Anda di halaman 1dari 15

Sistem Politik Indonesia

(Suprastruktur dan Infrastruktur Politik Indonesia)


MAKALAH

Suprastruktur dan Infrastruktur Politik Indonesia

Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia

Dosen : Roni Tabroni,S.Sos,M.Si

Disusun oleh :

Roni Kristiadi 3112171015

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI DAN ADMININTRASI BISNIS

UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah Sistem Politik Indonesia ini sebagai tugas tengah semester. Makalah ini
sebagai pemenuhan syarat akademis dari mata kuliah Sistem Politik Indonesia.

Makalah yang berjudul Suprastruktur dan Infrastruktur Politik Indonesia berisi


suprastruktur sebagai suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk kelengkapan
sistem bernegara. Pada suprastruktur politik terdapat lembaga-lembaga Negara yang mempunyai
peranan penting dalam proses kehidupan politik (pemerintah). Suasana kehidupan politik
pemerintahan ini umumnya dapat diketahui dalam UUD atau konstitusi negara yang
bersangkutan. Suprastruktur politik Negara Indonesia meliputi MPR, DPR, Presiden, MA, BPK,
dan DPA.

Suasana kehidupan politik rakyat dikenal istilah Infrastruktur politik yaitu bangunan
bawah suatu kehidupan politik, yakni hal-hal yang bersangkutan dengan pengelompokan warga
negara atau anggota masyarakat ke dalam berbagai macam golongan yang biasa disebut sebagai
kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Infrastruktur politik mempunyai 5 unsur diantaranya:
partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi politik dan tokoh
politik.

Sebagai syarat akademis penulis merasakan banyak hal dalam menulis makalah ini, mulai
dari mencari literatur sampai merasakan titik terjenuh mengarang kata demi kata. Tetapi dari
semua itu penulis merasa ada nilai lebih. Melalui tulisan yang dibuatnya, penulis ingin
mendapatkan sesuatu yang mengesankan.

Harapan penulis terhadap pembaca adalah semoga dengan adanya makalah ini dapat
berguna bagi semua pembaca, khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sangga
Buana YPKP.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah Sistem Politik Indonesia ini jauh dari
sempurna, karena itu kritik dan saran senantiasa penulis harapkan dari para pemerhati. Akhir
kata semoga atas segala bantuan dan kebaikan yang telah Bapak/Ibu berikan kepada penulis
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Bandung 5 November 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Suprastruktur Politik dan Infrastruktur Politik

A. Suprastruktur Politik
B. Infrastruktur Politik
1. Tugas Dewan Perwakilan Daerah
2. Sistem Pembagian Kekuasaan
3. Tugas Mahkamah Konstitusi (MK)

2.2 Sistem Kekuasaan Politik

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suprastruktur politik merupakan suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan
untuk kelengkapan sistem bernegara. Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang
kompleks dan terorganisasi. Suprastruktur dibagi menjadi 3 kelompok seiring adanya
perubahan sosial dan politik pada masa revolusi perancis 1789-1799 kala itu, sehingga pada
dasarnya negara tidak boleh dikuasai oleh satu tangan saja. Hal itulah yang mengidikasikan
dalam menjalankan suatu pemerintahan perlu adanya pembagian tugas. Selain suprastruktur
politik ada juga yang dinamakan dengan infrastruktur politik, yaitu suatu lembaga yang lahir,
tumbuh berkembang pada masyarakat. Contohnya LSM, parpol, media massa,dan tokoh
masyarakat. Sistem politik adalah kelembagaan dari hubungan antara supra struktur dan infra
struktur politik, supra struktur sering disebut juga bangunan. Suasana kehidupan politik
pemerintah ini merupakan kompleks hal-hal yang bersangkut paut dengan kehidupan
lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi dan wewenang antara lembaga yang satu dengan
yang lainya. Suasana ini pada umumnya di ketahui dalam konstitusi atau UUD nya serta
peraturan perundangan lainnya. Indonesia dalam hal ini tidak menganut sistem pemisahan
kekuasaan, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan artinya antara lembaga negara yang
satu dengan lembaga negara yang lain masih ada hubungan tata kerja.
Suprastruktur politik di Indonesia sebelum di adakanya amandemen UUD 1945 terdiri
atas : Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Pertimbangan Agung
(DPA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). MPR yang merupakan perwujudan aspirasi rakyat, merupakan badan
konstitutif dan pemegang kedaulatan rakyat, karena itu menjadi lembaga tertinggi negara.
Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif, kepala negara dan sekaligus mandataris
MPR. Presiden dapat bekerja sama dengan DPR sebagai badan legislatif dalam pembuatan
Undang-Undang. BPK sebagai badan inspektif bertugas memeriksa serta mengawasi
penggunaan keuangan negara. DPA dan MA adalah pemegang kekuasaan Yudikatif.
Infrastruktur di Indonesia di buktikan dengan suasana kehidupan politik rakyat yang
kompleks, hal-hal yang bersangkut paut dengan pengelompokan warganegara atau anggota
masyarakat dalam berbagai macam golongan yang biasa di sebut dengan kekuatan sosial
politik dalam masyarakat. Kelompok-kelompok masyarakat yang merupakan kekuatan
politik di sebut sebagai infrastruktur politik. Yang termasuk dalam infrastruktur politik ada
lima komponen yang terdiri atas : partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan,
media komunikasi politik dan tokoh politik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan supra struktur politik dan infra struktur politik ?
2. Apa tugas dari Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) ?
3. Apakah yang di maksud dengan sistem pembagian kekuasaan yang dianut oleh indonesia
?
4. Apa yang di maksud dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan struktur politik dan infra struktur politik
2. Untuk mengetahui tugas dari Dewan Perwakilan Daerah
3. Untuk mengatahui maksud dari sistem pembagian kekuasaan yang di anut oleh Indonesia
4. Untuk mengetahui pengartian dari Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Suprastruktur Politik dan Infrastruktur Politik

A. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik adalah sistem politik dalam sebuah negara dan merupakan
penggerak politik formal. Ada juga yang berpendapat bahwa sistem politik adalah
kelembagaan dari hubungan antar manusia yang berupa hubungan antara suprastruktur
dan infrastruktur politik. Sistem politik tersebut menggambarkan hubungan antara dua
lembaga yang ada di dalam Negara , yaitu lembaga supra dan infra struktur politik. Supra
struktur politik sering disebut sebagai bangunan atas atau mesin politik resmi, atau
lembaga pembuat keputusan politik yang sah. Lembaga tersebut bertugas
mengkonversikan input yang berupa tuntutan dan dukungan yang menghasilkan suatu
output berupa kebijakan publik. Montesquieu, membagi lembaga dalam 3 kelompok :
1. Eksekutif
Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden, kalau di Indonesia presiden
adalah kepala Negara dan sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah
pemegang kekuasaan pemerintahan Negara. Presiden Indonesia (nama jabatan resmi:
Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di
dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan
menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat
selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama
untuk satu kali masa jabatan.
2. Legeslatif
Sistem perwakilan di Indonesia saat ini menganut sistem bikameral. Itu ditandai
dengan adanya dua lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan merujuk asas trias politika, di Indonesia
kekuasaan terbagi menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam hal ini, DPR
dan DPD merepresentasikan kekuasaan legislatif. Kekuasaan legeslatif terletak pada,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Yang anggota-angotanya terdiri dari
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).

MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih secara langsung.
Pasal 3 UUD 1945 menyebutkan kewenangan MPR sebagai berikut:
a. Mengubah dan menetapkan UUD
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
c. Hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUDPemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan
rakyat. (pasal 1 ayat 2)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas-tugas DPR adalah sebagai berikut :
a. Membentuk undang-undang
b. Membahas rancangan RUU bersama Presiden
c. Membahas RAPBN bersama presiden
Fungsi DPR adalah sebagai berikut :
a. Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan
undang-undang
b. Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama
presiden
c. Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
a. Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden
b. Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan
Presiden/ Pemerintah) Hak menyampaikan pendapat
c. Hak mengajukan pertanyaan
d. Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan
e. Hak mengajukan usul RUU

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD) adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan
dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
DPD memiliki fungsi:
a. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang
berkaitan dengan bidang legislasi tertentu
b. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian jumlah
anggota DPD saat ini adalah 128 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5
tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan
sumpah/janji.
Tugas dan wewenang DPD antara lain:
a. Mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran,
dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya
ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU
tersebut.
b. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan.
d. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
e. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan
bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan
APBN.Anggota DPD juga memiliki hak menyampaikan usul dan pendapat,
membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.

3. Yudikatif
Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hokum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh :

Mahkamah Agung (MA)


Tugas MA adalah mengawasi jalannya undang-undang dan memberi
sanksi terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang.

Mahkamah Konstitusi (MK)


Adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Agung.
Tugas Mahkamah Konstitusi (MK)
Pembentukan mahkamah konstitusi diperlukan untuk menegakkan prinsip
negara hukum Indonesia dan prinsip konstitusionalisme. Artinya tidak boleh ada
undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan
dengan undang-undang dasar sebagai puncak dari tata urutan perundang-
undangan di Indonesia. Dalam rangka pengujian undang-undang terhadap
undang-undang dasar dibutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga
prinsip konstitusionalitas hukum. Tugas mahkamah konstitusilah yang menjaga
konstitusionalitas hukum itu. Disamping itu dalam rangka proses pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden, atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Mahkamah Konstitusi RI berkewajiban untuk memutus pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atu Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pembentukan mahkmah konstitusi juga terkait dengan penataan kembali
dan reposisioning lembaga-lembaga negara yang sebelum perubahan UUD 1945
berlandaskan pada supremasi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Perubahan
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang sebelum perubahan berbunyi Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, diubah menjadi Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar, telah membawa implikasi yang sangat luas dan
mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Artinya, sebelum perubahan,
kedaulatan rakyat berpuncak pada MPR, dan MPR-lah sebagai penyelesaian final
atas setiap masalah ketatanegaraan yang muncul baik atas konstitusionalitas dari
suatu undang-undang maupun penyelesaian akhir sengketa antar lembaga negara.
Dengan dasar konsepsional inilah ketetapan MPR RI No. III Tahun 2000
menentukan bahwa pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar
dilakukan oleh MPR dan setiap lembaga negara melaporkan penyelenggaraan
kinerjanya kepada MPR setiap tahun.
Implikasi perubahan Pasal 1 ayat (2) tersebut, posisi MPR sejajar dengan
lembaga-lembaga negara lainnya dan masing-masing lembaga negara adalah
pelaksana kedaulatan rakyat sesuai tugas dan kewenangannya yang ditentukan
undang-undang dasar. Dengan demikian MPR melaksanakan kedaulatan rakyat
untuk mengubah dan menetapkan undang-undang dasar, melantik presiden dan
wakil presiden, memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden sesuai
ketentuan undang-undang dasar, serta dalam hal-hal tertentu mengangkat presiden
dan/atau wakil presiden. Mahkamah konstitusi merupakan pelaksana kedaulatan
rakyat untuk menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap undang-undang
dasar, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang
kewenangannya diatur dalam undang-undang dasar, memutus sengketa pemilihan
umum serta memutus pembubaran partai politik. Demikian juga lembaga negara
yang lainnya adalah pelaksana kedaulatan rakyat sesuai tugas dan wewenangnya
yang ditentukan dalam undang-undang dasar.
Kewenangan mahkamah konstitusi yang dapat menyatakan tidak
mempunyai kekuatan atas suatu undang-undang produk legislatif produk DPR
dan Presiden serta memutuskan sengketa antar lembaga negara, menunjukkan
posisinya yang lebih tinggi dari lembaga-lembaga negara lainnya. Hal ini wajar
saja karena Undang-Undang Dasar memberikan otoritas kepada Mahkamah
Konstitusi sebagai penafsir paling absah dan authentik terhadap konstitusi.
Walaupun demikian, pendapat dan penafsiran hukum mahkamah konstitusi yang
dapat diterima penafsiran yang dikeluarkan melalui putusannya atas permohonan
yang diajukan kepadanya sesuai lingkup kewenangannya untuk mengadili dan
memutus suatu perkara.
Dengan posisi yang demikian penting itu undang-undang dasar
menetapkan kwalifikasi yang sangat ketat bagi anggota mahkamah konstitusi,
antara lain memiliki integiritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Sembilan orang
anggota mahkamah konstitusi juga merepresentasikan tiga unsur lembaga negara
yaitu masing-masing-masing 3 orang anggota yang diajukan oleh presiden, DPR
dan mahkamah agung.
Kewenangan MK adalah sebagai berikut :
a. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
b. Menguji undang-undang terhadap UUD
c. Memutuskan sengketa lembaga Negara
d. Memutuskan pembubaran partai politik
e. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu
f. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD
1945
Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no
22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama
calon hakim agung.
Berawal pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan
Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan
dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang
berkenaan dengan pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan
tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil
dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998 muncul kembali dan menjadi wacana yang
semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang
tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-
cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional
dapat tercapai.
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR
tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan
pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya
Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga
itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan
sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden
tanggal 2 Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh
anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal
memulai masa tugasnya.
Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama :
1. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
4. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku
Hakim, dengan tugas utama:
1. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
2. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim,
3. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan
kepada Presiden dan DPR.
Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
Anggota :
Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum,
akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial adalah
pejabat Negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang
merangkap Anggota). Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa
5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama
calon hakim agung. Lembaga ini berwenang mengusulkan pengangkatan hakim.
Dan kalau di Indonesia ditambah dengan satu lembaga lagi yakni : Insfektif.

B. Infrastruktur Politik
Kelompok masyarakat yang merupakan kekuatan sosial dan politik rill di dalam
masyarakat, disebut infrastruktur politik.Infrastruktur politik mencakup 5 komponen
yaitu : partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media komunikasi
politik dan tokoh politik.

Partai Politik (Political Party) di Indonesia


Menurut Husazar dan Stevenson, partai politik adalah sekelompok orang yang
terorganisir yang berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar dapat
melaksanakan program-programnya dan menempatkan angota-anggotanya dalam
jabatan pemerintah.

Sejarah Partai Politik


Masa Pra Kemerdekaan
Partai-partai yang berkembang sebelum kemerdekaan dengan 3 aliran
besar yaitu Islam (Sarekat Islam), Nasionalis (PNI, PRI, IP, PI), dan Komunis
(PKI), serta Budi Utomo sebagai organisasi modern yang melakukan
perlawanan tidak secara fisik terhadap Belanda.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945 - 1965)
Maklumat Pemerintah (3 November 1945) yang memuat keinginan
pemerintah akan kehadiran partai politik agar masyarakat dapat menyalurkan
aspirasi secara teratur membuat tumbuh suburnya partai-partai politik pasca
kemerdekaan. Dan terbagi 4 aliran yaitu : dasar Ketuhanan (Partai Masjumi,
Parkindo, NU, Partai Katolik), dasar Kebangsaan (PNI, PIR, INI, PTI, PWR),
dasar Marxisme (PKI, Partai Murba, Partai Sosialis Indonesia, Permai), dan
dasar Nasionalisme (PTDI, PIN, IPKI).
Pada masa Demokrasi Liberal berakibat mandeknya pembangunan
ekonomi dan rawannya keamanan karena perhatian lebih ditujukan pada
pembenahan bidang politik. Hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang melahirkan Demokrasi terpimpin. Dan terjadi pengucilan
kekuatan TNI oleh PKI dalam Peristiwa G30s/PKI dengan jatuhnya 7 perwira
tinggi TNI AD. Akhirnya, Kehancuran Orde Lama ditandai dengan surutnya
politisisipil.
Masa Orde Baru (1966 - 1998)
Pada era Orde Baru partai Golkar selalu mengalami kemenangan dan
hanya mempergunakan asas Pancasila. Era Orde Baru mengalami antiklimaks
kekuasaan hingga Indonesia mengalami krisi moneter dan berkembang
menjadi krisis multidimensi.
Masa Reforfmasi(1999-Sekarang)
Pada masa ini merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan
asas keadilan. Dan partai politik diberi kesempatan untuk hidup kembali dan
mengikuti pemilu dengan multi partai.

Kelompok Kepentingan (Interest Group)


Aktivitasnya menyangkut tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran yang
monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan serta mengeluarkan dana dan
tenaga untuk melaksanakan tindakan politik di luar tugas partai politik.
Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan diidentifikasi kedalam jenis -
jenis kelompok, yaitu :
Kelompok anomik : Terbentuk diantara unsur masyarakat secara spontan
Kelompok non-asosiasional : Jarang terorganisir secara rapi dan kegiatannya
bersifat kadang kala
Kelompok institusional : Bersifat formal dan memiliki fungsi politik
disamping artikulasi kepentingan
Kelompok asosiasional : Kelompok khusus yang memakai tenaga
professional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teratur
untuk memutuskan kepentingan dan tuntutan

Kelompok Penekan (Pressure Group)


Salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk
menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk
mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah.
Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yaitu :
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Organisasi - organisasi sosial keagamaan
c. Organisasi Kepemudaan
d. Organisasi Lingkungan Hidup
e. Organisasi Pembela Hukum dan HAM
f. Yayasan atau Badan Hukum lainnya

Media Komunikasi Politik (Political Communication Media)


Salah satu instrumen politik yang berfungsi menyampaikan informasi dan
persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun
sebaliknya.

Tokoh Politik (Political/Figure)


Pengangkatan tokoh politik merupakan proses transformasi seleksi terhadap
anggota masyarakat dari berbagai sub-kultur dan kualifikasi tertentu yang kemudian
memperkenalkan mereka pada peranan khusus dalam sistem politik.
Pengangkatan tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran sektor
infrastruktur politik, organisasi, asosiasi, kelompok kepentingan serta derajat politisasi
dan partisipasi masyarakat. Menurut Letser G. Seligman, proses pengangkatan tokoh
politik akan berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu :
a. Legitimasi elit politik
b. Masalah kekuasaan
c. Representativitas elit politik, dan
d. Hubungan antara pengangkatan tokoh - tokoh politik dengan perubahan politik

2.2 Sistem Pembagian Kekuasaan


Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran
pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang
dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika
Serikat. Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh
ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang
penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar
kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK,
BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya
mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap
berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri
dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
secara langsung melalui pemilu.
DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU
(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU
antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di
daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat
penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi,
mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR,
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan
pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR,
kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR,
memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian
jabatan presiden dalam masa jabatannya.
Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan
[Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di
bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-
lain.
Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi
(the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD,
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi
terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan
hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik
hanya sepihak atau searah saja.
Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD
1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri
dari Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang, Badan
eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang, Badan judikatif, yaitu
badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.
Menurut UUD 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat
perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu
tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan
kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan
kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.
Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak tertutup
kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan di
amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam
penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas
segalanya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Suprastukur dan infrastruktur politik sangat diperlukan bagi berkembangnya suatu negara
dalam menjalankan suatu pemerintahannya khususnya suprastruktur dan infrastuktur politik
yang ada di indonesia. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-
Lembaga Negara. Yang dimana suprastruktur sebagai penggerak politik formal yang
bersangkut paut dengan kehidupan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang
antar lembaga negara yang satu dengan yang lainnya. Lembaga-lembaga tersebut di
Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Sedangkan
infrastruktur yang bersangkut paut dengan pengelompokan warga negara atau anggota
masyarakat ke dalam berbagai macam golongan yang biasa disebut dengan kekuatan sosial
politik dalam masyarakat. Yaitu badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media
massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group),
Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya
adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat
menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan
keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat
pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.Pada dasarnya negara tidak boleh
dikuasai oleh satu tangan saja oleh karena itu dalam menjalankan suatu pemerintahan perlu
adanya pembagian tugas.
Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu
tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain
.
3.2 Saran
Memenuhi tugas dan tujuan dari suprastruktur dan infrastruktur politik
Tidak menyalahgunakan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa
Pelaksanaan pemerintahan di Indonesia secara kelembagaan harus melibatkan
lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
Kekuasaan - kekuasaan sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk
mencegah penyalahugunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa jadi harus ada
pemisahan kekuasaan

Anda mungkin juga menyukai