Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HASIL PENCUCIAN


MENGGUNAKAN AKTIVATOR HNO3 TERHADAP KADAR
LOGAM (Na, Ca) DALAM ARANG TEMPURUNG KELAPA
HASIL PIROLISIS

Oleh:

Amelia Imelda Panawar

17 501 005

PROGRAM STUDI ILMU KIMIA


FAKULITAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara beriklim tropis. Oleh karena itu

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Menurut

Badan Pusat Statistik (BPS, 2014), luas perkebunan kelapa di Indonesia pada tahun

2013 mencapai 3,787 juta hektar. Dimana produksi buah kelapa Indonesia rata-rata

15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75

juta ton tempurung kelapa, 1,8 juta ton serat cokelat hanya mengandung karbon sekitar

12-20%. Arang tempurung kelapa memiliki kandungan yang lebih tinggi sehingga

berpotensi sebagai sumber karbon aktif (Esmar Budi, dkk, 2012 ).

Tempurung kelapa kebanyakan hanya dianggap sebagai limbah industry

pengolahan kelapa. Ketersediaan yang melimpah dianggap masalah lingkungan,

namun renewable dan murah. Padahal arang tempurung kelapa ini masi dapat diolah

lagi menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai karbon aktif

(Dhidan dalam Pambuyan. Dkk, 2013).

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon.

Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben

(penyerap). Daya serapnya ditentukan oleh seberapa luas permukaan partikelnya dan

kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika arang tersebut diaktivasi dengan bahan-

bahan kimia seperti HCl, HNO3 dan lain-lain ataupun dengan cara pemanasan pada
suhu 500oC- 900oC. Arang yang diaktifkan akan mengalami perubahan fisika dan

kimia (Maullifah dalam Muthmainnah, 2012).

Karbon aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu karbonisasi (pengarangan)

dan aktivasi. Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya

oksigen dan bahan kimia lainnya. Proses karbonisasi berlangsung pada temperatur

400-600°C (Helena Jankowska., Dkk, 1991) .

Aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar

pori yaitu dengan cara penghilangan hidrokarbon, gas-gas, air dan memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga arang mengalami

perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan

berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Proses aktivasi arang aktif dapat dibedakan

menjadi 2 jenis yaitu aktivasi termal dan aktivasi kimiawi. Aktivasi termal dilakukan

dengan mengontakkan arang hasil karbonisasi dengan udara beroksigen tinggi atau

dipanaskan pada temperatur tinggi antara 700-1100°C sehingga volume pori dan luas

permukaan produk meningkat (Muhammad Arif Pratama, 2003).

Proses aktivasi kimia dilakukan dengan merendam arang hasil karbonisasi

dalam bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali, asam klorida, asam sulfat,

garam fosfat dan khususnya ZnCl2 untuk melarutkan pengotor-pengotor dalam pori-

pori arang aktif sehingga luas permukaan, ukuran pori lebih besar dan gugus fungsi

arang aktif bertambah (Muslim, 1995).


Aktivator adalah suatu zat (larutan) yang dapat mengurangi pembentukan

pengotor dan produk samping suatu bahan (Sitti Arung, dkk, 2014). Pada penelitian ini

digunakan aktivator kimia HNO3. Aktivasi HNO3 memiliki kelebihan mampu

memperluas porositas karbon aktif dan menyebabkan masuknya sebagian besar nitrat

kedalam struktur karbon sehingga mampu meningkatkan perpindahan kation pada

aktivasi HNO3 (Puzy, dkk, 2008).

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dangan judul sebagai berikut :

Pengaruh Variasi Konsentrasi Hasil Pencucian Menggunakan Aktivator HNO3

terhadap Kadar Logam (Na, Ca) dalam Arang Tempurung Kelapa Hasil Pirolisis .

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah :

1. Tempurung kelapa sebagai limbah industri.

2. Belum optimal pengolahan karbon aktif oleh masyarakat.

3. Daya adsorpsi karbon aktif masih rendah karena masih tertutup pengotor.

1.3 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana cara mengubah limbah tempurung kelapa menjadi karbon aktif yang

mempunyai daya adsorpsi tinggi ?

2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi aktivator HNO 3 terhadap arang

tempurung kelapa hasil pirolisis ?


3. Berapa kadar logam-logam hasil aktivasi kimia terhadap arang tempurung kelapa

hasil pirolisis ?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasrkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengubah limbah tempurung kelapa menjadi luas permukaan dan daya adorpsi

tinggi.

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi aktivasi kimia terhadap arang

tempurung kelapa hasil pirolisis.

3. Untuk mengetahui komponen-komponen logam pada arang tempurung kelapa

hasil pirolisis dengan menggunakan alat analisis SSA.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasrkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengurangi limbah tempurung kelapa dengan dengan cara diolah menjadi arang

aktif.

2. Sebagai bahan refrensi mengenai pengaruh variasi konsentrasi aktivator HNO 3

terhadap aktivasi karbon pada arang tempurung kelapa hasil pirolisis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tempurung Kelapa

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Suhartana (2011),

Asia Pasifik mampu menghasilkan 82% produk kelapa dunia, sedangkan sisanya

diproduksi atau dihasilkan oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan. Terdapat 12

negara yang tercatat sebagai penghasil kelapa terbesar, yaitu India (13,01%),

Indonesia (33,94%), Malaysia (3,93%), Papua New Guinea ( 2,72%), Philipina

(36,25%).

Di Indonesia, bahan baku untuk membuat karbon aktif sebagian besar telah

menggunakan limbah tempurung kelapa. Dilain pihak bahan baku yang dapat dibuat

menjadi karbon aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun barang tambang seperti batu bara.

Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu

bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi, bagase, dan lain-lain (Hoyashi et al., 1984

dalam Hendra dkk., 1999).

Tanaman kelapa disebut juga sebagai tanaman serbaguna karena dari akar

sampai pada daun kelapa bermanfaat. Buah adalah bagian utama dari tanaman kelapa
yang berperan sebagai bahan baku industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa

komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah, dan air kelapa. Sabut

kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan sekitar 5 cm dan merupakan

bagian terluar dari buah kelapa. Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut,

ketebalannya sekita 3,5 mm. Ukuran buah kelapa dipengaruhi oleh ukuran tempurung

kelapa yang sangat dipengaruhi oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa.

Tempurung kelapa beratnya antara 15-19% berat kelapa (Suhartana, 2011).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Hendra (2010), kondisi optimum

untuk membuat karbon aktif dengan kualitas terbaik dari bahan baku tempurung

kelapa yaitu pada suhu 850 oC. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Faradina dan

Setiawati (2010), arang diaktifkan dengan menggunakan senyawa kimia yaitu ZnCl 2

sebagai aktivator sehingga pori-pori permukaan arang menjadi lebih luas. Hal ini akan

memudahkan proses penyerapan.

Tempurung kelapa memiliki beberapa alasan untuk digunakan sebagai bahan

dasar karbon aktif antara lain karena kandungan karbonnya yang sangat banyak serta

kemudahan bahan tersebut untuk didapatkan secara komersial sehingga sering

disebutkan bahwa tempurung kelapa merupakan bahan dasar yang paling cocok untuk

karbon aktif. Tempurung kelapa yang digunakan sebagai bahan dasar, bisa

menghasilkan produk berupa karbon aktif granular tanpa membutuhkan proses

pembentukan menjadi pellet sehingga lebih ekonomis dan efisien. (Farris et al., 1992).
Tempurung kelapa yang baik untuk digunakan sebagai karbon aktif haruslah

yang sudah tua, kayunya keras, kadar air rendah, sehingga dalam proses pengarangan,

pematangannya akan berlangsung baik dan merata. Jika kadar airnya tinggi berarti

kelapa belum cukup tua sehingga proses pengarangan akan berlangsung lebih lama.

(www.warintek.net/arang_aktif, 2003).

2.1.2 Karbon Aktif

Menurut Cheremisinoff (1978) dalam Meilita (2009), karbon aktif adalah

arang yang diproses sedemikian rupa sehingga memiliki daya serap/adsorpsi yang

tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap. Karbon aktif dapat dibuat dari

bahan yang mengandung karbon baik organik atau anorganik. Pada umumnya, kabon

aktif digunakan sebagai bahan penyerap atau penjernih. Dalam jumlah yang kecil, juga

digunakan sebagai katalisator.

Karbon aktif adalah karbon dengan struktur amophous atau mikrokristalin

yang dengan perlakuan khusus dapat memiliki luas permukaan dalam yang sangat

besar antara 300-2000 m2/gram. Sifat adsorpsinya yang selektif, tergantung pada besar

atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu

25-100% terhadap berat karbon aktif (Hendra, dkk., 2009).

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran

bahan yang mengandung unsur karbon (Djatmiko, 1985 dalam Meisrilestari, 2013).

Sedangkan karbon aktif adalah arang yang diaktifkan dengan cara perendaman

dalam bahan kimia atau dengan cara mengalirkan uap panas ke dalam bahan, sehingga
pori bahan menjadi lebih terbuka dengan luas permukaan sekitar 300 sampai 2000

m2/g. Permukaan arang aktif yang semakin luas berdampak pada semakin tingginya

daya serap terhadap bahan gas atau cairan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu

25-1000% terhadap berat karbon aktif (Arifin 2008 dalam Meisrilestari 2013).

Karbon aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonasi dan aktivasi

(Kvech dan Tull, 1988 dalam Budiono, 2010). Karbonasi merupakan suatu proses

pengarangan dalam ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya.

Sedangkan aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk

memperbesar pori dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi

molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat baik fisika atau

kimia(Triyana dan Tuti, 2003 dalam Budiono, 2010). Kualitas karbon aktif dinilai

berdasarkan persyaratan Standar Nasional Indonesia Pada Tabel 1 dan 2 berikut.

Tabel 2.1. Standar Industri Indonesia Untuk Karbon Aktif

Uraian Persyaratan
Bagian yang hilang pada pemanasan
Maks 15%
950 oC
Air Maks 10%
Abu Maks 2,5%
Bagian yang tidak di rangkaikan Tidak nyata
Daya serap terhadap larutan I2 Min2 0%
Sumber : (SII. No. 0258-79)
Tabel 2.2. Persyaratan Karbon Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI)

(Iskandar, 2012)

Jenis Persyaratan Parameter


Kadar air Maksimum 15%
Kadar abu Maksimum 10%
Kadar zat menguap Maksimum 25%
Kadar karbon terikat Minimum 65%
Daya serap terhadap yodium Minimum 750 mg/g
Daya serap terhadap benzene Minimum 25%
Sumber : Badan Standar Nasional Indonesia

Karbon aktif atau Arang aktif adalah sejenis adsorben (penjerap). Berwarna

hitam, berbentuk granula, bulet, pelet, atau bubuk. Karbon aktif dipakai dalam proses

pemurnian udara, gas, larutan atau cairan, dalam proses recovery suatu logam dari biji

logamnya, dan juga dipakai sebagai support katalis (Kusnaedi, 2010).

Karbon aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai

penyerap uap. Karbon aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk owder yang sangat

halus, diameter pori mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk

memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak

diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain yaitu

pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbukserbuk gergaji, ampas

pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan

mempunyai struktur yang lemah seperti sabut dari kelapa sawit. Karbon aktif sebagai

penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras diameter pori
berkisar antara 10-200 Å, tipe pori lebih halus, digunakan dalam rase gas, berfungsi

untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh

dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan

baku yang mempunyai struktur keras. Sehubungan dengan bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk masing- masing tipe, pernyataan

diatas bukan merupakan suatu keharusan. Karena ada arang aktif sebagai pemucat

diperoleh dari bahan yang mempunyai densitas besar, seperti tulang. Arang tulang

tersebut, dibuat dalam bentuk granular dan digunakan sebagai pemucat larutan gula.

Demikian juga dengan karbon aktif yang digunakan sebagai penyerap uap dapat

diperoleh dari bahan yang mempunyai densitas kecil, seperti serbuk gergaji

(Sembiring, Sinaga, 2003).

1. Sifat Fisis Karbon Aktif

Karbon aktif mempunyai bentuk yang amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar

di mana atom-atom karbonnya tersusun dan terikat secara kovalen dalam kisi

heksagonal. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian menggunakan sinar-X

yang menunjukkan adanya bentuk-bentuk kristalin yang sangat kecil dengan struktur

grafit.
Gambar 2.1. Struktur Fisik Karbon Aktif (Sontheimer,1985)

Daerah kristalin memiliki ketebalan 0,7-1,1 nm, jauh lebih kecil dari grafit. Hal

ini menunjukkan adanya 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan kurang lebih terisi 20-

30 heksagon di tiap lapisannya. Rongga antara kristal-kristal karbon diisi oleh karbon-

karbon amorf yang berikatan secara tiga dimensi dengan atom-atom lainnya terutama

oksigen. Susunan karbon yang tidak teratur ini diselingi oleh retakan-retakan dan

celah yang disebut pori dan kebanyakan berbentuk silindris.

2. Struktur Kimia Karbon Aktif

Selain mengandung karbon, karbon aktif juga mengandung sejumlah kecil

hidrogen dan oksigen yang secara kimiawi terikat dalam berbagai gugus fungsi seperti

karbonil, karboksil, fenol, lakton, quinon, dan gugus-gugus eter. Oksida-oksida

permukaan tersebut seringkali berasal dari bahan bakunya, atau dapat pula terbentuk

akibat reaksi dengan udara maupun uap air. Oksida-oksida tersebut biasanya bersifat
asam sehingga menurun ke karbon aktifnya. Gugus fungsional dibentuk selama proses

aktivasi oleh interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom

seperti oksigen dan nitrogen.Gugus fungsional ini membuat permukaan karbon aktif

reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat adsorbsinya. Gambar 2-8

menunjukkan struktur kimia pada permukaan karbon aktif.

Gambar 2.2. Struktur Kimia Krbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)

2.1.3 Proses Pembuatan Karbon aktif

Secara umum, proses pembuatan karbon aktif terdiri dari proses karbonisasi

pirolitik bahan dasar serta proses aktivasi. Selama proses karbonisasi, komponen yang

mudah menguap akan terlepas dan karbon mulai membentuk struktur pori-pori dimana

proses pembentukan pori-pori ini akan ditingkatkan pada proses aktivasi. Pada proses

aktivasi, terjadi pembukaan pori-pori yang masih tertutup dan peningkatan ukuran dan

jumlah dari pori-pori kecil yang telah terbentuk. (Sontheimer, 1985).

Proses pembuatan karbon aktif dibedakan menjadi 2, yaitu metode langsung

dan tidak langsung. Pada metode langsung, bahan dasar dibentuk sesuai ukuran yang

diinginkan kemudian akan melalui proses karbonisasi serta aktivasi, lalu produk yang

didapatkan kemudian disaring. Metode langsung ini biasa dipakai untuk karbon aktif
yang berbahan dasar tempurung kelapa, batu bara yang relatif padat, dan bahan dasar

lainnya yang digunakan untuk membuat karbon aktif yang berbentuk serbuk atau

Powdered Activated Carbon (PAC). Metode tidak langsung digunakan untuk karbon

aktif yang berbahan dasar batu bara muda, peat, serta petrol coke. Untuk karbon aktif

dengan bahan dasar seperti ini diperlukan proses reconstitution dan pretreatment selain

proses-proses pada metode langsung di atas. Pada karbon aktif yang berbahan dasar

batu bara muda, diperlukan proses pretreatment untuk mengontrol kehilangan pori-

pori kecil selama proses karbonisasi yang disebabkan karena adanya sweeling dan

softening dari batu bara tersebut. Skema proses produksi karbon aktif dapat dilihat

pada gambar berikut: (Sontheimer, 1985).

Pada proses produksi karbon aktif, proses aktivasi merupakan proses yang

terpenting karena proses ini sangat menentukan sekali terhadap kualitas karbon aktif

yang dihasilkan baik luas area permukaan maupun daya adsorpsinya. Pada prakteknya,

karbon aktif diproduksi baik dengan aktivasi kimiawi maupun aktivasi fisis.

1. Aktivasi Kimiawi

Digunakan untuk bahan dasar yang mengandung selulosa dan menggabungkan

antara tahap karbonisasi dan tahap aktivasi. Zat kimia yang dapat mengoksidasi

(activating agent) seperti phosporic acid (H3PO4) atau KOH ditambahkan ke bahan

dasar pada temperatur yang telah dinaikkan. Produk ini kemudian dipanaskan secara

pirolisis sehingga menyebabkan degrdasi selulosa. Kemudian produk tersebut

didinginkan dan activating reagent kemudian diekstrak. Karbon aktif yang diproduksi
dengan cara ini adalah karbon aktif serbuk dengan densitas rendah, tanpa proses

treatment yang khusus, mempunyai proporsi pori-pori kecil yang rendah, sehingga

membuat kurang cocok digunakan pada proses penghilangan micropollutants dan zat-

zat yang menyebabkan bau tidak sedap. Masalah yang timbul jika menggunakan

H3PO4 sebagai zat kimia yang dapat mendehidrasi adalah diperlukannya proses

tambahan yaitu leaching ion phospat dari karbon. Aktivasi kimiawi ini bertujuan

mengurangi pembentukan pengotor dan produk samping dengan cara merendam bahan

mentah (contoh: kayu).

2. Aktivasi Fisis

Digunakan untuk memproduksi karbon aktif yang akan digunakan untuk water

treatment dan prosesnya adalah endotermis. Proses endotermis ini melibatkan kontak

antara activating agent berfasa gas, biasanya steam, walaupun CO2 dan air juga

terkadang digunakan, dengan arang pada temperatur 850-1000 oC. Pada proses ini

seringkali terjadi reduksi dari ukuran adsorben yang disebabkan karena kelebihan

oksidasi eksternal selama gas pengoksidasi berdifusi ke dalam karbon yang tidak

teraktivasi. Pada penelitian ini akan dipakai aktivasi terkontrol dimana pada proses ini

dialirkan gas inert N2 pada laju alir tertentu yang dikontrol serta ditambahkan

activating reagent KOH dengan massa tertentu untuk mengkondisikan proses bebas

dari gas oksigen yang dapat membakar karbon secara tidak terkontrol. Dengan proses

aktivasi seperti ini akan didapat luas area permukaan karbon aktif yang lebih besar

daripada luas area permukaan karbon aktif pada umumnya.


Garcia-Garcia, dkk. (2002) sudah melakukan penelitian dengan menggunakan

metode aktivasi ini dengan bahan dasar dari arang limbah pinus dan hasilnya berupa

luas area permukaan karbon aktif sebesar 1908 m2/gram. Dengan luas permukaan

yang besar, maka daya adsorpsinya juga akan besar (Sontheimer, 1985).

Akitivitas sebagai adsorben dibentuk salah satunya oleh unsur-unsur mineral

dan senyawa kimia yang ditambahkan saat dilakukan aktivasi. Unsur-unsur mineral

dan senyawa kimia ini akan meresap dan membuka permukaan yang tadinya tertutup

oleh komponen-komponen kimia sehingga pori-pori akan terbuka yang menyebabkan

luas area permukaan makin besar dan karbon aktif bertindak sebagai adsorben yang

baik.

Ketika struktur pori-pori elementer ditentukan oleh bahan dasar atau terkadang

pretreatment, jenis activating agent serta lama dan temperatur proses aktivasi dapat

mengakibatkan adanya perbedaan properti dari adsorben.

Gambar 2.3. Struktur Karbon Aktif Sebelum dan Sesudah Aktivasi

2.1.4 Logam
1. Natrium (Na)

Natrium adalah logam putih-perak, yang melebur pada 97,5oC natrium

teroksida dengan cepat dalam udara lembab, maka hrus disimpan dan direndam

seluruhnya dalam pelarut nafta atau silena (Vogel 1990).

Penentuan unsur natrium dapat menggunakan SSA, juga bisa menggunakan metode

fotometri nyala pada hebra Centella asiatica (Rasyid, R, dkk. 2011) dan menganalisis

natrium menggunakan metoda spektroskopi emisi nyala dalam minuman isotonic

(Indriyati, W, dkk. 2009).

2. Kalsium (Ca)

Kalsium berwarna agak putih dan mengkilap seperti perak. Secara umum

kerapatannya rendah. Kereaktifan kalsium hamper sama dengan logam-logam

golongan IA dalam hal sifat- sifat kimia, yaitu kemampuan bereaksi dengan air dan

asa membentuk senyawa ionic. Hal ini disebabkan oleh karena potensial ionisasinya

ang relative kecil (Suyanta, 2013).

Kalsium (Ca), (Ar: 40,08) adalah logam putih perak, yang agak lunak. Ia

melebur pada 845oC. ia terseang oleh oksigen atmosfer dan ukuran lembab ; pada

reaksi ini terbentuk kalsium oksida dan kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air

dengan membentuk kalsium hidroksida dan hidrogen. Kalsium membentuk kation

kalsium (II). Ca2+ dalam larutan-larutan air. Garam-garamnya biasanya berupa bubuk

putih dan membentuk larutan yang tak berwarna, kecuali bila anionnya
berwarna.Kalsium klorida padat bersifat hidroskopis dan sering digunakan sebagai zat

pengering. Kalsium klorida dan kalsium nitratlarut dengan mudahdalam ethanol atau

dalam campuran 1+1 dari etanol bebas-air dan dietil eter ( Vogel, 1979).

2.1.5 Pirolisis

Pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan yang mengandung karbondari

tumbuhan, hewan dan bahan tambang yang dapat berlangsung padasuhu diatas 300 oC

dalam waktu 4-7 jam pada kondisi udara/oksigen terbatas menghasilkan produk

padatan, cairan dan gas (Gani 2007; Derimbas, 2005 dan Di Blasi,2008). Pada proses

dekomposisi pirolisis ini juga sering disebut dengan devolatilisasi. Bahan utama dari

pirolisis yang dapat dihasilkan adalah arang (char), minyak, dan gas. Hasil dari arang

dapat digunakan untuk bahan bakar ataupun digunakan sebagai karbon aktif. Jadi

minyak yang telah di dapatkan cocok digunakan sebagai zat additif atau campuran

dalam bahan bakar. Hasil gas yang telah terbentuk dapat digunakan atau dibakar

secara langsung (Iswadi., dkk, 2017).

Dari hasil produk pirolisis adalah gas dan padatan. Dimana Gas yang nantinya

akan dikondensasi dan didapatkan asap cair yang dapat digunakan sebagai bahan

bakar cair. Sementara karbon yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar

padat (Santoso, 2010).

Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam

penggolongan produk yaitu :


1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas

CO2 sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan

hidrokarbon tingkat rendah lain.

2. Destilat berupa asap cairdan tar

Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah methanol dan asam asetat.

Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam format,

asam butirat dan lain-lain.

3. Residu (Karbon)

Tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang hamper sama.

Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung

dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu

bagian hemiselulosa, serta bagian lignin.

2.1.6 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

SSA adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat

dalam sutu cupikan berdasarkan penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu

oleh atom-atom fase gas dalam keadaan dasar.

Metode SSA pertama kali dikembangkan oleh Walsh, A., (1955) yang bertujuan untuk

menganalisis logam renik dalam sampel yang dianalisis. Sampai saat ini metode SSA

telah berkembang dengan pesat dan hamper mencapai 70 unsur yang dapat ditentukan
dengan metode ini. SSA kegunaanya untuk analisis kuantitatif logam-logam alkali dan

alkali tanah. Untuk maksud ini ada beberapa yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Larutan sample diusahakan seencer mungkin kadar unsur yang di analisis tidak

lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai. Larutan yang dianalisis lebih disukai

diasamkan atau dilebur dengan alkali tanah terakhir harus diasamkan lagi.

2. Hindari pemakaian pelarut aromatic atau halogenida. Hendakla dipaka pelart untuk

analisis (p.a)

(Mulja, M. 1995).

2.2 Kerangka Berpikir

Dari hasil penelitian mengenai aktivasi karbon aktif dengan menggunakan

aktivator HNO3, peneliti berpendapat bahwa (Herlin Alfiany, dkk, 2013):

1. Pada perendaman arang dengan aktivator HNO3 selama 24 jam, dapat menyebabkan

pori-pori karbon aktif menjadi terbuka lebih besar dari sebelumnya ini

mengakibakan meningkatnya luas permukaan dan meningkatkan daya adsorpsi.

2. Dapat menurunkan logam yang menutupi permukaan arang.

2.3 Hipotesis

Bahwa HNO3 Sebagai aktivator dapat menurunkan kadar logam pada pori-pori karbon

aktif.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Peneltian

Penelitian dilaksanakan padabulan juli 2021 di Laboratorium Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Manado (UNIMA).

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Cawan porselin, timbangan digital, labu ukur, gelas kimia, tabung reaksi, pipet

volumetric,botol kaca, krus,corong kaca, ayakan, kertas saring/ vercamen, furnace,

ultrasonic mixing, desikator,tanur, oven, dan magnetic strier, Satu set alat titrasi, Alat

SSA.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Sampel limbah tempurung kelapa desa gangga satu, larutan HNO3, akuades, kertas pH,

alcohol 96%, larutan H2SO4, larutan standar Na, larutan standar Ca,

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1. Pirolisis

Langkah-langka pembuatan arang tempurung kelapa oleh (Afrinda. W, 2016; Erlina

dkk, 2015) :

a. Limbah tempurung kelapa dibersihkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari.

b. Dikarbonisasi dalam alat pirolisis pada suhu 250-400oC sampai jadi arang.

3.3.2 Analisis

a. Analisis sebelum diaktivasi


- Arang tempurung hasil pirolisis digerus lalu diayak

- Timbang 5 gram sampel yang telah di ayak

- Dicuci menggunakan aquades

- Sampel hasil cucian dikeringkan

- Dimasukan krus dan dipanaskan didalam oven suhu 105oC-110oC selama

45 menit.

- Setelah itu sampel diabukan didalam tanur selama 5-8 jam pada suhu

450oC

- Sampel kemudian diukur serapannya menggunakan SSA

- Serapan hasil pengukuran di interpolasikan kedalam persamaan kurva

kalibrasi dan di hitung konsentrasi Ca dan Na dalam sampel.

b. Analisis setelah diaktivasi

- Ditimbang 2 gram sampel yang sudah di ayak

- Dimasukan kedalam gelas kimia

- Ditambahkan 50 mL larutan HNO3 masing-masing 1M, 2M, 3M

- Dikocok dan diaduk selama 1 jam

- Disaring dengan kertas saring

- Residu hasil penyaringan dimasukan kedalam oven pada temperature

600oC selama 2 jam


- Abu yang dihasilkan dianalisis kandungan Ca dan Na dengan

menggunakan SSA.

c. Analisis sampel setelah diaktivasi (berdasarkan lama perendaman)

- Ditimbang 2 gram sampel yang sudah di ayak

- Dimasukan kedalam gelas kimia

- Ditambahkan 50 mL larutan HNO3 masing-masing 1M, 2M, 3M

ditunggu sampai 24 jam

- Dikocok dan diaduk

- Disaring dengan kertas saring

- Residu hasil penyaringan dimasukan kedalam oven pada temperature

600oC selama 2 jam

- Abu yang dihasilkan dianalisis kandungan Ca dan Na dengan

menggunakan SSA.

3.3.3. Prosedur pembuatan larutan

a. Larutan iodium 0,1 N

- Ditimbang iodin sebanyak 12,7 gram

- Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml

- Dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas

b. Larutan natrium tiosulfat ( Na2S2O3)

- Ditimbang natrium tiosulfat sebanyak 12,4 gram


- Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml

- Dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas

c. Larutan HNO3

- Pembuatan larutan HNO3 pekat menggunakan rumus menghitung

konsentrasi sebagai berikut ;

M = (massa jenis x 10 x persen kadar) / Mr bahan

- Pengenceran larutan HCl pekat menggunakan rumus pengenceran

sebagai berikut ;

V1 = (M2 X V2)/M1

d. Larutan Pengencer HNO3 0,05 M

- Larutkan 3,5 ml HNO3 pekat ke dalam 1000 ml akuades dalam labu ukur

e. Larutan standar Natrium (Na)

Pembuatan larutan Standart Na 100 ppm dilakukan dengan menimbang 2,54

g NaCl, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambah

dengan aquades hingga tanda batas.

f. Larutan seri Natrium (Na)

Pembuatan larutan standart K 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm dilakukan dengan

memipet 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 ml larutan standard Na 100 ppm ke dalam

labu ukur 50 ml. Kemudian encerkan dengan aquades sampai garis tanda

batas.

g. Larutan standar Calsium (Ca)


Dipipet 1 ml larutan H2SO4 pekat ke dalam labu ukur 100 ml yang telah

berisi aquades dan dibiarkan sampai dingin. Kemudian dipipet 10 ml larutan

standar 100 ppm Ca, kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas.

h. Larutan seri Kalsium (Ca)

Disediakan labu ukur 100 ml sebanyak 9 buah, masing-masing diisi aquades

±10 ml kedalamnya. Dipipet 1 ml larutan H 2SO4 pekat ke dalam masing-

masing labu ukur tersebut dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya

dimasukkan (0 ; 0,5 ; 1 ; 1,5 ;2 ; 2,5 ; 3 ; 3,5 ; 4) ml larutan standar Ca 100

ppm kedalam masing-masing labu ukur tersebut, kemudian diencerkan

dengan cara ditambahkan aquades sampai tanda batas. Kemudian

disediakan sebanyak 9 buah tabung reaksi, dipipet 1 ml masing-masing

larutan seri standar Ca dari labu ukur kedalam 9 tabung reaksi.

3.3.4 Prosedur pengujian arang aktif

a. Uji kadar air

Kadar air ditentukan dengan cara pengeringan. Sebanyak 2 gram karbon

aktif diletakkan di dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya,

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga bobot konstan.

Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit kemudian

ditimbang beratnya. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut:

a−b
% kadar air= x 100 %
a

dengan ; a = massa awal karbon aktif (g)


b = massa akhir karbon aktif (g)

b. Uji kadar abu

Untuk uji kadar abu, sebanyak 2 gram arang aktif dimasukkan dalam cawan

yang telah diketahui bobotnya, kemudian di furnace pada suhu 4000C

hingga seluruh sampel menjadi abu, kemudian didinginkan hingga suhu

konstan kemudian ditimbang. Kadar abu karbon dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

a−b
% kadar abu= x 100 %
a

dengan ; a = massa awal karbon aktif (g)


b = massa akhir karbon aktif (g)

c. Uji daya serap iod

Daya serap iodium diuji dengan menimbang karbon aktif 5 gram

dicampurkan dengan 100 ml larutan Iodium 0,1 N. Kocok selama 15 menit,

selanjutnya memimdahkan ke dalam tabung sentrifugal sampai karbon aktif

turun, kemudian mengambil 10 ml cairan itu dan titrasi dengan larutan

natrium tiosulfat 0,1 N. Jika warna kuning pada larutan mulai samar,

tambahakan larutan amilum 1 % sebagai indikator. Titrasi kembali warna

biru tua hingga menjadi warna bening. Rumus perhitungan daya serap

Iodium yaitu sebagai berikut:


( V ₂ N ₂ ) .126,9. fp
I ( mg / g )❑=
( V 1 N1) . W

Dengan ;
A = Volume larutan iod (ml)
B = Volume Na2S2O yang dipakai (ml)
fp = Faktor pengenceran
α = Bobot karbon aktif (g)
N(Na2S2O3) = Konsentrasi N(Na2S2O3) (N)
N (Iodin) = Konsentrasi iodin (N)
126,9 = Jumlah iodium sesuai 1 mL larutan Na2S2O3

d. Uji kadar logam Natrium

1. Pembuatan kurva kalibrasi Natrium

- Dari masing-masing larutan standar Na yang tersedia, ditambahkan

9 ml larutan HNO3

- Selanjutnya, diukur dengan alat Spektrofotometri Serapan Atom

(SSA), sampel dimasukkan ke alat Spektrofotometri Serapan Atom

(SSA), yaitu ―auto sampler‖ secara berurutan. Sehingga diperoleh

persamaan grafik dari kurva standar dengan membuat grafik

absorbansi.

- Diikuti petunjuk pengoperasian alat. Dilakukan pengujian dengan

panjang gelombang maksimum 589,0 nm.


- Dari komputer, dipilih menu Zero lalu diklik Measure-Start pada

menu bar atau diklik tanda pada toolbar.

- Ditunggu sampai pengujian selesai, dilihat analisa pada halaman

kerja yang terlihat pada layar komputer

2. Penetapan Natrium

- Dipipet 1 ml filtrat hasil aktivasi kedalam tabung reaksi.

- Ditambahkan 9 ml larutan HNO3.

- Disiapkan larutan blanko.

- Larutan blanko dan sampel yang telah disiapkan tersebut

dimasukkan ke alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), yaitu

―auto sampler‖ secara berurutan.

- Diikuti petunjuk pengoperasian alat. Dilakukan pengujian dengan

panjang gelombang maksimum 589,0 nm.

- Dari komputer, dipilih menu Zero lalu diklik Measure-Start pada

menu bar atau diklik tanda pada toolbar.

- Ditunggu sampai pengujian selesai, dilihat analisa pada halaman

kerja yang terlihat pada layar komputer.

e. Uji kadar logam Kalsium

1. Pembuatan kurva kalibrasi Kalsium

- Dari masing-masing larutan standar Ca yang tersedia, ditambahkan 9

ml larutan HNO3
- Selanjutnya, diukur dengan alat Spektrofotometri Serapan Atom

(SSA), sampel dimasukkan ke alat Spektrofotometri Serapan Atom

(SSA), yaitu ―auto sampler‖ secara berurutan. Sehingga diperoleh

persamaan grafik dari kurva standar dengan membuat grafik

absorbansi.

- Diikuti petunjuk pengoperasian alat. Dilakukan pengujian dengan

panjang gelombang maksimum 422,70 nm.

- Dari komputer, dipilih menu Zero lalu diklik Measure-Start pada

menu bar atau diklik tanda pada toolbar.

- Ditunggu sampai pengujian selesai, dilihat analisa pada halaman

kerja yang terlihat pada layar komputer.

2. Penetapan Kalsium

- Dipipet 1 ml filtrat hasil aktivasi kedalam tabung reaksi.

- Ditambahkan 9 ml larutan HNO3

- Disiapkan larutan blanko.

- Larutan blanko dan sampel yang telah disiapkan tersebut

dimasukkan ke alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), yaitu

―auto sampler‖ secara berurutan.

- Diikuti petunjuk pengoperasian alat. Dilakukan pengujian dengan

panjang gelombang maksimum 285,20 nm.

- Dari komputer, dipilih menu Zero lalu diklik Measure-Start pada

menu bar atau diklik tanda pada toolbar.


- Ditunggu sampai pengujian selesai, dilihat analisa pada halaman

kerja yang terlihat pada layar komputer

DAFTAR PUSTAKA

Afrinda. W, 2016., Perbandingan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit dan Serbuk
Gergaji Kayu Sebagai Adssorben Zat Warna Naphtol-As dan Naphtol-As.g,
Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Ardhana, A., 2007, Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa
Dengan Perlakuan Aktivasi Terkontrol Serta Uji Kinerjanya, Skripsi., FATEK,
Universitas Indonesia
.
Arifin, Zainal, dan Sukoco, 2009, Pengendalian Polusi Kendaraan, Bandung:
ALFABETA
Budiono, A., Suhartana, dan Gunawan, 2010, Pengaru Aktivasi Arang Tempurung
Kelapa dengan Asam Sulfat dan Asam Fosfat untuk Adsorpsi Fenol, Skripsi-
S2, Universitas Diponegoro.

Cheremisinoff, D, N. Ellerbusch, F., 1978, Carbon Adsorption Handbook, An Carbon


Science, New York.

Erlina, Umiatin dan Esmar Budi., 2015., Pengaruh Konsentrasi KOH pada Karbon
Aktif Tempurung kelapa Untuk Adsorpsi Logam Cu, FMIPA, Universita
Negeri Jakarta.

Esmar Budi, Hadi Nasbey, Erfan Handoko, dkk. Kajian Pembentukan Karbon Aktif
Berbahan Arang Tempurung Kelapa. Seminar Nasional Fisika(2012), hal 62-
66.

Esmar. B., 2011. Tinjauan Proses Pembentukan dan Penggunaan Arang Tempurung
Kelapa Sebagai Bahan Bakar, Skripsi.Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas
Negeri Jakarta, Indonesia.

Farris, T.S., Co, C.G., Armor, J.N., dan Sehork, J.M. (1992). High Capacity Coconut
Shell Char for Carbon Molecular Sieves, available from URL:
www.freepatentsonline.com, diakses: 30 Maret 2016.
Gani, A., 2007. Konversi Sampah OrganikPasar Menjadi Komarasca (Kompos-Arang
Aktif- Asap Cair) dan Aplikasinya Pada Tanaman Daun Dewa. Thesis.
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertnian Bogor. Bogor.

Girrard, J.P.,1992, Thechnologi of Meat and Meat Products,Ellis Hrwood, NewYork.

Gracia-Gracia, A., Gregorio, A., Boavida, D., dan Gulyurtlu, I. Production And
Characterization of Activated Carbon from Pine Wastes Gasified in A pilot
Reactor, National Institute of Engineering and industrial Technology, Estrada
do Paco do Lumiar, 22, Edif. J, 1649-038, Lisbon, Portugal.
Helena Jankowska, Andrzej Świątkowski, Jerzy Choma, Active carbon, Ellins
Horwood, 1991.

Hendra, Dj., Pari,G. 2009, Pembuatan Arang Aktif dri Tandan Kosong Kelapa Sawit,
Buletin Penelitian Hasil Hutan, Jakarta.

Herlin Alfiany, Syaiful Bahri, Nurakhirawati. 2013 . Kajian Penggunaan Arang Aktif
Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Pb dengan Beberapa Aktivator
Asam. Universitas Tadulako

Iskandar, 2012, Analisis UnsurKarbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Metode


Analisis Ultimat (Ultimate Analysis), Skripsi- S1,Universitas Haluoleo,
Kendari.

Muhammad Arif Pratama, Penurunan Kadar Deterjen Pada Limbah Cair Laundry
dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter Yang Diikuti Reaktor Activated
Carbon, in: Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2003.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya; Airlangga University Press


Muslim, Karakterisasi Karbon Aktif dari Green Coke dengan Perlakuan Kimia
(NaOH), in: Jurusan Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 1995.

Muthaminnah. 2012. Pembuatan arang aktif tongkol jagung dan aplikasinya pada
pengolhan minyak jelantah.Universitas Palu

Puzy , A.M., Poddubnaya, O.I., Socha, R.P., Gurgul, J., Wisniewski, M., 2008. XPS
and NMR studies of phosphoric acid activated carbons. Carbon 46, 2113-2123.

Santoso, J. (2010). Uji Sifat Minyak Pirolisis Dan Uji Performasi Kompor Berbahan
Bakar Minyak Pirolisis Dari Sampah Plastik. Teknik, Universitas sebelas
maret.
Sembiring, Meilita, dan Surya, T., 2009, Arang Aktif, Digitized USU Digital Lybrary,
Sumatra Utara.

Sontheimer, J.E. (1985). Activated Carbon For Water Treatment, Netherlands,


Elsevier, pp. 51- 105.

Suhrtana, 2011, Pemanfaatan Tempurung Kelapasebagai Bahan Baku Arang Aktif


dan Aplikasiny untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan
Ngaringan Kabupaten Grobongan, Skripsi S1 Universitas Di Ponegoro.

Suyanta. 2013, Buku Ajar Kimia Unsur. Yogyakarta. UGM

Tahir, I., 1992, Pengambilan Asap Cair secara Destilasi Kering Pada Proses
Pembuatan Carbon Aktif dari tempurung Kelapa, Skripsi, FMIPA UGM,
Yogyakarta.

Vista, A.R., 2018, Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Aktivasi Arang Tempurung
Kelapa Untuk Adsorpsi Hipoklorit., Skripsi. FMIPA. Universitas Brawijaya.
Malang.

Vogel. 1979. Buku Teks Analisi Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi
Kelima. Longman Group Limited

Wa O.V.V., 2014, Potensi Arang Aktif Tempurung Kelapa Sebagai Adsorben Emisi
Gas CO, NO, pada Kendaraan Berrmotor,Skripsi. Makasar.

Zulkifli, Erman Taer, Sugianto., 2015 Pembuatan Karbon Aktif Monolit dari Kayu
Karet Menggunakan Aktivator KOH dan HNO3 untuk Aplikasi Super
Kapasitor. Universitas Riau.

Anda mungkin juga menyukai