Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kelompok PMH:

Antonio Geraldo / 01051180085


Celine Tangnandez Wijaya / 01051180073
Livia Trivena Weool / 01051180081
Selvia Rahma Pratiwi / 01051180111

PETUNJUK PENGERJAAN TUGAS KELOMPOK


1. PENGERJAAN DENGAN MENGETIK DAN DISIMPAN DALAM BENTUK FILE
WORD/PDF
2. SETIAP JAWABAN DIINFORMASIKAN SIAPA NAMA YANG MENJAWAB
(NAMA LENGKAP YA)
3. UPLOAD SESUAI DENGAN WAKTU YANG DITETAPKAN YAKNI SENIN, 19
APRIL 2021 PALING TELAT PUKUL 16.00 WIB
4. PERWAKILAN KELOMPOK YANG LAKUKAN UPLOAD MELALUI MOODLE
TOPIC 14 TUGAS KELOMPOK RIL-CAUSATION-PRIVILEGE

Res Ipsa Loquitur Kegiatan:


Nonton 1 Video, Baca Referensi dari Munir Fuady, Baca Jurnal dari Patri Bayu dkk.
Pesan: Jawaban kelompok tidak copy paste dari sumber bacaan, menggunakan kata-kata
hasil diskusi kelompok
1. Apa esensi dari Doktrin Res Ipsa Loquitur?
Rep Ipsa Loquitur dapat membantu penggugat untuk membuktikan kasusnya.
“The accident speaks for itself” yang dalam bahasa Indonesia berarti kejadian
tersebut yang berbicara, doktrin ini hanya relevan digunakan terhadap
kasus-kasus perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh faktor kelalaian.
Doktrin Res Ipsa Loquitur bertujuan untuk mencapai keadilan, yakni terdapat
pihak korban dalam kasus perbuatan melawan hukum tertentu sulit
membuktikan adanya unsur-unsur kelalaian dari pihak pelaku, terutama jika
bukti dari perbuatan melawan hukum tersebut sulit diakses oleh korban, maka
dari itu tidak adil jika pihak korban yang harus menanggung sendiri akibat dari
perbuatan yang merupakan kelalaian dari pihak lain.
(Livia Trivena Weool)

2. Dalam contoh kasus yang dipaparkan dalam Jurnal yang ditulis Patri Bayu dkk.,
silahkan dijelaskan pendapat dan analisis kelompok terkait: Apakah kelompok
sependapat dengan “dapat diterapkannya” doktrin Res Ipsa Loquitur dalam
kasus medis itu? Jelaskan argumentasi iya kenapa dan tidak kenapa!
Menurut kelompok kami doktrin Res Ipsa Loquitur dapat diterapkan dalam
kasus medis tersebut. Dari kasus ini korban merupakan hasil dari kelalaian
pelaku, tidak adil jika pihak korban harus menanggung sendiri suatu kerugian
yang sebenarnya merupakan akibat dari kelalaian orang lain karena korban
sendiri tidak mengetahui bagaimana kejadian tersebut terjadi karena korban
merupakan pasien dalam operasi dan dokter lah yang mengetahui kejadian
tersebut. Sehingga dalam hal ini diperlukan doktrin Res Ipsa Loquitur karena
pihak korban tidak dapat membuktikan kejadian kelalaian yang pelaku lakukan,
namun dengan adanya RIL pihak korban tidak perlu membuktikan kesalahan
pelaku, tetapi cukup membeberkan akibat yang terjadi padanya sehingga
penerapan doktrin Res Ipsa Loquitur ini akan membawa konsekuensi lebih
memberikan keadilan.
(Livia Trivena Weool)

3. Sesungguhnya adanya penerapan Res Ipsa Loquitor (RIL) dalam kasus (kasus
secara umum), akan membawakan dampak atau akibat seperti apa? Untuk apa
diterapkan RIL?
Diterapkannya doktrin Res Ipsa Loquitor (RIL) akan membawa dampak yang
lebih baik untuk pihak korban, yaitu:
a. Memberikan keadilan, ketidakadilan yang banyak terjadi dalam
pembuktian di pengadilan dapat dilalui dengan adanya doktrin ini, yakni
dengan memindahkan beban pembuktian, pihak korban tidak perlu
membuktikan kesalahan pelaku, tetapi cukup membeberkan akibat yang
terjadi terhadapnya dan bagaimana sampai akibat tersebut terjadi serta
membuktikan bahwa biasanya akibat seperti itu baru terjadi jika ada
kelalaian/kesengajaan dari pihak pelaku perbuatan melawan hukum
tersebut.
b. Merupakan presumsi kelalaian, artinya dengan hanya membeberkan
suatu akibat dan fakta yang menimbulkan akibat tersebut, oleh hukum
telah dipresumsikan bahwa pihak yang disangka pelaku perbuatan
melawan hukum dianggap telah melakukan dengan kelalaian, tanpa
adanya pembuktian dari korban.
c. Menjadi bukti sesuai situasi dan kondisi, pihak korban hanya perlu
membuktikan fakta dan kondisi di sekitar kejadian dengan menarik
kesimpulan-kesimpulan tertentu dan membiarkan fakta sendiri yang
berbicara.
d. Memaksa pelaku untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Banyaknya ketidakadilan dalam pembuktian di pengadilan hal itu
dikarenakan pihak pelaku perbuatan melawan hukum lebih banyak
mengetahui dan memiliki akses untuk membuktikan yang terjadi, karena
itu dalam keadaan demikian maka oleh hukum diperlukan kesaksian
pelaku yang sebenar-benarnya.
e. Konsekuensi terhadap pelaku ganda. Dalam kasus tertentu, salah satu
atau lebih pelaku dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum,
meskipun korban tidak dapat menunjukkan siapa yang bersalah.
Merupakan kewajiban dari pihak yang disangka sebagai pelaku untuk
membuktikan bahwa dirinya sebenarnya tidak bersalah atau tidak
melakukan tindakan tersebut.
(Livia Trivena Weool)

Causation
Kegiatan: Baca referensi yang diberikan
1. Jelaskan dalam bahasa Indonesia yang dimaksud dengan:
a. Causation : hubungan antara perbuatan dan hasil. Causation ini
memberikan cara agar dapat menghubungkan antara hasil dan akibat,
terlebih pada luka atau kerugian.
b. Cause in fact : sebab akibat merupakan masalah “fakta” atau yang
terjadi secara faktual. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya
kerugian merupakan penyebab factual asal kerugian tidak akan atau tidak
terjadi tanpa adanya penyebab . jadi suatu penyebab dapat dikatakan
causation in fact jika dapat mempergunakan “but for” atau “kalau tidak
karena”, karena tes ini yang akan membatasi tanggung jawab tergugat
atau pelaku. Seperti pada contohnya : Kalau tidak karena menerobos
lampu merah, tabrakan tidak akan terjadi.
c. Proximate cause : membatasi tanggung jawab tergugat atas kelalaiannya
dengan konsekuensi yang sewajarnya terlibat/ berhubungan dengan
tindakan lainnya. Untuk menentukan kelalaian tergugat adalah proximate
cause dari kerugian penggugat, mayoritas pengadilan memfokuskan pada
forseability dari kerugian yang diakibatkan kelalaian tergugat. Seperti
pada contoh jika seseorang menyetir mobilnya dengan lalai , maka dapat
diprediksi atau diduga bahwa ia mungkin akan menyebabkan kecelakaan
dengan mobil lainnya atau menabrak sebuah toko. Dengan demikian,
drivernya akan bertanggung jawab atas kerusakan/ kerugian. Akan tetapi
apabila sopir yang lalai menabrak sebuah truk yang berisi dynamite, lalu
mengakibatkan ledakan dan melukai seseorang. Anggapan bahwa driver
tidak mengetahui bahwa truk tersebut isinya adalah dynamite, maka
tidak dapat diduga sebelumnya bahwa kelalaian dalam mengemudi dapat
melukai seseorang. Driver tidak bertanggung jawab atas luka orang
tersebut. Sebagian kecil pengadilan menganggap bahwa kelalaian
tergugat adalah proximate cause jika kerugian dari penggugat adalah
direct result, yang merupakan kerugian penggugat mengikuti rangkaian
yang tidak terputus dan alamiah dari tindakan tergugat serta tidak ada
tindakan eksternal yang mencampuri yang mengakibatkan kerugian.
d. Intervening cause :intervening cause sering disebut juga dengan
indirect causation (penyebab tidak langsung). Dengan adanya
intervening cause, tidak berarti bahwa kelalaian tergugat bukanlah
proximate cause dari kerugian yang diderita oleh Penggugat. Tergugat
masih harus bertanggung jawab jika dapat menduga intervening cause
dan memperhitungkan dalam tindakan kelalaiannya.
Namun Intervening Cause dapat digunakan untuk melarikan diri
dari tanggung jawab padahal tidak semua intervening cause dapat
membebaskan tergugat dari tanggung jawab, karena intervening cause
hanya membebaskan tergugat dari tanggung jawab hanya jika tidak dapat
diduga oleh reasonable person, dan hanya jika kerugian yang dihasilkan
oleh perbuatan tergugat tidak terduga oleh orang yang wajar.
Ada dua jenis intervening causes yang dipertimbangkan adalah :
1. Dependent : digerakan oleh tindakan si tergugat dan tidak akan
membebaskan tergugat dari tanggung jawab kecuali keadaan
yang luar biasa.
Contoh : Tergugat menyodok temannya di pundak ketika sedang
berdiskusi secara friendly di sekitar water cooler, dan temannya
tersebut selanjutnya lompat dari jendela. Reaksi yang luar biasa
ini dapat dianggap sebagai extraordinary intervening cause yang
membebaskan tergugat dari tanggung jawab.
2. Independent : timbul dari ketidak adanya kesalahan dari tergugat.
Hal ini yang melepaskan tergugat dari tanggung jawab kecuali
dapat diduga oleh tergugat.
Intervening cause yang biasa dipakai tergugat adalah natural
forces dan kelalaian tindakan manusia, dimana natural force
meliputi cuaca yang luar biasa, gempa bumi, gunung meletus dan
perilaku binatang. Sedangkan kelalaian tindakan manusia adalah
tindakan yang mengekspos seseorang terhadap resiko yang tidak
wajar. Perbuatan kriminal yang dilakukan pihak ketiga tidak
dapat sebagai intervening cause yang bisa membebaskan
tanggung jawab tergugat jika kelalaian tersebut juga
dikontribusikan oleh tergugat dalam kerugian si penggugat.
Contoh : Marin meminjam mobil Tasya dan menyetirnya ke
daerah yang rawan bahaya dengan tingkat kriminalitas yang
tinggi, ternyata Martin meninggalkan kunci yang masih
menempel di ignition, jika mobil itu di curi, Martin dapat
dimintakan pertanggung jawaban untuk kerugian Tasya karena
orang normal akan mengantisipasi agar tidak terkena tindakan
pencurian.
Ada yurisdiksi yang menggunakan 2 istilah untuk mengartikan
intervening cause dan superseding cause. Intervening cause
mendeskripsikan semua penyebab yang timbul diantara perilaku tergugat
dengan akibat yang dihasilkan, dan intervening cause lah yang
melepaskan tergugat dari tanggung jawab yang disebut superseding
cause. Namun, ada juga yurisdiksi yang tidak menggunakan superseding
case, jadi yurisdiksi itu hanya menanyakan jika intervening cause itu
cukup untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab. Semua
yuridiksi sama-sama membedakan antara intervening cause yang
membebaskan dan yang tidak membebaskan tergugat. Perbedaanya
hanya pada terminology nya saja.
(SELVIA RAHMA PRATIWI)

2. Setelah kelompok mampu menjelaskan definisi dari soal 1, baca masing-masing


contoh kasus dari referensi yang diberikan, kemudian jelaskan dengan
menggunakan kata-kata sendiri esensi dan akibat hukum penerapannya (yang
menjadi pembeda dari masing-masing) : cause in fact, proximate cause, dan
intervening cause.
- perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan yaitu pelanggaran terhadap standar
profesi kedokteran, pelanggaran standar prosedur operasional, pelanggaran
hukum, misalnya Praktek tanpa STRatau SIP, pelanggaran kode etik kedokteran,
pelanggaran prinsip-prinsip umum kedokteran, pelanggaran kesusilaan umum,
terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien ,terapi tidak sesuai dengan
informed consent dan sebagainya. Akibat dari tindakan malpraktek kedokteran
tersebut menimbulkan kerugian bagi korban atas wanprestasi dokter atau
perbuatan melawan hukum.
- Seorang dokter tidak dapat di mintakan pertanggung jawabannya di karenakan
sesuatu hasil yang tidak diharapkan disebabkan beberapa kemungkinan seperti
hasil dari sebuah penyakit yang tidak ada hubungannya dengan tidakan yang
dilakukan dokter dan hasil dari suatu resiko yang tak dapat di hindari oleh dokter
tersebut
- seperti dalam kasus ini resiko medik didalam ilmu hukum terdapat adagium
non fit injura atau asumption of risk yaitu seseorang yang menempatkan dirinya
dalam sebuah keadaan berbahaya atau beresiko maka orang tersebut sudah siap
untuk menerima sebuah resiko yang akan terjadi pada dirinya. Maka ia tidak
dapat menuntut pertanggung jawaban jika resiko itu benar terjadi. Seperti
didalam kasus pelayanan medis maka orang tersebut tidak dapat meminta
pertanggungjawaban dari pihak medik yang bertugas.
(ANTONIO GERALDO)

3. Jelaskan kapan intervening cause dapat membebaskan tergugat dari tanggung


jawab, disertai contoh.
a. Intervening cause dapat membebaskan tergugat dari tanggung jawab
hanya jika tidak dapat diduga/dibayangkan oleh orang-orang yang wajar
atau reasonable person, dan hanya jika kerugian yang dihasilkan oleh
perbuatan yang dilakukan tergugat tidak mungkin diduga oleh
orang-orang yang wajar.
Contoh : petani setuju untuk menyimpan patung yang besar dan berat
untuk seorang seniman. Patung itu didesain untuk outdoor display jadi
petani tsb meninggalkan patung tersebut di halaman belakang rumahnya.
Tiba-tiba ada tornado yang menghempaskan patung itu sejauh 300 meter
sehingga patung itu rusak. Dengan ini, petani dapat menuntut bahwa ia
tidak dapat mengantisipasi efek yang merugikan akibat penyimpanan di
luar ruangan terhadap patung itu karena patung itu juga memang
didesain untuk outdoor display. Jika petani dapat membayangkan
kerusakan yang diakibatkan dari penyimpanan di luar ruangan, sejak
seniman tersebut juga membuat patung untuk outdoor display, maka
kerusakan terhadap patung tersebut tidak terduga. Maka dari itu, petani
dapat menghindari tanggung jawab.
b. Dependent dimana tindakan ini digerakan oleh si tergugat dan tidak
akan membebaskan tergugat dari tanggung jawab kecuali keadaan yang
luar biasa (extraordinary cause)
Contoh : Tergugat menyodok temannya di pundak ketika sedang
berdiskusi secara friendly di sekitar water cooler, dan temannya tersebut
selanjutnya lompat dari jendela. Reaksi yang luar biasa ini dapat
dianggap sebagai extraordinary intervening cause yang membebaskan
tergugat dari tanggung jawab.
(SELVIA RAHMA PRATIWI)

Privileges
Kegiatan : Nonton Video dan baca referensi yang diberikan
Pesan: Jawaban dalam bahasa Indonesia
1. Dalam video “Intentional Torts Privileges: Defenses of Persons and Property”,
jelaskan seperti apa perbedaan pembelaan orang lain dan properti (harta benda)
beserta contoh! Jelaskan pula tingkat kekuatan (degree of force) yang
diperbolehkan dalam pembelaan beserta contoh.

Pembelaan terhadap orang dalam hal ini terbagi 2 (dua) yaitu pembelaan untuk
diri sendiri dan untuk orang lain.
Pembelaan untuk diri sendiri dilakukan saat ada penyerangan terhadap diri kita
sendiri, baik yang membahayakan fisik sampai nyawa. Sedangkan pembelaan
terhadap orang lain adalah pembelaan yang dilakukan terhadap penyerangan
orang lain baik yang membahayakan fisik atau bahkan sampai nyawa orang
tersebut.
Contoh:
- Pembelaan untuk diri sendiri:
Saat kita sedang berdiri tiba-tiba ada orang yang memukul kita
menggunakan botol plastik, kita melakukan pembelaan dengan
mendorong orang tersebut.
- Pembelaan terhadap orang lain:
Saat kita sedang berjalan dan melihat orang lain hendak dipukul, kita lalu
menghentikan orang yang ingin memukul tersebut.

Pembelaan terhadap properti atau harta benda dilakukan saat ada penyerangan
terhadap properti yang kita sedang kuasai.
Contoh: Ada orang yang tiba-tiba ingin mengambil handphone yang sedang kita
gunakan untuk berfoto. Pada saat itu kita langsung mundur dan teriak “Maling” -
hal tersebut merupakan pembelaan terhadap properti atau harta benda yang kita
kuasai.

Dalam melakukan pembelaan, perlu diingat ada yang namanya tingkat kekuatan
(degree of force) yang diperbolehkan. Tingkat kekuatan yang diperbolehkan
harus memenuhi 2 (dua) unsur, yaitu:
- Pembelaan harus wajar diperlukan untuk menghentikan penyerangan
Perbuatan pembelaan yang harus wajar berarti perbuatan tersebut wajar
dilakukan dan diperlukan saat itu juga untuk membantu penghentian
penyerangan.
Contoh: Saat ada orang yang ingin memukul kita dengan tangan, kita
menghentikannya dengan mendorongnya.
- Pembelaan harus proporsional dengan penyerangan
Pembelaan harus proporsional dengan penyerangan yang terjadi, tidak
malah lebih parah daripada penyerangan. Kekuatan proporsional tidak
mematikan diperbolehkan untuk mengusir kontak, pengurungan, atau
pencurian yang berbahaya atau menyinggung, atau kerusakan properti.
Dimana kekuatan yang berbahaya atau mematikan hanya diperbolehkan
untuk menghalau ancaman kematian atau luka berat badan yang parah.
Contoh: Saat ada orang yang hendak menyerang kita menggunakan stik
bola, kita bisa lari supaya tidak kena. Atau bisa mendorongnya hingga
jatuh. Bukan malah mengambil pistol dan menembaknya hingga
meninggal.

(CELINE TANGNANDEZ WIJAYA)

2. Dalam video “Negligence Defenses: Contributory and Assumption of Risk”,


jelaskan kapan pembelaan boleh dilakukan dalam contributory negligence,
comparative negligence dan Assumption of Risk!
a. Contributory Negligence:
Pembelaan ini saat Penggugat turut (berkontribusi) menyebabkan
cederanya sendiri ketika perilakunya berada di bawah apa yang
seharusnya dilakukan orang yang berakal sehat untuk melindungi dirinya
dari cedera / Penggugat juga lalai.
Contoh: Timmy parkir sembarangan di area dilarang parkir. Lalu, Poto
yang sedang mabuk sambil mengendarai mobil, tidak sengaja menabrak
mobil Timmy. Maka, Timmy tidak bisa menuntut Poto karena menabrak
mobil miliknya, hal tersebut karena Timmy sendiri juga telah parkir di
area yang dilarang.
b. Comparative Negligence:
Pembelaan ini dilakukan untuk pemulihan kelalaian komparatif dibagi
berdasarkan tingkat kesalahan kedua belah pihak dimana mencegah
tergugat untuk dibebaskan sepenuhnya dari tanggung jawabnya hanya
karena penggugat juga lalai atau tidak berhati-hati.
Terbagi dua menjadi:
- Pure Comparative Negligence
Penggugat dan Tergugat dibagi persentase kesalahannya.
Sehingga disini Penggugat masih dapat mendapat ganti kerugian
berdasarkan persentase kesalahan Tergugat.
- Partial Comparative Negligence
Ganti rugi yang dapat diperoleh oleh Penggugat dalam partial
comparative negligence hanya dapat diperoleh jika persentase
kesalahan dari Penggugat itu di bawah 50 persen.
(CELINE TANGNANDEZ WIJAYA)

c. Assumption of Risk
Pembelaan ini dapat dilakukan ketika orang tersebut tidak lagi memiliki
pilihan untuk menghindari aktivitas atau kegiatan yang dianggap
berbahaya atau yang dapat menciderai dirinya maka ia tidak dapat
menanggung resiko dari tindakan tersebut.
Contohnya : Michael menuntut seorang pelatih berkuda, dikarenakan
cidera yang dialami michael saat mengikuti kelas berkuda pertamanya,
yang diakibatkan oleh sebuah instruksi dari si pelatih tersebut dan
dengan demikian tidak menanggung resiko tersebut secara sukarela.
(ANTONIO GERALDO).

Anda mungkin juga menyukai