Anda di halaman 1dari 100

DRAFT

BUPATI KAPUAS
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS
NOMOR TAHUN 2017

TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAPUAS
TAHUN 2017-2037

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI KAPUAS,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Kapuas
dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan melalui pemanfaatan potensi sumberdaya
alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia dengan
tetap memperhartikan daya dukung, daya tampung, dan
kelestarian lingkungan hidup perlu disusun rencana tata ruang
wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang
wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya undang-undang nomor 26 tahun
2007 tentang penataan ruang, peraturan pemerintah nomor 26
tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional dan
peraturan pemerintah nomor 13 tahun 2017 tentang perubahan
atas peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang
rencana tata ruang wilayah nasional, serta terjadinya perubahan
dinamika pembangunan karena faktor eksternal dan internal
maka perlu penjabaran dan penetapan ke dalam rencana tata
ruang wilayah kabupaten;
d. bahwa peraturan daerah Kabupaten Kapuas nomor 3 tahun 2002
tentang penataan ruang wilayah Kabupaten Kapuas dipandang
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi
sehingga perlu diganti dengan peraturan yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kapuas Tahun 2017-2037.
1
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, tentang Penetapan
Undang Undang Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II di Kalimantan Tengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1820);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
dan
7. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun
2015 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Tengah 2015-2035.

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAPUAS
DAN
BUPATI KAPUAS

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN KAPUAS TAHUN 2017-2037

2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Kapuas.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Perangkat Daerah sebagai
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Kapuas.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kapuas.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola ruang.
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.
9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
14. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota.
15. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
Kecamatan.
16. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan/didorong agar dapat berfungsi untuk melayani
beberapa kecamatan.
17. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kecamatan atau
beberapa desa.
3
18. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
19. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan
ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW
kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang.
20. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan
wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten
sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program
penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi
rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu
pelaksanaan.
21. Indikasi Program Utama Jangka Menengah Lima Tahunan adalah petunjuk yang
memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber
dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang
sesuai dengan rencana tata ruang.
22. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten adalah
ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten
yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah
kabupaten.
23. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten adalah ketentuan umum
yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur
pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi
peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten.
24. Ketentuan Perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh
setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam
melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
25. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang.
26. Arahan Sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang yang berlaku.
27. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;
28. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam,
sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan.
29. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya buatan

4
30. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
31. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
32. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang
mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah.
33. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
34. Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng,
jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-maing dikalikan dengan angka
penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125, di luar kawasan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman baru.
35. Hutan Produksi yang dapat konservasi adalah kawasan hutan yang secara ruang
dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
36. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung prikehidupan dan penghidupan.
37. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintaan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
38. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional
yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
39. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
40. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(akifer) yang berguna sebagai sumber air.
41. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian
pantai, keselamatan bangunan, dan tersedianya ruang untuk lain lintas umum.
42. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
43. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem
agrobisnis.
44. Kawasan Minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha
perikanan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat
pada suatu wilayah.

5
45. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahektarnan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai
warisan dunia.
46. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
47. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
48. Kawasan Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan darat dan laut.
49. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di
sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang
khas.
50. Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi budidaya
tanaman perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku
industri.
51. Kawasan Pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra yang memiliki ciri
tertentu dimana di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk
pertanian unggulan yang terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber
daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga
memenuhi batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektifitas manajemen
pembangunan wilayah.
52. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan terdiri dari
padi, palawija dan umbi-umbian yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial
budaya dan infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang
sama sedemikian rupa, sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas
manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa
kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru yang sesuai dengan
agroekosistem dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial (luasan
terpisah), namun terhubung dengan aksesibilitas memadai.
53. Kawasan Hortikultura adalah sebaran usaha hortikultura terdiri dari tanaman
buah, sayuran, tanaman obat dan tanaman hias yang disatukan oleh faktor
alamiah, sosial budaya dan infrastruktur fisik buatan serta dibatasi oleh
agroekosistem yang sama sedemikian rupa, sehingga mencapai skala ekonomi
dan efetifitas manajemen usaha hortikultura. Kawasan hortikultura dapat
berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru yang sesuai dengan
agroekosistem dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial (luasan
terpisah), namun terhubung dengan aksesibilitas memadai.
54. Kawasan Hutan Rakyat adalah kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat
secara luas.
55. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam
geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya
terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas
umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang
saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan;

6
56. Kawasan Pertambangan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
pertambangan.
57. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.
58. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi.
59. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah
dan memasarkan barang dan jasa tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat;.
60. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai
dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
61. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani,
agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam
hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan
teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
62. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik,
benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya
ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.
63. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral, batubara dan panas bumi
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pascatambang.
64. Lingkungan adalah sumberdaya fisik dan biologis yang menjadi kebutuhan dasar
agar kehidupan masyarakat (manusia) dapat bertahan.
65. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
66. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
67. Daya Tampung Lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.
68. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat
maupun diperairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

7
69. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik dari
darat maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam haryati dan ekosistemnya.
70. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
71. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
72. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
73. Izin Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disebut IPR adalah izin yang
dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
74. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang mempunyai fungsi membantu pelaksanaan
tugas bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
75. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
76. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas sesuai dengan fungsi-perannya.
77. Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah;
78. Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua;
79. Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan
wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal;
80. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder kedua, atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga;
81. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, dan antar pusat
kegiatan lingkungan;
82. Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, dan
kawasan sekunder ketiga dengan perumahan
83. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;

8
84. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, lembaga dan/atau badan hokum non pemerintahan yang mewakili
kepentingan individu, sektor, profesi kawasan atau wilayah tertentu dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
85. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari satu jaringan irigasi.
86. Izin Lokasi adalah izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan
untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang
berlaku pula sebagai izin pemindahan hektar, dan untuk menggunakan tanah
tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.
87. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah izin yang
diberikan dalam mendirikan/mengubah bangunan.
88. Outline adalah delineasi rencana penggunaan kawsan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang digambarkan pada peta rencana
pola ruang rencana tata ruang wilayah Kabupaten.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pengaturan

Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini meliputi :
a. peran dan fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah serta cakupan wilayah
perencanaan;
b. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang Kabupaten Kapuas;
c. rencana struktur ruang wilayah, rencana pola ruang wilayah, penetapan kawasan
strategis,
d. arahan pemanfaatan ruang, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang;
e. kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Kapuas;
f. hak, kewajiban dan peran masyarakat dalam penataan ruang; dan
g. penyelesaian sengketa, penyidikan dan ketentuan pidana.

Bagian Ketiga
Peran dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah

Pasal 3
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kapuas berperan sebagai alat untuk
mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan kesinambungan
pemanfaatan dan pengendalian ruang di Kabupaten Kapuas.

Pasal 4
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kapuas berfungsi sebagai pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan daerah;
b. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten
Kapuas;
c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah serta keserasian antarsektor di Kabupaten Kapuas;
d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kabupaten Kapuas;
danperwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kabupaten Kapuas dengan
kawasan sekitarnya.
9
Bagian Keempat
Cakupan Wilayah Perencanaan

Pasal 5
(1) Wilayah perencanaan RTRW Kabupaten Kapuas meliputi : seluruh wilayah
administrasi Kabupaten yang terdiri atas 17 (tujuh belas) kecamatan dan 233
(dua ratus tiga puluh tiga) kelurahan dan desa, meliputi :
a. Kecamatan Selat;
b. Kecamatan Bataguh;
c. Kecamatan Basarang;
d. Kecamatan Kapuas Hilir;
e. Kecamatan Kapuas Timur;
f. Kecamatan Kapuas Barat;
g. Kecamatan Pulau Petak;
h. Kecamatan Kapuas Kuala;
i. Kecamatan Tamban Catur;
j. Kecamatan Kapuas Murung;
k. Kecamatan Dadahup;
l. Kecamatan Kapuas Hulu;
m. Kecamatan Timpah;
n. Kecamatan Mantangai;
o. Kecamatan Pasak Talawang;
p. Kecamatan Kapuas Tengah; dan
q. Kecamatan Mandau Talawang.
(2) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat 1 terletak di
antara 0⁰8’48” - 3⁰ 27’00” Lintang Selatan dan 112⁰2’36” – 114⁰44’00” Bujur
Timur dengan luas 14.999 Km2 atau 14.999.000 Ha.
(3) Batas-batas wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat 1
meliputi:
a. Sebelah timur : Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Kuala
Propinsi Kalimantan Selatan;
b. Sebelah barat : Kabupaten Pulang Pisau;
c. Sebelah utara : Kabupaten Gunung Mas; dan
d. Sebelah selatan : Laut Jawa.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 6

Tujuan penataan ruang Kabupaten adalah Membangun Kabupaten Kapuas yang


Maju Berbasis Pertanian dan Pertambangan dalam kegiatan ekonomi, sosial budaya,
lingkungan dan infrastruktur wilayah secara Proporsional, Seimbang dan
Berkelanjutan.

10
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 7

Untuk Mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,


meliputi :
a. Pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten;
b. Peningkatan fungsi Kota Kuala Kapuas sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
kabupaten melalui peningkatan fasilitas, aksesibilitas serta infrastruktur kota;
c. Pengembangan wilayah atau pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah untuk
mendukung pengembangan sektor pertanian, pertambangan dan pariwisata;
d. Pengembangan kawasan industri dan pembangunan industri pengolahan hasil
pertanian;
e. Penguatan dan pemulihan fungsi kawasan sebagai hutan lindung, kawasan
rawan bencana, cagar alam dan cagar budaya ;
f. Peningkatan produktivitas kawasan atau pusat pertumbuhan wilayah melalui
intensifikasi lahan dan optimalisasi hasil produksi komoditas unggulan sampai
dengan produksi turunannya (industri pengolahan hasil), yang berhasil guna,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
g. Peningkatan sarana dan prasarana wilayah yang berkualitas untuk memenuhi
hak dasar dalam rangka mewujudkan tujuan penataan ruang yang
berkesinambungan dan terintegrasi; dan
h. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Kabupaten

Pasal 8

(1) Strategi yang di perlukan untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah


Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, meliputi :
a. membangun dan meningkatkan sistem prasarana transportasi darat untuk
membuka aksesibilitas antar kecamatan, kelurahan dan desa serta sentra-
sentra produksi secara terencana dan terpadu;
b. mengembangkan sistem transportasi multimoda secara terintegrasi melalui
pengembangan jaringan jalan, terminal, transportasi darat dan transportasi
laut sebagai simpul transportasi;
c. mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana
sumber daya air untuk menunjang kegiatan perkotaan;
d. mengembangkan keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan secara fungsional;
e. mengembangkan dan meningkatkan sistem prasarana jaringan energi dengan
memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal; dan
f. mengembangkan dan meningkatkan fungsi PKLp, PPK sebagai simpul produksi
hasil pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan kehutanan.
(2) Strategi yang diperlukan untuk peningkatan fungsi Kota Kuala Kapuas sebagai
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) kabupaten melalui peningkatan fasilitas,
aksesibilitas serta infrastruktur kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
b, meliputi :

11
a. membangun fasilitas dan sarana kawasan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi daerah;
b. membangun prasarana dan sarana transportasi yang mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang; dan
c. mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan dan
budaya lokal untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk.
(3) Strategi yang diperlukan untuk pengembangan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah untuk mendukung pengembangan sektor pertanian,
pertambangan dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c,
meliputi :
a. mengembangkan kegiatan pertanian dan kehutanan melalui pola intensifikasi
dan ekstensifikasi dengan tetap mempertahankan ekosistem lingkungan;
b. meningkatkan pengembangan kawasan agropolitan dengan melengkapi
fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa pendukung komoditas
pertanian kawasan;
c. meningkatkan pengembangan industri berbasis pertanian termasuk
perlengkapan saprodi dan sarana pendukungnya;
d. meningkatkan pengembangan kegiatan jasa perdagangan untuk mendukung
kegiatan primer dan sekunder, serta menciptakan lapangan kerja perdesaan
terutama di kawasan pusat pertumbuhan wilayah sebagai Pusat Kegiatan
Wilayah pengembangan kegiatan sektor unggulan pada kawasan andalan
antara lain sektor pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata; dan
e. meningkatkan industri pertambangan dengan tidak mengabaikan
keberlangsungan ekosistem lingkungan.
(4) Strategi yang di perlukan untuk pengembangan kawasan industri dan
pembangunan industri pengolahan hasil pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf d, meliputi :
a. mengembangkan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan;
b. membangun sarana dan prasarana pendukung kegitan industri; dan
c. memperkuat pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan sumber daya
manusia dan kelembagaan serta fasilitasi norma standar sertifikasi yang
dibutuhkan.
(5) Strategi yang di perlukan untuk penguatan dan pemulihan kawasan lindung,
kawasan rawan bencana, cagar alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf e, meliputi:
a. menetapkan tata batas kawasan lindung dan budidaya untuk memberikan
kepastian rencana pemanfaatan ruang dan investasi;
b. menyusun dan melaksanakan program rehabilitasi lingkungan, terutama
pemulihan fungsi hutan lindung yang berbasis masyarakat;
c. meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian kerusakan dan
pencemaran lingkungan;
d. menggalangkan kerjasama regional, nasional dan internasional dalam rangka
pemulihan fungsi kawasan lindung terutama hutan lindung; dan
e. menjaga ekosistem lingkungan terutama daerah rawan bencana tanah longsor,
banjir, abrasi pantai dan pasang air laut.
(6) Strategi yang di perlukan untuk peningkatan produktivitas kawasan atau pusat
pertumbuhan wilayah melalui intensifikasi lahan pertanian dan optimalisasi
hasil produksi pertanian sampai dengan produksi turunan hasil pertanian
(industri pengolahan hasil pertanian), yang berhasil guna, berkelanjutan dan

12
berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf f,
meliputi :
a. meningkatkan produktivitas hasil perkebunan, pertanian, kehutanan dan
perikanan melalui intensifikasi lahan;
b. Memanfaatkan lahan non produktif untuk peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan teknologi pertanian, termasuk perkebunan dan kehutanan
sehingga terjadi peningkatan produksi dengan kualitas yang lebih baik dan
bernilia ekonomi tinggi; dan
d. menguatkan pemasaran hasil pertanian, perkebunan, kehutanan dan
perikanan melalui peningkatan sumber daya manusia dan kelembagaan serta
fasilitasi yang dibutuhkan.
(7) Strategi yang di perlukan untuk peningkatan sarana dan prasarana wilayah yang
berkualitas untuk memenuhi hak dasar dalam rangka mewujudkan tujuan
penataan ruang yang berkesinambungan dan terintegrasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 huruf g, meliputi :
a. Pembangunan utilitas dan fasilitas sosial maupun umum secara proprsional
dan memadai sesuai kebutuhan masyarakat pada setiap daerah (kawasan);
dan
b. Pembangunan prasarana dan sarana transportasi yang mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang.
(8) Strategi yang diperlukan untuk peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan
dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf h, meliputi :
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar
kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan
peruntukannya;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau budidaya tidak terbangun di
sekitar kawasan pertahanan sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan tersebut dengan kawasan budidaya terbangun; dan
d. turut menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Umum

Pasal 9

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Kapuas, terdiri atas :


a. Pusat-pusat kegiatan;
b. Sistem jaringan prasarana utama; dan
c. Sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Kapuas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

13
Bagian Kedua
Pusat Pusat Kegiatan

Pasal 10

(1) Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. PKW;
b. PKLp;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kota Kuala Kapuas
meliputi Kecamatan Selat.
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Pujon di Kecamatan
Kapuas Tengah.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Sei Pinang di Kecamatan Mandau Talawang;
b. Sei Hanyo di Kecamatan Kapuas Hulu;
c. Jangkang di Kecamatan Pasak Talawang;
d. Timpah di Kecamatan Timpah;
e. Mentangai di Kecamatan Mantangai;
f. Dadahup di Kecamatan Dadahup;
g. Mandomai di Kecamatan Kapuas Barat;
h. Palingkau di Kecamatan Kapuas Murung;
i. Sei Tatas di Kecamatan Pulau Petak;
j. Basarang di Kecamatan Basarang;
k. Barimba di Kecamatan Kapuas Hilir;
l. Anjir Serapat di Kecamatan Kapuas Timur;
m. Bataguh di Kecamatan Bataguh;
n. Tamban Catur di Kecamatan Tamban Catur; dan
o. Lupak Dalam di Kecamatan Kapuas Kuala.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,terdiri atas :
a. Manusup di Kecamatan Mantangai;
b. Batanjung di Kecamatan Kapuas Kuala; dan
c. Tanjung Kelanis di Kecamatan Mantangai.
(6) Untuk operasional RTRW Kabupaten Kapuas disusun :
a. Rencana rinci tata ruang berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
Peraturan Zonasi (PZ) Kota Kuala Kapuas sebagai PKW, Pujon sebagai PKLp
dan semua ibukota kecamatan sebagai PPK serta semua kawasan startegis
Kabupaten Kapuas;
b. Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

14
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 11

Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud


pada dalam pasal 9 ayat (1) huruf b meliputi :
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi sungai dan penyebrangan;
b. Sistem jaringan perkeretaapian; dan
c. Sistem jaringan transportasi laut.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 12

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
a, terdiri atas :
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas; dan
c. jaringan layanan lalu lintas;
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. jaringan jalan strategis nasional yaitu :
b. jaringan jalan strategis provinsi yaitu :
1. ruas jalan Jend.A.Yani sepanjang 1,45 km;
2. ruas jalan Tambun Bungai sepanjang 2,05 km;
3. ruas jalan Mangkatip – Dadahup sepanjang 87,40 km; dan
4. ruas jalan Dadahup/G1 – Lamunti sepanjang 27, 00 km.
c. jaringan jalan strategis kabupaten yaitu:
d. jaringan jalan arteri primer yaitu:
1. ruas jalan Pulang Pisau – Batas Kota Kuala Kapuas sepanjang 45,70 km;
dan
2. ruas jalan Batas Kota Kuala Kapuas – Batas Provinsi Kalimantan Selatan
sepanjang 22,78 km.
e. jaringan jalan arteri sekunder meliputi:
1. ruas jalan A.Yani;
2. ruas jalan Tambun Bungai; dan
3. ruas jalan Barito.
f. jaringan jalan kolektor yang meliputi :
1. jalan kolektor primer meliputi:
1.1 ruas jalan Kuala Kapuas – Palingkau sepanjang 22,70 km;
1.2 ruas jalan Palingkau – Dadahup sepanjang 25,00 km;
1.3 ruas jalan Pemuda sepanjang 2,40 km;
1.4 ruas jalan Patih Rumbih sepanjang 1,40 km;
2. jalan kolektor sekunder meliputi:
2.1 ruas Jalan Garuda;
g. jaringan jalan lokal primer dan sekunder yang ada di Kabupaten Kapuas
terdiri atas :

15
1. ruas jalan di Kecamatan Dadahup sebanyak......ruas jalan dengan
panjang.......
2. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Kuala sebanyak......ruas jalan dengan
panjang.......
3. ruas jalan di Kecamatan Selat sebanyak.....ruas jalan dengan panjang......
4. ruas jalan di Kecamatan Mantangai sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
5. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Murung sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
6. ruas jalan di Kecamatan Mandau Talawang sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
7. ruas jalan di Kecamatan Tamban Catur sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
8. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Timur sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang....
9. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Tengah sebanyak....ruas jalan dengan
panjang....
10. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Barat sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
11. ruas jalan di Kecamatan Timpah sebanyak.....ruas jalan dengan panjang....
12. ruas jalan di Kecamatan Basarang sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
13. ruas jalan di Kecamatan Pasak Talawang sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang......
14. ruas jalan di Kecamatan Pulau Petak sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
15. ruas jalan di Kecamatan Bataguh sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
16. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Hulu sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
17. ruas jalan di Kecamatan Kapuas Hilir sebanyak.....ruas jalan dengan
panjang.....
18. pembangunan ruas jalan dalam wilayah kecamatan dan ruas jalan lintas
kecamatan di wilayah kabupaten
h. rencana pengembangan jaringan jalan bebas hambatan antar kota yaitu,
Kuala Kapuas - Banjarmasin
i. jembatan disetiap simpul pertemuan antara jaringan jalan dan jaringan sungai
yang ada di wilayah Kabupaten.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. terminal Induk tipe B yang berlokasi di Kelurahan Selat Barat, Kuala Kapuas;
b. terminal Kota tipe C yang berlokasi di Kelurahan Selat Hilir, Kuala Kapuas;
c. terminal penumpang tipe C yang berlokasi di Mantangai, Timpah, Pujon, Sei
Hanyo, Mandomai, Lamunti, Dadahup, Palingkau, Sei Tatas, Catur dan Lupak;
d. Terminal barang berupa terminal truk angkutan barang yang lokasinya di
dekat pergudangan, pelabuhan laut dan pelabuhan penyebrangan; dan
e. Pengembangan terminal tipe C diseluruh kecamatan.
(4) Jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berupa trayek Angkutan Penumpang, terdiri dari :

16
a. Trayek angkutan antar kota antar provinsi yang melayani trayek dari Kuala
Kapuas – Banjamasin;
b. Trayek angkutan antar kota dalam provinsi yang melayani trayek :
- Kuala Kapuas – Palangka Raya;
- Kuala Kapuas – Pulang Pisau;
- Kuala Kapuas – Kuala Kurun;
- Kuala Kapuas – Buntok;
- Kuala Kapuas – Muara Teweh;
- Kuala Kapuas – Tamiyang Layang;
- Kuala Kapuas – Mantangai;
- Kuala Kapuas – Lamunti;
- Kuala Kapuas – Dadahup;
- Kuala Kapuas – Sei Hanyo; dan
- Kuala Kapuas – Pujon.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Sungai dan Penyebrangan

Pasal 13

(1) Jaringan sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada pasal 11


huruf b, terdiri atas:
a. Alur pelayaran sungai; dan
b. Pelabuhan sungai.
(2) Alur pelayaran sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pelabuhan Sungai Danau Mare yang melayani jalur :
- Kapuas – Bahaur;
- Kapuas – Terusan ; dan
- Kapuas – Lupak, Batanjung.
b. Pelabuhan Sungai Patih Rumbih yang melayani jalur :
- Kapuas – Mantangai;
- Kapuas – Lamunti; dan
- Kapuas – Dadahup.
c. Pelabuhan Sungai Mandomai yang melayani jalur :
- Sei Pitung – Saka Mangkahai.
d. Rencana pengembangan alur pelayaran sungai lainnya di wilayah kabupaten
yang menghubungkan antar kecamatan.
(3) Pelabuhan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Pelabuhan sungai Danau Mare di Kecamatan Selat;
b. Pelabuhan sungai Patih Rumbih di Kecamatan Selat;
c. Pelabuhan sungai Anjir Serapat di Kecamatan Kapuas Timur;
d. Pelabuhan sungai Anjir Tamban di Kecamatan Tamban Catur;
e. Pelabuhan sungai Mandomai di Kecamatan Kapuas Barat;
f. Pelabuhan sungai Palangkau Lama di Kecamatan Kapuas Murung;
g. Pelabuhan sungai Palangkau Baru di Kecamatan Kapuas Murung;
h. Pelabuhan sungai Palingkau di Kecamatan Kapuas Murung;
i. Pelabuhan sungai Lamunti di Kecamatan Dadahup;
j. Pelabuhan sungai Pujon di Kecamatan Kapuas Tengah;
k. Pelabuhan sungai Mantangai di Kecamatan Mantangai;
l. Pelabuhan sungai Muara Mangkutup di Kecamatan Mantangai;

17
m. Pelabuhan sungai Bukit Batu di Kecamatan Mantangai; dan
n. Rencana pembangunan pelabuhan sungai dan penyebrangan yang tersebar
di seluruh kecamatan.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Perkeretaapian

Pasal 14

(1) Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, sesuai


dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, terdiri atas :
a. sistem jaringan jalur kereta api; dan
b. simpul jaringan jalur kereta api.
(2) Sistem jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. jalur kereta api Puruk Cahu di Kabupaten Murung Raya - Bangkuang di
Kabupaten Barito Selatan - Batanjung di Kabupaten Kapuas; dan
b. jalur kereta api Kabupaten Kapuas – Kabupaten Pulang Pisau.
(3) Simpul jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi stasiun terletak di Kuala Kapuas dan Batanjung.

Paragraf 5
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 15

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
d, terdiri atas :
a. tatanan kepelabuhan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Pelabuhan pengumpul di Kecamatan Kapuas Kuala dan Kecamatan Selat; dan
b. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Batanjung di Kecamatan Kapuas Kuala.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah alur
pelayaran nasional meliputi :
a. Batanjung – Semarang;
b. Batanjung – Surabaya; dan
c. Batanjung – Jakarta.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 16

Sistem jaringan prasarana lainnya wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 pada ayat (1) huruf c, meliputi :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

18
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 16

(1) Rencana sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


16 huruf a, terdiri atas :
a. Sistem Jaringan Pembangkit Tenaga Listrik;
b. Sistem Jaringan Transmisi Tenaga Listrik; dan
c. Depo Bahan Bakar Minyak.
(2) Sistem Jaringan Pembangkit Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Kecamatan Selat;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Kecamatan Timpah;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Kecamatan Kapuas Tengah;
d. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Kecamatan Kapuas Hulu;
e. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara PLTU;
f. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dan Mikrohidro
(PLTMH); dan
g. Pembangunan Pembangkit Listrik Bayu/Angin (PLTB).
(3) Sistem Jaringan Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. Gardu Induk (GI) Selat, terletak di Kecamatan Selat;
b. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), berupa jalur transmisi line 1
dan line 2 GI seberang Barito – GI Selat;
c. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), berupa jalur transmisi line 1
dan line 2 GI Selat – GI Mintin, Kabupaten Pulang Pisau;
d. Perluasan distribusi dari Gardu Induk menuju pusat-pusat beban yang
tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-Kalimantan Tengah; dan
e. Perluasan jaringan transmisi tegangan rendah dari jaringan distribusi
tegangan menegah ke wilayah permukiman yang tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota se-Kalimantan Tengah.
(4) Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. Pembangunan Depo Bahan Bakar Minyak di Kapuas; dan
b. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdiri dari :
1. SPBU Ruas Jalan Pemuda di Kecamatan Selat
2. SPBU Ruas Jalan Trans Kalimantan (Sei Baras) di Kecamatan Selat
3. SPBU Ruas Jalan Patih Rumbih di Kecamatan Selat
4. SPBU Ruas Jalan Trans Kalimantan (Barimba) di Kecamatan Kapuas Hilir
5. SPBU Ruas Jalan Trans Kalimantan Km 7 di Kecamatan Basarang
6. SPBU Ruas Jalan Palangkaraya – Timpah di Kecamatan Timpah

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 17

19
(1) Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 huruf b, terdiri atas:
a. Sistem jaringan kabel;
b. Sistem jaringan nirkabel; dan
c. Sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan
sistem jaringan kabel (jaringan intranet kecamatan) yang terdapat pada :
a. Kantor Kecamatan Kapuas Murung;
b. SMAN 1 Kapuas Murung di Kecamatan Dadahup;
c. Desa Katunjung di Kecamatan Mantangai;
d. Desa Danau Rawah di Kecamatan Mantangai;
e. Kantor Kecamatan Kapuas Tengah ;
f. SDN 1 dan SMPN 5 Desa Masaran di Kecamatan Kapuas Tengah;
g. Kantor Kecamatan Timpah;
h. Jaringan Kabel di Permukiman Perkotaan; dan
i. Jaringan Fiber Optik (FO) di Permukiman Perkotaan.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
merupakan sistem jaringan internet nirkabel (wifi hotspot), yang terdapat pada :
a. Hutan Kota di depan RSUD dr.Soemarno Sastroatmodjo;
b. Taman Bundaran Besar di sekitaran Mapolres Kapuas;
c. Taman Bermain anak di Samping Kantor Inspektorat Kabupaten Kapuas;
d. Taman Daun di Depan Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas;
e. Taman Dermaga KPPP; dan
f. Lokasi Strategis di Perkotaan.
(4) Sistem Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas
Base Transceiver Station (BTS) dari operator telepon seluler yang tersebar di
seluruh kecamatan; dan
(5) Pengembangan sistem jaringan kabel kabel (termasuk jaringan Fiber Optik),
sistem seluler dan sistem satelit; hingga mencapai pelosok wilayah yang belum
terjangkau jaringan telekomunikasi.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 18

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c,
yang berada di Kabupaten Kapuas terdiri atas :
a. wilayah sungai (WS);
b. cekungan air tanah (CAT);
c. daerah irigasi (DI);
d. jaringan air baku untuk air bersih;
e. jaringan air bersih ke kelompok penggunan; dan
f. sistem pengendali banjir.
(2) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah WS Barito,
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas.
(3) Cekungan air tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah
CAT Palangka Raya – Banjarmasin.
(4) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 pada ayat 1 huruf c,
terdiri atas:
20
a. Daerah Irigasi Tambak dan
b. Daerah Irigasi Rawa.
(5) Daerah Irigasi Tambak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 4 huruf a,
meliputi :
a. Daerah Irigasi Tambak Batanjung dengan luas ± 200 Ha;
b. Daerah Irigasi Tambak Cemara Labat dengan luas ± 300 Ha; dan
c. Daerah Irigasi Tambak Palampai dengan luas ± 300 Ha;
(6) Daerah Irigasi Rawa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat 4 huruf b,
meliputi :
a. Daerah Irigasi Rawa yang menjadi kewenangan pusat, meliputi :
1. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Luas Pelayanan 6.550 Ha
2. Daerah Irigasi Rawa UPT Palingkau Luas Pelayanan 8.950 Ha
3. Daerah Irigasi Rawa Sei Tatas Luas Pelayanan 10.524 Ha
4. Daerah Irigasi Rawa Sakalagon Luas Pelayanan 9.570 Ha
5. Daerah Irigasi Rawa Sei Asam Luas Pelayanan 5.710 Ha
6. Daerah Irigasi Rawa Unit Tatas Luas Pelayanan 9.450 Ha
7. Daerah Irigasi Rawa Anjir Serapat I Luas Pelayanan 9.925 Ha
8. Daerah Irigasi Rawa Anjir Serapat II Luas Pelayanan 9.380 Ha
9. Daerah Irigasi Rawa Pulau Kupang Luas Pelayanan 12.580 Ha
10. Daerah Irigasi Rawa Terusan Tengah Luas Pelayanan 10.655 Ha
11. Daerah Irigasi Rawa Terusan Raya Luas Pelayanan 6.500 Ha
12. Daerah Irigasi Rawa Tamban Luar Luas Pelayanan 6.479 Ha
13. Daerah Irigasi Rawa Lupak Dalam Luas Pelayanan 10.695 Ha
14. Daerah Irigasi Rawa Lupak Seberang Luas Pelayanan 15.505 Ha
15. Daerah Irigasi Rawa Mantangai Luas Pelayanan 10.005 Ha
16. Daerah Irigasi Rawa Mandomai Luas Pelayanan 18.815 Ha
17. Daerah Irigasi Rawa Basarang Luas Pelayanan 16.036 Ha
18. Daerah Irigasi Rawa UPT Dadahup Luas Pelayanan 26.000 Ha
b. Daerah Irigasi Rawa yang menjadi kewenangan provinsi, meliputi :
1. Daerah Irigasi Rawa Dalam Kota Kuala Kapuas luas pelayanan 2.750 Ha
2. Daerah Irigasi Tambak Palampai-Cemara Labat luas pelayanan 2.200 Ha
3. Daerah irigasi Tambak Batanjung luas pelayanan 2.200 Ha
4. Daerah Irigasi Rawa Sei Teras luas pelayanan 2.000 Ha
5. Daerah Irigasi Rawa Desa Katunjung luas pelayanan 1.050 Ha
6. Daerah Irigasi Rawa Desa Kalumpang luas pelayanan 1.250 Ha
7. Daerah Irigasi Rawa Desa Kaladan luas pelayanan 2.225 Ha
c. Daerah Irigasi Rawa yang menjadi kewenangan kabupaten, meliputi :
1. Kecamatan Basarang, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Basungkai Luas Pelayanan 715 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Pangkalan Sari Luas Pelayanan 580 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Primer B2 Batuah Luas Pelayanan 940 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Primer B4 Maryo Utomo Luas Pelayanan 800 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Primer B9 Taruang Manuah Luas Pelayanan 920 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Ray I Lunuk Ramba Luas Pelayanan 560 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Ray III Maluen Luas Pelayanan 930 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Rey I Luas Pelayanan 775 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Rey 4 sd 20 Pangkalan Rekan Luas Pelayanan 900 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Rohong Luas Pelayanan 630 Ha
k) Daerah Irigasi Rawa Skd. 4 sd 14 kn Batuah Luas Pelayanan 940 Ha
l) Daerah Irigasi Rawa Skd. Pangkalan Rekan Luas Pelayanan 500 Ha
21
2. Kecamatan Bataguh, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Alai Luas Pelayanan 472 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Bahatap Besar Luas Pelayanan 950 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Bakung Luas Pelayanan 826 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Dusun Jaya Sari Luas Pelayanan 950 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Dusun Marga Utama Luas Pelayanan 400 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Induk Pasar Minggu Luas Pelayanan 960 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Pulau Kupang Luas Pelayanan 500 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Semangat Jaya I Luas Pelayanan 876 Ha
3. Kecamatan Kapuas Barat, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Batang Luas Pelayanan 400 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Batas Luas Pelayanan 700 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Biluhai Luas Pelayanan 800 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Burak Luas Pelayanan 900 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Desa Pantai Luas Pelayanan 150 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Dinan Luas Pelayanan 900 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Handil Pantunt Luas Pelayanan 350 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Hiri Luas Pelayanan 800 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Lima Luas Pelayanan 765 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Mangadam Luas Pelayanan 625 Ha
k) Daerah Irigasi Rawa Masnu Luas Pelayanan 650 Ha
l) Daerah Irigasi Rawa Rigei Luas Pelayanan 963 Ha
m) Daerah Irigasi Rawa Ringgit Luas Pelayanan 950 Ha
n) Daerah Irigasi Rawa Rumpiang Luas Pelayanan 600 Ha
o) Daerah Irigasi Rawa Saka Lindung Luas Pelayanan 750 Ha
p) Daerah Irigasi Rawa Sekata Luas Pelayanan 750 Ha
q) Daerah Irigasi Rawa Skd. Barasau Luas Pelayanan 395 Ha
r) Daerah Irigasi Rawa Sungai Kayu Luas Pelayanan 750 Ha
s) Daerah Irigasi Rawa Taya Luas Pelayanan 750 Ha
t) Daerah Irigasi Rawa Tukung Luas Pelayanan 900 Ha
4. Kecamatan Kapuas Hilir, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Bunga Mawar Luas Pelayanan 300 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Handiwung Luas Pelayanan 200 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Lumbah Luas Pelayanan 850 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Makmur Luas Pelayanan 300 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Malang I Luas Pelayanan 765 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Malang II Luas Pelayanan 912 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Palundu Luas Pelayanan 880 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Panamas Luas Pelayanan 900 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Pulau Petak Luas Pelayanan 500 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Rambai Tiga Luas Pelayanan 875 Ha
k) Daerah Irigasi Rawa S.Palangka Luas Pelayanan 810 Ha
l) Daerah Irigasi Rawa Simpang Bungai Luas Pelayanan 400 Ha
m) Daerah Irigasi Rawa Simpang Jaya Luas Pelayanan 830 Ha
n) Daerah Irigasi Rawa Simpei Luas Pelayanan 800 Ha
o) Daerah Irigasi Rawa Tarantang Luas Pelayanan 100 Ha
5. Kecamatan Kapuas Kuala, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Batanjung Luas Pelayanan 700 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Bunga Tanjung Luas Pelayanan 276 Ha

22
c) Daerah Irigasi Rawa Cemara Labat Luas Pelayanan 150 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Haji Gasi Luas Pelayanan 800 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Menteng Karya Luas Pelayanan 880 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Roko Luas Pelayanan 950 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Saluran Tanggul Luas Pelayanan 680 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Sei Lunuk Luas Pelayanan 100 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Sei Teras Luas Pelayanan 150 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Sekawan Luas Pelayanan 950 Ha
k) Daerah Irigasi Rawa Sekunder I Luas Pelayanan 663 Ha
l) Daerah Irigasi Rawa Sekunder II Luas Pelayanan 756 Ha
m) Daerah Irigasi Rawa Sekunder III Luas Pelayanan 839 Ha
6. Kecamatan Kapuas Murung, terdiri atas :
1. Daerah Irigasi Rawa Dadahup Raya luas pelayanan 815 Ha
2. Daerah Irigasi Rawa Haur luas pelayanan 800 Ha
3. Daerah Irigasi Rawa Kota luas pelayanan 628 Ha
4. Daerah Irigasi Rawa Lamui luas pelayanan 950 Ha
5. Daerah Irigasi Rawa Lasar luas pelayanan 800 Ha
6. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Besar luas pelayanan 770 Ha
7. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Kecil luas pelayanan 990 Ha
8. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Lama/Baru luas pelayanan 150 Ha
9. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Seberang I luas pelayanan 500 Ha
10. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Seberang II luas pelayanan 350 Ha
11. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Seberang III luas pelayanan 400 Ha
12. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Seberang IV luas pelayanan 500 Ha
13. Daerah Irigasi Rawa Palingkau Seberang V luas pelayanan 100 Ha
14. Daerah Irigasi Rawa Papuyu luas pelayanan 750 Ha
15. Daerah Irigasi Rawa SP I luas pelayanan 738 Ha
16. Daerah Irigasi Rawa SP II luas pelayanan 567 Ha
17. Daerah Irigasi Rawa Tajepan luas pelayanan 950 Ha
18. Daerah Irigasi Rawa UPT Lamunti Dadahup luas pelayanan 100 Ha
19. Daerah Irigasi Rawa UPT Palingkau luas pelayanan 250 Ha
7. Kecamatan Kapuas Timur, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Badandan luas pelayanan 500 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Bakambat luas pelayanan 895 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Cempaka luas pelayanan 800 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Dusun Sumber Sari luas pelayanan 870 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Kaderi luas pelayanan 535 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Karang Paci luas pelayanan 610 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Karuhei luas pelayanan 940 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Keluarga luas pelayanan 650 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Skd.Habib luas pelayanan 360 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Swarga luas pelayanan 745 Ha
8. Kecamatan Mantangai, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Beringin luas pelayanan 900 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Dandang luas pelayanan 950 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Desa Keladan luas pelayanan 500 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Desa Kalumpang luas pelayanan 250 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Desa Katunjung luas pelayanan 500 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Desa Tajuk Lapetan luas pelayanan 150 Ha

23
g) Daerah Irigasi Rawa Mantangai luas pelayanan 150 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Manusup luas pelayanan 175 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Sei Ladang luas pelayanan 360 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Sei Pagan luas pelayanan 500 Ha
k) Daerah Irigasi Rawa Sei Pamantan luas pelayanan 800 Ha
l) Daerah Irigasi Rawa Sei Pinang luas pelayanan 490 Ha
m) Daerah Irigasi Rawa Sei Rangas luas pelayanan 880 Ha
n) Daerah Irigasi Rawa Sei Tatumbu luas pelayanan 900 Ha
9. Kecamatan Pulau Petak, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Banama I luas pelayanan 700 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Handel I luas pelayanan 950 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Handel VII luas pelayanan 465 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Keramat luas pelayanan 700 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Palambang luas pelayanan 600 Ha
f) Daerah Irigasi Rawa Palampai luas pelayanan 550 Ha
g) Daerah Irigasi Rawa Palinget Simpang luas pelayanan 400 Ha
h) Daerah Irigasi Rawa Pamintai luas pelayanan 700 Ha
i) Daerah Irigasi Rawa Saka Batur luas pelayanan 907 Ha
j) Daerah Irigasi Rawa Sei Panaga luas pelayanan 840 Ha
k) Daerah Irigasi Rawa Sei Panampang luas pelayanan 840 Ha
l) Daerah Irigasi Rawa Skd.Dahirang luas pelayanan 625 Ha
m) Daerah Irigasi Rawa Skd.Enon luas pelayanan 320 Ha
n) Daerah Irigasi Rawa Skd.Hampatung luas pelayanan 635 Ha
o) Daerah Irigasi Rawa Mantero B. luas pelayanan 250 Ha
10. Kecamatan Selat, terdiri atas Daerah Irigasi Rawa Dlm. Kota Kuala
Kapuas dengan luas layanan 250 Ha
11. Kecamatan Tamban Catur, terdiri atas :
a) Daerah Irigasi Rawa Aman luas pelayanan 693 Ha
b) Daerah Irigasi Rawa Bandaraya luas pelayanan 682 Ha
c) Daerah Irigasi Rawa Kolam Kanan luas pelayanan 960 Ha
d) Daerah Irigasi Rawa Mulus luas pelayanan 780 Ha
e) Daerah Irigasi Rawa Murni luas pelayanan 530 Ha
(7) Jaringan air baku untuk air bersih sebagimana yang dimaksud pada ayat 1
huruf d terdiri atas :
a. rencana pengembangan sumber air baku, meliputi :
1. Sungai Kapuas dan beberapa anak sungai; dan
2. Mata air di kawasan hulu
b. Pengembangan sistem air bersih pada permukiman perdesaan menggunakan
tandon air air dan sumur gali/air tanah dangkal.
c. Prasarana air baku untuk air bersih meliputi :
1. Intake di Selat Hulu melayani Kecamatan Selat.
2. Intake di Barimba melayani Kecamatan Kapuas Hilir.
3. Intake di Mandomai melayani Kecamatan Kapuas Barat.
4. Intake di Palingkau melayani Kecamatan Kapuas Murung.
5. Intake di Basarang melayani Kecamatan Basarang.
6. Intake di Anjir Serapat melayani Kecamatan Kapuas Timur.
7. Intake di Mantangai melayani Kecamatan Mantangai.
8. Intake di Dadahup melayani Kecamatan Dadahup.
9. Intake di Sei Tatas melayani Kecamatan Pulau Petak.

24
10. Intake di Pujon melayani Kecamatan Kapuas Tengah.
(8) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf e, terdiri atas :
1. Pusat Kuala Kapuas dengan cakupan layanan di Kecamatan Selat melayani
Kelurahan Selat Hilir, Kelurahan Selat Tengah, Kelurahan Selat Hulu,
Kelurahan Selat Dalam, Desa Pulau Telo, Kelurahan Selat Barat, Kelurahan
Selat Utara, dan Desa Pulo Telo Baru dengan kapasitas IPA terpasang 225
liter/detik.
2. Cabang Kapuas Hilir dengan cakupan layanan Kecamatan Kapuas Hilir
melayani Desa Mambulau, Desa Hampatung, Kelurahan Dahirang, Kelurahan
Barimba, Kelurahan Sei Pasah, dan Kelurahan Sei Asam, kemudian
Kecamatan Bataguh dengan cakupan layanan Desa Pulau Mambulau dengan
kapasitas IPA terpasang 40 liter/detik.
3. Unit IKK Mandomai dengan cakupan layanan di Kapuas Barat melayani Desa
Saka Mangkahai, Desa Mandomai, dan Desa Anjir Kalampan dengan kapasitas
IPA terpasang 15 liter/detik.
4. Unit IKK Palingkau dengan cakupan layanan di Kecamatan Kapuas Murung
melayani Kelurahan Palingkau Baru, Kelurahan Palingkau Lama, dan Desa
Tajepan dengan kapasitas IPA terpasang 27,5 liter/detik.
5. Unit IKK Basarang dengan cakupan layanan Kecamatan Basarang melayani
Desa Basarang, Desa Tambun Raya, Desa Bungai Jaya, Desa Basarang Jaya,
dan Desa Maluen dengan kapasitas IPA terpasang 25 liter/detik.
6. Unit IKK Kapuas Timur dengan cakupan layanan Kecamatan Kapuas Timur
melayani Desa Anjir Serapat Timur, Anjir Serapat Tengah, Anjir Serapat Barat,
Anjir Serapat Baru, Anjir Mambulau Timur, Anjir Mambulau Tengah, dan Anjir
Mambulau Barat dengan kapasitas IPA terpasang 5 liter/detik.
7. Unit IKK Mantangai dengan cakupan layanan Kecamatan Mantangi melayani
Desa Mantangai Hilir, Mantangai Tengah, dan Mantangai Hulu dengan
kapasitas IPA terpasang 15 liter/detik.
8. Unit IKK Dadahup dengan cakupan layanan Kecamatan Dadahup melayani
Desa Dadahup dengan kapasitas IPA terpasang 5 liter/detik.
9. Unit IKK Sei Tatas dengan Kecamatan Pulau Petak melayani Desa Sie Tatas,
Desa Teluk Palinget, dan Desa Bunga Mawar dengan kapasitas IPA terpasang
5 liter/detik.
10. Unit IKK Pujon dengan cakupan layaanan Kecamatan Kapuas Tengah
melayani Desa Pujon dengan kapasitas IPA terpasang 25 liter/detik.

(9) Sistem pengendalian banjir sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 huruf f
terdiri atas :
a. pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-
bangunan pengendali banjir diseluruh sungai rawan banjir;
b. pemeliharaan sistem drainase perkotaan; dan
c. normalisasi sungai-sungai di Kabupaten meliputi sungai Kapuas.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan

25
Pasal 19

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal


15 huruf d, terdiri atas:
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan drainase;
c. sistem jaringan air minum;
d. sistem jaringan air limbah; dan
e. Sistem evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi :
a. Perwadahan, yang meliputi bak sampah komunal dan tong sampah komunal
yang tersebar di kawasan permukiman dan menyiapkan tempat penampungan
sementara (TPS) di setiap Pusat Pelayanan dan Pusat Kegiatan;
b. Pengumpulan, yang meliputi pengumpulan individu secara langsung oleh
masyarakat dan tidak langsung oleh petugas kebersihan. Pengumpulan
sampah dilakukan dari rumah tangga diangkut ke tempat penampungan
sementara dengan menggunakan gerobak, truk dan motor gerobak;
c. Pengangkutan, meliputi sistem pemindahan transfer, pengosongan kontainer
dan pengangkutan dari tempat penampungan sementara selanjutnya diangkut
menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ;
d. TPA (Tempat Pembuangan Akhir) merupakan tempat pemrosesan, pendaur
ulang/pemilahan sampah dan penimbunan secara terpadu di Control Landfill.
TPA ini juga sebagai tempat pemanfaatan gas Methane berlokasi di Handel
Palinget Jl. Pemuda Km 7,5 Kecamatan Pulau Petak;
e. penyediaan kolam lindi di zona non aktif yang menampung air lindi dari zona
non aktif dan kolam lindi di zona aktif yang menampung air lindi dari sampah
zona aktif;
f. teknologi pengolahan sampah yang mengacu pada prioritas kepada
pengolahan sampah organik seperti proses bio fertilized, memaksimalkan
sistem 3 R (Reuse, Recycle, Reduce); dan
g. TPS 3R, berlokasi di Desa Bungai Jaya Kecamatan Basarang merupakan
tempat pembuangan sementara untuk jenis sampah organik, sampah
anorganik, dan sampah berbahaya.
(3). Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. sistem jaringan drainase yang meliputi jaringan primer, jaringan sekunder dan
jaringan tersier;
b. menyempurnakan dan menata prasarana lingkungan perkotaan, permukiman,
lingkungan pusat jasa, dan lingkungan perdesaan meliputi peningkatan
kualitas dan pembangunan saluran drainase;
c. sistem jaringan drainase yang disesuaikan dengan sistem drainase tanah yang
ada dan tingkat peresapan air ke dalam penampang/profil tanah, serta arah
aliran dengan memanfaatkan topografi wilayah; dan
d. pemeliharaan kelestarian sungai-sungai sebagai sistem drainase primer,
melalui kegiatan normalisasi sungai-sungai dan konservasi sempadan sungai.
(4). Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
atas :
a. Penyediaan dan pengelolaan air minum meliputi air permukaan dan air tanah
yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, meliputi:

26
1. Air permukaan meliputi : Sungai Kapuas Murung, Sungai Kapuas, Anjir
Basarang, Anjir Serapat dan Anjir Tamban; dan
2. Air tanah tersebar pada beberapa cekungan air tanah yang potensial di
wilayah Kapuas.
b. sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM, dengan menggunakan sumber air
baku air permukaan dengan daerah cakupan pusat-pusat pelayanan dan
pusat-pusat kegiatan;
c. sistem non perpipaan yang dikelola oleh masyarakat, dengan menggunakan
sumber air baku air permukaan, sumur gali dan air hujan.
d. Prasarana sistem jaringan air minum yaitu pengembangan sistem penyediaan
air minum (SPAM) dengan sistem perpipaan, meliputi :
1. Penyediaan kebutuhan air minum di pusat-pusat aktifitas di sepanjang
jalan utama;
2. Penyediaan kebutuhan air minum di pusat-pusat pengembangan wilayah,
meliputi kawasan di sekitar ibukota Kabupaten dan ibukota Kecamatan;
dan
3. Penyediaan kebutuhan air minum di kawasan permukiman, industri,
perdagangan dan jasa.
(6). Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
meliputi:
a. Sistem jaringan air limbah domestik; dan
b. Sistem jaringan air limbah industri
(7). Sistem jaringan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf
a, dilakukan melalui :
a. sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah setempat (IPAL on site system)
Komunal di Kuala Kapuas Kecamatan Selat;
b. sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah terpusat (IPAL off site system) di Kuala
Kapuas;
c. sistem pengolahan limbah domestik terpadu untuk kawasan perkotaan;
d. sistem septik tank komunal di kawasan kumuh perkotaan; dan
e. sistem septik tank individual
(8). Sistem jaringan air limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b
dilakukan melalui :
a. rencana pengembangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Kuala
Kapuas; dan
b. pengembangan IPAL secara mandiri di kawasan industri.
(9). Sistem Evakuasi Bencana sebagaimana dimaksud pada pasal 19 ayat (1) huruf f
dilakukan melalui :
a. evakuasi bencana banjir berada pada daerah lebih tinggi daripada daerah
terdampak bencana yang aksesibilitas baik dan mudah;
b. evakuasi bencana kebakaran hutan berada pada daerah aman dari daerah
terdampak bencana yang aksesibilitas baik dan mudah;
c. sistem evakuasi bencana terintegrasi dengan sistem mitigasi bencana yang
dimiliki oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan/atau
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Pertama

27
Umum

Pasal 20

(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Kapuas, meliputi :


a. Kawasan Lindung; dan
b. Kawasan Budidaya;
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 21

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 pada ayat (1) huruf (a),
yaitu meliputi :
a. Kawasan hutan lindung;
b. Kawasan hutan adat;
c. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya;
d. Kawasan perlindungan setempat;
e. Kawasan suaka alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya;
f. Kawasan rawan bencana;
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 22

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, terdapat di


Kecamatan Kapuas Hulu, Kecamatan Mandau Talawang, Kecamatan Kapuas Tengah
dan Kecamatan Mantangai dengan luas kurang lebih 233.315 (dua ratus tiga puluh
tiga ribu tiga ratus lima belas) hektar.

Paragraf 2
Kawasan Hutan Adat

Pasal 23
Kawasan hutan adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, terdapat di
Kecamatan Kapuas Hulu, Kecamatan Mandau Talawang, Kecamatan Kapuas Tengah
dan Kecamatan Mantangai

Paragraf 2
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahnya

Pasal 23

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, meliputi :
a. kawasan bergambut; dan

28
b. kawasan resapan air.
(2) Kawasan bergambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di
Kecamatan Timpah dan Kecamatan Mantangai seluas kurang lebih 105.000
(seratus lima ribu) hektar.
(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di
Kecamatan Mantangai seluas 6.993 (enam ribu sembilan ratus sembilan puluh
tiga) hektar.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 24

Kawasan yang memberikan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam


pasal 21 huruf c meliputi :
a. Kawasan sempadan pantai dengan batas minimal 100 m dari titik pasang
tertinggi kearah darat yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi
pantai membentang di bagian selatan wilayah pesisir Kabupaten Kapuas
terdapat di Kecamatan Kapuas Kuala;
b. Kawasan sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri dan kanan
sungai dan 50 meter bagi anak sungai diluar permukiman serta apabila sungai
dan anak sungai tersebut melintasi lingkungan permukiman, maka areal
perlindungannya adalah 10 - 50 meter di kiri-kanan sungai, sempadan sungai
di Kabupaten Kapuas;
d. Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Selat, Kecamatan Kapuas Hilir,
Kecamatan Bataguh dan Kecamatan Basarang.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 25

1. Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, berupa


Hutan Suaka Margasatwa sebagai kawasan konservasi alam hayati, baik flora
maupun fauna, tersebar di Kecamatan Timpah dan Mantangai
2. Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d,
terdiri atas :
a. Kawasan perlindungan plasma nuftah berupa kawasan reservaat Danau
Lapimping di Kecamatan Timpah seluas kuarng lebih 7,5 Ha
b. Kawasan ekosistem air hitam, terletak di Kecamatan Mantangai dan
Kecamatan Timpah.
3. Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d,
terdiri atas :
a. Kawasan Hutan Adat
b. Kawasan Betang Tumbang Bukoi
c. Kawasan Gereja Imanuel di Kecamatan Kapuas Barat

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana

29
Pasal 26

Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf e, terdiri


atas :
a. Kawasan rawan gelombang/pasang surut air laut yang meliputi seluruh kawasan
pesisir di Kecamatan Kapuas Kuala.
b. kawasan rawan banjir meliputi daerah di Kecamatan Mandau Talawang, Kapuas
Hulu, Kapuas Tengah, Timpah dan Mantangai;
c. kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan terletak di Kecamatan Basarang,
Kecamatan Mantangai, Kecamatan Kapuas Murung dan Kecamatan Timpah.
d. kawasan rawan tanah longsor meliputi daerah di Kecamatan Mandau Talawang,
Kapuas Hulu dan Pasak Talawang.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 27

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b sebagai berikut:


a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28


huruf a, meliput i:
a. Kawasan peruntukan hutan produksi tetap;
b. Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; dan
c. Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terletak di Kecamatan Mandau Talawang, Kecamatan Kapuas Hulu,
Kecamatan Pasak Talawang, Kecamatan Kapuas Tengah, Kecamatan Timpah dan
Kecamatan Mantangai seluas 497.274 (empat ratus sembilan puluh tujuh ribu
dua ratus tujuh puluh empat) hektar.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terletak di Kecamatan Mandau Talawang, Kecamatan Kapuas Hulu,
Kecamatan Mantangai, Kecamatan Bataguh dan Kecataman Timpah seluas
179.742 (seratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus empat puluh dua)
hektar.

30
(4) Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terletak di Kecamatan Mandau Talawang,
Kecamatan Kapuas Hulu, Kecamatan Pasak Talawang, Kecamatan Kapuas
Tengah dan Kecamatan Timpah seluas 132.311 (seratus tiga puluh dua ribu tiga
ratus sebelas) hektar.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf c,


terdiri atas :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan perternakan
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, meliputi :
a. Kawasan pertanian pangan seluas 126.044,90 (seratus dua puluh enam empat
puluh empat koma sembilan) hektar terdiri atas :
1. Kecamatan Kapuas Kuala seluas 14.753,70 (empat belas ribu tujuh ratus
lima puluh tiga koma tujuh) hektar;
2. Kecamatan Tamban Catur seluas 7.793,50 (Tujuh ribu tujuh ratus
sembilan puluh tiga koma lima) hektar;
3. Kecamatan Kapuas Timur seluas 13.013,75 (Tiga belas ribu tiga belas
koma tujuh lima) hektar;
4. Kecamatan Selat seluas 2.827,50 (Dua ribu delapan ratus dua puluh tujuh
koma lima) hektar;
5. Kecamatan Bataguh seluas 23.001,00 (Dua puluh tiga ribu satu) hektar;
6. Kecamatan Basarang seluas 3.741,00 (Tiga ribu tujuh ratus empat puluh
satu) hektar;
7. Kecamatan Kapuas Hilir seluas 6.559,80 (enam ribu lima ratus lima puluh
sembilan koma delapan) hektar;
8. Kecamatan Pulau Petak seluas 14.677,00 (empat belas ribu enam ratus
tujuh puluh tujuh) hektar;
9. Kecamatan Kapuas Murung seluas 12.442,30 (Dua belas ribu empat ratus
empat puluh dua koma tiga) hektar;
10. Kecamatan Dadahup seluas 5.070,00 (lima ribu tujuh puluh) hektar;
11. Kecamatan Kapuas Barat seluas 10.386,85 (Sepuluh ribu tiga ratus
delapan puluh enam koma delapan lima) hektar;
12. Kecamatan Mantangai seluas 3.372,50 (tiga ribu tiga ratus tujuh puluh
dua koma lima) hektar;
13. Kecamatan Timpah seluas 1.557,00 (seribu lima ratus lima puluh) hektar;
14. Kecamatan Kapuas tengah seluas 1.233,00 (seribu dua ratus tiga puluh
tiga) hektar;
15. Kecamatan Pasak talawang seluas 1.458,00 (seribu empat ratus lima
puluh delapan) hektar;
16. Kecamatan Kapuas hulu seluas 2.418,00 (dua ribu empat ratus delapan
belas) hektar; dan
31
17. Kecamatan Mandau talawang seluas 1.740,00 (seribu tujuh ratus empat
puluh) hektar.
b. Kawasan peruntukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) seluas
4.052,8028 (empat ribu lima puluh dua koma delapan nol dua delapan) terdiri
atas :
1. Desa Terusan Mulya di Kecamatan Bataguh seluas 1.198,2706 (seribu
seratus sembilan puluh delapan koma dua tujuh nol enam) hektar;
2. Desa Terusan Karya di Kecamatan Bataguh seluas 1.077,1370 (seribu
tujuh puluh tujuh koma satu tiga tujuh nol) hektar;
3. Desa Terusan Makmur di Kecamatan Bataguh seluas 1.127,3952 (seribu
seratus dua puluh tujuh koma tiga ribu sembilan ratus lima puluh dua)
hektar;
4. Desa Sei Pitung di Kecamatan Kapuas Barat seluas 200,00 (dua ratus)
hektar;
5. Desa Sei Kayu di Kecamatan Kapuas Barat seluas 200,00 (dua ratus
hektar; dan
6. Kecamatan Tamban Catur seluas 250,00 (dua ratus lima puluh) hektar.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. Kecamatan Kapuas Kuala seluas 557,44 (lima ratus lima puluh tujuh koma
empat empat) hektar;
b. Kecamatan Tamban Catur seluas 602,25 (enam ratus dua ribu koma dua lima)
hektar;
c. Kecamatan Kapuas Timur seluas 1.235,58 (seribu dua ratus tiga puluh lima
koma lima delapan) hektar;
d. Kecamatan Selat seluas 641,93 (enam ratus empat puluh satu koma sembilan
tiga) hektar;
e. Kecamatan Bataguh seluas 1.192,16 (seribu seratus sembilan puluh dua
koma satu enam) hektar;
f. Kecamatan Basarang seluas 2.333,24 (dua ribu tiga ratus tiga puluh tiga
koma dua empat) hektar;
g. Kecamatan Kapuas Hilir seluas 737,21 (tujuh ratus tiga puluh tujuh koma
dua satu) hektar;
h. Kecamatan Pulau Petak seluas 1.293,95 (seribu dua ratus sembilan puluh tiga
koma sembilan lima) hektar;
i. Kecamatan Kapuas Murung seluas 1.719,48 (seribu tujuh ratus sembilan
belas koma empat delapan) hektar;
j. Kecamatan Dadahup seluas 1.244,72 (seribu dua ratus empat puluh empat
koma tujuh dua) hektar;
k. Kecamatan Kapuas Barat seluas 1.027,53 (seribu dua puluh tujuh koma lima
tiga) hektar;
l. Kecamatan Mantangai seluas 1.809,78 (seribu delapan ratus sembilan koma
tujuh delapan) hektar;
m. Kecamatan Timpah seluas 950,72 (sembilan ratus lima puluh koma tujuh
dua) hektar;
n. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 584,45 (lima ratus delapan puluh empat
koma empat lima) hektar;
o. Kecamatan Pasak Talawang seluas 646,77 (enam ratus empat puluh enam
koma tujuh tujuh) hektar;

32
p. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 569,95 (lima ratus enam puluh sembilan
koma sembilan lima) hektar; dan
q. Kecamatan Mandau Talawang seluas 563,05 (lima ratus enam puluh tiga
koma nol lima) hektar.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Kecamatan Basarang seluas 21.505 (dua puluh satu ribu lima ratus lima)
hektar;
b. Kecamatan Bataguh seluas 25.305 (dua puluh lima ribu tiga ratus lima)
hektar;
c. Kecamatan Dadahup seluas 53.780 (lima puluh tiga ribu tujuh ratus delapan
puluh) hektar;
d. Kecamatan Kapuas Barat seluas 60.715 (enam puluh ribu tujuh ratus lima
belas) hektar;
e. Kecamatan Kapuas Hilir seluas 8.648 (delapan ribu enam ratus empat puluh
delapan) hektar;
f. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 32.352 (tiga puluh dua ribu tigas ratus lima
puluh dua) hektar;
g. Kecamatan Kapuas Kuala seluas 33.775 (tiga puluh tiga ribu tujuh ratus
tujuh puluh lima) hektar;
h. Kecamatan Kapuas Murung seluas 27.445 (dua puluh tujuh ribu empat ratus
empat puluh lima) hektar;
i. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 112.758 (seratus dua belas ribu tujuh ratus
lima puluh delapan) hektar;
j. Kecamatan Kapuas Timur seluas 17.329 (tujuh belas ribu tiga ratus dua
puluh sembilan) hektar;
k. Kecamatan Mandau Talawang seluas 132.077 (seratus tiga puluh dua ribu
tujuh puluh tujuh) hektar;
l. Kecamatan Mantangai seluas 477.809 (empat ratus tujuh puluh tujuh ribu
delapan ratus sembilan) hektar;
m. Kecamatan Pasak Talawang seluas 73.621 (tujuh puluh tiga ribu enam ratus
dua satu) hektar;
n. Kecamatan Pulau Petak seluas 13.648 (tiga belas ribu enam ratus empat
delapan) hektar;
o. Kecamatan Selat seluas 9.390 (sembilan ribu tiga ratus sembilan) hektar;
p. Kecamatan Tamban Catur seluas 8.557 (delapan ribu lima ratus lima tujuh)
hektar; dan
q. Kecamatan Timpah seluas 49.497 (empat puluh sembilan empat ratus
sembilan tujuh) hektar.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, terdiri atas
:
a. Kecamatan Kapuas Kuala seluas 489,24 (empat ratus delapan puluh sembilan
koma dua empat) hektar;
b. Kecamatan Tamban Catur seluas 747,22 (tujuh ratus empat puluh tujuh
koma dua dua) hektar;
c. Kecamatan Kapuas Timur seluas 18,67 (delapan belas koma enam tujuh)
hektar;
d. Kecamatan Selat seluas 10,00 (sepuluh) hektar;
e. Kecamatan Bataguh seluas 50,55 (lima puluh koma lima lima) hektar;

33
f. Kecamatan Basarang seluas 783,30 (tujuh ratus delapan puluh tiga koma tiga)
hektar;
g. Kecamatan Kapuas Hilir seluas 27,50 (dua puluh tujuh koma lima) hektar;
h. Kecamatan Pulau Petak seluas 2,00 (dua) hektar;
i. Kecamatan Kapuas Murung seluas 102,73 (seratus dua koma tujuh tiga)
hektar;
j. Kecamatan Dadahup seluas 34,91 (tiga puluh empat koma sembilan satu)
hektar;
k. Kecamatan Kapuas Barat seluas 8,00 (delapan) hektar;
l. Kecamatan Mantangai seluas 886,47(delapan ratus delapan puluh enam koma
empat tujuh) hektar;
m. Kecamatan Timpah seluas 6,95 (enam koma sembilan lima) hektar;
n. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 3,00 (tiga) hektar;
o. Kecamatan Pasak Talawang seluas 2,00 (dua) hektar;
p. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 2,00 (dua) hektar; dan
q. Kecamatan Mandau Talawang seluas 2,00 (dua) hektar.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d,


meliputi :
a. Kawasan budidaya ikan;
b. Kawasan penangkapan ikan; dan
c. Kawasan keramba ikan/jaring apung.
(2) Kawasan Budidaya Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Kawasan Budidaya Ikan Air Payau terdiri atas :
1. Dusun Palamai di Kecamatan Kapuas Kuala seluas 691,50 (enam ratus
sembilan puluh satu koma lima) hektar;
2. Desa Sei Teras di Kecamatan Kapuas Kuala seluas 380,00 (tiga ratus
delapan puluh) hektar;
3. Desa Cemara Labat di Kecamatan Kapuas Kuala seluas 1,00 (satu) hektar;
dan
4. Desa Batanjung di Kecamatan Kapuas Kuala seluas 150,00 (seratus lima
puluh) hektar.
b. Kawasan Budidaya Ikan Air Tawar terdiri atas :
1. Desa Basarang di Kecamatan Basarang seluas 3,86 (tiga koma delapan
enam) hektar;
2. Desa Maluen di Kecamatan Basarang seluas 3,86 (tiga koma delapan enam)
hektar;
3. Desa Pangkalan Sari di Kecamatan Basarang seluas 0,92 (nol koma
sembilan dua) hektar;
4. Desa Pangkalan Rekan di Kecamatan Basarang seluas 1,58 (satu koma lima
delapan) hektar; dan
5. Desa Basungkai di Kecamatan Basarang seluas 1,05 (satu koma nol lima).
(3) Kawasan penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Kawasan Penangkapan Ikan Perairan Danau, terdiri atas :
34
1. Kecamatan Kapuas Hilir seluas 5 (lima) hektar;
2. Kecamatan Kapuas Murung seluas 10 (sepuluh) hektar;
3. Kecamatan Kapuas Barat seluas 10 (sepuluh) hektar;
4. Kecamatan Mantangai seluas 96,5 (sembilan puluh enam koma lima)
hektar; dan
5. Kecamatan Timpah seluas 366,5 (tiga ratus enam puluh enam koma lima)
hektar
b. Kawasan Penangkapan Ikan Perairan Rawa, terdiri atas :
1. Kecamatan Selat dan Kecamatan Bataguh seluas 7.480 (tujuh ribu empat
ratus delapan puluh) hektar;
2. Kecamatan Kapuas Hilir seluas 3.000 (tiga ribu) hektar;
3. Kecamatan Kapuas Kuala seluas 11.690 (sebelas ribu enam ratus sembilan
puluh) hektar; dan
4. Kecamatan Kapuas Murung seluas 7.200 (tujuh ribu dua ratus) hektar.
c. Kawasan Penangkapan Ikan Perairan Sungai, terdiri atas :
1. Sungai Kapuas Murung sepanjang 666,38 (enam ratus enam puluh enam
koma tiga delapan) kilometer;
2. Sungai Kapuas sepanjang 600 (enam ratus) kilometer; dan
3. Anak-anak sungai di sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung.
d. Kawasan Penangkapan Ikan Perairan Laut terletak pada wilayah perairan Laut
Jawa.
(4) Kawasan keramba ikan/jaring apung yang tersebar di seluruh kecamatan di
Kabupaten Kapuas.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28


huruf e adalah wilayah pertambangan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Wilayah Pertambangan merupakan wilayah yang memiliki potensi mineral
dan/atau batubara, meliputi :
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP)
b. Wilayah Pencadangan Negara (WPN)
c. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
(3) Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a terdiri atas :
a. WUP Mineral Logam berupa emas terletak di :
1. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 21.809,60 (dua puluh satu ribu delapan
ratus sembilan koma enam nol) hektar;
2. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 40.024,99 (empat puluh ribu dua puluh
empat koma sembilan sembilan) hektar;
3. Kecamatan Mandau Talawang seluas 11.075,05 (sebelas ribu tujuh puluh
lima koma nol lima) hektar; dan
4. Kecamatan Pasak Talawang seluas 414,76 (empat ratus empat belas koma
tujuh enam).
b. WUP Mineral Bukan Logam terdiri atas :
1. Intan terletak di :
35
1.1. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 7.323,99 (tujuh ribu tiga ratus dua
puluh tiga koma sembilan sembilan) hektar; dan
1.2. Kecamatan Mandau Talawang seluas 2.677,30 (dua ribu enam ratus
tujuh puluh tujuh koma tiga nol).
2. Zircon terletak di :
2.1. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 24.195,18 (dua puluh empat ribu
seratus sembilan puluh lima koma satu delapan) hektar;
2.2. Kecamatan Mantangai seluas 52.373,99 (lima puluh dua ribu tiga ratus
tujuh puluh tiga koma sembilan sembilan) hektar;
2.3. Kecamatan Pasak Talawang seluas 2.073,01 (dua ribu tujuh puluh tiga
koma nol satu) hektar; dan
2.4. Kecamatan Timpah seluas 9493,37 (sembilan ribu empat ratus
sembilan puluh tiga koma tiga tujuh) hektar.
3. Pasir Kuarsa terletak di Kecamatan Mantangai seluas 290,26 (dua ratus
sembilan puluh koma dua sembilan) hektar.
c. WUP Batuan terdiri atas :
1. Batuan terletak di :
1.1. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 116,02 (seratus enam belas koma
nol dua) hektar;
1.2. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 11,99 (sebelas koma sembilan
sembilan) hektar; dan
1.3. Kecamatan Pasak Talawang seluas 112,98 (seratus dua belas koma
sembilan delapan) hektar.
2. Pasir Sungai terletak di :
2.1. Kecamatan Bataguh seluas 4,99 (empat koma sembilan sembilan)
hektar;
2.2. Kecamatan Kapuas Murung seluas 68,59 (enam puluh delapan koma
lima sembilan) hektar;
2.3. Kecamatan Mantangai seluas 40,14 (empat puluh koma satu empat)
hektar; dan
2.4. Kecamatan Tamban Catur seluas 5,04 (lima koma nol empat) hektar.
d. WUP Batubara terletak di :
1. Kecamatan Kapuas Hulu seluas 50.611,24 (lima puluh ribu enam ratus
sebelas koma dua empat) hektar;
2. Kecamatan Kapuas Tengah seluas 103.440,67 (seratus tiga ribu empat ratus
empat puluh koma enam tujuh) hektar;
3. Kecamatan Mandau Talawang seluas 100.000,06 (seratus ribu koma nol
enam) hektar;
4. Kecamatan Mantangai seluas 8.154,05 (delapan ribu seratus lima puluh
empat koma nol lima) hektar;
5. Kecamatan Pasak Talawang seluas 64.632,62 (enam puluh empat ribu enam
ratus tiga puluh dua koma enam dua) hektar; dan
6. Kecamatan Timpah seluas 21.269,75 (dua puluh satu ribu dua ratus enam
puluh sembilan koma tujuh lima) hektar.
(4) Wilayah Pencadangan Negara (WPN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Huruf
b merupakan wilayah yang ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk kepentingan
strategis nasional terdapat di Kecamatan Timpah dan Kecamatan Mantangai;

36
(5) Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c terdiri atas :
a. WPR di Kecamatan Kapuas Tengah seluas 742,73 (tujuh ratus empat puluh
dua koma tujuh tiga) hektar;
b. WPR di Kecamatan Mandau Talawang seluas 5,99 (lima koma sembilan
sembilan) hektar;
c. WPR di Kecamatan Mantangai seluas 1111,12 (seribu seratus sebelas koma
satu dua) hektar;
d. WPR di Kecamatan Pasak Talawang seluas 75,71 (tujuh puluh lima koma
tujuh satu) hektar; dan
e. WPR di Kecamatan Timpah seluas 18218,88 (delapan belas ribu dua ratus
delapan belas koma delapan delapan) hektar.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf


f, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan industri besar
b. Kawasan peruntukan industri menengah
c. Kawasan peruntukan industri kecil
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a merupakan kawasan industri pengolahan dan manufaktur
ditetapkan di di sebagian wilayah Kecamatan Kapuas Kuala, di sebagian
wilayah Kecamatan Selat, di sebagian wilayah Kecamatan Mantangai dan di
sebagian wilayah Kecamatan Pasak Talawang;
(3) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b merupakan kawasan industri yang tersebar di seluruh kecamatan
dalam wilayah kabupaten; dan
(4) Kawasan peruntukan industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berupa kawasan aglomerasi industri rumah tangga direncanakan
tersebar merata di seluruh kecamatan dalam wilayah kabupaten.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 34

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g,


meliputi :
a. Kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. Kawasan peruntukan pariwisata buatan; dan
c. Kawasan peruntukan pariwisata alam.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
1. Komplek GKE Imanuel Mandomai di Kecamatan Kapuas Barat;
2. Mesjid Jami Al-iklas Di Kecamatan Kapuas Barat;
3. Sandung Aras Bapa Jatu di Kecamatan Kapuas Barat;

37
4. Sandung Indosangku di Kecamatan Kapuas Barat;
5. Kramat Raden Injui Amai Gilang di Kecamatan Kapuas Barat;
6. Huma Hai di Kecamatan Kapuas Barat;
7. Makam Pahlawan Tui Batur di Kecamatan Kapuas Barat;
8. Sandung Keramat (Pusa Kambe) di Kecamatan Timpah;
9. Tugu Perjuangan di Kecamatan Timpah
10. Pasah Patahu (keramat Desa Lapatem) di Kecamatan Matangai;
11. Pasah Tumbang (Sungai Lapatem) di Kecamatan Mantangai;
12. Rumah Adat Desa Mantangai di Kecamatan Mantangai;
13. Tempat Rehabilitasi Orang Utan (Tuanan) di Kecamatan Mantangai;
14. Sandung C. Batu di Kecamatan Kapuas Tengah;
15. Sandung Jagau B. Ahat di Kecamatan Kapuas Tengah;
16. Sandung Anden A.Oda di Kecamatan Kapuas Tengah;
17. Sandung Tuges S.B. Ahat di Kecamatan Kapuas Tengah;
18. Toras di Kecamatan Kapuas Tengah;
19. Balai Basarah di Kecamatan Kapuas Tengah;
20. Panantuhu di Kecamatan Kapuas Tengah;
21. Sandung Damang Ratu di Kecamatan Kapuas Tengah;
22. Betang Mangku Timbus di Kecamatan Kapuas Hulu;
23. Betang Kasurui Nampai di Kecamatan Kapuas Hulu;
24. Patahu Keluarga Besar Ronden di Kecamatan Hulu; dan
25. Sandung Singa Keting dan Sapundu di Kecamatan Kapuas Hulu.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
1. Guest House di Kecamatan Selat;
2. Cape Terapung di Kecamatan Selat;
3. Restoran Buli Lewu di Kecamatan Selat;
4. Kerajinan Rotan di Kecamatan Selat;
5. Kerajinan Souvenir Getah Nyatu di Kecamatan Selat;
6. Waterfront City Kuala Kapuas Di Kecamatan Selat dan Kecamatan Kapuas
Hilir;
7. Rumah Betang Sei Pasah Di Kecamatan Kapuas Hilir;
8. Sentra Agropolitan dan Minapolitan Basarang di Kecamatan Basarang; dan
9. Kota Terpadu Mandiri Lamunti di Kecamatan Mantangai.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
1. Pantai Teluk Gabang di Kecamatan Kuala Kapuas;
2. Danau Lalawe Di Kecamatan Timpah;
3. Danau Haliwung Di Kecamatan Timpah;
4. Danau Pantau Di Kecamatan Timpah;
5. Danau Lapimping Di Kecamatan Timpah;
6. Pulau Lampahen Di Kecamatan Timpah;
7. Danau Lapetan Di Kecamatan Timpah;
8. Air Hitam Sei Mantangai Di Kecamatan Timpah;
9. Bukit Mariming Di Kecamatan Kapuas Hulu;
10. Pulau Telo Di Kecamatan Selat;
11. Air Terjun Gunung puti Di Kecamatan Mandau Talawang; dan
12. Air Terjun Masupa Bahandang Di Kecamatan Mandau Talawang.

38
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf


h, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman pedesaan.
c. Kawasan peruntukan permukiman transmigrasi
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a berupa kawasan permukiman yang didominasi oleh kegiatan non
pertanian dengan tatanan kawasan permukiman yang terdiri dari sumberdaya
buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, serta prasarana
wilayah perkotaan lainnya; dan
(3) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan pada semua kecamatan yang merupakan pusat PKLp dan PPK di
Kabupaten Kapuas.
(4) Kawasan peruntukan permukiman pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b berupa kawasan permukiman yang didominasi oleh kegiatan
pertanian dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk yang rendah dan
kurang intensif dalam pemanfaatan daerah terbangun.
(5) Kawasan peruntukan permukiman pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) adalah kawasan permukiman perdesaan pada pusat PPL.
(6) Kawasan peruntukan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c berupa kawasan permukiman transmigrasi yang terletak di
Kecamatan Kapuas Kuala, Kecamatan Kapuas Hilir dan Kecamatan Dadahup.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 36
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf i
terdiri atas :
a. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
b. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa
c. kawasan peruntukan fasilitas umum
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah :
a. Markas Komando Distrik Militer 1011/KLK di Kecamatan Selat
b. Markas Komando Rayon Militer yang terdapat di Kecamatan-Kecamatan di
Kabupaten Kapuas
c. Subdenpom XII/2-5 Kuala Kapuas yang terdapat di Kecamatan Selat
d. Eks Markas Yonif 631/Antang di Kecamatan Selat
e. Eks Lapangan Tembak Yonif 631/Antang di Kecamatan Selat
f. Markas Kepolisian Resor Kapuas di Kecamatan Selat
g. Markas Kepolisian Sektor yang tersebar di Kecamatan di Kabupaten
Kapuas
h. Pos Polisi yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Kapuas
39
i. Lapangan Tembak Polres Kapuas di Kecamatan Kapuas Hilir

(3) kawasan peruntukan perdagangan dan jasa yaitu pengembangan kawasan


komersial dengan kegiatan perdagangan skala besar, sedang dan rumah tangga
tersebar di seluruh ibu kota Kecamatan;
(4) kawasan peruntukan fasilitas umum meliputi kawasan
perkantoran, pendidikan, pelayanan kesehatan,
peribadatan, ruang olah raga tersebar di seluruh
Kecamatan.

Pasal 37
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal
34, Pasal 35, Pasal 36 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi
kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari
badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di
Kabupaten Kapuas.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 38
(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Kapuas, terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Pasal 39
(1) Kawasan strategis Nasional yang ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam pasal 38 pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) DAS Kahayan, Kapuas
dan Barito (Kakab);
b. Kawasan Heart Of Borneo (HOB).
(2) Kawasan strategis provinsi yang ada di kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
pasal 38 ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi adalah
kawasan agropolitan Basarang;
b. Kawasan strategis dari sudut Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah
kawasan ekosistem Air Hitam di Kecamatan Mantangai.
Pasal 40
(1) Penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten Kapuas, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 38 pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

40
a. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;
dan
c. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan Perkotaan Kuala Kapuas;
b. KTM Lamunti terletak di Kecamatan Mantangai, Dadahup, dan Kapuas
Murung;
c. Kawasan agropolitan, terletak di Kecamatan Basarang;
d. Kawasan minapolitan, terletak di Kecamatan Basarang dan minapolitan
Batanjung yang terletak di Kecamatan Kapuas Kuala;
e. Kawasan pengembangan industri dan pelayanan kepelabuhan Batanjung di
Kecamatan Kapuas Kuala dan Kecamatan Tamban Catur.
(3) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Komplek Betang Sei Pasah terletak di Kecamatan Kapuas Hilir;
b. Komplek situs sejarah Kota Bataguh terletak di Kecamatan Bataguh;
c. Kota Sei Hanyo terletak di Kecamatan Kapuas Hulu; dan
d. Komplek GKE Mandomai terletak di Kecamatan Kapuas Barat.
(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas :
a. Kawasan ekosistem gambut tebal terletak di Kecamatan Mantangai; dan
b. Kawasan mangrove pesisir pantai terletak di Kecamatan Kapuas Kuala.

Pasal 41
(1) Untuk operasional Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kapuas disusun
rencana rinci tata ruang berupa rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi
kawasan strategis kabupaten;
(2) Rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi kawasan strategis Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 42
(1) Arahan pemanfaatan ruang kabupaten adalah upaya untuk mewujudkan
struktur dan pola ruang serta kawasan strategis yang sudah direncanakan di
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kapuas.
(2) Arahan pemanfaatan ruang meliputi prioritas pemanfaatan ruang dan indikasi
program utama yang meliputi :
a. Program perwujudan rencana struktur ruang wilayah kabupaten;
b. Program perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten; dan
c. Program perwujudan rencana kawasan strategis wilayah kabupaten.
(3) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang

41
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Arahan Perwujudan Rencana Struktur Ruang

Pasal 43
(1) Arahan pemanfaatan rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2) huruf a meliputi :
a. perwujudan pusat kegiatan berupa sistem perkotaan yang meliputi PKW,
PKLp,PPK dan PPL;
b. perwujudan sistem prasarana transportasi;
c. peningkatan sistem prasarana jaringan energi;
d. peningkatan sistem prasarana telekomunikasi;
e. peningkatan sistem jaringan prasarana sumberdaya air; dan
f. peningkatan sistem jaringan prasarana lingkungan.
(2) Perwujudan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi:
a. peningkatan fungsi PKW Kuala Kapuas;
b. peningkatan fungsi PKLp Pujon;
c. peningkatan fungsi PPK Sei Pinang, Sei Hanyo, Jangkang, Timpah,
Mantangai, Dadahup, Mandomai, Palingkau, Sei Tatas, Basarang,
Barimba, Anjir Serapat, Bataguh, Tamban Catur dan Lupak Dalam; dan
d. peningkatan fungsi PPL Manusup, Tanjung Kalanis dan Batanjung.
(3) Perwujudan sistem prasarana transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi :
a. peningkatan jalan;
b. peningkatan pelabuhan sungai dan laut; dan
c. pembangunan jalur kereta api.
(4) Peningkatan sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi :
a. perluasan jaringan pelayanan listrik; dan
b. pembangunan pembangkit listrik.
(5) Peningkatan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf d meliputi:
a. fasilitasi pengembangan usaha pelayanan telekomunikasi operator
swasta/BUMN;
b. penataan dan efisiensi penempatan BTS;
c. pembangunan sistem jaringan serat optik; dan
d. pembangunan sistem satelit.
(6) Peningkatan sistem jaringan prasarana sumberdaya air sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf e meliputi :
a. peningkatan jaringan irigasi dan pengembangannya;
b. penataan kawasan resapan air dan badan air; dan
c. peningkatan jaringan sumber air baku dan pengembangannya.
(7) Peningkatan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f meliputi :
a. pembangunan instalasi pengolahan air limbah secara terpadu; dan
b. peningkatan dan pengembangan pengelolaan sistem persampahan dan
42
TPA.

Bagian Ketiga
Arahan Perwujudan Pola Ruang

Pasal 44
Arahan pemanfaatan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budidaya.

Pasal 45

(1) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a,


meliputi :
a. perwujudan kawasan hutan lindung;
b. perwujudan kawasan perlindungan terhadap bawahannya;
c. perwujudan kawasan perlindungan setempat;
d. perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. perwujudan kawasan rawan bencana alam; dan
f. perwujudan kawasan lindung lainnya.
(2) Perwujudan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi penetapan kawasan hutan untuk fungsi lindung;
(3) Perwujudan kawasan perlindungan terhadap bawahannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. penetapan dan penataan batas kawasan gambut; dan
b. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai daerah resapan
air.
(4) Perwujudan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, meliputi :
a. pembuatan tanda batas sempadan pantai, sungai, dan danau;
b. penyuluhan pada masyarakat agar tidak melakukan penetrasi ke kawasan
sempadan;
c. penanaman tanaman keras yang berfungsi lindung;
d. penertiban bangunan-bangunan yang mengancam kelestarian lingkungan di
sekitar sempadan sungai;
e. menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan
yang mengganggu kelestarian fungsi pantai;
f. penataan kawasan sempadan pantai; dan
g. penataan kawasan sempadan sungai.
(5) Perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi :
a. penetapan dan pemantapan tata batas suaka alam, pelestarian alam dan
cagar budaya;
b. identifikasi dan klasifikasi kondisi kawasan (tidak kritis, kritis dan sangat
kritis);
c. perumusan program rehabilitasi multi pendekatan dan multi pelaku serta
lintas wilayah;
d. penggalangan kerjasama pemulihan fungsi dan peran suaka alam, pelestarian
alam dan cagar budaya (rencana aksi bersama);
43
e. pelaksanaan program rehabilitas;
f. pelaksanaan program pemeliharaan dan pelestarian suaka alam; dan
g. pemantauan dan evaluasi.
(6) Perwujudan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, meliputi :
a. rehabilitasi dan reboisasi kawasan mangrove guna menahan gelombang
pasang dan abrasi pantai;
b. pengendalian daerah rawan banjir;
c. penataan kawasan resapan air guna menanggulangi kawasan rawan banjir;
d. pengendalian pengawasan hutan lindung dari ancaman pembukaan lahan;
dan
e. sosialisasi daerah kawasan rawan bencana.
(7) Perwujudan kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f, meliputi :
a. penyuluhan pada masyarakat agar tidak melakukan penetrasi dan menjaga
kearifan lokal setempat;
b. menjaga dan mengawasi untuk melindungi kawasan dari kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsinya.

Pasal 46
(1) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b,
meliputi :
a. perwujudan kawasan hutan produksi;
b. perwujudan kawasan hutan rakyat;
c. perwujudan kawasan pertanian;
d. perwujudan kawasan industri;
e. perwujudan kawasan pertambangan;
f. perwujudan kawasan pariwisata;
g. perwujudan kawasan permukiman;
h. perwujudan kawasan perikanan;
i. perwujudan kawasan peruntukan lainnya.
(2) Perwujudan kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi :
a. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan hutan produksi
terbatas;
b. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan hutan produksi tetap;
dan
c. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan hutan produksi
konversi.
(3) Perwujudan kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan hutan tanaman
rakyat; dan
b. fasilitasi kelompok dalam izin pengelolaan hutan tanaman rakyat (HTR);
c. pemasangan batas luar kawasan dan blok pemanfaatan serta blok
perlindungan;
d. pembangunan prasarana dan sarana pendukung untuk pemanfaatan sumber
daya hutan; dan
e. fasilitasi pemasaran hasil produksi kehutanan.
44
(4) Perwujudan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi :
a. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan agropolitan sebagai
sentra produksi pangan;
b. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering dan hortikultura;
c. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan perkebunan;
d. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan peternakan; dan
e. pembangunan dan pengembangan sarana – prasarana produksi dan
pengolahan hasil pertanian, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
(5) Perwujudan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi :
a. pembuatan masterplan kawasan industri dan sarana-prasarana
pendukungnya;
b. pembangunan kawasan industri;
c. pembuatan masterplan kawasan agribisnis dan sarana-prasarana
pendukungnya; dan
d. pembangunan pusat agribisnis.
(6) Perwujudan pengembangan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, meliputi :
a. peningkatan pengelolaan dan pengembangan, serta pembinaan dan
pengawasan bidang pertambangan dan energi;
b. inventarisasi sumberdaya mineral, pembinaan dan pengawasan bidang
pertambangan dan bahan galian serta air bawah tanah yang berpotensi untuk
dieksploitasi dalam skala ekonomi;
c. melakukan kajian daya dukung lingkungan untuk eksploitasi bahan tambang
dan galian; dan
d. melakukan promosi untuk menarik investasi pengembangan bidang
pertambangan dan energi.
(7) Perwujudan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
meliputi :
a. pengembangan kawasan wisata terpadu;
b. melengkapi kawasan wisata terpadu dengan fasilitas penunjang wisata;
c. melakukan promosi kawasan wisata terpadu melalui berbagai media, dan
melaksanakan berbagai kegiatan promosi;
d. melakukan kerjasama dengan berbagai biro perjalanan dalam upaya
pemasaran yang progresif;
e. pengembangaan potensi sumberdaya alam sebagai objek-objek wisata dalam
satu kesatuan sistem pengelolaan yang terpadu;
f. inventarisasi sumberdaya alam yang berpotensi sebagai objek wisata;
g. membentuk pusat informasi pariwisata terpadu dan sistem informas
manajemen promosi pariwisata daerah; dan
h. peningkatan promosi dan investasi kepariwisataan.
(8) Perwujudan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g,
meliputi :
a. pemetakan zona permukiman yang telah ada dan kawasan siap bangun;
b. identifikasi kelengkapan dan cakupan layanan fasilitas serta utlitas utama
pada masing-masing blok dan perkiraan kebutuhan untuk masa depan;
c. identifikasi lokasi kelompok permukiman perkotaan yang berada pada

45
kawasan lindung dan melakukan relokasi;
d. pencadangan kawasan permukiman baru;
e. pengadaan perumahan melalui subsidi kredit kepemilikan rumah sangat
sederhana;
f. identifikasi kebutuhan perumahan dan penyediaan perumahan perdesaan
melalui bantuan pemerintah dan pembangunan perumahan swadaya;
g. identifikasi kelompok permukiman perdesaan yang berada pada kawasan
lindung dan melakukan relokasi; dan
h. identifikasi lokasi transmigrasi dan pembentukan kawasan terpadu mandiri.
(9) Perwujudan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h,
meliputi :
a. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan minapolitan sebagai
sentra produksi perikanan;
b. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan perikanan budidaya;
c. penetapan, pembangunan dan pengembangan sarana – prasarana perikanan
tangkap; dan
d. pembangunan dan pengembangan sarana – prasarana pengolahan hasil
perikanan.
(10) Perwujudan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf i, meliputi :
a. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan jasa;
b. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan pendidikan;
c. penetapan, pembangunan dan pengembangan kawasan kesehatan; dan
d. penetapan, pembangunan dan pengembangan fasilitas umum dan fasilitas
sosial.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Umum

Pasal 49

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan


sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi;
b. Ketentuan perizinan;
c. Ketentuan insentif dan disinsentif;
d. Arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 50
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat
(2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
penyusunan peraturan zonasi.
46
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di
sepanjang/sekitar jaringan prasarana nasional dan provinsi.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung

Pasal 51
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, di wilayah kabupaten terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat;
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan suaka
alam;
e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana;
f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan mangrove; dan
g. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (1) huruf a, ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi :
1. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan kegiatan
kehutanan; dan
2. penyediaan sumur resapan air.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. penanaman tanaman yang mempunyai daya serap air tinggi; dan
2. pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. kegiatan penunjang pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Kegiatan pembangunan untuk penyediaan fasilitas umum dan
menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Permukiman dan rencana pengembangan dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Kegiatan pendidikan dan penelitian dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Kegiatan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan skala
terbatas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Kegiatan budidaya pertanian dengan skala terbatas mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9. Kegiatan pembangunan dan ruang kelola masyarakat sesuai dengan
kondisi dan potensi yang ada mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan.
10. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
47
kebutuhan pembangunan.

c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi:


1. kegiatan budidaya dengan skala besar yang mengganggu fungsi kawasan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
2. penambangan skala besar dengan pola pertambangan terbuka sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 pada ayat (1) huruf b, ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi :
1. kegiatan budidaya pertanian dan penanaman tanaman yang mempunyai
daya serap air tinggi;
2. kegiatan wisata alam dan sarana penunjangnya; dan
3. penyediaan sumur resapan air.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. penanaman tanaman yang mempunyai daya serap air tinggi; dan
2. pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. kegiatan penunjang pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Kegiatan pembangunan untuk penyediaan fasilitas umum dan menyangkut
hajat hidup orang banyak dengan skala terbatas mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Permukiman dan rencana pengembangan dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Kegiatan pendidikan dan penelitian dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Kegiatan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan skala
terbatas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Kegiatan budidaya pertanian dengan skala terbatas mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9. Kegiatan pembangunan dan ruang kelola masyarakat sesuai dengan
kondisi dan potensi yang ada mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan.
10. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
kebutuhan pembangunan.

c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi:


1. kegiatan budidaya dengan skala besar yang mengganggu fungsi kawasan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
2. penambangan skala besar dengan pola pertambangan terbuka sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
3. permukiman skala menengah dan besar sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (1) huruf c, ditetapkan
sebagai berikut :

48
a. kegiatan pemanfaatan ruang kawasan perlindungan setempat yang
diperbolehkan meliputi :
1. pembangunan sarana yang mendukung fungsi sempadan Daerah Aliran
Sungai, danau, waduk dan mata air;
2. pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan,
pembuangan air, serta sarana pengendali sungai;
3. kegiatan kehutanan yang mendukung fungsi lindung; dan
4. kegiatan budidaya lain yang sesuai dengan peruntukan kawasan.
5. penyediaan ruang terbuka hijau;
6. pembangunan dan pengembangan permukiman dengan skala terbatas
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. kegiatan pemanfaatan ruang kawasan perlindungan setempat yang
diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. kegiatan budidaya pertanian hortikultura, perikanan dan perkebunan
secara terbatas;
2. pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan;
3. kegiatan industri yang memenuhi persyaratan lingkungan;
4. pembangunan prasarana dan sarana transportasi dengan syarat tidak
menganggu fungsi sempadan DAS, danau, waduk dan mata air; dan
5. pembangunan permukiman dengan syarat tidak mengganggu fungsi
sempadan DAS, danau, waduk dan mata air.
6. Kegiatan pembangunan dan ruang kelola masyarakat sesuai dengan
kondisi dan potensi yang ada mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan
7. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
kebutuhan pembangunan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang kawasan perlindungan setempat yang tidak
diperbolehkan meliputi:
1. mendirikan bangunan yang mengganggu fungsi sempadan sungai, danau,
waduk dan mata air sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. kegiatan yang tidak memenuhi persyaratan teknis lingkungan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. kegiatan yang merusak lingkungan perairan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan suaka
alam/perlindungan alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (1)
huruf d ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi :
1. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan dan
pelestarian kawasan cagar budaya dan suaka alam/perlindungan alam; dan
2. penyediaan sarana penunjang pelestarian kawasan cagar budaya dan suaka
alam/perlindungan alam.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. penanaman tanaman yang mempunyai daya serap air tinggi; dan
2. pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. kegiatan penunjang pertambangan dengan skala terbatas dengan syarat
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

49
4. kegiatan pembangunan untuk penyediaan fasilitas umum dan menyangkut
hajat hidup orang banyak dengan skala terbatas mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. permukiman dan rencana pengembangan dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. kegiatan pendidikan dan penelitian dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. kegiatan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan skala
terbatas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. kegiatan budidaya pertanian dengan skala terbatas mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9. Kegiatan pembangunan dan ruang kelola masyarakat sesuai dengan
kondisi dan potensi yang ada mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan
10. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
kebutuhan pembangunan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi:
1. kegiatan budidaya dengan skala besar yang mengganggu fungsi kawasan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
2. penambangan skala besar dengan pola pertambangan terbuka sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (1) huruf e, ditetapkan sebagai berikut :
a. perkembangan kawasan permukiman yang sudah terbangun di dalam
kawasan rawan bencana harus dibatasi dan diterapkan peraturan bangunan
(building code) sesuai dengan potensi bahaya/bencana alam, serta dilengkapi
jalur evakuasi;
b. kegiatan-kegiatan vital dan/atau strategis diarahkan untuk tidak dibangun
pada kawasan rawan bencana;
c. dalam kawasan rawan bencana masih dapat dilakukan pembangunan
prasarana penunjang untuk mengurangi resiko bencana dan pemasangan
sistem peringatan dini (early warning system);
d. dalam kawasan rawan bencana masih diperkenankan adanya kegiatan
budidaya pertanian, perkebunan, dan kehutanan, serta bangunan yang
berfungsi untuk mengurangi resiko yang timbul akibat bencana.
e. Kegiatan pembangunan dan ruang kelola masyarakat sesuai dengan kondisi
dan potensi yang ada mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan mangrove sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (1) huruf f, ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan yang diperolehkan berupa kegiatan pembangunan kehutanan,
perikanan dan pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat berupa pemanfaatan ruang untuk
permukiman, fasilitas umum dan pariwisata secara terbatas dan selektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Kegiatan
pembangunan dan ruang kelola masyarakat sesuai dengan kondisi dan
potensi yang ada mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan

50
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain yang dimaksud
pada huruf a dan huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (1) huruf g, yang merupakan kawasan
lindung lainnya untuk kepentingan tertentu yang dilindungi dan ditetapkan
karena karakteristik, kondisi daya dukung dan daya tampungnya dengan
ketentuan diperbolehkan hanya untuk kegiatan pendidikan dan penelitian serta
kegiatan strategis lainnya.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Budidaya

Pasal 52

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi budidaya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 ayat (2) huruf b, terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi tetap;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi terbatas;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi yang dapat
dikonversi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian;
e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkebunan;
f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan;
g. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan permukiman;
h. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peternakan;
i. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perikanan;
j. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri;
k. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata; dan
l. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan transmigrasi
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi tetap sebagaimana
dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf a, ditetapkan :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi :
1. pemanfaatan hasil hutan untuk kepentingan produksi hasil hutan; dan
2. penyediaan fasilitas untuk kepentingan umum sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. permukiman dan rencana pengembangan dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. kegiatan pendidikan dan penelitian dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. kegiatan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan skala
terbatas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan
perindustrian serta transmigrasi dengan skala terbatas mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sesuai dengan
51
peraturan perundang-undangan.
6. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
kebutuhan pembangunan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
di luar kegiatan huruf a dan b tersebut di atas.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi terbatas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf b, ditetapkan :
a. dalam kawasan hutan produksi terbatas tidak diperkenankan adanya kegiatan
budidaya kecuali kegiatan kehutanan dan pembangunan sistem jaringan
prasarana wilayah dan bangunan terkait dengan pengelolaan budidaya hutan
produksi;
b. kawasan hutan produksi terbatas tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan
lain di luar kehutanan setelah potensi hutan tersebut dimanfaatkan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku;
c. kawasan hutan produksi terbatas dalam kegiatan pengelolaannya dibatasi
jumlah produksinya sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi yang dapat
dikonversi sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf c,
ditetapkan :
a. dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi tidak diperkenankan
adanya kegiatan ijin pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) karena secara
ruang dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan transpotasi,
transmigrasi, pertanian, perkebunan, permukiman, industri dan lain-lain;
b. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dapat dialihfungsikan untuk
kegiatan lain di luar kehutanan setelah potensi hutan tersebut dimanfaatkan
sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
pada pasal 52 pada ayat (1) huruf d, ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi :
1. budidaya tanaman pangan, palawija dan hortikultura serta pengolahan
hasilnya;
2. penyediaan dan pembangunan fasilitas penunjang untuk kepentingan
budidaya tanaman pangan, palawija dan hortikultura serta pengolahan
hasilnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. pembangunan dan penyediaan fasilitas untuk kepentingan umum sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. permukiman dan rencana pengembangan dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. kegiatan pendidikan dan penelitian dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. kegiatan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan skala
terbatas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. kegiatan budidaya perkebunan, peternakan, perikanan dan perindustrian
serta transmigrasi dengan skala terbatas mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. penggunaan kawasan pertanian untuk kegiatan pertambangan

52
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.
6. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
kebutuhan pembangunan.
7. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
di luar kegiatan huruf a dan b tersebut di atas.
d. untuk perlindungan lahan pangan berkelanjutan akan diatur dan ditentukan
lebih lanjut dengan peraturan daerah tersendiri.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf e, ditetapkan :
a. bagi kawasan perkebunan skala besar tidak diperkenankan merubah jenis
tanaman perkebunan yang tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan;
b. dalam kawasan perkebunan skala besar dan perkebunan rakyat
diperkenankan adanya bangunan yang bersifat mendukung kegiatan
perkebunan dan jaringan prasarana wilayah;
c. alih fungsi kawasan perkebunan menjadi fungsi lainnya dapat dilakukan
sepanjang sesuai dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
d. sebelum kegiatan perkebunan besar dilakukan diwajibkan untuk dilakukan
studi kelayakan dan studi AMDAL yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi
dari lembaga yang berwenang; dan
e. kegiatan perkebunan tidak diperkenankan dilakukan di dalam kawasan
lindung.
f. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
g. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf f, ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan usaha pertambangan sepenuhnya harus mengikuti ketentuan yang
berlaku di bidang pertambangan;
b. kegiatan usaha pertambangan dilarang dilakukan tanpa izin dari
instansi/pejabat yang berwenang;
c. kawasan pascatambang wajib dilakukan rehabilitasi (reklamasi dan/atau
revitalisasi) sehingga dapat digunakan kembali untuk kegiatan lain, seperti
pertanian, kehutanan, dan pariwisata;
d. pada kawasan pertambangan diperkenankan adanya kegiatan lain yang
bersifat mendukung kegiatan pertambangan;
e. kegiatan permukiman diperkenankan secara terbatas untuk menunjang
kegiatan pertambangan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek
keselamatan; dan
f. sebelum kegiatan pertambangan dilakukan wajib dilakukan studi kelayakan
dan studi AMDAL yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi dari lembaga yang
berwenang.
g. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
h. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.

53
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf g, meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman
perkotaan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman
perdesaan.
c. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
d. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan yaitu pembangunan sarana
dan prasarana pendukung fungsi kawasan perumahan, kawasan perkantoran,
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan industri, kawasan pariwisata, ruang
evakuasi bencana, dan ruang terbuka hijau;
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat yaitu kegiatan
pemanfaatan ruang non perkotaan dengan syarat menunjang fungsi kawasan;
dan
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan
pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi kawasan.
d. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
e. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, ditetapkan sebagai
berikut:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan yaitu pembangunan
sarana dan prasarana pendukung fungsi kawasan permukiman perdesaan;
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat yaitu kegiatan
pemanfaatan ruang disesuaikan dan menunjang fungsi kawasan; dan
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan
pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi kawasan.
d. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
e. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf h, ditetapkan sebagai berikut :
a. kawasan budidaya peternakan tidak diperkenankan berdekatan dengan
kawasan permukiman;
b. dalam kawasan peternakan masih diperkenankan adanya kegiatan lain
yang bersifat mendukung kegiatan peternakan dan pembangunan sistem
jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
c. kawasan peternakan diperkenankan untuk dialihfungsikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. dalam kawasan peternakan masih diperkenankan dilakukan kegiatan
wisata alam, penelitian dan pendidikan secara terbatas;

54
e. kegiatan peternakan tidak diperkenankan dilakukan di dalam kawasan
lindung; dan
f. setiap kegiatan peternakan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan serta dilakukan studi AMDAL.
g. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
h. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf h, ditetapkan sebagai berikut :
a. kawasan budidaya peternakan tidak diperkenankan berdekatan dengan
kawasan permukiman;
b. dalam kawasan peternakan masih diperkenankan adanya kegiatan lain
yang bersifat mendukung kegiatan peternakan dan pembangunan sistem
jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
c. kawasan peternakan diperkenankan untuk dialihfungsikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. dalam kawasan peternakan masih diperkenankan dilakukan kegiatan
wisata alam, penelitian dan pendidikan secara terbatas;
e. kegiatan peternakan tidak diperkenankan dilakukan di dalam kawasan
lindung; dan
f. setiap kegiatan peternakan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan serta dilakukan studi AMDAL.
g. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
h. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(13) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf i, ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk meningkatkan produktifitas dan kelestarian lingkungan
pengembangan kawasan industri harus memperhatikan aspek ekologis;
b. lokasi kawasan industri tidak diperkenankan berbatasan langsung dengan
kawasan permukiman;
c. pada kawasan industri diperkenankan adanya permukiman penunjang
kegiatan industri yang dibangun sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku;
d. pada kawasan industri masih diperkenankan adanya sarana dan prasarana
wilayah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. pengembangan kawasan industri harus dilengkapi dengan jalur hijau
(greenbelt) sebagai penyangga antar fungsi kawasan, dan sarana pengolahan
limbah;
f. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri atau
kolektor harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran
aksesibilitas; dan
g. setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan serta dilakukan studi AMDAL.
h. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
i. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan

55
belum dilaksanakan.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf j, ditetapkan
sebagai berikut :
a. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan kegiatan
yang dapat menyebabkan rusaknya kondisi alam terutama yang menjadi
obyek wisata alam;
b. dalam kawasan pariwisata dilarang dibangun permukiman dan industri
yang tidak terkait dengan kegiatan pariwisata;
c. dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan prasarana
yang mendukung kegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. pada kawasan pariwisata diperkenankan dilakukan penelitian dan
pendidikan;
e. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan adanya bangunan lain
kecuali bangunan pendukung kegiatan wisata alam; dan
f. pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan serta studi AMDAL.
g. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan
pembangunan.
h. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan peruntukan
belum dilaksanakan.
(15) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan transmigrasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 52 pada ayat (1) huruf l, ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi :
1. kegiatan penempatan, permukiman dan kegiatan social ekonomi;
2. penyediaan dan pembangunan fasilitas penunjang kegiatan penempatan,
permukiman dan kegiatan social ekonomi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
3. pembangunan dan penyediaan fasilitas untuk kepentingan umum sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat meliputi:
1. kegiatan pendidikan dan penelitian dengan skala terbatas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. kegiatan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan skala
terbatas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan
perindustrian dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. penggunaan kawasan transmigrasi untuk kegiatan pertambangan
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.
5. Kegiatan pembangunan yang sesuai dengan potensi, kondisi dan
kebutuhan pembangunan.
6. Kegiatan lain diijinkan sepanjang kegiatan yang sesuai dengan
peruntukan belum dilaksanakan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang di luar kegiatan huruf a dan b tersebut di atas.

56
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Pemanfaatan Ruang
di Sepanjang Jaringan Prasarana Nasional dan Provinsi
Pasal 53
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di
sepanjang/sekitar jaringan prasarana nasional dan Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 pada ayat (2) huruf c, terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi;
b. pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan transportasi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang
jaringan prasarana energi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sekitar
prasarana telekomunikasi;
e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang
jaringan sumber daya air; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di
sepanjang/sekitar prasarana lingkungan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan sebagai berikut:
a. transportasi darat:
1. di sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi tidak
diperbolehkan adanya kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan lalu
lintas regional;
2. bangunan di sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi harus
memilki sempadan bangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
3. lebar ruang pengawasan jalan diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
4. lokasi terminal tipe B dan C diarahkan pembangunannya di lokasi yang
strategis dan memiliki akses ke jalan kolektor primer sesuai peraturan
perundang-undangan.
b. transportasi perairan:
1. pelabuhan perairan harus memiliki kelengkapan fasilitas pendukung
sesuai dengan fungsinya; dan
2. pelabuhan perairan harus memiliki akses ke jalan kolektor primer.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana energi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan bahwa pada ruang
yang berada di bawah SUTUT dan SUTET tidak diperkenankan adanya
bangunan permukiman, kecuali berada di kiri-kanan SUTUT dan SUTET sesuai
ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan sebagai berikut:
a. ruang bebas di sekitar menara berjari-jari minimum sama dengan tinggi
menara; dan
b. diarahkan untuk menggunakan menara telekomunikasi secara bersama-sama
diantara para penyedia layanan telekomunikasi (provider).
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang
jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berlaku

57
mutatis mutandis untuk ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan
perlindungan setempat sebagaimana dimaksud diatur dalam pasal 50 ayat (4).
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di
sepanjang/sekitar prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, yang berupa tempat pengolahan akhir sampah (TPA) ditetapkan sebagai
berikut:
a. TPA tidak diperbolehkan dibangun dalam radius kurang dari 1 (satu) kilometer
dari kawasan permukiman;
b. lokasi TPA harus didukung oleh studi AMDAL yang telah disepakati oleh
instansi yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku;
c. pengelolaan sampah dalam TPA dilakukan dengan sistem sanitary landfill
sesuai ketentuan peraturan yang berlaku;
d. dalam lingkungan TPA disediakan prasarana penunjang pengelolaan sampah;
dan
e. TPA dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang pengelolaan sampah.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 54

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 pada ayat (2)
huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan mewajibkan adanya rekomendasi
Bupati Kapuas sebagai dasar perizinan, izin pemanfaatan ruang diberikan setelah
mendapatkan rekomendasi .
(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur atau mekanisme
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 55

(1) Jenis perizinan pemanfaatan ruang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52
ayat (1), terdiri atas :
a. izin lokasi;
b. izin pemanfaatan tanah;
c. izin penggunaan lahan perairan;
d. izin terminal khusus;
e. izin usaha perikanan;
f. izin usaha pengelolaan dan pengusahaan burung walet;
g. izin mendirikan bangunan;
h. izin gangguan HO (hinder ordonantie);
i. izin pembangunan menara telekomunikasi seluler; dan
j. dan izin-izin lain yang ditetapkan dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
58
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 56

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49
pada ayat (2) huruf c, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan untuk mendorong atau pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana tata ruang beserta rencana rincinya.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi,
atau dikurangi keberadaannya.

Pasal 57

(1) Pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56 pada ayat (2)
meliputi:
a. insentif fiskal, meliputi :
1. pemberian keringanan pajak, dan
2. pengurangan retribusi.
b. insentif non-fiskal, meliputi :
1. pemberian kompensasi;
2. subsidi silang;
3. kemudahan perizinan;
4. imbalan;
5. sewa ruang;
6. urun saham;
7. penyediaan prasarana dan sarana;
8. penghargaan; dan
9. publikasi atau promosi.
(2) Pemberian insentif ditujukan pada kawasan-kawasan yang harus didorong
perkembangannya, meliputi:
a. kawasan perkotaan;
b. kawasan perdesaan;
c. kawasan industri kecil dan menegah;
d. kawasan pertanian dan perkebunan dengan komoditas unggulan Kabupaten;
e. kawasan wisata alam, wisata budaya, dan wisata buatan; dan
f. kawasan agropolitan dan minapolitan.

Pasal 58

(1) Pemberian disinsentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56 pada ayat (3)
meliputi :
a. disinsentif fiskal, berupa pengenaan pajak yang tinggi;
b. disinsentif non fiskal, meliputi:
1. kewajiban memberi kompensasi;
2. pensyaratan khusus dalam perizinan;
3. kewajiban pemberian imbalan; dan
4. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(2) Pemberian disinsentif ditujukan terhadap kegiatan-kegiatan yang harus
dikendalikan perkembangannya, meliputi:
a. kegiatan pertanian dan perkebunan yang berada pada kawasan lindung;
b. kegiatan pertambangan di luar kawasan pertambangan;
c. kegiatan industri dan jasa di luar kawasan inbdustri dan jasa; dan
59
d. kegiatan permukiman di kawasan lindung.

Pasal 59

Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan
Bupati .

Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 60

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf d,
merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi kepada
pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Sanksi dikenakan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran penataan
ruang.
(3) Pelanggaran pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diberikan;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan;
dan
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan dinyatakan
oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.
(4) Pelanggaran pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Paragraf 1
Sanksi Administrasi

Pasal 61

(1) Peringatan tertulis sebagaimana diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan
tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.
(2) Penghentian kegiatan sementara sebagaimana dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,
pejabat yang berwenang melakukan penerbitan dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap
60
kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban
oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan
tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar
untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(2) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat keputusan
pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum kepada pelanggar
dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis
pelayanan umum yang akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai
penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar;
dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan
umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada
pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk
menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan
lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa;

61
dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan
lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana
tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

Pasal 62
(1) Pencabutan izin sebagaimana dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin, dan memberitahukan kepada
pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut, sekaligus perintah
untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang
telah dicabut izinnya; dan
f. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan
penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Pembatalan izin sebagaimana dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang
dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana
pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin;
e. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dibatalkan.
(3) Pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
62
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan yang
akan segera dilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(4) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut :
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian
yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang
harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan
pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan
penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan
fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan
agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian
hari.

Pasal 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana diatur dengan


Peraturan Bupati.

BAB X
KELEMBAGAAN
Pasal 65

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan


kerjasama antar sektor dan/atau antar daerah di bidang penataan ruang
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati
Kapuas.

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT


Bagian kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 66
63
Hak masyarakat yang dijamin oleh Peraturan Daerah ini meliputi :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 67

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:


1. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
2. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
3. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
dan
4. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Bagian Ketiga
Peran Serta Masyarakat

Pasal 68

(1) Bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang meliputi:
a. memberikan masukan dalam :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(2) Bentuk peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi:
a. pemberian masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang perairan, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
64
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya
alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
meliputi:
a. pemberian masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 69

(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang meliputi :
a. menyampaikan masukan mengenai arah pengembangan, potensi dan
masalah, rumusan konsepsi/rancangan rencana tata ruang melalui media
komunikasi dan/atau forum pertemuan; dan
b. kerja sama dalam perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi;
a. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang melalui
media komunikasi dan/atau forum pertemuan;
b. kerja sama dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
dan
d. pentaatan terhadap izin pemanfaatan ruang.
(3) Tata cara peran serta masyarakat dalam pengendalian tata ruang meliputi:
a. menyampaikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi kepada pejabat
yang berwenang;
b. memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang;
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 73

65
(1) Diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila tidak dicapai mufakat/kesepakatan bisa melewati :
a. Penyelesaian Sengketa melalui pengadilan
b. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan adalah :
1). Lewat Mediasi
2). Lewat Konsiliasi
3). Lewat Legosiasi
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 74

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri
Sipil tertentu dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana
bidang penataan ruang.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam tindak pidana bidang penataan runag
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan
bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan
terhadap bahan dan baranh hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
e. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75

(1) Setiap orang tidak mentaati rencana tata ruang dan mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun
dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Setiap orang tidak mentaati rencana tata ruang, mengakibatkan perubahan
fungsi ruang dan mengakibatkan kerugian terhadap harta
bendanya/rusaknya barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah)
(3) Setiap orang tidak mentaati rencana tata ruang dan mengakibatkan
perubahan fungsi ruang dan mengakibatkan kematian orang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

Pasal 76

66
(1) Setiap orang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah);
(2) Setiap orang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang dan mengakibatkan perubahan fungsi
ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
(3) Setiap orang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang dan mengakibatkan kerugian terhadap
harta benda/kerusakan barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah);
(4) Setiap orang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang dan mengakibatkan kematian orang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

Pasal 77
(1) Setiap orang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun
dan denda paling banyak 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Setiap orang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
(3) Setiap Pejabat pemerintah penerbit izin dan menerbitkan tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dapat dikenai pidana
tambahan berupa pemberhentian tidak hormat dari jabatannya.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang
dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan

67
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan
izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
c. Izin pemanfaatan ruang yang sudaah habis masa berlakunya dan tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan
Daerah ini; dan
d. Pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut :
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapat izin yang diperlukan.

Pasal 79
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun sejak
ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah kabupaten yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten Kapuas
dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Apabila terdapat perubahan fungsi dan/atau perubahan status ruang oleh
karena berbagai hal yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
dilakukan pengintegrasiannya kedalam dokumen RTRW Kabupaten melalui
mekanisme Peraturan Perundang-Undangan.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 80
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Kapuas Nomor 3 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kapuas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 81
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan menempatnya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kapuas.

Ditetapkan di Kuala Kapuas


pada tanggal 2016

BUPATI KAPUAS,

68
BEN BRAHIM S. BAHAT

Diundangkan di Kuala Kapuas


pada tanggal 2016
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KAPUAS,

RIANOVA

BERITA DAERAH KABUPATEN KAPUAS TAHUN 2016 NOMOR

69
Lampiran I: Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten

70
Lampiran II: Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten

71
Lampiran III: Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten

72
Lampiran IV Arahan Pemanfaatan Ruang
INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN RTRW KABUPATEN KAPUAS
Perwujudan Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kapuas

Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 27-31 32-37

PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG KABUPATEN

1 Peningkatan Studi
fungsi PKW Penyusunan
Kuala sistem APBD Kab Bappeda
Kapuas transportasi
regional
Pengembangan
perkantoran APBD Kab Pemkab
pemerintahan
Pembangunan APBN Perhubungan
terminal tipe A
Peningkatan APBD Kab PDAM
Kuala
kapasitas PAM
Pengembangan Kupuas APBD Kab Pemkab/RSUD
RSUD
Pembangunan
Gedung OR dan APBD Kab Pemkab/DISPORA
kesenian
Peningkatan
Pasar Danau APBD Kab Pemkab/PU
Mare
Peningkatan APBD Kab Pemkab
Mesjid Raya dan
Peningkatan APBD Kab Pemkab
Bank
2 Peningkatan Penyusunan Pujon APBD Kab Bappeda/PU
RDTRK Pujon

73
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 27-31 32-37


Fungsi PKLp Peningkatan pusat APBD Kab Pemkab
perdagangan

Pembangunan APBD Kab Perhubungan


erminal tipe C

Peningkatan APBD Kab Perhubungan


kapasitas PAM
Peningkatan APBD Kab Pariwisata/PU
bank
Pembangunan APBD Kab Bappeda
Rumah Sakit
Peningkatan APBD Kab Pemkab
erkantoran
3 Peningkatan Penyusunan APBD Kab Bappeda/PU
Fungsi PPK RDTR Sei Hanyo
Peningkatan APBD Kab Pemkab
Bank
Masterplan
Kawasan APBD Bappeda
agrobisnis dan Kab/APBN
agroindustri
Master Plan APBD Kab Bappeda
Sei Hanyo
Kawasan agropolis
Peningkatan APBD Kab Pemkab/PU
Pembangunan Jalan
Peningkatan Pasar APBD Kab Pemkab/PU
Pembangunan APBD Kab Pemkab
terminal tipe C
Peningkatan
Pusat APBD Kab Pemkab
Pemerintahan
74
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 27-31 32-37


kecamatan

Peningkatan
simpul APBD Kab Perhubungan
transportasi
4 Peningkatan Penyusunan APBD Kab Bappeda
Fungsi PPK RDTR Sei Pinang
Pembangunan
Pusat Pelayanan APBD Kab Pemkab
Keuangan
Pembangunan APBD Kab Pemkab/PU
Pasar Desa Sei Pinang
Pembangunan APBD Kab Perhubungan
terminal tipe C
Peningkatan
Pusat APBD Kab Pemkab
Pemerintahan
APBD Pelabuhan
/APBN
5 Peningkatan Penyusunan APBD Kab Bappeda
Fungsi PPK RDTR Jangkang
Pembangunan
Pusat Pelayanan APBD Kab Pemkab
Keuangan
Pembangunan APBD Kab Pemkab/PU
Pasar Desa
Pembangunan Jangkang APBD Kab Perhubungan
terminal tipe C
Peningkatan
Pusat APBD Kab Pemkab
Pemerintahan

75
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 27-31 32-37

6 Peningkatan Penyusunan APBD Pelabuhan


Fungsi PPK RDTR Timpah /APBN
Pembangunan
Pusat Pelayanan APBD Kab Bappeda
Keuangan
Pembangunan Timpah APBD Kab Pemkab
Pasar Desa
Pembangunan APBD Kab Pemkab/PU
terminal tipe C
Peningkatan
Pusat APBD Kab Perhubungan
Pemerintahan
7 Peningkatan Penyusunan APBD Kab Pemkab
Fungsi PPK RDTR Mentangai
Pembangunan APBD
Pusat Pelayanan Pelabuhan
/APBN
Keuangan
Pembangunan APBD Kab Bappeda
Mentangai
Pasar Desa
Pembangunan APBD Kab Pemkab
terminal tipe C
Peningkatan
Pusat APBD Kab Pemkab/PU
Pemerintahan
8 Peningkatan Penyusunan APBD Kab Perhubungan
Fungsi PPK RDTR Dadahup
Pembangunan
Pusat Pelayanan APBD Kab Pemkab
Dadahup
Keuangan
APBD
Pembangunan Pelabuhan
Pasar Desa /APBN

76
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 27-31 32-37


Pembangunan APBD Kab Bappeda
terminal tipe C
Peningkatan
Pusat APBD Kab Pemkab
Pemerintahan
9 Peningkatan Penyusunan APBD Kab Pemkab/PU
RDTR Mandomai
Fungsi PPL
Peningkatan
Pusat APBD Kab Perhubungan
Pengumpulan
Barang
Pembangunan APBD Kab Pemkab
Terminal Type C
Masterplan APBD
Pengembangan Pelabuhan
/APBN
Pariwisata Mandomai
Peningkatan
pusat APBD Kab Perikanan
pemerintahan

10 Peningkatan Penyusunan Manusup APBD Kab Pemkab/PU


Fungsi PPL RDTR Manusup
Peningkatan
Pusat APBD Kab Perhubungan
Pengumpulan
Barang
Pembangunan APBD Kab Pemkab
Terminal Type C
Peningkatan
pengembangan APBD Kab Perikanan
kawasan
perikanan darat

77
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 27-31 32-37


11 Peningkatan Penyusunan Sungai
RDTR Sungai APBD Kab Pemkab/PU
Fungsi PPL Teras
Teras
Peningkatan
Pusat APBD Kab Perhubungan
Pengumpulan
Barang
Pembangunan APBD Kab Pemkab
Terminal Type C
Peningkatan
pengembangan
kawasan APBD Kab Perikanan
perkebunan

4 Peningkatan Tanjung
Penyusunan APBD Kab Pemkab/PU
Fungsi PPL RDTR Tj.Klanis Klanis
Peningkatan
Pusat APBD Kab Perhubungan
Pengumpulan
Barang
Pembangunan APBD Kab Pemkab
Terminal Type C

78
Perwujudan Sistem Prasarana Transportasi
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 26-30 31-36


Perwujudan
Transportasi
Sistem Prasarana
1 Darat
Transportasi

Kementrian
A. Peningkatan PU
Ruas Jalan Kapuas Timur-
Jalan Arteri Primer Pulang Pisau APBN

APBD Prov Provinsi


JL. Pemuda-
Mantangai, Jl.
Ruas Jalan
Dadahub- Lamunti,
Kolektor Primer
Jl. Mahakam

APBD PU
Ruas Jalan Jl. A.Yani, Tambun
Arteri Seunder Bungai, Barito

79
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 26-30 31-36

lokal primer yaitu


meliputi PPK
Ruas Jalan
Basarang,
lokal Primer
Batanjung,
APBD Kab PU
Palingkau
Ruas Jalan
Semua kecamatan APBD Kab PU
Lingkungan
Transportasi
ASDP

B. Peningkatan Pelabuhan
Danau Mere APBD Prov Perhubungan
Sungai, Sped

Transportasi
Laut

Pelabuhan
Pembangunan Batanjung
Pengumpul APBN Dephub

Kereta Api

 Kuala Kapuas-
Batnjung-
A. Pembangunan Jalur Kereta Api
Mengkatip
APBN Perhubungan
 Kuala Kapuas-

80
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 26-30 31-36


Pulang Pisau

Sistem Jaringan
Prasarana
2 Sumber Daya Air
A. Kawasan
Rehabilitasi
Kabupaten Kapuas
Resapan Air hulu Sungai APBD Kab PU
Kawasan
Kabupaten Kapuas APBD Kab Kehutanan
Lindung
B. Irigasi Pembangunan Kecamatan Kapuas
APBD Kab PU
Irigasi Hulu

Peningkatan
C. Air Bersih areal layanan Seluruh kecamatan
APBD Kab PDAM
PAM
APBD/swast
Pembangunan
Seluruh kecamatan
Desalinasi a PDAM/swasta
Sistem Jaringan
3 Prasarana Energi
APBD Pemkab/swast
A. Peningkatan Perluasan
Seluruh kecamatan
layanan listrik Kab/swasta a

APBD Pemkab/swast
B. Pembangunan Pembangunan
Kecamatan Pujon
PLTU Kab/swasta a

81
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 26-30 31-36


Sistem Jaringan
Prasarana
4 Telekomunikasi
Fasilitasi
pengembangan
usaha Seluruh wilayah
A. Peningkatan pelayanan permukiman di
telakomunikasi Kabupaten Kapuas
operator
APBD Kab Pemkab
swasta/BUMN
Penataan dan
efisiensi
penempatan
APBD Kab Pemkab
BTS
Optimalisasi
pemanfaatan
teknologi
informasi untuk
operasionalisasi
kegiatan
pemerintahan
dan usaha
APBD Kab Pemkab
penduduk

APBD Kab Pemkab


Sistem Jaringan Seluruh pusat
5 Lainnya pelayanan APBD Kab Pemkab

82
Tahun Pelaksanaan
Tahap Tahap Tahap Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Tahap I Pelaksana
II III IV Dana

2017 2018 2019 2020 2021 22-26 26-30 31-36


kawasan/lingkung
Pembangunan
A. Air Limbah Sistem Terpadu an
(IPAL) APBD Kab Pemkab

B. Drainase Peningkatan Seluruh pusat


Drainase pelayanan
kawasan/lingkung
APBD Kab Pemkab
an

Perwujudan Rencana Pola Ruang Kabupaten Kapuas

Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
1 Perwujudan
Kawasan
Lindung
A. Perwujudan Tata Batas
APBN/APBD
Kawasan Kawasan Gambut - Dephut/Pemkab
Lindung > Timpah dan Kab
Mantangai
Rehabilitasi dan
Pemantapan

83
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
Fungsi Kawasan
Lindung (Kawasan
Resapan Air -
Mantangai
Pengembangan APBD Kab Pemkab
kawasan lindung
2. Perwujudan
Kawasan Pemkab
Budidaya
A. Perwujudan Fasilitasi kelompok
HTR dalam izin APBD Kab Kehutanan
pengelolaan HTR
Pemasangan batas
luar kawasan dan
blok pemanfaatan APBD Kab Kehutanan
serta blok
perlindungan
Pembangunan
infrastruktur
pendukung untuk
pemanfaatan Kawasan yang APBD Kab Pemkab
sumber daya air termasuk HTR
(pertanian,
kebutuhan air
bersih)
Pembangunan
fasilitas wisata APBD Kab Pariwisata
alam
Fasilitasi
pemasaran hasil
produksi APBD Kab Pertanian
kehutanan dan
perkebunan

84
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36

B. Perwujudan Peningkatan
pelayanan irigasi
Kawasan
teknis/desa dan
Pertanian irigasi rawa pasang APBD Kab PU
surut dengan
jaminan pasokan
air yang
mencukupi
Kecamatan Selat,
Pembangunan
Bataguh, Kapuas
infrastruktur
Hilir, Basarang,
pendukung
Pulau Petak,
pertanian, seperti
Kapuas Timur,
jalan usaha tani, APBD Kab PU
Kapuas Barat,
pengolahan hasil
Kapuas Kuala,
panen, pemadaran
Tamban Catur,
hasil pertanian
Kapuas Murung,
(terminal
Dadahup,
agribisnis)
Mantangai,
Peningkatan
Timpah, Kapuas
produksi pertanian
Tengah, Pasak
sawah melalui
Talawang,
intensifikasi lahan APBD Kab Pertanian
Kapuas Hulu dan
sehingga hasil
Mandau
panen dapat
Talawang
dicapai lebih dari
10 ton/ha
Untuk
meningkatkan
pendapatan petani APBD Kab Pertanian
perlu
dikembangkan
padi organik

85
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
bersertifikat
sehingga sebagian
hasil panen dapat
dijual dengan nilai
ekonomi yang
tinggi
Diperlukan
berbagai insentif
(keringanan
pajak/retribusi
dan subsidi) guna APBD Kab Pemkab
meningkatkan
produktivitas
lahan dan kinerja
petani
Penguatan
lembaga petani
terkait dengan
pengelolaan air
(irigasi), pengadaan APBD Kab Pemkab
sarana produksi,
panen, pasca
panen, pengolahan
dan pemasaran
hasil.

C. Perwujudan Penetapan Kecamatan Selat,


kawasan dan Bataguh, Kapuas
Pertanian APBD Kab Pertanian
sentra pertanian Hilir, Basarang,
Lahan Kering lahan kering untuk Pulau Petak,
Kabupaten Kapuas Kapuas Timur,
dan
Penetapan untuk Kapuas Barat, APBD Kab Pertanian/bappeda
komoditas Kapuas Kuala,

86
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
Holtikultura unggulan sesuai Tamban Catur,
karakteristik sub Kapuas Murung,
kawasan Dadahup,
Peningkatan Mantangai,
produksi Timpah, Kapuas
komoditas melalui Tengah, Pasak APBD Kab Pertanian
intensifikasi lahan Talawang,
Kapuas Hulu dan
Pembangunan Mandau
prasarana dan Talawang. APBD Kab Pertanian
sarana pertanian
Penguatan
kelembagaan
petani terkait
dengan
pengelolaan lahan,
penggunaan pupuk APBD Kab Pertanian
organik,
pengangkutan,
pengolahan dan
pemasaran serta
pemodalan

D. Perwujudan Penetapan
(delineasi) kawasan
Kawasan Kecamatan hulu,
perkebunan yang
Kapuas Tengah,
Perkebunan potensial dan tidak APBD Kab Pemkab
Mantangai,
berada pada
Kapuas Barat,
kawasan
Kapuas Kuala
konservasi
(lindung)

87
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
Peningkatan
produksi
komoditas melalui
intensifikasi lahan,
untuk Karet,
Kelapa Sawit dan
Buah-buahani.
Peningkatan
produksi ini APBD Kab Pertanian
dilakukan melalui
bantuan sarana
produksi
perkebunan,
peningkatan
keterampilan
budidaya dan
pengolahan pasca
panen
Pembangunan
infrastruktur
kawasan APBN Deptan
agropolitan yang
terdiri dari sub
sistem :
a. Subsistem Hulu Kecamatan
(Up Stream) Kapuas Murung,
sarana produksi Lamunti,
pertanian Basarang APBN Deptan
(industri
pembibitan,
agrokimia,
agrootomotif)
b. Subsistem APBN Deptan
Usaha Tani (On
88
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
Farm) produksi
pertanian
primer
c. Subsistem Hilir
(Down Stream)
pengolahan APBN Deptan
hasil pertanian
dan
perdagangan
d. Subsistem
Kelembagaan
(Supporting
Institution)
perbankan,
transportasi, APBN Deptan
penelitian dan
pengembangan,
kebijakan
pemerintah,
penyuluhan dan
konsultan

F. Perwujudan Penyediian Bibit Perikanan Laut : APBD Kab DKP


Kecamatan
Kawasan Penyuluhan
Kapuas hulu dan
Perikanan Lapangan Kapuas hilir

Perikanan Darat :
APBD Kab DKP
pujon ,
Mantangai dan
Timpa

89
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36

I. Perwujduan Peningkatan
Pengembangan pengelolaan dan
Pertambangan pengembangan, Dep.
dan Energi serta pembinaan APBN Pertambangan dan
dan pengawasan
bidang energi
pertambangan dan
energi
Inventarisasi
sumberdaya
mineral,
pembinaan dan
pengawasan
bidang
Kecamatan APBD Kab Pertambangan
pertambangan dan
Kapuas Hulu,
galian Golongan A,
Kapuas Tengah,
B dan C serta air
Timpa
bawah tanah yang
berpotensi untuk
dieksploitasi dalam
skala ekonomi
Melakukan kajian
daya dukung
APBN/APBD
lingkungan untuk Pemkab/Pemprov
eksploitasi bahan Prov
tambang dan
galian
Melakukan
promosi untuk APBD Pertambangan
menarik investasi
pengembangan
90
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
bidang
pertambangan dan
energi

J. Perwujudan Pengembangan
Kawasan Kawasan Wisata APBD Pariwisata
Pariwisata Terpadu
Melengkapi
Kawasan Wisata
Terpadu dengan APBD Kab Pariwisata
fasilitas penunjang
wisata
Melakukan
promosi Kawasan
Wisata Terpadu
melalui berbagai APBD Kab Pariwisata
media, dan
Kecamatan
melaksanakan
Mantangai,
berbagai event
Lamunti, Kuala
promosi
Kapuas
Melakukan
kerjasama dengan
berbagai biro APBD Kab Pariwisata
perjalanan dalam
upaya pemasaran
yang progresif
Pengembangaan
potensi
sumberdaya alam
sebagai objek- APBD Kab Pariwisata
objek wisata dalam
satu kesatuan
sistem pengelolaan

91
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
yang terpadu

Inventarisasi
sumberdaya alam
yang berpotensi APBD Kab Pariwisata
sebagai objek
wisata
Membentuk pusat
informasi
pariwisata terpadu
dan sistem APBD Kab Pariwisata
informas
manajemen
promosi pariwisata
daerah
Peningkatan
promosi dan APBD Kab Pariwisata
investasi
kepariwisataan

K. Perwujudan Permukiman
Perkotaan
Kawasan
Permukiman
Seluruh Pusat
Pemetakan zona
permukiman Kecamatan
eksisting dan APBD Kab Bappeda
kawasan siap
bangun dengan
memerhatikan :

92
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
a. Daya tampung
kota, lahan dengan
kemiringan di atas
15 %
c. Rencana
pengembangan
fasilitas utama
kota Stadion Olah
Raga)
d. Rencana
pengembangan
kawasan
perdagangan dan
jasa

Identifikasi
kelengkapan dan
cakupan layan
fasilitas serta
utlitas utama pada APBD Kab Bappeda
masing-masing
blok dan perkiraan
kebutuhan untuk
masa depan :
a. Jalan lingkungan
b. Sistem jaringan
prasarana air
minum
c. Sistem jaringan
prasarana listrik
d. Sistem jaringan
prasarana
telekomunikasi
93
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
e. Sistem
pengelolaan
sampah
(gerobak, TPS
dan sebuah TPA)
f. Sistem drainase
dan pengelolaan
limbah

Identifikasi seluruh
bangunan yang
berada pada
kawasan aman
bencana alam,
namun tidak APBD Kab Bappeda
memenuhi syarat
teknis tahan
gempa dan
merekomendasikan
solusi teknisnya
Penyusunan
rencana teknis tata
ruang kota dengan
pendekatan APBD Kab Bappeda
mitigasi bencana
dan pencadangan
kawasan
permukiman baru
Pengadaan
perumahan
melalui subsidi APBD Kab Bappeda
KPR-Rumah
Sangat Sederhana

94
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
Permukiman
Perdesaan
Identifikasi
kebutuhan
perumahan dan
penyediaan
perumahan
perdesaan melalui APBD Kab PU
bantuan
pemerintah dan
pembangunan
perumahan
swadaya
Identifikasi
kelompok
permukiman
perdesaan yang Seluruh
berada pada Kecamatan
kawasan lindung
dan budidaya. Bila
terdapat
permukiman
(kelompok rumah) APBD Kab PU
yang berada pada
kawasan lindung,
maka
direkomendasikan
jalan keluarnya
baik melalui
pelepasan hak
hutan atau
relokasi

95
Tahun Pelaksanaan
TAHAP I II III IV Sumber
No Program Kegiatan Lokasi Pelaksana
22- 26- 31- Dana
2017 2018 2019 2020 2021
26 30 36
Identifikasi
bangunan fasilitas
umum dan
perumahan yang
berada pada
kawasan rawan APBD Kab PU
bencana dan
merekomendasikan
mitigasi ataupun
relokasi terhadap
bangunam
tersebut
Sumber : Hasil Rencana

96
PENJELASAN
ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS


NOMOR TAHUN 2016

TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAPUAS
TAHUN 2016-2036

I. UMUM
Ruang Wilayah Kabupaten Kapuas yang meliputi darat, perairan dan udara
beserta sumber daya alam sebagai suatu kesatuan yang utuh dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi wadah/tempat manusia dan
makluk hidup melakukan aktifitas kehidupan, merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi, dikelola, dikembangkan dan
dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi
kelangsungan dan kepentingan hidup regenerasi, baik generasi sekarang
maupun generasi yang akan datang sebagai pedoman dalam rangka penataan
Ruang Wilayah sebagaimana diamanatkan dalam pancasila sebagai dasar dan
Falsafah Negara, menegaskan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat
tercapai jika didasarkan atas keserasian dan keseimbangan baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,
dan sebagai landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan dan dilindungi
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kabupaten Kapuas yang lahir berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959
tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kalimantan Tengah adalah merupakan
manivestasi dari pelaksanaan otonomi daerah dan perkembangan dinamika
kehidupan demokrasi sebagai perwujudan dari keinginan masyarakat untuk
memperbaiki harkat dan derajat hidup untuk berdiri sendiri dalam suatu
wilayah Kabupaten dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kabupaten Kapuas dengan karakteristik geografis dan kedudukan yang sangat
strategis memiliki keanekaragaman ekosistim dan potensi sumber daya alam
yang tersebar luas dimanfaatkan secara terkoordinasi terpadu dan selektif
dengan tetap memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
dan keamanan serta kelestarian lingkungan hidup untuk menopang
pembangunan dan pengembangan wilayah sebagai integral dari pembangunan
nasional melalui penataan ruang wilayah dan pemanfaatan ruang wilayah yang

97
bersifat akomodatif dan komprehensif untuk mendorong proses pembangunan
daerah secara berkelanjutan berdaya guna serta berhasil guna.

Dengan Kota Kuala Kapuas yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) dalam RTRWN dan adanya jalur lintas dan Kawasan strategis di
Kabupaten Kapuas, diharapkan dapat memacu perkembangan ekonomi
kabupaten dimasa depan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten dirumuskan untuk
mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi
yang dimiliki, serta mendukung terwujudnya tujuan dan sasaran
pembangunan kabupaten dalam jangka panjang.
Pasal 3
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten ditetapkan
untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah.
Yang dimaksud dengan ”kebijakan penataan ruang kabupaten” adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam
pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam bumi
untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang kabupaten” adalah
langkah-langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang kabupaten.
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
98
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan Controlled Land-fill atau pengurugan berlapis
terkendali adalah sarana pengurugan sampah yang bersifat antara
sebelum mampu melaksanakan operasi pengurugan berlapis bersih
tempat sampah yang telah diurug dan dipadatkan di area pengurugan
ditutup dengan tanah, sedikitnya satu kali setiap tujuh hari.
Dasar perencanaan: Untuk mencegah pengotoran lindi pada lapisan
bawah diberi tanah lempung sehingga rembesan air dapat dihindarkan.

Pasal 15 - 48
Cukup jelas
Pasal 49
Huruf a
Izin lokasi : persetujuan lokasi bagi pengembangan
aktivitas/sarana/prasarana yang menyatakan kawasan yang dimohon
sesuai untuk dimanfaatkan bagi aktivitas dominan yang telah
memperoleh izin prinsip.
Izin lokasi akan dipakai sebagai dasar dalam melaksanakan perolehan
tanah melalui pengadaan tertentu dan dasar bagi pengurusan hak atas
tanah.
Huruf b
Izin pemanfaatan tanah: izin perencanaan dan/atau rekomendasi
perencanaan bagi penggunaan pemanfaatan tanah yang didasarkan
pada RTRW, RDTR, dan/atau RTRK.
Huruf c
Izin penggunaan lahan perariran: izin untuk mempergunakan lahan
perairan.
Huruf d
Izin terminal khusus: izin dermaga dan faslitas pendukungnya yang
berada didalam daerah lingkungan kerja dan/daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan perairan yang dibangun, dioperasikan dan
digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan
tertentu.
Huruf e
Izin usaha perikanan: izin tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap orang
atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan dengan
menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.
Huruf f
Izin usaha pengelolaan dan pengusahaan burung walet: izin yang
99
diberikan oleh Kepala Daerah untuk setiap bangunan/lokasi yang
akan, sedang atau telah, baik sengaja maupun tidak sengaja
diperuntukan sebagai pengelolaan sarang burung walet.
Huruf g
Izin pengambilan dan pemanfaatan tanah: izin yang diberikan oleh
Kepala Daerah yang termasuk dalam batuan untuk kebutuhan
masyarakat dan pembangunan daerah.
Huruf h
Izin mendirikan bangunan (IMB): setiap aktivitas budidaya rinci yang
bersifat binaan (bangunan) perlu memperoleh IMB jika akan dibangun.
Perhatian utama diarahkan pada kelayakan struktur bangunan melalui
penelaahan rancangan rekayasa bangunan. Rencana tapak disetiap
blok peruntukan (terutama bangunan berskala besar) atau rancangan
arsitektur disetiap persil. Persyaratan teknis lainnya seperti lingkungan
sekitar misalnya garis sempadan (jalan dan bangunan) KDB, KLB,
KDH.
Huruf i
Izin gangguan HO: izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi
atau badan dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha atau kegiatan
yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah.
Huruf j
Izin pembangunan menara telekomunikasi seluler: bangunan yang
berfungsi sebagai penunjang telekomunikasi yang desain/bentuk
konstruksi disesuaikan dengan keperluan jaringan telekomunikasi.

Pasal 50 - 67
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR

100

Anda mungkin juga menyukai