Anda di halaman 1dari 75

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.

) DI
WILAYAH KERJA PG MADUKISMO, PT MADUBARU,
YOGYAKARTA
DENGAN ASPEK KHUSUS KORELASI PEMUPUKAN DENGAN
PRODUKTIVITAS

FRANS PAUL MARTUA PAKPAHAN

A24130188

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

iii
iv
v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Tanaman
Tebu (Saccharum officinarum L.) di Wilayah PG Madukismo, PT Madubaru,
Yogyakarta dengan Aspek Khusus Korelasi Pemupukan dengan Produktivitas
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2017

Frans Paul Martua Pakpahan


NIM A24130188
vi
vii

ABSTRAK
FRANS PAUL MARTUA PAKPAHAN. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.) di Wilayah Kerja PG Madukismo, PT Madubaru, Yogyakarta
dengan Aspek Khusus Korelasi Pemupukan dengan Produktivitas. Dibimbing oleh
PURWONO.

Rendahnya produksi gula di Indonesia disebabkan karena menurunnya


produktivitas dan rendemen tanaman tebu. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas adalah memperbaiki teknik budidaya tanaman tebu. Salah satu teknik
budidaya yang perlu diperbaiki dan berhubungan dengan produktivitas tebu adalah
pemupukan. Kegiatan magang dilaksanakan mulai 05 Februari 2017 hingga 05 juni
2017 di wilayah kerja PG Madukismo, PT Madubaru, Yogyakarta. Kegiatan
magang ini secara khusus bertujuan untuk mengkaji korelasi pemupukan dengan
produktivitas tanaman tebu. Hasil pengamatan menunjukkan adanya korelasi nyata
antara pemupukan dengan produktivitas tanaman tebu terutama pada pupuk ZA.
Penambahan pupuk ZA akan meningkatkan produktivitas tebu dimana pupuk ZA
mengandung kandungan N yang tinggi dibandingkan dengan pupuk yang lain
sehingga dapat menghasilkan bobot yang tinggi. Peningkatan produktivitas dengan
penambahan pupuk ZA tidak diikuti dengan rendemen tebu yang dihasilkan.
Rendemen tebu yang dihasilkan tidak berkorelasi nyata terhadap pemupukan.

Kata kunci : produktivitas, petani, pupuk, rendemen.

ABSTRACT
FRANS PAUL MARTUA PAKPAHAN. Management Of Sugarcane (Saccharum
officinarum L.) in PG Madukismo, PT Madubaru, Yogyakarta with Special
Aspects Correlation of Fertilization to Productivity. Supervised by PURWONO.

The low sugar production in Indonesia is mainly due to decreasing of


productivity and low sugar yield. The effort to increase productivity is improving
sugarcane cultivation techniques. One of the cultivation techniques releated to
sugarcane productivity is fertilization.The intership is held from 06 February 2017
until 05 June 2017 in the working area of the Madukismo Sugar Factory,The
Madubaru Company, Yogyakarta. This internship activity is specifically aimed to
examine the correlation of fertilization with sugarcane productivity. The result of
observation indicate the correlation between fertilization and sugarcane
productivity especially on ZA fertilizer. The addition of ZA fertilizer will increase
sugarcane productivity where ZA fertilizer contains high N content compared to
other fertilizer so that can produce high cane yield. Increased productivity with the
addition of ZA fertilizer was not followed by the sugar content. The sugar content
is not significantly correlated with fertilization.

Keywords: productivity, farmers, fertilizer, sugar content.


viii
ix

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI


WILAYAH KERJA PG MADUKISMO, PT MADUBARU,
YOGYAKARTA
DENGAN ASPEK KHUSUS KORELASI PEMUPUKAN DENGAN
PRODUKTIVITAS

FRANS PAUL MARTUA PAKPAHAN


A24130188

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
x
xii
xiii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
berjudul Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di Wilayah PG
Madukismo, PT Madubaru, Yogyakarta dengan Aspek Khusus Korelasi
Pemupukan dengan Produktivitasi, skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Stara Satu (S1) di Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Purwono, M.S. selaku
pembimbing yang telah membimbing pelaksanaan magang dan memberikan
pengarahan untuk skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu
Dr. Ani Kurniawati, S.P, M.Si selaku pembimbing akademik penulis yang telah
membimbing dan mengarahkan dalam hal akademik penulis. Penulis juga
mengucap terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Supijatno, M.Si dan Ibu Ir. Megayani
Sri Rahayu, MS selaku dosen penguji sidang penulis yang telah memberikan
pengarahan dan masukan untuk penulis. Terima kasih juga disampaikan kepada
Bapak Edi Cahyono Rahmad selaku direktur, bapak Ir. Nugroho selaku staf
direktur, Bapak Yuda Eko Yuwana selaku Kepala Bagian Tanaman, Bapak Saiful
Anam selaku Kepala Bina Sarana Tani, Bapak Gumowo selaku Kepala Rayon
Bantul, Bapak Andriyanto selaku Kepala Rayon Purworejo, dan seluruh karyawan
PG Madukismo yang telah membantu penulis selama kegiatan magang. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada keluarga, serta teman-teman atas do’a dan
bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Semoga karya ilmiah ini berkah dan bermanfaat.

Bogor, September 2017

Frans Paul Martua Pakpahan


xiv
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Botani 3
Syarat Tumbuh 3
Budidaya 3
Pemupukan 4
METODE 6
Alat dan Bahan 6
Tempat dan Waktu Magang 6
Metode Pelaksanaan 6
Pengamatan dan Pengumpulan data 7
Analisis Data 9
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 10
Sejarah Singkat PG. Madukismo 10
Visi dan Misi Perusahaan 10
Letak Geografi 11
Keadaan Iklim dan Tanah 11
Luas Areal 12
Areal Kemitraan 13
Keadaan Tanaman dan Produksi 14
Struktur Organisasi 15
Ketenagakerjaan Perusahanan 17
Hari Kerja dan Jam Kerja 18
HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Aspek Manajerial 33
Aspek Khusus 34
Pembahasan 39
KESIMPULAN DAN SARAN 44
Kesimpulan 44
Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 57

i
iii
DAFTAR TABEL

1. Tipe tanah wilayah kerja PG Madukismo 11


2. Jenis Tanah Wilayah Kerja PG Madukismo 12
3. Luas areal lahan tebu wilayah kerja PG. Madukismo tahun 2016 13
4. Luas areal Kebun Tebu Giling (KTG) kemitraan PG madukismo dengan
petani pada tahun 2016 14
5. Kesesuaian Varietas dan Masa Tanam 14
6. Realisasi giling PG Madukismo 10 tahun terakhir 15
7. Pembagain Jam Kerja Karyawan Pabrikasi PG Madukismo masa giling 18
8. Pembagian hari dan jam kerja normal PG Madukismo 18
9. Gulma dominan di wilayah kerja PG Madukismo 26
10. Pola Umum Aplikasi Herbisida 26
11. Rekomendasi pupuk berdasarkan PG Madukismo 35
12. Rekomendasi pupuk berdasarkan RDKK pupuk bersubsidi 35
13. Realisasi pupuk anorganik tebu pada kebun pengamatan di Bantul 36
14. Realisasi pupuk anorganik tebu pada kebun pengamatan di wilayah
Purworejo 36
15. Produktivitas kebun pengamatan di Bantul 38
16. Produktivitas kebun pengamatan di Purworejo 38
17. Hasil uji t-student produktivitas di dua wilayah pengamatan 38
18. Korelasi pemupukan dan produktivitas wilayah pengamatan 39
19. Rata-rata brix lapangan kedua wilayah pengamatan 39
20. Korelasi pemupukan dan brix wilayah pengamatan 39
21. Analasi usaha tani kebun Nogosari, Bantul 42
22. Analisa Usaha Tani Kebun Timbulharjo, Bantul 42

DAFTAR GAMBAR

1. Bagian yang diukur dengan Brix Handfractometer 8


2. Denah sampling sistem reynoso 8
3. Denah sampling sistem mekanisasi 8
4. Got keliling 20
5. Got mujur dan got malang 20
6. Pengangkutan bibit ke dalam truk 22
7. Pembuatan bedengan 22
8. Pemotongan bibit tebu 23
9. Pendederan bibit tebu 23
10. Hama penggerek batang tebu ( Chilo Auricillus D.) 27
11. Pelepasan Pias di Kebun Tebu 27
12. Hama Uret ( Lepidiota stigma F.) 28
13. Kutu bulu putih (Saccharicoccus sacchari C.) pada daun tebu 28

ii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian lepas (KHL) 49


2. Jurnal harian sebagai pendamping mandor 49
3. Jurnal harian sebagai sinder kebun wilayah (SKW) 51
4. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala rayon, bagian
Bina Sarana Tani, dan staff direktur 52
5. Struktur organisasi PG Madukismo PT Madubaru Yogyakarta 54
6. Peta wilayah binaan Pabrik Gula Madukismo 55
7. Curah hujan dan hari hujan PG Madukismo tahun 2007-2016 56

iii
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tebu (Saccarum offinarum L.) merupakan salah satu tanaman penghasil


gula. Gula merupakan salah satu kebutuhan pangan yang sangat diperlukan oleh
masyarakat Indonesia. Kebutuhan gula dapat tercukupi dengan adanya areal lahan
tebu yang optimum. Areal lahan tebu merupakan areal perkebunan yang memiliki
peran stategis dalam perekonomian negara sehingga membutuhkan perhatian terus
menerus dari pemerintah. Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan
banyak gula yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia agar terus meningkat
(Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, 2009).
Perkembangan produksi gula di Indonesia selama lima tahun terakhir
terlihat cukup fluktuatif. Produksi gula pada tahun 2012 sebesar 2,59 juta ton, pada
tahun 2013 mengalami penurunan mencapai 2,55 juta ton dan mengalami kenaikan
sebesar 0,86% pada tahun 2014 menjadi sebesar 2,58 juta ton. Tahun 2015 produksi
tebu mengalami penurunan sebesar 1,57% atau menjadi 2,53 juta ton (BPS, 2016).
Tahun 2016 mengalami penurunan yang cukup jauh yaitu mencapai 2,20 juta ton
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017). Penurunan ini terjadi disebabkan oleh
iklim pada tahun 2016 yang tidak menentu.
Perkembangan luas areal perkebunan tebu di Indonesia selama tiga tahun
terakhir cukup fluktuatif. Tahun 2013, luas areal perkebunan tebu Indonesia tercatat
seluas 470.940 ha , kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2014 sekitar 0,37%
menjadi 472.680 ha. Tahun 2015 luas areal perkebunan tebu Indonesia mengalami
penurunan menjadi 455.820 ha atau turun sekitar 3,57% (BPS, 2016). Menurunnya
luas areal tanaman tebu di Indonesia disebabkan karena banyak lahan yang berahli
fungsi yang sebelumnya merupakan lahan pertanian menjadi sebuah bangunan,
sehingga sangat sulit untuk menambahkan lahan tebu di Indonesia. Banyak petani
juga mengeluh dikarenakan harga gula yang tidak begitu tinggi sehingga
mengakibatkan keuntungan yang di dapatkan tidak terlalu banyak ditambah dengan
biaya budidaya yang harus dikeluarkan yang cukup besar. Pengurangan keuntungan
ini yang mengakibatkan petani tebu mulai meninggalkan tanaman tebu.
Tanaman tebu mengandung nira yang dapat diolah menjadi kristal-kristal
gula (Sukmadajaja, 2011). Pengembangan industri gula mempunyai peran penting
tidak hanya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga langsung
terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja
(Farid, 2003). Produksi gula nasional saat ini bersumber dari 3 jenis status
pengusahaan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan
Perkebunan Besar Swasta (PBS). Data luas areal pengusahaan tebu Indonesia
menurut statistik perkebunan yang dikeluarkan Ditjen. Perkebunan Tahun 2014
menunjukan angka 478.108 ha, dari luasan tersebut Perkebunan Rakyat menguasai
290.967 ha atau sekitar 60,86%, Perkebunan Besar Negara seluas 77.504 ha atau
sekitar 16,21% dan Perkebunan Besar Swasta seluas 109.638 ha atau sekitar
22,93%. Data statistik perkebunan menunjukkan bahwa peran perkebunan tebu
rakyat sangat menentukan keberhasilan program swasembada gula nasional
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).
2

Besarnya peran perkebunan rakyat pada keberadaan gula nasional membuat


peran petani tebu rakyat sangat berperan besar, namun banyak petani tebu rakyat
tidak mengetahui teknik budidaya tebu yang baik. Kurangnya pengetahuan teknik
budidaya petani ini yang mengakibatkan keberagaman dalam hal teknik budidaya
yang dilakukan oleh petani. Salah satu teknik budidaya tebu yang menimbulkan
keberagaman petani adalah pemupukan. Menurut Risza (2010), pemupukan
merupakan proses penambahan tersedianya unsur hara dan perbaikan struktur tanah
serta penggantian unsur-unsur hara yang hilang diserap atau diangkut oleh tanaman
seperti yang tersimpan dalam tubuh tanaman. Penggunaan pupuk sangatlah penting
karena selain dapat membantu menyuburkan tanah juga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Prinsip pemupukan adalah pemberian pupuk pada setiap pokok harus sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan dalam pustaka mengenai pemupukan.
Pemupukan di perkebunan memberikan kontribusi yang luas dalam meningkatkan
produksi dan kualitas produk yang akan dihasilkan. Pemupukan juga harus
dilakukan dengan efesien dan efektif. Upaya dalam meningkatkan kesuburan tanah
dilakukan dengan pemupukan untuk meningkatkan produksi tanaman yang tinggi
dan membuat tanaman tahan terhadap serangan penyakit yang rentan terhadap
tanaman.
Hara merupakan salah satu yang sangat dibutuhkan tanaman untuk
membantu dalam pertumbuhan tanaman dan menghasilkan produksi yang tinggi.
Penyerapan hara merupakan salah satu yang harus dibutuhkan oleh tanaman tebu,
Hara didapatkan melalui pemberian pemupukan. Menurut Nurdihayati (2013),
Penyerapan hara yang paling banyak dibutuhkan pada tanaman tebu adalah unsur
hara N dan S untuk menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Pemupukan unsur
N dan S ini banyak terdapat pada pemupukan ZA yang mengandung kedua unsur.
Selain unsur N dan S, diperlukan keseimbangan unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman seperti unsur nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Keseimbangan
hara ini dibutuhkan untuk hasil panen yang lebih baik.
Pemupukan pada tebu menggunakan dua jenis pemupukan yaitu pupuk
organik dan pupuk anorganik. Berdasarkan penelitian Nunik (2016) yang mengkaji
produktivitas tebu dengan berbagai paket pemupukan, didapatkan bahwa paket
pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk dan anorganik tunggal yaitu
pupuk ZA akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Peningkatan produktivitas
ini mendukung dengan pernyataan Indrawanto (2010), bahwa pemupukan berkaitan
erat dengan tingkat produktivitas tanaman tebu.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah mempelajari serta memperoleh
pengalaman dan keterampilan bekerja secara nyata mengenai aspek teknis
pengolahan tebu serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis
masalah masalah yang ada di lapang. Tujuan khusus kegiatan magang ini adalah
mempelajari dan mengkaji korelasi antara pemupukan dengan produktivitas
tanaman tebu di wilayah kerja PG Madukismo, PT. Madubaru, Yogyakarta.
3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili


Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies
paling penting dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi
dan kandungan seratnya paling rendah. Tanaman tebu mempunyai batang yang
tinggi, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi
batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Batang terdapat lapisan lilin yang
berwarna putih dan keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang
masih muda. Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat
duduk daun. Pada ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut “mata
tunas”. Bentuk ruas batang dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah
satu ciri dalam pengenalan varietas tebu (Wijayanti, 2008).

Syarat Tumbuh

Tebu merupakan tanaman asli tropika basah. Tanaman ini tumbuh baik di
daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 1 tahun. Tebu tergolong tanaman perkebunan semusim yang memiliki
sifat tersendiri, yakni terdapat zat gula di dalam batangnya (Supriyadi, 1992).
Karakteristik agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan tanah, dan topografi.
Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan kondisi karakteristik agroklimat
di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman tebu. Produktivitas tebu
ditentukan oleh karakteristik agroklimat yang paling minimum.
Tanaman tebu memerlukan curah hujan yang berkisaran antara 1.000-1.300
mm tahun-1 dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Curah hujan yang ideal
adalah 5-6 bulan dengan rata-rata curah hujan 200 mm, curah hujan yang tinggi
diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif yang meliputi perkembangan anakan,
tinggi dan besar batang. Periode ini merupakan pertumbuhan generatif dan
pemasakan tebu. Suhu udara minimum diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
tebu adalah 24 0C sedangkan temperatur optimum adalah 30 0C. Pertumbuhan akan
terhenti apabila suhu dibawah 15 0C. Sinar matahari yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman ditentukan oleh lamanya penyinaran dan intensitas
penyinaran. Tanaman tebu merupakan tanaman tropik yang membutuhkan lama
penyinaran 12-14 jam tiap harinya. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km jam-
1
di siang hari. Kelembaban yang rendah (45-65%) sangat baik untuk pemasakan
tebu sangat cepat kering. Kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi fotosintesis
dengan akibat pembentukan gula juga terlambat (Sutardjo, 2002).

Budidaya

Budidaya tebu melakukan beberapa hal yang harus dilakukan. Langkah


awal adalah persiapan lahan dimana lahan dibajak agar memudahkan proses
perakaran tanaman tebu. Selanjutnya, memilih bibit tebu, bibit tebu yang baik
adalah bibit tebu yang tidak kering dan memiliki mata tunas yang dominan
(Pramuhadi, 2005). Penanaman tebu dengan melakukan tunas yang ditanam dengan
posisi mata tunas disamping agar pertumbuhaan serempak. Pemupukan dilakukan
4

sebanyak tiga kali, yaitu pada saat tanam tebu, pada saat tanaman umur 2,5 bulan,
dan pada saat tanaman umur lima bulan. Perawataan tanaman tebu dilakukan
dengan penyiangan, pembersihan gulma dan pengairan. Tebu dipanen pada umur
12 bulan (Wibowo, 2013).

Pemupukan

Pupuk merupakan semua yang akan ditambahkaan ke dalam media tanam,


atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang memperlukan tanaman
sehingga mampu berproduksi dengan baik (Garsoni, 2006). Menurut Pahan (2013)
pupuk dibagi menjadi dua menurut kegunaannya yaitu pupuk anorganik dan pupuk
organik.

Pupuk anorganik
Pupuk anorganik terdiri atas pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk
tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara. Pupuk majemuk
adalah pupuk yang hanya mengandung lebih dari satu unsur hara (Hardjowigeno,
2007). Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal,
yaitu lebih praktis dalam pemesanan, transportasi, penyimpanan, dan aplikasinya di
lapangan karena satu jenis pupuk majemuk yang mengandung kesulurahan atau
sebagaian besar hara yang dibutuhkan tanaman.

Pupuk organik
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui
proses dekomposisi, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk suplai
bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Balai Besar
Pelatihan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2010).
Menurut Pahan (2013) penambahan bahan organik akan mempengaruhi
sifat kimia tanah melalui beberapa hal, sebagai berikut :
1. Peningkatan nilai KTK tanah karena serapan hara oleh asam humat.
2. Persediaan hara dari dekomposisi humus dan mineral-mineral tanah yang
terlarut.
3. Peningkatan hara dalam kompleks senyawa organik.
4. Pengaruh dari pengatur tumbuh yang dihasilkan tanah.
Terdapat kelebihan pupuk organik dan anorganik diantaranya adalah
menambahkan kandungan hara tanah, menyediakan semua unsur hara dalam
jumlah yang seimbang. Pupuk organik dapat meningkatkan KTK tanah dan dapat
meningkatkan unsur hara sehingga kehilangan hara dapat dicegah (Sutanto, 2002).
Unsur hara yang dibutuhkan tanaman pada dasarnya telah tersedia dalam tanah.
Nitrogen, fosfor, dan kalium adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan oleh
tanaman. Akan tetapi, penggunaan pemupukan yang berlebihan akan berdampak
buruk pada tanaman. Nitrogen berlebihan pada tanaman akan mengakibatkan
pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
memerlukan keseimbangan hara yang tepat (Purwanto, 2003). Terdapat 3 unsur
hara utama yang menjadi masalah pemupukan di lapangan yaitu unsur N, P, dan K
5

Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan unsur penting yang dapat disediakan oleh manusia
melalui pemupukan. Unsur nitrogen berperan penting dalam pembentukan hijau
daun yang berguna dalam proses fotosintesis (Leiwakabessy et al., 2004). Selain
itu, unsur nitrogen berperan juga dalam meningkatkan poduksi dan kualitasnya,
serta membantu dalam pertumbuhan vegetatif yang mempengaruhi produktivitas.
Kelebihian unsur nitrogen dapat berpengaruh negatif terhadap tanaman tebu seperti
efek racun pada tanaman, pertumbuhan vegetatif memanjang, memperlambat
kemasakan, mengurangi kadar gula, mudah roboh, lebih muda terserang hama dan
penyakit (Soemarno, 2011).
Fosfor (P)
Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting dalam
pertumbuhan tanaman. Fosfor memiliki pengaruh yang sangat menguntungkan bagi
tanaman yaitu tanaman akan tahan terhadap penyakit, sangat berperan dalam
pembentukan bunga, buah, biji dan berperan dalam perkembangan akar rambut
serta berperan dalam pembelahan sel (Leiwakabessy et al., 2004).
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara esensial yang digunakan hampir pada semua
proses untuk menunjang hidup tanaman. Fungsi kalium dalam tanaman yaitu
sebagai pengangkut karbohidrat, mengatur kegiatan sebagai unsur mineral, dan
memperkuat tegaknya tanaman (Leiwakabessy et al., 2004). Tanaman yang
kekurangan kalium akan cepat mengayu atau menggabus, hal ini disebabkan kadar
lengasnya yang lebih rendah. Kalium berpengaruh baik pada pembentukan dinding-
dinding sel lebih baik keadaannya dan lebih baik kandungan airnya, sel-sel ini
tumbuh baik, lebih kuat, dan lebih panjang (Soemarno, 2011).

Belerang (S)
Belerang merupakan bagian dari protein. Belerang dibutuhkan tanaman
dalam pembentukan asam amino. Unsur belerang juga banyak tersedia pada
pemupukan seperti pupuk ZA (ammonium sulfat). Tanaman yang kekurangan unsur
belerang akan mengakibatkan khlorosis pada daun-daun muda, pertumbuhan kerdil,
dan jumlah anakan berkurang (Soemarno, 2011).

Tepat jenis dan tepat dosis


Jenis dan dosis pupuk yang digunakan pada tanaman harus sesuai dengan
umur tanaman, jenis tanah, dan waktu aplikasinya. Pemupukan yang efektif akan
berpengaruh pada pertumbuhan yang optimal (Fauzi et al., 2012).
Tepat tempat dan cara penyebaran pupuk
Menurut Pahan (2013), cara menempatkan pupuk akan mempengaruhi
jumlah pupuk yang diserap akar tanaman, waktu dan frekuensi pemupukan
ditentukan oleh keadaan iklim wilayah terutama curah hujan berkisaran 100-250
mm bulan-1.

Tepat waktu
Waktu pemupukan ditentukan oleh iklim, sifat fisik tanah, logistik pupuk.
Waktu yang terbaik untuk pemupukan adalah peta pada saat musim hujan yaitu
keadaan tanah lembab tetapi tidak mengenang (Fauzi et al., 2012).
6

METODE
Alat dan Bahan

Kegiatan magang ini menggunakan beberapa alat untuk membantu dalam


pengamatan pada tebu seperti jangka sorong, meteran gulung, brix
handfractometer, kertas tissue, air aqua, buku catatan, tali rafia, kertas tabel, spidol
,dan lembar kuesioner petani

Tempat dan Waktu Magang

Kegiatan magang dilaksanakan di Pabrik Gula Madukismo, PT. Madubaru


Yogyakarta selama empat bulan, dimulai dari 5 Februari 2017 sampai dengan 5 Juni
2017.

Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan magang yang digunakan yaitu metode


langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilaksanakan dengan mengikuti
kegiatan teknis di lapang. Metode tidak langsung adalah metode pengumpulan data
tanpa mengikuti kegiatan teknis di lapang. Metode langsung yang dilaksanakan
selama magang meliputi beberapa aspek yaitu aspek teknis, manajerial dan khusus.

Aspek teknis
Pada aspek teknis mahasiswa melakukan kerja langsung dilapangan sebagai
Karyawan Harian Lepas (KHL). Kegiatan KHL meliputi pengolahan lahan
(pemetaan lahan, pembajakan), persiapan bahan tanam dalam penanaman,
pembibitan. Pada kegiatan pemeliharaan yang meliputi yaitu pemupukan,
pengendalian gulma, pemeliharaan, pemanenan serta pengolahan hasil. Pada saat
melakukan kerja langsung mahasiswa diharuskan untuk menyusun jurnal harian
dan mencatat prestasi kerja yang diperoleh mahasiswa dan karyawan.

Aspek manajerial
Pada aspek manajerial pertama mahasiswa bekerja sebagai pendamping
mandor selama 4 minggu. Kegiatan yang akan dilakukan yaitu membantu
mengawasi pekerja kebun, membantu membuat perencanaan kebutuhan fisik,
biaya, teknis pekerjaan yang akan dilakukan, pembuatan jurnal harian, mingguan,
bulanan.
Aspek manajerial kedua yang dilakukan mahasiswa yaitu bekerja sebagai
pendamping Sinder Kebun Wilayah (SKW) selama 8 minggu. Kegiatan yang
dilaksanakan meliputi membantu mengelola, mengawasi pekerjaan tenaga kerja
mempelajari keadaan perkebunan, membatu penyusunan laporan serta menganalisa
administrasi kebun.

Aspek khusus
Aspek khusus yang dilakukan yaitu mempelajari pemupukan di PG
Madukismo. Data primer diperoleh dengan melakukan kegiatan, melakukan
pengamatan, melakukan wawancara langsung dengan petani serta pengambilan
data dari bagian tanaman serta melihat produktivitas tebu.
7

Pengamatan dan Pengumpulan data

Data primer merupakan data yang diperoleh saat melakukan magang. Dari
segi aspek teknis sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL) dimana penulis
melakukan perbandingan hari kerja dengan karyawan lepas lapangan untuk
mengetahui prestasi kerja penulis dalam hal kegiatan bubidaya tebu seperti
pengolahan lahan, pembibitan, pengeprasan, pemupukan, penanaman, dan
pengolahan hasil. Dari Aspek Manajerial sebagai pendamping mandor dan
pendamping sinder kebun wilayah (SKW), penulis melakukan pengamatan di
lapangan berapa banyak tenaga kerja dan mandor, serta melakukan pengawasan di
lapangan.
Aspek khusus yang diamatiterutama hal-hal yang berkaitan dengan
pemupukan dan produktivitas di PG Madukismo. Pengumpulan data aspek khusus
dilakukan dengan pengamatan pada 2 wilayah kerja pabrik dengan :

Wawancara petani
Setiap wilayah pengamatan dilakukan wawancara kepada petani untuk
mengetahui pemupukan yang dilakukan petani terhadap varietas tebu yang ditanam.
Wawancara ini dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada petani-petani di 2
kebun wilayah yang berbeda.
Taksasi produksi
Taksasi produsi dilakukan pada bulan maret selama 2 minggu. Kebun yang
ditaksasi sebanyak 10 kebun untuk setiap wilayah pengamatan dan dilakukan
bersama beberapa mandor dengan didampingi oleh sinder kebun wilayah.
Parameter yang di amati yaitu :
a. Σ batang m-1, pengamatan dilakukan dengan melakukan perhitungan
banyaknya batang per juring.
b. Bobot batang m-1 , pengamatan bobot dilakukan dengan menebang batang
tebu lalu ditimbang menggunakan alat penimbang sederhana, angka yang
ada di timbangan merupakan hasil akhir bobot batang.
c. Tinggi batang , pengamatan tinggi tanaman tebu diukur dari permukaan
tanah atas guludan sampai daun +1 (titik patah). Batang yang diukur adalah
batang tebu yang tumbuh normal dan tidak terserang hama dan penyakit.
d. Σ juring ha-1, pengamatan jumlah juring dilakukan dengan menghitung
banyaknya juring per ha.
e. Pj juring efektif, panjang juring yang memiliki tebu.
f. Perhitungan produktivitas tanaman tebu (Indrawanto, 2010) :

Produktivitas = Σ batang m-1 X Σ juring ha-1 X Tinggi batang X Bobot batang


m-1 X Pj juring efektif
Pengukuran brix
Tebu yang diperah pada mesin penggiling akan menghasilkan nira dan
ampas. Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat, yaitu zat padatan terlarut dan
air. Zat padat terlarut ini terdiri dari dua zat yaitu gula dan bukan gula. Zat padat
terlarut atau yang disebut brix mengandung gula, pati, garam-garam,dan zat
organik. Brix merupakan jumlah zat padat yang semu dalam setiap 100 g larutan.
Jadi jika nira memiliki kadar brix sebesar 16%, artinya dalam 100 g nira, terdapat
8

16 g zat padatan terlarut dan 84 g merupakan air. Pengukuran brix di kebun


dilakukan pada 5 batang tebu sehat berumur 8-10 bulan yang diambil secara silang.
Batang tebu di potong menjadi 3 bagian (bagian bawah, tengah, dan atas) bila tidak
dapat dipotong akan diberi tanda kepada 3 bagian (Gambar 1) dengan menggunakan
spidol, kemudian di peras untuk diambil niranya dan diukur dengan menggunakan
Brix handfractometer. Pengukuran dilakukan dimulai dari bagian atas. Angka yang
keluar pada alat ini merupakan nilai brix yang sedang diamati.

Bawah Tengah Atas

Gambar 1. Bagian yang diukur dengan Brix Handfractometer

Pengamatan Langsung
Pengambilan tanaman contoh dapat diamati dengan pengolahan tebu yang
dibagi ke dalam dua sistem yaitu mekanisasi dan sistem reynoso. Sistem
Mekanisasi adalah sistem pengolahan tebu pada lahan kering. Pengambilan contoh
dengan sistem mekanisasi pada tebu dilakukan dengan mengambil juringan yang di
tengah areal lalu diambil bagian tengah sisa areal (Gambar 3). Pengambilan contoh
akan ada 3 juringan dengan panjang juring masing-masing 15 m dimana pada
bagian tengah akan diambil 4 tanaman contoh yaitu batang nomor 20, 40, 60, dan
80. Bagian kedua sisi diambil tanaman contoh diambil nomor 25, 50, dan 75.
Terdapat 10 batang tebu sebagai tanaman contoh pada sistem mekanisasi. Sistem
reynoso adalah salah satu sistem pengolahan tebu pada lahan sawah. Pada dasarnya
sistem ini bertujuan untuk mengelola lahan tebu dengan sistem drainase yang
intensif. Dicirikan dengan got-got yang dalam bahkan pada beberapa titik bisa
sampai kedalaman 90-100 cm. Pengambilan contoh pada sistem mekanisasi
dilakukan pada 5 bak dari beberapa bak (Gambar 2) dimana setiap bak diambil satu
juringan, dan satu juring diambil pada batang nomor 20 dan 40. Jadi, akan ada 10
batang contoh yang akan diamati.

Gambar 2. Denah sampling sistem reynoso Gambar 3. Denah sampling sistem mekanisasi
9

Selain data primer, dilakukan juga pengumpulan data sekunder.


Pengumpulan data sekunder didapatkan dengan tidak melakukan pengamatan di
lapangan melainkan melalui arsip yang ada di perusahaan dan wawancara dengan
pengelola data pabrik yang bertanggung jawab. Data sekunder yang diamati
berkaitan erat dengan data primer sehingga data sekunder yang memdukung data
primer. Data sekunder yang diamati meliputi beberapa hal seperti :
1. Sejarah dan perkembangan perusahaan
2. Letak geografis dan topografi
3. Keadaan iklim
4. Kondisi lahan
5. Kondisi tanaman
6. Produksi
7. Organisasi dan manajemen perusahaan.

Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh selama magang dianalisis menggunakan


perhitungan matematika sederhana seperti nilai rata-rata dan persentase. Selain itu,
pengolahan data menggunakan uji t-student dengan taraf 5% dan melakukan
analisia korelasi. Data yang telah diolah selanjutnya diambil kesimpulannya. Data
sekunder dan hasil wawancara dianalisis secara deskriptif.
10

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN


Sejarah Singkat PG. Madukismo

Pemerintahan Hindia Belanda yang bermula mendirikan 17 Pabrik Gula di


sekitar Yogyakarta yang terdiri dari PG Padokan, PG Ganjuran, PG Gesikan, PG
kedaton, PG Cebongan, PG Madari. Tahun 1942, Jepang masuk ke Indonesia dan
mengambil alih kekuasaan termasuk semua pabrik gula yang ada, sehingga dari 17
pabrik yang pernah ada, hanya tersisa 12 pabrik yang bertahan. Keadaan seperti ini
terus berlanjut sampai pada saat perang kemerdekaan, menyebabkan semua pabrik
gula yang ada di Yogyakarta hancur menjadi puing-puing.
Saat pemerintahan Indonesia sudah berjalan normal tepatnya pada tahun
1950 Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendorong pembangunan pabrik gula baru
yang bertujuan untuk:
1. Menampung dan mempekerjakan mantan buruh pabrik gula.
2. Menambah kesejahteraan rakyat yang berada di sekitar pabrik.
3. Menambah pendapatan pemerintah pusat dan daerah.
Tanggal 14 Juni 1955, Pabrik Gula Madukismo mulai dibangun dengan
akte notaris. Pabrik gula ini berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan nama
Pabrik-pabrik gula (P2G) Madubaru. PT. Pembangunan, pabrik baru ini
diselesaikan pada tanggal 28 Mei 1958 dan diresmikan oleh Presiden Ir. Soekarno
Hatta. Sebanyak 75% saham perusahaan ini dipegang oleh Sri Sultan
Hamengkubowono IX dan sisaanya dimiliki perusahaan. PT Madubaru ini
memliliki dua pabrik yaitu Pabrik Gula (PG) yang mulai beroperasi pada tahun
1958 dan Pabrik Spiritus (PS) yang beroperasi pada tahun 1959 dengan kontraktor
utama Machine Fabrick Sangerhause dari Jerman Timur.
Perusahan Madukismo pernah berdiri menjadi perusahan berstatus swasta
pada tahun 1955-1962. Tahun 1962-1966, PT. Madubaru diambil alih oleh Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN), Hal ini terjadi
akibat gejolak politik yang terjadi di Indonesia. Tahun 1966- 1984, PT Madubaru
kembali menjadi perusahaan swasta dengan dipimpin oleh Sri Sultan
Hamengkubowono IX sebagai Presiden Direktur.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyetujui dikelola kembali PT.
Madubaru oleh Pemerintah RI melalui Departemen Keuangan dan Departemen
Pertanian pada tanggal 4 Maret 1984. Pemerintah RI menunjuk PT. Rajawali
Nusantara Indonesia untuk mengelola PT Madubaru yang disahkan dengan tanda
tangan kontrak manajemen oleh direktur utama PT RNI dan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. Tanggal 24 Februari 2004, PT Madubaru dikelola secara
mandiri dan professional dengan saham terbesar dipegang oleh Sri Sultan
Hamengkubowono IX sebesar 65% sedangkan sisanya dipegang oleh
Pemerintahan Republik Indonesia melalui PT. Rajawali Nusantara Indonesia I.

Visi dan Misi Perusahaan

Visi
PT Madubaru menjadi perusahaan Agro Industri yang unggul di Indonesia
dengan petani sebagai mitra sejati.
11

Misi
1. Menghasilkan gula dan etanol yang berkualitas untuk memenuhi permintaan
masyarakat dan industri gula di Indonesia.
2. Menghasilkan produk dengan memanfaatkan teknologi maju yang ramah
lingkungan, dikelola secara profesional dan inovatif, memberikan pelayanan
yang prima kepada pelanggan serta mengutamakan kemitraan dengan petani.
3. Mengembangkan produk atau bisnis baru yang mendukung bisnis inti.
4. Menempatkan karyawan dan stake holders lainnya sebagai bagian terpenting
dalam proses penciptaan keunggulan perusahaan dan pencapaian share
holder values.

Letak Geografi

Secara geografis letak PG Madukismo berada di 7049’49,8’’ LS dan


110020’44,8” BT dengan ketinggian 84 mdpl. PG Madukismo terletak 5 km sebelah
selatan kota Yogyakarta tepatnya berada di Dusun Padokan, Kelurahan
Tirtonormolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. PG Madukismo menempati areal seluas 276.000 m2 dengan luas
bangunan sebesar 51.000 m2.
Wilayah kerja PG madukismo berada di dua provinsi yaitu Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah terdiri dari kabupaten
Purworejo, Kebumen, Magelang, Temanggung, dan wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta meliputi kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Sleman, dan Kulonprogo.

Keadaan Iklim dan Tanah

Wilayah kerja PG Madukismo memiliki keadaan iklim agak basah atau


menurut Schmidt- Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim C (Lampiran 7), dimana
memiliki keadaaan 5-6 bulan basah dan 5-6 bulan kering secara berturut-turut.
Curah hujan rata-rata wilayah kerja PG Madukismo adalah 2.219,45 mm tahun-1
dengan memiliki bulan kering pada bulan Mei hingga September dan memiliki
bulan basah pada bulan November hingga April. Kondisi tanah untuk wilayah kerja
PG Madukismo memiliki derajat keasaman (pH) antara 5,5-6,5 yang merupakan
cocok untuk penanaman tanaman tebu.

Tabel 1. Tipe tanah wilayah kerja PG Madukismo

Kabupaten Jenis tanah


Bantul Regosol, Grumosol
Gunung Kidul Mediteran,Gumosol, Mollisols, regosol, Latosol
Sleman Regosol
Magelang Mediteran
Kulonprogo Regosol, Litosol, Aluvial, Latosol
Temanggung Latosol
Purworejo Regosol
Kebumen Regosol, Podsolik, Andosol
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)
12

Jenis tanah yang banyak pada wilayah kerja PG Madukismo adalah tanah
regosol (Tabel 1). Tanah regosol dan grumosol adalah tanah yang sesuai untuk
penanaman tebu karena mengandung abu vulkanik yang dapat membuat subur
tanaman tebu. Selain tanah regosol dan grumosol, tanaman tebu dapat tumbuh
diberbagai jenis tanah namun hasil tebu tidak maksimal.
Jenis tanah wilayah kerja PG Madukismo terbagi dalam 6 jenis tanah
(Tabel 2). Jenis tanah disesuaikan dengan drainase, tadah hujan atau pengairan,
dan tanah berat atau tanah ringan. Jenis tanah wilayah kerja PG Madukismo
meliputi tanah berat pengairan drainase lancar (BPL), tanah berat pengairan
drainase jelek (BPJ), tanah berat tadah hujan drainase lancar (BHL), tanah ringan
pengairan drainase lancar (RPL), tanah ringan pengairan drainase jelek (RPJ), dan
tanah ringan tadah hujan drainase lancar (RHL). Jenis tanah terbanyak wilayah
kerja PG Madukismo adalah tanah ringan tadah hujan drainase lancar (RHL),
sedangkan jenis tanah yang terdikit adalah tanah ringan berpengairan drainase
jelek (RPJ).

Tabel 2. Jenis Tanah Wilayah Kerja PG Madukismo

Kabupaten BPL BPJ BHL RPL RPJ RHL Total


Bantul 355,65 57,70 423,12 347,78 18,61 1,95 1.204,81
Gunungkidul - - 606,27 - - - 606,27
Sleman 294,10 16,80 2,43 417,99 - 395,97 1127,29
Kulonprogo 203,44 - - 70,31 - 180,50 454,25
Magelang 127,95 - 9,86 176,92 - 367,49 682,22
Temanggung - - - 70,18 - 58,36 128,54
Purworejo 100,60 - 121,18 - - 438,74 660,52
Kebumen 0,46 - 146,61 - - - 147,07
Total 1.082,20 74,50 1.309,47 1.083,18 18,61 1.433,01 5.010,97
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)
Keterangan : Tanah Berat Pengairan Drainase Lancar (BPL); Tanah Berat Pengairan
Drainase Jelek (BPJ); Tanah Berat Tadah Hujan Drainase Lancar (BHL);
Tanah Ringan Pengairan Drainase Lancar (RPL); Tanah Ringan Pengairan
Drainase Jelek (RPJ); Tanah Ringan Tadah Hujan Drainase Lancar (RHL).

Luas Areal

Wilayah Kerja PG Madukismo merupakan areal lahan tebu rakyat dengan


pola kemitraan dimana terdiri dari TR kerjasama Usaha dan TR Mandiri. PG
Madukismo juga memiliki dua kebun yaitu kebun pembibitan dan kebun tebu
giling. Kebun pembibitan memiliki luas areal sekitar 200 ha yang terdiri dari Kebun
Bibit Induk (KBI), Kebun Bibit Nenek (KBN), dan Kebun Bibit Dasar (KBD)
dimana merupakan lahan sewa.
PG Madukismo untuk areal kebun tebu giling (KTG) memiliki beberapa
wilayah bina. Areal binaan tersebut dibagi dua wilayah yang terdiri dari Yoyakarta
dan Jawa Tengah dengan sembilan kabupaten yaitu Bantul, Gunung Kidul, Sleman,
Kulonprogo, Magelang, Temanggung, Purworejo, Kebumen. Luas lahan tebu
giling PG Madukismo pada tahun 2016 terdapat pada Tabel 3.
13

Tabel 3. Luas areal lahan tebu wilayah kerja PG. Madukismo tahun 2016

Wilayah Kabupaten Luas Areal (ha)


Yogyakarta Bantul 1.204,81
Gunung Kidul 606,27
Sleman 1.127,29
Kulon Progo 454,25
Total 3.392,62
Jawa Tengah Magelang 682,22
Purwerojo 660,52
Temanggung 128,54
Kebumen 147,07
Total 1.618,35
Total wilayah bina 5.010,97
Wilayah non-binaan 1.868,06
Total area keseluruhan 6.835,68
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

Areal Kemitraan

Pabrik Gula Madukismo merupakan pabrik dengan kemitraan yang erat


dengan petani tebu rakyat dimana sesuai dengan visi perusahaan yang menjadi
mitra sejati petani. Pabrik Gula Madukismo memiliki tiga pola kemitraan yaitu
Tebu Rakyat Kemitraan, Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha (KSU), dan Tebu Rakyat
Mandiri, dimana masing-masing kemitraan memiliki perbedaan dalam hal
budidaya, modal, dan banyaknya yang akan digiling oleh pabrik. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :

1. Tebu Rakyat Kemitraan


Tebu Rakyat Kemitraan merupakan kerja sama dimana peran petani lebih
rendah. Setiap petani kemitraan mendapatkan Jaminan Pendapatan Minimum
(JPM). JPM merupakan pendapatan minimum yang didapatkan petani dimana
walaupun mengalami kerugian dari segi hasil, petani tetap mendapatkan jaminan
pendapatan tersebut. Kegiatan budidaya pada Tebu Rakyat Kemitraan melibatkan
PG sebagai pembimbing teknis. Tebu Rakyat Kemitraan memiliki sasaran yaitu
untuk lahan tegalan harus sebesar 60 ku ha-1 dan lahan sawah sebesar 80 ku ha-1.
Kelebihan produksi gula dari sasaran yang telah ditetapkan akan dikembalikan
sebesar 20% kepada petani.

2. Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha (KSU)


Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha (KSU) merupakan kerjasama dimana peran
petani lebih besar daripada pola Tebu Rakyat Kemitraan. Bentuk kemitraan ini
dikhususkan untuk lahan sawah berpengairan teknis. Menyerupai pola Tebu Rakyat
Kemitraan, petani juga mendapatkan JPM di awal musim tanam agar petani tidak
mengalami kerugian. Apabila mengalami kelebihan maka petani akan memperoleh
Sisa Hasil Usaha (SHU) .
14

3. Tebu Rakyat Mandiri


Tebu Rakyat Mandiri merupakan kerja sama dimana peran petani yang
sepenuhnya melakukan kegiatan budidaya tebu dan pabrik berperan dalam saat
pengilingan tebu. Kegiatan budidaya tebu petani dapat meminta saran kepada
mandor atau Sinder Kebun Wilayah (SKW). Tebu Rakyat Mandiri berbeda dengan
pola kerja sama usaha dan kemitraan dimana petani tebu tidak mendapatkan JPM
karena kegiatan semua ditanggung oleh petani baik keuntungan maupun kerugiaan
yang akan didapat. Saat penggilingan tebu, petani bekerja sama dengan PG dimana
melakukan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil dilakukan dimana hasil gula dari
proses penggilingan 66% untuk petani dan sisanya 34% untuk PG Madukismo.
Selain mendapatkan hasil gula, petani juga mendapatkan hak atas tetes gula.
Areal kemitraan dibagi menjadi tiga yaitu areal tebu rakyat Mandiri, tebu
rakyat Kerja Sama Usaha (KSU), tebu rakyat Kemitraan (KMT). Luasan areal
terbesar terdapat pada areal tebu Mandiri. Tabel 4 memperlihatkan luas areal KTG
kemitraan PG Madukismo dengan petani.
Tabel 4. Luas areal Kebun Tebu Giling (KTG) kemitraan PG madukismo dengan
petani pada tahun 2016

Rayon Luas areal (ha)


KMT KSU Mandiri Total
BGK (Bantul dan Gunung Kidul) 460,58 326,11 888,42 1.675,11
Sleman 427,79 23,97 620,33 1.072,09
KMT (Kulonprogo, Magelang, 622, 83 - 594,50 1.217,33
Temanggung)
PKB (Purworejo, Kebumen) 219,99 - 591,60 811,59
Total 1.731,19 350,08 2.694,85 4.776,12
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

Keadaan Tanaman dan Produksi

Dalam kegiatan budidaya tebu di PG Madukismo terdapat dua jenis kategori


dalam penanam tebu yaitu tanaman pertama (Plant Cane/PC) dan tanaman
keprasaan (Ratoon Cane /RC). Tanaman pertanama adalah tanaman yang tumbuh
denan bahan tanam bibit dari KBD dan turunannya. Ratoon Cane merupakan
tanaman yan berasal atau tumbuh dari tebu giling yang telah ditebang.
Varietas tebu di PG Madukismo berasal dari P3GI, dimana varietasnya
dilihat dari kemasakan tebu tersebut (Tabel 5). Terdapat beberapa fase kemasakan
yaitu masak awal, masak tengah, dan masak akhir. Pengelompokan ini bertujuan
agar tanaman tebu memperoleh produktivitas akhir yang maksimal.
Tabel 5. Kesesuaian Varietas dan Masa Tanam

Kategori Kemasakan Varietas


Awal PS 881
Awal tengah PS 862, VMC 76-16, Kidung Kencana, PS 851
Tengah PSJT 941
Tengah akhir BL, PS 864
Sumber : Bina Sarana Tani PG. Madukismo (2017)
15

PG Madukismo menghasilkan produksi berupa gula dan spiritus. Hasil


utama dari produksi adalah gula sedangkan produksi sampingan adalah tetes yang
digunakan sebagai bahan baku spiritus. Beberapa pengolahan nira yang
dimanfaatkan seperti blotong yang digunakan sebagai bahan baku kompos dan
ampas atau bagase yang digunakan sebagai bahan bakar pabrik. Produksi gula PG.
Madukismo selama sepuluh tahun terakhir mengalami fluktuatif, akan tetapi tidak
signifikan dan rendemen tebu mengalamani penurunan (Tabel 6).

Tabel 6. Realisasi giling PG Madukismo 10 tahun terakhir

Tahun Luas Lahan Produksi tebu Produktivitas Rendemen Produksi


Produksi (ku) tebu (%) Gula
( ha ) (ku/Ha ) (ku)
2006 5.976,67 4.756.231 797 6,72 319.767,72
2007 7.003,12 5.600.107 800 6,80 381.068,24
2008 6.114,29 4.585.734 750 7,37 337.968,32
2009 6.677,59 4.780.076 716 6,80 325.042,75
2010 6.597,92 5.234.137 793 5,66 296.398,10
2011 6.681,75 4.152.391 621 6,73 279.456,20
2012 6.999,62 5.164.429 738 7,40 382.171,30
2013 7.351,67 5.640.473 767 6,37 359.298,42
2014 7.500,02 5.095.211 679 6,15 313.355,04
2015 7.273,67 4.520,291 621 7,03 317.968,11
2016 6.835,68 5.534.506 839 5.62 311.254,79
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

Struktur Organisasi

PT. Madubaru dipimpin oleh seorang direktur yang dalam menjalankan


tugasnya dibantu oleh Satuan Pengawas Intern (SPI) dan delapan kepala bagian
yaitu: Kepala Bagian Tanaman, Kepala Bagian Instalasi, Kepala Bagian Pabrikasi,
Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan, Kepala Bagian Sumber Daya Manusia
dan Umum, Kepala Bagian Pemasaran, Kepala Bagian Pabrik Spirtus. Berikut ini
adalah tugas dan tanggung jawab masing-masing :
1. Direktur
Direktur memiliki fungsi sebagai pengelola perusahaan untuk melaksanakan
kebijakan Rapat Umum Pemegang Saham (RPUS). Berikut ini adalah tugas
seorang direktur :
a. Merumuskan tujuan perusahaan.
b. Menetapkan strategi untuk mencapai tujuan perusahaan.
c. Menyusun rencana jangka panjang.
d. Menetapkan kebijakan-kebijakan dan pedoman-pedoman penyusunan
anggaran tahunan.
e. Menetapkan rencana Rapat Umum Pemegang Saham.
f. Melakukan manajemen yang meliputi keseluruhan kegiatan termasuk
keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Dewan Direksi.
g. Bertanggung jawab kepada direksi dan semua faktor produksi.
h. Mengevaluasi hasil kerja pabrik setiap tahunnya.
16

2. Satuan Pengawasan Intern (SPI)


a. Melakukan pengawasan melalui kegiatan audit, konsultasi, dan pembinaan
terhadap setiap kegiatan dan fungsi organisasi.
b. Melakukan pengawasan atas pihak- pihak yang terkait dengan perusahaan
atas persetujuan Direktur.
c. Melakukan audit investigasi terhadap aspek penuh dan bebas keseluruh
fungsi, catatan dokumen, asset, dan karyawan.
d. Melakukan penugasan memiliki aspek penuh dan bebas keseluruhan
fungsi, catatan, dokumen, aset dan karyawan.
e. Mengalokasikan sumberdaya dan menentukan lingkup kerja, serta
menerapkan teknik- teknik audit.
f. Memperoleh bantuan kerjasama dari personel di unit-unit perusahaan pada
saat melakukan pengawasan juga jasa-jasa khusus lainnya dari dalam
maupun luar perusahaan.
g. Menjadi counterpart bagi auditor eksternal dalam pelaksanaan tugasnya.

3. Kepala Bagian Tanaman


Kepala Bagian Tanaman memiliki fungsi untuk membantu General Manager
dalam melaksanakan kebijakan direksi dalam bidang-bidang berikut:
a. Penanaman dan penyediaan bibit tebu.
b. Pemasukan areal Tebu Rakyat Intensitifikasi (TRI).
c. Penyuluhan teknis penanaman tebu.
d. Rencana tebang dan angkut tebu.
e. Kegiatan yang menyangkut supply penyediaan bahan baku berupa tebu.
f. Memimpin seksi-seksi yang berada dalam bagiannya guna mencapai tujuan
dan sasaran yan ditetapkan perusahaan.

4. Kepala Bagian Instalasi


a. Bertanggung jawab kepada Direktur di bidang instalasi.
b. Mengkoordinir dan memimpin semua kegiatan di bidang instalasi.
c. Meningkatkan efisiensi kerja alat produksi untuk kelangsungan proses.

5. Kepala Bagian Pabrikasi


a. Bertanggung jawab kepada Direktur di bidang pabrikasi
b. Mengkoordinir dan memimpin semua kegiatan di bidang produksi.
c. Meningkatkan efisiensi proses dan menjaga kualitas produk (gula).

6. Kepala Bagian Pemasaran


a. Menyusun strategi pemasaran.
b. Mengusahakan pengembangan pasar untuk produk Î produk PT. Madu
Baru.
c. Mengadakan perbaikan sistem pemasaran.
d. Menilai kinerja staff pemasaran.
e. Merencanakan dan mengawasi pengiriman barang dan proses penagihan.

7. Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan


a. Bertanggung jawab di bagian keuangan, tata usaha, keuangan, dan
pengadaan barang perusahaan.
17

b. Mengkoordinir dan memimpin kegiatan di bidang keuangan, anggaran,


biaya produksi, kegiatan pembelian dan penjualan.
c. Mengkoordinir adminitrasi tebu rakyat dan timbangan tebu.
d. Mengawasi hasil produksi di gudang gula.

8. Kepala Bagian Sumberdaya Manusia (SDM) dan Umum


a. Bertanggung jawab di bagian tata usaha dan personalia.
b. Mengkoordinasi dan memimpin kegiatan pengelolahan tenaga dan
kesehatan karyawan.
c. Mengkoordinir kegiatan pendidikan bagi karyawan.
d. Bertanggung jawab pada kegiatan-kegiatan umum, seperti pengaturan dan
penggunaan kendaraan dan koordinasi keamanan perusahaan.

9. Kepala Pabrik Spirtus/Alkohol


a. Mengkoordinir kegiatan produksi spirtus dan alkohol.
b. Melakukan evaluasi terhadap konsentrasi spirtus dan alkohol yang
diinginkan pasar.

Ketenagakerjaan Perusahanan

Tenaga kerja merupakan unsur penting dalam berlangsungnya proses produksi


di PG Madukismo. Terdapat dua klasifikasi tenaga kerja dalam PG Madukismo
yaitu tenaga kerja tetap dan Karyawan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Peningkatan produktivitas karyawan sangat diperlukan sehingga perusahaan harus
memimiki manajemen ketenagakerjaan yang baik agar produksi perusahaan dapat
ditingkatkan dari periode sebelumnya atau minimal sama seperti periode
sebelumnya.
Tenaga kerja di PT Madubaru dibedakan menjadi dua macam:
1. Tenaga kerja tetap
Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang dipekerjakan dalam waktu tidak
tentu dan saat dimulai hubungan kerja, diawali dengan percobaan selama tiga
bulan. Karyawan bekerja sepanjang tahun baik masa giling ataupun tidak.
Tenaga kerja tetap dibedakan atas staff dan non staff.

2. Tenaga kerja PKWT ( perjanjian kerja waktu tertentu)


Tenaga kerja PKWT adalah tenaga kerja yang dipekerjakan untuk jangka waktu
tertentu dengan memiliki kontrak dan pada awal dimulainya hubungan kerja
tanpa masa percobaan kerja. Karyawan jenis ini biasanya melamar pada saat
musim giling dan hanya bekerja selama musim giling saja. Setiap tahun PG
Madukismo membutuhkan 3.000-3.500 karyawan tidak tetap. Karyawan
PKWT dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Karyawan PKWT dalam


Karyawan PKWT dalam adalah karyawan yang terlibat langsung dala
proses produksi, seperti karyawan penimbang tebu, karyawan unit gilingan,
dan karyawan unit masakan. Masa kerjanya hanya satu kali masa gilingan.
18

b. Karyawan PKWT luar


Karyawan PKWT luar bekerja pada bagian emplasemen, namun tidak
terlibat langsung dengan proses produksi. Karyawan yang termasuk jenis
ini antara lain adalah pekerja lintas rel, pekerja Derek tebu, supir, dan
pembantu supir traktor, juru tulis gudang, dan pekerja pengambil contoh
tebu untuk analisa di laboratorium. Masa bekerjanya sama dengan PKWT
dalam satu kali masa giling.

Hari Kerja dan Jam Kerja

PG Madukismo memberlakukan jam kerja dan hari kerja berdasarkan pada


masa giling, dimana pada saat pengilingan kegiatan produksi dilakukan non-stop
atau selama 24 jam, sehingga dibutuhkan tenaga kerja dengan waktu atau shift kerja
yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu pagi, siang, dan malam (Tabel 7) agar
kegiatan produksi tetap berjalan dengan baik. Namun, dalam luar masa giling
kegiatan jam kerja berlangung normal (Tabel 8). Berikut ini jadwal kerja untuk
karyawan pabrikasi.
Tabel 7. Pembagain Jam Kerja Karyawan Pabrikasi PG Madukismo masa giling

Kelompok Kerja Jam Mulai Jam Selesai


Pagi 06.00 WIB 14.30 WIB
Siang 14.30 WIB 22.00 WIB
Malam 22.00 WIB 06.00 WIB
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

Tabel 8. Pembagian hari dan jam kerja normal PG Madukismo

Hari Jam Mulai Jam Selesai


Senin- Kamis 06.30 WIB 15.00 WIB
Jumat- Sabtu 06.30 WIB 11.30 WIB
Minggu Libur
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)
19

HASIL DAN PEMBAHASAN


Aspek teknis

Persiapan lahan
Kegiatan yang meliputi aspek teknis terdiri dari berbagai macam kegiatan,
yaitu pembukaan lahan, penggaruan, kairan, pembuatan got, dan persiapan bahan
tanam. Pengolahan tanah merupakan salah satu kegiatan dalam budidaya tanaman,
pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki media tumbuh untuk tanaman tebu
sehingga akar tebu akan mengalami pertumbuhan optimal, karena dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah, dan menekan pertumbuhan gulma.
Pengolahan tanah harus dilakukan dengan baik, karena pengolahan tanah
merupakan awal dari budidaya dan berpengaruh terhadap segala kegiatan budidaya
selanjutnya. Pengolahan lahan dilakukan dalam tiga tahap yang terdiri dari
pembajakan, penggaruan, dan pengkairan.

1. Pembajakan
Pembajakan bertujuan membalikan tanah serta memotong serasa kayu, juga
memperbaiki sirkulasi udara tanah, dan mengurangi pertumbuhan gulma.
Pembajakan yang baik seharusnya melalui beberapa tahap yaitu tsel, bajak I,
bajak II, rotari, dan kair. Pembajakan yang terjadi di lapangan hanya dilakukan
3 kali yaitu bajak I, bajak II, dan kair. Pembajakan I bertujuan untuk
membongkar dan memotong bagal tebu yang tersisa di lahan dengan
melakukannya tegak lurus terhadap arah juringan tanaman tebu, serta menekan
pertumbuhan gulma dengan membalikan gulma ke dalam tanah, dan
memperbaiki aerasi tanah. Kedalaman tanah diusahakan mencapai 30-40 cm.
Pembajakan II sama dengan pembajakan I hanya yang membedakannya arah
pembajakan dimana pembajakan II tegak lurus terhadap pembajakan I, dengan
bertujuan memecah bongkaran tanah dan menghancurkan tanah hasil
pembajakan I. Pembajakan I dan II umumnya dilakukan dalam satu hari.
Kegiatan pembajakan menggunakan traktor penggerak 4 WD (80-150) HP.

2. Penggaruan
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan tanah hasil pembajakan
dan meremahkan tanah, umumnya arah penggaruan adalah tegak lurus terhadap
arah pembajakan. Alat yang digunakan dalam penggaruan sama dengan alat
yang digunakan dalam pembajakan yaitu traktor penggerak 4 WD (80- 150) HP
dengan implement berupa rotari.

3. Pengkairan
Pengkairan bertujuan untuk pembuatan alur tanaman atau lubang juringan untuk
benih tebu yang akan ditanam. Kegiatan pengkairan dilakukan umumnya satu
hari setelah pembajakan selesai. Kemiringan pengkairan lebih rendah dari 2%
dengan arah kairan utara- selatan. Kedalaman juringan yaitu 25-30 cm,
kedalaman ini agar tebu memeliki sistem perakaran yang dalam sehingga tebu
tidak mudah kering atau roboh. Panjang kairan 10 m setiap juring dengan jarak
pusat ke pusat (PKP) 110 cm. Implement yang digunakan adalah alat kair
(Scryfying) dengan tiga mata yang dipasang pada traktor 4 WD 110 HP.
20

Pengkairan akan membentuk daerah yang tidak dapat dijangkau oleh traktor
sehingga penggerjaan diselesaikan secara manual menggunakan cangkul.

4. Pembuataan got
Pembuatan got bertujuan untuk menyediakan saluran irigasi, saluran drainase
atau saluran pembuangan, serta menjaga kelembaban saat tanaman. Saluran
drainase sangat penting dalam budidaya tebu terutama pada lahan sawah, tetapi
tidak terkecuali pada lahan tegalan. Got pada tanaman tebu terbagi menjadi tiga
bagian yaitu got keliling, malang, dan mujur. Got keliling merupakan got-got
yang mengelilingi sesuai bentuk kebun (Gambar 4). Got keliling dibuat lebih
dalam dari got malang dan mujur, hal ini dikarenakan got keliling berfungsi
untuk membuang kelebihan air dari dalam lahan keluar kebun dan masuk ke
saluran buangan besar. Kedalaman got keliling 80 cm dan lebar 70 cm. Prestasi
kerja mahasiswa ketika pembuatan got yaitu 20 m HOK-1 sedangkan karyawan
yaitu 40 m HOK-1.

Gambar 4. Got keliling


Got mujur adalah got dengan arah sejajar dengan juringan dan tegak lurus
dengan got malang (Gambar 5) . Got mujur berfungsi untuk menampung
kelebihan air dari got malang. Kedalaman got keliling 70 cm dan lebar 60 cm.
Got malang merupakan got terakhir yang dibuat dengan arah tegak lurus dengan
barisan tebu. Got malang berfungsi untuk pengendalian tinggi air tanaman untuk
keperluan tanaman. Kedalaman got malang 60 cm dan lebar 50 cm. Kedalaman
dari ketiga got umumnya berselisih 10 cm, hal ini bertujuan agar kelebihan air
pada lahan dapat mudah mengalir keluar dari kebun.

Got malang
Got Mujur

Gambar 5. Got mujur dan got malang


Persiapan bahan tanam
PG Madukismo menggunakan bibit konvensional dan Single Bud Planting
(SBP) sebagai bahan tanam. Penyedian bibit di Pabrik Gula melalui bibit
21

berjenjang, yaitu Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun
Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD). Kebun Bibit Pokok (KBP) bibit
didapat dapat dari P3GI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia)
Pasuruan. P3GI merupakan satu-satunya penyedia bibit dengan memiliki plasma
nutfah tebu. Masa tanamnya dilakukan pada bulan Mei-April dengan melakukan
seleksi yang ketat. Varietas pada KBP harus memiliki kemurnian 100% atau tidak
ada campuran varietas. Luas KBP adalah sekitar 20% dari luas KBN, selanjutnya
akan ditebang dan ditanam kembali menjadi KBN dengan proporsi luasan 1/7 dari
luasan Kebun Bibit Pokok (KBP).
Kebun Bibit Nenek (KBN) dilakukan penanaman pada bulan September-
Oktober dengan melakukan seleksi agak ketat serta memprioritaskan terhadap
kemurnian varietas dan kesehatan bibit. Setelah kebun bibit nenek selanjutnya
memasuki jenjang berikutnya yaitu kebun bibit induk. Penanaman pada KBI
dilakukan sekitar bulan Maret- April. Luas KBI adalah 15% dari luas KBD.
Selanjutnya kebun bibit datar (KBD) adalah bibit yang disiapkan untuk ditanam
pada Kebun Tebu Giling (KTG). Kebutuhan bahan tanam KBD untuk KTG adalah
proporsi 1/9, artinya 9 ha KTG dapat dicukupi dengan 1 ha kebun bibit datar (KBD).
Pengolahan pada lahan Kebun Bibit Datar (KBD) pada dasarnya sama
dengan Kebun Tebu Giling (KTG), tetapi terdapat perbedaan diantaranya adalah
pada lahan KBD tidak dilakukan klentek. Hal ini bertujuan agar melindungi mata
tunas agar tidak rusak saat tebang dan angkut dan mencegah kehilangan air dan
pada KBD pemupukannya tidak selengkap di KTG.
Bibit menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan hasil akhir dari
tebu. Kriteria bibit yang baik adakah bibit yang cukup umurnya yaitu 6-8 BST,
tingkat kemurnian minimal 5%, sehat (bebas dari hama dan penyakit), dan habitus
batang normal sesuai dengan varietasnya. Pestasi kerja mahasiswa saat tebang bibit
yaitu 0,007 ha HOK-1, sedangkan karyawan yaitu 0,015 ha HOK-1.

Persiapan bibit
Bibit yang digunakan dalam PG Madukismo berupa bagal dan single bud
planting (SBP). Bibit bagal adalah bibit yang diambil dari kebun bibit berjenjang,
sedangkan bibit SBP menggunakan polybag sebagai wadah untuk bibit yang abru
dikembangkan oleh PG Madukismo. Benih SBP memiliki kelebihan dimana dapat
menghasilkan peluang hidup yang tinggi, seragam, dan lebih cepat.
Penyiapan bibit bagal dimulai dari pengangkutan bibit dari kebun
berjenjang sampai ke kebun tebu giling, pengenceran, pembersihan bibit, dan
pemotong benih.

1. Tebang dan angkut bibit


Kegiatan tebang bibit dilakukan pada perjalanan jenjang kebun bibit. Jumlah dan
varietas yang ditebang disesuaikan dengan kebutuhan jenjang berikutnya. Alat
yang digunakan adalah golok tebang. Penebangan diusahakan harus rata dengan
tanah atau tebang mepet tanah (TMT). Kegiatan pengangkutan dilakukan setelah
penebangan bibit dari KBD ke Kebun Tebu Giling (KTG). Pengangkutan
dilakukan menggunakan truk dengan kapasitas 7-8 ton (Gambar 6). Setelah itu,
dilakukan pembongkaran bibit dari truk ke lahan untuk diecer. Umumnya
kegiatan ini dilakukan satu hari sebelum melakukan penanaman.
22

Gambar 6. Pengangkutan bibit ke dalam truk

2. Pengeceran dan pembersihan bibit


Pengenceran dilakukan dengan mengikat bibit tebu di dekat penanaman agar
dapat diatur dengan baik penanamannya. Setelah itu, dilakukan pembersihan
bibit dalam hal ini membuang daun-daun kering secara manual menggunakan
tangan. Pemberihan ini dilakukan tanpa meruak mata tunas

3. Pemotongan bibit
Pemotongan bibt dilakukan di lapangan dengan membagi bagal menjadi 2-3
mata tunas. Pemotongan tidak dilakukan melintang lurus tetapi diagonal. Hal ini
dilakukan agar mata tunas atau calon tumbuhnya tanaman tebu tidak rusak
sehingga dapat tumbuh dengan baik.

Bibit SBP berbeda dengan bibit bagal dimana penanaman dalam polybag dengan
mengambil satu mata yang akan ditanam. Penyiapan benih SBP melalui beberapa
tahap seperti:

1. Persiapan bedengan
Bedengan diperlukan untuk tempat pendederan bibit yang akan ditanam dalam
polybag, pembuatan bedengan menggunakan traktor dengan implement rotari
untuk mengolah tanah (Gambar 7).

Gambar 7. Pembuatan bedengan


2. Pemotongan bibit
Pemotongan bibit dilakukan dengan mengambil datu mata tunas atau kurang
lebih memiliki panjang 10 cm. Pemotongan serupa dengan bibit bagal yaitu
dilakukan dengan diagonal tidak melintang (Gambar 8). Umumnya sebelum
pemotongan, alat pemotongan disterilkan dengan sebuah larutan agar bibit steril
atau kualitas dapat dijamin bersih atau aman.
23

Gambar 8. Pemotongan bibit tebu


3. Pendederan
Pendederan merupakan pelatakan bibit ke lahan bedengan (Gambar 9).
Peletakan dilakuakan dengan menancapkan bibit dengan tidak terbalik mata
tunas, bila terbalik akan menghambat pertumbuhan tunas. Tunas mulai
bertumbuh setelah 2-3 minggu setelah penanaman. Dalam mengurangi
penyinaran matahari digunanakan paranet dengan jarak mendekati bibit.

Gambar 9. Pendederan bibit tebu

4. Penanaman dalam polybag


Polybag dipilih karena efisiensi dan harga yang terjangkau dibandingkan dengan
pot tray. Setelah benih tunas dederan mulai memunculkan tunas maka dilakukan
penanaman dalam polybag yang telah diberi tanah dan pupuk kandang. Setelah
penanaman dalam polybag, polybag disusun di bedengan agar mudah dalam
memelihara bibit.

5. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan adalah memberikan pengairan dan pengurangan daun.
Pengairan atau penyiraman dilakukan pada waktu pagi dan sore, sementara
pengurangan daun dilaksanakan setelah tanaman berumur 6 minggu dengan
menggunakan gunting tanaman.

Penanaman
Ada dua pola tanam tebu, yaitu pola tanam pertama pada bulan Mei sampai
Agustus dan pola tanam kedua pada bulan September sampai November. Sebelum
penanaman, perlu dilakukan pemilihan varietas tebu yang memenuhi kriteria sesuai
dengan lahan yang akan ditanami dan bibit yang sehat. Varietas yang ditanam juga
berbeda-beda terdiri dari varietas masak awal, masak tengah, dan masak akhir.
24

1. Pembuatan kasuran
Kegiatan pembuatan kasuran bertujuan untuk alas tanam dan merangsang
pertumbuhan akar muda. Lahan kering menggunakan kasuran dibuat rata namun
pada kondisi lahan basah dilakukan dengan miring, hal ini bertujuan agar benih
tidak rusak dan tergenang.

2. Peletakkan bibit
Kegiatan ini bergantung terhadap bahan tanam yang ditanam dengan
konvensional atau single bud planting. Secara konvensional bibit diletakkan
ditanah dengan menyusun secara over lapping, single, dan double. Penanaman
dilakukan dengan posisi mata disamping agar tunas mudah berkecambah.

3. Penutupan bibit
Penutupan bibit adalah kegiatan terakhir yang dilakukan setelah penanaman
bibit. Penutupan bibit dilakukan dengan menggunakan tanah yang gembur
dengan ketebalan 5-10 cm. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan
cangkul dengan bertujuan untuk menjaga kelembaban dan kehilangan air pada
bibit.
Pemeliharaan
Kegiatan pemiliharan mempengaruhi akan kualitas dan kuantitas tebu agar
dapat tumbuh optimal. Pemeliharaan yang baik akan mendapatkan produktivitas
yang optimal, ada beberapa kegiatan pemeliharan yang meliputi penyulaman,
pengairan, pembumbunan, pemupukan, klentek, pengendalian gulma, dan
pengendalian hama dan penyakit.

1. Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan mengganti benih tebu yang sudah mati atau
tidak tumbuh dengan tujuan mencukupi jumlah batang. Benih sulam dapat
diambil dari ujung juring dimana saat peletakkan bibit diletakan lebih dari satu
bagal (mantenan) atau dapat diambil dari rumpun yang tumbuh dengan baik.
Kegiatan penyulaman umumnya dilakukan saat umur tanaman sudah mencapai
3-4 minggu.

2. Pengairan
Pengairan sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan tanaman tebu apabila
kekurangan air sangat berpengaruh terhadap hasil produksi. Pengairan bertujuan
agar membuat tanah tetap lembab atau tidak mengalami kekeringan. Pengairan
dilakukan sebanyak tiga atau empat kali. Pengairan pertama dilakukan pada saat
sebelum tanaman diletakan di kasuran, hal ini dilakukan agar kondisi tetap
lembab pada media tanah dan dapat membantu dalam proses perkecambahan
benih. Pengairan kedua dilakukan saat tebu berumur 15 hari agar memenuhi
kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Pengairan ketiga dilakukan pada saat
sebelum pempupukan I atau saat tanaman berumur satu bulan agar saat
pemupukan tanaman tetap dalam kondisi lembab tidak kekurangan air.
Pengairan terakhir dilakukan sebelum pemupukan II.
25

3. Pembumbunan
Pembumbunan atau urug adalah memberikan tambahan tanah pada pangkal
batang tebu.. Pembumbunan dilakukan sebanyak tiga kali. Pembumbunan
pertama dilakukan sekitar 2-4 minggu setelah tanam, kegiatan ini dilakukan
bersama dengan aplikasi pemupukan. Pembumbunan pertama bertujuan untuk
merangsang pertumbuhan anakan. Pembununan kedua dilakukan saat tanaman
berumur dua bulan dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan tunas sekunder
dan tersier serta membantu memperkuat perakaran. Pembumbunan ketiga
dilakukan saat tanaman berumur 3 bulan atau ketinggian maksimum satu meter
yang ditandai dengan tajuk daun yang telah menutup. Pemumpunan terakhir ini
bertujuan untuk memperkokoh batang tebu agar tidak mudah roboh. Prestasi
kerja mahasiswa saat pembumbunan yaitu 0,005 ha HOK-1 sedangkan karyawan
yaitu 0,01 ha HOK-1.

4. Pemupukan
Pemupukan adalah penambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman
dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah yang ideal untuk tanaman.
Pemupukan pada tanaman tebu menggunakan pupuk phonska dan pupuk ZA
dengan standar pabrik dimana masing-masing sebanyak 5 ku ha-1. Pemupukan
dilakukan sebanyak dua kali. Berdasarkan standar pabrik pupuk pertama
diberikan setengah dosis yaitu pada saat tanaman berumur satu bulan. Pupuk
kedua diberikan setengah dosis dari phonska dan pupuk ZA pada saat tanaman
berumur dua bulan. Penggunaan pupuk alternatif dapat dilakukan namun
bergantung terhadap kebutuhan tebu itu sendiri. Pemupukan Tebu melihat tiga
unsur yang perlu dicukupi oleh tebu seperti unsur N, Unsur P2O5, dan Unsur
K2O. Pada saat tanaman berumur 1-3 bulan setelah tanam perlu unsur N yang
lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, dalam hal ini membantu
pembentukan tunas dan akar baru. Tanaman berumur 3-9 bulan memerlukan
unsur P2O5 yang lebih banyak untuk perpanjangan akar, batang, dan daun.
Tanaman berumur 10-11 bulan tanaman perlu memaksimalkan unsur K2O
dimana membantu optimalisasi N untuk membentuk pigmen hijau daun, selain
itu gejala akan menimbulkan bunga dan membuat pertumbuhan akar, batang,
dan daun berhenti. Pemupukan pada tebu harus memperhatikan ketepatan dalam
dosis, aplikasi pemupukan, sasaran, waktu yang tepat. Apabila pemupukan
dilakukan terlambat akan mengakibatkan pada pertumbuhan dan hasil akhir
tebu. Prestasi kerja mahasiswa saat pemupukan yaitu 0,05 ha HOK-1 sedangkan
karyawan yaitu 0,012 ha HOK-1.

5. Klentek
Klentek adalah kegiatan pemeliharan tanaman tebu dengan membersihkan atau
membuang daun kering yang berada pada daun tebu dengan mengunakan sabit.
Kegitaan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan kebun, mencegah terjadinya
kebakaran, membuat tanaman mendapatkan sirkulasi udara yang baik,
memberikan pencahayaan yang optimal bagi tanaman, dan membantu dalam
kegiatan penebangan agar berjalan dengan mudah. Klentek dilakukan sebanyak
dua kali yaitu pada saat tanaman berumur 4 bulan dan 2-3 bulan sebelum tebang
tebu.
26

6. Pengendalian gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang dapat menjadi saingan bagi tanaman tebu
dalam memeperoleh cahaya matahari, air, unsur hara, dan pemanfaatan ruang.
Pengendalian gulma bertujuan membersihkan tanaman penggangu yang
menghambat pertumbuhan tanaman tebu. Selain itu, pengendalian gulma juga
bertujuan untuk membantu dalam proses pemeliharaan dan pemanenan tanaman
tebu. Gulma yan terdapat di wilayah kerja PG Madukismo ada bebarapa jenis
yang terdiri berdaun lebar, berdaun sempit, teki-tekian. Gulam berdaun lebar yan
dominan adalah Cynodon dactilon L, gulma berdaun sempit yang doniman
adalah Portula caoleracea L, dan gulam dengan jenis teki-tekian yang dominan
adalah Cyperus rotundus L (Tabel 9). Pengendalian gulma pada tanaman tebu
dilakukan dalam tiga cara yaitu manual, kimia, dan mekanis.
Tabel 9. Gulma dominan di wilayah kerja PG Madukismo

Jenis Gulma Nama Gulma


Berdaun Lebar Cynodon dactilon
Berdaun Sempit Portulaca oleracea L.
Teki- tekian Cyperus rotundus L.
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara menggunakan


peralatan kerja seperti cangkul, garpu, dan arit. Pengendalian gulma secara kimia
menggunakan herbisida dengan pola umum herbisida pada Tabel 10.
Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan cara menggunakan hand traktor.
Pengendalian gulma juga dapat dilakukan sebelum pemupukan atau bersamaan
dengan kegiatan pembumbunan.
Tabel 10. Pola Umum Aplikasi Herbisida

Waktu Aplikasi Bahan Aktif Dosis Keterangan


Pre-Emergence Diuron 2,50 kg/ha Saat gulma dan tanaman tebu belum
2,4-D Amin 1,50 kg/ha tumbuh, 3-5 hari setelah tanam.
Late Pre-Emergence Diuron 1,50 kg/ha Saat gulma sudah tumbuh dengan 2-
2,4-D Amin 1,50 lt/ha 3 daun dan tebu sudah berkecambah
Ametrin 1,50 lt/ha
Post Emergence I Ametrin 2,00 kg/ha Saat ulma sudah tumbuh dan
dan tidak perlu 2,4 D Amin 0,75 lt/ha dilaksanakan 1-2 kali, post-
dilakukan Paraquat 0,50 lt/ha emergence dilakukan secara manual
Post Emergence II Surfaxtan 0,50 lt/ha
Paraquat 2,50 lt/ha
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

7. Pengendalian hama dan penyakit


Pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk upaya menurunkan
kehilangan hasil akhir dari tebu. Pengendalian ini dilakukan tanpa mencemarkan
lingkungan. Beberapa hama penting yang menyerang tanaman tebu adalah
penggerek batang, penggerek pucuk, uret, tikus sawah dan kutu bulu putih.
27

Penggerek batang (Chilo auricillus D.) merupakan hama yang menyerang


batang tebu yang berupa ulat. Tanaman tebu yang terserang penggerek batang
ditandai dengan batang yang berlubang dan bercak-cak pada daun (Gambar 10).
Pengendalian hama penggerek batang dilakukan dengan cara pelepasan telur
dari spesies Trichogamma nanum, Trichogamma minatum, dan Trichogama
australicum.

Gambar 10. Hama penggerek batang tebu ( Chilo Auricillus D.)


Penggerek pucuk (Triporysa vinella F.) adalah hama yang menyerang helaian
daun. Ciri-ciri tanaman yang terserang hama penggerek pucuk adalah helaian
daun yang berlubang secara berderat dan mati puser pada tanaman muda dan
tua. Pengendalian dilakukan secara hayati yaitu dengan Trichogramma sp. yang
digunakan sebagai parasit. Aplikasi pengendalian ini dilakukan pad kebun tebu
dengan cara pias yang ditempel dalam kertas dan diletakkan pada daun tebu
(Gambar 11). Pelepasan pias dilakukan dua bulan sekali dimulai saat tanaman
berumur dua sampai empat bulan. Pelepasan pias dilakukan pagi hari, karena
apabila terkena cahaya matahari membantu pecahnya telur. Dosis pelepasan pias
adalah 20 ha-1 dengan diaplikasikan secara acak.

Gambar 11. Pelepasan Pias di Kebun Tebu

Hama uret (Lepidiota stigma F.) merupakan hama yang menyerang pada akar
tanaman tebu (Gambar 12). Penyerangan terhadap akar tanaman menyebabkan
tanaman tidak dapat mudah roboh. Hama uret merupakan hama yang paling
banyak menyerang pada tanaman tebu. Hama ini banyak pada lahan kering,
namun tidak terlalu banyak pada lahan sawah. Pengendalian hama uret dapat
dilakukan dengan hayati dan mekanisasi. Pengendalian hayati dengan
memberikan jamur Metorhizium onisapliae A, sedangkan dengan pengendalian
mekanisasi dengan sistem pengolahan tanah yang intensif.
28

Gambar 12. Hama Uret ( Lepidiota stigma F.)


Tikus sawah (Rattus argentiventer R) menyerang pada tunas bagal yang dapat
menyebabkan tanaman mati. Serangan tikus sawah menyebabkan tanaman
menjadi layu dan daun mengering. Pengendalian tikus dilakukan dengan secara
kimiawi dan manual. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan pemberian
rodentisida, sedangkan pengendalian manual dilakukan dengan cara
penangkapan.
Kutu bulu putih (Saccharicoccus sacchari C.) merupakan hama yang menyerang
pada daun tebu (Gambar 13). Hama ini menyerang pada saat musim hujan.
Serangan ini dapat mengakibatkan kehilangan rendemen.

Gambar 13. Kutu bulu putih (Saccharicoccus sacchari C.) pada daun tebu

Panen
Pemanenen merupakan kegiatan terakhir dalam budidaya tanaman tebu.
Pemanenen dilaksanakan karena tebu telah terisi penuh dengan kandungan gula,
sebelum dilakukan penebangan dan pengangkutan. Sebelum melakukan kegiatan
pemanenan biasanya dilakukan taksasi produksi dan analisa penndahuluan untuk
memperkirakan dugaan produksi hasil.
Taksasi produksi di PG Madukismo dilakukan sebanyak dua kali yaitu
Taksasi Desember dan Taksasi Maret. Takasasi Desember dilakukan pada saat
tanaman tebu sudah memasuki fase pertumbuhan memanjang, beruas, dan
bertumbuh dengan habitus baik, namun Taksasi Desember tidak bisa dijadikan
perkiraan hasil produksi dalam hal ini tanam belum menghasilkan gula sepenuhnya.
Taksasi Maret dilakukan dengan menghitung rata-rata bobot batang per
meter, rata-rata tinggi tanaman, rata-rata jumlah batang per meter juring, dan
jumlah juring per hektar. Bobot batang per meter dihitung dengan timbangan
sederhana. Tinggi batang adalah panjang yang akan diukur dari permukaan tanah
sampai daun +1 (titk patah). Jumlah batang per meter adalah menghitung
29

banyaknya batang setiap juring. Perhitungan taksasi maret dapat dihitung dengan
rumus :
Hasil/ha = Rata-rata jumlah batang m-1 juring x rata-rata tinggi batang x rata-rata
bobot batang m-1 x jumlah juring ha-1 x panjang juring efektif
Analisis pendahuluan digunakan untuk mengetahui jalannya proses
kemasakan batang tebu yang ditanam. Analisis pendahuluan berguna untuk
mengetahui tebu yang harus terlebih dahulu ditebang karena sudah memiliki
kemasakan yang telah dianalisa. Analisis pendahuluan memiliki kegunaan untuk
mempertimbangkan tanggal awal giling dan menetapkan jadwal tebang tanaman
tebu.
Analisis pendahuluan dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dengan
menentukan petak maupun juringan contoh. Selanjutnya, dari juringan contoh
ditentukan letak batang contoh yang akan diambil pada setiap periode (ronde). PG
Madukismo melakukan analisis pendahuluan dengan delapan ronde dengan 15
interval, dipilih secara acak untuk membedakan bulan muda (tanggal 1-15) dan
bulan tua (16-30). Kemudian melakukan analisis dengan mengklentek daun,
menghitung, menimbang dan mengukur batang serta jumlah luasnya, memotong
tiap batang menjadi tiga bagian yaitu atas, bawah, dan tengah yang sama
panjangnya. Batang masing-masing ditimbang, dibelah, dan dihitung jumlah
ruasnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penggilingan contoh.
Batang tebu yang dibagi menjadi tiga bagian digiling digilingan kecil dan
masing-masing ditentukan nilai niranya. Penggilingan contoh diusahakan memiliki
persentase perah yang sebesar 60% yang dimana rumus persentase perah sebagai
berikut :
bobot nira
Persentase perah = bobot tebu × 100% = ± 60%

Setelah di dapat nira dengan perlataan laboratorium dapat diperoleh nilai


brix dan nilai pol. Nilai brix adalah total padatan yang terlarut dalam tebu.
Pengukuran brix umumnya menggunakan alat handrefractometer dengan bantuan
cahaya matahari akan didapat nilai brix. Nilai pol ditentukan dengan persen dimana
untuk mengukur kandungan gula yang di dapat dari gilingan contoh.
Ada beberapa faktor dalam menentukan analisis pendahuluan seperti faktor
kemasakan (FK), koefisien peningkatan (KP), dan Koefisien Daya Tahan (KDT).
Faktor Kemasakan (FK) bertujuan untuk menentukan tingkat kemasakan tebu
dimana perbedaan rendemen batang bagian bawah dan atas. Faktor kemasakan
dapat dirumuskan seperti :

Rendemen bawah – Rendemen Atas


FK = ×100%
Rendemen Bawah

Pabrik Gula Madukismo melakukan penebangan jika FK sudah mencapai


25%, tebu dianggap mati atau lewat tebang jika FK = 0 dimana rendemen atas sama
dengan rendemen bawah.
Koefisien Peningkatan (KP) adalah nilai yang memperlihatkan tingkat
rendemen yang udah dicapai oleh tanaman tebu. Koefisien peningkatan bertujuan
untuk menunjukan peningkatan kemanisan tebu sehingga dapat diperkiraan tebu
30

ditahan atau belum ditebang. Koefisien Peningkatan (KP) dapat dirumuskan seperti
:
Rendemen N
KP = Rendemen N−2 × 100%

Keterangan :
Rendemen N = Rendemen pada ronde ke- N
Rendemen N-2 = Rendemen pada 2 ronde sebelum ronde ke-N
KP beberapa kriteria apabali KP > 100 maka tebu dapat ditahan karena
rendemen tebu masih bisa meningkat. KP = 100 artinya selama 2 periode tidak ada
kenaikan rendeman. Tebu saat ini harus segera ditebang karena tanaman tebu tidak
akan mengalami peningkatan. KP < 100 maka tanaman tebu harus segera ditebang.
Hal ini rendemen saat sekarang lebih kecil dibandingkan rendemen 2 periode yang
lalu, sehingga pendugaan bahwa tebu akan mulai mati dan rendemennya relatif
turun.
Harkat Kemurnian (HK) adalah perbandingan persen pol dengan persen brix
dimana nilai pol adalah kandungan gula dalam larutan nira dan nilai brix adalah
kandungan padatan gula dan bukan gula yang terdapat dalam larutan nira. Nilai
Harkat kemurnian dapat dirumuskan seperti
% Pol
HK= % Brix × 100%

Koefisien Daya Tahan (KDT) adalah nilai yang menggambarkan ketahanan


tanaman tebu. Ketahanan dalam hal ini adalah terhadap serangan hama dan
penyakit. Koefisien Daya Tahan (KDT) dapat dirumuskan seperti :
HK Bawah (a.a)
KDT =HK bawah (a.a −2) × 100%

keterangan :
HK Bawah (a.a) : Harkat kemurnian bagian bawah dari analisa terakhir
HK Bawah (a.a-2) : harkat kemurnian bagian bawah 2 minggu sebelumnya

Apabila KDT > 100% artinya tebu dapat ditahan sehingga tebu masih
dibiarkan untuk tumbuh. KDT = 100 artinya tanaman tebu sudah mencapai
ketahanan optimal sehingga tebu saatnya akan ditebang. KDT < 100 menunjukkan
bahwa daya tahan tebu sudah menurun sehingga harus segera di tebang.
Tebang dan angkut merupakan kegiatan terakhir dalam pemanenan tebu
dalam satu musim. Tebang dan angkut bertujuan untuk memenuh kapasitas giling
pabrik. Kegiatan ini juga harus sesuai dengan kriteria pabrik dimana tebu yang akan
digiling harus BSM (Bersih, Segar, dan Manis). Bersih dalam hal ini tebu tidak
tercampur oleh kotoran atau benda-benda dalam memasuki gilingan. Segar artinya
tebu yang telah ditebang tidak boleh melebihi 36 jam atau harus segera digiling.
Manis artinya tebu yang akan ditebang sudah memasuki kemasakan yang optimal.
Penebangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan tebu yang akan
dikepras untuk budidaya selanjutnya dan tebu yang tidak untuk di kepras.
Perbedaan dalam hal ini apabila tidak untuk dikepras maka seluruh batang dicabut.
Penebangan umumnya diusahakan tebang mepet tanah (TMT). Setelah
penebangan, batang kemudian di ikat setiap 20-30 batang. Setiap batang yang diikat
31

selanjutnya diangkut ke dalam truk dengan kapasitas angkur 6-8 ton. Selama tebang
angkut diawasi oleh mandor tebang dan sinder tebang.

Pengolahan hasil tebu


Tebu yang akan diolah menjadi gula di PG Madukismo menggunakan
proses infiltrasi. Tahapan untuk menjadi gula ini melalui beberapa stasiun dimana
diawali dengan pos pemeriksaan, stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun
pengentalan, stasiun pemasakan, stasiun pemutaran dan pengkristalan, dan
pengemasan.
1. Pos persiapan
Tahap awal sebelum tebu memasuki stasiun penggilingan, harus melewati pos
persiapan dimana agar memenuhi tebu yang siap digiling yaitu bersih, segar, dan
manis (BSM). Tebu yang dibawa oleh truk akan melewati empat pos persiapan
yang terdiri dari pos pemeriksaan, pos timbangan bruto, pos pembongkaran, dan
pos timbangan tara. Setiap pos memiliki tugas dan tanggung jawab masing-
masing.
a. Pos pemeriksaan
Truk tebu yang akan membawa tebu ke dalam pabrik harus terlebihi dahulu
melewati pos pemeriksaan. Kegiatan pada pos pemeriksaan adalah
melakukan pemeriksaan dan pencatatan yang terdiri dari nama pemilik, nama
kebun, nomor SPA, plat nomor truk angkut, nama sinder tebang, dan
pemeriksaan brix tebu.

b. Pos timbangan bruto


Pos timbangan bruto adalah pos untuk menimbang bobot tebu dengan truk.
Penimbangan bruto dilakukan dengan sistem digital atau menggunakan
komputer. Pos timbangan bruto juga terdapat database kebun dan kode sinder
yang memudahkan dalam menginput data truk. Data bobot akan dicetak pada
SPA sehingga dapat mengetahui bobot kotor.

c. Pos pembongkaran
Setelah melewati pos penimbangan bruto, truk dan tebu memasuki pos
pembongkaran. Pos pembongkaran merupakan pemindahan tebu dari truk ke
lori dengan menggunakan alat derek yang dikendalikan oleh operator. Tebu
harus dalam keadaan rapi jika tidak akan menyebabkan tebu runtuh ketika
melakukan pengangkatan ke dalam lori. Selain pembongkaran, pos ini juga
melakukan peniliaan tebu dengan kriteria kotoron yang terbawa seperti
pucuk, rapak, dan tebu terbakar. Kriteria dibagi menjadi tiga yaitu K1, K2,
dan K3. K1 terdiri dari maksimal kotoran sebesar 2,5%, K2 terdiri dari
maksimal kotoran 7,5%, dan K3 terdiri dari maksimal kotoran sebesar 15%.
Kriteria ini dapat merugikan pemilik tebu karena akan terjadi pemotongan
harga yang dapat merugikan tenaga tebang dan angkut.

d. Pos timbangan tara


Pos Timbangan Tara adalah pos terakhir untuk menghitung penimbangan truk
bersih. Penimbangan ini untuk melihat selisih bobot pada timbangan bruto
dan mengetahui bobot bersih tebu yang akan dicetak pada SPA.
32

2. Stasiun gilingan
Stasiun gilingan adalah tempat untuk pemerahan gula. Tebu yang siap untuk
digiling sebelumnya harus dibersihkan dengan air, hal ini dilakukan untuk
mengurangi apabila ada kotoran yang menempel dalam tebu. Pemerahan nira di
PG Madukismo menggunakan alat-alat berupa Unigrator mark IV dengan
melakukannya sebanyak lima kali. Gilingan kedua dan ketiga ditambahkan
dengan air nira dari gilingan sebelumnya. Gilingan ke empat dan kelima
ditambahkan air panas. Ampas sisa penggilingan umumnya diperoleh sebesar
2% dimana terdiri dari dua yaitu kasar dan halus. Ampas yang kasar akan
digunakan sebagai bahan bakar ketel, sedangkan untuk yang halus akan
dijadikan tambahaan untuk pembuatan blotong.
3. Stasiun pemurnian
Stasiun pemurnian bertujuan untuk memisahkan kotoran yang berada dalam nira
tebu yang terbawa dalam stasiun penggilingan. PG Madukismo melakukan
pemurnian nira dengan menggunakan sistem sulfitasi. Nira yang dihasilkan dari
stasiun penggilingan akan berada dalam bak pengendapan. Nira yang mentah
tersebut ditimbang dan dipanaskan pada kisaran suhu 70-75 0C. Pemurnian
dilakukan dengan defikasi yaitu dengan susu kapur dilakukan sebanyak dua kali.
Selanjutnya, memasuki proses sulfitasi yang bertujuan untuk menetralkan
kembali pH penggunaan kapur dan memisahkan endapan kotoran yang masih
terdapat pada nira. Endapan kotoran dalam bentuk padat digunakan untuk
blotong atau pupuk organik.

4. Stasiun pengentalan
Stasiun pengentalan berguna untuk menguapkan kandungan air pada nira yang
setelah melewati stasiun pemurnian. Penguapan ini disusun secara
interchangeable. Ada 5 tangki evaporator yang dapat digunakan untuk
pengentalan nira, namun hanya 4 evaporator yang dioperasikan dalam setiap
proses pengolahan. Pergantian tangki dilakukan 2 hari sekali untuk
membersihkan tangki evaporator.

5. Stasiun pemasakan
Stasiun Pemasakan bertujuan untuk meningkatkan nira sebelum dibentuk
menjadi kristal. Sistem yang digunakan adalah sistem A-C-D dengan
menggunakan 12 tangki dimana gula A sebagai gula produk menggunakan
tangki nomor 1 sampai 5. Tangki nomor 6 digunakan untuk masakan gula C.
Tangki nomor 7 sampai 12 digunakan untuk masakan gula D. Pemasakan
dilakukan dengan suhu 65 0C. Hasil akhir dari pemasakan adalah kristal gula dan
larutan.

6. Stasiun pemutaran dan pengkristalan


Stasiun Pemutaran ini berguna untuk memisahkan kristal gula dan larutannya.
Dalam stasiun ini menggunakan alat dengan gaya sentrifuga. Pemisahan antara
gula dan larutannya ini menghasilkan gula kristal dan molase. Molase ini akan
dialirkan ke pabrik suling. Sementara kristal gula yang sudah terbentuk akan
dikeringkan dengan menurunkan kelembaban untuk meningkatkan daya simpan
gula.
33

7. Pengemasan
Setelah terbentuknya gula kristal maka dipilih sesuai dengan ukuran butirnya
dengan alat penyaring. Ukuran gula kristal harus sesuai dengan ketentuan.
Kristal gula yang telah melawati penyaringan akan dikemas. Pengemasan
dialakukan dalam karung yang memiliki kapasitas 50 kg. Gula yang telah
dikemas selanjutnya dimasukkan ke dalam gudang penyimpanaan.

Aspek Manajerial

Pabrik Gula Madukismo memiliki beberapa fokus pekerjaan dalam masing-


masing tingkat pekerjaannya. Salah satu fokus pekerjaan adalah bagian tanaman.
Bagian tanaman dipimpin oleh kepala bagian tanaman (Kabagtan) yang memiliki
salah satu tugas dalam mengawasi dan membagi areal lahan tebu ke dalam masing-
masing rayon. Kepala bagian tanaman membawahi kapala rayon, kepala rayon
membawahi sinder kebun wilayah (SKW), dan sinder kebun wilayah membawahi
beberapa mandor kebun.

Kepala Rayon
Kepala rayon memiliki fungsi untuk membantu kepala bagian tanaman
dalam melaksanakan kebijakan dan ketentuan administratur dalam penanaman tebu
benih dan tebu giling serta memimpin bagian rayon untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
Beberapa tugas seorang kepala rayon adalah membantu kepala bagian
tanaman dalam melaksanakan dan mengamankan program penanaman tebu benih
dan tebu giling sesuai dengan target yang ditetapkan, membantu mengawasi
masalah mekanisasi penggunaan dan perawatan traktor, mengkoordinasikan
kegiatan sinder-sinder wilayah dirayonnya, baik yang menyangkut aspek teknis
maupun aspek non teknis, menengakkan disiplin kerja sinder wilayah yang ada
dalam rayonnya, dan memberikan otoritas atas dokumen dan laporan sesuai dengan
sistem wewenang yang berlaku.

Sinder Kebun Wilayah (SKW)


Sinder kebun wilayah (SKW) bertanggung jawab dalam mengendalikan
satu wilayah kebun dengan luasan sekitar 150-200 ha. Seorang Sinder Kebun
Wilayah dalam mengerjakan tugas dibantu oleh beberapa mandor lapangan. SKW
memiliki fungsi membantu kepala rayon melaksanakan kebijakan direksi dan
ketentuan administratur dalam penyuluhan dan bimbingan baik dalam bidang teknis
maupun administratif kepada petani tebu dan KUD. Sinder Kebun Wilayah
memiliki beberapa tugas diantaranya mengkoordinasikan kegiatan karyawan yang
ada dalam wilayahnya, memeriksa dan menandatangani berita acara hasil kebun,
mengkoordinasikan taksasi produksi tebu TRI dan tebu benih diwilayah
kasinderannya, memberikan penyuluhan secara teknis, dan mendaftarkan areal TRI
serta menyusun rancangan anggaran kebun (RAB).

Mandor Lapangan
Mandor lapangan adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab dalam
pengolahan budidaya yang terjadi di lapangan. PG Madukismo memiliki beberapa
mandor lapangan yang dibagi menjadi empat yaitu mandor kebun, mandor pupuk,
34

mandor bibit, dan mandor tebang angkut. Masing-masing mandor memiliki fungsi,
tugas, dan tanggung jawab yang berbeda.
Mandor kebun adalah orang yang dipercaya oleh Sinder Kebun Wilayah
(SKW) dalam melakukan tugas budidaya di masing-masing wilayah. Mandor
kebun umumnya mengurusi wilayah Kebun Tebu Giling (KTG) di masing-masing
wilayah yang dipercayakan. Mandor kebun memiliki tanggung jawab dalam
mengurusi pemilihan tenaga kerja dan mengawasi hasil pekerjaan seluruh yang
terjadi di kebun serta mencatat kegiatan yang dilakukan unutk dilaporkan kepada
Sinder Kebun Wilayah (SKW).
Mandor pupuk adalah orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan
pemupukan baik secara manual maupun mekanisasi pada masing-masing wilayah
yang dipercayakan. Mandor pupuk memiliki tanggung jawab dalam pengambilan
pupuk di gudang sampai pencatatan yang akan dilaporkan pada pihak administrasi.
Jenis dan pupuk yang akan direalisasikan harus dievalusikan terlebih dahulu
mengenai jumlah luasan kebun dan persediaan pupuk yang ada.
Mandor bibit adalah orang yang bertugas mengawasi setiap pekerjaan yang
ada dalam kebun bibit. Mandor bibit berbeda dengan mandor kebun, dimana
kegiatan dilakukan hanya untuk pembibitan tidak sampai dengan penggilingan.
Bibit dari kebun bibit yang akan selanjutnya akan ditanam dalam Kebun Tebu
Giling (KTG).
Mandor tebang angkut adalah orang yang mengatur dalam pelaksanaan
kegiatan tebang dan angkut dalam suatu wilayah. Mandor tebang angkut juga
memiliki tanggung jawab dalam mengadakan tenaga tebang hingga berperan
penting agar tebu yang ditebang mencapai tebu yang BSM (Bersih, Segar, dan
Manis).

Aspek Khusus

Keadaan umum petani wilayah pengamatan


Pengamatan dilakukan dengan melakukan wawancara petani tebu rakyat di
dua wilayah kerja PG Madukismo yaitu Bantul dan Purworejo. Kedua wilayah yang
diamati merupakan lahan kering. Karakteristik petani kedua wilayah cukup
berbeda. Petani wilayah Bantul umumnya merupakan petani mandiri yang memiliki
lahan yang tidak begitu luas. Petani wilayah Purworejo merupakan bagian dalam
kelompok tani sehingga memiliki luas lahan yang cukup luas dan diatur oleh satu
ketua.

Dosis pemupukan rekomendasi PG Madukismo


Pemupukan di PG Madukismo dilakukan bergantung dengan
penanamannya. Penanaman tebu dibagi menjadi dua yaitu plant cane atau tanaman
baru dan ratoon cane atau keprasaan. Berdasarkan PG Madukismo, pemupukan
pada jenis tanam plant cane adalah menggunakan Pupuk ZA sebanyak 500 kg ha-1,
NPK sebanyak 500 kg ha-1, dan pupuk organik sebanyak 1.100 kg ha-1. Tanaman
keprasaan atau ratoon cane dengan pupuk ZA dan NPK sebanyak masing-masing
500 kg ha-1.
35

Tabel 11. Rekomendasi pupuk berdasarkan PG Madukismo

Dosis Pupuk (kg ha-1)


Jenis Pupuk
Plant Cane (PC) Ratoon Cane (RC)
ZA 500 500
NPK 500 500
Organik 1.100 -
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)

Dosis rekomendasi RDKK pupuk bersubsidi


Tebu yang dibudidayakan petani umumnya menggunakan pupuk bersubsidi
dimana berdasarkan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Dosis
rekomendasi berdasarkan RDKK berbeda dengan rekomendasi PG Madukismo.
Dosis tersebut terdapat pupuk ZA sebanyak 600 kg ha-1, pupuk NPK sebanyak 400
kg ha-1, dan pupuk organik sebanyak 500 kg ha-1 (Tabel 12).
Tabel 12. Rekomendasi pupuk berdasarkan RDKK pupuk bersubsidi

Jenis Pupuk Dosis Pupuk (kg ha-1)


Bantul Purworejo
ZA 600 600
NPK 400 400
Organik 500 500
Sumber : Koperasi Petani Tebu Rakyat (2017)

Pelaksanaan pemupukan di wilayah pengamatan


Jenis pupuk
Jenis pemupukan pada petani di dua wilayah pengamatan umumnya sesuai
dengan Rancangan Definitif Kebutuhan Definitif (RDKK) pupuk bersubsidi
dimana menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk ZA dan Pupuk NPK. Pupuk ZA lebih
dianjurkan dibandingkan pupuk urea karena pupuk urea tidak mengandung unsur
hara lainnya sedangkan pupuk ZA mengandung unsur makro yang lain yaitu unsur
belerang atau sulfur (S). Unsur sulfur ini sangat berguna untuk pembentukan tunas
dan pembentukan korofil. Pupuk ZA mengandung unsur nitrogen (N) sebanyak
21% dan unsur belerang (S) sebanyak 24%. Selain pupuk ZA, tanaman tebu juga
diberikan pupuk NPK dimana dengan perbandingan 15% N : 15% P2O5 : 15% K2O.
Selain pupuk organik yang sesuai dengan RDKK, beberapa petani untuk wilayah
pengamatan Purworejo menambahkan pupuk dasar berupa SP-36 dimana
mengandung 36% P2O5.
Dosis pupuk
Dosis pemupukan untuk petani tebu seharusnya menggunakan sesuai
dengan dosis pupuk berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)
pupuk bersubsidi yaitu pupuk ZA sebanyak 600 kg ha-1 , pupuk ZA sebanyak 400
kg ha-1, dan pupuk organik sebesar 500 kg ha-1 (Tabel 12).
Petani wilayah Bantul umumnya mengunakan pupuk anorganik yang sesuai
dengan RDKK (Tabel 13). Sedangkan, wilayah Purworejo umumnya menambah
sendiri pupuk anorganiknya sehingga melebihi RDKK (Tabel 14).
36

Tabel 13. Realisasi pupuk anorganik tebu pada kebun pengamatan di Bantul

No Kebun Luas lahan Jenis Pupuk (kg ha-1)


(ha) ZA NPK
1 Lemah dadi 1,00 500 500
2 Nawungan I 0,50 600 600
3 Selopamioro 0,70 600 600
4 Panggang 1,00 600 400
5 Nogosari 0,50 600 400
6 Jambu 1,20 800 400
7 Kajor 1,00 800 400
8 Kedung Jati 0,60 400 400
9 Nawungan II 0,50 400 400
10 Timbulharjo 1,10 800 700
11 Selarong 1,00 600 400
12 Ngentak 1,00 600 400
Rata-rata 0,84 608 467
Sumber : Hasil wawancara petani wilayah pengamatan (2017)

Tabel 14. Realisasi pupuk anorganik tebu pada kebun pengamatan di wilayah
Purworejo

No Kebun Luas lahan Jenis Pupuk(kg ha-1)


(ha) ZA NPK SP-36
1 Kesidan 9,00 1000 500 -
2 Bandungrejo 5,00 700 500 -
3 Kentengrejo 2,00 800 400 200
4 Nampurejo 5,00 500 500 200
5 Wonosari 6,00 700 500 -
6 Karangsari 5,00 800 400 -
7 Ngiboran 2,00 700 500 -
8 Ngentak 7,00 600 400 -
9 Wonoroto 2,50 600 400 400
10 Harjobinangun 6,00 800 500 -
11 Ketawang 5,00 400 400 200
12 Cengir 2,50 700 500 -
Rata-rata 4,75 692 458 250
Sumber : Hasil wawancara petani wilayah pengamatan (2017)

Cara pemupukan
Berdasarkan hasil wawancara dua wilayah, petani umumnya memupuk
dengan cara menebar pupuk dalam tiap rumpun atau lubang. Sistem menebar pupuk
digunakan gengaman tangan petani sehingga akan menghasilkan jumlah yang
berbeda tiap rumpun atau tidak tetap. Setelah pemupukan umumnya dilakukan
penutupan tanah atau urug.

Waktu pemupukan
Pemupukan pada kedua wilayah dilakukan dengan dua kali dengan waktu
yang tepat. Petani wilayah Bantul umumnya melakukan pemupukan I pada bulan
37

Desember dan pupuk II dilakukan dua bulan setelah pupuk I yaitu bulan Februari.
Petani Wilayah Purworejo melakukan pemupukan I pada bulan November dan
pemupukan II pada bulan januari. Tetapi, wilayah Purworejo Selatan melakukan
pemupukan lebih cepat yaitu pemupukan I dilakukan bulan Juli dan pemupukan II
dilakukan bulan September. Hal ini dilakukan karena wilayah kerja Purworejo
Selatan mudah terserang uret.

Distribusi pemupukan bersubsidi


Petani tebu umumnya menggunakan pupuk yang bersudsidi yang disusun
dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi
(Gambar 11). Organisasi dalam penyusunan RDKK terdiri dari ketua kelompok
tani, ketua gabungan kelompok tani (GAPOKTAN), Kepala Balai Penyuluhan
Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) Kecamatan,
Kabupaten/Kota, dan Provinsi (Kementan, 2014) .

KEMENTAN
Tingkat Pusat

DinasTP, Hort, Bun, Rekap RDKK


Tingkat Provinsi BAKORLUH
Nak dan Kan (Mei)

Tingkat DinasTP, Hort, Bun, Rekap RDKK


BAPELUH
Kabupaten/ Kota Nak dan Kan (April)

Rekap RDKK
Tingkat Kecamatan UPTD/BP3K BPP
(Maret)

Rekap RDKK
Tingkat Desa/ (Februari)
Kelurahan Fasilitas Penyusun
GAPOKTAN RDKK oleh penyuluh
Pendamping

POKTAN POKTAN POKTAN

PETANI PETANI PETANI

Gambar 11 . Bagian alur penyusun RDKK Pupuk bersubsidi

Produktivitas wilayah pengamatan


Pengamatan produktivitas dilakukan dengan melakukan kegiatan taksasi di
kebun wilayah pengamatan (Tabel 15 dan 16). Taksasi pada wilayah pengamatan
Purworejo dilaksanakan pada bulan April. Wilayah pengamatan di Bantul
dilakukan taksasi pada bulan Maret. Perhitungan produktivitas dilakukan dengan
rumus produktivitas = Σ batang m-1 X Σ juring ha-1 X Tinggi batang X Bobot
batang X Pj juring efektif.
38

Tabel 15. Produktivitas kebun pengamatan di Bantul


Pjang Produktiv
Σ batang Tinggi Bobot Σ juring
No Nama Kebun juring itas
m-1 batang (m) batang ha-1
efektif (m) (ku ha-1)
1 Lemah dadi 6,00 2,36 0,43 900 10 548
2 Nawungan I 11,00 1,97 0,33 900 10 649
3 Selopamioro 7,70 2,02 0,40 900 10 553
4 Panggang 7,10 1,84 0,36 900 10 424
5 Nogosari 7,00 2,23 0,33 900 10 460
6 Jambu 7,70 1,83 0,53 900 10 672
7 Kajor 7,00 1,78 0,47 900 10 530
8 Kedung Jati 6,30 1,84 0,43 900 10 446
9 Nawungan II 6,90 1,83 0,34 900 10 390
10 Timbulharjo 7,50 2,12 0,41 900 10 592
11 Selarong 7,50 2,19 0,37 900 10 550
12 Ngentak 7,70 2,01 0,40 900 10 544
Rata-rata 7,45 2,00 0,40 900 10 531
Sumber : Hasil wawancara petani wilayah pengamatan (2017)

Tabel 16. Produktivitas kebun pengamatan di Purworejo

Σ Panjang Produktiv
Σ batang Tinggi Bobot
No Nama Kebun juring juring itas (ku
m-1 batang (m) batang
ha-1 efektif (m) ha-1)
1 Kesidan 8,20 2,50 0,50 900 10 925
2 Bandungrejo 8,70 2,66 0,44 900 10 921
3 Kentengrejo 8,20 2,54 0,45 900 10 838
4 Nampurejo 7,80 2,15 0,43 900 10 655
5 Wonosari 7,90 2,65 0,48 900 10 902
6 Karangsari 6,90 2,09 0,49 900 10 634
7 Ngiboran 7,00 2,78 0,50 900 10 880
8 Ngentak 7,40 2,46 0,45 900 10 730
9 Wonoroto 7,70 2,33 0,47 900 10 753
10 Harjobinangun 7,50 2,19 0,55 900 10 821
11 Ketawang 7,50 2,03 0,47 900 10 641
12 Cengir 7,00 2,48 0,47 900 10 736
Rata-rata 7,65 2,41 0,47 900 10 786
Sumber : Hasil wawancara petani wilayah pengamatan (2017)

Tabel 17. Hasil uji t-student produktivitas di dua wilayah pengamatan

Wilayah Produktivitas (ku ha-1)


Bantul 529a
Purworejo 786b
Keterangan : angka pada tiap baris yang diikuti dengan huruf yang berbeda, berbeda nyata
pada uji t dengan taraf 5%
39

Korelasi pemupukan terhadap produktivitas


Tabel 18. Korelasi pemupukan dan produktivitas wilayah pengamatan

Korelasi Produktivitas (ku ha-1)


Jenis pupuk Bantul Purworejo
*
ZA 0,638 0,604*
tn
NPK 0,479 0,541tn
SP-36 - -0,362tn
Keterangan : * = berkorelasi nyata pada α 0,05 ,** = sangat berkorelasi nyata pada α 0,01,
tn = tidak berkorelasi nyata

Brix lapangan
Brix merupakan zat padat kering terlarut dalam larutan (g /100 g larutan).
Brix merupakan ukuran untuk melihat apakah tebu siap untuk ditebang. Umumnya
standar brix untuk melakukan penebangan yaitu berkisar 18%. Brix akan
mempengaruhi terhadap rendemen tebu. Brix kedua wilayah dapat dilihat pada
Tabel 19.
Tabel 19. Rata-rata brix lapangan kedua wilayah pengamatan

Wilayah Atas Tengah Bawah Rata-rata


Bantul 14,67 16,75 17,86 16,43a
Purworejo 15,53 17,47 18,58 17,20b

Tabel 20. Korelasi pemupukan dan brix wilayah pengamatan

Korelasi Brix
Jenis pupuk Bantul Purworejo
ZA 0,178tn 0,240tn
NPK 0,045tn -0,349tn
SP-36 - 0,111tn
Keterangan : * = berkorelasi nyata pada α 0,05 ,** = sangat berkorelasi nyata pada α 0,01,
tn = tidak berkorelasi nyata

Pembahasan

Pemupukan adalah penambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman


yang diberikan melalui tanah supaya tanah dapat mempunyai tingkat kesuburan
yang dibutuhkan oleh tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman tebu adalah
unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium sehingga diperlukan pemupukan yang
mengandung unsur hara tersebut. Menurut Mulyono (2009), dalam upaya
meningkatkan kesuburan tanah, maka dibutuhkan pemupukan N, P, dan K yang
optimal untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu yang signifikan.
Pemupukan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan unsur penting
untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan pada tanaman tebu harus mengikuti azas
enam tepat yaitu tepat waktu, jenis, jumlah, tempat, mutu, dan harga.
Petani tebu wilayah pengamatan menggunakan jenis pupuk yang beragam,
namun umumnya menggunakan sesuai dengan jenis pupuk PG yaitu pupuk ZA,
Pupuk NPK, dan pupuk organik. Pupuk ZA dan pupuk NPK adalah pupuk
40

anorganik, sedangkan untuk pupuk organik banyak petani wilayah pengamatan


menggunakan pupuk petroganik dan pupuk kandang. Menurut Kumar et al., (2007),
aplikasi penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki kesuburan tanah dan
meningkatkan hasil tanaman.
Dosis pemupukan petani umumnya sesuai dengan Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi (Tabel 12). Namun, banyak
petani yang menambahkan dosis pemupukan yang melibihi RDKK pupuk
bersubsidi. Petani menambahkan pupuk ZA dibandingkan dengan pupuk NPK. Hal
ini dilakukan petani karena pupuk ZA lebih murah dibandingkan dengan pupuk
NPK. Pupuk ZA bersubsidi diberikan harga sebesar Rp 140.000 ku-1, sedangkan
pupuk NPK bersubsidi dihargai sebesar Rp 230.000 ku-1. Perbedaan harga ini
membuat petani dapat lebih menghemat dalam pengeluaran biaya pemupukan.
Namun hal ini berimbas kepada pada kekurangan P2O5 yang dibutuhkan oleh
tanaman tebu, sehingga tanaman tebu lebih banyak mengandung unsur hara N.
Penambahan pupuk yang mengandung unsur hara nitrogen akan meningkatkan
efisiensi penggunaan cahaya matahari oleh tanaman tebu sehingga terlihat juga
pada peningkatan bobot kering batang tebu yang merupakan komponen utama
produksi tebu (Pembengo et al., 2013). Hal ini yang mengakibatkan banyak petani
tebu wilayah pengamatan menambahkan pupuk yang mengandung unsur nitrogen
yang tinggi untuk menambah bobot kering batang tebu yang akan meningkatnya
produksi tebu. Namun meningkatnya bobot kering batang tebu karena penambahan
pemupukan unsur nitrogen (N) yang berlebihan akan mengakibatkan rendemen
yang menurun. Menurut Nurhidayati et al., (2013), aplikasi pupuk berdosis 140 kg
N ha-1 menghasilkan rendemen tebu tertinggi dan peningkatan dosis pupuk N
selanjutnya dapat menurunkan rendemen pada hasil tebu. Oleh sebab itu, banyak
petani yang hanya ingin meningkatkan bobot kering untuk produktivitas, tetapi
menghasilkan rendemen yang tidak tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 12 petani pada wilayah Bantul dan
Purworejo didapatkan bahwa petani mengaplikasikan dosis pupuk anorganik yang
cukup berbeda (Tabel 13 dan 14). Petani wilayah Bantul umumnya mengikuti dosis
pemupukan sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yaitu pupuk
ZA sebanyak 600 kg ha-1 dan pupuk NPK sebanyak 400 kg ha-1. Dari 12 petani yang
diwawancari, 4 petani mengikuti dosis RDKK, 1 petani mengikuti dosis PG, 1
petani menambahkan pupuk ZA, 3 petani menambah dosis pupuk ZA dan NPK, 2
petani mengurangi dosis pupuk ZA dan NPK, dan 1 petani menambahkan pupuk
ZA . Sedangkan, petani wilayah Purworejo yang umumnya menambahkan dosis
pupuk anorganik. Sebanyak 12 petani yang diwawancari didapatkan bahwa 1 petani
mengikuti dosis PG dan 11 petani menambahkan dosis pemupukan baik pupuk ZA
dan pupuk NPK. Beberapa petani Purworejo menambahkan jenis pupuk diluar
pupuk ZA dan NPK yaitu pupuk SP-36. Hasil wawancara petani yang
menggunakan pupuk SP-36 dilakukan sebagai pupuk dasar sebelum ditanam.
Pupuk SP-36 mengandung 36% kandungan hara P2O5. Menurut Pembengo et al.,
(2013), penambahan pupuk yang mengandung unsur hara fosfor berpengaruh
terhadap bobot kering tebu saat fase anakan maksimum.
Wilayah pengamatan, permasalahan pemupukan masih menjadi masalah
yang cukup sulit bagi petani tebu terutama dalam penyusunan RDKK Pupuk
Bersubsidi. Wilayah Jawa Tengah, setiap petani tebu mendapatkan kartu tani
dimana kartu tani ini untuk membeli pupuk bersubsudi. Kartu tani mengalami
41

masalah dimana petani tebu mendapatkan pupuk bersubsidi dengan pembatasan


areal 2 ha. Hal ini memberatkan petani pada wilayah Purworejo dan petani yang
memiliki tanah lebih dari 2 ha. Sehingga dengan pembatasan areal ini, ada beberapa
petani tebu memasukan nama anggota keluarga ke dalam penyusunan RDKK
pupuk bersubsidi sehingga mengakibatkan pemberian pupuk bersubsidi yang tidak
tepat sasaran. Berdasarkan wawancara, banyak petani mengeluh sistem RDKK
pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran. Ketika penyusunan RDKK pupuk
bersubsidi tidak dilakukan musyawarah antar kelompok tani sehingga keputusan
langsung diambil oleh pihak penyuluh. Hal ini yang mengakibatkan ketidaktepatan
RDKK pupuk bersubsidi yang diterima oleh petani dan kurangnya tugas dinas dan
pihak penyuluh dalam melakukan pengawasan yang maksimal dalam penyusunan
RDKK pupuk bersubsidi. Penyusunan RDKK biasanya dilakukan pada bulan
Februari, sedangkan pada bulan Februari banyak petani belum melakukan kegiatan
penebangan sehingga petani belum dapat menentukan massa tanam berikutnya dan
rancangan. Penebangan tebu umumnya dilakukan pada bulan Mei-Oktober.
Uji t-student menunjukkan produktivitas wilayah Bantul berbeda dengan
produktivitas wilayah Purworejo (Tabel 17). Hal ini disebabkan karena keadaan
tanah yang berbeda pada kedua wilayah yang mengakibatkan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman tebu banyak pada wilayah Purworejo. Selain itu, kedua
wilayah pengamatan juga memiliki Bulan Basah (BB) yang berbeda. Wilayah
Purworejo memiliki keadaan hujan yang lebih sedikit dibandingkan wilayah
Bantul. Hal ini menyebabkan wilayah Bantul banyak memiliki ketersediaan air
yang lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Purworejo. Ketersedian air sangat
diperlukan untuk tanaman tebu pada fase vegetatif.
Berdasarkan analisa korelasi produktivitas terhadap pemupukan (Tabel 18),
produktivitas wilayah pengamatan Bantul dan Purworejo berkorelasi nyata
terhadap pupuk ZA namun tidak berkorelasi nyata terhadap pupuk NPK dan Pupuk
SP-36. Hal ini membuktikan bahwa dengan penambahan pupuk ZA akan
meningkatkan produktivitas tebu. Peningkatan ini terjadi dikarenakan pupuk ZA
mmengandung kandungan unsur N yang tinggi sehingga mengakibatkan bobot hasil
tebu yang cukup berat sehingga mempengaruhi terhadap produktivitas.
Adanya korelasi nyata pupuk ZA dengan produktivitas tidak diikuti dengan
brix dan rendemen tebu yang dihasilkan. Menurut Nubatonis (2014), nilai brix pada
lapangan merupakan salah satu faktor dalam penentu kebun untuk ditebang. Nilai
brix lapangan akan berpengaruh terhadap rendemen. Faktor dalam yang sangat
berpengaruh terhadap rendemen adalah umur tanaman dan kondisi pertumbuhan
awal tanaman. Semakin tinggi nilai brix maka akan berpengaruh terhadap nilai
rendemen dan nilai kemurniaan gula. Standar brix yang layak untuk melakukan
penebangan adalah 18. Berdasarkan tabel 19, rata-rata nilai brix kedua wilayah
pengamatan masih dibawah standar yaitu untuk wilayah Bantul sebesar 16,43% dan
untuk wilayah Purworejo hanya sebesar 17,20%. Uji t-student menunjukkan bahwa
nilai brix wilayah Purworejo berbeda nyata dengan nilai brix wilayah Bantul (Tabel
20). Nilai brix yang dibawah standar berpengaruh terhadap rendemen.
42

Tabel 21. Analasi usaha tani kebun Nogosari, Bantul

Uraian Volume Satuan Harga/satuan (Rp) Nilai (Rp)


Sewa lahan - - - 8.000.000
Pengolahan lahan - - - 2.000.000
ZA 6 Kuintal 140.000 840.000
NPK 4 Kuintal 230.000 920.000
Herbisida - - - 300.000
TK Penanaman/ Kepras - - - 700.000
TK Urug + pupuk I - - - 700.000
TK Penyiangan + pupuk II - - - 500.000
TK Klentek - - - 1.200.000
Tebang Angkut 460 Kuintal 5.000 2.300.000
Total Pengeluaran - - - 16.660.000
Produksi tebu 460 Kuintal - -
Rendemen tebu 6,05 % - -
Pendapatan gula petani 2.245 Kg 10.000 22.450.000
Pendapatan tetes petani 1.380 Kg 1.200 1.656.000
Total Pendapatan 24.106.000
Keuntungan 7.446.000

Tabel 22. Analisa Usaha Tani Kebun Timbulharjo, Bantul

Uraian Volume Satuan Harga/satuan (Rp) Nilai (Rp)


Sewa lahan - - - 9.000.000
Pengolahan lahan - - - 1.750.000
Bibit - - - 5.000.000
ZA 8 Kuintal 140.000 980.000
NPK 7 Kuintal 230.000 1.150.000
Kandang 10 Kuintal 50.000 500.000
Herbisida - - - 500.000
TK Penanaman/ Kepras - - - 700.000
TK Urug + pupuk I - - - 700.000
TK Penyiangan + pupuk II - - - 500.000
TK Klentek - - - 1.500.000
Tebang Angkut 592 Kuintal 7.500 3.520.000
Total Pengeluaran - - - 26.682.000
Produksi tebu 592 kuintal - -
Rendemen tebu 6,07 % - -
Pendapatan gula petani 3.654 Kg 10.000 36.540.000
Pendapatan tetes petani 1.854 Kg 1.200 2.224.800
Total Pendapatan . 38.764.800
Keuntungan 12.082.800

Hasil usaha tani pada kebun Nogosari (Tabel 21) dimana menggunakan
pupuk yang sesuai RDKK dengan produktivitas sebesar 460 kuintal dan rendemen
sebesar 6,05 %. Pendapatan yang didapat sebesar Rp 24.106.000, tetapi total
43

pengeluaran juga cukup besar Rp 16.660.000. Keuntungan yang didapatkan dari


budidaya tebu sebesar Rp 7.446.000.
Petani kebun Timbulharjo menggunakan pupuk yang melebihi RDKK yaitu
pupuk ZA sebanyak 8 ku ha-1 dan pupuk ZA sebanyak 7 ku ha-1 menghasilkan
produktivitas yang tinggi namun tidak diikuti dengan rendemen tebu yang
dihasilkan dimana rendemen tebu sebesar 6,07 (Tabel 22). Pendapatan petani
kebun cengir cukup tinggi yaitu Rp 38.764.800 tetapi pengeluaran yang harus
dikeluarkan sampai menjadi gula juga cukup tinggi yaitu Rp 26.682.000.
Pengeluaran terbesar adalah biaya pemupukan dan tebang angkut tebu. Biaya
pemupukan yang dilakukan karena melebihi pupuk yang sesuai RDKK. Biaya
penebangan cukup tinggi dikarenakan produktivitas yang tinggi dan banyak tebu
yang roboh ketika melakukan penebangan sehingga dibutuhkan biaya yang lebih
untuk tenaga kerja dalam penebangan. Keuntungan yang didapat tidak jauh berbeda
dengan petani pada kebun Nogosari (Tabel 21). Keuntungan kebun Timbulharjo
sebesar Rp 12.082.800.
44

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Penggunaan pupuk pada petani tebu kedua pengamatan memiliki korelasi


terhadap produktivitas tanaman tebu dimana berkorelasi nyata terhadap pupuk ZA,
tetapi tidak berkorelasi nyata terhadap pupuk NPK dan KCL. Pupuk ZA
mengandung hara nitrogen yang tinggi sehingga dapat meningkatkan bobot tebu
yang tinggi pada hasil tebu sehingga dapat meningkatkan produktivitas tebu,
Sehingga banyak petani yang mengaplikasikan pupuk ZA lebih banyak
dibandingkan pupuk lainnya.
Korelasi pupuk ZA dan produktivitas tidak diikuti dengan nilai brix
lapangan dan rendemen yang dihasilkan. Usaha tani dengan penambahan
pemupukan yang melebihi RDKK menghasilkan keuntungan yang cukup besar.
dicegah agar petani tidak hanya melihat dari sisi produktivitas saja tetapi harus
memperhatikan rendemen gula. Keuntungan yang didapat hanya menguntungkan
sebelah pihak yaitu pada pihak petani. Kerja sama antara pabrik gula dan petani
sangat diperlukan dalam hal rendemen yang akan dihasilkan.

Saran

Ketepatan dosis pemupukan terhadap tanaman dapat dilakukan analisis


tanah. Setiap wilayah memiliki karakteristik tanah yang berbeda dan kebutuhan
unsur hara yang tidak sama. Dalam Penyusunan RDKK Pupuk Bersubsidi pihak
yang paling dekat dengan kelompok tani harus mengetahui kebutuhan yang tepat
untuk petani sehingga tidak terjadi ketidaktepaan tujuan pupuk bersubsidi.
Dibutuhkan kerja sama antara petani dan pabrik gula dalam hal rendemen yang
dihasilkan.
45

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Perkembangan Produksi Tebu. Tersedia pada :
http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Tebu-Indonesia-2015-
-.pdf. [24 Agustus 2016]
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Tebu.
Tersedia pada : http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Tebu-
Indonesia-2015--.pdf. [24 Agustus 2016]
[BBSDPL] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
2010. Peranan Unsur Hara N,P,K dalam Proses Metabolisme Tanaman.
bbsdlp.litbang.pertanian.go.id. [25 April 2016]
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009.
Roadmap Industri Gula. http :// agro. kemenperin. go. id/ post/ index?
Activity = 14 & Post_page = 2. [25 Agustus 2016]
[Ditjekbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Pengembangan Database Tebu
Online. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/tansim/berita-267-
pengembangan-database-tebu-online.html. [25 April 2016]
[Ditjekbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2017. Statistik Tebu (Sugar Cane)
2015-2016. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/statistik/buku-
statistik-tebu-2016-online.html.[17 September 2017]
Farid B. 2003. Perbanyakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Secara In Vitro Pada
Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. J. Sains dan Teknologi. 3:103-109.
Fauzi Y., Widyastuti Y.E., Satyawibawa I., dan Paeru RH. 2012. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Garsoni S. 2006. Pupuk dan Pemupukan. http: //www. pemupukan. Info/ 2006/ 02/
peluang- naikkan -[produktivitas-gula.go.id/. diakses pada tanggal 01
November 2016.
Harjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Pusaka Utama, Jakarta.
Indrawanto C. 2010. Budidaya dan pasca panen tebu. ESKA Media, Jakarta.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2014. Alur Penyusunan RDKK Pupuk
Bersubsidi. www.deptan.go.id. [ 26 Mei 2017]
Kumar K., Rosen C.J., Gupta S.C., dan McNearney M. 2009. Land application of
sugar beet by product effect in nitrogen mineralization and crop yields. J.
Environ. Qual 38: 319-328.
Leiwakabessy F.M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 207 hal.
Leiwakabessy F.M., Wahjudin U.M., dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah.
Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Mulyono D. 2009. Evaluasi Kesesuaian lahan dan arahan pemupukan N, P, dan K
dalam budidaya tebu untuk pengembangan daerah kabupaten Tulungangung.
Jurnal sains dan teknologoi Indonesia (11) : 47-53.
Nunik E, Supriyadi, dan Djumali. 2016. Pertumbuhan, Produktivitas, dan
Rendemen Tebu Pertama (Plant Cane) pada Berbagai Paket Pemupukan.
Jurnal ilmu pertanian indonesia 21 (3) : 159-166.
Nurhidayati, Basit A., dan Sunawan. 2013. Hasil tebu keprasan pertama dan
keprasan serta efesiensi penggunaan hara N dan S akibat substitusi
ammonium sulfat. J. Agr. Indonesia 41 (1): 54-61.
46

Pahan I. 2013. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
ke Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pembengo W., Handoko., dan Suwarto. 2012. Efisiensi penggunaan cahaya
matahari oleh tebu pada berbagai tingkat pemmupukan nitrogen dan fosfor.
J. Agr. Indonesia 40 (3):211-217.
Pramuhadi G. 2015. Pengolahan Tanah Optimum Pada Budidaya Tebu Lahan
Kering. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwanto R. 2003. Budidaya Buah-buahan. Program Studi Hortikultura. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Risza S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Kasinisus,
Yogyakarta.
Soemarno. 2011. Pentingnya Nitrogen Bagi Tanaman Tebu. Bahan Kajian MK
Pupuk dan pemupukan. Jurusan Tanah FPUB.
Sukmadajaja D dan Mulyana A. 2011. Regenerasi dan pertumbuhan beberapa
varietas tebu(Saccharum officinarum L.) secara in vitro. Jurnal AgroBiogen
7(2): 106-118.
Supriyadi. 1992. Rendemen Tebu. Kanisius, Yogyakarta.
Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. 219 hal
Sutardjo E. R. M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara, Jakarta.
Sutardjo E. 2005. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta.
Wibowo E. 2013. Pola Kemitraan Antara Petani Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan
Mandiri (TRM) Dengan Pabrik Gula Modjopanggoong Tulungagung. Jurnal
Manajemen Agribisnis 13.1 : 1-12.
Wijayanti W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) di,
Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
47

LAMPIRAN
48
49

Lampiran 1. Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian lepas (KHL)
Prestasi Kerja (satuan/HK)
Tanggal Uraian Kegiatan Lokasi
Penulis Karyawan Standar
09-02-2017 Pemupukan dan 12 juring 50 juring Kebun Kembaran
pembumbunan
Pengeprasan 8 juring 60 juring
10-02-2017 Pemupukan dan Kebun Kembaran
Pembumbunan
Angkut bibit 1000 bibit 1000 bibit
11-02-2017 Tebang Angkut Bibit Kebun Kembaran
Pemotongan bibit dan Kebun Trini
penanaman bibit bagal
13-02-2017 Pengeprasan 15 juring 60 juring Kebun Kembaran
14-02-2017 Pengeprasan 15 Juring 60 juring Kebun Kembaran
15-02-2017 Pengeprasan 15 juring 60 juring Kebun Kembaran
16-02-2017 Pengeprasan 15 Juring 60 juring Kebun Kembaran
17-02-2017 Angkut bibit SBP 6.800 6800 Kebun Kembaran

18-02-2017 Pengeprasan Kebun Kembaran


Angkut bibit varietas 3000 bibit 3000 bibit
BL
23-02-2017 Pembuatan juringan 25 juring 60 juring Kebun Bibit
dan pembumbunan Layur
25-02-2017 Pemupukan dan 20 juring 50 juring Kebun Kembaran
pembumbunan
27-02-2017 Pemupukan dan 20 juring 50 juring Kebun Kembaran
pembumbunan
28-02-2017 Pemupukan dan 25 juring 50 juring Kebun Kembaran
pembumbunan
01-03-2017 Pengangkutan bibit Kebun Kembaran
02-03-2017 Pemupukan dan Kebun Kembaran
pembumbunan
04-03-2017 Pemupukan dan Kebun Kembaran
pembumbunan
12-05-2017 Pemotongan bibit SBP Kebun Kembaran
13-05-2017 Pemotongan bibit SBP Kebun Kembaran

Lampiran 2. Jurnal harian sebagai pendamping mandor


Prestasi Kerja Penulis
Jumlah Lama
Tanggal Uraian Kegiatan Luas Areal Lokasi
KH kegiatan
diawasi (ha)
diawasi (jam)
07-03-2017 Pengecatan Analisa Sedayu
Pendahuluan Sleman
Survey Kebun bibit
08-03-2017 Mengawasi kegiatan 2 1 1 Kebun Wetan
Klentek Glondong
13-03-2017 Mengawasi pembuatan 5 1 2 Kebun Wetan
lubang tanam Pundong
14-03-2017 Taksasi Maret 4 Kecamatan Sewon
50

Lampiran 3. Jurnal harian sebagai pendamping mandor (Lanjutan)

Prestasi Kerja Penulis


Jumlah Lama
Tanggal Uraian Kegiatan Luas Areal Lokasi
KH kegiatan
diawasi (ha)
diawasi (jam)
15-03-2017 Taksasi Maret 4 Kecamatan Sewon
16-03-2017 Taksasi Maret 4 Kecamatan Jetis
dan Bantul
18-03-2017 Rekap taksasi maret 4 Rumah Mandor
22-03-2017 Survey kebun TR 3 Desa Nawungan
Mandiri
Rekap data hasil taksasi
kebun TR mandiri
01-04-2017 Analisa Pendahuluan 2 3 Sewon
03-04-2017 Analisa Pendahuluan 3 3 Lab. Gilingan
Contoh
04-04-2017 Analisa Pendahuluan 3 3 Lab. Gilingan
Contoh
11-04-2017 Survey Kebun Purworejo Selatan
Terserang uret
12-04-2017 Survey Kebun Purworejo Selatan
22-04-2017 Diskusi Mandor Bandungrejo
05-05-2017 Survey kebun OB dan 4 Kebun Karangjati,
pengawasan tebang Pajangan
angkut
06-05-2017 Survey kebun OB dan 4 Kebun
pengawasan tebang Kedungsumber,
angkut Sedayu
08-05-2017 Survey kebun OB dan 5 Kebun Gunung
pengawasan tebang Dadap, Sedayu
angkut
09-05-2017 Survey kebun OB dan 4 Kebun Donotrito,
pengawasan tebang Kasihan
angkut
17-05-2017 Gilingan contoh 2 Lab. Gilingan
Contoh
18-05-2017 Gilingan contoh 2 Lab Gilingan
Contoh
20-05-2017 Gilingan contoh 2 Lab Gilingan
Contoh
23-05-2017 Gilingan contoh 2 Lab Gilingan
Contoh
24-05-2017 Gilingan contoh 2 Lab Gilingan
Contoh
27-05-2017 Gilingan contoh 2 Lab Gilingan
Contoh
51

Lampiran 4. Jurnal harian sebagai sinder kebun wilayah (SKW)


Prestasi Kerja Penulis
Jumlah Lama
Tanggal Uraian Kegiatan Luas Areal Lokasi
mandor kegiatan
diawasi (ha)
diawasi (jam)
08-03-2017 Diskusi dengan SKW 1 1 1 Wetan Glondong
Pengawasan Klentek
09-03-2017 Rapat teknis rayon Kecamatan
BGK Parangtritis
11-03-2017 Survey Kebun 1 3 Kecamatan Kasihan
Wawancara petani Kecamatan Kasihan
13-03-2017 Survey kebun Wetan Pundong
Pengawasan 3 1 2
pembuatan got
14-03-2017 Taksasi Maret 2 Kecamatan Sewon
15-03-2017 Taksasi Maret 4 Kecamatan Sewon
16-03-2017 Taksasi Maret 4 Kecamatan Jetis dan
Bantul
17-03-2017 Kunjungan ke 1 Koperasi Sekunder
Koperasi Sekunder Bantul
20-03-2017 Diskusi dengan 1 Koperasi Sekunder
Pengurus Koperasi Bantul
Sekunder
Wawancara Petani
dan pegamatan 2 Guwosari
21-03-2017 Wawancara Petani 3 Pajangan
dan pegamatan
23-03-2017 Wawancara Petani 8 Naungan
dan pegamatan
24-03-2017 Wawancara Petani 8 Negosari
dan pegamatan
25-03-2017 Kunjungan Koperasi 1 Koperasi Sekunder
Bantul
27-03-2017 Mengikuti RAT 3 Koperasi Cinta
Petani Tebu Manis Bantul
29-03-2017 Wawancara Petani 7 Timbulharjo
dan pegamatan
30-03-2017 Wawancara Petani 8 Piyungan
dan pegamatan
12-04-2017 Survey kebun uret 2 Purworejo Selatan
13-04-2017 Wawancara Petani 2 APTR Purworejo
20-04-2017 Wawancara Petani 2 Kesidan
dan pegamatan
21-04-2017 Tebu Manten 2 Bantul
22-04-2017 Wawancara Petani 2 Bandungrejo
dan pegamatan
25-04-2017 Wawancara Petani 4 Purworejo Selatan
dan pegamatan
26-04-2017 Wawancara Petani 4 Purworejo Selatan
dan pegamatan
52

Lampiran 5. Jurnal harian sebagai sinder kebun wilayah (SKW) (Lanjutan)

Prestasi Kerja Penulis


Jumlah Lama
Tanggal Uraian Kegiatan Luas Areal Lokasi
mandor kegiatan
diawasi (ha)
diawasi (jam)
27-04-2017 Wawancara Petani 4 Kentengrejo
dan pegamatan Nampurejo
28-04-2017 Wawancara Petani 7 Wonoroto,
dan pegamatan Ketawang,
Harjobinangun
15-05-2017 Pengenalan dan 3 Emplasemen pabrik
pengawasan
emplasemen
16-05-2017 Pengawasan tebang 5 Kebun Dadapan
dan angkut
17-05-2017 Pengawasan tebang 3 Kebun Dadapan
dan angkut
18-05-2017 Pengawasan tebang 6 Kebun Glondong
dan angkut
19-05-2017 Pengawasan tebang 3 Kebun wonokromo
dan angkut
20-05-2017 Pengawasan tebang 8 Kebun
dan angkut Kulonpandean
22-05-2017 Pengawasan tebang 8 Kebun Brintikan
dan angkut
23-05-2017 Pengawasan tebang 6 Kebun Sambirejo
dan angkut
26-05-2017 Pengawasan tebang 6 Kebun Sikarang
dan angkut
27-05-2017 Pengawasan tebang 5 Kebun Sunten
dan angkut

Lampiran 6. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala rayon,


bagian Bina Sarana Tani, dan staff direktur
Tanggal Uraian Kegiatan Lokasi
06-02-2017 Pengarahan kegiatan magang oleh Kantor PG Madukismo
Kabag Tanaman
07-02-2017 Penjelasan mengenai sejarah pabrik gula Kantor BST
dan tipe kemasakan tebu oleh Kepala
BST
08-02-2017 Penjelasan mengenai pembibitan oleh Kantor BST
Kepala BST
09-02-2017 Penjelasan mengenai persiapan lahan Kantor BST
dan aspek manajerial budidaya tebu oleh
Kepala BST
13-02-2017 Penjelasan mengenai pembuatan pias Laboratorium Pias
oleh Kepala Lab. Pias
53

Lampiran 7. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala rayon,


bagian Bina Sarana Tani, dan staff direktur (Lanjutan)

Tanggal Uraian Kegiatan Lokasi


14-02-2017 Laporan dan diskusi mingguan bersama Kantor BST
Kepala BST
21-02-2017 Diskusi dan laporan mingguan bersama Kebun Bibit Kembaran
Kepala BST
22-02-2017 Penjelasan mengenai pemupukan pada Kantor BST
pembibitan dan proses pembuatan RAB
oleh Kepala BST
04-03-2017 Laporan Bulanan kepada Kepala Bagian Kantor Kabag
Tanaman
06-03-2017 Survey kebun bersama Kepala Rayon Keamatan. Bambanglipuro,
BGK Pundong, dan Imogiri
08-03-2017 Diskusi dengan Kepala Rayon BGK Kantor Kepala Rayon
16-03-2017 Diskusi dengan Kepala Rayon BGK Kantor Kepala Rayon
17-03-2017 Diskusi dengan Kepala BST Rumah Kepala BST
10-04-2017 Rapat Koordinasi Kegiatan Perkebunan Kantor Perwakilan Purworejo
Jawa Tengah
13-04-2017 Kunjungan APTR Purworejo Kantor APTR
03-05-2017 Laporan kepada kepala rayon Purworejo Kantor bagian tanaman
04-05-2017 Diskusi dengan kepala rayon BGK Kantor bagian tanaman
10-05-2017 Rapat teknis dan RAB rayon BGK Kantor bagian tanaman
54

Lampiran 8. Struktur organisasi PG Madukismo PT Madubaru Yogyakarta

DEWAN KOMISARIS PENASEHAT


SEK DEKOM
DIREKTUR

SPI

Kabag SDM Kabag Staf Direktur Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag Pabrik
&Umum Keuangan Khusus TLD Tanaman Instalasi Pemasaran Pabrikasi Spiritus

Rayon Bantul dan Rayon Rayon Rayon Seksi Seksi Tebang


Gunung Kidul Sleman KMT PKB BST Angkut

Sinder

Mandor

Sumber : Bina sarana tani PG Madukismo (2017)


55

Lampiran 9. Peta wilayah binaan Pabrik Gula Madukismo

Sumber : Bina sarana tani PG Madukismo (2017)


55
56

56
56

Lampiran 10. Curah hujan dan hari hujan PG Madukismo tahun 2007-2016

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jumlah BB BL BK
2007 89 346 335 244 53 42 5 0 0 85 168 687 2054 5 2 5
2008 232 368 407 178 46 22 0 0 0 172 464 298 2187 7 0 5
2009 269 344 176 177 179 31 0 0 0 68 153 118 1515 7 1 4
2010 162 199 378 165 304 129 83 182 315 510 263 529 3219 11 1 0
2011 400 448 346 281 198 0 0 0 0 50 307 389 2419 7 0 5
2012 324 428 347 247 48 0 0 0 0 91 241 416 2142 6 1 5
2013 502 409 157 222 219 175 28 0 0 42 349 372 2475 8 0 4
2014 237 257 144 286 43 130 70 0 0 0 279 413 1859 7 1 4
2015 488 211 456 386 78 35 0 0 0 0 174 237 2065 6 1 5
2016 208 227 401 137 114 145 111 71 189 272 279 240 2394 11 1 0
Rata-rata 291,1 323,7 314,7 232,3 128,2 70,9 29,7 25,3 50,4 129 267,7 369,9 2232,9 7,5 0,8 3,7
Sumber : Bina Sarana Tani PG Madukismo (2017)
Keterangan :
mm = millimeter 𝑄= Rata-rata BK/rata-rata BB × 100%
BB = Bulan basah (CH>100) 𝑄= 0,4933×100%
BK = Bulan kering (CH<60) 𝑄= 49,33% (tipe iklim C : agak basah)
BL = Bulan lembab (CH 100-60)

Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson :


0%<Q<14.3% = Tipe A (sangat basah) 167%<Q<300% = Tipe F (kering)
14.3%<Q<33.3% = Tipe B (basah) 300%<Q<700% = Tipe G (sangat kering)
33.3%<Q<60% = Tipe C (agak basah) Q>700% = Tipe H (ekstrim)
60%<Q<100% = Tipe D (sedang)
100%<Q<167% = Tipe E (agak kering)
57

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 30
Oktober 1995 dari pasangan Bapak Parpungan Pakpahan dan Ibu Tinorma
Hutauruk. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 03 Tanjung Duren Selatan, kemudian
melanjutkan di SMPK 7 Penabur dan melanjutkan di SMAK 4 Penabur Jakarta.
Tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan penerimaan
mahasiswa melalui jalur ujian talenta mandiri (UTM).
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis menjadi panitia Masa Perkenalan
Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2015, Koordinator Asistensi
Agama Kristen Protestan pada tahun 2016-2017

Anda mungkin juga menyukai