Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Karbon Aktif

1. Pengertian Karbon Aktif

Karbon merupakan padatan berpori yang mengandung 85 – 95%

karbon, dihasilkan dari bahan-bahan mengandung karbon dengan

pemanasan pada suhu tinggi (Meilia, 2009). Untuk membuat karbon,

dapat dilakukan dengan membakar bahan karbon pada tempat yang

tertutup rapat, sehingga hanya terjadi proses pirolisis. Karbon selain

dapat digunakan sebagai bahan bakar, juga menjadi alternatif absorbent.

Karbon aktif adalah karbon yang telah mengalami perlakuan

khusus berupa proses aktifasi baik secara fisika maupun secara kimia.

Aktifasi tersebut menyebabkan pori-pori yang terdapat pada struktur

molekulnya terbuka lebar sehingga daya serapnya akan semakin besar

untuk menyerap bahan yang berfase cair maupun berfase gas (Sembiring

dkk, 2003).

Karbon aktif biasanya ditemukan dalam dua bentuk yaitu bentuk

serbuk dan bentuk butiran. Dalam keadaan ini ukuran yang dipakai

adalah mesh. Butiran serbuk berukuran kurang atau sama dengan 325

mesh digunakan untuk absorbsi dalam larutan. Sedangkan untuk butiran

yang lebih besar berukuran diatas 325 mesh digunakan dalam

pengabsorbsian gas dan uap (Nur Hidayati, 2006). Perbedaan ukuran

partikel berpengaruh pada fungsi dari karbon aktif itu sendiri. Selain

9
penggunaannya yang berbeda, karbon aktif serbuk dan butiran juga

mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Gambar 1

merupakan karbon aktif dalam bentuk butiran.

Gambar 1. Karbon Aktif Butiran (Granule)

2. Struktur Pori Karbon Aktif

Karbon alami dan karbon aktif merupakan hasil pembakaran bahan

seperti kayu, kulit, sabut kelapa, sekam padi, tempurung kelapa dan batu

bara. Hanya yang membedakan adalah pemberian perlakuan khusus pada

karbon aktif baik secara kimia maupun fisika agar rongga-rongga yang

yang terdapat di dalamnya semakin terbuka sehingga daya serapnya

semakin tinggi hal tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Mutu

karbon aktif dikatakan baik apabila kadar unsur karbon sangat tinggi,

sedangkan kadar abu dan air di dalamnya sangat kecil (Unangalim A,

2012).

10
Gambar 2. Struktur Pori karbon a).Struktur Pori Karbon Tanpa Aktifasi
b). Struktur Pori Karbon dengan Aktifasi
(Sumber : SinarTani edisi Edisi 6-12 Maret 2011 No.3400 Tahun 2004)

Karbon aktif berwarna hitam, tidak berbau, tidak berasa dan

mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan

karbon yang belum mengalami proses aktivasi serta mempunyai

permukaan yang luas, yaitu antara 300 sampai 2000 m2/gram (Surya

Effendy, 2004). Luas permukaan menyebabkan karbon mempunyai

kemampuan menyerap gas dan uap atau zat yang berada di dalam suatu

larutan (Zuhdi Syakuri, 2005).

Struktur pori pada karbon aktif menurut Elohansen Padang (2004)

dapat dibagi menjadi 3 kelas yaitu makropori yang memiliki radius

efektif lebih dari 50 nm, volumenya antara 0,2-0,5 cm3/g dan luas

permukaan berkisar antara 0,5-2 m2/g, mesopori yang memiliki radius

efektif antara 2-50 nm, volumenya antara 0,02-0,1 cm3/g dan luas

permukaan merupakan 5% dari total luas permukaan karbon aktif, dan

mikropor iyang memiliki radius efektif lebih kecil dari 2 nm, volumenya

antara 0,15-0,5 cm3/g dan luas permukaan merupakan 95% dari total luas

permukaan karbon aktif.

11
3. Proses Aktivasi

Proses aktifasi pada karbon berguna untuk meningkatkan daya

serap (kemampuan absorbent) karbon tersebut, dengan pengaktifan

tersebut akan menambah lebar lubang pori pada karbon tersebut sehingga

bahan yang terserap juga akan semakin banyak (Sembiring dkk, 2003)..

Metoda aktifasi terdiri dari dua macam, yaitu:

a. Aktifasi Kimia

Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari

senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktifator

yang digunakan adalah bahan bahan kimia seperti : hidroksida,

logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfor dari

logam alkali tanah, dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik

seperti H2SO4 H3PO4 (Unangalim A, 2012).

b. Aktifasi Fisika

Aktivasi fisika bertujuan untuk meregangkan pori-pori karbon

sehingga ion-ion logam yang ada dalam limbah akan terjebak masuk

dalam pori-pori tersebut. Pada penelitian sebelumnya, aktivasi fisika

menggunakan pemanas atau pemanggang (oven). Suhu yang dipakai

adalah 200 0C selama 60 menit dengan menempatkan karbon pada

loyang. Suhu yang dipakai tidak terlalu tinggi, karena jika suhu yang

digunakan terlalu tinggi akan merusak struktur karbon tersebut.

Pemanasan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat

dalam karbon aktif (Yulia Robiatun K, 2014)

12
B. Bambu

Bambu (Bambuseae) seperti pada Gambar 3 dikenal oleh masyarakat

memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain betangnya kuat,

ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan

serta ringan sehingga mudah diangkat. Selain itu bambu juga relatif murah

karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan, bambu menjadi

tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan (Benefield, 1982).

Dari kurang lebih 1000 spesies bambu dalam 80 genera, sekitar 200

spesies dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield, 1995).

Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan

dengan ketinggian sekitar 300 m di atas permukaan air laut. Pada umumnya

ditemukan ditempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air

(Siti Tias M, 2012).

Gambar 3. Bambu Wulung

Beberapa sifat kimia bambu meliputi kadar selulosa, lignin, pentosan,

abu, silika. Kadar selulosa berkisar antara 42,4%-53,6%, kadar lignin bambu

berkisar antara 19,8%-26,6%, sedangkan kadar pentosan 1,24%-3,77%, kadar

abu 1,24%-3,77%, kadar silika 0,10%-1,78% (Krisdianto et al, 2000). Dari

13
sifat lignoselulosa yang banyak mengandung karbon tersebut terlihat bahwa

bambu memiliki kriteria sebagai bahan dasar dari karbon aktif. Gambar 4

menunjukkan elemen-elemen yang terdapat dalam bambu

Gambar 4. Elemen-Elemen yang Terdapat dalam Bambu (Choy et al, 2005)

C. Pasir Pantai Indrayanti

Pantai Indrayanti terletak di desa Tepus, kecamatan Tepus,

Gunungkidul, Yogyakarta. Pantai ini memiliki keindahan alam, seperti pasir

putih dan biota lautnya, seperti yang ditunjukan pada Gambar 5. Dibalik

indahnya pasir putih pantai Indrayanti, ada banyak kandungan mineral seperti

silika yang dapat dimanfaatkan sebagai absorben penjernihan air.

Dalam pasir pantai Indrayanti terkandung SiO2 (70,35%); Al2O3

(1,66%); Fe2O3 (8,96%); CaO (3,37%); dan MgO (1,64%) (Ega Tri Rimawati,

2014). Selain sebagai salah satu bahan bangunan, pasir juga sering digunakan

sebagai salah satu komponen dalam proses penjernihan air. Biasanya pasir

diletakkan pada bagian atas pada tahapan penyaringan karena dapat

menangkap kotoran-kotoran sebelum menuju ke komponen penyaring

14
selanjutnya. Dalam hal penyaringan, pasir biasanya digunakan sebagai bahan

pelapis dalam sistem penyaringan air (Unangalim A, 2012).

Gambar 5. Pantai Indrayanti di Desa Tepus,


Kecamatan Tepus, Gunungkidul, DIY

D. Kerikil Kali Krasak

Kali Krasak merupakan nama sungai yang mengalir dari gunung

Merapi ke arah barat daya hingga bermuara ke kali Progo. Kali Krasak seperti

pada Gambar 6 terletak di daerah perbatasan antara Yogyakarta dengan

Magelang. Di sekitar kali Krasak ini menjadi pusat jual beli pasir kasar

(masih ada material batu dan kerikil) dan pasir halus, karena jumlah pasirnya

yang sangat melimpah.

Kandungan silika dalam kerikil kali Krasak lebih dari 50% (Bambang

Endroyo, 2007). Kerikil dapat digunakan sebagai salah satu bahan absorbent

dalam proses filtrasi air. Biasanya kerikil diletakkan pada bagian paling atas

setelah pasir pada tahapan penyaringan. Kerikil berguna untuk membantu

proses aerosi oksigen dan menahan kotoran yang lebih besar sebelum menuju

ke komponen penyaring selanjutnya. Kerikil juga dapat menyerap kandungan

logam Fe (besi) dengan baik.

15
Gambar 6. Kali Krasak di Desa Tempel,
Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, DIY

E. Air LPPMP UNY

Lembaga pengembangan dan penjaminan mutu pendidikan UNY

merupakan pusat penjaminan mutu, pengembangan kurikulum, instruksional

dan sumber belajar, pusat layanan praktek pengalaman lapangan dan praktek

kerja lapangan, pusat pengembangan profesi pendidik dan tenaga

kependidikan serta profesi nonkependidikan, pusat pengembangan mata

kuliah univester, pusat pengembangan bahasa, pusat pengembangan

pendidikan karakter dan pengembangan kultur, pusat pengembangan karir,

pusat pengembangan berkala ilmiah dan pusat pengembangan sekolah

laboratorium ( http://lppmp.uny.ac.id/ ).

Air tanah LPPMP UNY merupakan sumber air yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan karyawan, staf, dan pengunung LPPMP UNY. Air tanah

LPPMP juga digunakan untuk memasak di taman kuliner Karangmalang.

Selain digunakan untuk memasak air LPPMP UNY juga dimanfaatkan untuk

air minum dan mandi. Sumber air LPPMP UNY terdapat di belakang gedung

ini dan dialirkan ke dalam groundtank. Namun, kondisi air LPPMP UNY

16
sangat mudah kotor, berwana merah kekuningan, keruh dan agak berbau.

Gambar 7 merupakan kondisi groundtank LPPMP UNY.

Gambar 7. Groundtank LPPMP UNY

F. Absorbsi

Absorbsi adalah proses terjebaknya suatu partikel terlarut yang

berukuran kurang dari 10-9 m dan koloid berdiameter 10-9-10-6 m oleh bahan

yang berpori (absorbent) (Nur Hidayati, 2006). Partikel-partikel pengotor

masuk ke dalam rongga melalui pori-pori, sebagian terjebak di dalamnya.

Terjebaknya partikel pada absorbent terjadi karena adanya gaya fisik dan

gaya kimia. Gaya fisik terjadi pada absorbsi fisik, misalnya karena adanya

gaya coloumb, yaitu gaya yang terjadi akibat interaksi partikel-partikel

bermuatan. Gaya kimia, gaya yang mempengaruhi berupa ikatan kimianya.

Proses absorbsi hanya bisa terjadi ketika bahan absorbent mempunyai

rongga. Apabila tidak terdapat rongga pada absorben maka proses absorbsi

tidak akan terjadi. Semakin besar pori atau rongga pada absorben maka daya

serap pada partikelnya akan semakin besar (Yulia Robiatun K, 2014).

17
Gambar 8 merupakan gambaran proses terjebaknya partikel pengotor ke

karbon aktif.

Gambar 8. Gambaran Proses Terjebaknya Partikel Pengotor ke Karbon


Aktif. (Marsh, H., and Reinoso, F.R., 2006).

G. Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu peristiwa terkontaknya pertikel padatan dan

cairan pada kondisi tertentu sehingga sebagian partikel pengotor terjerap

(menempel pada permukaan rongga) di permukaan padatan dan konsentrasi

partikel pengotor yang tidak terjerap (menempel pada permukaan rongga)

mengalami perubahan (Brown, 1950 dalam Unangalim A, 2012). Pada proses

adsorpsi partikel pengotor menempel pada bagian pinggir dari bahan

penyerap. Hal tersebut yang membedakan antara absorbsi dengan adsorpsi.

Pengertian absorbsi seringkali disalahartikan dengan adsorpsi.

Sebenarnya kedua istilah tersebut saling berkaitan satu sama lain. Untuk

adsorpsi adalah proses jerapan artinya partikel menjerap atau menempel pada

permukaan partikel lainnya, sedangkan proses absorbsi adalah proses serapan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa jerapan atau adsorpsi untuk sistem yang

18
tak berpori dan serapan atau absorbsi untuk sistem yang berpori (Dorfner dan

Hartono, 1995).

H. Air

1. Air Tanah sebagai Sumber Air Bersih

Air merupakan salah satu kebutuhan essensial manusia yang kedua

setelah udara untuk keperluan hidupnya. Air dapat berwujud padatan

(es), cairan (air), dan gas (uap air). Air mempunyai rumus kimia H2O.

Satu molekul air terbentuk dari dua atom hidrogen dan satu atom

oksigen. Kandungan air di bumi sangat berlimpah, volume seluruhnya

mencapai 1.400.000.000 km3 (Nur Hidayati, 2006).

Air tanah adalah air yang berada di dalam tanah. Air tanah

diperoleh dengan cara menggali sumur atau dengan cara dipompa. Air

tanah inilah yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari seperti

minum, mandi dan mencuci. Air tanah yang berasal dari air permukaan

dan air hujan relatif lebih bersih. Hanya saja di sebagian wilayah di

Indonesia, air tanah mungkin saja terlalu banyak mengandung bahan

kimia tertentu. Contohnya pada daerah berpasir atau daerah yang terkena

material vulkanik gunung berapi kandungan besi dalam air tinggi, pada

daerah berkapur maka kemungkinan kandungan kalsium dalam air akan

berlebihan.

19
2. Syarat-syarat Air Bersih sebagai Sumber Air Minum

Air tanah yang bisa dikonsumsi sebagai air bersih untuk air minum

harus memenuhi standar air yang layak. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 492 tahun 2010, air bersih adalah air

yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi

syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan

air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa

pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung

diminum.

Menurut Permenkes tahun 2010, bahwa tentang syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air minum, untuk bisa dikonsumsi manusia, air

harus memenuhi syarat-syarat fisik, kimia, dan mikrobiologi, dimana air

minum harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Dengan

kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah

berbahaya, dan lain sebagainya.

Air yang memiliki kualitas rendah berpotensi menimbulkan

masalah kesehatan yang bisa berdampak langsung maupun tidak

langsung. Dampak yang lebih mengkhawatirkan, yaitu dampak kronis

dari unsur-unsur kimia yang tidak aman bagi tubuh manusia, contohnya

kanker, gangguan ginjal, gangguan hati dll (Nur Hidayati, 2006).

Menurut Permenkes tahun 2010, syarat-syarat kualitas air minum

diantaranya:

20
a. Syarat Fisik

Syarat fisik diwujudkan dalam bentuk kekeruhan, bau, warna,

dan rasa. Parameter fisik yang tidak langsung berhubungan dengan

kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut,

kekeruhan, rasa, dan suhu.

1) Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas, dan bila

diminum dapat menghilangkan dahaga. Perubahan suhu air

dipengaruhi oleh iklim, kedalaman air, lintang (latitude),

ketinggian dari permukaan laut (altitude), kondisi geografis, dan

sebagainya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan

reaksi kimia, serta menyebabkan penurunan viskositas dan

kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya)

(Effendi, 2003). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 492/MENKES/Per/IV/2010, diketahui bahwa suhu air

minum idealnya sebesar ± 3 oC dari suhu udara di atas atau di

bawah suhu udara.

2) Bau dan Rasa

Bau dan rasa terjadi secara bersamaan dan disebabkan oleh

adanya bahan-bahan organik yang membusuk, organisme

mikroskopik, serta senyawa kimia seperti fenol. Timbulnya rasa

yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya bahan

kimia yang terlarut, dan rasa yang menyimpang tersebut

21
umumnya sangat dekat dengan baunya karena pengujian

terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau

yang tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak

normal (Moersidik, 1999). Berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/Per/IV/2010, diketahui

bahwa air bersih dan air minum tidak berbau dan tidak berasa.

3) Warna

Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil

pembusukan bahan organik, bahan kimia, ion-ion metal alam

(besi dan mangan), mikroorganik (plankton), humus yang

terlarut di dalam air. Warna yang disebabkan bahan-bahan kimia

disebut apparent color yang berbahaya bagi tubuh manusia.

Warna yang disebabkan oleh mikroorganisme disebut true color

yang tidak berbahaya bagi kesehatan (Effendi, 2003). Alat yang

digunakan untuk mengukur warna adalah kolorimetri. Satuan

kolorimetri adalah TCU (True Color Unit). Air yang layak

dikonsumsi harus jernih dan tidak berwarna. PERMENKES RI

Nomor 492 Tahun 2010 menyatakan bahwa batas maksimal

warna air yang layak minum adalah 15 skala TCU.

4) Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS)

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid - TDS) adalah

bahan–bahan terlarut (diameter < 10-9 m) dan koloid (diameter

10-9 – 10-6 m) yang berupa senyawa–senyawa kimia dan bahan-

22
bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter

0,45 µm. TDS terdapat di dalam air sebagai hasil reaksi dari zat

padat, cair, dan gas di dalam air yang dapat berupa senyawa

organik maupun anorganik. Materi anorganik berasal dari

mineral, logam, dan gas yang terbawa masuk ke dalam air

setelah kontak dengan materi pada permukaan dan tanah. Materi

organik dapat berasal dari hasil penguraian vegetasi, senyawa

organik, dan gas-gas anorganik yang terlarut. TDS disebabkan

oleh bahan anorganik berupa ion-ion yang terdapat di perairan

(Effendi, 2003). Menurut Permenkes nomor 492 tahun 2010,

kadar maksimal TDS yang diperbolehkan sekitar 500 mg/L.

b. Syarat Kimia

Syarat kimia terpenting yang perlu diperhatikan adalah

kandungan bahan-bahan kimia di dalam air. Kandungan bahan kimia

dalam air tidak boleh melebihi ambang batas.

1) Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman suatu larutan atau yang disebut pH

merupakan satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. pH

air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan

melihat tingkat keasaman atau kebasaan air, penentuan

alkalinitas, dan karbondioksida (CO2). Semakin tinggi nilai pH,

semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar

CO2 bebas (Effendi, 2003). Air yang baik adalah air yang

23
bersifat netral (PH = 7). Air dengan pH kurang dari 7 dikatakan

air bersifat asam, sedangkan air dengan pH di atas 7 bersifat

basa. Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan kertas

lakmus, kertas pH universal, larutan indikator universal (metode

Colorimeter) dan pH meter (metode Elektroda Potensiometri).

Menurut PERMENKES RI Nomor 492 Tahun 2010, batas pH

minimum dan maksimum air layak minum berkisar 6,5-8,5.

Tinggi rendahnya pH air dapat mempengaruhi rasa air. Air

dengan pH kurang dari 7 akan terasa asam di lidah dan terasa

pahit apabila pH melebihi 7.

2) Kandungan Bahan Kimia Organik dan Anorganik

Air yang baik memiliki kandungan bahan kimia organik

dan anorganik dalam jumlah yang tidak melebihi batas yang

ditetapkan. Dalam jumlah tertentu, tubuh membutuhkan air yang

mengandung bahan kimia organik dan anorganik. Namun,

apabila jumlah bahan kimia organik yang terkandung melebihi

batas dapat menimbulkan gangguan pada tubuh. Hal itu terjadi

karena bahan kimia organik yang melebihi batas ambang dapat

terurai jadi racun berbahaya.

Bahan kimia organik tersebut antara lain NH4, H2S, SO4,

dan NO3. Sedangkan, bahan-bahan kimia yang termasuk bahan

kimia anorganik antara lain garam dan ionion logam (Fe, Al, Cr,

Mg, Ca, Cl, K, Pb, Hg, Zn) (Effendi, 2003). Namun, pada

24
penelitian ini peneliti hanya mengukur kandungan logam Fe.

Menurut PERMENKES RI Nomor 492 Tahun 2010, batas

maksimal kadar Fe untuk air minum adalah 0,3 mg/L.

c. Syarat Mikrobiologi

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung

bakteri, baik air permukaan, maupun air tanah. Kualitas air secara

biologis ditentukan oleh jumlah mikroorganisme pathogen dan

nonpathogen. Mikroorganisme pathogen bisa berwujud bakteri,

virus, spora pembawa bibit penyakit. Sebaliknya yang nonpathogen

meskipun relatif tidak berbahaya bagi kesehatan, kehadirannya akan

menimbulkan rasa, dan bau yang tidak enak. Parameter kualitas air

minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan adalah

berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri Escherichia coli

(E.Coli) dan total coliform.

Total Coliform termasuk bakteri yang dapat ditemukan di

lingkungan tanah dan air yang telah terpengaruh oleh air permukaan

serta limbah pembuangan domestik. Bakteri coliform lainnya berasal

dari hewan dan tanaman mati dan disebut dengan coliform nonfecal

(Fardiaz, 1992).

Metode yang digunakan dalam menganalisa total coliform,

yaitu metode tabung fermentasi atau Most Probable Number (MPN)

dan metode penyaringan dengan membran. Prinsip analisa

penyaringan dengan membran adalah berdasarkan sifat bakteri yang

25
berkembang biak dalam waktu 24 sampai 72 jam pada suhu 37oC

dan suasana yang cocok yaitu pada media yang terdiri dari agar-agar

(dari bahan yang netral) yang mengandung beberapa jenis zat kimia

yang merupakan gizi bagi bakteri tertentu serta dapat mengatur nilai

pH. Prinsip analisa MPN hampir sama dengan metode penyaringan

dalam membran, tetapi bakteri tidak berkembang pada media agar-

agar, melainkan dalam media tersuspensi pada kaldu yang

mengandung gizi untuk pertumbuhannya. Bakteri-bakteri dapat

dideteksi karena mampu memfermentasikan laktosa yang kemudian

menghasilkan gas serta menyebabkan terjadinya perubahan pH

(Fardiaz, 1992). Menurut Permenkes tahun 2010, air bersih sebagai

air minum tidak boleh ada kandungan bakteri Coliform.

I. Besi (Fe)

Besi (Fe) merupakan logam mikroelemen yang essensial, berwarna

putih keperakan, liat, dan dapat dibentuk. Besi sangat berperan dalam proses

fisiologik dan biokimiawi. Besi banyak ditemukan dalam makanan yang

jumlahnya bervariasi dari yang rendah (dalam sayuran) dan yang tinggi

(dalam daging). Kandungan yang rendah dari Fe dalam makanan akan

menyebabkan naiknya efisiensi absorbsi Fe di dalam tubuh manusia, biasanya

berkaitan dengan protein yang melibatkan kelompok hemoglobin. Beberapa

sifat fisika logam besi ditunjukkan dalam Tabel 1 (Darmono, 1995).

26
Tabel 1. Beberapa Sifat Fisika Logam Besi
Lambang Fe

Nomor atom 26

Massa atom relatif 55,847

Jari-jari atom (nm) 0,116

Jari-jari ion M3+ (nm) 0,064

Konfigurasi atom 3d6 4s2

Keelektronegatifan 1,7

Energi ionisasi pertama (kJ mol-1) 768

Kerapatan (g cm-3) 7,87

Titik Leleh (oC) 1535

Titik didih (oC) 2735

Bilangan oksidasi 2, 3, 6

Potensial elektroda (V)

M2+(aq) + 2e M(s) -0,44 eV

M3+(aq) + e M2+(aq) +0,77 eV

Fe dalam air minum menimbulkan rasa kesat, warna kuning,

pengendapan pada pipa, pertumbuhan bakteri dan kekeruhan. Fe dibutuhkan

oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Akan tetapi dalam dosis besar

logam Fe dapat merusak dinding usus yang akhirnya dapat menyebabkan

kematian. Debu Fe juga dapat diakumulasi di dalam alveoli dan

menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Mulyati, 2003). Fe berada

dalam tanah dan batuan sebagai ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida

27
(Fe2(OH)3). Air tanah mengandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe2+). Jika

air tanah dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi

(Fe2+) akan teroksidasi menjadi ferihidroksida (Fe2(OH)3). Ferihidroksida

dapat mengendap dan berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat menodai

peralatan porselen dan cucian. Bakteri besi (Crenothrix dan Gallionella)

memanfaatkan besi ferro sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya dan

mengendapkan ferihidroksida (Nur Hidayati, 2006).

Air tanah yang mengandung CO2 tinggi dan O2 yang terlarut sedikit,

dapat mempercepat proses pelarutan besi dari bentuk tidak terlarut menjadi

terlarut. Air tanah yang alkalinitasnya tinggi, biasanya memiliki konsentrasi

besi rendah, karena besi teroksidasi dan mengendap pada pH tinggi.

Kandungan besi yang tinggi sangat merugikan, karena dapat menyebabkan air

teh menjadi hitam, sayuran yang direbus berwarna gelap, menimbulkan rasa

logam/besi, astringent atau obat, dan merugikan jika dipakai dalam proses

produksi. Tubuh memerlukan zat besi sebesar 14mg/hari, kekurangan besi

dapat menyebabkan anemia, namun pemenuhan besi dalam air minum sedikit

sekali karena kandungan besi dalam air tanah yang melebihi 0,3 mg/L dapat

menyebabkan berbagai gangguan kesehatan hingga kematian.

(http://www.mail.archive.com/palanta@minang.rantaunet.org/msg15305.html).

J. Pipa FAS (Filtrasi, Absorbsi, Sedimentasi)

Pipa FAS adalah alat berupa kolom yang digunakan untuk proses

filtrasi, absorbsi, dan sedimentasi dengan pertukaran ion. Munculnya

28
pertukaran ion sebenarnya sudah tercatat sejak lama dalam kehidupan

manusia. Gejala pertukaran ion berlangsung di seluruh alam semesta jauh

lebih banyak dari pada molekul netral (Yulia Robiatun K, 2014).

Proses pertukaran ion dilakukan dengan menggunakan kolom penukar

ion yaitu pipa FAS, yang ditunjukkan pada Gambar 9. Proses alirannya dapat

dilakukan secara naik (upflow) atau turun (downflow) ataupun kedua-duanya.

Selama aliran lewat kolom, ion-ion yang harus dipertukarkan berkontak

secara kontinyu dengan penukar ion sehingga keseimbangan makin bergeser

ke arah yang dikehendaki. Bahan-bahan absorbent dimasukkan ke dalam pipa

FAS, bahan-bahan absorbat yang berbentuk cair dialirkan ke dalamnya.

Gambar 9. Pipa FAS

K. Sistem Transmisi Cahaya

Sistem transmisi cahaya biasa digunakan dalam bidang teknologi

hamburan cahaya untuk mengetahui kondisi larutan. Dengan prinsip cahaya

dirambatkan secara lurus kemudian ditabrakkan ke suatu larutan kemudian

diteruskan agar menabrak detektor.

Cahaya yang datang dan melalui pinhole akan di pancarkan ke wadah

yang berisi cairan. Kemudian cahaya yang sudah menabrak larutan dalam

29
wadah akan merambat lagi dengan kondisi yang berbeda dengan kondisi

cahaya mula-mula menuju ke detektor cahaya (luxmeter). Dari detektor ini

dapat dilihat dan dianalisis apa yang terjadi pada cahaya yang dipengaruhi

oleh larutan yang dilewatinya. Detektor akan mengukur itensitas cahaya yang

melewati larutan tersebut. Gambar 10 adalah skema alat transmisi cahaya

yang digunakan pada penelitian ini.

Sistem transmisi cahaya pada penelitian ini digunakan untuk

mengetahui efisiensi penyerapan karbon aktif, pasir aktif, dan kerikil aktif,

serta campuran ketiga absorbent. Sistem transmisi cahaya dilakukan dengan

cara melewatkan seberkas cahaya pada air yang telah diberi perlakuan,

kemudian intensitas cahaya yang ditransmisikan terukur oleh luxmeter. Hasil

yang diperoleh dibandingkan dengan intensitas cahaya transmisi oleh air

bersih. Sehingga diperoleh efisiensi penyerapan ketiga absorbent terhadap

partikel pengotor terlarut.

30
4 5

1
7 2

6
3
Gambar 10. Rangkaian Transmisi Cahaya
Keterangan Gambar :

1. Sumber Cahaya ( Lampu Pijar )

2. Detektor

3. Luxmeter

4. Hole (tempat berjalannya cahaya dari sumber ke sampel)

5. Hole (tempat berjalannya hamburan cahaya ke detektor)

6. Sumber tegangan PLN

7. Wadah sampel air

Luxmeter yang ditunjukkan pada Gambar 11 merupakan suatu alat yang

digunakan untuk mengukur besarnya intensitas cahaya, dengan satuan 1x lux.

Luxmeter memanfaatkan sebuah sensor yang sensitif terhadap cahaya untuk

menangkap cahaya yang tersebar, kemudian mengubah cahaya tersebut

menjadi electrical current (arus listrik). Ada dua macam bentuk luxmeter,

yaitu luxmeter analog dan luxmeter digital. Luxmeter digital lebih mudah

dibaca hasil pengukurannya dan memiliki ketelitian yang lebih baik daripada

luxmeter analog.

31
Gambar 11. Luxmeter Digital

L. Spektrofotometri Ultra Violet – Tampak (UV-Vis)

Spektrofotometri merupakan bagian dari spektroskopi yaitu

spektroskopi elektromagnetik. Alat yang digunakan untuk analisa

spektrofotometri adalah spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat untuk

mengukur transmitrans atau absorbans. Suatu contoh sebagai fungsi panjang

gelombang, pengukuran terhadap suatu deretan. Contoh pada suatu panjang

gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan. Alat-alat demikian dapat

dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam, maupun sebagai sinar

tunggal atau sinar rangkap. Biasanya dalam praktek alat-alat sinar tunggal

dijalankan dengan tangan dan alat-alat sinar rangkap biasanya menonjolkan

pencatatan spektrum absorpsi (R. A. Day, Jr. dan Underwood, A. L. , 1989).

Spektrofotometri UV-Vis yang ditunjukkan pada Gambar 12 adalah

analisis kimia yang menggunakan spektrofotometer yang berdasarkan pada

interaksi antara zat kimia dengan energi yang berupa penyerapan cahaya

tampak dan atau cahaya ultraviolet ungu oleh suatu larutan berwarna (Nur

Hidayati, 2006). Spektrofotometri UV-Vis menguraikan sinar dengan panjang

gelombang 200-700 nm (Khopkar, 1990).

32
Gambar 12. Spektrofotometri UV-Vis

Prinsip dasar analisis spektrofotometri adalah pengukuran intensitas

energi radiasi yang diserap oleh larutan berwarna. Terserapnya sinar radiasi

yang dilewatkan pada populasi zat tersebut terjadi pengurangan intensitas

cahaya. Pengurangan intensitas radiasi ini sebanding dengan jumlah radiasi

yang diserap, sedangkan pengurangan intensitas cahaya sebanding dengan

jumlah larutan yang dianalisi. Pengukuran intensitas radiasi yang diteruskan

atau ditransmisi dapat digunakan untuk mengukur besarnya konsentrasi. Bila

berkas sinar melalui medium, maka berkas sinar tersebut sebagian akan

dipantulkan, diserap, dan diteruskan. Besarnya absorbansi tergantung panjang

gelombang radiasi dan jarak medium yang dijalani oleh radiasi sinar

(Hardjono Sastroamidjojo, 2001).

Menurut hukum Lambert Beer, jumlah radiasi tampak yang diserap

akan ditransmisikan oleh larutan merupakan fungsi eksponensial dari

konsentrasi zat dan tebal larutan. Berikut persamaannya:

........................................................................... (1)

33
Ia
I0 = I a + It
I0 It Ia = I 0 - It

Gambar 13. Cahaya Datang (I0), Cahaya Terserap (Ia), Cahaya Transmisi (It).

.................................................................. (2)

........................................................................... (3)

Keterangan:

A : Absorbansi T : Transmitansi
I0 : Intensitas cahaya yang b : Panjang jalan sinar (cm)
masuk It : Intensitas cahaya yang
Ia : Intensitas cahaya yang ditransmisikan
diserap Ɛ : Koefisien ekstingsi molar
C : Konsentrasi (molar) (molar-1 cm-1)

34
Secara garis besar spektofotometri teridi dari 4 bagian penting seperti

pada Gambar 14 yang menunjukkan skema komponen penyusun

spektofotometri UV-Vis (Cairns, 2009).

Gambar 14. Skema Komponen Penyusun Spektofotometri UV-Vis

Menurut Cairns (2009) komponen penyusun spektrofotometri UV-Vis,

antara lain:

1. Sumber Tenaga Radiasi

Sumber energi radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi hingga ke tingkat

energi yang lebih tinggi oleh sumber listrik. Sumber radiasi ultraviolet,

sumber radiasi yang banyak digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu

deuterium. Sumber radiasi terlihat yang biasa digunakan adalah lampu

filamen tungsen yang menghasilkan radiasi kontinu dalam daerah antara

350 dan 2500 nm.

2. Monokromator

Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan

radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang

gelombang-gelombang tunggal dan memisahkan panjang gelombang

menjadi jalur-jalur yang sangat sempit.

35
3. Kuvet

Kuvet berfungsi untuk menempatkan larutan atau sampel yang biasanya

berupa gas atau larutan, sehingga harus dapat memancarkan energi radiasi

dalam spektra.

4. Detektor dan Pencatat

Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang mengenai larutan

menjadi energi listrik atau isyarat listrik tersebut. Detektor yang digunakan

adalah detektor fotolistrik. Radiasi yang diserap adalah pada panjang

gelombang 190-400 nm. Sedangkan pencatat berfungsi untuk

menunjukkan isyarat listrik dari detektor, dan untuk memperlihatkan

besarnya isyarat listrit tersebut.

M. TDS (Total Dissolved Solids) Meter

TDS meter seperti pada Gambar 15 adalah alat untuk mengukur

partikel padatan ataupun non padatan yang terlarut di air minum yang tidak

tampak oleh mata. Partikel padatan tersebut bisa berupa Besi, Aluminium,

Tembaga, Mangan, sedangkan yang patikel non padatan bisa berupa mikro

organisma dan lain-lain. Air minum adalah air yang melalui proses

pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat

kesehatan dan yang digunakan untuk konsumsi manusia. TDS Meter sampai

saat ini dapat mengguakan dua metode untuk mengukur kualitas suatu larutan

yaitu: Gravimetry dan Electrical Conductivity (EC). Gravimetry adalah

pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan.

36
Jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang

dipisahkan dari zat-zat lain. EC atau konduktansi adalah ukuran kemampuan

suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik (Alaerts G, 1981).

Cara pengoperasian TDS meter adalah tekan tombol on/off pada TDS

meter, kemudian mencelupkan TDS meter ke dalam air yang akan diukur kira-

kira kedalaman 5 cm dan secara otomatis alat bekerja mengukur hasil berupa

angka yang tertampil di display.

Gambar 15. TDS Meter

N. pH Meter

Alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH (keasaman atau

alkalinitas) dari cairan (meskipun probe khusus terkadang digunakan untuk

mengukur pH zat semi-padat) disebut pH meter seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 16. Sebuah pH meter terdiri dari sebuah elektroda (probe

pengukur) yang terhubung ke sebuah alat elektronik yang mengukur dan

menampilkan nilai pH.

Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial

elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda

gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat

37
diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis

dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya

relatif kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial

elektrokimia dari ion hydrogen atau diistilahkan dengan potential of hydrogen

(Alaerts G, 1981). Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu

elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus

tetapi hanya mengukur tegangan.

Cara pengoperasian pH meter adalah tekan tombol on/off pada pH

meter, kemudian mencelupkan pH meter ke dalam air yang akan diukur kira-

kira kedalaman 5 cm dan secara otomatis alat bekerja mengukur hasil berupa

angka yang tertampil di display.

Gambar 16. pH meter

O. Kerangka Berpikir

Air yang layak minum harus memenuhi syarat Permenkes nomor 492

tahun 2010 baik secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Air yang keruh

berwarna coklat kekuningan atau kemerahan dan berbau mengindikasikan

adanya kandungan beberapa jenis logam termasuk Fe dan bakteri. Hal ini

38
serupa terjadi pada air sumur di groundtank LPPMP UNY, yang mana air

berwarna coklat kekuningan dan berbau. Semakin tinggi nilai kadar logam Fe

dalam air, maka kondisi air semakin keruh. Apabila kita mengkonsumsi air

minum yang memiliki kandungan logam Fe dan total coliform yang tinggi,

maka cepat atau lambat organ tubuh yang berfungsi untuk menyaring akan

rusak dan bisa menyebabkan kematian. Untuk menanggulangi masalah

tersebut, maka diperlukan cara pengolahan air groundtank LPPMP UNY

yang tepat. Sehingga didapatkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat

kesehatan. Untuk itu peneliti memanfaatkan karbon aktif bambu, pasir aktif

pantai Indrayanti dan kerikil aktif kali Krasak yang diharapkan dapat

mengabsorbsi ion Fe, dan pertikel-partikel pengotor dalam air groundtank

LPPMP UNY.

Salah satu cara pengolahan air LPPMP UNY dengan dilakukan

penyaringan air menggunakan kolom penukar ion yaitu pipa filtrasi yang

dirancang oleh peneliti. Pipa filtrasi terdiri dari lima pipa yang telah disusun

dengan sambungan pipa. Dalam penelitian ini absorben yang digunakan

adalah absorbent yang memiliki daya absorbsi yang tinggi, yaitu karbon aktif,

pasir aktif dan kerikil aktif.

Pada penelitian ini digunakan karbon aktif dari bambu, pasir aktif

pantai Indrayanti, dan kerikil aktif kali Krasak. Proses awal yang dilakukan

adalah proses karbonisasi bambu. Kemudian ketiga absorben dirimbang atau

dicuci hingga tidak adanya kotoran yang terdapat pada karbon bambu, pasir

dan kerikil. Absorbent yang telah dicuci, dijemur hingga kadar air berkurang

39
(kering). Selanjutnya ketiga absorbent diaktivasi secara fisika dengan cara

dipanaskan dalam oven dengan suhu 200oC selama 60 menit.

Proses penyaringan air dilakukan menggunakan volume masing-masing

absorbent dan variasi perbandingan volume dan jenis ketiga absorbent.

Kemudian dilakukan pengujian intensitas transmisi cahaya, jumlah zat padat

terlarut, pH, suhu, kadar Fe, dan total coliform.

40

Anda mungkin juga menyukai