ROMMY KASHENGKY
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERBANDINGAN KARBON TERSIMPAN
PADA BEBERAPA PENUTUPAN LAHAN
DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI
BARAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK
LAHANNYA
ROMMY KASHENGKY
Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
ROMMY KASHENGKY. Perbandingan Simpanan Karbon pada Beberapa
Penutupan Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat Berdasarkan Sifat
Fisik dan Sifat Kimia Tanahnya. Di bawah bimbingan OMO RUSDIANA.
Permasalahan mengenai pemanasan global termasuk salah satu
permasalahan yang hangat dibicarakan belakangan ini oleh hampir seluruh negara
di dunia termasuk Indonesia. Seluruh negara di dunia semakin gencar berjuang
untuk mengatasi pemasanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya serta
berusaha untuk mencegah berkembangnya pemanasan global ini. Salah satu cara
Mengurangi pemanasan global ini adalah dengan menjaga kelestarian hutan.
Hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Manfaat secara langsung dari hutan dapat berupa kayu,
hasil hutan non kayu seperti bambu dan rotan, dan satwa. Sedangkan manfaat
hutan secara tidak langsung berupa jasa lingkungan sebagai pengatur tata air,
fungsi estetika, penyedia oksigen, dan sebagai penyerap karbon. Hutan merupakan
penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global,
akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan dapat
menyimpan karbon lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti
padang rumput, tanaman semusim, dan tundra. Kemampuan hutan dalam
menyerap karbon berbeda-beda berdasarkan tipe hutanya. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan pohon, jenis pohon, faktor lingkungan
yang meliputi penyinaran matahari, kadar air, suhu, dan kesuburan tanah yang
mempengaruhi laju fotosintesis.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 di
beberapa penutupan lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi barat;
Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor; dan Laboratotium Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor.
Pengukuran biomassa dan simpanan karbon dilakukan dengan menggunakan data
diameter dan tinggi tegakan pada masing-masing penutupan lahan. Analisis sifat
fisik tanah berupa tekstur tanah dan kimia tanah (pH, Nisbah C/N, dan kandungan
P, K, Ca, dan Mg) dilakukan pada sampel tanah terusik dan tanah tidak terusik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa perkebunan
kelapa sawit memilki simpanan karbon terbesar, yaitu sebesar 997,81 ton/ha.
Sedangkan simpanan karbon terendah terdapat pada tutupan lahan berupa kebun
campuran 43,89 ton/ha. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa sifat fisik dan
kimia tanah mempengaruhi nilai simpanan karbon pada suatu penutupan lahan.
Kata kunci : pemanasan global, hutan, simpanan karbon, sifat fisik tanah, sifat
kimia tanah.
SUMMARY
Rommy Kashengky
NIM. E44051350
Judul Skripsi : Perbandingan Karbon Tersimpan pada Beberapa Penutupan
Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahannya
Nama Mahasiswa : Rommy Kashengky
NIM : E44051350
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
,
Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc
NIP. 19630119 198903 1 003
Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul
”Perbandingan karbon tersimpan pada beberapa penutupan lahan di kabupaten
Mamuju Utara, Sulawesi Barat berdasarkan karakteristik fisik lahannya” yang
dilaksanakan pada daerah Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Di dalam skripsi ini dijelaskan beberapa faktor tanah dan geografis yang dapat
mempengaruhi jumlah karbon beberapa tutupan lahan di Mamuju Utara. Beberapa
tutupan lahan yang diteliti meliputi perkebunan sawit, hutan primer, kebun campuran,
rawa dan tegalan.
Penulis berharap semoga hasil dan rekomendasi yang dituangkan dalam karya
ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan, khususnya di bidang
kehutanan.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Kashardi dengan
Rosane, yang dilahirkan di Bengkulu pada Selasa, 22 September 1986. Penulis lulus dari
SMAN 2 Bengkulu pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Pada tahun 2006
penulis memilih Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan sebagai Mayor dan
mengambil supporting course. Pada tahun 2008 penulis mengambil minat di
Laboratorium Pengaruh Hutan Bagian Ekologi Hutan Departemen Silvikultur.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif pada beberapa organisasi
kemahasiswaan antara lain sebagai anggota Music Angriculture Xpression (MAX) , Tree
Grower Community (TGC) tahun 2007–2008, panitia Masa Perkenalan Himpunan
Profesi Belantara (Bersama Dalam Orientasi Anak Rimba) Departemen Silvikultur tahun
2007 serta sebagai asisten mata kuliah Pengaruh Hutan tahun ajaran 2009/2010.
Selain itu penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur
Indramau - Linggarjati tahun 2007. Pada tahun 2008 praktek Pembinaan Hutan (P2H) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktek Kerja Profesi (PKP) di KPH Bogor pada
tahun 2009.
Selanjutnya penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Perbandingan karbon
tersimpan pada beberapa penutupan lahan di kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
berdasarkan karakteristik fisik lahannya” di bawah bimbingan Dr. Ir. Omo Rudiana,
M.Sc untuk menyelesaikan program Sarjana di Departemen Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………... ... 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 5
2.1 Karbon dioksida ............................................................................ 5
2.2 Biomassa ....................................................................................... 6
2.3 Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon..................................... 10
2.4 Penggunaan Lahan ........................................................................ 11
2.5 Sifat Fisik Tanah ........................................................................... 14
2.6 Sifat Kimia Tanah……………………………………………… . 14
2.7 Topografi………………………………………………………… 18
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 21
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 21
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 21
3.3 Metode Pengambilan Data ............................................................ 21
3.4 Metode Penelitian.......................................................................... 22
3.5 Analisis Data ................................................................................. 24
3.5.1 Analisis Tanah…………………………………………….. 26
3.5.2 Analisis Statistik……………………………………........... 26
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 27
4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah .............................................. 27
4.2 Keadaan Iklim ............................................................................... 28
4.3 Geologidan Tanah ......................................................................... 29
A. AspekGeologi .......................................................................... 29
B. Aspek Tanah............................................................................ 30
4.4 SosialEkonomi ............................................................................... 30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 31
5.1 Analisis Tutupan Lahan danVegetasi ............................................. 31
5.2 Kandungan Karbon Pada Penggunaan Lahan ................................ 32
5.3 KondisiTapak.................................................................................. 33
5.3.1 Sifat-sifat Tanah .................................................................... 33
5.3.1.1 Sifat Fisik Tanah........................................................ 33
5.3.1.1.1 Tekstur Tanah…………………………… . 33
5.3.1.2 Sifat Kimia Tanah…………………………………. . 33
5.3.1.3 Reaksi Tanah……….. ...................................... …… 34
5.3.1.4 C-Organik……………………………………….… 35
5.3.1.5 N-Total ..................................................................... 36
5.3.1.6 P 2 O 5 ……………………………………………… . 37
5.3.1.7 K2 O……………………………………………… .. 38
5.3.1.8 Kalsium…………………………………………… 38
5.3.1.9 Magnesium……………………………………… ... 39
5.3.1.10 Topografi .................................................................. 40
5.4 Metode Statistik…….…………...……………..……………....... 41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… ... 42
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 42
6.2 Saran............................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43
LAMPIRAN…………………………………………………………………. .. 44
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Parameter-parameter biomassa di atas tanah dan metode pendugaan
simpanan biomassa ..................................................................................... 8
2 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah .................................................... 16
3 Kriteria penilaian Ca dan Mg ..................................................................... 18
4 Analisis tutupan lahan dan vegetasi............................................................ 30
5 Jumlah karbon pada penggunaan lahan ...................................................... 31
6 Tekstur tanah .............................................................................................. 32
7 Kandungan pH tanah .................................................................................. 34
8 Kandungan C-organik tanah……………………………….……….......... 35
9 Kandungan N-total tanah ............................................................................ 35
10 Kandungan P 2 O 5 ........................................................................................ 36
11 Kandungan K tanah .................................................................................... 37
12 Kandungan Kalsium ................................................................................... 38
13 Kandungan Magnesium .............................................................................. 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Plot pengukuran biomassa .......................................................................... 22
2 Plot pengukuran biomassa di semak belukar .............................................. 23
3 Bentuk agrerat tanah................................................................................... 25
4 Kerangka struktur geologi Pulau Sulawesi................................................ . 29
5 Metode biplot .............................................................................................. 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.Sementara lautan dan vegetasi
menangkap banyak CO 2 , kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang
berlebihan akibat emisi.Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas
rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat
pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara
spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari
energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan
yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk
pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya
hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil,
baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan
bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan
energi nuklir. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh
pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim
mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.
Perubahan tata guna lahan dan perubahan penutupan lahan melalui konversi
hutan dan semakin banyaknya industri-industri berat membuat lingkungan iklim
global mengalami kerusakan dan pencemaran udara yang berdampak besar pada
perubahan iklim global. Kerusakan lingkungan dan pencemaran udara oleh gas-
gas emisi seperti CO 2 , NO 2 dan CH4 di atmosfer yang merupakan gas buangan
industri dan yang berasal dari deforestrasi merupakan faktor penyebab terjadinya
pemanasan global (Murdiyarso 2003).
Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan
yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi. Pada kurun waktu 1980–
1990 laju kerusakan hutan mencapai 1,7 ha per tahun yang kemudian meningkat
menjadi 2 juta hektar per tahun setelah tahun 1996 (FWI/GFW 2002). Hal ini
membawa konsekuensi akan perlunya upaya rehabilitasi hutan. Selain itu
diperlukan paragdigma dalam pengelolaan hutan yang tidak hanya berorientasi
3
pada kayu sebagai produk utama melainkan juga produk-produk non kayu seperti
potensi simpanan karbon.
Namun, jika dilihat keadaan dari bumi saat ini pemanasan global itu
bukannya semakin menurun, tetapi semakin bertambah efek dan
dampaknya.Banyak sekali dampak-dampak negatif yang terjadi akibat adanya
pemanasan global, misalkan saja peningkatan suhu dunia yang semakin tidak
bersahabat, kehidupan beruang kutub dan penguin semakin terancam akibat
semakin mencairnya permukaan es di kutub, karena lubang ozon semakin
membesar. Akibatnya permukaan air laut semakin meninggi dan mengakibatkan
banjir di kota-kota pelabuhan contoh nyatanya adalah Jakarta.
Sumberdaya hutan Indonesia memiliki potensi tinggi dalam hal
keanekaragaman hayati dan potensi dalam penyerapan karbon (Suhendang 2002).
Suhendang (2002) memperkirakan bahwa dalam kurun waktu 1990–1994 hutan
Indonesia yang luasnya sekitar 120,4 juta hektar mampu menyerap dan
menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Data lain menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu 1990-1994 mampu menyerap emisi karbon 74%
(Suryadi 2004). Besarnya potensi hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon
tersebut, memberikan peluang besar kepada Indonesia untuk terlibat dalam
mekanisme perdagangan karbon yang digagas dunia internasional sejak disetujui
Kyoto Protocol pada tahun 1997.
Salah satu cara untuk mencegah atau mengurangi peningkatan gas CO 2
adalah dengan mempertahankan keberadaan hutan dan menjaga keseimbangan
ekosistem hutan. Hal ini dilakukan karena hutan mampu menyimpan karbon
dalam jumlah yang cukup banyak. Murray et al. (2000) dalam Tiryana (2005)
mengemukakan bahwa ekosistem hutan dapat menyerap gas rumah kaca dengan
cara mentransformasi CO 2 dari udara menjadi simpanan karbon yang tersimpan
dalam pohon, tumbuhan bawah maupun pohon.
4
2.2 Biomassa
2.2.1 Pengertian Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis,
baik berupa produk maupun buangan, contoh biomassa antara lain tanaman,
pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian dan limbah hutan. Biomassa selain
digunakan untuk tujuan primer seperti serat, bahan pangan pakan ternak, minyak
nabati, bahan bangunan juga dapat digunakan sebagai bahan energi (bahan bakar).
Pada umumnya biomassa yang digunakan untuk bahan bakar adalah biomassa yang
bernilai ekonomis rendah atau merupakan limbah dari produk primernya. Biomassa
dalam bentuk kayu bakar dan limbah pertanian merupakan sumber energi tertua.
Hingga sekarang biomassa sebagai sumber energi masih cukup berperan terutama
untuk negara-negara berkembang.
Menurut Whitten et al. (1984) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering
semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organism,
produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha).
Sedangkan menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu
organisme per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya
dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat
kering bebas abu (ash free dry weight).
Biomassa hutan merupakan total materi yang ada di bawah dan atas permukaan
tanah dari komponen-komponen hayati meliputi pohon serta semak dan non hayati
yang ada dalam ekosistem hutan, seringkali biomassa didefinisikan sebagai “jumlah
total dari komponen-komponen organik dalam pohon-pohonan di atas tanah, yang
biasanya dinyatakan dalam berat kering atau ton per satuan luas” (Brown 1997).
Menurut Kusmana (1993) biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu
biomassa tumbuhan diatas permukaan tanah (above ground biomass) adalah berat
bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu
fungsi sistem produksi, umur, tegakkan hutan dan distribusi organik dan biomassa di
bawah permukaan tanah (below ground biomass).
7
jenis parameter vegetasi yang diukur seperti yang tercantum pada Tabel 1 (Hairiah et
al. 2001).
Parameter Metode
Tumbuhan bawah Pemanenan/destruktif
Serasah : 1. Serasah kasar Pemanenan/destruktif
2. Serasah halus
Pohon Hidup Non-destruktif, persamaan allometrik
Pohon mati berdiri (nekromassa) Non-destruktif, persamaan allometrik (yang
bercabang) atau silinder (yang tidak
bercabang)
Pohon mati roboh (nekromassa) Non-destruktif, persamaan silinder (atau
allometrik untuk yang bercabang)
Tunggak pohon (nekromassa) Non-destruktif, persamaan silinder
semua aspek kehidupan dan pembangunan baik langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan permasalahan lahan.
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk campur tangan
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual (Arsyad 2006). Penggunaan lahan merupakan bentuk kegiatan
manusia terhadap sumberdaya alam lahan baik yang bersifat permanen atau
sementara yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan material maupun spiritual
(Candra 2003). Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk keadaan
alamiah yang belum terpengaruh oleh kegiatan manusia. Aktivitas tersebut
menyebabkan terjadi penggunaan lahan yang sangat beraneka ragam sesuai dengan
peruntukan (Suburi 2000). Saefulhakim dan Nasoetion (1994) menyatakan bahwa
penggunaan lahan merupakan proses dinamis, sebagai hasil dari perubahan pola dan
besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu.
Menurut Chapman (1976), kebutuhan penggunaa lahan berkaitan erat dengan
sistem aktivitas antara manusia dan kelembagaan (institusi) yaitu individu, rumah
tangga, firma dan institusi. Barlowe (1987) menyebutkan ada tiga faktor penting yang
dipertimbangkan dalam menggunakan lahan yaitu kesesuaian bio-fisik, kelayakan
sosial ekonomi dan kelayakan kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup
kesesuaian sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan,
binatang dan kependudukan.
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti oleh berkurangnya tipe
penggunaan lahan lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya (Martin 1993 dalam
Candra 2003). Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang
serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan
lahan. Perubahan lahan akan berpengaruh langsung terhadap karakteristik penutupan
lahan sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS yang ditunjukkan oleh
respon hidrologi DAS yang diketahui melalui produksi air, erosi dan sedimentasi
(Seyhan 1990).
13
2.6.2 C-Organik
C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik mempunyai
peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan
tanah. Banyak sifat-sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah yang secara
langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh bahan organik (Istomo 1994).
16
2.6.3 N-Total
Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara makro esensial yang dibutuhkan
oleh tanaman dalam jumlah yang besar. Menurut Hanafiah (2005) unsur N berfungsi
sebagai penyusun semua protein, klorofil dan asam-asam nukleat serta berperan
dalam pembentukkan koenzim. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik
tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk dan air hujan. Nitrogen
di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk yaitu protein, senyawa-senyawa
amino, amonium (NH4 +), serta nitrat (NO 3 -).Nitrogen yang diserap oleh tanaman
adalah nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat (Hardjowigeno 2003).
2.6.4 P 2 O 5
Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan
mineral-mineral di dalam tanah. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P
yang terdapat di dalam tanah (Hardjowigeno 2003).
Menurut Hanafiah (2005), sumber utama unsur P dalam tanah selain dari
pelapukan bahan induk juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi
sisa-sisa tanaman yang mengimobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan.
Dibandingkan dengan N, unsur P lebih cepat menjadi tersedia akibat terikat oleh
17
2.6.5 Kalium (K 2 O)
Unsur K dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer tanah (feldspar, mika
dan lain-lain) serta berasal dari pupuk buatan. Unsur K ditemukan dalam jumlah
yang besar pada tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman
yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (Hardjowigeno 2003).
Kalium berfungsi dalam proses pembentukkan pati, mengaktifkan enzim, pembukaan
stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel, mempengaruhi
penyerapan unsur-unsur lain, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan
penyakit serta perkembangan akar.
diambil tanaman dalam bentuk Mg2+ (Hanafiah 2005). Magnesium berperan sebagai
satu-satunya mineral penyusun klorofil, berperan dalam aktivasi enzim, serta dalam
pembentukkan minyak.
Tabel 3 Kriteria penilaian Ca dan Mg
Sangat Sangat
No Sifat Tanah Satuan Renda Rendah Sedang Tinggi Tinggi
h
1 Kalsium (Ca) mg/100 g < 2,00 2,00−5,00 6,00−10,00 11,00−20,00 >20,00
2 Magnesium (Mg) mg/100 g < 0,40 0,40−1,00 1,10−2,00 2,10−8,00 > 8,00
Sumber: Pustlitanak (1994)
2.7 Topografi
Topografi merupakan gambaran variabilitas permukaaan bumi, yang biasanya
berasosiasi dengan ciri-ciri bentuk permukaan seperti variasi relief suatu daerah.
Untuk menggambarkan secara lebih sederhana dapat digunakan pengertian-
pengertian bentang lahan, seperti perbukitan, lembah dan dataran. Topografi suatu
wilayah dapat digambarkan dalam SIG dengan data elevasi digital. Data ini terdiri
dari sejumlah besar titik elevasi yang menyebar di seluruh daerah yang digambarkan.
Titik-titik ini umumnya diorganisasikan sebagai grid titik sebagai bentuk raster dari
organisasi tersebut.
Topografi dapat dipergunakan untuk mempelajari data selain elevasi. Berbagai
ciri-ciri yang mempunyai perubahan nilai kontinyu pada suatu daerah dapat
ditampilkan sebagai suatu permukaan sehingga dinamika proses di permukaan
tersebut dapat dipahami. Data geologi, aerogmatik, dan geokimia sering ditampilkan
sebagai suatu bidang permukaan. Contoh lain adalah tingkat kebisingan di sekitar
bandar udara, atau tingkat polusi dalam suatu danau juga dapat digambarkan sebagai
permukaan topografi. Aplikasi fungsi topografi sangat banyak dipakai saat ini untuk
keperluan pemetaan polusi di daerah industri atau daerah pertanian intensif.
Fungsi topografi dipakai untuk memperhitungkan nilai-nilai tertentu.
Kebanyakan fungsi-fungsi topografi menggunakan tetangga-tetangganya untuk
menandai terain local. Parameter terain yang palinh sering dipakai adalah lereng dan
19
aspek, yang dihitung dengan menggunakan elevasi data dari berbagai titik
berdekatan.
Topografi (relief) juga dapat diartikan sebagai perbedaan tinggi atau bentuk
wilayah suatu daerah, termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peran
topografi dalam proses genesis dan perkembangan profil tanah adalah melalui empat
cara, yaitu lewat pengaruhnya dalam menentukan jumlah air hujan yang dapat
meresap atau disimpan oleh massa tanah, kedalaman air tanah, besarnya erosi yang
dapat terjadi, dan arah pergerakan air yang membawa bahan-bahan terlarut dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Melalui empat perannya ini, maka Hardjowigeno (2003) menyimpulkan bahwa
sifat-sifat tanah yang terpengaruh meliputi, ketebalan solum dan bahan organik pada
horizon O, kadar bahan organik pada horizon O dan air tanah, warna, temperatur dan
taraf perkembangan horizon, reaksi tanah dan kadar garam mudah larut, jenis dan
taraf perkembangan lapisan padas, sifat bahan induk tanah.
Lereng didefinisikan sebagai besarnya perubahan elevasi dibandingkan ke
panjang bidang datar. Aspek adalah arah lereng menghadap yang biasanya dinyatakan
dalam derajat sudut antara 0 sampai 360. Konsepnya, perhitungan lereng dan aspek
pada suatu titik dapat dibayangkan sebagai ketepatan suatu bidang kenilai elevasi dari
lingkungannya. Kemiringan dan arah bidang adalah lereng dan aspek dari titik
tersebut. Arah maksimum lereng disebut juga gradient.
Lereng biasanya diukur dalam derajat atau persentase perubahan elevasi dibagi
jarak horizontal bersangkutan, sedangkan aspek didefinisikan dari sudut horizontal,
yang biasanya diukur dalam derajat azimuth yang merupakan sudut yang dibentuk
dari pergerakan jarum jam dari utara. Sudut vertikal atau sudut elevasi adalah sudut
positif yang diukur dari horizontal ke suatu garis yang digambar tegak lurus ke
permukaan. Sudut ini adalah 900 dikurangi dengan besarnya gradient.
Lereng dan aspek juga umum dipakai untuk keperluan lain selain elevasi.
Pengukuran lereng biasanya juga dipakai untuk analisis gravitasi dan aeromagnetic
pada bidang geologi. Pada penentuan daerah pemukiman nilai lereng dapt dihitung
sebagai biaya pengelolaan lahan. Tingginya nilai lereng dapat menunjukkan adanya
20
perubahan biaya yang berhubungan langsung dengan jarak. Daerah tertentu dapat
juga menggambarkan zona potensi konflik atau untuk keperluan investasi. Fungsi
topografi lain yang penting adalah iluminasi, model pandangan samping, dan
pandangan perspektif.
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang penelitian berupa kondisi umum lokasi
penelitian salah satu data sekunder yang digunakan yaitu berupa citra landsat. Citra
landsat yang digunakan berupa citra tahun 2010. Citra tahun 2010 dipilih karena lebih
jelas karena sedikit tertutup awan.
Gambar 1 Plot pengukuran biomassa di hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, dan
kebun campuran.
23
Gambar 2 Plot pengukuran biomassa di semak belukar, tegalan, sawah, dan rawa
2. Pendugaan Biomassa Tegakan
Pendugaan biomassa tumbuhan dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997).
3. Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah
Pada setiap petak penelitian berukuran 1 m × 1 m dilakukan pengambilan
contok tumbuhan bawan berkayu atau non kayu yang berdiameter batang kurang dari
5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa
tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (Hairiah dan Rahayu
2007). Selain pengambilan tumbuhan bawah, dilakukan juga pengambilan serasah
pada petak 1 m × 1 m tersebut.
4. Pengovenan
Pengovenan dilakukan terhadap semua sampel tumbuhan bawah dan serasah
sebanyak 200 gram. Pengovenan dilakukan pada suhu 800 C selama 48 jam (Hairiah
& Rahayu 2007).
24
2. Struktur Tanah
Penentuan tipe struktur tanah dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1. Contoh tanah terusik diambil sebanyak ± 20 cm3 (massa tanah dapat ditampung
dua telapak tangan yang didampingkan)
2. Bongkahan tanah tersebut dihancurkan dengan cara dilemparkan setinggi 25 – 50
cm
3. Setelah bongkahan tanah tersebut hancur, ditentukan bentuk agregat tanah terkecil
(struktur tanah) yang terdapat pada bongkah tanah tersebut
4. Bentuk agregat tanah disesuaikan dengan Gambar 3.
25
3. Alometrik
Untuk menduga kandungan biomassa dari tutupan lahan yang ada digunakan
metode pendekatan melalu rumus atau biasa yang disebut alometrik. Adapun
beberapa Alometrik yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 3.
4. Potensi Karbon
Karbon diduga melalui biomassa yaitu mengkonversi setengah dari jumlah
biomassa, karena hampir 50% dari biomassa vegetasi hutan tersusun atas unsur
karbon (Brown 1997) yaitu dengan menggunakan rumus :
C = Yn × 0,5
Dimana : C = Karbon (ton/ha)
Yn = Biomassa tegakan (ton/ha)
0,5 = Faktor konversi dari standa internasional untuk
pendugaan Karbon
26
dipengaruhi oleh musim barat karena adanya angin barat laut yang membawa hujan
dengan puncak curah hujan pada bulan Desember dan Januari. Sedangkan pada bulan
Maret sampai September bertiup angin tenggara yang merupakan angin timur yang
kering sehingga terjadi musim kemarau.
Curah hujan bulanan yang tercatat pada stasiun Karossa juga menunjukkan
terjadinya puncak musim pada bulan April disamping yang terjadi pada bulan-bulan
Desember dan bulan Januari. Pola seperti ini juga terjadi di bagian tengah wilayah
kabupaten. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya pola bimodial atau dua
puncak musim hujan dimana puncak musim hujan yang kedua terjadi karena adanya
uap air dari tenggara yang terbawa oleh angin timur. Dikaitkan dengan data curah
hujan yang tersedia tersebut maka berdasarkan pembagian wilayah iklim dari
Oldeman, wilayah bagian selatan lebih basah dibandingkan dengan bagian utara.
Iklim di bagian selatan diklasifikasikan sebagai wilayah iklim B1, dimana bulan basah
(curah hujan bulanan rata-rata di atas 200 mm) mencapai tujuh sampai sembilan
bulan dan bulan kering (curah hujan bulanan rata-rata kurang dari 100 mm) kurang
dari dua bulan. Total curah hujan tahunan lebih besar dibagian selatan dibandingkan
dengan di bagian utara yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah. Bulan kering dengan curah hujan kurang dari 100 mm
terjadi pada bulan Agustus di bagian utara. Sedangkan pada bulan yang sama di
bagian selatan curah hujan masih di atas 100 mm. Distribusi curah hujan bulanan
yang demikian ini memungkinkan terbentuknya vegetasi berupa formasi hutan hujan
dataran rendah yang selalu hijau sepanjang tahun. Tanaman komoditas seperti kelapa
sawit dan kakao pertumbuhannya sesuai dengan kondisi iklim seperti ini.
Tabel 4 Jenis tutupan lahan dan vegetasi dan luas petak penelitian
Luas Petak
No Jenis tutupan Lahan Jenis Vegetasi
Ukur
1 Kebun Sawit 1 Sawit (Elaeis guineensis) 400 m²
2 Kebun Sawit 2 Sawit (Elaeis guineensis) 400 m²
3 Mangrove 1 Api-api (Avicennia sp) 100 m²
Bakau (Rhizopora sp)
4 Mangrove 2 Api-api (Avicennia sp) 100 m²
Bakau (Rhizopora sp)
5 Kebun campuran 1 Angsana (Pterocarpus indica) 400 m²
Kelapa (Cocos nucifera)
Ketapang (Terminalia catapa)
Pinang (Areca catechu)
Pisang (Musa paradisiaca)
Sasuwar (Vitex cofassus)
6 Kebun campuran 2 Kemiri (Aleurites moluccana) 400 m²
Coklat (Theobroma cacao)
Pisang (Musa paradisiaca)
Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Aren (Arenga pinnata)
Rambutan (Nephelium lappaceum)
7 Hutan campuran 1 Kemiri (Aleurites moluccana) 400 m²
Gmelina (Gmelina arborea)
Eukaliptus (Eucalyptus sp)
8 Hutan campuran 2 Durian (Durio zibethinus) 400 m²
Coklat (Theobroma cacao)
Gamal (Glyricidia sepium)
Meranti (Shorea sp)
Coklat (Theobromaz cacao)
9 Tegalan Jukut pahit (Coelorachis glandulosa) 1 m²
Paku uban (Nephrolepis biserrata)
10 Rawa Bundung (Scirpus grossus) 1 m²
Jumlah 2602 m²
32
terbalik. Kandungan C dan N pada kebun sawit 2 ini termasuk kategori rendah.
Untuk unsur-unsur tanah yang lain akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
dengan hutan mangrove 1, karena pada umumnya kandungan OHˉ lebih tinggi
dari ion H+. Kandungan pH tahan keseluruhan tutupan lahan yang diteliti dapat
dilihat pada Tabel 7.
5.3.1.2.2 C-Organik
C-Organik merupakan penyusun utama bahan organic yang mempunyai
peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap
kesuburan tanah. Sehingga, ketersediaan C-Organik harus tetap dipertahankan
agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak berkurang. Berdasarkan
lampiran 2 hutan alam 2 memiliki C-Organik terkecil dengan nilai 0,56 termasuk
pada kategori sangat rendah sedangkan, nilai C-Organik terbesar dengan nilai
10,93 terdapat pada jenis tutupan lahan berupa rawa. Nilai C-Organik terkecil
pada hutan alam 2 dapat diakibatkan oleh kerusakan tanah yang dilakukan oleh
36
Kebun sawit 2 sebagai tutupan lahan yang memiliki karbon total terbesar
memiliki kandungan C-Organik dalam kategori rendah. Hal ini dapat disebabkan
kondisi tanah pada kebun sawit 2 yang memiliki tekstur halus sehingga sulit untuk
menyimpan air.
5.3.1.2.3 N-Total
Jumlah N-Total terbesar adalah pada rawa dengan persentase sebesar 0,60
persen. Sedangkan nilai N-Total terkecil terdapat pada hutan alam 2 dengan
persentase sebesar 0,05% . Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik
yang dimiliki oleh rawa lebih tinggi dibanding tutupan lahan yang lain.
Pada kebun sawit 2 yang memiliki karbon total tebesar, kandungan N-total
yang dimiliki hanya sebesar 0,12% dimana nilai tersebut termasuk dalam kategori
rendah. Menurut Mengel dan Kirkby (1978), unsur N berkolerasi sangat erat
dengan perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat menentukan
pertumbuhan tanaman. Namun pada kebun sawit 2 ini tanaman sawit memiliki
diameter yang cukup besar, ini dapat dikarenakan pada saat penanaman lahan ini
diberikan pupuk yang cukup namun ketika contoh tanah ini diambil lahan kebun
sawit ini tidak lagi diberikan pupuk sehingga menyebabkan berkurangnya unsur N
yang dimiliki. Kandungan N-Total kesepuluh tutupan lahan dapat dilihat pada
Tabel 9.
5.3.1.2.4 P (P 2 O 5 )
Pada penelitian diperoleh nilai P 2 O 5 terbesar pada jenis tutupan lahan
mangrove 1 sebesar 140 mg/100g yang termasuk dalam kategori sangat tinggi,
sebab P tersedia dalam jumlah yang optimal pada pH diatas 6,0 (Foth 1988).
sedangkan tutupan lahan berupa rawa memiliki nilai P 2 O 5 sebesar 26 mg/100g
yang termasuk dalam kategori sedang. Sedikitnya unsur P 2 O 5 pada tanah rawa ini
dapat diakibatkan terjadinya fiksasi oleh Al yang banyak terkandung dalam tanah
masam rawa.
Pada tutupan lahan kebun sawit 2 yang memiliki karbon total terbesar
ditemukan nilai P 2 O 5 sebesar 29 mg/100g dimana nilai ini termasuk dalam
38
kategori sedang. Dengan nilai P 2 O 5 ini sudah cukup oleh tanaman sawit di lokasi
ini karena tidak dapat ditemukan gejala-gejala kekurangan unusr P pada tanaman.
Kandungan P 2 O 5 pada kesepuluh tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat pada
Tabel 10.
5.3.1.2.5 K (K 2 O)
Kalium merupakan salah satu unsur yang cukup tinggi dibutuhkan oleh
tanaman. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi ketersediaan kalium pada
tanah adalah pH tanah. Berdasarkan Foth (1988) kalium tersedia dalam jumlah
yang cukup pada pH diatas 6,0. Dari kesepuluh tutupan lahan kedua lokasi hutan
mangrove memiliki kadar K yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan kedua tutupan
lahan tersebut memiliki pH 6,0 dan 6,1 yang sangat cocok dengan unsur kalium
ini.
Pada kebun sawit 2 yang memiliki jumlah karbon total terbesar memiliki
nilai unsur kalium yang kecil hal ini disebabkan pH pada tutupan lahan ini
masam. Kandungan K pada kesepuluh tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat
pada Tabel 11.
rendah (Foth 1988). Kandungan kalsium yang cukup tersedia pada kisaran pH
7,0–8,5 dan kandungan kalsium menurun pada pH kurang dari 7,0 serta lebih
tinggi dari 8,5 , jika dibandingkan dengan lokasi tutupan lahan lainya lokasi kebun
sawit 1 memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi sebab pada tanah sawit 1
masih terdapat mineral-mineral primer yang dapat menghasilkan kalsium dalam
bentuk Ca2+. Kandungan kalsium pada kebun sawit 1 termasuk kriteria rendah
(2–5 m%), sedangkan pada jenis tutupan lahan yang lain termasuk pada kategori
rendah yaitu kurang dari 2 Ca(%). Kandungan Kalsium pada kesepuluh tutupan
lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 12.
Pada tutupan lahan kebun sawit 2 yang memiliki jumlah karbon total
terbesar, kandungan magnesium yang dimiliki hanya sebesar 0,10 Mg(%)
termasuk dalam kategori sangat rendah. Kandungan Mg pada kesepuluh tutupan
lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 13.
5.3.2 Topografi
Topografi yang di teliti dalam penelitian ini mencakupi kemiringan lahan
dan ketinggian tempat penelitian pada kesepuluh tutupan lahan tersebut. Dari
kesepuluh tutupan lahan, tutupan lahan berupa hutan campuran 2 memiliki nilai
lereng terbesar yaitu 35%. Berdasarkan klasifikasi Arsyad (2010) nilai tersebut
termasuk dalam kategori yang agak curam. Semakin besar kemiringan lereng
semakin menunjukan daerah tersebut mudah mengalami erosi.
Pada kebun sawit 2 yang memiliki karbon total terbesar, memiliki
kemiringan lereng sebesar 9% yang termasuk kategori landau dan berombak.
Dengan kondisi kemiringan seperti ini dalam kesesuaian lahan untuk tanaman
sawit termasuk dalam kelas lahan S3.
Ketinggian tempat lokasi penelitian cukup rendah karena lokasi penelitian
di lakukan pada daerah tepi pantai. Lokasi yang memiliki ketinggian tempat yang
paling tinggi yaitu hutan alam karena lokasi ini terletak pada topografi yang
berbukit-bukit.
41
Lempungliatberpasir
2 Lereng
C
N C/N
Ca
Ketinggian
Second Component
1
Lempunglberpasir
Lempunglberliat K20
0
Y
Mg
PH
P205
-1
Liat
Liatberdebu
-2
-3 Lempung
-3 -2 -1 0 1 2 3
First Component
Dilihat dari tekstur tanah, tanah liat dan tanah lempung liat berpasir
cenderung untuk menghasilkan karbon lebih banyak dibandingkan dengan jenis
tanah yang lain. Tanah liat berdebu dan tanah lempung memiliki potensi untuk
memproduksi Mg dan P 2 O 5 dan mengandung pH yang lebih besar. Tanah
lempung berliat dan lempung berpasir memiliki potensi untuk memproduksi Ca,
C/N dan K 2 O. Ca memiliki panjang vektor yang lebih pendek artinya Ca memiliki
keragaman yang kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa semua jenis tekstur
tanah mengandung Ca.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini bahwa tiap tutupan lahan
memiliki potensi simpanan karbon yang berbeda. Tutupan lahan berupa perkebunan
sawit memiliki potensi karbon terbesar. Dari beberapa kondisi lingkungan yang
diamati serta berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan metode biplot
ditemukan hanya sifat kimia tanah berupa C-Organik dan N tanah yang memberikan
pengaruh jumlah karbon total. Sedangkan pada faktor sifat fisik tanah tekstur
lempungliat berpasir memberikan pengaruh terhadap jumlah karbon total.
6.2 Saran
Saran dari penulis yaitu dengan menambahkan lagi beberapa parameter lagi
pada analisis sifat fisik kimia tanah dan topografi sehingga data yang didapat lebih
akurat. Penambahan ulangan pada tutupan lahan juga perlu ditambah sehingga data
mampu diolah dengan menggunakan metode regresi.
DAFTAR PUSTAKA
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor:
Global Forest Watch
Bemmelen RW. 1949. The Geology of Indonesia. Volume ke-1A, General Geology
of Indonesia and Adjacent Archipelagos. The Hague Netherlands: Martinus
Nijhoff.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. USA:
FAO. Hlm. 10-13.
Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Krisis di DAS Ciliwung Hulu
Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Foth HD. 1998. Dasar-dasarIlmu Tanah. Purbayanti ED, Lukiwati DR, Trimulatsih
R, penerjemah; Hudoyo SAB, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science.
Hanafiah KA. 2005. Dasar - dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Hakim S. 1994. A land Availability Mapping Model for Sustainable Land Use
Management [disertasi]. Japan: Kyoto University.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar.
Sucipto AH, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science.
Ketterings QM, Coe R, Noordjwik MV, Ambagau Y, Palm CA. 2001. Reducing
Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equations for Predicting Above
Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forest. Forest Ecology and
Management 146: 199-209.
Kusmana C. 1993. A Study of mangrove forest management base and ecological data
in East Sumatera, Indonesia [Disertasi]. Japan: Kyoto University. Faculty of
Agricultural.
Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The Ecology Mangrove [editorial]. Annual Review of
Ecology an Systematic 5:39-64.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Sudi Karbon dan
Biomassa. Bogor: Wetlands International Indonesian Programme.
Whitten AJ, Anwar DJ, Hisyam N. 1984. The Ecological of Sumatra. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Widiatmaka SH. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna
Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.