LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN NIAS SELATAN
NOMOR : 06 SERI : E
TENTANG
1
SALINAN
2
SALINAN
3
SALINAN
4
SALINAN
5
SALINAN
6
SALINAN
7
SALINAN
8
SALINAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
9
SALINAN
10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
11. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
12. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
13. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
15. Penyelenggaran penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
16. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
17. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah, dan masyarakat.
18. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
19. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
20. Pola Ruang Kota adalah distribusi peruntukan ruang kota yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
21. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
22. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
23. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya
dalam rencana rinci tata ruang.
25. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
10
SALINAN
11
SALINAN
12
SALINAN
49. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas
antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
50. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola
oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum.
51. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
52. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
53. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.
54. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan
diperuntukan bagi pengembangan permukiman atau tempat
tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur.
55. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
56. Kawasan cepat tumbuh adalah kawasan budidaya yang didalamnya
terdapat kegiatan produksi, Jasa, permukiman yang berkontribusi
penting bagi pengembangan ekonomi daerah.
57. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
58. Kawasan peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki
sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas
berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya
seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi: penyelidikan
umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang baik
diwilayah darat maupun perairan.
59. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.
60. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
13
SALINAN
menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air
lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut.
61. Air Permukaan adalah Semua air yang terdapat pada tempat/wadah
air yang terdapat pada permukaan tanah.
62. Daerah irigasi disingkat DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari suatu jaringan.
63. Jaringan irigasi adalah Saluran, bangunan dan bangunan
perlengkapannya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
untuk penyediaan air, pembagian, pemberian, penggunaan dan
pembuangan air irigasi.
64. Drainase adalah lengkungan atau saluran air dipermukaan atau
dibawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat
oleh manusia.
65. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya,
dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
kabupaten.
66. Sumber air permukaan adalah tempat/wadah air yang terdapat pada
dan diatas permukaan tanah.
67. Sistem pengelolaan air limbah adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik.
68. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disebut TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
69. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
70. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk mendukung
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, dan di Kabupaten
Badan tersebut membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
71. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik secara struktur atau fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
72. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah
petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran,
waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam
rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
14
SALINAN
Bagian Kedua
Peran dan Fungsi
Pasal 2
15
SALINAN
Pasal 3
BAB II
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN SUBSTANSI
Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Perencanaan
Pasal 4
16
SALINAN
a. Kecamatan Telukdalam;
b. Kecamatan Onolalu;
c. Kecamatan Fanayama;
d. Kecamatan Maniamolo;
e. Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
f. Kecamatan Toma;
g. Kecamatan Mazino;
h. Kecamatan Gomo;
i. Kecamatan Idanotae;
j. Kecamatan Ulu Idanotae;
k. Kecamatan Boronadu;
l. Kecamatan Mazo;
m.Kecamatan Susua;
n. Kecamatan Umbunasi;
o. Kecamatan Amandraya;
p. Kecamatan Ulususua;
q. Kecamatan Aramo;
r. Kecamatan Lahusa;
s. Kecamatan Sidua’ori;
t. Kecamatan Somambawa;
u. Kecamatan Lolowau;
v. Kecamatan Huruna
w. Kecamatan O’o’u;
x. Kecamatan Onohazumba;
y. Kecamatan Hilisalawa’ahe;
z. Kecamatan Hilimegai;
aa. Kecamatan Lolomatua;
bb. Kecamatan Ulunoyo
cc. Kecamatan Pulau-Pulau Batu;
dd. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
ee. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Utara;
ff. Kecamatan Simuk;
gg. Kecamatan Tanah Masa;
hh. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur; dan
ii. Kecamatan Hibala.
Bagian Kedua
Substansi
Pasal 5
17
SALINAN
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 6
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 7
18
SALINAN
19
SALINAN
20
SALINAN
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
21
SALINAN
Bagian Kedua
Rencana Sistem Perkotaan
Pasal 9
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a, terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Lokal
b. Pusat Pelayanan Kawasan; dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan.
(2) Pusat Kegiatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berada di Kecamatan Telukdalam.
(3) Pusat pelayanan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi:
a. Kecamatan Pulau-Pulau Batu
b. Kecamatan Gomo
c. Kecamatan Lolowa’u;
d. Kecamatan Maniamolo; dan
e. Kecamatan Luahagundre Maniamolo.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi :
a. Kecamatan Toma ;
b. Kecamatan Mazino;
c. Kecamatan Fanayama;
d. Kecamatan Umbunasi;
e. Kecamatan Susua;
f. Kecamatan Mazo;
g. Kecamatan Lahusa;
h. Kecamatan Amandaya;
i. Kecamatan Aramo;
j. Kecamatan Lolomatua;
k. Kecamatan Hilimegai
l. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur; dan
m. Kecamatan Hibala.
n. Kecamatan Ulunoyo;
o. Kecamatan Hilisalawa Ahe;
p. Kecamatan O’ou;
q. Kecamatan Onohazumba;
r. Kecamatan Huruna;
s. Kecamatan Ulu Susua;
t. Kecamatan Idanotae;
u. Kecamatan Ulu Idanotae;
v. Kecamatan Boronadu;
w. Kecamatan Sidua’ori;
x. Kecamatan Somambawa;
y. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
22
SALINAN
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 11
Pasal 12
23
SALINAN
(2) Jaringan jalan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi jaringan jalan Kolektor primer yang ada dalam wilayah
Kabupaten yaitu dari Lintasan jalan Lolomatua – Lolowau – Amandraya
–Maniamolo - Telukdalam – Toma - Lahusa – Somambawa (Perbatasan
Wilayah Kabupaten Nias Selatan).
(3) Jaringan jalan K1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara
pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
(4) Jaringan Jalan K1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Telukdalam – Lahusa;
b. Telukdalam – Maniamolo;
c. Lahusa – Gomo; dan
d. Maniamolo – Lolowau.
(5) Jaringan jalan K2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. Duria – Lolowau;
b. Lolowau – Telukdalam – Pelabuhan Baru;
c. Hoya – Lahusa – Telukdalam;
d. Lolowau – Siwalawa II; dan
e. Telukdalam – Fanayama – Bawomataluo.
(6) Jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang
merupakan jalan Kabupaten, meliputi:
a. Jalan yang menghubungkan antar desa-desa di semua Kecamatan;
dan
b. Jalan Lingkar pulau pada Pulau Tello, Pini, Tanahmasa dan
Tanahbala.
Pasal 13
24
SALINAN
Pasal 14
(1) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 11 huruf c berupa pengembangan jaringan
trayek angkutan penumpang.
(2) Pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) ini terdiri atas:
a. Angkutan penumpang antarkota dalam provinsi (AKDP) melayani
perkotaan Kabupaten Nias Selatan ke kota-kota lain di dalam Provinsi
Sumatera Utara;dan
b. Angkutan perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antara
perkotaan Kabupaten Nias Selatan dengan ibukota kecamatan di
wilayah Kabupaten.
Pasal 15
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 16
25
SALINAN
Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 17
26
SALINAN
Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Energi
Pasal 18
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Jaringan Energi
Pasal 19
27
SALINAN
Bagian Kelima
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 20
28
SALINAN
Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 21
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Jaringan sumber daya air; dan
b. Prasarana sumber daya air
(2) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, meliputi:
a. air permukaan sungai yang meliputi induk sungai dan anak sungai
yang bermuara ke pantai;
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Sumber Mata Air; dan
d. Embung
(3) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. Prasarana Irigasi;
b. Prasarana air minum; dan
c. Prasarana pengendalian daya rusak air.
(4) Pengembangan jaringan sumber daya air dan prasarana sumber daya
air bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan , ketersediaan air
baku, pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
(5) Pengelolaan Air Permukaan Sungai sebagaimana dimaksud pada pasal
21 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. Sungai Masio Kecamatan Lahusa;
b. Sungai Lahusa Kecamatan Lahusa;
c. Sungai Susua Kecamatan Lahusa;
d. Sungai Fawai Kecamatan Lahusa;
e. Sungai Saeto Kecamatan Lahusa;
f. Sungai Idani Zala Kecamatan Maniamolo;
g. Sungai Sialikhe Kecamatan Maniamolo;
h. Sungai Meso Kecamatan Maniamolo;
i. Sungai Lotu Kecamatan Maniamolo;
j. Sungai Otua Kecamatan Maniamolo;
k. Sungai Mizaya Kecamatan Toma;
l. Sungai Sa’ua Kecamatan Telukdalam;
m. Sungai Mboi Kecamatan Telukdalam;
n. Sungai Gewe Kecamatan Telukdalam;
o. Sungai Gomo Kecamatan Gomo;
p. Sungai Fayo Kecamatan Gomo;
q. Sungai Eri’i Kecamatan Lahusa;
29
SALINAN
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 22
(1) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat
(1) huruf a, meliputi:
a. Jaringan Wilayah Sungai di Kabupaten Nias Selatan berada di
Seluruh Sungai diwilayah Kabupaten Nias Selatan.
b. Jaringan air Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi :
30
SALINAN
Paragraf 3
Prasarana Sumber Daya Air
Pasal 23
31
SALINAN
Bagian Ketujuh
Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
Paragraf 1
Umum
Pasal 24
32
SALINAN
Paragraf 2
Pengembangan Jaringan Drainase
Pasal 25
Paragraf 3
Pengolahan Persampahan
Pasal 26
Paragraf 4
Pengolahan Limbah Padat dan Limbah Cair
Pasal 27
33
SALINAN
Paragraf 5
Pengembangan Air Minum
Pasal 28
Paragraf 6
Jalur dan Ruang Evakuasi Bencana
Pasal 29
Paragraf 7
Sistem Proteksi Kebakaran
Pasal 30
34
SALINAN
a. Pencegahan Kebakaran;
b. Pemberdayaan Peran Masyarakat;
c. Pemadam Kebakaran;
d. Penyelamatan Jiwa dan Harta Benda; dan
e. Pembuatan Koridor Penanggulangan Kebakaran.
(2) Sistem Proteksi Kebakaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Proteksi Kebakaran.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
35
SALINAN
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum
Pasal 32
Paragraf 2
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 33
Kawasan hutan lindung dengan luas total lebih kurang 73.613 (tujuh puluh
tiga ribu enam ratus tiga belas) hektar sebagaimana dimaksud pada pasal
32 huruf a, meliputi:
a. Kecamatan Umbunasi;
b. Kecamatan Gomo;
c. Kecamatan Mazo;
d. Kecamatan Amandraya;
e. Kecamatan Lolomatua;
f. Kecamatan Ulunoyo;
g. Kecamatan Huruna;
h. Kecamatan Onohazumba;
i. Kecamatan Hilimegai;
j. Kecamatan Hilisalawa Ahe;
k. Kecamatan O’o’u;
l. Kecamatan Amandraya;
m. Kecamatan Ulususua;
n. Kecamatan Aramo;
o. Kecamatan Boronadu;
p. Kecamatan Idanotae;
q. Kecamatan Ulu Idanotae;
r. Kecamatan Pulau-Pulau Batu;
s. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur;
t. Kecamatan Hibala;
u. Kecamatan Tanah Masa;
v. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
36
SALINAN
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 34
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Pasal 35
(2) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove);
b. Taman Buru; dan
c. Cagar Budaya.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a, berada di hampir sepanjang garis pantai Kabupaten
dengan luas keseluruhan lebih kurang 3.470 (tiga ribu empat ratus
tujuh puluh) hektar.
(4) Kawasan Taman Buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berada di Taman Buru pulau pini dengan luas keseluruhan lebih kurang
8.359 (delapan ribu tiga ratus lima puluh sembilan) hektar.
(5) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berada di Desa Tradisional Bawomataluo Kecamatan Fanayama.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
Pasal 36
37
SALINAN
Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 37
Bagian Ketiga
Pola Ruang Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Umum
Pasal 38
38
SALINAN
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 39
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 40
39
SALINAN
1) Kecamatan Lolowa’u;
2) Kecamatan Lolomatua;
3) Kecamatan Amandraya;
4) Kecamatan Maniamolo
5) Kecamatan Fanayama;
6) Kecamatan Telukdalam;
7) Kecamatan Onolalu;
8) Kecamatan Lahusa;
9) Kecamatan Gomo;
10) Kecamatan Idanotae;
11) Kecamatan Ulu Idanotae;
12) Kecamatan Mazo;
13) Kecamatan Aramo;
14) Kecamatan Hilimegai;
15) Kecamatan Umbunasi;
16) Kecamatan Mazino;
17) Kecamatan Toma.
18) Kecamatan Boronadu;
19) Kecamatan Sidua’ori;
20) Kecamatan Somambawa;
21) Kecamatan Ulunoyo;
22) Kecamatan Onohazumba;
23) Kecamatan O’ou;
24) Kecamatan Huruna;
25) Kecamatan Ulususa;
(4) Kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi seluruh Kecamatan di Kabupaten dengan luas
keseluruhan mencapai 14.452 (empat belas ribu empat ratus lima puluh
dua) hektar.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pasal 41
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 42
40
SALINAN
41
SALINAN
r. Kecamatan Ulunoyo;
s. Kecamatan Huruna;
t. Kecamatan Sidua’ori;
u. Kecamatan Somambawa;
v. Kecamatan Mazo;
w. Kecamatan Umbunasi;
x. Kecamatan Boronadu;
y. Kecamatan Idanotae;
z. Kecamatan Ulu Idanotae;
aa. Kecamatan Hilimegai; dan
bb. Kecamatan Susua.
(6) Rencana pengembangan Pangkalan pendaratan ikan (PPI) diarahkan di
PPI Lahusa, PPI Teluk dalam, PPI Pulau Tello.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 43
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 44
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 45
42
SALINAN
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 46
43
SALINAN
44
SALINAN
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Paragraf 1
Umum
Pasal 47
Paragraf 2
Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 48
Paragraf 3
Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 49
45
SALINAN
Paragraf 4
Kawasan Strategis untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 50
Paragraf 5
Kawasan Strategis Untuk Kepentingan Sosial Budaya
Pasal 51
Paragraf 6
Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Pasal 52
Pasal 53
46
SALINAN
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 54
Pasal 55
47
SALINAN
Pasal 56
Pasal 57
48
SALINAN
Pasal 58
(1) Perwujudan jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (1) huruf b terdiri atas:
49
SALINAN
50
SALINAN
Pasal 59
(1) Perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1)
dilakukan melalui:
a. perwujudan kawasan lindung;dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. perwujudan peruntukan hutan lindung;
b. perwujudan peruntukan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
c. perwujudan peruntukan kawasan perlindungan setempat;
d. perwujudan peruntukan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya; dan
e. perwujudan peruntukan kawasan rawan bencana alam.
Pasal 60
51
SALINAN
Pasal 61
52
SALINAN
53
SALINAN
Pasal 62
54
SALINAN
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 63
55
SALINAN
Pasal 64
Pasal 65
56
SALINAN
Pasal 66
57
SALINAN
58
SALINAN
yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan
dalam dokumen Amdal;
h. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
i. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan
perikanan), harus diupayakan menyerap sebesar mungkin tenaga
kerja setempat;
j. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan; dan
k. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering
tidak produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain
harus dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d,
ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan peternakan skala besar baik yang menggunakan lahan luas
ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki izin
lingkungan;
b. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak,
kulit ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair)
yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan
dalam dokumen amdal;
c. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
d. kegiatan peternakan skala besar harus diupayakan menyerap
sebesar mungkin tenaga kerja setempat;
e. kegiatan peternakan babi dikembangkan dengan syarat jauh dari
pusat kota, jauh dari kawasan permukiman, dikandangkan (tidak
dibiarkan berkeliaran), memiliki sistem sanitasi yang baik, memiliki
sistem pengolahan air limbah, memiliki izin lingkungan, tidak ada
pertentangan dari masyarakat setempat; dan
f. kegiatan peternakan walet dikembangkan dengan syarat: jauh dari
pusat kota, jauh dari kawasan permukiman, memiliki izin lingkungan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf e,
ditetapkan sebagai berikut:
a. wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
b. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya
dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
c. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan perkebunan tidak
produktif (tingkat produksi rendah) menjadi peruntukan lain harus
dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat; dan
d. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan.
59
SALINAN
60
SALINAN
Pasal 67
61
SALINAN
Pasal 68
62
SALINAN
Pasal 69
(1) Arahan insentif dan disinsentif didasarkan pada peruntukan pola ruang
berupa kawasan lindung dan budidaya.
(2) Insentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi kawasan lindung atau
dapat menambah luasan kawasan lindung, meliputi :
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi
dan reboisasi pada kawasan lindung;
b. memberikan bantuan kredit kepada masyarakat atau pihak lainnya
yang melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung;
c. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada
penduduk yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung; dan
d. memberikan bibit pohon secara cuma-cuma dan biaya perawatan
bagi setiap masyarakat yang menanam pohon penghijauan pada
kawasan lindung.
(3) Disinsentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung,
dapat mengurangi luasan kawasan lindung, dan merusak kawasan
lindung, meliputi :
a. pembatasan dukungan sarana dan prasarana;
b. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;
c. tidak mengeluarkan IMB ataupun izin usaha lain; dan
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada kawasan lindung.
Pasal 70
63
SALINAN
64
SALINAN
Pasal 71
65
SALINAN
66
SALINAN
Pasal 72
67
SALINAN
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini,
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(5) Mekanisme dan tata cara pemberian sanksi diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Bupati.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 73
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 74
BAB XI
PENYELIDIKAN
Pasal 75
68
SALINAN
BAB XIII
KETENTUAN LAIAN-LAIN
PASAL 76
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
69
SALINAN
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78
70
SALINAN
Pasal 79
Ditetapkan di Telukdalam
pada tanggal 24 Agustus 2015
ttd
IDEALISMAN DACHI
Diundangkan di Telukdalam
pada tanggal 25 Agustus 2015.
ttd
FO’AROTA LAOLI
71
SALINAN
72