Anda di halaman 1dari 52

BUPATI MUNA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUNA


NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUNA


TAHUN 2014 - 2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MUNA,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di


Kabupaten Muna dengan memanfaatkan ruang wilayah
secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat
maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan
lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat
(4) huruf c Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Muna;
d. bahwa Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Muna
Nomor 20 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Muna (Lembaran Daerah
Kabupaten Muna Tahun 1999), tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat, sehingga
perlu dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru;

-1-
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Muna Tahun 2014 - 2034.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1822);
3. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
4. Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesa Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);

-2-
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUNA

dan

BUPATI MUNA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA


RUANG WILAYAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 -
2034.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
8. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
9. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat
RTRWK adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan
penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang
wilayah Provinsi dan Nasional ke dalam struktur dan pola ruang
wilayah kabupaten.

-3-
11. Rencana Detail Tata Ruang kabupaten yang selanjutnya disingkat
RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah
kabupaten yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten.
12. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya
disingkat RTR Kawasan Strategis Kabupaten adalah rencana tata
ruang yang penataan ruang kawasannya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup kabupaten
terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial
budaya dan/atau lingkungan.
13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
14. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat
dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian
dari tata ruang nasional.
15. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
16. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
17. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
18. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya baik di
ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan
kawasan sekitarnya.
19. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
20. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
21. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
22. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai
fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan,
pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan
pendukung lainnya.
23. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.

-4-
24. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya
dan/atau lingkungan.
25. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
26. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan
wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah
aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari
atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.
27. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
28. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
29. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang
mendapat air dari satu jaringan irigasi.
30. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
31. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
32. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah ibukota
kecamatan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa kecamatan.
33. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah
pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan
sebagai PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan
kota-kota yang telah memenuhi persyaratan sebagai Pusat Pelayanan
Kawasan (PPK).
34. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
ibukota kecamatan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
35. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
36. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
37. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

-5-
38. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu tugas
Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
39. Daerah adalah Kabupaten Muna di Provinsi Sulawesi Tenggara.
40. Bupati adalah Bupati Muna.
41. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Muna.
42. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2
Tujuan penataan ruang daerah adalah mewujudkan tatanan ruang
wilayah Kabupaten Muna dalam rangka optimalisasi potensi sumberdaya
alam berbasiskan pengembangan pertanian, perikanan dan pariwisata
untuk meningkatkan daya saing kabupaten dengan tetap
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan,
karakteristik fisik wilayah serta kelestarian sumberdaya alam.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 3
Kebijakan penataan ruang daerah terdiri atas :
a. peningkatan dan pengembangan pusat-pusat kegiatan dan
infrastruktur wilayah;
b. peningkatan dan pengembangan sektor kelautan dan perikanan
serta pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. peningkatan dan pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya
alam secara berkelanjutan;
d. pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan;
e. peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
f. peningkatan kawasan lindung;
g. pengelolaan kawasan strategis dalam rangka mengembangkan sektor
unggulan; dan
h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara.

-6-
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

Pasal 4
(1) Strategi peningkatan dan pengembangan pusat-pusat kegiatan dan
infrastruktur wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (tiga)
huruf a, terdiri atas :
a. menata dan mengembangkan PKW, PKLp, PPK dan PPL;
b. mengembangkan sistem sarana dan prasarana transportasi;
c. menata dan membangun jaringan jalan desa pada pusat-pusat
produksi pertanian dan perikanan;
d. mengembangkan prasarana air bersih untuk meningkatkan
kualitas dan cakupan pelayanan air bersih;
e. meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga listrik guna
keberlangsungan pertumbuhan ekonomi daerah;
f. meningkatkan transmisi tenaga listrik untuk meningkatkan
rasio kelistrikan kabupaten;
g. meningkatkan jaringan distribusi minyak dan gas bumi untuk
mendukung pertumbuhan perekonomian kabupaten;
h. mendorong pemanfaatan sumber-sumber energi baru
terbarukan untuk mendukung diversifikasi energi;
i. mengembangkan jaringan telekomunikasi yang menjangkau
seluruh wilayah; dan
j. mengembangkan sistem sanitasi lingkungan permukiman,
persampahan dan pengolahan air limbah.
(2) Strategi peningkatan dan pengembangan sektor kelautan dan
perikanan serta pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas :
a. menetapkan pusat kawasan pengembangan sektor perikanan
dan kelautan berupa kawasan pengembangan budidaya
perairan dan kawasan perikanan tangkap secara terintegrasi
dengan usaha-usaha ekonomi wilayah sekitar;
b. mengembangkan kegiatan penangkapan dan budidaya
perikanan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung
ruangnya; dan
c. melindungi dan mengelola sumberdaya kelautan untuk
kebutuhan perlindungan plasma nutfah, terumbu karang dan
sumberdaya hayati untuk kelangsungan produksi dan
pengembangan ekowisata.
(3) Strategi peningkatan dan pengembangan sistem pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. mengembangkan kegiatan pertanian (tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan) dengan cara
intensifikasi dan ekstensifikasi berdasarkan kesesuaian
lahannya; dan
b. melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang
diperuntukkan hanya untuk kegiatan pertanian pangan.

-7-
(4) Strategi pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas :
a. menata dan menetapkan kawasan peruntukan pertambangan;
b. mendukung pengembangan kawasan industri pertambangan
sebagai suatu kawasan pertambangan dan pengolahan bahan
tambang secara terpadu;
c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung guna
menunjang aksesibilitas kawasan industri pertambangan
dengan usaha ekonomi pada wilayah sekitar;
d. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk
menunjang aksesibilitas perdagangan antar pulau dan ekspor;
e. mengintegrasikan usaha-usaha untuk mendukung
pengembangan kawasan industri pertambangan dengan usaha-
usaha ekonomi masyarakat sekitar;
f. mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan secara
preventif maupun kuratif sebelum dan sesudah eksplorasi
bahan tambang dan limbah pabrik pengolahan; dan
g. mengendalikan perijinan melalui aturan yang jelas dan tegas
mengenai prosedur pertambangan serta sarana pengendali
kerusakan lingkungan.
(5) Strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, terdiri atas :
a. mengembangkan sumberdaya manusia secara komprehensif
untuk dapat mengelola sektor unggulan melalui pelatihan teknis
dan pendampingan-pendampingan;
b. meningkatkan kemandirian dalam berbagai usaha
perekonomian berbasis pada produk unggulan lokal;
c. mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan yang
menjangkau desa-desa terpencil; dan
d. mengembangkan dan pelestarian kebudayaan.
(6) Strategi peningkatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf f, terdiri atas :
a. meningkatkan fungsi kawasan lindung melalui upaya
rehabilitasi lahan;
b. mengendalikan secara ketat kegiatan budidaya yang berpotensi
merusak atau mengganggu kawasan lindung;
c. membatasi atau mengalihkan kegiatan budidaya pada kawasan
lindung;
d. membatasi pembangunan pada kawasan lindung; dan
e. pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan lindung.
(7) Strategi pengelolaan kawasan strategis dalam rangka
mengembangkan sektor unggulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf g, terdiri atas:
a. mengelola kawasan strategis provinsi;
b. mengembangkan kawasan strategis kabupaten; dan
c. mengembangkan sektor unggulan kawasan strategis dengan
pelibatan masyarakat.

-8-
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h,
terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan
di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga
fungsi dan peruntukannya;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
negara sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan
keamanan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten di daerah terdiri atas :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 (satu banding lima puluh ribu) yang tercantum dalam
Lampiran I dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKW;
b. PKLp;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di
kawasan perkotaan Raha.
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di
Laworo Kecamatan Kambara.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Wakuru di Kecamatan Tongkuno;

-9-
b. Pure di Kecamatan Wakorumba Selatan;
c. Tampo di Kecamatan Napabalano;
d. Bonea di Kecamatan Lasalepa;
e. Wapae di Kecamatan Tiworo Tengah;
f. Lasehao di Kecamatan Kabawo;
g. Lambubalano di Kecamatan Lawa;
h. Oensuli di Kecamatan Kabangka;
i. Pola di Kecamatan Pasir Putih; dan
j. Barangka di Kecamatan Barangka.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Lohia di Kecamatan Lohia;
b. Wapunto di Kecamatan Duruka;
c. Wali di Kecamatan Watupute;
d. Laiworu di Kecamatan Batalaiworu;
e. Liabalano di Kecamatan Kontunaga;
f. Kambara di Kecamatan Tiworo Kepulauan;
g. Kampobalano di Kecamatan Sawerigadi;
h. Konawe di Kecamatan Kusambi;
i. Pajala di Kecamatan Maginti;
j. Lawana di Kecamatan Tongkuno Selatan;
k. Wasolangka di Kecamatan Parigi;
l. Bonekancitala di Kecamatan Bone;
m. Maligano di Kecamatan Maligano;
n. Marobo di Kecamatan Marobo;
o. Bahutara di Kecamatan Kontu Kowuna;
p. Kasimpajaya di Kecamatan Tiworo Selatan;
q. Tondasi di Kecamatan Tiworo Utara;
r. Lailangga di Kecamatan Wadaga;
s. Lahaji di Kecamatan Napano Kusambi;
t. Moasi di Kecamatan Towea;
u. Lambelu di Kecamatan Pasi Kolaga; dan
v. Lano Bake di Kecamatan Batukara.
(6) Rincian pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 7
Sistem jaringan prasarana utama di daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.

-10-
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi jaringan jalan,
jaringan prasarana lalu lintas dan jaringan layanan lalu lintas;
dan
b. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. jaringan jalan primer terdiri atas :
1. jaringan jalan kolektor primer satu sepanjang 47,890 (empat
puluh tujuh koma delapan ratus sembilan puluh) kilometer
meliputi ruas jalan Maligano Pure dan Pure Labundoau
Todanga/Bts. Kab. Buton/Muna;
2. jaringan jalan kolektor primer dua sepanjang 93,70
(sembilan puluh tiga koma tujuh puluh) kilometer meliputi
ruas jalan Raha Tampo, Jl. Ahmad Yani, Jl. M.H. Thamrin,
Jl. Gatot Subroto, Raha Lakapera, Jl. Jend. Sudirman, Jl.
Dr. Sutomo dan Jl. Basuki Rahmat;
3. jaringan jalan kolektor primer tiga sepanjang 35,50 (tiga
puluh lima koma lima puluh) kilometer yaitu ruas jalan
Lagadi Tondasi;
4. jaringan jalan kolektor primer empat sepanjang 392,66 (tiga
ratus sembilan puluh dua koma enam puluh enam)
kilometer meliputi ruas jalan ruas jalan Tampo Raha, Raha
Watu Putih, Watu Putih Bungi, Bungi Lagadi, Lagadi
Lambubalano, Lambubalano Lasosodo, Lasosodo
Bahutara, Bahutara Lahorio, Lahorio Lasehao, Lasehao
Walambenowite, Walambenowite Kontumolepe,
Kontumolepe Bts. Kab. Buton, Maligano Moolo, Moolo
Wambona, Wambona Labunia (Pure), Labunia (Pure)
Pola, Maligano Bts. Kab. Buton Utara, Labunia (Pure) Bts
Kabupaten Buton Utara, Maligano Ronta/Bts. Kab. Buton
Utara, Pola Labundoua, Labundoua Kambowa/Bts. Kab.
Buton Utara, Bonetondo Bts. Kab. Buton, Bonea
Berumembe, Wanseriwu Pajala, Sp3 Pola 1 Lambelu,
Lambelu Kosele, Sp3 Pola 1 SMP 2 Kolese, Simpang 3
Mesjid Kota Muna, Desa Wuna Nihi 2, Waturempe - Nihi 2,
Nihi 2 Wandoke, Marobea Lawada, Lagadi Bungkolo,
Bungi Liabalano, Wapae Sidomakmur, Matakidi
Bungkolo, Lapadaku Wantoramata, Warondo Guali,
Wapae Tondasi, Kambara Sidomakmur, Katangana
Sp5, Katangana Sarimulyo, Pajala Tembe/Maminasa,
Maminasa Baraka, Baraka Sinar Surya, Baraka
Tanjung Batu, Latampu Wantiworo, Rogo Kambara, Sp3

-11-
Pola Lambelu, Tobea Labongkuru, Labongkuru Simp. 3
Kota Muna, Labongkuru Sampuha Walele, Lawada
Simpang SP3, SP 3 SP 5, SP 5 Pajala, Lambiku Lakode,
Sari Mulyo Oensuli, Wasolangka Labulu bulu, Bangkali
Motewe, Laukusi Tampuno Ponda, Tampo Napalakura,
Wakuru Oelongko, Lasunapa Ghai, Kolasa Warambe,
Fongkaniwa Lemoambo, Bolo Ghonsume dan ruas jalan
Bangkali Bungi;
5. jaringan jalan lokal primer sepanjang 459,20 (empat ratus
lima puluh sembilan koma dua puluh) kilometer meliputi
ruas jalan Wuna Waokuni, Rogo Tanjung Pinang,
Wakadia Labone, Masara Kontu, Konawe Guali,
Lakapodo Wakadia, Mantobua Korihi, Bungi Waara,
Lagadi Matakidi, Matakidi Lambubalano, Matakidi
Worondo, Wakuru Oempu, Lawama Bonekancitala,
Wasolangka Bonekancitala, Walambenowite Wasolangka,
Bente Lamanu, Lasosodo Marobea, Marobea Kambara,
Warondo Marobea, Kambara Wapae, Kambara Lasama,
Watu Putih Masara, Wantiworo Wary, Masara Latawe,
Masara Warondo, Kontu Kambara, Wapae Wanseriwu,
Wapae Katangana, Katangana Tembe, Katangana
Pajala, Wadolao Marobo, Sarimulyo Tanjung Batu,
Wasolangka Wadolao, Bonetondo Marobo, Lawama
Oempu, Lambiku Berumembe, Lasunapa Wabintingi,
Wabintingi Simp. Korihi, Pola Kongholifano, Marobo
Bts. Kabupaten Buton, Tolimbo Latawe, Tampo Tolimbo,
Kota Muna SP 3 Kota Muna, Lianosaa Waleale, Tembe
Tanjung Batu, SP 4 Epe Tembe, Lamanu Kawite-wite,
Bolo Liangkabori, Bonekansitala Bonetondo, Waara
Kontumolepe, Lindo Sangia Tiworo, Lambubalano
Lalemba Lama, Lalemba Gusi, Gusi Masjid Muna,
Liabalano Gusi, Lasosodo Gusi, Madampi Lalemba
Lama, Lalemba Watumela, Labunti Bonea, Guali Kontu,
Lasehao Lakandito, Sp3 Tembe Sarimulyo, Lakapodo
Matakidi, Wakadia Tolimbo, Wakuru Warambe, Lahorio
Sarimulyo, Wasolangka Lamanu, Lasehao Laloeya,
Masalili Bungi, Bahutara Sp3 Lakandito, Sarimulyo
Lamanu, Dana Kontunaga, Lasehao Sp3 Kota Muna,
Bahutara Lupia, Maligano Lapole, Raimuna Batu
Rumbu dan ruas jalan Latompa Pasar Latompa; dan
6. jaringan jalan lingkungan primer sepanjang 55,95 (lima
puluh lima koma sembilan puluh lima) kilometer meliputi
ruas jalan Matakidi Lapolea, Baraka Sp4, Komp. Kec.
Pasir Putih, Komp. Kec. Wakorsel, Komp. Kec. Maligano,
Bungkolo Mata Air Hondola, Bungkolo Warondo,
Matakidi Sawerigadi, Matakidi Waulai, Lagundi Rogo,
Lantaito Kampobalano, Watumela Lalemba (Komp. Kec.
Lawa), Jl. Lingk. Kel. Kolasa, Punto Wakopara, Wamelai
Lapadaku, Jl. Lingk. Desa Watumela, Lapadaku (Lapangan)

-12-
Watumela, Jl. Lingk. Desa Lalemba (Lrg. III), Jl. Lingk. Kel.
Lapadaku (Lrg. I & II), Jl. Lingk. Desa Barangka (Lrg. I, II &
III), Jl. Lingk. Desa Waulai dan Jl. Lingk. Desa Walelei.
b. jaringan jalan sekunder terdiri atas :
1. jaringan jalan kolektor sekunder sepanjang 45,70 (empat
puluh lima koma tujuh puluh) kilometer meliputi ruas Jalan
Yos Sudarso, Jalan Wamelai, Jalan S. Sukowati, Jalan Laki
Laponto, Jalan Jati, Jalan KH. Dewantoro, Jalan La Ode
Abd. Kudus, Jalan Paelangkuta, Jalan Pendidikan, Jalan
Tenggiri, Jalan La Ino, Jalan H. Agus Salim, Jalan DR.
Sutomo, Jalan Ir. Juanda, Jalan MT. Haryono, Jalan Sugi
Manuru, Jalan La Ode Pulu, Jalan Mayjen Panjaitan, Jalan
RA. Kartini, Jalan WR. Supratman, Jalan Emy Saelan, Jalan
Elang, Jalan Sugi Laenda, Jalan Ronggo Warsito, Jalan
Kontu Kowuna, Jalan Mata Buntu, Jalan Macan, Jalan S.
Goldaria, Jalan Salepa, Jalan Kelapa, Jalan Diponegoro,
Jalan Kamboja, Jalan Bunga Matahari, Jalan Bunga
Tanjung, Jalan Kelinci, Jalan Made Sabara, Jalan Teratai,
Jalan Srikaya, Jalan Pahlawan, Jalan Kantolalo, Jalan
Merdeka, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Sutomo, Jalan Dewi
Sartika, Jalan Muh. Yamin, Jalan Pelabuhan, Jalan
Perjuangan, Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Batalaiworu,
Jalan Merpati, Jalan Sawi, Jalan Terong, Jalan Pokadulu,
Jalan A. Yani, Jalan MH. Thamrin, Jalan Gatot Subroto,
Jalan Jend. Sudirman dan Jalan Basuki Rahmat;
2. jaringan jalan lokal sekunder sepanjang 30,61 (tiga puluh
koma enam puluh satu) kilometer meliputi ruas Jalan
Pattimura, Jalan Imam Bonjol, Jalan S. Parman, Jalan
Saweri Gading, Jalan Sangke Palangga, Jalan La Ode Pandu,
Jalan Letjen Suprapto, Jalan Teuku Umar, Jalan Kijang,
Jalan Durian, Jalan Kaendea, Jalan Kapten Tendean, Jalan
Terminal, Jalan Pasar Sentral, Jalan Melati, Jalan Anggrek,
Jalan Dahlia, Jalan Mawar, Jalan Pelanduk, Jalan Tupai,
Jalan Landak, Jalan Rambutan, Jalan Jambu Mete, Jalan
Slamet Riyadi, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Kangkung,
Jalan Cemangi, Jalan Tomat, Jalan Lombok, Jalan Gambas,
Jalan Ketimun, Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Kancil,
Jalan Delima, Jalan Bebara, Jalan Cakalang, Jalan Kasuari,
Jalan Unta, Jalan Anoa, Jalan Benteng, Jalan Beruang,
Jalan Nusa Indah, Jalan Cempaka, Jalan Kenari, Jalan
Camar, Jalan Labu, Jalan Melinjo, Jalan Kentang, Jalan
Bayam, Jalan Gersamata, Jalan Komp. Batalaiworu L. Balai,
Jalan Komp. Kec. Batalaiworu, Jalan Samping SMP III, Jalan
Galampano Tuia/Empang, Jalan Akses Restoran
Terapung, Jalan Akses GOR, Jalan Dermaga Laino, Jalan
Cadika, Jalan Cadika By Pass, Jalan Laabalano By Pass,
Jalan Akses Kantor Daerah, Jalan Bata Laiworu, Jalan
Kantor Daerah By Pass, Jalan Kartika dan Jalan
Wirabuana; dan

-13-
3. jaringan jalan lingkungan sekunder sepanjang 6,11 (enam
koma sebelas) kilometer meliputi ruas Jalan Cut Nya Dien,
Jalan Belibis, Jalan Bangau, Jalan Nuri, Jalan Kakatua,
Jalan Tekukur, Jalan Kuli Dawa, Jalan SMP II Kec.
Batalaiworu, Jalan Lingk. Lampowu Laino, Jalan Lingk.
Wamponiki, Jalan Lingk. Raha III, Jalan Swadaya, Jalan
Lorong SMA I, Jalan Kompleks SMP III dan Jalan Pemancar.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. terminal penumpang terdiri atas :
1. rencana terminal penumpang tipe B pada Terminal Raha di
Kecamatan Batalaiworu; dan
2. rencana terminal penumpang tipe C di Wakuru Kecamatan
Tongkuno, Kambara Kecamatan Tiworo Kepulauan, Desa
Wakumoro Kecamatan Parigi, Kelurahan Tampo Kecamatan
Napabalao, Desa Maligano Kecamatan Maligano dan Desa
Pure Kecamatan Wakorumba Selatan.
b. terminal barang direncanakan berlokasi dekat dengan
Pelabuhan Laut Nusantara Raha di Raha Kecamatan Katobu;
dan
c. jembatan timbang dan unit pengujian kendaraan bermotor
direncanakan di Desa Tondasi Kecamatan Tiworo Kepulauan
dan Desa Tampo Kecamatan Napabalano.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. jaringan lintas angkutan barang terdiri atas :
1. Kendari Raha;
2. Raha Baubau;
3. Muna Buton Utara; dan
4. Muna Konawe Selatan.
b. jaringan trayek angkutan orang terdiri atas :
1. trayek angkutan penumpang Antar Kota Antar Provinsi
(AKAP) yaitu trayek Raha Bira Makassar;
2. trayek angkutan penumpang Antar Kota Dalam Provinsi
(AKDP) terdiri atas :
a) Kendari Raha;
b) Baubau Muna; dan
c) Raha Waara Baubau.
3. trayek angkutan perdesaan terdiri atas :
a) Raha Tampo;
b) Raha Lawa;
c) Raha Kambara;
d) Raha Wakuru;
e) Raha Gualimasara Latawe;
f) Raha Waara Lohia;
g) Raha Mabolu;
h) Raha Parigi Lasehao;
i) Raha Lakapodo;

-14-
j) Raha Masara;
k) Raha Bonea;
l) Raha Laloea; dan
m) Raha - Wamengkoli.
c. trayek angkutan jalan perintis yaitu Kendari Tondasi
sepanjang 170 (seratus tujuh puluh) kilometer.
(5) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. lintas penyeberangan terdiri atas :
1. lintas penyeberangan antar provinsi melalui perairan Teluk
Bone yang menghubungkan Pelabuhan Penyeberangan
Tondasi Pelabuhan Penyeberangan Bira (Bulukumba,
Provinsi Sulawesi Selatan);
2. lintas penyeberangan antar kabupaten/kota melalui
perairan Selat Tiworo yang menghubungkan Pelabuhan
Penyeberangan Tampo Pelabuhan Penyeberangan Torobulu
(Kabupaten Konawe Selatan);
3. rencana lintas penyeberangan antar kabupaten/kota melalui
perairan Selat Tiworo yang menghubungkan Pelabuhan
Penyeberangan Tondasi rencana Pelabuhan Penyeberangan
Pajala Kasipute (Kabupaten Bombana);
4. rencana lintas penyeberangan dalam kabupaten melalui
perairan Selat Buton yang menghubungkan :
a) rencana Pelabuhan Penyeberangan Raha rencana
Pelabuhan Penyeberangan Pure; dan
b) rencana Pelabuhan Penyeberangan Raha rencana
Pelabuhan Penyeberangan Maligano.
b. pelabuhan penyeberangan terdiri atas :
1. Pelabuhan Penyeberangan Tondasi di Kecamatan Tiworo
Kepulauan;
2. Pelabuhan Penyeberangan Tampo di Kecamatan
Napabalano;
3. rencana Pelabuhan Penyeberangan Raha di Kecamatan
Lohia;
4. rencana Pelabuhan Penyeberangan Pure di Kecamatan
Wakorumba Selatan;
5. rencana Pelabuhan Penyeberangan Pajala di Kecamatan
Maginti; dan
6. rencana Pelabuhan Penyeberangan Maligano di Kecamatan
Maligano.
(6) Rincian sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III - VI yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-15-
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b, meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. jaringan trayek.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. pelabuhan pengumpul yaitu Pelabuhan Laut Nusantara Raha di
Kecamatan Katobu;
b. pelabuhan pengumpan terdiri atas :
1. Pelabuhan Tampo di Kecamatan Napabalano; dan
2. Pelabuhan Maligano di Kecamatan Maligano.
c. pelabuhan pelayaran rakyat terdiri atas :
1. Dermaga Tondasi di Kecamatan Tiworo;
2. Dermaga Laino di Kecamatan Batalaiworu;
3. Dermaga Pajala di Kecamatan Maginti;
4. Dermaga Pure di Kecamatan Wakorumba Selatan;
5. Walengkabola di Kecamatan Tongkuno; dan
6. Tobea di Kecamatan Towea.
d. terminal khusus terdiri atas:
1. terminal BBM di Desa Tampo Kecamatan Napabalano; dan
2. rencana terminal khusus pertambangan batu gamping
(kapur) di Kecamatan Lohia.
(3) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas:
a. trayek angkutan laut pelayaran nasional yaitu Benoa -
Makassar Pelabuhan Murhum Pelabuhan Laut Nusantara
Raha - Pelabuhan Laut Nusantara Kendari Kolonodale
Luwuk Gorontalo Bitung Gorontalo Luwuk Kolonodale
Pelabuhan Laut Nusantara Kendari Pelabuhan Laut Nusantara
Raha Pelabuhan Murhum Makassar Labuan Bajo Bima
Lembar - Benoa;
b. trayek angkutan laut pelayaran regional meliputi :
1. Pelabuhan Laut Nusantara Kendari Pelabuhan Laut
Nusantara Raha Pelabuhan Murhum;
2. Pelabuhan Tampo Pelabuhan Torobulu (Kabupaten
Konawe Selatan);
3. Pelabuhan Tampo Lainea (Kabupaten Konawe Selatan);
4. Pelabuhan Tampo Lakara (Kabupaten Konawe Selatan);
5. Pelabuhan Maligano Lapuko (Kabupaten Konawe
Selatan);
6. Tobea Lainea (Kabupaten Konawe Selatan);
7. Dermaga Pajala Pelabuhan Kasipute (Kabupaten
Bombana);

-16-
8. Pelabuhan Laut Nusantara Raha - Wakorumba Utara
(Kabupaten Buton Utara);
9. Pelabuhan Laut Nusantara Raha - Labuan (Kabupaten
Buton Utara); dan
10. Dermaga Pure Pelabuhan Ereke (Kabupaten Buton
Utara).
c. trayek lokal/pelayaran rakyat meliputi :
1. Pelabuhan Laino Pelabuhan Pure;
2. Pelabuhan Maligano - Dermaga Pure;
3. Pelabuhan Laut Nusantara Raha Pelabuhan Maligano;
dan
4. Pelabuhan Laut Nusantara Raha Walengkabola.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, yaitu Bandar Udara Sugimanuru sebagai bandar udara
pengumpan yang terdapat di Kecamatan Kusambi.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas :
a. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) terdiri atas:
1. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
2. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
3. kawasan di bawah permukaan transisi;
4. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
5. kawasan di bawah permukaan kerucut; dan
6. kawasan di bawah permukaan horizontal luar.
b. KKOP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dapat
dijadikan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam mengatur
ketinggian bangunan di sekitar bandar udara; dan
c. ketentuan lebih lanjut mengenai batas-batas wilayah KKOP
mengacu pada peraturan perundang-undangan.
(4) Rincian sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-17-
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 11
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
a, terdiri atas :
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yaitu PLTD Raha di
Kecamatan Katobu;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yaitu rencana
pembangunan PLTMH di Kecamatan Maligano, Pasikolaga dan
Batukara;
c. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kecamatan
Duruka; dan
d. rencana Pembangkit Listik Tenaga Surya (PLTS) di setiap
kecamatan.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. jaringan transmisi tenaga listrik terdiri atas :
1. Gardu Induk di Kecamatan Katobu;
2. jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) yaitu
SUTM 150 KV menghubungkan Raha Buton (melintasi
Selat Buton) Baubau; dan
3. jaringan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) terdapat
di setiap kecamatan.
b. jaringan pipa minyak dan gas bumi terdiri atas :
1. Depo BBM di Raha Kecamatan Katobu; dan
2. rencana Depo BBM di Tampo Kecamatan Napabalano.
(4) Rincian sistem jaringan sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IX yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-18-
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 13
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu Stasiun Telepon Otomot (STO) terdiri atas:
a. STO Raha di Kecamatan Katobu; dan
b. rencana STO Parigi di Kecamatan Parigi.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas:
a. jaringan seluler berupa pengembangan menara telekomunikasi
Base Transceiver Station (BTS) untuk penguatan sinyal
menjangkau seluruh daerah, dengan penempatan menara BTS
eksisting terdapat di :
1. Kecamatan Katobu yaitu di Kelurahan Raha III, Raha II dan
Mangga Kuning;
2. Kelurahan Sidodadi di Kecamatan Batalaiworu;
3. Kecamatan Watopute yaitu di Kelurahan Wali, Desa
Lakauduma dan Wakadia;
4. Kecamatan Duruka yaitu di Kelurahan Palangga dan
Wapunto;
5. Desa Kondongia Kecamatan Lohia;
6. Desa Mabodo Kecamatan Kontunaga;
7. Kecamatan Kusambi yaitu di Desa Sidamangura, Guali dan
Masara;
8. Kelurahan Tampo Kecamatan Napabalano;
9. Kecamatan Marobo yaitu di Desa Marobo dan Wadolao;
10. Kecamatan Kabawo yaitu di Kelurahan Laimpi dan
Lasehao;
11. Kecamatan Parigi yaitu di Desa Wasolangka dan
Wakumoro;
12. Kecamatan Tongkuno yaitu di Kelurahan Kontumolepe dan
Dana Goa;
13. Desa Labasa Kecamatan Tongkuno Selatan;
14. Kelurahan Tiworo Kecamatan Tiworo Kepulauan;
15. Desa Wa Pae Kecamatan Tiworo Tengah;
16. Desa Kombikuno Kecamatan Napanokusambi;
17. Kecamatan Sawerigadi yaitu di Desa Lakalamba dan Wuna;
18. Desa Maligano Kecamatan Maligano;
19. Desa Kogholifano Kecamatan Pasir Putih;
20. Kecamatan Kabangka; dan
21. Kecamatan Barangka.

-19-
b. sistem jaringan stasiun radio lokal direncanakan menjangkau
hingga ke seluruh pelosok perdesaan dengan stasiun pemancar
terdapat di Kecamatan Katobu.
(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berupa pemanfaatan jaringan satelit untuk pengembangan
telekomunikasi dan internet di seluruh daerah.
(5) Rincian sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumberdaya Air

Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf c, terdiri atas :
a. WS;
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan irigasi;
d. prasarana atau jaringan air baku;
e. prasarana air baku untuk air minum;
f. sistem pengendali banjir; dan
g. sistem pengamanan pantai.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi aspek konservasi
sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian
daya rusak air secara terpadu dengan memperhatikan arahan pola
dan rencana pengelolaan sumberdaya air WS.
(3) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan WS
lintas kabupaten terdiri atas :
a. WS Muna dengan DAS dalam daerah meliputi DAS Tiworo, DAS
Soga, DAS Remba, DAS Lahodu, DAS Omba, DAS Tolimbo, DAS
Baru Membe, DAS Lambiku, DAS Bonea, DAS Labungi, DAS
Motewe, DAS Wangkaborona, DAS Kombakomba, DAS
Tongkonu, DAS Tongkuno, DAS Wakuru, DAS Wasongkala, DAS
Labulubulu, DAS Logmia Baru, DAS Logmia, DAS Lamanu, DAS
Wakobalu, DAS Lamelaiya, DAS Bonengkadia, DAS
Laangsengia, DAS Kasimpa, DAS Katangana, DAS Lakabu, DAS
Bonebone, DAS Santiri, DAS Belanbelan Kecil, DAS Katela, DAS
Belanbelan Besar, DAS Bangkomalampe, DAS Pasipi, DAS
Mesalokan, DAS Maloang, DAS Sanggaleang, DAS Latoa, DAS
Mandike, DAS Kayuangi, DAS Simuang, DAS Santigi, DAS Tiga,
DAS Bero dan DAS Bangko;
b. WS Poleang Roraya dengan DAS dalam daerah yaitu DAS Tobea;
dan
c. WS Buton dengan DAS dalam daerah meliputi DAS Bone, DAS
Pola, DAS Wakorumba, DAS Langkolome, DAS Moolo, DAS
Porohua, DAS Motewe, DAS Lebo dan DAS Langkoroni.

-20-
(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, merupakan CAT lintas kabupaten terdiri atas:
a. CAT Muna seluas 213 (dua ratus tiga belas) kilometer persegi
terdapat di Kabupaten Muna dan Buton;
b. CAT Bangbong seluas 69 (enam puluh sembilan) kilometer
persegi terdapat di Kabupaten Muna dan Buton Utara; dan
c. CAT Lebo seluas 591 (lima ratus sembilan puluh satu) kilometer
persegi terdapat di Kabupaten Muna, Buton dan Buton Utara.
(5) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas:
a. DI terdiri atas :
1. DI kewenangan pemerintah provinsi yaitu DI utuh
kabupaten/kota ditetapkan pada DI Kambara seluas 2.038
(dua ribu tiga puluh delapan) hektar; dan
2. DI kewenangan pemerintah kabupaten terdiri atas :
a) DI Bente seluas 195 (seratus sembilan puluh lima)
hektar;
b) DI Katangana seluas 433 (empat ratus tiga puluh tiga)
hektar;
c) DI Kolasa seluas 468 (empat ratus enam puluh delapan)
hektar;
d) DI Langkolome seluas 350 (tiga ratus lima puluh)
hektar;
e) DI Lupia seluas 100 (seratus) hektar;
f) DI Marobea seluas 125 (seratus dua puluh lima) hektar;
g) DI Pure seluas 200 (dua ratus) hektar; dan
h) DI Tambak Maligano seluas 250 (dua ratus lima puluh)
hektar.
3. DI kabupaten lainnya yaitu irigasi desa meliputi DI
Bahutara, DI Labulu-bulu, DI Kasimpa, DI Wanseriwu dan
DI Lawada.
b. rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi
eksisting yang ada; dan
c. pendayagunaan potensi jaringan sumberdaya air antar DAS
untuk mendukung ketersediaan air baku untuk jaringan irigasi.
(6) Prasarana/jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, merupakan pengembangan bendung provinsi dalam rangka
penyediaan air baku yaitu Bendung Kambara di Kecamatan Tiworo
Kepulauan.
(7) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e, merupakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
terdiri atas:
a. jaringan perpipaan terdiri atas :
1. Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) Raha di Kecamatan
Katobu bersumber dari mata air Jompi dan mata air Lende
di Kecamatan Katobu; dan
2. Sistem Penyediaan Air Minum Ibukota Kecamatan (IKK)
terdiri atas :

-21-
a) IKK Lasehao bersumber dari mata air di Lasehao;
b) IKK Lawa bersumber dari mata air di Lawa;
c) IKK Lohia bersumber dari mata air di Lohia; dan
d) IKK Wakadia bersumber dari mata air di Wakadia.
b. jaringan non perpipaan yaitu pemanfaatan sumber air baku
untuk air minum secara langsung melalui :
1. Sungai Tiworo di Kecamatan Tiworo Kepulauan;
2. Sungai Kancitala di Kecamatan Bone;
3. Sungai Katangana di Kecamatan Tiworo Kepulauan;
4. Sungai Lambiku di Kecamatan Napabalano;
5. Sungai Lanoumba di Kecamatan Kusambi;
6. Sungai Kabangka Balano di Kecamatan Kabawo;
7. mata air di Kecamatan Tongkuno meliputi mata air Lia,
Wasonta, Langkeba, Lohontohe dan Oe Kandeli;
8. mata air di Kecamatan Kabawo dan Kabangka meliputi
mata air Oe Balano, Larubani, Laano Sania, Owula Moni
dan Tolu Laano;
9. mata air di Kecamatan Lawa dan Sawerigadi meliputi mata
air Tobi, Ghulu, Mata Kidi, Lasoropa, Wakombou, Kaaghi,
Lamoriri dan Oe Barakati;
10. mata air di Kecamatan Katobu meliputi mata air Jompi,
Lasunapa, Motonuno dan Laende;
11. mata air di Kecamatan Lohia meliputi mata air Jampaka
dan Ghova;
12. mata air di Kecamatan Parigi meliputi mata air Wakumoro
dan Fotuno Rete;
13. mata air di Kecamatan Kusambi meliputi mata air Rawa
Wakadia dan Fotuno Pure;
14. mata air di Kecamatan Napabalano meliputi mata air
Lambiku dan Tolimbo;
15. mata air di Kecamatan Tiworo Kepulauan meliputi mata air
Kambara dan Katangana;
16. mata air Langku- Iangku di Kecamatan Maginti;
17. mata air di Kecamatan Wakorumba Selatan meliputi mata
air Pure, Wambona, Liwu Metinggi, Sangia dan Labunia;
18. mata air Kalima-lima di Kecamatan Batukara;
19. sumur dangkal tersebar di seluruh daerah; dan
20. penampungan air hujan tersebar di setiap kecamatan.
(8) Sistem pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f, terdiri atas:
a. perlindungan tangkapan air melalui normalisasi sungai
direncanakan pada DAS Jompi di Kelurahan Raha I Kecamatan
Katobu dan DAS Labalano di Kelurahan Sidodadi Kecamatan
Batalaiworu; dan
b. bangunan tanggul sungai meliputi tanggul Sungai Labalano di
Kecamatan Batalaiworu dan tanggul Sungai Tula Kecamatan
Katobu.

-22-
(9) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g, meliputi kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana pengaman pantai pada
sepanjang pantai terdiri atas:
a. bangunan pemecah gelombang terdapat di Kelurahan
Wamponiki Kecamatan Katobu dan Desa Pola Kecamatan Pasir
Putih;
b. rehabilitasi kawasan Mangrove tersebar di Kelurahan
Wamponiki Kecamatan Katobu, Kelurahan Laiworu Kecamatan
Batalaiworu, Desa Bonea Kecamatan Lasalepa, Desa Motewe
Kecamatan Lasalepa, Kelurahan Napabalano Kecamatan
Napabalano, Desa Tondasi Kecamatan Tiworo Utara, Desa
Wambona Kecamatan Wakorumba Selatan, Desa Maligano
Kecamatan Maligano, Desa Tampunabale Kecamatan
Pasikolaga, Desa Marobo Kecamatan Marobo dan Desa Wadolao
Kecamatan Marobo; dan
c. bangunan talud pantai terdapat di :
1. Kecamatan Katobu yaitu di Kelurahan Raha I, Butung-
butung dan Wamponiki;
2. Kelurahan Laworu di Kecamatan Batalaiworu; dan
3. Desa Lagasa Kecamatan Duruka.
(10) Rincian sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 15
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air minum;
c. sistem jaringan drainase;
d. sistem jaringan air limbah; dan
e. jalur evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, merupakan pengelolaan sampah terdiri atas :
a. pengurangan sampah yaitu dengan cara pembatasan timbulan
sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan
kembali sampah; dan
b. penanganan sampah yaitu dengan cara terdiri atas :
1. pemilahan sampah rumah tangga dilakukan dengan
menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik
di setiap rumah tangga, kawasan permukiman, kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya;

-23-
2. pengumpulan sampah dilakukan sejak pemindahan sampah
dari tempat sampah rumah tangga ke Tempat Penampungan
Sementara (TPS)/TPS terpadu sampai ke Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) yang direncanakan di Kecamatan Watopute
dengan metode pengurugan berlapis bersih, dengan tetap
menjamin terpisahnya sampah sesuai dengan jenis sampah;
3. pengangkutan sampah rumah tangga dan sejenis sampah
rumah tangga ke TPS/TPST hingga ke TPA;
4. pengolahan sampah dilakukan dengan mengubah
karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah yang
dilaksanakan di TPS/TPST dan TPA; dan
5. pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan ke media
lingkungan secara aman.
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. jaringan perpipaan terdiri atas :
1. Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) Raha di Kecamatan
Katobu untuk melayani Kecamatan Katobu, Duruka,
Batalaiworu dan Lasalepa;
2. Sistem Penyediaan Air Minum IKK terdiri atas :
a) IKK Lasehao untuk melayani Lasehao;
b) IKK Lawa untuk melayani Lawa;
c) IKK Lohia untuk melayani Lohia; dan
d) IKK Wakadia direncanakan untuk melayani Wakadia.
b. jaringan non perpipaan dengan sumber air baku untuk air
minum melalui mata air, sungai dan sumur dangkal untuk
melayani kawasan perdesaan dan perkotaan yang belum
terlayani jaringan perpipaan.
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdiri atas:
a. drainase primer terdapat pada sungai-sungai beserta anak
sungainya yang tersebar pada DAS dalam daerah di DAS Tiworo,
DAS Soga, DAS Remba, DAS Lahodu, DAS Omba, DAS Tolimbo,
DAS Baru Membe, DAS Lambiku, DAS Bonea, DAS Labungi, DAS
Motewe, DAS Wangkaborona, DAS Kombakomba, DAS Tongkonu,
DAS Tongkuno, DAS Wakuru, DAS Wasongkala, DAS
Labulubulu, DAS Logmia Baru, DAS Logmia, DAS Lamanu, DAS
Wakobalu, DAS Lamelaiya, DAS Bonengkadia, DAS Laangsengia,
DAS Kasimpa, DAS Katangana, DAS Lakabu, DAS Bonebone,
DAS Santiri, DAS Belanbelan Kecil, DAS Katela, DAS Belanbelan
Besar, DAS Bangkomalampe, DAS Pasipi, DAS Mesalokan, DAS
Maloang, DAS Sanggaleang, DAS Latoa, DAS Mandike, DAS
Kayuangi, DAS Simuang, DAS Santigi, DAS Tiga, DAS Bero, DAS
Bangko, DAS Tobea, DAS Bone, DAS Pola, DAS Wakorumba, DAS
Langkolome, DAS Moolo, DAS Porohua, DAS Motewe, DAS Lebo
dan DAS Langkoroni;

-24-
b. drainase sekunder meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan
dan rawan genangan menuju drainase primer di setiap
kecamatan;
c. drainase tersier meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan
rawan genangan menuju drainase sekunder di setiap kecamatan;
dan
d. penyusunan rencana induk sistem jaringan drainase.
(5) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara
individual yang tersebar pada kawasan perkotaan dan perdesaan
di seluruh daerah;
b. sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara terpusat,
direncanakan pada kawasan perkotaan Raha; dan
c. pengelolaan limbah cair non domestik berupa rencana Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Rumah Sakit Umum Daerah
di Kecamatan Katobu.
(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, menggunakan jalur paling aman dan terdekat melalui ruas jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan menuju ruang
evakuasi bencana yaitu zona-zona aman terdekat dari lokasi bencana
dapat berupa penyediaan ruang terbuka di dataran tinggi dan/atau
memanfaatkan lapangan, fasilitas pendidikan dan/atau fasilitas
pemerintahan dan sarana lainnya.
(7) Rincian sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran
XII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 16
(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten di daerah meliputi kawasan
lindung dan kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
(satu banding lima puluh ribu) yang tercantum dalam Lampiran XIII
dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

-25-
Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 17
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam; dan
e. kawasan lindung geologi.
(2) Rincian kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 18
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf a, ditetapkan seluas 31.829 (tiga puluh satu ribu delapan ratus dua
puluh sembilan) hektar yang terdapat di Kecamatan Kabangka, Kabawo,
Katobu, Kontunaga, Kusambi, Maginti, Maligano, Napabalano, Parigi,
Sawerigadi, Tiworo Kepulauan, Tongkuno dan Wakorumba Selatan.

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 19
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau; dan
d. Ruang Terbuka Hijau.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat pada sepanjang pantai di setiap kecamatan kecuali
Kecamatan Kontunaga dan Watopute, dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat;
dan
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat pada sepanjang sungai dan anak sungai dalam DAS Tiworo,
DAS Soga, DAS Remba, DAS Lahodu, DAS Omba, DAS Tolimbo, DAS
Baru Membe, DAS Lambiku, DAS Bonea, DAS Labungi, DAS Motewe,

-26-
DAS Wangkaborona, DAS Kombakomba, DAS Tongkonu, DAS
Tongkuno, DAS Wakuru, DAS Wasongkala, DAS Labulubulu, DAS
Logmia Baru, DAS Logmia, DAS Lamanu, DAS Wakobalu, DAS
Lamelaiya, DAS Bonengkadia, DAS Laangsengia, DAS Kasimpa, DAS
Katangana, DAS Lakabu, DAS Bonebone, DAS Santiri, DAS
Belanbelan Kecil, DAS Katela, DAS Belanbelan Besar, DAS
Bangkomalampe, DAS Pasipi, DAS Mesalokan, DAS Maloang, DAS
Sanggaleang, DAS Latoa, DAS Mandike, DAS Kayuangi, DAS
Simuang, DAS Santigi, DAS Tiga, DAS Bero, DAS Bangko, DAS
Tobea, DAS Bone, DAS Pola, DAS Wakorumba, DAS Langkolome,
DAS Moolo, DAS Porohua, DAS Motewe, DAS Lebo dan DAS
Langkoroni, tersebar pada kawasan perkotaan dan perdesaan di
seluruh daerah, dengan ketentuan :
a. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan:
1. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga)
meter;
2. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh) meter; dan
3. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
b. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan terdiri atas:
1. garis sempadan pada sungai besar dengan luas DAS lebih
besar dari 500 (lima ratus) kilometer persegi, tidak bertanggul
di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak
100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai; dan
2. garis sempadan pada sungai kecil dengan luas DAS kurang
dari atau sama dengan 500 (lima ratus) kilometer persegi,
tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling
sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai.
c. garis sempadan pada sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari
tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai; dan
d. garis sempadan pada sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari
tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
(4) Kawasan sekitar danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
yaitu Danau Napabale di Kecamatan Lohia, dengan ketentuan
kawasan tepian danau yang lebarnya proporsional dengan bentuk

-27-
dan kondisi fisik danau antara 50 (lima puluh) meter sampai dengan
100 (seratus) meter dari permukaan air danau.
(5) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
yaitu Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) ditetapkan paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan terdiri
atas :
a. RTHP eksisting terdiri atas :
1. taman kota di Kecamatan Katobu;
2. hutan kota di Kecamatan Katobu;
3. jalur hijau jalan di Kecamatan Katobu; dan
4. pemakaman umum.
b. rencana RTHP di kawasan perkotaan Raha di Kecamatan Katobu.

Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 20
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan suaka alam;
b. kawasan pelestarian alam;
c. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan kawasan Hutan Konservasi (HK) ditetapkan seluas 7.401
(tujuh ribu empat ratus satu) hektar yang terdapat di Kecamatan
Maligano, Napabalano dan Wakorumba Selatan terdiri atas:
a. Cagar Alam Napabalano ditetapkan seluas 9,20 (sembilan koma
dua puluh) hektar yang terdapat di Kecamatan Napabalano; dan
b. Suaka Margasatwa Buton Utara ditetapkan 82.000 (delapan
puluh dua ribu) hektar yang terdapat di Kecamatan Wakorumba
Selatan dan Kabupaten Buton Utara.
(3) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, yaitu Taman Wisata Alam Laut Selat Tiworo ditetapkan
seluas 27.936 (dua puluh tujuh ribu sembilan ratus tiga puluh
enam) hektar yang terdapat di Kecamatan Tiworo Kepulauan.
(4) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Gua Liang Kobori di Desa Liang Kobori Kecamatan Lohia;
b. Mesjid Tua Muna di Kecamatan Tongkuno;
c. Benteng Tiworo di Kecamatan Tiworo Kepulauan;
d. Kota Muna di Kecamatan Tongkuno;
e. Gua Wambikido di Kecamatan Lohia;
f. Gua Metanduno di Kecamatan Lohia;
g. Benteng Kontunaga di Kecamatan Kontunaga;
h. Benteng Kasaka di Kecamatan Kabawo;
i. Benteng Sangia di Kecamatan Kabawo; dan
j. Kontukowuna, Kapal Sawerigading dan Makam Omputo Sangia di
Kecamatan Tongkuno.

-28-
Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 21
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di Desa Mata Indah di Kecamatan Pasir Putih.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdapat pada pesisir pantai bagian barat kabupaten
meliputi Kecamatan Napano Kusambi, Kusambi, Sawerigadi, Tiworo
Kepulauan, Tiworo Utara, Tiworo Tengah, Tiworo Selatan, Maginti,
Kabangka, Kabawo, Parigi dan Marobo.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Katobu yaitu di Kelurahan Wamponiki dan
Kelurahan Raha II.

Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 22
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan rawan gerakan tanah terdiri atas :
1. zona kerentanan menengah terdapat di Kecamatan
Tongkuno, Parigi, Kabawo, Lawa, Kusambi, Kontunaga,
Katobu dan Lohia; dan
2. zona kerentanan rendah terdapat di Kecamatan Tungkuno,
Parigi, Kabawo, Kabangka, Tiworo Kepulauan, Maginti, Lawa,
Sawerigadi, Kusambi, Katobu, Lohia, Napabalo, Wakorumba
Selatan dan Maligano.
b. kawasan rawan abrasi tersebar pada setiap kecamatan di wilayah
pesisir; dan
c. kawasan rawan tsunami tersebar pada pesisir pantai di
Kecamatan Napabalano dan Maligano.
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan imbuhan air tanah terdiri atas :

-29-
1. CAT dalam daerah meliputi CAT Muna, CAT Bangbong dan
CAT Lebo; dan
2. Kawasan Karst terdapat di Kecamatan Kabawo, Katobu,
Kontunaga, Lawa, Lohia, Maligano, Napabalano, Parigi,
Tongkuno dan Wakorumba Selatan.
b. sempadan mata air ditetapkan dengan ketentuan berjarak 200
(dua ratus) meter di sekitar mata air.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 23
(1) Kawasan budidaya wilayah kabupaten di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional; dan
b. kawasan budidaya kabupaten.
(2) Kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan sebagai
kawasan andalan terdiri atas :
a. Kawasan Andalan Kapolimu Patikala/Muna Buton dan
sekitarnya dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan,
perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata;
dan
b. Kawasan Andalan Laut Tiworo dan sekitarnya dengan sektor
unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata.
(3) Kawasan budidaya kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(4) Rincian kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XV - XVI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 24
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (3 huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.

-30-
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, ditetapkan seluas 1.136 (seribu seratus tiga puluh enam)
hektar yang terdapat di Kecamatan Wakorumba Selatan.
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, ditetapkan seluas 42.947 (empat puluh dua ribu sembilan
ratus empat puluh tujuh) hektar yang terdapat di Kecamatan
Kabawo, Katobu, Kontunaga, Kusambi, Lawa, Napabalano, Parigi,
Sawerigadi, Tongkuno dan Wakorumba Selatan.
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan seluas 8.940 (delapan
ribu sembilan ratus empat puluh) hektar yang terdapat di Kecamatan
Kabangka, Lawa, Maginti, Parigi, Sawerigadi, Tiworo Kepulauan dan
Wakorumba Selatan.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 25
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (3) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan tanaman pangan lahan basah dengan
komoditi padi sawah yang terdapat di Kecamatan Tiworo
Kepulauan, Kabawo, Kabangka, Parigi, Tiworo Tengah,
Sawerigadi, Maginti, Tongkuno, Tiworo Selatan, Kontu Kowuna,
Kusambi, Wakorumba Selatan dan Maligano; dan
b. kawasan peruntukan tanaman pangan lahan kering dengan
komoditi padi ladang dan palawija yang terdapat di Kecamatan
Batalaiworu, Duruka, Lohia, Kabangka, Napabalano, Lasalepa,
Kusambi, Sawerigadi, Tiworo Kepulauan, Maginti, Maligano,
Wakorumba Selatan, Kabawo, Tongkuno, Kontunaga, Pasikolaga,
Batukara, Pasir Putih, Watopute, Lawa, Wadaga, Barangka,
Kabawo, Parigi, Kontukowuna, Tongkuno Selatan, Marobo, Bone,
Tiworo Selatan, Tiworo Utara, Tiworo Tengah dan Napano
Kusambi.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan tanaman sayuran yang terdapat di Kecamatan Tiworo
Kepulauan, Tiworo Tengah, Tiworo Selatan, Sawerigadi,
Kabangka, Batalaiworu dan Lasalepa; dan
b. kawasan tanaman buah-buahan terdiri atas:
1. kawasan tanaman Jeruk Medan (lemon cina), Jeruk Bali dan
Jeruk Purut terdapat di Desa Kambara Kecamatan Tiworo,

-31-
Desa Lupia Kecamatan Kabangka, Kecamatan Parigi,
Maligano, Katobu, Kusambi, Sawerigadi dan Kabawo;
2. kawasan tanaman mangga terdapat di Kecamatan Katobu,
Napabalano, Parigi, Kusambi, Sawerigadi dan Kabawo;
3. kawasan tanaman rambutan terdapat di Kecamatan Parigi,
Kusambi, Sawerigadi dan Kabawo;
4. kawasan tanaman langsat terdapat di Kecamatan Tongkuno,
Kusambi dan Maligano; dan
5. kawasan tanaman pepaya, pisang, nenas, nangka,
kedondong, jambu biji dan jambu air terdapat di Kecamatan
Napabalano, Parigi, Maligano, Tongkuno, Lohia, Kusambi,
Sawerigadi dan Kabawo.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. tanaman perkebunan rakyat eksisting dengan komoditi antara
lain jambu mete, kakao, kelapa, kopi, kemiri, kapuk dan lada
yang terdapat di setiap kecamatan; dan
b. rencana perkebunan Tebu.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas :
a. ternak besar terdiri atas :
1. ternak Sapi terdiri atas :
a) ternak sapi eksisting terdapat di setiap kecamatan; dan
b) rencana kawasan ternak sapi potong.
2. ternak Kerbau; dan
3. kawasan ternak Kuda di Kecamatan Lawa.
b. ternak kecil terdiri atas :
1. ternak Kambing eksisting terdapat di setiap kecamatan; dan
2. ternak Babi eksisting terdapat di Kecamatan Tongkuno,
Parigi, Kabangka, Kontu Kowuna, Tiworo Kepulauan, Tiworo
Tengah, Sawerigadi dan Wakorumba Selatan.
c. ternak unggas terdapat di setiap kecamatan dengan komoditi
ternak meliputi ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras
pedaging/ayam potong dan itik.
(6) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), direncanakan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
terdiri atas lahan beririgasi, lahan tidak beririgasi dan lahan
cadangan pertanian, selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Muna.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (3) huruf c, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan;

-32-
c. kawasan minapolitan; dan
d. kawasan pulau-pulau kecil.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap terdapat pada perairan
laut di Kecamatan Tongkuno, Parigi, Marobo, Kabawo, Kabangka,
Tiworo Kepulauan, Maginti, Tiworo Tengah, Tiworo Selatan,
Tiworo Utara, Kusambi, Katobu, Lohia, Duruka, Batalaiworu,
Napabalano, Lasalepa, Napano Kusambi, Towea, Wakorumba
Selatan, Pasir Putih, Pasi Kolaga, Maligano dan Batukara, dengan
kewenangan pengelolaan wilayah laut kabupaten dari 0 (nol)
sampai dengan 4 (empat) mil; dan
b. sarana dan prasarana perikanan tangkap yaitu Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) sekaligus berfungsi sebagai Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) meliputi :
1. PPI Laino di Kecamatan Batalaiworu;
2. PPI Tampo di Kecamatan Napabalano;
3. PPI Tondasi di Kecamatan Tiworo Utara;
4. PPI Wadolau di Kecamatan Marobo;
5. PPI Oempu di Kecamatan Tongkuno; dan
6. PPI Maligano di Kecamatan Maligano.
(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. budidaya perikanan air laut dengan komoditi terdiri atas:
1. Rumput Laut terdapat di Kecamatan Towea, Pasi Kolaga,
Marobo, Kusambi, Wakorumba Selatan, Pasir Putih,
Kabangka, Kabawo, Maginti, Tongkuno, Lohia, Napabalano,
Tiworo Utara, Duruka, Napano Kusambi, Batukara, Tiworo
Kepulauan, Lasalepa, Maligano, Tiworo Tengah, Batalaiworu
dan Katobu; dan
2. Kepiting terdapat di Kecamatan Tiworo Utara, Marobo,
Maginti, Kabawo, Kabangka, Tiworo Kepulauan, Kusambi,
Duruka, Towea dan Maligano;
3. Udang terdapat di Kecamatan Kabawo, Maginti, Parigi, Tiworo
Tengah, Tiworo Kepulauan, Kabangka, Marobo, Tiworo Utara,
Maligano, Wakorumba Selatan, Napano Kusambi, Kusambi,
Batukara dan Pasi Kolaga; dan
4. Kerang terdapat di Kecamatan Towea, Tiworo Utara, Maginti,
dan Lohia.
b. budidaya perikanan air payau yaitu tambak terdapat di
Kecamatan Parigi, Kabangka, Maligano, Napano Kusambi,
Kusambi, Napabalano, Maginti, Tiworo Kepulauan, Wakorumba
Selatan, Kabawo, Marobo, Tiworo Tengah, Tiworo Selatan,
Batukara, Batalaiworu, Lasalepa, Katobu, Lohia, Duruka, Towea,
Pasir Putih dan Pasi Kolaga;
c. budidaya perikanan air tawar yaitu kolam di Kecamatan Lawa,
Barangka, Sawerigadi, Parigi, Kabangka dan Maligano.

-33-
(4) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
merupakan rencana kawasan minapolitan kabupaten berpusat di
Desa Tondasi Kecamatan Tiworo Utara dengan wilayah pendukung
meliputi Kecamatan Towea, Napabalano, Napanokusambi, Kusambi,
Tiworo Kepulauan, Tiworo Tengah, Kabawo, Maginti, Kabangka,
Parigi dan Marobo.
(5) Kawasan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, sebanyak 185 (seratus delapan puluh lima) pulau terdiri
atas:
a. pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni meliputi Pulau
Lambunobanggai, Pulau Labangkele, Pulau Mataradu, Pulau
Wabunolaa Kema, Pulau Wause, Pulau Mangulu, Pulau
Manghulo, Pulau Wabunolaa Suana, Pulau Ghomenokuku, Pulau
Ruarua, Pulau Liwutobari, Pulau Tinondo, Pulau Ghodo Dalam,
Pulau Ghodo Luar, Pulau Liwuwandala Besar, Pulau
Liwuwandala Sedang, Pulau Liwuwandala Kecil, Pulau Rengku
Luar, Pulau Rengku Kecil, Pulau Rengku Dalam, Pulau Napabale,
Pulau Napabale Selatan, Pulau Napabale Utara, Pulau Napabale
Tengah, Pulau Mongkelunobatukolaso, Pulau Mongkelu Utara,
Pulau Mongkelu Selatan, Pulau Sangialanologhia, Pulau
Kabarigau, Pulau Tambiundalo, Pulau Barigau Timur, Pulau
Barigau Tengah, Pulau Barigau Barat, Pulau Barigau Selatan,
Pulau Barigau Utara, Pulau Matanolatu Utara, Pulau Matanolatu
Selatan, Pulau Kodadarano Barat, Pulau Kodadarano Timur,
Pulau Kodadarano Tengah, Pulau Wasulewe, Pulau Wapuane
Luar, Pulau Wapuane Dalam, Pulau Wapuane Luar, Pulau
Lawulandi Besar, Pulau Lawulandi Kecil, Pulau Wandolola, Pulau
Motongkano, Pulau Bonemewanta, Pulau Bembulo Besar, Pulau
Bembulo Kecil, Pulau Rokaru, Pulau Djongkere Besar, Pulau
Djongkere Kecil, Pulau Liambawo Besar, Pulau Liambawo
Sedang, Pulau Liambawo Kecil, Pulau Batumandera Barat, Pulau
Batumandera Timur, Pulau Kasasi Besar, Pulau Kasasi Kecil,
Pulau Tampunomeleura, Pulau Lapandulangi, Pulau Lemo, Pulau
Labokeo, Pulau Labokeo Kecil, Pulau Sampalu Besar, Pulau
Sampalu Kecil, Pulau Ghilei, Pulau Nanasi Utara, Pulau Nanasi
Selatan, Pulau Mataghontoghe Utara, Pulau Mataghontoghe
Timur, Pulau Mataghontoghe Selatan, Pulau Mataghontoghe
Barat, Pulau Kolowa Barat, Pulau Kolowa Timur, Pulau
Moteterano Utara, Pulau Moteterano Selatan, Pulau Moteterano
Tengah, Pulau Moteterano Barat, Pulau Moteterano Timur, Pulau
Wakata Utara, Pulau Wakata Selatan, Pulau Wakata Tengah,
Pulau Wakata Barat, Pulau Wakata Timur, Pulau Lima Ise, Pulau
Lima Rua, Pulau Lima Tolu, Pulau Lima Pa, Pulau Lima Dima,
Pulau Lasaido Besar, Pulau Lasaido Kecil, Pulau Lagili Besar,
Pulau Lagili Kecil, Pulau Ghole, Pulau Bakuku, Pulau
Laowakainseghonu, Pulau Munante, Pulau Munante Kecil, Pulau
Bangkomalampe, Pulau Belanbelan Besar, Pulau Belanbelan
Kecil, Pulau Maloang Kecil, Pulau Simuang, Pulau Bungintaburi,

-34-
Pulau Rangku, Pulau Kayuangin Tengah, Pulau Kayuangin Utara,
Pulau Latoa, Pulau Lumuna Besar, Pulau Masalokaan, Pulau
Pasipibangkawang, Pulau Ransaweta, Pulau Wansaringan, Pulau
Kabenta, Pulau Kalekalei Luar, Pulau Kalekalei Tengah, Pulau
Laiworu Utara, Pulau Laiworu Tengah, Pulau Laiworu Selatan,
Pulau Sangia Buri, Pulau Ghoghombio Utara, Pulau Ghoghombio
Selatan, Pulau Laokusi, Pulau Limamadawa Utara, Pulau
Limamadawa Tengah, Pulau Limamadawa Selatan, Pulau
Teluktongkuno Utara, Pulau Teluktongkuno Utara Dalam, Pulau
Teluktongkuno Tengah, Pulau Teluktongkuno Barat, Pulau
Teluktongkuno Timur, Pulau Teluktongkuno Selatan, Pulau
Ghodo Utara, Pulau Ghodo Tengah, Pulau Ghodo Selatan, Pulau
Liwutobari, Pulau Lambubangkai, Pulau Wause, Pulau
Mbangkele Utara, Pulau Mbangkele Selatan, Pulau
Wabanulakema, Pulau Bembulo Utara, Pulau Bembulo Selatan,
Pulau Rukaru Besar, Pulau Rukaru Kecil, Pulau Djongkere,
Pulau Lemo, Pulau Sampalu Utara, Pulau Sampalu Selatan,
Pulau Laowakainseghonu, Pulau Kabarigau, Pulau Lamanukia
Utara, Pulau Lamanukia Tengah, Pulau Lamanukia Selatan,
Pulau Lagili Besar, Pulau Lagili Kecil dan Pulau Kontumodea; dan
b. pulau-pulau kecil berpenghuni meliputi Pulau Tobea Besar,
Pulau Bontubontu Timur, Pulau Bontubontu Barat, Pulau Tobea
Kecil, Pulau Bakealu, Pulau Kogholifano, Pulau Balu, Pulau Bero,
Pulau Maloang, Pulau Sanggaleang, Pulau Santigi, Pulau Tasipi,
Pulau Tiga, Pulau Bangko, Pulau Gala, Pulau Gala Kecil, Pulau
Maginti, Pulau Pasipadanga, Pulau Pasimadiki, Pulau Taboang,
Pulau Indo, Pulau Katela, Pulau Kayuangin, Pulau Mandike dan
Pulau Pasikuta.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Muna.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (3) huruf d, merupakan rencana WP terdiri atas :
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP);
b. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR); dan
c. Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, direncanakan
seluas 57.828 (lima puluh tujuh ribu delapan ratus dua puluh
delapan) hektar dengan komoditi tambang terdiri atas :
a. mineral logam terdiri atas :
1. Nikel terdapat di Kecamatan Wakorumba Selatan, Maligano
dan Batukara; dan

-35-
2. Bijih besi, emas dan mangan terdapat di Kecamatan Duruka,
Tongkuno, Kabawo, Wadaga, Kontunaga dan Lohia.
b. mineral bukan logam terdiri atas:
1. Batu Gamping terdapat di Kecamatan Duruka, Kontunaga,
Lawa, Tongkuno Selatan, Tongkuno, Lohia, Kabawo dan
Parigi; dan
2. Dolomit terdapat di Kecamatan Parigi, Lawa, Duruka,
Kontunaga, Lohia, Watopute dan Sawerigadi.
c. Batuan terdiri atas :
1. Tanah Liat terdapat di Kecamatan Batalaiworu, Kusambi,
Lasalepa, Parigi, Watopute, Pasir Putih, Barangka, Kabawo,
Tiworo Kepulauan, Napabalano, Tongkuno, Napanokusambi,
Marobo dan Bone;
2. Pasir Kwarsa terdapat di Kecamatan Maginti, Tiworo Tengah
dan Kecamatan Tiworo Kepulauan yaitu di Desa Wanseriwu
dan Santiri; dan
3. tanah urug terdapat di setiap kecamatan.
d. Batubara berupa Aspal terdapat di Kecamatan Maligano,
Batukara, Wakorumba Selatan, Pasir Putih dan Pasikolaga.
(3) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, direncanakan
pada lokasi dilakukannya kegiatan tambang rakyat yang memenuhi
kriteria dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan
komoditas tambang terdiri atas :
a. Sirtu terdapat di Kecamatan Maligano, Batukara, Pasikolaga,
Lasalepa, Lohia, Kontunaga dan Duruka;
b. Batu Gamping dan Batu Kapur terdapat di Kecamatan Lawa,
Duruka, Kontunaga dan Lohia;
c. Batu gunung terdapat di setiap kecamatan; dan
d. Tanah Liat terdapat di Batalaiworu, Kusambi, Lasalepa, Parigi,
Watopute, Pasir Putih, Barangka, Kabawo, Tiworo Kepulauan,
Napabalano, Tongkuno, Napanokusambi, Marobo dan Bone.
(4) WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, direncanakan
pada kawasan hutan lindung di Kecamatan Wakorumba Selatan dan
Maligano dengan cadangan tambang berupa aspal dan nikel.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (3) huruf e, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar; dan
b. kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, merupakan kawasan industri terdiri atas:
a. kawasan industri pengolahan hasil pertambangan yaitu rencana
pabrik semen di Kecamatan Lohia dan Tongkuno; dan

-36-
b. kawasan industri pengolahan hasil perkebunan yaitu rencana
pabrik gula di Kecamatan Kusambi.
(3) Kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan eksisting
terdiri atas:
1. industri pengolahan jagung dan kacang tanah terdapat di
Kecamatan Kusambi dan Katobu;
2. industri pengolahan padi di Kecamatan Tiworo Kepulauan,
Kabawo, Tiworo Selatan dan Parigi; dan
3. industri pengolahan kacang kedelai yaitu pembuatan tempe
dan tahu di Kecamatan Batalaiworu.
b. industri pengolahan hasil tanaman hortikultura dan perkebunan
eksisting terdiri atas :
1. industri pengolahan kelapa yaitu pembuatan kopra dan
minyak mentah kelapa terdapat di Kecamatan Tongkuno
Selatan, Batalaiworu, Maligano, Wakorumba Selatan dan
Pasir Putih;
2. industri pengolahan jambu mete terdapat di Kecamatan
Tongkuno, Kontunaga, Kabawo, Kabangka, Maligano, Lawa
dan Tongkuno Selatan;
3. industri pengolahan Gula Aren di Kecamatan Tiworo Selatan
dan Tiworo Tengah;
4. industri minyak atsiri yaitu pembuatan minyak nilam
terdapat di Kecamatan Kabangka, Kusambi dan Maginti; dan
5. industri pengolahan kopi.
c. industri pengolahan hasil laut terdiri atas :
1. industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Tiworo;
2. industri pengolahan ikan di Kecamatan Napabalano, Towea,
Parigi, Marobo, Tiworo Utara dan Maginti;
3. industri pengolahan Kepiting di Kecamatan Tiworo Utara dan
Marobo; dan
4. industri pembuatan garam eksisting terdapat di Kecamatan
Batalaiworu, Tiworo Kepulauan, Napabalano dan Lasalepa.
d. industri pemanfaatan hasil kehutanan eksisting terdiri atas :
1. pengolahan rotan yaitu pembuatan rotan goreng terdapat di
Kecamatan Katobu, Maligano dan Wakorumba Selatan;
2. pengolahan kayu jati terdapat di Kecamatan Pasir Putih,
Kontunaga, Kusambi, Lasalepa dan Watopute;
3. penggergajian kayu terdapat di Kecamatan Sawerigadi,
Kusambi, Lasalepa dan Watopute;
4. pembuatan mebel kayu terdapat di Kecamatan Duruka,
Batalaiworu, Pasikolaga, Tongkuno, Lasalepa, Kabangka,
Katobu, Kusambi, Barangka, Watopute, Kontunaga, Wadaga,
Parigi, Tiworo Kepulauan, Napabalano, Bone, Wakorumba,
Lawa, Tongkuno Selatan dan Napano Kusambi;
5. kerajinan gembol di Kecamatan Napano Kusambi dan
Napabalono;

-37-
6. industri pembuatan anyaman terdapat di Kecamatan Lohia
dan Batalaiworu; dan
7. industri air minum kemasan terdapat di Kecamatan
Kabangka, Katobu dan Batalaiworu.
e. industri pengolahan hasil pertambangan eksisting terdiri atas:
1. pengolahan batu pecah (split);
2. industri pengolahan pasir dan kerikil terdiri atas :
a) pengolahan/pengambilan pasir dan kerikil;
b) pembuatan paving block di Kecamatan Katobu; dan
c) pembuatan batako, cincin sumur/gorong-gorong dan
aneka ubin.
3. industri pengolahan tanah liat yaitu pembuatan batu bata
merah dan gerabah terdapat di Kecamatan Batalaiworu,
Kusambi, Lasalepa, Pasir Putih, Barangka, Watopute dan
Parigi; dan
4. pengolahan batu kapur.
f. industri pengolahan hasil peternakan terdiri atas:
1. industri penggilingan daging eksisting terdapat di Kecamatan
Katobu;
2. industri ternak unggas eksisting terdapat di setiap
kecamatan;
3. rencana industri ternak sapi potong.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (3) huruf f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata alam laut/bahari;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam pegunungan/hutan;
c. kawasan peruntukan pariwisata sejarah dan budaya; dan
d. kawasan wisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam laut/bahari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. wisata alam laut pada Selat Tiworo di Kecamatan Tiworo
Kepulauan;
b. Pulau Munante di Kecamatan Pasir Putih; dan
c. Pantai Walengkabola di Teluk Matanue Desa Oempu Kecamatan
Tongkuno.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam pegunungan/hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Permandian Danau Napabale di Kecamatan Lohia;
b. Permandian Mata Air Kamonu di Desa Oempu Kecamatan
Tongkuno;
c. Permandian Mata Air Fotuno Rete di Desa Wakumoro Kecamatan
Parigi;
d. Permandian Mata Air Jompi di Kecamatan Katobu; dan

-38-
e. Permandian Air Terjun Kalima-lima di Kecamatan Batukara.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata sejarah dan budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. wisata sejarah dan budaya pada kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan;
b. kehidupan adat, tradisi masyarakat dan aktifitas budaya yang
khas serta kesenian terdiri atas :
1. atraksi Perkelahian Kuda di Kecamatan Lawa;
2. pesta adat;
3. pesta panen; dan
4. atraksi tarian dan musik tradisional pada setiap pesta adat
dan pesta panen.
(5) Kawasan wisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, terdiri atas :
a. Pantai Kota Raha di Kecamatan Katobu;
b. Gedung Olah Raga (GOR) di Kecamatan Katobu;
c. Alun-Alun Kota Raha di Kecamatan Katobu; dan
d. Stadion Merdeka di Kecamatan Katobu.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (3) huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perdesaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perkotaan.
(2) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. permukiman perdesaan tersebar di setiap kawasan perdesaan;
b. permukiman transmigrasi yaitu permukiman eks transmigrasi
terdiri atas :
1. permukiman transmigrasi SP 3 dan Transmigrasi Swakarsa
Mandiri (TSM) Waturempe yang terdapat di Kecamatan Tiworo
Kepulauan;
2. permukiman transmigrasi SP 1, SP 2, SP 4 dan SP 5 yang
terdapat di Kecamatan Tiworo Tengah;
3. permukiman Transmigrasi SP 9 A dan SP 9 B yang terdapat di
Kecamatan Tiworo Selatan;
4. Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Tondasi dan TSM
Labukolo yang terdapat di Kecamatan Tiworo Utara;
5. UPT Lawada, Nihi 1 dan Nihi 2 yang terdapat di Kecamatan
Sawerigadi;
6. permukiman transmigrasi SP A Wakobalu Agung, SP B
Sarimulyo dan SP C Wansugi serta UPT Oensuli yang terdapat
di Kecamatan Kabangka;
7. TSM Lembo di Kecamatan Kontukowuna;

-39-
8. TSM Matombura, Bone Tondo I dan Bone Tondo 2 yang
terdapat di Kecamatan Bone;
9. Transmigrasi Umum (TU) Langkoroni di Kecamatan Maligano;
10. TU Pohorua di Kecamatan Maligano seluas 661,80 (enam
ratus enam puluh satu koma delapan puluh) hektar; dan
11. TU Labunia di Kecamatan Wakorumba Selatan.
c. permukiman pantai yaitu Perkampungan Bajo yang terdapat di
Desa Lagasa Kecamatan Duruka, Kelurahan Wamponiki
Kecamatan Katobu, Kelurahan Laiworu Kecamatan Batalaiworu,
dan Desa Maginti Kecamatan Maginti.
(3) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas :
a. permukiman perkotaan eksisting terdapat di kawasan perkotaan
Raha; dan
b. rencana permukiman perkotaan di setiap ibukota kecamatan.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (3) huruf h, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; dan
b. kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Komando Distrik Militer (KODIM) 1416 di Jalan Gatot Subroto,
Kecamatan Batalaiworu;
b. Komando Rayon Militer (KORAMIL) terdiri atas :
1. KORAMIL 1416 - 1 Katobu di Kelurahan Raha III Kecamatan
Katobu;
2. KORAMIL 1416 - 2 Kambara di Kecamatan Tiworo Kepulauan;
3. KORAMIL 1416 - 3 Tongkuno di Kecamatan Tongkuno;
4. KORAMIL 1416 - 4 Maligano di Kecamatan Maligano;
5. KORAMIL 1416 - 5 Kabawo di Kecamatan Kabawo;
6. KORAMIL 1416 - 6 Lawa di Kecamatan Lawa; dan
7. KORAMIL 1416 - 7 Tampo di Kecamatan Napabalano.
c. Kepolisian Sektor (POLSEK) terdiri atas :
1. POLSEK eksisting terdapat di Kecamatan Katobu, Tampo di
Kecamatan Napabalano, Kusambi, Lawa, Kabawo, Parigi,
Tongkuno, Sawerigadi, Kabangka, Tiworo Kepulauan, Tiworo
Tengah, Kontunaga, Pure, Maligano dan Polsek Kawasan
Pelabuhan Raha; dan
2. rencana POLSEK di setiap kecamatan.
(3) Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu kawasan perkantoran
pemerintahan kabupaten di Kecamatan Batalaiworu yang terpusat di
Kelurahan Laiworu.

-40-
Pasal 32
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 31 dapat
dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang
bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah
mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya
mengkoordinasikan penataan ruang di daerah.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Pasal 33
(1) Kawasan strategis di daerah terdiri atas :
a. kawasan strategis provinsi; dan
b. kawasan strategis kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 (satu
banding lima puluh ribu) yang tercantum dalam Lampiran XVII dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 34
Kawasan strategis provinsi di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) huruf a, merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi terdiri atas :
a. kawasan industri semen; dan
b. kawasan pabrik gula di Kecamatan Kusambi.

Pasal 35
(1) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi; dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan minapolitan berpusat di Desa Tondasi Kecamatan
Tiworo Utara;
b. kawasan agropolitan pertanian tanaman pangan di Kecamatan
Kabangka; dan
c. kawasan strategis industri pertambangan semen di Kecamatan
Lohia dan Tongkuno.

-41-
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu
Taman Wisata Alam Laut Selat Tiworo di Kecamatan Tiworo
Kepulauan.
(4) Rincian kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 36
(1) Untuk operasionalisasi RTRWK Muna disusun Rencana Rinci Tata
Ruang berupa RDTR dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Rinci Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 37
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana
struktur ruang dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui
penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta
perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan.
(3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

-42-
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 39
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. ketentuan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 40
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai
pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan
zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat ketentuan mengenai :
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat
dan tidak diperbolehkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. prasarana dan sarana minimum; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;
dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana nasional dan wilayah terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi;
4. kawasan sekitar prasarana sumberdaya air; dan
5. kawasan sekitar prasarana pengelolaan lingkungan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam
Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

-43-
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 41
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang dengan mengacu pada rencana
tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), terdiri atas :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1
Umum

Pasal 43
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (2) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah
dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang didorong pengembangannya.
(3) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada
kawasan yang dibatasi pengembangannya.

Paragraf 2
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif

Pasal 44
(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dapat
berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal.
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

-44-
a. pemberian keringanan pajak; dan/atau
b. pengurangan retribusi.
(3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. kemudahan perizinan;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. penghargaan; dan/atau
i. publikasi atau promosi.

Pasal 45
(1) Insentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat umum dapat
berupa :
a. pemberian keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. pengurangan retribusi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
h. kemudahan perizinan.
(2) Mekanisme pemberian insentif yang berasal dari pemerintah daerah
diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 3
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif

Pasal 46
(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) dapat
berupa disinsentif fiskal dan/atau disinsentif non fiskal.
(2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
pengenaan pajak yang tinggi.
(3) Disinsentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. pensyaratan khusus dalam perizinan;
c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau
d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.

-45-
Pasal 47
(1) Disinsentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat umum dapat
berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi;
b. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah;
c. kewajiban memberi imbalan;
d. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
e. pensyaratan khusus dalam perizinan.
(2) Mekanisme pemberian disinsentif yang berasal dari pemerintah
daerah diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pengaturan mekanisme pemberian disinsentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi

Pasal 48
(1) Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
huruf d, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam
pengenaan sanksi administratif kepada setiap orang yang melakukan
pelanggaran di bidang penataan ruang.
(2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai
milik umum.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pasal 49
(1) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a, meliputi :

-46-
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang tidak sesuai dengan peruntukannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang sesuai peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi
yang tidak sesuai peruntukannya.
(2) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b, meliputi :
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan; dan/atau
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang
tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
(3) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c, meliputi :
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah
ditentukan;
c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien
dasar hijau;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi
bangunan;
e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan;
dan/atau
f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai
dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.
(4) Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ dan
sumberdaya alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang
berwenang.

Pasal 50
Tata cara pengenaan sanksi administratif dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

Pasal 51
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang
yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

-47-
BAB VIII
KELEMBAGAAN

Pasal 52
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang
dan kerjasama antarsektor/antardaerah bidang penataan ruang,
dibentuk BKPRD.
(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja BKPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang
mengacu pada peraturan perundang-undangan.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 53
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak:
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata
ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan termasuk tata letak
dan tata bangunan;
c. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 54
Dalam kegiatan penataan ruang daerah, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

-48-
b. berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang;
c. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
d. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
e. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
f. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 55
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu dan aturan-
aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat
secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi
dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 56
Peran masyarakat dalam penataan ruang daerah dilakukan pada tahap :
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 57
Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a, dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah
atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 58
Bentuk peran masyarakat pada tahap pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf b, dapat berupa:

-49-
a. memberikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. bekerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumberdaya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59
Bentuk peran masyarakat pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, dapat berupa:
a. memberikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.

Pasal 60
(1) Peran masyarakat berupa masukan dan/atau keberatan di bidang
penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis.
(2) Masukan dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat disampaikan kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait dengan penyelenggaraan
urusan pemerintahan bidang penataan ruang.
(4) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 61
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan
ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.

-50-
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 62
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
a. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan dan sesuai dengan
Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai jangka waktu masa izin
pemanfaatan berakhir;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, maka izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan dan pemanfaatan
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, maka
dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan
ketentuan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan
pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini, maka izin
yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian
yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
diberikan penggantian yang layak.
c. setiap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan Peraturan Daerah ini,
maka akan dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63
(1) Jangka waktu RTRWK Muna adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat
ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas wilayah daerah
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRWK
dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan
perubahan kebijakan provinsi yang mempengaruhi penataan ruang
wilayah kabupaten dan/atau terdapat dinamika pembangunan
kabupaten.
(4) Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Muna Tahun 2014 - 2034 dilengkapi dengan Buku Rencana dan
Album Peta dengan skala minimal 1 : 50.000 (satu banding lima
puluh ribu) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

-51-
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan
hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini
ditetapkan, Rencana dan Album Peta sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan
berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.

Pasal 64
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah
Kabupaten Muna Nomor 20 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Muna (Lembaran Daerah Kabupaten Muna Tahun
1999), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 65
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Muna.

Ditetapkan di Raha
pada tanggal 2014

BUPATI MUNA,

H. L.M. BAHARUDDIN

Diundangkan di Raha
pada tanggal 5 Januari 2014
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN MUNA,

NURDIN PAMONE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 NOMOR .............

-52-

Anda mungkin juga menyukai