Anda di halaman 1dari 70

DAYA ROSOT KARBONDIOKSIDA

OLEH BEBERAPA JENIS TANAMAN HUTAN KOTA


DI KAMPUS IPB DARMAGA

ARDIANSYAH
E34103062

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
DAYA ROSOT KARBONDIOKSIDA
OLEH BEBERAPA JENIS TANAMAN HUTAN KOTA
DI KAMPUS IPB DARMAGA

ARDIANSYAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

Ardiansyah. E34103062. “Daya Rosot karbondioksida oleh Beberapa Jenis Tanaman


Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga”. Dosen Pembimbing: (1) ENDES N. DAHLAN
dan (2) RACHMAD HERMAWAN
Peningkatan suhu yang terjadi di perkotan secara tidak langsung disebabkan
meningkatnya kadar karbondioksida (CO2) di udara. Hal ini disebabkan perubahan
penutupan lahan dan aktifitas manusia yang banyak menggunakan bahan bakar fosil.
Peningkatan kadar gas CO2 di udara perkotaan dapat ditanggulangi salah satunya dengan
hutan kota. Melalui proses fotosintesis gas CO2 diserap oleh berbagai tanaman di hutan
kota dan melepaskan gas O2. Untuk mengendalikan atau mengurangi konsentrasi CO2
secara efektif, dalam pembangunan hutan kota perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman
yang mempunyai kemampuan maksimal dalam menurunkan kadar CO2. Penelitian
bertujuan mendapatkan data tentang besarnya daya rosot CO2 15 jenis tanaman hutan kota
di Kampus IPB Darmaga serta mendapatkan data tentang jenis tanaman yang memiliki
kemampuan daya rosot CO2 yang efektif dari jenis tanaman hutan kota yang diteliti.
Pengukuran daya rosot CO2 tanaman dilakukan dengan metode karbohidrat. Massa
karbondioksida diketahui dari konversi massa karbohidrat hasil fotosintesis. Data lain
yang diambil meliputi luas daun dan jumlah daun. Semakin tinggi luas daun maka akan
meningkatkan daya rosot CO2 per helai daunnya. Dan semakin banyak jumlah daun per
pohon, maka akan meningkatkan daya rosot CO2 per pohonnya.
Daya rosot CO2 dari 15 jenis tanaman hutan lota yang diteliti per cm2 luas daun per
jam (g CO2/cm2/jam) adalah sebagai berikut: M. caesia 3,793 x 10-4; D. indica 2,180
x 10-4; B. racemosa 1,600 x 10-4; S. campanulata 1,249 x 10-4; M. champaca
1,176 x 10-4; S. malacense 0,820 x 10-4 ; B. capitella 0,805 x 10-4; C. cauliflora
0,734 x 10-4; V. pubescens 0,669 x 10-4; C. inophyllum 0,629 x 10-4 ; M.
-4
ferrea 0,479 x 10 ; A. moluccana 0,357 x 10-4; A. dammara 0,268 x 10-4-;
dan G. dulcis 0,089 x 10-4.
Urutan jenis tanaman hutan kota yang memiliki daya rosot CO2 yang tinggi dari 15
tanaman yang diteliti per pohonnya adalah D. indica, M. caesia, S. campanulata, C.
inophyllum, B. racemosa, V. pubescens, M. ferrea, C. cauliflora,B. capitella, G.
dulcis, M. champaca, S. malacense, A. moluccana, dan A. dammara.

Kata kunci: daya rosot CO2, hutan kota.


SUMMARY

Ardiansyah. Carbon Dioxide Sink Ability of Several Urban Forest Plant Species in
Bogor Agricultural University, Darmaga Bogor

The increase of temperature in urban area is indirectly caused by the increase of


Carbon Dioxide (CO2) concentration in the atmosphere. The increase is caused by land
cover alteration and high amount of human activities which uses fossil fuel. The existence
of urban forest is one of the ways to coupe the increase of CO2 concentration in the urban
atmosphere. Through photosynthesis process, CO2 gas is absorbed by various plants in
urban forest and afterwards being released as Oxygen (O2). To control or reduce the
concentration of CO2 effectively, in the establishment of urban forest, selection of plants
which have maximum ability in reducing CO2 concentration needs to be done. The
objectives of this research are to obtain data CO2 sink ability of 15 urban forest plant
species in Bogor Agricultural University and to obtain data about the plant species that
has the effective CO2 sink ability among the plants which are measured.
The measuring of CO2 sink ability was conducted using carbohydrate method.
CO2 mass is obtained by converting carbohydrate mass produced in photosynthesis. Other
data taken include leaf area and the number of leaves. The higher the leaf area, the higher
CO2 sink ability of a leaf. The higher number leaf of a tree, the higher CO2 sink in a tree.
The CO2 sink ability of 15 plant species in cm2 of leaf area are (g CO2/cm2/hour):
M. caesia 3,793 x 10-4; D. indica 2,180 x 10-4; B. racemosa 1,600 x 10-4; S. campanulata
1,249 x 10-4; M. champaca 1,176 x 10-4; S. malacense 0,820 x 10-4 ; B. capitella 0,805 x
10-4; C. cauliflora 0,734 x 10-4; V. pubescens 0,669 x 10-4; C. inophyllum 0,629 x 10-4 ;
M. ferrea 0,479 x 10-4; A. moluccana 0,357 x 10-4; A. dammara 0,268 x 10-4-; and G.
dulcis 0,089 x 10-4.
The CO2 sink ability of 15 plant species in urban forest in order from the highest
are D. indica, M. caesia, S. campanulata, C. inophyllum, B. racemosa, V. pubescens, M.
ferrea, C. cauliflora,B. capitella, G. dulcis, M. champaca, S. malacense, A. moluccana,
and A. dammara.

Keywords: carbon dioxide sink, urban forest.


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Rosot


Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB
Darmaga adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2009

Ardiansyah
NRP E34103062
Judul Penelitian : Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis
Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga
Nama : Ardiansyah
NIM : E 34103062

Menyetujui :
Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS. Ir. Rachmad Hermawan, MScF
NIP.130 875 594 NIP. 131 999 961

Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.


NIP. 131 578 788

Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk
di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan
April 2008 – Juni 2008 adalah Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis
Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga.
Kegiatan manusia yang banyak menggunakan bahan bakar fosil
menghasilkan gas buangan berupa gas karbondioksida (CO2). Gas CO2 relatif
tidak beracun, namun gas ini menjadi penyebab meningkatnya suhu di permukaan
bumi. Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan adalah mengetahui jenis-jenis
tanaman hutan kota yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap gas
CO2, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan
serapan CO2 oleh tanaman hutan kota.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan
saran dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian
selanjutnya yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi, 26 Maret 1985 sebagai anak kedua dari dua
bersaudara, dari pasangan Bapak H. M. Fuad Hz. (Alm) dan Ibu Hj. Nani Hartini.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Ferdy Fery Putra
Jambi dan diselesaikan Tahun 1991, Sekolah Dasar di SD Islam Al-Falah Jambi
yang diselesaikan tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri
7 Jambi diselesaikan tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SLTA
Negeri 1 Jambi diselesaikan pada tahun 2003.
Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih
bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial. Selama
masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) serta Organisasi Mahasiswa
Daerah (Omda) Jambi. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang
kehutanan antara lain: Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH
Indramayu pada tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas
Purwo pada tahun 2007.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis
menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Daya Rosot Karbondioksida oleh
Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga, di bawah
bimbingan Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS dan Ir. Rachmad Hermawan, MScF.
UCAPAN TERIMA KASIH

Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari


bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan
saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi
kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail
(ady_botax@yahoo.com).
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allas SWT, sujud dan syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
2. Ibu Nani, Bapak Fuad (Alm), kak Fenny dan seluruh keluarga di Jambi yang
telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan baik moril maupun
spirituil.
3. Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS dan Ir. Rachmad Hermawan, MScF selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran selama
penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.
4. Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Ibu Dra. Nining Puspaningsih, M.Si selaku dosen penguji
dari Departemen Manajemen Hutan yang telah menguji dan memberi
masukkan dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Dosen-dosen yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis.
6. Ibu Farida hanum atas bimbingannya dalam perhitungan Integral.
7. Keluarga besar Himakova atas ilmu, pengalaman dan kerjasamanya selama
ini.
8. Bu Evan, Bu Titin, Bu Eti, Bu Ratna, Bu Sri, Pak Acu, Pak Hasan dan semua
bagian administrasi DKSHE atas bantuannya selama ini.
9. Keluarga besar KSH’40 (Komodo’ers) atas tawa, canda, suka dan duka yang
telah kita lalui bersama selama ini.
10. Teman-teman di Wisma Mahameru: Deden, Uut, Imron, Asyrafy, Aan, Udi,
Rahmat, Catur, Ibal, Ari, Arif, afif dan Fahri atas dukungan, bantuan dan
masukkannya.
11. Teman-teman di Saung Ivon Ruri, Reren dan Yuyun atas bantuan dan
dukungan yang diberikan selama ini.
12. Teman-teman di Lab. Analisis Lingkungan: Lubis, Boby, Lutfhi, Rima dan
Neneng atas waktu dan tempat yang diberikan.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pikirannya kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT,
Amin.
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP............................................................................................. ii
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................... iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang....................................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian.................................................................................... 1
1.3. Manfaat penelitian.................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan Kota ............................................................................................. 3
2.2. Tanaman sebagai penyerap CO2 ............................................................ 3
2.3. Pengukuran daya rosot CO2 ................................................................... 4
2.4. Respon tanaman terhadap peningkatan kadar CO2 ................................ 8
2.5. Karakteristik Tanaman Hutan Kota ....................................................... 10
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu ................................................................................. 12
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 12
3.3. Metode Pengambilan Data ..................................................................... 14
3.3.1. Jumlah Daun Per Pohon ................................................................... 14
3.3.2. Luas Daun ........................................................................................ 14
3.3.3. Massa Karbohidrat Daun ................................................................. 15
3.4. Pengolahan Data..................................................................................... 16
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak Dan Luas ...................................................................................... 20
4.2. Topografi................................................................................................ 20
4.3. Iklim ....................................................................................................... 20
4.4. Flora dan Fauna...................................................................................... 21
4.5. Denah Lokasi Penelitian ........................................................................ 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Massa Karbohidrat ................................................................................. 23
5.2. Daya Rosot CO2 per Luas Daun............................................................. 25
5.3. Daya Rosot CO2 Per Helai Daun ........................................................... 27
5.4. Daya Rosot CO2 Per Pohon ................................................................... 28
5.5. Daya Rosot CO2 Berdasarkan Kelas Umur............................................ 29
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 32
6.2. Saran....................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33
LAMPIRAN........................................................................................................ 35
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Tabel 1. Hasil penelitian daya rosot tanaman terhadap CO2 .........................6
2. Tabel 2. Hasil penelitian daya rosot tanaman terhadap CO2 yang dilakukan
oleh Karyadi ..................................................................................................8
3. Tabel 3. Daftar jenis tanaman hutan kota yang diteliti .................................13
4. Tabel 4. Massa karbohidrat tanaman hutan kota...........................................23
5. Tabel 5. Daya rosot CO2 per luas daun .........................................................26
6. Tabel 6. Daya rosot CO2 per helai daun per jam...........................................27
7. Tabel 7. Daya rosot CO2 per pohon ..............................................................28
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Gambar 1. Denah lokasi penelitian ...............................................................22
2. Gambar 2. Kurva persamaan kuadratik A. dammara....................................24
3. Gambar 3. Kurva persamaan kuadratik A. moluccana..................................25
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Hasil data pengujian laboratorium (Analisis Karbohidrat) .............................36
2. Hasil perhitungan massa karbohidrat ..............................................................36
3. Karakteristik pohon.........................................................................................37
4. Gambar grafik kurva persamaan kuadratik .....................................................38
5. Perhitungan luas area dibawah kurva..............................................................43
6. Gambar tanaman hutan kota yang diteliti .......................................................49
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegiatan manusia memerlukan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil yang
banyak diperlukan dalam kegiatan manusia menghasilkan gas karbondioksida
(CO2) sehingga dapat meningkatkan kadar karbondioksida (CO2) di udara.
Konsentrasi gas CO2 pada masa sebelum maraknya industri sebesar 275 ppmv
sedangkan pada masa sekarang konsentrasinya sekitar 350 ppmv. Konsentrasi
oksigen dan CO2 pada lingkungan yang tidak tercemar masing-masing sekitar
20,95 % dan 0,03 % (300 ppmv) dibandingkan dengan gas CO, SO2, atau O3, gas
CO2 relatif tidak begitu beracun, namun gas ini menjadi penyebab meningkatnya
suhu udara bumi (Dahlan 2007). Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan adalah
mengetahui jenis-jenis tanaman hutan kota yang mempunyai kemampuan tinggi
dalam menyerap gas CO2, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kemampuan serapan CO2 oleh tanaman hutan kota sehingga dapat
memberikan alternatif yang efektif dan efesien dalam pemilihan jenis untuk
tanaman hutan kota.
Jo dan McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) menyatakan, penelitian
yang dilakukan di Chicago menyatakan hutan kota dapat menyerap gas CO2
sebesar 0,32 – 0,49 kg/m2. Purwaningsih (2007) menyatakan bahwa Kebun Raya
Bogor mampu menyerap CO2 sebesar 0,11 ton /jam, sedangkan Mayalanda (2007)
menyatakan bahwa Hutan Penelitian Darmaga mampu menyerap CO2 sebesar
21,274 ton/ha/thn.

1.2. Tujuan
Penelitian tentang daya rosot CO2 oleh beberapa jenis tanaman hutan kota
di Kampus IPB Darmaga dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mendapatkan data tentang besarnya daya rosot 14 jenis tanaman hutan
kota di Kampus IPB Darmaga terhadap CO2
2. Mendapatkan data tentang jenis tanaman yang memiliki daya rosot CO2
yang tinggi dari jenis tanaman hutan kota yang diteliti.
I.3. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Menambahkan data tentang daya rosot CO2 jenis tanaman hutan kota.
2. Memberikan informasi tentang pertimbangan dalam penentuan jenis
tanaman hutan kota pada suatu wilayah tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Kota


Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon
yang kompak dan rapat di dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah
hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang (Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 2003). Hutan kota menurut Jauhari (2003) berfungsi
untuk memperbaiki iklim mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan
keserasian lingkungan fisik kota dan menjaga keseimbangan ekosistem
perkotaaan.
Hutan kota yang ada dapat berbentuk antara lain berupa; jalur hijau (dapat
berupa pohon peneduh jalan, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi,
jalur hijau di tepi rel kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam maupun di luar
kota); tanaman kota yaitu tanaman yang ditata sedemikian rupa, baik sebagian
maupun semuanya rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang
indah; kebun dan halaman; kebun raya, hutan raya dan kebun binatang; hutan
lindung; kuburan dan taman pemakaman pahlawan (Dahlan 1992)

2.2. Tanaman Sebagai Penyerap CO2


Tanaman hijau daun menyerap CO2 selama fotosintesis dan memakainya
sebagai bahan untuk membuat karbohidrat. Fotosintesis merupakan salah satu
mekanisme penting pengambilan CO2 dari atmosfer (Dwidjoseputro 1980;
Darmawan & Baharsjah 1983; Salisbury & Ross 1995; Wikipedia Indonesia 2006;
KLH 2006). Lebih dari 13 % karbon di atmosfer digunakan dalam fotosintesis
tiap tahunnya (Salisbury & Ross 1995).
Heriansyah & Mindawati (2005) menyatakan hutan dapat mencegah
pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya
sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman. Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi Alam telah meneliti kemampuan penyerapan CO2 yang hasilnya
menunjukkan variasi kandungan CO2 berbeda-beda menurut lokasi, jenis pohon
hutan, dan umur tegakan (Dephut 2005).
Dahlan (2004) menyatakan hutan dan taman kota dapat menyerap CO2,
namun hutan kota dianggap memiliki kelebihan dalam menyerap gas ini
dibandingkan dengan taman. Hal itu karena hutan menempati hamparan yang
lebih luas daripada taman, selain dari itu biomassa hutan jauh lebih banyak
daripada taman karena terdiri dari beberapa strata ketinggian dari yang paling
rendah sampai yang tinggi, juga pepohonan hutan memiliki diameter tajuk dan
kerapatan daun yang jauh lebih besar daripada taman. Tanaman hutan kota baik di
dalam maupun di luar kota akan menyerap CO2 melalui proses fotosintesis yang
kemudian menghasilkan gas oksigen (O2) yang sangat diperlukan oleh manusia
dan hewan (Dahlan 2004).
Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dapat dikelompokkan
ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Tanaman
C-3 memfiksasi CO2 melalui daur Calvin, tanaman C-4 memfiksasi CO2 melalui
daur C4 asam dikarboksilat, sedangkan tanaman CAM merupakan tanaman yang
memfiksasi CO2 menjadi asam malat (Dahlan 2004). Tanaman C-4 umumnya
memiliki laju fotosintesis tertinggi, tanaman CAM paling lambat laju
fotosintesisnya, sedangkan tanaman C-3 berada di antara kedua ekstrim tersebut
(Lakitan 1993; Salisbury & Ross 1995).

2.3. Pengukuran Daya Rosot CO2


Pengukuran daya rosot tanaman terhadap CO2 telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Penelitian secara mendalam tentang kemampuan pohon menyerap karbon
telah dilakukan oleh International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF),
Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Institut
Pertanian Bogor (IPB), Departemen Kehutanan dan Kementrian Negara
Lingkungan Hidup (Dephut 2005).
Dari penelitian Bernatzky (1978) diketahui bahwa 1 hektar areal yang
ditanami pohon, semak dan rumput yang memiliki luas daun kurang dari 5 hektar
dapat menyerap 900 kg CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 2
jam. Jo & McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) menyatakan hasil penelitian
pada hutan kota di Chicago dapat menyerap CO2 sebesar 0,32-0,49 kg/m2.
Heriansyah & Mindawati (2005) telah mengukur potensi hutan tanaman
meranti dalam menyerap CO2. Kemampuan 7 jenis meranti yang diteliti bervariasi
sesuai jenis dan umur tanaman. Variasi daya rosot karbon disebabkan oleh
perbedaan luas kawasan, perbedaan kombinasi dan komposisi jenis, kerapatan
tanaman dan perbedaan komposisi umur tegakan. Hasil penelitian Heriansyah &
Mindawati (2005) menyatakan rata-rata penyerapan CO2 per individu tanaman
jenis Shorea leprosula, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea selanica,
Shorea seminis, Shorea stenoptera Burck dan Shorea stenoptera forma
Ardikusuma adalah masing-masing 55,13; 35,37; 28,97; 40,46; 71,32; 72,18 dan
20,41 ton CO2 per tahun. Dari hasil penelitian Sugiharti (1998) diperoleh bahwa
kaliandra (Calliandra sp), flamboyan (Delonix regia), kembang merak
(Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap CO2
dan sekaligus tanaman tersebut kurang terganggu oleh pencemaran udara.
Hasil penelitian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam tentang
kemampuan pohon dalam menyerap CO2 menunjukkan bahwa akasia (Acacia
mangium) berumur 6 tahun yang terdapat di Pusat Penelitian Benakat, Sumatera
Selatan mempunyai kandungan CO2 sebesar 16,64 ton/ha/tahun, lebih besar dari
kandungan CO2 tegakan akasia berumur 10 tahun yang terdapat di Jawa Barat
yang hanya sebesar 9,06 ton/ha/tahun (Dephut 2005). Keragaman umur tegakan
juga memberikan perbedaan dalam kemampuan menyerap CO2. Tegakan sengon
(Paraserienthes falcataria) di Jawa Barat berumur 8 tahun mempunyai
kandungan CO2 sebesar 14,10 ton/ha/tahun yang lebih kecil dari kandungan CO2
tegakan sengon berumur 18 tahun yang terdapat di Jawa Timur sebesar 16,78
ton/ha/tahun. Diperkirakan dengan bertambahnya umur tegakan belum tentu
menambah kandungan CO2 yang bisa diserap oleh tegakan (Dephut 2005).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode
karbohidrat diantaranya oleh Hariyadi (2008), Lailati (2008), Purwaningsih
(2007), Mayalanda (2007) dan Sinambela (2007) terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil penelitian daya rosot tanaman terhadap CO2
Daya rosot Daya rosot
Daya rosot
CO2/luas CO2/helai
No Nama ilmiah CO2/pohon/tahun
daun/jam daun/jam
(kg/pohon/tahun)
(10-4g/cm2/jam) (10-4g/helai/jam)
1 Bouea macrophylla 1,063 388,200 557,000 (1
2 Dracontomelon dao 0,024 3,800 281,000 (1
3 Koopsia arborea 3,521 488,200 41633,000 1
4 Cerbera odollam 1,726 172,300 4509,000 (1
5 Diospyros celebica 1,582 128,900 5166,000 (1
6 Diospyros macrophylla 0,723 83,400 246,000 (1
7 Eusideroxylon zwageri 1,166 214,900 9968,000 (1
8 Lansium domesticum 0,310 49,300 429,000 (1
9 Sandoricum koetjape 0,507 95,100 522,000 (1
10 Swietenia macrophylla 0,090 10,700 221,000 (1
11 Myristica fragrans 0,595 28,700 566,000 (1
12 Knema laurina 1,782 200,300 3713,000 (1
13 Pometia pinnata 0,487 101,400 11879,000 (1
14 Peronema canescens 0,395 41,900 1200,000 (1
15 Vitex coffasus 1,671 195,400 6151,000 (1
16 Canarium asperum 10,311 1923,700 38964,000 (2
17 Altingia excelsa 8,808 247,900 35336,000 (2
18 Dryobalanops aromatica 5,817 172,700 34101,000 (2
19 Shorea pinanga 7,212 725,000 21897,000 (2
20 Vatica punciflora 5,537 603,300 12316,000 (2
21 Ceiba pentandra 4,085 535,500 8606,000 (2
22 Arthocarpus heterophyllus 4,434 213,900 4856,000 (2
23 Mimusops elengi 3,239 105,400 1703,000 (2
24 Alstonia scholaris 1,932 208,100 1474,000 (2
25 Bischofia javanica 1,881 99,000 1350,000 (2
26 Strelechocarpus burahol 1,226 76,700 1108,000 (2
27 Terminalia cattapa 1,490 472,800 756,000 (2
28 Mangifera foetida 0,850 95,200 638,000 (2
29 Aquilaria malaccensis 0,406 9,400 405,000 (2
30 Santalum album 0,155 1,100 4,000 (2
31 Delonix regia 2,510 303,000 4,409 (3
32 Cassia sp 2,920 197,000 8,478 (3
33 Intsia bijuga 1,130 260,000 1,098 (3
34 Tamarindus indica 0,600 1,000 0,364 (3
35 Koompasia exelsa 0,980 65,000 15,323 (3
36 Maniltoa browneodes 0,33 14,000 0,330 (3
37 Filicium decipiens 2,80 245,000 36,380 (3
38 Pometia pinnata 18,90 208,000 22,136 (3
39 Nephelium lappaceum 0,080 45,000 0,197 (3
40 Mimosops elengi 0,120 597,000 0,314 (3
41 Manilkara kauki 0,120 6,000 5,673 (3
42 Pterocarpus indicus 1,210 37,000 0,669 (3
43 Erytrina cristagalli 1,640 48,000 0,419 (3
44 Samanea saman 1,190 207,000 204,403 (3
45 Adenanthera pavonina 2,710 321,000 22,814 (3
46 Pithecelobium dulce 1,940 57,000 0,672 (3
Daya rosot Daya rosot
Daya rosot
CO2/luas CO2/helai
No Nama ilmiah CO2/pohon/tahun
daun/jam daun/jam
(kg/pohon/tahun)
(10-4g/cm2/jam) (10-4g/helai/jam)
47 Swietenia macrophylla 2,050 72,000 7,708 (3
48 Khaya anthoteca 1,440 43,000 1,865 (3
49 Disoxylum exelsum 1,320 794,000 306,143 (3
50 Ficus benjamina 0,550 286,000 1917,632 (3
51 Pterocarpus integra 0,220 30,000 10,513 (3
52 Cananga odorata 1,580 26,000 69,676 (3
53 Annona muricata 0,570 39,000 78,617 (3
54 Caesalpinia pulcherima 7,260 15200,000 2,291 (3
55 Cassia grandis 3,800 37,000 3946,251 (3
56 Hopea mengarawan 0,009 2,000 0,660 (4
57 Carapa guineensis 0,055 99,200 52,251 (4
58 Arthocarpus heterophyllus 0,118 8,500 8,074 (4
59 Pterygota alata 0,133 86,400 55,380 (4
60 Dipterocarpus retusa 0,145 33,100 37,098 (4
61 Shorea selanica 0,171 22,100 47,355 (4
62 Pachira affinis 0,186 95,900 20,123 (4
63 Acacia mangium 0,251 29,000 23,255 (4
64 Sapium indicum 0,351 16,700 25,234 (4
65 Khaya senegalensis 0,434 156,200 128,327 (4
66 Hopea odorata 0,437 12,800 6,474 (4
67 Swietenia macrophylla 0,439 698,300 559,705 (4
68 Langerstroemia speciosa 0,531 297,700 245,034 (4
69 Swietenia mahagoni 0,611 346,200 452,530 (4
70 Trachylobium verrucossum 0,688 508,900 860,086 (4
71 Acacia auriculiformis 0,917 29,300 74,470 (4
72 Cinnamomum parthenoxylon 1,013 178,900 347,659 (4
73 Schima wallichii 1,511 97,200 96,871 (4
74 Tectona grandis 1,965 1598,600 206,999 (4
75 Beilschiedia roxburghiana 3,308 436,600 677,312 (4
76 Strombosia zeylanica 5,362 440,100 2453,184 (4
77 Filicium decipiens 2,070 0,308 (5
78 Garcinia mangostana 6,670 1,850 (5
79 Gnetum gnemon 3,410 1,202 (5
80 Manilkara kauki 3,330 1,141 (5
81 Cassia fistula 1,100 0,185(5

1) Hariyadi (2008)
2) Lailati (2008)
3) Purwaningsih (2007)
4) Mayalanda (2007)
5) Sinambela (2006)

Hasil penelitian Hariyadi (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya


Bogor menyatakan bahwa Koopsia arborea adalah tanaman yang mempunyai
daya rosot CO2 tertinggi yaitu 41633 kg/pohon/tahun. Penelitian yang dilakukan
oleh Lailati (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor menyatakan
Canarium asperum adalah tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi
yaitu 38964 kg/pohon/tahun. Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2007) pada 25
jenis tanaman di Kebun Raya Bogor didapatkan bahwa jenis Casia grandis
merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu
3946,251 kg/pohon/tahun. Penelitian daya rosot CO2 tanaman juga telah dilakukan
oleh Mayalanda (2007) terhadap 21 jenis tanaman di Hutan Penelitian Darmaga,
Bogor. Dari hasil penelitiannya didapatkan daya rosot bersih tanaman terhadap
CO2 yang tertinggi adalah jenis Strombosia zeylanica sebesar 5,362 x 10-4
g/cm2/jam. Hasil penelitian Mayalanda (2007) juga menyebutkan bahwa daya
rosot CO2 Hutan Penelitian Darmaga Bogor sebesar 1182,07 ton/tahun.
Sinambela (2006) juga telah meneliti daya rosot CO2 terhadap 5 jenis tanaman
hutan kota di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Hasil penelitian Sinambela (2006)
menyatakan bahwa manggis hutan (Garcinia mangostana) adalah jenis tanaman
yang memiliki daya rosot CO2 terbesar yaitu sebesar 1,850 kg/pohon/tahun
kemudian diikuti melinjo (Gnetum gnemon), sawo kecik (Manilkara kauki), krey
payung (Filicium decipiens) dan yang terkecil adalah trengguli (Cassia fistula).
Karyadi (2005) telah mengukur daya rosot CO2 5 jenis tanaman hutan kota
dengan menggunakan alat ADC LCA-4. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui
bahwa daya rosot bersih CO2 per pohon per tahun tertinggi adalah jenis
Mangifera indica yaitu sebesar 445,300 kg/pohon/tahun. Hasil penelitian Karyadi
selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penelitian daya rosot tanaman terhadap CO2 yang dilakukan oleh
Karyadi
Daya rosot Daya rosot bersih Daya rosot bersih CO2
bersih CO2 per CO2 per pohon (kg/ha/hari)
No Nama jenis
pohon per hari per tahun dengan jarak tanam
(kg/pohon/hari) (kg/pohon/tahun) 5 x5 m2
1 Mangifera indica 1,220 445,300 487,110
2 Chrysophyllum cainito 0,630 229,950 251,190
3 Canarium commune 0,540 197,100 218,150
4 Mimusops elengi 0,460 167,900 183,750
5 Tectona grandis 0,290 105,850 114,500

2.4. Respon Tanaman Terhadap Peningkatan Kadar CO2


Gas CO2 adalah bahan baku bagi fotosintesis dan laju fotosintesis
dipengaruhi oleh kadar CO2 di udara. June (2006) menyatakan peningkatan kadar
CO2 di atmosfer akan merangsang proses fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan
dan produktivitas tanaman tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air. Pengaruh
fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju fotosintesis di
dalam daun, akibat peningkatan laju fotosintesis tersebut akan menyebabkan
terjadinya penimbunan karbohidrat di daun (Darmawan & Baharsjah 1983).
Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dikelompokkan ke
dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Dalam
kondisi kadar CO2 normal tumbuhan C-4 memiliki efisiensi fotosintesis lebih
tinggi daripada tumbuhan C-3, akan tetapi pada kadar CO2 tinggi tumbuhan C-3
menunjukkan laju pertumbuhan lebih tinggi daripada tumbuhan C-4, sehingga
tanaman C-3 lebih diuntungkan dengan adanya peningkatan CO2 daripada
tanaman C-4 (Wolfe 2007). Hutan diperkirakan akan mengalami efek pemupukan
yang besar dari kenaikan kadar CO2 karena pohon hutan terdiri atas tumbuhan
C-3, sehingga produktivitas hutan akan naik (Soemarwoto et al. 1992).
Kenaikan CO2 juga memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh
tanaman (Wolfe 2007). Stomata memiliki fungsi sebagai pintu masuknya CO2 dan
keluarnya uap air ke daun atau dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata
merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman
berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan air
sedikit mungkin untuk mencapai efisiensi pertumbuhan yang tinggi (June 2006).
Tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai
kadar CO2 optimum di dalam daun jika CO2 di atmosfir meningkat, sehingga laju
pengeluaran air dapat dikurangi (June 2006).
Efisiensi penggunaan air baik pada tanaman C-3 maupun C-4 akan
meningkat dengan bertambah besarnya kadar CO2. Peningkatan penggunaan air
pada tanaman C-3 disebabkan oleh meningkatnya asimilasi dan menurunnya
transpirasi, sedangkan pada tanaman C-4 hanya disebabkan oleh menurunnya
transpirasi (June 2006). Tanaman-tanaman C-4 memiliki efisiensi penggunaan air
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman C-3 (June 2006). Daya ikat yang
tinggi terhadap CO2 pada tanaman C-4 menyebabkan perbandingan antara
pemasukan CO2 dan konduktivitas stomata (kemampuan stomata menyalurkan air
persatuan waktu) optimum (June 2006). Daya ikat yang rendah terhadap CO2 pada
tanaman C-3 menyebabkan tanaman ini boros dalam penggunaan air.
Peningkatan CO2 berpengaruh positif terhadap fotosintesis dan penggunaan
air oleh tanaman. Peningkatan CO2 juga meningkatkan efisiensi penggunaan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya seperti radiasi matahari dan nutrisi (June
2006).
Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer sebenarnya berdampak positif
terhadap proses fisiologis tanaman, tetapi pengaruh positif CO2 dihilangkan oleh
peningkatan suhu atmosfer yang cenderung berdampak negatif terhadap proses
fisiologis tersebut (June 2006). Meningkatnya suhu beberapa derajat akibat dari
peningkatan kadar CO2 dapat menurunkan laju fotosintesis dan memperpendek
periode pertumbuhan tanaman (Wolfe 2007).

2.5. Karakterisitik Tanaman Hutan Kota


Pemilihan jenis tanaman untuk hutan kota merupakan salah satu langkah
yang penting guna menuju keberhasilan program penghijauan kota. Dalam
pemilihan jenis tanaman untuk hutan kota perlu diperhatikan aspek-aspek ekologi,
khususnya mengenai kemampuan tanaman-tanaman tersebut memperbaiki
lingkungan hidup. Tanaman hutan kota sebaiknya tanaman yang tidak memiliki
buah yang besar sehingga apabila buah tersebut jatuh tidak membahayakan orang-
orang yang sedang beraktifitas di sekitar tanaman tersebut. Tanaman hutan kota
sebaiknya juga memiliki massa daun yang lebat dan padat sehingga dapat
membuat lingkungan menjadi teduh dan nyaman. Tanaman hutan kota yang
digunakan di jalur hijau dapat berupa tanaman yang memiliki estetika yang baik,
tidak mudah patah dan tidak mudah tumbang sehingga tidak membahayakan para
pengguna jalan (Dahlan 2004).
Agathis dammara merupakan tanaman yang tumbuh meninggi ke atas
sehingga tidak mengganggu pengguna jalan raya. Aleurites moluccana, Bacaurea
racemosa, Brownea capitella, Calophyllum inophyllum, Cynometra cauliflora,
Dillenia indica, Garcinia dulcis, Mangifera caesia, Mesua ferrea, Mitchelia
champaca, Spatodea campanulata, Syzygium malacense dan Vitex pubescens
merupakan jenis-jenis yang cocok digunakan sebagai tanaman taman kota karena
jenis-jenis ini dapat berfungsi sebagai peneduh selain itu jenis-jenis tersebut juga
dapat digunakan sebagai tanaman di kebun raya, hutan raya ataupun kebun
binatang. Aleurites moluccana, Cynometra cauliflora, Mangifera caesia,
Michelia champaca dan Syzygium malacense merupakan jenis-jenis yang dapat
digunakan sebagai tanaman di kebun atau halaman karena tanaman jenis-jenis ini
menghasilkan buah dan bunga yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Bacaurea
racemosa, Calophyllum inophyllum, Dillenia indica, Garcinia dulcis dan Mesua
ferrea merupakan jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman
hutan lindung karena jenis-jenis ini memang sudah mulai susah dijumpai sehingga
harus dilindungi. Mitchelia champaca merupakan jenis tanaman yang dapat
digunakan sebagai tanaman di kuburan atau taman makam pahlawan karena jenis
ini mempunyai aroma daun dan bunga yang harum.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Kampus IPB Darmaga, untuk pengambilan sampel
daun dari 14 jenis tanaman. Analisis karbohidrat dan pengukuran luas daun
dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Penelitian dilakukan selama dua
bulan yaitu Mei-Juni 2008.

3.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Plastik
2. Kamera digital
3. Tabung reaksi
4. Pipet kaca berskala
5. Penggiling
6. Kertas filter dengan kesarangan 0,05 mg/cm
7. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm
8. Timbangan
9. Global Position System (GPS) Garmin CSx 67
10. Oven
11. Water bath (penangas air)
12. Leaf area meter (LAM)
13. Kotak preparat (slide box)
14. Hand Counter
15. Alat tulis
16. Seperangkat komputer dengan Software Microsoft Word, Microsoft
Excel dan Mathematic 6.

Bahan yang digunakan dalam penelitian:


1. Sampel daun dari 14 jenis tanaman yang tumbuh di Kampus IPB
Darmaga. Jenis tanaman yang diambil daunnya dipilih dari tanaman
yang daya rosot CO2 belum diketahui. Jenis pohon yang dipilih
merupakan tanaman asli yang tumbuh di Indonesia atau bukan jenis
eksotik. Jenis-jenis tanaman hutan kota yang diteliti disajikan dalam
Tabel 3.

Tabel 3. Daftar jenis tanaman hutan kota yang diteliti


No Nama jenis Nama lokal Famili
1 Agathis dammara Damar Pinaceae
2 Aleurites moluccana Kemiri Euphorbiaceae
3 Baccaurea racemosa Menteng Bunga Putih Euphorbiaceae
4 Brownea capitella Bunga Lampion Fabaceae
5 Calophyllum inophyllum Nyamplung Clusiaceae
6 Cynometra cauliflora Nam-nam Fabaceae
7 Dillenia indica Simpur Dilleniaceae
8 Garcinia dulcis Mundu Clusiaceae
9 Mangifera caesia Kemang Myrtaceae
10 Mesua ferrea Gandasari Clusiaceae
11 Michelia champaca Cemapaka Hijau Magnoliaceae
12 Spatodea campanulata Kecrutan Bignoniaceae
13 Syzygium malacense Jambu Bol Myrtaceae
14 Vitex pubescens Laban Verbenaceae

2. Pereaksi Cu
Proses pembuatan pereaksi Cu:
a) Menimbang 12 g K Na Tartrat, 24 g Na2O3, 2 g CuSO4, 20 ml H2O
(10% Cu), serta 16 g NaHCO3.
b) Melarutkan 180 g Na2SO4 dengan air panas dan didinginkan.
c) Mencampur Larutan K Na Tartrat, Na2O3, CuSO4, H2O, NaHCO3,
Na2SO4.
d) Menyimpan campuran tersebut selama 2 hari di tempat gelap atau
pada botol gelap.
3. Pereaksi Nelson
Proses pembuatan Pereaksi Nelson:
a) Melarutkan 25 g (NH4) 6 Mo7O24 (Amonium molibdat) dalam 450
ml H2O dan menambahkan dengan 21 ml H2SO4 pekat.
b) Melarutkan 3 g Na2HASO4.7H2O (Amonium hidrogen arsenat)
dalam 25 ml H2O.
c) Mencampurkan larutan a) dan b) kemudian dipanaskan pada suhu
370C selama 1-2 hari dan simpan pada botol gelap. Campuran ini
disebut pereaksi Nelson.
4. Pereaksi karbohidrat
Pereaksi karbohidrat yang digunakan terdiri dari:
a) 0.7 N HCl
b) 1 N NaOH
c) 5% ZnSO4
d) 0.3N Ba(OH)2
5. Phenol merah
6. Aquades

3.3. Metode Pengambilan Data


3.3.1. Jumlah Daun Per Pohon
Penentuan daya rosot CO2 per pohon memerlukan data tentang jumlah daun
per pohon. Langkah-langkah penentuan jumlah daun per pohon adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung jumlah cabang yang ada dalam satu pohon.
2. Mengelompokkan cabang-cabang tersebut berdasarkan ukurannya.
3. Memilih salah satu cabang sampel dan hitung jumlah daunnya.
4. Mengalikan jumlah daun pada sampel dengan jumlah sampel cabang.
5. Menjumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat jumlah total daun per
pohon.

3.3.2. Luas Daun


Daun sampel diukur luas totalnya dengan menggunakan alat Leaf Area
Meter (LAM). Langkah-langkah pengukuran luas daun adalah sebagai berikut:
1. Mengambil sampel daun yang telah diketahui beratnya.
2. Menyalakan LAM dan kalibrasi sehingga menunjukan nilai 0.00.
3. Menyusun daun di atas tempat yang telah disediakan.
4. Memasukkan daun ke LAM.
5. Daun akan melewati pendeteksi luas daun dan secara otomatis luas daun
tertera di layar.
3.3.3. Massa Karbohidrat Daun
Pengukuran daya rosot CO2 dilakukan dengan metode karbohidrat, dimana
massa CO2 diketahui dari konversi massa karbohidrat hasil fotosintesis. Massa
karbohidrat hasil fotosintesis dianalisis dengan metode Somogyi Nelson.
Penentuan massa karbohidrat daun terdapat dua tahapan, yaitu pengambilan daun
sampel dan pengukuran massa karbohidrat.
1. Pengambilan Daun Sampel:
a. Menentukan jenis pohon sampel.
b. Memetik daun dari pohon sampel dan timbang sebanyak 30 gram
dengan komposisi daun muda, dewasa dan tua secara proporsional
tiap jenisnya. Daun yang diambil adalah daun yang sehat dan tidak
berlubang. Pengambilan sampel daun dilakukan dalam 3 tahapan
waktu, yaitu pada pukul 05.00 WIB, pukul 17.00 WIB dan 19.00
WIB. Pada pukul 05.00 WIB diasumsikan belum terjadi proses
fotosintesis, sedangkan pada pukul 17.00 WIB diasumsikan telah
terjadi proses fotosintesis selama sehari, sedangkan pada pukul
19.00 WIB diasumsikan tidak terjadi lagi proses fotosintesis.
Pengambilan daun yang dimulai pada pukul 05.00 WIB dihentikan
pada pukul 05.30 WIB. Hal itu karena pada pukul 05.30 WIB
tanaman memulai proses fotosintesis karena pada jam tersebut
matahari sudah terbit.
c. Memasukkan sampel daun ke dalam plastik, rendam dengan alkohol
70% selama 5 menit, lalu kering udarakan. Perendaman dalam
alkohol dilakukan untuk mencegah terjadinya fotosintesis dan
respirasi lanjutan setelah daun dipetik dari pohon.
2. Pengukuran Massa Karbohidrat:
a. Mengeringkan Daun segar yang telah dipetik (30 gram)
menggunakan oven pada suhu 500C selama 72 jam untuk
mendapatkan berat kering mutlak.
b. Menghancurkan sampel daun yang telah dikeringkan dengan
menggunakan alat penggiling sampai halus.
c. Mengambil 0,2 gram sampel daun yang telah dihancurkan.
d. Menambahkan dengan 120 ml HCl 0,7 N.
e. Menghidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air.
f. Menyaring dalam labu ukur 100 ml.
g. Memasukkan phenol merah, kemudian netralkan dengan NaOH 1 N
sampai terjadi perubahan warna larutan.
h. Menambahkan 5 ml ZnSO4 5 % dan 5 ml Ba(OH)2 0,3 N.
i. Menambahkan larutan aquades sampai tanda tera 100 ml.
j. Menyaring kembali dan ambil larutan jernih.
k. Memipet 2 ml yang sudah jernih.
l. Membuat deret standar karbohidrat 5, 10, 15, 20, 25 ml.
m. Menambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml pada deret standar dan
larutan sampel, lalu panaskan dalam penangas air selama 10 menit
kemudian didinginkan.
n. Menambahkan pereaksi Nelson 2 ml dan 20 ml H2O sampai tanda
tera masing-masing deret standar dan larutan sampel. Kocok dan
biarkan selama 2 menit.
o. Mengukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500
µm sehingga didapat nilai absorbsi karbohidrat (A).
p. Menghitung persentasi karbohidrat (% KH). Nilai persentasi
karbohidrat yang didapat adalah % KH dalam keadaan kering.
q. Menghitung massa karbohidrat dalam daun segar (basah).

3.4. Pengolahan Data


Data dianalisis menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1. Luas daun per pohon dihitung dengan rumus:
Luas rata-rata daun per 30 gram bobot basah daun x Σ daun per pohon
Σ daun per 30 gram bobot basah daun

2. Ketebalan relatif daun diketahui dari rumus:

bobot basah daun : luas daun


3. Persentasi karbohidrat kering (% KH kering) dihitung dengan
menggunakan rumus:
 A 100 20 
 S x 0,2 x 1 x100% 
% KH kering =  
 1000000 
 

keterangan:
A : nilai absorbsi karbohidrat S : rata-rata standar karbohidrat
100 20
dan merupakan faktor pengenceran
0,2 1
4. Massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah dihitung dengan
rumus:

Massa C6H12O6 = % KH basah x bobot basah daun (30 gram)

dimana % KH basah:
100% - KA
x %KH kering
100

dan KA (kadar air tiap jenis daun dalam %):


Bobot basah daun – Bobot kering daun
x 100%
Bobot basah daun

5. Massa CO2 dihitung dengan rumus:

Massa CO2 = Massa C6H12O6 × 1,47

Rumus tersebut didapat dari persamaan reaksi fotosintesis:


6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6 O2
Dari persamaan reaksi tersebut dapat dilihat 1 mol C6H12O6 setara
dengan 6 mol CO2, sehingga perhitungannya adalah:
a. Mol C6H12O6 = Massa C6H12O6 : Mr C6H12O6
b. Massa CO2 = 6 x Mol C6H12O6 x Mr CO2
Massa C6H12O6
= 6 x x Mr CO2
Mr C6H12O6

Massa C6H12O6
= 6 x x 44
180

= Massa C6H12O6 × 1,47


keterangan:
Mr : massa molekul relatif
Ar C = 12, Ar H = 1, Ar O = 16
Mr C6H12O6 = (6 x Ar C) + (12 x Ar H) + (6 x Ar O)
= (6 x 12) + (12 x 1) + ( 6 x 16) = 180
Mr CO2 = (1 x Ar C) + (2 x Ar O)
= (1 x 12) + (2 x 16) = 44
6. Penentuan daya rosot CO2 per luas sampel daun (D) menggunakan
rumus:
Massa CO2
D =
Luas Daun (dari 30 gram sampel daun)

7. Penentuan daya rosot CO2 bersih per luas daun per jam (Dt)
D
Dt =
∆t
keterangan:
Dt = daya rosot bersih CO2 per luas daun
D = daya rosot CO2 per luas sampel daun
∆t = selisih waktu pengambilan sampel yang dimulai pukul
05.00 sampai dengan pukul 19.00

8. Penentuan daya rosot CO2 per helai daun per jam (Dl)
Dl = Dt x luas per helai
keterangan:
Dl = daya rosot bersih CO2 per helai daun per jam
Dt = daya rosot bersih CO2 per luas daun
9. Penentuan daya rosot CO2 per pohon per jam (Dn)
Dn = Dt x Σd x luas per helai daun
keterangan:
Dn = daya rosot bersih CO2 per pohon per jam
Dt = daya rosot bersih CO2 per luas daun
Σd = jumlah daun tiap pohon
10. Penentuan daya rosot CO2 per pohon per tahun (Dy)
Dy = [{Dn x 5,36} + {Dn x (12,07-5,36) x 0,46}] x 365

keterangan:
Dy = daya rosot bersih CO2 per pohon per tahun
Dn = daya rosot bersih CO2 per pohon per jam
12,07 = nilai rata-rata lama penyinaran maksimum per hari, satuan
dalam jam/hari (Sitompul & Guritno 1995)
5,36 = nilai rata-rata lama penyinaran aktual per hari di Bogor,
satuan dalam jam/hari (Abdullah 2000)
0,46 = perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada
hari mendung dengan hari cerah (Sitompul & Guritno
1995)
365 = jumlah hari dalam satu tahun
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Luas


Kampus IPB Darmaga berjarak kurang lebih 10 Km dari Kota Bogor.
Kampus IPB Darmaga memiliki luas areal + 256,97 Ha (Nasution 2003). Secara
administratif termasuk ke dalam wilayah Desa Babakan, Kecamatan Darmaga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, kampus IPB Darmaga
terletak antara 6030’ – 6045’ LS dan 106030’ – 106045’ BT. Kampus IPB Darmaga
dibatasi oleh Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus di sebelah Utara, di sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Babakan, di sebelah Selatan berbatasan dengan
Jalan Raya Bogor – Leuwiliang dan di sebelah Barat berbatasan dengan Sungai
Cihideung.
4.2. Topografi dan Tanah
Kampus IPB Darmaga berada pada ketinggian 142 – 200 mdpl dengan
kondisi topografi yang beragam dari datar di sebelah Timur dan Selatan,
kemudian bergelombang di sebelah Utara dengan kemiringan tanah berkisar
antara 0 – 5% (Songko 2002).
Suciasti (2004) menyatakan bahwa kampus IPB Darmaga memiliki
kategori tanah jenis latosol dengan tekstur sedang, pH tanah agak asam (5,6 –
6,5). Hara essensial (karbon, Nitrogen, Fosfor dan Kalium) berada dalam
defisiensi. Jenis batuan yang ditemukan pada tapak adalah batuan vulkanik dari
Gunung Salak, batuan endapan dan batuan sedimen. Jenis batuan baku yang
dominan adalah andesit basal dengan susunan mineral piroksin (Nasution 2003).
4.3. Iklim
Kampus IPB Darmaga menurut Schmid dan Ferguson termasuk ke dalam
wilayah yang bertipe iklim A, dengan curah hujan rata-rata tahunan mencapai
4046 mm per tahun (Mulyani 1985 dalam Kurnia 2003). Berdasarkan data iklim
dari Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor selama 10 tahun (1988 – 1997), suhu
udara rata-rata bulanan daerah Darmaga adalah 25,480C, dengan suhu tertinggi
32,250C yaitu pada bulan September dan suhu terendah yaitu pada bulan Agustus
sebesar 21,220C. Kelembaban udara rata-rata adalah 84,4%, kelembaban tertinggi
terjadi pada bulan Januari yaitu 89,2% dan terendah pada bulan Agustus dan
September yaitu 79,6% (Suciasti 2004).
4.4. Flora dan Fauna
Secara umum vegetasi di Kampus IPB Darmaga berupa vegetasi semak
berumput, tegakan karet, pinus, hutan campuran, hutan percobaan, arboretum,
taman pekarangan perumahan dosen dan taman (Hernowo, Soekmadi dan
Ekarelawan 1991).
Kampus IPB Darmaga memiliki 12 jenis mamalia, 68 jenis burung, 37
jenis reptilia dan 4 jenis ikan. Beberapa jenis fauna yang mudah ditemukan antara
lain bajing (Calloscirus notatus), kelelawar (Emballonura monticola), burung
kutilang (Pygnonotus aurigaster) dan burung cabe (Dichaeum trochileum)
(Hernowo, Soekmadi dan Ekarelawan 1991).

4.5. Denah Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini terletak di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Koordinat
dari masing-masing tanaman hutan kota adalah sebagai berikut: A. dammara
(S 06°33,648’ dan E 106°43,736’), A. moluccana (S 06°33,667’ dan
E 106°43,766’), B. Racemosa (S 06°33,481’ dan E 106°43,888’), B. capitella
(S 06°33,674’ dan E 106°43,716’), C. inophyllum (S 06°33,655’ dan
E 106°43,781’), C. cauliflora (S 06°33,478’ dan E 106°43,888’), D. indica
(S 06°33,659’ dan E 106°43,694’), F. inermis (S 06°33,656’ dan E 106°43,618’),
G. dulcis (S 06°33,668’ dan E 106°43,752’), M. ceasia (S 06°33,590’ dan
E 106°43,804’), M. ferrea (S 06°33,660’ dan E 106°43,705’), M. champaca
(S 06°33,516’ dan E 106°43,869’), S. campanulata (S 06°33,612’ dan
E 106°43,804’), S. malacense (S 06°33,489’ dan E 106°43,886’) dan V. pubescens
(S 06°33,663’ dan E 106°43,728’).
Gambar 1. Denah Lokasi Penelitian
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Massa Karbohidrat


Karbohidrat merupakan produk utama dalam proses fotosintesis oleh
tumbuhan, hasil sintesis senyawa karbondioksida dan air dengan bantuan cahaya
matahari. Persentase karbohidrat yang dihasilkan selama proses fotosintesis dapat
digunakan untuk mengetahui massa CO2 yang diserap oleh suatu jenis tanaman
yang dapat diketahui melalui metode analisis karbohidrat dengan menggunakan
alat spektrofotometer.
Massa karbohidrat dari hasil fotosintesis 14 jenis tanaman berbeda untuk
setiap jenis dan setiap waktu pengambilan daun sampel (Tabel 4). Massa CO2
bersih merupakan banyaknya massa CO2 yang digunakan tanaman untuk aktif
selama sehari.
Tabel 4. Massa karbohidrat tanaman hutan kota
Massa karbohidrat Massa
Massa CO2
No Nama jenis karbohidrat
05.00 17.00 19.00 bersih (g)
bersih (g)
1 Agathis dammara 0,412 0,444 0,465 0,228 0,335
2 Aleurites moluccana 0,874 0,881 0,823 0,619 0,910
3 Baccaurea racemosa 0,308 0,586 0,78 1,709 2,512
4 Brownea capitella 0,829 1,05 0,985 1,554 2,284
5 Calophyllum inophyllum 0,938 1,033 1,223 0,674 0,991
6 Cynometra cauliflora 0,785 0,903 0,908 1,132 1,664
7 Dillenia indica 0,313 0,551 0,416 2,299 3,380
8 Garcinia dulcis 1,005 1,021 1,029 0,107 0,157
9 Mangifera caesia 0,911 1,081 0,932 3,078 4,525
10 Mesua ferrea 0,515 0,616 0,891 0,789 1,160
11 Michelia champaca 0,583 0,675 0,557 1,953 2,871
12 Spathodea campanulata 0,529 0,736 0,631 1,694 2,490
13 Syzygium malacense 1,102 1,224 1,276 0,697 1,025
14 Vitex pubescens 0,709 0,846 0,781 1,086 1,596

Massa karbohidrat A. dammara mengalami peningkatan pada pukul 05.00


WIB (0,412 g); 17.00 WIB (0,444 g) dan 19.00 WIB (0,465 g). Massa karbohidrat
bersih pada pukul 05.00 WIB; 17.00 WIB dan 19.00 WIB dapat diketahui melalui
pendekatan persamaan kuadratik y = 0,0006x2 – 0,0052x + 0,4166 (Gambar 2).
Secara umum massa karbohidrat meningkat dari pukul 05.00 WIB– 19.00 WIB,
meskipun pada pukul 05.00 WIB- 09.00 WIB terjadi sedikit penurunan, sehingga
kurva berbentuk parabola. Penurunan yang terjadi sebesar 0,008 g sedangkan
peningkatan terjadi sebesar 0,236 g. Massa karbohidrat bersih yang didapat
sebesar 0,228 g. Jenis tanaman lain yang memiliki model kurva seperti jenis A.
dammara adalah B. recemosa, C. inophyllum, G. dulcis, M. ferrea dan S.
malacense. Massa karbohidrat bersih dari tiap jenis ini berbeda-beda walaupun
memiliki model kurva yang sama. Massa karbohidrat bersih untuk masing-masing
jenis adalah sebagai berikut: B. racemosa sebesar 1,709 g, C. inophyllum sebesar
0,674 g, G. dulcis sebesar 0,107 g, M. ferrea sebesar 0,789 dan S. malacense
sebesar 0,697 g.

Daya rosot karbohidrat = 0,228 g

0,48
massa karbohidrat

0,46
y = 0,0006x2 - 0,0052x + 0,4166
0,44
R2 = 1
0,42 Agathis dammara
0,4
0,38
0,36
05.00

17.00

19.00

waktu

Gambar 2 Kurva persamaan kuadratik A. dammara

Pada jenis A. moluccana terjadi juga peningkatan massa karbohidrat antara


pukul 05.00 WIB – 17.00 WIB dengan massa 0,874 g menjadi 0,881 g,
peningkatan ini terjadi karena adanya penyerapan CO2 pada proses fotosintesis.
Massa karbohidrat pada pukul 19.00 WIB menurun dengan massa sebesar 0,823
g. Massa karbohidrat pada pukul 05.00 WIB; 17.00 WIB dan 19.00 WIB dapat
diketahui melalui pendekatan persamaan kuadratik y = -0,0021x2 + 0,0302x +
0,8459 (Gambar 3), terlihat bahwa kurva berbentuk parabola terbalik dengan
massa karbohidrat bersih sebesar 0,619 g. Terdapat juga beberapa jenis yang
memiliki bentuk kurva seperti jenis ini yaitu jenis: B. capitella, C. cauliflora, D.
indica, M. caesia, M. champaca, S. campanulata dan V. pubescens. Massa
karbohidrat bersih untuk masing-masing jenis secara berturut-turut adalah sebagai
berikut 1,554 g; 1,132 g; 2,299 g; 3,078 g; 1,953 g; 1,694 dan 1,086 g.
Daya rosot karbohidrat = 0,619 g

massa karbohidrat 1
0,95
0,9
Alaurites moluccana
0,85
2
y = -0,0021x + 0,0302x + 0,8459
0,8
R2 = 1
0,75
05.00

17.00

19.00
waktu

Gambar 3 Kurva persamaan kuadratik A. moluccana

Massa karbohidrat tertinggi pada pengambilan sampel daun pukul 05.00


WIB adalah S. malacense sebesar 1,102 g dan terendah adalah B. racemosa
sebesar 0,308 g. Pada pukul 17.00 WIB massa karbohidrat tertinggi adalah S.
malacense sebesar 1,224 g dan terendah adalah A. dammara 0,444 g. Massa
karbohidrat tertinggi pada pukul 19.00 WIB adalah S. malacense dengan nilai
1,276 g dan terendah adalah D. indica sebesar 0,416 g.
Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4 menyatakan bahwa M. caesia
merupakan tanaman yang paling banyak menyerap karbohidrat selama 14 jam
(pukul 05.00 WIB – 05.00 WIB) yaitu sebesar 3,078 g, sehingga jenis tersebut
juga paling banyak menggunakan CO2 untuk fotosintesis yaitu sebesar 4,525 g.
Hal itu sesuai pernyataan Harjadi (1992) dalam Purwaningsih (2007) bahwa
massa CO2 yang digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan
jumlah karbon (C) dalam gula (karbohidrat). Semakin tinggi massa karbohidrat
maka semakin tinggi pula massa CO2 yang digunakan oleh tanaman. Jenis yang
paling sedikit menyerap karbohidrat adalah G. dulcis (0,105 g), sehingga jenis
tersebut juga merupakan jenis yang paling sedikit menyerap CO2 (0,154 g). Ini
diduga disebabkan posisi tanaman jenis ini paling jauh dari jalan.

5.2. Daya Rosot CO2 per Luas Daun


Daya rosot CO2 tanaman merupakan kemampuan tanaman dalam menyerap
sejumlah massa CO2, sedangkan daya rosot CO2 per luas daun merupakan
kemampuan tanaman menyerap sejumlah massa CO2 per luas daun. Daya rosot
CO2 per luas daun tidak selalu berbanding lurus dengan massa CO2, hal ini
disebabkan karena terdapat faktor pembagi yaitu luas sampel daun tanaman yang
diteliti. Semakin besar luasan sampel daun yang diteliti maka semakin kecil daya
rosot CO2 yang diterima per cm2 daun dan begitu juga sebaliknya, semakin kecil
luas daun, maka semakin besar daya rosot CO2 per cm2. Data mengenai daya rosot
CO2 tanaman hutan kota per luas daun yang diteliti dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Daya rosot CO2 per luas daun
Massa Luas Daya rosot CO2 Daya rosot CO2
No Nama jenis CO2 daun /luas daun /luas daun/jam
bersih (cm2) (10-4 g/cm2) (10-4 g/cm2/jam)
1 Agathis dammara 0,335 894,9 3,745 0,268
2 Aleurites moluccana 0,910 1819,84 5,000 0,357
3 Baccaurea racemosa 2,512 1121,52 22,400 1,600
4 Brownea capitella 2,284 2027,2 11,269 0,805
5 Calophyllum inophyllum 0,991 1124,81 8,808 0,629
6 Cynometra cauliflora 1,664 1619,83 10,273 0,734
7 Dillenia indica 3,380 1107,14 30,525 2,180
8 Garcinia dulcis 0,157 1260,65 1,248 0,089
9 Mangifera caesia 4,525 852,13 53,098 3,793
10 Mesua ferrea 1,160 1729,08 6,708 0,479
11 Michelia champaca 2,871 1743,31 16,468 1,176
12 Spathodea campanulata 2,490 1423,82 17,489 1,249
13 Syzygium malacense 1,025 891,97 11,487 0,820
14 Vitex pubescens 1,596 1703,59 9,371 0,669

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa M. caesia memiliki kemampuan


tertinggi dalam menyerap CO2 yaitu sebesar 53,098 x 10-4 g/cm2 dan dalam 1 jam
dapat menyerap CO2 sebesar 3,793 x 10-4 g/cm2/jam. Hal ini disebabkan karena
M. ceasia merupakan jenis yang memiliki massa CO2 bersih tertinggi (4,525 g)
dan didukung juga dengan luas daun yang dimiliki M. caesia adalah luas daun
terkecil yaitu 852,13 cm2 dibandingkan dengan jenis-jenis yang lain.
Ketebalan daun juga berpengaruh terhadap daya rosot CO2 per cm2 luas
daun. Hal ini terlihat pada jenis M. caesia yang merupakan jenis yang memiliki
ketebalan relatif tertinggi sehingga memiliki daya rosot CO2 per luas sampel daun
tertinggi. Peryataan ini juga didukung oleh Sitompul dan Guritno (1995) yang
menyatakan ketebalan daun menentukan absorbsi cahaya dan daun yang tebal
akan memiliki kloroplas yang lebih banyak per satuan luas daun. Di dalam
kloroplas terdapat klorofil yang mampu memanfaatkan cahaya sebagai energi
untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis. Darmawan & Baharsjah
(1983) menyatakan banyaknya klorofil dalam tanaman langsung berpengaruh
terhadap fotosintesis, semakin banyak klorofil maka akan semakin aktif tanaman
berfotosintesis. Sitompul & Guritno (1995) menyatakan bahwa daun yang tebal
akan memiliki kapasitas mengintersepsi energi cahaya dan mereduksi CO2 yang
lebih tinggi daripada daun yang tipis, sehingga semakin tinggi ketebalan daun
maka semakin meningkatkan penyerapan CO2 karena semakin aktif daun
berfotosintesis.

5.3. Daya Rosot CO2 Per Helai Daun


Daya rosot CO2 per helai daun tidak selalu berbanding lurus dengan daya
rosot CO2 per cm2, karena yang menentukan adalah luas tiap helai daun. Ukuran
tiap helai daun berbeda-beda pada masing-masing tanaman. Ukuran luas daun dari
yang tertinggi adalah S. campanulata, S. malacense, V. pubescens, D. indica, M.
caesia, A. moluccana, M. champaca, M. ferrea, G. dulcis, C. inophyllum, C.
cauliflora, B. racemosa, B. capitella dan A. dammara. Kapasitas penyerapan gas
CO2 dipengaruhi oleh ukuran luas daun, semakin besar luas daun, maka semakin
besar pula kapasitas penyerapan gas CO2.
Tabel 6. Daya rosot CO2 per helai daun per jam
Luas/ Daya rosot CO2 / helai daun/
No Nama Jenis
helai daun jam (10-4 g/helai/jam)
1 Agathis dammara 27,12 7,255
2 Aleurites moluccana 129,99 46,425
3 Baccaurea racemosa 65,97 105,556
4 Brownea capitella 34,95 28,133
5 Calophyllum inophyllum 80,34 50,550
6 Cynometra cauliflora 73,63 54,027
7 Dillenia indica 158,16 344,850
8 Garcinia dulcis 84,04 7,490
9 Mangifera caesia 142,02 538,650
10 Mesua ferrea 96,06 46,025
11 Michelia champaca 108,96 128,166
12 Spathodea campanulata 1054,68 1317,554
13 Syzygium malacense 222,99 182,963
14 Vitex pubescens 189,29 126,700

Dari Tabel 6 diketahui bahwa jenis S. campanulata memiliki daya rosot


CO2 per helai daun per jam yang tertinggi yaitu 1317,554 x 10-4 g/helai/jam. Hal
itu disebabkan tanaman jenis tersebut memiliki luas per helai daun yang tertinggi
yaitu 1054,68 cm2, selain itu daya rosot CO2 per helai daun per jam juga
dipengaruhi oleh daya rosot CO2 per luas daun per jam. Jenis yang memiliki daya
rosot CO2 per helai daun per jam terendah adalah jenis A. dammara (7,255 x 10-4
g/helai/jam), karena jenis ini memiliki luas per helai daun terendah yaitu 27,12
cm2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis secara tidak langsung
juga berpengaruh pada daya rosot CO2. Salah satu hal yang mempengaruhi laju
fotosintesis yaitu tahap pertumbuhan yang merupakan saat berkembangnya daun.
Kemampuan daun dalam berfotosintesis meningkat pada awal perkembangan
daun kemudian mulai menurun. Laju fotosintesis persatuan luas daun mencapai
puncaknya pada saat menjelang tercapainya luas daun maksimal. Hal ini berarti
daya rosot CO2 pada tanaman yang masih muda akan lebih tinggi dibandingkan
tanaman yang sudah dewasa, terutama yang sudah tidak berkembang lagi.

5.4. Daya Rosot CO2 Per Pohon


Jumlah helai daun per pohon, luas per helai daun tanaman dan data daya
rosot CO2 per luas daun per jam diperlukan untuk mengetahui daya rosot CO2 per
pohon. Tabel 7 menunjukan daya rosot CO2 per jenis pohon yang diteliti.
Tabel 7. Daya rosot CO2 per pohon
Luas/ Jmlh Daya rosot CO2 Daya rosot CO2
No Nama jenis helai daun/ /pohon/jam /pohon/tahun
daun pohon (g/pohon/jam) (kg/pohon/tahun)
1 Agathis dammara 27,12 11158 8,095 24,956
2 Aleurites moluccana 129,99 3276 15,209 46,889
3 Baccaurea racemosa 65,97 20592 217,361 670,125
4 Brownea capitella 34,95 47880 134,700 415,280
5 Calophyllum inophyllum 80,34 58710 296,779 914,972
6 Cynometra cauliflora 73,63 29376 158,711 489,306
7 Dillenia indica 158,16 26752 922,543 2844,208
8 Garcinia dulcis 84,04 59892 44,859 138,301
9 Mangifera caesia 142,02 14130 761,112 2346,517
10 Mesua ferrea 96,06 35280 162,376 500,607
11 Michelia champaca 108,96 3424 43,884 135,294
12 Spathodea campanulata 1054,68 3953 520,829 1605,720
13 Syzygium malacense 222,99 1937 35,440 109,261
14 Vitex pubescens 189,29 14728 186,604 575,301
Kemampuan daya rosot CO2 per pohon sangat tergantung dari jumlah total
daun pada setiap jenis tanaman, semakin banyak jumlah daun maka kemampuan
serapan CO2 juga semakin besar. Urutan jumlah daun terbanyak dari 14 jenis
tanaman tersebut adalah G. dulcis, C. inophyllum, B. capitella, M. ferrea, C.
cauliflora, D. indica, B. racemosa, V. pubescens, M. caesia, A. dammara, S.
campanulata, M. champaca, A. moluccana dan S. malacense.
Nilai daya rosot CO2 per pohon dapat ditentukan setelah nilai daya rosot
CO2 per helai daun dan jumlah daun per pohon diketahui. Hasil yang disajikan
dalam Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah daun, semakin tinggi
pula luas total daun per pohon, maka akan meningkatkan daya rosot CO2 per
pohonnya. Dari tabel 7 diketahui bahwa jenis D. indica memiliki daya rosot
CO2/pohon/jam tertinggi yaitu 922,543 g/pohon/jam, ini disebabkan jenis ini
memiliki daya rosot CO2 per luas daun per jam tertinggi kedua (2,180 x 10-4
g/helai/jam) dan didukung jumlah daun yang banyak pula (26752 helai). M. caesia
merupakan jenis yang memiliki daya rosot CO2 per pohon per jam tertinggi kedua
(761,112 g/pohon/jam) karena jenis ini memiliki jumlah daun yang lebih sedikit
dibandingkan D. indica yaitu 14130 helai. Jenis S. campanulata merupakan jenis
ketiga yang memiliki daya rosot CO2 per pohon per jam tertinggi yaitu 520,829
g/pohon/jam, karena jenis ini memiliki jumlah daun yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jenis D. indica dan M. caesia yaitu 3953 helai. Sedangkan
jenis yang memiliki daya rosot CO2 per pohon per jam terendah adalah jenis A.
dammara (8,095 g/pohon/jam), ini disebabkan karena jenis ini memiliki daya
rosot CO2 per helai daun per jam terendah (7,255 x 10-4 g/helai/jam).
Dari Tabel 7 diketahui bahwa jenis D. indica memiliki daya rosot CO2 per
pohon per tahun tertinggi (2844,208 kg/pohon/tahun), karena daya rosot CO2 per
pohon per tahun besarnya sebanding dengan daya rosot CO2 per pohon/jam. Daya
rosot CO2 per pohon per tahun didapatkan dari daya rosot CO2 per pohon pada
hari cerah ditambah daya rosot CO2 per pohon pada hari mendung selama setahun.
Faktor yang mempengaruhi besarnya daya rosot CO2 pada hari cerah dan pada
hari mendung adalah lama penyinaran. Lama penyinaran aktual rata-rata di Bogor
pada hari cerah adalah 5,36 jam/hari atau selama 19296 detik/hari (Abdullah
2000). Lama penyinaran maksimum rata-rata per hari menurut Sitompul &
Guritno (1995) adalah 12,07 jam/hari atau 43465 detik/hari. Faktor lain yang perlu
diketahui dalam penentuan daya rosot CO2 per pohon per tahun selain faktor lama
penyinaran adalah nilai perbandingan antara laju fotosintesis rata-rata per hari
pada hari mendung dengan hari cerah, yaitu sebesar 0,46 (Sitompul & Guritno
1995).

5.5. Daya Rosot CO2 Tanaman Hutan Kota Berdasarkan Kelompok Umur
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis adalah tahap
pertumbuhan tanaman. Menurut Soemarwoto (1991) pada fase pertumbuhan, laju
fotosintesis (P) lebih besar daripada proses pernafasan (R), sehingga P/R > 1.
Pada fase ini laju pengikatan CO2 lebih besar daripada laju emisi CO2, semakin
tua tanaman P/R semakin mendekati 1. Hal itu berarti daya rosot CO2 pada
tanaman yang masih mengalami pertumbuhan akan lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman yang sudah dewasa yang telah mencapai tingkat pertumbuhan
maksimum.
Dari ke 14 jenis tanaman hutan kota yang diteliti, berdasarkan umurnya
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok. Yaitu, kelompok kisaran umur 3 – 20 tahun
meliputi jenis A. dammara, A. moluccana, B. racemosa, B. capitella, C.
cauliflora, M. caesia, M. ferrea, M. champaca, S. campanulata dan S. malacense.
Dan yang kedua kelompok umur > 20 tahun meliputi C. inophyllum, D. indica, G.
dulcis dan V. pubescens. Daya rosot CO2 per pohon tertinggi pada kelas umur 3 –
20 tahun adalah M. caesia (761,112 g/pohon/jam) dan pada kisaran umur > 20
tahun tertinggi adalah D. indica (922,543 g/pohon/jam).
Secara umum tanaman yang berumur lebih tua memiliki daya rosot CO2 per
pohon lebih tinggi daripada tanaman yang lebih muda. Hal itu diduga jenis-jenis
tanaman muda yang diteliti belum semuanya mencapai pertumbuhan yang
maksimum. Pada jenis tanaman yang berumur lebih tua yang memiliki daya rosot
per pohonnya lebih tinggi daripada tanaman dengan umur yang lebih muda
disebabkan oleh daya rosot CO2 per helai daunnya yang tinggi, jumlah daun dan
luasan daun yang tinggi pula serta jenis ini belum mencapai tingkat pertumbuhan
yang maksimum. G. dulcis merupakan kelompok tanaman > 20 tahun yang
memiliki daya rosot CO2/pohon/jam yang rendah diantara tanaman yang diteliti.
Hal ini diduga karena jenis ini telah mencapai pertumbuhan maksimum. Pada
kelompok tanaman umur 3 – 20 tahun, jenis A. moluccana dan S. malacense
memiliki daya rosot CO2 per pohonnya paling rendah daripada tanaman pada
kelompok umur yang lainnya. Hal itu karena A.moluccana dan S. malacense
memiliki jumlah daun yang paling rendah.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Daya rosot CO2 dari 14 jenis tanaman hutan kota yang diteliti per cm2
luas daun per jam (dalam g CO2/cm2/jam) adalah sebagai berikut:
M. caesia 3,793 x 10-4; D. indica 2,180 x 10-4; B. racemosa 1,600 x 10-4;
S. campanulata 1,249 x 10-4; M. champaca 1,176 x 10-4; S. malacense
0,820 x 10-4 ; B. capitella 0,805 x 10-4; C. cauliflora 0,734 x 10-4;
V. pubescens 0,669 x 10-4; C. inophyllum 0,629 x 10-4 ; M. ferrea 0,479 x
10-4; A. moluccana 0,357 x 10-4; A. dammara 0,268 x 10-4-; dan G. dulcis
0,089 x 10-4.
2. Daya rosot CO2 dari 15 jenis tanaman hutan kota yang diteliti per pohon
per tahun (dalam kg CO2/pohon/tahun) adalah sebagai berikut: D. indica
2844,208; M. caesia 2346,517; S. campanulata 1605,720; C. inophyllum
914,972; B. racemosa 670,125; V. pubescens 575,301; M. ferrea
500,607; C. cauliflora 489,306; B. capitella 415,280; G. dulcis 138,301;
M. champaca 135,294; S. malacense 109,261; A. moluccana 46,889; dan
A. dammara 24,956.
3. Jenis tanaman hutan kota yang memiliki daya rosot CO2 yang tinggi per
pohonnya berturut-turut adalah D. indica, M. caesia, S. campanulata,
C. inophyllum, B. racemosa, V. pubescens, M. ferrea, C. cauliflora,
B. capitella, G. dulcis, M. champaca, S. malacense, A. moluccana, dan A.
dammara.

6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan antara lain:
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap jenis-jenis yang telah diketahui
memiliki daya rosot CO2 tinggi terhadap faktor-faktor lain berdasarkan
umur dan lokasi pohon.
2. Perlu dilakukan penelitian pada jenis tanaman yang lain untuk menambah
data tentang daya rosot CO2 suatu jenis tanaman hutan kota.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah SEA. 2000. Perubahan Iklim Bogor, Studi Kasus 5 Kecamatan di Bogor
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Pertanian Bogor.
Bernatzky A. 1978. Tree Ecology and Preservation. Amsterdam: Elsevier Scie Co.
Dahlan, E. N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan. Jakarta: APHI.
----------------. 1992. Pembangunan Hutan Kota di Indonesia. Media Konservasi
Vol. IV (01). Hal 35 – 37.
----------------. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota. Bogor: IPB Press.
----------------. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas
CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor
dengan Pendekatan Sistem Dinamika [Disertasi]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Darmawan J, Baharsjah J. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Fisiologi Tanaman. Semarang:
Suryandaru Utama.
Dephut. 2005. Kemampuan Pohon Menyerap Karbon Bervariasi Menurut Tempat
Tumbuh, Jenis Tanaman dan Umur Tegakan. http://www.dephut. go.id.
[19 Juni 2008].
Hariyadi, F. 2008. Kajian Daya Rosot Karbondioksida pada Beberapa Tanaman
Hutan Kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Heriansyah I, Mindawati N. 2005. Potensi Hutan Tanaman Marga Shorea dalam
Menyerap CO2 Melalui Mendugaan Biomassa di Hutan Penelitian
Haurbentes. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam: Vol.II No.2;
Halaman 105-111.
Hernowo, J. B, R. Soekmadi dan Ekarelawan. 1991. Kajian Pelestarian Satwaliar
di Kampus IPB Darmaga. Media Konservasi Vol. III (02). Hal 43 – 65.
Jauhari, A. 2003. Hutan Kota untuk Keseimbangan Ekosistem Perkotaan. Tunas
Vol. 1. No. 7.
June T. 2006. Kenaikan CO2 dan Perubahan Iklim: Implikasinya Terhadap
Pertumbuhan Tanaman. http://www.members.tripod.com/~buletin/tania. [3
September 2008].
Karyadi H. 2005. Pengukuran Daya Serap Karbondioksida Lima Jenis Tanaman
Hutan Kota [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Kurnia, I. W. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung untuk Pengembangan
Wisata Birdwatching di Kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Lailati, M. 2008. Kemampuan Rosot Karbondioksida 15 Jenis Tanaman Hutan
Kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Lakitan B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Mayalanda Y. 2007. Kajian Daya Rosot Karbondioksida pada Beberapa Tanaman
Hutan Kota di Hutan Penelitian Dramaga [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Nasution, T. 2003. Pendugaan Populasi dan Pola Pergerakan Betet Jawa
(Psittatula alexandri Linnaeus 1785) di Kampus IPB Darmaga [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Purwaningsih S. 2007. Kemampuan Serapan Karbondioksida (CO2) pada
Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1, Sel: Air, Larutan, dan
Permukaan. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Bandung: Penerbit
ITB. Terjemahan dari: Plant physiology.
Sinambela TSP. 2006. Kemampuan Serapan Karbondiksida 5 (lima) Jenis
Tanaman Hutan Kota [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
Gajdah Mada University Press.
Songko, I. W. 2002. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Kampus
IPB Darmaga [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Suciasti, R. 2004. Perencanaan Program Konservasi Tumbuhan Obat di Taman
Hutan Kampus Leuwikopo, Kampus IPB Darmaga [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan. Istitut Pertanian Bogor.
Wolfe DW. 2007. Potential Impact of Climate Change on Agriculture and Food
Supply. http://www.gcrio.org.htm. [19 Juni 2008]
Soemarwoto O, Soemarwoto I, Brotoisworo E. 1992. Pembangunan Terlanjutkan
Kehutanan Menjawab Tantangan Gerakan Anti-Kayu Tropik. Bandung:
Departemen Kehutanan dan Unpad.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil data pengujian laboratorium (Analisis Karbohidrat)
No Karbohidrat (%) No Karbohidrat (%) No Karbohidrat (%)
1 5,570 15 5,922 29 6,937
2 9,498 16 9,899 30 7,067
3 4,406 17 7,238 31 8,671
4 6,466 18 6,437 32 7,504
5 9,670 19 7,335 33 11,542
6 9,813 20 10,746 34 11,078
7 4,892 21 6,981 35 5,184
8 8,897 22 7,420 36 7,913
9 7,724 23 4,993 37 7,340
10 5,207 24 5,648 38 7,422
11 6,208 25 4,420 39 4,284
12 7,553 26 6,112 40 7,012
13 12,817 27 13,916 41 13,152
14 9,984 28 6,821 42 11,651

Lampiran 2. Hasil perhitungan massa karbohidrat


Massa Karbohidrat
No Nama jenis Famili
05.00 17.00 19.00
1 Agathis dammara Pinaceae 0.412 0.444 0.474
2 Aleurites moluccana Euphorbiaceae 0.874 0.881 0.742
3 Baccaurea racemosa Euphorbiaceae 0.308 0.586 0.797
4 Brownea capitella Fabaceae 0.829 0.985 0.930
5 Calophyllum inophyllum Clusiaceae 0.938 0.786 1.223
6 Cynometra cauliflora Caesalpiniaceae 0.785 0.921 0.908
7 Dillenia indica Dilleniaceae 0.313 0.551 0.368
8 Garcinia dulcis Guttiferae 1.005 0.863 1.029
9 Mangifera caesia Anacardiaceae 0.911 0.664 0.932
10 Mesua ferrea Guttiferae 0.515 0.616 0.891
11 Michelia champaca Magnoliaceae 0.683 0.495 0.557
12 Spathodea campanulata Bignoniaceae 0.529 0.440 0.631
13 Syzygium malacense Myrtaceaea 1.102 1.224 1.276
14 Vitex pubescens Verbenaceae 0.709 0.546 0.781
Lampiran 3. Karakteristik pohon
Diameter Jumlah Luas Daun
No. Nama Jenis Famili
(cm) Daun (cm2)
1 Agathis dammara Pinaceae 17,83 11158 894,9
2 Aleurites moluccana Euphorbiaceae 19,1 3276 1819,84
3 Baccaurea racemosa Euphorbiaceae 14,01 20592 1121,52
4 Brownea capitella Fabaceae 13,06 47880 2027,2
5 Calophyllum inophyllum Clusiaceae 33,76 58710 1124,81
6 Cynometra cauliflora Fabaceae 7,64 29376 1619,83
7 Dillenia indica Dilleniaceae 20,7 26752 1107,14
8 Garcinia dulcis Clusiaceae 20,06 59892 1260,65
9 Mangifera caesia Myrtaceae 19,43 14130 852,13
10 Mesua ferrea Clusiaceae 12,88 35280 1729,08
11 Michelia champaca Magnoliaceae 10,51 3424 1743,31
12 Spathodea campanulata Bignoniaceae 16,56 67200 1423,82
13 Syzygium malacense Myrtaceae 15,29 1937 891,97
14 Vitex pubescens Verbenaceae 36,31 14728 1703,59
Lampiran 4. Gambar grafik kurva persamaan kuadratik

Daya rosot karbohidrat = 0,228 g

0,48
massa karbohidrat

0,46
y = 0,0006x2 - 0,0052x + 0,4166
0,44
R2 = 1
0,42 Agathis dammara
0,4
0,38
0,36
05.00

17.00

19.00
waktu

Daya rosot karbohidrat = 0,619 g

1
massa karbohidrat

0,95
0,9
Aleurites moluccana
0,85
2
y = -0,0021x + 0,0302x + 0,8459
0,8
R2 = 1
0,75
05.00

17.00

19.00

waktu

Daya rosot karbohidrat = 1,709 g

1
massa karbohidrat

y = 0,0053x2 - 0,0507x + 0,3534


0,8
R2 = 1
0,6
Baccaurea racemosa
0,4
0,2
0
0

0
.0

.0

.0
05

17

19

waktu
Daya rosot karbohidrat = 1,554 g

1,2
massa karbohidrat

1
0,8
0,6 y = -0,0036x2 + 0,0693x + 0,7633 Brownea capitella
0,4 R2 = 1

0,2
0
05.00

17.00

19.00
waktu

Daya rosot karbohidrat = 0,674 g

1,4
massa karbohidrat

y = 0,0062x2 - 0,0792x + 1,0109


1,2
1 R2 = 1
0,8
Calophyllum inophyllum
0,6
0,4
0,2
0
0

0
.0

.0

.0
05

17

19

waktu

Daya rosot karbohidrat = 1,132 g

0,95
massa karbohidrat

0,9
0,85
Cynometra cauliflora
0,8
2
y = -0,0005x + 0,0172x + 0,7684
0,75
R2 = 1
0,7
05.00

17.00

19.00

waktu
Daya rosot karbohidrat = 2,299 g

0,8
massa karbohidrat

0,7
0,6
0,5
0,4 Dillenia indica
0,3 y = -0,0062x2 + 0,1072x + 0,2121
0,2
R2 = 1
0,1
0
0

0
.0

.0

.0
05

17

19
waktu

Daya rosot karbohidrat = 0,107 g

1,035 y = 0,0002x2 - 0,0013x + 1,0061


massa karbohidrat

1,03
1,025 R2 = 1
1,02
1,015
1,01 Garcinia dulcis
1,005
1
0,995
0,99
05.00

17.00

19.00

waktu

Daya rosot karbohidrat = 3,078 g

1,4
massa karbohidrat

1,2
1
0,8
y = -0,0063x2 + 0,1028x + 0,8145 Mangifera caesia
0,6
0,4 R2 = 1
0,2
0
05.00

17.00

19.00

waktu
Daya rosot karbohidrat = 0,789 g

1
massa karbohidrat

y = 0,0092x2 - 0,1207x + 0,6264


0,8
R2 = 1
0,6
Mesua ferrea
0,4
0,2
0
0

0
.0

.0

.0
05

17

19
waktu

Daya rosot karbohidrat = 1,953 g

1
massa karbohidrat

0,8
0,6
Michelia champaca
0,4
2
y = -0,0048x + 0,0743x + 0,5134
0,2
R2 = 1
0
05.00

17.00

19.00

waktu

Daya rosot karbohidrat = 1,694 g

1
massa karbohidrat

0,8
0,6
y = -0,005x2 + 0,087x + 0,447 Spathodea campanulata
0,4
R2 = 1
0,2
0
0

0
.0

.0

.0
05

17

19

waktu
Daya rosot karbohidrat = 0,679 g

1,3
massa karbohidrat

1,25 y = 0,0011x2 - 0,0057x + 1,1065


R2 = 1
1,2
1,15 Syzygium malacense
1,1
1,05
1
05.00

17.00

19.00
waktu

Daya rosot karbohidrat = 1,086 g

1
massa karbohidrat

0,8
0,6
y = -0,0031x2 + 0,0553x + 0,6568 Vitex pubescens
0,4
R2 = 1
0,2
0
05.00

17.00

19.00

waktu
Lampiran 5. Perhitungan luas area dibawah kurva
1. Agathis dammara

-(-0.0052)÷(2×0.0006) Integrate[0.0006x2 - 0.0052x +


4.33333 0.4166,{x,4.33,15}]
4.56763
f[4.33]
0.405333 15-4.33
10.67
Integrate[0.0006x2 - 0.0052x +
0.4166, {x,1,4.33}] 0.405333×10.67
1.35717 4.3249

0.412×3.33 4.56763-4.3249
1.37196 0.24273

1.37196-1.35717 0.24273-0.01479
0.01479 0.22794

2. Aleurites moluccana

Solve[-0.0021x2 + 0.0302x + 0.8459 Integrate[-0.0021x2 + 0.0302x +


0.874,x] 0.8459, {x,13.381,15}]
{{x→1.},{x→13.381}} 1.37796

Integrate[-0.0021x2 + 0.0302x + 15-13.381


0.8459, {x,1,13.381}] 1.619
11.4852
1.619×0.823
12.381×0.874 1.33244
10.821
1.37796-1.33244
11.4852-10.821 0.04552
0.6642
0.6642-0.04552
0.61868

3. Baccaurea racemosa

-(-0.0507)÷(2×0.0053) 2.78302×0.308
4.78302 0.85717

Integrate[0.0053x2 - 0.0507x + 0.85717-0.739959


0.3534, {x,1,3.78302}] 0.117211
0.739959
Integrate[0.0053x2 - 0.0507x +
0.3534, {x,3.78302,15}] 11.217×0.23745
4.48997 2.66348

f[x_]:=0.0053x2 - 0.0507x + 0.3534 4.48997-2.66348


f[3.78302] 1.82649
0.23745
1.82649-0.117211
15-3.78302 1.70928
11.217

4. Brownea capittela

Solve[-0.0036x2 + 0.0693x + 0.7633 Integrate[-0.0036x2 + 0.0693x +


0.930,x] 0.7633, {x,2.81801,15}]
{{x→2.81801},{x→16.432}} 12.7965

Integrate[-0.0036x2 + 0.0693x + 15-2.81801


0.7633, {x,1,2.81801}] 12.182
1.60254
12.182×0.930
1.82801×0.829 11.3293
1.51542
12.7965-11.3293
1.60254-1.51542 1.4672
0.08712
1.4672+0.08712
1.55432

5. Calophyllum inophyllum

-(-0.0792)÷(2×0.0062)
6.3871 f[x_]:=0.0062x2 - 0.0792x + 1.0109
f[6.3871]
Integrate[0.0062x2 - 0.0792x + 0.757971
1.0109, {x,1,6.3871}]
4.40636 15-6.3871
8.6129
5.3871×0.938
5.0531 8.6129×0.757971
6.52833
5.0531-4.40636
0.64674 7.84877-6.52833
1.32044
Integrate[0.0062x2 - 0.0792x +
1.0109, {x,6.3871,15}] 1.32044-0.64674
7.84877 0.6737
6. Cynometra cauliflora

Integrate[-0.0005x2 + 0.0172x + 14×0.785


0.7684, {x,1,15}] 10.99
12.1217
12.1217-10.99
1.1317

7. Dillenia indica

Solve[-0.0062x2 + 0.1072x + 0.2121 Integrate[-0.0062x2 + 0.1072x +


0.416,x] 0.2121, {x,1,2.17587}]
{{x→2.17587},{x→15.1145}} 0.430343

Integrate[-0.0062x2 + 0.1072x + 2.17587-1


0.2121, {x,2.17587,15}] 1.17587
7.57252
1.17587×0.313
15-2.17587 0.368047
12.8241
0.430343-0.368047
12.8241×0.416 0.062296
5.33483
0.062296+2.23769
7.57252-5.33483 2.29999
2.23769

8. Garcinia dulcis

-(-0.0013)÷(2×0.0002)
3.25 15-3.25
11.75
Integrate[0.0002x2 - 0.0013x +
1.0061, {x,1,3.25}] f[x_]:=0.0002x2 - 0.0013x + 1.0061
2.25973 f[3.25]
1.00399
2.25×1.005
2.26125 11.75×1.00399
11.7969
2.26125-2.25973
0.00152 11.905-11.7969
0.1081
Integrate[0.0002x2 - 0.0013x +
1.0061, {x,3.25,15}] 0.1081-0.00152
11.905 0.10658
9. Mangifera caesia

Solve[-0.0063x2 + 0.1028x + 0.8145 Integrate[-0.0063x2 + 0.1028x +


0.911,x] 0.8145, {x,1,15}]
{{x→1.},{x→15.3175}} 15.8312

Solve[-0.0063x2 + 0.1028x + 0.8145 14×0.911


0.932,x] 12.754
{{x→1.23673},{x→15.0807}}
15.8321-12.754
3.0781

10. Mesua ferrea

-(-0.1207)÷(2×0.0092) Integrate[0.0092x2 - 0.1207x +


6.55978 0.6264, {x,6.55978,15}]
3.78947
Integrate[0.0092x2 - 0.1207x +
0.6264, {x,1,6.55978}] 15-6.55978
1.80866 8.44022

6.55978-1 f[x_]:=0.0092x2 - 0.1207x + 0.6264


5.55978 f[6.55978]
0.230517
5.55978×0.515
2.86329 8.44022×0.230517
1.94561
2.86329-1.80866
1.05463 3.78947-1.94561
1.84386

1.84386-1.05463
0.78923

11. Michelia champaca

Solve[-0.0048x2 + 0.0743x + 0.5134 7.85657


0.583,x]
{{x→1.00155},{x→14.4776}} 9.81439-7.85657
1.95782
14.4776-1.00155
13.4761 Integrate[-0.0048x2 + 0.0743x +
0.5134, {x,14.4776,15}]
Integrate[-0.0048x2 + 0.0743x + 0.295505
0.5134, {x,1.00155,14.4776}]
9.81439
15-14.4776
13.4761×0.583 0.5224
0.004528
0.5224×0.557
0.290977 1.95782-0.004528
1.95329
0.295505-0.290977

12. Spathodea campanulata

Solve[-0.005x2 + 0.087x + 0.447 9.52704-7.91034


0.631,x] 1.6167
{{x→2.46382},{x→14.9362}}
Integrate[-0.005x2 + 0.087x + 0.447,
Integrate[-0.005x2 + 0.087x + 0.447, {x,1,2.46382}]
{x,2.46382,15}] 0.85163
9.52704
1.46382×0.529
15-2.46382 0.774361
12.5362
0.85163-0.774361
12.5362×0.631 0.077269
7.91034
1.6167+0.077269
1.69397

13. Syzygium malacense

-(-0.0057)÷(2×0.0011) Integrate[0.0011x2 - 0.0057x +


2.59091 1.1065, {x,2.59091,15}]
14.3397
Integrate[0.0011x2 - 0.0057x +
1.1065, {x,1,2.59091}] f[x_]:=0.0011x2 - 0.0057x + 1.1065
1.75007 f[2.59091]
1.09912
2.59091-1
1.59091 15-2.59091
12.4091
1.59091×1.102
1.75318 12.4091×1.09912
13.6391
1.75318-1.75007
0.00311 14.3397-13.6391
0.7006

0.7006-0.00311
0.69749
14. Vitex pubescens

Solve[-0.0031x2 + 0.0553x + 0.6568


0.781,x]
{{x→2.63522},{x→15.2035}}

Integrate[-0.0031x2 + 0.0553x +
0.6568, {x,1,2.63522}]
1.2205

1.63522×0.709
1.15937

1.2205-1.15937
0.06113

Integrate[-0.0031x2 + 0.0553x +
0.6568, {x,2.63522,15}]
10.6818

15-2.63522
12.3648

f[x_]:=-0.0031x2 + 0.0553x + 0.6568


f[2.63522]
0.781

12.3648×0.781
9.65691

10.6818-9.65691
1.02489

1.02489+0.06113
1.08602
Lampiran 6. Gambar tanaman hutan kota yang diteliti

1. Agathis dammara

Agathis dammara
2. Aleurites moluccana

Aleurites moluccana
3. Baccaurea racemosa

Baccaurea racemosa
4. Brownea capitella

Brownea capitella
5. Calophyllum inophyllum

Calophyllum inophyllum

6. Cynometra cauliflora

Cynometra cauliflora
7. Dillenia indica

Dillenia indica

8. Garcinia dulcis

Garcinia dulcis
9. Mangifera caesia

Mangifera caesia
10. Mesua ferrea

Mesua ferrea
11. Michelia champaca

Michelia champaca

12. Spatodea campanulata

Spatodea campanulata
13. Syzygium malacense

Syzygium malacense

14. Vitex pubescens

Vitex pubescens

Anda mungkin juga menyukai