Anda di halaman 1dari 20

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Buah Kakao


Tanaman buah kakao yang mempunyai nama latin Theobroma cacao L.
atau biasa kita sebut dengan cokelat merupakan tanaman yang banyak ditemukan
tumbuh di daerah tropis. Dari data yang diperoleh pada tahun 2005, Indonesia
merupakan penghasil buah kakao terbesar ke tiga setelah dua negara di benua
Afrika yaitu Pantai Gading dan Ghana. Di Indonesia tanaman buah kakao sendiri
tersebar sebagian besar di beberapa pulau seluruh wilayah Indonesia yaitu
diantaranya di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Gambar kulit buah kakao dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Kulit Buah Kakao


Limbah buah kakao terbesar berasal dari kulitnya. Pada industri
pengolahan buah kakao, kulit buah kakao merupakan limbah yang jumlahnya
sangat banyak. Terdapat sekitar 70% kulit buah kakao (berat basah) dihasilkan
dari satu kilogram buah kakao. Produksi satu ton biji kakao kering setara dengan
10 ton kulit buah kakao segar. untuk menangani produksi yang tinggi diperlukan
penanganan limbah secara efektif sehingga tidak mengganggu proses produksi
dan lingkungan sekitar pabrik pengolahan. Kulit buah kako segar mengandung
kadar air sekitar 85% sehingga mudah menjadi busuk Belakangan ini
pemanfaatan limbah kulit buah kakao sediri masih sangat terbatas, dimana
masyarakat memanfaatkan limbah kulit buah kakao hanya sebagai bakan pakan
ternak dan pupuk kompos saja.
4

Namun pada umumnya limbah kulit buah kakao yang dihasilkan hanya
dibiarkan membusuk begitu saja sehingga nilai ekonomi yang diperoleh dari
pemanfaatan tersebut masih cukup rendah. Kulit buah kakao terdiri dari 10 alur (5
dalam dan 5 dangkal) berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada
yang kasar, warna buah beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah
tua.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao dapat
dimanfaatkan menjadi pakan ternak. Kulit buah kakao mengandung serat kasar
tinggi (40,03%) dan protein yan rendah (9,71%), kulit buah kakao mengandung
selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20% - 27,95. Kandungan
selulosa yang cukup tinggi dalam kulit buah kakao berpotensi untuk diolah lebih
lanjut sebagai adsorben.
Tabel 2.1 Kandungan Kulit Buah Kakao
Komponen Kandungan (%)
Selulosa 36,23%
Hemiselulosa 1,14%
Lignin 20 - 27,95%
(Ammirroenas, 1990)
Mekanisme dekomposisi selulosa telah diteliti secara mendetil oleh Tang
dan Bacon (1964). Skema dekomposisi selulosa disajikan pada gambar 2.2.
Secara umum terjadi 4 tahap berdasarkan rentang temperaturnya. Tahap 1 terjadi
pada temperatur 25-150˚C di mana terjadi penguapan air yang merupakan proses
reversible. Tahap 2 pada temperatur 150-240˚C, di mana terjadi dehidrasi
dari selulosa yang memungkinkan terjadinya ikatan silang antar molekul gula
untuk menggantikan ikatan hidrogen (Tang dan Bacon, 1964). Tahap 3 (240-
400˚C) merupakan tahap degradasi termal, di mana terjadi pemutusan ikatan C- O
dan C-C pada struktur selulosa. Pada tahap ini, terbentuk levoglucosan yang lebih
lanjut menjadi tar, selain terbentuk pula produk gas H2O, CO, dan CO2. Sebagian
produk degradasi termal ini juga berupa senyawa dengan 4 atom karbon yang
merupakan pembentuk struktur graphite yang terjadi pada tahap 4, yaitu
aromatisasi dan polimerisasi.
5

Gambar 2.2 Mekanisme konversi selulosa menjadi karbon

2.2 Karbon Aktif


Karbon aktif suatu bahan yang mengadung karbon dan merupakan padatan
berpori. Bahan ini merupakan hasil pemanasan bahan mengandung karbon pada
suhu tinggi tetapi tidak teroksidasi. Karbon aktif memiliki kemampuan sebagai zat
penyerap atau adsorben dengan adanya pori dan luas permukaan sebagai
tempat menagkap partikel.
Karbon aktif merupakan adsorben terbaik dalam sistem adsorbsi. Ini
karena karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar dan daya adsorbsi yang
6

tinggi sehingga pemanfaatannya dapat optimal. Karbon aktif yang baik harus
memiliki luas permukaan yang besar sehingga daya adsorbsinya juga besar
(Prabowo,2009). Karbon aktif adalah material berpori dengan kandungan karbon
87%-97% dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain.
Istilah karbon aktif dalam pengertian umum adalah suatu karbon yang
mampu mengadsorbsi baik dalam fase cair maupun dalam fase gas. Bahan baku
yang berasal dari hewan, tumbuh – tumbuhan, limbah ataupun mineral yang
mengandung karbon dapat diubah menjadi karbon aktif antara lain tulang, kayu
lunak, sekam, kulit buah kakao, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa,
ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras,
dan batu bara (Sembiring dan Sinaga, 2003).
Tabel 2.2 Standar Karbon Aktif (SNI) 06-3730-1995
Jenis Persyaratan Parameter
Kadar Air Maksimal 15 %
Kadar Abu Maksimal 10 %
Kadar Zat Menguap Maksimal 25 %
Kadar Karbon Terikat Minimal 65 %
Daya Serap Terhadap I2 Minimal 750 mg/g
Daya Serap Terhadap Benzena Minimal 25 %
(Sumber Badan Standardisasi Nasional 1995).

2.2.1 Struktur Fisik Karbon Aktif


Struktur dasar karbon aktif berupa struktur kristalin yang sangat kecil
(mikrokristalin). Karbon aktif memiliki bentuk amorf yang tersusun atas lapisan
bidang datar dimana atom-atom karbon tersusun dan terikat secara kovalen dalam
tatanan atom-atom heksagonal. Gambar 2.3 menunjukkan skema struktur karbon
aktif. Setiap garis pada Gambar 2.3 menunjukkan lapisan atom-atom karbon yang
berbentuk heksagonal dan adanya mikrokristalin dengan struktur grafit pada
Karbon aktif (Sudibandriyo, 2003).
7

Gambar 2.3 Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif


Adanya lapisan atom-atom karbon yang berbentuk heksagonal dan adanya
mikrokristalin pada karbon aktif ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Lapisan Atom Karbon Heksagonal (a) dan Struktur Mikrokristalin
Karbon Aktif (b)
Umumnya karbon aktif berbentuk granular (butiran) dan serbuk. Karbon
aktif berbentuk serbuk halus memiliki distribusi ukuran partikel 5-10 µm.
sedangkan karbon aktifberbentuk granular memiliki ukuran 0,8-1,2 mm.
Porositas karbon aktif terbentuk pada saat proses karbonisasi. Pada karbon aktif
terdapat 3 ukuran pori, yaitu mikropori (< 2 nm), mesopori (2 nm– 50 nm), dan
makropori (> 50 nm) (Marsh, 2006). Selain itu, lebih jauh terdapat pula ukuran
supermikropori (0,7 nm – 2 nm) dan ultramikropori (< 0,7 nm). Gambar 2.5
menunjukkan skema struktur pori pada karbon aktif.

Gambar 2.5 Skema Struktur Pori Karbon Aktif


8

2.2.2 Struktur Kimia Karbon Aktif


Selain terdiri dari atom karbon, karbon aktif mengandung sejumlah kecil
hidrogen dan oksigen yang terikat pada gugus fungsi misalnya karboksil, fenol,
dan eter. Gugus fungsi ini dapat berasal dari bahan baku karbon aktif. Selain itu,
gugus fungsi pada karbon aktif juga terbentuk selama proses aktivasi oleh karena
adanya interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan oksigen atau nitrogen
yang berasal dari atmosfer. Gugus fungsi ini menjadikan permukaan karbon aktif
reaktif secara kimia dan dapat mempengaruhi sifat adsorpsinya.
Ilustrasi struktur kimia karbo aktif dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Ilustrasi Struktur Kimia Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)


2.2.3 Jenis-jenis Karbon Aktif
Berdasarkan penggunaannya, karbon aktif terbagi menjadi 2 jenis yaitu
karbon aktif untuk untuk fasa cair dan karbon aktif untuk fasa uap.
1. Karbon aktif untuk untuk fasa cair
Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif
untuk fasa cair biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis rendah
seperti kayu, kulit buah kakao, batubara lignit, dan bahan yang mengandung
lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif jenis ini banyak digunakan
untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair misalnya
untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam berbahaya
pada proses pengolahan air.
2. Karbon aktif untuk fasa uap
Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran/granular. Karbon
aktif jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih besar
seperti tempurung kelapa, batubara, dan residu minyak bumi. Karbon aktif jenis
ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas hasil
9

pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx. Pernyataan


mengenai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk
masing- masing jenis yang telah disebutkan bukan merupakan suatu keharusan,
karena ada karbon aktif untuk fasa cair yang dibuat dari bahan yang mempunyai
densitas besar, seperti tulang. Kemudian dibuat dalam bentuk granular dan
digunakan sebagai pemucat larutan gula. Begitu pula dengan karbon aktif yang
digunakan untuk fasa uap dapat diperoleh dari bahan yang memliki densitas kecil,
seperti serbuk gergaji (Sembiring, 2003).
2.2.4 Fungsi Karbon Aktif
Pada umumnya karbon/arang aktif digunakan sebagai bahan pembersih,
dan penyerap, juga digunakan sebagai bahan pengemban katalisator. Adapun
fungsi karbon aktif antara lain:
1. Karbon aktif berfungsi sebagai filter untuk menjernihkan air
2. Karbon aktif berfungsi sebagai adsorben pemurnian gas
3. Karbon aktif berfungsi sebagai filter industri minuman
4. Karbon aktif berfungsi sebagai penyerap hasil tambang dalam industri
pertambangan.
5. Karbon aktif berfungsi sebagai pemucat atau penghilang warna kuning
pada gula pasir.
6. Karbon aktif berfungsi untuk mengolah limbah B3 (Bahan Beracun
Berbahaya)
7. Dapat berfungsi sebagai penyegar/pembersih udara ruangan dari
kandungan uap air

2.2.5 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif


Hampir 60% produksi karbon aktif di dunia digunakan pada industri-
industri gula dan pembersih minyak dan lemak, kimia dan farmasi. Penggunaan
karbon aktif secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Industri Gula
Pemakaian karbon aktif pada industri gula dimulai pada tahun 1974
di Inggris. Selain itu menghilangkan zat-zat warna, karbon aktif juga dapat
10

menyerap senyawa-senyawa nitrogen, sehingga proses penyaringan menjadi lebih


sempurna.
2. Industri Minyak dan Lemak
Pada pengolahan minyak nabati, hasil yang lebih ekonomis akan diperoleh
bila pada proses pemurniannya digunakan campuran karbon aktif. Dalam hal ini
fungsi karbon aktif adalah menghilangkan zat-zat warna dan feroksid. Untuk
minyak yang mengalami hidrolisa, pemakaian karbon aktif berfungsi untuk
menghilangkan katalis yang masih tersisa pada minyak. Pada umumnya
pemurnian dengan karbon aktif dilaksanakan pada temperatur 70 – 1200C.
3. Industri Kimia dan Farmasi
Karbon aktif digunakan untuk menyerap kotoran-kotoran yang tidak
diingikan yang berupa koloid, karbon aktif dapat juga berfungsi sebagai filter
sehingga proses kristalisasi dapat dipercepat. Penggunaan karbon aktif dalam
industri kimia dan farmasi sering dijumpai dalam pembuatan kafein, asam sitrat,
gliserin, asam laktat, dan antibiotika penisilin dan streptomysin.
4. Penjernih Air
Pemakaian klorin sebagai disinfektan pada penjernih air akan
menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak, ini ditimbulkan oleh reaksi antara
klorin dengan mikro organisme. Untuk mencegah hal ini maka pada tahapan
proses yang terakhir dapat digunakan karbon aktif sebagai adsorben dari reaksi
yang ditimbulkan klorin dengan mikro organisme.
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karbon Aktif
Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi karbon aktif yaitu:
1. Sifat Adsorben
Karbon aktif merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing – masing berikatan
secara kovalen. Dengan demikian, permukaan karbon aktif bersifat non
polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang
penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin
kecil pori – pori karbon aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar.
dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan
11

adsorpsi dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan.


Jumlah atau dosis karbon aktif yang digunakan, juga diperhatikan.
2. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa.
Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga
dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai
dari senyawa serapan
3. Temperatur
Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur
pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses
adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan
tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna
maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk
senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila
memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah
4. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan,
yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan
asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut.
5. Waktu Singgung
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu
untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik
dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis karbon aktif,
pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan
untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan
senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan
waktu singgung yang lebih lama.
12

2.2.7 Karakterisasi Karbon Aktif


Karakterisasi karbon aktif adalah sifat dari karbon aktif yang akan
mempengaruhi kualitas karbon aktif. Karakterisasi ini dapat berupa :
1. Kadar Air
Kadar air merupakan kandungan air dalam arang dengan kondisi kering
udara. Pada saat arang keluar dari tungku pengarangan, kadar air yang
terkandung sangat kecil.
2. Kadar Abu
Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran.
Residu tersebut berupa zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses
pembakaran.
3. Kadar Zat Terbang
Zat mudah menguap adalah zat selain air, yaitu karbon terikat dan
abu yang terdapat di dalam arang, yang terdiri atas cairan dan sisa ter yang tidak
habis dalam proses karbonisasi.
4. Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon terikat adalah fraksi C dalam karbon aktif. Kadar
karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu.
5. Daya Serap Terhadap I2
Adsorpsi iodin telah banyak dilakukan untuk menentukan kapasitas
adsorpsi karbon aktif. Angka iodin didefinisikan sebagai jumlah milligram
iodin yang diadsorpsi oleh satu gram karbon aktif.

2.3 Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu
dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan- bahan yang sangat
berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada
letak-letak tertentu di dalam partikel itu.
Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorbs yang baik adalah:
1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin
besar pula daya adsorpsinya.
13

2. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi.


3. Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki kemurnian yang tinggi,
daya adsorpsinya lebih baik.
Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi
pada permukaan adsorben.

2.4 Proses Pembuatan Karbon Aktif


Secara umum, proses pembuatan karbon aktif terdiri dari 3 tahap yaitu
dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi.
2.4.1 Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses penghilangan kandungan air yang terdapat dalam
bahan baku karbon aktif dengan tujuan untuk menyempurnakan proses
karbonisasi dan dilakukan dengan cara menjemur bahan baku di bawah sinar
matahari atau memanaskannya dalam oven.
2.4.2 Proses Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu tertentu dari
bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, biasanya
dilakukan dalam furnace. Tujuan dari dilakukannya proses karbonisasi adalah
untuk menghilang senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam bentuk unsur-
unsur non karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbonisasi akan menyebabkan terjadinya dekomposisi material organik
bahan baku dan pengeluaran pengotor. Sebagian besar unsur non-karbon akan
hilang pada tahap ini. Pelepasan unsur-unsur yang volatil ini akan membuat
struktur pori-pori mulai terbentuk/pori-pori mulai terbuka. Seiring karbonisasi,
struktur pori awal akan berubah. Karbonisasi dihentikan bila tidak mengeluarkan
asap lagi. Penambahan suhu memang diperlukan untuk mempercepat reaksi
pembentukan pori. Namun pembatasan suhu pun harus dilakukan. Suhu yang
terlalu tinggi, seperti di atas 1000℃ akan mengakibatkan banyaknya abu yang
terbentuk sehingga dapat menutupi pori-pori dan membuat luas permukaan
berkurang serta daya serap menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
karbonisasi:
14

1. Waktu karbonisasi
Bila waktu karbonisasi diperpanjang maka reaksi karbonisasi
semakin sempurna sehingga hasil arang semakin turun tetapi cairan
dan gas makin meningkat. Waktu karbonisasi berbeda beda
tergantung pada jenis-jenis dan jumlah bahan yang diolah.
2. Suhu karbonisasi
Suhu karbonisasi berpengaruh terhadap hasil karbon aktif karena
semakin tinggi suhu dapat membantu membuka pori-pori dan
meningkatkan luas permukaan karbon aktif, hal ini karena semakin banyak
zat-zat terurai. Sementara itu suhu yang terlalu tinggi menyebabkan
hancurnya struktur pori-pori yang sudah terbentuk. Waktu karbonisasi
berbeda-beda tergantung pada jenis-jenis bahan baku yang digunakan.

2.4.3 Reaksi Karbonisasi


Pada proses karbonisasi terjadi penguraian bahan-bahan organik yang
terkandung di dalam tempurung kelapa. Pada suhu 100-120°C terjadi
penguapan air, pada suhu 270-310°C terjadi penguraian selulosa menjadi larutan
piroglinat, gas kayu dan sedikit ter, pada suhu 310-500°C terjadi penguraian
lignin dihasilkan lebih banyak ter sedangkan larutan piroglinat dan gas CO2
menurun sedangkan gas CH4, CO dan H2 meningkat. Adapun reaksi yang terjadi
pada proses karbonisasi yaitu:
1. Reaksi penguraian selulosa
(C6H10O5)n CH3COOH + 3CO2 + 2H2O + CH3OH + 5H2
+ 3CO …………….………………………...... (1)
2. Reaksi penguraian lignin
[(C9H10O3)(CH3O)]n C18H11CH3 (ter) + C6H5OH + CO + CO2 +
CH4H2…………………………….. (2)
3. Reaksi umum pembentukan karbon
CxHyOz)n + O2 C(grafit) + CO(g) + H2O(g) ……………… (3)
(Maryono et al., 2013)
15

2.4.4 Proses Aktivasi


Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon
meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan
senyawa sisa-sisa pengarangan. Daya serap karbon aktif akan semakin kuat
bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan.
Tujuan dilakukannya proses aktivasi adalah untuk meningkatkan keaktifan
dengan adsorpsi karbon dengan cara menghilangkan senyawa karbon pada
permukaan karbon yang tidak dapat dihilangkan pada proses karbonisasi.
Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan
baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan
terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara
memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul–molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas
permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.
Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah:
1. Aktivasi Kimia
Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan pemakian bahan-bahan kimia (Sembiring dan Sinaga, 2003).
Pada cara ini, proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia
sebagai activating agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan merendam arang
ke dalam larutan kimia, misalnya ZnCl 2, HNO3, KCl, dll. Sehingga bahan kimia
akan meresap dan membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit
tar.
2. Aktivasi Fisika
Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya arang dipanaskan
didalam tanur pada temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada
temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk
mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada
temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol
dan paling umum digunakan.
16

Beberapa bahan baku lebih mudah untuk diaktivasi jika diklorinasi


terlebih dahulu. Selanjutnya dikarbonisasi untuk menghilangkan hidrokarbon
yang terklorinasi dan akhimya diaktivasi dengan uap. Juga memungkinkan untuk
memperlakukan arang kayu dengan uap belerang pada temperatur 500°C dan
kemudian desulfurisasi dengan H2 untuk mendapatkan arang dengan aktivitas
tinggi. Dalam beberapa bahan barang yang diaktivasi dengan percampuran bahan
kimia, diberikan aktivasi kedua dengan uap untuk memberikan sifat fisika
tertentu.
Pada aktivasi fisika, terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang
besar karena adanya pembentukan struktur karbon. Namun, pada aktivasifisika
seringkali terjadi kelebihan oksidasi eksternal sewaktu gas pengoksidasi berdifusi
pada karbon sehingga terjadi pengurangan ukuran adsorben. Selain itu, reaksi sulit
untuk dikontrol. Faktor-faktor yang mempengarui proses aktivasi :
1. Waktu perendaman
Perendaman dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan
atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya lignin dapat membentuk
senyawa tar.
2. Konsentrasi aktivator
Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka semakin kuat
pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk
keluar melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga permukaan karbon semakin
porous yang mengakibatkan semakin besar daya adsorpsi karbon aktif tersebut.

2.5 Reaksi Aktivasi ZnCl2


ZnCl2 berfungsi sebagai asam lewis yang meningkatkan terjadinya reaksi
kondensasi aromatic, dan menghambat pembentukan senyawa volatile, sehingga
meningkatkan perolehan karbon aktif. Proses degradasi yang berbeda terjadi pada
saat penambahan ZnCl2 sebagai agen aktivasi. Teramati terjadi penguapan air
pada temperatur di bawah 150˚C, dan degradasi perlahan lignosellulosa yang
terjadi pada temperatur antara 150-260˚C. Temperatur degradasi yang teramati
lebih rendah dibandingkan tanpa kehadiran ZnCl2. Dapat disimpulkan bahwa
17

ZnCl2 mengkatalisis lignosellulosa pada temperatur yang lebih rendah, dan juga
menghambat pembentukan tar (Ma, 2015).
ZnCl2 mengalami reaksi dengan air yang dihasilkan dari pemotongan
termal molekul sellulosa yang terjadi pada temperatur 240 sampai 400˚C. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Ma, (2015), reaksi ini terjadi pada temperatur
360˚C yang ditunjukkan dengan munculnya senyawa Zn2OCl2.2H2O yang
diindikasikan dengan puncak tajam XRD. Peningkatan temperatur karbonisasi
dari 360˚C sampai 500˚C meningkatkan terbentuknya senyawa Zn2OCl2.2H2O,
sekalipun mulai terdeteksi puncak ZnO pada 2ө antara 30o sampai 40˚. Hal ini
mengindikasikan terjadinya dekomposisi Zn2OCl2.2H2O. Dekomposisi ini terjadi
lebih lanjut saat temperatur dinaikkan sampai 600˚C, di mana terjadi penguapan
ZnCl2. Reaksi yang terjadi disajikan pada reaksi 2.1 dan 2.2.
2ZnCl2 + C + 3H2O Zn2OCl2.2H2O + 2HCl + CO2(g) ………………. (2.1)
Zn2OCl2.2H2O +CO2 ZnCl2(g) + 2H2O(g) + ZnO(s) + CO2(g) …….. (2.2)

2.6 RSM (Response Surfaces Methodology)


Metode permukaan respon (response surface methodology) merupakan
sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk
menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi
variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Ide
dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika
untuk mencari nilai optimal dari suatu respon.
Metode ini pertama kali diajukan sejak tahun 1951 dan sampai saat ini
telah banyak dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian maupun aplikasi
industri. Misalnya, dengan menyusun suatu model matematika, peneliti dapat
mengetahui nilai variabel-variabel independen yang menyebabkan nilai
variabel respon menjadi optimal.
Langkah pertama dari metode permukaan respon adalah menemukan
hubungan antara respon y dengan variabel independen xi melalui persamaan
polinomial orde satu (model orde I). Dinotasikan variabel-variabel independen
18

dengan x1, x2, … , xk. Variabel-variabel tersebut diasumsikan terkontrol oleh


peneliti dan mempengaruhi variabel respon y yang diasumsikan sebagai variabel
random. Jika respon dimodelkan secara baik dengan fungsi linier dari
variabel-variabel independen xi, maka aproksimasi fungsi dari model orde I
adalah:
k
y   0  ∑ i xi   (2.3)
i
1
dengan y : variabel dependen (respon)
xi : faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon, i = 1, 2, , k
: komponen residual (error) yang bersifat random dan terdistribusi
secara identik dan saling bebas (Independent Identically
Distributed–IID) dengan distribusi Normal pada nilai rataan 0

dan varian 2. Secara matematis dinyatakan dengan IID

Normal (0, 2 ).
Rancangan eksperimen orde I yang sesuai untuk tahap penyaring faktor
adalah rancangan faktorial 2k (Two Level Factorial Design).
Selanjutnya pada keadaan mendekati respon, model order dua atau
lebih biasanya disyaratkan untuk mengaproksimasi respon karena adanya
lengkungan (curvature) dalam permukaannya. Dalam banyak kasus, model order
dua yang dinyatakan dengan:
k k
Y   0    i X i    ii X i2    ij X i X j   (6)
i 1 i 1 i j

Rancangan eksperimen orde II yang digunakan adalah rancangan faktorial


3k (Three Level Factorial Design), yang sesuai untuk masalah optimasi. Kemudian
dari model orde II ditentukan titik stasioner, karakteristik permukaan respon dan
model optimasinya.
19

Gambar 2.7 Bentuk Umum Permukaan Respon

2.6.1 Central Composite Design


Central composite design Central composite design adalah rancangan
percobaan yang digunakan dalam metode surface respone. Pada metode
surface respone, central composite design digunakan untuk membangun
model (polinomial) suatu fungsi matematis dari variabel –variabel bebas (X1, X2,
X3… Xn) terhadap respon (y) yang terbentuk. Central composite design terdiri
dari rancangan faktorial atau fraksional faktorial dengan titik pusat. Central
composite design sangan efisien untuk kecocokan model orde dua. Central
composite design didesain untuk memperkirakan nilai koefisien dari persamaan
linier dan kuadratik. Semua titik yang digambarkan menentukan nilai kode untuk
variabel-variabel bebas (Fery, 2014).
Central composite design mempunyai tiga kelompok titik desain,
diantaranya:
1. Titik factorial dua level atau titik fraksionasi (factorial points).
2. Titik aksial (axial points).
3. Titik pusat (center points).
20

2.7 Review Artikel tentang Pembutan Karbon Aktif Kulit Kakao


No Nama Penelitian Judul Variabel Kondisi Hasil Penelitian
dan Tahun
1. Yana Fuad Masitoh Pemanfaatan Arang aktif dari Hasil arang aktif
dan Maria Monika Arang Aktif Kulit kulit buah coklat yang terbaik
Sianita B Buah Coklat dilakukan dengan diperoleh pada
(2013) (Theobroma cara karbonisasi suhu 600oC
Cacao L.) pada temperatur dengan kadar air
Sebagai 500oC. 5,863%, kadar
Adsorben Logam Pengaktifan arang abu 9,863%, zat
Berat Cd (Ii) dilakukan dengan yang mudah
Dalam Pelarut menggunakan menguap
Air ZnCl2 9% selama 8,356%, dan
16 jam pada daya serap
pemanasan 300oC terhadap iod
dan 600oC. 816,583 mg/g.
Adsorpsi dilakukan Kapasitas
dengan waktu adsorpsi arang
kontak 20, 40, 60, aktif terhadap Cd
80, dan 100 menit (II) adalah
dan massa adsorben 94,075%
1, 2, 3, 4, 5, 6, 8
dan 10 gr
2. Ferawati Tamar Adsorpsi Emisi Karbon Aktif Mutu Karbon
Jaya, Abd Wahid Gas CO, NO dan dibuat dari Limbah Aktif Terbaik
Wahab, dan NOx Kulit Buah Kakao adalah teraktivasi
Maming Menggunakan Melalui Tahap ZnCl2 10%
Karbon Aktif dari Dehidrasi, dengan Kadar
Limbah Kulit Karbonisasi dan Air 1.97%, Kadar
Buah Kakao Pada Aktivasi abu 4.44% kadar
Kendaraan Menggunakan zat mudah
Bermotor Roda ZnCl2 6,8 dan 10% menguap 3.35%,
Empat selama 24 jam. dan kadar karbon
terikat 92.21%.
Kadar emisi gas
NO dan NOx
yang teradsorpsi
sebesar 50%
yaitu dari 69 ppm
menjadi 30 ppm.
3. Hening Pemanfaatn kulit Adsorben Adsorben setelah
Purnamawati, dan limbah Kakao diaktivasi dengan diaktivasi
Budi Utami (Theobroma HNO3 0,6 M. memiliki karakter
(2014) cocoa L.) sebagai dengan lebih baik dari
21

adsorben zat mereaksikan pada sebelum


warna rhodamin 0,05; 0,1; 0,15; diaktivasi. Massa
B 0,2; 0,25; 0,3 adsorben
gram adsorben optimum adalah
dengan 50 mL 0,2 gram dengan
Rhodamin B dan daya jerap
konsentrasi 2 94,06%.
ppm selama 30
menit.
4. Setiaty Pandia, Pemanfaatan Penelitian ini diawali Hasil penelitian
Astri Devi Yunita adsorben dari dengan dihaluskan menunjukkan
Siahaan, Anita kulit buah kakao dengan variasi bahwa
Tiurmaida (theobroma cacao ukuran 70-100 mesh, ukuran partikel
Hutagalung l.) untuk 100-120 mesh, dan ≥120 mesh
≥120 mesh diaktivasi
Departemen menurunkan dengan rasio
dengan larutan HNO3
Teknik Kimia, chemical oxygen 0,6 M dengan rasio adsorben : HNO3
Fakultas Teknik, demand pada adsorben : HNO3 (b:v) = 1:4
Universitas palm oil mill (b:v) = 1:2, 1:4, dan menghasilkan
Sumatera Utara effluent 1:6 dengan suhu bilangan iodin
(2017) pemanasan 80 ºC tertinggi sebesar
selama 2 jam. Proses 596,684 mg/g.
adsorpsi dilakukan Penurunan
dengan menggunakan terbaik terhadap
variasi massa COD diperoleh
adsorben 1 gram, 1,5 pada massa
gram, dan 2
adsorben 1 g dan
gram dalam 50 mL
Palm Oil Mill waktu kontak 2
Effluent dengan pH 2 jam dengan
dan kecepatan persentase
pengadukan 200 rpm, penyisihan
dan variasi waktu sebesar 56,79%.
kontak 1 jam, 2 jam, Model kinetika
3 jam, 4 jam, dan 5 adsorpsi yang
jam mewakili
penjerapan COD
adalah pseudo
orde dua dengan
nilai koefisien
korelasi sebesar
0,732.
5. Jutus Elisa Loppies Karakteristik Proses Pirolisis Hasil penelitian
Balai Besar Arang Aktif Kulit dilakukan sesuai menunjukkan
Industri Hasil Buah Kakao perlakuan yang bahwa untuk
Perkebunan Yang Dihasilkan terdiri dari suhu mendapatkan
(2016) Dari Berbagai pirolisis arang yang
Kondisi Pirolisis 200oC,250oC, berkualitas
22

300oC dan 350oC. adalah pada suhu


Waktu Pirolisis 1 350 0C selama 2
jam, 2 jam dan 3 jam dari bobot
jam bahan baku kulit
buah kakao 4 - 5
kg. Kualitas dan
karakteristik
arang yang
diperoleh pada
suhu 350oC
memiliki nilai
kalor optimum
sebesar 6.500 -.
7.600 kcal/kg,
total karbon
42,57 – 45,53 %,
volatile matter
30,14 – 32,98 %,
kadar abu 16,21 –
16,22 %, dan
kadar air 6,25 –
8,44 %.

6. Yana Fuad Masitoh Pemanfaatan Arang aktif dari Hasil arang aktif
dan Maria Monica arang aktif kulit kulit buah coklat yang terbaik
Sianita B buah coklat dilakukan dengan diperoleh pada
Department of (theobroma cara karbonisasi suhu 600oC
Chemistry, Faculty cacao l.) Sebagai pada temperatur dengan kadar air
of Mathematics and adsorben logam 500oc. 5,863%, kadar
Natural sciences berat cd (ii) Pengaktifan arang abu 9,863%, zat
State University of dalam pelarut air dilakukan dengan yang mudah
Surabaya menggunakan menguap
(2013) ZnCl2 9% selama 8,356%, dan
16 jam pada daya serap
pemanasan 300oc terhadap iod
dan 600oc. Adsorpsi 816,583 mg/g.
dilakukan dengan Kapasitas
waktu kontak 20, adsorpsi arang
40, 60, 80, dan 100 aktif terhadap Cd
menit dan massa (II) adalah
adsorben 1, 2, 3, 4, 94,075% dengan
5, 6, 8 dan 10 gr massa adsorben 6
gram dan waktu
kontak optimum
60 menit

Anda mungkin juga menyukai