WIGANDA
Wiganda
NIM H24164024
ABSTRAK
WIGANDA. Kajian Pengurangan Pemborosan Proses Produksi Kemasan Karton
Bergelombang dengan Lean Six Sigma di PT Dayacipta Kemasindo Plant
Karawang. Dibimbing oleh HETI MULYATI.
PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang merupakan salah satu
perusahaan yang memproduksi karton bergelombang. Perusahaan tersebut
menghadapi permasalahan pemborosan berupa waktu menunggu, gerakan yang
tidak diperlukan, dan produk cacat khususnya produk XYZ. Lean Six Sigma dapat
digunakan sebagai pendekatan yang sistematis untuk mengurangi pemborosan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab
pemborosan pada proses produksi dan menganalisis pengurangan pemborosan
dengan Lean Six Sigma di perusahaan tersebut. Metode penelitian menggunakan
metode Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) yang
divisualisasikan dengan Value Stream Mapping kemudian ditelusuri akar
masalahnya menggunakan Root Cause Analysis berupa diagram fishbone. Hasil
usulan perbaikan menunjukkan pengurangan aktivitas Necessary but Non Value
Added (NNVA) dari 24.22 menjadi 6.22 jam, aktivitas Non Value Added (NVA)
dari 21.73 jam menjadi 6.00 jam. Pengurangan masing-masing aktivitas dapat
meningkatkan nilai Process Cycle Efficiency (PCE) dari 4.27% menjadi 9.48%, dan
peningkatan nilai sigma dari 3.95 menjadi 4.20.
Kata kunci: lean six sigma, metode DMAIC, pemborosan, value stream mapping
ABSTRACT
WIGANDA. Study on Waste Reduction of Corrugated Carton Packaging through
Lean Six Sigma at PT Dayacipta Kemasindo Karawang Plant. Supervised by HETI
MULYATI.
PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang is one of the companies that
producing corrugated carton. The company have waste problems in production such
as waiting time, unnecessary motions, and defect, especially on XYZ product. Lean
Six Sigma can be used as a systematic approach to reduce the wastes. This study
aims to identify the types and causes of waste in the production and to analyze
reduction of waste with lean six sigma. The research method used Define, Measure,
Analyze, Improve, Control (DMAIC) method that visualized in Value Stream
Mapping and then traced Root Cause Analysis using fishbone diagram. The result
shown that through improvement the NNVA activities can be reduced from 24.22
hour to 6.22 hours, while NVA activities from 21.73 to 6.00 hours. The reduction
of each activity increase in PCE value from 4.27% to 9.48%, and increase sigma
value from 3.95 to 4.20.
Key words: DMAIC method, lean six sigma, value stream mapping, waste
ii
KAJIAN PENGURANGAN PEMBOROSAN PROSES
PRODUKSI KEMASAN KARTON BERGELOMBANG
DENGAN LEAN SIX SIGMA DI PT DAYACIPTA
KEMASINDO PLANT KARAWANG
WIGANDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
penulis dalam penelitian ini adalah manajemen produksi dan operasi pada
pembahasan khusus mengenai lean manufacturing dengan judul Kajian
Pengurangan Pemborosan Proses Produksi Kemasan Karton Bergelombang dengan
Lean Six Sigma di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr rer pol Heti Mulyati, STP,
MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyusunan
penelitian ini. Penulis berterima kasih juga kepada Ibu Dr Wita Juwita Ermawati
STP, MM dan Ibu Stevia Septiani SE, MSi selaku dosen penguji. Disamping itu,
ungkapan terima kasih kepada Bapak Wira Atmaja selaku pembimbing lapang
selama penelitian yang telah mengarahkan selama penelitian, serta pihak PT
Dayacipta Kemasindo plant Karawang yang telah memberikan izin penelitian.
Ungkapan terima kasih juga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu Ayahanda
Winarja dan Ibunda Adah yang senantiasa mendukung dan memberi nasihat selama
penelitian serta sahabat penulis yaitu Hifzhan Hibatullah, Alviansyah Praja, Raden
Rahmawati Widjaya, Budi Mulyanto, dan Ida Suryani yang telah memberikan
semangat dan dukungan penyelesaian skripsi ini.
Demikian ucapan terima kasih yang penulis sampaikan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan perusahaan.
Wiganda
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Pemborosan 4
Lean Manufacturing 4
Lean Six Sigma 5
Value Stream Mapping 7
Penelitian Terdahulu 8
METODE 9
Kerangka Pemikiran 9
Lokasi dan Waktu Penelitian 10
Jenis dan Sumber Data 10
Metode Pengolahan dan Analisis Data 11
Tahap Define 11
Tahap Measure 12
Tahap Analyze 13
Tahap Improve 14
Tahap Control 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Tahap Define 14
Gambaran Umum PT Dayacipta Kemasindo 14
Identifikasi Produk 15
Identifikasi Proses Mayor 15
Penyusunan Process Activity Mapping Saat Ini 16
Identifikasi Pemborosan 17
Pemetaan Value Stream Mapping Saat Ini 18
Tahap Measure 18
Tahap Analyze 20
Waktu Menunggu 20
Gerakan yang Tidak Diperlukan 21
Creasing Pecah 22
Tahap Improve 23
Pengurangan Waktu Menunggu 23
Pengurangan Gerakan yang Tidak Diperlukan 25
Pengurangan Cacat Creasing Pecah 27
Process Activity Mapping Setelah Perbaikan 27
Pemetaan Value Stream Mapping Setelah Perbaikan 28
Tahap Control 28
Implikasi Manajerial 28
ii
DAFTAR TABEL
1 KPI bagian produksi PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang 2
2 Tingkat sigma 6
3 Jenis, sumber, metode pengumpulan data, dan teknik pengolahan data 11
4 Karakteristik operasional industri 13
5 Rincian jenis pemborosan 18
6 Waktu acuan perhitungan PCE 19
7 Nilai DPMO, tingkat sigma, dan Yield 20
8 Penyebab pemborosan waktu menunggu 21
9 Penyebab pemborosan gerakan yang tidak diperlukan 22
10 Penyebab pemborosan creasing pecah 23
11 Komponen aktivitas Non Value Added 24
12 Perbandingan PAM saat ini dan setelah perbaikan 28
13 Perbandingan jarak sebelum perbaikan dan usulan perbaikan 29
DAFTAR GAMBAR
1 Value stream mapping 8
2 Kerangka pemikiran 10
3 Diagram tulang ikan (fishbone) 13
4 Diagram SIPOC produk XYZ 15
5 Persentase sifat aktivitas produksi produk XYZ 17
6 Nilai pemborosan 18
7 Tingkat defect produk XYZ 19
8 Diagram fishbone waktu menunggu 20
9 Diagram fishbone gerakan yang tidak diperlukan 21
10 Diagram fishbone creasing pecah 22
11 Perbandingan waktu siklus proses dengan takt time 24
12 Komponen pembentuk waktu siklus 24
13 Perbandingan waktu siklus saat ini dan setelah perbaikan 25
14 Tata letak sebelum perbaikan 26
15 Tata letak usulan perbaikan 26
16 Persentase waktu PAM setelah perbaikan 27
17 Perbandingan jumlah defect creasing pecah 29
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner identifikasi pemborosan 37
2 Nilai pemborosan 39
3 Nilai lead time 40
4 Process Activity Mapping saat ini 41
5 Value Stream Mapping saat ini 42
6 Process Activity Mapping setelah perbaikan 43
7 Value Stream Mapping setelah perbaikan 44
iv
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemasan berkontribusi besar dalam kebutuhan industri, terutama sebagai
pelindung produk, sarana identitas produk, dan sarana meningkatkan daya tarik
konsumen. Selain itu, kemasan memiliki peranan langsung terhadap daya saing
produk yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat (Kemendag 2016). Jenis
kemasan dikelompokkan berdasarkan material yang digunakan, yaitu kemasan
fleksibel, paperboard, plastik kaku, kaleng logam, tas anyaman, dan bahan gelas.
Material kemasan yang paling banyak berkontribusi pada industri kemasan di
Indonesia adalah kemasan fleksibel (45%), paperboard (29%), plastik kaku (15%),
kaleng logam (4%), tas anyaman (4%), dan bahan gelas (3%) (Mix Marketing
Communication 2016).
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh produsen kemasan di Indonesia
adalah memproduksi kemasan dengan biaya yang efisien, menarik bagi pelanggan,
dan ramah lingkungan. Hal tersebut memberikan peluang pertumbuhan pada
industri kemasan berjenis paperboard (29%) yang bersifat ramah lingkungan
(green packaging). Kemasan paperboard digunakan sebagai kemasan sekunder
atau tersier. Hal tersebut berbeda dengan kemasan fleksibel yang berbahan dasar
seperti alumunium foil, film, plastik, dan selofan dengan karakteristik mengikuti
bentuk produk yang dikemas serta berfungsi sebagai kemasan primer.
Kemasan karton bergelombang merupakan salah satu jenis kemasan paper
board. Kemasan tersebut berbentuk kotak yang terbuat dari lapisan kertas kraft
liner dan kertas medium yang dirancang bergelombang. Lapisan bergelombang
tersebut yang membedakan kemasan karton bergelombang dengan jenis kemasan
lainnya. Kemasan ini digunakan untuk melindungi produk selama penyimpanan di
gudang, transportasi, dan distribusi.
Industri karton bergelombang berfokus pada pengurangan pemborosan
dalam upaya meningkatkan efisiensi sehingga berdampak pada peningkatan
pendapatan, mutu produk, volume penjualan dan penurunan biaya produksi.
Pemborosan tersebut dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian yaitu pemborosan
internal dan eksternal. Pemborosan internal terdapat pada proses produksi,
sedangkan pemborosan eksternal seperti pengembalian produk dari pelanggan
karena menerima produk yang tidak sesuai spesifikasi (CIS 2015).
PT Dayacipta Kemasindo plant Karawang merupakan salah satu perusahaan
yang memproduksi karton bergelombang. Saat ini, perusahaan tengah menghadapi
kendala pemborosan proses produksi yaitu meningkatnya persentase produk cacat
pada mesin Converting dan downtime dari target yang ditentukan. Hal tersebut
merupakan bentuk pemborosan internal yang berdampak pada ketidakefisienan
proses produksi baik dalam kinerja kapabilitas proses produksi maupun lead time
produksi. Peningkatan pemborosan kedua indikator tersebut ditunjukkan dengan
Key Performance Indicators (KPIs) bagian produksi pada Tabel 1.
2
memakai sistem tarik (pull system) atau sistem dorong (push system). Simbol yang
digunakan dalam tahapan proses berisi informasi jumlah pekerja, cycle time (C/T),
changeover time (C/O), dan informasi relevan lainnya dalam proses. Tahapan
proses saling terhubung dengan garis termasuk simbol tingkat persedian atau
simbol waktu menunggu diantara dua proses. Ukuran waktu yang diperlukan
terletak di paling bawah peta yang terdiri dari waktu untuk proses yang bernilai
tambah dan waktu untuk proses yang tidak bernilai tambah. Ukuran waktu tersebut
menjadi dasar untuk melakukan perbaikan value stream mapping.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa permasalahan yang
menjadi fokus penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pemborosan apa saja yang terjadi dan penyebabnya pada proses produksi
kemasan karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang?
2. Bagaimana alternatif perbaikan dalam mengurangi pemborosan proses produksi
kemasan karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis dan penyebab pemborosan pada proses produksi kemasan
karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang.
2. Menganalisis alternatif perbaikan dalam mengurangi pemborosan pada proses
produksi kemasan karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant
Karawang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi :
1. Peneliti, dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan pendekatan lean six
sigma di perusahaan karton bergelombang yang komprehensif.
2. Perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam perbaikan
kinerja proses produksi secara terpadu dalam mengatasi pemborosan khususnya
lead time dan produk cacat.
3. Akademisi, diharapkan dapat menjadi sumber acuan dalam melakukan
penelitian selanjutnya khususnya mengenai pendekatan lean six sigma.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian difokuskan pada proses produksi karton bergelombang
khususnya produk XYZ dengan mempertimbangkan kompleksitas proses produksi
dan pola permintaan bersifat continuous order. Produk XYZ memiliki 5 (lima)
tahapan proses mayor dimana proses terakhir yaitu wrapping merupakan pelayanan
khusus dalam pengemasan. Produk XYZ dikategorikan sebagai fast moving order
karena frekuensi permintaan produk XYZ tinggi dengan jumlah permintaan 28 000
pcs per pengiriman. Penelitian dilakukan berdasarkan tahapan Define, Measure,
Analyze, Improve, Control (DMAIC) menurut Gaspersz (2017).
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pemborosan
diukur secara statistik dengan hanya 3.4 cacat untuk setiap satu juta peluang.
Manfaat yang diperoleh dari six sigma meliputi pengurangan biaya, peningkatan
produktivitas, penumbuhan pangsa pasar, pengurangan waktu siklus, pengurangan
cacat pada produk, dan pengembangan produk. Sasaran dalam peningkatan kinerja
six sigma adalah mengurangi variasi dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh
spesifikasi pelanggan. Perhitungan hasil proses menggunakan sebuah tabel untuk
menentukan tingkat sigma. Tingkat sigma dari kinerja diartikan dalam Defects per
Millions Opportunities (DPMO) yang mengindikasikan berapa banyak kesalahan
yang muncul jika sebuah aktivitas diulang satu juta kali. Hal itu merupakan cara
bagaimana DPMO dapat menggambarkan kapabilitas sebuah proses. Tingkat sigma
tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat sigma
Persentase (%) DPMO Tingkat Sigma
30.9 690 000 1
69.2 308 000 2
93.3 66 800 3
99.4 6 210 4
99.98 320 5
99.9997 3.4 6
Sumber : Pande et al. (2002)
Menurut Gaspersz (2017), implementasi lean six sigma dapat menggunakan
metode Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Tahapan DMAIC
terdiri dari :
1. Define
Tahapan ini merupakan tahapan pertama yang berfokus pada identifikasi
keinginan pelanggan, identifikasi pemangku kepentingan, pemetaan proses
produksi, dan penentuan prioritas masalah. Faktor penentu keberhasilan pada
tahapan ini adalah penetapan masalah dan tujuan yang jelas.
Identifikasi keinginan pelanggan merupakan nilai produk yang ditawarkan
kepada pelanggan berdasarkan perspektif pelanggan. Secara umum nilai produk
yang ditawarkan kepada pelanggan berkaitan dengan: (1) kualitas produk sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan disepakati bersama, (2) harga produk
yang kompetitif dibandingkan dengan kompetitor pada tingkat kualitas yang sama,
(3) penyerahan tepat waktu sesuai kesepakatan kontrak pembelian, (4) pelayanan-
pelayanan yang terkait dengan produk, penyerahan produk, dan pelayanan purna
jual, (5) hal-hal spesifik lainnya yang ditentukan oleh pelanggan.
Identifikasi pemangku kepentingan dan pemetaan produk dapat dilakukan
dengan pemetaan produk individual, kelompok produk, atau lini produk sepanjang
value stream process. Pemetaan tersebut dilakukan dengan menggunakan diagram
Supplier, Input, Process, Output, Customer (SIPOC) (Saludin 2016). Diagram
SIPOC digunakan untuk mengidentifikasi pemasok dan input ke dalam proses,
urutan proses, dan output proses. Hasil pemetaan diagram SIPOC dirinci ke dalam
Process Activity Mapping (PAM) yang merupakan alat analisis value stream
mapping. Alat ini merinci setiap aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi,
sehingga keadaan yang terjadi saat ini digolongkan kedalam Value Added (VA)
yaitu aktivitas yang menambah nilai yang melibatkan konversi atau pemrosesan
bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, Necessary but Non
7
Value Added (NNVA) yaitu aktivitas tidak bernilai tambah namun masih
diperlukan, dan Non Value Added (NVA) yaitu pemborosan yang merupakan
aktivitas yang tidak perlu dan dapat dihilangkan sepenuhnya (Hines dan Rich
1997).
2. Measure
Tahapan ini merupakan penetapan Key Performance Indicators (KPIs)
sebagai dasar perbaikan yang diartikan sebagai terjemahan masalah ke dalam
bentuk yang terukur. Pengukuran dilakukan melalui pemilihan satu atau lebih
Critical to Quality (CTQ), validasi pengukuran, penilaian kapabilitas proses saat
ini, dan penentuan tujuan perbaikan.
3. Analyze
Tahapan ini merupakan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dan
penyebab yang menentukan CTQ melalui analisis faktor pengaruh potensial dan
memilih beberapa faktor yang penting.
4. Improve
Tahapan ini merupakan implementasi penyesuaian pada proses untuk
meningkatkan kinerja dari CTQ, merancang tindakan untuk mengoptimalkan CTQ,
dan melakukan uji coba tindakan perbaikan.
5. Control
Tahapan ini berfokus mempertahankan perubahan yang dibuat dalam
tahapan improve. Tujuannya adalah verifikasi empiris dari hasil perbaikan proses
dan sistem pengendalian berkelanjutan melalui penentuan kapabilitas proses baru
dan penentuan rencana pengendalian.
Penelitian Terdahulu
Arifin (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan metode lean six
sigma dengan usulan perbaikan lini produksi yang mempertimbangkan faktor
lingkungan di PT Phillips Lighting Surabaya. Alat analisis menggunakan value
stream mapping yang menunjukkan terjadi pemborosan produk cacat pada mesin
finishing dan pemborosan waktu menunggu pada mesin mounting. Analisis akar
masalah menggunakan 5 Whys dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai sigma produk cacat dari
2.92 menjadi 3.08 dan nilai sigma waktu menunggu dari 2.83 menjadi 2.89.
Gultom (2013) melakukan penelitian mengenai penerapan lean six sigma
pada produksi transformator dalam upaya menerapkan konsep pengendalian mutu
dan pengurangan pemborosan. Metode yang digunakan adalah metode Define,
Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) dan menggunakan alat analisis
value stream mapping. Hasil penelitian menunjukkan kondisi lean kondisi setelah
perbaikan adalah 82% dengan tingkat sigma pada tahap inspeksi 2 dan inspeksi 3
masing-masing sebesar 3.38 dan 4.01. Usulan perbaikan berupa penerapan prosedur
9
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
PT Dayacipta Kemasindo plant Karawang merupakan salah satu perusahaan
yang memproduksi karton bergelombang yang tengah menghadapi kendala
pemborosan proses produksi. Kendala yang dihadapi perusahaan saat ini adalah
meningkatnya pemborosan internal pada waste mesin Converting dan downtime.
Hal tersebut berdampak pada tingginya jumlah produk cacat pada stasiun kerja
Converting dan lamanya waktu produksi.
Upaya mengurangi pemborosan dilakukan dengan identifikasi aliran proses
secara keseluruhan dengan diagram SIPOC (Saludin 2016), rincian Process Activity
Mapping (PAM) dengan mengelompokkan aktivitas ke dalam Value Added (VA),
Necessary but Non Value Added (NNVA), dan Non Value Added (NVA) (Hines
dan Rich 1997), kemudian identifikasi pemborosan menurut 9 (sembilan) jenis
pemborosan (Gaspersz 2017). Informasi proses mayor, Process Activity Mapping
dan jenis pemborosan akan menjadi acuan dalam pemetaan Value Stream saat ini
(Russel dan Taylor 2014). Pemetaan tersebut harus diukur dengan Key Performance
Indicators (KPIs) yang meliputi Lead Time, Process Cycle Efficiency (PCE), dan
Defect Per Millions Opportunity (DPMO) (Gaspersz 2017). Pemborosan yang
dijadikan prioritas penyelesaian ditelusuri akar masalahnya dengan menggunakan
diagram fishbone. Usulan solusi perbaikan disusun dengan pemetaan Value Stream
Mapping setelah perbaikan yang akan menjadi pertimbangan perusahaan dalam
mengimplementasikan rancangan perbaikan. Kerangka pemikiran dapat dilihat
pada Gambar 2.
10
jumlah barang work in process, tata letak stasiun kerja, Standard Operating
Procedure (SOP) perusahaan, dan data statistik dari Departemen Produksi.
Kebutuhan data penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis, sumber, metode pengumpulan data, dan teknik pengolahan data
Metode
Sumber Teknik pengolahan
No Tujuan Jenis data pengumpulan
data data
data
1 Menganalisis Kualitatif Primer Wawancara, Diagram Supplier,
jenis dan dan dan kuesioner, Input, Process,
penyebab kuantitatif sekunder observasi Output, Customer
pemborosan lapang, dan (SIPOC), Process
pada proses perolehan data Activity Mapping
produksi perusahaan (PAM) saat ini, dan
Value Stream
Mapping saat ini
2 Menganalisis Kualitatif Primer Wawancara, Pengukuran Key
pengurangan dan dan observasi Performance
pemborosan kuantitatif sekunder lapang, dan Indicators (KPI),
menggunakan perolehan data diagram fishbone,
pendekatan perusahaan Process Activity
lean six sigma Mapping (PAM)
setelah perbaikan, dan
Value Stream
Mapping setelah
perbaikan
Nilai PCE dapat dibandingkan dengan acuan nilai PCE perusahaan lain
yang relevan seperti pada perusahaan Toyota Jepang sebesar 53 persen, perusahaan
lain di Jepang sekitar 50 persen, perusahaan di Amerika sekitar 30 sampai 40
persen, perusahaan di Indonesia masih dibawah 10 persen. Jika PCE lebih rendah
dari 30 persen, maka proses itu disebut un-Lean. Nilai PCE yang dihitung
disesuaikan dengan karakteristik operasional industri seperti tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik operasional industri
Typical Cycle World Class Cycle
Karakteristik penerapan
Efficiency Efficiency
Machining 1% 20%
Fabrication 10% 25%
Assembly 15% 35%
Continuous Manufacturing 30% 80%
Business Process-Transactional 10% 50%
Business Process-
5% 25%
Creative/Cognitive
Sumber: Gaspersz (2017)
3) Tingkat Defect Per Millions Opportunity (DPMO)
Indikator kunci ini berguna untuk menghitung ukuran-ukuran berbasis
peluang kegagalan. Perhitungan ukuran menggunakan DPMO yang
mengindikasikan berapa banyak kegagalan yang akan muncul jika aktivitas diulang
satu juta kali. DPMO dijadikan ukuran untuk diterjemahkan kedalam tingkat sigma.
Hasil terjemahan tingkat sigma tersebut menunjukkan hasil pengukuran dari
pencapaian kapabilitas proses.
Jumlah kegagalan
DPMO = × 1 000 000 ..………………..………………(3)
Unit × peluang
Tahap Analyze
Tahapan ini dilakukan analisis sebab-akibat dari pemborosan menggunakan
Root Cause Analysis berupa diagram tulang ikan (fishbone) yang menjelaskan
sebab potensial berdasarkan sumber penyebabnya dan ditelusuri akar
permasalahannya seperti yang tersaji pada Gambar 3.
Tahap Improve
Pada tahap ini dilakukan usulan solusi perbaikan pemetaan value stream
dengan analisis perbandingan antara kondisi saat ini dengan kondisi setelah
perbaikan yang menunjukkan hasil pengurangan pemborosan.
Tahap Control
Tahapan terakhir dilakukan pengendalian terhadap usulan perbaikan dan
pemantauan KPI secara terus-menerus dari hasil perbaikan.
Proses utama dalam diagram SIPOC produk XYZ dijelaskan sebagai berikut :
1. Corrugated
Proses corrugated merupakan proses awal yang memproses bahan baku roll
kertas menjadi ukuran-ukuran tertentu sesuai spesifikasi pesanan di mesin
Corrugator. Proses ini dapat menghasilkan sheet baik Single Wall maupun Double
Wall melalui tahapan yang terdiri dari pelemasan kertas untuk bahan flute dengan
uap dalam tempat pre-conditioner, kemudian dibentuk flute sesuai spesifikasi yang
diminta. Flute yang telah terbentuk diberi lapisan lem yang berbahan baku tepung
tapioka yang kemudian ditempelkan dengan liner pertama yang telah dipanaskan di
tempat pre-heater dan ditekan sehingga menjadi Single Face. Selanjutnya hasil
tersebut ditempelkan dengan liner kedua agar menjadi Single Wall. Hasil tersebut
didinginkan menuju proses slitter yang akan memotong Sheet Single Wall sesuai
dimensi tertentu dan diberi lipatan.
2. Converting
Proses converting merupakan proses memasukkan sheet hasil proses
corrugated untuk dicetak pada unit print sesuai desain cetakan pesanan, kemudian
hasil cetakan tersebut dipotong pada Slotter dan Die Cut untuk membentuk flap dan
joint yang selanjutnya akan disambungkan pada area stiching atau gluing.
3. Pembersihan trim
Hasil proses converting masih menyisakan trim yang menempel pada area-
area pemotongan, sehingga area-area tersebut dibersihkan. Trim dipisahkan secara
manual oleh pekerja-pekerja yang berada pada stasiun kerja. Proses pembersihan
dilakukan bersama dengan penyusunan ke atas pallet.
4. Palletizing
Proses ini merupakan proses manual yang membutuhkan banyak pekerja
yang melakukan pembagian tugas seperti penghitungan jumlah yang ditentukan,
perapihan susunan di meja kerja, peletakan ke atas pallet, dan terakhir pengikatan
dengan strapping manual.
5. Wrapping
Proses wrapping berfungsi untuk membungkus susunan barang jadi dalam
pallet dengan plastik wrap di mesin Wrapping. Selanjutnya barang jadi dari hasil
proses ini dipindahkan ke area sementara sebelum dipindahkan ke area loading
pengiriman.
Proses mayor tersebut disusun berdasarkan pola process layout. Hal tersebut
dibuktikan dengan pengelompokkaan mesin-mesin yang serupa. Pola tersebut
mengakibatkan aliran produksi memiliki pola terputus-putus sehingga
mengakibatkan waktu menunggu untuk operasi selanjutnya.
4) Penyusunan Process Activity Mapping Saat Ini
Penyusunan PAM merupakan tahap identifikasi yang melibatkan semua
aktivitas baik Value Added (VA), Necessary Value Added (NNVA), dan Non Value
Added (NVA) (Hines dan Rich 1997). Tabel penyusunan Process Activity Mapping
saat ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Sifat aktivitas dikelompokkan menjadi 3
aktivitas yaitu Value Added (9 aktivitas), Necessary but Value Added (14 aktivitas),
dan Non Value Added (7 aktivitas). Persentase waktu dari masing-masing aktivitas
tersaji pada Gambar 5.
17
Non Value
Added
(NVA)
44.88% Necessary
but Non
Value
Added
(NNVA)
50.02%
.
Nilai pemborosan
30 27
25
20
15 11 9
10 6
3 2
5
0
Waktu Gerakan yang Produk cacat Persediaan Transportasi Lingkungan,
menunggu tidak kesehatan,
diperlukan dan
keselamatan
produk XYZ setiap pengiriman sebesar 28 000 piece. Proses produksi produk XYZ
terdapat 5 (lima) tahapan proses yang mengakibatkan adanya aktivitas menunggu.
Barang WIP berupa lembaran karton yang merupakan barang hasil proses
sebelumnya dan perlu diproduksi lebih lanjut untuk menjadi produk jadi.
Identifikasi barang WIP pada area produksi terdapat di area WIP, converting,
palletizing, wrapping, dan area sementara. Jumlah WIP masing-masing area tersaji
pada Lampiran 3. Nilai rasio lead time terhadap tingkat pemenuhan pesanan sebesar
9.34 jam yang menunjukkan inefisiensi lamanya waktu WIP pada stasiun kerja.
2) Process Cycle Efficiency (PCE)
Besaran PCE disesuaikan dengan karakteristik operasional industri. Industri
karton bergelombang memiliki karakteristik sangat bergantung pada kapasitas
mesin sehingga acuan rentang batas bawah sebesar 1 persen dan batas atas sebesar
20 persen (Gaspersz 2017). Jenis waktu yang dijadikan acuan dalam perhitungan
nilai PCE seperti yang tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Waktu acuan perhitungan PCE
Waktu
Jenis Waktu
menit jam
Lead Time 560.56 9.34
Necessary but Non Value Added 2 532.98 42.22
Non Value Added 227.13 3.78
Value Added 148.13 2.47
Total Lead Time 3 468.82 57.81
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Nilai PCE pada proses produksi produk XYZ sebesar 4.27%. Nilai PCE
tersebut dinilai sebagai proses Un-Lean karena lebih rendah dari 30%. Namun
besaran nilai tersebut relatif sama dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia pada
umumnya yaitu di bawah angka 10% (Gaspersz 2017). Nilai tersebut dapat
ditingkatkan melalui pengurangan aktivitas Necessary but Non Value Added, Non
Value Added, dan Lead Time dengan target mendekati batas atas yaitu 20%
dijelaskan pada tahap Improve.
3) Tingkat Defect Per Millions Opportunity (DPMO)
Berdasarkan hasil dokumentasi dan observasi pengumpulan data produk defect
produk XYZ selama tahap measure, diperoleh grafik tingkat defect seperti yang
tersaji pada Gambar 7.
Jumlah defect (pcs)
6000 4 860
5000
4000
3000
2000 709 599
1000 142
0
Creasing pecah Bergaris Slotter lepas Bercak tinta
Kategori defect
3) Creasing Pecah
Pemborosan produk cacat creasing pecah merupakan persentase tertinggi
sebesar 77.02% dari seluruh kategori cacat produk XYZ. Pemborosan tersebut
terjadi di stasiun kerja converting. Analisis diagram fishbone creasing pecah tersaji
pada Gambar 10.
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Tahap Improve
Usulan perbaikan dilakukan dengan pengurangan waktu menunggu,
gerakan yang tidak diperlukan, dan cacat creasing pecah yang dijelaskan sebagai
berikut:
1) Pengurangan Waktu Menunggu
Waktu menunggu berkontribusi sebesar 227.13 menit dari keseluruhan proses
produksi produk XYZ. Hal ini disebabkan oleh penumpukkan barang work in
process di area WIP, loading mesin converting, pembersihan trim, palletizing,
wrapping dan penyimpanan sementara. Permasalahan tersebut dapat dihindari
dengan menerapkan takt time dan one piece flow. Masing-masing akan dibahas
sebagai berikut:
1. Takt time
Takt time digunakan sebagai nilai referensi dalam menyeimbangkan beban
stasiun kerja. Takt time berguna sebagai standardisasi waktu yang berlaku untuk
semua stasiun kerja dalam menyusun aktivitas produksi. Takt time dapat
mengurangi adjustment mesin, konsistensi waktu set up mesin, dan mengurangi
keterlibatan feeder dalam adjustment mesin, sehingga keseimbangan beban kerja
setiap stasiun kerja tercapai. Idealnya penetapan waktu siklus sama dengan takt time
meskipun hal ini sulit direalisasikan sehingga ada batasan tertentu yang dicapai
dengan perbaikan secara terus menerus berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di
perusahaan. Nilai takt time diperoleh sebesar 25.72 menit per batch. Perbandingan
waktu siklus dan takt time tersaji pada Gambar 11.
24
50
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Value Added Non Value Added
Hasil pengurangan waktu aktivitas Non Value Added tersebut seperti yang tersaji
pada Gambar 13.
50 40.65
menjaga keselamatan baik karyawan maupun barang yang diproses. Tata letak
kondisi saat ini tersaji pada Gambar 14.
kedatangan produk lainnya. Hal tersebut harus disertai dengan pencatatan yang
akurat dengan adanya papan informasi (visual management), sehingga waktu
kedatangan dan waktu pengeluaran dapat terdokumentasi dengan baik.
3) Pengurangan Cacat Creasing Pecah
Pemborosan pada produk cacat creasing pecah dapat dikurangi dengan
penerapan budaya 5S yang optimal. Budaya 5S memberikan hasil dalam
penyempurnaan segala aktivitas dan mengubah pekerja dalam merancang
pekerjaannya (Osada 2002). Budaya tersebut dibutuhkan dalam mengoptimalkan
segala aktivitas di lantai produksi. Penerapan budaya 5S (Seiri, Seiton, Seiso,
Seiketsu, Shitsuke) tidak sepenuhnya dilakukan dengan baik di sepanjang produksi
produk XYZ, sehingga perlu usulan perbaikan seperti:
1. Seiri (Ringkas), pemilahan barang WIP yang cacat sebelum dipindahkan ke
area loading mesin converting.
2. Seiton (Rapi), peletakan barang WIP pada tempat yang benar dan konsisten dan
pelabelan kode batch yang rapi dan jelas.
3. Seiso (Resik), penggantian unfill secara rutin dan terjadwal dan tidak terburu-
buru dalam memasang pisau Die Cut dan memeriksa seluruh elemen
pemasangan pada mesin.
4. Seiketsu (Rawat), ketelitian pekerja dalam membaca prosedur kerja, koordinasi
yang baik dengan departemen PPIC dan kepala regu pada masing-masing
stasiun kerja terkait waktu produksi, pemeliharaan lingkungan kerja dengan
rapi setiap set up mesin dan tersedianya Alat Pelindung Diri (APD).
5. Shitsuke (Rajin), seluruh pekerja membiasakan diri disiplin terhadap kinerja.
Process Activity Mapping Setelah Perbaikan
Berdasarkan usulan perbaikan pada masing-masing pemborosan maka
dapat disusun Process Activity Mapping setelah perbaikan. Process Activity
Mapping setelah perbaikan tersaji pada Lampiran 6. Jumlah aktivitas produksi
terjadi pengurangan dari 30 aktivitas menjadi 24 aktivitas disebabkan aktivitas
menunggu dihilangkan. Sehingga jumlah masing-masing sifat aktivitas yaitu Value
Added (9 aktivitas), Necessary but Value Added (14 aktivitas), dan Non Value
Added (1 aktivitas). Persentase waktu dari masing-masing aktivitas tersaji pada
Gambar 16.
Value
added (VA)
13.89%
Non Value
Added
(NVA)
42.29%
Necessary but
Non Value
Added (NNVA)
43.82%
Nilai sigma creasing pecah setelah perbaikan meningkat dari 3.95 menjadi
4.20. Biaya kegagalan internal selama fase pengukuran sebelum perbaikan sebesar
Rp 10 449 000 per minggu, sedangkan fase pengukuran setelah dilakukan perbaikan
menjadi Rp 4 981 550 per minggu. Sehingga perusahaan dapat menghemat biaya
sebesar Rp 5 467 450 per minggu.
Selanjutnya pada fungsi pengorganisasian (organizing), perusahaan
menetapkan sumberdaya yang diperlukan dan penugasan kepada ketua regu dan
pekerja operasional untuk melaksanakan usulan perbaikan pada masing-masing
stasiun kerja yang ditetapkan. Pada fungsi pelaksanaan (actuating), masing-masing
ketua regu dan pekerja operasional di masing-masing stasiun kerja melaksanakan
30
Simpulan
Berdasarkan tahapan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve,
Control) dapat disimpulkan bahwa pemborosan tertinggi pada proses produksi
produk XYZ di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang terdapat pada waktu
menunggu, gerakan yang tidak diperlukan, dan produk cacat.
Penyebab pemborosan dijelaskan sebagai berikut: Pertama, waktu
menunggu disebabkan oleh ketidakhandalan dalam adjustment mesin, skema
pemindahan barang yang sering berubah dan ketidakkonsistenan dalam penyusunan
WIP, waktu set up yang berubah-ubah, keterlibatan feeder dalam adjustment mesin
bersama operator, tidak adanya rincian waktu setiap aktivitas pengerjaan set up
mesin, dan frekuensi penempatan WIP kompleks. Kedua, gerakan yang tidak
diperlukan disebabkan oleh tidak adanya papan informasi (visual management),
tumpang tindihnya penggunaan area stasiun kerja, dan tidak optimalnya dalam
evaluasi kerja. Ketiga, produk cacat creasing pecah disebabkan oleh keterlambatan
intruksi kepada operator, operator terburu-buru dalam pemasangan, penggantian
unfill dan pisau Die Cut tidak terjadwal secara rutin, tidak optimalnya koordinasi
dengan kepala regu, dan setting mesin yang terburu-buru.
Pemborosan waktu menunggu dikurangi dengan pemberlakuan takt time
sehingga terjadi pengurangan waktu Non Value Added pada komponen waktu siklus
proses converting, pembersihan trim, dan palletizing. Kemudian pemberlakuan one
piece flow guna mengurangi jumlah WIP dan waktu Lead Time pada area stasiun
kerja serta memperlancar aliran material dengan pengoptimalan FIFO. Pemborosan
gerakan yang tidak diperlukan dikurangi dengan penataan ulang tata letak stasiun
kerja palletizing dan wrapping dan pengoptimalan FIFO. Kemudian pemborosan
produk cacat creasing pecah dikurangi dengan peningkatan budaya 5S (Seiri,
Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) dalam mengoptimalkan segala aktivitas di lantai
produksi.
Hasil usulan perbaikan menunjukkan pengurangan waktu aktivitas
Necessary but Non Value Added dari 24.22 jam menjadi 6.22 jam, waktu aktivitas
Non Value Added dari 21.73 jam menjadi 6.00 jam, dan nilai Lead Time dari 9.34
jam menjadi 6.60 jam. Pengurangan masing-masing aktivitas tersebut
meningkatkan nilai PCE dari 4.27% menjadi 9.48%. Nilai sigma creasing pecah
setelah perbaikan meningkat dari 3.95 menjadi 4.20. Biaya kegagalan internal
sebelum perbaikan sebesar Rp 10 449 000 berkurang setelah dilakukan perbaikan
menjadi Rp 4 981 550. Sehingga perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 5
467 450.
31
Saran
Saran terkait dengan penelitian yang dilakukan seperti:
1. Perlunya kajian lean manufacturing pada ruang lingkup berdasarkan family
product sehingga implikasi pada pengurangan pemborosan dinilai signifikan.
2. Perlunya kajian lean manufacturing pada jenis pemborosan lainnya yang
mempengaruhi value stream. Jenis pemborosan lainnya seperti Environmental,
Health and Safety (EHS), Overproduction, Not utilizing employees knowledge,
skills and ability, Transportation, Inventories, dan Excess processing.
3. Perlunya dilakukan kajian pengurangan pemborosan dengan indikator
pengukuran yang fleksibel dan disesuaikan dengan karakteristik industri,
sehingga keterukuran KPI dapat dikendalikan secara rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Almansur AM. 2016. Peningkatan kinerja proses produksi biskuit dengan
pendekatan lean six sigma pada PT XYZ [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Arifin M. 2012. Aplikasi Metode Lean Six Sigma untuk Usulan Improvisasi Lini
Produksi dengan Mempertimbangkan Faktor Lingkungan (Studi kasus:
Departemen GLS (General Lighting Services) PT Philips Lighting Surabaya.
Jurnal Teknik ITS [Internet]. September 2012; [diunduh 2018 Maret 26]; 3(1):
Tersedia pada: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22507-2508100013-
Paper
Chintara AW. 2017. Peningkatan produktivitas dengan metode value stream
mapping di lini produksi kecap AMB 13 mL PT HAI [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[CIS]. Corrugated Industry Summit. 2015. Corrugated Industry. Diunduh pada
tanggal 14 April 2018. Tersedia pada: http://www.acca-website.org/wp-
content/uploads/2015/04/2014-Indonesia-Corrugated-Industry-Summit.pdf
Evans J, Lindsay W. 2015. An Introduction to Six Sigma & Process Improvement.
Stamford (US): Cengage Learning.
Fanani Z, Singgih ML. 2011. Implementasi Lean Manufacturing untuk Peningkatan
Produktivitas (Studi Kasus pada PT Ekamas Fortuna Malang). Didalam:
Anonim, editor. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII
[Internet]. [5 Februari 2011 Institut Teknologi Sepuluh Nopember]. Surabaya
(ID): Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember;
[diunduh 2018 Maret 18]. Tersedia pada: http://www.personal.its.ac.id/
files/pub/3907-moses-ie
Gaspersz V. 2017. Lean Six Sigma for Manufacturing and Services Industries.
Bogor (ID): Vinchristo Publication.
Gaspersz V. 2013. All-in-one Bundle of ISO and Continual Improvement: Contoh
Aplikasi pada Bisnis dan Industri. Bogor (ID): Vinchristo Bros.
Gultom S. 2013. Studi Pengendalian Mutu dengan Menggunakan Pendekatan Lean
Six Sigma pada PT XYZ. Jurnal Teknik Industri FT USU [Internet]. Oktober
2013; [diunduh 2018 Maret 28]; 3(2).23-30: Tersedia pada: https://media.
neliti.com/media/publications/219400-studi-pengendalian-mutu-dengan-
menggunakan pendekatan lean six sigma di PT XYZ
32
LAMPIRAN
36
37
Wiganda
DATA RESPONDEN
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Departemen :
Tanggal pengisian :
PETUNJUK PENGISIAN
Penilaian didasarkan pada penilaian responden mengenai pemborosan yang
terdapat pada setiap tahapan proses produksi. Responden dapat menilai dan
mengukur besarnya pemborosan menggunakan skala 0-4. Definisi dari skala yang
digunakan dapat ditentukan sebagai berikut:
0 = Tidak ditemukan pemborosan
1 = Pemborosan terjadi 1 minggu sekali
2 = Pemborosan terjadi 1 hari sekali
3 = Pemborosan terjadi 1 shift sekali
4 = Pemborosan terjadi 1 jam sekali
38
Jenis pemborosan
No Aktivitas proses produksi
E D O W N T I M E
1 Pemeriksaan roll kertas 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2 Pemindahan roll kertas ke gudang bahan 0 1 0 3 0 0 0 0 0
baku
3 Penyimpanan roll kertas 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Pemindahan roll kertas dari gudang bahan 0 1 0 0 0 0 0 0 0
baku ke area penyiapan kertas
5 Proses Corrugated 1 1 0 0 0 0 0 0 0
6 Pemeriksaan barang hasil proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Corrugated
7 Pemindahan barang hasil proses 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Corrugated ke area conveyor
8 Barang menunggu ditempatkan WIP 0 0 0 1 0 0 0 0 0
9 Pemindahan barang ke area WIP 0 1 0 0 0 0 0 0 0
10 Barang menunggu di area WIP 0 0 0 1 0 0 1 0 0
11 Pemindahan barang dari area WIP ke area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
loading mesin Converting
12 Barang menunggu ditempatkan ke area 0 0 0 4 0 0 0 0 0
loading mesin
13 Pemindahan barang dari area loading 0 0 0 0 0 0 0 0 0
converting ke area loading mesin
14 Proses Converting 1 4 0 3 0 0 1 3 0
15 Pemeriksaan barang hasil proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Converting
16 Pemindahan barang dari hasil Converting 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ke area pembersihan trim waste
17 Proses pembersihan trim waste 0 0 0 0 0 0 0 4 0
18 Barang menunggu dipindahkan ke area 0 0 0 1 0 0 1 0 0
palletizing
19 Pemindahan barang dari area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
pembersihan trim ke area palletizing
20 Proses palletizing 0 0 0 0 0 0 0 4 0
21 Barang menunggu dipindahkan ke area 0 0 0 4 0 0 1 0 0
wrapping
22 Pemindahan barang dari area palletizing 0 0 0 0 0 3 0 0 0
ke area wrapping
23 Proses wrapping 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Barang menunggu dipindahkan ke area 0 0 0 4 0 0 1 0 0
penyimpanan sementara
25 Pemindahan barang jadi ke area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
penyimpanan sementara
26 Pemeriksaan barang jadi hasil proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0
wrapping
27 Barang menunggu sebelum dipindahkan 0 0 0 4 0 0 1 0 0
ke area loading pengiriman
28 Pemindahan barang dari area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
penyimpanan sementara ke area loading
pengiriman
29 Pemeriksaan finish goods sebelum 0 0 0 1 0 0 0 0 0
dilakukan pengiriman
30 Pemindahan finish goods ke truk 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total nilai pemborosan 2 9 0 27 0 3 6 11 0
40
40
Lampiran 4 Nilai lead time
4 Area palletizing 1400 7000 2100 3500 2800 700 2800 2900 28000 2.48
Keterangan : O = Operation; T = Transportation; I = Inspection; S = Storage; D = Delay; VA = Value Added; NNVA = Necessary Non Value Added; NVA = Non Value Added
41
42
42
Lampiran 6 Value Stream Mapping saat ini
Keterangan : O = Operation; T = Transportation; I = Inspection; S = Storage; D = Delay; VA = Value Added; NNVA = Necessary Non Value Added; NVA = Non Value Added
43
44
44
Lampiran 8 Value Stream Mapping setelah perbaikan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Juli 1995. Penulis
merupakan anak kelima dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan Bapak Winarja dan
Ibu Adah. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN)
Babakanmadang 05 Kabupaten Bogor lulus pada tahun 2007, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1
Babakanmadang Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Babakanmadang
Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan
pendidikan di Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian
Manajemen Industri melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2013 dari Program Diploma Institut
Pertanian Bogor (IPB) dengan predikat Cumlaude. Pada tahun 2013 penulis
melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM IPB)
melalui jalur tes tulis. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti penulis selama di
kampus diantaranya Himpunan Profesi Akuntansi, Manajemen Agribisnis,
Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/Jasa (Himpro Akmapesa)
Diploma IPB tahun 2013 pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM) dan Diploma IPB Mengajar (DIM) tahun 2016 pada Divisi Akhlak Mulia
(AM).