BUPATI SEKADAU
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SEKADAU
TAHUN 2011 - 2031
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga
perwakilan daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
6. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau
aspek fungsional;
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk
ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup
lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya;
8. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional;
11. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya;
13. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang
14. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib ruang.
17. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
18. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat.
19. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
20. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional selanjutnya disingkat RTRWN adalah hasil
perencanaan tata ruang yang merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah Negara;
22. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi selanjutnya disingkat RTRWP adalah hasil
perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRWN ke dalam strategi dan
struktur pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat;
23. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten selanjutnya disingkat RTRWK adalah hasil
perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRWP yang mengatur rencana
struktur dan pola tata ruang wilayah Kabupaten
24. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau
aspek fungsional;
25. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
26. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan;
27. Kawasan inti adalah kawasan yang mempunyai nilai budaya, sejarah, maupun nilai-nilai
lain yang menunjukkan pentingnya kawasan tersebut untuk dilestarikan, pemanfaatan
ruang kota dalam kawasan inti ini sepenuhnya harus sejiwa dengan kehidupan kawasan;
28. Kawasan penyangga adalah kawasan yang secara langsung berhubungan dengan
kawasan inti, pemanfaatan ruang kota dalam kawasan penyangga didasarkan pada
keterkaitan fungsi, dan sejarah dari kawasan penyangga dan kawasan inti.
29. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering berpotensi tinggi mengalami
bencana alam.
30. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
dan sumberdaya buatan;
31. Kawasan Permukiman adalah bagian dari kawasan budidaya (kawasan di luar kawasan
lindung) yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang berada di daerah perkotaan atau perdesaan;
32. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi
dan budaya;
33. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta
kegiatan ekonomi;
34. Kawasan pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk kepentingan pertahanan;
35. Kawasan Strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
36. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan
perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
37. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
38. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
39. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
40. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
41. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.
42. Jalan kolektor primer adalah menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga.
43. Jalan lokal primer adalah menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga,
dan seterusnya sampai ke perumahan.
44. Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan
dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta
mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
45. Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani
angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
46. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal
bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun
penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.
47. Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
48. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan
sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km².
49. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
50. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidregeologis,
tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung;
51. Jaringan Sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang
kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung;
52. Daerah Irigasi selanjutnya disingkat DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari
satu jaringan irigasi ;
53. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
54. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
55. Kawasan Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya.
56. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
57. Kawasan Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
58. Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
59. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
60. Perkebunan Rakyat adalah bagian dari wilayah perkebunan tempat dilakukan kegiatan
usaha perkebunan rakyat;
61. Kawasan Perkebunan adalah areal perkebunan yang terdiri dari beberapa hamparan
dengan komoditas tanaman perkebunan tertentu dengan luasan tertentu yang
memenuhi skala ekonomi.
62. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi adalah arahan pengembangan wilayah
untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi sesuai dengan RTRW
provinsi melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan
provinsi beserta pembiayaannya dalam suatu indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan provinsi yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi
pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
63. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah arahan yang diterapkan untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan
arahan untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang
tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
64. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberi sanksi bagi siapa saja yang melakukan
pelanggaran dalam pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
yang berlaku.
65. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan
ruang.
66. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
67. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah
badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Sekadau dan mempunyai
fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
68. Holding zone adalah kawasan hutan yang diusulkan perubahan peruntukan dan
fungsinya, atau bukan kawasan hutan yang diusulkan menjadi kawasan hutan oleh
Gubernur kepada Menteri Kehutanan dalam revisi peraturan daerah tentang rencana
tata ruang wilayah provinsi yang belum mendapat persetujuan perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutannya dari Menteri Kehutanan.
Ruang Lingkup Dan Batas Wilayah Kabupaten
Pasal 2
Ruang Lingkup Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Sekadau mencakup penetapan Rencana
Tata Ruang Kabupaten yang meliputi struktur ruang, pola ruang, dan penetapan kawasan
strategis yang dilengkapi dengan upaya-upaya yang diperlukan untuk pencapaian tujuan
penataan ruang wilayah kabupaten.
Pasal 3
(1) Lingkup wilayah RTRW Kabupaten Sekadau meliputi Kecamatan Nanga Mahap, Kecamatan
Nanga Taman, Kecamatan Sekadau Hulu, Kecamatan Sekadau Hilir, Kecamatan Belitang
Hilir, Kecamatan Belitang, dan Kecamatan Belitang Hulu dengan luas wilayah kabupaten
sebesar 544.430 Ha;
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 5
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 6
(1) Strategi percepatan pertumbuhan Pusat Kegiatan Wilayah di Kota Sekadau serta
pengembangan pusat kegiatan lokal dan pusat untuk menjamin keseimbangan
perkembangan wilayah, mencegah terjadinya ketimpangan perkembangan wilayah, dan
menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal di seluruh bagian wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi :
a. membangun dan meningkatkan pelayanan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan Kota
Sekadau untuk mencapai fungsi dan peranannya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (yang
dipromosikan oleh Provinsi Kalimantan Barat) dan menjadi pusat pengembangan
industri hulu terutama industri pengolahan hasil-hasil pertanian dan perkebunan dari
wilayah belakang Kabupaten Sekadau dan kabupaten di wilayah timur Provinsi
Kalimantan Barat;
b. mengembangkan PKL dan PPK yang seimbang di wilayah utara dan selatan kabupaten
untuk memacu pertumbuhan kedua bagian wilayah tersebut secara seimbang dan
mencegah ketimpangan perkembangan wilayah antara utara dan selatan;
c. membentuk dan mengembangkan kawasan-kawasan strategis di wilayah tengah (IKB
Sekadau dan sekitarnya), di wilayah utara dan wilayah selatan untuk menjamin
pengembangan wilayah yang merata dan seimbang dan menjamin pemanfaatan
sumberdaya yang optimal di seluruh bagian wilayah kabupaten;
d. meningkatkan dan membentuk jaringan transportasi yang efektif dan efisien untuk
meningkatkan aksesibilitas internalantar pusat kegiatan dan kawasanstrategis serta
aksesibilitas eksternal ke dan dari pusat-pusat kegiatan di wilayah kabupaten yang
berbatasan;
e. meningkatkan pemenuhan kebutuhan energi dan ketenagalistrikan serta perluasan
jangkauan pelayanan jaringan energi dan ketenagalistrikan dengan optimalisasi
pemanfaatan potensi sumber daya air Sungai Sekadau dan Sungai Belitang serta
batubara dari wilayah kabupaten yang berdekatan;
f. mengembangkan jaringan dan meningkatkan pelayanan telekomunikasi secara merata
dan seimbang sesuai kebutuhan untuk membuka keterisolasian daerah;
g. meningkatkan kualitas jaringan, pengembangan pemanfaatan sumber daya air untuk
memenuhi kebutuhan air bersih dan pengairan lahan pertanian; dan
h. mengembangkan dan memanfaatkan teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan,
mengembangkan instalasi pengolahan air limbah serta meningkatkan peran swasta dan
masyarakat dalam pengembangan prasarana dan sarana permukiman secara terpadu
dan berkelanjutan di seluruh pusat-pusat kegiatan yang direncanakan.
(2) Strategi pemantapan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan hutan serta mitigasi dan
adaptasi kawasan rawan bencana alam untuk menjaga keselamatan dan kelestarian
lingkungan serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan terutama di hulu DAS
Sekadau dan hulu DAS Belitangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, meliputi :
a. mempertahankan luasan kawasan hutan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas
DAS Belitang dan DAS Sekadau dengan sebaran proporsional;
b. membuat dan memelihara tanda batas kawasan lindung dan hutan produksi untuk
menjamin kepastian batas fisik di lapangan;
c. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas pusat-pusat kegiatan;
d. mengevaluasi kembali batas-batas kegiatan perkebunan skala besar dalam rangka
meningkatkan upaya-upaya pengamanan hutan dan pengembangan program-program
penyelamatan hutan secara terpadu lintas wilayah dan lintas sektor;
e. meningkatkan upaya sosialisasi dan kesadaran pemerintah, swasta, dan masyarakat
akan pentingnya kawasan lindung dan pentingnya menjaga kelestarian kawasan hutan
produksi dan hutan rakyat;
f. mencegah kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian kawasan lindung dan
kawasan hutan;
g. mengembalikan fungsi lindung secara bertahap pada kawasan lindung yang sedang
dimanfaatkan untuk kegiatan budi daya sampai masa berlaku ijinnya habis;
h. memanfaatkan hutan produksi secara selektif dan berkelanjutan;
i. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budi daya maupun bencana alam, dalam rangka
mengembalikan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah hulu Sungai Sekadau
dan hulu Sungai Belitang terutama untuk keberlangsungan ketersediaan air;
j. melakukan normalisasi sungai dan pengembangan kanal untuk mengantisipasi banjir
terutama untuk pengamanan kawasan permukiman yang sering terkena banjir;
k. mengembangkan jaringan jalan yang berfungsi efektif sebagai jalur evakuasi
bencana;dan
l. mengembangkan kegiatan budi daya yang mempunyai daya adaptasi bencana di
kawasan rawan bencana.
(3) Strategi pengembangan kawasan budidaya pertanian untuk pencapaian swa sembada
pangan serta mendukung usaha pengembangan industri agrosebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf c, meliputi:
a. meningkatkan produksi pertanian, pengembangan industri pengolahan hasil-hasil
pertanian serta pengembangan system pemasaran produk pertanian unggulan sebagai
satu kesatuan sistem;
b. mengembangkan sarana prasarana pendukung terutama untuk pengembangan kegiatan
pengelolaan sektor pertanian dengan penekanan pengembangan di lokasi produksi,
lokasi industri pengolahan produksi dan lokasi pemasaran produk;
c. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di bidang pertanian dengan
mengembangkan fasilitas pendidikan, pelatihan dan penelitian pertanian di pusat
kegiatan utama; dan
d. mengembangkan dan meningkatkan peranan sistem kelembagaan untuk menunjang
pengembangan pertanian.
(4) Strategi pengembangan kawasan budidaya perkebunan dengan basis kerakyatan yang kuat
dan berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5huruf d, meliputi :
a. meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunanbaik melalui
penerapan teknologibudidaya yang baik (Good Agri-cultural Practices/GAP) berupa
penyediaan benih unggul bermutu/ bersertifikat dan sarana produksi, optimalisasi
pemanfaatan sumber daya lahan dan dukungan perlindungan perkebunan yang optimal;
b. mengembangkan komoditas perkebunan melalui upaya memprioritaskan
pengembangan komoditas unggulan yangmeliputi karet, kelapa sawit, kakao, lada dan
jarak pagar di lahan-lahan yang sesuai;
c. mendorong iklim investasi yangkondusif dalam pengembangan agribisnis perkebunan di
kawasan strategis dan pusat kegiatan, serta meningkatkanperan serta masyarakat,
UMKM, dan swasta;
d. mengembangkan sumberdaya manusia bidang perkebunan untuk mendukung
berlangsungnya proses perubahanguna terwujudnya sistem dan usaha agribisnis
perkebunan yang bertumpukepada kemampuan dan kemandirian pelaku usaha
perkebunan;
e. mengembangkan kelembagaan dan kemitraan usaha yang didorong untuk tumbuh dari
bawah, dimulai darikelompok tani, gabungan kelompok tani, sampai koperasi komoditi
yangberbadan hukum; dan
f. mengembangkan dukungan terhadap pengelolaan SDAdan lingkungan hidup sebagai
upaya untuk memanfaatkan sumberdayaperkebunan secara optimal sesuai dengan daya
dukung lingkungan sehinggakelestariannya dapat tetap terjaga.
(5) Strategi pengembangan industri hulu berbasis pertanian dan perkebunan (agro industry) di
pusat-pusat kegiatan utama dan kawasan strategis untuk merangsang pertumbuhan sektor
pertanian dan perkebunan serta meningkatkan nilai tambah hasil pertanian dan
perkebunan, sebagaimana Pasal 5 huruf e meliputi :
a. mengembangkan kawasan industri sebagai wadah untuk mengembangkan industri
sedang dan besar berbasis kehutanan, perkebunan dan pertanian di pusat-pusat
kegiatan wilayah dengan skala yang sesuai dengan jenjang (hirarkhi) pusat-pusat
kegiatan.
b. mengembangan dan memberdayakan industri kecil dan home industry untuk
pengolahan hasil pertanian;
c. meningkatkan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil dan menengah serta selalu
meningkatkan usaha untuk menarik investasi;
d. mengembangkan sistem transportasi yang memadai dari pusat produksi kehutanan,
perkebunan dan pertanian baik di yang berada di dalam wilayah kabupaten maupun
dari kabupaten lain yang berbatasan, ke pusat kegiatan industry; dan
e. mengembangkan jaringan sistem pemasaran serta promosi produk industri yang kuat
dan luas.
(6) Strategi untuk melaksanakan peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan
Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, huruf f meliputi:
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.
b. mengembangkan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan untuk
menjaga fungsi perahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di
sekitar kawasan pertahanan dan keamanan Negara sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga asset-aset pertahanan dan keamanan
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Pasal 8
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Sekadau sekadau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas:
a. PKWp;
b. PKL;
c. PPK; dan
d. PPL
(2) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Kota Sekadau melayani seluruh
wilayah kabupaten;
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaituLandau Kodah, Tapang Semadak,
Tapang Perodah, Nanga Rambin, Nanga Belitang, Semadu, Tapang Pulau, Sungai Tapah,
Sebetung, Nanga Mahap dan Sekora.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 9
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Sekadausebagaimana dimaksud
dalam Pasal7ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat; dan
b. sistem jaringan perkeretaapian;
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.2 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal10
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi :
1. jaringan jalan,
2. jaringan prasarana lalu lintas; dan
3. jaringan layanan lalu lintas
b. jaringan sungai dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. jaringan jalan arteri primer yang ada di Kabupaten Sekadau, meliputi :
1. ruas jalan Sekadau – Batas Kabupaten Sanggau; dan
2. ruas jalan Sekadau – Batas Kecamatan Tebelian Kabupaten Sintang;
b. jaringan jalan kolektor primer K2yaitu ruas jalan Sekadau – Nanga Taman – Batas
Kecamatan Balai Berkuak, Kabupaten Ketapang;
c. jaringan jalan kolektor primer K3 yaitu ruas jalan Balai Sebut (Kabupaten Sanggau) –
Balai Sepuak – Semubuk Kabupaten Sintang);
d. jaringan jalan strategis Kabupaten Sekadau meliputi :
1. ruas jalan Sekadau – Landau Kodah – Tapang Pulau – Padak – Kumpang Ilong –
Balai Sepuak – Batas Kab. Sintang menuju ke Jasa (Batas Sarawak, Malaysia);
2. pengembangan ruas jalan lingkar selatan Kota Sekadau yang direncanakan
berfungsi sebagai pengalihan jalan arteri primer yang melalui pusat Kota Sekadau;
dan
3. ruas jalan Goris Rabu – Sungai Ayak – Tapang Pulau.
e. Jaringan jalan lokal primer meliputi :
1. ruas jalan Goris Tekam – Sepanjang – Nataiilong – Tapang Perodah – Batas Kab.
Sintang menuju Nanga Pinoh
2. ruas jalan Timpuk – Batas Kab. Sanggau menuju Kedukul
3. ruas jalan Tapang Semadak – Engkersik – Ensawak – Sepanjang – Tapang Perodah –
Senggiang;
4. ruas jalan Senggiang – Mondi – Sulang Betung;
5. ruas jalan Rawak – Sungai Sambang dilanjutkan dengan pembangunan baru jalan
Sungai Sambang– Tapang Perodah;
6. ruas jalan Rawak – Perongkan – Penepah – Nanga Menterap;
7. ruas Tapang Perodah – batas Kabupaten Sintang menuju Nanga Pinoh
8. ruas jalan Simpang Merbang – Semadu – Sengkabang Kiara – Sei Tapah – Sebetung
– Sungai Antu – Batas Kab. Sintang menuju Merakai dan Jasa (Kabupaten Sintang)
9. ruas jalan Senggiang, Cupang Gading – Meragun – Nanga Taman
10. ruas jalan Balai Sepuak – Sungai Tapah – Batas Kab. Sanggau menuju Balai Sebut;
11. ruas jalan Sungai Tapah – Seburuk I;
12. ruas jalan Entabuk – Mengaret – Nanga Merakai (Batas Kab. Sintang);
13. ruas jalan Nanga Belitang – Sungai Maboh;
14. ruas jalan Mungguk – Nanga Menterap – Setawar – Tembawang Nangka
15. ruas jalan Rawak Hulu – Cupang Gading
16. ruas jalan baru Meragun – Pantuk – Nanga Suri (Nanga Mahap).
17. ruas jalan Kumpang Ilong – Muntik dilanjutkan pembangunan baru jalan Muntik -
Sengkabang Kiara – Bukit Kebaong - Sungai Biawak – Menawai Tekam – Timpuk –
Sempalan
18. Ruas jalan Nanga Menterap – SP 6 hingga ke km 9 Jalan Sekadau Sintang
19. ruas jalan Seberang Kapuas – Seraras – Sungai Ayak – Entabuk – Nanga Belitang –
Sei. Maboh;
20. ruas jalan Seberang Kapuas – Tapang Kelulut – Sejirak - Serirang
21. ruas jalan Sungai Ringin – Tebelian Mangkang – ke Sekonau – Tapang Tingang –
Nanga Rambin – Sekora – Setanggui - Tamang – Landau Apin – Tl Kebau – Lembah
Beringin ( Kecamatan Nanga Mahap)
22. ruas jalan Nanga Taman – Meragun
23. ruas jalan Nanga Taman – Nanga Mongko – Sekora
24. ruas jalan Nanga Mahap – Tembesuk – Karang Betung – Gurung Urau
25. ruas jalan Pekawai – Landau Kumpai – Nanga Engkulun
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, terdiri
atas :
a. pengembangan terminal tipe B di Kota Sekadau yang berfungsi angkutan antar kota
dalam propinsi (AKDP), angkutan kota, dan angkutan pedesaan.
b. pengembangan terminal type C di Pusat Kota Sekadau, Sungai Tapah, Sungai Ayak,
Tapang Pulau, Balai Sepuak, Rawak, Nanga Taman dan Nanga Mahap untuk melayani
angkutan umum kota dan angkutan pedesaan.
c. pengembangan Gerbang Darat interregional di Dusun Gurung Urau (Nanga Mahap),
Sungai Kunyit (Sekadau Hilir), Dusun Sambas (Sekadau Hilir), dan Desa Sungai Antu
(Belitang Hulu).
(4) Jaringan sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas :
a. alur pelayaran sungai, meliputi :
1. Sekadau – Sanggau – Tayan – Pontianak melalui Sungai Kapuas;
2. Sekadau – Sintang – Semitau – Putussibau melalui Sungai Kapuas;
3. Sekadau – Rawak – Nanga Taman – Nanga Mahap melalui Sungai Sekadau;
4. Nanga Belitang – Balai Sepuak melalui Sungai Belitang; dan
5. Nanga Menterap – Boti – Sungai Sambang – Mondi – Nanga Biaban melalui Sungai
Menterap
b. lintas penyeberangan, meliputi penyeberangan Sungai Kapuas di Kota Sekadau, Sungai
Ayak, dan Nanga Belitang;
c. pelabuhan sungai, meliputi :
1. pelabuhan Sungai Kapuas di Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir, di Sungai Ayak
Kecamatan Belitang Hilir dan di Nanga Belitang Kecamatan Belitang;
2. pelabuhan Sungai Sekadau di Rawak Kecamatan Sekadau Hulu, Nanga Taman
Kecamatan Nanga Taman dan di Nanga Mahap Kecamatan Nanga Mahap;
3. pelabuhan Sungai Belitang di Balai Sepuak Kecamatan Belitang Hulu.
d. pelabuhan penyeberangan, terdiri atas :
1. pelabuhan Sungai Ringin dan Seberang Kapuas di Kecamatan Sekadau Hilir;
2. pelabuhan Sungai Ayak dan Sungai Asam di Kecamatan Belitang Hilir; dan
3. pelabuhan Nanga Belitang di Kecamatan Belitang.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Perkeretaapian
Pasal 11
Jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. jaringan jalur kereta api umum yang merupakan bagian dari jaringan kereta api lintas
timur Propinsi Kalimantan Barat yaitu Pontianak – Ngabang – Sosok – Sanggau – Sekadau –
Sintang – Putussibau :
b. stasiun kereta api, terdapat di Kecamatan Belitang Hilir.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 12
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan sumber daya air; dan
c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.2, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di seluruh pusat-pusat kegiatan dan seluruh
Ibukota Kecamatan
b. pengembangan PLTA di Terappugan, Meragun Kecamatan Nanga Taman dan Air Terjun
Sosah Kain Desa Tembaga Kecamatan Nanga Mahap untuk mendukung pengembangan
industri di pusat-pusat kegiatan;
c. pengembangan PLMH (Pembangkit Listrik Mikro Hidro) di wilayah pedesaan di hulu
Sungai Belitang untuk memenuhi kebutuhan listrik pedesaan di Kecamatan Beltang
Hulu dan Belitang Hilir yang sulit dijangkau jaringan dari PLTD
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi yang merupakan bagian dari pembangunan jaringan
pipa transmisi minyak dan gas bumi Natuna – Tanjung Api – Pontianak – Palangkaraya;
b. jaringan transmisi tenaga listrik, meliputi :
1. gardu induk, terdapat di Sekadau, Sungai Ayak, Balai Sepuak dan Nanga Taman.
2. jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang merupakan bagian dari jaringan
saluran udara tegangan tinggi Provinsi Kalimantan Barat yang menghubungkan Kota
Sambas, Singkawang, Bengkayang, Mempawah, Pontianak, Sungai Raya, Ngabang,
Sanggau, Sekadau, Sintang, Nanga Pinoh.
Paragraf 2
Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumber daya air berbasis wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) huruf b berada di Kabupaten Sekadau terdiri atas:
a. wilayah Sungai (WS);
b. cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan Irigasi;
d. jaringan Air Baku Untuk Air Bersih;dan
e. sistem Pengendali Banjir.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air secara terpadu dengan memperhatikan arahan pola dan
rencana pengelolaan sumber daya air WS Kapuas.
(3) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah WS Strategis
Nasional, WS Strategis Nasional Kapuas mencakup Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas.
(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah CAT
Sintang
(5) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. daerah irigasi (D.I Provinsi Kalimantan Barat yaitu Rawak Hulu);
b. daerah irigasi (D.I Kabupaten sebanyak 16 (enam belas) D.I yang tercantum di dalam
Lampiran II.7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini);
c. rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada;
d. pengembangan Daerah Irigasi (D.I) pada seluruh daerah potensial yang memiliki lahan
pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan
pertanian berkelanjutan;
e. membatasi konversi alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis menjadi
kegiatan budidaya lokal lainnya.
(6) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:
a. rencana pengembangan sumber air baku, meliputi:
1. Mata Air Gunung Naning untuk kebutuhan air bersih Kota Sekadau dan
sekitarnya;
2. Sungai Sekadau dan Sungai Boka untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Kota
Sekadau;
3. Sungai Keli untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Rawak;
4. Goa Jeroman dan atau Bukit Burus untuk kebutuhan air baku untuk air bersih
Nanga Taman;
5. Sungai Langsat untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Nanga Mahap;
6. Sungai Ayak untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Sungai Ayak;
7. Sungai Belitang untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Nanga Belitang dan
balai Sepuak;
8. Sungai Ngaring untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Sungai Tapah, dan
9. Sungai Raja Pakit untuk kebutuhan air baku untuk air bersih Tapang Pulau
b. rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air permukaan
dengan prinsip keterpaduan air tanah;
c. SPAM di kabupaten dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya air untuk
menjamin ketersediaan air baku;
d. prasarana jaringan air minum meliputi intake air baku, jaringan perpipaan air minum,
saluran perpipaan air baku, dan instalasi pengolahan air minum yang dikembangkan
pada lokasi air baku potensial serta pusat-pusat permukiman di seluruh kecamatan.
Paragraf3
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 15
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel; dan
b. sistem jaringan nirkabel;
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan di
PKWp, PKL, dan PPK
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi transmisi
nirkabel dari transmiter di PKWp Sekadau ke seluruh stasiun penerima (receiver) di PKL,
PKLp dan PPK.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 16
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air minum;
c. sistem jaringan drainase;
d. sistem jaringan pengolahan air limbah; dan
e. jalur evakuasi bencana
(2) Sistemjaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi :
a. pengembangan TPA (tempat pemprosesan akhir) di seluruh pusat-pusat permukiman
yang ditetapkan sebagai PKL, dan PPK dengan sistem sanitary landfill;
b. pengembangan TPA regional di pinggiran Kota Sekadau;
c. pengembangan rumah pengolahan sampah terpadu di setiap pusat kegiatan (PKWp,
PKL, PPK dan PPL;
d. pengelolaan persampahan melalui pengurangan sampah semaksimal mungkin dari
sumbernya melalui program 3R, peningkatan peran serta masyarakat dan dunia
usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan
persampahan, penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas bagi aparat
pengelola persampahan dan peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem
pelayanan serta pengembangan alternative pembiayaan;
e. rencana rinci dan operasional atau rencana induk (masterplan) sistem pengelolaan
sampah kabupaten ditetapkan dengan peraturan/keputusan bupati.
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi :
a. sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terdiri dari SPAM Perpipaan dan SPAM Non
Perpipaan terlindungi;
b. SPAM perpipaan terdiri atas jaringan pipa transmisi air baku, dan instalasi pengolahan
air minum yang terdapat di Ibukota Kabupaten Sekadau dan seluruh kecamatan;
c. SPAM non perpipaan terdiri atas sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata airyang terdapat di Ibukota Kabupaten Sekadau dan
seluruh kecamatan;
d. Sumber air baku untuk kebutuhan air minum Kabupaten Sekadau terdiri atas:
1. Mata Air Gunung Naning untuk kebutuhan air minum Kota Sekadau dan sekitarnya;
2. Sungai Sekadau dan dan Sungai Boka untuk kebutuhan air minum untuk Kota
Sekadau;
3. Sungai Keli untuk kebutuhan air minum untuk air minum Rawak;
4. Goa Jeroman dan atau Bukit Burus untuk kebutuhan air baku minum untuk Nanga
Taman;
5. Sungai Langsat untuk kebutuhan air baku untuk air minum Nanga Mahap;
6. Sungai Ayak untuk kebutuhan air minum Sungai Ayak;
7. Sungai Belitang untuk kebutuhan air minum Nanga Belitang dan Balai Sepuak;
8. Sungai Ngaring untuk kebutuhan air minum Sungai Tapah; dan
9. Sungai Raja Pakit untuk kebutuhan air minum Tapang Pulau.
e. Sistem pengolahan air minum (IPA) untuk kebutuhan air minum Kabupaten Sekadau
meliputi:
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan drainase dalam DAS Sekadau disertai dengan
pembangunan tanggul di sepanjang pinggiran Sungai Sekadau di Kota Sekadau, Nanga
Mahap, Nanga Taman dan Rawak ;
b. pengembangan sistem jaringan drainase dalam DAS Belitang disertai pembangunan
tanggul di sepanjang pinggiran Sungai Belitang di Balai Sepuak dan Nanga Belitang
c. pengembangan normalisasi pada sungai-sungai kecil yang berada di dalam pusat-pusat
kegiatan;
d. pengembangan drainase jalan diarahkan dengan prioritas jalan arteri dan kolektor
dengan memperhatikan drainase primer dan sekunder;
e. pengembangan sistem jaringan drainase didasarkan pada master plan jaringan drainase
Kabupaten Sekadau.
(5) Penanganan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilaksanakan secara setempat (on site) dan terpusat (off site) dan terdiri atas:
a. pengelolaan air limbah domestik.
b. pengelolaan air limbah non domestik yang mencakup limbah berupa bahan kimia dan
bahan berbahaya dan beracun (B3).
c. ketentuan mengenai penanganan pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan rencana pembangunan intalasi pengolahan air limbah (IPAL) diatur lebih
lanjut dengan peraturan daerah tersendiri.
(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e meliputi :
a. seluruh jaringan jalan arteri dan kolektor yang ada di dalam wilayah Kabupaten
Sekadau;
b. pengembangan jalur-jalur lainnya meliputi :
1. Ruas jalan Lembah Beringin – Tanjung Melati - Gurong Urau
2. Ruas jalan Nanga Mahap – Landau Kumpai
3. Ruas Jalan Lembah Beringin – Teluk Kebau – Tapang Tomat
4. Ruas Jalan Nanga Mahap – Sebabas – Kemuyuk
5. Ruas jalan Nanga Mahap - Cenayan
6. Ruas jalan Nanga Taman – Senangak –Nanga Mongko – Sarik
7. Ruas jalan Nanga Taman – Kiungkang –Sungai Lawak – Rambin
8. Ruas jalan Rawak – Cupang Belungai – Cupang Gading – Nanga Biaban
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 18
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terdiri atas :
a. Kawasan hutan lindung
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 19
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf a tersebar di
Kecamatan Nanga Mahap dan Nanga Taman dengan luas keseluruhan 56.152 Ha.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. kawasan hutanlindung Gunung Naning di Kecamatan Nanga Taman dan Nanga Mahap
dengan luas kurang lebih 44.239 Ha;
b. kawasan hutan lindung Gunung Kepayang di Kecamatan Nanga Taman dan Nanga
Mahap dengan luas kurang lebih 8.184 Ha; dan
c. kawasan hutan lindung Gunung Biwak di Kecamatan Nanga Mahap dengan luas kurang
lebih 3.729 Ha;
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya
Pasal 20
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 21
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c adalah :
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sekitar danau atau waduk; dan
c. kawasan sekitar mata air
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kawasan
sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan, kanal, dan saluran irigasi primer yang
lebar sempadanannya ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku.
(3) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
sekeliling danau atau waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
danau/waduk, sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang terendah ke arah darat, bagi
danau/waduk dengan tepian curam dan sekurang-kurangnya 100 meter dari titik pasang
terendah ke arah darat untuk danau/waduk dengan tepian landai.
(4) Sempadan mata air/sumber air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah:
a. kawasan intake sumber air baku di sekitar kawasan sumber air Meragun Kecamatan
Nanga Taman, dengan radius kurang lebih 200 m di bagian hilir intake dan jalur selebar
kurang lebih 200 m di kedua sisi sungai yang merupakan bagian hulu intake yang
memanjang hingga ke batas kawasan;
b. kawasan intake air bersih di sekitar Mata Air Goa Jerman dan Mata Air Bukit Burus,
dengan radius kurang lebih 200 m dari pusat mata air; dan
c. jalur selebar 50 meter kiri kanan jaringan pipa transmisi air baku dari Meragun – Nanga
Taman – Rawak hingga ke Kota Sekadau.
Paragraf 4
Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 22
(1) Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
d, meliputi :
a. kawasan taman wisata alam; dan
b. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah hutan di
muara Sungai Sekadau Desa Tanjung Kecamatan Sekadau Hilir seluas lebih kurang 250 Ha.
(3) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :
a. Gua Batu Lawang Kuari di Desa Seberang Kapuas Kecamatan Sekadau Hilir
b. Batu Bertulis / Prasasti Batu Pait di Kecamatan Nanga Mahap
c. Makam Panglima Naga di Desa Lubuk Tajau Kecamatan Nanga Taman
d. Makam Raja Sekadau di Desa Mungguk Kecamatan Sekadau Hilir
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 23
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, meliputi :
a. kawasan rawan tanah longsor; dan
b. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdapat di
seluruh kawasan hutan konservasi resapan air sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 20 ayat
(2)
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, secara rinci tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 24
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman;dan
i. Kawasan Peruntukan Lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 25
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a
meliputi kawasan hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT).
(2) Kawasan Hutan Produksi Tetap sebagaimana dimaksud ayat (1) luasnya kurang lebih 72.657
hektar tersebar di tujuh lokasi yaitu :
a. Hutan Produksi Hulu Sungai Belitang Kecamatan Belitang Hulu seluas 40.475 hektar;
b. Hutan Produksi Di Desa Semadu Kecamatan Belitang Hilir seluas 17.185 Ha
c. Hutan Produksi Dusun Merbang Kecamatan Belitang Hilir seluas 2.665 Ha
d. Hutan Produksi Desa Timpuk Kecamatan Sekadau Hilir seluas 5.157 Ha
e. Hutan Produksi Desa Semabi dan Desa desa Seberang Kapuas Kecamatan Sekadau Hilir
seluas 2.993 Ha
f. Hutan Produksi desa Nanga Engkulun di Kecamatan Nanga Taman seluas 3.008 Ha
g. Hutan Produksi Desa Cenayan Kecamatan Nanga Mahap seluas 778 Ha; dan
h. Hutan Produksi Desa Karang Betung Kecamatan Nanga Mahap seluas 396Ha
(3) Kawasan Hutan Produksi Terbatas sebagaimana dimaksud ayat (1) luasnya kurang lebih
25.525 hektar tersebar di dua lokasi yaitu :
a. HPTdesa Tapang Tingang, Senangak, dan Nanga Mongko Kecamatan Nanga Taman
seluas 10.511 Ha
b. HPT Desa Tembaga, Teluk Kebau, Lembah Beringin, Sebabas dan Karang Betung
Kecamatan Nanga Mahap seluas 15.014 Ha
Paragraf 2
Pasal 26
Kawasan Hutan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b seluas kurang lebih
35.546 hektar tersebar di dua belas lokasi yaitu :
a. Kawasan Hutan Rakyat Dusun Ensawak Kecamatan Sekadau Hilir seluas kurang lebih 338
hektar;
b. Kawasan Hutan Rakyat Desa Nanga Kerabat Kecamatan Sekadau Hulu seluas kurang
lebih 1.583 hektar;
c. Kawasan Hutan Rakyat Desa Nanga Suak hingga Nanga Biaban Kecamatan Sekadau Hulu
seluas kurang lebih 8.112 hektar;
d. Kawasan Hutan Rakyat Dusun Emperak Desa Tapang Perodah Kecamatan Sekadau Hulu
seluas kurang lebih 278 hektar;
e. Kawasan Hutan Rakyat Dusun Kelampuk Kecamatan Nanga Taman seluas kurang lebih
4.083 hektar;
f. Kawasan Hutan Rakyat Desa Meragun Kecamatan Nanga Taman seluas kurang lebih
1.900 hektar;
g. Kawasan Hutan Rakyat Desa Pantok Kecamatan Nanga Taman seluas kurang lebih 482
hektar;
h. Kawasan Hutan Rakyat Desa Nanga Engkulun Kecamatan Nanga Taman seluas kurang
lebih 496 hektar;
i. Kawasan Hutan Rakyat Desa Tapang Tingang hingga Nanga Mongko Kecamatan Nanga
Taman kurang lebih seluas 5.561 hektar;
j. Kawasan Hutan Rakyat Desa Cenayan hingga Desa Tembaga Kecamatan Nanga Mahap
seluas kurang lebih 7.697 hektar;
k. Kawasan Hutan Rakyat Desa Karang Betung Kecamatan Nanga Mahap seluas kurang
lebih 1.632 hektar;
l. Kawasan Hutan Rakyat Desa Nanga Suri Kecamatan Nanga Mahap seluas kurang lebih
3.382 hektar.
Paragraf 3
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, terdiri
atas :
a. kawasan pertanian lahan basah;
b. kawasan pertanian lahan kering dan hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pengembangan areal (ekstensifikasi) di Kecamatan Belitang Hulu dan Nanga Belitang;
b. intensifikasi sentra-sentra produksi padi di Kecamatan Sekadau Hilir, Sekadau Hulu,
Nanga Taman, dan Nanga Mahap.
c. pengembangan pusat pengembangan dan penelitian tanaman pangan lahan basah di
dalam Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Semabi Kompleks di Kecamatan
Sekadau Hilir dan KUAT Sebokat Kompleks di Kecamatan Sekadau Hulu
(3) Kawasan pertanian lahan kering dan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, diarahkan ke semua kecamatan pada kawasan yang berada dalam radius 3
sampai 10 km dari pusat-pusat permukiman di luar kawasan lindung dan kawasan hutan
produksi.
(4) Pengembangan setiap jenis komoditas pertanian lahan kering dan hortikultura diarahkan
sebagai berikut :
a. padi gogo dikembangkan di seluruh kecamatan untuk menunjang peningkatan
produksi padi untuk mencapai swasembada pangan Kabupaten Sekadau.
b. kacang kedelai dan kacang tanah diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan
Belitang Hulu dan Belitang Hilir dikaitkan dengan program transmigrasi di kedua
kecamatan ini.
c. jagung diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan Sekadau Hilir, Sekadau Hulu,
Belitang Hulu, Belitang Hilir dan Nanga Taman.
d. buah-buahan dikembangkan terutama untuk menunjang pengembangan agrowisata di
koridor Sanggau – Sekadau - Sintang. Dengan demikian maka pengembangan produksi
dan budidaya buah-buahan diprioritaskan di Kecamatan Sekadau Hilir, Belitang, Nanga
Taman dan Belitang Hilir; dan
e. pengembangan komoditas sayur-sayuran diprioritaskan di Kecamatan Belitang Hulu,
Belitang, Nanga Taman dan Nanga Mahap.
(5) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan perkebunan karet diarahkan pengembangannya di seluruh kecamatan
dengan prioritas utama di Kecamatan Nanga Taman, Nanga Mahap, Sekadau Hilir,
Belitang Hulu dan Belitang Hilir; dan
b. kawasan perkebunan kelapa sawit diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan
Sekadau Hulu, Sekadau Hilir bagian Timur, Nanga Belitang, Kecamatan Belitang Hulu
bagian timur sampai ke perbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Kecamatan
Belitang Hilir bagian selatan dan timur serta Nanga Taman bagian barat dan Nanga
Mahap bagian utara;
c. kawasan perkebunan lain yang direncanakan pengembangannya sebagai prioritas
kedua adalah:
1. kopi (terutama jenis robusta) diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan
Nanga Taman, Nanga Mahap dan Belitang Hulu.
2. lada yang saat ini kurang populer di Kabupaten Sekadau namun memiliki prospek
cerah untuk dikembangkan diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan
Belitang Hulu, Belitang Hilir dan Sekadau Hulu.
3. kakao diarahkan pengembangannya di Kecamatan Sekadau Hilir, Sekadau Hulu
dan Nanga Belitang.
4. jarak, pinang dan lain-lain diarahkan pengembangannya di semua kecamatan
pada lahan-lahan yang sesuai.
(6) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi :
a. peternakan sapi / kerbau diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan Sekadau
Hulu, Sekadau Hilir, Nanga Mahap dan Nanga Taman.
b. peternakan kambing diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan Sekadau Hilir
dan Nanga Mahap.
c. peternakan babi diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan Nanga Mahap dan
Nanga Taman.
d. peternakan unggas diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan Sekadau Hilir,
Sekadau Hulu dan Nanga Taman.
e. pengembangan Burung Walet secara alamiah dikembangkan di seluruh wilayah
Kabupaten Sekadau yang memiliki potensi, sedangkan pengembangan sarang walet
secara budidaya diatur secara khusus melalui peraturan daerah yang lebih detail
melalui pengkajian khusus
(7) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dengan luasan kurang lebih 7.500 Ha.
Paragraf 3
Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; dan
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
terdapat di kecamatan Sekadau Hilir, Belitang Hilir, Belitang Hulu, dan Nanga Mahap;
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
terdapat di (Desa Balai Sepuak, Kumpang Ilong, Kumpang Danau) Kecamatan Belitang
Hulu, Kecamatan Sekadau Hilir, (Desa Nanga Ansar, Nanga Kalon, Sekojam, Setuntung,
Batang, Setalon I dan Belitang II) Kecamatan Belitang, dan (Desa Rawak Hilir, Cupang
Gading, Nanga Biaban, Nanga Pemubuh) Kecamatan Sekadau Hulu.
Paragraf 4
Pasal 29
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a terdapat di Kecamatan Nanga Taman, Sekadau Hilir, Belitang Hilir dan
Belitang Hulu, Sekadau Hulu dan Nanga Mahap;
(3) Kawasan peruntukan minyak bumi dan gas tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten
Sekadau kecuali Nanga Mahap, Nanga Taman, Belitang Hulu, Belitang Hilir, Belitang,
Sekadau Hilir dan Sekadau Hulu.
Paragraf 5
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf f terdiri atas:
a. kawasan peruntukan industri menengah; dan
b. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah tersebar di Kota Sekadau, Tapang Pulau dan Nanga Taman (industri pengolahan
hasil-hasil pertanian, perkebunan, peternakan, pertambangan dan kehutanan);
(3) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah tersebar di seluruh kecamatan (industri penghasil alat pertanian ringan, industri
makanan ternak, industri kerajinan, industri bahan bangunan dan meubel).
Paragraf 6
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf g terdiri
atas:
a. Kawasan peruntukan pariwisata budaya; dan
b. Kawasan peruntukan pariwisata alam.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. Makam Raja Sekadau di Desa Mungguk;
b. Makam Panglima Naga di Nanga Taman;
c. Batu Bertulis / Prasasti Batu Pait di Nanga Mahap;
d. Makam Bukong di Desa Sebabas;
e. Makam Paha Demang Kuning di Sekadau Hilir;
f. Rumah Panjang Sungai Antu di Belitang Hulu; dan
g. Tiang Sanonk di Desa Seraras Kecamatan Sekadau Hilir;
h. Situs Kematu di Desa Rawak Hilir Kec. Sekadau Hulu.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. Air Terjun Semirah Desa Tinting Boyok Kecamatan Sekadau Hulu;
b. Air Terjun Sirim Punti di Desa Meragun Kecamatan Nanga Taman;
c. Air Terjun Tangayi, Sosah Kain dan Entugun di Kecamatan Nanga Mahap;
d. Air Terjun Bindang, Air Terjun Bukit Jundak di Desa Tapang Perodah Kecamatan
Sekadau Hulu;
e. Air Terjun Gurung Sumpit di Desa Sumpit Kecamatan Belitang Hilir;
f. Gua Batu Lawang Kuari di Sekadau;
g. Gua Jeroman di Kecamatan Nanga Taman;
h. Wisata Danau Engkaluk Seraras;
i. Sumber air panas seburuk di Kecamatan Belitang Hulu; dan
j. Riam Segiam di Kecamatan Sekadau Hulu.
Paragraf 7
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf h terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a meliputi :
a. Ibukota kabupaten yaitu Kota Sekadau dengan luas potensial sekitar 11.930 hektar;
b. ibukota kecamatan yaitu Rawak Ibukota Kecamatan Sekadau Hulu seluas 2.923
hektar, Nanga Taman Ibukota Kecamatan Nanga Taman seluas 1.430 hektar, Nanga
Mahap Ibukota Kecamatan Nanga Mahap seluas 797 hektar, Sungai Ayak ibukota
Kecamatan Belitang Hilir seluas 3.185 hektar, Nanga Belitang Ibukota Kecamatan
Belitang seluas 955 hektar, dan Balai Sepuak Ibukota Kecamatan Belitang Hulu seluas
678 hektar; serta
c. pusat-pusat desa potensial untuk berkembang menjadi kawasan perkotaan yaitu
Tapang Pulau seluas 1.632 hektar, Tapang Semadak seluas 1.191 hektar dan Sungai
Tapah seluas 257 hektar.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b meliputi upaya pengelompokan permukiman transmigrasi untuk mengisi
kawasan-kawasan yang telah terjadi pengelompokan permukiman penduduk dalam unit
kecil terutama pada kawasan yang memiliki sumber daya alam besar.
Pasal 33
(1) Kawasan yang usulan perubahan peruntukan ruangnya dari Kawasan Hutan Lindung dan
Hutan Produksi menjadi kawasan peruntukan permukiman dan kawasan peruntukan
pertanian (Holding Zone)sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Kawasan yang berstatus Holding Zone sebagaimana dimaksud ayat (1) ditambahkan
arsiran dan diberi notasi tanpa mengubah peruntukan dan fungsi kawasan sebelumnya.
(3) Penetapan status kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya penetapan dari Menteri yang membidangi
kehutanan.
(4) Tindaklanjut pengintegrasian peta holding zone atau peta persetujuan perubahan
peruntukan dan fungisi kawasan ke dalam rencana pola ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan dengan menerbitkan keputusan Kepala Daerah.
(5) Peta holding zone sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai total luasan sebesar
40.407,11 hektar, yang tersebar sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan
daerah ini
Paragraf 9
Pasal 34
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada pasa 24 huruf i, adalah kawasan
pertahanan dan keamanan yang meliputi:
a. Koramil yang terdapat di kecamatan di wilayah Kabupaten Sekadau .
b. Polres dan polsek yang ada di wilayah Kabupaten Sekadau.
BAB V
Pasal 35
(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Sekadau terdiri atas Kawasan Strategis
Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000
sebagaimana tercantum di dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 36
(1) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) merupakan
bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena memiliki
pengaruh yang sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap peningkatan ekonomi,
sosial / budaya, dan/atau pengaruh lingkungan;
(2) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:
a. kawasan strategis koridor arteri primer Sanggau – Sekadau – Sintang;
b. kawasan strategis percepatan pembangunan wilayah utara dari wilayah utara
Kecamatan Belitang Hilir hingga ke perbatasan dengan Kecamatan Ketungau Hulu
(Kabupaten Sintang);
c. kawasan strategis pelestarian lingkungan Hulu Sungai Sekadau di Kecamatan Nanga
Taman dan Nanga Mahap; dan
d. kawasan strategis penguatan swasembada pangan yaitu kawasan sepanjang tepian
Sungai Belitang bagian hilir.
BAB V
Pasal 37
(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan
pola ruang.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja
sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan
dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten;
Pasal 40
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun
peraturan zonasi.
Paragraf 1
Ketentuan Peraturan Zonasi Pada Struktur Ruang Daerah
Pasal 41
(1) Arahan peraturan zonasi pada struktur ruang daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan;
b. ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan transportasi;
c. ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan telekomunikasi;
d. ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air; dan
e. ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan Prasarana Lingkungan.
(2) Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan sesuai dengan hierarki dan
skala pelayanan baik berskala internasional, nasional, regional, maupun kabupaten
dan lokal yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai
dengan kegiatan ekonomi yang dilayani;
(3) Ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sisi sepanjang jalan arteri primer dengan tingkat intensitas
menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan lokal; dan
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan sesuai dengan klasifikasi jalan yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan.
(4) Ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c, disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan
stasiun bumi, menara pemancar telekomunikasi, yang memperhitungkan aspek
keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan disekitarnya.
(5) Ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf d, meliputi:
b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas provinsi maupun lintas kabupaten
secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di provinsi atau
kabupaten yang berbatasan.
(6) Ketentuan Peraturan Zonasi untuk prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dala ayat
(1) huruf e, meliputi :
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk lokasi prasarana persampahan adalah:
a. TPA dan TPS tidak berada pada daerah lindung / cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun
b. TPA dan TPS harus berada pada jarak tertentu yang aman dari permukiman
c. TPA tidak berlokasi di danau, sungai, dan laut
d. Kondisigeologi TPA:
1. tidak berlokasi di zona holocene fault; dan
2. tidakberlokasi di zona bahaya geologi
e. Kondisi hidrogeologi TPA:
1. tidak berada pada lokasi yang mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter
2. kelulusan tanah tidak lebih besar dari 10-6 cm / det.
3. berjarak lebih besar dari 100 meter dari hilir aliran sumber air minum.
f. kemiringan zona harus kurang dari 20%.
g. jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan
turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk prasarana air minum adalah:
a. tidak diijinkan membangun pada kawasan resapan air dan tangkapan air
hujan(catchment area);
b. setiap pembangunan wajib menyediakan jaringan drainase lingkungan dan/atau
sumur resapan yang terintegrasi dengan sistem drainase sekitarnya sesuai ketentuan
teknis yang berlaku;
c. tidak memanfaatkan saluran drainase untuk pembuangan sampah,air limbah atau
material padat lainnya yang dapat mengurangi kapasitas dan fungsi saluran; dan
d. pengembangan kawasan terbangun yang didalamnya terdapat jaringan drainase
wajib dipertahankan secara fisik maupun fungsional dengan ketentuan tidak
mengurangi dimensi saluran serta tidak menutup sebagian atau keseluruhan ruas
saluran yang ada.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk lokasi pengolahan air limbah adalah:
a. tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air di
permukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah;
b. jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 meter.
Paragraf 2
Pasal 42
Arahan peraturan zonasi pada pola ruang daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(2) huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan lindung; dan
b. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan budidaya;
Pasal 42
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 huruf a terdiri atas:
a. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan hutan lindung;
b. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan konservasi dan resapan air;
c. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan sempadan sungai, danau, dan mata air;
dan
d. ketentuan peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
(2) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pemanfaatan ruang alam untuk kegiatan pendidikan, penyelidikan, dan penelitian
tanpa mengubah bentang alam;
b. ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan dan tutupan vegetasi, dan penurunan keanekaragaman hayati spesifik lokal;
c. pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budi daya hanya diizinkan bagi
penduduk sekitar kawasan hutan dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi
lindung kawasan; dan
d. pegiatan penambangan boleh dilakukan dengan cara pinjam-pakai dan mengacu
kepada ketentuan peraturam perundang-undangan yang berlaku di bidang
kehutanan.
(3) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan konservasi dan resapan air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata alam;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan biota yang dilindungi peraturan perundang-
undangan;
c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya dukung dan daya
tamping lingkungan;
d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah bentang alam dan ekosistem;
dan
e. hak akses masyarakat terhadap kawasan konservasi dan resapan air sebagai fungsi
wisata.
(4) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan sempadan sungai, danau, dan mata air
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
b. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan
untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;
c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang aktivitas rekreasi; dan
d. penetapan lebar sempadan danau / waduk yang diatur oleh Peraturan Bupati.
(5) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d meliputi:
a. pemanfaatan ruang alam untuk kegiatan pendidikan, penyelidikan, dan penelitian
tanpa mengubah bentang alam;
b. ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan dan tutupan vegetasi, dan penurunan keanekaragaman hayati spesifik lokal;
c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya dukung dan daya
tamping lingkungan;
d. hak akses masyarakat terhadap kawasan konservasi dan resapan air sebagai fungsi
wisata.
Pasal 44
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan hutan produksi;
b. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan pertanian;
c. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan perikanan;
d. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan pertambangan;
e. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan industri;
f. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan pariwisata;
g. ketentuan peraturan zonasi pada kawasan permukiman; dan
h. ketentuan Peraturan zonasi pada kawasan pertahanan dan keamanan.
(2) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a,meliputi:
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam;
b. kemampuan untuk melakukan pemulihan kondisi sumber daya alam;
c. mengutamakan pemanfaatan hasil hutan melalui pembangunan hutan tanaman;
d. larangan pendirian bangunan pada hutan produksi kecuali hanya untuk menunjang
kegiatan pemanfaatan hasil hutan;
e. pembatasan penggunaan kawasan hutan produksi; dan
f. dimungkinkannya dilakukan kegiatan penambangan, namun harus mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kehutanan.
(3) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, meliputi:
(4) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf c, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan budi daya perikanan;
b. pemafaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan konservasi;
c. pemanfaatan ruang untuk kawasan agroindustri perikanan;
d. kelestarian sumber daya perikanan; dan
e. ketersediaan infrastruktur perikanan.
(5) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf d, meliputi:
a. potensi sumber daya mineral dan energi yang tersedia
b. keseimbangan antara resiko dan manfaat;
c. karakteristik fisik alam dan fisik buatan, status dan fungsi kawasan;
d. alokasi seluruh jaringan infrastruktur tambang meliputi jaringan jalan, pipa, kolam
pengendapan, dan tempat pengolahan/pencucian;
e. kebijakan pemanfaatan ruang yang telah ada;
f. zona operasi produksi berada di luar kawasan konservasi, kawasan permukiman,
kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dan kawasan pariwisata sampai batas tidak
adanya dampak negatif secara teknis, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan
akibat usaha perdagangan;
g. pengelolaan limbah pertambangan;
h. kegiatan penambangan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal yang
dilengkapi RPL dan RKL untuk yang berskala besar, atau UKL dan UPL untuk yang
berskala kecil (tambang rakyat);
i. tidak mengijinkan penambangan di daerah tikungan luar sungai dan tebing sungai,
namun diarahkan ke daerah-daerah sedimentasi tikungan dalam, bagian-bagian
tertentu pada sungai dan daerah kantong-kantong pasir; dan
j. percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain diperbolehkan
sejauh tidak merubah dominasi fungsi utama kawasan.
(6) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf e, meliputi:
a. pemanfaatan ruang kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan
penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia wilayah
di sekitarnya;
b. pembatasan pembangunan perumahan baru di sekitar kawasan peruntukan industri;
dan
c. pembangunan perumahan secara terbatas dapat diizinkan dengan memenuhi
ketentuan persyaratan bangunan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
(7) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf f, meliputi:
a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
b. perlindungan terhadap situs-situs peninggalan kebudayaan masa lampau;
c. pembatasan pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan pariwisata dengan
memenuhi ketentuan persyaratan bangunan sesuai dengan rencana rinci tata ruang;
d. ketentuan pembatasan dan pelarangan bangunan selain untuk menunjang kegiatan
pariwisata; dan
e. pembangunan bangunan dengan fungsi permukiman dapat diizinkan dengan
memenuhi ketentuan persyaratan bangunan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
(8) Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf g, meliputi:
a. pemenuhan ketentuan persyaratan bangunan sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pembatasan fungsi dan peruntukan lain yang menimbulkan dampak tidak baik
terhadap permukiman sesuai dengan rencana rinci tata ruang; dan
c. pengaturan volume ruang terbuka hijau sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan sebagai mana
dimaksud dalam ayat (1) huruf h meliputi:
a. dibolehkan kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat mendukung fungsi kawasan
pertahanan dan keamanan.
b. pemabatasan kegiatan didalam dan atau disekitar kawasan pertahanan dan
keamanan yang dapat mengganggu fungsi kawasan; dan
c. pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu dan atau merubah fungsi utama
kawasan
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 45
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian
izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya;
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
(4) Bentuk-bentuk izin pemanfaatan ruang, mekanisme pemberian izin dan arah pengambilan
keputusan terkait perizinan yang akan diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 46
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Sekadau sebagaimana
dimaksud pada Pasal 41 ayat (2):
a. Izin prinsip;
b. Izin peningkatan pemanfaatan ruang;
c. Izin lokasi;dan
d. Izin mendirikan bangunan;
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf
d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pasal 47
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c
merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 48
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat;
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 49
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat
(1), terdiri atas:
a. Keringanan pajak;
b. Pemberian kompensasi;
c. Imbalan;
d. Sewa ruang;
e. Urun saham;
f. Penyediaan infrastruktur;
g. Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
h. Penghargaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 50
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (1), terdiri atas:
a. Pengenaan pajak yang tinggi;
b. Pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. Pengenaan kompensasi; dan/atau
d. Penalti.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 51
(1) Arahan sanksi sebagamana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d, merupakan acuan
Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan rencana
pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah kabupaten;
d. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan rencana tata ruang wilayah kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan rencana tata ruang wilayah kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
(2) Pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Pasal 52
(1) Bentuk sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2), dikarenakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan bidang Penataan Ruang maka sanksi pidana
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 53
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar
lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pemangku kepentingan dibidang penataan ruang,
dibentuk BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah);
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 54
a. Berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
c. Menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. Mengejukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 55
Pasai 56
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 55 dikenai
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1);
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 57
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran
masyarakat;
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam:
a. Perencanaan tata ruang;
b. Pemanfaatan ruang; dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (2) huruf a dapat berupa:
c. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau semua unsur
masyarakat.
Pasal 59
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
ayat (2) huruf b dapat berupa:
a. Melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c. Memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan
pemanfaatan ruang;
d. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan
ruang;
f. Menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber daya
alam;
g. Melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. Mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan merugikan.
Pasal 60
Pasal 61
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis;
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada
bupati;
(3) Peran masyarakat sebagimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat disampaikan melalui
unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 62
Pasal 63
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 64
(1) RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan lampiran berupa buku
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sekadau Tahun 2011-2031 dan album peta skala
1 : 50.000;
(2) Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sekadau dan album peta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Untuk operasional RTRW Kabupaten, disusun rencana rinci yang meliputi:
(5) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan disusun untuk semua kawasan perkotaan di
dalam wilayah kabupaten yang akan dikembangkan
(6) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten disusun untuk semua kawasan
strategis kabupaten yang ditetapkan
Pasal 65
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sekadau adalah 20 (dua puluh)
tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun;
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala
besar dan/atau perubahan batas territorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan, Rencana tata Ruang Wilayah Kabupaten Sekadau dapat ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi
perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan
Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan rencana tata ruang dalam Peraturan Daerah ini dipercepat
untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang belun diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
Daerah ini.
Pasal 69
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Sekadau
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sekadau Tahun
2006 – 2016 (Lembaran Daerah Kabupaten Sekadau Tahun 2006 Nomor 10) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 70
BUPATI SEKADAU,
TTD
SIMON PETRUS
Diundangkan di Sekadau
pada tanggal 29 Juli 2015
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SEKADAU,
TTD
YOHANES JHON