HUKUM
LINGKUNGAN
UNTUK UAS
Disusun oleh: Dominique Virgil & Tim (FHUI 2015)
2
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
lingkungan (karena lingkungan tidak bisa melindungi dirinya sendiri), otomatis Negara
yang menjaga lingkungan agar tetap lestari.
Bicara penegakan hukum lingkungan, maka bicara upaya preventif untuk menilai
ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan; apakah sesuai dengan izin
lingkungannya/tidak à ada sanksi administratif (yang mengeluarkan adalah Pejabat
yang mengeluarkan izin yang bersangkutan) dan court review (PTUN).
Dasar Hukum:
• Undang – undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (ps 71-75)
o PermenLH 2/2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di
Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• UU 41/1999 tentang Kehutanan (ps. 59-64)
• UU 18/2004 tentang Perkebunan (ps. 44)
• UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba (ps. 140)
• UU 26/2007 tentang Penataan Ruang (ps. 55-59)
• UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air (ps. 75)
3
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
2. Gugatan administratif (court review) terhadap putusan Tata Usaha Negara (TUN)
di PTUN à subjeknya Badan dan/atau Pejabat TUN yang mengeluarkan izin ybs.
- Pelaksanaan terhadap putusan PTUN adalah; misal jika PTUN
mengeluarkan putusan untuk membatalkan suatu perizinan PT X yang
dibuat oleh Gubernur, harus Gubernur lah yang mengeluarkan putusan
yang isinya membatalkan/mencabut izin ybs à pencabutan SK dengan
SK juga. Berarti sudah sampai tahap Program.
4
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
5
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
6
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Contoh: Unit penegakan hukum. Kira-kira apa yang akan dianggarkan olehnya? Anggaran
pembinaan, anggaran pengawasan, anggaran pencabutan izin.
Jika anggaran gugatan dan anggaran tuntutan pidana kira-kira apakah akan bermasalah?
UU Administrasi Pemerintahan memperbolehkan pemerintah untuk menganggarkan kerugian.
à Mengapa Negara bisa salah sehingga harus melakukan ganti rugi? Bukankah harusnya
Pemerintah mengawasi dengan benar?
Pernah terjadi di Pemda DKI di Unit Khusus. Dia tidak bisa menganggarkan penegakan hukum.
Dalam proses, ada penyelewengan. Kemudian beracara di Pengadilan, kemudian menang.
Pertanyaannya adalah: Anggarannya dari mana?
7
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
maupun tidak tertulis. Kebijakan yang tertulis = hukum. Setelah kebijakan muncul,
misalnya ada UU Pengelolaan Air, ada UU Pertambangan, ada UU Migas, pasti tahap
berikutnya adalah perencanaan: pengaturan wilayah operasi, dan sebagainya.
Sementara itu, Rencana mengatur hal-hal yang lebih detail: tata ruang nasional, tata
ruang provinsi, tata ruang kabupaten; atau wilayah pertambangan, zonasi di laut, dsb.
Program: pemerintah melihatnya sebagai kegiatan, namun dari sisi pihak lain (Dari
masyarakat maupun Badan Hukum Perdata), program dianggap sebagai perizinan.
Kebijakan, Rencana, Program dianalisis / dikaji oleh KLHS. Perizinan termasuk yang
dikaji.
Hukum Administrasi:
Perencanaan (RPPLH, KLHS, Amdal; dimana Amdal berkaitan dengan izin è
Pengambilan Keputusan (Izin lingkungan dan izin PPLH) è Pengawasan è Sanksi
8
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
9
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Moratorium Reklamasi à belum jelas apa bentuk hukumnya. Dasar hukumnya jelas, yaitu
kewenangan Menteri untuk memberhentikan kegiatan-kegiatan yang berbahaya. Namun untuk
memberhentikan, harus ada bentuknya.
Kalau lahan gambut, sudah jelas ada Perpresnya untuk moratorium.
Penguatan pengawasan:
- Pengawasan Lapis Kedua (Second Line Inspection) Pasal 73 UU PPLH
- Kewenangan PPLH untuk menghentikan pelanggaran tertentu di lapangan
10
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Dalam Dirjen Penegakan Hukum à ada 2 PPNS yang hidup dari 2 UU yang berbeda, yaitu UU
PPLH dan UU Kehutanan.
Dalam UU PPLH, bisa ada second line enforcement dan second line inspection; namun tidak
bisa sampai ke bawah.
Namun dalam UU Kehutanan, bisa sampai ke bawah tapi tidak ada enforcement-nya.
11
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
12
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
13
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
14
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
5. Denda Administratif
Definisi:
o Pembebanan kewajiban terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu karena
terlambat melaksanakan paksaan pemerintahan.
o Pengenaan denda terhadap keterlambatan melaksanakan paksaan
pemerintah ini terhitung mulai sejak jangka waktu pelaksanaan paksaan
pemerintah tidak dilaksanakan
o “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap
keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.” (Ps. 81 UU
32/2009)
o Denda ini adalah denda administratif (bestuurlijke boete) dan bukan
merupakan uang paksa (dwangsom)
*Tambahan dari Mbak Savit:
Denda administratif sebenarnya bentuknya dwangsom karena dengan adanya
kewajiban membayar uang paksa ini, tidak hilang/hapus kewajiban si pihak yang
lalai ini untuk melaksanakan paksaan pemerintah yang ia lalaikan.
15
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Sanksi pidana terhadap setiap orang (dalam kaitan dengan izin) dan pejabat TUN.
Berdasarkan UU 32/2009:
- Pasal 109 dan 110 (ancaman Hukuman bagi setiap orang)
- Pasal 111 dan 112 (ancaman hukuman bagi pejabat TUN)
16
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
17
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
18
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
19
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
20
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
21
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Kesalahannya dalam konteks apa? Kalau diartikan secara subyektif, maka unsur
“melawan hukum” masih harus dibuktikan. Sementara, jika diartikan secara
obyektif, maka unsur “melawan hukum” maupun “kesalahan” tidak perlu
dibuktikan.
Apa saja yang harus dibuktikan oleh Penggugat?
o Kerugian pada diri penggugat (korban)
o Hubungan sebab-akibat antara kerugian dengan perbuatan pelaku
(peristiwa pencemaran/kerusakan lingkungan)
Pembuktian kesalahan dalam SL di UUPPLH sulit, seringkali korban gagal
memperoleh ganti rugi.
Unsur-unsur:
o Unknown causes à penyebabnya tidak diketahui
o Oleh hukum, kerugian ini muncul dianggap karena adanya negligence
(Dalam konteks PMH/breach of duty)
o Oleh hukum diasumsikan, si Tergugat yang melakukan breach of duty.
Ketika ada kerugian, diasumsikan Tergugat yang bersalah karena hanya
ia yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan duty tersebut. Dan
kerugian itu disebabkan oleh negligence atas tergugat yang melakukan
breach of that duty.
Permasalahan: Perkebunan Sawit: tidak menggunakan B3 dan tidak
menghasilkan limbah B3 à mengklasifikasi kegiatan tersebut ke dalam kegiatan
yang menimbulkan ancaman serius.
Kapan sebuah kegiatan dianggap sebagai kegiatan yang menimbulkan ancaman
serius? Pasal 1 angka 34 à ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan
hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Prof Koesnadi mengenai Strict Liability
o Menggunakan B3 (PP 74/2001 tentang pengelolaan B3)
o Menghasilkan limbah B3 (PP 101 atau 111/2014 tentang Pengelolaan
Limbah B3)
o Menimbulkan ancaman serius
22
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
23
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
“Resiko yang tinggi” atas kebakaran hutan – kalau perkebunan dijalankan di atas lahan
gambut. Untuk bisa ditanami, maka lahan gambut harus dikeringkan. Solusinya adalah
dijadikan kanal-kanal. Maka, air di lahan gambut akan turun, dan resiko akan terjadinya
kebakaran hutan akan semakin tinggi. Kalau lahan gambut terbakar, maka akan
menimbulkan berbagai macam pencemaran, karena lahan gambut bukan tanah, melainkan
tumpukan biomassa yang menyimpan air selama ribuan tahun.
Mengapa kasus Mandalawangi hakim memutuskan strict liability, padahal tindakan tersebut
tidak termasuk ke menggunakan / menghasilkan limbah B3?
Pasal 15 (1) UU No. 23/1997
Jika kegiatan tersebut termasuk kegiatan yang wajib AMDAL, dia terkena strict liability.
Mengapa kasus Mandalawangi terkena strict liability? Karena kegiatan itu wajib AMDAL.
24
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Perbandingan di Amerika:
Bagaimana seseorang akan mendalilkan bencana alam? Apa yang harus diuji?
Bencana itu sifatnya extraordinary. Jika hujan, hujan yang dikatakan ‘extraordinary’ maka
curah hujannya 2x lebih tinggi dari hujan tertinggi selama 100 tahun.
Di Indonesia, belum ada rule yang mengatur ukuran atas dalil bencana alam tersebut.
Gempa yogya kekuatannya hanya seperti langkah kaki orang dewasa di Sidoarjo, sementara
tekanan bor Lapindo seperti tekanan 20 gajah.
Faktor munculnya erupsi: apakah karena gempa atau ngebor? Sebenarnya, tekanan “bor”
Gempa Yogya tidak extraordinary.
Kasus MA:
A punya rumah di Perumnas, yang dibuat di lembah / cekungan. Gorong-gorongnya kecil,
sehingga saat hujan lebat, banjir. Penghuni menggugat Perumnas.
Oleh Pengadilan ditolak à karena ada kontribusi manusia.
25
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
fault. Bedanya dengan PMH biasa? Unsur kesalahan sudah dianggap terbukti,
dan tergugat harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah.
Syarat Res Ipsa Loquitor:
1. Penyebabnya tidak diketahui (harus ada unknown causes)
2. Dari banyak kejadian secara umum, kerugian hanya muncul jika ada negligence
3. Harus dikemukakan bahwa fakta yang menimbulkan kerugian berada di bawah
pengawasan eksklusif dari Tergugat.
26
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Pasal 116 ayat (1) UUPPLH: apabila tindak pidana dilakukan oleh, untuk, atau
atas nama badan hukum, maka tuntutan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. Badan Usaha
b. Pemberi Perintah untuk melakukan tindak pidana atau pemimpin
kegiatan tindak pidana
Pasal 116 ayat (2) UUPPLH: Apabila tindak pidana dilakukan oleh orang yang
bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, dengan berdasarkan pada hubungan
kerja atau hubungan lain, maka sanksi dijatuhkan kepada pemberi perintah atau
pemimpin dalam tindak pidana.
Pasal 117 UUPPLH: •jika tindak pidana diajukan kepada pemberi perintah atau
pemimpin (pasal 116 ayat 1 b), maka ancaman diperberat sepertiga.
Pasal 118 UUPPLH: •untuk tindak pidana pasal 116 atat 1 a, sanksi pidana
dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus selaku pelaku
fungsional
–Penjelasan pasal 118 UUPPLH: sanksi dijatuhkan kepada mereka yang memiliki
wewenang dan menerima
27
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
1.
2.
1.
2.
3.
Kriteria Slavenburg:
“Pemimpin Faktual/Pemberi Perintah dapat dianggap memenuhi syarat untuk
dipidanakan apabila ia (yang mempunyai kewenangan dan harus melakukan
perbuatan sesuai dengan kewenangannya tersebut) telah lalai untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya perbuatan pidana
tersebut dan secara sadar menerima bahwa ada perbuatan pidana yang
kemungkinan akan terjadi. Dalam keadaan ini maka Pengurus/Fungsionaris
tersebut dianggap telah sengaja mendorong terjadinya perbuatan pidana
tersebut.”
28
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
•
•
•
v
•
•
•
Pasal 119: Selain pidana (seharusnya selain pidana denda) sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana
tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun
29
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
2. Concrete Endangerment
o Administratively-dependent crimes à illegal emissions
o Ada ancaman pencemaran / kerusakan lingkungan
o Art 2(1b) of 1998 Council of Europe Convention on the Protection of the
Environment through Criminal Law:
“The unlawful discharge, emission, or introduction of a quantity of substances
or ionising radiation into air, soil or water, which causes or is likely to cause
their lasting deterioration or death or serious injury to any person or
substantial damage to protected monuments, other protected objects,
property, animals or plants…”
o Selagi pelanggaran administrasi jika telah menunjukan adanya suatu
suatu ancaman yang nyata pada lingkungan maka merupakan salah satu
prasyarat tanggung jawab pidana
o hanya suatu ancaman saja sudah cukup.
o Jadi tidak harus melanggar syarat-syarat administrasi, tanggung jawab
pidana tetap dapat dikenakan karena emisi yang dilepaskana ke udara
tersebut dianggap illegal.
30
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
31
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Pasal 41 dan 42 UU No. 23 tahun 1997 dikelompokkan ke dalam delik materil, yaitu
tindak pidana yang dianggap selesai bila timbul akibat dari tindak pidana. Dalam hal ini,
akibat dari tindak pidana berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Dengan demikian, bukti adanya akibat berupa pencemaran/kerusakan lingkungan ini
merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan pertanggungjawaban pidana
seseorang. Sedangkan pasal 43 dan 44 UU No. 23 tahun 1997 digolongkan sebagai
delik formil, yaitu tindak pidana yang dianggap selesai begitu selesainya perbuatan yang
dilarang oleh undang-undang. Dalam hal ini, bukti akibat berupa
pencemaran/kerusakan lingkungan tidak menentukan pertanggungjawaban seseorang.
Begitu seseorang telah melakukan perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 43 dan 44,
maka orang tersebut dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana, dan karenanya
harus bertanggungjawab, tanpa perlu melihat apakah perbuatan pidana tersebut telah
menyebabkan terjadinya pencemaran/kerusakan lingkungan. Dengan demikian,
pengelolaan limbah B3 tanpa izin atau tidak melakukan pengelolaan limbah sesuai
dengan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, sudah merupakan
delik formil yang dapat dipidana berdasarkan Pasa 43 dan 44 UU No. 23 tahun 1997.
Sedangkan apabila pengelolaan limbah B3 menimbulkan pencemaran/kerusakan
lingkungan, maka pengelola dapat dianggap telah melakukan delik materil berdasarkan
Pasal 41 dan 42 UU No. 23 tahun 1997. Secara teoritis, konstruksi Pasal 41 dan 42
cocok dengan gambaran concrete endangerment, sebab dalam hal ini yang dipidana
adalah perbuatan yang menyebabkan pencemaran/kerusakan lingkungan. Sedangkan
Pasal 43 dan 44 cocok dengan gambaran abstract endangerment, sebab dalam hal ini
yang dipidana adalah pelanggaran terhadap syarat-syarat administratif, meskipun
pelanggaran ini belum tentu menimbulkan pencemaran/kerusakan lingkungan.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009, delik materil diatur dalam pasal 98 (Sengaja) dan
99 (lalai). Pasal-pasal ini merupakan tindak pidana berupa perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, dan
baku mutu kerusakan.
Jenis Pidana Denda (rupiah)
Akibat
Pelanggaran Minimum Maksimum Minimum Maksimum
Sengaja > BM 3 tahun 10 tahun 3 millir 10 miliar
32
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
33
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
34
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
“Allows imposition of corporate liability for criminal acts performed by officers and
agents in the course of their employment, without regard to their status in the
corporation’s hierarchy or if there was an absence of management complicity”.
o Limitation: Agent who commits the crime must perform acts on behalf of the
corporation, and that act must be directly related to the type of duties the
employee has general authority to perform. >> “within the area of
operations that has been assigned.”
On behalf of the corporation = acting with the intent to benefit the
corporation.
Korporasi bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang
secara langsung terkait dengan korporasi seperti direktur, pengurus, maupun
pegawai; anak perusahaan (subsidiaries); dan kontraktor dari korporasi. Dengan
kata lain, korporasi bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh
seorang pekerjanya tanpa melihat status atau kedudukan pekerjanya di dalam
korporasi. Agar korporasi dapat dikenai pertanggungjawaban atas tindakan
pekerja tersebut, maka harus dibuktikan bahwa pegawai tersebut memang
melakukan pekerjaan yang termasuk ke dalam lingkup fungsi pekerjaannya, dan
perbuatan tersebut ditujukan untuk menguntungkan korporasi. Apabila
perbuatan pelaku sepenuhnya bertujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri,
atau apabila korporasi adalah korban dari perbuatan pelaku (misalnya terjadi
penggelapan uang korporasi), maka pelaku bertanggungjawab secara pribadi.
35
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
36
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
– Kritik: terbatas pada tindak pidana yang dilakukan oleh para pejabat
korporasi
3. DELEGATION PRINCIPLE
Allen v. Whitehead:
o Seorang pemilik café mendelegasikan kekuasaannya kepada seorang
manager untuk mengelola café tersebut. Kepada manager tersebut,
pemilik café menginstruksikan agar tidak mengizinkan café tersebut
digunakan sebagai tempak berkumpulnya prostisusi sesuai dengan
Metropolitan Police Act 1839 (melarang prostisusi)
o Manager melanggar instruksi tersebut, tetapi pemilik tetap dianggap
bertanggung jawab melanggar Metropolitan Police Act, karena dianggap
telah memberikan delegasi kepada manager
Menurut Pinto dan Evans, dalam prinsip pendelegasian, “an offence can only be
committed by the office holder, but he cannot avoid his statutory obligations by
delegating to another”. Perhatikan bahwa ada kewajiban hukum yang dipikul oleh
the office holder. Menurut Pinto dan Evans, pemidanaan berdasarkan prinsip
pendelegasian “can arise when a statute imposes a duty on a particular person (i.e.
license holder) and makes breach of the duty an offence.” Baik tindakan maupun
mens rea pelaku, dapat dikenakan kepada pemegang izin, sebagai konsekuensi
dari delegasi yang dilakukannya.
Delegasi berarti mempercayakan kepada orang lain, sehingga akibat dari
perbuatan orang lain ini menjadi tanggungjawab si pemberi delegasi (mirip
mandat pada konsep HAN).
o Lord Parker: prinsip delegasi digunakan hanya jika diperlukan pembuktian
mengenai mens rea
o Mirip dengan Vicarious Liability (sama-sama diperlukan mens rea pada
orang pelaku). Bedanya adalah bahwa dalam vicarious liability tidak
terjadi pelanggaran atas perintah atasan.
o Menurut Pinto dan Evans, pemidanaan berdasarkan prinsip
pendelagasian bersifat personal (bukan vicarious), karena yang dianggap
melanggar kewajiban adalah pemilik izin (yang mendelegasikan)
37
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
4. AGGREGATION MODEL
Pertanggungjawaban korporasi didasarkan pada penjumlahan (aggregation) dari
“State of mind” atau “culpability” dari tiap individu yang mewakili korporasi
(representatives). Agregasi ini tidak berarti benar-benar menjumlahkan semua
pikiran, tetapi adalah membandingkan pikiran satu orang dengan orang lainnya.
• Misalnya dalam US v. Bank of New England:
– Ada aturan bahwa terdapat kewajiban dari bank untuk memberikan
laporan apabila bank melakukan transaksi mata uang melebihi batas
tertentu
– Seorang pegawai mengetahui aturan ini, tetapi tidak
mempedulikannya (karena tidak tahu ada transaksi yang melebihi
batas).
– Pegawai lain mengetahui ada transaksi ini, tetapi tidak tahu adanya
aturan tentang pelaporan
– Bank (perusahaan) dianggap tahu semuanya, karenanya dianggap
bertanggunjawab atas kegagalan melakukan pelaporan
• Ajaran agregasi mengindikasikan adanya pengetahuan kolektif dari
korporasi
Ajaran ini mulai mengarah pada lahirnya pertanggungjawaban korporasi yang
bersifat organisasional (dalam ajaran sebelumnya, pertanggungjawaban lahir
dari pertanggungjawaban atas tindakan individual)
38
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
• Colvin:
– If recklessness is a required fault element of an offense, that fault
element may be established by proof that the culture of a corporation
caused or encouraged noncompliance with the relevant provision
– If purpose is a required fault element of an offence, that fault element
may be established by proof that it was the policy of a corporation
not to comply with the relevant provision
• A policy may be attributed to a corporation where it provides
the most reasonable explanation of the conduct of that
corporation
– If knowledge is a required fault element of an offence, that fault may
be established by proof that the relevant knowledge was possessed
by a corporation
• Knowledge may be attributed to a corporation where it was
possessed within the corporation and the culture of the
corporation caused or encouraged knowing noncompliance
with the relevant provision
Korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban karena adanya kulpabilitas
dari korporasi. De Maglie mengemukakan empat kemungkinan untuk meminta
pertanggungjawaban korporasi berdasarkan teori ini, yaitu adanya kebijakan
korporasi, adanya budaya korporasi, kesalahan korporasi dalam pencegahan,
dan adanya kesalahan korporasi dalam merespon tindak pidana. Yang dimaksud
dengan kebijakan korporasi adalah apabila kebijakan korporasi termasuk
kebijakan ilegal dan korporasi menutup mata atau mentolerir tindak pidana yang
terjadi. Korporasi juga dapat dikenai pertanggungjawaban dalam teori ini apabila
korporasi memiliki budaya yang mendorong atau memberikan toleransi pada
tindak pidana, atau dianggap gagal untuk membangun budaya yang mendorong
adanya penaatan, misalnya adalah apabila ada kebijakan yang secara tersurat
maupun tersirat memaksa, mendorong, mengizinkan, atau memberikan toleransi
atas tindak pidana yang dilakukan; adanya budaya yang mengarahkan,
mendorong, atau memberikan toleransi pada dilakukannya tindak pidana;
adanya kegagalan untuk menerapkan program penaatan atau untuk
39
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
40
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Pasal 3 PERMA No. 13 Tahun 2016 ini mendefinisikan tindak pidana oleh korporasi
sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau
berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak
untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi. Dari
pasal tersebut dapat ditarik pengertian bahwa korporasi dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang
yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi. Pasal 4 PERMA ini mengatur lebih jauh
mengenai penilaian Hakim atas kesalahan korporasi sebagai dasar penjatuhan pidana,
yaitu:
1. Korporasi memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut
atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi;
2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan
pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan
terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna
menghindari terjadinya tindak
pidana.
41
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- Obyek Sengketa
o SK Bupati Sumedang
§ Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) ke sungai Cikijing di 3 Desa
kepada 3 Perusahaan
§ Meskipun IPLC sudah dilengkapi dengan dokumen Amdal, namun
ketiadaan kajian mengenai dampak pembuangan air limbah tetap dapat
menjadi alasan digugatnya IPLC yang pada dasarnya merupakan
Keputusan Tata Usaha Negara tersebut
- tindakan penetapan dan penandatanganan izin oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sumedang adalah tidak tepat.
- Alasan
o Atribusi merupakan pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga pada atribusi,
wewenang baru dilahirkan atau diciptakan oleh peraturan undang-undang.
o Bupati mendapat kewenangan atribusi mengenai pengeluaran izin limbah cair.
Kewenangan atribusi tersebut diturunkan dari amanat undang-undang yang
kemudian dispesifikasi oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup.
o Penandatanganan atas nama merupakan jenis pelimpahan wewenang secara
mandat dalam hubungan internal antara atasan kepada pejabat setingkat
dibawahnya yang dipergunakan jika yang berwenang menandatangani
surat/dokumen melimpahkan kepada pejabat di bawahnya
o pemberian mandat berupa tanda tangan atas nama hanyalah untuk pejabat
setingkat di bawah Bupati Sumedang.
o Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumedang tidaklah berada persis
setingkat di bawah Bupati Sumedang.
o Adapun yang berwenang untuk menerima mandat penandatanganan atas
nama adalah Sekretaris Daerah.
Hubungan Amdal, izin pembuangan limbah (IPLC), pencemaran air, baku mutu air, baku mutu
air limbah, dan daya tampung beban pencemaran (DTBP)
42
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Penggugat
1. IPLC harus dilengkapi dengan dokumen amdal atau UKL-UPL yang didalamnya
memuat kajian mengenai dampak pembuangan limbah;
2. Kajian mengenai dampak pembuangan limbah tersebut harus dievaluasi oleh
pemerintah dengan memerhatikan terlampaui atau tidaknya baku mutu air
sesuai kelasnya masing-masing (dalam hal ini adalah baku mutu air kelas 2);
3. Baku mutu air ini menjadi patokan batas baku mutu air limbah yang diizinkan;
4. Baku mutu air limbah ditetapkan melalui Daya Tampung Beban Pencemaran
(DTBP);
5. Dalam hal DTBP belum dapat ditentukan, maka batas baku mutu air limbah
yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional, bukan
baku mutu air limbah daerah.
Amdal
43
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
44
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- status mutu air Sungai Cikijing adalah kondisi cemar karena mutu air tidak memenuhi
baku mutu air berdasarkan Pasal 14 PP Nomor 82 Tahun 2001
- Pencemaran air Sungai Cikijing ini disebabkan karena terlampauinya baku mutu air
limbah industri tekstil yang dilakukan tergugat
- Kritik à Tergugat menggunaan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 6 Tahun
1999 Tentang Baku Mutu Limbah Cari bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat,
- bukan baku mutu air limbah nasional atau Permen Baku Muru Air Limbah
- tapi DTBP belum ditentukan
- Seharusnya à Dalam hal DTBP belum dapat ditentukan, maka batas baku mutu air
limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional, bukan
baku mutu air limbah daerah.
- kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran
tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
- bjek sengketa TUN ke – 1 tidak berdasarkan daya tampung beban pencemaran sungai
cikijing
- dasarnya daya tampung beban pencemaran air pada sumber air ditetapkan dalam
rangka upaya pengendalian pencemaran air yang seharusnya dilakukan secara berkala
sekurang – kurangnya 5 (lima) tahun sekali. Untuk
45
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- Clean Act Water à bahwa negara bagian yang tidak memenuhi water standard quality
wajib mengadopsi Total Maximum Daily Load (TMDL).
- TMDL à merupakan batas maksimum suatu air dapat menerima bahan pencemar
(seperti DTBP)
o jika melewati TMDL maka dapat dikatakan suatu air sudah tercemar
- Izin Usaha harus tidak boleh melanggar Effluent Limitation (EL) ataupun Effluent
Standard (ES)
o ES à berkaitan dengan baku mutu air dimana syarat dari permohonan izin usaha
ata kegiatan yang akan membuang limbah ke air.
- Sehingga pada kesimpulanya hubungan antara WQS, TMDL dengan ES adalah
merupakan syarat dalam mengajukan izin pembuangan limbah cair (IPLC) di amerika
serikat sesuai dengan Clean Water Act pasal 401 ayat (1)
- tanggung jawab mutlak adalah dimana saat unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh
pihak Penggugat sebagai dasar pembayar ganti kerugian.
- Di gugatan pake PMH padahal bertujuan secara SL
- Sehinga Tindakan Penggugat yang mencoba membuktikan unsur kesengajaan Tergugat
dalam putusan tidak perlu, apabila Penggugat pada dasarnya bertujuan menuntut sesuai
dengan prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability).
- Karena pasal 88 à unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan. Jadi kesengajaan ga perlu
dibuktikan
- Yang harus dibuktikan cukup kerugian dan kausalitasnya ada (harus abnormally
dangerous activity)
- jika memang penggugat ingin menggunakan gugatan PMH dan strict liability seharusnya
posita dan petitum dari gugatan mereka dipisah. Dimana seharusnya ada posita PMH
dan posita strict liability.
- Dari sisi MH à hakim disini kurang lah maksimal dikarenakan Hakim tidak menjelaskan
mengenai apa saja yang harus dibuktikkan terhadap gugatan PMh ataupun gugatan
strict liability. Hakim juga tidak menjelaskan secara rinci mengenai hubungan kausalitas
yang seharusnya dibuktikkan oleh penggugat dalam mengajukan gugatan PMH atau
strict liability nya.
Kesengajaan
46
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- doktrin yang menentukan bahwa pihak Penggugat dari suatu PMH dalam bentuk
negligence atau kelalaian dalam kasus – kasus tertentu tidak perlu melakukan
pembuktian unsur kelalaian dari pihak pelaku, tetapi cukup menunjukan fakta yang
terjadi dan menarik sendiri kesimpulan bahwa pihak pelaku kemungkinan besar
memang melakukan PMH tersebut
- Prof. Rosa Agustina, agar berhasil menggunakan doktrin Res Ipsa Loquitur, terdapat
beberapa syarat yang harus dipenuhi.
o harus dikemukakan bahwa fakta yang menimbulkan kerugian berada di bawah
pengawasan eksklusif dari Tergugat.
o kecelakaan tidak terjadi jika tidak ada negligence
- res ipsa loquitur dalam gugatan dinyatan dapat dilakukan sebagai interpretasi lebih lanjut
dari prinsip kehati-hatian.
47
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Precautionary Principle
- kurangnya bukti ataupun kepastian ilmiah tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda
dilakukannya tindakan pencegahan
- Perbedaan dengan pencegahan
§ Dalam asas kehati-hatian, tindakan pencegahan dilakukan terhadap
bahaya besar tetapi belum pasti (uncertain threats), asas pencegahan
tindakan pencegahan ditujukan pada bahaya yang lebih pasti (certain
threats).
§ Disini tergugat jelas tidak melakukan tindakan yang memenuhi prinsip
kehatihatian
§ Irreversible, uncertainity scientific, dan cost effectiveness
o Namun Dalam putusan, lebih tepat dalam memenuhi prinsip pencegahan
§ Karena pembangunan kebun kelapa sawit di lahan Tergugat adalah areal
bergambut yang sepatutnya diketahui sangat sensitif terhadap
kemungkinan terjadinya kebakaran.
§ Kemudian terhadap kelalaian Tergugat dalam melakukan hal-hal yang
dipaparkan diatas lebih tepat masuk ke dalam prinsip pencegahan
48
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
Perkiraan Kerugian
- Tan Kei Yoong dalam hal ini sebagai Direktur juga bertindak selaku penanggung jawab
seluruh operasional PT. ADEI, termasuk bertanggung jawab atas melakukan upaya-
upaya preventif terjadinya kebakaran lahan di wilayahnya.
- Karena Terdakwa di Dakwaan itu PT Adei (korporasi) pakai toeri Corporate Vicarious
- Tapi anehnya yang dipidana itu Tan Kei Yoong (pemimpin korporasi, tapi ga dijadikan
terdakwa). Kalau penentuan ini pake Vicarious Liability.
- Pak AGW bilang Corporate Vicarious Liability
Penyertaan
- Hakim tidak mempertimbangkan adanya penyertaan dalam kasus ini, sebab Hakim
membebankan kelalaian yang terjadi hanya pada Direktur dari PT. ADEI, bukan pada
pengurus-pengurus PT. ADEI yang ketika kebakaran terjadi berada di lapangan.
Dakwaan
49
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- Unsur “Sengaja” à pake teori willens en wettens (WvT) dan Unsur “lalai”
- Menurut Utrecth, unsur kesalahan dilihat dari
• Adanya kemampuan untuk bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid)
dari si pelaku tindak pidana
• Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannnya, yaitu:
a. Kelakuan yang disengaja (dolus atau opzet)
b. Kelakuan yang kurang berhati-hati atau kelalaian (culpa)
- Untuk kesengajaan à (willen) perbuatan itu serta harus menginsafi atau
mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu.
- Dolus eventualis adalah kesengajaan dengan menyadari kemungkinan, dimana
yang menjadi tolak ukur adalah sejauh mana pengetahuan atau kesadaran
pelaku tentang diadakan dan akibat terlarang yang mungkin terjadi.
- Sebenrnya mungkin aja dijerat pake pasal 98 atas dasar dolus eventualis. Karena
terdakwa tdk memenuhi syarat amdal. Sepatutnya terdakwa punya kesadaran
50
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- Pasal 98 dan 99 merupakan pasal yang termasuk dalam kelompok delik materil,
- Yang membuat Pasal tersbut delik materil
o Ada suatu akibat atau dampak tertentu, yakni result atau hasil dari perbuatan
itu;
o Hasil (result) dari perbuatan itu adalah negatif terhadap lingkungan, yakni
pencemaran atau perusakan.
- Pasal 98 99 merupakan delik materil karena yang dilarang adalah akibatnya bukan
perbuatannya, jadi apa pun boleh dilakukan atau boleh tidak dilakukan oleh PT. Adei
Plantation asalkan tidak menyebabkan terlampaunya baku kerusakan lingkungan hidup
- Pasal 98 99 dikategorikan sebagai Serious Environmental Pollution. Karena pasal tersebut
termasuk ke dalam delik materil yang menitikberatkan pada akibat atau timbulnya
resiko (ancaman) munculnya pencemaran atau kerusakan lingkungan.
51
Disusun oleh Dominique Virgil dan Tim (FHUI 2015)
- Kalo Pasal 108 itu delik formil. Khususnya dikategorikan sebagai Concrete
Endangerment à yang dipidana adalah perbuatan yang menyebabkan
pencemaran/kerusakan lingkungan
Mens Rea
- “Actus Non Facit Reum, noso mens sit rea”, yang memiliki pengertian bahwa
pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana atau
actus reus, akan tetapi harus ada kesalahan atau mens rea yaitu sikap batin yang dapat
dicela
- Di Amerika Serikat, pengadilan pada permulaannya yakin bahwa mens rea tidak butuh
untuk diterapkan dalam suatu kasus, tetapi pada awal abad ke – 20 beberapa
pengadilan Amerika mengubah sikap mereka dan mulai mengembangkan konsep
corporate criminal liability dengan doktrin mens rea
- di Kanada, baik tanggungjawab mutlak maupun tanggungjawab terbatas menyebabkan
baik orang perorangan maupun badan hukum untuk bertanggungjawab tanpa perlu
membuktikan mens rea
- Dalam kasus, mens rea atau sikap batin tersebut harus dibuktikan
- karena pelaku seharusnya dapat menduga berdasarkan kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman yang dia miliki untuk dapat menduga bahwa perbuatannya dapat
mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
52