Anda di halaman 1dari 4

Biografi Tuanku Imam Bonjol, Ulama Pemberani yang Tak Kenal Kompromi

Tuanku Imam Bonjol memimpin Perang Padri pada 1803-1838

(Tuanku Imam Bonjol) Wikipedia.org

Sosok yang satu ini sudah tak lagi asing di telinga. Tuanku Imam Bonjol
merupakan seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan
Belanda dalam perang Padri. Perang itu terjadi pada 1803 hingga 1838.

Sosok ini dikenal santun dan tak kenal kompromi terhadap Belanda.
Keteguhannya dan perjuangannya menjadi pelajaran penting yang bisa
diteladani dari sosok Imam Bonjol.

1. Asal mula nama Tuanku Imam Bonjol

(Tuanku
Imam Bonjol) FKAI.org
Bernama asli Muhammad Shahab, Tuanku Imam Bonjol lahir pada 1772.
Ayahnya merupakan seorang alim ulama dari Nagari Sungai Rimbang,
Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Imam Bonjol
belajar agama di Aceh dan mendapat gelar Malin Basa dari sana.

Beranjak dewasa, Imam Bonjol dikenal sebagai seorang ulama. Beberapa gelar
sempat disematkan kepada dia. Seperti Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku
Imam.

Suatu kali, seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan, Tuanku nan Renceh
dari Kamang, Agam menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di Bonjol.

Sejak saat itu, Muhammad Shahab dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

2. Imam Bonjol jadi pemimpin perang Padri

(Tribun
Imam Bonjol di Sumatra Barat) wikipedia.org/Rahmat Irfan Denas

Berjuang melawan penjajahan Belanda, Tuanku Imam Bonjol turun dalam


perang paling lama, yakni perang Padri. Berlangsung dari 1803 hingga 1838,
perang ini melibatkan sesama orang Minang dan Mandailing.

Perang ini dikenal sebagai perang saudara di Sumatera. Perang ini terjadi karena
adanya pertentangan dari kaum Padri yang menginginkan agar hukum di
daerahnya dijalankan sesuai dengan syariat Islam dengan kaum kerajaan
Pagaruyung.

Karena situasi mendesak, kaum adat disebut meminta bantuan Belanda yang
akhirnya resmi ikut berperang melawan kaum Padri. Belanda diketahui sempat
kesulitan melawan Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya. Terlebih Belanda
masih harus memadamkan perang di daerah lain, perang Diponegoro misalnya.

Imam Bonjol pernah menandatangani perdamaian dengan Belanda yang


dituangkan dalam Perjanjian Masang pada 1824. Namun perdamaian tak
berlangsung lama setelah Belanda kembali menyerang.

Pada 1833, perang Padri memasuki babak baru ketika kaum adat dan kaum
Padri bersatu melawan Belanda setelah menyadari peperangan tersebut hanya
menyengsarakan rakyat.

Benteng kaum Padri dikepung dan diserang selama lebih kurang enam bulan.

3. Penangkapan Imam Bonjol dan akhir perang Padri

ANT
ARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Pada 16 Agustus 1837, benteng Bonjol dikuasai Belanda. Untuk menangkap


Imam Bonjol, perundingan diadakan bersama Tuanku Imam Bonjol pada
Oktober 1837 di Palupuh.

Belanda kemudian menangkap Imam Bonjol dan mengasingkannya ke Cianjur,


Jawa Barat. Langkah Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia kemudian dibawa ke
Ambon dan dipindahkan lagi ke Lotak, Minahasa di dekat Manado.

Di sana, Tuanku Imam Bonjol wafat pada 8 November 1864.

4. Wajah Tuanku Imam Bonjol dalam uang rupiah


b
anknoteindex.com

Atas keberanian dan perjuangannya melawan Belanda, pemerintah akhirnya


mengangkat Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan Nasional. Gelar tersebut
diberikan kepada Tuanku Imam Bonjol pada 6 November 1973.

Tak hanya itu, nama Tuanku Imam Bonjol juga diabadikan sebagai nama jalan.
Bahkan, wajahnya diabadikan dalam gambar uang pecahan Rp5.000 sejak 2001.

Uang berwarna kuning muda atau kecokelatan tersebut menggunakan gambar


Tuanku Imam Bonjol di bagian depan dan gambar pengerajin tenun Pandai Sikek
di bagian belakangnya.

Anda mungkin juga menyukai