Anda di halaman 1dari 273

BUPATI KULON PROGO

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
NOMOR TAHUN 2024

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO


TAHUN 2024-2044

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KULON PROGO,

Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 tentang
Penataan Ruang sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, perlu
menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
b. bahwa berdasarkan evaluasi Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kulon Progo terjadi perubahan
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah,
sehingga perlu dibuat Peraturan Daerah yang baru;
dan
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2023-
2043.

Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
-2-

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Daerah Daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1951 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1950 Republik Indonesia untuk Penggabungan
Daerah Daerah Kabupaten Kulon Progo dan Adikarta
dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta
menjadi satu Kabupaten dengan nama Kulon Progo
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951
Nomor 101);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6856);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5339);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 238, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
menjadi Undang-Undang (Lembar Negara Republik
Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833) sebagaimana telah diubah oleh dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 tahun 2017 tentang Perubahan
-3-

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008;


8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633);
9. Pemerintah Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan,
Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan
Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata
Ruang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 329);
10. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program
Pemanfaatan Ruang (Berita Negara Repiblik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 330);
11. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis
Data dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peta Rencana
Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 326);
12. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2021
tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022
tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor
530);
13. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2021
tentang Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Pengawasan Penataan Ruang (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1484);
14. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2023-2043.

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
dan
BUPATI KULON PROGO
-4-

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2024-2044.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
4. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebut
RTRW Kabupatenadalah RTR yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten, yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah nasional,
rencana tata ruang pulau/kepulauan, rencana tata ruang kawasan
strategis nasional, dan RTRW Provinsi.
6. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
7. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
8. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
9. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
10. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
11. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
12. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
-5-

tempatpermukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan


jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
13. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
14. Pusat Kegiatan Lokal, yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa Kapanewon.
15. Pusat Pelayanan Kawasan, yang selanjutnya disingkat PPK adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
Kapanewon atau beberapa desa.
16. Pusat Pelayanan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
17. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannnya dalam satu
hubungan hierarkis.
18. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
19. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang berfungsi menghubungkan
secaraberdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
20. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang berfungsi menghubungkan
secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat
kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
21. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang berfungsi menghubungkan
secara berdaya guna pusatkegiatan nasional dengan pusat kegiatan
lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan
lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan
lingkungan.
22. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan
jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol.
23. Terminal penumpang tipe B adalah terminal yang berfungsi melayani
kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam
propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan
(ADES).
-6-

24. Terminal penumpang tipe C adalah terminal yang berfungsi melayani


kendaraan penumpang umum untuk angkutan pedesaan (ADES).
25. Jembatan Timbang adalah alat dan tempat yang digunakan untuk
pengawasan dan pengamanan jalan dengan menimbang muatan
kendaraan angkutan.
26. Jalur Kereta Api adalah jalur yang meliputi rangkaian petak jalan rel
yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta
api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas
dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.
27. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi, yang selanjutnya disingkat
SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat
telanjang (konduktor) di udara bertegangan nominal di atas 230 kV
sesuai dengan standar di bidang ketenagalistrikan.
28. Saluran Udara Tegangan Tinggi, yang selanjutnya disingkat SUTT
adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang
(konduktor) di udara bertegangan nominal di atas 35 kV sampai
dengan 230 kV sesuai dengan standar di bidang ketenagalistrikan.
29. Jaringan tetap adalah satu kesatuan penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi untuk layanan telekomunikasi tetap, termasuk
pipa/kabel bawah laut telekomunikasi. Jaringan tetap antara lain
berupa fiber optic.
30. Sistem jaringan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
31. Sistem pengendalian banjir adalah usaha atau upaya mengatasi banjir
secara menyeluruh guna menurunkan tingkat resiko ancaman
terhadap jiwa manusia dan harta benda akibat banjir sampai ke
tingkat toleransi dapat berupa sistem drainase dan pompa,
normalisasi alur sungai, tanggul, tembok banjir, saluran by pass,
kanal banjir, waduk penampung banjir, kolam retensi, embung dan
sistem peringatan dini.
32. Daerah Irigasi yang selanjutnya disingkat DI adalah kesatuan lahan
yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
33. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri
dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran
pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan
sadap, dan bangunan pelengkapnya.
34. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang
terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan
bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan
pelengkapnya.
35. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari
saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier,
boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.
-7-

47. Sistem penyediaan air minum (SPAM) adalah satu kesatuan sistem
fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.
48. Sistem pengelolaan air limbah (SPAL) adalah satu kesatuan sarana
dan prasarana pengelolaan air limbah.
49. Unit air baku adalah sarana pengambilan dan atau penyedia air baku,
termasuk pipa/kabel bawah laut air minum.
50. Unit produksi adalah infrastruktur yang dapat digunakan untuk
proses pengolahan air baku menjadi air minum melalui proses fisika,
kimia, dan/atau biologi, termasuk pipa/kabel bawah laut air minum.
51. Unit distribusi adalah sarana pengaliran air minum dari bangunan
penampungan sampai unit pelayanan, termasuk pipa/kabel bawah
laut air minum.
52. Unit pelayanan adalah Titik pengambilan air terdiri dari sambungan
langsung, hidran umum, dan/atau hidran kebakaran, yang harus
dipasang alat pengukuran berupa meter air.
36. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
37. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
38. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
39. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat TPST
adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan
akhir.
40. Stasiun Peralihan Antara yang selanjutnya disingkat SPA adalah
tempat transit sampah dari alat pengangkutan sampah untuk
diangkut ke tempat pemrosesan akhir.
41. Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle yang selanjutnya
disebut TPS3R adalah tempat pengelolaan sampah dengan prinsip 3R
(reuse, reduce, recycle) yaitu tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang
skala kawasan.
42. Kawasan adalah area yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
43. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
44. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta memelihara kesuburan tanah.
-8-

45. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung alami.
46. Kawasan Perlindungan Setempat adalah kawasan yang memberi
perlindungan kepada tempatnya sendiri.
47. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi sungai.
48. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai.
49. Sempadan Waduk/Embung adalah kawasan tertentu di sekeliling
waduk/embung yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi waduk.
50. Sempadan Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi mata air.
51. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik
di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya.
52. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang
dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil secara berkelanjutan
53. Kawasan Cagar Alam Geologi adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk melindungi cagar alam geologi.
54. Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Air Tanah adalah
kawasan /wilayah yang mampu menambah air tanah secara alamiah
pada cekungan air tanah
55. Kawasan Cagar Budaya adalah kawasan yang merupakan lokasi
bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun
bentukan geologi alami yang khas.
56. Kawasan Ekosistem Mangrove adalah kawasan/wilayah yang
merupakan kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi
dengan fauna dan mikro organisme sehingga dapat tumbuh dan
berkembang pada daerah sepanjang pantai terutama di daerah
pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung dengan substrat
lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan
lingkungan hidup yang berkelanjutan.
57. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
-9-

58. Kawasan Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan yang secara
ruang digunakan untuk budidaya hutan alam dan hutan tanaman.
59. Kawasan Hutan Produksi Terbatas adalah kawasan hutan yang secara
ruang digunakan untuk budidaya hutan alam.
60. Kawasan Perkebunan Rakyat adalah Kawasan perkebunan rakyat
adalah hutan rakyat yaitu hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan
luas minimal 0,25 hektar, penutupan tajuk tanaman berkayu atau
jenis lainnya lebih dari 50% atau jumlah tanaman pada tahun
pertama minimal 500 tanaman tiap hektar.
61. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan lahan basah beririgasi,
rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak beririgasi serta
lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan
tanaman pangan.
62. Kawasan Hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk
pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara
monokultur maupun tumpang sari.
63. Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan
pangan maupun bahan baku industri.
64. Kawasan Perikanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
perikanan.
65. Kawasan Perikanan Tangkap adalah kawasan perikanan yang
berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan
pengangkutan ikan.
66. Kawasan Perikanan Budi Daya adalah Kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk budi daya ikan atas dasar potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan kondisi lingkungan serta
kondisi prasarana sarana umum yang ada.
67. Kawasan Minapolitan adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
perikanan dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem minabisnis.
68. Kawasan Pertambangan dan Energi adalah kawasan pada permukaan
tanah dan/atau dibawah permukaan tanah yang direncanakan
sebagai kegiatan hilir pertambangan minyak dan gas bumi dan/atau
kegiatan operasi produksi pertambangan mineral dan batubara serta
kawasan panas bumi dan kawasan pembangkitan tenaga listrik.
69. Kawasan Pertambangan Mineral Logam adalah bagian dari wilayah
pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi,
dan/atau informasi geologi yang secara dominan terdapat komoditas
tambang mineral logam.
70. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-10-

71. Kawasan Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama


pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata
baik alam, buatan, maupun budaya.
72. Kawasan Permukiman Perkotaan adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan di kawasan perkotaan.
73. Kawasan Permukiman Perdesaan adalah Bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan di kawasan perdesaan.
74. Kawasan Transportasi adalah kawasan yang dikembangkan untuk
menampung fungsi transportasi skala regional dalam upaya untuk
mendukung kebijakan pengembangan sistem transportasi yang
tertuang di dalam rencana tata ruang yang meliputi transportasi
darat, udara, dan laut.
75. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) adalah wilayah budi
daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki
hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan/atau
hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B)
serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
76. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang memiliki kondisi atau
karakteristik geologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk
jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
77. Kawasan Resapan Air adalah daerah yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
78. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
79. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktifitas daratan.
80. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau
kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu
kilometer persegi).
-11-

81. Ketentuan Umum Zonasi Kabupaten adalah penjabaran secara umum


ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang mencakup
seluruh wilayah administratif.
82. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
83. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah
Koefisien Dasar Hijau yang didefinisikan melalui hasil pembagian
lahan tidak terbangun baik di permukaan, dalam bumi maupun di
udara dengan luas kavling bangunan.
84. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
Koefisien Dasar Bangunan yang didefinisikan melalui hasil pembagian
antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kavling bangunan.
85. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian antara
rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Tata Ruang.
86. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang.
87. Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
88. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa
saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
89. Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum.
90. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penataan ruang.
91. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
92. Forum Penataan Ruang adalah wadah di tingkat pusat dan daerah
yang bertugas untuk membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dengan memberikan pertimbangan dalam Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
93. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
94. Kapanewon adalah sebutan Kecamatan di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta yang merupakan bagian wilayah dari daerah Kabupaten,
yang dipimpin oleh Panewu.
95. Kalurahan adalah sebutan desa di Wilayah DIY yang merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang terdiri dari gabungan beberapa
-12-

pedukuhan yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan harta


kekayaan sendiri, berkedudukan langsung dibawah kapanewon.
96. Bupati adalah Bupati Kulon Progo.
97. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2
(1) Ruang lingkup penataan ruang wilayah kabupaten meliputi:

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah;


b. rencana struktur ruang;
c. rencana pola ruang;
d. kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Ruang lingkup wilayah perencanaan berdasarkan batas administratif


yang terletak di antara 7°38’30” – 8°0’10” Lintang Selatan dan
110°00’10” – 110°10’30” Bujur Timur.
(3) Luas wilayah administrasi kabupaten kurang lebih 57.721 Ha (lima
puluh tujuh ribu tujuh ratus dua puluh satu hektar).
(4) Batas–batas wilayah kabupaten yaitu:
a. sebelah utara dengan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah;
b. sebelah timur dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta;
c. sebelah selatan dengan Samudera Hindia; dan
d. sebelah barat dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa
Tengah.

(5) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi 12


kapanewon yang meliputi:

a. Kapanewon Temon;
-13-

b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Panjatan;
d. Kapanewon Galur;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Sentolo;
g. Kapanewon Pengasih;
h. Kapanewon Kokap;
i. Kapanewon Girimulyo;
j. Kapanewon Nanggulan;
k. Kapanewon Kalibawang; dan
l. Kapanewon Samigaluh.

(6) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi


87 (delapan puluh tujuh) kalurahan dan 1 (satu) kelurahan.
(7) Lingkup Wilayah perencanaan RTRW Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENAATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 3
Penataan ruang wilayah kabupaten bertujuan mewujudkan pembangunan
daerah yang bertumpu pada sektor pertanian dan pariwisata dengan
didukung bahari, kebudayaan, perdagangan jasa, dan industri secara
terpadu dan berkelanjutan berbasis mitigasi bencana dan prinsip
pelestarian lingkungan hidup.
-14-

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 4
(1) Untuk mewujudkan tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dikasud dalam Pasal 3 disusun kebijakan Penataan
Ruang Wilayah Kabupaten.
(2) Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kebijakan pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;
b. Kebijakan pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten.
(3) Kebijakan pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Pengembangan sistem pusat permukiman sesuai dengan hierarki
dan jangkauan pelayanannya; dan
b. Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sesuai
kebutuhan secara terpadu dan merata di seluruh wilayah.
(4) Kebijakan pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. Kebijakan pengembangan kawasan lindung; dan
b. kebijakan pengembangan kawasan budi daya.
(5) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a meliputi:
a. Pemantapan fungsi dan pelestarian kawasan lindung;
b. Pengendalian dan pelestarian Kawasan Lindung untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan pengurangan risiko bencana;
c. Pelestarian kawasan konservasi; dan
d. Perlindungan dan pelestarian cagar budaya.
(6) Kebijakan pengembangan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b meliputi:
a. Pengembangan pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan
ketahanan pangan;
b. Pengembangan pariwisata berbasis potensi lokal;
c. Pengembangan kegiatan industri yang inklusif;
d. Pengembangan kawasan permukiman dilengkapi prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;
e. Penyediaan aksesibilitas dan jaringan infrastruktur transportasi
yang memadai;
f. Penguatan dan penyiapan sumber daya manusia;
-15-

g. Pengembangan sektor bahari melalui penguatan kelembagaan, dan


peningkatan sarana prasarana;
h. Peningkatan upaya mitigasi bencana secara terpadu dan
berkelanjutan;
i. Pemantapan kawasan pendukung Proyek Strategis Nasional (PSN)
Bandar Udara Baru Yogyakarta – Kulon Progo dan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur;
j. Pemanfaatan kawasan budi daya sesuai daya dukung, daya
tampung, dan kesesuaian lahan.
(7) Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. Pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yang
produktif, efisien, dan berdaya saing; dan
b. Pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 5
Untuk mewujudkan kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disusun strategi Penataan Ruang
Wilayah Kabupaten meliputi:
a. Strategi pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;
b. Strategi pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. Strategi pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten.

Pasal 6
(1) Strategi pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a. Strategi pengembangan sistem permukiman sesuai dengan
hierarki dan jangkauan pelayanannya; dan
b. Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sesuai
kebutuhan secara terpadu dan merata di seluruh wilayah.
(2) Strategi pengembangan sistem permukiman sesuai dengan hierarki
dan jangkauan pelayanannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a meliputi:

a. Meningkatkan keterkaitan antara kawasan perkotaan dan


kawasan perdesaan sesuai dengan perkembangan wilayah;
-16-

b. Meningkatkan keterhubungan kawasan perkotaan dengan wilayah


yang berbatasan agar tercipta hubungan sosial, ekonomi, fisik
yang lebih baik di tingkat regional dan nasional; dan
c. Meningkatkan kualitas pelayanan dan ketersediaan prasarana
untuk mendukung akses layanan antar kawasan.

(3) Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sesuai


kebutuhan secara terpadu dan merata di seluruh wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b meliputi:

a. Mengembangkan sistem jaringan transportasi secara terpadu dan


aksesibel ke seluruh wilayah;
b. Mengembangkan sistem jaringan energi;
c. Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi yang
menjangkau seluruh wilayah;
d. Mengembangkan sistem jaringan sumber daya air yang
mendukung ketahanan pangan;
e. Meningkatkan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
f. Meningkatkan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL);
g. Meningkatkan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3);
h. Meningkatkan pelayanan sistem jaringan persampahan;
i. Menetapkan sistem jaringan evakuasi bencana; dan
j. Mengembangkan sistem drainase terpadu di wilayah Kabupaten.

Pasal 7
(1) Strategi pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a. Strategi pengembangan kawasan lindung; dan
b. Strategi pengembangan kawasan budidaya.
(2) Strategi pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
-17-

a. Strategi pemantapan fungsi dan pelestarian kawasan lindung


meliputi:

1. Menata kawasan lindung;


2. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung
yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya
dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan
ekosistem; dan
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup.

b. Strategi pengendalian dan pelestarian kawasan lindung untuk


meningkatkan kualitas lingkungan hidup, sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan pengurangan risiko bencana meliputi:

1. Meningkatkan fungsi kawasan hutan lindung, kawasan


perlindungan setempat, kawasan konservasi, kawasan lindung
geologi, dan kawasan cagar budaya;
2. Menjaga dominasi fungsi kawasan lindung dari kegiatan budi
daya;
3. Menjaga dan meningkatkan keanekaragaman hayati kawasan
lindung; dan
4. Melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem
cadangan air.

c. Strategi pelestarian kawasan konservasi meliputi:

1. Memelihara keanekaragaman hayati terutama ekosistem


khas/spesifik;
2. Mendukung kelestarian suaka margasatwa;
-18-

3. Memanfaatkan kawasan konservasi di wilayah pesisir sebagai


pusat kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
memanfaatkannya sebagai penunjang kegiatan pariwisata.

d. Strategi perlindungan dan pelestarian kawasan cagar budaya


meliputi:

1. Melindungi cagar budaya;


2. Melindungi pemanfaatan ruang di sekitar situs cagar budaya;
dan
3. Meningkatkan nilai dan fungsi kawasan cagar budaya.

(3) Strategi pengembangan Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Strategi pengembangan pertanian berkelanjutan untuk


meningkatkan ketahanan pangan meliputi:

1. Menetapkan KP2B;
2. Mengendalikan alih fungsi lahan pertanian;
3. Meningkatkan produktivitas pertanian;
4. Mempertahankan dan mengintensifkan kegiatan tanaman
pangan di lahan yang ditetapkan sebagai KP2B; dan
5. Mengembangkan kawasan agropolitan terpadu.

b. Strategi pengembangan pariwisata berbasis potensi lokal meliputi:


-19-

1. Mengembangkan kegiatan pariwisata alam, budaya dan


buatan;
2. Mempercepat pembangunan simpul pariwisata didukung
dengan penyediaan prasarana dan sarana pendukung
pariwisata;
3. Mengembangkan desa wisata; dan
4. Mengembangkan dan meningkatkan daya tarik dan destinasi
wisata andalan.

c. Strategi pengembangan kegiatan industri yang inklusif meliputi:

1. Mengembangkan Kawasan Peruntukan Industri yang


berwawasan lingkungan;
2. Mengembangkan kegiatan industri kecil dan menengah
berbasis potensi lokal yang ramah lingkungan; dan
3. Mengembangkan prasarana dan sarana pendukung industri.

d. Strategi pengembangan kawasan permukiman dilengkapi


prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan
permukiman meliputi:

1. Mengembangkan kawasan permukiman sesuai dengan daya


dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan
2. Mengembangkan prasarana, sarana dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman secara terpadu sesuai
kebutuhan.

e. Strategi untuk penyediaan aksesibilitas dan jaringan infrastruktur


transportasi yang memadai meliputi:
1. Mengembangkan jaringan jalan dan transportasi perdesaan
untuk aksesiblitas perdesaan;
-20-

2. Mengembangkan kawasan strategis bandar udara


internasional sebagai simpul Antar-Moda terpadu;
3. Mengembangkan konsep Transit Oriented Development (TOD)
pada simpul angkutan umum massal;
4. Mengembangkan fasilitas parkir;
5. Membangun sistem angkutan umum masal sebagai tulang
punggung transportasi; dan
6. Mengembangkan jaringan jalan dan transportasi yang
menghubungkan PSN Bandar Udara Baru Yogyakarta – Kulon
Progo dengan KSPN Borobudur dan kawasan lainnya; dan
f. Strategi untuk penguatan dan penyiapan sumber daya manusia
dalam menyambut persaingan masyarakat internasional meliputi:
1. Menyediakan ruang untuk pembangunan perguruan tinggi dan
fasilitas pendidikan;
2. Menyediakan ruang publik untuk warga berkumpul dan
berkelompok dalam pemberdayaan;
3. Menyediakan ruang untuk pengembangan ketrampilan melalui
pendidikan dan pelatihan; dan
4. Menyediakan ruang untuk pengembangan sarana prasarana
yang mendukung penyehatan masyarakat.
g. Strategi pengembangan sektor bahari melalui penguatan
kelembagaan dan peningkatan sarana prasarana meliputi:
1. Menyediakan ruang untuk pengembangan kawasan industri
perikanan;
2. Mengembangkan tempat pelelangan ikan sebagai pendukung
pariwisata; dan
3. Mengembangkan wisata bahari.
h. Strategi peningkatan upaya mitigasi bencana secara terpadu dan
berkelanjutan meliputi:
1. Mengidentifikasi kawasan rawan bencana;
2. Mengembangkan jalur evakuasi bencana;
3. Menyediakan ruang untuk evakuasi bencana; dan
4. Memanfaatakan ruang yang memperhatikan aspek
kebencanaan.
i. Strategi pemantapan kawasan pendukung PSN Bandar Udara
Baru Yogyakarta – Kulon Progo dan Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN) Borobudur meliputi:
1. Mengembangkan sarana dan prasarana untuk mendukung
PSN Bandar Udara Baru Yogyakarta – Kulon Progo dan KSPN
Borobudur; dan
2. Menyediakan ruang untuk pengembangan aksesibilitas
menuju kawasan strategis PSN Bandar Udara Baru Yogyakarta
– Kulon Progo dan KSPN Borobudur; dan
-21-

3. Menyediakan ruang untuk kegiatan perdagangan dan jasa.

j. Strategi pemanfaatan kawasan budi daya sesuai daya dukung,


daya tampung dan kesesuaian lahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (6) huruf e meliputi:

1. Mengendalikan perkembangan kegiatan budi daya agar tidak


melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
2. Membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di
kawasan rawan bencana untuk meminimalkan dampak akibat
bencana;
3. Menyediakan RTH pada Kawasan Perkotaan paling sedikit
seluas 30% (tiga puluh persen) dari luas Kawasan Perkotaan,
meliputi 20% (dua puluh persen) RTH publik dan 10%
(sepuluh persen) RTH privat; dan
4. Mengembangkan kawasan nonproduktif untuk kegiatan
pembangunan non pertanian guna mempertahankan KP2B.

Pasal 8
(1) Strategi pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a. Strategi pengembagan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi
yang produktif, efisien, dan berdaya saing; dan
b. Pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya.

(2) Strategi pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi


yang produktif, efisien, dan berdaya saing sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a meliputi:

a. Menetapkan Kawasan Strategis Kabupaten dengan fungsi


pertumbuhan ekonomi;
b. Mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis potensi
unggulan sebagai penggerak utama pengembangan Wilayah
Kabupaten;
-22-

c. Menciptakan iklim investasi yang kondusif;


d. Mengintensifkan promosi peluang investasi; dan
e. Meningkatkan pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas
penunjang kegiatan ekonomi.

(3) Strategi pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan


sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berupa
melestarikan dan memanfaatkan kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial budaya.

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 9
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. sistem pusat permukiman; dan
b. sistem jaringan prasarana.
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan
ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Sistem Pusat Permukiman

Pasal 10
(1) Sistem pusat permukiman sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9
huruf a meliputi:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Pelayanan Kawasan; dan
-23-

c. Pusat Pelayanan Lingkungan.

(2) Sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 11
(1) Pusat permukiman yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi:
a. Perkotaan Wates;
b. Perkotaan Galur;
c. Perkotaan Sentolo;
d. Perkotaan Nanggulan;
e. Perkotaan Temon; dan
f. Perkotaan Dekso.
(2) Pusat permukiman yang ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi:
a. Perkotaan Panjatan;
b. Perkotaan Lendah;
c. Perkotaan Kokap;
d. Perkotaan Girimulyo;
e. Perkotaan Kalibawang; dan
f. Perkotaan Samigaluh.
(3) Pusat permukiman yang ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan
Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c berada di:
a. Kalurahan Pandowan Kapanewon Galur;
b. Kalurahan Hargorejo Kapanewon Kokap;
c. Kalurahan Jatimulyo Kapanewon Girimulyo;
d. Kalurahan Pagerharjo Kapanewon Samigaluh;
e. Kalurahan Ngentakrejo Kapanewon Lendah;
f. Kalurahan Demangrejo Kapanewon Sentolo;
g. Kalurahan Bojong Kapanewon Panjatan;
h. Kalurahan Tanjungharjo Kapanewon Nanggulan; dan
-24-

i. Kalurahan Banjarasri Kapanewon Kalibawang.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana

Paragraf 1
Umum

Pasal 12
Sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana lainnya.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 13
(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a meliputi:
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan kereta api;
c. sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan;
d. sistem jaringan transportasi laut; dan
e. bandar udara umum dan bandar udara khusus.

(2) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
-25-

Pasal 14

(1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf a meliputi:

a. jalan umum;
b. jalan tol;
c. terminal penumpang;
d. jembatan timbang.

(2) Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. jalan arteri;
b. jalan kolektor; dan
c. jalan lokal.

(3) Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

a. Bts.Kab Kulon Progo – Pelem Gurih (Gamping) (Yogyakarta);


b. Bts. Kota Wates – Milir;
c. Dekso – Minggir – Tempel;
d. Karang Nongko (Bts. Prov. Jateng) – Toyan;
e. Imogiri – Sentolo (Sedayu – Sentolo);
f. Jln. Chudori (Wates);
g. Jln. Kol. Sugiyono (Wates);
h. Milir – Sentolo;
i. Sentolo – Bts. Kab. Sleman;
j. Sentolo – Dekso; dan
k. Toyan – Bts. Kota Wates.
(4) Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. Jalan kolektor primer;
b. Jalan kolektor primer 1;
c. Jalan kolektor primer 2; dan
d. Jalan kolektor primer 3.
(5) Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
-26-

meliputi:
a. Bolon – Madigondo;
b. Brosot – Toyan;
c. Demen – Glagah;
d. Klepu – Siluwok;
e. Munggang Wetan – Madigondo;
f. Ps. Bendo-Beku;
g. Sentolo – Brosot;
h. Sindutan – Congot;
i. Temon – Borobudur.
(6) Jalan kolektor primer 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
meliputi:
a. Bedah Menoreh (Gerbosari – Nglambur);
b. Bedah Menoreh (Kebonrejo – Kokap);
c. Bedah Menoreh (Kokap – Tegalrejo);
d. Bedah Menoreh (Ngori – Plono);
e. Bedah Menoreh (Plono – Gerbosari);
f. Bedah Menoreh (Tegalrejo – Tirto);
g. Bedah Menoreh (Tirto – Tegalsari);
h. Bedah Menoreh (Tegalsari – Ngori);
i. Congot – Ngremang (JJLS); dan
j. Jalan Pendekat Jembatan Srandakan 3 (JJLS).
(7) Jalan kolektor primer 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
meliputi:
a. Dayakan – Pengasih;
b. Demakijo – Kebonagung 1;
c. Kebonagung 1 – Nanggulan;
d. Milir – Dayakan;
e. Sentolo – Nanggulan; dan
f. Sentolo – Pengasih.
(8) Jalan kolektor primer 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
meliputi:
a. Dekso – Klangon;
b. Dekso – Samigaluh – Pagerharjo;
c. Karanongko – Nagung;
d. Nagung – Cicikan;
e. Nanggulan – Tegalsari;
f. Ngremang – Brosot;
-27-

g. Palbapang – Srandakan;
h. Pengasih – Sermo; dan
i. Sermo – Klepu.
(9) Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa jalan
lokal primer yang tercantum dalam Lampiran III dan perubahannya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(10) Jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Solo – Yogyakarta – NYIA Kulon Progo; dan


b. Cilacap – Yogyakarta.

(11) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


meliputi:

a. terminal penumpang tipe B yaitu terminal penumpang Wates di


Kapanewon Wates.
b. terminal penumpang tipe C meliputi:

1. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Temon;


2. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Galur;
3. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Sentolo;
4. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Kokap;
5. terminal penumpangtipe C di Kapanewon Nanggulan;
6. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Girimulyo;
7. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Kalibawang;
8. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Samigaluh; dan
9. terminal penumpang tipe C di Kapanewon Lendah.

(12) Jembatan timbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e


adalah Jembatan Timbang Kulwaru berada di Kapanewon Wates.
-28-

Pasal 15
(1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. kereta api antar kota yaitu jalur ganda lintas selatan (Cirebon-
Prupuk-Purwokerto-Kroya-Kutoarjo-Solo-Madiun-Surabaya);
b. kereta api bandara Kulon Progo; dan
c. kereta api elektrifikasi jalur kereta api Kutoarjo-Yogyakarta-Solo.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi stasiun penumpang.
(4) Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. Stasiun Sentolo di Kapanewon Sentolo;
b. Stasiun Wates di Kapanewon Wates;
c. Stasiun Bandara Internasional Yogyakarta di Kapanewon Temon;
dan
d. Stasiun Kedundang di Kapanewon Temon.

Pasal 16
(1) Sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c berupa pelabuhan sungai
dan danau pengumpan;
(2) Pelabuhan sungai dan danau pengumpan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Dermaga Sermo 1 berada di Kapanewon Kokap;
b. Dermaga Sermo 2 berada di Kapanewon Kokap;
c. Dermaga Sermo 3 berada di Kapanewon Kokap; dan
d. Dermaga Sei Serang Glagah berada di Kapanewon Temon.

Pasal 17
Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) huruf d berupa pelabuhan perikanan yang meliputi Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Tanjung Adhikarta yang berada di Kapanewon
Wates.
-29-

Pasal 18
Bandar udara umum dan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf e berupa bandar udara pengumpul skala
pelayanan primer yaitu Bandar Udara Kulon Progo (Bandar Udara
Internasional Yogyakarta) di Kapanewon Temon.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Energi

Pasal 19

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf


b, meliputi:

a. jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; dan


b. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.

(2) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. infrastruktur minyak dan gas bumi; dan


b. jaringan minyak dan gas bumi.

(3) Infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a berupa pengembangan depot penyuplai bahan bakar
minyak bandar udara di Kapanewon Temon.
(4) Jaringan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b adalah jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitas produksi ke tempat penyimpanan, berupa jalur pipa minyak
Cilacap – Rewulu melalui:

a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Pengasih;
c. Kapanewon Wates; dan
d. Kapanewon Sentolo.
-30-

(5) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b, meliputi:

a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukung;


dan
b. jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukung.

(6) Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukung


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a berupa Pembangkit
Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) meliputi:

a. PLTMH Semawung di Kapanewon Kalibawang;


b. PLTMH Kedungrong di Kapanewon Samigaluh; dan
c. PLTMH Blumbang di Kapanewon Kalibawang.

(7) Jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana


pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b meliputi:
a. jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem; dan
b. gardu listrik.
(8) Jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) huruf a meliputi:
a. SUTET 500kV Pedan – Kesugihan yang melalui Kapanewon
Sentolo, Kapanewon Lendah, Kapanewon Galur, Kapanewon
Panjatan, Kapanewon Wates, Kapanewon Temon;
b. SUTT 150kV Bantul – Wates yang melalui Kapanewon Lendah,
Kapanewon Sentolo, Kapanewon Panjatan, Kapanewon Wates, dan
Kapanewon Temon; dan
c. SUTT 150kV Wates – Purworejo yang melalui Kapanewon Temon.
(9) Gardu listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b meliputi:
a. Gardu Induk 150kV Wates di Kapanewon Temon; dan
b. Gardu Induk 150kV Tuksono di Kapanewon Sentolo.
(10) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
-31-

Paragraf 4
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 20

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


12 huruf c, meliputi:

a. jaringan tetap; dan


b. jaringan bergerak.

(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:

a. jaringan serat optik berada di seluruh kapanewon; dan


b. jaringan Self Supporting Tower (SST) berada di seluruh kapanewon.

(3) Jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


berupa jaringan bergerak seluler berada di seluruh kapanewon.
(4) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 5
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 21

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-32-

12 huruf d, meliputi:

a. sistem jaringan irigasi;


b. sistem pengendalian banjir; dan
c. bangunan sumber daya air.

(2) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:

a. jaringan irigasi primer yang menjadi kewenangan pemerintah


pusat berupa Daerah Irigasi (DI) Kalibawang berada di:
1. Kapanewon Kalibawang;
2. Kapanewon Nanggulan;
3. Kapanewon Girimulyo;
4. Kapanewon Sentolo;
5. Kapanewon Panjatan; dan
6. Kapanewon Galur.
b. jaringan irigasi sekunder yang menjadi kewenangan pemerintah
provinsi berupa Daerah Irigasi (DI) Sapon berada di:

1. Kapanewon Galur;
2. Kapanewon Panjatan;
3. Kapanewon Lendah;
4. Kapanewon Kalibawang;
5. Kapanewon Nanggulan;
6. Kapanewon Girimulyo;
7. Kapanewon Sentolo;
8. Kapanewon Pengasih;
9. Kapanewon Panjatan;
10. Kapanewon Wates;
11. Kapanewon Kokap; dan
12. Kapanewon Temon.

c. jaringan irigasi tersier yang menjadi kewenangan kabupaten


berada di:
-33-

1. Kapanewon Lendah;
2. Kapanewon Girimulyo;
3. Kapanewon Pengasih;
4. Kapanewon Samigaluh;
5. Kapanewon Galur;
6. Kapanewon Kokap;
7. Kapanewon Kalibawang;
8. Kapanewon Sentolo;
9. Kapanewon Temon; dan
10. Kapanewon Nanggulan.

(3) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


huruf b, meliputi:

a. jaringan pengendalian banjir berada di Kapanewon Temon; dan


b. bangunan pengendalian banjir.
(4) Bangunan pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. Kolam retensi berada di Kapanewon Temon; dan
b. Embung berada di Kapanewon Pengasih, Kapanewon Girimulyo,
Kapanewon Samigaluh, Kapanewon Sentolo, Kapanewon Lendah,
dan Kapanewon Kalibawang.

(4) Bangunan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c, meliputi:

a. Waduk Sermo di Kapanewon Kokap;


b. Bendung kewenangan pemerintah provinsi meliputi:

1. Bendung Bantar di Kapanewon Sentolo;


2. Bendung Kamijoro di Kapanewon Lendah; dan
3. Bendung Sapon di Kapanewon Lendah.
-34-

c. Embung kewenangan pemerintah provinsi meliputi:

1. Embung Blubuk di Kapanewon Pengasih;


2. Embung Kalibuko di Kapanewon Kokap;
3. Embung Plampang di Kapanewon Kokap; dan
4. Embung Samigaluh di Kapanewon Samigaluh.

d. Bendung Karangtalun di Kapanewon Kalibawang.

(5) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 6
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 22
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf e, meliputi:
a. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
b. Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL);
c. Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);
d. sistem jaringan persampahan;
e. sistem jaringan evakuasi bencana; dan
f. sistem drainase.
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
-35-

(1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian


detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II-6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 23

(1) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 huruf a meliputi:

a. jaringan perpipaan; dan


b. bukan jaringan perpipaan.

(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang
meliputi:

a. Unit air baku;


b. Unit produksi;
c. Unit distribusi; dan
d. Unit pelayanan.

(3) Unit air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berada di:

a. Kapanewon Kokap;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Nanggulan;
d. Kapanewon Sentolo;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Temon;
g. Kapanewon Pengasih;
h. Kapanewon Panjatan;
-36-

i. Kapanewon Galur;
j. Kapanewon Lendah;
k. Kapanewon Samigaluh; dan
l. Kapanewon Girimulyo.

(4) Unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berada di:

a. Kapanewon Sentolo;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Lendah;
d. Kapanewon Temon;
e. Kapanewon Pengasih; dan
f. Kapanewon Kokap.

(5) Unit pelayanan berada di seluruh kapanewon.


(6) Bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi:

a. Sumur dangkal;
b. Sumur pompa;
c. Bak penampungan air hujan; dan
d. Bangunan penangkap mata air.
(7) Sumur dangkal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a berada
di seluruh kapanewon.
(8) Sumur pompa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b berada di
seluruh kapanewon.
(9) Bak penampungan air sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c
berada di seluruh kapanewon.
(10) Bangunan penangkap mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf d berada di seluruh kapanewon.
-37-

Pasal 24

(1) Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 22 huruf b, meliputi:

a. sistem pembuangan air limbah non domestik; dan


b. sistem pembuangan air limbah domestik.

(2) Sistem pembuangan air limbah non domestik sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a menggunakan sistem pengelolaan air limbah
setempat yang berada di seluruh kapanewon.
(3) Sistem pembuangan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:

a. jaringan sistem pengelolaan air limbah domestik; dan


b. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah domestik.

(4) Jaringan sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) huruf a berada di seluruh kapanewon.

(5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) huruf b berada di seluruh kapanewon.

Pasal 25
Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c berada di Kapanewon
Sentolo, Kapanewon Lendah, Kapanewon Wates, dan Kapanewon Temon.

Pasal 26
(1) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
-38-

huruf d, meliputi:
a. Stasiun Peralihan Antara (SPA);
b. Tempat Pengelolaam Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R);
c. Tempat Penampungan Sementara (TPS);
d. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); dan
e. Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).
(2) Stasiun Peralihan Antara (SPA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berada di seluruh kapanewon.
(3) Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di seluruh
kapanewon.
(4) Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c berada di seluruh kapanewon.
(5) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d yaitu TPA Banyuroto berada di Kapanewon Nanggulan.
(6) Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e berada di Kapanewon Temon, Kapanewon
Sentolo, Kapanewon Wates, dan Kapanewon Kalibawang.

Pasal 27
(1) Sistem jaringan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf e, meliputi:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. tempat evakuasi bencana.
(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
melalui:

a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Kokap;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Wates;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Panjatan; dan
g. Kapanewon Galur.

(3) Tempat evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b berada di:
-39-

a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Kokap;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Wates;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Panjatan; dan
g. Kapanewon Galur

(3) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui
jalan arteri primer, jalan kolektor primer, dan jalan lokal primer.

Pasal 28
(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f
meliputi:
a. jaringan drainase primer; dan
b. jaringan drainase sekunder.
(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a berada di:
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Panjatan;
d. Kapanewon Galur;
e. Kapanewon Lendah; dan
f. Kapanewon Sentolo.
(3) Jaringan drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berada di:
a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Sentolo;
e. Kapanewon Nanggulan; dan
f. Kapanewon Galur.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
-40-

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 29

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi:

a. kawasan lindung; dan


b. kawasan budidaya.

(2) Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dituangkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan
ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum

Pasal 30

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf a


meliputi:
-41-

a. Badan air;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. Kawasan perlindungan setempat;
d. Kawasan konservasi;
e. Kawasan lindung geologi;
f. Kawasan cagar budaya; dan
g. Kawasan ekosistem mangrove.

Paragraf 2
Badan Air

Pasal 31
Badan air sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 huruf a seluas 1.136,79
Ha (seribu seratus tiga puluh enam koma tujuh sembilan hektar) berada
di:
a. Kapanewon Kokap;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Samigaluh;
d. Kapanewon Girimulyo;
e. Kapanewon Nanggulan;
f. Kapanewon Sentolo;
g. Kapanewon Lendah;
h. Kapanewon Galur;
i. Kapanewon Kokap;
j. Kapanewon Pengasih;
k. Kapanewon Wates; dan
l. Kapanewon Temon.
-42-

Paragraf 3
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 32
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 huruf b adalah kawasan hutan
lindung seluas 253,98 Ha (dua ratus lima puluh tiga koma sembilan
delapan hektar) berada di Kapanewon Kokap dan Kapanewon Pengasih.

Paragraf 4

Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 33

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam pasal 30


huruf c seluas 2.513,88 Ha (dua ribu lima ratus tiga belas koma delapan
delapan hektar) meliputi sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan
waduk/embung, dan sempadan mata air yang berada di:
-43-

a. Kapanewon Samigaluh;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Girimulyo;
d. Kapanewon Nanggulan;
e. Kapanewon Pengasih;
f. Kapanewon Lendah
g. Kapanewon Sentolo
h. Kapanewon Kokap;
i. Kapanewon Temon;
j. Kapanewon Wates;
k. Kapanewon Panjatan; dan
l. Kapanewon Galur.

Paragraf 5
Kawasan Konservasi

Pasal 34

(1) Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 huruf d


meliputi:

a. Kawasan Suaka Alam (KSA); dan


b. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

(2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
-44-

berupa suaka margasatwa seluas 185,10 Ha (delapan puluh lima


koma satu nol hektar) berada di Kapanewon Kokap.
(3) Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa konservasi
penyu dengan luas 1,53 Ha (satu koma lima tiga hektar), berada di
Kapanewon Panjatan, Kapanewon Galur, dan Kapanewon Temon.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 35

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada pasal 30 huruf


e meliputi:

a. kawasan cagar alam geologi; dan


b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan luas 144,65 Ha (seratus empat puluh empat koma
enam lima hektar) meliputi:

a. Kawasan Puncak Tebing Kaldera Purba Kendil-Suroloyo berada di


Kapanewon Samigaluh;
b. Kawasan Perbukitan Asal Struktur Geologi Widosari berada di
Kapanewon Samigaluh;
c. Kawasan Formasi Nanggulan Eosen Kalibawang berada di
-45-

Kapanewon Kalibawang;
d. Kawasan Goa Kiskendo berada di Kapanewon Girimulyo; dan
e. Kawasan Mangaan Kliripan-Karangsari berada di Kapanewon
Kokap dan Kapanewon Pengasih.

(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa kawasan
imbuhan air tanah dengan luas 1.609,01 Ha (seribu enam ratus
sembilan koma nol satu hektar) berada di:

a. Kapanewon Girimulyo;
b. Kapanewon Kalibawang;
c. Kapanewon Kokap; dan
d. Kapanewon Samigaluh.

Paragraf 7

Kawasan Cagar Budaya

Pasal 36
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada pasal 30 huruf f
seluas 3,20 Ha (tiga koma dua nol hektar), meliputi:

a. Makam Nyi Ageng Serang berada di Kapanewon Kalibawang;


b. Kawasan Sendangsono berada di Kapanewon Kalibawang;
c. Gereja Santa Maria Lourdes Promasan berada di Kapanewon
-46-

Kalibawang;
d. Puncak Perbukitan Suroloyo berada di Kapanewon Samigaluh;
e. Makam Keluarga Paku Alam Girigondo berada di Kapanewon Temon;
f. Jembatan Duwet berada di Kapanewon Kalibawang;
g. Perumahan Pabrik Gula Sewu Galur berada di Kapanewon Galur;
h. Rumah TB. Simatupang berada di Kapanewon Samigaluh; dan
i. Rumah H. Djamal berada di Kapanewon Sentolo.

Paragraf 8
Kawasan Ekosistem Mangrove

Pasal 37
Kawasan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada pasal 30 huruf
g seluas 2,85 Ha (dua koma delapan lima hektar) berada di Kapanewon
Temon.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Paragraf 1
Umum

Pasal 38

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) huruf b


meliputi:

a. kawasan hutan produksi;


b. kawasan perkebunan rakyat;
-47-

c. kawasan pertanian;
d. kawasan perikanan;
e. kawasan pertambangan dan energi;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan pariwisata;
h. kawasan permukiman;
i. kawasan transportasi; dan
j. kawasan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 2
Kawasan Hutan Produksi

Pasal 39

(1) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38


huruf a meliputi:

a. kawasan hutan produksi terbatas; dan


b. kawasan hutan produksi tetap.

(2) Hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dengan luas 2,46 Ha (dua koma empat enam hektar) berada di
Kapanewon Girimulyo; dan
(3) Hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dengan luas 624,80 Ha (enam ratus dua puluh empat koma delapan
nol hektar) berada di Kapanewon Kokap dan Kapanewon Temon.
-48-

Paragraf 3
Kawasan Perkebunan Rakyat

Pasal 40

Kawasan perkebunan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf


b, seluas kurang lebih 6.421,99 Ha (enam ribu empat ratus dua puluh satu
koma sembilan sembilan hektar) berada di seluruh kapanewon.

Paragraf 4
Kawasan Pertanian

Pasal 41

(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c,


meliputi:

a. kawasan tanaman pangan;


b. kawasan hortikultura; dan
c. kawasan perkebunan.

(2) Kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a adalah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dengan luas
10.620,03 Ha (sepuluh ribu enam ratus dua puluh koma nol tiga
hektar) berada di seluruh kapanewon.
-49-

(3) Kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


seluas 3.276,71 Ha (tiga ribu dua ratus tujuh puluh enam koma tujuh
satu hektar) berada di seluruh kapanewon.

(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


seluas 163,14 Ha (seratus delapan enam puluh tiga koma empat belas
hektar) berada di seluruh kapanewon.

Paragraf 5
Kawasan Perikanan

Pasal 42

(1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf d,


meliputi:

a. kawasan perikanan tangkap; dan


b. kawasan perikanan budi daya.

(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a seluas 10,24 Ha (sepuluh koma dua empat hektar) berada di
Kapanewon Temon dan Kapanewon Wates.
(3) Kawasan perikanan budi daya seluas 144,83 Ha (seratus empat puluh
empat koma delapan tiga hektar) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berada di Kapanewon Temon dan Kapanewon Galur.
-50-

Paragraf 6
Kawasan Pertambangan dan Energi

Pasal 43

(1) Kawasan pertambangan dan energi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 38 huruf e berupa kawasan pertambangan mineral; dan

(2) Kawasan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berupa kawasan pertambangan mineral logam seluas 11,11 Ha
(sebelas koma satu satu hektar) berada di Kapanewon Wates.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38


huruf f seluas 2.319,04 Ha (dua ribu tiga ratus sembilan belas koma
nol empat hektar), berada di:

a. Kapanewon Sentolo;
b. Kapanewon Lendah;
c. Kapanewon Nanggulan; dan
d. Kapanewon Temon.

Paragraf 8
Kawasan Pariwisata
-51-

Pasal 45

(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf g


seluas 30,71 Ha (tiga puluh koma tujuh satu hektar) berada di:

a. Kapanewon Galur;
b. Kapanewon Kalibawang; dan
c. Kapanewon Temon.

Paragraf 9
Kawasan Permukiman

Pasal 46

(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf


h, meliputi:

a. kawasan permukiman perkotaan; dan


b. kawasan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a seluas 8.608,59 Ha (delapan ribu enam ratus delapan koma
lima sembilan hektar).
(3) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
-52-

a. Permukiman Perkotaan Wates;


b. Permukiman Perkotaan Galur;
c. Permukiman Perkotaan Sentolo;
d. Permukiman Perkotaan Nanggulan;
e. Permukiman Perkotaan Dekso;
f. Permukiman Perkotaan Lendah;
g. Permukiman Perkotaan Kokap;
h. Permukiman Perkotaan Panjatan;
i. Permukiman Perkotaan Girimulyo;
j. Permukiman Perkotaan Kalibawang;
k. Permukiman Perkotaan Samigaluh; dan
l. Permukiman Perkotaan Temon.

(4) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b seluas 18.650,01 Ha (delapan belas ribu enam ratus lima
puluh koma nol satu hektar), berada di seluruh kapanewon.

Paragraf 10
Kawasan Transportasi

Pasal 47

Kawasan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf i


berupa Bandara Internasional Yogyakarta (BIY) seluas 595,29 Ha (lima
ratus sembilan puluh lima koma dua sembilan hektar) di Kapanewon
Temon.

Paragraf 11
Kawasan Pertahanan dan Keamanan
-53-

Pasal 48

Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


38 huruf j seluas 11,60 Ha (sebelas koma enam nol hektar) meliputi:
a. Satuan radar militer berada di Kapanewon Temon;
b. Detasemen 2 Satuan Brigade Mobil Daerah Istimewa Yogyakarta berada
di Kapanewon Sentolo;
c. Markas polisi perairan (pos polisi laut) berada di Kapanewon Temon;
d. Pos TNI angkatan laut berada di Kapanewon Temon;
e. Markas komando distrik militer berada di Kapanewon Wates;
f. Markas komando rayon militer tersebar di seluruh kapanewon;
g. Markas kepolisian resor berada di Kapanewon Pengasih;
h. Markas kepolisian sektor tersebar di seluruh kapanewon; dan
i. Lapangan Tembak Sentolo berada di Kapanewon Sentolo.

BAB VI

KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 49

(1) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d


meliputi:
-54-

a. kawasan strategis provinsi di kabupaten; dan


b. kawasan strategis kabupaten.

(2) Kawasan strategis provinsi di kabupaten sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a berupa kawasan strategis dari sudut kepentingan
sosial budaya.
(3) Kawasan Strategis Provinsi (KSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:

a. Kawasan Strategis Kasultanan; dan


b. Kawasan Strategis Kadipaten.

(4) Kawasan Strategis Kasultanan (KSK) sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf a yaitu Kawasan Perbukitan Menoreh;
(5) Kawasan Strategis Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b meliputi:

a. Kawasan Makam Girigondo;


b. Kawasan Pusat Kota Wates; dan
c. Kawasan Pantai Selatan Kulon Progo.

(6) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b, meliputi:

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;


dan
-55-

b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya.

(7) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dituangkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian detail
informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi

Pasal 50
(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6) huruf a meliputi:

a. Kawasan Peruntukan Industri (KPI);


b. Kawasan Agropolitan Kalibawang;
c. Kawasan Minapolitan Nanggulan; dan
d. Kawasan Sekitar Bandara Internasional Yogyakarta (BIY).

(2) Kawasan Peruntukan Industri (KPI) sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf a berada di:

a. Kapanewon Sentolo;
b. Kapanewon Lendah;
c. Kapanewon Wates;
d. Kapanewon Temon; dan
e. Kapanewon Nanggulan.
-56-

(3) Kawasan Agropolitan Kalibawang sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b berada di Kapanewon Kalibawang.

(4) Kawasan Minapolita Nanggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf c berada di Kapanewon Nanggulan.

(6) Kawasan Sekitar Bandara Internasional Yogyakarta (BIY) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e berada di:

a. sebagian Kapanewon Kokap;


b. sebagian Kapanewon Pengasih;
c. sebagian Kapanewon Temon; dan
d. sebagian Kapanewon Wates.

(7) Tujuan pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan


pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. tujuan pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) adalah


mewujudkan Kawasan Peruntukan Industri di Kabupaten Kulon
Progo berbasis potensi lokal yang berkelanjutan;
b. tujuan pengembangan Kawasan Agropolitan Kalibawang adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
kawasan agropolitan secara terpadu dari hulu ke hilir;
c. tujuan pengembangan Minapolitan Nanggulan adalah
mengembangkan kegiatan perikanan darat melalui sentra-sentra
produksi guna membangun ekonomi masyarakat; dan
d. tujuan pengembangan Kawasan Sekitar Bandara Internasional
Yogyakarta (BIY) adalah mewujudkan kawasan sekitar Bandara
Internasional Yogyakarta sebagai penggerak perekonomian
wilayah dan sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berdaya
saing.
-57-

(8) Arah pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan


pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. arah pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) adalah


pemberian kepastian lokasi dalam perencanaan, penyediaan air
bersih, penyediaan infrastruktur jalan, penyediaan jaringan
energi dan listrik dengan pasokan daya dan tegangan yang stabil,
serta mampu mewadahi kegiatan industri di kawasan tersebut,
dan penyediaan telekomunikasi berupa sistem kabel dan nirkabel
untuk distribusi produk dan pengembangan usaha;
b. arah pengembangan Kawasan Agropolitan Kalibawang adalah
pengembangan kegiatan pertanian, kegiatan perkebunan,
kegiatan hortikultura, dan kegiatan pariwisata;
c. arah pengembangan Kawasan Minapolitan Nanggulan adalah
pengembangan kegiatan perikanan darat; dan
d. arah pengembangan Kawasan Sekitar Bandara Internasional
Yogyakarta (BIY) adalah pengembangan perdagangan jasa,
transportasi, permukiman, industri, dan pariwisata.

Bagian Ketiga
Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sosial Budaya

Pasal 51

(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6) huruf b berupa Kawasan Koridor
Temon – Borobudur (Jalur Bedah Menoreh).
(2) Kawasan Koridor Temon – Borobudur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d berada di:

a. sebagian Kapanewon Temon;


b. sebagian Kapanewon Kokap;
-58-

c. sebagian Kapanewon Girimulyo; dan


d. sebagian Kapanewon Samigaluh.

(3) Tujuan pengembangan Koridor Temon – Borobudur (Jalur Bedah


Menoreh) adalah mewujudkan kawasan Perbukitan Menoreh berbasis
wisata alam dan pelestarian budaya guna peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
(4) Arah pengembangan Kawasan Koridor Temon – Borobudur (Jalur
Bedah Menoreh) adalah pengembangan wisata alam, pelestarian alam,
dan pelestarian geoheritage.

BAB VII

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 52

Arahan pemanfaatan ruang wilayah meliputi:


a. ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR);
b. indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan; dan
c. pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang (SPPR).
-59-

Bagian Kedua

Ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 53
(1) Ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a dilakukan melalui:

a. konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;


b. persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; dan
c. rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

(2) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)


meliputi:

a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha;


b. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan non
berusaha; dan
c. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang
bersifat strategis nasional.
-60-

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (Lima) Tahunan

Paragraf 1
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (Lima) Tahun Pertama

Pasal 54
(1) Indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 52 huruf b meliputi:

a. indikasi program utama jangka menengah tahap I (satu) tahun


2024-2029;
b. indikasi program utama jangka menengah tahap II (dua) tahun
2030-2034;
c. indikasi program utama jangka menengah tahap III (tiga) tahun
2035-2039;
d. indikasi program utama jangka menengah tahap IV (empat) tahun
2040-2044.

(2) Indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahun pertama


(tahap I) meliputi:

a. program utama;
b. lokasi;
c. sumber pendanaan;
d. instansi pelaksana; dan
e. waktu pelaksanaan.
-61-

(3) Program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa
usulan program-program pengembangan wilayah kabupaten untuk
mewujudkan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis
kabupaten.
(4) Sumber pendanaan indikasi program utama jangka menengah 5 (lima)
tahunan dapat berasal dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;


b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten;
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
e. Swasta;
f. Masyarakat; dan/atau
g. Sumber pendanaan lainnya yang sah.

(5) Instansi pelaksana kegiatan indikasi program utama jangka


menengah 5 (lima) tahunan meliputi:

a. pemerintah;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten;
d. BUMN;
e. swasta; dan/atau
f. masyarakat.

(6) Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e


berisi usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu
perencanaan 5 (lima) tahun pertama dirinci ke dalam program utama
tahunan.
-62-

(7) Indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahun pertama


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (Lima) Tahun Kedua sampai
dengan 5 (Lima) Tahun Keempat

Pasal 55
(1) Indikasi program utama jangka menengah tahap II (dua) tahun 2030-
2034 sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf b meliputi:

a. perwujudan rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;


b. perwujudan rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Perwujudan rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi:

a. perwujudan sistem pusat permukiman, meliputi:

1. program perwujudan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berupa


peningkatan dan pengembangan prasarana, sarana, dan
utilitas wilayah untuk menunjang fungsi Pusat Kegiatan Lokal
(PKL);
2. program perwujudan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) berupa
peningkatan dan pengembangan prasarana, sarana, dan
utilitas wilayah untuk menunjang fungsi Pusat Pelayanan
Kawasan;
3. program perwujudan Pusat Pelayanan Lingkungan, meliputi:
-63-

a) mendorong pertumbuhan Pusat Pelayanan Lingkungan


melalui pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas;
b) pembangunan aksesibilitas wilayah; dan
c) pembangunan desa terpadu.

4. Pengembangan transportasi bersinergi melalui simpul-simpul


kegiatan berbasis Transfer Oriented Development (TOD);
5. Pengembangan kawasan koridor jalan sebagai pusat pelayanan
ekonomi dan sosial; dan
6. Pengembangan kawasan campuran.

b. perwujudan sistem jaringan prasarana meliputi:

1. perwujudan sistem jaringan transportasi meliputi;

a) perwujudan sistem jaringan jalan, meliputi:

i. pengembangan jalan arteri primer;


ii. pengembangan jalan kolektor primer;
iii. pengembangan jalan lokal primer;
iv. pengembangan jalan lingkungan;
v. pemeliharaan ruas dan drainase jalan;
vi. pembangunan jalan tol Solo – Yogyakarta − Kulon
Progo;
vii. pembangunan jalan tol Cilacap – Yogyakarta;
viii. pengembangan terminal penumpang sesuai dengan
jenis dan kelas pelayanannya;
-64-

ix. perencanaan dan pembangunan terminal TOD;


x. pemeliharaan jembatan timbang;
xi. pembangunan dan pemeliharaan simpang tidak
sebidang (flyover/underpass);
xii. pembangunan parkir dan menumpang (park and
ride); dan
xiii. pembangunan dan pengembangan rest area.

b) perwujudan sistem jaringan kereta api, meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan jaringan jalur


kereta api antarkota jalur Jakarta−Yogyakarta-
Surabaya;
ii. pengembangan jaringan dan layanan perkerataapian
antarkota;
iii. pengembangan dan pemeliharaan jalur kereta api
Bandara Internasional Yogyakarta (BIY);
iv. perencanaan dan pembangunan Stasiun TOD;
v. pengembangan Stasiun Wates;
vi. pengembangan Stasiun Sentolo; dan
vii. pengembangan jaringan jalan akses menuju stasiun.

c) perwujudan sistem jaringan sungai, danau, dan


penyeberangan, meliputi:
i. pemeliharaan dermaga dan sarana prasarana
pendukungnya; dan
ii. penyusunan dokumen atau kajian rencana
pengembangan dermaga.
d) perwujudan sistem jaringan transportasi laut, meliputi:
i. peningkatan fungsi pelabuhan perikanan menjadi
pelabuhan perikanan pantai;
ii. pemeliharaan dan pengembangan sarana dan
prasarana pendukung pelabuhan perikanan pantai;
iii. penyusunandokumen atau kajian rencana
pengembangan transportasi laut; dan
-65-

iv. pembangunan dan pengembangan Pangkalan


Pendaratan Ikan (PPI).
e) perwujudan bandar udara umum dan bandar udara
khusus meliputi:

i. penataan Bandara Internasional Yogyakarta (BIY)


sebagai bandar udara pengumpul skala pelayanan
primer; dan
ii. penataan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) di sekitar bandara.

2. perwujudan sistem jaringan energi meliputi:

a) perwujudan jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi


meliputi:

i. Pemeliharaan dan pengembangan sarana dan


prasarana migas pada wilayah darat;
ii. Pemeliharaan jalur pipa minyak;
iii. pengembangan jaringan gas perkotaan; dan
iv. pengembangan dan pemeliharaan jaringan yang
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas
produksi ke tempat penyimpanan.

b) perwujudan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan


meliputi:

i. pengembangan sumber energi Pembangkit Listrik


Tenaga Mikro Hidro (PLTMH);
-66-

ii. pengembangan sumber energi baru terbarukan


lainnya;
iii. pengembangan dan pemeliharaan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET);
iv. pengembangan dan pemeliharaan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
dan
v. pengembangan dan pemeliharaan gardu listrik.

3. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi meliputi:

a) pengembangan jaringan tetap meliputi:

i. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan serat


optik; dan
ii. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan
jaringan tetap pada wilayah yang belum terlayani.

b) pengembangan jaringan bergerak meliputi;

i. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan bergerak


selular berupa menara Base Transceiver Station
(BTS); dan
ii. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan Self
Supporting Tower (SST).
-67-

4. perwujudan sistem jaringan sumber daya air meliputi;

a) pemanfaatan air melalui sumur dalam dan sumur


dangkal;
b) pengembangan prasarana pengairan mata air;
c) pengendalian pemanfaatan ruang kawasan sekitar mata
air;
d) pengaturan pemanfaatan mata air;
e) pemberdayaan masyarakat pengelola mata air;
f) pengelolaan jaringan Daerah Irigasi (DI);
g) pengelolaan sistem irigasi teknis, setengah teknis,
sederhana, dan tadah hujan untuk melayani lahan
persawahan;
h) peningkatan jaringan irigasi bagi daerah pengembangan
pertanian lahan basah;
i) pemeliharaan jaringan irigasi primer, jaringan irigasi
sekunder, dan jaringan irigasi tersier;
j) pemberdayaan masyarakat P3A;
k) pembangunan jaringan pengendali banjir;
l) pemeliharaan dan pengembangan bangunan pemgendali
banjir; dan
m) pemeliharaan dan pengembangan bangunan sumber daya
air.

5. perwujudan jaringan prasarana lainnya meliputi:

a) Perwujudan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)


meliputi:

i. pemeliharaan dan pengembangan unit air baku;


-68-

ii. pemeliharaan unit produksi;


iii. pengembangan dan pemeliharaan unit pelayanan;
dan
iv. pengembangan bukan jaringan perpipaan.

b) Perwujudan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)


meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan prasarana dari


tangki septik menuju Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT) Banyuroto;
ii. pengembangan sistem pengelolaan air limbah
domestik terpusat IPAL kawasan;
iii. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
air limbah komunal skala kawasan permukiman;
iv. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
air limbah komunal skala permukiman dalam
kawasan permukiman;
v. pengembangan teknologi pengeloaan limbah 3R; dan
vi. penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) sementara sebelum dibawa oleh transporter ke
unit pengolahan limbah B3.

c) Perwujudan sistem jaringan persampahan meliputi:

i. pengaturan sistem pengelolaan persampahan;


ii. pengembangan sarana prasarana persampahan
berupa Stasiun Peralihan Antara (SPA);
iii. pengembangan Tempat Penampungan Sementara
(TPS) 3R; dan
-69-

iv. pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu


(TPST).

d) Perwujudan sistem jaringan evakuasi bencana meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan jalur evakuasi


bencana pada zona aman berada di Kalurahan
terdekat dengan lokasi bencana pada lapangan,
fasilitas pendidikan, balai kalurahan dan fasilitas
umum lainnya;
ii. pengembangan jalur evakuasi bencana tanah longsor;
iii. pengembangan dan pemeliharaan early warning
system untuk pencegahan bencana bencana gempa
bumi;
iv. pengembangan Kalurahan tahan bencana di seluruh
Kalurahan;
v. pengembangan dan pemeliharaan early warning
system untuk pencegahan bencana tsunami;
vi. penyediaan tempat penampungan sementara
dan/atau hunian sementara (huntara);
vii. penyediaan tempat hunian tetap (huntap);
viii. penyediaan barak pengungsian;
ix. pengembangan ruang terbuka;
x. pengembangan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana jalur evakuasi; dan
xi. pengoptimalan jaringan jalan terdekat menuju
tempat evakuasi.

e) Perwujudan sistem drainase, meliputi:

i. penyusunan masterplan jaringan drainase;


-70-

ii. pengembangan dan pemeliharaan sistem pengelolaan


prasarana drainase;
iii. pengembangan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
prasarana drainase yang berwawasan lingkungan
dengan drainase induk;
iv. pembangunan sistem jaringan drainase berwawasan
lingkungan untuk memanen air hujan;
v. pemeliharaan fungsi sungai sebagai prasarana
drainase alami;
vi. pengembangan sistem drainase sesuai dengan
karakteristik wilayah;
vii. pengembangan drainase buatan di kawasan
permukiman perkotaan dan wilayah yang terdapat
genangan; dan
viii. pemeliharaan sistem jaringan drainase.

(3) Perwujudan rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi:

a. Perwujudan kawasan lidung, meliput:


1. Perwujudan badan air meliputi:

a) pendataan kondisi air permukaan;


b) pengembangan dan penguatan kelembagaan pemerhati
sungai;
c) pemantapan kawasan perlindungan setempat yang berisiko
longsor;
d) pengawasan dan pengendalian kegiatan normalisasi
sungai/penambangan;
e) pencegahan dan penanggulangan pencemaran zona badan
air;
f) pencegahan dan penanggulangan banjir;
g) pemantauan dan pengendalian kualitas dan kuantitas air;
h) pemberdayaan masyarakat setempat dalam kegiatan
pemanfaatan badan air;
i) konservasi sungai dan DAS;
-71-

j) pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan bangunan


pengambilan dari sumber air permukaan di DAS Progo,
DAS Bogowonto, dan bangunan pengambilan dari sumber
air tanah;
k) pengelolaan sumber air di Wilayah Sungai dan DAS Progo-
Bogowonto-Serang;
l) pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan embung/
tendon air/ telaga/ waduk/ pond untuk menyediakan air
baku serta konservasi sumber air; dan
m) pembangunan dan pengembangan embung untuk irigasi.

2. Perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap


kawasan bawahannya, meliputi:

a) pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian Kawasan


Hutan Lindung;
b) rehabilitasi dan revitalisasi Kawasan Hutan Lindung;
c) pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; dan
d) program pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat
dalam upaya pelestarian Kawasan Hutan Lindung.

3. Perwujudan kawasan perlindungan setempat, meliputi:

a) pembuatan struktur buatan pengaman sungai dan pantai;


b) pengembangan struktur alami pengaman sungai dan
pantai;
c) pengendalian pemanfaatan ruang di sempadan sungai,
sempadan pantai, sempadan waduk/ embung dan
sempadan mata air;
d) perlindungan kondisi fisik sungai dan dasar sungai dari
pendangkalan maupun pertambangan; dan
e) peningkatan vegetasi pada sempadan sungai, sempadan
pantai, sempadan waduk/embung dan sempadan mata air.

4. Perwujudan kawasan konservasi, meliputi:


-72-

a) relokasi satwa dari kawasan konservasi yang mengalami


kerusakan;
b) pelestarian dan perlindungan sumber daya alam beserta
ekosistemnya pada kawasan mangrove; dan
c) pelestarian dan perlindungan kawasan suaka margasatwa
dan kawasan konservasi penyu.

5. Perwujudan kawasan lindung geologi, meliputi:

a) rehabilitasi kawasan warisan geologi yang terdegradasi;


b) pengembangan kawasan warisan geologi untuk kegiatan
pendidikan, penelitian dan pariwisata minat khusus;
c) pengendalian perkembangan kawasan budidaya terbangun
sekitar kawasan cagar alam geologi; dan
d) peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola situs
warisan geologi dan kelembagaannya.

6. Perwujudan kawasan cagar budaya, meliputi;

a) konservasi dan rehabilitasi kawasan cagar budaya;


b) pemeliharaan dan pengembangan cagar budaya;
c) penyusunan rencana induk pemeliharaaan dan
pengembangan cagar budaya; dan
d) penyusunan dokumen tindakan pelestarian dan
pengelolaan objek kebudayaan.

7. Perwujudan kawasan ekosistem mangrove, meliputi


-73-

a) peningkatan kualitas sumber daya, kelembagaan, dan


pengelolaan kawasan ekosistem mangrove;
b) penanaman vegetasi kepesisiran;
c) pelestarian habitat, ekosistem, flora, dan fauna; dan
d) pengembangan sarana dan prasarana pendukung kawasan
ekosistem mangrove untuk kegiatan pedidikan, peneloitian,
dan pariwisata.
b. Perwujudan kawasan budidaya meliputi:
1. Perwujudan kawasan hutan produksi, meliputi:

a) pengelola kawasan hutan produksi diatur sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b) pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan produksi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2. Perwujudan kawasan perkebunan rakyat, meliputi:

a) pemantapan fungsi hutan rakyat; dan


b) optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan hasilhutan
rakyat.

3. Perwujudan kawasan pertanian, meliputi:

a) pengendalian alih fungsi lahan pertanian;


b) peningkatan dan perbaikan sistem irigasi;
c) intensifikasi pertanian;
d) rehabilitasi lahan pertanian yang sudah terdegradasi;
e) pemberian insentif bagi pemilik KP2B;
f) pengembangan pusat perbenihan;
g) pengembangan jogja agro tekhnopark;
h) pemantapan dan pelestarian kawasan perkebunan dengan
varietas khas sebagai komoditi unggulan daerah;
i) pengembangan tanaman perkebunan sesuai dengan
potensi dan kesesuaian lahan;
j) pengembangan kemitraan dengan sektor industri dan
pariwisata dan pengembangan agrowisata;
-74-

k) pengembangan peternakan sapi potong;


l) pengembangan peternakan kambing/domba/kambing PE;
m) pengembangan peternakan unggas; dan
n) peningkatan sarpras pendukung kawasan pertanian.

4. Perwujudan kawasan perikanan meliputi:

a) pemantapan kawasan perikanan tangkap maupun


perikanan budidaya;
b) peningkatan sarpras pendukung perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya;
c) pengembangan pusat perbenihan;
d) pemantapan pasar induk perikanan di kapanewon Wates;
e) operasionalisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Tanjung
Adikarta Kecamatan Wates;
f) pembangunan KPI pengolahan hasil ikan di Kapanewon
Temon;
g) pemantapan TPI di Kapanewon Temon dan Kapanewon
Galur; dan
h) pengembangan minapolitan di Kapanewon Nanggulan.

5. Perwujudan kawasan pertambangan dan energi meliputi:

a) pengawasan kegiatan pertambangan reklamasi pasca


tambang;
b) evaluasi pemanfaatan kawasan peruntukan pertambangan;
c) pengelola kawasan pertambangan mineral logam dan
kawasan peruntukan pertambangan batuan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d) pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pertambangan
mineral logam dan kawasan peruntukan pertambangan
batuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
-75-

6. Perwujudan kawasan peruntukan industri meliputi:

a) penyediaan infrastruktur dasar dan sarana pendukung


kawasan peruntukan industri;
b) pengembangan industri menengah dan besar;
c) pemulihan lingkungan akibat kegiatan industri;
d) pengendalian pengambilan air tanah untuk keperluan
industri; dan
e) peningkatan vegetasi pada kawasan peruntukan industri.

7. Perwujudan kawasan pariwisata meliputi:

a) penyusunan masterplan pengembangan kawasan


pariwisata;
b) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
perbukitan menoreh dan sekitarnya sebagai kawasan
wisata alam dan kuliner di Kapanewon Kokap, Kapanewon
Girimulyo Kapanewon Samigaluh dan Kapanewon
Kalibawang;
c) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
seluruh kapanewon sebagai kawasan wisata budaya dan
kuliner;
d) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
Kapanewon Nanggulan dan sekitarnya sebagai kawasan
wisata pertanian, kuliner, dan olahraga;
e) pengembangan Kalurahan wisata dan kalurahan budaya;
f) pembangunan fasilitas kepariwisataan;
g) revitalisasi dan konservasi kawasan pariwisata yang telah
menurun kualitasnya;
h) pengembangan jalur wisata dan aksesibilitas menuju
kawasan pariwisata; dan
i) pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pariwisata.

8. Perwujudan kawasan permukiman meliputi:


-76-

a) pengembangan sarana peresapan air seperti sumur


resapan dan lubang biopori;
b) pengendalian pengambilan air tanah;
c) pengendalian pencemaran air tanah;
d) pengendalian perkembangan lahan terbangun di kawasan
permukiman yang berfungsi sebagai kawasan resapan air;
e) pengembangan sistem pemanenan air hujan dan
meminimalisir air hujan lari ke laut;
f) peningkatan vegetasi pada ruang publik;
g) pengembangan sarana prasarana pemantauan bencana
dan penyediaan sarana evakuasi bencana;
h) pengembangan sistem informasi kebencanaan;
i) sosialisasi dan pembentukan Kalurahan Tangguh Bencana;
j) konservasi tanah pada kawasan rawan bencana tanah
longsor;
k) penambahan vegetasi dengan akar yang dapat membantu
mencegah longsor;
l) pengembangan kegiatan/sentra-sentra industri kecil
potensial;
m) pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial;
n) pengembangan pusat perbelanjaan dan hiburan di
permukiman perkotaan;
o) peningkatan prasarana dan utilitas di permukiman
perkotaan;
p) konsolidasi tanah pada kawasan permukiman perkotaan
berkepadatan tinggi (kampung padat penduduk);
q) pengembangan unit rumah susun;
r) perbaikan rumah yang tidak layak huni;
s) penyediaan ruang terbuka hijau hingga mencapai paling
sedikit 30% dari luasan kawasan perkotaan;
t) peningkatan prasarana sarana dan utilitas umum di
permukiman perdesaan;
u) penyediaan dan rehabilitasi rumah korban bencana dan
fasilitas penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena
relokasi program pemerintah;
v) pengendalian pembangunan permukiman untuk menjamin
lingkungan yang sehat, aman dan nyaman sesuai dengan
arahan peraturan zonasi yang telah ditetapkan;
w) pencegahan dan penangan kawasan kumuh; dan
-77-

x) pengembangan perumahan dan kawasan permukiman


diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah

9. Perwujudan kawasan transportasi meliputi:

a) penataan sirkulasi pada zona sarana pelayanan umum;


b) pengembangan terminal;
c) penataan bangkitan kegiatan sekitar bandar udara; dan
d) pembangunan dan pengembangan TOD di terminal
maupun stasiun penumpang.

10. Perwujudan kawasan pertahanan dan keamanan meliputi:

a) pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk


instalasi militer; dan
b) pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk
instalasi kepolisian.

(4) Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) huruf c meliputi:
a. Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi meliputi:

1. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi;


2. Peningkatan dan pengembangan ekspor;
3. Peningkatan IPTEK sistem produksi;
4. Pembangunan jalan dan jembatan;
5. Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
6. Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;
7. Peningkatan layanan angkutan;
8. Pengendalian dan pengamanan lalu lintas;
9. Pengembangan jaringan ketenagalistrikan;
10. Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan
pengairan lainnya;
-78-

11. Pengembangan dan pengelolaan air minum;


12. Pengembangan dan pengelolaan air limbah;
13. Pengembangan komunikasi, informasi, dan media massa;
14. Pengembangan pusat kota tani utama;
15. Pengembangan kawasan inti dan penyangga agropolitan;
16. Pengembangan sektor hulu dan hilir agropolitan;
17. Pengembangan pusat kota mina utama;
18. Pengembangan kawasan inti dan penyangga minapolitan;
19. Pengembangan sektor hulu dan hilir minapolitan; dan
20. Pengembangan pusat perbelanjaan dan hiburan.

b. Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial


budaya meliputi:

1. Pembangunan dan pengembangan jalan dan jembatan;


2. Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
3. Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;
4. Pengembangan jaringan ketenagalistrikan;
5. Pengembangan dan pengelolaan air minum; dan
6. Pengendalian pemanfaatan ruang di lahan lindung, lahan
hijau, dan kawasan rawan bencana.

Pasal 56
(1) Indikasi program utama jangka menengah tahap III (tiga) tahun 2035-
2039 sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf c meliputi:

a. perwujudan rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;


b. perwujudan rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Perwujudan rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi:
-79-

a. perwujudan sistem pusat permukiman, meliputi:

1. program perwujudan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berupa


peningkatan dan pengembangan prasarana, sarana, dan
utilitas wilayah untuk menunjang fungsi Pusat Kegiatan Lokal
(PKL);

2. program perwujudan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) berupa


peningkatan dan pengembangan prasarana, sarana, dan
utilitas wilayah untuk menunjang fungsi Pusat Pelayanan
Kawasan;
3. program perwujudan Pusat Pelayanan Lingkungan meliputi:

a) mendorong pertumbuhan Pusat Pelayanan Lingkungan


melalui pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas;
b) pembangunan aksesibilitas wilayah; dan
c) pembangunan desa terpadu.

4. Pengembangan transportasi bersinergi melalui simpul-simpul


kegiatan berbasis Transfer Oriented Development (TOD);
5. Pengembangan kawasan koridor jalan sebagai pusat pelayanan
ekonomi dan sosial;
6. Pengembangan kawasan campuran.

b. perwujudan sistem jaringan prasarana, meliputi:


-80-

1. perwujudan sistem jaringan transportasi, meliputi

a) perwujudan sistem jaringan jalan;

i. pengembangan jalan arteri primer;


ii. pengembangan jalan kolektor primer;
iii. pengembangan jalan lokal primer;
iv. pengembangan jalan lingkungan;
v. pemeliharaan ruas dan drainase jalan;
vi. pembangunan jalan tol Solo – Yogyakarta − Kulon
Progo;
vii. pembangunan jalan tol Cilacap – Yogyakarta;
viii. pengembangan terminal penumpang sesuai dengan
jenis dan kelas pelayanannya;
ix. perencanaan dan pembangunan terminal TOD;
x. pemeliharaan jembatan timbang;
xi. pembangunan dan pemeliharaan simpang tidak
sebidang (flyover/underpass);
xii. pembangunan parkir dan menumpang (park and
ride); dan
xiii. pembangunan dan pengembangan rest area.

b) perwujudan sistem jaringan kereta api, meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan jaringan jalur


kereta api antarkota jalur Jakarta−Yogyakarta-
Surabaya;
ii. pengembangan jaringan dan layanan perkerataapian
antarkota;
-81-

iii. pengembangan dan pemeliharaan jalur kereta api


Bandara Internasional Yogyakarta (BIY);
iv. perencanaan dan pembangunan Stasiun TOD;
v. pengembangan Stasiun Wates;
vi. pengembangan Stasiun Sentolo; dan
vii. pengembangan jaringan jalan akses menuju stasiun.

c) perwujudan sistem jaringan sungai, danau, dan


penyeberangan, meliputi:
i. pemeliharaan dermaga dan sarana prasarana
pendukungnya; dan
ii. penyusunan dokumen atau kajian rencana
pengembangan dermaga.
d) perwujudan sistem jaringan transportasi laut, meliputi:
i. peningkatan fungsi pelabuhan perikanan menjadi
pelabuhan perikanan pantai;
ii. pemeliharaan dan pengembangan sarana dan
prasarana pendukung pelabuhan perikanan pantai;
iii. penyusunandokumen atau kajian rencana
pengembangan transportasi laut;
iv. pembangunan dan pengembangan Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI).
e) perwujudan bandar udara umum dan bandar udara
khusus, meliputi:

i. penataan Bandara Internasional Yogyakarta (BIY)


sebagai bandar udara pengumpul skala pelayanan
primer; dan
ii. penataan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) di sekitar bandara.

2. perwujudan sistem jaringan energy, meliputi:


-82-

a) perwujudan jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi


meliputi:

i. Pemeliharaan dan pengembangan sarana dan


prasarana migas pada wilayah darat;
ii. Pemeliharaan jalur pipa minyak;
iii. pengembangan jaringan gas perkotaan; dan
iv. pengembangan dan pemeliharaan jaringan yang
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas
produksi ke tempat penyimpanan.

b) perwujudan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan,


meliputi:

i. pengembangan sumber energi Pembangkit Listrik


Tenaga Mikro Hidro (PLTMH);
ii. pengembangan sumber energi baru terbarukan
lainnya;
iii. pengembangan dan pemeliharaan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET);
iv. pengembangan dan pemeliharaan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
dan
v. pengembangan dan pemeliharaan gardu listrik.

3. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi, meliputi:


-83-

a) pengembangan jaringan tetap meliputi;

i. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan serat


optik; dan
ii. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan
jaringan tetap pada wilayah yang belum terlayani.

b) pengembangan jaringan bergerak, meliputi:

i. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan bergerak


selular berupa menara Base Transceiver Station
(BTS); dan

ii. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan Self


Supporting Tower (SST).

4. perwujudan sistem jaringan sumber daya air, meliputi:

a) pemanfaatan air melalui sumur dalam dan sumur


dangkal;
b) pengembangan prasarana pengairan mata air;
c) pengendalian pemanfaatan ruang kawasan sekitar mata
air;
d) pengaturan pemanfaatan mata air;
e) pemberdayaan masyarakat pengelola mata air;
f) pengelolaan jaringan Daerah Irigasi (DI);
-84-

g) pengelolaan sistem irigasi teknis, setengah teknis,


sederhana, dan tadah hujan untuk melayani lahan
persawahan;
h) peningkatan jaringan irigasi bagi daerah pengembangan
pertanian lahan basah;
i) pemeliharaan jaringan irigasi primer, jaringan irigasi
sekunder, dan jaringan irigasi tersier;
j) pemberdayaan masyarakat P3A;
k) pembangunan jaringan pengendali banjir;
l) pemeliharaan dan pengembangan bangunan pengendali
banjir; dan
m) pemeliharaan dan pengembangan bangunan sumber daya
air.

5. perwujudan jaringan prasarana lainnya, meliputi:

a) Perwujudan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)


meliputi:

i. pemeliharaan dan pengembangan unit air baku;


ii. pemeliharaan unit produksi;
iii. pengembangan dan pemeliharaan unit pelayanan;
dan
iv. pengembangan bukan jaringan perpipaan.

b) Perwujudan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL),


meliputi:
-85-

i. pengembangan dan pemeliharaan prasarana dari


tangki septik menuju Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT) Banyuroto;
ii. pengembangan sistem pengelolaan air limbah
domestik terpusat IPAL kawasan;
iii. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
air limbah komunal skala kawasan permukiman;
iv. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
air limbah komunal skala permukiman dalam
kawasan permukiman;
v. pengembangan teknologi pengeloaan limbah 3R; dan
vi. penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) sementara sebelum dibawa oleh transporter ke
unit pengolahan limbah B3.

c) Perwujudan sistem jaringan persampahan, meliputi:

i. pengaturan sistem pengelolaan persampahan;


ii. pengembangan sarana prasarana persampahan
berupa Stasiun Peralihan Antara (SPA);
iii. pengembangan Tempat Penampungan Sementara
(TPS) 3R; dan
iv. pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu
(TPST).

d) Perwujudan sistem jaringan evakuasi bencana meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan jalur evakuasi


bencana pada zona aman berada di Kalurahan
terdekat dengan lokasi bencana pada lapangan,
-86-

fasilitas pendidikan, balai kalurahan dan fasilitas


umum lainnya;
ii. pengembangan jalur evakuasi bencana tanah longsor;
iii. pengembangan dan pemeliharaan early warning
system untuk pencegahan bencana bencana gempa
bumi;
iv. pengembangan Kalurahan tahan bencana di seluruh
Kalurahan;
v. pengembangan dan pemeliharaan early warning
system untuk pencegahan bencana tsunami;
vi. penyediaan tempat penampungan sementara
dan/atau hunian sementara (huntara);
vii. penyediaan tempat hunian tetap (huntap);
viii. penyediaan barak pengungsian;
ix. pengembangan ruang terbuka;
x. pengembangan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana jalur evakuasi; dan
xi. pengoptimalan jaringan jalan terdekat menuju
tempat evakuasi.

e) Perwujudan sistem drainase, meliputi:

i. penyusunan masterplan jaringan drainase;


ii. pengembangan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
prasarana drainase;
iii. pengembangan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
prasarana drainase yang berwawasan lingkungan
dengan drainase induk;
iv. pembangunan sistem jaringan drainase berwawasan
lingkungan untuk memanen air hujan;
v. pemeliharaan fungsi sungai sebagai prasarana
drainase alami;
vi. pengembangan sistem drainase sesuai dengan
karakteristik wilayah;
-87-

vii. pengembangan drainase buatan di kawasan


permukiman perkotaan dan wilayah yang terdapat
genangan; dan
viii. pemeliharaan sistem jaringan drainase.

(3) Perwujudan rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi:

a. Perwujudan kawasan lidung, meliput:


1. Perwujudan badan air, meliputi:

a) pendataan kondisi air permukaan;


b) pengembangan dan penguatan kelembagaan pemerhati
sungai;
c) pemantapan kawasan perlindungan setempat yang berisiko
longsor;
d) pengawasan dan pengendalian kegiatan normalisasi
sungai/penambangan;
e) pencegahan dan penanggulangan pencemaran zona badan
air;
f) pencegahan dan penanggulangan banjir;
g) pemantauan dan pengendalian kualitas dan kuantitas air;
h) pemberdayaan masyarakat setempat dalam kegiatan
pemanfaatan badan air;
i) konservasi sungai dan DAS;
j) pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan bangunan
pengambilan dari sumber air permukaan di DAS Progo,
DAS Bogowonto, dan bangunan pengambilan dari sumber
air tanah;
k) pengelolaan sumber air di Wilayah Sungai dan DAS Progo-
Bogowonto-Serang;
l) pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan embung/
tendon air/ telaga/ waduk/ pond untuk menyediakan air
baku serta konservasi sumber air; dan
m) pembangunan dan pengembangan embung untuk irigasi.
-88-

2. Perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap


kawasan bawahannya, meliputi:

a) pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian Kawasan


Hutan Lindung;
b) rehabilitasi dan revitalisasi Kawasan Hutan Lindung;
c) pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; dan
d) program pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat
dalam upaya pelestarian Kawasan Hutan Lindung.

3. Perwujudan kawasan perlindungan setempat, meliputi:

a) pembuatan struktur buatan pengaman sungai dan pantai;


b) pengembangan struktur alami pengaman sungai dan
pantai;
c) pengendalian pemanfaatan ruang di sempadan sungai,
sempadan pantai, sempadan waduk/ embung dan
sempadan mata air;
d) perlindungan kondisi fisik sungai dan dasar sungai dari
pendangkalan maupun pertambangan; dan
e) peningkatan vegetasi pada sempadan sungai, sempadan
pantai, sempadan waduk/embung dan sempadan mata air

4. Perwujudan kawasan konservasi, meliputi:

a) relokasi satwa dari kawasan konservasi yang mengalami


kerusakan;
b) pelestarian dan perlindungan sumber daya alam beserta
ekosistemnya pada kawasan mangrove; dan
c) pelestarian dan perlindungan kawasan suaka margasatwa
dan kawasan konservasi penyu.
-89-

5. Perwujudan kawasan lindung geologi, meliputi:

a) rehabilitasi kawasan warisan geologi yang terdegradasi;


b) pengembangan kawasan warisan geologi untuk kegiatan
pendidikan, penelitian dan pariwisata minat khusus;
c) pengendalian perkembangan kawasan budidaya terbangun
sekitar kawasan cagar alam geologi; dan
d) peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola situs
warisan geologi dan kelembagaannya.

6. Perwujudan kawasan cagar budaya, meliputi:

a) konservasi dan rehabilitasi kawasan cagar budaya;


b) pemeliharaan dan pengembangan cagar budaya;
c) penyusunan rencana induk pemeliharaaan dan
pengembangan cagar budaya; dan
d) penyusunan dokumen tindakan pelestarian dan
pengelolaan objek kebudayaan.

7. Perwujudan kawasan ekosistem mangrove, meliputi

a) peningkatan kualitas sumber daya, kelembagaan, dan


pengelolaan kawasan ekosistem mangrove;
b) penanaman vegetasi kepesisiran;
c) pelestarian habitat, ekosistem, flora, dan fauna; dan
d) pengembangan sarana dan prasarana pendukung kawasan
ekosistem mangrove untuk kegiatan pedidikan, peneloitian,
dan pariwisata.
c. Perwujudan kawasan budidaya, meliputi:
1. Perwujudan kawasan hutan produksi, meliputi:
-90-

a) pengelola kawasan hutan produksi diatur sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b) pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan produksi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2. Perwujudan kawasan perkebunan rakyat, meliputi:

a) pemantapan fungsi hutan rakyat; dan


b) optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan
rakyat.

3. Perwujudan kawasan pertanian, meliputi:

a) pengendalian alih fungsi lahan pertanian;


b) peningkatan dan perbaikan sistem irigasi;
c) intensifikasi pertanian;
d) rehabilitasi lahan pertanian yang sudah terdegradasi;
e) pemberian insentif bagi pemilik KP2B;
f) pengembangan pusat perbenihan;
g) pengembangan jogja agro tekhnopark;
h) pemantapan dan pelestarian kawasan perkebunan dengan
varietas khas sebagai komoditi unggulan daerah;
i) pengembangan tanaman perkebunan sesuai dengan
potensi dan kesesuaian lahan;
j) pengembangan kemitraan dengan sektor industri dan
pariwisata dan pengembangan agrowisata;
k) pengembangan peternakan sapi potong;
l) pengembangan peternakan kambing/domba/kambing PE;
m) pengembangan peternakan unggas; dan
n) peningkatan sarpras pendukung kawasan pertanian.

4. Perwujudan kawasan perikanan, meliputi:


-91-

a) pemantapan kawasan perikanan tangkap maupun


perikanan budidaya;
b) peningkatan sarpras pendukung perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya;
c) pengembangan pusat perbenihan;
d) pemantapan pasar induk perikanan di kapanewon Wates;
e) operasionalisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Tanjung
Adikarta Kecamatan Wates;
f) pembangunan KPI pengolahan hasil ikan di Kapanewon
Temon;
g) pemantapan TPI di Kapanewon Temon dan Kapanewon
Galur; dan
h) pengembangan minapolitan di Kapanewon Nanggulan.

5. Perwujudan kawasan pertambangan dan energi, meliputi:

a) pengawasan kegiatan pertambangan reklamasi pasca


tambang;
b) evaluasi pemanfaatan kawasan peruntukan pertambangan;
c) pengelola kawasan pertambangan mineral logam dan
kawasan peruntukan pertambangan batuan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d) pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pertambangan
mineral logam dan kawasan peruntukan pertambangan
batuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

6. Perwujudan kawasan peruntukan industry, meliputi:

f) penyediaan infrastruktur dasar dan sarana pendukung


kawasan peruntukan industri;
g) pengembangan industri menengah dan besar;
h) pemulihan lingkungan akibat kegiatan industri;
-92-

i) pengendalian pengambilan air tanah untuk keperluan


industri; dan
j) peningkatan vegetasi pada kawasan peruntukan industri.

7. Perwujudan kawasan pariwisata, meliputi:

a) penyusunan masterplan pengembangan kawasan


pariwisata;
b) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
perbukitan menoreh dan sekitarnya sebagai kawasan
wisata alam dan kuliner di Kapanewon Kokap, Kapanewon
Girimulyo Kapanewon Samigaluh dan Kapanewon
Kalibawang;
c) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
seluruh kapanewon sebagai kawasan wisata budaya dan
kuliner;
d) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
Kapanewon Nanggulan dan sekitarnya sebagai kawasan
wisata pertanian, kuliner, dan olahraga;
e) pengembangan Kalurahan wisata dan kalurahan budaya;
f) pembangunan fasilitas kepariwisataan;
g) revitalisasi dan konservasi kawasan pariwisata yang telah
menurun kualitasnya;
h) pengembangan jalur wisata dan aksesibilitas menuju
kawasan pariwisata; dan
i) pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pariwisata.

8. Perwujudan kawasan permukiman, meliputi:

a) pengembangan sarana peresapan air seperti sumur


resapan dan lubang biopori;
b) pengendalian pengambilan air tanah;
c) pengendalian pencemaran air tanah;
-93-

d) pengendalian perkembangan lahan terbangun di kawasan


permukiman yang berfungsi sebagai kawasan resapan air;
e) pengembangan sistem pemanenan air hujan dan
meminimalisir air hujan lari ke laut;
f) peningkatan vegetasi pada ruang publik;
g) pengembangan sarana prasarana pemantauan bencana
dan penyediaan sarana evakuasi bencana;
h) pengembangan sistem informasi kebencanaan;
i) sosialisasi dan pembentukan Kalurahan Tangguh Bencana;
j) konservasi tanah pada kawasan rawan bencana tanah
longsor;
k) penambahan vegetasi dengan akar yang dapat membantu
mencegah longsor;
l) pengembangan kegiatan/sentra-sentra industri kecil
potensial;
m) pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial;
n) pengembangan pusat perbelanjaan dan hiburan di
permukiman perkotaan;
o) peningkatan prasarana dan utilitas di permukiman
perkotaan;
p) konsolidasi tanah pada kawasan permukiman perkotaan
berkepadatan tinggi (kampung padat penduduk);
q) pengembangan unit rumah susun;
r) perbaikan rumah yang tidak layak huni;
s) penyediaan ruang terbuka hijau hingga mencapai paling
sedikit 30% dari luasan kawasan perkotaan;
t) peningkatan prasarana sarana dan utilitas umum di
permukiman perdesaan;
u) penyediaan dan rehabilitasi rumah korban bencana dan
fasilitas penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena
relokasi program pemerintah;
v) pengendalian pembangunan permukiman untuk menjamin
lingkungan yang sehat, aman dan nyaman sesuai dengan
arahan peraturan zonasi yang telah ditetapkan;
w) pencegahan dan penangan kawasan kumuh; dan
x) pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah

9. Perwujudan kawasan transportasi, meliputi:


-94-

a) penataan sirkulasi pada zona sarana pelayanan umum;


b) pengembangan terminal;
c) penataan bangkitan kegiatan sekitar bandar udara; dan
d) pembangunan dan pengembangan TOD di terminal
maupun stasiun penumpang.

10. Perwujudan kawasan pertahanan dan keamanan, meliputi:

a) pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk


instalasi militer; dan
b) pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk
instalasi kepolisian.

(4) Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) huruf c meliputi:
a. Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi, meliputi:

1. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi;


2. Peningkatan dan pengembangan ekspor;
3. Peningkatan IPTEK sistem produksi;
4. Pembangunan jalan dan jembatan;
5. Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
6. Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;
7. Peningkatan layanan angkutan;
8. Pengendalian dan pengamanan lalu lintas;
9. Pengembangan jaringan ketenagalistrikan;
10. Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan
pengairan lainnya;
11. Pengembangan dan pengelolaan air minum;
12. Pengembangan dan pengelolaan air limbah;
13. Pengembangan komunikasi, informasi, dan media massa;
14. Pengembangan pusat kota tani utama;
15. Pengembangan kawasan inti dan penyangga agropolitan;
-95-

16. Pengembangan sektor hulu dan hilir agropolitan;


17. Pengembangan pusat kota mina utama;
18. Pengembangan kawasan inti dan penyangga minapolitan;
19. Pengembangan sektor hulu dan hilir minapolitan; dan
20. Pengembangan pusat perbelanjaan dan hiburan.

b. Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial


budaya, meliputi:

1. Pembangunan dan pengembangan jalan dan jembatan;


2. Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
3. Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;
4. Pengembangan jaringan ketenagalistrikan;
5. Pengembangan dan pengelolaan air minum; dan
6. Pengendalian pemanfaatan ruang di lahan lindung, lahan
hijau, dan kawasan rawan bencana.

Pasal 57
(1) Indikasi program utama jangka menengah tahap IV (empat) tahun
2040-2044 sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf d
meliputi:

a. perwujudan rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;


b. perwujudan rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Perwujudan rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi:

a. perwujudan sistem pusat permukiman, meliputi:


-96-

1. program perwujudan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berupa


peningkatan dan pengembangan prasarana, sarana, dan
utilitas wilayah untuk menunjang fungsi Pusat Kegiatan Lokal
(PKL);

2. program perwujudan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) berupa


peningkatan dan pengembangan prasarana, sarana, dan
utilitas wilayah untuk menunjang fungsi Pusat Pelayanan
Kawasan;
3. program perwujudan Pusat Pelayanan Lingkungan meliputi:

a) mendorong pertumbuhan Pusat Pelayanan Lingkungan


melalui pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas;
b) pembangunan aksesibilitas wilayah; dan
c) pembangunan desa terpadu.

4. Pengembangan transportasi bersinergi melalui simpul-simpul


kegiatan berbasis Transfer Oriented Development (TOD);
5. Pengembangan kawasan koridor jalan sebagai pusat pelayanan
ekonomi dan sosial;
6. Pengembangan kawasan campuran.

b. perwujudan sistem jaringan prasarana, meliputi:

1. perwujudan sistem jaringan transportasi meliputi:


-97-

a) perwujudan sistem jaringan jalan;

i. pengembangan jalan arteri primer;


ii. pengembangan jalan kolektor primer;
iii. pengembangan jalan lokal primer;
iv. pengembangan jalan lingkungan;
v. pemeliharaan ruas dan drainase jalan;
vi. pembangunan jalan tol Solo – Yogyakarta − Kulon
Progo;
vii. pembangunan jalan tol Cilacap – Yogyakarta;
viii. pengembangan terminal penumpang sesuai dengan
jenis dan kelas pelayanannya;
ix. perencanaan dan pembangunan terminal TOD;
x. pemeliharaan jembatan timbang;
xi. pembangunan dan pemeliharaan simpang tidak
sebidang (flyover/underpass);
xii. pembangunan parkir dan menumpang (park and
ride); dan
xiii. pembangunan dan pengembangan rest area.

b) perwujudan sistem jaringan kereta api, meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan jaringan jalur


kereta api antarkota jalur Jakarta−Yogyakarta-
Surabaya;
ii. pengembangan jaringan dan layanan perkerataapian
antarkota;
iii. pengembangan dan pemeliharaan jalur kereta api
Bandara Internasional Yogyakarta (BIY);
iv. perencanaan dan pembangunan Stasiun TOD;
v. pengembangan Stasiun Wates;
-98-

vi. pengembangan Stasiun Sentolo; dan


vii. pengembangan jaringan jalan akses menuju stasiun.

c) perwujudan sistem jaringan sungai, danau, dan


penyeberangan, meliputi:
i. pemeliharaan dermaga dan sarana prasarana
pendukungnya; dan
ii. penyusunan dokumen atau kajian rencana
pengembangan dermaga.
d) perwujudan sistem jaringan transportasi laut, meliputi:
i. peningkatan fungsi pelabuhan perikanan menjadi
pelabuhan perikanan pantai;
ii. pemeliharaan dan pengembangan sarana dan
prasarana pendukung pelabuhan perikanan pantai;
iii. penyusunandokumen atau kajian rencana
pengembangan transportasi laut;
iv. pembangunan dan pengembangan Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI).
e) perwujudan bandar udara umum dan bandar udara
khusus, meliputi:

i. penataan Bandara Internasional Yogyakarta (BIY)


sebagai bandar udara pengumpul skala pelayanan
primer; dan
ii. penataan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) di sekitar bandara.

3. perwujudan sistem jaringan energy, meliputi:

a) perwujudan jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi,


meliputi:
-99-

i. Pemeliharaan dan pengembangan sarana dan


prasarana migas pada wilayah darat;
ii. Pemeliharaan jalur pipa minyak;
iii. pengembangan jaringan gas perkotaan; dan
iv. pengembangan dan pemeliharaan jaringan yang
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas
produksi ke tempat penyimpanan.

b) perwujudan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan,


meliputi:

i. pengembangan sumber energi Pembangkit Listrik


Tenaga Mikro Hidro (PLTMH);
ii. pengembangan sumber energi baru terbarukan
lainnya;
iii. pengembangan dan pemeliharaan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET);
iv. pengembangan dan pemeliharaan jaringan transmisi
tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
dan
v. pengembangan dan pemeliharaan gardu listrik.

4. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi, meliputi;

a) pengembangan jaringan tetap, meliputi:


-100-

i. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan serat


optik; dan
ii. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan
jaringan tetap pada wilayah yang belum terlayani.

b) pengembangan jaringan bergerak, meliputi;

i. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan bergerak


selular berupa menara Base Transceiver Station
(BTS); dan

ii. Pemeliharaan dan pengembangan jaringan Self


Supporting Tower (SST).

5. perwujudan sistem jaringan sumber daya air, meliputi:

a) pemanfaatan air melalui sumur dalam dan sumur dangkal;


b) pengembangan prasarana pengairan mata air;
c) pengendalian pemanfaatan ruang kawasan sekitar mata
air;
d) pengaturan pemanfaatan mata air;
e) pemberdayaan masyarakat pengelola mata air;
f) pengelolaan jaringan Daerah Irigasi (DI);
g) pengelolaan sistem irigasi teknis, setengah teknis,
sederhana, dan tadah hujan untuk melayani lahan
persawahan;
h) peningkatan jaringan irigasi bagi daerah pengembangan
pertanian lahan basah;
-101-

i) pemeliharaan jaringan irigasi primer, jaringan irigasi


sekunder, dan jaringan irigasi tersier;
j) pemberdayaan masyarakat P3A;
k) pembangunan jaringan pengendali banjir;
l) pemeliharaan dan pengembangan bangunan pemgendali
banjir; dan
m) pemeliharaan dan pengembangan bangunan sumber daya
air.

6. perwujudan jaringan prasarana lainnya, meliputi:

a) Perwujudan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM),


meliputi:

i. pemeliharaan dan pengembangan unit air baku;


ii. pemeliharaan unit produksi;
iii. pengembangan dan pemeliharaan unit pelayanan; dan
iv. pengembangan bukan jaringan perpipaan.

b) Perwujudan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL),


meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan prasarana dari


tangki septik menuju Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT) Banyuroto;
ii. pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik
terpusat IPAL kawasan;
-102-

iii. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengelolaan


air limbah komunal skala kawasan permukiman;
iv. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
air limbah komunal skala permukiman dalam kawasan
permukiman;
v. pengembangan teknologi pengeloaan limbah 3R; dan
vi. penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) sementara sebelum dibawa oleh transporter ke
unit pengolahan limbah B3.

c) Perwujudan sistem jaringan persampahan, meliputi:

i. pengaturan sistem pengelolaan persampahan;


ii. pengembangan sarana prasarana persampahan berupa
Stasiun Peralihan Antara (SPA);
iii. pengembangan Tempat Penampungan Sementara (TPS)
3R; dan
iv. pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu
(TPST).

d) Perwujudan sistem jaringan evakuasi bencana, meliputi:

i. pengembangan dan pemeliharaan jalur evakuasi


bencana pada zona aman berada di Kalurahan
terdekat dengan lokasi bencana pada lapangan,
fasilitas pendidikan, balai kalurahan dan fasilitas
umum lainnya;
ii. pengembangan jalur evakuasi bencana tanah longsor;
iii. pengembangan dan pemeliharaan early warning
system untuk pencegahan bencana bencana gempa
bumi;
-103-

iv. pengembangan Kalurahan tahan bencana di seluruh


Kalurahan;
v. pengembangan dan pemeliharaan early warning
system untuk pencegahan bencana tsunami;

vi. penyediaan tempat penampungan sementara


dan/atau hunian sementara (huntara);
vii. penyediaan tempat hunian tetap (huntap);
viii. penyediaan barak pengungsian;
ix. pengembangan ruang terbuka;
x. pengembangan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana jalur evakuasi; dan
xi. pengoptimalan jaringan jalan terdekat menuju tempat
evakuasi.

e) Perwujudan sistem drainase, meliputi:

i. penyusunan masterplan jaringan drainase;


ii. pengembangan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
prasarana drainase;
iii. pengembangan dan pemeliharaan sistem pengelolaan
prasarana drainase yang berwawasan lingkungan
dengan drainase induk;
iv. pembangunan sistem jaringan drainase berwawasan
lingkungan untuk memanen air hujan;
v. pemeliharaan fungsi sungai sebagai prasarana
drainase alami;
vi. pengembangan sistem drainase sesuai dengan
karakteristik wilayah;
vii. pengembangan drainase buatan di kawasan
permukiman perkotaan dan wilayah yang terdapat
genangan; dan
viii. pemeliharaan sistem jaringan drainase.
-104-

(3) Perwujudan rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Perwujudan kawasan lidung, meliputi:


1. Perwujudan badan air, meliputi:

a) pendataan kondisi air permukaan;


b) pengembangan dan penguatan kelembagaan pemerhati
sungai;
c) pemantapan kawasan perlindungan setempat yang berisiko
longsor;
d) pengawasan dan pengendalian kegiatan normalisasi
sungai/penambangan;
e) pencegahan dan penanggulangan pencemaran zona badan
air;
f) pencegahan dan penanggulangan banjir;
g) pemantauan dan pengendalian kualitas dan kuantitas air;
h) pemberdayaan masyarakat setempat dalam kegiatan
pemanfaatan badan air;
i) konservasi sungai dan DAS;
j) pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan bangunan
pengambilan dari sumber air permukaan di DAS Progo,
DAS Bogowonto, dan bangunan pengambilan dari sumber
air tanah;
k) pengelolaan sumber air di Wilayah Sungai dan DAS Progo-
Bogowonto-Serang;
l) pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan embung/
tendon air/ telaga/ waduk/ pond untuk menyediakan air
baku serta konservasi sumber air; dan
m) pembangunan dan pengembangan embung untuk irigasi.

2. Perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap


kawasan bawahannya, meliputi:

a) pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian Kawasan


Hutan Lindung;
b) rehabilitasi dan revitalisasi Kawasan Hutan Lindung;
-105-

c) pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; dan


d) program pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat
dalam upaya pelestarian Kawasan Hutan Lindung.

3. Perwujudan kawasan perlindungan setempat, meliputi:

a) pembuatan struktur buatan pengaman sungai dan pantai;


b) pengembangan struktur alami pengaman sungai dan
pantai;
c) pengendalian pemanfaatan ruang di sempadan sungai,
sempadan pantai, sempadan waduk/ embung dan
sempadan mata air;
d) perlindungan kondisi fisik sungai dan dasar sungai dari
pendangkalan maupun pertambangan; dan
e) peningkatan vegetasi pada sempadan sungai, sempadan
pantai, sempadan waduk/embung dan sempadan mata air

4. Perwujudan kawasan konservasi, meliputi:

a) relokasi satwa dari kawasan konservasi yang mengalami


kerusakan;
b) pelestarian dan perlindungan sumber daya alam beserta
ekosistemnya pada kawasan mangrove; dan
c) pelestarian dan perlindungan kawasan suaka margasatwa
dan kawasan konservasi penyu.

5. Perwujudan kawasan lindung geologi, meliputi:

a) rehabilitasi kawasan warisan geologi yang terdegradasi;


-106-

b) pengembangan kawasan warisan geologi untuk kegiatan


pendidikan, penelitian dan pariwisata minat khusus;
c) pengendalian perkembangan kawasan budidaya terbangun
sekitar kawasan cagar alam geologi; dan
d) peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola situs
warisan geologi dan kelembagaannya.

6. Perwujudan kawasan cagar budaya, meliputi;

a) konservasi dan rehabilitasi kawasan cagar budaya;


b) pemeliharaan dan pengembangan cagar budaya;
c) penyusunan rencana induk pemeliharaaan dan
pengembangan cagar budaya; dan
d) penyusunan dokumen tindakan pelestarian dan
pengelolaan objek kebudayaan.

7. Perwujudan kawasan ekosistem mangrove, meliputi

a) peningkatan kualitas sumber daya, kelembagaan, dan


pengelolaan kawasan ekosistem mangrove;
b) penanaman vegetasi kepesisiran;
c) pelestarian habitat, ekosistem, flora, dan fauna; dan
d) pengembangan sarana dan prasarana pendukung kawasan
ekosistem mangrove untuk kegiatan pedidikan, peneloitian,
dan pariwisata.
b. Perwujudan kawasan budidaya, meliputi:
1. Perwujudan kawasan hutan produksi, meliputi:

a) pengelola kawasan hutan produksi diatur sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
-107-

b) pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan produksi


dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2. Perwujudan kawasan perkebunan rakyat, meliputi:

a) pemantapan fungsi hutan rakyat; dan


b) optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan
rakyat.

3. Perwujudan kawasan pertanian, meliputi:

a) pengendalian alih fungsi lahan pertanian;


b) peningkatan dan perbaikan sistem irigasi;
c) intensifikasi pertanian;
d) rehabilitasi lahan pertanian yang sudah terdegradasi;
e) pemberian insentif bagi pemilik KP2B;
f) pengembangan pusat perbenihan;
g) pengembangan jogja agro tekhnopark;
h) pemantapan dan pelestarian kawasan perkebunan dengan
varietas khas sebagai komoditi unggulan daerah;
i) pengembangan tanaman perkebunan sesuai dengan
potensi dan kesesuaian lahan;
j) pengembangan kemitraan dengan sektor industri dan
pariwisata dan pengembangan agrowisata;
k) pengembangan peternakan sapi potong;
l) pengembangan peternakan kambing/domba/kambing PE;
m) pengembangan peternakan unggas; dan
n) peningkatan sarpras pendukung kawasan pertanian.

4. Perwujudan kawasan perikanan, meliputi:


-108-

a) pemantapan kawasan perikanan tangkap maupun


perikanan budidaya;
b) peningkatan sarpras pendukung perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya;
c) pengembangan pusat perbenihan;
d) pemantapan pasar induk perikanan di kapanewon Wates;
e) operasionalisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Tanjung
Adikarta Kecamatan Wates;
f) pembangunan KPI pengolahan hasil ikan di Kapanewon
Temon;
g) pemantapan TPI di Kapanewon Temon dan Kapanewon
Galur; dan
h) pengembangan minapolitan di Kapanewon Nanggulan.

5. Perwujudan kawasan pertambangan dan energy, meliputi:

a) pengawasan kegiatan pertambangan reklamasi pasca


tambang;
b) evaluasi pemanfaatan kawasan peruntukan pertambangan;
c) pengelola kawasan pertambangan mineral logam dan
kawasan peruntukan pertambangan batuan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d) pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pertambangan
mineral logam dan kawasan peruntukan pertambangan
batuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

6. Perwujudan kawasan peruntukan industri, meliputi:

a) penyediaan infrastruktur dasar dan sarana pendukung


kawasan peruntukan industri;
b) pengembangan industri menengah dan besar;
c) pemulihan lingkungan akibat kegiatan industri;
-109-

d) pengendalian pengambilan air tanah untuk keperluan


industri; dan
e) peningkatan vegetasi pada kawasan peruntukan industri.

7. Perwujudan kawasan pariwisata, meliputi:

a) penyusunan masterplan pengembangan kawasan


pariwisata;
b) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
perbukitan menoreh dan sekitarnya sebagai kawasan
wisata alam dan kuliner di Kapanewon Kokap, Kapanewon
Girimulyo Kapanewon Samigaluh dan Kapanewon
Kalibawang;
c) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
seluruh kapanewon sebagai kawasan wisata budaya dan
kuliner;
d) pengembangan aksesibilitas, daya tarik, dan amenitas di
Kapanewon Nanggulan dan sekitarnya sebagai kawasan
wisata pertanian, kuliner, dan olahraga;
e) pengembangan Kalurahan wisata dan kalurahan budaya;
f) pembangunan fasilitas kepariwisataan;
g) revitalisasi dan konservasi kawasan pariwisata yang telah
menurun kualitasnya;
h) pengembangan jalur wisata dan aksesibilitas menuju
kawasan pariwisata; dan
i) pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pariwisata.

8. Perwujudan kawasan permukiman, meliputi:

a) pengembangan sarana peresapan air seperti sumur


resapan dan lubang biopori;
b) pengendalian pengambilan air tanah;
c) pengendalian pencemaran air tanah;
-110-

d) pengendalian perkembangan lahan terbangun di kawasan


permukiman yang berfungsi sebagai kawasan resapan air;
e) pengembangan sistem pemanenan air hujan dan
meminimalisir air hujan lari ke laut;
f) peningkatan vegetasi pada ruang publik;
g) pengembangan sarana prasarana pemantauan bencana
dan penyediaan sarana evakuasi bencana;
h) pengembangan sistem informasi kebencanaan;
i) sosialisasi dan pembentukan Kalurahan Tangguh Bencana;
j) konservasi tanah pada kawasan rawan bencana tanah
longsor;
k) penambahan vegetasi dengan akar yang dapat membantu
mencegah longsor;
l) pengembangan kegiatan/sentra-sentra industri kecil
potensial;
m) pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial;
n) pengembangan pusat perbelanjaan dan hiburan di
permukiman perkotaan;
o) peningkatan prasarana dan utilitas di permukiman
perkotaan;
p) konsolidasi tanah pada kawasan permukiman perkotaan
berkepadatan tinggi (kampung padat penduduk);
q) pengembangan unit rumah susun;
r) perbaikan rumah yang tidak layak huni;
s) penyediaan ruang terbuka hijau hingga mencapai paling
sedikit 30% dari luasan kawasan perkotaan;
t) peningkatan prasarana sarana dan utilitas umum di
permukiman perdesaan;
u) penyediaan dan rehabilitasi rumah korban bencana dan
fasilitas penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena
relokasi program pemerintah;
v) pengendalian pembangunan permukiman untuk menjamin
lingkungan yang sehat, aman dan nyaman sesuai dengan
arahan peraturan zonasi yang telah ditetapkan;
w) pencegahan dan penangan kawasan kumuh; dan
x) pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah

9. Perwujudan kawasan transportasi, meliputi:


-111-

a) penataan sirkulasi pada zona sarana pelayanan umum;


b) pengembangan terminal;
c) penataan bangkitan kegiatan sekitar bandar udara; dan
d) pembangunan dan pengembangan TOD di terminal
maupun stasiun penumpang.

10. Perwujudan kawasan pertahanan dan keamanan, meliputi:

a) pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk


instalasi militer; dan
b) pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk
instalasi kepolisian.

(4) Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) huruf c meliputi:
a. Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi meliputi:

1. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi;


2. Peningkatan dan pengembangan ekspor;
3. Peningkatan IPTEK sistem produksi;
4. Pembangunan jalan dan jembatan;
5. Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
6. Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;
7. Peningkatan layanan angkutan;
8. Pengendalian dan pengamanan lalu lintas;
9. Pengembangan jaringan ketenagalistrikan;

10. Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan


pengairan lainnya;
11. Pengembangan dan pengelolaan air minum;
12. Pengembangan dan pengelolaan air limbah;
13. Pengembangan komunikasi, informasi, dan media massa;
-112-

14. Pengembangan pusat kota tani utama;


15. Pengembangan kawasan inti dan penyangga agropolitan;
16. Pengembangan sektor hulu dan hilir agropolitan;
17. Pengembangan pusat kota mina utama;
18. Pengembangan kawasan inti dan penyangga minapolitan;
19. Pengembangan sektor hulu dan hilir minapolitan; dan
20. Pengembangan pusat perbelanjaan dan hiburan.

b. Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial


budaya meliputi:

1. Pembangunan dan pengembangan jalan dan jembatan;


2. Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
3. Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;
4. Pengembangan jaringan ketenagalistrikan;
5. Pengembangan dan pengelolaan air minum; dan
6. Pengendalian pemanfaatan ruang di lahan lindung, lahan
hijau, dan kawasan rawan bencana

Bagian Keempat
Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang

Pasal 58
(1) Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud Pasal 52 huruf c dilakukan berdasarkan indikasi program
utama yang termuat dalam RTRW Kabupaten melalui penyelarasan
indikasi program dengan program sektoral dan kewilayahan dalam
dokumen rencana pembangunan secara terpadu.
(2) Dokumen sinkronisasi program pemanfaatan ruang akan menjadi
masukan untuk penyusunan rencana pembangunan dan pelaksanaan
peninjauan kembali dalam rangka revisi RTRW Kabupaten.
(3) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang menghasilkan dokumen:
-113-

a. sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka menengah 5


(lima) tahunan; dan
b. sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka pendek 1 (satu)
tahunan.

(4) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 59

(1) Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dilaksanakan
untuk mendorong terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan RTRW
Kabupaten; dan
(2) Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
-114-

a. ketentuan umum zonasi;


b. penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Zonasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 60

(1) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat


(2) huruf a disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan
ruang.
(2) Ketentuan umum zonasi meliputi:

a. ketentuan umum zonasi rencana Struktur Ruang Wilayah


Kabupaten;
b. ketentuan umum zonasi Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c. ketentuan khusus rencana Pola Ruang.
-115-

(3) Ketentuan umum zonasi rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi:

a. ketentuan umum zonasi sistem pusat permukiman; dan


b. ketentuan umum zonasi sistem jaringan prasarana.

(4) Ketentuan umum zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, meliputi:

a. ketentuan umum zonasi kawasan lindung; dan


b. ketentuan umum zonasi kawasan budidaya.

Paragraf 2

Ketentuan Umum Zonasi Sistem Pusat Permukiman

Pasal 61

(1) Ketentuan umum zonasi sistem pusat permukiman sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf a, meliputi:
-116-

a. ketentuan umum zonasi PKL;


b. ketentuan umum zonasi PPK; dan
c. ketentuan umum zonasi PPL.

(2) Ketentuan umum zonasi PKL sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan pusat pemerintahan, pendidikan,


kesehatan, olahraga, perdagangan dan jasa, industri kreatif,
permukiman perkotaan, transportasi darat dan udara, Ruang
Terbuka Hijau (RTH), pariwisata, serta pertahanan dan keamanan.
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. perkebunan rakyat, industri kecil, pertanian, peternakan dan


perikanan dengan syarat tidak mengganggu dan tidak
mencemari lingkungan; dan
2. industri eksisting dengan batasan pertumbuhan nol.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan dan kegiatan


lain yang berpotensi membahayakan lingkungan.
d. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. intensitas pemanfaatan ruang mengikuti intensitas
pemanfaatan ruang masing-masing peruntukan kawasan;
dan
2. dimungkinkan berkembang permukiman dengan
tambahan fasilitas/sarana pelayanan umum berskala
kabupaten atau beberapa kapanewon.

e. ketentuan sarana prasarana minimum dan sarana pendukung lain


harus ramah lingkungan.
-117-

f. ketentuan lain adalah memperhatikan kawasan yang dilalui jalur


minyak maupun gas pertamina.

(3) Ketentuan umum zonasi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan pengembangan kegiatan fungsi


permukiman, pendidikan, kesehatan, olahraga, perdagangan dan
jasa, agropolitan, minapolitan, pendukung pariwisata,
transportasi, dan pengumpul pertanian.
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, dan industri


kecil yang tidak mencemari lingkungan;
2. pengembangan wisata alam dan buatan, perkantoran, gedung
pertemuan, dan pendidikan tinggi; dan
3. peternakan dengan syarat berlokasi terpisah dari
permukiman serta tidak mencemari lingkungan.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan, industri


menengah, dan industri besar.

d. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:

1. intensitas pemanfaatan ruang mengikuti intensitas


pemanfaatan ruang masing-masing peruntukan kawasan; dan
-118-

2. dimungkinkan berkembang permukiman dengan tambahan


fasilitas/sarana pelayanan umum berskala kapanewon atau
beberapa kalurahan.

e. ketentuan sarana prasarana minimum dan sarana pendukung lain


harus ramah lingkungan.
f. ketentuan lain adalah pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi
berskala beberapa kalurahan yang didukung dengan fasilitas dan
infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi
yang dilayaninya.

(4) Ketentuan umum zonasi PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan fungsi permukiman, pendidikan,


perdagangan dan jasa, agropolitan, minapolitan, pendukung
pariwisata, pengembangan industri kecil, dan pengumpul
pertanian.
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan peternakan,
perikanan, dan pertambangan dengan syarat berlokasi terpisah
dari permukiman sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan industri menengah dan besar.
d. intensitas pemanfaatan ruang meliputi:

1. intensitas pemanfaatan ruang mengikuti intensitas


pemanfaatan ruang masing-masing peruntukan kawasan; dan
2. dimungkinkan berkembang permukiman dengan tambahan
fasilitas/sarana pelayanan umum berskala kapanewon atau
beberapa kalurahan.
-119-

e. ketentuan sarana prasarana minimum dan sarana pendukung lain


harus ramah lingkungan.

f. ketentuan lain adalah pemanfaatan ruang untuk kegiatan


ekonomi berskala kalurahan didukung dengan fasilitas dan
infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi
yang dilayaninya.

Paragraf 3

Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Prasarana

Pasal 62

Ketentuan umum zonasi sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud


dalam pasal 60 ayat (3) huruf b meliputi:

a. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan transportasi;


b. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi;
c. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
telekomunikasi;
d. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sumber daya
air; dan
e. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan prasarana
lainnya.
-120-

Pasal 63
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a meliputi:

a. ketentuan umum zonasi kawasan di sekitar sistem jaringan jalan;


b. ketentuan umum zonasi kawasan di sekitar sistem jaringan kereta
api;
c. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sungai,
danau, dan penyeberangan;
d. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
transportasi laut; dan
e. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar bandar udara umum
dan bandar udara khusus.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan jalan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. ketentuan umum zonasi untuk jalan umum;


b. ketentuan umum zonasi untuk jalan tol;
c. ketentuan umum zonasi untuk terminal penumpang; dan
d. ketentuan umum zonasi untuk jembatan timbang

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jalan umum sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
-121-

a. ketentuan umum zonasi untuk jalan arteri primer;


b. ketentuan umum zonasi untuk jalan kolektor primer; dan
c. ketentuan umum zonasi untuk jalan lokal primer.

(4) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jalan arteri primer


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. penyediaan fasilitas yang menjamin keselamatan, keamanan,


dan kenyamanan bagi pemakai jalan;
2. pemanfaatan ruang terbuka hijau sepanjang jaringan jalan;
3. penyediaan jembatan penyeberangan; dan
4. penyediaan jalur lambat.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan yang tidak


berdampak langsung terhadap jalan arteri primer dan tidak
menganggu fungsi jalan; dan

2. pengembangan prasarana pelengkap jalan, utilitas prasarana


umum, dan pemasangan reklame yang tidak megganggu
keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan.
-122-

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. penggunaan ruang pengawasan jalan dan kegiatan lain yang


membahayakan keselamatan pengguna jalan dan keamanan
konstruksi jalan;

2. kegiatan yang melebihi batas maksimal dan jenis beban


kendaraan yang diizinkan pada ruas jalan yang dilalui; dan
3. penutupan jalan yang tidak mendapatkan izin dari instansi
yang berwenang.

d. intensitas pemanfaatan ruang mengikuti ketentuan sempadan


sesuai dengan peraturan yang berlaku;
e. ketentuan prasarana minimum dan sarana minimum meliputi:

1. rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas,
alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman
pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, dan
fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan
yang berada di jalan dan di luar badan jalan; dan
2. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.

f. ketentuan lain:

1. jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian


rupa agar tidak mengganggu arus lalu lintas; dan
-123-

2. bangunan dan jaringan utilitas, iklan dan media informasi,


bangun bangunan, bangunan gedung dalam ruang milik jalan
harus memenuhi ketentuan:

a) tidak mengganggu keamanan dan keselamatan pengguna


jalan;
b) tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi dan
konsentrasi pengemudi;
c) tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta
bangunan pelengkapnya;
d) tidak mengganggu dan mengurangi fungsi rambu– rambu
dan sarana pengatur lalu lintas lainnya; dan
e) sesuai dengan peraturan daerah dan/atau peraturan
instansi terkait.

(5) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jalan kolektor primer


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. penyediaan fasilitas yang menjamin keselamatan, keamanan,


dan kenyamanan bagi pemakai jalan; dan
2. pemanfaatan ruang terbuka hijau sepanjang jaringan jalan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:


-124-

1. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan yang tidak


berdampak langsung terhadap jalan kolektor primer dan tidak
menganggu fungsi jalan;
2. pengembangan prasarana pelengkap jalan, utilitas prasarana
umum, dan pemasangan reklame yang tidak megganggu
keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan;
3. penyediaan tempat parkir; dan
4. penyediaan jalur sepeda.

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang berorientasi dan berdampak langsung terhadap


jalan kolektor primer;
2. penggunaan ruang pengawasan jalan dan kegiatan lain yang
membahayakan keselamatan pengguna jalan dan keamanan
konstruksi jalan;
3. kegiatan yang melebihi batas maksimal dan jenis beban
kendaraan yang diizinkan pada ruas jalan yang dilalui;
4. penutupan jalan yang tidak mendapatkan izin dari instansi
yang berwenang; dan
5. bangunan dan atau reklame yang menutupi ruas jalan yang
memiliki pemandangan indah (scenic view).

d. intensitas pemanfaatan ruang memenuhi ketentuan sempadan


jalan kolektor primer sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas,


marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan
jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat
pengawasan dan pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda,
-125-

dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan


jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.

2. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe


penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
3. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.

f. ketentuan lain:

bangunan dan jaringan utilitas, iklan dan media informasi,


bangun bangunan, bangunan gedung dalam ruang milik jalan
harus memenuhi ketentuan:

1. tidak mengganggu keamanan dan keselamatan pengguna


jalan;
2. tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi dan
konsentrasi pengemudi;
3. tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan
pelengkapnya;
4. tidak mengganggu dan mengurangi fungsi rambu– rambu dan
sarana pengatur lalu lintas lainnya; dan
5. sesuai dengan peraturan daerah dan/atau peraturan instansi
terkait.

(6) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jalan lokal primer


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi ketentuan:
-126-

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. transportasi orang dan barang dengan berbagai jenis moda


transportasi yang menyesuaikan kelas jalan lokal primer dari
masing-masing ruas jalan;
2. penyediaan fasilitas yang menjamin keselamatan, keamanan,
dan kenyamanan bagi pemakai jalan; dan
3. pemanfaatan ruang terbuka hijau sepanjang jaringan jalan
yang berfungsi konservasi dan penyedia oksigen.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk:

1. kegiatan yang berorientasi dan berdampak langsung terhadap


jalan lokal primer;

2. penggunaan ruang pengawasan jalan dan kegiatan lain yang


membahayakan keselamatan pengguna jalan dan keamanan
konstruksi jalan;
3. kegiatan yang melebihi ketentuan muatan sumbu terberat,
dimensi, dan beban jalan;
4. penyediaan tempat parkir; dan
5. penyediaan jalur sepeda.

c. tidak diperbolehkan untuk:


-127-

1. penggunaan ruang pengawasan jalan dan kegiatan lain yang


membahayakan keselamatan pengguna jalan dan keamanan
konstruksi jalan;

2. kegiatan yang melebihi batas maksimal dan jenis beban


kendaraan yang diizinkan pada ruas jalan yang dilalui;
3. penutupan jalan yang tidak mendapatkan izin dari instansi
yang berwenang; dan
4. bangunan dan atau reklame yang menutupi ruas jalan yang
memiliki pemandangan indah (scenic view).

d. intensitas pemanfaatan ruang memenuhi ketentuan sempadan


jalan lokal primer sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas,


marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan
jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat
pengawasan dan pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda,
dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan
jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan;
2. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
3. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.

f. ketentuan lain meliputi:

1. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang


-128-

memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sebagai akses


pejalan kaki atau trotoar; dan
2. bangunan dan jaringan utilitas, iklan dan media informasi,
bangun bangunan, bangunan gedung dalam ruang milik jalan
harus memenuhi ketentuan:

a) tidak mengganggu keamanan dan keselamatan pengguna


jalan;
b) tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi dan
konsentrasi pengemudi;
c) tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta
bangunan pelengkapnya;
d) tidak mengganggu dan mengurangi fungsi rambu– rambu
dan sarana pengatur lalu lintas lainnya; dan
e) sesuai dengan peraturan daerah dan/atau peraturan
instansi terkait.

(7) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jalan tol sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan ruang terbuka hijau sepanjang jaringan jalan


yang berfungsi konservasi dan penyedia oksigen;
2. pagar pembatas antara ruang milik jalan tol dengan kawasan
disekitarnya; dan
3. penyediaan kawasan penyangga (buffer zone).
-129-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan tempat istirahat (rest


area), exit tol, dan pelayanan pada jalan tol sesuai peraturan yang
berlaku.
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang berorientasi langsung pada jalan tol; dan


2. pemanfaatan ruang milik jalan yang mengganggu fungsi jalan
tol tanpa izin penyelenggara jalan.

d. intensitas pemanfaatan ruang memenuhi ketentuan sempadan


jalan tol sesuai dengan peraturan yang berlaku;
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi


pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan
segera sampai ke tempat kejadian, serta upaya pengamanan
terhadap pelanggaran, kecelakaan, dan gangguan keamanan
lainnya; dan
2. tempat istirahat dan pelayanan disediakan pada setiap
jurusan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

f. ketentuan lain meliputi:

1. setiap tempat istirahat dan pelayanan dilarang dihubungkan


dengan akses apapun dari luar jalan tol, kecuali untuk
tempat istirahat dan pelayanan dengan pengembangan dapat
diberikan akses terbatas ke luar jalan tol;
2. setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran, dan
dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam
-130-

bentuk jembatan atau terowongan;


3. pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna
jalan tol, harus diberi bangunan pengaman yang mempunyai
kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi benturan
kendaraan; dan
4. setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan
larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka
jalan, dan/atau alat pemberi isyarat lalu lintas.

(8) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar terminal penumpang


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. naik dan turun penumpang;


2. operasional angkutan penumpang;
3. pelayanan jasa lainnya yang mendukung langsung sistem
terminal; dan
4. pengembangan RTH di internal maupun di sekitar kawasan
terminal yang mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan
oksigen.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan perdagangan dan


jasa yang mendukung langsung sistem terminal dengan tidak
menimbulkan gangguan terhadap akses terminal dan gangguan
terhadap parkir di badan jalan.
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. bongkar muat barang; dan


-131-

2. kegiatan yang mengakibatkan keamanan dan keselamatan


lalu lintas maupun angkutan jalan terganggu.

d. intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan intensitas


pemanfaatan ruang kawasan;
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. fasilitas pelayanan keselamatan meliputi lajur pejalan kaki,


fasilitas keselamatan jalan, jalur evakuasi, alat pemadam
kebakaran, pos fasilitas dan petugas kesehatan, pos fasilitas
dan petugas pemeriksa kelaikan kendaraan umum, fasilitas
perbaikan ringan kendaraan umum, informasi fasilitas
keselamatan, informasi fasilitas kesehatan, informasi fasilitas
pemeriksaan dan perbaikan ringan kendaraan bermotor;
2. fasilitas keamanan meliputi media pengaduan gangguan
keamanan, petugas keamanan dan fasilitas keamanan
lainnya;
3. fasilitas pendukung kehandalan/ keteraturan meliputi jadwal
kedatangan dan keberangkatan beserta besaran tarif, jadwal
kendaraan umum dalam trayek lanjutan, loket penjualan
tiket, kantor penyelenggara terminal, ruang kendali dan
menajemen sistem informasi terminal, petugas operasional
terminal;
4. fasilitas kenyamanan meliputi ruang tunggu, toilet, fasilitas
peribadatan/mushola, ruang terbuka hijau, rumah makan,
fasilitas dan petugas kebersihan, tempat istirahat awak
kendaraan, area merokok; dan
5. fasilitas kesetaraan meliputi fasilitas penyandang cacat dan
ruang ibu menyusui.

f. ketentuan lain adalah lokasi terminal penumpang harus terletak


pada simpul jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang
diperuntukkan bagi pergantian antar moda/intermoda.
-132-

(9) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jembatan timbang


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan penimbangan kendaraan barang


beserta muatannya.
b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang mengganggu
penimbangan kendaraan barang.
c. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan
intensitas pemanfaatan ruang setempat.
d. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. fasilitas sebelum menimbang (akses keluar masuk kendaraan


dan jalur sirkulasi);
2. bangunan kantor petugas;
3. landasan penimbangan;
4. fasilitas informasi penimbangan;
5. fasilitas pasca penimbangan (pemeriksaan dan penindakan
pelanggaran, tempat parkir);
6. fasilitas pendukung kegiatan operasional (bangunan
penyimpan catu daya, instalasi listrik, papan tampilan nama
UPPKB, pagar, RTH); dan
7. fasilitas penunjang meliputi tempat ibadah, toilet umum,
kantin, mess petugas, tempat istirahat pengemudi dan
lapangan penumpukan/gudang penyimpanan sesuai
kebutuhan.

e. ketentuan lain adalah lokasi berada di koridor ruas jalan nasional


dan jalan strategis nasional, sesuai ketentuan peraturan yang
berlaku.

(10) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan kereta api
-133-

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. ketentuan umum zonasi jaringan jalur kereta api; dan


b. ketentuan umum zonasi stasiun kereta api.

(11) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta api
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a meliputi ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalur kereta api yang


mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan oksigen;
2. fungsi kawasan lindung dan budidaya yang tertata dengan
baik dan tidak mengganggu fungsi jaringan jalur kereta api;
dan
3. pagar pembatas (baik alami maupun buatan) antara jaringan
jalur kereta api dengan fungsi kawasan budidaya, sebagai
salah satu bentuk perlindungan keselamatan dan peredam
kebisingan suara kereta api.

b. diperbolehkan dengan bersyarat untuk kegiatan:

1. penunjang angkutan kereta api selama tidak mengganggu


perjalanan kereta api;
-134-

2. perlintasan jalan dengan rel kereta api harus disertai palang


pintu, rambu-rambu dan jalur pengaman dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku; dan
3. pemasangan utilitas prasarana umum sepanjang tidak
mengganggu fungsi dan keamanan jalur kereta api.

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan di sepanjang jalur kereta api yang berorientasi


langsung tanpa ada pembatas dalam sempadan rel kereta api;
dan

2. kegiatan yang tidak memiliki hubungan langsung dengan jalur


kereta api dan mengganggu keselamatan lalu lintas
perkeretaapian.

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang memenuhi sempadan rel


kereta api.
e. ketentuan prasarana minimum terdiri dari atas jaringan
komunikasi sepanjang jalur kereta api, rambu-rambu, dan
bangunan pengaman jalur kereta api.
f. ketentuan lain meliputi:

1. dalam ruang manfaat jalur kereta api terdapat ruang bebas


yang harus bebas dari segala rintangan dan benda penghalang
di kiri, kanan, atas, dan bawah jalan rel;
2. penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan
pelengkap lainnya pada ruang manfaat jalur kereta api harus
memenuhi persyaratan berada di luar ruang bebas, tidak
mengganggu stabilitas konstruksi jalan rel, dan penempatan
-135-

bangunan pelengkap lainnya pada ruang manfaat jalur kereta


api tidak mengganggu pandangan bebas masinis;
3. penyelenggara prasarana perkeretaapian harus memasang
tanda batas ruang manfaat jalur kereta api dan tanda larangan
yang berupa patok atau pagar yang dapat terlihat dengan jelas.
Tanda larangan berupa papan pengumuman atau media lain
yang memuat larangan dan sanksi pelanggarannya;
4. ruang milik jalur kereta api dapat digunakan untuk keperluan
lain atas izin pemilik prasarana perkeretaapian dengan
ketentuan tidak membahayakan konstruksi jalan rel, fasilitas
operasi kereta api, dan perjalanan kereta api yang dapat
berupa pipa gas, pipa minyak, pipa air, kabel telepon, kabel
listrik, dan menara telekomunikasi;
5. tanah di ruang pengawasan jalur kereta api dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lain dengan ketentuan tidak
membahayakan operasi kereta api. Kegiatan lain yang tidak
membahayakan operasi kereta api dapat berupa
penanaman/pembangunan yang tidak menghalangi
pandangan bebas masinis, baik di jalur maupun di perlintasan
dan kegiatan yang tidak menyebabkan terganggunya fungsi
persinyalan dan telekomunikasi kereta api; dan
6. pembangunan perlintasan sebidang atau perlintasan tidak
sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan harus
mendapat izin dari instansi yang berwenang.

(12) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar stasiun kereta api


sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf b meliputi ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. naik dan turun penumpang di stasiun penumpang;


2. bongkar muat barang di stasiun barang;
3. operasional kereta api;
4. pelayanan jasa lainnya yang berkaitan dan mendukung
langsung sistem jaringan kereta api; dan
-136-

5. pengembangan RTH yang mempunyai fungsi konservasi dan


penyediaan oksigen.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan komersial berupa


perdagangan dan jasa dengan intensitas rendah serta
menyediakan prasarana tersendiri dengan memenuhi standar
keamanan dan yang tidak menimbulkan gangguan terhadap akses
stasiun dan gangguan terhadap parkir di badan jalan.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang tidak berhubungan
dengan fungsi stasiun serta mengganggu fungsi dan pelayanan
stasiun.
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan intensitas
pemanfaatan ruang kawasan.
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. stasiun penumpang paling sedikit dilengkapi dengan fasilitas


keselamatan, keamanan, kenyamanan, naik turun
penumpang, penyandang cacat, kesehatan, fasilitas umum,
fasilitas pembuangan sampah, dan fasilitas informasi;
2. stasiun penumpang terdiri dari emplasemen stasiun (jalan rel,
fasilitas pengoperasian kereta api, drainase) dan bangunan
stasiun (gedung, instalasi pendukung, peron);
3. stasiun barang paling sedikit dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan, keamanan, bongkar muat, fasilitas umum, dan
pembuangan sampah;
4. stasiun barang terdiri dari emplasemen stasiun (jalan rel,
fasilitas pengoperasian kereta api, drainase) dan bangunan
stasiun (gedung, instalasi pendukung, gudang); dan
5. untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun,
dapat dibangun jalan rel yang menghubungkan antara
stasiun dan tempat bongkar muat barang.

f. ketentuan lain meliputi:


-137-

1. kegiatan pokok di stasiun meliputi melakukan pengaturan


perjalanan kereta api, memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa kereta api, menjaga keamanan dan ketertiban,
dan menjaga kebersihan lingkungan;
2. kegiatan usaha penunjang di stasiun dapat dilakukan oleh
penyelenggara prasarana perkeretaapian dengan ketentuan
tidak mengganggu pergerakan kereta api, tidak mengganggu
pergerakan penumpang dan/atau barang, menjaga ketertiban
dan keamanan, dan menjaga kebersihan lingkungan.
penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam
melaksanakan kegiatan usaha penunjang harus
mengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluan
kegiatan pokok stasiun; dan
3. kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun dapat dilakukan
oleh pihak lain dengan persetujuan penyelenggara prasarana
perkeretaapian yang berupa jasa pelayanan ruang tunggu
penumpang, bongkar muat barang, pergudangan, parkir
kendaraan, dan/atau penitipan barang.

(13) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sungai,


danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berupa ketentuan umum zonasi kawasan sekitar pelabuhan
penyeberangan, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. bangunan pendukung dermaga;


2. perlindungan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber
daya yang ada pada sungai dan waduk.
3. penyediaan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang perikanan;
4. penyedia fasilitas aktifitas pariwisata;
5. pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan dan
pelestariannya; dan
6. kelancaran kegiatan kapal.
-138-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan pemanfaatan ruang


yang mendukung fungsi kepelabuhanan;
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. bangunan permanen yang bukan merupakan pendukung


dermaga;

2. kegiatan yang mengakibatkan pendangkalan sungai dan


waduk; dan
3. kegiatan yang merusak lingkungan sungai dan waduk.

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan intensitas


pemanfaatan ruang kawasan.
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. tersedianya dermaga;
2. tersedianya jalan;
3. tersedianya kantor administrasi pelabuhan;
4. tersedianya air bersih, listrik, telekomunikasi;
5. fasilitas kebersihan;
6. fasilitas docking (galangan) kapal; dan
7. fasilitas bengkel kapal.

f. ketentuan lain meliputi:


-139-

1. dilakukan pengerukan pada tempat yang mengalami


sedimentasi; dan

2. memiliki dan/atau memanfaatkan dermaga paling pendek


100 (seratus) meter dengan kedalaman kolam paling
dangkal minus 2 (dua) meter.

(14) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan transportasi


laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi ketentuan
umum zonasi pelabuhan perikanan pantai, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. penyediaan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan


penunjang perikanan;
2. fasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan;
3. pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan dan
pelestariannya;
4. kelancaran kegiatan kapal perikanan; dan
5. pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan pemanfaatan ruang


yang mendukung fungsi kepelabuhanan.
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang mengganggu alur kapal; dan


-140-

2. kegiatan yang mengakibatkan pendangkalan jalur kapal.

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan intensitas


pemanfaatan ruang kawasan.
e. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. tersedianya dermaga;
2. tersedianya jalan;
3. tersedianya kantor administrasi pelabuhan;
4. tersedianya tempat pemasaran ikan;
5. tersedianya air bersih, listrik, telekomunikasi;
6. pabrik es;
7. fasilitas kebersihan;
8. fasilitas docking (galangan) kapal; dan
9. fasilitas bengkel kapal.

f. ketentuan lain meliputi:

1. dilakukan pengerukan pada tempat yang mengalami


sedimentasi;
2. mampu melayani kapal perikanan yang melakukan
kegiatan perikanan di perairan Indonesia dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia;
3. memiliki fasilitas untuk kegiatan tambat labuh untuk
kapal perikanan berukuran paling kecil 10 (sepuluh) gross
tonnage;
4. memiliki dan/atau memanfaatkan dermaga paling pendek
100 (seratus) meter dengan kedalaman kolam paling
dangkal minus 2 (dua) meter; mampu menampung kapal
perikanan paling sedikit 30 (tiga puluh) unit atau jumlah
-141-

keseluruhan paling sedikit 300 (tiga ratus) gross tonnage; dan


5) memiliki dan/atau memanfaatkan tanah paling sedikit 5
(lima) hektare.

(15) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar bandar udara umum dan
bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. naik turun penumpang dan bongkar muat barang;


2. fasilitas pendukung aktivitas kebandarudaraan;
3. fasilitas pergantian moda; dan
4. jalur hijau dan pertanian yang tidak mengundang burung.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan komersial berupa


perdagangan dan jasa dengan menyediakan prasarana tersendiri
yang memenuhi standar keamanan KKOP dan tidak menganggu
fungsi bandar udara.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan
fungsi bandar udara dan berpotensi mengganggu fungsi bandar
udara.
d. ketentuan intensitas tinggi maksimal bangunan menyesuaikan
dengan kententuan KKOP sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. ketentuan prasarana minimum terdiri dari:

1. fasilitas sisi udara meliputi landas pacu; runway strip,


runway end safety area (RESA) stopway dan clearway;
landas hubung; landas parkir; dan marka dan rambu sisi
-142-

udara; dan
2. fasilitas sisi darat meliputi bangunan terminal
penumpang dan kargo, menara pengawas lalu lintas
penerbangan, bangunan operasional penerbangan,
bangunan pertolongan kecelakaan penerbangan dan
pemadam kebakaran (PKP-PK), bangunan gedung genset,
bangunan administrasi/perkantoran dan hangar; jalan
masuk; tempat parkir kendaraan bermotor; dan marka
dan rambu sisi darat.

f. ketentuan lain meliputi:

1. rencana lokasi bandar udara beserta penggunaan,


hierarki, dan klasifikasi bandar udara memperhatikan:

a) rencana induk nasional bandar udara;


b) keselamatan dan keamanan penerbangan;

c) keserasian dan keseimbangan dengan budaya


setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar
udara;

d) kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan


wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian;
dan

e) kelayakan lingkungan.
-143-

2. penetapan lokasi bandar udara dan/atau rencana induk


bandar udara harus berpedoman pada rencana induk
nasional bandar udara.

Pasal 64
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan energi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 62 huruf b, meliputi:

a. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan infrastruktur


minyak dan gas bumi; dan
b. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan infrastruktur
ketenagalistrikan.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan infrastruktur


minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan pengembangan jaringan dan


instalasi BBM dan gas bumi;
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pemanfaatan ruang terbuka hijau pada area di atas jaringan


pipa minyak dan gas bumi; dan
2. pengembangan fasilitas pendukung jaringan pipa minyak dan
gas bumi pada kawasan lindung maupun kawasan budidaya
dengan mempertimbangkan resiko lingkungan.
-144-

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi dan


pelayanan energi minyak dan gas bumi;
2. kegiatan yang berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran;
dan
3. kegiatan mendirikan bangunan di atas jaringan pipa minyak
dan gas bumi.

d. intensitas pemanfaatan ruang memenuhi ketentuan sempadan


jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sesuai dengan
peraturan yang berlaku; dan
e. ketentuan prasarana minimum berupa pengaman pada depo BBM
dan pipa distribusi BBM dan gas bumi.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan infrastruktur


ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pengembangan jaringan dan instalasi ketenagalistrikan;


2. fasilitas pendukung ketenagalistrikan;

b. diperbolehkan dengan syarat untuk:


-145-

1. pemanfaatan ruang terbuka hijau di bawah jaringan transmisi


dan distribusi listrik;
2. kegiatan budidaya yang tidak mengganggu fungsi dan
pelayanan energi listrik;

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan


kebakaran dan mengganggu fungsi pelayanan energi listrik;
d. intensitas pemanfaatan ruang mengikuti ketentuan ruang bebas
dan jarak bebas minimum jaringan ketenagalistrikan;
e. ketentuan prasarana minimum berupa pengaman pada
pembangkit energi listrik; dan
f. ketentuan lain meliputi:

1. ruang bebas, jarak bebas minimum vertikal dari konduktor,


dan jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal
menara/tiang pada SUTT, SUTET, dan SUTTAS merupakan
batasan yang wajib dipenuhi oleh pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik dan pemegang izin operasi dalam:

a) pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan


SUTT, SUTET, dan SUTTAS untuk memenuhi
keselamatan ketenagalistrikan; dan

b) penentuan objek kompensasi di bawah ruang bebas


SUTT, SUTET, dan SUTTAS.

2. ruang bebas pada SUTT, SUTET, dan SUTTAS meliputi:


-146-

a) penampang memanjang ruang bebas SUTT, SUTET,


dan SUTTAS; dan
b) pandangan atas ruang bebas SUTT, SUTET, dan
SUTTAS.

3. jarak bebas minimum vertikal dari konduktor dan jarak


bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal
menara/tiang pada SUTT, SUTET, dan SUTTAS meliputi:

a) jarak bebas minimum vertikal dari konduktor pada


SUTT, SUTET, dan SUTTAS; dan

b) jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal


menara/tiang pada SUTT, SUTET, dan SUTTAS.

Pasal 65
Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf c berupa ketentuan umum
zonasi jaringan tetap dan jaringan bergerak yang meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan ruang terbuka hijau di bawah jaringan


telekomunikasi;
2. pengembangan jaringan telekomunikasi berupa fiber optic di bawah
tanah; dan
-147-

3. instalasi menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan


kebutuhan dan kondisi kawasan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan pengembangan menara


microcell dengan memperhatikan keamanan dan kondisi kawasan;
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang mengganggu fungsi dan pelayanan jaringan


telekomunikasi; dan
2. kegiatan yang tidak berhubungan dengan instalasi BTS yang
mengganggu fungsi dan layanan BTS.

d. ketentuan prasarana minimum meliputi:

1. pentanahan;
2. penangkal petir;
3. catu daya;
4. lampu halangan penerbangan;
5. pengaman jaringan;
6. papan peringatan;
7. marka halangan penerbangan; dan
8. pagar pengamanan/keliling.

e. ketentuan lain meliputi:


-148-

1. kesesuaian lokasi pendirian menara dengan rencana tata


ruang;

2. pendirian menara mengacu standar baku tertentu sesuai


dengan desain dan kontruksi jenis menara berdasarkan
struktur bangunan menara

3. memanfaatkan struktur menara yang sudah ada dan memenuhi


kriteria keamanan serta keselamatan bangunan menara;

4. dalam hal tidak terdapat menara yang memenuhi ketentuan


dapat memanfaatkan struktur bangunan yang ada serta
memenuhi kriteria keamanan dan keselamatan bangunan;

5. memperhatikan peraturan perundang-undangan terkait dan


memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat setempat; dan

6. radius keselamatan ruang di sekitar menara.

Pasal 66
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf d meliputi:
-149-

a. ketentuan umum zonasi sistem jaringan irigasi;


b. ketentuan umum zonasi sistem pengendalian banjir; dan
c. ketentuan umum zonasi bangunan sumber daya air.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan irigasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan dan pengelolaan untuk kegiatan pertanian;


2. pemasangan fondasi, tiang, dan rentangan kabel listrik;
3. pemasangan pengukur debit air atau pencatat hidrolog;
4. pengembangan jaringan irigasi; dan
5. pembangunan jalan inspeksi.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. sarana prasarana pendukung pariwisata;


2. pengembangan bangunan pembangkit listrik mikro hidro;
3. pemanfaatan unit pengolahan dan produksi air bersih;
4. pemanfaatan saluran irigasi untuk budidaya;
5. pemanfaatan sempadan irigasi untuk budidaya;
6. pemanfaatan jaringan pipa air minum/PDAM; dan
-150-

7. pengembangan jalan dan jembatan melintasi jaringan


irigasi.

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang mencemari dan mengganggu fungsi jaringan


irigasi; dan
2. pemanfaatan kolam ikan dalam bentuk karamba pada
jaringan irigasi.

d. intensitas pemanfaatan ruang mengikuti ketentuan sempadan


jaringan irigasi;
e. ketentuan prasarana minimum berupa pelindung jaringan
berupa jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diizinkan,
dan bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir; dan
f. ketentuan lain adalah setiap kegiatan yang bersifat
memanfaatkan ruang sempadan jaringan irigas harus
memperoleh izin dari instansi yang berwenang.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem pengendalian banjir


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. kegiatan pengendalian banjir secara teknis/struktur dan


non teknis/non struktur;
-151-

2. pemanfaatan bangunan pengendali banjir; dan


3. pemasangan Sistem Peringatan Dini (Early Warning
System).

b. diperbolehkan dengan syarat untuk bangunan penunjang kegiatan


pariwisata; dan

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:

1. kegiatan yang mengganggu dan merusak fungsi sistem


pengendali banjir; dan
2. kegiatan budidaya terbangun yang tidak meresapkan air
tanah.

(4) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar bangunan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan dan pengelolaan untuk kegiatan pertanian;


2. pemasangan bangunan penunjang bangunan sumber daya air;
dan
3. bangunan pengukur debit air atau pencatat hidrologi.
-152-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. sarana prasarana pendukung pariwisata;


2. pengembangan bangunan pembangkit listrik mikro hidro;
3. pemanfaatan unit pengolahan dan produksi air bersih;
4. pengembangan jaringan pipa air minum/PDAM; dan
5. peanfaatan kegiatan budidaya yang tidak mencemar dan
merusak fungsi bangunan sumber daya air.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang mengganggu,


mencemari, dan merusak fungsi bangunan sumber daya air;
dan
d. ketentuan prasarana minimum berupa pelindung bangunan
sumber daya air.

Pasal 67
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf e, meliputi:

a. ketentuan umum zonasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);


b. ketentuan umum zonasi Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL);
c. ketentuan umum zonasi sistem pengelolaan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3);
d. ketentuan umum zonasi sistem jaringan persampahan;
e. ketentuan umum zonasi sistem jaringan evakuasi bencana; dan
f. ketentuan umum zonasi sistem jaringan drainase.
-153-

(2) Ketentuan umum zonasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. ruang terbuka hijau berupa tanaman pelindung mata air;


2. bangunan pendukung serta jaringan perpipaan SPAM
3. bangunan pengambilan air baku; dan
4. bangunan instalasi pengolahan air baku.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan penunjang pariwisata


tanpa mengganggu pengelolaan SPAM;
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan


fungsi sistem penyediaan air minum; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang
berpotensi mencemari sistem penyediaan air minum.

d. ketentuan prasarana minimum berupa pelindung terhadap sistem


penyediaan air minum dan pencemaran air; dan
e. ketentuan lain meliputi:

1. pembangunan sumur dangkal wajib memperhatikan ketentuan


teknis tentang kedalaman muka air dan jarak aman dari
sumber pencemara;
-154-

2. pengambilan air dengan menggunakan sumur pompa


dilakukan dengan menghisap atau menekan air ke permukaan
dengan menggunakan pompa dan wajib memperhatikan
ketentuan teknis tentang kedalaman muka air dan jarak aman
dari sumber pencemaran;
3. bak penampungan air hujan harus dilengkapi dengan saringan
dan penutup sebagai pengaman dari kotoran dan dapat
digunakan secara individual atau komunal;
4. terminal air ditempatkan di daerah rawan Air Minum, daerah
kumuh, masyarakat berpenghasilan rendah, dan/atau daerah
terpencil dan harus berada di tempat yang mudah diakses oleh
masyarakat; dan
5. bangunan penangkap mata air dapat dilengkapi dengan bak
penampung dan harus dilengkapi fasilitas keran umum bagi
masyarakat di sekitar mata air.

(3) Ketentuan umum zonasi Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan untuk ruang terbuka hijau; dan


2. pengembangan fasilitas yang mendukung sistem pengelolaan
air limbah.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. budidaya di atas jaringan limbah yang tidak mengganggu


fungsi dan layanan jaringan; dan
-155-

2. pendidikan dan penelitian yang terkait dengan pengolahan air


limbah.

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang berpotensi merusak jaringan sistem air limbah;


2. kegiatan pembuangan sampah ke dalam jaringan air limbah;
3. kegiatan yang tidak terkait dengan pengolahan air limbah; dan
4. kegiatan fungsi budidaya di sekitar kawasan yang berpotensi
mengganggu pengolahan air limbah.

d. ketentuan prasarana minimum berupa pelindung terhadap sistem


pengolahan air limbah dan pencemaran air; dan
e. ketentuan lain terdiri dari:

1. pemilihan jenis SPALD paling sedikit mempertimbangkan:

a) kepadatan penduduk;
b) kedalaman muka air tanah;
c) kemiringan tanah;
d) permeabilitas tanah; dan
e) kemampuan pembiayaan.

2. lokasi sistem pengolahan lumpur tinja berupa IPLT harus


mengacu pada peraturan yang berlaku.
-156-

(4) Ketentuan umum zonasi jaringan persampahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemilihan, pemilahan, dan pengangkutan sampah;


2. daur ulang, pengumpulan, dan pengurugan;
3. bangunan pendukung pengangkutan dan pengolahan
sampah;
4. pengembangan fasilitas pemrosesan sampah dengan teknologi
baru;
5. pemanfaatan ruang terbuka hijau; dan
6. pengembangan fasilitas pengelolaan sampah.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. penyimpanan dan/atau tempat pengelolaan limbah B3 di


kawasan TPA; dan
2. penelitian.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang tidak berhubungan


dengan pengelolaan sampah dan mengganggu operasional
pengelolaan sampah serta membahayakan kesehatan dan
keamanan.
d. ketentuan lain meliputi: pemanfaatan ruang untuk TPA, SPA,
TPS, TPST, dan TPS3R harus memperhatikan dampak
lingkungan.
-157-

(5) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan evakuasi bencana


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan jalan umum sebagai jalur dan ruang


evakuasi bencana pada saat tanggap darurat;
2. bangunan pemantauan bencana dan sistem peringatan
dini;
3. pemasangan rambu-rambu jalur evakuasi dan papan
peringatan bencana; dan
4. kegiatan yang mendukung pengelolaan jalur dan ruang
evakuasi bencana.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk ruang terbuka yang tidak


merusak tatanan lingkungan;
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. kegiatan yang menutup, membatasi, atau menghalangi akses


jalan evakuasi atau ke barak pengungsi; dan
2. kegiatan permanen yang mengganggu fungsi ruang evakuasi.

d. ketentuan prasarana minimum berupa jalur evakuasi, barak


pengungsian, rambu rambu evakuasi, ruang terbuka sebagai titik
kumpul evakuasi, jaringan air bersih, jaringan transportasi.
-158-

(6) Ketentuan umum zonasi sistem drainase sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf e dengan meliputi:

a. diperbolehkan untuk:

1. jalan inspeksi untuk pemeliharaan jaringan drainase;


2. pengembangan kolam retensi dan lubang penyerapan air
hujan;
3. bangunan pengontrol debit air; dan
4. kegiatan yang mendukung pengembangan dan pengelolaan
drainase.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan budidaya yang tidak


menganggu sistem jaringan drainase;
c. tidak diperbolehkan untuk:

1. penutupan saluran drainase tanpa izin;


2. pembuangan sampah dan limbah pada saluran drainase; dan
3. semua kegiatan yang mengganggu fungsi jaringan drainase.

d. ketentuan prasarana minimum berupa saluran yang dapat


mengalirkan air hujan ke sungai.
-159-

Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 68
Ketentuan umum zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (4) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum zonasi badan air;
b. ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat;
d. ketentuan umum zonasi kawasan konservasi;
e. ketentuan umum zonasi kawasan lindung geologi;
f. ketentuan umum zonasi kawasan cagar budaya; dan
g. ketentuan umum zonasi kawasan ekosistem mangrove.

Pasal 69

Ketentuan umum zonasi kawasan badan air sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 68 huruf a, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. perikanan;
2. pengambilan air untuk irigasi maupun air minum; dan
3. pengendalian banjir.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:


-160-

1. wisata alam, wisata embung/waduk/bendung wisata minat


khusus dengan syarat menjaga kelestarian badan air;
2. normalisasi sungai hanya pada wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. penambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang merusak fungsi badan air.

Pasal 70
Ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
huruf b dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pelestarian alam;
2. preservasi dan konservasi bentang alam;
3. suaka alam; dan
4. cagar alam.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk:

1. kegiatan cagar budaya dengan batasan pertumbuhan nol dan tidak


ada pengembangan;
2. kegiatan pengembangan objek wisata alam dengan batasan berupa
-161-

pengaturan intensitas pengguna objek wisata alam;


3. tanaman tumpang sari dengan syarat mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
4. penambangan dengan syarat mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang berpotensi merusak fungsi


hutan lindung;
d. ketentuan prasarana minimum berupa batas area hutan lindung dan
papan informasi; dan
e. ketentuan lain: kawasan hutan lindung ditetapkan oleh Pemerintah
melalui surat keputusan menteri yang berwenang di bidang kehutanan.

Pasal 71

(1) Ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf c meliputi:

a. ketentuan umum zonasi sempadan sungai;


b. ketentuan umum zonasi sempadan pantai;
c. ketentuan umum zonasi sempadan waduk/embung; dan
d. ketentuan umum zonasi sempadan mata air.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat berupa


ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:


-162-

1. pengaman sungai;
2. pelestarian alam; dan
3. RTH.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pertanian, peternakan, perikanan, dan pendukung


pertambangan, dengan syarat tidak mengganggu fungsi
sempadan;

2. cagar budaya dengan batasan pertumbuhan nol;

3. bangunan sistem pengolahan air, bangunan prasarana


sumber daya air, fasilitas jembatan dan dermaga, jalur pipa
gas dan air minum, rentangan kabel listrik dan
telekomunikasi, bangunan ketenagalistrikan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4. perkemahan;
5. menanam tanaman sayur-mayur; dan
6. pengembangan obyek wisata alam, wisata minat khusus, dan
olahraga olahraga dengan syarat tidak merusak fungsi
sempadan sungai.

c. tidak diperbolehkan membangun sarana persampahan, bangunan


permanen dengan fungsi hunian maupun komersil;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang terdiri dari:
-163-

1. garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan


ditetapkan paling sedikit 5 (lima) meter dari tepi luar kaki
tanggul sepanjang alur sungai;
2. garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditetapkan paling sedikit 3 (tiga) meter dari tepi
luar kaki tanggul sepanjang alur sungai;
3. garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan
perkotaan ditentukan:

a) paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri


dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai untuk
sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar
dari 500 (lima ratus) km2; dan
b) paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai sungai kecil
dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama
dengan 500 (lima ratus) km2.

4. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam


kawasan perkotaan ditentukan:

a) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri


dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3
(tiga) meter;
b) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai
dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
-164-

e. ketentuan lain:

1. dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk


kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul
dilakukan dengan larangan:

a) menanam tanaman selain rumput;


b) mendirikan bangunan; dan
c) mengurangi dimensi tanggul.

2. dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk


mengendalikan banjir, ruang antara tepi palung sungai dan
tepi dalam kaki tanggul merupakan bantaran sungai, yang
berfungsi sebagai ruang penyalur banjir;
3. pemanfaatan sempadan sungai dilakukan berdasarkan izin
dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air; dan
4. pemberian izin, dilakukan dengan mempertimbangkan
rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada
wilayah sungai yang bersangkutan.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat berupa


ketentuan umum zonasi untuk sempadan pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:


-165-

1. pelestarian alam;
2. bangunan pengendali air dan sistem peringatan dini (early
warning system);
3. pertahanan dan keamanan;
4. bangunan pelindung pantai;
5. penangkapan hasil laut; dan
6. RTH;
7. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk
mencegah bencana pesisir;
8. rekreasi, wisata bahari, dan ekowisata;
9. penelitian dan pendidikan;
10. kepentingan adat dan kearifan lokal;
11. tempat pelelangan ikan; dan
12. pelabuhan perikanan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pariwisata dengan tidak merusak fungsi sempadan pantai;


2. olahraga dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
3. tambang pasir besi dengan syarat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4. pergaraman dengan syarat hanya diperbolehkan kegiatan
pembuatan garam; dan
5. cagar budaya dengan batasan pertumbuhan nol.

c. tidak diperbolehkan untuk:

1. mendirikan bangunan kecuali bangunan pengaman dan


bangunan yang secara fungsi harus berada di sempadan
-166-

pantai; dan
2. kegiatan yang berpotensi merusak fungsi sempadan pantai.

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang garis sempadan pantai


ditetapkan 200 (dua ratus) meter dari titik pasang tertinggi; dan
e. ketentuan prasarana dan sarana minimum berupa papan
informasi dan pos keamanan pengunjung pantai.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat berupa


ketentuan umum zonasi untuk sempadan waduk/embung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. ruang terbuka hijau;


2. perkemahan;
3. prasarana sumber daya air;
4. jalan akses, jembatan, dan dermaga;
5. jalur pipa gas dan air minum;
6. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
7. prasarana pariwisata, olahraga, aktivitas budaya dan
keagamaan;
8. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
9. prasarana dan sarana sanitasi; dan
10. bangunan ketenagalistrikan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:


-167-

1. cagar budaya yang terletak di dalam zonasi dengan batasan


pertumbuhan nol dan tidak ada pengembangan; dan
2. perkebunan rakyat, pertanian, peternakan, dan perikanan
dengan syarat tidak mengganggu fungsi sempadan;

d. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:

1. mengubah letak tepi danau;


2. membuang limbah;
3. menggembala ternak; dan
4. mengubah aliran air masuk atau ke luar danau.

e. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:

1. garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling


sedikit berjarak;
2. 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah
terjadi; dan
3. dalam hal terdapat pulau di tengah danau, seluruh luasan
pulau merupakan daerah tangkapan air danau dengan
sempadan danau di dalamnya.

f. ketentuan lain:

1. pemanfaatan sempadan danau dilakukan berdasarkan izin dari


Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
-168-

kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air; dan


2. pemberian izin, dilakukan dengan mempertimbangkan
rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada
wilayah danau yang bersangkutan.

(4) Ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat berupa


ketentuan umum zonasi untuk sempadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. mendirikan bangunan untuk kegiatan pengolahan dan/atau


pemanfaatan mata air untuk kepentingan umum; dan
2. penyediaan ruang yang cukup untuk peresapan air hujan
sebagai imbuhan air tanah.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. penanaman tanaman tahunan tertentu yang produksinya tidak


dilakukan dengan cara penebangan pohon dan/atau tidak
berpotensi mengganggu kelestarian mata air;

2. memanfaatkan ruang di sekitarnya untuk kegiatan budidaya


terbangun dengan mematuhi aturan garis sempadan, tidak
merusak lingkungan, dan/atau mencemari air;
3. pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata atau kegiatan
lainnya yang ramah lingkungan; dan
-169-

4. mendirikan bangunan di kawasan perkotaan dan kawasan


strategis dengan syarat tidak mengganggu fungsi sempadan
mata air dan tidak mengganggu kelestarian mata air serta
tidak berpotensi mencemari.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan budidaya yang berpotensi


mencemari, seperti penggunaan pestisida maupun pupuk yang
berlebihan;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang: garis sempadan mata air
ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 (dua
ratus) meter dari pusat mata air; dan
e. ketentuan lain: pada radius 10 – 20 meter, air yang keluar dari ata
air harus terlindung dari zat pencemar.

Pasal 72

(1) Ketentuan umum zonasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 68 huruf d meliputi:

a. ketentuan umum zonasi Kawasan Suaka Alam (KSA); dan


b. ketentuan umum zonasi kawasan konservasi di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.

(2) Ketentuan umum zonasi KSA sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a,
dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:


-170-

1. konservasi flora dan fauna;


2. pengembangan ilmu pengetahuan dan penunjang penelitian;
3. melindungi ekosistem tertentu secara keseluruhan;
4. mengembangbiakkan satwa tertentu yang langka atau hampir
punah;
5. melindungi satwa dari perburuhan; dan
6. melestraikan satwa agar dapat hidup sesuai habitat alaminya.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk:

1. cagar budaya yang terletak di dalam zonasi dengan batasan


pertumbuhan nol; dan
2. kegiatan yang berfungsi sebagai pendukung pengelolaan
kawasan; dan
3. kegiatan pengembangan obyek wisata alam, olahraga dan
ruang terbuka hijau dengan syarat berupa pengaturan
intensitas pengguna.

c. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu fungsi suaka


margasatwa;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimum berupa papan
informasi dan pos keamanan suaka margasatwa; dan
e. ketentuan lain: kawasan hutan lindung ditetapkan oleh
Pemerintah melalui surat keputusan menteri yang berwenang di
bidang kehutanan.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan konservasi di wilayah pesisir dan


pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
-171-

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. perlindungan dan pelestarian kawasan konservasi ekosistem


penyu;
2. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
3. RTH;
4. prasarana terbatas untuk pencegahan dan penanggulangan
bencana; dan
5. rehabilitasi habitat dan populasi.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pariwisata dan rekreasi yang tidak mengganggu habitat


penyu;
2. pertahanan dan keamanan; dan
3. perikanan dan pertanian berkelanjutan yang tidak
mengganggu fungsi konservasi penyu.

c. tidak diperbolehkan untuk semua jenis kegiatan budi daya yang


dapat menurunkan fungsi lindung kawasan, nilai ekologis, dan
estetika kawasan; dan
d. ketentuan sarana prasarana minimum berupa papan informasi
dan pengaman habitat penyu.
-172-

Pasal 73

(1) Ketentuan umum zonasi kawasan lindung geologi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 68 huruf e meliputi:

a. kawasan cagar alam geologi; dan


b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan cagar alam geologi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pelestarian alam;
2. preservasi dan konservasi bentang alam; dan

3. ekowisata dan penelitian yang tidak merusak kawasan cagar


alam geologi.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. cagar budaya;
2. hutan rakyat;
3. mendirikan bangunan dengan syarat tidak mengganggu
-173-

fungsi dan karakteristik keunikan batuan maupun bentang


alam; dan
4. pengembangan obyek wisata alam dengan syarat berupa
pengaturan intensitas pengguna obyek wisata alam dan tidak
mengubah bentang alam.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:

1. mendirikan bangunan kecuali bangunan pendukung


kawasan; dan
2. pertambangan.

d. ketentuan sarana dan prasarana minimum bagi pengunjung yang


tidak merusak keaslian bentang alam.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan


terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berupa kawasan imbuhan air tanah dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pelestarian alam;
2. preservasi dan konservasi bentang alam;
3. perkebunan rakyat;
4. hutan;
5. reboisasi;
-174-

6. hutan kota;
7. bioretensi
8. sumur resapan; dan
9. ruang terbuka hijau;

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. mendirikan bangunan sistem pengolahan air;


2. pengeboran, penggalian dalam radius 200 m dari pemunculan
mata air;
3. pertanian yang ramah lingkungan;
4. bangunan dengan KDB yang rendah dan dilengkapi dengan
sumur resapan;
5. penggunaan air tanah, dengan batasan untuk pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari; dan
6. pengembangan obyek wisata alam, olahraga, rekreasi dengan
syarat tidak mengganggu fungsi imbuhan air tanah serta
tidak berpotensi mencemari.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:

1. tempat membuang sampah dan limbah; dan


2. budidaya lainnya yang berpotensi mencemari dan merusak
fugsi imbuhan air tanah.

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:


-175-

1. KDB rendah, maksimal 30%; dan


2. KDH minimal 10%.

Pasal 74
Ketentuan umum zonasi kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 huruf f meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan ruang terbuka,
perdagangan dan jasa, wisata, pendidikan, perkantoran dan
peribadatan dengan batasan sebagai fungsi pendukung saja;
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pendirian bangunan yang tidak
sesuai dan tidak mendukung fungsi kawasan; dan
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa penyediaan sarana
dan prasarana yang menunjang kelestarian cagar budaya.

Pasal 75
Ketentuan umum zonasi kawasan ekosistem mangrove sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 huruf g meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. wisata alam;
2. penelitian dan pendidikan yang bertujuan untuk perlindungan dan
pengelolaan kawasan konservasi ekosistem mangrove;
3. ruang terbuka hijau; dan
4. kepentingan adat dan kearifan lokal yang mencakup upacara adat,
upacara keagamaan, serta tradisi dan kebiasaan;
-176-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pembangunan prasarana terbatas untuk pencegahan dan


penanggulangan bencana serta usaha-usaha yang berkaitan dengan
ekosistem mangrove dengan syarat mempertimbangkan fungsi
lindung, nilai ekologis dan estetika kawasan; dan
2. pemanfaatan hasil hutan mangrove dengan syarat tidak
mengganggu fungsi lindung.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan budidaya yang dapat mengubah,


mengurangi luas, mencemari, dan menganggu fungsi kawasan
ekosistem mangrove; dan
d. ketentuan lain: pemasangan papan informasi dan pos penjagaan.

Paragraf 5

Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 76
Ketentuan umum zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum zonasi kawasan hutan produksi;
b. ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan rakyat;
c. ketentuan umum zonasi kawasan pertanian;
d. ketentuan umum zonasi kawasan perikanan;
e. ketentuan umum zonasi kawasan pertambangan dan energi;
f. ketentuan umum zonasi kawasan peruntukan industri;
g. ketentuan umum zonasi kawasan pariwisata;
-177-

h. ketentuan umum zonasi kawasan permukiman;


i. ketentuan umum zonasi kawasan transportasi; dan
j. ketentuan umum zonasi kawasan pertahanan dan keamanan.

Pasal 77

Ketentuan umum zonasi kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 76 huruf a, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu;


2. pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
3. jasa lingkungan; dan
4. hutan produksi dengan kegiatan pencampuran komoditas hutan
dan perkebunan sebagai bentuk peningkatan produksi.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pendukung fungsi kawasan hutan produksi; dan


2. pengembangan obyek wisata alam dengan syarat intensitas kegiatan
tidak mendominasi fungsi utama kawasan.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pengembangan budidaya lainnya


yang bertentangan dengan peraturan perundangan di bidang
kehutanan; dan
-178-

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mengikuti ketentuan


peraturan dengan peraturan perundangan di bidang kehutanan.

Pasal 78

Ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan rakyat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 76 huruf b, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pemanfaatan hasil perkebunan rakyat;


2. jasa lingkungan;
3. embung dan irigasi; dan
4. agroindustri dan agrowisata serta sarana dan prasarana
pendukungnya yang berwawasan lingkungan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. mendirikan bangunan;
2. pertanian tanaman pangan;
3. peternakan;
4. perikanan;
5. pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
dan
6. pengembangan permukiman pedesaan.
-179-

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan


kerusakan lingkungan.

Pasal 79

(1) Ketentuan umum zonasi kawasan pertanian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 76 huruf c, meliputi:

a. ketentuan umum zonasi kawasan pertanian tanaman pangan;


b. ketentuan umum zonasi kawasan pertanian hortikultura; dan
c. ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan pertanian tanaman pangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pertanian tanaman pangan dan kegiatan pendamping seperti


persawahan, tumpang sari, mina padi, dan hortikultura; dan
2. pemantapan lahan sawah dan upaya peningkatan
produktivitas tanaman pangan serta kegiatan lain yang
bersifat mendukung kegiatan pertanian.
-180-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. agrowisata dengan batasan tidak boleh mengubah fungsi


lahan pertanian;
2. peternakan dengan syarat tidak membuat bangunan
permanen, sesuai dengan karakteristik peruntukan pertanian
tanaman pangan dan tidak mencemari lingkungan; dan

3. bangunan pertanian yang ramah lingkungan;

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan alih fungsi lahan pertanian


yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan; dan
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa jalan usaha
tani dan irigasi.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan hortikultura sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pengembangan produksi komoditas andalan/unggulan


kabupaten; dan
2. peningkatan produktivitas tanaman hortikultura.
-181-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. permukiman dengan syarat berbatasan langsung dengan


kawasan permukiman;
2. pertambangan dengan syarat adanya pelaksanaan reklamasi
pasca tambang, tidak terganggunya pola aliran air irigasi;
3. wisata dengan syarat tidak merubah dominasi kawasan; dan
4. peternakan dan perikanan dengan syarat tidak mengganggu
dan tidak mencemari lingkungan.

c. tidak diperbolehkan kegiatan industri menengah dan besar.

(4) Ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pertanian;
2. peternakan; dan
3. perkebunan tumpang sari.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:


-182-

1. bangunan pendukung dengan batasan tidak mengubah


dominasi penggunaan lahan pertanian perkebunan;
2. permukiman terbangun dengan syarat berbatasan langsung
pada kawasan permukiman;
3. pertambangan dengan syarat adanya pelaksanaan reklamasi
pasca tambang; dan
4. wisata dengan syarat tidak merubah dominasi kawasan.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan industri menengah dan


besar.

Pasal 80
Ketentuan umum zonasi kawasan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 huruf d dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. perikanan dan pendukungnya baik kelompok maupun perorangan;


2. pengembangan minapolitan; dan
3. penelitian dan pendidikan bidang perikanan.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. rumah tinggal dengan batasan dominasi penggunaan lahan dan


kegiatan yang bisa bersamaan dengan kegiatan perikanan;
2. minapadi;
3. industri kecil dan rumah tangga;
-183-

4. pariwisata; dan
5. perdagangan dan jasa pendukung sektor perikanan yang ramah
lingkungan.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan eksploitasi perikanan yang


mengganggu keseimbangan daya dukung lingkungan.

Pasal 81
Ketentuan umum zonasi kawasan pertambangan dan energi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf e, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pariwisata, permukiman perdesaan, perdagangan dan jasa,


hortikultura dengan syarat kegiatan dilakukan tidak di lokasi yang
sudah terbit ijin tambangnya; dan
2. budidaya lainnya pasca tambang yang tidak merusak lingkungan
dan memperhatikan mitigasi bencana.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan permukiman perkotaan.

Pasal 82
Ketentuan umum zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf f, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:
-184-

1. industri menengah dan industri besar serta sarpras pendukungnya;


2. kawasan industri;
3. sentra industri maupun individu; dan
4. RTH.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pendidikan;
2. rumah tinggal;
3. perdagangan dan jasa;
4. fasilitas pendukung dengan batasan dominasi fungsi kawasan tetap
sebagai kawasan peruntukan industri; dan
5. peternakan terpadu dengan syarat tidak mengganggu dan tidak
mencemari lingkungan.

c. tidak diperbolehkan kegiatan pengambilan air bawah tanah dan


industri yang tidak ramah lingkungan;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

1. KDB maksimum 80% untuk bangunan industri guna mendukung


efektivitas produksi; dan
2. KDH minimum 20%.

e. ketentuan sarana prasarana minimum meliputi:


-185-

1. tersedianya akses jalan;


2. tersedianya air bersih;
3. tersedianya listrik;
4. tersedianya pengolah limbah;
5. tersedianya jalur dan tempat evakuasi; dan
6. tersedianya drainase.

Pasal 83
Ketentuan umum zonasi kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 huruf g, dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. pengembangan pariwisata alam maupun budaya dengan tetap


mempertahankan keaslian lingkungan alam dan kearifan budaya
setempat;
2. pendukung dan yang mengundang kunjungan wisatawan;
3. akomodasi pariwisata;
4. sarana dan prasarana lingkungan;
5. permukiman; dan
6. perdagangan dan jasa.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pariwisata buatan dengan syarat mengikuti standar teknis dan


ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
2. pertanian dan perikanan dengan batasan dominasi fungsi kawasan
-186-

tetap pariwisata.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang berpotensi merusak fungsi


dan kelestarian lingkungan kawasan pariwisata;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

1. pariwisata alam di daerah pantai dan dataran rendah, meliputi:

a) KDB paling tinggi 30% (tiga puluh persen); dan


b) KDH paling rendah 70% (tujuh puluh persen).

2. pariwisata alam di daerah dataran tinggi, meliputi:

a) KDB paling tinggi 20% (dua puluh persen); dan


b) KDH paling rendah 80% (delapan puluh persen).

3. pariwisata buatan dan budaya di daerah dataran rendah, meliputi:

a) KDB paling tinggi 70% (tujuh puluh persen); dan


b) KDH paling rendah 30% (tiga puluh persen).
-187-

4. pariwisata buatan dan budaya di daerah dataran tinggi, meliputi:

a) KDB paling tinggi 40% (empat puluh persen); dan


b) KDH paling rendah 60% (enam puluh persen).

5. ketentuan sarana dan prasarana minimum berupa bangunan yang


dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah
lingkungan disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang
akan dikembangkan.

Pasal 84

(1) Ketentuan umum zonasi kawasan permukiman sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 76 huruf h, terdiri dari:

a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan


b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan permukiman perkotaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:


-188-

1. perumahan kepadatan sedang dan tinggi;


2. perkantoran;
3. rest area;

4. museum, monumen, dan bangunan publik lainnya;

5. perdagangan dan jasa;


6. semua jenis sarana prasarana umum mulai dari perguruan
tinggi/pendidikan, klinik, rumah sakit, apotek dan tempat
ibadah;
7. jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer,
jalan arteri sekunder dan jalan kolektor sekunder, jalan lokal
sekunder, dan jalan evakuasi;
8. terminal;
9. halte;
10. jaringan listrik;
11. jaringan drainase;
12. jaringan air bersih;
13. jaringan telepon; dan
14. ruang terbuka hijau dan hutan kota.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. pengembangan kegiatan usaha industri kecil;


2. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa;
3. pengembangan kegiatan pariwisata dan usaha pariwisata;
4. pengembangan kegiatan peternakan dan perikanan dengan
syarat tidak mengganggu fungsi kawasan;
5. pembangunan dan pengembangan kegiatan penyediaan
-189-

fasilitas sosial dan fasilitas umum dengan syarat sesuai


dengan skala pelayanan sistem perkotaan;
6. pembangunan menara telekomunikasi dan menara
telekomunikasi bersama;
7. pembangunan dan pengembangan stasiun pengisian bahan
bakar umum (SPBU) dan stasiun pengisian bahan bakar elpiji
(SPBE) dengan memperhatikan lingkungan dan keamanan;
dan
8. industri besar dan menengah eksisting sebelum
diundangkannya peraturan daerah ini dengan syarat
pertumbuhan nol (0).

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan:

1. peternakan skala besar; dan


2. TPA dan IPLT.

d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

1. KDB maksimum 70%; dan


2. KDH minimum 20% sesuai dengan zona peruntukannya,
kecuali untuk fungsi RTH dan hutan kota.

e. ketentuan sarana dan prasarana minimum:

1. prasarana perumahan antara lain, meliputi:


-190-

a) jaringan jalan;
b) jaringan saluran pembuangan air limbah;
c) jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase dan
sumur peresapan air hujan); dan
d) tempat pembuangan sampah.

2. sarana perumahan antara lain meliputi sarana:

a) perniagaan dan perbelanjaan;


b) pelayanan umum dan pemerintah;
c) pendidikan;
d) kesehatan;
e) peribadatan;
f) rekreasi dan olah raga;
g) pemakaman;
h) pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan
i) parkir.

3. utilitas umum perumahan antara lain meliputi:

a) jaringan air bersih;


b) jaringan listrik;
c) jaringan telepon;
d) jaringan transportasi; dan
e) sarana penerangan jalan umum.
-191-

f. ketentuan lain berupa penyelenggaraan perumahan dan kawasan


permukiman pada kawasan permukiman perkotaan harus
memperhatikan:

1. menyelenggarakan permukiman di kawasan perkotaan,


dilakukan dengan pengembangan vertikal;
2. menyediakan prasarana, sarana dan utilitas umum
permukiman yang layak huni dan memadai;
3. mengarahkan pembangunan sarana kota sesuai dengan
hierarki pelayanan yang telah ditentukan; dan
4. mengendalikan mobilitas dan penyebaran penduduk
antarwilayah melalui pengintegrasiaan permukiman dengan
sistem jaringan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan permukiman perdesaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. permukiman kepadatan rendah dan sedang;


2. industri kecil;
3. museum, monument, dan bangunan publik lainnya;
4. bangunan kantor;
5. wisata alam;
6. RTH; dan
7. kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:


-192-

1. pertanian;
2. kehutanan;
3. peternakan;
4. perikanan dengan batasan dominasi fungsi tetap kawasan
permukiman perdesaan;
5. perumahan developer;
6. perguruan tinggi;
7. gedung pertemuan;
8. perkantoran;
9. wisata buatan dengan syarat tidak mengubah karakteristik
perdesaan menjadi perkotaan;
10. pertambangan;
11. perikanan besar; dan
12. peternakan besar dengan syarat penanganan dampak limbah
baik air, udara, dan padat serta suara dari kegiatan tersebut
tidak mempengaruhi kegiatan permukiman perdesaan serta
menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku terkait jarak
minimal dari permukiman.

c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pusat perdagangan dan jasa


modern, akomodasi wisata skala besar, dan industri menengah
hingga besar;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

1. KDB maksimum 65%; dan


2. KDH minimum 25% sesuai dengan zona peruntukannya,
kecuali untuk fungsi RTH.

e. ketentuan sarana dan prasarana minimum terdiri dari:


-193-

1. prasarana perumahan antara lain, meliputi:

a) jaringan jalan;
b) jaringan saluran pembuangan air limbah;
c) jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase dan
sumur peresapan air hujan); dan
d) tempat pembuangan sampah.

2. sarana perumahan antara lain meliputi sarana:

a) perniagaan dan perbelanjaan;


b) pelayanan umum dan pemerintah;
c) pendidikan;
d) kesehatan;
e) peribadatan;
f) rekreasi dan olah raga;
g) pemakaman;
h) pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan
i) parkir.

3. utilitas umum perumahan antara lain meliputi:

a) jaringan air bersih;


b) jaringan listrik;
c) jaringan telepon;
d) jaringan transportasi; dan
-194-

e) sarana penerangan jalan umum.

Pasal 85

Ketentuan umum zonasi kawasan transportasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 76 huruf i, meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. naik turun penumpang dan bongkar muat barang;


2. fasilitas pendukung aktivitas kebandarudaraan;
3. fasilitas pergantian moda; dan
4. jalur hijau dan RTH yang tidak mengundang burung.

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan komersial berupa


perdagangan dan jasa yang memenuhi standar keamanan KKOP dan
tidak menimbulkan gangguan terhadap bandar udara dan gangguan
terhadap parkir di badan jalan.
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan tidak berkaitan dengan fungsi
pelayanan kebandarudaraan dan berpotensi mengganggu fungsi bandar
udara.
d. ketentuan sarana dan prasarana minimum meliputi:

1. fasilitas sisi udara meliputi:

a) landas pacu;
b) runway strip, Runway End Safety Area (RESA) stopway dan
clearway;
-195-

c) landas hubung;
d) landas parkir; dan
e) marka dan rambu sisi udara.

2. fasilitas sisi darat meliputi bangunan terminal penumpang dan


kargo, menara pengawas lalu lintas penerbangan, bangunan
operasional penerbangan, bangunan gedung genset, bangunan
administrasi/ perkantoran dan hangar; jalan masuk; tempat
parkir kendaraan bermotor; serta marka dan rambu sisi darat.

Pasal 86
Ketentuan umum zonasi kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf j meliputi:
a. diperbolehkan untuk kegiatan:

1. basis militer;
2. daerah latihan militer;
3. daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya;
4. gudang amunisi;
5. daerah uji coba sistem persenjataan;
6. kawasan industri sistem pertahanan;

7. pendidikan dan pelatihan pertahanan dan keamanan; dan

8. sarana dan prasarana pendukung kegiatan pertahanan dan


keamanan di kawasan pertahanan dan keamanan.
-196-

b. diperbolehkan dengan syarat untuk kegiatan:

1. perumahan bagi pegawai; dan


2. budidaya tidak terbangun yang tidak mengganggu sistem
pertahanan keamanan.

c. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu stabilitas kawasan.


d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

1. KDB paling tinggi 70% (tujuh puluh lima persen); dan


2. KDH paling rendah 30% (tiga puluh persen).

Paragraf 6

Ketentuan Khusus Rencana Pola Ruang

Pasal 87

Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c


meliputi:
a. ketentuan khusus Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP);
b. ketentuan khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B);
c. ketentuan khusus kawasan rawan bencana;
-197-

d. ketentuan khusus kawasan resapan air;


e. ketentuan khusus kawasan sempadan;
f. ketentuan khusus kawasan karst; dan
g. ketentuan khusus kawasan pertambangan dan energi.

Pasal 88

(1) Ketentuan Khusus Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan


(KKOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a meliputi:

a. tidak diperbolehkan menimbulkan gangguan terhadap isyarat-


isyarat navigasi penerbangan atau komunikasi radio antar bandar
udara dan pesawat udara;
b. tidak diperbolehkan menyulitkan penerbang membedakan lampu-
lampu rambu udara dengan lampu-lampu lain;
c. tidak diperbolehkan menyebabkan kesilauan pada mata
penerbang yang mempergunakan bandar udara;
d. tidak diperbolehkan melemahkan jarak pandang sekitar bandar
udara;
e. tidak diperbolehkan menyebabkan timbulnya bahaya burung atau
dengan cara lain dapat membahayakan atau mengganggu
pendaratan, lepas landas atau gerakan pesawat udara yang
bermaksud mempergunakan bandar udara; dan
f. batas ketinggian bangunan maksimal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan khusus KKOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dituangkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian detail
informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII-
1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini
-198-

Pasal 89

(1) Ketentuan Khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b berupa peraturan
mengenai KP2B dengan ketentuan:

a. diperbolehkan untuk kegiatan peningkatan produktivitas tanaman


pangan, pengembangan wisata pertanian, dan pemanfaatan
teknologi pertanian;
b. diperbolehkan kegiatan yang tidak mengurangi luasan KP2B serta
tidak merusak fungsi lahan dan kualitas tanah;
c. tidak diperbolehkan alih fungsi kecuali untuk pembangunan
rumah tinggal milik petani pemilik lahan. Apabila lahan yang
dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan satu-
satunya lahan yang dimiliki petani dan akan digunakan untuk
rumah tinggal sendiri, maka hanya boleh dialihfungsikan paling
banyak 300 m2 (tiga ratus meter persegi) dengan syarat sudah
tersedia akses;
d. tidak diperbolehkan alih fungsi kecuali untuk pengadaan tanah
bagi kepentingan umum termasuk yang disebabkan oleh bencana
alam; dan
e. ketentuan lebih lanjut mengenai KP2B sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta dengan
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII-2 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
-199-

Pasal 90

(1) Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana (KRB) sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 huruf c meliputi:

a. Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Banjir Tingkat Tinggi;


b. Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Kekeringan Tingkat
Tinggi;
c. Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat
Tinggi;
d. Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Tsunami Tingkat
Tinggi; dan
e. Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah
Tingkat Tinggi.

(2) Ketentuan khusus kawasan rawan banjir tingkat tinggi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bertampalan dengan badan
jalan, kawasan hortikultura, kawasan perkebunan rakyat, kawasan
permukiman perdesaan, kawasan permukiman perkotaan, kawasan
pertahanan dan keamanan, kawasan peruntukan industri, kawasan
tanaman pangan, dan kawasan transportasi meliputi:

a. diperbolehkan kegiatan:

1. pembangunan jaringan dan bangunan pengendali banjir;


2. operasi dan pemeliharaan sumber daya air;
3. pembangunan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi
bencana banjir; dan
4. penyediaan ruang evakuasi untuk bencana selain banjir.
-200-

b. diperbolehkan bersyarat untuk kegiatan budidaya dengan tetap


menyediakan ruang resapan air.
c. tidak diperbolehkan kegiatan atau bangunan yang merusak
eksosistem dan mencemari lingkungan.

(3) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana kekeringan tingkat tinggi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang bertampalan
dengan kawasan hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi
terbatas meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan yang meningkatkan daya resap air;


b. diperbolehkan bersyarat untuk pembangunan infrastruktur
mitigasi bencana tanpa merusak kelestarian hutan; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang menurunkan daya resap air,
merusak ekositem, dan kegiatan yang berpotensi menyebabkan
kebakaran hutan.

(4) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana kekeringan tingkat tinggi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang bertampalan
dengan badan jalan, kawasan hortikultura, kawasan pariwisata,
kawasan perikanan budidaya, kawasan perkebunan, kawasan
perkebunan rakyat, kawasan permukiman perdesaan, kawasan
permukiman perkotaan, dan kawasan tanaman pangan meliputi:

a. diperbolehkan untuk:

1. pemanenan air hujan/rain water harvesting;


2. membuat sumur resapan/biopori;
3. pembangunan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi
-201-

bencana; dan
4. penyediaan ruang evakuasi untuk bencana selain kekeringan.

b. diperbolehkan bersyarat untuk:

1. kegiatan budidaya dengan tetap menyediakan resapan air atau


tidak menutup semua permukaan tanah dengan plester semen
atau ubin keramik; dan
2. penyediaan air dengan sumur air tanah dalam dengan izin
instansi yang berwenang dan peraturan perundangan yang
berlaku.

c. tidak diperbolehkan kegiatan yang merusak dan mencemari


lingkungan.

(5) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana longsor tingkat tinggi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang bertampalan
dengan kawasan hutan produksi, badan jalan, kawasan perkebunan
rakyat, kawasan hortikultura, kawasan perkebunan, kawasan
permukiman perdesaan, kawasan permukiman perkotaan, dan
kawasan tanaman pangan meliputi:

a. diperbolehkan untuk:

1. pemanfaatan ruang terbuka hijau atau penanaman pohon yang


mengurangi bahaya longsor;
2. pembangunan infrastruktur pengendali longsor;
-202-

3. pembangunan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi


bencana; dan
4. penyediaan ruang evakuasi untuk bencana selain longsor.

b. diperbolehkan bersyarat untuk:

1. pada kawasan hutan produksi diperbolehkan pembangunan


infrastruktur/bangunan pengendali atau pemantauan longsor
serta sistem kesiapsiagaan bencana dengan izin instansi yang
berwenang; dan
2. kegiatan budidaya dengan sistem kesiapsiagaan bencana dan
kegiatan budidaya yang mengubah atau mendirikan bangunan
harus disertai pengaman longsor.

c. tidak diperbolehkan pembangunan lahan terbangun dengan


intensitas tinggi yang berpotensi menurunkan kekuatan tanah
sehingga menyebabkan longsor.

(6) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana tsunami tingkat tinggi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang bertampalan
dengan kawasan hortikultura, kawasan pariwisata, kawasan
perikanan budidaya, kawasan perikanan tangkap, kawasan
permukiman perdesaan, kawasan permukiman perkotaan, kawasan
pertahanan dan keamanan, kawasan pertambangan mineral logam,
kawasan tanaman pangan, dan kawasan transportasi meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan:


-203-

1. konservasi sumber daya alam baik pesisir, laut, maupun darat;


2. penanaman mangrove atau vegetasi pesisir lainnya yang
berfungsi menahan arus air laut dan atau mengurangi tingkat
risiko bencana tsunami;
3. pembangunan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi
bencana;
4. penyediaan ruang evakuasi untuk bencana selain tsunami; dan
5. pembangunan sistem proteksi bencana tsunami berupa
tanggul atau struktur pemecah gelombang.

b. diperbolehkan bersyarat untuk kegiatan budidaya dengan sistem


kesiapsiagaan bencana; dan
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang berpotensi merusak
eksosistem dan menggangu fungsi sempadan pantai.

(7) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana gerakan tanah tingkat


tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yang bertampalan
dengan badan jalan, kawasan hortikultura, kawasan hutan produksi
tetap, kawasan perkebunan, kawasan perkebunan rakyat, kawasan
permukiman perdesaan, kawasan permukiman perkotaan, dan
kawasan tanaman pangan meliputi:

a. diperbolehkan untuk:

1. pemanfaatan ruang terbuka hijau;


2. pembangunan infrastruktur pengendali gerakan tanah;
3. pembangunan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi
bencana; dan
4. penyediaan ruang evakuasi untuk bencana selain gerakan
tanah.
-204-

b. diperbolehkan bersyarat untuk:

1. kegiatan budidaya dengan sistem kesiapsiagaan bencana;


2. kegiatan budidaya yang tidak berpotensi menimbulkan bahaya
gerakan tanah; dan
3. pada kawasan hutan produksi diperbolehkan pembangunan
infrastruktur/bangunan pengendali atau pemantauan gerakan
tanah serta sistem kesiapsiagaan bencana dengan izin instansi
yang berwenang.

c. tidak diperbolehkan pembangunan lahan terbangun dengan


intensitas tinggi yang menambah resiko gerakan tanah.

(8) Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana (KRB) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta dengan ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII-3 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 91

(1) Ketentuan khusus kawasan resapan air sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 87 huruf d berada di:

a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
c. Kapanewon Pengasih;
d. Kapanewon Panjatan;
-205-

e. Kapanewon Galur;
f. Kapanewon Lendah;
g. Kapanewon Kokap;
h. Kapanewon Girimulyo;
i. Kapanewon Kalibawang; dan
j. Kapanewon Samigaluh.

(2) Ketentuan khusus kawasan resapan air meliputi:

a. pengembangan baru dengan syarat memastikan air tidak


melimpas;
b. penyediaan sumur resapan dan/atau kolam resapan pada lahan
terbangun yang sudah ada sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. kegiatan yang tidak mendukung atau merusak fungsi kawasan
resapan air;
d. tidak menyebabkan pencemaran air; dan
e. tetap mempertahankan tanaman keras yang ada dan tidak
mencemari lingkungan.

(3) Ketentuan khusus kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dituangkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan
ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VII-4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
-206-

Pasal 92
(1) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 huruf e terdiri dari:

a. ketentuan khusus kawasan sempadan pantai.


b. ketentuan khusus kawasan sempadan sungai;
c. ketentuan khusus kawasan sempadan mata air; dan
d. ketentuan khusus kawasan sempadan situ, danau, embung, dan
waduk.

(2) Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:

a. kegiatan yang diperbolehkan:

1. pelestarian alam:
2. preservasi dan konservasi bentang alam;
3. pelestarian dan perlindungan ekosistem esensial;
4. kegiatan yang berfungsi lindung;
5. pemanfaatan ruang bangunan pengendali air dan system
peringatan dini;
6. pemanfaatan ruang untuk bangunan pelindung pantai;
7. penangkapan hasil laut;
8. pemanfaatan ruang untuk pangkalan pendaratan ikan;
9. kegiatan system pertahanan dan keamanan; dan
10. penyediaan prasarana evakuasi.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:


-207-

1. kegiatan perlindungan ekosistem setempat;


2. kegiatan transportasi yang tidak berisiko terhadap penurunan
kualitas lingkungan hidup;
3. kegiatan penataan dan pengelolaan ruang sempadan pantai;
4. kegiatan pendidikan, penelitian, pariwisata, dan olahraga
tanpa mengubah bentang alam pantai;
5. pemanfaatan ruang untuk tempat pelelangan ikan;
6. kepelabuhan dan kemaritiman;
7. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau yang
menyesuaikan kondisi ekosistem setempat;
8. kegiatan perkebunan rakyat dan hutan produksi;
9. pemanfaatan ruang untuk cagar budaya dengan batasan
pertumbuhan nol;
10. kegiatan budi daya terbangun yang telah memperoleh izin
sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan;
11. pengembangan kegiatan sosial budaya setempat yang tidak
mengubah bentang alam;
12. pertanian berupa sawah dan hortikultura dengan syarat tidak
menimbulkan limbah yang besar dan dampak negatif pada
kawasan sempadan pantai;
13. kegiatan penggaraman; dan
14. pertambangan yang tidak berisiko terhadap penurunan
kualitas ekosistem alami dan lingkungan hidup.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. Penutupan akses terhadap pantai; dan


2. Pemanfaatan ruang untuk bangunan dan kegiatan yang
berisiko merusak ekosistem pantai.

d. intensitas penggunaan lahan mempertimbangkan fungsi ekologis,


dengan memprioritaskan kegiatan budi daya terbangun sebagai
fasilitas keselamatan, fasilitas konservasi biota laut dan pesisir,
fasilitas mitigasi bencana, dan fasilitas pendukung kegiatan di
pantai;
-208-

e. prasarana dan sarana minimum berupa prasarana dan sarana


bangunan pemantauan bencana, ruang terbuka hijau penahan
bencana abrasi dan tsunami, sistem peringatan dini, dan jalur
evakuasi bencana.

(3) Ketentuan khusus kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:

a. kegiatan yang diperbolehkan:

1. kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat


perlindungan kawasan sempadan sungai;
2. pengembangan ruang terbuka hijau;
3. persevasi dan konservasi bentang alam, suaka alam, dan cagar
alam;
4. pemanfaatan ruang untuk bangunan pengendali air dan banjir
serta bangunan sistem peringatan dini;
5. penanaman tanaman pelindung sungai;
6. pemanfaatan ruang untuk pondasi sarana dan prasarana
publik;
7. pemanfaatan ruang untuk bangunan pengontrol atau
pengukur debit air;
8. pemanfaatan ruang untuk bangunan pengambil air baku,
bangunan instalasi pengolahan air minum, reservoir, dan
bangunan pendukung SPAM lainnya, serta jaringan perpipaan
SPAM; dan
9. pemanfaatan ruang untuk evakuasi, jalur hijau, jaringan
istrik, jaringan telekomunikasi, jaringan irigasi, dan drainase.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat:


-209-

1. pemasangan jaringan kabel listrik, jaringan telekomunikasi,


pipa air minum, pemancangan tiang atau pondasi
jalan/jembatan, pembangunan sistem jaringan prasarana lalu
lintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air,
pemasangan papan reklame secara terbatas, papan
penyuluhan, dan peringatan serta rambu-rambu pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. kegiatan budidaya pertanian dan perikanan sepanjang tindak
mengganggu fungsi kawasan sempadan sungai;
3. kegiatan wisata alam, pendidikan, penelitian serta kegiatan
pemeliharaan sungai sepanjang tidak mengganggu fungsi
kawasan sempadan sungai;
4. kegiatan yang bersifat sosial dan kemasyarakatan yang tidak
menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan
keamanan fungsi serta fisik sungai; dan
5. pemanfaatan ruang untuk sarana dan prasarana pariwisata
yang tidak berisiko merusak ekosistem suangi;
6. pemanfaatan ruang untuk kegiatan permukiman eksisting
yang tidak berpotensi merusak fungsi sempadan sungai;
7. pemanfaatan ruang untuk bangunan pembangkit listrik mikro
hidro;
8. kegiatan perikanan dengan syarat tidak menimbulkan
pencemaran maupun dampak negative pada kawasan
sempadan sungai;
9. pertanian berupa sawah dan hortikultura dengan syarat tidak
menimbulkan limbah besar dan dampak negatif pada kawasan
sempadan sungai;
10. kegiatan hutan produksi dan perkebunan rakyat dengan syarat
tidak mengganggu fungsi sempadan;
11. kegiatan pengambilan material sungai dalam rangka
normalisasi sungai hanya diperbolehkan pada badan sungai
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
12. kegiatan cagar budaya yang terletak di dalam zonasi dengan
batasan pertumbuhan nol dan tidak ada pengembangan.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan:

1. kegiatan yang mengganggu bentang alam, mengganggu


kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian
flora dan fauna, kelestarian lingkungan hidup, dan kegiatan
-210-

yang merusak kualitas air sungai, kondisi fisik sungai, dasar


sungai, serta mengganggu aliran air sungai;
2. mendirikan bangunan kecuali bangunan pengaman; dan
3. kegiatan yang berisiko mencemari sungai.

(4) Ketentuan khusus kawasan sempadan mata air sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:

a. kegiatan yang diperbolehkan:

1. kegiatan preservasi dan konservasi sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan; dan
2. pengembangan ruang terbuka hijau.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat:

1. kegiatan budidaya pertanian, perikanan, wisata, pendidikan,


dan penelitian sepanjang tidak mengganggu fungsi kawasan;
2. kegiatan budi daya eksisting dengan tidak menambah luasan,
tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah
pengawasan ketat; dan
3. kegiatan yang bersifat sosial dan kemasyarakatan yang tidak
menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan
keamanan fungsi serta fisik mata air.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan:


-211-

1. kegiatan budi daya baru dan budi daya yang dapat


mengganggu kawasan imbuhan air tanah dan sempadan mata
air; dan
2. kegiatan yang mengganggu bentang alam, mengganggu
kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian
flora dan fauna, kelestarian lingkungan hidup dan kegiatan
yang merusak kualitas air, kondisi fisik kawasan sekitarnya,
dan kawasan imbuhan air tanah serta sempadan mata air.

(5) Ketentuan khusus kawasan sempadan situ, danau, embung, dan


waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan
ketentuan:

a. kegiatan yang diperbolehkan:

1. kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat


perlindungan kawasan sempadan embung dan waduk;
2. pengembangan ruang terbuka hijau;
3. preservasi dan konservasi bentang alam, suaka alam, dan
cagar alam;
4. pemanfaatan ruang untuk bangunan pengendali air dan banjir
serta bangunan sistem peringatan dini;
5. penanaman tanaman pelindung embung dan waduk;
6. pemanfaatan ruang untuk bangunan pengambil air baku,
bangunan instalasi pengolahan air dan pedukungnya, serta
jaringan perpipaan air minum; dan
7. pemanfaatan ruang untuk bangunan ketenagalistrikan.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat:

1. pemanfaatan ruang untuk bangunan penunjang pariwisata


dan olahraga yang tidak berisiko merusak danau dan waduk;
2. pemanfaatan ruang untuk kegiatan permukiman eksisting
yang tidak berpotensi merusak fungsi danau dan waduk;
-212-

3. kegiatan perikanan termasuk penangkapan ikan dengan tidak


menimbulkan pencemaran terhadap danau dan waduk atau
ancaman biodiversitas;
4. kegiatan hutan produksi, perkebunan rakyat, pertanian dan
peternakan dengan syarat tidak mengganggu fungsi sempadan;
5. kegiatan pengembangan obyek wisata alam, olahraga dan
taman dengan syarat berupa pengaturan intensitas pengguna;
dan
6. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi yang memenuhi
standar ketentuan.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan:

1. kegiatan yang mengganggu bentang alam;


2. kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan tanah,
fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, kelestarian
lingkungan hidup, dan kegiatan yang merusak kualitas air
sungai, kondisi fisik sungai, dasar sungai;
3. kegiatan mengubah aliran air masuk atau ke luar embung dan
waduk; dan
4. kegiatan yang berisiko mencemari embung dan waduk.

(6) Ketentuan khusus sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dituangkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian detail
informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII-
5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Pasal 93
(1) Ketentuan khusus kawasan karst sebagaimana dimaksud dalam pasal
87 huruf f berupa peraturan mengenai kawasan karst dengan
ketentuan:
-213-

a. diperbolehkan pemanfaatan untuk penghijauan atau kegiatan lain


dengan fungsi lindung;
b. diperbolehkan bersyarat untuk kegiatan:

1. wisata yang tidak merusak bentanglahan karst;


2. penelitian; dan
3. permukiman atau kegiatan eksisting lainnya dengan
kepadatan rendah.

c. tidak diperbolehkan kegiatan yang merusak dan mencemari


bentanglahan karst.

(2) Ketentuan khusus sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dituangkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian detail
informasi skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII-
6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Pasal 94

(1) Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan batubara


sebagaimana dimaksud dalam pasal 94 huruf e berada di:

a. Kapanewon Temon;
b. Kapanewon Wates;
-214-

c. Kapanewon Panjatan;
d. Kapanewon Galur;
e. Kapanewon Lendah;
f. Kapanewon Sentolo;
g. Kapanewon Kokap;
h. Kapanewon Pengasih;
i. Kapanewon Nanggulan; dan
j. Kapanewon Kalibawang.

(2) Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan batubara


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan termasuk kegiatan


pasca tambang seperti reklamasi maupun kegiatan lainnya yang
sesuai dengan ketententuan perundang-undangan;
b. diperbolehkan bersyarat untuk kegiatan permukiman maupun
sarana prasarana penunjang dan pendukung pertambangan tanpa
menganggu fungsi lindung kawasan; dan
c. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan yang merusak
lingkungan maupun mengganggu fungsi lindung kawasan.

(3) Ketentuan khusus pertambangan mineral dan batubara sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta dengan ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII-7 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang
-215-

Paragraf 1
Umum

Pasal 95

Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 59 ayat (2) huruf b meliputi:

a. penilaian pelaksanaan KKPR; dan


b. penilaian perwujudan RTRW Kabupaten.

Paragraf 2
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 96
(1) Penilaian pelaksanaan KKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
huruf a dilaksanakan untuk memastikan:

a. kepatuhan pelaksanaan KKPR; dan


b. pemenuhan prosedur perolehan KKPR.

(2) Penilaian kepatuhan pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan


Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada
periode:

a. selama pembangunan; dan


-216-

b. pasca pembangunan.

(3) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf a dilakukan untuk memastikan kepatuhan
pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan KKPR.
(4) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
diterbitkannya KKPR.
(5) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen KKPR, pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang diharuskan
melakukan penyesuaian.
(6) Penilaian pada periode pasca pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b untuk memastikan kepatuhan hasil
pembangunan dengan ketentuan dokumen KKPR.
(7) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen KKPR, dilakukan pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan dalam KKPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk
tekstual dan spasial.
(9) Penilaian Pemenuhan prosedur perolehan KKPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk memastikan
kepatuhan pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan
persyaratan perolehan KKPR dilaksanakan sesuai dengan ketentuan:

a. apabila KKPR diterbitkan tidak melalui prosedur yang benar, maka


KKPR batal demi hukum; dan
b. apabila KKPR tidak sesuai akibat perubahan RTR, maka KKPR
dibatalkan dan dapat dimintakan ganti kerugian yang layak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10) Penilaian pelaksanaan KKPR termasuk juga penilaian pernyataan


mandiri pelaku UMK.
(11) Penilaian pernyataan mandiri pelaku UMK sebagaimana dimaksud
ayat (10) dilaksanakan untuk memastikan kebenaran pernyataan
mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK, apabila ditemukan
ketidaksesuaian maka akan dilakukan pembinaan.
-217-

Paragraf 3
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 97

(1) Penilaian perwujudan RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam pasal 95 huruf b dilakukan dengan:

a. penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang; dan


b. penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang.

(2) Penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang dan


perwujudan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b dilakukan terhadap:

a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi; dan
c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.

(3) Penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan penyandingan
pelaksanaan pembangunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana terhadap rencana struktur ruang.
(4) Penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penyandingan
pelaksanaan program pengelolaan lingkungan, pembangunan
berdasarkan perizinan berusaha, dan hak atas tanah terhadap
rencana pola ruang.
-218-

(5) Hasil penilaian perwujudan rencana struktur ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. muatan rencana struktur ruang terwujud;


b. muatan rencana struktur ruang belum terwujud; dan
c. pelaksanaan program pembangunan tidak sesuai dengan muatan
rencana struktur ruang.

(6) Hasil penilaian perwujudan perwujudan rencana pola ruang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. muatan rencana pola ruang terwujud;


b. muatan rencana pola ruang belum terwujud; dan
c. pelaksanaan program pembangunan tidak sesuai dengan muatan
rencana pola ruang.

(7) Penilaian perwujudan RTRW Kabupatendilakukan secara periodik dan


terus menerus yaitu 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan
dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten.
(8) Tata cara penilaian perwujudan RTRW Kabupatendilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1
Umum
-219-

Pasal 98
(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c diselenggarakan untuk:

a. meningkatkan upaya Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam


rangka mewujudkan Tata Ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten;
b. memfasilitasi kegiatan Pemanfaatan Ruang agar sejalan dengan
RTRW Kabupaten; dan
d. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam
rangka Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTRW
Kabupaten.

(2) Insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk
mendukung perwujudan RTRW Kabupaten.

(3) Pemberian insentif dan disinsentif dilaksanakan untuk:

a. menindaklanjuti pengendalian implikasi kewilayahan pada zona


kendali dan zona yang didorong; dan
b. menindaklanjuti implikasi kebijakan atau rencana strategis
nasional.

Paragraf 2

Ketentuan Insentif

Pasal 99
(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dapat berupa:
-220-

a. insentif fiskal; dan/atau


b. insentif non fiskal.

(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:

a. keringanan pajak;
b. retribusi; dan/atau
d. penerimaan bukan pajak.

(3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa:

a. pemberian kompensasi;
b. subsidi;
c. imbalan;
d. sewa Ruang;
e. urun saham;
f. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. penghargaan; dan/atau
i. publikasi atau promosi.

(4) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh:

a. Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Pemerintah Daerah


lainnya; dan
-221-

b. Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Masyarakat.

(5) Insentif dari Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Pemerintah


Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dapat
berupa:

a. pemberian kompensasi;
b. pemberian penyediaan prasarana dan sarana;
c. penghargaan; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.

(6) Insentif dari Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Masyarakat


sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa:

a. pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi;


b. subsidi;
c. pemberian kompensasi;
d. imbalan;
e. sewa Ruang;
f. urun saham;
g. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
h. penyediaan prasarana dan sarana;
i. penghargaan; dan/atau
j. publikasi atau promosi.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur
dengan Peraturan Bupati.
-222-

Paragraf 3
Ketentuan Disinsentif

Pasal 100
(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) dapat
berupa:

a. disinsentif fiskal; dan/atau


b. disinsentif nonfiskal.

(2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi.
(3) Disinsentif nonfiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa:

a. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan;


b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
c. pemberian status tertentu.

(4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh:

a. Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Pemerintah Daerah


lainnya; dan
b. Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Masyarakat.
-223-

(5) Disinsentif dari Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Pemerintah


Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa
pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(6) Disinsentif dari Pemerintah Daerah Kabupaten kepada Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa:

a. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi;


b. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan; dan/atau
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian disinsentif


diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima

Arahan Sanksi

Pasal 101

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d
dikenakan kepada pelanggar pemanfaatan ruang, meliputi:

a. Perseorangan dan/atau korporasi yang memanfaatkan ruang tidak


sesuai dengan ketentuan umum peraturan zonasi;
-224-

b. Perseorangan dan/atau korporasi yang memanfaatkan ruang


tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
c. Perseorangan dan/atau korporasi yang memanfaatkan ruang tidak
sesuai dengan izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
d. Perseorangan dan/atau korporasi yang melanggar ketentuan yang
telah ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten; dan
e. Perseorangan dan/atau korporasi yang memanfaatkan ruang
dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

(2) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


melalui sanksi administratif.

(3) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi


administrasi.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
bentuk:

a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
-225-

(5) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a


dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan
tertulis paling banyak 3 (tiga) kali.
(6) Penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan melalui:

a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis


sesuai ketentuan;
b. apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a
diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan keputusan
penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang;
c. berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf b
pejabat yang berwenang melakukan penghentian sementara
kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
d. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan
ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan
teknis pemanfaatan ruang.

(7) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) huruf c dilakukan melalui:

a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara


pelayanan umum dari pejabat yang berwenang melakukan
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang atau membuat
surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan menerbitkan keputusan pengenaan sanksi penghentian
sementara pelayanan umum kepada pelanggar dengan memuat
rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
-226-

c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan


memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera
dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang
akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia
jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada
pelanggar, disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikantidak terdapat
pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar
memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis
pemanfaatan ruang.

(8) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d


dilakukan melalui:

a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang


berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan keputusan
pengenaan sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar;

c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan


memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penutupan lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai
-227-

dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan


pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan
teknis pemanfaatan ruang.

(9) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e


dilakukan melalui:

a. penerbitan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh


pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan keputusan
pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan
izin menerbitkan keputusan pencabutan izin;
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin
yang telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut
izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (4) huruf f
dilakukan melalui:
-228-

a. membuat lembar evaluasi yang berisikan arahan pola


pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat
mengambil langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi akibat
pembatalan izin;
c. menerbitkan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan
pembatalan izin;
e. menerbitkan keputusan pembatalan izin dari pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin
yang telah dibatalkan.

(11) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (4)


huruf g dilakukan melalui:

a. penerbitan surat pemberitahuan perintah pembongkaran


bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban,
mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran
bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan

d. berdasarkan keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang


berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan
aparat penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara
paksa.
-229-

(12) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h
dilakukan melalui:

a. penetapan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-


bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah
pemulihan fungsi ruang;

c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang


disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
mengeluarkan keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi
ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi
ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung
jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan
paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan

g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai


kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah
atas beban pelanggar di kemudian hari.

(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dengan


Peraturan Bupati.
-230-

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 102

(1) Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat


berhak:

a. mengetahui secara terbuka RTRW Kabupaten;


b. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat dari penataan ruang wilayah;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang; dan
d. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Untuk mengetahui RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a masyarakat dapat memperoleh melalui:

a. lembaran daerah;
b. penyebarluasan informasi melalui media massa;
c. penyebarluasan informasi melalui brosur; dan
d. instansi yang membidangi urusan penataan ruang.
-231-

(3) Untuk menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada hak
atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu
yang dimiliki masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan maupun atas hukum adat dan kebiasaan atas ruang pada
masyarakat setempat.
(4) Kaidah pemanfaatan ruang yang melembaga pada masyarakat secara
turun temurun dapat dilanjutkan sepanjang telah memperhatikan
faktor daya dukung lingkungan, estetika, struktur pemanfaatan
ruang wilayah yang dituju, serta dapat menjamin pemanfaatan ruang
yang serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.

(5) Dalam hal pengajuan keberatan, gugatan dan tuntutan pembatalan


izin, serta hak memperoleh penggantian atas kegiatan pembangunan
terkait pelaksanaan RTRW Kabupaten, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c masyarakat berhak untuk:

a. mengajukan keberatan, pembatalan izin dan penghentian kegiatan


kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak
sesuai dengan RTRW Kabupaten;
b. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan RTRW Kabupatenmenimbulkan kerugian;
c. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupatenkepada
pejabat yang berwenang; dan
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
RTRW Kabupaten.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
-232-

Pasal 103

(1) Dalam pemanfaatan ruang, masyarakat wajib:

a. menaati RTRW Kabupaten;


b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diperoleh;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

(2) Pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah
untuk kawasan milik umum yang aksesibilitasnya memenuhi syarat:

a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan


b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.

(3) Kawasan milik umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara
lain sumber air, ruang terbuka publik dan fasilitas umum lainnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 104
Peran masyarakat dalam Penataan Ruang dilakukan melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
-233-

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 105
(1) Bentuk partisipasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 huruf a berupa:

a. masukan mengenai:

1. persiapan penyusunan RTRW Kabupaten;


2. penentuan arah pengembangan Wilayah atau Kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan Wilayah
atau Kawasan;
4. perumusan konsepsi RTRW Kabupaten; dan
5. penetapan RTRW Kabupaten.

b. kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten dan/atau


sesama unsur masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang.

(2) Bentuk partisipasi dalam Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 104 huruf b dapat berupa:

a. masukan mengenai kebijakan Pemanfaatan Ruang;


b. kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan RTRW Kabupatenyang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang dengan memperhatikan kearifan lokal serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
-234-

e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta


memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Bentuk partisipasi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 huruf c dapat berupa:

a. masukan terkait ketentuan umum zonasi, Kesesuaian Kegiatan


Pemanfaatan Ruang, pemberian insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
RTRW Kabupatenyang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan Pemanfaatan Ruang yang melanggar RTRW
Kabupatenyang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten.

Pasal 106
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis kepada Bupati dan/atau melalui
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan penataan ruang;
(2) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah
Kabupaten membangun sistem informasi dan komunikasi
penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat; dan
(3) Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB X
KELEMBAGAAN
-235-

Pasal 107

(1) Dalam rangka mengoordinasikan penataan ruang dan kerjasama


antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Forum
Penataan Ruang Daerah (FPRD);
(2) Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
untuk memberikan masukan dan pertimbangan dalam Pelaksanaan
Penataan Ruang.

(3) Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Anggota Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas instansi vertikal bidang pertanahan, perangkat daerah,
asosiasi profesi, asosiasi akademisi, dan tokoh Masyarakat.
(5) Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 108

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai


negeri sipil tertentu di lingkungan instansi Pemerintah Daerah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik
kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(3) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-236-

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 108

(1) RTRW Kabupaten menjadi pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;


b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah kabupaten;
d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar
sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penyusunan RDTR Kabupaten.

(2) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun sejak
tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun;
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara,
dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan undang-
undang, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun;
(4) Peraturan Daerah ini dilengkapi dengan rencana dan album peta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;
(5) Untuk operasionalisasi tata ruang di kawasan perkotaan dan kawasan
strategis, maka disusun rencana rinci berupa rencana detail tata
ruang;
(6) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:

a. Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan Wates;


-237-

b. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Zona Otorita Kawasan


Pariwisata Borobudur;
c. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Sekitar Bandara
Internasional Yogyakarta (BIY);
d. Rencana Detail Tata Ruang Kulon Progo Utara;
e. Rencana Detail Tata Ruang Kulon Progo Tengah; dan
f. Rencana Detail Tata Ruang Kulon Progo Selatan.

(6) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 119

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:


a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan
masa berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:

1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut


disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan peraturan daerah
ini;
-238-

2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan


ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan
dilakukan penyesuaian dengan jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun sejak diberlakukannya peraturan daerah ini; dan
3. bangunan pemerintah dan pemerintah daerah yang pada saat
peraturan daerah ini ditetapkan masih ada dan belum disesuaikan
dengan rencana pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam
peraturan daerah ini dapat tetap menempati ruang yang ada sampai
dengan dilaksanakannya pembangunan sesuai dengan rencana tata
ruang.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 120
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan yang telah ditetapkan berkaitan dengan penataan
ruang, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah
Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012 Nomor 1 Seri E) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 121
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Kulon Progo.

Ditetapkan di Wates
-239-

pada tanggal

PJ. BUPATI KULON PROGO,

NI MADE DWIPANTI INDRAYANTI, S.T., M.T.

Diundangkan di Wates
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KULON PROGO,

TRIYONO, SIP., M.Si.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN … NOMOR ...


NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA:

PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
NOMOR TAHUN 2024

TENTANG
-240-

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO


TAHUN 2024-2044

I. UMUM

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja telah merubah beberapa aturan operasional terkait Penataan Ruang
yang diselenggarakan berdasarkan asas pemerataan hak, kepastian
hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan dan kemandirian. Tujuan UU
Nomor 6 Tahun 2023 ini adalah untuk: menciptakan dan meningkatkan
lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMK-M serta industri dan
perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja
Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan
keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi
nasional; menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja; melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan
dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan
proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional
yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan
berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
Dengan perubahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, maka Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran
Penataan Ruang. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi Perencanaan
Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, Pengendalian Pemanfaatan Ruang,
Pengawasan Penataan Ruang, Pembinaan Penataan Ruang, dan
Kelembagaan Penataan Ruang.

Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaran Penataan Ruang menjadi dasar untuk merubah pedoman
-241-

penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, yang semula


diatur melalui Peraturan Menteri ATR Nomor 1 Tahun 2018 diubah dengan
Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan
Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten, Kota,
dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Peraturan penyusunan rencana
tata ruang tersebut didukung dengan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor
14 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian
Peta RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peta RDTR
Kabupaten/Kota. Perubahan peraturan penyusunan materi teknis dan
pemetaan tata ruang menyebabkan nomenklatur, muatan materi serta
penyajian rencana tata ruang mengalami banyak perubahan. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan penyusunan rencana tata ruang wilayah yang baru
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sebagai rujukan utama dalam pelaksanaan pembangunan yang
bersifat spasial di Kabupaten Kulon Progo, RTRW memiliki fungsi dan
kedudukan sebagai pedoman pembangunan seluruh sektor dan harus
mengakomdasi seluruh kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undanganan. Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang memberikan ruang
bagi daerah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap RTRW
Kabupaten 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Peninjauan kembali RTRW Kabupaten mempertimbangkan kondisi
perubahan lingkungan strategis atau perubahan kebijakan nasional yang
mempengaruhi pembangunan/pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau
internal kabupaten. Berdasarkan kondisi tersebut di atas Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo perlu untuk melaksanakan peninjauan kembali
RTRW Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2017 untuk mengetahui apakah
substansi RTRW Kabupaten Kulon Progo masih relevan dengan dinamika
pembangunan yang terjadi dan sejauh mana RTRW Kabupaten Kulon
Progo diimplementasikan.
Mendasar Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang, peninjauan kembali tidak diartikan
untuk melakukan pemutihan penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan
ruang. Oleh karena itu kegiatan peninjauan kembali harus secara utuh
melihat keseluruhan kinerja penataan ruang dan menghasilkan
penyempurnaan substansi RTRW Kabupaten Kulon Progo namun tidak
menyusun rencana yang baru. Peninjauan kembali RTRW Kabupaten
Kulon Progo Tahun 2012-2032 memerlukan tahapan kajian, evaluasi dan
penilaian dalam menghasilkan rekomendasi tentang penyempurnaan
dalam hal apa saja yang perlu dilakukan untuk pelaksanaan RTRW
Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2023-2043.
-242-

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan 57.721 Ha (lima puluh tujuh ribu


tujuh ratus dua puluh satu hektare) adalah luasan yang
dihitung sesuai tingkat ketelitian peta skala 1:50.000
-243-

sehingga memungkinkan perbedaan luasan pada skala


peta yang lebih besar.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.
-244-

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan “kawasan strategis kabupaten”


merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan
ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup wilayah kabupaten di bidang ekonomi
dan sosial budaya.

Pasal 5
-245-

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
-246-

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

Yang dimaksud dengan Transit Oriented Development (TOD)


atau pengembangan berorientasi transit adalah jenis
pengembangan perkotaan yang memaksimalkan jumlah
ruang perumahan, bisnis dan rekreasi dalam jarak berjalan
kaki dari angkutan umum.

Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.

Pasal 8
-247-

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.
-248-

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud “sistem jaringan jalan” adalah satu kesatuan


jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat
kegiatan/pusat pertumbuhan, dan simpul transportasi
dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya
dalam satu hubungan hierarkis.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
-249-

Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Ayat (10)
Cukup jelas.

Ayat (11)
Cukup jelas.

Ayat (12)
Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud “sistem jaringan kereta api” adalah seluruh


jalur kereta api yang terkait satu dengan yang lain
menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu
sistem.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.
-250-

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.
-251-

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25
-252-

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.
-253-

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34
-254-

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.
-255-

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43
-256-

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas
-257-

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52
-258-

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas
-259-

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61
-260-

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas
-261-

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70
-262-

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas
-263-

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79
-264-

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Cukup jelas
-265-

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88
-266-

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas
-267-

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

Pasal 96

Cukup jelas

Pasal 97
-268-

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

Pasal 101

Cukup jelas
-269-

Pasal 102

Cukup jelas

Pasal 103

Cukup jelas

Pasal 104

Cukup jelas

Pasal 105

Cukup jelas

Pasal 106
-270-

Cukup jelas

Pasal 107

Cukup jelas

Pasal 108

Cukup jelas

Pasal 109

Cukup jelas

Pasal 110

Cukup jelas
-271-

Pasal 111

Cukup jelas

Pasal 112

Cukup jelas

Pasal 113

Cukup jelas

Pasal 114

Cukup jelas

Pasal 115
-272-

Cukup jelas

Pasal 116

Cukup jelas

Pasal 117

Cukup jelas

Pasal 118

Cukup jelas

Pasal 119

Cukup jelas
-273-

Pasal 120

Cukup jelas

Pasal 121

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR…

Anda mungkin juga menyukai