimtot) pada kedua
belah sisinya (atas dan bawah). Dasar pertimbangan model ini adalah prinsip

ITNASINDO Hal. IV-9


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

Gompertz, yaitu bahwa pertumbuhan penduduk di daerah yang sudah maju adalah
rendah yang diikuti oleh pertumbuhan yang cepat pada periode berikutnya, namun lebih
lanjut pada periode berikutnya lagi pertumbuhan tersebut menurun apabila jumlah dan
kepadatan penduduk mendekati maksimal. Kurva Gompertz ini mempunyai persamaan
umum:

x x
Pt+ x=k⋅a b atau log Pt + x =log k +b ( loga )

Model ini sering digunakan karena didalamnya mempertimbangkan faktor


perkembangan penduduk pada setiap periode waktu.
Adapun persamaan umum untuk mendapatkan tetapan Gompertz adalah:

∑3 logY −∑2 log Y


bn =
∑2 logY −∑1 log Y
b−1
log a=( ∑2 log Y −∑1 log Y )
( bn −1 ) 2
1 b n−1
log k =
n ( ∑1 log Y − b−1 log a )
Atau

2
∑1 log Y ( ∑3 log Y )−( ∑2 log Y )
log k =
1
n ( ∑1 log Y + ∑3 log Y −2 ∑2 log Y )
di mana: n adalah sepertiga banyaknya data

G. Analisis Sistem Jaringan


Tahapan ini berisikan analisis sistem jaringan prasarana perkotaan yang meliputi :
jaringan jalan, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air
bersih, jaringan air kotor dan limbah dan sistem persampahan
Dalam analisis ini akan dilakukan :
a. Peninjauan kondisi eksisiting yang menyangkut besaran dan kualitas serta
permasalahan yang ada.
b. Perhitungan kebutuhan akan jaringan prasarana, yang akan didasarkan pada
proyeksi penduduk, standar-standar perencanaan jaringan prasarana perkotaan
yang dikeluarkan oleh instansi terkait.

ITNASINDO Hal. IV-10


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

c. Perancangan jaringan yang disesuaikan dengan keadaan fisik dasar.


1. Sarana dan Prasarana Transportasi
Analisis ini diarahkan untuk mengetahui kapasitas pelayanan sarana dan prasarana
yang sudah ada, menentukan kebutuhan serta merencanakan sarana dan
prasarana transportasi sesuai kebutuhan. Sarana dan prasarana transportasi
dimaksud anatara lain terminal, bandara pelabuhan, halte dan jaringan jalan. Untuk
kepentingan petencanaan, analisis ini dilakukan dalam dua bagian yaitu :
1) Analisis Sarana dan Prasarana Transportasi
Dilakukan untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana transportasi yang
ada serta jangkauan pelayanannya. Data yang digunakan berupa peta jaringan
jalan dan moda transportasi secara hirarkis, jaringan jalan terdiri dari:
 Jalan Raya Utama (arterial roads)
 Jalan Raya (mayor roads
 Jalan Antar Lingkungan dan Jalan Ligkungan (minor roads)
2) Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana Transportasi
Berdasarkan analisis kondisi eksisting di atas serta data proyeksi penduduk dan
standar yang ada, analisis ini diarahkan untuk mengetahui kebutuhan Kawasan
Perencanaan akan sarana dan prasarana transportasi dengan
memperhitungkan kecenderungan perkembangan fisik kota, peran kota dan
penyebaran aktivitas kota. Analisis ini menggunakan standarisasi kebutuhan
yang sudah ada sebagai alat utama. Analisi ini juga diarahkan untuk
menghasilkan rancangan system jaringan jalan yang memadai. Untuk
mengetahui kebutuhan dan penggunaan jalan sebagai jalur aksesibilitas,
digunakan perhitungan dengan system Level of Service (LOS) yang diarahkan
untuk mengetahui tingkat pemakaian (kepadatan) jalan oleh kendaraan. Data ini
diperoleh dengan melakukan survey penghitungan langsung pada ruas jalan
yang akan dikaji kepadatannya. Dengan mengetahui tingkat kepadatan lalu
lintas, maka dapat dibuat perencanaan lalu lintas untuk mengantisipasi
perkembangn kota.
Rumus dasar metode LOS adalah :
V
LOS = ----
C
Keterangan :
V = Volume kapasitas terpakai
C = Kapasitas terpasang/pemilihan moda (kendaraan) yang lewat

ITNASINDO Hal. IV-11


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

Secara umum, kebutuhan jaringan jalan untuk suatu wilayah menurut standar
berkisar anatara 15 -20 % dari luas wilayah perencanaan.

2. Jaringan Utilitas Kota


Utilitas kota merupakan bagian yang sangat penting dalam perencanaan kota.
Jaringan utilitas terdiri dari air bersih, listrik telepon, air limbah drainase dan
persampahan. Jaringan ini sangat mendukung perkembangan dan pertumbuhan
kota khususnya dalam lingkungan kota yang baik dan nyaman bagi kesejahteraan
penduduk kota.
Analisis pada bagian ini terbagi atas 2 (dua) bagian antara lain :
1) Analisis Jaringan Utilitas Kota
Merupakan analisis terhadap jaringan eksisting untuk mengetahui jangkauan
pelayanan serta mengidentifikasi potensi dan permasalahan menyangkut
jaringan utilitas di Kawasan Perencanaan.
2) Analisis Kebutuhan
Analisis ini dilakukan dengan melakukan proyeksi kebutuhan utilitas
berdasarkan data proyeksi penduduk serta arahan perkembangn fisik kota.
Bagian ini jugameliputi perencanaan jaringan. Perencanaan
dilakukanberdasarkan data dan dihitung menggunakan standarisasi yang
dimodifikasi sesuai dengan karakteristik kawasan perencanaan.
Dalam kaitan dengan analisis tersebut, beberapa hal yang harus diketahui
dalam perencanaan utilitas perkotaan anara lain :
a. Jaringan Air Bersih
Berdasarkan sumbernya, air bersih diperkotaan terbagai 2 (dua) yaitu air
yang bersumber dari jaringan pipa PDAM dan air tanah. Pada bagian ini
perencanaan lebih diarahkan pada perencanaan jaringan perpipaan dan
PDAM. Dalam perencanaannya biasanya jaringan yang ada mengikuti
jaringan jalan. Standar kebutuhan air bersih di Indonesia yang dikeluarkan
Departemen Kesehatan adalah berkisar anatara 120 liter/orang/hari.
- Sambungan rumah = 120 liter/orang/hari
- Sambungan umum = 30 liter/orang/hari
- Kebutuhan non domestik= 10% dari total kebutuhan domestik
- Kehilangan air = 15% dari distribusi
b. Jaringan Telepon
Standar pengadaan jaringan telepon adalah 14 SST untuk 100 orang

ITNASINDO Hal. IV-12


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

V
--- x R = tSST
100

Keterangan :
V = Target Pelayanan
R = Jumlah Penduduk
T = Kebutuhan sambungan secara total
Kebutuhan telepon umum kartu 1 % X kebutuhan sambungan total
kebutuhan telepon umum koin 2% x kebutuhan sambungan total
c. Jaringan Listrik
Standar kebutuhan adalah 1,90 KVA/orang.
d. Jaringan Persampahan
Standar yang digunakan
Sampah rumah tangga 1,25 liter/orang/hari
Sampah lainnya 5% sampah rumah tangga
Sampah lainnya.
 Sistem Konvensional
Dalam sistem konvensional pengangkutan sampah dilakukan dari
perumahan (Rumah Tangga) TPS TPA
 Sistem Komposting + Incenerator
Perumahan TPA Lokal, pengelolaan dengan sistem komposting
+ incenerator yng ditempatkan ditiap-tiap kelurahan dengan luas lahan
yang dibutuhkan sekitar 1000 – 2000 M². keuntungan sistem ini
pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak
sampah atau mobil pick up kecil dan sampah dapat diselesaikan
dengan tuntas (Zerro Waste).
e. Jaringan Drainase
Merupakan jaringan yang dibuat terintegrasi dengan jaringan jalan. Jaringan
ini dibuat untuk menampung limpahan air hujan sehingga mencegah
terjadinya genangan dan banjir yang mengakibatkan kerusakan badan jalan.
Penempatan jaringan drainase pada umumnya disesuaikan dengan jaringan
jalan dan mempertimbangkan sempadan jalan.
f. Jaringan Air Limbah
Yang dimaksud dengan jaringan air limbah adalah jaringan yang
direncanakan untuk membuang limbah cair baik yang berasal dari rumah

ITNASINDO Hal. IV-13


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

tangga maupun aktifitas lainnya. Jaringan ini termasuk pembuangan limbah


pabrik karena sudah memiliki system pembuangan sendiri.
Kriteria yang dapat digunakan untuk memperkirakan debit air limbah yang
harus ditangani adalah sebagai berikut :
 Jumlah air limbah rumah tangga (domestik) 80 % dari pemakaian
air limbah rumah tangga (domestik)
 Jumlah air limbah non rumah tangga (non domestik) 80% dari
pemakaian air bersih non rumah tangga (non domestik)

H. Analisis Kelembagaan
Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kota dalam
menyelenggarakan pembangunan yang mencakup struktur organisasi dan tata laksana
pemerintahan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk
pengaturan serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat.
Analisis diharapkan menghasilkan beberapa bentuk dan operasional kelembagaan di
kawasan sehingga semua pihak yang terlibat dapat berpartisipasi dalam perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penataan kawasan pemakaman.

I. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi besar
pembelanjaan pembangunan, alokasi dana terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan
pembangunan yang terdiri dari :
a. Pendapatan asli daerah;
b. Pendanaan oleh pemerintah;
c. Pendanaan dari pemerintah provinsi;
d. Investasi swasta dan masyarakat;
e. Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
f. Sumber-sumber pembiayaan lainnya.
Analisis pembiayaan juga menghasilkan perkiraan besaran kebutuhan pendanaan untuk
melaksanakan rencana pembangunan wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan
program utama jangka menengah dan jangka panjang.
Analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan dokumen
pengembangan kawasan terkait rencana pemanfaatan ruang (program utama)

J. Analisis SIG

ITNASINDO Hal. IV-14


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu
mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena
yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi
yang diperlukan yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi
(Gistut , 1994). Berikut adalah beberapa analisis spasial yang pada umumnya difungsikan
sebagai layanan didalam proses editing data spasial :
1. Buffering adalah teknik membuat area berupa lingkaran disekitar entitas dengan interval
tertentu.
2. Skoring, dilakukan untuk memberikan nilai pengaruh suatu sifat dari parameter
terhadap suatu perkiraan kejadian.
3. Overlay, menggabungkan dua atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis baru
yang memiliki satuan pemetaan (unit pemetaan).

K. Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strengthness, Weakness, Opportunities, Threatness), yaitu suatu analisis
yang bertujuan mengetahui potensi dan kendala yang dimiliki kawasan, sehubungan dengan
kegiatan pengembangan kawasan yang akan dilakukan di masa datang.
SWOT merupakan sebuah metode yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).,
Langkah pertama yang dilakukan dalam menggunakan analisis SWOT adalah menelaah
lingkup studi yang akan dianalisis. Dengan kata lain harus diketahui tujuan dari studi
tersebut, apakah bertujuan untuk mendapatkan profit, untuk meningkatkan produksi dan
penjualan atau suatu organisasi didirikan dengan tujuan sebagai pelayanan publik. Dari
pengetahuan tujuan dapat ditentukan dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis
SWOT. Dua faktor tersebut adalah:
1. Faktor internal:
Faktor-faktor yang menentukan kinerja suatu organisasi/lembaga/perusahaan yang
sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan. Faktor internal ini dapat mengidentifikasikan
kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

2. Faktor eksternal:
Faktor-faktor yang diluar kendali perusahaan tapi sangat mempengaruhi kinerja suatu
perusahaan. Faktor eksternal dapat mengidentifiaksi peluang (opportunities) dan ancaman
(threats). Dalam penyusunan perencanaan strategis dengan menggunakan analisis SWOT
dilakukan beberapa langkah:

ITNASINDO Hal. IV-15


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

A. Langkah I
Faktor internal:
a. Identifikasi faktor-faktor yang memberi pengaruh positif disebut sebagai kekuatan.
Kekuatan (Strengthness) yang dimiliki kawasan, yang dapat memacu dan
mendukung perkembangan kawasan, misalnya kebijaksanaan pengembangan
yang dimiliki, aspek lokasi yang strategis dan lain-lain;
b. Identifikasi faktor-faktor yang memberi pengaruh negatif disebut sebagai
kelemahan.
Kelemahan (Weakness) yang ada, yang dapat menghambat pengembangan
kawasan, baik hambatan fisik kawasan maupun non fisik, misalnya kemampuan
sumberdaya manusia, instansi dan pendanaan pembangunan. Dengan mengetahui
kelemahan ini dapat ditentukan upaya penanggulangan untuk mengatasi
kelemahan tersebut;
Faktor eksternal:
a. Identifiaksi faktor-faktor yang menjadi peluang, yakni faktor yang memberi
pengaruh positif.
b. Peluang (Opportunities) yang dimiliki untuk melakukan pengembangan
kawasan, misalnya ruang terbuka yang masih luas untuk pengembangan
kawasan, minat swasta yang besar untuk membangun karena lokasi dinilai
strategis;
c. Identifikasi faktor-faktor yang menjadi ancaman, yakni faktor yang memberi
pengaruh negatif.
d. Ancaman (Threatness) yang dihadapi, misalnya kompetisi tidak sehat dalam
penanaman investasi, pembangunan suatu kegiatan baru yang dapat
mematikan kelangsungan kegiatan strategis yang telah ada.

B. Langkah II
Setelah semua informasi terkumpul yang berpengaruh terhadap kelangsungan studi,
tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut ke dalam model
matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
yang dimilikinya.

Dengan demikian diharapkan dalam menganalisis kawasan perencanaan akan


diketahui dengan tepat masalah dan akar permasalahan yang ada, potensi dan
kekuatan yang dapat diberdayakan untuk pembangunan. Di samping itu dapat pula

ITNASINDO Hal. IV-16


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

ditentukan tujuan dan sasaran yang akan dicapai serta membuat metode pemecahan
masalah dan pencapaian tujuan dan sasaran.

Prosedur SWOT adalah sebagai berikut ini, yaitu:


a. Tentukan variabel-variabel yang mempengaruhi, misalnya aspek
kebijaksanaan dan arahan pada penyelanggaraan prasarana dan sarana
b. Pilah-pilah varibel tersebut ke dalam empat kelompok, yaitu kelompok
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Pada proses ini sangat
dibutuhkan kejelian pengguna dalam mengklasifikasikan variabel tersebut
untuk disesuaikan dengan goals karena sebuah variabel dapat menjadi
ancaman sekaligus sebagai peluang, tergantung dari cara pandang dan
tujuannya.
c. Setiap variabel yang dimasukkan sebagai Kekuatan diberikan label S1, S2, S3,
… dan seterusnya. Demikian juga dengan Kelemahan (label W), Peluang
(label O) dan Ancaman (label T)
d. Kemudian pengguna mencoba mengkombinasikan setiap label, misalnya S1
dengan T1 (kekuatan 1 dengan ancaman 1) dan kemudian secara kualitatif
dianalisis apa dampak dan pengaruhnya terhadap pencapaian. Demikian juga
untuk kombinasi variabel lainnya. Disinilah dibutuhkan kejelian pengguna untuk
mengkombinasikan setiap variabel, mengembangkannya sesuai tujuan dan
merumuskan hasilnya.
Kumpulan kesimpulan tersebut, kemudian dipilah sesuai prioritas dan besarnya
pengaruh, sehingga diperoleh rumusan kesimpulan sebagai masukan pegambilan
keputusan dan kebijakan seperti dalam Tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Tabel Matrik SWOT
POTENSI PERMASALAHAN
S W
PELUANG PENGEMBANGAN
O OS OW
TANTANGAN
PENGEMBANGAN
T TS TW

4.2.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam kegiatan Penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman Kota Banjarbaru ini,
secara umum ada dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer didapat melalui hasil survei primer, sedangkan data sekunder didapat dari data
yang telah ada, hasil dari pengumpulan data pihak lain.

ITNASINDO Hal. IV-17


PENYUSUNAN DOKUMEN MASTER PLAN PEMAKAMAN
Laporan Pendahuluan
KOTA BANJARBARU

Kebutuhan Data primer antara lain:


1. Sebaran lokasi pemakaman eksisting
2. Wawancara dengan pemangku kepentingan dalam menampung masukan terkait
penataan kawasan pemakaman
3. pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi kawasan perencanaan secara langsung
melalui kunjungan ke semua bagian dari kawasan perencanaan.

Sedangkan data sekunder yaitu pengumpulan data melalui instansi terkait, adapun Data
yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi:
1. Data Kebijakan terkait pemakaman
2. Data Jumlah Penduduk dan Kematian
3. Data Penggunaan Lahan
4. Data Fisik Lahan (Ketinggian, Kemiringan, Curah Hujan, Hidrologi, Geologi, Jenis
Tanah)
5. Data Sebaran Pemakaman Eksisting
6. Data Sosial Budaya
7. Data Kelembagaan Pemakaman
8. Data Jaringan Prasarana
9. Data Jaringan Jalan
10. Data peruntukan ruang;

4.2.3 Kerangka Kegiatan


Berdasarkan rumusan latar belakang pelaksanaan kegiatan, maksud, tujuan, dan sasaran,
serta keluaran kegiatan yang tertuang dalam KAK, maka kerangka pikir pelaksanaan
kegiatan Penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman Kota Banjarbaru dapat dilihat
pada gambar diagram berikut ini.

ITNASINDO Hal. IV-18


Gambar 4.1 Kerangka Pemikiran
INSTANSI DATA ANALISIS KONSEP PENATAAN KAWASAN PEMAKAMAN

Analisis Kebijakan
Data Kebijakan · Arahan kebijakan · Peran dan Fungsi Kawasan Perencanaan dalam
· RTR Pulau Kalimantan · Arahan Struktur Ruang konteks Kota Banjarbaru
· RTRW Provinsi Kalimantan Selatan · Arahan Struktur, pola, kawasan strategis,
· RTRW KOta Banjarbaru · Arahan Peruntukan Lahan
· RDTR dan PZ Terkait Kawasan Perencanaan · Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang pemanfaatan dan pengendalian ruang Kota
Banjarbaru Analisis Perumusan Tujuan Penataan Kawasan Pemakaman
· Tujuan, Kebijakan dan strategi Pengembangan
Kawasan Penataan
Data dari Dinas LH Analisis Daya dukung lahan dan Daya Tampung Lahan
· Lahan kritis · Daya dukung & daya tampung lingkungan untuk Pemakaman
Rencana Peruntukan Kawasan Pemakaman

Analisis Kependudukan (eksponensial)


Data Statistik Dalam Angka · Jumlah & sebaran penduduk
· Prediksi penduduk 20 tahun mendatang Analisis Rencana Jaringan Prasarana
· Kota Banjarbaru · Jumlah Kematian
· Prediksi Kematian Kota Banjarbaru · Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
· Rencana pengembangan jaringan energi/kellistrikan
· Rencana Pengembangan Jar. Telekomunikasi
Data Dinas Sosial dan Pariwisata · Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
· Sosial Budaya Penduduk Untuk Pemakaman
Analisis Sosial Budaya A · Rencana Pengembangan Drainase:
· Sosial Budaya Sosial Budaya Pemakaman di Kota Banjarbaru N
· Adat istiadat pemakaman · Rencana pengembangan sistem jaringan air limbah
· Adat istiadat Adat istiadat Pemakaman di Kota Banjarbaru
A · Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana lainnya
L
Data dari Dinas PUPR
· Peta sebaran jaringan air bersih, persampahan, I
· Air bersih
· Persampahan
limbah, drainase, jalan (kondisi eksisting dan
Analisis Prasarana Wilayah (SNI 03-1733-2004)
S Rencana Desain Kawasan Pemakaman
kebutuhan/rencana) I
· Limbah · Peta Jaringan Infrastruktur
· Proyeksi kebutuhan prasarana 20 tahun mendatang
· Drainase S
· Peta Jaringan Jalan
· Jalan Indikasi Program Jangka Menengah
· Program Pemanfaatan Ruang Prioritas
S · Lokasi
Analisis Prasarana Wilayah (SNI 03-1733-2004)
· Jaringan eksisting & rencana listrik W · Besaran
Data dari PLN & Dinas ESDM · Proyeksi kebutuhan prasarana listrik 20 tahun
· Masterplan (RUPTL) Kota Banjarbaru · Sumber Pendanaan
mendatang O · Instansi Pelaksana
T · Waktu dan Tahapan Pelaksanaan
Analisis Kebutuhan Sarana (SNI 03-1733-2004)
· Jaringan eksisting & rencana telekomunikasi
Data dari Telkom · Proyeksi kebutuhan sarana Telekomunikasi untuk
· Masterplan
Pemakaman 20 tahun mendatang

Analisis Lokasi Pemakaman


Data dari Bappeda Kota · Ketinggian, Kemiringan, Curah Hujan Analisis Pemilihan Lokasi Pemakaman
· Kondisi Fisik Lahan · Jenis Tanah, Jenis Batuan, Hidrogeologi Analisis Kesesuaian Lahan Pemakaman

Data dari BPBD · Jumlah, jenis dan sebaran kawasan rawan bencana

Sebaran Pemakaman Eksisting Lokasi Pemakaman Eksisting

PEMBAHASAN, WAWANCARA, FGD


BAB V STRUKTUR ORGANISASI DAN JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
5.1 PROGRAM KERJA
Program kerja dan tahapan pelaksanaan kegiatan Penyusunan Dokumen Master Plan
Pemakaman Kota Banjarbaru terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
survei dan pengumpulan data, tahap pengolahan data dan analisis, tahap penyusunan hasil
kajian, serta tahao finalisasi.
1. Tahap Persiapan
a) Mobilisasi Tenaga Ahli
b) Pemahaman terhadap kerangka acuan kerja
c) Pemantapan rencana kerja
d) Pemantapan metodologi pekerjaan
e) Tinjauan pustaka dan kebijakan terkait
f) Penyiapan metodologi dan jadwal survey
g) Tinjauan Pustaka/best practice Konsep Penataan Pemakaman
h) Identifikasi Kebutuhan Data
i) Penyusunan desain survey

2. Tahap Survey Pengumpulan dan Identifikasi Data


a) Data Kebijakan terkait pemakaman
b) Data Jumlah Penduduk dan Kematian
c) Data Penggunaan Lahan
d) Data Fisik Lahan (Ketinggian, Kemiringan, Curah Hujan, Hidrologi, Geologi, Jenis
Tanah)
e) Data Sebaran Pemakaman Eksisting
f) Data Sosial Budaya
g) Data Kelembagaan Pemakaman
h) Data Jaringan Prasarana
i) Data Jaringan Jalan
j) Data peruntukan ruang;
k) Lokasi Pemakaman Eksisting

3. Tahap Analisis Data


a) Analisis Kebijakan terkait Pemakaman
b) Analisis Kesesuaian Lahan Pemakaman
c) Analisis Pola Penggunaan Lahan
d) Analisis Sosial Budaya
e) Analisis Prediksi Penduduk dan Kematian
f) Analisis kelembagaan
g) Analisis Pemilihan Lokasi Pemakaman
h) Analisis Perhitungan Kebutuhan Pemakaman
i) Analisis SWOT
j) Analisis pembiayaan pembangunan
k) Konsep Awal Penataan Pemakaman
4. Tahap Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Pemakaman
a) Tujuan penataan kawasan Pemakaman
b) Rencana Peruntukan kawasan Pemakaman
c) Rencana Jaringan Kawasan Pemakaman
d) Rencana Desain Pemakaman
e) Rencana Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Pemakaman termasuk indikasi program

5.2 ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN


Secara skematis, organisasi pelaksanaan kegiatan yang memperlihatkan hubungan kerja
antar pihak, yang meliputi hubungan penugasan, hubungan tanggung jawab dan hubungan
koordinasi dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 5.1. Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan

PEMERINTAH DAERAH
KOTA BANJARBARU

PERUSAHAAN

Tenaga Ahli:
TIM TEKNIS 1. Ketua Tim/Ahli Perencanaan Wilayah
/EVALUASI dan Kota
2. Ahli Sipil
3. Ahli Lingkungan
4. Ahli Hukum
Penunjang:
1. Sekretaris/Administrasi
Tenaga 2. Operator GIS
Pendamping 3. Surveyor

Keterangan :
Garis Kontraktual
Garis Komando
Garis Konsultasi
Untuk dapat melaksanakan rangkaian kegiatan dengan baik guna pencapaian sasaran yang
tepat serta untuk mendapatkan hasil pelaksanaan pekerjaan dengan mutu yang baik
dengan mengacu pada KAK yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan Konsultan, maka
diperlukan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang tepat. Dengan penyusunan jadwal rencana
kerja ini selain sebagai acuan dalam melaksanakan tahapan kegiatan juga sebagai fungsi
kontrol jika terjadi deviasi dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga dengan cepat dapat dicari
penyebab dan solusi pemecahannya.

Jadwal pelaksanaan kegiatan Penyusunan Dokumen Master Plan Pemakaman Kota


Banjarbaru, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


BULAN 1 BULAN 2 B
No KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1
  Tahap Persiapan                  
1 Mobilisasi Tenaga Ahli ● ● ● ●          
2 Pemahaman terhadap kerangka acuan kerja ● ● ● ●          
3 Pemantapan rencana kerja ● ● ● ●          
4 Pemantapan metodologi pekerjaan ● ● ● ●          
5 Tinjauan pustaka dan kebijakan terkait ● ● ● ●          
6 Penyiapan metodologi dan jadwal survey ● ● ● ●          
7 Tinjauan Pustaka/best practice Konsep Penataan Pemakaman ● ● ● ●          
10 Identifikasi Kebutuhan Data ● ● ● ●          
12 Penyusunan desain survey ● ● ● ●          

  Tahap Survey Pengumpulan dan Indentifikasi Data                  

1 Data Kebijakan terkait pemakaman         ● ● ● ● ●


2 Data Jumlah Penduduk dan Kematian         ● ● ● ● ●
3 Data Penggunaan Lahan         ● ● ● ● ●
Data Fisik Lahan (Ketinggian, Kemiringan, Curah Hujan, Hidrologi,
4         ● ● ● ● ●
Geologi, Jenis Tanah)
5 Data Sebaran Pemakaman Eksisting         ● ● ● ● ●
6 Data Sosial Budaya                  
7 Data Kelembagaan Pemakaman         ● ● ● ● ●
8 Data Jaringan Prasarana         ● ● ● ● ●
9 Data Jaringan Jalan         ● ● ● ● ●
10 Data peruntukan ruang;         ● ● ● ● ●
11 Lokasi Pemakaman Eksisting         ● ● ● ● ●
  Tahap Pengolahan Analisis Data                  
1 Analisis Kebijakan terkait Pemakaman             ● ● ●
2 Analisis Kesesuaian Lahan Pemakaman             ● ● ●
3 Analisis Pola Penggunaan Lahan             ● ● ●
4 Analisis Sosial Budaya             ● ● ●
5 Analisis Prediksi Penduduk dan Kematian             ● ● ●
6 Analisis kelembagaan             ● ● ●
BULAN 1 BULAN 2 B
No KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1
7 Analisis Pemilihan Lokasi Pemakaman             ● ● ●
8 Analisis Perhitungan Kebutuhan Pemakaman             ● ● ●
9 Analisis SWOT             ● ● ●
10 Analisis pembiayaan pembangunan             ● ● ●
11 Konsep Awal Penataan Pemakaman             ● ● ●
  Tahap Rencana Penataan Pemakaman                  
1 Tujuan penataan Pemakaman                  
2 Rencana Peruntukan Pemakaman                  
3 Rencana Jaringan Kawasan Pemakaman                  
4 Rencana Desain Pemakaman                  
Rencana Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Permukiman termasuk
5                  
indikasi program
  Penyusunan Dokumen Laporan                  
1 Laporan pendahuluan;       ●          
2 Laporan Antara (Fakta dan Analisa)                  
3 Laporan Akhir                  
4 Album Peta                  
5 Laporan Sistem Informasi Geografis                  

Anda mungkin juga menyukai