DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
i
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
ABSTRAK
Salah satu produk olahan dari buah kelapa yang sudah banyak dikenal
adalah minyak kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa ini terdapat di Kabupaten
Ciamis yang termasuk ke dalam usaha informal. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis profitabilitas dan nilai tambah dari usaha pengolahan minyak kelapa
yang menghasilkan 2 macam produk yaitu minyak kelapa dan galendo. Penelitian
dilakukan pada tiga usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis yang
memiliki kapasitas produksi yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan ketiga
usaha mampu menghasilkan laba. Usaha Bapak Nana dengan kapasitas produksi
sedang merupakan usaha yang paling menguntungkan. Sedangkan usaha yang
menghasilkan produk minyak kelapa dan galendo yang paling menguntungkan
adalah usaha Bapak Babas. Produk dengan profitabilitas yang tinggi dipengaruhi
oleh inovasi produk. Analisis nilai tambah menunjukkan produk minyak kelapa
curah Bapak Babas memiliki rasio nilai tambah tertinggi dan produk galendo 1,4
kg Bapak Nana memiliki rasio nilai tambah tertinggi.
ABSTRACT
One of processed products from coconut fruit that already been known is
coconut oil. Coconut oil factory is located in Ciamis as an informal businesses.
The purpose of this research is to analyze profitability and value added of coconut
oil and its side product called galendo. Research was conducted at three coconut
oil factories in Ciamis which have different scale. The results of this research
show that all factories are profitable. Mr. Nana’s factory with medium scale
capacity is the most profitable business. But, factory that produces the most
profitable coconut oil and galendo is Mr. Babas’ factory. Highest profitability
product is influenced by product innovation. From value added analysis shows
Mr. Babas has the highest added value in coconut oil and Mr. Nana has the
highest added value in galendo.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 adalah Profitabilitas
Usaha Pengolahan dan Nilai Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga
Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA
sebagai dosen pembimbing, Ibu Tintin Sarianti, SP MM selaku dosen evaluator
kolokium, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji utama dan Ibu Ir
Juniar Atmakusmuma MS sebagai dosen penguji akademik yang telah banyak
memberi saran serta kepada Ibu Dra Yusalina MSi sebagai pembimbing akademik
yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ade, Bapak Nana dan
Bapak Babas yang telah bersedia menjadi responden untuk penulisan karya ilmiah
ini dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan kakak, atas segala doa dan kasih
sayangnya.Penulis juga menyampaikan terimakasih untuk Nisya May Ulfia atas
semangat dan kerjasamanya selama melakukan bimbingan serta untuk seluruh
sahabat dan teman-teman seperjuangan dari Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 Produksi, luas areal, dan produktivitas kelapa di Indonesia tahun 2009-
2013
Tahun Rata-rata
Uraian Satuan
2009 2010 2011 2012 2013 pertumbuhan
Produksi Kg 3 257 970 3 166 666 3 174 378 3 189 897 3 067 980 -1.47 %
Luas Areal Ha 3 779 124 3 739 350 3 767 704 3 781 649 3 653 574 -0.96 %
Produktivitas
Kg/Ha 1 175 1 159 1 158 1 157 1 135 -0.86 %
Sumber: Kementrian Pertanian, 2014 (diolah)
2
2
http://agro.kemenperin.go.id/2230-Tahun-Ini-Prospek-Cerah-Kelapa-dan-Turunannya [diunduh
2014 Desember 20]
3
http://www.bisnis.online.com/industri/read/20140421/12/220920/ekspor-kelapa-ri-kalah-dari-
filipina [diunduh 2014 Desember 20]
3
negara Filipina yang memiliki 100 jenis produk olahan kelapa. Pengembangan
produk olahan kelapa dapat dilakukan dengan diversifikasi produk antara lain:
oleo kimia, virgin oil, coconut cream, tepung tempurung, coconut milk, desicated
coconut, serat kelapa, gas cair, dan biofuel.
Banyaknya produk olahan dari kelapa menunjukkan bahwa banyak terdapat
industri pengolahan dari kelapa yang dapat menghasilkan produk pangan dan non
pangan. Adanya kegiatan pengolahan kelapa ini akan memberikan banyak
manfaat yaitu meningkatnya pendapatan petani, menciptakan lapangan pekerjaan
dan menciptakan nilai tambah sehingga nilai ekonomi dari kelapa semakin
meningkat. Keberadaan industri pengolahan berbasis kelapa di Indonesia menurut
Kementrian Perindustrian pada tahun 2009 didominasi oleh industri minyak
goreng, industri kelapa parut dan industri karbon aktif.
Salah satu produk olahan dari buah kelapa yang sudah banyak dikenal
adalah minyak kelapa. Menurut Rumokoi dalam Kementerian Pertanian (2009),
minyak kelapa diperkirakan merupakan produk utama kelapa di Indonesia yang
diproduksi baik oleh industri kecil/rumah tangga, industri menengah dan industri
besar sampai abad ke-21. Minyak kelapa juga merupakan produk olahan kelapa
pertama yang dikembangkan di Indonesia.
Minyak kelapa biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai minyak goreng.
Konsumsi minyak goreng nasional didominasi oleh minyak kelapa sawit (Tabel
3). Kontribusi minyak kelapa yang rendah dalam konsumsi minyak goreng
nasional dapat dilihat pada data konsumsinya yang semakin menurun sebesar 1.06
persen pada tahun 2009-2013. Menurut Regowo (2008), penurunan konsumsi
minyak kelapa ini disebabkan adanya penggunaan minyak kelapa sawit sebagai
bahan baku utama minyak goreng di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan
minyak goreng kelapa sawit lebih banyak di pasar dan lebih mudah didapatkan
sehingga masyarakat lebih menyukai minyak kelapa sawit daripada minyak
kelapa. Hal ini dikarenakan ketersediaan minyak kelapa sawit lebih banyak di
pasar dan harganya lebih murah daripada minyak kelapa. Padahal, minyak kelapa
pada awalnya digunakan sebagai minyak goreng utama oleh masyarakat
Indonesia.
Tabel 3 Konsumsi rata-rata per kapita seminggu minyak goreng di Indonesia pada
tahun 2009-2013 berdasarkan hasil Survei sosial ekonomi nasional
(Susenas)
Tahun Rata-rata
Uraian
pertumbuhan (%)
2009 2010 2011 2012 2013 2009-2013
Minyak kelapa 0.03 0.039 0.036 0.025 0.026 -1.06
Minyak goreng
lainnya (Minyak 0.157 0.154 0.158 0.179 0.171 2.38
kelapa sawit)
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014
Ada beberapa jenis minyak kelapa yaitu minyak kopra kasar (crude coconut
oil), minyak kopra putih, minyak kelentik dan minyak dara (virgin coconut oil).
Minyak kelentik merupakan salah satu jenis minyak kelapa yang diproduksi
dengan cara basah tradisional. Keberadaan minyak kelentik sudah dikenal zaman
4
dahulu. Minyak kelentik ini memiliki banyak manfaat. Menurut Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi/Balitkabi (2012), minyak kelentik mempunyai
beragam manfaat untuk kesehatan, yaitu perawatan rambut alami dan kulit, terapi
jantung/kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, penyembuhan infeksi,
memudahkan persalinan, mengobati gangguan percernaan, diabetes/penyakit gula
darah, hati/liver, dan pengganti mentega. Sebagai minyak yang digunakan untuk
menggoreng, minyak kelentik ini sangat baik karena tidak meresap ke dalam
makanan.4
Minyak kelentik ini pada zaman dahulu biasanya diproduksi sendiri oleh
masyarakat di pedesaan dan digunakan sendiri sebagai minyak makan. Banyaknya
minyak kelapa sawit yang beredar di pasar membuat masyarakat sudah jarang
membuat minyak kelentik ini. Walaupun begitu, minyak kelentik juga dapat
dijadikan sebagai komoditas yang diusahakan sebagai bisnis. Hal ini seperti
terdapat di Kabupaten Ciamis yang terdapat usaha pengolahan minyak kelentik
ini. Kabupaten Ciamis sudah dikenal sejak lama sebagai gudang buah kelapa di
Jawa Barat dan merupakan daerah penghasil buah kelapa terbesar di Jawa Barat
(Tabel 4). Ketersediaan buah kelapa di Ciamis yang melimpah menunjang
timbulnya kegiatan usaha pengolahan kelapa. Penggunaan buah kelapa sebagai
bahan baku agroindustri selain minyak kelentik sudah banyak dilakukan di
Ciamis.
Tabel 4 Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa pada daerah sentra
penghasil di Jawa Barat Tahun 2012
Luas Areal Produksi Produktivitas
Daerah
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
Kabupaten Ciamis 67 914 37 890 0.56
Kabupaten Tasikmalaya 29 963 26 940 0.90
Kabupaten Sukabumi 10 783 3 024 0.28
Kabupaten Cianjur 8 102 4 133 0.51
Kabupaten Kuningan 7 076 3 798 0.54
Sumber : BPS Jawa Barat, 2013
Apabila dilihat dari beberapa jenis usaha pengolahan kelapa, keberadaan
usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis memiliki peran penting.
Peran penting tersebut berupa adanya keterkaitan terhadap kemampuan produksi
unit yaitu menyediakan bahan baku untuk industri pengolahan kelapa yang lain
yaitu industri pengolahan sabut, industri pengolahan tempurung dan industri nata
de coco. Hal ini dikarenakan usaha pengolahan kelapa menghasilkan produk
sampingan berupa sabut yang dapat digunakan untuk pengolahan sabut,
tempurung untuk arang, kerajinan dan perkakas rumah tangga serta air kelapa
untuk pengolahan nata de coco. Adanya beberapa industri olahan kelapa
menjadikan industri kelapa di Ciamis merupakan rangkaian agroindustri kelapa
yang terpadu.
Menurut Amin dan Prabandono (2009), pengolahan kelapa dapat berupa
usaha kecil yang hanya menghasilkan 1 atau 2 macam produk dan industri
pengolahan kelapa terpadu. Industri pengolahan kelapa terpadu merupakan bisnis
4
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/kilas-litbang/1078-minyak-klentik-warisan-orang-tua.html
[diunduh 2014 Mei 04]
5
Perumusan Masalah
Tabel 5 Jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi dan kapasitas produksi
usaha pengolahan minyak kelapa informal di Kabupaten Ciamis
Kapasitas
Tenaga
Nilai Investasi Produksi /
Tahun Jumlah Unit Usaha Kerja
(Rp.000) Tahun
(Orang)
(Ton)
2009 46 138 161 000 207
2010 46 138 161 000 207
2011 46 138 161 000 207
2012 46 138 161 000 207
2013 20 53 26 000 92
Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan Kabupaten Ciamis, 2014
Kendala yang dialami oleh usaha pengolahan minyak kelapa adalah harga
bahan baku. Bahan baku merupakan salah satu faktor penting yang menunjang
keberlangsungan usaha pengolahan. Produksi buah kelapa dipengaruhi oleh
5
http://economy.okezone.com/read/2011/10/14/320/515481/harga-anjlok-perajin-minyak-kelapa-
di-ciamis-kolaps, http://www.harapanrakyat.com/2014/01/kelapa-langka-pengrajin-minyak-klentik
-di-ciamis-hentikan-produksi, http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/08/20/harga-minyak-kelapa
-anjlok-hingga-rp-7500kg, http://www.pikiran- rakyat.com/node/210238 [diunduh 2014 Oktober
2)
7
musim. Oleh karena itu, ketersediaanya tidak selalu melimpah setiap saat. Saat
musim hujan, biasanya produksi buah kelapa berkurang. Permintaan buah kelapa
juga semakin meningkat tidak hanya untuk industri pengolahan tetapi untuk usaha
kuliner dan permintaan dari luar kota. Adanya pengaruh permintaan dan
ketersediaannya yang tidak menentu menyebabkan harga kelapa menjadi tidak
stabil dan cenderung meningkat. Tabel 6 menunjukkan perkembangan harga rata-
rata buah kelapa per butir yang belum dikupas di Jawa Barat pada tahun 2008-
2012 meningkat sebesar 4.32 persen di tingkat produsen dan 6.13 persen di
tingkat konsumen pedesaan.
Tabel 6 Perkembangan harga rata-rata buah kelapa belum dikupas di Jawa Barat
tahun 2008-2012
Tahun Rata-rata
Uraian pertumbuhan
2008 2009 2010 2011 2012 2008-2012
Harga di Tingkat Produsen 1543 1675 1727 1743 1824 4.32
Harga di Tingkan Konsumen Perdesaan 2536 2749 2725 3036 3205 6.13
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014
diperlukan perhitungan nilai tambah dari pengolahan buah kelapa menjadi minyak
kelapa dan galendo. Selain itu, adanya perubahan komposisi produk dalam usaha
pengolahan minyak kelapa di mana produk galendo yang sebelumnya merupakan
produk sampingan kemudian menjadi produk gabungan dengan minyak kelapa.
Hal ini membuat nilai tambah pada usaha pengolahan minyak kelapa menjadi hal
yang menarik untuk dikaji.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan minyak
kelapa yang menjadi objek penelitian dari 2 macam produk yaitu minyak
kelapa dan galendo?
2. Berapa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan buah kelapa menjadi
minyak kelapa dan galendo dari masing-masing usaha yang menjadi objek
penelitian?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA
dan dedak, Setiawan dan Hastoni (2008) pada usaha pengolahan tahu untuk
produk oncom, Runtuwene et al. (2014) pada usaha pengolahan ikan untuk sisa
tulang ikan cangkalang, dan Nur dan Rochmawati (2012) pada usaha pengolahan
kayu untuk pada usaha pengolahan kayu untuk produk scrap.
Penelitian Yasinta et al. (2012), Setiawan dan Hastoni (2008) dan
Runtuwene et al. (2014) menggunakan metode tanpa harga pokok untuk
perlakuan pendapatan produk sampingan. Penelitian Yasinta et al. (2012)
melakukan perlakuan untuk produk sampingan dari usaha penggilingan beras
berupa dedak dan sekam sebagai pendapatan di luar usaha atau di luar pendapatan
utama. Hal ini dikarenakan terdapat alokasi biaya bersama yaitu biaya produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memproduksi produk sampingan dan
produk utama jumlahnya sama (Yasinta et al. 2014).
Penelitian Setiawan dan Hastoni (2008) dan Runtuwene et al. (2014)
memperlakukan pendapatan dari produk sampingan sebagai tambahan pendapatan
produk utama. Kelebihan dari perlakuan ini, secara langsung akan menambah
total penjualan, selain itu laba kotor serta laba operasi akan meningkat
(Runtuwene et al. 2014).
Metode untuk memperlakukan produk sampingan adalah dengan metode
harga pokok yang terdiri dari metode biaya pengganti dan metode biaya pasar.
Penelitian Nur dan Rochmawati (2012) menggunakan metode perlakuan
pendapatan produk sampingan berupa produk rusak yang bernilai ekonomis
dengan metode harga pokok yang membandingkan antara metode biaya pengganti
dan metode biaya pasar. Hasil penelitiannya menunjukkan metode biaya
pengganti lebih direkomendasikan untuk diterapkan di perusahaan sebagai metode
perhitungan harga pokok produk sampingan karena menghasilkan rasio
(pengaruh) harga pokok produk sampingan terhadap harga produk utama yang
lebih besar.
Metode yang digunakan pada penelitian ini dalam memperlakukan
pendapatan produk sampingan dari usaha pengolahan minyak kelapa berupa
tempurung, ampas kelapa, air kelapa dan abu sama dengan penelitian Setiawan
dan Hastoni (2008) dan Runtuwene et al. (2014) yang memperlakukan pendapatan
dari produk sampingan sebagai tambahan pendapatan produk utama. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam perhitungan profitabilitas yang akan
dihitung untuk masing-masing produk utama yang dihasilkan dalam usaha
pengolahan minyak kelapa.
pengolahan produk pertanian mayoritas dialokasikan untuk biaya bahan baku dan
upah tenaga kerja. Oleh karena itu, jika harga bahan baku murah maka
keuntungan yang didapat pengusaha industri kecil menjadi lebih tinggi.
Sedangkan untuk upah tenaga kerja dalam struktur biaya dialokasikan cukup
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan industri kecil yang menggunakan
teknologi sederhana akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak.
Profitabilitas juga dapat diukur dengan analisis titik pulang pokok/titik
impas/break even point (BEP). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Nursyam et al. (2013) pada usaha VCO, Tunggadewi (2009) pada usaha tahu dan
tempe, Asfia (2013) pada usaha tepung tapioka, Puspitasari (2014) pada usaha
sate bandeng dan Sukiyono et al. (2012) pada usaha gula aren menunjukkan
bahwa usaha pengolahan yang dilakukan sudah dapat berproduksi melebihi titik
impasnya. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan dari usaha pengolahan yang
dilakukan sudah dapat menutupi biaya dan dapat menghasilkan keuntungan.
Tidak semua usaha pengolahan produk pertanian dapat berproduksi
mencapai titik impasnya. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Susanto (2013) pada usaha pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar.
Penelitiannya menunjukkan bahwa produksi tepung ubi jalar dari bahan baku ubi
jalar segar dan sawut kering belum mencapai titik impas. Ini menunjukkan bahwa
usaha pengolahan tepung ubi jalar masih mengalami kerugian.
Selain dengan menggunakan titik impas, kemampuan menghasilkan laba
diukur dengan menggunakan indeks profitabilitas. Penelitian Tunggadewi (2009)
dan Puspitasari (2014) menunjukkan bahwa usaha pengolahan sudah mampu
menghasilkan laba dengan indeks profitabilitas yang terukur. Indeks profitabilitas
pada penelitian Tunggadewi (2009) untuk pengolahan tahu sebesar 37 persen dan
pengolahan tempe sebesar 26 persen. Sedangkan pada penelitian Puspitasari
(2014) indeks profitabilitas usaha sate bandeng pada kedua UKM di Kota Serang
adalah 29.1 persen dan 27.8 persen. Penelitian Tunggadewi (2009) dan Puspitasari
(2014) menunjukkan bahwa indeks profitabilitas dipengaruhi oleh struktur biaya
pada usaha yang dilakukan. Usaha dengan struktur biaya yang lebih efisien
memiliki nilai profitabilitas yang lebih tinggi.
Usaha pengolahan yang dilakukan tidak selalu mendapatkan keuntungan.
Hal ini terdapat pada penelitian yang dilakukan Susanto (2013) untuk komoditas
tepung ubi jalar. Penelitian Susanto (2013) menunjukkan bahwa usaha pengolahan
yang produksinya lebih rendah daripada titik impasnya, belum mampu
menghasilkan laba sehingga indeks profitabilitasnya tidak terukur.
Metode yang dilakukan pada penelitian terdahulu untuk melakukan
analisis profitabilitas adalah dengan menggunakan perhitungan titik impas/BEP
yag dilakukan oleh Nursyam et al. (2013), Sukiyono (2012) dan Asfia (2013).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2013), Puspitasari (2014) dan
Tunggadewi (2009) menggunakan metode analisis titik impas, Margin of Safety
(MOS) dan Marginal Income Rate (MIR). Selain itu juga penelitian Puspitasari
(2014) juga menggunakan DOL (Degree of Operating Leverage). Penelitian yang
dilakukan menggunakan metode yang sama untuk analisis profitabilitas dengan
penelitian terdahulu yaitu menggunakan analisis titik impas (BEP), MOS, MIR,
profitabilitas, dan DOL. Sedangkan perbedaannya penelitian ini dengan penelitian
lain yang terdahulu terdapat pada pemilihan komoditas. Komoditas dalam
penelitian ini adalah minyak kelapa dan galendo.
12
Proses pengolahan input akan memberikan nilai tambah untuk output yang
dihasilkannya. Produk pertanian dikenal memiliki sifat yang tidak tahan lama dan
mudah rusak sehingga dengan dilakukan pengolahan akan meningkatkan nilai
tambah. Penelitian mengenai nilai tambah sudah dilakukan pada beberapa produk
pertanian yaitu tepung tapioka kasar, tepung ubi jalar, tahu, dan kelanting.
Penelitian mengenai nilai tambah yang dilakukan oleh Asfia (2013), Hawarto
(2014), Susanto (2013) dan Sagala et al. (2011), kegiatan pengolahan yang
dilakukan dapat memberikan nilai tambah dengan kisaran 13.99 persen-58 persen.
Masing-masing rasio nilai tambah pada produk pertanian yang diteliti adalah
tepung tapioka kasar pada usaha skala besar 18,39 persen dan pada skala usaha
kecil 13.99 persen (Hawarto 2014), tepung ubi jalar dari ubi jalar segar 38 persen
dan dari sawut kering 58 persen (Susanto 2013), tepung tapioka 17,09 persen
(Asfia 2013), dan kelanting 34,7 persen (Sagala et al. 2011).
Perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami juga akan diperoleh
informasi mengenai imbalan informasi mengenai persentase balas jasa untuk
tenaga kerja dan balas jasa untuk penggunaan modal berupa keuntungan.
Penelitian Sagala et al. (2011) dan Asfia (2013) menunjukkan bahwa persentase
balas jasa untuk keuntungan lebih besar daripada balas jasa untuk tenaga kerja.
Hal ini menunjukkan kegiatan pengolahan yang dilakukan merupakan usaha yang
padat modal sehingga penggunaan tenaga kerjanya tidak terlalu banyak.
Sedangkan penelitian Susanto (2013) dan Hawarto (2014) menunjukkan bahwa
persentase balas jasa untuk tenaga kerja lebih besar daripada persentase balas jasa
keuntungan. Berdasarkan penelitian Susanto (2013), pengolahan tepung ubi jalar
dengan menggunakan bahan baku ubi jalar segar menghasilkan imbalan tenaga
kerja lebih besar daripada keuntungan. Sedangkan pada penelitian Hawarto (2014)
menunjukkan pengolahan tepung tapioka kasar menghasilkan imbalan tenaga
kerja yang lebih besar daripada Hal ini menunjukkan kegiatan pengolahan yang
dilakukan merupakan usaha yang padat kerja dengan jumlah tenaga kerja yang
cukup banyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Hawarto (2014) menunjukkan bahwa skala
usaha dapat mempengaruhi besarnya nilai tambah dari kegiatan pengolahan yang
dilakukan. Nilai tambah padat unit pengolahan penggilingan kasar ubi kayu skala
besar lebih besar dibandingkan dengan unit pengolahan penggilingan kasar ubi
kayu skala kecil. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh pada besarnya nilai
tambah. Penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit jumlahnya pada penggilingan
kasar ubi kayu skala besar menghasilkan nilai tambah yang lebih besar
dibandingkan dengan penggilingan kasar ubi kayu skala kecil.
Keuntungan yang diperoleh unit pengolahan dipengaruhi oleh penggunaan
input (Hawarto 2014; Susanto 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Susanto
membuktikan bahwa penggunaan bahan baku dari bahan setengah jadi dapat
memberikan nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan bahan baku dari bahan baku segar. Penggunaan bahan baku dari
bahan setengah jadi dapat mempersingkat waktu pengolahan dan tenaga kerja
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan bahan baku segar.
Penggunaan input yang lebih efisien akan memberikan keuntungan yang lebih
besar. Input yang digunakan meliputi bahan baku, tenaga kerja dan input lainnya.
13
KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Biaya
Biaya menurut Warindrani (2006) adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau di masa datang bagi perusahaan. Informasi biaya inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk penyajian dalam laporan laba rugi maupun neraca
yang digunakan untuk kepentingan pihak luar (akuntansi keuangan) maupun
laporan khusus untuk kepentingan manajemen (akuntansi manajemen). Oleh
karena itu, informasi biaya yang teliti untuk pihak luar dan informasi biaya yang
akurat dan relevan untuk keputusan tertentu merupakan informasi yang sangat
penting bagi manajemen untuk pengambilan keputusan.
Menurut Warindrani (2006), biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepentingan untuk perhitungan harga pokok persediaan dan untuk memenuhi
kepentingan manajemen. Pada umumnya perusahaan mengklasiikasikan biaya
sebagai dasar penetapan harga pokok produksi menjadi dua yaitu biaya produksi
dan non produksi sedangkan klasifikasi biaya untuk memenuhi kepentingan
manajemen dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan
diklasifikasikan menjadi biaya variabel, biaya tetap, biaya langsung dan tak
langsung, biaya terkendali dan biaya tak terkendali, biaya diferensial atau biaya
incramental dan biaya kesempatan. Berikut ini adalah pengertian beberapa jenis
biaya berdasarkan klasifikasinya. Klasifikasi biaya untuk menghitung harga pokok
persediaan berdasarkan Warindrani (2006) adalah sebagai berikut:
a. Biaya produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead. Biaya bahan baku termasuk di dalamnya bahan
penolong. Biaya tenaga kerja langsung merupakan tenaga yang terlibat
langsung dalam proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Biaya
overhead pabrik merupakan biaya yang terjadi di pabrik dan berkaitan
dengan proses produksi, diluar bahan baku dan tenaga kerja langsung.
b. Biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi umum
mengingat bahwa kondisi sekarang bisnis dikendalikan oleh konsumen
(business driven by consumer) sehingga komposisi biaya perusahaan lebih
banyak pada biaya administrasi dan pemasaran daripada biaya produksi.
14
Konsep Profitabilitas
Apabila hasil penjualan pada tingkat break even dihubungkan dengan
penjualan yang dibudgetkan atau pada tingkat penjualan tertentu, maka akan
diperoleh informasi tentang seberapa jauh volume penjualan boleh turun sehingga
perusahaan tidak menderita rugi. Hubungan atau selisih antara tingkat penjualan
tertentu dengan penjualan pada tingkat break even merupakan tingkat keamanan
(margin of safety) bagi perusahaan dalam melakukan penurunan penjualan. Suatu
perusahaan yang mempunyai margin of safety yang besar adalah lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai margin of safety yang rendah,
karena margin of safety memberikan gambaran kepada manajemen berapakah
penurunan penjualan yang dapat ditolerir sehingga perusahaan tidak menderita
rugi tetapi juga belum memperoleh laba (Munawir 1995).
Persentase dari margin of safety dapat dihubungkan langsung dengan
tingkat keuntungan perusahaan (profitabilitas), dengan menggunakan margin of
safety dan marginal income rationya. Marginal income ratio disebut juga dengan
rasio marjin kontribusi. Rasio marjin kontribusi merupakan hasil pembagian
antara laba kontribusi atau marjin kontribusi dengan penjualan yang dinyatakan
dalam persen. Marjin kontribusi (CM) merupakan ukuran yang paling baik untuk
digunakan karena pada setiap perubahan aktivitas, laba atau rugi perusahaan akan
berubah naik atau atau turun CM. CM dapat dihitung atas dasar per unit dan
persentase (Warindrani 2006). Menurut Mulyadi (2001), semakin besar laba
kontribusi, semakin besar kesempatan yang diperoleh perusahaan untuk menutupi
biaya tetap dan menghasilkan laba.
Analisis profitabilitas dapat diterapkan pada berbagai obyek informasi,
seperti produk, keluarga produk, aktivitas atau unit organisasi. Analisis
profitabilitas dapat digunakan untuk mengetahui penyebab kondisi laba atau rugi
yang dialami oleh suatu perusahaan pada periode akuntansi tertentu. Besarnya
nilai profitabilitas ini diperoleh dari perkalian antara Margin Income Ratio (MIR)
dengan Margin Of Safety (MOS). Semakin besar nilai MOS dan nilai MIR suatu
usaha, maka semakin besar nilai kemampuan usaha tersebut dalam memperoleh
laba dan sebaliknya jika semakin kecil, maka laba yang diperoleh juga kecil
(Munawir 1995).
tambah pada setiap rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan
setiap anggota dari rantai pasok tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2013).
Pembentukan nilai tambah dipengaruhi oleh input dan perlakuan pada
pengolahan yang dilakukan. Nilai tambah terlihat dengan dengan adanya
perubahan-perubahan pada input seperti perubahan bentuk, tempat, kepemilikan,
dan waktu. Sektor pengolahan yang menghasilkan nilai tambah, alat analisis yang
sering digunakan adalah alat analisis nilai tambah. Alat analisis ini dikemukakan
oleh Hayami. Kelebihan dari alat analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian
2. Dapat diketahui produktivitas produksinya (rendemen dan efisiensi tenaga
kerjanya)
3. Dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi
4. Dapat dimodifikasi untuk nilai tambah selain subsistem pengolahan
(Sudiyono 2002)
Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat diketahui besarnya balas
jasa yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses
perlakuan tersebut. Dalam analisis nilai tambah, terdapat tiga komponen
pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyak output yang
dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan
banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan
input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-
satuan input.
Metode Hayami
- Rasio Nilai Tambah
- Analisis Titik - Balas Jasa Tenaga Kerja
Impas - Balas Jasa Pelaku Usaha
- Analisis
Profitabilitas
o MOS
o MIR
o Profitabilitas
- DOL
Implikasi Manajerial
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan ini adalah jenis data primer dan data sekunder untuk
data yang bersifat kualitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh melalui
observasi dan wawancara kepada responden yaitu pemilik usaha pengolahan
minyak kelapa. Data primer meliputi jenis dan kuantitas input dan output, harga
input dan harga output, biaya tetap, biaya variabel, peralatan produksi, teknik
produksi minyak kelapa, data lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
Sedangkan data sekunder didapatkan melalui studi pada literatur yang relevan
dengan topik penelitian seperti buku, artikel imiah, internet dan instansi terkait.
mendapatkan data primer. Pengumpulan data juga akan dilakukan dengan cara
studi literatur dari buku, internet dan artikel ilmiah. Studi literatur ini dilakukan
untuk mendapatkan data sekunder.
TC = TFC + TVC
Dimana,
TC = Total biaya usaha pengolahan minyak kelapa (Rp)
TFC = Total biaya tetap usaha pengolahan minyak kelapa (Rp)
TVC = Total biaya variabel usaha pengolahan minyak kelapa (Rp)
a) BEP (unit):
b) BEP (Rupiah)
BEP (Rp) =
BEP (Rupiah):
= x 100%
Analisis Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan usaha untuk menghasilkan laba yang
dihitung dengan perkalian antara Margin of Safety (MOS) dan Marginal Rate
Income Ratio (MIR). Rumus yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas
adalah sebagai berikut :
MOS (%) =
MIR (%) =
DOL =
23
NPM (%) =
Keterangan :
MOS = Marjin of Safety (%)
TR = Penerimaan total (Rp)
BEP = Nilai impas produksi (Rp)
TVC = Total Biaya variabel (Rp)
MIR =Marjinal Income Ratio (%)
Π = Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)
DOL = Degree of operating leverage
NPM = Net profit margin
Kondisi Geografis
Geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108°20’ sampai dengan
108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7o41’20’’ Lintang Selatan.
Kabupaten Ciamis pada peta Jawa Barat terletak paling tenggara. Wilayah
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten
Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya,
sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Propinsi Jawa Tengah, dan sebelah
Selatan dengan Samudera Indonesia. Luas Wilayah Kabupaten Ciamis secara
keseluruhan mencapai 24 4479 ha. Kabupaten Ciamis cukup potensial untuk
pertanian dan pariwisata karena merupakan jalur transportasi antar kota maupun
antar propinsi yang melewati pusat kota. Komoditas unggulan Kabupaten Ciamis
dari subsektor kelautan diantaranya lobster, kakap merah, bawal, udang jerbung
dan layur. Sedangkan komoditas unggulan di subsektor budidaya ikan air tawar
diantaranya gurame, nila gift dan udang galah. Selanjutnya di subsektor
holtikultura dan tanaman pangan terdapat potensi duku, salak, cabe dan jagung.
Untuk subsektor peternakan mempunyai komoditas unggulan sapi, ayam ras dan
domba. Dari subsektor perkebunan yang potensinya menonjol adalah cengkeh,
kakao, lada dan kelapa.
Kondisi Demografi
Berdasarkan hasil pengolahan data kependudukan yang dilakukan oleh
Dinas Capilduk Kab.Ciamis, penduduk Kabupaten Ciamis pada akhir bulan
Desember 2012 tercatat sebanyak1 789 121 orang. Dibandingkan dengan tahun
2011, jumlah penduduk tersebut mengalami kenaikan sebesar 85 persen. Dari
segi komposisi jumlah penduduk, laki-laki sebanyak 897 597 orang dan
perempuan sebanyak 891 524 orang, dengan demikian maka jumlah penduduk
laki-laki relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan hal
ini pun jelas tergambar dari nilai sex ratio sebesar 100.68. Luas wilayah
Kabupaten Ciamis adalah 2 443 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 1 789 121
orang menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk dari 726 orang per km2
pada tahun 2011 menjadi 732 orang per km2 pada tahun 2012. Dari segi
penyebarannya, 5.7 persen penduduk Kabupaten Ciamis bertempat tinggal di
Kecamatan Ciamis sehingga menyebabkan kepadatan tertinggi (3.098 orang per
km2).
25
Ketenagakerjaaan
Jumlah pencari kerja yang terdaftar selama Tahun 2012 di Dinas Tenaga
Kerja, Sosial danTransmigrasi Kabupaten Ciamis sebanyak 10 825 orang, terdiri
dari 5 557 laki-laki dan 5 268 orang perempuan. Keadaan ini apabila
dibandingkan dengan Tahun 2011 mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Berdasarkan pendidikannya, pencari kerja tersebut terdiri dari tamatan sarjana
sebanyak 754 orang laki-laki dan 780 orang perempuan, DI-DIII sebanyak 174
orang laki-laki dan 451orang perempuan, SLTA sebanyak 3 820 orang laki-laki
dan 2 845 orang perempuan, SLTP sebanyak 546 orang laki-laki dan 492 orang
perempuan, serta sisanya SD ke bawah sebanyak 72 orang laki-laki dan 86 orang
perempuan. Selama Tahun 2012, sebanyak 1 816 orang pencari kerja telah dapat
ditempatkan/mengisi lowongan kerja di sektor industri, 812 orang di sektor
perdagangan dan 689 orang di sektor jasa.
Pertanian
Sektor pertanian di Kabupaten Ciamis masih menjadi penggerak roda
perekonomian,sehingga pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan ekonomi sangat
signifikan. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa pemerintah Kabupaten
Ciamis masih menganggap penting terhadap pengembangan potensi sektor
pertanian. Cakupan sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan,
holtikultura, perikanan, peternakan, kehutanan dan perkebunan. Produksi
perkebunan rakyat pada tahun 2012 mengalami fluktuasi yang bervariasi untuk
semua komoditas. Beberapa komoditas mengalami kenaikan namun demikian ada
juga komoditas yang mengalami penurunan. Produksi paling banyak ada pada
komoditas kelapa sebesar 37 890.22 ton, sedangkan kopi menduduki urutan kedua
dengan total produksi sebesar 951,93 ton. Kelapa merupakan komoditas
perkebunan yang cukup penting di Kabupaten Ciamis. Oleh karena itu, kelapa
menjadi salah satu bagian dari lambang daerah Kabupaten Ciamis dengan filosopi
kelapa memberikan sumber pendapatan masyarakat setelah padi.
Kabupaten Ciamis merupakan salah satu daerah Jawa Barat yang memiliki
usaha pengolahan minyak kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa sudah
dilakukan sejak tahun 1839. Oleh karena itu, terdapat usaha kecil minyak kelapa
di Kabupaten Ciamis merupakan usaha keluarga yang sudah ada secara turun
temurun. Akan tetapi, sejak minyak goreng curah kelapa sawit banyak digunakan
oleh masyarakat pada tahun 1980-an, penggunaan minyak kelapa semakin
berkurang. Hal itu menyebabkan beberapa usaha pengolahan minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis yang berhenti berproduksi. Meskipun demikian, terdapat
beberapa penduduk Ciamis yang mempertahankan usaha pengolahan minyak
kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis ini ditunjang
dengan ketersediaan bahan baku buah kelapa dengan Kabupaten Ciamis sebagai
sentra kelapa di Jawa Barat.
Pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis masih dilakukan secara
tradisonal. Minyak kelapa diproses dengan pemasakan santan menjadi ”minyak
kelentik”. Dalam proses pemasakan tersebut menghasilkan endapan padat
berwarna coklat yang disebut blondo/”galendo”. Endapan minyak tersebut juga
26
Ramadhan harganya bisa menjadi sangat tinggi sedangkan harga minyak kelapa
cenderung menurun. Pada bulan April 2014 berdasarkan wawancara dengan salah
satu pengrajin minyak kelapa, harga minyak kelapa di tingkat usaha pengolahan
adalah Rp15 000/kg tetapi pada bulan Agustus 2014 yang mencapai Rp7 000/kg.
Mayoritas pengusaha minyak kelapa di Kabupaten Ciamis merupakan usaha
rumah tangga yang bersifat informal. Saat ini, banyak usaha pengolahan minyak
kelapa di Ciamis yang tidak melanjutkan usahanya dikarenakan tidak ada generasi
penerus. Usaha ini masih mengandalkan keluarga sebagai tenaga kerja. Selain itu,
kenaikan harga buah kelapa yang pernah mencapai harga di atas Rp2000 per butir
juga membuat beberapa usaha pengolahan minyak kelapa yang berhenti produksi.
Kenaikan harga kelapa ini biasanya terjadi pada saat musim hujan di mana jumlah
produksi buah kelapa berkurang dan kualitas kelapanya kurang baik. Apabila
kualitas buah kelapa kurang baik maka jumlah produksi minyak kelapa berkurang
karena banyak buah kelapa yang dijadikan kopra karena tidak layak untuk
diproduksi.
Usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi objek penelitian ini adalah
sebanyak 3 unit usaha pengolahan minyak kelapa yang terletak di Lingkungan
Burujul Kelurahan Cigembor, Kecamatan Ciamis dan di Dusun Cibodas, Desa
Ciharalang, Kecamatan Cijeungjing. Setiap unit usaha pengolahan minyak kelapa
yang menjadi objek penelitian memiliki kapasitas produksi dan karakteristik usaha
yang berbeda. Secara umum semua unit usaha tersebut melakukan usaha
pengolahan buah kelapa tua menjadi minyak kelentik dan galendo. Karakteristik
usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi objek penelitian dapat dilihat pada
Tabel 9 berikut ini.
Buah kelapa yang digunakan untuk produksi minyak kelapa adalah buah kelapa
yang sudah tua dan harus menghasilkan banyak santan. Bahan baku buah kelapa
biasanya hanya dipasok dari daerah sekitar tempat pengrajin berada. Hal ini
dikarenakan buah kelapa dari luar daerah biasanya tidak menghasilkan santan
yang banyak. Ketersediaan buah kelapa dipengaruhi oleh musim. Ketika musim
hujan biasanya produksi buah kelapa berkurang, kelapa biasanya didatangkan dari
daerah yang jauh sehingga menyebabkan tingginya biaya transportasi. Hal ini
akan menyebabkan harga buah kelapa menjadi lebih mahal.
Bahan-bahan lain yang digunakan untuk pengolahan minyak kelapa adalah
air, gula, kemasan, anyaman bambu dan solar. Air diperoleh dari sumur di dekat
tempat produksi minyak kelapa. Air yang digunakan harus bersih dan jernih
karena digunakan untuk membuat santan. Gula biasanya diperoleh dari pasar
tradisional terdekat ataupun warung di sekitar tempat pengolahan minyak kelapa.
Gula digunakan untuk menambahkan rasa manis ada galendo. Kemasan biasanya
digunakan untuk mengemas galendo yaitu berupa plastik bening. Biasanya plastik
bening diperoleh dari pasar tradisional terdekat. Anyaman bambu digunakan
untuk mencetak galendo biasanya diperoleh dari pengrajin bambu di daerah
sekitar tempat usaha. Bensin digunakan sebagai bahan bakar mesin pemarut
kelapa yang biasa diperoleh di warung di sekitar tempat pengolahan. Bahan-bahan
lainnya yang digunakan adalah sabut dan tempurung. Itu digunakan sebagai bahan
bakar untuk pemasakan santan yang diperoleh dari kupasan buah kelapa.
Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk memproduksi minyak kelapa adalah
tungku, mesin pemarut kelapa, pencungkil kelapa, pemobok (golok), pengaduk,
alat press galendo, wajan, alat pemeras santan (kejekan), alat mixer santan,
jerigen, ember, baskom, gayung, pompa air, corong, drum, dan peralatan untuk
pengemasan seperti mesin vacum, sealer, dan timbangan.
Proses Produksi
Proses produksi minyak kelapa akan dijelaskan di bawah ini. Satu rangkaian
pemrosesan buah kelapa sampai menjadi minyak kelapa dan galendo disebut
dengan ’girangan’. Satu girangan biasanya dilakukan untuk 60 butir kelapa pada
usaha Bapak Ade dan Bapak Nana sedangkan pada usaha Bapak Babas satu
girangan dilakukan untuk 65 butir kelapa.
1. Pengupasan Kelapa
Buah kelapa dikupas sabutnya dengan menggunakan tangan sampai terlihat
tempurung kelapanya. Sabut akan digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak
santan. Tempurung kelapa kemudian dipecahkan dengan menggunakan alat
pemecah kelapa. Air kelapa yang keluar ditampung di dalam ember dan daging
buah kelapa dicungkil dengan menggunakan alat pencungkil. Air kelapa dalam
ember kemudian ditampung dalam jerigen untuk dijual ke usaha nata de coco.
Sedangkan tempurung kelapanya sebagian akan digunakan sebagai bahan bakar
dan sebagian lagi dijual. Daging buah kelapa yang telah terpisah kemudian
disimpan di dalam ember atau keranjang bambu. Sebelum dipecahkan, biasanya
buah kelapa diperiksa terlebih dahulu. Apabila tempurung kelapanya sudah pecah
baik karena pengangkutan atau karena cara penyimpanan, maka daging buah
30
kelapa tersebut tidak baik untuk dibuat minyak kelapa. Daging buah kelapa
tersebut biasanya akan dikeringkan untuk dijadikan kopra. Apabila tempurung
buah kelapa pecah pada hari yang sama untuk pengolahan maka daging buahnya
akan tetap digunakan untuk berproduksi.
2. Pemarutan Kelapa
Daging buah kelapa segar kemudian dihancurkan dengan menggunakan
mesin pemarut. Satu kali proses pemarutan biasanya dilakukan untuk 30 butir
daging buah kelapa.
3. Pemerasan Santan
Daging buah kelapa yang telah hancur kemudian ditambahkan dengan
campuran air panas dan dingin kemudian diperas agar diperoleh air santan.
Pemerasan dilakukan dengan memberikan tekanan baik secara mekanis dengan
menggunakan alat maupun secara manual. Penggunaan air panas dimaksudkan
agar air santan yang diperoleh lebih banyak dan proses pemerasan dapat dilakukan
dengan cepat dan mudah. Santan yang telah disaring disimpan di dalam baskom
besar untuk kemudian dimasak. Penyaringan santan dilakukan dengan
menggunakan keranjang bambu dan karung plastik. Setiap satu kali proses
pemerasan santan biasanya dilakukan untuk 60-65 butir kelapa. Sisa ampas kelapa
dari proses pemerasan akan dijemur dan setelah kering dikemas dalam karung.
Biasanya ampas kelapa ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk pakan ternak
dan pakan ikan.
4. Pemasakan Santan
Santan kemudian dipindahkan dari baskom ke wajan ukuran besar untuk
dimasak. Proses pemasakan dilakukan sampai dengan air menguap dan terbentuk
minyak serta galendo. Selama proses pemasakan air, air yang terdapat di atas
permukaan dipisahkan. Minyak kelapa dan galendo dipisahkan dengan
menggunakan saringan tepung atau saringan kain. Saat pemasakan ini biasanya
ditambahkan gula pasir, air kelapa dan sisa minyak yang didapat dari proses
pengepressan galendo. Gula pasir dan air kelapa ditambahkan untuk menambah
rasa manis pada galendo. Sedangkan sisa minyak dari pengrepessan galendo
digunakan agar galendo berwarna coklat. Hal ini juga dilakukan untuk
mempercepat proses pemasakan.
Usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis biasanya
menggunakan tungku 2 lubang untuk melakukan proses pemasakan santan. Hal
ini dilakukan untuk mempercepat proses pemasakan santan yang kedua karena
proses pemasakan dapat dilakukan untuk 2 wajan santan kelapa. Hal ini
dimaksudkan agar proses pemasakan berlangsung lebih cepat. Satu wajan
biasanya berisi santan yang berasal dari 30 butir kelapa. Santan yang diletakkan
pada wajan yang paling depan biasanya lebih cepat matang. Setelah wajan
pertama matang, wajan kedua dipindahkan ke depan. Air santan pada wajan kedua
ini akan lebih cepat matang karena sudah dipanaskan terlebih dahulu. Bapak
Babas dan Bapak Nana menggunakan sistem 2 tungku ini. Sedangkan Bapak Ade
menggunakan tungku 3 lubang. Dua lubang pertama digunakan untuk memasak
santan sedangkan lubang ketiga digunakan untuk memanaskan air yang digunakan
untuk memeras santan.
31
Minyak yang sudah dipisahkan dari galendo akan dimasak lagi untuk
menguapkan atau menghilangkan kandungan air yang masih terdapat dalam
minyak. Hal ini dapat membuat minyak kelapa lebih tahan lama sehingga bisa
disimpan sampai 1 tahun. Minyak kelapa kemudian disimpan di dalam jerigen
ataupun drum plastik.
5. Pengrepesan Galendo
Galendo yang sudah dipisahkan dari minyak berbentuk butiran. Untuk
mempermudah pengemasan, galendo dicetak dengan menggunakan anyaman
bambu supaya berbentuk padat kemudian dipress secara manual untuk
menghilangkan kandungan minyak. Galendo yang sudah dipress didiamkan
terlebih dahulu sebelum dikemas. Selain itu, ada yang melakukan proses lanjutan
pada galendo seperti yang dilakukan Pak Babas. Pak Babas melakukan proses
lanjutan yaitu dengan menambahkan rasa coklat, susu, vanilla, dan strawberry
pada galendo.
6. Pengemasan
Pengemasan yang dilakukan oleh tiap usaha pengolahan minyak kelapa
berbeda-beda. Usaha pengolahan Bapak Ade dan Baak Nana tidak melakukan
pengemasan pada minyak kelapa. Hal ini karena minyak kelapa dijual dalam
bentuk curah seingga biasanya pembeli harus membawa tempat sendiri.
Sedangkan Pak Babas selain menjual minyak kelapa secara curah, juga menjual
minyak kelapa dalam kemasan botol 250 ml.
Pengemasan galendo juga berbeda-beda pada tiap-tiap usaha. Bapak Ade dan
Bapak Nana masih melakukan pengemasan secara sederhana yaitu dengan
menggunakan plastik bening saja. Sedangkan Bapak Babas sudah melakukan
dengan pengemasan dengan baik dan beragam. Pengemasan yang dilakukan oleh
Pak Babas sudah menggunakan kemasan primer hampa udara, kemasan sekunder
berupa plastik bening dan kemsan tersier dari karton dan bambu untuk produk
galendo. Kemasan primer dan sekunder pada galendo dimaksudkan agar produk
lebih tahan lama mencapai 6 bulan. Sedangkan kemasan tersier dibuat semenarik
mungkin untuk menarik minat pembeli.
Buah Kelapa
Segar
- Sabut
Pengupasan - Tempurung
- Air Kelapa
Pemarutan
Pemasakan Abu
Santan
Minyak Galendo
Pengemasan
Keterangan
Produk Sampingan
Pemasaran
Produk dan minyak kelapa dari para usaha pengolahan minyak kelapa
belum terlalu dikenal baik oleh penduduk Ciamis maupun di luar kota. Akan
tetapi, usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade, Bapak Nana dan Bapak
Babas sudah mempunyai langganannya masing-masing. Pembeli minyak kelapa
biasanya merupakan langganan dan pedagang pengepul yang akan memasarkan
kembali minyak kelapa dan galendonya ke luar kota. Hal tersebut terjadi pada
penjualan yang dilakukan oleh Bapak Ade dan Bapak Nana. Minyak kelapa dan
galendo Pak Ade dijual sampai ke Jakarta, Bandung, Bogor, Cikampek, Cirebon
dan Subang. Sedangkan untuk produk minyak kelapa dan galendo Bapak Nana
dijual sampai ke Tasikmalaya dan Cianjur.
Pak Babas sudah memasarkan sendiri produknya terutama galendo dan
minyak kelapa yang dikemas dalam botol. Pemasaran dilakukan dengan
menitipkan galendo dan minyak kelapa tersebut di toko oleh-oleh dan restoran di
sekitar Ciamis, Pangandaran dan Garut. Selain itu, Pak Babas juga menjual
minyak kelapa dalam bentuk curah. Sama seperti usaha pengolahan minyak
34
kelapa yang lain, minyak kelapa curah ini dijual ke luar kota seperti Jakarta,
Cikarang, Bogor dan Bekasi.
Struktur Biaya
Tabel 10 Struktur biaya pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam 1
tahun
Biaya Produksi Usaha Pengolahan Minyak Kelapa
Bapak Ade (250) Bapak Nana (300) Bapak Babas (550)
No Komponen Biaya
% Total % Total % Total
Jumlah (Rp) Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Biaya Biaya Biaya
A Biaya Tetap
1 Listrik 240,000 0.18 360 000 0.23 1 800 000 0.40
2 Pemeliharaan 810,000 0.60 810 000 0.52 3 400 000 0.76
3 Penyusutan 2,857,500 2.10 2 664 500 1.72 7 975 000 1.78
4 Transportasi - - - - 3 000 000 0.67
5 Keranjang Bambu 300,000 0.22 120 000 0.08 360 000 0.08
6 Karung 488,000 0.36 644 000 0.42 672 000 0.15
7 Wajan - - - - 4 860 000 1.08
8 Saringan Kain 120,000 0.09 240 000 0.16 -
9 Pencetak Galendo 600,000 0.44 960 000 0.62 1 620 000 0.36
Total Biaya Tetap 5,415,500 3.98 5 798 500 3.74 23 987 000 5.28
B Biaya Variabel
1 Bahan Baku 85 800 000 63.09 102 960 000 66.45 205 920 000 45.88
2 Tenaga Kerja 28 080 000 20.65 31 200 000 20.14 85 878 000 19.13
3 Bahan Lain 2 184 000 1.61 13 416 000 8.66 20 170 800 4.49
4 Konsumsi Harian 14 040 000 10.32 - - - -
5 Perasa Galendo - - - - 6 240 000 1.39
6 Kemasan 468 000 0.34 1 560 000 1.01 106 969 200 23.82
Total Biaya Variabel 130 572 000 96.02 149 136 000 96.26 425 178 000 94.72
Total Biaya 135 987 500 154 934 500 448 865 000
Biaya tetap merupakan biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh
kuantitas produksi/kegiatan yang dilakukan dalam usaha. Oleh karena itu
walaupun tidak melakukan kegiatan produksi, suatu usaha tetap harus
mengalokasikan biaya tetap. Pengeluaran biaya tetap pada usaha pengolahan
minyak kelapa dilakukan untuk penyusutan investasi dan peralatan, listrik,
pemeliharaan peralatan dan transportasi serta pembelian peralatan yang memiliki
umur ekonomis di bawah 1 tahun. Investasi pada usaha pengolahan minyak kelapa
ini adalah berupa bangunan dan kendaraan sedangkan peralatan berupa mesin
pemarut kelapa, wajan, alat press galendo, alat pemeras santan (kejekan) dan
peralatan lainnya yang digunakan pada saat proses produksi. Peralatan yang
dimiliki usaha pengolahan minyak kelapa berbeda-beda. Rincian penyusutan
investasi dan peralatan untuk setiap usaha pengolahan minyak kelapa dapat dilihat
pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Selain itu, komponen yang
termasuk biaya tetap adalah biaya untuk pembelian peralatan yang memiliki umur
ekonomis kurang dari 1 tahun. Peralatan tersebut adalah keranjang bambu dan
karung plastik untuk tempat pemerasan santan (pangejekan), saringan kain, wajan
dan pencetak galendo yang menggunakan bambu. Umur ekonomis peralatan
tersebut berbeda-beda untuk keranjang bambu dan karung 3 bulan, saringan kain 1
bulan dan wajan 4 bulan. Keranjang bambu dan karung sebagai tempat
pangejekan serta pencetak galendo digunakan pada semua usaha pengolahan
kelapa. Saringan kain terdapat pada usaha minyak kelapa Bapak Ade dan Bapak
Nana. Sedangkan untuk wajan yang umur ekonomisnya 4 bulan terdapat pada
usaha minyak kelapa Bapak Babas.
Komponen biaya tetap terbesar pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa dilihat dari nilai persentase terhadap biaya total adalah penyusutan.
Besarnya persentase biaya penyusutan pada setiap usaha adalah 2.10 persen pada
usaha Bapak Ade, 1.72 persen pada usaha Bapak Nana dan 1.84 persen pada
40
usaha Bapak Babas. Ketiga usaha pengolahan minyak kelapa ini masih
menggunakan peralatan yang sederhana. Akan tetapi peralatan yang digunakan
cukup banyak sehingga biaya yang diperhitungkan untuk penyusutan menjadi
komponen biaya tetap yang terbesar. Biaya penyusutan terbesar dialokasikan
untuk bangunan tempat produksi sebagai komponen investasi terbesar dan alat-
alat produksi seperti mesin pemarut, alat press galendo dan alat untuk
pengemasan.
Dalam Tabel 10 menunjukkan persentase biaya penyusutan pada usaha
Bapak Ade dan Bapak Babas lebih besar daripada Bapak Nana. Hal ini
dikarenakan usaha Bapak Ade dan Bapak Babas memiliki bangunan produksi
yang lebih permanen daripada Bapak Nana. Bangunan yang lebih permanen
memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi sehingga biaya penyusutan investasinya
menjadi lebih besar. Bangunan tempat produksi minyak kelapa Bapak Nana masih
menyatu dengan rumah dan dibuat dengan menggunakan bahan yang tidak terlalu
mahal seperti atapnya masih menggunakan asbes dan dindingnya mengunakan
bahan papan sehingga memiliki umur ekonomi yang lebih singkat dan nilai
ekonomi yang lebih rendah.
Komponen biaya tetap yang memiliki persentase lebih tinggi selanjutnya
yaitu pemeliharaan pada usaha Bapak Nana dan Bapak Ade sedangkan pada usaha
Bapak Babas adalah biaya untuk pembelian wajan dan pemeliharaan. Persentase
biaya pembelian wajan terhadap biaya total pada usaha Bapak Babas adalah
sebesar 1.08 persen. Bapak Babas biasanya membeli wajan dengan umur
ekonomis kurang dari 1 tahun yaitu 4 bulan. Oleh karena itu untuk setiap 1 tahun
akan dilakukan tiga kali penggantian wajan yang berjumlah 6 buah. Hal ini
merupakan suatu pemborosan biaya pada usaha Bapak Babas. Bapak Babas dapat
mengganti wajan tersebut dengan wajan yang memiliki umur ekonomis yang lebih
lama seperti pada usaha Bapak Ade dan Bapak Nana. Bapak Ade dan Bapak Nana
membeli wajan dengan pemesanan khusus pada pengrajin wajan sehingga
wajannya lebih tahan lama dengan nilai ekonomis 5 tahun.
Pemeliharaan dilakukan untuk mesin dan peralatan yang digunakan untuk
produksi. Mesin dengan pemeliharaan yang cukup banyak adalah mesin parut.
Perawatan yang dilakukan adalah ganti oli, penggantian pisau, bubut dan ketok.
Biaya pemeliharaan juga dikeluarkan untuk alat press galendo. Ada usaha
pengolahan minyak kelapa yang merancang sendiri alat press galendonya yaitu
Bapak Ade. Hal ini lebih memudahkan dalam hal pemeliharaan. Pemeliharaan
untuk alat press galendo dilakukan jika sudah kelebihan beban. Selain mesin dan
peralatan produksi, dilakukan juga perawatan kendaraan. Usaha yang melakukan
perawatan kendaraan berupa mobil pick up adalah usaha Bapak Babas. Biaya
pemeliharaan menjadi cukup tinggi pada komponen biaya tetap pada setiap usaha
karena pemeliharaan perlu selalu dilakukan untuk menjaga kondisi peralatan yang
digunakan untuk produksi kondisinya tetap baik. Selain itu, semakin banyak
mesin dan peralatan produksi yang dimiliki maka, biaya yang dikeluarkan menjadi
lebih tinggi pula. Hal ini menyebabkan persentase biaya pemeliharaan terhadap
biaya total pada usaha Bapak Babas lebih besar dibandingkan dengan usaha
lainnya. Pemeliharaan pada usaha Bapak Babas dilakukan untuk mesin pemarut
kelapa, alat press galendo dan kendaraan. Selain itu, usaha Bapak Ade (0.60
persen) dan Bapak Nana (0.52 persen) memiliki nilai persentase biaya
pemeliharaan yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan peralatan yang
41
dimiliki oleh kedua usaha pengolahan tersebut relatif sama sehingga pemeliharaan
yang dilakukan juga sama yaitu hanya dilakukan untuk alat pemarut kelapa saja.
Komponen biaya tetap lain yang memiliki persentase terhadap biaya total
yang tinggi selain penyusutan dan pemeliharaan adalah biaya transportasi pada
usaha Bapak Babas. Biaya transportasi ini merupakan biaya pengiriman produk
galendo dan minyak kelapa kemasan botol ke toko oleh-oleh. Usaha pengolahan
minyak kelapa Bapak Nana dan Bapak Ade tidak mengeluarkan biaya untuk
transportasi karena memiliki konsumen yang biasa membeli langsung minyak
kelapa dan galendo langsung ke tempat usahanya dan untuk pengiriman minyak
kelapa ke luar kota biayanya sudah ditanggung oleh pembeli.
Biaya tetap lainnya yang memiliki persentase biaya total paling yang rendah
adalah listrik dan pembelian peralatan keranjang bambu, karung, saringan kain
dan pencetak galendo. Penggunaan biaya untuk listrik pada usaha pengolahan
minyak kelapa hanya digunakan untuk penerangan pada malam hari untuk ketiga
usaha, menggerakan alat untuk pengemasan pada usaha Bapak Nana dan Bapak
Babas serta menggerakan alat mixer santan pada usaha Bapak Babas. Hal ini
menyebabkan biaya untuk listrik memiliki persentase terkecil pada semua usaha
pengolahan minyak kelapa.
Biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh kegiatan produksi
yang dilakukan oleh suatu usaha. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh usaha
pengolahan minyak kelapa adalah biaya pembelian bahan bahan baku dan bahan
lain, upah tenaga kerja, konsumsi harian, perasa galendo dan kemasan. Semua
usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi sampel memiliki persentase biaya
terbesar untuk pembelian bahan baku buah kelapa yaitu masing-masing sebesar
63.09 persen untuk usaha Bapak Ade, 66.45 persen pada usaha Bapak Nana, dan
45.88 persen pada usaha Bapak Babas. Penggunaan bahan baku buah kelapa
memiliki proporsi yang paling besar dalam produksi minyak kelapa dan galendo.
Hal ini dikarenakan untuk memproduksi minyak kelapa menggunakan bagian
buah kelapa yang memiliki proporsi yang paling besar yaitu daging buah untuk
dibuat menjadi minyak kelapa dan sabut untuk bahan bakar proses pemasakan
santan. Oleh karena itu, kenaikan harga buah kelapa akan menyebabkan kenaikan
biaya produksi untuk usaha pengolahan minyak kelapa.
Persentase komponen biaya variabel yang terbesar selanjutnya pada
pengolahan minyak kelapa adalah biaya kemasan pada usaha Bapak Babas dan
biaya tenaga kerja ketiga usaha. Biaya untuk kemasan pada usaha Bapak Babas
proporsinya terhadap biaya total sebesar 23.82 persen jauh lebih tinggi daripada
usaha yang lain. Produk minyak kelapa dan galendo Bapak Babas dikemas dalam
berbagai ukuran dan kemasan yang berbeda. Minyak kelapa dikemas dengan
menggunakan botol sedangkan galendo dibagi dalam kemasan kantong, kotak,
rumah-rumahan dan bambu. Sedangkan pada usaha minyak kelapa Bapak Ade
dan Bapak Nana, minyak kelapanya tidak dikemas karena dijual dalam bentuk
curah. Sedangkan untuk produk galendonya hanya dikemas dengan menggunakan
plastik bening.
Biaya untuk tenaga kerja ini dipengaruhi oleh jumlah upah yang diberikan
dan jumlah tenaga kerja. Persentase biaya untuk upah tenaga kerja harian yang
dikeluarkan usaha minyak kelapa Bapak Babas adalah sebesar 19.13 persen.
Walaupun usaha Bapak Babas ini memiliki jumlah peralatan yang lebih banyak
dari usaha lain tetapi jumlah tenaga kerjanya juga lebih banyak. Hal ini dapat
42
dilihat dari jumlah tenaga kerja yang lebih banyak daripada usaha yang lain yaitu
sebanyak 1 orang tenaga pengupas kelapa, 1 orang tenaga pengemasan, dan 5
orang tenaga produksi minyak kelapa. Proses yang memerlukan waktu yang
paling lama dalam proses produksi minyak kelapa adalah proses pemrosesan
galendo yaitu dalam hal pengemasan. Usaha minyak kelapa Bapak Babas
menghasilkan galendo yang lebih banyak dan menggunakan kemasan yang lebih
rumit. Oleh karena itu, jumlah tenaga kerja pada usaha pengolahan minyak kelapa
Bapak Babas lebih banyak. Selain itu, galendo yang sudah matang harus selesai
dikemas hari itu juga. Ini dimaksudkan agar galendo dapat lebih tahan lama
setelah dikemas. Oleh karena itu, apabila proses ’ngalentik’/produksi minyak
sudah selesai, maka tenaga kerja produksi minyak kelapa akan membantu untuk
proses pengemasan. Semakin banyak jumlah tenaga kerja, maka pengalokasian
biaya akan semakin besar untuk upah tenaga kerja. Usaha minyak kelapa Bapak
Ade hanya memiliki 3 orang tenaga kerja dan Bapak Nana memiliki 2 orang
tenaga kerja.
Komponen biaya variabel yang terbesar selanjutnya dilihat dari persentase
terhadap biaya total adalah untuk konsumsi harian (10.32 persen) pada usaha
Bapak Ade dan bahan lain (8.66 persen) pada usaha Bapak Nana. Konsumsi
harian merupakan komponen biaya variabel yang memiliki persentase paling
tinggi terhadap biaya total pada usaha Bapak Ade dibandingkan dengan bahan lain
dan kemasan. Konsumsi harian yang dimaksud merupakan konsumsi harian untuk
tenaga kerja. Upah harian tenaga kerja yang diberikan Bapak Ade tidak termasuk
uang untuk makan. Sedangkan upah yang diberikan Bapak Babas dan Bapak Nana
sudah termasuk uang untuk makan.
Bahan lain yang digunakan dalam pengolahan minyak kelapa ini adalah gula
dan bensin. Gula digunakan untuk pemanis galendo sedangkan bensin untuk
bahan bakar alat pemarut. Penggunaan bahan lain ini kuantitasnya hanya sedikit
sehingga persentase terhadap biaya totalnya menjadi kecil. Usaha pengolahan
minyak kelapa Bapak Ade memiliki persentase penggunaan biaya untuk bahan
lain yang paling rendah yaitu 1.61 persen. Hal ini disebabkan karena Bapak Ade
hanya menggunakan bahan lain yang diperhitungkan yaitu bensin untuk bahan
bakar mesin pemarut. Bahan lain yang digunakan tetapi tidak diperhitungkan
karena penggunaannya sedikit sekali adalah air kelapa yang digunakan sebagai
pemanis galendo. Usaha pengolahan Bapak Nana dan Bapak Babas menggunakan
gula disamping air kelapa untuk pemanis galendo. Hal ini menyebabkan
persentase bahan lain untuk usaha Bapak Nana dan Bapak Babas lebih besar
dibandingkan dengan Bapak Ade.
Pengolahan minyak kelapa menghasilkan 2 produk yaitu minyak kelapa dan
galendo. Minyak kelapa dan galendo ini diperlakukan sebagai produk bersama.
Hal ini dikarenakan minyak kelapa dan galendo memiliki total nilai jual yang
lebih tinggi dibandingkan dengan produk sampingan berupa ampas kelapa, air
kelapa, tempurung dan abu. Biaya tetap dan variabel untuk minyak kelapa dan
galendo ini sulit dibedakan karena dihasilkan dari satu proses produksi yang sama.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengalokasian biaya bersama untuk produk
minyak kelapa dan galendo sehingga akan mempermudah perhitungan
profitabilitas dari tiap-tiap produk yang dihasilkan. Biaya bersama untuk minyak
kelapa dan galendo ini diidentifikasi sebelum titik pisah. Setelah titik pisah, pada
minyak kelapa tidak dilakukan pengolahan lagi kecuali pada usaha Bapak Babas
43
Bapak Ade alokasi biaya untuk kemasan hanya 0.34 persen dan usaha Bapak
Nana sebesar 1.01 persen.
Tabel 11 Biaya rata-rata untuk setiap produk dan biaya rata-rata total per kg
output pada usaha pengolahan minyak kelapa
Biaya Biaya
Rasio Total Biaya
Variabel Tetap per
Produk Satuan Biaya per satuan
Persatuan satuan
Bersama output
Output output
Bapak Ade
Minyak Kelapa Rp/kg 0.42 6 992 256 7 248
Galendo Rp/kg 0.58 20 308 914 21 222
Total biaya rata-rata 28 470
Biaya rata-rata/produk 14 235
Bapak Nana
Minyak Kelapa Rp/kg 0.32 5 007 160 5 167
Galendo Kemasan 250 gram Rp/kg 0.14 23 108 1 136 24 244
Galendo kemasan 1 kg Rp/kg 0.22 20 839 879 21 718
Galendo Kemasan 1,4 kg Rp/kg 0.32 22 038 856 22 894
Total biaya rata-rata 74 023
Biaya rata-rata/produk 18 506
Bapak Babas
Minyak Kelapa Rp/kg 0.14 3 303 228 3 531
Minyak Kelapa Kemasan botol Rp/kg 0.04 14 535 697 15 232
Galendo Kemasan Kantong Rp/kg 0.23 39 554 2 225 41 779
Galendo Aneka Rasa Rp/kg 0.16 72 966 3 899 76 865
Galendo Kemasan Bambu Rp/kg 0.19 59 545 3 095 62 640
Galendo Kemasan Kotak Rp/kg 0.25 54 353 3 047 57 400
Total biaya rata-rata 257 448
Biaya rata-rata/produk 42 908
Penerimaan pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dapat dilihat pada
Tabel 12.
Produk Utama
Penjualan Minyak
78 000 000 39.65 93 600 000 31.42 175 656 000 20.55
Kelapa
Penjualan Galendo 109 200 000 55.51 193 440 000 64.94 670 456 800 78.45
Total Penerimaan
187 200 000 95.16 287 040 000 96.36 846 112 800 99.00
Produk Utama
Produk Sampingan
Penjualan Ampas
3 120 000 1.59 3 120 000 1.05 6 240 000 0.73
Kelapa
Penjualan Tempurung 5 460 000 2.78 6 552 000 2.20 - -
Penjualan Air Kelapa 720 000 0.37 960 000 0.32 1 560 000 0.18
Penjualan Abu 216 000 0.11 216 000 0.07 720 000 0.08
Total Penerimaan
9 516 000 4.84 10 848 000 3.64 8 520 000 1.00
Produk Sampingan
Total Penerimaan 196 716 000 297 888 000 854 632 800
Penerimaan untuk penjualan minyak kelapa pada usaha Bapak Babas dan
penjualan galendo pada usaha Bapak Nana dan Bapak Babas merupakan total
penjumlahan penjualan dari semua produk yang dihasilkan. Tabel 12
menunjukkan penerimaan terbesar pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa
diperoleh dari penjualan galendo dan minyak kelapa. Persentase yang didapat dari
penjualan galendo adalah sebesar lebih dari 50 persen pada ketiga usaha yaitu
pada usaha Bapak Ade 55.51 persen, Bapak Nana 64.94 persen, dan Bapak Babas
78.45 persen. Apabila dibandingkan pada semua usaha pengolahan minyak kelapa
yang menjadi sampel, penerimaan produk galendo lebih besar daripada minyak
kelapa. Hal ini disebabkan karena harga jual galendo yang lebih tinggi daripada
minyak kelapa. Selain itu, harga galendo lebih stabil dibandingkan dengan minyak
kelapa. Harga minyak kelapa sangat dipengaruhi oleh harga buah kelapa. Harga
minyak kelapa pada saat tinggi dapat mencapai harga Rp14 000 – Rp15 000 per
kg sedangkan jika sedang anjlok atau turun harganya Rp5 000 - Rp6 000 per kg.
Harga minyak kelapa dan galendo yang digunakan merupakan harga yang berlaku
pada saat penelitian dilakukan.
Penerimaan juga dihasilkan dari penjualan produk sampingan berupa ampas
kelapa, tempurung, air kelapa dan abu. Usaha pengolahan minyak kelapa Bapak
Babas tidak menjual tempurung kelapa. Hal ini dikarenakan semua tempurung
kelapa habis digunakan untuk bahan bakar. Bapak Babas menggunakan lebih
banyak tungku (3 tungku) daripada usaha minyak kelapa Bapak Ade dan Bapak
Nana yang hanya menggunakan 1 tungku sehingga lebih banyak membutuhkan
bahan bakar. Penerimaan produk sampingan ini walaupun memberikan kontribusi
46
Analisis Profitabilitas
Tabel 13 Kondisi titik impas dan profitabilitas produk minyak kelapa pada usaha
pengolahan minyak kelapa
Profitabilitas Minyak Kelapa
Uraian Pak Ade Pak Nana Pak Babas
(curah/kg) (curah/kg) (curah/kg) botol
Total Produksi (unit) 7 800 9 360 12 792 4 992
Harga Jual 10 000 10 000 11 000 7 000
Penerimaan Produk Utama 78 000 000 93 600 000 140 712 000 34 944 000
Penerimaan Produk Sampingan 3 989 037 3 445 013 1 177 587 351 206
Penerimaan Total 81 989 037 97 045 013 141 889 587 35 295 206
Biaya Variabel Total 54 538 630 46 865 898 42 256 145 18 140 119
Laba Kontribusi 27 450 406 50 179 115 99 633 443 17 155 087
%Marjin Kontribusi 33.48% 51.71% 70.22% 48.60%
Biaya Tetap Total 1 993 470 1 494 649 2 915 012 869 378
Laba Bersih 25 456 936 48 684 466 96 718 430 16 285 709
BEP (Rp) 5 954 109 2 890 610 4 151 316 1 788 676
BEP (kg) 663 299 379 65
% BEP terhadap actual 7.26% 2.98% 2.93% 5.07%
MOS 92.37% 97.02% 97.07% 94.93%
MIR 33.48% 51.71% 70.22% 48.60%
Profitabilitas 30.92% 50.17% 68.16% 46.14%
DOL 1.08 1.03 1.03 1.05
NPM 32.64% 50.17% 68.74% 46.61%
47
Tabel 14 Kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada usaha
pengolahan minyak kelapa
Profitabilitas Galendo
Pak Nana
Uraian Galendo Galendo
Pak Ade Galendo
Kemasan Kemasan 1.4
kemasan 1 kg
250 gram kg
Total Produksi (unit) 3 120 3 744 1 560 1 560
Harga Jual 35 000 10 000 40 000 60 000
Penerimaan 109 200 000 37 440 000 62 400 000 93 600 000
Penerimaan Produk Sampingan 5 526 963 1 521 108 2 366 770 3 515 108
Penerimaan Total 114 726 963 38 961 108 64 766 770 93 600 000
Biaya Variabel Total 76 033 370 21 629 132 32 509 502 48 131 468
Laba Kontribusi 38 693 594 17 331 976 32 257 268 48 983 640
%Marjin Kontribusi 33.73% 44.49% 49.81% 50.44%
Biaya Tetap Total 3 422 030 1 063 583 1 371 026 1 869 242
Laba Bersih 35 271 564 16 268 394 30 886 243 47 114 398
BEP (Rp) 10 146 359 2 390 862 2 752 772 3 705 965
BEP (kg) 386 63 72 90
%BEP 8.84% 6.14% 4.25% 3.96%
MOS 90.71% 93.86% 95.75% 96.18%
MIR 33.73% 44.49% 49.81% 50.44%
Profitabilitas 30.59% 41.76% 47.69% 48.51%
DOL 1.10 1.07 1.04 1.04
NPM 32.30% 41.76% 47.69% 48.51%
Tabel 15 Lanjutan kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada
usaha pengolahan minyak kelapa
Profitabilitas Galendo
Pak Babas
Uraian
Galendo Galendo Galendo
Galendo
Kemasan Kemasan Kemasan
Aneka Rasa
Kantong Bambu Kotak
Total Produksi (unit) 16 517 8 408 8 709 16 517
Harga Jual 12 000 15 000 16 000 12 000
Penerimaan 200 772 000 127 764 000 141 148 800 200 772 000
Penerimaan Produk Sampingan 1 927 325 1 364 326 1 581 032 2 118 524
Penerimaan Total 202 699 325 129 128 326 142 729 832 202 890 524
Biaya Variabel Total 88 194 903 73 623 776 90 747 266 112 215 792
Laba Kontribusi 114 504 422 55 504 551 51 982 566 90 674 732
%Marjin Kontribusi 56.49% 42.98% 36.42% 44.69%
Biaya Tetap Total 4 960 787 3 933 927 4 717 386 6 290 510
Laba Bersih 109 543 635 51 570 624 47 265 180 84 384 222
BEP (kg) 8 781 742 9 152 067 12 952 644 14 075 419
BEP (unit) 101 76 148 151
%BEP 4.33% 7.09% 9.07% 6.94%
MOS 95.67% 92.91% 90.93% 93.06%
MIR 56.49% 42.98% 36.42% 44.69%
Profitabilitas 54.04% 39.94% 33.12% 41.59%
DOL 1.05 1.08 1.10 1.07
NPM 54.56% 40.36% 33.49% 42.03%
48
Titik Impas
Analisis titik impas diperlukan untuk mengetahui kondisi suatu usaha pada
saat total penerimaan (TR) sama total biaya (TC) atau dengan kata lain usaha
tersebut dalam kondisi tidak untung ataupun tidak rugi. Hal ini dapat berguna bagi
suatu usaha untuk menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan agar
mendapatkan keuntungan. Analisas titik impas dalam penelitian ini akan dianalisis
untuk masing-masing produk yang dihasilkan dari usaha minyak kelapa yang
menjadi objek penelitian. Usaha pengolahan minyak kelapa menghasilkan produk
minyak kelapa dan galendo. Biaya yang digunakan untuk perhitungan titik impas
ini merupakan biaya untuk masing-masing produk yang sudah dipisahkan
menurut analisis biaya bersama yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam
perhitungan nilai titik impasnya digunakan satuan rupiah dan unit produk. Nilai
tersebut menunjukkan nilai penjualan produk dan jumlah produk dimana usaha
pengolahan minyak kelapa tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan.
Berikut ini akan dibahas mengenai titik impas pada masing-masing produk yaitu
minyak kelapa dan galendo
Titik impas untuk minyak kelapa dinyatakan dalam satuan rupiah dan satuan
besaran produksi yaitu kg. Nilai titik impas akan dibandingkan kondisi aktual nilai
rupiah untuk penjualan dan banyaknya unit produk yang terjual. Apabila nilai
penjualan dan jumlah produk yang terjual aktual usaha pengolahan minyak kelapa
lebih besar daripada nilai titik impasnya, maka usaha tersebut memperoleh
keuntungan.
Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15 menunjukkan kondisi titik impas dan
kondisi aktual untuk produk minyak kelapa pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa serta persentase BEP terhadap kondisi aktual penerimaan. Untuk produk
minyak kelapa ini, Bapak Ade dan Bapak Nana hanya menjual minyak kelapa
curah sedangkan Bapak Babas menjual minyak kelapa curah dan dalam kemasan
botol.Dalam Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15 dapat dilihat kondisi aktual
produksi dan penjualan pada semua usaha pengolahan minyak kelapa sudah
berada di atas titik impas. Hal ini menunjukkan bahwa produk minyak kelapa
pada semua usaha pengolahan minyak kelapa sudah mampu menghasilkan
keuntungan dan mampu menutupi biaya tetap.
Produk minyak kelapa botol Bapak Babas mempunyai nilai titik impas BEP
Rupiah dan BEP kg lebih rendah dibandingkan dengan produk minyak kelapa
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa produk minyak kelapa botol Bapak Babas
lebih cepat mencapai titik impas dibandingkan produk lainnya. Jika suatu produk
memiliki titik impas yang lebih kecil, maka produk tersebut memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini merupakan kondisi baik
yang diharapkan perusahaan.
Produk minyak kelapa botol Bapak Babas memiliki nilai titik impas yang
paling rendah disebabkan oleh harga jualnya yang lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak kelapa curah. Harga minyak kelapa dalam botol apabila
dikonversi ke dalam harga per kg adalah Rp28 000. Harga jual minyak kelapa
botol tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa curah yang
memiliki harga jual per kg sebesar Rp10 000-Rp11 000.
Produk minyak kelapa curah Bapak Nana dan Bapak Babas merupakan
produk dengan titik impas rendah selanjutnya. Produk minyak kelapa curah Bapak
Babas dan Bapak Nana memiliki biaya tetap rata-rata yang paling rendah
49
dibandingkan dengan produk lainnya. Hal ini menyebabkan kedua produk ini titik
impasnya cukup rendah. Biaya tetap rata-rata per kg untuk produk minyak kelapa
curah Bapak Nana adalah Rp160 dan produk minyak kelapa Bapak Babas adalah
Rp228.
Usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Babas menghasilkan 2 macam
produk minyak kelapa yaitu yang dijual dalam bentuk curah dan yang dikemas
dalam botol. Berdasarkan titik impasnya, produk minyak kelapa dalam kemasan
botol memiliki titik impas yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak kelapa
curah. Untuk meningkatkan laba, Pak Babas dapat mempertimbangkan untuk
menambah produksi minyak kelapa botol. Kondisi aktual minyak kelapa dalam
bentuk botol hanya diproduksi sebanyak 16 botol per hari. Hal ini disebabkan
karena minyak kelapa dalam botol ini merupakan produk yang relatif lebih baru
dibandingkan dengan produk lainnya dan jumlah produksinya masih disesuaikan
dari permintaan toko oleh-oleh. Permintaan minyak kelapa dalam botol ini berasal
dari pembeli galendo di toko oleh-oleh yang menanyakan produk minyak kelapa
juga.
Produk minyak kelapa curah Bapak Ade memiliki nilai titik impas yang
lebih paling tinggi dengan persentase BEP terhadap kondisi aktual yang paling
besar. Hal ini menunjukkan bahwa produk minyak kelapa Bapak Ade dapat
mencapai titik impas lebih lama dibandingkan produk minyak kelapa lainnya. Hal
ini disebabkan biaya rata-rata biaya tetap minyak kelapa curah Bapak Ade lebih
tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa curah Bapak Nana dan Bapak Babas.
Selain itu, harga jual lebih rendah dibandingkan minyak kelapa Bapak Babas
sebesar Rp10 000/kg. Produk dengan titik impas yang lebih tinggi mempunyai
kondisi yang lebih sensitif terhadap perubahan. Hal ini menyebabkan produk
tersebut mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan laba
dibandingkan dengan produk lain yang titik impasnya lebih kecil.
Usaha pengolahan minyak kelapa juga menghasilkan produk galendo.
Bapak Ade hanya menghasilkan 1 produk galendo ukuran 1,2 kg, sedangkan
usaha Bapak Nana dan Bapak Babas menghasilkan lebih dari satu produk
galendo. Bapak Nana menghasilkan 3 jenis produk galendo yang memiliki ukuran
yang berbeda-beda yaitu ukuran 250 gram, 1 kg dan 1,4 kg. Babak Babas
menghasilkan 4 jenis produk galendo yaitu galendo kemasan kantong, galendo
kemasan kotak, galendo kemasan bambu dan galendo aneka rasa. Tabel 13, Tabel
14, dan Tabel 15 menunjukkan perbandingan kondisi titik impas galendo dalam
satuan kg yang diproduksi dan rupiah dengan kondisi aktualnya. Produk galendo
yang dihasilkan oleh ketiga usaha pengolahan minyak kelapa sudah berada di atas
titik impasnya. Dengan demikian, produk galendo yang dihasilkan sudah dapat
memberikan keuntungan dan menutupi biaya tetap untuk usaha memproduksi
galendo.
Urutan kondisi titik impas dari yang paling rendah dilihat dari impas dalam
ukuran rupiah adalah semua produk galendo milik Bapak Nana, galendo kemasan
kantong Bapak Babas, galendo aneka rasa Bapak Babas, galendo Bapak Ade dan
produk galendo lainnya Bapak Babas. Semua produk galendo Bapak Nana seperti
produk minyak kelapanya memiliki kondisi titik impas yang paling kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa semua produk galendo Bapak Nana dapat mencapai titik
impas lebih cepat dan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh laba yang
lebih besar daripada produk galendo yang dihasilkan oleh usaha yang lain.
50
Produk galendo kemasan 250 gram merupakan produk galendo Bapak Nana
yang memiliki titik impas paling kecil dibandingkan dengan produk galendo 1 kg
dan produk galendo 1.4 kg. Hal ini menunjukkan bahwa produk galendo 250 gram
Bapak Nana akan lebih cepat mencapai titik impas dan memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk mendapatkan laba dibandingkan dengan produk galendo Bapak
Nana lainnya. Biaya produk galendo kemasan 250 gram memiliki rasio biaya
bersama yang paling kecil sehingga biaya variabel dan biaya tetap rata-rata per
satuan output yang paling rendah pula.
Produk lainnya yang memiliki titik impas yang rendah selanjutnya adalah
produk galendo kemasan kantong Bapak Babas. Galendo kemasan kantong
memiliki kondisi titik impas yang lebih kecil dibandingkan dengan galendo Pak
Babas lainnya. Hal ini dikarenakan galendo kemasan kantong ini memiliki biaya
tetap rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan produk galendo Bapak
Babas yang lain. Dengan demikian, kemasan kantong merupakan produk galendo
Bapak Babas yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk menghasilkan
laba. Urutan titik impas yang paling rendah pada galendo Bapak Babas
selanjutnya adalah galendo aneka rasa, galendo kemasan bambu dan galendo
kemasan kotak. Menurut Bapak Babas, produk galendo yang paling diminati
adalah galendo rasa original untuk kemasan kantong. Produk galendo rasa original
kemasan kantong ini dapat dipertimbangkan untuk ditingkatkan produksinya
karena memiliki titik impas yang paling rendah.
Produk galendo Bapak Ade memiliki kondisi titik impas yang paling besar
dibandingkan dengan semua produk galendo Bapak Nana dan produk galendo
kemasan kantong serta galendo aneka rasa Bapak Babas. Hal ini berarti produk
tersebut memiliki kesempatan yang paling rendah untuk mendapatkan laba
dibandingkan dengan produk galendo lainnya. Hal ini disebabkan oleh galendo
Bapak Ade memiliki rata-rata biaya tetap per unit output paling besar
dibandingkan dengan produk galendo lainnya.
Hasil perhitungan untuk setiap produk yang dihasilkan dari usaha
pengolahan minyak kelapa pada penelitian ini menghasilkan nilai titik impas yang
kecil. Ini dapat dilihat dari persentase BEP terhadap kondisi aktual produksi dan
penjualan yang bernilai kecil berkisar antara 2 persen sampai 10 persen. Hal ini
mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukiyono et al.(2012) untuk titik
impas pada pengrajin gula aren di Kabupaten Rejang Lebong dengan persentase
BEP terhadap kondisi aktual adalah 1.73 persen. Titik impas yang kecil ini dapat
terjadi karena biaya variabel per unit dan biaya tetapnya sangat kecil
dibandingkan dengan harga jual yang diterima oleh pelaku usaha. Hal ini sesuai
dengan Mulyadi (2001) yang menyatakan bahwa usaha dengan biaya tetapnya
relatif rendah, impasnya akan tercapai pada tingkat volume penjualan yang relatif
rendah karena sebagian besar biayanya terdiri dari biaya bahan baku dan tenaga
kerja langsung. Usaha pokok manajemen perusahaan yang biaya tetapnya relatif
rendah adalah memperbaiki hubungan antara biaya dan harga jual agar titik impas
diturunkan, sehingga daerah laba menjadi lebih besar. Usaha menurunkan biaya
merupakan hal yang penting dalam perusahaan ini.
Profitabilitas
Tujuan usaha pengolahan minyak kelapa adalah untuk mendapatkan
keuntungan atau laba. Kemampuan usaha pengolahan minyak kelapa dalam
51
menghasilkan laba. Nilai MIR dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan total
biaya variabel. Produk minyak kelapa curah Bapak Babas memiliki nilai MIR
tertinggi dikarenakan biaya variabel rata-rata yang paling rendah.Produk minyak
kelapa Bapak Ade memiliki nilai MIR yang paling rendah. Hal ini dipengaruhi
dari biaya rata-rata variabel yang paling besar.
Galendo pada semua usaha pengolahan minyak kelapa memiliki nilai MIR
berkisar antara 33.73 persen sampai dengan 56.49 persen. Produk galendo
kantong Bapak Babas dan galendo kemasan 1.4 kg Bapak Nana memiliki nilai
MIR tertinggi yaitu lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa produk galendo
kantong Bapak Babas dan galendo kemasan 1.4 kg Bapak Nana memiliki
kemampuan yang lebih besar untuk menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba.
Produk yang memiliki nilai MIR yang rendah adalah produk galendo kemasan
bambu Bapak Babas dan galendo Bapak Ade. Jenis produk yang memiliki nilai
MIR paling rendah harus tetap dikembangkan. Untuk menghindari kemungkinan
kerugian, perusahaan dapat meningkatkan penjualan produk tersebut dengan
mencari peluang pasar yang baru.
Nilai profitabilitas didapatkan dari perkalian MOS dan MIR. Produk minyak
kelapa curah Bapak Babas memiliki tingkat profitabilitas yang paling tinggi
dibandingkan dengan yang produk minyak kelapa yang lain sebesar 70.22 persen.
Hal ini berarti besarnya keuntungan yang dari peroleh dari penjualan seluruh hasil
produksi minyak kelapa curah Bapak Babas adalah sebesar 70.22 persen. Ini
berarti bahwa apabila perusahaan mampu menjual barangnya atau hasil poduksi
sesuai dengan yang dibudgetkan, maka akan diperoleh profit sebesar 70.22 persen
dari hasil penjualan tersebut. Tingkat keuntungan (laba) perusahaan untuk setiap
hasil penjualan setelah mencapai BEP adalah sebesar marginal income rationya.
Semakin tinggi nilai profitabilitas suatu usaha, maka kemampuan untuk
menghasilkan laba menjadi semakin tinggi pula. Oleh karena itu, produk minyak
kelapa curah Bapak Babas merupakan produk yang paling menguntungkan. Nilai
profitabilitas dipengaruhi oleh nilai MIR dan nilai MOS. Seperti telah dibahas
sebelumnya, produk minyak kelapa curah Pak Babas memiliki nilai MIR tertinggi
dan nilai MOS tertinggi sehingga menghasilkan nilai profitabilitas yang tertinggi
pula. Produk minyak kelapa Bapak Ade memiliki tingkat profitabilitas yang
paling rendah yaitu sebesar 30.92 persen.Hal dikarenakan produk minyak kelapa
ini memiliki biaya rata-rata variabel yang paling besar serta MOS dan MIR yang
paling rendah.
Berdasarkan hasil perhitungan profitabilitas, produk galendo kemasan
kantong Bapak Babas memiliki nilai profitabilitas yang paling tinggi yaitu sebesar
54.04 persen. Akan tetapi, usaha Bapak Babas jug menghasilkan produk galendo
dengan profitabilitas kedua terkecil adalah galendo kemasan bambu dengan nilai
profitabilitas sebesar 33.12 persen. Adanya nilai profitabilitas yang cukup rendah
dapat mempengaruhi profitabilitas usaha Bapak Babas secara keseluruhan.
Produk-produk galendo pada usaha Bapak Nana menghasilkan nilai
profitabilitas yang tidak jauh berbeda di antara setiap produknya yaitu sekitar
40%. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk galendo Bapak Nana memberi
kontribusi terhadap laba yang tidak jauh berbeda. Produk galendo Bapak Nana
yang memiliki nilai profitabilitas paling tinggi adalah galendo kemasan 1,4 kg
sebesar 48.51 persen.
53
Produk galendo Bapak Ade memiliki nilai profitabilitas yang paling rendah
sebesar 30.59 persen. Nilai profitabilitas tersebut tidak memiliki perbedaan yang
jauh untuk profitabilitas produk minyak kelapanya sebesar 30.92 persen. Hal ini
menjadikan usaha Bapak Babas menghasilkan produk dengan nilai profitabilitas
yang lebih rendah dibandingkan dengan usaha minyak kelapa lainnya.
Bedasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada semua usaha
pengolahan minyak kelapa, profitabilitas minyak kelapa lebih besar daripada
galendo. Hal ini disebabkan karena biaya pengolahan untuk galendo lebih besar
daripada produk minyak kelapa. Galendo membutuhkan biaya pengolahan lebih
lanjut setelah dipisahkan dari minyak kelapa.
Ukuran laba juga dapat dinyatakan dengan persentase net profit margin
(NPM). NPM merupakan persentase perbandingan antara laba bersih dengan
penjualan. Semakin besar nilai NPM maka semakin baik operasi perusahaan. Jika
nilai NPM semakin besar maka laba bersih akan semakin besar. Pada penelitian
ini menunjukkan hasil yang sejalan antara nilai profitabilitas dengan nilai NPM.
Produk yang memiliki nilai profitabilitas tertinggi juga memiliki nilai NPM
tertinggi. Produk yang memiliki nilai NPM tertinggi adalah produk minyak kelapa
curah Bapak Babas sebesar 68.74 persen dan produk galendo kemasan kantong
Bapak Babas sebesar 54.56 persen. Nilai NPM sebesar 68.74 persen memiliki arti
untuk setiap penerimaan sebesar Rp1 000 000, laba yang tersisa sebanyak
Rp687 400.
pengemasan dengan baik dan menarik pada produk galendo dan minyak kelapa
dalam botol. Perlakuan pengemasan ini merupakan salah satu komponen biaya
yang terbesar pada usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Babas. Hal tersebut
menyebabkan biaya rata-rata per kg produknya menjadi lebih besar dibandingkan
dengan usaha minyak kelapa yang lain.
Usaha Bapak Babas menghasilkan produk minyak kelapa dan galendo
dengan profitabilitas yang tertinggi dibandingkan dengan produk pada usaha
pengolahan minyak kelapa yang lain. Adanya perlakuan pengemasan yang lebih
baik dan menarik, membuat harga jual produk per kg menjadi lebih mahal. Hal ini
terbukti dengan minyak kelapa Bapak Babas yang dikemas dalam botol memiliki
harga per kg yang jauh lebih mahal yaitu Rp28 000 dibandingkan dengam minyak
kelapa curah yang memiliki harga Rp10 000 – Rp11 000 per kg. Selain itu, juga
produk galendo Bapak Babas jika harganya dikonversi per kg memiliki harga jual
berkisar antara Rp88 000-Rp125 000. Galendo Bapak Ade dan Bapak Nana yang
dikemas dengan menggunakan plastik memiliki harga per kg yang lebih rendah
yaitu berkisar antara Rp30 000-Rp57 000. Harga galendo per kg dapat dilihat
pada analisis nilai tambah di Tabel 17, Tabel 18 dan Tabel 19. Hal tersebut
membuktikan bahwa dengan melakukan inovasi dengan memperbaiki kemasan
produk menjadi lebih baik sehingga produk menjadi tahan lebih lama dan lebih
menarik untuk konsumen, dapat mempengaruhi profit yang didapatkan usaha
yang lebih besar. Hal tersebut juga berlaku pada usaha Bapak Nana dengan nilai
profitabilitas tertinggi yang mengembangkan produk galendonya dalam 3
kemasan dan ukuran.
sebesar 0.1. Hal ini berarti dari 1 pengolahan 1 butir buah kelapa akan
menghasilkan 100 gram minyak kelapa. Sedangkan produk galendo biasanya
dihasilkan sebanyak 40 persen sampai 50 persen dari jumlah minyak kelapa yang
dihasilkan. Usaha pengolahan minyak kelapa dengan nilai faktor konversi yang
tinggi adalah usaha Bapak Ade dan Bapak Nana sebesar 0.1. Usaha pengolahan
minyak kelapa Bapak Ade dengan mengolah 250 butir kelapa menghasilkan 25 kg
minyak kelapa dan 12 kg galendo. Sedangkan usaha Bapak Nana dengan
mengolah 300 butir kelapa menghasilkan 30 kg minyak kelapa dan 15 kg galendo.
Usaha Bapak Babas memiliki nilai faktor konversi yang lebih kecil yaitu 0.08
yang berarti dari pengolahan 550 butir kelapa menghasilkan 45 kg minyak kelapa
dan 22 kg galendo. Nilai faktor konversi yang berbeda-beda disebabkan karena
perbedaan kualitas bahan baku dan proses produksi yang dilakukan. Perhitungan
faktor konversi pada analisis nilai tambah dilakukan dengan satuan per kg. Hal ini
berbeda dengan faktor konversi di atas karena perhitungannya juga didasarkan
pada rasio biaya bersama.
Tenaga kerja yang digunakan pada usaha pengolahan minyak kelapa
berbeda. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses pengolahan minyak
kelapa pada usaha Bapak Ade adalah sebanyak 3 orang. Satu hari kerja dalam
usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade sebanyak 7 jam. Koefisien tenaga
kerja Bapak Ade bernilai 0.01. Ini merupakan untuk mengolah 1 kg buah kelapa
segar dibutuhkan waktu 4 menit 48 detik. Usaha Bapak Nana memiliki 2 orang
tenaga kerja dengan waktu kerja untuk satu hari adalah 10 jam. Usaha Bapak
Nana memiliki koefisien tenaga kerja sebesar 0.004. Hal ini berarti untuk
mengolah 100 kg buah kelapa diperlukan waktu sebanyak 1 menit 55 detik.
Sedangkan usaha Bapak Babas memiliki 7 orang tenaga kerja dengan jam kerja
selama 8 jam. Koefisien waktu produk minyak kelapa curah dan botol Bapak
Babas sebersar 0.01. Hal ini berarti untuk mengolah 1 kg buah kelapa diperlukan
waktu 4 menit 48 detik. Koefisien tenaga kerja pada usaha pengolahan minyak
kelapa Bapak Nana lebih kecil karena adanya penghematan penggunaan tenaga
kerja dan jam kerja yang lebih panjang.
Upah rata-rata tenaga kerja total pada usaha pengolahan minyak kelapa
Bapak Ade (Rp28 571/HOK) lebih rendah dibandingkan dengan upah pada Bapak
Nana (Rp40 000/HOK) dan Bapak Babas (Rp38 416/HOK). Hal ini disebabkan
karena usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade memiliki waktu kerja yang
lebih pendek dibandingkan dengan usaha minyak kelapa yang lain.
Sumbangan input lain per kg dalam menghasilkan minyak kelapa dan
galendo secara total adalah Rp42.17 untuk usaha Bapak Ade, Rp348.18 dan
Rp2 473.06. Sumbangan input lain yang ditambahkan adalah bahan penolong
seperti gula, bahan bakar bensin, kemasan, biaya penyusutan dan biaya listrik.
Sumbangan input lain per kg pada usaha Bapak Babas lebih besar dibandingkan
dengan usaha lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan input lain yang lebih
banyak seperti untuk listrik, bahan bakar, kemasan dan gula.
Hasil perhitungan rasio nilai tambah yang didapat pada usaha pengolahan
minyak kelapa yang menjadi objek penelitian menghasilkan nilai yang tidak jauh
berbeda berkisar antara 50 persen sampai dengan 76 persen (Tabel 17). Produk
minyak kelapa yang memiliki rasio nilai tambah paling besar adalah minyak
kelapa curah Bapak Babas sebesar 76.34 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa untuk setiap Rp1 000 dari
57
nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp763.4. Rasio nilai tambah produk
galendo yang paling tinggi adalah galendo ukuran 1,4 kg Bapak Nana dengan
rasio nilai tambah sebesar 69.11 persen (Tabel 18 dan Tabel 19). Berdasakan
kriterian pengujian Hubeis dalam Maulidah dan Kusumawardani (2011), semua
produk minyak kelapa dan galendo termasuk ke dalam produk dengan rasio nilai
tambah tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rasio nilai tambah untuk semua produk
yang bernilai lebih dari 40 persen.
Rasio nilai tambah dipengaruhi oleh nilai output per kg dan sumbangan
input lain. Minyak kelapa curah Bapak Babas memiliki rasio nilai tambah yang
paling besar disebabkan oleh harga output per kg yang cukup tinggi yaitu Rp11
000 per kg dan sumbangan input terkecil sebesar 4.30 persen. Begitu pula dengan
produk galendo Bapak Nana 1,4 kg yang memiliki rasio nilai tambah terbesar
memiliki harga output yang cukup tinggi dan sumbangan input terkecil sebesar 6
persen.
Berdasarkan rasio nilai tambah dari minyak kelapa dapat disimpulkan pada
penelitian ini, untuk usaha pengolahan minyak kelapa dengan kapasitas produksi
yang lebih besar menghasilkan rasio nilai tambah yang lebih besar pula. Hal ini
dikarenakan usaha Bapak Babas dengan kapasitas produksi yang paling besar
(550 butir kelapa/hari) menghasilkan produk minyak kelapa curah dengan rasio
nilai tambah yang paling besar 76.34 persen. Akan tetapi hal ini tidak berlaku
untuk produk galendo. Usaha Bapak Nana dengan kapasitas produksi 300 butir
kelapa per hari menghasilkan produk galendo dengan rasio nilai tambah paling
tinggi yaitu 69.11 persen. Besarnya kapasitas produksi yang tidak mempengaruhi
besarnya nilai tambah galendo. Hal ini dikarenakan untuk produk galendo setelah
titik pisah dilakukan proses pengolahan lebih lanjut yaitu pengemasan. Hal ini
menyebabkan nilai sumbangan input lain/kg galendo lebih besar daripada minyak
kelapa.
Produk galendo Bapak Babas dengan rasio nilai tambah terkecil
menggunakan kemasan yang lebih mahal dibandingkan dengan produk galendo
pada usaha pengolahan lainnya. Hal ini membuat nilai sumbangan input lain/kg
menjadi lebih besar. Hal ini juga berlaku untuk produk minyak kelapa kemasan
Botol Bapak Babas yang dikemas dengan menggunakan botol memiliki rasio nilai
tambah yang lebih kecil dibandingkan dengan produk minyak kelapa curah yang
tidak dikemas.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini dapat
dilihat bahwa produk minyak kelapa memiliki rasio nilai tambah yang lebih besar
daripada produk galendo. Walaupun harga jual galendo lebih mahal tetapi biaya
produksi minyak kelapa lebih rendah. Hal ini menyebabkan rasio nilai tambah
minyak kelapa lebih besar daripada galendo.
Perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami ini juga menghasilkan
proporsi balas jasa terhadap tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan
pemilik usaha. Berdasarkan nilai persentase balas jasa, pada semua usaha
pengolahan minyak kelapa menunjukkan persentase tingkat keuntungan
perusahaan yang lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan tenaga
kerja langsung. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pengolahan minyak kelapa
merupakan usaha yang padat modal. Adapun berdasarkan keseluruhan produk
yang dianalisis, usaha dengan tingkat keuntungan perusahaan yang paling besar
adalah usaha Bapak Nana. Usaha Bapak Nana ini memiliki tenaga kerja yang
58
paling sedikit yaitu 2 orang (1 TKDK dan 1 orang TKLK). Usaha pengolahan
minyak kelapa yang menjadi objek penelitian memiliki tenaga kerja yang sedikit
berkisar antara 2-7 orang. Walaupun usaha ini merupakan usaha padat modal
tetapi tidak berarti membutuhkan modal yang besar. Hal ini dikarenakan proses
produksi yang masih tradisional sehingga tidak membutuhkan investasi yang
besar.
Tabel 17 Analisis nilai tambah minyak kelapa pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa
Tabel 18 Analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa
Bapak Nana
Galendo Galendo
No Variabel Bapak Ade Galendo
Kemasan 250 Kemasan 1,4
kemasan 1 kg
gram kg
I Output, Input, Harga
1 Output (buah) 12 3 5 7
2 Bahan Baku (Kg) 290.40 84.13 130.91 194.42
Tenaga Kerja
3 Langsung 1.52 0.35 0.55 0.81
(HOK/hari)
4 Faktor Konversi 0.04 0.04 0.04 0.04
Koefisien tenaga
5 kerja langsung 0.01 0.004 0.004 0.004
(HOK/kg)
Harga output
6 29 167 40 000 40 000 57 692
(Rp/buah)
Upah rata-rata
7 tenaga kerja 16 594 5 609 8 727 12 961
(Rp/HOK)
II Penerimaan dan Keuntungan
Harga Bahan Baku
8 550 550 550 550
(Rp/Kg)
Harga Input Lain
9 42 118 97 92
(Rp/Kg)
Nilai output
10 1 205 1 426 1 528 2 077
(Rp/Kg)
- Nilai tambah
11 616 758 881 1 436
(Rp/Kg)
- Rasio nilai
51.11 53.16 57.66 69.11
tambah (%)
- Pendapatan
tenaga kerja
12 87 23 36 54
langsung
(Rp/Kg)
- Pangsa tenaga
kerja langsung 14.14 3.08 4.13 3.76
(%)
- Keuntungan
13 529 735 845 1 382
(Rp/Kg)
- Tingkat
Keuntungan 85.86 96.92 95.87 96.24
(%)
III Balas jasa pemilik faktor produksi
- Marjin
14 655 876 978 1 527
(Rp/Kg)
- Pendapatan
tenaga kerja 13.30 2.67 3.72 3.54
langsung (%)
- Sumbangan
6 13.48 9.91 6
input lain (%)
- Keuntungan
perusahaan 80.71 83.85 86.37 90.46
(%)
60
Tabel 19 Lanjutan analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa
Bapak Babas
Galendo Galendo Galendo
No Variabel Galendo Aneka
Kemasan Kemasan Kemasan
Rasa
Kantong Bambu Kotak
Output, Input,
I
Harga
1 Output (buah) 7 3 5 7
2 Bahan Baku (Kg) 248.83 176.15 204.12 273.52
Tenaga Kerja
3 Langsung
(HOK/hari) 1.47 1.04 1.21 1.62
4 Faktor Konversi 0.03 0.02 0.02 0.03
Koefisien tenaga
5 kerja langsung
(HOK/kg) 0.006 0.006 0.006 0.006
Harga output
6
(Rp/Kg) 88 889 125 000 94 118 96 000
Upah rata-rata
7 tenaga kerja
(Rp/HOK) 8 690.31 6 151.74 7 128.87 9 552.42
Penerimaan dan
II
Keuntungan
Harga Bahan Baku
8
(Rp/Kg) 600 600 600 600
Harga Input Lain
9
(Rp/Kg) 325 543 633 516
Nilai output
10
(Rp/Kg) 2 652 2 384 2 273 2 413
-Nilai tambah
11
(Rp/Kg) 1 727 1 241 1 040 1 297
-Rasio nilai
tambah (%) 65.11 52.06 45.77 53.76
-Pendapatan
tenaga kerja
12
langsung
(Rp/Kg) 51 36 42 56
-Pangsa tenaga
kerja langsung
(%) 2.97 2.93 4.05 4.35
-Keuntungan
13
(Rp/Kg) 1 676 1 205 9 98 1 241
-Tingkat
Keuntungan (%) 97.03 97.07 95.95 95.65
Balas jasa
III pemilik faktor
produksi
14 Marjin (Rp/Kg) 2 052 1 784 1 673 1 813
-Pendapatan
tenaga kerja
langsung (%) 2.50 2.04 2.52 3.11
-Sumbangan
input lain (%) 15.85 30.43 37.81 28.45
-Keuntungan
perusahaan (%) 81.65 67.53 59.67 68.44
61
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amin S dan Prabandono K. 2009. Cocopreneurship-Aneka Peluang Bisnis dari
Kelapa. Yogyakarta: Lily Publisher.
Asfia, N. 2013. Analisis pendapatan, nilai tambah, dan prospek pengembangan
industri kecil tapioka di Jawa Barat studi kasus Desa Pasir Jambu
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2012. Minyak
klentik, warisan orang tua [Internet]. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id
/kilas-litbang/1078-minyak-klentik-warisan-orang-tua.html.2012-12-03.
[diunduh 2014 Mei 04]
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2014. Kabupaten Ciamis Dalam
Angka 2013.
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat.2014.Jawa Barat Dalam Angka 2013.
[Dirjen Perkebunan] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis
Pengembangan Kelapa. Jakarta : Direktorat Jenderal Perkebunan.
[Diskoperindag] Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten
Ciamis. 2014. Laporan Potensi Industri Kabupaten Ciamis Tahun 2013.
Fitri R. 2014. Pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap profitabilitas dan nilai
tambah usaha tahu bandung kayun-yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Harjito D A, Martono. 2012. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : Penerbit
Ekonisia
Hawarto A. 2014. Analisis nilai tambah pengolahan tepung tapioka di Kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987.Agricultural Marketing and
Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor
:CGPRT Centre.
Horngren JT, Datar SM, Foster G. 2006. Akuntansi Biaya, Penekanan Manajerial
Jilid 2 ed.12. P.A. Lestari, penerjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Cost Accounting, A Manajerial Emphasis Twelfh Edition.
[Kementerian Keuangan]. 2012. Laporan Kajian Nilai Tambah Produk Pertanian.
Jakarta : Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
63
LAMPIRAN
Lampiran 1 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Ade
Umur Penyusutan
Harga Beli Harga Total
No Uraian Jumlah Ekonomis Per Tahun
(Rp) (Rp)
(tahun) (Rp)
A Investasi
1 Bangunan 1 50 000 000 50 000 000 25 1 980 000
B Peralatan
1 Sodet 2 25 000 50 000 5 10 000
Alat Pencungkil
2 2 25 000 50 000 5 10 000
Kelapa
Alat Pemecah
3 1 25 000 25 000 5 5 000
Kelapa
Mesin Pemarut
4 1 1 500 000 1 500 000 10 150 000
Kelapa
Timbangan
5 1 150 000 150 000 10 15 000
Gantung
6 Ember 15 liter 4 25 000 100 000 2 50 000
7 Ember 5 liter 6 10 000 60 000 2 30 000
Tong Plastik 150
8 3 110 000 330 000 5 66 000
kg
9 Jerigen 30 kg 10 25 000 250 000 5 50 000
10 Corong Plastik 2 20 000 40 000 2 20 000
11 Gayung 2 5 000 10 000 2 5 000
12 Baskom Besar 1 25 000 25 000 2 12 500
13 Wajan 3 540 000 1 620 000 5 324 000
14 Pompa Air 1 350 000 350 000 5 70 000
Alat Press
15 2 300 000 600 000 10 60 000
Galendo
66
Lampiran 5 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo pada usaha Bapak Nana dengan metode nilai pasar
Tambahan
Nilai Pasar Rasio Jumlah
Jumlah Nilai biaya proses Nilai Pasar Pendistribusian
Akhir Distribusi Biaya Rasio Biaya
Produk satuan Produksi Pasar setelah Hipotesis Biaya Bersama
Keseluruhan Biaya Produksi Bersama
(tahun) /unit dipisahkan (Rp) (Rp)
(Rp) Bersama (Rp)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(1) x (2) (3) – (4) (3)/Total (5) (6)*(5) (4) + (7) (8)/Total (8)
Minyak Kelapa kg 9 360 10 000 93 600 000 93 600 000 0.53 49 202 746 49 202 746 0.32
Galendo 250 gr buah 3 744 10 000 37 440 000 1 339 636 38 779 636 0.53 20 385 306 21 724 942 0.14
Galendo 1 kg buah 1 560 40 000 62 400 000 656 182 63 056 182 0.53 33 146 766 33 802 948 0.22
Galendo 1.4 kg buah 1 560 60 000 93 600 000 656 182 94 256 182 0.53 49 547 682 50 203 864 0.32
Total 287 040 000 289 692 000 152 282 500 154 934 500
69
Lampiran 6 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo pada usaha Bapak Babas dengan metode nilai pasar
Tambahan
Nilai Pasar Rasio Pendistribusi Jumlah
Jumlah Nilai biaya proses Nilai Pasar
Akhir Distribusi an Biaya Biaya Rasio Biaya
Produk satuan Produksi Pasar setelah Hipotesis
Keseluruhan Biaya Bersama Produksi Bersama
(tahun) /unit dipisahkan (Rp)
(Rp) Bersama (Rp) (Rp)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(1) x (2) (3) – (4) (3)/Total (5) (6)*(5) (4) + (7) (8)/Total (8)
Minyak kelapa
kg 12 792 11 000 140 712 000 140 712 000 0.44 62 064 758 62 064 758 0.14
curah
Minyak kelapa
buah 4 992 7 000 34 944 000 5 537 574 29 406 426 0.44 12 970 484 18 508 058 0.04
kemasan botol
Galendo kemasan
buah 17 160 12 000 205 920 000 19 324 078 186 595 922 0.44 82 303 078 101 627 156 0.23
kantong
Galendo aneka rasa buah 8 736 15 000 131 040 000 25 273 712 105 766 288 0.44 46 651 025 71 924 737 0.16
Galendo kemasan
buah 9 048 16 000 144 768 000 34 869 830 109 898 170 0.44 48 473 501 83 343 331 0.19
bambu
Galendo kemasan
buah 17 160 12 000 205 920 000 37 340 506 168 579 494 0.44 74 356 455 111 696 961 0.25
kotak
Total 863 304 000 740 958 300 326 819 300 449 165 000
Lampiran 7 Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk penyusutan mesin press galendo pada usaha Bapak Nana
Uraian Satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
kemasan plastik ukuran 250 gram buah 12 0.55
kemasan plastik ukuran 1 kg buah 5 0.23
kemasan plastik ukuran 1,2 kg buah 5 0.23
Total 22
Lampiran 8 Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk penyusutan sealer dan timbangan plastik pada usaha Bapak Nana
Uraian satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
kemasan plastik ukuran 1 kg buah 5 0.5
kemasan plastik ukuran 1,2 kg buah 5 0.5
Total 10
69
70
Lampiran 9 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk penyusutan sealer plastik, sealer foil, mesin vacum,
timbangan bandul dan timbangan plastik pada usaha Bapak Babas
Produk satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
Galendo Kemasan Kantong Buah 55 0.33
Galendo Aneka Rasa Buah 28 0.17
Galendo Kemasan Bambu Buah 29 0.17
Galendo Kemasan kotak Buah 55 0.33
167
Lampiran 10 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk penyusutan alat press galendo dan pemeliharaannya pada
usaha Bapak Babas
Produk Satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
Galendo Aneka Rasa Buah 28 0.25
Galendo Kemasan Bambu Buah 29 0.26
Galendo Kemasan kotak Buah 55 0.49
Total 122
Lampiran 11 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk biaya upah tenaga kerja pengemasan pada usaha Bapak
Babas
Produk satuan Jumlah Produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
Minyak Kelapa Kemasan botol buah 16 0.09
Galendo Kemasan Kantong buah 55 0.30
Galendo Aneka Rasa buah 28 0.15
Galendo Kemasan Bambu buah 29 0.16
Galendo Kemasan kotak buah 55 0.30
Total 183
71
No Uraian Biaya Minyak Kelapa Galendo Kemasan 250 gram Galendo kemasan 1 kg Galendo Kemasan 1 4 kg total
A Biaya Bersama Sebelum Titik Pisah
A1 Biaya Variabel
1 Biaya Bahan Baku 32 697 138 14 437 069 22 463 373 33 362 420 102 960 000
2 Biaya Tenaga Kerja 9 908 224 4 374 869 6 807 083 10 109 824 31 200 000
3 Bensin 693 576 306 241 476 496 707 688 2 184 000
4 Gula 3 566 961 1 574 953 2 450 550 3 639 537 11 232 000
Total Biaya Variabel 46 865 898 20 693 132 32 197 502 47 819 468 147 576 000
A2 Biaya Tetap
1 Biaya Listrik 114 326 50 479 78 543 116 652 360 000
2 Biaya Perawatan 257 233 113 578 176 722 262 467 810 000
3 Biaya Penyusutan 804 249 355 108 552 530 820 613 2 532 500
4 Keranjang Bambu 38 109 16 826 26 181 38 884 120 000
5 Karung Plastik 204 516 90 302 140 505 208 677 644 000
6 Saringan Kain 76 217 33 653 52 362 77 768 240 000
Total Biaya Tetap 1 494 649 659 946 1 026 844 1 525 060 4 706 500
B Biaya Tambahan Processing Galendo
B1 Biaya Variabel
1 Kemasan Galendo 936 000 312 000 312 000 1 560 000
Total Biaya Variabel 936 000 312 000 312 000 1 560 000
B2 Biaya Tetap
1 Penyusutan 43 636 44 182 44 182 132 000
2 Pencetak Galendo 360 000 300 000 300 000 960 000
Total Biaya Tetap 403 636 344 182 344 182 1 092 000
Lampiran 14 Rincian biaya bersama Bapak Babas
Minyak Kelapa Minyak Kelapa Galendo Kemasan Galendo Aneka Galendo Kemasan Galendo Kemasan
Uraian Biaya Total
No curah Kemasan botol Kantong Rasa Bambu kotak
A Biaya Bersama Sebelum Titik Pisah
A1 Biaya Variabel
1 Biaya Bahan Baku 28 461 124 8 488 294 46 581 555 32 974 420 38 211 982 51 202 625 205 920 000
2 Biaya Tenaga Kerja 11 007 124 3 282 784 18 015 063 12 752 607 14 778 195 19 802 227 79 638 000
3 Bensin 905 581 270 082 1 482 140 1 049 186 1 215 836 1 629 174 6 552 000
4 Gula Pasir 1 397 182 416 698 2 286 731 1 618 744 1 875 861 2 513 583 10 108 800
5 Gula Aren 485 133 144 687 794 004 562 064 651 341 872 772 3 510 000
Total Biaya Variabel 42 256 145 12 602 545 69 159 493 48 957 021 56 733 214 76 020 382 305 728 800
A2 Biaya Tetap
1 Biaya Listrik 248 786 74 198 407 181 288 238 334 021 447 575 1 800 000
2 Biaya Pemeliharaan 456 108 136 030 746 499 528 436 612 372 820 555 3 300 000
3 Biaya Penyusutan 981 115 292 610 1 605 765 1 136 698 1 317 248 1 765 063 7 098 500
4 Transport 414 643 123 664 678 636 480 397 556 701 745 959 3 000 000
5 Keranjang Bambu 49 757 14 840 81 436 57 648 66 804 89 515 360 000
6 Karung 92 880 27 701 152 014 107 609 124 701 167 095 672 000
7 Wajan 671 722 200 336 1 099 390 778 242 901 856 1 208 454 4 860 000
Total Biaya Tetap 2 915 012 869 378 4 770 922 3 377 268 3 913 703 5 244 216 21 090 500
Total Biaya Bersama Sebelum Titik Pisah 326 819 300
B Biaya Tambahan Processing Galendo
B1 Biaya Variabel
1 Kemasan 4 992 000 17 160 000 17 472 000 33 025 200 34 320 000 106 969 200
2 Perasa Galendo 6 240 000 6 240 000
3 TK Pengemasan 545 574 1 875 410 954 754 988 852 1 875 410 6 240 000
Total Biaya Variabel - 5 537 574 19 035 410 24 666 754 34 014 052 36 195 410 119 449 200
B2 Biaya Tetap
1 Penyusutan 189 865 171 659 177 789 337 187 876 500
2 Pemeliharaan 25 000 25 893 49 107 100 000
3 Pencetak Galendo 360 000 600 000 660 000 1 620 000
Total Biaya Tetap - - 189 865 556 659 803 682 1 046 294 2 596 500
Total Biaya Processing - 5 537 574 19 225 275 25 223 413 34 817 735 37 241 704 122 045 700
Total Biaya 448 865 000
73
74
RIWAYAT HIDUP