Konsep hunian berimbang dikenal pada saat Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat menerbitkan Surat Keputusan Bersama
Nomor 648-384 Tahun 1992, Nomor 739/KPTS/1992 dan Nomor 09/KPTS/1992 tentang
Pedoman Pembangunan Perumahan dan Pemukiman dengan Lingkungan Hunian yang
Berimbang. Hunian berimbang merupakan kawasan perumahan yang dibangun secara
berimbang yang terdiri dari rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana. Tujuan
dari hunian berimbang ini adalah untuk menghindari terciptanya lingkungan perumahan
dengan pengelompokan hunian yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial.
Terdapat kendala yang membuat konsep hunian berimbang tidak dapat berjalan, oleh karena
itu diubahnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang
kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada dan konsep
hunian berimbang dapat berjalan dengan baik. Di Kabupaten Cianjur konsep hunian
berimbang belum dapat terlaksana dengan baik, hal ini disebabkan oleh banyaknya
pengembang perumahan yang membangun perumahan sederhana. Banyaknya pembangunan
perumahan sederhana di Kabupaten Cianjur dikarenakan minat masyarakat terhadap rumah
sederhana sangatlah tinggi, juga dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat di Kabupaten
Cianjur. Selain itu, pemerintah Kabupaten Cianjur berfokus dan mengutamakan
pembangunan rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah, seperti yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2021 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
i
1
PENDAHULUAN
Rumah merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Karena rumah
memiliki fungsi yang sangat penting, tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi
juga tempat cinta dan kasih bagi setiap keluarga. Rumah merupakan sarana pembina keluarga
juga berpengaruh dalam pembentukan kepribadian manusia, serta penyiapan generasi muda,
selain itu, rumah juga memiliki fungsi ekonomi, karena rumah merupakan investasi jangka
panjang, maka tidak heran semakin hari peminat rumah semakin banyak dan harganya
semakin mahal.
Dalam UUD 1945 Pasal 28H disebutkan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
Dalam hal ini negara bertanggungjawab melindungi masyarakatnya melalui penyelenggaraan
perumahan, agar masyarakat dapat menghuni rumah yang layak huni dan terjangkau,
terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Tetapi pada kenyatannya masih
jarang ditemukan perumahan dengan harga terjangkau yang layak huni serta memiliki akses
menuju tempat pelayanan dan tempat kerja. Namun pemerintah harus tetap mewujudkan
pembangunan rumah layak huni terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, karena
idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga. Oleh karena itu pemerintah berupaya
dalam mewujudkan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan mengeluarkan
peraturan tentang lingkungan hunian berimbang.
Konsep hunian berimbang dikenal pada saat Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat menerbitkan Surat Keputusan
Bersama Nomor 648-384 Tahun 1992, Nomor 739/KPTS/1992 dan Nomor 09/KPTS/1992
tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Pemukiman dengan Lingkungan Hunian
yang Berimbang. Tujuan dari diterbitkannya Surat Keputusan Bersama ini adalah untuk
menghindari terciptanya lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunian yang dapat
mendorong terjadinya kerawanan sosial. Selain itu, perlunya kesetiakawanan diantara
berbagai kelompok masyarakat, sehingga diharapkan kelompok masyarakat yang mampu
dapat membantu kelompok masyarakat yang kurang mampu.
Namun pada kenyatannya konsep hunian berimbang ini tidak berjalan. Terdapat
berbagai penyebab tidak berjalannya konsep hunian berimbang, diantaranya adalah semakin
mahalnya harga tanah, dan tidak tersedia insentif bagi pengembang yang melaksanakan
konsep hunian berimbang.
2
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang
diubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja diharapkan dapat memudahkan para pengembang perumahan dalam
membangun rumah layak huni yang terjangkau bagi masayarakat berpenghasilan rendah.
RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Tujuan dari hunian berimbang ini adalah mewujudkan kerukunan antar golongan
masyarakat, mewujudkan subsidi silang baik prasarana, sarana dan utilitas, serta menciptakan
keserasian tempat bermukim secara sosial dan ekonomis. Pembangunan perumahan dengan
konsep hunian berimbang merupakan kewajiban bagi setiap orang atau badan hukum yang
akan membangun perumahan, tetapi apabila pembangunan perumahan diperuntukkan bagi
rumah sederhana atau masyarakat berpenghasilan rendah, maka tidak wajib menggunakan
konsep hunian berimbang.
4
Hunian berimbang membagi jumlah rumah dalam skala-skala tertentu, dimana nantinya
akan berhubungan dengan lokasi hunian berimbang. Terdapat 4 kelompok skala, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Perumahan dengan jumlah rumah antara 15 (lima belas) rumah sampai dengan 1.000
(seribu) rumah.
b. Perumahan dengan jumlah rumah antara 1.000 (seribu) sampai 3.000 (tiga ribu)
rumah.
c. Perumahan dengan jumlah rumah antara 3.000 (tiga ribu) sampai dengan 10.000
(sepuluh ribu) rumah.
d. Perumahan dengan jumlah rumah lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) rumah.
Apabila kawasan pemukiman menampung 1.000 rumah atau lebih, maka lokasi hunian
berimbang wajib dilaksanakan dalam satu hamparan di kabupaten atau kota yang sama.
Hunian berimbang bisa dilaksanakan tidak dalam satu hamparan apabila kawasan pemukiman
hanya terdiri dari 50 rumah atau kurang dari itu. Hunian berimbang yang tidak dalam satu
hamparan, maka pembangunan rumah sederhana harus dibangun dalam satu wilayah
kabupaten/kota serta memiliki akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.
dengan di pinggiran kota. Selain itu, kelompok masyarakat yang lebih mampu tidak ingin
berdampingan dengan masyarakat kurang mampu, keuntungan yang didapat dari
pembangunan perumahan mewah berbeda dengan pembangunan perumahan dengan konsep
hunian berimbang. Padahal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman telah diatur dalam Pasal 132 ayat 1
dan ayat 2 mengenai sanksi yang diberikan kepada badan hukum yang tidak melakukan
pembangunan perumahan dengan konsep hunian berimbang. Sanksi tersebut berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. pembekuan PGB;
d. pembekuan Perizinan Berusaha;
e. pencabutan Perizinan Berusaha.
a. peringatan tertulis diberikan paling banyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap
peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja.
b. badan hukum yang mengabaikan peringatan tertulis dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan pembangunan.
c. badan hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangunan dikenai sanksi
administratif berupa pembekuan PGB oleh Pemerintah Daerah dengan cara disegel
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
d. badan hukum yang mengabaikan pembekuan PGB dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan PGB.
e. badan hukum yang mengabaikan pencabutan PGB dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan Perizinan Berusaha paling lama 2 (dua) tahun.
f. badan hukum yang mengabaikan pembekuan Perizinan Berusaha dikenai sanksi
administratif berupa pencabutan Perizinan Berusaha dan denda administratif paling
sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pada daerah Cianjur konsep hunian berimbang belum dapat terlaksana dengan baik,
hal ini dikarenakan para pengembang atau pembangunan perumahan di Cianjur lebih
banyak membangun perumahan sederhana atau biasa disebut perumahan subsidi.
6
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perizinan Non Perizinan pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), banyaknya
pembangunan perumahan sederhana ini dikarenakan kurangnya minat masyarakat
terhadap rumah mewah dan juga dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat di Cianjur.
Selain itu, pemerintah Kabupaten Cianjur berfokus dan mengutamakan pembangunan
rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah, seperti yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2021 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
Kepala Bidang Perizinan Non Perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) juga menyampaikan, bahwa pemerintah daerah telah
memberitahukan kepada para pengembang perumahan yang akan membangun perumahan
mewah, mengenai ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 tahun
2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mewajibkan para
pengembang untuk membangun perumahan dengan menggunakan konsep hunian
berimbang. Tetapi pada pelaksanaannya para pengembang membangun perumahan
mewah tidak menggunakan konsep hunian berimbang. Kepala Bidang Perizinan Non
Perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
menyampaikan, bahwa terhadap para pengembang yang tidak membangun perumahan
mewah dengan menggunakan konsep hunian berimbang dikenakan sanksi administratif.
7
KESIMPULAN
SARAN
Agar seluruh jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, dapat melaksanakan
peraturan ini dengan baik, sesuai dengan ketentuan yang telah tertulis di dalamnya.
Termasuk mengenakan sanksi kepada para pengembang perumahan mewah yang tidak
melaksanakan konsep hunian berimbang.
9
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Inforum Media Komunikasi Komunitas Perumahan, Lingkungan Hunian Berimbang,
Jakarta, Edisi 2 Tahun 2011
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang.
Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan
Menteri Negara Perumahan Rakyat menerbitkan Nomor 648-384 Tahun
1992, Nomor 739/KPTS/1992, dan Nomor 09/KPTS/1992 tentang Pedoman
Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang
berimbang.
C. JURNAL
Sri Maharani, 2015, Pembangunan Perumahan Dengan Hunian Berimbang Bagi
Pemenuhan Kebutuhan Rumah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah,
Jurnal Penelitian Hukum Legalitas, Vol.9 No.1, Universitas Jayabaya.
Muhammad Ilham Hermawan, Febri Meutia, 2023, Pemenuhan Hunian Berimbang
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 Tentang Cipta Kerja, Jurnal Hukum Tata Negara dan Jurnal Hukum
Administrasi Negara Grondwet, Vol.2 No.1, Universitas Pancasila.
Arkial Eko Yoswiarto, 2014, Distorsi Penerapan Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat No. 10 Tahun 2012: Studi Ekonomi Politik Pembangunan
10