Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PROSES KEBIJAKAN POLITIK DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

PUTRI LIFTA OKTAVIANI MAMONTO (20608002)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasann pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN

A. Politik Indonesia
B. Sejarah Demokrasi Liberal
C. Masa awal dan Orde baru
D. Orde Baru
E. Reformasi
F. Cabang Legislatif
G. Hubungan Luar Negeri
H. Pemerintah Daerah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam
Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan,
upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.

politik adalah emua lembaga-lembaga negara yang tersbut di dalam konstitusi negara ( termasuk
fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik
antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan
tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah
Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945
yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan
(Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh
Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik,
melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan
sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt
diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Indonesia

Politik Indonesia adalah berlangsung dalam rangka republik demokrasi perwakilan


presidensial di mana Presiden Indonesia ialah kepala negara dan
kepala pemerintahan dan sistem multi partai. Kekuasaan eksekutif di jalankan oleh
pemerintahan. Kekuasaan legislatif dipegang oleh pemerintah Permusyawaratan Rakyat
bikameral. Lembaga Yudikatif yaitu independen dari eksekutif dan legislatif. UUD 1945
mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara terbatas. Sistem
pemerintahan telah digambarkan sebagai presidensial dengan karakteristik parlementer[1].
UUD 1945 mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara
terbatas. Sistem pemerintahan telah digambarkan sebagai presidensial dengan
karakteristik parlementer. Menyusul kerusuhan Mei 1998 di Indonesia dan pengunduran
diri Presiden Suharto, beberapa informasi politik dilakukan melalui amandemen Undang-
Undand Dasar Indonesia, yang mengakibatkan perubahan pada semua cabang
pemerintahan. The Economist Intelligence Unit menilai Indonesia
sebagai Demokrasi yang Cacat pada tahun 2019. Partai politik Indonesia telah dicirikan
sebagai partai kartel dengan pembagian kekuasaan yang luas di antara partai-partai dan
akuntabilitas yang terbatas kepada pemilih[2] .
Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden Indonesia yang merupakan kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu
oleh seorang Wakil Presiden Indonesia. Kekuasaan legislatif terletak pada Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR) yang dibagi menjadi Sistem dua
kamar, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD). Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah
Agung Republik Indonesia (MA) dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK)
yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan inspektif
dipegang oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang memiliki perwakilan
di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pemilihan umum di Indonesia diselenggarakan setiap lima tahun serentak. Pemilihan
yang dilakukan untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD disebut
pemilihan umum legislatif (Pileg); untuk memilih presiden dan wakil presiden disebut
pemilihan umum presiden (Pilpres); sementara untuk memilih kepala daerah disebut
pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Pemilihan umum di Indonesia menganut
sistem multipartai.
Ada perbedaan antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya, di
antaranya adalah adanya MPR yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia,
MK yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara
kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya DPD, dan sistem
multipartai berbatas dengan setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus
memenuhi ambang batas 4% untuk dapat menempatkan anggotanya di DPR
B. Sejarah Demokrasi Liberal

Politik Indonesia adalah merupakan kedaulatan rakyat/masyarakat termanifestasi


dalam pemilihan parlemen dan presiden setiap lima tahun. Negara Indonesia
menganut demokrasi konstitusional
Era Semokrasi Liberal (Bahasa Indonesia: Demokrasi Liberal) di Indonesia
dimulai pada tanggal 17 Agustus 1950 dan juga pada tahun ini
pulau Sumatra menjadi bagian dari Republik Indonesia setelah pembubaran
federal Republik Indonesia Serikat kurang dari setahun setelah pembentukannya,
dan berahir dengan pemberlakuan darurat militer dan keputusan Presiden
Sukarno tahun 1959 tentang pengenalan Demokrasi terpimpin pada tanggal 5 Juli.
Itu menyaksikan sejumlah peristiwa penting, termasuk konferensi Bandung 1955,
pemilihan umum dan pemilihan Majelis Konstitusi pertama di Indonesia, dan
priode ketidakstabilan politik yang diperpanjang, tanpa kabinet yang berlangsung
selama dua tahun.
Sejak tahun 1957, Demokrasi Terpimpin adalah sistem politik yang berlaku
sampai orde baru dimulai pada tahun 1966. Itu adalah gagasan Presiden Sukarno,
dan merupakan upaya untuk mewujutkan stabilitas politik. Ia menilai demokrasi
dengan cara Barat tidak sesuai dengan situasi Indonesia. Sebaliknya, ia mencari
sistem yang didasarkan pada sistem Musyawarah dan mufakat desa tradisional
masyarakat Adat, yang terjadi dibawah bimbingan dudungan tradisional.

C. Masa Awal dan Orde Baru

Peralihan ke Orde Baru pada pertengahan 1960-an, menggulingkan Sukarno


setelah 22 tahun menjabat. Salah satu periode paling bergejolak dalam sejarah
modern negara ini, adalah dimulainya masa kepresidenan Suharto selama tiga
dekade. Digambarkan sebagai dhalang besar (master boneka), Sukarno menarik
kekuasaan dari menyrimbangan kekuatan yang berlawanan dan semakin antagonis
dari tentara dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tahun 1965, PKI secara ekstensif merambah semua tingkatan pemerintahan
dan memperoleh pengaruh dengan mengorbankan tentara. Pada tanggal 30
September 1965, enam perwira militer paling senior tewas dalam suatu aksi
(umumnya disebut percobaan kudeta) oleh apa yang disebut Gerakan 30
September, sebuah kelompok dari dalam angkatan bersenjata. Dalam beberapa
jam, Mayor Jendral Suharto mengerahkan pasukan dibawah komandonya dan
menguasai Jakarta. Anti-komunis, awalnya mengikuti pimpinan tentara,
melakukan pembersihan komunis dengan kekerasan diseluruh negeri, menewaskan
sekitar setengah juta orang dan menghancurkan PKI, yang secara resmi disalahkan
atas krisis tersebut[5][6].
Sukarno yang lemah secara politik terpaksa menyerahkan kekuatan politik dan
militer utama kepada Jendral Suharto, yang telah menjadi kepala angkatan
bersenjata. Pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) mengangkat Jendral Suharto sebagai pejabat Presiden. Dia secara resmi
diangkat sebagai presiden satu tahun kemudian. Sukarno hidup dibawah tahanan
rumah virtual sampai kematiannya pada tahun 1970. Berbeda dengan badai
nasionalisme, retorika revolusioner, dan kegagalan ekonomi yang menjadi ciri
awal 1960-an di bawah Sukarno yang berhaluan kiri, Orde Baru Suharto yang pro-
Barat menstabilkan ekonomi tetapi terus berlanjut. dengan falsafah negara
Pancasila[7].
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memilih dan
mengangkat Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil
presiden. Sehari setelahnya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 disahkan sebagai konstitusi, meskipun pemberlakuannya sempat
ditangguhkan seiring disahkannya kesepakatan Konferensi Meja Bundar yang
memasukkan RI sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) yang
memiliki Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Indonesia juga memiliki Daftar
Perdana Menteri Indonesia yang pertama kali dijabat oleh Sutan Syahrir hingga
terakhir Soekarno yang menjabat sebagai presiden sekaligus perdana menteri.
Walaupun Volksraad atau "Dewan Rakyat" telah ada sejak zaman Hindia Belanda,
tetapi lembaga legislatif Indonesia baru dirintis melalui pembentukan Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diketuai Kasman Singodimedjo. Pada masa
RIS, dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat dan Daftar
anggota senat Republik Indonesia Serikat. Lembaga yudikatif telah berdiri
sejak Kusumah Atmaja menjabat sebagai Daftar Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 19 Agustus 1945.
Pasca-RIS, Indonesia memasuki Sejarah Indonesia (1950–1959). Pada masa ini,
presiden berperan sebagai kepala negara sedangkan perdana menteri sebagai
kepala pemerintahan. Sementara itu, Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia digunakan sebagai konstitusi sampai Konstituante berhasil
menghasilkan UUD yang baru. Pada periode ini, Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara dibentuk hingga anggota DPR hasil Pemilihan umum legislatif
Indonesia 1955 terpilih.
Dekret Presiden 5 Juli 1959 menginisiasi Sejarah Indonesia (1959–1965). UUD
1945 kembali dijadikan konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dibentuk yang menjadi cikal bakal MPR.
Selain lembaga-lembaga di atas, Indonesia pernah memiliki lembaga
pertimbangan sebagai salah satu Lembaga Tinggi Negara. Awalnya, organisasi ini
diberi nama Majelis Pertimbangan (MP), kemudian Badan Pertimbangan Agung
(BPA), Dewan Nasional, Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), dan
terakhir Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
D. Orde Baru
Sejak MPRS menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik
Indonesia pada 1967 dan kemudian sebagai presiden pada tahun berikutnya,
Indonesia memasuki masa Orde Baru. Pada periode ini,
gagasan antikomunisme berkembang sehingga Partai Komunis
Indonesia dibubarkan dan dilarang. Partai-partai politik disederhanakan — dari 10
partai politik yang berpartisipasi pada Pemilihan umum legislatif Indonesia
1971 menjadi tiga partai politik yang mengikuti lima pemilu setelahnya. Partai
Golongan Karya menjadi pemenang dalam setiap pemilu, sementara Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjalani dwifungsi sehingga ikut
berpartisipasi dalam perpolitikan[8].
Segera setelah percobaan kudeta pada tahun 1965, situasi pilitik tidak menentu,
tetapi orde baru mendapat dukungan dari masyarakat yang mengingikan
pemisahan dari masalah- masalah Indonesia sejak kemerdekaannya. Generasi
66 (Angkatan 66) melambangkan pembicaraan sekelompok pemimpin muda baru
dan pemikir intlektual baru. Menyusul konflik komunal dan politik, dan
keruntuhan ekonomi dan kehancuran sosial pada akhir 1950-an hingga
pertengahan 1960-an, Orde Baru berkomitmen untuk mencapai dan
mempertahankan tatanan politik, pembangunan ekonomi, dan penghapusan
partisipasi massa dalam proses politik. Ciri-ciri Orde Baru yang berdiri sejak akhir
1960-an adalah peran politik yang kuat bagi militer, birokratisasi dan korporatisasi
organisasi politik dan rakyat, dan represi lawan selektif namun efektif. Anti-
komunisme yang keras tetap menjadi ciri khas rezim selama 32 tahun berikutnya [7].
Namun, dalam beberapa tahun, banyak dari sekutu aslinya menjadi acuh tak acuh
atau menolak Orde Baru, yang terdiri dari militer yang didukung oleh kelompok
sipil yang sempit. Di antara banyak gerakan pro-demokrasi yang memaksa Suharto
untuk mengundurkan diri pada tahun 1998 dan kemudian memperoleh kekuasaan,
istilah Orde Baru telah digunakan secara merendahkan. Ini sering digunakan untuk
menggambarkan tokoh-tokoh yang terkait dengan Orde Baru, atau yang
menjunjung tinggi praktek rezim otoriternya, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(Dikenal dengan singkatan KKN: Korupsi, Kolusi, Nepotisme)

E. Reformasi
Sejarah Indonesia (1998–sekarang) dalam kancah politik Indonesia yang dimulai
sejak 1998 telah menghasilkan banyak perubahan penting dalam bidang politik di
Indonesia, di antaranya adalah empat kali amendemen terhadap UUD 1945 pada
Sidang Umum MPR 1999, 2000, 2001 dan 2002. Hasilnya, pasal-pasal dalam
konstitusi berubah dari 37 pasal menjadi 73 pasal dan hanya 11% yang tidak
berubah dari versi awalnya.[10] Perubahan-perubahan paling penting di antaranya:
 membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi dua periode,
 membentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang bersama-sama dengan
DPR menjadi anggota MPR,
 memurnikan dan memberdayakan sistem pemerintahan presidensial alih-alih
semipresidensial,
 melangsungkan pemilihan presiden secara demokratis dan tidak dipilih oleh
MPR,
 menata kembali mekanisme hubungan antarlembaga negara dan tidak
memberikan kedudukan konstitusional tertinggi kepada MPR,
 menghapus Dewan Pertimbangan Agung.
 mengamanatkan pemilihan dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil,
 membentuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk mengawal dan
mempertahankan sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam
konstitusi,
 membentuk Komisi Yudisial Republik Indonesia, dan
 menambah sepuluh pasal baru tentang hak asasi manusia.
Pasangan presiden dan wakil presiden mulai dipilih secara langsung oleh rakyat
sejak Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004. Di sisi lain, kepala daerah
(gubernur, bupati, dan wali kota) yang mulanya dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), sejak tahun 2005 juga dipilih oleh rakyat
melalui Pemilihan kepala daerah di Indonesia. Pada cabang legislatif, anggota
MPR terdiri atas anggota DPR ditambah anggota DPD yang semuanya dipilih
melalui pemilu legislatif.

F. Cabang Legislatif
MPR adalah cabang legislatif dari sistem politik Indonesia. MPR terdiri dari dua
majelis: DPR, yang biasa disebut Dewan Perwakilan Rakyat, dan DPD, yang
disebut Dewan Perwakilan Daerah. 575 anggota DPR dipilih melalui daerah
pemilihan dengan banyak anggota, sedangkan 4 anggota DPD dipilih dari masing-
masing dari 34 provinsi pelengkap DPR; ia dapat mengusulkan RUU,
menawarkan pendapatnya dan berpartisipasi dalam diskusi, tetapi ia tidak
memiliki kekuatan hukum. DPR sendiri memiliki kekuasaan di luar kekuasaan
yang diberikan kepada rumah masing-masing. Itu dapat mengubah konstitusi,
melantik presiden dan melakukan prosedur impeachment. Ketika MPR bertindak
dalam fungsi ini, ia melakukannya hanya dengan menggabungkan anggota kedua
majelis
G. Hubungan Luar Negeri
Sejak tahun 1980-an, Indonesia telah bekerja untuk mengembangkan hubungan
politik dan ekonomi yang erat antara negara-negara Asia Tenggara, dan juga dan
juga berpengaruh dalam Organisasi Kerjasama Islam. Indonesia dikritik habis-
habisan antara tahun 1975 dan 1999 karena diduga menindas hak asasi manusia di
Timor Timur, dan karena mendukung kekerasan terhadap orang timor setelah
pemisahan diri dan kemerdekaannya pada tahun 1999. Sejak tahun 2001,
pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan AS dalam memecahkan turun
pada fundamentalisme Islam dan kelompok teroris.
Selama masa presiden Suharto, Indonesia membangun hubungan yang kuat
dengan Amerika Serikat dan memiliki hubungan yang sulit dengan Republik
Rakyat Tiongkok karena kebijakan anti-komunis Indonesia dan ketegangan
domestik dengan komunitas Tionghoa. Ia menerima kecaman internasional atas
pencaplokannya atas Timor Timur dan negosida terkait terhadap orang timor pada
tahun 1978. Indonesia adalah anggota pendiri perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara, dan dengan demikian menjadi anggota ASEAN+3 dan KTT Asia
Timur.

H. Pemerintah Daerah
Indonesia dibagi-bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan/atau kota yang diatur dengan undang-undang tersendiri
mengenai pembentukan daerah tersebut. Setiap kabupaten dan kota tersebut juga
dibagi ke dalam satuan-satuan pemerintahan yang disebut kecamatan/distrik.
Setiap kecamatan/distrik tersebut dibagi ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil
yaitu kelurahan, desa, nagari, kampung, gampong, pekon, dan sub-distrik serta
satuan-satuan setingkat yang diakui keberadaannya oleh UUD NKRI 1945.
Pemerintahan daerah pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota terdiri atas
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD yang
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang keduanya merupakan unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah memiliki kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan, pemerintah daerah juga berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah berhak menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali mengenai
urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter & fiskal
nasional dan agama.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan
berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan
kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya
mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.

politik adalah emua lembaga-lembaga negara yang tersbut di dalam


konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ).
Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya
kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara
suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya
cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang
dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara.
Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni
MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa,


Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure
Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure),
dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui
badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan
dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan
adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah
sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
DAFTAR PUSTAKA

1. King, Blair. A Inside Indonesia:Constitutional tinkering: The search for


consensus is taking time Diarsipkan 29 October 2009 di Wayback Machine.
access date 23 May 2009
2. ^ Slater, Dan (2018). "Party Cartelization, Indonesian-Style: Presidential
Powersharing and the Contingency of Democratic Opposition". Journal of East
Asian Studies (dalam bahasa Inggris). 18 (1): 23–46. doi:10.1017/jea.2017.26 
. ISSN 1598-2408.
3. ^ https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/item65?
4. ^ https://www.detik.com/tag/ott-kpk
5. ^ Chris Hilton (writer and director) (2001). Shadowplay (Television
documentary). Vagabond Films and Hilton Cordell Productions.; Ricklefs (1991),
pages 280–283, 284, 287–290
6. ^ Robert Cribb (2002). "Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965-
1966". Asian Survey. 42 (4): 550–563. doi:10.1525/as.2002.42.4.550. ; Friend
(2003), page 107-109, 113.
7. ^ Lompat ke:a b https://www.semanticscholar.org/paper/Unresolved-problems-in-
the-Indonesian-killings-of-Cribb/aa9b073fd95ecbc825767210f1afb1a724171b8b
8. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-26. Diakses
tanggal 2022-11-06.
9. ^ Stop talk of KKN Diarsipkan 26 October 2014 di Wayback Machine.. The
Jakarta Post (24 August 2001).
10. ^ Denny Indrayana (2008), p331
11. ^ Jimly Asshiddiqie (2009)
12. ^ Denny Indrayana (2008), pp. 360-381
13. ^ Aspinall; Mietzner (2011). "People's Forum or Chamber of Cronies". Problems
of Democratisation of Indonesia.
14. ^ Indrayana 2008, hlm. 236-4,432.

Anda mungkin juga menyukai