Anda di halaman 1dari 121

LAMBANG DAERAH

KABUPATEN NIAS SELATAN


ARTI DAN MAKNA TULISAN DAN GAMBAR PADA LAMBANG DAERAH ADALAH :

a. KALABUBU adalah Kalung yang biasa dipakai laki-laki pada upacara adat
merupakan lambang kemenangan, Keheroikan dan kesatria. KALABUBU juga
merupakan simbol mikro kosmos, Kebulatan tekad dalam mempersatukan dan
mempertahankan keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Tulisan NIAS SELATAN yang berada dilingkaran kalabubu merupakan identitas
sebagai Daerah Otonom yang berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. SUSUNAN BATU (Hombo Batu) berjumlah 28 (dua puluh delapan)
melambangkan tanda pengesahan Kabupaten Nias Selatan sebagai Daerah Otonom
Baru dilingkungan Wilayah Provinsi Sumatera Utara;
d. TINGKATAN BATU (hombo batu) berjumlah 7 (tujuh), melambangkan bulan
(Juli) Pengesahan Kabupaten Nias Selatan;
e. SEGITIGA BERANTAI diatas SIKHÖLI NI’OWÖLI-WÖLI berjumlah 20 (dua puluh)
dan tanda bulatan (0) dalam segitiga dengan kerucut sebanyak 3 (tiga)
melambangkan pengesahan Kabupaten Nias Selatan (20-0-3);
f. KAPAS yang berjumlah 17 (tujuh belas) dengan kaitannya berbentuk dibawah
SIKHOLI NI’OWÖLI-WÖLI berjumlah 8 (delapan) dan PADI 45 (empat puluh lima)
melambangkan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia (17-08-1945);
g. ORANG YANG SEDANG MELOMPAT BATU melambangkan Ketangkasan,
Ketangguhan dan Patriotisme. Pelompat Batu Juga merupakan simbol masyarakat
Nias Selatan yang sedang berjuang untuk membuat lompatan-lompatan besar dalam
mengejar ketertinggalannya sehingga dapat sejajar dengan Daerah lain;
h. SIKHÖLI NI’OWÖLI-WÖLI dalam struktur bangunan tradisional Nias Selatan
berfungsi sebagai dasar bangunan NI’OWÖLI-WÖLI pada SIKHÖLI bermakna
keindahan;
i. Tulisan FURAI digali dari Filsafat budaya Nias Selatan dan Merupakan Motto abadi
Nias Selatan. FURAI memiliki arti : RorogÖ, Hofi, Amani’Ö, Fazawa, Tuwuni dan
AmÖlisi. FURAI juga bermakna ajakan untuk : Menjaga, Memelihara dan Menjunjung
Tinggi Nilai Martabat;
j. BAGIAN LUAR SEGI LIMA melambangkan Bagian Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

ARTI DAN MAKNA WARNA LAMBANG DAERAH ADALAH :

a. Warna Hitam mengandung Makna Kesuburan Tanah;


b. Warna Merah mengandung Makna Keberanian;
c. Warna Kuning Makna Keagungan, Keemasan dan Kekayaan;
d. Warna Coklat melambangkan Kesederhanaan;
e. Warna Putih melambangkan Kesucian, Kemurnian, Ketulusan dan Keikhlasan;
f. Warna Hijau melambangkan adanya suatu keinginan, ketabahan dan Kepribadian.
SALINAN

LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN NIAS SELATAN

NOMOR : 06 SERI : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NIAS SELATAN


NOMOR 6 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NIAS SELATAN


TAHUN 2014 - 2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NIAS SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 26


Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka strategi dan
arahan kebijakan struktur dan pola ruang wilayah nasional
perlu dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Nias Selatan;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (4) huruf c
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Rencana Tata
Ruang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nias Selatan Tahun 2014-2034.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembaran

1
SALINAN

Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419 );
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888) sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten
Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di
Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4273);
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377 );
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4411);
9. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433);

2
SALINAN

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun


2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah dua kali diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444 );
13. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723 );
14. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
15. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
16. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4746);
17. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
18. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849);
19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
20. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

3
SALINAN

2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 4925);
21. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwistaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11);
23. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
24. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052);
25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
26. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5188);
28. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
29. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5280);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3445);

4
SALINAN

31. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang


Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata
Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3060);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang
Kehutanan Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3769);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4145);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4490);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4624);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4628);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006

5
SALINAN

Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 4655);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana pengelolaan Hutan
Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4814);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antar Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828 );
44. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4859);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Republik
Indonesia Nomor 5097);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik

6
SALINAN

Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2010 nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
52. Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah;
53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek
Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya
dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
54. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budidaya;
55. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008
tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
dan Rencana Tata Ruang Daerah;
56. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
57. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun
2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabnpaten/Kota beserta
Rencana Rinciannya;
58. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten;
59. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah;
60. Peraturan Menteri Kehutanan nomor 28 Tahun 2009
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi Dalam
Rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan
atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang;
61. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009
tentang Pedoman Koordianasi Penataan Ruang Daerah;

7
SALINAN

62. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011


tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
63. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan
Kabupaten/Kota;
64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
65. Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 07
Tahun 2012 tentang Pembentukan Desa – Desa di
Kabupaten Nias Selatan ( Lembaran Daerah Kabupaten
Nias Selatan Tahun 2012 Nomor 07 );
66. Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 08
Tahun 2012 tentang Pembentukan Kecamatan Ulunoyo,
Kecamatan Huruna, Kecamatan O’o’u, Kecamatan
Onohazumba, Kecamatan Hilisalawa Ahe, Kecamatan
Ulususua, Kecamatan Sidua’ori Kecamatan Somambawa,
Kecamatan Balaekha, Kecamatan Idanotae, Kecamatan
Ulu Idanotae, Kecamatan Boronadu, Kecamatan
Luahagundre Maniamolo, Kecamatan Onolalu,
Kecamatan Simuk, Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat,
Kecamatan Pulau-Pulau Batu Utara, dan Kecamatan
Tanah Masa di Kabupaten Nias Selatan ( Lembaran
Daerah Kabupaten Nias Selatan Tahun Nomor );

8
SALINAN

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN NIAS SELATAN
dan
BUPATI NIAS SELATAN
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA


RUANG WILAYAH KABUPATEN NIAS SELATAN
TAHUN 2014-2034.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Nias Selatan.
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah.
4. Bupati adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Bupati adalah Bupati Nias Selatan.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
7. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan.
8. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek fungsional.
9. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

9
SALINAN

10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
11. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
12. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
13. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
15. Penyelenggaran penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
16. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
17. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah, dan masyarakat.
18. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
19. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
20. Pola Ruang Kota adalah distribusi peruntukan ruang kota yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
21. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
22. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
23. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya
dalam rencana rinci tata ruang.
25. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

10
SALINAN

26. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta


segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
27. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten adalah rencana
tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang berupa
rencana operasional pembangunan wilayah kabupaten sesuai dengan
peran dan fungsi wilayah yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah yang akan menjadi landasan dalam pelaksanaan
pembangunan di wilayah kabupaten.
28. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran
kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian
tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan
rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten.
29. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang
mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan
dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan
jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan
skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem
jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan
sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu
bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, serta prasarana
lainnya yang memiliki skala layanan satu kabupaten.
30. Ibu Kota Kecamatan yang selanjutnya disebut IKK adalah Ibu Kota
Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan.
31. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
32. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
33. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
34. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
35. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
36. Rencana sistem jaringan prasarana kabupaten adalah rencana
jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan
yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten.
37. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya

11
SALINAN

yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan


tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
38. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarkis.
39. Jalan kolektor sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
40. Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, kawasan sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke
perumahan.
41. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana
susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah
kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana
yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.
42. Kawasan adalah Wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
43. Kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya adalah wilayah
yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
44. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
45. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
46. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering
berpotensi tinggi mengalami bencana alam.
47. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan dengan
maksud agar lebih bermanfaat dan memberikan hasil untuk
kebutuhan manusia.
48. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.

12
SALINAN

49. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas
antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
50. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola
oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum.
51. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
52. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
53. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.
54. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan
diperuntukan bagi pengembangan permukiman atau tempat
tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur.
55. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
56. Kawasan cepat tumbuh adalah kawasan budidaya yang didalamnya
terdapat kegiatan produksi, Jasa, permukiman yang berkontribusi
penting bagi pengembangan ekonomi daerah.
57. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
58. Kawasan peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki
sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas
berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya
seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi: penyelidikan
umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang baik
diwilayah darat maupun perairan.
59. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.
60. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi

13
SALINAN

menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air
lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut.
61. Air Permukaan adalah Semua air yang terdapat pada tempat/wadah
air yang terdapat pada permukaan tanah.
62. Daerah irigasi disingkat DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari suatu jaringan.
63. Jaringan irigasi adalah Saluran, bangunan dan bangunan
perlengkapannya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
untuk penyediaan air, pembagian, pemberian, penggunaan dan
pembuangan air irigasi.
64. Drainase adalah lengkungan atau saluran air dipermukaan atau
dibawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat
oleh manusia.
65. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya,
dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
kabupaten.
66. Sumber air permukaan adalah tempat/wadah air yang terdapat pada
dan diatas permukaan tanah.
67. Sistem pengelolaan air limbah adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik.
68. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disebut TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
69. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
70. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk mendukung
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, dan di Kabupaten
Badan tersebut membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
71. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik secara struktur atau fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
72. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah
petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran,
waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam
rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
rencana tata ruang.

14
SALINAN

73. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten


adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai
dengan RTRW kabupaten yang dirupakan dalam bentuk ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.
74. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah
ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-
unsur pengendalian yang disusun untuk setiap klasifikasi
peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
kabupaten.
75. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang
harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang
digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan
keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
disusun dan ditetapkan.
76. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya
untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk
mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan
yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
77. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa
saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
78. Masyarakat adalah adalah orang perseorangan, kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku
kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan
ruang.
79. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul
atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Bagian Kedua
Peran dan Fungsi

Pasal 2

RTRW Kabupaten berperan sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan


pembangunan di Wilayah Kabupaten.

15
SALINAN

Pasal 3

RTRW Kabupaten berfungsi sebagai pedoman untuk :


a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD);
b. acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;
c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam
wilayah kabupaten;
d. acuan lokasi investasi dalam wilayah Kabupaten yang dilakukan
pemerintah, masyarakat dan swasta;
e. pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah
kabupaten; dan
f. dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten yang
meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif
dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan acuan dalam
administrasi pertanahan.

BAB II
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN SUBSTANSI

Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Perencanaan

Pasal 4

(1) Lingkup wilayah perencanaan dalam RTRW Kabupaten Nias Selatan


adalah seluruh wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan dengan
luas wilayah 6.902,505 Km2 yang meliputi :
a. Daratan seluas kurang lebih 2.452,1 km2
b. Lautan seluas kurang lebih 4.450,409 km 2
(2) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang
ditentukan berdasarkan aspek administratif meliputi wilayah pesisir dan
laut, perairan lainnya,serta wilayah udara dengan batas wilayah
meliputi :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Nias dan Kabupaten
Nias Barat
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau-Pulau Mentawai Propinsi
Sumatera Barat
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Mursala Kabupaten
Tapanuli Tengah, Kabupaten Madina;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
(3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
meliputi :

16
SALINAN

a. Kecamatan Telukdalam;
b. Kecamatan Onolalu;
c. Kecamatan Fanayama;
d. Kecamatan Maniamolo;
e. Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
f. Kecamatan Toma;
g. Kecamatan Mazino;
h. Kecamatan Gomo;
i. Kecamatan Idanotae;
j. Kecamatan Ulu Idanotae;
k. Kecamatan Boronadu;
l. Kecamatan Mazo;
m.Kecamatan Susua;
n. Kecamatan Umbunasi;
o. Kecamatan Amandraya;
p. Kecamatan Ulususua;
q. Kecamatan Aramo;
r. Kecamatan Lahusa;
s. Kecamatan Sidua’ori;
t. Kecamatan Somambawa;
u. Kecamatan Lolowau;
v. Kecamatan Huruna
w. Kecamatan O’o’u;
x. Kecamatan Onohazumba;
y. Kecamatan Hilisalawa’ahe;
z. Kecamatan Hilimegai;
aa. Kecamatan Lolomatua;
bb. Kecamatan Ulunoyo
cc. Kecamatan Pulau-Pulau Batu;
dd. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;
ee. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Utara;
ff. Kecamatan Simuk;
gg. Kecamatan Tanah Masa;
hh. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur; dan
ii. Kecamatan Hibala.

Bagian Kedua
Substansi

Pasal 5

RTRW Kabupaten memuat:


a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten;

17
SALINAN

b. rencana struktur ruang wilayah Kabupaten yang meliputi sistem


pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana wilayah;
c. rencana pola ruang wilayah Kabupaten yang meliputi kawasan
lindung dan kawasan budidaya;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten Nias Selatan merupakan
bagian wilayah Kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan,
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten terhadap Ekonomi, sosial budaya dan/atau lingkungan.
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten yang terdiri dari
indikasi program utama, Indikasi Sumber Pendanaan, Indikasi
Pelaksanaan Kegiatan, dan Waktu pelaksanaan;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten yang
berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 6

Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan untuk menjadikan wilayah


Kabupaten sebagai pengembangan sentra pariwisata, pertanian,
perkebunan dan perikanan secara terpadu dalam rangka meningkatkan
daya saing dan pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan upaya
pengurangan risiko bencana Kabupaten.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 7

(1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6


ditetapkan kebijakan sebagai berikut :
a. pengembangan sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, dan
perikanan sebagai sektor andalan kabupaten;
b. penguatan peran sentra-sentra perkotaan sebagai upaya mendukung
pengembangan perekonomian lokal;
c. pemantapan kawasan lindung sebagai upaya mempertahankan
kualitas lingkungan dalam lingkup regional;
d. peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan prasarana dan sarana;

18
SALINAN

e. pengintegrasian aspek kebencanaan dalam program pembangunan


prasarana dan sarana;
f. peningkatan aksessibilitas dan memeratakan pelayanan sosial
ekonomi ke seluruh wilayah kabupaten; dan
g. kebijakan peningkatan kawasan untuk pertahanan dan keamanan
Negara.

(2) Strategi untuk melaksanakan pengembangan sektor pariwisata,


pertanian, perkebunan dan perikanan sebagai sektor andalan kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. menetapkan dan mengembangkan sentra-sentra ekonomi unggulan
sebagai upaya pengembangan sektor pariwisata, pertanian,
perkebunan, dan perikanan;
b. menetapkan dan memprioritaskan perkembangan pada komoditas
pertanian unggulan;
c. menerapkan teknologi tepat guna dan sistem insentif-disinsentif
dalam pengembangan sektor pertanian dan perkebunan;
d. mengembangkan industri pengolahan komoditi pertanian sebagai
sektor hilir dari sistem pertanian;
e. mengembangkan dan meningkatkan Sumber Daya Manusia di bidang
pertanian, perkebunan, pariwisata, dan perikanan;
f. menerapkan teknologi tepat guna dan sistem insentif-disinsentif
dalam pengembangan sektor perikanan tangkap;
g. mengembangkan sentra pariwisata secara terpadu dan
berkelanjutan;
h. Mengembangkan objek dan daya tarik wisata;
i. Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pariwisata; dan
j. Melestarikan situs warisan budaya.

(3) Strategi untuk melaksanakan penguatan peran sentra-sentra perkotaan


sebagai upaya mendukung pengembangan perekonomian lokal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. mengembangkan kota sebagai pusat pertumbuhan (growth centre)
dalam skala regional;
b. mengembangkan kawasan kota dengan fungsi sebagai pusat
perdagangan, jasa pemerintahan, jasa pariwisata, dan industri
pengolahan pertanian;
c. mengembangkan kota kedua dengan fungsi sebagai pusat pariwisata
dan industri pengolahan perikanan;
d. Menetapkan Ibukota Kabupaten dan membangun Kawasan
Perkotaan Pemerintah sebagai Pusat Kegiatan Pelayanan
Pemerintah;
e. mengembangkan kota ketiga sebagai PPK;
f. mengembangkan ibukota kecamatan lainnya sebagai PPL;dan
g. pengembangan kota baru yang terdekat dengan kota utama sebagai
kota satelit dan percontohan.

19
SALINAN

(4) Strategi untuk melaksanakan pemantapan kawasan lindung sebagai


upaya mempertahankan kualitas lingkungan dalam lingkup regional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. menetapkan dan mengelola kawasan lindung, kawasan pantai
berhutan bakau, kawasan suaka alam dan taman wisata alam secara
berkelanjutan;
b. mengembalikan ekosistem kawasan lindung;
c. menerapkan sanksi secara tegas terhadap pelanggaran pemanfaatan
kawasan lindung;dan
d. mempertahankan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan
penyangga terutama kawasan berhutan bakau untuk mengurangi
dampak resiko bencana.
e. Melestarikan Kawasan Perlindungan Setempat dengan pembatasan
kegiatan seperti Penghijauan dan Rehabilitasi DAS, Pengembangan
Ekonomi Wisata dipesisir, dan lain-lain.
(5) Strategi untuk melaksanakan peningkatan kualitas dan cakupan
pelayanan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. menetapkan dan mengembangkan jaringan listrik, telekomunikasi,
dan transportasi sebagai fokus dalam pengembangan prasarana dan
sarana kabupaten;
b. meningkatkan aksesibilitas eksternal melalui pengembangan
pelayanan transportasi udara antara Kabupaten Nias Selatan dengan
Banten, kota Medan, kota Padang, Silangit Aigodang, Rokot dan
Gunungsitoli secara bersamaan;
c. meningkatkan kondisi jalan poros Ibu Kota Kecamatan (IKK);
d. membangun dan meningkatkan kualitas jaringan transportasi
keseluruh bagian wilayah kabupaten;dan
e. meningkatkan prasarana perhubungan dari pusat produksi komoditi
unggulan menuju pusat pemasaran.
(6) Strategi untuk melaksanakan pengintegrasian aspek kebencanaan
dalam program pembangunan prasarana dan sarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. memperhatikan syarat-syarat pembangunan fisik pada kawasan
rawan bencana;
b. membuat perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-
unsur kebijakan penanggulangan bencana;
c. mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk
dana siap pakai;dan
d. membentuk dan memperkuat Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.
(7) Strategi untuk melaksanakan peningkatan aksessibilitas dan
memeratakan pelayanan sosial ekonomi ke seluruh wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa menumbuhkan
pelayanan sosial ekonomi khususnya dalam usaha kecil dan menengah,

20
SALINAN

serta mengembangkan cakupan pelayanan masyarakat hingga ke


perdesaan, yang meliputi :
a. Pengembangan kawasan peruntukan Industri;
b. Pengembangan sentra Industri kecil dan menengah ; dan
c. Pengembangan Industri ramah Lingkungan.
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk Pertahanan dan Keamanan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, meliputi :
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan
disekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi
dan peruntukannya;
c. mengembangkan Kawasan Lindung dan/atau Kawasan Budidaya
tidak terbangun disekitar kawasan pertahanan, sebagai zona
penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan kawasan
budidaya terbangun; dan
d. turut menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8

(1) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


huruf b, meliputi:
a. Sistem perkotaan;
b. Sistem jaringan transportasi;
c. Sistem jaringan energi ;
d. Sistem jaringan telekomunikasi;
e. Sistem jaringan sumber daya air; dan
f. Sistem jaringan prasarana lingkungan
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian skala 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

21
SALINAN

Bagian Kedua
Rencana Sistem Perkotaan

Pasal 9

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a, terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Lokal
b. Pusat Pelayanan Kawasan; dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan.
(2) Pusat Kegiatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berada di Kecamatan Telukdalam.
(3) Pusat pelayanan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi:
a. Kecamatan Pulau-Pulau Batu
b. Kecamatan Gomo
c. Kecamatan Lolowa’u;
d. Kecamatan Maniamolo; dan
e. Kecamatan Luahagundre Maniamolo.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi :
a. Kecamatan Toma ;
b. Kecamatan Mazino;
c. Kecamatan Fanayama;
d. Kecamatan Umbunasi;
e. Kecamatan Susua;
f. Kecamatan Mazo;
g. Kecamatan Lahusa;
h. Kecamatan Amandaya;
i. Kecamatan Aramo;
j. Kecamatan Lolomatua;
k. Kecamatan Hilimegai
l. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur; dan
m. Kecamatan Hibala.
n. Kecamatan Ulunoyo;
o. Kecamatan Hilisalawa Ahe;
p. Kecamatan O’ou;
q. Kecamatan Onohazumba;
r. Kecamatan Huruna;
s. Kecamatan Ulu Susua;
t. Kecamatan Idanotae;
u. Kecamatan Ulu Idanotae;
v. Kecamatan Boronadu;
w. Kecamatan Sidua’ori;
x. Kecamatan Somambawa;
y. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;

22
SALINAN

z. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Utara;


aa. Kecamatan Tanah Masa;
bb. Kecamatan Simuk.
(5) Kecamatan Pulau-Pulau Batu direncanakan diusulkan menjadi PKL.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Transportasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat


(1) huruf b, meliputi;meliputi :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut;dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Rencana Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), bertujuan untuk optimalisasi dan pengembangan struktur jaringan
transportasi.
(3) Rencana Jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 11

Sistem Jaringan Transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10


huruf a, meliputi;
a. Jaringan jalan;
b. Jaringan Angkutan barang dan Penumpang; dan
c. Jaringan Pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.

Pasal 12

(1) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11


huruf a, meliputi:
a. Jaringan jalan Strategis Naional;
b. Jaringan jalan Kolektor 1 (K1);
c. Jaringan jalan Kolektor 2 (K2);dan
d. Jaringan jalan Lokal.

23
SALINAN

(2) Jaringan jalan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi jaringan jalan Kolektor primer yang ada dalam wilayah
Kabupaten yaitu dari Lintasan jalan Lolomatua – Lolowau – Amandraya
–Maniamolo - Telukdalam – Toma - Lahusa – Somambawa (Perbatasan
Wilayah Kabupaten Nias Selatan).
(3) Jaringan jalan K1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara
pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
(4) Jaringan Jalan K1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Telukdalam – Lahusa;
b. Telukdalam – Maniamolo;
c. Lahusa – Gomo; dan
d. Maniamolo – Lolowau.
(5) Jaringan jalan K2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. Duria – Lolowau;
b. Lolowau – Telukdalam – Pelabuhan Baru;
c. Hoya – Lahusa – Telukdalam;
d. Lolowau – Siwalawa II; dan
e. Telukdalam – Fanayama – Bawomataluo.
(6) Jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang
merupakan jalan Kabupaten, meliputi:
a. Jalan yang menghubungkan antar desa-desa di semua Kecamatan;
dan
b. Jalan Lingkar pulau pada Pulau Tello, Pini, Tanahmasa dan
Tanahbala.
Pasal 13

Terminal angkutan yang menjadi dari bagian sistem jaringan transportasi


darat sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf b, meliputi :
(1) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a. Terminal penumpang tipe C di Kecamatan Teluk Dalam
b. Terminal Penumpang tipe C di Kecamatan Lahusa
c. Terminal Penumpang tipe C di Kecmatan Lolowau; dan
d. Terminal Penumpang tipe C di Kecamatan Gomo
(2) Terminal Teluk dalam di usulkan menjadi Terminal Tipe B
(3) Rencana pembangunan terminal penumpang tipe C terdiri atas:
a. Terminal penumpang tipe C di Kecamatan Amandraya; dan
b. Terminal penumpang tipe C di kecamatan Lolomatua.
(4) Rencana Pembangunan Terminal Barang di Kecamatan Telukdalam.
(5) Rencana Penempatan alat pengawasan dan pengamanan jalan yang
meliputi :
a. Penempatan/Pemasangan Jembatan Timbang;

24
SALINAN

b. Pembangunan Balai Pengujian Kendaraan Bermotor.


(6) Pengembangan Perlengkapan Jalan Sebagaimana dimaksud dalam
pasal 11 huruf c, terutama pada jaringan jalan perkotaan dan jaringan
jalan strategis meliputi :
a. Rambu lalu lintas;
b. Alat penerangan jalan;
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan;
e. Alat pengawasan dan pengaman jalan; dan
f. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki dan penyandang cacat.

Pasal 14

(1) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 11 huruf c berupa pengembangan jaringan
trayek angkutan penumpang.
(2) Pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) ini terdiri atas:
a. Angkutan penumpang antarkota dalam provinsi (AKDP) melayani
perkotaan Kabupaten Nias Selatan ke kota-kota lain di dalam Provinsi
Sumatera Utara;dan
b. Angkutan perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antara
perkotaan Kabupaten Nias Selatan dengan ibukota kecamatan di
wilayah Kabupaten.

Pasal 15

Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 pasal 1 huruf b, terdiri atas :
a. pengembangan jalur ASDP regional yang meliputi pelayaran kapal
pada jalur Sibolga – Telukdalam – Tello - Eho-Labuhan Hiu-
Mandailing Natal - Mentawai – Teluk Bayur; dan
b. pengembangan jalur ASDP lokal yang meliputi wilayah gugusan
kepulauan. Kota/pulau yang dilayani adalah Tello, Eho, Labuhan Hiu,
Sigata, Marit, Pini dan Simuk.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 16

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal


10 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. pengembangan jalur alur pelayaran.

25
SALINAN

(2) Sistem tatanan kepelabuhanan kabupaten sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a, meliputi:
a. peningkatan pelabuhan penumpang regional; dan
b. pembuatan pelabuhan pengumpan lokal.
(3) Peningkatan pelabuhan pengumpan regional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, meliputi :
a. pelabuhan Telukdalam;
b. pelabuhan Pulau Tello; dan
(4) Pembuatan pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, meliputi :
a. pelabuhan Lagundri;
b. pelabuhan Lahusa;
c. pelabuhan pulau bais;
d. pelabuhan Pulau Tanah masa;
e. pelabuhan Sigolo-Golo;
f. Pelabuhan Simuk;
g. Pelabuhan Pulau Pini;
h. Pelabuhan Pulau Hiu; dan
i. pelabuhan Moale.
(5) Penetapan jalur alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi alur pelayaran regional dan alur pelayaran lokal.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 17

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal


10 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. pengembangan tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Pengembangan tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Bandar Udara Pengumpan Silambo di Kecamatan Luahagundre
Maniamolo; dan
b. Bandar Udara Pengumpan Lasondre di Kecamatan Tanah Masa.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi :
a. jalur alur penerbangan Bandar Udara Lasondre, meliputi: Lasondre –
Binaka; Lasondre – Silambo; Lasondre – Kualanamu Medan;
Lasondre – Padang (Sumatera Barat); Lasondre – Silangit; Lasondre
– Aigodang; Lasondre – Rokot; Lasondre – Bandara Internasional
Sokarno Hatta (Banten).
b. jalur alur penerbangan Bandar Udara Silambo, meliputi: Silambo –
Kuala Namu; Silambo – Pinangsori, Silambo – Bandara Internasional

26
SALINAN

Minangkabau (BIM); Silambo – Bandara Internasional Soekarno


Hatta (Jakarta); Silambo – Binaka; Silambo – Lasondre.

Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi

Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Energi

Pasal 18

(1) Rencana sistem jaringan energi di Kabupaten sebagaimana dimaksud


pada pasal 8 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. jaringan transmisi tenaga listrik;
c. Pengembangan energi alternatif; dan
d. Pembangunan Mesin dan Jaringan Listrik Perdesaan.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, dikembangkan untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik sesuai
dengan kebutuhan yang mampu mendukung kegiatan perekonomian.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Jaringan Energi

Pasal 19

1. Rencana pengembangan prasarana energi listrik di Kabupaten berupa


pembangkit listrik secara parsial dengan memanfaatkan potensi yang
ada, seperti:
a. peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Telukdalam dan penyediaan satu Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) di Pulau Tello. Selain itu direncanakan penyediaan
pembangkit listrik oleh pihak swasta yang dapat menggunakan
alternatif sumber tenaga listrik yang ada; dan
b. penambahan beberapa gardu induk di PPK yang sudah direncanakan,
yaitu Orahili Gomo, Lolowa’u dan Hilisimaetano serta Jaringan Listrik
Masuk Desa.
2. Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b di Kabupaten berupa jaringan energi listrik saluran transmisi
dan Gardu induk listrik yang mensuplai kebutuhan listrik Kabupaten.
3. Pengembangan energi alternatif sebagaimana dimaksud pada pasal 18
ayat (1) huruf c meliputi :
a. Pembangkit listrik tenaga surya meliputi tersebar hampir seluruh
Kecamatan diwilayah kabupaten Nias Selatan

27
SALINAN

b. Pengembangan sumber energi pembangkit listrik tenaga Mikro hidro


Tersebar diseluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan.
c. pengembangan bioenergi tersebar diseluruh kecamatan.
d. Pengembangan Sumber energi Pembangkit listrik tenaga Piko Hidro
(PLTPH) diwilayah Kecamatan Fanayama, Lolowau, Hilisalawa Ahe
Lahusa Gomo dan Lolomatua serta beberapa Kecamatan yang
lainnya.
4. Pengembangan Jaringan Listrik diarahkan pada Desa-desa yang belum
terlayani Jaringan Listrik.
5. Langkah-langkah Strategis untuk memenuhi Pasokan dan pelayanan
energi listrik yaitu :
a. Meningkatkan daya terpasang dari sumber pembangkit tenaga listrik;
b. Menambah Jaringan dan Gardu Listrik untuk melayani Kawasan
terbangun baru;
c. Memaksimalkan Potensi Sumber Daya Alam diseluruh wilayah
kabupaten Nias Selatan; dan
d. Memanfaatkan energi baru terbarukan.

Bagian Kelima
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 20

Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi di Kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d adalah sebagai
berikut:

a. peningkatan layanan jaringan telekomunikasi baik berkabel ataupun


nir-kabel dengan sistem menara telekomunikasi bersama untuk
kepentingan komunikasi dan internet;
b. penambahan jaringan telepon, wartel dan warnet di pusat
permukiman perdesaan, baik dengan jaringan kabel dan nir-kabel
dengan sistem menara telekomunikasi bersama;
c. pembangunan stasiun-stasiun komunikasi nir-kabel dengan sistem
menara telekomunikasi bersama di wilayah-wilayah yang tak
terjangkau sinyal; dan
d. mengoptimalkan pemanfaatan jaringan komunikasi nir-kabel dengan
sistem menara telekomunikasi bersama di kawasan perkotaan dan
perdesaan, serta penataan menara komunikasi melalui
pembangunan menara terpadu.
e. Pengembangan dan pengendalian menara telekomunikasi bersama
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 20 huruf a, akan diatur
lebih lanjut dengan/melalui Peraturan Bupati.

28
SALINAN

Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 21

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Jaringan sumber daya air; dan
b. Prasarana sumber daya air
(2) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, meliputi:
a. air permukaan sungai yang meliputi induk sungai dan anak sungai
yang bermuara ke pantai;
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Sumber Mata Air; dan
d. Embung
(3) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. Prasarana Irigasi;
b. Prasarana air minum; dan
c. Prasarana pengendalian daya rusak air.
(4) Pengembangan jaringan sumber daya air dan prasarana sumber daya
air bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan , ketersediaan air
baku, pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
(5) Pengelolaan Air Permukaan Sungai sebagaimana dimaksud pada pasal
21 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. Sungai Masio Kecamatan Lahusa;
b. Sungai Lahusa Kecamatan Lahusa;
c. Sungai Susua Kecamatan Lahusa;
d. Sungai Fawai Kecamatan Lahusa;
e. Sungai Saeto Kecamatan Lahusa;
f. Sungai Idani Zala Kecamatan Maniamolo;
g. Sungai Sialikhe Kecamatan Maniamolo;
h. Sungai Meso Kecamatan Maniamolo;
i. Sungai Lotu Kecamatan Maniamolo;
j. Sungai Otua Kecamatan Maniamolo;
k. Sungai Mizaya Kecamatan Toma;
l. Sungai Sa’ua Kecamatan Telukdalam;
m. Sungai Mboi Kecamatan Telukdalam;
n. Sungai Gewe Kecamatan Telukdalam;
o. Sungai Gomo Kecamatan Gomo;
p. Sungai Fayo Kecamatan Gomo;
q. Sungai Eri’i Kecamatan Lahusa;

29
SALINAN

r. Sungai Siwalawa Kecamatan Lolowau;


s. Sungai Sea Kecamatan Hilisalawa Ahe;
t. Sungai No’ou Kecamatan O’O’U;
u. Sungai Mo’uliho Kecamatan O’O’U;
v. Sungai Ekholo O’O’U;
w. Sungai Sehe Kecamatan Lolowa’u;
x. Sungai Lato Sebua Kecamatan Lolowa’u;
y. Sungai Nalua Kecamatan Lolowau;
z. Sungai Chelo Kecamatan Lolowau;
aa. Sungai Tegoyo Kecamatan Lolowau;
bb. Sungai Simana Kecamatan Lolowau;
cc. Sungai Humana Kecamatan Lolowau;
dd. Sungai Maera Fato Kecamatan Lolowau;
ee. Sungai Silimo Amandraya;
ff. Sungai Saku Kecamatan Amandraya;
gg. Sungai Bago Kecamatan Amandraya;
hh. Sungai Garese Kecamatan Amandraya;
ii. Sungai Fanuwu Kecamatan Amandraya;
jj. Sungai Bohalu Kecamatan Amandraya;
kk. Sungai Baya Simbo Kecamatan Amandraya;
ll. Sungai Aramo Kecamatan Aramo;
mm. Sungai Sefa Kecamatan Amandraya;
nn. Sungai Amuri Kecamatan Lolowau;
oo. Sungai Gambu Kecamatan Amandraya;
pp. Sungai Sui Kecamatan Amandraya;
qq. Sungai Eho Kecamatan Amandraya;
rr. Sungai Gomo Amandraya Kecamatan Amandraya;
ss. Sungai Lagundri Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
tt. Sungai Utawa Kecamatan Fanayama;
uu. Sungai Taro’olala Kecamatan Fanayama;
vv. Sungai Laowo Kecamatan Telukdalam;
ww. Sungai Mbombolaehuwa Kecamatan Lolowau;
xx. Sungai Nanowa Kecamatan Telukdalam; dan
yy. Sungai Numono Kecamatan Fanayama.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 22

(1) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat
(1) huruf a, meliputi:
a. Jaringan Wilayah Sungai di Kabupaten Nias Selatan berada di
Seluruh Sungai diwilayah Kabupaten Nias Selatan.
b. Jaringan air Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi :

30
SALINAN

1. DAS Masio Kecamatan Lahusa;


2. DAS Susua Kecamatan Lahusa;
3. DAS Mezaya Kecamatan Toma;
4. DAS Sa’ua Kecamatan Telukdalam;
5. DAS Sialikhe Kecamatan Lolowa’u;
6. DAS Eho Kecamatan Aramo;
7. DAS Hoya Kecamatan Lahusa;
8. DAS Tello;
9. DAS Lagundri Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
10. DAS Gomo; dan
11. DAS Siwalawa Kecamatan Lolowau.
(2) Pengembangan jaringan Cekungan Air Tanah (CAT) yang di dimaksud
dalam pasal 21 ayat (2) huruf b, berupa pemanfaatan air melalui
sumur dalam dan sumur dangkal;
(3) Sistem jaringan air baku untuk air minum meliputi :
a. Sistem air permukaan
b. Mata air; dan
c. Sistem air tanah yang dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan
keperluan konservasi lingkungan dan pencegahan kerusakan
lingkungan.
(4) Embung sebagaimana dimaksud pada pasal 21 ayat (2) huruf d, berupa
peningkatan dan pengembangan embung sampai dengan akhir tahun
perencanaan sebanyak 2 (dua) buah embung yaitu di Kecamatan
Aramo dan Kecamatan Gomo dan Rencana Pengembangannya
dilakukan dibeberapa Kecamatan diwilayah Kabupaten Nias Selatan.

Paragraf 3
Prasarana Sumber Daya Air

Pasal 23

(1) D.I yang merupakan kewenangan Kabupaten sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. D.I Idano Zala;
b. D.I Sialikhe;
c. D.I Boli;
d. D.I Sizawili;
e. D.I Otua;
f. D.I Saraina;
g. D.I Siwalawa;
h. D.I Meso;
i. D.I Losu;
j. D.I Hilifalawu;
k. D.I Behugo;
l. D.I Dumu;
m. D.I Eri’i;

31
SALINAN

n. D.I Somawa/Lologundre; dan


o. D.I Lolomoyo
(2) Prasarana air minum sebagaimana dimaksud pada pasal 21 ayat (3)
huruf b, dilakukan melalui perpipaan, non perpipaan yang meliputi
sumur dangkal dan air sungai, meliputi:
a. DAS Masio Kecamatan Lahusa;
b. DAS Susua Kecamatan Lahusa;
c. DAS Mezaya Kecamatan Lahusa;
d. DAS Sa’ua Kecamatan Telukdalam;
e. DAS Sialikhe Kecamatan Lolowa’u;
f. DAS Eho Kecamatan Aramo;
g. DAS Hoya Kecamatan Lahusa;
h. DAS Tello;
i. DAS Lagundri Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
j. DAS Gomo Kecamatan Gomo; dan
k. DAS Siwalawa Kecamatan Lolowau.
(3) Prasarana pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada
pasal 21 ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Pembangunan dan pemeliharaan tanggul disekitar aliran sungai yang
berdekatan dengan kawasan permukiman penduduk;
b. Normalisasi aliran sungai kecil dan saluran air lainnya yang
berdekatan dengan kawasan permukiman penduduk;
c. Penataan sisitem jaringan drainase perkotaan yang terpadu;
d. Pencegahan dampak gelombang air pasang laut; dan
e. Penataan dan sistem pengamanan pantai.

Bagian Ketujuh
Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Paragraf 1
Umum

Pasal 24

(1) Rencana sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8 ayat (1) huruf f, terdiri atas :
a. Pengembangan jaringan drainase;
b. pengolahan persampahan;
c. pengolahan limbah padat dan limbah cair;
d. rencana pengembangan air minum;
e. jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
f. Sistem Proteksi Kebakaran.
(2) Pengembangan Jaringan Prasarana lingkungan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan sanitasi lingkungan bagi kegiatan pemukiman,
produksi, jasa dan kegiatan sosial ekonomi lainnya.

32
SALINAN

Paragraf 2
Pengembangan Jaringan Drainase

Pasal 25

Rencana pengembangan jaringan drainase di Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 24 huruf a dilakukan dengan cara :
a. pembangunan saluran dengan konstruksi tertutup dibangun pada
kawasan perdagangan, perkantoran dan kawasan komersil; dan
b. pengembangan sistem tercampur dikembangkan untuk air limbah
dari kegiatan non-domestik dan kegiatan lainnya seperti air buangan
dari kamar mandi, tempat cuci dan hasil kegiatan kantor lainnya,
sedangkan untuk menutupi kelemahan sistem ini dapat diatasi
dengan membuat saluran terbuka dari perkerasan dengan campuran
kedap air.

Paragraf 3
Pengolahan Persampahan

Pasal 26

(1) Sistem pengolahan persampahan sebagaimana dimaksud dalam pasal


24 huruf b bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya
melalui program pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang
sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah;
(2) Sistem pengolahan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari :
a. TPS; dan
b. TPA.
(3) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan pada
setiap unit lingkungan perumahan dan pusat-pusat kegiatan;
(4) TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berada di desa
Soto’o di Kecamatan Maniamolo.

Paragraf 4
Pengolahan Limbah Padat dan Limbah Cair

Pasal 27

Rencana pengolahan limbah padat dan limbah cair sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 huruf c dilakukan dengan cara Pengembangan sistem
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal untuk kawasan perumahan
padat perkotaan, kompleks maupun perumahan yang dikembangkan oleh
para developer.

33
SALINAN

Paragraf 5
Pengembangan Air Minum

Pasal 28

Rencana pengembangan air minum di Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 huruf d, dilakukan dengan cara :
a. membangun sistem penyediaan air minum di wilayah pesisir pantai
maupun dataran tinggi sesuai dengan karakteristik geografis dan
ketersedian sumber air baku;
b. memperluas jaringan perpipaan air minum di kawasan perkotaan;
c. membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kabupaten
sebagai cikal bakal yang mengelola air minum di kawasan perkotaan;
d. Pengembangan Jaringan PDAM di Kecamatan Telukdalam, Fanayama
dan Luaha Gundre Maniamolo; dan
e. pembuatan pengaturan tentang Rencana Induk Sistem Penyediaan
Air Minum (RI- SPAM).

Paragraf 6
Jalur dan Ruang Evakuasi Bencana

Pasal 29

(1) Rencana jalur dan ruang evakuasi bencana di Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 24 huruf e diarahkan di daerah-daerah dengan
kriteria:
a. lokasi ruang evakuasi bencana jauh dari dampak bencana yang
Terjadi;
b. diupayakan lokasi ruang evakuasi bencana berupa ruang terbuka
yang dapat menampung banyak orang;
c. ruang evakuasi bencana diupayakan memanfaatkan bangunan milik
pemerintah dan fasilitas umum sebagai tempat penampungan
pengungsi; dan
d. jalur evakuasi bencana merupakan jalur yang menjauhi daerah
rawan bencana.
(2) Rencana jalur dan ruang evakuasi bencana di Kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf e digambarkan dalam peta terlampir.

Paragraf 7
Sistem Proteksi Kebakaran

Pasal 30

(1) Sistem Proteksi Kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 24


huruf f, meliputi layanan :

34
SALINAN

a. Pencegahan Kebakaran;
b. Pemberdayaan Peran Masyarakat;
c. Pemadam Kebakaran;
d. Penyelamatan Jiwa dan Harta Benda; dan
e. Pembuatan Koridor Penanggulangan Kebakaran.

(2) Sistem Proteksi Kebakaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Proteksi Kebakaran.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 31

(1) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5


huruf c, meliputi:
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya
(2) Penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dilakukan dengan mengacu pada pola ruang kawasan lindung
yang telah ditetapkan secara nasional sebagaimana tercantum dalam
SK Menteri Kehutanan RI Nomor : 579/Menhut-II/2014 Tentang
Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara, merupakan satu kesatuan dan
bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
(3) Penetapan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilakukan dengan mengacu pada pola ruang kawasan budi
daya yang memiliki nilai strategis nasional, serta memperhatikan pola
ruang kawasan budidaya Propinsi dan Kabupaten/Kota.
(4) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal 1 : 50.000 sebagaimana
tercantum pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

35
SALINAN

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Paragraf 1
Umum

Pasal 32

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a


terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
e. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 2
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 33

Kawasan hutan lindung dengan luas total lebih kurang 73.613 (tujuh puluh
tiga ribu enam ratus tiga belas) hektar sebagaimana dimaksud pada pasal
32 huruf a, meliputi:
a. Kecamatan Umbunasi;
b. Kecamatan Gomo;
c. Kecamatan Mazo;
d. Kecamatan Amandraya;
e. Kecamatan Lolomatua;
f. Kecamatan Ulunoyo;
g. Kecamatan Huruna;
h. Kecamatan Onohazumba;
i. Kecamatan Hilimegai;
j. Kecamatan Hilisalawa Ahe;
k. Kecamatan O’o’u;
l. Kecamatan Amandraya;
m. Kecamatan Ulususua;
n. Kecamatan Aramo;
o. Kecamatan Boronadu;
p. Kecamatan Idanotae;
q. Kecamatan Ulu Idanotae;
r. Kecamatan Pulau-Pulau Batu;
s. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur;
t. Kecamatan Hibala;
u. Kecamatan Tanah Masa;
v. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Barat;

36
SALINAN

w. Kecamatan Pulau-Pulau Batu Utara;


x. Kecamatan Simuk.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 34

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada pasal 32


huruf b, meliputi:
a. kawasan sempadan sungai; dan
b. kawasan sempadan pantai.
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a ditetapkan :
a. 100 meter dikiri-kanan sungai besar dan 50 meter dikiri-kanan
sungai kecil di luar permukiman;
b. 10 – 15 meter di dalam kawasan permukiman yang cukup untuk
membuat jalan inspeksi; dan
c. lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik.
(3) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, ditetapkan minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Pasal 35

(2) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove);
b. Taman Buru; dan
c. Cagar Budaya.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a, berada di hampir sepanjang garis pantai Kabupaten
dengan luas keseluruhan lebih kurang 3.470 (tiga ribu empat ratus
tujuh puluh) hektar.
(4) Kawasan Taman Buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berada di Taman Buru pulau pini dengan luas keseluruhan lebih kurang
8.359 (delapan ribu tiga ratus lima puluh sembilan) hektar.
(5) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berada di Desa Tradisional Bawomataluo Kecamatan Fanayama.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi

Pasal 36

37
SALINAN

Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi sebagaimana dimaksud pada pasal


32 huruf d, terdiri atas :
a. Kawasan rawan gerakan tanah/longsor yang berpotensi pada
kawasan bagian tengah terutama daerah dengan tingkat kontur
curam;
b. Kawasan rawan gempa bumi yang berpotensi di seluruh Kabupaten;
dan
c. Kawasan rawan tsunami yang berpotensi dibagian pesisisr
Kabupaten dan Kawasan Pulau-Pulau Batu.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 37

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 huruf


e, berupa kawasan terumbu karang, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
(2) Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan paling sedikit 30 (tiga Puluh) persen atau lebih
kurang 2.886 (dua ribu delapan ratus delapan puluh enam) hektar dari
kawasan perkotaan yang direncanakan seluas lebih 865 (delapan ratus
enam puluh lima) hektar, terdiri atas RTH publik 20 (dua puluh)
persen dan RTH privat 10 (sepuluh) persen yang tersebar diseluruh
kecamatan.

Bagian Ketiga
Pola Ruang Kawasan Budidaya

Paragraf 1
Umum
Pasal 38

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b


terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perkebunan;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pertambangan;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman;
i. kawasan peruntukan untuk hutan rakyat; dan
j. kawasan peruntukan lainnya.

38
SALINAN

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 39

(1) Kawasan Hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf


a, terdiri atas:
a. kawasan hutan produksi tetap;
b. kawasan hutan produksi terbatas; dan;
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan luas total 73.374 (tujuh puluh tiga ribu tiga ratus tujuh
puluh empat) hektar, meliputi:
a. Kecamatan Pulau-pulau Batu;
b. Kecamatan Pulau-pulau Batu Timur;
c. Kecamatan Hibala;
d. Pulau Tanah Masa;
e. Pulau Hibala;dan
f. Pulau Pini.
(3) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dengan luas total 19.713 (Sembilan belas ribu tujuh ratus tiga
belas) hektar terdapat :
a. Kecamatan Lolowa’u; dan
b. Kecamatan Hilimegai.
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c sudah tidak ada lagi berdasarkan SK Menteri
Kehutanan Nomor : 579 Tahun 2014.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 40

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 38


huruf b, terdiri atas;
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan perkebunan; dan
c. kawasan peternakan;
(2) Kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri atas:
a. Kawasan pertanian lahan basah; dan
b. kawasan pertanian lahan kering
(3) Kawasan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, terdiri atas:
a. luas lahan keseluruhan mencapai 14.925 (empat belas ribu sembilan
ratus dua puluh lima) hektar yang selanjutnya akan ditetapkan
sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b. kawasan pertanian lahan basah terdapat di :

39
SALINAN

1) Kecamatan Lolowa’u;
2) Kecamatan Lolomatua;
3) Kecamatan Amandraya;
4) Kecamatan Maniamolo
5) Kecamatan Fanayama;
6) Kecamatan Telukdalam;
7) Kecamatan Onolalu;
8) Kecamatan Lahusa;
9) Kecamatan Gomo;
10) Kecamatan Idanotae;
11) Kecamatan Ulu Idanotae;
12) Kecamatan Mazo;
13) Kecamatan Aramo;
14) Kecamatan Hilimegai;
15) Kecamatan Umbunasi;
16) Kecamatan Mazino;
17) Kecamatan Toma.
18) Kecamatan Boronadu;
19) Kecamatan Sidua’ori;
20) Kecamatan Somambawa;
21) Kecamatan Ulunoyo;
22) Kecamatan Onohazumba;
23) Kecamatan O’ou;
24) Kecamatan Huruna;
25) Kecamatan Ulususa;
(4) Kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi seluruh Kecamatan di Kabupaten dengan luas
keseluruhan mencapai 14.452 (empat belas ribu empat ratus lima puluh
dua) hektar.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pasal 41

Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada pasal 38


huruf c seluas 43.039 (empat puluh tiga ribu tiga puluh sembilan) hektar
terdapat diseluruh kecamatan yang merupakan perkebunan rakyat.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 42

(1) Kawasan Peruntukan Perikanan sebagaimana dimaksud pada pasal 38


huruf d, meliputi:
a. perikanan tangkap; dan
b. perikanan budidaya.

40
SALINAN

(2) Perikanan Tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,


ditetapkan pada wilayah perairan yang potensial akan sumber daya
ikan yang berada pada kawasan perairan lebih kurang 12 – 16 mil dari
garis pantai, meliputi:
a. Kecamatan Lolowa’u;
b. Kecamatan Amandraya;
c. Kecamatan Maniamolo;
d. Kecamatan Teluk dalam
e. Kecamatan Fanayama;
f. Kecamatan Toma;
g. Kecamatan Lahusa;
h. Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
i. Kecamatan Pulau – Pulau Batu;
j. Kecamatan Pulau – Pulau Batu Timur;
k. Kecamatan Hibala;
l. Kecamatan Tanah Masa;
m. Kecamatan Pulau –Pulau Batu Utara;
n. Kecamatan Pulau – Pulau Batu Barat; dan
o. Kecamatan Simuk.
(3) Perikanan Budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. budidaya laut; dan
b. budidaya air tawar.
(4) Budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi:
a. Kepulauan;
b. Kecamatan Telukdalam; dan
c. Kecamatan Fanayama.
(5) Budidaya air tawar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
meliputi:
a. Kecamatan Telukdalam;
b. Kecamatan Onolalu;
c. Kecamatan Lahusa;
d. Kecamatan Gomo;
e. Kecamatan Mazino;
f. Kecamatan Fanayama;
g. Kecamatan Maniamolo;
h. Kecamatan Toma;
i. Kecamatan Aramo;
j. Kecamatan Amandraya;
k. Kecamatan Lolowa’u;
l. Kecamatan Luahagundre Maniamolo;
m. Kecamatan Ulususua;
n. Kecamatan O’o’u;
o. Kecamatan Onohazumba;
p. Kecamatan Hili Salawa Ahe;
q. Kecamatan Lolomatua;

41
SALINAN

r. Kecamatan Ulunoyo;
s. Kecamatan Huruna;
t. Kecamatan Sidua’ori;
u. Kecamatan Somambawa;
v. Kecamatan Mazo;
w. Kecamatan Umbunasi;
x. Kecamatan Boronadu;
y. Kecamatan Idanotae;
z. Kecamatan Ulu Idanotae;
aa. Kecamatan Hilimegai; dan
bb. Kecamatan Susua.
(6) Rencana pengembangan Pangkalan pendaratan ikan (PPI) diarahkan di
PPI Lahusa, PPI Teluk dalam, PPI Pulau Tello.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 43

Kawasan peruntukan Industri sebagaimana dimaksud pada pasal 38 huruf


e, terdapat di Kecamatan Teluk dalam di luar kawasan perkotaan yang
merupakan Industri menengah. Kawasan Industri kecil tersebar diseluruh
Kecamatan diwilayah Kabupaten.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada pasal


38 huruf f merupakan kawasan budidaya yang mempunyai kriteria
berpotensi mineral yang sudah atau belum dibudidayakan.
(2) Kecamatan yang memiliki potensi dibidang pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Kecamatan Gomo,Lahusa, Amandraya,
Lolomatua, Lolowa’u, Mazo, Susua dan Umbunasi dengan luas lebih
kurang 15.916 (lima belas ribu Sembilan ratus enam belas) hektar
berupa potensi bahan galian batu bara.
(3) Pengaturan wilayah pertambangan rakyat diatur dengan Keputusan
Bupati

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 45

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 38


huruf g meliputi :
a. Pariwisata Alam;
b. Pariwisata kebudayaan; dan

42
SALINAN

c. Pariwisata minat khusus.


(2) Peruntukan pariwisata Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi Lagundri, Sorake, Pantai Moale, Air Terjun Sumali, Air Terjun
Namo Sifelendrua, Gua Gobali, Gua Segelo Gana’a, Pantai Sifika, Pantai
Sibaranun Golfina, Pantai Simaleko dan Pulau-Pulau Batu.
(3) Peruntukan Pariwisata Kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi peninggalan megalit di Kecamatan Gomo, Kampung
Tradisionil Bawomataluo, Kecamatan Boronadu, dan Silima Ewali
mazino.
(4) Peruntukan pariwisata Minat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi olah raga air di Pantai Sorake, Lagundri, Sigolong-
golong, Telukdalam dan Wisata menyelam di perairan Pulau-Pulau
Batu.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 46

(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada pasal 38 huruf h,


terdiri atas :
a. Permukiman perkotaan, meliputi : Ibukota Kabupaten dan Ibukota
Kecamatan.
b. permukiman perdesaan, meliputi seluruh wilayah kabupaten di luar
kawasan permukiman perkotaan.
(2) Kawasan Peruntukan untuk Hutan Rakyat sebagaimana dimaksud
pada pasal 38 huruf (i) di lakukan diseluruh wilayah Kabupaten Nias
Selatan.
(3) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 38
huruf (j), meliputi :
a. Kawasan Pertahanan dan Keamanan Negara;
b. Kawasan Pendidikan Tinggi;
c. Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa;
d. Kawasan Peruntukan Olahraga;
e. Kawasan Pelayanan Kesehatan;
f. Kawasan Peruntukan Perkantoran; dan
g. Kawasan Peruntukan Pusat Kegiatan Pertemuan, Pameran dan
Sosial budaya.
(4) Kawasan Pertahanan dan Keamanan Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, meliputi :
a. Markas Komando Angkatan Laut diarahkan di Kecamatan
Telukdalam;
b. Markas Komando Militer diarahkan di Kecamatan Fanayama;
c. Markas Komando Brimob diarahkan di Kecamatan Telukdalam dan
Fanayama;
d. Markas Kepolisian Resort berada di Ibu Kota Kecamatan
Telukdalam;

43
SALINAN

e. Komando Rayon Militer tersebar diseluruh Wilayah Kecamatan dan


Ibu Kota Kecamatan;
f. Kantor Polisi Sektor tersebar diseluruh Wilayah Ibu Kota Kecamatan;
dan
g. Kantor Polisi Airut di Kecamatan Telukdalam dan Kepulauan.
(5) Kawasan Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b diarahakan di Ibu Kota Kecamatan Telukdalam.
(6) Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, meliputi :
a. Pasar Tradisional diarahkan dimasing-masing ibu kota Kecamatan;
b. Pusat Perbelanjaan diarahkan di Ibu Kota Kecamatan Telukdalam,
Kecamatan Lolowau, Kecamatan Lahusa, Kecamatan Gomo dan
Pasar Pulau Tello; dan
c. Toko Modern diarahkan di Kawasan Perkotaan di Kecamatan
Telukdalam, Kecamatan Maniamolo, Kecamatan Lahusa dan
Kecamatan Pulau-Pulau Batu.
(7) Kawasan Peruntukan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d, diarahkan di Wilayah Kecamatan Telukdalam, Kecamatan
Fanayama, Kecamatan Lolowau, Kecamatan Lahusa, Kecamatan Gomo
dan Kepulauan.
(8) Kawasan Peruntukan Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e, meliputi :
a. Pusat Pelayanan Kesehatan Regional diarahkan di Kecamatan
Telukdalam; dan
b. Pusat Pelayanan Kesehatan Skala Kecamatan di arahkan dimasing-
masing Pusat Kecamatan.
(9) Kawasan Peruntukan Perkantoran Pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf f, meliputi :
a. Pusat Perkantoran Pemerintahan Kabupaten diarahkan di
Kecamatan Telukdalam; dan
b. Pusat Pemerintahan Kecamatan diarahkan di Masing-Masing
Ibukota Kecamatan.
(10) Pusat Peruntukan Pusat Kegiatan Pertemuan, Pameran dan Sosial
Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g, diarahkan di
Kecamatan Telukdalam, Kecamatan Fanayama, Kecamatan
Maniamolo, Kecamatan Lolowau, Kecamatan Gomo dan Kecamatan
Pulau-Pulau Batu.
(11) Kawasan Peruntukan sebagaimana dimaksud pada pasal 46 ayat (1),
(2), dan (3) seluas 13.262 (tiga belas ribu dua ratus enam puluh dua)
Hektar.

44
SALINAN

BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Paragraf 1
Umum
Pasal 47

(1) Kawasan Strategis Kabupaten berfungsi :


a. mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau
mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis
Kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang
wilayah kabupaten;
b. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi
masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah
kabupaten yang dinilai memiliki pengaruh sangat penting terhadap
wilayah Kabupaten Nias Selatan;
c. untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak dapat
terakomodasi dalam rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola
Ruang;
d. sebagai pertimbangan dalam penyusunan Indikasi Program Utama
RTRW Kabupaten Nias Selatan; dan
e. sebagai dasar Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah
Kabupaten.
(2) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf d,
meliputi :
a. kawasan strategis provinsi; dan
b. kawasan strategis kabupaten.
(3) Kawasan strategis dalam wilayah digambarkan pada Peta Kawasan
Strategis sebagaimana tercantum pada Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 48

Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2)


huruf a, meliputi Desa Tradisional Bawomataluo, Wilayah Kecamatan
Luahagundre Maniamolo dan Kawasan Taman Laut Pulau Sibaranun.

Paragraf 3
Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 49

Kawasan strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat


(2) huruf b, meliputi :

45
SALINAN

a. kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi;


b. kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya; dan
c. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Paragraf 4
Kawasan Strategis untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 50

Kawasan Strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana


dimaksud pada Pasal 49 huruf a yang dikembangkan di Kabupaten,
meliputi:
a. Telukdalam sebagai Ibukota Kabupaten, Kecamatan Luahagundre
Maniamolo dan Kecamatan Fanayama sebagai kawasan pariwisata;
dan
b. Tello sebagai tempat pendaratan dan pelelangan ikan, lokasi
pemasaran berbagai komoditas dan pariwisata.

Paragraf 5
Kawasan Strategis Untuk Kepentingan Sosial Budaya
Pasal 51

Kawasan Strategis untuk kepentingan sosial budaya, sebagaimana


dimaksud pada Pasal 49 huruf b yang dikembangkan di Kabupaten,
meliputi:
a. kawasan Bawomataluo Kecamatan Fanayama sebagai tempat
pelestarian rumah induk adat Nias Selatan dan perkampungan
tradisional; dan
b. kawasan Sifalago Gomo dan Kecamatan Boronadu sebagai tempat
pelestarian rumah adat Nias Selatan dan cagar budaya megalith.

Paragraf 6
Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Pasal 52

Kawasan Strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 huruf c yang dikembangkan di Kabupaten berupa
kawasan pesisir pantai Hilisataro Kecamatan Toma, pesisir Pantai Baloho
Kecamatan Telukdalam dan perisisir pantai Lagundri dan Sorake Kecamatan
Luahagundre Maniamolo.

Pasal 53

(1) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten disusun Rencana Rinci Tata


Ruang berupa rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

46
SALINAN

BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 54

(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten merupakan perwujudan


rencana struktur ruang, pola ruang, dan kawasan-kawasan strategis
kabupaten.
(2) Arahan pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. indikasi program utama;
b. indikasi sumber pendanaan;
c. indikasi pelaksanaan kegiatan; dan
d. waktu pelaksanaan.
(3) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang;
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang; dan
c. indikasi program utama perwujudan kawasan strategis kabupaten.

Pasal 55

(1) Usulan program utama dan lokasinya untuk mewujudkan rencana


struktur ruang ditetapkan melalui penjabaran dan keterkaitan strategi
penataan ruang dengan rencana struktur ruang.
(2) Usulan program utama dan lokasinya untuk mewujudkan rencana pola
ruang ditetapkan melalui penjabaran dan keterkaitan strategi penataan
ruang dengan rencana pola ruang.
(3) Besarnya perkiraan pendanaan dan alternatif sumber pendanaan
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta, dan/atau kerja sama
pendanaan.
(4) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Instansi pelaksana program, yang diwujudkan untuk struktur ruang dan
pola ruang di Kabupaten meliputi :
a. pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. badan usaha milik negara (BUMN);
d. swasta dalam negeri dan swasta asing;
e. masyarakat atau Kelompok Masyarakat; dan
f. kerjasama antara pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, swasta,
dan masyarakat.
(6) Waktu pelaksanaan program pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten,
merupakan pelaksanaan program berdurasi 20 (dua puluh) tahun yang
dibagi kedalam jangka lima tahunan, dan jangka tahunan.

47
SALINAN

Pasal 56

(1) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 54 ayat (3) disusun berdasarkan indikasi program utama
lima tahunan.
(2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (3) dilakukan melalui perwujudan struktur ruang,
perwujudan pola ruang dan perwujudan kawasan strategis kabupaten.

Pasal 57

(1) Perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat


(1) terdiri atas:
a. perwujudan pusat kegiatan;dan
b. perwujudan jaringan prasarana wilayah.
(2) Perwujudan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. pengembangan PKL;
b. pengembangan PKLp;
c. pengembangan PPK Kecamatan Gomo;
d. pengembangan PPK Kecamatan Lolowa’u;
e. pengembangan PPK Kecamatan Maniamolo; dan
f. pengembangan PPL.
(3) Pengembangan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
dilakukan melalui program:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan
Telukdalam;
b. peningkatan fasilitas pemerintahan;
c. peningkatan fasilitas pendidikan dan Kesehatan;
d. pembangunan Akademi/Sekolah Tinggi/Perguruan Tinggi;
e. peningkatan pelayanan fasilitas sosial dan umum;
f. pengembangan sentra perdagangan, pertanian, Perkebunan dan
jasa;
g. pengembangan kawasan industri besar, menengah, kecil dan rumah
tangga;
h. pengembangan kawasan permukiman; dan
i. peningkatan pelayanan jaringan utilitas sebagai pendukung
perkembangan perkotaan.
(4) Pengembangan PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
dilakukan melalui program:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Pulau-
Pulau Batu;
b. peningkatan fasilitas pendidikan;
c. peningkatan pelayanan fasilitas sosial dan umum;
d. pengembangan kawasan industri besar, menengah, kecil dan rumah
tangga;

48
SALINAN

e. pengembangan sentra perdagangan dan jasa;


f. peningkatan pasar dan pertokoan; dan
g. peningkatan pelayanan jaringan utilitas sebagai pendukung
perkembangan perkotaan.
(5) Pengembangan PPK Kecamatan Gomo sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Gomo;
b. peningkatan fasilitas kegiatan pariwisata, fasilitas umum dan sosial;
c. pembangunan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan;
d. peningkatan sarana dan pelayanan jaringan utilitas; dan
e. pengembangan kawasan permukiman.
(6) Pengembangan PPK Kecamatan Lolowa’u sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d dilakukan melalui program:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Lolowa’u;
b. pembangunan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan;
c. peningkatan fasilitas umum dan sosial;
d. pengembangan kawasan perdagangan, pertanian, Perkebunan dan
jasa;
e. peningkatan fasilitas perdagangan berupa pasar, toko dan
pertokoan;
f. peningkatan sarana dan pelayanan jaringan utilitas; dan
g. pengembangan kawasan permukiman.
(7) Pengembangan PPK Kecamatan Maniamolo sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Maniamolo;
b. peningkatan fasilitas kegiatan dan pemasaran pertanian;
c. pembangunan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan;
d. peningkatan fasilitas umum dan sosial;
e. pengembangan dan peningkatan fasilitas perdagangan berupa pasar,
toko dan pertokoan;
f. peningkatan sarana dan pelayanan jaringan utilitas; dan
g. pengembangan kawasan permukiman.
(8) Pengembangan PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f,
dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan;
b. pembangunan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan;
c. peningkatan fasilitas umum dan sosial;
d. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa;
e. pengembangan dan peningkatan fasilitas perdagangan berupa pasar,
toko dan pertokoan;
f. peningkatan sarana dan pelayanan jaringan utilitas; dan
g. pengembangan kawasan permukiman.

Pasal 58
(1) Perwujudan jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (1) huruf b terdiri atas:

49
SALINAN

a. perwujudan sistem prasarana transportasi;


b. perwujudan sistem prasarana sumber daya air;
c. perwujudan sistem prasarana energi;
d. perwujudan sistem prasarana telekomunikasi; dan
e. perwujudan sistem prasarana kabupaten lainnya.
(2) Perwujudan sistem prasarana transportasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan dengan prioritas program:
a. perencanaan dan penanganan darurat/rehabilitasi jalan dan
jembatan;
b. pemeliharaan rutin dan berkala jalan kabupaten;
c. peningkatan jalan strategsi kabupaten dan jalan lokal;
d. pembangunan dan peningkatan jalan kabupaten ke sentra-sentra
produksi;
e. pembangunan jalan susur pantai wilayah Kabupaten Nias Selatan;
f. peningkatan atau pembangunan jaringan jalan perkotaan dan jalan
akses pariwisata;
g. pembangunan dan pengembangan terminal tipe B dan tipe C;
h. pembangunan transportasi perkotaan dan perdesaan;
i. pembangunan dan pengembangan pelabuhan laut dan bandar
udara;
j. pengembangan jaringan jalan di seluruh wilayah;
k. pembangunan dan peningkatan jalan pertanian;
l. Pengembangan jaringan trayek; dan
m.Pengembangan jaringan transportasi antar pulau.
(3) Perwujudan sistem prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui program:
a. program penyediaan air baku bagi pertanian;
b. program penyediaan air baku bagi permukiman;
c. pengendalian banjir; dan
d. pengamanan sempadan sungai dan pantai.
(4) Perwujudan sistem prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dilaksanakan melalui program:
a. penambahan daya dan jaringan energi listrik;
b. penyambungan jaringan interkoneksi antara wilayah pengembangan;
c. Pengembangan energi alternatif; dan
d. Pengembangan energi listrik masuk desa.
(5) Perwujudan sistem prasarana telekomunikasi dilaksanakan melalui
program:
a. penambahan jaringan telepon kabel di kawasan perkotaan;
b. pembangunan dan peningkatan stasiun-stasiun komunikasi nir-kabel
di Wilayah yang memiliki area blank spot di kabupaten; dan
c. pembangunan dan peningkatan stasiun-stasiun komunikasi nir-kabel
secara terpadu.
(6) Perwujudan sistem prasarana kabupaten lainnya, dilaksanakan melalui
program:

50
SALINAN

a. penataan kembali TPA sampah yang ada untuk


mencegah/mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan
(penggunaan sistem sanitary landfill atau control landfill);
b. pembangunan dan/atau penambahan TPS di seluruh wilayah
perkotaan di Kabupaten;
c. pengembangan sistem daur ulang sampah yang berlokasi di TPA;dan
d. pengembangan pengelolaan limbah bergerak.

Pasal 59

(1) Perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1)
dilakukan melalui:
a. perwujudan kawasan lindung;dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. perwujudan peruntukan hutan lindung;
b. perwujudan peruntukan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
c. perwujudan peruntukan kawasan perlindungan setempat;
d. perwujudan peruntukan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya; dan
e. perwujudan peruntukan kawasan rawan bencana alam.

Pasal 60

(1) Perwujudan peruntukan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam


pasal 59 ayat (2) huruf a dilakukan melalui program:
a. penegasan batas-batas kawasan hutan lindung serta memberikan
batasan fisik pada kawasan hutan lindung;
b. pembangunan jalan inpeksi dalam rangka mempermudah kegiatan
pengawasan dan pengendalian kawasan hutan lindung;
c. identifikasi pemilik lahan yang terkena peruntukkan kawasan hutan
lindung;
d. pelaksanaan penyepakatan (penggantian, pembelian, atau
partisipasi) lahan peruntukkan hutan lindung;
e. identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan lindung;
f. pelaksanaan reboisasi (penghijauan kembali) dan rehabilitasi hutan
lindung yang telah rusak; dan
g. sosialisasi perwujudan kawasan hutan lindung.
(2) Perwujudan peruntukan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 59
ayat (2) huruf b dilakukan melalui program:
a. pengembangan tanaman kehutanan yang berfungsi sebagai tanaman
konservasi;

51
SALINAN

b. pengawasan dan pengendalian pada kawasan konservasi dan


resapan air; dan
c. pelaksanaan rehabilitasi dan penghutanan pada kawasan sekitar
resapan air.
(3) Perwujudan peruntukan kawasan perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf c dilakukan melalui program:
a. penetapan dan penegasan fungsi lindung pada kawasan sempadan
sungai dan sempadan pantai;
b. penegasan batas-batas dan memberikan batasan fisik pada kawasan
sempadan sungai dan pantai, seperti pembangunan pagar, dan
tanda atau papan informasi;
c. pembangunan jalan inspeksi dalam rangka mempermudah kegiatan
pengawasan dan pengendalian;
d. rehabilitasi DAS dan pengerukan alur sungai; dan
e. perwujudan RTH kawasan perkotaan sebesar 30% dari wilayah
perkotaan.
(4) Perwujudan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf d dilakukan melalui program:
a. pemugaran dan perlindungan pada situs-situs budaya dan ilmu
pengetahuan; dan
b. sosialisasi perwujudan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(5) Perwujudan peruntukan kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf e dilakukan melalui program:
a. reboisasi dan menghutankan serta evakuasi kawasan rawan bencana
alam;
b. identifikasi tingkat kerawanan kawasan rawan bencana alam;
c. mempertegas batas-batas dan memberikan batasan fisik pada
kawasan rawan bencana;
d. penanaman pohon pada wilayah potensial longsor dan rawan
bencana; dan
e. Pengembangan prasarana dan sarana evakuasi bencana.

Pasal 61

(1) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59


ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. perwujudan peruntukan hutan produksi; ( izin peruntukan agar
diperdakan lagi.)
b. perwujudan peruntukan pertanian;
c. perwujudan peruntukan perkebunan;
d. perwujudan peruntukan perikanan;
e. perwujudan peruntukan industri;
f. perwujudan peruntukan pariwisata;
g. perwujudan peruntukan permukiman; dan
h. perwujudan peruntukan pertambangan.

52
SALINAN

(2) Perwujudan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a dilakukan melalui program:
a. studi kelayakan dan desain pengembangan sentra industri
pengolahan kayu;
b. pembangunan sentra industri pengolahan kayu;
c. penyusunan peraturan pelimpahan penguasaan dan/atau
memberikan Kewenangan dalam pengawasan dan pengendalian
kawasan hutan produksi dari pemerintahan kecamatan terhadap
pemerintah desa;
d. penyusunan peraturan dan atau instruksi yang mengikat tentang
program tebang pilih dan tebang tanam; dan
e. sosialisasi perwujudan kawasan hutan produksi.
(3) Perwujudan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan melalui program:
a. penyusunan Peraturan Daerah tentang lahan pertanian pangan
berkelanjutan;
b. pemantapan jaringan irigasi dan bangunan-bangunan irigasi;
c. pembangunan sentra budidaya pertanian;
d. studi kelayakan pengembang sentra budidaya tanaman lahan kering,
lahan basah dan peternakan;
e. pelaksanaan pembangunan sentra budidaya benih dan bibit unggul
tanaman lahan kering, lahan basah dan peternakan; dan
f. pelaksanaan pembangunan koperasi/pasar khusus pertanian.
(4) Perwujudan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dilakukan melalui program:
a. identifikasi kawasan perkebunan yang masih potensial;
b. identifikasi kawasan perkebunan yang sudah tidak diperpanjang ijin
operasinya;
c. pengembangan tanaman kayu tahunan pada daerah yang memiliki
kemiringan diatas 25%;
d. peningkatan produktifitas produksi perkebunan dan tanaman
tahunan melalui intensifikasi lahan; dan
e. Pengembangan kawasan perkebunan rakyat.
(5) Perwujudan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d dilakukan melalui program:
a. pelaksanaan minapolitan tangkap;
b. pelaksanaan minapolitan budidaya air payau;
c. pelaksanaan minapolitan budidaya air tawar;
d. pelaksanaan minapolitan pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan; dan
e. peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan dan tempat
pelelangan ikan, serta sarana pendukungnya.
(6) Perwujudan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana pengembangan industri pengolahan;
b. pembangunan kawasan industri terpadu;

53
SALINAN

c. pembangunan agroindustri dan industri pengolahan;


d. fasilitasi pemanfaatan teknologi industri tepat guna;
e. pembinaan dan pengembangan industri kecil menengah; dan
f. promosi investasi bagi pengembangan industri agro.
(7) Perwujudan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana induk pariwisata;
b. penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan dan Obyek Wisata;
c. pengembangan pemasaran dan promosi kawasan wisata Kabupaten;
d. pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata; dan
e. pengembangan objek pariwisata Kabupaten.
(8) Perwujudan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf g dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana pengembangan dan pembangunan perumahan
dan permukiman;
b. pengembangan kegiatan permukiman kepadatan tinggi;
c. pengembangan kegiatan permukiman kepadatan sedang;
d. pengembangan kegiatan permukiman kepadatan rendah;
e. pembangunan kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap
bangun (Lisiba);
f. pembangunan dan peningkatan fasilitas permukiman; dan
g. pembangunan dan peningkatan utilitas permukiman.
(9) Perwujudan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h dilakukan melalaui program :
a. Pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan; dan
b. Pengawasan dan penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi
merusak lingkungan.

Pasal 62

(1) Perwujudan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 54 ayat (3) huruf c, dilakukan melalui:
c. perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
d. perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya; dan
e. perwujudan kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
(2) Perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan
ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
melalui program:
a. Pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh;
b. Pengendalian perubahan peruntukan ruang.
c. pengembangan sentra perdagangan dan jasa di pusat kota;
d. peningkatan pelayanan jaringan utilitas sebagai pendukung
perkembangan perkotaan;
e. peningkatan pasar dan pertokoan di pusat kota;

54
SALINAN

f. peningkatan pelayanan fasilitas sosial dan umum pusat kota;


g. pengembangan pelabuhan laut;
h. pembangunan dan pengembangan Teriminal Tipe B dan Tipe C;
i. peningkatan sarana dan pelayanan jaringan utilitas;
j. pembangunan dan Peningkatan pelayanan jaringan jalan; dan
k. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang, Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan, serta Rencana Zonasi di kawasan strategis.
(3) Perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan melalui
program:
a. peningkatan sarana dan pelayanan jaringan utilitas di sekitar lokasi
cagar budaya;
b. pembangunan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan dari dan
menuju lokasi cagar budaya; dan
c. pembangunan kawasan perdagangan, jasa dan pusat bisnis, fasilitas
sosial dan fasilitas umum di sekitar kawasan cagar budaya atau
akses yang dekat dengan kawasan tersebut.
(4) Perwujudan kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan melalui
program:
a. pengembangbiakan hewan dan jenis terumbu karang di kawasan
taman laut;
b. pelestarian hutan di kawasan taman laut Pulau Sibaranun;
c. pembangunan sarana dan prasarana pendukung pariwisata yang
berwawasan lingkungan;
d. pembatasan kunjungan wisata ke kawasan yang dilestarikan;
e. rehabilitasi vegetasi mangrove di sekitar kawasan pesisir dan pulau;
dan
f. pembangunan tembok pemecah ombak, tanggul dan sistem kontrol
erosi dan abrasi untuk kawasan pesisir yang tanaman mangrovenya
sulit berkembang.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 63

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten


digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

55
SALINAN

Pasal 64

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


63 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah
Kabupaten dalam menyusun peraturan zonasi, yang meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang diijinkan dalam peraturan zonasi;
b. pemanfaatan ruang yang diijinkan secara terbatas dalam peraturan
zonasi;
c. pemanfaatan ruang yang diijinkan bersyarat dalam peraturan zonasi;
d. pemanfaatan ruang yang dilarang dalam peraturan zonasi; dan
e. peraturan zonasi dimaksud disusun berdasarkan klasifikasi
penggunaan lahan dan sub katagori penggunaan lahan pada
kawasan lindung dan kawasan budidaya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan
setempat;
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana
alam; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung lainnya.

Pasal 65

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a, ditetapkan
sebagai berikut:
a. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah
bentang alam; dan
b. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan yang memberikan
Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b, ditetapkan sebagai berikut:
a. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah
bentang alam; dan
b. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi merubah bentang alam.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Perlindungan
Setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf c,
ditetapkan sebagai berikut:
a. dilarang kegiatan budidaya untuk permukiman, dan industri; dan
b. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah
bentang alam.

56
SALINAN

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Kawasan Cagar


Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (2) huruf d, dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi
luas atau mengalihfungsikan kawasan Cagar Budaya dan Ilmu
Pengetahuan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Rawan Bencana
Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf e,
ditetapkan sebagai berikut:
a. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah
bentang alam;
b. diperbolehkan untuk kegiatan pariwisata tetapi bukan merupakan
kegiatan wisata dengan jumlah yang besar; dan
c. dilarang membangun bangunan permanen.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Lindung Lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf f, adalah
Mengikuti ketentuan teknis dari kawasan lindung tersebut.
(7) Ketentuan Lebih lanjut mengenai Zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 66

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya, meliputi:


a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan
produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan rakyat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
pertanian;
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
peternakan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
perkebunan;
f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
perikanan;
g. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
pertambangan;
h. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
industri;
i. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
pariwisata;
j. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
permukiman; dan
k. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan
lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan Hutan
Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a,
ditetapkan sebagai berikut:

57
SALINAN

a. tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi;


b. penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk kepentingan
pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh
Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan jangka
waktu tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan;
c. penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk kepentingan
pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan khusus
dan secara selektif;dan
d. kawasan peruntukan hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan seperti
pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon dan instalasi
air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan dan keamanan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Hutan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b, ditetapkan
sebagai berikut:
a. tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan tanaman
rakyat;
b. penggunaan kawasan peruntukan hutan tanaman rakyat untuk
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam
pakai oleh Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan
jangka waktu tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan; dan
c. penggunaan kawasan peruntukan hutan tanaman rakyat untuk
kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan
ketentuan khusus dan secara selektif.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c,
ditetapkan sebagai berikut:
a. Kawasan pertanian tanaman lahan basah dengan irigasi teknis dan
setengah teknis tidak boleh dialih fungsikan;
b. kawasan pertanian tanaman lahan kering tidak produktif dapat dialih
fungsikan dengan syarat-syarat tertentu yang diatur oleh pemerintah
daerah setempat dan atau oleh Kementerian Pertanian;
c. wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
d. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya
dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
e. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan
perikanan), baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi
intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
f. penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida
yang terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian
(udara-bau dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun
dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
g. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak,
kulit ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair)

58
SALINAN

yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan
dalam dokumen Amdal;
h. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
i. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan
perikanan), harus diupayakan menyerap sebesar mungkin tenaga
kerja setempat;
j. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan; dan
k. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering
tidak produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain
harus dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d,
ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan peternakan skala besar baik yang menggunakan lahan luas
ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki izin
lingkungan;
b. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak,
kulit ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair)
yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan
dalam dokumen amdal;
c. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
d. kegiatan peternakan skala besar harus diupayakan menyerap
sebesar mungkin tenaga kerja setempat;
e. kegiatan peternakan babi dikembangkan dengan syarat jauh dari
pusat kota, jauh dari kawasan permukiman, dikandangkan (tidak
dibiarkan berkeliaran), memiliki sistem sanitasi yang baik, memiliki
sistem pengolahan air limbah, memiliki izin lingkungan, tidak ada
pertentangan dari masyarakat setempat; dan
f. kegiatan peternakan walet dikembangkan dengan syarat: jauh dari
pusat kota, jauh dari kawasan permukiman, memiliki izin lingkungan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf e,
ditetapkan sebagai berikut:
a. wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
b. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya
dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
c. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan perkebunan tidak
produktif (tingkat produksi rendah) menjadi peruntukan lain harus
dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat; dan
d. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan.

59
SALINAN

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan


Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f,
ditetapkan sebagai berikut:
a. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya
dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
b. kegiatan perikanan skala besar, baik yang menggunakan lahan luas
ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki izin
lingkungan;
c. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
d. kegiatan perikanan skala besar, harus diupayakan menyerap sebesar
mungkin tenaga kerja setempat;
e. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
f. wilayah yang menghasilkan produk perikanan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang; dan
g. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan perikanan tidak
produktif (tingkat produksi rendah) menjadi peruntukan lain harus
dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf g,
ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan pertambangan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi
Amdal yang dilengkapi dengan UPL dan UKL;
b. kegiatan pertambangan mulai dari tahap perencanaan, tahap
ekplorasi hingga eksploitasi harus diupayakan sedemikian rupa agar
tidak menimbulkan perselisihan dan atau persengketaan dengan
masyarakat setempat;
c. pada lokasi kawasan pertambangan fasilitas fisik yang harus tersedia
meliputi jaringan listrik, jaringan jalan raya, tempat pembuangan
sampah, drainase, dan saluran air kotor; dan
d. pemulihan kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan
menjadi tanggung jawab pemegang ijin pertambangan.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan Industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf h, ditetapkan
sebagai berikut:
a. kawasan peruntukan industri harus memiliki kajian Amdal;
b. memiliki sistem pengelolaan limbah; dan
c. lokasinya jauh dari permukiman.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf i,
ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk memanfaatkan potensi
keindahan alam, budaya dan sejarah di kawasan peruntukan
pariwisata guna mendorong perkembangan pariwisata dengan

60
SALINAN

memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat istiadat, mutu dan


keindahan lingkungan alam serta kelestarian fungsi lingkungan
hidup;
b. kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki
hubungan fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri
rumah tangga serta membangkitkan kegiatan sektor jasa
masyarakat; dan
c. pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk
kepentingan pariwisata, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
kebudayan dan agama harus memperhatikan kelestarian lingkungan
dan bangunan cagar budaya tersebut. Pemanfaatan tersebut harus
memiliki izin dari Pemerintah Daerah dan atau Kementerian yang
menangani bidang kebudayaan.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf j,
ditetapkan sebagai berikut:
a. pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman
harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum
(pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih,
persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial
(kesehatan, pendidikan, agama);
b. tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
c. tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya
alam; dan
d. membatasi kegiatan komersil di kawasan perumahan.

Pasal 67

(1) Perizinan yang terkait secara langsung dengan pengendalian


pemanfaatan ruang meliputi :
a. rekomendasi peruntukan penggunaan lahan (izin peruntukan);
b. izin lokasi;
c. izin Perkebunan.
d. izin mendirikan bangunan (IMB);
e. izin undang-undang gangguan (IUUG/HO);
f. izin lingkungan (AMDAL, UKL, UPL, SPPL);
g. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
h. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan
tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar
tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang

61
SALINAN

wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai


dengan kewenangannya.
(5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian
yang layak kepada instansi pemberi izin.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
(7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5) diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 68

(1) Insentif diberikan pada pemanfaatan ruang yang didorong


pengembangannya, melalui:
a. pembangunan fisik prasarana/sarana (infrastruktur) yang
merangsang pemanfaatan ruang sesuai dengan yang diinginkan
dalam rencana tata ruang;
b. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan
urun saham;
c. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/atau
pemerintah daerah;
d. keringanan pajak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang
– undangan yang berlaku;
e. kemudahan prosedur perizinan.
(2) Disinsentif diberikan pada pemanfaatan ruang yang dibatasi
pengembangannya, melalui:
a. penolakan pemberian perizinan pemanfaatan ruang atau perizinan
pembangunan;
b. pembatasan pengadaan sarana dan prasarana;
c. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan
akibat pemanfaatan ruang; dan
d. pengenaan kompensasi dan penalti.
(3) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat.
(4) Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh :
a. pemerintah kepada pemerintah daerah;
b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya;dan
c. pemerintah kepada masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.

62
SALINAN

Pasal 69

(1) Arahan insentif dan disinsentif didasarkan pada peruntukan pola ruang
berupa kawasan lindung dan budidaya.
(2) Insentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi kawasan lindung atau
dapat menambah luasan kawasan lindung, meliputi :
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi
dan reboisasi pada kawasan lindung;
b. memberikan bantuan kredit kepada masyarakat atau pihak lainnya
yang melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung;
c. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada
penduduk yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung; dan
d. memberikan bibit pohon secara cuma-cuma dan biaya perawatan
bagi setiap masyarakat yang menanam pohon penghijauan pada
kawasan lindung.
(3) Disinsentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung,
dapat mengurangi luasan kawasan lindung, dan merusak kawasan
lindung, meliputi :
a. pembatasan dukungan sarana dan prasarana;
b. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;
c. tidak mengeluarkan IMB ataupun izin usaha lain; dan
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada kawasan lindung.

Pasal 70

(1) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak


lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertanian atau dapat menambah luasan kawasan pertanian, meliputi :
a. kemudahan pemberian perijinan dan keringanan pajak bagi kegiatan
yang dapat mengurangi potensi bencana alam; dan
b. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada
penduduk yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung.
(2) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
hutan produksi atau dapat menambah luasan kawasan hutan, meliputi :
a. memberikan penghargaan/imbalan kepada pihak pengelola hutan
yang mengusahakan hutan sesuai peraturan perundang undangan
yang berlaku;
b. memberikan bantuan, fasilitasi, dukungan, perlindungan hukum dan
subsidi kepada masyarakat yang mengembangkan kawasan hutan
produksi;
c. pemberian kompensasi atas penyediaan lahan hutan produksi;
d. pemberian bibit gratis dan biaya pemeliharaan hutan; dan

63
SALINAN

e. pemberian keringanan pajak dan restribusi.


(3) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertanian atau dapat menambah luasan kawasan pertanian, meliputi :
a. memberikan imbalan, penghargaan, dukungan infrastruktur dan
bantuan (subsidi) bagi petani yang memperluas lahan pertanian;
b. memberikan kemudahan berbagai perizinan bagi petani yang
memperluas lahan atau tetap mempertahankan luas lahan pertanian;
c. memberikan bantuan-bantuan khusus kepada petani (saprotan,
alsintan, beasiswa sekolah anak petani, dll;
d. pemberian keringan pajak;
e. menjamin harga gabah tetap tinggi (subsidi);
f. pembangunan irigasi teknis/desa yang dibutuhkan;
g. pembangunan jalan produksi/jalan usaha tani;
h. perbaikan perumahan petani; dan
i. pemberian kredit usaha tani, penyuluhan dan sekolah lapangan.
(4) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
perkebunan atau dapat menambah luasan kawasan perkebunan,
meliputi :
a. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengusahakan perkebunan sesuai
peraturan perundang - undangan yang berlaku;
b. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal;
c. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
merehabilitasi kawasan lindung setempat;
d. pemberian keringanan atau penundaan pajak (tax holiday) dan
kemudahan proses perizinan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang - undangan yang berlaku;
e. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin;
f. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama sebelum
rencana tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata ruang serta
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan; dan
g. pemberian kemudahan dalam perizinan untuk kegiatan yang
menimbulkan dampak positif.
(5) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
perikanan, meliputi :
a. pemberian pajak yang ringan;
b. bantuan kredit dan sarana produksi;
c. penyediaan fasilitas nelayan (dermaga kapal/perahu, TPI, Depot Es,
dll.);

64
SALINAN

d. bantuan peralatan tangkap;


e. pelatihan keterampilan utk nelayan;
f. pembangunan pabrik pengolahan ikan dan non ikan;
g. penelitian dan pemasaran hasil laut; dan
h. kemudahan izin usaha perikanan (sesuai aturan yang berlaku).
(6) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertambangan, meliputi:
a. memberikan kemudahan dalam proses perizinan;
b. dukungan pembangunan infrastruktur;
c. memfasilitasi urusan birokrasi dengan pemerintah provinsi dan
pusat;
d. mendukung pelatihan tenaga lokal sesuai kebutuhan perusahaan
pertambangan;dan
e. pemberian izin harus disertai kontrak reklamasi yang terukur.
(7) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
industri, meliputi:
a. pembangunan prasarana dan sarana;
b. kemudahan dalam investasi;
c. kemudahan dalam pemberian perijinan; dan
d. keringanan pajak dan lain-lain.
(8) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pariwisata, meliputi:
a. penyiapan lahan untuk kawasan wisata;
b. kemudahan izin pembangunan fasiltias pendukung pariwisata;
c. pembangunan infrastruktur;
d. kemudahan memperoleh sambungan listrik, PDAM, telekomunikasi
e. fasilitasi Promosi dan pemasaran Daerah Tujuan Wisata;dan
f. bantuan rehabilitasi rumah penduduk yang digunakan untuk
penginapan tamu/wisatawan (home stay).
(9) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
permukiman, meliputi:
a. memberikan kemudahan perizinan pembangunan rumah/
perumahan yang sesuai peruntukan;
b. membangun prasarana dan sarana permukiman;
c. membangun fasilitas umum dan sosial di kawasan permukiman;dan
d. menyiapkan lahan yang aman bagi permukiman (kasiba/lisiba).

Pasal 71

(1) Disinsentif dikenakan kepada masyarakat yang melakukan


pembangunan pada kawasan rawan bencana, meliputi :

65
SALINAN

a. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman untuk


mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut; dan
b. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman.
(2) Bentuk-bentuk Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau
pihak lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan hutan produksi atau dapat mengurangi luasan kawasan hutan,
meliputi :
a. penambahan syarat pengusahaan hutan produksi terkait peningkatan
kualitas lingkungan;
b. meningkatkan nilai retribusi dan atau pajak hasil hutan bila pengelola
hutan tidak mengikuti aturan pengusahaan hutan yang berlaku;
c. memberikan pinalti bagi pengusaha hutan yang tidak mematuhi
aturan perundang - undangan yang berlaku; dan
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(3) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan pertanian atau dapat mengurangi luasan kawasan pertanian,
meliputi :
a. pengenaan retribusi dan pajak yang tinggi bagi bangunan yang
didirikan pada areal pertanian lahan basah;
b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman untuk
mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut;
c. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman bagi
peruntukan yang dilaksanakan pada kawasan pertanian lahan basah;
d. penyediaan prasarana dan sarana permukiman hanya diperbolehkan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang sudah ada saja;
e. penolakan izin bagi pemanfaatan lahan pertanian pangan
berkelanjutan; dan
f. penolakan atau mempersulit perizinan.
(4) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan perkebunan atau dapat mengurangi luasan kawasan
perkebunan, meliputi :
a. pengenaan retribusi/ kenaikan pajak/kompensasi bagi pengusaha
yang dalam pengelolaan kegiatannya mengabaikan kerusakan
lingkungan dan atau tidak sesuai dengan aturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. tidak memberikan bantuan penyuluhan, pembangunan infrastruktur,
subsidi dan bantuan lainnya;
c. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan; dan
d. penolakan atau mempersulit perizinan.
(5) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan perikanan, meliputi:
a. pembatasan izin bangunan;

66
SALINAN

b. retribusi/pajak bangunan lebih tinggi yang berada pada sempadan


pantai; dan
c. tidak menyediakan atau membangun prasarana dan sarana.
(6) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan pertambangan, meliputi:
a. mengenakan retribusi yang tinggi bagi perusahaan yang mempunyai
dampak cukup penting terhadap pelestarian lingkungan;
b. mengenakan retribusi khusus bagi perusahaan pertambangan yang
tidak melibatkan tenaga kerja lokal;dan
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(7) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan industri, meliputi:
a. penolakan pemberian izin peruntukkan penggunaan lahan;
b. mengenakan retribusi yang tinggi bagi industri yang mempunyai
dampak cukup penting terhadap pelestarian lingkungan;
c. mengenakan retribusi khusus bagi industri yang tidak melibatkan
tenaga kerja lokal; dan
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(8) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan pariwisata, meliputi:
a. pengenaan syarat yang berat bagi pelaku wisata yang betentangan
dengan norma dan tata krama setempat;
b. retribusi/pajak bangunan lebih tinggi yang berada pada sempadan
pantai/danau;dan
c. pembatasan atau penutupan akses terhadap sistem jaringan
prasarana wilayah.
(9) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan
kawasan permukiman, meliputi:
a. penolakan pemberian izin peruntukkan penggunaan lahan;
b. pengenaan pajak yang tinggi;
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman;
d. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;dan
e. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman.

Pasal 72

(1) Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan


terhadap pola ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi.
(2) Sanksi administratif dan pidana dikenakan atas pelanggaran pola ruang
yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pola ruang.

67
SALINAN

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini,
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(5) Mekanisme dan tata cara pemberian sanksi diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Bupati.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 73

Sanksi pidana dikenakan kepada perseorangan dan/atau korporasi yang


melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku.

BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 74

(1) Penyelesaian Sengketa Penataan Ruang pada tahap pertama


diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya
penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau diluar pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
PENYELIDIKAN
Pasal 75

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu dilingkungan Pemerintah


Daerah diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan pidana
terhadap pidana pelanggaran peraturan daerah ini.
(2) Untuk mendukung pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara teknis operasional dilapangan berkoordinasi dengan unsur
kepolisian.
(3) Dalam pelaksanaan tugas penyidikan, para Pejabat PPNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berwenang :

68
SALINAN

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya


tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil seseorang untuk dijadikan tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. Menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari
penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui
penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut
Umum, tersangka dan Keluarganya; dan
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

BAB XIII
KETENTUAN LAIAN-LAIN
PASAL 76

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dilaksanakan dengan mematuhi
dan menerapkan kriteria, kaidah, dan baku mutu sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan
struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang
yang serasi, selaras, dan seimbang.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah
ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :

69
SALINAN

a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai


dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan
masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1) untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini;
2) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
3) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan
ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah
ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
(2) Pada kawasan hutan yang belum mendapatkan kesepakatan, tidak
dapat terbitkan alas hak dan perijinan apapun hingga diterbitkannya
penunjukan kawasan hutan yang baru.
(3) Pada kawasan hutan yang belum mendapatkan kesepakatan,
pemanfaatannya tidak diperbolehkan dilakukan perluasan dan
peningkatan hingga diterbitkannya penunjukan kawasan hutan yang
baru.
(4) Setelah diterbitkannya revisi penunjukan kawasan hutan yang baru,
rencana peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya akan di
integrasikan kedalam rencana pola ruang melalui Peraturan Bupati.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78

RTRW digunakan sebagai pedoman pembangunan dan rujukan bagi :


a. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
b. perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang;
c. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan;
d. perkembangan wilayah daerah serta keserasian antar sektor;
e. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah;
f. pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat; dan

70
SALINAN

g. penataan ruang wilayah daerah yang merupakan dasar dalam


pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.

Pasal 79

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten.

Ditetapkan di Telukdalam
pada tanggal 24 Agustus 2015

BUPATI NIAS SELATAN,

ttd

IDEALISMAN DACHI

Diundangkan di Telukdalam
pada tanggal 25 Agustus 2015.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NIAS SELATAN,

ttd

FO’AROTA LAOLI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2015 NOMOR 05


NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN NIAS SELATAN
PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 6 TAHUN 2015

SALINAN INI SESUAI DENGAN ASLINYA


KEPALA BAGIAN HUKUM
SETDA KABUPATEN NIAS SELATAN,

EMANUEL HARAPAN TELAUMBANUA, SH


PEMBINA
NIP. 19730413 200112 1 003

71
SALINAN

72
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NIAS SELATAN


NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NIAS SELATAN
TAHUN 2014 – 2034

I. UMUM
Ruang merupakan suatu wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatannya yang perlu disyukuri, dilindungi dan
dikelola. Ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara
optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan


ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai
dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan
pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, serta mampu
mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Penataan
ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung
lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan
dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem
yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat
mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, termasuk
provinsi dan kabupaten.

Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang


dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat,
baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Agar tercapai pemanfaatan
ruang yang baik di kabupaten maka pelaksanaan pembangunan wilayah
Kabupaten Nias Selatan harus dilakukan secara terpadu, lestari, optimal,
seimbang, dan serasi sesuai dengan karakteristik, fungsi, dan predikatnya,

1
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
sehingga perlu dasar untuk pedoman perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian ruang di wilayah Kabupaten.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, maka konsep dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah nasional dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nias Selatan.

Atas dasar pertimbangan dimaksud dan dalam upaya mewujudkan penegakan


prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik, pelaksanaan kebijakan otonomi
daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga pelaksanaan
tercapai keserasian dan keterpaduan wilayah, serta kesadaran dan
pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang yang
memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat,
Pemerintah Daerah perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Nias
Selatan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Selatan Tahun
2014 - 2034.

2
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Lingkup Wilayah Perencanaan dalam RTRW Kabupaten Nias Selatan
adalah Seluruh Wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan dengan
Luas Wilayah 6.902.505 Km² yang meliputi luas daratan dan lautan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Perwujudan tujuan ini merupakan upaya mewujudkan wilayah
pembangunan yang berkembang dengan mempertimbangkan potensi
daerah dan memperhatikan kelestarian alam. Terdapat 4 (empat) Sektor
Prioritas Utama Daerah untuk dikembangkan dalam tujuan di atas, yaitu :
1. Sektor Priwisata; potensi pariwisata di Kabupaten Nias Selatan
sangat beragam dan potensial dikembangkan sebagai ikon daerah.
2. Sektor Pertanian ; berarti suatu kondisi peradaban yang telah
mencapai tingkat perkembangan yang lebih baik, dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan wujud budaya dalam jati diri
sebagai ononiha di tengah-tengah bangsa dan negara Republik
Indonesia
3. Perkebunan ; kondisi Wilayah Kabupaten yang subur dan mudah
dikembangkan sebagai lahan perkebunan dalam hal meningkatkan

3
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
pendapatan Daerah serta meningkatkan perekonomian
Masyarakat.
4. Perikanan ; Wilayah kabupaten yang berbatasan dengan laut
memiliki kekayaan alam bawah laut yang masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Sektor kelautan memiliki potensi
sebagai sektor prima dalam mendukung perkembangan dan
kemajuan ekonomi wilayah kabupaten Nias Selatan.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Kebijakan Penataan Ruang” adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam
pemanfaatan ruang darat, laut dan udara termasuk ruang di dalam bumi
untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Strategi Penataan Ruang” adalah langkah –
langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Strategi Penguatan Peran sentra-sentra
Perkotaan adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
mendukung pengembangan perekonomian lokal di Kabupaten.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “sistem perkotaan” pada wilayah

4
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kabupaten adalah susunan kota dan kawasan perkotaan di
dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan
eksisting maupun rencana antar kota/perkotaan, yang
membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Pusat kegiatan disusun secara berhierarki menurut fungsi dan besarannya
sehingga pengembangan sistem pusat kegiatan yang meliputi penetapan
fungsi wilayah dan hubungan hierarkisnya berdasarkan penilaian kondisi
sekarang dan antisipasi perkembangan dimasa yang akan datang sehingga
terwujud pelayanan prasarana dan sarana yang efektif dan efisien, yang
persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan ruang yang
ada.
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Penetapan lokasi ibukota sebagai pusat pemerintahan di
Kecamatan Telukdalam dilakukan sesuai dengan tahapan dan
ketersediaan lahan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Rencana sistem jaringan transportasi Kabupaten Nias Selatan
merupakan sistem yang memperlihatkan keterkaitan kebutuhan
dan pelayanan transportasi antar wilayah dan antar kawasan
perkotaan dalam ruang wilayah Kabupaten Nias Selatan, serta
keterkaitannya dengan jaringan transportasi provinsi dan
nasional.
Pengembangan sistem jaringan transportasi Kabupaten Nias
Selatan dimaksudkan untuk menciptakan keterkaitan antar
pusat kegiatan Kabupaten Nias Selatan serta mewujudkan

5
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
keselarasan dan keterpaduan antara pusat kegiatan Kabupaten
Nias Selatan dengan sektor kegiatan ekonomi masyarakat.
Pengembangan sistem jaringan transportasi Kabupaten Nias
Selatan dilakukan secara terintegrasi mencakup transportasi
darat, laut dan Udara yang menghubungkan antar kawasan
perkotaan dengan kawasan produksi, sehingga terbentuk
kesatuan untuk menunjang kegiatan sosial, ekonomi, serta
pertahanan dan keamanan negara dalam rangka memantapkan
kedaulatan wilayah nasional.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
 Jalan Strategis Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor
dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar
ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol
 Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
 Jalan Strategi Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi,
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
 Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal,antarpusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal.
 Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna pusat

6
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal,
atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta
antarpusat kegiatan lingkungan.
 Jalan Lingkungan Primer menghubungkan antarpusat kegiatan
di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan.

Pasal 13
Ayat (1)
Terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan
intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan
kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
Huruf a
Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan
umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan
kota dan/atau angkutan pedesaan.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B
 Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan
trayek angkutan kota dalam propinsi.
 Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan
sekurang-kurangnya kelas IIIB.
 Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan
terminal tipe A sekurang-kurangnya 30 km (tiga puluh
kilometer).
 Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 2 Ha (dua
hektar).
 Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan
dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 30 (tiga puluh)
meter.
Huruf b,

Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani

7
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C

 Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II


dan dalam jaringan trayek angkutan pedesaan.
 Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan
paling tinggi IIIA. Tersedia lahan yang sesuai dengan
permintaan angkutan.
 Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan
dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu
lintas di sekitar terminal.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Terminal barang adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra
dan/atau moda transportasi.
Ayat (5)
Huruf a
Jembatan timbang adalah seperangkat alat untuk menimbang
kendaraan barang/truk yang dapat dipasang secara tetap atau
alat yang dapat dipindah-pindahkan (portable) yang
digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta
muatannya digunakan untuk pengawasan jalan ataupun untuk
mengukur besarnya muatan pada industri, pelabuhan ataupun
pertanian.
Jenis dan spesifikasi jembatan timbang yang ditempatkan
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Huruf b
Cukup jelas

8
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 14

Cukup Jelas

Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas

Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a,
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan pembangkit
listrik yang digerakkan oleh tenaga surya.
Huruf b,
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), adalah suatu
pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air
sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau
air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head)
dan jumlah debit air. Energi Terbarukan yang berbasis Bioenergi
adalah energi yang dihasilkan dari Kotoran-kotoran hewan seperti
Sapi dan Kuda dan akan menghasilkan energi dalam betuk gas.
Huruf c,
Cukup Jelas
Huruf d,
Pembangkit Listrik Tenaga Pikro Hidro (PLTPH) merupakan
pembangkit listrik yang digerakkan oleh tenaga air skala piko,
dengan kapasitas daya lebih kecil dari 5 kW.

9
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 20
Huruf (a),
Yang dimaksud dengan “nir kabel” adalah pemanfaatan komunikasi
tanpa menggunakan kabel (menggunakan gelombang
elektromagnetik), atau dengan istilah lain adalah telepon seluler
Huruf (b),
Cukup jelas
Huruf (c),
Yang dimaksud dengan ”menara telekomunikasi bersama” adalah
memanfaatkan secara bersama-sama pada satu menara oleh
beberapa operator telepon seluler.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa,
dan irigasi tambak.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf (a),
Wilayah sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah

10
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
Huruf (b),
Cukup Jelas
Huruf (c),
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Air baku adalah air yang berasal dari air permukaan (sungai, waduk
dan lainnya) dan sumber-sumber mata air yang dapat dikelola dan
diolah untuk dimanfaatkan sebagai air minum.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Jaringan Drainase adalah Saluran air dengan Konstruksi tertutup yang
dibangun pada kawasan Perdagangan, Perkantoran, dan Kawasan
Komersil.
Pasal 26
Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat penampungan
sampah sebelum diangkut menuju TPA.
Tempat pemrosesan akhir (TPA) adalah tempat pemrosesan akhir sampah
atau tempat penimbunan sampah akhir.
Pasal 27
Limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk
tinja manusia dari lingkungan permukiman, serta air limbah industri
rumah tangga yang tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah fasilitas septic tank atau

11
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
IPAL yang dibangun di lingkungan permukiman perkotaan untuk dikelola
dan dimanfaatkan untuk kepentingan lingkungan permukiman tersebut.
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Kawasan hutan lindung Kabupaten sesuai dengan SK Menhut
579/2014 seluas ± 73.613 Ha (Tujuh Puluh Tiga Ribu Enam Ratus
Tiga Belas) Hektar
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33

Cukup Jelas

Pasal 34

Yang dimaksud “kawasan yang memberikan perlindungan terhadap


kawasan bawahannya” adalah berupa kawasan bergambut dan kawasan
resapan air.
Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya
sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam
waktu yang lama.

Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi

12
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air
bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.

Pasal 35

Ayat (1)
Huruf (a),
Cukup Jelas
Huruf (b),
(Cukup Jelas)
Huruf (c),
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah
kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya
manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami
yang khas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37

Cukup Jelas

Pasal 38

Cukup Jelas

Pasal 39

Ayat (1)
Huruf (a)
Cukup Jelas
Huruf (b)
Kawasan hutan produksi terbatas adalah hutan alam produksi
yang karena faktor topografi, kepekaan jenis tanah dan iklim

13
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
sehingga pemanfaatan hasil hutan kayunya dibatasi
berdasarkan limit diameter tebang sesuai ketentuan yang
berlaku.
Huruf (c)
Kawasan hutan konversi adalah kawasan hutan yang dapat
diubah atau dialih fungsikan untuk kepentingan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Huruf (a),

Yang dimaksud dengan Kawasan Pertanian Lahan Basah adalah


lahan persawahan yang beririgasi.

Huruf (b)

Yang dimaksud dengan Kawasan Pertanian Lahan Kering adalah


kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman lahan kering untuk
tanaman palawija, hortikultura atau tanaman pangan.

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 41
Yang dimaksud dengan Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi tanaman perkebunan yang menghasilkan baik bahan
pangan dan bahan baku industri.
14
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Pasal 42

Yang dimaksud dengan Kawasan Perikanan adalah kawasan yang


diperuntukkan bagi perikanan, baik berupa pertambakan/kolam, perairan
darat lainnya maupun perairan laut.
Pasal 43

Yang dimaksud dengan Kawasan Industri adalah kawasan yang


diperuntukkan bagi industri, berupa tempat pemusatan kegiatan industri.
Kawasan peruntukan industri dimaksudkan untuk mengarahkan agar
kegiatan industri dapat berlangsung secara efisien dan produktif,
mendorong pemanfaatan sumber daya setempat, pengendalian dampak
lingkungan, dan sebagainya.

Pasal 44

Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah Kawasan yang diperuntukan


bagi pertambangan, baik wilayah yang sedang maupun yang akan
segera dilakukan kegiatan pertambangan. Kawasan Pertambangan
dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan pertambangan dapat
berlangsung secara efisien dan produktif tanpa menimbulkandampak
negatif terhadap lingkungan.

Pasal 45

Yang dimaksud dengan kawasan Pariwisata adalah Kawasan yang


diperuntukan bagi kegiatan Pariwisata dan Sarana Prasarana yang
mendukung Kegiatan Pariwisata.

Pasal 46

Yang dimaksud dengan Kawasan Permukiman adalah Kawasan yang


diperuntukan bagi Permukiman Penduduk dan Sarana prasarana serta
utilitas yang merupakan bagian dari Kawasan Permukiman.

Pasal 47

Cukup Jelas

15
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Pasal 48

Cukup Jelas

Pasal 49

Cukup Jelas

Pasal 50

Cukup Jelas

Pasal 51

Yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Sosial Budaya adalah Kawasan


yang diperuntukan terhadap Pengembangan dan pelestarian Nilai budaya
yang harus dikembangkan di Kawasan Kabupaten Nias Selatan.

Pasal 52

Cukup Jelas

Pasal 53

Cukup Jelas

Pasal 54

Cukup Jelas

Pasal 55

Cukup Jelas

Pasal 56

Cukup Jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Huruf a,

Perwujudan Pusat Kegiatan seperti Pusat Pendidikan, Pusat


Pemerintahan dan Pusat Perekonomian diprioritaskan di Kecamatan
Telukdalam dan Fanayama serta di Kecamatan lain sesuai dengan
potensi yang tersedia.

16
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Ayat (6)

Cukup Jelas

Ayat (7)

Cukup Jelas

Ayat (8)

Cukup Jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Huruf (c)

Yang dimaksud dengan sumber energi alternatif ialah sumber


energi yang dihasilkan/bersumber dari alam.

Ayat (5)

Huruf (b)

Yang dimaksud dengan area blank spot adalah wilayah yang


jangkauan signalnya lemah ataupun kosong sehingga
pemanfaatan komunikasi telepon seluler tidak berfungsi.

Ayat (6)

Cukup Jelas

17
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Pasal 59

Cukup Jelas

Pasal 60

Cukup Jelas

Pasal 61

Cukup Jelas

Pasal 62

Cukup Jelas

Pasal 63

Cukup Jelas

Pasal 64

Cukup Jelas

Pasal 65

Cukup Jelas

Pasal 66

Cukup Jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Huruf a,

Yang dimaksud dengan Izin Peruntukan ialah Surat izin yang


diberikan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk
menyatakan suatu kegiatan secara peruntukannya
diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroperasi.

Huruf b,

Yang dimaksud dengan izin lokasi adalah Izin yang diberikan


kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan
dalam rangka melakukan aktivitasnya. Izin Lokasi merupakan
dasar untuk melakukan pembebasan lahan dalam rangka
pemanfaatan ruang. Izin lokasi diberikan berdasarkan Izin

18
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
peruntukan apabila peraturan daerah yang berlaku diperlukan
izin peruntukan.

Huruf c,

Izin Perkebunan merupakan dasar dalam melakukan aktivitas


untuk melakukan pembebasan lahan pemanfaatan ruang.

Huruf d,

Izin Mendirikan bangunan merupakan dasar mendirikan


bangunan gedung dalam rangka pemanfaatan ruang. Izin
mendirikan bangunan diberikan berdasarkan Peraturan Zonasi
sebagai dasar bagi pemegang izin untuk mendirikan bangunan
sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan rencana teknis
bangunan gedung yang telah disetujui oleh pemerintah daerah.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Ayat (6)

Cukup Jelas

Ayat (7)

Cukup Jelas

Ayat (8)

Cukup Jelas

Pasal 68

Cukup Jelas

Pasal 69

19
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Cukup Jelas

Pasal 70

Cukup Jelas

Pasal 71

Cukup Jelas

Pasal 72

Cukup Jelas

Pasal 73

Cukup Jelas

Pasal 74

Cukup Jelas

Pasal 75

Cukup Jelas

Pasal 76

Cukup Jelas

Pasal 77

Cukup Jelas

Pasal 78

Cukup Jelas

Pasal 79

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2014


NOMOR 6

20
RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN
Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

INDIKASI PROGRAM UTAMA


Tabel indikasi program utama jangka panjang yang dirinci pada program jangka
menengah lima tahunan kabupaten, yang mencakup indikasi program utama,
lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, prakiraan pembiayaan, sumber dana,
kelembagaan, dan instansi pelaksana yang distrukturkan dalam:
a. Indikasi program perwujudan rencana struktur wilayah kabupaten, meliputi
indikasi program utama perwujudan pusat-pusat kegiatan, dan program
utama perwujudan sistem prasarana wilayah di kabupaten;
b. Indikasi program perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten, meliputi
indikasi program perwujudan kawasan lindung, dan indikasi program
perwujudan kawasan budi daya; serta
c. Indikasi program perwujudan kawasan strategis kabupaten.

Untuk dapat melaksanakan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, maka
perlu dijabarkan dalam arahan pemanfaatan ruang. Berdasarkan Undang-undang
No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang lingkup waktu Rencana Tata
Ruang Wilayah adalah 20 tahun. Berikut ini penjabaran rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang Kabupaten Nias Selatan yang dituangkan dalam indikasi
program utama tahun 2014 – 2034.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 Indikasi Program Utama
Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Selatan Tahun 2014 –
2034.

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 1


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Tabel 1
Indikasi Program Utama Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2014 – 2034

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
A. PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG

1. PERWUJUDAN PUSAT KEGIATAN


1.1 Program Pemantapan Kecamatan
Seluruh APBD Bappeda dan
Penetapan Tata Batas Antar Kecamatan
Kecamatan KABUPATEN Bag. Tapem
Pengembangan Kota TELUK DALAM (Pusat
1.1
Kegiatan Lokal, PKL)
a. Revisi RDTR Kota Teluk Dalam Kec. Teluk Dalam APBD Prov. Bappeda kab
Bappeda kab/
b. Studi Jalan Lingkar Kota Kec. Teluk Dalam APBD Kab.
DPUD
c. Pembangunan Jalan Lingkar Kota Kec. Teluk Dalam APBD Kab. DPUD
APBN/APBD
d. Pembangunan Pasar Induk Kabupaten Kec. Teluk Dalam DPUD
Kab.
e. Perencanaan dan Pembangunan Kawasan APBN/APBD
Kec. Teluk Dalam DPUD
Perkantoran Kab.
f. Penataan Kawasan Pusat Kota (CBD) Kec. Teluk Dalam APBD Kab. DPUD
APBD Kab. /
g. Peningkatan Type Rumah Sakit Umum Daerah Kec. Teluk Dalam DPUD/Dinkes
Swasta
h. Pembangunan Sekolah Kejuruan Pertanian dan APBD Kab.
Kec. Teluk Dalam DPUD/Disdik
Perikanan/Perguruan Tinggi /Swasta
Bappeda kab
i. Penyediaan dan Penataan RTH Kota Kec. Teluk Dalam APBD Kab.
/DPUD

j. Penyusunan Sistem Informasi Prasarana & Sarana Kabupaten APBD Kab. DPUD

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 2


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
k. Studi Lokasi Industri berbasis Pertanian dan
Kabupaten APBD Kab. Bappeda kab
Perikanan
l. Penyusunan Rencana Detail Kawasan
Kec. Teluk Dalam APBD Kab. Bappeda kab
Agomarinepolitan Kabupaten Nias Selatan
Pengembangan Kota ORAHILI GOMO (Pusat
1.2
Pelayanan Kawasan, PPK)
a. Penyusunan RDTR IKK, Orahili Gomo Kec. Gomo APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Gomo APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Gomo APBD Kab. DPUD
Bappeda kab/
d. Pembangunan Sekolah Kejuruan Pertanian Kec. Gomo APBD Kab.
DPUD
Bappeda
e. Studi Pengembangan Tanaman Pangan (Padi) Kec. Gomo APBD Kab
kab/Diperta
Pengembangan Kota PASAR TELO (Pusat
1.3
Kegiatan Lokal Promosi, PKLP)

a. Penyusunan RDTR IKK Pasar Pulau Telo Pasar Pulau Telo APBD Kab. Bappeda kab.

b. Pembagunan Pasar Kecamatan Pasar Pulau Telo APBD Kab. DPUD


c. Penyediaan Fasilitas Sosial Pasar Pulau Telo APBD Kab. DPUD
d. Pembangunan Sekolah Kejuruan Perikanan Bappeda kab./
Pasar Pulau Telo APBD Kab.
Dan Pariwisata DPUD

e. Studi Industri Berbasis Pengolahan Kopra Pulau-Pulau Batu APBD Kab Bappeda kab

Bappeda
f. Pembangunan Industri Pendingin (Hasil kab/Dinas
Pulau-Pulau Batu APBD Kab
Penangkapan Ikan Laut) Perikanan/Depper
indag
Pengembangan Kota HILISIMAETANO (Pusat
1.4 Pelayanan Kawasan, PPK)
APBN/APBD
a. Penyusunan RDTR IKK Hilisimaetano Hilisimaetano Bappeda Kab
Kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Hilisimaetano APBD Kab. DPUD
c. Pembangunan Sekolah Kejuruan Pertanian Hilisimaetano APBD Kab. DPUD

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 3


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
d. Penyediaan Fasilitas Sosial Hilisimaetano APBD Kab. DPUD
Pengembangan Kota LOLOWAU (Pusat
1.5
Pelayanan Kawasan, PPK)
a. Penyusunan RDTR IKK Lolowau Lolowau APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Lolowau APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Lolowau APBD Kab. DPUD
d. Pembangunan Sekolah Kejuruan Pertanian Lolowau APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hilisataro (Pusat Pelayanan
1.6
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hilisataro Kec. Toma APBD Kab. Bappeda kab
Bappeda kab./
b. Penataan Pusat Pasar Kecamatan Kec. Toma APBD Kab.
DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Toma APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hilizalootano (Pusat
1.7
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hilizalootano Kec. Mazino APBD Kab. Bappeda kab
Bappeda kab./
b. Penataan Pasar Kecamatan Kec. Mazino APBD Kab.
DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Mazino APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Tuindrao (Pusat Pelayanan
1.8
Lingkungan, PPL)

a. Penyusunan RDTR IKK Tuindrao Kec. Amandraya APBD Kab. Bappeda kab

Bappeda kab./
b. Penataan Pasar Kecamatan Kec. Amandraya APBD Kab.
DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Amandraya APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hiliorudua (Pusat
1.9
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hiliorudua Kec. Aramo APBD Kab. Bappeda kab
b. Penataan Pasar Kecamatan Kec. Aramo APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Aramo APBD Kab. DPUD

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 4


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
d. Pembangunan Sekolah Kejuruan Pertanian (SMK) Kec. Aramo APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hilisaooto (Pusat Pelayanan
1.10
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hilisaooto Kec. Lahusa APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Lahusa APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Lahusa APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Sifalago Susua (Pusat
1.11
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Sifalago Susua Kec. Susua APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Susua APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Susua APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Tetegawaai (Pusat
1.12
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Tetegawaai Kec. Mazo APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Mazo APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Mazo APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Lawindra (Pusat Pelayanan
1.13
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Lawindra Kec. Umbunasi APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Umbunasi APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Umbunasi APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hili Otalua (Pusat
1.14
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hili Otalua Kec. Lolomatua APBD Kab. Bappekab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Lolomatua APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Lolomatua APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Bawonahano (Pusat
1.15
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Fanayama Kec. Fanayama APBN/APBD Bappeda kab

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 5


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kab.
Bappeda kab./
b. Penataan Pusat Pasar Kecamatan Kec. Fanayama APBD Kab.
DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Fanayama APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Togizita (Pusat Pelayanan
1.16
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Togizita Kec. Hilimegai APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Hilimegai APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Hilimegai APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Eho (Pusat Pelayanan
1.17
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Eho Kec. Hibala APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Hibala APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Hibala APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Lahuhan Hiyu (Pusat
1.18
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Labuhan Hiyu Pulau Pini APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Pulau Pini APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Pulau Pini APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Orahili Ulunoyo(Pusat
1.19
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Ulunoyo Kec. Ulunoyo APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Ulunoyo APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Ulunoyo APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hilizoliga (Pusat Pelayanan
1.20
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Huruna Kec. Huruna APBD Kab. Bappeda kab
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Huruna APBD Kab. DPUD

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 6


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Huruna APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Simandraolo (Pusat
1.21
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK O’o’u Kec. O’o’u APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. O’o’u APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. O’o’u APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Orahili Huruna (Pusat
1.22
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Onohazumba Kec. Onohazumba APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Onohazumba APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Onohazumba APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Maluo (Pusat Pelayanan
1.23
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Hilisawa’ahe Kec. Hilisawa’ahe APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Hilisawa’ahe APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Hilisawa’ahe APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Fondrakoraya (Pusat
1.24
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Ulususua Kec. Ulususu’a APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Ulususu’a APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Ulususu’a APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hilidohona (Pusat Pelayanan
1.25
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Sidua’ori Kec. Sidua’ori APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Sidua’ori APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Sidua’ori APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Sihare’o (Pusat Pelayanan
1.26
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Somambawa Kec. Somambawa APBD Kab. Bappeda kab.

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 7


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Somambawa APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Somambawa APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Hilimbowo Idanotae (Pusat
1.27
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Idanotae Kec. Idanotae APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Idanotae APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Idanotae APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Fanedanu (Pusat Pelayanan
1.28
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Ulu Idanotae Kec. Ulu Idanotae APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Ulu Idanotae APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Ulu Idanotae APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Sifalago Gomo (Pusat
1.29
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Boronadu Kec. Boronadu APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Boronadu APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Boronadu APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Botohili Silambo(Pusat
1.30
Pelayanan Lingkungan, PPL)
Kec. Luahagundre
a. Penyusunan RDTR IKK . Luahagundre Maniamolo APBD Kab. Bappeda kab.
Maniamolo
Kec. Luahagundre
b. Pembangunan Pasar Kecamatan APBD Kab. DPUD
Maniamolo
Kec. Luahagundre
c. Penyediaan Fasilitas Sosial APBD Kab. DPUD
Maniamolo
Pengembangan IKK Siholi/Hilinamozaua (Pusat
1.31
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Onolalu Kec. Onolalu APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Onolalu APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Onolalu APBD Kab. DPUD

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 8


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pengembangan IKK Gobo (Pusat Pelayanan
1.32
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Simuk Kec. Simuk APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Simuk APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Simuk APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Bawositora (Pusat
1.33
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK PP. Batu Barat Kec. PP Batu Barat APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. PP Batu Barat APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. PP Batu Barat
Pengembangan IKK Silima Banua Marit (Pusat
1.34
Pelayanan Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK . PP Batu Utara Kec. PP Batu Utara APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. PP Batu Utara APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. PP Batu Utara APBD Kab. DPUD
Pengembangan IKK Baluta (Pusat Pelayanan
1.35
Lingkungan, PPL)
a. Penyusunan RDTR IKK Tanah masa Kec. Tanah Masa APBD Kab. Bappeda kab.
b. Pembangunan Pasar Kecamatan Kec. Tanah Masa APBD Kab. DPUD
c. Penyediaan Fasilitas Sosial Kec. Tanah Masa APBD Kab. DPUD
2. PERWUJUDAN PRASARANA DAN SARANA
1. Penyusunan Rencana Program Investasi
APBD Prov/
Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Bidang Kab. Nias Selatan Bappeda kab
Kab.
PU Cipta Karya
APBD Prov/ Bappeda kab dan
2. Penyusunan Master Plan Pendidikan Kab. Nias Selatan
Kab. Dinas Pendidikan
APBD Prov/ Bappeda kab dan
3. Penyusunan Master Plan Kesehatan Kab. Nias Selatan
Kab. Dinas Kesehatan
4. Penyusunan Profil Daerah (Studi/Kajian Kawasan
Kab. Nias Selatan
Ekonomi Khusus Kabupaten Nias Selatan)

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 9


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2.1 Jaringan Transportasi
Telukdalam - APBN/APBD
a. Pengembangan dan Pemeliharaan Jalan Kolektor DPUD
ibukota kecamatan Kab.
b. Pembangunan jalan lingkar kota Telukdalam APBD Kab. DPUD
c. Pengembangan dan pemeliharaan jalan kabupaten, APBN/APBD
Kab. Nias Selatan DPUD
provinsi maupun strategis nasional Kab. dan Prov
d. Perbaikan Jalan Poros Kecamatan IKK – Desa sekitar APBD Kab. DPUD
e. Pembangunan Jalan Poros Desa Antar Desa APBD Kab. DPUD
APBN/APBD
f. Perbaikan jembatan Kab. Nias Selatan DPUD
Kab. dan Prov
APBN/APBD
g. Pemeliharaan jembatan Kab. Nias Selatan DPUD
Kab. dan Prov
APBN/APBD
h. Penataan Sempadan di Sepanjang Jalan area permukiman DPUD
Kab.
i. Melanjutkan Pembangunan Bandar udara Silambo APBN/APBD DPUD,
Desa Botohilitano,
agar dapat difungsikan. Kab. Perhubungan
APBN/APBD DPUD,
j. Peningkatan Bandar udara Lasondre Pulau Tello
Kab. Perhubungan
APBN/APBD DPUD,
k. Pembangunan terminal tipe B Telukdalam
Kab. dan Prov Perhubungan
Lahusa, Lolowau, DPUD,
l. Peningkatan terminal tipe C APBD Kab.
Gomo Perhubungan
Amandraya, DPUD,
m. Pebangunan terminal tipe C APBD Kab.
Lolomatua Perhubungan
Telukdalam, P. APBN/APBD DPUD,
n. Pemeliharaan pelabuna pengumpan regional
Tello, Hibala Kab. dan Prov Perhubungan
Luahagundre
Maniamolo,
Fanayama, APBN/APBD DPUD,
o. Pembangunan pelabuhan pengumpan local
Lahusa, P. Kab. dan Prov Perhubungan
Tanahmasa, P.
Simuk, P. Pini
2.2 Jaringan Air Bersih
a. Penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air
Kab. Nias Selatan DPUD, PDAM
Bersih

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 10


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
b. DED Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) Desa IKK DPUD, PDAM
c. Pembangunan sarana/jaringan air bersih di Seluruh
DPUD, PDAM
kawasan permukiman Kecamatan
d. Peningkatan kapasitas pengolahan Instalasi Teluk Dalam dan
PDAM
Pengolahan Air Bersih (IPAB) IKK Kecamatan
Teluk Dalam dan
e. Peningkatan cakupan pelayanan PDAM PDAM
IKK Kecamatan
f. Peningkatan kualitas pelayanan dan pemeliharaan PDAM
Kab. Nias Selatan
sistem PDAM
g. Peningkatan manajemen kelembagaan dan sumber PDAM
Kab. Nias Selatan
daya manusia PDAM
2.3 Jaringan Air Limbah
a. Studi dan desain pengembangan instalasi
Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
pengelolaan air limbah
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan limbah cair di
Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
kawasan perkotaan dengan cara terpusat
c. Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Limbah IKK Kecamatan APBD Kab. DPUD
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
(IPLT)
e. Penyediaan Prasarana Pengumpul Limbah (Truk) Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
f. Pembangunan septik tank kolektif (sistem off-site) IKK Kecamatan APBD Kab. DPUD
Seluruh
g. Sistem septik tank individu (sistem on-site) APBD Kab. DPUD
Kecamatan
2.4 Jaringan Persampahan
a. Peningkatan fungsi Tempat Pemrosesan Akhir
Kec. Maniamolo APBD Kab. DPUD/BLH
(TPA) sampah
b. Penyusunan DED Persampahan Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
Seluruh
c. Penyediaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) APBD Kab. DPUD
Kecamatan
d. Penyediaan alat angkut sampah di setiap kawasan Seluruh
APBD Kab. DPUD
permukiman Kecamatan

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 11


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2.5 Jaringan Telekomunikasi
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan Telekomunikasi Kab. Nias Selatan Swasta PT. Telkom
b. Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Kab. Nias Selatan Swasta PT. Telkom
2.6 Jaringan Listrik
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan Listrik Kab. Nias Selatan Swasta PT. PLN
b. Pengembangan Jaringan Listrik Kab. Nias Selatan Swasta PT. PLN
c. Pembangunan instalasi baru dan pengoperasian
Kab. Nias Selatan Swasta PT. PLN
Instalasi Penyaluran
d. Penambahan Daya Listrik Teluk Dalam Swasta PT. PLN
e. Perluasan Jaringan Transmisi Kab. Nias Selatan Swasta PT. PLN
f. Pembangunan Mesin Jaringan listrik masuk Desa Kab. Nias Selatan APBN DPUD
2.7 Jaringan Irigasi
a. Pengembangan jaringan prasarana irigasi di DPUD, Dinas
Kab. Nias Selatan APBD Kab.
kawasan pertanian lahan basah Pertanian
b. Pembuatan saluran yang berfungsi mengaliri lahan DPUD, Dinas
Kab. Nias Selatan APBD Kab.
pertanian pertanian

c. Inventarisasi lahan, dan pemilik pertanian serta


Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dinas Pertanian
potensial kebutuhan air baku bagi pertanian

2.8 Jaringan Drainase


a. Penyusunan Masterplan dan DED Drainase Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
b. Penambahan jaringan drainase Primer dengan
memanfaatkan sungai-sungai utama sebagai Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD
drainase primer
c. Pembangunan drainase sekunder di kawasan Teluk Dalam, dan
APBD Kab. DPUD
permukiman IKK lainnya
B. PERWUJUDAN POLA RUANG

1. PERWUJUDAN KAWASAN LINDUNG

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 12


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Program pengembangan aspek hukum,
1.1 pengawasan dan sosialisasi
a. Sosialisasi perwujudan Kawasan Lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Bawasda, Dishut

b. Pengawasan dan pengendalian pada hutan lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Bawasda, Dishut
Program perwujudan dan pengelolaan kawasan
1.2 hutan lindung
a. Pengadaan Watas kawasan hutan lindung seperti
pembangunan pagar, dan tanda atau papan Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
informasi, bahkan tapal batas
b. Pembangunan jalan inpeksi dalam rangka
mempermudah kegiatan pengawasan dan Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD dan Dishut
pengendalian
c. Identifikasi Pemilik Lahan yang terkena
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Diperta
peruntukkan Hutan Lindung
d. Pelaksanaan Penyepakatan (Pengantian,
BPN dan Dinas
pembelian, atau partisipasi) Lahan Peruntukkan Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Kehutanan
Hutan Lindung
e. Identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
lindung
f. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Program perwujudan dan mempertahankan
1.3 kawasan Hutan Koservasi dan kawasan
perlindungan plasma nuftah (Cagar Alam)
a. Mempertegas batas-batas dan memberikan
batasan fisik pada kawasan Hutan Konservasi dan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Plasma nuftah (Cagar Alam), seperti pembangunan
pagar, dan tanda atau papan informasi
b. Sosialisasi perwujudan kawasan Hutan Konservasi
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
dan plasma nuftah (Cagar Alam)
c. Pembangunan jalan inpeksi dalam rangka
mempermudah kegiatan pengawasan dan Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD, Dishut
pengendalian
d. Pengawasan dan pengendalian Kawasan Hutan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Konservasi dan Suaka Alam (Cagar Alam)

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 13


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.4 Program perwujudan sempadan sungai
a. Mempertegas batas-batas dan Memberikan
batasan fisik pada kawasan Sempadan Sungai,
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
seperti pem-bangunan pagar, dan tanda atau
papan informasi
b. Sosialisasi perwujudan kawasan Sempadan Sungai Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
c. Pembangunan jalan inpeksi dalam rangka memper-
Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD, Dishut
mudah kegiatan pengawasan dan pengendalian
d. Pengawasan dan pengendalian pada kawasan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Sempadan Sungai
Bappelitbang
e. Penyusunan RTRW DAS (Daerah Aliran Sungai) Kab. Nias Selatan APBD Kab.
PMD, DPUD
1.5 Program pada Kawasan Rawan Bencana
a. Reboisasi dan Menghutankan Kawasan Rawan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
Bencana Alam
b. Perbaikan kawasan hutan bakau dikawasan pesisir
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
dalam rangka mengurangi dampak resiko bencana
c. Penanaman pohon pada wilayah potensial longsor
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
dan rawan bencana
d. Pembentukan dan Fasilitasi organisasi masyarakat
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
pengendali bencana alam
e. Mempertegas batas-batas dan memberikan
batasan fisik pada kawasan Rawan Bencana,
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
seperti pemba-ngunan pagar, dan tanda atau
papan informasi
f. Sosialisasi perwujudan kawasan Rawan Bencana Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
g. Pembangunan jalan inpeksi dalam rangka memper-
Kab. Nias Selatan APBD Kab. DPUD, Dishut
mudah kegiatan pengawasan dan pengendalian
1.6 Pemantapan Tapal Batas Kawasan Lindung
a. Penyusunan Peta Kawasan Lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut, BPN
b. Pembuatan Patok BM Kab. Nias Selatan APBD Kab. BPN, Dishut
c. Penghutanan kembali dan reboisasi hutan lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 14


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.7 Monitoring Pemanfaatan Kawasan Lindung
a. Penetapan Tim Monitoring Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
b. Monitoring Kawasan Lindung Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
c. Evaluasi terhadap hak penguasaan lahan yang telah
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dishut
dikeluarkan
1.8 Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung
Bappeda, Dishut,
a. Penyusunan Sistem Insentif-Disinsentif Kab. Nias Selatan APBD Kab.
BLH
b. Penertiban Kawasan Terbangun di wilayah sempadan Bappeda, Dishut,
Kab. Nias Selatan APBD Kab.
di Kawasan Perkotaan. BLH
1.9 Pengendalian Lingkungan Hidup
a. Program Pengembangan kinerja pengolahan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. BLH
persampahan
b. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. BLH
lingkungan
c. Program Perlindungan dan konservasi Sumber Daya
Kab. Nias Selatan APBD Kab. BLH
Alam
d. Program Pengendalian Daerah aliran Sungai Kab. Nias Selatan APBD Kab. BLH
2. PERWUJUDAN KAWASAN BUDIDAYA
2.1 Program pengembangan hutan produksi
a. Studi kelayakan dan Desain Pengembangan Sentra
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Bappeda, Dishut
Industri Pengolahan Kayu
b. Penyusunan Peraturan Perijinan Pengelolaan Hutan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Bappeda, Dishut
Produksi
Program pengembangan pertanian, perkebunan
2.2
dan Perikanan
a. Studi Kelayakan Pengembangan Sentra Produksi DPUD, Dinas
Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Tanaman Pangan Lahan Basah (padi) Pertanian
b. Survey, Investigasi dan Design Sentra Produksi DPUD, Dinas
IKK APBD Kab.
Hortikultura di Kab. Nias Selatan Pertanian
c. Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Harga Pupuk, Seluruh
APBD Kab. Dinas Pertanian
Obat-obatan, dan Bibit Kecamatan

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 15


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
d. Studi Kelayakan Pengembangan Sentra Produksi DPUD, Dinas
Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Perkebunan Pertanian
e. Studi Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dinas Perikanan
f. Pembangunan Cold Storage di Kawasan Pulau-pulau Telukdalam dan
APBD Kab. Dinas Perikanan
Batu dan Telukdalam Pulau-Pulau Batu
g. Pengadaan Kapal Motor Patroli Air di Kawasan
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dinas Perikanan
Pulau-pulau Batu
h. Identifikasi dan Upaya Penuntasan Kemiskinan di APBN/APBD Dinas Sosial dan
Kab. Nias Selatan
Kabupaten Nias Selatan Kab. Pendapatan
Program Pengembangan Pertambangan dan
2.3
Industri
a. Penyusunan Peraturan Daerah Tentang ijin Dinas
pengelolaan dan seleksi usaha pertambangan dan Kab. Nias Selatan APBD Kab. Pertambangan &
galian (kelayakan perusahaan) Industri
Dinas
b.Studi Kelayakan dan Penataan Pengembangan Sentra
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Pertambangan,
Industri Pengolahan Pertambangan dan Galian
Industri
Dinas
c. Pembangunan industri pengolahan Pertambangan Kab. Nias Selatan APBD Kab. Pertambangan,
Industri
Dinas
d.Fasilitasi pertambangan dan galian Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Pertambangan
e. Studi kelayakan pembangunan kawasan industri
Kab. Nias Selatan APBD Kab. Dinas Industri
terpadu
2.4 Program Pengembangan Pariwisata
a. Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Daerah Bappeda Kab dan
Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Kabupaten Nias Selatan Dinas Pariwisata
Bappeda Kab dan
b. Penyusunan Lagenda Destinasi Wisata Kab. Nias Selatan APBD Kab.
Dinas Pariwisata
C. PERWUJUDAN KAWASAN STRATEGIS
APBN/APBD
1. Program Strategis Pengembangan Kws Pulau Simuk : Pulau Simuk Bappeda Kab.
Prov/Kab
Penyusunan Perencanaan Wilayah NKRI di Perbatasan APBN/APBD
1.1 Pulau Simuk Bappeda Kab
Pulau Simuk Kabupaten Nias Selatan Prov/Kab.

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 16


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penyusunan Perencanaan Pengembangan dan
1.2
Perlindungan Fauna Beo Nias
APBN/APBD
2 Program Strategis Kws Taman Laut Sibaranum : Pulau-pulau Batu Bappeda Kab
Prov/Kab.
Studi Pengembangan Kawasan Pariwisata Laut APBN/APBD Bappeda Kab/
2.1 Pulau-pulau Batu
Sibaranum, sebagai kws Wisata Bahari dan Diving Prov/Kab. Dinas Pariwisata
Studi Pengembangan Kawasan Laut Sibaranum sebagai
2.2
Lokasi Taman Laut
Program Strategis Kawasan Lagundi – Sorake sebagai
3.
pusat wisata pantai
Penyusunan Rencana Detail Kawasan wisata pantai Kec. Luahagundre APBD Bappeda Kab./
3.1
Lagundi – Sorake Maniamolo Prov./Kab. Dinas Pariwisata
Program Strategis Kws Bawomatalua dsk sebagai Pusat
4.
Wisata Budaya

Pemugaran dan pemeliharaan Rumah Adat dan APBN, APBD Bappeda Kab./
4.1 Kec. Fanayama
Kampung Nias sebagai asset budaya Prov./Kab. Dinas Pariwisata

Kawasan Pantai
Penyusunan Rencana Detail Kawasan Pariwisata Pantai APBD Bappeda Kab./
4.2 Lagundri dan
Lagundri dan Sorake Prov./Kab. Dinas Pariwisata
Sorake
5. Kawasan Strategis Kws Sifalago Gomo dsk :
Desa Lahusa
Pemugaran dan pemeliharaan Kampung Peninggalan APBN, APBD
5.1 Idano Tae, Kec. Dinas Pariwisata
Budaya Nias dan Megalith Prov/ Kab.
Gomo
APBD Prov/
5.2 Pengembangan Kws Pariwisata Budaya Kec. Gomo dsk Dinas Pariwisata
Kab.
Program Strategis Kawasan Hilinawalo Mazino dsk
6.
sebagai pusat wisata budaya
APBN, APBD
6.1 Pembangunan Kebun Raya Nias Selatan Kab. Nias Selatan Dinas Pariwisata
Prov/Kab.
Pemugaran dan pemeliharaan rumah adat dan desa APBN, APBD
6.2 Kec. Mazino dsk Dinas Pariwisata
wisata sebagai asset budaya Prov/ Kab.
Program Strategis Kawasan Olayama dsk sebagai pusat
7. wisata budaya

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 17


Lampiran 5
RTRW Kabupaten Nias Selatan

Instansi Waktu Pelaksanaan


Sumber
NO Program Utama Lokasi Besar Pelaksana 2014- 2020- 2025- 2030- Ket
Dana
2019 2024 2029 2034
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pelestarian benda cagar budaya/situs megalitik Kecamatan APBN, APBD
7.1 Dinas Pariwisata
peninggalan budaya Lolowa’u Prov/ Kab.
Kecamatan APBD Prov/
7.2 Pengembangan Kawasan Pariwisata budaya Dinas Pariwisata
Lolowa’u Kab.
8. Pengembangan Kawasan Ekonomi Telukdalam Kota Telukdalam APBD Kab. Bappeda Kab

9. Pengembangan Kawasan Ekonomi Tello Kota Tello APBD Kab Bappeda Kab
Sumber : Hasil Analisa

RTRW KABUPATEN NIAS SELATAN 18


Lampiran VI
RTRW Kab. Nias Selatan

DATA DASAR PRASARANA JALAN


KABUPATEN NIAS SELATAN

Provinsi : SUMATERA UTARA


Kabupaten : NIAS SELATAN
Tahun : 2013

PANJANG
LEBAR KECAMATAN YANG AKSES KE
No. No.RUAS NAMA RUAS JALAN RUAS KETERANGAN
(m) DILALUI JALAN N/P/K
(km)

1 2 3 4 5 6 15 16

I. KECAMATAN TELUK DALAM


1 400,001 Jalan A. Yani 1,00 5,00 Kec. Telukdalam N
2 400,002 Jalan Imam Bonjol 2,00 5,00 Kec. Telukdalam K
3 400,003 Jalan Kueni 1,00 4,00 Kec. Telukdalam P&K
4 400,004 Jalan Pancasila 1,00 3,00 Kec. Telukdalam K
5 400,005 Jalan Sudirman 2,00 3,00 Kec. Telukdalam P&K
6 400,006 Jalan DI. Panjaitan 1,00 3,00 Kec. Telukdalam K
7 400,007 Jalan Yos Sudarso 1,00 3,00 Kec. Telukdalam K
8 400,008 Jalan Anuleta 0,50 3,00 Kec. Telukdalam K
9 400,009 Jalan Pasir Putih 2,50 3,00 Kec. Telukdalam K
10 400,010 Jalan Pelita 3,00 3,00 Kec. Telukdalam N&K
11 400,011 Jalan Pramuka 1,50 3,00 Kec. Telukdalam P&K
12 400,012 Jalan Golkar 1,50 3,00 Kec. Telukdalam K
13 400,013 Jalan RA. Kartini 1,50 3,00 Kec. Telukdalam K
14 400,014 Jalan Pendidikan 1,00 3,00 Kec. Telukdalam K
15 400,015 Jalan M. Hatta 0,10 3,00 Kec. Telukdalam K
16 400,016 Jalan Soeprapto 0,30 3,00 Kec. Telukdalam K
17 400,017 Jl. Baru 2,50 3,00 Kec. Telukdalam P&K
18 400,018 Jl. Bawolowalani 1,14 3,00 Kec. Telukdalam P&K
19 400,019 Jl. Hilisondrekha 2,00 3,00 Kec. Telukdalam P&K
20 400,020 Jl. Baloho 2,00 4,00 Kec. Telukdalam P&K
21 400,021 Jl. Baru Raya 2,00 4,00 Kec. Telukdalam P&K
22 400,022 Jl. Baloho Indah 2,50 4,00 Kec. Telukdalam K
23 400,023 Jl. Lingkar Bawah 10,00 8,00 Kec. Telukdalam P&K
24 400,024 Jalan Kosasih 2,00 3,00 Kec. Telukdalam K
25 400,025 Jalan TPA Hilitobara 1,20 3,00 Kec. Telukdalam K
26 400,026 Jalan SMA Bintang Laut 1,00 3,00 Kec. Telukdalam N&K
27 400,037 Jalan Nari Nari 1,50 3,00 Kec. Telukdalam N&K
28 400,038 Jalan Dermaga Baru 1,50 3,00 Kec. Telukdalam N&K
29 900,001 Jalan Hilimondrege Raya 6,30 3,00 Kec. Telukdalam N&K
30 900,002 Jalan Hiliana'a 1,50 3,00 Kec. Telukdalam P&K
31 900,003 Jalan Hiligeho 1,00 3,00 Kec. Telukdalam P&K
32 900,004 Jalan Hilisalo'o 4,00 3,00 Kec. Telukdalam P&K
33 900,005 Jl. Lazafahowu-Hilifalago 5,00 3,00 Kec. Telukdalam N
34 600,001 Jl. Lingkar Bawah Dalam 2,20 12,00 Kec. Telukdalam K
35 600,002 Jl. Namoduabelas 3,00 12,00 Kec. Telukdalam P
36 600,003 Jl. Lingkar Bawah Dalam 1 4,00 12,00 Kec. Telukdalam P
37 600,004 Simp. Jl. Pramuka-Walo 3,40 6,00 Kec. Telukdalam K
38 600,006 Baloho Ikhuhele 4,00 12,00 Kec. Telukdalam K
39 900,047 Jl. Fahuwusa Laia 1,00 3,00 Kec. Telukdalam K
85,64
1 2 3 4 5 6 15 16

II. KECAMATAN FANAYAMA


40 900,006 Jalan Ndraso 2,00 4,00 Kec. Fanayama P&K
41 900,007 Jalan Desa Orahili 2,00 3,00 Kec. Fanayama K
42 900,008 Jalan Ex. Provinsi 1,50 3,00 Kec. Fanayama P&K
43 900,009 Jalan Gitemeso 3,00 3,00 Kec. Fanayama K
44 900,010 Jalan Bawomataluo 5,10 3,00 Kec. Fanayama K
45 900,011 Jalan Siwalawa 8,00 3,00 Kec. Fanayama K
46 900,012 Jalan SMAN 4,00 3,00 Kec. Fanayama K
47 900,013 Jalan Hilijihono 1,00 3,00 Kec. Fanayama P&K
48 900,014 Jalan Alo'oa 2,50 18,00 Kec. Fanayama P&K
49 900,015 Jalan Alo'oa Baru 2,00 3,00 Kec. Fanayama K
50 900,016 Jalan Hiliamaetaniha 1,50 3,00 Kec. Fanayama P&K
51 900,017 Jalan Pemancar TVRI 2,00 3,00 Kec. Fanayama P&K
52 900,018 Jalan Doremi 2,00 3,00 Kec. Fanayama P&K
53 900,019 Jalan Batuhite 2,50 3,00 Kec. Fanayama P&K
54 600,005 Jalan dr Ktr DPRD-Bawomataluo 2,50 5,00 Kec. Fanayama P&K
55 900,020 Jalan Bawofanayama 1,30 4,00 Kec. Fanayama P&K
56 900,021 Jl. Bawonahono 1,50 3,00 Kec. Fanayama K
Pemukiman baru menuju Sinasi Ds.
57 900,022 0,45 3,00 Kec. Fanayama K
Bawomataluo
44,85
III. KECAMATAN MAINAMOLO
58 400,027 Jalan Sorake 2,00 4,00 Kec. Maniamolo P&K
59 400,028 Jalan Botohili 1,00 3,00 Kec. Maniamolo K
60 900,046 Jalan Hilisaloo 5,00 3,00 Kec. Maniamolo K
61 900,023 Jalan Bawolahusa 3,00 3,00 Kec. Maniamolo P&K
62 900,024 Jalan RSUD Lukas 3,10 3,00 Kec. Maniamolo P&K
63 900,025 Jalan Ex Provinsi 1,00 3,00 Kec. Maniamolo P&K
64 900,026 Jalan Hiliaurifa 5,80 3,00 Kec. Maniamolo P&K
65 900,027 Jalan Bawogosali 6,00 3,00 Kec. Maniamolo P&K
66 900,028 Jalan Hilimaera 3,50 3,00 Kec. Maniamolo P&K
67 900,029 Jl. BNKP Hilimaetano 2,30 3,00 Kec. Maniamolo P&K
68 900,044 Pintu Gerbang Soto'o 3,00 3,00 Kec. Maniamolo P&K
69 900,045 Pekan So'onogeu 4,00 3,00 Kec. Maniamolo K
70 900,048 Pekan So'onogeu 2,15 3,00 Kec. Maniamolo K
41,85
IV. KECAMATAN TOMA
70 900,030 Jalan Hilisataro 5,50 3,00 Kec. Toma K
71 900,031 Jalan Bawodobara 2,00 3,00 Kec. Toma K
72 900,032 Jalan Hilinamoniha 3,50 3,00 Kec. Toma N
73 900,033 Jalan Hilinamoza'ua 1,50 3,00 Kec. Toma N
74 900,034 Jl. SMAN 1 Toma 2,50 3,00 Kec. Toma N
75 900,035 Jl. Hilisataro 6,20 3,00 Kec. Toma N&K
76 900,036 Jl. Kantor Camat 2,50 3,00 Kec. Toma K
77 900,037 Jl. Hilinamoniha 2,00 3,00 Kec. Toma N
78 900,038 Jl. Bawoganawo 1,50 3,00 Kec. Toma N
79 900,039 Jl. Hilimaetaluo 2,00 3,00 Kec. Toma N
29,20
V. KECAMATAN MAZINO
80 900,040 Jalan Hilizalo'otano 6,00 3,00 Kec. Mazino P
81 900,041 Jalan Lawindra 4,00 3,00 Kec. Mazino K
82 900,042 Jalan Mazino Hilmondregeraya 8,00 3,00 Kec. Mazino K
83 900,043 Jalana Mazino Mezaya 0,45 3,00 Kec. Mazino K
18,45

VI. KECAMATAN AMANDRAYA

86 400,100 Jl. Dalam Kota Amandraya 5,00 3,00 Kec. Amandraya P


87 900,101 Jalan Hilimbowo 4,50 3,00 Kec. Amandraya P
88 900,102 Jalan Lolozaria 3,00 3,00 Kec. Amandraya K
89 900,103 Jl. Bawoluo-Orahili 3,00 3,00 Kec. Amandraya K
90 900,104 Jl. Orahili-Hawauso 3,00 3,00 Kec. Amandraya K
91 900,105 Jl. Ramba-ramba 4,00 3,00 Kec. Amandraya K
92 900,106 Jl. Sisarahili 3,00 3,00 Kec. Amandraya K
93 900,107 Jl. Nitanokara 3,10 3,00 Kec. Amandraya K
1 2 3 4 5 6 15 16

102 900,108 Jl. Ladewa 3,32 3,00 Kec. Amandraya K


103 900,109 Jl. Sisobahili 5,00 3,00 Kec. Amandraya K
104 900,110 Jalan Soi 15,00 3,00 Kec. Amandraya K
105 900,111 Jalan Tuindrao Godu 6,00 3,00 Kec. Amandraya K
106 900,112 Jalan SMKN 1 Amandraya 0,70 3,00 Kec. Amandraya K
58,62
VII. KECAMATAN ARAMO
107 900,113 Jalan Aramo 8,00 3,00 Kec. Aramo K
108 900,114 Jalan Hilihoru 5,00 3,00 Kec. Aramo K
109 900,115 Jalan 7,00 3,00 Kec. Aramo K
110 900,116 Jl, Hiliamuzula 5,00 3,00 Kec. Aramo K
111 900,117 Jl. Hilitotao 5,00 3,00 Kec. Aramo P&K
30,00
VIII. KECAMATAN LOLOWA'U
112 400,030 Jln. Dalam Kota Lolowa'u 2,50 3,00 Kec. Lolowa'u K
113 900,201 Jln. Moale 1,00 3,00 Kec. Lolowa'u P
114 900,202 Jln. Hilidaura-Sehe 5,00 3,00 Kec. Lolowa'u P
115 900,203 Jl. Sehe 2,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
116 900,204 Jl. Hilifanikha 12,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
117 900,205 Jl. Lawelu 10,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
118 900,206 Jl. Lolohowa 3,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
119 900,207 Jl. Balodano 6,00 3,00 Kec. Lolowa'u P
120 900,208 Jl. Fadoroewo 8,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
121 900,209 Jalan Sisarahiliekholo 5,00 3,00 Kec. Lolowa'u P
122 900,210 Jalan Amuri 6,00 3,00 Kec. Lolowa'u P
123 900,234 Maluo-Sitolubanua 6,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
124 900,235 Ewo Borosi 3,00 3,00 Kec. Lolowa'u K
69,50
IX. KECAMATAN HILIMEGAI
125 400,031 Jl. Dalam Kota Hilimegai 7,00 3,00 Kec. Hilimegai P
126 900,211 JL. Togizita 5,00 3,00 Kec. Hilimegai K
127 900,212 Jl. Togizita-Oladano 15,00 3,00 Kec. Hilimegai K
128 900,213 Jl. Buluko 4,00 3,00 Kec. Hilimegai K
129 900,214 Jl. Hilimegai 5,50 3,00 Kec. Hilimegai K
130 900,215 Jl. Puskesmas 2,50 3,00 Kec. Hilimegai K
131 900,216 Jl. Dao-dao 8,00 3,00 Kec. Hilimegai K
132 900,217 Jl. Tuho'owo 3,50 3,00 Kec. Hilimegai K
133 900,218 Jl. Bakari 3,00 3,00 Kec. Hilimegai K
134 900,219 Jl. Serbaguna 1,50 3,00 Kec. Hilimegai K
135 900,220 Jl. Mude 3,00 3,00 Kec. Hilimegai K
136 900,221 Jl. SDN Hilimegai 1,20 3,00 Kec. Hilimegai K
59,20
X. KECAMATAN LOLOMATUA
137 400,032 Jl. Lolomatua 12,00 4,00 Kec. Lolomatua P
138 900,222 Jl. Hililaza 4,00 3,00 Kec. Lolomatua K
139 900,223 Jl. Losu 2,00 3,00 Kec. Lolomatua K
140 900,224 Jl. Marao 8,00 3,00 Kec. Lolomatua K
141 900,225 Jl. Tumari 4,00 3,00 Kec. Lolomatua K
142 900,226 Jl. Hilimaera 5,00 3,00 Kec. Lolomatua K
143 900,227 Jl. Sambulu 10,00 3,00 Kec. Lolomatua K
144 900,228 Jl. Hilizaria 5,00 3,00 Kec. Lolomatua K
145 900,229 Jl. Loloana'a 4,00 3,00 Kec. Lolomatua K
146 900,230 Jl. Hiliwino 3,00 3,00 Kec. Lolomatua K
147 900,231 Jl. Lalimanawa 5,00 3,00 Kec. Lolomatua K
148 900,232 Jl. Lawalawaluo 5,00 3,00 Kec. Lolomatua K
149 900,233 Jl. Puncak Lolomatua 6,00 3,00 Kec. Lolomatua K
150 900,234 Jl. Hiliuso 5,50 3,00 Kec. Lolomatua K
78,50
XI. KECAMATAN LAHUSA
151 400,033 Jl. Dalam kota Lahusa 1,50 3,00 Kec. Lahusa K
152 400,034 Jl. Bawolato 5,00 3,00 Kec. Lahusa K
153 900,301 Jl. Hilizamurugo 6,00 3,00 Kec. Lahusa K
154 900,302 Jl. Lahusa 14,00 4,00 Kec. Lahusa N
155 900,303 Jl. Hilialawa 8,00 3,00 Kec. Lahusa K
156 900,304 Jl. Sukamaju 4,00 3,00 Kec. Lahusa K
157 900,305 Jl. Barawanu 5,50 3,00 Kec. Lahusa K
158 600,301 Jl. Mehaga 9,80 3,00 Kec. Lahusa K
1 2 3 4 5 6 15 16

159 600,302 Jl. Pantai Goakha 0,50 3,00 Kec. Lahusa K


53,80
XII. KECAMATAN GOMO
160 400,035 Jl. Dalam Kota Gomo 2,18 3,00 Kec. Gomo K
161 900,401 Jl. Boronadu 19,00 3,00 Kec. Gomo K
162 900,402 Jl. Umbunasi 16,00 3,00 Kec. Gomo K
163 900,403 Jl. Gomo 15,34 3,00 Kec. Gomo K
164 900,415 Jl. Siofabanua 8,95 3,00 Kec. Gomo K
61,47
XIII. KECAMATAN MAZO
165 900,405 Jl. Mazo 7,00 3,00 Kec. Mazo K
167 900,406 Jl. Orahilisusua 5,00 3,00 Kec. Mazo K
168 900,407 Jl. Boronadu 4,00 3,00 Kec. Mazo K
16,00
XIV. KECAMATAN UMBUNASI
169 900,408 Hilimbowo 10,55 3,00 Kec. Umbunasi K
171 900,410 Jl. Hilimaera 6,00 3,00 Kec. Umbunasi K
16,55
XV. KECAMATAN SUSUA
172 900,411 Jl. Hilihoya 5,00 3,00 Kec. Susua K
173 900,412 Jl. Sifalagosusua 5,00 3,00 Kec. Susua K
174 900,413 Jl. Hilizamurugo 6,00 3,00 Kec. Susua K
175 900,414 Jl. Gomo 8,00 3,00 Kec. Susua K
24,00
XVI. KECAMATAN PP. BATU
176 400,036 Jl. Dalam Kota Tello 2,00 3,00 Kec. PP. Batu K
177 400,037 Jl. Pesisir 14,00 3,00 Kec. PP. Batu K
178 900,501 Jl. Hiligehosogawu 15,00 3,00 Kec. PP. Batu K
179 400,038 RSU Tello - Pantai 0,35 3,00 Kec. PP. Batu K
180 900,509 Jl. Sifitu Ewali 1,50 1,50 Kec. PP. Batu K
32,85
XVII. KECAMATAN HIBALA
181 900,502 Jl. Dalam Kota Kecamatan 1,50 3,00 Kec. Hibala K
182 900,503 Jl. Eho-Tebolo 8,00 3,00 Kec. Hibala K
183 900,504 Jl. Melayu Duru 12,00 3,00 Kec. Hibala K
184 900,505 Jl Desa Eho 0,50 3,00 Kec. Hibala K
22,00
XVIII. KECAMATAN PP. BATU
TIMUR
185 900,506 Jl. Pasar Pini 2,00 3,00 Kec. PP. Batu Timur K
186 900,507 Jl. Pesisir pantai 10,00 3,00 Kec. PP. Batu Timur K
187 900,508 Desa Labuhan Hiu -Teluk Kepres 0,50 3,00 Kec. PP. Batu Timur K
12,50

* Sumber Dinas PU Kab. Nias Selatan.

Anda mungkin juga menyukai