a. KALABUBU adalah Kalung yang biasa dipakai laki-laki pada upacara adat
merupakan lambang kemenangan, Keheroikan dan kesatria. KALABUBU juga
merupakan simbol mikro kosmos, Kebulatan tekad dalam mempersatukan dan
mempertahankan keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Tulisan NIAS SELATAN yang berada dilingkaran kalabubu merupakan identitas
sebagai Daerah Otonom yang berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. SUSUNAN BATU (Hombo Batu) berjumlah 28 (dua puluh delapan)
melambangkan tanda pengesahan Kabupaten Nias Selatan sebagai Daerah Otonom
Baru dilingkungan Wilayah Provinsi Sumatera Utara;
d. TINGKATAN BATU (hombo batu) berjumlah 7 (tujuh), melambangkan bulan
(Juli) Pengesahan Kabupaten Nias Selatan;
e. SEGITIGA BERANTAI diatas SIKHÖLI NI’OWÖLI-WÖLI berjumlah 20 (dua puluh)
dan tanda bulatan (0) dalam segitiga dengan kerucut sebanyak 3 (tiga)
melambangkan pengesahan Kabupaten Nias Selatan (20-0-3);
f. KAPAS yang berjumlah 17 (tujuh belas) dengan kaitannya berbentuk dibawah
SIKHOLI NI’OWÖLI-WÖLI berjumlah 8 (delapan) dan PADI 45 (empat puluh lima)
melambangkan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia (17-08-1945);
g. ORANG YANG SEDANG MELOMPAT BATU melambangkan Ketangkasan,
Ketangguhan dan Patriotisme. Pelompat Batu Juga merupakan simbol masyarakat
Nias Selatan yang sedang berjuang untuk membuat lompatan-lompatan besar dalam
mengejar ketertinggalannya sehingga dapat sejajar dengan Daerah lain;
h. SIKHÖLI NI’OWÖLI-WÖLI dalam struktur bangunan tradisional Nias Selatan
berfungsi sebagai dasar bangunan NI’OWÖLI-WÖLI pada SIKHÖLI bermakna
keindahan;
i. Tulisan FURAI digali dari Filsafat budaya Nias Selatan dan Merupakan Motto abadi
Nias Selatan. FURAI memiliki arti : RorogÖ, Hofi, Amani’Ö, Fazawa, Tuwuni dan
AmÖlisi. FURAI juga bermakna ajakan untuk : Menjaga, Memelihara dan Menjunjung
Tinggi Nilai Martabat;
j. BAGIAN LUAR SEGI LIMA melambangkan Bagian Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN NIAS SELATAN
NOMOR : 06 SERI : E
TENTANG
1
SALINAN
2
SALINAN
3
SALINAN
4
SALINAN
5
SALINAN
6
SALINAN
7
SALINAN
8
SALINAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
9
SALINAN
10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
11. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
12. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
13. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
15. Penyelenggaran penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
16. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
17. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah, dan masyarakat.
18. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
19. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
20. Pola Ruang Kota adalah distribusi peruntukan ruang kota yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
21. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
22. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
23. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya
dalam rencana rinci tata ruang.
25. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
10
SALINAN
11
SALINAN
12
SALINAN
49. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas
antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
50. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola
oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum.
51. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
52. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
53. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.
54. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan
diperuntukan bagi pengembangan permukiman atau tempat
tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur.
55. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
56. Kawasan cepat tumbuh adalah kawasan budidaya yang didalamnya
terdapat kegiatan produksi, Jasa, permukiman yang berkontribusi
penting bagi pengembangan ekonomi daerah.
57. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
58. Kawasan peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki
sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas
berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya
seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi: penyelidikan
umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang baik
diwilayah darat maupun perairan.
59. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.
60. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
13
SALINAN
menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air
lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut.
61. Air Permukaan adalah Semua air yang terdapat pada tempat/wadah
air yang terdapat pada permukaan tanah.
62. Daerah irigasi disingkat DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari suatu jaringan.
63. Jaringan irigasi adalah Saluran, bangunan dan bangunan
perlengkapannya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
untuk penyediaan air, pembagian, pemberian, penggunaan dan
pembuangan air irigasi.
64. Drainase adalah lengkungan atau saluran air dipermukaan atau
dibawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat
oleh manusia.
65. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya,
dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
kabupaten.
66. Sumber air permukaan adalah tempat/wadah air yang terdapat pada
dan diatas permukaan tanah.
67. Sistem pengelolaan air limbah adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik.
68. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disebut TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
69. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
70. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk mendukung
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, dan di Kabupaten
Badan tersebut membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
71. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik secara struktur atau fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
72. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah
petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran,
waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam
rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
14
SALINAN
Bagian Kedua
Peran dan Fungsi
Pasal 2
15
SALINAN
Pasal 3
BAB II
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN SUBSTANSI
Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Perencanaan
Pasal 4
16
SALINAN
a. Kecamatan Telukdalam;
b. Kecamatan Onolalu;
c. Kecamatan Fanayama;
d. Kecamatan Maniamolo;
e. Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
f. Kecamatan Toma;
g. Kecamatan Mazino;
h. Kecamatan Gomo;
i. Kecamatan Idanotae;
j. Kecamatan Ulu Idanotae;
k. Kecamatan Boronadu;
l. Kecamatan Mazo;
m.Kecamatan Susua;
n. Kecamatan Umbunasi;
o. Kecamatan Amandraya;
p. Kecamatan Ulususua;
q. Kecamatan Aramo;
r. Kecamatan Lahusa;
s. Kecamatan Sidua’ori;
t. Kecamatan Somambawa;
u. Kecamatan Lolowau;
v. Kecamatan Huruna
w. Kecamatan O’o’u;
x. Kecamatan Onohazumba;
y. Kecamatan Hilisalawa’ahe;
z. Kecamatan Hilimegai;
aa. Kecamatan Lolomatua;
bb. Kecamatan Ulunoyo
cc. Kecamatan Pulau-Pulau Batu;
dd. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
ee. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Utara;
ff. Kecamatan Simuk;
gg. Kecamatan Tanah Masa;
hh. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur; dan
ii. Kecamatan Hibala.
Bagian Kedua
Substansi
Pasal 5
17
SALINAN
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 6
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 7
18
SALINAN
19
SALINAN
20
SALINAN
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
21
SALINAN
Bagian Kedua
Rencana Sistem Perkotaan
Pasal 9
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a, terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Lokal
b. Pusat Pelayanan Kawasan; dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan.
(2) Pusat Kegiatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berada di Kecamatan Telukdalam.
(3) Pusat pelayanan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi:
a. Kecamatan Pulau-Pulau Batu
b. Kecamatan Gomo
c. Kecamatan Lolowa’u;
d. Kecamatan Maniamolo; dan
e. Kecamatan Luahagundre Maniamolo.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi :
a. Kecamatan Toma ;
b. Kecamatan Mazino;
c. Kecamatan Fanayama;
d. Kecamatan Umbunasi;
e. Kecamatan Susua;
f. Kecamatan Mazo;
g. Kecamatan Lahusa;
h. Kecamatan Amandaya;
i. Kecamatan Aramo;
j. Kecamatan Lolomatua;
k. Kecamatan Hilimegai
l. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur; dan
m. Kecamatan Hibala.
n. Kecamatan Ulunoyo;
o. Kecamatan Hilisalawa Ahe;
p. Kecamatan O’ou;
q. Kecamatan Onohazumba;
r. Kecamatan Huruna;
s. Kecamatan Ulu Susua;
t. Kecamatan Idanotae;
u. Kecamatan Ulu Idanotae;
v. Kecamatan Boronadu;
w. Kecamatan Sidua’ori;
x. Kecamatan Somambawa;
y. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
22
SALINAN
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 11
Pasal 12
23
SALINAN
(2) Jaringan jalan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi jaringan jalan Kolektor primer yang ada dalam wilayah
Kabupaten yaitu dari Lintasan jalan Lolomatua – Lolowau – Amandraya
–Maniamolo - Telukdalam – Toma - Lahusa – Somambawa (Perbatasan
Wilayah Kabupaten Nias Selatan).
(3) Jaringan jalan K1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara
pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
(4) Jaringan Jalan K1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Telukdalam – Lahusa;
b. Telukdalam – Maniamolo;
c. Lahusa – Gomo; dan
d. Maniamolo – Lolowau.
(5) Jaringan jalan K2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. Duria – Lolowau;
b. Lolowau – Telukdalam – Pelabuhan Baru;
c. Hoya – Lahusa – Telukdalam;
d. Lolowau – Siwalawa II; dan
e. Telukdalam – Fanayama – Bawomataluo.
(6) Jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang
merupakan jalan Kabupaten, meliputi:
a. Jalan yang menghubungkan antar desa-desa di semua Kecamatan;
dan
b. Jalan Lingkar pulau pada Pulau Tello, Pini, Tanahmasa dan
Tanahbala.
Pasal 13
24
SALINAN
Pasal 14
(1) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 11 huruf c berupa pengembangan jaringan
trayek angkutan penumpang.
(2) Pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) ini terdiri atas:
a. Angkutan penumpang antarkota dalam provinsi (AKDP) melayani
perkotaan Kabupaten Nias Selatan ke kota-kota lain di dalam Provinsi
Sumatera Utara;dan
b. Angkutan perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antara
perkotaan Kabupaten Nias Selatan dengan ibukota kecamatan di
wilayah Kabupaten.
Pasal 15
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 16
25
SALINAN
Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 17
26
SALINAN
Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Energi
Pasal 18
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Jaringan Energi
Pasal 19
27
SALINAN
Bagian Kelima
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 20
28
SALINAN
Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 21
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Jaringan sumber daya air; dan
b. Prasarana sumber daya air
(2) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, meliputi:
a. air permukaan sungai yang meliputi induk sungai dan anak sungai
yang bermuara ke pantai;
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Sumber Mata Air; dan
d. Embung
(3) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. Prasarana Irigasi;
b. Prasarana air minum; dan
c. Prasarana pengendalian daya rusak air.
(4) Pengembangan jaringan sumber daya air dan prasarana sumber daya
air bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan , ketersediaan air
baku, pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
(5) Pengelolaan Air Permukaan Sungai sebagaimana dimaksud pada pasal
21 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. Sungai Masio Kecamatan Lahusa;
b. Sungai Lahusa Kecamatan Lahusa;
c. Sungai Susua Kecamatan Lahusa;
d. Sungai Fawai Kecamatan Lahusa;
e. Sungai Saeto Kecamatan Lahusa;
f. Sungai Idani Zala Kecamatan Maniamolo;
g. Sungai Sialikhe Kecamatan Maniamolo;
h. Sungai Meso Kecamatan Maniamolo;
i. Sungai Lotu Kecamatan Maniamolo;
j. Sungai Otua Kecamatan Maniamolo;
k. Sungai Mizaya Kecamatan Toma;
l. Sungai Sa’ua Kecamatan Telukdalam;
m. Sungai Mboi Kecamatan Telukdalam;
n. Sungai Gewe Kecamatan Telukdalam;
o. Sungai Gomo Kecamatan Gomo;
p. Sungai Fayo Kecamatan Gomo;
q. Sungai Eri’i Kecamatan Lahusa;
29
SALINAN
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 22
(1) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat
(1) huruf a, meliputi:
a. Jaringan Wilayah Sungai di Kabupaten Nias Selatan berada di
Seluruh Sungai diwilayah Kabupaten Nias Selatan.
b. Jaringan air Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi :
30
SALINAN
Paragraf 3
Prasarana Sumber Daya Air
Pasal 23
31
SALINAN
Bagian Ketujuh
Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
Paragraf 1
Umum
Pasal 24
32
SALINAN
Paragraf 2
Pengembangan Jaringan Drainase
Pasal 25
Paragraf 3
Pengolahan Persampahan
Pasal 26
Paragraf 4
Pengolahan Limbah Padat dan Limbah Cair
Pasal 27
33
SALINAN
Paragraf 5
Pengembangan Air Minum
Pasal 28
Paragraf 6
Jalur dan Ruang Evakuasi Bencana
Pasal 29
Paragraf 7
Sistem Proteksi Kebakaran
Pasal 30
34
SALINAN
a. Pencegahan Kebakaran;
b. Pemberdayaan Peran Masyarakat;
c. Pemadam Kebakaran;
d. Penyelamatan Jiwa dan Harta Benda; dan
e. Pembuatan Koridor Penanggulangan Kebakaran.
(2) Sistem Proteksi Kebakaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Proteksi Kebakaran.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
35
SALINAN
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum
Pasal 32
Paragraf 2
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 33
Kawasan hutan lindung dengan luas total lebih kurang 73.613 (tujuh puluh
tiga ribu enam ratus tiga belas) hektar sebagaimana dimaksud pada pasal
32 huruf a, meliputi:
a. Kecamatan Umbunasi;
b. Kecamatan Gomo;
c. Kecamatan Mazo;
d. Kecamatan Amandraya;
e. Kecamatan Lolomatua;
f. Kecamatan Ulunoyo;
g. Kecamatan Huruna;
h. Kecamatan Onohazumba;
i. Kecamatan Hilimegai;
j. Kecamatan Hilisalawa Ahe;
k. Kecamatan O’o’u;
l. Kecamatan Amandraya;
m. Kecamatan Ulususua;
n. Kecamatan Aramo;
o. Kecamatan Boronadu;
p. Kecamatan Idanotae;
q. Kecamatan Ulu Idanotae;
r. Kecamatan Pulau-Pulau Batu;
s. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur;
t. Kecamatan Hibala;
u. Kecamatan Tanah Masa;
v. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
36
SALINAN
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 34
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Pasal 35
(2) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove);
b. Taman Buru; dan
c. Cagar Budaya.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a, berada di hampir sepanjang garis pantai Kabupaten
dengan luas keseluruhan lebih kurang 3.470 (tiga ribu empat ratus
tujuh puluh) hektar.
(4) Kawasan Taman Buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berada di Taman Buru pulau pini dengan luas keseluruhan lebih kurang
8.359 (delapan ribu tiga ratus lima puluh sembilan) hektar.
(5) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berada di Desa Tradisional Bawomataluo Kecamatan Fanayama.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
Pasal 36
37
SALINAN
Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 37
Bagian Ketiga
Pola Ruang Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Umum
Pasal 38
38
SALINAN
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 39
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 40
39
SALINAN
1) Kecamatan Lolowa’u;
2) Kecamatan Lolomatua;
3) Kecamatan Amandraya;
4) Kecamatan Maniamolo
5) Kecamatan Fanayama;
6) Kecamatan Telukdalam;
7) Kecamatan Onolalu;
8) Kecamatan Lahusa;
9) Kecamatan Gomo;
10) Kecamatan Idanotae;
11) Kecamatan Ulu Idanotae;
12) Kecamatan Mazo;
13) Kecamatan Aramo;
14) Kecamatan Hilimegai;
15) Kecamatan Umbunasi;
16) Kecamatan Mazino;
17) Kecamatan Toma.
18) Kecamatan Boronadu;
19) Kecamatan Sidua’ori;
20) Kecamatan Somambawa;
21) Kecamatan Ulunoyo;
22) Kecamatan Onohazumba;
23) Kecamatan O’ou;
24) Kecamatan Huruna;
25) Kecamatan Ulususa;
(4) Kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi seluruh Kecamatan di Kabupaten dengan luas
keseluruhan mencapai 14.452 (empat belas ribu empat ratus lima puluh
dua) hektar.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pasal 41
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 42
40
SALINAN
41
SALINAN
r. Kecamatan Ulunoyo;
s. Kecamatan Huruna;
t. Kecamatan Sidua’ori;
u. Kecamatan Somambawa;
v. Kecamatan Mazo;
w. Kecamatan Umbunasi;
x. Kecamatan Boronadu;
y. Kecamatan Idanotae;
z. Kecamatan Ulu Idanotae;
aa. Kecamatan Hilimegai; dan
bb. Kecamatan Susua.
(6) Rencana pengembangan Pangkalan pendaratan ikan (PPI) diarahkan di
PPI Lahusa, PPI Teluk dalam, PPI Pulau Tello.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 43
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 44
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 45
42
SALINAN
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 46
43
SALINAN
44
SALINAN
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Paragraf 1
Umum
Pasal 47
Paragraf 2
Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 48
Paragraf 3
Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 49
45
SALINAN
Paragraf 4
Kawasan Strategis untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 50
Paragraf 5
Kawasan Strategis Untuk Kepentingan Sosial Budaya
Pasal 51
Paragraf 6
Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Pasal 52
Pasal 53
46
SALINAN
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 54
Pasal 55
47
SALINAN
Pasal 56
Pasal 57
48
SALINAN
Pasal 58
(1) Perwujudan jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (1) huruf b terdiri atas:
49
SALINAN
50
SALINAN
Pasal 59
(1) Perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1)
dilakukan melalui:
a. perwujudan kawasan lindung;dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. perwujudan peruntukan hutan lindung;
b. perwujudan peruntukan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
c. perwujudan peruntukan kawasan perlindungan setempat;
d. perwujudan peruntukan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya; dan
e. perwujudan peruntukan kawasan rawan bencana alam.
Pasal 60
51
SALINAN
Pasal 61
52
SALINAN
53
SALINAN
Pasal 62
54
SALINAN
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 63
55
SALINAN
Pasal 64
Pasal 65
56
SALINAN
Pasal 66
57
SALINAN
58
SALINAN
yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan
dalam dokumen Amdal;
h. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
i. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan
perikanan), harus diupayakan menyerap sebesar mungkin tenaga
kerja setempat;
j. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan; dan
k. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering
tidak produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain
harus dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d,
ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan peternakan skala besar baik yang menggunakan lahan luas
ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki izin
lingkungan;
b. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak,
kulit ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair)
yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan
dalam dokumen amdal;
c. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
d. kegiatan peternakan skala besar harus diupayakan menyerap
sebesar mungkin tenaga kerja setempat;
e. kegiatan peternakan babi dikembangkan dengan syarat jauh dari
pusat kota, jauh dari kawasan permukiman, dikandangkan (tidak
dibiarkan berkeliaran), memiliki sistem sanitasi yang baik, memiliki
sistem pengolahan air limbah, memiliki izin lingkungan, tidak ada
pertentangan dari masyarakat setempat; dan
f. kegiatan peternakan walet dikembangkan dengan syarat: jauh dari
pusat kota, jauh dari kawasan permukiman, memiliki izin lingkungan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf e,
ditetapkan sebagai berikut:
a. wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
b. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya
dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
c. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan perkebunan tidak
produktif (tingkat produksi rendah) menjadi peruntukan lain harus
dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat; dan
d. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan.
59
SALINAN
60
SALINAN
Pasal 67
61
SALINAN
Pasal 68
62
SALINAN
Pasal 69
(1) Arahan insentif dan disinsentif didasarkan pada peruntukan pola ruang
berupa kawasan lindung dan budidaya.
(2) Insentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi kawasan lindung atau
dapat menambah luasan kawasan lindung, meliputi :
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi
dan reboisasi pada kawasan lindung;
b. memberikan bantuan kredit kepada masyarakat atau pihak lainnya
yang melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung;
c. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada
penduduk yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung; dan
d. memberikan bibit pohon secara cuma-cuma dan biaya perawatan
bagi setiap masyarakat yang menanam pohon penghijauan pada
kawasan lindung.
(3) Disinsentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung,
dapat mengurangi luasan kawasan lindung, dan merusak kawasan
lindung, meliputi :
a. pembatasan dukungan sarana dan prasarana;
b. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;
c. tidak mengeluarkan IMB ataupun izin usaha lain; dan
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada kawasan lindung.
Pasal 70
63
SALINAN
64
SALINAN
Pasal 71
65
SALINAN
66
SALINAN
Pasal 72
67
SALINAN
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini,
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(5) Mekanisme dan tata cara pemberian sanksi diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Bupati.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 73
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 74
BAB XI
PENYELIDIKAN
Pasal 75
68
SALINAN
BAB XIII
KETENTUAN LAIAN-LAIN
PASAL 76
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
69
SALINAN
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78
70
SALINAN
Pasal 79
Ditetapkan di Telukdalam
pada tanggal 24 Agustus 2015
ttd
IDEALISMAN DACHI
Diundangkan di Telukdalam
pada tanggal 25 Agustus 2015.
ttd
FO’AROTA LAOLI
71
SALINAN
72
PENJELASAN
ATAS
I. UMUM
Ruang merupakan suatu wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatannya yang perlu disyukuri, dilindungi dan
dikelola. Ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara
optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.
1
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
sehingga perlu dasar untuk pedoman perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian ruang di wilayah Kabupaten.
2
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Lingkup Wilayah Perencanaan dalam RTRW Kabupaten Nias Selatan
adalah Seluruh Wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan dengan
Luas Wilayah 6.902.505 Km² yang meliputi luas daratan dan lautan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Perwujudan tujuan ini merupakan upaya mewujudkan wilayah
pembangunan yang berkembang dengan mempertimbangkan potensi
daerah dan memperhatikan kelestarian alam. Terdapat 4 (empat) Sektor
Prioritas Utama Daerah untuk dikembangkan dalam tujuan di atas, yaitu :
1. Sektor Priwisata; potensi pariwisata di Kabupaten Nias Selatan
sangat beragam dan potensial dikembangkan sebagai ikon daerah.
2. Sektor Pertanian ; berarti suatu kondisi peradaban yang telah
mencapai tingkat perkembangan yang lebih baik, dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan wujud budaya dalam jati diri
sebagai ononiha di tengah-tengah bangsa dan negara Republik
Indonesia
3. Perkebunan ; kondisi Wilayah Kabupaten yang subur dan mudah
dikembangkan sebagai lahan perkebunan dalam hal meningkatkan
3
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
pendapatan Daerah serta meningkatkan perekonomian
Masyarakat.
4. Perikanan ; Wilayah kabupaten yang berbatasan dengan laut
memiliki kekayaan alam bawah laut yang masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Sektor kelautan memiliki potensi
sebagai sektor prima dalam mendukung perkembangan dan
kemajuan ekonomi wilayah kabupaten Nias Selatan.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Kebijakan Penataan Ruang” adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam
pemanfaatan ruang darat, laut dan udara termasuk ruang di dalam bumi
untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Strategi Penataan Ruang” adalah langkah –
langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Strategi Penguatan Peran sentra-sentra
Perkotaan adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
mendukung pengembangan perekonomian lokal di Kabupaten.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “sistem perkotaan” pada wilayah
4
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kabupaten adalah susunan kota dan kawasan perkotaan di
dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan
eksisting maupun rencana antar kota/perkotaan, yang
membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Pusat kegiatan disusun secara berhierarki menurut fungsi dan besarannya
sehingga pengembangan sistem pusat kegiatan yang meliputi penetapan
fungsi wilayah dan hubungan hierarkisnya berdasarkan penilaian kondisi
sekarang dan antisipasi perkembangan dimasa yang akan datang sehingga
terwujud pelayanan prasarana dan sarana yang efektif dan efisien, yang
persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan ruang yang
ada.
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Penetapan lokasi ibukota sebagai pusat pemerintahan di
Kecamatan Telukdalam dilakukan sesuai dengan tahapan dan
ketersediaan lahan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Rencana sistem jaringan transportasi Kabupaten Nias Selatan
merupakan sistem yang memperlihatkan keterkaitan kebutuhan
dan pelayanan transportasi antar wilayah dan antar kawasan
perkotaan dalam ruang wilayah Kabupaten Nias Selatan, serta
keterkaitannya dengan jaringan transportasi provinsi dan
nasional.
Pengembangan sistem jaringan transportasi Kabupaten Nias
Selatan dimaksudkan untuk menciptakan keterkaitan antar
pusat kegiatan Kabupaten Nias Selatan serta mewujudkan
5
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
keselarasan dan keterpaduan antara pusat kegiatan Kabupaten
Nias Selatan dengan sektor kegiatan ekonomi masyarakat.
Pengembangan sistem jaringan transportasi Kabupaten Nias
Selatan dilakukan secara terintegrasi mencakup transportasi
darat, laut dan Udara yang menghubungkan antar kawasan
perkotaan dengan kawasan produksi, sehingga terbentuk
kesatuan untuk menunjang kegiatan sosial, ekonomi, serta
pertahanan dan keamanan negara dalam rangka memantapkan
kedaulatan wilayah nasional.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Jalan Strategis Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor
dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar
ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol
Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
Jalan Strategi Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi,
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal,antarpusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal.
Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna pusat
6
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal,
atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta
antarpusat kegiatan lingkungan.
Jalan Lingkungan Primer menghubungkan antarpusat kegiatan
di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan.
Pasal 13
Ayat (1)
Terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan
intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan
kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
Huruf a
Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan
umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan
kota dan/atau angkutan pedesaan.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B
Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan
trayek angkutan kota dalam propinsi.
Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan
sekurang-kurangnya kelas IIIB.
Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan
terminal tipe A sekurang-kurangnya 30 km (tiga puluh
kilometer).
Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 2 Ha (dua
hektar).
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan
dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 30 (tiga puluh)
meter.
Huruf b,
7
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.
8
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a,
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan pembangkit
listrik yang digerakkan oleh tenaga surya.
Huruf b,
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), adalah suatu
pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air
sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau
air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head)
dan jumlah debit air. Energi Terbarukan yang berbasis Bioenergi
adalah energi yang dihasilkan dari Kotoran-kotoran hewan seperti
Sapi dan Kuda dan akan menghasilkan energi dalam betuk gas.
Huruf c,
Cukup Jelas
Huruf d,
Pembangkit Listrik Tenaga Pikro Hidro (PLTPH) merupakan
pembangkit listrik yang digerakkan oleh tenaga air skala piko,
dengan kapasitas daya lebih kecil dari 5 kW.
9
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 20
Huruf (a),
Yang dimaksud dengan “nir kabel” adalah pemanfaatan komunikasi
tanpa menggunakan kabel (menggunakan gelombang
elektromagnetik), atau dengan istilah lain adalah telepon seluler
Huruf (b),
Cukup jelas
Huruf (c),
Yang dimaksud dengan ”menara telekomunikasi bersama” adalah
memanfaatkan secara bersama-sama pada satu menara oleh
beberapa operator telepon seluler.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa,
dan irigasi tambak.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf (a),
Wilayah sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah
10
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
Huruf (b),
Cukup Jelas
Huruf (c),
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Air baku adalah air yang berasal dari air permukaan (sungai, waduk
dan lainnya) dan sumber-sumber mata air yang dapat dikelola dan
diolah untuk dimanfaatkan sebagai air minum.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Jaringan Drainase adalah Saluran air dengan Konstruksi tertutup yang
dibangun pada kawasan Perdagangan, Perkantoran, dan Kawasan
Komersil.
Pasal 26
Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat penampungan
sampah sebelum diangkut menuju TPA.
Tempat pemrosesan akhir (TPA) adalah tempat pemrosesan akhir sampah
atau tempat penimbunan sampah akhir.
Pasal 27
Limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk
tinja manusia dari lingkungan permukiman, serta air limbah industri
rumah tangga yang tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah fasilitas septic tank atau
11
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
IPAL yang dibangun di lingkungan permukiman perkotaan untuk dikelola
dan dimanfaatkan untuk kepentingan lingkungan permukiman tersebut.
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Kawasan hutan lindung Kabupaten sesuai dengan SK Menhut
579/2014 seluas ± 73.613 Ha (Tujuh Puluh Tiga Ribu Enam Ratus
Tiga Belas) Hektar
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
12
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air
bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf (a),
Cukup Jelas
Huruf (b),
(Cukup Jelas)
Huruf (c),
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah
kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya
manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami
yang khas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf (a)
Cukup Jelas
Huruf (b)
Kawasan hutan produksi terbatas adalah hutan alam produksi
yang karena faktor topografi, kepekaan jenis tanah dan iklim
13
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
sehingga pemanfaatan hasil hutan kayunya dibatasi
berdasarkan limit diameter tebang sesuai ketentuan yang
berlaku.
Huruf (c)
Kawasan hutan konversi adalah kawasan hutan yang dapat
diubah atau dialih fungsikan untuk kepentingan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf (a),
Huruf (b)
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 41
Yang dimaksud dengan Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi tanaman perkebunan yang menghasilkan baik bahan
pangan dan bahan baku industri.
14
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Pasal 42
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Cukup Jelas
15
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a,
16
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf (c)
Ayat (5)
Huruf (b)
Ayat (6)
Cukup Jelas
17
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
Pasal 66
Cukup Jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Huruf a,
Huruf b,
18
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
peruntukan apabila peraturan daerah yang berlaku diperlukan
izin peruntukan.
Huruf c,
Huruf d,
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
19
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Cukup Jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Cukup Jelas
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79
Cukup Jelas
20
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan
Untuk dapat melaksanakan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, maka
perlu dijabarkan dalam arahan pemanfaatan ruang. Berdasarkan Undang-undang
No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang lingkup waktu Rencana Tata
Ruang Wilayah adalah 20 tahun. Berikut ini penjabaran rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang Kabupaten Nias Selatan yang dituangkan dalam indikasi
program utama tahun 2014 – 2034.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 Indikasi Program Utama
Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Selatan Tahun 2014 –
2034.
Tabel 1
Indikasi Program Utama Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2014 – 2034
j. Penyusunan Sistem Informasi Prasarana & Sarana Kabupaten APBD Kab. DPUD
a. Penyusunan RDTR IKK Pasar Pulau Telo Pasar Pulau Telo APBD Kab. Bappeda kab.
e. Studi Industri Berbasis Pengolahan Kopra Pulau-Pulau Batu APBD Kab Bappeda kab
Bappeda
f. Pembangunan Industri Pendingin (Hasil kab/Dinas
Pulau-Pulau Batu APBD Kab
Penangkapan Ikan Laut) Perikanan/Depper
indag
Pengembangan Kota HILISIMAETANO (Pusat
1.4 Pelayanan Kawasan, PPK)
APBN/APBD
a. Penyusunan RDTR IKK Hilisimaetano Hilisimaetano Bappeda Kab
Kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Hilisimaetano APBD Kab. DPUD
c. Pembangunan Sekolah Kejuruan Pertanian Hilisimaetano APBD Kab. DPUD
a. Penyusunan RDTR IKK Tuindrao Kec. Amandraya APBD Kab. Bappeda kab
Bappeda kab./
b. Penataan Pasar Kecamatan Kec. Amandraya APBD Kab.
DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Amandraya APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hiliorudua (Pusat
1.9
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hiliorudua Kec. Aramo APBD Kab. Bappeda kab
b. Penataan Pasar Kecamatan Kec. Aramo APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Aramo APBD Kab. DPUD
b. Pengawasan dan pengendalian pada hutan lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Bawasda, Dishut
Program perwujudan dan pengelolaan kawasan
1.2 hutan lindung
a. Pengadaan Watas kawasan hutan lindung seperti
pembangunan pagar, dan tanda atau papan Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
informasi, bahkan tapal batas
b. Pembangunan jalan inpeksi dalam rangka
mempermudah kegiatan pengawasan dan Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD dan Dishut
pengendalian
c. Identifikasi Pemilik Lahan yang terkena
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Diperta
peruntukkan Hutan Lindung
d. Pelaksanaan Penyepakatan (Pengantian,
BPN dan Dinas
pembelian, atau partisipasi) Lahan Peruntukkan Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Kehutanan
Hutan Lindung
e. Identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
lindung
f. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Program perwujudan dan mempertahankan
1.3 kawasan Hutan Koservasi dan kawasan
perlindungan plasma nuftah (Cagar Alam)
a. Mempertegas batas-batas dan memberikan
batasan fisik pada kawasan Hutan Konservasi dan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Plasma nuftah (Cagar Alam), seperti pembangunan
pagar, dan tanda atau papan informasi
b. Sosialisasi perwujudan kawasan Hutan Konservasi
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
dan plasma nuftah (Cagar Alam)
c. Pembangunan jalan inpeksi dalam rangka
mempermudah kegiatan pengawasan dan Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD, Dishut
pengendalian
d. Pengawasan dan pengendalian Kawasan Hutan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Konservasi dan Suaka Alam (Cagar Alam)
Pemugaran dan pemeliharaan Rumah Adat dan APBN, APBD Bappeda Kab./
4.1 Kec. Fanayama
Kampung Nias sebagai asset budaya Prov./Kab. Dinas Pariwisata
Kawasan Pantai
Penyusunan Rencana Detail Kawasan Pariwisata Pantai APBD Bappeda Kab./
4.2 Lagundri dan
Lagundri dan Sorake Prov./Kab. Dinas Pariwisata
Sorake
5. Kawasan Strategis Kws Sifalago Gomo dsk :
Desa Lahusa
Pemugaran dan pemeliharaan Kampung Peninggalan APBN, APBD
5.1 Idano Tae, Kec. Dinas Pariwisata
Budaya Nias dan Megalith Prov/ Kab.
Gomo
APBD Prov/
5.2 Pengembangan Kws Pariwisata Budaya Kec. Gomo dsk Dinas Pariwisata
Kab.
Program Strategis Kawasan Hilinawalo Mazino dsk
6.
sebagai pusat wisata budaya
APBN, APBD
6.1 Pembangunan Kebun Raya Nias Selatan Kab. Nias Selatan Dinas Pariwisata
Prov/Kab.
Pemugaran dan pemeliharaan rumah adat dan desa APBN, APBD
6.2 Kec. Mazino dsk Dinas Pariwisata
wisata sebagai asset budaya Prov/ Kab.
Program Strategis Kawasan Olayama dsk sebagai pusat
7. wisata budaya
9. Pengembangan Kawasan Ekonomi Tello Kota Tello APBD Kab Bappeda Kab
Sumber : Hasil Analisa
PANJANG
LEBAR KECAMATAN YANG AKSES KE
No. No.RUAS NAMA RUAS JALAN RUAS KETERANGAN
(m) DILALUI JALAN N/P/K
(km)
1 2 3 4 5 6 15 16