DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi : Analisis Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Sistem
Tanam Tegel di Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu Sumedang
Nama .: Leny Oktaviani Nugraha
NIM : H34154045
Disetujui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2017 ini ialah
usahatani, dengan judul Analisis Usahatani Padi Sawah Sistem Tanam Jajar
Legowo dan Sistem Tanam Tegel di Desa Linggajaya Kecamatan Cisitu
Sumedang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
selaku dosen pembimbing, Ibu Siti Jahroh, Ph.d yang telah banyak memberikan
saran pada saat seminar proposal dan Bapak Dr Ir Harianto MS selaku dosen
penguji utama serta Bapak Maryono SP MSc selaku dosen penguji akademik. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Basar selaku ketua
kelompok tani linggamukti, Bapak Dedi selaku ketua pada kelompok tani
linggamurni, Bapak Otong Tata Sanjaya selaku senior petani padi di Desa
Linggajaya, Bapak Mulyadi Ahmad Koswara SP selaku penyuluh Kecamatan
Cisitu, serta Bapak dan Ibu petani di Desa Linggajaya yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL
1 Jarak tanam sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel 13
2 Bagan kerangka pemikiran operasional 17
3 Persiapan lahan (a) pembajakan;(b) lahan sudah olah 29
4 Tahap persemaian (a) olah lahan; (b) tabur benih ;(c) lahan semai 29
5 Pembuatan baris tanaman (a) caplakan petani ; (b) baris tanam 30
6 Penanaman Jarwo (a) ngababut ; (b) sistem jarwo 30
7 Tahapan panen (a) alat panen ; (b) panen ; (c) penjemuran 31
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tabel 3 Distribusi persentase produk domestik regional bruto atas harga berlaku
menurut lapangan usaha di Kabupaten Sumedang tahun 2013-2016
Distribusi persentase (%)
No Lapangan usaha
2013 2014 2015 2016
1 Pertanian, kehutanan dan perikanan 22.55 21.71 20.66 20.35
2 Pertambangan dan penggalian 0.11 0.11 0.11 0.10
3 Industri pengolahan 18.27 18.88 18.49 18.63
4 Listrik, gas dan air bersih 0.31 0.33 0.33 0.39
5 Kontruksi 9.25 9.30 10.16 10.08
6 Perdagangan,hotel dan restoran 17.63 17.08 16.46 16.07
7 Transportasi dan pergudangan 4.52 4.72 5.25 5.33
8 Penyediaan akomodasi dan makan minum 4.27 4.38 4.31 4.48
9 Komunikasi 2.65 2.77 2.91 3.06
10 Jasa keuangan dan asuransi 4.06 4.07 4.14 4.36
11 Real estate 1.64 1.59 1.61 1.57
12 Jasa 14.73 15.08 15.59 15.59
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016)
3
Perumusan Masalah
Desa Linggajaya adalah salah satu dari desa yang menerima program sistem
tanam jajar legowo di Kecamatan Cisitu dan merupakan Desa yang menempati
posisi kelima untuk luasan lahan sawah. Selain itu, penentuan Desa linggajaya
sebagai lokasi penelitian dikarenakan saat ini sedang dilakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan program sistem tanam jajar legowo. Untuk luas sawah di Kecamatan
Cisitu dapat dilihat pada Tabel 6.
5
Pada awal program sistem tanam jajar legowo petani di Desa Linggajaya
mencoba dan mengikuti program tersebut dibimbing oleh UPTD Pengembangan
Pertanian dan Perikanan wilayah Cisitu. Dengan menggunakan sistem tanam jajar
legowo dalam mengusahakan padi sawah, petani Desa Linggajaya berpotensi
mendapatkan produktivitas padi yang lebih tinggi sehingga memiliki peluang
memperoleh penerimaan yang tinggi pula. Beberapa penelitian terdahulu pun
telah menunjukkan bahwa jumlah produktivitas usahatani padi sistem jajar
legowo lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas usahatani padi sistem
tanam tegel.
Penelitian di Kota Sukabumi yang dilakukan oleh Hasanah (2014), lalu
penelitian di Kabupaten Deli Serdang yang dilakukan oleh Melasari et.al (2011),
menunjukkan hasil yang sama yakni usahatani padi sawah sistem tanam jajar
legowo memberikan produktivitas padi sawah lebih tinggi dibandingkan dengan
usahatani padi sawah sistem tanam tegel.
Usahatani padi sawah dengan sistem tanam jajar legowo berpotensi
memberikan produktivitas padi lebih tinggi, namun masih terdapat petani yang
kembali menggunakan sistem tanam tegel. Menurut UPTD Pengembangan
Pertanian dan Perikanan wilayah Cisitu dari sekitar 70 persen petani di Desa
Linggajaya yang menerapkan sistem tanam jajar legowo, 30 persen petani kembali
menggunakan sistem tegel. Sikap petani yang kembali melakukan kegiatan
budidaya padi sawah dengan sistem tanam tegel ini perlu diteliti lebih lanjut.
Permasalahan ini memunculkan pertanyaan apakah dengan diadopsinya sistem
tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi dan meningkatkan
pendapatan petani padi di Desa Linggajaya atau tidak? Jika produksi meningkat
tanpa diikuti meningkatnya pendapatan, hal tersebut dapat merugikan petani. Oleh
karena itu perlu dianalisis bagaimana tingkat pendapatan usahatani padi sawah
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel serta bagaimanakah struktur
biaya dan efisiensi usahatani padi sawah sistem jajar legowo dan tegel untuk satu
musim tanam?
6
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis keragaan input dan output
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel di Desa
Linggajaya dan menganalisis tingkat pendapatan yang dilihat dari aspek struktur
biaya, penerimaan serta efisiensi usahatani. Efisiensi usahatani hanya dilihat
berdasarkan R/C rasio. Analisis usahatani yang digunakan merupakan analisis
finansial yakni data biaya yang dipakai adalah data rill yang sebenarnya
dikeluarkan petani. Penelitian ini dilakukan hanya pada satu musim tanam. Selain
itu diberikannya batasan – batasan berupa asumsi dimaksudkan untuk
memudahkan proses analisis dan diharapkan dengan batasan ini tidak merubah
ataupun mengurangi esensi yang hendak disampaikan.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Keragaan Input dan Ouput Sistem Tanam Jajar Legowo dan Tegel
Secara teknis penggunaan input pada usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dengan sistem tanam tegel berbeda. Berikut adalah penjelasan input –
input yang digunakan pada usahatani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam
tegel.
1. Penggunaan benih
Penggunaan benih pada penelitian Hasanah (2014) di Sukabumi
menunjukan bahwa usahatani dengan sistem tanam jajar legowo lebih kecil
dibandingkan dengan sistem tanam tegel yaitu sebesar 3.28 dan 5.72 persen.
Perbedaan tersebut dikarenakan jumlah bibit per lubang tanam berbeda antara
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Ninra et.al (2010) di Makasar bahwa penggunaan benih
pada usahatani sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem
tanam tegel yaitu 30 dan 22.22 persen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninra
et.al (2010) serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Melasari et.al (2011)
bahwa penggunaan benih pada usahatani sistem tanam jajar legowo lebih besar
dibandingkan dengan sistem tegel yaitu 8.44 dan 7.25 persen. Untuk penggunaan
benih, sebaiknya disesuaikan dengan dosis anjuran dari pemerintah untuk
mengoptimalkan jumlah produksi dan mengefisienkan biaya usahatani.
2. Penggunaan pupuk kimia
Penggunaan pupuk kimia di masing – masing daerah usahatani berbeda.
Pada penelitian Hasanah (2014) di Sukabumi, penggunaan pupuk NPK lebih
banyak dibandingkan dengan pupuk kimia lainnya. Pupuk NPK ini lebih besar
digunakan pada sistem tanam tegel dibandingkan dengan sistem tanam jajar
legowo yakni sebesar 45.82 dan 21.28 persen. Pada penelitian Ninra et.al (2010)
di Makasar, penggunaan pupuk Za lebih banyak digunakan dibandingkan dengan
pupuk kimia lainnya. Pupuk Za ini lebih besar digunakan pada sistem tegel
dibandingkan dengan sistem jajar legowo yakni sebesar 66.67 dan 60 persen.
Untuk penelitian yang dilakukan Melasari et.al (2011) di Deli Serdang,
penggunaan pupuk urea lebih banyak digunakan dibandingkan dengan pupuk
kimia lainnya. Pupuk urea ini lebih banyak digunakan pada sistem tanam tegel
sebesar 46.18 persen dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo sebesar
25.34 persen. Baik penelitian yang dilakukan Hasanah (2014), Ninra et.al (2010),
maupun Melasari et.al (2011) menunjukan kesamaan bahwa penggunaan pupuk
kimia lebih banyak pada usahatani sistem tanam tegel dibandingkan dengan
sistem tanam jajar legowo.
3. Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida pada usahatani sistem tanam jajar legowo berbeda
secara jumlah dan jenis dengan penggunaan pestisida pada usahatani sistem tanam
tegel. Namun untuk kontribusinya terhadap usahatani sistem jajar legowo, baik
penelitian yang dilakukan Ninra et.al (2010) di Makasar maupun penelitian yang
dilakukan Melasari et.al (2011) di Deli serdang, menunjukan bahwa penggunaan
pestisida pada sistem tanam jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan
sistem tanam tegel.
8
Studi mengenai analisis usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo dan
tegel telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya pada lokasi penelitian
dan waktu yang berbeda. Perbedaan antara beberapa penelitian dapat dilihat pada
Tabel 7.
9
Tabel 7 Struktur biaya padi sistem tanam jajar legowo dan tegel berdasarkan
penelitian terdahulu (per hektar per musim tanam)
No Penelitian terdahulu Sistem jajar legowo Sistem tegel
1 Hasanah (2014) Persentase biaya Persentase biaya
Analisis perbandingan pendapatan terbesar terbesar dikeluarkan
usahatani padi sistem tanam jajar dikeluarkan untuk untuk biaya tenaga
legowo dengan sistem tegel biaya tenaga kerja kerja sebesar 57.64
Kelurahan Situmekar Sukabumi sebesar 57.93 persen.
persen.
2 Permata (2016) Persentase biaya Persentase biaya
Analisis perbandingan usahatani terbesar terbesar dikeluarkan
padi sistem tanam jajar legowo dikeluarkan untuk untuk biaya
dengan sistem tegel di Kecamatan biaya pestisida dan pestisida dan biaya
Seputih Mataram Kabupaten biaya tenaga kerja tenaga kerja
Lampung Tengah
3 Ninra, Rukmana, Arsyad (2010) Persentase biaya Persentase biaya
Pendapatan usahatani padi sawah terbesar terbesar dikeluarkan
dengan penerapan teknologi dikeluarkan untuk untuk biaya tenaga
sistem legowo 2:1 di Kabupaten biaya tenaga kerja kerja sebesar 71.56
Bantaeng Makasar sebesar 72.04 persen.
persen.
4 Melasari, Supriana, Ginting Persentase biaya Persentase biaya
(2011) terbesar terbesar dikeluarkan
Analisis komparasi usahatani padi dikeluarkan untuk untuk biaya tenaga
sawah melalui sistem tana, jajar biaya tenaga kerja kerja sebesar 64.35
legowo dengan sistem tanam non sebesar 67.29 persen.
jajar legowo. (Studi kasus : Desa persen.
Sukamandi Hilir Kecamatan
Pagar Merbau Kabupaten Deli
Serdang)
pada sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan biaya tenaga
kerja pada sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 3 959 888 dan Rp 3 646 000 per
hektar per musim tanam. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada sistem jajar
legowo dikarenakan menanam dengan sistem jajar legowo lebih sulit
dibandingkan dengan sistem tegel. Jarak tanam dalam baris tidak sama dengan
antar baris sehingga penanaman membutuhkan waktu lebih lama dan menguras
konsentrasi pekerja tanam. Hal ini menyebabkan biaya tanam sistem jajar legowo
lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tegel.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninra et.al (2010) serupa dengan hasil
penelitian Melasari et.al (2011) yaitu biaya terbesar yang dikeluarkan baik pada
sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel adalah biaya tenaga kerja.
Biaya tenaga kerja pada sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan
dengan biaya tenaga kerja pada sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 3 412 920 dan
Rp 2 273 328 per hektar per musim tanam. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu,
dapat diketahui adanya persamaan struktur biaya dalam usahatani padi sawah baik
dengan sistem jajar legowo maupun sistem tanam tegel yaitu persentase biaya
terbesarnya adalah biaya tenaga kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan Hasanah (2014) dan Permata (2016) selaras
dengan hasil penelitian Ninra et.al (2010) yang menunjukkan rata–rata
pendapatan bersih usahatani untuk petani sistem tanam jajar legowo lebih besar
yakni sebesar Rp 8 568 265 dibandingkan dengan pendapatan bersih untuk petani
sistem tanam non legowo sebesar Rp 4 498 486. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Melasari (2010) juga menunjukkan hal yang serupa yaitu rata–rata
pendapatan bersih untuk petani sistem tanam jajar legowo lebih besar
dibandingkan dengan sistem tanam non jajar legowo yakni sebesar Rp 11 627
931.11 dan Rp 9 839 868.83. Hal ini menunjukkan dari segi pendapatan bersih
usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo lebih menguntungkan
dibandingkan dengan usahatani padi sawah sistem tegel.
KERANGKA PEMIKIRAN
(a) (b)
Gambar 1 Jarak tanam sistem tanam (a) jajar legowo 4:1 tipe 2 (b) tegel
Biaya Usahatani
Proses yang terjadi dalam kegiatan produksi akan dikaitkan dengan biaya.
Biaya atau korbanan yaitu nilai semua pengorbanan atau faktor produksi yang
dikeluarkan untuk menghasilkan output dalam waktu tertentu. Tahap berikutnya
adalah evaluasi atas hasil dan korbanan. Hal ini penting dilakukan karena
korbanan atau biaya ada pada posisi langka dan harus digunakan seefisien
mungkin agar menghasilkan keuntungan yang optimal. Biaya yang dikeluarkan
oleh seorang petani dalam proses produksi dan menjadikannya produk disebut
biaya produksi.
Pertanyaan mengenai di mana, kapan, berapa, bagaimana dan apa yang
diproduksi akan berpengaruh terhadap aspek biaya. Pertanyaan dimana akan
terkait pada pola usahatani basah atau kering. Adanya perbedaan terhadap
jawaban di mana akan menentukan besar kecilnya biaya usahatani. Begitupun
dengan pertanyaan kapan yang berkaitan dengan waktu, pertanyaan bagaimana
terkait cara dan teknologi yang digunakan dalam berusahatani, serta berapa luas
lahan yang digunakan dan berapa banyak yang akan diproduksi juga akan
berpengaruh terhadap besarnya biaya produksi usahatani.
Penggolongan biaya produksi berdasarkan sifatnya yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak ada
kaitannya dengan jumlah barang yang akan diproduksi. Contoh biaya yang
tergolong dalam kelompok ini adalah sewa lahan, biaya penyusutan alat dan
bangunan pertanian, serta iuran irigasi. Biaya tetap menjadi sangat penting apabila
petani memikirkan tambahan investasi, tambahan investasi hanya dapat
dibenarkan apabila petani mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat
memberikan arus keuntungan. Keuntungan ini dapat terjadi karena berkurangnya
biaya tidak tetap atau meningkatnya produksi pada waktu yang bersamaan. Biaya
tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila jumlah barang yang diproduksi juga
berubah. Contoh biaya yang tergolong dalam kelompok ini antara lain biaya
pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit dan tenaga kerja upahan.
Selain itu, pembagian biaya atas dasar biaya tunai dan tidak tunai atau biasa
disebut dengan biaya yang diperhitungkan juga penting. Biaya tunai dari biaya
tetap dapat berupa biaya air dan pajak tanah. Untuk biaya tunai dari biaya tidak
tetap antara lain berupa biaya bibit, pupuk, obat – obatan dan tenaga kerja luar
keluarga (TKLK). Biaya tidak tunai dari biaya tetap yaitu tenaga kerja dalam
keluarga (TKDK) sedangkan biaya tidak tunai dari biaya tidak tetap antara lain
biaya panen.
14
Penerimaan Usahatani
Selain berpengaruh terhadap biaya, perbedaan penggunaan input serta cara
budidaya juga akan berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil produksi
merupakan salah satu faktor yang menentukan penerimaan petani selain harga
output. Penerimaan usahatani atau nilai output didapat dari jumlah ouput yang
produksi dikalikan dengan harga output per satuan unit. Penerimaan usahatani
juga dipengaruhi oleh faktor harga. Harga juga dipengaruhi oleh kualitas dari
output yang dihasilkan.
Pada usahatani kecil, tidak semua output yang dihasilkan dijual oleh petani.
Ada output yang dihasilkan digunakan untuk dikonsumsi rumahtangga petani, ada
yang digunakan kembali dalam berusahatani sebagai bibit atau untuk makanan
ternak, atau digunakan sebagai pembayaran atau bisa juga disimpan. Oleh karena
itu, Soekartawi (1986) membagi penerimaan menjadi penerimaan tunai dan
penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani, penerimaan ini tidak mencakup
pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tidak tunai adalah nilai
total produk yang tidak dijual. Produk yang tidak dijual harus tetap dihitung
nilainya berdasarkan harga pasar.
Pendapatan Usahatani
Ukuran arus uang tunai penting untuk mengukur penampilan usahatani,
namun ukuran arus uang tunai tidak menceritakan keadaan seluruhnya sehingga
untuk mengukur penampilan usahatani secara keseluruhan dapat menggunakan
ukuran pendapatan dan keuntungan. Ukuran pendapatan dan keuntungan terdiri
dari beberapa komponen diantaranya adalah pendapatan kotor usahatani ( gross
farm income ) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menaksir
pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai
berdasarkan harga pasar.
Komponen lainnya adalah pengeluaran total usahatani (total farm expenses)
didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan
didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih
antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut
pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor – faktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan kedalam usahatani. Karena itu pendapatan bersih usahatani
merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai penampilan
usahatani kecil adalah penghasilan bersih usahatani (net farm earning).
Penghasilan bersih usahatani diperoleh dari pendapatan bersih usahatani
dikurangkan dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Penghasilan
bersih usahatani menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk
keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik
keluarga yang dipakai didalam usahatani. Apabila penghasilan bersih usahatani
ditambah dengan pendapatan rumahtangga yang berasal dari luar usahatani seperti
15
upah dalam bentuk uang atau benda, maka diperoleh penghasilan keluarga (family
earnings).
Didalam usahatani semi-komersial, imbalan kepada modal merupakan tolak
ukur yang baik untuk penampilan usahatani. Apabila sebagian modal diperoleh
dari pinjaman, maka ada dua ukuran yang dapat dipakai. Imbalan kepada seluruh
modal (return to total capital) dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga
dari pendapatan bersih usahatani dan nilai kerja keluarga dinilai menurut tingkat
upah yang berlaku. Hasilnya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh
modal. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital) diperoleh
dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani.
Ukuran ini juga umumnya dinyatakan dalam persen terhadap modal petani.
Imbalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour) dapat
dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal
petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah
anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran
imbalan kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan
dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani.
Efisiensi usahatani
Return to cost ratio atau biasa dikenal dengan R/C rasio merupakan
imbangan antara penerimaan dan biaya. Nilai R/C rasio menggambarkan tingkat
efisiensi biaya usahatani dengan menunjukkan besarnya penerimaan yang
diperoleh petani setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio lebih
dari satu menunjukkan bahwa usahatani menghasilkan nilai output yang lebih
besar daripada nilai faktor produksi yang digunakan. Semakin besar nilai R/C
rasio yang didapatkan maka semakin besar efisiensi suatu usahatani. Soekartawi
(1995) menyarankan untuk analisis R/C rasio ini dibagi menjadi dua, yaitu dengan
menggunakan biaya produksi yang secara rill dikeluarkan oleh petani atau
berdasarkan biaya tunai dengan membagi penerimaan total terhadap biaya tunai.
Analisis R/C rasio dengan menambahkan nilai tenaga kerja keluarga, sewa lahan
(andaikan lahan dianggap menyewa), alat – alat pertanian (andaikan alat pertanian
dianggap sewa) serta bibit yang disiapkan sendiri yang disebut biaya total dengan
cara membagi penerimaan total terhadap biaya total.
Usahatani padi sistem tanam jajar legowo Usahatani padi sistem tanam tegel
Kesimpulan
METODE PENELITIAN
Tr = Y x Py
Dimana : TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y
Dalam usahatani terdapat dua jenis sumber penerimaan, yakni penerimaan
tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang
diperoleh dari hasil produksi usahatani yang dijual. Penerimaan non tunai
merupakan hasil produksi usahatani yang tidak dijual, namun digunakan oleh
petani untuk keperluan lainnya seperti konsumsi rumahtangga atau digunakan
sebagai bibit.
1–2=3+4–5=6+7=8
Keterangan :
1. Penerimaan tunai usahatani
2. Pengeluaran tunai usahatani
3. Pendapatan tunai usahatani
4. Pinjaman tunai yang diterima usahatani
5. Bunga pinjaman dan pembayaran uang pokok
6. Kelebihan uang tunai
7. Penerimaan tunai dari luar usahatani
8. Pendapatan tunai rumah tangga
Walaupun arus uang tunai penting untuk mengukur penampilan usahatani,
ukuran arus uang tunai tidak menceritakan keadaan seluruhnya sehingga untuk
mengukur penampilan usahatani secara keseluruhan dapat menggunakan ukuran
pendapatan dan keuntungan. Perhitungan ukuran pendapatan dan keuntungan
adalah sebagai berikut :
21
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) terdiri dari nilai produk
total yang dijual, dikonsumsi, digunakan kembali untuk usahatani, digunakan
untuk pembayaran dan disimpan. Pengeluaran total usahatani (total farm
expenses) terdiri dari pengeluaran tunai tetapi tidak termasuk bunga dan
pengeluaran non tunai tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Selisih
antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran usahatani disebut
pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani
dikurangi bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman adalah penghasilan
bersih usahatani (net farm earning). Penghasilan bersih usahatani ditambah
dengan pendapatan rumahtangga yang berasal dari luar usahatani disebut
penghasilan keluarga (family earnings). Untuk mengetahui balas jasa terhadap
penggunaan faktor produksi dapat dilakukan dengan mencari imbalan kepada
seluruh modal. Caranya adalah selisih dari pendapatan bersih usahatani dengan
nilai kerja keluarga atau jika dalam bentuk persen adalah imbalan kepada seluruh
modal dibagi dengan total modal dikali 100 persen.
Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital) diperoleh
dengan mengurangkan penghasilan bersih usahatani dengan nilai kerja keluarga.
Ukuran ini umumnya juga dinyatakan dalam bentuk persen terhadap nilai modal
petani dengan membagi imbalan kepada modal petani dengan modal sendiri dan
dikali 100 persen. Imbalan kepada tenaga kerja dalam keluarga (return to family
labour) dapat dihitung dengan mengurangkan penghasilan bersih usahatani
dengan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi
dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang bekerja dalam usahatani. Angka
ini dapat dibandingkan dengan upah kerja diluar usahatani.
tenaga kerja pada sistem tanam tegel. Berikut adalah hipotesis dan rumus statistik
untuk uji beda dua sampel bebas (Mendenhall W, Reinmuth JE 1982) :
Hipotesis :
Ho : 1 ≤ 2 rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih kecil
atau sama dengan rata-rata variabel pada sistem tanam tegel
H1 : 1 > 2 rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih besar
daripada rata-rata variabel pada sistem tanam tegel
Rumus :
(𝑋−𝑋)2
𝑠=
𝑛 −1
𝑛 1 −1 𝑆1 2 + 𝑛 2 −1 𝑆2 2
𝜎2 = 𝑛 1 +𝑛 2 −2
𝜎2 𝜎2
𝜎 𝑥1 − 𝑥2 = +
𝑛1 𝑛2
𝑋1 − 𝑋2
Uji statistik : 𝑡= 𝜎 𝑋1 − 𝑋2
Keterangan :
n1 : jumlah sampel petani sistem tanam jajar legowo
n2 : jumlah sampel petani sistem tanam tegel
x1 : rata – rata variabel pada petani sistem tanam jajar legowo
x2 : rata – rata variabel pada petani sistem tanam tegel
s : standar deviasi sampel
2
: ragam
: standar deviasi
Untuk mengetahui apakah hipotesis nol (Ho) diterima atau ditolak, maka
bandingkan thitung dengan ttabel. Namun jika mengolah dengan SPSS bisa
membandingkan nilai sig dengan taraf kepercayaan. Taraf kepercayaan pada
penelitian ini adalah 5 persen atau 0.05 dan karena satu arah sehingga nilai sig (2-
tailed) pada SPSS dibagi dengan 2. Jika thitung > ttabel atau nilai sig(1-tailed) < 0.05
maka tolak Ho, artinya rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih
besar daripada rata-rata variabel pada sistem tanam tegel, jika sebaliknya maka
terima Ho artinya rata-rata variabel pada sistem tanam jajar legowo lebih kecil
atau sama dengan rata-rata variabel pada sistem tanam tegel.
Definisi Operasional
1. Sistem tanam jajar legowo, yaitu cara menanam padi sawah yang memiliki
beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Pada penelitian ini
digunakan legowo 4 : 1 tipe 2.
2. Luas lahan, satuan yang digunakan baik pada sistem tanam padi jajar
legowo maupun sistem tanam tegel yaitu hektar (Ha).
3. Benih, penggunaan benih pada sistem tanam padi jajar legowo dan sistem
tanam tegel dengan satuan kilogram (Kg).
4. Pupuk, jumlah dan jenis pupuk yang digunakan petani padi sistem tanam
jajar legowo dan sistem tanam tegel dengan satuan kilogram (Kg).
5. Pestisida cair, jumlah pestisida yang digunakan baik pada petani padi
sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel dengan satuan liter.
23
6. Pestisida padat, jumlah pestisida yang digunakan pada petani padi sistem
tanam tegel dengan satuan kilogram(Kg).
7. Tenaga kerja dalam keluarga, yaitu jumlah anggota keluarga yang
membantu dalam proses usahatani padi sistem tanam jajar legowo maupun
sistem tanam tegel, dengan satuan yang digunakan berdasarkan
pengukuran hari orang kerja atau HOK.
8. Tenaga kerja luar keluarga, yaitu jumlah tenaga kerja yang membantu
dalam proses usahatani padi diluar anggota keluarga, dengan satuan yang
digunakan berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK.
9. Ubin adalah satuan luas setara dengan 6.25 m2 ( 1 Ha = 1600 ubin)
10. Bata adalah satuan luas setara dengan 14 m2 (1 Ha = 714 bata)
11. Perhitungan dilakukan untuk satu musim tanam yakni Januari hingga April
2017.
Karakteristik Wilayah
Kondisi geografis
Desa Linggajaya adalah salah satu desa di kecamatan Cisitu yang memiliki
luas wilayah 739,4 hektar. Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa
Linggajaya secara umum berupa perbukitan dan pegunungan yang berada pada
ketinggian antara 500 meter sampai dengan 700 meter diatas permukaan laut.
Topografi Desa Linggajaya secara umum sesuai dengan topografi ideal untuk
tanaman padi yakni 650 hingga 750 meter diatas permukaan laut. Desa
Linggajaya terdiri dari 4 dusun, 7 rukun warga (RW) dan 23 rukun tangga (RT).
Dusun I terdiri dari Desa Kawungluwuk, Desa Cikandang, Desa Cijeunjing dan
Desa Cipari. Dusun II terdiri dari Desa Citamiang dan Desa Kucing. Dusun III
terdiri dari Desa Bakom sementara Dusun IV terdiri dari Desa Ramoseh dan Desa
Kasongambang. Desa Linggajaya memiliki batas – batas desa sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Situmekar
Sebelah Timur : Desa Cimarga
Sebelah Selatan : Desa Cinangsi
Sebelah Barat : Desa Sundamekar
Jenis tanah di Desa Linggajaya adalah latosol dan andosol. Hal ini baik
karna tanah latosol adaah tanah yang tahan terhadap erosi. Rata – rata suhu di
Desa Linggajaya berkisar antara 27 C sampai dengan 37 C. Suhu ini masih
sesuai dengan suhu ideal tanaman padi yakni 28.5 C sampai dengan 32 C. Jarak
Desa Linggajaya dari ibukota Kecamatan 0.5 km2 dengan waktu tempuh 5 menit
dan jarak Desa Linggajaya dari ibukota Kabupaten 20 km2 dengan waktu tempuh
60 menit. Lahan yang tedapat di Desa Linggajaya terdiri dari lahan sawah dan
lahan darat. Lahan sawah di Desa Linggajaya seluas 120 hektar dan lahan darat
24
seluas 619.4 hektar. Data luas lahan Desa Linggajaya berdasarkan penggunaanya
dapat dilihat pada Tabel 8.
Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Linggajaya adalah 4 702 jiwa dengan jumlah
penduduk laki – laki sebanyak 2 423 jiwa atau sebesar 51.53 persen, sementara
jumlah penduduk perempuan sebanyak 2 279 jiwa atau sebesar 48.47 persen dari
jumlah kepala keluarga yaitu 1 526. Sebagian besar penduduk di Desa Linggajaya
memeluk agama islam dan suku sunda sebagai suku asli penduduk. Usia
penduduk di Desa Linggajaya beragam, dengan persentase usia paling besar
adalah rentang usia 26 hingga 64 tahun sebesar 49.79 persen, diikuti oleh usia 7
hingga 12 tahun sebesar 12.06 persen, usia 19 hingga 25 tahun sebesar 11.53
persen, usia lebih dari 65 tahun sebesar 9.70 persen, usia 16 hingga 18 tahun
sebesar 5.21 tahun, usia 13 hingga 15 tahun sebesar 4.89 tahun, usia 0 hingga 4
tahun sebesar 3.74 persen dan usia 5 hingga 6 tahun sebesar 3.08 persen.
Dilihat dari kelompok pekerjaan, penduduk Desa Linggajaya sebanyak 560
jiwa atau sebesar 11.91 persen dari total jumlah penduduk bekerja sebagai
wiraswasta atau berwirausaha. Jumlah penduduk menurut kelompok pekerjaan di
Desa Linggajaya tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 9.
Pertanian
Bidang pertanian merupakan bidang yang penting di Desa Linggajaya.
Terbukti dari bekerja sebagai petani adalah 8.29 persen dari total penduduk Desa
Linggajaya dengan lahan pertanian yang luas dan masih berlimpah. Pertanian di
Desa Linggajaya meliputi tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan
dan perikanan. Komoditi tanaman pangan yang ditanam oleh penduduk Desa
Linggajaya yang paling besar adalah padi sawah (66 Ha) ,diikuti oleh ubi kayu
(30 Ha), kacang tanah (22 Ha), jagung (16 Ha), Ubi Jalar (14 Ha) dan padi gogo
(3 Ha). Jika diurutkan dari luas areal yang paling besar, tanaman holtikultura
meliputi mentimun, pisang, sawo, rambutan, durian, mangga, nangka, alpokat,
salak, melinjo, jeruk, cabe atau cabe rawit, nanas, tomat, kacang panjang, bawang
merah, pepaya dan terong. Untuk tanaman perkebunan yang di tanam di Desa
Linggajaya meliputi kopi, kunyit, tembakau, kelapa, aren, jarak pagar, kunci,
lengkuas, kemiri, jahe, kencur, temu putih, lada, daun sirih, cengkeh dan daun
sereh. Selain tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan, penduduk Desa
Linggajaya juga beternak antara lain beternak sapi potong, kambing, domba,
kelinci dan ayam buras.
26
Umur Petani
Umur mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir petani
(Soeharjo dan Patong 1973). Faktor umur juga berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi sistem tanam padi jajar legowo (Wahyuli et.al 2016).
Semakin tinggi usia petani semakin rendah kemampuan petani dalam mengadopsi
teknologi. Berdasarkan hasil penelitian terlihat adanya perbedaan antara umur
petani sistem tanam jajar legowo dengan petani sistem tanam tegel. Umur petani
sistem tanam jajar legowo tergolong lebih muda dibandingkan dengan umur
petani sistem tanam tegel. Pada sistem tanam tegel umur petani berkisar pada
umur 50 hingga 59 tahun, sedangkan umur petani sistem jajar legowo berkisar
antara 40 hingga 49 tahun. Baik petani sistem tanam jajar legowo maupun petani
sistem tanam tegel memulai usahatani nya di waktu remaja. Namun, yang terjadi
saat ini adalah penduduk – penduduk berusia muda lebih memilih bekerja di luar
desa, seperti menjadi pekerja toko, karyawan pabrik ataupun pegawai
pemerintahan. Hal ini terlihat dari umur para petani di Desa Linggajaya yang tidak
ada dibawah 30 tahun. Kurangnya tenaga kerja usia muda di bidang pertanian
dapat mengancam keberlangsungan usahatani padi di Desa Linggajaya.
Penggolongan petani responden menurut umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tingkat Pendidikan
Pada sistem tanam jajar legowo tingkat pendidikan petani lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat pendidikan petani sistem tegel. Tingkat pendidikan
petani yang masih menerapkan sistem jajar legowo berkisar antara Sekolah Dasar
(SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk tingkat pendidikan seluruh
petani sistem tanam tegel adalah Sekolah Dasar (SD). Menurut Soeharjo dan
Patong (1973) pendidikan mempengaruhi cara berfikir petani. Hal ini turut
menjadi bukti bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh terhadap
cara berfikir dan keputusan petani linggamukti untuk tetap menggunakan sistem
tanam jajar legowo. Petani linggamurni yang kembali menggunakan sistem tanam
tegel berfikir bahwa dengan kondisi lahan yang berbukit, penggunaan cara tanam
jajar legowo dengan barisan kosong akan menyisakan tempat yang seharusnya
berpeluang untuk ditanam bibit padi serta berdampak pada pengurangan jumlah
gabah kering panen yang dihasilkan. Penggolongan responden berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.
petani padi legowo maupun petani tegel berkisar antara 1 hingga 2 orang. Data
jumlah tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada Tabel 16.
1. Persiapan lahan
Tahapan persiapan lahan yang dilakukan petani di Desa Linggajaya
dimulai dari memperbaiki galangan sawah dan rumput – rumput di sekitar
dinding galangan. Setelah itu dilakukan pembajakan sawah menggunakan
traktor. Kerbau sendiri sudah tidak ada di Desa ini. Setelah proses
pembajakan selesai dilakukan penggaruan dan perataan lahan. Lalu lahan
yang sudah diolah diairi dan didiamkan selama 2 minggu untuk
meningkatkan unsur hara dan struktur tanah yang baik.
(a) (b)
Gambar 3 Persiapan lahan (a) pembajakan;(b) lahan sudah olah
2. Persemaian
Benih padi direndam dalam karung selama kurang lebih 2 hari dan
menjaga kelembapan dengan membasahi karung dengan air. Setelah dua
hari, mengolah lahan untuk persemaian dengan menggunakan cangkul.
Taburkan pupuk kandang dilahan olahan secara merata, setelah itu
taburkan benih yang sudah direndam secara merata. Lahan persemaian
diantaranya di lahan sawah dan di lahan darat yang subur.
(a) (b)
Gambar 5 Pembuatan baris tanaman (a) caplakan petani ; (b) baris tanam
4. Penanaman
Bibit padi yang digunakan petani di Desa Linggajaya berkisar antara 20
hingga 25 hari, satu hari sebelum penanaman dilakukan pengelompokan
bibit atau disebut ngababut. Setiap satu lubang digunakan 1 hingga 3 bibit.
Penanaman dapat dilakukan dengan berada pada baris kosong, sehingga
tidak menyebabkan peluang bibit yang sudah tertanam menjadi rusak. Alur
penanaman sebaiknya maju untuk memudahkan melihat garis tanam agar
populasi tanaman sempurna. Pada setiap garis pinggir diantara 2 lubang
tanam dapat disisipkan bibit.
(a) (b)
Gambar 6 Penanaman Jarwo (a) ngababut ; (b) sistem jarwo
5. Pemupukan dan penyiangan
Pemupukan I biasanya dilakukan antara 1 hingga 7 hari setelah penanaman.
Pemupukan II dilakukan bersamaan dengan penyiangan I pada umur padi
21 hari. Pemupukan III dilakukan bersamaan dengan penyiangan 2 yaitu
pada umur padi berkisar antara 35 hingga 40 hari. Pemupukan dengan cara
menabur pupuk kimia dengan berjalan di barisan kosong. Keunggulan dari
tanam jajar legowo ini memudahkan pemupukan dan penyiangan karna
terlihat sudah sampai di mana pemupukan dan penyiangan dilakukan.
6. Pengendalian hama dan penyakit
Alat yang digunakan adalah hand sprayer dengan kapasitas 17 liter.
Sebelum menyemprot, tangki handsprayer diisi kombinasi antara pestisida
dan air. Posisi menyemprot berada pada barisan kosong. Penyemprotan
31
diarahkan ke kiri dan ke kanan secara merata, sehingga satu kali jalan
dapat melakukan penyemprotan 2 barisan legowo.
7. Panen
Panen dilakukan 3 kali dalam satu tahun. Padi yang sudah dirasa matang
dipotong dengan menggunakan sabit. Setelah itu padi tersebut
dikumpulkan dan dirontokan dengan cara memukul batang padi ke alat
panen atau gebotan hingga berjatuhan. Output yang dihasilkan dari panen
ini adalah gabah basah atau sering disebut gabah kering panen, ketika
sudah dijemur selama 3 hari baru dapat dikatakan gabah kering giling.
Keragaan Input dan Output Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel
Input pada sistem tanam jajar legowo dan tegel terdiri atas benih, pupuk
kimia, pupuk kandang, pestisida serta tenaga kerja. Pada sistem tanam jajar
legowo menggunakan pestisida cair, sedangkan pada sistem tanam tegel selain
pestisida cair juga menggunakan pestisida padat. Terdapat perbedaan input yang
digunakan pada kedua sistem tanam ini jika dilihat dari jumlah penggunaan, jenis
barang dan tempat mendapatkan barang. Namun untuk pembayaran seperti
pembelian benih, pupuk kimia, pupuk kandang dan pestisida sama-sama secara
tunai, tidak berlaku pembelian secara kredit. Untuk tempat mendapatkan barang,
berkisar antara toko pertanian dan warung-warung pengecer. Penggunaan pupuk
dan benih pada kedua sistem tanam sama–sama melebihi dari dosis anjuran
pemerintah. Acuan dosis anjuran pemerintah yang digunakan pada penelitian ini
merupakan lampiran dari Permentan Nomor 40/Permentan/OT.140/04/2007
tentang rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifik lokasi per
Kecamatan. Penggunaan input per hektar dalam satu musim tanam adalah sebagai
berikut :
1. Penggunaan benih
Varietas benih yang digunakan pada petani sistem tanam jajar legowo dan
sistem tanam tegel terdiri dari varietas IR 64, ciherang, mekongga dan situ
patenggang. Namun, ada satu petani pada sistem tanam tegel yang menggunakan
benih varietas cerai putih. Penggunaan input benih pada usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih kecil yaitu 40.68 kilogram per hektar dibandingkan
dengan penggunaan input benih pada sistem tanam tegel yaitu 40.95 kilogram per
hektar. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian Hasanah (2014) yakni jumlah
benih jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam tegel.
Perbedaan ini dikarenakan jumlah bibit yang ditanam per lubang pada sistem
32
tanam tegel lebih banyak dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo. Akan
tetapi, penggunaan rata – rata benih kedua sistem tanam tersebut sama - sama
melebihi dosisi anjuran pemerintah. Penanaman jumlah bibit lebih dari satu
hingga tiga batang per lubang dapat menimbulkan kompetisi dan jumlah
pertumbuhan anakan yang tidak optimal serta biaya yang dikeluarkan lebih besar
serta dapat mengurangi pendapatan yang diterima (Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi 2015). Penggunaan input per hektar dalam satu musim tanam dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Rata-rata penggunaan input pada sistem tanam jajar legowo dan tegel
per hektar per musim tanam di Desa Linggajaya
Dosis Jajar Legowo
Komponen Input Satuan Tegel (n=10)
anjuran (n=22)
Benih Kg/Ha 25-30 40.68 40.95
Pupuk
Urea Kg/Ha 275 267.30 308.29
NPK Phonsca Kg/Ha 300 336.09 445.30
NPK Kujang Kg/Ha 50 16.23 0
TSP Kg/Ha 100 95.92 0
SP-36 Kg/Ha 75 0 62.99
Kandang ton/Ha 1-2 4.406 0.04
Pestisida
Cair Liter/Ha 1.82 1.44
Padat Kg/Ha 0 0.90
Tenaga kerja HOK/Ha 116.61 132.34
Sumber : Data Primer (2017)
dosis anjuran pemerintah yakni 4.4 ton per hektar. Berbeda dengan sistem tanam
tegel, penggunaan pupuk kandang sedikit sekali tidak mencapai 1 ton per hektar
yaitu hanya sebesar 0.04 ton per hektar. Hal ini dikarenakan hanya beberapa
petani saja yang menggunakan pupuk kandang, penyebabnya adalah para petani
pada sistem tanam tegel yang tergolong sudah tua, berusia muda tapi hanya
memiliki anak kecil, dan banyak yang hanya tinggal berdua dengan istrinya saja
menjadi lemahnya kemampuan petani untuk membawa sendiri ataupun membayar
buruh untuk membawa pupuk kandang ke sawah.
4. Penggunaan pestisida
Pestisida yang digunakan pada pada kedua sistem tanam adalah pestisida
cair dengan frekuensi penyemprotan satu hingga tiga kali dalam satu musim
tanam. Penggunaan pestisida cair pada sistem jajar legowo sebesar 1.82 liter per
hektar. Berbeda hal nya dengan sistem tanam tegel, selain menggunakan pestisida
cair sebesar 1.44 liter per hektar juga menggunakan pestisida padat sebesar 0.90
kg per hektar. Untuk frekuensi penggunaan pestisida pada usahatani padi jajar
legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Hal ini dikarenakan
penggunaan sistem tanam jajar legowo yang memungkinkan sinar matahari
sampai ke permukaan tanah dan pangkal batang sehingga dapat mengurangi
serangan hama penyakit. Teknis dalam penyemprotan juga lebih mudah karena
dapat dilakukan pada barisan kosong dan dapat mencakup per dua barisan jajar
legowo. Penyemprotan akan dilakukan setelah terlihat bahwa ada tanda-tanda
tanaman padi yang ditanam terkena serangan hama dan penyakit.
5. Penggunaan tenaga kerja
Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo
lebih sedikit yaitu 116.61 HOK per hektar dibandingkan dengan sistem tanam
tegel sebesar 132.34 HOK per hektar. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
Hasanah (2014) yakni jumlah tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar
legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Pada sistem tanam
jajar legowo, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan
dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Sebaliknya pada sistem tegel,
penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan
tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dikarenakan banyaknya petani pada sistem
tegel yang tergolong sudah tua dan kerabat keluarganya bekerja diluar desa,
sehingga dalam kegiatan usahataninya lebih banyak menggunakan tenaga kerja
luar keluarga dibandingkan dengan tenaga kerja dalam keluarga. Di samping itu,
pada sistem tanam jajar legowo memiliki hubungan kerabat keluarga antar petani
dalam kelompok tani linggamukti, sehingga dalam kegiatan usahataninya lebih
banyak dibantu oleh tenaga kerja dalam keluarganya.
Sistem pembayaran tenaga kerja luar keluarga adalah sistem upah yang
dibayarkan secara tunai per hari kerja dengan standar jam kerja yaitu 8 jam
dimulai dari jam 6 pagi hingga jam 2 siang. Besarnya upah untuk pria adalah Rp
35 000 ditambah rokok 2 batang, kopi 2 bungkus, roti untuk sarapan, dan makan 2
kali. Untuk upah wanita adalah Rp 30 000 ditambah makan 2 kali, kopi 2 bungkus,
serta roti dan cemilan. Namun, pada kegiatan penanaman upah yang diberikan
hanya makan sebanyak 2 kali saja. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang
menanam akan membantu pada kegiatan panen. Pada akhirnya tenaga kerja yang
membantu panen mendapatkan gabah satu karung atau sekitar 40 kilogram gabah
kering panen.
34
Pada kegiatan pengolahan lahan, baik sistem tanam jajar legowo maupun
sistem tanam tegel sama – sama memiliki jumlah HOK paling tinggi. Penggunaan
tenaga kerja pada sistem tanam tegel yang lebih besar dibandingkan dengan
sistem jajar legowo karena sebagian besar responden sistem tanam tegel tidak
menggunakan traktor, sehingga mengandalkan tenaga kerja manusia pada
kegiatan pengolahan lahan yaitu sebesar 60.57 HOK. Untuk penggunaan tenaga
kerja pada kegiatan pengolahan lahan pada sistem tanam jajar legowo adalah
33.47 HOK. Kegiatan pengolahan lahan, panen dan penanaman merupakan
kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja yang besar pada sistem tanam jajar
legowo. Untuk sistem tanam tegel, kegiatan pengolahan lahan, pemupukan dan
panen yang membutuhkan tenaga kerja yang besar. Tenaga kerja panen untuk
sistem tanam jajar legowo adalah sebesar 21.66 HOK per hektar dan 15.49 HOK
per hektar untuk sistem tanam tegel. Tenaga kerja panen sistem tanam jajar
legowo lebih besar dikarenakan produksi yang dihasilkan juga lebih banyak,
sehingga membutuhkan pekerja panen lebih banyak dibandingkan dengan sistem
tanam tegel. Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam
sistem tanam jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya dapat dilihat pada Tabel
18.
Tabel 18 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam sistem
tanam jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya
Jajar Legowo Tegel
Komponen Tenaga kerja Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(HOK) (%) (HOK) (%)
Tenaga kerja luar keluarga
Pengolahan lahan 23.97 20.56 50.18 37.92
Persemaian 0.44 0.37 0.00 0.00
Penanaman 2.01 1.73 4.35 3.29
Pemupukan 0.49 0.42 2.81 2.13
Penyiangan 1.04 0.89 8.71 6.58
Pengendalian hama dan penyakit 0.52 5.19 1.61 1.21
Panen 6.05 5.95 10.05 7.59
Penjemuran 0.00 0.00 0.00 0.00
Total tenaga kerja luar keluarga 34.52 29.60 77.71 58.72
Tenaga kerja dalam keluarga
Pengolahan lahan 9.50 8.15 10.39 7.85
Persemaian 3.54 3.04 4.13 3.12
Penanaman 13.47 11.55 3.20 2.42
Pemupukan 11.40 9.78 12.69 9.59
Penyiangan 14.11 12.10 6.76 5.11
Pengendalian hama dan penyakit 3.09 2.65 5.48 4.14
Panen 15.61 13.39 5.44 4.11
Penjemuran 11.35 9.73 6.54 4.94
Total tenaga kerja dalam keluarga 82.08 70.40 54.63 41.28
Total 116.61 100.00 132.34 100.00
Sumber : Data primer (2017)
Penggunaan tenaga kerja penanaman adalah sebesar 15.48 HOK per hektar
untuk sistem tanam jajar legowo dan 7.55 HOK per hektar pada sistem tanam
tegel. Tenaga kerja penanaman pada sistem tanam jajar legowo lebih besar
35
Tabel 19 Produktivitas per hektar per musim tanam usahatani padi sistem tanam
jajar legowo dan tegel di Desa Linggajaya
No Produktivitas (Ton/Ha) Usahatani padi jajar legowo Usahatani padi tegel
1 Rata – rata 5.88 4.82
2 Maximum 6.88 5.60
3 Minimum 4.80 4.00
Sumber : Data primer, 2017 (diolah)
Analisis Pendapatan pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel
Analisis pendapatan pada penelitian ini terdiri atas analisis struktur biaya,
penerimaan, dan efisiensi usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem
tanam tegel.
Struktur Biaya Usahatani pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Tegel
Untuk analisis struktur biaya dilihat dari komponen biaya total, biaya tunai
dan biaya non tunai. Biaya total pada sistem tanam jajar legowo per hektar per
musim tanam adalah Rp 13 215 519.51. Biaya total ini lebih tinggi dibandingkan
36
dengan biaya total sistem tanam tegel yaitu Rp 11 683 481.22. Hasil ini serupa
dengan penelitian Ninra et.al (2010) bahwa total biaya usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Besarnya
total biaya yang dikeluarkan petani jajar legowo yaitu pada biaya non tunainya.
Pada biaya non tunai, karena petani jajar legowo banyak menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan yang besar menyebabkan biaya non
tunai sistem tanam jajar legowo lebih besar yaitu Rp 6 015 245.00 dibandingkan
dengan biaya non tunai sistem tanam tegel yaitu Rp 3 134 478.87. Di samping itu,
pada biaya tunai, usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih kecil yaitu
sebesar Rp 7 200 274.51 per hektar per musim tanam dibandingkan dengan biaya
tunai sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 8 549 002.35.
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang paling besar dalam komponen biaya
baik pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo maupun pada usahatani padi
sistem tanam tegel. Biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar 30.05 persen
merupakan komponen biaya terbesar pada sistem tanam jajar legowo, sedangkan
biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar 36.64 persen merupakan komponen biaya
terbesar pada sistem tanam tegel. Biaya pupuk merupakan biaya terbesar kedua
baik pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo maupun usahatani padi sistem
tanam tegel. Kontribusi biaya pupuk terhadap komponen biaya usahatani padi
sistem tanam jajar legowo adalah 14.07 persen. Nilai ini lebih kecil dibandingkan
dengan kontribusi biaya pupuk terhadap komponen biaya usahatani padi sistem
tanam tegel yakni sebesar 16.71 persen. Besarnya biaya pupuk pada usahatani
padi sistem tanam tegel disebabkan oleh dosis penggunaan pupuk urea dan NPK
posca yang digunakan lebih besar serta melebihi dosis anjuran pemerintah
sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar. Selain itu, penggunaan pupuk
kandang yang sedikit turut memicu penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
pada usahatani padi sistem tanam tegel.
Biaya sewa lahan juga merupakan komponen biaya yang besar, sewa lahan
pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo memiliki kontribusi sebesar 21.90
persen dengan pembagian 7.51 persen biaya sewa lahan dengan status penyewa
dan 14.39 persen biaya sewa lahan dengan status pemilik. Biaya sewa lahan pada
usahatani padi sistem tanam jajar legowo ini lebih besar dibandingkan dengan
biaya sewa lahan pada sistem tanam tegel dengan kontribusi terhadap komponen
biaya sebesar 10.36 persen dengan pembagian 5.26 biaya sewa lahan status
penyewa dan 5.10 persen biaya sewa lahan status pemilik. Selanjutnya adalah
biaya benih dengan kontribusi pada sistem tanam jajar legowo sebesar 3.18 persen
terhadap komponen biaya ini lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi biaya
benih pada usahatani padi sistem tanam tegel sebesar 3.80 persen. Penyebabnya
adalah penggunaan benih yang lebih besar serta melebihi dosis anjuran pada
usahatani padi sistem tanam tegel sehingga biaya yang dikeluarkan juga lebih
besar.
Kontribusi biaya pestisida terhadap komponen biaya usahatani padi sistem
tanam tegel adalah sebesar 4.01 persen, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan
kontribusi biaya pestisida terhadap komponen biaya sistem tanam jajar legowo
yakni sebesar 2.91 persen. Penyebab besarnya biaya pestisida pada sistem tanam
tegel adalah rata – rata frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani sistem
tanam tegel lebih banyak yaitu tiga kali penyemprotan dalam satu musim tanam
sedangkan rata-rata frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani sistem jajar
37
legowo adalah satu hingga dua kali penyemprotan dalam satu musim tanam.
Untuk biaya sewa traktor adalah Rp 2 500 per bata, sudah termasuk upah tenaga
kerja dan solar. Biaya sprayer termasuk dalam biaya yang dikeluarkan pada
usahatani padi sistem tanam jajar legowo dikarenakan para petani sistem tanam
jajar legowo tidak memiliki alat sprayer. Kelompok tani linggamukti
mendapatkan bantuan 7 buah sprayer Tasco dengan kapasitas 17 liter. Setiap satu
kali menggunakan sprayer dikenakan biaya sewa Rp 2 000. Sistem irigasi pada
usahatani padi di Desa Linggajaya adalah melalui mata air cihonje dan cipari,
sehingga untuk rata – rata biaya iuran pengairan pada sistem tanam jajar legowo
adalah Rp 75 663.95, sedangkan pada sistem tanam tegel adalah Rp 43 618.20 per
hektar per musim tanam.
Tabel 20 Rata-rata biaya usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan tegel per
hektar per musim tanam di Desa Linggajaya
Jajar legowo Tegel
Komponen biaya Nilai Persentase Nilai Persentase
(Rp/Ha) (%) (Rp/Ha) (%)
Biaya tunai
1. Biaya tetap
Sewa Sprayer 24 644.19 0.19 0 0
Sewa traktor 811 688.31 6.14 178 571.43 1.53
Pajak 13 002.58 0.10 12 280.61 0.11
Iuran pengairan 75 663.95 0.57 43 618.20 0.37
Sub total 1 917 538.80 234 470.23
2.Biaya variabel
Benih 420 514.45 3.18 444 382.62 3.80
Pupuk urea 559 946.22 4.24 621 141.53 5.32
Pupuk NPK Phonsca 835 752.39 6.32 1 108 148.56 9.48
Pupuk NPK Kujang 40 584.42 0.31 0 0
Pupuk TSP 217 918.85 1.65 0 0
Pupuk SP-36 0 0 184 935.06 1.58
Pupuk kandang 205 133.82 1.55 38.603.19 0.33
Pestisida cair 384 684.78 2.91 455 870.02 3.90
Pestisida padat 0 0 13 095.24 0.11
Sewa lahan-penyewa 992 539.76 7.51 614 700.80 5.26
TKLK 1 995 434.17 15.10 4 280 376.93 36.64
Biaya angkut 622 766.62 4.71 553 278.17 4.74
Sub total 5 282 735.72 7 699 831.33
Total biaya tunai 7 200 274.51 54.48 8 549 002.35 73.17
Biaya non tunai
1. Biaya tetep
Penyusutan alat 141 840.78 1.07 178 902.31 1.53
2. Biaya variabel
TKDK 3 971 881.42 30.05 2 359 472.66 20.19
Sewa lahan- pemilik 1 901 522.80 14.39 596 103.90 5.10
Total biaya non tunai 6 015 245.00 45.52 3 134 478.87 26.83
Total biaya 13 215 519.51 100.00 11 683 481.22 100.00
Sumber : Data primer (2017)
38
Tabel 21 Rata – rata penerimaan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan
tegel per hektar per musim tanam di Desa Linggajaya
Uraian Satuan Jajar legowo Tegel
Harga GKP Kg/Ha 4 690.91 4 610.00
Penerimaan tunai Rp/Ha 14 410 347.51 13 518 730.70
Penerimaan tidak tunai Rp/Ha 8 507 587.72 5 710 195.57
Penerimaan total Rp/Ha 22 917 962.23 19.228 926.26
Sumber : Data primer (2017)
Tabel 22 Ukuran arus uang tunai usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan
sistem tanam tegel di Desa Linggajaya
Jajar legowo Tegel
No Komponen Nilai (Rp/Ha/MT) Nilai (Rp/Ha/MT)
(n=22) (n=10)
1 Penerimaan tunai usahatani 14 410 374.51 13 518 730.70
2 Pengeluaran tunai usahatani 7 200 274.51 8 549 002.35
3 Pendapatan tunai usahatani (1-2) 7 210 100.00 4 969 728.34
4 Pinjaman tunai usahatani 0 0
5 Pembayaran pokok dan bunga 0 0
6 Kelebihan uang tunai (3+4-5) 7 210 100.00 4 969 728.34
7 Penerimaan tunai luar usahatani 2 517 018.18 2 231 000.00
8 Pendapatan tunai rumahtangga (7+8) 9 727 118.18 7 200 728.34
Sumber : Data primer (2017)
sistem tanam tegel. Pendapatan yang lebih besar disebabkan total penerimaan
usahatani jajar legowo yang lebih besar dibandingkan dengan total penerimaan
usahatani tegel. Pada Tabel 23 terlihat bahwa selisih pendapatan atas biaya total
dan atas biaya tunai antara kedua sistem tanam cukup besar. Selisih pendapatan
atas biaya total antara kedua sistem tanam adalah sebesar Rp 2 156 997.68 per
musim tanam atau sebesar Rp 539 249.42 per bulan, sementara selisih pendapatan
atas biaya tunai antara kedua sistem tanam adalah sebesar Rp 5 037 763.81 per
musim tanam atau sebesar Rp 1 259 440.95 per bulan. Dilihat dari biaya total
usahatani padi sistem tanam jajar legowo memang lebih besar daripada biaya total
usahatani padi sistem tanam tegel, namun disisi lain total penerimaan usahatani
padi jajar legowo lebih besar. Jika menggunakan sistem tanam jajar legowo
mengalami peningkatan total biaya sebesar 13.11 persen, akan tetapi mengalami
peningkatan total penerimaan sebesar 19.18 persen. Besarnya peningkatan total
penerimaan dibandingkan dengan peningkatan total biaya menunjukkan bahwa
dengan diterapkannya sistem tanam jajar legowo dapat memberikan manfaat
terhadap petani padi di Desa Linggajaya.
Tabel 23 Pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan tegel di Desa
Linggajaya
Jajar legowo Tegel
Uraian Satuan
(n=22) (n=10)
Penerimaan tunai Rp/Ha 14 410 374.51 13 518 730.70
Penerimaan non tunai Rp/Ha 8 507 587.72 5 710 195.57
Total penerimaan Rp/Ha 22 917 962.23 19 228 926.26
Biaya tunai Rp/Ha 7 200 274.51 8 549 002.35
Biaya tidak tunai Rp/Ha 6 015 245.00 3 134 478.87
Total biaya Rp/Ha 13 215 519.51 11 683 481.22
Pendapatan atas biaya total Rp/Ha 9 702 442.72 7 545 445.04
Pendapatan atas biaya tunai Rp/Ha 15 717 687.72 10 679 923.91
R/C ratio atas biaya total 1.79 1.68
R/C ratio atas biaya tunai 3.31 2.35
Return to total capital persen 39.01 29.23
Return to family labour Rp/HOK
185 926.77 177 662.28
TKDK
Sumber : Data primer (2017)
bank. Nilai return to total capital pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo
juga lebih besar dibandingkan dengan usahatani sistem tanam tegel yang berarti
bahwa menginvestasikan modal pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo
lebih menguntungkan dibandingkan dengan menginvestasikan modal pada
usahatani padi sistem tanam tegel.
Nilai return to family labour pada kedua sistem tanam berada diatas upah
menjadi buruh tani yaitu sebesar Rp 50000 untuk pria dan Rp 45000 untuk wanita.
Hal ini menunjukkan bahwa keputusan petani untuk menjalankan usahatani padi
sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel sudah tepat, karena nilai
imbalannya lebih besar daripada upah buruh tani. Imbalan terhadap tenaga kerja
dalam keluarga pada usahatani sistem tanam jajar legowo adalah sebesar Rp 185
926.77 per HOK per musim tanam, sementara imbalan terhadap tenaga kerja
dalam keluarga pada usahatani sistem tanam tegel adalah sebesar Rp 177 662.28
per HOK per musim tanam.
Besarnya balas jasa yang diperoleh petani terhadap penggunaan faktor
produksi harus dibuktikan dengan efisiensi usahatani. Maka dari itu, untuk
melihat efisiensi usahatani perlu melakukan analisis R/C rasio yang berguna untuk
menunjukkan besarnya penerimaan setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan.
Pada Tabel 23 dapat terlihat baik R/C rasio usahatani padi sistem tanam jajar
legowo maupun sistem tanam tegel memiliki R/C rasio diatas satu, yang berarti
usahatani padi dikedua sistem tanam ini layak dijalankan. Nilai R/C ratio atas
biaya total usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih tinggi, yakni sebesar
1.79 sementara pada usahatani padi sistem tanam tegel sebesar 1.68. Nilai R/C
rasio sebesar 1.79 artinya setiap satu satuan biaya total yang dikeluarkan usahatani
padi sistem tanam jajar legowo akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1.79.
Hal yang sama pada nilai R/C rasio 1.68 artinya setiap satu satuan biaya total yang
dikeluarkan usahatani padi sistem tanam tegel akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp 1.68. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada usahatani padi sistem tanam
jajar legowo juga lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel yakni
sebesar 3.31 dan 2.35. Hasil ini selaras dengan penelitian Hasanah (2014) dan
Ninra et.al (2010) bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai dan atas biaya total
usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
R/C rasio usahatani padi sistem tanam tegel. Maka dapat disimpulkan bahwa
usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih efisien dibandingkan dengan
usahatani padi sistem tanam tegel.
Uji Beda Usahatani Sistem Tanam Jajar Legowo dan Sistem Tegel
Penggunaan uji beda pada penelitian ini dengan tujuan untuk melihat
apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara rata-rata variabel usahatani
sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel. Sebelum melakukan uji
beda atau uji independent sample T-test terlebih dahulu diuji apakah data
terdistribusi normal. Dengan pedoman keputusannya adalah jika nilai sig (1-
tailed) kurang dari alpha 5 persen (0.05) maka tolak H0 atau rata-rata variabel
pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata variabel pada sistem tanam tegel. Namun jika nilai sig (1-tailed) lebih
besar dari alpha 5 persen (0.05) maka terima H0 atau rata-rata variabel pada
usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih kecil atau sama dengan variabel
pada sistem tanam tegel. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 24.
42
Tabel 24 Hasil uji beda pada sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel
Sistem tanam jajar legowo dan tegel
No Uraian Sig(1-tailed)
Equal variances Equal variances not assumed
1 Produktivitas .000 .000
2 Biaya tunai .030 .039
3 Penerimaan total .002 .005
4 Pendapatan atas biaya total .072 .068
5 R/C atas biaya tunai .000 .000
6 R/C atas biaya total .217 .211
7 Benih .479 .480
8 Pupuk kimia .174 .180
9 Tenaga kerja .026 .083
Sumber : Data primer 2017 (diolah)
Nilai sig (1-tailed) untuk produktivitas adalah kurang dari alpha 5 persen
(0.05) yang artinya terdapat rata –rata produktivitas pada usahatani padi sistem
tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan rata-rata produktivitas pada
sistem tanam tegel. Hasil uji statistik ini selaras dengan hasil nyata yakni rata-rata
produktivitas usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata produktivitas usahatani padi sistem tanam tegel. Berikutnya
adalah nilai sig (1-tailed) untuk rata-rata biaya tunai adalah lebih dari alpha 5
persen (0.05) yang artinya rata –rata biaya tunai pada usahatani padi sistem tanam
jajar legowo lebih kecil atau sama dengan rata-rata biaya tunai sistem tanam tegel.
Hal ini disebabkan oleh rata-rata penggunaan input seperti benih, pupuk kimia dan
tenaga kerja pada kedua sistem tanam adalah lebih kecil atau sama. Hal ini
terbukti dari nilai sig (1-tailed) untuk penggunaan benih, pupuk kimia dan tenaga
kerja yang lebih dari alpha 5 persen (0.05).
Produktivitas yang berbeda menyebabkan total penerimaan yang diterima
juga berbeda, hal ini dibuktikan dengan nilai sig (1-tailed) untuk total penerimaan
adalah kurang dari alpha 5 persen (0.05) yang artinya rata –rata total penerimaan
pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata total penerimaan pada sistem tanam tegel. Untuk R/C rasio atas biaya
tunai, nilai nilai sig (1-tailed) adalah kurang dari alpha 5 persen (0.05) yang
artinya rata –rata R/C rasio atas biaya tunai pada usahatani padi sistem tanam jajar
legowo lebih besar dibandingkan dengan rata-rata R/C atas biaya tunai sistem
tanam tegel. Sebaliknya, untuk R/C rasio atas biaya total menunjukkan nilai sig
(1-tailed) adalah lebih dari alpha 5 persen (0.05) yang artinya rata –rata R/C rasio
atas biaya total pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih kecil atau
sama dengan rata-rata R/C rasio atas biaya total sistem tanam tegel. Walaupun
terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata produktivitas, total penerimaan
dan R/C rasio atas biaya tunai pada kedua sistem tanam, namun rata-rata
pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani padi di Desa Linggajaya di
kedua sistem tanam adalah lebih kecil atau sama.
43
Simpulan
Tenaga kerja, pupuk kimia dan benih merupakan komponen input yang
memiliki biaya terbesar dalam struktur biaya. Dilihat dari rata-rata jumlah
penggunaan, baik benih, pupuk kimia, maupun tenaga kerja pada sistem tanam
jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Namun pada
kedua sistem tanam tersebut jumlah penggunaanya masih melebihi dosis anjuran
pemerintah. Output pada kedua sistem tanam adalah gabah kering giling dengan
produktivitas sistem tanam jajar legowo secara nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem tanam tegel. Produktivitas sistem tanam jajar legowo yang lebih
tinggi, menyebabkan total penerimaan yang didapatkan petani sistem tanam jajar
legowo juga lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Hasil uji beda
turut membuktikan bahwa rata-rata produktivitas dan total penerimaan sistem
tanam jajar legowo lebih besar daripada sistem tanam tegel.
Produktivitas dan total penerimaan yang lebih tinggi menyebabkan rata-
rata pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total sistem tanam jajar legowo
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Akan tetapi,
hasil uji beda menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan atas biaya total pada
kedua sistem tanam lebih kecil atau sama. Hal ini menunjukkan bahwa secara
statistik, dengan di adopsinya sistem tanam jajar legowo mampu meningkatkan
rata-rata produktivitas dan rata-rata total penerimaan petani padi. Akan tetapi
belum mampu untuk meningkatkan rata-rata pendapatan atas biaya total petani
padi di Desa Linggajaya. Selain itu, besarnya jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan saat kegiatan panen, lamanya waktu pengerjaan penanaman sistem
tanam jajar legowo serta sulitnya mendapatkan tenaga kerja disaat kegiatan
penanaman dan panen yang terjadi serentak di Desa Linggajaya. Hal tersebut
menjadi alasan mengapa petani padi sistem tanam jajar legowo di Desa
Linggajaya beralih kembali menggunakan sistem tanam tegel.
Saran
Penggunaan benih dan pupuk kimia pada kedua sistem tanam tidak sesuai
dengan dosis anjuran pemerintah. Oleh karena itu diperlukannya kegiatan
penyuluhan terkait materi pemupukan berimbang dan penggunaan benih yang
sesuai dengan dosis anjuran pemerintah setempat. Dengan begitu, biaya yang
dikeluarkan lebih efisien dan dapat meningkatkan pendapatan. Untuk petani padi
sistem tanam jajar legowo yang beralih menjadi sistem tanam tegel, sebaiknya
kembali menggunakan sistem tanam jajar legowo. Hal ini dikarenakan produksi
gabah kering giling sistem tanam jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi gabah kering giling sistem tanam tegel sehingga memiliki peluang
mendapatkan penerimaan dan pendapatan yang lebih tinggi pula.
44
DAFTAR PUSTAKA
Gilarso, T. 2003. Pengantar Ilmu ekonomi Mikro Edisi Revisi. Yogyakarta (ID):
Kanisius
Hasanah DP. 2014. Analisis perbandingan pendapatan usahatani padi sistem
tanam jajar legowo dengan sistem tegel Kelurahan Situmekar Sukabumi
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Idwar, Sitinjak H. 2015. Respon berbagai varietas padi sawah yang ditanam
dengan pendekatan teknik budidaya jajar legowo dan sistem tegel. Jurnal
JOM Faperta [Internet]. [diunduh 2017 Maret 14]: 2(2)
Ikhwani, Pratiwi GR, Paturrohman E, Makarim AK. 2013. Peningkatan
produktivitas padi melalui penerapan jarak tanam jajar legowo. Jurnal
IPTEK Tanaman Pangan [Internet]. [diunduh 2017 Maret 14];8(2) : 72-79
[Kementerian Pertanian Jenderal Tanaman Pangan]. 2016. Petunjuk teknis
teknologi jajar legowo tahun 2016 [Internet]. [diunduh 2017 Juli 19].
Tersedia pada : http://tanamanpangan.pertanian.go.id/assets/front/uploads/
document/Petunjuk%20teknis%20Jarwo%20Oke.pdf
[Kementerian Pertanian]. 2007. Acuan penetapan rekomendasi pupuk N, P dan K
pada Lahan sawah spesifik lokasi (per kecamatan) [Internet]. [diunduh
2017 Juli 27]. Tersedia pada : http://psp.pertanian.go.id/assets/file/
66d1189256a51f097c2863e1b0411107.pdf
Melasari A, Supriana T, Ginting R. 2011. Analisis komparasi usahatani padi
sawah melalui sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam non jajar
legowo. Jurnal [Internet]. Medan(ID): Universitas Sumatra Utara
Mendenhall W, Reinmuth JE. 1982. Statistik untuk Manajemen dan Ekonomi.
Soemartojo N, penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta(ID): Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari : Statistics for Management and Economics,
Fourth Edition. PWS Publisher. Ed ke-4 Jilid 1
Ninra A, Rukmana D, Arsyad M. 2010. Pendapatan usahatani padi sawah dengan
penerapan teknologi sistem legowo 2:1 di Kabupaten Bantaeng. Jurnal
[Internet]. Makasar (ID): Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Permana, S. 1995. Teknologi Usahatani Mina Padi Azolla dengan Cara Tanam
Jajar Legowo. BPTP Ungaran Jawa Tengah
Permata AL. 2016. Analisis perbandingan usahatani padi sistem tanam jajar
legowo dengan sistem tegel di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten
Lampung [Skripsi]. Lampung (ID): Universitas Lampung
Respati E, Hasanah L, Wahyuningsih S, Sehusman, Manurung M, Supriyati Y,
Rinawati. 2014. Buletin Konsumsi Pangan [Internet]. [diunduh 2017 Januari
23];5(3):10. Tersedia pada : http://pusdatin.setjen.pertanian. go.id/
tinymcpuk/gambar/file/Buletin_Konsumsi_TW3_2014.pdf
Sari, CW. 2015. Laju pertumbuhan penduduk jabar masih diatas standar nasional
[Internet]. [diunduh 2017 Agustus 3]. Tersedia pada : http://www.pikiran-
rakyat.com/bandung-raya/2015/09/22/343409/laju-pertumbuhan-penduduk-
jabar-masih-di-atas-standar-nasional
Ratnadewi, Y. 2016. Laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat hampir 2%
[Internet]. [diunduh 2017 Agustus 24]. Tersedia pada : www.pikiran-
rakyat.com/bandung-raya/2016/04/13/laju-pertumbuhan-penduduk-jawa-
barat-hampir-2-366591
46
LAMPIRAN
Lampiran 1 Luas panen padi sawah (Ha) menurut Provinsi tahun 2013-2017
Tahun
No Provinsi
2013 2014 2015 2016 20171)
1 Aceh 411 455 366 590 450 087 420 771 461 924
2 Sumatra Utara 697 344 676 724 731 811 826 696 860 615
3 Sumatra Barat 479 210 491 504 499 157 486 569 486 077
4 Riau 97 796 85 062 86 218 79 475 81 057
5 Jambi 129 341 121 722 102 207 132 998 144 541
6 Sumatra Selatan 718 773 745 593 821 666 951 682 950 461
7 Bengkulu 136 385 132 155 120 404 143 510 142 462
8 Lampung 584 479 600 750 660 560 736 853 778 272
9 Kepulauan Bangka 6 029 4 422 5 760 8 587 9 392
Belitung
10 Kepulauan Riau 379 385 263 186 240
11 DKI Jakarta 1 744 1 400 1 137 1 002 742
12 Jawa Barat 1 898 455 1 854 865 1 748 620 1 962 315 2 011 695
13 Jawa Tengah 1 765 240 1 717 270 1 804 556 1 882 979 1 838 875
14 DI Yogyakarta 114 547 115 667 113 027 116 180 115 213
15 Jawa Timur 1 897 816 1934 293 2 021 766 2 112 766 2 149 800
16 Banten 356 374 361 634 368 152 399 334 414 202
17 Bali 149 833 142 476 137 254 139 462 139 524
18 Nusa Tenggara 382 840 371 604 412 897 397 836 416 807
Barat
19 Nusa Tenggara 157 117 172 136 188 092 185 288 209 753
Timur
20 Kalimantan Barat 360 926 356 843 350 520 384 067 422 373
21 Kalimantan 169 651 186 509 183 416 188 740 232 130
Tengah
22 Kalimantan 433 275 447 297 455 149 482 240 501 836
Selatan
23 Kalimantan Timur 73 627 71 332 69 072 54 365 69 203
24 Kalimantan Utara 21 655 19 882 15 073 16 903 11 180
25 Sulawesi Utara 113 853 110 925 122 139 120 707 120 876
26 Sulawesi Tengah 217 428 213 654 203 918 221 498 219 730
27 Sulawesi Selatan 952 048 1 001 761 995 335 1 110 620 1 133 027
28 Sulawesi Tenggara 122 702 133 550 135 003 166 288 171 305
29 Gorontalo 54 865 57 991 57 223 63 198 64 569
30 Sulawesi Barat 84 354 87 430 87 874 101 549 109 024
31 Maluku 22 470 20 441 20 368 20 616 26 764
32 Maluku Utara 14 860 14 311 14 736 15 661 16 095
33 Papua Barat 6 794 6 288 6 800 5 985 5 966
34 Papua 38 338 41 881 38 977 49 207 59 457
Indonesia 12 672 003 12 666 347 13 029 237 13 985 927 14 375 186
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan
1)
Angka ramalan 1
48
Lampiran 3 Rata – rata pengeluaran per kapita menurut kelompok barang (rupiah)
tahun 2013 – 2015
Kelompok barang 2013 2014 2015
Padi 55 216 57 652 64 759
Umbi 3 458 3 897 4 963
Ikan 29 433 33 231 35 110
Daging 13 322 16 254 21 157
Telur dan susu 21 106 24 874 27 912
Sayur 28 965 29 102 30 451
Kacang 9 182 10 285 11 744
Buah 13 609 17 929 17 402
Minyak dan lemak 11 566 12 686 12 785
Bahan minuman 12 884 13 668 15 204
Bumbu – bumbuan 6 937 7 731 8 707
Konsumsi lainnya 6 972 7 881 8 668
Makanan dan minuman jadi 92 234 105 935 154 430
Tembakau dan sirih 44 460 50 835 64 769
Jumlah makanan 349 344 391 938 478 062
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016)
Group Statistics
Group Statistics
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig. 95% Confidence
(2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
Peneri Equal
maan variances 1.288 .265 3.167 30 .002 3.68904E6 1.16480E6 1.31019E6 6.06788E6
total assumed
Equal
variances
2.918 14.583 .005 3.68904E6 1.26411E6 9.87923E5 6.39015E6
not
assumed
Group Statistics
Group Statistics
Group Statistics
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig.
(2-
Mean Std. Error 95% Confidence Interval of
F Sig. t df tailed) the Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
Pupu Equal
k variances .000 .983 -.954 30 .174 -101.02405 105.91261 -317.33287 115.27196
kimia assumed
Equal
variances
-.941 16.949 .180 -101.02405 107.33815 -327.54628 125.48537
not
assumed
53
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig.
(2- Mean Std. Error 95% Confidence Interval of
F Sig. t df tailed) Differenc Differenc the Difference
dibagi e e
2 Lower Upper
Benih Equal
variances .001 .980 -.054 30 .479 -.26836 4.96290 -10.40395 9.86722
assumed
Equal
variances
-.051 15.280 .480 -.26836 5.26762 -11.47815 10.94143
not
assumed
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
Sig. 95% Confidence
(2- Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference
Difference Difference
dibagi
2 Lower Upper
Tenag Equal
a variances 6.925 .013 -2.035 30 .026 -30.4954 14.9868 -61.1026 .1118
kerja assumed
Equal
variances
-1.497 10.125 .083 -30.4954 20.3774 -75.8231 14.8323
not
assumed
54
55
RIWAYAT HIDUP