Anda di halaman 1dari 87

PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN DAN

NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK KELAPA


(Studi Kasus: Tiga Usaha Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di
Kabupaten Ciamis)

DINAR MONITHA NURDIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profitabilitas Usaha


Pengolahan dan Nilai Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga Usaha
Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis) adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Dinar Monitha Nurdiani


NIM H34124002

1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
ABSTRAK

DINAR MONITHA NURDIANI. Profitabilitas Usaha Pengolahan dan Nilai


Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga Usaha Pengolahan Minyak
Kelapa di Kabupaten Ciamis). Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

Salah satu produk olahan dari buah kelapa yang sudah banyak dikenal
adalah minyak kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa ini terdapat di Kabupaten
Ciamis yang termasuk ke dalam usaha informal. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis profitabilitas dan nilai tambah dari usaha pengolahan minyak kelapa
yang menghasilkan 2 macam produk yaitu minyak kelapa dan galendo. Penelitian
dilakukan pada tiga usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis yang
memiliki kapasitas produksi yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan ketiga
usaha mampu menghasilkan laba. Usaha Bapak Nana dengan kapasitas produksi
sedang merupakan usaha yang paling menguntungkan. Sedangkan usaha yang
menghasilkan produk minyak kelapa dan galendo yang paling menguntungkan
adalah usaha Bapak Babas. Produk dengan profitabilitas yang tinggi dipengaruhi
oleh inovasi produk. Analisis nilai tambah menunjukkan produk minyak kelapa
curah Bapak Babas memiliki rasio nilai tambah tertinggi dan produk galendo 1,4
kg Bapak Nana memiliki rasio nilai tambah tertinggi.

Kata kunci: minyak kelapa, galendo, profitabilitas, nilai tambah

ABSTRACT

DINAR MONITHA NURDIANI. Profitability of Factory and Value Added of


Coconut Oil (Case Studi : Three Coconut Oil Factories in Ciamis). Supervised by
AMZUL RIFIN.

One of processed products from coconut fruit that already been known is
coconut oil. Coconut oil factory is located in Ciamis as an informal businesses.
The purpose of this research is to analyze profitability and value added of coconut
oil and its side product called galendo. Research was conducted at three coconut
oil factories in Ciamis which have different scale. The results of this research
show that all factories are profitable. Mr. Nana’s factory with medium scale
capacity is the most profitable business. But, factory that produces the most
profitable coconut oil and galendo is Mr. Babas’ factory. Highest profitability
product is influenced by product innovation. From value added analysis shows
Mr. Babas has the highest added value in coconut oil and Mr. Nana has the
highest added value in galendo.

Keywords:coconut oil, galendo, profitability, value-added


iii

PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN DAN NILAI


TAMBAH PRODUK MINYAK KELAPA
(Studi Kasus: Tiga Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di
Kabupaten Ciamis)

DINAR MONITHA NURDIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 adalah Profitabilitas
Usaha Pengolahan dan Nilai Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga
Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA
sebagai dosen pembimbing, Ibu Tintin Sarianti, SP MM selaku dosen evaluator
kolokium, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji utama dan Ibu Ir
Juniar Atmakusmuma MS sebagai dosen penguji akademik yang telah banyak
memberi saran serta kepada Ibu Dra Yusalina MSi sebagai pembimbing akademik
yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ade, Bapak Nana dan
Bapak Babas yang telah bersedia menjadi responden untuk penulisan karya ilmiah
ini dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan kakak, atas segala doa dan kasih
sayangnya.Penulis juga menyampaikan terimakasih untuk Nisya May Ulfia atas
semangat dan kerjasamanya selama melakukan bimbingan serta untuk seluruh
sahabat dan teman-teman seperjuangan dari Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Dinar Monitha Nurdiani


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup 8
TINJAUAN PUSTAKA 9
Produk Bersama dan Produk Sampingan 9
Analisis Profitabilitas Usaha Pengolahan Produk Pertanian 10
Analisis Nilai Tambah Komoditas Olahan Produk Pertanian 12
KERANGKA PEMIKIRAN 13
Kerangka Pemikiran Teoritis 13
Konsep Biaya 13
Konsep Produksi Bersama dan Produksi Sampingan 14
Konsep Titik Impas/Pulang Pokok (Break Even Poin/BEP) 15
Konsep Profitabilitas 17
Konsep Nilai Tambah 17
Kerangka Pemikiran Operasional 18
METODE PENELITIAN 20
Lokasi dan Waktu Penelitian 20
Metode Penentuan Sampel 20
Jenis dan Sumber Data 20
Metode Pengambilan Data 20
Metode Analisis dan Pengolahan Data 21
Analisis Struktur Biaya 21
Analisis Profitabilitas 22
Analisis Nilai Tambah 23
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN USAHA PENGOLAHAN
MINYAK KELAPA 24
Keadaan Umum Kabupaten Ciamis 24
Kondisi Geografis 24
Kondisi Demografi 24
Ketenagakerjaaan 25
Pertanian 25
Keadaan Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis 25
Gambaran Umum Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Lokasi Penelitian 27
Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Penolong 28
Peralatan 29
Proses Produksi 29
Pemasaran 33
Sejarah dan Latar Belakang Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Lokasi
Penelitian 34
HASIL DAN PEMBAHASAN 38
Struktur Biaya 38
Penerimaan Usaha Pengolahan Minyak Kelapa 44
Analisis Profitabilitas 46
Analisis Profitabilitas Usaha Keseluruhan 54
Analisis Nilai Tambah 55
SIMPULAN DAN SARAN 61
Simpulan 61
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 65
RIWAYAT HIDUP 75
DAFTAR TABEL

1 Produksi, luas areal, dan produktivitas kelapa di Indonesia tahun 2009-


2013 1
2 Perkembangan volume dan nilai ekspor-impor kelapa Indonesia tahun
2008-2012 2
3 Konsumsi rata-rata per kapita seminggu minyak goreng di Indonesia
pada tahun 2009-2013 berdasarkan hasil Survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) 3
4 Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa pada daerah sentra
penghasil di Jawa Barat Tahun 2012 4
5 Jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi dan kapasitas produksi
usaha pengolahan minyak kelapa informal di Kabupaten Ciamis 6
6 Perkembangan harga rata-rata buah kelapa belum dikupas di Jawa Barat
tahun 2008-2012 7
7 Daftar sampel unit pengolahan minyak kelapa 20
8 Tahapan perhitungan nilai tambah Metode Hayami 23
9 Karakteristik umum usaha pengolahan minyak kelapa 27
10 Struktur biaya pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam 1
tahun 39
11 Biaya rata-rata untuk setiap produk dan biaya rata-rata total per kg
output pada usaha pengolahan minyak kelapa 44
12 Penerimaan ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam1 tahun 45
13 Kondisi titik impas dan profitabilitas produk minyak kelapa pada usaha
pengolahan minyak kelapa 46
14 Kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada usaha
pengolahan minyak kelapa 47
15 Lanjutan kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada
usaha pengolahan minyak kelapa 47
16 Kondisi profitabilitas secara keseluruhan pada usaha pengolahan
minyak kelapa 54
17 Analisis nilai tambah minyak kelapa pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa 58
18 Analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa 59
19 Lanjutan analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa 60
DAFTAR GAMBAR

1 Analisis BEP secara grafis 16


2 Kerangka pemikiran operasional 19
3 Proses produksi minyak kelapa dan galendo 31
4 Bagan proses produksi minyak kelapa dan galendo 33
5 Produk minyak kelapa dan galendo Bapak Ade 35
6 Produk minyak kelapa dan galendo Bapak Nana 36
7 Aneka produk dan minyak kelapa Bapak Babas 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Ade 65


2 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Nana 66
3 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Babas 67
4 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo
pada usaha Bapak Ade dengan metode nilai pasar 68
5 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo
pada usaha Bapak Nana dengan metode nilai pasar 68
6 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo
pada usaha Bapak Babas dengan metode nilai pasar 69
7 Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk
penyusutan mesin press galendo pada usaha Bapak Nana 69
8 Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk
penyusutan sealer dan timbangan plastik pada usaha Bapak Nana 69
9 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk
penyusutan sealer plastik, sealer foil, mesin vacum, timbangan bandul
dan timbangan plastik pada usaha Bapak Babas 70
10 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk
penyusutan alat press galendo dan pemeliharaannya pada usaha Bapak
Babas 70
11 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk
biaya upah tenaga kerja pengemasan pada usaha Bapak Babas 70
12 Rincian biaya bersama Bapak Ade 71
13 Rincian biaya bersama Bapak Nana 72
14 Rincian biaya bersama Bapak Babas 73
15 Komponen biaya variabel pada ketiga usaha 74
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan banyak komoditas yang


dihasilkan. Perkebunan merupakan salah salah subsektor pertanian yang menjadi
unggulan di Indonesia. Ini dapat dilihat dari kontribusi perkebunan sebagai
komoditas ekspor yang menghasilkan devisa. Berdasarkan Kementrian Pertanian
(2013), komoditas yang paling banyak diekspor pada sektor pertanian pada tahun
2012 berasal dari perkebunan sebanyak 97.24 persen dari keseluruhan ekspor
komoditas pertanian. Ekspor perkebunan juga mengalami pertumbuhan sebesar
7.02 persen pada periode 2011-2012. Ini menunjukkan bahwa subsektor
perkebunan memiliki potensi yang semakin baik untuk memberikan kontribusi
yang positif terhadap posisi sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia.
Selain itu, produk-produk hasil perkebunan dapat digunakan sebagai bahan baku
dan bahan penolong bagi industri pengolahan. Hal ini memacu berkembangnya
industri pengolahan hasil produk pertanian (agroindustri) di Indonesia. Produk–
produk perkebunan yang biasa diolah lebih lanjut untuk menghasilkan nilai
tambah antara lain kelapa sawit, karet, kakao, dan kelapa.
Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki banyak manfaat adalah
kelapa. Masyarakat mengenal kelapa sebagai pohon kehidupan karena setiap
bagian dari pohon kelapa dapat dimanfaatkan. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa buah kelapa dan bagian pohonnya dapat diolah menjadi
berbagai macam produk. Selain itu, tanaman kelapa juga dikenal sebagai tanaman
sosial karena lebih dari 95 persen usahataninya dilakukan oleh petani
(Kementerian Pertanian 2013).
Kelapa merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh di daerah dataran
tinggi maupun dataran rendah. Oleh karena, kelapa dihasilkan di setiap provinsi di
Indonesia kecuali DKI Jakarta. Sentra produksi buah kelapa adalah Riau, Maluku
Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Produktivitas buah kelapa di Indonesia pada tahun 2009-2013 dalam Tabel
1 cenderung tidak stabil dan mengalami penurunan dengan nilai rata-rata
pertumbuhan sebesar - 0.86 persen. Penurunan produktivitas buah kelapa ini
disebabkan karena terjadinya penurunan luas area dan produksi perkebunan
kelapa pada tahun 2010 dan 2013.

Tabel 1 Produksi, luas areal, dan produktivitas kelapa di Indonesia tahun 2009-
2013
Tahun Rata-rata
Uraian Satuan
2009 2010 2011 2012 2013 pertumbuhan
Produksi Kg 3 257 970 3 166 666 3 174 378 3 189 897 3 067 980 -1.47 %
Luas Areal Ha 3 779 124 3 739 350 3 767 704 3 781 649 3 653 574 -0.96 %
Produktivitas
Kg/Ha 1 175 1 159 1 158 1 157 1 135 -0.86 %
Sumber: Kementrian Pertanian, 2014 (diolah)
2

Dukungan pemerintah untuk meningkatkan produksi buah kelapa ini dapat


dengan adanya dukungan dari pemerintah yang melakukan peremajaan pohon
kelapa. Ini membuat pemerintah mentargetkan kenaikan produksi kelapa sebanyak
5 persen pada tahun 2015. Hal ini sudah terealisasi pada dengan terjadinya
peningkatan volume ekspor kelapa yang dipasarkan sampai Juni tahun 2014
mencapai 868 978 ton atau melebihi pencapaian total volume kelapa tahun 2013
sebesar 1 295 442 ton (Kementrian Perindustrian 2014).2 Adanya peningkatan
ekspor kelapa ini menunjukkan terjadi juga peningkatan produksi kelapa pada
tahun 2014.
Banyaknya manfaat yang dimiliki kelapa menjadikannya sebagai salah satu
komoditas yang diekspor. Selama periode tahun 2008-2012, volume ekspor
kelapa cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
4.88 persen (Tabel 2). Penurunan ekspor kelapa pada Tabel 2 terjadi pada Tahun
2009. Adanya penurunan ekspor ini dapat mengindikasikan adanya peningkatan
penggunaan kelapa di dalam negeri terutama untuk digunakan sebagai bahan baku
industri pengolahan. Walaupun ekspor kelapa menunjukkan peningkatan yang
baik, tetapi Indonesia masih melakukan impor kelapa. Peningkatan impor kelapa
ini juga walaupun kuantitasnya kecil tetapi menunjukkan peningkatan yang lebih
besar daripada ekspor.

Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor-impor kelapa Indonesia tahun


2008-2012
Rata-rata
Kelapa Satuan 2008 2009 2010 2011 2012
pertumbuhan
Ekspor
Volume Ton 1 080 981 957 517 1 045 960 1 200 206 1 519 353 4.88%
Nilai 000 US $ 900 917 489 885 703 239 1 189 240 1 192 334 16.82%
Impor
Volume ton 2 761 3 867 2 512 1 360 2 898 18.06%
Nilai 000 US $ 1 676 2 296 1 815 1 234 3 036 32.52%
Sumber : Kementrian Pertanian, 2013

Perdagangan kelapa di dunia didominasi oleh Indonesia dan Filipina


sebanyak 78.9 persen, tetapi nilai ekspor produk kelapa Indonesia (1 355 000
US$) masih lebih rendah dibandingkan dengan Filipina (1 544 000 US$). Hal ini
disebabkan karena ekspor produk Indonesia masih didominasi oleh produk segar
dan produk olahan kelapa yang memiliki nilai ekonomi yang rendah yaitu sebesar
80.34 persen.3 Adanya impor kelapa Indonesia dan nilai ekspor produk kelapa
Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan Filipina menunjukkan produk
olahan kelapa yang bernilai tambah tinggi masih kurang dikembangkan di
Indonesia. Menurut Kementerian Perindustrian (2009), produk kelapa yang
dihasilkan di Indonesia terdiri dari belasan jenis saja, seperti bungkil (kopra),
coconut crude oil (CCO), tepung kelapa, kelapa parut, santan dalam kemasan,
virgin coconut oil, nata de coco, konsentrat air kelapa, arang batok, carbon active,
sabut dan lain-lain. Jenis produk olahan kelapa tersebut saat ini juga masih di
dominasi oleh produk setengah jadi yaitu kopra dan CCO. Hal ini berbeda dengan

2
http://agro.kemenperin.go.id/2230-Tahun-Ini-Prospek-Cerah-Kelapa-dan-Turunannya [diunduh
2014 Desember 20]
3
http://www.bisnis.online.com/industri/read/20140421/12/220920/ekspor-kelapa-ri-kalah-dari-
filipina [diunduh 2014 Desember 20]
3

negara Filipina yang memiliki 100 jenis produk olahan kelapa. Pengembangan
produk olahan kelapa dapat dilakukan dengan diversifikasi produk antara lain:
oleo kimia, virgin oil, coconut cream, tepung tempurung, coconut milk, desicated
coconut, serat kelapa, gas cair, dan biofuel.
Banyaknya produk olahan dari kelapa menunjukkan bahwa banyak terdapat
industri pengolahan dari kelapa yang dapat menghasilkan produk pangan dan non
pangan. Adanya kegiatan pengolahan kelapa ini akan memberikan banyak
manfaat yaitu meningkatnya pendapatan petani, menciptakan lapangan pekerjaan
dan menciptakan nilai tambah sehingga nilai ekonomi dari kelapa semakin
meningkat. Keberadaan industri pengolahan berbasis kelapa di Indonesia menurut
Kementrian Perindustrian pada tahun 2009 didominasi oleh industri minyak
goreng, industri kelapa parut dan industri karbon aktif.
Salah satu produk olahan dari buah kelapa yang sudah banyak dikenal
adalah minyak kelapa. Menurut Rumokoi dalam Kementerian Pertanian (2009),
minyak kelapa diperkirakan merupakan produk utama kelapa di Indonesia yang
diproduksi baik oleh industri kecil/rumah tangga, industri menengah dan industri
besar sampai abad ke-21. Minyak kelapa juga merupakan produk olahan kelapa
pertama yang dikembangkan di Indonesia.
Minyak kelapa biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai minyak goreng.
Konsumsi minyak goreng nasional didominasi oleh minyak kelapa sawit (Tabel
3). Kontribusi minyak kelapa yang rendah dalam konsumsi minyak goreng
nasional dapat dilihat pada data konsumsinya yang semakin menurun sebesar 1.06
persen pada tahun 2009-2013. Menurut Regowo (2008), penurunan konsumsi
minyak kelapa ini disebabkan adanya penggunaan minyak kelapa sawit sebagai
bahan baku utama minyak goreng di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan
minyak goreng kelapa sawit lebih banyak di pasar dan lebih mudah didapatkan
sehingga masyarakat lebih menyukai minyak kelapa sawit daripada minyak
kelapa. Hal ini dikarenakan ketersediaan minyak kelapa sawit lebih banyak di
pasar dan harganya lebih murah daripada minyak kelapa. Padahal, minyak kelapa
pada awalnya digunakan sebagai minyak goreng utama oleh masyarakat
Indonesia.

Tabel 3 Konsumsi rata-rata per kapita seminggu minyak goreng di Indonesia pada
tahun 2009-2013 berdasarkan hasil Survei sosial ekonomi nasional
(Susenas)
Tahun Rata-rata
Uraian
pertumbuhan (%)
2009 2010 2011 2012 2013 2009-2013
Minyak kelapa 0.03 0.039 0.036 0.025 0.026 -1.06
Minyak goreng
lainnya (Minyak 0.157 0.154 0.158 0.179 0.171 2.38
kelapa sawit)
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014

Ada beberapa jenis minyak kelapa yaitu minyak kopra kasar (crude coconut
oil), minyak kopra putih, minyak kelentik dan minyak dara (virgin coconut oil).
Minyak kelentik merupakan salah satu jenis minyak kelapa yang diproduksi
dengan cara basah tradisional. Keberadaan minyak kelentik sudah dikenal zaman
4

dahulu. Minyak kelentik ini memiliki banyak manfaat. Menurut Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi/Balitkabi (2012), minyak kelentik mempunyai
beragam manfaat untuk kesehatan, yaitu perawatan rambut alami dan kulit, terapi
jantung/kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, penyembuhan infeksi,
memudahkan persalinan, mengobati gangguan percernaan, diabetes/penyakit gula
darah, hati/liver, dan pengganti mentega. Sebagai minyak yang digunakan untuk
menggoreng, minyak kelentik ini sangat baik karena tidak meresap ke dalam
makanan.4
Minyak kelentik ini pada zaman dahulu biasanya diproduksi sendiri oleh
masyarakat di pedesaan dan digunakan sendiri sebagai minyak makan. Banyaknya
minyak kelapa sawit yang beredar di pasar membuat masyarakat sudah jarang
membuat minyak kelentik ini. Walaupun begitu, minyak kelentik juga dapat
dijadikan sebagai komoditas yang diusahakan sebagai bisnis. Hal ini seperti
terdapat di Kabupaten Ciamis yang terdapat usaha pengolahan minyak kelentik
ini. Kabupaten Ciamis sudah dikenal sejak lama sebagai gudang buah kelapa di
Jawa Barat dan merupakan daerah penghasil buah kelapa terbesar di Jawa Barat
(Tabel 4). Ketersediaan buah kelapa di Ciamis yang melimpah menunjang
timbulnya kegiatan usaha pengolahan kelapa. Penggunaan buah kelapa sebagai
bahan baku agroindustri selain minyak kelentik sudah banyak dilakukan di
Ciamis.

Tabel 4 Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa pada daerah sentra
penghasil di Jawa Barat Tahun 2012
Luas Areal Produksi Produktivitas
Daerah
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
Kabupaten Ciamis 67 914 37 890 0.56
Kabupaten Tasikmalaya 29 963 26 940 0.90
Kabupaten Sukabumi 10 783 3 024 0.28
Kabupaten Cianjur 8 102 4 133 0.51
Kabupaten Kuningan 7 076 3 798 0.54
Sumber : BPS Jawa Barat, 2013
Apabila dilihat dari beberapa jenis usaha pengolahan kelapa, keberadaan
usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis memiliki peran penting.
Peran penting tersebut berupa adanya keterkaitan terhadap kemampuan produksi
unit yaitu menyediakan bahan baku untuk industri pengolahan kelapa yang lain
yaitu industri pengolahan sabut, industri pengolahan tempurung dan industri nata
de coco. Hal ini dikarenakan usaha pengolahan kelapa menghasilkan produk
sampingan berupa sabut yang dapat digunakan untuk pengolahan sabut,
tempurung untuk arang, kerajinan dan perkakas rumah tangga serta air kelapa
untuk pengolahan nata de coco. Adanya beberapa industri olahan kelapa
menjadikan industri kelapa di Ciamis merupakan rangkaian agroindustri kelapa
yang terpadu.
Menurut Amin dan Prabandono (2009), pengolahan kelapa dapat berupa
usaha kecil yang hanya menghasilkan 1 atau 2 macam produk dan industri
pengolahan kelapa terpadu. Industri pengolahan kelapa terpadu merupakan bisnis

4
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/kilas-litbang/1078-minyak-klentik-warisan-orang-tua.html
[diunduh 2014 Mei 04]
5

yang menggabungkan beberapa kegiatan usaha produksi dari kelapa. Usaha


kelapa terpadu hanya dapat dilakukan oleh usaha menengah dan besar karena
membutuhkan investasi yang besar. Industri pengolahan komponen buah kelapa di
Indonesia pada umumnya berupa industri tradisional dengan kapasitas industri
yang sangat kecil. Hal ini juga berlaku untuk usaha pengolahan minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis yang termasuk ke dalam usaha pengolahan kelapa usaha kecil
informal dengan cara produksi yang masih tradisional.
Ukuran yang seringkali dipakai untuk menilai berhasil atau tidaknya
manajemen suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh. Laba terutama
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume produk yang dijual, harga jual produk
dan biaya. Kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan laba disebut dengan
profitabilitas. Tujuan setiap perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba dan
mengefisienkan biaya. Untuk mencapai tujuannya tersebut, struktur biaya dan
profitabilitas menjadi informasi yang penting dalam keberlangsungan suatu usaha.
Suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi mengindikasikan bahwa
produk tersebut memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada produk
primernya. Usaha pengolahan minyak kelapa akan memberikan nilai tambah
untuk kelapa. Dengan demikian, diperlukan informasi mengenai nilai tambah
yang dihasilkan dari minyak kelapa. Hal ini terkait dengan keberadaan usaha
pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis yang mayoritas merupakan usaha
informal. Adanya informasi mengenai besarnya nilai tambah dari minyak kelapa
akan bermanfaat dalam pengembangan usaha pengolahan minyak kelapa.

Perumusan Masalah

Usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis merupakan usaha


yang sudah ada sejak lama di Kabupaten Ciamis. Minyak kelapa yang dihasilkan
di Kabupaten Ciamis ini disebut dengan minyak kelentik. Minyak kelentik ini
dikenal dengan sebutan minyak kampung karena dihasilkan dari proses
pengolahan yang tradisional dan tidak memiliki daya tahan yang lama. Hal ini
menyebabkan minyak kelentik ini kurang disukai dan memiliki nilai ekonomi
yang rendah. Akan tetapi, usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis
ini sudah bisa menghasilkan minyak kelentik yang bisa tahan lebih lama dari 4
bulan sampai 1 tahun.
Pengolahan minyak kelapa ini menghasilkan ampas minyak yang biasa
disebut galendo. Galendo merupakan makanan khas daerah Kabupaten Ciamis.
Oleh karena itu, usaha pengolahan buah kelapa ini menghasilkan 2 produk yaitu
minyak kelapa dan galendo. Pada awalnya, usaha pengolahan minyak kelapa
hanya mengandalkan penjualan minyak kelapa saja. Harga buah kelapa dari waktu
ke waktu semakin meningkat. Akan tetapi, harga minyak kelapa tidak bisa naik
terlalu tinggi dikarenakan konsumennya yang masih terbatas atau sedikit.
Kenaikan harga kelapa menyebabkan biaya produksi semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan pendapatan usaha pengolahan minyak kelapa berkurang dan
beberapa usaha mengalami kerugian. Hal ini seperti terdapat dalam berita yang
dicantumkan dalam Okezone Economy pada tahun 2011, Pikiran Rakyat pada
tahun 2012, Tribunnews pada tahun 2013 dan Harapan Rakyat pada tahun 2014
yang menyebutkan bahwa beberapa usaha pengolahan minyak kelapa di
6

Kabupaten Ciamis mengalami kerugian dan berhenti berproduksi karena turunnya


harga minyak kelapa dan berkurangnya pasokan buah kelapa. Penurunan harga
minyak kelapa pada tahun 2011 mencapai harga Rp5 000/kg sampai Rp 6 000/kg,
pada tahun 2012 mencapai Rp6 500/kg dan pada tahun 2013 mencapai harga Rp7
500/kg5. Untuk mendapatkan tambahan pendapatan tambahan maka, para pelaku
usaha pengolahan minyak kelapa kemudian menjual galendo juga selain minyak
kelapa. Galendo yang semakin terkenal sebagai makanan khas Kabupaten Ciamis
membuat nilai ekonomis galendo semakin meningkat. Selain itu menurut Laporan
Potensi Industri Kabupaten Ciamis tahun 2013, galendo merupakan komoditas
makanan ringan unggulan di Kabupaten Ciamis. Hal ini membuat minyak kelapa
tidak menjadi produk yang utama lagi. Menurut Hongren et al. (2006), klasifikasi
produk-produk utama, produk gabungan atau produk sampingan dapat berubah
seiring dengan berlalu waktunya. Hal ini berlaku untuk galendo dan minyak
kelapa yang menjadi produk gabungan dari usaha pengolahan minyak kelapa.
Peluang untuk mengembalikan minat masyarakat terhadap minyak kelapa
dan galendo tidak mendukung perkembangan usaha pengolahan minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis. Berdasarkan data dari Dinas Koperasi, Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Ciamis, terjadi penurunan jumlah usaha pengolahan
minyak kelapa di Kabupaten Ciamis dari tahun 2012-2013 dari 46 usaha menjadi
20 usaha (Tabel 5). Berdasarkan wawancara dengan salah satu pemilik usaha
pengolahan minyak kelapa yang masih berproduksi, pemilik usaha pengolahan
minyak kelapa yang berhenti berproduksi biasanya menjadi tenaga kerja di usaha
pengolahan minyak kelapa yang lain dan ada pula yang menjadi tenaga kerja
bangunan. Berkurangnya usaha pengolahan minyak kelapa ini disebabkan
beberapa faktor yaitu tidak adanya generasi penerus dan terjadinya kendala dalam
usaha.

Tabel 5 Jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi dan kapasitas produksi
usaha pengolahan minyak kelapa informal di Kabupaten Ciamis
Kapasitas
Tenaga
Nilai Investasi Produksi /
Tahun Jumlah Unit Usaha Kerja
(Rp.000) Tahun
(Orang)
(Ton)
2009 46 138 161 000 207
2010 46 138 161 000 207
2011 46 138 161 000 207
2012 46 138 161 000 207
2013 20 53 26 000 92
Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan Kabupaten Ciamis, 2014

Kendala yang dialami oleh usaha pengolahan minyak kelapa adalah harga
bahan baku. Bahan baku merupakan salah satu faktor penting yang menunjang
keberlangsungan usaha pengolahan. Produksi buah kelapa dipengaruhi oleh

5
http://economy.okezone.com/read/2011/10/14/320/515481/harga-anjlok-perajin-minyak-kelapa-
di-ciamis-kolaps, http://www.harapanrakyat.com/2014/01/kelapa-langka-pengrajin-minyak-klentik
-di-ciamis-hentikan-produksi, http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/08/20/harga-minyak-kelapa
-anjlok-hingga-rp-7500kg, http://www.pikiran- rakyat.com/node/210238 [diunduh 2014 Oktober
2)
7

musim. Oleh karena itu, ketersediaanya tidak selalu melimpah setiap saat. Saat
musim hujan, biasanya produksi buah kelapa berkurang. Permintaan buah kelapa
juga semakin meningkat tidak hanya untuk industri pengolahan tetapi untuk usaha
kuliner dan permintaan dari luar kota. Adanya pengaruh permintaan dan
ketersediaannya yang tidak menentu menyebabkan harga kelapa menjadi tidak
stabil dan cenderung meningkat. Tabel 6 menunjukkan perkembangan harga rata-
rata buah kelapa per butir yang belum dikupas di Jawa Barat pada tahun 2008-
2012 meningkat sebesar 4.32 persen di tingkat produsen dan 6.13 persen di
tingkat konsumen pedesaan.

Tabel 6 Perkembangan harga rata-rata buah kelapa belum dikupas di Jawa Barat
tahun 2008-2012
Tahun Rata-rata
Uraian pertumbuhan
2008 2009 2010 2011 2012 2008-2012
Harga di Tingkat Produsen 1543 1675 1727 1743 1824 4.32
Harga di Tingkan Konsumen Perdesaan 2536 2749 2725 3036 3205 6.13
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014

Kelapa merupakan bahan baku utama pengolahan minyak kelapa. Kenaikan


harga buah kelapa akan mempengaruhi besarnya biaya produksi. Besarnya biaya
produksi akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh suatu usaha. Kenaikan
harga output dipengarui oleh biaya produksi. Dengan demikian, harga minyak
kelapa dipengaruhi oleh harga kelapa. Akan tetapi, harga minyak kelapa yang
cenderung susah naik. Selain itu, biasanya pemilik usaha minyak kelapa
menyesuaikan harga minyak kelapa berdasarkan informasi dari pedagang yang
membeli minyak kelapanya.
Biaya produksi dan harga jual output akan mempengaruhi kemampuan suatu
usaha untuk menghasilkan laba. Harga jual output yang meningkat dapat
menyebabkan penurunan permintaan konsumen yang pada akhirnya dapat
menurunkan laba yang didapatkan oleh perusahaan. Kemampuan menghasilkan
laba (profitabilitas) yang dimiliki oleh setiap usaha minyak kelapa berbeda-beda.
Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan pada usaha pengolahan minyak
yang memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda yaitu pada usaha Bapak Ade
dengan kapasitas produksi 250 butir kelapa per hari, Bapak Nana dengan
kapasitas produksi 300 butir kelapa per hari, dan usaha Bapak Babas Ade dengan
kapasitas produksi 550 butir kelapa per hari. Dengan membandingkan usaha yang
memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda maka, dapat diketahui usaha yang
memiliki biaya rata-rata yang lebih efisien dan yang lebih menguntungkan.
Proses pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa dan galendo akan
memberikan pertambahan nilai berupa perubahan bentuk. Ketiga usaha
pengolahan minyak kelapa tersebut memiliki penanganan produk yang berbeda-
beda untuk produk minyak klentik dan galendo yang dihasilkannya terutama
untuk pengemasan. Nilai tambah terbentuk dengan adanya bahan baku dan
pengolahan. Adanya perbedaan dalam penanganan produk akan menghasilkan
nilai tambah dan balas jasa terhadap tenaga kerja dan pemilik usaha yang berbeda
untuk setiap produk minyak kelapa dan galendo. Pertambahan nilai yang terjadi
untuk produk minyak kelapa dan galendo belum diketahui secara pasti sehingga
8

diperlukan perhitungan nilai tambah dari pengolahan buah kelapa menjadi minyak
kelapa dan galendo. Selain itu, adanya perubahan komposisi produk dalam usaha
pengolahan minyak kelapa di mana produk galendo yang sebelumnya merupakan
produk sampingan kemudian menjadi produk gabungan dengan minyak kelapa.
Hal ini membuat nilai tambah pada usaha pengolahan minyak kelapa menjadi hal
yang menarik untuk dikaji.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan minyak
kelapa yang menjadi objek penelitian dari 2 macam produk yaitu minyak
kelapa dan galendo?
2. Berapa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan buah kelapa menjadi
minyak kelapa dan galendo dari masing-masing usaha yang menjadi objek
penelitian?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan minyak kelapa


yang menjadi objek penelitian dari 2 macam produk yaitu minyak kelapa dan
galendo
2. Menganalisis nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan buah kelapa
menjadi minyak kelapa dan galendo dari masing-masing usaha yang menjadi
objek penelitian

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaatbagi :


1. Pengusaha pengolahan minyak kelapa sebagai informasi dan masukan
dalam menjalankan usaha pengolahan minyak kelapa
2. Pemerintah Kabupaten Ciamis untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam perencanaan pengembangan usaha minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis
3. Pembaca sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan dan
referensi untuk melakukan penelitian lanjutan

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan analisis profitabilitas dan nilai


tambah pada produk setiap produk minyak kelapa dan galendo yang diproduksi
pada setiap usaha pengolahan minyak kelapa. Analisis profitabilitas yang
dilakukan meliputi analisis struktur biaya, titik impas, profitabilitas dan degree of
leverage (DOL).
9

TINJAUAN PUSTAKA

Produk Bersama dan Produk Sampingan

Produk bersama merupakan beberapa produk yang dihasilkan dari satu


proses produksi yang sama. Biaya untuk masing-masing produk bersama sulit
diidentifikasi. Oleh karena itu diperlukan pengalokasian biaya bersama untuk
dapat diketahui besarnya biaya untuk masing-masing produk yang dihasilkan.
Penelitian terdahulu mengenai produk bersama dilakukan oleh Fitri (2014) untuk
produk tahu, Rompis (2014) untuk produk minuman dan Moniaga et al. (2014)
untuk produk furniture dari kayu pohon kelapa.
Penelitian Rompis (2014) dan Moniaga et al. (2014) melakukan
pengalokasian biaya bersama dengan menggunakan metode harga pasar. Metode
alokasi biaya bersama dengan metode harga pasar ini dipilih karena untuk produk
roti, aneka minuman dan furniture dari kayu pohon kelapa masih memerlukan
proses pengolahan tambahan setelah titik pisah. Adanya proses pengolahan
setelah titik pisah ini akan menimbulkan biaya pengolahan lanjutan. Oleh karena
itu, pada saat produk bersama terpisah belum memiliki nilai jual. Selain itu pada
penelitian Moniaga et al. (2014), pemilihan metode harga pasar ini didasarkan
adanya hubungan harga pokok dengan harga jual dari suatu produk. Harga jual
suatu produk akan sangat ditentukan oleh harga pokok untuk memproduksi
produk tersebut (Moniaga et al. 2014).
Pengalokasian biaya bersama dengan metode yang berbeda terdapat pada
penelitian Fitri (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2014) melakukan
pengalokasian biaya bersama untuk produk olahan tahu dengan metode satuan
fisik. Produk tahu yang dihasilkan memiliki ukuran yang berbeda yaitu 4 dan 5
cm. Penggunaan metode ini disebabkan karena jenis produk yang dihasilkan sama
yaitu 70 kg kedelai untuk tahu ukuran 4 cm dan 50 kg kedelai untuk tahu ukuran 5
cm. Proporsi penggunaan bahan baku tersebut menghasilkan proporsi biaya
bersama untuk tahu 4 cm adalah sebesar 58 persen dan untuk tahu 5 cm adalah 42
persen (Fitri 2014).
Metode yang digunakan untuk pengalokasian biaya bersama pada penelitian
terdahulu adalah menggunakan metode harga pasar pada penelitian Rompis
(2014), dan Moniaga et al. (2014) serta penelitian Fitri (2014) menggunakan
metode satuan fisik. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode harga pasar
untuk mengalokasikan biaya bersama pada produk minyak kelapa dan galendo.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan pada adanya proses pengolahan lebih lanjut
pada minyak kelapa dan galendo setelah titik pisah.
Proses produksi akan menghasilkan limbah sebagai produk sampingan
selain produk utama. Seringkali produk sampingan yang dihasilkan tersebut masih
memiliki nilai ekonomi sehingga masih bisa dijual atau dimanfaatkan oleh pihak
lain. Hal ini merupakan hal yang menguntungkan bagi suatu usaha karena
pendapatan dari penjualan produk sampingan tersebut dapat meningkatkan
keuntungan usaha tersebut. Adanya pendapatan dari produk sampingan ini
memerlukan perlakuan khusus untuk pencatatannya pada laporan keuangan.
Penelitian terdahulu mengenai perlakuan akuntasi terhadap produk sampingan
dilakukan oleh Yasinta et al. (2012) pada usaha penggilingan padi untuk sekam
10

dan dedak, Setiawan dan Hastoni (2008) pada usaha pengolahan tahu untuk
produk oncom, Runtuwene et al. (2014) pada usaha pengolahan ikan untuk sisa
tulang ikan cangkalang, dan Nur dan Rochmawati (2012) pada usaha pengolahan
kayu untuk pada usaha pengolahan kayu untuk produk scrap.
Penelitian Yasinta et al. (2012), Setiawan dan Hastoni (2008) dan
Runtuwene et al. (2014) menggunakan metode tanpa harga pokok untuk
perlakuan pendapatan produk sampingan. Penelitian Yasinta et al. (2012)
melakukan perlakuan untuk produk sampingan dari usaha penggilingan beras
berupa dedak dan sekam sebagai pendapatan di luar usaha atau di luar pendapatan
utama. Hal ini dikarenakan terdapat alokasi biaya bersama yaitu biaya produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memproduksi produk sampingan dan
produk utama jumlahnya sama (Yasinta et al. 2014).
Penelitian Setiawan dan Hastoni (2008) dan Runtuwene et al. (2014)
memperlakukan pendapatan dari produk sampingan sebagai tambahan pendapatan
produk utama. Kelebihan dari perlakuan ini, secara langsung akan menambah
total penjualan, selain itu laba kotor serta laba operasi akan meningkat
(Runtuwene et al. 2014).
Metode untuk memperlakukan produk sampingan adalah dengan metode
harga pokok yang terdiri dari metode biaya pengganti dan metode biaya pasar.
Penelitian Nur dan Rochmawati (2012) menggunakan metode perlakuan
pendapatan produk sampingan berupa produk rusak yang bernilai ekonomis
dengan metode harga pokok yang membandingkan antara metode biaya pengganti
dan metode biaya pasar. Hasil penelitiannya menunjukkan metode biaya
pengganti lebih direkomendasikan untuk diterapkan di perusahaan sebagai metode
perhitungan harga pokok produk sampingan karena menghasilkan rasio
(pengaruh) harga pokok produk sampingan terhadap harga produk utama yang
lebih besar.
Metode yang digunakan pada penelitian ini dalam memperlakukan
pendapatan produk sampingan dari usaha pengolahan minyak kelapa berupa
tempurung, ampas kelapa, air kelapa dan abu sama dengan penelitian Setiawan
dan Hastoni (2008) dan Runtuwene et al. (2014) yang memperlakukan pendapatan
dari produk sampingan sebagai tambahan pendapatan produk utama. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam perhitungan profitabilitas yang akan
dihitung untuk masing-masing produk utama yang dihasilkan dalam usaha
pengolahan minyak kelapa.

Analisis Profitabilitas Usaha Pengolahan Produk Pertanian

Penelitian terdahulu mengenai analisis profitabilitas pada usaha pengolahan


produk pertanian dilakukan pada tepung tapioka, tahu dan tempe, tepung ubi jalar,
virgin coconut oil (VCO), gula aren, dan sate bandeng. Profitabilitas usaha
pengolahan produk pertanian dipengaruhi oleh penggunaan biaya dan penerimaan.
Penggunaan biaya terbesar pada usaha pengolahan produk pertanian yaitu tepung
tapioka, tahu dan tempe, serta virgin coconut oil (VCO) dialokasikan untuk bahan
baku dan upah tenaga kerja (Asfia 2013, Tunggadewi, 2009, Nursyam et al.
2013). Ini berarti dapat disimpulkan bahwa struktur biaya pada industri kecil
11

pengolahan produk pertanian mayoritas dialokasikan untuk biaya bahan baku dan
upah tenaga kerja. Oleh karena itu, jika harga bahan baku murah maka
keuntungan yang didapat pengusaha industri kecil menjadi lebih tinggi.
Sedangkan untuk upah tenaga kerja dalam struktur biaya dialokasikan cukup
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan industri kecil yang menggunakan
teknologi sederhana akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak.
Profitabilitas juga dapat diukur dengan analisis titik pulang pokok/titik
impas/break even point (BEP). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Nursyam et al. (2013) pada usaha VCO, Tunggadewi (2009) pada usaha tahu dan
tempe, Asfia (2013) pada usaha tepung tapioka, Puspitasari (2014) pada usaha
sate bandeng dan Sukiyono et al. (2012) pada usaha gula aren menunjukkan
bahwa usaha pengolahan yang dilakukan sudah dapat berproduksi melebihi titik
impasnya. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan dari usaha pengolahan yang
dilakukan sudah dapat menutupi biaya dan dapat menghasilkan keuntungan.
Tidak semua usaha pengolahan produk pertanian dapat berproduksi
mencapai titik impasnya. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Susanto (2013) pada usaha pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar.
Penelitiannya menunjukkan bahwa produksi tepung ubi jalar dari bahan baku ubi
jalar segar dan sawut kering belum mencapai titik impas. Ini menunjukkan bahwa
usaha pengolahan tepung ubi jalar masih mengalami kerugian.
Selain dengan menggunakan titik impas, kemampuan menghasilkan laba
diukur dengan menggunakan indeks profitabilitas. Penelitian Tunggadewi (2009)
dan Puspitasari (2014) menunjukkan bahwa usaha pengolahan sudah mampu
menghasilkan laba dengan indeks profitabilitas yang terukur. Indeks profitabilitas
pada penelitian Tunggadewi (2009) untuk pengolahan tahu sebesar 37 persen dan
pengolahan tempe sebesar 26 persen. Sedangkan pada penelitian Puspitasari
(2014) indeks profitabilitas usaha sate bandeng pada kedua UKM di Kota Serang
adalah 29.1 persen dan 27.8 persen. Penelitian Tunggadewi (2009) dan Puspitasari
(2014) menunjukkan bahwa indeks profitabilitas dipengaruhi oleh struktur biaya
pada usaha yang dilakukan. Usaha dengan struktur biaya yang lebih efisien
memiliki nilai profitabilitas yang lebih tinggi.
Usaha pengolahan yang dilakukan tidak selalu mendapatkan keuntungan.
Hal ini terdapat pada penelitian yang dilakukan Susanto (2013) untuk komoditas
tepung ubi jalar. Penelitian Susanto (2013) menunjukkan bahwa usaha pengolahan
yang produksinya lebih rendah daripada titik impasnya, belum mampu
menghasilkan laba sehingga indeks profitabilitasnya tidak terukur.
Metode yang dilakukan pada penelitian terdahulu untuk melakukan
analisis profitabilitas adalah dengan menggunakan perhitungan titik impas/BEP
yag dilakukan oleh Nursyam et al. (2013), Sukiyono (2012) dan Asfia (2013).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2013), Puspitasari (2014) dan
Tunggadewi (2009) menggunakan metode analisis titik impas, Margin of Safety
(MOS) dan Marginal Income Rate (MIR). Selain itu juga penelitian Puspitasari
(2014) juga menggunakan DOL (Degree of Operating Leverage). Penelitian yang
dilakukan menggunakan metode yang sama untuk analisis profitabilitas dengan
penelitian terdahulu yaitu menggunakan analisis titik impas (BEP), MOS, MIR,
profitabilitas, dan DOL. Sedangkan perbedaannya penelitian ini dengan penelitian
lain yang terdahulu terdapat pada pemilihan komoditas. Komoditas dalam
penelitian ini adalah minyak kelapa dan galendo.
12

Analisis Nilai Tambah Komoditas Olahan Produk Pertanian

Proses pengolahan input akan memberikan nilai tambah untuk output yang
dihasilkannya. Produk pertanian dikenal memiliki sifat yang tidak tahan lama dan
mudah rusak sehingga dengan dilakukan pengolahan akan meningkatkan nilai
tambah. Penelitian mengenai nilai tambah sudah dilakukan pada beberapa produk
pertanian yaitu tepung tapioka kasar, tepung ubi jalar, tahu, dan kelanting.
Penelitian mengenai nilai tambah yang dilakukan oleh Asfia (2013), Hawarto
(2014), Susanto (2013) dan Sagala et al. (2011), kegiatan pengolahan yang
dilakukan dapat memberikan nilai tambah dengan kisaran 13.99 persen-58 persen.
Masing-masing rasio nilai tambah pada produk pertanian yang diteliti adalah
tepung tapioka kasar pada usaha skala besar 18,39 persen dan pada skala usaha
kecil 13.99 persen (Hawarto 2014), tepung ubi jalar dari ubi jalar segar 38 persen
dan dari sawut kering 58 persen (Susanto 2013), tepung tapioka 17,09 persen
(Asfia 2013), dan kelanting 34,7 persen (Sagala et al. 2011).
Perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami juga akan diperoleh
informasi mengenai imbalan informasi mengenai persentase balas jasa untuk
tenaga kerja dan balas jasa untuk penggunaan modal berupa keuntungan.
Penelitian Sagala et al. (2011) dan Asfia (2013) menunjukkan bahwa persentase
balas jasa untuk keuntungan lebih besar daripada balas jasa untuk tenaga kerja.
Hal ini menunjukkan kegiatan pengolahan yang dilakukan merupakan usaha yang
padat modal sehingga penggunaan tenaga kerjanya tidak terlalu banyak.
Sedangkan penelitian Susanto (2013) dan Hawarto (2014) menunjukkan bahwa
persentase balas jasa untuk tenaga kerja lebih besar daripada persentase balas jasa
keuntungan. Berdasarkan penelitian Susanto (2013), pengolahan tepung ubi jalar
dengan menggunakan bahan baku ubi jalar segar menghasilkan imbalan tenaga
kerja lebih besar daripada keuntungan. Sedangkan pada penelitian Hawarto (2014)
menunjukkan pengolahan tepung tapioka kasar menghasilkan imbalan tenaga
kerja yang lebih besar daripada Hal ini menunjukkan kegiatan pengolahan yang
dilakukan merupakan usaha yang padat kerja dengan jumlah tenaga kerja yang
cukup banyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Hawarto (2014) menunjukkan bahwa skala
usaha dapat mempengaruhi besarnya nilai tambah dari kegiatan pengolahan yang
dilakukan. Nilai tambah padat unit pengolahan penggilingan kasar ubi kayu skala
besar lebih besar dibandingkan dengan unit pengolahan penggilingan kasar ubi
kayu skala kecil. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh pada besarnya nilai
tambah. Penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit jumlahnya pada penggilingan
kasar ubi kayu skala besar menghasilkan nilai tambah yang lebih besar
dibandingkan dengan penggilingan kasar ubi kayu skala kecil.
Keuntungan yang diperoleh unit pengolahan dipengaruhi oleh penggunaan
input (Hawarto 2014; Susanto 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Susanto
membuktikan bahwa penggunaan bahan baku dari bahan setengah jadi dapat
memberikan nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan bahan baku dari bahan baku segar. Penggunaan bahan baku dari
bahan setengah jadi dapat mempersingkat waktu pengolahan dan tenaga kerja
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan bahan baku segar.
Penggunaan input yang lebih efisien akan memberikan keuntungan yang lebih
besar. Input yang digunakan meliputi bahan baku, tenaga kerja dan input lainnya.
13

Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai pendapatan dan nilai tambah


menunjukkan bahwa penggunaan input, tenaga kerja dan output dapat
mempengaruhi besarnya nilai tambah. Penelitian mengenai nilai tambah dari
usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis belum dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya penulis akan
melakukan analisis terhadap pertambahan nilai tambah dari pengolahan kelapa
menjadi minyak kelapa dan galendo.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Biaya
Biaya menurut Warindrani (2006) adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau di masa datang bagi perusahaan. Informasi biaya inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk penyajian dalam laporan laba rugi maupun neraca
yang digunakan untuk kepentingan pihak luar (akuntansi keuangan) maupun
laporan khusus untuk kepentingan manajemen (akuntansi manajemen). Oleh
karena itu, informasi biaya yang teliti untuk pihak luar dan informasi biaya yang
akurat dan relevan untuk keputusan tertentu merupakan informasi yang sangat
penting bagi manajemen untuk pengambilan keputusan.
Menurut Warindrani (2006), biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepentingan untuk perhitungan harga pokok persediaan dan untuk memenuhi
kepentingan manajemen. Pada umumnya perusahaan mengklasiikasikan biaya
sebagai dasar penetapan harga pokok produksi menjadi dua yaitu biaya produksi
dan non produksi sedangkan klasifikasi biaya untuk memenuhi kepentingan
manajemen dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan
diklasifikasikan menjadi biaya variabel, biaya tetap, biaya langsung dan tak
langsung, biaya terkendali dan biaya tak terkendali, biaya diferensial atau biaya
incramental dan biaya kesempatan. Berikut ini adalah pengertian beberapa jenis
biaya berdasarkan klasifikasinya. Klasifikasi biaya untuk menghitung harga pokok
persediaan berdasarkan Warindrani (2006) adalah sebagai berikut:
a. Biaya produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead. Biaya bahan baku termasuk di dalamnya bahan
penolong. Biaya tenaga kerja langsung merupakan tenaga yang terlibat
langsung dalam proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Biaya
overhead pabrik merupakan biaya yang terjadi di pabrik dan berkaitan
dengan proses produksi, diluar bahan baku dan tenaga kerja langsung.
b. Biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi umum
mengingat bahwa kondisi sekarang bisnis dikendalikan oleh konsumen
(business driven by consumer) sehingga komposisi biaya perusahaan lebih
banyak pada biaya administrasi dan pemasaran daripada biaya produksi.
14

Klasifikasi biaya untuk memenuhi kepentingan manajemen berdasarkan


Warindrani (2006) adalah sebagai berikut:
a. Biaya variabel : total biaya yang berubah secara proporsional dengan total
volume kegiaan tertentu dalam periode tertentu.
b. Biaya total : total biaya yang tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan.
c. Biaya langsung dan biaya tak langsung : biaya yang langsung dapat
ditelusuri dan biaya tak langsung yaitu biaya yang secara fisik sulit
ditelusuri sehingga biasanya digunakan metode hubungan sebab akibat dan
pengalokasian.
d. Biaya terkendali dan tidak terkendali. Contoh biaya iklan pada departemen
penjualan merupakan biaya terkendali bagi manajer pemasaran tetapi tidak
terkendali bagi manajer produksi yang tidak mempunyai wewenang apa-
apa.
e. Biaya diferensial atau biaya incremental. Dalam pengambilan keputusan
manajemen harus membandingkan biaya masing-masing alternatif yang
biasa dipilih. Perbedaan biaya antara masing-masing alternatif disebut
biaya alternatif.
f. Biaya kesempatan: keuntungan yang tidak jadi diperoleh dari satu
alternatif karena mengambil alternatif yang lain.

Konsep Produksi Bersama dan Produksi Sampingan


Produksi bersama adalah produk yang dihasilkan bersama dari satu proses
ataupun melalui tahapan proses produksi. Pengertian ini menekankan bahwa dari
satu proses tercipta beberapa jenis produk yang memiliki hubungan kuantitas
tertentu, namun hubungan ini tidak naik atau turun secara proporsional dalam arti
pertambahan dalam satu jenis produk tidak secara otomatis akan
menambah/mengurangi produk lain dengan jumlah yang selaras. Produksi
bersama dan produksi sampingan menimbulkan kesukaran dalam menentukan
biaya pembuatannya, karena biaya bersama yang sebenarnya tidak dapat
dipisahkan (Rony 1990).
Jika proses produksi gabungan menghasilkan satu produk dengan total nilai
jual yang tinggi dibandingkan dengan total nilai jual produk lainnya dari proses
tersebut, produk tersebut disebut dengan produk utama. Jika proses produksi
gabungan menghasilkan dua atau lebih produk dengan total nilai jual yang lebih
tinggi dengan total nilai jual produk lainnya, jika ada, produk itu disebut sebagai
produk gabungan. Lebih lanjut, klasifikasi produk-produk utama, produk
gabungan atau produk sampingan dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu
terutama untuk produk-produk yang harga pasarnya dapat naik atau turun
(Horngren et al., 2006).
Menurut Rony (1990), biaya produksi bersama adalah sejumlah biaya yang
terjadi dari suatu proses bersama atas material tertentu yang mungkin
menghasilkan dua atau lebih jenis produk. Biaya yang ditimbulkan secara bersama
sebelum titik pisah antara berbagai jenis produk yang dihasilkan tidak dapat
dipisahkan dari proses bersama. Titik pisah atau titik splitoff adalah saat yang
kritis dalam proses produksi gabungan apabila dua atau lebih produk dapat
diidentifikasi secara terpisah (Horngren et al.2006).
Menurut Rony (1990), biaya produksi bersama memiliki ciri-ciri bahwa
biaya itu terjadi untuk beberapa jenis produk yang berbeda dan merupakan jumlah
15

keseluruhan yang tak dapat dipisahkan. Dengan demikian berbeda dibandingkan


terhadap jumlah masing-masing untuk setiap produk. Oleh karena itu, biaya
produksi bersama memerlukan pengalokasian atau pendistribusian pada masing-
masing produk. Alokasi biaya bersama dapat diidentifikasi dengan cara :
(1) Metode nilai pasar yaitu pengalokasian berdasarkan nilai pasar masing-
masing produk secara relatif
(2) Metode fisik atau kuantitas yaitu berdasarkan pada ukuran fisik tertentu
seperti berat, volume atau secara garis lurus
(3) Metode biaya rata-rata per unit
(4) Metode rata-rata tertimbang dengan mendasarkan indek produksi atau
standar tertentu

Produksi sampingan umumnya dipakai untuk menunjukkan satu atau lebih


produk dalam jumlah yang relatif kecil yang dihasilkan secara bersama, dengan
produk utama yang biasanya memiliki jumlah atau kuantitas yang besar. Dengan
demikian proses bersama ini menghasilkan produk sampingan dan produk utama
yang biasanya memiliki jumlah atau kuantitas yang besar. Metode penetapan
biaya produk sampingan dapat dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu :
(1) Biaya produk bersama tidak dialokasikan ke produk sampingan.
Pendapatan dari penjualannya digunakan sebagai pengurangan biaya
produksi produk utama.
(2) Sebagian biaya produksi bersama dialokasikan ke produk sampingan,
nilai persediaan didasarkan pada biaya alokasi ini ditambah biaya proses
lebih lanjut (Rony 1990).

Konsep Titik Impas/Pulang Pokok (Break Even Poin/BEP)


Analisis pulang pokok adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan
seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang
dikeluarkan serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Keadaan
pulang pokok merupakan keadaan di mana pendapatan perusahaan (total revenue)
yang disingkat TR adalah sama dengan biaya ditanggungnya (total cost) yang
disingkat TC (Umar 2009).
Menurut Harjito dan Martono (2012), analisis BEP memerlukan beberapa
asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Biaya di dalam perusahaan dapat digolongkan ke dalam biaya tetap dan biaya
variabel. Oleh karena itu, semua biaya yang dikeluarkan perusahaan harus
dapat diklasifikasikan dan diukur secara realistik sebagai biaya tetap dan
biaya variabel.
2. Biaya variabel secara total berubah sebanding dengan volume
penjualan/produksi, tetapi biaya variabel per unitnya tetap.
3. Biaya tetap secara total jumlahnya tetap (pada range produksi tertentu)
meskipun terdapat perubahan volume penjualan/produksi.
4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode waktu yang dianalisis.
Tingkat harga pada umumnya akan stabil pada jangka pendek. Dengan
demikian apabila harga berubah, maka break evenpun tidak berlaku
(berubah).
17

Konsep Profitabilitas
Apabila hasil penjualan pada tingkat break even dihubungkan dengan
penjualan yang dibudgetkan atau pada tingkat penjualan tertentu, maka akan
diperoleh informasi tentang seberapa jauh volume penjualan boleh turun sehingga
perusahaan tidak menderita rugi. Hubungan atau selisih antara tingkat penjualan
tertentu dengan penjualan pada tingkat break even merupakan tingkat keamanan
(margin of safety) bagi perusahaan dalam melakukan penurunan penjualan. Suatu
perusahaan yang mempunyai margin of safety yang besar adalah lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai margin of safety yang rendah,
karena margin of safety memberikan gambaran kepada manajemen berapakah
penurunan penjualan yang dapat ditolerir sehingga perusahaan tidak menderita
rugi tetapi juga belum memperoleh laba (Munawir 1995).
Persentase dari margin of safety dapat dihubungkan langsung dengan
tingkat keuntungan perusahaan (profitabilitas), dengan menggunakan margin of
safety dan marginal income rationya. Marginal income ratio disebut juga dengan
rasio marjin kontribusi. Rasio marjin kontribusi merupakan hasil pembagian
antara laba kontribusi atau marjin kontribusi dengan penjualan yang dinyatakan
dalam persen. Marjin kontribusi (CM) merupakan ukuran yang paling baik untuk
digunakan karena pada setiap perubahan aktivitas, laba atau rugi perusahaan akan
berubah naik atau atau turun CM. CM dapat dihitung atas dasar per unit dan
persentase (Warindrani 2006). Menurut Mulyadi (2001), semakin besar laba
kontribusi, semakin besar kesempatan yang diperoleh perusahaan untuk menutupi
biaya tetap dan menghasilkan laba.
Analisis profitabilitas dapat diterapkan pada berbagai obyek informasi,
seperti produk, keluarga produk, aktivitas atau unit organisasi. Analisis
profitabilitas dapat digunakan untuk mengetahui penyebab kondisi laba atau rugi
yang dialami oleh suatu perusahaan pada periode akuntansi tertentu. Besarnya
nilai profitabilitas ini diperoleh dari perkalian antara Margin Income Ratio (MIR)
dengan Margin Of Safety (MOS). Semakin besar nilai MOS dan nilai MIR suatu
usaha, maka semakin besar nilai kemampuan usaha tersebut dalam memperoleh
laba dan sebaliknya jika semakin kecil, maka laba yang diperoleh juga kecil
(Munawir 1995).

Konsep Nilai Tambah


Kementrian Keuangan (2012) menyebutkan bahwa pengertian nilai
tambah (value added) adalah suatu komoditas yang bertambah nilainya karena
melalui proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu
produksi. Sedangkan definisi nilai tambah yang lain adalah pertambahan nilai
suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada
komoditas yang bersangkutan (Hayami et al.1987). Input fungsional tersebut
berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place
utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan
imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan manajemen.
Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena
adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus
peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok
dari hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir di konsumen akhir. Nilai
18

tambah pada setiap rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan
setiap anggota dari rantai pasok tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2013).
Pembentukan nilai tambah dipengaruhi oleh input dan perlakuan pada
pengolahan yang dilakukan. Nilai tambah terlihat dengan dengan adanya
perubahan-perubahan pada input seperti perubahan bentuk, tempat, kepemilikan,
dan waktu. Sektor pengolahan yang menghasilkan nilai tambah, alat analisis yang
sering digunakan adalah alat analisis nilai tambah. Alat analisis ini dikemukakan
oleh Hayami. Kelebihan dari alat analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian
2. Dapat diketahui produktivitas produksinya (rendemen dan efisiensi tenaga
kerjanya)
3. Dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi
4. Dapat dimodifikasi untuk nilai tambah selain subsistem pengolahan
(Sudiyono 2002)

Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat diketahui besarnya balas
jasa yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses
perlakuan tersebut. Dalam analisis nilai tambah, terdapat tiga komponen
pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyak output yang
dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan
banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan
input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-
satuan input.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan yang banyak


digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan untuk menghasilkan nilai
tambah. Industri pengolahan minyak kelapa merupakan salah satu industri
pengolahan dengan bahan baku buah kelapa. Salah satu daerah yang terdapat
usaha pengolahan minyak kelapa adalah Kabupaten Ciamis. Jumlah usaha
pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis mengalami penurunan dari
tahun 2012-2013 menjadi 20 unit usaha. Penurunan jumlah usaha pengolahan
minyak kelapa ini dikarenakan tidak adanya generasi penerus dan terdapat
kendala dalam usaha. Adanya kendala dalam usaha dapat mempengaruhi kondisi
usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis. Kondisi usaha pengolahan
minyak kelapa dapat dilihat dari profitabilitas dan nilai tambah.
Pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis menghasilkan 2 produk
yaitu minyak kelapa dan galendo. Untuk menghitung profitabilitas dan nilai
tambah dari masing-masing produk perlu dilakukan pemisahan biaya. Pemisahan
biaya ini akan dilakukan dengan alokasi biaya bersama. Analisis profitabilitas
dilakukan dengan melakukan perhitungan struktur biaya, struktur penerimaan
usaha sehingga dapat dianalisis titik titik impas, dan profitabilitas usaha
pengolahan minyak kelapa. Analisis nilai tambah dilakukan dengan menggunakan
metode Hayami. Perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami akan
menghasilkan rasio nilai tambah, bagian untuk marjin, bahan lain, tenaga kerja
dan keuntungan bagi pemilik usaha. Semua hasil analisis akan menjadi
19

rekomendasi sebagai implikasi manajerial bagi usaha pengolahan minyak kelapa


di Kabupaten Ciamis. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar
2.

Kelapa sebagai bahan baku


industri pengolahan

- Tidak ada generasi


Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di penerus
Kabupaten Ciamis - Kendala usaha :
o Bahan Baku
o Harga output

Minyak Kelapa Galendo

Alokasi Biaya Bersama

- Struktur Biaya Analisis Nilai Tambah


- Struktur
Penerimaan

Metode Hayami
- Rasio Nilai Tambah
- Analisis Titik - Balas Jasa Tenaga Kerja
Impas - Balas Jasa Pelaku Usaha
- Analisis
Profitabilitas
o MOS
o MIR
o Profitabilitas
- DOL

Perbandingan antara usaha pengolahan minyak kelapa

Implikasi Manajerial

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional


20

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tiga unit pengolahan minyak kelapa di


Kabupaten Ciamis yaitu usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade, usaha
pengolahan minyak kelapa Bapak Nana dan usaha pengolahan minyak kelapa
Bapak Babas (Tabel 7). Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive didasarkan
pada pertimbangan bahwa Kabupaten Ciamis merupakan sentra produksi kelapa
di Jawa Barat dan terdapat usaha pengolahan minyak kelapa. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan pada Bulan September 2014.

Metode Penentuan Sampel

Penentuan sampel pada penelitian menggunakan metode non probability


sampling yaitu secara purposive. Pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan
bahwa usaha pengolahan minyak kelapa tersebut melakukan produksi secara
kontinyu selama tahun 2013-2014 dan memiliki kapasitas produksi yang berbeda-
beda. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 3 unit pengolahan
minyak kelapa. Unit pengolahan minyak kelapa yang menjadi sampel dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Daftar sampel unit pengolahan minyak kelapa


No Nama Pemilik Alamat Kapasitas Produksi Per
Usaha Hari
1 Ade Kelurahan Cigembor, Kec Ciamis 250 butir kelapa
2 Nana Kelurahan Cigembor, Kec Ciamis 300 butir kelapa
3 Babas Desa Ciharalang Kec Cijeungjing 550 butir kelapa

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan ini adalah jenis data primer dan data sekunder untuk
data yang bersifat kualitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh melalui
observasi dan wawancara kepada responden yaitu pemilik usaha pengolahan
minyak kelapa. Data primer meliputi jenis dan kuantitas input dan output, harga
input dan harga output, biaya tetap, biaya variabel, peralatan produksi, teknik
produksi minyak kelapa, data lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
Sedangkan data sekunder didapatkan melalui studi pada literatur yang relevan
dengan topik penelitian seperti buku, artikel imiah, internet dan instansi terkait.

Metode Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan


kuisioner kepada pihak – pihak yang terkait dengan penelitian yaitu pemilik
usahadan tenaga kerja pengolahan minyak kelapa. Wawancara dilakukan untuk
21

mendapatkan data primer. Pengumpulan data juga akan dilakukan dengan cara
studi literatur dari buku, internet dan artikel ilmiah. Studi literatur ini dilakukan
untuk mendapatkan data sekunder.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif.


Analisis kualitatif dilakukan untuk menggambarkan gambaran umum usaha
minyak kelapa, kegiatan produksi minyak kelapa, kondisi pengelolaan usaha
usaha minyak kelapa dan interpretasi dari tabulasi yang diuraian secara deskriptif.
Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan pengolahan data dalam bentuk
tabulasi dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007. Metode analisis
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah untuk analisis profitabilitas
adalah perhitungan titik impas, Marjinal Income Ratio (MIR), Marjinal of Safety
(MOS), dan Degree of Leverage (DOL) yang sebelumnya didapatkan dari
perhitungan biaya dan volume penjualan serta untuk analisis nilai tambah dengan
menggunakan metode Hayami. Periode analisis yang digunakan adalah satu tahun,
dengan hari efektif kerja pada usaha minyak kelapa adalah 26 hari untuk 1 bulan.

Analisis Struktur Biaya


Biaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keuntungan yang
diperoleh perusahaan.Biaya dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi biaya
tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya
nilainya tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus
dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Biaya variabel adalah biaya yang
nilainya dipengaruhi oleh produksi yang dilakukan. Dengan adanya pemisahan
yang jelas antara unsur biaya variabel dan biaya tetap itu, maka dapat dengan
mudah manajemen menetapkan tingkat pembebanan biaya pabrik lainnya. Karena
total biaya (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel
(VC), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

TC = TFC + TVC
Dimana,
TC = Total biaya usaha pengolahan minyak kelapa (Rp)
TFC = Total biaya tetap usaha pengolahan minyak kelapa (Rp)
TVC = Total biaya variabel usaha pengolahan minyak kelapa (Rp)

Kegiatan pengolahan minyak kelapa menggunakan peralatan. Setiap


peralatan yang digunakan pada proses produksi harus dihitung biaya
penyusutannya. Cara untuk menghitung biaya penyusutan dengan menggunakan
metode garis lurus yaitu pembagian nilai awal setelah dikurangi nilai akhir oleh
waktu pemakaian (expected life). Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa nilai
benda yang digunakan dalam usaha akan menyusut dalam besaran yang sama
setiap tahunnya atau selalu sama sepanjang tahun.
22

Analisis Titik Impas (Break Even Point/BEP)


BEP adalah cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu
usaha tidak menderita rugi tetapi belum memperoleh laba atau laba = 0 (Mulyadi
2001). Tujuan ditetapkannya BEP adalah untuk mengetahui berapa jumlah produk
minimal yang harus diproduksi agar bisnis tidak rugi dan mengetahui berapa
harga terendah yang harus ditetapkan agar usaha tidak rugi. Titik impas dapat
dinyatakan dalam satuan unit produk yang dijual dan dalam jumlah rupiah
pendapatan. Menurut Mulyadi (2001), rumus BEP adalah sebagai berikut :

a) BEP (unit):

b) BEP (Rupiah)
BEP (Rp) =

Dikarenakan disebut dengan marginal


income ratio atau rasio marjin kontribusi, maka rumus BEP (Rupiah)
menjadi :

BEP (Rupiah):

Marjin kontribusi (Contibution Margin/CM) merupakan selisih antara


penjualan dengan biaya variabel pada tingkat kegiatan tertentu. Marjin kontribusi
dapat dihitung atas dasar per unit atau dalam persentase yang disebut CM Ratio
atau rasio marjin kontribusi (Warindrani 2006).

= x 100%

Analisis Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan usaha untuk menghasilkan laba yang
dihitung dengan perkalian antara Margin of Safety (MOS) dan Marginal Rate
Income Ratio (MIR). Rumus yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas
adalah sebagai berikut :
MOS (%) =

MIR (%) =

Π (%) = MIR x MOS

DOL =
23

NPM (%) =

Keterangan :
MOS = Marjin of Safety (%)
TR = Penerimaan total (Rp)
BEP = Nilai impas produksi (Rp)
TVC = Total Biaya variabel (Rp)
MIR =Marjinal Income Ratio (%)
Π = Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)
DOL = Degree of operating leverage
NPM = Net profit margin

Analisis Nilai Tambah


Analisis nilai tambah dipandang sebagai usaha untuk melaksanakan
prinsip-prinsip distribusi dan berfungsi sebagai salah satu indikator dalam
keberhasilan suatu kegiatan produksi. Dalam menganalisis nilai tambah yang
diperoleh dari usaha pengolahan minyak kelapa ini digunakan metode Hayami
seperti yang disajikan pada Tabel 8. Metode ini digunakan karena metode ini
dapat digunakan dalam menganalisis nilai tambah usaha pengolahan produk
pertanian.
Komponen dalam perhitungan nilai tambah terdiri dari ouput, input, harga,
penerimaan dan keuntungan. Faktor konversi adalah banyaknya output yang
dihasilkan dari penggunaan 1 kg input. Koefisien tenaga kerja merupakan
penggunaan tenaga kerja dalam pengolahan 1 satuan input. Sumbangan input lain
merupakan nilai input yang digunakan dalam pengolahan selain bahan baku.

Tabel 8 Tahapan perhitungan nilai tambah Metode Hayami


No Variabel Nilai
I Output, Input, Harga
1 Output (kg) (1)
2 Bahan Baku (Kg) (2)
3 Tenaga Kerja Langsung (HOK/bulan) (3)
4 Faktor Konversi (4) = (1) / (2)
5 Koefisien tenaga kerja langsung (HOK/kg) (5) = (3) / (2)
6 Harga output (Rp/Kg) (6)
7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) (7)
II Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8)
9 Harga Input Lain (Rp/Kg) (9)
10 Nilai output (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)
11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (8) – (9)
b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = [(11a) / (10)] x 100
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) * (7)
b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = [(12a)/(11a)] x 100
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) – (12a)
b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = [(13a) / (10] x 100
III Balas jasa pemilik faktor produksi
14 Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)
a. Pendapatan tenaga kerjalangsung (%) (14a) = [(12a) / (14)] x 100
b. Sumbangan input lain (%) (14b) = [(9)/(14)] x 100
c. Keuntungan perusahaan(%) (14c) = [(13a)/(14)]x100
Sumber: Hayami et al. dalam Marimin dan Magfiroh (2010)
24

Setelah melakukan perhitungan nilai tambah, maka dapat dilakukan


pengujian nilai tambah menurut kriteria pengujian Hubeis dalam Maulidah dan
Kusumawardani (2011) sebagai berikut :
1. Rasio nilai tambah rendah apabila memiliki persentase < 15 persen
2. Rasio nilai tambah sedang apabila memiliki persentase 15 persen – 40 persen
3. Rasio nilai tambah tinggi apabila memiliki persentase > 40 persen

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN USAHA


PENGOLAHAN MINYAK KELAPA

Keadaan Umum Kabupaten Ciamis

Kondisi Geografis
Geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108°20’ sampai dengan
108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7o41’20’’ Lintang Selatan.
Kabupaten Ciamis pada peta Jawa Barat terletak paling tenggara. Wilayah
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten
Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya,
sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Propinsi Jawa Tengah, dan sebelah
Selatan dengan Samudera Indonesia. Luas Wilayah Kabupaten Ciamis secara
keseluruhan mencapai 24 4479 ha. Kabupaten Ciamis cukup potensial untuk
pertanian dan pariwisata karena merupakan jalur transportasi antar kota maupun
antar propinsi yang melewati pusat kota. Komoditas unggulan Kabupaten Ciamis
dari subsektor kelautan diantaranya lobster, kakap merah, bawal, udang jerbung
dan layur. Sedangkan komoditas unggulan di subsektor budidaya ikan air tawar
diantaranya gurame, nila gift dan udang galah. Selanjutnya di subsektor
holtikultura dan tanaman pangan terdapat potensi duku, salak, cabe dan jagung.
Untuk subsektor peternakan mempunyai komoditas unggulan sapi, ayam ras dan
domba. Dari subsektor perkebunan yang potensinya menonjol adalah cengkeh,
kakao, lada dan kelapa.

Kondisi Demografi
Berdasarkan hasil pengolahan data kependudukan yang dilakukan oleh
Dinas Capilduk Kab.Ciamis, penduduk Kabupaten Ciamis pada akhir bulan
Desember 2012 tercatat sebanyak1 789 121 orang. Dibandingkan dengan tahun
2011, jumlah penduduk tersebut mengalami kenaikan sebesar 85 persen. Dari
segi komposisi jumlah penduduk, laki-laki sebanyak 897 597 orang dan
perempuan sebanyak 891 524 orang, dengan demikian maka jumlah penduduk
laki-laki relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan hal
ini pun jelas tergambar dari nilai sex ratio sebesar 100.68. Luas wilayah
Kabupaten Ciamis adalah 2 443 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 1 789 121
orang menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk dari 726 orang per km2
pada tahun 2011 menjadi 732 orang per km2 pada tahun 2012. Dari segi
penyebarannya, 5.7 persen penduduk Kabupaten Ciamis bertempat tinggal di
Kecamatan Ciamis sehingga menyebabkan kepadatan tertinggi (3.098 orang per
km2).
25

Ketenagakerjaaan
Jumlah pencari kerja yang terdaftar selama Tahun 2012 di Dinas Tenaga
Kerja, Sosial danTransmigrasi Kabupaten Ciamis sebanyak 10 825 orang, terdiri
dari 5 557 laki-laki dan 5 268 orang perempuan. Keadaan ini apabila
dibandingkan dengan Tahun 2011 mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Berdasarkan pendidikannya, pencari kerja tersebut terdiri dari tamatan sarjana
sebanyak 754 orang laki-laki dan 780 orang perempuan, DI-DIII sebanyak 174
orang laki-laki dan 451orang perempuan, SLTA sebanyak 3 820 orang laki-laki
dan 2 845 orang perempuan, SLTP sebanyak 546 orang laki-laki dan 492 orang
perempuan, serta sisanya SD ke bawah sebanyak 72 orang laki-laki dan 86 orang
perempuan. Selama Tahun 2012, sebanyak 1 816 orang pencari kerja telah dapat
ditempatkan/mengisi lowongan kerja di sektor industri, 812 orang di sektor
perdagangan dan 689 orang di sektor jasa.

Pertanian
Sektor pertanian di Kabupaten Ciamis masih menjadi penggerak roda
perekonomian,sehingga pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan ekonomi sangat
signifikan. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa pemerintah Kabupaten
Ciamis masih menganggap penting terhadap pengembangan potensi sektor
pertanian. Cakupan sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan,
holtikultura, perikanan, peternakan, kehutanan dan perkebunan. Produksi
perkebunan rakyat pada tahun 2012 mengalami fluktuasi yang bervariasi untuk
semua komoditas. Beberapa komoditas mengalami kenaikan namun demikian ada
juga komoditas yang mengalami penurunan. Produksi paling banyak ada pada
komoditas kelapa sebesar 37 890.22 ton, sedangkan kopi menduduki urutan kedua
dengan total produksi sebesar 951,93 ton. Kelapa merupakan komoditas
perkebunan yang cukup penting di Kabupaten Ciamis. Oleh karena itu, kelapa
menjadi salah satu bagian dari lambang daerah Kabupaten Ciamis dengan filosopi
kelapa memberikan sumber pendapatan masyarakat setelah padi.

Keadaan Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis

Kabupaten Ciamis merupakan salah satu daerah Jawa Barat yang memiliki
usaha pengolahan minyak kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa sudah
dilakukan sejak tahun 1839. Oleh karena itu, terdapat usaha kecil minyak kelapa
di Kabupaten Ciamis merupakan usaha keluarga yang sudah ada secara turun
temurun. Akan tetapi, sejak minyak goreng curah kelapa sawit banyak digunakan
oleh masyarakat pada tahun 1980-an, penggunaan minyak kelapa semakin
berkurang. Hal itu menyebabkan beberapa usaha pengolahan minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis yang berhenti berproduksi. Meskipun demikian, terdapat
beberapa penduduk Ciamis yang mempertahankan usaha pengolahan minyak
kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis ini ditunjang
dengan ketersediaan bahan baku buah kelapa dengan Kabupaten Ciamis sebagai
sentra kelapa di Jawa Barat.
Pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis masih dilakukan secara
tradisonal. Minyak kelapa diproses dengan pemasakan santan menjadi ”minyak
kelentik”. Dalam proses pemasakan tersebut menghasilkan endapan padat
berwarna coklat yang disebut blondo/”galendo”. Endapan minyak tersebut juga
26

merupakan produk yang dijual oleh usaha pengolahan. Galendo merupakan


makanan khas Ciamis yang disebut sebagai makanan tradisional, karena dahulu
makanan ini hanya dimakan oleh masyarakat menengah ke bawah.Penggunaan
teknologi dan peralatan yang masih sederhana dan tradisional ini disebabkan
karena pengaruh budaya dan kesulitan modal yang dialami usaha pengolahan
minyak kelapa. Selain itu, pengolahan minyak kelapa secara tradisional melalui
pemasakan santan juga memungkinkan dihasilkannya endapan dalam kualitas
yang baik. Jika pembuatan minyak kelapa dilakukan secara fermentasi akan
menghasilkan endapan yang busuk sehingga para pelaku usaha pengolahan
minyak kelapa di Kabupaten Ciamis tidak melakukan metode tersebut.
Sejarah usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis diakibatkan
oleh letusan gunung Galunggung. Sebelum terjadinya letusan Gunung
Galunggung, pohon kelapa tumbuh subur di wilayah Kabupaten Ciamis
menghasilkan buah kelapa yang berukuran besar. Buah kelapa ini lebih banyak
diperjualbelikan baik di dalam lingkup Kabupaten Ciamis dan ke luar kota.
Adanya musim kemarau kerena meletusnya Gunung Galunggung pada tahun 1982
mengakibatkan ukuran buah kelapa menjadi lebih kecil. Ukuran buah kelapa yang
lebih kecil ini tidak laku untuk dijual. Kemudian pada tahun 1984 kelapa yang
berukuran kecil dimanfaatkan oleh masyarakat Ciamis untuk diolah menjadi
minyak kelentik dan galendo. Namun setelah berjalan lebih 10 tahun lamanya,
usaha pengolahan minyak kelapa dan galendo Ciamis tidak bisa memenuhi
standar mutu yang baik. Minyak kelapa yang dihasilkan mudah berubah aromanya
dan hanya mampu bertahan satu minggu, begitu pula dengan galendo.
Proses pengolahan minyak kelapa dengan cara tradisional tersebut memang
mudah dilakukan dan tidak banyak memerlukan biaya. Akan tetapi, penggunaan
teknologi tradisional ini menyebabkan kelemahan pada produk yang dihasilkan
yaitu rendeman yang rendah. Setiap 1 butir buah kelapa yang diprosesakan
menghasilkan 100 gram minyak kelapa. Minyak kelapa yang dihasilkan di
Kabupaten Ciamis sekarang mampu bertahan sampai dengan 1 tahun dengan
aroma yang tidak berubah. Hal ini dihasilkan dari keuletan dan kerja keras para
pemilik usaha minyak kelapa pada tanggal 22 Agustus 1995 yang berhasil
menemukan cara pengolahan minyak kelentik dan galendo sehingga bisa menjadi
tahan lama.
Pengrajin minyak kelapa harus melakukan proses produksi secara hati-hati
dan cermat. Proses produksi yang tidak dilakukan dengan baik dan hati-hati dapat
menyebabkan kualitas minyak kelapa dan galendo menjadi kurang baik sehingga
tidak layak dijual. Oleh karena itu, kecermatan dan kehati-hatian dalam proses
produksi juga mempengaruhi produk yang dapat dihasilkan pengrajin. Selain itu,
seperti sudah disebutkan sebelumnya minyak kelapa dan galendo memiliki
karakteristik tidak tahan lama sehingga beberapa pengusaha minyak kelapa
memberikan beberapa perlakuan tertentu pada produknya khususnya galendo.
Perlakuan khusus tersebut adalah memasak kembali minyak kelapa setelah
pemisahan galendo. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam minyak
kelapa sehingga minyak kelapa dapat tahan lebih lama.
Kendala yang dihadapi usaha pengolahan minyak kelapa dalam produksinya
yaitu ketersediaan bahan baku, kenaikan harga kelapa dan harga minyak kelapa
yang tidak stabil serta cenderung mengalami penurunan. Harga buah kelapa yang
cenderung berfluktuasi terutama pada musim-musim tertentu seperti pada bulan
27

Ramadhan harganya bisa menjadi sangat tinggi sedangkan harga minyak kelapa
cenderung menurun. Pada bulan April 2014 berdasarkan wawancara dengan salah
satu pengrajin minyak kelapa, harga minyak kelapa di tingkat usaha pengolahan
adalah Rp15 000/kg tetapi pada bulan Agustus 2014 yang mencapai Rp7 000/kg.
Mayoritas pengusaha minyak kelapa di Kabupaten Ciamis merupakan usaha
rumah tangga yang bersifat informal. Saat ini, banyak usaha pengolahan minyak
kelapa di Ciamis yang tidak melanjutkan usahanya dikarenakan tidak ada generasi
penerus. Usaha ini masih mengandalkan keluarga sebagai tenaga kerja. Selain itu,
kenaikan harga buah kelapa yang pernah mencapai harga di atas Rp2000 per butir
juga membuat beberapa usaha pengolahan minyak kelapa yang berhenti produksi.
Kenaikan harga kelapa ini biasanya terjadi pada saat musim hujan di mana jumlah
produksi buah kelapa berkurang dan kualitas kelapanya kurang baik. Apabila
kualitas buah kelapa kurang baik maka jumlah produksi minyak kelapa berkurang
karena banyak buah kelapa yang dijadikan kopra karena tidak layak untuk
diproduksi.

Gambaran Umum Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Lokasi Penelitian

Usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi objek penelitian ini adalah
sebanyak 3 unit usaha pengolahan minyak kelapa yang terletak di Lingkungan
Burujul Kelurahan Cigembor, Kecamatan Ciamis dan di Dusun Cibodas, Desa
Ciharalang, Kecamatan Cijeungjing. Setiap unit usaha pengolahan minyak kelapa
yang menjadi objek penelitian memiliki kapasitas produksi dan karakteristik usaha
yang berbeda. Secara umum semua unit usaha tersebut melakukan usaha
pengolahan buah kelapa tua menjadi minyak kelentik dan galendo. Karakteristik
usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi objek penelitian dapat dilihat pada
Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Karakteristik umum usaha pengolahan minyak kelapa


Usia Lama Usaha Kapasitas Produksi
Nama (Tahun) Pendidikan Perizinan (tahun) (Hari)
Pak Ade 45 SD - 20 250 butir kelapa
Pak Nana 46 SD - 17 300 butir kelapa
Pak Babas 40 SMA PIRT 9 550 butir kelapa

Karakterisitik umum yang ditampilkan adalah usia dan pendidikan pemilik


usaha, status perizinan usaha, lama usaha dan kapasitas produksi per hari. Unit
usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi objek penelitian tidak semuanya
memiliki nama usaha. Hal ini disebabkan karena mayoritas unit usaha tersebut
merupakan usaha non formal. Hanya satu usaha yang memiliki nama usaha yaitu
unit usaha milik Pak Babas yang bernama Nata De Coco dan sudah memiliki
perizinan berupa PIRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis.
Usia, status pendidikan dan lamanya pengalaman usaha dapat
mempengaruhi setiap pelaku usaha dalam melakukan pengelolaan usahanya.
Responden usaha pengolahan minyak kelapa berusia 40 - 46 tahun (Tabel 9).
Rentang usia tersebut termasuk ke dalam usia produktif. Usia berkaitan dengan
kemampuan fisik dalam melakukan kegiatan produksi dan pengambilan keputusan
28

dalam mengembangkan usahanya. Pengusaha yang berusia lebih muda biasanya


lebih menginginkan untuk mencoba hal yang baru pada usaha minyak kelapa yang
dilakukannya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Pak Nana yang mencoba
membuat dodol dari galendo dan Pak Babas yang mengolah galendo dengan
berbaga macam rasa dan mencoba mengembangkan produk galendo coklat.
Begitu pula dengan Bapak Ade yang senantiasa memperbaiki cara pengolahan
minyak kelapanya agar kualitas minyak kelapa dan galendo yang dihasilkan selalu
baik.
Jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh pengusaha minyak kelapa
yang menjadi objek penelitian mayoritas adalah tingkat sekolah dasar, hanya satu
orang pengusaha yang menempuh pendidikan sampai SMA adalah Pak Babas.
Hal ini disebabkan bukan karena tidak adanya keinginan untuk bersekolah tetapi
karena faktor kesulitan ekonomi. Tingkat pendidikan formal ini mempengaruhi
pada keinginan untuk melakukan diversifikasi dan inovasi produk. Hal ini dilihat
dari Pak Babas yang melakukan diversifikasi dan inovasi pada produk dengan
memproduksi minyak kelapa dalam kemasan botol selain minyak kelapa yang
dijual secara curah. Selain itu, Pak Babas juga menjual galendo varian rasa selain
galendo original dan melakukan pengemasan dengan baik pada produknya.
Pendidikan dan keterampilan tidak hanya didapat dari pendidikan formal
tetapi juga dari pengalaman berusaha. Semua responden memiliki pengalaman
berusaha di atas 5 tahun. Hal ini pengusaha minyak kelapa sudah memiliki
pengalaman yang cukup dalam usaha pengolahan minyak kelapa. Pengusaha
minyak kelapa Pak Ade dan Pak Nana mendapatkan pengalaman mengolah
minyak kelapa dengan pernah bekerja pada usaha pengolahan minyak kelapa dan
usaha tersebut merupakan usaha turun temurun. Sedangkan Pak Babas memang
sudah lama melakukan usaha di bidang perkelapaan dengan memulai usaha Nata
de Coco pada tahun 1990, tetapi kemudian pada tahun 2005 memulai usaha
minyak kelapa dan galendo.

Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Penolong


Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan minyak kelapa ini adalah
buah kelapa utuh yang sudah tua. Buah kelapa tua biasanya didapatkan dari
daerah sekitar tempat usaha berada. Bapak Ade dan Bapak Nana mendapatkan
buah kelapa dari daerah Cigembor. Menurut wawancara, pemilik usaha minyak
kelapa pernah mencoba membeli kelapa dari daerah lain yaitu dari Pangandaran
tetapi hasilnya tidak terlalu baik dikarenakan kandungan minyak pada buah
kelapanya sedikit sehingga minyak yang dihasilkan tidak terlalu banyak.
Sedangkan Pak Babas mendapatkan buah kelapa tua dari daerah Ciharalang dan
Cijeungjing.
Pembelian buah kelapa dilakukan pada petani ataupun pedagang yang sudah
menjadi langganan para pengusaha minyak kelapa. Pengiriman bahan baku
dilakukan sesuai dengan permintaan dari usaha pengolahan minyak kelapa. Harga
untuk pembelian buah kelapa adalah sebesar Rp1 100 per satu butir kelapa untuk
di daerah Cigembor (Pak Ade dan Pak Nana) dan Rp1 200 di daerah Ciharalang
(Pak Babas). Hal tersebut sudah termasuk biaya pengiriman kelapa sampai ke
tempat pengolahan minyak kelapa. Jenis kelapa yang digunakan merupakan
kelapa dalam. Kelapa dalam ini dikenal memiliki kandungan minyak pada daging
buahnya yang cukup tinggi sehingga cocok untuk diolah menjadi minyak kelapa.
29

Buah kelapa yang digunakan untuk produksi minyak kelapa adalah buah kelapa
yang sudah tua dan harus menghasilkan banyak santan. Bahan baku buah kelapa
biasanya hanya dipasok dari daerah sekitar tempat pengrajin berada. Hal ini
dikarenakan buah kelapa dari luar daerah biasanya tidak menghasilkan santan
yang banyak. Ketersediaan buah kelapa dipengaruhi oleh musim. Ketika musim
hujan biasanya produksi buah kelapa berkurang, kelapa biasanya didatangkan dari
daerah yang jauh sehingga menyebabkan tingginya biaya transportasi. Hal ini
akan menyebabkan harga buah kelapa menjadi lebih mahal.
Bahan-bahan lain yang digunakan untuk pengolahan minyak kelapa adalah
air, gula, kemasan, anyaman bambu dan solar. Air diperoleh dari sumur di dekat
tempat produksi minyak kelapa. Air yang digunakan harus bersih dan jernih
karena digunakan untuk membuat santan. Gula biasanya diperoleh dari pasar
tradisional terdekat ataupun warung di sekitar tempat pengolahan minyak kelapa.
Gula digunakan untuk menambahkan rasa manis ada galendo. Kemasan biasanya
digunakan untuk mengemas galendo yaitu berupa plastik bening. Biasanya plastik
bening diperoleh dari pasar tradisional terdekat. Anyaman bambu digunakan
untuk mencetak galendo biasanya diperoleh dari pengrajin bambu di daerah
sekitar tempat usaha. Bensin digunakan sebagai bahan bakar mesin pemarut
kelapa yang biasa diperoleh di warung di sekitar tempat pengolahan. Bahan-bahan
lainnya yang digunakan adalah sabut dan tempurung. Itu digunakan sebagai bahan
bakar untuk pemasakan santan yang diperoleh dari kupasan buah kelapa.

Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk memproduksi minyak kelapa adalah
tungku, mesin pemarut kelapa, pencungkil kelapa, pemobok (golok), pengaduk,
alat press galendo, wajan, alat pemeras santan (kejekan), alat mixer santan,
jerigen, ember, baskom, gayung, pompa air, corong, drum, dan peralatan untuk
pengemasan seperti mesin vacum, sealer, dan timbangan.

Proses Produksi
Proses produksi minyak kelapa akan dijelaskan di bawah ini. Satu rangkaian
pemrosesan buah kelapa sampai menjadi minyak kelapa dan galendo disebut
dengan ’girangan’. Satu girangan biasanya dilakukan untuk 60 butir kelapa pada
usaha Bapak Ade dan Bapak Nana sedangkan pada usaha Bapak Babas satu
girangan dilakukan untuk 65 butir kelapa.

1. Pengupasan Kelapa
Buah kelapa dikupas sabutnya dengan menggunakan tangan sampai terlihat
tempurung kelapanya. Sabut akan digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak
santan. Tempurung kelapa kemudian dipecahkan dengan menggunakan alat
pemecah kelapa. Air kelapa yang keluar ditampung di dalam ember dan daging
buah kelapa dicungkil dengan menggunakan alat pencungkil. Air kelapa dalam
ember kemudian ditampung dalam jerigen untuk dijual ke usaha nata de coco.
Sedangkan tempurung kelapanya sebagian akan digunakan sebagai bahan bakar
dan sebagian lagi dijual. Daging buah kelapa yang telah terpisah kemudian
disimpan di dalam ember atau keranjang bambu. Sebelum dipecahkan, biasanya
buah kelapa diperiksa terlebih dahulu. Apabila tempurung kelapanya sudah pecah
baik karena pengangkutan atau karena cara penyimpanan, maka daging buah
30

kelapa tersebut tidak baik untuk dibuat minyak kelapa. Daging buah kelapa
tersebut biasanya akan dikeringkan untuk dijadikan kopra. Apabila tempurung
buah kelapa pecah pada hari yang sama untuk pengolahan maka daging buahnya
akan tetap digunakan untuk berproduksi.

2. Pemarutan Kelapa
Daging buah kelapa segar kemudian dihancurkan dengan menggunakan
mesin pemarut. Satu kali proses pemarutan biasanya dilakukan untuk 30 butir
daging buah kelapa.

3. Pemerasan Santan
Daging buah kelapa yang telah hancur kemudian ditambahkan dengan
campuran air panas dan dingin kemudian diperas agar diperoleh air santan.
Pemerasan dilakukan dengan memberikan tekanan baik secara mekanis dengan
menggunakan alat maupun secara manual. Penggunaan air panas dimaksudkan
agar air santan yang diperoleh lebih banyak dan proses pemerasan dapat dilakukan
dengan cepat dan mudah. Santan yang telah disaring disimpan di dalam baskom
besar untuk kemudian dimasak. Penyaringan santan dilakukan dengan
menggunakan keranjang bambu dan karung plastik. Setiap satu kali proses
pemerasan santan biasanya dilakukan untuk 60-65 butir kelapa. Sisa ampas kelapa
dari proses pemerasan akan dijemur dan setelah kering dikemas dalam karung.
Biasanya ampas kelapa ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk pakan ternak
dan pakan ikan.

4. Pemasakan Santan
Santan kemudian dipindahkan dari baskom ke wajan ukuran besar untuk
dimasak. Proses pemasakan dilakukan sampai dengan air menguap dan terbentuk
minyak serta galendo. Selama proses pemasakan air, air yang terdapat di atas
permukaan dipisahkan. Minyak kelapa dan galendo dipisahkan dengan
menggunakan saringan tepung atau saringan kain. Saat pemasakan ini biasanya
ditambahkan gula pasir, air kelapa dan sisa minyak yang didapat dari proses
pengepressan galendo. Gula pasir dan air kelapa ditambahkan untuk menambah
rasa manis pada galendo. Sedangkan sisa minyak dari pengrepessan galendo
digunakan agar galendo berwarna coklat. Hal ini juga dilakukan untuk
mempercepat proses pemasakan.
Usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis biasanya
menggunakan tungku 2 lubang untuk melakukan proses pemasakan santan. Hal
ini dilakukan untuk mempercepat proses pemasakan santan yang kedua karena
proses pemasakan dapat dilakukan untuk 2 wajan santan kelapa. Hal ini
dimaksudkan agar proses pemasakan berlangsung lebih cepat. Satu wajan
biasanya berisi santan yang berasal dari 30 butir kelapa. Santan yang diletakkan
pada wajan yang paling depan biasanya lebih cepat matang. Setelah wajan
pertama matang, wajan kedua dipindahkan ke depan. Air santan pada wajan kedua
ini akan lebih cepat matang karena sudah dipanaskan terlebih dahulu. Bapak
Babas dan Bapak Nana menggunakan sistem 2 tungku ini. Sedangkan Bapak Ade
menggunakan tungku 3 lubang. Dua lubang pertama digunakan untuk memasak
santan sedangkan lubang ketiga digunakan untuk memanaskan air yang digunakan
untuk memeras santan.
31

Minyak yang sudah dipisahkan dari galendo akan dimasak lagi untuk
menguapkan atau menghilangkan kandungan air yang masih terdapat dalam
minyak. Hal ini dapat membuat minyak kelapa lebih tahan lama sehingga bisa
disimpan sampai 1 tahun. Minyak kelapa kemudian disimpan di dalam jerigen
ataupun drum plastik.

5. Pengrepesan Galendo
Galendo yang sudah dipisahkan dari minyak berbentuk butiran. Untuk
mempermudah pengemasan, galendo dicetak dengan menggunakan anyaman
bambu supaya berbentuk padat kemudian dipress secara manual untuk
menghilangkan kandungan minyak. Galendo yang sudah dipress didiamkan
terlebih dahulu sebelum dikemas. Selain itu, ada yang melakukan proses lanjutan
pada galendo seperti yang dilakukan Pak Babas. Pak Babas melakukan proses
lanjutan yaitu dengan menambahkan rasa coklat, susu, vanilla, dan strawberry
pada galendo.

6. Pengemasan
Pengemasan yang dilakukan oleh tiap usaha pengolahan minyak kelapa
berbeda-beda. Usaha pengolahan Bapak Ade dan Baak Nana tidak melakukan
pengemasan pada minyak kelapa. Hal ini karena minyak kelapa dijual dalam
bentuk curah seingga biasanya pembeli harus membawa tempat sendiri.
Sedangkan Pak Babas selain menjual minyak kelapa secara curah, juga menjual
minyak kelapa dalam kemasan botol 250 ml.
Pengemasan galendo juga berbeda-beda pada tiap-tiap usaha. Bapak Ade dan
Bapak Nana masih melakukan pengemasan secara sederhana yaitu dengan
menggunakan plastik bening saja. Sedangkan Bapak Babas sudah melakukan
dengan pengemasan dengan baik dan beragam. Pengemasan yang dilakukan oleh
Pak Babas sudah menggunakan kemasan primer hampa udara, kemasan sekunder
berupa plastik bening dan kemsan tersier dari karton dan bambu untuk produk
galendo. Kemasan primer dan sekunder pada galendo dimaksudkan agar produk
lebih tahan lama mencapai 6 bulan. Sedangkan kemasan tersier dibuat semenarik
mungkin untuk menarik minat pembeli.

Gambar 3 Proses produksi minyak kelapa dan galendo


32

Pengolahan Produk Sampingan


Proses pengolahan minyak kelapa akan menghasilkan produk utama berupa
minyak kelapa dan galendo serta produk sampingan berupa sabut, tempurung,
ampas kelapa, air kelapa dan abu. Produk sampingan ini seluruhnya sudah
dimanfaatkan oleh para pelaku usaha pengolahan minyak kelapa. Oleh karena itu
dapat dikatakan usaha pengolahan minyak kelapa ini zero waste atau tidak
menghasilkan limbah sama sekali. Berikut ini adalah pengolahan yang dilakukan
untuk produk sampingan dari pengolahan minyak kelapa.

1. Sabut dan Tempurung


Sabut dan tempurung merupakan bagian luar kulit kelapa yang didapatkan
dari proses pengupasan kelapa. Sabut dan tempurung kelapa ini digunakan sebagai
bahan bakar tungku untuk memasak santan. Sabut lebih banyak digunakan untuk
bahan bakar daripada tempurung. Hal ini dikarenakan tempurung menghasilkan
api yang lebih besar daripada sabut. Tempurung biasanya digunakan untuk
memperbesar api pada proses pemasakan. Sisa tempurung biasanya dijual. Tetapi
penjualan ini tidak dilakukan dengan rutin.
2. Air kelapa
Air kelapa ini ditampung pada saat tempurung kelapa dipecahkan untuk
memisahkan daging kelapa dari tempurung kelapa. Air yang keluar dari
tempurung kelapa di tampung pada ember sebelum dimasukkan ke dalam jerigen.
Air kelapa tua ini biasanya dijual ke produsen Nata de Coco. Sebagian air kelapa
ini juga digunakan untuk pemanis galendo. Podusen Nata de Coco yang sudah
berlangganan dengan pengrajin minyak kelapa biasanya menitipkan jerigen untuk
menampung air kelapa tersebut. Pengambilan air kelapa tersebut akan dilakukan
secara rutin oleh produsen Nata de Coco jika jerigen sudah terisi semuanya. Akan
tetapi dikarenakan tidak adanya kontrak, seringkali walaupun jerigen sudah terisi
penuh air kelapa tetapi produsen Nata de Coco tidak mengambil air kelapa
tersebut. Hal tersebut menyebabkan air kelapa terbuang, para pengrajin biasanya
membuang air kelapa ke kolam atau ke pekarangan rumah.
3. Ampas Kelapa
Ampas kelapa dihasilkan dari proses pemerasan santan berupa kelapa parut.
Biasanya ampas kelapa ini digunakan sebagai tambahan untuk pakan ternak dan
pakan ikan. Para pengrajin biasanya menjemur dahulu ampas kelapa sebelum
dijual. Ampas kelapa yang sudah kering kemudian dimasukan ke dalam karung.
Dari proses produksi minyak kelapa sebanyak 300 butir akan menghasilkan 1
karung ampas kelapa yaitu sekitar 25 kg. Ampas kelapa ini biasanya dibeli oleh
pembeli yang juga membeli minyak kelapa kepada para pengrajin.
4. Abu
Abu dihasilkan dari proses pembakaran sabut dan tempurung kelapa di
dalam tungku. Tungku biasanya dibersihkan dari abu setiap 2 minggu sekali. Abu
yang didapat biasanya dikemas dalam karung. Abu ini banyak digunakan kembali
untuk pengawet makanan.
33

Buah Kelapa
Segar

- Sabut
Pengupasan - Tempurung
- Air Kelapa

Pemarutan

Pemerasan dan Ampas kelapa


Penyaringan

Pemasakan Abu
Santan

Minyak Galendo

Pengemasan

Keterangan

Produk Sampingan

Gambar 4 Bagan proses produksi minyak kelapa dan galendo

Pemasaran
Produk dan minyak kelapa dari para usaha pengolahan minyak kelapa
belum terlalu dikenal baik oleh penduduk Ciamis maupun di luar kota. Akan
tetapi, usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade, Bapak Nana dan Bapak
Babas sudah mempunyai langganannya masing-masing. Pembeli minyak kelapa
biasanya merupakan langganan dan pedagang pengepul yang akan memasarkan
kembali minyak kelapa dan galendonya ke luar kota. Hal tersebut terjadi pada
penjualan yang dilakukan oleh Bapak Ade dan Bapak Nana. Minyak kelapa dan
galendo Pak Ade dijual sampai ke Jakarta, Bandung, Bogor, Cikampek, Cirebon
dan Subang. Sedangkan untuk produk minyak kelapa dan galendo Bapak Nana
dijual sampai ke Tasikmalaya dan Cianjur.
Pak Babas sudah memasarkan sendiri produknya terutama galendo dan
minyak kelapa yang dikemas dalam botol. Pemasaran dilakukan dengan
menitipkan galendo dan minyak kelapa tersebut di toko oleh-oleh dan restoran di
sekitar Ciamis, Pangandaran dan Garut. Selain itu, Pak Babas juga menjual
minyak kelapa dalam bentuk curah. Sama seperti usaha pengolahan minyak
34

kelapa yang lain, minyak kelapa curah ini dijual ke luar kota seperti Jakarta,
Cikarang, Bogor dan Bekasi.

Sejarah dan Latar Belakang Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Lokasi


Penelitian

1. Usaha Pengolahan Minyak Kelapa Bapak Ade


Usaha pengolahan minyak kelapa milik Bapak Ade berada di Lingkungan
Burujul, Kelurahan Cigembor Kabupaten Ciamis. Lokasi usaha pengolahan
minyak kelapa ini berada di Jalan Lingkar Selatan Ciamis sehingga mudah diakses
dengan menggunakan kendaraan roda empat dan angkutan umum. Usaha
pengolahan minyak kelapa ini sudah bertahan selama 20 tahun yang merupakan
mata pencaharian utama Pak Ade. Proses produksi dilakukan selama 6 hari dalam
seminggu dengan hari libur adalah hari Jum’at. Pengolahan minyak kelapa
dilakukan dari pukul 07.00-14.00 WIB. Kelapa yang diolah setiap harinya adalah
sebanyak 250 kelapa segar yang menghasilkan 25 kg minyak kelapa dan 10
lempeng galendo dengan ukuran 1.2 kg. Bahan lain yang diperlukan adalah bensin
untuk bahan bakar dan kemasan. Bapak Ade memiliki 3 orang tenaga kerja
termasuk yang terdiri dari 2 orang tenaga kerja dalam keluarga dan 1 orang tenaga
kerja luar keluarga.
Sebelum memulai usaha pengolahan minyak kelapa dan galendo, Bapak
Ade pernah bekerja di usaha pengolahan minyak kelapa yang lain. Setelah cukup
mendapatkan ilmu dan pengalaman, Bapak Ade memiliki keinginan untuk
membuka usaha pengolahan minyak kelapa dan galendo secara mandiri. Ketika
pertama kali membuat minyak kelapa dan galendo itu untuk dikonsumsi sendiri,
keluarga dan masyarakat sekitar. Akhirnya Bapak Ade pun berpikir dan mulai
merintis usaha galendo kecil-kecilan terlebih dahulu karena keterbatasan modal.
Usaha minyak kelapa Bapak Ade semakin berkembang dan produknya mulai
dikenal oleh masyarakat sehingga sampai sekarang Bapak Ade sudah mempunyai
para pelanggan tetap. Adapun tujuan usaha Bapak Ade yaitu untuk mendapatkan
laba sehingga usahanya dapat berkembang ke depannya.
Produk minyak kelapa Bapak Ade belum dikemas dan penjualannya masih
dengan sistem curah per kg dengan harga Rp10 000 per kg. Sedangkan untuk
Galendo biasanya dijual dalam bentuk lempengan dengan ukuran 1.2 kg dengan
harga Rp35 000 yang dikemas secara sederhana dengan mengunakan plastik
bening sebagai kemasan primer dan koran sebagai kemasan sekunder (Gambar 5).
Walaupun usahanya berjalan cukup lama dalam sisi legalitas, usaha pengolahan
minyak galendo Bapak Ade masih bersifat informal dan belum memiliki legalitas
seperti izin usaha, izin dari Departemen Kesehatan dan sertifikat Halal MUI.
Dalam melakukan usahanya, Bapak Ade melakukan investasi berupa
bangunan tempat produksi. Bangunan tempat produksi minyak kelapa dan
galendo Bapak Ade adalah berupa bangunan yang sudah permanen. Selain itu,
Pak Ade memiliki peralatan untuk memproduksi minyak kelapa dan galendo.
Berikut ini adalah peralatan yang dimiliki oleh Bapak Ade pada Lampiran 1.
Perawatan secara berkala dilakukan pada mesin parut dan peralatan lainnya untuk
menjaga kondisi peralatan agar selalu berada dalam kondisi baik dan lebih tahan
lama.
38

Dalam kemasan sekunder tersebut sudah dicantumkan merk, komposisi,


kode produksi, ukuran netto, tanggal kadaluarsa dan nomor PIRT. Galendo
kemasan Pak Babas ini diberi merk Kusuka dan minyak kelapa diberi merk
Sehati. Kemasan yang dibuat pak Babas ini sudah cukup menarik. Desain dan
pembuatan kemasan diserahkan kepada pihak ketiga. Tujuan pengemasan yang
baik dan dibuat menarik ini dikarenakan pemasaran galendo Pak Babas untuk
dititipkan di toko oleh-oleh. Menurut Pak Babas, pengemasan galendonya ini
merupakan yang paling baik di Ciamis karena sudah menggunakan sistem hampa
udara. Usaha Bapak Babas ini sudah memiliki izin PIRT dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Ciamis dengan No. 205320702141 untuk legalitas usahanya.
Dalam melakukan usahanya, Bapak Babas melakukan investasi berupa
bangunan tempat produksi dan kendaraan berupa mobil pick up. Bangunan tempat
produksi minyak kelapa dan galendo Bapak Babas adalah berupa bangunan yang
sudah permanen. Selain itu, Bapak memiliki peralatan untuk memproduksi
minyak kelapa dan galendo yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Perawatan secara
berkala dilakukan pada mesin parut, mesin press galendo dan peralatan lainnya
untuk menjaga kondisi peralatan agar selalu berada dalam kondisi baik dan lebih
tahan lama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Biaya

Kegiatan pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa dan galendo


memerlukan biaya. Biaya yang dikeluarkan pada setiap usaha berbeda walaupun
jenis usaha yang dilakukan sama. Besarnya biaya yang dikeluarkan dipengaruhi
oleh jumlah penggunaan sumber daya pada proses produksi yang dilakukan. Salah
satu ukuran untuk mengukur kinerja keuangan suatu usaha dapat dilakukan
analisis struktur biaya. Penelitian mengenai profitabilitas minyak kelapa ini
mengklasifikasikan biaya ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan
biaya dilakukan untuk 1 tahun dengan hari kerja per bulan 26 hari kerja atau 312
hari kerja dalam setahun. Semua biaya dalam usaha pengolahan minyak kelapa
dibuat dalam bentuk persentase terhadap biaya total agar lebih mudah untuk
dibandingkan. Walaupun, usaha pengolahan minyak kelapa menghasilkan 2
macam produk berupa minyak kelapa dan galendo. Tetapi pada pembahasan
struktur biaya ini akan dijelaskan biaya secara total dengan menggunakan
persentase sebagai perbandingan. Tabel 10 menunjukkan struktur biaya pada
usaha pengolahan minyak kelapa dalam 1 tahun disajikan dalam satuan rupiah dan
persentase terhadap biaya total.
39

Tabel 10 Struktur biaya pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam 1
tahun
Biaya Produksi Usaha Pengolahan Minyak Kelapa
Bapak Ade (250) Bapak Nana (300) Bapak Babas (550)
No Komponen Biaya
% Total % Total % Total
Jumlah (Rp) Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Biaya Biaya Biaya
A Biaya Tetap
1 Listrik 240,000 0.18 360 000 0.23 1 800 000 0.40
2 Pemeliharaan 810,000 0.60 810 000 0.52 3 400 000 0.76
3 Penyusutan 2,857,500 2.10 2 664 500 1.72 7 975 000 1.78
4 Transportasi - - - - 3 000 000 0.67
5 Keranjang Bambu 300,000 0.22 120 000 0.08 360 000 0.08
6 Karung 488,000 0.36 644 000 0.42 672 000 0.15
7 Wajan - - - - 4 860 000 1.08
8 Saringan Kain 120,000 0.09 240 000 0.16 -
9 Pencetak Galendo 600,000 0.44 960 000 0.62 1 620 000 0.36
Total Biaya Tetap 5,415,500 3.98 5 798 500 3.74 23 987 000 5.28
B Biaya Variabel
1 Bahan Baku 85 800 000 63.09 102 960 000 66.45 205 920 000 45.88
2 Tenaga Kerja 28 080 000 20.65 31 200 000 20.14 85 878 000 19.13
3 Bahan Lain 2 184 000 1.61 13 416 000 8.66 20 170 800 4.49
4 Konsumsi Harian 14 040 000 10.32 - - - -
5 Perasa Galendo - - - - 6 240 000 1.39
6 Kemasan 468 000 0.34 1 560 000 1.01 106 969 200 23.82
Total Biaya Variabel 130 572 000 96.02 149 136 000 96.26 425 178 000 94.72
Total Biaya 135 987 500 154 934 500 448 865 000

Biaya tetap merupakan biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh
kuantitas produksi/kegiatan yang dilakukan dalam usaha. Oleh karena itu
walaupun tidak melakukan kegiatan produksi, suatu usaha tetap harus
mengalokasikan biaya tetap. Pengeluaran biaya tetap pada usaha pengolahan
minyak kelapa dilakukan untuk penyusutan investasi dan peralatan, listrik,
pemeliharaan peralatan dan transportasi serta pembelian peralatan yang memiliki
umur ekonomis di bawah 1 tahun. Investasi pada usaha pengolahan minyak kelapa
ini adalah berupa bangunan dan kendaraan sedangkan peralatan berupa mesin
pemarut kelapa, wajan, alat press galendo, alat pemeras santan (kejekan) dan
peralatan lainnya yang digunakan pada saat proses produksi. Peralatan yang
dimiliki usaha pengolahan minyak kelapa berbeda-beda. Rincian penyusutan
investasi dan peralatan untuk setiap usaha pengolahan minyak kelapa dapat dilihat
pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Selain itu, komponen yang
termasuk biaya tetap adalah biaya untuk pembelian peralatan yang memiliki umur
ekonomis kurang dari 1 tahun. Peralatan tersebut adalah keranjang bambu dan
karung plastik untuk tempat pemerasan santan (pangejekan), saringan kain, wajan
dan pencetak galendo yang menggunakan bambu. Umur ekonomis peralatan
tersebut berbeda-beda untuk keranjang bambu dan karung 3 bulan, saringan kain 1
bulan dan wajan 4 bulan. Keranjang bambu dan karung sebagai tempat
pangejekan serta pencetak galendo digunakan pada semua usaha pengolahan
kelapa. Saringan kain terdapat pada usaha minyak kelapa Bapak Ade dan Bapak
Nana. Sedangkan untuk wajan yang umur ekonomisnya 4 bulan terdapat pada
usaha minyak kelapa Bapak Babas.
Komponen biaya tetap terbesar pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa dilihat dari nilai persentase terhadap biaya total adalah penyusutan.
Besarnya persentase biaya penyusutan pada setiap usaha adalah 2.10 persen pada
usaha Bapak Ade, 1.72 persen pada usaha Bapak Nana dan 1.84 persen pada
40

usaha Bapak Babas. Ketiga usaha pengolahan minyak kelapa ini masih
menggunakan peralatan yang sederhana. Akan tetapi peralatan yang digunakan
cukup banyak sehingga biaya yang diperhitungkan untuk penyusutan menjadi
komponen biaya tetap yang terbesar. Biaya penyusutan terbesar dialokasikan
untuk bangunan tempat produksi sebagai komponen investasi terbesar dan alat-
alat produksi seperti mesin pemarut, alat press galendo dan alat untuk
pengemasan.
Dalam Tabel 10 menunjukkan persentase biaya penyusutan pada usaha
Bapak Ade dan Bapak Babas lebih besar daripada Bapak Nana. Hal ini
dikarenakan usaha Bapak Ade dan Bapak Babas memiliki bangunan produksi
yang lebih permanen daripada Bapak Nana. Bangunan yang lebih permanen
memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi sehingga biaya penyusutan investasinya
menjadi lebih besar. Bangunan tempat produksi minyak kelapa Bapak Nana masih
menyatu dengan rumah dan dibuat dengan menggunakan bahan yang tidak terlalu
mahal seperti atapnya masih menggunakan asbes dan dindingnya mengunakan
bahan papan sehingga memiliki umur ekonomi yang lebih singkat dan nilai
ekonomi yang lebih rendah.
Komponen biaya tetap yang memiliki persentase lebih tinggi selanjutnya
yaitu pemeliharaan pada usaha Bapak Nana dan Bapak Ade sedangkan pada usaha
Bapak Babas adalah biaya untuk pembelian wajan dan pemeliharaan. Persentase
biaya pembelian wajan terhadap biaya total pada usaha Bapak Babas adalah
sebesar 1.08 persen. Bapak Babas biasanya membeli wajan dengan umur
ekonomis kurang dari 1 tahun yaitu 4 bulan. Oleh karena itu untuk setiap 1 tahun
akan dilakukan tiga kali penggantian wajan yang berjumlah 6 buah. Hal ini
merupakan suatu pemborosan biaya pada usaha Bapak Babas. Bapak Babas dapat
mengganti wajan tersebut dengan wajan yang memiliki umur ekonomis yang lebih
lama seperti pada usaha Bapak Ade dan Bapak Nana. Bapak Ade dan Bapak Nana
membeli wajan dengan pemesanan khusus pada pengrajin wajan sehingga
wajannya lebih tahan lama dengan nilai ekonomis 5 tahun.
Pemeliharaan dilakukan untuk mesin dan peralatan yang digunakan untuk
produksi. Mesin dengan pemeliharaan yang cukup banyak adalah mesin parut.
Perawatan yang dilakukan adalah ganti oli, penggantian pisau, bubut dan ketok.
Biaya pemeliharaan juga dikeluarkan untuk alat press galendo. Ada usaha
pengolahan minyak kelapa yang merancang sendiri alat press galendonya yaitu
Bapak Ade. Hal ini lebih memudahkan dalam hal pemeliharaan. Pemeliharaan
untuk alat press galendo dilakukan jika sudah kelebihan beban. Selain mesin dan
peralatan produksi, dilakukan juga perawatan kendaraan. Usaha yang melakukan
perawatan kendaraan berupa mobil pick up adalah usaha Bapak Babas. Biaya
pemeliharaan menjadi cukup tinggi pada komponen biaya tetap pada setiap usaha
karena pemeliharaan perlu selalu dilakukan untuk menjaga kondisi peralatan yang
digunakan untuk produksi kondisinya tetap baik. Selain itu, semakin banyak
mesin dan peralatan produksi yang dimiliki maka, biaya yang dikeluarkan menjadi
lebih tinggi pula. Hal ini menyebabkan persentase biaya pemeliharaan terhadap
biaya total pada usaha Bapak Babas lebih besar dibandingkan dengan usaha
lainnya. Pemeliharaan pada usaha Bapak Babas dilakukan untuk mesin pemarut
kelapa, alat press galendo dan kendaraan. Selain itu, usaha Bapak Ade (0.60
persen) dan Bapak Nana (0.52 persen) memiliki nilai persentase biaya
pemeliharaan yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan peralatan yang
41

dimiliki oleh kedua usaha pengolahan tersebut relatif sama sehingga pemeliharaan
yang dilakukan juga sama yaitu hanya dilakukan untuk alat pemarut kelapa saja.
Komponen biaya tetap lain yang memiliki persentase terhadap biaya total
yang tinggi selain penyusutan dan pemeliharaan adalah biaya transportasi pada
usaha Bapak Babas. Biaya transportasi ini merupakan biaya pengiriman produk
galendo dan minyak kelapa kemasan botol ke toko oleh-oleh. Usaha pengolahan
minyak kelapa Bapak Nana dan Bapak Ade tidak mengeluarkan biaya untuk
transportasi karena memiliki konsumen yang biasa membeli langsung minyak
kelapa dan galendo langsung ke tempat usahanya dan untuk pengiriman minyak
kelapa ke luar kota biayanya sudah ditanggung oleh pembeli.
Biaya tetap lainnya yang memiliki persentase biaya total paling yang rendah
adalah listrik dan pembelian peralatan keranjang bambu, karung, saringan kain
dan pencetak galendo. Penggunaan biaya untuk listrik pada usaha pengolahan
minyak kelapa hanya digunakan untuk penerangan pada malam hari untuk ketiga
usaha, menggerakan alat untuk pengemasan pada usaha Bapak Nana dan Bapak
Babas serta menggerakan alat mixer santan pada usaha Bapak Babas. Hal ini
menyebabkan biaya untuk listrik memiliki persentase terkecil pada semua usaha
pengolahan minyak kelapa.
Biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh kegiatan produksi
yang dilakukan oleh suatu usaha. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh usaha
pengolahan minyak kelapa adalah biaya pembelian bahan bahan baku dan bahan
lain, upah tenaga kerja, konsumsi harian, perasa galendo dan kemasan. Semua
usaha pengolahan minyak kelapa yang menjadi sampel memiliki persentase biaya
terbesar untuk pembelian bahan baku buah kelapa yaitu masing-masing sebesar
63.09 persen untuk usaha Bapak Ade, 66.45 persen pada usaha Bapak Nana, dan
45.88 persen pada usaha Bapak Babas. Penggunaan bahan baku buah kelapa
memiliki proporsi yang paling besar dalam produksi minyak kelapa dan galendo.
Hal ini dikarenakan untuk memproduksi minyak kelapa menggunakan bagian
buah kelapa yang memiliki proporsi yang paling besar yaitu daging buah untuk
dibuat menjadi minyak kelapa dan sabut untuk bahan bakar proses pemasakan
santan. Oleh karena itu, kenaikan harga buah kelapa akan menyebabkan kenaikan
biaya produksi untuk usaha pengolahan minyak kelapa.
Persentase komponen biaya variabel yang terbesar selanjutnya pada
pengolahan minyak kelapa adalah biaya kemasan pada usaha Bapak Babas dan
biaya tenaga kerja ketiga usaha. Biaya untuk kemasan pada usaha Bapak Babas
proporsinya terhadap biaya total sebesar 23.82 persen jauh lebih tinggi daripada
usaha yang lain. Produk minyak kelapa dan galendo Bapak Babas dikemas dalam
berbagai ukuran dan kemasan yang berbeda. Minyak kelapa dikemas dengan
menggunakan botol sedangkan galendo dibagi dalam kemasan kantong, kotak,
rumah-rumahan dan bambu. Sedangkan pada usaha minyak kelapa Bapak Ade
dan Bapak Nana, minyak kelapanya tidak dikemas karena dijual dalam bentuk
curah. Sedangkan untuk produk galendonya hanya dikemas dengan menggunakan
plastik bening.
Biaya untuk tenaga kerja ini dipengaruhi oleh jumlah upah yang diberikan
dan jumlah tenaga kerja. Persentase biaya untuk upah tenaga kerja harian yang
dikeluarkan usaha minyak kelapa Bapak Babas adalah sebesar 19.13 persen.
Walaupun usaha Bapak Babas ini memiliki jumlah peralatan yang lebih banyak
dari usaha lain tetapi jumlah tenaga kerjanya juga lebih banyak. Hal ini dapat
42

dilihat dari jumlah tenaga kerja yang lebih banyak daripada usaha yang lain yaitu
sebanyak 1 orang tenaga pengupas kelapa, 1 orang tenaga pengemasan, dan 5
orang tenaga produksi minyak kelapa. Proses yang memerlukan waktu yang
paling lama dalam proses produksi minyak kelapa adalah proses pemrosesan
galendo yaitu dalam hal pengemasan. Usaha minyak kelapa Bapak Babas
menghasilkan galendo yang lebih banyak dan menggunakan kemasan yang lebih
rumit. Oleh karena itu, jumlah tenaga kerja pada usaha pengolahan minyak kelapa
Bapak Babas lebih banyak. Selain itu, galendo yang sudah matang harus selesai
dikemas hari itu juga. Ini dimaksudkan agar galendo dapat lebih tahan lama
setelah dikemas. Oleh karena itu, apabila proses ’ngalentik’/produksi minyak
sudah selesai, maka tenaga kerja produksi minyak kelapa akan membantu untuk
proses pengemasan. Semakin banyak jumlah tenaga kerja, maka pengalokasian
biaya akan semakin besar untuk upah tenaga kerja. Usaha minyak kelapa Bapak
Ade hanya memiliki 3 orang tenaga kerja dan Bapak Nana memiliki 2 orang
tenaga kerja.
Komponen biaya variabel yang terbesar selanjutnya dilihat dari persentase
terhadap biaya total adalah untuk konsumsi harian (10.32 persen) pada usaha
Bapak Ade dan bahan lain (8.66 persen) pada usaha Bapak Nana. Konsumsi
harian merupakan komponen biaya variabel yang memiliki persentase paling
tinggi terhadap biaya total pada usaha Bapak Ade dibandingkan dengan bahan lain
dan kemasan. Konsumsi harian yang dimaksud merupakan konsumsi harian untuk
tenaga kerja. Upah harian tenaga kerja yang diberikan Bapak Ade tidak termasuk
uang untuk makan. Sedangkan upah yang diberikan Bapak Babas dan Bapak Nana
sudah termasuk uang untuk makan.
Bahan lain yang digunakan dalam pengolahan minyak kelapa ini adalah gula
dan bensin. Gula digunakan untuk pemanis galendo sedangkan bensin untuk
bahan bakar alat pemarut. Penggunaan bahan lain ini kuantitasnya hanya sedikit
sehingga persentase terhadap biaya totalnya menjadi kecil. Usaha pengolahan
minyak kelapa Bapak Ade memiliki persentase penggunaan biaya untuk bahan
lain yang paling rendah yaitu 1.61 persen. Hal ini disebabkan karena Bapak Ade
hanya menggunakan bahan lain yang diperhitungkan yaitu bensin untuk bahan
bakar mesin pemarut. Bahan lain yang digunakan tetapi tidak diperhitungkan
karena penggunaannya sedikit sekali adalah air kelapa yang digunakan sebagai
pemanis galendo. Usaha pengolahan Bapak Nana dan Bapak Babas menggunakan
gula disamping air kelapa untuk pemanis galendo. Hal ini menyebabkan
persentase bahan lain untuk usaha Bapak Nana dan Bapak Babas lebih besar
dibandingkan dengan Bapak Ade.
Pengolahan minyak kelapa menghasilkan 2 produk yaitu minyak kelapa dan
galendo. Minyak kelapa dan galendo ini diperlakukan sebagai produk bersama.
Hal ini dikarenakan minyak kelapa dan galendo memiliki total nilai jual yang
lebih tinggi dibandingkan dengan produk sampingan berupa ampas kelapa, air
kelapa, tempurung dan abu. Biaya tetap dan variabel untuk minyak kelapa dan
galendo ini sulit dibedakan karena dihasilkan dari satu proses produksi yang sama.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengalokasian biaya bersama untuk produk
minyak kelapa dan galendo sehingga akan mempermudah perhitungan
profitabilitas dari tiap-tiap produk yang dihasilkan. Biaya bersama untuk minyak
kelapa dan galendo ini diidentifikasi sebelum titik pisah. Setelah titik pisah, pada
minyak kelapa tidak dilakukan pengolahan lagi kecuali pada usaha Bapak Babas
43

dilakukan pengemasan pada botol, tetapi untuk galendo dilakukan proses


pengolahan lebih lanjut. Berdasarkan hal tersebut, maka pengalokasian biaya
bersama pada minyak kelapa dan galendo secara umum akan menggunakan
metode nilai (harga) pasar. Hal ini dikarenakan galendo dan minyak kelapa
memiliki harga jual yang berbeda dan terdapat proses pengolahan lebih lanjut
pada galendo.
Saat produk sudah dipisahkan, untuk produk galendo juga dilakukan
pengalokasian biaya bersama dengan metode satuan fisik berdasarkan jumlah
produk yang dihasilkan untuk perhitungan biaya yang hanya digunakan untuk
pengolahan galendo. Pengalokasian biaya bersama ini hanya dilakukan pada
usaha Bapak Nana dan Bapak Babas. Biaya bersama pada usaha Bapak Nana
dilakukan untuk penyusutan peralatan yang digunakan bersama pada pengolahan
produk-produk galendonya yaitu alat press galendo, pembelian bambu pencetak
galendo dan sealer plastik. Sedangkan pada pada usaha Pak Babas, pengalokasian
biaya bersama dilakukan untuk tenaga kerja pengemasan; penyusutan sealer
plastik, sealer foil, mesin vacum, alat press galendo, dan timbangan;
pemeliharaan peralatan alat press galendo dan pembelian bambu untuk mencetak
galendo. Informasi proporsi biaya bersama untuk masing-masing produk dan
biaya per satuan output dapat dilihat pada Tabel 11 serta perhitungan rasio biaya
bersama dapat dilihat pada lampiran 4, lampiran 5 dan lampiran 6.
Pembagian biaya bersama ini dilakukan untuk mengetahui biaya yang dapat
dialokasikan untuk masing-masing produk minyak kelapa dan galendo yang
dihasilkan pada satu proses produksi yang sama. Hal ini juga dapat mempermudah
perhitungan laba yang dapat dihasilkan pada tiap-tiap produk minyak kelapa dan
galendo. Untuk mengetahui efisiensi dari biaya yang dikeluarkan untuk
pengolahan minyak kelapa dapat dilihat dari biaya per kg output untuk masing-
masing produk yang dihasilkan (Tabel 11). Tidak semua produk dihasilkan dalam
satuan kg tetapi untuk memudahkan memperbandingkan biaya rata-ratanya maka
hasil output produk galendo dan minyak kelapa dalam botol dikonversi ke dalam
satuan kg. Berdasarkan biaya rata-rata per kg output untuk setiap produk dalam
Tabel 11 menunjukkan bahwa untuk produk minyak kelapa curah Bapak Babas
memiliki biaya rata-rata per kg output yang paling rendah untuk produk minyak
kelapa dan produk galendo Bapak Ade memiliki biaya rata-rata yang paling
rendah untuk produk galendo.
Efisiensi biaya untuk usaha pengolahan minyak kelapadapat dilihat dari
penjumlahan total biaya rata-rata per produk untuk minyak kelapa dan galendo
yang dihasilkan pada setiap usaha. Dalam Tabel 11 menunjukkan usaha Bapak
Ade dengan kapasitas produksi terkecil memiliki total biaya rata-rata yang paling
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini biaya rata-rata meningkat
dengan pertambahan kapasitas produksi. Ini berarti pada penelitian ini tidak
berlaku prinsip economies of scale (skala ekonomi). Skala ekonomi adalah suatu
kondisi apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya rata-rata produksi
semakin rendah. Usaha Bapak Babas dengan kapasitas produksi paling tinggi
memiliki biaya total rata-rata yang tertinggi. Hal ini disebabkan penggunaan
tenaga kerja yang lebih banyak dan alokasi biaya untuk kemasan sangat tinggi
dibandingkan dengan usaha lain. Perbandingan persentase biaya untuk kemasan
pada usaha Bapak Babas lebih besar yaitu 23.82 persen. Sedangkan pada usaha
44

Bapak Ade alokasi biaya untuk kemasan hanya 0.34 persen dan usaha Bapak
Nana sebesar 1.01 persen.

Tabel 11 Biaya rata-rata untuk setiap produk dan biaya rata-rata total per kg
output pada usaha pengolahan minyak kelapa
Biaya Biaya
Rasio Total Biaya
Variabel Tetap per
Produk Satuan Biaya per satuan
Persatuan satuan
Bersama output
Output output
Bapak Ade
Minyak Kelapa Rp/kg 0.42 6 992 256 7 248
Galendo Rp/kg 0.58 20 308 914 21 222
Total biaya rata-rata 28 470
Biaya rata-rata/produk 14 235
Bapak Nana
Minyak Kelapa Rp/kg 0.32 5 007 160 5 167
Galendo Kemasan 250 gram Rp/kg 0.14 23 108 1 136 24 244
Galendo kemasan 1 kg Rp/kg 0.22 20 839 879 21 718
Galendo Kemasan 1,4 kg Rp/kg 0.32 22 038 856 22 894
Total biaya rata-rata 74 023
Biaya rata-rata/produk 18 506
Bapak Babas
Minyak Kelapa Rp/kg 0.14 3 303 228 3 531
Minyak Kelapa Kemasan botol Rp/kg 0.04 14 535 697 15 232
Galendo Kemasan Kantong Rp/kg 0.23 39 554 2 225 41 779
Galendo Aneka Rasa Rp/kg 0.16 72 966 3 899 76 865
Galendo Kemasan Bambu Rp/kg 0.19 59 545 3 095 62 640
Galendo Kemasan Kotak Rp/kg 0.25 54 353 3 047 57 400
Total biaya rata-rata 257 448
Biaya rata-rata/produk 42 908

Penerimaan Usaha Pengolahan Minyak Kelapa

Penerimaan usaha pengolahan minyak kelapa berasal dari penjualan produk


utama dan produk sampingan. Produk utama yang dihasilkan adalah minyak
kelapa dan galendo. Sedangkan produk sampingan yang dihasilkan adalah
tempurung kelapa, abu, ampas kelapa dan air kelapa. Penerimaan dari produk
sampingan dalam penelitian ini akan dipertimbangkan sebagai penerimaan
tambahan utuk produk utama yang dapat meningkatkan keuntungan
Bapak Ade dan Bapak Nana biasanya menjual minyak kelapa secara curah
sedangkan galendo dalam bentuk lempengan yang biasa disebut ’sagebleg’.
Biasanya Bapak Ade dan Bapak Nana menjual minyak kelapa dan galendo
kepada pedagang pengepul dan pembeli yang sudah menjadi langganan. Bapak
Babas menjual minyak kelapanya dalam bentuk curah dan dalam kemasan botol
250 ml. Minyak kelapa curah biasanya dijual ke pedagang pengepul sedangkan
minyak kelapa dalam kemasan botol dijual di toko oleh-oleh. Seperti minyak
kelapa dalam kemasan botol, galendo Bapak Babas dijual di toko oleh-oleh.
Dikarenakan dititipkan di toko oleh-oleh, biasanya terdapat produk yang
dikembalikan karena tidak laku terjual, kemasannya rusak dan sudah kadaluarsa.
Produk yang dikembalikan tersebut sekitar 10% dari produk yang dihasilkan.
45

Penerimaan pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dapat dilihat pada
Tabel 12.

Tabel 12 Penerimaan ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam1 tahun


Besarnya Penerimaan
Komponen Pak Ade (250) Pak Nana (300) Pak Babas (550)
Penerimaan
Rupiah % TR Rupiah % TR Rupiah %TR

Produk Utama
Penjualan Minyak
78 000 000 39.65 93 600 000 31.42 175 656 000 20.55
Kelapa
Penjualan Galendo 109 200 000 55.51 193 440 000 64.94 670 456 800 78.45
Total Penerimaan
187 200 000 95.16 287 040 000 96.36 846 112 800 99.00
Produk Utama
Produk Sampingan
Penjualan Ampas
3 120 000 1.59 3 120 000 1.05 6 240 000 0.73
Kelapa
Penjualan Tempurung 5 460 000 2.78 6 552 000 2.20 - -
Penjualan Air Kelapa 720 000 0.37 960 000 0.32 1 560 000 0.18
Penjualan Abu 216 000 0.11 216 000 0.07 720 000 0.08
Total Penerimaan
9 516 000 4.84 10 848 000 3.64 8 520 000 1.00
Produk Sampingan
Total Penerimaan 196 716 000 297 888 000 854 632 800

Penerimaan untuk penjualan minyak kelapa pada usaha Bapak Babas dan
penjualan galendo pada usaha Bapak Nana dan Bapak Babas merupakan total
penjumlahan penjualan dari semua produk yang dihasilkan. Tabel 12
menunjukkan penerimaan terbesar pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa
diperoleh dari penjualan galendo dan minyak kelapa. Persentase yang didapat dari
penjualan galendo adalah sebesar lebih dari 50 persen pada ketiga usaha yaitu
pada usaha Bapak Ade 55.51 persen, Bapak Nana 64.94 persen, dan Bapak Babas
78.45 persen. Apabila dibandingkan pada semua usaha pengolahan minyak kelapa
yang menjadi sampel, penerimaan produk galendo lebih besar daripada minyak
kelapa. Hal ini disebabkan karena harga jual galendo yang lebih tinggi daripada
minyak kelapa. Selain itu, harga galendo lebih stabil dibandingkan dengan minyak
kelapa. Harga minyak kelapa sangat dipengaruhi oleh harga buah kelapa. Harga
minyak kelapa pada saat tinggi dapat mencapai harga Rp14 000 – Rp15 000 per
kg sedangkan jika sedang anjlok atau turun harganya Rp5 000 - Rp6 000 per kg.
Harga minyak kelapa dan galendo yang digunakan merupakan harga yang berlaku
pada saat penelitian dilakukan.
Penerimaan juga dihasilkan dari penjualan produk sampingan berupa ampas
kelapa, tempurung, air kelapa dan abu. Usaha pengolahan minyak kelapa Bapak
Babas tidak menjual tempurung kelapa. Hal ini dikarenakan semua tempurung
kelapa habis digunakan untuk bahan bakar. Bapak Babas menggunakan lebih
banyak tungku (3 tungku) daripada usaha minyak kelapa Bapak Ade dan Bapak
Nana yang hanya menggunakan 1 tungku sehingga lebih banyak membutuhkan
bahan bakar. Penerimaan produk sampingan ini walaupun memberikan kontribusi
46

yang kecil terhadap persentase penerimaan total tetapi dapat memberikan


pendapatan tambahan bagi usaha pengolahan minyak kelapa terutama ketika harga
minyak kelapa mengalami penurunan.

Analisis Profitabilitas

Kegiatan usaha pengolahan minyak kelapa dalam menghasilkan laba


dipengaruhi oleh biaya, volume penjualan dan harga output. Kemampuan
menghasilkan laba suatu usaha disebut dengan profitabilitas. Selain profitabilitas,
terdapat beberapa nilai yang dapat mempengaruhi laba yaitu titik impas (BEP),
DOL dan NPM. Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 menunjukkan kondisi titik
impas, profitabilitas, DOL, dan NPM dari setiap produk minyak kelapa dan
galendo yang dihasilkan dari usaha pengolahan minyak kelapa. Dalam Tabel 13,
Tabel 14, dan Tabel 15 terdapat penerimaan total yang merupakan penjumlahan
dari penerimaan produk utama dan penerimaan produk sampingan. Usaha
pengolahan minyak kelapa ini menghasilkan produk sampingan berupa abu,
ampas kelapa, tempurung dan air kelapa yang penerimaannya diperhitungkan
sebagai tambahan penerimaan produk utama.

Tabel 13 Kondisi titik impas dan profitabilitas produk minyak kelapa pada usaha
pengolahan minyak kelapa
Profitabilitas Minyak Kelapa
Uraian Pak Ade Pak Nana Pak Babas
(curah/kg) (curah/kg) (curah/kg) botol
Total Produksi (unit) 7 800 9 360 12 792 4 992
Harga Jual 10 000 10 000 11 000 7 000
Penerimaan Produk Utama 78 000 000 93 600 000 140 712 000 34 944 000
Penerimaan Produk Sampingan 3 989 037 3 445 013 1 177 587 351 206
Penerimaan Total 81 989 037 97 045 013 141 889 587 35 295 206
Biaya Variabel Total 54 538 630 46 865 898 42 256 145 18 140 119
Laba Kontribusi 27 450 406 50 179 115 99 633 443 17 155 087
%Marjin Kontribusi 33.48% 51.71% 70.22% 48.60%
Biaya Tetap Total 1 993 470 1 494 649 2 915 012 869 378
Laba Bersih 25 456 936 48 684 466 96 718 430 16 285 709
BEP (Rp) 5 954 109 2 890 610 4 151 316 1 788 676
BEP (kg) 663 299 379 65
% BEP terhadap actual 7.26% 2.98% 2.93% 5.07%
MOS 92.37% 97.02% 97.07% 94.93%
MIR 33.48% 51.71% 70.22% 48.60%
Profitabilitas 30.92% 50.17% 68.16% 46.14%
DOL 1.08 1.03 1.03 1.05
NPM 32.64% 50.17% 68.74% 46.61%
47

Tabel 14 Kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada usaha
pengolahan minyak kelapa
Profitabilitas Galendo
Pak Nana
Uraian Galendo Galendo
Pak Ade Galendo
Kemasan Kemasan 1.4
kemasan 1 kg
250 gram kg
Total Produksi (unit) 3 120 3 744 1 560 1 560
Harga Jual 35 000 10 000 40 000 60 000
Penerimaan 109 200 000 37 440 000 62 400 000 93 600 000
Penerimaan Produk Sampingan 5 526 963 1 521 108 2 366 770 3 515 108
Penerimaan Total 114 726 963 38 961 108 64 766 770 93 600 000
Biaya Variabel Total 76 033 370 21 629 132 32 509 502 48 131 468
Laba Kontribusi 38 693 594 17 331 976 32 257 268 48 983 640
%Marjin Kontribusi 33.73% 44.49% 49.81% 50.44%
Biaya Tetap Total 3 422 030 1 063 583 1 371 026 1 869 242
Laba Bersih 35 271 564 16 268 394 30 886 243 47 114 398
BEP (Rp) 10 146 359 2 390 862 2 752 772 3 705 965
BEP (kg) 386 63 72 90
%BEP 8.84% 6.14% 4.25% 3.96%
MOS 90.71% 93.86% 95.75% 96.18%
MIR 33.73% 44.49% 49.81% 50.44%
Profitabilitas 30.59% 41.76% 47.69% 48.51%
DOL 1.10 1.07 1.04 1.04
NPM 32.30% 41.76% 47.69% 48.51%

Tabel 15 Lanjutan kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada
usaha pengolahan minyak kelapa
Profitabilitas Galendo
Pak Babas
Uraian
Galendo Galendo Galendo
Galendo
Kemasan Kemasan Kemasan
Aneka Rasa
Kantong Bambu Kotak
Total Produksi (unit) 16 517 8 408 8 709 16 517
Harga Jual 12 000 15 000 16 000 12 000
Penerimaan 200 772 000 127 764 000 141 148 800 200 772 000
Penerimaan Produk Sampingan 1 927 325 1 364 326 1 581 032 2 118 524
Penerimaan Total 202 699 325 129 128 326 142 729 832 202 890 524
Biaya Variabel Total 88 194 903 73 623 776 90 747 266 112 215 792
Laba Kontribusi 114 504 422 55 504 551 51 982 566 90 674 732
%Marjin Kontribusi 56.49% 42.98% 36.42% 44.69%
Biaya Tetap Total 4 960 787 3 933 927 4 717 386 6 290 510
Laba Bersih 109 543 635 51 570 624 47 265 180 84 384 222
BEP (kg) 8 781 742 9 152 067 12 952 644 14 075 419
BEP (unit) 101 76 148 151
%BEP 4.33% 7.09% 9.07% 6.94%
MOS 95.67% 92.91% 90.93% 93.06%
MIR 56.49% 42.98% 36.42% 44.69%
Profitabilitas 54.04% 39.94% 33.12% 41.59%
DOL 1.05 1.08 1.10 1.07
NPM 54.56% 40.36% 33.49% 42.03%
48

Titik Impas
Analisis titik impas diperlukan untuk mengetahui kondisi suatu usaha pada
saat total penerimaan (TR) sama total biaya (TC) atau dengan kata lain usaha
tersebut dalam kondisi tidak untung ataupun tidak rugi. Hal ini dapat berguna bagi
suatu usaha untuk menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan agar
mendapatkan keuntungan. Analisas titik impas dalam penelitian ini akan dianalisis
untuk masing-masing produk yang dihasilkan dari usaha minyak kelapa yang
menjadi objek penelitian. Usaha pengolahan minyak kelapa menghasilkan produk
minyak kelapa dan galendo. Biaya yang digunakan untuk perhitungan titik impas
ini merupakan biaya untuk masing-masing produk yang sudah dipisahkan
menurut analisis biaya bersama yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam
perhitungan nilai titik impasnya digunakan satuan rupiah dan unit produk. Nilai
tersebut menunjukkan nilai penjualan produk dan jumlah produk dimana usaha
pengolahan minyak kelapa tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan.
Berikut ini akan dibahas mengenai titik impas pada masing-masing produk yaitu
minyak kelapa dan galendo
Titik impas untuk minyak kelapa dinyatakan dalam satuan rupiah dan satuan
besaran produksi yaitu kg. Nilai titik impas akan dibandingkan kondisi aktual nilai
rupiah untuk penjualan dan banyaknya unit produk yang terjual. Apabila nilai
penjualan dan jumlah produk yang terjual aktual usaha pengolahan minyak kelapa
lebih besar daripada nilai titik impasnya, maka usaha tersebut memperoleh
keuntungan.
Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15 menunjukkan kondisi titik impas dan
kondisi aktual untuk produk minyak kelapa pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa serta persentase BEP terhadap kondisi aktual penerimaan. Untuk produk
minyak kelapa ini, Bapak Ade dan Bapak Nana hanya menjual minyak kelapa
curah sedangkan Bapak Babas menjual minyak kelapa curah dan dalam kemasan
botol.Dalam Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15 dapat dilihat kondisi aktual
produksi dan penjualan pada semua usaha pengolahan minyak kelapa sudah
berada di atas titik impas. Hal ini menunjukkan bahwa produk minyak kelapa
pada semua usaha pengolahan minyak kelapa sudah mampu menghasilkan
keuntungan dan mampu menutupi biaya tetap.
Produk minyak kelapa botol Bapak Babas mempunyai nilai titik impas BEP
Rupiah dan BEP kg lebih rendah dibandingkan dengan produk minyak kelapa
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa produk minyak kelapa botol Bapak Babas
lebih cepat mencapai titik impas dibandingkan produk lainnya. Jika suatu produk
memiliki titik impas yang lebih kecil, maka produk tersebut memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini merupakan kondisi baik
yang diharapkan perusahaan.
Produk minyak kelapa botol Bapak Babas memiliki nilai titik impas yang
paling rendah disebabkan oleh harga jualnya yang lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak kelapa curah. Harga minyak kelapa dalam botol apabila
dikonversi ke dalam harga per kg adalah Rp28 000. Harga jual minyak kelapa
botol tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa curah yang
memiliki harga jual per kg sebesar Rp10 000-Rp11 000.
Produk minyak kelapa curah Bapak Nana dan Bapak Babas merupakan
produk dengan titik impas rendah selanjutnya. Produk minyak kelapa curah Bapak
Babas dan Bapak Nana memiliki biaya tetap rata-rata yang paling rendah
49

dibandingkan dengan produk lainnya. Hal ini menyebabkan kedua produk ini titik
impasnya cukup rendah. Biaya tetap rata-rata per kg untuk produk minyak kelapa
curah Bapak Nana adalah Rp160 dan produk minyak kelapa Bapak Babas adalah
Rp228.
Usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Babas menghasilkan 2 macam
produk minyak kelapa yaitu yang dijual dalam bentuk curah dan yang dikemas
dalam botol. Berdasarkan titik impasnya, produk minyak kelapa dalam kemasan
botol memiliki titik impas yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak kelapa
curah. Untuk meningkatkan laba, Pak Babas dapat mempertimbangkan untuk
menambah produksi minyak kelapa botol. Kondisi aktual minyak kelapa dalam
bentuk botol hanya diproduksi sebanyak 16 botol per hari. Hal ini disebabkan
karena minyak kelapa dalam botol ini merupakan produk yang relatif lebih baru
dibandingkan dengan produk lainnya dan jumlah produksinya masih disesuaikan
dari permintaan toko oleh-oleh. Permintaan minyak kelapa dalam botol ini berasal
dari pembeli galendo di toko oleh-oleh yang menanyakan produk minyak kelapa
juga.
Produk minyak kelapa curah Bapak Ade memiliki nilai titik impas yang
lebih paling tinggi dengan persentase BEP terhadap kondisi aktual yang paling
besar. Hal ini menunjukkan bahwa produk minyak kelapa Bapak Ade dapat
mencapai titik impas lebih lama dibandingkan produk minyak kelapa lainnya. Hal
ini disebabkan biaya rata-rata biaya tetap minyak kelapa curah Bapak Ade lebih
tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa curah Bapak Nana dan Bapak Babas.
Selain itu, harga jual lebih rendah dibandingkan minyak kelapa Bapak Babas
sebesar Rp10 000/kg. Produk dengan titik impas yang lebih tinggi mempunyai
kondisi yang lebih sensitif terhadap perubahan. Hal ini menyebabkan produk
tersebut mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan laba
dibandingkan dengan produk lain yang titik impasnya lebih kecil.
Usaha pengolahan minyak kelapa juga menghasilkan produk galendo.
Bapak Ade hanya menghasilkan 1 produk galendo ukuran 1,2 kg, sedangkan
usaha Bapak Nana dan Bapak Babas menghasilkan lebih dari satu produk
galendo. Bapak Nana menghasilkan 3 jenis produk galendo yang memiliki ukuran
yang berbeda-beda yaitu ukuran 250 gram, 1 kg dan 1,4 kg. Babak Babas
menghasilkan 4 jenis produk galendo yaitu galendo kemasan kantong, galendo
kemasan kotak, galendo kemasan bambu dan galendo aneka rasa. Tabel 13, Tabel
14, dan Tabel 15 menunjukkan perbandingan kondisi titik impas galendo dalam
satuan kg yang diproduksi dan rupiah dengan kondisi aktualnya. Produk galendo
yang dihasilkan oleh ketiga usaha pengolahan minyak kelapa sudah berada di atas
titik impasnya. Dengan demikian, produk galendo yang dihasilkan sudah dapat
memberikan keuntungan dan menutupi biaya tetap untuk usaha memproduksi
galendo.
Urutan kondisi titik impas dari yang paling rendah dilihat dari impas dalam
ukuran rupiah adalah semua produk galendo milik Bapak Nana, galendo kemasan
kantong Bapak Babas, galendo aneka rasa Bapak Babas, galendo Bapak Ade dan
produk galendo lainnya Bapak Babas. Semua produk galendo Bapak Nana seperti
produk minyak kelapanya memiliki kondisi titik impas yang paling kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa semua produk galendo Bapak Nana dapat mencapai titik
impas lebih cepat dan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh laba yang
lebih besar daripada produk galendo yang dihasilkan oleh usaha yang lain.
50

Produk galendo kemasan 250 gram merupakan produk galendo Bapak Nana
yang memiliki titik impas paling kecil dibandingkan dengan produk galendo 1 kg
dan produk galendo 1.4 kg. Hal ini menunjukkan bahwa produk galendo 250 gram
Bapak Nana akan lebih cepat mencapai titik impas dan memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk mendapatkan laba dibandingkan dengan produk galendo Bapak
Nana lainnya. Biaya produk galendo kemasan 250 gram memiliki rasio biaya
bersama yang paling kecil sehingga biaya variabel dan biaya tetap rata-rata per
satuan output yang paling rendah pula.
Produk lainnya yang memiliki titik impas yang rendah selanjutnya adalah
produk galendo kemasan kantong Bapak Babas. Galendo kemasan kantong
memiliki kondisi titik impas yang lebih kecil dibandingkan dengan galendo Pak
Babas lainnya. Hal ini dikarenakan galendo kemasan kantong ini memiliki biaya
tetap rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan produk galendo Bapak
Babas yang lain. Dengan demikian, kemasan kantong merupakan produk galendo
Bapak Babas yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk menghasilkan
laba. Urutan titik impas yang paling rendah pada galendo Bapak Babas
selanjutnya adalah galendo aneka rasa, galendo kemasan bambu dan galendo
kemasan kotak. Menurut Bapak Babas, produk galendo yang paling diminati
adalah galendo rasa original untuk kemasan kantong. Produk galendo rasa original
kemasan kantong ini dapat dipertimbangkan untuk ditingkatkan produksinya
karena memiliki titik impas yang paling rendah.
Produk galendo Bapak Ade memiliki kondisi titik impas yang paling besar
dibandingkan dengan semua produk galendo Bapak Nana dan produk galendo
kemasan kantong serta galendo aneka rasa Bapak Babas. Hal ini berarti produk
tersebut memiliki kesempatan yang paling rendah untuk mendapatkan laba
dibandingkan dengan produk galendo lainnya. Hal ini disebabkan oleh galendo
Bapak Ade memiliki rata-rata biaya tetap per unit output paling besar
dibandingkan dengan produk galendo lainnya.
Hasil perhitungan untuk setiap produk yang dihasilkan dari usaha
pengolahan minyak kelapa pada penelitian ini menghasilkan nilai titik impas yang
kecil. Ini dapat dilihat dari persentase BEP terhadap kondisi aktual produksi dan
penjualan yang bernilai kecil berkisar antara 2 persen sampai 10 persen. Hal ini
mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukiyono et al.(2012) untuk titik
impas pada pengrajin gula aren di Kabupaten Rejang Lebong dengan persentase
BEP terhadap kondisi aktual adalah 1.73 persen. Titik impas yang kecil ini dapat
terjadi karena biaya variabel per unit dan biaya tetapnya sangat kecil
dibandingkan dengan harga jual yang diterima oleh pelaku usaha. Hal ini sesuai
dengan Mulyadi (2001) yang menyatakan bahwa usaha dengan biaya tetapnya
relatif rendah, impasnya akan tercapai pada tingkat volume penjualan yang relatif
rendah karena sebagian besar biayanya terdiri dari biaya bahan baku dan tenaga
kerja langsung. Usaha pokok manajemen perusahaan yang biaya tetapnya relatif
rendah adalah memperbaiki hubungan antara biaya dan harga jual agar titik impas
diturunkan, sehingga daerah laba menjadi lebih besar. Usaha menurunkan biaya
merupakan hal yang penting dalam perusahaan ini.

Profitabilitas
Tujuan usaha pengolahan minyak kelapa adalah untuk mendapatkan
keuntungan atau laba. Kemampuan usaha pengolahan minyak kelapa dalam
51

menghasilkan laba dianalisis dengan menggunakan profitabilitas. Profitabilitas


dinyatakan dalam bentuk persen yang merupakan perkalian dari Marginal Income
Rate (MIR) dan MOS (Margin of Safety). Analisis profitabilitas pada usaha
pengolahan minyak kelapa dilakukan pada produk minyak kelapa dan galendo.
Nilai MOS digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah maksimal
penurunan penjualan yang dapat ditoleransi sehingga usaha tidak mengalami
kerugian. Semakin besar nilai MOS semakin baik karena menunjukkan kondisi
suatu usaha dalam keadaan baik karena memiliki kemampuan toleransi terhadap
penurunan penjualan yang semakin besar. Sedangkan nilai MIR digunakan untuk
mengetahui seberapa besar bagian penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya
tetap dan laba. Nilai profitabilitas, MOS dan MIR dapat dilihat pada Tabel 13,
Tabel 14 dan Tabel 15.
Analisis margin of safety menunjukkan batas maksimum penurunan
volume penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Semakin besar
margin of safety (MOS) maka semakin besar kesempatan perusahaan untuk
memperoleh laba, sebaliknya semakin kecil MOS, semakin rawan perusahaan
tersebut terhadap penurunan target penjualan (Mulyadi 2001). Apabila MOS yang
diperoleh rendah maka semakin sensitif terhadap perubahan dan kemungkinan
perusahaan untuk mengalami kerugian lebih besar. Nilai MOS semua produk
minyak kelapa memiliki nilai MOS yang cukup besar yaitu di antara 92.37 persen
sampai 97.07 persen. Hal ini berarti semua produk minyak kelapa memiliki
tingkat keamanan yang tinggi terhadap penurunan target penjualan. Oleh karena
itu, semua produk minyak kelapa memiliki kesempatan yang besar untuk
memperoleh laba dan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal ini membuat dampak
dan risiko untuk mengalami kerugian menjadi sangat kecil. Produk minyak kelapa
curah Bapak Babas memiliki nilai MOS yang paling besar yaitu 97.07 persen.
Nilai MOS pada produk galendo di setiap usaha berkisar antara 90.71
persen sampai 96.18 persen Seperti pada minyak kelapa, semua produk galendo
memiliki nilai MOS yang cukup besar. Hal ini berarti semua produk galendo
memiliki tingkat keamanan yang tinggi terhadap penurunan target penjualan. Oleh
karena itu, semua produk galendo memiliki kesempatan yang besar untuk
memperoleh laba dan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal ini membuat dampak
dan risiko untuk mengalami kerugian menjadi sangat kecil. Produk galendo Bapak
Ade memiliki nilai MOS yang paling rendah yaitu sebesar 90.71 persen. Untuk
mengantisipasi kerugian, perusahaan dapat meningkatkan penjualan produk
tersebut ataupun mengurangi biaya produksinya.
Marginal Income Rate (MIR) dikenal juga sebagai rasio marjin kontribusi.
Marjin kontribusi merupakan jumlah yang tersedia yang dapat digunakan
perusahaan untuk keperluan biaya tetap dan untuk menghasilkan laba. Apabila
marjin kontribusi lebih besar dari biaya tetap maka perusahaan memperoleh
keuntungan. Menurut Mulyadi (2001) semakin besar marjin kontribusi maka
semakin besar juga kesempatan yang diperoleh perusahaan untuk menutup biaya
tetap dan untuk menghasilkan laba. Nilai MIR minyak kelapa berkisar pada 30
persen sampai dengan 70 persen. Produk minyak kelapa curah Bapak Babas
memiliki nilai MIR tertinggi sebesar 70.22 persen. Hal ini berarti produk minyak
kelapa curah Bapak Babas memiliki kemampuan sebesar 70.22 persen untuk
menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba. Semakin tinggi nilai MIR maka
semakin besar kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya tetap dan
52

menghasilkan laba. Nilai MIR dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan total
biaya variabel. Produk minyak kelapa curah Bapak Babas memiliki nilai MIR
tertinggi dikarenakan biaya variabel rata-rata yang paling rendah.Produk minyak
kelapa Bapak Ade memiliki nilai MIR yang paling rendah. Hal ini dipengaruhi
dari biaya rata-rata variabel yang paling besar.
Galendo pada semua usaha pengolahan minyak kelapa memiliki nilai MIR
berkisar antara 33.73 persen sampai dengan 56.49 persen. Produk galendo
kantong Bapak Babas dan galendo kemasan 1.4 kg Bapak Nana memiliki nilai
MIR tertinggi yaitu lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa produk galendo
kantong Bapak Babas dan galendo kemasan 1.4 kg Bapak Nana memiliki
kemampuan yang lebih besar untuk menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba.
Produk yang memiliki nilai MIR yang rendah adalah produk galendo kemasan
bambu Bapak Babas dan galendo Bapak Ade. Jenis produk yang memiliki nilai
MIR paling rendah harus tetap dikembangkan. Untuk menghindari kemungkinan
kerugian, perusahaan dapat meningkatkan penjualan produk tersebut dengan
mencari peluang pasar yang baru.
Nilai profitabilitas didapatkan dari perkalian MOS dan MIR. Produk minyak
kelapa curah Bapak Babas memiliki tingkat profitabilitas yang paling tinggi
dibandingkan dengan yang produk minyak kelapa yang lain sebesar 70.22 persen.
Hal ini berarti besarnya keuntungan yang dari peroleh dari penjualan seluruh hasil
produksi minyak kelapa curah Bapak Babas adalah sebesar 70.22 persen. Ini
berarti bahwa apabila perusahaan mampu menjual barangnya atau hasil poduksi
sesuai dengan yang dibudgetkan, maka akan diperoleh profit sebesar 70.22 persen
dari hasil penjualan tersebut. Tingkat keuntungan (laba) perusahaan untuk setiap
hasil penjualan setelah mencapai BEP adalah sebesar marginal income rationya.
Semakin tinggi nilai profitabilitas suatu usaha, maka kemampuan untuk
menghasilkan laba menjadi semakin tinggi pula. Oleh karena itu, produk minyak
kelapa curah Bapak Babas merupakan produk yang paling menguntungkan. Nilai
profitabilitas dipengaruhi oleh nilai MIR dan nilai MOS. Seperti telah dibahas
sebelumnya, produk minyak kelapa curah Pak Babas memiliki nilai MIR tertinggi
dan nilai MOS tertinggi sehingga menghasilkan nilai profitabilitas yang tertinggi
pula. Produk minyak kelapa Bapak Ade memiliki tingkat profitabilitas yang
paling rendah yaitu sebesar 30.92 persen.Hal dikarenakan produk minyak kelapa
ini memiliki biaya rata-rata variabel yang paling besar serta MOS dan MIR yang
paling rendah.
Berdasarkan hasil perhitungan profitabilitas, produk galendo kemasan
kantong Bapak Babas memiliki nilai profitabilitas yang paling tinggi yaitu sebesar
54.04 persen. Akan tetapi, usaha Bapak Babas jug menghasilkan produk galendo
dengan profitabilitas kedua terkecil adalah galendo kemasan bambu dengan nilai
profitabilitas sebesar 33.12 persen. Adanya nilai profitabilitas yang cukup rendah
dapat mempengaruhi profitabilitas usaha Bapak Babas secara keseluruhan.
Produk-produk galendo pada usaha Bapak Nana menghasilkan nilai
profitabilitas yang tidak jauh berbeda di antara setiap produknya yaitu sekitar
40%. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk galendo Bapak Nana memberi
kontribusi terhadap laba yang tidak jauh berbeda. Produk galendo Bapak Nana
yang memiliki nilai profitabilitas paling tinggi adalah galendo kemasan 1,4 kg
sebesar 48.51 persen.
53

Produk galendo Bapak Ade memiliki nilai profitabilitas yang paling rendah
sebesar 30.59 persen. Nilai profitabilitas tersebut tidak memiliki perbedaan yang
jauh untuk profitabilitas produk minyak kelapanya sebesar 30.92 persen. Hal ini
menjadikan usaha Bapak Babas menghasilkan produk dengan nilai profitabilitas
yang lebih rendah dibandingkan dengan usaha minyak kelapa lainnya.
Bedasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada semua usaha
pengolahan minyak kelapa, profitabilitas minyak kelapa lebih besar daripada
galendo. Hal ini disebabkan karena biaya pengolahan untuk galendo lebih besar
daripada produk minyak kelapa. Galendo membutuhkan biaya pengolahan lebih
lanjut setelah dipisahkan dari minyak kelapa.
Ukuran laba juga dapat dinyatakan dengan persentase net profit margin
(NPM). NPM merupakan persentase perbandingan antara laba bersih dengan
penjualan. Semakin besar nilai NPM maka semakin baik operasi perusahaan. Jika
nilai NPM semakin besar maka laba bersih akan semakin besar. Pada penelitian
ini menunjukkan hasil yang sejalan antara nilai profitabilitas dengan nilai NPM.
Produk yang memiliki nilai profitabilitas tertinggi juga memiliki nilai NPM
tertinggi. Produk yang memiliki nilai NPM tertinggi adalah produk minyak kelapa
curah Bapak Babas sebesar 68.74 persen dan produk galendo kemasan kantong
Bapak Babas sebesar 54.56 persen. Nilai NPM sebesar 68.74 persen memiliki arti
untuk setiap penerimaan sebesar Rp1 000 000, laba yang tersisa sebanyak
Rp687 400.

Degree of Operating Leverage (DOL)


Menurut Mulyadi (2001), dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap
laba bersih pada tingkat penjualan tertentu dinyatakan dengan DOL. DOL akan
memberikan informasi kepada manajemen untuk mengetahui dampak dari setiap
usulan kegiatan yang menyebabkan perubahan pendapatan penjualan terhadap
laba bersih perusahaan dengan cepat. Laba kontribusi berubah dengan sebanding
dengan perubahan pendapatan.
Pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 dapat dilihat produk minyak kelapa
(1.08) dan galendo Bapak Ade (1.10) serta produk galendo kemasan bambu Bapak
Babas (1.11) memiliki nilai DOL terbesar dibandingkan dengan produk minyak
kelapa dan galendo lainnya. Nilai DOL sebesar 1.08 tersebut berarti apabila
terjadi penurunan penerimaan sebesar 1 persen maka akan mengakibatkan laba
bersih turun sebesar 1.08 persen. Sebaliknya apabila penerimaan penjualan naik
sebesar 1 persen maka mengakibatkan laba bersih yang diperoleh naik sebesar
1.08 persen. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan pada
komposisi penjualan produk tersebut maka akan memberikan dampak yang lebih
besar dibandingkan dengan produk lainnya terhadap laba bersih usaha.
Produk yang memiliki nilai DOL terkecil adalah untuk produk minyak
kelapa adalah minyak kelapa curah Bapak Babas (1.03) dan minyak kelapa curah
Bapak Nana (1.03) dan sedangkan produk adalah galendo kemasan kantong
Bapak Babas (1.05) dan produk galendo Bapak Nana kemasan 1 kg (1.04) serta
kemasan 1,4 kg (1.04). Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, produk
yang memiliki profitabilitas besar akan memiliki nilai DOL yang rendah. Nilai
DOL pada penelitian ini bernilai kecil berkisar antara 1.03 sampai 1.10. Hal ini
terjadi karena semua usaha pengolahan minyak kelapa beroperasi jauh dari titik
impas. Menurut Mulyadi (2001), nilai DOL semakin tinggi jika perusahaan
54

beroperasi di sekitar keadaan impas. Pada tingkat penjualan di sekitar impas


tersebut setiap perubahan yang kecil saja pada pendapatan penjualan akan
berakibat besar terhadap laba bersih.

Analisis Profitabilitas Usaha Keseluruhan

Suatu usaha yang menghasilkan beberapa produk mengharuskan


profitabilitas dihitung untuk masing-masing produk. Menurut Mulyadi (2001),
dalam perusahaan yang memproduksi dan menjual lebih dari 1 macam produk,
manajemen tidak hanya menghadapi masalah mencari komposisi produk yang
dijual yang menghasilkan laba maksimum, namun juga memerlukan informasi
kontribusi masing-masing produk dalam menghasilkan laba perusahaan secara
keseluruhan. Oleh karena itu juga dilakukan perhitungan titik impas secara
keseluruhan untuk ketiga usaha pengolahan minyak kelapa.

Tabel 16 Kondisi profitabilitas secara keseluruhan pada usaha pengolahan minyak


kelapa
Kondisi Profitabilitas Secara Keseluruhan
Bapak Babas (550)
Uraian Bapak Ade Bapak Nana
Tanpa
(250) (300)
Kondisi Aktual Pengembalian
Produk 10%
BEP (Rupiah) 15 326 887 11 611 969 47 138 109 47 065 059
MOS 92% 96% 94% 95%
MIR 34% 50% 50% 51%
Profitabilitas 31% 48% 47% 48%
NPM 31% 50% 47% 41%
DOL 1.09 1.04 1.06 1.26

Kondisi profitabilitas usaha minyak kelapa secara keseluruhan dapat dilihat


pada Tabel 16. Secara keseluruhan, usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Nana
memiliki titik impas yang paling rendah dan profitabilitas serta NPM yang paling
tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pengolahan
minyak kelapa yang paling menguntungkan adalah usaha minyak kelapa Bapak
Nana. Produk-produk minyak kelapa dan galendo memiliki nilai profitabilitas
yang cukup merata berkisar antara 40 persen sampai dengan 50 persen. Hal
tersebut akan berpengaruh pada nilai profitabilitas.
Usaha Bapak Babas memiliki nilai profitabilitas yang tidak jauh berbeda
daripada usaha Bapak Nana. Nilai profitabilitas usaha Bapak Babas adalah 47
persen sedangkan nilai profitabilitas Bapak Nana adalah 48 persen. Usaha Bapak
Babas memiliki nilai profitabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan Bapak
Nana disebabkan karena produk galendo Bapak Babas yang tidak habis terjual
semuanya karena sistem penjualannya yang dititip di toko oleh-oleh. Toko oleh
biasanya mengembalikan produk yang kemasannya rusak dan sudah kadaluarsa.
Tingkat pengembalian dari toko oleh-oleh rata-ratanya sebesar 10 persen. Hal
tersebut tidak seperti galendo Bapak Nana yang habis terjual. Apabila produk
galendo Bapak Babas terjual semuanya maka, nilai profitabilitasnya akan sama
dengan usaha Bapak Nana (Tabel 16). Selain itu, usaha Bapak Babas melakukan
55

pengemasan dengan baik dan menarik pada produk galendo dan minyak kelapa
dalam botol. Perlakuan pengemasan ini merupakan salah satu komponen biaya
yang terbesar pada usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Babas. Hal tersebut
menyebabkan biaya rata-rata per kg produknya menjadi lebih besar dibandingkan
dengan usaha minyak kelapa yang lain.
Usaha Bapak Babas menghasilkan produk minyak kelapa dan galendo
dengan profitabilitas yang tertinggi dibandingkan dengan produk pada usaha
pengolahan minyak kelapa yang lain. Adanya perlakuan pengemasan yang lebih
baik dan menarik, membuat harga jual produk per kg menjadi lebih mahal. Hal ini
terbukti dengan minyak kelapa Bapak Babas yang dikemas dalam botol memiliki
harga per kg yang jauh lebih mahal yaitu Rp28 000 dibandingkan dengam minyak
kelapa curah yang memiliki harga Rp10 000 – Rp11 000 per kg. Selain itu, juga
produk galendo Bapak Babas jika harganya dikonversi per kg memiliki harga jual
berkisar antara Rp88 000-Rp125 000. Galendo Bapak Ade dan Bapak Nana yang
dikemas dengan menggunakan plastik memiliki harga per kg yang lebih rendah
yaitu berkisar antara Rp30 000-Rp57 000. Harga galendo per kg dapat dilihat
pada analisis nilai tambah di Tabel 17, Tabel 18 dan Tabel 19. Hal tersebut
membuktikan bahwa dengan melakukan inovasi dengan memperbaiki kemasan
produk menjadi lebih baik sehingga produk menjadi tahan lebih lama dan lebih
menarik untuk konsumen, dapat mempengaruhi profit yang didapatkan usaha
yang lebih besar. Hal tersebut juga berlaku pada usaha Bapak Nana dengan nilai
profitabilitas tertinggi yang mengembangkan produk galendonya dalam 3
kemasan dan ukuran.

Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa akan memberikan


nilai tambah bagi buah kelapa tersebut. Analisis tambah dalam penelitian ini akan
menggunakan metode Hayami. Perhitungan dengan metode Hayami ini
mempertimbangkan bahan baku, tenaga kerja dan sumbangan input lain.
Perhitungan nilai tambah ini menggunakan dasar per satuan bahan baku yaitu
adalah per kg buah kelapa segar utuh. Nilai tambah untuk produk minyak kelapa
dan galendo dihitung untuk produksi dalam jangka waktu 1 hari. Hasil
perhitungan nilai tambah minyak kelapa dan galendo dapat dilihat dalam Tabel
17, Tabel 18 dan Tabel 19.
Output dalam perhitungan nilai tambah ini merupakan output minyak kelapa
yang dihasilkan dalam 1 hari. Semua satuan output dinyatakan dalam kg begitu
pula untuk minyak kelapa dalam ukuran botol dan galendo. Input bahan baku
yang digunakan merupakan buah kelapa segar. Pertimbangannya digunakan buah
kelapa segar bukan daging buah kelapa dikarenakan pada proses produksi serabut
dan tempurung kelapa digunakan sebagai bahan bakar untuk pemasakan santan.
Bobot bahan baku ini didapat dari proporsi biaya bersama yang dikalikan dengan
berat maksimum buah kelapa tua sebesar 2 kg.
Pembagian kuantitas output dibagi dengan input akan menghasilkan faktor
konversi. Faktor konversi ini mencerminkan banyak bahan baku yang digunakan
untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Nilai faktor konversi minyak kelapa
secara umum berdasarkan pemilik usaha pengolahan minyak kelapa adalah
56

sebesar 0.1. Hal ini berarti dari 1 pengolahan 1 butir buah kelapa akan
menghasilkan 100 gram minyak kelapa. Sedangkan produk galendo biasanya
dihasilkan sebanyak 40 persen sampai 50 persen dari jumlah minyak kelapa yang
dihasilkan. Usaha pengolahan minyak kelapa dengan nilai faktor konversi yang
tinggi adalah usaha Bapak Ade dan Bapak Nana sebesar 0.1. Usaha pengolahan
minyak kelapa Bapak Ade dengan mengolah 250 butir kelapa menghasilkan 25 kg
minyak kelapa dan 12 kg galendo. Sedangkan usaha Bapak Nana dengan
mengolah 300 butir kelapa menghasilkan 30 kg minyak kelapa dan 15 kg galendo.
Usaha Bapak Babas memiliki nilai faktor konversi yang lebih kecil yaitu 0.08
yang berarti dari pengolahan 550 butir kelapa menghasilkan 45 kg minyak kelapa
dan 22 kg galendo. Nilai faktor konversi yang berbeda-beda disebabkan karena
perbedaan kualitas bahan baku dan proses produksi yang dilakukan. Perhitungan
faktor konversi pada analisis nilai tambah dilakukan dengan satuan per kg. Hal ini
berbeda dengan faktor konversi di atas karena perhitungannya juga didasarkan
pada rasio biaya bersama.
Tenaga kerja yang digunakan pada usaha pengolahan minyak kelapa
berbeda. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses pengolahan minyak
kelapa pada usaha Bapak Ade adalah sebanyak 3 orang. Satu hari kerja dalam
usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade sebanyak 7 jam. Koefisien tenaga
kerja Bapak Ade bernilai 0.01. Ini merupakan untuk mengolah 1 kg buah kelapa
segar dibutuhkan waktu 4 menit 48 detik. Usaha Bapak Nana memiliki 2 orang
tenaga kerja dengan waktu kerja untuk satu hari adalah 10 jam. Usaha Bapak
Nana memiliki koefisien tenaga kerja sebesar 0.004. Hal ini berarti untuk
mengolah 100 kg buah kelapa diperlukan waktu sebanyak 1 menit 55 detik.
Sedangkan usaha Bapak Babas memiliki 7 orang tenaga kerja dengan jam kerja
selama 8 jam. Koefisien waktu produk minyak kelapa curah dan botol Bapak
Babas sebersar 0.01. Hal ini berarti untuk mengolah 1 kg buah kelapa diperlukan
waktu 4 menit 48 detik. Koefisien tenaga kerja pada usaha pengolahan minyak
kelapa Bapak Nana lebih kecil karena adanya penghematan penggunaan tenaga
kerja dan jam kerja yang lebih panjang.
Upah rata-rata tenaga kerja total pada usaha pengolahan minyak kelapa
Bapak Ade (Rp28 571/HOK) lebih rendah dibandingkan dengan upah pada Bapak
Nana (Rp40 000/HOK) dan Bapak Babas (Rp38 416/HOK). Hal ini disebabkan
karena usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Ade memiliki waktu kerja yang
lebih pendek dibandingkan dengan usaha minyak kelapa yang lain.
Sumbangan input lain per kg dalam menghasilkan minyak kelapa dan
galendo secara total adalah Rp42.17 untuk usaha Bapak Ade, Rp348.18 dan
Rp2 473.06. Sumbangan input lain yang ditambahkan adalah bahan penolong
seperti gula, bahan bakar bensin, kemasan, biaya penyusutan dan biaya listrik.
Sumbangan input lain per kg pada usaha Bapak Babas lebih besar dibandingkan
dengan usaha lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan input lain yang lebih
banyak seperti untuk listrik, bahan bakar, kemasan dan gula.
Hasil perhitungan rasio nilai tambah yang didapat pada usaha pengolahan
minyak kelapa yang menjadi objek penelitian menghasilkan nilai yang tidak jauh
berbeda berkisar antara 50 persen sampai dengan 76 persen (Tabel 17). Produk
minyak kelapa yang memiliki rasio nilai tambah paling besar adalah minyak
kelapa curah Bapak Babas sebesar 76.34 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa untuk setiap Rp1 000 dari
57

nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp763.4. Rasio nilai tambah produk
galendo yang paling tinggi adalah galendo ukuran 1,4 kg Bapak Nana dengan
rasio nilai tambah sebesar 69.11 persen (Tabel 18 dan Tabel 19). Berdasakan
kriterian pengujian Hubeis dalam Maulidah dan Kusumawardani (2011), semua
produk minyak kelapa dan galendo termasuk ke dalam produk dengan rasio nilai
tambah tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rasio nilai tambah untuk semua produk
yang bernilai lebih dari 40 persen.
Rasio nilai tambah dipengaruhi oleh nilai output per kg dan sumbangan
input lain. Minyak kelapa curah Bapak Babas memiliki rasio nilai tambah yang
paling besar disebabkan oleh harga output per kg yang cukup tinggi yaitu Rp11
000 per kg dan sumbangan input terkecil sebesar 4.30 persen. Begitu pula dengan
produk galendo Bapak Nana 1,4 kg yang memiliki rasio nilai tambah terbesar
memiliki harga output yang cukup tinggi dan sumbangan input terkecil sebesar 6
persen.
Berdasarkan rasio nilai tambah dari minyak kelapa dapat disimpulkan pada
penelitian ini, untuk usaha pengolahan minyak kelapa dengan kapasitas produksi
yang lebih besar menghasilkan rasio nilai tambah yang lebih besar pula. Hal ini
dikarenakan usaha Bapak Babas dengan kapasitas produksi yang paling besar
(550 butir kelapa/hari) menghasilkan produk minyak kelapa curah dengan rasio
nilai tambah yang paling besar 76.34 persen. Akan tetapi hal ini tidak berlaku
untuk produk galendo. Usaha Bapak Nana dengan kapasitas produksi 300 butir
kelapa per hari menghasilkan produk galendo dengan rasio nilai tambah paling
tinggi yaitu 69.11 persen. Besarnya kapasitas produksi yang tidak mempengaruhi
besarnya nilai tambah galendo. Hal ini dikarenakan untuk produk galendo setelah
titik pisah dilakukan proses pengolahan lebih lanjut yaitu pengemasan. Hal ini
menyebabkan nilai sumbangan input lain/kg galendo lebih besar daripada minyak
kelapa.
Produk galendo Bapak Babas dengan rasio nilai tambah terkecil
menggunakan kemasan yang lebih mahal dibandingkan dengan produk galendo
pada usaha pengolahan lainnya. Hal ini membuat nilai sumbangan input lain/kg
menjadi lebih besar. Hal ini juga berlaku untuk produk minyak kelapa kemasan
Botol Bapak Babas yang dikemas dengan menggunakan botol memiliki rasio nilai
tambah yang lebih kecil dibandingkan dengan produk minyak kelapa curah yang
tidak dikemas.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini dapat
dilihat bahwa produk minyak kelapa memiliki rasio nilai tambah yang lebih besar
daripada produk galendo. Walaupun harga jual galendo lebih mahal tetapi biaya
produksi minyak kelapa lebih rendah. Hal ini menyebabkan rasio nilai tambah
minyak kelapa lebih besar daripada galendo.
Perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami ini juga menghasilkan
proporsi balas jasa terhadap tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan
pemilik usaha. Berdasarkan nilai persentase balas jasa, pada semua usaha
pengolahan minyak kelapa menunjukkan persentase tingkat keuntungan
perusahaan yang lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan tenaga
kerja langsung. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pengolahan minyak kelapa
merupakan usaha yang padat modal. Adapun berdasarkan keseluruhan produk
yang dianalisis, usaha dengan tingkat keuntungan perusahaan yang paling besar
adalah usaha Bapak Nana. Usaha Bapak Nana ini memiliki tenaga kerja yang
58

paling sedikit yaitu 2 orang (1 TKDK dan 1 orang TKLK). Usaha pengolahan
minyak kelapa yang menjadi objek penelitian memiliki tenaga kerja yang sedikit
berkisar antara 2-7 orang. Walaupun usaha ini merupakan usaha padat modal
tetapi tidak berarti membutuhkan modal yang besar. Hal ini dikarenakan proses
produksi yang masih tradisional sehingga tidak membutuhkan investasi yang
besar.

Tabel 17 Analisis nilai tambah minyak kelapa pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa

Bapak Babas Bapak Babas


No Variabel Bapak Ade Bapak Nana
Curah Botol
I Output, Input, Harga
1 Output (kg) 25 30 41 4
2 Bahan Baku (Kg) 209.60 190.54 152.04 45.34
Tenaga Kerja
3 1.10 0.79 0.09 0.27
Langsung (HOK/hari)
4 Faktor Konversi 0.12 0.16 0.27 0.09
Koefisien tenaga kerja
5 0.01 0.004 0.01 0.01
langsung (HOK/kg)
6 Harga output (Rp/Kg) 10 000 10 000 11 000 28 000
Upah rata-rata tenaga
7 11 977 12 703 5 309.74 1 583.59
kerja (Rp/HOK)
II Penerimaan dan Keuntungan
Harga Bahan Baku
8 550 550 600 600
(Rp/Kg)
Harga Input Lain
9 39 81 102 455
(Rp/Kg)
10 Nilai output (Rp/Kg) 1 193 1 574 2 966 2 470
c. Nilai tambah
11 603 944 2 265 1 415
(Rp/Kg)
d. Rasio nilai tambah
50.59 59.93 76.34 57.30
(%)
c. Pendapatan tenaga
12 kerja langsung 63 53 31 9
(Rp/Kg)
d. Pangsa tenaga
kerja langsung 10.42 5.61 1.39 0.66
(%)
c. Keuntungan
13 541 891 2 233 1 406
(Rp/Kg)
d. Tingkat
89.58 94.39 98.61 99.34
Keuntungan (%)
III Balas jasa pemilik faktor produksi
14 Marjin (Rp/Kg) 643 1 025 2 366 1 870
d. Pendapatan tenaga
kerja langsung 9.78 5.17 1.33 0.50
(%)
e. Sumbangan input
6.11 7.89 4.30 24.32
lain (%)
f. Keuntungan
84.10 86.94 94.37 75.18
perusahaan (%)
59

Tabel 18 Analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa
Bapak Nana
Galendo Galendo
No Variabel Bapak Ade Galendo
Kemasan 250 Kemasan 1,4
kemasan 1 kg
gram kg
I Output, Input, Harga
1 Output (buah) 12 3 5 7
2 Bahan Baku (Kg) 290.40 84.13 130.91 194.42
Tenaga Kerja
3 Langsung 1.52 0.35 0.55 0.81
(HOK/hari)
4 Faktor Konversi 0.04 0.04 0.04 0.04
Koefisien tenaga
5 kerja langsung 0.01 0.004 0.004 0.004
(HOK/kg)
Harga output
6 29 167 40 000 40 000 57 692
(Rp/buah)
Upah rata-rata
7 tenaga kerja 16 594 5 609 8 727 12 961
(Rp/HOK)
II Penerimaan dan Keuntungan
Harga Bahan Baku
8 550 550 550 550
(Rp/Kg)
Harga Input Lain
9 42 118 97 92
(Rp/Kg)
Nilai output
10 1 205 1 426 1 528 2 077
(Rp/Kg)
- Nilai tambah
11 616 758 881 1 436
(Rp/Kg)
- Rasio nilai
51.11 53.16 57.66 69.11
tambah (%)
- Pendapatan
tenaga kerja
12 87 23 36 54
langsung
(Rp/Kg)
- Pangsa tenaga
kerja langsung 14.14 3.08 4.13 3.76
(%)
- Keuntungan
13 529 735 845 1 382
(Rp/Kg)
- Tingkat
Keuntungan 85.86 96.92 95.87 96.24
(%)
III Balas jasa pemilik faktor produksi
- Marjin
14 655 876 978 1 527
(Rp/Kg)
- Pendapatan
tenaga kerja 13.30 2.67 3.72 3.54
langsung (%)
- Sumbangan
6 13.48 9.91 6
input lain (%)
- Keuntungan
perusahaan 80.71 83.85 86.37 90.46
(%)
60

Tabel 19 Lanjutan analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa
Bapak Babas
Galendo Galendo Galendo
No Variabel Galendo Aneka
Kemasan Kemasan Kemasan
Rasa
Kantong Bambu Kotak
Output, Input,
I
Harga
1 Output (buah) 7 3 5 7
2 Bahan Baku (Kg) 248.83 176.15 204.12 273.52
Tenaga Kerja
3 Langsung
(HOK/hari) 1.47 1.04 1.21 1.62
4 Faktor Konversi 0.03 0.02 0.02 0.03
Koefisien tenaga
5 kerja langsung
(HOK/kg) 0.006 0.006 0.006 0.006
Harga output
6
(Rp/Kg) 88 889 125 000 94 118 96 000
Upah rata-rata
7 tenaga kerja
(Rp/HOK) 8 690.31 6 151.74 7 128.87 9 552.42
Penerimaan dan
II
Keuntungan
Harga Bahan Baku
8
(Rp/Kg) 600 600 600 600
Harga Input Lain
9
(Rp/Kg) 325 543 633 516
Nilai output
10
(Rp/Kg) 2 652 2 384 2 273 2 413
-Nilai tambah
11
(Rp/Kg) 1 727 1 241 1 040 1 297
-Rasio nilai
tambah (%) 65.11 52.06 45.77 53.76
-Pendapatan
tenaga kerja
12
langsung
(Rp/Kg) 51 36 42 56
-Pangsa tenaga
kerja langsung
(%) 2.97 2.93 4.05 4.35
-Keuntungan
13
(Rp/Kg) 1 676 1 205 9 98 1 241
-Tingkat
Keuntungan (%) 97.03 97.07 95.95 95.65
Balas jasa
III pemilik faktor
produksi
14 Marjin (Rp/Kg) 2 052 1 784 1 673 1 813
-Pendapatan
tenaga kerja
langsung (%) 2.50 2.04 2.52 3.11
-Sumbangan
input lain (%) 15.85 30.43 37.81 28.45
-Keuntungan
perusahaan (%) 81.65 67.53 59.67 68.44
61

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hasil perhitungan profitabilitas menunjukkan ketiga usaha pengolahan


minyak kelapa sudah mampu menghasilkan laba. Namun berdasarkan
perhitungan profitabilitas secara keseluruhan didapatkan hasil bahwa usaha
pengolahan minyak kelapa Bapak Nana lebih menguntungkan dibandingkan
dengan usaha yang lain. Nilai profitabilitas usaha Bapak Nana sebesar 48
persen ini tidak jauh berbeda dengan profitabilitas usaha Bapak Babas sebesar
47 persen dengan kapasitas produksi tertinggi. Total biaya rata-rata yang
lebih besar dan adanya pengembalian produk dari toko oleh-oleh sebesar 10%
mengakibatkan profitabilitas Pak Babas lebih rendah daripada Bapak Nana.
Hasil perhitungan profitabilitas apabila dilihat dari masing- masing produk
maka, produk minyak kelapa dan galendo dengan nilai profitabilitas yang
paling tinggi dihasilkan dari usaha Bapak Babas.
2. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah, minyak kelapa curah Bapak
Babas memiliki rasio nilai tambah yang paling tinggi dan untuk produk
galendo 1.4 kg Bapak Nana memiliki nilai tambah yang paling tinggi.
Produk dengan sumbangan input lain/kg yang lebih besar menghasilkan rasio
nilai tambah yang lebih kecil. Hal ini berlaku untuk produk galendo Bapak
Babas. Usaha pengolahan minyak kelapa termasuk ke dalam usaha padat
modal. Hal tersebut karena balas jasa terhadap keuntungan perusahaan lebih
besar daripada pendapatan tenaga kerja langsung

Saran

1. Berdasarkan analisis profitabilitas menunjukkan bahwa usaha Bapak Babas


memiliki profitabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan usaha Bapak
Nana. Salah satu penyebabnya adalah usaha Bapak Babas memiliki total
biaya rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya perlu dilakukan penghematan biaya pada
usaha Bapak Babas. Salah satunya adalah mengganti peralatan produksi
wajan dengan wajan yang berkualitas lebih baik dengan umur ekonomis yang
lebih lama sehingga frekuensi penggantiannya menjadi lebih lama.
2. Usaha Bapak Ade perlu menambah kapasitas produksi karena kapasitas
produksi yang sekarang merupakan iddle capacity. Ini terlihat dari total
investasinya yang lebih besar dibandingkan dengan Bapak Nana tetapi
kapasitas produksinya lebih rendah.
3. Produk galendo kemasan bambu Bapak Babas memiliki nilai profitabilitas
yang paling rendah di antara produk galendo Bapak Babas lainnya. Untuk
mengurangi risiko kerugian di masa yang akan datang, maka usaha Bapak
Babas harus meningkatkan produksi galendo kemasan bambu tersebut.
Galendo kemasan bambu ini juga memiliki nilai DOL yang paling tinggi. Hal
ini menunjukkan apabila penerimaan penjualannya ditambah makan
memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap laba bersih dan untuk
62

meningkatkan nilai penjualan dapat dilakukan dengan mencari peluang pasar


yang baru.
4. Sebaiknya usaha pengolahan minyak kelapa Bapak Nana dan Bapak Babas
dapat dilakukan penambahan produksi untuk produk yang memiliki tingkat
profitabilitas yang lebih tinggi. Dengan menambah, kapasitas produksi
diharapkan meningkatkan profitabilitas usahanya.
5. Sebaiknya usaha Bapak Nana dan Bapak Ade memperbaiki cara pemasaran
terutama dari segi pengemasan. Hal ini dikarenakan produk yang dikemas
dengan lebih baik seperti produk Bapak Babas memiliki nilai jual yang lebih
tinggi per kgnya.

DAFTAR PUSTAKA
Amin S dan Prabandono K. 2009. Cocopreneurship-Aneka Peluang Bisnis dari
Kelapa. Yogyakarta: Lily Publisher.
Asfia, N. 2013. Analisis pendapatan, nilai tambah, dan prospek pengembangan
industri kecil tapioka di Jawa Barat studi kasus Desa Pasir Jambu
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2012. Minyak
klentik, warisan orang tua [Internet]. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id
/kilas-litbang/1078-minyak-klentik-warisan-orang-tua.html.2012-12-03.
[diunduh 2014 Mei 04]
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2014. Kabupaten Ciamis Dalam
Angka 2013.
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat.2014.Jawa Barat Dalam Angka 2013.
[Dirjen Perkebunan] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis
Pengembangan Kelapa. Jakarta : Direktorat Jenderal Perkebunan.
[Diskoperindag] Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten
Ciamis. 2014. Laporan Potensi Industri Kabupaten Ciamis Tahun 2013.
Fitri R. 2014. Pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap profitabilitas dan nilai
tambah usaha tahu bandung kayun-yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Harjito D A, Martono. 2012. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : Penerbit
Ekonisia
Hawarto A. 2014. Analisis nilai tambah pengolahan tepung tapioka di Kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987.Agricultural Marketing and
Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor
:CGPRT Centre.
Horngren JT, Datar SM, Foster G. 2006. Akuntansi Biaya, Penekanan Manajerial
Jilid 2 ed.12. P.A. Lestari, penerjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Cost Accounting, A Manajerial Emphasis Twelfh Edition.
[Kementerian Keuangan]. 2012. Laporan Kajian Nilai Tambah Produk Pertanian.
Jakarta : Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
63

[Kementerian Perindustrian]. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Kelapa.


Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen
Perindustrian.
[Kementerian Pertanian]. 2009. Abstrak Hasil Penelitian PertanianKomoditas
Kelapa. Bogor : Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian
Departemen Pertanian.
[Kementerian Pertanian]. 2014. Statistik Konsumsi 2013. Jakarta : Kementerian
Pertanian.
[Kementerian Pertanian]. 2014. Outlook Komoditas Kelapa 2013. Jakarta :
Kementerian Pertanian.
Marimin, Magfiroh N.2013. Aplikasi dan Teknik Pengambilan Keputusan Dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor : PT Penerbit IPB Press.
Maulidah S,Kusumawardani F.2011. Nilai tambah agroindustri belimbing manis
(Avverhoa carambola L.) dan optimalisasi output sebagai upaya
peningkatan pendapatan.AGRISE (9) : 21-29, Januari 2011.
Moniaga R, Poputra AT, Pinatik S. 2014. Alokasi biaya bersama dalam
menentukan laba bruto per produk pada UD. Sinar Sakti Manado. Jurnal
EMBA (2) : 733-744, Juni 2014.
Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat, dan Rekayasa Jilid 3.
Jakarta : PT Salemba Emban Patria.
Munawir. 1995.AnalisaLaporanKeuangan. Yogyakarta : Liberty.
Nur F, Rochmawati D. 2012.Analisis perlakuan akuntansi scrap dan produk
sampingan pada PT Priosusanto Corporation. Jenius (2) : 229 – 246,
September 2012.
Nursyam, Marhawati M, Alam MN. 2013. Analisis titik pulang pokok usaha
virgin coconut oil (VCO) pada UKM Pengais Jaya di Desa Ampibabo
Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong. e-J.Agrotekbis 1 (4) :
384-390, Oktober 2013.
Papas J L, Hirscey M.1995. Ekonomi Manajerial. Jakarta : Binarupa Aksara.
Puspitasari FT. 2014. Analisis profitabilitas usaha dan nilai tambah produk sate
bandeng pada UKM sate bandeng di Kota Serang Banten. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Regowo NF. 2008. Analisis integrasi pasar kopra dunia dengan pasar kopra dan
minyak goreng kelapa domestic. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rindengan, B. 1993. Kontroversi isu minyak tropis. Buletin Balitka (20): 1-12
Rompis SSC. 2014. Analisis perhitungan biaya bersama dalam menentukan harga
pokok produksi untuk produk air mineral dan minuman segar pada CV.
Ake Abadi. Jurnal EMBA (2) : 1633-1642, September 2014
Rony H. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar untuk Perencanaan dan Pengendalian
Biaya Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Runtuwene SM, Karamoy H, Tirayoh VZ. 2014. Penerapan metode pengakuan
pendapatan kotor terhadap produk sampinganpada PT Nichindo Manado
Suisan. Jurnal EMBA (2) : 820-827, Juni 2014.
Sagala IC, Affandi MI, Ibnu M. 2013. Kinerja usaha agroindustri kelanting di
Desa Karang Anyar Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran. JIIA
(1) : 60-65, Januari 2013.
64

Setiawan H, Hastoni H. 2008. Analisa produk sampingan dalam menentukan


tingkat pendapatan produk utama Studi Kasus Pada Perusahaan Tahu Yun –
Yi. Jurnal Ilmiah Kesatuan (10) : 56-60, April 2008.
Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang (ID): Universitas
Muhammadiyah Malang.
Sukiyono K, Nusril, Sumantri B, Silvia E. 2012. Analisis efisiensi, titik impas,
dan resiko usaha kecil gula aren di Kabupaten Rejang Lebong. Di dalam :
Sukiyono K, Nusril, Sumantri B, Silvia E. Seminar Nasional dan Rapat
Tahunan Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat 2012; 2012
Aprl 2-5; Medan, Indonesia. Medan (ID) : Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara.
Susanto DG. 2013. Profitabilitas usaha pengolahan serta nilai tambah produk ubi
jalar pada Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang, Bogor [Skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Tunggadewi, A T. 2009. Analisis profitabilitas serta nilai tambah usaha tahu dan
tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota
Bogor)[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Warindrani, AK. 2006. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta : Graha Ilmu
Umar, H. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Yasinta PY, Nuridja M, Zukhri A. 2012. Perhitungan harga pokok produksi dan
perlakuan produk sampingan pada UD. Sari Nadi Singaraja Tahun 2012.
[Jurnal]. Singaraja (ID) : Universitas Pendidikan Ganesha.
65

LAMPIRAN
Lampiran 1 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Ade
Umur Penyusutan
Harga Beli Harga Total
No Uraian Jumlah Ekonomis Per Tahun
(Rp) (Rp)
(tahun) (Rp)
A Investasi
1 Bangunan 1 50 000 000 50 000 000 25 1 980 000
B Peralatan
1 Sodet 2 25 000 50 000 5 10 000
Alat Pencungkil
2 2 25 000 50 000 5 10 000
Kelapa
Alat Pemecah
3 1 25 000 25 000 5 5 000
Kelapa
Mesin Pemarut
4 1 1 500 000 1 500 000 10 150 000
Kelapa
Timbangan
5 1 150 000 150 000 10 15 000
Gantung
6 Ember 15 liter 4 25 000 100 000 2 50 000
7 Ember 5 liter 6 10 000 60 000 2 30 000
Tong Plastik 150
8 3 110 000 330 000 5 66 000
kg
9 Jerigen 30 kg 10 25 000 250 000 5 50 000
10 Corong Plastik 2 20 000 40 000 2 20 000
11 Gayung 2 5 000 10 000 2 5 000
12 Baskom Besar 1 25 000 25 000 2 12 500
13 Wajan 3 540 000 1 620 000 5 324 000
14 Pompa Air 1 350 000 350 000 5 70 000
Alat Press
15 2 300 000 600 000 10 60 000
Galendo
66

Lampiran 2 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Nana


Harga Umur
Harga Beli Penyusutan Per
No Peralatan Jumlah Total Ekonomis
(Rp) Tahun (Rp)
(Rp) (Tahun)
A Investasi
1 Bangunan 1 20 000 000 20 000 000 10 1 800 000
B Peralatan
1 Sodet 2 25 000 50 000 5 10 000
Alat Pencungkil
2 1 25 000 25 000 5 5 000
Kelapa
Alat Pemecah
3 1 25 000 25 000 5 5 000
Kelapa
Mesin Pemarut
4 1 2 400 000 2 400 000 10 240 000
Kelapa
Timbangan
5 1 150 000 150 000 10 15 000
gantung
6 Ember 15 liter 3 25 000 75 000 2 37 500
7 Ember 5 liter 8 10 000 80 000 2 40 000
8 Corong Plastik 1 20 000 20 000 2 10 000
Drum Plastik 150
9 1 110 000 110 000 5 22 000
kg
Drum Plastik 60
10 1 65 000 65 000 5 13 000
kg
11 Jerigen 30 kg 1 25 000 25 000 5 5 000
12 Gayung 2 5 000 10 000 2 5 000
13 Baskom besar 1 50 000 50 000 2 25 000
14 Baskom kecil 2 25 000 50 000 2 25 000
15 Wajan 2 500 000 1 000 000 5 200 000
16 Pompa Air 1 350 000 350 000 5 70 000
17 Saringan Plastik 1 10 000 10 000 2 5 000
Alat Press
18 2 50 000 100 000 2 50 000
Galendo
19 Sealer Plastik 1 260 000 260 000 5 52 000
Timbangan
20 1 100 000 100 000 5 20 000
Plastik
67

Lampiran 3 Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Babas


Umur
Harga Beli Harga Total Penyusutan Per
No Uraian Jumlah Ekonomis
(Rp) (Rp) Tahun (Rp)
(tahun)
A Investasi
1 Bangunan 1 75 000 000 75 000 000 25 2 700 000
2 Mobil Pick up 1 60 000 000 60 000 000 10 3 000 000
B Peralatan
1 Sodet 3 25 000 75 000 5 15 000
Alat
2 Pencungkil 2 25 000 50 000 5 10 000
Kelapa
3 Golok 2 25 000 50 000 5 10 000
Mesin Pemarut
4 2 1 500 000 3 000 000 10 300 000
Kelapa
Alat Pemeras
5 1 2 500 000 2 500 000 10 250 000
Santan
Timbangan
6 1 150 000 150 000 10 15 000
gantung
7 Ember 15 liter 9 20 000 180 000 2 90 000
8 Corong Plastik 3 20 000 60 000 2 30 000
Tong Plastik
9 3 110 000 330 000 5 66 000
100 kg
10 Jerigen 30 kg 1 25 000 25 000 5 5 000
11 Gayung 3 5 000 15 000 2 7 500
12 Baskom 8 50 000 400 000 2 200 000
13 Pompa Air 1 350 000 350 000 5 70 000
Saringan
14 6 10 000 60 000 2 30 000
plastik
Mesin Mixer
15 1 3 000 000 3 000 000 10 300 000
Santan
16 Sealer Plastik 2 260 000 520 000 5 104 000
17 Sealer Foil 1 3 000 000 3 000 000 10 300 000
18 Mesin Vacum 1 1 500 000 1 500 000 10 150 000
Alat Press
19 3 1 000 000 3 000 000 10 300 000
Galendo
Timbangan
20 1 150 000 150 000 10 15 000
bandul
Timbangan
21 1 75 000 75 000 10 7 500
plastik
68
Lampiran 4 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo pada usaha Bapak Ade dengan metode nilai pasar
Tambahan
Nilai Pasar Rasio Jumlah
Jumlah Nilai biaya proses Nilai Pasar Pendistribusian
Akhir Distribusi Biaya Rasio Biaya
Produk satuan Produksi Pasar setelah Hipotesis Biaya Bersama
Keseluruhan Biaya Produksi Bersama
(tahun) /unit dipisahkan (Rp) (Rp)
(Rp) Bersama (Rp)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(1) x (2) (3) – (4) (3)/Total (5) (6)*(5) (4) + (7) (8)/Total (8)
Minyak Kelapa kg 7 800 10 000 78 000 000 78 000 000 0.72 56 532 100 56 532 100 0.42
Galendo lempeng 3 120 35 000 109 200 000 1 128 000 108 072 000 0.72 78 327 400 79 455 400 0.58
Total 10 920 45 000 187 200 000 186 072 000 134 859 500 135 987 500 1

Lampiran 5 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo pada usaha Bapak Nana dengan metode nilai pasar
Tambahan
Nilai Pasar Rasio Jumlah
Jumlah Nilai biaya proses Nilai Pasar Pendistribusian
Akhir Distribusi Biaya Rasio Biaya
Produk satuan Produksi Pasar setelah Hipotesis Biaya Bersama
Keseluruhan Biaya Produksi Bersama
(tahun) /unit dipisahkan (Rp) (Rp)
(Rp) Bersama (Rp)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(1) x (2) (3) – (4) (3)/Total (5) (6)*(5) (4) + (7) (8)/Total (8)
Minyak Kelapa kg 9 360 10 000 93 600 000 93 600 000 0.53 49 202 746 49 202 746 0.32
Galendo 250 gr buah 3 744 10 000 37 440 000 1 339 636 38 779 636 0.53 20 385 306 21 724 942 0.14
Galendo 1 kg buah 1 560 40 000 62 400 000 656 182 63 056 182 0.53 33 146 766 33 802 948 0.22
Galendo 1.4 kg buah 1 560 60 000 93 600 000 656 182 94 256 182 0.53 49 547 682 50 203 864 0.32
Total 287 040 000 289 692 000 152 282 500 154 934 500
69

Lampiran 6 Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo pada usaha Bapak Babas dengan metode nilai pasar
Tambahan
Nilai Pasar Rasio Pendistribusi Jumlah
Jumlah Nilai biaya proses Nilai Pasar
Akhir Distribusi an Biaya Biaya Rasio Biaya
Produk satuan Produksi Pasar setelah Hipotesis
Keseluruhan Biaya Bersama Produksi Bersama
(tahun) /unit dipisahkan (Rp)
(Rp) Bersama (Rp) (Rp)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(1) x (2) (3) – (4) (3)/Total (5) (6)*(5) (4) + (7) (8)/Total (8)
Minyak kelapa
kg 12 792 11 000 140 712 000 140 712 000 0.44 62 064 758 62 064 758 0.14
curah
Minyak kelapa
buah 4 992 7 000 34 944 000 5 537 574 29 406 426 0.44 12 970 484 18 508 058 0.04
kemasan botol
Galendo kemasan
buah 17 160 12 000 205 920 000 19 324 078 186 595 922 0.44 82 303 078 101 627 156 0.23
kantong
Galendo aneka rasa buah 8 736 15 000 131 040 000 25 273 712 105 766 288 0.44 46 651 025 71 924 737 0.16
Galendo kemasan
buah 9 048 16 000 144 768 000 34 869 830 109 898 170 0.44 48 473 501 83 343 331 0.19
bambu
Galendo kemasan
buah 17 160 12 000 205 920 000 37 340 506 168 579 494 0.44 74 356 455 111 696 961 0.25
kotak
Total 863 304 000 740 958 300 326 819 300 449 165 000

Lampiran 7 Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk penyusutan mesin press galendo pada usaha Bapak Nana
Uraian Satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
kemasan plastik ukuran 250 gram buah 12 0.55
kemasan plastik ukuran 1 kg buah 5 0.23
kemasan plastik ukuran 1,2 kg buah 5 0.23
Total 22

Lampiran 8 Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk penyusutan sealer dan timbangan plastik pada usaha Bapak Nana
Uraian satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
kemasan plastik ukuran 1 kg buah 5 0.5
kemasan plastik ukuran 1,2 kg buah 5 0.5
Total 10

69
70
Lampiran 9 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk penyusutan sealer plastik, sealer foil, mesin vacum,
timbangan bandul dan timbangan plastik pada usaha Bapak Babas
Produk satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
Galendo Kemasan Kantong Buah 55 0.33
Galendo Aneka Rasa Buah 28 0.17
Galendo Kemasan Bambu Buah 29 0.17
Galendo Kemasan kotak Buah 55 0.33
167

Lampiran 10 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk penyusutan alat press galendo dan pemeliharaannya pada
usaha Bapak Babas
Produk Satuan Jumlah produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
Galendo Aneka Rasa Buah 28 0.25
Galendo Kemasan Bambu Buah 29 0.26
Galendo Kemasan kotak Buah 55 0.49
Total 122

Lampiran 11 Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk biaya upah tenaga kerja pengemasan pada usaha Bapak
Babas
Produk satuan Jumlah Produksi (hari) Rasio Biaya Bersama
Minyak Kelapa Kemasan botol buah 16 0.09
Galendo Kemasan Kantong buah 55 0.30
Galendo Aneka Rasa buah 28 0.15
Galendo Kemasan Bambu buah 29 0.16
Galendo Kemasan kotak buah 55 0.30
Total 183
71

Lampiran 12 Rincian biaya bersama Bapak Ade

No Komponen Biaya Minyak Kelapa Galendo Total Biaya


A Biaya Variabel
A1 Biaya Variabel Bersama
1 Biaya Bahan Baku 35 966 723 49 833 277 85 800 000
2 Biaya Tenaga Kerja 11 770 927 16 309 073 28 080 000
3 Bensin 915 517 1 268 483 2 184 000
4 Biaya Konsumsi Harian 5 885 464 8 154 536 14 040 000
A2 Biaya Tambahan Processing Galendo
1 Biaya Kemasan - 468 000 468 000
Total Biaya Variabel 54 538 630 76 033 370 130 572 000
B Biaya Tetap
B1 Biaya Tetap Bersama
1 Biaya Listrik 100 606 139 394 240 000
2 Biaya Perawatan 339 546 470 454 810 000
3 Biaya Penyusutan 1 172 691 1 624 809 2 797 500
4 Pembelian Karung 204 566 283 434 488 000
5 Pembelian Keranjang Bambu 125 758 174 242 300 000
6 Pembelian Saringan 50 303 69 697 120 000
B2 Biaya Tambahan Processing Galendo
1 Biaya Penyusutan 60 000 60 000
2 Pembelian Pencetak Galendo 600 000 600 000
Total Biaya Tetap 1 993 470 3 422 030 5 415 500
Total Biaya 135 987 500
72
Lampiran 13 Rincian biaya bersama Bapak Nana

No Uraian Biaya Minyak Kelapa Galendo Kemasan 250 gram Galendo kemasan 1 kg Galendo Kemasan 1 4 kg total
A Biaya Bersama Sebelum Titik Pisah
A1 Biaya Variabel
1 Biaya Bahan Baku 32 697 138 14 437 069 22 463 373 33 362 420 102 960 000
2 Biaya Tenaga Kerja 9 908 224 4 374 869 6 807 083 10 109 824 31 200 000
3 Bensin 693 576 306 241 476 496 707 688 2 184 000
4 Gula 3 566 961 1 574 953 2 450 550 3 639 537 11 232 000
Total Biaya Variabel 46 865 898 20 693 132 32 197 502 47 819 468 147 576 000
A2 Biaya Tetap
1 Biaya Listrik 114 326 50 479 78 543 116 652 360 000
2 Biaya Perawatan 257 233 113 578 176 722 262 467 810 000
3 Biaya Penyusutan 804 249 355 108 552 530 820 613 2 532 500
4 Keranjang Bambu 38 109 16 826 26 181 38 884 120 000
5 Karung Plastik 204 516 90 302 140 505 208 677 644 000
6 Saringan Kain 76 217 33 653 52 362 77 768 240 000
Total Biaya Tetap 1 494 649 659 946 1 026 844 1 525 060 4 706 500
B Biaya Tambahan Processing Galendo
B1 Biaya Variabel
1 Kemasan Galendo 936 000 312 000 312 000 1 560 000
Total Biaya Variabel 936 000 312 000 312 000 1 560 000
B2 Biaya Tetap
1 Penyusutan 43 636 44 182 44 182 132 000
2 Pencetak Galendo 360 000 300 000 300 000 960 000
Total Biaya Tetap 403 636 344 182 344 182 1 092 000
Lampiran 14 Rincian biaya bersama Bapak Babas
Minyak Kelapa Minyak Kelapa Galendo Kemasan Galendo Aneka Galendo Kemasan Galendo Kemasan
Uraian Biaya Total
No curah Kemasan botol Kantong Rasa Bambu kotak
A Biaya Bersama Sebelum Titik Pisah
A1 Biaya Variabel
1 Biaya Bahan Baku 28 461 124 8 488 294 46 581 555 32 974 420 38 211 982 51 202 625 205 920 000
2 Biaya Tenaga Kerja 11 007 124 3 282 784 18 015 063 12 752 607 14 778 195 19 802 227 79 638 000
3 Bensin 905 581 270 082 1 482 140 1 049 186 1 215 836 1 629 174 6 552 000
4 Gula Pasir 1 397 182 416 698 2 286 731 1 618 744 1 875 861 2 513 583 10 108 800
5 Gula Aren 485 133 144 687 794 004 562 064 651 341 872 772 3 510 000
Total Biaya Variabel 42 256 145 12 602 545 69 159 493 48 957 021 56 733 214 76 020 382 305 728 800
A2 Biaya Tetap
1 Biaya Listrik 248 786 74 198 407 181 288 238 334 021 447 575 1 800 000
2 Biaya Pemeliharaan 456 108 136 030 746 499 528 436 612 372 820 555 3 300 000
3 Biaya Penyusutan 981 115 292 610 1 605 765 1 136 698 1 317 248 1 765 063 7 098 500
4 Transport 414 643 123 664 678 636 480 397 556 701 745 959 3 000 000
5 Keranjang Bambu 49 757 14 840 81 436 57 648 66 804 89 515 360 000
6 Karung 92 880 27 701 152 014 107 609 124 701 167 095 672 000
7 Wajan 671 722 200 336 1 099 390 778 242 901 856 1 208 454 4 860 000
Total Biaya Tetap 2 915 012 869 378 4 770 922 3 377 268 3 913 703 5 244 216 21 090 500
Total Biaya Bersama Sebelum Titik Pisah 326 819 300
B Biaya Tambahan Processing Galendo
B1 Biaya Variabel
1 Kemasan 4 992 000 17 160 000 17 472 000 33 025 200 34 320 000 106 969 200
2 Perasa Galendo 6 240 000 6 240 000
3 TK Pengemasan 545 574 1 875 410 954 754 988 852 1 875 410 6 240 000
Total Biaya Variabel - 5 537 574 19 035 410 24 666 754 34 014 052 36 195 410 119 449 200
B2 Biaya Tetap
1 Penyusutan 189 865 171 659 177 789 337 187 876 500
2 Pemeliharaan 25 000 25 893 49 107 100 000
3 Pencetak Galendo 360 000 600 000 660 000 1 620 000
Total Biaya Tetap - - 189 865 556 659 803 682 1 046 294 2 596 500
Total Biaya Processing - 5 537 574 19 225 275 25 223 413 34 817 735 37 241 704 122 045 700
Total Biaya 448 865 000

73
74

Lampiran 15 Komponen biaya variabel pada ketiga usaha

Uraian satuan Jumlah/hari Harga (Rp) Nilai (Rp/Tahun)


Pak Ade
Kelapa buah 250 1 100 85 800 000
Bensin liter 1 7 000 2 184 000
Upah tenaga kerja orang 3 30 000 28 080 000
Konsumsi Harian orang 3 15 000 14 040 000
Kemasan Galendo buah 10 150 468 000
Pak Nana
Kelapa buah 300 1 100 102 960 000
Bensin liter 1 7 000 2 184 000
Gula Pasir kg 3 12 000 11 232 000
Tenaga Kerja orang 2 50 000 31 200 000
kemasan plastik ukuran 250 gram buah 12 250 936 000
kemasan plastik ukuran 1 kg buah 5 200 312 000
kemasan plastik ukuran 1 2 kg buah 5 200 312 000
Pak Babas
Kelapa buah 550 1 200 205 920 000
Bensin liter 3 7 000 6 552 000
Gula Pasir kg 2.7 12 000 10 108 800
Gula Aren gandu 4.5 2 500 3 510 000
TK Pengupas Kelapa kg 550 55 9 438 000
TK Ngalentik kg 5 45 000 70 200 000
kemasan botol buah 16 1 000 4 992 000
kemasan galendo kardus buah 55 2 000 34 320 000
kemasan galendo kantong buah 55 1 000 17 160 000
kemasan galendo aneka rasa buah 28 2 000 17 472 000
kemasan galendo bambu buah 29 3 650 33 025 200
Peasa Coklat kg 0.125 40 000 1 560 000
Perasa Susu kg 0.125 40 000 1 560 000
Perasa Vanilla kg 0.125 40 000 1 560 000
Perasa Strawberry kg 0.125 40 000 1 560 000
TK Pengemasan kg 1 20 000 6 240 000
75

RIWAYAT HIDUP

Dinar Monitha Nurdiani dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 11


Mei 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Nurdin dan Ibu Rini. Penulis memiliki satu kakak laki-laki bernama Dadi Nugraha
dan adik laki-laki bernama Tri Noor Pamungkas.
Penulis memulai pendidikan di taman kanak-kanak Kertaharapan pada
tahun 1994. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SDN
Galuh XVI Ciamis dan kemudian pindah melanjutkan pada tahun 1997 di SDN
Pasir Peuteuy Ciamis hingga lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMP N 2 Ciamis pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005.
Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri
1 Ciamis dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis diterima menjadi mahasiswi pada Program
Keahlian Teknik dan Manajemen Lingkungan Program Diploma Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun
2011. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan studi ke jenjang strata satu
dan diterima sebagai mahasiswa Program Alih Jenis Agribisnis, Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis
juga pernah bekerja di perusahaan swasta yang bergerak di bidang lingkungan
pada tahun 2012-2014.

Anda mungkin juga menyukai