Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS USAHATANI PADI SISTEM TANAM JAJAR

LEGOWO DAN SISTEM TANAM TEGEL DI DESA


LINGGAJAYA KECAMATAN CISITU SUMEDANG

LENY OKTAVIANI NUGRAHA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Analisis


Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Sistem Tanam Tegel di Desa
Linggajaya Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
karya ilmiah ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2017

Leny Oktaviani Nugraha


NIM H34154045
ABSTRAK
LENY OKTAVIANI NUGRAHA. Analisis Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar
Legowo dan Sistem Tanam Tegel di Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu
Sumedang. Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI.

Pemerintah sedang melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan


produksi padi guna mencapai target swasembada padi. Kabupaten Sumedang
mengadopsi sistem tanam jajar legowo untuk meningkatkan produktivitas padi
serta memenuhi kebutuhan pangan daerahnya. Namun, permasalahannya petani
kembali menggunakan sistem tanam tegel. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisa apakah dengan mengadopsi sistem tanam jajar legowo akan
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Penelitian ini menggunakan
pendekatan struktur biaya, penerimaan, dan efisiensi usahatani. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keputusan mengadopsi sistem tanam jajar legowo mampu
meningkatkan produktivitas padi sebesar 21.99 persen, meningkatkan total
penerimaan sebesar 19.18 persen dan meningkatkan total biaya sebesar 13.11
persen. Secara nyata, pendapatan petani sistem tanam jajar legowo lebih tinggi
dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Akan tetapi, hasil uji beda menyatakan
bahwa rata-rata pendapatan petani padi sistem tanam jajar legowo sama dengan
rata-rata pendapatan petani padi sistem tanam tegel.

Kata kunci: biaya, pendapatan, produktivitas, uji beda

ABSTRACT

LENY OKTAVIANI NUGRAHA. Analysis of Rice Farming System Planting


Jajar Legowo and Tegel Planting System in Linggajaya Village, Cisitu Sub-
District, Sumedang. Supervised by ANDRIYONO KILAT ADHI.

The government is making efforts to increase rice production in order to


reach rice self-sufficiency target. Sumedang District adopted legowo planting
system to increase rice productivity and fulfill the food needs of the region.
However, the problem is that farmers back to use tegel planting system. The
purpose of this research was to analyze whether by adopting legowo planting
system will increase farmers productivity and income. The analysis method used
in this study were cost structure, revenue, and farming efficiency. The research
results show that the decision to adopt legowo planting system was able to
increase rice productivity by 21.99 percent, increasing total revenue by 19.18
percent and increasing total cost by 13.11 percent. In real terms, farmers income
on the legowo planting system is higher than that of tegel planting system.
However, different test result state that the average income of rice farmers in the
legowo planting system is the equal to the average income of rice farmers in tegel
planting system.

Keywords: cost, revenue, productivity, different test


ANALISIS USAHATANI PADI SISTEM TANAM JAJAR
LEGOWO DAN SISTEM TANAM TEGEL DI DESA
LINGGAJAYA KECAMATAN CISITU SUMEDANG

LENY OKTAVIANI NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi : Analisis Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Sistem
Tanam Tegel di Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu Sumedang
Nama .: Leny Oktaviani Nugraha
NIM : H34154045

Disetujui oleh

Dr Ir Andriyono Kilat Adhi


Pembimbing

Tanggal Lulus: ·1 4 SEP 2017


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2017 ini ialah
usahatani, dengan judul Analisis Usahatani Padi Sawah Sistem Tanam Jajar
Legowo dan Sistem Tanam Tegel di Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu
Sumedang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
selaku dosen pembimbing, Ibu Siti Jahroh, Ph.d yang telah banyak memberikan
saran pada saat seminar proposal dan Bapak Dr Ir Harianto MS selaku dosen
penguji utama serta Bapak Maryono SP MSc selaku dosen penguji akademik. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Basar selaku ketua
kelompok tani linggamukti, Bapak Dedi selaku ketua pada kelompok tani
linggamurni, Bapak Otong Tata Sanjaya selaku senior petani padi di Desa
Linggajaya, Bapak Mulyadi Ahmad Koswara SP selaku penyuluh Kecamatan
Cisitu, serta Bapak dan Ibu petani di Desa Linggajaya yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2017

Leny Oktaviani Nugraha


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
Keragaan Input Ouput Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 7
Struktur Biaya Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 8
Biaya dan Pendapatan Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 10
Efisiensi Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 11
KERANGKA PEMIKIRAN 11
Kerangka Pemikiran Teoritis 11
Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo 11
Biaya Usahatani 13
Penerimaan Usahatani 14
Pendapatan Usahatani 14
Efisiensi Usahatani 15
Kerangka Pemikiran Operasional 15
METODE PENELITIAN 17
Lokasi dan Waktu 17
Jenis dan Sumber Data 18
Metode Penarikan Sampel 18
Metode Analisis Data 19
Analisis Input dan Output Usahatani 19
Analisis Biaya Usahatani 19
Analisis Penerimaan Usahatani 19
Analisis Pendapatan Usahatani 20
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 21
Uji Beda Dua Sampel Bebas (Independent Samples T Test) 21
Definisi Operasional 22
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 23
Karakteristik Wilayah 23
Kondisi Geografis 23
Kependudukan 24
Pertanian 25
Karakteristik Petani Responden 26
Umur Petani 26
Tingkat Pendidikan 27
Pengalaman Usahatani Padi 27
Luas Penguasaan Lahan Padi 28
Status Kepemilikan Lahan Padi 28
Teknis Budidaya Sistem Tanam Jajar Legowo 29
HASIL DAN PEMBAHASAN 31
Keragaan Input dan Output Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel 31
Analisis Pendapatan pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel 35
Struktur Biaya Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel 35
Penerimaan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 38
Efisiensi Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 38
Uji Beda Usahatani Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel 41
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 47

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi beras perkapita Indonesia tahun 2013 – 2016 1


2 Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 – 2016 1
3 Distribusi persentase PDRB atas harga berlaku 2
4 Luas panen padi di Kabupaten Sumedang (hektar) 3
5 Luas Panen, produksi dan produktivitas (kuintal/Ha) padi sawah 4
6 Luas sawah (ha) menurut Desa tahun 2013 – 2016 5
7 Struktur biaya padi sawah sistem tanam jajar legowo dan tegel 9
8 Luas lahan berdasarkan penggunaan lahan di Desa Linggajaya 2017 24
9 Jumlah penduduk menurut kelompok pekerjaan di Desa Linggajaya 24
10 Jumlah penduduk menurut pendidikan terakhir di Desa Linggajaya 25
11 Penggolongan responden berdasarkan umur 26
12 Penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan 27
13 Penggolongan responden berdasarkan pengalaman usahatani padi 27
14 Penggolongan responden berdasarkan luas penguasaan lahan padi 28
15 Penggolongan responden berdasarkan status kepemilikan lahan padi 28
16 Penggolongan responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 29
17 Rata-rata penggunaan input pada sistem tanam jajar legowo dan tegel 32
18 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam sistem
tanam jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya 34
19 Produktivitas per hektar per musim tanam 35
20 Rata-rata biaya usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan tegel 37
21 Rata – rata penerimaan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan
sistem tanam tegel di Desa Linggajaya 38
22 Ukuran arus uang tunai usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan
sistem tanam tegel di Desa Linggajaya 39
23 Pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar dan sistem tanam tegel
di Desa Linggajaya 40
24 Hasil uji beda pada sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel 42
DAFTAR GAMBAR

1 Jarak tanam sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel 13
2 Bagan kerangka pemikiran operasional 17
3 Persiapan lahan (a) pembajakan;(b) lahan sudah olah 29
4 Tahap persemaian (a) olah lahan; (b) tabur benih ;(c) lahan semai 29
5 Pembuatan baris tanaman (a) caplakan petani ; (b) baris tanam 30
6 Penanaman Jarwo (a) ngababut ; (b) sistem jarwo 30
7 Tahapan panen (a) alat panen ; (b) panen ; (c) penjemuran 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas panen padi sawah (Ha) menurut Provinsi tahun 2013-2017 47


2 Produksi padi sawah (ton) menurut provinsi tahun 2013-2017 48
3 Rata – rata pengeluaran per kapita menurut kelompok barang (rupiah) 49
4 Ukuran pendapatan dan keuntungan 49
5 Output SPSS dari uji t terhadap produktivitas, biaya, penerimaan 50
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 5.01


persen dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016. Jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yaitu triwulan IV tahun 2016, pendorong terbesar pada
pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi adalah sektor pertanian dengan laju
pertumbuhan sebesar 15.59 persen. Hal ini membuktikan bahwa salah satu sektor
utama pendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor pertanian. Sebagai sektor
yang menyediakan pangan masyarakat, sektor pertanian memperhatikan
kelompok padi–padian yang merupakan bahan makanan yang tetap menjadi
prioritas pemerintah. Kelompok padi-padian menempati posisi pengeluaran
terbesar kedua setelah kelompok makanan dan minuman jadi.
Pengeluaran pada kelompok bahan makanan padi – padian menunjukkan
peningkatan mulai dari tahun 2013 hingga tahun 2015 (Badan Pusat Statistik,
2016). Nilai pengeluaran yang meningkat dapat dikarenakan jumlah permintaan
yang meningkat atau harga yang semakin tinggi. Peningkatan pengeluaran diikuti
oleh meningkatnya konsumi beras perkapita Indonesia. Pada Tahun 2013 hingga
tahun 2014 konsumsi beras perkapita Indonesia mengalami penurunan. Namun,
pada tahun 2015 dan tahun 2016 konsumsi beras mengalami peningkatan kembali.

Tabel 1 Konsumsi beras perkapita Indonesia tahun 2013 – 2016


Tahun Konsumsi beras ( kg/kapita/tahun)
2013 97.40
2014 97.20
2015 98.05
2016 113.000
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016)

Meningkatnya konsumsi beras perkapita Indonesia, menunjukkan terjadinya


peningkatan permintaan beras di pasaran. Peningkatan permintaan beras tersebut
tidak lain dikarenakan beras merupakan pangan pokok yang dikonsumsi oleh
mayoritas masyarakat Indonesia. Kebutuhan beras akan terus meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.

Tabel 2 Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 – 2016


Tahun Jumlah penduduk (ribu)
2013 248 818
2014 252 165
2015 255 462
2016 258 705
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016)

Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat sebesar 3 243 ribu jiwa,


menandakan kebutuhan akan konsumsi beras juga semakin meningkat. Namun
demikian, dalam kondisi ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian
menetapkan target swasembada pangan untuk tujuh komoditas salah satunya
2

adalah komoditas padi. Beragam upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi


padi hingga dapat menurunkan impor beras dan meningkatkan ekspor beras
Indonesia. Dengan target swasembada pangan ini, upaya untuk meningkatkan
produksi padi dalam negeri mutlak diperlukan.
Produksi padi dihasilkan dari padi sawah dan padi ladang. Sebagian besar
dari bahan makanan khususnya beras berasal dari tanah sawah. Budidaya tanaman
padi di tanah sawah adalah lebih tinggi hasilnya daripada budidaya tumbuhan padi
di tanah kering (Tohir 1983). Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 merupakan
Provinsi dengan luas panen dan produksi terbesar di Indonesia. Akan tetapi sejak
tahun 2014 hingga tahun 2015, luas panen dan produksi Provinsi Jawa Barat
menurun dan meningkat kembali di tahun 2016. Namun, peningkatan ini belum
bisa menggantikan Provinsi Jawa Timur sebagai Provinsi dengan luas panen dan
produksi terbesar. Oleh karena itu, Provinsi Jawa Barat tetap melakukan upaya
guna mencegah penurunan luasan dan produksi padi. Banyak faktor yang diduga
menjadi penyebab penurunan luasan panen padi sawah diantaranya adalah
bencana alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit serta
gencarnya kegiatan konversi lahan pertanian. Penurunan luasan panen padi sawah
dapat mengakibatkan penurunan produksi padi yang berarti berkurangnya
ketersediaan beras guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Di samping itu
laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat tahun 2015 sebesar 1.7 persen dan tahun
2016 mendekati 2 persen, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar laju
pertumbuhan penduduk yaitu 1.4 persen per tahun. Oleh karena itu perlu
dilakukannya upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi di Jawa Barat.
Kegiatan peningkatan produksi padi ini dilakukan di semua Kabupaten dan Kota
di Jawa Barat dengan tujuan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan
daerahnya namun juga untuk menambah pendapatan daerah. Salah satu daerah
dengan sektor pertanian sebagai basis pertumbuhan ekonomi adalah Kabupaten
Sumedang. Hal ini ditunjukan dengan persentase sektor pertanian yang terbesar
pada produk domestik regional bruto yang merupakan salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi.

Tabel 3 Distribusi persentase produk domestik regional bruto atas harga berlaku
menurut lapangan usaha di Kabupaten Sumedang tahun 2013-2016
Distribusi persentase (%)
No Lapangan usaha
2013 2014 2015 2016
1 Pertanian, kehutanan dan perikanan 22.55 21.71 20.66 20.35
2 Pertambangan dan penggalian 0.11 0.11 0.11 0.10
3 Industri pengolahan 18.27 18.88 18.49 18.63
4 Listrik, gas dan air bersih 0.31 0.33 0.33 0.39
5 Kontruksi 9.25 9.30 10.16 10.08
6 Perdagangan,hotel dan restoran 17.63 17.08 16.46 16.07
7 Transportasi dan pergudangan 4.52 4.72 5.25 5.33
8 Penyediaan akomodasi dan makan minum 4.27 4.38 4.31 4.48
9 Komunikasi 2.65 2.77 2.91 3.06
10 Jasa keuangan dan asuransi 4.06 4.07 4.14 4.36
11 Real estate 1.64 1.59 1.61 1.57
12 Jasa 14.73 15.08 15.59 15.59
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016)
3

Tabel 3 menunjukkan terjadi penurunan pada kontribusi sektor pertanian


terhadap produk domestik regional bruto setiap tahunnya. Penurunan ini diikuti
dengan penurunan luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah yang terjadi
di Kabupaten Sumedang tahun 2013 hingga tahun 2016. Penurunan luas panen
padi sawah mengakibatkan turunnya produksi padi serta berkurangnya
ketersediaan beras daerah. Namun, pada tahun 2016 luas panen meningkat diikuti
peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah. Walaupun demikian,
pemerintah Kabupaten Sumedang tetap perlu melakukan upaya peningkatan
produksi padi guna mewujudkan ketahanan pangan dan perekonomian daerah
yang tangguh. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi adalah melalui
pengembangan dan adopsi teknologi baru (Sriyoto et.al 2007). Berikut adalah luas
panen, produksi dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Sumedang :

Tabel 4 Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah di


Kabupaten Sumedang (hektar) tahun 2013 – 2016
Tahun Luas panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Kuintal/Ha)
2013 73 276 485 674 66.28
2014 71 565 472 220 65.90
2015 68 518 443 340 64.70
2016 71 150 465 347 65.40
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang (2017)

Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam upaya peningkatan produksinya


mulai mengadopsi teknologi tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo
merupakan bagian dari komponen pengaturan populasi tanaman padi dalam paket
anjuran pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Sistem tanam ini memberikan
peluang tanaman padi berproduksi lebih tinggi dari sistem tanam tegel. Tanaman
padi diatur sehingga mendapatkan ruang tumbuh dan sinar matahari yang
maksimal. Selain itu, pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, aplikasi pupuk,
serta penanggulangan hama dan penyakit menjadi lebih efektif. Dengan
diterapkannya sistem tanam jajar legowo akan berdampak pada penerimaan dan
pendapatan yang akan diterima oleh petani. Tujuan utama dari petani melakukan
usahatani ialah untuk mencukupi keperluan hidup dan juga kesejahteraan. Petani
mengetahui bahwa jalan pertama yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya
ialah mempertinggi kuantitas dan kualitas dari hasil buminya secara rasional,
efisiensi dan ekonomis (Tohir 1983). Untuk itu petani perlu memperhitungkan
terkait biaya yang berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diterima.

Perumusan Masalah

Sistem tanam jajar legowo adalah suatu rekayasa penanaman sehingga


pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pinggir yang lebih banyak dengan
adanya barisan kosong. Tanaman padi yang berada dipinggir memiliki
pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman
padi yang berada dibarisan tengah, hal ini di sebabkan tanaman yang berada di
pinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak yang
berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman sebesar 10 hingga 15 persen.
Sistem tanam jajar legowo memberikan kemudahan petani dalam pengelolaan
4

usahataninya seperti pada aplikasi pemupukan, penyiangan, pelaksanaan


pengendalian hama dan penyakit serta lebih mudah dalam mengendalikan tikus
yang dapat dilakukan melalui barisan kosong. Selain itu, dapat mengurangi
kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama serangan penyakit batang.
Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang menyukai tinggal didalamnya
dan dengan lahan yang relatif terbuka tersebut, kelembapan menjadi lebih rendah
sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2013).
Ada beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo umumnya adalah tipe 2:1
dan 4:1. Baris tanaman dua atau lebih dan baris kosongnya (setengah lebar
dikanan dan dikirinya) disebut satu unit legowo. Jika terdapat dua baris tanam per
unit legowo maka disebut legowo 2:1. Jika terdapat empat baris tanam per unit
legowo disebut legowo 4:1. Tipe legowo 4:1 menghasilkan produksi gabah
tertinggi, tetapi untuk mendapat bulir gabah berkualitas lebih baik digunakan
legowo 2:1. Tipe legowo 2:1 mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman
pinggir (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2013). Pada penerapan
jajar legowo tipe 2:1 dengan jarak tanam 25x12.5x50 cm mampu meningkatkan
produksi padi antara 9.63 hingga 15.44 persen dibandingkan dengan sistem tanam
tegel (Abdulrachman et.al 2011). Sistem tanam tegel merupakan sistem tanam
tradisional yang sudah lama diterapkan petani dengan jarak tanam yang sama
yaitu 25 x 25 cm sehingga jarak tanam menjadi lebih rapat dibandingkan sistem
tanam jajar legowo.
Adopsi sistem tanam jajar legowo oleh pemerintah Kabupaten Sumedang
diterapkan salah satunya di Kecamatan Cisitu. Menurut UPTD Pengembangan
Pertanian dan Perikanan wilayah Cisitu bahwa seluruh Desa di Kecamatan Cisitu
sudah mendapatkan pelatihan dan penyuluhan program jajar legowo yang dimulai
pada tahun 2015. Dilihat dari luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah
di Kecamatan Cisitu berfluktuatif mulai dari tahun 2013 hingga tahun 2016. Luas
panen, produksi, dan produktivitas padi sawah yang berfluktuatif tersebut
menunjukkan masih diperlukannya upaya memenuhi ketersediaan beras di
Kecamatan Cisitu. Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah di
Kecamatan Cisitu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas panen, produksi dan produktivitas (Kuintal/Ha) padi sawah


Kecamatan Cisitu Tahun 2013-2016
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi ( Kuintal ) Produktivitas
(Kuintal/Ha)
2013 2 349 15 660 66.66
2014 2 480 16 377 66.05
2015 2 033 15 307 75.29
2016 2 536 16 293 64.25
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang (2017)

Desa Linggajaya adalah salah satu dari desa yang menerima program sistem
tanam jajar legowo di Kecamatan Cisitu dan merupakan Desa yang menempati
posisi kelima untuk luasan lahan sawah. Selain itu, penentuan Desa linggajaya
sebagai lokasi penelitian dikarenakan saat ini sedang dilakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan program sistem tanam jajar legowo. Untuk luas sawah di Kecamatan
Cisitu dapat dilihat pada Tabel 6.
5

Tabel 6 Luas sawah (Ha) menurut Desa Tahun 2013 – 2016


Luas lahan sawah (Ha)
Desa
2013 2014 2015 2016
Sundamekar 150 150 130 130
Cimarga 72 72 78 58
Cinangsi 159 159 144 144
Linggajaya 260 260 126 126
Situmekar 130 130 103 103
Cisitu 110 110 81 75
Cigintung 149 149 143 143
Ranjeng 154 154 129 129
Cilopang 411 411 69 64
Pajagan 240 240 54 32
Kecamatan Cisitu 1 835 1 835 1 057 1 004
Sumber : UPTD Pengembangan Pertanian dan Perikanan Wilayah Cisitu (2017)

Pada awal program sistem tanam jajar legowo petani di Desa Linggajaya
mencoba dan mengikuti program tersebut dibimbing oleh UPTD Pengembangan
Pertanian dan Perikanan wilayah Cisitu. Dengan menggunakan sistem tanam jajar
legowo dalam mengusahakan padi sawah, petani Desa Linggajaya berpotensi
mendapatkan produktivitas padi yang lebih tinggi sehingga memiliki peluang
memperoleh penerimaan yang tinggi pula. Beberapa penelitian terdahulu pun
telah menunjukkan bahwa jumlah produktivitas usahatani padi sistem jajar
legowo lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas usahatani padi sistem
tanam tegel.
Penelitian di Kota Sukabumi yang dilakukan oleh Hasanah (2014), lalu
penelitian di Kabupaten Deli Serdang yang dilakukan oleh Melasari et.al (2011),
menunjukkan hasil yang sama yakni usahatani padi sawah sistem tanam jajar
legowo memberikan produktivitas padi sawah lebih tinggi dibandingkan dengan
usahatani padi sawah sistem tanam tegel.
Usahatani padi sawah dengan sistem tanam jajar legowo berpotensi
memberikan produktivitas padi lebih tinggi, namun masih terdapat petani yang
kembali menggunakan sistem tanam tegel. Menurut UPTD Pengembangan
Pertanian dan Perikanan wilayah Cisitu dari sekitar 70 persen petani di Desa
Linggajaya yang menerapkan sistem tanam jajar legowo, 30 persen petani kembali
menggunakan sistem tegel. Sikap petani yang kembali melakukan kegiatan
budidaya padi sawah dengan sistem tanam tegel ini perlu diteliti lebih lanjut.
Permasalahan ini memunculkan pertanyaan apakah dengan diadopsinya sistem
tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi dan meningkatkan
pendapatan petani padi di Desa Linggajaya atau tidak? Jika produksi meningkat
tanpa diikuti meningkatnya pendapatan, hal tersebut dapat merugikan petani. Oleh
karena itu perlu dianalisis bagaimana tingkat pendapatan usahatani padi sawah
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel serta bagaimanakah struktur
biaya dan efisiensi usahatani padi sawah sistem jajar legowo dan tegel untuk satu
musim tanam?
6

Tujuan Penelitian

Menjawab pertanyaan yang menjadi masalah dalam penelitian ini, perlu


dilakukan analisis usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan sistem
tanam tegel. Perlu juga dilakukan analisis efisiensi biaya untuk melihat usahatani
mana yang memberi manfaat lebih banyak bagi petani. Sehingga tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis keragaan input dan output usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dan sistem tanam tegel di Desa Linggajaya
2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar legowo
dan sistem tanam tegel di Desa Linggajaya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan


bagi pihak yang terkait, yaitu :
1. Bagi petani di lokasi penelitian diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
bahan informasi untuk mengetahui perbedaan input dan output, struktur
biaya, pendapatan, dan efisiensi biaya usahatani baik pada usahatani padi
sawah sistem tanam jajar legowo maupun padi sawah sistem tanam tegel
yang selanjutnya dapat membantu petani dalam mengelola usahataninya.
2. Bagi pelaku kegiatan agribisnis termasuk pemerintah diharapkan penelitian
ini dapat dijadikan bahan masukan dalam membuat keputusan terkait
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel.
3. Bagi kalangan mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian ini dapat
bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna
sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam penelitian
selanjutnya.
4. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan segala ilmu yang
telah diperoleh selama perkuliahan, serta dapat melatih dan
mengembangkan kemampuan dalam berfikir dan menganalisis
permasalahan yang ada dilapangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis keragaan input dan output
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel di Desa
Linggajaya dan menganalisis tingkat pendapatan yang dilihat dari aspek struktur
biaya, penerimaan serta efisiensi usahatani. Efisiensi usahatani hanya dilihat
berdasarkan R/C rasio. Analisis usahatani yang digunakan merupakan analisis
finansial yakni data biaya yang dipakai adalah data rill yang sebenarnya
dikeluarkan petani. Penelitian ini dilakukan hanya pada satu musim tanam. Selain
itu diberikannya batasan – batasan berupa asumsi dimaksudkan untuk
memudahkan proses analisis dan diharapkan dengan batasan ini tidak merubah
ataupun mengurangi esensi yang hendak disampaikan.
7

TINJAUAN PUSTAKA

Keragaan Input dan Ouput Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel

Secara teknis penggunaan input pada usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dengan sistem tanam tegel berbeda. Berikut adalah penjelasan input –
input yang digunakan pada usahatani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam
tegel.
1. Penggunaan benih
Penggunaan benih pada penelitian Hasanah (2014) di Sukabumi
menunjukan bahwa usahatani dengan sistem tanam jajar legowo lebih kecil
dibandingkan dengan sistem tanam tegel yaitu sebesar 3.28 dan 5.72 persen.
Perbedaan tersebut dikarenakan jumlah bibit per lubang tanam berbeda antara
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Ninra et.al (2010) di Makasar bahwa penggunaan benih
pada usahatani sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem
tanam tegel yaitu 30 dan 22.22 persen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninra
et.al (2010) serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Melasari et.al (2011)
bahwa penggunaan benih pada usahatani sistem tanam jajar legowo lebih besar
dibandingkan dengan sistem tegel yaitu 8.44 dan 7.25 persen. Untuk penggunaan
benih, sebaiknya disesuaikan dengan dosis anjuran dari pemerintah untuk
mengoptimalkan jumlah produksi dan mengefisienkan biaya usahatani.
2. Penggunaan pupuk kimia
Penggunaan pupuk kimia di masing – masing daerah usahatani berbeda.
Pada penelitian Hasanah (2014) di Sukabumi, penggunaan pupuk NPK lebih
banyak dibandingkan dengan pupuk kimia lainnya. Pupuk NPK ini lebih besar
digunakan pada sistem tanam tegel dibandingkan dengan sistem tanam jajar
legowo yakni sebesar 45.82 dan 21.28 persen. Pada penelitian Ninra et.al (2010)
di Makasar, penggunaan pupuk Za lebih banyak digunakan dibandingkan dengan
pupuk kimia lainnya. Pupuk Za ini lebih besar digunakan pada sistem tegel
dibandingkan dengan sistem jajar legowo yakni sebesar 66.67 dan 60 persen.
Untuk penelitian yang dilakukan Melasari et.al (2011) di Deli Serdang,
penggunaan pupuk urea lebih banyak digunakan dibandingkan dengan pupuk
kimia lainnya. Pupuk urea ini lebih banyak digunakan pada sistem tanam tegel
sebesar 46.18 persen dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo sebesar
25.34 persen. Baik penelitian yang dilakukan Hasanah (2014), Ninra et.al (2010),
maupun Melasari et.al (2011) menunjukan kesamaan bahwa penggunaan pupuk
kimia lebih banyak pada usahatani sistem tanam tegel dibandingkan dengan
sistem tanam jajar legowo.
3. Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida pada usahatani sistem tanam jajar legowo berbeda
secara jumlah dan jenis dengan penggunaan pestisida pada usahatani sistem tanam
tegel. Namun untuk kontribusinya terhadap usahatani sistem jajar legowo, baik
penelitian yang dilakukan Ninra et.al (2010) di Makasar maupun penelitian yang
dilakukan Melasari et.al (2011) di Deli serdang, menunjukan bahwa penggunaan
pestisida pada sistem tanam jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan
sistem tanam tegel.
8

4. Penggunaan tenaga kerja


Pada penelitian yang dilakukan Hasanah (2014) dan Ninra et.al (2010)
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada sistem tanam jajar legowo
lebih besar dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Hal ini disebabkan oleh
tenaga kerja yang dibutuhkan pada kegiatan penanaman sistem tanam jajajr
legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Jarak tanam jajar
legowo yang berbeda menyebabkan waktu tanam yang lebih lama. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Melasari et.al (2011) di Deli Serdang,
penggunaan tenaga kerja lebih banyak pada sistem tegel yaitu 35.402 HOK
dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo yaitu 34.48 HOK. Pada
penelitian Hasanah (2014) menunjukan bahwa kontribusi penggunaan tenaga
kerja luar keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja
dalam keluarga, penggunaan tenaga kerja paling banyak yakni pada proses
pengolahan lahan dan proses penanaman. Berbeda dengan penelitian Ninra et.al
(2010) penggunaan tenaga kerja paling banyak pada proses penanaman dan proses
pemanenan.
Produksi padi dalam hal ini adalah seluruh hasil panen berupa gabah kering
panen. Jumlah produksi padi sawah dengan sistem tanam jajar legowo berbeda
dengan sistem tanam tegel. Produksi yang berbeda ini menjadi salah satu
penyebab produktivitas yang berbeda pula. Salah satu penyebab perbedaan
produksi adalah intensitas cahaya matahari yang optimal untuk mendukung
kegiatan usahatani padi sawah. Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2014),
Ninra et.al (2010), dan Melasari et.al (2011) memberikan hasil yang sama bahwa
produktivitas usahatani sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan
dengan produktivitas sistem tanam tegel. Pada penelitian Hasanah (2014) di
Sukabumi, produktivitas yang dihasilkan sistem tanam jajar legowo adalah 7.03
ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas sistem tanam tegel yaitu
6.99 ton/ha. Berikutnya pada penelitian Ninra et.al (2010) di Makasar,
produktivitas yang dihasilkan sistem tanam jajar legowo adalah 5.22 ton/ha lebih
tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel yaitu 3.55 ton/ha. Seperti halnya
dengan penelitian yang dilakukan Ninra et.al (2010) di Makasar, penelitian
Melasari et.al (2011) di Deli Serdang menghasikan produktivitas sistem tanam
jajar legowo sebesar 6.49 ton/ha. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan
produktivitas padi pada sistem non jajar legowo yaitu sebesar 5.57 ton/ha. Hasil
penelitian tersebut dibuktikan dengan uji beda rata – rata produktivitas dengan
taraf kepercayaan 5 persen bahwa produktivitas padi sistem tanam jajar legowo
secara nyata lebih besar daripada produktivitas pada sistem non jajar legowo. Hal
ini membuktikan bahwa produktivitas padi sawah sistem tanam jajar legowo lebih
tinggi dibandingkan dengan produksi padi sawah sistem non jajar legowo.

Struktur Biaya Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel

Studi mengenai analisis usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan
tegel telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya pada lokasi penelitian
dan waktu yang berbeda. Perbedaan antara beberapa penelitian dapat dilihat pada
Tabel 7.
9

Tabel 7 Struktur biaya padi sistem tanam jajar legowo dan tegel berdasarkan
penelitian terdahulu (per hektar per musim tanam)
No Penelitian terdahulu Sistem jajar legowo Sistem tegel
1 Hasanah (2014) Persentase biaya Persentase biaya
Analisis perbandingan pendapatan terbesar terbesar dikeluarkan
usahatani padi sistem tanam jajar dikeluarkan untuk untuk biaya tenaga
legowo dengan sistem tegel biaya tenaga kerja kerja sebesar 57.64
Kelurahan Situmekar Sukabumi sebesar 57.93 persen.
persen.
2 Permata (2016) Persentase biaya Persentase biaya
Analisis perbandingan usahatani terbesar terbesar dikeluarkan
padi sistem tanam jajar legowo dikeluarkan untuk untuk biaya
dengan sistem tegel di Kecamatan biaya pestisida dan pestisida dan biaya
Seputih Mataram Kabupaten biaya tenaga kerja tenaga kerja
Lampung Tengah
3 Ninra, Rukmana, Arsyad (2010) Persentase biaya Persentase biaya
Pendapatan usahatani padi sawah terbesar terbesar dikeluarkan
dengan penerapan teknologi dikeluarkan untuk untuk biaya tenaga
sistem legowo 2:1 di Kabupaten biaya tenaga kerja kerja sebesar 71.56
Bantaeng Makasar sebesar 72.04 persen.
persen.
4 Melasari, Supriana, Ginting Persentase biaya Persentase biaya
(2011) terbesar terbesar dikeluarkan
Analisis komparasi usahatani padi dikeluarkan untuk untuk biaya tenaga
sawah melalui sistem tana, jajar biaya tenaga kerja kerja sebesar 64.35
legowo dengan sistem tanam non sebesar 67.29 persen.
jajar legowo. (Studi kasus : Desa persen.
Sukamandi Hilir Kecamatan
Pagar Merbau Kabupaten Deli
Serdang)

Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2014) bertujuan untuk


membandingkan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dengan sistem tanam tegel. Berdasarkan hasil analisis, biaya terbesar yang
dikeluarkan pada kedua sistem tanam yaitu biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja
yang dikeluarkan pada sistem tanam jajar legowo adalah sebesar Rp 4 787 068 per
hektar per musim tanam. Biaya ini lebih kecil dibandingkan dengan biaya tenaga
kerja sistem tanam tegel sebesar Rp 5 022 555 per hektar per musim tanam.
Permata (2016) juga melakukan penelitian membandingkan usahatani padi
sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel di Kecamatan Seputih
Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Tujuan penelitian ini untuk
membandingkan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dengan sistem tanam tegel. Hasil dari penelitian tersebut serupa dengan
penelitian Hasanah (2014) yang membuktikan bahwa biaya terbesar yang
dikeluarkan baik pada usahatani padi sawah sistem jajar legowo maupun pada
sistem tanam tegel adalah biaya tenaga kerja.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ninra et.al (2010) dengan
membandingkan pendapatan usahatani padi sawah dengan penerapan teknologi
sistem legowo 2:1 dan sistem tanam tegel di Kabupaten Bantaeng Makasar. Hasil
penelitiannya berbeda dengan penelitian Hasanah (2014) yaitu biaya tenaga kerja
10

pada sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan biaya tenaga
kerja pada sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 3 959 888 dan Rp 3 646 000 per
hektar per musim tanam. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada sistem jajar
legowo dikarenakan menanam dengan sistem jajar legowo lebih sulit
dibandingkan dengan sistem tegel. Jarak tanam dalam baris tidak sama dengan
antar baris sehingga penanaman membutuhkan waktu lebih lama dan menguras
konsentrasi pekerja tanam. Hal ini menyebabkan biaya tanam sistem jajar legowo
lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tegel.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninra et.al (2010) serupa dengan hasil
penelitian Melasari et.al (2011) yaitu biaya terbesar yang dikeluarkan baik pada
sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel adalah biaya tenaga kerja.
Biaya tenaga kerja pada sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan
dengan biaya tenaga kerja pada sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 3 412 920 dan
Rp 2 273 328 per hektar per musim tanam. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu,
dapat diketahui adanya persamaan struktur biaya dalam usahatani padi sawah baik
dengan sistem jajar legowo maupun sistem tanam tegel yaitu persentase biaya
terbesarnya adalah biaya tenaga kerja.

Biaya dan Pendapatan Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel

Hasil penelitian Hasanah (2014) di Sukabumi menunjukkan bahwa rata-rata


total biaya usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo lebih kecil
dibandingkan dengan rata – rata total biaya usahatani padi sawah sistem tanam
tegel yaitu sebesar Rp 8 262 513 dan Rp 8 714 746 per hektar pada musim tanam
pertama. Hasil penelitian tersebut selaras dengan hasil penelitian oleh Melasari
et.al (2011) di Kabupaten Deli Serdang juga menunjukkan rata–rata total biaya
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo lebih kecil dibandingkan rata–
rata total biaya yang dikeluarkan pada usahatani padi sawah sistem non jajar
legowo yaitu sebesar Rp 5 072 268.99 dan Rp 5 087 131.18 per hektar dalam satu
musim tanam.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ninra et.al (2010) di
Kabupaten Bantaeng bahwa total biaya usahatani padi sawah sistem tanam jajar
legowo lebih besar dibandingkan dengan total biaya usahatani padi sawah sistem
non legowo yaitu sebesar Rp 5 496 088 dan 5 095 000 per hektar pada musim
tanam pertama. Penyebab rendahnya biaya yang dikeluarkan oleh petani non
legowo adalah kurangnya modal usahatani mereka.
Dilihat dari sisi pendapatan, baik penelitian yang dilakukan oleh Hasanah
(2014), Permata (2016), Ninra et.al (2010) maupun Melasari et.al (2011)
menunjukkan bawah rata–rata usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo
memberikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sawah
sistem tanam tegel. Pada penelitian Hasanah (2014) baik pendapatan atas biaya
tunai maupun pendapatan atas biaya total untuk padi sawah sistem tanam jajar
legowo adalah sebesar Rp 11 066 162 dan Rp 10 595 067 per hektar pada musim
tanam pertama. Pendapatan tersebut lebih besar dibandingkan dengan pendapatan
padi sawah sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 5 934 274 dan Rp 5 463 178. Hal
yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Permata (2016) bahwa tingkat
pendapatan usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo lebih besar dari
petani sistem tanam tegel.
11

Hasil penelitian yang dilakukan Hasanah (2014) dan Permata (2016) selaras
dengan hasil penelitian Ninra et.al (2010) yang menunjukkan rata–rata
pendapatan bersih usahatani untuk petani sistem tanam jajar legowo lebih besar
yakni sebesar Rp 8 568 265 dibandingkan dengan pendapatan bersih untuk petani
sistem tanam non legowo sebesar Rp 4 498 486. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Melasari (2010) juga menunjukkan hal yang serupa yaitu rata–rata
pendapatan bersih untuk petani sistem tanam jajar legowo lebih besar
dibandingkan dengan sistem tanam non jajar legowo yakni sebesar Rp 11 627
931.11 dan Rp 9 839 868.83. Hal ini menunjukkan dari segi pendapatan bersih
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo lebih menguntungkan
dibandingkan dengan usahatani padi sawah sistem tegel.

Efisiensi Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel

R/C rasio merupakan ukuran untuk membandingkan biaya dan penerimaan


antara beberapa jenis usahatani. Produsen cenderung memilih jenis usaha yang
akan memberikan R/C rasio lebih tinggi. Beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya total usahatani padi sawah sistem tanam
jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan R/C rasio atas biaya total usahatani
padi sawah sistem tanam tegel.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2014) di Sukabumi dan Ninra et.al
(2010) di Deli Serdang menunjukkan nilai R/C rasio usahatani padi sawah sistem
tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan nilai R/C rasio usahatani
padi sawah sistem tanam tegel. Hasil penelitian Hasanah (2014) di Sukabumi,
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo menghasilkan nilai R/C rasio atas
biaya tunai sebesar 2.42 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 2.28. Nilai ini
lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C rasio dari usahatani padi sawah sistem
tanam tegel. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2.0 dan nilai R/C rasio atas
biaya total sebesar 1.8. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian Ninra et.al (2010)
di Deli Serdang bahwa nilai R/C rasio sebesar 3.29 untuk padi sawah sistem
tanam jajar legowo yang lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C rasio untuk
padi sawah sistem tanam tegel sebesar 2.93. Jika dilihat dari biaya total usahatani,
petani padi sawah akan cenderung memilih usahatani padi sawah sistem tanam
jajar legowo karena memberikan nilai R/C rasio yang lebih tinggi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo


Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang–seling
antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah Legowo
diambil dari bahasa jawa yang secara harfiah tersusun dari kata lego yang
berarti luas dan dowo berati memanjang. Maka, legowo diartikan sebagai suatu
cara menanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu
barisan kosong. Sistem tanam jajar legowo diperkenalkan pertama kali oleh
seorang Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah
yang bernama Bapak Legowo yang kemudian ditindak lanjuti oleh Departemen
12

Pertanian melalui pengkajian dan penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi


untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman
padi. Sistem tanam jajar legowo merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi
pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pinggir yang
lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Tanaman padi yang berada di
pinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan lebih baik dibandingkan
dengan tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil
produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Rumpun padi yang berada di
barisan pinggir hasilnya 1.5 hingga 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi pada bagian dalam (Permana 1995).
Hal ini disebabkan pada sistem tersebut terdapat ruang terbuka seluas 25
hingga 50 persen yang memungkinkan tanaman padi dapat menerima sinar
matahari secara optimal yang berguna dalam proses fotosintesis. Penerapan sistem
tanam legowo sebaiknya menggunakan jarak tanam 25x25 cm antar rumpun
dalam baris, 12.5 cm jarak dalam baris dan 50 cm sebagai jarak antar barisan.
Penggunaan jarak tanam yang sangat rapat misalnya 20x20 cm akan
menyebabkan rendahnya produktivitas. Jarak tanam yang sangat rapat
mengakibatkan padi tidak tumbuh optimal karena tidak menerima sinar matahari
yang cukup akibat adanya persaingan antar individu tanaman, selanjutnya terjadi
pengurasan kadar hara seperti nitrogen, phospor dan kalium serta air dan
terjadinya serangan penyakit endemik setempat akibat kondisi iklim mikro yang
menguntungkan bagi perkembangan penyakit.
Tipe tanam jajar legowo yang paling umum adalah jajar legowo 2:1 dan
jajar legowo 4:1. Sistem tanam jajar legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah
populasi tanaman per hektar sebanyak 213 300 rumpun serta akan meningkatkan
populasi 33.31 persen dibandingkan dengan pola tanam tegel 25x25 cm yang
hanya menghasilkan 160 000 rumpun per hektar. Sistem tanam legowo 4:1 tipe 1
merupakan pola tanam legowo dengan keseluruhan baris mendapatkan tanaman
sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada kondisi lahan yang kurang subur. Dengan
pola ini populasi tanaman mencapai 256 000 rumpun per hektar dengan
peningkatan populasi sebesar 60 persen dibandingkan dengan pola tanam tegel.
Untuk sistem tanam jajar legowo 4:1 tipe 2 merupakan pola tanam dengan hanya
memberikan tambahan sisipan pada kedua barisan tanaman pinggir. Peningkatan
populasi hanya sebesar 20.44 persen dibanding pola tanam tegel. Pola ini cocok
diterapkan pada lokasi dengan tingkat kesuburan tanah tinggi meskipun
penyerapan hara oleh tanaman lebih banyak, tetapi karena tanaman lebih kokoh
sehingga mampu meminimalkan resiko kerebahan selama pertumbuhan.
Keuntungan penerapan sistem tanam jajar legowo adalah mampu
meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo,
sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat
peningkatan populasi. Persentase peningkatan produktivias padi mencapai 10
hingga 15 persen. Hal tersebut dikarenakan jumlah populasi padi sawah pada
sistem tanam jajar legowo meningkat 20 hingga 60 persen dibandingkan dengan
sistem tanam tegel. Selain itu, sistem tanam jajar legowo memberikan kemudahan
dalam hal pengelolaan usahatani seperti pemupukan, penyiangan dan pelaksanaan
pengendalian hama dan penyakit. Gambar 1 menggambarkan perbedaan jarak
antara sistem tanam jajar legowo 4:1 tipe 2 dan sistem tanam tegel.
13

(a) (b)
Gambar 1 Jarak tanam sistem tanam (a) jajar legowo 4:1 tipe 2 (b) tegel

Biaya Usahatani
Proses yang terjadi dalam kegiatan produksi akan dikaitkan dengan biaya.
Biaya atau korbanan yaitu nilai semua pengorbanan atau faktor produksi yang
dikeluarkan untuk menghasilkan output dalam waktu tertentu. Tahap berikutnya
adalah evaluasi atas hasil dan korbanan. Hal ini penting dilakukan karena
korbanan atau biaya ada pada posisi langka dan harus digunakan seefisien
mungkin agar menghasilkan keuntungan yang optimal. Biaya yang dikeluarkan
oleh seorang petani dalam proses produksi dan menjadikannya produk disebut
biaya produksi.
Pertanyaan mengenai di mana, kapan, berapa, bagaimana dan apa yang
diproduksi akan berpengaruh terhadap aspek biaya. Pertanyaan dimana akan
terkait pada pola usahatani basah atau kering. Adanya perbedaan terhadap
jawaban di mana akan menentukan besar kecilnya biaya usahatani. Begitupun
dengan pertanyaan kapan yang berkaitan dengan waktu, pertanyaan bagaimana
terkait cara dan teknologi yang digunakan dalam berusahatani, serta berapa luas
lahan yang digunakan dan berapa banyak yang akan diproduksi juga akan
berpengaruh terhadap besarnya biaya produksi usahatani.
Penggolongan biaya produksi berdasarkan sifatnya yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak ada
kaitannya dengan jumlah barang yang akan diproduksi. Contoh biaya yang
tergolong dalam kelompok ini adalah sewa lahan, biaya penyusutan alat dan
bangunan pertanian, serta iuran irigasi. Biaya tetap menjadi sangat penting apabila
petani memikirkan tambahan investasi, tambahan investasi hanya dapat
dibenarkan apabila petani mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat
memberikan arus keuntungan. Keuntungan ini dapat terjadi karena berkurangnya
biaya tidak tetap atau meningkatnya produksi pada waktu yang bersamaan. Biaya
tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila jumlah barang yang diproduksi juga
berubah. Contoh biaya yang tergolong dalam kelompok ini antara lain biaya
pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit dan tenaga kerja upahan.
Selain itu, pembagian biaya atas dasar biaya tunai dan tidak tunai atau biasa
disebut dengan biaya yang diperhitungkan juga penting. Biaya tunai dari biaya
tetap dapat berupa biaya air dan pajak tanah. Untuk biaya tunai dari biaya tidak
tetap antara lain berupa biaya bibit, pupuk, obat – obatan dan tenaga kerja luar
keluarga (TKLK). Biaya tidak tunai dari biaya tetap yaitu tenaga kerja dalam
keluarga (TKDK) sedangkan biaya tidak tunai dari biaya tidak tetap antara lain
biaya panen.
14

Penerimaan Usahatani
Selain berpengaruh terhadap biaya, perbedaan penggunaan input serta cara
budidaya juga akan berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil produksi
merupakan salah satu faktor yang menentukan penerimaan petani selain harga
output. Penerimaan usahatani atau nilai output didapat dari jumlah ouput yang
produksi dikalikan dengan harga output per satuan unit. Penerimaan usahatani
juga dipengaruhi oleh faktor harga. Harga juga dipengaruhi oleh kualitas dari
output yang dihasilkan.
Pada usahatani kecil, tidak semua output yang dihasilkan dijual oleh petani.
Ada output yang dihasilkan digunakan untuk dikonsumsi rumahtangga petani, ada
yang digunakan kembali dalam berusahatani sebagai bibit atau untuk makanan
ternak, atau digunakan sebagai pembayaran atau bisa juga disimpan. Oleh karena
itu, Soekartawi (1986) membagi penerimaan menjadi penerimaan tunai dan
penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani, penerimaan ini tidak mencakup
pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tidak tunai adalah nilai
total produk yang tidak dijual. Produk yang tidak dijual harus tetap dihitung
nilainya berdasarkan harga pasar.

Pendapatan Usahatani
Ukuran arus uang tunai penting untuk mengukur penampilan usahatani,
namun ukuran arus uang tunai tidak menceritakan keadaan seluruhnya sehingga
untuk mengukur penampilan usahatani secara keseluruhan dapat menggunakan
ukuran pendapatan dan keuntungan. Ukuran pendapatan dan keuntungan terdiri
dari beberapa komponen diantaranya adalah pendapatan kotor usahatani ( gross
farm income ) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menaksir
pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai
berdasarkan harga pasar.
Komponen lainnya adalah pengeluaran total usahatani (total farm expenses)
didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan
didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih
antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut
pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor – faktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan kedalam usahatani. Karena itu pendapatan bersih usahatani
merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai penampilan
usahatani kecil adalah penghasilan bersih usahatani (net farm earning).
Penghasilan bersih usahatani diperoleh dari pendapatan bersih usahatani
dikurangkan dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Penghasilan
bersih usahatani menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk
keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik
keluarga yang dipakai didalam usahatani. Apabila penghasilan bersih usahatani
ditambah dengan pendapatan rumahtangga yang berasal dari luar usahatani seperti
15

upah dalam bentuk uang atau benda, maka diperoleh penghasilan keluarga (family
earnings).
Didalam usahatani semi-komersial, imbalan kepada modal merupakan tolak
ukur yang baik untuk penampilan usahatani. Apabila sebagian modal diperoleh
dari pinjaman, maka ada dua ukuran yang dapat dipakai. Imbalan kepada seluruh
modal (return to total capital) dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga
dari pendapatan bersih usahatani dan nilai kerja keluarga dinilai menurut tingkat
upah yang berlaku. Hasilnya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh
modal. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital) diperoleh
dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani.
Ukuran ini juga umumnya dinyatakan dalam persen terhadap modal petani.
Imbalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour) dapat
dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal
petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah
anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran
imbalan kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan
dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani.

Efisiensi usahatani
Return to cost ratio atau biasa dikenal dengan R/C rasio merupakan
imbangan antara penerimaan dan biaya. Nilai R/C rasio menggambarkan tingkat
efisiensi biaya usahatani dengan menunjukkan besarnya penerimaan yang
diperoleh petani setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio lebih
dari satu menunjukkan bahwa usahatani menghasilkan nilai output yang lebih
besar daripada nilai faktor produksi yang digunakan. Semakin besar nilai R/C
rasio yang didapatkan maka semakin besar efisiensi suatu usahatani. Soekartawi
(1995) menyarankan untuk analisis R/C rasio ini dibagi menjadi dua, yaitu dengan
menggunakan biaya produksi yang secara rill dikeluarkan oleh petani atau
berdasarkan biaya tunai dengan membagi penerimaan total terhadap biaya tunai.
Analisis R/C rasio dengan menambahkan nilai tenaga kerja keluarga, sewa lahan
(andaikan lahan dianggap menyewa), alat – alat pertanian (andaikan alat pertanian
dianggap sewa) serta bibit yang disiapkan sendiri yang disebut biaya total dengan
cara membagi penerimaan total terhadap biaya total.

Kerangka Pemikiran Operasional

Pada kerangka pemikiran operasional ini alur pemikiran dimulai dari


fenomena yang terjadi di Indonesia lalu masuk kepada masalah bisnis yang terjadi
sehingga diperlukan suatu penelitian dengan tujuan untuk menjawab masalah
bisnis tersebut. Agar tujuan penelitian tersebut tercapai dibutuhkan teori yang
relevan dan metode analisis yang tepat sehingga dapat memberikan hasil
terpercaya. Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar
5.01 persen dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016. Pendorong terbesar pada
pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi adalah sektor pertanian dengan laju
pertumbuhan sebesar 15.59 persen. Hal ini membuktikan bahwa salah satu sektor
utama pendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor pertanian. Sebagai sektor
yang menyediakan pangan masyarakat, sektor pertanian memperhatikan
kelompok padi–padian yang merupakan bahan makanan yang tetap menjadi
16

prioritas pemerintah. Kelompok padi-padian menempati posisi pengeluaran


terbesar kedua setelah kelompok makanan dan minuman jadi. Pengeluaran yang
besar pada kelompok padi-padian juga diikuti oleh peningkatan konsumi beras
perkapita Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat sebesar 3 243
ribu jiwa menandakan kebutuhan akan konsumsi beras juga semakin meningkat.
Namun demikian, dalam kondisi ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian
menetapkan target swasembada pangan untuk tujuh komoditas salah satunya
adalah komoditas padi. Beragam upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi
padi hingga dapat menurunkan impor beras dan meningkatkan ekspor beras
Indonesia. Dengan target swasembada pangan ini upaya untuk meningkatkan
produksi padi dalam negeri mutlak diperlukan.
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang tetap melakukan upaya guna
mencegah penurunan luasan dan produksi padi. Salah satu Kabupaten yang juga
melakukan upaya peningkatan produksi padi guna mewujudkan ketahanan pangan
dan perekonomian daerah yang tangguh adalah Kabupaten Sumedang. Salah satu
cara untuk meningkatkan produksi padi adalah melalui pengembangan dan adopsi
teknologi baru (Sriyoto et.al 2007). Desa Linggajaya adalah salah satu dari desa di
Kecamatan Cisitu dan merupakan Desa yang menempati posisi kelima untuk
luasan lahan sawah. Penentuan Desa Linggajaya sebagai lokasi penelitian
dikarenakan potensi luasan sawah yang cukup besar serta sedang dilakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan program sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam
jajar legowo merupakan bagian dari komponen pengaturan populasi tanaman padi
dalam paket anjuran pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Sistem ini memberikan
peluang tanaman padi berproduksi lebih tinggi dari sistem tanam tegel sehingga
memiliki peluang memperoleh penerimaan yang tinggi. Namun dengan
peningkatan produksi belum tentu akan meningkatkan pendapatan petani. Hal ini
dibuktikan dari sekitar 70 persen petani di Desa Linggajaya yang menerapkan
sistem tanam jajar legowo, 30 persen petani kembali menggunakan sistem tanam
tegel.
Oleh karena itu perlu diteliti keragaan, struktur biaya, penerimaan, tingkat
pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan
tegel. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut diperlukan teori yang
relevan seperti konsep biaya usahatani, konsep penerimaan usahatani, konsep
pendapatan usahatani, dan konsep efisiensi usahatani. Dari teori – teori tersebut
dapat ditentukan metode analisis yang tepat yang dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian tersebut. Metode analisis data dibagi menjadi
metode kualitatif yang mana untuk menjelaskan gambaran umum usahatani dan
metode kuantitatif untuk menganalisis keragaan input dan output, struktur biaya
usahatani, penerimaan usahatani, pendapatan usahatani serta untuk menganalisis
efisiensi usahatani dengan R/C rasio. Selain itu, dilakukan uji beda dua sampel
bebas untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
variabel usahatani sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel. Hasil
dari penelitian diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian dan menjadi
rekomendasi bagi petani maupun pemerintah dalam memutuskan kebijakan terkait
dengan usahatani padi sawah. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.
17

a) Peningkatan pengeluaran beras diikuti oleh meningkatnya konsumi beras


perkapita Indonesia.
b) Kebutuhan beras akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk Indonesia
c) Pemerintah menetapkan target swasembada padi sehingga diperlukan upaya
untuk meningkatkan produksi padi dalam negeri
d) Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat
perlu meningkatkan produksi padi
e) Adopsi sistem tanam jajar legowo

a) Petani kembali menggunakan sistem tanam tegel


b) Adopsi system tanam jajar legowo mampu meningkatkan produktivitas dan
pendapatan petani tidak?

Usahatani padi sistem tanam jajar legowo Usahatani padi sistem tanam tegel

Keragaan input dan output Keragaan input dan output

Penerimaan Biaya Penerimaan Biaya

Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani


Efisiensi usahatani R/C rasio Efisiensi usahatani R/C rasio

Uji T dua sampel bebas

Kesimpulan

Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu Kabupaten


Sumedang Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat dipilih karena Provinsi Jawa Barat
merupakan Provinsi yang tetap melakukan upaya peningkatan produksi padi.
Kabupaten Sumedang dipilih karena merupakan salah satu daerah dengan sektor
pertanian sebagai basis pertumbuhan ekonomi namun menunjukkan penurunan
pada kontribusi sektor pertanian, sehingga tetap diperlukan upaya peningkatan
18

produksi padi guna mewujudkan ketahanan pangan dan perekonomian yang


tangguh.
Adapun pemilihan Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu secara purposive
dikarenakan Desa ini sedang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program
sistem tanam jajar legowo dan berpotensi dalam luasan lahan sawah. Oleh karena
itu penelitian ini dilakukan guna melihat apakah dengan sistem tanam jajar
legowo ini mampu mengatasi permasalahan, meningkatkan produksi padi dan
pendapatan daerah. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan antara bulan April
hingga Juni 2017.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara


langsung dengan petani responden menggunakan instrumen kuisioner. Data yang
dikumpulkan diantaranya identitas petani, karakteristik usahatani, alokasi input
dan ouput usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel.
Data tersebut merupakan data primer yang digunakan dalam penelitian untuk
melihat gambaran umum mengenai petani serta kegiatan usahatani yang dilakukan
pada lokasi penelitian sehingga data tersebut dapat digunakan untuk menganalisis
pendapatan usahatani.
Selain melalui wawancara langsung, data pada penelitian ini juga
menggunakan data sekunder yang didapatkan dari sumber–sumber yang relevan
seperti buku, jurnal, skripsi maupun data – data yang diperoleh dari instansi-
instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Tanaman Pangan dan
Holtikultura Kabupaten Sumedang, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Cisitu,
serta bahan pustaka lainnya.

Metode Penarikan Sampel

Desa Linggajaya memiliki satu gabungan kelompok tani yang bernama


gapoktan samijaya yang terdiri dari 6 kelompok tani. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan teknik
purposive sampling. Dari 6 kelompok tani tersebut dipilih kelompok tani
linggamukti. Pemilihan kelompok tani linggamukti karena merupakan kelompok
tani yang masih menggunakan sistem tanam jajar legowo dan paling aktif di Desa
Linggajaya. Lahan sawah petani yang tergabung dalam kelompok tani
linggamukti berbukit, maka dari itu dipilih kelompok tani linggamurni sebagai
sampel secara purposive. Hal ini berdasarkan pertimbangan yang diberikan UPTD
Kecamatan Cisitu yakni baik kelompok tani linggamurni maupun kelompok tani
linggamukti memiliki topografi lahan yang cenderung sama yaitu berbukit – bukit
berbeda dengan kelompok tani lainnya yang memiliki lahan sawah dengan
topografi datar. Maka lebih baik untuk dilakukan perbandingan. Untuk metode
penarikan sampel petani jajar legowo adalah sensus dengan jumlah sampel adalah
22 petani. Di samping itu, untuk sampel sistem tanam tegel dipilih kelompok tani
linggamurni, petani yang tergabung kembali menanam padi dengan sistem tanam
tegel. Sistem penarikan sample untuk sistem tanam tegel juga sensus dengan
jumlah sampel adalah 10 petani.
19

Metode Analisis Data

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu data diolah dengan melakukan


pentabulasian data primer dari kuisioner agar data lebih mudah dipahami. Pada
penelitian ini data diolah menggunakan bantuan kalkulator dan Software
Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik petani
responden, keadaan umum lokasi penelitian dan keragaan usahatani padi sistem
tanam jajar legowo dan sistem tegel. Data kuantitatif digunakan untuk
menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani.

Analisis Input dan Output Usahatani


Analisis input memperlihatkan berapa jumlah input, jenis input, tempat
pembelian input dan cara pembayaran input pada usahatani padi baik sistem
tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel. Selanjutnya, analisis output
memperlihatkan berapa jumlah output yang dihasilkan dalam satu musim tanam,
kepada siapa output tersebut dijual, serta berapa harga jual dari output tersebut.

Analisis Biaya Usahatani


Analisis biaya usahatani penting untuk diketahui petani karena setiap petani
dapat menguasai pengaturan biaya produksi dalam usahataninya, akan tetapi tidak
mampu untuk mengatur harga komoditi yang dijual atau memberikan nilai
terhadap komoditinya tersebut. Dengan analisis biaya, petani dapat mengetahui
biaya – biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usahatani padi sawah baik
dengan sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel. Melalui analisis
biaya, dapat terlihat perbedaan input yang digunakan pada kedua usahatani
tersebut juga berimplikasi pada struktur biaya yang berbeda. Dengan melihat
struktur biaya usahatani memperlihatkan siapa mendapatkan apa dan menjadi
penentu dalam setiap keputusan usahatani. Biaya usahatani menurut Hernanto
(1989) dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Masing – masing dari biaya
tetap dan biaya variabel terbagi menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai
(pengeluaran yang diperhitungkan). Biaya tetap tunai contohnya adalah biaya
listrik sedangkan biaya tetap non tunai contohnya adalah penyusutan alat
pertanian. Biaya variabel tunai diantaranya adalah tenaga kerja luar keluarga,
pupuk, obat-obatan sedangkan biaya variabel non tunai seperti tenaga kerja dalam
keluarga.
Menurut Suratiyah (2006) penyusutan alat – alat pertanian dapat dihitung
berdasarkan pada harga pembelian alat sampai alat tersebut dapat memberikan
manfaat. Pada penelitian ini, perhitungan penyusutan alat pertanian dilakukan
dengan metode garis lurus dengan rumus sebagai berikut :

Harga Pembelian Rp - Nilai sisa (Rp)


Biaya penyusutan per tahun =
Umur Ekonomis (tahun)

Analisis Penerimaan Usahatani


Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan usahatani dapat
dirumuskan sebagai berikut :
20

Tr = Y x Py
Dimana : TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y
Dalam usahatani terdapat dua jenis sumber penerimaan, yakni penerimaan
tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang
diperoleh dari hasil produksi usahatani yang dijual. Penerimaan non tunai
merupakan hasil produksi usahatani yang tidak dijual, namun digunakan oleh
petani untuk keperluan lainnya seperti konsumsi rumahtangga atau digunakan
sebagai bibit.

Analisis pendapatan usahatani


Salah satu tujuan dari melakukan penelitian usahatani adalah untuk
memperbaiki nasib petani, salah satunya ukurannya adalah melalui pendapatan
usahatani. Pendapatan usahatani merupakan balas jasa terhadap penggunaan
faktor–faktor produksi seperti lahan, modal, tenaga kerja dan pengelolaan
usahatani. Pendapatan untuk setiap faktor produksi perlu diketahui karena terkait
dengan opportunity cost (biaya yang diluangkan). Biaya yang diluangkan adalah
biaya yang berkaitan dengan setiap pilihan. Sebagai contoh apabila petani mampu
memperoleh pendapatan sebesar Rp 75 000 dari penanaman padi dengan sistem
tanam tegel dan Rp 95 000 apabila menanam padi dengan sistem tanam jajar
legowo. Maka biaya yang diluangkan untuk menanam padi dengan sistem tegel
adalah Rp 95 000. Karena angka ini lebih besar dari keuntungan potensial
menanam padi sistem tanam tegel, maka petani harus menanam padi dengan
sistem jajar legowo. Jika petani tetap menanam padi sawah dengan sistem tanam
tegel maka petani harus menyadari bahwa ia memperoleh keuntungan Rp 20 000
lebih kecil daripada yang seharusnya diperoleh.
Menurut Soekartawi et.al (1986) usahatani kecil dibedakan dari usahatani
komersial oleh eratnya dan pentingnya kaitan antara usahatani dan rumahtangga.
Oleh karena itu, untuk mengukur penampilan usahatani perlu dilihat baik dari
ukuran arus tunai maupun ukuran keuntungan dan pendapatan. Rumus ukuran
arus uang tunai adalah sebagai berikut :

1–2=3+4–5=6+7=8
Keterangan :
1. Penerimaan tunai usahatani
2. Pengeluaran tunai usahatani
3. Pendapatan tunai usahatani
4. Pinjaman tunai yang diterima usahatani
5. Bunga pinjaman dan pembayaran uang pokok
6. Kelebihan uang tunai
7. Penerimaan tunai dari luar usahatani
8. Pendapatan tunai rumah tangga
Walaupun arus uang tunai penting untuk mengukur penampilan usahatani,
ukuran arus uang tunai tidak menceritakan keadaan seluruhnya sehingga untuk
mengukur penampilan usahatani secara keseluruhan dapat menggunakan ukuran
pendapatan dan keuntungan. Perhitungan ukuran pendapatan dan keuntungan
adalah sebagai berikut :
21

Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) terdiri dari nilai produk
total yang dijual, dikonsumsi, digunakan kembali untuk usahatani, digunakan
untuk pembayaran dan disimpan. Pengeluaran total usahatani (total farm
expenses) terdiri dari pengeluaran tunai tetapi tidak termasuk bunga dan
pengeluaran non tunai tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Selisih
antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran usahatani disebut
pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani
dikurangi bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman adalah penghasilan
bersih usahatani (net farm earning). Penghasilan bersih usahatani ditambah
dengan pendapatan rumahtangga yang berasal dari luar usahatani disebut
penghasilan keluarga (family earnings). Untuk mengetahui balas jasa terhadap
penggunaan faktor produksi dapat dilakukan dengan mencari imbalan kepada
seluruh modal. Caranya adalah selisih dari pendapatan bersih usahatani dengan
nilai kerja keluarga atau jika dalam bentuk persen adalah imbalan kepada seluruh
modal dibagi dengan total modal dikali 100 persen.
Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital) diperoleh
dengan mengurangkan penghasilan bersih usahatani dengan nilai kerja keluarga.
Ukuran ini umumnya juga dinyatakan dalam bentuk persen terhadap nilai modal
petani dengan membagi imbalan kepada modal petani dengan modal sendiri dan
dikali 100 persen. Imbalan kepada tenaga kerja dalam keluarga (return to family
labour) dapat dihitung dengan mengurangkan penghasilan bersih usahatani
dengan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi
dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang bekerja dalam usahatani. Angka
ini dapat dibandingkan dengan upah kerja diluar usahatani.

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)


Analisis efisiensi usahatani perlu untuk dilakukan karena penerimaan yang
lebih besar belum tentu efisien bila diikuti dengan biaya yang besar pula. Pada
penelitian ini analisis efisiensi usahatani diukur berdasarkan R/C rasio. Analisis
R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap satu
satuan biaya yang dikeluarkan. Secara teoritis suatu usaha dinyatakan
menguntungkan untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu
(R/C rasio > 1 ). Usahatani yang memberikan nilai R/C rasio lebih tinggi dapat
dikatakan lebih efisien. R/C rasio dalam penelitian ini terdiri atas R/C rasio atas
biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Berikut adalah rumus R/C rasio :
R/C rasio atas biaya tunai = Total penerimaan / biaya tunai
R/C rasio atas biaya total = Total penerimaan / total biaya

Uji Beda Dua Sampel Bebas (Independent Sample T-test)


Uji beda dua sampel bebas merupakan salah satu uji perbedaan dua
kelompok mean dari dua populasi yang berbeda. Uji ini dapat digunakan untuk
jumlah sampel kecil (n<30). Uji beda dua sampel bebas memiliki syarat yaitu
variabelnya metrik dan data kedua populasi terdistribusi secara normal. Pada
penelitian ini, uji beda dua sampel bebas digunakan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antara rata-rata produktivitas, penerimaan total,
pendapatan atas biaya total, R/C rasio (atas biaya total dan biaya tunai),
penggunaan benih, pupuk kimia dan tenaga kerja pada sistem tanam jajar legowo
dengan rata-rata produktivitas, penerimaan total, pendapatan atas biaya total, R/C
rasio (atas biaya total dan biaya tunai), penggunaan benih, pupuk kimia dan
22

tenaga kerja pada sistem tanam tegel. Berikut adalah hipotesis dan rumus statistik
untuk uji beda dua sampel bebas (Mendenhall W, Reinmuth JE 1982) :
Hipotesis :
Ho : 1 ≤ 2  rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih kecil
atau sama dengan rata-rata variabel pada sistem tanam tegel
H1 : 1 > 2  rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih besar
daripada rata-rata variabel pada sistem tanam tegel
Rumus :
(𝑋−𝑋)2
𝑠=
𝑛 −1
𝑛 1 −1 𝑆1 2 + 𝑛 2 −1 𝑆2 2
𝜎2 = 𝑛 1 +𝑛 2 −2

𝜎2 𝜎2
𝜎 𝑥1 − 𝑥2 = +
𝑛1 𝑛2

𝑋1 − 𝑋2
Uji statistik : 𝑡= 𝜎 𝑋1 − 𝑋2
Keterangan :
n1 : jumlah sampel petani sistem tanam jajar legowo
n2 : jumlah sampel petani sistem tanam tegel
x1 : rata – rata variabel pada petani sistem tanam jajar legowo
x2 : rata – rata variabel pada petani sistem tanam tegel
s : standar deviasi sampel
 2
: ragam
 : standar deviasi
Untuk mengetahui apakah hipotesis nol (Ho) diterima atau ditolak, maka
bandingkan thitung dengan ttabel. Namun jika mengolah dengan SPSS bisa
membandingkan nilai sig dengan taraf kepercayaan. Taraf kepercayaan pada
penelitian ini adalah 5 persen atau 0.05 dan karena satu arah sehingga nilai sig (2-
tailed) pada SPSS dibagi dengan 2. Jika thitung > ttabel atau nilai sig(1-tailed) < 0.05
maka tolak Ho, artinya rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih
besar daripada rata-rata variabel pada sistem tanam tegel, jika sebaliknya maka
terima Ho artinya rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih kecil
atau sama dengan rata-rata variabel pada sistem tanam tegel.

Definisi Operasional

1. Sistem tanam jajar legowo, yaitu cara menanam padi sawah yang memiliki
beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Pada penelitian ini
digunakan legowo 4 : 1 tipe 2.
2. Luas lahan, satuan yang digunakan baik pada sistem tanam padi jajar
legowo maupun sistem tanam tegel yaitu hektar (Ha).
3. Benih, penggunaan benih pada sistem tanam padi jajar legowo dan sistem
tanam tegel dengan satuan kilogram (Kg).
4. Pupuk, jumlah dan jenis pupuk yang digunakan petani padi sistem tanam
jajar legowo dan sistem tanam tegel dengan satuan kilogram (Kg).
5. Pestisida cair, jumlah pestisida yang digunakan baik pada petani padi
sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel dengan satuan liter.
23

6. Pestisida padat, jumlah pestisida yang digunakan pada petani padi sistem
tanam tegel dengan satuan kilogram(Kg).
7. Tenaga kerja dalam keluarga, yaitu jumlah anggota keluarga yang
membantu dalam proses usahatani padi sistem tanam jajar legowo maupun
sistem tanam tegel, dengan satuan yang digunakan berdasarkan
pengukuran hari orang kerja atau HOK.
8. Tenaga kerja luar keluarga, yaitu jumlah tenaga kerja yang membantu
dalam proses usahatani padi diluar anggota keluarga, dengan satuan yang
digunakan berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK.
9. Ubin adalah satuan luas setara dengan 6.25 m2 ( 1 Ha = 1600 ubin)
10. Bata adalah satuan luas setara dengan 14 m2 (1 Ha = 714 bata)
11. Perhitungan dilakukan untuk satu musim tanam yakni Januari hingga April
2017.

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Gambaran umum lokasi penelitian terdiri dari karakteristik wilayah dan


karakteristik petani responden. Karakteristik wilayah meliputi kondisi geografis,
kependudukan dan pertanian. Untuk karakteristik petani responden meliputi umur,
luas lahan penguasaan lahan padi, pendidikan formal, pengalaman usahatani padi,
status penguasaan lahan dan jumlah tanggungan keluarga.

Karakteristik Wilayah

Kondisi geografis
Desa Linggajaya adalah salah satu desa di kecamatan Cisitu yang memiliki
luas wilayah 739,4 hektar. Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa
Linggajaya secara umum berupa perbukitan dan pegunungan yang berada pada
ketinggian antara 500 meter sampai dengan 700 meter diatas permukaan laut.
Topografi Desa Linggajaya secara umum sesuai dengan topografi ideal untuk
tanaman padi yakni 650 hingga 750 meter diatas permukaan laut. Desa
Linggajaya terdiri dari 4 dusun, 7 rukun warga (RW) dan 23 rukun tangga (RT).
Dusun I terdiri dari Desa Kawungluwuk, Desa Cikandang, Desa Cijeunjing dan
Desa Cipari. Dusun II terdiri dari Desa Citamiang dan Desa Kucing. Dusun III
terdiri dari Desa Bakom sementara Dusun IV terdiri dari Desa Ramoseh dan Desa
Kasongambang. Desa Linggajaya memiliki batas – batas desa sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Situmekar
Sebelah Timur : Desa Cimarga
Sebelah Selatan : Desa Cinangsi
Sebelah Barat : Desa Sundamekar
Jenis tanah di Desa Linggajaya adalah latosol dan andosol. Hal ini baik
karna tanah latosol adaah tanah yang tahan terhadap erosi. Rata – rata suhu di
Desa Linggajaya berkisar antara 27 C sampai dengan 37 C. Suhu ini masih
sesuai dengan suhu ideal tanaman padi yakni 28.5 C sampai dengan 32 C. Jarak
Desa Linggajaya dari ibukota Kecamatan 0.5 km2 dengan waktu tempuh 5 menit
dan jarak Desa Linggajaya dari ibukota Kabupaten 20 km2 dengan waktu tempuh
60 menit. Lahan yang tedapat di Desa Linggajaya terdiri dari lahan sawah dan
lahan darat. Lahan sawah di Desa Linggajaya seluas 120 hektar dan lahan darat
24

seluas 619.4 hektar. Data luas lahan Desa Linggajaya berdasarkan penggunaanya
dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas lahan berdasarkan penggunaan lahan di Desa Linggajaya


No Penggunaan lahan Luas lahan ( Ha) Persentase (%)
1 Persawahan 120.00 16.23
2 Pekarangan 36.00 4.87
3 Perkebunan 150.00 20.29
4 Kolam 1.52 0.21
5 Perkantoran 1.70 0.23
6 Ladang 88.00 11.90
7 Pemukiman 88.00 11.90
8 Fasilitas umum 20.00 2.70
9 Hutan 234.18 31.67
Total 739.4 100.00
Sumber : Profil Desa Linggajaya 2017

Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Linggajaya adalah 4 702 jiwa dengan jumlah
penduduk laki – laki sebanyak 2 423 jiwa atau sebesar 51.53 persen, sementara
jumlah penduduk perempuan sebanyak 2 279 jiwa atau sebesar 48.47 persen dari
jumlah kepala keluarga yaitu 1 526. Sebagian besar penduduk di Desa Linggajaya
memeluk agama islam dan suku sunda sebagai suku asli penduduk. Usia
penduduk di Desa Linggajaya beragam, dengan persentase usia paling besar
adalah rentang usia 26 hingga 64 tahun sebesar 49.79 persen, diikuti oleh usia 7
hingga 12 tahun sebesar 12.06 persen, usia 19 hingga 25 tahun sebesar 11.53
persen, usia lebih dari 65 tahun sebesar 9.70 persen, usia 16 hingga 18 tahun
sebesar 5.21 tahun, usia 13 hingga 15 tahun sebesar 4.89 tahun, usia 0 hingga 4
tahun sebesar 3.74 persen dan usia 5 hingga 6 tahun sebesar 3.08 persen.
Dilihat dari kelompok pekerjaan, penduduk Desa Linggajaya sebanyak 560
jiwa atau sebesar 11.91 persen dari total jumlah penduduk bekerja sebagai
wiraswasta atau berwirausaha. Jumlah penduduk menurut kelompok pekerjaan di
Desa Linggajaya tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah penduduk menurut kelompok pekerjaan di Desa Linggajaya


Kelompok pekerjaan Jumlah penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Tidak/belum bekerja 1 050 22.33
Ibu Rumah Tangga 1 321 28.09
Pelajar/Mahasiswa 762 16.21
Pensiunan 61 1.30
Pegawai Negeri Sipil 43 0.91
TNI-Polri 11 0.23
Petani 390 8.29
Buruh 226 4.81
Pegawai Swasta 242 5.15
Wiraswasta 560 11.91
Lain – lain 36 0.77
Jumlah 4 702 100.00
Sumber : Profil Desa Linggajaya (2017)
25

Banyak penduduk Desa Linggajaya yang membuka usaha di pasar corenda


yaitu pasar yang berada di Kecamatan Cisitu atau pasar di Kecamatan Situraja
serta ada pula yang membuka usaha di pasar Kabupaten Sumedang. Luasnya
lahan persawahan dan lahan darat di Desa Linggajaya juga menjadi salah satu
sumber penghasilan penduduk Desa Linggajaya. Jumlah penduduk Desa
Linggajaya yang bekerja sebagai petani sebanyak 390 jiwa atau sebesar 8.29
persen dari total jumlah penduduk. Pekerjaan bertani ini tidak hanya untuk
mengolah lahan nya sendiri, akan tetapi juga sambil menggarap lahan milik orang
lain. Selain wiraswasta dan bertani, penduduk Desa Linggajaya banyak yang
bekerja sebagai buruh yaitu 226 jiwa atau sebesar 4.81 persen.
Berdasarkan pendidikan terakhirnya, penduduk Desa Linggajaya sebanyak
1461 jiwa atau sebesar 31.07 persen dari total penduduk adalah lulusan sekolah
dasar, lalu diikuti oleh lulusan SLTP sebesar 20.82 persen atau sebanyak 979 jiwa
dan lulusan SLTA sebesar 17.91 persen atau sebanyak 842 jiwa. Jumlah
penduduk Desa Linggajaya berdasarkan pendidikan pada tahun 2017 secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah penduduk menurut pendidikan terakhir di Desa Linggajaya


Pendidikan terakhir Jumlah penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Belum sekolah 813 17.30
Belum tamat SD 476 10.12
SD 1 461 31.07
SLTP 979 20.82
SLTA 842 17.91
D1 14 0.30
D3 42 0.89
D4/S1 73 1.55
S2 2 0.04
Jumlah 4 702 100.00
Sumber : Profil Desa Linggajaya (2017)

Pertanian
Bidang pertanian merupakan bidang yang penting di Desa Linggajaya.
Terbukti dari bekerja sebagai petani adalah 8.29 persen dari total penduduk Desa
Linggajaya dengan lahan pertanian yang luas dan masih berlimpah. Pertanian di
Desa Linggajaya meliputi tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan
dan perikanan. Komoditi tanaman pangan yang ditanam oleh penduduk Desa
Linggajaya yang paling besar adalah padi sawah (66 Ha) ,diikuti oleh ubi kayu
(30 Ha), kacang tanah (22 Ha), jagung (16 Ha), Ubi Jalar (14 Ha) dan padi gogo
(3 Ha). Jika diurutkan dari luas areal yang paling besar, tanaman holtikultura
meliputi mentimun, pisang, sawo, rambutan, durian, mangga, nangka, alpokat,
salak, melinjo, jeruk, cabe atau cabe rawit, nanas, tomat, kacang panjang, bawang
merah, pepaya dan terong. Untuk tanaman perkebunan yang di tanam di Desa
Linggajaya meliputi kopi, kunyit, tembakau, kelapa, aren, jarak pagar, kunci,
lengkuas, kemiri, jahe, kencur, temu putih, lada, daun sirih, cengkeh dan daun
sereh. Selain tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan, penduduk Desa
Linggajaya juga beternak antara lain beternak sapi potong, kambing, domba,
kelinci dan ayam buras.
26

Desa Linggajaya memiliki gabungan kelompok tani bernama gapoktan


samijaya. Gapoktan samijaya memiliki 6 kelompok tani diantaranya adalah
kelompok tani lingga mukti, lingga murni, cikiray, ketos, saluyu, dan bayu mekar.
Peran kelompok tani sangat penting karena dengan adanya kelompok tani
membantu pada petani dari sisi transfer pengetahuan dan teknis budidaya padi,
serta permodalan. Fasilitas usahatani yang ada di Desa Linggajaya meliputi kios
saprotan sebanyak 2 unit, traktor 5 unit, hand sprayer milik kelompok 22 unit,
mesin healer milik perorangan 5 unit dan pompa air 4 unit. Untuk koperasi
pertanian belum ada di Desa Linggajaya, namun pada kelompok tani linggamukti
memiliki program lumbung cinta, lumbung tersebut dapat dipakai oleh para petani
yang tergabung kelompok tani untuk meminjam padi dan mengembalikannya
pada saat panen berikutnya dengan jumlah padi yang sama ketika meminjam.
Untuk mesin healer atau mesin penggilingan padi terdapat masing – masing satu
unit di Dusun Cikandang, Dusun Cipari, Dusun Ramoseh, Dusun Bakom dan
Dusun Citamiang. Biaya penggilingan padi yang dibayar oleh petani adalah Rp
500/kg.

Karakteristik Petani Responden

Umur Petani
Umur mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir petani
(Soeharjo dan Patong 1973). Faktor umur juga berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi sistem tanam padi jajar legowo (Wahyuli et.al 2016).
Semakin tinggi usia petani semakin rendah kemampuan petani dalam mengadopsi
teknologi. Berdasarkan hasil penelitian terlihat adanya perbedaan antara umur
petani sistem tanam jajar legowo dengan petani sistem tanam tegel. Umur petani
sistem tanam jajar legowo tergolong lebih muda dibandingkan dengan umur
petani sistem tanam tegel. Pada sistem tanam tegel umur petani berkisar pada
umur 50 hingga 59 tahun, sedangkan umur petani sistem jajar legowo berkisar
antara 40 hingga 49 tahun. Baik petani sistem tanam jajar legowo maupun petani
sistem tanam tegel memulai usahatani nya di waktu remaja. Namun, yang terjadi
saat ini adalah penduduk – penduduk berusia muda lebih memilih bekerja di luar
desa, seperti menjadi pekerja toko, karyawan pabrik ataupun pegawai
pemerintahan. Hal ini terlihat dari umur para petani di Desa Linggajaya yang tidak
ada dibawah 30 tahun. Kurangnya tenaga kerja usia muda di bidang pertanian
dapat mengancam keberlangsungan usahatani padi di Desa Linggajaya.
Penggolongan petani responden menurut umur dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Penggolongan responden berdasarkan umur


Petani
Kelompok
Jajar Legowo
Umur (Tahun) Persentase (%) Tegel (orang) Persentase (%)
(orang)
30 – 39 2 9 0 0
40 – 49 9 41 3 30
50 – 59 7 32 6 60
60 – 69 2 9 0 0
>70 2 9 1 10
Total 22 100 10 100
Sumber : Data Primer (2017)
27

Tingkat Pendidikan
Pada sistem tanam jajar legowo tingkat pendidikan petani lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat pendidikan petani sistem tegel. Tingkat pendidikan
petani yang masih menerapkan sistem jajar legowo berkisar antara Sekolah Dasar
(SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk tingkat pendidikan seluruh
petani sistem tanam tegel adalah Sekolah Dasar (SD). Menurut Soeharjo dan
Patong (1973) pendidikan mempengaruhi cara berfikir petani. Hal ini turut
menjadi bukti bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh terhadap
cara berfikir dan keputusan petani linggamukti untuk tetap menggunakan sistem
tanam jajar legowo. Petani linggamurni yang kembali menggunakan sistem tanam
tegel berfikir bahwa dengan kondisi lahan yang berbukit, penggunaan cara tanam
jajar legowo dengan barisan kosong akan menyisakan tempat yang seharusnya
berpeluang untuk ditanam bibit padi serta berdampak pada pengurangan jumlah
gabah kering panen yang dihasilkan. Penggolongan responden berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan


Petani
Tingkat
Jajar Legowo
Pendidikan Persentase (%) Tegel (orang) Persentase (%)
(orang)
SD 18 82 10 100
SMP 3 14 0 0
SMA 1 5 0 0
Perguruan
0 0 0 0
Tinggi
Total 22 100 10 100
Sumber : Data Primer (2017)

Pengalaman Usahatani Padi


Pada petani padi sistem tanam jajar legowo dan tegel tergolong pada petani
yang berpengalaman tinggi dengan pengalaman petani bertani padi diatas 11
tahun. Sebesar 45 persen petani sistem tanam jajar legowo memiliki pengalaman
bertani padi antara 11 hingga 20 tahun dan 50 persen petani sistem tanam tegel
memiliki pengalaman bertani padi antara 31 hingga 40 tahun. Keputusan petani
sistem tanam tegel untuk tidak menggunakan kembali sistem tanam jajar legowo
dipengaruhi oleh lamanya pengalaman berusahatani padi. Pengalaman membuat
mereka mempertimbangkan terkait kemampuan dan juga ketrampilan yang
dibutuhkan dalam adopsi teknologi sistem tanam jajar legowo.

Tabel 13 Penggolongan responden berdasarkan pengalaman usahatani padi


Pengalaman Petani
Usahatani Jajar Legowo
Persentase (%) Tegel (orang) Persentase (%)
(Tahun) (orang)
11 – 20 10 45 0 0
21 – 30 4 18 4 40
31 – 40 4 18 5 50
>40 4 18 1 10
Total 22 100 10 100
Sumber : Data Primer (2017)
28

Luas Penguasaan Lahan Padi


Sebagian besar petani padi di Desa Linggajaya menguasai lahan sawah di
bawah 0.50 hektar. Sebesar 95 persen petani padi sistem jajar legowo menguasai
lahan yang berkisar antara 0 hingga 0.50 hektar. Hal yang sama pada petani padi
sistem tanam tegel sebesar 90 persen petani yang menguasai lahan 0 hingga 0.50
hektar. Tidak ada petani responden yang menguasai lahan diatas 1 hektar. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah luasnya lahan darat
seperti hutan dan topografi lahan berbukit – bukit yang mempersulit dalam
pembuatan lahan sawah. Penggolongan responden berdasarkan luas penguasaan
lahan padi dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Penggolongan responden berdasarkan luas penguasaan lahan padi


Petani
Luas Lahan
Jajar Legowo
(Ha) Persentase (%) Tegel (orang) Persentase (%)
(orang)
0 – 0.50 21 95 9 90
0.51 – 1.00 1 5 1 10
>1.00 0 0 0 0
Total 22 100 10 100
Sumber : Data Primer (2017)

Status Kepemilikan Lahan Padi


Status penguasaan lahan petani responden terdiri dari lahan milik sendiri
dan lahan sewa. Petani berstatus lahan milik sendiri merupakan petani yang
memiliki dan mengolah lahannya sendiri termasuk membayar pajak, sementara
untuk petani berstatus sewa merupakan petani yang tidak memiliki lahan dan
bekerja menggarap lahan sawah orang lain. Petani yang berstatus sewa
menanggung sendiri biaya operasional usahatani. Untuk lahan yang disewa
dibayarkan kepada pemilik lahan tidak dalam bentuk uang namun dalam bentuk
gabah kering panen pada setiap musim tanam. Jumlah untuk sewa lahan setiap
musim bergantung pada besar hasil gabah kering panen yang didapatkan. Semakin
tinggi hasil panennya, jumlah sewa yang dibayarkan semakin besar. Adapun
jumlah petani sistem jajar legowo yang status kepemilikan lahannya sewa adalah
9 orang atau sebesar 41 persen dan jumlah petani sistem tanam tegel adalah 4
orang atau sebesar 40 persen. Status kepemilikan lahan padi pada responden
penelitian dapat di lihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Penggolongan responden berdasarkan status kepemilikan lahan padi


Status Petani
Kepemilikan Jajar Legowo
Persentase (%) Tegel (orang) Persentase (%)
Lahan (orang)
Sewa 9 41 4 40
Milik Sendiri 13 59 6 60
Total 22 100 10 100
Sumber : Data Primer (2017)

Petani responden pada penelitian ini seluruhnya telah menikah dan


memiliki anak. Jumlah tanggungan keluarga yang paling sedikit adalah 1 orang
dan terbanyak berjumlah 5 orang. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga baik
29

petani padi legowo maupun petani tegel berkisar antara 1 hingga 2 orang. Data
jumlah tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Penggolongan responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga


Jumlah Petani
Tanggungan Jajar Legowo Tegel
Persentase (%) Persentase (%)
(orang) (orang) (orang)
1–2 13 59 6 60
3–4 9 41 2 20
5–6 0 0 2 20
Total 22 100 10 100
Sumber : Data Primer (2017)

Teknis Budidaya Sistem Tanam Jajar Legowo

1. Persiapan lahan
Tahapan persiapan lahan yang dilakukan petani di Desa Linggajaya
dimulai dari memperbaiki galangan sawah dan rumput – rumput di sekitar
dinding galangan. Setelah itu dilakukan pembajakan sawah menggunakan
traktor. Kerbau sendiri sudah tidak ada di Desa ini. Setelah proses
pembajakan selesai dilakukan penggaruan dan perataan lahan. Lalu lahan
yang sudah diolah diairi dan didiamkan selama 2 minggu untuk
meningkatkan unsur hara dan struktur tanah yang baik.

(a) (b)
Gambar 3 Persiapan lahan (a) pembajakan;(b) lahan sudah olah
2. Persemaian
Benih padi direndam dalam karung selama kurang lebih 2 hari dan
menjaga kelembapan dengan membasahi karung dengan air. Setelah dua
hari, mengolah lahan untuk persemaian dengan menggunakan cangkul.
Taburkan pupuk kandang dilahan olahan secara merata, setelah itu
taburkan benih yang sudah direndam secara merata. Lahan persemaian
diantaranya di lahan sawah dan di lahan darat yang subur.

(a) (b) (c)


Gambar 4 Tahap persemaian (a) olah lahan; (b) tabur benih ;(c) lahan semai
30

3. Pembuatan baris tanam


Pembuatan baris tanam dengan menggunakan caplakan. Petani membuat
caplakan sendiri dengan ukuran yang direkomendasikan oleh penyuluh
Desa Linggajaya dikarenakan caplakan jajar legowo dari pemerintah
sangat berat sehingga sulit untuk digunakan dilahan sawah dan
membutuhkan lebih banyak tenaga serta waktu. Proses pembuatan baris
tanaman ini berguna untuk memudahkan proses penanaman benih padi.

(a) (b)
Gambar 5 Pembuatan baris tanaman (a) caplakan petani ; (b) baris tanam
4. Penanaman
Bibit padi yang digunakan petani di Desa Linggajaya berkisar antara 20
hingga 25 hari, satu hari sebelum penanaman dilakukan pengelompokan
bibit atau disebut ngababut. Setiap satu lubang digunakan 1 hingga 3 bibit.
Penanaman dapat dilakukan dengan berada pada baris kosong, sehingga
tidak menyebabkan peluang bibit yang sudah tertanam menjadi rusak. Alur
penanaman sebaiknya maju untuk memudahkan melihat garis tanam agar
populasi tanaman sempurna. Pada setiap garis pinggir diantara 2 lubang
tanam dapat disisipkan bibit.

(a) (b)
Gambar 6 Penanaman Jarwo (a) ngababut ; (b) sistem jarwo
5. Pemupukan dan penyiangan
Pemupukan I biasanya dilakukan antara 1 hingga 7 hari setelah penanaman.
Pemupukan II dilakukan bersamaan dengan penyiangan I pada umur padi
21 hari. Pemupukan III dilakukan bersamaan dengan penyiangan 2 yaitu
pada umur padi berkisar antara 35 hingga 40 hari. Pemupukan dengan cara
menabur pupuk kimia dengan berjalan di barisan kosong. Keunggulan dari
tanam jajar legowo ini memudahkan pemupukan dan penyiangan karna
terlihat sudah sampai di mana pemupukan dan penyiangan dilakukan.
6. Pengendalian hama dan penyakit
Alat yang digunakan adalah hand sprayer dengan kapasitas 17 liter.
Sebelum menyemprot, tangki handsprayer diisi kombinasi antara pestisida
dan air. Posisi menyemprot berada pada barisan kosong. Penyemprotan
31

diarahkan ke kiri dan ke kanan secara merata, sehingga satu kali jalan
dapat melakukan penyemprotan 2 barisan legowo.
7. Panen
Panen dilakukan 3 kali dalam satu tahun. Padi yang sudah dirasa matang
dipotong dengan menggunakan sabit. Setelah itu padi tersebut
dikumpulkan dan dirontokan dengan cara memukul batang padi ke alat
panen atau gebotan hingga berjatuhan. Output yang dihasilkan dari panen
ini adalah gabah basah atau sering disebut gabah kering panen, ketika
sudah dijemur selama 3 hari baru dapat dikatakan gabah kering giling.

(a) (b) (c)


Gambar 7 Tahapan panen (a) alat panen; (b) panen; (c) penjemuran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Input dan Output Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel

Input pada sistem tanam jajar legowo dan tegel terdiri atas benih, pupuk
kimia, pupuk kandang, pestisida serta tenaga kerja. Pada sistem tanam jajar
legowo menggunakan pestisida cair, sedangkan pada sistem tanam tegel selain
pestisida cair juga menggunakan pestisida padat. Terdapat perbedaan input yang
digunakan pada kedua sistem tanam ini jika dilihat dari jumlah penggunaan, jenis
barang dan tempat mendapatkan barang. Namun untuk pembayaran seperti
pembelian benih, pupuk kimia, pupuk kandang dan pestisida sama-sama secara
tunai, tidak berlaku pembelian secara kredit. Untuk tempat mendapatkan barang,
berkisar antara toko pertanian dan warung-warung pengecer. Penggunaan pupuk
dan benih pada kedua sistem tanam sama–sama melebihi dari dosis anjuran
pemerintah. Acuan dosis anjuran pemerintah yang digunakan pada penelitian ini
merupakan lampiran dari Permentan Nomor 40/Permentan/OT.140/04/2007
tentang rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifik lokasi per
Kecamatan. Penggunaan input per hektar dalam satu musim tanam adalah sebagai
berikut :
1. Penggunaan benih
Varietas benih yang digunakan pada petani sistem tanam jajar legowo dan
sistem tanam tegel terdiri dari varietas IR 64, ciherang, mekongga dan situ
patenggang. Namun, ada satu petani pada sistem tanam tegel yang menggunakan
benih varietas cerai putih. Penggunaan input benih pada usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih kecil yaitu 40.68 kilogram per hektar dibandingkan
dengan penggunaan input benih pada sistem tanam tegel yaitu 40.95 kilogram per
hektar. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian Hasanah (2014) yakni jumlah
benih jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam tegel.
Perbedaan ini dikarenakan jumlah bibit yang ditanam per lubang pada sistem
32

tanam tegel lebih banyak dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo. Akan
tetapi, penggunaan rata – rata benih kedua sistem tanam tersebut sama - sama
melebihi dosisi anjuran pemerintah. Penanaman jumlah bibit lebih dari satu
hingga tiga batang per lubang dapat menimbulkan kompetisi dan jumlah
pertumbuhan anakan yang tidak optimal serta biaya yang dikeluarkan lebih besar
serta dapat mengurangi pendapatan yang diterima (Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi 2015). Penggunaan input per hektar dalam satu musim tanam dapat
dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Rata-rata penggunaan input pada sistem tanam jajar legowo dan tegel
per hektar per musim tanam di Desa Linggajaya
Dosis Jajar Legowo
Komponen Input Satuan Tegel (n=10)
anjuran (n=22)
Benih Kg/Ha 25-30 40.68 40.95
Pupuk
Urea Kg/Ha 275 267.30 308.29
NPK Phonsca Kg/Ha 300 336.09 445.30
NPK Kujang Kg/Ha 50 16.23 0
TSP Kg/Ha 100 95.92 0
SP-36 Kg/Ha 75 0 62.99
Kandang ton/Ha 1-2 4.406 0.04
Pestisida
Cair Liter/Ha 1.82 1.44
Padat Kg/Ha 0 0.90
Tenaga kerja HOK/Ha 116.61 132.34
Sumber : Data Primer (2017)

2. Penggunaan pupuk kimia


Pupuk urea dan NPK Poscha merupakan pupuk kimia yang sama-sama
digunakan baik pada sistem tanam jajar legowo maupun pada sistem tanam tegel.
Pada sistem tanam jajar legowo pupuk tambahannya adalah pupuk TSP dan NPK
kujang sedangkan pada sistem tanam tegel, pupuk tambahannya adalah pupuk SP-
36. Pupuk NPK Poscha merupakan pupuk kimia yang memiliki penggunaan
paling besar pada sistem tanam jajar legowo. Penggunaan pupuk NPK Poscha
pada sistem tanam jajar legowo adalah 336.09 kilogram per hektar sedangkan
pada sistem tanam tegel adalah 445.30 kilogram per hektar. Selain NPK poscha,
pupuk urea juga memiliki penggunaan yang besar yaitu sebanyak 267.30 kilogram
per hektar pada sistem tanam jajar legowo dan 308.29 kilogram per hektar pada
sistem tanam tegel. Penggunaan pupuk yang melebihi dosis anjuran pemerintah
adalah pupuk NPK Posca pada sistem tanam jajar legowo, sedangkan pada sistem
tegel pupuk urea dan pupuk NPK poscha yang melebihi dosis anjuran pemerintah.
Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat mempengaruhi keseimbangan
unsur hara sehingga dapat menurunkan produktivitas padi dan kesehatan tanah
(Balai Penelitian Tanah, 2013).
3. Penggunaan pupuk kandang
Pupuk kandang yang banyak digunakan pada kedua sistem tanam adalah
pupuk yang berasal dari kotoran domba, ayam dan sapi. Penggunaan pupuk
kandang pada sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
tanam tegel. Penggunaan pupuk kandang pada sistem tanam jajar legowo melebihi
33

dosis anjuran pemerintah yakni 4.4 ton per hektar. Berbeda dengan sistem tanam
tegel, penggunaan pupuk kandang sedikit sekali tidak mencapai 1 ton per hektar
yaitu hanya sebesar 0.04 ton per hektar. Hal ini dikarenakan hanya beberapa
petani saja yang menggunakan pupuk kandang, penyebabnya adalah para petani
pada sistem tanam tegel yang tergolong sudah tua, berusia muda tapi hanya
memiliki anak kecil, dan banyak yang hanya tinggal berdua dengan istrinya saja
menjadi lemahnya kemampuan petani untuk membawa sendiri ataupun membayar
buruh untuk membawa pupuk kandang ke sawah.
4. Penggunaan pestisida
Pestisida yang digunakan pada pada kedua sistem tanam adalah pestisida
cair dengan frekuensi penyemprotan satu hingga tiga kali dalam satu musim
tanam. Penggunaan pestisida cair pada sistem jajar legowo sebesar 1.82 liter per
hektar. Berbeda hal nya dengan sistem tanam tegel, selain menggunakan pestisida
cair sebesar 1.44 liter per hektar juga menggunakan pestisida padat sebesar 0.90
kg per hektar. Untuk frekuensi penggunaan pestisida pada usahatani padi jajar
legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Hal ini dikarenakan
penggunaan sistem tanam jajar legowo yang memungkinkan sinar matahari
sampai ke permukaan tanah dan pangkal batang sehingga dapat mengurangi
serangan hama penyakit. Teknis dalam penyemprotan juga lebih mudah karena
dapat dilakukan pada barisan kosong dan dapat mencakup per dua barisan jajar
legowo. Penyemprotan akan dilakukan setelah terlihat bahwa ada tanda-tanda
tanaman padi yang ditanam terkena serangan hama dan penyakit.
5. Penggunaan tenaga kerja
Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo
lebih sedikit yaitu 116.61 HOK per hektar dibandingkan dengan sistem tanam
tegel sebesar 132.34 HOK per hektar. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
Hasanah (2014) yakni jumlah tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar
legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Pada sistem tanam
jajar legowo, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan
dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Sebaliknya pada sistem tegel,
penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan
tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dikarenakan banyaknya petani pada sistem
tegel yang tergolong sudah tua dan kerabat keluarganya bekerja diluar desa,
sehingga dalam kegiatan usahataninya lebih banyak menggunakan tenaga kerja
luar keluarga dibandingkan dengan tenaga kerja dalam keluarga. Di samping itu,
pada sistem tanam jajar legowo memiliki hubungan kerabat keluarga antar petani
dalam kelompok tani linggamukti, sehingga dalam kegiatan usahataninya lebih
banyak dibantu oleh tenaga kerja dalam keluarganya.
Sistem pembayaran tenaga kerja luar keluarga adalah sistem upah yang
dibayarkan secara tunai per hari kerja dengan standar jam kerja yaitu 8 jam
dimulai dari jam 6 pagi hingga jam 2 siang. Besarnya upah untuk pria adalah Rp
35 000 ditambah rokok 2 batang, kopi 2 bungkus, roti untuk sarapan, dan makan 2
kali. Untuk upah wanita adalah Rp 30 000 ditambah makan 2 kali, kopi 2 bungkus,
serta roti dan cemilan. Namun, pada kegiatan penanaman upah yang diberikan
hanya makan sebanyak 2 kali saja. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang
menanam akan membantu pada kegiatan panen. Pada akhirnya tenaga kerja yang
membantu panen mendapatkan gabah satu karung atau sekitar 40 kilogram gabah
kering panen.
34

Pada kegiatan pengolahan lahan, baik sistem tanam jajar legowo maupun
sistem tanam tegel sama – sama memiliki jumlah HOK paling tinggi. Penggunaan
tenaga kerja pada sistem tanam tegel yang lebih besar dibandingkan dengan
sistem jajar legowo karena sebagian besar responden sistem tanam tegel tidak
menggunakan traktor, sehingga mengandalkan tenaga kerja manusia pada
kegiatan pengolahan lahan yaitu sebesar 60.57 HOK. Untuk penggunaan tenaga
kerja pada kegiatan pengolahan lahan pada sistem tanam jajar legowo adalah
33.47 HOK. Kegiatan pengolahan lahan, panen dan penanaman merupakan
kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja yang besar pada sistem tanam jajar
legowo. Untuk sistem tanam tegel, kegiatan pengolahan lahan, pemupukan dan
panen yang membutuhkan tenaga kerja yang besar. Tenaga kerja panen untuk
sistem tanam jajar legowo adalah sebesar 21.66 HOK per hektar dan 15.49 HOK
per hektar untuk sistem tanam tegel. Tenaga kerja panen sistem tanam jajar
legowo lebih besar dikarenakan produksi yang dihasilkan juga lebih banyak,
sehingga membutuhkan pekerja panen lebih banyak dibandingkan dengan sistem
tanam tegel. Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam
sistem tanam jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya dapat dilihat pada Tabel
18.
Tabel 18 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam sistem
tanam jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya
Jajar Legowo Tegel
Komponen Tenaga kerja Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(HOK) (%) (HOK) (%)
Tenaga kerja luar keluarga
Pengolahan lahan 23.97 20.56 50.18 37.92
Persemaian 0.44 0.37 0.00 0.00
Penanaman 2.01 1.73 4.35 3.29
Pemupukan 0.49 0.42 2.81 2.13
Penyiangan 1.04 0.89 8.71 6.58
Pengendalian hama dan penyakit 0.52 5.19 1.61 1.21
Panen 6.05 5.95 10.05 7.59
Penjemuran 0.00 0.00 0.00 0.00
Total tenaga kerja luar keluarga 34.52 29.60 77.71 58.72
Tenaga kerja dalam keluarga
Pengolahan lahan 9.50 8.15 10.39 7.85
Persemaian 3.54 3.04 4.13 3.12
Penanaman 13.47 11.55 3.20 2.42
Pemupukan 11.40 9.78 12.69 9.59
Penyiangan 14.11 12.10 6.76 5.11
Pengendalian hama dan penyakit 3.09 2.65 5.48 4.14
Panen 15.61 13.39 5.44 4.11
Penjemuran 11.35 9.73 6.54 4.94
Total tenaga kerja dalam keluarga 82.08 70.40 54.63 41.28
Total 116.61 100.00 132.34 100.00
Sumber : Data primer (2017)

Penggunaan tenaga kerja penanaman adalah sebesar 15.48 HOK per hektar
untuk sistem tanam jajar legowo dan 7.55 HOK per hektar pada sistem tanam
tegel. Tenaga kerja penanaman pada sistem tanam jajar legowo lebih besar
35

dikarenakan tenaga kerja membutuhkan konsentrasi sehingga waktu penanaman


lebih lama dibandingkan waktu penanaman sistem tegel. Untuk penggunaan
tenaga kerja pemupukan adalah sebesar 11.89 HOK per hektar pada sistem tanam
jajar legowo dan 15.5 HOK per hektar pada sistem tanam tegel. Tenaga kerja pada
kegiatan penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit pada sistem
jajar legowo yang lebih sedikit dikarenakan kemudahan dalam teknis penyiangan,
pemupukan dan pengendalian hama penyakit yang dapat dilakukan pada barisan
kosong, sehingga dapat menghemat jumlah tenaga kerja dan waktu pengerjaan.
6. Output Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel
Jumlah gabah kering panen yang dihasilkan pada usahatani padi sistem
tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel berbeda. Rata-rata petani menjual
gabahnya kepada tengkulak di masing-masing dusun, namun ada juga petani yang
menjual gabahnya kepada tengkulak di luar Desa Linggajaya. Harga gabah kering
giling berkisar antara Rp 4500 hingga Rp 5000 per kilogram. Gabah kering giling
yang dihasilkan sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan
sistem tanam tegel. Hasil ini selaras dengan penelitian Hasanah (2014) bahwa
produktivitas usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan
dengan sistem tanam tegel. Peningkatan produktivitas sistem jajar legowo adalah
sebesar 21.99 persen. Produktivitas sistem tanam jajar legowo adalah 5.88 ton per
hektar dengan jumlah gabah kering giling (setelah dijemur) per ubinnya adalah 3
hingga 4.3 kilogram. Selanjutnya pada sistem tanam tegel, produktivitasnya
adalah 4.82 ton per hektar dengan jumlah gabah kering giling per ubinnya adalah
2.4 hingga 3.5 kilogram. Jumlah gabah kering giling yang dihasilkan ini lebih
kecil dikarena musim tanam penelitian adalah musim penghujan, pada umumnya
padi akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi ketika musim kemarau.
Menurut masing – masing ketua kelompok tani, untuk produksi gabah kering
panen musim tanam kedua (kemarau) yakni bulan april hingga agustus 2017,
dengan sistem jajar legowo per ubinnya adalah 6.5 kilogram dan sistem tanam
tegel adalah 5.5 kilogram.

Tabel 19 Produktivitas per hektar per musim tanam usahatani padi sistem tanam
jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya
No Produktivitas (Ton/Ha) Usahatani padi jajar legowo Usahatani padi tegel
1 Rata – rata 5.88 4.82
2 Maximum 6.88 5.60
3 Minimum 4.80 4.00
Sumber : Data primer, 2017 (diolah)

Analisis Pendapatan pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel

Analisis pendapatan pada penelitian ini terdiri atas analisis struktur biaya,
penerimaan, dan efisiensi usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem
tanam tegel.

Struktur Biaya Usahatani pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel
Untuk analisis struktur biaya dilihat dari komponen biaya total, biaya tunai
dan biaya non tunai. Biaya total pada sistem tanam jajar legowo per hektar per
musim tanam adalah Rp 13 215 519.51. Biaya total ini lebih tinggi dibandingkan
36

dengan biaya total sistem tanam tegel yaitu Rp 11 683 481.22. Hasil ini serupa
dengan penelitian Ninra et.al (2010) bahwa total biaya usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Besarnya
total biaya yang dikeluarkan petani jajar legowo yaitu pada biaya non tunainya.
Pada biaya non tunai, karena petani jajar legowo banyak menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan yang besar menyebabkan biaya non
tunai sistem tanam jajar legowo lebih besar yaitu Rp 6 015 245.00 dibandingkan
dengan biaya non tunai sistem tanam tegel yaitu Rp 3 134 478.87. Di samping itu,
pada biaya tunai, usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih kecil yaitu
sebesar Rp 7 200 274.51 per hektar per musim tanam dibandingkan dengan biaya
tunai sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 8 549 002.35.
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang paling besar dalam komponen biaya
baik pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo maupun pada usahatani padi
sistem tanam tegel. Biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar 30.05 persen
merupakan komponen biaya terbesar pada sistem tanam jajar legowo, sedangkan
biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar 36.64 persen merupakan komponen biaya
terbesar pada sistem tanam tegel. Biaya pupuk merupakan biaya terbesar kedua
baik pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo maupun usahatani padi sistem
tanam tegel. Kontribusi biaya pupuk terhadap komponen biaya usahatani padi
sistem tanam jajar legowo adalah 14.07 persen. Nilai ini lebih kecil dibandingkan
dengan kontribusi biaya pupuk terhadap komponen biaya usahatani padi sistem
tanam tegel yakni sebesar 16.71 persen. Besarnya biaya pupuk pada usahatani
padi sistem tanam tegel disebabkan oleh dosis penggunaan pupuk urea dan NPK
posca yang digunakan lebih besar serta melebihi dosis anjuran pemerintah
sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar. Selain itu, penggunaan pupuk
kandang yang sedikit turut memicu penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
pada usahatani padi sistem tanam tegel.
Biaya sewa lahan juga merupakan komponen biaya yang besar, sewa lahan
pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo memiliki kontribusi sebesar 21.90
persen dengan pembagian 7.51 persen biaya sewa lahan dengan status penyewa
dan 14.39 persen biaya sewa lahan dengan status pemilik. Biaya sewa lahan pada
usahatani padi sistem tanam jajar legowo ini lebih besar dibandingkan dengan
biaya sewa lahan pada sistem tanam tegel dengan kontribusi terhadap komponen
biaya sebesar 10.36 persen dengan pembagian 5.26 biaya sewa lahan status
penyewa dan 5.10 persen biaya sewa lahan status pemilik. Selanjutnya adalah
biaya benih dengan kontribusi pada sistem tanam jajar legowo sebesar 3.18 persen
terhadap komponen biaya ini lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi biaya
benih pada usahatani padi sistem tanam tegel sebesar 3.80 persen. Penyebabnya
adalah penggunaan benih yang lebih besar serta melebihi dosis anjuran pada
usahatani padi sistem tanam tegel sehingga biaya yang dikeluarkan juga lebih
besar.
Kontribusi biaya pestisida terhadap komponen biaya usahatani padi sistem
tanam tegel adalah sebesar 4.01 persen, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan
kontribusi biaya pestisida terhadap komponen biaya sistem tanam jajar legowo
yakni sebesar 2.91 persen. Penyebab besarnya biaya pestisida pada sistem tanam
tegel adalah rata – rata frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani sistem
tanam tegel lebih banyak yaitu tiga kali penyemprotan dalam satu musim tanam
sedangkan rata-rata frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani sistem jajar
37

legowo adalah satu hingga dua kali penyemprotan dalam satu musim tanam.
Untuk biaya sewa traktor adalah Rp 2 500 per bata, sudah termasuk upah tenaga
kerja dan solar. Biaya sprayer termasuk dalam biaya yang dikeluarkan pada
usahatani padi sistem tanam jajar legowo dikarenakan para petani sistem tanam
jajar legowo tidak memiliki alat sprayer. Kelompok tani linggamukti
mendapatkan bantuan 7 buah sprayer Tasco dengan kapasitas 17 liter. Setiap satu
kali menggunakan sprayer dikenakan biaya sewa Rp 2 000. Sistem irigasi pada
usahatani padi di Desa Linggajaya adalah melalui mata air cihonje dan cipari,
sehingga untuk rata – rata biaya iuran pengairan pada sistem tanam jajar legowo
adalah Rp 75 663.95, sedangkan pada sistem tanam tegel adalah Rp 43 618.20 per
hektar per musim tanam.

Tabel 20 Rata-rata biaya usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan tegel per
hektar per musim tanam di Desa Linggajaya
Jajar legowo Tegel
Komponen biaya Nilai Persentase Nilai Persentase
(Rp/Ha) (%) (Rp/Ha) (%)
Biaya tunai
1. Biaya tetap
Sewa Sprayer 24 644.19 0.19 0 0
Sewa traktor 811 688.31 6.14 178 571.43 1.53
Pajak 13 002.58 0.10 12 280.61 0.11
Iuran pengairan 75 663.95 0.57 43 618.20 0.37
Sub total 1 917 538.80 234 470.23
2.Biaya variabel
Benih 420 514.45 3.18 444 382.62 3.80
Pupuk urea 559 946.22 4.24 621 141.53 5.32
Pupuk NPK Phonsca 835 752.39 6.32 1 108 148.56 9.48
Pupuk NPK Kujang 40 584.42 0.31 0 0
Pupuk TSP 217 918.85 1.65 0 0
Pupuk SP-36 0 0 184 935.06 1.58
Pupuk kandang 205 133.82 1.55 38.603.19 0.33
Pestisida cair 384 684.78 2.91 455 870.02 3.90
Pestisida padat 0 0 13 095.24 0.11
Sewa lahan-penyewa 992 539.76 7.51 614 700.80 5.26
TKLK 1 995 434.17 15.10 4 280 376.93 36.64
Biaya angkut 622 766.62 4.71 553 278.17 4.74
Sub total 5 282 735.72 7 699 831.33
Total biaya tunai 7 200 274.51 54.48 8 549 002.35 73.17
Biaya non tunai
1. Biaya tetep
Penyusutan alat 141 840.78 1.07 178 902.31 1.53
2. Biaya variabel
TKDK 3 971 881.42 30.05 2 359 472.66 20.19
Sewa lahan- pemilik 1 901 522.80 14.39 596 103.90 5.10
Total biaya non tunai 6 015 245.00 45.52 3 134 478.87 26.83
Total biaya 13 215 519.51 100.00 11 683 481.22 100.00
Sumber : Data primer (2017)
38

Penerimaan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel


Penerimaan usahatani dibagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan
tidak tunai atau penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai dalam
penelitian ini adalah rata – rata nilai gabah kering panen yang dijual sedangkan
penerimaan yang diperhitungkan terdiri atas rata-rata nilai total gabah kering
panen yang digunakan untuk bibit, dikonsumsi, dan ada yang disimpan untuk
disetorkan pada saat arisan per musim tanam dan arisan pengajian setiap
minggunya. Nilai kontribusi penerimaan tunai terhadap total penerimaan adalah
sebesar 62.57 persen pada sistem tanam jajar legowo dan 69.79 persen pada
sistem tanam tegel.
Dari total produksi, selain dijual kontibusi terbesar pada total penerimaan
adalah gabah kering panen untuk dikonsumsi, rata – rata kontribusi gabah kering
panen untuk konsumsi sistem tanam jajar legowo sebesar 24.31 persen dan pada
sistem tegel 21.19 persen. Rata – rata gabah kering panen yang dijadikan bibit
memiliki kontribusi terhadap total penerimaan sebesar 0.89 persen untuk sistem
tanam jajar legowo dan 0.99 persen untuk sistem tanam tegel. Sisa nya adalah
disimpan untuk disetorkan pada saat arisan per musim tanam dan arisan pengajian
setiap minggunya. Pada sistem tanam jajar legowo rata – rata kontribusi gabah
kering panen arisan padi per musim tanam terhadap total penerimaan adalah
sebesar 6.45 persen dan rata – rata kontribusi gabah kering panen arisan padi
pengajian per minggu terhadap total penerimaan adalah 5.77 persen. Pada sistem
tanam tegel, rata – rata kontribusi gabah kering panen arisan padi per musim
tanam terhadap total penerimaan adalah sebesar 3.88 persen dan rata – rata
kontribusi gabah kering panen arisan padi pengajian per minggu terhadap total
penerimaan adalah 4.15 persen.
Rata-rata total penerimaan usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata total penerimaan sistem tanam tegel. Hal ini
disebabkan oleh rata-rata produktivitas dan harga jual gabah kering giling pada
sistem tanam jajar legowo yang lebih tinggi. Baik secara penerimaan tunai
maupun secara penerimaan tidak tunai, usahatani padi sistem tanam jajar legowo
lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sistem tanam tegel. Hasil
penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2014)
di Sukabumi, bahwa rata – rata total penerimaan usahatani padi sistem tanam jajar
legowo yaitu Rp 18 857 580 per hektar per musim tanam lebih tinggi
dibandingkan rata –rata total penerimaan usahatani padi sistem tanam tegel yaitu
sebesar Rp 15 593 375.

Tabel 21 Rata – rata penerimaan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan
tegel per hektar per musim tanam di Desa Linggajaya
Uraian Satuan Jajar legowo Tegel
Harga GKP Kg/Ha 4 690.91 4 610.00
Penerimaan tunai Rp/Ha 14 410 347.51 13 518 730.70
Penerimaan tidak tunai Rp/Ha 8 507 587.72 5 710 195.57
Penerimaan total Rp/Ha 22 917 962.23 19.228 926.26
Sumber : Data primer (2017)

Pendapatan dan Efisiensi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel


Salah satu tujuan dari melakukan penelitian usahatani adalah untuk
memperbaiki nasib petani, salah satu ukurannya adalah melalui pendapatan
39

usahatani. Dalam penelitian ini, usahatani padi merupakan usahatani yang


menunjang rumahtangga, sehingga berapa uang tunai yang dihasilkan usahatani
yang tersedia bagi rumahtangga perlu untuk diketahui. Penerimaan tunai usahatani
pada kedua sistem tanam merupakan nilai yang diterima dari penjualan gabah
kering giling, penerimaan tunai ini dikurangi dengan jumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani padi. Hasilnya adalah
pendapatan tunai usahatani yang merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk
menghasilkan uang tunai. Dalam ukuran arus tunai ini perlu mempertimbangkan
pinjaman tunai usahatani dan pembayaran pokok pinjaman serta bunga pinjaman.
Namun, pada usahatani padi di kedua sistem tanam tidak menggunakan pinjaman
atau usahatani dibiayai oleh modal sendiri. Oleh karena itu, besarnya nilai
pendapatan usahatani sama dengan besarnya nilai kelebihan uang tunai. Kelebihan
uang tunai ini juga ditambah dengan penerimaan tunai luar usahatani padi, seperti
pada responden penelitian di kedua sistem tanam ada yang mendapatkan
penerimaan tunai dari bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan dan mebel,
buruh healer, tukang urut, membuka warung, jual beli kambing, jual sayuran dan
buah, jual gula merah, jual tirai bambu dan uang bulanan dari anak yang sudah
bekerja. Hasilnya adalah jumlah uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti lauk pauk, pakaian, kesehatan dan
pendidikan. Berikut adalah ukuran arus uang tunai usahatani padi sistem tanam
jajar legowo dan sistem tanam tegel di Desa Linggajaya tahun 2017 :

Tabel 22 Ukuran arus uang tunai usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan
sistem tanam tegel di Desa Linggajaya
Jajar legowo Tegel
No Komponen Nilai (Rp/Ha/MT) Nilai (Rp/Ha/MT)
(n=22) (n=10)
1 Penerimaan tunai usahatani 14 410 374.51 13 518 730.70
2 Pengeluaran tunai usahatani 7 200 274.51 8 549 002.35
3 Pendapatan tunai usahatani (1-2) 7 210 100.00 4 969 728.34
4 Pinjaman tunai usahatani 0 0
5 Pembayaran pokok dan bunga 0 0
6 Kelebihan uang tunai (3+4-5) 7 210 100.00 4 969 728.34
7 Penerimaan tunai luar usahatani 2 517 018.18 2 231 000.00
8 Pendapatan tunai rumahtangga (7+8) 9 727 118.18 7 200 728.34
Sumber : Data primer (2017)

Pendapatan tunai rumahtangga usahatani padi sistem tanam jajar legowo


lebih besar yaitu Rp 9 727 188.18 per musim tanam dibandingkan dengan sistem
tanam tegel yaitu Rp 7 200 728.34 per musim tanam. Pendapatan tunai
rumahtangga ini tergolong sedang jika dibandingkan dengan upah minimum
regional Sumedang tahun 2017 yakni Rp 2 463 461 per bulan, untuk petani sistem
tanam jajar legowo rata-rata pendapatan tunai rumahtangga adalah sebesar Rp 2
431 779.55 per bulan. Untuk rata-rata pendapatan tunai rumahtangga untuk petani
sistem tanam tegel adalah sebesar Rp 1 800 182.09 per bulan. Walaupun ukuran
arus uang tunai ini penting, tetapi ukuran ini tidak menceritakan keadaan
seluruhnya sehingga perlu melihat dari ukuran pendapatan dan keuntungan.
Pendapatan atas biaya total maupun atas biaya tunai usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi
40

sistem tanam tegel. Pendapatan yang lebih besar disebabkan total penerimaan
usahatani jajar legowo yang lebih besar dibandingkan dengan total penerimaan
usahatani tegel. Pada Tabel 23 terlihat bahwa selisih pendapatan atas biaya total
dan atas biaya tunai antara kedua sistem tanam cukup besar. Selisih pendapatan
atas biaya total antara kedua sistem tanam adalah sebesar Rp 2 156 997.68 per
musim tanam atau sebesar Rp 539 249.42 per bulan, sementara selisih pendapatan
atas biaya tunai antara kedua sistem tanam adalah sebesar Rp 5 037 763.81 per
musim tanam atau sebesar Rp 1 259 440.95 per bulan. Dilihat dari biaya total
usahatani padi sistem tanam jajar legowo memang lebih besar daripada biaya total
usahatani padi sistem tanam tegel, namun disisi lain total penerimaan usahatani
padi jajar legowo lebih besar. Jika menggunakan sistem tanam jajar legowo
mengalami peningkatan total biaya sebesar 13.11 persen, akan tetapi mengalami
peningkatan total penerimaan sebesar 19.18 persen. Besarnya peningkatan total
penerimaan dibandingkan dengan peningkatan total biaya menunjukkan bahwa
dengan diterapkannya sistem tanam jajar legowo dapat memberikan manfaat
terhadap petani padi di Desa Linggajaya.

Tabel 23 Pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan tegel di Desa
Linggajaya
Jajar legowo Tegel
Uraian Satuan
(n=22) (n=10)
Penerimaan tunai Rp/Ha 14 410 374.51 13 518 730.70
Penerimaan non tunai Rp/Ha 8 507 587.72 5 710 195.57
Total penerimaan Rp/Ha 22 917 962.23 19 228 926.26
Biaya tunai Rp/Ha 7 200 274.51 8 549 002.35
Biaya tidak tunai Rp/Ha 6 015 245.00 3 134 478.87
Total biaya Rp/Ha 13 215 519.51 11 683 481.22
Pendapatan atas biaya total Rp/Ha 9 702 442.72 7 545 445.04
Pendapatan atas biaya tunai Rp/Ha 15 717 687.72 10 679 923.91
R/C ratio atas biaya total 1.79 1.68
R/C ratio atas biaya tunai 3.31 2.35
Return to total capital persen 39.01 29.23
Return to family labour Rp/HOK
185 926.77 177 662.28
TKDK
Sumber : Data primer (2017)

Pendapatan usahatani merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor –


faktor produksi usahatani. Balas jasa yang diperoleh petani terhadap tenaga kerja
dan modal dapat diukur berdasarkan imbalan kepada seluruh modal (return to
total capital) dan imbalan kepada tenaga kerja dalam keluarga (return to family
labour). Ukuran imbalan terhadap modal petani (return to farm equity capital)
tidak dijelaskan disebabkan petani seluruhnya menggunakan modal sendiri, maka
nilai imbalan terhadap modal petani sama besarnya dengan nilai imbalan kepada
seluruh modal.
Pada tabel 23 dapat terlihat nilai return to total capital pada usahatani padi
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat suku bunga deposito Bank BRI pada Agustus 2017 per tiga bulan
yakni sebesar 6.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani sudah tepat
menginvestasikan modal pada usahatani padi karena imbalan yang diterima lebih
besar dibandingkan dengan imbalan jika petani menginvestasikan modalnya di
41

bank. Nilai return to total capital pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo
juga lebih besar dibandingkan dengan usahatani sistem tanam tegel yang berarti
bahwa menginvestasikan modal pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo
lebih menguntungkan dibandingkan dengan menginvestasikan modal pada
usahatani padi sistem tanam tegel.
Nilai return to family labour pada kedua sistem tanam berada diatas upah
menjadi buruh tani yaitu sebesar Rp 50000 untuk pria dan Rp 45000 untuk wanita.
Hal ini menunjukkan bahwa keputusan petani untuk menjalankan usahatani padi
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel sudah tepat, karena nilai
imbalannya lebih besar daripada upah buruh tani. Imbalan terhadap tenaga kerja
dalam keluarga pada usahatani sistem tanam jajar legowo adalah sebesar Rp 185
926.77 per HOK per musim tanam, sementara imbalan terhadap tenaga kerja
dalam keluarga pada usahatani sistem tanam tegel adalah sebesar Rp 177 662.28
per HOK per musim tanam.
Besarnya balas jasa yang diperoleh petani terhadap penggunaan faktor
produksi harus dibuktikan dengan efisiensi usahatani. Maka dari itu, untuk
melihat efisiensi usahatani perlu melakukan analisis R/C rasio yang berguna untuk
menunjukkan besarnya penerimaan setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan.
Pada Tabel 23 dapat terlihat baik R/C rasio usahatani padi sistem tanam jajar
legowo maupun sistem tanam tegel memiliki R/C rasio diatas satu, yang berarti
usahatani padi dikedua sistem tanam ini layak dijalankan. Nilai R/C ratio atas
biaya total usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih tinggi, yakni sebesar
1.79 sementara pada usahatani padi sistem tanam tegel sebesar 1.68. Nilai R/C
rasio sebesar 1.79 artinya setiap satu satuan biaya total yang dikeluarkan usahatani
padi sistem tanam jajar legowo akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1.79.
Hal yang sama pada nilai R/C rasio 1.68 artinya setiap satu satuan biaya total yang
dikeluarkan usahatani padi sistem tanam tegel akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp 1.68. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada usahatani padi sistem tanam
jajar legowo juga lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel yakni
sebesar 3.31 dan 2.35. Hasil ini selaras dengan penelitian Hasanah (2014) dan
Ninra et.al (2010) bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai dan atas biaya total
usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
R/C rasio usahatani padi sistem tanam tegel. Maka dapat disimpulkan bahwa
usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih efisien dibandingkan dengan
usahatani padi sistem tanam tegel.

Uji Beda Usahatani Sistem Tanam Jajar Legowo dan Sistem Tegel
Penggunaan uji beda pada penelitian ini dengan tujuan untuk melihat
apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara rata-rata variabel usahatani
sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel. Sebelum melakukan uji
beda atau uji independent sample T-test terlebih dahulu diuji apakah data
terdistribusi normal. Dengan pedoman keputusannya adalah jika nilai sig (1-
tailed) kurang dari alpha 5 persen (0.05) maka tolak H0 atau rata-rata variabel
pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata variabel pada sistem tanam tegel. Namun jika nilai sig (1-tailed) lebih
besar dari alpha 5 persen (0.05) maka terima H0 atau rata-rata variabel pada
usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih kecil atau sama dengan variabel
pada sistem tanam tegel. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 24.
42

Tabel 24 Hasil uji beda pada sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel
Sistem tanam jajar legowo dan tegel
No Uraian Sig(1-tailed)
Equal variances Equal variances not assumed
1 Produktivitas .000 .000
2 Biaya tunai .030 .039
3 Penerimaan total .002 .005
4 Pendapatan atas biaya total .072 .068
5 R/C atas biaya tunai .000 .000
6 R/C atas biaya total .217 .211
7 Benih .479 .480
8 Pupuk kimia .174 .180
9 Tenaga kerja .026 .083
Sumber : Data primer 2017 (diolah)
Nilai sig (1-tailed) untuk produktivitas adalah kurang dari alpha 5 persen
(0.05) yang artinya terdapat rata –rata produktivitas pada usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan rata-rata produktivitas pada
sistem tanam tegel. Hasil uji statistik ini selaras dengan hasil nyata yakni rata-rata
produktivitas usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata produktivitas usahatani padi sistem tanam tegel. Berikutnya
adalah nilai sig (1-tailed) untuk rata-rata biaya tunai adalah lebih dari alpha 5
persen (0.05) yang artinya rata –rata biaya tunai pada usahatani padi sistem tanam
jajar legowo lebih kecil atau sama dengan rata-rata biaya tunai sistem tanam tegel.
Hal ini disebabkan oleh rata-rata penggunaan input seperti benih, pupuk kimia dan
tenaga kerja pada kedua sistem tanam adalah lebih kecil atau sama. Hal ini
terbukti dari nilai sig (1-tailed) untuk penggunaan benih, pupuk kimia dan tenaga
kerja yang lebih dari alpha 5 persen (0.05).
Produktivitas yang berbeda menyebabkan total penerimaan yang diterima
juga berbeda, hal ini dibuktikan dengan nilai sig (1-tailed) untuk total penerimaan
adalah kurang dari alpha 5 persen (0.05) yang artinya rata –rata total penerimaan
pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata total penerimaan pada sistem tanam tegel. Untuk R/C rasio atas biaya
tunai, nilai nilai sig (1-tailed) adalah kurang dari alpha 5 persen (0.05) yang
artinya rata –rata R/C rasio atas biaya tunai pada usahatani padi sistem tanam jajar
legowo lebih besar dibandingkan dengan rata-rata R/C atas biaya tunai sistem
tanam tegel. Sebaliknya, untuk R/C rasio atas biaya total menunjukkan nilai sig
(1-tailed) adalah lebih dari alpha 5 persen (0.05) yang artinya rata –rata R/C rasio
atas biaya total pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih kecil atau
sama dengan rata-rata R/C rasio atas biaya total sistem tanam tegel. Walaupun
terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata produktivitas, total penerimaan
dan R/C rasio atas biaya tunai pada kedua sistem tanam, namun rata-rata
pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani padi di Desa Linggajaya di
kedua sistem tanam adalah lebih kecil atau sama.
43

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tenaga kerja, pupuk kimia dan benih merupakan komponen input yang
memiliki biaya terbesar dalam struktur biaya. Dilihat dari rata-rata jumlah
penggunaan, baik benih, pupuk kimia, maupun tenaga kerja pada sistem tanam
jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Namun pada
kedua sistem tanam tersebut jumlah penggunaanya masih melebihi dosis anjuran
pemerintah. Output pada kedua sistem tanam adalah gabah kering giling dengan
produktivitas sistem tanam jajar legowo secara nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem tanam tegel. Produktivitas sistem tanam jajar legowo yang lebih
tinggi, menyebabkan total penerimaan yang didapatkan petani sistem tanam jajar
legowo juga lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Hasil uji beda
turut membuktikan bahwa rata-rata produktivitas dan total penerimaan sistem
tanam jajar legowo lebih besar daripada sistem tanam tegel.
Produktivitas dan total penerimaan yang lebih tinggi menyebabkan rata-
rata pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total sistem tanam jajar legowo
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Akan tetapi,
hasil uji beda menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan atas biaya total pada
kedua sistem tanam lebih kecil atau sama. Hal ini menunjukkan bahwa secara
statistik, dengan di adopsinya sistem tanam jajar legowo mampu meningkatkan
rata-rata produktivitas dan rata-rata total penerimaan petani padi. Akan tetapi
belum mampu untuk meningkatkan rata-rata pendapatan atas biaya total petani
padi di Desa Linggajaya. Selain itu, besarnya jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan saat kegiatan panen, lamanya waktu pengerjaan penanaman sistem
tanam jajar legowo serta sulitnya mendapatkan tenaga kerja disaat kegiatan
penanaman dan panen yang terjadi serentak di Desa Linggajaya. Hal tersebut
menjadi alasan mengapa petani padi sistem tanam jajar legowo di Desa
Linggajaya beralih kembali menggunakan sistem tanam tegel.

Saran

Penggunaan benih dan pupuk kimia pada kedua sistem tanam tidak sesuai
dengan dosis anjuran pemerintah. Oleh karena itu diperlukannya kegiatan
penyuluhan terkait materi pemupukan berimbang dan penggunaan benih yang
sesuai dengan dosis anjuran pemerintah setempat. Dengan begitu, biaya yang
dikeluarkan lebih efisien dan dapat meningkatkan pendapatan. Untuk petani padi
sistem tanam jajar legowo yang beralih menjadi sistem tanam tegel, sebaiknya
kembali menggunakan sistem tanam jajar legowo. Hal ini dikarenakan produksi
gabah kering giling sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi gabah kering giling sistem tanam tegel sehingga memiliki peluang
mendapatkan penerimaan dan pendapatan yang lebih tinggi pula.
44

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrachman S, Mejaya MJ, Agustiani N, Gunawa I, Sasmita P, Guswara A.


2013. Sistem tanam legowo [Internet]. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. [diunduh
2017 Maret 14]. Tersedia pada : http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/
one/1714/file/Panduan-Sistem-Tanam-Legow.pdf
[Badan Pusat Statistik]. 2017. Laporan bulanan data sosial ekonomi Ed 86 Juli
2017 [Internet]. [diunduh 2017 Agustus 1]. Tersedia pada : https://ww
w.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Laporan-Bulanan-Data-Sosial-Ekonomi-
Juli-2017_rev.pdf
[Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang]. 2016. Kabupaten Sumedang dalam
angka [Internet]. [diunduh 2017 Januari 15]. Tersedia pada : https://sumed
angkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/SMD-Dlm-Angka-2016.pdf
[Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang]. 2017. Kabupaten Sumedang dalam
angka [Internet]. [diunduh 2017 Agustus 23]. Tersedia pada : https://sumed
angkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Kabupaten-Sumedang-Dalam-
Angka-2017.pdf
[Badan Pusat Statistik]. 2015. Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan menurut
kelompok barang (rupiah) tahun 2013 hingga 2015 [Internet]. [diunduh
2016 Desember 20]. Tersedia pada : www.bps.go.id
[Badan Pusat Statistik]. 2015. Jumlah penduduk Indonesia (ribu) tahun 2011
hingga 2016 [Internet]. [diunduh 2016 Desember 20]. Tersedia pada :
www.bps.go.id
[Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang]. 2016. Statistik daerah Kecamatan
Cisitu 2016 [Internet]. [diunduh 2017 Januari 15]. Tersedia pada : https://su
medangkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Statistik-Daerah-
Kecamatan-Cisitu-2016.pdf
[Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang]. 2016. Kecamatan Cisitu dalam
angka 2016 [Internet]. [diunduh 2017 Januari 15]. Tersedia pada : https://su
medangkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/071-KCDA-Cisitu-2016-
update.pdf
[Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat]. 2016. Jawa Barat dalam angka 2016
[Internet]. [diunduh 2017 Januari 15]. Tersedia pada: http://pusdalisbang.
jabarprov.go.id/pusdalisbang/berkas/jabardalamangka/747Provinsi-Jawa-
Barat-Dalam-Angka-2016.pdf
[Balai Penelitian Tanah]. 2013. Kajian kualitas mutu dan efektivitas pupuk
majemuk [Internet]. [diunduh 2017 Agustus 1]. Tersedia pada : http://
balittanah.litbang.pertanian.go.id/pupuk/index.php/perangkat-uji/79-kajian-
kualitas-mutu-dan-efektivitas-pupuk-majemuk
[Balai Besar Penelitian Tanaman Padi]. 2015. Tanam bibit satu hingga tiga batang
per rumpun [Internet]. [diunduh 2017 Agustus 1]. Tersedia pada: http://
bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/tahukah-anda/186-tanam-bibit-1-3-
batang-per-rumpun
[Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian]. 2013. Sistem tanam legowo
[Internet]. [diunduh 2017 Januari 15]. Tersedia pada : http://www.
litbang.pertanian.go.id/berita/one/1714/file/Panduan-Sistem-Tanam-
Legow.pdf
45

Gilarso, T. 2003. Pengantar Ilmu ekonomi Mikro Edisi Revisi. Yogyakarta (ID):
Kanisius
Hasanah DP. 2014. Analisis perbandingan pendapatan usahatani padi sistem
tanam jajar legowo dengan sistem tegel Kelurahan Situmekar Sukabumi
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Idwar, Sitinjak H. 2015. Respon berbagai varietas padi sawah yang ditanam
dengan pendekatan teknik budidaya jajar legowo dan sistem tegel. Jurnal
JOM Faperta [Internet]. [diunduh 2017 Maret 14]: 2(2)
Ikhwani, Pratiwi GR, Paturrohman E, Makarim AK. 2013. Peningkatan
produktivitas padi melalui penerapan jarak tanam jajar legowo. Jurnal
IPTEK Tanaman Pangan [Internet]. [diunduh 2017 Maret 14];8(2) : 72-79
[Kementerian Pertanian Jenderal Tanaman Pangan]. 2016. Petunjuk teknis
teknologi jajar legowo tahun 2016 [Internet]. [diunduh 2017 Juli 19].
Tersedia pada : http://tanamanpangan.pertanian.go.id/assets/front/uploads/
document/Petunjuk%20teknis%20Jarwo%20Oke.pdf
[Kementerian Pertanian]. 2007. Acuan penetapan rekomendasi pupuk N, P dan K
pada Lahan sawah spesifik lokasi (per kecamatan) [Internet]. [diunduh
2017 Juli 27]. Tersedia pada : http://psp.pertanian.go.id/assets/file/
66d1189256a51f097c2863e1b0411107.pdf
Melasari A, Supriana T, Ginting R. 2011. Analisis komparasi usahatani padi
sawah melalui sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam non jajar
legowo. Jurnal [Internet]. Medan(ID): Universitas Sumatra Utara
Mendenhall W, Reinmuth JE. 1982. Statistik untuk Manajemen dan Ekonomi.
Soemartojo N, penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta(ID): Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari : Statistics for Management and Economics,
Fourth Edition. PWS Publisher. Ed ke-4 Jilid 1
Ninra A, Rukmana D, Arsyad M. 2010. Pendapatan usahatani padi sawah dengan
penerapan teknologi sistem legowo 2:1 di Kabupaten Bantaeng. Jurnal
[Internet]. Makasar (ID): Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Permana, S. 1995. Teknologi Usahatani Mina Padi Azolla dengan Cara Tanam
Jajar Legowo. BPTP Ungaran Jawa Tengah
Permata AL. 2016. Analisis perbandingan usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dengan sistem tegel di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten
Lampung [Skripsi]. Lampung (ID): Universitas Lampung
Respati E, Hasanah L, Wahyuningsih S, Sehusman, Manurung M, Supriyati Y,
Rinawati. 2014. Buletin Konsumsi Pangan [Internet]. [diunduh 2017 Januari
23];5(3):10. Tersedia pada : http://pusdatin.setjen.pertanian. go.id/
tinymcpuk/gambar/file/Buletin_Konsumsi_TW3_2014.pdf
Sari, CW. 2015. Laju pertumbuhan penduduk jabar masih diatas standar nasional
[Internet]. [diunduh 2017 Agustus 3]. Tersedia pada : http://www.pikiran-
rakyat.com/bandung-raya/2015/09/22/343409/laju-pertumbuhan-penduduk-
jabar-masih-di-atas-standar-nasional
Ratnadewi, Y. 2016. Laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat hampir 2%
[Internet]. [diunduh 2017 Agustus 24]. Tersedia pada : www.pikiran-
rakyat.com/bandung-raya/2016/04/13/laju-pertumbuhan-penduduk-jawa-
barat-hampir-2-366591
46

Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): PT Sastra


Hudaya
Soeharjo, Patong D. 1973. Sendi – Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Soekartawi, Dillon JL, Hardaker JB, Soeharjo A. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakata (ID): Univ Indonesia
Pr
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Univ Indonesia Pr
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Sriyoto, Harveny W, Sukiyono K. 2007. Efisiensi ekonomi usahatani padi pada
dua tipologi lahan yang berbeda di Provinsi Bengkulu dan faktor – faktor
determinannya. Jurnal Akta Agrosia [Internet]. [diunduh 2017 Januari
23];2:155-163
Tohir, K. 1983. Seuntaian Pengetahuan Tentang Usahatani Indonesia. Jakarta
(ID): PT Bina Aksara
Wahyuli D, Widodo AS, Sutrisno. 2016. Tingkat penerapan teknologi sistem tnam
padi jajar legowo oleh petani anggota gapoktan sri rejeki di Desa
Gandrungmanis Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap [Internet].
[diunduh 2017 Juli 19]. Tersedia pada: http://repository.umy.ac.id/bitstream
/handle/123456789/3227/13.%20MAKALAH%20PUBLIKASI.pdf?sequen
ce=13&isAllowed=y
47

LAMPIRAN

Lampiran 1 Luas panen padi sawah (Ha) menurut Provinsi tahun 2013-2017
Tahun
No Provinsi
2013 2014 2015 2016 20171)
1 Aceh 411 455 366 590 450 087 420 771 461 924
2 Sumatra Utara 697 344 676 724 731 811 826 696 860 615
3 Sumatra Barat 479 210 491 504 499 157 486 569 486 077
4 Riau 97 796 85 062 86 218 79 475 81 057
5 Jambi 129 341 121 722 102 207 132 998 144 541
6 Sumatra Selatan 718 773 745 593 821 666 951 682 950 461
7 Bengkulu 136 385 132 155 120 404 143 510 142 462
8 Lampung 584 479 600 750 660 560 736 853 778 272
9 Kepulauan Bangka 6 029 4 422 5 760 8 587 9 392
Belitung
10 Kepulauan Riau 379 385 263 186 240
11 DKI Jakarta 1 744 1 400 1 137 1 002 742
12 Jawa Barat 1 898 455 1 854 865 1 748 620 1 962 315 2 011 695
13 Jawa Tengah 1 765 240 1 717 270 1 804 556 1 882 979 1 838 875
14 DI Yogyakarta 114 547 115 667 113 027 116 180 115 213
15 Jawa Timur 1 897 816 1934 293 2 021 766 2 112 766 2 149 800
16 Banten 356 374 361 634 368 152 399 334 414 202
17 Bali 149 833 142 476 137 254 139 462 139 524
18 Nusa Tenggara 382 840 371 604 412 897 397 836 416 807
Barat
19 Nusa Tenggara 157 117 172 136 188 092 185 288 209 753
Timur
20 Kalimantan Barat 360 926 356 843 350 520 384 067 422 373
21 Kalimantan 169 651 186 509 183 416 188 740 232 130
Tengah
22 Kalimantan 433 275 447 297 455 149 482 240 501 836
Selatan
23 Kalimantan Timur 73 627 71 332 69 072 54 365 69 203
24 Kalimantan Utara 21 655 19 882 15 073 16 903 11 180
25 Sulawesi Utara 113 853 110 925 122 139 120 707 120 876
26 Sulawesi Tengah 217 428 213 654 203 918 221 498 219 730
27 Sulawesi Selatan 952 048 1 001 761 995 335 1 110 620 1 133 027
28 Sulawesi Tenggara 122 702 133 550 135 003 166 288 171 305
29 Gorontalo 54 865 57 991 57 223 63 198 64 569
30 Sulawesi Barat 84 354 87 430 87 874 101 549 109 024
31 Maluku 22 470 20 441 20 368 20 616 26 764
32 Maluku Utara 14 860 14 311 14 736 15 661 16 095
33 Papua Barat 6 794 6 288 6 800 5 985 5 966
34 Papua 38 338 41 881 38 977 49 207 59 457
Indonesia 12 672 003 12 666 347 13 029 237 13 985 927 14 375 186
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan
1)
Angka ramalan 1
48

Lampiran 2 Produksi padi sawah (ton) menurut provinsi tahun 2013-2017


Tahun
No Provinsi
2013 2014 2015 2016 20171)
1 Aceh 1 937 890 1 796 100 2 301 878 2 180 754 2 436 677
2 Sumatra Utara 3 570 709 3 490 516 3 868 880 4 387 036 4 595 887
3 Sumatra Barat 2 403 958 2 486 049 2 524 775 2 487 929 2 548 397
4 Riau 387 849 337 233 345 441 325 826 338 237
5 Jambi 589 785 587 384 485 989 642 095 712 739
6 Sumatra Selatan 3 436 263 3 506 444 4 106 495 4 881 089 4 962 206
7 Bengkulu 598 111 559 829 551 713 630 098 646 473
8 Lampung 3 042 419 3 170 191 3 496 489 3 831 923 4 084 413
9 Kepulauan 20 609 15 418 15 563 23 941 28 425
Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau 1 370 1 403 959 627 756
11 DKI Jakarta 10 268 7 541 6 361 5 342 4 041
12 Jawa Barat 11 538 472 11 085 544 10 856 438 12 031 508 12 177 059
13 Jawa Tengah 10 007 562 9 294 475 11 006 570 11 176039 11 236 107
14 DI Yogyakarta 721 674 719 194 746 810 712 285 717 581
15 Jawa Timur 11 387 903 11 785 464 12 565 824 12 903 595 12 748 110
16 Banten 1 955 174 1 963 461 2 127 671 2 300 595 2 361 787
17 Bali 880 983 857 449 853 404 845 396 843 159
18 Nusa Tenggara 1 969 252 1 904 110 2 210 207 1 915 866 2 155 473
Barat
19 Nusa Tenggara 583 631 662 365 778 808 751 529 818 131
Timur
20 Kalimantan 1 246 384 1 197 984 1 120 426 1 166 392 1 337 389
Barat
21 Kalimantan 634 920 709 357 725 755 606 383 730 273
Tengah
22 Kalimantan 1 885 950 1 936 188 1 970 085 2 084 202 2 183 620
Selatan
23 Kalimantan 358 119 346 462 329 999 245 047 324 680
Timur
24 Kalimantan 92 288 86 622 55 019 49 585 44 635
Utara
25 Sulawesi Utara 604 148 587 009 634 890 635 075 637 957
26 Sulawesi Tengah 1 011 101 1 006 437 1 001 949 1 087 248 1 075 976
27 Sulawesi Selatan 4 916 908 5 273 288 5 292 152 5 658 725 5 921 620
28 Sulawesi 529 240 636 028 646 208 678 311 702 231
Tenggara
29 Gorontalo 290 232 303 627 323 384 337 329 342 548
30 Sulawesi Barat 431 965 426 711 442 291 492 122 525 658
31 Maluku 96 807 99 106 115 170 97 451 114 741
32 Maluku Utara 60 757 53 404 55 013 58 634 58 207
33 Papua Barat 27 995 26 104 29 243 26 842 27 484
34 Papua 160 912 183 864 173 637 229 410 282 472
Indonesia 67 391 608 67 102 361 71 766 496 75 486 229 77 725 149
Sumber : Badan Pusat Statistik
1)
Angka ramalan 1
49

Lampiran 3 Rata – rata pengeluaran per kapita menurut kelompok barang (rupiah)
tahun 2013 – 2015
Kelompok barang 2013 2014 2015
Padi 55 216 57 652 64 759
Umbi 3 458 3 897 4 963
Ikan 29 433 33 231 35 110
Daging 13 322 16 254 21 157
Telur dan susu 21 106 24 874 27 912
Sayur 28 965 29 102 30 451
Kacang 9 182 10 285 11 744
Buah 13 609 17 929 17 402
Minyak dan lemak 11 566 12 686 12 785
Bahan minuman 12 884 13 668 15 204
Bumbu – bumbuan 6 937 7 731 8 707
Konsumsi lainnya 6 972 7 881 8 668
Makanan dan minuman jadi 92 234 105 935 154 430
Tembakau dan sirih 44 460 50 835 64 769
Jumlah makanan 349 344 391 938 478 062
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016)

Lampiran 4 Ukuran pendapatan dan keuntungan


Jajar legowo Tegel
Komponen Nilai (Rp/Ha/MT) Nilai (Rp/Ha/MT)
(n=22) (n=10)
Pendapatan kotor usahatani
(gross farm income)
a. Dijual 14 410 375.51 13 518 731.70
b. Dikonsumsi 5 522 095.32 3 986 870.76
c. Bibit 203 006.26 188 087.13
d. Disimpan 2 782 486.14 1 535 237.68
A Pendapatan kotor usahatani 22 917 962.23 19 228 926.26
Pengeluaran usahatani
( total farm expenses)
a. Pengeluaran tunai (tanpa bunga) 7 200 274.51 8 549 002.35
b.Pengeluaran non tunai (tanpa TKDK) 2 043 363.57 775 006.21
B Pengeluaran usahatani 9 243 638.08 9 324 008.56
C Pendapatan bersih usahatani
13 674 324.15 9 904 917.70
(net farm income)
Bunga pinjaman 0 0
D Penghasilan bersih usahatani
13 674 324.15 9 904 917.70
(net farm earning)
Pendapatan luar usahatani
a. Penerimaan luar usahatani 2 517 018.18 2 231 000.00
b. Pengeluaran rumahtangga 5 362 795.45 5 713 200.00
Pendapatan luar usahatani (2 845 777.27) (3 482 200.00)
Penghasilan keluarga (family earning) 10 828 546.87 6 422 717.70
E Imbalan kepada seluruh modal
9 702 442.72 7 545 445.04
(return to total capital)
F Imbalan kepada modal petani 9 702 442.72 7 545 445.04
G Imbalan kepada TKDK
185 926.77 177 662.28
(return to family labour)
50

Lampiran 5 Output SPSS dari uji t terhadap produktivitas, biaya, penerimaan,


pendapatan dan R/C rasio (diolah)

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Produktivitas Jajar legowo 22 5.8836 .60461 .12890

Tegel 10 4.8160 .65948 .20855

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
95% Confidence
Sig. (2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. T df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi 2
Lower Upper
Produ Equal
ktivita variances .055 .816 4.504 30 .000 1.06764 .23706 .58349 1.55178
s assumed
Equal
variances
4.355 16.178 .000 1.06764 .24517 .54837 1.58690
not
assumed

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya tunai Jajar legowo 22 7.2003E6 1.74044E6 3.71063E5


Tegel 10 8.5490E6 1.93601E6 6.12221E5

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances

Sig. (2- 95% Confidence Interval


Mean Std. Error of the Difference
F Sig. T df tailed)
Difference Difference
dibagi 2
Lower Upper
Biaya Equal
- 6.87005E
tunai variances .154 .697 -1.963 30 .030 -2.75178E6 54223.0879
1.34873E6 5
assumed
Equal
variances - -
15.907 .039 7.15893E5 -2.86708E6 1.69620E5
not 1.884 1.34873E6
assumed

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Penerimaan total Jajar legowo 22 2.2918E7 2.83619E6 6.04677E5


tegel 10 1.9229E7 3.51046E6 1.11011E6
51

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig. 95% Confidence
(2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
Peneri Equal
maan variances 1.288 .265 3.167 30 .002 3.68904E6 1.16480E6 1.31019E6 6.06788E6
total assumed
Equal
variances
2.918 14.583 .005 3.68904E6 1.26411E6 9.87923E5 6.39015E6
not
assumed

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pendapatan atas biaya total Jajar Legowo 22 9.702E6 3.8631E6 8.23614.4721

Tegel 10 7.545E6 3.5063E6 1.1088E6

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

R/C atas biaya total Jajar Legowo 22 1.787 .3839 .0818

Tegel 10 1.674 .3498 .1106

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
95% Confidence
Sig. Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df (2- Difference
Difference Difference
tailed)
Lower Upper
Penda Equal
-
patan variances .116 .736 1.504 30 .072 2.1570E6 1.4339E6 5.0853E6
771338.15
biaya assumed
total
Equal
variances
1.562 19.170 .068 2.1570E6 1.38812E6 -732187.67 5.0462E6
not
assumed

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

R/C atas biaya tunai Jajar Legowo 22 3.3055 .62415 .13307

Tegel 10 2.3470 .62014 .19611


52

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig. 95% Confidence
(2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
R/C Equal
biaya variances .627 .435 .794 30 .217 .1133 .1426 -1780 .4046
total assumed
Equal
variances
.823 19.090 .211 .1133 .1376 -1746 .4012
not
assumed

Group Statistics

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig. 95% Confidence
(2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
R/C Equal
atas variances .097 .758 4.034 30 .000 .95845 .23758 .47324 1.44366
biaya assumed
tunai
Equal
variances
4.044 17.597 .000 .95845 .23699 .45973 1.4517
not
assumed

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pupuk kimia Jajar legowo 22 7.1555E2 274.77652 58.58255

Tegel 10 8.1658E2 284.42157 89.94200

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig.
(2-
Mean Std. Error 95% Confidence Interval of
F Sig. t df tailed) the Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
Pupu Equal
k variances .000 .983 -.954 30 .174 -101.02405 105.91261 -317.33287 115.27196
kimia assumed
Equal
variances
-.941 16.949 .180 -101.02405 107.33815 -327.54628 125.48537
not
assumed
53

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Benih Sistem tanam jajar legowo 22 40.6836 12.35883 2.63491

Sistem tanam tegel 10 40.9520 14.42396 4.56126

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig.
(2- Mean Std. Error 95% Confidence Interval of
F Sig. t df tailed) Differenc Differenc the Difference
dibagi e e
2 Lower Upper
Benih Equal
variances .001 .980 -.054 30 .479 -.26836 4.96290 -10.40395 9.86722
assumed
Equal
variances
-.051 15.280 .480 -.26836 5.26762 -11.47815 10.94143
not
assumed

Group Statistics

Sistem tanam N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Penggunaan Sistem tanam jajar legowo 22 116.606 23.0109 4.9059


Tenaga kerja
Sistem tanam tegel 10 147.101 62.5436 19.7780

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig. 95% Confidence
(2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
Tenag Equal
a variances 6.925 .013 -2.035 30 .026 -30.4954 14.9868 -61.1026 .1118
kerja assumed
Equal
variances
-1.497 10.125 .083 -30.4954 20.3774 -75.8231 14.8323
not
assumed
54
55

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batam, Kepulauan Riau pada tanggal


2 Oktober 1994 sebagai anak pertama dari pasangan
Bapak Ir Dedi Nugraha dan Ibu Suhartini. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA
Negeri 7 Kota Bogor pada tahun 2012. Pada tahun yang
sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB) pada Program Keahlian Manajemen
Agribisnis Diploma III. Pada Tahun 2015 penulis berhasil
menyelesaikan pendidikan Program Diploma IPB dan mendapatkan gelar Ahli
Madya. Tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Program
Alih Jenis di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Anda mungkin juga menyukai