Anda di halaman 1dari 110

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI


NOMOR __ TAHUN __

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN


MENTAWAI
TAHUN 2015-2035

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI,

Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan Kabupaten


Kepulauan Mentawai yang semakin pesat,
menuntut adanya perubahan penataan ruang
wilayah sebagai usaha untuk mewujudkan
pertumbuhan dan perkembangan wilayah yang
aman, tertib, nyaman, dan teratur serta sehat,
memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga
dapat memberikan pelayanan yang optimal dan
efisien;
-2-

b. bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) dan ayat


(2) huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang mengatur
bahwa rencana tata ruang dapat ditinjau
kembali dan direvisi;
c. bahwa berdasarkan Pasal 17 angka 16 Pasal 26
ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten dapat ditinjau kembali 1
(satu) kali pada setiap periode 5 (lima) tahunan;
d. bahwa berdasarkan hasil Peninjauan Kembali
yang mengacu pada Pasal 20 ayat (1) huruf b
Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
Wilayah, harus dilakukan revisi dengan
penyesuaian substansi Peraturan Daerah
Kabupaten Kepulauan Mentawai Nomor 3
Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai
Tahun 2015-2035;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, dan d perlu menetapkan Peraturan
Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-
2035;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
-3-

2. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1999


tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan
Mentawai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 177, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3898) sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 49
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten
Kepulauan Mentawai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3964);

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007


tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4739);

5. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008


tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara
-4-

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177,


Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4925);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5582) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir kali dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010
tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
-5-

9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021


tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2021 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6633);
10. Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021
Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan
Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan
Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail
Tata Ruang;
11. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005
– 2025;
12. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun
2012-2032;
13. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2018 – 2038; dan
14. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan
Mentawai Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035.
-6-

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
dan
BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2015-
2035.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai.
2. Bupati adalah Bupati Kepulauan Mentawai.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan Daerah.
4. Kecamatan adalah sebutan kecamatan di wilayah Kabupaten
Kepulauan Mentawai yang merupakan bagian wilayah dari daerah
Kabupaten/Kota.
-7-

5. Kelurahan/Desa adalah sebutan desa di wilayah Kabupaten


Kepulauan Mentawai yang merupakan kesatuan masyarakat
hukum yang terdiri dari gabungan beberapa padukuhan yang
mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan harta kekayaan
sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kecamatan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan
ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai,
selanjutnya disebut RTRW, adalah arahan kebijakan, strategi, dan
rencana pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman
bagi penataan ruang wilayah daerah yang merupakan dasar dalam
penyusunan program pembangunan.
13. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang wilayah sesuai dengan RTRW Kabupaten melalui
penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan
kabupaten dan kota beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi
-8-

program utama jangka menengah lima tahunan yang disusun


untuk rencana jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, berisi rencana
program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu
pelaksanaan.
14. Ketentuan umum zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya
dan disusun untuk setiap kawasan pada rencana pola ruang.
15. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disebut
KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang.
16. Pusat Kegiatan Nasional, yang selanjutnya disingkat PKN, adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
17. Pusat Kegiatan Wilayah, yang selanjutnya disingkat PKW, adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
18. Pusat Kegiatan Lokal, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten atau beberapa kecamatan.
19. Pusat Pelayanan Kawasan, yang selanjutnya disingkat PPK, adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa kalurahan.
20. Pusat Pelayanan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat PPL,
adalah pusat pemukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala antar kalurahan.
21. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
-9-

22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
23. Kawasan lindung adalah kawasan peruntukan lindung kabupaten
adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu
ekosistem yang terletak pada wilayah kabupaten, yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di
wilayah kabupaten, dan kawasan-kawasan lindung lain yang
menurut ketentuan peraturan perundangundangan
pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah
kabupaten.
24. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
25. Kawasan Strategis Kabupaten adalah bagian wilayah Daerah yang
penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh
sangat penting dalam lingkup wilayah Daerah di bidang ekonomi,
sosial budaya, sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi,
dan/atau lingkungan hidup.
26. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah arahan yang
dibuat dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah
provinsi agar sesuai dengan RTRW provinsi yang berbentuk indikasi
arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah provinsi.
27. Ketentuan insentif adalah perangkat atau upaya untuk imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan agar sejalan dengan rencana tata
ruang.
28. Ketentuan disinsentif adalah perangkat atau upaya yang diberikan
untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi
pengembangannya.
29. Arahan Sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa
saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
- 10 -

30. Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut


TKPRD adalah Tim yang bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan
mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.

Pasal 2

Ruang lingkup penataan ruang wilayah Daerah meliputi:


a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah;
b. rencana struktur ruang wilayah;
c. rencana pola ruang wilayah;
d. kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.

Pasal 3

(1) Lingkup wilayah perencanaan merupakan Daerah dengan batas


yang ditentukan berdasarkan aspek administratif dan fungsional
mencakup wilayah seluas kurang lebih 601.135 (enam rauts satu
ribu seratus tiga puluh lima) hektar yang meliputi 10 (sepuluh)
kecamatan.

(2) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mempunyai batas sebagai berikut:

a. sebelah utara dengan Selat Siberut;


b. sebelah selatan dengan Samudera Hindia;
c. sebelah barat dengan Samudera Hindia; dan
d. sebelah timur dengan Selat Mentawai.
- 11 -

(3) Batas fisik wilayah ditandai dengan pulau terluar yaitu:


a. Pulau Sibarubaru di pantai barat pulau Pagai Selatan; dan
b. Pulau Sinyiau-nyiau di pantai barat Siberut.
(4) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
seluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terdiri dari:
a. Kecamatan Pagai Selatan;
b. Kecamatan Sikakap;
c. Kecamatan Pagai Utara;
d. Kecamatan Sipora Selatan;
e. Kecamatan Sipora Utara;
f. Kecamatan Siberut Selatan;
g. Kecamatan Siberut Barat Daya;
h. Kecamatan Siberut Tengah;
i. Kecamatan Siberut Utara; dan
j. Kecamatan Siberut Barat.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah

Pasal 4

Tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan Daerah sebagai


pariwisata kelas dunia untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
dengan mengembangkan potensi sumber daya alam berkelanjutan
berkearifan lokal serta ramah lingkungan didukung dengan
infrastruktur maritim yang terintegrasi dan berbasis mitigasi bencana.
- 12 -

Bagian Ketiga
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah

Pasal 5

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4, ditetapkan kebijakan penataan ruang
wilayah.

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Kepulauan


Mentawai, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. penetapan pusat-pusat kegiatan untuk mendukung pelayanan
sosial ekonomi dalam pembangunan wilayah;
b. peningkatan aksesibilitas dalam rangka menunjang
pengembangan wilayah dan pengembangan jalur mitigasi
bencana di wilayah daerah;
c. peningkatan Pelayanan Prasarana Energi Listrik,
Telekomunikasi, Sumberdaya Air dan Prasarana Lingkungan,
untuk seluruh kecataman di daerah dan lokasi permukiman
baru;
d. percepatan pertumbuhan ekonomi daerah pasca bencana;
e. pemantapan fungsi Kawasan lindung yang terletak dalam
daerah, terutama berkenaan dengan hutan lindung, resapan
air, dan Kawasan pesisir;
f. pengelolaan Kawasan rawan bencana alam;
g. pemanfaatan Kawasan pelestarian alam (taman nasional,
suaka alam, taman wisata alam laut) sebagai Kawasan yang
ikut mendukung kegiatan social ekonomi masyarakat;
h. peningkatan fungsi Kawasan untuk kepentingan pertahanan
dan keamanan negara; dan
i. pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar
di wilayah daerah.
- 13 -

Bagian Keempat
Strategi Penataan Ruang Wilayah

Pasal 6

(1) Strategi untuk penetapan pusat–pusat kegiatan untuk mendukung


pelayanan sosial ekonomi dalam pengembangan wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi:
a. mengembangkan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
b. mengembangkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
c. mengembangkan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. mengembangkan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

(2) Strategi untuk peningkatan aksesibilitas dalam rangka menunjang


pengembangan wilayah dan pengembangan jalur mitigasi bencana
di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, meliputi:
a. membangun dan meningkatkan jaringan jalan kabupaten
untuk menunjang perekonomian wilayah dan sebagai jalur
evakuasi bagi daerah rawan bencana;
b. mengembangkan prasarana dan sarana transportasi laut di
Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau
Pagai Selatan; dan
c. membangun prasarana dan sarana transportasi udara di
Pulau Siberut, Pulau Sipora dan Pulau Pagai Selatan.

(3) Strategi untuk peningkatan pelayanan prasarana energi listrik,


telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana lingkungan, untuk
seluruh kecamatan dan lokasi permukiman baru, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. membangun jaringan energi listrik dan meningkatkan
pelayanan di seluruh daerah;
- 14 -

b. mengembangkan jaringan telepon seluler dengan membangun


BTS di beberapa titik untuk peningkatan jaringan
telekomunikasi seluler;
c. menetapkan sumber air baku sebagai kawasan lindung;
d. membangun sistem jaringan air bersih dan pengadaan
penampungan air bersih; dan
e. membangun tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah.
f. pengembangan jaringan air limbah sistem terpusat (off site)
dan sistem setempat
g. mengembangkan sistem drainase pada kawasan pusat-pusat
kegiatan, pusat-pusat pelayanan serta kawasan permukiman
non perkotaan

(4) Strategi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah


Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf d meliputi:
a. mengembangkan sektor pertanian dengan mendorong
komoditi tanaman pangan, tanaman hortikultura dan
perkebunan;
b. memanfaatkan potensi sektor perikanan di kawasan laut dan
pesisir;
c. memanfaatkan potensi bahari, budaya dan alam, sebagai
obyek dan daya tarik wisata; dan
d. memanfaatkan sumber daya hutan dengan mengoptimalkan
pengelolaan hasil produksi sesuai dengan potensi lahan.

(5) Strategi untuk pemantapan fungsi kawasan lindung, sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, meliputi:
a. menetapkan batas kawasan lindung; dan
b. meningkatkan peran masyarakat dalam menjaga fungsi
kawasan lindung sesuai dengan kearifan lokal.
- 15 -

(6) Strategi untuk pengelolaan kawasan rawan bencana alam


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f meliputi:
a. mengendalikan perkembangan kegiatan kawasan rawan
bencana;
b. menetapkan jalur evakuasi dan ruang evakuasi;
c. mengembangkan hutan bakau sepanjang pantai di kawasan
rawan bencana tsunami; dan
d. mengembangkan sistem peringatan dini.

(7) Strategi pemanfaatan kawasan pelestarian alam (taman nasional,


suaka alam, taman wisata alam laut) sebagai kawasan yang ikut
mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, meliputi :
a. melibatkan stakeholder kawasan pelestarian alam untuk
penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang dengan
masyarakat di dalam kawasan yang membutuhkan akses
darat, pemenuhan kebutuhan fasilitas publik dan
pemanfaatan lahan sektor pertanian dan pangan.
b. melibatkan masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan
taman nasional, suaka alam, konservasi perairan dan taman
wisata alam laut; dan
c. mengembangkan pengelolaan potensi kawasan pelestarian
alam sebagai salah satu obyek wisata alam dan wisata
pendidikan ilmiah.

(8) Strategi untuk peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan


pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf h meliputi:
a. mendukung penetapan pusat kegiatan strategis nasional
dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;
- 16 -

b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di


sekitar PKSN untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan
budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan
keamanan Negara sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan
keamanan.

(9) Strategi untuk pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau kecil


dan terluar di wilayah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf i meliputi:
a. mengembangkan wisata bahari;
b. membangun sarana dan prasarana wisata;
c. mengembangkan pengelolaan bersama dengan investor; dan
d. mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan di
daerah terluar.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7

(1) Rencana struktur ruang wilayah terdiri dari:


a. Sistem pusat permukiman;
b. sistem jaringan transportasi;
c. sistem jaringan energi;
d. sistem jaringan telekomunikasi;
e. sistem jaringan sumber daya air; dan
f. sistem jaringan prasarana lainnya.
- 17 -

(2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Sistem Pusat Permukiman

Pasal 8

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)


huruf a, terdiri dari:
a. PKW;
b. PKL;
c. PPK; dan
d. PPL.

(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan


untuk fungsi pusat perkantoran pemerintah dan pendukung
permukiman perkotaan yang meliputi Perkotaan Muara Siberut dan
Perkotaan Taupejat.

(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikembangkan


untuk fungsi simpul layanan sarana prasarana permukiman,
perdagangan jasa lokal, dan sarana pariwisata, terdiri dari:
a. PKL Perkotaan Sikakap; dan
b. PKL Peipei.

(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. PPK Perkotaan Sioban di Kecamatan Sipora Selatan;
b. PPK Perkotaan Bulasat di Kecamatan Pagai Selatan; dan
c. PPK Perkotaan Muara Sikabaluan di Kecamatan Siberut Utara.

(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari:
- 18 -

a. PPL Saibi Samukop di Kecamatan Siberut Tengah;


b. PPL Saumanganya di Kecamatan Pagai Utara;
c. PPL Simalegi Betaet di Kecamatan Siberut Barat;
d. PPL Silabu di Kecamatan Pagai Utara; dan
e. PPL Bosua di Kecamatan Sipora Selatan.

(6) Rencana Sistem Pusat Permukiman sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.a yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Transportasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 9

Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat


(1) huruf b terdiri dari:
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan;
c. sistem jaringan transportasi laut; dan
d. bandar udara umum dan bandar udara khusus.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Jalan

Pasal 10
- 19 -

(1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf


a, terdiri dari:
a. jalan umum; dan
b. terminal penumpang.
(2) Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
dari:
a. jalan kolektor;
b. jalan lokal; dan
c. jalan lingkungan.

(3) Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berupa
jalan kolektor primer yang terdiri dari ruas:
a. jaringan jalan yang berada di pulau Sipora yang
menghubungkan ruas jalan Tuapejat – Transmigrasi – Rokot –
Sioban – Katiet. (Jalan Nasional)
b. jaringan jalan yang berada di pulau Siberut yang
menghubungkan ruas jalan Labuan Bajau – Policoman –
Sigapokna – Terekan Hulu –Sirilanggai - Monganpoula –
Sotboyak – Subelen – Saibi Samukop – Saliguma – Maileppet –
Muara Siberut – Puro – Rogdok – Mabukkuk (usulan Jalan
Nasional)
c. jaringan jalan yang berada di Pulau Pagai Utara yang
menghubungkan ruas jalan Mapinang – Saumanganya –
Matobe – Sikakap – Dermaga (Usulan Jalan Nasional);dan
d. jaringan jalan yang berada di Pulau Pagai Selatan yang
menghubungkan ruas jalan Polaga – Beleraksok – Simpang Km
37 –Simpang Km 53 – Boriai (Usulan Jalan Nasional).
(4) Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri
dari:
a. jalan lokal primer; dan
b. jalan lokal sekunder.
- 20 -

(5) Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
terdiri dari ruas:
a. ruas jalan di Pulau Siberut, meliputi Sigapokna – Tiniti –
Simalegi Betaet – Simatalu – Sagulubbeg – Pasakiat Taileleu –
Peipei – Mabukkuk, Malancan – Barambang, Barambang –
Tamairang, Muara Sikabaluan – Pokai – Sirilanggai, Muara
Sikabaluan – Monganpoula, Subelen – Poros Trans Mentawai,
Muara Saibi – Simoilalak, Sirisurak – Poros Trans Mentawai, ,
Pelabuhan Marina – Lailai, Trans Mentawai – Danau
Mangeungeu, Lingkar Peipei, Simpang Muntei – Puro, dan Puro
– Malilimok
b. ruas jalan di Pulau Sipora, meliputi Simpang SP II – Kantor
Camat – Berkat – Pukarayat –Betumonga – Taraet – Beriulou –
Masokut – Bosua Gobi – Mongan Bosua, SP III – Betumonga,
Silaoinan – Betumonga, Sao – Bosua, dan Takuman – Sioban.
c. ruas jalan di Pulau Pagai Utara, meliputi Mabolak – Sikakap –
Dermaga - Muara Taikako – Km 17 Silabu – Saumanganya,
Simpang Silabu – Silabu, dan Km 14 – Betumonga;dan
d. ruas jalan di Pulau Pagai Selatan, meliputi Simpang Kartini –
Sabiret - Muntei Kecil – Malakopa, Simpang Km 35 – Sabiret,
Simpang Trans Mentawai – Mapopou, Bulasat – Aban Baga, dan
Simpang Km 53 – Limu – Mapinang – Lakkau – Surat Aban.

(6) Jalan lokal sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a
terdiri dari ruas:
a. ruas jalan lokal sekunder di Pulau Siberut, meliputi Policoman
– Malancan, Bose – Policoman, Sirilanggai – Malancan, Lingkar
Sotboyak – Poros Trans Mentawai, Sirilanggai – Air terjun
Singungung, Poros Trans Mentawai – Bojakan, Sirilogui –
Monganpoula, Sirilogui – Lingkar Sotboyak, Tamairang – Puran
– Sirilogui – Cimpungan Desa – Subelen, Subelen – Muara Saibi,
Muara Saibi – Kaleak – Sibudda’ Oinan – Saliguma – Gotab –
- 21 -

Limu – Batlappak – Maileppet, Sua – Totoet – Saliguma,


Saliguma – Sirisurak, Sirisurak – Simatalu, Madobag –
Salappak – Magosi – Tinambu – Saliguma, Maileppet – Bekeiluk
– Salappak, Sagulubbeg – Madobag, Rogdok – Matotonan, dan
Peipei – Tepi Pantai;
b. ruas jalan di Pulau Sipora, meliputi Pusat Kota Km 4 –
Mapaddegat – Dermaga, Mapaddegat – Home Stay – Lingkar
Pantai – SP II, Home Stay – SP II, Km 5 – Home Stay, Lingkar
Kota – Dinkes, Simpang Kantor Bupati – Kantor Bupati, Lingkar
Kota – Pesantren, Simpang Pesantren – Pesantren, RSUD –
Kantor Camat, Km 12 – Simaombuk, Matobe – Sioban, Sioban
– Mara – Nemnemleleu – Sagitsi – Sao, Km 4 – Simpang
Masokut, Bosua Gobi – Lingkar Pantai, dan Mongan Bosua –
Lingkar pantai;
c. ruas jalan di Pulau Pagai Utara, meliputi Betumonga – Silabu,
Transmigrasi – Silaoinan, Pasibuat – Silaoinan, dan Maguiruk
– Saumanganya; dan
d. ruas jalan di Pulau Pagai Selatan, meliputi Polaga – Berkat –
Bakat Monga – Pinatete – Tubeket – Makalo – Bere – Mapoupou
– Talopulai – Parak Batu – Abanbaga – Mangkabaga – Bubuget
– Matobat – Bungorayo, Km 11 – Tubeket, Pinatete – Bukuk
Monga, Trans Mentawai Km14 – Makalo, Jalan Lingkar Km 37,
Km 37 – Parak Batu, Bulasat – Bulasat Lama, Mapinang –
Kosaibatsagai - Kosai Baru –Boriai, Poros Trans Mentawai –
Sinaka, Matotonan – Poros Surat Aban, dan Surat Aban –
Mabolak Selatan – Mangka Baga – Mangkaulu.

(7) Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,


berupa seluruh jalan desa di wilayah Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
- 22 -

(8) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,


yaitu terminal penumpang tipe C yang terdapat di:
a. Tuapejat;
b. Muara Siberut;
c. Pokai;
d. Sikakap;
e. Sioban;
f. Sagitsi;
g. Polaga;
h. Km 37 (Bulasat);
i. Sinaka;
j. Pasapuat;
k. Silabu;
l. Katurei; dan
m. Saibi.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Pasal 11

(1) Sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi:

a. lintas penyeberangan;
b. Pelabuhan penyeberangan; dan

(2) lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,


terdiri dari:
a. lintas penyeberangan regional, meliputi:
1. Sikabaluan/Pokai-Bungus;
2. Siberut/Maileppet-Bungus;
3. Tuapejat-Bungus;
- 23 -

4. Sikakap-Bungus; dan
5. Labuan Bajau-Bungus.
b. Lintas penyeberangan local, meliputi Sakadalat-Labuan Bajau-
Pokai-Subelen-Maileppet-Mabukkuk-Malilimok-Tuapejat-
Sioban-Sagitci-Pasapuat-Sikakap-Polaga-Malakopa-Bake-
Lakkau-Sinakak-Boriai-Parak Batu.

(3) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b, terdiri dari:
a. pelabuhan penyeberangan regional, yang terdiri dari:
1. Pelabuhan Sikakap di Kecamatan Sikakap;
2. Pelabuhan Bajau di Kecamatan Seberut Barat;
3. Pelabuhan Sikalabuan/Pokai di Kecamatan Siberut Utara;
4. Pelabuhan Siberut/Maileppet di Kecamatan Suberut
Selatan;
5. Pelabuhan Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara;
6. Pelabuhan Mabukkuk di Kecamatan Siberut Barat Daya,
7. Pelabuhan Maguiruk Silabu di Kecamatan Pagai Utara.
b. pelabuhan penyeberangan lokal, yang terdiri dari:
1. Pelabuhan Malilimok di Kecamatan Siberut Barat Daya,
2. Pelabuhan Subelen di Kecamatan Siberut Tengah;
3. Pelabuhan Sao di Kecamatan Sipora Selatan;
4. Pelabuhan Pasapuat di Kecamatan Pagai Utara;
5. Pelabuhan Polaga di Kecamatan Sikakap;
6. Pelabuhan Malakopa di Kecamatan Pagai Selatan;
7. Pelabuhan Bake di Kecamatan Pagai Selatan;
8. Pelabuhan Lakkau di Kecamatan Pagai Selatan;
9. Pelabuhan Boriai Kecamatan Pagai Selatan;
10. Pelabuhan Sinaka di Kecamatan Pagai Selatan;
11. Pelabuhan Parak Batu /Maratdat di Kecamatan Pagai
Selatan; dan
12. Pelabuhan Simaombuk di Kecamatan Sipora Utara
- 24 -

Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 12

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 huruf c terdiri dari:
a. Pelabuhan pengumpul;
b. Pelabuhan pengumpan; dan
c. Terminal khusus.
(2) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri dari pelabuhan Sikakap di Kecamatan Sikakap.
(3) Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri dari:
a. pelabuhan Pengumpan regional, meliputi:
1. Pelabuhan Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara;
2. Pelabuhan Sioban di Kecamatan Sipora Selatan;
3. Pelabuhan Pokai Kecamatan Siberut Utara;
4. Pelabuhan Maileppet/Siberut di Kecamatan Siberut
Selatan; dan
5. Pelabuhan Mabukkuk Kecamatan Siberut Barat Daya.
b. pelabuhan Pengumpan lokal, meliputi:
1. Pelabuhan Labuan Bajau di Kecamatan Siberut Barat;
2. Pelabuhan Malilimok di Kecamatan Siberut Barat Daya;
3. Pelabuhan Sagitsi di Kecamatan Sipora Selatan;
4. Pelabuhan Pasapuat di Kecamatan Pagai Utara;
5. Pelabuhan Sinaka (Boriai) di Kecamatan Pagai Selatan,
6. Pelabuhan Bagatsagai di Kecamatan Pagai Selatan,
7. Pelabuhan Makalo di Kecamatan Pagai Selatan, dan
8. Pelabuhan Subelen di Kecamatan Siberut Tengah.
(4) Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri dari:
- 25 -

a. Terminal Khusus pertahanan dan keamanan Pos Angkatan


Laut di Kecamatan Sikakap;
b. Terminal Khusus pertahanan dan keamanan Pangkalan
Angkatan Laut di Sagitsi Kecamatan Sipora Selatan;
c. Terminal Khusus Wisata Marina Katiet di Kecamatan Sipora
Selatan dan Simaombuk di Kecamatan Sipora Utara; dan
d. Pelabuhan Marina Leleulagok di Kecamatan Siberut Barat Daya

Paragraf 5
Bandar Udara Umum dan Bandar Udara Khusus

Pasal 13

Bandar udara umum dan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf d, berupa bandar udara pengumpan yang terdiri
dari bandar udara Rokot di Pulau Sipora, bandar udara Peipei, bandar
udara Teluk Katurei, bandar udara Simakakang, dan bandar udara
Silabu.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Energi

Pasal 14

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat


(1) huruf c, meliputi:
a. jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; dan
b. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.

(2) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Jaringan pipa bahan bakar minyak di seluruh Sipora, Pagai
Selatan, Pagai Utara, dan Siberut; dan
- 26 -

b. membangun jaringan pipa gas elpiji diseluruhi Sipora, Pagai


Selatan, Pagai Utara dan Siberut.

(3) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b, berupa jaringan infrastruktur penyaluran
tenaga listrik dan sarana pendukung.

(4) Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya


sebagaimana dimaksud pasal (3), meliputi gardu listrik dan
pembangkit tenaga listrik .
(5) Gardu listrik sebagiamana dimaksud terdiri dari:
a. gardu Induk untuk PLTD terdapat di setiap ibukota
kecamatan dan Pusat Pelayanan Kegiatan serta pada Pusat
Pelayanan Lingkungan dan pulau-pulau kecil;
b. gardu Induk untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap dapat
dibangun dan dikembangkan di seluruh pulau;
c. Gardu Induk Pembangkit Listrik energi alternatif baru dan
terbarukan dapat dibangun sesuai perhitungan potensi
yang terdapat di seluruh daerah; dan
d. Gardu Induk Pembangkit Listrik Energi baru terbarukan
dapat dibangun di setiap desa.
(6) Pembangkit sebagaimana dimaksud terdiri dari:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di setiap
Ibukota Kecamatan dan Pusat Pelayanan Kegiatan serta
pada pusat pelayanan Lingkungan dan pulau-pulau kecil;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap dapat dikembangkan di
seluruh pulau;
c. Penggunaan energi alternatif baru dan terbarukan dapat
dikembangkan sesuai potensi yang terdapat di daerah; dan
d. pengembangan energi baru terbarukan dapat
dikembangkan di setiap desa.
- 27 -

Bagian Kelima
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 15
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 (ayat 1) huruf d, terdiri dari:
a. jaringan tetap;
b. infrastruktur jaringan tetap; dan
c. jaringan bergerak.

(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, terdapat di:
a. PKW Muara Siberut;
b. PKW Tuapejat;
c. PKL Sikakap; dan
d. PKL Peipei.

(3) Infrastruktur jaringan tetap sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf


b, terdapat di:
a. PKW Muara Siberut;
b. PKW Tuapejat;
c. PKL Sikakap; dan
d. PKL Peipei.

(4) Jaringan bergerak sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c berupa


jaringan bergerak seluler yaitu menara base transceiver station
(BTS) bersama yang terdapat di seluruh wilayah Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
- 28 -

Bagian Keenam
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 16

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 ayat (1) huruf e berupa prasarana sumber daya air
Kepulauan Mentawai.

(2) Prasarana sumber daya air kabupaten sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) yaitu system jaringan irigasi.
(3) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri
dari:
a. Daerah Irigasi pulau Sipora, meliputi:
1. D.I Berkat;
2. D.I Sidomakmur;
3. D.I Mapadegat;
4. D.I Sipora Jaya;
5. D.I Kaliou;
6. D.I Maboboket
7. D.I Pogari Takmunga
8. D.I Saureinu
9. D.I Silaoinan
10. D.I Sioban
11. D.I Mara
12. D.I Nemnemleleu
13. D.I Sagitsi
14. D.I Sumber Air
15. D.I Masokut
16. D.I Beriulou
b. Daerah Irigasi pulau Pagai Utara, meliputi:
1. D.I Betumonga
2. D.I Silabu
3. D.I Saumanganya
- 29 -

4. D.I Pasapuat
5. D.I Guluguluk
6. D.I Manganjo
7. D.I Matobe (Makukuet)
8. D.I Taikako (Silaoinan)
9. D.I Taikako (Mabolak)
10. D.I Sibaibai
11. D.I Matoninit
c. Daerah Irigasi pulau Pagai Selatan, meliputi:
1. D.I Bulasat
2. D.I Siraija
3. D.I Tuik
4. D.I Tubeket
5. D.I Makalo
6. D.I Bere
d. Daerah Irigasi pulau Siberut, meliputi:
1. D.I Malilimok
2. D.I Toloulago
3. D.I Puro 1
4. D.I Madobag
5. D.I Maileppet
6. D.I Sotboyak
7. D.I Sirilanggai
8. D.I Malancan
9. D.I Tiniti
10. D.I Sigapokna
- 30 -

Bagian Ketujuh
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Paragraf 1
Umum

Pasal 17

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal


7 ayat (1) huruf f, meliputi:
a. sistem penyediaan air minum (SPAM);
b. sistem pengelolaan air limbah (SPAL);
c. sistem jaringan persampahan;
d. sistem jaringan evakuasi bencana; dan
e. sistem drainase.

Paragraf 2
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

Pasal 18

(1) Sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 huruf a yaitu jaringan perpipaan.
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. unit produksi;
b. jaringan produksi; dan
c. unit distribusi.
(3) Unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdapat di seluruh pusat kegiatan dan pusat pelayanan.
(4) Jaringan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdapat di seluruh pusat kegiatan dan pusat pelayanan.
- 31 -

(5) Unit distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri
atas:

a. jaringan perpipaan di Tuapejat, Sikakap, Saumanganya,


Muara Siberut, Peipei, Sioban, Bulasat, Muara Sikabaluan,
Saibi, Simalegi Betaet, Taileleu, Silabu, dan Bosua.
b. jaringan non perpipaan di seluruh kawasan permukiman
perdesaan, dusun dan kawasan wisata.

Paragraf 3
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)

Pasal 19

(1) Sistem pengelolaan air limbah (SPAL) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 17 huruf b terdiri dari:
a. jaringan sistem pengelolaan air limbah domestik; dan
b. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah domestik.

(2) Jaringan sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana


dimaksud ayat (1) huruf a Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Terpusat (SPALD-T) Skala Perkotaan yang terdapat di:
a. PKW Muara Siberut;
b. PKW Tuapejat;
c. PKL Sikakap; dan
d. PKL Peipei.

Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana


dimaksud ayat (1) huruf b yaitu Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Terpusat (SPALD-T) Skala Kawasan Permukiman yangterdapat di:
a. PKW Muara Siberut;
b. PKW Tuapejat;
c. PKL Sikakap; dan
- 32 -

d. PKL Peipei.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Persampahan

Pasal 20

(1) Sistem jaringan persampahan wilayah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 huruf c, terdiri dari:
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); dan
b. Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R).
(2) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdapat di:
a. Berkat (Tuapejat) di Pulau Sipora;
b. Saliguma di Pulau Siberut;
c. Saumanganya di Pulau Pagai Utara; dan
d. KM 19 di Pulau Pagai Selatan.
(3) Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang meliputi:

a. Sipora Utara 2 TPS 3R;


b. Sipora Selatan 4 TPS 3R;
c. Siberut Selatan 2 TPS 3R;
d. Siberut Tengah 1 TPS 3R;
e. Siberut Utara 2 TPS 3R;
f. Siberut Barat 2 TPS 3R;
g. Siberut Barat Daya 2 TPS 3R;
h. Pagai Utara 2 TPS 3R;
i. Sikakap 2 TPS 3R; dan
j. Pagai Selatan 2TPS 3R.
- 33 -

Paragraf 5
Sistem Jaringan Evakuasi Bencana

Pasal 21

(1) Sistem jaringan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 17 huruf d, terdiri dari:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. tempat evakuasi bencana.

(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a


terdapat di:
a. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah
Kecamatan Pagai Selatan;
b. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah
Kecamatan Sikakap;
c. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah
Kecamatan Pagai Utara;
d. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah
Kecamatan Sipora Selatan;
e. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Sipora
Jaya dan kawasan perbukitan Tuapejat di wilayah Kecamatan
Sipora Utara;
f. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Bukit Pegu
di wilayah Kecamatan Siberut Selatan;
g. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah
Kecamatan Siberut Barat Daya;
h. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Saliguma,
kawasan perbukitan Saibi Samukop, kawasan perbukitan
Cimpungan di wilayah Kecamatan Siberut Tengah;
i. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Sirilogui,
kawasan perbukitan Tamairang, di wilayah Kecamatan Siberut
Utara; dan
- 34 -

j. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Simatalu,


kawasan perbukitan Simalegi, kawasan perbukitan di Tiniti di
wilayah Kecamatan Siberut Barat.
(3) Tempat evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tersebar dataran tinggi atau perbukitan dekat dusun atau
permukiman perdesaan yang rawan dari bencana. dengan lokasi
evakuasi bencana pada ruang terbuka atau tanah lapang, fasilitas
pendidikan, balai Desa/Kalurahan, maupun sarana umum lain.

Paragraf 6
Sistem Drainase

Pasal 22

(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e,


terdiri dari:
a. jaringan drainase primer; dan
b. jaringan drainase sekunder.
(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah sungai yang terdapat di seluruh wilayah Kabupaten
Kepulauan Mentawai.

(3) Jaringan drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b meliputi pengembangan pada Kawasan pusat-pusat
kegiatan dan pusat-pusat pelayanan dan permukiman non
perkotaan.
- 35 -

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Pasal 23

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi:


a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Bagian Kesatu
Kawasan Lindung

Pasal 24

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf


a, meliputi:
a. badan air (BA);
b. Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan
Bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat (PS);
d. kawasan konservasi (KS); dan
e. Kawasan ekosistem mangrove.

Pasal 25

Badan air (BA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, seluas


kurang lebih 44 (empat puluh empat) hektar, terdapat di seluruh wilyah
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
- 36 -

Pasal 26

(1) Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan


Bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
berupa kawasan hutan lindung, seluas kurang lebih 4037 (empat
ribu tiga puluh tujuh) hektar, terdapat di di Kecamatan Sipora
Selatan, Kecamatan Pagai Utara, Kecamatan Pagai Selatan.

Pasal 27

(2) Kawasan perlindungan setempat (PS) sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 huruf c, seluas kurang lebih 11.451 (sebelas ribu
empat ratus lima satu) hektar, terdapat di di seluruh wilyah
Kabupaten Kepulauan Mentawai.

(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a ditetapkan dengan ketentuan:
a. garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
ditetapkan paling sedikit 5 (lima) meter di sebelah luar
sepanjang kaki tanggul;
b. garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditetapkan paling sedikit 3 (tiga) meter di sebelah
luar sepanjang kaki tanggul;
c. garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan
perkotaan pada:
d. sungai besar dan/atau Daerah Aliran Sungai (DAS) lebih dari
500 (lima ratus) kilometer persegi ditetapkan paling sedikit 100
(seratus) meter dihitung dari tepi sungai; dan
e. sungai kecil dan/atau Daerah Aliran Sungai (DAS) kurang dari
atau sama dengan 500 (lima ratus) kilometer persegi
ditetapkan paling sedikit 50 (lima puluh) meter dihitung dari
tepi sungai.
- 37 -

f. garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan


perkotaan yang mempunyai kedalaman kurang dari 3 (tiga)
meter, ditetapkan paling sedikit 10 (sepuluh) meter, dihitung
dari tepi sungai;
g. garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan yang mempunyai kedalaman antara 3 (tiga) meter
sampai dengan 20 (dua puluh) meter, ditetapkan paling sedikit
15 (lima belas) meter, dihitung dari tepi sungai; dan
h. garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan dengan kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua
puluh) meter, ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) meter,
dihitung dari tepi sungai.

Pasal 28

(1) Kawasan konservasi (KS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


huruf d, berupa Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang terdiri dari:
a. kawasan suaka alam;
b. Kawasan suaka alam perairan;
c. Kawasan pelestarian alam; dan
d. taman wisata alam (TWA).

(2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 165.778 (seratus enam puluh lima ribu tujuh
ratus tujuh puluh delapan) hektar berupa kawasan suaka
margasatwa di Kecamatan Pagai Selatan dan Kawasan Taman
Wisata Alam Kecamatan Siberut Selatan.
(3) Kawasan suaka alam perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. kawasan suaka alam perairan atau Daerah Perlindungan Laut
terdapat di Kecamatan Siberut Tengah;
b. kawasan suaka alam perairan atau Daerah Perlindungan Laut
di Kecamatan Siberut Barat Daya; dan
- 38 -

c. kawasan suaka alam perairan atau Daerah Perlindungan Laut


terdapat di Kecamatan Sipora Utara.
(4) kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c adalah Taman Nasional Siberut.
(5) Taman wisata alam (TWA) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d
berupa Taman Wisata Laut Teluk Sarabua terdapat di Desa
Saliguma Kecamatan Siberut Tengah.

Pasal 29

(1) Kawasan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal


24 huruf d, seluas kurang lebih 9.886 (Sembilan ribu delapan ratus
delapan puluh enam) hektar terdapat di Kecamatan Siberut Barat
Daya, Kecamatan Siberut Tengah dan Kecamatan Siberut Utara,
Kecamatan Siberut Selatan.

Bagian Kedua
Kawasan Budidaya

Pasal 30

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf


b, terdiri dari:
a. kawasan perkebunan rakyat (KR);
b. kawasan pertanian (P);
c. kawasan peruntukan industri (KPI);
d. kawasan pariwisata (W);
e. kawasan permukiman (PM); dan
f. kawasan pertahanan dan keamanan (HK).

Pasal 31
- 39 -

(1) Kawasan perkebunan rakyat (KR) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 huruf a seluas kurang lebih 5.323 (lima ribu tiga ratus dua
puluh tiga) hektar terdapat di:
a. Kecamatan Sipora Utara;
b. Kecamatan Sipora Selatan; dan
c. Kecamatan Siberut Selatan.
(2) Usulan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan hutan rakyat
(kawasan hutan/hutan rakyat) seluas 15.249 (lima belas ribu dua
ratus empat puluh Sembilan) hektar yang tersebar di Kecamatan
Sipora Utara, Sipora Selatan, Siberut Utara, dan Siberut Selatan.
(3) Usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dengan
ketentuan apabila usulan perubahan peruntukkan disetujui, maka
peruntukkannya sesuai dengan usulan perubahan , namun
sebaliknya apabila usulan perubahan tidak disetujui, maka
peruntukkannya sesuai dengan dan fungsi kawasan hutan
sebelumnya.

Pasal 32

(1) Kawasan pertanian (P) sebagaimana dimaksud pasal 30 huruf b


terdiri atas:
a. Kawasan Tanaman Pangan;
b. Kawasan hortikultura;
c. Kawasan perkebunan; dan
d. Kawasan peternakan.
(2) Kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pasal 32 huruf
a, dikembangkan di seluruh kecamatan dengan komoditas padi
sawah, sagu, keladi dan komoditas tanaman pangan lainnya.
(3) Kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luasan 12.656,79 hektar,
meliputi:
- 40 -

a. Kecamatan Siberut Utara seluas kurang lebih 2.689,51


hektar
b. Kecamatan Siberut Barat seluas kurang lebih 2.738,00
hektar
c. Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 435,12
hektar;
d. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 50,57 hektar;
e. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 1.141,37
hektar;
f. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 1.131,21 hektar;
g. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 544,44 hektar;
h. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 847,46 hektar;
i. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 2.445,71 hektar; dan
j. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 633,40 hektar;
(4) Usulan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan pertanian
tanaman pangan seluas 5.985,57 hektar yang tersebar di seluruh
Kecamatan.
(5) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai kawasan pertanian pangan
berkelanjutan (KP2B) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pasal 32 huruf b
dengan luasan 2.087,87 hektar, meliputi:
a. Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 86,93 hektar;
b. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 91,97 hektar;
c. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 246,69
hektar;
d. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 535,67 hektar;
e. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 764,32
hektar;
f. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 184,83 hektar;
g. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 328,25 hektar; dan
h. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 95,90 hektar;
- 41 -

(7) Usulan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan hortikultura


seluas 4.507 hektar yang tersebar di seluruh Kecamatan.
(8) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c
seluas 35.387,94 hektar, meliputi:

a. Kecamatan Siberut Utara seluas kurang lebih 1.020,76


hektar;
b. Kecamatan Siberut Barat seluas kurang lebih 69,39 hektar;
c. Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 109,37
hektar;
d. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 807,29 hektar
e. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 2.158,27
hektar;
f. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 4.059,12 hektar;
g. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 3.682,92
hektar;
h. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 8.697,59 hektar;
i. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 3480,75 hektar; dan
j. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 11.302,48
hektar.
(9) Usulan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan
(kawasan hutan/perkebunan) seluas 40.245,14 hektar yang
tersebar di seluruh Kecamatan di Wilayah Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
(10) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d
seluas 1.872 hektar.
(11) Usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (7),
ayat (9) dan ayat (10) dilakukan berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dengan ketentuan apabila usulan
perubahan peruntukkan disetujui, maka sesuai dengan usulan
perubahan , namun sebaliknya apabila usulan perubahan tidak
- 42 -

disetujui, maka peruntukkannya sesuai dengan dan fungsi


kawasan hutan sebelumnya.

Pasal 33

Kawasan peruntukan industri (KPI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal


30 huruf c, seluas kurang lebih 190 (seratus Sembilan puluh) hektar
yang terdapat di Perkotaan Peipei.

Pasal 34

(1) Kawasan pariwisata (W) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


huruf d, terdiri atas:
a. kawasan pariwisata budaya dan sejarah;
b. kawasan pariwisata alam;
c. kawasan pariwisata bahari;
d. kawasan ekonomi khusus pariwisata; dan
e. kawasan pariwisata buatan.
(2) Kawasan pariwisata budaya dan sejarah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdapat di Pulau Siberut yang meliputi
kawasan Muntei, Madobag, dan Matotonan (Siberut Selatan), Saibi
Samukop (Siberut Tengah), Simalegi dan Simatalu (Siberut Barat),
Bojakan dan Malancan (Siberut Utara), Sagulubbeg, Sakudei dan
Taileleu (Siberut Barat Daya), Benteng Peninggalan Jepang di
Sioban (Sipora Selatan).
(3) Kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
terdapat di pulau Siberut yang meliputi kawasan Sigapokna,
Simalegi dan Simatalu (Siberut Barat), Bojakan dan Malancan
(Siberut Utara), Sibudda’ Oinan (Siberut Tengah), Matotonan dan
Madobag (Siberut Selatan), Katurei, Taileleu dan Sagulubbeg
(Siberut Barat Daya), Pujujurug (Sipora Utara) dan pulau-pulau
kecil lainnya.
- 43 -

(4) Kawasan pariwisata bahari sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf


c, terdapat di Silabu (Pagai Utara), Sikakap, Malakopa, Pulau
Sanding dan Sinakak (Pagai Selatan), Katiet, Bosua, Beriulou, Gobi
dan Pulau Siruamata (Sipora Selatan), Tuapejat, Mapaddegat,
Teluk Pukarajat, Simaombuk, Taraet dan Matutuman (Sipora
Utara), Teluk Katurei dan Taileleu (Siberut Barat Daya), Saibi
Samukop dan Saliguma (Siberut Tengah), Sirilogui dan Malancan
(Siberut Utara), dan Pulau-pulau kecil lainnya.
(5) Kawasan ekonomi khusus pariwisata sebagai mana ayat (1) huruf
d terdapat di Kawasan Bosua-Katiet, Kawasan Peipei dan Kawasan
Mapaddegat-Jati.

Pasal 35

(1) Kawasan permukiman (PM) sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf


e terdiri dari:
a. kawasan permukiman perkotaan (PK); dan
b. kawasan permukiman perdesaan (PD).
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a seluas 28.128,98 hektar, yaitu Muara Siberut dan Tuapejat
(PKW), Sikakap (PKL), Peipei, Sioban, Bulasat, Muara Sikabaluan,
Muara Saibi, Saumanganya, Simalegi, Silabu, dan Bosua.
(3) Usulan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan permukiman
perkotaan (kawasan hutan/permukiman perkotaan) seluas
34.952,46 hektar yang tersebar di seluruh Kecamatan di Wilayah
Kabupaten Kepulauan Mentawai kecuali Kecamatan Sikakap.
(4) Kawasan permukiman perdesaan (PD) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 19.840 hektar terdapat di
seluruh wilayah Kabupaten. permukiman perdesaan sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf b, yaitu pusat lingkungan permukiman di
setiap dusun di luar kawasan perkotaan seluas 9.521,15 hektar,
meliputi:
- 44 -

a. Kecamatan Siberut Utara seluas ± 16,11 Ha;


b. Kecamatan Siberut Barat seluas ± 33,66 Ha;
c. Kecamatan Siberut Tengah seluas ± 27,23 Ha;
d. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas ± 136,89 Ha;
e. Kecamatan Siberut Selatan seluas ± 2.901,44 Ha;
f. Kecamatan Sipora Utara seluas ± 223,13 Ha;
g. Kecamatan Sipora Selatan seluas ± 569,54 Ha;
h. Kecamatan Pagai Utara seluas ± 341,60 Ha;
i. Kecamatan Sikakap seluas ± 1.714,21 Ha; dan
j. Kecamatan Pagai Selatan seluas ± 3.557,34 Ha.
(5) Usulan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan permukiman
perdesaan (kawasan hutan/permukiman perdesaan) seluas
10.326,41 ha yang tersebar di seluruh Kecamatan di Wilayah
Kabupaten Kepulauan Mentawai kecuali Kecamatan Sipora Utara.
(6) Usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(5) dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
dengan ketentuan apabila usulan perubahan peruntukkan
disetujui, maka sesuai dengan usulan perubahan , namun
sebaliknya apabila usulan perubahan tidak disetujui, maka
peruntukkannya sesuai dengan dan fungsi kawasan hutan
sebelumnya.
Pasal 36

Kawasan pertahanan dan keamanan (HK) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 huruf f terdiri dari:
a. Kodim Mentawai di Bukit Pamewa, Kecamatan Sipora Utara;
b. Koramil-koramil yang terdapat di kecamatan-kecamatan;
c. Pos TNI AL di Seai Kecamatan Sikakap; dan
d. Pangkalan TNI AL di Sagitci Kecamatan Sipora Utara.
- 45 -

BAB V
KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Pasal 37

(1) Kawasan strategis kabupaten, terdiri dari:


a. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya;
dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu yaitu kawasan
budaya Muntei, Madobag dan Matotonan di Kecamatan Siberut
Selatan, Simatalu dan Simalegi di Kecamatan Siberut Barat,
Bojakan di Kecamatan Siberut Utara dan Sagulubbeg di Kecamatan
Siberut Barat Daya.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kawasan relokasi permukiman baru terdapat di Kecamatan
Pagai Selatan, Pagai Utara, Sikakap dan Kecamatan Sipora
Selatan;
b. Kawasan Strategis Pariwisata meliputi Kawasan Siberut Barat
Daya, Kawasan Tuapejat-Betumonga, Kawasan Beriulou-
Bosua-Katiet, Kawasan Silabu, Kawasan Siberut Selatan,
Kawasan Sinaka-Sanding, Kawasan Malakopa, Kawasan
Siberut Utara, Kawasan Simalegi, dan Kawasan Simatalu; dan
c. Kawasan Minapolitan Sikakap terdapat di Kecamatan Sikakap.
(4) Rencana kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
- 46 -

(5) Rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Rencana Rinci Tata Ruang
Kabupaten.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 38

(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah merupakan arahan


pembangunan atau pengembangan wilayah untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang, yang diwujudkan melalui:
a. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR); dan
b. penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan atau
pengembangan beserta pembiayaannya dalam indikasi program
utama.

(2) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi pertimbangan dalam
melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang dan dilakukan melalui:
a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR);
b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR);
dan
c. rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(KKKPR).

(3) Pelaksanaan KKPR dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.

(4) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b memuat:
- 47 -

a. program utama, berupa usulan program pengembangan


wilayah yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama
atau diprioritaskan untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang;
b. lokasi, berupa tempat pelaksanaan usulan program utama;
c. besaran, berupa jumlah satuan pelaksanaan usulan program
utama pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan;
d. sumber pendanaan, berupa asal pendanaan untuk
pelaksanaan usulan program utama;
e. instansi pelaksana, berupa pelaksana program utama,
meliputi pemerintah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat
melibatkan pihak swasta, serta masyarakat; dan
f. waktu pelaksanaan, berupa waktu pelaksanaan usulan
program utama yang direncanakan dalam kurun waktu
perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima)
tahunan, yang kemudian program utama 5 (lima) tahun
pertama dirinci ke dalam program utama tahunan.

(5) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. perwujudan struktur ruang wilayah Kabupaten Kepulauan
Mentawai;
b. perwujudan pola ruang wilayah Kabupaten Kepulauan
Mentawai; dan
c. perwujudan kawasan strategis Kabupaten Kepulauan
Mentawai.

(6) Indikasi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b


meliputi lokasi yang berada pada lingkup wilayah Kabupaten.

(7) Indikasi besaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c


meliputi besaran keluaran masing-masing indikasi program utama.
- 48 -

(8) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


huruf d meliputi:
a. dana Pemerintah;
b. dana Pemerintah Provinsi;
c. dana Pemerintah Kabupaten;
d. dana Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
e. dana swasta; dan
f. dana masyarakat.

(9) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


huruf e meliputi:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Kabupaten;
d. BUMN;
e. swasta;
f. masyarakat; dan/atau
g. sumber pendanaan lainnya yang sah.

(10) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


huruf f sampai dengan tahun 2035 dibagi ke dalam 4 (empat) tahap
meliputi:
a. tahap I (2015-2020);
b. tahap II (2021-2025);
c. tahap III (2025-2030); dan
d. tahap IV (2031-2035).

(11) Tahapan pelaksanaan indikasi program utama sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
- 49 -

Bagian Kedua
Perumusan Kebijakan Strategis Operasional

Pasal 39

(1) Penataan ruang kabupaten dilaksanakan secara bersinergi dengan


peraturan daerah kabupaten di Provinsi Suamtera Barat tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah yang berbatasan dengan kabupaten.

(2) Penataan ruang dilaksanakan secara terus menerus dan bersinergi


antara perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

Pemanfaatan ruang oleh setiap pemangku kepentingan wajib


mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 40

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah digunakan


sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang pada wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang, terdiri dari:


a. ketentuan umum zonasi;
b. penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
- 50 -

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi

Pasal 41

(1) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40


ayat (2) huruf a meliputi:
1. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan,
diperbolehkan dengan syarat, dan kegiatan yang tidak
diperbolehkan pada setiap kawasan peruntukan yang
mencakup ruang darat, laut, udara, dan dalam bumi;
2. intensitas pemanfaatan ruang (amplop ruang) pada setiap
kawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3. sarana dan prasarana minimum sebagai dasar fisik lingkungan
guna mendukung pengembangan kawasan agar dapat
berfungsi secara optimal;
4. ketentuan lain yang dibutuhkan misalnya, pemanfaatan ruang
pada zona-zona yang dilewati oleh sistem jaringan sarana dan
prasarana wilayah kabupaten mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
5. ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kota untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
seperti pada kawasan rawan bencana, kawasan sekitar bandar
udara, dan kawasan pertahanan dan keamanan.

(2) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


terdiri dari:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan khusus.
- 51 -

(3) Ketentuan umum zonasi kabupaten digunakan sebagai dasar dalam


penyusunan peraturan zonasi RDTR kawasan perkotaan dan
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi Struktur Ruang

Pasal 42

(1) Ketentuan umum zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud


Pasal 41 ayat (2) huruf a, terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi sistem pusat permukiman;
b. ketentuan umum zonasi sistem sistem jaringan transportasi;
c. ketentuan umum zonasi sistem jaringan energi;
d. ketentuan umum zonasi sistem jaringan telekomunikasi;
e. ketentuan umum zonasi sistem jaringan sumber daya air; dan
f. ketentuan umum zonasi sistem jaringan prasarana lainnya.

(1) Ketentuan umum zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diuraikan dalam tabel ketentuan peraturan zonasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.A yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Pusat Permukiman

Pasal 43

(1) Ketentuan umum zonasi sistem pusat permukiman sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi pada PKW;
b. ketentuan umum zonasi pada PKL;
c. ketentuan umum zonasi pada PPK;
- 52 -

d. Ketentuan umum zonasi pada PPL.

(2) Ketentuan umum zonasi pada PKW sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) huruf b terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. infrastruktur, fasilitas bangunan, kegiatan yang terkait
dengan MICE, RTH, RTNH;
2. kegiatan layanan skala provinsi dan kabupaten/kota
berkepadatan sedang sampai rendah; dan
3. pengembangan RTH yang mempunyai fungsi konservasi
dan penyediaan oksigen.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. fasilitas/bangunan/kegiatan yang diperbolehkan
dengan syarat tertentu di PKW berupa Perdagangan dan
jasa intensitas sedang yang berorientasi langsung pada
jalan, pariwisata, pendidikan, kesehatan, olahraga skala
kabupaten;
2. perumahan dengan kepadatan sedang sampai rendah
dengan syarat tidak berorientasi langsung pada jalan
yang tidak menimbulkan parkir di badan jalan;
3. Industri, perdagangan dan jasa intensitas rendah dan
berorientasi langsung pada jalan
4. fasilitas/bangunan/kegiatan ditetapkan jumlah
maksimumnya/batasi/diberi disinsentif) di PKW berupa
kegiatan industri skala menengah dan sentra industri
kecil; dan
5. perdagangan dan jasa intensitas tinggi dan berorientasi
langsung pada jalan.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. industri skala besar dan berorientasi langsung pada
jalan;
- 53 -

2. alih fungsi lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan


lindung atau fungsi lindung; dan
3. kegiatan lain yang berpotensi membahayakan
lingkungan perkotaan.
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mengikuti intensitas
pemanfaatan ruang masing-masing peruntukan kawasan;
e. ketentuan prasarana minimum dan sarana pendukung lain
sebagai upaya pengembangan fasilitas layanan skala provinsi
dan kabupaten/kota yang ramah lingkungan dan disesuaikan
dengan karakter dan lokasi yang akan dikembangkan; dan
f. ketentuan lain terdiri dari:
1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan
berskala provinsi dan kabupaten/kota yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai
dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; dan
2. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat
permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan
menengah yang mempunyai kecenderungan
pengembangan ruangnya ke arah vertikal sedang.

(3) Ketentuan umum zonasi pada PKL sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) huruf c terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Infrastruktur, fasilitas bangunan, kegiatan yang terkait
dengan perdagangan dan jasa local, RTH, RTNH;
2. Kegiatan layanan skala kecamatan/ lokal berkepadatan
sedang sampai rendah; dan
3. Pengembangan RTH yang mempunyai fungsi konservasi
dan penyediaan oksigen.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
- 54 -

1. Perdagangan dan jasa intensitas sedang yang berorientasi


langsung pada jalan, pariwisata, Pendidikan, kesehatan,
olahraga skala kecamatan;
2. Perumahan dengan kepadatan sedang sampai rendah
dengan syarat tidak berorientasi langsung pada jalan yang
tidak menimbulkan parkir di badan jalan; dan
3. Kegiatan industri skala menengah berbasis pengolahan
hasil pertanian lokal.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Kegiatan industri, perdagangan dan jasa dengan
intensitas tinggi dan berorientasi langsung pada jalan,
2. alih fungsi lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan
lindung atau fungsi-fungsi lain yang ditetapkan sebagai
fungsi lindung;
3. Perumahan dengan kepadatan tinggi yang berorientasi
langsung pada jalan; dan
4. Kegiatan lain yang berpotensi membahayakan
lingkungan.
d. ketentuan prasarana minimum dan sarana pendukung lain
sebagai upaya pengembangan fasilitas layanan skala
kecamatan yang ramah lingkungan dan disesuaikan dengan
karakter dan lokasi yang akan dikembangkan;
e. ketentuan lain:
1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala
beberapa kecamatan yang didukung dengan fasilitas dan
infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayaninya; dan
2. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat
permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan
menengah yang mempunyai kecenderungan
pengembangan ruangnya ke arah horizontal dikendalikan.
- 55 -

(5) Ketentuan umum zonasi pada PPK sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) huruf d terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan infrastruktur, fasilitas
bangunan, kegiatan yang terkait dengan perdagangan dan jasa
kawasan, RTH, RTNH;
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan: Perdagangan
dan jasa intensitas sedang yang berorientasi langsung pada
jalan, pariwisata, Pendidikan, kesehatan, olahraga skala
kawasan;
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan: alih fungsi lahan yang
telah ditetapkan sebagai kawasan lindung atau fungsi-fungsi
lain yang ditetapkan sebagai fungsi lindung;
d. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
1. mengikuti intensitas pemanfaatan ruang masing-masing
peruntukan kawasan;
2. Khusus kawasan KRB, pengembangan perkotaan dibatasi
dengan kepadatan bangunan rendah (kepadatan
bangunan 10-40 rumah/ hektar);
3. Dimungkinkan berkembang permukimandengan
tambahan fasilitas/sarana pelayanan umum berskala
kalurahan.
e. Ketentuan prasarana minimum dan sarana pendukung lain
sebagai upaya pengembangan fasilitas layanan skala ibu kota
kecamatan yang ramah lingkungan dan disesuaikan dengan
karakter dan lokasi yang akan dikembangkan
f. Ketentuan lain:
1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala
beberapa kalurahan yang didukung dengan fasilitas dan
infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayaninya; dan
2. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat
permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan
- 56 -

menengah yang mempunyai kecenderungan


pengembangan ruangnya ke arah horizontal dikendalikan.
(6) Ketentuan umum zonasi pada PPL sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf e terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. pemanfaatan ruang disekitar jaringan prasarana wajib
digunakan untuk mendukung berfungsinya sistem
perdesaan dan jaringan prasarana; dan
2. dapat digunakan untuk penyediaan fasilitas dan
infrastruktur peningkatan kegiatan perdesaan.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan pembatasan
intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi
sistem perdesaan dan jaringan prasarana; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan pemanfaatan ruang yang
menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya sistem
perdesaan dan jaringan prasarana.

Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi Jaringan Prasarana Wilayah
Pasal 44

(1) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum zonasi sistem jaringan jalan; dan
b. ketentuan umum zonasi bandar udara.

(2) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan jalan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari ketentuan:
a. ketentuan umum zonasi untuk jalan umum; dan
b. ketentuan umum zonasi untuk terminal penumpang.
(3) Ketentuan umum zonasi untuk jalan umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri dari ketentuan:
- 57 -

a. ketentuan umum zonasi untuk jalan kolektor primer dan jalan


kolektor sekunder;
b. ketentuan umum zonasi untuk jalan lokal primer dan jalan lokal
sekunder; dan
c. ketentuan umum zonasi untuk jalan lingkungan.

(4) Ketentuan umum zonasi untuk jalan kolektor primer dan jalan
kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang
mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan oksigen.
2. Transportasi orang dan barang dengan berbagai jenis moda
transportasi yang menyesuaikan kelas jalan kolektor primer
dari masing-masing ruas jalan.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. Pemanfaatan ruang yang berhubungan langsung dengan
jalan kolektor primer dibatasi untuk jumlah jalan masuk
2. Kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan
3. menyediakan prasarana tersendiri dan memenuhi standar
keamanan serta tidak menimbulkan parkir di badan jalan
kolektor.
4. Perumahan dengan syarat tidak berorientasi langsung pada
jalan kolektor primer dan memenuhi standar keamanan
serta tidak menimbulkan parkir di badan jalan kolektor.
5. Kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas melalui penyediaan
sarana dan prasarana dengan memenuhi standar keamanan
serta tidak menimbulkan parkir di badan jalan kolektor.
- 58 -

6. Pemasangan utilitas prasarana umum; pelengkap jalan dan


kelengkapan jalan (street furniture); dan pemasangan
reklame.
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pemanfaataan jalan yang melebihi ketentuan muatan,
dimensi, muatan sumbu terberat, dan/atau beban;
2. Penggunaan ruang pengawasan jalan yang mengganggu
keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi
jalan;
3. Penutupan jalan tanpa mendapatkan izin dari instansi yang
berwenang; dan
4. Bangunan dan atau reklame yang menutupi ruas jalan yang
memiliki scenic view.
d. Ketentuan intensitas terdiri dari:
1. Untuk pemanfaatan ruang pada jalan kolektor primer di
wilayah PKN diperbolehkan dengan intensitas sedang hingga
tinggi;
2. Pemanfaatan ruang pada jalan kolektor primer di wilayah
PKW dan PKL diperbolehkan dengan intensitas sedang
hingga rendah;
3. Pemanfaatan ruang pada jalan kolektor primer di wilayah
PPL diperbolehkan dengan intensitas rendah.
e. Ketentuan prasarana minimum:
1. Prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas,
marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan
jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat
pengawasan dan pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda,
dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan
jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.
2. Penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
- 59 -

3. Penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai


dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.
f. Ketentuan Lain:
1. Penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sebagai akses
pejalan kaki atau trotoar, dan sebagai RTH untuk
mendorong pengembangan konsep greenbelt.
2. Mengacu UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan, dan PP No. 30 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Mengacu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan.
(5) Ketentuan umum zonasi untuk jalan lokal primer dan jalan lokal
sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c terdiri dari
ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang
mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan oksigen;
dan
2. Transportasi orang dan barang dengan berbagai jenis
moda transportasi yang menyesuaikan kelas jalan lokal
primer dari masing-masing ruas jalan.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. Kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan
jasa dengan
- 60 -

2. menyediakan prasarana tersendiri dan memenuhi standar


keamanan serta tidak menimbulkan parkir di badan jalan
lokal primer.
3. Perumahan dengan memenuhi standar keamanan serta
tidak menimbulkan parkir di badan jalan lokal primer.
4. Kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas melalui penyediaan
sarana dan prasarana dengan memenuhi standar
keamanan serta tidak menimbulkan parkir di badan jalan
lokal primer.
5. Pemasangan utilitas prasarana umum; pelengkap jalan
dan kelengkapan jalan (street furniture); dan pemasangan
reklame.
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan yang berpotensi membahayakan pengguna jalan
lokal primer;
2. Pemanfaataan jalan yang melebihi ketentuan muatan,
dimensi, muatan sumbu terberat, dan/atau beban;
3. Penggunaan ruang pengawasan jalan yang mengganggu
keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi
jalan;
4. Penutupan jalan tanpa mendapatkan izin dari instansi
yang berwenang; dan
5. Bangunan dan atau reklame yang menutupi ruas jalan
yang memiliki scenic view.
d. Ketentuan intensitas terdiri dari:
1. Untuk pemanfaatan ruang pada jalan lokal primer di
wilayah PKN, PKW, dan PKL diperbolehkan dengan
intensitas sedang hingga rendah; dan
2. Pemanfaatan ruang pada jalan lokal primer di wilayah PPL
diperbolehkan dengan intensitas rendah.
e. Ketentuan prasarana minimum:
- 61 -

1. Prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas,


marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat
penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman
pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan,
fasilitas untuk sepeda, dan fasilitas pendukung kegiatan
lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di
luar badan jalan.
2. Penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
3. Penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.
f. Ketentuan Lain:
1. Penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sebagai
akses pejalan kaki atau trotoar
2. Mengacu UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana diubah dengan
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP No. 34
Tahun 2006 tentang Jalan, dan PP No. 30 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
3. Mengacu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan.
(6) Ketentuan umum zonasi untuk jalan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pemanfaatan jalan desa yang mendukung jalur pedestrian
dan pesepeda untuk sirkulasi pejalan kaki, kaum difabel,
kursi roda, dan sepeda;
- 62 -

2. Jalur hijau.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. Perumahan, pariwisata, pendidikan, kesehatan, olahraga
dibatasi melalui penyediaan sarana dan prasarana
dengan memenuhi standar keamanan serta tidak
menimbulkan parkir di badan jalan desa; dan
2. Pemasangan utilitas prasarana umum; pelengkap jalan
dan kelengkapan jalan (street furniture).
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan
jasa dengan intensitas tinggi hingga sedang;
2. Pemanfaataan jalan yang melebihi ketentuan muatan,
dimensi, muatan sumbu terberat, dan/atau beban; dan
3. Penggunaan ruang pengawasan jalan yang mengganggu
keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi
jalan.
d. Ketentuan intensitas untuk pemanfaatan ruang pada jalan
lokal primer di wilayah PKN, PKW, PKL, dan PPL diperbolehkan
dengan intensitas rendah.
e. Ketentuan prasarana minimum Jalan desa dapat diakses ke
semua lingkungan permukiman serta mobil pemadam
kebakaran;
f. Ketentuan Lain terdiri dari:
1. Mengacu UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana diubah dengan
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP No. 34
Tahun 2006 tentang Jalan, dan PP No. 30 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; dan
- 63 -

2. Mengacu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:


20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan.
(7) Ketentuan umum zonasi untuk terminal penumpang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Kegiatan naik dan turun penumpang;
2. Kegiatan operasional angkutan penumpang
3. Kegiatan pelayanan jasa lainnya yang mendukung
langsung sistem terminal
4. Pengembangan RTH di internal maupun di sekitar kawasan
terminal yang mempunyai fungsi konservasi dan
penyediaan oksigen.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan komersial
berupa perdagangan dan jasa dengan menyediakan prasarana
tersendiri dengan memenuhi standar keamanan dan tidak
menimbulkan gangguan terhadap akses terminal dan
gangguan terhadap parkir di badan jalan.
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Kegiatan naik dan turun penumpang di luar terminal; dan
2. Kegiatan bongkar muat barang.
d. Ketentuan prasarana minimum:
1. Fasilitas pelayanan keselamatan meliputi lajur pejalan
kaki, fasilitas keselamatan jalan, jalur evakuasi, alat
pemadam kebakaran, pos fasilitas dan petugas kesehatan,
pos fasilitas dan petugas pemeriksa kelaikan kendaraan
umum, fasilitas perbaikan ringan kendaraan umum,
informasi fasilitas keselamatan, informasi fasilitas
kesehatan, informasi fasilitas pemeriksaan dan perbaikan
ringan kendaraan bermotor
- 64 -

2. Fasiiltas keamanan meliputi media pengaduan gangguan


keamanan, petugas keamanan dan fasilitas keamanan
lainnya
3. Fasilitas pendukung kehandalan/ keteraturan meliputi
jadwal kedatangan dan keberangkatan beserta besaran
tarif, jadwal kendaraan umum dalam trayek lanjutan, loket
penjualan tiket, kantor penyelenggara terminal, ruang
kendali dan menajemen sistem informasi terminal, petugas
operasional terminal
4. Fasilitas kenyamanan meliputi ruang tunggu, toilet,
fasilitas peribadatan/mushola, ruang terbuka hijau,
rumah makan, fasilitas dan petugas kebersihan, tempat
istirahat awak kendaraan, area merokok.
5. Fasilitas kesetaraan meliputi fasilitas penyandang cacat
dan ruang ibu menyusui.
e. Ketentuan Lain Mengacu Peraturan Menteri Perhubungan No.
40 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penyelenggaraan
Terminal Penumpang Angkutan Jalan.
(8) Ketentuan umum zonasi bandar udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan naik turun penumpang dan bongkar muat
barang;
2. kegiatan pertahanan dan keamanan negara; dan
3. jalur hijau dan pertanian yang tidak mengundang burung.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan komersial
berupa perdagangan dan jasa dengan intensitas rendah serta
menyediakan prasarana tersendiri dengan memenuhi standar
keamanan dan tidak menimbulkan gangguan terhadap bandar
udara dan gangguan terhadap parkir di badan jalan;
- 65 -

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang tidak berkaitan


dengan fungsi pelayanan kebandar udaraan dan berpotensi
mengganggu fungsi bandar udara;
d. ketentuan intensitas tinggi maksimal bangunan menyesuaikan
dengan kententuan KKOP yang berlaku.
e. ketentuan prasarana minimum terdiri dari:
1. Fasilitas sisi udara meliputi landas pacu; runway strip,
runway end safety area (RESA) stopway dan clearway;
landas hubung; landas parkir; dan marka dan rambu sisi
udara; dan
2. Fasilitas sisi darat meliputi bangunan terminal
penumpang dan kargo, menara pengawas lalu lintas
penerbangan, bangunan operasional penerbangan,
bangunan PK-PPK, bangunan gedung genset, bangunan
administrasi/perkantoran dan hangar; jalan masuk;
tempat parkir kendaraan bermotor; dan marka dan rambu
sisi darat.
f. ketentuan lain mengacu Permenhub No. 39 Tahun 2019
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.

Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Energi

Pasal 45

(1) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan energi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. Ketentuan umum zonasi jaringan infrastruktur minyak dan
gas bumi; dan
b. Ketentuan umum zonasi jaringan infrastruktur
ketenagalistrikan.
- 66 -

(2) Ketentuan umum zonasi jaringan infrastruktur minyak dan gas


bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari
ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan jaringan dan instalasi BBM dan Gas Bumi;
dan
2. RTH berupa taman dan pertanian tanaman pangan.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan peraturan
zonasi untuk jaringan BBM dan gas bumi diperbolehkan
bersyarat disusun dengan memperhatikan ketentuan
pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jaringan
BBM dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi dan
pelayanan energi minyak dan gas bumi; dan
2. Fasilitas umum, komersial, dan perumahan yang berada di
atas pipa distribusi BBM dan gas bumi.
d. Ketentuan prasarana minimum berupa pengaman pada depo
BBM dan pipa distribusi BBM dan gas bumi.

(3) Ketentuan umum zonasi jaringan infrastruktur ketenagalistrikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan jaringan dan instalasi energi kelistrikan;
dan
2. RTH berupa taman dan pertanian tanaman pangan.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. Pada kawasan yang dilewati jaringan listrik diperbolehkan
kegiatan budidaya yang tidak mengganggu fungsi dan
pelayanan energi listrik; dan
- 67 -

2. peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik


diperbolehkan bersyarat disusun dengan memperhatikan
ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di
sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatanKegiatan budidaya yang
dapat mengganggu fungsi dan pelayanan energi listrik;
d. Ketentuan intensitas ruang bebas dan jarak bebas minimum
jaringan ketenagalistrikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. Ketentuan prasarana minimum berupa pengaman pada
pembangkit energi listrik;
f. Ketentuan lain:
1. Mengacu UU No. 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan sebagaimana diubah dengan UU No 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
2. Mengacu Permen ESDM No. 18 Tahun 2015 tentang
Ruang Bebas Dan Jarak Bebas Minimum Pada Saluran
Udara Tegangan Tinggi , Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi dan Saluran Udara Tegangan Tinggi Arus Searah
untuk Penyaluran Tenaga Listrik sebagaimana diubah
dengan Permen ESDM No. 2 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber
Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Ruang
Bebas Dan Jarak Bebas Minimum Pada Saluran Udara
Tegangan Tinggi, Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi,
Dan Saluran Udara Tegangan Tinggi Arus Searah Untuk
Penyaluran Tenaga Listrik.
- 68 -

Paragraf 5
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 46

Ketentuan umum zonasi sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf d berupa ketentuan umum
zonasi jaringan tetap, infrastruktur jaringan tetap, dan jaringan bergerak
yang terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan jaringan telekomunikasi berupa fiber optic di
bawah tanah sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
2. Instalasi menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan
kebutuhan dan karakteristik kawasan; dan
3. RTH berupa taman.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan pengembangan
menara microcell dengan memperhatikan keamanan dan
karakteristik kawasan;
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan yang dapat mengganggu fungsi dan pelayanan
jaringan telekomunikasi; dan
2. kegiatan yang tidak berhubungan dengan instalasi BTS dan
mengganggu fungsi dan layanan BTS.
d. Ketentuan prasarana minimum berupa pagar pengaman/pembatas
dengan guna lahan di sekitarnya.
e. Ketentuan lain:
1. Mengacu pada Permen Kominfo Nomor:
01/PER/M.KOMINFO/01/ 2010 Tentang Penyelengaraan
Jaringan Telekomunikasi yang telah diubah terakhir kali
dengan Permenkominfo No. 7 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika
- 69 -

Nomor: 01/Per/M.Kominfo/01/2010 Tentang


Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi; dan
2. Mengacu Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun
2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor
19/PER/M.Kominfo/03/2009, Nomor: 3/P/2009 tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi.

Paragraf 6
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 47

(1) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan sumber daya air


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e yaitu
Ketentuan umum zonasi sistem jaringan irigasi; dan
(2) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan irigasi sebagaimana
dimaksud terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan jaringan irigasi;
2. Pembangunan jalan inspeksi;
3. Pemasangan papan pengumuman/larangan
4. Pemasangan fondasi, tiang dan rentangan kabel listrik;
5. Bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas
air seperti dermaga, gardu listrik, bangunan
telekomunikasi,dan pengontrol/pengukur debit
air/pencatat hidrologi/kantor pengamat pengairan; dan
6. Pengelolaan jaringan sumber daya air untuk pertanian.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
- 70 -

1. Bangunan instalasi/unit pengolahan dan produksi air


bersih
2. Bangunan pembangkit listrik mikro hidro
3. Sarana prasarana pendukung pariwisata
4. Pengembangan jaringan pipa air minum/PDAM;
5. Pengembangan jaringan pipa gas;
6. Fondasi jembatan/jalan, pembangunan jalan
pendekat/oprit jembatan melintasi jaringan irigasi; dan
atau pengembangan jalan;
7. Pemanfaatan saluran irigasi untuk kolam ikan dalam
bentuk sekat kisi-kisi;
8. Pemanfaatan sempadanjaringan irigasi untuk
tanaman/tanaman pangan.
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan
bangunan yang berpotensi mencemari dan merusak
jaringan sumber daya air pendukung pertanian dan
kegiatan yang dapat mengganggu fungsi saluran,
bangunan dan irigasi; dan
2. pemanfaatan saluran irigasi untuk kolam ikan dalam
bentuk karamba.
d. Ketentuan prasarana minimum berupa pelindung jaringan
berupa jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diizinkan,
dan bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir;
e. Ketentuan lain:
1. UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber daya Air
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja;
2. Permen PUPR Nomor 10/PRT/M/2015 tentang Rencana
dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata
Pengairan;
- 71 -

3. Permen PUPR No. 28 tahun 2015 tentang Penetapan Garis


Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau;
4. Perda DIY No. 6 Tahun 2010 tentang Irigasi;
5. Pergub DIY No 9 Tahun 2012 tentang Sempadan Jaringan
Irigasi; dan
6. Pergub DIY No 114 Tahun 2014 tentang Tata Cara
Pemberian Izin Pengembangan Jaringan Irigasi
Pengubahan pada Jaringan Irigasi dan Kegiatan
Konstruksi di Sempadan Jaringan Irigasi.

Paragraf 7
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 48

(1) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan prasarana lainnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf f terdiri dari:

a. ketentuan umum zonasi sistem penyediaan air minum (SPAM);


b. ketentuan umum zonasi sistem pengelolaan air limbah (SPAL);
c. ketentuan umum zonasi sistem jaringan persampahan;
d. ketentuan umum zonasi sistem jaringan evakuasi bencana;
dan
e. ketentuan umum zonasi sistem drainase.

(2) Ketentuan umum zonasi sistem penyediaan air minum (SPAM)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Bangunan pengambilan air baku, bangunan instalasi
pengolahan air minum, reservoir dan bangunan
pendukung SPAM (sistem penyediaan air minum) lainnya,
serta jaringan perpipaan SPAM;
- 72 -

2. Penanaman tanaman keras, perdu, tanaman pelindung


mata air;
3. diperbolehkan kegiatan pertanian dengan tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan
mengganggu kualitas maupun kuantitas air; dan
4. Penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait
dengan sistem penyediaan air minum.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. Bangunan penunjang pariwisata; dan
2. Bangunan pengontrol debit dan kualitas air.
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Bangunan yang tidak berhubungan secara langsung
dengan fungsi sistem penyediaan air minum; dan
2. Kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang
potensi mencemari sistem penyediaan air minum.
d. Ketentuan prasarana minimum berupa pelindung terhadap
sistem penyediaan air minum dan pencemaran air; dan
e. Ketentuan lain mengacu UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang
Sumber daya Air sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

(3) Ketentuan umum zonasi sistem pengelolaan air limbah (SPAL)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan budidaya di atas jaringan limbah yang tidak
mengganggu fungsi dan layanan jaringan;
2. penyediaan prasarana penunjang pengelolaan limbah;
dan
3. kegiatan pemrosesan air limbah menjadi air baku atau
sisa lainnya.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
- 73 -

1. pembangunan jalan/fasilitas publik di atas jaringan air


limbah; dan
2. kegiatan pendidikan dan penelitian yang terkait dengan
pengolahan air limbah.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan yang berpotensi merusak jaringan sistem air
limbah;
2. kegiatan pembuangan sampah ke dalam jaringan air
limbah;
3. kegiatan mengalirkan air ke dalam jaringan air limbah;
4. kegiatan yang tidak terkait dengan pengolahan air limbah;
dan
5. kegiatan fungsi budidaya di sekitar kawasan yang
berpotensi mengganggu pengolahan air limbah.
d. ketentuan prasarana minimum berupa pelindung terhadap
sistem pengolahan air limbah dan pencemaran air; dan
e. ketentuan lain mengacu pada Permen PUPR Nomor
04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan
Air Limbah Domestik.
(4) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan persampahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan pemilihan, pemilahan, dan pengangkutan
sampah;
2. pengembangan fasilitas Intermediate Transfer Facilities
(ITF);
3. RTH produktif maupun non produktif;
4. bangunan pendukung pengangkutan dan pengolahan
sampah; dan
5. kegiatan daur ulang, pengumpulan, dan pengurugan.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan penelitian;
- 74 -

c. tidak diperbolehkan untuk seluruh kegiatan yang tidak


berhubungan dengan pengelolaan sampah;
d. ketentuan prasarana minimum:
7. prasarana dan sarana minimum berupa unit
pengumpulan dan pengangkutan sampah
8. fasilitas dasar berupa jalan masuk, jalan operasional,
listrik atau genset, drainase, air bersih, pagar dan kantor.
9. fasilitas perlindungan lingkungan berupa lapisan kedap
air; saluran pengumpul lindi, instalasi pengolahan lindi;
zona penyangga; sumur uji atau pantau; dan penanganan
gas.
e. ketentuan lain mengacu Permen PU No. 3 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.

(5) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan evakuasi bencana


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pemanfaatan jalan umum sebagai jalur dan ruang
evakuasi bencana pada saat tanggap darurat;
2. diperbolehkan keberadaan ruang terbuka sepanjang tidak
merusak tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan
mengganggu kualitas lingkungan; dan
3. bangunan pemantauan bencana dan sistem peringatan
dini.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan penelitian;
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang menutup,
membatasi, atau menghalangi akses jalan evakuasi atau ke
barak pengungsi;
- 75 -

d. Ketentuan prasarana minimum berupa jalur evakuasi, barak


pengungsian, rambu rambu evakuasi, ruang terbuka sebagai
titik kumpul evakuasi;
e. Ketentuan lain terdiri dari:
1. PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana; dan
2. UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

(2) Ketentuan umum zonasi sistem drainase sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf e terdiri dari ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Pengembangan jaringan drainase;
2. Pengembangan kolam retensi dan lubang penyerapan air
hujan;
3. Pengembangan jalur inspeksi untuk pemeliharaan sistem
jaringan drainase.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk bangunan pengontrol
debit air;
c. Tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Penutupan saluran drainase tanpa izin;
2. Pembuangan sampah dan limbah pada saluran drainase;
dan
3. Semua kegiatan yang mengganggu fungsi jaringan
drainase.
d. Ketentuan prasarana minimum berupa saluran dapat
mengalirkan air hujan ke sungai lintas kabupaten/kota dan
lintas provinsi;
e. Ketentuan lain mengacu Permen PU No 12/PRT/M/2014
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
- 76 -

Paragraf 8
Ketentuan Umum Zonasi Pola Ruang

Pasal 49

(1) Ketentuan umum zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud Pasal


41 ayat (2) huruf b, terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum zonasi kawasan budidaya.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat (PS);
b. ketentuan umum zonasi kawasan taman nasional (TN); dan
c. ketentuan umum zonasi kawasan taman wisata alam (TWA).
(3) Ketentuan umum zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan rakyat (KR);
b. ketentuan umum zonasi kawasan tanaman pangan (P-1);
c. ketentuan umum zonasi kawasan peruntukan industri (KPI);
d. ketentuan umum zonasi kawasan pariwisata (W);
e. ketentuan umum zonasi kawasan permukiman perkotaan (PK);
f. ketentuan umum zonasi kawasan permukiman perdesaan
(PD); dan
g. ketentuan umum zonasi kawasan pertahanan dan keamanan
(HK).

(4) Ketentuan umum zonasi pola ruang sebagaimana diatur pada ayat
(1) diuraikan dalam tabel ketentuan peraturan zonasi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V.B yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
- 77 -

Paragraf 9
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat (PS)

Pasal 50

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Perlindungan Setempat (PS)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a terdiri dari
ketentuan:
a. Diperbolehkan untuk kegiatan:
1. pertanian berupa sawah, hortikultura, serta perikanan (tidak
menimbulkan limbah yang besar dan dampak negatif pada
kawasan sempadan sungai)
2. RTH dengan mempertimbangkan luas perkerasan untuk resapan
air
3. jalur evakuasi, jalur hijau, jaringan listrik, jaringan irigasi, IPAL,
dan drainase.
b. Diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. amenity kuliner alami diperbolehkan dengan syarat
pembangunannya hanya sebagai pendukung kegiatan obyek
wisata alam.
2. Jaringan jalan dan jembatan sesuai dengan ketentuan teknis
yang berlaku
3. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku
4. Bangunan embung diperbolehkan dengan syarat untuk
mendukung penampungan air hujan dan kelestarian sumber
daya air.
5. kegiatan obyek wisata alam diperbolehkan dengan syarat berupa
kegiatan wisata alam maupun wisata edukasi dan fasilitas yang
digunakan bersifat tidak permanen.
- 78 -

6. Kegiatan pengambilan material dalam rangka normalisasi sungai


hanya diperbolehkan pada badan sungai sesuai ketentuan yang
berlaku.
7. Normalisasi material pasca erupsi diperbolehkan dengan
batasan:
a. Memperhatikan kondisi geografis pasca erupsi Gunung Api
Merapi di lokasi sempadan sungai yang akan dilakukan
pemulihan;
b. Batas kedalaman pengembalian material tidak boleh lebih
rendah dari permukaan jalan terdekat yang bisa dilalui
kendaraan roda empat;
c. Pelaksanaan pemulihan lahan tidak boleh mengubah fungsi
lingkungan dan tidak merusak lingkungan sekitar;
d. Pemindahan material ke luar lokasi pemulihan lahan
pertanian harus mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Tidak diperbolehkan:
1. mendirikan bangunan kecuali bangunan pendukung kawasan;
2. Jaringan infrastruktur lainnya yang tidak diperbolehkan antara
lain jaringan pipa minyak, serta sarana persampahan TPS.
d. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang teridir dari:
1. sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, paling sedikit
berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai
2. sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, paling sedikit
berjarak 5 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai
3. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan:
4. kedalaman sungai lebih dari 20 meter, paling sedikit berjarak 30
meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai
5. sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan:
- 79 -

6. sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau
sama dengan 500 km2, paling sedikit 50 meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai
e. Prasarana dan sarana minimum berupa pelindung sungai, jalan
setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan bangunan
pengendali banjir; dan
f. Ketentuan Lainnya Mengacu Permen PUPR No. 28 tahun 2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Danau.

Paragraf 10
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Taman Nasional (TN)

Pasal 51

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Taman Nasional (TN)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan jalur evakuasi dan jaringan listrik;
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2. embung diperbolehkan dengan syarat merupakan sarana dan
prasarana untuk menampung air hujan (Rain Water Harvesting);
3. jaringan irigasi dan Jaringan air bersih sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. bangunan penanggulanan bencana seperti Dam;
5. bangunan khusus pengawasan hutan; dan
6. kegiatan wisata alam minat khusus atau edukasi.
c. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan kecuali bangunan
pendukung kawasan;
- 80 -

d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa penyediaan


sarana dan prasarana bangunan pemantauan bencana, sistem
peringatan dini (early warning system), dan jalur evakuasi bencana;
e. ketentuan lain mengacu:
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah
terakhir kali dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja;
2. PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam; dan
3. Perpres No. 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.

Paragraf 11
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Taman Wisata Alam (TWA)

Pasal 52

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Taman Wisata Alam (TWA)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf c terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk bangunan pendukung fungsi kawasan Taman
Wisata Alam;
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan Wisata alam,
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat tidak
merubah bentang alam;
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas Taman Wisata Alam;
2. kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung Taman
Wisata Alam; dan
3. Penambangan dilarang pada kawasan taman wisata alam.
- 81 -

d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa penyediaan


sarana dan prasarana yang menunjang pelestarian taman wisata
alam dengan tanpa merubah bentang alam;
e. ketentuan lain mengacu:
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah
terakhir kali dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja;
2. PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam; dan
3. Permen Kehutanan No.P.48/Menhut-II/2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam yang
diubah dengan Permen Kehutanan No.P.4/Menhut-II/2012
tentang Perubahan Atas Permen Kehutanan Nomor
P.48/MenhutII/2010 tentang Pengusahaan Pariwisat Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam.

Paragraf 12
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Perkebunan Rakyat (KR)

Pasal 53

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Perkebunan Rakyat (KR)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf a terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Jalan evakuasi;
2. Jaringan listrik;
3. embung dan irigasi; dan
4. kegiatan pertanian.
- 82 -

b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:


1. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2. kegiatan dan obyek wisata alam yang diperbolehkan dengan
terbatas yaitu berupa wisata edukasi;
3. Saluran drainase diperbolehkan dengan syarat merupakan
drainase eksisting yang sudah ada namun bisa diusahakan
terdapat saringan air (water filter) agar tidak ada sampah atau
kotoran yang masuk kedalam lahan hutan produksi; dan
4. kegiatan hunian diizinkan dengan batasan untuk penduduk
lokal/setempat.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan: semua kegiatan tidak
diperbolehkan mendirikan bangunan kecuali bangunan pendukung
kawasan;
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa pembangunan
infrastruktur yang menunjang kegiatan hutan rakyat;
e. ketentuan lain mengacu:
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah
terakhir kali dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja;
2. PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Hutan;
dan
3. Permenhut no P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian Insentif
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagaimana diubah
dengan PermenLHK no P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.9/MENHUT-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan
Pendukung dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehab.
- 83 -

Paragraf 13
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Tanaman Pangan (P-1)

Pasal 54

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Tanaman Pangan (P-1)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kegiatan hortikultura;
2. jalur usaha tani;
3. jalan evakuasi;
4. embung dan irigasi;
5. Agrowisata;
6. Tanaman pangan;
7. Jaringan drainase; dan
8. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemeliharaan, pembiakan
dan penyediaan pakan.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. bangunan yang memiliki keterikatan dengan kawasan pertanian
pangan (rumah bagi petani, penyuluh pertanian, rumah untuk
menyimpan hasil pertanian, atau rumah untuk mengolah padi
menjadi beras (rice milling unit machine);
2. agrowisata;
3. minapolitan;
4. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
5. kegiatan dan obyek wisata alam yang diperbolehkan dengan
terbatas yaitu berupa wisata edukasi;
6. Jaringan listrik untuk mendukung kegiatan pertanian;
7. Kegiatan penelitian yang tidak merusak lingkungan;
- 84 -

8. sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, serta jaringan


irigasi dengan syarat tidak menurunkan kualitas lingkungan;
9. Kegiatan dan bangunan pendukung kawasan dengan syarat tidak
mengakibatkan/ meningkatkan pencemaran, dan kerusakan
lingkungan; dan
10. Diperbolehkan kegiatan pemulihan lahan pertanian pada
lahan pertanian yang terdampak erupsi Gunung Merapi yang
diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Bupati.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan: semua kegiatan tidak
diperbolehkan mendirikan bangunan kecuali bangunan pendukung
kawasan;
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa pemanfaatan
untuk pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan pertanian
(irigasi), penunjang perkebunan, kegiatan peternakan dan prasarana
pendukung budidaya ikan dan kegiatan lainnya;
e. ketentuan lain mengacu:
1. Permen Pertanian No. 41/Permentan/OT. 140/9/2009 tentang
Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
2. UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan sebagaimana diubah terakhir kali dengan
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
3. UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana diubah
terakhir kali dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja; dan
4. Perda Kabupaten Kepulauan Mentawai Nomor 6 Tahun 2020
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Paragraf 14
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Peruntukan Industri (KPI)

Pasal 55
- 85 -

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Peruntukan Industri (KPI)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf c terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. bangunan yang digunakan sebagai produksi aneka industri
(Industri tekstil, Industri alat listrik dan logam, Industri kimia,
Industri pangan, serta Industri bahan bangunan dan umum);
2. bangunan yang digunakan sebagai kantor pemasaran maupun
kantor paguyuban;
3. bangunan untuk memperjualbelikan produk hasil industri;
4. jalan lokal sekunder dan halte; dan
5. jalan usaha tani, jalan evakuasi, jaringan listrik dan drainase.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. wisata edukasi diperbolehkan dengan syarat pembatasan
kegiatan dan jumlah wisatawan;
2. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
3. pengelolaan sampah TPS dan prasarana pengelolaan limbah IPAL
diperbolehkan namun untuk lokasinya memiliki persyaratan
dengan tidak terlalu dekat sehingga tidak menganggu lingkungan
dan kegiatan produksi yang ada di kawasan peruntukan industri.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan industri yang tidak ramah
lingkungan;
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum terdiri dari:
1. Sarana prasarana pengelolaan limbah; dan
2. Penyediaan sarana parkir dan bongkar muat.
e. ketentuan lain mengacu UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.
- 86 -

Paragraf 15
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Pariwisata (W)

Pasal 56

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Pariwisata (W) sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf d terdiri dari ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. akomodasi penginapan;
2. bangunan sebagai kantor pemasaran, kantor paguyuban
maupun kantor seketariatan para pelaku pariwisata;
3. jalan, terminal dan halte;
4. Jalur evakuasi;
5. Jalur usaha tani;
6. Jaringan listrik; dan
7. Jaringan drainase.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2. pengelolaan sampah TPS dan pengelolaan limbah IPAL
diperbolehkan namun pembangunannya dibatasi pada lokasi
yang tepat dan tidak menganggu kegiatan pariwisata maupun
masyarakat yang ada di sekitar kawasan pariwisata;
3. diperbolehkan dalam bentuk pariwisata alam dengan persyaratan
tidak merusak kelestarian alam dan pembatasan pembangunan;
dan
4. kegiatan pendukung pariwisata (amenitas kuliner, akomodasi
yang ramah lingkungan dan berorientasi pada kelestarian alam,
rest area dan museum) diarahan dengan menggunakan bahan
material yang ramah lingkungan.
- 87 -

c. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa bangunan yang


dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah
lingkungan disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang
akan dikembangkan; dan
d. ketentuan lain Mengacu UU No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.

Paragraf 16
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Permukiman Perkotaan (PK)

Pasal 57

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Permukiman Perkotaan (PK)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf e terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. Bangunan rumah dalam zona perumahan kepadatan rendah dan
sedang;
2. Bangunan kantor;
3. rest area;
4. museum;
5. Bangunan toko;
6. semua jenis sarana prasarana umum mulai dari perguruan
tinggi, klinik, rumah sakit, apotek dan tempat ibadah;
7. Jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer,
jalan arteri sekunder dan jalan kolektor sekunder, jalan lokal
sekunder, dan jalan evakuasi;
8. terminal, halte;
9. Jaringan listrik;
10. Jaringan drainase;
11. Jaringan air bersih; dan
- 88 -

12. Jaringan telepon.


b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. zona perumahan dengan kepadatan tinggi dengan syarat
memperhatikan daya dukung lingkungan;
2. sentra industri kecil dan menengah dengan syarat memiliki
pengelolaan air limbah;
3. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
4. jaringan pipa minyak dengan syarat memperhitungkan aspek
keamanan dan keselamatan kawasan di sekitarnya;
5. Obyek wisata alam dan amenity kuliner alam; dan
6. Kegiatan pertahanan dan keamanan dengan syarat tidak
mengganggu lingkungan permukiman dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:
1. peternakan skala besar; dan
2. TPA dan IPLT.
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang kepadatan sedang (151-200
jiwa/ha atau 40-100 bangunan/hektar) – kepadatan Tinggi (201-400
jiwa/ha atau 100-1000 bangunan/hektar);
e. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa jaringan jalan
lingkungan, jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan
pembuangan limbah, RTH, dan jaringan pelayan minimal
permukiman perdesaan sesuai dengan Kepmen Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2011 tentang Pedoman
Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan;
f. ketentuan lain terdiri dari:
1. Fasilitas permukiman (mengacu Kepmen Kimpraswil No.
534/KPTS/M/2011 tentang Pedoman Penentuan Standar
Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum);
- 89 -

2. Ketersediaan dan keterjangkuan rumah layak huni dan PSU


mengacu Permen Pera No. 22/ 2008 Tentang SPM Bidang
Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota; dan
3. Mengacu UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.

Paragraf 17
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Permukiman Perdesaan (PD)

Pasal 58

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Permukiman Perdesaan (PD)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf f terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. perumahan kepadatan rendah dan sedang;
2. Bangunan rumah;
3. Bangunan kantor;
4. akomodasi bernuansa alam;
5. jalan lokal, lokal sekunder, jalan usaha tani, dan jalan evakuasi;
6. rest area, museum;
7. embung, jaringan irigasi;
8. halte;
9. Jaringan listrik;
10. Jaringan drainase;
11. Jaringan air bersih; dan
12. Jaringan telepon.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. zona industri atau bangunan industri skala besar dengan
memperhatikan dampak lingkungan;
- 90 -

2. Obyek wisata alam dan amenity kuliner alam diperbolehkan


dengan terbatas dan syarat memperhatikan dampak lingkungan
dengan memberdayakan masyarakat lokal;
3. Obyek wisata alam pada wilayah KRB dan amenity kuliner alam
diperbolehkan dengan terbatas dan syarat memperhatikan
dampak lingkungan dengan memberdayakan masyarakat lokal;
4. Bangunan toko tunggal, ruko (rumah toko) tunggal, kompleks
pertokoan dan zona perdagangan memperhatikan dampak lalu
lintas;
5. kolam ikan dengan memperhatikan dampak lingkungan ;
6. fasilitas kesehatan seperti klinik dengan syarat menyedikan
penampungan limbah;
7. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
8. jaringan pipa minyak dengan syarat memperhitungkan aspek
keamanan dan keselamatan kawasan di sekitarnya;
9. Fasilitas umum dengan skala nasional atau regional seperti
universitas/ perguruan tinggi dan rumah sakit diperbolehkan
dengan syarat:
i. Minimal berada di jalan kolektor;
ii. Intensitas bangunan rendah;
iii. Menyediakan RTH;
iv. Sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku
(Permenristekdikti Nomor 50 Tahun 2018 Tentang
Perubahan Atas Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015
Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi);
10. Kegiatan pertahanan dan keamanan dengan syarat tidak
mengganggu lingkungan permukiman dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan perumahan dengan kepadatan
tinggi;
- 91 -

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruangkepadatan rendah (<150


jiwa/ha atau dibawah 10-40 rumah/hektar) – kepadatan sedang
(151-200 jiwa/ha atau 40-100 rumah/hektar);
e. ketentuan sarana dan prasarana minimum terdiri dari:
1. Prasarana dan sarana minimum berupa jaringan jalan
lingkungan, jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan
pembuangan limbah, RTH, dan jaringan pelayan minimal
permukiman perdesaan sesuai dengan Kepmen Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2011 tentang Pedoman
Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang,
Perumahan, dan Permukiman dan Pekerjaan Umum; dan
2. Ketersediaan dan keterjangkuan rumah layak huni dan PSU
mengacu Permen Pera No. 22/ 2008 Tentang SPM Bidang
Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota.
f. ketentuan lain terdiri dari:
1. Fasilitas permukiman (mengacu Kepmen Kimpraswil No.
534/KPTS/M/2011 tentang Pedoman Penentuan Standar
Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum);
2. Ketersediaan dan keterjangkuan rumah layak huni dan PSU
mengacu Permen Pera No. 22/ 2008 Tentang SPM Bidang
Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota; dan
3. Mengacu UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.

Paragraf 18
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Pertahanan dan Keamanan (HK)

Pasal 59
- 92 -

Ketentuan umum zonasi pada Kawasan Pertahanan dan Keamanan (HK)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf g terdiri dari
ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. kawasan perumahan (rumah pegawai, rumah pengawas dan
penjaga);
2. bangunan kantor pendukung kegiatan pertahanan dan
keamanan;
3. jalan lokal sekunder dan halte; dan
4. jalan evakuasi, jaringan listrik dan drainase.
b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:
1. fasilitas pariwisata berupa museum diperbolehkan namun
dilakukan pembatasan jumlah dan jenis wisatawannya agar
dapat terhindar dari kegiatan yang mengancam pertahanan dan
keamanan; dan
2. menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan keamanan
dan keselamatan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. tidak diperbolehkan untuk semua kegiatan tidak diperbolehkan
mendirikan bangunan kecuali bangunan pendukung kawasan;
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa sarana dan
prasarana pendukung kegiatan pertahanan dan keamanan seperti
infrastruktur transportasi, uji coba sistem persenjataan, atau
industri sistem pertahanan;
e. ketentuan lain mengacu PP No. 68 Tahun 2014 tentang Penataan
Wilayah Pertahanan.

Kepulauan MentawaiParagraf 22
Ketentuan Khusus

Pasal 60
- 93 -

(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)


huruf c terdiri dari:
a. Ketentuan Khusus Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP);
b. Ketentuan Khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(KP2B);
c. Ketentuan Khusus Rawan Bencana Tsunami;
d. Ketentuan Khusus Rawan Bencana Gerakan Tanah; dan
e. Ketentuan Khusus Sempadan.

(2) Ketentuan Khusus Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan


(KKOP) sebagaimana ayat (1) huruf a berupa peraturan mengenai
KKOP yang berlaku, dengan ketentuan:
a. Untuk mendirikan bangunan baru di dalam kawasan
pendekatan lepas landas harus memenuhi batas ketinggian
dengan tidak melebihi kemiringan 1,6% (satu koma enam
persen) arah ke atas dan ke luar dimulai dari ujung Permukaan
Utama pada ketinggian masing-masing ambang Landas pacu.
b. Pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan sampai jarak
mendatar 1.100 m dari ujung-ujung Permukaan Utama hanya
digunakan untuk bangunan yang diperuntukkan bagi
keselamatan operasi penerbangan dan benda tumbuh yang
tldak membahayakan keselamatan operasi penerbangan dengan
batas ketinggian ditentukan oleh kemiringan 2% atau 2,5% atau
3,33% atau 4% atau 5% (sesuai klasifikasi landas pacu) arah ke
atas dan keluar dimulai dari ujung permukaan utama pada
ketinggian masing-masing ambang landasan sepanjang arah
mendatar 1.100 meter dari permukaan utama melalui garis
tengah landasan.
c. tidak menimbulkan gangguan terhadap isyarat-isyarat navigasi
d. penerbangan atau komunikasi radio antar bandar udara dan
pesawat udara;
- 94 -

e. tidak menyulitkan penerbang membedakan lampu-Iampu


rambu udara dengan lampu-Iampu lain;
f. tidak menyebabkan kesilauan pada mata penerbang yang
mempergunakan bandar udara;
g. tidak melemahkan jarak pandang sekitar bandar udara; dan
h. tidak menyebabkan timbulnya bahaya burung, atau dengan
i. cara lain dapat membahayakan atau mengganggu pendaratan,
j. lepas landas atau gerakan pesawat udara yang bermaksud
k. mempergunakan bandar udara.
l. Pengecualian terhadap ketentuan mendirikan, mengubah, atau
melestarikan bangunan yang melebihi batasan ketinggian harus
m. mendapat persetujuan Menteri, wajib diinformasikan melalui
pelayanan informasi
n. aeronautika (aeronautical information service), dan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
o. merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan untuk operasi
penerbangan;
p. memenuhi kajian khusus aeronautika; dan
q. sesuai dengan ketentuan teknis keselamatan operasi
penerbangan.
r. Bangunan yang berada di dalam KKOP harus mendapat
rekomendasi Komandan Pangkalan Udara Adisutjipto.
s. Pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan tidak
diperkenankan mendirikan bangunan yang dapat menambah
tingkat fatalitas apabila terjadi kecelakaan pesawat antara lain
bangunan SPBU, pabrik atau gudang kimia berbahaya SUTT
dan/atau SUTET.
(3) Ketentuan Khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(KP2B) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa
ketentuan proses perizinan pemanfaatan ruang yang harus
disetujui oleh instansi pemangku kepentingan Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (KP2B), dengan ketentuan:
- 95 -

a. KP2B diperbolehkan untuk pengembangan irigasi,


pengembangan wisata pertanian; dan pemanfaatan teknologi
pertanian;
b. KP2B tidak diperbolehkan dialihfungsikan kecuali untuk
pembangunan rumah tinggal milik petani pemilik lahan,
pengadaan tanah untuk kepentingan umum, bencana alam;
c. Terhadap alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan,
Pemerintah Daerah mengganti luas lahan yang dialihfungsikan;
d. Apabila lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dimiliki
petani hanya satu satunya dan akan diguna kan untuk rumah
tinggal, maka hanya boleh dialihfungsikan paling banyak 300
m2 (tiga ratus meter persegi); dan
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai Kawasan pertanian pangan
berkelanjutan (KP2B) diatur dalam Peraturan Daerah beserta
lampirannya.
(4) Ketentuan Khusus Rawan Bencana Tsunami sebagaimana ayat (1)
huruf c dengan ketentuan:
a. Mempersiapkan bangunan pemantauan bencana dan sistem
peringatan dini (early warning system); dan
b. Permukiman eksisting dilengkapi dengan sistem kesiapsiagaan
bencana.
(5) Ketentuan Khusus Rawan Bencana Gerakan Tanah sebagaimana
ayat (1) huruf d dengan ketentuan:
a. Mempersiapkan bangunan pemantauan bencana dan sistem
peringatan dini (early warning system); dan
b. Permukiman eksisting dilengkapi dengan sistem kesiapsiagaan
bencana.
(6) Ketentuan Khusus Sempadan Sungai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e berupa peraturan yang berlaku mengenai ketentuan
Kawasan Sempadan Sungai dengan ketentuan:
a.
b.
- 96 -

(7) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan


dalam peta ketentuan khusus dan tabel ketentuan khusus
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI.A dan VI.B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang

Pasal 61

(1) Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud


40 ayat (2) huruf b dilakukan melalui:
a. penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang; dan
b. penilaian perwujudan RTR.

(2) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang


dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk
memastikan:
a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pernanfaatan Ruang; dan
b. pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.

(3) Penilaian perwujudan RTR dilaksanakan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penilaian perwujudan
rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian pelaksanaan Kesesuaian


Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 97 -

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 62

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 40 ayat (2) huruf c, merupakan ketentuan yang diterapkan
oleh Pemerintah Daerah untuk mendorong pelaksanaan
pemanfaatan ruang agar sesuai dengan RTRW dan untuk mencegah
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai RTRW.

(2) Ketentuan insentif dan disinsentif disusun berdasarkan:


a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah
kabupaten;
b. ketentuan umum zonasi kabupaten; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

(3) Ketentuan insentif dan disinsentif berfungsi untuk:


a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam
rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan
rencana tata ruang; dan
c. meningkatkan kemitraan semua masyarakat dalam rangka
pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian insentif


dan disinsentif diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 1
Ketentuan Insentif

Pasal 63
- 98 -

(1) Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud Pasal 62 ayat (1) berupa:


a. fiskal berupa pemberian keringanan pajak dan/atau
pengurangan retribusi; dan/atau
b. non fiskal berupa pemberian kompensasi, subsidi silang,
kemudahan perizinan, imbalan, sewa ruang, urun saham,
penyediaan sarana dan prasarana, penghargaan, dan/atau
publikasi atau promosi.

(2) Insentif dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada:


a. pemerintah daerah lainnya; dan/atau
b. masyarakat.

(3) Insentif yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemerintah


daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat
berupa:
a. pemberian kompensasi, dalam hal Pemerintah Daerah
menerima manfaat atas pelaksanaan pemanfaatan ruang oleh
pemerintah daerah lain;
b. kompensasi pemberian penyediaan sarana dan prasarana;
c. kemudahan perizinan, dalam hal Pemerintah Daerah
menerima manfaat atas pelaksanaan pemanfaatan ruang oleh
investor yang berasal dari daerah lain; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.

(4) Insentif yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat berupa:
a. pemberian keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. pengurangan retribusi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
- 99 -

h. kemudahan perizinan.

Paragraf 2
Ketentuan Disinsentif

Pasal 64

(1) Ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud Pasal 62 ayat (1)


berupa:
a. fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau
b. non fiskal berupa:
1. kewajiban memberi kompensasi;
2. pensyaratan khusus dalam perizinan;
3. kewajiban memberi imbalan; dan/atau
4. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.

(2) Disinsentif dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada:


a. pemerintah daerah lainnya; dan/atau
b. masyarakat.

(3) Disinsentif yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada


pemerintah daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dapat berupa:
a. pengajuan pemberian kompensasi, dalam hal Pemerintah
Daerah tidak menerima manfaat atas pelaksanaan
pemanfaatan ruang oleh pemerintah daerah lain;
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan
c. persyaratan khusus dalam perizinan, dalam hal Pemerintah
Daerah tidak menerima manfaat atas pelaksanaan
pemanfaatan ruang oleh investor yang berasal dari daerah lain.

(4) Disinsentif yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada


masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat
berupa:
- 100 -

a. kewajiban memberi kompensasi;


b. persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Daerah;
c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau
d. pembatasan penyediaansarana dan prasarana.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 65

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)


huruf d, merupakan tindakan penertiban atas pemanfataan ruang
terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap
RTRW.

(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan


ruang dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

(3) Pelanggaran terhadap RTRW yang dapat dikenakan sanksi


administratif dan/atau sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri dari:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Izin Pemanfaatan
Ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundang–undangan sebagai milik umum;
dan/atau
e. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
- 101 -

(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat


berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pasal 66

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) huruf a antara lain:
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang
tidak sesuai dengan peruntukkannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang
sesuai peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang
tidak sesuai peruntukannya.

Pasal 67

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang


yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (3) huruf b antara lain:
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan; dan/atau
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang
tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
- 102 -

Pasal 68

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang


diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (3) huruf c antara lain:
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah
ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar
hijau;
c. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi
bangunan;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan;
dan/atau
e. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai
dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.

Pasal 69

Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan


perundang–undangan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (3) huruf d terdiri dari:
a. menutup akses ke sungai, danau/waduk, dan sumber daya alam
serta prasarana publik;
a. menutup akses terhadap sumber air;
b. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
c. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
d. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan/atau
e. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang
berwenang.
- 103 -

Pasal 70

Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang


tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) huruf e
terdiri dari:
a. pemegang izin dengan sengaja memalsukan, memanipulasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar dalam prosedur
pengajuan izin; dan/atau
b. pejabat yang berwenang dengan sengaja menerbitkan izin yang
tidak mememenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku.

Pasal 71

Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif terhadap


pelanggaran tata ruang diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 72

(1) Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:


a. mengetahui secara terbuka RTRW;
b. menikmati manfaat ruang dan pertambahan nilai ruang
sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan RTRW;
d. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
- 104 -

e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap


pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW di wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW kepada pejabat
berwenang; dan
g. memperoleh penggantian yang layak akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW.

(2) Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:


a. menaati RTRW yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.

(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Bentuk dan Peran Masyarakat

Pasal 73

(1) Bentuk dan peran masyarakat dalam kegiatan penataan ruang


terdiri dari:
a. peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang;
b. peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang; dan
c. peran masyarakat dalam pengendalian ruang.

(2) Peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang, meliputi:


- 105 -

a. memberi masukan mengenai persiapan penyusunan rencana


tata ruang;
b. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
c. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah
atau kawasan;
d. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
e. penetapan rencana tata ruang.

(3) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang, meliputi:


a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan Pemerintah Daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan
lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang
di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan
serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan sumberdaya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang,


dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau ketentuan umum zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan
sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
- 106 -

c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang


dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau
pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar
rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.

Bagian Ketiga
Tata Cara Peran Masyarakat

Pasal 74

(1) Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang


dilaksanakan dengan pemberian saran, pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan dan informasi tentang arah pengembangan,
potensi dan masalah, serta rancangan rencana tata ruang.

(2) Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dilakukan sesuai


ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang


disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati.

(4) Bentuk peran masyarakat di bidang penataan ruang disampaikan


secara tertulis kepada Bupati melalui perangkat Daerah yang
melaksanakan tugas dan fungsi di bidang tata ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 107 -

BAB IX
KELEMBAGAAN

Pasal 75

(1) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang di Daerah secara


partisipatif dibentuk Forum Penataan Ruang.

(2) Forum Penataan Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (1)


bertugas untuk memberikan masukan dan pertimbangan dalam
Pelaksanaan Penataan Ruang.

(3) Pembentukan Forum Penataan Ruang di daerah diatur dengan


Peraturan Bupati.

BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 76

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia,


pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi Pemerintah
Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat


Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- 108 -

(3) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 77

Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 78

(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu
tahun 2015-2035 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan


bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
wilayah daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga


dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan
- 109 -

strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten


dan/atau dinamika internal kabupaten.

(4) RTRW Kabupaten menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana


Rinci Tata Ruang Kabupaten.

Bagian Kedua
Rencana Rinci Tata Ruang

Pasal 79

(1) Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 78 ayat (4) berupa Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan.

(2) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) terdiri dari:
a. Rencana Detail Tata Ruang XXX;
b. Rencana Detail Tata Ruang XXX;
c. Rencana Detail Tata Ruang XXX; dan
d. Rencana Detail Tata Ruang XXX.

(3) Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten dilaksanakan


berdasarkan tema pengembangan dan karakteristik wilayah
perencanaan.

(4) Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten ditetapkan dalam Peraturan


Bupati.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:


- 110 -

a. semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan


ruang daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini; dan
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan masa berlaku
izin habis.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 81

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah


Kabupaten Kepulauan Mentawai Nomor 3 Tahun 2015 tentang tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun
2015-2035 dinyatakan [dicabut dan dinyatakan tidak berlaku] berlaku
dengan redaksional terbaru.

Pasal 82

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Ditetapkan di Tuapejat,
pada tanggal _________________
BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI,

_________________________________

Anda mungkin juga menyukai