Anda di halaman 1dari 61

KAJIAN PENGURANGAN PEMBOROSAN PROSES

PRODUKSI KEMASAN KARTON BERGELOMBANG


DENGAN LEAN SIX SIGMA DI PT DAYACIPTA
KEMASINDO PLANT KARAWANG

WIGANDA

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengurangan


Pemborosan Proses Produksi Kemasan Karton Bergelombang dengan Lean Six
Sigma di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2018

Wiganda
NIM H24164024
ABSTRAK
WIGANDA. Kajian Pengurangan Pemborosan Proses Produksi Kemasan Karton
Bergelombang dengan Lean Six Sigma di PT Dayacipta Kemasindo Plant
Karawang. Dibimbing oleh HETI MULYATI.
PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang merupakan salah satu
perusahaan yang memproduksi karton bergelombang. Perusahaan tersebut
menghadapi permasalahan pemborosan berupa waktu menunggu, gerakan yang
tidak diperlukan, dan produk cacat khususnya produk XYZ. Lean Six Sigma dapat
digunakan sebagai pendekatan yang sistematis untuk mengurangi pemborosan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab
pemborosan pada proses produksi dan menganalisis pengurangan pemborosan
dengan Lean Six Sigma di perusahaan tersebut. Metode penelitian menggunakan
metode Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) yang
divisualisasikan dengan Value Stream Mapping kemudian ditelusuri akar
masalahnya menggunakan Root Cause Analysis berupa diagram fishbone. Hasil
usulan perbaikan menunjukkan pengurangan aktivitas Necessary but Non Value
Added (NNVA) dari 24.22 menjadi 6.22 jam, aktivitas Non Value Added (NVA)
dari 21.73 jam menjadi 6.00 jam. Pengurangan masing-masing aktivitas dapat
meningkatkan nilai Process Cycle Efficiency (PCE) dari 4.27% menjadi 9.48%, dan
peningkatan nilai sigma dari 3.95 menjadi 4.20.

Kata kunci: lean six sigma, metode DMAIC, pemborosan, value stream mapping

ABSTRACT
WIGANDA. Study on Waste Reduction of Corrugated Carton Packaging through
Lean Six Sigma at PT Dayacipta Kemasindo Karawang Plant. Supervised by HETI
MULYATI.
PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang is one of the companies that
producing corrugated carton. The company have waste problems in production such
as waiting time, unnecessary motions, and defect, especially on XYZ product. Lean
Six Sigma can be used as a systematic approach to reduce the wastes. This study
aims to identify the types and causes of waste in the production and to analyze
reduction of waste with lean six sigma. The research method used Define, Measure,
Analyze, Improve, Control (DMAIC) method that visualized in Value Stream
Mapping and then traced Root Cause Analysis using fishbone diagram. The result
shown that through improvement the NNVA activities can be reduced from 24.22
hour to 6.22 hours, while NVA activities from 21.73 to 6.00 hours. The reduction
of each activity increase in PCE value from 4.27% to 9.48%, and increase sigma
value from 3.95 to 4.20.

Key words: DMAIC method, lean six sigma, value stream mapping, waste
ii
KAJIAN PENGURANGAN PEMBOROSAN PROSES
PRODUKSI KEMASAN KARTON BERGELOMBANG
DENGAN LEAN SIX SIGMA DI PT DAYACIPTA
KEMASINDO PLANT KARAWANG

WIGANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
iv
vi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
penulis dalam penelitian ini adalah manajemen produksi dan operasi pada
pembahasan khusus mengenai lean manufacturing dengan judul Kajian
Pengurangan Pemborosan Proses Produksi Kemasan Karton Bergelombang dengan
Lean Six Sigma di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr rer pol Heti Mulyati, STP,
MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyusunan
penelitian ini. Penulis berterima kasih juga kepada Ibu Dr Wita Juwita Ermawati
STP, MM dan Ibu Stevia Septiani SE, MSi selaku dosen penguji. Disamping itu,
ungkapan terima kasih kepada Bapak Wira Atmaja selaku pembimbing lapang
selama penelitian yang telah mengarahkan selama penelitian, serta pihak PT
Dayacipta Kemasindo plant Karawang yang telah memberikan izin penelitian.
Ungkapan terima kasih juga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu Ayahanda
Winarja dan Ibunda Adah yang senantiasa mendukung dan memberi nasihat selama
penelitian serta sahabat penulis yaitu Hifzhan Hibatullah, Alviansyah Praja, Raden
Rahmawati Widjaya, Budi Mulyanto, dan Ida Suryani yang telah memberikan
semangat dan dukungan penyelesaian skripsi ini.
Demikian ucapan terima kasih yang penulis sampaikan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan perusahaan.

Bogor, Agustus 2018

Wiganda
i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Pemborosan 4
Lean Manufacturing 4
Lean Six Sigma 5
Value Stream Mapping 7
Penelitian Terdahulu 8
METODE 9
Kerangka Pemikiran 9
Lokasi dan Waktu Penelitian 10
Jenis dan Sumber Data 10
Metode Pengolahan dan Analisis Data 11
Tahap Define 11
Tahap Measure 12
Tahap Analyze 13
Tahap Improve 14
Tahap Control 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Tahap Define 14
Gambaran Umum PT Dayacipta Kemasindo 14
Identifikasi Produk 15
Identifikasi Proses Mayor 15
Penyusunan Process Activity Mapping Saat Ini 16
Identifikasi Pemborosan 17
Pemetaan Value Stream Mapping Saat Ini 18
Tahap Measure 18
Tahap Analyze 20
Waktu Menunggu 20
Gerakan yang Tidak Diperlukan 21
Creasing Pecah 22
Tahap Improve 23
Pengurangan Waktu Menunggu 23
Pengurangan Gerakan yang Tidak Diperlukan 25
Pengurangan Cacat Creasing Pecah 27
Process Activity Mapping Setelah Perbaikan 27
Pemetaan Value Stream Mapping Setelah Perbaikan 28
Tahap Control 28
Implikasi Manajerial 28
ii

DAFTAR ISI (lanjutan)


SIMPULAN DAN SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 35
iii

DAFTAR TABEL
1 KPI bagian produksi PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang 2
2 Tingkat sigma 6
3 Jenis, sumber, metode pengumpulan data, dan teknik pengolahan data 11
4 Karakteristik operasional industri 13
5 Rincian jenis pemborosan 18
6 Waktu acuan perhitungan PCE 19
7 Nilai DPMO, tingkat sigma, dan Yield 20
8 Penyebab pemborosan waktu menunggu 21
9 Penyebab pemborosan gerakan yang tidak diperlukan 22
10 Penyebab pemborosan creasing pecah 23
11 Komponen aktivitas Non Value Added 24
12 Perbandingan PAM saat ini dan setelah perbaikan 28
13 Perbandingan jarak sebelum perbaikan dan usulan perbaikan 29

DAFTAR GAMBAR
1 Value stream mapping 8
2 Kerangka pemikiran 10
3 Diagram tulang ikan (fishbone) 13
4 Diagram SIPOC produk XYZ 15
5 Persentase sifat aktivitas produksi produk XYZ 17
6 Nilai pemborosan 18
7 Tingkat defect produk XYZ 19
8 Diagram fishbone waktu menunggu 20
9 Diagram fishbone gerakan yang tidak diperlukan 21
10 Diagram fishbone creasing pecah 22
11 Perbandingan waktu siklus proses dengan takt time 24
12 Komponen pembentuk waktu siklus 24
13 Perbandingan waktu siklus saat ini dan setelah perbaikan 25
14 Tata letak sebelum perbaikan 26
15 Tata letak usulan perbaikan 26
16 Persentase waktu PAM setelah perbaikan 27
17 Perbandingan jumlah defect creasing pecah 29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner identifikasi pemborosan 37
2 Nilai pemborosan 39
3 Nilai lead time 40
4 Process Activity Mapping saat ini 41
5 Value Stream Mapping saat ini 42
6 Process Activity Mapping setelah perbaikan 43
7 Value Stream Mapping setelah perbaikan 44
iv
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kemasan berkontribusi besar dalam kebutuhan industri, terutama sebagai
pelindung produk, sarana identitas produk, dan sarana meningkatkan daya tarik
konsumen. Selain itu, kemasan memiliki peranan langsung terhadap daya saing
produk yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat (Kemendag 2016). Jenis
kemasan dikelompokkan berdasarkan material yang digunakan, yaitu kemasan
fleksibel, paperboard, plastik kaku, kaleng logam, tas anyaman, dan bahan gelas.
Material kemasan yang paling banyak berkontribusi pada industri kemasan di
Indonesia adalah kemasan fleksibel (45%), paperboard (29%), plastik kaku (15%),
kaleng logam (4%), tas anyaman (4%), dan bahan gelas (3%) (Mix Marketing
Communication 2016).
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh produsen kemasan di Indonesia
adalah memproduksi kemasan dengan biaya yang efisien, menarik bagi pelanggan,
dan ramah lingkungan. Hal tersebut memberikan peluang pertumbuhan pada
industri kemasan berjenis paperboard (29%) yang bersifat ramah lingkungan
(green packaging). Kemasan paperboard digunakan sebagai kemasan sekunder
atau tersier. Hal tersebut berbeda dengan kemasan fleksibel yang berbahan dasar
seperti alumunium foil, film, plastik, dan selofan dengan karakteristik mengikuti
bentuk produk yang dikemas serta berfungsi sebagai kemasan primer.
Kemasan karton bergelombang merupakan salah satu jenis kemasan paper
board. Kemasan tersebut berbentuk kotak yang terbuat dari lapisan kertas kraft
liner dan kertas medium yang dirancang bergelombang. Lapisan bergelombang
tersebut yang membedakan kemasan karton bergelombang dengan jenis kemasan
lainnya. Kemasan ini digunakan untuk melindungi produk selama penyimpanan di
gudang, transportasi, dan distribusi.
Industri karton bergelombang berfokus pada pengurangan pemborosan
dalam upaya meningkatkan efisiensi sehingga berdampak pada peningkatan
pendapatan, mutu produk, volume penjualan dan penurunan biaya produksi.
Pemborosan tersebut dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian yaitu pemborosan
internal dan eksternal. Pemborosan internal terdapat pada proses produksi,
sedangkan pemborosan eksternal seperti pengembalian produk dari pelanggan
karena menerima produk yang tidak sesuai spesifikasi (CIS 2015).
PT Dayacipta Kemasindo plant Karawang merupakan salah satu perusahaan
yang memproduksi karton bergelombang. Saat ini, perusahaan tengah menghadapi
kendala pemborosan proses produksi yaitu meningkatnya persentase produk cacat
pada mesin Converting dan downtime dari target yang ditentukan. Hal tersebut
merupakan bentuk pemborosan internal yang berdampak pada ketidakefisienan
proses produksi baik dalam kinerja kapabilitas proses produksi maupun lead time
produksi. Peningkatan pemborosan kedua indikator tersebut ditunjukkan dengan
Key Performance Indicators (KPIs) bagian produksi pada Tabel 1.
2

Tabel 1 KPI bagian produksi PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang


Aktual
No Indikator Target
Januari Februari Maret
1 Pengendalian waste mesin Converting 0.05 1.17 1.17 1.33
(%)
2 Downtime (menit) 30 44.17 59.77 45.68
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo (2018), Data sekunder diolah (2018)
Pemborosan internal tersebut dapat diidentifikasi dengan 9 (sembilan)
kategori pemborosan (Gaspersz 2017). Kategori pemborosan tersebut diantaranya
(1) kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), (2) kecacatan atau kegagalan produk, (3)
produksi yang melebihi jumlah yang dipesan oleh pelanggan, (4) aktivitas
menunggu, (5) sumberdaya manusia karena tidak menggunakan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan secara optimum, (6) perpindahan yang berlebihan,
(7) persediaan yang berlebihan, (8) pergerakan yang tidak diperlukan, dan (9)
proses yang lebih panjang daripada yang seharusnya.
Upaya mengurangi pemborosan memerlukan pendekatan lean sebagai
metode untuk mengoptimalkan produksi melalui peniadaan pemborosan dan
penerapan aliran (Liker 2004). Keunggulan pendekatan ini terdapat pada
pengurangan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dengan cara
mengalirkan produk secara terus-menerus (material, work in process, output dan
informasi) menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan
eksternal untuk mengejar keunggulan (Gaspersz 2017). Pelanggan internal
merupakan bagian yang berada dalam perusahaan dan mempengaruhi kinerja
perusahaan, sedangkan pelanggan eksternal merupakan pembeli atau konsumen
akhir produk yang dihasilkan. Pengurangan pemborosan yang terjadi harus
dilakukan secara terukur dan sistematis. Oleh karena itu pendekatan lean dapat
dikombinasikan dengan six sigma. Six sigma berfokus pada target kinerja operasi
yang diukur secara statistik dengan hanya 3.4 kegagalan untuk setiap satu juta
peluang. Manfaat yang diperoleh dari six sigma meliputi pengurangan biaya,
peningkatan produktivitas, penumbuhan pangsa pasar, pengurangan waktu siklus,
pengurangan cacat pada produk, dan pengembangan produk.
Kombinasi kedua pendekatan tersebut menghasilkan konsep lean six sigma.
Lean six sigma merupakan suatu filosofi bisnis dan pendekatan yang sistematis
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan untuk mengejar
keunggulan dengan memproduksi 3.4 kegagalan untuk setiap satu juta kesempatan
atau operasi (Gaspersz 2017). Pendekatan ini merupakan sebuah inovasi
manajemen proses yang memiliki kelebihan dalam meningkatkan nilai tambah
produk kepada pelanggan, menghilangkan segala bentuk pemborosan dan
mendorong fleksibilitas aktivitas produksi yang mampu beradaptasi secara cepat
terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dengan lean system yang digambarkan
dalam value stream mapping.
Value stream mapping merupakan peta secara keseluruhan yang
menjelaskan aliran material, informasi waktu untuk membantu mengidentifikasi
pemborosan dalam sistem (Russel dan Taylor 2014). Semua atribut yang terlibat di
dalam proses digambarkan ke dalam sebuah peta yang memberikan informasi
tentang aliran informasi, aliran bahan baku, dan waktu yang diperlukan pada setiap
tahapan proses yang melibatkan banyak pihak. Aliran informasi dan bahan baku
3

memakai sistem tarik (pull system) atau sistem dorong (push system). Simbol yang
digunakan dalam tahapan proses berisi informasi jumlah pekerja, cycle time (C/T),
changeover time (C/O), dan informasi relevan lainnya dalam proses. Tahapan
proses saling terhubung dengan garis termasuk simbol tingkat persedian atau
simbol waktu menunggu diantara dua proses. Ukuran waktu yang diperlukan
terletak di paling bawah peta yang terdiri dari waktu untuk proses yang bernilai
tambah dan waktu untuk proses yang tidak bernilai tambah. Ukuran waktu tersebut
menjadi dasar untuk melakukan perbaikan value stream mapping.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa permasalahan yang
menjadi fokus penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pemborosan apa saja yang terjadi dan penyebabnya pada proses produksi
kemasan karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang?
2. Bagaimana alternatif perbaikan dalam mengurangi pemborosan proses produksi
kemasan karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis dan penyebab pemborosan pada proses produksi kemasan
karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang.
2. Menganalisis alternatif perbaikan dalam mengurangi pemborosan pada proses
produksi kemasan karton bergelombang di PT Dayacipta Kemasindo Plant
Karawang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi :
1. Peneliti, dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan pendekatan lean six
sigma di perusahaan karton bergelombang yang komprehensif.
2. Perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam perbaikan
kinerja proses produksi secara terpadu dalam mengatasi pemborosan khususnya
lead time dan produk cacat.
3. Akademisi, diharapkan dapat menjadi sumber acuan dalam melakukan
penelitian selanjutnya khususnya mengenai pendekatan lean six sigma.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian difokuskan pada proses produksi karton bergelombang
khususnya produk XYZ dengan mempertimbangkan kompleksitas proses produksi
dan pola permintaan bersifat continuous order. Produk XYZ memiliki 5 (lima)
tahapan proses mayor dimana proses terakhir yaitu wrapping merupakan pelayanan
khusus dalam pengemasan. Produk XYZ dikategorikan sebagai fast moving order
karena frekuensi permintaan produk XYZ tinggi dengan jumlah permintaan 28 000
pcs per pengiriman. Penelitian dilakukan berdasarkan tahapan Define, Measure,
Analyze, Improve, Control (DMAIC) menurut Gaspersz (2017).
4

TINJAUAN PUSTAKA

Pemborosan

Menurut Gaspersz (2017), pemborosan merupakan segala aktivitas kerja


yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi
output. Konsep pemborosan dikenalkan oleh Taiichi Ohno di Jepang pada tahun
1988 dalam upaya mengurangi pemborosan (muda) dan meningkatkan nilai tambah
bagi pelanggan (Liker 2004). Konsep tersebut pertama kali diterapkan di dalam
Toyota Production System (TPS). Secara umum pemborosan dikategorikan
berdasarkan sifat aktivitas yang terdiri dari aktivitas Value Added (VA), Non Value
Added (NVA), dan Necessary but Non Value Added (NNVA) (Hines dan Rich
1997). Aktivitas Value Added merupakan aktivitas yang memberikan nilai tambah
bagi pelanggan, sedangkan Non Value Added tidak memberikan nilai tambah bagi
pelanggan. Aktivitas Necessary but Non Value Added berada diantara dua kategori
tersebut yang merupakan aktivitas tidak memberikan nilai tambah bagi pelanggan
namun masih diperlukan.
Menurut Gaspersz (2017), pemborosan dibagi ke dalam 9 (sembilan)
kategori yang memiliki akronim E-DOWNTIME, yaitu:
1. Environmental, Health and Safety (EHS), yaitu jenis pemborosan yang terjadi
karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
2. Defects, yaitu jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan
produk.
3. Overproduction, yaitu jenis pemborosan yang terjadi karena produksi yang
melebihi jumlah yang dipesan oleh pelanggan.
4. Waiting, yaitu jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
5. Not utilizing employees knowledge, skills and ability, yaitu pemborosan
sumberdaya manusia karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan secara optimum.
6. Transportation, yaitu pemborosan yang terjadi karena perpindahan yang
berlebihan sepanjang proses value stream.
7. Inventories, yaitu pemborosan yang terjadi karena persediaan yang berlebihan.
8. Motion, yaitu pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang tidak
diperlukan.
9. Excess processing, yaitu pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah
proses yang lebih panjang daripada yang seharusnya.
Lean Manufacturing
Menurut Liker (2004), lean merupakan metode untuk mengoptimalkan
produksi barang atau jasa melalui peniadaan pemborosan dan penerapan aliran
sebagai pengganti sistem batch dan antrean. Lean merupakan filosofi manajemen
proses yang berasal dari Toyota Production System (TPS) yang menitikberatkan
pada pengurangan pemborosan dengan tujuan peningkatan kepuasan pelanggan.
Menurut Gaspersz (2017), lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan
sistematis untuk mengidentifikasi dan mengurangi pemborosan dengan cara
mengalirkan produk (material, work in process, output dan informasi)
5

menggunakan sistem tarik (pull system) secara terus-menerus untuk mengejar


keunggulan. Menurut Thangarajoo dan Smith (2015), prinsip utama yang dapat
diterapkan dalam Lean Manufacturing mencakup 5 (lima) hal, yaitu :
1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan
2. Mengidentifikasi value stream
3. Membuat nilai produk mengalir sepanjang value stream
4. Mengimplementasikan sistem tarik (pull system)
5. Peningkatan untuk mencapai keunggulan secara terus menerus
Menurut Jedynak (2015), faktor yang menentukan dalam penerapan lean
manufacturing mencakup 6 (enam) hal, yaitu :
1. Penerapan metodologi yang memadai
2. Dukungan manajemen dan proses komunikasi yang memadai
3. Manajemen perubahan yang memadai
4. Pengelolaan manajemen risiko yang memadai
5. Memahami kondisi kekuatan dan kelemahan organisasi
6. Integrasi pemasok yang memadai
Implementasi lean manufacturing dapat dilakukan di industri yang berbeda
seperti Fanani dan Singgih (2011) yang menerapkan pada industri kertas, Zetira
(2013) pada rantai pasokan komoditas pertanian yang menghasilkan perbaikan
dalam koordinasi dan kolaborasi yang tepat antar pihak yang terlibat, Kurniawan
(2012) pada lini produksi otomotif yang menunjukkan pemborosan terbesar dimulai
dari persediaan, gerakan yang tidak perlu, transportasi, dan waktu menunggu, dan
Hazmi et al. (2012) pada industri kemasan yang menunjukkan akar penyebab paling
berpotensial untuk pemborosan kritis antara lain kelalaian operator, kurangnya
perawatan mesin, dan keterampilan yang diinginkan tidak terpenuhi.
Lean Six Sigma
Lean six sigma merupakan integrasi pendekatan yang mampu meningkatkan
produktivitas dalam aktivitas manajemen produksi dan operasi untuk mengurangi
pemborosan (Evans dan Lindsay 2015). Pendekatan tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan dengan cara mengalirkan produk
(material, work in process, dan output) dan informasi menggunakan sistem tarik
(pull system) secara terus-menerus untuk mencapai tingkat kinerja 6 (enam) sigma
dengan memproduksi 3.4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan (Gaspersz 2017).
Hal yang membedakan antara lean dan six sigma adalah lean berfokus pada
mengurangi pemborosan membuat aliran proses berjalan dengan baik, sedangkan
six sigma berfokus pada mengurangi variasi dan peningkatan kapabilitas proses
(Russel dan Taylor 2014). Pendekatan tersebut dibangun melalui pembentukan
budaya, ukuran-ukuran, kebijakan, prosedur, dan penggunaan teknik yang relevan.
Hal tersebut membutuhkan usaha peningkatan terus-menerus yang didukung oleh
manajemen dan karyawan melalui penciptaan pembelajaran bagi organisasi dan
perubahan budaya.
Menurut Pande et al. (2002), six sigma merupakan sebuah sistem yang
komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan
memaksimalkan aktivitas bisnis. Six sigma dikendalikan oleh pemahaman yang
kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian secara disiplin terhadap fakta, data,
dan analisis statistik, serta perhatian yang cermat untuk mengelola dan
memperbaiki proses bisnis. Six sigma merujuk pada target kinerja operasi yang
6

diukur secara statistik dengan hanya 3.4 cacat untuk setiap satu juta peluang.
Manfaat yang diperoleh dari six sigma meliputi pengurangan biaya, peningkatan
produktivitas, penumbuhan pangsa pasar, pengurangan waktu siklus, pengurangan
cacat pada produk, dan pengembangan produk. Sasaran dalam peningkatan kinerja
six sigma adalah mengurangi variasi dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh
spesifikasi pelanggan. Perhitungan hasil proses menggunakan sebuah tabel untuk
menentukan tingkat sigma. Tingkat sigma dari kinerja diartikan dalam Defects per
Millions Opportunities (DPMO) yang mengindikasikan berapa banyak kesalahan
yang muncul jika sebuah aktivitas diulang satu juta kali. Hal itu merupakan cara
bagaimana DPMO dapat menggambarkan kapabilitas sebuah proses. Tingkat sigma
tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat sigma
Persentase (%) DPMO Tingkat Sigma
30.9 690 000 1
69.2 308 000 2
93.3 66 800 3
99.4 6 210 4
99.98 320 5
99.9997 3.4 6
Sumber : Pande et al. (2002)
Menurut Gaspersz (2017), implementasi lean six sigma dapat menggunakan
metode Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Tahapan DMAIC
terdiri dari :
1. Define
Tahapan ini merupakan tahapan pertama yang berfokus pada identifikasi
keinginan pelanggan, identifikasi pemangku kepentingan, pemetaan proses
produksi, dan penentuan prioritas masalah. Faktor penentu keberhasilan pada
tahapan ini adalah penetapan masalah dan tujuan yang jelas.
Identifikasi keinginan pelanggan merupakan nilai produk yang ditawarkan
kepada pelanggan berdasarkan perspektif pelanggan. Secara umum nilai produk
yang ditawarkan kepada pelanggan berkaitan dengan: (1) kualitas produk sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan disepakati bersama, (2) harga produk
yang kompetitif dibandingkan dengan kompetitor pada tingkat kualitas yang sama,
(3) penyerahan tepat waktu sesuai kesepakatan kontrak pembelian, (4) pelayanan-
pelayanan yang terkait dengan produk, penyerahan produk, dan pelayanan purna
jual, (5) hal-hal spesifik lainnya yang ditentukan oleh pelanggan.
Identifikasi pemangku kepentingan dan pemetaan produk dapat dilakukan
dengan pemetaan produk individual, kelompok produk, atau lini produk sepanjang
value stream process. Pemetaan tersebut dilakukan dengan menggunakan diagram
Supplier, Input, Process, Output, Customer (SIPOC) (Saludin 2016). Diagram
SIPOC digunakan untuk mengidentifikasi pemasok dan input ke dalam proses,
urutan proses, dan output proses. Hasil pemetaan diagram SIPOC dirinci ke dalam
Process Activity Mapping (PAM) yang merupakan alat analisis value stream
mapping. Alat ini merinci setiap aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi,
sehingga keadaan yang terjadi saat ini digolongkan kedalam Value Added (VA)
yaitu aktivitas yang menambah nilai yang melibatkan konversi atau pemrosesan
bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, Necessary but Non
7

Value Added (NNVA) yaitu aktivitas tidak bernilai tambah namun masih
diperlukan, dan Non Value Added (NVA) yaitu pemborosan yang merupakan
aktivitas yang tidak perlu dan dapat dihilangkan sepenuhnya (Hines dan Rich
1997).
2. Measure
Tahapan ini merupakan penetapan Key Performance Indicators (KPIs)
sebagai dasar perbaikan yang diartikan sebagai terjemahan masalah ke dalam
bentuk yang terukur. Pengukuran dilakukan melalui pemilihan satu atau lebih
Critical to Quality (CTQ), validasi pengukuran, penilaian kapabilitas proses saat
ini, dan penentuan tujuan perbaikan.
3. Analyze
Tahapan ini merupakan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dan
penyebab yang menentukan CTQ melalui analisis faktor pengaruh potensial dan
memilih beberapa faktor yang penting.
4. Improve
Tahapan ini merupakan implementasi penyesuaian pada proses untuk
meningkatkan kinerja dari CTQ, merancang tindakan untuk mengoptimalkan CTQ,
dan melakukan uji coba tindakan perbaikan.
5. Control
Tahapan ini berfokus mempertahankan perubahan yang dibuat dalam
tahapan improve. Tujuannya adalah verifikasi empiris dari hasil perbaikan proses
dan sistem pengendalian berkelanjutan melalui penentuan kapabilitas proses baru
dan penentuan rencana pengendalian.

Value Stream Mapping


Menurut Russel dan Taylor (2014), value stream mapping merupakan salah
satu alat lean six sigma untuk menganalisis aliran proses dan mengurangi
pemborosan. Value stream mapping terdiri dari pemetaan kondisi saat ini dan
pemetaan kondisi setelah perbaikan. Alat ini menyediakan dasar perbaikan dari
aliran proses untuk mengatur ulang aliran proses baru guna mengurangi
pemborosan dan menggambarkan keseluruhan aliran material dan informasi dalam
sistem. Alat ini memiliki tiga bagian utama yang menjelaskan aliran informasi,
aliran bahan baku, dan waktu yang diperlukan pada setiap tahapan proses. Aliran
informasi dan bahan baku memakai sistem tarik (pull system) dan sistem dorong
(push system). Simbol yang dipakai dalam tahapan proses berisi informasi jumlah
pekerja, cycle time (C/T), changeover time (C/O), dan informasi relevan lainnya
dalam proses. Tahapan proses saling terhubung dengan garis termasuk simbol
tingkat persedian atau simbol waktu menunggu diantara dua proses. Ukuran waktu
yang diperlukan terletak di paling bawah peta yang terdiri dari waktu untuk proses
yang bernilai tambah dan waktu untuk proses yang tidak bernilai tambah. Ukuran
waktu ini menjadi dasar perbaikan untuk mengatur ulang proses dengan melakukan
pemetaan value stream masa mendatang. Value stream mapping tersaji pada
Gambar 1.
8

Gambar 1 Value stream mapping


Sumber : Russel dan Taylor (2014)
Implementasi alat ini telah dilakukan oleh Joshi dan Naik (2012) yang
menerapkan pada industri kecil dan menengah. Sedangkan dalam pemecahan
permasalahannya dapat dilakukan pada tingkat mikro maupun makro (Li 2014).
Alat ini terbukti dapat mengurangi pemborosan di berbagai industri seperti yang
dilakukan oleh Priskandana (2010) yang menerapkannya pada industri pelumas,
Hapsari (2014) pada pengolahan biji kakao kering, Marpaung (2015) pada produksi
pulp, Nugroho et al. (2015) pada produksi mie, Chintara (2017) pada produk kecap,
Shazana (2017) pada produk teh celup, dan Purwaditama (2017) pada produksi
mebel pintu.

Penelitian Terdahulu
Arifin (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan metode lean six
sigma dengan usulan perbaikan lini produksi yang mempertimbangkan faktor
lingkungan di PT Phillips Lighting Surabaya. Alat analisis menggunakan value
stream mapping yang menunjukkan terjadi pemborosan produk cacat pada mesin
finishing dan pemborosan waktu menunggu pada mesin mounting. Analisis akar
masalah menggunakan 5 Whys dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai sigma produk cacat dari
2.92 menjadi 3.08 dan nilai sigma waktu menunggu dari 2.83 menjadi 2.89.
Gultom (2013) melakukan penelitian mengenai penerapan lean six sigma
pada produksi transformator dalam upaya menerapkan konsep pengendalian mutu
dan pengurangan pemborosan. Metode yang digunakan adalah metode Define,
Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) dan menggunakan alat analisis
value stream mapping. Hasil penelitian menunjukkan kondisi lean kondisi setelah
perbaikan adalah 82% dengan tingkat sigma pada tahap inspeksi 2 dan inspeksi 3
masing-masing sebesar 3.38 dan 4.01. Usulan perbaikan berupa penerapan prosedur
9

kerja pada bagian penggulungan kumparan, penerapan metode 5S, perawatan


mesin, dan pelatihan operator secara berkala.
Sanny (2015) melakukan penelitian mengenai implementasi metode lean six
sigma sebagai upaya minimalisasi cacat produk kemasan cup air mineral di
perusahaan air minum. Alat analisis menggunakan value stream mapping yang
menunjukkan hasil perbaikan kualitas produk pada lini produksi 1 dengan nilai
sigma 4.766 dan lini produksi 2 dengan nilai sigma 4.932.
Almansur (2016) melakukan penelitian mengenai analisis peningkatan
kinerja proses produksi biskuit dengan pendekatan lean six sigma pada PT XYZ.
Pendekatan yang dilakukan adalah lean six sigma dengan metode DMAIC (Define,
Measure, Analysis, Improve, Control) dan alat analisis berupa Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA). Hasil penelitian menunjukkan perbaikan Process Cycle
Efficiency (PCE) sebesar 47.29%, perbaikan Critical to Quality (CTQ) pada
masing-masing proses produksi, dan nilai kapabilitas proses dengan nilai sigma
sebesar 3.39.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
PT Dayacipta Kemasindo plant Karawang merupakan salah satu perusahaan
yang memproduksi karton bergelombang yang tengah menghadapi kendala
pemborosan proses produksi. Kendala yang dihadapi perusahaan saat ini adalah
meningkatnya pemborosan internal pada waste mesin Converting dan downtime.
Hal tersebut berdampak pada tingginya jumlah produk cacat pada stasiun kerja
Converting dan lamanya waktu produksi.
Upaya mengurangi pemborosan dilakukan dengan identifikasi aliran proses
secara keseluruhan dengan diagram SIPOC (Saludin 2016), rincian Process Activity
Mapping (PAM) dengan mengelompokkan aktivitas ke dalam Value Added (VA),
Necessary but Non Value Added (NNVA), dan Non Value Added (NVA) (Hines
dan Rich 1997), kemudian identifikasi pemborosan menurut 9 (sembilan) jenis
pemborosan (Gaspersz 2017). Informasi proses mayor, Process Activity Mapping
dan jenis pemborosan akan menjadi acuan dalam pemetaan Value Stream saat ini
(Russel dan Taylor 2014). Pemetaan tersebut harus diukur dengan Key Performance
Indicators (KPIs) yang meliputi Lead Time, Process Cycle Efficiency (PCE), dan
Defect Per Millions Opportunity (DPMO) (Gaspersz 2017). Pemborosan yang
dijadikan prioritas penyelesaian ditelusuri akar masalahnya dengan menggunakan
diagram fishbone. Usulan solusi perbaikan disusun dengan pemetaan Value Stream
Mapping setelah perbaikan yang akan menjadi pertimbangan perusahaan dalam
mengimplementasikan rancangan perbaikan. Kerangka pemikiran dapat dilihat
pada Gambar 2.
10

Gambar 2 Kerangka pemikiran

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilaksanakan di PT Dayacipta Kemasindo plant
Karawang yang beralamat di Jalan Inspeksi Kalimalang, Desa Karang Mulya,
Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai
dari 23 April 2018 sampai 5 Juni 2018.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara dan
pengamatan langsung di lapangan. Teknik pengumpulan data sekunder
menggunakan data dari berbagai literatur seperti jurnal, buku referensi, artikel di
internet dan data yang diperoleh dari perusahaan seperti data produk cacat dan
11

jumlah barang work in process, tata letak stasiun kerja, Standard Operating
Procedure (SOP) perusahaan, dan data statistik dari Departemen Produksi.
Kebutuhan data penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis, sumber, metode pengumpulan data, dan teknik pengolahan data
Metode
Sumber Teknik pengolahan
No Tujuan Jenis data pengumpulan
data data
data
1 Menganalisis Kualitatif Primer Wawancara, Diagram Supplier,
jenis dan dan dan kuesioner, Input, Process,
penyebab kuantitatif sekunder observasi Output, Customer
pemborosan lapang, dan (SIPOC), Process
pada proses perolehan data Activity Mapping
produksi perusahaan (PAM) saat ini, dan
Value Stream
Mapping saat ini
2 Menganalisis Kualitatif Primer Wawancara, Pengukuran Key
pengurangan dan dan observasi Performance
pemborosan kuantitatif sekunder lapang, dan Indicators (KPI),
menggunakan perolehan data diagram fishbone,
pendekatan perusahaan Process Activity
lean six sigma Mapping (PAM)
setelah perbaikan, dan
Value Stream
Mapping setelah
perbaikan

Metode Pengolahan dan Analisis Data


Metode pengolahan data dilakukan menggunakan metode Define, Measure,
Analyze, Improve, Control (DMAIC). Tahapan dari metode tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
Tahap Define
Tahap ini terdiri dari identifikasi gambaran umum perusahaan, identifikasi
produk, identifikasi proses mayor, penyusunan Process Activity Mapping (PAM),
identifikasi pemborosan, dan pemetaan Value Stream Mapping saat ini.
1) Gambaran Umum PT Dayacipta Kemasindo
Identifikasi visi dan misi yang ingin dicapai oleh PT Dayacipta Kemasindo
plant Karawang dan gambaran umum organisasi secara keseluruhan. Selanjutnya
dilakukan identifikasi nilai produk yang ditawarkan kepada pelanggan berdasarkan
perspektif pelanggan.
2) Identifikasi Produk
Penentuan jenis produk yang akan diamati untuk mengidentifikasi aktifitas-
aktifitas nilai tambah. Informasi yang digunakan berdasarkan kompleksitas proses
produksi dan pola permintaan.
3) Identifikasi Proses Mayor
Penelusuran aliran proses dilakukan dengan observasi langsung di
lapangan. Tujuan penelusuran aliran proses produksi adalah untuk mengetahui
proses-proses yang terlibat dari proses hulu sampai hilir dengan menggunakan
diagram Supplier, Input, Process, Output, Customer (SIPOC).
12

4) Penyusunan Process Activity Mapping (PAM) Saat Ini


Process Activity Mapping (PAM) digunakan untuk menggambarkan proses
produksi secara rinci dari tiap-tiap aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi.
Aktivitas dalam proses produksi yang dikategorikan dalam beberapa tipe yaitu
operation, transportation, inspection, storage, dan delay. Aktivitas operation dan
inspection adalah aktivitas berjenis Value Added (VA), aktivitas transportation dan
storage berjenis Necessary but Non Value Added (NNVA), dan aktivitas delay
merupakan aktivitas berjenis Non Value Added (NVA) (Hines dan Rich 1997).
Informasi lain yang dapat dikumpulkan pada tahap ini seperti penggunaan mesin,
jarak yang ditempuh, dan jumlah orang yang mengerjakan.
5) Identifikasi Pemborosan
Identifikasi pemborosan dilakukan dengan memberikan kuesioner berupa
checksheet pada stasiun kerja yang terlibat seperti yang tersaji pada Lampiran 1.
Kuesioner tersebut berisi urutan aktivitas proses yang diidentifikasi nilai
pemborosannya menurut 9 (sembilan) jenis pemborosan yang memiliki akronim E-
DOWNTIME (Gaspersz 2017) yang terdiri dari (1) Environmental, Health and
Safety (EHS), (2) Defects, (3) Overproduction, (4) Waiting, (5) Not utilizing
employees knowledge, skills and ability, (6) Transportation, (7) Inventories, (8)
Motion, dan (9) Excess processing. Skala yang digunakan yaitu 0 sampai 4 menurut
frekuensi kejadiannya (semakin besar angka frekuensi pemborosan makin sering
terjadi). Pengisian checksheet tersebut dilakukan dengan wawancara kepada oleh
kepala regu stasiun kerja (8 orang), dan operator terkait pada aliran produksi
produk XYZ (3 orang). Hasil kuesioner tersebut menghasilkan jenis pemborosan
yang sering terjadi dengan peringkat paling tinggi pada masing-masing proses.
6) Pemetaan Value Stream Saat Ini
Informasi yang diperlukan pada tahapan ini adalah hasil penyusunan
diagram SIPOC, Process Activity Mapping (PAM), identifikasi pemborosan, waktu
siklus, waktu pergantian pesanan, jumlah pekerja yang terlibat, waktu kerja, jumlah
produksi, dan jumlah work in process. Kemudian hasil data tersebut dijadikan
sebagai sumber informasi dalam proses pemetaan. Proses pemetaan menggunakan
perangkat lunak Microsoft Visio 2013 dengan pola Value Stream Mapping.
Tahap Measure
Tahapan ini mengukur sejauh mana kinerja proses pada pemetaan Value
Stream Mapping saat ini yang ditunjukkan dengan KPI seperti Lead Time (L/T),
Process Cycle Efficiency (PCE), dan tingkat Defect Per Millions Opportunity
(DPMO) (Gaspersz 2017). KPI tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Lead Time (L/T)
Lead Time menjadi salah satu indikator kunci yang memberikan informasi
besaran perbandingan antara jumlah work in process dengan tingkat pemenuhan
pesanan. Hal ini penting untuk menunjukkan lamanya waktu WIP pada stasiun
kerja. Lamanya Lead Time (L/T) dapat dihitung dengan rumus :
Jumlah Work In Process
Lead Time = …………….…..……….……. (1)
Rata-rata pemenuhan pesanan

2) Process Cycle Efficiency (PCE)


Value Added Time …………………………….…...………(2)
PCE = Total Lead Time × 100%
13

Nilai PCE dapat dibandingkan dengan acuan nilai PCE perusahaan lain
yang relevan seperti pada perusahaan Toyota Jepang sebesar 53 persen, perusahaan
lain di Jepang sekitar 50 persen, perusahaan di Amerika sekitar 30 sampai 40
persen, perusahaan di Indonesia masih dibawah 10 persen. Jika PCE lebih rendah
dari 30 persen, maka proses itu disebut un-Lean. Nilai PCE yang dihitung
disesuaikan dengan karakteristik operasional industri seperti tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik operasional industri
Typical Cycle World Class Cycle
Karakteristik penerapan
Efficiency Efficiency
Machining 1% 20%
Fabrication 10% 25%
Assembly 15% 35%
Continuous Manufacturing 30% 80%
Business Process-Transactional 10% 50%
Business Process-
5% 25%
Creative/Cognitive
Sumber: Gaspersz (2017)
3) Tingkat Defect Per Millions Opportunity (DPMO)
Indikator kunci ini berguna untuk menghitung ukuran-ukuran berbasis
peluang kegagalan. Perhitungan ukuran menggunakan DPMO yang
mengindikasikan berapa banyak kegagalan yang akan muncul jika aktivitas diulang
satu juta kali. DPMO dijadikan ukuran untuk diterjemahkan kedalam tingkat sigma.
Hasil terjemahan tingkat sigma tersebut menunjukkan hasil pengukuran dari
pencapaian kapabilitas proses.
Jumlah kegagalan
DPMO = × 1 000 000 ..………………..………………(3)
Unit × peluang

Tahap Analyze
Tahapan ini dilakukan analisis sebab-akibat dari pemborosan menggunakan
Root Cause Analysis berupa diagram tulang ikan (fishbone) yang menjelaskan
sebab potensial berdasarkan sumber penyebabnya dan ditelusuri akar
permasalahannya seperti yang tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram tulang ikan (fishbone)


Sumber : Gaspersz (2013)
14

Tahap Improve
Pada tahap ini dilakukan usulan solusi perbaikan pemetaan value stream
dengan analisis perbandingan antara kondisi saat ini dengan kondisi setelah
perbaikan yang menunjukkan hasil pengurangan pemborosan.
Tahap Control
Tahapan terakhir dilakukan pengendalian terhadap usulan perbaikan dan
pemantauan KPI secara terus-menerus dari hasil perbaikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembahasan ini meliputi tahapan Define, Measure, Analyze, Improve,
Control (DMAIC). Masing-masing tahapan akan dibahas sebagai berikut :
Tahap Define
Tahapan ini meliputi gambaran umum PT Dayacipta Kemasindo,
identifikasi keinginan pelanggan, identifikasi produk, identifikasi proses mayor,
penyusunan Process Activity Mapping saat ini, identifikasi pemborosan, dan
pemetaan Value Stream Mapping saat ini. Masing-masing dijelaskan sebagai
berikut :
1) Gambaran Umum PT Dayacipta Kemasindo
PT Dayacipta Kemasindo merupakan perusahaan manufaktur yang
memproduksi kotak karton bergelombang. Produk yang dihasilkan meliputi produk
hasil proses Corrugator dan produk kotak karton. Produk hasil Corrugator yaitu
produk yang dihasilkan dari proses Corrugated di mesin Corrugator yang meliputi
Single Face, Single Wall dan Double Wall dengan berbagai ukuran tinggi Flute
seperti E Flute, B Flute, C Flute yang masing-masing memiliki ukuran 1.16 mm, 3
mm, dan 4 mm. Sedangkan produk kotak karton meliputi kotak B1, kotak B2, kotak
B3, dan kotak Die Cut. Fasilitas mesin produksi menggunakan mesin Flexo, mesin
Corrugator, mesin TCY Flexo Folder Gluer, mesin Eterna datar Die Cut.
Perusahaan memiliki kapasitas produksi pada masing-masing plant yang berlokasi
di Tangerang (443 520 m2/hari), Cibitung (708 750 m2/hari), dan Karawang (708
750 m2/hari).
Salah satu komitmen dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan dan
melakukan perbaikan yang berkelanjutan, perusahaan memiliki visi yaitu
“Memposisikan diri untuk menjadi tiga besar perusahaan kemasan kotak dan
kemasan terbesar di Indonesia dengan produk yang berkualitas dan inovatif kelas
dunia dengan harga yang kompetitif”. Visi tersebut dapat dicapai dengan misi
membangun komitmen terhadap pelanggan, investor, dan seluruh pemangku
kepentingan yang terkait. Perusahaan menerapkan kebijakan mutu dalam upaya
peningkatan kualitas dan berkelanjutan baik bagi pelanggan dan karyawan untuk
memenuhi harapan pelanggan dengan memproduksi dan mengirimkan persyaratan
kemasan melalui penawaran produk dan solusi unggulan yang tersedia di pasar
kemasan. Perusahaan berkomitmen dalam meningkatkan standar mutu dengan
menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015 dengan mengadakan umpan
balik dari para pelanggan, melakukan audit internal dan eksternal secara berkala,
melakukan pengukuran kinerja, melakukan tindakan korektif dan pencegahan,
15

mengadakan pelatihan karyawan, penilaian kinerja, tinjauan manajemen berkala,


dan mengikuti manual manajemen mutu.
Sasaran konsumen PT Dayacipta Kemasindo adalah perusahaan menengah
ke atas yang memerlukan produk karton bergelombang untuk kegiatan bisnis.
Pemasaran dilakukan secara Business to Business (B2B). Sehingga keinginan
konsumen terhadap produk yang ditawarkan meliputi pengiriman tepat waktu,
harga yang kompetitif, jumlah sesuai pesanan yang diminta, kualitas sesuai
kesepatakan awal, dan pelayanan prima.
2) Identifikasi Produk
Produk XYZ merupakan salah satu produk karton bergelombang yang
berfungsi sebagai kemasan sekunder dengan ukuran panjang 2 104 mm dan lebar
838 mm, dan flute yang digunakan adalah jenis B flute dengan ketebalan 3 mm.
Penulis membatasi ruang lingkup aliran proses produksi pada produk tersebut
dengan mempertimbangkan kompleksitas proses produksi dan pola permintaan
yang continuous order. Produk XYZ memiliki 5 (lima) tahapan proses mayor
dimana proses terakhir yaitu wrapping merupakan pelayanan khusus dalam
pengemasan. Produk XYZ dikategorikan sebagai fast moving order karena
frekuensi permintaan produk XYZ tinggi dengan jumlah permintaan 28 000 pcs per
pengiriman.
3) Identifikasi Proses Mayor
PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang dalam menjalankan proses
produksinya melibatkan berbagai pihak di sepanjang aliran produksi dari hulu
hingga hilir yang dijelaskan dalam diagram Supplier, Input, Process, Output,
Customer (SIPOC) seperti tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram SIPOC produk XYZ


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
16

Proses utama dalam diagram SIPOC produk XYZ dijelaskan sebagai berikut :
1. Corrugated
Proses corrugated merupakan proses awal yang memproses bahan baku roll
kertas menjadi ukuran-ukuran tertentu sesuai spesifikasi pesanan di mesin
Corrugator. Proses ini dapat menghasilkan sheet baik Single Wall maupun Double
Wall melalui tahapan yang terdiri dari pelemasan kertas untuk bahan flute dengan
uap dalam tempat pre-conditioner, kemudian dibentuk flute sesuai spesifikasi yang
diminta. Flute yang telah terbentuk diberi lapisan lem yang berbahan baku tepung
tapioka yang kemudian ditempelkan dengan liner pertama yang telah dipanaskan di
tempat pre-heater dan ditekan sehingga menjadi Single Face. Selanjutnya hasil
tersebut ditempelkan dengan liner kedua agar menjadi Single Wall. Hasil tersebut
didinginkan menuju proses slitter yang akan memotong Sheet Single Wall sesuai
dimensi tertentu dan diberi lipatan.
2. Converting
Proses converting merupakan proses memasukkan sheet hasil proses
corrugated untuk dicetak pada unit print sesuai desain cetakan pesanan, kemudian
hasil cetakan tersebut dipotong pada Slotter dan Die Cut untuk membentuk flap dan
joint yang selanjutnya akan disambungkan pada area stiching atau gluing.
3. Pembersihan trim
Hasil proses converting masih menyisakan trim yang menempel pada area-
area pemotongan, sehingga area-area tersebut dibersihkan. Trim dipisahkan secara
manual oleh pekerja-pekerja yang berada pada stasiun kerja. Proses pembersihan
dilakukan bersama dengan penyusunan ke atas pallet.
4. Palletizing
Proses ini merupakan proses manual yang membutuhkan banyak pekerja
yang melakukan pembagian tugas seperti penghitungan jumlah yang ditentukan,
perapihan susunan di meja kerja, peletakan ke atas pallet, dan terakhir pengikatan
dengan strapping manual.
5. Wrapping
Proses wrapping berfungsi untuk membungkus susunan barang jadi dalam
pallet dengan plastik wrap di mesin Wrapping. Selanjutnya barang jadi dari hasil
proses ini dipindahkan ke area sementara sebelum dipindahkan ke area loading
pengiriman.
Proses mayor tersebut disusun berdasarkan pola process layout. Hal tersebut
dibuktikan dengan pengelompokkaan mesin-mesin yang serupa. Pola tersebut
mengakibatkan aliran produksi memiliki pola terputus-putus sehingga
mengakibatkan waktu menunggu untuk operasi selanjutnya.
4) Penyusunan Process Activity Mapping Saat Ini
Penyusunan PAM merupakan tahap identifikasi yang melibatkan semua
aktivitas baik Value Added (VA), Necessary Value Added (NNVA), dan Non Value
Added (NVA) (Hines dan Rich 1997). Tabel penyusunan Process Activity Mapping
saat ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Sifat aktivitas dikelompokkan menjadi 3
aktivitas yaitu Value Added (9 aktivitas), Necessary but Value Added (14 aktivitas),
dan Non Value Added (7 aktivitas). Persentase waktu dari masing-masing aktivitas
tersaji pada Gambar 5.
17

Value Added (VA)


5.10%

Non Value
Added
(NVA)
44.88% Necessary
but Non
Value
Added
(NNVA)
50.02%

Gambar 5 Persentase sifat aktivitas produksi produk XYZ


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Persentase tertinggi terdapat pada aktivitas Necessary but Non Value Added
(NNVA) yaitu 50.02%. Kontribusi waktu tersebut diuraikan dengan
mengidentifikasi kebutuhan waktu aktivitas dan dominasi aktivitas. Kontribusi
waktu dari aktivitas NNVA didominasi oleh aktivitas roll kertas yang memerlukan
waktu 1 440 menit atau 24 jam, sedangkan aktivitas transportation memiliki
kontribusi waktu yang kecil walaupun jumlah aktivitas tinggi yang memerlukan
waktu 12.98 menit dengan frekuensi 12 aktivitas. Kedua, kontribusi waktu dari
aktivitas Non Value Added (NVA) didominasi oleh waktu menunggu pada masing
area seperti area conveyor, area WIP, area loading mesin converting, area
palletizing, area wrapping, dan area penyimpanan sementara disebabkan oleh
barang menunggu pada masing-masing stasiun kerja. Ketiga, kontribusi waktu dari
aktivitas Value Added (VA) didominasi oleh aktivitas operation dan inspection
dengan masing-masing 5 aktivitas operation terdiri dari proses Corrugated,
Converting, pembersihan trim, palletizing, dan wrapping. Waktu yang diperlukan
dalam aktivitas operation sebesar 2.25 jam. Sedangkan 5 aktivitas inspection terdiri
dari pemeriksaan roll kertas, pemeriksaan hasil proses Corrugated, pemeriksaan
hasil proses Converting, pemeriksaan hasil proses wrapping, dan pemeriksaan
barang jadi yang memerlukan waktu sebesar 13.20 menit atau 0.22 jam.
5) Identifikasi Pemborosan
Identifikasi pemborosan melibatkan seluruh aktivitas produksi produk XYZ
yang terdiri dari stasiun kerja Corrugated, area WIP, Converting, pembersihan trim,
palletizing, wrapping, area sementara dan loading pengiriman. Nilai pemborosan
dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemborosan tertinggi terdapat pada waktu
menunggu, gerakan yang tidak diperlukan, dan produk cacat seperti yang tersaji
pada Gambar 6.
18

.
Nilai pemborosan
30 27
25
20
15 11 9
10 6
3 2
5
0
Waktu Gerakan yang Produk cacat Persediaan Transportasi Lingkungan,
menunggu tidak kesehatan,
diperlukan dan
keselamatan

Gambar 6 Nilai pemborosan


Sumber: PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Rincian pemborosan yang terjadi yang terdapat pada ketiga jenis pemborosan
tertinggi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Rincian jenis pemborosan
No Jenis pemborosan Pemborosan yang terjadi
1 Menunggu Barang menunggu sebelum disusun pada trolley
Barang menunggu diangkat ke stacker mesin converting
Barang menunggu di area pembersihan trim
Barang menunggu di area palletizing
Barang menunggu di area wrapping
Barang menunggu di area penyimpanan sementara
2 Gerakan yang tidak Feeder melakukan aktivitas pada saat loading sheet dan gerakan
diperlukan Non Value Added
Pekerja melakukan aktivitas lain dan gerakan Non Value Added di
area palletizing
Pekerja melakukan aktivitas lain dan gerakan Non Value Added di
area pembersihan trim
3 Produk cacat Material handler pada unloading menyebabkan bahan baku rusak
Sisa roll yang dihasilkan dari proses corrugated
Barang cacat sebelum disusun pada conveyor
Barang WIP cacat karena pemindahan dari area conveyor
Barang cacat pada area loading karena pemindahan dari area WIP
Barang cacat pada hasil converting
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
6) Pemetaan Value Stream Mapping Saat Ini
Berdasarkan informasi hasil penyusunan Process Activity Mapping (PAM),
identifikasi pemborosan, dan rincian data-data seperti waktu siklus, waktu
pergantian pesanan, jumlah pekerja yang terlibat, jumlah produksi, dan work in
process dapat ditunjukkan pemetaan Value Stream Mapping saat ini seperti pada
Lampiran 5.
Tahap Measure
Tahapan ini dilakukan pengukuran KPI seperti Lead Time (L/T), Process
Cycle Efficiency (PCE), dan tingkat Defect Per Millions Opportunity (DPMO).
Pembahasan KPI diuraikan sebagai berikut:
1) Lead Time
PT Dayacipta Kemasindo plant Karawang menerapkan konsep Make to
Order dalam memenuhi permintaan pelanggan. Tingkat pemenuhan pesanan pada
19

produk XYZ setiap pengiriman sebesar 28 000 piece. Proses produksi produk XYZ
terdapat 5 (lima) tahapan proses yang mengakibatkan adanya aktivitas menunggu.
Barang WIP berupa lembaran karton yang merupakan barang hasil proses
sebelumnya dan perlu diproduksi lebih lanjut untuk menjadi produk jadi.
Identifikasi barang WIP pada area produksi terdapat di area WIP, converting,
palletizing, wrapping, dan area sementara. Jumlah WIP masing-masing area tersaji
pada Lampiran 3. Nilai rasio lead time terhadap tingkat pemenuhan pesanan sebesar
9.34 jam yang menunjukkan inefisiensi lamanya waktu WIP pada stasiun kerja.
2) Process Cycle Efficiency (PCE)
Besaran PCE disesuaikan dengan karakteristik operasional industri. Industri
karton bergelombang memiliki karakteristik sangat bergantung pada kapasitas
mesin sehingga acuan rentang batas bawah sebesar 1 persen dan batas atas sebesar
20 persen (Gaspersz 2017). Jenis waktu yang dijadikan acuan dalam perhitungan
nilai PCE seperti yang tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Waktu acuan perhitungan PCE
Waktu
Jenis Waktu
menit jam
Lead Time 560.56 9.34
Necessary but Non Value Added 2 532.98 42.22
Non Value Added 227.13 3.78
Value Added 148.13 2.47
Total Lead Time 3 468.82 57.81
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Nilai PCE pada proses produksi produk XYZ sebesar 4.27%. Nilai PCE
tersebut dinilai sebagai proses Un-Lean karena lebih rendah dari 30%. Namun
besaran nilai tersebut relatif sama dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia pada
umumnya yaitu di bawah angka 10% (Gaspersz 2017). Nilai tersebut dapat
ditingkatkan melalui pengurangan aktivitas Necessary but Non Value Added, Non
Value Added, dan Lead Time dengan target mendekati batas atas yaitu 20%
dijelaskan pada tahap Improve.
3) Tingkat Defect Per Millions Opportunity (DPMO)
Berdasarkan hasil dokumentasi dan observasi pengumpulan data produk defect
produk XYZ selama tahap measure, diperoleh grafik tingkat defect seperti yang
tersaji pada Gambar 7.
Jumlah defect (pcs)

6000 4 860
5000
4000
3000
2000 709 599
1000 142
0
Creasing pecah Bergaris Slotter lepas Bercak tinta
Kategori defect

Gambar 7 Tingkat defect produk XYZ


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Perhitungan nilai DPMO, tingkat sigma, dan Yield yang dicapai berdasarkan
masing-masing kategori defect dapat dilihat pada Tabel 7.
20

Tabel 7 Nilai DPMO, tingkat sigma, dan Yield


No Kategori defect Jumlah Jumlah DPMO Tingkat Yield
defect produksi sigma (%)
(pcs) (pcs)
1 Creasing pecah 4 860 7 232 3.95 82.64
2 Bercak tinta 142 211 5.03 99.49
168 000
3 Bergaris 709 1 055 4.57 97.47
4 Slotter lepas 599 891 4.62 97.86
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Nilai Yield terendah terdapat pada jenis defect creasing pecah sebesar
82.64%. Persentase defect pada creasing pecah mencapai 77.02% dari keseluruhan
total defect dengan nilai DPMO sebesar 7 232 dan tingkat sigma mencapai 3.95.
Kategori defect tersebut menjadi prioritas dan mengindikasikan perlunya upaya
perbaikan untuk meningkatkan kapabilitas proses sigma.
Tahap Analyze
Tahapan ini dilakukan analisis sebab-akibat dari masing-masing
pemborosan. Analisi menggunakan diagram fishbone yang menjelaskan potensi
penyebab yang diklasifikasi berdasarkan kategori sumber masalahnya. Analisis
sebab terdapat pada pemborosan waktu menunggu, gerakan yang tidak diperlukan,
dan produk cacat creasing pecah yang diuraikan sebagai berikut:
1) Waktu Menunggu
Pemborosan waktu menunggu merupakan pemborosan tertinggi pada
proses produksi produk XYZ. Pemborosan tersebut terjadi area WIP, converting,
pembersihan trim, palletizing, dan wrapping. Analisis diagram fishbone
pemborosan waktu menunggu tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8 Diagram fishbone waktu menunggu


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
21

Pemborosan waktu menunggu disebabkan oleh 4 (empat) kategori sumber


masalah yaitu bahan baku, metode, mesin, dan sumber daya manusia. Penyebab
masing-masing kategori sumber masalah dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8 Penyebab pemborosan waktu menunggu
No Kategori Permasalahan Penyebab
1 Metode  Frekuensi troubleshooting  Ketidakhandalan dalam
yang tinggi adjustment mesin
 Teknik First In First Out  Skema pemindahan barang
(FIFO) yang tidak optimal yang sering berubah dan
ketidakkonsistenan dalam
penyusunan WIP
 Keterlambatan instruksi set  Waktu set up yang berubah-
up mesin ubah
2 Sumber Feeder melakukan pekerjaan Keterlibatan feeder dalam
daya lain adjustment mesin bersama
manusia operator
3 Mesin Waktu downtime yang tidak Rincian waktu setiap aktivitas
terkontrol pengerjaan set up mesin tidak
tersedia.
4 Bahan baku Ketertundaan aktivitas loading Pemindahan WIP yang tidak
karena pemilahan WIP cacat hati-hati
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
2) Gerakan yang Tidak Diperlukan
Pemborosan gerakan yang tidak diperlukan merupakan pemborosan
tertinggi kedua pada proses produksi produk XYZ. Pemborosan tersebut terjadi area
pembersihan trim, palletizing, dan wrapping. Analisis diagram fishbone
pemborosan gerakan yang tidak diperlukan tersaji pada Gambar 9.

Gambar 9 Diagram fishbone gerakan yang tidak diperlukan


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
22

Pemborosan gerakan yang tidak diperlukan disebabkan oleh 3 (tiga)


kategori sumber masalah yaitu bahan baku, metode, dan sumber daya manusia.
Penyebab masing-masing kategori sumber masalah dijelaskan pada Tabel 9.
Tabel 9 Penyebab pemborosan gerakan yang tidak diperlukan
No Kategori Permasalahan Penyebab
1 Bahan baku Penarikan WIP dalam jumlah Tidak tersedia papan informasi
besar dan bersamaan dengan (visual management) arus
produk lain di area barang masuk dan keluar di
pembersihan trim dan stasiun kerja
palletizing
2 Metode Area kerja palletizing yang tumpang tindihnya penggunaan
tidak konsisten dengan area sementara
3 Sumber daya Mengobrol dan melakukan Evaluasi kerja tidak optimal
manusia aktivitas lain
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)

3) Creasing Pecah
Pemborosan produk cacat creasing pecah merupakan persentase tertinggi
sebesar 77.02% dari seluruh kategori cacat produk XYZ. Pemborosan tersebut
terjadi di stasiun kerja converting. Analisis diagram fishbone creasing pecah tersaji
pada Gambar 10.

Gambar 10 Diagram fishbone creasing pecah


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Pemborosan creasing pecah disebabkan oleh 5 (lima) kategori sumber
masalah yaitu bahan baku, metode, alasan yang dapat diprediksi, mesin, dan sumber
daya manusia. Penyebab masing-masing kategori sumber masalah dijelaskan pada
Tabel 10.
23

Tabel 10 Penyebab pemborosan creasing pecah


No Kategori Permasalahan Penyebab
1 Bahan baku Sheet karton terlalu keras Sheet karton tidak sesuai
dengan spesifikasi mesin
2 Metode Kelalaian dalam prosedur kerja Keterlambatan intruksi kepada
operator
3 Alasan yang Lingkungan panas dan bising Sirkulasi udara tidak berjalan
dapat baik karena sempitnya lorong
diprediksi pintu dan operator tidak
memakai APD standar
4 Mesin Pemasangan pisau Die Cut Operator terburu-buru dalam
yang tidak rata pemasangan
Unfill mesin yang aus Penggantian tidak terjadwal
secara rutin
5 Sumber daya Operator tidak mengecek Tidak optimalnya koordinasi
manusia waktu produksi dengan kepala regu
Lalai dalam setting mesin Setting mesin yang terburu-
buru.

Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)

Tahap Improve
Usulan perbaikan dilakukan dengan pengurangan waktu menunggu,
gerakan yang tidak diperlukan, dan cacat creasing pecah yang dijelaskan sebagai
berikut:
1) Pengurangan Waktu Menunggu
Waktu menunggu berkontribusi sebesar 227.13 menit dari keseluruhan proses
produksi produk XYZ. Hal ini disebabkan oleh penumpukkan barang work in
process di area WIP, loading mesin converting, pembersihan trim, palletizing,
wrapping dan penyimpanan sementara. Permasalahan tersebut dapat dihindari
dengan menerapkan takt time dan one piece flow. Masing-masing akan dibahas
sebagai berikut:
1. Takt time
Takt time digunakan sebagai nilai referensi dalam menyeimbangkan beban
stasiun kerja. Takt time berguna sebagai standardisasi waktu yang berlaku untuk
semua stasiun kerja dalam menyusun aktivitas produksi. Takt time dapat
mengurangi adjustment mesin, konsistensi waktu set up mesin, dan mengurangi
keterlibatan feeder dalam adjustment mesin, sehingga keseimbangan beban kerja
setiap stasiun kerja tercapai. Idealnya penetapan waktu siklus sama dengan takt time
meskipun hal ini sulit direalisasikan sehingga ada batasan tertentu yang dicapai
dengan perbaikan secara terus menerus berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di
perusahaan. Nilai takt time diperoleh sebesar 25.72 menit per batch. Perbandingan
waktu siklus dan takt time tersaji pada Gambar 11.
24

50

Waktu siklus (menit)


40.65
40
31.48
27.63
30 22.43 takt time
20 12.75
10
0
Corrugated Converting Pembersihan Palletizing Wrapping
trim

Gambar 11 Perbandingan waktu siklus proses dengan takt time


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Proses yang memiliki waktu siklus lebih tinggi dari nilai takt time yaitu
proses converting, pembersihan trim, dan palletizing yang masing memiliki waktu
siklus 27.53 menit, 31.48 menit, dan 40.65 menit. Ketiga waktu siklus tersebut
dapat dikurangi dengan menghilangkan aktivitas Non Value Added sepanjang
proses. Berikut ini komponen Value Added dan Non Value Added pada masing-
masing proses seperti yang tersaji pada Gambar 12.
Palletizing 21.97 18.68
Pembersihan trim 24.20 7.28
Converting 23.72 3.92

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Value Added Non Value Added

Gambar 12 Komponen pembentuk waktu siklus


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Kontribusi aktivitas Non Value Added terhadap waktu siklus pada masing-
masing stasiun kerja yaitu converting (14.17%), pembersihan trim (23.14%), dan
palletizing (45.96%). Masing-masing aktivitas tersebut dapat dihilangkan dengan
merinci aktivitas Non Value Added seperti yang tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11 Komponen aktivitas Non Value Added
Waktu Jumlah waktu
Stasiun kerja Aktivitas Non Value Added
(menit) (menit)
Converting Feeder mengerjakan aktivitas lain 1.27
Feeder menunggu intruksi 3.92 0.75
Feeder memilah WIP defect 1.90
Pembersihan trim Mengobrol 0.77
Melakukan pekerjaan lain 4.27
7.28
Aktivitas mencari dan
2.25
memindahkan WIP
Palletizing Mencari peralatan 2.38
Menyusun area kerja 5.15
18.68
Menyusun kedatangan WIP 9.80
Mengobrol 1.35
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
25

Hasil pengurangan waktu aktivitas Non Value Added tersebut seperti yang tersaji
pada Gambar 13.
50 40.65

Waktu siklus (menit)


40 31.48
27.63
30 takt time
20 23.72 24.20 21.97
10
0
Converting Pembersihan Palletizing
trim
Kondisi saat ini Setelah perbaikan

Gambar 13 Perbandingan waktu siklus saat ini dan setelah perbaikan


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Hasil tersebut mengakibatkan waktu siklus masing-masing proses
berkurang berada di bawah nilai takt time. Rentang waktu siklus masing-masing
proses yaitu converting (2 menit), pembersihan trim (1.52 menit), dan palletizing
(3.75 menit). Hasil tersebut mengakibatkan keseimbangan beban waktu antar
proses.
2. Penerapan One Piece Flow
One piece flow diterapkan untuk mengalirkan batch dalam jumlah kecil
yang telah diproses ke proses berikutnya agar tidak ada waktu menunggu dan
menjaga kualitas barang WIP dalam keadaan baik baik proses pemindahan maupun
penyimpanan. One piece flow dapat berjalan baik apabila pergerakan barang WIP
baik, sehingga pengelolaannya harus diiringi penerapan teknik First In First Out
(FIFO) yang optimal. Penerapan kedua teknik tersebut dapat digunakan pada
stasiun kerja converting, pembersihan trim, palletizing, dan wrapping. Alasannya
pada area-area tersebut batch barang WIP ditempatkan dalam jumlah besar
sehingga menunggu terkumpul kemudian dipindahkan ke stasiun kerja selanjutnya.
alasan lainya yaitu FIFO belum terkontrol secara optimal dan seringkali terjadi
kerusakan barang WIP selama pemindahan.
2) Pengurangan Gerakan yang Tidak Diperlukan
Usulan perbaikan pada pemborosan gerakan yang tidak diperlukan terdapat
pada proses converting, pembersihan trim, dan palletizing dengan penataan ulang
tata letak stasiun kerja dan pengoptimalan teknik First in First Out (FIFO). Masing-
masing dijelaskan sebagai berikut:
1. Penataan ulang tata letak
Penataan tata letak stasiun kerja erat kaitannya dengan perancangan
fasilitas-fasilitas yang tersedia seperti mesin, pekerja, bahan-bahan, perlengkapan
untuk operasi, penanganan bahan, dan semua peralatan kerja agar terlaksananya
proses produksi dengan lancar dan efisien (Handoko 2013). Tata letak stasiun kerja
dirancang dengan mempertimbangkan efisiensi perpindahan baik pekerja maupun
barang. Oleh karena itu jarak angkut antar area dalam stasiun kerja harus
diperpendek, sehingga area yang tersedia mendorong semangat karyawan dan
26

menjaga keselamatan baik karyawan maupun barang yang diproses. Tata letak
kondisi saat ini tersaji pada Gambar 14.

Gambar 14 Tata letak sebelum perbaikan


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Penataan ulang tata letak terdapat di stasiun kerja palletizing dan wrapping
yang disebabkan oleh tidak adanya papan informasi (visual management), tumpang
tindihnya penggunaan dengan area sementara dan tidak optimalnya dalam evaluasi
kerja. Area kerja palletizing terdiri dari area barang WIP, pemilahan, penyusunan
dan strapping, peralatan kerja, dan hasil proses. Sedangkan area kerja wrapping
terdiri dari area wrapping dan hasil proses. Susunan area kondisi saat ini dinilai
tidak konsisten dan area kerja sering ditempati area sementara. Hal tersebut dinilai
tidak efisien karena area sementara memiliki area tersendiri, sehingga upaya
meminimalisasi tumpang tindih di area palletizing dan wrapping diusulkan
penataan ulang tata letak yang mempertimbangkan jarak perpindahan baik barang
maupun pekerja dan kesinambungan aliran proses palletizing dengan proses
wrapping. Tata letak usulan perbaikan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Tata letak usulan perbaikan


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
2. Pengoptimalan teknik First In First Out (FIFO)
Kedatangan barang dari hasil proses pembersihan trim ke area barang WIP
di palletizing disusun berdasarkan waktu kedatangan. Penyusunan harus
mempertimbangkan luasan area, jumlah produk yang dipindahkan dan waktu
27

kedatangan produk lainnya. Hal tersebut harus disertai dengan pencatatan yang
akurat dengan adanya papan informasi (visual management), sehingga waktu
kedatangan dan waktu pengeluaran dapat terdokumentasi dengan baik.
3) Pengurangan Cacat Creasing Pecah
Pemborosan pada produk cacat creasing pecah dapat dikurangi dengan
penerapan budaya 5S yang optimal. Budaya 5S memberikan hasil dalam
penyempurnaan segala aktivitas dan mengubah pekerja dalam merancang
pekerjaannya (Osada 2002). Budaya tersebut dibutuhkan dalam mengoptimalkan
segala aktivitas di lantai produksi. Penerapan budaya 5S (Seiri, Seiton, Seiso,
Seiketsu, Shitsuke) tidak sepenuhnya dilakukan dengan baik di sepanjang produksi
produk XYZ, sehingga perlu usulan perbaikan seperti:
1. Seiri (Ringkas), pemilahan barang WIP yang cacat sebelum dipindahkan ke
area loading mesin converting.
2. Seiton (Rapi), peletakan barang WIP pada tempat yang benar dan konsisten dan
pelabelan kode batch yang rapi dan jelas.
3. Seiso (Resik), penggantian unfill secara rutin dan terjadwal dan tidak terburu-
buru dalam memasang pisau Die Cut dan memeriksa seluruh elemen
pemasangan pada mesin.
4. Seiketsu (Rawat), ketelitian pekerja dalam membaca prosedur kerja, koordinasi
yang baik dengan departemen PPIC dan kepala regu pada masing-masing
stasiun kerja terkait waktu produksi, pemeliharaan lingkungan kerja dengan
rapi setiap set up mesin dan tersedianya Alat Pelindung Diri (APD).
5. Shitsuke (Rajin), seluruh pekerja membiasakan diri disiplin terhadap kinerja.
Process Activity Mapping Setelah Perbaikan
Berdasarkan usulan perbaikan pada masing-masing pemborosan maka
dapat disusun Process Activity Mapping setelah perbaikan. Process Activity
Mapping setelah perbaikan tersaji pada Lampiran 6. Jumlah aktivitas produksi
terjadi pengurangan dari 30 aktivitas menjadi 24 aktivitas disebabkan aktivitas
menunggu dihilangkan. Sehingga jumlah masing-masing sifat aktivitas yaitu Value
Added (9 aktivitas), Necessary but Value Added (14 aktivitas), dan Non Value
Added (1 aktivitas). Persentase waktu dari masing-masing aktivitas tersaji pada
Gambar 16.

Value
added (VA)
13.89%

Non Value
Added
(NVA)
42.29%
Necessary but
Non Value
Added (NNVA)
43.82%

Gambar 16 Persentase waktu PAM setelah perbaikan


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
28

Kontribusi waktu aktivitas Necessary but Non Value Added dikurangi


menjadi 18 jam yaitu pada penyimpanan roll kertas, sehingga waktu setelah
perbaikan menjadi 6.22 jam. Kontribusi Non Value Added (NVA) dikurangi 15.73
jam yaitu pada waktu menunggu pada masing area seperti area WIP, area loading
mesin converting, area palletizing, area wrapping, dan area penyimpanan sehingga
waktu setelah perbaikan menjadi 6.00 jam. Rekapitulasi perbandingan PAM saat
ini dan setelah perbaikan tersaji pada Tabel 12.
Tabel 12 Perbandingan PAM saat ini dan setelah perbaikan
Perbandingan PAM
Indikator
Saat ini Setelah perbaikan
Value Added 2.47 jam 1.97 jam
Necessary but Non Value Added 24.22 jam 6.22 jam
Non Value Added 21.73 jam 6.00 jam
Lead Time 9.34 jam 6.60 jam
Process Cycle Efficiency 4.27% 9.48%
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)

Pemetaan Value Stream Mapping Setelah Perbaikan


Hasil penyusunan PAM setelah perbaikan dijadikan acuan pemetaan Value Stream
Mapping seperti yang tersaji pada Lampiran 7.
Tahap Control
Pada tahapan akhir ini dilakukan tindakan pengendalian terhadap masing-
masing usulan perbaikan dengan memantau secara terus-menerus KPI, memeriksa
masing-masing stasiun kerja dalam melaksanakan budaya 5S, pemeriksaan
terhadap konsistensi tata letak hasil usulan, dan pemeriksaan terhadap aliran barang
berdasarkan FIFO dan one piece flow. Pengendalian tersebut akan menjadi acuan
perbaikan untuk didokumentasikan oleh perusahaan.
Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di PT Dayacipta Kemasindo
plant Karawang maka dapat diusulkan beberapa alternatif perbaikan. Perusahaan
sebaiknya mengkaji ulang upaya pengurangan pemborosan proses produksi produk
XYZ melalui fungsional manajerial POAC (Planning, Organizing, Actuating,
Controlling). Pada fungsi perencanaan (planning), perusahaan menetapkan rencana
perbaikan secara komprehensif yang terdiri dari:
1. Departemen produksi sebaiknya melakukan dokumentasi pemetaan proses
berdasarkan aktivitas produksi produk bukan pemetaan proses bisnis secara
keseluruhan. Hal tersebut akan mempermudah analisis letak pemborosan dan
mempermudah dalam proses pengendalian.
2. Departemen produksi sebaiknya memberlakukan standardisasi takt time di
masing-masing stasiun kerja. Hal tersebut menuntut setiap stasiun kerja lebih
adaptif terhadap ketersediaan waktu dan tingkat pemenuhan pesanan.
Implikasinya setiap stasiun kerja mampu menyesuaikan dengan nilai takt time
sebagai upaya mengurangi aktivitas Non Value Added.
3. Departemen produksi sebaiknya menata ulang tata letak di stasiun kerja
palletizing dan wrapping dengan mempertimbangkan jarak perpindahan baik
barang maupun pekerja dan kesinambungan aliran proses palletizing dengan
29

proses wrapping. Implikasinya jarak pindah baik pekerja maupun barang


berkurang seperti yang tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13 Perbandingan jarak sebelum perbaikan dan usulan perbaikan
Jarak pindah (meter)
Area kerja
Sebelum perbaikan Usulan perbaikan
Dari barang WIP ke pemilahan 3.5 2.7
Dari pemilahan ke peralatan kerja 3.0 2.1
Dari pemilahan ke penyusunan 1.5 2.3
Dari penyusunan ke hasil proses
1.7 1.5
palletizing
Dari hasil proses palletizing ke wrapping 4.1 3.4
Dari Wrapping ke hasil wrapping 3.3 2.2
Jumlah 17.1 14.2
Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)
Implikasi penataan ulang tata letak juga berdampak pada konsistensi area kerja,
tidak terjadi tumpang tindih dengan penyimpanan di area sementara, perluasan
area penyimpanan sementara.
4. Pemberlakuan FIFO bersamaan dengan one piece flow pada WIP. Hal itu dapat
mengurangi lead time di area WIP, converting, pembersihan trim, palletizing,
dan wrapping. Jumlah batch yang dialirkan lebih kecil dibandingkan dengan
sebelumnya karena one piece flow merupakan konsep Just In Time yang
mampu mengurangi bottleneck.
5. Departemen produksi sebaiknya memasang papan informasi (visual
management) pada stasiun kerja palletizing guna mempermudah dokumentasi
arus barang.
6. Pemberlakuan standardisasi budaya 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)
terkait produk cacat creasing pecah. Implikasinya jumlah produk cacat akibat
creasing pecah berkurang seperti pada Gambar 17.

Sebelum perbaikan 4860

Sesudah perbaikan 2317


Jumlah defect
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 (piece)

Gambar 17 Perbandingan jumlah defect creasing pecah


Sumber : PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang (2018), Data primer diolah (2018)

Nilai sigma creasing pecah setelah perbaikan meningkat dari 3.95 menjadi
4.20. Biaya kegagalan internal selama fase pengukuran sebelum perbaikan sebesar
Rp 10 449 000 per minggu, sedangkan fase pengukuran setelah dilakukan perbaikan
menjadi Rp 4 981 550 per minggu. Sehingga perusahaan dapat menghemat biaya
sebesar Rp 5 467 450 per minggu.
Selanjutnya pada fungsi pengorganisasian (organizing), perusahaan
menetapkan sumberdaya yang diperlukan dan penugasan kepada ketua regu dan
pekerja operasional untuk melaksanakan usulan perbaikan pada masing-masing
stasiun kerja yang ditetapkan. Pada fungsi pelaksanaan (actuating), masing-masing
ketua regu dan pekerja operasional di masing-masing stasiun kerja melaksanakan
30

standardisasi sesuai rencana yang ditentukan. Pelaksanaan hasil perbaikan pada


tahap improve dapat dijadikan acuan dalam mengurangi pemborosan waktu
menunggu, gerakan yang tidak diperlukan, dan produk cacat. Fungsi terakhir
pengendalian (controlling) yaitu memantau hasil pelaksanaan secara berkala dan
dilakukan dokumentasi hasil perbaikan oleh perusahaan sebagai acuan perbaikan
secara terus-menerus.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan tahapan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve,
Control) dapat disimpulkan bahwa pemborosan tertinggi pada proses produksi
produk XYZ di PT Dayacipta Kemasindo Plant Karawang terdapat pada waktu
menunggu, gerakan yang tidak diperlukan, dan produk cacat.
Penyebab pemborosan dijelaskan sebagai berikut: Pertama, waktu
menunggu disebabkan oleh ketidakhandalan dalam adjustment mesin, skema
pemindahan barang yang sering berubah dan ketidakkonsistenan dalam penyusunan
WIP, waktu set up yang berubah-ubah, keterlibatan feeder dalam adjustment mesin
bersama operator, tidak adanya rincian waktu setiap aktivitas pengerjaan set up
mesin, dan frekuensi penempatan WIP kompleks. Kedua, gerakan yang tidak
diperlukan disebabkan oleh tidak adanya papan informasi (visual management),
tumpang tindihnya penggunaan area stasiun kerja, dan tidak optimalnya dalam
evaluasi kerja. Ketiga, produk cacat creasing pecah disebabkan oleh keterlambatan
intruksi kepada operator, operator terburu-buru dalam pemasangan, penggantian
unfill dan pisau Die Cut tidak terjadwal secara rutin, tidak optimalnya koordinasi
dengan kepala regu, dan setting mesin yang terburu-buru.
Pemborosan waktu menunggu dikurangi dengan pemberlakuan takt time
sehingga terjadi pengurangan waktu Non Value Added pada komponen waktu siklus
proses converting, pembersihan trim, dan palletizing. Kemudian pemberlakuan one
piece flow guna mengurangi jumlah WIP dan waktu Lead Time pada area stasiun
kerja serta memperlancar aliran material dengan pengoptimalan FIFO. Pemborosan
gerakan yang tidak diperlukan dikurangi dengan penataan ulang tata letak stasiun
kerja palletizing dan wrapping dan pengoptimalan FIFO. Kemudian pemborosan
produk cacat creasing pecah dikurangi dengan peningkatan budaya 5S (Seiri,
Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) dalam mengoptimalkan segala aktivitas di lantai
produksi.
Hasil usulan perbaikan menunjukkan pengurangan waktu aktivitas
Necessary but Non Value Added dari 24.22 jam menjadi 6.22 jam, waktu aktivitas
Non Value Added dari 21.73 jam menjadi 6.00 jam, dan nilai Lead Time dari 9.34
jam menjadi 6.60 jam. Pengurangan masing-masing aktivitas tersebut
meningkatkan nilai PCE dari 4.27% menjadi 9.48%. Nilai sigma creasing pecah
setelah perbaikan meningkat dari 3.95 menjadi 4.20. Biaya kegagalan internal
sebelum perbaikan sebesar Rp 10 449 000 berkurang setelah dilakukan perbaikan
menjadi Rp 4 981 550. Sehingga perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 5
467 450.
31

Saran
Saran terkait dengan penelitian yang dilakukan seperti:
1. Perlunya kajian lean manufacturing pada ruang lingkup berdasarkan family
product sehingga implikasi pada pengurangan pemborosan dinilai signifikan.
2. Perlunya kajian lean manufacturing pada jenis pemborosan lainnya yang
mempengaruhi value stream. Jenis pemborosan lainnya seperti Environmental,
Health and Safety (EHS), Overproduction, Not utilizing employees knowledge,
skills and ability, Transportation, Inventories, dan Excess processing.
3. Perlunya dilakukan kajian pengurangan pemborosan dengan indikator
pengukuran yang fleksibel dan disesuaikan dengan karakteristik industri,
sehingga keterukuran KPI dapat dikendalikan secara rinci.

DAFTAR PUSTAKA
Almansur AM. 2016. Peningkatan kinerja proses produksi biskuit dengan
pendekatan lean six sigma pada PT XYZ [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Arifin M. 2012. Aplikasi Metode Lean Six Sigma untuk Usulan Improvisasi Lini
Produksi dengan Mempertimbangkan Faktor Lingkungan (Studi kasus:
Departemen GLS (General Lighting Services) PT Philips Lighting Surabaya.
Jurnal Teknik ITS [Internet]. September 2012; [diunduh 2018 Maret 26]; 3(1):
Tersedia pada: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22507-2508100013-
Paper
Chintara AW. 2017. Peningkatan produktivitas dengan metode value stream
mapping di lini produksi kecap AMB 13 mL PT HAI [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[CIS]. Corrugated Industry Summit. 2015. Corrugated Industry. Diunduh pada
tanggal 14 April 2018. Tersedia pada: http://www.acca-website.org/wp-
content/uploads/2015/04/2014-Indonesia-Corrugated-Industry-Summit.pdf
Evans J, Lindsay W. 2015. An Introduction to Six Sigma & Process Improvement.
Stamford (US): Cengage Learning.
Fanani Z, Singgih ML. 2011. Implementasi Lean Manufacturing untuk Peningkatan
Produktivitas (Studi Kasus pada PT Ekamas Fortuna Malang). Didalam:
Anonim, editor. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII
[Internet]. [5 Februari 2011 Institut Teknologi Sepuluh Nopember]. Surabaya
(ID): Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember;
[diunduh 2018 Maret 18]. Tersedia pada: http://www.personal.its.ac.id/
files/pub/3907-moses-ie
Gaspersz V. 2017. Lean Six Sigma for Manufacturing and Services Industries.
Bogor (ID): Vinchristo Publication.
Gaspersz V. 2013. All-in-one Bundle of ISO and Continual Improvement: Contoh
Aplikasi pada Bisnis dan Industri. Bogor (ID): Vinchristo Bros.
Gultom S. 2013. Studi Pengendalian Mutu dengan Menggunakan Pendekatan Lean
Six Sigma pada PT XYZ. Jurnal Teknik Industri FT USU [Internet]. Oktober
2013; [diunduh 2018 Maret 28]; 3(2).23-30: Tersedia pada: https://media.
neliti.com/media/publications/219400-studi-pengendalian-mutu-dengan-
menggunakan pendekatan lean six sigma di PT XYZ
32

Handoko TH. 2013. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta


(ID): BPFE.
Hapsari ADS. 2014. Analisis sistem produksi pengolahan biji kakao kering dengan
value stream mapping [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hazmi FW, Karningsih PD, Supriyanto H. 2012. Penerapan Lean Manufacturing
untuk mereduksi waste di PT ARISU. Jurnal Teknik ITS [Internet]. September
2012; [diunduh 2017 September 14]; 1(1). 135-140: Tersedia pada:
http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/1777
Hines P, Rich N. 1997.The seven value stream mapping tools. International Journal
of Operations & Production Management. 17(1).46-64.doi:10.1108/014435
79710157989
Jedynak P. 2015. Lean management implementation: Determinant factors and
experience. Jagiellonian Journal of Management. 1(1).51-64.doi:10.4467/
2450114XJJM.15.004.3811
Joshi RR, Naik GR. 2012. Process improvement by using value stream mapping :
A case study in small scale industry. IJERT [Internet]. 5 Juli 2012; [diunduh
2018 Maret 19]; 1(5).1-8: Tersedia pada: http://www.ijert.org/download/517
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2016. Kemasan Sebagai Daya Saing
Produk. Diunduh pada tanggal 14 April 2018. Tersedia pada:
http://www.djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/9781
482466041
Kurniawan T. 2012. Perancangan lean manufacturing dengan metode VALSAT
pada line produksi drum brake type IMV (Studi kasus: PT Akebono Brake
Astra Indonesia) [skripsi]. Depok (ID). Universitas Indonesia.
Li X. 2014. A literature review on value stream mapping with a case study of
applying value stream mapping on research process [tesis]. Texas (US): Texas
A&M University.
Liker, JK. 2004. The Toyota Way: 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan
Manufaktur Terhebat di Dunia. Gania G, Sabran B, penerjemah. Jakarta (ID):
Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: The Toyota Way: 14 Management
Principles from the World’s Greatest Manufacturer.
Mix Marketing Communication. 2016. Inilah Trend dan Pendorong Utama
Industri Kemasan di Indonesia. Diakses pada tanggal 10 Juli 2018. Tersedia
pada:http://mix.co.id/headline/inilah-tren-dan-pendorong-utama-industri-
kemasan-di-indonesia
Marpaung DH. 2015. Identifikasi waste produksi pulp dan penyebabnya
menggunakan metode lean manufacturing [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nugroho A, Ainuri M, Khuriyati N. 2015. Reduksi pemborosan untuk perbaikan
value stream produksi “Mi Lethek” menggunakan pendekatan lean
manufacturing. AGRITECH [Internet]. 2 Mei 2015; [diunduh 2017 September
14]; 35(2).205-211: Tersedia pada: http://www.journal.ugm.ac.id/agritech/
article/view/9408
Osada T. 2002. Sikap Kerja 5S. Gandamihardja M, penerjemah. Jakarta (ID):
Penerbit PPM. Terjemahan dari: The 5S’s: Five Keys to a Total Quality
Environment.
Pande PS, Neuman RP, Cavanagh RR. 2002. The Six Sigma Way (Bagaimana GE,
Motorola, dan Perusahaan Terkenal Lainnya Mengasah Kinerja Mereka).
33

Prabantini D, penerjemah. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI Yogyakarta.


Terjemahan dari: The Six Sigma Way-How GE, Motorola, and Other Top
Companies are Honing Their Performance.
Priskandana RA, Pujawan IN. 2010. Simulasi Value Stream untuk Perbaikan pada
Proses Produksi Pelumas (Studi Kasus LOBP PT PERTAMINA UPMS V).
Didalam: Anonim, editor. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi
XI [Internet]. [6 Februari 2010 Institut Teknologi Sepuluh Nopember].
Surabaya (ID): Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh
Nopember; [diunduh 2018 Maret 18]. Tersedia pada:
http://www.mmt.its.ac.id/download/SEMNAS
Purwaditama A. 2017. Pemodelan value stream mapping dengan Rapid Appraisal
untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas pada multi-produksi Wooden
Door [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Russell RS, Taylor BW. 2014. Operations and Supply Chain Management. Ed ke-
8. Singapura (SG): J Wiley.
Saludin. 2016. Panduan Pengerjaan Proyek Six Sigma: Alat Efektif Meningkatkan
Produktivitas dan Kualitas Produk. Jakarta (ID): Mitra Wacana Media.
Sanny AF. 2015. Implementasi Metode Lean Six Sigma sebagai Upaya
Meminimalisasi Cacat Produk Kemasan Cup Air Mineral 240 ml (Studi Kasus
Perusahaan Air Minum). Jurnal Gaussian [Internet]. September 2012;
[diunduh 2018 Maret 26]; 4(2): Tersedia pada: http://ejournal-
sl.undip.ac.id/index.php/gaussian
Shazana F. 2017. Analisis lean manufacturing pada produk teh celup dengan
metode value stream mapping [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Thangarajoo Y, Smith A. 2015. Lean Thinking: An Overview. Industrial
Engineering & Management. 4(2).159.doi:10.4172/2169-0316.1000159
Zetira A. Analisis supply chain dan lean thinking komoditas brokoli di Kecamatan
Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
34
35

LAMPIRAN
36
37

Lampiran 1 Kuesioner identifikasi pemborosan

Kuesioner Identifikasi Pemborosan dalam Upaya Mengurangi


Pemborosan Proses Produksi dengan Lean Six Sigma
di PT Dayacipta Kemasindo

Kepada responden yang Terhormat,


Pengisian kuesioner ini dilakukan dalam proses menyelesaikan Tugas Akhir
di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penggunaan kuesioner
ini untuk mengidentifikasi pemborosan yang sering terjadi pada masing-masing
proses produksi. Dari hasil penilaian responden dapat dikelompokkan jenis
pemborosan tertinggi dan menjadi acuan dalam pemetaan proses produksi kondisi
mendatang untuk dilakukan langkah perbaikan. Atas partisipasi Bapak/Ibu dalam
mengisi kuesioner ini, penyusun ucapkan terima kasih.
Karawang, April 2018

Wiganda

DATA RESPONDEN
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Departemen :
Tanggal pengisian :

PETUNJUK PENGISIAN
Penilaian didasarkan pada penilaian responden mengenai pemborosan yang
terdapat pada setiap tahapan proses produksi. Responden dapat menilai dan
mengukur besarnya pemborosan menggunakan skala 0-4. Definisi dari skala yang
digunakan dapat ditentukan sebagai berikut:
0 = Tidak ditemukan pemborosan
1 = Pemborosan terjadi 1 minggu sekali
2 = Pemborosan terjadi 1 hari sekali
3 = Pemborosan terjadi 1 shift sekali
4 = Pemborosan terjadi 1 jam sekali
38

Lampiran 1 Kuesioner identifikasi pemborosan (Lanjutan)


Jenis pemborosan
Pemborosan
No Aktivitas proses produksi
yang terjadi
E D O W N T I M E
1 Pemeriksaan roll kertas
2 Pemindahan roll kertas ke gudang
bahan baku
3 Penyimpanan roll kertas
4 Pemindahan roll kertas dari gudang
bahan baku ke area penyiapan kertas
5 Proses Corrugated
6 Pemeriksaan barang hasil proses
Corrugated
7 Pemindahan barang hasil proses
Corrugated ke area conveyor
8 Barang menunggu ditempatkan WIP
9 Pemindahan barang ke area WIP
10 Barang menunggu di area WIP
11 Pemindahan barang dari area WIP ke
area loading mesin Converting
12 Barang menunggu ditempatkan ke area
loading mesin
13 Pemindahan barang dari area loading
converting ke area loading mesin
14 Proses Converting
15 Pemeriksaan barang hasil proses
Converting
16 Pemindahan barang dari hasil
Converting ke area pembersihan trim
waste
17 Proses pembersihan trim waste
18 Barang menunggu dipindahkan ke area
palletizing
19 Pemindahan barang dari area
pembersihan trim ke area palletizing
20 Proses palletizing
21 Barang menunggu dipindahkan ke area
wrapping
22 Pemindahan barang dari area
palletizing ke area wrapping
23 Proses wrapping
24 Barang menunggu dipindahkan ke area
penyimpanan sementara
25 Pemindahan barang jadi ke area
penyimpanan sementara
26 Pemeriksaan barang jadi hasil proses
wrapping
27 Barang menunggu sebelum
dipindahkan ke area loading
pengiriman
28 Pemindahan barang dari area
penyimpanan sementara ke area
loading pengiriman
29 Pemeriksaan finish goods sebelum
dilakukan pengiriman
30 Pemindahan finish goods ke truk
Total nilai pemborosan
39

Lampiran 2 Nilai pemborosan

Jenis pemborosan
No Aktivitas proses produksi
E D O W N T I M E
1 Pemeriksaan roll kertas 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2 Pemindahan roll kertas ke gudang bahan 0 1 0 3 0 0 0 0 0
baku
3 Penyimpanan roll kertas 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Pemindahan roll kertas dari gudang bahan 0 1 0 0 0 0 0 0 0
baku ke area penyiapan kertas
5 Proses Corrugated 1 1 0 0 0 0 0 0 0
6 Pemeriksaan barang hasil proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Corrugated
7 Pemindahan barang hasil proses 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Corrugated ke area conveyor
8 Barang menunggu ditempatkan WIP 0 0 0 1 0 0 0 0 0
9 Pemindahan barang ke area WIP 0 1 0 0 0 0 0 0 0
10 Barang menunggu di area WIP 0 0 0 1 0 0 1 0 0
11 Pemindahan barang dari area WIP ke area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
loading mesin Converting
12 Barang menunggu ditempatkan ke area 0 0 0 4 0 0 0 0 0
loading mesin
13 Pemindahan barang dari area loading 0 0 0 0 0 0 0 0 0
converting ke area loading mesin
14 Proses Converting 1 4 0 3 0 0 1 3 0
15 Pemeriksaan barang hasil proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Converting
16 Pemindahan barang dari hasil Converting 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ke area pembersihan trim waste
17 Proses pembersihan trim waste 0 0 0 0 0 0 0 4 0
18 Barang menunggu dipindahkan ke area 0 0 0 1 0 0 1 0 0
palletizing
19 Pemindahan barang dari area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
pembersihan trim ke area palletizing
20 Proses palletizing 0 0 0 0 0 0 0 4 0
21 Barang menunggu dipindahkan ke area 0 0 0 4 0 0 1 0 0
wrapping
22 Pemindahan barang dari area palletizing 0 0 0 0 0 3 0 0 0
ke area wrapping
23 Proses wrapping 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Barang menunggu dipindahkan ke area 0 0 0 4 0 0 1 0 0
penyimpanan sementara
25 Pemindahan barang jadi ke area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
penyimpanan sementara
26 Pemeriksaan barang jadi hasil proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0
wrapping
27 Barang menunggu sebelum dipindahkan 0 0 0 4 0 0 1 0 0
ke area loading pengiriman
28 Pemindahan barang dari area 0 0 0 0 0 0 0 0 0
penyimpanan sementara ke area loading
pengiriman
29 Pemeriksaan finish goods sebelum 0 0 0 1 0 0 0 0 0
dilakukan pengiriman
30 Pemindahan finish goods ke truk 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total nilai pemborosan 2 9 0 27 0 3 6 11 0
40

40
Lampiran 4 Nilai lead time

Lampiran 3 Nilai lead time


No Tingkat persedian harian Rata-rata Tingkat Lead time
hari hari hari hari hari hari hari tingkat pesanan (pcs) (jam)
Area pengamatan
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 persediaan
(pcs)
1 Area Corrugated 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Area WIP 0 0 4000 0 0 5000 0 1286 1.10


3 Area Converting 0 0 3000 0 0 2000 0 714 0.61

4 Area palletizing 1400 7000 2100 3500 2800 700 2800 2900 28000 2.48

5 Area Wrapping 700 0 1400 1400 0 0 0 500 0.43

6 Area sementara 1120 2800 0 0 4200 5600 1470 5500 4.71


0 0
Total waktu lead time 9.34
41

Lampiran 5 Process Activity Mapping saat ini

Lampiran 4 Process Activity Mapping saat ini


Jenis aktivitas Sifat aktifitas Mesin/ Jarak Waktu
No Aktivitas proses produksi
O T I S D VA NNVA NVA peralatan (meter) (menit)
1 Pemeriksaan roll kertas √ √ - 4.85
2 Pemindahan roll kertas ke gudang bahan baku √ √ Forklift 85 2.23
3 Penyimpanan roll kertas √ √ - 1440
4 Pemindahan roll kertas dari gudang bahan baku ke area penyiapan kertas √ √ Forklift 53 2.12
5 Proses Corrugated √ √ Mesin Corrugator - 22.43
6 Pemeriksaan barang hasil proses Corrugated √ √ Alat ukur - 5.00
7 Pemindahan barang hasil proses Corrugated ke area conveyor √ √ Conveyor 16.5 0.52
8 Barang menunggu ditempatkan WIP √ √ - 50.00
9 Pemindahan barang ke area WIP √ √ Trolley 43 1.12
10 Barang menunggu di area WIP √ √ - 44.00
11 Pemindahan barang dari area WIP ke area loading mesin Converting √ √ Trolley 4.5 0.38
12 Barang menunggu ditempatkan ke area loading mesin √ √ - 26.80
13 Pemindahan barang dari area loading converting ke area loading mesin √ √ Conveyor 3.7 0.17
14 Proses Converting √ √ Mesin Converting - 27.63
15 Pemeriksaan barang hasil proses Converting √ √ Alat ukur - 0.95
16 Pemindahan barang dari hasil Converting ke area pembersihan trim waste √ √ Hand pallet 9 0.90
17 Proses pembersihan trim waste √ √ Pallet - 31.48
18 Barang menunggu dipindahkan ke area palletizing √ √ - 58.00
19 Pemindahan barang dari area pembersihan trim ke area palletizing √ √ Forklift 17 0.35
20 Proses palletizing √ √ Tali strapping dan pallet - 40.65
21 Barang menunggu dipindahkan ke area wrapping √ √ - 25.60
22 Pemindahan barang dari area palletizing ke area wrapping √ √ Forklift 7 0.50
23 Proses wrapping √ √ Mesin Wrapping - 12.75
24 Barang menunggu dipindahkan ke area penyimpanan sementara √ √ - 19.40
25 Pemindahan barang jadi ke area penyimpanan sementara √ √ Forklift 11 1.08
26 Pemeriksaan barang jadi hasil proses wrapping √ √ - 1.22
27 Barang menunggu sebelum dipindahkan ke area loading pengiriman √ √ - 1080
Pemindahan barang dari area penyimpanan sementara ke area loading
28 √ √ Forklift 86 2.22
pengiriman
29 Pemeriksaan finish goods sebelum dilakukan pengiriman √ √ - 1.18
30 Pemindahan finish goods ke truk √ √ Forklift 3.5 1.40
Total 5 12 5 1 7 10 13 7 339.2 2904.93

Keterangan : O = Operation; T = Transportation; I = Inspection; S = Storage; D = Delay; VA = Value Added; NNVA = Necessary Non Value Added; NVA = Non Value Added

41
42

42
Lampiran 6 Value Stream Mapping saat ini

Lampiran 5 Value Stream Mapping saat ini


43

Lampiran 7 Process Activity Mapping setelah perbaikan

Lampiran 6 Process Activity Mapping setelah perbaikan


Jenis aktivitas Sifat aktifitas Mesin/ Jarak Waktu
No Aktivitas proses produksi
O T I S D VA NNVA NVA peralatan (meter) (menit)
1 Pemeriksaan roll kertas √ √ - 4.85
2 Pemindahan roll kertas ke gudang bahan baku √ √ Forklift 85 2.23
3 Penyimpanan roll kertas √ √ - 360
4 Pemindahan roll kertas dari gudang bahan baku ke area penyiapan kertas √ √ Forklift 53 2.12
5 Proses Corrugated √ √ Mesin Corrugator - 22.43
6 Pemeriksaan barang hasil proses Corrugated √ √ Alat ukur - 5.00
7 Pemindahan barang hasil proses Corrugated ke area conveyor √ √ Conveyor 16.5 0.52
8 Pemindahan barang ke area WIP √ √ Trolley 43 1.12
9 Pemindahan barang dari area WIP ke area loading mesin Converting √ √ Trolley 4.5 0.38
10 Pemindahan barang dari area loading converting ke area loading mesin √ √ Conveyor 3.7 0.17
11 Proses Converting √ √ Mesin Converting - 23.72
12 Pemeriksaan barang hasil proses Converting √ √ Alat ukur - 0.95
13 Pemindahan barang dari hasil Converting ke area pembersihan trim waste √ √ Hand pallet 9 0.90
14 Proses pembersihan trim waste √ √ Pallet - 24.20
15 Pemindahan barang dari area pembersihan trim ke area palletizing √ √ Forklift 17 0.35
16 Proses palletizing √ √ Tali strapping dan pallet - 21.97
17 Pemindahan barang dari area palletizing ke area wrapping √ √ Forklift 3 0.50
18 Proses wrapping √ √ Mesin Wrapping - 12.75
19 Pemindahan barang jadi ke area penyimpanan sementara √ √ Forklift 7 1.08
20 Pemeriksaan barang jadi hasil proses wrapping √ √ - 1.22
21 Barang menunggu sebelum dipindahkan ke area loading pengiriman √ √ - 360
Pemindahan barang dari area penyimpanan sementara ke area loading
22 √ √ Forklift 86 2.22
pengiriman
23 Pemeriksaan finish goods sebelum dilakukan pengiriman √ √ - 1.18
24 Pemindahan finish goods ke truk √ √ Forklift 3.5 1.40
Total 5 12 5 1 1 10 13 1 331.2 815.25

Keterangan : O = Operation; T = Transportation; I = Inspection; S = Storage; D = Delay; VA = Value Added; NNVA = Necessary Non Value Added; NVA = Non Value Added

43
44

44
Lampiran 8 Value Stream Mapping setelah perbaikan

Lampiran 7 Value Stream Mapping setelah perbaikan


45

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Juli 1995. Penulis
merupakan anak kelima dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan Bapak Winarja dan
Ibu Adah. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN)
Babakanmadang 05 Kabupaten Bogor lulus pada tahun 2007, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1
Babakanmadang Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Babakanmadang
Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan
pendidikan di Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian
Manajemen Industri melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2013 dari Program Diploma Institut
Pertanian Bogor (IPB) dengan predikat Cumlaude. Pada tahun 2013 penulis
melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM IPB)
melalui jalur tes tulis. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti penulis selama di
kampus diantaranya Himpunan Profesi Akuntansi, Manajemen Agribisnis,
Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/Jasa (Himpro Akmapesa)
Diploma IPB tahun 2013 pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM) dan Diploma IPB Mengajar (DIM) tahun 2016 pada Divisi Akhlak Mulia
(AM).

Anda mungkin juga menyukai