TENTANG
TENTANG
-6-
11. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
188.44/689/KPTS/Tahun 2016 Tentang Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing
Natal Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036;
Dan
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
-8-
26. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan
dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta
pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
27. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk
yang memuat usulan program utama, lokasi, waktu pelaksanaan, sumber
dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten
yang sesuai dengan rencana tata ruang.
28. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah
ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan
RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi untuk wilayah kabupaten.
29. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan
umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan
unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap
klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten.
30. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi
oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai
alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
31. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
32. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja
yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku.
33. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
34. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
35. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
36. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
37. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan
erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
38. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
39. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
40. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang menudukung prikehidupan dan penghidupan.
41. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
-9-
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
42. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
43. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
44. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
45. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air
bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
46. Sempadan pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan
kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan tersedianya ruang untuk lain
lintas umum.
47. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
48. Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan sekeliling danau atau
waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi danau/waduk.
49. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis.
50. Kawasan minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis
usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh
pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang
lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan
pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
51. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan
sebagai warisan dunia.
52. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
53. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalamlingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
54. Kawasan pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjukan dan atau
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter
fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
55. Bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat
dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
56. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal
dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
- 10 -
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
57. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,
mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha
perkebunan dan masyarakat.
58. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis
perikanan.
59. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani,
agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya
alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan
bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
60. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya
fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan,
budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan
pengusahaannya.
61. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral, batubara dan
panas bumi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
62. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang
dibangunatau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
63. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya.
64. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
65. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
66. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.
67. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer
sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada
generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi akan datang.
68. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
69. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
70. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
71. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
- 11 -
72. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
73. Izin pemanfaatan ruangadalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan.
74. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Mandailing Natal dan mempunyai fungsi membantu
pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
75. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
76. Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) adalah instrumen berbasiskan pasar
untuk tujuan konservasi, berdasarkan prinsip bahwa siapa yang
mendapatkan manfaat dari jasa lingkungan, harus membayar untuk
keberlanjutan penyediaan jasa lingkungan, dan siapa yang menghasilkan
jasa tersebut harus dikompensasi.
BAB II
FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Pasal 2
(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arahan struktur dan pola ruang,
pemanfaatan sumberdaya, dan pembangunan daerah serta penyelaras
kebijakan antara penataan ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten.
(2) RTRW Kabupaten juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten dan pedoman
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten.
(3) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah:
a. Sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang nasional;
penyelaras bagi kebijakan penataan ruang provinsi; dan pedoman bagi
pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang di Kabupaten; dan
b. Sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar
wilayah lain yang berbatasan dan kebijakan pemanfaatan ruang
kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem.
BAB III
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN SUBSTANSI
Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Perencanaan
Pasal 3
Bagian Kedua
Substansi
Pasal 4
RTRW Kabupaten yang diatur dalam Peraturan Daerah ini memuat tujuan,
kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola
ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.
BAB IV
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pasal 5
- 14 -
BAB V
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Bagian Kedua
Sistem Perkotaan
Pasal 7
Pasal 8
- 15 -
h. Sibanggor Tonga di Kecamatan Puncak Sorik Marapi;
i. Huta Godang di Kecamatan Ulu Pungkut;
j. Pakantan di Kecamatan Pakantan;
k. Muara Soma di Kecamatan Batang Natal;
l. Manisak di Kecamatan Ranto Baek;
m. Sinunukan III di Kecamatan Sinunukan;
n. Singkuang di Kecamatan Muara Batang Gadis.
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Transportasi
Pasal 9
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 10
- 16 -
Sumatera Barat.
(5) Jaringan jalan strategis provinsi yang ada di wilayah Kabupaten Mandailing
Natal meliputi ruas :Panyabungan – Pagur – Sibuhuan.
(6) Jaringan jalan kabupaten/lokal lainnya di Kabupaten Mandailing Natal
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah :
a. Naga Juang - Batas Utara TNBG – Ranto Panjang - Tabuyung sebagai
alternatif jalan penghubung daerah hulu dan daerah pesisir;
b. Huta Julu – Simpang Banyak – batas Sumatera Barat;
c. Batahan – Teluk Ilalang – batas Sumatera Barat;
d. Ranjo Batu – Silogun – Pakantan;
e. Banjar Lancat – Raorao Panjaringan – Simandolam;
f. Sipalangka – Perkantoran Paya Loting – Danau Siombun – Kotasiantar –
Sigalapang Julu – Mompang Julu – Jalan Nasional (lingkar luar Timur);
dan
g. Tano Bato – Aek Ngali – Sabajior – Runding – Simalagi – Tambiski –
Jambur (lingkar luar Barat).
(7) Jaringan jalan kabupaten/lokal lainnya lebih lanjut dirinci sebagaimana
pada lampiran 1.
Pasal 11
Paragraf 3
Jaringan Perkeretaapian
Pasal 12
Pasal 13
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 14
Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Pasal 15
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6Ayat (1) huruf
c terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan transmisi energi listrik.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. Pembangkit listrik tenaga air, mini hidro, mikro hidro
(PLTA/PLTM/PLTMH) dikembangkan di wilayah yang memiliki potensi
sumber daya air dan daya dukung fisik wilayahtersebar di seluruh
wilayah kabupaten;
b. Pembangkit listrik tenaga geothermal dikembangkan di wilayah yang
memiliki potensi meliputi Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan
Lembah Sorik Marapi dan Kecamatan Panyabungan Selatan;
c. Pembangkit listrik tenaga diesel, uap dan gas;
d. Pengembangan sumber energi baru dan terbarukan yang berbasiskan
potensi biomassa dan biogas;
- 18 -
e. Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya di wilayah yang
berpotensi.
(3) Jaringan transmisi energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berupa jaringan energi listrik saluran transmisi SUTT (150 KV),
SUTET (275 KV) dan gardu induk listrik berada di Kecamatan
Panyabungan dan/atau di Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan
Panyabungan Selatan serta di Kecamatan Natal.
Bagian Kelima
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 16
Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Pasal 17
Pasal 18
(1) Jaringan Sumber Daya Air sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
17 ayat (2) bertujuan untuk menjaga siklus hidrologi dan Daerah
Aliran Sungai.
- 19 -
(2) Wilayah sungai dan Daerah Aliran Sungai terdiri atas:
a. Wilayah Sungai Lintas Provinsi WS Batang Natal - Batang Batahan;
dan WS Rokan;
b. Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota WS Batang Angkola – Batang
Gadis; dan WS Barumun – Kualuh.
c. DAS Batang Gadis;
d. DAS Batang Batahan;
e. DAS Natal;
f. DAS Batang Tabuyung;
g. DAS Bintuas; dan
h. DAS Batang Toru.
(3) Pengembangan sumber daya air pada badan air danau meliputi Danau
Siombun di Kecamatan Panyabungan, dan Danau Laut Tinggal di
Kecamatan Muara Batang Gadis.
(4) Waduk, yaitu Bendung Batang Gadis.
Pasal 19
(1) Prasarana Sumber Daya Air sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17
ayat (3) bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan, ketersediaan air
baku, pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
(2) Prasarana irigasi sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat (3) huruf a
meliputi :
a. Kewenangan Pemerintah Pusat meliputi D.I Batang Batahan dengan luas
kurang lebih 4.830 Ha, D.I Batang Angkola dengan luas 7.200 Ha dan
D.I Batang Gadis dengan luas kurang lebih 6.682 Ha;
b. Kewenangan Pemerintah Provinsi yaitu :
1. D.I Terusan di Kecamatan Lingga Bayu dengan luas kurang lebih
1.300 Ha;
2. D.I Siulang-Aling di Kecamatan Muara Batang Gadis dengan luas
kurang lebih 1.300 Ha;
3. D.I Tapus di Kecamatan Lingga Bayu dengan luas kurang lebih 1.400
Ha;
4. D.I Pakantan dengan luas kurang lebih 1.300 Ha;
5. D.I Banjar Paku di Kecamatan Natal dengan luas kurang lebih 1.020
Ha; dan
6. D.I Roburan Maga di Kecamatan Lembah Sorik Merapi dengan luas
kurang lebih 1.416 Ha.
c. Kewenangan Pemerintah Daerah, meliputi : Kecamatan Panyabungan,
Panyabungan Utara, Panyabungan Selatan, Panyabungan Barat,
Kotanopan, Ulu Pungkut, Tambangan, Lembah Sorik Marapi,
Muarasipongi, Siabu, Bukit Malintang, Panyabungan Timur, Naga Juang,
Hutabargot, Puncak Sorik Marapi, Pakantan, Batang Natal dan di
wilayah pantai barat.
(3) Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum meliputi :
a. pengembangan SPAM dengan sistem jaringan perpipaan melayani
kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, kawasan pariwisata
dan kawasan industri dan kawasan kegiatan budidaya lainnya;
b. pengembangan SPAM bukan jaringan pada kawasan terpencil, pesisir
dan pulau kecil terluar;
(4) Prasarana pengendalian daya rusak air sebagaimana pada pasal 17 ayat
(3) huruf c terdiri atas:
a. sistem drainase dan pengendalian banjir;
b. sistem penanganan erosi dan longsor; dan
c. sistem pengamanan abrasi pantai.
- 20 -
Bagian Ketujuh
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
- 21 -
Linggga Bayu, dan PPK Batahan; dan
c. PPL Panyabungan Utara, PPL Naga Juang, PPL Huta Bargot, PPL
Panyabungan Timur, PPL Panyabungan Barat, PPL Panyabungan Selatan,
PPL Tambangan, PPL Puncak Sorik Marapi, PPL Ulu Pungkut, PPL
Pakantan, PPL Batang Natal, PPL Ranto Baek, PPL Sinunukan dan PPL
Muara Batang Gadis.
Pasal 25
BAB VI
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 26
- 23 -
i. kawasan peruntukan industri;
j. kawasan peruntukan pariwisata;
k. kawasan peruntukan permukiman; dan
l. kawasan peruntukan lainnya.
(6) Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIIPeta Rencana Pola Ruang
Wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Bagian Kedua
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Kawasan Hutan Lindung
Pasal 27
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)
huruf a meliputi Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan Selatan,
Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Panyabungan Timur,
Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Pakantan, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Muarasipongi, Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Hutabargot,
Kecamatan Tambangan, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Ulu
Pungkut, Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan
Muara Batang Gadis, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan seluas kurang
lebih 127.485 Ha (seratus dua puluh tujuh ribu empat ratus delapan
puluh lima hektar).
(2) Pada Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdapat usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak
penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS), yang masih
membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, seluas kurang lebih 30 Ha (tiga puluh hektar) di Kecamatan Ulu
Pungkut dan Muara Sipongi.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya
Pasal 28
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 29
- 24 -
(2) Kawasan sempadan pantai di sepanjang pantai pada wilayah pesisir
Kabupaten Mandailing Natal.
(3) Kawasan sempadan sungai di sepanjang sungai besar dan kecil tersebar di
wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
(4) Kawasan sekitar bendungan/waduk/situ sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3) huruf d ditetapkan antara 50-100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik, yang meliputi kawasan sekitar Bendung Batang Gadis dan di
sekitar Danau Siombun di Kecamatan Panyabungan dan Danau Laut
Tinggal di Kecamatan Muara Batang Gadis.
(5) Kawasan sempadan mata air tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Mandailing Natal.
(6) Kawasan ruang terbuka hijau kota sebesar 30% dari luas wilayah
perkotaan yang menyebar di seluruh wilayah.
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar
Budaya
Pasal 30
(1) Pola ruang kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf d, meliputi kawasan
pantai berhutan bakau, taman Nasionaldan hutan suaka alam.
(2) Kawasan pantai berhutan bakau, meliputi Kecamatan Muara Batang
Gadis, Kecamatan Natal, dan Kecamatan Batahan.
(3) Kawasan Taman Nasional Batang Gadis meliputi perbukitan Kecamatan
Muara Batang Gadis, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Panyabungan
Barat, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Ulu Pungkut.
(4) Kawasan hutan suaka alam di Kecamatan Siabu, Bukit Malintang,
Panyabungan Utara, Huta Bargot, Panyabungan Barat, Panyabungan,
Panyabungan Selatan, Puncak Sorik Marapi, Batang Natal, Kotanopan,
Tambangan, Lingga Bayu, Ulu Pungkut, Ranto Baek, Muara Batang Gadis,
Natal, seluas kurang lebih 75.596 Ha (tujuh puluh lima ribu lima ratus
sembilan puluh enam hektar).
(5) Pada Kawasan Hutan Suaka Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terdapat usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak
penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS), yang masih
membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, seluas kurang lebih 32 Ha (tiga puluh dua hektar) di Kecamatan
Batang Natal.
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Kawasan Rawan Bencana dan Lindung Geologi
Bagian Kesatu
Rencana Pengembangan Kawasan Rawan Bencana
Pasal 31
(1) Pola ruang kawasan rawan bencana meliputi kawasan rawan gempa bumi,
kawasan rawan massa gerakan tanah/tanah longsor, kawasan rawan zona
patahan aktif, kawasan rawan gelombang pasang air laut/ abrasi/
tsunami, kawasan rawan banjir/banjir bandang;
(2) kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten
dan termasuk zona kerawanan tingkat menengah;
(3) kawasan rawan gerakan tanah/tanah longsor meliputi Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Pakantan, Panyabungan
Selatan, Panyabungan Timur, Tambangan, Ulu Pungkut dan Kecamatan
Batang Natal;
- 25 -
(4) kawasan yang terletak di zona patahan aktif meliputi sebagian Kecamatan
Siabu, Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan Panyabungan
Selatan, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Lembah Sorik
Marapi, Kecamatan Tambangan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara
Sipongi, Kecamatan Ulu Pungkut.
(5) kawasan erosi pantai/abrasi meliputi kawasan abrasi tinggi di sepanjang
pantai bagian utara dan tengah yang berhadapan langsung dengan
Samudera Indonesia dan kawasan abrasi sedang di sepanjang pantai
bagian selatan dari Tabuyung ke Selatan.
(6) Kawasan rawan banjir/banjir bandang meliputi Kecamatan Siabu,
Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan
Natal, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan
Sinunukan, Kecamatan Batahan, Kecamatan Panyabungan Utara,
Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Huta
Bargot, dan Kecamatan Panyabungan Barat.
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Geologi
Pasal 32
Paragraf 6
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 33
Bagian Ketiga
Rencana Pola Ruang Kawasan Budi Daya
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 34
(1) Pola ruang kawasan peruntukan hutan produksi meliputi kawasan hutan
produksi tetap, kawasan hutan produksi terbatas, dan kawasan hutan
produksi yang dapat dikonversi;
(2) Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas kurang lebih 152.514 Ha
(seratus lima puluh dua ribu lima ratus empat belas hektar), di Kecamatan
Siabu, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Naga Juang,
Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Panyabungan
Selatan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Lingga Bayu,
Kecamatan Tambangan;
(3) Kawasan hutan produksi tetap (HP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (5) huruf b seluas kurang lebih 16.310 Ha (enam belas ribu tiga
ratus sepuluhhektar), di Kecamatan Batang Natal, Lingga Bayu, Ranto
Baek, dan Muara Batang Gadis;
- 26 -
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi(HPK) seluas kurang lebih
19.897Ha (sembilanbelas ribu delapan ratussembilanpuluh tujuh hektar),
di Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Natal; danKecamatan
Lingga Bayu.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 35
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pasal 36
(1) Pola ruang kawasan perkebunan dengan luas kurang lebih 165.824 Ha
(seratus enam puluh lima ribu delapan ratus dua puluh empat hektar)
meliputi berbagai komoditas perkebunan;
(2) Komoditas lahan perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal meliputi :
a. karet, tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal;
b.kakao, tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal;
c. kopi, di Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muarasipongi, dan
Kecamatan Ulu Pungkut, Kecamatan Pakantan, Kecamatan Panyabungan
Selatan dan Kecamatan Panyabungan Timur;
d.kelapa sawit, di Kecamatan Sinunukan, Kecamatan Batahan, Kecamatan
Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Natal, Kecamatan
Ranto Baek, Kecamatan Muara Batang Gadis;
e. kulit manis, di Kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Kecamatan
Tambangan, Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Panyabungan
Selatan, Kecamatan Lingga Bayu dan Kecamatan Ulu Pungkut; dan
f. aren, di Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Puncak Sorik
Marapi, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Tambangan dan
Kecamatan Panyabungan Timur.
- 27 -
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Peternakan
Pasal 37
(1) Pola ruang kawasan peternakan meliputi peternakan hewan besar, hewan
kecil, dan unggas.
(2) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pada daerah dataran rendah di sepanjang aliran Sungai Batang Gadis
dan sepanjang Pantai Barat dikembangkan ternak besar meliputi sapi
dan kerbau;
b. pada daerah yang bergelombang di wilayah Bukit Barisan
dikembangkan kambing dan domba; dan
c. pada wilayah perkotaan dan daerah penyangga perkotaan
dikembangkan ternak unggas seperti ayam dan itik.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan dan Kelautan
Pasal 38
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 39
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 40
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 41
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 42
- 30 -
Paragraf 10
Kawasan Peruntukan Budidaya Lainnya
Pasal 43
BAB VII
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Ba gia n Kesa t u
Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 47
BAB VIII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 48
Bagian Kedua
Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 49
- 32 -
Pasal 50
Pasal 51
- 34 -
Pasal 54
Pasal 55
Bagian Ketiga
Perwujudan Pola Ruang
Pasal 56
(1) Perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
- 37 -
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
(3) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap;
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi;
d. kawasan pertanian lahan basah;
e. kawasan pertanian lahan kering;
f. kawasan peternakan;
g. kawasan perkebunan;
h. kawasan perikanan;
i. kawasan pertambangan;
j. kawasan industri;
k. kawasan pariwisata;
l. kawasan permukiman; dan
m. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 57
- 39 -
bangunan irigasi;
c. pembangunan sentra budidaya pertanian, hortikultura dan mina padi;
d. studi kelayakan pengembangan sentra budidaya tanaman lahan basah;
dan
e. pembangunan koperasi/pasar khusus pertanian.
(3) Perwujudan peruntukan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (3) huruf e dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan lahan pertanian pangan, hortikultura
berkelanjutan;
b. pembangunan sentra budidaya pertanian, hortikultura;
c. studi kelayakan pengembang sentra budidaya tanaman lahan kering;
dan
d. pembangunan koperasi/pasar khusus pertanian.
(4) Perwujudan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (3) huruf f dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan kawasan peternakan yang berkelanjutan;
b. pengembangan sentra produksi ternak; dan
c. pembangunan koperasi/pasar khusus ternak.
(5) Perwujudan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (3) huruf g dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan kawasan perkebunan yang berkelanjutan;
b. peningkatan produktifitas perkebunan dan tanaman tahunan melalui
intensifikasi lahan;
c. pembangunan sentra perkebunan dan tanaman tahunan;
d. pembangunan sarana dan prasarana pendukung perkebunan, industri
perkebunan; dan
e. pembangunan koperasi/pasar khusus perkebunan.
(6) Perwujudan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf h dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan perikanan tangkap dan perikanan budidaya
berkelanjutan;
b. pengolahan dan pemasaran hasil perikanantangkap dan perikanan
budidaya; dan
c. peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan dan tempat
pelelangan ikan, serta sarana pendukungnya.
(7) Perwujudan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (3) huruf i dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan usaha pertambangan dan galian berkelanjutan;
b. pembangunan sentra industri pertambangan dan bahan galian; dan
c. studi kelayakan dan penataan pengembangan sentra industri
pengolahan pertambangan dan galian.
(8) Perwujudan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf j dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana pengembangan agroindustri dan industri
pengolahan;
b. pembangunan kawasan industri terpadu;
c. pembangunan agroindustri dan industri pengolahan;
d. fasilitasi, pembinaan, pemanfaatan teknologi industri tepat guna;
e. pengembangan industri kecil menengah; dan
f. promosi investasi bagi pengembangan industri agro dan industri
pengolahan.
(9) Perwujudan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf k dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Induk Pariwisata;
b. penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan dan Obyek Wisata;
c. pengembangan pemasaran dan promosi kawasan wisata;
d. pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata;
e. promosi objek wisata; dan
f. pengembanganpotensi objek pariwisata.
(10) Perwujudan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
- 40 -
56 ayat (3) huruf l dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman Daerah (RP3KP);
b. pengembangan permukiman kepadatan tinggi;
c. pengembangan permukiman kepadatan sedang;
d. pengembangan permukiman kepadatan rendah;
e. pembangunan kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap
bangun (lisiba);
f. pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana permukiman; dan
g. pembangunan dan peningkatan utilitas permukiman.
(11) Perwujudan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf m dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana pengembangan peruntukan lainnya;
b. pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana peruntukan
lainnya; dan
c. pembangunan dan peningkatan utilitas peruntukan lainnya.
Pasal 59
BAB IX
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60
Pasal 61
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Perkotaan
Pasal 62
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Paragraf 5
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Sumber Daya Air
Pasal 69
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar jaringan sumber daya air dengan
tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
b. pemanfaatan ruang di sekitar jaringan wilayah sungai lintas kabupaten,
selaras dengan pemanfaatan ruang pada jaringan wilayah sungai di
kabupaten/kota yang berbatasan;
c. pemanfaatan ruang di sekitar kawasan jaringan sumber daya air yang telah
ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam, pemanfaatan ruangnya
dibatasi;
d. pemanfaatan ruang di sekitar kawasan jaringan sumber daya air yang
menurunkan kualitas fungsi lingkungan, pemanfaatan ruangnya dibatasi;
e. perlindungan kawasan yang berfungsi menampung limpasan air di bagian
hilir;
f. perlindungan sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk, rawa,
cekungan air tanah, serta kawasan sekitar mata air dan sumber air lainnya
dari kegiatan yang berpotensi merusak kualitas air;
g. pemulihan fungsi hidrologis yang telah menurun akibat kegiatan budidaya
di kawasan resapan air, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan
waduk serta mata air;
h. pemanfaatan sumber daya air untuk kegiatan budidaya secara seimbang
dengan memperhatikan tingkat ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya
- 45 -
air;
i. pengendalian daya rusak air untuk melindungi masyarakat, kegiatan
budidaya, serta prasarana dan sarana penunjang perikehidupan manusia;
j. keselarasan sistem prasarana sumberdaya air yang selaras dengan
pengembangan sistem pusat permukiman, kawasan budidaya, dan
kawasan lindung; dan
k. pengembangan sistem prasarana sumberdaya air untuk mendukung sentra
produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
kabupaten.
Paragraf 6
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Prasarana Lingkungan Kabupaten
Pasal 70
- 46 -
Paragraf 7
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung Kabupaten
Pasal 71
Pasal 72
- 47 -
c. dalam peruntukan ruang kawasan rawan gempa harus
memperhitungkan tingkat risiko.
d. pengembangan sistem informasi deteksi dini bencana
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana
gerakan massa tanah/tanah longsor, ditetapkan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
b. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana
gelombang air pasang/abrasi/tsunami , ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penanaman mangrove
dan terumbu karang, pembuatan pemecah gelombang dan pelindung
pantai, pembuatan tanggul pelindung atau sistem polder yang
dilengkapi dengan pintu dan pompa sesuai dengan elevasi lahan
terhadap pasang surut, serta kegiatan pendirian bangunan untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana gelombang pasang;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata, olahraga, dan kegiatan lain dengan potensi kerugian kecil
akibat bencana gelombang pasang;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pengambilan
terumbu karang, pengrusakan mangrove, dan kegiatan yang dapat
mengubah pola arus laut; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi penyediaan jalur
evakuasi bencana gelombang pasang serta pemasangan sistem
peringatan dini.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana banjir ,
ditetapkan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis,
dan ancaman bencana;
b. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum;
d. Penetapan batas dataran banjir;
e. Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan
f. Ketentuan pelarangan pemanfatan ruang bagi kegiatan permukiman
dan fasilitas umum penting lainnya.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf f, ditetapkan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
b. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf g, adalah mengikuti
ketentuan teknis dari kawasan lindung tersebut.
Paragraf 8
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya
Pasal 73
Pasal 74
- 49 -
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan diluar sektor
kehutanan seperti : pertambangan, perkebunan, pembangunan jaringan
listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi serta kepentingan
pertahanan dan keamanan, pembangunan lainnya yang diatur oleh
ketentuan undang-undang; dan
c. sebelum kegiatan pengelolaan diwajibkan melakukan studi kelayakan
dan/atau AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan yang telah disetujui.
Pasal 75
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian lahan basah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf d, ditetapkan sebagai
berikut:
a. kawasan pertanian tanaman lahan basah dengan irigasi teknis dan
setengah teknis tidak boleh dialihfungsikan;
b. wilayah yang menghasilkan produk pertanian yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
c. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
d. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan),
baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus
terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
e. penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang
terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian (udara-bau
dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan
RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
f. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit
ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair) yang
dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam
dokumen Amdal;
g. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
h. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
i. untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura pada kawasan
pertanian lahan basah ditetapkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan
dilaksanakan berdasarkan kesesuaian lahan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian
lahan kering sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf e, ditetapkan
sebagai berikut:
a. kawasan pertanian tanaman lahan kering dengan irigasi teknis dan
setengah teknis tidak boleh dialihfungsikan;
b. wilayah yang menghasilkan produk pertanian lahan kering yang bersifat
spesifik lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
c. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
d. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan),
baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus
terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
e. penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang
terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian (udara-bau
dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan
RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
f. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit
ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair) yang
dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam
dokumen Amdal;
- 50 -
g. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
h. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
i. untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura pada kawasan
pertanian lahan kering ditetapkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan
dilaksanakan berdasarkan kesesuaian lahan.
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83
- 52 -
Paragraf 9
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 84
Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Perizinan
Pasal 85
- 53 -
Bagian Keempat
Ketentuan Umum Insentif dan Disinsentif
Pasal 86
Pasal 87
(1) Arahan insentif dan disinsentif didasarkan pada peruntukan pola ruang
berupa kawasan lindung dan budidaya;
(2) Insentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi kawasan lindung atau dapat
menambah luasan kawasan lindung, meliputi :
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi dan
reboisasi pada kawasan lindung;
b. pemberian bantuan kredit kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung;
c. pemberian kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada penduduk
yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung; dan
d. pemberian bibit pohon secara cuma-cuma dan biaya perawatan bagi
setiap masyarakat yang menanam pohon penghijauan pada kawasan
lindung.
(3) Disinsentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung, dapat
mengurangi luasan kawasan lindung, dan merusak kawasan lindung,
meliputi :
a. pembatasan dukungan sarana dan prasarana;
b. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;
c. tidak dikeluarkannya IMB ataupun izin usaha lain; dan
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada kawasan lindung.
- 54 -
Pasal 88
(1) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yangmelaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan rawan
bencana alam, meliputi:
a. kemudahan pemberian perijinan dan keringanan pajak bagi kegiatan
yang dapat mengurangi potensi bencana alam; dan
b. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada
penduduk yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung.
(2) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan hutan
produksi atau dapat menambah luasan kawasan hutan, meliputi:
a. memberikan penghargaan/imbalan kepada pihak pengelola hutan yang
mengusahakan hutan sesuai peraturan perundang-undangan;
b. memberikan bantuan, fasilitasi, dukungan, perlindungan hukum dan
subsidi kepada masyarakat yang mengembangkan kawasan hutan
produksi;
c. pemberian konpensasi atas penyediaan lahan hutan produksi;
d. pemberian bibit gratis dan biaya pemeliharaan hutan; dan
e. pemberian keringanan pajak dan restribusi.
(3) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertanian atau dapat menambah luasan kawasan pertanian, meliputi:
a. memberikan imbalan, penghargaan, dukungan infrastruktur dan
bantuan (subsidi) bagi petani yang memperluas lahan pertanian;
b. memberikan kemudahan berbagai perizinan bagi petani yang
memperluas lahan atau tetap mempertahankan luas lahan pertanian;
c. memberikan bantuan-bantuan khusus kepada petani (saprotan,
alsintan, beasiswa sekolah anak petani, dll;
d. pemberian keringan pajak;
e. menjamin harga gabah tetap tinggi (subsidi);
f. pembangunan irigasi teknis/desa yang dibutuhkan;
g. pembangunan jalan produksi/jalan usaha tani;
h. perbaikan perumahan petani; dan
i. pemberian Kredit Usaha Tani, Penyuluhan dan Sekolah Lapangan.
(4) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
perkebunan atau dapat menambah luasan kawasan perkebunan, meliputi:
a. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengusahakan perkebunan sesuai
peraturan perundangundangan;
b. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal;
c. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
merehabilitasi kawasan lindung setempat;
d. pemberian keringanan dan kemudahan proses perizinan;
e. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin.
(5) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
perikanan, meliputi:
a. pemberian pajak yang ringan;
b. bantuan kredit dan sarana produksi;
c. penyediaan fasilitas nelayan (dermaga kapal/perahu, TPI, Depot Es, dll.);
d. bantuan peralatan tangkap;
e. pelatihan keterampilan untuk nelayan;
- 55 -
f. pembangunan pabrik pengolahan ikan dan non ikan;
g. penelitian dan pemasaran hasil laut; dan
h. kemudahan izin usaha perikanan (sesuai aturan berlaku).
(6) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertambangan, meliputi:
a. memberikan kemudahan dalam proses perizinan;
b. memfasilitasi urusan birokrasi dengan pemerintah provinsi dan pusat;
c. mendukung pelatihan tenaga lokal sesuai kebutuhan perusahaan
pertambangan; dan
d. pemberian izin harus disertai kontrak reklamasi yang terukur.
(7) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan industri,
meliputi:
a. pembangunan prasarana dan sarana;
b. kemudahan dalam investasi;
c. kemudahan dalam pemberian perijinan, fasilitas kredit; dan
d. Keringanan pajak dan lain-lain sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
(8) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pariwisata, meliputi:
a. penyiapan lahan untuk kawasan wisata;
b. kemudahan izin pembangunan fasiltias pendukung pariwisata;
c. pembangunan infrastruktur;
d. kemudahan memperoleh sambungan listrik, PDAM, telekomunikasi;
e. fasilitasi Promosi dan pemasaran Daerah Tujuan Wisata; dan
f. bantuan rehabilitasi rumah penduduk yang digunakan untuk
penginapan tamu/wisatawan (home stay)sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
(9) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
permukiman, meliputi:
a. memberikan kemudahan perizinan pembangunan rumah/perumahan
yang sesuai peruntukan;
b. membangun prasarana dan sarana permukiman;
c. membangun fasilitas umum dan sosial di kawasan permukiman; dan
d. memfasilitasi kawasan yang aman untuk peruntukan permukiman
(kasiba/lisiba).
Pasal 89
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 90
Pasal 91
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi
administratif terdiri atas:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Penolakan izin
g. Pembatalan izin;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dalam
Peraturan Daerah.
Pasal 92
(1) Peringatan tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang,
yang berisi :
a. peringatan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta
bentuk pelanggarannya;
- 58 -
b. peringatan untuk segera melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata
ruang dan / atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku; dan
c. batas waktu maksimal yang diberikan melakukan penyesuaian
pemanfaatan ruang.
(2) Surat peringatan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1)
diberikan sebanyak-banyaknya 3 kali dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pelanggar mengabaikan peringatan pertama, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kedua yang memuat penegasan terhadap hal-hal
sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama;
b. pelanggar mengabaikan peringatan kedua, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban ketiga yang memuat penegasan terhadap hal-hal
sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama dan kedua; dan
c. pelanggar mengabaikan peringatan pertama, peringatan kedua, dan
peringatan ketiga, pejabat yang berwenang melakukan penerbitan surat
keputusan pengenaan sanksi yang dapat berupa penghentian kegiatan
sementara, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi,
pencabutan izin, pembatalan izin, pemulihan fungsi ruang, dan / atau
denda administratif.
Pasal 93
- 59 -
Pasal 94
Pasal 95
Penutupan lokasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan penutupan lokasi dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang, yang
berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya sendiri
menghentikan kegiatan dan menutup lokasi pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan / atau ketentuan
teknis pemanfaatan ruang yang berlaku;
- 60 -
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
4) konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara paksa apabila
pelanggar mengabaikan surat peringatan.
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera
dilaksanakan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
Pasal 96
Pencabutan izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang, yang
berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya sendiri
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka
penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan / atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku;
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
4) konsekuensi akan dilakukannya pencabutan izin apabila pelanggar
mengabaikan surat peringatan.
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin yang akan segera
dilaksanakan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pencabutan
izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. penerbitan keputusan pencabutan iyin oleh pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pencabutan izin; dan
f. pemberitahuan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dicabut sekaligus perintah untuk secara permanen menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya.
Pasal 97
Penolakan izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penolakan izin dilakukan setelah melalui tahap evaluasi, dan dinilai tidak
memenuhi ketentuan rencana tata ruang dan/atau pemanfaatan ruang yang
berlaku; dan
- 61 -
b. setelah dilakukan evaluasi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan memberitahukan kepada pemohon izin perihal penolakan izin yang
diajukan, dengan memuat hal-hal dasar penolakan izin dan hal-hal yang
harus dilakukan apabila pemohon akan mengajukan izin baru.
Pasal 98
Pembatalan izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf g
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pemanfaatan ruang
dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. pemberitahuan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana
pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah
diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang diakibatkan oleh pembatalan
izin;
c. penerbitan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. pemberitahuan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin,
dengan memuat hal-hal berikut :
1) dasar pengenaan sanksi;
2) hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pemanfaat ruang hingga
pembatalan izin dinyatakan secara resmi oleh pejabat yang berwenang
melakukan pembatalan izin; dan
3) hak pemegang izin untuk mengajukan penggantian yang layak atas
pembatalan izin, sejauh dapat membuktikan bahwa izin yang dibatalkan
telah diperoleh dengan itikad baik.
e. penerbitan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. pemberitahuan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dibatalkan.
Pasal 99
Pemulihan fungsi ruang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
huruf h dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus
dipulihkan fungsinya berikut cara pemulihannya;
b. penerbitan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang, yang berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri pemulihan
fungsi ruang agar sesuai dengan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang
telah ditetapkan;
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
4) konsekuensi yang diterima pelanggar apabila mengabaikan surat
peringatan.
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan pemulihan fungsi ruang
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan
fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu
pelaksanaanya; dan
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang.
- 62 -
Pasal 100
Denda administratif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf
i akan diatur lebih lanjut oleh SKPD yang terkait dengan Tata Ruang.
Pasal 101
Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, Pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan
agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah atas beban pelanggar dikemudian hari.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 103
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 104
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 105
BAB XII
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 106
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 107
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 108
Pasal 109
- 66 -
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat
berupa:
a. masukkan terkait arahan dan/atau peratuan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
Bagian Kedua
Kelembagaan
Pasal 110
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 111
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Mandailing Natal adalah 20 (dua puluh)
tahun sejak ditetapkan yaitu tahun 2016 - 2036 dan dapat ditinjau kembali
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar, perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan undang-
undang, RTRW Kabupaten Mandailing Natal dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal
kabupaten.
(4) Dengan berlakunya peraturan daerah ini, maka perlu segera disusun
rencana detail tata ruang dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
kedepan.
(5) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten dilengkapi dengan Dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Album Peta yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Dalam hal terdapat penetapan batas wilayah oleh Menteri Dalam Negeri
terhadap wilayah kabupaten/kota lain berbatasan yang belum disepakati
pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana dan album peta
sebagaimana dimaksud pada ayat 4 akan disesuaikan berdasarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
(7) Dalam hal terdapat usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang
berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS), yang
masih membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik
- 67 -
Indonesia, diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(8) Dalam hal terdapat wilayah yang masih berada dalam status kawasan
hutan, diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 112
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 113
Buku Materi Teknis dan Album Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tahun 2016 - 2036 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 114
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten
Mandailing Natal Nomor 14 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Mandailing Natal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- 68 -
- 69 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN
2016-2036
I. UMUM
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah otonom hasil pemekaran
Kabupaten Tapanuli Selatan sejak 23 November 1998. Kabupaten ini terletak di
bagian paling selatan dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung
dengan Provinsi Sumatera Barat. Sebagian wilayah kabupaten terdiri dari
gugusan pegunungan dan perbukitan Bukit Barisan serta daerah pesisir/pantai
di sebelah barat. Kabupaten Mandailing Natal memiliki Taman Nasional Batang
Gadis. Potensi wilayah memicu pemanfaatan ruang yang ekstensif. Untuk itu
diperlukan pengarahan dan pengendalian secara terpadu agar pembangunan dan
pengembangan wilayah Kabupaten Mandailing Natal dapat sesuai dengan daya
dukung lingkungan serta memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Pasal 1
Definisi dan istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar
terdapat keseragaman pengertian dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Luas wilayah masih indikatif (menunggu pengesahan dari Menteri Dalam
Negeri)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
- 71 -
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Tujuan penataan ruang Kabupaten Mandailing Natal merupakan perwujudan
dari Visi dan Misi pembangunan daerah ke dalam aspek keruangan, yang
pada dasarnya untuk mewujudkan wilayah Kabupaten Mandailing Natal yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan sumber daya pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan,
dan kelautan, dengan didukung oleh prasarana/infrastruktur yang memadai.
Ayat (2)
Kebijakan penataan ruang kabupaten ditetapkan untuk mewujudkan tujuan
kabupaten yaitu penataan ruang wilayah kabupaten.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
- 72 -
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud “rencana struktur ruang” adalah gambaran struktur ruang
yang dikehendaki untuk dicapai pada akhir tahun rencana, yang mencakup
struktur ruang yang ada dan yang akan dikembangkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Pusat kegiatan disusun secara berhierarki menurut fungsi dan besarannya.
Penetapan fungsi dan hubungan hierarkis pusat kegiatan berdasarkan
penilaian kondisi sekarang dan antisipasi perkembangan di masa yang akan
datang sehingga terwujud pelayanan sarana dan prasarana yang efektif dan
efisien, yang persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan
ruang yang ada.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Jaringan jalan arteri primer dikembangkan untuk melayani dan
menghubungkan kota-kota antara Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan/atau
PKN dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan/atau antara PKW, dan antar
kota yang melayani kawasan berskala besar dan/atau cepat
tumbuh/berkembang dan/atau pelabuhan-pelabuhan utama.
Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk melayani antar PKW
- 73 -
dan/atau antar PKW dengan Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan
Provinsi (PKWp) dan/atau antar PKWp, antara PKW atau PKWp dengan PKL,
dan kawasan-kawasan berskala kecil dan/atau pelabuhan regional dan/atau
lokal. Jaringan kolektor primer dikembangkan pula untuk menghubungkan
antar ibukota provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Dalam tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran, seleksi lokasi untuk
kawasan pelabuhan disesuaikan dengan kriteria pelabuhan yang akan
dikembangkan, mempertahankan sedapat mungkin keaslian (keasrian)
pemandangan sekitarnya, faktor biologi, kualitas air dan nilai-nilai penting
lingkungan lainnya sedangkan untuk alur pelayaran kriteria seleksi
didasarkan pada karakteristik alur yang diperlukan (alur pelayaran
internasional, nasional, dan antar pulau) dan sedapat mungkin
memperhatikan alur migrasi hewan laut yang dilindungi.
Yang dimaksud “tatanan kepelabuhan” adalah suatu sitem kepelabuhan
nasional yang memuat hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis
penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan antarmoda, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
Yang dimaksud “alur pelayaran” adalah bagian dari perairan baik yang alami
- 74 -
maupun buatan yang terdiri dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tatanan kebandarudaraan” adalah suatu sistem
kebandarudaraan nasional yang memuat hirarki, peran, fungsi klasifikasi,
jenis penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan antarmoda, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
Yang dimaksud dengan “ruang udara untuk penerbangan” adalah ruang udara
yang dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi udara atau kegiatan
penerbangan sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi
nasional. Ruang transportasi udara ditunjukkan oleh flight information region.
Ayat (2)
Bandar udara pengumpan ditetapkan dengan kriteria:
a. sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW
terdekat;
b. melayani penumpang dengan jumlah antara 500.000 sampai dengan
5.000.000 per tahun.
Dalam tatanan kebandarudaraan harus memperhatikan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Hal ini dimaksudkan agar wilayah
di sekitar lapangan terbang dijaga kebebasannya dari obstacle
(rintangan/halangan/ hambatan) demi keselamatan pesawat yang beroperasi
di lapangan terbang tersebut dan untuk mencegah lapangan terbang menjadi
tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya obstacle di sekitar lapangan
terbang. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan membentuk pembatasan akan
obstacle pada permukaan dengan menjelaskan batasan pembangunan atau
kegiatan di sekitar KKOP.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembangkit listrik” adalah fasilitas untuk kegiatan
memproduksi tenaga listrik.
Pembangkit listrik antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG),
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
SUTET adalah singkatan dari Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dengan
kekuatan 500 kV (lima ratus kilometer volt) yang ditujukan untuk
menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh
menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan
efisien.
SUTT adalah singkatan dari Saluran Udara Tegangan Tinggi dengan kekuatan
30 kV, 70 kV, 150 kV yang ditujukan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
Pusat Pembangkit ke Gardu Induk (GI) atau dari GI ke GI lainnya.
- 75 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Wilayah sungai lintas provinsi, dan strategis nasional merupakan wilayah
sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS) yang pengelolaannya menjadi
tugas dan tanggung jawab Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Sistem sanitary landfill memiliki pengertian sebagai suatu fasilitas yang
dirancang sebagai tempat pembuangan limbah padat perkotaan yang didesain
dan dioperasikan untuk meminimalkan dampak pembuangan sampah terhadap
kesehatan masyarakat dan lingkungan
Pasal 22
Cukup jelas
- 76 -
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Wet land memiliki pengertian sebagai wilayah-wilayah dimana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah
tersebut sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air
yang dangkal.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud “kawasan lindung” adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Penetapan kawasan
budidaya dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan, dan pemantauan
kegiatan termasuk penyediaan prasarana dan sarana maupun penanganan
dampak lingkungan penerapan, mekanisme insentif, dan sebagainya akibat
kegiatan budidaya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyediaan
prasarana dan sarana penunjang kegiatan akan lebih efisien apabila kegiatan
yang ditunjangnya memiliki besaran yang memungkinkan tercapainya skala
ekonomi dalam penyediaan prasarana dan sarana. Peruntukan kawasan
Budidaya disesuaikan dengan kebijakan pembangunan yang ada.
Kawasan Budidaya menggambarkan kegiatan dominan yang berkembang di
dalam kawasan tersebut. Dengan demikian, masih dimungkinkan keberadaan
kegiatan Budidaya lainnya di dalam kawasan kawasan tersebut. Sebagai
- 77 -
contoh, pada kawasan peruntukan industri dapat dikembangkan perumahan
untuk para pekerja di kawasan peruntukan industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 27
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Istilah gambut berasal dari bahasa daerah Kalimantan Selatan (suku Banjar).
Gambut adalah tanah organik, atau bahan organik yang tertimbun secara
alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau
hanya sedikit mengalami perombakan. Di Indonesia gambut umumnya
terbentuk pada ekosistem hutan rawa marin atau payau.
Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(akifer) yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan
resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan
air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air
tanah dan pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun
kawasan yang bersangkutan.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jels
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
- 78 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hutan Produksi Terbatas adalah hutan yang dialokasikan untuk produksi
kayu dengan intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya berada
di wilayah pegunungan di mana lereng-lereng yang curam mempersulit
kegiatan pembalakan.
Ayat (3)
Hutan Produksi Tetap merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan
perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.
Ayat (4)
Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) adalah: a) Kawasan hutan
dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah masing-
masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang
di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam; b) Kawasan hutan yang
secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi,
permukiman pertanian dan perkebunan.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kawasan pertanian lahan basah meliputi lahan persawahan yang beririgasi.
Kawasan pertanian lahan kering meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi
tanaman lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultura, atau tanaman
- 79 -
pangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 36
Kawasan perkebunan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman
perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan baku
industri. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan dengan pemanfaatan
potensi lahan yang memiliki kesesuaian untuk perkebunan, berada pada
kawasan budidaya, dan menghindarkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan
dengan kawasan lindung, kawasan hutan produksi tetap dan produksi
terbatas, kawasan industri, dan kawasan permukiman.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Kawasan peternakan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi peternakan
hewan besar, hewan sedang, peternakan unggas, dan padang penggembalaan.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 38
Kawasan perikanan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan,
baik berupa perikanan di perairan laut, maupun pertambakan/kolam, dan
perairan darat lainnya.
Perikanan tangkap merupakan kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan
yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya.Sedangkan Perikanan budidaya merupakan kegiatan untuk
memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
- 80 -
Pasal 39
Kawasan pertambangan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi
pertambangan, baik wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan
kegiatan pertambangan. Kawasan peruntukan pertambangan dimaksudkan
untuk mengarahkan agar kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara
efisien dan produktif tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Kawasan industri meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi industri berupa
tempat pemusatan kegiatan industri. Kawasan peruntukan industri dan
pergudangan dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan industri dapat
berlangsung secara efisien dan produktif, mendorong pemanfaatan sumber
daya setempat, mengendalikan dampak lingkungan, dan sebagainya.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 41
Kawasan pariwisata meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan
pariwisata dan sarana prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 42
Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman
dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai
akses untuk kesempatan berusaha.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Kawasan strategis adalah kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan
- 81 -
yang berpengaruh besar terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan yang dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi
dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis suatu
kawasan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Kawasan pemerintahan meliputi kawasan perkantoran pemerintahan
Kabupaten Mandailing Natal, terdiri atas kantor Bupati Mandailing Natal dan
seluruh kantor instansi lainnya yang dibangun dalam satu lokasi secara
terpadu.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
- 82 -
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Ayat (14)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
- 83 -
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
- 84 -
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang
dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan
sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan
yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan
ruang. Beberapa fungsi utama dari peraturan zonasi, yakni:
1. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zonasi yang
lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata
cara pengawasannya.
2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zonasi dapat
menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat
operasional, karena memuat ketentuan tentang penjabaran rencana yang
bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada
rencana yang rinci.
3. Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Ketentuan
zonasi mencakup tata guna lahan, intensitas pembangunan, tata
bangunan, prasarana minimum, dan standar perencanaan untuk setiap
peruntukan lahan.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
- 85 -
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembuangan efluen air limbah ke media lingkungan hidup merupakan proses
pembuangan air hasil pengolahan air lindi yang dihasilkan oleh proses
penguraian sampah dan air limpasan permukaan pada lahan urug (landfill) ke
badan air penerima.
Ayat (4)
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan
hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
- 86 -
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
- 87 -
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
- 88 -
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
- 89 -
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
- 90 -
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
- 91 -
Pasal 114
Cukup jelas
Pasal 115
Cukup jelas
- 92 -
Lampiran : 1
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 93 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 94 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 95 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 96 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 97 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 98 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 99 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
- 100 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)
Keterangan :
I-V : Tahapan Pengembangan
B : Mendorong Pengembangan Kota-Kota Sentra Produksi
C : Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan Nasional
: C/1 : Pengembangan/ Peningkatan Fungsi
: C/2 : Pengembangan Baru
: C/3 : Revitalisasi kota-kota yang berfungsi
D : Pengendalian Kota-Kota Berbasis Mitigasi Bencana
: D/1 : Rehabilitasi kota akibat bencana alam
: D/2 : Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis Mitigasi Bencana
E : Pengembangan Kota-kota Pusat Pertumbuhan Provinsi
: E/1 : Pengembangan/ Peningkatan Fungsi
: E/2 : Pengembangan Baru
: E/3 : Revitalisasi Kota-Kota yang telah berfungsi
- 101 -
Lampiran : 2
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
I Perwujudan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Mandailing Natal
1. Perwujudan Pusat-Pusat Kegiatan
- a. Program Pengembangan PKL
- Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PKL Bappeda
Kec. Panyabungan
Panyabungan Kabupaten
APBN, APBD
- - Kawasan pusat pemerintahan terpadu Mandailing
Prov. dan
- - Perguruan tinggi Panyabungan Natal,
Kab., Dana
- 102 -
- - Sarana, prasarana dan utilitas perkotaan Instansi
Swasta
- - Terminal tipe A Teknis
- - Utilitas perkotaan lainnya
- - Ruang terbuka hijau
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PKL Siabu Kec. Siabu Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas perkotaan Mandailing
Prov. dan
- - Pendidikan dan kesehatan Natal,
Kab., Dana
- Siabu Instansi
Swasta
- Sentra pertanian Teknis
lainnya
- - Terminal tipe C
- - Ruang terbuka hijau
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PKL Kotanopan Kec. Kotanopan Kabupaten APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas perkotaan Mandailing Prov. dan
Kotanopan
- - Pendidikan, kebudayaan dan kesehatan Natal, Kab., Dana
- - Perdagangan Instansi Swasta
- - Terminal tipe C Teknis
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Ruang terbuka hijau lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PKL Natal Kec. Natal
- - Sentra perkebunan
Bappeda
- - Pelabuhan pengumpul, pengumpan lokal, TPI
Kabupaten
dan PPI APBN, APBD
Mandailing
- - Pendidikan, kebudayaan dan kesehatan Prov. dan
Natal Natal,
- - Pergudangan Kab., Dana
Instansi
- - Kawasan industri terpadu Swasta
Teknis
- - Sarana dan prasarana pariwisata lainnya
- - Terminal tipe C
- - Utilitas perkotaan
- - Ruang terbuka hijau
- b. Program Pengembangan PPK
- Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPK Bukit
Kec. Bukit Malintang Kabupaten
Malintang APBN, APBD
Mandailing
- 103 -
- - Bandar udara Bukit Malintang Prov. dan
Bukit Malintang Natal,
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Kab., Dana
Instansi
- - Pergudangan Swasta
Teknis
- - Sentra industri kecil lainnya
- - Ruang terbuka hijau
- Pengembangan Bappeda
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPK Lembah Kabupaten
Kec. Lembah Sorik Marapi APBN, APBD
Sorik Marapi Mandailing
Lembah Sorik Prov. dan
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Natal,
Marapi Kab., Dana
- - Pergudangan Instansi
Swasta
- - Sentra industri kecil Teknis
- - Ruang terbuka hijau lainnya
- Pengembangan Bappeda
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) APBN, APBD
PPK Kabupaten
Kec. Muarasipongi Prov. dan
Muarasipongi Muarasipongi Mandailing
Kab., Dana
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Natal,
Swasta
- - Sentra industri kecil Instansi
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Budaya dan pariwisata Teknis
- - Ruang terbuka hijau lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPK Lingga Bayu Kec. Lingga Bayu Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Mandailing
Prov. dan
- - Perdagangan Lingga Bayu Natal,
Kab., Dana
- - Sentra perkebunan Instansi
Swasta
- - Terminal tipe C Teknis
- - Ruang terbuka hijau lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPK Batahan Kec. Batahan Bappeda
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan APBN, APBD
Mandailing
- - Pergudangan Prov. dan
Batahan Natal,
- - Sentra perkebunan Kab., Dana
Instansi
- - Pelabuhan pengumpul dan TPI Swasta
Teknis
- 104 -
- - Kawasan industri terpadu lainnya
- - Ruang terbuka hijau
- c. Program Pengembangan PPL
- Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL
Kabupaten
Panyabungan Kec. Panyabungan Utara APBN, APBD
Mandailing
Utara Panyabungan Prov. dan
Natal,
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Utara Kab., Dana
Instansi
- - Pengembangan perikanan darat Swasta
Teknis
- - Ekonomi kreatif
lainnya
- - Ruang terbuka hijau
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) APBN, APBD
Bappeda
PPL Naga Juang Kec. Naga Juang Prov. dan
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Kab., Dana
Mandailing
- - Pelestarian lingkungan Swasta
Naga Juang Natal,
- Instansi
- Sentra pertanian Teknis
lainnya
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) APBN, APBD
Bappeda
PPL Huta Bargot Kec. Huta Bargot Prov. dan
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Kab., Dana
Mandailing
- - Pelestarian lingkungan Swasta
Huta Bargot Natal,
- Instansi
- Kawasan industri Teknis
lainnya
- Pengembangan Bappeda
PPL - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten
APBN, APBD
Panyabungan Kec. Panyabungan Timur Mandailing
Panyabungan Prov. dan
Timur Natal,
Timur Kab., Dana
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Instansi
Swasta
- Teknis
- Sentra perkebunan dan pertanian hortikultura
lainnya
- Pengembangan
Bappeda
PPL - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kec. Panyabungan Barat Kabupaten
Panyabungan APBN, APBD
- 105 -
Mandailing
Barat Panyabungan Prov. dan
Natal,
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Barat Kab., Dana
Instansi
- - Sentra pertanian dan perkebunan Swasta
Teknis
- - Pariwisata
lainnya
- - Kawasan industri
- Pengembangan
PPL - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Panyabungan Kec. Panyabungan Selatan
Bappeda
Selatan APBN, APBD
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Prov. dan
Mandailing
- - Pariwisata Panyabungan Kab., Dana
Natal,
- - Industri kecil Selatan Swasta
Instansi
- Teknis
lainnya
- Pelestarian lingkungan
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Tambangan Kec. Tambangan Kabupaten APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
Tambangan Natal,
- - Sentra pertanian dan perkebunan Kab., Dana
Instansi
- Teknis Swasta
- Pengembangan budaya, religi dan pariwisata
lainnya
- Pengembangan Bappeda
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPL Puncak Kabupaten
Kec. Puncak Sorik Marapi APBN, APBD
Sorik Marapi Mandailing
Puncak Sorik Prov. dan
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Natal,
Marapi Kab., Dana
- - Sentra pertanian dan hortikultura Instansi
Swasta
- - Pariwisata Teknis
- - Pelestarian lingkungan lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Ulu Pungkut Kec. Ulu Pungkut Kabupaten
- 106 -
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra pertanian, perkebunan dan hortikultura Ulu Pungkut Natal,
Kab., Dana
- - Budaya dan pariwisata Instansi
Swasta
- Teknis
- Pelestarian lingkungan lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Pakantan Kec. Pakantan Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra pertanian, perkebunan dan hortikultura Pakantan Natal,
Kab., Dana
- - Budaya dan pariwisata Instansi
Swasta
- Teknis
- Pelestarian lingkungan lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Batang Natal Kec. Batang Natal Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra perkebunan dan hortikultura Batang Natal Natal,
Kab., Dana
- - Pendidikan, budaya dan pariwisata Instansi
Swasta
- Teknis
- Pelestarian lingkungan lainnya
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Ranto Baek Kec. Ranto Baek Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra perkebunan Ranto Baek Natal,
Kab., Dana
- - Sentra industri Instansi
Swasta
- - Pariwisata Teknis
- - Perdagangan lainnya
- Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Sinunukan Kec. Sinunukan Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Pendidikan dan budaya Sinunukan Natal,
Kab., Dana
- - Sentra perkebunan Instansi
Swasta
- - Ekonomi kreatif, perdagangan Teknis
- - Terminal tipe C lainnya
- Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPL Muara
Kec. Muara Batang Gadis Bappeda
Batang Gadis
- 107 -
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Kabupaten
APBN, APBD
Mandailing
- - Pergudangan Muara Batang Prov. dan
Natal,
- - Wisata alam Gadis Kab., Dana
Instansi
- - Peternakan Swasta
Teknis
- - Sentra perkebunan lainnya
- - Industri kecil
- - Perikanan, TPI dan PPI
2. Perwujudan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
- a. Program Pengembangan Prasarana Transportasi
- - Pengembangan jaringan jalan arteri primer, Kab. Mandailing Kementerian
APBN
kolektor primer dan lokal primer Natal PUPR
- - Pembangunan jaringan rel kereta api di Pantai Kementerian
Pantai Barat APBN
Barat PUPR
- - Pembangunan pelabuhan pengumpul Sikara- Dinas PU
kara di Natal dan pelabuhan pengumpul Bina Marga
Natal & Batahan APBD Prov.
Palimbungan di Batahan Prov.Sumate
ra Utara
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Dinas PU
Bina Marga
- Pembangunan bandar udara di Bukit Malintang Bukit Malintang APBD Prov.
Prov.Sumate
ra Utara
- APBN, APBD
- Peningkatan ruas-ruas strategis Jalan Lintas Ruas Sibolga – Kementerian
Prov. dan
Tengah Mandailing Natal PUPR
Kab.
- - Ruas Natal ke
- Pembangunan ruas-ruas Jalan Pantai Barat selatan dan Kementerian
APBN
yang belum terhubung Singkuang ke PUPR
utara
- - Dinas PU
Bina Marga
- Peningkatan jalan provinsi sebagai penghubung Ruas Jembatan
Prov. APBD Prov.
Jalan Lintas Tengah dan Jalan Pantai Barat Merah -Natal
Sumatera
- 108 -
Utara
- - - Pembangunan dan peningkatan jalan
penghubung pusat-pusat pelayanan:
- Tabuyung – Singkuang - Sikapas – Batu
Mundom – Batas Tapanuli Selatan*)
- Sinonoan – Tangga Bosi - Batas Utara TNBG –
Hutarimbaru *) Dinas PU
- Pakantan – Simpang Banyak – Batas Sumatera Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
Barat*) Natal Mandailing
- Panyabungan Timur – Aek Nabara – Batas Natal
Tapanuli Selatan*)
- Jalan alternatif Jalan Lintas Tengah Sumatera
pada ruas jalan yang melalui Panyabungan
- Pengembangan jaringan jalan kabupaten di
daerah pesisir barat
- - Dinas PU
Kab. Mandailing
- Review penataan transportasi wilayah Kab. Kab.
Natal APBD Kab.
Mandailing Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Dinas PU
Kab. Mandailing
Kab.
Natal
- Penetapan status dan hierarki jaringan jalan Mandailing
APBD Kab.
Kab. Mandailing Natal Natal, Dept.
Perhubunga
n
- - Dinas PU
Kab.
Mandailing
Natal, Dinas APBN, APBD
- Pembangunan jaringan jalan baru Kab. Mandailing PU Bina Prov. APBD
Natal Marga Prov. Kab. Swasta
Sumut, Dept
Perhubunga
n, Swasta
- - Dinas PU
Bina Marga
Prov. Sumut,
- 109 -
APBN, APBD
Dinas PU
Kab. Mandailing Prov. dan
- Peningkatan jaringan jalan Kab.
Natal Kab., Dana
Mandailing
Swasta
Natal, Dep.
Perhubunga
n, Swasta
- - APBN, APBD
Prov. dan
Dinas PU Kab., Dana
Bina Marga Swasta
Prov. Sumut,
Kab. Mandailing Dinas PU Kab.
- Pemeliharaan jaringan jalan Mandailing
Natal
Natal, Dep.
Perhubungan,
Swasta
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Dinas
Perhubunga
- Pembangunan Terminal Transit Panyabungan n Kab. APBD Kab.
Mandailing
Natal
- - Dinas
- Pengembangan sistem angkutan perkotaan dan Perhubunga
Kab. Mandailing
angkutan regional, termasuk penentuan rute, n Kab. APBD Kab.
Natal
trayek, dan tarif Mandailing
Natal
- - Dinas
Perhubunga
- Penyusunan Manajemen Transportasi
Panyabungan n Kab. APBD Kab.
Perkotaan
Mandailing
Natal
- -
- 110 -
Dinas
Perhubunga
- Penyediaan rambu lalu lintas dan pembuatan
Panyabungan n Kab. APBD Kab.
marka jalan, terutama di perkotaan
Mandailing
Natal
- - Dinas
- Penyusunan Studi Kelayakan dan Detail Perhubunga
Engineering Design Pengembangan Pelabuhan Kec. Natal n Kab. APBD Kab.
Sikara-kara Mandailing
Natal
- - Dinas
Perhubungan
- Peningkatan dan pengaktifan Pelabuhan Sikara- Kab. APBD Kab.,
Kec. Natal
kara sebagai pelabuhan pengumpul Mandailing APBN
Natal, Dep.
Perhubungan
- - Dinas
Perhubungan
- Penyediaan moda angkutan laut, baik bagi
Kec. Natal Kab. APBD Kab.
pergerakan barang maupun penumpang Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Dinas
Perhubunga
- Penyusunan studi kelayakan pengembangan Kec. Bukit
n Kab. APBD Kab.
bandara udara pengumpan lokal Malintang
Mandailing
Natal
b. Program Pengembangan Prasarana Energi
APBN, APBD
- Pengembangan pembangkit listrik tenaga
Kab. Mandailing Prov. dan
mini/mikro hidro, panas bumi, dan sumber PT. PLN
Natal Kab., Dana
energi baru dan terbarukan
Swasta
APBN, APBD
- Pengembangan jaringan transmisi energi listrik Panyabungan,
Prov. dan
SUTT 150 kV, SUTET 275 kV dan gardu induk Lembah Sorik PT. PLN
Kab., Dana
listrik Marapi dan Natal
Swasta
- Penyusunan studi alternatif sumber energi di Kab. Mandailing
PT. PLN Dana PLN
Kabupaten Mandailing Natal Natal
c. Program Pengembangan Prasarana Telekomunikasi
APBN, APBD
- 111 -
Kab. Mandailing
- Peningkatan jaringan telekomunikasi teresterial PT. Telkom, Prov. dan
Natal
ataupun satelit Swasta Kab., Dana
Swasta
- Penambahan telepon umum, warung APBN, APBD
Kab. Mandailing
telekomunikasi (wartel) dan warung internet PT. Telkom, Prov. dan
Natal
(warnet) baik dengan jaringan teresterial Swasta Kab., Dana
maupun satelit Swasta
APBN, APBD
- Pembangunan stasiun-stasiun komunikasi Kab. Mandailing
PT. Telkom, Prov. dan
satelit di wilayah wilayah yang tak terjangkau Natal
Swasta Kab., Dana
sinyal
Swasta
APBN, APBD
- Pengoptimalan pemanfaatan jaringan Kab. Mandailing
Prov. dan
komunikasi satelit di kawasan perkotaan dan Natal PT. Telkom,
Kab., Dana
perdesaan serta menara komunikasi melalui Swasta
Swasta
pembangunan menara terpadu
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Kantor
Kab. Mandailing
TELKOM
Natal Dana Kantor
- Peningkatan kapasitas STO Cab.
TELKOM
Mandailing
Natal
d. Program Pengembangan Prasarana Sumberdaya air
Dept. PU, APBN, APBD
Kab. Mandailing
- Pengembangan prasarana irigasi Dinas PU Prov. dan
Natal
Prov&Kab Kab.
PDAM,
Kab. Mandailing APBN, APBD
- Pengembangan prasarana air bersih perpipaan Instansi
Natal Prov. dan
dan non perpipaan Teknis
Kab.
lainnya
PDAM Kab.
- Pengolahan air bersih untuk menghasilkan air Mandailing
Dana
- 112 -
minum yang aman bagi masyarakat, dengan Kab. Mandailing Natal, Dinas
Perusda,
sistem pengolahan yang tergantung pada mutu Natal PU Kab.
APBD Kab.
air baku Mandailing
Natal
Dinas PU
- Pengembangan jaringan distribusi air bersih,
Kab. Mandailing Kab.
terutama jaringan sekunder yang melayani APBD Kab.
Natal Mandailing
hingga kawasan permukiman masyarakat
Natal
Dinas PU
Kab. Mandailing Kab.
- Peningkatan kapasitas produksi IPA APBD Kab.
Natal Mandailing
Natal
Dinas PU
- Penyusunan Studi Alternatif Sumber Air Baku Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
untuk Air Bersih Natal Mandailing
Natal
Dinas PU
- Pengembangan alternatif sumber air baku
Kab.
untuk meningkat kapasitas pelayanan air Kab. Mandailing APBD Kab.
Natal Mandailing
bersih
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
PDAM Kab.
Kab. Mandailing Dana
- Pembangunan pipa transmisi (pipa baja) Mandailing
Natal Perusda
Natal
PDAM Kab.
Kab. Mandailing Dana
- Operasi dan Pemeliharaan Instalasi Mandailing
Natal Perusda
Natal
Dinas PU
Kab.
- Pembangunan prasarana pengendali daya rusak
Mandailing APBN, APBD
air melalui sistem drainase dan pengendalian Kab. Mandailing
Natal, Prov. dan
banjir, sistem penanganan erosi dan longsor Natal
Instansi Kab.
dan sistem penanganan abrasi pantai
Teknis
lainnya
e. Program Pengembangan Prasarana Lainnya
Dinas PU
- Penyediaan TPS Pada Setiap Permukiman Dan Tiap Permukiman Kab.
Pusat-Pusat Kegiatan Serta Penyediaan TPA di dan Pusat Mandailing APBN, APBD
Kecamatan Panyabungan Barat, TPA di Kegiatan, Kec. Natal, Prov. dan
- 113 -
Kecamatan Natal, dan TPA di Kecamatan Natal, Kec. Instansi Kab.,
Kotanopan Kotanopan Teknis
lainnya
Dinas PU
Kab. Mandailing
Kab.
Natal
- Pembangunan dan Pengembangan jaringan Mandailing APBN, APBD
sanitasi dan drainase di pusat permukiman Natal, Prov. dan
serta sistem pengendalian banjir Instansi Kab.
Teknis
lainnya
Dinas PU
Kab. Mandailing
Kab.
Natal
Mandailing APBN, APBD
- Penggunaan septic tank individu pada PKL,
Natal, Prov. dan
PPK, PPL, serta sanitasi masyarakat (Sanimas)
Instansi Kab.
Teknis
lainnya
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
- Pembangunan dan Pengembangan sistem Kebersihan
Pusat kegiatan
pengelolaan air buangan secara on site dan off Kab. APBD Kab.
dan permukiman
site Mandailing
Natal
Dinas
Kab. Mandailing Kebersihan
- Pembangunan dan Pengembangan pola
Natal Kab. APBD Kab.
pengelolaan air buangan
Mandailing
Natal
Dinas
Kebersihan
- Pengembangan alternatif lokasi pembuangan Kab. Mandailing Kab. APBD Kab.,
akhir limbah padat Natal Mandailing Dana Swasta
Natal,
Swasta
- 114 -
Dinas
Kebersihan
- Pengembangan pola pengelolaan persampahan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
di perkotaan dan permukiman Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Kebersihan
- Pengadaan peralatan pendukung pengelolaan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
persampahan (alat angkut, alat olah, dll) Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Sosialisasi pola pengelolaan persampahan Kebersihan
Kab. Mandailing
kepada masyarakat, terutama menyangkut 3R Kab. APBD Kab.
Natal
(reduce, reuse, recycle) Mandailing
Natal, LSM
Bappeda
Kab.
- Studi Perencanaan Drainase Perkotaan Panyabungan APBD Kab.
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas PU
Cipta Karya
- Pembangunan Drainase Sekunder Perkotaan Panyabungan Kab. APBD Kab.
Mandailing
Natal
Dinas PU
Cipta Karya
- Pengembangan sistem sumur resapan di pusat- Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pusat kegiatan terbangun dan permukiman Natal
Mandailing
Natal
Dinas PU
Pengairan,
- Operasi dan pemeliharaan alur sungai sebagai Sungai-sungai
Kab. APBD Kab.
drainase primer utama
Mandailing
Natal
Kab. Mandailing Jajaran
- Peningkatan sarana pemerintahan Pemerintahan
APBD Kab.
Natal
Dinas PU
- 115 -
Kab.
Mandailing APBN, APBD
- Penyediaan sarana dan prasarana lingkungan Kab. Mandailing
Natal, Prov. dan
permukiman lainnya Natal
Instansi Kab.
Teknis
lainnya
II Perwujudan Rencana Pola Ruang Kabupaten Mandailing Natal
1. Perwujudan Kawasan Lindung
a. a. Program Pengembangan Kawasan Hutan Lindung
b. Bappeda,
Dinas
Kehutanan
- Penegasan tata batas kawasan hutan lindung
Kab. Mandailing Kab.
serta memberikan batasan fisik pada kawasan APBD Kab.
Natal Mandailing
hutan lindung
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
c. Bappeda,
Dinas
- Penyusunan dan penetapan Perda tentang tata Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
batas, zonasi dan pengelolaan kawasan lindung Natal Kab.
Mandailing
Natal
d. Bappeda,
Dinas
- Sosialisasi Perda tentang pengelolaan kawasan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lindung Natal Kab.
Mandailing
Natal
e. Bappeda,
Dinas
- Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka
Kehutanan
mempermudah kegiatan pengawasan dan APBD Kab.
Kab.
- 116 -
pengendalian kawasan hutan lindung
Mandailing
Natal
f. Bappeda,
Dinas
- Identifikasi pemilik lahan yang terkena Kehutanan
APBD Kab.
peruntukan kawasan hutan lindung Kab.
Kab. Mandailing Mandailing
Natal Natal
g. Bappeda,
Dinas
- Pelaksanaan penyepakatan (penggantian,
Kehutanan
pembelian, atau partisipasi) lahan peruntukan APBD Kab.
Kab.
hutan lindung
Mandailing
Natal
h. Bappeda,
Dinas
- Identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan
Kehutanan APBD Kab.
lindung Kab.
Mandailing
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Natal
i. Bappeda,
Dinas
- Pelaksanaan reboisasi (penghijauan kembali) Kehutanan
APBD Kab.
dan rehabilitasi hutan lindung yang telah rusak Kab.
Mandailing
Natal
j. Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Sosialisasi perwujudan kawasan hutan lindung APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
k. Masyarakat di Dinas
atau sekitar Kehutanan
Hutan lindung, Kab.
- Pembentukan kelompok-kelompok masyarakat
sempadan pantai Mandailing APBD Kab.
sadar kawasan lindung
dan sungai, Natal,
- 117 -
resapan air, Kantor Balai
TNBG TNBG, LSM
l. Masyarakat di
atau sekitar Dinas
Hutan lindung, Kehutanan
- Pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat
sempadan pantai Kab. APBD Kab.
sadar kawasan lindung
dan sungai, Mandailing
resapan air, Natal, LSM
TNBG
m. Bappeda,
Dinas
Kehutanan
Kab. Mandailing Kab.
- Kajian pengembangan potensi ekowisata APBD Kab.
Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
n. Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian peluang pembayaran jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
o. Bappeda,
Dinas
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lingkungan Natal Kab.
Mandailing
Natal
p. b. Program Pengembangan Kawasan yang Memberi Perlindungan Terhadap Bawahannya
c. d. - Pengembangan tanaman kehutanan yang Pesisir pantai
berfungsi sebagai tanaman konservasi barat, Kec. Bappeda,
- 118 -
e. f. - Pengawasan dan pengendalian pada kawasan Muarasipongi, Dinas
konservasi dan resapan air Kec. Kotanopan, Kehutanan
APBD Kab.
g. h. Kec. Batang Kab.
- Pelaksanaan rehabilitasi dan penghutanan pada Natal, Kec. Natal, Mandailing
kawasan sekitar resapan air Kec. Muara Natal
Batang Gadis
i. c. Program Pengembangan Kawasan Perlindungan Setempat
d. e. - Penetapan dan penegasan fungsi lindung pada
kawasan sempadan pantai dan sempadan
sungai
f. g. - Penegasan batas-batas dan memberikan
Bappeda,
batasan fisik pada kawasan sempadan pantai
Dinas
dan sempadan sungai, seperti pembangunan
Kab. Mandailing Kehutanan
pagar, dan tanda atau papan informasi APBD Kab.
Natal Kab.
h. i. - Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka
Mandailing
mempermudah kegiatan pengawasan dan
Natal
pengendalian
j. k. - Rehabilitasi DAS dan pengerukan alur sungai
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
l. d. Program Pengembangan Kawasan Sekitar Bendungan/Waduk/Situ
m. n. - Pengembangan kawasan untuk
Bappeda,
mengoptimalkan pemakaian air pada lahan
Dinas
pertanian lahan basah
Kab. Mandailing Kehutanan
o. p. - Pengembangan kawasan sekitar danau atau APBD Kab.
Natal Kab.
waduk sebagai daerah wisata
Mandailing
q. r. - Identifikasi kawasan untuk pemanfaatan
Natal
lainnya
s. e. Program Pengembangan Kawasan Cagar Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
t. u. - Penegasan tata batas kawasan pelestarian alam
Bappeda,
v. w. - Sosialisasi perwujudan kawasan pelestarian
Dinas
alam dan cagar budaya
Kab. Mandailing Kehutanan
x. y. - Pengembangan kawasan pemanfaatan APBD Kab.
Natal Kab.
penelitian dan pengembangan pada Taman
Mandailing
Nasional Batang Gadis
Natal
z. aa. - Pengembangan kawasan pemanfaatan wisata
bb. f. Program Pengembangan Kawasan Rawan Bencana Alam
- 119 -
cc. dd. - Pembangunan jalur evakuasi pada kawasan
rawan bencana alam
ee. ff. - Identifikasi tingkat kerawanan kawasan rawan
bencana alam Bappeda,
gg. hh. - Mempertegas batas-batas dan memberikan Dinas
batasan fisik pada kawasan rawan bencana Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
alam Natal Kab.
ii. jj. - Penanaman pohon pada wilayah potensial Mandailing
longsor dan rawan bencana Natal
kk. ll. - Mitigasi bencana
mm. nn. - Penyusunan rencana aksi daerah pengurangan
resiko bencana
oo. pp. Bappeda Kab.
Mandailing
- Sosialisasi Zona-zona Rawan Bencana dan Kab. Mandailing Natal,
Bakorda Prov.
APBD Kab.
Strategi Mitigasi Bencana Natal
Sumut
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
qq. g. Program Pengembangan Kawasan Lindung Geologi
rr. ss. - Pemetaan dan klasifikasi kawasan rawan
bencana geologi secara detail dan akurat
tt. uu. - Pengaturan permukiman dan kegiatan manusia
di kawasan rawan bencana geologi untuk Bappeda,
melindungi manusia dari bencana yang Dinas
disebabkan oleh alam maupun secara tidak Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
langsung oleh perbuatan manusia Natal Kab.
vv. ww. - Sosialisasi mitigasi bencana geologi pada Mandailing
masyarakat, terutama masyarakat yang berada Natal
pada/dekat dengan daerah rawan gempa bumi,
gerakan tanah, zona patahan dan rawan
tsunami
xx. h. Program Pengembangan Kawasan Lindung Lainnya
yy. zz. - Pemantapan tata batas kawasan lindung Kab. Mandailing
- 120 -
lainnya Natal
Bappeda,
aaa. bbb. - Penyusunan masterplan, program
Kab. Mandailing Dinas
pembangunan dan upaya pelestarian kawasan
Natal Kehutanan
lindung lainnya APBD Kab.
Kab.
ccc. ddd. - Pembanguan fasilitas dan utilitas penunjang Kab. Mandailing
Mandailing
kawasan lindung lainnya Natal
Natal
eee. fff. - Penyediaan perangkat keras dan lunak untuk Kab. Mandailing
mendukung kegiatan kawasan lindung lainnya Natal
ggg. hhh. Dinas
- Perbaikan dan perluasan kawasan hutan Kelautan
Pesisir Barat APBD Kab.
mangrove dan
Perikanan
2. Perwujudan Kawasan Budidaya
iii. a. Program Pengembangan Hutan Produksi Terbatas
jjj. kkk. Dinas
Perindag
- Studi kelayakan dan desain pengembangan Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
sentra industri pengolahan kayu Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
lll. Dinas
Perindag
Kab. Mandailing
- Pembangunan sentra industri pengolahan kayu Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Penyusunan peraturan dan atau instruksi yang
Kab. Mandailing Kehutanan
mengikat tentang program tebang pilih dan APBD Kab.
Natal Kab.
tebang tanam
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Sosialisasi perwujudan kawasan peruntukan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
hutan produksi terbatas Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
- 121 -
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Pemantapan tata batas APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Identifikasi dan klasifikasi tingkat kerusakan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
kawasan hutan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
- Rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan kritis Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
berbasis masyarakat Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
Kehutanan
- Pengelolaan sumber daya hutan secara lestari Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
dan berkelanjutan Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Valuasi jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian pembayaran jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
- 122 -
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian pengembangan potensi ekowisata APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lingkungan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Kab.
- Kajian pengembangan Kawasan Strategis Kab. Mandailing Mandailing
APBD Kab.
Kabupaten Natal Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
b. Program Pengembangan Hutan Produksi Tetap
Dinas
Perindag
- Studi kelayakan dan desain pengembangan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
sentra industri pengolahan kayu Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindag
Kab. Mandailing
- Pembangunan sentra industri pengolahan kayu Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
- Penyusunan peraturan pelimpahan penguasaan
Dinas
dan atau memberikan kewenangan dalam
Kab. Mandailing Kehutanan
pengawasan dan pengendalian kawasan hutan APBD Kab.
Natal Kab.
produksi dari pemerintahan kecamatan
Mandailing
terhadap pemerintah desa
Natal
Bappeda,
- 123 -
Dinas
- Penyusunan peraturan dan atau instruksi yang
Kab. Mandailing Kehutanan
mengikat tentang program tebang pilih dan APBD Kab.
Natal Kab.
tebang tanam
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Sosialisasi perwujudan kawasan hutan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
produksi tetap Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Pemantapan tata batas APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Bappeda,
Dinas
- Identifikasi dan klasifikasi tingkat kerusakan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
kawasan hutan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
- Rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan kritis Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
berbasis masyarakat Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
- Pengelolaan sumber daya hutan secara lestari Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
dan berkelanjutan Natal
Mandailing
Natal
- 124 -
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Valuasi jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian pembayaran jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kehutanan
Kab. Mandailing
- Kajian pengembangan potensi ekowisata Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Bappeda,
Dinas
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lingkungan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
Kab. Mandailing
- Mendorong pertanian intensif agroforestri Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Mendorong agrowisata APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
c. Program Pengembangan Pertanian Lahan Basah
- 125 -
Dinas
Pertanian
- Penyusunan peraturan daerah tentang lahan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pertanian pangan berkelanjutan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pemantapan jaringan irigasi dan bangunan- Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
bangunan irigasi Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
Kab. Mandailing
- Pembangunan sentra budidaya pertanian Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
- Studi kelayakan pengembangan sentra Kab. Mandailing Dinas
APBD Kab.
budidaya tanaman lahan kering, lahan basah, Natal Pertanian
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
dan peternakan Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
- Pelaksanaan pembangunan sentra budidaya Pertanian
Kab. Mandailing
benih dan bibit unggul tanaman lahan kering, Kab. APBD Kab.
Natal
lahan basah, peternakan Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pelaksanaan pembangunan koperasi/pasar Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
khusus pertanian Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Penyusunan Studi Optimalisasi Sektor
Pertanian
Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Kab. Mandailing
- 126 -
Kab. APBD Kab.
Mandailing Natal (Identifikasi Komoditas Natal
Mandailing
Strategis dan Prospektif)
Natal
Dinas
- Sosialisasi komoditas strategis dan prospektif Pertanian
Kab. Mandailing
kepada petani dan masyarakat sekitar, Kab. APBD Kab.
Natal
termasuk pola pengelolaannya Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Penyedian bibit komoditas strategis dan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
prospektif Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
Kab. Mandailing
- Peningkatan sentra produksi pangan Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
- Peningkatan Jaringan Irigasi pada Areal Kab. Mandailing Departemen APBN, APBD
Persawahan di Kabupaten Mandailing Natal Natal PU, Dinas Prov dan
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
(pembangunan baru dan perluasan daerah Pertanian Kab.
irigasi) Prov. Sumut
dan Kab.
Mandailing
Natal
Departemen
PU, Dinas
Pertanian APBN, APBD
Kab. Mandailing
- Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Prov. Sumut Prov dan
Natal
dan Kab. Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Penetapan kawasan pertanian berbasis Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
ekosistem campur Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- 127 -
- Kajian potensi jasa lingkungan kawasan Pertanian APBN, APBD
Kab. Mandailing
budidaya non kehutanan untuk pembayaran Kab. Prov dan
Natal
jasa lingkungan dan agrowisata Mandailing Kab.
Natal
Dinas
Pertanian
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
lingkungan Natal
Mandailing
Natal
d. Program Pengembangan Pertanian Lahan Kering
Dinas
Pertanian
- Penyusunan peraturan daerah tentang lahan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pertanian pangan berkelanjutan; Natal
Mandailing
Natal
Kab. Mandailing Dinas
- Pembangunan sentra budidaya pertanian APBD Kab.
Natal Pertanian
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Studi kelayakan pengembangan sentra Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
budidaya tanaman lahan kering dan peternakan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Pelaksanaan pembangunan sentra budidaya Pertanian
Kab. Mandailing
benih dan bibit unggul tanaman lahan kering, Kab. APBD Kab.
Natal
lahan basah, peternakan Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pelaksanaan pembangunan koperasi/pasar Kab. Mandailing
- 128 -
Kab. APBD Kab.
khusus pertanian Natal
Mandailing
Natal
e. Program Pengembangan Hortikultura
Dinas
Pertanian
- Identifikasi kawasan peruntukan hortikultura Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
yang masih potensial Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Peningkatan produktifitas hortikultura dan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
tanaman tahunan melalui intensifikasi lahan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pengembangan sentra produksi tanaman Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
hortikultura Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
Pertanian
- Pemberdayaan masyarakat petani melalui Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pembentukan P3A dan GP3A Natal
Mandailing
Natal, LSM
f. Program Pengembangan Peternakan
Dinas
Peternakan
- Identifikasi kawasan peternakan yang masih Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
potensial Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Peternakan
Kab. Mandailing
- Peningkatan produktifitas peternakan Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Pemberdayaan masyarakat peternak melalui Peternakan
- 129 -
Kab. Mandailing
pembentukan kelompok-kelompok Kab. APBD Kab.
Natal
pemberdayaan Mandailing
Natal
g. Program Pengembangan Perkebunan
Dinas
Perkebunan
- Identifikasi kawasan perkebunan yang masih Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
potensial Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perkebunan
- Identifikasi kawasan perkebunan yang sudah Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
tidak diperpanjang ijin operasinya Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Pengembangan tanaman kayu tahunan pada Kab. Mandailing
Perkebunan APBD Kab.
daerah yang memiliki kemiringan diatas 25% Natal
Kab.
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Mandailing
Natal
Dinas
Perkebunan
- Peningkatan produktifitas perkebunan dan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
tanaman tahunan melalui intensifikasi lahan Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Pertanian,
Dinas
Perkebunan,
- Penyusunan Studi Potensi Pengembangan
Kab. Mandailing Dinas
Kawasan Agropolitan di Kabupaten Mandailing APBD Kab.
Natal Perikanan
Natal
dan
Kelautan
- 130 -
Kabupaten
Mandailing
Natal
Dinas
Perkebunan
- Pemberdayaan masyarakat petani kebun
Kab. Mandailing Kab.
melalui pola kerjasama dengan pengusaha APBD Kab.
Natal Mandailing
perkebunan
Natal, LSM,
pengusaha
h. Program Pengembangan Perikanan
- Pelaksanaan perikanan tangkap APBD Kab.
- Pelaksanaan perikanan budidaya Dinas APBD Kab.
- Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan Kab. Mandailing Kelautan APBD Kab.
- Peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan Natal dan
perikanan dan tempat pelelangan ikan, serta Perikanan APBD Kab.
sarana pendukungnya Kab.
Kab. Mandailing Mandailing
- Penyusunan Studi Identifikasi Potensi
Natal Natal APBD Kab.
Perikanan di Kabupaten Mandailing Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Pembukaan lahan-lahan pengembangan Kab. Mandailing
APBD Kab.
budidaya perikanan Natal
- Sosialisasi lahan budidaya perikanan dan Kab. Mandailing
APBD Kab.
penyebaran benih-benih budidaya perikanan Natal
Dinas
- Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui Peternakan
Kab. Mandailing
pembentukan kelompok-kelompok Kab. APBD Kab.
Natal
pemberdayaan Mandailing
Natal, LSM
i. Program Pengembangan Pertambangan
Dinas
- Penyusunan peraturan daerah tentang ijin Pertambanga
Kab. Mandailing
pengelolaan dan seleksi usaha pertambangan nKab. APBD Kab.
Natal
dan galian (kelayakan perusahaan) Mandailing
Natal
Dinas
Pertambanga
- Pembangunan sentra industri pertambangan Kab. Mandailing
nKab. APBD Kab.
- 131 -
dan bahan galian Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Studi kelayakan dan penataan pengembangan Pertambanga
Kab. Mandailing
sentra industri pengolahan pertambangan dan nKab. APBD Kab.
Natal
galian Mandailing
Natal
Dinas
Pertambanga
- Pembangunan industri pengolahan Kab. Mandailing
nKab. APBD Kab.
pertambangan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertambanga
- Pembangunan sentra penyedia kebutuhan Kab. Mandailing
nKab. APBD Kab.
pertambangan Natal
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
Pertambanga
Kab. Mandailing
- Fasilitasi pertambangan dan galian nKab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Peninjauan kembali izin penambangan di Kehutanan
Kab. Mandailing
kawasan lindung dan penyusunan strategi Kab. APBD Kab.
Natal
penanganan konfliknya Mandailing
Natal
Dinas
- Penyusunan Studi Identifikasi Potensi Pertambanga
Kab. Mandailing
Pertambangan di Luar Kawasan Lindung di n Kab. APBD Kab.
Natal
Kabupaten Mandailing Natal Mandailing
Natal
- 132 -
j. Program Pengembangan Industri
Dinas
Perindustria
- Penyusunan rencana pengembangan industri Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
pengolahan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
Kab. Mandailing
- Pembangunan kawasan industri terpadu n Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Pembangunan agroindustri dan industri Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
pengolahan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Fasilitasi pemanfaatan teknologi industri tepat Kab. Mandailing Perindustrian
APBD Kab.
guna Natal Kab.
Mandailing
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Natal
Dinas
Perindustria
- Pembinaan dan pengembangan industri kecil Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
menengah Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Promosi investasi bagi pengembangan industri Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
agro Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Penyusunan Studi Potensi Pengembangan Agro- Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
Industri di Kabupaten Mandailing Natal Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- 133 -
- Pengembangan industri crump-rubber, CPO, Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
dan pengolahan bahan makanan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Sosialisasi dan promosi investasi industri di Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
Kabupaten Mandailing Natal Natal
Mandailing
Natal
k. Program Pengembangan Pariwisata
Bappeda,
Dinas
Pariwisata
Kab. Mandailing Kab.
- Penyusunan Rencana Induk Pariwisata APBD Kab.
Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Bappeda,
Dinas
- Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kab. Mandailing Pariwisata
APBD Kab.
Obyek Wisata Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Pengembangan pemasaran dan promosi Kab. Mandailing Pariwisata
APBD Kab.
kawasan wisata Kabupaten Mandailing Natal Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas PU,
Dinas
- Pengembangan infrastruktur pendukung Kab. Mandailing Pariwisata
APBD Kab.
pariwisata Natal Kab.
- 134 -
Mandailing
Natal
Dinas
Pariwisata
Kab.
- Pengembangan objek wisata Kabupaten Kab. Mandailing
Mandailing APBD Kab.
Mandailing Natal Natal
Natal,
Pengusaha
Pengelola
l. Program Pengembangan Peruntukan Permukiman
Bappeda,
Dinas PU
- Penyusunan studi pengembangan kawasan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
permukiman yang sehat dan aman Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Kab. Mandailing Dinas PU
- Pengembangan perumahan terencana APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Natal,
Swasta
m. Program Pengembangan Peruntukan Lainnya
Pemkab. APBN, APBD
- Penyusunan rencana pengembangan
Mandailing Prov, APBD
peruntukan lainnya
Natal Kab.
Pemkab. APBN, APBD
- Pembangunan dan peningkatan sarana dan Kab. Mandailing
Mandailing Prov, APBD
prasarana peruntukan lainnya Natal
Natal Kab.
Pemkab. APBN, APBD
- Pembangunan dan peningkatan utilitas
Mandailing Prov, APBD
peruntukan lainnya
Natal Kab.
3. Perwujudan Kawasan Strategis
a. Program Pengembangan Kawasan Strategis untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Bappeda
- Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Kab. Mandailing Kab. APBD Prov.
Peraturan Zonasi kawasan Natal Mandailing APBD Kab.
- 135 -
Natal
Dinas PU
- Penyiapan lahan dan pembangunan Kab. Mandailing Kab. APBD Prov.
infrastruktur Natal Mandailing APBD Kab.
Natal
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Peningkatan pelayanan dan pengelolaan Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
kawasan Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
b. Program Pengembangan Kawasan Strategis untuk Kepentingan Sosial Budaya
Bappeda
Kab.
- Penyusunan rencana induk kawasan pusat Kab. Mandailing APBD Prov.
Mandailing
pemerintahan kabupaten Natal APBD Kab.
Natal,
Instansi
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Penyiapan lahan dan pembangunan Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
infrastruktur Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Peningkatan pelayanan dan pengelolaan Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
kawasan pemerintahan Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
- 136 -
c. Program Pengembangan Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Bappeda
Kab.
Mandailing
Kab. Mandailing APBD Prov.
- Sosialisasi tata batas kawasan lindung Natal,
Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Sosialisasi tentang kebencanaan dan mitigasi Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
bencana Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
- Penetapan aturan teknis bangunan dan Kab. Mandailing Kab. APBD Prov.
infrastruktur Natal Mandailing APBD Kab.
Natal,
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Pengadaan perangkat lunak dan keras mitigasi Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
bencana Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Pemeliharaan dan pemutakhiran perangkat Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
lunak dan keras mitigasi bencana Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Sumber: Rencana
- 137 -
BUPATI MANDAILING NATAL,
1°20'0"
1°20'0"
LU
PADANGLAWAS UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
P.Ilik RENCANA TATA RUANG WILAYAH
140000
140000
mU
1°10'0"
1°10'0"
SKALA 1: 250.000
0 2,5 5 10 15 20 Km
PADANGLAWAS
Proyeksi : ...................... Universal Tranverse Mercator
120000
120000
Sistem Grid : ...................... Grid Geografi dan Grid Universal Transverse Mercator
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA Provinsi
4°0'0"
Aceh
SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"
1°0'0"
Provinsi
1°0'0"
- 138 -
NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
100000
100000
Batas Administrasi Ibukota
Batumarompak
PANYABUNGAN Batas Provinsi
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Kabupaten/Kota
¦ Ibukota Kabupaten
P. Labu
P. Sadakah
Ibukota Kecamatan
Jaringan Jalan
0°50'0"
0°50'0"
Jalan Arteri Primer
! ! ! ! ! ! ! !
Jalan Strategis Nasional
PANYABUNGAN BARAT Jalan Kolektor Primer (K1) Jalan Strategis Propinsi
M A N D A I L I N G N ATA L PANYABUNGAN TIMUR Jalan Kolektor Primer (K2) Rencana Jalan Kereta Api
P. Ingawan Rencana Jalan Lokal
Jalan Lokal
! ! ! ! ! ! ! !
P. Gadang
P. Buayo
Perairan Sistem Perkotaan
NATAL PANYABUNGAN SELATAN ¶ PKL
P. Taluo Laut Garis Pantai
LEMBAH SORIK MARAPI
8000080000
8000080000
#
* PPK
P. Palintangan Sungai
#
* PPL
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI KECAMATAN
BATAHAN PAKANTAN
0°40'0"
0°40'0"
BATANG NATAL
BATANG NATAL PANYABUNGAN
P. Kapecong
BUKIT MALINTANG PANYABUNGAN BARAT
KOTANOPAN HUTA BARGOT PANYABUNGAN SELATAN
P. Ungge KOTANOPAN PANYABUNGAN TIMUR
LEMBAH SORIK MARAPI PANYABUNGAN UTARA
MUARASIPONGI
LINGGA BAYU PUNCAK SORIK MARAPI
LINGGA BAYU MUARA BATANG GADIS RANTO BAEK
MUARASIPONGI SIABU
6000060000
6000060000
NAGA JUANG SINUNUKAN
ULU PUNGKUT PAKANTAN
NATAL TAMBANGAN
RANTO BAEK ULU PUNGKUT
0°30'0"
0°30'0"
SINUNUKAN
SUMBER DATA :
- RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
KETERANGAN :
BATAHAN - Batas wilayah administrasi dibuat berdasarkan Peta RBI skala 1:50.000
4000040000
4000040000
P. Tamang
Bakosurtanal 1991.
Batumandi Batuubi - Garis-garis batas administrasi pada peta ini bersifat indikatif.
BatubaniangBatutongga
PROVINSI SUMATERA BARAT
0°20'0"
0°20'0"
DISAHKAN OLEH
BUPATI MANDAILING NATAL
P. Rubiah
SAMUDERA HINDIA dto
DAHLAN HASAN NASUTION
98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0" 100°0'0"
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000
Lampiran : II
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
BT
PADANGLAWAS UTARA
PADANG SIDEMPUAN
1°20'0"
1°20'0"
PADANGLAWAS UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
LU
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
mU
P.Ilik
KABUPATEN MANDAILING NATAL
140000
140000
TAHUN 2016 - 2036
1°10'0"
1°10'0"
SKALA 1: 250.000
§
0 2,75 5,5 11 16,5 22 Km
PADANGLAWAS
120000
120000
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA 4°0'0"
Provinsi
Aceh
SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"
Provinsi
1°0'0"
1°0'0"
0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG Provinsi
S AM U DE RA H IN DI A Sumatera Barat
NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
Batas Administrasi
100000
100000
Sistem Perkotaan
Batumarompak
PANYABUNGAN Batas Provinsi ¶ PKL
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Kabupaten/Kota #
* PPK
P. Labu
P. Sadakah #
*
Ibukota PPL
- 139 -
¦ Ibukota Kabupaten Perairan
0°50'0"
0°50'0"
PANYABUNGAN BARAT Ibukota Kecamatan Laut Garis Pantai
8000080000
8000080000
0°40'0"
BATANG NATAL Jaringan Sumber Daya Air
Rencana Jalan Kereta Api
! ! !
P. Kapecong ! ! ! ! ! ! ! !
Jaringan Air Bersih
[ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [
Rencana Jalan Lokal
Jaringan Irigasi
KOTANOPAN '!'
Waduk
P. Ungge '!'
MUARASIPONGI Jaringan Prasarana Transportasi Bendung
h Terminal Type A (rencana)
h Terminal Type C Jaringan Telekomunikasi
LINGGA BAYU
h terminal Type C (Rencana) # Jaringan Telekomunikasi
(
Î Pelabuhan Lokal
(
Î
6000060000
6000060000
0°30'0"
SINUNUKAN Jaringan Lainnya
; Tempat Pembuangan Akhir Sampah
_
^ Pertahanan Keamanan
Jalur Evakuasi
SUMBER DATA :
BATAHAN - RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
P. Tamang
- Analisis Perencanaan Kewilayahan 2016
BatumandiBatuubi
4000040000
4000040000
BatubaniangBatutongga
KETERANGAN :
0°20'0"
0°20'0"
2000020000
2000020000
0°10'0"
0°10'0"
1°20'0"
1°20'0"
LU
PADANGLAWAS UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
P.Ilik RENCANA TATA RUANG WILAYAH
140000
140000
mU
1°10'0"
1°10'0"
SKALA 1: 250.000
0 2,5 5 10 15 20 Km
PADANGLAWAS
Proyeksi : ...................... Universal Tranverse Mercator
120000
120000
Sistem Grid : ...................... Grid Geografi dan Grid Universal Transverse Mercator
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA Provinsi
4°0'0"
Aceh
SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"
Provinsi
1°0'0"
1°0'0"
MUARA BATANG GADIS
Riau
0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG
Provinsi
SAM U DE RA H IN DI A Sumatera Barat
96°0'0" 98°0'0" 100°0'0" BT
- 140 -
NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
100000
100000
Batas Administrasi Ibukota
Batas Provinsi
Batumarompak
PANYABUNGAN ¦ Ibukota Kabupaten
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Kabupaten/Kota
P. Labu
Ibukota Kecamatan
P. Sadakah
Jaringan Jalan
Jalan Arteri Primer
! ! ! ! ! ! ! !
Jalan Strategis Nasional
0°50'0"
0°50'0"
8000080000
Sungai
P. Palintangan
#
* PPL
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI Rencana Pola Ruang
0°40'0"
0°40'0"
BATANG NATAL Danau Kawasan Perikanan
P. Kapecong
Kawasan Hutan Lindung Kawasan Perkebunan
KOTANOPAN Kawasan Hutan Produksi Kawasan Permukiman
P. Ungge Kawasan Hutan Produksi Konversi Sungai
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
MUARASIPONGI
Kawasan Hutan Suaka Alam (HSA)
LINGGA BAYU
Kawasan Industri
Kawasan Lindung Setempat Sempadan Danau
6000060000
6000060000
Kawasan Lindung Setempat Sempadan Pantai
ULU PUNGKUT PAKANTAN Kawasan Lindung Setempat Sempadan Sungai
RANTO BAEK Kawasan Pariwisata
0°30'0"
0°30'0"
Kawasan Pertanian Lahan Basah
Kawasan Pertanian Lahan Kering
SINUNUKAN
Kawasan Peternakan
SUMBER DATA :
- RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
- Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 579/Menhut-II/2014
tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara
- Analisis Perencanaan Kewilayahan 2016
BATAHAN
4000040000
4000040000
P. Tamang
KETERANGAN :
BatumandiBatuubi
PROVINSI SUMATERA BARAT - Batas wilayah administrasi dibuat berdasarkan Peta RBI skala 1:50.000
BatubaniangBatutongga Bakosurtanal 1991.
0°20'0"
0°20'0"
- Garis-garis batas administrasi pada peta ini bersifat indikatif.
DISAHKAN OLEH
BUPATI MANDAILING NATAL
P. Rubiah
SAMUDERA HINDIA dto
DAHLAN HASAN NASUTION
98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0"
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000
Lampiran : IV
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
mT
BT
PADANG SIDEMPUAN
1°20'0"
1°20'0"
LU
PADANGLAWAS UTARA
mU
140000
140000
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2016 - 2036
TAPANULI SELATAN
PETA KAWASAN STRATEGIS
N
U
1°10'0"
1°10'0"
SKALA 1: 250.000
§
0 2,5 5 10 15 20 Km
PADANGLAWAS
120000
120000
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA 4°0'0"
Provinsi
Aceh
SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"
Provinsi
1°0'0"
1°0'0"
MUARA BATANG GADIS Riau
0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG Provinsi
S AM U DE RA H IN DI A Sumatera Barat
NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
100000
100000
- 141 -
Jaringan Jalan
0°50'0"
0°50'0"
! ! ! ! ! ! ! !
P. Palintangan #
* PPK
8000080000
8000080000
Sungai
#
* PPL
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI
0°40'0"
0°40'0"
BATANG NATAL
P. Kapecong
Kawasan Strategis Kabupaten
Kawasan Strategis Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
KOTANOPAN
Kawasan Strategis Kepentingan Fungsi
P. Ungge dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
MUARASIPONGI
Kawasan Strategis Sosial Budaya
LINGGA BAYU
Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan Strategis Ekonomi
Kawasan Strategis Fungsi Daya Dukung
6000060000
6000060000
0°30'0"
SINUNUKAN
SUMBER DATA :
- RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
- Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 579/Menhut-II/2014
tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara
- Analisis Perencanaan Kewilayahan 2016
P. Tamang
BATAHAN
KETERANGAN :
BatumandiBatuubi
4000040000
4000040000
0°20'0"
0°20'0"
DISAHKAN OLEH
BUPATI MANDAILING NATAL
P. Rubiah