Anda di halaman 1dari 146

BUPATI TOJO UNA UNA

PROVINSI SULAWESI TENGAH

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA UNA


NOMOR ..... TAHUN 2022

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TOJO UNA UNA


TAHUN 2022 - 2042

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TOJO UNA UNA,

Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan kemudahan dalam


melaksanakan pembangunan di Daerah dan untuk
meningkatkan keseimbangan pemanfaatan ruang,
diperlukan adanya arahan mengenai pemanfaatan
ruang secara pasti;
b. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di
Kabupaten Tojo Una Una dengan memanfaatkan
ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan pertahanan keamanan, perlu disusun
Rencana Tata Ruang Wilayah;
c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Tojo Una Una
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Tojo Una Una Tahun 2011

1
sampai dengan Tahun 2031, sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang,
maka berdasarkan Pasal 78 ayat (4) huruf c
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, perlu menyusun kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tojo Una
Una yang baru;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,
maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tojo Una
Una Tahun 2022 – 2042.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Tojo
Una-Una Di Provinsi Sulawesi Tengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4342);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara

2
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4966);
8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010
tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat
dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
12. PeraturanPemerintah Nomor 13 Tahun 2017
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6633);
14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya
Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

3
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Batas Daerah
Kabupaten Tojo Una Una Dengan Kabupaten
Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 60 Tahun 2017 tentang Batas Daerah
Kabupaten Poso Dengan Kabupaten Tojo Una Una
Provinsi Sulawesi Tengah;
17. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang tentang Tata
Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan
Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota dan
Rencana Detail Tata Ruang Kota (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 329);
18. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
BPN Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pedoman
Penyusunan Basis Data Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta Peta
Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor
326);
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor
8 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013 –
2033 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2013 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 37).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TOJO UNA UNA


dan
BUPATI TOJO UNA UNA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA UNA


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN TOJO UNA UNA TAHUN 2022 – 2042

4
BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Tojo Una Una.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una.
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Tojo Una Una.
4. Perangkat Daerah adalah perangkat daerah di lingkungan
pemerintah kabupaten yakni pelaksana fungsi eksekutif sebagai
penyelenggaraan pemerintahan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD
adalah DPRD Kabupaten Tojo Una Una.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan
ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistim
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki
hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.

5
14. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penataan
ruang.
15. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam
penataan ruang.
16. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat.
17. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
18. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
19. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian antara
rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR.
20. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah
dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan
Pemanfaatan Ruang dengan RDTR.
21. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah
dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan
Pemanfaatan Ruang dengan RTR selain RDTR.
22. Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah
dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang
bersifat strategis yang belum diatur dalam RTR dengan
mempertimbangkan asas dan tujuan Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
23. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tojo Una Una yang
selanjutnya disingkat RTRW adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi
penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan
program pembangunan.
24. Ketentuan Umum Zonasi adalah ketentuan umum yang mengatur
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang dan
kawasan sekitar jaringan prasarana wilayah kabupaten.
25. Wilayah Daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional.
26. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana susunan
pusat-pusat permukiman (sistem perkotaan wilayah kabupaten yang

6
berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya)
dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten yang
dikembangkan untuk melayani kegiatan skala kabupaten, dan
mengintegrasikan wilayah kabupaten.
27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
28. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
29. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan sekala
antar desa.
30. Sistem Jaringan Prasarana adalah Sistem jaringan prasarana
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan
untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan
prasarana skala kabupaten.
31. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
32. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarkis.
33. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro yang selanjutnya disebut
PLTMH adalah pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan
tenaga air sebagai penggeraknya, seperti saluran irigasi, sungai atau
air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan dan
jumlah debit air.
34. Pembangkit Listrik Tenaga Suyra yang selanjtunya disebut PLTS
adalah pembangkit listrik yang menggunakan energi matahari
sebagai penggeraknya.
35. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang selanjutnya disebut sebagai
sebagai PLTD adalah pembangkit listrik yang menggunakan mesin
diesel sebagai penggerak utama.
36. Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang selanjtunta disebut PLTU
adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap
untuk menghasilkan energi listrik.
37. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya
air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-
pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2.

7
38. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
39. Instalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjtunya disebut sebagai
IPAL adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuag limbaj
biologis dan kimiasi dan air sehingga memungkinkan air tersebut
untuk digunakan pada aktivitas lainnya.
40. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut sebagai
TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
41. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disebut sebagai TPA
adalah tempat memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
42. Drainase adalah sistem jaringan dan distribusi drainase suatu
lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang
terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah
regional yang lebih luas.
43. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau
budidaya.
44. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
45. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untukdibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
46. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi Kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi.
47. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
48. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
49. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu kesatuan lainnya tidak
dapat dipisahkan.

8
50. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
51. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
52. Kawasan hutan suaka adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
53. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya.
54. Kawasan perlindungan setempat adalah Kawasan yang
diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan yang menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur dalam tata kehidupan masyarakat untuk
melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari, serta
dapat menjaga kelestarian jumlah, kualitas penyediaan tata air,
kelancaran, ketertiban pengaturan, dan pemanfaatan air dari sumber
- sumber air. Termasuk didalamnya kawasan kearifan lokal,
sempadan yang berfungsi sebagai kawasan lindung antara lain
sempadan pantai, sungai, mata air, situ, danau, embung, dan
waduk, serta kawasan lainnya yang memiliki fungsi perlindungan
setempat.
55. Sempadan sungai adalah ruang yang tidak boleh dibangun yang
berada diantara tepi air sungai tertinggi sampai batas kawasan boleh
dibangun.
56. Sempadan pantai adalah kawasan perlindungan setempat yang
merupakan dataran sepanjang tepian pantai yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai.
57. Kawasan konservasi adalah kawasan pengelolaan sumber daya
dengan fungsi utama menjamin kesinambungan, ketersediaan, dan
kelestarian sumber daya alam ataupun sumber daya buatan dgn
tetap memelihara, serta meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya.
58. Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki
dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan
dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas, dan ditetapkan
oleh pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi tim ahli
cagar budaya.

9
59. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
60. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
61. Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh, ditanam dan dikelola di
atas tanah yang dibebani hak milik atau pun hak lainnya dan
arealnya berada diluar kawasan hutan negara. Hutan Rakyat dapat
dimiliki oleh orang baik sendiri maupun bersama orang lain atau
badan hukum.
62. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan.
63. Kawasan pertanian adalah kawasan budidaya pertanian yang
ditetapkan dengan kriteria memiliki kesesuaian lahan untuk
dikembangkan sebagai kawasan pertanian, ditetapkan sebagai lahan
pertanian pangan abadi, mendukung ketahanan pangan nasional,
dan/atau dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan
air.
64. Kawasan perikanan adalah kawasan yang difungsikan untuk
kegiatan perikanan dan segala kegiatan penunjangnya dengan
tujuan pengelolaan untuk memanfaatkan potensi lahan untuk
perikanan dalam meningkatkan produksi peikanan, dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan.
65. Kawasan pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi
sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas
berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang
meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi
produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik diwilayah daratan
maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik
kawasan budidaya maupun lindung.
66. Kawasan peruntukkan industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang ditetapkan sesua i dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan.
67. Kawasan pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata
baik alam, buatan, maupun budaya.
68. Kawasan permukiman adalah kawasan budidaya yang
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut, berada
di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana,
memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan,

10
dan memiliki kelengkapan sarana, prasarana, dan utilitas
pendukung.
69. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
70. Kawasan Strategis Nasional atau disingkat KSN adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan
dunia.
71. Kawasan Strategis Provinsi atau disingkat KSP adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya dan atau lingkungan.
72. Kawasan Strategis Kabupaten atau disingkat KSK adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan.
73. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan
pembangunan/pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW
Kabupaten.
74. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang selanjutnya disingkat
KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan
ruang dengan RTR.
75. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah
petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran,
sumber dana, instansi pelaksana dan waktu pelaksanaan dalam
rangka mewujudkan ruang provinsi yang sesuai dengan rencana tata
ruang.
76. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten
adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat/disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai
dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum zonasi,
penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang, ketentuan insentif dan
disinsentif dan arahan sanksi.
77. ketentuan umum zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum
yang mengatur pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi
peruntukan/fungsi ruang dan kawasan sekitar jaringan prasarana
sesuai dengan RTRW Kabupaten.
78. Ketentuan Insentif dan Disinsentif adalah perangkat atau upaya
untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk

11
mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang
tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
79. Arahan Sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa
saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
80. Forum Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut FPRD
adalah wadah di tingkat daerah yang bertugas untuk membantu
pemerintah daerah memberikan masukan dan pertimbangan dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
81. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan atau pemangku
kepentingan non Pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan
ruang.
82. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
83. Konsultasi Publik adalah partisipasi aktif Masyarakat untuk
mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran perbaikan dalam
penyusunan RTR.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Paragraf 1
Ruang Lingkup Materi

Pasal 2
RTRW Kabupaten Tojo Una Una memuat :
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang;
b. rencana struktur ruang wilayah;
c. rencana pola ruang wilayah;
d. kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

12
Paragraf 2
Ruang Lingkup Wilayah

Pasal 3
(1) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang
ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah
daratan.
(2) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kecamatan Ampana Tete;
b. Kecamatan Ratolindo;
c. Kecamatan Ampana Kota;
d. Kecamatan Ulubongka;
e. Kecamatan Tojo;
f. Kecamatan Tojo Barat;
g. Kecamatan Batudaka;
h. Kecamatan Una – Una;
i. Kecamatan Togean;
j. Kecamatan Talatako;
k. Kecamatan Walea Kepulauan; dan
l. Kecamatan Walea Besar.
(3) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki
146 (seratus empat puluh enam) desa dan kelurahan.
(4) Batas – batas wilayah kabupaten meliputi :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini dan Provinsi
Gorontalo;
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Morowali Utara;
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banggai; dan
d. Sebelah barat berbtasan dengan Kabupaten Poso.
(5) Luas wilayah administrasi Kabupaten Tojo Una Una kurang lebih
5.721,51 Km2 (lima ribu tujuh ratus dua puluh satu koma lima puluh
satu) kilometer persegi dengan koordinat terletak pada posisi 121° 05’
25” - 123° 06’ 17” Bujur Timur dan 2° 01’ 41” Lintang Selatan serta 0°
06’ 56” Lintang Utara.
(6) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 (satu banding lima
puluh ribu) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

13
BAB. II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 4
Penataan ruang kabupaten bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
Kabupaten Tojo Una-Una sebagai pusat kegiatan Perikanan, Pertanian
dan Pariwisata yang didukung oleh industri dan perhubungan dengan
mengoptimalkan penggunaan Sumber Daya Alam dan melindungi
masyarakat dari bencana alam, melalui pengelolaan lingkungan hidup
berkelanjutan dan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 5
(1). Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ditetapkan Kebijakan Penataan Ruang Wilayah
Kabupaten.
(2). Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi:
a. pengembangan pusat pelayanan guna mendorong pengembangan
perikanan, pertanian dan pariwisata yang didukung oleh industri
untuk pertumbuhan wilayah disertai pemerataan secara seimbang;
b. penyediaan prasarana wilayah untuk lebih mendorong investasi
produktif perikanan, pertanian dan pariwisata yang didukung oleh
industri sesuai kebutuhan masyarakat melalui pengembangan dan
penyediaaan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,
sumber daya air, dan prasarana lingkungan dengan
memperhatikan daya dukung lingkungan hidup dan karakteristik
rawan bencana;
c. pemantapan fungsi kawasan lindung dengan menetapkan fungsi
utamanya adalah fungsi lindung dan tidak boleh dialihfungsikan
untuk kegiatan budidaya;
d. pengembangan kawasan budidaya dalam mendorong
pengembangan perikanan, pertanian dan pariwisata yang didukung
oleh industri dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
e. pelestarian sumberdaya zona pesisir dan laut dan mendorong
perkembangan fungsi budidaya zona pesisir dan laut untuk

14
perikanan, permukiman, pariwisata, dan prasarana perhubungan;
dan
f. peningkatan fungsi kawasan untuk Pertahanan dan Keamanan
Negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

Pasal 6
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah.
(2) Strategi pengembangan pusat pelayanan guna mendorong
pengembangan perikanan, pertanian dan pariwisata yang didukung
oleh industri untuk pertumbuhan wilayah disertai pemerataan
secara seimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf a, meliputi :
a. mendorong pertumbuhan wilayah perdesaan yang lebih mandiri;
b. meningkatkan aksesbilitas antar perdesaan dan perkotaan;
c. mengembangkan fungsi kawasan industry;
d. meningkatkan peran perkotaan sebagai pusat pertumbuhan
wilayah sesuai hierarki masing-masing;
e. mengembangkan kota mandiri sebagai pusat pelayanan sosial
baru;
f. mengintegrasikan pusat pengembangan baru dan lama sebagai
satu system perkotaan;
g. mengembangkan kawasan minapolitan, agropolitan dan
ekowisata yang didukung oleh industri sebagai andalan
pengembangan perdesaan di Kabupaten Tojo Una-Una;
h. meningkatkan keberlanjutan tata kelola air dan menjaga kualitas
sumber air baku; dan
i. pengembangan bangunan pada kawasan yang rawan bencana
alam perlu dilakukan melalui kajian teknis untuk mendapatkan
teknologi yang tepat dalam rangka menghindari kerugian akibat
bencana yang terjadi.
(3) Strategi penyediaan prasarana wilayah untuk lebih mendorong
investasi produktif perikanan, pertanian dan pariwisata yang
didukung oleh industri sesuai kebutuhan masyarakat melalui
pengembangan dan penyediaaan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, sumber daya air, dan prasarana lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, meliputi:

15
a. mengembangkan sistem jaringan transportasi untuk mendorong
pembangunan wilayah melalui pengembangan jaringan jalan,
pengembangan sistem transportasi laut dan transportasi udara;
b. mengembangkan sistem penyediaan sumber daya energi dan gas
untuk mendukung perikanan, pertanian dan pariwisata yang
didukung oleh industri untuk pertumbuhan wilayah dan
peningkatan investasi di wilayah Kabupaten Tojo Una-Una;
c. mengembangkan sumber daya air dengan mengoptimalisasi
fungsi dan pelayanan prasarana air baku dan air minum secara
terkontrol sesuai dengan kapasitas sumber air sebagai pengairan
untuk lahan pertanian, sumber air minum dan pemanfaatannya
untuk air kemasan;
d. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi yang
mendukung kegiatan perikanan, pertanian, pariwisata dan
industri di Kabupaten Tojo Una-Una yang dapat menjangkau ke
seluruh pelosok wilayah secara proporsional dan terkendali;
e. mengembangkan prasarana lainnya yang mendukung kegiatan
perikanan, pertanian, pariwisata dan industri melalui
pengembangan sistem persampahan dan jaringan air bersih
untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat; dan
f. mengupayakan peningkatan fungsi resapan air pada kawasan
sekitar jaringan prasarana.
(4) Strategi pemantapan fungsi kawasan lindung dengan menetapkan
fungsi utamanya adalah fungsi lindung dan tidak boleh
dialihfungsikan untuk kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, meliputi:
a. melarang alih fungsi pada kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan hutan lindung;
b. menjaga dan melindungi kelestarian kawasan hutan yang
memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air serta meningkatkan
daya dukung lahan dalam resapan air;
c. memantapkan kawasan perlindungan setempat melalui upaya
konservasi alam, rehabilitasi ekosistem yang rusak, pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup;
d. memantapkan fungsi dan nilai manfaat kawasan pelestarian alam
dan cagar budaya yang diperuntukkan bagi kegiatan yang
berkaitan dengan pelestarian kawasan;
e. menangani kawasan rawan bencana alam melalui pengendalian
dan pengawasan kegiatan perusakan lingkungan terutama pada
kawasan yang berpotensi menimbulkan bencana alam, serta
pengendalian untuk kegiatan manusia secara langsung; dan
f. memantapkan wilayah kawasan lindung geologi yang terdiri dari
kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air

16
tanah disertai dengan pemantapan zonasi di kawasan sekitarnya
serta pemantapan pengelolaan kawasan secara partisipatif.
(5) Strategi pengembangan kawasan budidaya dalam mendorong
pengembangan perikanan, pertanian dan pariwisata yang didukung
oleh industri dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. peningkatan daya dukung lahan dalam resapan air pada kawasan
budidaya sebagai bagian perwujudan kelestarian fungsi dan daya
dukung lingkungan;
b. mengembangkan kawasan hutan produksi dengan tetap
mempertahankan fungsi kawasan sebagai hutan produksi;
c. menetapkan dan mengembangkan kawasan hutan rakyat dalam
mendukung penyediaan hutan oleh rakyat;
d. menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk
mendukung suplai pangan nasional dan mengembangkan
komoditas-komoditas unggulan hortikultura di setiap wilayah
dengan memperhatikan kegiatan yang berada di sekitar kawasan
memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
e. mengembangkan kawasan perkebunan dilaksanakan melalui
peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil perkebunan
dengan teknologi tepat guna serta peningkatan partisipasi
masyarakat;
f. mengembangkan kawasan perikanan dengan
mengoptimalisasikan kawasan perikanan tangkap di wilayah
utara Kabupaten Tojo Una-Una dengan memperhatikan kegiatan
yang berada di sekitar kawasan memenuhi pertimbangan
pembangunan berkelanjutan;
g. mengembangkan kawasan pertambangan yang berbasis pada
teknologi yang ramah lingkungan, pemanfaatan potensi
pertambangan yang inklusif dan berkelanjutan dengan tetap
menjaga kualitas lingkungan;
h. mengembangkan dan memberdayakan industri kecil dan home
industry untuk pengolahan hasil pertanian, peternakan, dan
perikanan serta pengembangan industri kecil untuk pariwisata;
i. meningkatkan pengembangan pariwisata berbasis ekowisata
dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, pelestarian
budaya leluhur dan melibatkan peran serta masyarakat dengan
memperhatikan kegiatan yang berada di sekitar Kawasan
memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
j. meningkatkan kawasan permukiman perkotaan secara sinergis
dengan permukiman perdesaan;
k. mengembangkan kawasan peternakan dengan mengembangkan
dan mengelola produk hasil peternakan melalui pengembangan
cluster sentra produksi peternakan; dan

17
l. pengembangan bangunan pada kawasan yang rawan bencana
alam perlu dilakukan melalui kajian teknis untuk mendapatkan
teknologi yang tepat dalam rangka menghindari kerugian akibat
bencana yang terjadi.
(6) Strategi pelestarian sumberdaya zona pesisir dan laut dan
mendorong perkembangan fungsi budidaya zona pesisir dan laut
untuk perikanan, permukiman, pariwisata, dan prasarana
perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e,
meliputi:
a. melestarikan pada kawasan penunjang ekosistem pesisir baik
sebagai kawasan hutan mangrove, terumbu karang, sea grass,
dan estuaria sebagai satu kesatuan ekosistem yang terpadu di
bagian darat maupun laut;
b. memantapkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat
setempat dalam mengembangkan dan merencanakan zonasi
kawasan pesisir dan memelihara ekosistem pesisir berbasis
pembangunan berkelanjutan;
c. meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung melalui
pemanfaatan bakau dan terumbu karang sebagai sumber ekonomi
perikanan dengan cara penangkapan yang ramah lingkungan dan
mendukung keberlanjutan; dan
d. mengembangkan kegiatan pariwisata, penelitian dan perikanan
dengan tidak mengganggu fungsi lindung.
(7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk Pertahanan dan
Keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf f, meliputi:
a. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan
di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga
fungsi dan peruntukkannya;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan yang mempunyai fungsi
khusus pertahanan dan kemanan sebagai zona penyangga yang
memisahkan kawasan tersebut dengan budidaya terbangun;
c. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

18
Pasal 7
(1). Rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b meliputi :
a. sistem pusat permukiman; dan
b. sistem jaringan prasarana.
(2). Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Sistem Pusat Permukiman

Pasal 8
(1). Sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a meliputi:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2). PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Perkotaan Ampana, yang meliputi Kecamatan Ampana Kota,
sebagian Kecamatan Ratolindo dan Sebagian Kecamatan Ampana
Tete; dan
b. Perkotaan Wakai.
(3). PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. PPK Tambiano;
b. PPK Uekuli;
c. PPK Marowo;
d. PPK Ampana Tete;
e. PPK Bulan Jaya;
f. PPK Molowagu – Kulingkinari;
g. PPK Lebiti;
h. PPK Kalia;
i. PPK Popolii; dan
j. PPK Pasokan.
(4). PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. Desa Matako di Kecamatan Tojo Barat;

19
b. Desa Tojo di Kecamatan Tojo;
c. Desa Podi di Kecamatan Tojo;
d. Desa Tampanombo di Kecamatan Ulubongka;
e. Desa Bomba di Kecamatan Batudaka
f. Desa Taningkola di Kecamatan Una-Una;
g. Desa Kololio di Kecamatan Togean;
h. Desa Banteng di Kecamatan Togean;
i. Desa Malenge di Kecamatan Talatako;
j. Desa Dolong A di Kecamatan Walea Kepulauan; dan
k. Desa Katogop di Kecamatan Walea Besar.

Pasal 9
Sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2)
huruf a, huruf b, serta ayat (3) akan diatur lebih lanjut dengan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) yang ditetapkan oleh peraturan bupati
tersendiri.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana

Pasal 10
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi :
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana lainnya.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 11
Rencana pengembangan sistem jaringan transpotasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi :
a. sistem jaringan jalan;

20
b. sistem jaringan kereta api;
c. sistem jaringan sungai dan penyeberangan;
d. sistem jaringan transportasi laut; dan
e. bandar udara.

Pasal 12
(1). Sistem jaringan transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf a terdiri atas :
a. jalan umum;
b. terminal penumpang; dan
c. jembatan
(2). Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. Jalan arteri;
b. Jalan kolektor;
c. Jalan lokal; dan
d. Jalan lingkungan.
(3). Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Jalan arteri primer; dan
b. Jalan arteri sekunder.
(4). Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
meliputi:
a. Jalan Jompi di Kelurahan Malotong; dan
b. Jalan Bandara Jalur Dua di Kelurahan Dondo Barat;
(5). Jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
meliputi:
a. Balingara - Longge Atas;
b. Longge Atas - Dataran Bulan;
c. Dataran Bulan - Uwemea;
d. Uwemea - Sp. Toili;
e. Tayawa - Bts. Kabupaten Morowali Utara; dan
f. Bts. Kabupaten Tojo Una-Una - Malino Jaya
(6). Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri
atas :
a. Kolektor primer; dan
b. Kolektor sekunder.

21
(7). Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a
terdiri atas :
a. Wakai – Kulingkinari (lingkar Una Una); dan
b. Lebiti – Bangkagi (lingkar Togean).
(8). Jalan kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf
b terdiri atas :
a. Malei – Uekuli;
b. Uekuli – Marowo;
c. Marowo – Ampana;
d. Ampana – Balingara;
e. Tayawa – bts. Kab. Morowali;
f. Balingara – Longge Atas;
g. Longge Atas – Dataran Bulan;
h. Dataran Bulan – Uwemea;
i. Jalan Pasar Baru di Desa Sansarino;
j. Jalan Tadulako di Desa Sansarino;
k. Jalan Hibrida 1 di Desa Bountongi;
l. Jalan Hibrida Sansarino di Desa Bountongi;
m. Jalan Talatako di Kelurahan Uentanaga Atas;
n. Jalan Sis Aljufri di Kelurahan Uemalingku;
o. Jalan Sungai Bongka di Kelurahan Uemalingku;
(9). Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa
jalan lokal primer dan lokal sekunder yang tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(10). Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
berupa jalan lingkungan primer yang tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(11). Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b
meliputi:
a. terminal penumpang tipe B meliputi Terminal Ampana di Desa
Sansarino Kecamatan Ampana Kota; dan
b. terminal penumpang tipe C yang merupakan kewenangan
pemerintah kabupaten, yang meliputi Terminal Tambiano,
Terminal Uekuli, Terminal Tayawa, Terminal Tojo, Terminal
Marowo, Terminal Sabo, Dataran Bugi, Bonebae, Dataran Bulan.
(12). Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten yang tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

22
a. jembatan Ulubongka;
b. jembatan Balingara;
c. Rencana Pengembangan Jembatan (Pulau Una-Una) – (Pulau
Togean) Wakai – Lebiti;
d. Rencana Jembatan Togean – Talatako; dan
e. Jembatan penghubung antar desa dan pulau – pulau kecil.
f. Wakai I, Wakai II, Wakai III, Wakai IV, Tanimpo, Tanimpo Kecil,
Bongko, Kavetan, Bone Bone, Taningkola I, Taningkola II,
Taningkola II dengan nama ruas Wakai – Kulingkinari (lingkar
Una Una);
g. Lebiti, Lebiti I, Kalikodu, Kalikodu Besar, Kalikodu II, Kalikodu III,
Bungayo Kecil, Bungayo I, Bungayo II, Benteng Kecil I, Benteng
Kecil II, Benteng I, Benteng II, Benteng Kecil IV, Benteng III,
Bangkagi, Bangkagi Kecil, Bangkagi II, Bangkagi Kecil II,

Pasal 13
Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
b meliputi jalur kereta api Poso – Ampana – Luwuk.

Pasal 14
(1). Sistem jaringan sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf c terdiri atas:
a. lintas penyeberangan antar provinsi;
b. lintas penyeberangan antar kabupaten;
c. lintas penyeberangan dalam kabupaten;
d. pelabuhan sungai; dan
e. pelabuhan penyeberangan.
(2). lintas penyeberangan antar provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas alur pelayaran laut untuk angkutan
penyeberangan meliputi:
a. Ampana – Wakai – Gorontalo;
b. Ampana – Pasokan – Dolong – Marisa – Pahuwoto (Provinsi
Gorontalo);
c. Uebone – Wakai – Gorontalo;
d. Uebone – Pasokan – Dolong – Marisa;
(3). lintas penyeberangan antar kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas alur pelayaran laut untuk angkutan
penyeberangan meliputi:

23
a. penyeberarangan Dolong – Uebone – Marissa – Parigi (Kabupaten
Parigi Moutong);
b. Parigi – Wakai – Luwuk – Salakan;
c. Uebone – Danda – Wakai Una-Una (Pulau) – Gorontalo;
d. Uebone – Danda – Wakai – Parigi;
e. Ampana – Wakai – Tobali (PP); dan
f. Ampana – Wakai – Kasimbar (PP).
(4). lintas penyeberangan dalam kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Ampana – Wakai – Popolii – Pasokan; dan
b. Labuan – Lebiti – Malenge – Popolii – Pasokan – Kondongan.
(5). Pelabuhan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
merupakan Pelabuhan Sungai Pengumpan terdiri atas:
a. Paranonge – Kasiala; dan
b. Uekambuno – Bongka Makmur.
(6). Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e terdiri atas:
a. pelabuhan penyeberangan kelas I meliputi Pelabuhan Ampana;
b. pelabuhan penyeberangan kelas III meliputi Pelabuhan Wakai,
Pelabuhan Uebone, Rencana Pelabuhan Penyeberangan Una Una
di Pulau Una Una, Rencana Pelabuhan Penyeberangan Pasokan;
Rencana Pelabuhan Penyeberangan Dolong; Rencana Pelabuhan
Penyeberangan Danda (Kololio) Kecamatan Togean.

Pasal 15
(1). sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf c meliputi :
a. Pelabuhan pengumpan;
b. Terminal khusus; dan
c. Pelabuhan perikanan;
(2). Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b
meliputi :
a. Pelabuhan pengumpan regional; dan
b. Pelabuhan pengumpan local.
(3). Pelabuhan pengumpan regional sebagaimana dimaksud pada Ayat (3)
huruf a meliputi :
a. Pelabuhan Wakai;
b. Pelabuhan Ampana; dan

24
c. Pelabuhan Mantangisi.
(4). Pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud pada Ayat (3)
huruf b meliputi :
a. Pelabuhan Ampana;
b. Pelabuhan Malenge;
c. Pelabuhan Pasokan;
d. Pelabuhan Popolii;
e. Pelabuhan Una Una;
f. Pelabuhan Wakai;
g. Pelabuhan Dolong;
h. Pelabuhan Kabalutan;
i. Pelabuhan Kalia;
j. Pelabuhan Katupat;
k. Pelabuhan Kulingkinari;
l. Pelabuhan Labuan;
m. Pelabuhan Lebiti; dan
n. Pelabuhan Podi.
(5). Alur Pelayaran Laut untuk Angkutan Laut meliputi :
a. alur pelayaran Ampana – Boalemo – Gorontalo;
b. alur pelayaran Tojo Una-Una – Ampana Kota;
c. alur pelayaran Toili Barat – Luwuk Banggai;
d. alur pelayaran Walea Kepulauan – Bunta;
e. alur pelayaran Poso Kota – Bunta Ampana;
f. Poso – Mantangisi – Wakai – Malenge – Popolii – Pasokan –
Gorontalo – Bitung;
g. Pagimana – Gorontalo – Wakai – Ampana – Una-Una (Pulau) –
Parigi;
(6). Alur Pelayaran Laut untuk Pelabuhan Rakyat meliputi :
a. Labuan – Lebiti – Pulau Enam – Bungayo – Benteng – Kabalutan
(PP);
b. Ampana – Kabalutan – Tumotok – Pulau Papan – Kalia – Milok –
Tutung – Kolami – Dolong – Popolii – Pasokan (PP);
c. Ampana – Wakai – Tobil – Katupat – Tongkabo – Malenge – Pulau
Papan – Popolii – Dolong – Pasokan (PP); dan
d. Ampana – Kulingkinari – Bomba – Siatu – Patoyan – Taningkola –
Kavetan (PP).

25
(7). Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c
meliputi :
a. Terminal Khusus Fuel Terminal Ampana;
b. Pelabuhan Tojo;
c. Pelabuhan Ulubongka; dan
d. Pelabuhan Ampana Tete.
(8). Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf d
terdiri dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) meliputi:
a. PPI Bahari di Kec. Tojo;
b. PPI Ampana di Kec. Ampana;
c. PPI Labuan di Kec. Ratolindo; dan
d. PPI Malenge Kec. Walea Kepulauan.

Pasal 16
(1). Bandar udara umum dan bandar udara khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf d meliputi bandar udara
pengumpan;
(2). bandar udara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri dari bandar udara pengumpan meliputi :
a. Bandar Udara Tanjung Api di Kecamatan Ratolindo dan Ampana
Tete; dan
b. Pengembangan bandar udara di Katupat Kecamatan Togean

Paragraf 2
Sistem Jaringan Energi

Pasal 17
(1). Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf
b meliputi jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.
(2). jaringan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas :
a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukung;
b. jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukung.
(3). Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:

26
a. pembangkit listrik tenaga air (PLTA), meliputi rencana PLTA
Sungai Bongka Ulubongka, rencana PLTA Kalemba Tojo, rencana
PLTA Wakai Una Una, PLTA Malewa;
b. pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), meliputi PLTU Ampana –
Bunta; PLTU Sabo;
c. pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Marowo Ulubongka,
Wakai, Bomba, Dolong, Popolii dan Pasokan;
d. pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) terdapat di
Sansarino I, Desa Saluaba Kecamatan Ampana Kota, Bambalo
Kecamatan Tojo Barat, Kabalo Kecamatan Tojo Barat, dan Desa
Kasiala Kecamatan Ulubongka.
e. Rencana pembangkit listrik terbarukan meliputi Biogas (kotoran
ternak), PLTSa (TPA), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)
daerah lepas pantai dan pegunungan, Briket Sampah (limbah
kelapa dan bongkol jagung), Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS).
(4). jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukung sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) huruf b meliputi :
a. jaringan transmisi tenaga listrik untuk menyalurkan tenaga listrik
antarsistem;
b. jaringan distribusi tenaga listrik;
c. jaringan pipa/kabel bawah laut penyaluran tenaga listrik; dan
d. gardu induk yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
transmisi tenaga listrik.
(5). jaringan transmisi tenaga listrik untuk menyalurkan tenaga listrik
antarsistem sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf a meliputi :
a. saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) meliputi Ampana
Kota – Ratolindo – Ampana Tete – Pagimana, Toili dan Ampana
Tete – Dataran Bulan; dan
b. saluran udara tegangan tinggi (SUTT) meliputi : Poso – Ampana,
Toili – Ampana, Ampana – Bunta.
(6). jaringan distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada Ayat
(4) huruf b meliputi :
a. saluran udara tegangan menengah (SUTM) meliputi seluruh
wilayah Kabupaten dan rencana SUTM di wilayah Dataran Bulan,
Giri Mulya Ampana Tete dan Ulubongka Bagian Atas (Desa
Uetangko), Desa Kalemba dan Dataran Bugi di Tojo, Desa Sampo
Bae, Baulu, Bangkagi, Benteng di Togean, Luok dan Tiga Pulau di
Walea Kepulauan, dan wilayah kepulauan lainnya;
b. saluran udara tegangan rendah (SUTR) meliputi kawasan
permukiman perkotaan, kawasan permukiman pedesaan,
sepanjang jalan kolektor, sepanjang jalan local dan wilayah
kepulauan Molowagu dan Kulingkinari

27
(7). jaringan pipa/kabel bawah laut penyaluran tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf c meliputi wilayah
kepulauan :
c. Kecamatan Batudaka;
d. Kecamatan Una Una;
e. Kecamatan Togean;
f. Kecamatan Talatako;
g. Kecamatan Walea Kepulauan; dan
h. Kecamatan Walea Besar.
(8). gardu induk yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf d
meliputi :
a. Pembangunan Gardu Induk di Padang Tumbuo.
b. Gardu listrik Bunta + 2 LB arah Ampana;
c. Gardu listrik Ampana + 2 LB arah Poso;
d. Gardu listrik Ampana (150 kV).

Paragraf 3
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 18
(1). Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c meliputi :
a. jaringan tetap; dan
b. jaringan bergerak.
(2). Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. jalur Timur – Utara yaitu Sepanjang Poso – Ampana – Bunta –
Pagimana – Luwuk;
b. berada di seluruh wilayah Kabupaten; dan
(3). jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b
meliputi :
a. jaringan bergerak terrestrial di seluruh wilayah Kabupaten; dan
b. jaringan bergerak seluler, dengan pengembangan BTS bersama
tiap kecamatan dan wilayah terpencil.

28
Paragraf 4
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 19
(1). Sistem jaringan sumber daya air yaitu prasarana sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d meliputi :
a. sistem jaringan irigasi; dan
b. sistem pengendalian banjir;
(2). sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. jaringan irigasi primer yaitu DI. Borone, DI. Kabalo, DI. Lemoro,
DI. Mawomba, DI. Sabo/Uetoli, DI. Tayawa, DI. Uekuli;
b. rencana pengembangan irigasi meliputi Kalemba, Balingara,
Mpoa, Uematopa.
(3). sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. jaringan pengendalian banjir; dan
b. bangunan pengendalian banjir.
(4). jaringan pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a meliputi pengelolaan daerah tangkapan air dan pintu air, di
Sungai Podi.
(5). bangunan pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b meliputi :
a. bendungan Uematopa
b. embung di Mpoa
c. pengembangan embung di Sungai Bahari, Sungai Marowo, dan
Sungai – Sungai di dalam wilayah perkotaan.

Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 20
(1). Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf e meliputi :
a. sistem penyediaan air minum (SPAM);
b. sistem pengelolaan air limbah (SPAL);
c. sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3);
d. sistem jaringan persampahan;

29
e. sistem jaringan evakuasi bencana, terdiri atas jalur evakuasi
bencana dan ruang evakuasi bencana; dan
f. sistem jaringan drainase.
(2). Sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan perpipaan meliputi:
1. unit air baku di Desa Tambiano, Desa Uekuli, Desa Marowo,
Desa Sansarino, Ampana Tete, Desa Wakai, Desa Kalia, Desa
Pasokan, Desa Popolii, Taningkola;
2. unit produksi;
3. unit distribusi meliputi bak penampungan di Sansarino,
Uekuli, Wakai, Kabalutan, dan rencana unit distribusi
meliputi wilayah kepulauan
4. unit pelayanan meliputi jaringan perpipaan ke rumah
masyarakat.
b. bukan jaringan perpipaan meliputi:
1. sumur dangkal tersebar di setiap kecamatan, Desa Dolong,
Desa Bulan Jaya;
2. sumur pompa meliputi Ampana Kota, Ratolindo, Ampana
Tete, Tojo, Tojo Barat, Ulubongka dan rencana sumur pompa
di semua kecamatan di kepulauan;
3. bak penampungan air hujan, rencana di wilayah kepulauan
dan pegunungan (wilayah daerah tangkapan air); dan
4. bangunan penangkap mata air di Desa Ujung Tibu
Kecamatan Tojo Barat, Desa Sandada, Tojo, Pancuma, Podi
Kecamatan Tojo, Desa Malotong, Ampana Kecamatan
Ampana Kota, Desa Balanggala Kecamatan Ampana Tete.
(3). Sistem pengelolaan air limbah (SPAL) sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf b meliputi :
a. Sistem pembuangan air limbah non domestic berupa instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) di Rumah Sakit, Industri, IPLT di
Uebone Ampana Tete;
b. Sistem pengelolaan air limbah domestik berada di seluruh
kecamatan meliputi :
1. rencana SPAL DT terpusat;
2. sistem pembuangan air limbah rumah tanggga (sewerage)
baik indiviual maupun komunal yaitu IPAL Komunal di
Muara Toba Ampana Kota dan Dondo Ratolindo;
3. rencana ipal komunal di perkotaan dan kepulauan;
4. rencana spal rumah tangga melalui Biotank (STP) untuk
wilayah kepulauan; dan

30
5. rencana penyediaan sarana limbah meliputi tangki tinja.
(4). Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c terdapat di :
a. kawasan industri Mantangisi; dan
b. Rumah Sakit Ampana dan Rumah Sakit Wakai.
(5). Sistem jaringan persampahan wilayah sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf d meliputi :
a. tempat penampungan sampah sementara terpadu 3R (TPST) di
tiap kecamatan untuk kawasan perkotaan dan pedesaan; dan
b. tempat pemroresan akhir sampah (TPA) di Jompi Malotong
Ampana Kota;
c. tempat pengumpulan sampah terpadu berupa bank sampah di
tiap desa di Wilayah Kepulauan Togean.
(6). Sistem jaringan evakuasi bencana, terdiri atas jalur evakuasi
bencana dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf e terdapat di :
a. Desa Uekuli, Betaua, Banano, Sandada, Tojo, Pancuma, Tongku
Kecamatan Tojo dari lokasi bencana longsor dan banjir;
b. Kecamatan Ulubongka dari bencana longsor dan banjir di bagian
hulu dan hilir, terutama DAS Ulubongka, Tampanombo, Bonebae
II, Uekambuno, Cempa, Marowo;
c. Kecamatan Ampana Kota dari lokasi bencana banjir, abrasi dan
longsor di Desa Kelurahan Molotong, Bailo, Uentanaga B dan
Dondo;
d. Kecamatan Ampana Tete dari lokasi bencana di Desa Pusungi,
Uebone, Mantangisi, Uetoli, Borone, Balanggala, Sabo dan
Balingara;
e. Kecamatan Tojo Barat dari lokasi bencana banjir di desa-desa
sepanjang Sungai Tombiano;
f. Jalur evakuasi gunung api Gunung Colo ke Desa Wakai;
g. Jalur evakuasi gempa;
h. Jalur evakuasi tsunami;
i. Jalur evakuasi kebakaran (pemukiman).
(7). Sistem jaringan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 (satu
banding lima puluh ribu) sebagaimana tercantum dalam Lampiran
VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
(8). Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf
f meliputi :

31
a. jaringan drainase primer, meliputi Sungai Ulubongka, Sungai
Ampana, Sungai Balingara;
b. jaringan drainase sekunder melintasi seluruh kecamatan;
c. jaringan drainase tersier, meliputi jaringan drainase pada
kawasan pemukiman perkotaan dan kawasan pemukiman
pedesaan.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 21
(1). Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi :
a. Kawasan lindung; dan
b. Kawasan budi daya;
(2). Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 yang tersusun secara beraturan
mengikuti indeks peta rupa bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti
ketentuan instansi yang berwenang di bidang pemetaan dan data
geospasial sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 22
(1). Rencana pengelolaan kawasan peruntukan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1) huruf a meliputi semua upaya
perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber daya alam
dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang
berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan
budidaya.
(2). Kawasan peruntukan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 Ayat (1) huruf a meliputi :
a. badan air;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;

32
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan konservasi;
e. kawasan lindung geologi;
f. kawasan cagar budaya; dan
g. kawasan ekosistem mangrove.

Paragraf 1
Badan Air

Pasal 23
Badan air sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 Ayat (2) huruf a seluas
kurang lebih 8,263.53 hektar meliputi:
a. Kecamatan Ampana Tete;
b. Kecamatan Ratolindo;
c. Kecamatan Ampana Kota;
d. Kecamatan Ulubongka;
e. Kecamatan Tojo;
f. Kecamatan Tojo Barat;
g. Kecamatan Batudaka;
h. Kecamatan Una – Una;
i. Kecamatan Togean;
j. Kecamatan Talatako;
k. Kecamatan Walea Kepulauan; dan
l. Kecamatan Walea Besar.

Paragraf 2
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya

Pasal 24
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (2) huruf b berupa Kawasan
Hutan Lindung dengan luas kurang lebih 161,948.90 ha meliputi :
a. Kecamatan Ampana Tete;
b. Kecamatan Ratolindo;
c. Kecamatan Ulubongka; dan

33
d. Kecamatan Tojo.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 25
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 Ayat (2) huruf b meliputi :
a. Sempadan pantai;
b. Sempadan sungai; dan
c. Kawasan sekitar danau atau waduk.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
huruf a meliputi :
a. Kecamatan Tojo;
b. Tojo Barat;
c. Ulubongka;
d. Ampana;
e. Ratolindo;
f. Ampana Tete;
g. Batudaka;
h. Una Una;
i. Togean;
j. Talatako;
k. Walea Kepulauan; dan
l. Walea Besar.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
huruf b meliputi :
a. Wilayah Sungai Strategis Nasional yaitu Malei, Bambalo, Toliba,
Tambiano, Mawomba, Kabalo, Tayawa, Uekuli, Bataue, Ue Dele,
Sandada, Tojo, Masalongi, Pancuma, Tongku, Ue Podi, Padapu;
dan
b. Wilayah Sungai Lintas Kabupaten yaitu WS Bongka – Mentawa :
Sungai Bongka, Podimati, Bailo, Ampana, Toba, Dondo, Sumoli,
Siba, Masapi, Borone, Balanggala, Padauleyo, Sabo, Balingara,
Bonebone, Taningkola, Tanimpu, Tanjungpude, Lengo,
Pomangana, Ompotan, Baulu, Talaiakoh, Malengke, Tiga Pulau,
Waleakodi, Kaunpo minanga, Poat, Tampo, Urulepe, Pemantingan,
Bajangan, Urundaka, Unauna, Lemba, Awo, Kalolio, Bambacolo,
Tampabatu, Maduna.

34
(4) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf c yaitu 50 meter dari tepi danau meliputi :
a. Danau Banano 1;
b. Danau Banano 2;
c. Danau Banano 3;
d. Danau Jompi Malotong; dan
e. Danau Mariona Pulau Ubur-Ubur.

Paragraf 4
Kawasan Konservasi

Pasal 26
(1). Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2)
huruf c meliputi:
a. kawasan suaka alam; dan
b. kawasan pelestarian alam.
(2). Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a
meliputi Cagar Alam Tanjung Api di Ampana Tete – Ratolindo dan
Cagar Alam Morowali di Ulubongka; dan
(3). kawasan pelestarian alam (KPA) sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) huruf b meliputi Taman Nasional Kepulauan Togean di
Kecamatan Batudaka, Una Una, Togean, Talatako, Walea Kepulauan,
Walea Besar,

Paragraf 4
Kawasan Hutan Adat

Pasal 27
Kawasan hutan adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (2)
huruf d meliputi :
a. Hutan Adat Lipu Mpoa Ampana Tete; dan
b. Hutan Adat Lipu Vananga Bulang Kec. Ulubongka

Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 28

35
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Ayat (2) huruf d meliputi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah.
(2) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah,
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi :
a. kawasan imbuhan air tanah, terdapat di Kecamatan Ampana Tete,
Ratolindo, Ampana Kota dan Ulubongka; dan
b. sempadan mata air, meliputi mata air Sandada, Tojo, Pancuma,
Podi, Malotong, Ampana, Balanggala, Ujung Tibu.

Paragraf 6
Kawasan Cagar Budaya

Pasal 29
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (2)
huruf f meliputi :
a. Istana peninggalan Kerajaan Una-Una di Pulau Una-Una Kabupaten
Tojo Una-Una;
b. kawasan pelestarian pembuatan gula aren di Tobil, Kecamatan
Togean;
c. makam Raja Tandjumbulu Kel. Ampana di Kecamatan Ampana Kota;
d. makam Raja Togean di Desa Benteng Kecamatan Togean;
e. makam Raja Tojo (Raja Pileviti dan Raja Talamoa) di Kecamatan Tojo;
f. masjid tua di Desa Binanguna Kecamatan Una-Una;
g. situs sejarah bawah air berupa kerangka pesawat Bomber Wrek di
Perairaan Lebiti Kecamatan Una Una; dan
h. Suku di Kabupaten Tojo Una Una, yaitu :
1. Suku Bare’e di Tojo dan sekitarnya
2. Suku Wana di Ulubongka dan sekitarnya
3. Suku Ta’a di Ulubongka
4. Suku Togean di Wakai Batudaka
5. Suku Saluan di Walea Kepulauan dan Walea Besar
6. Suku Babongko di Patoyan dan Tumbulawa
7. Suku Bajo di Kabalutan, Pulau Enam, Tiga Pulau, Kulingkinari

36
Paragraf 7
Kawasan Ekosistem Mangrove

Pasal 30
Kawasan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Ayat (2) huruf g meliputi :
a. Teluk Taduno, Sebagian Pulau Tambolan, Kavetan, Sebagian Pulau
Bambu, Kolongian, Teluk Talipon, Teluk Pautu, Desa Bomba, Desa
Tombulawa, Desa Taningkola, Desa Bambu, Desa Lembanya, Desa
Wakai, Desa Tanjumpede, Desa Kambutu di Kecamatan Una Una;
b. Desa Lebiti, Desa Bungayo, Desa Benteng, Desa Bangkagi, Desa P.
Enam, Desa Kololio, Desa Lembanato, Desa Tongkabo di Kecamatan
Togean;
c. Sebagian Pulau Kabalutan, Teluk Lempek, Teluk Uting, Teluk Kalia,
Tanjung Dongkat di Kecamatan Walea Kepulauan;
d. Desa Tambiano, Tatari, Kabalo, Mawomba di Kecamatan Tojo Barat;
e. Desa Betaua, Bambano, Lemoro, Tayawa, Uekuli, Uedele di
Kecamatan Tojo.

Bagian Ketiga
Kawasan Budi Daya

Pasal 31
Kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1) huruf
b meliputi :
a. Kawasan hutan produksi;
b. Kawasan perkebunan rakyat;
c. Kawasan pertanian;
d. Kawasan perikanan;
e. Kawasan pertambangan dan energi;
f. Kawasan peruntukan industri;
g. Kawasan pariwisata;
h. Kawasan permukiman;
i. Kawasan transportasi; dan
j. Kawasan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 1

37
Kawasan Hutan Produksi

Pasal 32
Kawasan hutan produksi dengan kode KHP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 huruf a meliputi:
a. kawasan hutan produksi terbatas, meliputi Ampana Tete, Ratolindo,
Ampana Kota, Ulubongka, Tojo, Tojo Barat;
b. kawasan hutan produksi tetap, meliputi Ampana Tete, Ampana Kota,
Ulubongka, Tojo, Tojo Barat; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, meliputi Ampana
Tete, Ulubongka, Tojo.

Paragraf 2
Kawasan Perkebunan Rakyat

Pasal 33
Kawasan perkebunan rakyat dengan kode KR sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 30 huruf b terdapat di Kecamatan Tojo, Tojo Barat,
Ulubongka, Ampana dan Ampana Tete.

Paragraf 3
Kawasan Pertanian

Pasal 34
(1). Kawasan pertanian dengan kode P sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 huruf c meliputi:
a. kawasan tanaman pangan;
b. kawasan hortikultura;
c. kawasan perkebunan;
d. kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B);
e. kawasan peternakan, yang dapat dilengkapi dengan kawasan
penggembalaan umum.
(2). kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf
a, meliputi :
a. pengembangan tanaman pangan di Ulubongka, Ampana Kota dan
Ampana Tete;

38
b. rencana pengembangan sawah, meliputi Uematopa, Takibangke,
Galuga, Matako, Tanimpo, Taningkola, Luangon, Lebiti, Awo,
Metobiayai, Baulu, Benteng, Bangkagi, Langger, Sampa Bae, Kalia;
(3). kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Ulubongka;
b. Tampabatu;
c. Dataran Bulan;
d. Tojo;
e. Tojo Barat;
f. Togean.
(4). kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c,
meliputi Tojo Barat, Ampana Tete, Ampana Kota, Ratolindo;
(5). kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) huruf d, meliputi Ampana Kota, Ratolindo dan
Ampana Tete;
(6). kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf d,
meliputi :
a. kawasan penggembalaan umum, meliputi Desa Tongku dan
Pancuma Tojo;
b. Kecamatan Tojo Barat, Kecamatan Tojo, Kecamatan Ulubongka,
Kecamatan Ampana Kota dan Kecamatan Ampana Tete untuk
ternak besar;
c. Kecamatan Ulubongka, Kecamatan Ampana Kota dan Kecamatan
Ampana Tete untuk ternak kecil;
d. Kecamatan Ulubongka, Kecamatan Tojo, Kecamatan Tojo Barat,
Kecamatan Ampana Kota dan Kecamatan Ampana Tete untuk
ternak unggas;
e. Prasarana pendukung peternakan meliputi Balai Benih Pakan
Ternak Ampana Tete dan RPH di Sansarino Ampana Kota.

Paragraf 4
Kawasan Perikanan

Pasal 35
(1). Kawasan perikanan
dengan kode IK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d
meliputi:
a. kawasan perikanan tangkap; dan

39
b. kawasan perikanan budidaya.
(2). Kawasan perikanan
tangkap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a meliputi:
a. Keseluruhan wilayah pesisir;
b. Pengendalian ketat di Kepulauan Togean sebagai perikanan
tangkap tradisional.
(3). Kawasan perikanan
budidaya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b meliputi:
a. Pengembangan rumput laut di Togean, Una-Una, Walea Besar,
Walea Kepulauan, Ampana Tete;
b. Pengembangan kerapu di Togean, Una Una, Walea Besar, Walea
Kepulauan, Ampana Tete;
c. Pengembangan bandeng dan udang di Betaua Tojo, Tojo Barat
dan Pulau Taupan di Kecamatan Batudaka; dan
d. Pengembangan budidaya kolam (ikan mas, nila, lele, sidat) di
Ampana Kota dan Ratolindo.
(4). Prasarana kawasan
perikanan meliputi:
a. tempat pelelangan ikan, meliputi Pendaratan Perikanan Tangkap
di Labuan Ratolindo dan Desa Bahari Tojo;
b. Fasilitas Balai Benih Ikan Pantai Desa Tete B Ampana Tete;
c. Pasar Ikan Tradisional Bailo Baru; dan
d. Rencana Pengembangan Pabrik Es.

Paragraf 5
Kawasan Pertambangan dan Energi

Pasal 36
(1) Kawasan pertambangan dan energy dengan kode TE sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf e meliputi :
a. kawasan pertambangan mineral;
b. kawasan pertambangan batubara;
c. kawasan pertambangan minyak dan gas bumi;
d. kawasan pembangkitan tenaga listrik
(2) kawasan pertambangan mineral, sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) huruf a meliputi:
a. kawasan pertambangan mineral radioaktif;
b. kawasan pertambangan mineral logam, meliputi Tojo Barat, Tojo,

40
Ulubongka, Ampana Kota, Ratolindo, Ampana Tete;
c. kawasan pertambangan mineral bukan logam, meliputi Tojo,
Ulubongka, Ampana Kota, Ratolindo, Ampana Tete; dan/atau
d. kawasan pertambangan batuan, meliputi Tojo, Ulubongka,
Ampana Kota, Ratolindo, Ampana Tete.
(3) kawasan pertambangan batubara, sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) huruf b meliputi Ulubongka dan Ampana Tete;
(4) kawasan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) huruf c meliputi Cagar Alam Tanjung Api;
(5) kawasan panas bumi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf d
meliputi Cagar Alam Tanjung Api; dan/atau
(6) kawasan pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf e meliputi PLTA Sabo, PLTA Ulubongka.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 37
(1). Kawasan peruntukan industri dengan kode KPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf f meliputi :
a. Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)
Morowali;
b. KPI di Kecamatan Ampana Tete meliputi Industri Kecil dan
Menengah (IKM) di Desa Uebone; Desa Mantangisi; dan Desa
Bantuga.
c. KPI Kecamatan Ampana Kota dan Ratolindo : Industri Kecil dan
Menengah (IKM) berpusat di Desa Bonerato Kecamatan Ampana
Kota.
d. KPI di Kecamatan Ulubongka yang meliputi Industri Kecil dan
Menengah (IKM) berpusat di wilayah Desa Cempa-Bonevoto
Kecamatan Ulubongka.
e. KPI Kecamatan Tojo dan Tojo Barat : Industri Kecil dan
Menengah (IKM) berpusat di wilayah Desa Uekuli Kecamatan
Tojo.
f. KPI Kecamatan Batudaka : Industri Kecil dan Menengah (IKM)
berpusat di wilayah Desa Molowagu.
g. KPI Kecamatan Una-una : Industri Kecil dan Menengah (IKM)
berpusat di wilayah Desa Lembanya.
h. KPI Kecamatan Togean : Industri Kecil dan Menengah (IKM)
berpusat di wilayah Desa Lebiti.

41
i. KPI Kecamatan Talatako : Industri Kecil dan Menengah (IKM)
berpusat di wilayah Desa Malenge.
j. KPI Kecamatan Walea Kepulauan : Industri Kecil dan Menengah
(IKM) berpusat di wilayah Desa Popolii.
k. KPI Kecamatan Walea Besar : Industri Kecil dan Menengah (IKM)
berpusat di wilayah Desa Pasokan.
(2). Kawasan sentra industri kecil dan menengah sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) huruf c meliputi Desa Uebone; Desa Mantangisi; dan
Desa Bantuga Ampana Tete, Desa Bonerato Ampana Kota, Desa
Cempa-Bonevoto Ulubongka, Desa Uekuli Tojo, Desa Molowagu
Batudaka, Desa Lembanya Una Una, Desa Lebiti Togean, Desa
Malenge Talatako, Desa Popolii Walea Kepulauan, Desa Pasokan
Walea Besar.

Paragraf 7
Kawasan Pariwisata

Pasal 38
(1). kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf g
meliputi :
a. wisata alam;
b. wisata budaya;
c. wisata buatan.
(2). kawasan Wisata Alam sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a
meliputi :
a. Wisata pulau di Pulau Taupan, Pulau Poyalisa, Pulau Taipi,
Pulau Pangempa, Pulau Lembanato, Pulau Bolilanga, Pulau
Karina, Pulau Una-Una, Katupat, Pulau Kadidiri, Kulingkinari,
Malenge, Pulau Tanjung Kramat, Pulau Papan, Popolii, Pulau
Tiga, Pulau Bukabuka, Pulau Satu, Pulau Pakang:
b. Wisata pantai di Pantai Matako Tojo Barat, Pantai Ampana dan
Tanjung Api Ampana, Pantai Ue Funtu Ampana Tete: Pantai
Popa, Pulau Taupan, Pulau Tupai, Pulau Capatanah, Poya,
Tangkubi, Tumbulawa (Pasir Putih Lindo), Una Una dan Pantai
Bambu Una Una, Kadidiri, Tobil, Taipi, Pangempa dan Bolilanga
Togean, Kabalutan, Malenge dan Pulau Tiga Walea Kepulauan.
c. Wisata alam lain Air Terjun Sansarino di Kecamatan Ampana
Kota; Gua Manu; Air Terjun Toe Rama; Air Terjun Korompondo;
Danau Banano di Kecamatan Tojo; Air Panas Marowo di
Kecamatan Ulubongka; Obyek wisata jembatan gantung Uetoli di
Kecamatan Ampana Tete; Pemandian Malotong di Kecamatan
Ampana Kota; Arung Jeram di Sungai Bongka di Kecamatan

42
Ulubongka; dan wisata pegunungan dan wisata riset di Dataran
Bulan di Kecamatan Ampana Tete.
(3). kawasan Wisata Budaya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf
b meliputi :
a. kawasan pelestarian keunikan budaya Suku Bobongko, Suku
Togean, Suku Ta’a dan Saluan serta Suku Bajo di Kabalutan
Kecamatan Walea Kepulauan;
b. kawasan pelestarian pola dan tradisi bercocok tanam serta
pembuatan gula aren di Tobil, Kecamatan Togean;
c. kawasan keunikan budaya etnik Tau Ta’a (wana);
d. kawasan pemukiman nelayan di Tupai, Tumbulawa, Tobil,
Tilupan, Simpiniti danTanimpo;
e. kuburan wali, Kuburan Raja Togean, Benteng Pertahanan di
Kecamatan Ampana Tete;
f. makam Raja Tandjumbulu di Kecamatan Ampana Kota;
g. makam Raja Togean di Desa Benteng di Kecamatan Togean;
h. makam Raja Tojo (Raja Pileviti dan Raja Talamoa) di Kecamatan
Tojo;
i. mesjid tua di Pulau Una Una;
j. obyek wisata sejarah bawah air berupa Bangkai Pesawat Bomber
Wrek Tipe B-24 di perairan Lebiti;
k. goa tua Malangke di Kecamatan Tojo Barat.
(4). kawasan Wisata Buatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf
c meliputi :
a. wisata Kota Ampana;
b. wisata Kota Wakai;
c. wisata belanja – perdagangan jasa;
d. wisata kuliner;
e. wisata teater budaya;
f. Kampung tematik – kampong warna warni, kampong nelayan;
g. Pengembangan RTH public bertema; dan
h. Wisata rekreasi buatan.

Paragraf 8
Kawasan Permukiman

Pasal 39

43
(1). kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf
h meliputi:
a. kawasan permukiman perkotaan;
b. kawasan permukiman perdesaan;
c. kawasan permukiman transmigrasi.
(2). kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) huruf a meliputi:
a. perkotaan Ampana Kota – Ratolindo;
b. perkotaan Wakai;
c. perkotaan Tambiano
d. perkotaan Uekuli
e. perkotaan Marowo
f. perkotaan Ampana Tete
g. perkotaan Bulan Jaya
h. perkotaan Molowagu - Kulingkinari
i. perkotaan Lebiti
j. perkotaan Kalia
k. perkotaan Popolii
l. perkotaan Pasokan
(3). kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) huruf b meliputi:
a. Pemukiman Nelayan – Suku Bajo Kabalutan Talatako;
b. Pemukiman Masyarakat Pengungsi Gunung Colo Dusun Muara
Bandeng Una Una;
c. Pemukiman Nelayan Siatu Batudaka;
d. Pemukiman Pegunungan Dataran Bulan – Balingara Ampana Tete;
e. Pemukiman Pesisir Tojo Barat – Tojo – Ulubongka – Ampana Tete;
f. Pemukiman perdesaan di masing- masing kecamatan.
(4). kawasan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kawasan RKT Ulubongka di Desa Uematopa Dusun Uetangko;
b. Dataran Bugi Tojo;
c. Desa Kalemba Tojo;
d. Desa Betaua Tojo;
e. Desa Uematopa;
f. Desa Tampabatu (padauloyo);

44
g. Desa Bongka Makmur dan Bonebae I.
(5). Rencana pengembangan dan penanganan kawasan permukiman
meliputi:
a. Pengembangan kawasan permukiman di Desa Benteng dan Desa
Kalia;
b. Perbaikan kawasan kumuh
c. Pengembangan Kasiba - Lisiba
Paragraf 9
Kawasan Transportasi

Pasal 40
Kawasan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf g
terdapat di Kecamatan Ampana Kota, Ratolindo, Ampana Tete, Una Una.

Paragraf 10
Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Pasal 41
kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 huruf i meliputi :
a. Koramil di Uekuli, Marowo, Ampana Kota, Ampana Tete, Wakai;
b. Polsek di Wakai dan Dolong;
c. Kompi Batalyon di Padauloyo Ampana Tete;
d. Rencana pengembangan Koramil di Dolong Walea Kepulauan;
e. rencana Kodim di Ratolindo;
f. rencana kawasan pertahanan keamanan di Tongku Tojo.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 42
(1). Penetapan Kawasan Strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas
kebutuhan dan kegunaannya.
(2). Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten;

45
b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten; dan
c. kawasan strategis kabupaten.
(3). Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 43
(1). Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a adalah :
a. Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan Strategis Nasional Dengan
Sudut Kepentingan Lingkungan Hidup Kawasan Kritis Lingkungan
Balingara.
b. Kawasan Transmigrasi Prioritas Nasional (KTPN) Padauloyo
(2). Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (2) huruf b meliputi : kawasan strategis dari kepentingan
pertumbuhan ekonomi;
(3). kawasan strategis dari kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. kawasan cepat tumbuh Ampana-Tojo di Kabupaten Tojo Una-Una;
b. kawasan transmigrasi kluster wisata bahari dan perikanan
Balatoju meliputi Kota Terpadu Mandiri (KTM)/Kawasan
Perkotaan Baru (KPB) Padauloyo di Kabupaten Tojo Una-Una dan
Ulubongka di Kabupaten Tojo Una-Una;
c. kawasan perbatasan kawasan Kepulauan Togean, yakni
perbatasan Kabupaten Tojo Una-Una dengan Provinsi Gorontalo.
(4). Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (2) huruf c terdiri atas :
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan lingkungan hidup; dan
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi.

a. Kepentingan pertumbuhan ekonomi : Kawasan Perbatasan yaitu


Gugus Pulau Togean (Kab. Tojo Una Una dengan Provinsi
Gorontalo)
b. Kepentingan fungsi social budaya : Kawasan Rumah Raja Una
Una

46
c. Kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi : kawasan sumberdaya perikanan dan kelautan
zona II Teluk Tomini
d. Kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan : Kawasan Kritis
Lingkungan Sungai Podi dan sekitarnya serta Kawasan WS
Bongka-Mentawa.

Pasal 44
(1). kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf a meliputi :
a. Kawasan Industri Ampana Tete; dan
b. Kawasan Wisata Kepulauan Togean.
(2). kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf b meliputi :
a. Cagar Alam Tanjung Api
b. Kawasan Sempadan Sungai Balingara
c. Kawasan Sempadan Sungai Podi
d. Kawasan Sempadan Sungai Bongka
(3). kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (3) huruf e meliputi:
a. PLTA Ulubongka

Pasal 45
(1). Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tojo
Una Una disusun Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Detail
Tata Ruang Kabupaten.
(2). Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 46

47
Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
a. ketentuan KKPR;
b. indikasi program utama; dan
c. pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua
Ketentuan KKPR

Pasal 47
(1) KKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a meliputi:
a. KKPR untuk kegiatan berusaha;
b. KKPR untuk kegiatan non berusaha; dan
c. KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional.
(2) Pelaksanaan KKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
melalui:
a. Konfirmasi KKPR;
b. Persetujuan KKPR; dan
c. Rekomendasi KKPR.
(3) Pelaksanaan KKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (lima) Tahunan

Pasal 48
(1) Indikasi program utama kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf b terdiri atas indikasi :
a. indikasi program utama jangka menengah lima tahun pertama yang
berisi:
1. program utama;
2. lokasi;
3. sumber pendanaan;
4. instansi pelaksana; dan

48
5. waktu pelaksanaan.
b. indikasi program utama jangka menengah lima tahun kedua
sampai lima tahun keempat yang berisi program utama.
(2) Muatan indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. perwujudan rencana struktur ruang wilayah;
b. perwujudan rencana pola ruang wilayah; dan
c. perwujudan rencana kawasan strategis.
(3) Pendanaan program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten;
d. Investasi swasta; dan
e. Kerja sama pembiayaan.
(4) Instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 4, dapat dilakukan oleh:
a. pemerintah pusat;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten;
d. dunia usaha;
e. kerjasama pemerintah dan badan usaha; dan
f. masyarakat.
(5) Kerja sama pembiayaan dan kerjasama pemerintah dan badan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dan ayat (4) huruf f,
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
(6) Indikasi program utama jangka menengah lima tahun pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tercantum dalam
Lampiran VII dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Pasal 49
Indikasi program jangka menengah 5 (lima) tahun kedua sampai dengan
5 (lima) tahun keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
huruf b diuraikan dalam bentuk narasi terdiri atas:
a. perwujudan rencana struktur ruang wilayah kabupaten;
b. perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten; dan
c. perwujudan kawasan strategis kabupaten.

49
Pasal 50
(1) Perwujudan rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 huruf a berupa perwujudan sistem jaringan
prasarana;
a. perwujudan sistem pusat kegiatan;
b. perwujudan sistem jaringan transportasi;
c. perwujudan sistem jaringan energi;
d. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;
e. perwujudan sistem jaringan sumber daya air; dan
f. perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Perwujudan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, meliputi:
a. Pengembangan dan pemantapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
b. Pengembangan dan pemantapan Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
c. Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) utama; dan
d. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
(3) Perwujudan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. perwujudan sistem jaringan jalan, meliputi:
1. perbaikan dan pemeliharaan jalan;
2. pengembangan jalan arteri;
3. pengembangan dan pemantapan jalan kolektor;
4. pengembangan jalan lokal primer;
5. pemantapan jalan lokal primer;
6. pengembangan terminal tipe B;
7. pengembangan terminal tipe C;
8. infrastruktur pendukung terminal;
9. pengembangan angkutan massal;
10.perbaikan dan pemeliharaan jembatan; dan
11.pengembangan jembatan.
b. perwujudan sistem jaringan kereta api, meliputi:
1. pengembangan jaringan kereta api;
2. pengembangan jalur kereta api penunjang bandara;
3. pengembangan perlintasan; dan
4. pengembangan dan pemeliharaan stasiun KA.

50
c. perwujudan sistem jaringan sungai dan penyeberangan, meliputi :

1. pemantapan alur pelayaran;


2. pengembangan alur pelayaran;
3. pengembangan dan pemeliharaan pelabuhan sungai pengumpan
Paranonge, Kasiala, Uekambuno dan Bongka Makmur;

4. pemantapan dan pemeliharaan pelabuhan penyeberangan kelas


I, yaitu Pelabuhan Fery Wakai;
5. pemantapan dan pemeliharaan pelabuhan penyeberangan kelas
II yaitu Pelabuhan Fery Uebone; dan
6. pemantapan dan pemeliharaan pelabuhan penyeberangan kelas
III, yaitu Pelabuhan Fery Uebone, Pelabuhan Fery Wakai;
Rencana Pelabuhan Fery Pasokan; Rencana Pelabuhan Fery
Dolong; Rencana Pelabuhan Fery Danda Kecamatan Togean.
d. perwujudan sistem jaringan transportasi laut, meliputi:
1. pemantapan, pengembangan dan pemeliharaan Pelabuhan
pengumpul yaitu Pelabuhan Ampana, Pelabuhan Mantangisi dan
Pelabuhan Una Una;
2. pemantapan, pengembangan dan pemeliharaan pelabuhan
pengumpan regional, yaitu Pelabuhan Wakai;
3. pemantapan, pengembangan dan pemeliharaan pelabuhan
pengumpan local, yaitu Pelabuhan Lebiti, Pelabuhan Popolii,
Pelabuhan Pasokan, Pelabuhan Malenge dan Pelabuhan Kalia;
4. pemeliharaan terminal khusus Pelabuhan Tojo, Pelabuhan
Ulubongka, Pelabuhan Ampana Tete;
5. pengembangan pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Kecamatan
Tojo, Ratolindo dan Walea Kepulauan.
e. sistem jaringan transportasi udara, meliputi:
1. pengembangan bandar udara pengumpul skala pelayanan
tersier;
2. penyediaan fasilitas bandar udara umum dan khusus; dan
3. pengembangan landasan pacu.
(4) Perwujudan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, meliputi:
a. pengembangan dan pemeliharaan pembangkit listrik tenaga air
(PLTA);
b. peningkatan dan pemeliharaan pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU);

51
c. peningkatan dan pemeliharaan pembangkit listrik tenaga diesel
(PLTD);
d. pengembangan dan pemeliharaan pembangkit listrik tenaga mikro
hidro (PLTMH);
e. pengembangan dan pemeliharaan pembangkit listrik tenaga mini
mikro hidro (PLTMMH);
f. pengembangan dan pemeliharaan pembangkit listrik terbarukan
meliputi Biogas (kotoran ternak), PLTSa (TPA), Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu (PLTB) daerah lepas pantai dan pegunungan, Briket
Sampah (limbah kelapa dan bongkol jagung), Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS);
g. pengembangan dan pemeliharaan SUTET;
h. pengembangan dan pemeliharaan SUTT;
i. pengembangan dan pemeliharaan SUTM dan SUTR;
j. pengembangan dan pemeliharaan jaringan pipa/kabel bawah laut
penyaluran tenaga listrik; dan
k. peningkatan dan pengembangan gardu induk.
(5) Perwujudan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Pengembangan jaringan tetap;
b. Pengembangan dan pemeliharaan jaringan bergerak terestrial; dan
c. Pengembangan dan pemeliharaan jaringan bergerak seluler (BTS).
(6) Perwujudan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Mempertahankan dan pemeliharaan Daerah Irigasi;
b. Pengembangan dan pemeliharaan sistem pengendalian banjir; dan
c. Pemeliharaan dan normalisasi bangunan pengendalian banjir.
(7) Perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas:
a. perwujudan sistem penyediaan air minum, meliputi:
1. peningkatan jaringan perpipaan;
2. peningkatan layanan PDAM; dan
3. peningkatan dan pemeliharaan bukan jaringan perpipaan.
b. perwujudan sistem pengelolaan air limbah berupa penyediaan IPAL
komunal dan Biotank.
c. perwujudan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun berupa pengembangan tempat pengelolaan limbah
industri B3 di kawasan industry dan limbah medis.
d. perwujudan sistem jaringan persampahan, meliputi:

52
1. pengembangan TPS3R;
2. pengembangan TPS;
3. pengembangan dan pemeliharaan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA); dan
4. penyediaan dan pengembangan TPST.
e. perwujudan sistem jaringan evakuasi bencana, meliputi:
1. pengembangan jalur evakuasi bencana; dan
2. penyediaan dan pengembangan tempat evakuasi bencana.
f. perwujudan sistem drainase, meliputi:
1. pemeliharaan dan normalisasi jaringan drainase primer;
2. pemeliharaan dan normalisasi jaringan drainase sekunder;
3. normalisasi saluran, pembuatan sudetan; dan
4. pengembangan jaringan tersier.

Pasal 51
(1) Perwujudan pola ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 huruf b meliputi:
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budi daya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. perwujudan badan air;
b. perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya;
c. perwujudan kawasan perlindungan setempat;
d. perwujudan kawasan konservasi;
e. perwujudan kawasan liondung geologi;
f. perwujudan kawasan cagar budaya; dan
g. perwujudan kawasan mangrove.
(3) Perwujudan badan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
a. perlindungan terhadap badan air sungai; dan
b. perlindungan terhadap embung.
(4) perwujudan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b meliputi berupa pelestarian, perlindungan dan
pengendalian kawasan hutan lindung.
(5) perwujudan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud

53
pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. pelestarian dan perlindungan kawasan sempadan sungai;
b. pelestarian dan perlindungan terhadap sekitar embung;
c. pelestarian dan perlindungan terhadap sempadan pantai; dan
d. pelestarian dan perlindungan terhadap sekitar mata air.
(6) perwujudan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d meliputi:
a. perlindungan dan pelestarian cagar alam; dan
b. perlindungan dan pemeliharaan taman nasional.
(7) perwujudan kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c berupa pelesterian dan pemeliharaan cagar budaya.
(8) perwujudan kawasan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d berupa pelesterian dan pemeliharaan ekosistem
mangrove.
(8) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. perwujudan kawasan hutan produksi;
b. perujudan kawasan perkebunan rakyat;
c. perwujudan kawasan pertanian;
d. perwujudan kawasan perikanan;
e. perwujudan kawasan pertambangan dan energi;
f. perwujudan kawasan peruntukan industri;
g. perwujudan kawasan pariwisata;
h. perwujudan kawasan permukiman;
i. perwujudan kawasan transportasi; dan
j. perwujudan kawasan pertahanan dan keamanan.
(9) Perwujudan kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) huruf a meliputi:
a. konservasi dan perbaikan tanah kawasan hutan; dan
b. pengendalian pemanfaatan kawasan hutan.
(10) Perwujudan kawasan perkebunan rakyat sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) huruf b meliputi :
a. konservasi dan perbaikan tanah kawasan perkebunan rakyat;
b. penyediaan bibit dan pupuk utuk tanaman perkebunan rakyat.
(11) Perwujudan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) huruf c meliputi:
a. perwujudan kawasan tanaman pangan, meliputi:

54
1. pencetakan sawah baru pada kawasan potensi yang didukung
dengan ketersediaan kondisi lahan serta sistem pengairan;
2. pengembangan pertanian perkotaan;
3. pengembangan pertanian organik;
4. penerapan mekanisme komprehensif dan pengembangan
rekayasa teknologi;
5. penetapan kawasan pertanian pangan khususnya lahan
pertanian sawah irigasi sebagai KP2B; dan
6. pemberian insentif kepada masyarakat yang mempertahankan
lahan KP2B yang akan diatur lebih dalam Peraturan Bupati.
b. perwujudan kawasan hortikultura, meliputi:
1. meningkatnya produktivitas dan kualitas produk hortikultura;
2. terjalinnya kemitraan antara kelompok tani dengan
pengusaha;
3. pengembangan kawasan agropolitan;
4. pengembangan industri pengolahan hasil komoditas
hortikultura unggulan; dan
5. meningkatnya jumlah dan kualitas kelembagaan tani.
c. perwujudan kawasan perkebunan, meliputi:
1. peningkatan ketersediaan teknologi dan kualitas sumberdaya
manusia yang memadai;
2. rehabilitasi dan pemeliharaan kawasan perkebunan;
3. intensifikasi komoditi perkebunan;
4. pembinaan industri pengolahan hasil perkebunan;
5. diversifikasi dan intensifikasi produk melalui pengembangan
teknologi budidaya tanaman;
6. peningkatan manajemen pengairan; dan
7. pengembangan kelompok tani menjadi kelompok pengusaha
yang mandiri dan profesional.
d. perwujudan kawasan peternakan, meliputi:
1. pengembangan peternakan berbasis ternak unggulan;
2. peningkatan kapasitas SDM peternak dalam bentuk
ketrampilan, perubahan pola pikir, penataan keuangan/aset
dan pola usaha;
3. penguatan kapasitas daya dukung untuk pengembangan
komoditi peternakan;
4. fasilitasi kepemilikan modal peternak untuk merubah pola
pikir dan pola tindak peternak menuju kemandirian;
5. penanganan pasca panen dan pemasaran;

55
6. penguatan kapasitas kelembagaan ditingkat peternak; dan
7. regulasi pendukung pengembangan komoditi.
(12) Perwujudan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) huruf d meliputi:
a. pengembangan perikanan budidaya; dan
b. pengembangan perikanan tangkap.
(13) Perwujudan kawasan pertambangan dan energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) huruf e meliputi:
a. pengendalian kawasan pertambangan; dan
b. pengelolaan kawasan pasca tambang dengan
direhabilitasi/reklamasi.
(14) Perwujudan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) huruf f berupa pengembangan kawasan peruntukkan
industri.
(15) Perwujudan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) huruf g meliputi:
a. pemeliharaan dan peningkatan wisata yang sudah ada;
b. peningkatan promosi pariwisata; dan
c. mengoptimalkan potensi alam, budaya, dan buatan;
(16) Perwujudan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) huruf h meliputi:
a. pengembangan kawasan permukiman perkotaan; dan
b. pengembangan kawasan permukiman perdesaan.
(17) Perwujudan kawasan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) huruf i meliputi:
a. Pengembangan dan peningkatan sarana prasarana di kawasan
transportasi;
b. Peningkatan aksesibilitas dari perkotaan ke kawasan
transportasi; dan
c. Penataan kawasan sekitar kawasan transportasi.
(18) Perwujudan kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) huruf j meliputi:
a. mempertahankan kawasan pertahanan dan keamanan yang ada;
dan
b. pengembangan kegiatan hankam sesuai kebutuhannya.

Pasal 52
(1) Perwujudan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 huruf c meliputi:

56
a. perwujudan kawasan strategis kabupaten berdasarkan sudut
kepentingan ekonomi;
b. perwujudan kawasan strategis kabupaten berdasarkan sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan; dan
c. perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi.
(2) Perwujudan kawasan strategis kabupaten berdasarkan sudut
kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Pengembangan kawasan pelabuhan dan kawasan peruntukan
industry yang terintegrasi;
b. penyediaan fasilitas perkotaan pendukung kawasan pelabuhan
dan kawasan peruntukan industry;
c. pengembangan linkage sistem pariwisata;
d. pengembangan ekonomi kreatif; dan
e. pengembangan UMKM wilayah kepulauan pendukung pariwisata.
(3) Perwujudan kawasan strategis kabupaten berdasarkan sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi peningkatan pengamanan
terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitarnya.
(4) Perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. membatasi perkembangan di sekitar kawasan; dan
b. menetapkan buffer zone sekitar kawasan;

Bagian Keempat
Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang

Pasal 53
(1) Pelaksanaan Sinkronisasi program pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf c dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Kabupaten.
(2) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap RTRW Kabupaten.
(3) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang dilaksanakan berdasarkan
indikasi program utama yang termuat dalam RTRW Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan

57
menyelaraskan indikasi program utama dengan program sektoral dan
kewilayahan dalam dokumen rencana pembangunan secara terpadu.

Pasal 54
(1) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1) menghasilkan dokumen:
a. sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka menengah 5 (lima)
tahunan; dan
b. sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka pendek 1 (satu)
tahunan.
(2) Dokumen sinkronisasi program pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi masukan untuk penyusunan rencana
pembangunan dan pelaksanaan peninjauan kembali dalam rangka
revisi RTRW Kabupaten.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 55
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong
terwujudnya Pemanfaatan Ruang sesuai dengan RTR.
(3) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar:
a. menaati RTR yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR; dan
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Ketentuan Pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum zonasi;
b. penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. pengenaan sanksi.

58
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 56
(1) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(4) huruf a disusun sebagai dasar pertimbangan dalam pengawasan
penataan ruang, sebagai landasan bagi penyusunan peraturan zonasi,
serta sebagai dasar pemberian KKPR.
(2) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan
dengan syarat, dan kegiatan yang tidak diperbolehkan pada setiap
kawasan peruntukan yang mencakup ruang darat, laut, udara, dan
dalam bumi;
b. intensitas pemanfaatan ruang (amplop ruang) pada setiap kawasan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, antara lain meliputi koefisien
dasar hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan,
garis sempadan bangunan, tata bangunan, dan kepadatan
bangunan;
c. sarana dan prasarana minimum sebagai dasar fisik lingkungan
guna mendukung pengembangan kawasan agar dapat berfungsi
secara optimal.
d. ketentuan lain yang dibutuhkan misalnya, pemanfaatan ruang
pada zona-zona yang dilewati oleh sistem jaringan sarana dan
prasarana wilayah kabupaten mengikuti ketentuan
perundangundangan yang berlaku; dan
e. ketentuan khusus, merupakan ketentuan yang mengatur
pemanfaatan kawasan yang memiliki fungsi khusus dan memiliki
aturan tambahan seperti adanya kawasan yang bertampalan
dengan dengan kawasan peruntukan utama, yang disebut sebagai
kawasan pertampalan/tumpang susun (overlay), dan ketentuan
khusus ini dibuat sebagai ketentuan tambahan dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 57
(1) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(1) terdiri atas:
a. ketentuan umum zonasi struktur ruang; dan

59
b. ketentuan umum zonasi pola ruang.
(2) Ketentuan umum zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum zonasi sistem pusat kegiatan;
b. ketentuan umum zonasi sistem jaringan transportasi;
c. ketentuan umum zonasi di sekitar sistem jaringan energi;
d. ketentuan umum zonasi di sekitar sistem jaringan
telekomunikasi;
e. ketentuan umum zonasi di sekitar sistem jaringan sumber
daya air; dan
f. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
prasarana lainnya.
(3) Ketentuan umum zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum zonasi kawasan budi daya.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 58
(1) Ketentuan umum zonasi untuk sistem pusat kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a meliputi:

a. ketentuan umum zonasi untuk pusat kegiatan wilayah (PKW);


b. ketentuan umum zonasi untuk pusat kegiatan local (PKL);
c. ketentuan umum zonasi untuk pusat pelayanan kawasan (PPK);
dan
d. ketentuan umum zonasi untuk pusat pelayanan lingkungan (PPL);

(2) Ketentuan umum zonasi untuk pusat kegiatan wilayah (PKW)

60
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
memperhatikan:

a. kegiatan yang diizinkan yaitu pemanfaatan lahan yang sesuai


untuk kegiatan pusat pelayanan dan kegiatan ekonomi berskala
regional serta permukiman perkotaan, dengan didukung fasilitas
dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan regional,
dengan tetap mempertimbangkan potensi kerawanan terhadap
bencana; bangunan dengan fungsi penunjang yang diizinkan hanya
berkaitan dengan kegiatan fungsional; kegiatan pengembangan
pada RTH;
b. kegiatan yang diizinkan dengan syarat yaitu kegiatan pertanian,
peternakan, perkebunan, dan lainnya yang memenuhi persyaratan
teknis (termasuk persyaratan teknis bangunan di kawasan rawan
bencana) dan tidak mengganggu fungsi kawasan perkotaan sebagai
PKW;
c. kegiatan yang tidak diizinkan yaitu kegiatan pertambangan yang
tidak sesuai dan/atau dapat menurunkan kualitas lingkungan
permukiman perkotaan serta kegiatan hunian baru, serta
ketentuan pembatasan bagi kawasan permukiman di pusat kota;
dan
d. pengembangan fungsi kawasan perkotaan dengan kegiatan
intensitas menengah hingga tinggi;

(3) Ketentuan umum zonasi untuk pusat kegiatan local (PKL)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan
memperhatikan:

a. kegiatan yang diizinkan yaitu kegiatan pemanfaatan ruang dengan


fungsi utama sebagai kawasan permukiman, perdagangan jasa
skala kabupaten dan industri, pengembangan system jaringan
prasarana pendukung, kegiatan pemanfaatan ruang lindung

61
meliputi pengembangan kawasan perlindungan setempat, rawan
bencana, cagar budaya dan ruang terbuka hijau.
b. kegiatan yang diizinkan terbatas yaitu kegiatan pertanian,
perkebunan, peternakan dan perikanan.
c. kegiatan yang diizinkan bersyarat yaitu kegiatan hutan produksi.
d. kegiatan yang tidak diizinkan yaitu kegiatan yang tidak sesuai
dan/atau dapat menurunkan kualitas lingkungan permukiman
perkotaan.
e. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi dan
pembatasan bangunan bertingkat serta penyediaan kawasan siap
bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba).
f. sarana dan prasarana minimum mengikuti kebutuhan
pengembangan PKL yang telah ditentukan dalam rencana sistem
perkotaan.

(4) Ketentuan umum zonasi untuk pusat pelayanan kawasan (PPK)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
memperhatikan:

a. kegiatan yang diizinkan yaitu kegiatan pemanfaatan ruang dengan


fungsi utama sebagai kawasan permukiman, perkebunan,
pertanian, pariwisata dan industri skala kecil, kegiatan
pengembangan sistem jaringan prasarana pendukung, kegiatan
pemanfaatan ruang lindung meliputi pengembangan kawasan
perlindungan setempat, rawan bencana, cagar budaya dan ruang
terbuka hijau
b. kegiatan yang diizinkan dengan terbatas kegiatan pemanfaatan
ruang budidaya meliputi kawasan pertambangan galian C,
peruntukan industri skala besar, pertahanan dan keamanan, hutan
produksi.
c. kegiatan yang tidak diizinkan meliputi kegiatan pertambangan batu
bara, minyak bumi dan gas bumi serta kegiatan yang tidak sesuai
dan/atau dapat menurunkan kualitas lingkungan permukiman.
d. pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang rendah hingga menengah dan
disesuaikan dengan kondisi fisik dan daya dukung lingkungan
setempat.

62
a. intensitas pemanfaatan ruang yang diijinkan adalah
intensitas pemanfaatan ruang rendah dengan kecenderungan
pengembangan horizontal dikendalikan.
e. sarana dan prasarana minimum mengikuti kebutuhan
pengembangan PPK yang telah ditentukan dalam rencana sistem
perkotaan.

(5) Ketentuan umum zonasi untuk pusat pelayanan lingkungan (PPL)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan
memperhatikan:

a. diizinkan kegiatan pemanfaatan ruang dengan fungsi utama


sebagai kawasan permukiman, pertanian dan industri skala kecil,
pengembangan sistem jaringan prasarana pendukung, kegiatan
pemanfaatan ruang lindung meliputi pengembangan kawasan
perlindungan setempat, rawan bencana, cagar budaya dan ruang
terbuka hijau.
b. diizinkan dengan terbatas kegiatan pemanfaatan ruang dengan
melakukan perubahan fungsi ruang kawasan terbangun di
perdesaan dengan syarat saling menunjang dan/atau tidak
menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan dan
melakukan penambahan fungsi yang saling bersesuaian dengan
syarat ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan
fungsi utama zona tersebut.
c. diizinkan dengan bersyarat kegiatan pemanfaatan ruang budidaya
meliputi kawasan pertambangan dan energi, peruntukan industri
skala sedang, serta pertahanan dan keamanan.
d. tidak diizinkan yaitu melakukan alih fungsi lindung pada kawasan
lindung tetapi boleh ditambahkan kegiatan lain selama masih
menunjang fungsi lindung, melakukan perubahan fungsi pada
kawasan lindung berupa bangunan, melakukan perubahan secara
keseluruhan fungsi dasar sesuai RDTR kawasan perdesaan masing-
masing, melakukan kegiatan pembangunan dengan intensitas tinggi
yang tidak serasi dengan kawasan sekitarnya, melakukan alih
fungsi lahan pada RTH produktif, melakukan alih fungsi pada lahan
pertanian pangan berkelanjutan, melakukan kegiatan
pembangunan di dalam radius keamanan pada kawasan yang telah
ditetapkan batas ketinggian.

Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Sekitar Sistem Jaringan Prasarana

63
Pasal 59
Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b meliputi:

a. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan transportasi;


b. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi;
c. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
telekomunikasi;
d. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sumber daya
air; dan

e. ketentuan umum zonasi kawasan sekitar infrastruktur lainnya.

Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi Jaringan Transportasi

Pasal 60
(1) Ketentuan umum zonasi untuk jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf a meliputi:

a. jaringan jalan;
b. jaringan kereta api;
c. jaringan sungai dan penyeberangan;
d. pelabuhan laut;
e. alur pelayaran laut;
f. bandar udara.

64
(2) Ketentuan umum zonasi jaringan jalan sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf a meliputi:

a. ketentuan umum zonasi jaringan jalan arteri;


b. ketentuan umum zonasi jaringan jalan kolektor;
c. ketentuan umum zonasi jaringan jalan local; dan
d. ketentuan umum zonasi terminal.

(3) Ketentuan umum zonasi untuk jalan arteri sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf a, meliputi:

a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan, terdiri atas :


1. kegiatan berkepadatan sedang sampai rendah;
2. penggunaan lahan campuran berupa perumahan,
perdagangan dan jasa berkepadatan sedang sampai rendah;
dan
3. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang
mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan oksigen.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat
meliputi
1. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan intensitas sedang sampai rendah dan menyediakan
prasarana tersendiri;
2. perumahan dengan kepadatan sedang sampai rendah dengan
syarat tidak berorientasi langsung pada jalan arteri primer;
dan
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas melalui penyediaan
sarana dan prasarana dengan memenuhi standart keamanan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. Kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan intensitas tinggi dan berorientasi langsung pada jalan
arteri primer;

65
2. perumahan dengan kepadatan tinggi yang langsung
berorientasi langsung pada jalan arteri primer;
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas yang langsung
berorientasi langsung pada jalan arteri primer;
4. kegiatan lain yang berpotensi membahayakan pengguna jalan
arteri primer; dan
5. alih fungsi lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan
berkelanjutan, kawasan lindung atau fungsi-fungsi lain yang
ditetapkan sebagai fungsi lindung.
d.ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa KDB, KLB dan
KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukan yang akan dilakukan
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan.
e. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan jalan, alat
pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan
pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan
penyandang cacat, dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan
angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.
f. ketentuan lain-lain terdiri atas :
1. penyediaan penempatan rambu yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
2. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
3. penyediaan jembatan penyeberangan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
4. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.

(4) Ketentuan umum zonasi jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf b meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

66
1. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang mempunyai
fungsi konservasi dan penyediaan oksigen;
2. perambuan untuk kepentingan aktivitas lalu lintas;
3. bangunan pemantau keamanan seperti pos polisi; dan
4. transportasi orang dan barang dengan berbagai jenis moda
transportasi yang menyesuaikan kelas jalan dari masing-masing
ruas jalan.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, terdiri dari:

1. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan jasa dan


menyediakan prasarana tersendiri dengan memenuhi standar
keamanan dan yang tidak menimbulkan parkir di badan jalan;
2. perumahan dengan kepadatan rendah dan sedang dengan syarat
tidak berorientasi langsung pada jalan dengan memenuhi
standar keamanan dan yang tidak menimbulkan parkir di badan
jalan;
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan, olahraga
disediakan secara terbatas melalui penyediaan sarana dan
prasarana dengan memenuhi standar keamanan dan yang tidak
menimbulkan parkir di badan jalan; dan
4. pemasangan utilitas prasarana umum, kelengkapan jalan (street
furniture), dan pemasangan reklame ukuran sedang dan tidak
mengganggu fungsi jalan dan keamanan pengguna jalan.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri dari:

67
1. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan intensitas tinggi dan berorientasi langsung pada jalan;
2. perumahan dengan kepadatan tinggi yang langsung berorientasi
langsung pada jalan;
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan, olahraga
yang berorientasi langsung pada jalan;
4. kegiatan lain yang berpotensi membahayakan pengguna jalan;
5. pemanfaataan jalan yang melebihi ketentuan muatan, dimensi,
muatan sumbu terberat, dan/atau beban;
6. penggunaan ruang pengawasan jalan yang mengganggu
keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi jalan;
7. penutupan jalan tanpa mendapatkan izin dari instansi yang
berwenang; dan
8. bangunan reklame yang menutupi ruas jalan yang memiliki
scenic view.
9. Kegiatan pasar tradisional yang memakai badan jalan; dan
10. Kegiatan pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

d. ketentuan intensitas KDB, KLB dan KDH jalan kolektor primer


menyesuaikan dengan jenis peruntukan yang memenuhi ketentuan
ruang pengawasan jalan; dan
e. ketentuan sarana prasarana minimum jalan kolektor primer, terdiri
dari:

1. penyediaan rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat


lalu lintas, alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman
pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, fasilitas
untuk sepeda, dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan
angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan; dan
2. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai dengan
tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.

68
(5) Ketentuan umum zonasi jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c meliputi :

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang mempunyai


fungsi konservasi dan penyediaan oksigen;
2. transportasi orang dan barang dengan berbagai jenis moda
transportasi yang menyesuaikan kelas jalan local;
3. pengembangan fungsi kawasan sepanjang jalan lokal untuk
kegiatan utama yang berskala lokal meliputi kegiatan
permukiman, perdagangan jasa, industri kecil dan fasilitas
umum dengan pengembangan akses masuk;
4. kegiatan komersial, perdagangan dan jasa, pariwisata, dengan
intensitas sedang dan menyediakan prasarana parkir dengan
memenuhi standar kriteria dan tidak menimbulkan kemacetan;
5. pemukiman dengan kepadatan tinggi dan sedang;
6. kegiatan pendidikan, kesehatan, olah raga, peribadatan,
perkantoran dengan intensitas sedang.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, terdiri dari:

1. kegiatan industry kecil dengan syarat memenuhi standar


keamanan dan yang tidak menimbulkan parkir dan bongkar
muatan di badan jalan lokal; dan

69
2. pemasangan utilitas prasarana umum, kelengkapan jalan (street
furniture), dan pemasangan reklame sepanjang tidak
mengganggu fungsi jalan dan keamanan pengguna jalan.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri dari:

1. kegiatan lain yang berpotensi membahayakan pengguna jalan


lokal;
2. pemanfaataan jalan yang melebihi ketentuan muatan, dimensi,
muatan sumbu terberat, dan/atau beban;
3. penggunaan ruang pengawasan jalan yang mengganggu
keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi jalan;
4. penutupan jalan tanpa mendapatkan izin dari instansi yang
berwenang; dan
5. bangunan dan atau reklame yang menutupi ruas jalan yang
memiliki scenic view.

d. ketentuan intensitas KDB, KLB dan KDH jalan lokal menyesuaikan


dengan jenis peruntukan yang memenuhi ketentuan ruang
pengawasan jalan; dan
e. ketentuan sarana prasarana minimum jalan lokal, terdiri dari:

1. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas,


marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan
jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat
pengawasan dan pengamanan jalan, dan fasilitas pendukung

70
kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan
di luar badan jalan;
2. penyediaan penempatan rambu yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
3. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
4. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.

(6) Ketentuan umum zonasi terminal penumpang sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf d meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. kegiatan pasar induk dan pasar tradisional;


2. kegiatan operasional angkutan penumpang;
3. kegiatan pelayanan jasa lainnya yang mendukung langsung
sistem terminal tipe B dan tipe C; dan
4. pengembangan RTH di internal maupun di sekitar kawasan
terminal yang mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan
oksigen;

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat yaitu kegiatan


komersial berupa perdagangan dan jasa dengan menyediakan
prasarana tersendiri dengan memenuhi standar keamanan dan
yang tidak menimbulkan gangguan terhadap akses terminal dan
gangguan terhadap parkir di badan jalan;

71
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri dari:

1. kegiatan bongkar muat barang; dan


2. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa dan
perumahan di sekitar terminal tipe B dengan kepadatan tinggi,
kegiatan yang menggangu keamanan dan kenyamanan pada
fasilitas penunjang terminal.

d. ketentuan intensitas KDB, KLB dan KDH terminal penumpang tipe


B menyesuaikan dengan jenis peruntukan yang memenuhi
ketentuan ruang di terminal tipe B dan radius sekitarnya; dan
e. ketentuan sarana prasarana minimum terminal penumpang tipe B
terdiri dari:

1. fasilitas pelayanan keselamatan meliputi jalur pejalan kaki,


fasilitas keselamatan jalan, jalur evakuasi, alat pemadam
kebakaran, pos fasilitas dan petugas kesehatan, pos fasilitas dan
petugas pemeriksa kelaikan kendaraan umum, fasilitas
perbaikan ringan kendaraan umum, informasi fasilitas
keselamatan, informasi fasilitas kesehatan, informasi fasilitas
pemeriksaan dan perbaikan ringan kendaraan bermotor;
2. fasiiltas keamanan meliputi media pengaduan gangguan
keamanan, petugas keamanan dan fasilitas keamanan lainnya;
3. fasilitas pendukung kehandalan/keteraturan meliputi jadwal
kedatangan dan keberangkatan beserta besaran tarif, jadwal
kendaraan umum dalam trayek lanjutan, loket penjualan tiket,
kantor penyelenggara terminal, ruang kendali dan menajemen
sistem informasi terminal, petugas operasional terminal;
4. fasilitas kenyamanan meliputi ruang tunggu, toilet, fasilitas
peribadatan/mushola, ruang terbuka hijau, rumah makan,

72
fasilitas dan petugas kebersihan, tempat istirahat awak
kendaraan, area merokok, drainase, lampu penerangan ruangan;
5. fasilitas kemudahan/keterjangkauan meliputi letak jalur
pemberangkatan, letak jalur kedatangan, informasi pelayanan,
informasi angkutan lanjutan, informasi gangguan perjalanan
kendaraan angkutan, tempat penitipan barang, fasilitas
pengisian baterai, tempat naik dan turun penumpang, tempat
parkir kendaraan umum dan pribadi; dan
6. fasilitas kesetaraan meliputi fasilitas penyandang cacat dan
ruang ibu menyusui.

(7) Ketentuan umum zonasi jaringan jalur kereta api sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalur kereta api yang


mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan oksigen; dan
2. kawasan lindung dan budidaya yang tertata dengan
menggunakan pagar pembatas (baik alami maupun buatan)
antara jaringan jalur kereta api sebagai bentuk perlindungan
keselamatan dan peredam kebisingan suara kereta api baik dan
tidak mengganggu fungsi jaringan jalur kereta api;

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, terdiri dari:

73
1. kegiatan penunjang angkutan kereta api selama tidak
mengganggu perjalanan kereta api;
2. perlintasan jalan dengan rel kereta api harus disertai palang
pintu, rambu-rambu dan jalur pengaman dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku; dan
3. pemasangan utilitas prasarana umum sepanjang tidak
mengganggu fungsi dan keamanan jalur kereta api.

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri dari:

1. kegiatan di sepanjang jalur kereta api yang berorientasi langsung


tanpa ada pembatas dalam sempadan rel kereta api; dan
2. kegiatan yang tidak memiliki hubungan langsung dengan jalur
kereta api dan mengganggu keselamatan lalu lintas
perkeretaapian.

d. ketentuan intensitas jaringan jalur kereta api, terdiri dari:

1. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta


api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalan kereta api;
2. bebas bangunan dengan jarak minimum 100 (seratus) meter;
dan
3. intensitas pemanfaatan ruang berupa penentuan KDB, KLB dan
KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukan yang memenuhi
ketentuan sistem jaringan kereta api.

74
e. ketentuan sarana prasarana minimum jaringan jalur kereta api,
terdiri dari:

1. pembatasan pemanfaatan jumlah perlintasan sebidang antara


jaringan jalur kereta api dan jalan;
2. jaringan komunikasi sepanjang jalur kereta api;
3. rambu-rambu; dan
4. bangunan pengaman jalur kereta api

(8) Ketentuan umum zonasi jaringan jaringan sungai dan penyeberangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. Kegiatan alur pelayaran, perairan tempat labuh, perairan untuk


tempat alih muat antar kapal, kolam pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kolam pelabuhan
untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan
pemanduan, tempat perbaikan kapal pada zona ruang
lingkungan kerja perairan pelabuhan penyeberangan; dan
2. Kegiatan alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan
keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang,
penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan
pemanduan, pembangunan dan pemeliharaan kapal pada zona
ruang lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan.

75
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi fasilitas
penghubung antar moda dengan syarat KDB paling tinggi sebesar
70 % KLB, maksimal 2 lantai, dan KDH paling rendah sebesar 20
%;
c. kegiatan yang dilarang meliputi kegiatan yang dapat mengganggu
alur pelayaran;
d. prasarana dan sarana minimum yang disediakan sebagai fasilitas
pokok di zona ruang lingkungan kerja daratan terdiri atas: terminal
penumpang, penimbangan kendaraan bermuatan, jalan
penumpang keluar/masuk kapal, perkantoran untuk kegiatan
pemerintahan dan pelayanan jasa, fasilitas penyimpanan bahan
bakar, instalasi air, listrik dan telekomunikasi, dan fasilitas
pemadam kebakaran; dan
e. prasarana dan sarana minimum yang disediakan sebagai fasilitas
penunjang di zona ruang lingkungan kerja daratan terdiri atas :
kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan, tempat penampungan limbah, fasilitas usaha yang
menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan, areal
pengembangan pelabuhan, fasilitas umum lainnya (peribadatan,
taman, jalur hijau dan kesehatan).

(9) Ketentuan umum zonasi untuk pelabuhan laut sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan untuk pelabuhan umum meliputi


kegiatan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
yang disebutkan pada huruf a yang berada didalam Daerah
Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan, dengan syarat harus mendapat izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang dapat
mengganggu kegiatan di Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan,
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, dan jalur transportasi
laut.

76
(10) Ketentuan umum zonasi untuk alur pelayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan untuk alur pelayaran berupa


kegiatan pelayaran;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
kelautan dan perikanan serta pariwisata dengan syarat tidak
mengganggu kegiatan dan keselamatan pelayaran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan selain
kegiatan kelautan dan perikanan serta pariwisata yang dapat
mengganggu kegiatan dan keselamatan pelayaran.

(11) Ketentuan umum zonasi bandar udara sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. pemanfaatan yang diizinkan berupa kegiatan operasional


kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan jasa
kebandarudaraan, fasilitas penunjang bandar udara umum,
penunjang pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan
kegiatan pertahanan dan keamanan negara.
b. pemanfaatan bersyarat terbatas berupa kegiatan pelayanan jasa
terkait bandar udara meliputi kegiatan :
1) kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di bandar udara,
meliputi : penyediaan hanggar pesawat udara, perbengkelan
pesawat udara, pergudangan, katering pesawat udara,
pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat (ground
handling), pelayanan penumpang dan bagasi; serta,
penanganan kargo dan pos.
2) kegiatan pelayanan penumpang dan barang, meliputi :
penyediaan penginapan/hotel dan transit hotel, penyediaan
toko dan restoran, penyimpanan kendaraan bermotor,
pelayanan kesehatan, perbankan dan/atau penukaran uang
dan transportasi darat.

77
3) jasa terkait untuk memberikan nilai tambah bagi
pengusahaan bandar udara, meliputi: penyediaan tempat
bermain dan rekreasi, penyediaan fasilitas perkantoran,
penyediaan fasilitas olah raga, penyediaan fasilitas
pendidikan dan pelatihan, pengisian bahan bakar kendaraan
bermotor; dan periklanan.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan pemanfaatan yang tidak
diizinkan berupa kegiatan meliputi kegiatan yang
membahayakan keamanan dan keselamatan operasional
penerbangan, membuat halangan (obstacle), dan/atau kegiatan
lain yang mengganggu fungsi bandar udara.
d. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang meliputi KWT
maksimal 70% (tujuh puluh persen); KLB maksimal 2,7 (dua
koma tujuh); KDH minimum 20% (tiga puluh persen); dan KTB
maksimal 80% (delapan puluh persen).
e. Prasarana dan sarana minimum meliputi :

1) terintegrasi dengan sistem jaringan angkutan penumpang


massal;
2) memiliki pelayanan jasa kebandarudaraan meliputi
pelayanan jasa pesawat udara, penumpang, barang, dan pos
yang meliputi penyediaan dan/atau pengembangan;
3) menyediakan pedestrian dan akses bagi penyandang cacat;
4) tersedia jaringan drainase, air bersih, listrik, telekomunikasi,
sistem pengolahan limbah, sarana penangangan sampah dan
hidran kebakaran sesuai ketentuan yang berlaku;
5) tersedia jaringan dan sistem penanganan evakuasi bencana;
6) dalam hal mendirikan, mengubah, atau melestarikan
bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di
dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak boleh
melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan operasi
penerbangan, kecuali untuk fasilitas operasi penerbangan.

Paragraf 5
Ketentuan Umum Zonasi Jaringan Energi

Pasal 61

78
Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b yaitu ketentuan umum
zonasi untuk jaringan infrastruktur ketenagalistrikan meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. RTH berupa taman; dan


2. pertanian tanaman pangan.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa kegiatan budidaya


yang terbentang di jalur sistem jaringan energi yang tidak mengganggu
fungsi dan pelayanan energi listrik;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan permukiman
komersil, permukiman swadaya dan kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi dan pelayanan energi listrik;
d. ketentuan intensitas KDB, KLB dan KDH untuk jaringan infrastruktur
ketenagalistrikan menyesuaikan dengan jenis peruntukan yang
memenuhi ketentuan infrastruktur kelistrikan;
e. ketentuan sarana prasarana minimum untuk jaringan infrastruktur
ketenagalistrikan berupa pengaman pada pembangkit energi listrik;
f. ketentuan lainnya melalui penyediaan RTH, pelataran parkir, dan
ruang keamanan pengguna; dan

a. ketentuan ruang bebas jaringan transmisi tenaga listrik sesuai dengan


peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Paragraf 6
Ketentuan Umum Zonasi Jaringan Telekomunikasi

Pasal 62

(1) Ketentuan umum zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c
meliputi:

79
a. ketentuan umum zonasi untuk jaringan bergerak terestrial;
b. ketentuan umum zonasi untuk jaringan bergerak seluler; dan
c. ketentuan umum zonasi untuk jaringan tetap.

(2) Ketentuan umum zonasi untuk jaringan bergerak terestrial


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. pengembangan jaringan berupa fiber optik di bawah tanah


sesuai peraturan perundangan yang berlaku; dan
2. pengembangan jaringan telekomunikasi lainnya sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa pengembangan


menara microcell dengan memperhatikan keamanan dan
karakteristik kawasan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi dan pelayanan jaringan telematika; dan
d. ketentuan intensitas untuk jaringan bergerak terestrial dengan
ketentuan ketinggian bangunan terbatas dan bebas interferensi.

(3) Ketentuan umum zonasi untuk jaringan bergerak seluler


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

80
1. instalasi menara telekomunikasi (BTS) dengan memperhatikan
kebutuhan dan karakteristik kawasan; dan
2. RTH berupa taman.

b. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang tidak


berhubungan dengan instalasi BTS dan mengganggu fungsi dan
layanan BTS;
c. ketentuan intensitas untuk jaringan bergerak seluler dengan
ketentuan ketinggian bangunan terbatas dan bebas interferensi;
d. ketentuan sarana prasarana minimum untuk jaringan bergerak
seluler berupa pagar pengaman/pembatas dengan guna lahan di
sekitarnya; dan
e. ketentuan lainnya dan ketentuan khusus untuk jaringan bergerak
seluler mengikuti ketentuan jarak minimal antar menara sebagai
berikut:

1. untuk tinggi menara maksimal 45 (empat puluh lima) meter,


jarak minimal 20 (dua puluh) meter dari bangunan perumahan,
10 (sepuluh) meter di daerah komersial dan 5 (lima) meter bila
di daerah industri;
2. untuk tinggi menara maksimal di atas 45 (empat puluh lima)
meter, jarak minimal 30 (tiga puluh) meter dari bangunan
perumahan, 15 (lima belas) meter untuk daerah komersial dan
10 (sepuluh) meter untuk daerah industri; dan
3. untuk ketinggian menara di atas 60 (enam puluh) meter, jarak
dari bangunan terdekat minimal adalah 40 (empat puluh)
meter.
4. Jarak aman ketinggian Menara dengan area permukiman akan
diatur sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.

(4) Ketentuan umum zonasi untuk jaringan tetap sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

81
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari:

1. pengembangan jaringan tetap sesuai peraturan perundangan


yang berlaku; dan
2. pengembangan jaringan telekomunikasi lainnya sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa


pengembangan jaringan tetap dengan memperhatikan keamanan
dan karakteristik kawasan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi dan pelayanan jaringan telematika, jaringan
listrik dan tidak menggangu jaringan jalan; dan
d. ketentuan intensitas untuk jaringan tetap dengan ketentuan
ketinggian bangunan terbatas dan bebas interferensi

Paragraf 7
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 63
(1) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf e berupa
prasarana sumber daya air.
(2) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
a. Ketentuan umum zonasi untuk jaringan irigasi;
b. Ketentuan umum zonasi untuk bangunan sumber daya air.
(3) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri atas:
1. pengembangan jaringan irigasi;

82
2. pembangunan jalan inspeksi;
3. pemasangan papan pengumuman/larangan;
4. pemasangan pondasi, tiang, dan rentangan kabel listrik;
5. pondasi jembatan/jalan; dan
6. bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air
seperti dermaga, gardu listrik, bangunan telekomunikasi, dan
pengontrol/pengukur debit air/pencatat hidrologi/kantor
pengamat pengairan.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, terdiri atas:
1. bangunan pengolahan limbah dan bahan pencemar lainnya;
2. bangunan instalasi/unit pengolahan dan produksi air bersih;
3. bangunan pembangkit listrik mikro hidro;
4. sarana prasarana pendukung pariwisata;
5. pengembangan jaringan pipa air minum/ PDAM;
6. pengembangan jaringan pipa gas; dan
7. pondasi jembatan/jalan, pembangunan jalan pendekat/oprit
jembatan melintasi jaringan irigasi.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa bangunan maupun
bukan bangunan yang berpotensi mencemari dan merusak jaringan
sumber daya air pendukung pertanian dan kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi saluran, bangunan dan drainase;
d. ketentuan intensitas untuk sistem jaringan irigasi, terdiri atas:
1. KDB maksimal 50% (lima puluh persen);
2. KLB maksimal 0,5% (nol koma lima persen); dan
3. KDH minimal 20% (dua puluh persen).
e. ketentuan sarana prasarana minimum untuk sistem jaringan irigasi
yaitu pelindung jaringan berupa jalan setapak, kelengkapan
bangunan yang diizinkan, dan bangunan pelindung terhadap
kemungkinan banjir.
(4) Ketentuan umum zonasi untuk bangunan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1. bangunan sumber daya air;
2. bangunan penunjang pemanfaatan antara lain pipa
sambungan air bersih; dan
3. bangunan penampung air untuk didistribusikan sebagai air
minum dan irigasi.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:
1. bangunan pengontrol debit dan kualitas air; dan

83
2. bangunan pengaman bangunan sumber daya air.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi bangunan sumber daya air;
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari bangunan sumber daya air; dan
3. intensitas bangunan berupa KDB yang diijinkan 10%, KLB
10%, KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang dimaksud.

Paragraf 8
Ketentuan Umum Zonasi Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 64
(1) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf f, meliputi:
a. Ketentuan umum zonasi untuk sistem pengelolaan air minum
(SPAM);
b. Ketentuan umum zonasi untuk sistem pengelolaan air limbah
(SPAL);
c. Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan persampahan;
d. Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan evakuasi bencana;
dan
e. Ketentuan umum zonasi untuk sistem drainase.
(2) Ketentuan umum zonasi untuk sistem pengelolaan air minum (SPAM)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan berupa
pembangunan fasilitas pendukung pengolahan air minum;
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan dengan syarat
berupa pembangunan jaringan primer, sekunder dan sambungan
rumah;
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan adalah
kegiatan yang mengganggu sistem penyediaan air minum;
d. sarana dan prasarana minimum berupa kantor pengelola, bak
penampungan, menara air, bak pengolahan air, dan bangunan
sumber energi listrik;
e. ketentuan lain-lain berupa kerjasama antara pelaku pengolah
zonasi sistem penyediaan air minum (SPAM) dilakukan melalui
kerjasama tersendiri sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku.

84
(3) Ketentuan umum zonasi untuk sistem pembuangan air limbah (SPAL)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan yaitu mendirikan
fasilitas pengolah limbah dan bangunan pendukung jaringan
pengolah limbah;
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan dengan syarat
yaitu pembangunan sarana dan prasarana mendukung dengan
tidak mengganggu fungsi kawasan sekitar;
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan antara lain:
1. membangun sarana pengolah limbah secara individual;
2. mengalirkan air limbah secara langsung ke sungai, embung, dan
saluran irigasi;
3. kegiatan yang berpotensi mengganggu fungsi jaringan limbah;
dan
4. membangun prasarana pengolah limbah yang mengganggu
fungsi Kawasan.
(4) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan persampahan wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan, terdiri atas :
1. Kegiatan pemilihan dan pemilahan, pengolahan sampah;
2. RTH jalur hijau/sabuk hijau;
3. Bangunan yang mendukung operasi pengelolaan sampah;
4. Jalan inspeksi; dan
5. Asembly Poin/ruang evakuasi jika terjadi bencana
ledakan/kebakaran.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan dengan syarat
yaitu kegiatan atau bangunan yang berhubungan dengan sampah
antara lain adalah pembangunan TPS3R sesuai dengan ketentuan
dan persyaratan lokasi pada tiap-tiap kawasan perkotaan dan
perdesaan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan, terdiri atas:
1. pengembangan system jaringan persampahan pada kawasan
resapan air pemanfaatannya tidak boleh mengganggu fungsi
resapan
2. Mendirikan bangunan yang tidak terkait langsung dengan
operasi pengelolaan sampah; dan
3. Kegiatan pertanian dan perkebunan.
d. Intensitas besaran KDB yang diijinkan ≤10%, KLB ≤ 10%, dan KDH
≥ 90%;

85
e. Prasarana dan sarana minimum berupa unit pengelolaan sampah
antara lain pembuatan kompos dan Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTS); dan
f. Ketentuan lain-lain berupa kerjasama antara pelaku pengolah
sampah dilakukan melalui kerjasama tersendiri sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1. pengembangan RTH; dan
2. kegiatan permukiman, fasilitas umum dan sosial.
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat, meliputi kegiatan yang
tidak sesuai dan mengganggu kegiatan evakuasi bencana;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan
d. sarana dan prasarana minimum tempat evakuasi bencana
dilengkapi dengan jalur evakuasi bencana dan petunjuk arah serta
sarana dasar seperti sumber air bersih dan MCK.
(6) Ketentuan umum zonasi di sekitar sistem drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1. pengembangan RTH; dan
2. jaringan sistem jaringan pejalan kaki.
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat, meliputi yang tidak
mengganggu fungsi sistem jaringan drainase;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu kegiatan pembuangan
sampah, pembuangan limbah, dan kegiatan lain yang mengganggu
fungsi sistem jaringan drainase; dan
d. sarana dan prasarana minimum untuk sistem jaringan drainase
meliputi jalan khusus untuk akses pemeliharaan, serta alat
penjaring sampah.

Paragraf 9
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 65
Ketentuan umum zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (2) huruf c meliputi:

86
a. ketentuan umum zonasi badan air;
b. ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat;
d. ketentuan umum zonasi kawasan konservasi;
e. ketentuan umum zonasi kawasan lindung geologi sempadan mata air;
f. ketentuan umum zonasi kawasan cagar budaya;
g. ketentuan umum zonasi kawasan ekosistem mangrove.

Pasal 66
Ketentuan umum zonasi badan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (2) huruf g angka 1 terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik;
2. fondasi jembatan/jalan; dan
3. bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air
seperti dermaga, gardu listrik, bangunan telekomunikasi dan
pengontrol/pengukur debit air.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi:
1. pemukiman nelayan dan suku bajo di Wilayah Kepulauan Togean;
2. bangunan penunjang pariwisata;
3. bangunan pengontrol debit dan kualitas air; dan
4. bangunan pengolahan limbah dan bahan pencemar lainnya
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan fungsi
wilayah badan air; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari badan air.
d. Intensitas pemanfaatan ruang berupa besaran KDB yang diijinkan
10%, KLB 10%, KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang dimaksud
e. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung sungai berupa jalan
setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan bangunan
pelindung terhadap kemungkinan banjir;
f. ketentuan lainnya meliputi :

87
1. sepanjang ruang sempadan badan air dapat dikembangkan RTH
produktif; dan
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
badan air.

Pasal 67
Ketentuan umum zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya yaitu kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g angka 2 meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. wisata alam, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dengan syarat tidak merubah bentang alam;
2. memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, dan pemungutan
hasil hutan bukan kayu; dan
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi:
1. penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan tanpa mengubah
fungsi pokok kawasan hutan; dan
2. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan lain dilakukan
melalui pemberian izin oleh Menteri dengan mempertimbangkan
batasan luas dan jangka waktu tertentu serta pelestarian
lingkungan hidup.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan melakukan meliputi :
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan;
2. penambangan dengan pola penambangan terbuka; dan
3. pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya yang telah ada di
kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi lindung dan
kelestarian lingkungan hidup.
d. Intensitas pemanfaatan ruang, tidak ada bangunan pada Kawasan
hutan lindung
e. prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana kegiatan pembangunan yang menunjang dengan tanpa
merubah bentang alam hutan lindung antara lain penyediaan jalan
setapak, bangunan non permanen yang tidak merusak lingkungan,
dan penyediaan prasarana lain penunjang kegiatan;
f. ketentuan lainnya meliputi :
1. pada kawasan hutan yang mengalami penurunan fungsi maka
dapat dilakukan rehabilitasi hutan melalui reboisasi, penghijauan,
pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknis
konservasi tanah;
2. rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarakan kondisi
spesifik biofisik;

88
3. penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan
pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka
mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat; dan
4. reklamasi pada kawasan hutan bekas area tambang wajib
dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan
tahapan kegiatan pertambangan.

Pasal 68
(1). Ketentuan umum zonasi kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g angka 3
terdiri atas:
a. ketentuan umum zonasi pada sempadan pantai;
b. ketentuan umum zonasi pada sempadan sungai;
c. ketentuan umum zonasi pada kawasan sekitar danau; dan
d. ketentuan umum zonasi pada kawasan sekitar mata air.
(2). Ketentuan umum zonasi pada sempadan pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. di kawasan sempadan pantai diperbolehkan melaksanakan


kegiatan rekreasi pantai, pengamanan pesisir, kegiatan nelayan,
penambatan perahu nelayan, kegiatan pelabuhan, landing point
kabel dan/atau pipa bawah laut, kepentingan pertahanan dan
keamanan negara, kegiatan pengendalian kualitas perairan,
konservasi lingkungan pesisir, pengembangan struktur alami dan
struktur buatan pencegah abrasi pada sempadan pantai,
pengamanan sempadan pantai sebagai ruang publik, dan kegiatan
pengamatan cuaca dan iklim;
b. kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1 diperbolehkan
dengan syarat tidak mengganggu fungsi pantai sebagai kawasan
perlindung setempat dan kualitas lingkungan di sempadan pantai;
dan
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi semua jenis kegiatan
yang dapat mengganggu fungsi utama perlindungan setempat dan
kualitas lingkungan di sempadan pantai.
(3). ketentuan umum zonasi pada sempadan sungai pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pertanian berupa tanaman keras, perdu, tanaman pelindung
sungai;
2. pemasangan papan reklame/pengumuman
3. pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik;

89
4. fondasi jembatan/jalan; dan
5. bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air
seperti dermaga, gardu listrik, bangunan telekomunikasi dan
pengontrol/pengukur debit air.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi:
1. bangunan penunjang pariwisata;
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air; dan
3. bangunan pengolahan limbah dan bahan pencemar lainnya
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi wilayah sungai; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari sungai.
d. Intensitas pemanfaatan ruang berupa besaran KDB yang diijinkan
10%, KLB 0,1, KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang
dimaksud.
e. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung sungai berupa
jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan
bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir.
f. ketentuan lainnya meliputi :
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH
produktif; dan
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
badan air.
(4). ketentuan umum zonasi pada kawasan sekitar danau/waduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pertanian berupa tanaman keras, perdu, tanaman pelindung
mata air;
2. bangunan penunjang pemanfaatan mata air antara lain pipa
sambungan air bersih; dan
3. bangunan penampung air untuk didistribusikan sebagai air
minum dan irigasi.
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. bangunan penunjang pariwisata; dan
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air..
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi mata air; dan

90
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari mata air
d. Intensitas pemanfaatan ruang berupa besaran KDB yang diijinkan
10%, KLB 0,1, KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang
dimaksud
e. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung mata air
berupa jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan
bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir
f. ketentuan lainnya meliputi :
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH
produktif; dan
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
mata air
(5). ketentuan umum zonasi kawasan sekitar mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi :
1. pertanian berupa tanaman keras, perdu, tanaman pelindung
mata air;
2. bangunan penunjang pemanfaatan mata air antara lain pipa
sambungan air bersih; dan
3. bangunan penampung air untuk didistribusikan sebagai air
minum dan irigasi
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. bangunan penunjang pariwisata; dan
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi mata air; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari mata air
d. Intensitas pemanfaatan ruang berupa besaran KDB yang diijinkan
10%, KLB 0,1, KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang
dimaksud
e. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung mata air
berupa jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan
bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir
f. Ketentuan lain meliputi :
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH
produktif; dan

91
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
mata air

Pasal 69
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat huruf d meliputi:
a. ketentuan umum zonasi kawasan cagar alam; dan
b. ketentuan umum zonasi kawasan taman nasional.
(2) Ketentuan umum zonasi kawasan cagar alam, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi :
1. wisata alam, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dengan syarat tidak merubah bentang alam; dan
2. pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi bencana
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi :
1. penggunaan kawasan cagar alam dan ilmu pengetahuan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya
dilakukan dalam kawasan cagar alam dan ilmu pengetahuan;
dan
2. penggunaan kawasan cagar alam dan ilmu pengetahuan dapat
dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan taman
cagar alam dan ilmu pengetahuan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi :
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan cagar alam
dan ilmu pengetahuan; dan
2. pencegahan kegiatan budidaya baru
d. intensitas pemanfaatan ruang berupa tanpa bangunan;
e. sarana dan prasarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana penunjang suaka alam; dan
f. ketentuan lainnya terdiri atas :
1. pada kawasan cagar alam dan ilmu pengetahuan yang
mengalami penurunan fungsi maka dapat dilakukan
rehabilitasi cagar alam dan ilmu pengetahuan melalui
reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan
penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi cagar alam dan ilmu pengetahuan dilaksanakan
berdasarakan kondisi spesifik biofisik; dan
3. penyelenggaraan rehabilitasi cagar alam dan ilmu pengetahuan
diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif

92
dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan
masyarakat
(3) Ketentuan umum zonasi kawasan taman nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi :
1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat
tidak merubah bentang alam; dan
2. Pariwisata alam yang bersesuaian dengan karakteristik Taman
Nasional
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi :
1. penggunaan kawasan Taman Nasional untuk kepentingan
infrastruktur pendukung; dan
2. penggunaan Taman Nasional untuk penunjang pariwisata
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi :
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas taman nasional; dan
2. fungsi selain hutan
d. intensitas pemanfaatan ruang berupa tanpa bangunan;
e. sarana dan prasarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana penunjang; dan
f. ketentuan lainnya terdiri atas :
1. pada Taman Nasional yang mengalami penurunan fungsi maka
dapat dilakukan rehabilitasi cagar alam dan ilmu pengetahuan
melalui reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan
tanaman dan penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi Taman Nasional dilaksanakan berdasarakan
kondisi spesifik biofisik; dan
3. penyelenggaraan rehabilitasi Taman Nasional diutamakan
pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka
mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat

Pasal 70
ketentuan umum zonasi untuk kawasan lindung geologi sempadan mata
air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan rekreasi, pengembangan jaringan utilitas, kegiatan
olahraga dan rekreasi sesuai dengan fungsi RTH, tanaman keras
sebagai resapan air, budidaya perikanan, hutan produksi, pertanian,

93
serta perkebunan dengan jenis tanaman yang diizinkan antara lain
tanaman keras, perdu, dan tanaman pelindung;
b. kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a diperbolehkan dengan
syarat tidak mengganggu fungsi dan peruntukan RTH sebagai kawasan
lindung sempadan mata air;
c. kegiatan yang diijinkan terbatas untuk pemasangan papan reklame,
fasilitas pelayanan sosial secara terbatas dan memenuhi ketentuan
yang berlaku;
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, penebangan pohon di
kawasan ini tanpa seizin instansi yang berwenang;
e. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa kegiatan budidaya
pada sekitar mata air yang diizinkan adalah sebesar maksimum 30%
untuk kegiatan non terbangun selain pertambangan dan 10% pada
kegiatan terbangun.

Pasal 71
Ketentuan umum zonasi untuk kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri atas:
1. diperbolehkan untuk pendidikan, penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan, wisata alam, dengan syarat tidak merubah
bentuk bangunan; dan
2. pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi bencana.
3. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa penggunaan
kawasan cagar budaya dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi
pokok kawasan cagar budaya.
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri atas:
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan cagar budaya;
dan
2. pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya yang telah ada di
kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi lindung dan
kelestarian lingkungan hidup.
c. ketentuan intesitas berupa kegiatan pembangunan di kawasan cagar
budaya disertai ketentuan pembanguan dengan besaran KDB yang
diijinkan ≤10% (kurang dari sama dengan sepuluh persen), KLB ≤10%
(kurang dari sama dengan sepuluh persen), dan KDH ≥90% (lebih dari
sama dengan sembilan puluh persen);
d. prasarana dan sarana minimum kegiatan pembangunan yang
menunjang dengan tanpa merubah bentang alam cagar budaya dan

94
ilmu pengetahuan antara lain penyediaan jalan setapak, bangunan
non permanen yang tidak merusak lingkungan, dan penyediaan
prasarana lain penunjang kegiatan.
e. ketentuan lain-lain, terdiri atas:
1. pada kawasan cagar budaya yang mengalami penurunan fungsi
maka dapat dilakukan rehabilitasi cagar budaya dan ilmu
pengetahuan melalui reboisasi, penghijauan, pemeliharaan,
pengayaan tanaman, dan penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi cagar budaya dilaksanakan berdasarakan kondisi
spesifik biofisik; dan
3. penyelenggaraan rehabilitasi cagar budaya diutamakan
pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka
mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat.

Pasal 72
ketentuan umum zonasi untuk kawasan mangrove sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan yaitu kehutanan, konservasi, mangrove
dan penelitian;
b. kegiatan yang diperbolehkan secara bersyarat yaitu infrastruktur
ketenagalistrikan, infrastruktur migas, pariwisata, transportasi,
prasarana sumber daya air, telekomunikasi, penyediaan air minum,
militer, dan infrastruktur kebencanaan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu taman kota, taman
lingkungan, pemakaman, perkebunan, pertanian, perikanan budidaya,
perikanan tangkap, prasarana penunjang perikanan, peternakan,
industri, perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran,
peribadatan, pendidikan, kesehatan, olahraga, pengelolaan air limbah,
pengelolaan persampahan, kepolisian, pengelolaan limbah B3 dan
kegiatan yang dapat mengubah, mengurangi luas, dan/atau
mencemari ekosistem mangrove.

Paragraf 10
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Budidaya

95
Pasal 73
Ketentuan umum zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf d meliputi:
a. kawasan hutan produksi;
b. Kawasan perkebunan rakyat;
c. Kawasan pertanian;
d. Kawasan perikanan;
e. Kawasan pertambangan dan energi;
f. Kawasan peruntukan industri;
g. Kawasan pariwisata;
h. Kawasan permukiman;
i. Kawasan transportasi; dan
j. Kawasan pertahanan dan keamanan.

Pasal 74
Ketentuan umum zonasi kawasan hutan produksi tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pemanfaatan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu
dan bukan kayu dan pemungutan hasil hutan kayu dan kayu.
2. hutan produksi yang berada di hutan lindung boleh diusahakan
tapi harus ada kejelasan deliniasi kawasan hutan produksi dan izin
untuk melakukan kegiatan;
3. pemanfaatan hutan produksi yang menebang tanaman/pohon
diwajibkan untuk melakukan penanaman kembali sebagai salah
satu langkah konservasi;
4. kegiatan budidaya yang diperkenankan pada kawasan hutan
produksi adalah kegiatan yang tidak mengolah tanah secara
intensif atau merubah bentang alam yang dapat menjadi penyebab
bencana alam; dan
5. kegiatan budidaya di hutan produksi diperbolehkan dengan syarat
kelestarian sumber air dan kekayaan hayati di dalam kawasan
hutan produksi dipertahankan.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat, meliputi:
1. pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan; dan

96
2. pemanfaatan hasil hutan hanya untuk menjaga kestabilan neraca
sumber daya kehutanan.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. kegiatan yang tidak menjamin keberlangsungan kehidupan di
daerah bawahnya atau merusak ekosistem yang dilindungi;
2. penebangan pohon dalam radius/ jarak tertentu dari mata air, tepi
jurang, waduk, sungai, dan anak sungai yang terletak di dalam
kawasan hutan;
3. kegiatan yang potensial merusak kelestarian hayati seperti
pewarisan untuk permukiman, atau jual beli pada pihak yang ingin
mengolah tanah secara intensif atau membangun bangunan fisik;
4. pembangunan sarana dan prasarana di kawasan hutan produksi
tanpa ada izin dari pihak terkait; dan
5. kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang tanpa ada izin dari pihak
terkait
d. intensitas pemanfaatan ruang berupa besaran KDB yang diijinkan 5%,
KLB 0,05 dan KDH 95%;
e. sarana dan prasarana minimum berupa pembangunan infrastruktur
yang menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
f. ketentuan lainnya terdiri atas :
1. hutan produksi di luar kawasan hutan yang dikelola oleh
masyarakat (hutan rakyat) dapat diberikan hak pakai atau hak
milik sesuai dengan syarat subyek sebagai pemegang hak;
2. apabila kriteria kawasan berubah fungsinya menjadi hutan
lindung, pemanfaatannya disesuaikan dengan lebih
mengutamakan upaya konservasi, misal: kawasan hutan produksi
dengan tebang pilih;
3. diadakan penertiban penguasaan dan pemilikan tanah serta
pembinaan dan pemanfaatannya yang seimbangn anatara
kepentingan KPH dengan masyarakat setempat bagi kawasan yang
fisiknya berupa hutan rakyat, tegalan, atau penggunaan non hutan
dan sudah menjadi lahan garapan masyarakat.

Pasal 75
Ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 huruf b meliputi:

a. kawasan peruntukan perkebunan rakyat yang sesuai untuk komoditas


tanaman tahunan dengan memperhatikan asas-asas konservasi dan
lahan cadangan permukiman;
b. kegiatan yang diperbolehkan yaitu:

97
1. pengembangan luas areal pada lahan-lahan yang memiliki potensi/
kesesuaian lahan sebagai lahan perkebunan;
2. pengembangan produksi komoditas andalan daerah;
3. peningkatan produktivitas perkebunan;
4. diversifikasi komoditas perkebunan;
5. industri pengolahan hasil kebun; dan
6. saranan dan prasarana penunjang perkebunan

c. kegiatan yang diperbolehkan secara bersyarat dan terbatas yaitu:

1. aktivitas pendukung pertanian perkebunan


2. agrowisata;
3. mendirikan perumahan dengan syarat tidak mengganggu fungsi
perkebunan;
4. meminimalkan alih fungsi lahan perkebunan yang mempunyai
tingkat sangat sesuai: dan
5. kegiatan peternakan.

d. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu aktivitas budidaya yang


mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk
perkebunan.

Pasal 76
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 huruf c meliputi:

a. Kawasan tanaman pangan;


b. Kawasan holtikultura;
c. Kawasan perkebunan; dan
d. Kawasan peternakan.

98
(2) Ketentuan umum zonasi kawasan tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. kawasan peruntukan tanaman pangan yaitu area yang digunakan


dan dicadangkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.
b. kegiatan yang diperbolehkan yaitu pertanian, penelitian, bangunan
prasarana penunjang pertanian pada lahan pertanian beririgasi;
c. kegiatan yang diperbolehkan secara bersyarat yaitu perkebunan,
peternakan, kegiatan wisata alam berbasis ekowisata, pembuatan
bangunan penunjang pertanian, penelitian dan pendidikan,
permukiman petani pemilik lahan yang berdekatan dengan
permukiman lainnya, kawasan yang mempunyai nilai ekonomi lebih
tinggi dapat beralihfungsi menjadi kegiatan komersial (industri,
pergudangan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pariwisata dan
perumahan) dengan tetap memperhatikan kesesuaian dengan
lingkungan hidup, dengan memenuhi dokumen lingkungan hidup,
infrastruktur ketenagalistrikan, infrastruktur migas, transportasi,
prasarana sumber daya air, telekomunikasi, penyediaan air minum,
dan Infrastruktur kebencanaan; dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu pengembangan kawasan
terbangun pada lahan basah beririgasi, kehutanan, konservasi P3K,
mangrove, hutan kota, taman kota, taman lingkungan,
pemakaman, perikanan budidaya, perikanan tangkap, prasarana
penunjang perikanan, industri, pertambangan, perdagangan dan
jasa, perkantoran, pengelolaan air limbah, pengelolaan
persampahan, militer, kepolisian, pengelolaan limbah B3.
e. prasarana dan sarana minimum berupa pemanfaatan untuk
pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan pertanian (irigasi);
f. ketentuan lain meliputi :
1. perubahan fungsi lahan pertanian non KP2B diijinkan pada
kawasan perkotaan dengan perubahan maksimum 50 (lima
puluh) persen;
2. perubahan fungsi lahan pertanian nonn KP2B pada kawasan
perkotaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan
penggantian lahan seluas 2 (dua) kali luas lahan yang akan
dialihfungsikan dalam 1 (satu) pelayanan daerah irigasi yang
sama;
3. perubahan fungsi lahan pertanian nonn KP2B pada kawasan
perdesaan diijinkan pada sepanjang jalan arteri, jalan kolektor,
dan jalan lokal primer, dengan besaran perubahan maksimum
20 (dua puluh) persen dari luasan sawah yang ada;

99
4. perubahan fungsi lahan pertanian non KP2B pada kawasan
perdesaan sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus
dilakukan peningkatan irigasi setengah teknis menjadi irigasi
teknis, dengan penggantian lahan seluas 2 (dua) kali luas lahan
yang akan dialihfungsikan dalam 1 (satu) pelayanan daerah
irigasi yang sama;
5. kegiatan pertanian tegalan, kebun campur dan sawah tadah
hujan dengan komoditas palawija, hortikultura dalam skala
kecil;
6. kegiatan pertanian tegalan, kebun campur dan sawah tadah
hujan boleh dialihfungsikan untuk kawasan terbangun dengan
berbagai fungsi sesuai dengan rencana tata ruang.

(3) Ketentuan umum zonasi kawasan holtikultura sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. kawasan peruntukan hortikultura yaitu kawasan yang


diperuntukkan untuk agribisnis tanaman berbasis hortikultura dan
menjadi lahan cadangan pertanian tanaman pangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan yaitu pengembangan agrowisata serta
penyiapan sarana-prasarana pendukung, peningkatan
produktivitas pertanian hortikultura, peternakan dan
pengembangan produksi komoditas andalan daerah;
c. kegiatan yang diperbolehkan secara bersyarat yaitu aktivitas
pendukung pertanian tanaman pangan dan meminimalkan alih
fungsi lahan hortikultura; dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu kehutanan, konservasi,
mangrove, hutan kota, taman kota, taman lingkungan,
pemakaman, perikanan budidaya, perikanan tangkap, prasarana
penunjang perikanan, industri, pariwisata, pertambangan,
perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, peribadatan,
pendidikan, kesehatan, olahraga, pengelolaan air limbah,
pengelolaan persampahan, militer, kepolisian, pengelolaan limbah
B3.

(4) Ketentuan umum zonasi kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c meliputi :

100
a. Kegiatan yang diperbolehkan, yaitu:

1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertanian tanaman pangan,


peternakan, hortikultura, wisata alam, serta sarana dan
prasarana pendukungnya;
2. pengembangan sistem pertanian adat pada kawasan yang
memiliki nilai kearifan lokal;
3. kawasan terbangun baik permukiman, maupun fasilitas sosial
ekonomi yang menunjang pengembangan perkebunan;
4. industri penunjang perkebunan;
5. prasarana penunjang pembangunan ekonomi wilayah; dan
6. pengembangan prasarana penunjang untuk mengurangi resiko
bencana abrasi dan banjir dan pemasangan sistem peringatan
dini.

b. Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat, yaitu:

1. kegiatan pertahanan dan keamanan;


2. kegiatan permukiman perdesaan dengan kepadatan rendah
beserta sarana prasarana wilayah;
3. pengembangan pertanian dan peternakan secara terpadu dengan
perkebunan sebagai satu system pertanian progresif;
4. kegiatan industri pendukung kawasan perkebunan dengan
rekomendasi instansi terkait yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan;
5. kegiatan pertambangan dengan rekomendasi instansi terkait
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan

101
6. pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu fungsi kawasan
perkebunan dengan rekomendasi instansi terkait yang
mempertimbangkan upaya mitigasi bencana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kegiatan yang dilarang, yaitu:

1. pengembangan kawasan terbangun pada lahan yang ditetapkan


sebagai lahan perkebunan yang produktivitasnya tinggi;
2. kegiatan yang memiliki potensi pencemaran;
3. kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan dan merubah
bentang alam kawasan; dan
4. penggunaan lahan dengan mengabaikan kelestarian lingkungan
untuk kegiatan pertanian.

d. intensitas alih fungsi lahan perkebunan diijinkan maksimum 5%


dari luasa lahan perkebunan dengan ketentuan KDB 30%, KLB 0,3,
KDH 0,5 sesuai dengan rencana detail tata ruang;
e. prasarana dan sarana minimum berupa pemanfaatan untuk
pembangunan infrastruktur penunjang perkebunan (irigasi);
f. ketentuan lain meliputi :

1. perubahan penggunaan lahan perkebunan untuk kegiatan yang


lain diperbolehkan selama tidak mengganggu produksi
perkebunan dan merusak lingkungan hidup;
2. kawasan perkebunan yang berada pada kawasan rawan bencana
longsor tipe A harus dikembalikan ke fungsi lindung;
3. kawasan perkebunan yang berada pada kawasan rawan bencana
longsor tipe B diperbolehkan dengan persyaratan tertentu,
antara lain:
a) memelihara kelestarian lingkungan;

102
b) pemilihan vegetasi dan pola tanam yang tepat; dan
c) rekayasa teknik, kestabilan lereng, drainase.
4. kawasan perkebunan yang berada pada kawasan rawan bencana
longsor tipe C diperbolehkan dengan persyaratan tertentu,
antara lain:
a) rekayasa teknis; dan
b) pemilihan jenis vegetasi dan teknik pengelolaan.
5. kawasan perkebunan yang berada pada kawasan rawan bencana
letusan gunung api tipe A dan B dengan syarat pemilihan jenis
vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian
lingkungan.

(5) Ketentuan umum zonasi kawasan peternakan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Kegiatan yang diperbolehkan yaitu pertanian, pengolahan limbah


ternak, rumah potong hewan, pasar hewan, kegiatan lain yang
bersifat mendukung kegiatan peternakan dan pembangunan sistem
jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku, kegiatan wisata
alam secara terbatas termasuk penelitian dan pendidikan;
b. Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat yaitu terpisah dengan
kawasan perumahan dan kotoran serta limbah yang dihasilkan
tidak mencemari lingkungan, bangunan penunjang kawasan
peternakan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan umum
intensitas bangunan yakni KDB maksimal 60%; KLB maksimal 1,2
dan KDH minimal 30%
c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu perdagangan jasa
komersial, industry, fasilitas umum yang tidak mendukung
kegiatan peternakan.

Pasal 77
(1) Ketentuan umum zonasi kawasan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 huruf c meliputi:

103
a. kawasan perikanan tangkap; dan
b. kawasan perikanan budidaya.

(2) Ketentuan umum zonasi kawasan perikanan tangkap sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:


1. sarana dan prasarana pendukung budidaya ikan dan kegiatan
perikanan lainnya;
2. kegiatan lain yang bersifat mendukung kegiatan perikanan dan
pembangunan sistem jaringan prasarana; dan
3. kegiatan penunjang minapolitan
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi:
1. kegiatan wisata alam, penelitian dan pendidikan secara terbatas;
2. permukiman, fasilitas sosial dan ekonomi secara terbatas;
3. bangunan pendukung pemijahan, pemeliharaan dan pengolahan
perikanan; dan
4. permukiman petani atau nelayan dengan kepadatan rendah
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi :
1. permukiman, fasilitas sosial dan ekonomi dan industri yang
berdampak negatif terhadap perikanan; dan
2. kegiatan yang memiliki dampak langsung atau tidak terhadap
budidaya perikanan
d. intensitas bangunan yang diijinkan dari luasan kawasan perikanan
dengan ketentuan KDB yang diijinkan 30%, KLB 0,3%, dan KDH
50%;
e. prasarana dan sarana minimum berupa sarana dan prasarana
pendukung budidaya ikan dan kegiatan lainnya;
f. ketentuan lain meliputi :
1. perlu pemeliharaan air untuk menjaga kelangsungan usaha
pengembangan perikanan; dan
2. untuk perairan umum perlu diatur jenis dan alat tangkapnya
untuk menjaga kelestarian sumber hayati perikanan.

104
(3) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri dari industri penunjang


perikanan dan industri hasil perikanan, mangrove, perikanan
budidaya, prasarana penunjang perikanan, transportasi pendukung
perikanan dan penelitian;
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat, terdiri atas pertanian,
infrastruktur ketenagalistrikan, infrastruktur migas, perikanan
tangkap, jaring apung, pariwisata, transportasi, prasarana sumber
daya air, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan,
telekomunikasi, penyediaan air minum, dan infrastruktur
kebencanaan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri atas kehutanan, hutan
kota, taman kota, taman lingkungan, pemakaman, perkebunan,
peternakan, industri, perumahan, perdagangan dan jasa,
perkantoran, peribadatan, pendidikan, penelitian, kesehatan,
olahraga, militer, kepolisian, pengelolaan limbah B3.
d. Ketentuan yang tidak disebutkan diatas, akan diatur sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku.

Pasal 78
Ketentuan umum zonasi untuk kawasan pertambangan dan energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf d, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi :
1. pertanian, perkebunan, dan peternakan;
2. bangunan penunjang pengolahan pertambangan; dan
3. pendidikan, penelitian, dan pariwisata penambangan, dan
4. pertambangan panas bumi terdapat di Gunung Arjuno Welirang.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi:
1. permukiman penunjang pertambangan; dan
2. industri pengolah hasil tambang.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. permukiman yang tidak berhubungan dengan kegiatan
pertambangan;
2. industri yang tidak berhubungan dengan kegiatan pertambangan;
d. intensitas pemanfaatan ruang berupa besaran KDB yang diijinkan
50%, KLB 0,5 dan KDH 25%.

105
e. prasarana dan sarana minimum berupa bangunan penunjang
pertambangan, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos
pengawasan dan kantor pengelola, balai penelitian.
f. Ketentuan lain meliputi:
1. kawasan bekas penambangan yang digunakan untuk kawasan
hijau dan/atau kegiatan budi daya lainnya dengan memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan hidup;
2. setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan
mengamankan tanah atas untuk keperluan rehabilitasi lahan bekas
penambangan; dan
3. pada kawasan yang teridentifikasi pertambangan minyak dan gas
yang bernilai ekonomi tinggi, kegiatan eksplorasi dan/atau
eksploitasi tambang harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan
geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;
5. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi
sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan;
6. pemanfaatan lahan bekas tambang yang merupakan lahan
marginal pada area bekas penambangan; dan
7. pengelolaan limbah hasil penambangan untuk menjaga
keberlanjutan ekosistem pada kawasan sekitarnya.

Pasal 79
Ketentuan umum zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf e, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri atas:
1. kegiatan pergudangan;
2. kegiatan permukiman pendukung industri meliputi rumah sangat
kecil, rumah kecil, rumah sedang;
3. kegiatan fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. kegiatan perdagangan dan jasa meliputi toko dan pemakaman
(rumah duka);
5. kegiatan terminal meliputi parkir kendaraan dan parkir kendaraan
berat;
6. kegiatan wisata meliputi tempat bermain lingkungan, taman
hiburan, restoran, pusat jajan dan bakeri, kedai kopi; dan
7. kegiatan lain-lain meliputi instalasi pengolahan air limbah, instalasi
pengolahan air minum, pembangkit listrik, pusat transmisi dan

106
pemancar jaringan telekomunikasi, kolam retensi dan rumah
pompa.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, terdiri atas:
1. kegiatan permukiman pendukung industri meliputi rumah besar,
rumah susun, rumah kos, rumah dinas, asrama, guest house;
2. kegiatan perkantoran meliputi perkantoran dan bisnis profesional
lain;
3. kegiatan perdagangan dan jasa meliputi pertokoan, pasar
tradisional, pasar induk, pusat perbelanjaan, supermarket,
hypermarket, minimarket, lembaga keuangan, SPBU dan SPBG,
ruang pertemuan, biro perjalanan, transport shuttle, hotel, losmen;
4. kegiatan terminal dan stasiun;
5. kegiatan campuran meliputi rumah toko, rumah kantor,
multifungsi (mix-used);
6. kegiatan fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. kegiatan wisata meliputi lapangan olahraga, gedung olahraga,
gelanggang renang; dan
8. kegiatan lain-lain meliputi kantor lembaga sosial dan organisasi
kemasyarakatan, TPS-3R, TPST dan ITF, instalasi pengolahan air
kotor dan tempat pengolahan lumpur tinja, hutan kota dan taman
kota.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, terdiri atas:
1. untuk kegiatan atau bangunan baru yang tidak menunjang dengan
kegiatan industri; dan
2. pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif
terhadap perkembangan industri.
d. ketentuan intesitas KDB yang diijinkan 50%, KLB 0,5 dan KDH 25%;
e. sarana dan prasarana minimum berupa bangunan produksi/
pengolahan dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan
penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola;
f. ketentuan lain-lain, terdiri atas:
1. pengembangan kawasan industri harus dilengkapi dengan jalur
hijau (greenbelt) sebagai penyangga antar fungsi kawasan, sarana
pengolahan sampah dan limbah;
2. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan
arteri atau kolektor harus dilengkapi dengan frontage road untuk
kelancaran aksesibilitas; dan
3. setiap kegiatan industri harus menyediakan kebutuhan air baku
untuk kegiatan industri tanpa menggunakan sumber utama dari air
tanah.

107
Pasal 80
Ketentuan umum zonasi untuk kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 huruf e, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri atas:
1. bangunan berupa gardu pandang, restoran dan fasilitas penunjang
lainnya, fasilitas rekreasi, olahraga, tempat pertunjukan, pasar dan
pertokoan wisata, serta fasilitas parkir, fasilitas pertemuan, hotel,
cottage, kantor pengelola dan pusat informasi serta bangunan
lainnya yang dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang
ramah lingkungan, disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata
yang akan dikembangkan; dan
2. kunjungan atau pelancongan, olahraga dan rekreasi, pertunjukan
dan hiburan, komersial, menginap/bermalam, pengamatan,
pemantauan, pengawasan dan pengelolaan kawasan.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, terdiri atas:
1. kegiatan yang menunjang pariwisata dan kegiatan ekonomi yang
lainnya secara bersinergis;
2. Kegiatan industri kecil;
3. penyediaaan sarana dan prasarana penghubung antar wilayah;
4. bangunan penunjang pendidikan dan penelitian; dan
5. tempat pengelolaan sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R).
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa bangunan yang tidak
berhubungan dengan pariwisata;
d. ketentuan intensitas pengembangan kawasan terbangun KDB 30%,
KLB 0,6, dan KDH 40%;
e. prasarana dan sarana minimum, terdiri atas:
1. prasarana dan sarana minimum berupa bangunan yang dapat
mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah lingkungan
disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang akan
dikembangkan; dan
2. penyediaan lahan parkir berdasarkan kebutuhan.
f. ketentuan lain-lain, terdiri atas:
1. mempertahankan keaslian dan keunikan pariwisata;
2. pelestarian lingkungan hidup pada kawasan pariwisata;
3. peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan
pariwisata;
4. peningkatan pelayanan jasa dan industri pariwisata;

108
5. kegiatan wisata yang memiliki resiko terkena bencana harus
dilengkapi dengan kajian lingkungan, studi kelayakan dan mitigasi
bencana; dan
6. pengembangan kawasan pariwisata harus dilengkapi dengan kajian
lingkungan dan studi kelayakan.
g. ketentuan khusus dalam kawasan pariwisata terdiri atas:

1 kawasan pariwisata dengan daya tarik wisata berupa pertanian


(agrowisata), desa/kampung wisata, geowisata, dll. mengikuti
ketentuan yang berlaku pada peruntukan dasar kawasannya
dengan ketentuan dilengkapi dengan fasilitas pariwisata;
2 pemanfaatan taman nasional dan kawasan hutan untuk kegiatan
pariwisata alam dapat dilaksanakan dengan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang kehutanan;
3 jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat dilakukan
meliputi kegiatan usaha akomodasi (pondok wisata, bumi
perkemahan, karavan dan penginapan), makanan dan minuman,
sarana wisata tirta, angkutan wisata, cinderamata, dan sarana
wisata budaya; dan
4 pemanfaatan kawasan, lingkungan dan/atau bangunan cagar
budaya sebagai kawasan pariwisata budaya dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan kawasan cagar budaya

Pasal 81
Ketentuan umum zonasi kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf h angka 7, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pengembangan perumahan perkotaan dan perdesaan.
2. Ruang Terbuka Hijau;
3. sarana dan prasarana permukiman;
4. kegiatan industri kecil;
5. fasilitas sosial ekonomi yang merupakan bagian dari permukiman;
dan
6. pengembangan permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis
agraris memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan
kurang produktif sebagai basis kegiatan usaha.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas dan bersyarat meliputi:

109
1. pengembangan permukiman mandiri berupa perumahan yang
ditunjang dengan pengembangan fasilitas perdagangan dan jasa,
hiburan, fasilitas umum, fasilitas industri, dan pemerintahan;
2. pengembangan permukiman kawasan khusus berupa penyediaan
tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata dan kawasan
permukiman baru sesuai dengan rencana tata ruang;
3. perubahan fungsi bangunan yang ditetapkan sebagai bangunan
konservasi tanpa merubah bentuk aslinya;
4. fasilitas umum skala menengah sebagai pusat pelayanan perkotaan
maupun perdesaan;
5. industry menengah dengan syarat mempunyai badan pengolah
limbah, prasaran penunjang
6. permukiman untuk buruh industry; dan
7. pariwisata budaya maupun buatan yang bersinergis dengan
kawasan permukiman.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan yang mempunyai intensitas besar yang mengganggu fungsi
kawasan permukiman;
2. industry yang berpotensi mencemari lingkungan;
3. prasarana wilayah yang mengganggu kehidupan di kawasan
permukiman berupa pengolah limbah dan TPA;
4. pengembangan kawasan permukiman yang bisa menyebabkan alih
fungsi kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan
lindung.
5. berupa pengembangan kawasan terbangun yang berada dan/atau
berbatasan dengan kawasan lindung.
6. kegiatan yang mengubah fungsi bangunan yang merupakan
bangunan cagar budaya.
d. intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
1. kawasan permukiman dengan ketentuan KDB 30%,
2. pengembangan perdagangan dan jasa serta fasilitas umum
mengikuti ketentuan Rencana Detail Tata Ruang.
e. prasarana dan sarana minimum meliputi :
1. prasarana dan sarana permukiman dan sarana penunjangnya
sesuai dengan daya dukung penduduk yang dilayani.
2. penyediaan RTH secara proporsional dengan fungsi kawasan
setidaknya 30% dari kawasan permukiman.
f. ketentuan lainnya meliputi:

110
1. pada kawasan permukiman yang mempunyai kepadatan tinggi dan
cenderung kumuh diperlukan perbaikan lingkungan permukiman
secara partisipatif;
2. mempertahankan kawasan permukiman yang ditetapkan sebagai
kawasan cagar budaya, kampung adat dan kampung budaya;
3. pengembangan permukiman produktif tanpa harus mengganggu
lingkungan sekitarnya;
4. permukiman yang terletak pada kawasan rawan bencana, kawasan
perlindungan setempat, hutan lindung maupun fungsi lindung
lainnya harus memperhatikan kaidah keberlanjutan permukiman;
dan
5. pada setiap kavling kawasan terbangun dalam kawasan
permukiman harus menyediakan RTH setidaknya 10% dari luas
kavling yang dimiliki
6. pengembangan pada lahan yang sesuai dengan kemiringan lereng,
ketersediaan, dan mutu sumber air minum;
7. pengembangan permukiman baru pada kawasan bebas dari potensi
banjir/genangan; dan
8. tema arsitektur bangunan menggunakan unsur budaya setempat.
9. kawasan terbangun permukiman yang berada dalam kawasan
rawan bencana letusan gunung api Tipe C harus dipindahkan
secara bertahap;
10. kawasan permukiman yang berada dalam kawasan rawan bencana
letusan gunung api Tipe B diperbolehkan dengan persyaratan:
a) konstruksi bangunan beton bertulang; kepadatan bangunan
sedang dan rendah; pola permukiman menyebar;
b) konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan
tinggi, sedang, dan rendah; pola permukiman mengelompok dan
menyebar;
c) konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan tinggi,
sedang, dan rendah; pola permukiman mengelompok dan
menyebar;
d) penerapan desain bangunan yang tahan terhadap
tambahan beban akibat abu gunung api
e) dilengkapi tempat perlindungan/ bangunan bawah tanah yang
kuat dan tahan api untuk kondisi kedaruratan awan panas; dan
f) dilengkapi jalur evakuasi ke tempat fasilitas evakuasi.
11. kawasan permukiman yang berada dalam kawasan rawan bencana
letusan gunung api Tipe A diperbolehkan dengan persyaratan:
a) konstruksi bangunan beton bertulang maupun tidak bertulang;

111
b) kepadatan bangunan tinggi adalah >60 unit/Ha, kepadatan
sedang antara 30-60 unit/Ha, dan kepadatan rendah sebesar
<30 unit/Ha;
c) pola permukiman dapat mengelompok maupun menyebar; dan
d) dilengkapi jalur evakuasi ke tempat fasilitas evakuasi.
12. kawasan permukiman yang berada dalam kawasan rawan bencana
banjir diperbolehkan dengan persyaratan :
a) penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan
terhadap banjir dan dibuat bertingkat;
b) pengaturan saluran drainase;
c) peningkatan kesiapsiagaan bencana banjir; dan
d) dilengkapi jalur evakuasi ke tempat fasilitas evakuasi

Pasal 82
Ketentuan umum zonasi kawasan transportasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf h angka 8, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan pengembangan
pelabuhan dan bandar udara berdasarkan peraturan perundang-
undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan untuk kebutuhan operasional pelabuhan
bandar udara;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain yang
dimaksud pada huruf a dan huruf b.

Pasal 83
Ketentuan umum zonasi kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf h angka 9, terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, terdiri atas:
1. pengamanan kawasan agar tidak menarik kegiatan masyarakat
secara langsung khususnya yang memiliki intensitas kegiatan
tinggi; dan
2. pengadaan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai
sehingga dapat menunjang kegiatan terkait pertahanan dan
keamanan.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa penambahan
kegiatan yang menunjang secara langsung maupun tidak dengan
catatan tidak mengganggu fungsi hankam secara keseluruhan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, berupa kegiatan yang
menyebabkan terganggunya fungsi pertahanan keamanan seperti

112
pengembangan industri yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga
berpotensi mengganggu mobilisasi kepentingan pertahanan dan
keamanan;
d. ketentuan intesitas tata bangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
e. sarana dan prasarana minimum, terdiri atas:
1. dilengkapi fasilitas pejalan kaki seperti lampu jalan, fasilitas
penyeberangan, dan jalur hijau serta dapat terintegrasi dengan
tempat parkir/jalur sepeda serta fasilitas halte yang terintegrasi
dengan pedestrian;
2. ruang terbuka hijau berupa taman dan juga RTNH yang berupa
fasilitas penunjang hankam yang disesuaikan dengan jenis
kegiatan;
3. jaringan listrik, drainase dan air bersih;
4. akses yang dapat dilewati pemadam kebakaran; dan
5. drainase lingkungan tepi jalan dibuat berada dibawah trotoar dan
menyatu dengan sistem drainase kota.
f. pada kawasan pertahanan dan keamanan yang didalamnya terdapat
potensi panas bumi maka kegiatan ekplorasi dan eksploitasi panas
bumi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
– undangan.

Paragraf 10
Ketentuan Khusus

Pasal 84
(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
huruf i, terdiri atas:
a. ketentuan khusus kawasan sempadan;
b. ketentuan khusus kawasan cagar budaya;
c. ketentuan khusus kawasan rawan bencana; dan
d. ketentuan khusus kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
(2) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan khusus kawasan sempadan sungai, disusun dengan
ketentuan:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
a) kegiatan perlindungan dan pengelolaan kawasan;

113
b) ruang terbuka hijau;
c) konservasi ekosistem sungai;
d) perikanan berkelanjutan dan pembangunan prasarana dan
sarana pendukungnya;
e) pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;
f) pembangunan dan pengembangan energi baru terbarukan;
g) wisata alam;
h) penelitian dan pendidikan;
i) pembangunan sarana dan prasarana terbatas untuk
pencegahan dan penanggulangan bencana;
j) tempat perkemahan dan papan informasi.
2. kegiatan yang diperbolehkan secara terbatas berupa
pemanfaatan ruang untuk:
a) bangunan prasarana sumber daya air;
b) fasilitas jembatan dan dermaga;
c) jalur pipa gas;
d) jalur pipa air minum;
e) bentangan jaringan transmisi tenaga listrik;
f) bentangan jaringan telekomunikasi;
g) jaringan persampahan,
h) bangunan ketenagalistrikan;
i) budidaya pertanian yang tidak mengganggu fungsi sempadan
sungai sebagai kawasan perlindungan setempat dan kualitas
lingkungan disempadan sungai;
j) budidaya terbangun dengan mematuhi aturan garis
sempadan, tidak merusak lingkungan dan/atau mencemari
sungai;
k) bangunan permukiman eksisting di kawasan sempadan
sungai sebelum diundangkanya Peraturan Daerah ini dengan
tidak menambahkan luasan;
l) bangunan yang merupakan bagian dari suatu jaringan atau
transmisi bagi kepentingan umum; dan
m) bangunan pertahanan dan keamanan.
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
a) mendirikan bangunan permanen atau bangunan untuk
hunian;
b) pemanfaatan tanggul sungai untuk menanam tanaman selain
rumput;

114
c) mendirikan bangunan dan mengurangi dimensi tanggul;
d) kegiatan budi daya yang dapat mengurangi kekuatan
struktur tanah dan menurunkan fungsi lindung kawasan,
nilai ekologis, dan estetika kawasan;
e) kegiatan pertambangan; dan
f) semua jenis usaha peternakan.
b. Ketentuan khusus kawasan sempadan danau, embung dan waduk,
disusun dengan ketentuan:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
a) ruang terbuka hijau;
b) kegiatan olahraga;
c) kegiatan pariwisata;
d) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
e) aktivitas budaya dan keagamaan;
f) pembangunan sarana dan prasarana terbatas untuk
pencegahan dan penanggulangan bencana; dan
g) perikanan berkelanjutan tanpa mengurangi fungsi lindung
dan fungsi bendungan atau waduk.
2. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
a) kegiatan budi daya yang secara langsung terkait dengan
pemanfaatan sumber air bendungan atau/atau waduk
dengan tidak berpotensi merusak fungsi dan lingkungan,
dan/atau mencemari air
1) tanaman tahunan tertentu yang produksinya tidak
dilakukan dengan cara penebangan pohon;
2) pertanian;
3) perikanan;
4) kegiatan pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan
air.
b) bangunan eksisting yang berada di sempadan danau dan
terletak di atas batas normal ketinggian muka air; dan
c) bangunan eksisting yang sebelum Peraturan Daerah RTRW
Kabupaten Tojo Una Una ditetapkan telah :
1) berdiri; dan/atau
2) memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
d) bangunan eksisting sebagaimana dimaksud pada huruf c
merupakan bangunan yang memiliki fungsi penunjang

115
kegiatan pariwisata dan sarana pelayanan umum dengan
persyaratan teknis yaitu:
1) memiliki sistem pengelolaan sampah sendiri dan tidak
membuang sampah ke waduk/bendungan/embung; dan
2) memiliki sistem pengolahan limbah domestik yang
buangan air limbahnya memenuhi standar yang
ditentukan oleh instansi yang berwenang.
3. kegiatan yang diperbolehkan secara terbatas berupa kegiatan
selain yang dimaksud pada angka 1 dan 2, yang tidak
mengganggu fungsi bendungan atau waduk dan fungsi kawasan
sekitar bendungan atau waduk serta kualitas lingkungan di
kawasan sekitar bendungan atau waduk;
4. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
a) kegiatan yang dapat mengubah letak tepi bendungan atau
waduk;
b) membuang limbah;
c) menggembala ternak; dan
d) mengubah aliran air masuk dan ke luar bendungan atau
waduk.
5. pemanfaatan ruang pada daerah genangan bendungan atau
waduk dan daerah sempadan bendungan atau waduk hanya
dapat dilakukan berdasarkan izin dari Menteri, Gubernur dan
atau Bupati sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat
rekomendasi dari unit pelaksana teknis yang membidangi.
c. ketentuan khusus kawasan sempadan mata air, disusun dengan
ketentuan:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
a) mendirikan bangunan untuk kegiatan pengelolaan dan/atau
pemanfaatan mata air;
b) penanaman tanaman tahunan tertentu yang produksinya
tidak dilakukan dengan cara penebangan pohon dan/atau
tidak berpotensi mengganggu kelestarian mata air.
2. kegiatan yang diperbolehkan secara terbatas meliputi:
a) kegiatan permukiman dengan ketentuan tidak melakukan
pembangunan dan pengembangan bangunan yang sudah
ada; dan
b) kegiatan budi daya terbangun dengan mematuhi aturan garis
sempadan, tidak merusak lingkungan, dan/atau mencemari
air.
3. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi kegiatan lainnya
yang terkait secara langsung pemanfaatan sumber mata air

116
dengan tidak berpotensi merusak lingkungan, mencemari air
dan/atau mengganggu fungsi kawasan berupa:
a) kegiatan pertanian,
b) kegiatan perikanan,
c) kegiatan peternakan,
d) kegiatan pariwisata atau.
e) bangunan permukiman eksisting di kawasan sempadan mata
air sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini dengan
tidak menambah luasan.
4. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan pengambilan
air bawah tanah.
(3) Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, meliputi:
a. Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai pada kawasan
perikanan budidaya, meliputi:
1. Kegiatan perikanan budidaya tetap dipertahankan dan tidak
merusak alam; dan
2. Penanaman magrove.
b. Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai pada kawasan
perumahan dan kawasan transportasi, meliputi:
1. Pengembangan kawasan terbangun dibatasi;
2. Pada kawasan terbangun menyediakan RTH; dan
3. Pada kawasan perumahan dan kawasan transportasi bangunan
diarahkan memiliki intensitas bangunan KDB maksimum 50%,
KLB 0,5 dan KDH 20%, sedangkan untuk kawasan perumahan
yang sudah ada saat ini dengan KDB >50% tidak diperbolehkan
menambah luas bangunan.
(4) Ketentuan khusus kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b pada taman kota, kawasan fasilitas umum dan
fasilitas sosial, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan transportasi
dan kawasan pertahanan dan keamanan, meliputi:
a. Kawasan cagar budaya tetap dipertahankan dan dijaga
kelestariannya;
b. Pembatasan kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
cagar budaya; dan
c. Menjaga bentuk asli bangunan cagar budaya.
(5) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Ketentuan khusus kawasan rawan bencana banjir dengan tingkat
kerawanan tinggi meliputi:

117
1. mempertahankan saluran irigasi yang telah ada;
2. penyediaan saluran pembuangan air (drainase);
3. penyediaan biopori dan sumur resapan;
4. penyediaan dan perbaikan saluran pembuangan air (drainase);
dan
5. pada kawasan terbangun diarahkan memiliki kepadatan rendah,
KDB maksimum 50%, KLB 1, KDH 20%.
b.Ketentuan khusus kawasan rawan bencana gempa bumi dengan
tingkat kerawanan tinggi meliputi:
1. taman kecamatan, taman kelurahan, taman RW dapat
difungsikan sebagai tempat evakuasi bencana;
2. konstruksi bangunan tahan terhadap gempa;
3. penyediaan ruang terbuka hijau; dan
4. pada kawasan terbangun maka bangunan diarahkan memiliki
kepadatan rendah maksimum KDB 50%, KLB 1.
c. Ketentuan khusus kawasan rawan bencana longsor dengan tingkat
kerawanan tinggi meliputi:
1. melakukan reboisasi/penanaman kembali tanaman tegak
dengan kerapatan tinggi;
2. penerapan konservasi tanah dan air (misal terasering, dst), serta
penguatan tebing;
3. taman kecamatan, taman kelurahan, taman RW dapat
difungsikan sebagai tempat evakuasi bencana;
4. tidak diperbolehkan menambah luas dan bangunan;
5. kegiatan kawasan terbangun eksisting;
6. membuat penguat struktur tanah (terasiring/pelengsengan) di
sekitar kawasan terbangun;
7. menambah jumlah tanaman tegakan tinggi untuk mengurangi
bahaya longsor disekitar kawasan terbangun;
8. melakukan reboisasi pada kawasan hulu; dan
9. edukasi kepada masyarakat.
d.Ketentuan khusus kawasan rawan bencana cuaca ekstrem dengan
tingkat kerawanan tinggi meliputi:
1. penyediaan RTH;
2. meningkatkan kerapatan tanaman tegakan tinggi;
3. peningkatan penanaman vegetasi berkerapatan tinggi pada jalur
hijau.
4. memperkuat struktur bangunan pada bangunan baru;

118
5. penyediaan air bersih layak minum pada setiap fasilitas umum;
dan
6. menyediakan alat pendeteksi cuaca dan iklim.
e. Ketentuan khusus kawasan kebakaran hutan dan lahan dengan
tingkat kerawanan tinggi meliputi:
1. pembuatan saluran air secara terbuka;
2. pembuatan jaringan evakuasi bencana kebakaran;
3. membuat jalan khusus pada kawasan hutan dan pertanian;
4. penyiapan penanggulangan rawan kebakaran pada kawasan
terbangun terdekat dengan kawasan kebakaran hutan dan lahan;
5. penyediaan hydrant kebakaran pada kawasan pariwisata,
kawasan perumahan, kawasan fasilitas umum dan fasilitas sosial
dan kawasan perdagangan dan jasa; dan
6. pembuatan jaringan evakuasi bencana kebakaran.
(6) Ketentuan khusus KP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pemantapan dan peningkatan produktivitas lahan sawah yang
menjamin konservasi tanah dan air.
2. pemeliharaan dan peningkatan prasarana pertanian pada lahan
sawah; dan
3. penelitian dan kegiatan lain yang sifatnya mendukung pertanian
dan perlindungan KP2B.
4. kegiatan yang tidak merusak saluran irigasi, tidak mengurangi
luasan serta tidak merusak fungsi lahan dan kualitas tanah
KP2B.
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa alih fungsi
kawasan tanaman pangan yang merupakan KP2B, kecuali untuk :
1. pertahanan dan keamanan;
2. kepentingan umum;
3. proyek strategis nasional; dan/atau
4. karena bencana.
c. alih fungsi kawasan tanaman pangan yang merupakan KP2B
sebagaimana dimaksud pada huruf b diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

119
1. sarana dan prasana yang mendukung kegiatan pertambangan;
dan
2. pembangunan sarana dan prasarana wilayah.
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat dan/atau terbatas, meliputi:
1. pengembangan kawasan permukiman;
2. kegiatan pertanian dan peternakan sesuai dengan ketentuan
teknis dan peraturan perundang-undangan; dan
3. kegiatan pertambangan yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dengan kewajiban
melakukan rehabilitasi, reklamasi dan/atau revitalisasi kawasan
pasca tambang.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan pertambangan
yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

Bagian Ketiga
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 85
(1) Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang merupakan kesesuaian
rencana lokasi kegiatan dan/atau usaha dengan RDTR.
(2) Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una wajib menyusun dan
menyediakan RDTR dalam bentuk digital dan sesuai standar
(3) Dalam hal Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una belum menyusun
RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha
mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan usaha kepada Pemerintah Pusat
melalui sistem perizinan berusaha secara elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pemerintah Pusat memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
berdasarkan kesesuaian dengan rencana tata ruang nasional, rencana
tata ruang provinsi, rencana rinci tata ruang kawasan strategis
nasional, dan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah ini.
(5) RTRW Kabupaten Tojo Una Una disediakan dalam bentuk digital
sesuai standar yang ditetapkan Pemerintah Pusat untuk dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi
mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usaha.
(6) RTRW Kabupaten Tojo Una Una sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
wajib dilakukan integrasi oleh Pemerintah Pusat ke dalam sistem
Perizinan Berusaha secara elektronik.

120
(7) Dalam hal masyarakat dan/atau pelaku usaha mendapatkan informasi
rencana lokasi kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah sesuai dengan Peraturan Daerah ini, masyarakat dan/atau
pelaku usaha dapat mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui Perizinan
Berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dengan mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh
konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
(8) Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), masyarakat dan/atau
pelaku usaha mengajukan permohonan Perizinan Berusaha.
(9) Ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan acuan bagi pejabat yang
berwenang dalam pemberian persetujuan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang.
(10) Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang diberikan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(11) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dan
ayat (10) meliputi:
a. pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una yang
mendapatkan penetapan kewenangan dari Keputusan Bupati
Tojo Una Una atau Peraturan Bupati Tojo Una Una;dan
b. pejabat di lingkungan Kementrian/ Lembaga di Pemerintah
Pusat.
(12) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (11)
huruf a adalah pejabat di lingkungan penataan ruang/ tata ruang,
lingkungan hidup, penanaman modal dan perizinan, dan tim
koordinasi penataan ruang daerah.
(13) Pemberian persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(14) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat
strategis dan belum dimuat dalam rencana atat ruang dan/atau
rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan..
(15) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang dapat dilakukan setelah
mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
dari Pemerintah Pusat.
(16) Tata cara penilaian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
dilaksanakan menurut ketentuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(17) Kegiatan pemanfaatan ruang meliputi kegiatan berusaha dan
kegiatan non berusaha, dengan pengaturan sebagai berikut:
a. kegiatan berusaha memerlukan perizinan berusaha yang
dilaksanakan secara manual dan/atau secara elektronik sesuai

121
ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;dan
b. kegiatan non-berusaha memerlukan perizinan yang
dilaksanakan secara manual dan/atau secara elektronik sesuai
ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(18) Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku
Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau
kegiatannya atau Perizinan yang diberikan kepada masyarakat
dan/atau pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha
dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang
dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan
persyaratan dan/atau Komitmen.
(19) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan secara elektronik melalui sistem perizinan berusaha yang
diselenggarakan Pemerintah Pusat atau melalui Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
Kabupaten Tojo Una Una;
(20) Perizinan Berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf a dan ayat (4) adalah Online Single Submission yang
selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau walikota kepada pelaku usaha
melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
(21) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
dilakukan penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko yaitu
berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha
kegiatan usaha.
(22) Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (6) diperoleh berdasarkan penilaian tingkat
bahaya dan potensi terjadinya bahaya.
(23) Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dilakukan terhadap aspek:
a. kesehatan;
b. keselamatan;
c. lingkungan;
d. pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya; dan/atau
e. risiko volatilitas.
(24) Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dapat mencakup aspek lainnya sesuai
dengan sifat kegiatan usaha.
(25) Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan
ayat (9) dilakukan dengan memperhitungkan:

122
a. jenis kegiatan usaha;
b. kriteria kegiatan usaha;
c. lokasi kegiatan usaha; dan/atau
d. keterbatasan sumber daya.
(26) Penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) meliputi:
a. hampir tidak mungkin terjadi;
b. kemungkinan kecil terjadi;
c. kemungkinan terjadi; atau
d. hampir pasti terjadi.
(27) Berdasarkan penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (8), ayat (9), dan ayat (10), serta penilaian potensi terjadinya
bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (11), tingkat risiko dan
peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi:
a. kegiatan usaha berisiko rendah;
b. kegiatan usaha berisiko menengah; atau
c. kegiatan usaha berisiko tinggi.
(28) Penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan
pengadaan tanah dan pemanfaatan lahan, meliputi
a. persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. persetujuan lingkungan; dan
c. persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi
(29) Perizinan berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (5) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Paragraf 1
Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 86
(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 pelaksanaannya dilakukan untuk
mewujudkan:
a. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang;
dan/atau
b. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan asas dan tujuan
penyelenggaraan penataan ruang.
(2) Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana

123
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan berusaha dan
kegiatan non-berusaha.
(3) Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(4) Dalam hal rencana kegiatan pemanfaatan ruang bersifat strategis
nasional dan belum dimuat dalam rencana tata ruang, Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang diberikan dalam bentuk Rekomendasi
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(5) Dalam hal rencana kegiatan pemanfaatan ruang di atas:
a. tanah Hak Pengelolaan Bank Tanah; dan/atau
b. kawasan atau tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan untuk
kegiatan yang bersifat strategis nasional yang belum dimuat
dalam rencana tata ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang diberikan dalam bentuk Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(6) Kegiatan pemanfaatan ruang di atas Hak Pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) selanjutnya mengacu kepada rencana induk.
(7) Kegiatan yang bersifat strategis nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5) huruf b ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan.
(8) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), (4), dan (5) diterbitkan oleh Menteri.

Paragraf 2
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha

Pasal 87
(1) Pelaku Usaha mengajukan permohonan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem
Perizinan Berusaha Secara Elektronik untuk memperoleh:
a. konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; atau
b. persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
(2) Permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilengkapi dengan:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang; dan
c. informasi penguasaan tanah.

124
(3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), paling sedikit memuat:
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan pemanfaatan ruang;
c. koefisien dasar bangunan atau koefisien wilayah terbangun;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.

Pasal 88
(1) Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 79 ayat (1) huruf a diberikan berdasarkan
kesesuaian rencana lokasi kegiatan pemanfaatan ruang dengan
RDTR.
(2) Setelah memperoleh Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha dapat
mengajukan permohonan Perizinan Berusaha sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaku usaha dapat melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang
setelah memperoleh Perizinan Berusaha.

Pasal 89
(1) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diberikan dalam hal
Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una belum menyediakan dan
menetapkan RDTR di lokasi rencana kegiatan pemanfaatan ruang.
(2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan menggunakan asas berjenjang dan
komplementer yang berdasarkan:
a. rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tojo Una Una;
b. rencana tata ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tengah;
c. rencana tata ruang Pulau Sulawesi;dan/atau
d. rencana tata ruang wilayah nasional.
(3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan
pertimbangan teknis pertanahan.
(4) Setelah memperoleh Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha dapat
mengajukan permohonan Perizinan Berusaha sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

125
(5) Pelaku Usaha dapat melaksanakan kegiatan Pemanfaatan Ruang
setelah memperoleh Perizinan Berusaha.

Pasal 90
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam 79 ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan tahapan:
a. pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi dan teknis;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. penilaian usulan kegiatan pemanfaatan ruang terhadap kriteria
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
d. perumusan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Pasal 91
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan revisi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tojo Una Una.

Pasal 92
(1) Penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (8) dapat didelegasikan
kewenangannya kepada gubernur, atau bupati tanpa mengurangi
kewenangan Menteri.
(2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan pertimbangan Forum
Penataan Ruang.
(3) Jangka waktu penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama 20
(dua puluh) Hari sejak diterimanya permohonan.
(4) Dalam hal Menteri, gubernur, wali kota sesuai kewenangannya tidak
menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang diterbitkan oleh
Lembaga OSS.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 93
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang diterbitkan
dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi
hokum

126
Paragraf 3
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Non-
Berusaha

Pasal 94
(1) Pemohon mengajukan permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem elektronik yang
diselenggarakan oleh Menteri untuk memperoleh:
a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau
b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(2) Permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilengkapi dengan:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang; dan
c. informasi penguasaan tanah.
(3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), paling sedikit memuat:
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan pemanfaatan ruang;
c. koefisien dasar bangunan atau koefisien wilayah terbangun;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
(4) Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan berdasarkan kesesuaian
rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR.
(5) Setelah memperoleh Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon dapat
melakukan kegiatan pemanfaatan ruang setelah memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 95
(1) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b diberikan dalam hal
Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una belum menyediakan dan
menetapkan RDTR di lokasi rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang.

127
(2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan menggunakan asas berjenjang dan
komplementer yang berdasarkan:
a. rencana tata ruang wilayah kabupaten tojo una una;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi sulawesi tengah;
c. rencana tata ruang pulau sulawesi;dan/atau
d. rencana tata ruang wilayah nasional.
(3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan
pertimbangan teknis pertanahan.
(4) Setelah memperoleh Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon dapat
melakukan kegiatan pemanfaatan ruang setelah memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 96
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan tahapan:
a. pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi dan teknis;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. penilaian usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap kriteria
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan
d. perumusan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 97
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan revisi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tojo Una Una.

Pasal 98
(1) Penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (8) dapat didelegasikan
kewenangannya kepada gubernur, atau wali kota tanpa mengurangi
kewenangan Menteri.
(2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan pertimbangan Forum
Penataan Ruang.
(3) Jangka waktu penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama 20
(dua puluh) Hari sejak diterimanya permohonan.

128
(4) Dalam hal Menteri, gubernur, atau bupati sesuai kewenangannya
tidak menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang diterbitkan
oleh sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Menteri.

Pasal 99
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang diterbitkan
dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi
hukum.

Paragraf 4
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 100
(1) Permohonan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dan (5) dilengkapi
dengan:
a. persyaratan administrasi; dan
b. persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a berupa surat permohonan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
disampaikan kepada Bupati, paling sedikit mencakup:
a. koordinat lokasi;
b. kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang;
c. dokumen pra-studi kelayakan kegiatan pemanfaatan ruang;
d. dokumen pra-desain dan/atau rencana induk kegiatan
pemanfaatan ruang; dan
e. informasi penguasaan tanah.

Pasal 101
(1) Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dan (5) diterbitkan dengan
mempertimbangkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang untuk
mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.

129
(2) Pemohon dapat melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang setelah
memperoleh Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

Pasal 102
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan:
a. pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi dan teknis;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. penilaian usulan kegiatan pemanfaatan ruang terhadap kriteria
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan
d. perumusan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 103
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dan (5) menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan revisi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tojo Una Una.

Pasal 104
(1) Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (8) dapat didelegasikan
kewenangannya kepada gubernur tanpa mengurangi kewenangan
Menteri.
(2) Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan pertimbangan Forum
Penataan Ruang.
(3) Jangka waktu penerbitan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama
20 (dua puluh) Hari sejak diterimanya surat permohonan.
(4) Dalam hal Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya tidak
memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Rekomendasi
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dianggap dikabulkan secara
hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 105

130
(1) Terhadap penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b dan
Pasal 86 ayat (1) huruf b dan pertimbangan teknis pertanahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3) dan Pasal 93 ayat (3)
dikenakan penerimaan negara bukan pajak.
(2) Pengenaan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikecualikan untuk UMK.
(3) Ketentuan mengenai jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan
pajak ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 106
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah
dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif dapat diberikan apabila pemanfaatan ruang:
a. sesuai dengan rencana struktur ruang;
b. sesuai dengan rencana pola ruang;dan/atau
c. sesuai dengan ketentuan umum zonasi.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu
dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan
ketentuan umum zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini
dan/atau peraturan zonasi dalam rencana detail tata ruang.

Pasal 107
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 100 dalam pemanfaatan ruang wilayah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(3) Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
adalah Instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una
yang mendapatkan penetapan kewenangan dari Keputusan Bupati
Tojo Una Una atau Peraturan Bupati Tojo Una Una.
(4) Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
adalah instansi yang membidangi penataan ruang, lingkungan hidup,
penanaman modal dan perizinan, dan tim koordinasi penataan ruang
daerah.

131
Pasal 108
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 ayat (1), berupa insentif fiskal dan non fiskal dapat
diberikan dalam bentuk :
a. pemberian keringanan pajak
b. pengurangan retribusi;
c. pemberian kompensasi;
d. subsidi silang
e. kemudahan perizinan
f. imbalan;
g. sewa ruang dan urun saham; dan
h. penyediaan prasarana dan sarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Pasal 109
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1), berupa disinsentif fiskal dan
disinsentif non fiskal dapat diberikan dalam bentuk :
a. disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi; dan
b. disinsentif non fiskal berupa kewajiban memberi kompensasi,
persyaratan khusus dalam perizinan; kewajiban memberi imbalan,
dan/atau pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan pemberian
disinsentif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 110
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf
d merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan atau
pemberian sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran
ketentuan kewajiban pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang yang berlaku.
(2) Arahan sanksi merupakan perangkat atau upaya pengenaan sanksi
yang diberikan kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(3) Arahan sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi:

132
a. untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya peraturan
perundang-undangan bidang penataan ruang; dan
b. sebagai acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
1) pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten;
2) pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
3) pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat yang
berwenang; dan
4) pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-
undangan sebagai milik umum.
(4) Arahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan berdasarkan:
a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat
pelanggaran penataan ruang;
b. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap
pelanggaran penataan ruang; dan
c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan
ruang.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian sementara pelayanan umum;
e. penutupan lokasi;
f. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang;
g. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang;
h. pembongkaran bangunan; dan/atau
i. pemulihan fungsi ruang
(6) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Pengawasan Penataan Ruang

133
Pasal 111
(1) Pengawasan pemanfaatan ruang dilakukan terhadap:
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah diterbitkan sebelum
diberlakukannya persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
c. perizinan berusaha dan perizinan non berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2);dan
d. perizinan berusaha yang diterbitkan dan/atau kegiatan usaha
yang ada dilakukan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (12).
(2) Pengawasan penataan ruang terdiri atas:
a. tahapan pemantauan, berupa kegiatan pengamatan terhadap
penyelenggaraan penataan ruang secara langsung, tidak
langsung, dan/atau melalui laporan masyarakat;
b. tahapan evaluasi, berupa kegiatan penilaian terhadap tingkat
pencapaian penyelenggaraan penataan ruang secara terukur dan
objektif;dan
c. tahapan pelaporan, berupa kegiatan penyampaian hasil evaluasi.
(3) Pengawasan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatas, berdasarkan jenisnya meliputi:
a. pengawasan teknis;dan
b. pengawasan khusus
(4) Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
diatas adalah pengawasan terhadap keseluruhan proses
penyelanggaraan penataan ruang yang dilakukan secara berkala.
(5) Pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
diatas adalah pengawasan terhadap permasalahan khusus dalam
penyelenggaraan penataan ruang yang dilaksanakan sesuai
kebutuhan.
(6) Pengawasan penataan ruang dilaksanakan oleh kelembagaan
pengendalian dan pengawasan penataan ruang Kabupaten Tojo Una
Una dan dengan melibatkan dan/atau tidak melibatkan peran
masyarakat.
(7) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat
dilaksanakan oleh Aparatur Sipil Negara dan dapat bekerjasama
dengan profesi bersertifikat sesuai dengan bidang pengawasan dan
pembinaan yang dilakukan.
(8) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b yaitu pengawasan terhadap Izin pemanfaatan ruang dan
pengawasan terhadap persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan

134
ruang dilaksanakan melalui ketentuan dalam ayat (2) sampai dengan
ayat (7).
(9) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
dengan intensitas pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (12).
(10) Kewenangan Pemerintah Pusat dalam melaksanakan pengawasan,
pembinaan dan pengenaan sanksi administratif terhadap
pelanggaran perizinan berusaha dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
(11) Tata cara pelaksanaan pengawasan perizinan berusaha diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah Pusat dengan Peraturan Pemerintah.
(12) Tata cara pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang dan
kessuaian kegiatan pemanfaatan ruang diatur melalui Peraturan
Bupati.

Bagian Ketujuh
Ketentuan Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang

Paragraf 1
Umum

Pasal 112
Ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui:
a. penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan
b. pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata ruang.

Paragraf 2
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 113
(1) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a dilaksanakan
berdasarkan informasi tentang ketentuan yang termuat dalam
dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(2) Ketentuan yang termuat dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit:

135
a. lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan pemanfaatan ruang;
c. koefisien dasar bangunan atau koefisien wilayah terbangun;
d. koefisien lantai bangunan;
e. ketentuan tata bangunan; dan
f. persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.
(3) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan
pemanfaatan ruang berdasarkan:
a. konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; dan
c. rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Pasal 114
(1) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (3) menghasilkan:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(2) Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, menghasilkan rekomendasi untuk dilakukan audit tata
ruang dan/atau pengenaan sanksi administratif.

Pasal 115
(1) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (3) dilakukan oleh
Menteri.
(2) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
gubernur, atau bupati sesuai kewenangannya sepanjang telah
mendapatkan pendelegasian pemberian Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang dari Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian pelaksanaan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang diatur dengan peraturan
Menteri.

Paragraf 3

136
Pemantauan dan Evaluasi Perwujudan Rencana Tata Ruang

Pasal 116
(1) Pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dilakukan terhadap
perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2) Perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perwujudan program pembangunan sektoral dan kewilayahan;
b. perwujudan perizinan berusaha;
c. perwujudan pemanfaatan ruang lingkungan;
d. perwujudan pemanfaatan ruang sosial; dan/atau
e. perwujudan pemberian hak atas tanah sesuai ketentuan
pemanfaatan ruang.

Pasal 117
Pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dilakukan terhadap:
a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi;
c. besaran pelaksanaan pemanfaatan ruang;
d. jangka waktu pelaksanaan pemanfaatan ruang; dan
e. administrasi pertanahan

Pasal 118
Pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf b mempertimbangkan:
a. dampak pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial,
ekonomi, dan lingkungan;
b. daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
c. neraca penatagunaan tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lainnya.

Pasal 119
(1) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dilakukan 2
(dua) kali dalam 5 (lima) tahun.

137
(2) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih
dari 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun apabila:
a. terdapat perubahan kebijakan yang mendasar dan strategis
dengan dampak besar atau luas terkait pembangunan, yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;atau
b. adanya pengaduan masyarakat.

Pasal 120
(1) Pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b menghasilkan
laporan yang memuat tingkat perwujudan rencana tata ruang.
(2) Tingkat perwujudan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. terwujudnya rencana tata ruang;
b. belum terwujudnya rencana tata ruang; atau
c. tidak terwujudnya rencana tata ruang.
(3) Dalam hal tingkat perwujudan rencana tata ruang berupa telah
terwujudnya rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a namun telah melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, Menteri dapat memberikan rekomendasi disinsentif
pada kawasan yang perlu dikendalikan;
(4) Dalam hal tingkat perwujudan rencana tata ruang berupa belum
terwujudnya rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diberikan rekomendasi:
a. pemberian insentif pada zona yang didorong untuk percepatan
perwujudan tata ruang;
b. pengendalian harga tanah; dan/atau
c. penyesuaian dalam pelaksanaan peninjauan kembali dan revisi
rencana tata ruang.
(5) Dalam hal tingkat perwujudan rencana tata ruang berupa tidak
terwujudnya rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada pada
ayat (1) huruf c diberikan rekomendasi:
a. pengenaan sanksi administratif berdasarkan hasil audit tata
ruang; dan/atau
b. penertiban kegiatan pemanfaatan ruang.
(6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) dapat
mencakup tindakan kepada pelaksana pemanfaatan ruang
berdasarkan penilaian kepatuhan terhadap ketentuan pemanfaatan
ruang

138
Pasal 121
(1) Pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata ruang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi perwujudan rencana tata
ruang, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat dibantu oleh
Forum Penataan Ruang.

Pasal 122
(1) Terhadap rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5), Menteri, Gubernur, dan Bupati melakukan
tindak lanjut sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dalam hal Bupati tidak melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan setelah dikeluarkannya rekomendasi, Gubernur mengambil alih
tindak lanjut yang tidak dilaksanakan Bupati.
(3) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan tindak lanjut atas
rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan setelah dikeluarkannya rekomendasi, Menteri
mengambil alih tindak lanjut yang tidak dilaksanakan Gubernur.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan dan evaluasi
perwujudan rencana tata ruang diatur dengan peraturan Menteri.

BAB VIII
KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG

Pasal 123
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang
dan kerjasama antar sektor dan antar daerah bidang penataan ruang
dibentuk Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Penyelenggaraan penataan ruang dapat dilakukan bersama
kelembagaan non pemerintah (non government organitation) dan
masyarakat.
(3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), adalah melalui Forum Penataan Ruang yang dibentuk oleh
Pemerintah.
(4) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), adalah untuk memberikan masukan dan pertimbangan dalam
pelaksanaan penataan ruang.
(5) Forum penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdiri
dari anggota tetap dari lingkungan pemerintah daerah dan anggota
tidak tetap yang terdiri dari perwakilan ahli, akademisi, asosiasi

139
profesi, pelaku usaha setempat dan/atau masyarakat.
(6) Forum penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(7) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Tim Koordinasi Penataan
Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Keputusan Bupati.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN
RUANG

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 124
Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat
berhak:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dan menimbulkan kerugian.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 125
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

140
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 126
(1). Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-
aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2). Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi,
dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 127
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain
melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 128
Bentuk peran masyarakat pada tahap penyusunan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 huruf a dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau
kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah
atau kawasan;

141
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang;
dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 129
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 121 huruf b dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan
ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan
ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai
dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan
keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang
udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan
lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan
dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian
fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 130
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 huruf c dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi;
c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.

142
Pasal 131
(1). Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan
secara langsung dan/atau tertulis.
(2). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada bupati.
(3). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 132
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Pasal 133
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 134
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar
sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.

Pasal 135
(1). Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tojo Una
Una adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
(2). Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial

143
wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan,
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tojo Una Una dapat
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3). Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau
dinamika internal wilayah.
(4). Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Tojo Una Una Tahun
2022 - 2042 dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5). Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan
hutannya belum disepakati pada saat Perda ini ditetapkan, rencana
dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan
dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan
Menteri Kehutanan.
(6). Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini,
sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang
Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

B A B XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 136
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang telah
ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa
berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;

144
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
ditimbulkan sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
diberikan penggantian yang layak dengan bentuk sesuai
peraturan perundang-undangan;
4. penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3
(tiga) diatas dengan memperhatikan parameter sebagai berikut:
a) memperhatikan harga pasaran setempat;
b) sesuai dengan NJOP; atau
c) sesuai dengan kemampuan daerah.
5. Penggantian terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dibebankan pada APBD Provinsi dan
Kota yang membatalkan/mencabut Izin.
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan
Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat
untuk mendapatkan izin.
e. Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penggantian yang layak
diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 137
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Tojo Una Una.

Pasal 138
(1) Pengintegrasian perubahan kawasan hutan berdasarkan SK Menteri
yang menangani urusan pemerintahan bidang kehutanan terhadap
lokasi outline.

145
(2) Pengintegrasian atas wilayah administrasi berdasarkan peraturan
Permendagri terhadap batas wilayah indikatif.
(3) Penegasan Perda No. 8 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Tojo
Una Una tahun 2011 - 2031 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

ditetapkan di ..........
pada tanggal................... 2022

BUPATI TOJO UNA UNA

................................................
.
Diundangkan di .........................
pada tanggal.............................20.............

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TOJO UNA UNA,

..............................

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA UNA TAHUN ......


NOMOR .........

146

Anda mungkin juga menyukai