Anda di halaman 1dari 142

PERATURAN DAERAH

KABUPATEN MANDAILING NATAL


NOMOR 8 TAHUN 2016

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2016-2036

PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL


BUPATI MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL


NOMOR 8 TAHUN 2016

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN MANDAIING NATAL TAHUN 2016-2036

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MANDAILING NATAL,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, serta terjadinya perubahan faktor-
faktor eksternal dan internal membutuhkan
penyesuaian penataan ruang wilayah Kabupaten
Mandailing Natal secara dinamis dalam satu kesatuan
tata lingkungan berlandaskan kondisi fisik, kondisi
sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi;
b. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup
yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui, sehingga
perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan
secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi
sekarang dan generasi yang akan datang;
c. bahwa perkembangan pembangunan khususnya
pemanfaatan ruang di Kabupaten Mandailing Natal
diselenggarakan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan
potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan
sumberdaya manusia dengan tetap memperhatikan
daya dukung, daya tampung, dan kelestarian
lingkungan hidup;
d. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di
Kabupaten Mandailing Natal dengan memanfaatkan
ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang,
berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan
memelihara ketahanan nasional;
e. bahwa dalam rangka mewujudkan visi dan misi
pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal dan
keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan
masyarakat, yang dilaksanakan secara bersama oleh
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha;
f. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Mandailing Natalsudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi sehingga
perlu dilakukan penyempurnaan;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
tercantum huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e
dan huruf f, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2016 - 2036;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 4723, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang
Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5393);

-6-
11. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
188.44/689/KPTS/Tahun 2016 Tentang Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing
Natal Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATENMANDAILING NATAL

Dan

BUPATI MANDAILING NATAL

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
MANDAILING NATAL TAHUN 2016-2036.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Kabupaten adalah Kabupaten Mandailing Natal.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Pemeirntah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asa
otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemeirntahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah Otonom.
4. Bupati adalah BupatiMandailing Natal.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW
Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang mengatur
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah Kabupaten.
7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
10. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan
pemerintah daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi
dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan,
yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional.
11. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten
guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun
waktu 20 (dua puluh) tahun.
-7-
12. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan
penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih
nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola
ruang wilayah kabupaten.
13. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang
mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana
wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi
sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem
jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk
seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai,
dan sistem jaringan prasarana lainnya.
14. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau
beberapa kecamatan.
15. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
16. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
17. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana
jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan
wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan
wilayah layanan prasarana skala kabupaten.
18. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputisegala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap danperlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yangberada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah,di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
ataspermukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, danjalan kabel.
19. Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya
guna antarpusatkegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasionaldengan pusat kegiatan wilayah.
20. Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya
guna antarapusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
lokal,antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatanwilayah
dengan pusat kegiatan lokal
21. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya
guna pusatkegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan,
pusatkegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan,antarpusat
kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokaldengan pusat kegiatan
lingkungan, serta antarpusatkegiatan lingkungan.
22. Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah
diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
23. Tempat pemrosesan akhir (TPA) adalah tempat untuk memroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia
dan lingkungan.
24. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan
kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten
yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk
hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam
wilayah kabupaten.
25. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi
peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir
masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun
mendatang.

-8-
26. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan
dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta
pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
27. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk
yang memuat usulan program utama, lokasi, waktu pelaksanaan, sumber
dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten
yang sesuai dengan rencana tata ruang.
28. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah
ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan
RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi untuk wilayah kabupaten.
29. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan
umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan
unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap
klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten.
30. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi
oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai
alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
31. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
32. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja
yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku.
33. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
34. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
35. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
36. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
37. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan
erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
38. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
39. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
40. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang menudukung prikehidupan dan penghidupan.
41. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
-9-
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
42. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
43. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
44. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
45. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air
bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
46. Sempadan pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan
kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan tersedianya ruang untuk lain
lintas umum.
47. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
48. Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan sekeliling danau atau
waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi danau/waduk.
49. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis.
50. Kawasan minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis
usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh
pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang
lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan
pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
51. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan
sebagai warisan dunia.
52. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
53. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalamlingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
54. Kawasan pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjukan dan atau
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter
fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
55. Bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat
dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
56. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal
dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
- 10 -
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
57. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,
mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha
perkebunan dan masyarakat.
58. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis
perikanan.
59. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani,
agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya
alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan
bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
60. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya
fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan,
budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan
pengusahaannya.
61. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral, batubara dan
panas bumi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
62. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang
dibangunatau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
63. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya.
64. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
65. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
66. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.
67. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer
sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada
generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi akan datang.
68. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
69. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
70. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
71. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

- 11 -
72. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
73. Izin pemanfaatan ruangadalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan.
74. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Mandailing Natal dan mempunyai fungsi membantu
pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
75. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
76. Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) adalah instrumen berbasiskan pasar
untuk tujuan konservasi, berdasarkan prinsip bahwa siapa yang
mendapatkan manfaat dari jasa lingkungan, harus membayar untuk
keberlanjutan penyediaan jasa lingkungan, dan siapa yang menghasilkan
jasa tersebut harus dikompensasi.

BAB II
FUNGSI DAN KEDUDUKAN

Pasal 2

(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arahan struktur dan pola ruang,
pemanfaatan sumberdaya, dan pembangunan daerah serta penyelaras
kebijakan antara penataan ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten.
(2) RTRW Kabupaten juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten dan pedoman
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten.
(3) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah:
a. Sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang nasional;
penyelaras bagi kebijakan penataan ruang provinsi; dan pedoman bagi
pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang di Kabupaten; dan
b. Sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar
wilayah lain yang berbatasan dan kebijakan pemanfaatan ruang
kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem.

BAB III
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN SUBSTANSI

Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Perencanaan

Pasal 3

(1) Lingkup wilayah perencanaan berdasarkan aspek administratif mencakup


wilayah daratan, wilayah udara, wilayah pesisir dan laut, perairan
lainnyadengan luas kurang lebih653.542 Ha (enam ratus lima puluh tiga
ribu lima ratus empat puluh dua hektar)dengan batas wilayah meliputi:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan
Kabupaten Padang Lawas;
b. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat;
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat; dan
d. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
(2) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kecamatan Siabu;
b. Kecamatan Bukit Malintang;
c. Kecamatan Naga Juang;
- 12 -
d. Kecamatan Panyabungan Utara;
e. Kecamatan Huta Bargot;
f. Kecamatan Panyabungan;
g. Kecamatan Panyabungan Timur;
h. Kecamatan Panyabungan Barat;
i. Kecamatan Panyabungan Selatan;
j. Kecamatan Lembah Sorik Marapi;
k. Kecamatan Puncak Sorik Marapi;
l. Kecamatan Kotanopan;
m. Kecamatan Tambangan;
n. Kecamatan Ulu Pungkut;
o. Kecamatan Muara Sipongi;
p. Kecamatan Pakantan;
q. Kecamatan Batang Natal;
r. Kecamatan Lingga Bayu;
s. Kecamatan Ranto Baek;
t. Kecamatan Sinunukan;
u. Kecamatan Batahan;
v. Kecamatan Natal;
w. Kecamatan Muara Batang Gadis.
(3) Lingkup Wilayah Perencanaan Kabupaten digambarkan dalam peta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peta Administrasi yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini

Bagian Kedua
Substansi

Pasal 4

RTRW Kabupaten yang diatur dalam Peraturan Daerah ini memuat tujuan,
kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola
ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

BAB IV
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Pasal 5

(1) Tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan wilayah Kabupaten


yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, dalam rangka
optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian, perkebunan,
pertambangan, perikanan dan kelautan, dengan didukung oleh
prasarana/infrastruktur yang memadai.
(2) Kebijakan penataan ruang kabupaten meliputi:
a. pengembangan sektor dan komoditi unggulan yang memperhatikan
kelestarian lingkungan dan daya dukung lahan;
b. pengembangan sektor perhubungan, industri pengolahan hasil
pertanian/perkebunan dan perikanan serta pariwisata dibagian barat
wilayah Kabupaten;
c. peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana/infrastruktur yang
mendukung kegiatan dunia usaha dan masyarakat; dan
d. keberlanjutan kawasan lindung yang mampu mengakomodasi
kepentingan kesejahteraan masyarakat.
(3) Strategi pengembangan sektor dan komoditi unggulan yang
memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung lahan,
sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan:
a. mengembangkan sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan sejak di
lahan pertanian/perkebunan (on farm), agribisnis hulu, agribisnis hilir,
- 13 -
jasa pendukung, serta menawarkan kualitas produk yang tinggi dan
memiliki keunggulan kompetitif;
b. mengembangkan kegiatan pertambangan dan industri bagi
kesejahteraan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan; dan
c. mengidentifikasi potensi pariwisata dan mengembangkan kegiatan
pariwisata berbasis lingkungan.
(4) Strategi pengembangan bagian barat wilayah Kabupaten, sebagaimana
dimaksud pada huruf b dilakukan dengan:
a. mengembangkan Pelabuhan Sikara-kara di Natal sebagai pelabuhan
lokal yang merupakan pelabuhan pengumpul untuk melayani angkutan
penumpang dan barang;
b. mengembangkan Pelabuhan Palimbungan di Batahan sebagai
pelabuhan pengumpul untuk melayani angkutan penumpang dan
barang di wilayah pantai barat;
c. mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian/perkebunan dan
perikanan dan pertambangan;
d. mengembangkan kegiatan pariwisata;
e. meningkatkan jalan penghubung dan membangun jalan alternatif
antara jalan lintas tengah dan jalan pantai barat dengan tidak
mengganggu keberadaan Taman Nasional Batang Gadis;
f. mempertahankan kawasan lindung sekitar pantai sebagai pelindung
abrasi; dan
g. Mengembangkan kawasan peruntukan pertambangan mineral,
batubara, minyak dan gas bumi serta panas bumi dengan memlihara
sumber daya alam dan meminimalkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
(5) Strategi peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana/infrastruktur
yang mendukung kegiatan dunia usaha dan masyarakat, sebagaimana
dimaksud pada huruf c dilakukan dengan:
a. membangun jaringan jalan yang menghubungkan seluruh kecamatan di
Kabupaten serta jalan antar simpul moda;
b. mengembangkan sistem angkutan umum lokal yang melayani seluruh
kecamatan di Kabupaten serta sistem angkutan regional yang melayani
pergerakan penumpang dan barang dari dan ke kota-kota di sekitar
wilayah Kabupaten;
c. membangun bandar udara di Kecamatan Bukit Malintang; dan
d. memperluas dan meningkatkan ketersediaan jaringan energi dan
telekomunikasi ke seluruh kecamatan di Kabupaten.
(6) Strategi keberlanjutan kawasan lindung yang mampu mengakomodasi
kepentingan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana dimaksud pada
huruf d dilakukan dengan:
a. melestarikan Taman Nasional Batang Gadis dan kawasan lindung
lainnya di wilayah Kabupaten sebagai faktor pendukung terciptanya
keseimbangan perkembangan wilayah dengan mengendalikan dampak
negatif kegiatan masyarakat terhadap kerusakan hutan;
b. mengalokasikan sempadan pantai sebagai perlindungan terhadap
bencana sekaligus sebagai pembatas kegiatan masyarakat;
c. mengidentifikasi kawasan rawan bencana gempa bumi, letusan gunung
api, banjir, tsunami, tanah longsor (gerakan tanah), kekeringan,
kegagalan teknologi dan jenis bencana lainnya didukung dengan konsep
dan pelaksanaan mitigasi bencana; dan
d. mempromosikan kawasan lindung agar mendapatkan invenstor untuk
pembayaran jasa lingkungan.

- 14 -
BAB V
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN MANDAILING NATAL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6

(1) Rencana Struktur Ruang wilayah Kabupaten meliputi :


a. Sistem Perkotaan
b. Sistem Jaringan Transportasi
c. Sistem Jaringan Energi
d. Sistem Jaringan Telekomunikasi
e. Sistem Jaringan Sumber Daya Air
f. Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta
dengan skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peta
Rencana Struktur Ruang Wilayah yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini

Bagian Kedua
Sistem Perkotaan

Pasal 7

Sistem perkotaan Kabupaten Mandailing Natal sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 6 ayat (1) huruf a memiliki 3 (tiga) tingkatan tata jenjang pusat
permukiman/pusat-pusat pelayanan, yaitu :
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu merupakan kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa
kecamatan yang ditetapkan dalam RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi);
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yaitu merupakan kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa;
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), yaitu merupakan pusat permukiman
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

Pasal 8

(1) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7pada huruf a meliputi:


a. Siabu;
b. Panyabungan;
c. Kotanopan; dan
d. Natal.
(2) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:
a. Malintang Jae di Kecamatan Bukit Malintang;
b. Pasar Maga di Kecamatan Lembah Sorik Marapi;
c. Pasar Muara Sipongi di Kecamatan Muara Sipongi;
d. Simpang Gambir di Kecamatan Lingga Bayu; dan
e. Pasar Batahan di Kecamatan Batahan.
(3) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7huruf c meliputi:
a. Mompang Jae di Kecamatan Panyabungan Utara;
b. Banua Simanosor di Kecamatan Naga Juang;
c. Bangun Sejati di Kecamatan Huta Bargot;
d. Gunung Baringin di Kecamatan Panyabungan Timur;
e. Longat di Kecamatan Panyabungan Barat;
f. Tano Bato di Kecamatan Panyabungan Selatan;
g. Laru Lombang di Kecamatan Tambangan;

- 15 -
h. Sibanggor Tonga di Kecamatan Puncak Sorik Marapi;
i. Huta Godang di Kecamatan Ulu Pungkut;
j. Pakantan di Kecamatan Pakantan;
k. Muara Soma di Kecamatan Batang Natal;
l. Manisak di Kecamatan Ranto Baek;
m. Sinunukan III di Kecamatan Sinunukan;
n. Singkuang di Kecamatan Muara Batang Gadis.

Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Paragraf 1
Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Transportasi

Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan


jangkauan pelayanan pergerakan barang dan jasa serta memfungsikannya
sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
(2) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b terdiri atas :
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara.
(3) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a terdiri atas :
a. Jaringan jalan;
b. Jaringan angkutan penumpang dan barang; dan
c. Jaringan perkeretaapian
(4) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf b terdiri atas :
a. tatanan kepelabuhan; dan
b. alur pelayaran.
(5) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 10

(1) Pengembangan jaringan jalan meliputi:


a. jaringan jalan arteri primer yang ada dalam wilayah kabupaten;
b. jaringan jalan kolektor yang ada dalam wilayah kabupaten;
c. jaringan jalan kabupaten/lokal lainnya.
(2) Jaringan jalan arteri primer yang ada di wilayah Kabupaten Mandailing
Natal meliputi ruas : Batas Tapanuli Selatan – Jembatan Merah; dan
Jembatan Merah – Ranjau Batu (Batas Sumatera Barat).
(3) Jaringan jalan kolektor K1 yang ada di wilayah Kabupaten Mandailing
Natal meliputi ruas : Batu Mundom – Singkuang; Singkuang – Natal; Natal
– Simpang Gambir; Simpang Gambir – Manisak (Batas Provinsi Sumatera
Barat);
(4) Jaringan jalan kolektor primer K2 yang ada di wilayah Kabupaten
Mandailing Natal meliputi ruas :
Jembatan Merah – Muara Soma; Muara Soma – Simpang Gambir; Simpang
Pulo Padang – Batahan; Batahan – Batas Provinsi Sumatera Barat; Muara
Pungkut – Simpang Banyak; dan Simpang Banyak – Batas Provinsi

- 16 -
Sumatera Barat.
(5) Jaringan jalan strategis provinsi yang ada di wilayah Kabupaten Mandailing
Natal meliputi ruas :Panyabungan – Pagur – Sibuhuan.
(6) Jaringan jalan kabupaten/lokal lainnya di Kabupaten Mandailing Natal
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah :
a. Naga Juang - Batas Utara TNBG – Ranto Panjang - Tabuyung sebagai
alternatif jalan penghubung daerah hulu dan daerah pesisir;
b. Huta Julu – Simpang Banyak – batas Sumatera Barat;
c. Batahan – Teluk Ilalang – batas Sumatera Barat;
d. Ranjo Batu – Silogun – Pakantan;
e. Banjar Lancat – Raorao Panjaringan – Simandolam;
f. Sipalangka – Perkantoran Paya Loting – Danau Siombun – Kotasiantar –
Sigalapang Julu – Mompang Julu – Jalan Nasional (lingkar luar Timur);
dan
g. Tano Bato – Aek Ngali – Sabajior – Runding – Simalagi – Tambiski –
Jambur (lingkar luar Barat).
(7) Jaringan jalan kabupaten/lokal lainnya lebih lanjut dirinci sebagaimana
pada lampiran 1.
Pasal 11

Rencana pengembangan sistem jaringan angkutan penumpang dan barang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) huruf b, meliputi :
(1) Penataan jaringan pelayanan angkutan umum disesuaikan dengan
hierarki jalan;
(2) Rencana pembangunan dan pengembangan sistem terminal penumpang
terdiri atasterminal tipe A, dan terminal tipe C;
(3) Pengembangan terminal tipe A meliputi pembangunan terminal
Panyabungan;
(4) Pengembangan terminal tipe C meliputi pembangunan terminal Natal,
terminal Siabu, terminal Lingga Bayu, terminal Sinunukan, dan terminal
Kotanopan;
(5) Pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang terdiri atas:
a. Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) melayani
perkotaan Kabupaten di Panyabungan dengan kota-kota lain di
sekitarnya di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat;
b. Angkutan Penumpang Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) melayani
perkotaan Kabupaten dengan kota-kota lain di dalam Provinsi Sumatera
Utara;
c. Angkutan perdesaan melayani ibukota Kabupaten dengan ibukota
kecamatan di wilayah Kabupaten.
(6) Pengembangan sistem jaringan angkutan barang, meliputi Penetapan
lokasi terminal angkutan barang dengan fasilitasnya diarahkan pada
kawasan pelabuhan dan industri serta lokasi yang ditetapkan pada
jaringan jalan arteri serta kolektor primer dan sekunder;
(7) Pengembangan sistem jaringan sungai, danau dan penyeberangan meliputi
peningkatan dan pengembangan jaringan pelayanan angkutan sungai,
danau dan penyeberangan (ASDP).

Paragraf 3
Jaringan Perkeretaapian

Pasal 12

(1) Pengembangan jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal


9Ayat (3) huruf c merupakan bagian rencana pengembangan jaringan
Kereta Api Trans Sumatera.
(2) Jaringan kereta api yang dimaksud pada ayat (1) akan menghubungkan
batas Tapanuli Selatan – PPL Muara Batang Gadis – PKL Natal – PPK
Batahan – batas Provinsi Sumatera Barat.
- 17 -
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 13

(1) Pengembangan tatanan kepelabuhanan terdiri atas:


a. pengembangan pelabuhan pengumpul Natal/Sikara-kara di Kecamatan
Natal;
b. pembangunan pelabuhan pengumpul Palimbungan di Kecamatan
Batahan;
c. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Batahan;
d. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Natal;
e. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batang Gadis.
(2) Alur pelayaran regional menghubungkan antara pelabuhan regional dan
pelabuhan lokal dan alur pelayaran yang menghubungkan antarpelabuhan
lokal.
(3) Dalam pengembangan pelabuhan, mengacu pada Rencana Induk
Pelabuhan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan pelayaran.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 14

(1) Rencana sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 Ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
terdiri atas pembangunan bandar udara pengumpan Bukit Malintang.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi ruang udara di atas bandar udara, ruang udara di sekitar
bandar udara, dan ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur
penerbangan.
(4) Dalam pengembangan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada Rencana Induk Bandar Udara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan penerbangan.

Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi

Pasal 15

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6Ayat (1) huruf
c terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan transmisi energi listrik.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. Pembangkit listrik tenaga air, mini hidro, mikro hidro
(PLTA/PLTM/PLTMH) dikembangkan di wilayah yang memiliki potensi
sumber daya air dan daya dukung fisik wilayahtersebar di seluruh
wilayah kabupaten;
b. Pembangkit listrik tenaga geothermal dikembangkan di wilayah yang
memiliki potensi meliputi Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan
Lembah Sorik Marapi dan Kecamatan Panyabungan Selatan;
c. Pembangkit listrik tenaga diesel, uap dan gas;
d. Pengembangan sumber energi baru dan terbarukan yang berbasiskan
potensi biomassa dan biogas;
- 18 -
e. Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya di wilayah yang
berpotensi.
(3) Jaringan transmisi energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berupa jaringan energi listrik saluran transmisi SUTT (150 KV),
SUTET (275 KV) dan gardu induk listrik berada di Kecamatan
Panyabungan dan/atau di Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan
Panyabungan Selatan serta di Kecamatan Natal.

Bagian Kelima
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 16

Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1)


huruf d terdiri atas:
a. pengembangan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan
telekomunikasi di seluruh wilayah kabupaten;
b. penataan lokasi menara telekomunikasi selular dan Base Transceiver
Station (BTS) untuk pemanfaatan secara bersama-sama antar operator
dilakukan dengan memperhatikan rencana penataan pembangunan
menara telepon selular (cell phone) kabupaten;
c. pemanfaatan jaringan terestrial sistem nirkabel dengan menjangkau
wilayah blankspot pada wilayah berbukit, pegunungan atau wilayah
terpencil;
d. peningkatan layanan jaringan telekomunikasi baik melalui sistem kawat,
optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya untukkepentingan
bertelekomunikasi;
e. penambahan jaringan telekomunikasi di pusat permukiman perdesaan,
baikdengan jaringan sistem kawat, optik, radio atau sistem
elektromagnetik lainnya;
f. pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di wilayah-wilayah
yang belum terjangkau jaringan telekomunikasi; dan
g. pemanfaatan jaringan telekomunikasi sistem radio dan elektromagnetik
lainnya di kawasan perkotaan dan perdesaan, serta penataan menara
telekomunikasi melalui pembangunan menara terpadu.

Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumberdaya Air

Pasal 17

(1) Sistem jaringan sumber daya air, meliputi :


a. Jaringan sumber daya air, dan
b. Prasarana sumber daya air
(2) Jaringan sumber daya air meliputi :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Danau;
c. Badan Air Danau; dan
d. Sumber mata air lainnya..
(3) Prasarana sumber daya air meliputi :
a. Prasarana irigasi;
b. Sistem prasarana air minum; dan
c. Prasarana pengendalian daya rusak air.

Pasal 18
(1) Jaringan Sumber Daya Air sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
17 ayat (2) bertujuan untuk menjaga siklus hidrologi dan Daerah
Aliran Sungai.

- 19 -
(2) Wilayah sungai dan Daerah Aliran Sungai terdiri atas:
a. Wilayah Sungai Lintas Provinsi WS Batang Natal - Batang Batahan;
dan WS Rokan;
b. Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota WS Batang Angkola – Batang
Gadis; dan WS Barumun – Kualuh.
c. DAS Batang Gadis;
d. DAS Batang Batahan;
e. DAS Natal;
f. DAS Batang Tabuyung;
g. DAS Bintuas; dan
h. DAS Batang Toru.
(3) Pengembangan sumber daya air pada badan air danau meliputi Danau
Siombun di Kecamatan Panyabungan, dan Danau Laut Tinggal di
Kecamatan Muara Batang Gadis.
(4) Waduk, yaitu Bendung Batang Gadis.

Pasal 19

(1) Prasarana Sumber Daya Air sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17
ayat (3) bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan, ketersediaan air
baku, pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
(2) Prasarana irigasi sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat (3) huruf a
meliputi :
a. Kewenangan Pemerintah Pusat meliputi D.I Batang Batahan dengan luas
kurang lebih 4.830 Ha, D.I Batang Angkola dengan luas 7.200 Ha dan
D.I Batang Gadis dengan luas kurang lebih 6.682 Ha;
b. Kewenangan Pemerintah Provinsi yaitu :
1. D.I Terusan di Kecamatan Lingga Bayu dengan luas kurang lebih
1.300 Ha;
2. D.I Siulang-Aling di Kecamatan Muara Batang Gadis dengan luas
kurang lebih 1.300 Ha;
3. D.I Tapus di Kecamatan Lingga Bayu dengan luas kurang lebih 1.400
Ha;
4. D.I Pakantan dengan luas kurang lebih 1.300 Ha;
5. D.I Banjar Paku di Kecamatan Natal dengan luas kurang lebih 1.020
Ha; dan
6. D.I Roburan Maga di Kecamatan Lembah Sorik Merapi dengan luas
kurang lebih 1.416 Ha.
c. Kewenangan Pemerintah Daerah, meliputi : Kecamatan Panyabungan,
Panyabungan Utara, Panyabungan Selatan, Panyabungan Barat,
Kotanopan, Ulu Pungkut, Tambangan, Lembah Sorik Marapi,
Muarasipongi, Siabu, Bukit Malintang, Panyabungan Timur, Naga Juang,
Hutabargot, Puncak Sorik Marapi, Pakantan, Batang Natal dan di
wilayah pantai barat.
(3) Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum meliputi :
a. pengembangan SPAM dengan sistem jaringan perpipaan melayani
kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, kawasan pariwisata
dan kawasan industri dan kawasan kegiatan budidaya lainnya;
b. pengembangan SPAM bukan jaringan pada kawasan terpencil, pesisir
dan pulau kecil terluar;
(4) Prasarana pengendalian daya rusak air sebagaimana pada pasal 17 ayat
(3) huruf c terdiri atas:
a. sistem drainase dan pengendalian banjir;
b. sistem penanganan erosi dan longsor; dan
c. sistem pengamanan abrasi pantai.

- 20 -
Bagian Ketujuh
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 20

Sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6


Ayat (1) huruf f terdiri atas:
a. sistem pengelolaan persampahan;
b. sistem air bersih perkotaan dan perdesaan;
c. rencana pengembangan sistem drainase dan pengendalian banjir;
d. rencana sanitasi lingkungan; dan
e. rencana sistem evakuasi bencana.

Pasal 21

(1) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


huruf a bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya
melalui program pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang
sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah.
(2) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari TPS dan TPA.
(3) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan pada setiap
permukiman dan pusat-pusat kegiatan.
(4) TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi TPA di Kecamatan
Panyabungan Barat, TPA di Kecamatan Natal, dan TPA di Kecamatan
Kotanopan, dengan menggunakan sistem sanitary landfill.

Pasal 22

Sistem air bersih perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 20 huruf b terdiri atas:
a. prasarana air bersih perpipaan PDAM meliputi Kecamatan
Panyabungan, Panyabungan Selatan, Panyabungan Barat,
Panyabungan Utara, Panyabungan Timur, Kotanopan, Siabu, Natal,
Sinunukan, Batang Natal, Batahan, Lingga Bayu;
b. prasarana air bersih perpipaan ibukota kecamatan (IKK); dan
c. prasarana air bersih non-PDAM dan non-IKK.

Pasal 23

Rencana pengembangan sistem drainase dan pengendalian banjir


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c dilakukan dengan cara:
(1) pengembangan jaringan drainase pada pusat-pusat permukiman dengan
memanfaatkan air permukaan terutama pada PKL, PPK, dan PPL.
(2) sistem pengendalian banjir terdiri atas:
a. rehabilitasi dan reboisasi kawasan hulu dan DAS;
b. pembangunan bangunan pengendali daya rusak air (banjir) seperti
normalisasi alur sungai dan perkuatan tebing sungai; dan
c. penetapansebagian dari kawasan banjir sebagai kawasan lindung
karena merupakan bagian dari ekosistem rawa/tanah basah (wet land).

Pasal 24

Rencana pengembangan sanitasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 20 huruf ddikembangkan pada kawasan permukiman dengan
menggunakan sistem septic tank individu yang terdapat pada:
a. PKL Siabu, PKL Panyabungan, PKL Kotanopan, dan PKL Natal;
b. PPK Bukit Malintang, PPK Lembah Sorik Marapi, PPK Muarasipongi, PPK

- 21 -
Linggga Bayu, dan PPK Batahan; dan
c. PPL Panyabungan Utara, PPL Naga Juang, PPL Huta Bargot, PPL
Panyabungan Timur, PPL Panyabungan Barat, PPL Panyabungan Selatan,
PPL Tambangan, PPL Puncak Sorik Marapi, PPL Ulu Pungkut, PPL
Pakantan, PPL Batang Natal, PPL Ranto Baek, PPL Sinunukan dan PPL
Muara Batang Gadis.

Pasal 25

(1) Rencana sistem evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


huruf eterdiri atas pengembangan:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. ruang evakuasi bencana
(2) Pengembangan jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri atas:
a. pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana
alam gerakan tanah;
b. pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana
alam letusan gunung berapi;
c. pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana
banjir;
d. pengembangan dan peningkatan jalur evakuasi bencana kegagalan
waduk; dan
e. pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana
tsunami.
(3) Pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana alam
gerakan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Muara Batang Gadis;
b. Kecamatan Natal;
c. Kecamatan Batang Natal;
d. Kecamatan Lingga Bayu;
e. Kecamatan Muarasipongi;
f. Kecamatan Panyabungan Utara;
g. Kecamatan Panyabungan;
h. Kecamatan Panyabungan Timur;
i. Kecamatan Kotanopan;
j. Kecamatan Ulu Pungkut; dan
k. Kecamatan Pakantan.
(4) Pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana alam
letusan gunung berapi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. Kecamatan Puncak Sorik Marapi;
b. Kecamatan Lembah Sorik Marapi;
c. Kecamatan Panyabungan Selatan;
d. Kecamatan Tambangan; dan
e. Kecamatan Batang Natal.
(5) Pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana
banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. Kecamatan Siabu;
b. Kecamatan Panyabungan;
c. Kecamatan Muara Batang Gadis;
d. Kecamatan Natal;
e. Kecamatan Lingga Bayu;
f. Kecamatan Ranto Baek;
g. Kecamatan Sinunukan;
h. Kecamatan Batahan;
i. Kecamatan Panyabungan Utara;
j. Kecamatan Bukit Malintang;
k. Kecamatan Naga Juang;
l. Kecamatan Huta Bargot; dan
- 22 -
m. Kecamatan Panyabungan Barat.
(6) Pengembangan dan peningkatan jalur evakuasi bencana kegagalan waduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yaitu sekitar Bendung
Batang Gadis.
(7) Pengembangan dan peningkatan jalur dan ruang evakuasi bencana
tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi:
a. Kecamatan Batahan;
b. Kecamatan Natal;
c. Kecamatan Muara Batang Gadis;
(8) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. jalan poros desa; dan
b. jalan kolektor.
(9) Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diarahkan berada di:
a. balai desa/kelurahan;
b. lapangan terbuka;
c. bangunan sekolah di setiap desa/kelurahan;
d. bangunan fasilitas umum lainnya; dan
e. penampungan sementara/shelter Tsunami.
(10) Rencana jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didukung oleh penyediaan sarana dan prasarana tanggap darurat
bencana serta sistem peringatan dini (early warning system) yang
memadai.

BAB VI
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 26

(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas:


a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Penetapan kawasan lindung dilakukan dengan mengacu pada pola ruang
kawasan lindung yang telah ditetapkan secara nasional.
(3) Penetapan kawasan budidaya dilakukan dengan mengacu pada pola ruang
kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional, serta
memperhatikan pola ruang kawasan budidaya Provinsi dan Kabupaten.
(4) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
(5) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas;
b. kawasan peruntukan hutan produksi tetap;
c. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi;
d. kawasan peruntukan pertanian;
e. kawasan peruntukan perkebunan;
f. kawasan peruntukan peternakan;
g. kawasan peruntukan perikanan;
h. kawasan peruntukan pertambangan;

- 23 -
i. kawasan peruntukan industri;
j. kawasan peruntukan pariwisata;
k. kawasan peruntukan permukiman; dan
l. kawasan peruntukan lainnya.
(6) Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIIPeta Rencana Pola Ruang
Wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Bagian Kedua
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Kawasan Hutan Lindung

Pasal 27

(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)
huruf a meliputi Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan Selatan,
Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Panyabungan Timur,
Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Pakantan, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Muarasipongi, Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Hutabargot,
Kecamatan Tambangan, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Ulu
Pungkut, Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan
Muara Batang Gadis, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan seluas kurang
lebih 127.485 Ha (seratus dua puluh tujuh ribu empat ratus delapan
puluh lima hektar).
(2) Pada Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdapat usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak
penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS), yang masih
membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, seluas kurang lebih 30 Ha (tiga puluh hektar) di Kecamatan Ulu
Pungkut dan Muara Sipongi.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya

Pasal 28

Kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. kawasan bergambut di wilayah pesisir pantai barat; dan
b. kawasan resapan air, meliputi Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan
Kotanopan, perbukitan Kecamatan Batang Natal, daerah hulu
(perbukitan) Kecamatan Natal dan daerah hulu (perbukitan) Kecamatan
Muara Batang Gadis.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 29

(1) Pola ruang kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 26 ayat (4) huruf c, meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan
sempadan sungai, kawasan sempadan danau, dan kawasan sempadan
mata air.

- 24 -
(2) Kawasan sempadan pantai di sepanjang pantai pada wilayah pesisir
Kabupaten Mandailing Natal.
(3) Kawasan sempadan sungai di sepanjang sungai besar dan kecil tersebar di
wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
(4) Kawasan sekitar bendungan/waduk/situ sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3) huruf d ditetapkan antara 50-100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik, yang meliputi kawasan sekitar Bendung Batang Gadis dan di
sekitar Danau Siombun di Kecamatan Panyabungan dan Danau Laut
Tinggal di Kecamatan Muara Batang Gadis.
(5) Kawasan sempadan mata air tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Mandailing Natal.
(6) Kawasan ruang terbuka hijau kota sebesar 30% dari luas wilayah
perkotaan yang menyebar di seluruh wilayah.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar
Budaya

Pasal 30

(1) Pola ruang kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf d, meliputi kawasan
pantai berhutan bakau, taman Nasionaldan hutan suaka alam.
(2) Kawasan pantai berhutan bakau, meliputi Kecamatan Muara Batang
Gadis, Kecamatan Natal, dan Kecamatan Batahan.
(3) Kawasan Taman Nasional Batang Gadis meliputi perbukitan Kecamatan
Muara Batang Gadis, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Panyabungan
Barat, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Ulu Pungkut.
(4) Kawasan hutan suaka alam di Kecamatan Siabu, Bukit Malintang,
Panyabungan Utara, Huta Bargot, Panyabungan Barat, Panyabungan,
Panyabungan Selatan, Puncak Sorik Marapi, Batang Natal, Kotanopan,
Tambangan, Lingga Bayu, Ulu Pungkut, Ranto Baek, Muara Batang Gadis,
Natal, seluas kurang lebih 75.596 Ha (tujuh puluh lima ribu lima ratus
sembilan puluh enam hektar).
(5) Pada Kawasan Hutan Suaka Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terdapat usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak
penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS), yang masih
membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, seluas kurang lebih 32 Ha (tiga puluh dua hektar) di Kecamatan
Batang Natal.
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Kawasan Rawan Bencana dan Lindung Geologi

Bagian Kesatu
Rencana Pengembangan Kawasan Rawan Bencana

Pasal 31

(1) Pola ruang kawasan rawan bencana meliputi kawasan rawan gempa bumi,
kawasan rawan massa gerakan tanah/tanah longsor, kawasan rawan zona
patahan aktif, kawasan rawan gelombang pasang air laut/ abrasi/
tsunami, kawasan rawan banjir/banjir bandang;
(2) kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten
dan termasuk zona kerawanan tingkat menengah;
(3) kawasan rawan gerakan tanah/tanah longsor meliputi Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Pakantan, Panyabungan
Selatan, Panyabungan Timur, Tambangan, Ulu Pungkut dan Kecamatan
Batang Natal;

- 25 -
(4) kawasan yang terletak di zona patahan aktif meliputi sebagian Kecamatan
Siabu, Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan Panyabungan
Selatan, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Lembah Sorik
Marapi, Kecamatan Tambangan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara
Sipongi, Kecamatan Ulu Pungkut.
(5) kawasan erosi pantai/abrasi meliputi kawasan abrasi tinggi di sepanjang
pantai bagian utara dan tengah yang berhadapan langsung dengan
Samudera Indonesia dan kawasan abrasi sedang di sepanjang pantai
bagian selatan dari Tabuyung ke Selatan.
(6) Kawasan rawan banjir/banjir bandang meliputi Kecamatan Siabu,
Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan
Natal, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan
Sinunukan, Kecamatan Batahan, Kecamatan Panyabungan Utara,
Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Huta
Bargot, dan Kecamatan Panyabungan Barat.

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Geologi

Pasal 32

Pola ruang kawasan lindung geologi meliputi kawasan yang memberikan


perlindungan terhadap air tanah dan kawasan rawan bencana alam geologi.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 33

Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)


huruf g, meliputi kawasan perlindungan ekosistem pulau-pulau kecil
danterumbu karang.

Bagian Ketiga
Rencana Pola Ruang Kawasan Budi Daya

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 34

(1) Pola ruang kawasan peruntukan hutan produksi meliputi kawasan hutan
produksi tetap, kawasan hutan produksi terbatas, dan kawasan hutan
produksi yang dapat dikonversi;
(2) Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas kurang lebih 152.514 Ha
(seratus lima puluh dua ribu lima ratus empat belas hektar), di Kecamatan
Siabu, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Naga Juang,
Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Panyabungan
Selatan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Lingga Bayu,
Kecamatan Tambangan;
(3) Kawasan hutan produksi tetap (HP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (5) huruf b seluas kurang lebih 16.310 Ha (enam belas ribu tiga
ratus sepuluhhektar), di Kecamatan Batang Natal, Lingga Bayu, Ranto
Baek, dan Muara Batang Gadis;

- 26 -
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi(HPK) seluas kurang lebih
19.897Ha (sembilanbelas ribu delapan ratussembilanpuluh tujuh hektar),
di Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Natal; danKecamatan
Lingga Bayu.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan pertanian, meliputi kawasan peruntukan pertanian


lahan basah dan kawasan peruntukan pertanian lahan kering;
(2) Kawasan pertanian lahan basah dengan luas total keseluruhan kurang
lebih 20.491 Ha (dua puluh ribuempat ratus sembilan puluh satu hektar)
yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal;
(3) Kawasan pertanian lahan kering dengan luas total kurang lebih 61.469 Ha
(enam puluh satu ribu empat ratus enampuluh sembilan hektar) yang
tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal;
(4) Untuk komoditas tanaman pangan lain dan hortikultura dikembangkan
pada pola ruang kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering;
(5) Kawasan pertanian bagi komoditas tanaman pangan diarahkan menjadi
lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan dan/atau lahan cadangan
pertanian tanaman pangan berkelanjutan yang terdiri dari lahan basah,
termasuk rawa pasang surut/lebak, dan lahan kering;
(6) Penetapan kawasan pertanian berkelanjutan dan/atau lahan cadangan
pertanian tanaman pangan berkelanjutan diatur lebih lanjut sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perkebunan

Pasal 36

(1) Pola ruang kawasan perkebunan dengan luas kurang lebih 165.824 Ha
(seratus enam puluh lima ribu delapan ratus dua puluh empat hektar)
meliputi berbagai komoditas perkebunan;
(2) Komoditas lahan perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal meliputi :
a. karet, tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal;
b.kakao, tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal;
c. kopi, di Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muarasipongi, dan
Kecamatan Ulu Pungkut, Kecamatan Pakantan, Kecamatan Panyabungan
Selatan dan Kecamatan Panyabungan Timur;
d.kelapa sawit, di Kecamatan Sinunukan, Kecamatan Batahan, Kecamatan
Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Natal, Kecamatan
Ranto Baek, Kecamatan Muara Batang Gadis;
e. kulit manis, di Kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Kecamatan
Tambangan, Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Panyabungan
Selatan, Kecamatan Lingga Bayu dan Kecamatan Ulu Pungkut; dan
f. aren, di Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Puncak Sorik
Marapi, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Tambangan dan
Kecamatan Panyabungan Timur.

- 27 -
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Peternakan

Pasal 37

(1) Pola ruang kawasan peternakan meliputi peternakan hewan besar, hewan
kecil, dan unggas.
(2) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pada daerah dataran rendah di sepanjang aliran Sungai Batang Gadis
dan sepanjang Pantai Barat dikembangkan ternak besar meliputi sapi
dan kerbau;
b. pada daerah yang bergelombang di wilayah Bukit Barisan
dikembangkan kambing dan domba; dan
c. pada wilayah perkotaan dan daerah penyangga perkotaan
dikembangkan ternak unggas seperti ayam dan itik.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan dan Kelautan

Pasal 38

(1) Pola ruang kawasan peruntukan perikanan dan kelautan meliputi


kawasanperikanan tangkap, budidaya perikanan, dan pengolahan ikan
laut dan ikan air tawar;
(2) Kawasan perikanan tangkap, meliputi: Kecamatan Natal, Kecamatan
Batahan, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Siabu dan
Kecamatan Bukit Malintang;
(3) Kawasan perikanan budidaya, meliputi: Kecamatan Bukit Malintang,
Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Panyabungan
Utara, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Muarasipongi, dan Kecamatan
Batang Natal;
(4) Kawasan pengolahan ikan laut, meliputi: Kecamatan Batahan, Kecamatan
Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan
Panyabungan, dan Kecamatan Batang Natal; dan
(5) Kawasan pengolahan ikan air tawar, meliputi: Kecamatan Batang Natal,
Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan
Panyabungan Utara.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 39

(1) Kawasan pertambangan meliputi pertambangan rakyat dan pertambangan


besar;
(2) Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan di wilayah yang
memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan pertambangan meliputi :
a. potensi batubara pada Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu, Desa
Simpang Durian Kecamatan Lingga Bayu dan Desa Lubuk Kapundung
Kecamatan Muara Batang Gadis;
b. potensi emas pada Desa Huta Bargot Nauli Kecamatan Huta Bargot;
Sihayo Kecamatan Siabu; DesaHumbang I Kecamatan Naga Juang; Desa
Huta Pungkut, Botung Kecamatan Kotanopan; Desa Bandar Panjang,
Tanjung Medan, Kota Baringin, Aek Botung, Banjar Panjang Tuo dan
Simpang Mandepo Kecamatan Muarasipongi; Desa Pagar Gunung,
Madagang, Patah Hajang Kecamatan Ulu Pungkut; Desa Huta Julu, dan
Simpang Banyak Kecamatan Pakantan; Desa Lobung, Simpang Bajole,
Bandar Limabung, Simpang Durian, Simpang Sordang dan Kampung
Baru Kecamatan Lingga Bayu; Desa Rantobi, Parlampungan, Aek Opung,
Banjar Melayu, Sayur Maincat Kecamatan Batang Natal; Desa
- 28 -
Sinunukan Kecamatan Batahan, dan Desa Sikara-Kara Kecamatan
Natal;
c. potensi timah hitam pada Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu, Desa
Sibinail Kecamatan Muarasipongi, Desa Banjar Aur Kecamatan Batahan;
d. potensi perak pada Desa Pagar Gunung Kecamatan Kotanopan,
sepanjang Sungai Batang Natal pada Kecamatan Batang Natal dan
Lingga Bayu;
e. potensi seng sepanjang Sungai Batang Natal pada Kecamatan Batang
Natal dan Lingga Bayu;
f. potensi mangaan pada Desa Sipogu Kecamatan Batang Natal;
g. potensi besi pada Desa Simpang Gambir, Kampung Baru dan Lobung
Kecamatan Lingga Bayu, Desa Ranjo Batu Kecamatan Muarasipongi;
h. potensi belerang pada Desa Sibanggor Tonga dan Sibanggor Kecamatan
Puncak Sorik Marapi;
i. potensi kaolin pada Desa Sibanggor Kecamatan Puncak Sorik Marapi;
j. potensi tembaga pada Desa Pagar Gunung dan Botung Kecamatan
Kotanopan;
k. potensi serpentin pada Desa Bangkelang, Aek Nangali, Sipogu, Banjar
Melayu dan Muarasoma Kecamatan Batang Natal;
l. potensi batu gamping pada Desa Sipaga-paga dan Aek Banir Kecamatan
Panyabungan;
m. potensi dolomit pada Desa Sipaga-paga dan Aek Banir Kecamatan
Panyabungan;
n. potensi marmer pada Desa Sipaga-paga dan Aek Banir Kecamatan
Panyabungan, Desa Ranjo Batu Kecamatan Muarasipongi;
o. potensi grafit pada Desa Sipogu Kecamatan Batang Natal;
p. potensi talk pada Desa Aek Nangali Kecamatan Batang Natal;
q. potensi pospat pada Desa Aek Nangali Kecamatan Batang Natal;
r. potensi granit pada Desa Aek Banir Kecamatan Panyabungan, Desa
Pagur Kecamatan Panyabungan Timur;
s. potensi batu mulia pada Desa Ampung Padang Kecamatan Batang natal;
t. potensi bentonit pada Desa Gonting dan Ranto Panjang Kecamatan
Lingga Bayu; dan
u. potensi lempung pada Desa Parbangunan Kecamatan Panyabungan,
Desa Jambur Padang Matinggi Kecamatan Panyabungan Utara.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 40

(1) Kawasan industri di Kabupaten Mandailing Natal meliputi kawasan


industri besar, kawasan industri menengah dan kecil, serta industri
perkebunan;
(2) Kawasan peruntukan industri besar, meliputi : pabrik crump rubber, pabrik
pengolahan CPO, pabrik pengolahan rotan, industri pengolahan ikan,
meliputi Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan Huta Bargot,
Kecamatan Sinunukan, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Batahan,
Kecamatan Natal, Kecamatan Lingga Bayu dan Kecamatan Muara Batang
Gadis;
(3) Kawasan peruntukan industri menengah dan kecil, meliputi : industri
makanan minuman, anyaman, bengkel, vulkanisir, furniture, kilang padi,
agro industri, farmasi, jasa, pengolahan logam, air mineral, dan konveksi,
di daerah-daerah di jalur lintas tengah Sumatera; dan
(4) Kawasan peruntukan industri perkebunan, meliputi industri kopi
(Kecamatan Pakantan, Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Ulu Pungkut,
Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Tambangan, Kecamatan Puncak Sorik
Marapi, Kecamatan Panyabungan Timur dan Kecamatan Batang Natal);
industri kakao (Kecamatan Siabu, Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan
Panyabungan Utara dan Kecamatan Panyabungan Barat); industri karet
- 29 -
(Kecamatan Panyabungan Utara dan Panyabungan Barat); industri sawit
(Kecamatan Siabu, Kecamatan Sinunukan, Kecamatan Lingga Bayu,
Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal dan
Kecamatan Muara Batang Gadis); industri aren (Kecamatan Muarasipongi,
Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Puncak Sorik
Marapi, Kecamatan Tambangan dan Kecamatan Panyabungan Timur).

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 41

(1) Kawasan peruntukan pariwisata di Kabupaten Mandailing Natal, terdiri


atas kawasan peruntukan: pariwisata alam, pariwisata budaya, dan
pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam meliputi :
a. wisata alam Pulau Unggeh, yang terletak di Pantai Barat Mandailing
Natal;
b. wisata alam Pantai Barat mulai dari Natal sampai ke Muara Batang
Gadis;
c. wisata alam panorama Sopotinjak, yang merupakan wisata gunung di
Kecamatan Batang Natal; dan wisata alam air terjun seperti Desa
Botung Kecamatan Kotanopan;
d. wisata alam air panas Sibanggor, terletak di Desa Sibanggor Jae, Desa
Sibanggor Tonga, Desa Sibanggor Julu, di lereng Gunung Sorik Marapi,
dan air panas Siabu;
e. wisata alam Danau Siombun di Kecamatan Panyabungan dan Danau
Marambe di Desa Sirambas Kecamatan Panyabungan Barat;
(3) Kawasan peruntukan pariwisata budaya meliputi wisata sejarah di
Kecamatan Natal, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan,
Kecamatan Ulu Pungkut, Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan
Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Sinunukan,
Kecamatan Lembah Sorik Marapi; dan
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan meliputi Kecamatan Panyabungan,
Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan
Tambangan, Kecamatan Batang Natal dan disepanjang aliran-aliran sungai
yang potensial pariwisata seperti sungai Batang Gadis, sungai Batang
Natal dan Aek Pohon, agro wisata di Kecamatan Puncak Sorik Marapi,
Kecamatan Ulu Pungkut, Kecamatan Siabu dan Kecamatan Panyabungan
Timur.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 42

(1) Pola ruang kawasan peruntukan permukiman terdiri atas permukiman


perkotaan dan perdesaan;
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan meliputi: ibukota Kecamatan
Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan
Natal, serta di PPK yaitu di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan
Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Linggga Bayu,
dan Kecamatan Batahan; dan
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan, meliputi permukiman di
luar kawasan permukiman perkotaan.

- 30 -
Paragraf 10
Kawasan Peruntukan Budidaya Lainnya

Pasal 43

Kawasan peruntukan lainnya meliputi kawasan pertahanan dan keamanan


yang terdiri dari kantor pelayanan keamanan seperti kepolisian dan militer
yang terdapat di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten.

BAB VII
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Ba gia n Kesa t u
Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten

Pasal 44

(1) Kawasan strategis di Kabupaten Mandailing Natal meliputi Kawasan


Strategis Provinsi yang ada di wilayah Kabupaten Mandailing Natal dan
Kawasan Strategis Kabupaten;
(2) Kawasan strategis provinsi di Kabupaten Mandailing Natal meliputi :
a. dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, yaitu Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu Pantai Barat dan sekitarnya di
Kawasan Mandailing Natal – Tapanuli Selatan
b. dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yaitu
Kawasan Konservasi Taman Nasional Batang Gadis
(3) Kawasan Strategis Kabupaten yang terdapat dalam wilayah Kabupaten
meliputi:
a. kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup;
c. kawasan strategis sosial budaya;
(4) Rencana kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud padaayat (1) digambarkan pada Peta Kawasan
Strategis Kabupaten sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peta
Rencana Kawasan Strategis Kabupaten yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 45

Kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 44 ayat (3) huruf a meliputi Kawasan agropolitan dataran tinggi,
yang merupakan bagian kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi,
meliputi:
a. Kawasan Strategis Panyabungan berada di Kecamatan Panyabungan.
Kawasan yang diperuntukkan sebagai sentra pertanian tanaman pangan
hortikultura, perdagangan/jasa dan pusat pemerintahan;
b. Kawasan Strategis Natal berada di Kecamatan Natal. Kawasan yang
diperuntukkan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan, dan
perikanan;
c. Kawasan Strategis Agropolitan Dataran Tinggi berada di Kecamatan Ulu
Pungkut, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Lembah Sorik
Marapi, Kecamatan Tambangan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan
Panyabungan Timur. Kawasan ini diperuntukkan sebagai pusat agrobisnis
dan agro industri pertanian;
d. Kawasan Pelabuhan berada di Kecamatan Natal dan Kecamatan Batahan.
Kawasan ini diperuntukkan sebagai potensi wilayah pesisir, perikanan dan
kelautan; dan
e. Kawasan Bandar Udara berada di Kecamatan Bukit Malintang. Kawasan ini
diperuntukkan sebagai sentra transportasi angkutan udara.
- 31 -
Pasal 46

Kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf b meliputi:
a. kawasan rawan bencana longsor, yang berada di Kecamatan Kotanopan,
Kecamatan Muarasipongi, Kecamatan Pakantan, Panyabungan Selatan,
Panyabungan Timur, Tambangan, Ulu Pungkut dan Kecamatan Batang
Natal;
b. kawasan jalur patahan aktif, yang berada di sebagian Kecamatan Siabu,
Kecamatan Naga Juang, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Panyabungan
Barat, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kecamatan Puncak Sorik Marapi,
Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Tambangan, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Ulu Pungkut dan Kecamatan Muarasipongi;
c. kawasan rawan bencana letusan gunung berapi Sorik Marapi, yang berada
di Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Lembah Sorik Marapi,
Kecamatan Tambangan, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kecamatan
Batang Natal ; dan
d. kawasan pesisir pantai Barat, yang berada di Kecamatan Muara Batang
Gadis, Natal, dan Batahan.

Pasal 47

Kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya, sebagaimana dimaksud


pada Pasal 44 ayat (3) huruf c meliputi kawasan pemerintahan dan pendidikan
di Kecamatan Panyabungan.

BAB VIII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 48

(1) Rencana pemanfaatan ruang wilayah merupakan indikasi program utama


yang memuat uraian program atau kegiatan, sumber pendanaan, instansi
pelaksanaan, dan tahapan pelaksanaan.
(2) Rencana pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. perwujudan struktur ruang ;
b. perwujudan pola ruang;
c. perwujudan kawasan strategis kabupaten.
(3) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
a. tahap I (tahun 2016–2021);
b. tahap II ( tahun 2022 – 2026);
c. tahap III(tahun 2027 – 2031); dan
d. tahap IV ( tahun 2032 – 2036).
(4) Matrik indikasi program utama tercantum dalam lampiran 2 Indikasi
Program Pemanfaatan Ruang Wilayah yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Perwujudan Struktur Ruang

Pasal 49

Perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 ayat (2)


huruf a terdiri atas:
a. perwujudan pusat kegiatan; dan
b. perwujudan sistem prasarana wilayah.

- 32 -
Pasal 50

Perwujudan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 huruf a


dilakukan melalui perwujudan pusat kegiatan berupa:
a. pengembangan PKL;
b. pengembangan PPK;
c. pengembangan PPL;dan
d. perwujudan pengembangan sistem prasarana wilayah.

Pasal 51

(1) Pengembangan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a yaitu:


a. pengembangan PKL Panyabungan;
b. pengembangan PKL Siabu;
c. pengembangan PKLKotanopan;
d. pengembangan PKLNatal.
(2) Pengembangan PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal50 huruf b yaitu:
a. pengembangan PPK Bukit Malintang;
b. pengembangan PPKLembah Sorik Marapi;
c. pengembangan PPKMuarasipongi;
d. pengembangan PPKLingga Bayu;
e. pengembangan PPKBatahan.
(3) Pengembangan PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c yaitu
a. pengembangan PPL Panyabungan Utara;
b. pengembangan PPLNaga Juang;
c. pengembangan PPLHuta Bargot;
d. pengembangan PPLPanyabungan Timur;
e. pengembangan PPLPanyabungan Barat;
f. pengembangan PPLPanyabungan Selatan;
g. pengembangan PPLTambangan;
h.pengembangan PPLPuncak Sorik Marapi;
i. pengembangan PPLUlu Pungkut;
j. pengembangan PPLPakantan;
k. pengembangan PPLBatang Natal;
l. pengembangan PPLRanto Baek;
m. pengembangan PPLSinunukan;
n.pengembangan PPLMuara Batang Gadis.
Pasal 52

(1) Pengembangan PKL Panyabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51


ayat (1) huruf a terdiri atas;
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Panyabungan;
b. kawasan pusat pemerintahan terpadu;
c. pendidikan dan kesehatan;
d. perdagangan;
e. sarana, prasarana dan utilitas perkotaan;
f. terminal tipe A; dan
g. ruang terbuka hijau.
(2) Pengembangan PKL Siabu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
huruf b terdiri atas;
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Siabu;
b. sarana, prasarana dan utilitas perkotaan;
c. pendidikan dan kesehatan;
d. sentra pertanian;
e. terminal tipe C; dan
f. ruang terbuka hijau.
(3) Pengembangan PKLKotanopan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) huruf c terdiri atas;
- 33 -
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kotanopan;
b. sarana, prasarana dan utilitas perkotaan;
c. pendidikan, kebudayaan dan kesehatan;
d. perdagangan;
e. terminal tipe C; dan
f. ruang terbuka hijau.
(4) pengembangan PKLNatal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
huruf d terdiri atas;
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Natal;
b. sentra perkebunan;
c. pelabuhan pengumpul, pengumpan lokal, TPI dan PPI;
d. pendidikan, kebudayaan dan kesehatan;
e. pergudangan;
f. kawasan industri terpadu;
g. sarana dan prasarana pariwisata;
h. terminal tipe C;
i. utilitas perkotaan; dan
j. ruang terbuka hijau.
Pasal 53
(1) Pengembangan PPK Bukit Malintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Bukit
Malintang;
b. bandar udara Bukit Malintang;
c. sarana, prasarana dan utilitas kawasan;
d. pergudangan;
e. sentra industri kecil; dan
f. ruang terbuka hijau.
(2) Pengembangan PPKLembah Sorik Marapi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Lembah Sorik
Marapi;
b. pengembangan budaya, religi dan pariwisata;
c. sarana, prasarana dan utilitas kawasan; dan
d. ruang terbuka hijau.
(3) Pengembangan PPKMuarasipongi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
(2) huruf c terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Muarasipongi;
b. sentra industri kecil;
c. budaya dan pariwisata;
d. sarana, prasarana dan utilitas kawasan; dan
e. ruang terbuka hijau.
(4) Pengembangan PPKLingga Bayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51ayat (2) huruf d terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Lingga Bayu;
b. sarana, prasarana dan utilitas kawasan;
c. perdagangan;
d. sentra perkebunan;
e. terminal tipe C; dan
f. ruang terbuka hijau.
(5) Pengembangan PPKBatahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(2) huruf e terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Batahan;
b. pergudangan;
c. sentra perkebunan;
d. pelabuhan pengumpul dan TPI;
e. kawasan industri terpadu;
f. sarana, prasarana dan utilitas kawasan; dan
g. ruang terbuka hijau.

- 34 -
Pasal 54

(1) Pengembangan PPL Panyabungan Utara sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 51 ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Panyabungan
Utara;
b. pengembangan perikanan darat;
c. ekonomi kreatif;
d. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan; dan
e. ruang terbuka hijau.
(2) Pengembangan PPLNaga Juang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf b terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Naga Juang;
b. pelestarian lingkungan;
c. sentra pertanian; dan
d. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan.
(3) Pengembangan PPLHuta Bargot sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf c terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Huta Bargot;
b. pelestarian lingkungan;
c. kawasan industri; dan
d. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan;
(4) Pengembangan PPLPanyabungan Timur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (3) huruf d terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Panyabungan
Timur;
b. sentra perkebunan dan pertanian hortikultura; dan
c. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan;
(5) Pengembangan PPLPanyabungan Barat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51ayat (3) huruf e terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan
PanyabunganBarat;
b. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan;
c. sentra pertanian dan perkebunan;
d. pariwisata; dan
e. kawasan industri.
(6) Pengembangan PPLPanyabungan Selatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (3) huruf f terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Panyabungan
Selatan;
b. pariwisata;
c. industri kecil;
d. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan; dan
e. pelestarian lingkungan.
(7) Pengembangan PPLTambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf g terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Tambangan;
b. sentra pertanian dan perkebunan;
c. pengembangan budaya, religi dan pariwisata;
d. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan.
(8) Pengembangan PPLPuncak Sorik Marapi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (3) huruf h terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Puncak Sorik
Marapi;
b. sentra pertanian dan hortikultura;
c. pariwisata;
d. pelestarian lingkungan; dan
e. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan.
(9) Pengembangan PPLUlu Pungkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf i terdiri atas:
- 35 -
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Ulu Pungkut;
b. sentra pertanian, perkebunan dan hortikultura;
c. budaya dan pariwisata;
d. pelestarian lingkungan; dan
e. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan.
(10) Pengembangan PPLPakantan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(3) huruf j terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Pakantan;
b. sentra pertanian, perkebunan dan hortikultura;
c. budaya dan pariwisata;
d. pelestarian lingkungan; dan
e. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan
(11) Pengembangan PPLBatang Natal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf k terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Batang
Natal;
b. pelestarian lingkungan;
c. pendidikan, budaya dan pariwisata;
d. sentra perkebunan dan hortikultura; dan
e. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan.
(12) PengembanganPPLRantoBaeksebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(3) huruf l terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Ranto Baek;
b. sentra perkebunan;
c. sentra industri;
d. pariwisata;
e. perdagangan; dan
f. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan;
(13) Pengembangan PPLSinunukansebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf m terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sinunukan;
b. pendidikan dan budaya;
c. sentra perkebunan;
d. ekonomi kreatif, perdagangan;
e. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan; dan
f. terminal tipe C;
(14) Pengembangan PPLMuara Batang Gadis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (3) huruf n terdiri atas:
a. penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Muara
Batang Gadis;
b. pergudangan;
c. wisata alam;
d. peternakan;
e. sentra perkebunan;
f. industri kecil;
g. perikanan, TPI dan PPI; dan
h. sarana, prasarana dan utilitas kecamatan.

Pasal 55

(1) Perwujudan pengembangan sistem prasarana wilayah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 huruf b terdiri atas:
a. perwujudan sistem prasarana transportasi;
b. perwujudan sistem prasarana energi;
c. perwujudan sistem prasarana telekomunikasi;
d. perwujudan sistem prasarana sumber daya air; dan
e. perwujudan sistem prasarana lainnya.
(2) Perwujudan sistem prasarana transportasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. pengembangan jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan lokal
- 36 -
primer;
b. pembangunan jaringan rel kereta api di pantai Barat;
c. pembangunan pelabuhan pengumpul Sikara-kara di Natal dan di
Batahan;
d. pembangunan pelabuhan pengumpul di Palimbungan;
e. pembangunan pelabuhan pengumpan dan pelabuhan ASDP;
f. pembangunan bandar udara di Bukit Malintang.
g. pembangunan terminal tipe A di Kecamatan Panyabungan;
h. pembangunan terminal tipe C di Kecamatan Siabu, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Sinunukan dan
Kecamatan Natal.
(3) Perwujudan sistem prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. pengembangan pembangkit listrik tenaga mini/mikro hidro, panas bumi,
tenaga surya, tenaga diesel, tenaga uap, tenaga gas dan sumber energi
terbarukan lainnya; dan
b. pengembangan jaringan transmisi energi listrik SUTT 150 kV, SUTET
275 kV, dan gardu induk listrik.
(4) Perwujudan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. peningkatan jaringan telekomunikasi terestrial ataupun satelit;
b. penambahan telepon umum, warung telekomunikasi (wartel), dan
warung internet (warnet) di pusat permukiman pedesaan, baik dengan
jaringan terestrial maupun satelit;
c. pembangunan stasiun-stasiun komunikasi satelit di wilayah-wilayah
yang tidak terjangkau sinyal; dan
d. pengoptimalan pemanfaatan jaringan komunikasi satelit di kawasan
perkotaan dan perdesaan, serta menara komunikasi melalui
pembangunan menara terpadu.
(5) Perwujudan sistem prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. pengembangan prasarana irigasi;
b. pengembangan prasarana air bersih perpipaan dan non perpipaan;
c. pembangunan prasarana pengendali daya rusak air melalui sistem
drainase dan pengendalian banjir, sistem penanganan erosi dan longsor,
dan sistem pengamanan abrasi pantai.
(6) Perwujudan sistem prasarana kabupaten lainnya, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. penyediaan TPS pada setiap permukiman dan pusat-pusat kegiatan,
serta penyediaan TPA di Kecamatan Panyabungan Barat, TPA di
Kecamatan Natal, dan TPA di Kecamatan Kotanopan;
b. pengembangan jaringan drainase di pusat permukiman serta sistem
pengendalian banjir;
c. penggunaan septic tank individu pada PKL, PPK, dan PPL, serta sanitasi
masyarakat (Sanimas);
d. sarana dan prasarana lingkungan permukiman lainnya.

Bagian Ketiga
Perwujudan Pola Ruang

Pasal 56

(1) Perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
- 37 -
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
(3) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap;
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi;
d. kawasan pertanian lahan basah;
e. kawasan pertanian lahan kering;
f. kawasan peternakan;
g. kawasan perkebunan;
h. kawasan perikanan;
i. kawasan pertambangan;
j. kawasan industri;
k. kawasan pariwisata;
l. kawasan permukiman; dan
m. kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 57

(1) Perwujudan peruntukan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 56 ayat (2) huruf a dilakukan melalui program:
a. penegasan tata batas kawasan hutan lindung serta memberikan batasan
fisik pada kawasan hutan lindung;
b. pembangunan jalan inpeksi dan sarana pendukung lainnya dalam
rangka mempermudah kegiatan pengawasan dan pengendalian kawasan
hutan lindung;
c. identifikasi pemilik lahan yang terkena peruntukan kawasan hutan
lindung;
d. pelaksanaan penyepakatan (penggantian, pembelian, atau partisipasi)
lahan peruntukan hutan lindung;
e. identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan lindung;
f. pelaksanaan reboisasi (penghijauan kembali) dan rehabilitasi hutan
lindung yang telah rusak; dan
g. sosialisasi perwujudan kawasan hutan lindung.
(2) Perwujudan peruntukan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (2) huruf b dilakukan melalui program:
a. pengembangan tanaman kehutanan yang berfungsi sebagai tanaman
konservasi;
b. pengawasan dan pengendalian pada kawasan konservasi dan resapan
air;
c. pelaksanaan rehabilitasi dan penghutanan pada kawasan sekitar
resapan air; dan
d. sosialisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya.
(3) Perwujudan peruntukan kawasan perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf c dilakukan melalui program:
a. penetapan dan penegasan fungsi lindung pada kawasan sempadan
pantai dan sempadan sungai;
b. penegasan batas-batas dan memberikan batasan fisik pada kawasan
sempadan pantai dan sempadan sungai, seperti pembangunan pagar,
dan tanda atau papan informasi;
c. pembangunan jalan inpeksi dalam rangka mempermudah kegiatan
pengawasan dan pengendalian;
d. rehabilitasi DAS dan pengerukan alur sungai; dan
- 38 -
e. sosialisasi perwujudan kawasanperlindungan setempat.
(4) Perwujudan kawasan cagar alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf d dilakukan melalui
program:
a. penegasan tata batas kawasan pelestarian alam;
b. sosialisasi perwujudan kawasan pelestarian alam dan cagar budaya pada
Taman Nasional Batang Gadis melalui pengembangan kawasan
pemanfaatan penelitian dan pengembangan;
c. pengawasan dan pengendalian pada kawasancagar alam, pelestarian
alam dan cagar budaya
d. pengembangan kawasan pemanfaatan ekowisata.
e. pengkajian peluang pembayaran jasa lingkungan; dan
f. implementasi pemanfaatan potensi jasa lingkungan
(5) Perwujudan peruntukan kawasan rawan bencana alam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf e dilakukan melalui program:
a. pembangunan jalur evakuasi pada kawasan rawan bencana alam;
b. identifikasi tingkat kerawanan kawasan rawan bencana alam;
c. mempertegas batas-batas dan memberikan batasan fisik pada kawasan
rawan bencana alam;
d. penanaman pohon pada wilayah potensial longsor, tsunami dan rawan
bencana lainnya;
e. sosialisasi kawasan rawan bencana;
f. mitigasi bencana;
g. penyusunan rencana aksi daerah pengurangan resiko bencana; dan
(6) Perwujudan peruntukan kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) huruf f dilakukan melalui program:
a. pemetaan dan klasifikasi kawasan rawan bencana geologi secara detil
dan akurat;
b. pengaturan permukiman dan kegiatan manusia di kawasan rawan
bencana geologi untuk melindungi manusia dari bencana yang
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan
manusia; dan
c. sosialisasi mitigasi bencana geologi pada masyarakat, terutama
masyarakat yang berada pada/dekat dengan daerah rawan gempa bumi,
gerakan tanah, zona patahan dan rawan tsunami.
(7) Perwujudan peruntukan kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) huruf g dilakukan melalui program:
a. pemantapan tata batas kawasan lindung lainnya;
b. penyusunan masterplan, program pembangunan dan upaya pelestarian
kawasan lindung lainnya;
c. pembanguan fasilitas dan utilitas penunjang kawasan lindung lainnya;
dan
d. penyediaan perangkat keras dan lunak untuk mendukung kegiatan
kawasan lindung lainnya.
Pasal 58

(1) Perwujudan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 56 ayat (3) huruf a, b, dan c dilakukan melalui program:
a. studi kelayakan dan desain pengembangan sentra industri pengolahan
kayu;
b. pembangunan sentra industri pengolahan kayu;
c. pengawasan dan pengendalian kawasan hutan produksi;
d. reboisasi, pengukuran dan tata batas hutan produksi; dan
e. sosialisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan produksi.
(2) Perwujudan peruntukan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (3) huruf d dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan lahan pertanian pangan, hortikultura
berkelanjutan;
b. pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan-

- 39 -
bangunan irigasi;
c. pembangunan sentra budidaya pertanian, hortikultura dan mina padi;
d. studi kelayakan pengembangan sentra budidaya tanaman lahan basah;
dan
e. pembangunan koperasi/pasar khusus pertanian.
(3) Perwujudan peruntukan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (3) huruf e dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan lahan pertanian pangan, hortikultura
berkelanjutan;
b. pembangunan sentra budidaya pertanian, hortikultura;
c. studi kelayakan pengembang sentra budidaya tanaman lahan kering;
dan
d. pembangunan koperasi/pasar khusus pertanian.
(4) Perwujudan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (3) huruf f dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan kawasan peternakan yang berkelanjutan;
b. pengembangan sentra produksi ternak; dan
c. pembangunan koperasi/pasar khusus ternak.
(5) Perwujudan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (3) huruf g dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan kawasan perkebunan yang berkelanjutan;
b. peningkatan produktifitas perkebunan dan tanaman tahunan melalui
intensifikasi lahan;
c. pembangunan sentra perkebunan dan tanaman tahunan;
d. pembangunan sarana dan prasarana pendukung perkebunan, industri
perkebunan; dan
e. pembangunan koperasi/pasar khusus perkebunan.
(6) Perwujudan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf h dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan perikanan tangkap dan perikanan budidaya
berkelanjutan;
b. pengolahan dan pemasaran hasil perikanantangkap dan perikanan
budidaya; dan
c. peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan dan tempat
pelelangan ikan, serta sarana pendukungnya.
(7) Perwujudan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (3) huruf i dilakukan melalui program:
a. menumbuhkembangkan usaha pertambangan dan galian berkelanjutan;
b. pembangunan sentra industri pertambangan dan bahan galian; dan
c. studi kelayakan dan penataan pengembangan sentra industri
pengolahan pertambangan dan galian.
(8) Perwujudan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf j dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana pengembangan agroindustri dan industri
pengolahan;
b. pembangunan kawasan industri terpadu;
c. pembangunan agroindustri dan industri pengolahan;
d. fasilitasi, pembinaan, pemanfaatan teknologi industri tepat guna;
e. pengembangan industri kecil menengah; dan
f. promosi investasi bagi pengembangan industri agro dan industri
pengolahan.
(9) Perwujudan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf k dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Induk Pariwisata;
b. penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan dan Obyek Wisata;
c. pengembangan pemasaran dan promosi kawasan wisata;
d. pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata;
e. promosi objek wisata; dan
f. pengembanganpotensi objek pariwisata.
(10) Perwujudan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
- 40 -
56 ayat (3) huruf l dilakukan melalui program:
a. penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman Daerah (RP3KP);
b. pengembangan permukiman kepadatan tinggi;
c. pengembangan permukiman kepadatan sedang;
d. pengembangan permukiman kepadatan rendah;
e. pembangunan kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap
bangun (lisiba);
f. pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana permukiman; dan
g. pembangunan dan peningkatan utilitas permukiman.
(11) Perwujudan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3) huruf m dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana pengembangan peruntukan lainnya;
b. pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana peruntukan
lainnya; dan
c. pembangunan dan peningkatan utilitas peruntukan lainnya.

Pasal 59

(1) Perwujudan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 44 ayat (3) dilakukan melalui:
a. perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
b. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
c. kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya.
(2) Perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana tata ruang kawasan strategispertumbuhan
ekonomi;
b. penyiapan lahan dan pembangunan infrastruktur/sarana prasarana;
c. peningkatan pelayanan dan pengelolaan pertumbuhan ekonomi.
(3) Perwujudan kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilakukan melalui program:
a. sosialisasi tata batas kawasan lindung;
b. sosialisasi tentang kebencanaan dan mitigasi bencana;
c. penetapan aturan teknis bangunan dan infrastruktur;
d. pelestarian lingkungan hidup.
(4) Perwujudan kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dilakukan melalui program:
a. penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis sosial budaya;
b. penyiapan lahan dan pembangunan infrastruktur/sarana prasarana;
dan
c. peningkatan pelayanan dan pengelolaan kawasan strategis sosial
budaya.

BAB IX
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 60

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan


sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan umum perizinan;
c. ketentuan umum pemberian insentif dan disinsentif; dan
- 41 -
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 61

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60


ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten
dalam menyusun peraturan zonasi, yang meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang diijinkan dalam peraturan zonasi;
b. pemanfaatan ruang yang diijinkan secara terbatas dalam peraturan
zonasi;
c. pemanfaatan ruang yang diijinkan bersyarat dalam peraturan zonasi,
dan
d. pemanfaatan ruang yang dilarang dalam peraturan zonasi.
(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan indikasi arahan peraturan zonasi
untuk struktur ruang dan pola ruang, yang meliputi:
a. sistem perkotaan;
b. sistem jaringan transportasi;
c. sistem jaringan energi;
d. sistem jaringan telekomunikasi;
e. sistem jaringan sumber daya air;
f. sistem jaringan prasarana lingkungan;
g. kawasan lindung;
h. kawasan budidaya; dan
i. kawasan strategis kabupaten
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi lebih lanjut akan ditetapkan menjadi
Arahan Peraturan Zonasiyang diatur melalui Peraturan Daerah.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Perkotaan

Pasal 62

Arahan ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan disusun dengan


memperhatikan sebagai berikut:
a. Fungsi dan peranan perkotaan yang bersangkutan;
b. Karakteristik fisik perkotaan dan sosial budaya masyarakatnya; dan
c. Standar teknik perencanaan yang berlaku.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 63

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi meliputi:


a. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara.

Pasal 64

(1) Ketentuan umumperaturan zonasi sistem jaringan transportasi darat


meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalur kereta api;
c. Ketentuan umum peraturan zonasijaringan sungai, danau, dan
penyeberangan; dan
d. Ketentuan umum peraturan zonasijaringan angkutan barang dan
penumpang.
- 42 -
(2) Arahan ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan disusun dengan
memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang di kawasan sepanjang sisi jaringan jalan nasional
yang ada dalam wilayah kabupaten dan jaringan jalan kabupaten
dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi, pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. pemanfaatan ruang sepanjang sisi jaringan jalan nasional yang ada
dalam wilayah kabupaten dan jaringan jalan kabupaten yang berada di
kawasan berfungsi lindung tidak diperbolehkan dialihfungsikan.
c. pemanfaatan ruang sepanjang sisi jaringan jalan nasional yang ada
dalam wilayah kabupaten dan jaringan jalan kabupaten yang berada di
kawasan berfungsi lindung tidak diperbolehkan melakukan kegiatan
yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
d. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalan nasional yang
ada dalam wilayah kabupaten dan jaringan jalan kabupatenditetapkan
dengan memperhatikan ketentuan ruang pengawasan jalan; dan
e. pemanfaatan ruang bagi kegiatan dan/atau mendirikan bangunan di
sepanjang sisi jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas wajib
melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALL) sebagai persyaratan
kegiatan dan izin mendirikan bangunan.
(3) Arahan ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalur kereta api
disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan
dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi, pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api tidak
diperbolehkan dilakukan kegiatan yang dapat mengganggu kepentingan
operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;
c. pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu
lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api, pengembangan ruangnya
dibatasi;
d. pemanfaatan ruang pada perlintasan sebidang antara jaringan jalur
kereta api dengan jaringan jalan, pemanfaatan ruangnya dibatasi;
e. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api
dilakukan dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalur kereta api
(4) Arahanketentuan umum peraturan zonasi jaringan sungai, danau, dan
penyeberangan disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan padaruang kerja jaringan alur pelayaran sungai, danau,
dan penyeberangan harus memperhatikan keselamatan dan keamanan
pelayaran;
b. pemanfaatan pada ruang yang berdampak pada keberadaan alur
pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan tidak diperbolehkan
dilakukan kegiatan di ruang udara bebas di atas perairan;
c. pemanfaatan pada ruang yang berdampak pada keberadaan alur
pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan tidak diperbolehkan
dilakukan kegiatan di bawah perairan;
d. pemanfaatan ruang pada perairan yang berdampak pada keberadaan
aluran pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan, pengembangan
ruangnya dibatasi;
e. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar pelabuhan sungai, danau,
dan penyeberangan harus memperhatikan kebutuhan ruang untuk
operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan;
f. pemanfaatan ruang di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan
(DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) harus
mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(5) Arahan ketentuan umum peraturan zonasi angkutan barang dan
penumpang disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
- 43 -
dan penumpang harus memperhatikan kebutuhan ruang untuk
operasional dan pengembangan kawasan terminal;
b. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
dan penumpang harus memperhatikan pemanfaatan ruang di dalam
dan di sekitar terminal angkutan barang dan penumpang
c. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
dan penumpang harus memperhatikan kepadatan lalu lintas dan
kapasitas jalan;
d. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
dan penumpang harus memperhatikan keterpaduan moda transportasi
baik intra maupun antar moda;
e. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
dan penumpang harus memperhatikan kondisi topografi dan lokasi
terminal;
f. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
dan penumpang harus memperhatikan kelestarian lingkungan; dan
g. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar terminal angkutan barang
dan penumpang harus memperhatikan pemisahan yang jelas antar jalur
angkutan antar kota antar propinsi, angkutan antar kota dalam
provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

Pasal 65

Arahan ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut


disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar badan air di sepanjang alur
pelayaran dilakukan untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
kawasan pelabuhan;
b. pemanfaatan ruang pada badan air dengan reklamasi dapat dilakukan
untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan
dengan didukung dokumen AMDAL yang telah disetujui sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar
badan air di sepanjang alur pelayaran dapat dilakukan dengan tidak
menganggu aktivitas pelayaran;
d. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran,
pemanfaatan ruangnya dibatasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. pemanfaatan pada ruang yang berdampak pada keberadaan jalur
transportasi laut kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air,
pengembangan ruangnya dibatasi; dan
f. pemanfaatan ruang di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan harus mendapatkan izin
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 66

Arahan ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara


disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara;
b. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara dapat dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan
perundang-undangan;
c. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara dilakukan dengan
memperhatikan batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan
dan batas-batas kawasan kebisingan; dan
d. pemanfaatan ruang sekitar bandar udara, pemanfaatan ruang udara
dibatasi agar tidak mengganggu sistem operasional penerbangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 44 -
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Energi

Pasal 67

Arahan ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi disusun


dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang di sekitar jaringan pipa minyak dan gas bumi harus
memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan kawasan di sekitarnya;
b. pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik harus memperhatikan
jarak aman dari kegiatan lain; dan
c. pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi tidak diperbolehkan
dilakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 68

Arahan ketentuan umumperaturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi


disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun bumi dan menara
pemancar telekomunikasi memperhatikan aspek keamanan dan
keselamatan aktivitas kawasan disekitarnya;
b. penempatan menara pemancar telekomunikasi memperhatikan keserasian
dengan lingkungan sekitarnya; dan
c. pemanfaatan ruang disepanjang jaringan telekomunikasi harus
memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan baik terhadap fungsi
jaringan maupun terhadap aktivitas kawasan di sekitarnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Sumber Daya Air

Pasal 69

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar jaringan sumber daya air dengan
tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
b. pemanfaatan ruang di sekitar jaringan wilayah sungai lintas kabupaten,
selaras dengan pemanfaatan ruang pada jaringan wilayah sungai di
kabupaten/kota yang berbatasan;
c. pemanfaatan ruang di sekitar kawasan jaringan sumber daya air yang telah
ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam, pemanfaatan ruangnya
dibatasi;
d. pemanfaatan ruang di sekitar kawasan jaringan sumber daya air yang
menurunkan kualitas fungsi lingkungan, pemanfaatan ruangnya dibatasi;
e. perlindungan kawasan yang berfungsi menampung limpasan air di bagian
hilir;
f. perlindungan sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk, rawa,
cekungan air tanah, serta kawasan sekitar mata air dan sumber air lainnya
dari kegiatan yang berpotensi merusak kualitas air;
g. pemulihan fungsi hidrologis yang telah menurun akibat kegiatan budidaya
di kawasan resapan air, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan
waduk serta mata air;
h. pemanfaatan sumber daya air untuk kegiatan budidaya secara seimbang
dengan memperhatikan tingkat ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya
- 45 -
air;
i. pengendalian daya rusak air untuk melindungi masyarakat, kegiatan
budidaya, serta prasarana dan sarana penunjang perikehidupan manusia;
j. keselarasan sistem prasarana sumberdaya air yang selaras dengan
pengembangan sistem pusat permukiman, kawasan budidaya, dan
kawasan lindung; dan
k. pengembangan sistem prasarana sumberdaya air untuk mendukung sentra
produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
kabupaten.
Paragraf 6
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Prasarana Lingkungan Kabupaten

Pasal 70

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan di sekitar jaringan prasarana


lingkungan meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi jaringan
tempat pemrosesan akhir regional persampahan; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi jaringan
pengolahan limbah terpusat dan setempat pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
(2) Arahan ketentuan umum peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi
pengelolaan persampahan disusun dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. lokasi TPA Regional tidak diperkenankan berdekatan dengan kawasan
permukiman;
b. lokasi TPA Regional harus didukung oleh studi AMDAL yang telah
disepakati oleh instansi yang berwenang;
c. pengelolaan sampah dalam TPA Regional dilakukan dengan sistem
sanitary landfillsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
d. dalam lingkungan TPA Regional disediakan prasarana penunjang
pengelolaan sampah.
(3) Arahan ketentuan umum peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi
jaringan pengelolaan limbah disusun dengan memperhatikan sebagai
berikut:
a. pemanfaatan ruang untuk jaringan pengelolaan air limbah
diprioritaskan pada kawasan industri dan/atau kawasan permukiman
padat penduduk;
b. pembuangan efluen air limbah ke media lingkungan hidup tidak
melampaui standar baku mutu air limbah; dan
c. sistemjaringan pengelolaan limbah disesuaikan dengan ketinggian muka
air tanah di lokasi jaringan pengelolaan limbah.
(4) Arahan ketentuan umum peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi
jaringan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun disusun
dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. lokasi jaringan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun
diarahkan di luar kawasan permukiman;
b. pembangunan unit pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun
memperhatikan prinsip-prinsip keamanan lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pengelola limbah bahan berbahaya dan beracun memiliki perizinan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. pengelola jaringan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
wajib menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

- 46 -
Paragraf 7
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung Kabupaten

Pasal 71

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana


dimaksud dalamPasal 61 ayat (2) huruf g, meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana;
f. kawasan lindung geologi;
g. kawasan lindung lainnya.

Pasal 72

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf a, ditetapkan sebagai
berikut:
a. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah bentang
alam; dan
b. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf b, ditetapkan sebagai berikut:
a. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah bentang
alam; dan
b. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi merubah bentang alam.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf c, ditetapkan sebagai
berikut:
a. dilarang kegiatan budidaya untuk permukiman dan industri; dan
b. diperbolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak merubah bentang
alam.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
huruf d,
a. pemanfaatan ruang diperbolehkan dilakukan kegiatan penelitian,
pendidikan, wisata alam dengan tidak mengakibatkan penurunan fungsi;
b. pemanfaatan ruang diperbolehkan secara terbatas dibangun prasarana
wilayah, prasarana penunjang fungsi kawasan, dan prasarana pencegah
bencana alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pemanfaatan ruang kawasan tidak diperbolehkan pemanfaatan biota
yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d. pemanfaatan ruang tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan yang
mengakibatkan menurunnya fungsi kawasan suaka alam; dan
e. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi luas atau
mengalihfungsikan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana gempa
bumi/zona patahan aktif, ditetapkan sebagai berikut:
a. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan gempa dilakukan
dengan mencermati konsistensi kesesuaian antara pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang kawasan strategis atau rencana detail tata
ruang;
b. menyediakan jalur evakuasi dan ruang evakuasi bencana; dan

- 47 -
c. dalam peruntukan ruang kawasan rawan gempa harus
memperhitungkan tingkat risiko.
d. pengembangan sistem informasi deteksi dini bencana
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana
gerakan massa tanah/tanah longsor, ditetapkan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
b. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana
gelombang air pasang/abrasi/tsunami , ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penanaman mangrove
dan terumbu karang, pembuatan pemecah gelombang dan pelindung
pantai, pembuatan tanggul pelindung atau sistem polder yang
dilengkapi dengan pintu dan pompa sesuai dengan elevasi lahan
terhadap pasang surut, serta kegiatan pendirian bangunan untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana gelombang pasang;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata, olahraga, dan kegiatan lain dengan potensi kerugian kecil
akibat bencana gelombang pasang;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pengambilan
terumbu karang, pengrusakan mangrove, dan kegiatan yang dapat
mengubah pola arus laut; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi penyediaan jalur
evakuasi bencana gelombang pasang serta pemasangan sistem
peringatan dini.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana banjir ,
ditetapkan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis,
dan ancaman bencana;
b. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum;
d. Penetapan batas dataran banjir;
e. Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan
f. Ketentuan pelarangan pemanfatan ruang bagi kegiatan permukiman
dan fasilitas umum penting lainnya.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf f, ditetapkan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
b. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf g, adalah mengikuti
ketentuan teknis dari kawasan lindung tersebut.
Paragraf 8
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 73

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf h, meliputi:
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap;
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi;
- 48 -
d. kawasan pertanian lahan basah;
e. kawasan pertanian lahan kering;
f. kawasan peternakan;
g. kawasan perkebunan;
h. kawasan perikanan;
i. kawasan pertambangan;
j. kawasan industri;
k. kawasan pariwisata;
l. kawasan permukiman; dan
m. kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 74

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan


produksi terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf a,
ditetapkan sebagai berikut:
a. tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi
terbatas;
b. penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi terbatas untuk
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam
pakai oleh Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan
jangka waktu tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan;
c. penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi terbatas untuk
kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan
khusus dan secara selektif;
d. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan seperti
pembangunan jaringan listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan
religi, serta kepentingan pertahanan dan keamanan dan pembangunan
lainnya yang diatur oleh ketentuan undang-undang; dan
e. sebelum kegiatan pengelolaan diwajibkan melakukan studi kelayakan
dan/atau AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan yang telah disetujui.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan
produksi tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf b, ditetapkan
sebagai berikut:
a. tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi
tetap;
b. penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi tetap untuk
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian ijinpinjam
pakai oleh Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan
jangka waktu tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan;
c. penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi tetap untuk
kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan
khusus dan secara selektif;
d. kawasan peruntukan hutan produksi tetap dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan seperti
pembangunan jaringan listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan
religi, serta kepentingan pertahanan dan keamanan dan pembangunan
lainnya yang diatur oleh ketentuan undang-undang; dan
e. sebelum kegiatan pengelolaan diwajibkan melakukan studi kelayakan
dan/atau AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan yang telah disetujui.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan
produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
huruf c, ditetapkan sebagai berikut:
a. dapat difungsikan untuk kegiatan lain diluar sektor kehutanan dengan
ketentuan perundang-undangan;
b. kawasan peruntukan Hutan Produksi yang dapat di Konversi

- 49 -
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan diluar sektor
kehutanan seperti : pertambangan, perkebunan, pembangunan jaringan
listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi serta kepentingan
pertahanan dan keamanan, pembangunan lainnya yang diatur oleh
ketentuan undang-undang; dan
c. sebelum kegiatan pengelolaan diwajibkan melakukan studi kelayakan
dan/atau AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan yang telah disetujui.

Pasal 75

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian lahan basah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf d, ditetapkan sebagai
berikut:
a. kawasan pertanian tanaman lahan basah dengan irigasi teknis dan
setengah teknis tidak boleh dialihfungsikan;
b. wilayah yang menghasilkan produk pertanian yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
c. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
d. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan),
baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus
terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
e. penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang
terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian (udara-bau
dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan
RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
f. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit
ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair) yang
dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam
dokumen Amdal;
g. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
h. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
i. untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura pada kawasan
pertanian lahan basah ditetapkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan
dilaksanakan berdasarkan kesesuaian lahan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian
lahan kering sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf e, ditetapkan
sebagai berikut:
a. kawasan pertanian tanaman lahan kering dengan irigasi teknis dan
setengah teknis tidak boleh dialihfungsikan;
b. wilayah yang menghasilkan produk pertanian lahan kering yang bersifat
spesifik lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
c. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
d. kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan),
baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus
terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
e. penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang
terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian (udara-bau
dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan
RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
f. penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit
ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair) yang
dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam
dokumen Amdal;
- 50 -
g. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang)
dan polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan
UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
h. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
i. untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura pada kawasan
pertanian lahan kering ditetapkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan
dilaksanakan berdasarkan kesesuaian lahan.

Pasal 76

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan peternakan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf f, ditetapkan penanganan
limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit ternak, bulu unggas,
dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam
UPL dan UKL yang disertakan dalam dokumen Amdal.

Pasal 77

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkebunan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 73 huruf g, ditetapkan sebagai berikut:
a. wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;
b. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
c. upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan perkebunan tidak produktif
(tingkat produksi rendah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan tanpa
mengurangi kesejahteraan masyarakat; dan
d. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan.

Pasal 78

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf h, ditetapkan sebagai berikut:
a. wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;
b. kegiatan perikanan skala besar, baik yang menggunakan lahan luas
ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki izin lingkungan;
c. penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang) dan
polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam UPL dan UKL
yang disertakan dalam dokumen Amdal;
d. pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan
kesesuaian lahan;
e. wilayah yang menghasilkan produk perikanan yang bersifat spesifik lokasi
dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang.

Pasal 79

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf i, ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan pertambangan harus dilakukan di wilayah pertambangan yang
ditetapkan pemerintah;
b. kegiatan pertambangan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal
yang dilengkapi dengan Amdal, UPL dan UKL;
c. kegiatan pertambangan mulai dari tahap perencanaan, tahap ekplorasi
hingga eksploitasi harus dilakukan dengan perencanaan dan persiapan
yang tepat agar tidak menimbulkan perselisihan dan atau persengketaan
dengan masyarakat setempat;
d. pada lokasi kawasan pertambangan fasilitas fisik yang harus tersedia
- 51 -
meliputi jaringan listrik, jaringan transportasi, tempat pembuangan
sampah, drainase, saluran air kotor dan infrastruktur yang mendukung
proses pertambangan; dan
e. pemulihan kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan menjadi
tanggung jawab pemegang ijin pertambangan.

Pasal 80

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf j, ditetapkan sebagai berikut:
a. kawasan peruntukan industri harus memiliki potensi sumber daya;
b. memiliki sistem pengelolaan limbah melalui kajian studi Amdal yang
dilengkapi dengan UPL dan UKL;
c. memperhatikan aspek kesesuaian lahan dan kelestarian lingkungan;
d. memiliki ketersesiaan sarana prasarana serta infrastruktur lain yang
memadai.

Pasal 81

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf k, ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk memanfaatkan potensi
keindahan alam, budaya dan sejarah di kawasan peruntukan pariwisata
guna mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan
kelestarian nilai-nilai budaya, adat istiadat, mutu dan keindahan
lingkungan alam serta kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki hubungan
fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga serta
membangkitkan kegiatan sektor jasa masyarakat; dan
c. pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk kepentingan
pariwisata, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayan dan agama
harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya
tersebut. Pemanfaatan tersebut harus memiliki izin dari Pemerintah
Daerah dan atau Kementerian yang menangani bidang kebudayaan.

Pasal 82

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf l, ditetapkan sebagai berikut:
a. pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus
didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat
perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan,
penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan,
pendidikan, agama);
b. tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
c. tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam; dan
d. mempertimbangkan ketersedian ruang terbuka hijau (RTH);

Pasal 83

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan lainnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf m, diatur sesuai dengan
ketentuan yang tidak bertentangan dengan prosedur dan peraturan
perundang-undangan.

- 52 -
Paragraf 9
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 84

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis kabupaten


ditetapkan sebagai berikut:
a. memperhatikan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten;
b. memperhatikan fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang
terpadu dan serasi;
c. memperhatikan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
perkembangan wilayah disekitarnya;
d. memperhatikan kawasan unggulan yang potensial dikembangkan secara
nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kabupaten;
e. memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan
yang berdaya saing, pusat promosi investasi dan pemasaran;
f. memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan sosial budaya, religi
guna pengembangan, mempertahankan dan melestarikan keanekaragaman
nilai kebudayaan etnis dan historis sebagai identitas dan jati diri di wilayah
kabupaten; dan
g. memperhatikan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi
terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sesuai prinsip ekonomi
kerakyatan.

Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Perizinan

Pasal 85

(1) Perizinan yang terkait secara langsung dengan pengendalian pemanfaatan


ruang meliputi Rekomendasi Peruntukan Penggunaan Lahan (izin
peruntukan), Izin Lokasi, Izin Perencanaan, dan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), termasuk perizinan dan/atau pertimbangan kelayakan yang masih
erat kaitannya adalah Izin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO) serta izin
lingkungan (AMDAL, UKL, UPL, SPPL).
(2) Izin pola ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan
masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Izin pola ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar, batal demi hukum.
(4) Izin pola ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada
instansi pemberi izin.
(6) Izin pola ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana
tata ruang wilayah dapat dibatalkan sesuai dengan peraturan
perundangan.
(7) Setiap pejabat pemerintah daerah yang berwenang menerbitkan izin pola
ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
dilakukan sesuai peraturan perundangan.

- 53 -
Bagian Keempat
Ketentuan Umum Insentif dan Disinsentif

Pasal 86

(1) Insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan rangsangan


terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang;
a. pembangunan fisik prasarana/sarana (infrastruktur) yang merangsang
pemanfaatan ruang sesuai dengan yang diinginkan dalam rencana tata
ruang;
b. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun
saham;
c. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/atau
pemerintah daerah;
d. keringanan pajak; dan
e. kemudahan prosedur perizinan.
(2) Disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan
atau mencegah kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang,
melalui :
a. penolakan pemberian perizinan pemanfaatan ruang atau perizinan
pembangunan;
b. pembatasan pengadaan sarana dan prasarana;
c. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang;
d. pengenaan kompensasi dan pencabutan ijin.
(3) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat.
(4) Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh :
a. pemerintah kepada pemerintah daerah;
b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
c. pemerintah kepada masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 87

(1) Arahan insentif dan disinsentif didasarkan pada peruntukan pola ruang
berupa kawasan lindung dan budidaya;
(2) Insentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi kawasan lindung atau dapat
menambah luasan kawasan lindung, meliputi :
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi dan
reboisasi pada kawasan lindung;
b. pemberian bantuan kredit kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung;
c. pemberian kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada penduduk
yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung; dan
d. pemberian bibit pohon secara cuma-cuma dan biaya perawatan bagi
setiap masyarakat yang menanam pohon penghijauan pada kawasan
lindung.
(3) Disinsentif diberikan kepada masyarakat atau pihak lainnya yang
melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung, dapat
mengurangi luasan kawasan lindung, dan merusak kawasan lindung,
meliputi :
a. pembatasan dukungan sarana dan prasarana;
b. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;
c. tidak dikeluarkannya IMB ataupun izin usaha lain; dan
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada kawasan lindung.
- 54 -
Pasal 88

(1) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yangmelaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan rawan
bencana alam, meliputi:
a. kemudahan pemberian perijinan dan keringanan pajak bagi kegiatan
yang dapat mengurangi potensi bencana alam; dan
b. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada
penduduk yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung.
(2) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan hutan
produksi atau dapat menambah luasan kawasan hutan, meliputi:
a. memberikan penghargaan/imbalan kepada pihak pengelola hutan yang
mengusahakan hutan sesuai peraturan perundang-undangan;
b. memberikan bantuan, fasilitasi, dukungan, perlindungan hukum dan
subsidi kepada masyarakat yang mengembangkan kawasan hutan
produksi;
c. pemberian konpensasi atas penyediaan lahan hutan produksi;
d. pemberian bibit gratis dan biaya pemeliharaan hutan; dan
e. pemberian keringanan pajak dan restribusi.
(3) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertanian atau dapat menambah luasan kawasan pertanian, meliputi:
a. memberikan imbalan, penghargaan, dukungan infrastruktur dan
bantuan (subsidi) bagi petani yang memperluas lahan pertanian;
b. memberikan kemudahan berbagai perizinan bagi petani yang
memperluas lahan atau tetap mempertahankan luas lahan pertanian;
c. memberikan bantuan-bantuan khusus kepada petani (saprotan,
alsintan, beasiswa sekolah anak petani, dll;
d. pemberian keringan pajak;
e. menjamin harga gabah tetap tinggi (subsidi);
f. pembangunan irigasi teknis/desa yang dibutuhkan;
g. pembangunan jalan produksi/jalan usaha tani;
h. perbaikan perumahan petani; dan
i. pemberian Kredit Usaha Tani, Penyuluhan dan Sekolah Lapangan.
(4) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
perkebunan atau dapat menambah luasan kawasan perkebunan, meliputi:
a. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengusahakan perkebunan sesuai
peraturan perundangundangan;
b. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal;
c. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
merehabilitasi kawasan lindung setempat;
d. pemberian keringanan dan kemudahan proses perizinan;
e. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin.
(5) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
perikanan, meliputi:
a. pemberian pajak yang ringan;
b. bantuan kredit dan sarana produksi;
c. penyediaan fasilitas nelayan (dermaga kapal/perahu, TPI, Depot Es, dll.);
d. bantuan peralatan tangkap;
e. pelatihan keterampilan untuk nelayan;
- 55 -
f. pembangunan pabrik pengolahan ikan dan non ikan;
g. penelitian dan pemasaran hasil laut; dan
h. kemudahan izin usaha perikanan (sesuai aturan berlaku).
(6) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pertambangan, meliputi:
a. memberikan kemudahan dalam proses perizinan;
b. memfasilitasi urusan birokrasi dengan pemerintah provinsi dan pusat;
c. mendukung pelatihan tenaga lokal sesuai kebutuhan perusahaan
pertambangan; dan
d. pemberian izin harus disertai kontrak reklamasi yang terukur.
(7) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan industri,
meliputi:
a. pembangunan prasarana dan sarana;
b. kemudahan dalam investasi;
c. kemudahan dalam pemberian perijinan, fasilitas kredit; dan
d. Keringanan pajak dan lain-lain sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
(8) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
pariwisata, meliputi:
a. penyiapan lahan untuk kawasan wisata;
b. kemudahan izin pembangunan fasiltias pendukung pariwisata;
c. pembangunan infrastruktur;
d. kemudahan memperoleh sambungan listrik, PDAM, telekomunikasi;
e. fasilitasi Promosi dan pemasaran Daerah Tujuan Wisata; dan
f. bantuan rehabilitasi rumah penduduk yang digunakan untuk
penginapan tamu/wisatawan (home stay)sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
(9) Bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak lain
yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan peruntukan kawasan
permukiman, meliputi:
a. memberikan kemudahan perizinan pembangunan rumah/perumahan
yang sesuai peruntukan;
b. membangun prasarana dan sarana permukiman;
c. membangun fasilitas umum dan sosial di kawasan permukiman; dan
d. memfasilitasi kawasan yang aman untuk peruntukan permukiman
(kasiba/lisiba).

Pasal 89

(1) Disinsentif dikenakan kepada masyarakat yang melakukan pembangunan


pada kawasan rawan bencana, meliputi:
a. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman untuk
mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut; dan
b. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman.
(2) Bentuk-bentuk Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
hutan produksi atau dapat mengurangi luasan kawasan hutan, meliputi:
a. penambahan syarat pengusahaan hutan produksi terkait peningkatan
kualitas lingkungan;
b. meningkatkan nilai retribusi dan atau pajak hasil hutan bila pengelola
hutan tidak mengikuti aturan pengusahaan hutan yang berlaku;
c. memberikan pinalti bagi pengusaha hutan yang tidak mematuhi aturan
perundangundangan yang berlaku; dan
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(3) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
pertanian atau dapat mengurangi luasan kawasan pertanian, meliputi:
- 56 -
a. pengenaan retribusi dan pajak yang tinggi bagi bangunan yang didirikan
pada areal pertanian lahan basah;
b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman untuk
mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut;
c. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman bagi
peruntukan yang dilaksanakan pada kawasan pertanian lahan basah;
d. penyediaan prasarana dan sarana permukiman hanya diperbolehkan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang sudah ada saja;
e. penolakan izin bagi pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
dan
f. penolakan atau mempersulit perizinan.
(4) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yangmelaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
perkebunan atau dapat mengurangi luasan kawasan perkebunan, meliputi:
a. pengenaan retribusi/kenaikan pajak/kompensasi bagi pengusaha yang
dalam pengelolaan kegiatannya mengabaikan kerusakan lingkungan dan
atau tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku;
b. tidak memberikan bantuan penyuluhan, pembangunan infrastruktur,
subsidi dan bantuan lainnya;
c. tidak diterbitkannya sertifikat Tanah dan Bangunan; dan
d. penolakan perizinan.
(5) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
perikanan, meliputi:
a. pembatasan izin bangunan;
b. retribusi/pajak bangunan lebih tinggi yang berada pada sempadan pantai;
dan
c. tidak menyediakan atau membangun prasarana dan sarana.
(6) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
pertambangan, meliputi:
a. penolakan pemberian izin bagi perusahaan yang mempunyai dampak
cukup penting terhadap pelestarian lingkungan;
b. mengenakan retribusi khusus bagi perusahaan pertambangan yang tidak
melibatkan tenaga kerja lokal; dan
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(7) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
industri, meliputi:
a. penolakan pemberian izin peruntukkan penggunaan lahan;
b. mengenakan retribusi yang tinggi bagi industri yang mempunyai dampak
cukup penting terhadap pelestarian lingkungan;
c. mengenakan retribusi khusus bagi industri yang tidak melibatkan tenaga
kerja lokal; dan
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(8) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
pariwisata, meliputi:
a. pengenaan syarat yang berat bagi pelaku wisata yang betentangan dengan
norma dan tata krama setempat;
b. retribusi/pajak bangunan lebih tinggi yang berada pada sempadan
pantai/danau; dan
c. pembatasan atau penutupan akses terhadap sistem jaringan prasarana
wilayah.
(9) Bentuk-bentuk disinsentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak
lain yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan peruntukan kawasan
permukiman, meliputi:
a. penolakan pemberian izin peruntukan penggunaan lahan;
b. pengenaan pajak yang tinggi;
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman;
- 57 -
d. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan; dan
e. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 90

(1) Arahan pengenaan sanksimerupakan acuan dalam pengenaan sanksi


administrasi terhadap :
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan
pola ruang;
b. Pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi;
c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW;
d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW;
e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
f. Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan/atau
g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar.
(2) Arahan pengenaan sanksi berfungsi sebagai:
a. Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. Penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a. Hasil pengawasan penataan ruang;
b. Tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. Kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

Pasal 91

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi
administratif terdiri atas:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Penolakan izin
g. Pembatalan izin;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dalam
Peraturan Daerah.
Pasal 92

(1) Peringatan tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang,
yang berisi :
a. peringatan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta
bentuk pelanggarannya;

- 58 -
b. peringatan untuk segera melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata
ruang dan / atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku; dan
c. batas waktu maksimal yang diberikan melakukan penyesuaian
pemanfaatan ruang.
(2) Surat peringatan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1)
diberikan sebanyak-banyaknya 3 kali dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pelanggar mengabaikan peringatan pertama, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kedua yang memuat penegasan terhadap hal-hal
sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama;
b. pelanggar mengabaikan peringatan kedua, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban ketiga yang memuat penegasan terhadap hal-hal
sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama dan kedua; dan
c. pelanggar mengabaikan peringatan pertama, peringatan kedua, dan
peringatan ketiga, pejabat yang berwenang melakukan penerbitan surat
keputusan pengenaan sanksi yang dapat berupa penghentian kegiatan
sementara, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi,
pencabutan izin, pembatalan izin, pemulihan fungsi ruang, dan / atau
denda administratif.

Pasal 93

(1) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal


91 ayat (1) huruf b dilakukan melalui penerbitan surat perintah penghentian
kegiatan sementara dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang yang berisi :
a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
b. peringatan kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan sementara
sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan / atau ketentuan
teknis pemanfaatan ruang yang berlaku;
c. batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan penghentian sementara kegiatan dan
melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
d. konsekuensi akan dilakukannya penghentian kegiatan sementara secara
paksa apabila pelanggar mengabaikan surat perintah.
(2) Apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap
kegiatan pemanfaatan ruang.
(3) Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pengenaan
kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan
penertiban oleh aparat penertiban.
(4) Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang
secara paksa.
(5) Setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan
tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar
untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

- 59 -
Pasal 94

Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana yang dimaksud dalam


Pasal 91 ayat (1) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang, yang berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan yang
diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang dan / atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku;
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
4) konsekuensi akan dilakukannya penghentian sementara pelayanan
umum apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan.
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang
akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pengenaan
kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban
oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban melakukan penghentian sementara pelayanan umum
yang akan diputus;
e. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai
penjelasan secukupnya;
f. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar;
dan
g. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan
umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum
kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk
menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

Pasal 95

Penutupan lokasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan penutupan lokasi dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang, yang
berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya sendiri
menghentikan kegiatan dan menutup lokasi pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan / atau ketentuan
teknis pemanfaatan ruang yang berlaku;

- 60 -
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
4) konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara paksa apabila
pelanggar mengabaikan surat peringatan.
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera
dilaksanakan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
Pasal 96

Pencabutan izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang, yang
berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya sendiri
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka
penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan / atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku;
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
4) konsekuensi akan dilakukannya pencabutan izin apabila pelanggar
mengabaikan surat peringatan.
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin yang akan segera
dilaksanakan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pencabutan
izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. penerbitan keputusan pencabutan iyin oleh pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pencabutan izin; dan
f. pemberitahuan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dicabut sekaligus perintah untuk secara permanen menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya.

Pasal 97

Penolakan izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penolakan izin dilakukan setelah melalui tahap evaluasi, dan dinilai tidak
memenuhi ketentuan rencana tata ruang dan/atau pemanfaatan ruang yang
berlaku; dan

- 61 -
b. setelah dilakukan evaluasi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan memberitahukan kepada pemohon izin perihal penolakan izin yang
diajukan, dengan memuat hal-hal dasar penolakan izin dan hal-hal yang
harus dilakukan apabila pemohon akan mengajukan izin baru.

Pasal 98

Pembatalan izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf g
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pemanfaatan ruang
dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. pemberitahuan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana
pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah
diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang diakibatkan oleh pembatalan
izin;
c. penerbitan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. pemberitahuan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin,
dengan memuat hal-hal berikut :
1) dasar pengenaan sanksi;
2) hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pemanfaat ruang hingga
pembatalan izin dinyatakan secara resmi oleh pejabat yang berwenang
melakukan pembatalan izin; dan
3) hak pemegang izin untuk mengajukan penggantian yang layak atas
pembatalan izin, sejauh dapat membuktikan bahwa izin yang dibatalkan
telah diperoleh dengan itikad baik.
e. penerbitan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. pemberitahuan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dibatalkan.
Pasal 99

Pemulihan fungsi ruang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1)
huruf h dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus
dipulihkan fungsinya berikut cara pemulihannya;
b. penerbitan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang, yang berisi :
1) pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
2) peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri pemulihan
fungsi ruang agar sesuai dengan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang
telah ditetapkan;
3) batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan
kesadaran sendiri melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
4) konsekuensi yang diterima pelanggar apabila mengabaikan surat
peringatan.
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan pemulihan fungsi ruang
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan
fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu
pelaksanaanya; dan
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang.
- 62 -
Pasal 100

Denda administratif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf
i akan diatur lebih lanjut oleh SKPD yang terkait dengan Tata Ruang.

Pasal 101

Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan


pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan
penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan
fungsi ruang.
Pasal 102

Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, Pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan
agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah atas beban pelanggar dikemudian hari.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 103

Pengenaan sanksi pidana diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 104

(1) penyelesaian sengketa penataan ruang diupayakan berdasarkan prinsip


musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa tidak diperoleh kesepakatan, para pihak
dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan sesuai
dengan peraturan perundang undangan.

BAB XI
PENYIDIKAN

Pasal 105

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah


diberikan wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana dibidang Tata Ruang sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Untuk melaksanakan penyidikan, Pejabat Penyidik sebagaimana yang
dimaksud pada Ayat (1) berwenang:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindakan pidana dibidang Tata Ruang agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana Tata Ruang.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan tindak pidana dibidang Tata Ruang.
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tinak pidana dibidang Tata Ruang.
- 63 -
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik
tindak pidana dibidang Tata Ruang.
g. Menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda dan/ atau dokumen yang dibawa.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Tata Ruang.
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
j. Menghentikan penyidikan dan/ atau;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang Tata Ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
(3) Penyidik sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada Penuntut Umum
melalui penyidik Pejabat Polisi Negara RI sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XII
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 106

(1) Dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mandailing


Natal, Pemerintah Kabupaten melakukan pembinaan penataan ruang kepada
masyarakat.
(2) Pembinaan penataan ruang sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1)
dilaksanakan melalui :
a. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
b. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman
bidang penataan ruang;
c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan
ruang;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Penelitian dan pengembangan;
f. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
g. Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
h. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
(3) Badan/Dinas yang ditunjuk mengurus penataan ruang melakukan
pembinaan penataan ruang terhadap masyarakat.
(4) Pemerintah Kabupaten bersama Badan/Dinas menyelenggarakan pembinaan
penataan ruang sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (2) sesuai
kewenangannya masing-masing.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 107

(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang


wilayah Kabupaten Mandailing Natalsebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (4), dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan,
pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan oleh
- 64 -
Badan /Dinas yang mengurus penataan ruang terhadap kinerja pengaturan,
pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten.
(3) Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) terdiri atas kegiatan
pelaporan, pemantauan dan evaluasi.
(4) Kegiatan pelaporan secara berkala dilakukan oleh Badan/Dinas yang
mengurus penataan ruang.
(5) Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan Badan/Dinas yang mengurus
penataan ruang terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan pengawasan
penataan ruang di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, sebagaimana
yang dimaksud pada Ayat (2) dengan ketentuan:
a. pemantuan dan evaluasi terhadap kinerja pengaturan penataan ruang
dengan memperhatikan tingkat kesesuaian produk pengaturan di tingkat
Kabupaten terhadap pedoman pelaksanaan;
b. pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja pembinaan penataan ruang
dengan memperhatikan keterlibatan masyarakat dan berbagai pemegang
kepentingan di tingkat Kabupaten dan Badan/Dinas dalam penataan
ruang;
c. pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja pengawasan penataan ruang
dengan memperhatikan tingkat kesesuaian rencana tata ruang, program
pemanfaatan ruang dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang
terhadap kebijakan dan pedoman pelaksanaan
(6) Rekomendasi tindak lanjut hasil evaluasi disampaikan oleh Badan/Dinas
yang mengurus penataan ruang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 108

(1) Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:


a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagi akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
(2) Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
berwenang;
b. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai pemilik umum.
(3) Peran masyarakat dalam penataan ruang Wilayah Kabupaten Mandailing
Natal dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa:
a. peran masyarakat diperlukan karena masyarakat yang mengetahui
kebutuhan pengembangan wilayah/Kabupaten;
b. peran masyarakat merupakan upaya untuk meminimasi risiko dan
konflik;
c. peran masyarakat merupakan suatu proses pembelajaran massal.
- 65 -
(4) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan sesuai
dengan kondisi masyarakat setempat dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan melalui:
a. penyampaian informasi dari Pemerintah, dalam hal ini melalui
Badan/Dinas kepada masyarakat mengenai kebijakan penataan ruang
wilayah Kabupaten Mandailing Natal yang telah dibuat;
b. dialog atau pertukaran informasi antara Pemerintah, dalam hal ini
melalui Badan/Dinas dengan masyarakat mengenai substansi masalah
yang perlu dibahas dalam proses perencanaan tata ruang wilayah
Kabupaten Mandailing Natal;
c. analisis bersama antara masyarakat dan Pemerintah mengenai alternatif
kebijakan penataan ruang;
d. konsultasi publik untuk memilih alternatif skenario penataan ruang;
e. pembuatan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan masyarakat
mengenai arah kebijakan penataan ruang ;
f. pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang oleh masyarakat;
g. pembinaan penyelenggaraan penataan ruang oleh kelompok masyarakat
kepada kelompok masyarakat lainnya;
h. inisiatif masyarakat dalam pembuatan aturan mengenai penyelenggaraan
penataan ruang;
i. pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dilakukan dalam
setiap elemen dari penyelenggaraan penataan ruang, meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang selanjutnya akan diatur
lebih rinci dalam peraturan lainnya.

Pasal 109

(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang Wilayah Kabupaten Mandailing


Natal pada tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:
a. masukan mengenai:
1) persiapan penyusunan rencana tata ruang
2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan
3) pengidentifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan
4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5) penetapan rencana tata ruang
b. kerjasama dengan pemeirntah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

- 66 -
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat
berupa:
a. masukkan terkait arahan dan/atau peratuan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.

Bagian Kedua
Kelembagaan

Pasal 110

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang di


wilayah Kabupaten dan kerjasama antar sektor/antar daerah bidang
penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(BKPRD).
(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang mengacu
pada peraturan perundang-undangan.

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 111

(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Mandailing Natal adalah 20 (dua puluh)
tahun sejak ditetapkan yaitu tahun 2016 - 2036 dan dapat ditinjau kembali
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar, perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan undang-
undang, RTRW Kabupaten Mandailing Natal dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal
kabupaten.
(4) Dengan berlakunya peraturan daerah ini, maka perlu segera disusun
rencana detail tata ruang dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
kedepan.
(5) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten dilengkapi dengan Dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Album Peta yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Dalam hal terdapat penetapan batas wilayah oleh Menteri Dalam Negeri
terhadap wilayah kabupaten/kota lain berbatasan yang belum disepakati
pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana dan album peta
sebagaimana dimaksud pada ayat 4 akan disesuaikan berdasarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
(7) Dalam hal terdapat usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang
berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS), yang
masih membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik

- 67 -
Indonesia, diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(8) Dalam hal terdapat wilayah yang masih berada dalam status kawasan
hutan, diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 112

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada
dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
2. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, dibatalkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan
dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 113

Buku Materi Teknis dan Album Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tahun 2016 - 2036 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 114

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten
Mandailing Natal Nomor 14 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Mandailing Natal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

- 68 -
- 69 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN
2016-2036

I. UMUM
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah otonom hasil pemekaran
Kabupaten Tapanuli Selatan sejak 23 November 1998. Kabupaten ini terletak di
bagian paling selatan dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung
dengan Provinsi Sumatera Barat. Sebagian wilayah kabupaten terdiri dari
gugusan pegunungan dan perbukitan Bukit Barisan serta daerah pesisir/pantai
di sebelah barat. Kabupaten Mandailing Natal memiliki Taman Nasional Batang
Gadis. Potensi wilayah memicu pemanfaatan ruang yang ekstensif. Untuk itu
diperlukan pengarahan dan pengendalian secara terpadu agar pembangunan dan
pengembangan wilayah Kabupaten Mandailing Natal dapat sesuai dengan daya
dukung lingkungan serta memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau RTRW Kabupaten Mandailing


Natal disusun dalam rangka mewujudkan wilayah Kabupaten Mandailing Natal
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki kabupaten dengan didukung oleh
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. RTRW Kabupaten menjadi
pedoman pedoman pemanfaatan dan pengendalian ruang Kabupaten Mandailing
Natal untuk 20 tahun kedepan, serta penyelaras penataan ruang dengan wilayah
kabupaten yang berbatasan, lintas kecamatan dan lintas ekosistem.

Peraturan Daerah Kabupaten tentang RTRW Kabupaten Mandailing Natal 2016-


2036 merupakan penyusunan atau penyesuaian terhadap Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725).

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Definisi dan istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar
terdapat keseragaman pengertian dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Luas wilayah masih indikatif (menunggu pengesahan dari Menteri Dalam
Negeri)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
- 71 -
Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Tujuan penataan ruang Kabupaten Mandailing Natal merupakan perwujudan
dari Visi dan Misi pembangunan daerah ke dalam aspek keruangan, yang
pada dasarnya untuk mewujudkan wilayah Kabupaten Mandailing Natal yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan sumber daya pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan,
dan kelautan, dengan didukung oleh prasarana/infrastruktur yang memadai.

Yang dimaksud dengan “mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif,


dan berkelanjutan adalah bahwa pengalokasian kegiatan dalam penataan
ruang Kabupaten Mandailing Natal dilakukan dengan mempertimbangkan
kendala dan limitasi wilayah, baik berupa kawasan lindung maupun kawasan
rawan bencana sehingga dapat digunakan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat.

Yang dimaksud dengan “optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian,


perkebunan, perikanan, dan kelautan” adalah bahwa kegiatan budidaya yang
akan dialokasikan difokuskan pada kegiatan pertanian, perkebunan,
perikanan, dan kelautan, dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan
pengembangan sebagai upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “didukung oleh prasarana/infrastruktur yang


memadai adalah bahwa sistem jaringan/infrastruktur transportasi akan
difokuskan pada upaya menciptakan keterhubungan antara pusat-pusat
kegiatan budidaya masyarakat, serta sistem jaringan energi dan
telekomunikasi akan dikembangkan untuk mendukung kegiatan dunia usaha
dan masyarakat. Yang dimaksud memadai di sini tidak hanya mencakup
kuantitas yang cukup, namun juga kualitas yang layak (transportasi yang
cepat, aman, handal, dan terjangkau, serta energi dan telekomunikasi yang
dapat diandalkan).

Ayat (2)
Kebijakan penataan ruang kabupaten ditetapkan untuk mewujudkan tujuan
kabupaten yaitu penataan ruang wilayah kabupaten.

Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang kabupaten” adalah


rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam
pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam bumi
untuk mencapai tujuan penataan ruang.

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

- 72 -
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud “rencana struktur ruang” adalah gambaran struktur ruang
yang dikehendaki untuk dicapai pada akhir tahun rencana, yang mencakup
struktur ruang yang ada dan yang akan dikembangkan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 7
Pusat kegiatan disusun secara berhierarki menurut fungsi dan besarannya.
Penetapan fungsi dan hubungan hierarkis pusat kegiatan berdasarkan
penilaian kondisi sekarang dan antisipasi perkembangan di masa yang akan
datang sehingga terwujud pelayanan sarana dan prasarana yang efektif dan
efisien, yang persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan
ruang yang ada.

Pengembangan pusat kegiatan dilakukan secara selaras dan seimbang, saling


memperkuat, dalam ruang wilayah Kabupaten Mandailing Natal sehingga
membentuk satu sistem yang menunjang pertumbuhan serta penyebaran
berbagai usaha dan/atau kegiatan dalam ruang wilayah Kabupaten
Mandailing Natal.

Pengembangan pusat kegiatan Kabupaten Mandailing Natal diserasikan


dengan sistem jaringan transportasi, sistem jaringan sarana dan prasarana,
dengan memperhatikan peruntukan ruang kawasan Budidaya di wilayah
sekitarnya, baik yang ada sekarang maupun yang direncanakan sehingga
pengembangannya dapat meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Jaringan jalan arteri primer dikembangkan untuk melayani dan
menghubungkan kota-kota antara Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan/atau
PKN dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan/atau antara PKW, dan antar
kota yang melayani kawasan berskala besar dan/atau cepat
tumbuh/berkembang dan/atau pelabuhan-pelabuhan utama.
Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk melayani antar PKW
- 73 -
dan/atau antar PKW dengan Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan
Provinsi (PKWp) dan/atau antar PKWp, antara PKW atau PKWp dengan PKL,
dan kawasan-kawasan berskala kecil dan/atau pelabuhan regional dan/atau
lokal. Jaringan kolektor primer dikembangkan pula untuk menghubungkan
antar ibukota provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Dalam tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran, seleksi lokasi untuk
kawasan pelabuhan disesuaikan dengan kriteria pelabuhan yang akan
dikembangkan, mempertahankan sedapat mungkin keaslian (keasrian)
pemandangan sekitarnya, faktor biologi, kualitas air dan nilai-nilai penting
lingkungan lainnya sedangkan untuk alur pelayaran kriteria seleksi
didasarkan pada karakteristik alur yang diperlukan (alur pelayaran
internasional, nasional, dan antar pulau) dan sedapat mungkin
memperhatikan alur migrasi hewan laut yang dilindungi.
Yang dimaksud “tatanan kepelabuhan” adalah suatu sitem kepelabuhan
nasional yang memuat hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis
penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan antarmoda, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
Yang dimaksud “alur pelayaran” adalah bagian dari perairan baik yang alami
- 74 -
maupun buatan yang terdiri dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tatanan kebandarudaraan” adalah suatu sistem
kebandarudaraan nasional yang memuat hirarki, peran, fungsi klasifikasi,
jenis penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan antarmoda, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
Yang dimaksud dengan “ruang udara untuk penerbangan” adalah ruang udara
yang dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi udara atau kegiatan
penerbangan sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi
nasional. Ruang transportasi udara ditunjukkan oleh flight information region.
Ayat (2)
Bandar udara pengumpan ditetapkan dengan kriteria:
a. sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW
terdekat;
b. melayani penumpang dengan jumlah antara 500.000 sampai dengan
5.000.000 per tahun.
Dalam tatanan kebandarudaraan harus memperhatikan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Hal ini dimaksudkan agar wilayah
di sekitar lapangan terbang dijaga kebebasannya dari obstacle
(rintangan/halangan/ hambatan) demi keselamatan pesawat yang beroperasi
di lapangan terbang tersebut dan untuk mencegah lapangan terbang menjadi
tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya obstacle di sekitar lapangan
terbang. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan membentuk pembatasan akan
obstacle pada permukaan dengan menjelaskan batasan pembangunan atau
kegiatan di sekitar KKOP.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembangkit listrik” adalah fasilitas untuk kegiatan
memproduksi tenaga listrik.
Pembangkit listrik antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG),
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
SUTET adalah singkatan dari Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dengan
kekuatan 500 kV (lima ratus kilometer volt) yang ditujukan untuk
menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh
menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan
efisien.
SUTT adalah singkatan dari Saluran Udara Tegangan Tinggi dengan kekuatan
30 kV, 70 kV, 150 kV yang ditujukan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
Pusat Pembangkit ke Gardu Induk (GI) atau dari GI ke GI lainnya.

- 75 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Wilayah sungai lintas provinsi, dan strategis nasional merupakan wilayah
sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS) yang pengelolaannya menjadi
tugas dan tanggung jawab Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Sistem sanitary landfill memiliki pengertian sebagai suatu fasilitas yang
dirancang sebagai tempat pembuangan limbah padat perkotaan yang didesain
dan dioperasikan untuk meminimalkan dampak pembuangan sampah terhadap
kesehatan masyarakat dan lingkungan

Pasal 22
Cukup jelas
- 76 -
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Wet land memiliki pengertian sebagai wilayah-wilayah dimana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah
tersebut sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air
yang dangkal.

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud “kawasan lindung” adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Penetapan kawasan
budidaya dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan, dan pemantauan
kegiatan termasuk penyediaan prasarana dan sarana maupun penanganan
dampak lingkungan penerapan, mekanisme insentif, dan sebagainya akibat
kegiatan budidaya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyediaan
prasarana dan sarana penunjang kegiatan akan lebih efisien apabila kegiatan
yang ditunjangnya memiliki besaran yang memungkinkan tercapainya skala
ekonomi dalam penyediaan prasarana dan sarana. Peruntukan kawasan
Budidaya disesuaikan dengan kebijakan pembangunan yang ada.
Kawasan Budidaya menggambarkan kegiatan dominan yang berkembang di
dalam kawasan tersebut. Dengan demikian, masih dimungkinkan keberadaan
kegiatan Budidaya lainnya di dalam kawasan kawasan tersebut. Sebagai

- 77 -
contoh, pada kawasan peruntukan industri dapat dikembangkan perumahan
untuk para pekerja di kawasan peruntukan industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 27
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28
Istilah gambut berasal dari bahasa daerah Kalimantan Selatan (suku Banjar).
Gambut adalah tanah organik, atau bahan organik yang tertimbun secara
alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau
hanya sedikit mengalami perombakan. Di Indonesia gambut umumnya
terbentuk pada ekosistem hutan rawa marin atau payau.
Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(akifer) yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan
resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan
air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air
tanah dan pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun
kawasan yang bersangkutan.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jels
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas

- 78 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hutan Produksi Terbatas adalah hutan yang dialokasikan untuk produksi
kayu dengan intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya berada
di wilayah pegunungan di mana lereng-lereng yang curam mempersulit
kegiatan pembalakan.
Ayat (3)
Hutan Produksi Tetap merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan
perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.
Ayat (4)
Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) adalah: a) Kawasan hutan
dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah masing-
masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang
di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam; b) Kawasan hutan yang
secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi,
permukiman pertanian dan perkebunan.

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kawasan pertanian lahan basah meliputi lahan persawahan yang beririgasi.
Kawasan pertanian lahan kering meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi
tanaman lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultura, atau tanaman
- 79 -
pangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 36
Kawasan perkebunan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman
perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan baku
industri. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan dengan pemanfaatan
potensi lahan yang memiliki kesesuaian untuk perkebunan, berada pada
kawasan budidaya, dan menghindarkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan
dengan kawasan lindung, kawasan hutan produksi tetap dan produksi
terbatas, kawasan industri, dan kawasan permukiman.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Kawasan peternakan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi peternakan
hewan besar, hewan sedang, peternakan unggas, dan padang penggembalaan.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 38
Kawasan perikanan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan,
baik berupa perikanan di perairan laut, maupun pertambakan/kolam, dan
perairan darat lainnya.
Perikanan tangkap merupakan kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan
yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya.Sedangkan Perikanan budidaya merupakan kegiatan untuk
memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

- 80 -
Pasal 39
Kawasan pertambangan meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi
pertambangan, baik wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan
kegiatan pertambangan. Kawasan peruntukan pertambangan dimaksudkan
untuk mengarahkan agar kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara
efisien dan produktif tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Kawasan industri meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi industri berupa
tempat pemusatan kegiatan industri. Kawasan peruntukan industri dan
pergudangan dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan industri dapat
berlangsung secara efisien dan produktif, mendorong pemanfaatan sumber
daya setempat, mengendalikan dampak lingkungan, dan sebagainya.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 41
Kawasan pariwisata meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan
pariwisata dan sarana prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 42
Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman
dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai
akses untuk kesempatan berusaha.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 43
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Kawasan strategis adalah kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan
- 81 -
yang berpengaruh besar terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan yang dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi
dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis suatu
kawasan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Kawasan pemerintahan meliputi kawasan perkantoran pemerintahan
Kabupaten Mandailing Natal, terdiri atas kantor Bupati Mandailing Natal dan
seluruh kantor instansi lainnya yang dibangun dalam satu lokasi secara
terpadu.

Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
- 82 -
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Ayat (14)
Cukup jelas

Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

- 83 -
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

- 84 -
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang
dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan
sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan
yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan
ruang. Beberapa fungsi utama dari peraturan zonasi, yakni:
1. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zonasi yang
lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata
cara pengawasannya.
2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zonasi dapat
menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat
operasional, karena memuat ketentuan tentang penjabaran rencana yang
bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada
rencana yang rinci.
3. Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Ketentuan
zonasi mencakup tata guna lahan, intensitas pembangunan, tata
bangunan, prasarana minimum, dan standar perencanaan untuk setiap
peruntukan lahan.

Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

- 85 -
Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembuangan efluen air limbah ke media lingkungan hidup merupakan proses
pembuangan air hasil pengolahan air lindi yang dihasilkan oleh proses
penguraian sampah dan air limpasan permukaan pada lahan urug (landfill) ke
badan air penerima.
Ayat (4)
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan
hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta mahluk hidup lain.

Pasal 71
Cukup jelas

Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas

- 86 -
Pasal 73
Cukup jelas

Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas

Pasal 79
Cukup jelas

Pasal 80
Cukup jelas

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Cukup jelas

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Cukup jelas

Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

- 87 -
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas

Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

- 88 -
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas

Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 94
Cukup jelas

Pasal 95
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup jelas

- 89 -
Pasal 97
Cukup jelas

Pasal 98
Cukup jelas

Pasal 99
Cukup jelas

Pasal 100
Cukup jelas

Pasal 101
Cukup jelas

Pasal 102
Cukup jelas

Pasal 103
Cukup jelas

Pasal 104
Cukup jelas

Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

- 90 -
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 113
Cukup jelas
- 91 -
Pasal 114
Cukup jelas

Pasal 115
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL


NOMOR...............

- 92 -
Lampiran : 1
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036

TABEL RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN NASIONAL, JALAN PROVINSI,


JALAN KABUPATEN DAN JALAN DALAM KOTA

KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

I JARINGAN JALAN NASIONAL


1 Bts. Tapanuli Selatan I - Jembatan Merah Kab. Mandailing Natal Arteri Primer 46.007
(I/A/1)
2 Jembatan Merah - Ranjau batu Kab. Mandailing Natal Arteri Primer 60.290
(Bts. Prov. Sumbar) (I/A/1)
3 Batu Mundom - Singkuang (Tabuyung) Kab. Mandailing Natal K-1 53.000
(I/B/1)
4 Singkuang (Tabuyung) - Natal (I/B/1) Kab. Mandailing Natal K-1 57.000
5 Natal - Simpang Gambir (I/B/1) Kab. Mandailing Natal K-1 27.713
6 Simpang Gambir - Manisak (Batas Prov. Kab. Mandailing Natal K-1 32.832
Sumbar) (I/B/1)
7 Natal - Batas Sumatera Barat (I/C/1) Kab. Mandailing Natal Jalan 24.331
Strategis
Nasional
II JARINGAN JALAN PROVINSI
1 Jembatan Merah - Muara Soma ( I/D/1) Kab. Mandailing Natal K-2 41.60
2 Muara Soma - Simpang Gambir (I/D/1) Kab. Mandailing Natal K-2 21.00
3 Sp. Pulo Padang - Batahan (I/D/1) Kab. Mandailing Natal K-2 31.00
4 Batahan - Bts. Sumbar (I/D/1) Kab. Mandailing Natal K-2 17.00
5 M. Pungkut - Sp. Banyak (I/D/1) Kab. Mandailing Natal K-2 21.90
6 Sp. Banyak - Bts Sumbar (I/D/1) Kab. Mandailing Natal K-2 10.06
7 Panyabungan - Pagur - Sibuhuan Kab. Mandailing Natal Jalan 42.500
Strategis
Provinsi
III JARINGAN JALAN KABUPATEN
1 Sihepeng - Huta Pardomuan Siabu 3.000
(Bts. Tapsel)
2 Pintu Padang Jae - Pintu Padang Julu Siabu 6.000
3 Sinonoan - Muara Batang Angkola Siabu 10.000
4 Lumban Pinasa - Saba Rodang (Tangga Siabu 5.000
Bosi)
5 Jalan Dalam Desa - Simangambat Siabu 1.500
6 Jl. Simangambat - Sentra Produksi Siabu 11.000
7 Simaninggir - Lumban Dolok Siabu 4.000
8 Jalan Dalam Desa - Huraba Siabu 3.670
9 Jalan Dalam Desa - Lumban Dolok Siabu 3.000
10 Lumban Dolok - Aek Mual Siabu 2.000
11 Siabu - Tangga Bosi Siabu 4.000
12 Hutagodang Muda - Simp. Siayo Siabu 27.500
13 Sihepeng - Sentra Produksi Siabu 7.000
14 Hutagodang Muda - Banua Rakyat Siabu 4.000

- 93 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

15 Huraba (Saba Rodang) - Bonan Dolok Siabu 6.000


16 Siabu - Saba Rodang Siabu 1.500
17 Muara Batang Angkola - Saba Rodang Siabu 4.000
18 Lumban Dolak - Siancin Siabu 10.000
19 Huta Puli - Sentra Produksi Siabu 7.000
20 Huta Puli - Simangambat Siabu 6.000
21 Simaninggir-Sentra Produksi (Lumban Siabu 6.000
Dolok)
22 Sidojadi - Malintang Julu Bukit Malintang 1.300
23 Malintang - Saba Bolak Bukit Malintang 2.000
24 Malintang - Pasar Malintang Bukit Malintang 8.000
25 Malintang - Saba Holbung Bukit Malintang 5.800
26 Malintang - Mompang Jae Bukit Malintang 5.000
( Bts. Kec. Pyb. Utara)
27 Malintang Jae - Malintang Julu Bukit Malintang 2.500
28 Malintang - Tanjung Sialang Bukit Malintang 6.000
29 Humbang I - Tambiski Naga Juang 1.000
30 Aek Garut - Ranto Panjang Naga Juang 20.000
31 Simpang Tambiski - Tarutung Panjang Naga Juang 2.000
32 Banua Rakyat - Aek Garut Naga Juang 7.000
33 Padang Solok - Tanjung Sialang Naga Juang 3.000
34 Jalan Keliling - Naga Juang Naga Juang 4.000
35 Huta Bargot Nauli - Lubuk Parira Huta Bargot 20.000
(Bts. Kec. Muara Batang Gadis)
36 Pasarakat - Sayur Maincat Huta Bargot 6.000
37 Mondan Julu - Pancinaran Huta Bargot 2.000
38 Sayur Maincat - Soposorik Huta Bargot 4.000
39 Simalagi - Sayur Maincat Huta Bargot 3.000
40 Pancinaran - Simalagi Huta Bargot 2.000
41 Bangun Sejati - Rumbio Huta Bargot 1.500
42 Huta Bargot (Pasarakat) - Barbaran Huta Bargot 5.000
43 Jambur Padang Matinggi - Tambiski Panyabungan Utara 5.000
44 Simpang Jalan Negara - Baringin Jaya Panyabungan Utara 6.000
45 Simpang Tambiski - Sayur Maincat Panyabungan Utara 6.000
46 Simpang Soposorik - Tomuan Panyabungan Utara 8.520
47 Mompang Jae - Rumbio Panyabungan Utara 1.800
48 Mompang Jae - Tanjung Mompang Panyabungan Utara 7.000
49 Kampung Baru - Simanondong Panyabungan Utara 2.500
50 Mompang Jae - Malintang Panyabungan Utara 5.000
(Bts. Kec. Bukit Malintang)
51 Mompang Jae - Mompang Julu Panyabungan Utara 5.000
(Lingkar)
52 Panyabungan - Pagur Panyabungan 5.000
(Bts. Kec. Panyabungan Timur)
53 Aek Godang-Tambangan Panyabungan 14.000
54 Aek Godang-Huta Bargot Panyabungan 16.000
(Bts. Kec. Panyabungan Barat)
55 Sigalapang Julu-Sopo Batu Panyabungan 7.000
56 Adianjior-Huta Bargot Panyabungan 2.700
57 Pagaran Tonga-Gunung Manaon Panyabungan 2.200
58 Huta Siantar-Siobon Julu Panyabungan 6.000

- 94 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

59 Simp. Jalan Negara-Padang Harapan Panyabungan 9.000


60 Simp. Jalan Negara-Sentra Produksi Panyabungan 9.000
61 Huta Lubis-Barbaran Panyabungan 2.100
62 Simp. Siobon-Aek Mata Panyabungan 3.500
63 Aek Mata-Hutaimbaru Panyabungan 6.000
64 Pidoli Dolok/Saba Gaja-Salambue Panyabungan 6.000
65 Siobon Jae-Sopo Batu Panyabungan 4.000
66 Siobon Julu-Aek Nabara Panyabungan 12.000
67 Komplek Perkantoran-Sipalangka Panyabungan 3.500
68 Danau Siombun-Sipaga-paga Panyabungan 3.000
69 Huta Siantar-Padang Harapan Panyabungan 12.000
70 Simpang Pagur-Bandar Lancat Panyabungan Timur 14.000
(Bts. Kec. Kotanopan)
71 Parmompang-Hutaimbaru Panyabungan Timur 1.700
72 Padang Kamuning-Barbaran Panyabungan Barat 6.500
(Huta Tonga)
73 Sirambas-Siholi-holi (Bts. Kec. Natal) Panyabungan Barat 15.000
74 Padang Kamuning-Runding Panyabungan Barat 7.000
75 Sirambas-Sampuraga Panyabungan Barat 2.600
76 Runding-Sentra Produksi Panyabungan Barat 5.000
77 Tanobato-Roburan Panyabungan Selatan 3.000
78 Kayulaut-Sirambas Panyabungan Selatan 9.500
79 Jalan Dalam Desa-Kayu Laut Panyabungan Selatan 1.500
80 Sp. Jln. Propinsi (Tanobato)-Tor Pangolat Panyabungan Selatan 8.000
81 Lumban Dolok-Sentra Produksi Panyabungan Selatan 5.000
82 Roburan Dolok-Sentra Produksi Panyabungan Selatan 5.000
83 Kayu Laut-Sentra Produksi Panyabungan Selatan 2.000
84 Maga-Tano Bato Lembah Sorik Marapi 12.700
85 Maga-Siantona Lembah Sorik Marapi 1.900
86 Maga-Pangkat Lembah Sorik Marapi 2.000
87 Jalan Dalam Desa-Maga Lombang Lembah Sorik Marapi 1.500
88 Bangun Purba-Sibanggor Jae Lembah Sorik Marapi 3.600
89 Sipalangka-Perkantoran Pemda Lembah Sorik Marapi 3.500
90 Aek Marian-Sp. Pangkat Lembah Sorik Marapi 4.000
91 Bangun Purba-Sentra Produksi Lembah Sorik Marapi 3.000
(Tor Salak)
92 Purba-Sentra Produksi Lembah Sorik Marapi 2.000
93 Huta Namale-Huta Namale Julu Lembah Sorik Marapi 0.900
94 Sibanggor Tonga-Sibanggor Julu Lembah Sorik Marapi 1.600
95 Huta Namale-Huta Baringin Lembah Sorik Marapi 2.000
96 Huta Lombang-Huta Namale Lembah Sorik Marapi 1.500
97 Huta Tinggi-Angin Barat Baru Lembah Sorik Marapi 2.000
98 Huta Tinggi-Huta Baringin Lembah Sorik Marapi 3.000
99 Huta Tinggi-Maga Dolok Lembah Sorik Marapi 3.000
100 Huta Raja-Sibanggor Julu Lembah Sorik Marapi 5.000
101 Muara Mais-Huta Tinggi Tambangan 16.500
102 Laru-Panjaringan Tambangan 8.200
103 Sp. Jalan Negara-Angin Barat Baru Tambangan 3.200
104 Sp. Jalan Negara-Angin Barat Lama Tambangan 4.000
105 Sip. Jalan Negara-Laru Dolok Tambangan 1.000
106 Panjaringan-Bandar Lancat Tambangan 7.000

- 95 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

107 Pastap Julu-Sibio-bio Tambangan 2.000


108 Simp. Jalan Negara-Sitaul-taul Tambangan 3.000
109 Rao-Rao Dolok-Ranto Natas Tambangan 6.000
110 Pastap Julu-Pagar Gunung Tambangan 8.000
111 Gunung Tua SM-Bandar Lancat Kotanopan 18.000
(Bts. Kec. Panyabungan)
112 Muara Siambak-Pagar Gunung Kotanopan 12.700
113 Singengu-Batahan Kotanopan 21.700
114 Simp. Jalan Negara-Simp. Pagaran Dolok Kotanopan 7.000
115 Jalan Dalam Desa-Singengu Kotanopan 1.000
116 Simp. Jalan Negara-Huta Dangka Kotanopan 0.500
117 Saba Dolok-Rao-Rao Dolok Kotanopan 6.180
118 Jalan Dalam Desa-Tamiang Kotanopan 1.000
119 Simp. Jalan Negara-Patialo Kotanopan 5.000
120 Botung-Pagaran Dolok Kotanopan 3.000
121 Hutaimbaru-Huta Padang Sm Kotanopan 6.000
122 Simpang Jalan Negara-Simandolam Kotanopan 16.000
123 Simpang Tolang-Sopo Sorik Kotanopan 5.000
124 Muara Soro-Manambin Kotanopan 2.500
125 Pagar Gunung-Sopo Sorok Kotanopan 4.500
126 Gunung Tua SM-Muara Potan Kotanopan 5.000
127 Gunung Tua SM-Patialo Kotanopan 12.000
128 Jln Lingkar-Kotanopan Kotanopan 7.000
129 Muara Soro-Manambin Kotanopan 3.000
130 Saba Dolok-Hutaimbaru Kotanopan 2.000
131 Muara Botung-Tombang Ubi Kotanopan 6.000
132 Sp. Muara Pangkase-Aek Marian-Patialo Kotanopan 8.000
133 Huta Godang-Sentra Produksi Ulu Pungkut 12.000
134 Muara Sabut-Simpang Pining Ulu Pungkut 7.000
135 Simpang Banyak-Huta Julu Ulu Pungkut 11.000
(Bts. Kec. MuaraSipongi)
136 Simpang Pining-Pagar Gunung Ulu Pungkut 5.000
137 Simp. Duhu Lombang-Duhu Dolok Ulu Pungkut 3.000
138 Patahajang-Botung Ulu Pungkut 6.000
139 Huta Nagodang-Batahan Ulu Pungkut 14.000
140 Alahan Kae-Huta Godang Ulu Pungkut 6.000
141 Muarasipongi-Huta Julu Muarasipongi 15.000
142 Ranjo Batu-Silogun Muarasipongi 5.680
143 Tanjung Alai-Sibinail Muarasipongi 8.500
144 Muarasipongi-Bandar Panjang Tuo Muarasipongi 8.000
145 Muarasipongi-Sibinail Muarasipongi 6.000
146 Huta Julu-Simpang Banyak Pakantan 15.000
(Bts. Kec. Ulu Pungkut)
147 Huta Toras-Silogun Pakantan 4.000
148 Pakantan (Aek Singangir)-Silogun Pakantan 9.000
149 Pakantan Dolok-Huta Julu Pakantan 5.000
150 Pakantan-Simpang Dingin Pakantan 22.000
(Bts. Sumbar)
151 Huta Toras-Huta Bargot Pakantan 1.500
152 Huta Toras-Batu Gaja Pakantan 4.000
(Sentra Produksi)

- 96 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

153 Jln keliling-Sopo Tinjak Batang Natal 1.000


154 Muara Soma-Aek Siholi-holi Batang Natal 15.000
(Bts. Kec. Panyabungan)
155 Bangkelang-Hatupangan Batang Natal 5.000
156 Tombang Kaluang-Aek Holbung Batang Natal 3.000
157 Muara Soma-Banjar Melayu (PTB) Batang Natal 12.000
158 Jambur Baru-Guo Batu (ABJ) Batang Natal 8.500
159 Aek Nangali-Aek Nabara Batang Natal 20.000
160 Tombang Kaluang-Huta Lobu Batang Natal 2.000
161 Tarlola-Ampung Julu Batang Natal 1.500
162 Muara Parlampungan-Hadangkahan Batang Natal 10.000
163 Simpang Aek Manggis-Aek Manggis Batang Natal 7.000
164 Sipogu-Sentra Produksi Batang Natal 2.800
165 Ampung Padang Julu-Batu Madingding Batang Natal 8.000
166 Rao-Rao-Tombang Sibodak Batang Natal 4.000
167 Jln. Keliling-Muarasoma Batang Natal 2.000
168 Batu Madingding-Tor Naincat Batang Natal 7.000
169 Aek Manggis-Guo Batu Batang Natal 4.000
170 Guo Batu-Lubuk Samboa Batang Natal 6.000
171 Jl. Lingkar-Simpang Gambir Lingga Bayu 4.000
172 Simpang Gambir-Simpang Sordang Lingga Bayu 20.300
173 Tangsi Bawah-Kampung Sipirok Lingga Bayu 9.800
174 Pulo Padang-Simpang Durian Lingga Bayu 7.000
175 Pulo Padang-Batu Gaja Lingga Bayu 4.500
176 Tapus-Patiluban (Bts. Kec. Natal) Lingga Bayu 7.000
177 Kampung Durian-Aek Manyuruk Lingga Bayu 7.000
178 Perkebunan Patiluban-Simpang Koje Lingga Bayu 8.000
179 Pangkalan-Torusan Lingga Bayu 2.000
180 Simpang Bajole-Ranto Panjang Lingga Bayu 5.000
181 Gonting-Kampung Sipirok Ranto Baek 4.000
182 Manisak-Ranto Nainjang Ranto Baek 2.200
183 Banjar Maga-Sigantang Ranto Baek 10.000
184 Tandikek-Bintungan Bajangkar Ranto Baek 10.000
185 Padang Silojongan-Aek Nabara Ranto Baek 12.000
186 Huta Raja-Simpang Talap Ranto Baek 2.200
187 Padang Silojongan-Ranto Panjang Ranto Baek 12.000
188 Bukit Mas-Kubangan Tompek Sinunukan 24.000
189 Simp. Bintungan Bajangkar-Simp. Sinunukan 6.000
Sikapas
190 Simpang Lubis-Ranto Panjang Sinunukan 6.000
(Bts. Kec. Ranto Baek)
191 Sinunukan I-Tapus Sinunukan 5.000
192 Bintungan Bajangkar Baru-Ranto Panjang Sinunukan 5.000
(Bts. Kec. Ranto Baek)
193 Jalan Keliling-Pasar Sinunukan Sinunukan 6.000
194 Banjar Aur Utara-Sp. VI/Batahan Sinunukan 13.000
195 Sinunukan I-Dusun I Sinunukan 4.000
196 Sinunukan I-Sido Makmur Sinunukan 3.000
197 Balimbing-Patiluban (Bts. Kec. Bt Natal) Natal 15.000
198 Jln. Lingkar-Bukit Bandera Natal 2.000
199 Simp. Sikara-kara-Simpang Sordang Natal 12.000

- 97 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

200 Panggautan-Sikara-kara I Natal 9.000


201 Panggautan-Sisaran Natal 1.500
202 Sikara-kara-Pelabuhan Natal 1.500
203 Simpang Sordang-Perkebunan Patiluban Natal 5.000
204 Simpang Sordang-Batas Kec. Muara Natal 27.000
Batang Gadis
205 Simp. Sikara-Kara I-Ale Baru Natal 28.000
206 Sikara-kara I-Simp. Sikara-kara II Natal 10.000
207 Sikara-kara I-Sikara-kara III Natal 5.000
208 Suka Maju-Panggautan Natal 3.000
209 Sikara-kara I-Patiluban Natal 5.000
210 Bintuas-Sikara-kara IV Natal 6.000
211 Jalan Dalam Kota-Natal Natal 4.840
212 Sikara-kara I- Sikara-kara II Natal 5.000
213 Kampung Bebek-Tegal Sari Natal 1.000
214 Kampung Sawah-Sekolah SD Natal 1.000
215 Natal (Setia Karya)-Batahan Natal 18.000
216 Kampung Kapas-Batu Sondat Batahan 8.000
(Bts. Sumbar)
217 Bintungan Bajangkar Lamo-Karang Anyer Batahan 8.000
218 Batahan-SP III Batahan 10.000
219 Jln Keliling-Pasar Batahan Batahan 4.000
220 Batahan-Pulo Tamang (Jln. Keliling) Batahan 3.000
221 Bintungan Bajangkar Lamo-Trans Mini Batahan 8.000
222 Trans Mini-Teluk Ilalang Batahan 15.000
223 Batahan-Teluk Ilalang Batahan 12.000
224 Simpang Kordes-Batahan III Batahan 6.000
225 Simpang Banjar Aur-Banjar Aur Batahan 4.000
226 Singkuang-Hutaimbaru Muara Batang Gadis 51.000
227 Jln. Keliling-Pasar Singkuang Muara Batang Gadis 2.000
228 Manuncang-Kilo 21 Muara Batang Gadis 38.000
229 Huta Buyung-Manuncang Muara Batang Gadis 23.000
230 Simp. Batu Mundom-Batu Mundom Muara Batang Gadis 8.000
231 Jln. Pondok Limo-Batu Mundom Muara Batang Gadis 11.000
232 Simp. Jalan Provinsi-Sikapas Muara Batang Gadis 2.000
233 Manuncang-Kilo 3 (Suka Makmur) Muara Batang Gadis 9.000
234 Ranto Panjang-Siayo (Bts. Siabu) Muara Batang Gadis 20.000
235 Lubuk Parira-Huta Bargot Muara Batang Gadis 20.000
(Bts. Huta Bargot)
236 Kilo 16-Sale Baru Muara Batang Gadis 9.000
237 Ranto Panjang-Hutaimbaru Muara Batang Gadis 4.000
238 Kilo.21-Lubuk Kapundung Muara Batang Gadis 6.000
IV JALAN DALAM KOTA
1 Jl. Jen. Abdul Haris Nasution-Jl. Raja Panyabungan 8.200
Runjunggan Lubis (Jl. Lingkar Timur)-
Simpang Jl. Negara (Toguda)
2 Jl. H. Adam Malik (jl. Lingkar barat)-Simp. Panyabungan 7.800
IV, Kol. M. Nurdin Lubis
3 Jl. Mesjid Syuhada-Saluran Irigasi Desa Panyabungan 0.415
Gn. Tua Jae

- 98 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

4 Jl. Pasar Pagi-Saluran Irigasi Desa Gn. Panyabungan 0.534


Tua Jae
5 Jl. Ustad h. Umardin-Saluran Irigasi Desa Panyabungan 0.481
Gn. Tua Jae
6 Jl. H. Ismail-Saluran Irigasi Desa Gn. Tua Panyabungan 0.210
Jae
7 Jl. H.M.Siddik Nasution-Saluran Irigasi Panyabungan 0.600
Desa Gn. Tua Panggorengan
8 Jl. Janagori-Jl. Kepersawahan Gn. Tua Panyabungan 0.080
Julu
9 Jl. Syekh H. Zainuddin Nst-Aek Ranto Panyabungan 0.100
Puran
10 Jl. Dr. Ida Rumongga-Jl. Kepersawahan Panyabungan 0.080
Gn. Tua Julu
11 Jl. Sutan Kumala Bulan-Ke Pemakaman Panyabungan 0.800
Gn. Tua Julu
12 Jl. Kol. H.M. Nurdin-Simp. Jl Adianjior Panyabungan 2.400
13 Jl. Sutan Diaru-Simp. Jl. Sibaroar Panyabungan 0.250
14 Jl. Sibaroar-Simp. Jl. Lingkar Barat Panyabungan 0.400
15 Jl. Hamente-Simp. Jl. Kol. H.M. Nurdin Panyabungan 0.431
16 Jl. Mesjid Nurul Yaqin-Ke Mesjid Nurul Panyabungan 0.140
Yaqin
17 Jl. Pemuda-Simp. Jalan Negara Panyabungan 0.559
18 Jl. Madrasyah-Jl. Setia Panyabungan 0.140
19 Jl. Setia-Jl. Madrasyah Panyabungan 0.541
20 Jl. Santosa-Jl. Setia Panyabungan 0.253
21 Jl. Kaharuddin Nasution-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 0.850
22 Jl. Mesjid Raya-Jl. Negara Panyabungan 0.265
23 Jl. Syekh Abd. Kadir Mandili-Huta Siantar Panyabungan 1.500
24 Jl. Mahmud Lubis-Jl. Bakti Abri Panyabungan 0.650
25 Jl. Sutan Soripada Mulia-SMUN 1 Panyabungan 0.292
Panyabungan
26 Jl. Merdeka-Rumah Sakit Umum Panyabungan 0.068
27 Jl. Dr. Raja Dori Lubis-Jl. Sutan Soripada Panyabungan 0.178
Mulia
28 Jl. Ade Irma Suryani-Kantor Pos Panyabungan 0.175
Panyabungan
29 Jl. Bikit Barisan-Jl. Jend. Abdul Haris Panyabungan 0.520
Nasution
30 Jl. Mulia-SMPN 3 Panybungan Panyabungan 0.100
31 Jl. Abadi-Aek Mata Panyabungan 0.195
32 Jl. Baktim ABRI-Simp. Kol. Nurdin Panyabungan 1.800
Nasution
33 Jl. Harapan-Jl. Negara Panyabungan 0.400
34 Jl. Karya Bakti-Jl. Negara Panyabungan 0.430
35 Jl Darma Bakti-Jl. Buntu Panyabungan 0.300
36 Jl. Kemakmuran-Jl. Harapan Panyabungan 0.138
37 Jl. Utama-Jl. Buntu Panyabungan 0.171
38 Jl. Abdullah-Jl. Buntu Panyabungan 0.030
39 Jl. Umar Hasim-Jl Mahmud Lubis Panyabungan 0.350
40 Jl. M. Nasir-Jl. Dalam Pasar Panyabungan 0.200

- 99 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

41 Jl. H. M. Syarif-Jl Mahmud Lubis Panyabungan 0.296


42 Jl. Mesjid Istiqomah-Jl. Setia Panyabungan 0.350
43 Jl. Damai-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 0.100
44 Jl. Mangaraja Laut-Jl. Madrasyah Panyabungan 0.200
45 Jl. AMD Lama-Jl. Huta Siantar Panyabungan 0.600
46 Jl. Banjar Sehat-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 1.500
47 Jl. Rahmat-Jl. Bermula Panyabungan 0.200
48 Jl. Saudara-Jl. Buntu Panyabungan 0.200
49 Jl. Delima-Jl. Buntu Panyabungan 0.130
50 Jl. Pos Bermula-Jl. Lintas Timur Panyabungan 0.200
51 Jl. P. Matondang-Jl. Buntu Panyabungan 0.080
52 Jl. Sejahtera-Jl. Buntu Panyabungan 0.175
53 Jl. Karya-Jl. Pemuda Panyabungan 0.251
54 Jl. Nusantara I-Jl. Negara Panyabungan 0.770
55 Jl. Nusantara II-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 0.915
56 Jl. Manggis-Jl. Buntu Panyabungan 3.000
57 Jl. Keluarga Williem Iskandar-Jl. Buntu Panyabungan 0.600
58 Jl. Prof. Andi Hakim Nasution-Jembatan Panyabungan 1.150
Aek Batang Gadis
59 Jl. Pesentren Darul Ikhlas-Jl. Serasih-Jl. Panyabungan 2.121
Negara
60 Jl. Pesentren Darul Ikhlas-Jl. Irigasi Jalan Panyabungan 0.258
Lidang
61 Jl. Batang Gadis-Jl. Buntu Panyabungan 0.550
62 Jl. Danau Siombun-Jl. Negara Panyabungan 0.650
63 Jl. Perumahan Pemda-Perumahan Pemda Panyabungan 0.484
64 Jl. Bilah-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 0.600
65 Jl. Syeh Bosir rangkuti-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 0.650
66 Jl. Dalam Kel. Huta Siantar-Jl. Syekh Panyabungan 1.500
Abd. Kadir Mandili
67 Jl. Keliling Desa Parbangunan-Jl. Negara Panyabungan 0.500
68 Jl. Komplek Cemara-Tor Sihite Panyabungan 6.844
69 Jl. Paya Bintang-Belakang kantor Panyabungan 1.500
Inspektorat
70 Jl. Saba Jambu-Gunung manaon Panyabungan 1.000
71 Jl. Keliling pasar Baru-Jl. Pidoli Lombang Panyabungan 2.000
72 Jl. Syekh Abdul fatah-Jl. Salambue Panyabungan 2.000
73 Jl. Suka Maju-SMK Aek Galoga Panyabungan 2.000
74 Jl. Pidoli Lombang-Jl. Negara Panyabungan 0.500
75 Jl. H. M. Efendi Nasution-Jl. Brigien H. Panyabungan 0.800
Manaf Lubis
76 Jl. Suka Ramai-aek Pohon Panyabungan 3.000
77 Jl. Simp. Danau Siombun-Jl. Tebing Panyabungan 6.000
Tinggi
78 Jl. Huta Siantar-Ponyot Stadion Padang Panyabungan 5.000
Sidimpuan
79 Jl. Pidoli Dolok-Jl. Lingkar Timur Panyabungan 1.000
Jl. Gunung Tua-Ponyot (Gn. Tua Julu) Panyabungan
80 4.000
81 Jl. Durian-Kantor Lurah Pidoli Dolok Panyabungan 0.800
82 Jl. Syekh Abdul Fatah-Pagaran Panyabungan 2.500

- 100 -
KELOMPOK PANJANG
NO NAMA RUAS LOKASI JARINGAN JALAN
JALAN (±KM)

83 Jl. Irigasi Gn Tua Panggorengan-SD Panyabungan 2.500


84 Jl. Gunung Tua Panggorengan- Panyabungan 2.500
Panyabungan Julu
Jl. Abdullah Umar-Panyabungan Julu Panyabungan
85 2.000
86 Jl. Irigasi/Saluran Induk-Aek Pohon Panyabungan 2.500

Keterangan :
I-V : Tahapan Pengembangan
B : Mendorong Pengembangan Kota-Kota Sentra Produksi
C : Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan Nasional
: C/1 : Pengembangan/ Peningkatan Fungsi
: C/2 : Pengembangan Baru
: C/3 : Revitalisasi kota-kota yang berfungsi
D : Pengendalian Kota-Kota Berbasis Mitigasi Bencana
: D/1 : Rehabilitasi kota akibat bencana alam
: D/2 : Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis Mitigasi Bencana
E : Pengembangan Kota-kota Pusat Pertumbuhan Provinsi
: E/1 : Pengembangan/ Peningkatan Fungsi
: E/2 : Pengembangan Baru
: E/3 : Revitalisasi Kota-Kota yang telah berfungsi

BUPATI MANDAILING NATAL,

DAHLAN HASAN NASUTION

- 101 -
Lampiran : 2
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
I Perwujudan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Mandailing Natal
1. Perwujudan Pusat-Pusat Kegiatan
- a. Program Pengembangan PKL
-  Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PKL Bappeda
Kec. Panyabungan
Panyabungan Kabupaten
APBN, APBD
- - Kawasan pusat pemerintahan terpadu Mandailing
Prov. dan
- - Perguruan tinggi Panyabungan Natal,
Kab., Dana

- 102 -
- - Sarana, prasarana dan utilitas perkotaan Instansi
Swasta
- - Terminal tipe A Teknis
- - Utilitas perkotaan lainnya
- - Ruang terbuka hijau
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PKL Siabu Kec. Siabu Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas perkotaan Mandailing
Prov. dan
- - Pendidikan dan kesehatan Natal,
Kab., Dana
- Siabu Instansi
Swasta
- Sentra pertanian Teknis
lainnya
- - Terminal tipe C
- - Ruang terbuka hijau
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PKL Kotanopan Kec. Kotanopan Kabupaten APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas perkotaan Mandailing Prov. dan
Kotanopan
- - Pendidikan, kebudayaan dan kesehatan Natal, Kab., Dana
- - Perdagangan Instansi Swasta
- - Terminal tipe C Teknis
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Ruang terbuka hijau lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PKL Natal Kec. Natal
- - Sentra perkebunan
Bappeda
- - Pelabuhan pengumpul, pengumpan lokal, TPI
Kabupaten
dan PPI APBN, APBD
Mandailing
- - Pendidikan, kebudayaan dan kesehatan Prov. dan
Natal Natal,
- - Pergudangan Kab., Dana
Instansi
- - Kawasan industri terpadu Swasta
Teknis
- - Sarana dan prasarana pariwisata lainnya
- - Terminal tipe C
- - Utilitas perkotaan
- - Ruang terbuka hijau
- b. Program Pengembangan PPK
-  Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPK Bukit
Kec. Bukit Malintang Kabupaten
Malintang APBN, APBD
Mandailing

- 103 -
- - Bandar udara Bukit Malintang Prov. dan
Bukit Malintang Natal,
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Kab., Dana
Instansi
- - Pergudangan Swasta
Teknis
- - Sentra industri kecil lainnya
- - Ruang terbuka hijau
-  Pengembangan Bappeda
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPK Lembah Kabupaten
Kec. Lembah Sorik Marapi APBN, APBD
Sorik Marapi Mandailing
Lembah Sorik Prov. dan
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Natal,
Marapi Kab., Dana
- - Pergudangan Instansi
Swasta
- - Sentra industri kecil Teknis
- - Ruang terbuka hijau lainnya
-  Pengembangan Bappeda
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) APBN, APBD
PPK Kabupaten
Kec. Muarasipongi Prov. dan
Muarasipongi Muarasipongi Mandailing
Kab., Dana
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Natal,
Swasta
- - Sentra industri kecil Instansi
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Budaya dan pariwisata Teknis
- - Ruang terbuka hijau lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPK Lingga Bayu Kec. Lingga Bayu Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan Mandailing
Prov. dan
- - Perdagangan Lingga Bayu Natal,
Kab., Dana
- - Sentra perkebunan Instansi
Swasta
- - Terminal tipe C Teknis
- - Ruang terbuka hijau lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPK Batahan Kec. Batahan Bappeda
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kawasan APBN, APBD
Mandailing
- - Pergudangan Prov. dan
Batahan Natal,
- - Sentra perkebunan Kab., Dana
Instansi
- - Pelabuhan pengumpul dan TPI Swasta
Teknis

- 104 -
- - Kawasan industri terpadu lainnya
- - Ruang terbuka hijau
- c. Program Pengembangan PPL
-  Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL
Kabupaten
Panyabungan Kec. Panyabungan Utara APBN, APBD
Mandailing
Utara Panyabungan Prov. dan
Natal,
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Utara Kab., Dana
Instansi
- - Pengembangan perikanan darat Swasta
Teknis
- - Ekonomi kreatif
lainnya
- - Ruang terbuka hijau
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) APBN, APBD
Bappeda
PPL Naga Juang Kec. Naga Juang Prov. dan
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Kab., Dana
Mandailing
- - Pelestarian lingkungan Swasta
Naga Juang Natal,
- Instansi
- Sentra pertanian Teknis
lainnya
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) APBN, APBD
Bappeda
PPL Huta Bargot Kec. Huta Bargot Prov. dan
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Kab., Dana
Mandailing
- - Pelestarian lingkungan Swasta
Huta Bargot Natal,
- Instansi
- Kawasan industri Teknis
lainnya
-  Pengembangan Bappeda
PPL - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten
APBN, APBD
Panyabungan Kec. Panyabungan Timur Mandailing
Panyabungan Prov. dan
Timur Natal,
Timur Kab., Dana
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Instansi
Swasta
- Teknis
- Sentra perkebunan dan pertanian hortikultura
lainnya
-  Pengembangan
Bappeda
PPL - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kec. Panyabungan Barat Kabupaten
Panyabungan APBN, APBD

- 105 -
Mandailing
Barat Panyabungan Prov. dan
Natal,
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Barat Kab., Dana
Instansi
- - Sentra pertanian dan perkebunan Swasta
Teknis
- - Pariwisata
lainnya
- - Kawasan industri
-  Pengembangan
PPL - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Panyabungan Kec. Panyabungan Selatan
Bappeda
Selatan APBN, APBD
Kabupaten
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Prov. dan
Mandailing
- - Pariwisata Panyabungan Kab., Dana
Natal,
- - Industri kecil Selatan Swasta
Instansi
- Teknis
lainnya
- Pelestarian lingkungan
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Tambangan Kec. Tambangan Kabupaten APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
Tambangan Natal,
- - Sentra pertanian dan perkebunan Kab., Dana
Instansi
- Teknis Swasta
- Pengembangan budaya, religi dan pariwisata
lainnya
-  Pengembangan Bappeda
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPL Puncak Kabupaten
Kec. Puncak Sorik Marapi APBN, APBD
Sorik Marapi Mandailing
Puncak Sorik Prov. dan
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Natal,
Marapi Kab., Dana
- - Sentra pertanian dan hortikultura Instansi
Swasta
- - Pariwisata Teknis
- - Pelestarian lingkungan lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Ulu Pungkut Kec. Ulu Pungkut Kabupaten

- 106 -
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra pertanian, perkebunan dan hortikultura Ulu Pungkut Natal,
Kab., Dana
- - Budaya dan pariwisata Instansi
Swasta
- Teknis
- Pelestarian lingkungan lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Pakantan Kec. Pakantan Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra pertanian, perkebunan dan hortikultura Pakantan Natal,
Kab., Dana
- - Budaya dan pariwisata Instansi
Swasta
- Teknis
- Pelestarian lingkungan lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Batang Natal Kec. Batang Natal Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra perkebunan dan hortikultura Batang Natal Natal,
Kab., Dana
- - Pendidikan, budaya dan pariwisata Instansi
Swasta
- Teknis
- Pelestarian lingkungan lainnya
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Ranto Baek Kec. Ranto Baek Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Sentra perkebunan Ranto Baek Natal,
Kab., Dana
- - Sentra industri Instansi
Swasta
- - Pariwisata Teknis
- - Perdagangan lainnya
-  Pengembangan - Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bappeda
PPL Sinunukan Kec. Sinunukan Kabupaten
APBN, APBD
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Mandailing
Prov. dan
- - Pendidikan dan budaya Sinunukan Natal,
Kab., Dana
- - Sentra perkebunan Instansi
Swasta
- - Ekonomi kreatif, perdagangan Teknis
- - Terminal tipe C lainnya
-  Pengembangan
- Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PPL Muara
Kec. Muara Batang Gadis Bappeda
Batang Gadis

- 107 -
- - Sarana, prasarana dan utilitas kecamatan Kabupaten
APBN, APBD
Mandailing
- - Pergudangan Muara Batang Prov. dan
Natal,
- - Wisata alam Gadis Kab., Dana
Instansi
- - Peternakan Swasta
Teknis
- - Sentra perkebunan lainnya
- - Industri kecil
- - Perikanan, TPI dan PPI
2. Perwujudan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
- a. Program Pengembangan Prasarana Transportasi
- - Pengembangan jaringan jalan arteri primer, Kab. Mandailing Kementerian
APBN
kolektor primer dan lokal primer Natal PUPR
- - Pembangunan jaringan rel kereta api di Pantai Kementerian
Pantai Barat APBN
Barat PUPR
- - Pembangunan pelabuhan pengumpul Sikara- Dinas PU
kara di Natal dan pelabuhan pengumpul Bina Marga
Natal & Batahan APBD Prov.
Palimbungan di Batahan Prov.Sumate
ra Utara
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Dinas PU
Bina Marga
- Pembangunan bandar udara di Bukit Malintang Bukit Malintang APBD Prov.
Prov.Sumate
ra Utara
- APBN, APBD
- Peningkatan ruas-ruas strategis Jalan Lintas Ruas Sibolga – Kementerian
Prov. dan
Tengah Mandailing Natal PUPR
Kab.
- - Ruas Natal ke
- Pembangunan ruas-ruas Jalan Pantai Barat selatan dan Kementerian
APBN
yang belum terhubung Singkuang ke PUPR
utara
- - Dinas PU
Bina Marga
- Peningkatan jalan provinsi sebagai penghubung Ruas Jembatan
Prov. APBD Prov.
Jalan Lintas Tengah dan Jalan Pantai Barat Merah -Natal
Sumatera

- 108 -
Utara
- - - Pembangunan dan peningkatan jalan
penghubung pusat-pusat pelayanan:
- Tabuyung – Singkuang - Sikapas – Batu
Mundom – Batas Tapanuli Selatan*)
- Sinonoan – Tangga Bosi - Batas Utara TNBG –
Hutarimbaru *) Dinas PU
- Pakantan – Simpang Banyak – Batas Sumatera Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
Barat*) Natal Mandailing
- Panyabungan Timur – Aek Nabara – Batas Natal
Tapanuli Selatan*)
- Jalan alternatif Jalan Lintas Tengah Sumatera
pada ruas jalan yang melalui Panyabungan
- Pengembangan jaringan jalan kabupaten di
daerah pesisir barat
- - Dinas PU
Kab. Mandailing
- Review penataan transportasi wilayah Kab. Kab.
Natal APBD Kab.
Mandailing Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Dinas PU
Kab. Mandailing
Kab.
Natal
- Penetapan status dan hierarki jaringan jalan Mandailing
APBD Kab.
Kab. Mandailing Natal Natal, Dept.
Perhubunga
n
- - Dinas PU
Kab.
Mandailing
Natal, Dinas APBN, APBD
- Pembangunan jaringan jalan baru Kab. Mandailing PU Bina Prov. APBD
Natal Marga Prov. Kab. Swasta
Sumut, Dept
Perhubunga
n, Swasta
- - Dinas PU
Bina Marga
Prov. Sumut,

- 109 -
APBN, APBD
Dinas PU
Kab. Mandailing Prov. dan
- Peningkatan jaringan jalan Kab.
Natal Kab., Dana
Mandailing
Swasta
Natal, Dep.
Perhubunga
n, Swasta
- - APBN, APBD
Prov. dan
Dinas PU Kab., Dana
Bina Marga Swasta
Prov. Sumut,
Kab. Mandailing Dinas PU Kab.
- Pemeliharaan jaringan jalan Mandailing
Natal
Natal, Dep.
Perhubungan,
Swasta
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Dinas
Perhubunga
- Pembangunan Terminal Transit Panyabungan n Kab. APBD Kab.
Mandailing
Natal
- - Dinas
- Pengembangan sistem angkutan perkotaan dan Perhubunga
Kab. Mandailing
angkutan regional, termasuk penentuan rute, n Kab. APBD Kab.
Natal
trayek, dan tarif Mandailing
Natal
- - Dinas
Perhubunga
- Penyusunan Manajemen Transportasi
Panyabungan n Kab. APBD Kab.
Perkotaan
Mandailing
Natal
- -

- 110 -
Dinas
Perhubunga
- Penyediaan rambu lalu lintas dan pembuatan
Panyabungan n Kab. APBD Kab.
marka jalan, terutama di perkotaan
Mandailing
Natal
- - Dinas
- Penyusunan Studi Kelayakan dan Detail Perhubunga
Engineering Design Pengembangan Pelabuhan Kec. Natal n Kab. APBD Kab.
Sikara-kara Mandailing
Natal
- - Dinas
Perhubungan
- Peningkatan dan pengaktifan Pelabuhan Sikara- Kab. APBD Kab.,
Kec. Natal
kara sebagai pelabuhan pengumpul Mandailing APBN
Natal, Dep.
Perhubungan
- - Dinas
Perhubungan
- Penyediaan moda angkutan laut, baik bagi
Kec. Natal Kab. APBD Kab.
pergerakan barang maupun penumpang Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- - Dinas
Perhubunga
- Penyusunan studi kelayakan pengembangan Kec. Bukit
n Kab. APBD Kab.
bandara udara pengumpan lokal Malintang
Mandailing
Natal
b. Program Pengembangan Prasarana Energi
APBN, APBD
- Pengembangan pembangkit listrik tenaga
Kab. Mandailing Prov. dan
mini/mikro hidro, panas bumi, dan sumber PT. PLN
Natal Kab., Dana
energi baru dan terbarukan
Swasta
APBN, APBD
- Pengembangan jaringan transmisi energi listrik Panyabungan,
Prov. dan
SUTT 150 kV, SUTET 275 kV dan gardu induk Lembah Sorik PT. PLN
Kab., Dana
listrik Marapi dan Natal
Swasta
- Penyusunan studi alternatif sumber energi di Kab. Mandailing
PT. PLN Dana PLN
Kabupaten Mandailing Natal Natal
c. Program Pengembangan Prasarana Telekomunikasi
APBN, APBD

- 111 -
Kab. Mandailing
- Peningkatan jaringan telekomunikasi teresterial PT. Telkom, Prov. dan
Natal
ataupun satelit Swasta Kab., Dana
Swasta
- Penambahan telepon umum, warung APBN, APBD
Kab. Mandailing
telekomunikasi (wartel) dan warung internet PT. Telkom, Prov. dan
Natal
(warnet) baik dengan jaringan teresterial Swasta Kab., Dana
maupun satelit Swasta
APBN, APBD
- Pembangunan stasiun-stasiun komunikasi Kab. Mandailing
PT. Telkom, Prov. dan
satelit di wilayah wilayah yang tak terjangkau Natal
Swasta Kab., Dana
sinyal
Swasta
APBN, APBD
- Pengoptimalan pemanfaatan jaringan Kab. Mandailing
Prov. dan
komunikasi satelit di kawasan perkotaan dan Natal PT. Telkom,
Kab., Dana
perdesaan serta menara komunikasi melalui Swasta
Swasta
pembangunan menara terpadu
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Kantor
Kab. Mandailing
TELKOM
Natal Dana Kantor
- Peningkatan kapasitas STO Cab.
TELKOM
Mandailing
Natal
d. Program Pengembangan Prasarana Sumberdaya air
Dept. PU, APBN, APBD
Kab. Mandailing
- Pengembangan prasarana irigasi Dinas PU Prov. dan
Natal
Prov&Kab Kab.
PDAM,
Kab. Mandailing APBN, APBD
- Pengembangan prasarana air bersih perpipaan Instansi
Natal Prov. dan
dan non perpipaan Teknis
Kab.
lainnya
PDAM Kab.
- Pengolahan air bersih untuk menghasilkan air Mandailing
Dana

- 112 -
minum yang aman bagi masyarakat, dengan Kab. Mandailing Natal, Dinas
Perusda,
sistem pengolahan yang tergantung pada mutu Natal PU Kab.
APBD Kab.
air baku Mandailing
Natal
Dinas PU
- Pengembangan jaringan distribusi air bersih,
Kab. Mandailing Kab.
terutama jaringan sekunder yang melayani APBD Kab.
Natal Mandailing
hingga kawasan permukiman masyarakat
Natal
Dinas PU
Kab. Mandailing Kab.
- Peningkatan kapasitas produksi IPA APBD Kab.
Natal Mandailing
Natal
Dinas PU
- Penyusunan Studi Alternatif Sumber Air Baku Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
untuk Air Bersih Natal Mandailing
Natal
Dinas PU
- Pengembangan alternatif sumber air baku
Kab.
untuk meningkat kapasitas pelayanan air Kab. Mandailing APBD Kab.
Natal Mandailing
bersih
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
PDAM Kab.
Kab. Mandailing Dana
- Pembangunan pipa transmisi (pipa baja) Mandailing
Natal Perusda
Natal
PDAM Kab.
Kab. Mandailing Dana
- Operasi dan Pemeliharaan Instalasi Mandailing
Natal Perusda
Natal
Dinas PU
Kab.
- Pembangunan prasarana pengendali daya rusak
Mandailing APBN, APBD
air melalui sistem drainase dan pengendalian Kab. Mandailing
Natal, Prov. dan
banjir, sistem penanganan erosi dan longsor Natal
Instansi Kab.
dan sistem penanganan abrasi pantai
Teknis
lainnya
e. Program Pengembangan Prasarana Lainnya
Dinas PU
- Penyediaan TPS Pada Setiap Permukiman Dan Tiap Permukiman Kab.
Pusat-Pusat Kegiatan Serta Penyediaan TPA di dan Pusat Mandailing APBN, APBD
Kecamatan Panyabungan Barat, TPA di Kegiatan, Kec. Natal, Prov. dan

- 113 -
Kecamatan Natal, dan TPA di Kecamatan Natal, Kec. Instansi Kab.,
Kotanopan Kotanopan Teknis
lainnya
Dinas PU
Kab. Mandailing
Kab.
Natal
- Pembangunan dan Pengembangan jaringan Mandailing APBN, APBD
sanitasi dan drainase di pusat permukiman Natal, Prov. dan
serta sistem pengendalian banjir Instansi Kab.
Teknis
lainnya
Dinas PU
Kab. Mandailing
Kab.
Natal
Mandailing APBN, APBD
- Penggunaan septic tank individu pada PKL,
Natal, Prov. dan
PPK, PPL, serta sanitasi masyarakat (Sanimas)
Instansi Kab.
Teknis
lainnya
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
- Pembangunan dan Pengembangan sistem Kebersihan
Pusat kegiatan
pengelolaan air buangan secara on site dan off Kab. APBD Kab.
dan permukiman
site Mandailing
Natal
Dinas
Kab. Mandailing Kebersihan
- Pembangunan dan Pengembangan pola
Natal Kab. APBD Kab.
pengelolaan air buangan
Mandailing
Natal
Dinas
Kebersihan
- Pengembangan alternatif lokasi pembuangan Kab. Mandailing Kab. APBD Kab.,
akhir limbah padat Natal Mandailing Dana Swasta
Natal,
Swasta

- 114 -
Dinas
Kebersihan
- Pengembangan pola pengelolaan persampahan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
di perkotaan dan permukiman Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Kebersihan
- Pengadaan peralatan pendukung pengelolaan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
persampahan (alat angkut, alat olah, dll) Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Sosialisasi pola pengelolaan persampahan Kebersihan
Kab. Mandailing
kepada masyarakat, terutama menyangkut 3R Kab. APBD Kab.
Natal
(reduce, reuse, recycle) Mandailing
Natal, LSM
Bappeda
Kab.
- Studi Perencanaan Drainase Perkotaan Panyabungan APBD Kab.
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas PU
Cipta Karya
- Pembangunan Drainase Sekunder Perkotaan Panyabungan Kab. APBD Kab.
Mandailing
Natal
Dinas PU
Cipta Karya
- Pengembangan sistem sumur resapan di pusat- Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pusat kegiatan terbangun dan permukiman Natal
Mandailing
Natal
Dinas PU
Pengairan,
- Operasi dan pemeliharaan alur sungai sebagai Sungai-sungai
Kab. APBD Kab.
drainase primer utama
Mandailing
Natal
Kab. Mandailing Jajaran
- Peningkatan sarana pemerintahan Pemerintahan
APBD Kab.
Natal
Dinas PU

- 115 -
Kab.
Mandailing APBN, APBD
- Penyediaan sarana dan prasarana lingkungan Kab. Mandailing
Natal, Prov. dan
permukiman lainnya Natal
Instansi Kab.
Teknis
lainnya
II Perwujudan Rencana Pola Ruang Kabupaten Mandailing Natal
1. Perwujudan Kawasan Lindung
a. a. Program Pengembangan Kawasan Hutan Lindung
b. Bappeda,
Dinas
Kehutanan
- Penegasan tata batas kawasan hutan lindung
Kab. Mandailing Kab.
serta memberikan batasan fisik pada kawasan APBD Kab.
Natal Mandailing
hutan lindung
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
c. Bappeda,
Dinas
- Penyusunan dan penetapan Perda tentang tata Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
batas, zonasi dan pengelolaan kawasan lindung Natal Kab.
Mandailing
Natal
d. Bappeda,
Dinas
- Sosialisasi Perda tentang pengelolaan kawasan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lindung Natal Kab.
Mandailing
Natal
e. Bappeda,
Dinas
- Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka
Kehutanan
mempermudah kegiatan pengawasan dan APBD Kab.
Kab.

- 116 -
pengendalian kawasan hutan lindung
Mandailing
Natal
f. Bappeda,
Dinas
- Identifikasi pemilik lahan yang terkena Kehutanan
APBD Kab.
peruntukan kawasan hutan lindung Kab.
Kab. Mandailing Mandailing
Natal Natal
g. Bappeda,
Dinas
- Pelaksanaan penyepakatan (penggantian,
Kehutanan
pembelian, atau partisipasi) lahan peruntukan APBD Kab.
Kab.
hutan lindung
Mandailing
Natal
h. Bappeda,
Dinas
- Identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan
Kehutanan APBD Kab.
lindung Kab.
Mandailing
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Natal
i. Bappeda,
Dinas
- Pelaksanaan reboisasi (penghijauan kembali) Kehutanan
APBD Kab.
dan rehabilitasi hutan lindung yang telah rusak Kab.
Mandailing
Natal
j. Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Sosialisasi perwujudan kawasan hutan lindung APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
k. Masyarakat di Dinas
atau sekitar Kehutanan
Hutan lindung, Kab.
- Pembentukan kelompok-kelompok masyarakat
sempadan pantai Mandailing APBD Kab.
sadar kawasan lindung
dan sungai, Natal,

- 117 -
resapan air, Kantor Balai
TNBG TNBG, LSM
l. Masyarakat di
atau sekitar Dinas
Hutan lindung, Kehutanan
- Pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat
sempadan pantai Kab. APBD Kab.
sadar kawasan lindung
dan sungai, Mandailing
resapan air, Natal, LSM
TNBG
m. Bappeda,
Dinas
Kehutanan
Kab. Mandailing Kab.
- Kajian pengembangan potensi ekowisata APBD Kab.
Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
n. Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian peluang pembayaran jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
o. Bappeda,
Dinas
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lingkungan Natal Kab.
Mandailing
Natal
p. b. Program Pengembangan Kawasan yang Memberi Perlindungan Terhadap Bawahannya
c. d. - Pengembangan tanaman kehutanan yang Pesisir pantai
berfungsi sebagai tanaman konservasi barat, Kec. Bappeda,

- 118 -
e. f. - Pengawasan dan pengendalian pada kawasan Muarasipongi, Dinas
konservasi dan resapan air Kec. Kotanopan, Kehutanan
APBD Kab.
g. h. Kec. Batang Kab.
- Pelaksanaan rehabilitasi dan penghutanan pada Natal, Kec. Natal, Mandailing
kawasan sekitar resapan air Kec. Muara Natal
Batang Gadis
i. c. Program Pengembangan Kawasan Perlindungan Setempat
d. e. - Penetapan dan penegasan fungsi lindung pada
kawasan sempadan pantai dan sempadan
sungai
f. g. - Penegasan batas-batas dan memberikan
Bappeda,
batasan fisik pada kawasan sempadan pantai
Dinas
dan sempadan sungai, seperti pembangunan
Kab. Mandailing Kehutanan
pagar, dan tanda atau papan informasi APBD Kab.
Natal Kab.
h. i. - Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka
Mandailing
mempermudah kegiatan pengawasan dan
Natal
pengendalian
j. k. - Rehabilitasi DAS dan pengerukan alur sungai
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
l. d. Program Pengembangan Kawasan Sekitar Bendungan/Waduk/Situ
m. n. - Pengembangan kawasan untuk
Bappeda,
mengoptimalkan pemakaian air pada lahan
Dinas
pertanian lahan basah
Kab. Mandailing Kehutanan
o. p. - Pengembangan kawasan sekitar danau atau APBD Kab.
Natal Kab.
waduk sebagai daerah wisata
Mandailing
q. r. - Identifikasi kawasan untuk pemanfaatan
Natal
lainnya
s. e. Program Pengembangan Kawasan Cagar Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
t. u. - Penegasan tata batas kawasan pelestarian alam
Bappeda,
v. w. - Sosialisasi perwujudan kawasan pelestarian
Dinas
alam dan cagar budaya
Kab. Mandailing Kehutanan
x. y. - Pengembangan kawasan pemanfaatan APBD Kab.
Natal Kab.
penelitian dan pengembangan pada Taman
Mandailing
Nasional Batang Gadis
Natal
z. aa. - Pengembangan kawasan pemanfaatan wisata
bb. f. Program Pengembangan Kawasan Rawan Bencana Alam

- 119 -
cc. dd. - Pembangunan jalur evakuasi pada kawasan
rawan bencana alam
ee. ff. - Identifikasi tingkat kerawanan kawasan rawan
bencana alam Bappeda,
gg. hh. - Mempertegas batas-batas dan memberikan Dinas
batasan fisik pada kawasan rawan bencana Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
alam Natal Kab.
ii. jj. - Penanaman pohon pada wilayah potensial Mandailing
longsor dan rawan bencana Natal
kk. ll. - Mitigasi bencana
mm. nn. - Penyusunan rencana aksi daerah pengurangan
resiko bencana
oo. pp. Bappeda Kab.
Mandailing
- Sosialisasi Zona-zona Rawan Bencana dan Kab. Mandailing Natal,
Bakorda Prov.
APBD Kab.
Strategi Mitigasi Bencana Natal
Sumut
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
qq. g. Program Pengembangan Kawasan Lindung Geologi
rr. ss. - Pemetaan dan klasifikasi kawasan rawan
bencana geologi secara detail dan akurat
tt. uu. - Pengaturan permukiman dan kegiatan manusia
di kawasan rawan bencana geologi untuk Bappeda,
melindungi manusia dari bencana yang Dinas
disebabkan oleh alam maupun secara tidak Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
langsung oleh perbuatan manusia Natal Kab.
vv. ww. - Sosialisasi mitigasi bencana geologi pada Mandailing
masyarakat, terutama masyarakat yang berada Natal
pada/dekat dengan daerah rawan gempa bumi,
gerakan tanah, zona patahan dan rawan
tsunami
xx. h. Program Pengembangan Kawasan Lindung Lainnya
yy. zz. - Pemantapan tata batas kawasan lindung Kab. Mandailing

- 120 -
lainnya Natal
Bappeda,
aaa. bbb. - Penyusunan masterplan, program
Kab. Mandailing Dinas
pembangunan dan upaya pelestarian kawasan
Natal Kehutanan
lindung lainnya APBD Kab.
Kab.
ccc. ddd. - Pembanguan fasilitas dan utilitas penunjang Kab. Mandailing
Mandailing
kawasan lindung lainnya Natal
Natal
eee. fff. - Penyediaan perangkat keras dan lunak untuk Kab. Mandailing
mendukung kegiatan kawasan lindung lainnya Natal
ggg. hhh. Dinas
- Perbaikan dan perluasan kawasan hutan Kelautan
Pesisir Barat APBD Kab.
mangrove dan
Perikanan
2. Perwujudan Kawasan Budidaya
iii. a. Program Pengembangan Hutan Produksi Terbatas
jjj. kkk. Dinas
Perindag
- Studi kelayakan dan desain pengembangan Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
sentra industri pengolahan kayu Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
lll. Dinas
Perindag
Kab. Mandailing
- Pembangunan sentra industri pengolahan kayu Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Penyusunan peraturan dan atau instruksi yang
Kab. Mandailing Kehutanan
mengikat tentang program tebang pilih dan APBD Kab.
Natal Kab.
tebang tanam
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Sosialisasi perwujudan kawasan peruntukan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
hutan produksi terbatas Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,

- 121 -
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Pemantapan tata batas APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Identifikasi dan klasifikasi tingkat kerusakan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
kawasan hutan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
- Rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan kritis Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
berbasis masyarakat Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
Kehutanan
- Pengelolaan sumber daya hutan secara lestari Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
dan berkelanjutan Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Valuasi jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian pembayaran jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing

- 122 -
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian pengembangan potensi ekowisata APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lingkungan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Kab.
- Kajian pengembangan Kawasan Strategis Kab. Mandailing Mandailing
APBD Kab.
Kabupaten Natal Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
b. Program Pengembangan Hutan Produksi Tetap
Dinas
Perindag
- Studi kelayakan dan desain pengembangan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
sentra industri pengolahan kayu Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindag
Kab. Mandailing
- Pembangunan sentra industri pengolahan kayu Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
- Penyusunan peraturan pelimpahan penguasaan
Dinas
dan atau memberikan kewenangan dalam
Kab. Mandailing Kehutanan
pengawasan dan pengendalian kawasan hutan APBD Kab.
Natal Kab.
produksi dari pemerintahan kecamatan
Mandailing
terhadap pemerintah desa
Natal
Bappeda,

- 123 -
Dinas
- Penyusunan peraturan dan atau instruksi yang
Kab. Mandailing Kehutanan
mengikat tentang program tebang pilih dan APBD Kab.
Natal Kab.
tebang tanam
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Sosialisasi perwujudan kawasan hutan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
produksi tetap Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Pemantapan tata batas APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Bappeda,
Dinas
- Identifikasi dan klasifikasi tingkat kerusakan Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
kawasan hutan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
- Rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan kritis Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
berbasis masyarakat Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
- Pengelolaan sumber daya hutan secara lestari Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
dan berkelanjutan Natal
Mandailing
Natal

- 124 -
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Valuasi jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Kajian pembayaran jasa lingkungan APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kehutanan
Kab. Mandailing
- Kajian pengembangan potensi ekowisata Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Bappeda,
Dinas
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing Kehutanan
APBD Kab.
lingkungan Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Kehutanan
Kab. Mandailing
- Mendorong pertanian intensif agroforestri Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Kab. Mandailing Kehutanan
- Mendorong agrowisata APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Natal
c. Program Pengembangan Pertanian Lahan Basah

- 125 -
Dinas
Pertanian
- Penyusunan peraturan daerah tentang lahan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pertanian pangan berkelanjutan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pemantapan jaringan irigasi dan bangunan- Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
bangunan irigasi Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
Kab. Mandailing
- Pembangunan sentra budidaya pertanian Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
- Studi kelayakan pengembangan sentra Kab. Mandailing Dinas
APBD Kab.
budidaya tanaman lahan kering, lahan basah, Natal Pertanian
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
dan peternakan Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
- Pelaksanaan pembangunan sentra budidaya Pertanian
Kab. Mandailing
benih dan bibit unggul tanaman lahan kering, Kab. APBD Kab.
Natal
lahan basah, peternakan Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pelaksanaan pembangunan koperasi/pasar Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
khusus pertanian Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Penyusunan Studi Optimalisasi Sektor
Pertanian
Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Kab. Mandailing

- 126 -
Kab. APBD Kab.
Mandailing Natal (Identifikasi Komoditas Natal
Mandailing
Strategis dan Prospektif)
Natal
Dinas
- Sosialisasi komoditas strategis dan prospektif Pertanian
Kab. Mandailing
kepada petani dan masyarakat sekitar, Kab. APBD Kab.
Natal
termasuk pola pengelolaannya Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Penyedian bibit komoditas strategis dan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
prospektif Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
Kab. Mandailing
- Peningkatan sentra produksi pangan Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
- Peningkatan Jaringan Irigasi pada Areal Kab. Mandailing Departemen APBN, APBD
Persawahan di Kabupaten Mandailing Natal Natal PU, Dinas Prov dan
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
(pembangunan baru dan perluasan daerah Pertanian Kab.
irigasi) Prov. Sumut
dan Kab.
Mandailing
Natal
Departemen
PU, Dinas
Pertanian APBN, APBD
Kab. Mandailing
- Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Prov. Sumut Prov dan
Natal
dan Kab. Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Penetapan kawasan pertanian berbasis Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
ekosistem campur Natal
Mandailing
Natal
Dinas

- 127 -
- Kajian potensi jasa lingkungan kawasan Pertanian APBN, APBD
Kab. Mandailing
budidaya non kehutanan untuk pembayaran Kab. Prov dan
Natal
jasa lingkungan dan agrowisata Mandailing Kab.
Natal
Dinas
Pertanian
- Implementasi pemanfaatan potensi jasa Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
lingkungan Natal
Mandailing
Natal
d. Program Pengembangan Pertanian Lahan Kering
Dinas
Pertanian
- Penyusunan peraturan daerah tentang lahan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pertanian pangan berkelanjutan; Natal
Mandailing
Natal
Kab. Mandailing Dinas
- Pembangunan sentra budidaya pertanian APBD Kab.
Natal Pertanian
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Kab.
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Studi kelayakan pengembangan sentra Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
budidaya tanaman lahan kering dan peternakan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Pelaksanaan pembangunan sentra budidaya Pertanian
Kab. Mandailing
benih dan bibit unggul tanaman lahan kering, Kab. APBD Kab.
Natal
lahan basah, peternakan Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pelaksanaan pembangunan koperasi/pasar Kab. Mandailing

- 128 -
Kab. APBD Kab.
khusus pertanian Natal
Mandailing
Natal
e. Program Pengembangan Hortikultura
Dinas
Pertanian
- Identifikasi kawasan peruntukan hortikultura Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
yang masih potensial Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Peningkatan produktifitas hortikultura dan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
tanaman tahunan melalui intensifikasi lahan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertanian
- Pengembangan sentra produksi tanaman Kab. Mandailing Kab.
APBD Kab.
hortikultura Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
Pertanian
- Pemberdayaan masyarakat petani melalui Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
pembentukan P3A dan GP3A Natal
Mandailing
Natal, LSM
f. Program Pengembangan Peternakan
Dinas
Peternakan
- Identifikasi kawasan peternakan yang masih Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
potensial Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Peternakan
Kab. Mandailing
- Peningkatan produktifitas peternakan Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Pemberdayaan masyarakat peternak melalui Peternakan

- 129 -
Kab. Mandailing
pembentukan kelompok-kelompok Kab. APBD Kab.
Natal
pemberdayaan Mandailing
Natal
g. Program Pengembangan Perkebunan
Dinas
Perkebunan
- Identifikasi kawasan perkebunan yang masih Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
potensial Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perkebunan
- Identifikasi kawasan perkebunan yang sudah Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
tidak diperpanjang ijin operasinya Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Pengembangan tanaman kayu tahunan pada Kab. Mandailing
Perkebunan APBD Kab.
daerah yang memiliki kemiringan diatas 25% Natal
Kab.
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Mandailing
Natal
Dinas
Perkebunan
- Peningkatan produktifitas perkebunan dan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
tanaman tahunan melalui intensifikasi lahan Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
Pertanian,
Dinas
Perkebunan,
- Penyusunan Studi Potensi Pengembangan
Kab. Mandailing Dinas
Kawasan Agropolitan di Kabupaten Mandailing APBD Kab.
Natal Perikanan
Natal
dan
Kelautan

- 130 -
Kabupaten
Mandailing
Natal
Dinas
Perkebunan
- Pemberdayaan masyarakat petani kebun
Kab. Mandailing Kab.
melalui pola kerjasama dengan pengusaha APBD Kab.
Natal Mandailing
perkebunan
Natal, LSM,
pengusaha
h. Program Pengembangan Perikanan
- Pelaksanaan perikanan tangkap APBD Kab.
- Pelaksanaan perikanan budidaya Dinas APBD Kab.
- Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan Kab. Mandailing Kelautan APBD Kab.
- Peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan Natal dan
perikanan dan tempat pelelangan ikan, serta Perikanan APBD Kab.
sarana pendukungnya Kab.
Kab. Mandailing Mandailing
- Penyusunan Studi Identifikasi Potensi
Natal Natal APBD Kab.
Perikanan di Kabupaten Mandailing Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
- Pembukaan lahan-lahan pengembangan Kab. Mandailing
APBD Kab.
budidaya perikanan Natal
- Sosialisasi lahan budidaya perikanan dan Kab. Mandailing
APBD Kab.
penyebaran benih-benih budidaya perikanan Natal
Dinas
- Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui Peternakan
Kab. Mandailing
pembentukan kelompok-kelompok Kab. APBD Kab.
Natal
pemberdayaan Mandailing
Natal, LSM
i. Program Pengembangan Pertambangan
Dinas
- Penyusunan peraturan daerah tentang ijin Pertambanga
Kab. Mandailing
pengelolaan dan seleksi usaha pertambangan nKab. APBD Kab.
Natal
dan galian (kelayakan perusahaan) Mandailing
Natal
Dinas
Pertambanga
- Pembangunan sentra industri pertambangan Kab. Mandailing
nKab. APBD Kab.

- 131 -
dan bahan galian Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Studi kelayakan dan penataan pengembangan Pertambanga
Kab. Mandailing
sentra industri pengolahan pertambangan dan nKab. APBD Kab.
Natal
galian Mandailing
Natal
Dinas
Pertambanga
- Pembangunan industri pengolahan Kab. Mandailing
nKab. APBD Kab.
pertambangan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Pertambanga
- Pembangunan sentra penyedia kebutuhan Kab. Mandailing
nKab. APBD Kab.
pertambangan Natal
Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Dinas
Pertambanga
Kab. Mandailing
- Fasilitasi pertambangan dan galian nKab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Peninjauan kembali izin penambangan di Kehutanan
Kab. Mandailing
kawasan lindung dan penyusunan strategi Kab. APBD Kab.
Natal
penanganan konfliknya Mandailing
Natal
Dinas
- Penyusunan Studi Identifikasi Potensi Pertambanga
Kab. Mandailing
Pertambangan di Luar Kawasan Lindung di n Kab. APBD Kab.
Natal
Kabupaten Mandailing Natal Mandailing
Natal

- 132 -
j. Program Pengembangan Industri
Dinas
Perindustria
- Penyusunan rencana pengembangan industri Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
pengolahan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
Kab. Mandailing
- Pembangunan kawasan industri terpadu n Kab. APBD Kab.
Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Pembangunan agroindustri dan industri Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
pengolahan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
- Fasilitasi pemanfaatan teknologi industri tepat Kab. Mandailing Perindustrian
APBD Kab.
guna Natal Kab.
Mandailing
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Natal
Dinas
Perindustria
- Pembinaan dan pengembangan industri kecil Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
menengah Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Promosi investasi bagi pengembangan industri Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
agro Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Penyusunan Studi Potensi Pengembangan Agro- Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
Industri di Kabupaten Mandailing Natal Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria

- 133 -
- Pengembangan industri crump-rubber, CPO, Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
dan pengolahan bahan makanan Natal
Mandailing
Natal
Dinas
Perindustria
- Sosialisasi dan promosi investasi industri di Kab. Mandailing
n Kab. APBD Kab.
Kabupaten Mandailing Natal Natal
Mandailing
Natal
k. Program Pengembangan Pariwisata
Bappeda,
Dinas
Pariwisata
Kab. Mandailing Kab.
- Penyusunan Rencana Induk Pariwisata APBD Kab.
Natal Mandailing
Natal
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Bappeda,
Dinas
- Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kab. Mandailing Pariwisata
APBD Kab.
Obyek Wisata Natal Kab.
Mandailing
Natal
Bappeda,
Dinas
- Pengembangan pemasaran dan promosi Kab. Mandailing Pariwisata
APBD Kab.
kawasan wisata Kabupaten Mandailing Natal Natal Kab.
Mandailing
Natal
Dinas PU,
Dinas
- Pengembangan infrastruktur pendukung Kab. Mandailing Pariwisata
APBD Kab.
pariwisata Natal Kab.

- 134 -
Mandailing
Natal
Dinas
Pariwisata
Kab.
- Pengembangan objek wisata Kabupaten Kab. Mandailing
Mandailing APBD Kab.
Mandailing Natal Natal
Natal,
Pengusaha
Pengelola
l. Program Pengembangan Peruntukan Permukiman
Bappeda,
Dinas PU
- Penyusunan studi pengembangan kawasan Kab. Mandailing
Kab. APBD Kab.
permukiman yang sehat dan aman Natal
Mandailing
Natal
Bappeda,
Kab. Mandailing Dinas PU
- Pengembangan perumahan terencana APBD Kab.
Natal Kab.
Mandailing
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Natal,
Swasta
m. Program Pengembangan Peruntukan Lainnya
Pemkab. APBN, APBD
- Penyusunan rencana pengembangan
Mandailing Prov, APBD
peruntukan lainnya
Natal Kab.
Pemkab. APBN, APBD
- Pembangunan dan peningkatan sarana dan Kab. Mandailing
Mandailing Prov, APBD
prasarana peruntukan lainnya Natal
Natal Kab.
Pemkab. APBN, APBD
- Pembangunan dan peningkatan utilitas
Mandailing Prov, APBD
peruntukan lainnya
Natal Kab.
3. Perwujudan Kawasan Strategis
a. Program Pengembangan Kawasan Strategis untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Bappeda
- Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Kab. Mandailing Kab. APBD Prov.
Peraturan Zonasi kawasan Natal Mandailing APBD Kab.

- 135 -
Natal
Dinas PU
- Penyiapan lahan dan pembangunan Kab. Mandailing Kab. APBD Prov.
infrastruktur Natal Mandailing APBD Kab.
Natal
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Peningkatan pelayanan dan pengelolaan Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
kawasan Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
b. Program Pengembangan Kawasan Strategis untuk Kepentingan Sosial Budaya
Bappeda
Kab.
- Penyusunan rencana induk kawasan pusat Kab. Mandailing APBD Prov.
Mandailing
pemerintahan kabupaten Natal APBD Kab.
Natal,
Instansi
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Penyiapan lahan dan pembangunan Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
infrastruktur Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Peningkatan pelayanan dan pengelolaan Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
kawasan pemerintahan Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya

- 136 -
c. Program Pengembangan Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Bappeda
Kab.
Mandailing
Kab. Mandailing APBD Prov.
- Sosialisasi tata batas kawasan lindung Natal,
Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Sosialisasi tentang kebencanaan dan mitigasi Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
bencana Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
- Penetapan aturan teknis bangunan dan Kab. Mandailing Kab. APBD Prov.
infrastruktur Natal Mandailing APBD Kab.
Natal,
Waktu Pelaksanaan
Instansi Sumber
No. Sektor & Program Kegiatan Lokasi PJM PJM PJM
PJM I Pengelola Pendanaan
II III IV
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Pengadaan perangkat lunak dan keras mitigasi Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
bencana Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Bappeda
Kab.
Mandailing
- Pemeliharaan dan pemutakhiran perangkat Kab. Mandailing APBD Prov.
Natal,
lunak dan keras mitigasi bencana Natal APBD Kab.
Instansi
Terkait
Lainnya
Sumber: Rencana

- 137 -
BUPATI MANDAILING NATAL,

DAHLAN HASAN NASUTION


Lampiran : I
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
mT
BT
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000
98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0" 100°0'0"
PADANG SIDEMPUAN

1°20'0"
1°20'0"

LU

PADANGLAWAS UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
P.Ilik RENCANA TATA RUANG WILAYAH
140000

140000
mU

KABUPATEN MANDAILING NATAL


TAHUN 2016 - 2036
TAPANULI SELATAN PETA ADMINISTRASI
§
U
N

1°10'0"
1°10'0"

SKALA 1: 250.000
0 2,5 5 10 15 20 Km
PADANGLAWAS
Proyeksi : ...................... Universal Tranverse Mercator
120000

120000
Sistem Grid : ...................... Grid Geografi dan Grid Universal Transverse Mercator
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA Provinsi
4°0'0"
Aceh
SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"

1°0'0"
Provinsi
1°0'0"

MUARA BATANG GADIS Riau


0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG SAM U DE RA H IN DI A
Provinsi
Sumatera Barat
96°0'0" 98°0'0" 100°0'0" BT

- 138 -
NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
100000

100000
Batas Administrasi Ibukota
Batumarompak
PANYABUNGAN Batas Provinsi
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Kabupaten/Kota
¦ Ibukota Kabupaten
P. Labu
P. Sadakah
Ibukota Kecamatan
Jaringan Jalan
0°50'0"

0°50'0"
Jalan Arteri Primer
! ! ! ! ! ! ! !
Jalan Strategis Nasional
PANYABUNGAN BARAT Jalan Kolektor Primer (K1) Jalan Strategis Propinsi
M A N D A I L I N G N ATA L PANYABUNGAN TIMUR Jalan Kolektor Primer (K2) Rencana Jalan Kereta Api
P. Ingawan Rencana Jalan Lokal
Jalan Lokal
! ! ! ! ! ! ! !
P. Gadang
P. Buayo
Perairan Sistem Perkotaan
NATAL PANYABUNGAN SELATAN ¶ PKL
P. Taluo Laut Garis Pantai
LEMBAH SORIK MARAPI
8000080000

8000080000
#
* PPK
P. Palintangan Sungai
#
* PPL
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI KECAMATAN
BATAHAN PAKANTAN

0°40'0"
0°40'0"

BATANG NATAL
BATANG NATAL PANYABUNGAN
P. Kapecong
BUKIT MALINTANG PANYABUNGAN BARAT
KOTANOPAN HUTA BARGOT PANYABUNGAN SELATAN
P. Ungge KOTANOPAN PANYABUNGAN TIMUR
LEMBAH SORIK MARAPI PANYABUNGAN UTARA
MUARASIPONGI
LINGGA BAYU PUNCAK SORIK MARAPI
LINGGA BAYU MUARA BATANG GADIS RANTO BAEK
MUARASIPONGI SIABU
6000060000

6000060000
NAGA JUANG SINUNUKAN
ULU PUNGKUT PAKANTAN
NATAL TAMBANGAN
RANTO BAEK ULU PUNGKUT
0°30'0"

0°30'0"
SINUNUKAN
SUMBER DATA :
- RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
KETERANGAN :
BATAHAN - Batas wilayah administrasi dibuat berdasarkan Peta RBI skala 1:50.000

4000040000

4000040000
P. Tamang
Bakosurtanal 1991.
Batumandi Batuubi - Garis-garis batas administrasi pada peta ini bersifat indikatif.
BatubaniangBatutongga
PROVINSI SUMATERA BARAT

0°20'0"

0°20'0"
DISAHKAN OLEH
BUPATI MANDAILING NATAL
P. Rubiah
SAMUDERA HINDIA dto
DAHLAN HASAN NASUTION
98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0" 100°0'0"
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000
Lampiran : II
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036

BT

480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000


98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0" 100°0'0"

PADANGLAWAS UTARA

PADANG SIDEMPUAN

1°20'0"

1°20'0"
PADANGLAWAS UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA

LU
RENCANA TATA RUANG WILAYAH

mU
P.Ilik
KABUPATEN MANDAILING NATAL

140000
140000
TAHUN 2016 - 2036

TAPANULI SELATAN PETA STRUKTUR RUANG


N
U

1°10'0"

1°10'0"
SKALA 1: 250.000
§
0 2,75 5,5 11 16,5 22 Km
PADANGLAWAS

Proyeksi : ...................... Universal Tranverse Mercator


Sistem Grid : ...................... Grid Geografi dan Grid Universal Transverse Mercator
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M

120000
120000
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA 4°0'0"
Provinsi
Aceh

SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"

Provinsi

1°0'0"
1°0'0"

MUARA BATANG GADIS Riau

0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG Provinsi
S AM U DE RA H IN DI A Sumatera Barat

96°0'0" 98°0'0" 100°0'0" BT

NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
Batas Administrasi

100000
100000

Sistem Perkotaan
Batumarompak
PANYABUNGAN Batas Provinsi ¶ PKL
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Kabupaten/Kota #
* PPK
P. Labu
P. Sadakah #
*
Ibukota PPL

- 139 -
¦ Ibukota Kabupaten Perairan
0°50'0"

0°50'0"
PANYABUNGAN BARAT Ibukota Kecamatan Laut Garis Pantai

M A N D A I L I N G N ATA L PANYABUNGAN TIMUR Sungai


P. Ingawan
Jaringan Jalan
P. Gadang
P. Buayo Jalan Arteri Primer Jaringan Energi
NATAL Jalan Kolektor Primer (K1) ÿ
P. Taluo
PANYABUNGAN SELATAN LEMBAH SORIK MARAPI PLTA
Jalan Kolektor Primer (K2) ÿ PLTMH
P. Palintangan

8000080000
8000080000

Jalan Lokal ÿ PLTP


! ! ! ! ! ! ! !
[ [ Jaringan Transmisi
Jalan Strategis Nasional
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI Jalan Strategis Propinsi
0°40'0"

0°40'0"
BATANG NATAL Jaringan Sumber Daya Air
Rencana Jalan Kereta Api
! ! !

P. Kapecong ! ! ! ! ! ! ! !
Jaringan Air Bersih
[ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [
Rencana Jalan Lokal
Jaringan Irigasi
KOTANOPAN '!'
Waduk
P. Ungge '!'
MUARASIPONGI Jaringan Prasarana Transportasi Bendung
h Terminal Type A (rencana)
h Terminal Type C Jaringan Telekomunikasi
LINGGA BAYU
h terminal Type C (Rencana) # Jaringan Telekomunikasi

(
Î Pelabuhan Lokal
(
Î

6000060000
6000060000

ULU PUNGKUT Pelabuhan Regional


PAKANTAN
RANTO BAEK Î Pelabuhan Sungai

o Rencana Bandar Udara


0°30'0"

0°30'0"
SINUNUKAN Jaringan Lainnya
; Tempat Pembuangan Akhir Sampah
_
^ Pertahanan Keamanan
Jalur Evakuasi

SUMBER DATA :
BATAHAN - RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
P. Tamang
- Analisis Perencanaan Kewilayahan 2016
BatumandiBatuubi

4000040000
4000040000

BatubaniangBatutongga
KETERANGAN :

0°20'0"
0°20'0"

- Batas wilayah administrasi dibuat berdasarkan Peta RBI skala 1:50.000


PROVINSI SUMATERA BARAT Bakosurtanal 1991.
- Garis-garis batas administrasi pada peta ini bersifat indikatif.

P. Rubiah DISAHKAN OLEH


BUPATI MANDAILING NATAL

SAMUDERA HINDIA dto

2000020000
2000020000

0°10'0"
0°10'0"

DAHLAN HASAN NASUTION


98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0" 100°0'0"

480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000


Lampiran : III
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
mT
BT
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000
98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0"
PADANG SIDEMPUAN

1°20'0"
1°20'0"

LU

PADANGLAWAS UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
P.Ilik RENCANA TATA RUANG WILAYAH
140000

140000
mU

KABUPATEN MANDAILING NATAL


TAHUN 2016 - 2036
TAPANULI SELATAN PETA POLA RUANG
§
U
N

1°10'0"
1°10'0"

SKALA 1: 250.000
0 2,5 5 10 15 20 Km
PADANGLAWAS
Proyeksi : ...................... Universal Tranverse Mercator
120000

120000
Sistem Grid : ...................... Grid Geografi dan Grid Universal Transverse Mercator
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M
DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA Provinsi
4°0'0"
Aceh
SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"
Provinsi
1°0'0"

1°0'0"
MUARA BATANG GADIS
Riau
0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG
Provinsi
SAM U DE RA H IN DI A Sumatera Barat
96°0'0" 98°0'0" 100°0'0" BT

- 140 -
NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA
KETERANGAN
100000

100000
Batas Administrasi Ibukota
Batas Provinsi
Batumarompak
PANYABUNGAN ¦ Ibukota Kabupaten
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Kabupaten/Kota
P. Labu
Ibukota Kecamatan
P. Sadakah
Jaringan Jalan
Jalan Arteri Primer
! ! ! ! ! ! ! !
Jalan Strategis Nasional

0°50'0"
0°50'0"

Jalan Strategis Propinsi


PANYABUNGAN BARAT Jalan Kolektor Primer (K1)
Jalan Kolektor Primer (K2) Rencana Jalan Kereta Api
M A N D A I L I N G N ATA L PANYABUNGAN TIMUR Rencana Jalan Lokal
Jalan Lokal
! ! ! ! ! ! ! !
P. Ingawan
P. Gadang
P. Buayo Perairan Sistem Perkotaan
¶ PKL
P. Taluo
NATAL PANYABUNGAN SELATAN Laut Garis Pantai
LEMBAH SORIK MARAPI #
* PPK
8000080000

8000080000
Sungai
P. Palintangan
#
* PPL
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI Rencana Pola Ruang
0°40'0"

0°40'0"
BATANG NATAL Danau Kawasan Perikanan
P. Kapecong
Kawasan Hutan Lindung Kawasan Perkebunan
KOTANOPAN Kawasan Hutan Produksi Kawasan Permukiman
P. Ungge Kawasan Hutan Produksi Konversi Sungai
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
MUARASIPONGI
Kawasan Hutan Suaka Alam (HSA)
LINGGA BAYU
Kawasan Industri
Kawasan Lindung Setempat Sempadan Danau
6000060000

6000060000
Kawasan Lindung Setempat Sempadan Pantai
ULU PUNGKUT PAKANTAN Kawasan Lindung Setempat Sempadan Sungai
RANTO BAEK Kawasan Pariwisata
0°30'0"

0°30'0"
Kawasan Pertanian Lahan Basah
Kawasan Pertanian Lahan Kering
SINUNUKAN
Kawasan Peternakan
SUMBER DATA :
- RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
- Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 579/Menhut-II/2014
tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara
- Analisis Perencanaan Kewilayahan 2016
BATAHAN

4000040000

4000040000
P. Tamang
KETERANGAN :
BatumandiBatuubi
PROVINSI SUMATERA BARAT - Batas wilayah administrasi dibuat berdasarkan Peta RBI skala 1:50.000
BatubaniangBatutongga Bakosurtanal 1991.

0°20'0"

0°20'0"
- Garis-garis batas administrasi pada peta ini bersifat indikatif.
DISAHKAN OLEH
BUPATI MANDAILING NATAL
P. Rubiah
SAMUDERA HINDIA dto
DAHLAN HASAN NASUTION
98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0"
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000
Lampiran : IV
Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal
Nomor :
Tahun : 2016
Tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2016-2036
mT
BT

480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000


98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0" 100°0'0"

PADANG SIDEMPUAN

1°20'0"

1°20'0"
LU
PADANGLAWAS UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN MANDAILING NATAL


PROVINSI SUMATERA UTARA
P.Ilik
RENCANA TATA RUANG WILAYAH

mU

140000
140000
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2016 - 2036

TAPANULI SELATAN
PETA KAWASAN STRATEGIS
N
U

1°10'0"

1°10'0"
SKALA 1: 250.000
§
0 2,5 5 10 15 20 Km
PADANGLAWAS

Proyeksi : ...................... Universal Tranverse Mercator


Sistem Grid : ...................... Grid Geografi dan Grid Universal Transverse Mercator

120000
120000
Datum Horizontal : ...................... WGS 84 - Zone 47M

DIAGRAM LOKASI
PROVINSI SUMATERA UTARA 4°0'0"
Provinsi
Aceh

SIABU Provinsi
Sumatera Utara
2°0'0"

Provinsi
1°0'0"

1°0'0"
MUARA BATANG GADIS Riau

0°0'0" LU
BUKIT MALINTANG Provinsi
S AM U DE RA H IN DI A Sumatera Barat

96°0'0" 98°0'0" 100°0'0" BT

NAGA JUANG
PANYABUNGAN UTARA

KETERANGAN

100000
100000

Batumarompak Batas Administrasi


PANYABUNGAN Ibukota
P. Tangah
HUTA BARGOT Batas Provinsi
¦ Ibukota Kabupaten
P. Labu Batas Kabupaten/Kota
P. Sadakah
Ibukota Kecamatan

- 141 -
Jaringan Jalan
0°50'0"

0°50'0"
! ! ! ! ! ! ! !

PANYABUNGAN BARAT Jalan Arteri Primer Jalan Strategis Nasional

Jalan Kolektor Primer (K1) Jalan Strategis Propinsi


M A N D A I L I N G N ATA L PANYABUNGAN TIMUR
Jalan Kolektor Primer (K2) Rencana Jalan Kereta Api
P. Ingawan
! ! ! ! ! ! ! !

P. Gadang Rencana Jalan Lokal


Jalan Lokal
P. Buayo
NATAL Perairan Sistem Perkotaan
P. Taluo
PANYABUNGAN SELATAN LEMBAH SORIK MARAPI
Laut Garis Pantai ¶ PKL

P. Palintangan #
* PPK

8000080000
8000080000

Sungai
#
* PPL
TAMBANGAN
PUNCAK SORIK MARAPI

0°40'0"
0°40'0"

BATANG NATAL
P. Kapecong
Kawasan Strategis Kabupaten
Kawasan Strategis Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
KOTANOPAN
Kawasan Strategis Kepentingan Fungsi
P. Ungge dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
MUARASIPONGI
Kawasan Strategis Sosial Budaya

LINGGA BAYU
Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan Strategis Ekonomi
Kawasan Strategis Fungsi Daya Dukung

6000060000
6000060000

ULU PUNGKUT PAKANTAN


RANTO BAEK
0°30'0"

0°30'0"
SINUNUKAN

SUMBER DATA :
- RBI Skala 1:50.000 tahun 2014
- Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 579/Menhut-II/2014
tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara
- Analisis Perencanaan Kewilayahan 2016
P. Tamang
BATAHAN
KETERANGAN :
BatumandiBatuubi

4000040000
4000040000

- Batas wilayah administrasi dibuat berdasarkan Peta RBI skala 1:50.000


BatubaniangBatutongga PROVINSI SUMATERA BARAT Bakosurtanal 1991.

0°20'0"
0°20'0"

- Garis-garis batas administrasi pada peta ini bersifat indikatif.

DISAHKAN OLEH
BUPATI MANDAILING NATAL
P. Rubiah

SAMUDERA HINDIA dto

98°50'0" 99°0'0" 99°10'0" 99°20'0" 99°30'0" 99°40'0" 99°50'0"


DAHLAN HASAN NASUTION
480000 500000 520000 540000 560000 580000 600000

Anda mungkin juga menyukai