RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
NOMOR TAHUN 2024
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
4. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebut
RTRW Kabupatenadalah RTR yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten, yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah nasional,
rencana tata ruang pulau/kepulauan, rencana tata ruang kawasan
strategis nasional, dan RTRW Provinsi.
6. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
7. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
8. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
9. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
10. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
11. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
12. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
-5-
47. Sistem penyediaan air minum (SPAM) adalah satu kesatuan sistem
fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.
48. Sistem pengelolaan air limbah (SPAL) adalah satu kesatuan sarana
dan prasarana pengelolaan air limbah.
49. Unit air baku adalah sarana pengambilan dan atau penyedia air baku,
termasuk pipa/kabel bawah laut air minum.
50. Unit produksi adalah infrastruktur yang dapat digunakan untuk
proses pengolahan air baku menjadi air minum melalui proses fisika,
kimia, dan/atau biologi, termasuk pipa/kabel bawah laut air minum.
51. Unit distribusi adalah sarana pengaliran air minum dari bangunan
penampungan sampai unit pelayanan, termasuk pipa/kabel bawah
laut air minum.
52. Unit pelayanan adalah Titik pengambilan air terdiri dari sambungan
langsung, hidran umum, dan/atau hidran kebakaran, yang harus
dipasang alat pengukuran berupa meter air.
36. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
37. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
38. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
39. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat TPST
adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan
akhir.
40. Stasiun Peralihan Antara yang selanjutnya disingkat SPA adalah
tempat transit sampah dari alat pengangkutan sampah untuk
diangkut ke tempat pemrosesan akhir.
41. Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle yang selanjutnya
disebut TPS3R adalah tempat pengelolaan sampah dengan prinsip 3R
(reuse, reduce, recycle) yaitu tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang
skala kawasan.
42. Kawasan adalah area yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
43. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
44. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta memelihara kesuburan tanah.
-8-
45. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung alami.
46. Kawasan Perlindungan Setempat adalah kawasan yang memberi
perlindungan kepada tempatnya sendiri.
47. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi sungai.
48. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai.
49. Sempadan Waduk/Embung adalah kawasan tertentu di sekeliling
waduk/embung yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi waduk.
50. Sempadan Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi mata air.
51. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik
di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya.
52. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang
dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil secara berkelanjutan
53. Kawasan Cagar Alam Geologi adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk melindungi cagar alam geologi.
54. Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Air Tanah adalah
kawasan /wilayah yang mampu menambah air tanah secara alamiah
pada cekungan air tanah
55. Kawasan Cagar Budaya adalah kawasan yang merupakan lokasi
bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun
bentukan geologi alami yang khas.
56. Kawasan Ekosistem Mangrove adalah kawasan/wilayah yang
merupakan kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi
dengan fauna dan mikro organisme sehingga dapat tumbuh dan
berkembang pada daerah sepanjang pantai terutama di daerah
pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung dengan substrat
lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan
lingkungan hidup yang berkelanjutan.
57. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
-9-
58. Kawasan Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan yang secara
ruang digunakan untuk budidaya hutan alam dan hutan tanaman.
59. Kawasan Hutan Produksi Terbatas adalah kawasan hutan yang secara
ruang digunakan untuk budidaya hutan alam.
60. Kawasan Perkebunan Rakyat adalah Kawasan perkebunan rakyat
adalah hutan rakyat yaitu hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan
luas minimal 0,25 hektar, penutupan tajuk tanaman berkayu atau
jenis lainnya lebih dari 50% atau jumlah tanaman pada tahun
pertama minimal 500 tanaman tiap hektar.
61. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan lahan basah beririgasi,
rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak beririgasi serta
lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan
tanaman pangan.
62. Kawasan Hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk
pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara
monokultur maupun tumpang sari.
63. Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan
pangan maupun bahan baku industri.
64. Kawasan Perikanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
perikanan.
65. Kawasan Perikanan Tangkap adalah kawasan perikanan yang
berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan
pengangkutan ikan.
66. Kawasan Perikanan Budi Daya adalah Kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk budi daya ikan atas dasar potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan kondisi lingkungan serta
kondisi prasarana sarana umum yang ada.
67. Kawasan Minapolitan adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
perikanan dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem minabisnis.
68. Kawasan Pertambangan dan Energi adalah kawasan pada permukaan
tanah dan/atau dibawah permukaan tanah yang direncanakan
sebagai kegiatan hilir pertambangan minyak dan gas bumi dan/atau
kegiatan operasi produksi pertambangan mineral dan batubara serta
kawasan panas bumi dan kawasan pembangkitan tenaga listrik.
69. Kawasan Pertambangan Mineral Logam adalah bagian dari wilayah
pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi,
dan/atau informasi geologi yang secara dominan terdapat komoditas
tambang mineral logam.
70. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-10-
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Ruang lingkup penataan ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. Kapanewon Temon;
-13-
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Panjatan;
d. Kapanewon Galur;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Sentolo;
g. Kapanewon Pengasih;
h. Kapanewon Kokap;
i. Kapanewon Girimulyo;
j. Kapanewon Nanggulan;
k. Kapanewon Kalibawang; dan
l. Kapanewon Samigaluh.
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENAATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 3
Penataan ruang wilayah kabupaten bertujuan mewujudkan pembangunan
daerah yang bertumpu pada sektor pertanian dan pariwisata dengan
didukung bahari, kebudayaan, perdagangan jasa, dan industri secara
terpadu dan berkelanjutan berbasis mitigasi bencana dan prinsip
pelestarian lingkungan hidup.
-14-
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 4
(1) Untuk mewujudkan tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dikasud dalam Pasal 3 disusun kebijakan Penataan
Ruang Wilayah Kabupaten.
(2) Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kebijakan pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;
b. Kebijakan pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten.
(3) Kebijakan pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Pengembangan sistem pusat permukiman sesuai dengan hierarki
dan jangkauan pelayanannya; dan
b. Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sesuai
kebutuhan secara terpadu dan merata di seluruh wilayah.
(4) Kebijakan pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. Kebijakan pengembangan kawasan lindung; dan
b. kebijakan pengembangan kawasan budi daya.
(5) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a meliputi:
a. Pemantapan fungsi dan pelestarian kawasan lindung;
b. Pengendalian dan pelestarian Kawasan Lindung untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan pengurangan risiko bencana;
c. Pelestarian kawasan konservasi; dan
d. Perlindungan dan pelestarian cagar budaya.
(6) Kebijakan pengembangan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b meliputi:
a. Pengembangan pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan
ketahanan pangan;
b. Pengembangan pariwisata berbasis potensi lokal;
c. Pengembangan kegiatan industri yang inklusif;
d. Pengembangan kawasan permukiman dilengkapi prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;
e. Penyediaan aksesibilitas dan jaringan infrastruktur transportasi
yang memadai;
f. Penguatan dan penyiapan sumber daya manusia;
-15-
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5
Untuk mewujudkan kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disusun strategi Penataan Ruang
Wilayah Kabupaten meliputi:
a. Strategi pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;
b. Strategi pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. Strategi pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten.
Pasal 6
(1) Strategi pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a. Strategi pengembangan sistem permukiman sesuai dengan
hierarki dan jangkauan pelayanannya; dan
b. Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sesuai
kebutuhan secara terpadu dan merata di seluruh wilayah.
(2) Strategi pengembangan sistem permukiman sesuai dengan hierarki
dan jangkauan pelayanannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a meliputi:
Pasal 7
(1) Strategi pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a. Strategi pengembangan kawasan lindung; dan
b. Strategi pengembangan kawasan budidaya.
(2) Strategi pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
-17-
1. Menetapkan KP2B;
2. Mengendalikan alih fungsi lahan pertanian;
3. Meningkatkan produktivitas pertanian;
4. Mempertahankan dan mengintensifkan kegiatan tanaman
pangan di lahan yang ditetapkan sebagai KP2B; dan
5. Mengembangkan kawasan agropolitan terpadu.
Pasal 8
(1) Strategi pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a. Strategi pengembagan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi
yang produktif, efisien, dan berdaya saing; dan
b. Pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. sistem pusat permukiman; dan
b. sistem jaringan prasarana.
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan
ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Permukiman
Pasal 10
(1) Sistem pusat permukiman sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9
huruf a meliputi:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Pelayanan Kawasan; dan
-23-
Pasal 11
(1) Pusat permukiman yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi:
a. Perkotaan Wates;
b. Perkotaan Galur;
c. Perkotaan Sentolo;
d. Perkotaan Nanggulan;
e. Perkotaan Temon; dan
f. Perkotaan Dekso.
(2) Pusat permukiman yang ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi:
a. Perkotaan Panjatan;
b. Perkotaan Lendah;
c. Perkotaan Kokap;
d. Perkotaan Girimulyo;
e. Perkotaan Kalibawang; dan
f. Perkotaan Samigaluh.
(3) Pusat permukiman yang ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan
Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c berada di:
a. Kalurahan Pandowan Kapanewon Galur;
b. Kalurahan Hargorejo Kapanewon Kokap;
c. Kalurahan Jatimulyo Kapanewon Girimulyo;
d. Kalurahan Pagerharjo Kapanewon Samigaluh;
e. Kalurahan Ngentakrejo Kapanewon Lendah;
f. Kalurahan Demangrejo Kapanewon Sentolo;
g. Kalurahan Bojong Kapanewon Panjatan;
h. Kalurahan Tanjungharjo Kapanewon Nanggulan; dan
-24-
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana
Paragraf 1
Umum
Pasal 12
Sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana lainnya.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a meliputi:
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan kereta api;
c. sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan;
d. sistem jaringan transportasi laut; dan
e. bandar udara umum dan bandar udara khusus.
Pasal 14
(1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf a meliputi:
a. jalan umum;
b. jalan tol;
c. terminal penumpang;
d. jembatan timbang.
(2) Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. jalan arteri;
b. jalan kolektor; dan
c. jalan lokal.
(3) Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
meliputi:
a. Bolon – Madigondo;
b. Brosot – Toyan;
c. Demen – Glagah;
d. Klepu – Siluwok;
e. Munggang Wetan – Madigondo;
f. Ps. Bendo-Beku;
g. Sentolo – Brosot;
h. Sindutan – Congot;
i. Temon – Borobudur.
(6) Jalan kolektor primer 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
meliputi:
a. Bedah Menoreh (Gerbosari – Nglambur);
b. Bedah Menoreh (Kebonrejo – Kokap);
c. Bedah Menoreh (Kokap – Tegalrejo);
d. Bedah Menoreh (Ngori – Plono);
e. Bedah Menoreh (Plono – Gerbosari);
f. Bedah Menoreh (Tegalrejo – Tirto);
g. Bedah Menoreh (Tirto – Tegalsari);
h. Bedah Menoreh (Tegalsari – Ngori);
i. Congot – Ngremang (JJLS); dan
j. Jalan Pendekat Jembatan Srandakan 3 (JJLS).
(7) Jalan kolektor primer 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
meliputi:
a. Dayakan – Pengasih;
b. Demakijo – Kebonagung 1;
c. Kebonagung 1 – Nanggulan;
d. Milir – Dayakan;
e. Sentolo – Nanggulan; dan
f. Sentolo – Pengasih.
(8) Jalan kolektor primer 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
meliputi:
a. Dekso – Klangon;
b. Dekso – Samigaluh – Pagerharjo;
c. Karanongko – Nagung;
d. Nagung – Cicikan;
e. Nanggulan – Tegalsari;
f. Ngremang – Brosot;
-27-
g. Palbapang – Srandakan;
h. Pengasih – Sermo; dan
i. Sermo – Klepu.
(9) Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa jalan
lokal primer yang tercantum dalam Lampiran III dan perubahannya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(10) Jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
Pasal 15
(1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. kereta api antar kota yaitu jalur ganda lintas selatan (Cirebon-
Prupuk-Purwokerto-Kroya-Kutoarjo-Solo-Madiun-Surabaya);
b. kereta api bandara Kulon Progo; dan
c. kereta api elektrifikasi jalur kereta api Kutoarjo-Yogyakarta-Solo.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi stasiun penumpang.
(4) Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. Stasiun Sentolo di Kapanewon Sentolo;
b. Stasiun Wates di Kapanewon Wates;
c. Stasiun Bandara Internasional Yogyakarta di Kapanewon Temon;
dan
d. Stasiun Kedundang di Kapanewon Temon.
Pasal 16
(1) Sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c berupa pelabuhan sungai
dan danau pengumpan;
(2) Pelabuhan sungai dan danau pengumpan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Dermaga Sermo 1 berada di Kapanewon Kokap;
b. Dermaga Sermo 2 berada di Kapanewon Kokap;
c. Dermaga Sermo 3 berada di Kapanewon Kokap; dan
d. Dermaga Sei Serang Glagah berada di Kapanewon Temon.
Pasal 17
Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) huruf d berupa pelabuhan perikanan yang meliputi Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Tanjung Adhikarta yang berada di Kapanewon
Wates.
-29-
Pasal 18
Bandar udara umum dan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf e berupa bandar udara pengumpul skala
pelayanan primer yaitu Bandar Udara Kulon Progo (Bandar Udara
Internasional Yogyakarta) di Kapanewon Temon.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Energi
Pasal 19
(3) Infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a berupa pengembangan depot penyuplai bahan bakar
minyak bandar udara di Kapanewon Temon.
(4) Jaringan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b adalah jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitas produksi ke tempat penyimpanan, berupa jalur pipa minyak
Cilacap – Rewulu melalui:
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Pengasih;
c. Kapanewon Wates; dan
d. Kapanewon Sentolo.
-30-
Paragraf 4
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 20
(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
Paragraf 5
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 21
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-32-
12 huruf d, meliputi:
(2) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
1. Kapanewon Galur;
2. Kapanewon Panjatan;
3. Kapanewon Lendah;
4. Kapanewon Kalibawang;
5. Kapanewon Nanggulan;
6. Kapanewon Girimulyo;
7. Kapanewon Sentolo;
8. Kapanewon Pengasih;
9. Kapanewon Panjatan;
10. Kapanewon Wates;
11. Kapanewon Kokap; dan
12. Kapanewon Temon.
1. Kapanewon Lendah;
2. Kapanewon Girimulyo;
3. Kapanewon Pengasih;
4. Kapanewon Samigaluh;
5. Kapanewon Galur;
6. Kapanewon Kokap;
7. Kapanewon Kalibawang;
8. Kapanewon Sentolo;
9. Kapanewon Temon; dan
10. Kapanewon Nanggulan.
(4) Bangunan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c, meliputi:
(5) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 22
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf e, meliputi:
a. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
b. Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL);
c. Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);
d. sistem jaringan persampahan;
e. sistem jaringan evakuasi bencana; dan
f. sistem drainase.
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
-35-
Pasal 23
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang
meliputi:
(3) Unit air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berada di:
a. Kapanewon Kokap;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Nanggulan;
d. Kapanewon Sentolo;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Temon;
g. Kapanewon Pengasih;
h. Kapanewon Panjatan;
-36-
i. Kapanewon Galur;
j. Kapanewon Lendah;
k. Kapanewon Samigaluh; dan
l. Kapanewon Girimulyo.
(4) Unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berada di:
a. Kapanewon Sentolo;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Lendah;
d. Kapanewon Temon;
e. Kapanewon Pengasih; dan
f. Kapanewon Kokap.
a. Sumur dangkal;
b. Sumur pompa;
c. Bak penampungan air hujan; dan
d. Bangunan penangkap mata air.
(7) Sumur dangkal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a berada
di seluruh kapanewon.
(8) Sumur pompa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b berada di
seluruh kapanewon.
(9) Bak penampungan air sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c
berada di seluruh kapanewon.
(10) Bangunan penangkap mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf d berada di seluruh kapanewon.
-37-
Pasal 24
Pasal 25
Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c berada di Kapanewon
Sentolo, Kapanewon Lendah, Kapanewon Wates, dan Kapanewon Temon.
Pasal 26
(1) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
-38-
huruf d, meliputi:
a. Stasiun Peralihan Antara (SPA);
b. Tempat Pengelolaam Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R);
c. Tempat Penampungan Sementara (TPS);
d. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); dan
e. Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).
(2) Stasiun Peralihan Antara (SPA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berada di seluruh kapanewon.
(3) Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di seluruh
kapanewon.
(4) Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c berada di seluruh kapanewon.
(5) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d yaitu TPA Banyuroto berada di Kapanewon Nanggulan.
(6) Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e berada di Kapanewon Temon, Kapanewon
Sentolo, Kapanewon Wates, dan Kapanewon Kalibawang.
Pasal 27
(1) Sistem jaringan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf e, meliputi:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. tempat evakuasi bencana.
(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
melalui:
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Kokap;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Wates;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Panjatan; dan
g. Kapanewon Galur.
(3) Tempat evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b berada di:
-39-
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Kokap;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Wates;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Panjatan; dan
g. Kapanewon Galur
(3) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui
jalan arteri primer, jalan kolektor primer, dan jalan lokal primer.
Pasal 28
(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f
meliputi:
a. jaringan drainase primer; dan
b. jaringan drainase sekunder.
(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a berada di:
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Panjatan;
d. Kapanewon Galur;
e. Kapanewon Lendah; dan
f. Kapanewon Sentolo.
(3) Jaringan drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berada di:
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Sentolo;
e. Kapanewon Nanggulan; dan
f. Kapanewon Galur.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
-40-
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 29
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum
Pasal 30
a. Badan air;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. Kawasan perlindungan setempat;
d. Kawasan konservasi;
e. Kawasan lindung geologi;
f. Kawasan cagar budaya; dan
g. Kawasan ekosistem mangrove.
Paragraf 2
Badan Air
Pasal 31
Badan air sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 huruf a seluas 1.136,79
Ha (seribu seratus tiga puluh enam koma tujuh sembilan hektar) berada
di:
a. Kapanewon Kokap;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Samigaluh;
d. Kapanewon Girimulyo;
e. Kapanewon Nanggulan;
f. Kapanewon Sentolo;
g. Kapanewon Lendah;
h. Kapanewon Galur;
i. Kapanewon Kokap;
j. Kapanewon Pengasih;
k. Kapanewon Wates; dan
l. Kapanewon Temon.
-42-
Paragraf 3
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 32
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 huruf b adalah kawasan hutan
lindung seluas 253,98 Ha (dua ratus lima puluh tiga koma sembilan
delapan hektar) berada di Kapanewon Kokap dan Kapanewon Pengasih.
Paragraf 4
Pasal 33
a. Kapanewon Samigaluh;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Girimulyo;
d. Kapanewon Nanggulan;
e. Kapanewon Pengasih;
f. Kapanewon Lendah
g. Kapanewon Sentolo
h. Kapanewon Kokap;
i. Kapanewon Temon;
j. Kapanewon Wates;
k. Kapanewon Panjatan; dan
l. Kapanewon Galur.
Paragraf 5
Kawasan Konservasi
Pasal 34
(2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
-44-
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 35
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan luas 144,65 Ha (seratus empat puluh empat koma
enam lima hektar) meliputi:
Kapanewon Kalibawang;
d. Kawasan Goa Kiskendo berada di Kapanewon Girimulyo; dan
e. Kawasan Mangaan Kliripan-Karangsari berada di Kapanewon
Kokap dan Kapanewon Pengasih.
a. Kapanewon Girimulyo;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Kokap; dan
d. Kapanewon Samigaluh.
Paragraf 7
Pasal 36
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada pasal 30 huruf f
seluas 3,20 Ha (tiga koma dua nol hektar), meliputi:
Kalibawang;
d. Puncak Perbukitan Suroloyo berada di Kapanewon Samigaluh;
e. Makam Keluarga Paku Alam Girigondo berada di Kapanewon Temon;
f. Jembatan Duwet berada di Kapanewon Kalibawang;
g. Perumahan Pabrik Gula Sewu Galur berada di Kapanewon Galur;
h. Rumah TB. Simatupang berada di Kapanewon Samigaluh; dan
i. Rumah H. Djamal berada di Kapanewon Sentolo.
Paragraf 8
Kawasan Ekosistem Mangrove
Pasal 37
Kawasan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada pasal 30 huruf
g seluas 2,85 Ha (dua koma delapan lima hektar) berada di Kapanewon
Temon.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Umum
Pasal 38
c. kawasan pertanian;
d. kawasan perikanan;
e. kawasan pertambangan dan energi;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan pariwisata;
h. kawasan permukiman;
i. kawasan transportasi; dan
j. kawasan pertahanan dan keamanan.
Paragraf 2
Kawasan Hutan Produksi
Pasal 39
(2) Hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dengan luas 2,46 Ha (dua koma empat enam hektar) berada di
Kapanewon Girimulyo; dan
(3) Hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dengan luas 624,80 Ha (enam ratus dua puluh empat koma delapan
nol hektar) berada di Kapanewon Kokap dan Kapanewon Temon.
-48-
Paragraf 3
Kawasan Perkebunan Rakyat
Pasal 40
Paragraf 4
Kawasan Pertanian
Pasal 41
(2) Kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a adalah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dengan luas
10.620,03 Ha (sepuluh ribu enam ratus dua puluh koma nol tiga
hektar) berada di seluruh kapanewon.
-49-
Paragraf 5
Kawasan Perikanan
Pasal 42
Paragraf 6
Kawasan Pertambangan dan Energi
Pasal 43
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 44
a. Kapanewon Sentolo;
b. Kapanewon Lendah;
c. Kapanewon Nanggulan; dan
d. Kapanewon Temon.
Paragraf 8
Kawasan Pariwisata
-51-
Pasal 45
a. Kapanewon Galur;
b. Kapanewon Kalibawang; dan
c. Kapanewon Temon.
Paragraf 9
Kawasan Permukiman
Pasal 46
Paragraf 10
Kawasan Transportasi
Pasal 47
Paragraf 11
Kawasan Pertahanan dan Keamanan
-53-
Pasal 48
BAB VI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
Bagian Kedua
Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 50
(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6) huruf a meliputi:
a. Kapanewon Sentolo;
b. Kapanewon Lendah;
c. Kapanewon Wates;
d. Kapanewon Temon; dan
e. Kapanewon Nanggulan.
-56-
Bagian Ketiga
Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sosial Budaya
Pasal 51
BAB VII
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 52
Bagian Kedua
Pasal 53
(1) Ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a dilakukan melalui:
Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (Lima) Tahunan
Paragraf 1
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (Lima) Tahun Pertama
Pasal 54
(1) Indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 52 huruf b meliputi:
a. program utama;
b. lokasi;
c. sumber pendanaan;
d. instansi pelaksana; dan
e. waktu pelaksanaan.
-61-
(3) Program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa
usulan program-program pengembangan wilayah kabupaten untuk
mewujudkan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis
kabupaten.
(4) Sumber pendanaan indikasi program utama jangka menengah 5 (lima)
tahunan dapat berasal dari:
a. pemerintah;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten;
d. BUMN;
e. swasta; dan/atau
f. masyarakat.
Paragraf 2
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (Lima) Tahun Kedua sampai
dengan 5 (Lima) Tahun Keempat
Pasal 55
(1) Indikasi program utama jangka menengah tahap II (dua) tahun 2030-
2034 sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf b meliputi:
Pasal 56
(1) Indikasi program utama jangka menengah tahap III (tiga) tahun 2035-
2039 sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf c meliputi:
Pasal 57
(1) Indikasi program utama jangka menengah tahap IV (empat) tahun
2040-2044 sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf d
meliputi:
Bagian Keempat
Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang
Pasal 58
(1) Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud Pasal 52 huruf c dilakukan berdasarkan indikasi program
utama yang termuat dalam RTRW Kabupaten melalui penyelarasan
indikasi program dengan program sektoral dan kewilayahan dalam
dokumen rencana pembangunan secara terpadu.
(2) Dokumen sinkronisasi program pemanfaatan ruang akan menjadi
masukan untuk penyusunan rencana pembangunan dan pelaksanaan
peninjauan kembali dalam rangka revisi RTRW Kabupaten.
(3) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang menghasilkan dokumen:
-113-
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 59
Bagian Kedua
Paragraf 1
Umum
Pasal 60
(4) Ketentuan umum zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, meliputi:
Paragraf 2
Pasal 61
(2) Ketentuan umum zonasi PKL sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, meliputi:
(3) Ketentuan umum zonasi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
(4) Ketentuan umum zonasi PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, meliputi:
Paragraf 3
Pasal 62
Pasal 63
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a meliputi:
1. rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas,
alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman
pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, dan
fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan
yang berada di jalan dan di luar badan jalan; dan
2. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.
f. ketentuan lain:
f. ketentuan lain:
(10) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan kereta api
-133-
(11) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta api
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a meliputi ketentuan:
1. tersedianya dermaga;
2. tersedianya jalan;
3. tersedianya kantor administrasi pelabuhan;
4. tersedianya air bersih, listrik, telekomunikasi;
5. fasilitas kebersihan;
6. fasilitas docking (galangan) kapal; dan
7. fasilitas bengkel kapal.
1. tersedianya dermaga;
2. tersedianya jalan;
3. tersedianya kantor administrasi pelabuhan;
4. tersedianya tempat pemasaran ikan;
5. tersedianya air bersih, listrik, telekomunikasi;
6. pabrik es;
7. fasilitas kebersihan;
8. fasilitas docking (galangan) kapal; dan
9. fasilitas bengkel kapal.
(15) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar bandar udara umum dan
bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
udara; dan
2. fasilitas sisi darat meliputi bangunan terminal
penumpang dan kargo, menara pengawas lalu lintas
penerbangan, bangunan operasional penerbangan,
bangunan pertolongan kecelakaan penerbangan dan
pemadam kebakaran (PKP-PK), bangunan gedung genset,
bangunan administrasi/perkantoran dan hangar; jalan
masuk; tempat parkir kendaraan bermotor; dan marka
dan rambu sisi darat.
e) kelayakan lingkungan.
-143-
Pasal 64
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan energi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 62 huruf b, meliputi:
Pasal 65
Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf c berupa ketentuan umum
zonasi jaringan tetap dan jaringan bergerak yang meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. pentanahan;
2. penangkal petir;
3. catu daya;
4. lampu halangan penerbangan;
5. pengaman jaringan;
6. papan peringatan;
7. marka halangan penerbangan; dan
8. pagar pengamanan/keliling.
Pasal 66
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf d meliputi:
-149-
(4) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar bangunan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
Pasal 67
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf e, meliputi:
a) kepadatan penduduk;
b) kedalaman muka air tanah;
c) kemiringan tanah;
d) permeabilitas tanah; dan
e) kemampuan pembiayaan.
a. diperbolehkan untuk:
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 68
Ketentuan umum zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (4) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum zonasi badan air;
b. ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat;
d. ketentuan umum zonasi kawasan konservasi;
e. ketentuan umum zonasi kawasan lindung geologi;
f. ketentuan umum zonasi kawasan cagar budaya; dan
g. ketentuan umum zonasi kawasan ekosistem mangrove.
Pasal 69
1. perikanan;
2. pengambilan air untuk irigasi maupun air minum; dan
3. pengendalian banjir.
Pasal 70
Ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
huruf b dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. pelestarian alam;
2. preservasi dan konservasi bentang alam;
3. suaka alam; dan
4. cagar alam.
Pasal 71
1. pengaman sungai;
2. pelestarian alam; dan
3. RTH.
e. ketentuan lain:
1. pelestarian alam;
2. bangunan pengendali air dan sistem peringatan dini (early
warning system);
3. pertahanan dan keamanan;
4. bangunan pelindung pantai;
5. penangkapan hasil laut; dan
6. RTH;
7. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk
mencegah bencana pesisir;
8. rekreasi, wisata bahari, dan ekowisata;
9. penelitian dan pendidikan;
10. kepentingan adat dan kearifan lokal;
11. tempat pelelangan ikan; dan
12. pelabuhan perikanan.
pantai; dan
2. kegiatan yang berpotensi merusak fungsi sempadan pantai.
f. ketentuan lain:
Pasal 72
(2) Ketentuan umum zonasi KSA sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a,
dengan ketentuan:
Pasal 73
1. pelestarian alam;
2. preservasi dan konservasi bentang alam; dan
1. cagar budaya;
2. hutan rakyat;
3. mendirikan bangunan dengan syarat tidak mengganggu
-173-
1. pelestarian alam;
2. preservasi dan konservasi bentang alam;
3. perkebunan rakyat;
4. hutan;
5. reboisasi;
-174-
6. hutan kota;
7. bioretensi
8. sumur resapan; dan
9. ruang terbuka hijau;
Pasal 74
Ketentuan umum zonasi kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 huruf f meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan ruang terbuka,
perdagangan dan jasa, wisata, pendidikan, perkantoran dan
peribadatan dengan batasan sebagai fungsi pendukung saja;
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pendirian bangunan yang tidak
sesuai dan tidak mendukung fungsi kawasan; dan
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa penyediaan sarana
dan prasarana yang menunjang kelestarian cagar budaya.
Pasal 75
Ketentuan umum zonasi kawasan ekosistem mangrove sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 huruf g meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. wisata alam;
2. penelitian dan pendidikan yang bertujuan untuk perlindungan dan
pengelolaan kawasan konservasi ekosistem mangrove;
3. ruang terbuka hijau; dan
4. kepentingan adat dan kearifan lokal yang mencakup upacara adat,
upacara keagamaan, serta tradisi dan kebiasaan;
-176-
Paragraf 5
Pasal 76
Ketentuan umum zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum zonasi kawasan hutan produksi;
b. ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan rakyat;
c. ketentuan umum zonasi kawasan pertanian;
d. ketentuan umum zonasi kawasan perikanan;
e. ketentuan umum zonasi kawasan pertambangan dan energi;
f. ketentuan umum zonasi kawasan peruntukan industri;
g. ketentuan umum zonasi kawasan pariwisata;
-177-
Pasal 77
Pasal 78
1. mendirikan bangunan;
2. pertanian tanaman pangan;
3. peternakan;
4. perikanan;
5. pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
dan
6. pengembangan permukiman pedesaan.
-179-
Pasal 79
1. pertanian;
2. peternakan; dan
3. perkebunan tumpang sari.
Pasal 80
Ketentuan umum zonasi kawasan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 huruf d dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
4. pariwisata; dan
5. perdagangan dan jasa pendukung sektor perikanan yang ramah
lingkungan.
Pasal 81
Ketentuan umum zonasi kawasan pertambangan dan energi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf e, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:
Pasal 82
Ketentuan umum zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf f, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
-184-
1. pendidikan;
2. rumah tinggal;
3. perdagangan dan jasa;
4. fasilitas pendukung dengan batasan dominasi fungsi kawasan tetap
sebagai kawasan peruntukan industri; dan
5. peternakan terpadu dengan syarat tidak mengganggu dan tidak
mencemari lingkungan.
Pasal 83
Ketentuan umum zonasi kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 huruf g, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
tetap pariwisata.
Pasal 84
a) jaringan jalan;
b) jaringan saluran pembuangan air limbah;
c) jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase dan
sumur peresapan air hujan); dan
d) tempat pembuangan sampah.
1. pertanian;
2. kehutanan;
3. peternakan;
4. perikanan dengan batasan dominasi fungsi tetap kawasan
permukiman perdesaan;
5. perumahan developer;
6. perguruan tinggi;
7. gedung pertemuan;
8. perkantoran;
9. wisata buatan dengan syarat tidak mengubah karakteristik
perdesaan menjadi perkotaan;
10. pertambangan;
11. perikanan besar; dan
12. peternakan besar dengan syarat penanganan dampak limbah
baik air, udara, dan padat serta suara dari kegiatan tersebut
tidak mempengaruhi kegiatan permukiman perdesaan serta
menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku terkait jarak
minimal dari permukiman.
a) jaringan jalan;
b) jaringan saluran pembuangan air limbah;
c) jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase dan
sumur peresapan air hujan); dan
d) tempat pembuangan sampah.
Pasal 85
a) landas pacu;
b) runway strip, Runway End Safety Area (RESA) stopway dan
clearway;
-195-
c) landas hubung;
d) landas parkir; dan
e) marka dan rambu sisi udara.
Pasal 86
Ketentuan umum zonasi kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf j meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
1. basis militer;
2. daerah latihan militer;
3. daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya;
4. gudang amunisi;
5. daerah uji coba sistem persenjataan;
6. kawasan industri sistem pertahanan;
Paragraf 6
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
a. diperbolehkan kegiatan:
a. diperbolehkan untuk:
bencana; dan
4. penyediaan ruang evakuasi untuk bencana selain kekeringan.
a. diperbolehkan untuk:
a. diperbolehkan untuk:
Pasal 91
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Panjatan;
-205-
e. Kapanewon Galur;
f. Kapanewon Lendah;
g. Kapanewon Kokap;
h. Kapanewon Girimulyo;
i. Kapanewon Kalibawang; dan
j. Kapanewon Samigaluh.
Pasal 92
(1) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 huruf e terdiri dari:
1. pelestarian alam:
2. preservasi dan konservasi bentang alam;
3. pelestarian dan perlindungan ekosistem esensial;
4. kegiatan yang berfungsi lindung;
5. pemanfaatan ruang bangunan pengendali air dan system
peringatan dini;
6. pemanfaatan ruang untuk bangunan pelindung pantai;
7. penangkapan hasil laut;
8. pemanfaatan ruang untuk pangkalan pendaratan ikan;
9. kegiatan system pertahanan dan keamanan; dan
10. penyediaan prasarana evakuasi.
Pasal 93
(1) Ketentuan khusus kawasan karst sebagaimana dimaksud dalam pasal
87 huruf f berupa peraturan mengenai kawasan karst dengan
ketentuan:
-213-
Pasal 94
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
-214-
c. Kapanewon Panjatan;
d. Kapanewon Galur;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Sentolo;
g. Kapanewon Kokap;
h. Kapanewon Pengasih;
i. Kapanewon Nanggulan; dan
j. Kapanewon Kalibawang.
Bagian Ketiga
Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang
-215-
Paragraf 1
Umum
Pasal 95
Paragraf 2
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Pasal 96
(1) Penilaian pelaksanaan KKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
huruf a dilaksanakan untuk memastikan:
b. pasca pembangunan.
Paragraf 3
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 97
a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi; dan
c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Paragraf 1
Umum
-219-
Pasal 98
(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c diselenggarakan untuk:
(2) Insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk
mendukung perwujudan RTRW Kabupaten.
Paragraf 2
Ketentuan Insentif
Pasal 99
(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dapat berupa:
-220-
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
a. keringanan pajak;
b. retribusi; dan/atau
d. penerimaan bukan pajak.
(3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi;
c. imbalan;
d. sewa Ruang;
e. urun saham;
f. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. penghargaan; dan/atau
i. publikasi atau promosi.
(4) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh:
a. pemberian kompensasi;
b. pemberian penyediaan prasarana dan sarana;
c. penghargaan; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur
dengan Peraturan Bupati.
-222-
Paragraf 3
Ketentuan Disinsentif
Pasal 100
(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) dapat
berupa:
(2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi.
(3) Disinsentif nonfiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa:
(4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh:
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 101
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d
dikenakan kepada pelanggar pemanfaatan ruang, meliputi:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
-225-
(10) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (4) huruf f
dilakukan melalui:
-228-
(12) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h
dilakukan melalui:
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 102
a. lembaran daerah;
b. penyebarluasan informasi melalui media massa;
c. penyebarluasan informasi melalui brosur; dan
d. instansi yang membidangi urusan penataan ruang.
-231-
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
-232-
Pasal 103
(2) Pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah
untuk kawasan milik umum yang aksesibilitasnya memenuhi syarat:
(3) Kawasan milik umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara
lain sumber air, ruang terbuka publik dan fasilitas umum lainnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 104
Peran masyarakat dalam Penataan Ruang dilakukan melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
-233-
Pasal 105
(1) Bentuk partisipasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 huruf a berupa:
a. masukan mengenai:
Pasal 106
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis kepada Bupati dan/atau melalui
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan penataan ruang;
(2) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah
Kabupaten membangun sistem informasi dan komunikasi
penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat; dan
(3) Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB X
KELEMBAGAAN
-235-
Pasal 107
BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 108
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 108
(2) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun sejak
tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun;
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara,
dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan undang-
undang, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun;
(4) Peraturan Daerah ini dilengkapi dengan rencana dan album peta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;
(5) Untuk operasionalisasi tata ruang di kawasan perkotaan dan kawasan
strategis, maka disusun rencana rinci berupa rencana detail tata
ruang;
(6) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
(6) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 119
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 120
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan yang telah ditetapkan berkaitan dengan penataan
ruang, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah
Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012 Nomor 1 Seri E) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 121
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Kulon Progo.
Ditetapkan di Wates
-239-
pada tanggal
Diundangkan di Wates
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KULON PROGO,
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
NOMOR TAHUN 2024
TENTANG
-240-
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-244-
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pasal 5
-245-
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-246-
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 8
-247-
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
-248-
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
-249-
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-250-
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
-251-
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
-252-
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
-253-
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
-254-
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
-255-
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
-256-
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas
-257-
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
-258-
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
-259-
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
-260-
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
-261-
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
-262-
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
-263-
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
-264-
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
-265-
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
-266-
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
-267-
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
-268-
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
-269-
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
-270-
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
-271-
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Cukup jelas
Pasal 115
-272-
Cukup jelas
Pasal 116
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
-273-
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas