Anda di halaman 1dari 83

RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT

DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR


DI BOGOR

PRAWITIA WIDHYARINI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis


Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Prawitia Widhyarini
NIM H34114056
ABSTRAK

PRAWITIA WIDHYARINI. Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit


dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh
LUKMAN M BAGA.
Penyusunan rencana bisnis diperlukan untuk memperjelas gambaran suatu
usaha yang akan didirikan. Analisis non finansial dari usaha ini terdiri aspek
pemasaran, aspek operasional, aspek organisasi dan sumber daya manusia, serta
analisis risiko. Produk yang dihasilkan dari usaha pengolahan ini adalah kunyit
bubuk yang dikemas dengan teknologi pengemasan vakum dengan harga jual
yang ditawarkan sebesar 228.9 USD (Rp2 610 000) per kemasan 10 kg. Target
pasar dari produk ini adalah pasar luar negeri khususnya negara Argentina.
Bentuk badan usaha yang dipilih adalah koperasi dengan anggota yang berasal
dari petani kunyit yang berada di wilayah Bogor. Keuntungan bersih yang
diperoleh usaha ini di tahun pertama sebesar Rp236 549 000, Rp153 383 000 di
tahun kedua, dan Rp193 216 000 di tahun berikutnya. Melalui pendekatan
cooperative entrepreneur, petani pemasok bahan baku memperoleh harga jual
rimpang basah yang tinggi, yaitu sebesar Rp9 000 di tahun pertama dan Rp12 000
di tahun berikutnya.

Kata kunci: cooperative entrepreneur, kunyit, rencana bisnis

ABSTRACT

PRAWITIA WIDHYARINI. Turmeric Development Business Plan with


Cooperative Entrepreneur Aproaches in Bogor. Supervised by LUKMAN M
BAGA
Preparation of business plan is required to simplify and clarify the
illustration for entering or starting a business. The non-financial analysis of this
business consist of market aspect, operational aspect, organization and human
resources aspect, and risk analysis. Product of this processing business is a
powdered turmeric are packed with vacuum packaging technology with sell price
228.9 USD (Rp2 610 000) in 10 kg packages. Market target of this product is
overseas market, especially in Argentina. The selected enterprise of this business
is cooperative where the members are from the turmeric farmers in Bogor. Net
profit obtained in the first year is Rp263 205 000, Rp153 383 in the second year,
and Rp193 216 in the next years. With cooperative entrepreneur approaches,
farmers as a raw material supplier will get higher sell price, there is Rp9 000 in
the first year and Rp12 000 in the next years.

Keywords: business plan, cooperative entrepreneur, turmeric


RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT
DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR
DI BOGOR

PRAWITIA WIDHYARINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit
dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc
selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf
Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, dan staf Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia serta para petani yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, mas Deni dan
seluruh keluarga serta teman-teman atas segala dukungan, doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Prawitia Widhyarini
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
KERANGKA PEMIKIRAN 9
Kerangka Pemikiran Teoritis 9
Kerangka Pemikiran Operasional 18
METODE PENELITIAN 20
Lokasi Penelitian 20
Jenis dan Sumber Data 20
Metode Pengumpulan Data 20
Metode Analisis Data 20
GAMBARAN UMUM 24
RENCANA BISNIS 25
Rencana Pemasaran 25
Rencana Operasional 28
Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia 38
Rencana Kerjasama Kooperatif 43
Manajemen Risiko 45
Rencana Keuangan 46
SIMPULAN DAN SARAN 52
Simpulan 52
Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 53
LAMPIRAN 55
ii

DAFTAR TABEL

1 Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012 2


2 Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012 3
3 Produksi kunyit di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2008-2012 3
4 Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011 4
5 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran koperasi putra mandiri vs perusahaan
pesaing 27
6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama 34
7 Standar mutu simplisia kunyit menurut MMI 37
8 Penentuan upah 42
9 Matriks hubungan antara pihak yang terkait 44
10 Tabel perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi 44
11 Rincian biaya investasi 46
12 Rincian biaya penyusutan 47
13 Rincian biaya operasional tahun pertama 48
14 Rincian biaya operasional tahun berikutnya 49
15 Modal awal usaha 49
16 Harga pokok produksi 50
17 BEP kunyit bubuk tahun pertama 50
18 BEP kunyit bubuk tahun berikutnya 51

DAFTAR GAMBAR

1 Alur tata cara ekspor 14


2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 19
3 Kunyit bubuk 26
4 Label kemasan primer dan sekunder 26
5 Mesin perajang otomatis 30
6 Mesin vacuum cabinet dryer 31
7 Mesin diskmill 31
8 Mesin vacuum packaging 32
9 Plastik kemasan vakum 32
10 Mesin conveyor metal detector 33
11 Tata letak bangunan usaha 34
12 Diagram alir proses pengolahan kunyit bubuk 35
13 Struktur organisasi koperasi putra mandiri 39
iii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur proses produksi bulan pertama 55


2 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan peralatan produksi 57
3 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran 57
4 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur 58
5 Asumsi komponen biaya investasi 58
6 Rincian biaya tetap komponen biaya upah tenaga kerja tetap 58
7 Rincian biaya tetap komponen biaya utility 59
8 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran 59
9 Asumsi komponen biaya tetap 59
10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama 60
11 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun berikutnya 60
12 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin 60
13 Asumsi komponen biaya variabel 60
14 Penjualan perusahaan 61
15 Harga rimpang kunyit segar yang diterima petani 61
16 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) 62
17 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) 63
18 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam
Rp000) 64
19 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam
Rp000) 65
20 Laporan arus kas di tahun pertama (dalam Rp000) 68
21 Laporan laba rugi tahun pertama (dalam Rp000) 69
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki beragam jenis tanaman baik yang dapat dimanfaatkan


sebagai bahan pangan maupun bahan baku pembuatan jamu, obat herbal
terstandar maupun fitofarmaka. Tanaman obat disebut juga sebagai tanaman
biofarmaka terdapat beragam jenis yang diklasifikasikan berdasarkan pemanfaatan
dari bagian tanaman tersebut yaitu daun, buah, biji, bunga, batang, umbi
(rimpang), maupun akar. Tanaman biofarmaka yang dimanfaatkan bagian
rimpang terdapat berbagai macam jenis seperti kunyit, jahe, lengkuas, kencur,
lempuyang, temuireng, temukunci, temulawak, dan dringgo. Tanaman biofarmaka
ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembutan jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari ke-3 golongan obat dengan bahan
alami tersebut terletak pada tingkat pembuktian khasiat dari produknya.
Jamu merupakan obat berbahan alami berbentuk sederhana seperti irisan
rimpang, daun kering dan akar kering yang terdiri dari campuran 5 hingga 10 jenis
bahan. Khasiat dan keamanan jamu terbukti aman secara empiris berdasarkan
pengalaman turun temurun atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran
serta telah memenuhi syarat mutu. Obat herbal terstandar merupakan obat
berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan bahan baku dan proses pembuatan
yang telah memenuhi standar. Khasiat dan keamanan obat herbal terstandar harus
melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis,
famakodinamik (manfaat) dan teratogenik (keamanan terhadap janin).
Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar dengan
bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Klaim khasiat
dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia 1.
Contoh produk yang dikategorikan dalam jamu adalah Tolak Angin (PT
Sido Muncul), Pil Binari (PT Tenaga Tani Farma), dan Curmaxan serta Diacinn
(Lansida Herbal). Produk yang dikategorikan dalam obat herbal terstandar adalah
Diapet (PT Soho Indonesia), Kiranti (PT Ultra Prima Abadi), Psidii (PT
Tradimun), dan Diabmeneer (PT Nyonya Meneer). Produk fitofarmaka yang
terdapat di Indonesia adalah Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa
Medica), Rheumaneer (PT Nyonya Meneer), dan Tensigard serta X-Gra (PT
Phapros)2.
Salah satu jenis rimpang biofarmaka, kunyit (Curcuma domestica Val.)
merupakan salah satu komoditas yang banyak digunakan sebagai bahan baku
obat-obatan herbal oleh pelaku bisnis jamu, obat herbal terstandar, maupun
fitofarmaka. Bagian rimpang dari kunyit memiliki manfaat bagi kesehatan dengan
Kurkumin sebagai zat aktif yang terkandung di dalamnya. Manfaat tersebut
diantaranya adalah dapat membantu meringankan penyakit kardiovaskular seperti
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, hipertrofi, dan iskemia
(Kapakos et al. 2012). Kurkumin juga dapat berperan sebagai anti inflamasi dan

1
http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/HERBAL_MEDICINE_DAN_BUDI_DAYA.pdf (Diakses
2014 Mei 13)
2
http://ikmfstikesmadani.blogspot.com/2013/02/perbedaan-jamu-herbal-terstandar-dan.html
(Diakses 2014 Mei 13)
2

anti katabolik (Klawitter et al. 2012). Memperpanjang umur sel, meringankan


gejala Alzheimer, dan meningkatkan fungsi sistem pencernaan juga merupakan
manfaat dari zat aktif yang terdapat dalam komoditas ini (Caesar et al. 2012).
Banyaknya manfaat bagi kesehatan yang dimiliki oleh komoditas ini
menjadikan kunyit banyak digunakan oleh industri jamu, obat herbal terstandar,
maupun fitofarmaka sebagai bahan baku produksinya. Selain dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan jamu atau obat di pasar dalam negeri, komoditas ini
juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri sebagai bahan obat maupun sebagai
rempah masakan.
Tabel 1 Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012
Produksi (kg)
Komoditas
2008 2009 2010 2011 2012*
Dringgo 687 008 1 074 901 754 551 611 608 0
Jahe 154 963 886 122 181 084 107 734 608 94 743 139 114 537 658
Kencur 38 531 160 43 635 311 29 638 127 34 016 850 42 626 207
Kunyit 111 258 884 124 047 450 107 375 347 84 803 466 96 979 117
Lempuyang 7 621 045 8 804 375 8 520 161 8 717 497 7 296 025
Lengkuas 50 092 846 59 332 313 58 961 844 57 701 484 58 186 488
Temulawak 23 740 105 36 826 340 26 671 149 24 105 870 44 085 151
Temuireng 8 817 235 7 584 022 7 140 926 7 920 573 0
Temukunci 3 096 634 4 701 570 4 358 236 3 951 932 0
Keterangan : * = angka sementara
Sumber : Kementerian Pertanian (2013)3
Data Tabel 1 menunjukkan bahwa di tahun 2009 terjadi peningkatan
produksi kunyit menjadi 124 047 459 kg dari tahun sebelumnya yaitu 111 258
884 kg. Pada periode tahun 2009 hingga tahun 2011 menunjukkan adanya
penurunan produksi kunyit yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2012
menunjukkan peningkatan hasil produksi dengan angka 96 979 117 kg. Penurunan
produksi disebabkan oleh perubahan curah hujan maupun iklim serta adanya
serangan hama dan penyakit pada tanaman kunyit. Peningkatan produksi
disebabkan oleh bertambahnya jumlah petani yang membudidayakan tanaman
kunyit baik yang dilakukan dengan cara pertanaman campuran (tumpang sari)
maupun pertanaman tunggal (monokultur).
Di pasar dalam negeri khususnya industri jamu, obat herbal terstandar,
maupun fitofarmaka komoditas ini dibutuhkan sebanyak 3 000 ton kering per
tahun dan 1 500 ton rimpang basah per tahun (Pusat Studi Biofarmaka 2009)4. PT
Sidomuncul, PT Air Mancur, PT Nyonya Meneer, dan OT (Orang Tua) Grup
merupakan industri jamu yang menggunakan rimpang kunyit sebagai bahan baku
produknya. Kunyit juga banyak dibutuhkan oleh pasar luar negeri. Negara yang
membutuhkan komoditas ini adalah India, Taiwan, Korea, Argentina, Amerika,
Malaysia, Singapura, Belanda, Inggris, dan Jepang. Data Kementerian Pertanian
Republik Indonesia mencantunkan negara-negara tujuan ekspor kunyit dalam
bentuk segar yaitu India, Taiwan, Korea, Argentina, Amerika, Malaysia,

3
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19)
4
http://www.docstoc.com/docs/44729526/PASAR-DOMESTIK-DAN-EKSPOR-PRODUK-
TANAMAN-OBAT-%28BIOFARMA-KA%29. (Diakses 2013 September 26)
3

Singapura, Belanda, Inggris, Jepang, Jerman, Hongkong, Australia, Swiss,


Selandia Baru, Suriname, Kanada, Cina, Filipina, dan Belgia (Kementan 2013)5.
Tabel 2 Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012
Negara Volume (kg)
Tujuan 2008 2009 2010 2011 2012
India 416 430 959 289 2 454 016 1 269 517 458 205
Taiwan 2 033 51 678 10 776 294 802 248 585
Korea 7 553 27 679 29 315 37 084 117 734
Argentina 178 376 154 168 61 509 66 979 103 205
Amerika 71 886 158 688 239 349 253 753 102 823
Malaysia 21 559 97 658 211 423 171 213 94 350
Singapura 22 907 28 924 48 431 43 401 24 165
Belanda 15 490 107 650 48 157 54 116 10 803
Jepang 21 551 21 304 20 494 16 059 9 434
Sumber: United Nations Comtrade Database (2014)6
Tabel 2 menunjukkan bahwa tren volume ekspor, India sebagai negara
tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia mengalami fluktuasi. Peningkatan volume
ekspor terjadi dari tahun 2008 hingga 2010 namun mengalami penurunan hingga
di tahun 2012. Negara tujuan ekspor kunyit bagi Indonesia yang mengalami
peningkatan volume adalah Korea dan Argentina. Korea memiliki tren volume
ekspor yang terus meningkat setiap tahunnya, Argentina memiliki tren volume
ekspor yang menurun dari tahun 2008 hingga 2010 namun mengalami kenaikan
hingga tahun 2012. Hal ini menjadikan Argentina sebagai negara tujuan ekspor
yang potensial bagi komoditas kunyit. Kebutuhan pasar luar negeri akan kunyit
banyak dimanfaatkan sebagai rempah masakan maupun bahan baku pembuatan
jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka.
Tabel 3 Produksi kunyit di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2008-2012
Tahun
Lokasi
2008 2009 2010 2011 2012*
Aceh 53 274 569 086 1 492 193 2 771 123 3 915 584
Riau 816 355 557 656 778 606 476 709 362 939
Sumatera Utara 4 081 089 3 520 787 5 613 600 4 485 369 4 845 478
Lampung 2 157 294 2 197 477 1 090 408 2 184 097 1 619 250
Jawa Barat 18 620 055 15 006 189 11 982 769 9 488 801 19 702 597
Jawa Tengah 24 489 124 21 476 296 28 139 446 18 928 493 20 362 434
Jawa Timur 38 254 373 47 180 223 23 179 732 22 943 433 21 933 015
DI Yogyakarta 4 986 299 4 852 006 4 797 316 4 220 136 4 461 932
Bali 339 920 1 022 505 701 898 647 686 658 292
Nusa Tenggara Timur 2 294 750 2 963 891 2 646 401 2 451 228 2 501 173
Kalimantan Barat 1 586 404 2 275 035 2 503 595 2 271 909 1 167 748
Sulawesi Utara 1 028 908 1 076 469 226 687 192 140 732 467
Keterangan : * = angka sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
Tabel 3 menunjukkan bahwa daerah sentra kunyit berada di Pulau Jawa
yang terdiri dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah

5
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19)
6
http://comtrade.un.org/db/dqBasicQueryResults.aspx?cc=091030&px=HS&r=360&y=2010,
%202011&so=9999 (Diakses 2014 Maret 20)
4

Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Barat menempati posisi ke-3 dengan


Provinsi Jawa Timur sebagai daerah sentra terbesar dan diikuti oleh Provinsi Jawa
Tengah di posisi kedua.
Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011
Produktivitas
Provinsi Luas Panen (m2) Produksi (kg)
(kg/m2)
DKI Jakarta 6 515 13 532 1,86
Jawa Barat 4 128 417 9 488 801 2,26
Jawa Tengah 656 000 814 230 1,15
DI Yogyakarta 10 230 591 18 928 493 1,80
Jawa Timur 1 864 038 4 220 136 2,26
Banten 11 147 204 22 943 433 2,02
Sumber: Kementerian Pertanian (2013)7
Tabel 4 menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki
luas panen kunyit terbesar ke-3 setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu
sebesar 4 128 417 m2. Namun dari segi produktivitas, Jawa Barat memiliki
produktivitas tertinggi sama halnya dengan provinsi Jawa Timur yaitu sebesar
2,26 kg/m2.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan volume produksi terbesar ke-3 di
Pulau Jawa memiliki peluang untuk dikembangkan, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri dan mampu berkontribusi dalam pemenuhan
kebutuhan pasar luar negeri. Namun dalam kondisi aktual, skala usaha petani
pembudidaya kunyit masih kecil sehingga jumlah produksi yang dihasilkan tidak
mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, khususnya bagi
industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Fenomena ini
memunculkan pentingnya peran pedagang pengumpul sebagai perantara antara
pedagang kecil dengan industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka.
Keberadaan pedagang pengumpul dirasa tidak dapat memberikan
keuntungan bagi petani kecil karena harga jual komoditas ini di tingkat petani
yang masih rendah, yaitu berkisar antara Rp1 500 hingga Rp2 000 per kg rimpang
basah. Maka dari itu, diperlukan keberadaan seorang pelaku usaha yang
menerapkan konsep wirakoperasi dalam menjalankan usaha yang dimiliki. Pelaku
usaha berperan sebagai perantara antara petani sebagai pedagang kecil dengan
industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Bentuk usaha yang
dijalankan dengan cara usaha kolektif bersama para petani kecil melalui badan
usaha koperasi dengan petani sebagai anggota. Konsep kerjasama ini memiliki
tujuan bahwa petani juga dapat ikut memiliki usaha yang akan didirikan.
Kebutuhan industri jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka
umumnya berbentuk rimpang kering maupun kunyit bubuk, namun hanya sedikit
petani yang melakukan usaha pengolahan tersebut sehingga petani hanya menjual
dalam bentuk rimpang segar. Hal ini dapat memunculkan peluang usaha
pengolahan rimpang kunyit guna meningkatkan nilai tambah di tingkat petani.
Tujuan pasar dari produk yang dihasilkan oleh usaha ini berorientasi pada pasar
luar negeri dengan alasan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Hal
tersebut dikarenakan harga jual produk kunyit bubuk di pasar luar negeri lebih
tinggi dibandingkan dengan harga jual di pasar dalam negeri. Tingginya harga jual

7
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19)
5

kunyit bubuk memungkinkan bagi usaha pengolahan rimpang kunyit ini untuk
memperoleh pendapatan lebih besar sehingga dapat memberikan keuntungan yang
besar pula bagi petani.
Sebelum mendirikan suatu usaha diperlukan adanya penyusunan rencana
bisnis guna menganalisis aspek non finansial maupun aspek finansial dari usaha
yang akan didirikan. Rencana bisnis yang akan disusun adalah mengenai usaha
pengolahan rimpang kunyit dalam bentuk bubuk menggunakan pendekatan
wirakoperasi. Konsep wirakoperasi yang diterapkan dalam suatu usaha diharapkan
dapat memberikan keuntungan bagi kedua pihak, yaitu pelaku usaha dan para
petani yang tergabung di dalamnya. Penerapan konsep wirakoperasi dalam suatu
usaha juga akan memberikan dampak positif yang berupa terjalinnya manajemen
rantai pasok yang baik antara petani, koperasi sebagai pengolah, dan industri
fitofarmaka.

Perumusan Masalah

Kurang berkembangnya agribisnis tanaman biofarmaka di Indonesia


disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani akan kebutuhan pasar dalam negeri
dan luar negeri, serta harga komoditas di tingkat petani yang masih rendah. Hal
tersebut menjadikan agribisnis tanaman biofarmaka ini dianggap kurang
menguntungkan oleh petani. Permasalahan tersebut mengakibatkan kurangnya
tingkat pemerataan budidaya tanaman biofarmaka di seluruh provinsi, karena
belum optimalnya penggalian potensi biofarmaka di Indonesia.
Tingginya kebutuhan kunyit bagi pasar luar negeri tidak berarti bahwa
agribisnis biofarmaka kunyit berkembang. Pada kondisi aktual, agribisnis ini
belum berkembang dengan baik dan merata di seluruh Indonesia, karena petani
kurang memahami kebutuhan pasar. Sejauh ini petani hanya mampu menjual
rimpang kunyit dalam bentuk segar tanpa melakukan pengolahan pengeringan dan
penggilingan seperti yang dibutuhkan oleh industri. Keterbatasan pengetahuan dan
teknologi pengolahan yang dimiliki petani mengenai kebutuhan pasar
mengakibatkan kurangnya pasokan rimpang kunyit dalam bentuk simplisia.
Keadaan tersebut menunjukkan adanya peluang dan potensi bagi
pengembangan kunyit di Indonesia. Provinsi Jawa Barat sebagai daerah sentra
yang berada di posisi ke-3 dilihat dari angka produksi di Tingkat Pulau Jawa
memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan komoditas kunyit tersebut
diharapkan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri.
Dari penjelasan tersebut, perumusan masalah dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi
biofarmaka yang belum tergali secara optimal?
2. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
petani dan mengembangkan komoditas kunyit?
6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari


penelitian ini adalah:
1. Menganalisis potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan
pendekatan cooperative entrepreneur.
2. Merumuskan rencana bisnis yang harus dilakukan dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas kunyit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut:


1. Bagi petani, sebagai bahan petimbangan untuk dapat mengembangkan skala
usaha budidaya kunyit sebagai tanaman biofarmaka.
2. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari serta sebagai
sarana pembuatan rencana bisnis dalam pengembangan unit bisnis kunyit
sebagai tanaman biofarmaka dengan pendekatan cooperative entrepreneur.
3. Bagi akademisi, sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian
selanjutnya.

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis pada rimpang


kunyit dengan pendekatan cooperative entrepreneur atau wirakoperasi.
Perencanaan bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen yaitu
pengeringan, penggilingan, dan pengemasan vakum. Aspek perencanaan bisnis
yang dianalisis terdiri dari rencana produk, rencana pemasaran, rencana
operasional, rencana organisasi dan sumberdaya manusia, kerjasama kooperatif,
analisis risiko, dan rencana keuangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai salah satu tanaman rempah yang
banyak tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman yang banyak
dimanfaatkan bagian rimpangnya ini memiliki manfaat bagi kesehatan, sehingga
tanaman ini banyak dikenal sebagai tanaman biofarmaka. Di Indonesia kebutuhan
bahan baku kunyit untuk industri kosmetik maupun jamu tradisional berkisar
antara 1.5 hingga 6 ton. Kebutuhan pasar luar negeri akan komoditas ini mencapai
ratusan ribu ton, namun sebagian kecil dari kebutuhan tersebut telah dipenuhi oleh
negara India, Haiti, Srilanka, dan Cina. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman
biofarmaka ini memiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia dengan
harapan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri.
Pengembangan agribisnis kunyit telah dilakukan di berbaga provinsi di Indonesia
yang memiliki agroklimat cukup baik bagi pertumbuhan tanaman ini, diantaranya
7

adalah provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur,
dan Kalimantan Selatan (Satriani 2010)8.
Kajian yang telah dilakukan oleh Baga (2003) mengenai Peran
Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis khususnya pada Koperasi
Susu, mengemukakan bahwa wirakoperasi (cooperative entrepreneur) berperan
menemukan peluang dan mewujudkannya dalam bentuk kesempatan usaha yang
menguntungkan bagi para anggota. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS)
merupakan koperasi yang terbentuk akibat dari buruknya situasi sosial ekonomi
dan politik pada tahun 1963 sehingga tataniaga susu di Pangalengan dikuasai oleh
para tengkulak dan peternak kuat. Koperasi ini didirikan pada tahun 1969 oleh drh
Daman Danuwidjaja yang beranggotakan para peternak sapi di daerah Bandung
Selatan.
Manfaat yang dirasakan oleh para peternak yang tergabung dalam KPBS
yaitu berkembangnya usaha ternak yang relatif baik dengan penerapan teknologi
peternakan modern. Daman Danuwidjaja sebagai dokter hewan memiliki peran
yang penting atas berkembangnya usaha ternak para anggota koperasinya.
Pengenalan teknologi peternakan modern yang berupa inseminasi buatan dan
penyampaian informasi mengenai pemeliharaan kesehatan hewan dilakukan oleh
Daman kepada para anggota koperasinya. Manfaat lain yang dirasakan oleh
peternak adalah tingginya posisi tawar petani terhadap Industri Pengolah Susu
(IPS) karena seluruh susu yang dihasilkan diserap oleh IPS, melalui kelembagaan
koperasi. Melalui koperasi, susu yang dihasilkan oleh para petani akan melalui
tahap pengolahan pasca panen yang berupa pengolahan pasteurisasi maupun Ultra
High Temperature (UHT) sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada susu
tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajrian (2013) mengenai Peran Wirakoperasi
dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV Bunga Indah Farm
Kabupaten Sukabumi, memilih sosok wirakoperasi yang merupakan seorang
pelaku usaha. Wahyudin merupakan pendiri CV Bunga Indah Farm yang dibentuk
pada tahun 2000 dengan kegiatan usaha berupa membuat inovasi tanaman hias
dengan bahan baku tanaman pagar pekarangan rumah. Selama 3 tahun perusahaan
ini memiliki jumlah petani yang bermitra sebanyak 2000 petani yang tergabung
dalam kelompok tani di wilayah Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Konsep wirakoperasi yang diterapkan oleh Wahyudin berupa penentuan
ketetapan harga beli bahan baku di tingkat petani yang berdasarkan hasil diskusi
dengan para petani mitranya. Perusahaan memberikan pelatihan budidaya kepada
para petani agar para petani dapat menghasilkan jumlah produksi yang optimal
dan berkualitas. CV Bunga Indah Farm juga memposisikan diri sebagai wadah
yang dapat memajukan para petani yang bermitra, sehingga pengendalian usaha
dilakukan berlandaskan kepentingan para petani. CV Bunga Indah Farm didirikan
tidak hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan semata namun juga pada
kesejahteraan petani yang bermitra.
Kajian yang dilakukan oleh peneliti Pusat Studi Biofrmaka LPPM-IPB
Sundawati dkk (2011) mengenai Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran
Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di
Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat mengemukakan bahwa perlu adanya
8
http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/05/31/industri-kunyit-dan-pemasarannya/ (Diakses 2014
Juli 16)
8

pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan


pemasaran biofarmaka khususnya komoditas rimpang. Pemasaran komoditas
tanaman biofarmaka jenis ini belum memiliki ikatan kemitraan yang efektif antara
petani dengan indsutri, karena banyaknya kendala dan hambatan yang dijumpai
dalam pelaksanaannya. Ikatan kemitraan yang efektif ini bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas pemasaran, karena komoditas biofarmaka jenis rimpang
banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan luar negeri.
Pengembangan model pemasaran biofarmaka rimpang yang telah dibentuk
oleh Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB sebagai lembaga pengembangan dan
pendampingan melibatkan relasi antara sektor swasta (industri), sektor publik
(kelembagaan pemerintah), dan sektor kelembagaan petani. Model pengembangan
tersebut tidak hanya dibangun dalam kerangka ikatan antar pengambil keputusan
(stakeholder) tetapi dapat juga dalam ikatan pemegang saham (shareholder)
seperti pengembangan kerjasama kemitraan. Manfaat dari adanya pembentukan
kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan skala usaha dan kapasitas
sumberdaya manusia serta meningkatkan efisiensi pemasaran. Kegiatan pelatihan
dan pendampingan perlu dilakukan untuk mencapai peningkatan tersebut.
Kegiatan lain yang dilakukan selain pelatihan adalah pendampingan terhadap
kelembagaan petani yaitu Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) untuk
pembenahan dan penguatan kelembagaan berupa pendampingan, untuk
pembenahan basis data Gapoktan serta penyusunan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Rencana Bisnis Manisan
Stroberi menyusun rencana bisnis yang menganalisis aspek non finansial dan
aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari analisis pasar, analisis teknik dan
teknologi, analisis manajemen dan organisasi serta analisis lingkungan. Dalam
melakukan analisis pasar, penulis menggunakan sistem bauran pemasaran yang
terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place. Product (produk) yang akan
diproduksi adalah manisan stroberi, dengan Price (harga) Rp125 000 per kg.
Promotion (promosi) yang dilakukan dengan cara penjualan secara langsung
kepada konsumen, dengan strategi penjualan yang dilakukan berupa penjualan
personal melalui presentasi produk, pertemuan penjualan, komunikasi melalui
media cetak, dan elektronik. Place (tempat) yang dimaksud dalam analisis ini
adalah lokasi pendirian usaha, lokasi penjualan dan saluran distribusi. Lokasi
usaha ini terletak di daerah Ciwidey Kabupaten Bandung, sedangkan lokasi
penjualan produk manisan ini adalah tempat wisata di daerah Ciwidey. Strategi
distribusi yang dilakukan adalah dengan membentuk tim pemasaran yang menjual
dan menawarkan produk secara langsung di tempat wisata. Strategi lain yang
dilakukan adalah dengan menyalurkan produk melalui distributor industri wilayah
dan industri pengguna akhir.
Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan
peralatan, aspek teknologi dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang
pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Bahan baku
produk manisan yang akan ditawarkan adalah stroberi segar yang diperoleh dari
petani stroberi sekitar usaha. Mesin yang digunakan adalah oven pengering dan
peralatan utama yang digunakan adalah tangki perendaman. Tahapan proses
produksi yang dilakukan untuk menghasilkan manisan stroberi adalah sortasi dan
pembersihan buah, pemotongan, perendaman dengan Natrium metabisulfit,
9

perendaman dengan gula, pemanasan larutan gula, pengovenan, pengemasan serta


penyimpanan. Usaha didirikan berdekatan dengan sumber bahan baku yaitu
stroberi dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan
sumberdaya yang cukup, infrastruktur yang mendukung serta dekat dengan target
pasar.
Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan
tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Bentuk badan usaha
yang dipilih oleh pelaku usaha adalah CV. Kebutuhan tenaga kerja yang
diperlukan oleh perusahaan ini dengan total tenaga kerja yang dibutuhkan adalah
sebanyak 12 orang termasuk dengan pengurus perusahaan. Perusahaan ini
memiliki struktur organisasi yang terdiri dari pengurus perusahaan (direktur,
manajer, dan manajer keuangan) serta karyawan yang terbagi dalam empat divisi
yaitu pemasaran, produksi, pengemasan, dan administrasi. Pada aspek deskripsi
pekerjaan, penjelasan tanggung jawab setiap personil berbeda-beda sesuai dengan
posisi di perusahaan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Rencana Pemasaran
Pasar
Aspek terpenting yang harus dianalisis terlebih dahulu dalam menyusun
rencana bisnis adalah aspek pasar dengan tujuan untuk menentukan pasar
potensial bagi produk dari usaha tersebut. Strategi pemasaran terdiri dari Analisa
Pasar dan Marketing Mix Development. Analisa pasar terdiri dari aspek
Segmenting, Targeting, dan Positioning. Marketing Mix Development terdiri dari
aspek produk, harga, promosi, dan distribusi (Nurmalina et al. 2009).
Analisis aspek pasar dapat dilakukan untuk menentukan jenis pasar yang
akan dipilih. Jenis pasar tersebut dapat berupa pasar persaingan sempurna, pasar
monopoli, maupun pasar monopolistik untuk menentukan strategi pemasaran yang
tepat. Informasi mengenai siklus hidup produk (Life Cycle Product) harus
ditentukan serta informasi mengenai pangsa pasar (market share) untuk produk
sejenis sebagai pesaing dari usaha yang akan didirikan (Umar 2009).
A. Analisa Pasar
Strategi Analisa Pasar terdiri dari aspek Segmenting, Targeting, dan
Positioning. Penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut
(Nurmalina et al. 2009):
1. Segmenting
Segmenting merupakan proses pengarahan kelompok pasar dengan
sifat heterogen menjadi kelompok pasar yang bersifat homogen atau
dalam kata lain kelompok pasar yang memiliki karakter dengan respon
yang sama dalam membelanjakan uangnya. Aspek utama yang menjadi
variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
10

a. Aspek geografis (lokasi pasar tujuan)


b. Aspek demografis (status ekonomi, usia, jenis kelamin, pendidikan,
dan kewarganegaraan pasar tujuan)
c. Aspek psikografis (gaya hidup dari konsumen sebagai pasar tujuan)
d. Aspek perilaku (status kesetiaan terhadap merk, tingkat penggunaan,
maupun sikap terhadap produk)
2. Targeting
Targeting merupakan proses pemilihan target pasar dari segmen
yang telah dipilih kemudian disaring hingga menjadi lebih spesifik.
Proses ini dapat diartikan sebagai penentuan sasaran pemasaran produk.
3. Positioning
Positioning merupakan tindakan yang dilakukan oleh produsen
untuk mendesain citra perusahaan dan penawaran nilai. Tindakan
tersebut menjadikan konsumen dalam segmen pasar tertentu agar
konsumen mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu
perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya (Munandar 2012).
Disamping itu, positioning dapat diartikan sebagai citra dari produk yang
ditawarkan oleh suatu perusahaan untuk kemudian ditanamkan dalam
benak konsumen berupa keunggulan produk suatu perusahaan
dibandingkan dengan produk pesaing. Keunggulan produk yang
ditawarkan dapat berupa harga, kualitas, manfaat, maupun kemasan.
B. Marketing Mix Development
Strategi pemasaran Marketing Mix Development terdiri dari 4 aspek yang
dianalisis yaitu sebagai berikut (Nurmalina et al. 2009):
1. Product (produk)
Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang akan ditawarkan oleh
suatu perusahaan seperti bentuk kemasan, pelabelan, merk produk, serta
informasi lain mengenai produk yang dihasilkan.
2. Price (harga)
Secara teoritis, penetapan harga meliputi analisis kompetitif,
berupa strategi penetapan harga, tingkat dan perubahan harga serta target
pasar diskon, pemberian kupon berhadiah, kebijaksanaan penjualan
metode atau cara pembayaran.
3. Place (tempat)
Aspek ini terdiri dari lokasi cakupan penjualan maupun
pendistribusian produk, manajemen penyimpanan, manajemen integrasi
vertikal dan horizontal, standar tingkat pelayanan, serta ketersediaan
fasilitas.
4. Promotion (promosi)
Aspek promosi dalam strategi bauran pemasaran ini terdiri dari
pemilihan media promosi, pemilihan cara penjualan, tema posisi pasar,
dan manajemen serta posisi produk.

Rencana Produk
Produk jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka yang berbahan
baku rimpang kunyit beragam. Rimpang segar, rimpang kering, maupun bubuk
merupakan bentuk yang banyak dibutuhkan oleh industri namun petani sebagai
11

pemasok hanya mampu menawarkan kunyit dalam bentuk rimpang segar.


Pengetahuan mengenai penggunaan teknologi yang dimiliki petani untuk
mengolah rimpang segar menjadi kunyit bubuk tergolong masih rendah.
Kurangnya pengetahuan petani membuka peluang untuk menjadikan pengolahan
lanjutan yang berupa pengeringan menjadi suatu unit bisnis.
Bisnis pengeringan rimpang kunyit ini akan menghasikan intermediate
product yang berupa kunyit bubuk. Teknologi yang digunakan adalah
pengeringan buatan dengan produk yang dihasilkan berbentuk rimpang kering,
yang kemudian diolah dengan menggunakan teknologi penggilingan kering untuk
menghasilkan kunyit bubuk. Setelah dilakukan pengolahan, produk dikemas
dengan menggunakan teknologi kemas vakum. Teknologi pengemasan vakum
dipilih karena dapat memperpanjang umur simpan produk serta menghemat ruang
pada saat penyimpanan maupun pendistribusian. Teknologi pengeringan buatan
dipilih untuk meningkatkan efektivitas proses produksi karena tidak bergantung
pada cuaca serta tidak membutuhkan waktu yang lama, sebagaimana yang
terdapat pada teknologi pengeringan alami dengan sinar matahari. Penggilingan
kering yang dilakukan dengan menggunakan mesin juga ditujukan untuk
meningkatkan efektivitas produksi.

Rencana Operasional
Rencana Jumlah Produksi
Hal yang perlu dianalisis dalam kegiatan produksi adalah rencana jumlah
produksi. Jumlah produksi akan berhubungan dengan beberapa hal dalam kegiatan
produksi, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat permintaan terhadap produk
2. Kapasitas mesin
3. Pasokan bahan baku
4. Modal kerja
5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya

Teknologi
Penggunaan teknologi dalam proses produksi harus menggunakan teknologi
tepat guna, selain dapat meningkatkan efektifitas juga dapat memberikan
keuntungan bagi usaha yang dijalankan. Disamping penggunaan teknologi yang
tepat, dukungan tenaga kerja terampil juga dibutuhkan dalam meningkatkan
efektifitas proses produksi. Teknologi yang digunakan pada proses produksi
adalah teknologi pengeringan buatan dengan mesin, teknologi penggilingan kering
dengan mesin, dan teknologi pengemasan vakum pada produk.

Tenaga Kerja (Tenaga Teknis)


Kebutuhan tenaga kerja yang terlibat dalam seluruh kegiatan usaha perlu
direncanakan dengan baik dari segi jumlah, deskripsi pekerjaan serta penetapan
gaji dan upah. Perencanaan tenaga kerja perlu diidentifkasi berdasarkan kuantitas
dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kuantitas tenaga kerja
yang dibutuhkan terkait dengan latar belakang dan lokasi perusahaan serta tingkat
persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja teknis, sedangkan kualitas tenaga
12

kerja menunjukkan keahlian yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang


didukung dengan tingkat pendidikan.

Perencanaan Bahan Baku


Bahan baku merupakan input kegiatan produksi untuk menghasilkan
produk yang ditawarkan oleh suatu usaha. Untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, bahan baku harus diperhatikan
dari semua faktor yang terkait.

Perencanaan Lokasi dan Tata Letak


Lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus dipertimbangkan dalam
menyusun rencana bisnis, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan
efektivitas kegiatan usaha. Pemilihan lokasi dapat ditentukan berdasarkan
kedekatan dengan bahan baku, pasar potensial, tenaga listrik dan air, ketersediaan
tenaga kerja, serta fasilitas transportasi. Perancangan tata letak bangunan usaha
yang terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan (gudang), dan ruang kantor
serta ruangan lain.

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia


Koperasi
Koperasi merupakan badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau kelompok dengan pemisahan kekayaan para anggotanya
sebagai modal menjalankan usaha, memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU
No 12 Tahun 2012).
Sebuah badan hukum yang disebut sebagai koperasi harus menjalankan
prinsip-prinsip dasar koperasi. Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 5
disebutkan 7 prinsip koperasi sebagai berikut:
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
Calon anggota koperasi tidak boleh dipaksa oleh siapapun tanpa membedakan
jenis kelamin, latar belakang sosial, ras, politik, dan agama. Setiap warga
negara yang telah mampu melaksanakan tindakan hukum dan telah memenuhi
persyaratan sebagai anggota koperasi berhak menjadi anggota koperasi dan
berpartisipasi aktif.
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
Koperasi didirikan oleh para anggota yang memiliki tujuan yang sama yaitu
meningkatkan kesejahteraan bersama. Pada proses pengambilan keputusan,
setiap anggota harus diperlakukan sama. Pengawasan terhadap kegiatan usaha
koperasi dilakukan oleh anggota yang telah memenuhi syarat sebagai
pengawas.
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi
Anggota menyetorkan modal secara adil dan mengawasinya secara
demokratis dengan sebagian dari modal adalah milik bersama. Balas jasa
terhadap modal diberikan secara terbatas.
4. Otonomi dan kemandirian
13

Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri serta diawasi oleh
anggotanya. Apabila koperasi membuat perjanjian dengan pihak lain
termasuk pemerintah atau memperoleh modal dari luar, maka hal itu harus
berdasarkan persyaratan yang tepat guna menjamin adanya upaya
pengawasan demokratis dari anggota dan mempertahankan otonomi koperasi.
5. Pendidikan, pelatihan, dan informasi
Koperasi memberikan pelatihan dan pendidikan bagi anggota, pengurus,
pengawas, manajer, dan karyawan. Tujuan dari pelatihan dan pendidikan
tersebut agar mereka dapat melaksanakan tugas lebih efektif dalam
pengembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi bagi orang-orang
muda dan tokoh masyarakat mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.
6. Kerjasama antar koperasi
Melalui kerjasama pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional,
maka gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan lebih efektif dan
dapat memperkuat gerakan koperasi.
7. Kepedulian terhadap masyarakat
Koperasi melakukan kegiatan pengembangan masyarakat sekitar secara
berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota.

Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha


Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membentuk suatu usaha dagang
ekspor Indonesia antara lain sebagai berikut (Kemendag 2013):
1. Badan Hukum, dalam bentuk :
a. CV (Commanditaire Vennotschap)
b. Firma
c. PT (Perseroan Terbatas)
d. Persero (Perusahaan Perseroan)
e. Perum (Perusahaan Umum)
f. Perjan (Perusahaan Jawatan)
g. Koperasi
2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti :
a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan
b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian
c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA
(Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan
Koordinasi Penanaman Modal)
4. Memiliki Angka Pengenal Ekspor (APE)
Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Dagang) untuk koperasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi.
b. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab Koperasi.
c. Fotokopi NPWP Koperasi.
d. Neraca Terakhir Koperasi bermaterai Rp6 000
e. Susunan Pengurus.
f. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan dan diketahui kecamatan.
g. Pasfoto warna ukuran 4x6 2 lembar.
14

Izin usaha yang masuk kedalam kategori usaha perdagangan berlaku selama
5 tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang.
Usaha yang akan didirikan memiliki tujuan pasar luar negeri dan
direncanakan sebagai eksportir produsen. Untuk menjadi eksportir, langkah yang
harus dilakukan sebagai berikut (Kemendag 2013):
1. Persiapan administratif berupa pembuatan identitas usaha
2. Persiapan legalitas usaha berupa pembentukan badan usaha yang berbadan
hukum dengan klasifikasi eksportir produsen atau eksportir bukan produsen
3. Persiapan operasional berupa penerbitan dokumen yang terdiri dari brosur
atau leaflet, offer sheet, invoice, consular invoice, packing list, sales contract,
weight note-measurement list, letter of indemnity, letter of subrogation,
pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan pemberitahuan ekspor barang
tertentu
4. Persiapan produk yang akan dijual secara fisik maupun pencantuman
keterangan produk dalam lembar Profil Produk
5. Melakukan perijinan ekspor di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
melalui UPP (Unit Pelayanan Perdagangan) dengan salah satu fasilitas yang
ditawarkan berupa INTRADE.
Tata cara atau prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan proses
ekspor adalah sebagai berikut (Kemendag 2013):
DN LN
Produksi
Esksportir
1 barang
5
4 2 11
3
Produksi Correspondent/ Opening
barang Receiving Bank Bank
10
6

Pelayaran/
Penerbangan 9 12

Bea dan cukai Instansi


pelabuhan muat 8a penerbit SKA

Pengapalan Pelabuhan
barang tujuan

Sumber: Kemendag 2013


Gambar 1 Alur tata cara ekspor
Keterangan:
1. Eksportir dan importir melakukan korespondensi yang diakhiri dengan
pembuatan Sales Contract
15

2. Importir mengaplikasikan pembukaan L/C pada bank luar negeri (Opening


Bank)
3. Opening Bank mengirim L/C confirmation pada Corespondenti Bank untuk
memberitahukan kepada eksportir
4. Corespondenti Bank memberitahukan kepada eksportir melalui L/C advice
5. Eksportir mempersiapkan barang
6. Eksportir memesan ruang kapal pada shipping company
7. Eksporir mengurus formalitas ekspor dengan mengisi PEB dan pembayaran
pajak ekspor, kemudian PEB difiat-muatkan
8. Pemuatan barang di atas kapal, shipping company memberikan bills of lading
pada eskportir
8a. Apabila dalam L/C ada persyaratan untuk melampirkan dokumen SKA (Surat
Keterangan Asal), maka eskportir harus mengurus SKA tersebut ke instansi
penerbit SKA
9. Setelah mempersiapkan seluruh dokumen yang dipersyaratkan pada L/C,
eskportir bernegosiasi kepada negotiation bank untuk mendapat pembayaran.
10. Pengiriman dokumen L/C dari negotiation bank ke opening bank
11. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir
12. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk
ditukarkan dengan delivery cargo
13. Pengiriman document L/C dari negotiation bank tersebut kepada importir
14. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir
15. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk
ditukarkan dengan delivery cargo

Struktur Organisasi
Struktur Organisasi merupakan susunan bagian serta hubungan antara posisi
yang terdapat pada suatu organisasi. Orang-orang yang terlibat dalam
kepengurusan suatu badan usaha dituangkan dalam struktur organisasi
perusahaan. Struktur organisasi terdiri dari nama orang yang terlibat dalam
kepengurusan beserta dengan jabatan masing-masing. Dalam struktur organisasi
menggambarkan hubungan kerja antara orang yang satu dengan lainnya dengan
memperhatikan aturan bentuk badan hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan.

Deskripsi Kerja
Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga kerja maupun
pengurus perusahaan dipaparkan dalam bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja
bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jabatan
maupun bagiannya. Masing-masing orang yang terlibat dalam usaha yang akan
dijalankan memiliki hak, kewajiban, maupun tugas yang harus dipenuhi agar
kegiatan usaha menjadi lebih efektif.

Upah dan gaji


Gaji dan upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh
seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji dan upah dari masing-
masing orang berbeda sesuai dengan jabatan dan deskripsi kerja yang dibebankan.
16

Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap maupun pengurus perusahaan
disebut sebagai gaji yang dibayarkan sekali dalam sebulan. Upah merupakan
imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap yang dibayarkan sesuai
dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Gaji yang dibayarkan dapat
disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku dengan
ketetapan yang dibuat oleh perusahaan.

Analisis Risiko
Kerugian yang mungkin timbul dalam sebuah usaha dapat diartikan sebagai
risiko. Risiko yang terjadi dalam suatu usaha dapat digolongkan menjadi 2 tipe,
yaitu risiko yang sulit dikendalikan oleh manajemen perusahaan dan risiko yang
dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Contoh dari risiko yang sulit
dikendalikan oleh manajemen perusahaan adalah seperti kebakaran atau bencana
alam, sedangkan contoh dari risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen
perusahaan adalah menurunnya volume produksi yang diakibatkan oleh kualitas
bahan baku yang buruk. Aspek fungsional dalam perusahaan yang mungkin
mengandung risiko adalah aspek sumberdaya manusia, aspek pemasaran, aspek
produksi atau teknis, aspek sistem informasi, serta aspek keuangan (Umar 2009).
Rencana Keuangan
Tujuan menganalisis aspek keuangan dalam menyusun rencana bisnis
adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya proyeksi
data finansial yang menentukan kelayakan ekonomi. Aspek keuangan ini terdiri
atas ringkasan mengenai penjualan dan biaya yang direncanakan, serta gambaran
arus kas dan neraca yang diperkirakan. Aspek keuangan yang perlu dianalisis
untuk menyusun suatu perencanaan bisnis terdiri dari Net Present Value (NPV),
Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period
(PP) (Nurmalina et al. 2009).
1. Net Present Value (NPV)
Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0)
yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Jika suatu
bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak
untuk dijalankan. Net present value yaitu selisih antara total present value
manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari
manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Nilai yang dihasilkan oleh
perhitungan NPV adalah dalam satuan mata uang (Rp).
2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama
dengan 0. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan
%tase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila memiliki nilai IRR yang
lebih besar dari DR.
3. Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih
bernilai positif dengan manfaat bersih bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan
layak jika BCR lebih besar atau sama dengan satu (BCR ≥ 1). Hal ini berarti
bisnis tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan jika nilai BCR lebih
kecil dari satu (BCR < 1), maka bisnis tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan. Hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu
17

bisnis lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk


pelaksanaan bisnis tersebut.
4. Payback Period (PP)
Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali.
Bisnis dengan PP yang singkat atau cepat pengembaliannya termasuk
kemungkinan besar akan dipilih. Metode payback period ini merupakan
metode pelengkap penilaian investasi.

Break Event Point


Perhitungan ini bertujuan untuk melihat berapa unit yang harus dijual atau
berapa uang yang harus dihasilkan oleh perusahaan agar mencapai titik impas,
dalam arti perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan.

Cash Flow
Cash Flow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan
pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan
transaksi pembiayaan atau pendanaan, serta kenaikan atau penurunan bersih
dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Laporan keuangan ini berupa
ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu.
Laporan arus kas ini memberikan informasi mengenai penerimaan dan
pengeluaran kas perusahaan dari suatu periode tertentu, dengan
mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi, dan
pendanaan. Cash Flow terdiri dari 2 aliran arus yaitu sebagai berikut:
1. Cash inflow
Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow)
terdiri dari:
a. Hasil penjualan produk atau jasa perusahaan
b. Penagihan piutang dari penjualan kredit
c. Penjualan aktiva tetap yang ada
d. Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas
e. Pinjaman atau hutang dari pihak lain
f. Penerimaan sewa dan pendapatan lain
2. Cash outflow
Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash outflow) terdiri
dari :
a. Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya lain
b. Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan
c. Pembelian aktiva tetap
d. Pembayaran hutang-hutang perusahaan
e. Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan
f. Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga, dan pengeluaran lain

Cooperative Entrepreneur (Wirakoperasi)


Baga (2011) menyampaikan bahwa wirakoperasi merupakan bentuk khusus
dari konsep wirausaha untuk mengembangkan usaha petani dengan cara
18

memanfaatkan peluang yang ada bersama petani. Seorang wirausaha yang


menerapkan konsep wirakoperasi akan berusaha untuk mencapai kesuksesan
usahanya dan usaha para petani mitra.
Konsep wirakoperasi tersebut dapat diterapkan dengan melibatkan sejumlah
petani yang berperan sebagai pemasok input usaha yang akan didirikan oleh
seorang wirakoperasi. Usaha tersebut tidak hanya berorientasi pada keuntungan
semata namun juga harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan petani,
sehingga diperlukan adanya hubungan kerjasama yang baik antara petani dan
pelaku usaha. Peningkatan kesejahteraan dapat berupa meningkatnya keuntungan
yang diperoleh maupun skala usaha para petani yang bergabung dengan badan
usaha yang didirikan oleh pelaku usaha. Hadirnya seorang wirakoperasi dapat
memberikan keuntungan bagi pengembangan usaha budidaya yang dijalankan
oleh petani.
Seorang wirakoperasi akan melakukan inovasi guna meningkatkan nilai
tambah produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang dimiliki tanpa
mengesampingkan kesejahteraan para petani yang menjadi pemasok utama input
produksinya. Kepercayaan yang telah terjalin antara petani dengan pelaku usaha
dapat memberikan manfaat bagi keduanya. Bagi pelaku usaha, kepastian pasokan
bahan baku yang berkelanjutan akan diperoleh dari petani sebagai pemasok
utama. Bagi petani, akan mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankan
oleh pelaku usaha dengan ketentuan pembagian hasil yang telah disepakati
bersama. Usaha yang akan didirikan terdiri dari gabungan para petani dan pelaku
usaha itu sendiri. Selain bagian dari kepemilikan usaha, secara langsung petani
berperan sebagai peminjam dana atas dana investasi yang dibutuhkan oleh usaha
yang akan didirikan.
Seorang pelaku usaha dapat memberikan pelatihan kepada petani guna
meningkatkan kinerja, sehingga dapat menghasilkan bahan baku dengan jumlah
optimal dan kualitas yang tinggi. Adanya hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan diantara pelaku usaha dan petani, maka rantai pasok kegiatan
usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha dapat terjalin dengan baik.

Kerangka Pemikiran Operasional

Komoditas kunyit memiliki potensi dilihat dari kebutuhan yang cukup tinggi
baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, memiliki manfaat yang besar
bagi kesehatan, serta volume produksi yang cukup besar. Jawa Barat sebagai
provinsi yang menduduki daerah sentra terbesar ke-3 di Pulau Jawa menjadikan
komoditas ini memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun pada kondisi aktual,
petani yang membudidayakan komoditas ini masih berupa petani kecil dengan
pola tanam tumpang sari sehingga jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani
masih rendah. Harga jual di tingkat petani yang rendah menjadikan kunyit sebagai
tanaman yang kurang diminati oleh petani karena tidak menguntungkan.
Ditinjau dari peluang dan kondisi aktual yang ada maka diperlukan peran
pelaku usaha yang menerapkan konsep wirakoperasi untuk melakukan
komersialisasi pengembangan biofarmaka. Seorang wirakoperasi dapat berperan
sebagai perantara antara petani kecil dengan para pelaku usaha industri jamu, obat
herbal terstandar maupun fitofarmaka. Selain sebagai perantara, pelaku usaha
19

yang menerapkan konsep wirakoperasi juga harus memberikan keuntungan


kepada petani seperti memberikan harga jual yang tinggi di tingkat petani,
memberikan pelatihan mengenai cara budidaya yang baik sehingga dapat
menghasilkan produk yang optimal, dan memberikan rasa kepercayaan serta rasa
kepemilikan atas usaha yang dijalankan kepada petani. Seorang wirakoperasi yang
memiliki ilmu, inovasi, dan teknologi dapat menjadi keuntungan bagi petani
dengan kekuatan dalam hal budidaya untuk bersinergi bersama. Penerapan konsep
wirakoperasi dalam suatu usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi
petani sehingga petani dapat melakukan pengembangan di tingkat budidaya agar
permintaan akan komoditas ini dapat terpenuhi.
Pengembangan yang dilakukan dapat berupa pendirian usaha dengan
melibatkan para petani kecil untuk melakukan usaha kolektif bersama dan
menjalin kerjasama serta meningkatkan nilai tambah pada produk rimpang kunyit.
Peningkatan nilai tambah produk rimpang kunyit tersebut dilakukan dengan cara
melakukan pengolahan berupa pengeringan, penggilingan rimpang kunyit dan
pengemasan. Alur pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat
dilihat pada Gambar 2.

Pada kondisi aktual, petani yang


Rimpang kunyit memiliki potensi
membudidayakan komoditas ini
dilihat dari kebutuhan pasar luar
masih berupa petani kecil
negeri, manfaat bagi kesehatan,
sehingga permintaan belum
serta volume produksi yang
terpenuhi dan harga jual di
cukup besar
tingkat petani masih rendah

Wirakoperasi

Komersialisasi pengembangan
biofarmaka

Membentuk kerjasama atau


Meningkatkan harga jual
melakukan usaha kolektif
rimpang kunyit
bersama petani kecil

Rencana Bisnis Pengolahan Rimpang Kunyit Melalui


Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian


20

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Bogor yang terdiri dari 6 desa yaitu
Tegal Waru, Cipaku, Rancabungur, Leuwi Liang, Gunung Leutik, dan Cimanggu.
Penelitian melibatkan petani-petani yang membudidayakan tanaman biofarmaka
khususnya komoditas kunyit. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive), dengan pertimbangan tempat tersebut memiliki potensi yang besar
untuk dikembangan dan lokasi yang strategis untuk kelancaran penelitian ini.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2014 untuk pengambilan
data.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keterangan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh petani mengenai keadaan usaha, perkembangan usaha, dan
kegiatan budidaya yang dilakukan serta data lain yang berkaitan dengan
penelitian. Data kuantitatif diperoleh dari hasil produksi, jumlah penjualan, harga
produk, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi
penelitian serta wawancara dengan petani yang terlibat. Data sekunder diperoleh
dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, perpustakaan, internet dan
literatur yang relevan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan cara
observasi, wawancara mendalam, dan diskusi kepada para petani yang berada di
ke-6 kecamatan tersebut yang membudidayakan tanaman kunyit. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui informasi produktivitas, harga komoditas di tingkat
petani, serta budidaya yang dilakukan. Jumlah petani yang dilibatkan dalam
pengambilan informasi terdiri dari 6 orang.

Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan menggunakan 2 jenis


analisis yaitu Analisis Non Finansial dan Analisis Finansial (Nurmalina et al.
2009).
A. Analisis Non Finansial
1. Rencana Pemasaran
Menganalisis target pasar, pengembangan pasar, serta bauran
pemasaran merupakan hal yang harus dianalisis dalam rencana pemasaran
21

dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Strategi


pemasaran terdiri dari Market Selection dan Marketing Mix Development.
Dalam strategi Market Selection terdiri dari pengenalan peluang pasar,
analisis pelanggan, dan pemilihan pasar sasaran. Sedangkan dalam
strategi Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga,
promosi, dan distribusi. Menurut Kotler yang dikutip oleh Munandar
(2012) dalam jurnalnya, analisis target pasar terdiri dari segmentasi pasar,
penentuan target, dan posisi pasar.
a. Segmetasi Pasar
Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat
heterogen ke dalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam
pengarahan pasar, aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan
adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.
b. Pasar Sasaran
Langkah lanjutan setelah menganalisis segmen pasar adalah pemilihan
segmen pasar yang akan dijadikan pasar sasaran. Kriteria yang harus
diperhatikan dalam penentuan pasar sasaran adalah bahwa pasar
sasaran harus responsif terhadap produk atau program pemasaran
yang dikembangkan, produk yang ditawarkan memiliki potensi
penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan yang
memadai, serta pasar sasaran dapat dijangkau oleh media pemasaran.
c. Posisi Pasar
Penetapan posisi pasar merupakan langkah terkahir dalam melakukan
analisis target pasar. Dalam penetapan posisi pasar, langkah yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh perusahaan.
Keunggulan ini dapat berupa diferensiasi melalui inovasi yang
dilakukan pada bauran pemasaran yaitu produk, harga, promosi,
dan distribusi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar
perusahaan memiliki keunggulan bersaing dengan produk
pesaing.
2) Pilih keunggulan kompetitif yang dimiliki untuk kemudian
dikomunikasikan dalam benak konsumen. Kriteria yang harus
dipenuhi adalah dengan menawarkan barang atau jasa yang
memiliki ciri khas atau dengan menggunakan strategi harga
bersaing.
2. Rencana Produk
Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan
pasca panen pada rimpang kunyit untuk menghasilkan produk setengah
jadi (intermediate product). Pengolahan tersebut berupa pengeringan dan
penggilingan kering rimpang kunyit untuk menghasilkan produk berupa
kunyit bubuk. Setelah dilakukan pengolahan pasca panen, kedua produk
tersebut akan dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum.
3. Rencana Operasional
Aspek rencana operasional terdiri dari rencana pendirian lokasi
bisnis, skala produksi, pemilihan teknologi yang akan digunakan, proses
produksi, perencanaan tata letak ruang pengolahan, tenaga teknis
produksi, serta perumusan standar mutu input dan output.
22

4. Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia


Aspek ini mengkaji mengenai bentuk badan usaha, struktur
organisasi, perizinan usaha, dan kepemilikan usaha. Disamping itu juga
mengkaji spesifikasi dan deskripsi keahlian serta tanggung jawab pekerja,
jumlah tenaga kerja, dan penetapan gaji.
B. Analisi Finansial
1. Net Present Value (NPV)
NPV merupakan merupakan selisih dari nilai mata uang di masa
depan dari investasi yang dikeluarkan dengan nilai mata uang saat ini
dari penerimaan di masa yang akan datang. Rumus perhitungan untuk
menentukan NPV adalah berikut ini:

Keterangan :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0,1,2,3,........, n), tahun awal bisa
tahun 0 atau tahun 1
i = Discount rate (%)
2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat bunga pengembalian dari investasi yang
dikeluarkan pada sebuah bisnis yang diterima oleh perusahaan.
Perhitungan nilai IRR adalah:

Keterangan :
i1 = Discaount rate yang menghasilkan NPV positif
i2 = Discaount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV positif
NP2 = NPV negatif
3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan gambaran berapa kali lipat manfaat yang akan
diperoleh dari biaya yang dikeluarkan selama umur proyek suatu bisnis.
Rumus perhitungan Net B/C adalah sebagai berikut:


23

Keterangan :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
i = Discount Rate (%)
t = Tahun
4. Payback Period (PP)
PP adalah ukuran waktu dari kecepatan pengembalian investasi
yang dikeluarkan dalam suatu proyek bisnis. Rumus perhitungan PP
adalah sebagai berikut:

Keterangan :
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
5. Break Event Point (BEP)
BEP merupakan ukuran unit yang harus terjual atau penerimaan
yang harus diperoleh untuk mencapai keadaan perusahaan yang tidak
mengalami keuntungan maupun kerugian. Rumus perhitungan BEP unit
maupun BEP Rp adalah sebagai berikut:

6. Cash Flow (Arus Kas)


Arus Kas merupakan laporan keuangan yang berisikan ringkasan
penerimaan dan pengeluaran perusahaan selama umur proyeksi suatu
proyek bisnis yang akan dilakukan.
24

No Uraian Komponen 1 2 ... n


I Inflow
1. Nilai Produksi
1. Pinjaman
2. Nilai Sewa
3. Grants
4. Salvage Value
Total Inflow
II Outflow
1. Biaya Investasi
2. Biaya Operasional
2.1 Biaya Variabel
2.2 Biaya Tetap
3. Pembayaran Bunga Pinjaman
4. Pajak
5. Biaya Lainnya
Total Outflow
III Net Benefit
IV DF, dengan i = DR (%)
V PV Net Benefit (NPV) = (III)(IV)

GAMBARAN UMUM

Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat yang terbagi atas wilayah Kota Bogor
dan Kabupaten Bogor. Bogor berada pada ketinggian 190 hingga 330 meter dari
permukaan laut (mdpl). Suhu rata-rata wilayah Bogor adalah 26oC dengan suhu
terendah 21.8oC dan suhu tertinggi sebesar 30.4oC, curah hujan rata-rata setiap
tahun sekitar 3 500 hingga 4 000 mm. Karakteristik topografi dan iklim yang
dimiliki wilayah Bogor sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman hortikultura
khususnya tanaman biofarmaka. Kunyit sebagai salah satu komoditas biofarmaka
dapat tumbuh dengan baik di wilayah Bogor dengan karekteristik topografi dan
iklim yang dimiliki. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik di daerah dataran
rendah (200 hingga 300 mdpl) hingga dataran tinggi (diatas 1 000 mdpl) dengan
curah hujan antara 2 000 hingga 4 000 mm per tahun dan suhu optimum
pertumbuhan antara 19 hingga 30oC (Rahardjo dan Rotiana 2005).
Pertumbuhan optimal pada komoditas kunyit didukung oleh karakteristik
topografi dan iklim wilayah Bogor yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi
tanaman itu sendiri. Karakteristik topografi dan iklim yang dimiliki oleh Bogor
menjadikan wilayah ini berpotensi untuk mengembangkan komoditas kunyit di
bidang budidaya. Potensi komoditas kunyit tersebut didukung oleh keberadaan
produsen jamu maupun obat herbal yang terletak di wilayah Bogor. Produsen
jamu atau obat herbal tersebut merupakan pelaku usaha yang menggunakan
rimpang kunyit sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada produk yang
dihasilkan. Produsen jamu atau obat herbal yang terletak di Bogor antara lain
sebagai berikut:
25

1. UD Rachmasari (Kapsul Ekstrak Kunir Kuning)


2. Ghaza Herbal (Madu Anti Diare, Madu Rapet Wangi)
3. Binasyifa (Kapsul Gemuk Badan)
4. Tamer Bogor (Jamu Diabetes Ahsan Akar Delima)
5. CV Mitra Niaga Sejahtera (Extract Oil Habbatussauda Plus Kunyit)
6. NeoHerba Nusantara (Manja Honey)
7. Griya An-Nur (Madu An-Nisa)
8. CV Raja Wali Emas (Sabun Lulur Herba Safira)
9. Sabun Kosmetik (Sabun Kunyit)

RENCANA BISNIS

Rencana Pemasaran

Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana pemasaran ini adalah
mengenai ketetapan bea keluar atas produk yang dihasilkan, yaitu kunyit bubuk.
Berdasarkan ketetapan Menteri Keuangan No. 2369/KM.4/2013 tentang
penetapan harga ekspor untuk perhitungan bea keluar bahwa bea keluar hanya
dikenakan pada CPO dan produk turunannya, karet, serta kulit. Selain ketetapan
bea keluar, ketetapan pajak peghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn)
dalam usaha pengolahan rimpang kunyit ini mengacu pada ketetapan pajak
terbaru. Besarnya tarif PPh yanng diberlakukan adalah sebesar 25% (UU Nomor
35 Tahun 2008) pasal 17 ayat 2a tentang perpajakan) 9 dan tarif PPn atas barang
ekspor kena pajak adalah sebesar 0%10. Harga jual profuk (FOB value) dari
produk kunyit bubuk kemas vakum ini adalah sebesar 22.89 USD per kg
(berdasarkan data Market News Service International Trade Center 2013) dengan
asumsi 1 USD adalah Rp11 400.
Analisis Pasar
1. Segmenting
a. Berdasarkan tingkat penggunaan
Pengelompokan pasar dari produk yang dihasilkan oleh usaha yang akan
didirikan berdasarkan tingkat penggunaan. Kelompok pasar yang
menjadi tujuan dari produk ini adalah importir maupun industri
fitofarmaka.
a. Berdasarkan aspek geografis
Pengelompokan pasar dari produk yang akan dihasilkan oleh perusahaan
ini berdasarkan aspek geografis. Berdasarkan aspek geografis, lokasi dari
pasar tujuan adalah negara-negara yang terletak di Benua Amerika.
2. Targeting
Target pasar dari kelompok pasar yang telah dipilih berdasarkan aspek
geografis adalah industri biofarmaka yang terletak di negara Argentina.
Negara ini dipilih karena Argentina sebagai negara tujuan ekspor Indonesia
dengan volume terbesar di Benua Amerika.

9
http://www.pajak.go.id/dmdocuments/UU-36-2008.pdf (Diakses 2014 April 20)
10
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf (Diakses 2014 April 20)
26

3. Positioning
Produk yang dihasilkan oleh usaha pengolahan ini adalah intermediate
product yang ditujukan bagi industri fitofarmaka yang menggunakan kunyit
bubuk sebagai bahan baku produknya. Kunyit bubuk ini diolah menggunakan
teknologi modern yaitu pengeringan buatan, penggilingan kering dan
pengemasan vakum pada produk. Penggunaan teknologi modern pada
pengolahan kunyit bubuk ini menjadi keunggulan bagi usaha yang akan
didirikan dibandingkan dengan pesaing produk sejenis.
Marketing Mix Development
a. Product (produk)
Kunyit bubuk sebagai produk yang dihasilkan oleh usaha pengolahan
ini dikategorikan ke dalam intermediate product. Produk tersebut akan
dikemas dengan menggunakan plastik kemas vakum berat bersih 10 kg
dengan mencantumkan tanggal pengemasan dan kadaluwarsa, nama produk,
serta nama produsen. Kemasan vakum dipilih karena dapat meningkatkan
umur simpan sehingga kualitas produk tetap terjaga. Selain menggunakan
kemasan primer yang berupa plastik kemas vakum, produk ini juga
menggunakan kemasan sekunder berupa kardus kapasitas 50 kg.

Gambar 3 Kunyit bubuk

Gambar 4 Label kemasan primer dan sekunder


b. Price (harga)
Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar Rp2 610 000
atau 228.9 USD (1 USD = Rp11 400) per kemasan 10 kg (ITC 2013). Harga
yang ditetapkan tersebut dapat menutupi biaya produksi serta dapat
menghasilkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan harga
jual dalam negeri.
27

c. Place (tempat)
Penjualan dari produk yang dihasilkan ditujukan untuk pasar luar negeri
yaitu negara Argentina yang membutuhkan kunyit bubuk. Saluran distribusi
dari produk ini adalah dengan melakukan kerjasama sistem joint container
dengan perusahaan lain yang memiliki tujuan pengiriman ke negara
Argentina. Cara tersebut dilakukan karena skala usaha pengolahan yang akan
didirikan ini masih kecil. Lokasi tempat usaha pengolahan rimpang kunyit ini
akan didirikan di daerah Bogor.
d. Promotion (promosi)
Pemasaran produk dilakukan menggunakan media internet berupa
penawaran produk maupun penawaran kerjasama dengan industri yang
membutuhkan kunyit bubuk. Strategi promosi yang akan dilakukan adalah
bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan sebagai mediator antara
eksportir dan importir.
Analisa Pesaing
Pesaing dari usaha pengolahan yang akan didirikan adalah perusahaan
dalam negeri yang memproduksi produk sejenis, yaitu kunyit bubuk. Rekapitulasi
rencana strategi Koperasi Putra Mandiri dengan perusahaan pesaing (CV Rumah
Rempah Manisha Solo) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran koperasi putra mandiri vs
perusahaan pesaing
Komponen Pesaing
Strategi Koperasi Putra Mandiri (CV Rumah Rempah
Pemasaran Manisha Solo)
Segmentasi Perusahaan importir maupun Perusahaan jamu dalam
- industri fitofarmaka di Benua negeri yang membutuhkan
Amerika yang membutuhkan kunyit kering dan bubuk.
rimpang kunyit dalam bentuk
bubuk.

Target Pasar Target pasar luar negeri di Perusahaan jamu dalam


Negara Argentina. negeri yang membutuhkan
kunyit kering dan bubuk.
Positioning Intermediate porduct berupa Produk diolah menggunakan
kunyit bubuk kemas vakum teknik pengeringan oven atau
yang ditujukan bagi industri matahari dengan kemasan
fitofarmaka di Negara plastik biasa.
Argentina.
Marketing Produk Produk
Mix Kunyit bubuk kemas vakum Simplisia kunyit kering dan
dengan berat bersih 10 kg per kunyit bubuk kemas plastik
kemasan. dengan berat bersih 1 Kg per
kemasan.

Price Price
22.89 USD (Rp261 000) per kg Rp70 000 per kg
atau 228.9 USD (Rp2 610 000)
28

per kemasan 10 kg

Place Place
Gudang dan kantor usaha Gudang dan kantor usaha
terletak di daerah Bogor, Jawa teretak di daerah Solo, Jawa
Barat. Tengah.

Promotion Promotion
Promosi dilakukan Promosi dilakukan
menggunakan website berbasis menggunakan website
internet untuk melakukan berbasis internet, iklan di
penawaran produk kepada media massa baik cetak
importir pasar luar negeri dan maupun elektronik.
bekerjasama dengan
Kementerian Perdagangan
sebagai mediator.
Sumber: Rumah Rempah Manisha11

Rumah Rempah Manisha merupakan perusahaan yang terletak di daerah


Solo, Jawa Tengah yang menyediakan bahan baku pembuatan jamu dan obat
herbal dalam bentuk rimpang kering dan bubuk. Produk yang ditawarkan adalah
kencur rajang kering dan bubuk, jahe kering dan bubuk, kunyit kering dan bubuk,
temulawak rajang kering, serta komoditas biofarmaka lain dalam bentuk kering
dan bubuk . Pasar tujuan dari perusahaan ini adalah industri jamu dalam negeri
yang membutuhkan komoditas biofarmaka dalam bentuk kering dan bubuk
sebagai bahan baku pembuatan produknya (Manisha 2012).

Rencana Operasional

Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana operasional dari usaha
pengolahan rimpang kunyit ini antara lain mengenai kegiatan produksi termasuk
penetapan hari kerja, kebutuhan mesin pengolahan, serta kapasitas produksi.
Penjelasan asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana operasional ini
dijelaskan sebagai berikut:
1. Dibutuhkan rimpang kunyit segar sebanyak 10 kg untuk menghasilkan 1 kg
kunyit bubuk (rendemen 10%)12.
2. Dalam satu bulan terdiri dari 20 hari kerja dengan sistem proses produksi
bergulir. Penjelasan proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 2.
3. Kapasitas produksi dalam satu kali proses produksi adalah sebesar 1 053 Kg
rimpang basah (penyusutan bahan baku sebesar 5%) untuk menghasilkan
produk kunyit bubuk sebanyak 100 kg, sehingga dalam 1 bulan akan
menghasilkan 2 000 kg atau 2 ton bubuk kunyit.
4. Pada tahun pertama usaha berjalan, produk yang dihasilkan hanya sebesar 1.7
ton setiap bulannya dengan jumlah bahan baku yang sama yaitu 1 053 kg per
hari. Hal tersebut dikarenakan jumlah penyusutan bahan baku masih tinggi
11
http://www.rumahrempahsolo.web.id/_item?item_id=155001 (Diakses 2014 Maret 28)
12
Hasil turun lapang. Sumber: Taman Sringganis
29

yaitu sebesar 15%. Hal tersebut disebabkan oleh kualitas bahan baku yang
diperoleh dari petani belum sesuai dengan yang diinginkan.
5. Perajangan rimpang kunyit basah dilakukan menggunakan mesin perajang
otomatis dengan kapasitas 150 kg per jam. Untuk merajang 1 053 kg rimpang
basah dalam satu kali produksi dibutuhkan mesin perajang sebanyak 2 unit
yang masing-masing beroperasi selama 3.5 jam setiap harinya.
6. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan rimpang kunyit basah dengan
menggunakan alat vacuum cabinet dryer adalah 8 jam dengan suhu 50 hingga
55oC13. Mesin pengeringan ini memiliki kapasitas 40 rak atau setara dengan
150 kg rimpang basah. Untuk mengeringkan 1 053 kg rimpang basah dalam 1
kali produksi dibutuhkan alat pengering sebanyak 7 unit.
7. Penggilingan simplisia dilakukan menggunakan mesin penggiling kering
diskmill dengan kapasitas 300 kg per jam. Untuk menggiling 100 kg simplisia
hingga menghasilkan kunyit bubuk, dibutuhkan mesin penggiling sebanyak 1
unit.
8. Pengemasan produk kunyit bubuk dilakukan dengan menggunakan mesin
pengemas vakum (vacuum packaging) untuk menghasilkan kemasan hampa
udara. Plastik kemas vakum sebagai kemasan yang digunakan memiliki
kapasitas sebesar 10 kg setiap kemasannya, sehingga dalam 1 bulan produksi
akan dihasilkan sebanyak 200 kemasan.
9. Kemasan sekunder produk adalah kardus dengan kapasitas 50 kg, sehingga
dalam 1 bulan produksi akan dihasilkan sebanyak 34 kardus.

Rencana Jumlah Produksi


Kegiatan usaha pengolahan rimpang kunyit terdiri dari proses pengeringan,
penggilingan kering serta pengemasan. Produk yang dihasilkan ditujukan untuk
memasok industri biofarmaka luar negeri yang membutuhkan produk rimpang
kunyit dalam bentuk bubuk. Rencana jumlah produksi dari usaha ini adalah
sebesar 1.7 ton per bulan di tahun pertama dan 2 ton per bulan di tahun
berikutnya. Penentuan ini diasumsikan berdasarkan pasokan bahan baku yang
berasal dari petani.

Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam usaha pengolahan yang akan didirikan ini
adalah dengan menggunakan teknologi perajangan otomatis, pengeringan buatan
dengan mesin, penggilingan kering dengan mesin, dan pengemasan vakum. Alat
yang digunakan dalam teknologi pengeringan buatan ini adalah mesin perajang
otomatis, vacuum cabinet dryer dengan output berupa simplisia, serta diskmill
sebagai alat penggiling kering dengan output kunyit bubuk. Alat yang digunakan
dalam teknologi pengemasan vakum adalah vacuum packaging untuk mengemas
produk kunyit bubuk.
1. Mesin Perajang
Rimpang kunyit segar yang telah dicuci, ditiriskan, dan lulus sortasi
kemudian dirajang dengan ketebalan 5 hingga 7 mm untuk mempercepat
proses pengeringan. Penggunaan mesin perajang otomatis dengan penggerak
mesin ini dipilih untuk menghasilkan irisan rimpang dengan ketebalan yang
13
http://ofosiharefa-anknias.blogspot.com/2011/09/my-presentation-agroindustri-ptki_02.html
(Diakses 2014 Maret 26)
30

seragam. Disamping itu, penggunaan mesin perajang dapat meningkatkan


efisiensi waktu produksi.

Sumber: www.tokomesin.com
Gambar 5 Mesin perajang otomatis
Spesifikasi mesin perajang:
a. Kapasitas: 150 kg per jam
b. Dimensi: 40x50x125 cm
c. Penggerak: motor bensin 5.5 pk
d. Bahan frame: besi profil siku 40x40
e. Transmisi: Pulley dan v belt
f. Inlet dan outlet: stainless steel
g. Kelengkapan: roda 2 in
2. Vacuum Cabinet Dryer
Rimpang kunyit rajang diletakkan di atas loyang sebelum dimasukkan
ke dalam alat pengering. Prinsip kerja dari alat vacuum cabinet dryer tersebut
adalah dengan cara mengalirkan udara panas ke dalam bahan sekaligus
dilakukan penyedotan uap air yang keluar dari bahan yang dipanaskan.
Teknologi pengeringan buatan dengan bantuan alat tersebut dipilih karena
dapat meningkatkan efisiensi proses produksi jika dibandingkan dengan
menggunakan teknologi pengeringan alami. Pada pengeringan buatan, sumber
panas yang digunakan untuk mengeringkan bahan berasal dari listrik maupun
gas, sedangkan pada pengeringan alami sumber panas yang digunakan
bersumber dari sinar matahari.
31

Sumber: www.kiosmesin.blogspot.com
Gambar 6 Mesin vacuum cabinet dryer
Spesifikasi mesin vacuum cabinet dryer:
a. Kapasitas : 40 rak
b. Dimensi : 249x55x165 cm
c. Bahan : stainless steel
d. Listrik blower: 300 watt
e. Sumber panas: LPG
3. Diskmill
Simplisia kunyit kemudian digiling menggunakan mesin diskmill untuk
menghasilkan kunyit bubuk. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggiling
bahan baku kasar menjadi bentuk yang lebih kecil atau bubuk, dengan tingkat
kehalusan yang dapat disesuaikan. Teknologi penggilingan kering dengan
mesin dipilih untuk meningkatkan efisiensi proses produksi karena memiliki
tenaga yang bersumber dari listrik.

Sumber: www.mesinpertanian.com
Gambar 7 Mesin diskmill

Spesifikasi mesin diskmill:


a. Kapasitas: 150 kg per jam
b. Motor power: 5,5 HP (Horse Power) atau Diesel 12 PK (Paard Krcht)
dengan power bisa diturunkan sesuai anggaran dan jenis serta jumlah
bahan yang diproses
32

c. Dimensi: 80x50x100 cm
d. Bahan: stainless steel
4. Vacuum Packaging
Produk kunyit bubuk kemudian dikemas dengan menggunakan mesin
vacuum packaging. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan cara
penghilangan udara dalam kemasan hingga terbentuk ruang hampa kemudian
dilakukan penyegelan pada kemasan. Teknologi pengemasan vakum dipilih
karena dapat meningkatkan umur simpan produk serta dapat menghemat
ruang pada saat penyimpanan dan pendistribusian. Jenis plastik kemasan yang
digunakan merupakan plastik kemasan vakum yang merupakan campuran
dari bahan plastik LDPE (Low Density Polyethylene), PET (Poly Ethylene
Terephthalate), dan Nylon. Plastik kemasan tersebut memiliki ketebalan dan
kerapatan pori yang lebih tinggi dibandingkan dengan plastik kemasan biasa
sehingga dapat berfungsi sebagai kemasan penyimpan kedap udara.

Sumber: www.anekamesin.com
Gambar 8 Mesin vacuum packaging

Sumber: www.kaskus.co.id
Gambar 9 Plastik kemasan vakum
33

Spesifikasi mesin vacuum packaging:


a. Material: besi, stainless steel
b. Lebar seal: 32 hingga 50 cm
c. Kekuatan vakum: 10 m3 hingga 20 m3 per jam
d. Daya listrik: 400 hingga 800 watt atau 220 V atau 50 hingga 60 Hz
5. Mesin Conveyor Metal Detector
Kunyit bubuk yang telah dikemas dengan plastik vakum kemudian akan
dilakukan pengujian kandungan logam yang mungkin terdapat di dalam
produk. Pengujian tersebut dilakukan menggunakan mesin conveyor metal
detector dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas produk kunyit bubuk.

Sumber: www.indotrading.com
Gambar 10 Mesin conveyor metal detector
Spesifikasi mesin Conveyor Metal Detector:
a. Tipe: F500
b. Metode mendeteksi: Magnetic induksi
c. Lebar: 600 mm
d. Tinggi: 160 mm
e. Kemampuan mendeteksi: Ф1.0 bola besi
f. Metode alarm: Buzzer
g. Kecepatan belt: 40 m per menit
h. Tegangan listrik: 230 V, 50 hingga 60 Hz
i. Ukuran dimensi: 1 620x1 000x1 100 mm

Bahan Baku
Bahan baku dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini berupa rimpang
kunyit segar yang diperoleh dari petani-petani skala kecil di wilayah Bogor.
Petani-petani tersebut merupakan petani yang bermitra dengan usaha pengolahan
rimpang kunyit ini sebagai pemasok tetap bahan baku produksi. Proses sortasi
awal menyebabkan penyusutan bahan baku sebesar 5%, sehingga kebutuhan
bahan baku per bulan disajikan dalam Tabel 16 dan 17.
34

Tabel 6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama


Satuan Jumlah
Input
Rimpang kunyit segar kg 21 053
Penyusutan bahan baku (sortasi) kg 1 053
Setelah penyusutan kg 20 000
Kemasan primer (plastik vakum) lembar 200
Kemasan sekunder (kardus) lembar 40
Label kemasan lembar 240
Output
Kunyit bubuk kg 2 000
Bahan baku rimpang segar diperoleh dari petani anggota dengan cara petani
memasok secara langsung kepada koperasi. Petani tidak menjual bahan baku
kepada koperasi, namun menjual bahan baku melalui koperasi dengan cara setiap
petani di masing-masing desa mengumpulkan rimpang kunyit basah di 1 tempat
pengumpulan, kemudian akan diambil oleh koperasi. Dengan sistem tersebut,
petani memasok rimpang kunyit segar untuk diolah dan dijual oleh koperasi.
Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan kemudian akan dilakukan
pembagian dengan petani sebesar 70% di tahun pertama dan 75% di tahun
berikutnya.
Perencanaan Lokasi dan Tata Letak
Bangunan usaha berdiri di atas lahan seluas 2 000 m2 yang terdiri dari 3
ruang utama yaitu ruang kantor, ruang produksi, dan ruang gudang penyimpanan.
Lokasi bangunan usaha yang akan didirikan terletak di sekitar wilayah
Rancabungur, Bogor. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah letaknya yang
berdekatan dengan sumber bahan baku rimpang kunyit basah. Disamping itu,
mudahnya akses menuju pintu tol Sentul atau Jagorawi menjadi pertimbangan
dalam hal pengiriman produk menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Tata letak layout
bangunan produksi dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Tata letak bangunan usaha


35

Keterangan :
1 = Mesin Perajang Rimpang Kunyit
2 = Mesin Pengeringan (Vacuum Cabinet Drier)
3 = Mesin Penggilingan Kering (Diskmill)
4 = Mesin Pengemasan Vakum (Vacuum Packaging)
5 = Mesin Metal Detector

Proses Produksi
Proses produksi pada pengolahan rimpang kunyit terdiri dari 8 tahap, yaitu
sortasi awal, pencucian dan penirisan, perajangan, pengeringan, penyortiran akhir
simplisia, penggilingan kering, pengemasan dan pelabelan, serta penyimpanan.
Keseluruhan 1 kali proses produksi tersebut berlangsung selama 4 hari. Alur
proses produksi dapat dilihat pada Gambar 12:
Penyiapan Air Kunyit Segar Penyiapan Peralatan
Bersih

Penyortiran awal Busuk

Tanah yang
Air Bersih Pencucian & Penirisan
melekat

Perajangan

Benda asing
Pengeringan selama 8 jam selain
dengan suhu 50-55oC simplisa

Penggilingan Kering

Penimbangan

Pengemasan dan
Pelabelan

Kunyit
Bubuk

Gambar 12 Diagram alir proses pengolahan kunyit bubuk


36

1. Sortasi awal rimpang segar


Rimpang kunyit segar yang diperoleh dari petani dilakukan penyortiran
terlebih dahulu. Rimpang yang lolos tahap ini adalah rimpang yang memiliki
kondisi yang baik atau tidak busuk.
2. Pencucian dan penirisan rimpang segar
Rimpang yang telah lulus sortasi kemudian dicuci dengan
menggunakan air bersih. Cara pencucian dilakukan dengan menggunakan
pompa bertekanan tinggi sehingga mempermudah penghilangan kotoran atau
tanah yang menempel. Seletah dicuci, penyikatan dilakukan pada rimpang
kotor untuk menghilangkan tanah yang masih menempel. Rimpang kunyit
yang telah bersih kemudian ditiriskan selama 1 hari dengan cara diangin-
anginkan di tempat terbuka dan beratap. Tujuan dari penirisan ini adalah
untuk menghilangkan air yang terkandung dalam rimpang selama proses
pencucian.
3. Perajangan rimpang segar
Rimpang kunyit yang telah bersih dan tiris kemudian dirajang dengan
ketebalan 5 hingga 7 mm menggunakan mesin perajang otomatis untuk
mempercepat proses perajangan.
4. Pengeringan
Bahan baku rimpang kunyit kemudian dilakukan pengeringan
menggunakan alat vacuum cabinet dryer dengan suhu 50 hingga 55oC selama
8 jam untuk menghasilkan simplisia.
5. Penyortiran akhir
Tahap penyortiran ini dilakukan untuk memisahkan benda asing yang
mungkin terkandung dalam bahan selama proses pengeringan.
6. Penggilingan kering
Simplisia kunyit digiling menggunakan alat diskmill untuk
menghasilkan kunyit bubuk dengan tingkat kehalusan yang seragam. Pada
proses ini, dilakukan pengaturan saringan yang terdapat dalam mesin dengan
ukuran kerapatan saringan sebesar 50 hingga 60 mesh.
7. Pengemasan dan pelabelan
Kunyit bubuk yang telah melalui tahap pengolahan berupa pengeringan
dan penggilingan kering kemudian dikemas. Pengemasan dilakukan
menggunakan alat vacuum packaging untuk menghasilkan produk dengan
kemasan kedap udara dengan ukuran plastik 41×70×0.085 cm kapasitas 10
kg. Selain dikemas dengan menggunakan kemasan primer yang berupa
plastik vakum, produk ini juga dikemas dengan menggunakan kardus
kapasitas 50 kg sebagai kemasan sekunder. Produk yang telah dikemas
kemudian dilakukan pemberian label pada sisi luar kemasan, baik kemasan
primer maupun kemasan sekunder.
8. Pengujian produk menggunakan metal detector
Produk kunyit bubuk yang telah dikemas kemudian dilakukan
pengujian terhadap logam yang mungkin terdapat dalam produk.
9. Penyimpanan
Produk kunyit bubuk yang telah dikemas kemudian disimpan dalam
gudang penyimpanan. Ruang gudang penyimpanan harus memiliki
kelembaban udara sekitar 65 % dengan pencahayaan yang cukup serta suhu
ruang maksimal 30oC. Selain itu, keadaan ruang gudang penyimpanan yang
37

tidak bocor dan tertutup rapat juga diperlukan untuk menjaga produk agar
tetap dalam kondisi yang baik.

Tenaga Teknis Produksi


Tenaga teknis produksi terdiri dari karyawan yang melakukan proses
pengolahan berupa pengeringan dan penggilingan, serta proses pengemasan pada
produk. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 11 orang dengan jenis
pekerjaan yang terdiri dari pencucian, perajangan, penggilingan, dan pengemasan.
Tenaga kerja teknis dipimpin oleh satu orang supervisor produksi yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan produksi.

Perumusan Standar Mutu Input dan Output


Perumusan standar mutu input dan output diperlukan untuk menghasilkan
produk yang sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan. Mutu input berupa
spesifikasi dari seluruh bahan baku yang akan digunakan untuk menghasilkan
produk. Mutu output berupa spesifikasi dari produk jadi yang disesuaikan dengan
standar yang ditetapkan oleh industri jamu, obat herbal terstandar, maupun
fitofarmaka sebagai pasar tujuan.
a. Standar mutu input
Input yang digunakan adalah rimpang kunyit segar yang diperoleh dari petani
pemasok. Standar mutu input yang ditetapkan untuk produk kunyit bubuk
adalah rimpang kunyit yang berumur 10 hingga 12 bulan dengan warna
kuning tua hingga jingga dengan kondisi yang baik.
b. Standar mutu output
Output yang dihasilkan berupa kunyit bubuk. Standar mutu output produk ini
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Standar mutu simplisia kunyit menurut MMI
Parameter Syarat
Warna Kuning kemerahan
Kadar air (%) 8 – 12
Kadar abu (%) Maksimum 3.0
Mikroorganisme Negatif
Logam Berat Negatif
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik14
Kunyit bubuk merupakan hasil pengolahan lanjutan dari simplisia
kunyit yang diperoleh melalui proses penggilingan kering. Simplisia kunyit
yang digunakan sebagai bahan baku kunyit bubuk mengandung kadar air 8
hingga 12%. Ukuran partikel bubuk kunyit adalah 50 hingga 60 mesh yang
berarti dalam satu inch luas saringan terdapat 50 hingga 60 lubang.

Perumusan Standard Operating Procedure (SOP)


1. Penyortiran dilakukan pada bahan baku berupa rimpang kunyit segar dari
petani pemasok. Rimpang kunyit dipilih berdasarkan keadaan rimpang yang
baik, segar, dan tidak busuk.

14
http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/file/Perkembangan%20TRO/edsusvol18no2/
4status.pdf (Diakses 2014 Maret 14)
38

2. Pencucian dengan air bersih dilakukan pada rimpang kunyit segar yang telah
lulus penyortiran.
3. Setelah dilakukan pencucian, rimpang kemudian ditiriskan selama satu hari
untuk menghilangkan air bekas pencucian.
4. Rimpang kunyit dirajang dengan ketebalan 5 hingga 7 mm.
5. Rimpang kunyit dikeringkan dengan suhu 50 hingga 55oC selama 8 jam
menggunakan vacuum cabinet dryer untuk menghasilkan simplisia.
6. Penggilingan dilakukan pada simplisia dengan menggunakan diskmill untuk
menghasilkan kunyit bubuk.
7. Kunyit bubuk hasil penggilingan kemudian diayak untuk memisahkan bagian
yang halus dan kasar. Kunyit bubuk kasar yang tidak melewati saringan
kemudian dimasukkan kembali ke dalam mesin penggiling untuk
mendapatkan tekstur yang lebih halus.
8. Sebelum dilakukan pengemasan pada produk kunyit bubuk, dilakukan
penimbangan akhir pada produk. Penimbangan produk disesuaikan dengan
kapasitas plastik kemasan, yaitu 10 kg.
9. Produk kunyit bubuk dikemas vakum menggunakan alat vacuum packaging.
10. Setelah dikemas, kemasan diberi label yang mencantumkan nama produk,
berat bersih, tanggal pengemasan dan kadaluwarsa, serta nama produsen.
Pengemasan lanjutan dilakukan dengan menggunakan kemasan sekunder
yang berupa kardus kapasitas 50 kg.
11. Produk yang telah dikemas kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan
mesin metal detector.
12. Produk yang lulus pengujian kemudian disimpan dalam gudang sebelum
didistribusikan. Produk yang disimpan dan dikeluarkan dari gudang harus
sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out) atau produk yang keluar
adalah produk yang pertama masuk ke dalam gudang penyimpanan.
13. Karyawan bagian gudang penyimpanan melakukan pencatatan tanggal
penyimpanan produk.
14. Karyawan produksi harus tetap menjaga sanitasi peralatan produksi.

Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha


Bentuk usaha yang dipilih dalam menjalankan bisnis ini adalah koperasi.
Berdasarkan jenisnya, koperasi yang akan didirikan adalah koperasi produksi
yang terdiri dari para petani kunyit sebagai anggota. Jenis koperasi ini dipilih
karena memiliki bidang usaha pengolahan rimpang kunyit sebagai aktivitas utama
(Limbong 2010).
Koperasi dipilih sebagai bentuk usaha karena proses pendirian koperasi
yang tidak memerlukan biaya yang besar dalam pembentukannya. Tujuan
pembentukan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil,
dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 (UU No 25 Tahun 1992).
Bentuk usaha ini tepat digunakan oleh wirakoperasi dalam mengembangkan
bisnisnya.
39

Struktur Organisasi
Badan usaha ini terdiri dari Rapat Umum Anggota, pengurus (ketua,
sekretaris, bendahara), pengawas, manajer usaha, staf administrasi, staf keuangan,
dan supervisor produksi. Pengurus koperasi berasal dari anggota yang terdiri dari
para petani mitra, sedangkan manajer usaha serta para staf dan supervisor bisa
berasal dari dalam anggota maupun luar anggota. Susunan organisasi Koperasi
Putra Mandiri dapat dilihat pada Gambar 13.

Rapat Umum Anggota

Pengurus Pengawas

Manajer
Usaha

Staf Supervisor Staf


Keuangan Produksi Administrasi

Buruh Pencucian,
Buruh Buruh Buruh
Sortasi dan
Pengeringan Penggilingan Pengemasan
Perajangan

Gambar 13 Struktur organisasi koperasi putra mandiri

Jumlah pengurus koperasi yang direncanakan terdiri dari 4 orang yang


terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan pengawas. Karyawan yang
direncanakan terdiri dari 4 orang terdiri dari manajer usaha, staf keuangan,
supervisor produksi, dan staf administrasi. Tenaga kerja langsung yang
melakukan seluruh proses produksi berupa buruh harian yang terdiri dari 11
orang.

Deskripsi dan Spesifikasi Kerja


1. Rapat Umum Anggota (RUA)
Deskripsi : pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
2. Pengurus (ketua, sekretaris, bendahara)
a. Deskripsi kerja: memimpin organisasi dan perusahaan koperasi
40

b. Spesifikasi kerja Ketua Koperasi:


1) Mengendalikan seluruh kegiatan koperasi.
2) Memimpin, mengkoordinir, dan mengontrol jalannya aktivitas
koperasi.
3) Memimpin Rapat Umum Anggota tahunan dan menyampaikan
pertanggungjawaban kepada anggota.
4) Mengambil keputusan atas hal-hal yang dianggap penting bagi
kelancaran kegiatan koperasi.
c. Spesifikasi Kerja Sekertaris Koperasi:
1) Melakukan kegiatan korespondensi (surat-menyurat) dan
ketatausahaan koperasi.
2) Melakukan pencatatan tentang kemajuan yang terjadi pada koperasi.
3) Membuat pendataan koperasi.
d. Spesifikasi kerja Bendahara Koperasi:
1) Merencanakan anggaran belanja dan pendapatan koperasi.
2) Memelihara semua harta kekayaan koperasi.
3) Melakukan pembukuan transaksi koperasi.
3. Pengawas Koperasi
a. Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
dan pengelolaan koperasi.
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
pengurus menyangkut pengelolaan koperasi, baik yang menyangkut
aspek organisasi maupun aspek usaha.
2) Meneliti catatan yang ada pada koperasi.
3) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan.
4. Manajer Usaha
a. Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap kegiatan bidang usaha
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan perencanaan produksi, keuangan, penetapan organisasi
usaha serta melaksanakan pengawasan terhadap seluruh aktivitas
usaha.
2) Melaksanakan kegiatan perekrutan tenaga kerja.
5. Staf Administrasi
a. Deskripsi kerja: bertanggung jawab atas kegiatan administrasi
perusahaan.
b. Spesifikasi kerja:
1) Merancang SOP (Standard Operating Procedure) rangkaian
kegiatan produksi.
2) Merancang 40ndust kemitraan dengan petani pemasok.
3) Menyusun kontrak kerjasama dengan 40ndustry.
4) Melakukan pemasaran produk.
5) Menyusun dan mengurus perijinan usaha.
6) Menyusun kebutuhan perlengkapan perusahaan.
7) Melakukan kegiatan pendistribusian produk.
6. Staf Keuangan
a. Deskripsi kerja: bertanggung jawab terhadap fungsi keuangan
perusahaan.
41

b. Spesifikasi kerja:
1) Mengelola fungsi akuntasi dalam memproses data dan informasi
keuangan perusahaan.
2) Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan, dan
pembayaran kewajiban pajak perusahaan.
3) Merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengontrol arus kas
perusahaan terutama pengelolaan piutang dan hutang.
4) Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusun anggaran
perusahaan.
5) Menyusun penetapan gaji dan upah bagi seluruh karyawan
perusahaan.
7. Supervisor Produksi
a. Deskripsi kerja: bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan produksi
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penerimaan bahan baku.
2) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan.
3) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyimpanan produk.
4) Melakukan kegiatan pendistribusian produk
5) Melakukan kontrol berkaitan dengan suhu dan kondisi mesin selama
proses pengeringan berlangsung.
8. Tenaga Kerja Bagian Pencucian, Sortasi, dan Perajangan
a. Deskripsi kerja: melakukan proses pra pengolahan rimpang kunyit segar
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan sortasi awal rimpang kunyit segar.
2) Melakukan pencucian rimpang kunyit segar.
3) Melakukan sortasi spesifikasi persyaratan umum rimpang kunyit
segar.
4) Melakukan perajangan bahan baku rimpang kunyit
5) Melakukan perawatan mesin secara berkala.
9. Tenaga Kerja Bagian Pengeringan
a. Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku berupa pengeringan
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan pengeringan bahan baku yang telah dirajang.
2) Melakukan persiapan mesin pengeringan sebelum digunakan.
3) Melakukan perawatan mesin secara berkala.
10. Tenaga Kerja Bagian Penggilingan
a. Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku berupa penggilingan
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan pengontrolan kualitas simplisia kunyit.
2) Melakukan penggilingan hasil pengeringan.
3) Melakukan proses pengayakan dan penggilingan kembali terhadap
kunyit bubuk yang tidak sesuai standar.
4) Melakukan persiapan mesin penggilingan sebelum digunakan.
5) Melakukan perawatan mesin secara berkala.
11. Tenaga Kerja Bagian Pengemasan
a. Deskripsi kerja: melakukan pengemasan produk
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan penimbangan kunyit bubuk sebesar 10 kg.
42

2) Melakukan pengemasan pada produk kunyit bubuk dengan


pengemas vakum.
3) Melakukan penyimpanan produk di dalam gudang sebelum
didistribusikan.
12. Staf Ahli Operator Mesin Metal Detector
a. Deskripsi kerja: mengoperasikan mesin metal detector
b. Spesifikasi kerja:
1) Melakukan persiapan mesin sebelum digunakan
2) Melakukan pemeriksaan produk akhir yang telah dikemas dengan
menggunakan mesin metal detector.
3) Melakukan perawatan mesin secara berkala.

Ketetapan upah
Penentuan gaji dan upah bagi seluruh karyawan disesuaikan dengan jabatan
beserta tanggung jawab yang dibebankan. Penentuan gaji bagi karyawan tetap
sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang UMK 2014 No.
561/Kep.1636-Bangsos-2014. Rincian upah dan gaji bagi karjawan tetap maupun
tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Penentuan upah
Uraian Rincian (Rp) Gaji per Bulan (Rp)
Manajer Usaha
- Gaji Pokok 2 700 000 3 700 000
- Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) 500 000
- Uang Transport (R25 000 x 20 hari) 500 000
Staff Keuangan
- Gaji Pokok 1 700 000 2 700 000
- Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) 500 000
- Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) 400 000
Staff Administrasi
- Gaji Pokok 1 700 000 2 700 000
- Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) 500 000
- Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) 400 000
Supervisor Produksi
- Gaji Pokok 1 850 000 2 850 000
- Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) 500 000
- Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) 400 000
Staff Ahli Operator Mesin Metal
Detector
- Gaji Pokok 1 850 000 2 850 000
- Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) 500 000
- Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) 400 000
Tenaga Kerja Produksi
- Upah per Hari Rp50 000 1 000 000 1 000 000
43

Rencana Kerjasama Kooperatif

Usaha yang akan didirikan akan menjalin kerjasama dengan petani kunyit
wilayah Bogor sebagai petani pemasok. Bentuk kerjasama yang akan dilakukan
berupa kerjasama vertikal ke belakang dalam hal pasokan bahan baku. Usaha
yang akan didirikan ini menjadikan petani kunyit di wilayah Bogor sebagai
pemasok bahan baku berupa rimpang kunyit segar. Petani akan memasok rimpang
kunyit segar untuk kemudian diolah dengan menggunakan teknologi pengeringan
dan penggilingan kering. Produk yang dihasilkan oleh usaha ini berupa
intermediate product dalam bentuk kunyit bubuk. Produk tersebut kemudian akan
dikemas menggunakan plastik kemas vakum sebelum disimpan dan
didistribusikan.
Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kontinuitas bahan
baku usaha pengolahan rimpang kunyit. Disamping itu, tujuan lain dari penerapan
kerjasama ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani kunyit yang
tergabung dalam usaha yang akan didirikan. Konsep kerjasama yang akan
dilakukan berupa penentuan ketetapan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
perusahaan atas penjualan produk. Ketetapan tersebut diambil berdasarkan hasil
diskusi dengan para petani yang tergabung dalam usaha ini. Selain itu, koperasi
akan memberikan pelatihan budidaya yang baik agar para petani dapat
menghasilkan rimpang kunyit dengan jumlah produksi yang optimal dan kualitas
yang seragam serta sesuai dengan yang diinginkan. Usaha yang akan didirikan ini
tidak hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan semata, namun juga pada
kesejahteraan para petani mitra.
Bentuk kerjasama yang dibangun dengan petani merupakan kerjasama yang
terikat dengan sistem keanggotaan koperasi. Koperasi sebagai badan usaha
memiliki hak dan kewajiban terhadap anggota, demikian pula dengan anggota
yang tergabung. Penentuan hak dan kewajiban tersebut menjadi pengikat antara
kedua pihak demi kemajuan bersama, baik bagi koperasi itu sendiri maupun bagi
para petani sebagai anggota. Koperasi memiliki kewajiban untuk meningkatkan
kesejahteraan anggotanya seperti pemberian penyuluhan maupun pelatihan kepada
para petani, serta memberikan bagian dari keuntungan yang diperoleh dari hasil
usaha. Program penyuluhan atau pelatihan dapat dijadikan untuk menarik anggota
baru maupun untuk membantu pengembangan skala usaha budidaya bagi petani
anggota lama. Selain peningkatan skala usaha budidaya, penentuan bagi hasil
antara seorang wirakoperasi dengan petani akan memberikan keuntungan bagi
kedua pihak.
Koperasi sebagai badan usaha dari unit bisnis pengolahan rimpang kunyit
ini memiliki hubungan antara pihak yang terkait. Pihak tersebut terdiri dari
koperasi, petani, cooperative entrepreneur (CE), desa, dan industri atau target
pasar tujuan dari produk yang dihasilkan. Hubungan antara pihak tersebut dapat
dilihat pada Tabel 9.
44

Tabel 9 Matriks hubungan antara pihak yang terkait


Petani CE Koperasi Desa Industri
Mitra kerja dan
Pemasok bahan
Petani membangun
baku
kepercayaan
Penyedia jasa,
pengedukasi,
dan Penyedia dana Sebagai
Tenaga ahli
memberikan dan ide bisnis mediator
atas kegiatan
CE pelatihan, untuk antara petani
usaha yang
pendidikan, pembangunan dengan
akan dilakukan
pengawasan desa industri
serta
pengontrolan)
Pengolah
Penyedia Pemasok
bahan baku
sarana dan Unit usaha yang bahan baku
untuk
Koperasi menciptakan dimiliki desa setengah jadi
meningkatkan
lapangan serta bagi industri
harga jual
pekerjaan fitofarmaka
kunyit
Penyedia lokasi
berdirinya
Pendukung Membantu
badan usaha
program yang sosialisasi
Desa koperasi dan
akan kepada para
sebagai daerah
dilaksanakan petani
sumber bahan
baku
Mitra usaha
Industri Kerjasama dari hasil
Fitofarmaka bisnis penjualan
produk

Melalui pendekatan wirakoperasi, terdapat beberapa kelebihan jika


dibandingkan dengan pendekatan konvensional yang telah umum dilakukan oleh
petani maupun pelaku usaha. Kelebihan yang diperoleh dari hasil pendekatan ini
dapat terlihat pada sistem jual; kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan baku;
pelatihan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya petani; harga jual rimpang
kunyit yang diterima petani; serta pengalokasian dana bagi pengembangan desa.
Rincian perbedaan hasil dengan pendekatan wirakoperasi dan pendekatan
konvensional dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Tabel perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi
Uraian Tanpa Wirakoperasi Dengan Wirakoperasi
Sistem Jual Petani menjual rimpang basah Petani menjual rimpang basah
kepada tengkulak melalui koperasi dengan tujuan
pasar luar negeri
Kualitas, kuantitas, Kualitas rimpang kunyit tidak Seragam, kualitas sesuai dengan
dan kontinuitas seragam dengan kuantitas yang standar yang telah ditentukan,
bahan baku berfluktuasi, kontinuitas pasokan jumlah pasokan sesuai dengan
yang tersendat kesepakatan, serta berkelanjutan
Pelatihan dan Tidak ada pelatihan dan pengawasan Ada pelatihan dan pengawasan
pengawasan terhadap sistem budidaya petani terhadap sistem budidaya petani
Harga kunyit segar di Rp1 500 hingga Rp2 000 Rp9 000 di tahun pertama dan
tingkat petani Rp12 000 di tahun berikutnya
Dana pengembangan Tidak ada dana yang dialokasikan Ada dana yang dialokasikan untuk
desa untuk pengembangan desa pengembangan desa.
45

Manajemen Risiko

Risiko Pemasaran
Risiko pemasaran yang mungkin dihadapi oleh usaha ini dapat berupa
pemutusan kontrak pembelian oleh pasar tujuan. Antisipasi yang dapat dilakukan
oleh perusahaan adalah dengan menambah pasar tujuan dan membuat kontrak
berjangka waktu. Selain pemutusan kontrak oleh pasar tujuan, risiko lain yang
mungkin muncul adalah menurunnya permintaan akibat terjadinya inflasi di
negara tujuan. Antisipasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
mencari alternatif pasar tujuan lain yang memiliki daya beli lebih tinggi
dibandingkan dengan pasar tujuan awal, agar produk yang ditawarkan dapat
diterima.

Risiko Produksi atau Teknis


Risiko produksi yang mungkin dihadapi oleh usaha ini dapat berupa
tingginya biaya produksi. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
risiko ini adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis bagi
karyawan operasional, serta menggunakan teknologi tepat guna dalam kegiatan
pengolahan. Selain itu, risiko lain yang mungkin muncul adalah terhambatnya
aliran pasokan bahan baku. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal
tersebut adalah dengan meningkatkan cakupan penyediaan bahan baku dengan
memperbanyak jumlah petani mitra serta meningkatkan manajemen transportasi
pengangkutan bahan baku.
Menurunnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas bahan baku juga tergolong
ke dalam risiko produksi. Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan pembinaan kepada petani anggota sebagai pemasok agar dapat
meningkatkan keseragaman kualitas produk serta pengaturan wilayah pasokan
bahan baku. Jenis risiko produksi yang sulit dikendalikan adalah terjadinya
pencurian dan kebakaran. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
risiko tersebut adalah dengan meningkatkan keamanan di area lokasi usaha serta
menggunakan asuransi dan melengkapi bangunan dengan alat pemadam
kebakaran.
Kemungkinan penarikan kembali produk yang ditawarkan ke pasar tujuan
merupakan risiko produksi yang mungkin akan dihadapi oleh usaha ini. Solusi
yang dapat dilakukan adalah dengan menjual produk kepada industri jamu skala
kecil di dalam negeri yang membutuhkan kunyit dalam bentuk bubuk maupun
melakukan pelelangan melalui penawaran produk di internet. Tindakan lanjutan
yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menyesuaikan standar mutu
produk serta melakukan proses produksi sesuai dengan panduan GMP (Good
Manufacturing Practices), salah satunya adalah dengan meningkatkan sistem
quality control. Sistem quality control yang dilakukan dapat berupa penambahan
mesin metal detector serta melakukan pengujian laboratorium pada produk secara
berkala. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk melakukan
peningkatan kualitas produk agar produk yang ditawarkan dapat diterima oleh
pasar negara tujuan.
46

Risiko Keuangan
Risiko nilai tukar mata uang dan permodalan termasuk ke dalam kategori
risiko keuangan. Risiko nilai tukar mata uang yang mungkin dihadapi oleh usaha
ini adalah terjadinya fluktuasi nilai tukar mata uang Rupiah dengan nilai tukar
mata uang US Dollar, sehingga menyebabkan harga jual produk yang juga
berfluktuasi. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko tersebut
adalah dengan melakukan tindakan antisipasi yang berupa hedging. Hedging
dapat diartikan sebagai pembelian suatu kontrak yang nilainya akan meningkat
dari jatuhnya nilai tukar mata uang dari kontrak lain15.
Risiko permodalan yang mungkin dihadapi oleh usaha ini dapat berupa
tidak terpenuhinya pengajuan dana yang berasal dari investor. Tindakan
penanggulangan yang mungkin dilakuan adalah dengan mencari alternatif sumber
pendanaan lain melalui lembaga pendanaan. Sebagai contoh, sumber permodalan
dari lembaga pendanaan adalah PT. Bank Jawa Barat dan Banten (Bank BJB)
dengan suku bunga pinjaman sebesar 9.65% (Mei 2014) 16. Perhitungan laporan
cashflow dan laba rugi dengan sumber dana pinjaman bank dapat dilihat pada
Lampiran 18 dan 19.

Rencana Keuangan

Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana keuangan ini antara
lain mengenai sumber dana investasi yang digunakan dan penggunaan discount
rate pada perhitungan laporan arus kas. Dana investasi bersumber dari investor
sebesar Rp2 124 456 000 atau sekitar Rp2.1 Milyar. Dana investasi tersebut
diasumsikan sebagai pinjaman tanpa bunga yang dikembalikan selama dua tahun
dan dibayarkan setiap bulan sebesar Rp88 519 000. Pengembalian dana investasi
kepada investor disertai dengan pembagian hasil yang diterima perusahaan, yaitu
sebesar 10%. Pada perhitungan laporan arus kas (cashflow), tingkat discount rate
yang digunakan adalah sebesar 7.5% yang mengacu kepada tingkat suku bunga
pinjaman Bank Indonesia.

Rencana Investasi
Dana investasi awal yang dikeluarkan adalah sebesar Rp2 065 470 000.
Barang investasi awal berupa mesin dan alat produksi, alat dan furniture
perkantoran, serta perlengkapan lain yang dikeluarkan di awal tahun nol pendirian
usaha. Berikut tabel rincian biaya investasi awal:
Tabel 11 Rincian biaya investasi
No Komponen Biaya Jumlah Biaya (Rp000)
1 Alat produksi 470 510
2 Alat dan furniture perkantoran 32 360
3 Pendirian bangunan usaha 1 400 000
4 Infrastruktur 16 000
5 Kendaraan (mobil pick up) 105 000

15
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/hedging-definisi-dan-tehnik-hedging.html (Diakses
2014 Mei 14)
16
http://www.bankbjb.co.id/ (Diakses 2014 Juli 1)
47

No Komponen Biaya Jumlah Biaya (Rp000)


6 Biaya promosi (pengadaan petani) 5 000
7 Biaya sertifikasi 30 000
8 Biaya pendirian badan usaha 6 600
Total Biaya Investasi 2 065 470

Biaya investasi yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha akan


mengalami penyusutan setiap tahunnya. Penyusutan tersebut dipengaruhi oleh
umur ekonomis dari setiap barang investasi. Setelah umur ekonomis suatu barang
telah habis maka harus dilakukan reinvestasi dengan biaya yang dikeluarkan pada
tahun setelah pemakaian berakhir.
Total nilai penyusutan dari barang investasi usaha pengolahan rimpang
kunyit ini adalah sebesar Rp400 350 000 per tahhun. Rincian biaya penyusutan
dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Rincian biaya penyusutan
Umur Total Biaya
Nilai
Komponen Biaya Jumlah Ekonomis Biaya Penyusutan
Sisa
(tahun) (Rp000) (Rp000)
Alat Produksi
a. Mesin pengering 7 10 315 000 157 500 110 250
b. Mesin pengemas vakum 1 5 34 000 6 800
c. Mesin penggilingan 1 10 14 500 7 250 725
d. Mesin perajang 2 5 10 000 4 000
e. Pompa steam 1 5 1 800 360
f. Regulator dan selang 7 5 1 400 400
g. Timbangan digital 1 5 2 000 250
h. Timbangan mekanik gantung 1 10 5 000 2 500 1 960
i. Tampah 100 1 2 500 250 000
j. Sikat 11 1 110 1 210
k. Baskom 20 5 700 2 800
l. Tempat sampah 1 5 1 500 300
m. Sepatu boots 11 5 770 1 694
n. Sarung tangan kain 11 1 330 3 630
o. Mesin metal detector 1 10 74 800 37 400 3 740
p. Kipas blower 2 5 2 600
Alat dan furnitur perkantoran
a. Meja komputer 1 10 1 200 600 60
b. Kursi kantor 1 10 1 000 500 50
c. Sofa kantor 1 10 8 300 4 150 415
d. Papan tulis (90x120 cm) 1 5 300 60
e. Komputer PC 1 5 5 000 1 000
f. Printer (Print, Scan, Copy) 1 5 1 400 280
g. Lemari besi arsip 1 10 2 800 1 400 140
h. Laci besi arsip (4 laci) 2 10 4 000 2 000 400
i. Faximile 1 5 1 800 360
k. Pesawat telepon 1 10 310 155 16
l. Lampu 10 10 1 000 500 500
m. Air Conditioner 1 10 4 000 2 000 200
n. Kursi Tamu 5 5 1 250 1 250
Bangunan dan infrastruktur
a. Rak besi pengeringan 1 10 5 000 2 500 250
b. Kanopi 1 5 10 000 2 000
Kendaraan (mobil pick up) 1 10 105 000 52 500 5 250
Total Penyusutan 270 955 400 350
48

Biaya Operasional
Biaya operasional yang harus dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya operasional dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini di tahun
pertama sebesar Rp707 836 000. Rincian biaya operasional di tahun pertama
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Rincian biaya operasional tahun pertama
No Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Per Per
Satuan
Bulan Tahun
BIAYA VARIABEL
1 Biaya tenaga supir dan kuli angkut orang 2 50 2 000 24 000
2 Biaya pengemasan 1 598 19 176
3 Biaya solar mesin 6 380 76 560
4 Biaya gas tabung 35 130 4 550 54 600
5 Biaya transportasi (Rp200 000/hari) 200 4 000 48 000
6 Biaya rupa-rupa 1 000 12 000
7 Biaya tenaga kerja produksi orang 11 50 11 000 132 000
Total Biaya Variabel 30 528 366 336
BIAYA TETAP
1 Tenaga Kerja: orang 14 800 177 660
2 Sewa host website 1 8 100
3 Biaya utility 5 800 69 600
4 Biaya pemasaran 2 500 30 000
5 Biaya pemeliharaan dan perawatan 500 6 000
6 Insentif tempat pengumpulan 50 1 000 12 000
7 Administrasi perkantoran 260 3 120
8 Jasa professional 1 000 12 000
9 Transportasi (sewa angkutan) unit 1 900 900 10 800
10 Biaya pelatihan karyawan 500 500 6 000
11 Uang keamanan dan kebersihan 100 100 1 200
Total Biaya Tetap 28 458 341 500
Total Biaya Operasional 58 986 707 836

Biaya operasional dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini di tahun


berikutnya sebesar Rp711 220 000. Besarnya biaya operasional ini berbeda
dengan biaya operasional pada tahun pertama, hal ini disebabkan oleh total biaya
variabel yang berbeda. Komponen biaya variabel yang berbeda adalah kemasan
primer dan sekunder. Besarnya biaya kemasan ini mengikuti jumlah produk
kunyit bubuk yang dihasilkan yaitu 1.7 ton di tahun pertama dan 2 ton di tahun
berikutnya. Rincian biaya operasional tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel
14.
49

Tabel 14 Rincian biaya operasional tahun berikutnya


Biaya (Rp000)
No Komponen Biaya Satuan Jumlah Per Per
Satuan
Bulan Tahun
BIAYA VARIABEL
1 Biaya tenaga supir dan kuli angkut orang 2 50 2 000 24 000
2 Biaya pengemasan 1 880 22 560
3 Biaya solar mesin 6 380 76 560
4 Biaya gas tabung 35 130 4 550 54 600
5 Biaya transportasi (Rp 200000/hari) 200 4 000 48 000
6 Biaya rupa-rupa 1 000 12 000
7 Biaya tenaga kerja produksi orang 11 50 11 000 132 000
Total Biaya Variabel 30 810 369 720
BIAYA TETAP
1 Tenaga Kerja: orang 14 800 177 660
2 Sewa host website 1 8 100
3 Biaya utility 5 800 69 600
4 Biaya pemasaran 2 500 30 000
5 Biaya pemeliharaan dan perawatan 500 6 000
6 Insentif Tempat Pengumpulan 50 1 000 12 000
7 Administrasi perkantoran 260 3 120
8 Jasa professional 1 000 12 000
9 Transportasi (sewa angkutan) unit 1 900 900 10 800
10 Biaya pelatihan karyawan 500 500 6 000
11 Uang keamanan dan kebersihan 100 100 1 200
Total Biaya Tetap 28 458 341 500
Total Biaya Operasional 59 268 711 220

Modal Awal
Modal awal yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha pengolahan rimpang
kunyit ini terdiri dari biaya investasi awal tahun nol, biaya variabel dan biaya
tetap pada tahun pertama Rp2 124 456 000. Rincian modal awal usaha ini dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Modal awal usaha
Uraian Jumlah
Biaya Investasi Rp2 065 470 000
Biaya Tetap (per bulan) Rp28 458 000
Biaya Variabel (bulan pertama) Rp30 528 000
Total Rp2 124 456 000

Harga Pokok Produksi


Harga pokok produksi dari produk yang akan dijual diperoleh dengan cara
membagi biaya total dengan jumlah produksi.
50

Tabel 16 Harga pokok produksi


Uraian Jumlah
Biaya modal kerja Rp256 110 000
Jumlah produksi (kg) 1 700
HPP (kg) Rp150 653
HPP (10kg) Rp1 506 532
Harga pokok produksi produk kunyit bubuk ini adalah sebesar Rp150 653
(13.22 USD) per kg atau Rp1 506 532 (132.15 USD) per kemasan 10 kg.

Penerimaan dan Hasil Produksi


Manfaat merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh dari usaha
pengolahan rimpang kunyit ini setiap periodenya. Manfaat yang diperoleh dari
hasil penjualan pada tahun pertama sebesar Rp5 324 400 000 atau sekitar Rp5.3
milyar. Jumlah ini terdiri dari penerimaan 12 bulan produksi dengan jumlah
penjualan dibawah target. Hal ini diasumsikan karena usaha pengolahan rimpang
kunyit ini masih dalam proses pengenalan serta kualitas bahan baku yang belum
seragam. Penerimaan yang diperoleh usaha ini pada tahun berikutnya adalah
sebesar Rp6 264 000 000 atau sekitar Rp6.3 milyar yang terdiri dari penerimaan
12 bulan produksi dengan jumlah penjualan sesuai target yaitu 2 ton per bulan.

Break Event Point


Break Event Point atau titik impas menunjukkan bahwa berapa banyak unit
yang harus terjual atau berapa satuan uang pemasukan yang harus diterima untuk
memperoleh keadaan yang tidak untung dan tidak rugi. Pada usaha ini,
perhitungan titik impas di tahun pertama dan tahun berikutnya dapat dilihat pada
Tabel 17 dan 18.
Tabel 17 BEP kunyit bubuk tahun pertama
Uraian Jumlah
Biaya tetap Rp499 199 000
Biaya variabel per kg Rp 126 000
Jumlah produksi (kg) 20 400
Harga jual Rp 261 000
Penerimaan Rp5 324 400 000
BEP Unit 3 703
BEP Rupiah Rp 966 426 000
51

Tabel 18 BEP kunyit bubuk tahun berikutnya


Uraian Jumlah
Biaya tetap Rp546 010 000
Biaya variabel Rp143 000
Jumlah produksi (kg) 24 000
Harga jual Rp261 000
Penerimaan Rp6 264 000 000
BEP Unit 4 636
BEP Rupiah Rp1 209 996 000

Pada tahun pertama, BEP unit dari produk kunyit bubuk ini bernilai 3 703
dengan BEP Rupiah sebesar Rp 966 426 000. Angka tersebut memiliki arti bahwa
usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan mencapai titik impas di tahun pertama
bila terjual sebanyak 3 703 kg kunyit bubuk atau memperoleh penerimaan sebesar
Rp 966 426 000. Pada tahun berikutnya, BEP unit dari produk ini adalah sebesar 4
636 dengan BEP Rupiah sebesar Rp1 209 996 000. Angka tersebut memiliki arti
bahwa usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan mencapai titik impas di tahun
berikutnya bila terjual sebanyak 4 636 kg kunyit bubuk atau memperoleh
penerimaan sebesar Rp1 209 996 000.

Proyeksi Kriteria Investasi


Pada usaha pengolahan rimpang kunyit yang akan didirikan ini, modal yang
dikeluarkan untuk usaha akan kembali dalam jangka waktu 0.60 tahun atau sekitar
7 bulan. Pada proyeksi cash flow diperoleh nilai NPV sebesar Rp3 593 640 000,
nilai Gross B/C sebesar 1.07 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 tambahan biaya
yang dikeluarkan akan mendapatkan tambahan manfaat sebesar Rp1.07, nilai Net
B/C sebesar 2.74 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 kerugian yang diterima
maka akan memberikan manfaat bersih yang menguntungkan sebesar Rp2.74, dan
nilai IRR sebesar 121.58% yang memiliki arti bahwa tingkat pengembalian
terhadap investasi sebesar 121.58%. Perhitungan Laporan Arus Kas (cash flow)
dapat dilihat pada Lampiran 16.

Proyeksi Laporan Keuangan dan Laba Rugi


Proyeksi laporan keuangan usaha pengolahan rimpang kunyit ini dibuat
dalam bentuk laporan arus kas dan laporan laba rugi. Pada proyeksi laba rugi,
usaha ini sudah mengalami keuntungan di tahun pertama yaitu sebesar Rp3 153
986 000 atau sekitar Rp3.1 milyar. Pada tahun kedua, keuntungan yang diperoleh
adalah sebesar Rp4 090 202 000 atau sekitar Rp4.1 milyar, dan di tahun
berikutnya keuntungan yang diperoleh sebesar Rp5 152 431 000 atau sekitar
Rp5.1 milyar. Keuntungan tersebut kemudian dilakukan pembagian untuk petani,
wirakoperasi, desa, dan investor. Persentase pembagian hasil di tahun pertama
adalah 70% untuk petani, masing-masing 5% untuk wirakoperasi dan desa, serta
10% untuk investor. Keuntungan di tahun pertama yang diperoleh petani adalah
Rp2 207 790 000 atau sekitar Rp2.2 milyar, masing-masing Rp157 699 000 untuk
wirakoperasi serta desa, dan Rp315 399 000 untuk investor. Keuntungan per
bulan yang diperoleh petani adalah Rp183 983 000, masing-masing Rp13 142 000
untuk desa dan wirakoperasi, serta Rp26 283 000 untuk investor. Setelah
52

dilakukan pembagian hasil dan dikurangi pajak, maka keuntungan bersih yang
diterima koperasi adalah sebesar Rp236 549 000 per tahun atau Rp19 712 000 per
bulan.
Persentase pembagian hasil di tahun berikutnya adalah 75% untuk petani,
masing-masing 5% untuk wirakoperasi dan desa, serta 10% untuk investor.
Keuntungan per tahun di tahun kedua yang diperoleh adalah Rp3 067 625 000
atau sekitar Rp3.1 milyar, masing-masing Rp204 510 000 untuk wirakoperasi dan
desa, serta Rp613 530 000. Setelah dilakukan pembagian hasil dan dikurangi
pajak, maka keuntungan bersih yang diterima koperasi adalah sebesar Rp153 383
000 per tahun atau Rp12 782 000 per bulan. Keuntungan yang diperoleh di tahun
berikutnya secara berurutan masing-masing sebesar Rp3 864 323 000 untuk
petani, Rp257 622 000 untuk wirakoperasi dan desa, serta Rp772 85 000 untuk
investor setiap tahunnya Setelah dilakukan pembagian hasil dan dikurangi pajak,
keuntungan bersih yang diterima koperasi di tahun berikutnya sebesar Rp193 216
000 per tahun. Perhitungan Laporan Laba Rugi dapat dilihat pada Lampiran 17.
Usaha pengolahan rimpang kunyit yang akan didirikan ini merupakan bisnis
yang prospektif dan menguntungkan. Kunyit bubuk kemas vakum sebagai produk
yang ditawarkan memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual
rimpang basah utuh. Harga jual produk yang tinggi tersebut berdampak pada
penerimaan yang tinggi pula, sehingga pengembalian modal usaha ini tergolong
cepat serta tingkat pengembalian modal yang tinggi. Disamping itu, keuntungan
bersih yang diperoleh koperasi juga tergolong tinggi dengan persentase
pembagian keuntungan bagi petani pemasok bahan baku memiliki bagian yang
paling besar. Hasil dari pendekatan cooperative entrepreneur yang paling utama
adalah Koperasi Putra Mandiri dapat memberikan harga jual rimpang segar
kepada petani dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual
kepada tengkulak. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi
petani dalam hal peningkatan kesejahteraan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kunyit sebagai komoditas biofarmaka memiliki peluang dan potensi untuk


dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kebutuhan pasar luar
negeri akan komoditas ini. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah
dengan meningkatkan kesadaran bagi para petani pembudidaya bahwa
rimpang kunyit memiliki pasar yang cukup luas. Pasar luar negeri khususnya
Negara Argentina membutuhkan rimpang kunyit salah satunya dalam bentuk
bubuk. Harga jual rimpang segar di tingkat petani yang rendah membuka
peluang bagi bisnis pengolahan pasca panen rimpang kunyit untuk
meningkatkan nilai tambah dari komoditas ini. Bisnis pengolahan rimpang
kunyit yang didirikan melalui pendekatan cooperative entrepreneur atau
wirakoperasi, yaitu usaha kolektif bersama petani dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani. Badan usaha dari bisnis pengolahan ini
adalah koperasi dengan petani sebagai anggotanya.
53

2. Produk yang ditawarkan oleh usaha pengolahan rimpang ini berupa


intermediate product, yaitu kunyit bubuk kemas vakum dengan target pasar
Negara Argentina. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi yang
dilakukan usaha ini adalah teknologi modern yaitu perjangan otomatis pada
bahan, pengeringan vakum, penggilingan kering, dan pengemasan vakum
pada produk. Harga jual (FOB value) yang ditawarkan produk ini sebesar
228.9 USD (Rp2 610 000) per kemasan 10 kg. Keuntungan yang diperoleh
usaha ini kemudian dilakukan pembagian dengan petani, wirakoperasi, desa,
dan investor. Persentase pembagian hasil tersebut masing-masing 70% di
tahun pertama dan 75% di tahun berikutnya untuk petani, 5% di tahun
pertama dan berikutnya untuk wirakoperasi serta desa, 10% di tahun pertama
dan 15% di tahun berikutnya untuk investor. Keuntungan bersih yang
diperoleh di tahun pertama adalah sebesar Rp236 549 000. Pengembalian
modal dari usaha ini tergolong cepat, yaitu 7 bulan. Jika harga rimpang kunyit
segar di tingkat petani hanya sebesar Rp2 000 per kg, maka melalui
pendekatan cooperative entrepreneur petani dapat memperoleh harga
rimpang kunyit segar yang lebih tinggi yaitu sebesar Rp 9 000 per kg di tahun
pertama dan Rp12 000 per kg di tahun berikutnya. Tingginya harga yang
diberikan kepada petani akan memotivasi lebih banyak petani untuk
bergabung dan dapat memproduksi rimpang kunyit segar dengan kualitas
yang seragam.

Saran

Saran yang disampaikan dari hasil penelitian ini diharapkan adanya


ketersediaan data sekunder yang mendukung, seperti data permintaan atau data
ekspor kunyit dalam bentuk bubuk. Penyebaran informasi mengenai kebutuhan
biofarmaka di pasar luar negeri juga dibutuhkan dengan tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan petani biofarmaka terhadap kebutuhan pasar, sehingga
kesejahteraan petani meningkat dan agribisnis biofarmaka dapat berkembang.
Penerapan sistem GMP (Good Manufacturing Practices) dalam proses
pengolahan diperlukan untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan standar
mutu pasar tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Baga, LM. 2011. Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis.
Prosiding Makalah Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis
IPB [Internet]. [Bogor, 7 dan 14 Desember 2011]. Bogor(ID): FEM. hlm
197-213; [diacu 2013 Oktober 21]. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/65350/11.pdf?seque
nce=1.
Baga, LM. 2003. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis.
Makalah Seminar [Internet]. [Pusat Studi Asia Tenggara Universitas
Frankfurt am Main, 5 Juli 2003]. Bogor(ID): FEM. hlm 8-22; [diacu 2013
54

Oktober 4]. Tersedia pada:


http://www.geocities.ws/mma5ugm/PeranWirakoperasiDlmAgribisnis.pdf.
Fajrian, H. 2013. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman
Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertania Bogor.
[KEMENDAG] Kementerian Perdagangan. 2013. Panduan Menjadi Eksportir.
Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Limbong, B. 2010. Pengusaha Koperasi. Jakarta (ID): CV Rafi Maju Mandiri.
Munandar, D. 2012. Analisis Penentuan Segmen, Target, dan Posisi Pasar Home
Care di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Majalah Ilmiah UNIKOM
[Internet]. [diacu 2013 Oktober 28]. Tersedia pada:
http://jurnal.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/v06-n02/vol-6-artikel-12.pdf/pdf/vol-6-
artikel-12.pdf.
Manisha. 2012. Rumah Rempah Manisha Solo [Internet]. [diacu 2013 Maret 28].
Tersedia pada: http://www.rumahrempahsolo.web.id/_item?item_id=155001
Nurmalina R, Sariati T, Karyadi, A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID):
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Sundawati L, Purnaningsih N, Purwakusumah ED. 2011. Pengembangan Model
Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Pemberdayaan
Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat
[Internet]. [diacu pada 2014 Februari 6]. Tersedia pada:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/phocadownloadpap/2012/2012%20-
%20Full%20Paper%20National%20Seminar%20of%20Expose%20of%20R
esearch%20Incentive%20Result%20LS.pdf.
Tazkiyah, Roffi. 2012. Peluang Besar Industri Kunyit [Internet]. [diacu 2013
September 19]. Tersedia pada:
http://pphp.deptan.go.id/mobile/?content=informasi_mobile&id=1&sub=1&
kat=0&fuse=1380.
Umar H. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012. Perkoperasian.
Jakarta (ID): Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992. Perkoperasian.
Jakarta (ID): Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992.
Wibowo, MIA. 2011. Rencana Bisnis Industri Manisan Stroberi [Skipsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Instritut Pertanian Bogor.
54
55

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur proses produksi bulan pertama


Hari Waktu Proses Produksi
1 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
2 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
siang –sore perajang bahan baku hari 1
3 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 1
siang – sore perajangan bahan baku hari 2
4 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 2
siang – sore perajangan bahan baku hari 3
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 1
5 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 3
siang – sore perajangan bahan baku hari 4
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 2
6 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 4
siang – sore perajangan bahan baku hari 5
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 3
7 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 5
siang – sore perajangan bahan baku hari 6
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 4
8 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 6
siang – sore perajangan bahan baku hari 7
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 5
9 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 7
siang – sore perajangan bahan baku hari 8
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 6
10 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 8
siang – sore perajangan bahan baku hari 9
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 7
11 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 9
siang – sore perajangan bahan baku hari 10
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 8
12 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 10
56

Hari Waktu Proses Produksi


siang – sore perajangan bahan baku hari 11
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 9
13 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 11
siang – sore perajangan bahan baku hari 12
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 10
14 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 12
siang – sore perajangan bahan baku hari 13
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 11
15 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 13
siang – sore perajangan bahan baku hari 14
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 12
16 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 14
siang – sore perajangan bahan baku hari 15
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 13
17 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 15
siang – sore perajangan bahan baku hari 16
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 14
18 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 16
siang – sore perajangan bahan baku hari 17
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 15
19 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 17
siang – sore perajangan bahan baku hari 18
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 16
20 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 18
siang – sore perajangan bahan baku hari 19
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 17
57

Lampiran 2 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan peralatan produksi
Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Per Jumlah
satuan Biaya
a. Mesin pengering unit 7 45 000 315 000
b. Mesin pengemas vakum unit 1 34 000 34 000
c. Mesin penggilingan unit 1 14 500 14 500
d. Mesin perajang unit 2 5 000 10 000
e. Pompa steam unit 1 1 800 1 800
f. Timbangan duduk digital unit 1 2 000 2 000
g. Timbangan mekanik gantung unit 1 5 000 5 000
h. Tabung gas unit 7 500 3 500
i. Selang dan regulator unit 7 200 1 400
j. Tampah unit 100 25 2 500
k. Sikat unit 11 10 110
l. Baskom unit 20 35 700
m. Tempat sampah unit 1 1 500 1 500
n. Sepatu boots unit 11 70 770
o. Sarung tangan kain unit 11 30 330
p. Mesin pendeteksi logam unit 1 74 800 74 800
q. Kipas blower (untuk ruang produksi) unit 2 1 300 2 600
Total 470 510

Lampiran 3 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran
Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Per Jumlah
Satuan Biaya
a. Meja Komputer unit 1 1 200 1 200
b. Kursi Kantor unit 1 1 000 1 000
c. Sofa kantor set 1 8 300 8 300
d. Papan tulis (90x120 cm) unit 1 300 300
e. Komputer PC unit 1 5 000 5 000
f. Printer (Print, Scan, Copy) unit 1 1 400 1 400
g. Lemari besi arsip unit 1 2 800 2 800
h. Laci besi arsip (4 laci) unit 2 2 000 4 000
i. Faximile unit 1 1 800 1 800
j. Telepon unit 1 310 310
k. Lampu unit 10 100 1000
l. Air Conditioner unit 1 4 000 4 000
m. Kursi Tamu unit 5 250 1 250
Total 32 360
58

Lampiran 4 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur


Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Per Jumlah
Satuan Biaya
a. Layout manufaktur 1 1 000 1 000
b. Rak Besi Pengeringan Set 1 5 000 5 000
c. Kanopi Set 1 10 000 10 000
Total 16 000

Lampiran 5 Asumsi komponen biaya investasi


Asumsi
Mesin pengeringan kapasitas 150 kg terdiri dari 40 rak/tray, tipe cabinet dengan
blower bertenaga utama listrik dan sumber panas LPG, lama pengeringan 8 jam
Kapasitas mesin penggilingan 300 kg per jam, dengan tenaga utama solar
Kapasitas mesin perajang 150 kg per jam, dengan tenaga utama solar
Kapasitas timbangan digital 50 kg
Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 kg
Pembelian tabung gas LPG ukuran 12 kg
Kapasitas tampah 20 kg
Kapasitas baskom 100 kg
Pembelian bak sampah ukuran 1 100 liter bahan PVC
Kapasitas mobil pick up 2 ton
Pendirian bangunan usaha disertai dengan pembelian tanah. Luas bangunan
sebesar 2000 m2
Pembelian sofa kantor satu set dengan meja
Pembelian jenis besi arsip dengan pintu kaca geser
Pembelian lampu neon panjang 40 watt beserta rumah lampu
Pembelian AC ukuran satu PK
Pembelian kursi lipat merk Chitose
Biaya sertifikasi terdiri dari sertifikasi ISO 22000
Biaya pendirian badan usaha terdiri dari modal minimal koperasi sebesar Rp5
000 000, retribusi pengesahan akta sebesar Rp100 000, dan izin SIUP kecil
sebesar Rp1 500 000

Lampiran 6 Rincian biaya tetap komponen biaya upah tenaga kerja tetap
Jumlah Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Satuan Per Bulan Per Tahun
a. Manager usaha orang 1 3 700 3 700 44 400
b. Staf Keuangan orang 1 2 700 2 700 32 400
c. Staf Administrasi orang 1 2 700 2 700 32 400
d. Supervisor Produksi orang 1 2 850 2 850 34 200
e. Staf Ahli (operator mesin
orang 1 2 850 2 850 34 200
metal detector)
Total 14 800 177 600
59

Lampiran 7 Rincian biaya tetap komponen biaya utility


Jumlah Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Jumlah
Satuan Per Bulan Per Tahun
a. Biaya listrik 5 000 60 000
b. Biaya air bersih 800 9 600
c. Biaya telepon 1 500 500 6 000
d. Biaya internet 1 500 500 6 000
Total 5 800 69 600

Lampiran 8 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran


Jumlah Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Satuan Per Bulan Per Tahun
a. Kertas rim 3 30 90 1 080
b. Tinta printer (infus) unit 2 37.5 75 900
c. Alat tulis set 1 100 1 200
Total 265 3 180

Lampiran 9 Asumsi komponen biaya tetap


Asumsi
Tarif listrik prabayar untuk pemakaian diatas 3 500 VA dikenakan biaya Rp 1
145/Kwh.
Kebutuhan listrik mesin blower pengering: 300 watt x 7 unit x 8 jam x 18 hari
kerja = 302.4 Kwh
Kebutuhan listrik mesin pengemas: 400 watt x 1 unit x 10 jam x 17 hari kerja =
68 Kwh
Kebutuhan listrik lampu: 50 watt x 10 buah x 10 jam x 20 hari kerja = 100 Kwh
Kebutuhan listrik kipas blower: 140 watt x 2 unit x 20 hari kerja = 96 Kwh
Biaya pemasaran ekspor ke negara tujuan terdiri dari biaya kontainer dengan
harga Rp12 600 000, biaya karantina, dan biaya pungli jalan maupun pungli
kontainer
Bangunan terdiri dari ruang produksi, gudang penyimpanan, dan ruang kantor
dengan luas bangunan 2 000 m2
Biaya jasa profesional terdiri dari jasa penyuluh pertanian, notaris, analis atau
laboran pengujian produk
Biaya transportasi terdiri dari biaya sewa mobil box untuk keperluan
pengangkutan produk dari tempat produksi menuju pelabuhan peti kemas
Tanjung Priok
60

Lampiran 10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama


Jumlah Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Per Per
Satuan
Bulan Tahun
a. Kemasan primer (plastik 10 kg) lembar 170 4 680 8 160
b. Kemasan sekunder (kardus 50 kg) lembar 34 15 510 6 120
c. Label lembar 204 2 408 4 896
Total 1 598 19 176

Lampiran 11 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun


berikutnya
Jumlah Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Per Per
Satuan
Bulan Tahun
a. Kemasan primer (plastik 10 kg) lembar 200 4 800 9 600
b. Kemasan sekunder (kardus 50 kg) lembar 40 15 600 7 200
c. Label lembar 240 2 480 5 760
Total 1 880 22 560

Lampiran 12 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin


Jumlah Biaya (Rp000)
Komponen Biaya Satuan Jumlah Per Per
Satuan
Bulan Tahun
a. Mesin perajang (2 unit) liter 280 11 3 080 36 960
b. Mesin penggiling (1 unit) liter 300 11 3 300 39 600
Total 6 380 76 560

Lampiran 13 Asumsi komponen biaya variabel


Asumsi
Biaya tenaga supir dan kuli angkut terdiri dari biaya tenaga kerja untuk
mengambil dan mengangkut bahan baku dari tempat pengumpulan sementara ke
tempat produksi
Biaya kemasan primer (plastik vakum) kapasitas 10 kg denngan harga Rp4 000
per lembar [sumber: kaskus]
Biaya kemasan sekunder (kardus) kapasitas 50 kg dengan harga Rp15 000 per
lembar [sumber: toko]
Mesin perajang 5.5 PK membutuhkan 0.7 liter solar per jam, diasumsikan
penggunaan 2 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 280 liter (harga solar
per liter Rp11 000)
Mesin penggiling 12 PK membutuhkan 1.5 liter per jam, diasumsikan
penggunaan 1 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 300 liter (harga solar
per liter Rp11 000)
Asumsi tiap mesin pengering membutuhkan 3 kg gas per hari, sehingga
kebutuhan tiap mesin per bulan adalah 5 tabung ukuran 12 kg
Biaya transportasi meliputi: bensin, tol, pak ogah, pungli, dan parkir
61

Asumsi
Biaya rupa-rupa terdiri dari biaya cadangan yang digunakan jika terdapat
kekurangan biaya variabel tiap bulan
Tenaga kerja produksi terdiri dari tenaga kerja langsung untuk melakukan
proses produksi selama 2 hari yang terdiri dari pencucian, perajangan,
pengeringan, penggilingan, dan pengemasan per volume produksi

Lampiran 14 Penjualan perusahaan


Harga Jual per Jumlah per Pendapatan (Rp 000)
Keterangan
kg (Rp000) bulan (kg) Per Bulan Pe Tahun
Asumsi penjualan
1 7 00 443 700 5 324 400 tahun pertama sebesar
1.5 Ton per Bulan
261 Asumsi penjualan
tahun berikutnya
2 000 522 000 6 264 000
sebesar 2 Ton per
Bulan

Lampiran 15 Harga rimpang kunyit segar yang diterima petani


Jumlah Bahan
Tahun Uraian Jumlah (Rp000)
baku (kg)
Tahun Biaya bahan baku 2 207 790
Pertama Harga bahan baku per kg 9
252 636
Tahun Biaya bahan baku 3 067 652
Berikutnya Harga bahan baku per kg 12
62

Lampiran 16 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun (dalam Rp000)


Tahun
No Uraian Komponen
0 1 2 3 4 5

I Inflow
1. Penjualan 0 5 324 400 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 264 000
2. Dana Investor 2 124 456
3. Nilai sisa 270 955
Total Inflow 0 7 448 856 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 534 955

II Outflow
1. Biaya Investasi 2 065 470 2 940 2 940 2 940 2 940 77 460
Total Biaya Investasi 2 065 470 2 940 2 940 330 2 940 77 460
2. Biaya Operasional
Biaya Tetap 341 500 341 500 341 500 341 500 341 500
Biaya Variabel 366 336 369 720 369 720 369 720 369 720
Total Biaya Operasional 707 836 711 220 711 220 711 220 711 220
3. Cicilan pinjaman 1 062 228 1 062 228
Total Biaya Non Operasional 1 062 228 1 062 228
Pajak Penghasilan (25%) 78 850 51 128 64 405 64 405 64 405
4. Bagi Hasil
Petani (70%, 75%) 2 207 790 3 067 652 3 864 323 3 864 323 3 864 323
Wirakoperasi (5%) 157 699 204 510 257 622 257 622 257 622
Desa (5%) 157 699 204 510 257 622 257 622 257 622
Investor (10%) 315 399 613 530 772 865 772 865 772 865
Total bagi hasil 2 838 588 4 090 202 5 152 431 5 152 431 5 152 431
Total outflow 2 065 470 4 690 442 5 917 718 5 930 996 5 930 996 5 930 996

III Saldo Usaha (net benefit) (2 065 470) 3 820 643 1 408 510 333 004 333 004 529 439
Arus Kas Non Operasional (2 065 470) (1 062 228) (1 062 228)
Akumulasi Saldo 692 945 1 039 227 1 372 231 1 705 235 2 234 674
Discount factor (i = 7.5%) 1 0.930 0.865 0.805 0.749 0.697
PV net benefit (2 065 470) 3 554 086 1 218 830 268 055 249 354 368 785
PV Benefit untuk Gross B/C 0 6 929 169 5 420 443 5 042 273 4 690 487 4 551 979
PV Biaya untuk Gross B/C 2 065 470 4 363 201 5 120 794 4 774 218 4 441 133 4 183 194
PV positif 5 659 110
PV negatif (2 065 470)

IV NPV 3 593 640

V Gross B/C 1.07

VI Net B/C 2.74

VII IRR 121.58%

VIII Pay back period (PP) 0.6


63

Lampiran 17 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun (dalam Rp000)


Tahun
No uraian komponen
1 2 3 4 5

I Inflow
1. Penjualan 5 324 400 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 264 000
Total inflow 5 324 400 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 264 000

II Outflow
2. Biaya Operasional
Biaya Tetap 341 500 341 500 341 500 341 500 341 500
Biaya Variabel 366 336 369 720 369 720 369 720 369 720
3. Biaya Penyusutan 400 350 400 350 400 350 400 350 400 350
Total Biaya Operasional 1 108 186 1 111 570 1 111 570 1 111 570 1 111 570
Biaya Non Operasional 1 062 228 1 062 228

III Laba sebelum bagi hasil 3 153 986 4 090 202 5 152 431 5 152 431 5 152 431

IV Bagi Hasil
Petani (70%, 75%) 2 207 790 3 067 652 3 067 652 3 067 652 3 067 652
Desa (5%) 157 699 204 510 257 622 257 622 257 622
Wirakoperasi (5%) 157 699 204 510 257 622 257 622 257 622
Koperasi (10%, 5%) 315 399 204 510 257 622 257 622 257 622
Investor (10%, 15%) 315 399 613 530 772 865 772 865 772 865

V Saldo Sebelum Pajak (EBT) 315 399 204 510 257 622 257 622 257 622

VI Pajak 25% 78 850 51 128 64 405 64 405 64 405

VII Pajak 0% (PPn) 0 0 0 0 0

VIII Laba bersih (EAT) 236 549 153 383 193 216 193 216 193 216
64

Lampiran 18 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman


berbunga (dalam Rp000)
Tahun
No Uraian Komponen
0 1 2 3 4 5

I Inflow
1. Penjualan 0 5 324 400 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 264 000
2. Pinjaman Bank 2 124 456
3. Nilai sisa 270 955
Total Inflow 0 7 448 856 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 534 955

II Outflow
1. Biaya Investasi 2 065 470 2 940 2 940 2 940 2 940 77 460
Total Biaya Investasi 2 065 470 2 940 2 940 330 2 940 77 460
2. Biaya Operasional
Biaya Tetap 341 500 341 500 341 500 341 500 341 500
Biaya Variabel 366 336 369 720 369 720 369 720 369 720
Total Biaya Operasional 707 836 711 220 711 220 711 220 711 220
3. Cicilan pinjaman 1 164 733 1 164 733
Total Biaya Non Operasional 1 164 733 1 164 733
Pajak Penghasilan (25%) 78 850 51 128 64 405 64 405 64 405
4. Bagi Hasil
Petani (70%, 75%) 2 136 037 2 990 773 3 864 323 3 864 323 3 864 323
Wirakoperasi (5%) 152 574 199 385 257 622 257 622 257 622
Desa (5%) 152 574 199 385 257 622 257 622 257 622
Total bagi hasil 2 441 185 3 389 543 4 379 566 4 379 566 4 379 566
Total outflow 2 065 470 4 395 544 5 319 563 5 158 131 5 158 131 5 158 131

III Saldo Usaha (net benefit) (2 065 470) 4 218 046 2 109 170 5 158 131 5 158 131 5 232 651
Arus Kas Non Operasional (2 065 470) (1 164 733) (1 164 733)
Akumulasi Saldo 987 842 1 932 279 3 038 148 4 144 016 5 446 320
Discount factor (i = 7.5%) 1 0.930 0.865 0.805 0.749 0.697
PV net benefit (2 065 470) 3 923 763 1 825 133 890 181 828 075 907 131
PV Benefit untuk Gross B/C 0 6 929 169 5 420 443 5 042 273 4 690 487 4 551 979
PV Biaya untuk Gross B/C 2 065 470 4 088 878 4 603 192 4 152 092 3 862 411 3 644 848
PV positif 7 629 519
PV negatif (2 065 470)

IV NPV 6 308 813

V Gross B/C 1.19

VI Net B/C 3.69

VII IRR 156.73%

VIII Pay back period (PP) 0.34


65

Lampiran 19 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman


berbunga (dalam Rp000)
Tahun
No uraian komponen
1 2 3 4 5

I Inflow
1. Penjualan 5 324 400 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 264 000
Total inflow 5 324 400 6 264 000 6 264 000 6 264 000 6 264 000

II Outflow
2. Biaya Operasional
Biaya Tetap 341 500 341 500 341 500 341 500 341 500
Biaya Variabel 366 336 369 720 369 720 369 720 369 720
3. Biaya Penyusutan 400 350 400 350 400 350 400 350 400 350
Total Biaya Operasional 1 108 186 1 111 570 1 111 570 1 111 570 1 111 570
Biaya Non Operasional 1 164 733 1 164 733

III Laba sebelum bagi hasil 3 051 481 3 987 697 5 152 431 5 152 431 5 152 431

IV Bagi Hasil
Petani (70%, 75%) 2 136 037 2 990 773 3 864 323 3 864 323 3 864 323
Desa (5%) 152 574 199 385 257 622 257 622 257 622
Wirakoperasi (5%) 152 574 199 385 257 622 257 622 257 622
Koperasi (10%, 5%) 305 148 199 385 257 622 257 622 257 622

V Saldo Sebelum Pajak (EBT) 305 148 199 385 257 622 257 622 257 622

VI Pajak 25% 76 287 49 846 64 405 64 405 64 405

VII Pajak 0% (PPn) 0 0 0 0 0

VIII Laba bersih (EAT) 228 861 149 539 193 216 193 216 193 216
Lampiran 20 Laporan arus kas di tahun pertama (dalam Rp000)
Bulan ke-
No Uraian Komponen
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I Inflow
1. Penjualan 0 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700
2. Dana Inestor 2 124 456
3. Nilai Sisa
Total inflow 0 2 568 470 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700
II Outflow
1. Biaya investasi 2 065 470 2 940
Total biaya investasi 2 065 470 2 940
2. Biaya operasional
Biaya tetap 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458
Biaya variabel 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528
Total biaya operasional 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986 58 986
3. Cicilan pinjaman 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519
Biaya non operasional 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519
Pajak Penghasilan (25%) 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571
4. Bagi hasil
Petani (60%) 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983
Desa (5%) 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142
Wirakoperasi (5%) 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142
Inestor (10%) 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283
Total Bagi hasil 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549 236 549
Total outflow 2 065 470 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 390 625 393 565

III Saldo Usaha (net benefit) (2 065 470) 2 266 050 141 594 141 594 141 594 141 594 141 594 141 594 141 594 141 594 141 594 141 594 138 654
Arus Kas Non Operasional (2 065 470) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519)
Akumulasi Saldo 112 061 165 136 218 211 271 286 324 361 377 436 430 510 483 585 536 660 589 735 642 810 692 945
66
Lampiran 21 Laporan laba rugi tahun pertama (dalam Rp000)
Bulan ke-
No Uraian Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I Inflow
1. Penjualan 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700
Total inflow 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700 443 700

II Outflow
2. Biaya Operasional
Biaya Tetap 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458 28 458
Biaya Variabel 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528 30 528
3. Biaya Penyusutan 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362 33 362
Total Biaya Operasional 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349 92 349
Biaya Non Operasional 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519 88 519

III Laba sebelum bagi hasil 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832 262 832

IV Bagi hasil
Petani (60%) 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983 183 983
Wirakoperasi (5%) 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 14 622
Desa (5%) 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 13 142 14 622
Koperasi (33%) 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283
Investor (10%) 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283

V Laba Koperasi (EBT) 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283 26 283

VI Pajak 25% 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571 6 571
Pajak 0% (ppn) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

VII Laba bersih (EAT) 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712 19 712

67
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 13 September 1989. Penulis adalah putri


dari Suwedi dan Supartini, dan merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dengan
kakak bernama Pratiwi Widhyastuti.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1995 di SD Barunawati IV
Jakarta Utara hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 hingga tahun 2004 penulis
melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pacet Cianjur. Tahun 2004 hingga tahun
2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Cilaku Cianjur. Pada tahun
2007 hingga 2010 penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswi di Program
Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur PMDK (Penerimaan Berdasarkan Minat dan Kemampuan). Tahun
2011 hingga sekarang penulis melanjutkan studi di Program Alih Jenis Agribisnis
IPB.
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis berpartisipasi dalam kegiatan
intra kampus sebagai panitia training The Seven Awereness pada saat melanjutkan
studi di Diploma IPB dan panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Program Alih Jenis
Agribisnis.

Anda mungkin juga menyukai