Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PANGAN 1

“METODE BUDIDAYA PADI KONVENSIONAL, SRI, DAN


PENGOLAHAN TANAMAN TERPADU”

OLEH:

MUHAMMAD RIDHO SIREGAR

2106113863

AGROTEKNOLOGI-A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi merupakan tanaman komoditas yang sangat penting di Indonesia, karena

padi sebagai bahan makanan pokok utama. Ketahanan pangan Indonesia

bergantung pada produksi padi. Jika pemerintah kurang perhatian terhadap

perbaikan teknologi tanaman padi, maka produksi per-satuan luas tidak akan

meningkat, hal ini sangat berkorelasi dengan pendapatan petani.

Jika pendapatan petani tidak membaik sedangkan kebutuhannya terus

meningkat, maka petani akan beralih ke komoditi lain atau usaha lain sehingga luas

areal persawahan mengalami penurunan. Di samping itu, juga terjadi pembangunan

fisik secara besar-besaran sehingga lahan produktif untuk tanaman pangan semakin

sempit akibat dari alih fungsi lahan tersebut.

Dengan demikian kebutuhan pangan di Indonesia tidak akan terpenuhi secara

konsisten, karena laju pertambahan penduduk lebih cepat dari peningkatan hasil

tanaman padi. Kenyataannya sampai sekarang kebutuhan pangan bangsa Indonesia

tergantung pada negara lain. Untuk mengatasi ketergantungan pangan dari negara

lain, pemerintah harus meningkatkan produksi padi nasional, salah satunya adalah

dengan cara meningkatkan hasil per-satuan luas tanaman padi sawah (intensifikasi).

Hal ini sejalan dengan program pemerintahan saat ini yaitu program

swasembada pangan menuju ketahanan pangan nasional yang dicanangkan ke

seluruh Indonesia. Faktor utama yang menyebabkan rendahnya produksi padi

nasional adalah masih rendahnya hasil per-satuan luas tanaman padi di Indonesia.

Saat ini rata-rata hasil padi di Indonesia hanya sekitar 5,341 t ha-1 tahun 2015 (BPS,
2016) dan keadaan ini diperburuk lagi dengan luas panen yang cenderung menurun

karena lahan persawahan produktif berubah fungsi menjadi lahan nonpertanian

tanaman pangan.

Menurut Biro Pusat Statistik (2001) yang menyatakan, bahwa penyusutan

luas lahan sawah Indonesia pada tahun 1993 - 2000 (7 tahun) seluas 710.000 ha

atau setiap 2 tahunnya lahan sawah Indonesia menyusut 101,428 ha. Selanjutnya

menurut Biro Pusat Statistik (2016), terjadi kenaikan lahan sawah Indonesia seluas

238.264 ha selama 12 tahun (2003 – 2014) atau terjadi perluasan lahan sawah

kurang lebih 19.855 ha setiap tahun. Kenaikan tersebut tidak sebanding dengan

kebutuhan pangan dan pertumbuhan penduduk Indonesia. Beberapa faktor

penyebab rendahnya produktivitas padi sawah yang dilakukan secara konvensional

yakni dengan kondisi tanah anaerob (tanah tergenang) antara lain adalah: 1)

tersedotnya energi untuk sintesis etilen dan untuk perkembangan jaringan arenkim

yang menyuplai udara ke akar dalam tanah; 2) perkembangan akar padi tidak

optimal.

Teknik budidaya yang belum dilakukan secara optimal oleh petani

menyebabkan tanaman padi belum mengekspresikan kemampuan potensialnya

secara optimal sesuai dengan kemampuan genetiknya. The System of Rice

Intensification (SRI) merupakan salah satu metode intensifikasi agar kemampuan

genetik tanaman dapat diekspresikan secara optimal. Budidaya SRI telah mulai

diterapkan di Indonesia untuk meningkatkan hasil tanaman padi sawah per-satuan

luas, tetapi masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan untuk mencapai hasil

optimal.
The System of Rice Intensification (SRI) yang mulai dikembangkan di

Madagaskar pada awal 1980 oleh Father Henri de Laulanié pada dasarnya adalah

memperbaiki intensifikasi pengelolaan tanaman padi sawah untuk meningkatkan

hasilnya. Metode SRI memfokuskan pada empat komponen utama yakni; 1) umur

pindah bibit muda, 2) penanaman 1 bibit per lubang, 3) jarak tanam longgar, dan 4)

pengelolaan air tidak tergenang.

Aplikasi SRI di Madagaskar mampu memberikan peningkatan hasil tanaman

padi sawah hingga 15 t ha-1 , di China 10-16 t ha-1 dan di Philippina rata-rata 7,2 t

ha-1 (Uphoff, 2003). Di Indonesia budidaya SRI telah memperlihatkan hasil yang

cukup tinggi, seperti di beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Barat, hasil padi SRI

di Sukamandi 6,8 – 9,5 t ha-1 GKP; di Kabupaten Tasikmalaya (Kec.

Parungponteng) 12,48 t ha-1 GKP, Kabupaten Ciamis (Kec. Banjarsari) 13,76 t ha-

1 GKP, dan Kabupaten Garut 3 (Kec. Bayongbong) 12,00 t ha-1 GKP (Sutaryat,

2008). Hal yang sama terjadi juga di Sumatera Barat di mana hasil padi sawah

dengan SRI di Padang dan Padang Ganting tahun 2004 adalah masing-masing 8,5 t

ha-1 GKP dan 9,2 t ha-1 GKP (Kasim, 2005).

Dari kelima faktor yang diterapkan dalam budidaya padi SRI ada tiga faktor

utama yang belum jelas dan tegas dalam penerapannya di lapangan, yaitu 1)

Kondisi tanah yang tidak tergenang seperti apa tepatnya. 2) Jarak tanam dengan

jumlah populasi yang tepat seperti apa sehingga hasil tanaman optimal. 3)

Frekuensi pengendalian gulma akan berbeda-beda pada kondisi yang berbeda, hal

ini berhubungan dengan jumlah pupulasi per-satuan luas, akan terjadinya dinamika

populasi gulma.
Berhubungan dengan budidaya padi SRI, pemberian bahan organik

merupakan salah satu faktor penting agar tanah mampu meningkatkan daya

menahan air sehingga air tidak mudah hilang dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Pemberian bahan organik pada tanah dapat membantu memperbaiki agregat tanah

sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan kemampuan menahan

air, dan bahan organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara mikro yang

mencegah hilangnya unsur tersebut akibat pencucian. Metode SRI mengandung dua

hal pokok, yakni: 1) Memperlakukan tanaman sebagai makhluk hidup yang

memiliki fase-fase pertumbuhan yang harus dipahami, 2) Melakukan perbaikan

teknologi budidaya dengan menciptakan lingkungan tumbuh yang optimal untuk

setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Ditinjau dari segi lingkungan, metode SRI merupakan budidaya padi sawah

dengan penggunaan air yang sangat efisien. Budidaya padi sawah dengan tanah

macak-macak dapat menghemat air kurang lebih 40 % dibandingkan dengan cara

konvensional. Hal ini juga berhubungan antara sumber air terbatas dalam program

ekstensifikasi, jika melaksanakan ekstensifikasi dengan metode SRI pada sumber

dan volume air yang sama akan menghasilkan luas persawahan lebih besar

dibandingkan dengan sistem persawahan konvensional.

Dengan melaksanakan program ekstensifikasi dengan metode SRI akan dapat

menghasilkan areal 4 persawahan lebih luas dan hasil per-satuan luas lebih tinggi,

maka swasembada beras dapat dipertahankan. Penetapan jarak tanam atau

kepadatan populasi suatu tanaman tergantung dengan kondisi tanah di mana

tanaman itu tumbuh, begitu juga pada budidaya padi SRI yang telah ditetapkan

kondisi tanahnya macak-macak yang berbeda kepadatan populasinya dibandingkan


dengan budidaya padi sawah konvensional. Namun demikian, jarak tanam atau

kepadatan populasi budidaya padi sawah dengan metode SRI masih belum selesai.

Jarak tanam disesuaikan dengan kebutuhan setempat; menurut pedoman

pengelolaan tanaman sumberdaya terpadu (PTT) dengan jarak tanam 20 cm x 20

cm, 25 cm x 25 cm dan jarak tanam legowo 4:1 (10 cm x 20 cm). Selanjutnya

menurut peneliti dari IRRI menyatakan banyak kelemahan yang ada dalam SRI,

salah satunya adalah penggunaan jarak tanam renggang mengakibatkan kurangnya

populasi tanaman sehingga tangkapan radiasi matahari untuk dikonversikan

menjadi hasil gabah padi menjadi berkurang. Jarak tanam atau kepadatan populasi

berhubungan erat dengan frekuensi pengendalian gulma, semakin renggang

populasi tanaman padi sawah maka frekuensi pengendalian gulma semakin tinggi,

begitu juga sebaliknya.

Oleh sebab itu, setiap melakukan kajian tentang berbagai kepadatan populasi

sering diikuti dengan frekuensi pengendalian gulma. Intensitas penyiangan gulma

untuk sistem SRI yang direkomendasikan dilakukan sebanyak empat kali, hal ini

akan dapat meningkatkan hasil padi sekitar 2 t.ha-1 dibanding penyiangan lainnya.

Penyiangan pada budidaya SRI dilakukan dengan berbagai variasi, hal ini

tergantung dengan kondisi tanah dan iklim setempat. Berdasarkan uraian di atas,

penelitian diarahkan pada upaya peningkatan hasil tanaman padi dengan SRI

melalui manipulasi lingkungan tumbuh ke arah yang lebih baik. Optimalisasi

lingkungan tumbuh didekati dengan teknologi budidaya tanaman padi sawah seperti

pengelolaan pemberian air, serta pengelolaan lingkungan tumbuh 5 akar seperti

pengaturan jumlah populasi dan pengendalian gulma, selanjutnya akan dapat

meningkatkan hasil tanaman padi sawah per-satuan luas.


Tanaman padi merupakan komoditas pertanian yang penting di Indonesia,

tanaman padi juga dapat menjadi salah satu komoditas andalan penyumbang devisa

negara dari sektor non migas. Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman

budidaya strategis di Indonesia. Budidaya pertanian padi terdapat berbagai sistem

teknologi yang dapat diterapkan seperti sistem tanam konvensional, organik, mina

padi, jajar legowo, surjan, dan lainnya. Sistem pertanian yang kerap kali diterapkan

oleh petani umumnya adalah sistem pertanian secara konvensional. Sistem

pertanian padi konvensional adalah pertanian yang menggunakan bahan sintetik

seperti pupuk, pestisida yang mengandung unsur kimia sintetik.

Sistem ini banyak menggunakan bahan sintetik yang dapat menyebabkan

rusaknya tanah, hilangnya keragaman musuh alami, munculnya hama resisten,

sehingga berakibat pada menurunnya produktifitas tanaman. Oleh sebab itu,

diperlukaan adanya pembenahan sistem teknologi budidaya yang digunakan yang

dapat menjadikan pertanian tersebut berkelanjutan, seperti sistem mina padi

organik. Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu makanan pokok yang

sangat penting bagi setegah penduduk dunia khususnya Indonesia. Di Indonesia

sendiri tanaman pangan sudah menjadi kebutuhan utama dalam memenuhi

kebutuhan msayrakat.

Rintangan dan kendala yang menjadi masalah dalam mengembangkan

ketahanan pangan nasional ialah konversi lahan pertanian dan pemanfaatan sumber

daya air dan lahan dalam aktivitas non pertanian dapat menurunkan produksi

pertanian yang semakin sempit. Dalam kondisi ini sektor pertanain menghadapi

kendala dalam mengembangkan optimilisasi pemanfaatan sumberdaya air dan

lahan serta efisiensi. Pengembangan harus dilaksanakan dalam mengembangkan


pertanaman efisiensi dengan melalui umur bibit persemaian dan sistem tanam yang

tepat. Pelaksanaan umur bibit dan sistem tanam serta penggunaan varietas unggul

padi yang tepat dan efektif dapat memberikan pertumbuhan tanaman yang efisien

dalam waktu yang cepat serta peningkatan produktivitas yang maksimal. aktivitas

petani padi yang memegan peranan penting dalam memelihara tanaman agar

perkembangan tanaman padi dapat tumbuh dengan baik serta petani bekerja dalam

mengelolah usahatani padi.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu teknologi pertanian

yang kembangkan oleh pemerintah serta memiliki bebarapa komponen yang

penting dalam upaya meningkatkan hasil produktivitas dan efisiensi dalam

perbaikan usahatani dan pendekatan inovatif dengan pendekatan perakitan

teknologi dan perbaikan sistem yang sinergis antara setiap komponen teknologi

PTT yang dilaksanakan dengan cara spesifik lokasi dan partisipatif oleh petani.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah inovasi yang baru yang

dikembangkan oleh pemerintah dalam menyelesaikan suatu permasalahan

khususnya diusahatani padi dalam meningkatan hasil produktivitas tanmanan padi.

Teknologi PTT intensifikasi yang bersifat spesifik lokasi tergantung pada

suatu masalah yang akan dihadapi (demand driven technology). Komponen

teknologi PTT dilaksanakan bersama-sama dengan petani dengan melihat

kebutuhan teknologi (need assessment). Komponen teknologi Pengelolaan

Tanaman Terpadu (PTT) dasar/compulsory merupakan teknologi pertanian yang 3

disarankan untuk diterapkan di semua lokasi atau wilayah. Kabupaten Luwu adalah

salah kabupaten yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Luwu

secara umum mempunyai karakteristik bentang Alam yang terdiri atas pantai, pesisi
dan pegunungan yang berbentuk bukit maupun terjal. Hal ini membuat masyrakat

di Kabupaten Luwu menggantungkan hidupnya di usahtani padi karena masyrakat

di Kabupaten Luwu mayoritas bergerak pada sektor pertanian salah satunya sektor

tanaman padi.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui metode masing-masing metode dalam budidaya padi di

Indonesia, kelebihan dan kekurangan masing-masing metode serta perbandingan

antara metode-metode yang ada.

1.3 manfaat

Dapat mengetahui penggunaan metode-metode tentang budidaya padi serta

mengetahui perbandingan di antara ketiga nya.


BAB II

BUDIDAYA KONVENSIONAL

Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-

tingginya dengan kualitas sebaik mungkin, untuk mendapatkan hasil yang sesuai

dengan harapan maka, tanaman yang akan ditanam harus sehat dan subur. Tanaman

yang sehat ialah tanaman yang tidak terserang oleh hama dan penyakit, tidak

mengalami defisiensi hara, baik unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar

maupun dalam jumlah kecil. Sedangkan tanaman subur ialah tanaman yang

pertumbuhan dan perkembangannya tidak terhambat, baik oleh kondisi biji

tanaman atau kondisi lingkungan (Kassam, 2002).

Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil

yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak 20

dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan

tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan

agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali

menurunkan produksi.

Upaya peningkatan produksi pertanian padi terus dilakukan, banyak cara

yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh hasil produksi padi yang tinggi tanpa

merubah sistem tanam padi itu sendiri, diantaranya adalah pengaturan jarak tanam

yang tepat sesuai kondisi tanah, penggunaan bibit unggul, pemupukan yang tepat

sasaran, pengontrolan pada sistem pengairan, pengendalian hama dan penyakit,

serta sanitasi lingkungan sawah. Penggunaan jarak tanam pada dasarnya adalah
memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami

banyak persaingan dalam hal mengambil air unsur-unsur hara, dan cahaya matahari.

Jarak tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari secara optimal

untuk proses fotosintesis dalam jarak tanam yang tepat, tanaman akan memperoleh

ruang tumbuh yang seimbang. Pengertian sistem tanam padi konvensional atau

lebih dikenal dengan sistem tanam padi biasa adalah sistem tanam padi yang di

terapkan oleh petani dengan mengatur sama jaraknya antar baris tanaman sehingga

tanaman terlihat berbaris rapi dan lahan terisi penuh (Anas, 2011).

Teknik penanaman ini sudah lama diterapkan oleh kebanyakan petani tanpa

menggunakan pola seperti teknik penaman padi yang yang telah berkembang saat

ini yaitu sistem tanam jajar legowo. Pada proses penanaman bibit padi dilakukan

dengan cara mundur menggunakan alat bambu 21 atau kayu yang sudah ditentukan

jarak antar baris tanaman agar tanaman berbaris dengan rapi dan teratur.

Prinsip dari sistem tanam padi konvensional adalah mengoptimalkan luas

lahan dengan ditanami padi dan mengatur jarak tanamnya tergantung dari varietas

padi yang digunakan. Jarak antar tanaman dapat di variasi tergantung dari tingkat

kesuburan tanah dan jenis benih padi yang digunakan yaitu 20 x 20 cm, 22,5 x 22,5

cm dan 25 x 25 cm.

Adapun jarak tanam yang umumnya digunakan oleh petani di Desa

Sidoagung adalah 25 x 25 cm. Tujuan dari sistem tanam ini adalah untuk

memperoleh hasil produksi padi yang tinggi dibarengi dengan perawatan tanaman

seperti pemupukan dan obat-obatan secara rutin. Sistem tanam ini masih diminati

oleh kebanyakan petani karena pertimbangan tertentu dan manfaat yang dirasakan.
Sistem Tanam Padi Konvensional Penerapan sistem tanam ini dilakukan oleh

petani dengan mengatur jarak tanaman yang sama antar barisan maupun antar

rumpunnya yaitu 25 x 25 cm bertujuan agar pertumbuhan anakan dapat berkembang

secara optimal serta 22 mudah dalam mengendalikan gulma. Selain itu diperlukan

juga perawatan yang tepat melalui pemberian asupan pupuk yang berimbang pada

tanaman padi serta pemberian obat-obatan untuk mengantisipasi dan

menanggulangi hama agar memperoleh hasil produksi dan produktivitas padi yang

tinggi.

Adapun manfaat dari penerapan sistem tanam padi konvensional atau biasa

adalah sebagai berikut : 1) Tenaga kerja yang dibutuhkan relatif tidak banyak 2)

Jumlah benih padi yang dibutuhkan tidak banyak karena tidak adanya tanaman

sisipan 3) Pada proses penanaman lebih praktis dan tidak memakan waktu lama.

Kendala pada sistem pertanian konvensional di Indonesia terjadi karena

Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi lingkungan yang kurang

menunjang, seperti curah hujan yang tinggi. Kondisi tersebut dapat mengurangi

keefektifan penggunaan pupuk kimia di lapangan karena pencucian hara tanah,

sehingga menyebabkan pemborosan dan mengakibatkan tingkat kesuburan tanah

yang rendah dengan produksi yang rendah secara kuantitas maupun kualitas (Arif

2006).
Suhu dan kelembaban udara tinggi sepanjang tahun cenderung

menguntungkan perkembangan gulma, hama, dan penyakit. Di dataran tinggi,

masalah erosi tanah dan persistensi organisme pengganggu tanaman (OPT)

merupakan faktor pembatas produktivitas tanaman petani.


BAB III

SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi

metode budidaya padi yang dikembangkan sejak 1980-an oleh pastor sekaligus

agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang ditugaskan di Madagaskar sejak

1961.

Awalnya SRI adalah singkatan dari "systeme de riziculture intensive" dan

pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya dikenal

setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia

sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur

Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD).

Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di

China dan Indonesia. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil

panen berkisar 7-10 t/ha. Konsep dasar SRI adalah: (a) pindah tanam satu bibit per

lubang, usia sangat muda (7-14 hari setelah semai) dengan jarak tanam longgar (30

cm x 30 cm) dan (b) pemberian air irigasi terputus-putus tanpa penggenangan di

petak sawah.

Apabila konsep dasar dan metoda SRI diterapkan secara benar, maka akan

diperoleh panen padi lebih besar walaupun dengan mengurangi input eksternal (air,

pupuk kimia dan sebagainya). Tahun 1997, Dr. Uphoff memberikan presentasi SRI

di Bogor, Indonesia; untuk pertama kalinya SRI dipresentasikan di luar

Madagaskar. Tahun 1999, Badan Penelitian Tanaman Padi (Indonesian Agency for

Agricultural Research and Development = IAARD) melaksanakan pengujian dan


evaluasi SRI di pusat penelitiannya di Sukamandi, jawa Barat. Hasilnya panen

dengan metode SRI sebesar 6.2 t/ha sedangkan hasil dari petak kontrolnya 4.1 t/ha,

peningkatan hasil66, 12%.

Penerapan SRI oleh PT HM Sampoerna Tbk. didorong oleh: 1. Semakin

menurunnya ketersediaan airdi wilayah sekitar Sukorejo. 2. Potensi lahan pertanian

semakin menurun sementara penggunaan bahan kimia terus meningkat. 3. SRI

adalah metod'e yang ramah lingkungan sekaligus mampu meningkatkan efisiensi

dan produktivitas. 4. Peningkatan produktivitas tanaman padi akan turut

meningkatkan. pendapatan petani. 5. Kenaikan harga pangan yang terjadi

membutuhkan solusi untuk meningkatkan produktivitas bahan pangan.

Pola penerapan SRI pada lokasi binaan PT HM Sampoerna Tbk. melalui

berbagai tahapan : a. SRI Kimia Penerapan SRIdengan pemberian pupuk kimia dan

pestisida kimia. b. SRI Semi Organik Penerapan SRI dengan mengkombinasi

pemberian pupuk kimia dan organik serta pestisida organik. c. SRI Organik

Penerapan SRIdengan pemberian pupuk dan pestisida organik.

Prinsip Budidaya Padi Metode SRI 1. Tanam bibit muda berusia kurang dari

12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai. 2. Tanam bibit satu

lubang satu bibit dengan jarak tanam lebar 30x30 em, 35x35 em 9tau lebih jarang

lagi. 3. Pindah tanam harus segera mungkin (kurang 30 menit) dan harus hati-hati

agar akar tidak putus dan ditanam dangkal. 4. Pemberian air maksimum 2 em

(maeak-maeak) dan periode tertentu dikeringkan sampai peeah (irigasi

berselanglterputus). . 5. Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2

- 3 kali dengan interval 10 hari. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik dan

pestisida organik.
Keunggulan Metode SRI 1. Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari

mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 em paling baik maeak-

maeak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi

terputus). 2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kglha, tidak butuh biaya peneabutan

bibit, tidak butuh biaya pindah bibit, tenaga tanam berkurang, dan lain-lain. 3.

Hemat waktu ditanam bibit muda 5 - 12 hari setelah semai, dan waktu panen akan

lebih awal. 4. Produksi meningkat di beberapa tempat meneapai 11 ton/ha. 5.

Ramah lingkungan, seeara bertahap penggunaan pupuk kimia (urea, Sp36, KCI)

akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos,

kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.

Teknis Budidaya SRI pengolahan tanah Untuk mendapatkan media tumbuh

metode tanam padi SRI yang baik, maka lahan diolah seperti menanam padi metode

biasa yaitu tanah dibajak sedalam 25 sampai 30 em sambi I membenamkan sisa-

sisa tanaman dan rumputrumputan, kemudian digemburkan dengan garu,' lalu

diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air ketinggiannya di petakan

sawah akan merata. parit Pada petak SRI perlu dibuat parit keliling dan melintang

petak untuk membuang kelebihan air. Letak dan jumlah parit pembuang

disesuaikan dengan bentuk dan ukuran petak, serta dimensi saluran irigasi.

Perendaman benih Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam

dengan menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam

gabah sehingga dapat mempereepat benih untuk berkeeambah. Perendaman

dilakukan selama 24 sampai 48 jam. penganginan benih, Benih yang telah direndam

kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah

tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan
kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam.

pemilihan benihyang balk Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau

bernas, dengan metode SRi, harus terlebih dahulu diadakan pengujian benih.

Pengujian benih dilakukan dengan eara penyeleksian menggunakan larutan air

garam, yang langkah-Iangkahnya adalah sebagai berikut: Masukkan air bersih ke

dalam ember/panei, kemudian berikan garam dan aduk sampai larut. Masukkan

telur itik bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur itik belum

mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian garam dianggap

eukup apabila posisi telur itik mengapung pada permukaan larutan garam.·

Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panei yang berisi larutan

garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit. Pisahkan benih yang

mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih yang

bermutu baik atau bernas. Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dieuei dengan

air biasa samRai bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa

garam.

Teknis Budidaya SRI persemaian benih, Persemaian dengan metode SRI,

dilakukan dengan mempergunakan nare atau tampah atau besek atau juga di

hamparan sawah, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman.

Pembuatan media persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan langkah-

Iangkah sebagai berikut: 1. Mencampur tanah, pasir dengan pupuk organik dengan

perbandingan 1:1:1. Sebelum nare atau tampah tempat pembibitan diisi dengan

tanah, pasir yang sudah dieampur dengan pupuk organik terlebih dahulu dilapisi

dengan daun pisang dengan harapan untuk mempermudah pembuatan dan menjaga

kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram dengan air sehingga
tanah menjadi lembab. Benih yang sudah dianginkan ini, ditaburkan ke dalam nare

yang berisi tanah. Setelah benih ditabur, kemudian ditutup dengan lapisan tanah

yang tipis. Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman

dari gangguan ayam atau binatang lain. Selama masa persemaian, pemberian air

dapat dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.

Penyaplakan Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan

dengan memakai caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan

rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan

jarak tertentu. Variasi jarak tanam diantaranya: Jarak tanam 30 em x 30 em, 35 em

x 35 em, atau jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan

melebar. Setiap pertemuan garis hasi Igaris penyaplakan adalah tempat untuk

penanaman 1 bibit padi.

Penanaman dengan metode SRI Penanaman dengan metode SRI dilakukan

dengan langkah-Iangkah sebagai berikut: Bibit yang ditanam harus berusia muda,

yaitu kurang dari 12 hari setelah semai yaitu ketika bibit masih berdaun 2 helai.

Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus dangkal

dengan kedalaman 1 -1,5 em serta perakaran sa at penanaman seperti huruf l

dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air. Teknis Budidaya

SRI pemupukan, Dalam pelaksanaan uji coba metode SRI di areal binaan PT HM

Sampoerna Tbk. ada dua perlakuan dengan mempergunakan pupuk anorganik

(kimia) murni dan organik Pemupukan Anorganik (Kimial Takaran pupuk

anorganik (kimia) mengikuti anjuran Dinas Pertanian/PPL atau kebiasaan petani

setempat.
Pemberian air, dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air

di petakan sawah maksimum 2 em, paling baik maeak-maeak (0,5 em). Pada

periode tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai peeah-peeah. Pemberian air

terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan pertumbuhan

tunas tidak optimal Teknis Budidaya SRI penyiangan, dilakukan dengan

mempergunakan alat penyiang jenis landak atau rotary weeder seperti yang

dikembangkan DISIMP, atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk

membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan ngosrok

atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat

menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan

agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-

akar tanaman padi yang ada di dalam tanah. Penyiangan minimal 3 kali. Penyiangan

pertama dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam dan selanjutnya penyiangan

kedua dilakukan pada umur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan

penyiangan keempat pada umur40 HST.

Lokasi SRI anorganik, Pengendalian hama dan penyakit di lokasi demplot

SRI dikendalikan dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT),dengan cara

mempergunakan varietas benih yang sehat dan resisten terhadap hama dan

penyakit, menanam secara serentak serta mempergunakan pestisida secara selektif.

Penggunaan pestisida hanya dilakukan sebagai langkah terakhir, bila ternyata

serangan hama dan penyakit belum dapat diatasi. Lokasi SRI organic, Pengendalian

hama trip, mempergunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun sere dan bawang

putih. Pengendalian belalang, penggerek batang mempergunakan pestisida nabati


yang terbuat dari buah mahoni, daun tembakau dan daun suren. Pengendalian

wereng, mempergunakan pestisida nabati dan hewani yang terbuat dari daun

Teknis Budidaya SRI panen, Panen dilakukan setelah tanaman tua ditandai

dengan menguningnya bulirsecara merata. Bulir padi juga tidak akan berair apabila

dicoba untuk digigit. Panen dengan metode SRIbiasanya lebih awal dibandingkan

dengan metode biasa, dihitungdari mulai persemaian Kelebihan SRI mempunyai

kelebihan yakni hemat air (selama fase vegetatif lahan dalam keadaan macak-

macak atau dalam kapasitas lapang sampai retak rambut), masuk fase generatif

lahan diairi maksimal 2 cm. Keadaan tergenang inidiusahakan sampai 25 hari

menjelang panen. Hemat biaya produksi, karena hemat benih. Benih digunakan

lebih sedikit yakni 7 kg/ha, sementara cara konvensional benih dibutuhkan lebih

banyak yakni 30-45 kg/ha. Hemat air, air hanya dibutuhkan pada fase generatif,

karena lahan tidak selalu dalam keadaan tergenang. Keadaan yang tidak tergenang

selama fase vegetatif merupakan pengendalian hama keong karena keong tidak

akan muncul akibat lahan tidak tergenang. Umur pindah bibit lebih awal, membuat

tanaman lebih leluasa tumbuh dan berkembang membuat anakan terbentuk sampai

12 kali sehingga terjadi anakan eksponensial. Jarak tanam lebih lebar membuat

iklim mikro menjadi lebih baik, akibatnya tanaman tumbuh dan berkembang

dengan sempurna. Hal ini akan dapat meningkatan produksi mencapai 8-10 ton/ha.

Keuntungan penerapan metode SRI; hasil panen lebih tinggi, peningkatan

hasil 50-200% dengan hasil 8 ton bahkan sampai 10 ton; lebih hemat air,

penghematan air sampai dengan 50% dan produktifitas yang lebih tinggi per

volume air; perbaikan mutu tanah dan pemakaian pupuk yang lebih efisien baik

pupuk organik maupun sintetik; kebutuhan benih lebih sedikit 5-10 kg/ha, benih
Kesulitan dalam penerapan metode SRI pada masyarakat adalah; sulit dalam

pengontrolan air, apalagi kalau hari hujan lebat; tenaga kerja diperlukan lebih

banyak dibandingkan dengan cara konvensional, padahal tenaga kerja yang sudah

telaten dapat mengurangi jumlah tenaga kerja; petani belum terbiasa menanam bibit

umur muda yang hanya satu batang per lubang tanam; jika lahan tergenang maka

bibit akan mudah dimakan keong, oleh sebab itu lahan diusahakan dalam keadaan

lembab agar keong tidak aktif. Namun hal ini dapat dilakukan dengan teknik

pengelolaan yang baik. Tenaga kerja dapat berkurang kalau dikelola dengan baik,

seperti waktu tanam yang biasanya dibutuhkan sebanyak 32 orang per hari, dengan

metode SRI menjadi 28 orang per hari. Penyiangan gulma dikelola sedini mungkin,

akibatnya gulma tidak merajalela tumbuh sehingga tanaman bebas dari gulma.

Selain itu, dengan menggunakan pupuk organik dan musuh alami membuat

tanaman sehat dan lahan menjadi ramah lingkungan. Dengan penggunaan pupuk

organik dapat mengurangi penggunaan pupuk sintetik separoh dosis.

Komponen SRI Pada praktek metode SRI perlu dilakukan 4 komponen yang

saling menyatu yaitu; pemindahan bibit lebih awal (7-15 hss), bibit ditanam satu

batang per lubang tanam, dengan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm, dan kondisi

lahan dalam keadaan macak-macak. Selain itu, perlu penambahan bahan organik

dan penyiangan gulma agar tanaman padi bagus pertumbuhannya. Ditambahkan

oleh bahwa pemindahan bibit lebih awal sekitar 8-12 hari akan lebih baik bagi

pertumbuhan tanaman padi yang disemai pada lahan basah. Penelitian terbaru

dengan persemaian kering dalam wadah yang dialas dengan daun pisang ataupun

plastik lebih baik pada umur 9-13 hss. Penambahan bahan organik berupa kompos

jerami ataupun kompos titonia sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman


padi. Titonia mengandung unsur hara N, P, dan K selain itu, bunga titonia dapat

dijadikan sebagai biopestisida untuk mengendalikan hama tanaman padi. Berikut

ini ditampilkan keadaan lahan yang lembab sampai retak rambut

Pelaksanaan SRI di Indonesia, penelitian tentang metode SRI terus dilakukan

sampai sekarang dan demplot-demplot juga diadakan pada kelompok-kelompok

tani yang ada di kota Padang dan daerah Kabupaten dan kota lainnya di Sumatera

Barat. Pada tahun 2006 dan 2007 juga dilakukan demplot di Kabupaten Padang

Pariaman dan Solok memberikan hasil 7,5 ton/ha dan 8,0 ton/ ha. Penerapan

demplot yang dilakukan dengan dana DP2M Dikti dengan skim pengabdian

Sibermas tahun 2009 memberikan hasil sebesar 8,2 ton/ ha di kota Padang dengan

menambahkan pupuk organik. Di Kabupaten Padang Pariaman memberikan hasil

6-7,5 ton/ha. Hasil ini jauh diatas hasil petani, di mana rata-rata produksi padi Kota

Padang 4,5 ton/ha. Pada tahun 2010 meningkat hasil padi menjadi 9 ton/ha di

Padang Pariaman dan tahun 2011 meningkat menjadi 10 ton/ha dengan

menggunakan kompos jerami. Sejak itu, masyarakat selalu menggunakan kompos

jerami yang diolah sendiri oleh kelompok tani. Dengan menggunakan pupuk

kompos jerami dapat mengurangi pupuk anorganik. Sejak tahun 2000, metode SRI

telah dicobakan di Jawa Barat dan sampai sekarang petani disekitarnya sudah

merasakan akan manfaat menerapkan metode SRI. Bahkan mereka melakukan

budidaya padi.

Teknik Budidaya Tanaman Padi Metode SRI (The System of Rice

Intensification) dua kali saja, hal ini tidak menambah biaya pemeliharaan tanaman.

Namun kalau gulma terlambat disiangi maka biaya penyiangan akan menjadi 4 kali

lipat. Biaya produksi akan tertutupi dengan hasil yang berlipatganda. Pada metode
SRI yang menggunakan pupuk organik akan membuat lahan lebih subur dan musuh

alami lebih banyak sehingga serangan hama ataupun penyakit akan berkurang.

Mina Padi-SRI Mina padi biasanya dilaksanakan pada lahan sawah yang tergenang

dengan menambahkan ikan ke dalam sawah. Hal ini biasa dilakukan oleh petani.

Namun dengan metode mina padi-SRI yang lahannya tetap dalam keadaan lembab,

namun saluran air disekitar penanaman padi selalu digenangi air sehingga ikan

dilepaskan pada saluran air saja. Saluran dibuat sedalam 25 cm dengan lebar 50 cm

- 100 cm, sehingga ikan lebih leluasa hidup dan berkembang pada saluran air yang

terdapat di samping kiri dan kanan lahan yang ditanami padi. Metode ini mirip

dengan jajar legowo, namun salurannya diperdalam dan diperlebar. Jarak tanam

minimal 25 cm x 25 cm sehingga dengan lebar bedengan 2 meter terdapat 8 baris

tanaman padi. Bentuk demplot mina padi-SRI dapat dilihat pada gambar berikut

ini. Gambar 3.3 Bentuk Aplikasi Mina Padi-SRI Bab 3 – Metode SRI 19 Kondisi

mina padi-SRI ini akan membuat lahan tetap dalam keadaan lembab, sehingga

pertumbuhan tanaman akan lebih bagus karena perakaran berkembang dengan baik.

Biasanya akar akan sehat dan bewarna putih kekuningan. Akar akan bernafas dalam

keadaan aerob karena oksigen cukup tersedia dalam tanah. Mina padi-SRI

menguntungkan sekali karena pada pelaksanaan metode SRI selama ini saluran air

yang selalu tergenang tidak dimanfaatkan. Namun dengan adanya ikan yang

dilepaskan pada saluran air maka akan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga

saling menuntungkan. Hasil yang didapatkan menjadi dua kali lipat, hasil dari

gabah dan hasil dari ikan. Disamping itu, ikan akan memakan mikroorganisme

pengganggu tanaman, sehingga tanaman padi menjadi lebih sehat dan hasil akan

meningkat. Kotoran ikan dan makanan ikan seperti pelet juga akan menambah
unsur hara bagi tanaman padi. Namun alangkah lebih baiknya kalau pada saluran

air tersebut juga ditanam atau dipelihara azola, karena azola dapat menambat N

udara sehingga kebutuhan unsur N bagi tanaman akan terpenuhi.

Selain dari berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan hasil

tanaman padi, maka pengegenagan lahan sebelum tanam akan mengurangi resiko

tumbuhnya gulma pada lahan. Setelah sawah dibajak maka dilakukan penggenagan

akan membuat gulma lambat tumbuh dan berkembang. Pada penggenagan lahan

selama 3 minggu sebelum penanaman bibit maka pertumbuhan gulma sangat

sedikit. Hal ini dapat membantu pengendalian gulma pada metode SRI. Budidaya

tanaman padi melalui metode SRI pada dasarnya hampir sama dalam pengolahan

lahannya dengan cara konvensional, hanya saja perbedaannya pada saat penanaman

lahan dalam keadaan macakmacak, selain itu, penggunaan benih, pengairan, dan

penanaman lebih hemat. Pelaksanaannya dimulai dari pengolahan lahan,

persemaian baik persemaian basah ataupun kering, penanaman, pemeliharaan, serta

panen dan pasca panen.


BAB IV

PPT (PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU)

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu pendekatan holistic

yang bersifat partisipatif yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi, yang

bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang

cocok untuk kondisi setempat yang dapat meningkatkan hasil gabah dan mutu beras

serta menjaga kelestarian lingkungan. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu (PTT) merupakan suatu pendekatan yang dapat diimplementasikan untuk

meningkatkan produksi padi secara intensif pada lahan sawah beririgasi.

Komponen-komponen pengelolaan tanaman terpadu seperti pengelolaan hama

terpadu, hara terpadu, air terpadu, dan gulma terpadu telah dipraktekkan beberapa

tahun terakhir. Namun karena pengelolaannya masih parsial/terpisah-pisah, maka

hasilnyapun belum optimal. Model PTT dikembangkan secara holistic dengan

mengintegrasikan berbagai komponen yang bersinergi dan kompatibel dalam

sistem produksi tanaman, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih nyata.

komponen teknologi inovatif terbaik sesuai dengan kondisi biofisik lahan dan

sosial-ekonomi-budaya petani setempat. Oleh karena itu PTT bukanlah suatu paket

teknologi melainkan strategi atau pendekatan dalam rangka peningkatan produksi

dan produktivitas padi melalui pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara serta

organisme pengganggu tanaman secara menyeluruh dan berkelanjutan,

Pendekatan PTT sendiri dilakukan dengan cara, partisipatif, dinamis,

spesifik lokasi, keterpaduan dan, sinergis antar beberapa komponen teknologi yang

tersedia. Sementara itu komponen teknologi dalam PTT secara garis besar terdiri
dari Komponen Dasar dan Komponen Pilihan. Komponen-komponen teknologi

tersebut masih belum sepenuhnya diadopsi secara benar oleh petani karena berbagai

faktor. Untuk itu dalam brosur ini diuraikan kembali secara mendalam komponen

teknologi padi utamanya padi sawah di lahan irigasi hara serta organisrne

pengganggu tanaman secara holistik dan berkelanjutan.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) telah menginisiasi aplikasi

PTT lahan sawah irigasi sejak 1999 di Sukamandi. Peningkatan hasil padi yang

diperoleh dengan penerapan PTT berbeda menurut tingkat dan skala luasan usaha.

Pada tingkat penelitian dan demontrasi dengan luasan terbatas (l-2,5 ha) melalui

model PTT hasil padi dapat meningkat rata-tara 37%. Peningkatan tersebut

kemudian berkurang menjadi sekitar 27% dan 16%, masing masing di tingkat

pengkajian dengan luasan sekitar 1-5 ha dan di tingkat implementasi dengan luasan

50-100 ha.

Selain itu, dengan PTT hasil gabah dan kualitas beras juga meningkat; biaya

usahatani padi berkurang, kesehatan dan kelestarian lingkungan terjaga, Untuk

mencapai keadaan tersebut di atas, sinergi antar komponen teknologi merupakan

hal yang harus digali untuk medapatkan output produksi yang lebih tinggi. Sebagai

contoh, penggunaan benih varietas unggul yang sehat dengan vigor tinggi akan

menghasilkan tanaman dengan distribusi akar yang lebih balk sehingga mampu

menyerap air dan unsur hara pada lapisan tanah lebih dalam. Demikian pula dengan

sistem pengairan intermitten akan memperbaiki efisiensi penggunaan air,

aerasitanah dan perLumbuhan akar.

Petunjuk teknis lapang PTT Padi Sawah lrigasi intensifikasi tanaman padi

dengan pendekatan PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan suatu usaha


untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan

memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Melalui usaha ini

diharapkan kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat

ditingkatkan, dan usaha pertanian padi dapat terlanjutkan, Penerapan PTT

didasarkan pada empat prinsip, Pertama, PTT bukan merupakan teknologi maupun

paket teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman,

lahan dan air dapat dikelola sebaik-baiknya. Kedua, PTT memanfaatkan teknologi

pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan usur

keterkaitan sinergis antar teknologi. Ketiga, memperhatikan kesesuaian teknologi

dengan lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi petani. Keempat, PTT bersifat

partisipatif yang berarti petani turut sefta menguji dan memilih teknologi yang

sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani mela I ui proses pem

belajaran. Dalam strategi penerapan P[ anjuran teknologi didasarkan pada bobot

sumbangan teknologi terhadap peningkatan produktivitas tanaman, baik terpisah

maupun terintegrasi, Teknologi disuluhkan kepada petani secara bertahap.

Urutan anjuran teknologi produksi padi pada PTT adalah: Penggunaan

varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasiltinggi dan atau bernilai

ekonomi tinggi. Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit baik.

Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi. Penggunaan kompos bahan organik

dan atau pupuk kandang sebagai pupukdan pembenah tanah. Pengelolaan bibit dan

tanaman padi sehat melalui pengaturan tanah tebar benih penggunaan benih

serempak yang bernas (berisi peo penanaman bibit yaitu antara 1-3 pengaturan

peno. Pengendalian hama terpadu. Penggunaan Latihan penerapan PTT

penyempurnaan dari untuk menunjang Food and Agiculture. Tanaman Terpadu


(PHT) dikenal rekomendasi nasional, petani teknologi yang paling kemampuan

petani, dan suatu teknologi, Upaya untuk tanaman padi yang didilakukan secara

baik, merupakan suatu usaha efisiensi masukan produksi sumber daya alam secara

kebutuhan beras nasional, tani padi dapat ditingkatkan, terlanjutkan, dan empat

prinsip.

Pertama, paket teknologi, tetapi sumber daya tanaman, lahan Kedua, PTT

memanfaatkan lingkungan dan diterapkan kaitan sinergis antar teknologi,

kesesuaian teknologi dengan onomi petani. Keempat, PTT petani turut serta

menguji dan penanganan keadaan setempat dan pembelajaran, anjuran teknologi

didasarkan teknologi terhadap peningkatan terpisah maupun terintegrasi tani secara

bertahap. Urutan PTT adalah: benih unggul atau varietas padi berdaya tinggi

dengan mutu bibit baik. spesifik lokasi. ganik dan atau pupuk kandang ,tanah, padi

sehat. Petunjuk teknis Lapang PTT Padi sawah lrigasi, pengaturan tanam sistim

legowo, tugel, maupun sistem tebar benih langsung, penggunaan bibit dengan daya

tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi

bernas (berisi penuh), penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit terbatas

yaitu antara 1-3 bibit per lubang, pengaturan pengairan dan pengeringan berselang,

dan pengendalian gulma.

Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu, Penggunaan

alat perontok gabah mekanis ataupun mesin. Penerapan PTT dalam intensifikasi

padi merupakan penyempurnaan dari konsep sebelumnya yang dikembangkan

untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti Supra Insus. Food and Agriculture

Organization (FAO) mengadopsi Pengelolaan Tanaman Terpadu sebagai

penyempurnaan dari Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Dalam penerapan PTT


tidak lagi dikenal rekomendasi paket teknologi untuk diterapkan secara nasional,

petani secara bertahap dapat memilih komponen teknologi yang paling sesuai

dengan keadaan setempat maupun kemampuan petani, dan efisiensi biaya produksi

diutamakan, dan suatu teknologi saring menunjang dengan teknologi lain.

Perbedaan PTT dengan supra insus upaya untuk mewujudkan peningkatan

produktivitas tanaman padi yang dilakukan melalui program Supra Insus (SI)

dilakukan secara umum dengan menerapkan teknologi Insus Paket D yang meliputi

10 jurus, yaitu:

Petunjuk teknis Lapang PTT Padi Sawah lrigasi, Penyiapan tanah secara

sempurna, (air tanah = 1:1), Penanaman varietas unggul, Pemupukan berimbang,

Penggunaan ZPT atau pupuk cair Pengendalian organisme pengganggu tanaman

(OPT) dengan konsep PHT. Penggunaan pestisida secara teratur dan efisien.

Penerapan pola tanam, Perbaikan pasca panen, Populasi tanaman >200.000/ha. PTT

berbeda dengan SI dalam hal penekanan terhadap komponen teknologi yang

diterapkan, PTT lebih menekankan komponen teknologi yang mempunyai efek

sinergis. Sebagai contoh/ pemakaian benih bermutu dan berlabel dalam SI dirinci

menjadi pemakaian varietas unggul, benih bermutu, bibit muda, dan populasi

tanaman optimal, Pemupukan berimbang dalam SI dirinci menjadi pemupukan

berdasarkan BWD, pemupukan P&K berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah

(PUTS), dan penggunaan bahan organik, Pengendalian OPT dan PHT dalam SI

dirinci menjadi pengendalian gulma terpadu, dan pengendalian hama

penyakiterpadu. Penggunaan air secara teratur dan efisien dalam SI dirinci menjadi

penerapan pengairan berselang (intermitten), Selanjutnya/ pengurangan kehilangan

hasil waktu panen dan pascapanen diarahkan kepada penggunaan kelompok


pemanen dan alsintan, Supra Insus maupun PTT tetap mengutamakan rekayasa

sosial dalam pengadaan dan distribusi sarana produksi serta pemasaran hasil yaitu

ketersediaan sarana produksi, modal kerja petani, dan harga yang tinggi. Namun,

sistem komando yang top down dirasakan sangat kental dalam pelaksanaan SI tidak

dilaksanakan dalam pemasyarakatan PTT. Perbedaan pada dasarnya teknologi dan

Sistem Rice of lntensificatioan berbeda, Strategi SRI organik. Penggunaabateknik

pengairan berkakebutuhan tanaman pacukup banyak yaitu prakteknya sulit

dipenakan menambah biaya, Tujuan SRI dan PTT meningkatkan produk berbeda

dan pengelola SRI adalah sebagai berteknologi yang diyakin , tanam benih

langsung sesuai dengan keadaan lokasi

Prinsip PHT bila perlu berdasarkan hasil monitoring dapat digunakan

pestisida kimia, hayati dan nabati maupun kombinasinya Prinsip Pengendalian

Gulma Terpadu (PGf) Menggunakan landak dan bila perlu menggunakan herbisida

kimia atau penyiangan, Pengairan, Penanganan Pasca panen Metode pendekatan

kelembagaan Pendekatan diseminasi Hasil gabah Peningkatan hasil Pendapatan

bersih vegetatif Gebot Pemahaman Ekologi Tanah (PET) Pemberdayaan kelompok

Kelompok studi petani, individu, demplot 6,9 -8,5 t/ha. Mesin perontok dan gebot

disesuaikan dengan kondisi petani. Peningkatan hasil melalui pendekatan PTT

Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen

teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan

efisiensi usaha tani. Kemajuan teknologi sepefti perakitan varietas baru,

Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), peningkatan monitoring hama/

penyakit, dan penggunaan bahan organik yang disertai dengan penerapan beberapa
komponen teknologi yang saling menunjang (penyiangan dengan alat gasrok,

pengairan berselang,

Petunjuk teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi penggunaan bibit tunggal,

dan cara tanam) di 28 kabupaten selama tahun 2002-2003 meningkatkan hasil

panen rata-rata 19% dan pendapatan petani 15%. Sinergi antar komponen , variasi

dan masukan dari petani :terapkan teknologi utama PTT nya seluas 100 ha, sejalan

dengan teknologi alternatif pada petak lihan bagi petani dan petugas rnotif ini

dipersiapkan untuk komponen teknologi yang kurang Peragaan komponen

teknologi inovasi. Komponen teknologi PTT Alternatif komponen teknologi yang

dapat diintroduksikan dalam pengembangan model PTT terdiri atas: Varietas

unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan

petani setempat. Petunjuk kknis Lapang PTT Padi Satah lrigasi Benih bermutu

(kemurnian dan daya kecambah tinggi). Bibit muda (< 21 HSS). Jumlah bibit 1-3

batang per lubang dan sistem tanam jajar legowo 2;L, 4;1 dan lainnya dengan

populasi minimum 250,000 rumpun/ha. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna

Daun (BWD). Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, PUTS atau petak

omisi serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi, Bahan organik

(kompos jerami 5 t/ha atau pupuk kandang 2tlha). Pengairan berselang (intermittent

irrigation). Pengendalian gulma secara terpadu, Pengendalian hama dan penyakit

secara terpadu (PHT). Panen beregu dan pasta panen menggunakan alat perontok,

Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi Berdasarkan sifatnya,

komponen-komponen teknologi dipilah menjadi dua bagian: Peltama, teknologi

untuk pemecahan masalah setempat atau spesifik lokasi. Kedua, teknologi untuk

perbaikan cara budi daya yang lebih etrsrem. Dalam pelaksanaannya tidak semua
komponen teknologi diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang memiliki

masalah spesifik, Namun ada 3-4 komponen teknologi yang dapat diterapkan

bersamaan (compulsory) sebagai penciri model PTT, yaitu: Varietas unggul baru

yang sesuai lokasi. Benih bermutu (bersertifikat danvigortinggi), Bibit muda cepat

dan alami. susunan komponen teknologi dan masalah di daerah tersebut bersifat

dinamis, perbaikan dan perubahan, bervariasi dan masukan dari petani terapkan

teknologi utama PTT nya seluas -100 ha, Sejalan teknologi alternatif petak pilihan

bagi petani dan petugas rnotif ini dipersiapkan untuk komponen teknologi yang

kurang peragaan.

Benih bermutu (bersertifikat dan vigor tinggi), Bibit muda (< 6,0 CuSQ

selama 2 menit, biasanya disatukan dengan ZnSO* bila tanah juga kahat Zn Bibit

padi dicelupkan sebalum ditanam pada larutan solo CUSO' selama 2 menit Tidak

perlu diberi Cu Keracunan besi (Fe). Keracunan besi pada tanaman padi terjadi

karena tingginya konsentrasi Fe dalam larutan tanah. Tanaman muda yang baru

ditanam di lapang sering terpengaruh oleh tingginya konsentrasi ion fero (Fe '.)

setelah lahan digenangi, Warna hitam Fe-Sulfida di akar merupakan tanda kondisi

sangat reduktif dan tanaman keracunan Fe, Drainase dapat menanggulangi. Bahan

Organik Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan berperan penting

dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman.

Pupuk organik yang dikomposkan telah melalui proses dekomposisi yang

dilakukam oleh beberapa macam mikroba balk dalam kondisi aerob maupun

anaerob sehingga mudah diserap oleh tanaman.

Petunjuk Tbknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi bahan kompos antara lain

berasal limbah organik seperti sisa sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah
rumah tangga, Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong

rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperiukan dalam jumlah cukup banyak

cara pembuatan kompos, pengomposan dapat dilakukan secara anaerob dan aerob.

Cara anaerob memerlukan waktu 1,5 sampai 2 bulan dan sering menghasilkan

kompos dengan bau kurang sedap/ karena suhu yang dihasilkan kurang tinggi

sehingga tidak mematikan organisms pengganggu. Cara anaerob: Masukkan bahan

baku secara berlapis-lapis mulai dengan sisa tanaman, kemudian pupuk kandang,

abu sekam atau abu dapur ke dalam lubang yang telah disiapkan sebelumnya yang

dasarnya telah dipadatkan agar tidak terjadi rembesan air. Ukuran lubang dapat

disesuaikan menurut ketersediaan tenaga kerja dan bahan baku yang tersedia,

misalnya lubang ukuran 2 m x 1 m dengan kedalaman 1 m cukup untuk memproses

sekitar 0,5-0,8 ton kompos guna sekitar 0,2 sampai 0,3 ha lahan, 2, Tutup bagian

atas dan semprotkan kompos, lubang setelah satu bulan, Biarkan berlangsung

pengomposan.Cara aerob: Bahan baku komponen dengan larutan atau dengan ciri

bila kepalan dilepas. Bahan baku digunakan kemudian ditutup. Suhu kompos

dipekisaran 40-5O oC, jika suhunya turun, Setelah 3-5 hari kompos siap untuk

digunakan.

Pengairan pengaturan kondisi lahan secara bergantian, Petunjuk teknis

Lapang PTT Padi Sawah Irigasi, Tutup bagian atas permukaan dengan tanah setebal

5-10 cm dan semprotkan air sebanyak 30 liter pada permukaan kompos setiap 10

hari dan aduklah seluruh bahan dalam lubang setelah satu bulan pengomposan.

Biarkan berlangsung selama 1,5-2 bulan agar proses pengomposan dapat sempurna.

Untuk mempercepat waktu pengomposan/ dapat digunakan mikroba selulolitik atau

lignolitik yang berperan sebagai decomposer, antara lain Biodec, Stardec, atau EM-
4. Cara aerob: Bahan baku kompos disusun berlapis kemudian disiram dengan

larutan mikroba hingga mencapai kebasahan 30-40%, atau dengan ciri bila dikepal

dengan tangan air tidak keluar dan bila kepalan dilepas bahan baku akan mekar.

Bahan baku digundukkan sampai ketinggian 15-20 cm, kemudian ditutup dengan

karungoni atau karung plastic. Suhu kompos diperiksa setiap hari, pertahankan suhu

pada kisaran 40-50oC, jika suhu lebih tinggi, kompos dladuk sampai suhunya turun

dan ditutup kembali, Setelah 3-5 hari bahan baku sudah menjadi kompos (bokashi)

dan siap untuk digunakan. Pengairan berselang Pengairan berselang (intermittent

irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang

secara bergantian.

Kondisi seperti ini ditujukan antara lain untuk: limbah organik seperti sisa

an), sampah rumah tangga, hara dalam pupuk organik tersedia, sehingga diperlukan

secara anaerob dan aerob. 1,5 sampai 2 bulan dan bau kurang sedap, sehingga tidak

mematikan berlapis-lapis mulai dengan sisa ladang, abu sekam atau abu disiapkan

sebelumnya yang tidak terjadi rembesan air, menurut ketersediaan tenaga dia,

misalnya lubang ukuran, cukup untuk memproses sekitar 0,2 sampai 0,3 ha Irigasi,

menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas . memberi

kesempatan kepada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga dapat

berkembang lebih dalam, mencegah timbulnya keracunan besi, mencegah

penimbunan asam organik dan gas H,S yang menghambat perkembangan akar

mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat mengurangi kerebahan,

mengurangi jumlah anakan yang tidak produksi hari. Lakukan pengairan tanah.

Pada tanah pergiliran, penggunaan paralon berlubang monitoring muka air

Pemberian air dilakukan tanah tidak > 15 cm, Paralon Berlubang yang dapat diairi
menjadi, akar tanaman untuk lat berkembang lebih dalam, besi organik dan gas H,S

yang bermanfaat yang tidak produktif (tidak rah dan mempercepat waktu masuk ke

dalam tanah (lapisan keong mas, mengurangi t dan penggerek batang, dan r padi

karena hama tikus. ran dalam satu musim jenuh air dan petakan sawah Pengelolaan

air selanjutnya 3 hari. Tinggi genangan pada datar 3 cm dan selama 2 hari lahan air.

Lahan sawah diairi, Sairan ini berlangsung sampai r malai sampai pengisian

biji. tanaman dipanen, petakan, Petunjuk kknis Lapang PTT Padi Sawah lrigasi

Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air selama

musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu musim, maka

lakukan pengairan bergilir selangan periode lebih lama sampai selang > 5_hari.

Lakukan pengairan dengan mempertimbangkan sifat fisik tanah, pada tanah

berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus diperpendek,

Pralon berlubang dapat digunakan untuk membantu monitoring muka air yang

berada di bawah permukaan tanah, Pemberian air dilakukan tidak melewati ketika

muka air bawah tanah tidak > 15 cm, Pengendalian Gulma Secara Terpadu, gulma

dikendalikan dengan cara pengolahan tanah sempurna, mengatur, air di petakan

sawah, menggunakan benih varietas tahan hama. Pengendalian gulma secara

mekanis seperti dengan gasrok sangat diajurkan, oleh karena cara ini sinergis

dengan pengelolaan lainnya, Namun cara ini hanya efektif dilakukan apabila

kondisi air dipetakan sawah macak-macak atau tanah jenuh air. Keuntungan

Penyiangan dengan Alat Gasrok atau landak: . Ramah lingkungan (tidak

menggunakan bahan kimia). . Lebih ekonomis, hemat tenaga kerja dibandingkan

dengan penyiangan biasa dengan tangan. . Meningkatkan udara di dalam tanah dan

merangsang pertumbuhan akar padilebih baik. . Apabila dilakukan bersamaan atau


segera setelah pemupukan akan membenamkan pupuk ke dalam tanah, sehingga

pemberian pupuk menjadi lebih efisien. Cara menggasrok/menggunakan landak: .

Dilakukan saat tanaman berumur 10-15 HST, . Dianjurkan dilakukan dua

kali, dimulai pada saat tanaman berumur 10-15 HST dan/atau diulangi secara

berkala 10-25 hari kemudian. . Dilakukan pada saat kondisi tanah macak-macak,

dengan ketinggian air 2-3 cm. . Gulma yang terlalu dekat dengan tanaman dicabut

dengan tangan, . Dilakukan dua arah yaitu di antara dan di dalam barisan tanaman,

Pengendalian Hama dan penyiangan mengurangi hasil dan Oleh karena itu untuk

dalam budidaya padi dan penyakit. Pengecekan pendekatan pengendalian sehingga

pengendalian keseimbangan alami merupakan paduan melakukan monitoring

sehingga pengguna Hama dan penyakit turut yaitu tikus, Hawar Daun Bakteri,

Tikus Sawah tepat waktu. Kegiatan tanam (pengendal serendah mungkin yang

cepat pada stadium dilakukan oleh petak terkoordinasi dalam langkah-langkah

Menerapkan pola serempak, terpadu dikendalikan dengan cara tanah sempurna,

mengatur sawah, menggunakan benih sertifikat, hanya menggunakan tanaman dan

kompos pupuk menggunakan herbisida gulma sudah tinggi, seperti dengan gasrok

sangat sinergis dengan pengelolaan, efektif dilakukan apabila kondisi lahan atau

tanah jenuh air, akan landasan umur 10-15 HST, dimulai pada saat tanaman

diulangi secara berkala 10-25 tanah macak-macak, dengan tanaman dicabut dengan

antara dan di dalam barisan

Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu Hama dan penyakit

merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat

menyebabkan gagal panen, Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang

optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan usaha pengendalian hama dan
penyakit. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian

yang memperhitungkan fktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak

terlalu mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar.

PHT merupakan paduan beberapa cara pengendalian diantaranya melakukan

monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan teknologi

pengendalian dapat ditetapkan. Hama dan penyakit utama pada lahan sawah irigasi

befturut turut yaitu tikus, wereng coklat, penggerek batang, tungro, Hawar Daun

Bakteri(HDB) dan keong mas. Tikus Sawah.

Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTI) didasarkan pada pemahaman

ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus

(berkelanjutan) denga n memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan

tepat waktu dan Bondoyudo atau tahan dibersihkan, Buang tanaman nenjadi sumber

virus hijau penular virus dengan lendasikan bila saat tanaman ditanam ditemukan

1 tanaman, (HDB) t tetapi sesuai kebutuhan. Penanganan Panen dan pasca panen

Ketepatan waktu memotong padi sangat menentukan kualitas butir padi, dan

kualitas beras. panen terlalu cepat dapat menimbulkan persentase butir hijau tinggi

yang berakibat sebagian biji padi tidak terisi atau rusak saat digiring. panen

terlambat menyebabkan hasil berkurang kareni outir padi mudah lepas dari malai

dan tercecer di sawah atau beras pecah saat digiling.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam kegiatan panen dan pasca panen:

Potong padi dengan sabit gerigi, 30-40 cm di atas permukaan tanah. Sabit rupanya

masih merupakan satu satunya alat potong yang digunakan pemanen. potong bagian

tanaman padi 30-40 cm dari permukaan tanah. Pemotongan terlalu atas dekat malai

sedikit mengurangi kehilangan hasil, tapi padi sulit dirontok. pemotongan tanaman
paditerlalu rendah saat panen dapat menyebabkan kerontokan gabah tinggi. Panen

oleh kelompok pemanen. panen padi dilakukan oleh kelompok pemanen. Bila

sudah ada kelompok pemanen, panen yang dilakukan secara berkelompok akan

lebih baik dari pada panen yang dilakukan perorangan (keroyokan) Panen oleh

perorangan menggunakan itat perontok tradisional beresiko kehilangan hasil tinggi

(19%). Panen sebaiknya oleh kelompok pemanen profesional menggunakan sabit

gerigi dan perontokan menggunakan power.

Petunjuk kknis Lapang PTT Padi Sawah lrigasi. Proses perontokan gabah.

Perontokan padi dilakukan segera setelah padi dipotong agar kualitas gabah dan

beras giling tinggi. Perontokan lebih dari 2 hari menyebabkan ke rusakan beras

Disamping itu gabah yang tertular lama disimpan di sawah berwarna kusam, tidak

sebersih dan sekuiring gabbai yang baik dirontok, Penggunan alas dari Plastik atau

terpal sebelum tase perontokan gabah. Untuk mengurangi kehilangan hasil harus

diusahakan agar tersedia plastik atau terpal yang dapat digunakan sebagai alas

tanaman padi yang baru dipotong dan ditumpuk sebelum dirontok. Pada musim

hujan, biasanya padi yang sudah dipotong tidak dapat segera dirontok, dan kalau

tertunda beberapa hari kehilangan hasil akan tinggi, kualitas gabah dan beras yang

dihasilkan akan turun. Pengeringan, Jemur gabah di atas lantai jemur. . Ketebalan

gabah 5-7 cm. Lakukan pembalikan setiap 2 jam sekali. . Pada musim hujan,

gunakan pengering buatan. Pertahankan suhu pengering 50oC untuk gabah

konsumsi atau 42oC untuk mengeringkan benih.

Penggilingan dan Penyimpanan Untuk memperoleh beras dengan kualitas

tinggi, perhatikan waktu panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-

14%). Simpan gabah/beras dalam wadah yang bersih dalam lumbung/gudang,


bebas hama, dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Simpan gabah pada kadar air

kurang dari 14% untuk konsumsi dan kurang dari 13% untuk benih, Gabah yang

sudah disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling, dikeringkan terlebih dahulu

sampai kadar air mencapai 12-14%. Sebelum digiling diangin-anginkan.

PTT bukanlah teknologi inovatif dalam usaha-usaha tani padi melalui dalam

pendekatan PTTdan bersifat spesifik lokasi sehingga komponen disesuaikan

dengan dkomponen teknologi pesesuaian dengan tantang dan selaras dengan

dinamika. Apabila sistem PTT adalah proses lebih baik dan lebih rapi diharapkan

mampu usahatani padi mendunia dengan tetap menjamin Sifat PTT yang sama

dengan pendekatan sebelumnya seperti dimana teknologi yang umum di mana saja

inisiasi petugas (petani dan petugas heteknologi yang akan didan sesuai dengan

kodan pendampinganya menerapkan PTT dengan,


BAB V

PERBEDAAN ANTARA KONVENSIONAL, SRI, DAN PPT

Kebutuhan pupuk organik dan pestisida untuk padi organik metode SRI dapat

diperoleh dengan cara mencari dan membuatnya sendiri. Pembuatan kompos

sebagai pupuk dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan, sisa tumbuhan dan

sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator MOL (Mikro Organisme

Lokal) buatan sendiri, begitu pula dengan pestisida dicari dari tumbuhan behasiat

sebagai pengendali hama. Dengan demikian biaya yang keluarkan menjadi lebih

efisien dan murah.

Penggunaan pupuk organik dari musim pertama ke musim berikutnya

mengalami penurunan rata-rata 25% dari musim sebelumnya. Sedangkan pada

metode konvensional pemberian pupuk anorganik dari musim ke musim cenderung

meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi petani konvensional untuk dapat

meningkatkan produsi apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala

musim tanam tiba.


Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik

fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI

menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan

pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik

dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan

biaya akan semakin mahal.

Metode konvensional penanaman dilakukan dengan jumlah bibit yang lebih

banyak per lubang tanamnya dan penggunakan jarak tanam yang sempit.

Sedangkan pada metode SRI, jumlah bibit per lubang hanya satu dengan jarak

tanam yang lebar. Sistem SRI merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

produksi padi hingga 2 – 4 kali lebih banyak metode Konvensional. Hal ini berarti

bahwa produksi padi SRI bisa mencapai 8 – 12 ton per hektar sedangkan produksi

padi Konvensional hanya mencapai 4 – 6 ton.


PENUTUP

Bukanlah teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam usaha

meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani padi melalui perbaikan sistem,

Komponen teknologi dalam pendekatan PTT memiliki efek sinergistik antar

komponen dan bersifat spesifik lokasi yang ditentukan berdasarkan hasil PRA

sehingga komponen teknologi yang dipadukan dalam PTT harus disesuaikan

dengan dinamika kondisi lingkungan,

Perbaikan komponen teknologi perlu terus dilakukan secara terus menerus

sesuai dengan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan PTT dan selaras dengan

dinamika lingkungan, Apabila sistem intensiflkasi padi diibaratkan sebagai

komputer, PTT adalah prosesor generasi terbaru dengan kemampuan lebih baik dan

lebih ramah lingkungan. Dengan demikian PTT diharapkan mampu meningkatkan

produktivitas dan efisiensi usahatani padi mendukung peningkatan produksi beras

nasional dengan tetap menjamin keberlanjutan sistem produksi. Sifat PTT yang

spesifik lokasi dan paftisipatif sangat berbeda dengan pendekatan yang digunakan

dalam sistem intensifikasi sebelumnya sepefti BIMAS, INMAS, INSUS sampai

SUPRA-INSUS dimana teknologi yang dianjurkan bersifat paket dan berlaku

umum di mana saja serta dilaksanakan sepenuhnya dengan inisiasi petugas (top

down).

Sedangkan dalam penerapan PT[ petani dan petugas harus duduk bersama

memilih komponen teknologi yang akan diterapkan sesuai dengan keinginan petani

dan sesuai dengan kondisi lingkungannya, Sehingga bimbingan dan pendampingan

yang intensif diperlukan agar petani dapat menerapkan PTT dengan benar.
Metode SRI merupakan salah satu metode inetnsifikasi pada budidaya

tanaman padi yang dapat meningkatkan hasil sampai dua kali lipat. Metode ini

sudah diterapkan di negara Indonesia, namun belum banyak petani yang memahami

tentang SRI sehingga hanya segelintir petani saja yang dapat menerapkannya di

lapangan. Kendalanya biaya penyiangan bertambah dengan tidak pahamnya petani

untuk mengendalikan gulma. Semakin giatnya penelitian dilakukan tentang SRI,

maka metode mina padi-SRI merupakan salah satu metode yang dapat

meningkatkan nilai tambah dengan menmanfaatkan lahan yang tersedia dalam

rangka meningkatkan produktivitas lahan.

Pemanfaatan lahan yang tersedia mendapatkan dua hasil yakni panen padi

dan ikan. Selain itu, penambahan bahan organik ke lahan juga telah banyak

dilakukan pada penelitian, dengan penambahan bahan organik ini ke tanah

menjadikan tanah lebih subur. Pemanfaatan kompos jerami sangat baik bagi

struktur tanah. Selain itu, pada daerah yang banyak tersedia titonia, sebaiknya

dimanfaatkan agar bermanfaat bagi tanaman yakni penambahan unsur hara ke

lahan. Sumber daya alam yang tersedia dapat dimanfaatkan guna memperbaiki

struktur tanah sehingga lahan menjadi subur. Titonia belum banyak dimanfaatkan

orang karena belum mengetahui akan manfaat dari titonia tersebut. Kompos jerami

ditambah tironia dan pupuk kandang sapi dengan dekomposer jamur trichoderma

dapat meningkatkan keseburan tanah, hasil tanaman karena tanaman menjadi sehat.
DAFTAR PUSTAKA

A. Kassam. 2002. A review of agricultural research issues raised by the system of


rice intensification (SRI) from Madagascar: Opportunities for improving
farming systems for resource-poor farmers. Agric. Sys. 71:249-274.

Anas, I., O.P. Rupela, T.M.Thiyagarajana, N. Uphoff. 2011. A review of studies on


SRI effects on beneficial organism. Paddy Water Environ. 9:53-64.

Arif, S.S. 2006. Irigasi dan Drainase. Bahan Kuliah. Program Pasca Sarjana. Teknik
Pertanian UGM.

Balai Irigasi. 2008. Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya padi dengan
Metode SRI di Laboratorium Lapangan, MT II. Pusat Litbang Sumber Daya
Air, Balai Irigasi. Bekasi.

Barison, J., N. Uphoff. 2011. Rice yields and its relation to root growth and nutrient-
use efficiency under SRI and conventional: an evaluation in Madagascar.
Paddy Water Environ. 9:65-78.

Brouwer, C., M. Heibloem.1986. Irrigation Water Management Training Manual


No. 3. Land and Water Development Division. FAO. Rome, Italy.

Cai, Ximing dan Mark W. Rosegrant. 2003. World Water Productivity: Current
Situation and Future Options. Water Productivity in Agriculture: Limits and
Opportunities for Improvement. CAB International Publishing, UK.

Clemmens, A.J. dan D.J. Molden. 2007. Water uses and productivity of irrigation
systems. Irrigation Sicence 25:247-261.

Cornell International Institute for Food Agriculture and Development, and China
National Hybrid Rice Research and Development Center.

Cyio, M.B. 2008. Efektivitas bahan organik dan tinggi genangan terhadap
perubahan Eh, pH, dan status Fe, P, Al terlarut pada tanah Ultisol. J.
Agroland. 15:257- 263.

De Datta, S. K. 1981. Principles and Practice of Rice Production. John Wiley and
Sons New York.

Dobermann, A., T. Fairhurst. 2000. Rice. Nutrient disorders and nutrient


management. Handbook series. Potash and Phosphate Institute (PPI), Potash
and Phosphate Institute of Canada (PPIC) and International Rice Research
Institute (IRRI).
Fahmi, A. 2006. Dinamika unsur besi, sulfat, fosfor, serta hasil padi akibat
pengolahan tanah, saluran kemalir, dan pupuk organik di lahan sulfat masam.
J. Tanah Trop. 12:11-19.

Gani, A. Triny . S.K., Jatiharti, A. Wardhana, I.P., Las, I. 2002. The system of rice
Intensification in Indonesia. In Asessments of the System of rice
Intensification. Proceedings of an International Conference, Sanya, China,
April 1-4. 2002. Cornell International Institute for Food Agriculture and
Development.

Hameed, K.A., A.K.J. Mosa, F.A. Jaber. 2011. Irrigation water reduction using
System of Rice Intensification compared with conventional cultivation
methods in Iraq. Paddy Water Environ. 9:121-127.

In H. Ohta, Y. Sato (Eds.). Proceedings from Environmental to Sustainable Science.


Ibaraki University College of Agriculture. Ibaraki, 12-13 January 2009.
Stoop, W.A., N. Uphoff,

Kartaatmadja, S. dan A.M. Fagi. 2000. Pengelolaan Tanaman Terpadu: Konse dan
Penerapan . Dalam A.K. Makarim et.al. (eds). Tonggak Kemajuan Teknologi
Produksi Tanaman Pangan : Konsep dan Strategi Peningkatan Produksi
Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. P. 75 - 89.

Makarim, A.K. 2003. Modeling Pengelolaan Tanaman Padi. Dalam kebijakan


perberasan dan inovasi teknologi padi. Dalam Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Martin, H. J., W.H. Leonard and tamp. 1976. Principles of field crop production.
Mac. Millan Publishing. Co. Inc. New York.

Minh, L.Q., T.P. Tuong, M.E.F. van Mensvoort, J. Bouna. 1998. Soil and water
table management effects on aluminium dynamic in an acid sulphate soil in
Vietnam. Agric. Ecosys. Environ. 68:255-262.

Muhrizal, S., J. Shamshuddin, I. Fauziah, M.A.H. Husni. 2006. Changes in iron-


poor acid sulfate soil upon submergence. Geoderma 131:110-122.

Noor, A., Khairuddin, D.I. Saderi. 2007. Keragaan beberapa varietas unggul padi
di lahan pasang surut sulfat masam. Dalam Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Lahan Rawa: Revitalisasi Kawasan PLG dan Lahan Rawa Lainnya
untuk Membangun Lumbung Pangan Nasional, Kuala Kapuas, 3-4 Agustus
2007.
Noor, M., A. Maas, T. Notohadikusomo. 2005. Kajian sifat kimia air lindian dari
pembasahan dan pengeringan tanah sulfat masam Kalimantan Selatan. J. Ilmu
Tanah Lingkungan 5:55-62.

Pramono, J., S. Basuki, Widarto. 2005. Upaya peningkatan produktivitas padi


sawah melalui pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu.
Agrosains 7:1-6. Priatmadi, B.J., A. Haris. 2009. Reaksi pemasaman senyawa
pirit pada tanah rawa pasang surut. J. Tanah Trop. 14:19-24.

Razie, F. 2009. Effect of nitrogen fixing bacteria (NFB) in increasing rice yields
and growth on tidal areas of South Kalimantan. p. 205-211.

Sugiyanta, F. Rumawas, M.A. Chozin, W.Q. Mugnisyah, M. Ghulamahdi. 2008.


Studi serapan hara N, P dan K dan potensi lima varietas padi sawah (Oryza
sativa L.) pada pemupukan anorganik dan organik. Bul. Agron. 36:196-203.

Sukristiyonubowo, K. Nugroho, M. Sarwani. 2012. Nitrogen, phosphorus and


potassium removal by rice harvest product planted in newly opened wetland
rice. Int. Res. J. Plant Sci. 3:63-68.

Sumarno. 2006. Peranan teknologi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Uphoff, 2002. What Is The System Of Rice Intensification ? in Asessments of the


System of Rice Intensification. Proceedings of an International Conference,
Sanya, China. April 1-4.

Waqar A. Jehangis, H. Turral dan I. Masih. 2004. Water productivity of rice crop
in irrigated areas. Proceeding of the 4th International Crop science Congress,
Brisbane, Australia.

Yuan Longping and Peng Jiming, China National Hybrid, Rice Research and
Development Centre, Sebastien Rafaralahy and Justin Rabenandrasana.
Association Tefi Saina, Madagascar.

Anda mungkin juga menyukai