Anda di halaman 1dari 181

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN SISTEM NON MINA PADI (Kasus

Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh : Gilda Vanessa Tiku A14103111

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN SISTEM NON MINA PADI (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh : GILDA VANESSA TIKU A14103111

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN GILDA VANESSA TIKU. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan RITA NURMALINA. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia memicu peningkatan konsumsi dan peningkatan kebutuhan lain selain pangan. Contohnya kebutuhan akan papan yakni pembangunan perumahan, gedung-gedung sekolah, peribadatan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan lain sebagainya. Hal ini berdampak langsung menggeser fungsi lahan ke non pertanian. Dari hal diatas timbul permasalahan yang serius, di satu sisi kebutuhan akan konsumsi meningkat dan disisi lain lahan pertanian justru berkurang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, solusi yang ingin ditempuh salah satunya melalui peningkatan fungsi lahan yang masih ada contohnya dengan menerapkan sistem tumpang sari. Sistem tumpang sari merupakan sistem pertanian dengan menerapkan dua jenis atau lebih komoditi yang diusahakan dalam satu lahan yang sama. Dari berbagai sistem tumpang sari, sistem mina padi merupakan sistem yang dianggap cukup bermanfaat dan aman untuk digunakan bagi petani terutama bagi petani padi sawah yang komoditinya merupakan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Selain menguntungkan, sistem mina padi dapat mendukung ketahanan pangan dalam menyumbangkan asupan gizi berupa karbohidrat dan protein hewani sekaligus. Disamping itu dari penelitian sebelumnya terbukti dapat meningkatkan keseimbangan dan perbaikan ekologi sebab hama padi merupakan pakan alami bagi ikan sebagai predator dan kotoran ikan merupakan pupuk alami bagi tanaman padi. Adanya simbiosis mutualisme antara padi dan ikan dapat mendukung ketersediaan pangan dan perbaikan lingkungan sekaligus. Hanya saja sistem ini masih sulit untuk diadopsi di areal persawahan pada umumnya. Sehingga, sistem ini masih jarang dijumpai dalam pertanian di Indonesia. Kurangnya informasi dan pelatihan tentang sistem ini menyebabkan petani cenderung tidak menerapkannya disawah. Untuk itu, diperlukan penelitian dan penelusuran informasi yang lebih mendalam tentang sistem ini guna meningkatkan ketersediaan pangan khususnya padi sebagai pangan pokok dan ikan sebagai pangan tambahan. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sistem ini menguntungkan atau tidak jika diterapkan di lokasi penelitian. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi guna meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani padi sawah. Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah: (1) Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi. (2) Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi. (3) Menganalisis perbandingan antara pendapatan usahatani dan biaya usahatani sistem mina padi dan sistem non mina padi (R/C). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Juli sampai September 2007. Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan data primer. Penarikan sampel dilakukan dengan sengaja

(purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifikasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang. Dari hasil penelitian dapat dikaji bahwa irigasi merupakan faktor yang sangat memiliki peranan penting dalam menentukan luas tanam padi sawah secara umum dan luas penerapan sistem mina padi secara khusus di desa penelitian. Air yang melimpah dan cukup ketersediaannya bagi tanah sangat diperlukan oleh tanaman padi khususnya padi sawah. Lain halnya dengan penerapan sistem mina padi. Sistem ini ternyata tidak hanya memerlukan air yang melimpah atau cukup, namun juga stabil dan konstan ketersediaannya bagi ikan di sawah. Jika ketersediaan air terbatas atau mendadak tidak mengalir di sawah, maka serentak ikan akan mati. Hanya lahan-lahan yang melimpah dan stabil irigasinya yang dapat mengadopsi sistem tumpang sari mina padi ini. Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit. Sedangkan jika terserang penyakit, yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Demikian halnya dengan perbandingan pendapatan dan biaya usahatani sistem mina padi lebih besar dari sistem non mina padi. Namun pada saat terserang penyakit, sistem non mina padi justru lebih menguntungkan. Lahan sawah sistem mina padi umumnya kurang produktif dibanding lahan sawah sistem non mina padi, karena sistem non mina padi didukung oleh volume benih padi yang lebih besar dan penggunaan varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang digunakan petani mina padi dan lahan yang umumnya lebih rendah dari lahan mina padi. Meskipun demikian sistem mina padi masih tetap lebih unggul pendapatan kotor maupun pendapatan bersihnya karena dibantu oleh penerimaan dari hasil panen ikan disawah. Sehingga, sistem ini dinilai lebih menguntungkan dan efisien, namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi. Resiko yang dialami pun cenderung tidak terlalu besar, karena jika terserang penyakit pendapatan turun menjadi lebih rendah dari sistem non mina padi namun masih tetap menguntungkan karena nilai perbandingan pendapatan dan biaya (R/C) masih diatas satu. Dengan berkonsentrasi pada varietas IR64 dan Ciherang, pemerintah dapat meningkatkan kuantitas padi dengan masa tanam yang relatif lebih singkat, sehingga pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras dan mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Jika penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan bagi masyarakat.

Judul Skripsi

: Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama NRP

: Gilda Vanessa Tiku : A14103111

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN NON MINA PADI (KASUS DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT) ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Januari 2008

Gilda Vanessa Tiku NRP A14103111

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 26 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Dr. Ferry Rita, M.Hum dan Yetty Batong. Penulis meyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Inpres Tatura I ,Palu (Provinsi Sulawesi Tengah) yang kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 2 Palu dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis mengenyam pendidikan menengah atas di SMU Kristen Barana, Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan) dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya sebagai anggota Paduan Suara IPB Agria Swara dan Persekutuan Mahasiswa Kristen, Komisi Pelayanan Anak (KPA).

KATA PENGANTAR Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi, dan menganalisis perbandingan nilai pendapatan dan biaya usahatani untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan dalam menyajikan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada: 1. Mama dan Papa tersayang, Geritz, Gerald dan Gaby. Paman dan Nenekku yang paling galak tapi baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, Om Pedi dan Nenek Gadeng. Om Alex dan keluarga, keluarga besar Buntu Ria dan keluarga besar Rita. Terima kasih telah membesarkan, mendidik dan menyayangiku selama ini. 2. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kenyamanan dalam membimbing, arahan, informasi, dukungan dan waktu yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi ini. 3. 4. 5. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama. Tintin Sarianti, SP selaku wakil dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis. Para petani dan aparat desa Tapos I dan Tapos II yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi, izin, bantuan dan perhatian selama ini. 6. Teman-temanku AGB 40 yang bersedia menemani pengambilan data dari rumah-ke rumah petani menyisir lokasi kaki Gunung Salak untuk dua desa sekaligus dan membantu sebagai Penerjemah Bahasa Sunda yakni: Tria, Rima (Iboh), Sieska, Ajeng, Arni, Ani Alviah. Terima kasih banyak atas segala bantuan dan pertolongannya. 7. Pramudia Utama Sofyan yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan atas kritik dan sarannya.

10

8. 9. 10.

Teman seperjuangan Greth, Mya, Uci, Agus, Rika atas kebersamaannya sejak TPB (tingkat satu) dan semoga tali silahturahmi tetap kita jaga. Teman seKKP Aini, Amel, Rica, Eko dan Hendrik. Terima kasih atas kerja samanya selama didesa. Teman seperjuangan dikelas Andi, Lita, Yeyen, Aswab, Rama, Wira plus Galih dan semua teman-teman AGB angkatan 40 lainnya atas kerja sama dan kebersamaannya selama empat tahun masa kuliah.

11.

Teman sekosan Echa, Ani, Nabol, Dina, Ahmed, Sius, Tari, Mega, Joice, Nita, Whelma, Sahat, Dodo, Tigor plus Iwa atas kebersamaan dan bantuannya selama ini, dan semua anak perwira 44 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

12.

Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Tuhan. Amien

11

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Gambaran Umum Komoditas Padi ............................................. 2.2. Mina Padi .................................................................................... 2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah ...................... 2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi .................................. 2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi .................................. 2.2.4. Kamalir .......................................................................... 2.3. Usahatani padi ............................................................................ 2.4. Analisis Usahatani ...................................................................... 2.5. Biaya Usahatani ......................................................................... 2.6. Analisis Pendapatan ................................................................... 2.7. Analisis Profitabilitas ................................................................. 2.8. Penelitian Terdahulu .................................................................. 1 1 3 5 5 7 7 10 10 14 15 17 19 22 23 24 26 26 29 32 32 33 34 35 36 37 37 42 42 43 45 50 60

II.

III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan .................................... 4.2. Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data .. 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ...................................... 4.3.1. Analisis Biaya ............................................................... 4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani ..................................... 4.3.3. Analisis Profitabilitas ................................................... 4.4. Definisi Operasional .................................................................. V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................. 5.1. Keadaan Geografis ................................................................... 5.2. Pendudukan dan Mata Pencaharian ........................................... 5.3. Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II ............................................................................. 5.4. Karakteristik Petani Responden .................................................

VI. KERAGAAN SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II .......................................................

12

6.1.

6.2.

Keragaan Usahatani ................................................................... 6.1.1 Persemaian .................................................................... 6.1.2. Persiapan Lahan ............................................................ 6.1.3 Penanaman .................................................................... 6.1.4. Penyulaman ................................................................... 6.1.5. Penyiangan .................................................................... 6.1.6. Pemupukan .................................................................... 6.1.7. Pengairan ....................................................................... 6.1.8. Pengendalian Hama dan Penyakit ................................. 6.1.9. Pemanenan .................................................................... 6.1.10. Perawatan Hasil ............................................................. 6.1.11. Penggilingan .................................................................. Sistem Mina Padi ....................................................................... 6.2.1. Penebaran Benih Ikan ................................................... 6.2.2. Pemeliharaan Ikan Bersama Padi .................................. 6.2.3. Kamalir dan Pintu Air ................................................... 6.2.4. Pemanenan Ikan ............................................................

60 60 61 64 65 66 67 69 73 73 74 76 78 80 82 84 84 87 87 87 89 90 92 93 93 107 113 115 117 119 122 122 125 127 130

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 7.1. Penggunaan Input ...................................................................... 7.1.1. Benih Padi ..................................................................... 7.1.2. Benih Ikan ..................................................................... 7.1.3. Pupuk ............................................................................. 7.1.4. Pestisida ......................................................................... 7.2. Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah ....................................... 7.2.1. Biaya Tunai ................................................................... 7.2.2. Biaya Tidak Tunai ......................................................... 7.3. Irigasi ......................................................................................... 7.4. Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah ............................. 7.5. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah ............................. 7.6. Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah ........................... VIII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 8.1. Kesimpulan ............................................................................... 8.2. Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................

13

DAFTAR TABEL No 1. 2. 3. 4. Halaman Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Beras untuk konsumsi di Indonesia..................................................................................................1 Padat Penebaran Benih Ikan Mas...............................................................17 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Tapos I dan Tapos II........44 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor..........................................................................................................50 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan............53 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.......................................................................................55 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelas Tanah di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.................58 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Pengusahaan Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor..........................................................................................................59 Total Penggunaan Pupuk Kimia di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...................................................90 Rata-Rata Penggunaan Pestisida Kimia Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi........................................92 Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.......................................................95 Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kimia Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.......................................................97 Rata-Rata Biaya Bagi Hasil Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.................................................................105 Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.....................................................107 Rata-Rata Penggunaan Pakan ikan dan Benih Ikan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi...........................................................108 Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kandang Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.......................................109 Rata-Rata Penggunaan Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...........................................................................................................112 Rata-Rata Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.....................................................118

5. 6.

7. 8.

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

18.

14

19.

Rata-Rata Perbandingan Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.......................................120

15

DAFTAR GAMBAR No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Halaman Tanaman Padi Di Areal Sawah....................................................................8 Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I..................................................12 Padi Varietas IR64 yang Sedang ditanam di Sawah..................................15 Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria.............................................20 Kerangka Pemikiran Operasional...............................................................31 Sumber Irigasi untuk Areal Sawah dan Pertanian di Desa Tapos I...........45 Terasering Areal Persawahan di Desa Tapos II.........................................46 Proses Pengolahan Lahan Padi Sawah.......................................................61 Lahan Sawah yang Baru Selesai di Tanam di Desa Tapos I......................64 Proses Penyiangan di Desa Tapos I............................................................66 Pupuk Kandang yang Siap di Tebar...........................................................68 Saluran Irigasi di Desa Tapos I..................................................................70 Proses Pengeringan Gabah di Lapangan Jemur pada Dua Penggilingan Utama di Desa Tapos I...............................................................................75 Penggilingan di Desa Tapos II dan Tapos I...............................................77 Gambar Ikan yang di Pelihara di Sawah....................................................83 Ikan Siap Panen dan Pemanenan Ikan Mina Padi di Desa Tapos I............85

16

DAFTAR LAMPIRAN No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Halaman Peta Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jawa Barat.......................130 Peta Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor ..................131 Peta Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor..................132 Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II...........................................................133 Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Non Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II..........................................134 Analisis HOK Tenaga Kerja Dalam dan Luar Keluarga Desa Tapos I dan Tapos II................................................................................135 Karateristik Petani Responden Berdasarkan Produktivitas, Volume Bibit, Umur Panen dan Varietas Benih....................................................137 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Penguasaan Lahan, Pendidikan, Umur, Pola Tanam, Pengalaman Menanam Padi dan Pupuk yang Digunakan.....................................................................138 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Penerimaan.....................139 Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007..........................................................................................................140 Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata............141 Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007.......142 Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata....................143 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usahatani, Alasan Mengusahakan Mina Padi dan Pola Tanam......................................................................144 Beberapa Jenis Rotifera (zooplankton) yang Hidup di Genangan Sawah.......................................................................................................145 Beberapa Jenis Crustacea Kecil yang Hidup di Sawah ...146 Koloni Tubifex tubifex dan Larva serta Kepompong Chironomidae .....147

9. 10. 11. 12. 13. 14.

15. 16. 17.

17

18. 19. 20. 21. 22.

Beberapa Jenis Gulma Air di Sawah .......148 Gambar Kamalir atau Parit Sawah Tampak Samping .............................149 Bentuk dan Jenis Kamalir yang Terdapat di Desa Tapos I dan Tapos II ...................................................................................................150 Dokumentasi Penelitian ..........................................................................151 Kuesioner Penelitian ..............................................................................156

18

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk mendorong meningkatnya kebutuhan

manusia yang beraneka ragam, oleh karena itu perlu digalakkan usaha peningkatan produksi beras sebagai bahan makanan pokok. Indonesia sudah merintis usaha peningkatan produksi beras sejak Pelita I sampai saat ini. Hasilnya cukup menggembirakan dengan tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 (Supriadiputra dan Setiawan, 2005). Lahan sawah yang subur sebagai sumber daya lahan utama produksi beras semakin lama semakin berkurang. Hal ini di akibatkan adanya pergeseran fungsi lahan ke fungsi non pertanian. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan usaha pendayagunaan lahan yang ada melalui intensifikasi (Supriadiputra dan Setiawan, 2005). Tabel 1. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Konsumsi di Indonesia Tahun 2001- 2004 Tahun 2001 2002 2003 2004 Kebutuhan (ton) 32.771.264 33.073.152 33.372.463 33.669.384 Produksi tersedia (ton) 30.283.326 30.586.159 30.892.021 31.200.941 Beras untuk

Defisit (ton) 2.487.920 2.486.993 2.480.442 2.468.443

Sumber: Statistik Pertanian dan Departemen Pertanian, 2004

Kemudian, beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Beras sebagai makanan pokok tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat

19

dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang tinggi yaitu lebih dari 95 persen. Ketergantungan akan beras ini mengakibatkan tingkat permintaan terhadap beras semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data konsumsi pada Tabel 1 yang dari tahun ketahun semakin meningkat. Peningkatan produksi beras nasional cukup menggembirakan. Hal ini

terlihat pada Tabel 1. Namun, apabila dilihat secara menyeluruh hal itu belum meningkatkan pendapatan para petani. Pemilikan lahan garapan per kapita yang relatif sempit menjadi alasannya. Salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan merekayasa lahan pertanian dengan teknologi yang tepat guna. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengubah strategi pertanian dari sistem monokultur ke arah diversivikasi pertanian, misalnya dengan menerapkan sistem mina padi. Perubahan strategi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Sistem budi daya ikan di sawah merupakan salah satu sistem yang praktis untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan pada areal pertanaman padi sawah yang sempit. Manusia memerlukan zat makanan lain untuk meningkatkan kekuatan dan kesehatan tubuhnya selain kebutuhan beras, yaitu protein. Kebutuhan protein dapat dipenuhi oleh sumber protein hewani dan sumber protein nabati. Ikan merupakan salah satu penghasil protein yang sangat baik. Lahan sawah dimanfaatkan sebagai tempat memelihara ikan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Dengan adanya pemeliharaan ikan di sawah, maka banyak hal positif yang terkandung didalamnya dan mengikutinya. Misalnya, peningkatan pendapatan petani. Dalam hal ini selain mendapatkan padi,

20

para petani juga akan memperoleh keuntungan lainnya, yaitu mendapatkan ikan, hama penyakit padi menjadi berkurang, kesuburan tanah meningkat

(Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

1.2.

Perumusan Masalah Khairuman dan Amri (2002) menyatakan bahwa pemanfaatan sawah

sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh hasil yang optimal. Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani sekaligus menerima keuntungan dari pemanenan ikan. Kalaupun terjadi kegagalan dalam pemanenan padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena masih ada hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi di sawah. Kegiatan pemeliharaan ikan di sawah ternyata sudah dilakukan sejak lama dan kian hari kian berkembang ke arah pengusahaan yang lebih maju. Ada yang mengusahakannya secara sederhana, ada juga yang sudah melakukannya secara intensif. Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan Inmindi atau Intensifikasi Mina Padi. Namun demikian, di beberapa daerah lain kegiatan seperti ini tidak banyak dilakukan bahkan tidak populer sama sekali. Hal ini bisa terjadi karena kurang tersebarnya informasi, baik mengenai seluk beluk kegiatan ini maupun manfaatnya (Khairuman dan Amri, 2002). Pola tumpang sari mina padi sangat baik dan efisien dalam penggunaan lahan, namun sangat jarang ditemukan di Indonesia. Tidak semua petani padi

21

sawah mampu melakukannya. Hal ini tentunya membutuhkan pendidikan dan pelatihan tentang teknik budi daya ikan dalam sawah. Sebab selain keuntungan yang ditawarkan oleh sistem ini, ada pula resiko kegagalan yang sewaktu-waktu dapat timbul dari sistem ini. Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan melalui Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya saat ini sedang bekerja sama memperkenalkan Program Pemerintah yang sudah setahun berjalan yang dilaksanakan di daerah tersebut yakni di Tasikmalaya yaitu program GEMPAR (Gerakan Mina Padi Rakyat). Kebijakan pemerintah ini cukup berhasil bagi 73 petani mina padi di daerah Tasikmalaya dengan memberikan bantuan permodalan bagi setiap petani berdasarkan luas lahan garapan (Barniati, 2007). Intensifikasi Mina Padi sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah apakah benar-benar menguntungkan atau tidak bagi para petani padi sawah di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Tenjolaya Desa Tapos I dan Desa Tapos II yang merupakan sentra komoditi padi di Bogor (Badan Pusat Statistik Bogor, 2003a). Sebab selain output berupa hasil panen ikan, pola ini pun dibarengi dengan input berupa biaya-biaya berupa benih, pakan, tenaga kerja. Selain itu belum pernah dibuktikan secara nyata bahwa dengan adanya ikan di sawah maka performa ikan mempengaruhi hasil produksi padi atau tidak. Desa Tapos I dan Tapos II dapat dijadikan lokasi rujukan bagi pemerintah untuk melanjutkan keberhasilan program GEMPAR-nya di daerah lain jika sistem Intensifikasi Mina Padi dinilai layak dan cukup menguntungkan untuk dikembangkan. Diharapkan pula program ini Indonesia. dapat memajukan pertanian di

22

Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1. Bagaimana keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi? 2. Bagaimana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah? 3. Bagaimana perbandingan antara pendapatan dan biaya pada sistem mina padi dan non mina padi?

1.3.

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,

maka adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi. 2. Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi. 3. Menganalisis perbandingan antara pendapatan dan biaya usahatani (R/C).

1.4.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut :

1. Sebagai bahan kajian dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang pertanian dan usaha penyempurnaan sistem pertanian. 2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara produktif dan efisien.

23

3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih menyempurnakan perkembangan usahatani padi sawah. 4. Sebagai bahan kajian dan informasi tingkat kesejahteraan dan pendidikan petani padi sawah di Kabupaten Bogor.

24

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Gambaran Umum Komoditas Padi Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam

jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika (Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003). Siregar (1981) menyatakan bahwa begitu banyak kontroversi mengenai asal usul tanaman padi. Namun berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar, terlebih dibagian negara Cina yang berbatasan dengan negara India sebelah utara. Hal ini didasarkan pada teori vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis tanaman liar tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003). Sastra-sastra Cina, menyatakan bahwa tanaman padi telah dibudidayakan oleh kaisar SHEN-MUNG di Cina 5000 tahun sebelum Masehi. Jenis-jenis padi liar inilah yang memelopori, mendahului dan menjadi saudara dari tanaman padi yang kita kenal sekarang yaitu tanaman padi tergolong Oryza sativa L. dan yang dibudidayakan oleh umat manusia diseluruh dunia penanam padi. Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruasruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya

25

adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan di mana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan ligulae (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Dimana daun pelepah itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan embel-embel mana disebutkan auricle. Warna dari ligulae dan auricle kadang-kadang hijau dan kadang-kadang ungu dan dengan demikin auricle itu dapat dipergunakan sebagai determinatie identitas suatu varietas.

Gambar 1. Tanaman Padi di Areal Sawah Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anakberanak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981). Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar,

26

batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan bunga. Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Surono (2001) menyatakan bahwa sebagai salah satu Tim Pengkaji Kebijakan Perberasan Nasional produksi padi pada prinsipnya tergantung pada dua variabel, yaitu luas panen/tanam dan hasil per hektar (produktivitas). Musim panen raya berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei. Diperkirakan luas panen pada periode tersebut mencapat 55,5 persen. Panen berikutnya (disebut panen gadu) antara bulan Juni-September mengambil porsi sebanyak 30 persen, sisanya disebut musim paceklik berlangsung antara bulan Oktober-Januari tahun berikutnya. Pola produksi ini juga mengikuti pola panen, curah hujan dan proses pertumbuhan tanaman. Pola tanaman seperti itu akan terus berlangsung sampai sekarang maupun masa mendatang. Budaya konsumsi beras cukup sulit untuk dihilangkan dari masyarakat Indonesia. Alasan yang sangat mendasar ialah karena telah menjadi kebiasaan masyarakat. Jika belum mengkonsumsi beras, maka belum dikatakan makan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, makan nasi merupakan budaya yang telah mengakar sejak zaman nenek moyangnya dahulu. Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Betapa pentingnya beras

27

dalam perekonomian Indonesia dan negara-negara asia serta berbagai belahan dunia menginspirasi FAO untuk menjadikan tahun 2004 sebagai tahun beras sedunia. Program ini bertujuan untuk menuntaskan kelaparan dinegara-negara miskin dan berkembang yang penduduknya sangat tergantung konsumsinya pada komoditi beras.

2.2.

Mina Padi Sistem Mina Padi ialah sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama

padi di sawah (Afrianto dan Liviawaty, 1998). Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan Inmindi atau Intensifikasi Mina Padi. Umumnya sistem ini hanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran kecil (fingerling) atau menumbuhkan benih ikan yang akan dijual sebagai ikan konsumsi. Ikan mas dan jenis karper lainnya merupakan jenis ikan yang paling baik dipelihara di sawah, karena ikan tersebut dapat tumbuh dengan baik meskipun di air yang dangkal, serta lebih tahan terhadap panas matahari (Suharti, 2003).

2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah Djiwakusumah (1980) menyatakan bahwa sawah merupakan tempat yang baik untuk memelihara ikan, khususnya ikan mas, karena disawah terdapat jasadjasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan. Pemeliharaan ikan bersama dengan padi ternyata dapat menaikkan produksi padi, karena ekskresi ikan dapat memupuk kesuburan tanah dan demikian pula sisa-sisa makanan tambahan yang diberikan kepada ikan, umumnya dedak, dapat bertindak sebagai pupuk. Di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat,

28

pemeliharaan ikan di sawah sudah lama dilakukan. Jenis budi daya ikan di sawah dikenal tiga macam yakni sebagai penyelang, pengganti palawija, dan tumpang sari mina padi. Budi daya ikan di sawah pada dasarnya sama, perbedaannya hanya pada saat penanaman, lama penanaman, serta kepadatan penebaran benih ikan. Di Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdapat ketiga sistem ini. Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa belakangan ini di daerah Parahyangan atau Jawa Barat muncul variasi lain yang populer dengan istilah parlabek. Dalam praktiknya parlabek dilakukan tidak hanya terkait antara ikan dan tanaman padi tetapi dengan memadukan tiga komoditas sekaligus, yaitu pemeliharaan ikan, padi, dan pemeliharaan ternak unggas. Sehingga saat ini budi daya ikan di sawah semakin beragam yakni :

(1)

Penyelang Penyelang adalah usaha pemeliharaan ikan di sawah sebelum penanaman

padi. Waktunya tidak terlalu lama, sekitar 3-4 minggu, menunggu padi di persemaian sampai siap untuk ditanam di sawah. Umumnya kegiatan penyelang lebih cocok dan banyak dilakukan pada saat musim hujan atau awal masuk musim hujan, saat petani sudah menyemai benih padi di persemaian. Interval waktu menunggu padi di persemaian sampai mencapai ukuran siap tanam inilah yang dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Selanjutnya, setelah dipelihara beberapa minggu, pemanenan ikan dilakukan bertepatan dengan pengolahan tanah sawah menjelang pertanaman padi baru.

29

Gambar 2. Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I Pada Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa lahan tersebut telah bersih atau telah selesai diolah dan sedang digenangi sambil memelihara benih ikan. Pada latar belakang gambar juga tampak garis hijau terang yang merupakan lahan persemaian untuk lahan ini nantinya.

(2)

Palawija Palawija adalah usaha pemeliharaan ikan disawah yang dilakukan setelah

padi dipanen dan sawah belum segera digunakan untuk penanaman padi. Umumnya, pemeliharaan sistem palawija dilakukan setelah selesai panen padi pada musim kemarau. Sambil menunggu datangnya musim hujan sebagai awal musim tanam berikutnya, sawah dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Dengan begitu, pemeliharaan ikan sistem palawija ini dapat dilakukan lebih lama daripada sistem penyelang, yaitu bisa berkisar 2-3 bulan, dari selesai panen padi pada musim hujan berikutnya. Pemeliharaan sistem palawija lebih cocok dilakukan pada lokasi yang suplai airnya tersedia sepanjang tahun.

30

(3)

Mina Padi Mina padi biasa juga disebut tumpang sari. Istilah mina padi berasal dari

bahasa Sansekerta yaitu mina (yang berarti ikan). Mina padi dapat diartikan sebagai sistem pemeliharaan ikan di sawah yang dilakukan bersamaan dengan penanaman atau pemeliharaan padi. Batas masa pemeliharaan ikan pada sistem mina padi berkisar 45-65 hari. Batas masa pemeliharaan ikan ini terkait erat dengan umur padi. Dalam praktiknya, waktu pemanenan ikan disesuaikan dengan tujuan penanaman ikan, untuk pendederan atau pembesaran.

(4)

Parlabek Parlabek sebenarnya merupakan variasi pemeliharaan ikan di sawah dari

sistem mina padi. Parlabek merupakan singkatan dari bahasa sunda (Jawa Barat), par dari kata pare atau padi, la dari kata lauk atau ikan, dan bek dari kata bebek atau itik. Jadi, parlabek adalah pemeliharaan ikan sistem mina padi yang dikombinasikan denga pemeliharaan bebek atau itik dalam satu unit persawahan. Itik dalam sistem parlabek dilepas dan bebas berkeliaran di sawah mina padi dan dapat dikandangkan disekitar sawah atau halaman rumah atau pekarangan. Oka, Swastika dan Sudana (1992) mengemukakan bahwa usahatani sistem mina padi dapat mengurangi pemakaian insektisida maupun tumbuhnya rumput. Hal ini terjadi karena terciptanya hubungan yang harmonis antara padi, ikan, air, dan tanah. Sehingga tercapai kondisi keseimbangan ekologis yang baik, dengan demikian serangan hama dan rumput menjadi berkurang. Fagi, Permana dan Syamsiah (1991) mengemukakan bahwa dengan mina padi, penggunaan pupuk akan lebih rendah dari pemupukan padi tanpa perlakuan

31

ikan. Rendahnya pemakaian pupuk oleh petani karena adanya korelasi ekologis antara penanaman ikan dengan peningkatan kesuburan tanah, karena kotorankotoran ikan dan makanan yang tidak termakan akan menjadi pupuk bagi tanah dan air secara alami.

2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), padi yang akan ditanam sebaiknya dipilih yang cocok dengan lahan mina padi. Varietas padi itu harus memenuhi kriteria berikut : Tahan genangan pada awal pertumbuhan Ketinggian tanaman sedang Perakaran dalam Karena sawah merupakan lahan yang terendam, maka tanaman padi yang ditanam sebaiknya mempunyai perakaran yang dalam dan kuat agar tidak mudah roboh. Cepat beranak Kurang lebih 7 hari setelah penanaman padi, areal akan digenang air. Untuk menghindari keterlambatan pertumbuhan tunas akibat genangan tadi, sebaiknya dipilih tanaman padi yang cepat bertunas banyak. Batang kuat dan tidak mudah rebah Karena banyak air disekitar perakaran, maka kemungkinan air yang diserap tanaman lebih banyak. Akibatnya, batang tanaman padi menjadi lemah. Untuk mencegah masalah itu, sebaiknya padi yang ditanam mempunyai batang yang kuat dan tidak mudah rebah.

32

Tahan hama dan penyakit Semua tanaman yang akan ditanam harus mempunyai sifat tahan terhadap hama penyakit.

Produksi tinggi Daun tegak Untuk memperbanyak sinar matahari yang dapat diterima oleh permukaan daun, sehingga diharapkan hasil fotosintesis besar dan hasil padi tentunya akan meningkat.

Rasanya enak sehingga disukai masyarakat

Gambar 3. Padi Varietas IR64 yang Sedang di Tanam di Sawah Dengan menilik sifat-sifat yang dikehendaki dalam sistem mina padi, maka tanaman padi yang dianjurkan untuk ditanam pada areal mina padi antara lain IR 64, Ciliwung, Citanduy, Dodokan, Cisadane.

2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), agar mendapatkan hasil yang tinggi, ikan yang akan ditebarkan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut : Warna tidak mencolok

33

Hal ini untuk menghindari hewan pemangsa sebab warna yang mencolok akan menarik perhatian hewan pemangsa. Sebaiknya dihindari warna merah dan kuning keemasan. Paling baik adalah warna gelap. Tahan hidup di air dangkal dan panas Ketinggian air pada sistem mina padi biasanya sekitar 20-30 cm dan bersuhu tinggi. Oleh karena itu, harus dicari jenis ikan yang tahan terhadap dua kondisi tersebut agar pertumbuhan ikan tidak terganggu. Dipilih dari induk unggul dan sehat Apabila ikan yang ditebar berasal dari induk yang unggul dan sehat, maka diharapkan pertumbuhannya akan baik. Induk yang unggul dan sehat untuk ikan mas, misalnya, yaitu yang berasal dari strain majalaya. Disukai oleh masyarakat dan mempunyai harga jual yang memuaskan Selain ikan mas dan tawes, jenis ikan lain yang juga baik dibudidayakan dengan sistem ini yaitu ikan tambakan, mujair, nila, dan nilem. Menurut Khairuman dan Amri (2002) waktu penebaran benih ikan di sawah dataran rendah berbeda dengan penebaran di sawah dataran sedang. Di sawah dataran rendah, ikan ditebarkan 5-7 hari setelah tanaman padi, sedangkan di sawah dataran sedang ikan ditebar 10-12 hari setelah tanam padi. Hal ini disebabkan kecepatan pertumbuhan padi di sawah dataran sedang relatif lebih lambat. Jika ikan ditebar lebih awal, resiko kemungkinan merusak tanaman padi lebih besar. Padat penebaran benih ikan disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan. Ukuran padat penebaran ikan mas yang disarankan untuk ditebar di sawah tercantum di Tabel 2. Untuk ikan jenis lainnya dapat memakai patokan tersebut.

34

Cara penebaran benih, pada prinsipnya sama dengan cara penebaran yang dilakukan pada sistem penyelang dan palawija, yaitu melalui proses aklimatisasi atau adaptasi terlebih dahulu. Tabel 2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas Golongan Benih Ukuran (cm) Kebul (larva stadia akhir) 0,5 - 1,0 Putihan 1,0 - 3,0 Belo 3,0 - 5,0 5,0 - 8,0 Ngaramo 8,0 - 10,0 Ngaduaramo Nelu 10,0 Sumber : Suryapermana, dkk. 1994. Berat (g / ekor) 0,5 - 1,0 3,0 - 5,0 8,0 - 10,0 15,0 - 20,0 20,0 - 25,0 Padat Penebaran (ekor / ha) 10 - 12 liter 10.000 - 12.500 5.000 - 10.000 3.000 - 5.000 2.500 - 3.000 2.000 - 2.500

2.2.4. Kamalir Menurut Khairuman dan Amri (2002), dalam budi daya sawah sistem usahatani mina padi terdapat perbedaan bentuk sawah dengan sistem non mina padi. Pada sistem mina padi, sawahnya terdapat kamalir atau caren yang merupakan saluran yang dibuat dibagian paling dalam petakan sawah. Ada juga kamalir yang dibuat membelah bagian tengah sawah tegak lurus sejajar sisi lebar pematang. Di sawah yang dijadikan tempat pemeliharaan ikan, kamalir dibutuhkan sekali. Fungsi utama kamalir dalam pemeliharaan ikan bersama padi di sawah sebagai berikut: 1. Melindungi ikan dari kekeringan. Dengan adanya kamalir, sekalipun bagian tengah sawah sudah kering, ikan akan bertahan dikamalir dengan sisa air yang masih tertinggal di kamalir.

35

2.

Melindungi ikan dari hama. Kamalir yang memiliki kedalaman memadai akan menjadi tempat berlindung yang aman bagi ikan dari serangan hama, seperti sero atau linsang dan ular.

3.

Memudahkan proses pemanenan. Saat panen, sawah disurutkan sampai tinggal sedikit sehingga ikan akan berkumpul di kamalir yang masih menyisakan air macak-macak. Ikan yang sudah berkumpul di kamalir akan mudah dipanen.

4.

Tempat memberi makan ikan. Kamalir menjadi tempat memberi makan ikan yang baik karena terletak dibagian pinggiran sawah, sehingga pemberian pakan akan efektif.

5.

Memudahkan mobiltas ikan. Kamalir merupakan tempat ikan bergerak secara leluasa dan dengan mudah bisa berpindah-pindah ke seluruh petakan sawah. Kamalir umumnya dibuat dengan lebar 40-45 cm, tinggi 25-30 cm, dan

panjangnya tergantung dari panjang atau lebar petakan sawah. Berdasarkan hasil penelitian, luas kamalir yang optimum adalah 2-4% dari luas petakan sawah. Produksi padi di sawah tidak akan berkurang walaupun penggunaan lahan sawah untuk tanaman padi menurun karena digunakan untuk kamalir. Berkurangnya penggunaan lahan sawah diimbangi dengan tingginya produksi padi yang ditanam dibarisan pinggir. Menurut Jangkaru (2002), konstruksi kamalir cukup bervariasi antara lain keliling, silang dan salib.

36

2.3.

Usahatani Padi Usahatani menurut Soekartawi (1986) adalah organisasi yang

pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan. Pada dasarnya usahatani padi memiliki dua faktor yang akan mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan harga dan sebagainya. (1) Tanah Tanah memiliki beberapa sifat antara lain : (1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan sebagai tempat produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi. Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam, karena ia tidak dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan.

37

(2)

Tenaga Kerja Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumber daya

manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman, waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialis pekerjaan, sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.

Gambar 4. Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria Sumber: FAO (Food and Agriculture Organization), 2005

38

Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia, ternak dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara tanaman/menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria atau Hari Orang Kerja (HOK). Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan, dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan pada petani yang menggarap lahan sempit. (3) Modal Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu berupa produksi pertanian. Menurut Hernanto dalam Handayani (2006) dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan

39

lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obatobatan) dan uang tunai. Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap (fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital), yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit, pupuk, obat-obatan dan uang tunai.

2.4.

Analisis usahatani Analisis usahatani bertujuan untuk melihat keberadaan suatu aktivitas

usahatani. Usahatani dapat dikatakan berhasil dari segi finansial, apabila usahatani tersebut telah dapat menunjukkan hal-hal sebagai berikut (Kurniati, 1995 dalam Hartono, 2000): (1) Usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi semua biaya atau pengeluaran. (2) Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan tambahan untuk membayar bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun modal yang dipinjam. (3) Usahatani tersebut dapat memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar kepada petani itu sendiri.

40

(4)

Usahatani tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal tahun produksi. Dalam melakukan analisis usahatani harus mengetahui besarnya biaya

yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut. Menurut Pandia dkk, 1986 dalam Nugroho, 2001 ditinjau dari segi bisnis, petani/pengusaha akan dapat menikmati hasil usahanya jika memiliki : a. b. c. Kemampuan berproduksi Kemampuan memasarkan produknya Kemampuan mengelola usahataninya secara efisien

2.5.

Biaya Usahatani Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi semula

fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988 dalam Handayani, 2006). Sedangkan menurut Soekartawi, et.al. (1986) menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Menurut Daniel (2004), dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan/diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan bawon panen juga termasuk biaya iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat dan lain-lain.

41

Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan. Budi daya ikan di sawah merupakan suatu kegiatan pertanian yang memadukan budi daya ikan dengan budi daya padi di sawah. Diharapkan dengan sistem ini dapat meningkatkan pendapatan para petani karena banyak hal yang menguntungkan dalam kegiatan ini. Komponen biaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan di sawah relatif murah, sebab biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan lahan, pengairan dan pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya penanaman padi (Supriadiputra dan Setiawan, 2000). Lahan dan air yang digunakan untuk memelihara ikan sama dengan lahan yang digunakan untuk menanam padi. Demikian pula biaya pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya pengolahan tanah untuk menanam padi. Menurut Afrianto dan Liviawati (1998), sistem perikanan terpadu dapat memperkecil resiko kehilangan sumber penghasilan, karena dari sistem ini tidak mengandalkan pada satu sumber saja, sehingga kegagalan salah satu jenis usaha dapat ditopang oleh keberlangsungan usaha yang lainnya.

2.6.

Analisis Pendapatan Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan

penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga yang

42

dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan. Soeharjo dan Patong (1977) juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahataninya. Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak menguntungkan. Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut. b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal). c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.

43

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi keadaan seluruh penerimaan dan informasi seluruh pengeluaran selama waktu yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986).

2.7.

Analisis Profitabilitas Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak

(analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo dan Patong, 1977). Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik.

2.8.

Penelitian Terdahulu Menurut hasil penelitian Setiawan (1994) sistem budi daya ikan di sawah

merupakan alternatif usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Persentase peningkatan tersebut lebih besar dari persentase tambahan biaya. Pola tanam budi daya ikan di sawah yang optimal adalah dengan mengusahakan penyelang ikan ditambah dengan sistem mina padi baik musim tanam 1 maupun musim tanam 2. Pola tanam tersebut cukup menguntungkan bila dibanding pola tanam yang lain di daerah penelitian.

44

Berdasarkan hasil penelitian Sari (2007), yang berjudul Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang Jakarta Timur didapat hasil bahwa terjadi perubahan pada masyarakat Indonesia khususnya diJakarta terhadap komoditi beras pada saat terjadi kenaikan harga pada perubahan jenis beras dan perubahan frekuensi pembelian terutama pada masyarakat Kelas Menengah dan Kelas Bawah. Bagi Kelas Atas tidak terjadi perubahan jenis beras dan frekuensi pembelian. Sedangkan bagi Kelas Menengah cenderung menurunkan kualitas beras agar pengeluaran untuk makanan khususnya beras tetap sama seperti harga beras naik. Responden pada kelas ini mengkonsumsi beras dengan kualitas sedang yakni jenis Sentra, Ramos, Rojolele dan Cianjur. Kelas Menengah cenderung untuk mengurangi frekuensi pembelian beras karena khawatir harga beras akan semakin meningkat sehingga pembelian dilakukan dalam jumlah besar agar dapat mencukupi kebutuhan dalam sebulan. Berdasarkan penelitian tersebut, masyarakat Kelas Bawah juga

menurunkan kualitas jenis berasnya menjadi kualitas yang rendah dan murah karena keterbatasan ekonomi yakni jenis IR64. Untuk kelas ini pun terjadi perubahan frekuensi pembelian setelah harga naik dan pembelian beras dalam sebulan menjadi lebih sering bahkan sebagian responden bahkan setiap hari. Hal ini karena dengan pendapatan yang rendah dan tidak menentu,sehingga mereka hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan beras untuk satu hari saja. Dari penelitian tersebut terdapat gambaran kecil pola konsumsi sebagian masyarakat Indonesia akan komoditi beras pada saat sedang mahal sekalipun, masyarakat akan selalu berusaha mengkonsumsi beras karena sangat tergantung pada komoditi ini. Terutama bagi rakyat miskin dan yang berada pada kelas

45

menengah yang berupaya sekeras mungkin agar dapat mengkonsumsi beras sekalipun dengan kualitas yang rendah. IR64 adalah salah satu dari jenis beras kualitas rendah yang merupakan alternatif pilihan terakhir bagi sebagian besar masyarakat miskin. Untuk itu pemerintah dapat membenahi permasalahan beras dari kuantitas terlebih dahulu, kemudian ke arah kualitas. Dengan mengetahui prioritas utama tersebut, pemerintah dapat memperkuat kebijakan untuk komoditi beras sebagai pangan utama dari rakyat Indonesia agar ketahanan pangan dapat terjaga. Dalam Barniati (2007), sistem mina padi yang dilakukan didaerah Tasikmalaya tersebut menggunakan benih padi varietas IR64 dan Bagendit. Varietas benih jenis ini dianggap dapat disandingkan dengan ikan mas disawah dengan baik. Sedangkan menurut Djiwakusumah (1980), pemeliharaan ikan mas dapat dilakukan dibeberapa tempat yakni di kolam (tradisional maupun intensif), di sawah dan didalam keramba. Namun diantara beberapa alternatif tersebut sawah merupakan tempat terbaik bagi ikan jenis mas karena di sawah terdapat jasad-jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan khususnya ikan mas sebagai pemakan segala (omnivor) dan pemakan jasad dasar (bottom feeder). Menurut Handayani (2006), benih padi yang digunakan pada Kecamatan Leuwiliang adalah varietas Ciherang dan IR64. Namun petani responden 100 persen menggunakan varietas IR64 karena menurut petani umurnya relatif rendah dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit bila dibandingkan varietas lokal.

46

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Usahatani padi sawah merupakan kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen, yang ditujukan untuk produksi padi. Keempat unsur, yaitu lahan yang mewakili untuk alam, tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, modal yang beraneka ragam jenisnya serta unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani, saling terkait satu sama lain karena kedudukannya dalam usahatani sama pentingnya sehingga keempat unsur tersebut tidak dapat dipisahkan (Handayani, 2006). Lahan merupakan modal utama dalam usahatani padi sawah selain tenaga kerja dalam menopang kehidupannya. Meningkatnya jumlah penduduk

mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian menjadi semakin berkurang. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan jumlah usahatani sempit bertambah. Sempitnya lahan yang seringkali dimiliki oleh petani dan tuntutan keadaan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, membuat petani harus mencari peluang lain untuk meningkatkan pendapatan. Akhirnya, muncul satu peluang usaha baru, yaitu memanfaatkan sawah selain untuk penanaman padi sekaligus juga untuk pemeliharaan ikan. Pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh

47

hasil yang optimal. Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani sekaligus menangguk keuntungan dari pemanenan ikan. Kalau pun terjadi kegagalan dalam pemanenan padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena masih ada hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi di sawah. Untuk itu, dalam penelitian ini hendak dikaji lebih jauh, petani yang hanya berkonsentrasi di satu komoditi saja yakni petani padi sawah yang tidak menggunakan sistem mina padi apakah lebih menguntungkan dibanding mina padi atau sebaliknya. Selain dari segi pendapatan, ingin diketahui pula hasil produktifitas padi sawah sistem mina padi. Sistem ini lebih produktif atau tidak hasil padinya dibandingkan sistem non mina padi. Sebab selain sistem mina padi dinilai menguntungkan, namun tetap saja beresiko jika tidak dibarengi dengan informasi seputar budi daya mina padi. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan dan profitabilitas pada usahatani padi sawah dengan mengambil sampel petani yang telah distratifikasi berdasarkan sistem penanaman mina padi dan non mina padi. Dari masing-masing populasi tersebut akan dianalisis tingkat pendapatan dan profitabilitas usahataninya untuk melihat sejauh mana pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi sawah yang dilakukan berdasarkan sistem mina padi atau non mina padi. Untuk kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

48

Latar Belakang : - Pertambahan jumlah penduduk

Peningkatan Konsumsi

Pergeseran fungsi lahan ke non pertanian Berkurangnya lahan pertanian Peningkatan fungsi lahan melalui Tumpang Sari

Tumpang Sari sistem Mina Padi

Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

49

IV. METODE PENELITIAN

4.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Tenjolaya berada pada kawasan Bogor bagian barat. Kecamatan Tenjolaya dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tenjolaya dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea yang merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Bogor merupakan penyumbang padi dengan desa-desa penghasil padi terbanyak untuk tiap desa. Pemilihan Desa Tapos I dan Desa Tapos II sebagai lokasi penelitian karena desa ini merupakan dua desa di Kecamatan Tenjolaya yang pertaniannya relatif maju namun masih terdapat petani yang relatif kurang maju. Dengan demikian, kondisi di desa ini diasumsikan dapat mewakili berbagai kondisi yang terjadi di lapang. Desa Tapos I dan Tapos II dahulu merupakan bagian dari 19 desa di Kecamatan Ciampea yang merupakan kecamatan sentra padi terbesar di Kabupaten Bogor. Desa Tapos I dan Tapos II adalah desa penghasil padi terbesar diantara 19 desa-desa yang ada di Kecamatan Ciampea (Badan Pusat Statistik Bogor, 2003a). Namun pada tahun 2004, pemerintah mencanangkan program pemekaran daerah dan Kabupaten Bogor yang semula terdiri dari 35 Kecamatan, dimekarkan menjadi 40 Kecamatan. Kecamatan Ciampea di pecah menjadi dua kecamatan yakni menjadi Kecamatan Ciampea yang terdiri dari 13 desa dan

50

Kecamatan Tenjolaya yang terdiri dari 6 desa. Hingga penelitian ini dilaksanakan, Kecamatan Tenjolaya masih berumur 3 tahun sejak tahun 2004. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II karena pada kedua desa ini ditemukan petani yang menggunakan sistem mina padi. Untuk itu, ingin dibandingkan pendapatannya dengan petani padi sawah yang tidak menggunakan sistem mina padi yang terdapat di dua desa ini. Dahulu, dua desa ini merupakan satu desa yang dipecah yakni Desa Tapos yang dipecah menjadi Desa Tapos I dan Desa Tapos II. Diharapkan dengan menyatukan data kedua desa ini, faktor bias dapat dihindari. Penelitian lapangan dilaksanakan pada awal bulan Juli hingga awal bulan September 2007.

4.2.

Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian dua tahap. Tahap pertama yaitu dalam

pencarian data sekunder serta literatur dan tahap kedua yaitu pengambilan data primer melalui proses turun lapang, pengolahan dan analisis data perbandingan. Unit-unit contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Pemilihan petani responden dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifkasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang. Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari tingkat petani (tingkat primer) dan data sekunder, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden

51

(petani padi sawah) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai, produksi dan penerimaan dalam usahatani padi sawah dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai produksi dari usahatani padi serta data penggunaan input usahatani seperti benih, pupuk kimia dan pupuk kandang, obat pemberantas hama/pestisida dan tenaga kerja. Wawancara dilakukan pada seluruh responden secara satu-persatu, dan mengadakan pengamatan secara langsung keadaan usahatani yang dimiliki responden. Sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau dinas serta media cetak yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik Bogor, Kantor Kelurahan/Desa, Litbang, Kompas, Media Indonesia, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian.

4.3.

Metode Analisis dan Pengolahan Data Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan

tujuan yang hendak dicapai. Analisis yang dilakukan adalah analisis perbandingan biaya dan pendapatan (R/C rasio). Data yang diperoleh diolah dan disederhanakan dengan bantuan kalkulator dan komputer dengan menggunakan Microsoft Excel serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif. Penelitian ini membandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut sistem mina padi dan sistem non mina padi dengan data usahatani pada musim

52

tanam pertama (Januari-April) 2007. Pada saat itu terjadi serangan hama secara serentak yang disebut hama merah yang menyerang areal sawah di Desa Tapos I dan Tapos II. Ciri-ciri tanaman yang terkena penyakit hama merah yakni daun padi menjadi berwarna merah, batang padi hijau kemerahan, penularannya cepat, disinyalir lewat air, menyerang serentak hanya untuk tanaman padi. Selain itu, dengan mempertimbangkan data yang di dapat lebih akurat karena petani lebih mengingat data yang baru saja terjadi, sehingga faktor bias dapat dihindari.

4.3.1. Analisis Biaya Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah berdasarkan sistem mina padi dan sistem non mina padi. Dalam analisis ini, biaya dibedakan jadi dua, yaitu Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai. Biaya Tunai meliputi biaya benih padi, benih ikan, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida kimia, sewa alat pertanian (semprotan yang disewa), tenaga kerja luar keluarga (sistem upahan dan bawon), tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, biaya bagi hasil (sistem sakap), pajak lahan (petani milik) dan sewa lahan (sistem sewa). Biaya Tidak Tunai meliputi biaya benih padi dan ikan yang dibuat sendiri, tenaga kerja ternak yang dimiliki sendiri dan tidak disewa di tempat lain, penyusutan alat pertanian, pupuk kandang, pakan ikan (dedak), penyusutan alat perikanan dan tenaga kerja dalam keluarga.

53

4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan usahatani padi ini hanya dilakukan pada satu musim tanam, yaitu musim tanam pertama (Januari- April) 2007. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani, yang dapat dilihat dari persamaan dibawah ini: P = TP - ( Bt + Btt ) Keterangan: P TP Bt Btt = Pendapatan bersih usahatani (Rp) = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp) = Biaya Tunai (Rp) = Biaya Tidak Tunai (Rp) Penerimaan sering disebut pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani ini juga merupakan hasil kali jumlah fisik produk dengan harga jual di tingkat petani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).

54

4.3.3. Analisis Profitabilitas Untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani, dapat menggunakan analisis rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio). Rasio pendapatan dan biaya merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin besar nilai R/C rasio, yaitu R/C1 maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut: TP R/C = BT TP R/C = Bt BT = Bt + Btt Dimana: TP BT Bt Btt = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp) = Biaya Total (Rp) = Biaya Tunai (Rp) = Biaya Tidak Tunai (Rp) (atas biaya tunai) (atas biaya total)

4.4.

Definisi Operasional Untuk mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian

ini,

maka

masing-masing

variabel

tersebut

diberi

batasan

atau

55

dioperasionalisasikan,

sehingga

dapat

diketahui

dengan

jelas

indikator

pengukurannya. Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan tersebut adalah: Responden adalah petani yang mengusahakan padi sawah, baik petani dengan sistem mina padi maupun sistem non mina padi. Musim Tanam adalah periode atau waktu yang dihabiskan oleh petani mulai dari persiapan lahan, penanaman, penyiangan hingga proses pemanenan. Usahatani Mina Padi adalah sistem usahatani dengan pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama padi di sawah. Usahatani non Mina Padi adalah sistem usahatani dengan memelihara padi di sawah tanpa memelihara ikan di sawah. Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin, tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan padi. Tenaga Kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik untuk persiapan bibit, pengolahan sawah, penanaman dan

pemeliharaan, pemanenan dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan manjadi tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan Hari Orang Kerja (HOK) dengan lama kerja 6-8 jam kerja per hari. Tingkat upah berdasarkan pada tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian. Produksi Total adalah hasil padi yang diperoleh dari luas tertentu, diukur dalam kilogram (Kg).

56

Biaya Tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, sewa alat pertanian (semprotan), untuk biaya bagi hasil (sistem sakap), serta untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, diukur dalam satuan rupiah.

Biaya Tidak Tunai adalah pengeluaran yang turut diperhitungkan sebagai biaya usahatani yang meliputi biaya benih yang dibuat sendiri, biaya

penyusutan alat-alat pertanian dan perikanan, biaya sewa lahan untuk petani penyewa, pajak lahan dan upah tenaga kerja untuk keluarga berdasarkan tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian, yang diukur dalam satuan rupiah. Biaya Total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) yang dikeluarkan dalam satu musim tanam. Besarnya biaya total diukur dalam satuan rupiah. Penerimaan Usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah. Pendapatan Usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani. Benih Padi adalah jumlah benih yang digunakan dalam usahatani dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Benih ikan adalah jumlah benih ikan yang dipelihara di sawah bersama dengan padi. Benih yang dipelihara dihitung dengan satuan ekor atau satuan takar gelas 200 ml.

57

Pakan ikan adalah jumlah pakan yang diberikan dalam proses produksi sistem mina padi seperti, dedak, pelet, dan sebagainya.

Pupuk kimia adalah jumlah pupuk anorganik yang digunakan dalam proses produksi usahatani padi sawah, seperti Urea, TSP, KCl, ZA, NPK dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram (Kg).

Pupuk Kandang ialah jumlah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan.

Pupuk hijau atau hijauan muda adalah pupuk organik atau alami yang berasal dari tumbuhan hijau. Pupuk hijau umumnya berupa tanaman Leguminosa dan sering ditanam sebagai tanaman sela dan banyak mengandung N ( senyawa Nitrogen).

Pestisida adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam proses produksi dalam suatu musim tanam dan diukur dalam satuan liter.

Gedeng adalah satuan luas tanah berdasarkan kelas tanah yang terdapat di desa penelitian. Tanah Kelas 1 memiliki luas 1000m2/Gedeng dengan ciriciri memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, permukaan yang rata, tidak berbatu, dan memiliki tekstur tanah yang seimbang. Tanah Kelas 2 memiliki luas 1250m2/Gedeng dengan ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan tanah sedang, permukaan rata namun berbatu atau sebaliknya berundak-undak namun tak berbatu dan memiliki tekstur sedang. Tanah Kelas 3 memiliki luas 1250m2/Gedeng dengan ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan tanah sedang, permukaan tanah berundak-undak atau terasering, lahan berbatu dan tekstur tanah sedang. Tanah Kelas 4 memiliki luas 1250m2/Gedeng dengan ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan yang rendah, permukaan tanah

58

terasering, lahan berbatu, tekstur tanah sedang. Tanah Kelas 5 memiliki luas 1250m2/Gedeng dengan ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan sangat rendah, permukaan tanah terasering, lahan berbatu, tekstur tanah sedang hingga agak liat. Ketentuan diatas hanya berlaku di desa dan kecamatan penelitian. Kelas Tanah adalah penggolongan atau klasifikasi tanah berdasarkan kontur, tingkat kesuburan tanah dan kondisi tanah (berbatu atau tidaknya lahan). Pola Tanam adalah pola pergiliran tanaman yang di tanam oleh petani diatas lahan yang sama dalam satu tahun pada umumnya (sejak tahun-tahun sebelumnya). Kamalir atau caren saluran yang dibuat di bagian paling dalam petakan sawah. Sering juga disebut parit sawah.

59

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1.

Keadaan Geografis Kecamatan Tenjolaya merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tepatnya di wilayah pembangunan Bogor bagian barat. Kecamatan Tenjolaya terdiri dari enam desa yakni Desa Tapos I, Desa Tapos II, Desa Cibitung Tengah, Desa Cinangneng, Desa Situdaun dan Desa Gunung Malang. Sentra padi terbesar di kecamatan ini adalah Desa Tapos I dan Desa Tapos II. Kecamatan Tenjolaya memiliki luas wilayah 234.145,4 Ha dengan ketinggian 700 dpl. Curah hujan rata-rata 38/bulan, dan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak ialah 30 hari. Banyaknya curah hujan 491mm/t dengan temperatur sekitar 19-20oC. Kecamatan Tenjolaya memiliki bentuk wilayah dataran rendah, berbukit dan bergunung-gunung dengan kemiringan 45 derajat. Bentuk wilayah datar sampai berombak sekitar 50%, berombak sampai berbukit 25% dan 25% sisanya berbukit sampai bergunung. Desa Tapos I memiliki luas areal wilayah sebesar 48.171,9 Ha dan berada pada ketinggian 700m diatas permukaan air laut. Merupakan dataran tinggi dengan suhu rata-rata tahunan sekitar 28-320C. Dilihat dari posisinya, Desa Tapos I dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Desa Tapos II

b. Sebelah Selatan : Ferum Perhutani (Gn. Salak) c. Sebelah Barat : Desa Gunung Bunder II dan Kecamatan Pamijahan

60

d. Sebelah Timur : Desa Gunung Malang Desa Tapos II memiliki luas secara keseluruhan sekitar 22.717 Ha, yang meliputi pemukiman penduduk, pembangunan (berupa perkantoran, sekolah, peribadatan, jalan dan lain-lain), pertanian sawah, perkebunan, sarana olah raga dan perikanan darat/air tawar. Desa Tapos II berada pada ketinggian 500 m diatas permukaan laut. Suhu udara rata-rata tahunan sekitar 21-300 C. Dilihat dari posisinya, Desa Tapos II dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Desa Cibitung Tengah

b. Sebelah Selatan : Desa Tapos 1 c. Sebelah Barat d. Sebelah Timur : Desa Gunung Bunder : Desa Situdaun dan Desa Gunung Malang

5.2.

Penduduk dan Mata Pencaharian Kecamatan Tenjolaya berpenduduk 54.026 jiwa yang terdiri dari 27.253

jiwa laki-laki dan 26.773 jiwa perempuan. Seluruhnya merupakan 16.368 jumlah Kepala Keluarga. Angkatan kerja produktif di kecamatan Tenjolaya 32.007 jiwa dan yang tidak produktif sejumlah 22.019 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk 20.644 jiwa/Km2 dan rata-rata penyebaran penduduk 0.382 jiwa/Km2. Desa Tapos I berpenduduk 7951 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 4118 jiwa laki-laki dan 3833 jiwa perempuan. Hingga akhir tahun 2006 jumlah penduduk Desa Tapos II adalah sebanyak 6433 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 3268 jiwa

61

laki-laki dan 3165 jiwa perempuan. Desa Tapos I dan Desa Tapos II seluruh penduduknya menganut agama islam. Tabel 3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Tapos I dan Tapos II No Subsektor Desa Tapos I Desa Tapos II Persen (%) Jumlah (jiwa) Jumlah (jiwa) 1 Karyawan : 21,57 8,05 a. Pegawai Negeri Sipil 14 36 b. ABRI 1 1 c. Swasta 306 173 2 Wiraswasta/pedagang 93 497 6,25 19,05 3 Petani 516 155 34,67 5,94 4 Pertukangan 97 77 6,51 2,95 5 Buruh Tani 184 270 12,36 10,35 6 Pensiunan 9 42 0,60 1,61 7 Nelayan 8 Pemulung 9 Jasa 268 1357 18,01 52,03 Total 1488 2608 100% 100% Sumber: Statistik Kecamatan Tenjolaya, 2006

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian terbesar pada Desa Tapos I ialah petani. Jika dijumlahkan dengan persentase buruh tani 12,36 persen maka total persentase petani mencapai 47,03. Angka tersebut hampir setengah dari angkatan kerja di daerah tersebut. Berbeda dengan Desa Tapos II, petani hanya mencapai 5,94 persen dan buruh tani sekitar 10,35 persen. Jika dijumlahkan mencapai 16,29 persen. Angkatan kerja di Desa Tapos II dari tahunke tahun semakin berpusat di bidang jasa khususnya jasa transportasi seperti ojek dan supir angkot atau usaha jasa yang mendukung transportasi seperti usaha bengkel las dan sejenisnya. Bukan hanya di Desa Tapos II, hal ini pun berdampak secara signifikan di Desa Tapos I terutama sejak dibukanya trayek transportasi untuk kendaraan umum (angkot) yang baru sejak tahun 2007 khusus untuk kecamatan Tenjolaya

62

yang berpangkalan di Desa Tapos I. Hal ini dapat berdampak bagi sumber daya manusia pertanian di Desa Tapos I dan Tapos II, namun disisi lain memudahkan proses pemasaran hasil pertanian di dua desa ini sekaligus untuk Kecamatan Tenjolaya.

5.3.

Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Desa Tapos I dan Tapos II merupakan dua desa di Kecamatan Tenjolaya

yang usahatani padinya cukup luas. Penanaman padi

di dua desa ini dapat

dilakukan dua hingga tiga kali dalam setahun. Musim tanam pertama antara bulan Januari-April, musim tanam berikutnya sekitar bulan Mei-Agustus dan musim tanam yang terakhir sekitar September-Desember. Namun pada umumnya padi ditanam dua kali dalam setahun di selingi dengan sekali penanaman palawija atau sayuran dalam pola tanam setahun.

Gambar 6. Sumber Irigasi untuk Areal Sawah dan Pertanian di Desa Tapos I Mudahnya petani mengatur pola tanam didukung oleh irigasi yang berasal dari mata air dari Gunung Salak dan tidak dipungut biaya sama sekali sehingga kebutuhan petani akan air dalam bertani dan berumah tangga tidak tergantung akan curah hujan. Desa Tapos I memiliki 9 buah mata air dan 6 buah sungai

63

sedangkan Desa Tapos II memiliki 12 buah mata air dan 4 buah sungai yang dijadikan sumber air bagi irigasi di dua desa ini. Sebelum petani di Desa Tapos I dan Tapos II memulai menanam padi, mereka terlebih dahulu memperhitungkan Penanggalan Jawa. Adat istiadat dalam dunia petanian yang diturunkan oleh nenek moyang atau garis keturunan yang terdahulu. Hal tersebut telah diajarkan oleh ayah, kakek atau keluarga terdekat yang dulunya merupakan petani pula. Para petani di dua desa ini cenderung menanam padi berbarengan dengan petani yang lain untuk memudahkan irigasi di lahan pertanian. Hal ini

memberikan kelebihan sekaligus kelemahan pada saat padi terserang hama. Jika padi terserang hama burung, maka petani tidak terlalu merugi karena ditanggung bersama. Jika padi terserang hama tikus, seluruh areal sawah dapat serentak dikeringkan dan hama tikus teratasi. Namun jika penyakit yang menyerang padi tersebar lewat air atau berupa virus, maka seluruh sawah terserang berbarengan. Hal tersebut tampak pada Gambar 7 yang memperlihatkan aliran air dari pintu air sawah yang satu ke sawah yang lain.

Gambar 7. Terasering Areal Persawahan di Desa Tapos II

64

Sistem budi daya padi di Desa Tapos I dan Tapos II dimulai dari persemaian Dari. Bibit yang hendak disemai terlebih dahulu direndam selama dua hari (2x24 jam) agar berkecambah atau akarnya keluar dari bijinya. Lahan yang hendak dijadikan areal sawah di genangi terlebih dahulu agar sisa panen atau jerami sebelumnya membusuk dan menyatu dengan tanah. Sambil digenangi, petani membuka lahan lain yang lebih sempit dengan cara mencangkul untuk penyemaian. Umur persemaian padi berkisar antara 23-28 hari sebelum dipindahkan ke lahan persawahan yang lebih luas. Menurut persepsi petani, padi dipersemaian di upayakan sedikit lebih lama dari waktu yang seharusnya agar lebih tahan terhadap penyakit pada saat telah dipindahkan nantinya. Penanaman dan penyiangan di Desa Tapos I dan Tapos II pada umumnya dilakukan oleh Tenaga Kerja Wanita. Buruh tani di dua desa ini di upah dengan uang dan natura. Jika buruh tani di upah dengan uang, itu artinya buruh tersebut diupah dengan sistem harian dan sistem kerjanya bersifat sementara. Jika buruh tani di upah dengan natura atau hasil panen, maka buruh tersebut dibayar setiap akhir musim tanam atau pada saat panen dengan sistem pembayaran satu banding lima (1: 5) dari total panen dan bersifat permanen dari tahun ketahun. Sistem ini disebut bawon atau ngepak. Sistem ini melibatkan buruh ngepak pada saat proses penanaman, penyiangan dan pemanenan. Penyiangan pada umumnya dilakukan sekali dalam satu musim tanam dan dilakukan secara serentak. Namun jika telah selesai di siangi dan masih terlihat ada satu atau dua gulma yang tumbuh di sawah, maka petani akan membersih lagi gulma tersebut.

65

Sarana produksi yang digunakan untuk usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdiri dari Benih, pupuk, pestisida, dan alat pertanian. Pada umumnya petani padi sawah di dua desa ini menggunakan pupuk Urea dan TSP, sedangkan pupuk KCl, NPK, ZA dan pupuk kandang jarang digunakan. Pestisida yang sering digunakan ialah pestisida jenis desis. Penyemprotan hanya dilakukan oleh petani jika dilihat kondisi padi di sawah memang sedang terkena penyakit, jika tidak maka penyemprotan tidak dilakukan. Alat pertanian yang sering digunakan ialah cangkul, arit, kored, dan alat semprot. Sangat jarang petani yang memiliki traktor dan bajak. Pada umumnya petani padi sawah menyewa alat tersebut pada petani yang memilikinya. Petani yang tidak memiliki alat semprot untuk menyemprot pestisida pada umumnya menyewa semprotan dengan harga 2000-5000/ hari, tergantung dari kesepakatan bersama. Penyewaan bajak pada umumnya sepaket dengan Tenaga Kerja Ternak yakni kerbau dan satu orang yang mengendarainya. Penggunaan tenaga kerja dipengaruhi oleh luas lahan garapan dan berat jenis pekerjaan serta kondisi keuangan keluarga tani. Tenaga kerja luar keluarga biasanya lebih banyak digunakan untuk sawah dengan luas lahan garapan yang relatif besar, sedangkan untuk luas lahan garapan yang relatif kecil dan jenis pekerjaan yang tidak terlalu berat biasanya lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Jika pekerjaan berat contohnya pada saat pengolahan lahan namun kondisi keuangan tidak memadai apalagi jika harus membagi hasil dengan pemilik lahan (untuk sistem sakap), petani cenderung mengoptimalkan tenaga kerja dalam keluarga kendati harus memakan waktu hingga berhari atau berminggu lamanya.

66

Adapun status petani berdasarkan pemilikan lahan garapan yang ada di Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdiri dari petani milik yang menggarap lahan sendiri atau digarap oleh orang lain (kuli), dan petani penggarap yang menggarap lahan orang lain baik dengan sistem sewa, bagi hasil (sakap) maupun dengan sistem gadai. Seorang petani dapat memiliki dua atau lebih status kepemilikan lahan. Contohnya jika seorang petani milik yang ingin menambah areal sawah dengan menyewa lahan orang lain sehingga petani tersebut merupakan petani milik sekaligus petani sewa dan lain sebagainya. Petani milik yang menggarap lahannya sendiri akan menanggung seluruh biaya usahatani dan akan menerima seluruh penerimaan usahatani. Sedangkan petani sewa harus mengeluarkan biaya lebih berupa sewa lahan yang biasanya di bayar pertahunnya. Namun petani sewa tidak perlu menanggung pajak lahan karena ditanggung oleh pemilik lahan. Sedangkan petani sakap, tidak semua petani yang menggunakan sistem ini ditanggung biaya produksinya. Ada sebagian kecil dari petani responden yang ditanggung biaya produksinya menjadi biaya bersama antara pemilik lahan dan penggarap. Namun sebagian besar petani lain yang menggunakan sistem sakap harus menanggung seluruh biaya produksi, tergantung dari kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Sistem sakap atau bagi hasil mengharuskan petani penggarap membagi dua hasil panennya dengan pemilik lahan. Meskipun demikian, sistem ini masih memiliki keunggulan dibanding sistem sewa, yakni memiliki resiko yang lebih kecil di banding sistem sewa. Jika selama setahun, petani tidak menghasilkan apaapa, maka biaya lahan lewat hasil panen yang gagal tidak dibayar. Sedangkan

67

sistem sewa, gagal panen atau tidak, biaya sewa atau kontrak lahan setahun tetap harus dibayar.

5.4.

Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani,

pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan, alasan mengusahakan padi sawah, status kepemilikan, luas lahan garapan, kelas tanah dan sifat usahatani padi. Karakteristik petani responden selengkapnya sebagai berikut: (1) Umur Petani Petani responden sebagian besar berasal dari kelompok umur 40-65 tahun, baik petani mina padi maupun petani non mina padi. Karakteristik petani responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel dibawah ini, dapat dilihat bahwa petani non mina padi atau yang hanya berkonsentrasi pada usahatani padi saja berpusat pada umur 40-65 tahun. Sedangkan petani mina padi cenderung lebih beragam. Seluruh responden dari yang paling muda hingga yang paling tua telah berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa seluru responden telah memiliki tanggungan yang lebih berat dalam hidupnya. Tabel 4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Petani Non Mina Padi Petani Mina Padi Kelompok Umur Jumlah Persen (%) Jumlah Persen (%) (orang) (orang) 30-39 0,00 2 13,33 40-49 5 33,33 5 33,33 50-59 6 40,00 4 26,66 60-69 4 26,66 3 20,00 70-keatas 0,00 1 6,66 Total 15 100,00 15 100,00

68

Tingginya persentase petani yang berusia diatas 40 tahun menunjukkan bahwa petani padi, dengan sistem mina padi atau sistem non mina padi jarang digeluti oleh kaum muda di dua desa ini. Hal ini terjadi karena sebagian pemuda yang ada di Desa Tapos I terutama di Desa Tapos II enggan untuk bekerja sebagai petani. Mereka pada umumnya lebih suka bekerja diluar bidang usahatani contohnya dibidang transportasi yang terdapat pada Tabel 3. Selain itu, Lahan di Desa Tapos I memang jauh lebih luas dibanding lahan di Desa Tapos II dapat dilihat pada keadaan geografis masing-masing desa. Lahan sebagai salah satu faktor penting dari pertanian, lebih tersedia di desa Tapos I dibanding Desa Tapos II. Umur pada umumnya dapat menggambarkan pengalaman seseorang, sehingga terdapat perbedaan perilaku berdasarkan usia yang dimilikinya. Namun untuk desa ini, petani berumur belum tentu menggambarkan pengalaman yang banyak dibidang pertanian khususnya usahatani padi sawah. Apalagi jika mengusahakan sawah merupakan usaha cadangan yang tidak begitu fokus digeluti, hanya untuk menambah pemasukan pokok yang sudah ada. Untuk itu, di dua desa ini, umur tidak terlalu berhubungan dengan pengalaman petani berusahatani padi sawah. Sistem usahatani mina padi cenderung tidak mengenal usia. Variasi usia yang merata pada Tabel 4 menggambarkan hal tersebut. Banyak hal yang menarik untuk dikaji pada sistem ini sehingga sistem ini langsung mandapat perhatian bagi petani yang muda hingga petani tua yang paling berpengalaman.

69

(2)

Pengalaman Berusahatani Semakin sedikitnya pengalaman petani, semakin besar rasa kebutuhan

mereka akan adanya PPL atau penyuluh pertanian yang lain. Sedangkan semakin besar pengalaman petani, semakin kecil kebutuhan mereka akan kehadiran PPL atau penyuluh. Bahkan ada petani yang merasa tidak membutuhkan PPL sama sekali karena mereka menganggap PPL tidak pernah mempraktekkan apa yang mereka suluhkan di lapangan. Terkadang petani menganggap PPL pada umumnya tidak memberikan solusi dari setiap masalah mereka, sehingga menurut mereka tidak perlu didengarkan. Tenaga PPL yang diturunkan sejak program pemekaran pemerintah disusutkan dari satu PPL per desa menjadi satu tenaga PPL per desa. Menurut persepsi petani, tenaga PPL kurang profesional sehingga tidak bisa membantu keterbatasan pedidikan pertanian mereka. Menurut ketua kelompok tani, karena sudah tidak mendapat kepercayaan dari petani lagi, maka PPL cenderung takut mendekati petani. Mereka hanya berani menyuluh para ketua kelompok tani, dan petani-petani tertentu saja yang masih mau menerima keberadaan mereka.

Mereka takut ditolak oleh para petani setempat. Hanya ketua-ketua kelompok tani dan orang-orang tentu saja yang masih mau disuluh dan diajak bekerja sama. Sehingga PPL berada pada posisi terjepit, menurut aparat desa dan tokoh-tokoh desa, PPL dinilai malas turun kepetani karena jarang terlihat aktif menyuluh, namun menurut sebagian besar petani mereka tidak membutuhkan PPL karena tidak pernah memberikan solusi setiap kali sawah mereka terkena hama.

70

(3)

Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di Tapos I dan Desa Tapos II sangat rendah untuk

petani responden. 27 dari 30 orang atau sekitar 90 persen diantara total petani responden memiliki latar belakang pendidikan enam tahun bahkan empat orang diantaranya belum tamat bahkan tidak pernah mendapat pendidikan formal sama sekali. Satu orang diantaranya memiliki pendidikan dasar 12 tahun atau pernah duduk dibangku Sekolah Menengah Umum. Sedangkan 2 orang atau sekitar 6.66 persen diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi yakni D2. Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah petani Tingkat Pendidikan (Tahun) Mina padi Non mina padi 6 15 12 9 12 1 12-keatas 2 Menurut persepsi petani, hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tua mereka dahulu dan sebagian lagi beranggapan bahwa orang tua mereka masih mampu untuk kejenjang yang lebih tinggi lagi namun orang tua mereka terutama ayah mereka beranggapan bahwa jika nantinya akan mengurus sawah juga, anakanak mereka tidak perlu mendapat latar belakang pendidikan formal yang lebih tinggi. Cukup hanya keterampilan dasar seperti membaca dan menulis di bangku sekolah dasar saja dianggap dapat membekali mereka dalam hidup di dunia pertanian yang pada masa itu sekolah dasar masih disebut SR atau Sekolah Rakjat. Selain pendidikan formal, petani juga jarang diberi pendidikan non formal karena jarang diberi pelatihan. Hal ini sesuai dan sejalan dengan hubungan petani di desa dengan PPL diatas.

71

Untuk pendidikan teknologi pertanian pada umumnya seluruh petani responden pernah menggunakan tenaga mesin atau traktor, namun tidak semua dari mereka bisa menggunakan atau mengetahui informasi penggunaan traktor yang benar. Hal ini karena sistem usaha peminjaman traktor perhari sudah termasuk tenaga manusia yang mengendalikannya (umumnya laki-laki). Tidak ada kesempatan untuk belajar, karena sipemilik traktor khawatir traktornya akan

cepat rusak. Sehingga tidak pernah mempercayakan penggunaan traktor oleh petani manapun tanpa diawasi sekaligus dikendarai oleh pegawainya. Namun setidaknya pertanian di daerah ini sudah mencium separuh aroma teknologi pertanian khususnya petani-petani tradisional didaerah ini. Meskipun petani responden mina padi 100 persen hanya mengenyam pendidikan hingga enam tahun bahkan ada yang kurang dari itu, namun mereka mampu menciptakan suatu inovasi dalam usahatani padi sawah yakni menerapkan sistem usahatani mina padi pada lahan sawah mereka. Dengan adanya kamalir, dan penebaran benih ikan pada waktu yang tepat dan tidak mempengaruhi bahkan mendukung padi disawah. Dari hal ini dapat dianalisis bahwa sistem ini dapat diadopsi eleh berbagai kalangan petani tanpa perlu pendidikan formal khusus karena inovasi ini adalah inovasi yang sederhana namun cukup bermanfaat. (4) Alasan Mengusahakan Padi Sawah Jika dikaji lebih lanjut dari sisi alasan petani mengusahakan padi sawah, akan muncul titik terang mengapa usia tersebut memiliki pola yang khas. 36,66 persen dari total responden mengusahakan padi sawah dengan alasan karena menguntungkan, 40 persen mengusahakan untuk kebutuhan konsumsi, 13,33 persen mengusahakan untuk menjaga kesuburan tanah agar seimbang dengan

72

pergiliran dengan palawija atau sayuran tiap tahunnya dan sisanya karena kebiasaan sejak turun temurun. Hal ini menunjukkan bahwa 76,66 persen (36,66%+40%) atau hampir sebagian besar petani responden mengusahakan padi sawah karena tuntutan kebutuhan rumah tangga yang besar. Tidak heran mengapa hampir seluruh responden berkonsentrasi pada umur 40-65 tahun yang merupakan umur dimana tuntutan kebutuhan rumah tangga yang harus di tanggung oleh kepala keluarga semakin tinggi. Sehingga mengusahakan sawah dengan lebih serius, dan bukan karena hanya untuk menjaga keseimbangan ekologi atau kebiasaan semata. (5) Status Kepemilikan Dari data Tabel 6 dibawah telihat bahwa non mina padi memiliki 16 jenis penguasaan lahan. Hal ini terjadi karena satu diantara responden petani non mina padi memiliki dua status penguasaan lahan, sehingga satu petani terhitung dua kali dalam Tabel 6 dibawah. Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Jumlah Petani Mina Padi Non Mina Padi Status Kepemilikan Lahan 15 10 5 1 Total 6 6 2 1 15 9 4 3 16 a. milik sendiri b. bagi hasil c. sewa d. gadai 31

Dari hasil Tabel 6 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani mina padi (9 orang) mengolah lahan milik orang lain. Hal ini dapat memicu petani untuk meningkatkan hasil dari lahan yang sedang digarapnya. Sedangkan petani

73

non mina padi sebagian besar merupakan lahan milik sendiri, sehingga dapat lebih berkonsentrasi ke usaha padi. (6) Luas Lahan Garapan dan Produktivitas Luas lahan garapan untuk sistem mina padi totalnya sekitar 54.250m2 atau sekitar 5,42Ha. Untuk rata-rata luas lahan petani responden mina padi sekitar 3.616,67m2. Sedangkan untuk lahan non mina padi total luas lahan sekitar 78.725m2 atau sekitar 7,87Ha. Sedangkan untuk rata-rata luas lahan sistem non mina padi sekitar 5.248,33m2. Namun untuk perhitungan keseluruhan tiga puluh petani responden dikonversi ke satu hektar lahan dan dirata-ratakan. Produktivitas sistem non mina padi sekitar 5,72 ton/Ha untuk musim tanam rata-rata sedangkan pada saat terserang penyakit sekitar 4,82 ton/Ha. Produktivitas sistem mina padi sekitar 5,63 ton/Ha untuk musim tanam rata-rata sedangkan pada saat terserang penyakit sekitar 3,02 ton/Ha. Hal ini berarti untuk kondisi umumnya lahan non mina padi mampu menghasilkan 5,72 ton gabah basah sedangkan untuk lahan mina padi dapat menghasilkan 5,63 ton/Ha. Hal ini didukung oleh penggunaan benih padi yang lebih banyak oleh petani responden non mina padi yakni sekitar 53,45 Kg/Ha sedangkan petani mina padi sekitar 46,54Kg/Ha. Sebagian besar petani non mina padi juga menggunakan benih jenis IR64 yang menurut seluruh petani responden lebih produktif dibanding benih Ciherang yang digunakan oleh sebagian besar petani responden mina padi (Lampiran 7). Dengan kontur lahan yang miring, sebagian besar petani mina padi lahan sawahnya berada lebih tinggi dibanding letak lahan petani non mina padi untuk masing-masing desa penelitian. Karena lahan yang lebih diatas, lebih melimpah dan stabil irigasinya, sehingga petani mina padi lebih banyak

74

berpusat lahannya dekat dengan sumber air yakni sungai dan mata air setempat. Namun kondisi tanahnya kurang subur dibanding dengan lahan petani non mina padi karena humus atau unsur hara yang ada di tanah tercuci oleh aliran air dan terbawa ke lahan sawah yang lebih rendah letaknya. Tidak heran jika produktivitas lahan petani non mina padi lebih tinggi dibanding lahan petani mina padi, sebab didukung oleh volume benih yang lebih banyak, varietas benih yang lebih produktif dan letak lahan yang lebih rendah dari lahan petani mina padi. Pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa petani non mina padi yang sebagian besar menggunakan varietas IR64 selain produktivitasnya lebih tinggi dari petani mina padi yang menggunakan varietas Ciherang, umur panennya pun rata-rata lebih singkat dibanding varietas Ciherang yang umumnya digunakan oleh sebagian besar petani mina padi. Dengan menggunakan benih padi varietas IR64, petani dapat lebih meningkatkan produktivitas padi dan mempercepat waktu panen meskipun berada didataran tinggi yang suhunya relatif dingin yang menurut beberapa penelitian dapat memperpanjang waktu padi untuk panen. Dengan menggunakan benih varietas IR64 dan didukung oleh varietas Ciherang diurutan kedua, pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras sehingga dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Kedua varietas tersebut sangat baik produktivitasnya dan kecepatannya dalam menghasilkan padi diakui oleh seluruh petani responden. Disamping rasa nasi yang enak dan disukai oleh masyarakat, varietas IR64 dan varietas Ciherang cenderung mudah pemeliharaannya sehingga disukai oleh petani. Hal ini didukung oleh bentuk tanaman yang kuat atau lebih tahan terhadap penyakit dibanding varietas lain, berdaun tegak dan tidak terlalu tinggi (sekitar 85cm). Jika

75

penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan di masa yang akan datang. (7) Kelas Tanah Jika dikaji lebih lagi, melalui Tabel 7 dapat dianalisa bahwa kualitas tanah untuk petani mina padi lebih rendah dibandingkan dengan kualitas tanah petani non mina padi. Hal ini, dapat mempengaruhi produktivitas padi yang dihasilkan oleh petani responden. Semakin subur lahan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula produktivitas lahan yang dimiliki. Sedangkan produktivitas lahan dapat mempengaruhi pendapatan petani terutama untuk biaya tunainya. Total jumlah petani responden pada Tabel 7 tertulis 32 namun sebenarnya hanya 30 orang. Angka tersebut berarti ada dua orang petani responden yang memiliki atau menyakap atau menyewa lahan yang kelas tanahnya lebih dari satu jenis kelas tanah terpisah letaknya namun kedua lahan tersebut masih berada pada lokasi penelitian yakni di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelas Tanah di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Kelas Tanah Mina Padi Non mina Padi Jumlah Petani 1 1 4 5 2 4 7 11 3 8 5 13 4 5 3 3 Total 16 16 32 (8) Sifat Usahatani Padi Dari Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengusahaan padi sawah merupakan usaha utama baik dari sistem mina padi maupun sistem non

76

mina padi. Sedangkan 5 dari 30 reponden (sekitar 16,66 persen) mengusahakan padi sawah sebagai usaha sampingan atau cadangan dari usaha-usaha yang lain seperti guru, berdagang, beternak, dan sebagainya. Jika pengusahaan padi sawah merupakan usaha utama, berarti

pengusahaan usaha tersebut akan dilakukan dengan maksimal dan sungguhsungguh sebab pendapatan keluarga tani sangat bertumpu pada usaha tersebut. Modal yang ada, tenaga, waktu dan sumber daya yang lain yang dimiliki oleh keluarga tani akan difokuskan ke usaha utama tersebut. Diharapkan dengan memaksimalkan sumber daya yang ada, dapat memaksimalkan pendapatan keluarga tani. Tabel 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Pengusahaan Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Sifat Usahatani Mina Padi Non Mina Padi Utama Sampingan Total 13 2 15 12 3 15

77

VI. KERAGAAN SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II

6.1.

Keragaan Usahatani Keragaan usahatani menggambarkan keseluruhan aspek pengusahaan padi

sawah dengan sistem mina padi dan sistem non mina padi di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, mulai dari karakteristik petani itu sendiri, usahatani yang dijalankan hingga pada tahap pemasaran. Keragaan usahatani padi sawah sistem non mina padi terdiri atas: persemaian, persiapan lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengairan(pemeliharaan), pengendalian hama dan penyakit, pemanenan, perawatan hasil, dan penggilingan. Sedangkan untuk sistem mina padi terdiri dari: persemaian, persiapan lahan, penanaman, penyulaman, penebaran benih ikan, pemeliharaan ikan, pemanenan ikan, penyiangan, pemupukan, pengairan(pemeliharaan padi), pengendalian hama dan penyakit, pemanenan, perawatan hasil dan penggilingan. Adapun keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II mencakup kegiatan sebagai berikut:

6.1.1. Persemaian Persemaian pada lahan sawah di dua desa ini pada umumnya sama. Mulamula padi yang hendak di jadikan benih, baik benih yang dibeli maupun yang dibuat sendiri di rendam selama dua hari. Hal ini dimaksudkan agar akarnya dapat keluar dan lebih mudah berkecambah. Selama dua hari merendam benih, waktu yang ada diisi dengan mengolah lahan untuk dijadikan lahan persemaian.

78

Pada umumnya petani penggarap (baik sewa, gadai, maupun bagi hasil) dan petani pemilik mengerjakan sendiri lahan yang akan digunakan untuk persemaian. Di Desa ini penyemaian sering disebut tebar. Lamanya pengolahan tanah untuk penyemaian ialah satu hari kerja dengan lama waktu 6 jam untuk satu pekerja. Proses penebaran benih itu sendiri berlangsung singkat. Lama kerja sekitar satu sampai tiga jam, tergantung dari banyak tidaknya bibit yang akan ditebar dan letak petak sawah yang satu dengan petak yang lain.

6.1.2. Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan waktu yang panjang dan tersulit yang harus dilakukan oleh petani. Terkadang menghabiskan waktu satu minggu hingga 20 hari. Hal ini tergantung permodalan yang ada pada petani tersebut. Untuk petani kaya, biasanya hanya menyuruh orang untuk mengerjakan sawahnya. Apalagi bagi petani dengan usia 60 thn keatas, mencangkul sudah merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Pengejaan tersebut sudah termasuk tenaga kerbau atau traktor.

Gambar 8. Proses Pengolahan Lahan Padi Sawah

79

Bagi petani miskin yang tidak mampu membayar kuli bahkan yang sering dijadikan kuli bagi lahan orang lain, hanya mampu membayar traktor atau kerbau untuk beberapa hari. Sisanya harus dicangkul sendiri hingga berhari-hari lamanya. Jika memiliki modal yang cukup, petani akan memilih Tenaga Kerja Ternak dibanding Tenaga Kerja Luar Keluarga. Bagi petani, hal ini dinilai lebih efisien. Bahkan jika petani yang benar-benar miskin atau sedang mengalami banyak pengeluaran rumah tangga, mereka akan mencangkul sendiri lahan yang mereka punyai selama berhari-hari tanpa bantuan traktor atau bajak bahkan buruh tani. Hal tersebut jelas terlihat pada Gambar 8. Petani yang memiliki lahan yang sangat sempit (<1000 m2), biasanya tidak menyewa traktor atau bajak. Bukan hanya karena tidak memiliki modal namun juga karena lahan tersebut tanggung untuk diolah oleh bajak atau traktor karena sangat sempit. Jika lahan tidak sampai 1000 m2, untuk petani responden di dua desa ini, tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga dianggap sudah cukup memenuhi kebutuhan tenaga pengolah lahan tersebut. Untuk Desa Tapos I dan Tapos II, petani yang mengolah lahan dengan traktor umumnya tidak akan menggunakan tenaga kerbau lagi atau sebaliknya yang sudah menggunakan tenaga kerbau tidak lagi menggunakan tenaga traktor lagi. Hal ini dilakukan oleh petani karena mereka menganggap hasil kerjanya hampir sama, namun traktor dinilai sedikit lebih tangguh dari kerbau. Dan merupakan pemborosan jika menggunakan keduanya. Kecuali jika traktor yang digunakan ternyata harus melebihi dari hari yang ditargetkan, sedangkan traktor tersebut telah disewa oleh petani yang lain, petani terpaksa menggunakan kerbau

80

sebagai alternatif. Demikian juga sebaliknya jika petani sedang menggunakan ternak. Hal ini telah membudaya selama bertahun-tahun untuk sistem usahatani padi sawah dengan berbagai sistem dan pengusahaan lahan di dua desa ini. Petani tidak menggunakan Sapi sebagai Tenaga Kerja Ternak, melainkan Kerbau. Hal ini terjadi selama bertahun-tahun karena Kerbau dianggap memiliki tenaga extra dalam mengolah lahan dibanding Sapi. Jika sudah tua Kerbaunya, dagingnya dapat dikonsumsi oleh keluarga. Tenaga kerja kerbau dihargai Rp 40.000 per hari, baik di Desa Tapos I maupun Tapos II. Baik itu disewa untuk mengolah lahan dengan tenaga 2 kerbau maupun 1 kerbau per hari dihargai sama. Biasanya kerbau single (satu kerbau menarik satu bajak) yang di sewa kekuatannya sama dengan kerbau double (dua kerbau menarik satu bajak) yang biasanya berukuran lebih kecil. Jadi, untuk Desa Tapos I dan Tapos II, tenaga kerja kerbau tidak dihargai berdasarkan jumlah ternak, melainkan kekuatan kerjanya. Dengan kata lain, berdasarkan kualitas kerjanya bukan berdasarkan kuantitas ternak yang terpasang pada bajak. Berbeda dengan traktor, traktor dihargai 50.000 per harinya. Untuk Tenaga Kerja Luar Keluarga memiliki dua sistem pembayaran. Sistem itu terbagi berdasarkan jenis upah yang dibayarkan kepada buruh tani. Yang pertama ialah pembayaran dengan natura atau ngepak dan yang kedua ialah pembayaran dengan uang. Sistem ngepak pada umumnya dibayar dengan hasil panen berupa 1/5 atau 20% dari total panen. Tenaga kerja ini membantu pada proses pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Proses pengolahan lahan yang dibantu oleh Tenaga Kerja Anak laki-laki dalam usahatani di dua desa ini diperhitungkan sama dengan Tenaga Kerja Pria

81

(TKP) dewasa. Karena pada kenyataannya, yang ikut membantu disawah biasanya yang sudah berumur 20 tahun keatas dan mayoritas sudah memiliki keluarga. Tidak berbeda jauh dengan tenaga kerja anak wanita, semuanya diperhitungkan dengan Tenaga Kerja Wanita yaitu 0,8 dari Tenaga Kerja Pria. Di Desa Tapos I dan Tapos II, sumber daya anak diusia sekolah, sangat jarang yang membantu disawah. Diantara seluruh responden (30 orang), bahkan tidak ada sama sekali meskipun lahan yang dimiliki sangat sempit.

6.1.3. Penanaman Proses penanaman di Desa Tapos I dan Tapos II pada umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Hal ini dikarenakan dinilai bahwa tenaga kerja wanita lebih teliti dan berhati-hati dalam bekerja dibanding tenaga kerja pria khususnya dalam proses penanaman. Pada proses penanaman, benih yang sudah disiapkan di persemaian di cabut dengan hati-hati dan ditanam di lahan yang telah diolah sebelumnya. Tenaga wanita dianggap lebih teliti dan rapi dalam hal menanam benih padi. Sehingga benih yang ditanam lebih banyak dan lebih rapi dan dapat tumbuh dengan baik karena pada saat ditanam akarnya tidak terlepas.

Gambar 9. Lahan Sawah yang Baru Selesai di Tanam di Desa Tapos I

82

Jika dilakukan oleh laki-laki, hasilnya cepat selesai, namun kurang tertata dengan rapi terutama jarak tanamnya berubah-ubah. Selain itu tingkat kematiannya tinggi karena akarnya terkadang putus dari batang tanaman, sehingga membutuhkan benih dan tenaga kerja yang lebih banyak untuk penyulaman. Untuk itu, petani seahli apapun akan selalu mempercayakan pekerjaan ini pada kaum wanita khususnya di Desa Tapos I dan Tapos II. Karena diyakini hasilnya lebih baik dan memuaskan bahkan efisien sebab biaya Tenaga Kerja Wanita per harinya lebih murah namun hasil kerjanya lebih baik. Jika, petani tidak memiliki modal untuk membayar tenaga kerja wanita, biasanya istri atau anak perempuannya akan turun membantu di sawah. Proses ini sering disebut tandur oleh petani di dua desa ini. Penanaman di dua desa ini dilakukan serempak untuk menghindari hama tikus. Jarak tanam tidak beraturan (dapat dilihat pada Gambar 9) dan ditanam berdasarkan feeling atau naluri penandur. Jumlah bibit per lubang 2-3 batang namun jika lebih atau kurang dari itu, penandur tidak terlalu memperdulikannya. Untuk jarak tanam, dua desa ini masih sangat tradisional. Jika benih padi yang ada pada persemaian lebih, maka kelebihan tersebut ditempatkan pada areal sawah secara acak agar tidak rugi. Hal tersebut tampak pada Gambar 9. Lahan yang sebelumnya digunakan untuk persemaian pun ditanami padi agar efisien.

6.1.4. Penyulaman Penyulaman biasanya dilakukan oleh petani itu sendiri sebab pada umumnya tingkat kematian padi per gedeng sangat rendah. Biasanya dilakukan pada awal musim tanam. Benih yang baru, didapat dari benih sisa hasil

83

persemaian yang terkadang lebih. Biasanya dilakukan berbarengan dengan pengontrolan air atau irigasi. Penyulaman pada umumnya menghabiskan beberapa menit saja. Jika benih sudah kuat dan tingginya memadai, bahkan sudah menghasilkan anakan baru, dan terlihat ada lubang yang perlu disulam, hal itu tidak dilakukan oleh petani karena menurut petani akan tertutup oleh anakan dari lubang terdekatnya. Jika terlalu sering memeriksa lahan sawah dari dalam lahan, akan merusak tanaman padi. Petani masuk ke dalam sawah hanya jika pengecekan tidak dapat dilakukan dari pematang terdekat.

6.1.5. Penyiangan Penyiangan didesa ini disebut ngarambet. Pada umumnya dilakukan oleh kaum wanita. Selain memiliki upah yang lebih rendah, tenaga kerja wanita diyakini lebih teliti dan jeli membedakan gulma atau bibit gulma yang terkadang bentuknya serupa dengan tanaman padi itu sendiri. Biasanya penyiangan memakan waktu 2-3 hari lama kerja. Jika petani memiliki atau mengelola lahan orang dengan lahan yang sangat luas, akan berusaha mengejar waktu 2-3 hari itu dengan cara menambah jumlah pekerja.

Gambar 10. Proses Penyiangan di Desa Tapos I

84

Pada Gambar 10 terlihat petani padi sawah non mina padi yang sedang menyiangi sawahnya karena masih ada gulma yang tersisa setelah disiangi oleh Tenaga Kerja Luar Keluarga. Bagi pekerja wanita yang menggunakan sistem ngepak berhalangan hadir atau malas melakukan pekerjaannya, akan membayar buruh tani wanita lagi untuk menggantikan pekerjaannya. Hal ini terjadi karena, jika terlanjur dimulai dengan sistem bawon, sistem itu harus diakhiri dengan sistem itu pula. Biaya yang pekerja tersebut keluarkan akan tergantikan dengan upah panen yang akan dia dapatkan nanti yakni berupa natura.

6.1.6. Pemupukan Pemupukan dilakukan pada umumnya pada saat setelah penanaman padi disawah. Biasanya dilakukan satu minggu sesudah penanaman. Hal ini bertujuan agar padi yang baru dipindahkan dari tempat persemaian beradaptasi dulu dengan lahan yang baru. Dan dengan cara ini dapat diketahui padi yang mana yang harus disulam. Setelah lahan diolah dan ditanami oleh benih padi, seminggu setelahnya dilakukan pemupukan tahap I. Jika seminggu telah berlalu, lahan dianggap telah siap untuk dipupuk oleh petani. Pemupukan biasanya dilakukan dua hingga tiga kali. Frekuensi pemupukan tergantung dari kebiasaan petani, sedangkan total pupuk yang digunakan tergantung dari luas lahan dan modal petani. Pupuk Urea dibagi dua (jika pemupukan dua tahap) dan dicampur dengan TSP yang sudah dibagi dua pula. Untuk petani tertentu (sebagian kecil dari responden) biasanya menggunakan furadan. Setelah diaduk rata, pupuk campuran kemudian ditabur pada lahan.

85

Pupuk kandang sangat jarang digunakan oleh petani responden. Namun ada beberapa responden yang menggunakannya pada saat tidak memiliki modal untuk membeli pupuk ditoko. Pupuk kandang yang ditabur di areal sawah tidak pernah ditakar oleh petani. Hal ini terjadi karena pertimbangan mereka pupuk kandang ialah bahan alami yang tidak mungkin beresiko besar bagi lahan mereka jika diberikan dalam jumlah berlebihan. Tidak adanya tenaga penyuluh untuk beberapa lokasi didesa ini atau kurang profesionalnya PPL menyebabkan petani cenderung acuh tak acuh dengan takaran penggunaan pupuk kandang.

Gambar 11. Pupuk Kandang yang Siap di Tebar Pupuk kandang ditabur pada areal persawahan pada saat sawah selesai dipanen dan sebelum diolah yakni pada saat di genangi. Hal ini bertujuan agar pupuk menyatu dengan tanah dan mengembalikan kesuburannya sebelum diolah. Pupuk buatan di tebar pada saat tanah telah selesai diolah, sedangkan pupuk kandang sebelum tanah diolah. Pupuk buatan yang yang dianggap utama dan sering digunakan ialah pupuk Urea dan TSP. Artinya jika petani memiliki modal, penggunaannya akan diutamakan untuk pupuk urea, kemudian sisanya untuk pupuk TSP. SP-36 yang

86

memiliki kandungan Pospat yang hampir sama dengan TSP jarang dilirik oleh petani karena harganya sangat mahal. TSP memiliki beberapa grade pupuk berdasarkan perbedaan merek dan harga. Jika modal kurang, merek TSP termurah akan menjadi pilihan sebagian besar petani responden. KCL dan pupuk ZA jarang digunakan, namun jika modal petani mencukupi, pupuk ini kadang-kadang menjadi pilihan tambahan. Sebagian kecil dari petani, suka bereksperimen dengan menggunakan pupuk yang tidak pada umumnya digunakan. Jika menemukan resep dan kombinasi pupuk yang jitu, akan digunakan selama bertahun-tahun sebagai rahasia andalan oleh sang petani. Contohnya penggunaan furadan yang pada umumnya digunakan untuk tanaman sayuran, digunakan petani pada saat tandur untuk menjaga bibit muda agar tidak terserang hama atau penyakit.

6.1.7. Pengairan Pengairan adalah faktor yang sangat penting bagi sistem usahatani padi sawah non mina padi terlebih lagi bagi sistem mina padi yang memelihara ikan didalamnya. Berbeda dengan padi ladang dan tanaman palawija seperti sayuran dan lain sebagainya, padi sawah membutuhkan suplai air yang lebih karena membutuhkan genangan. Pengairan di dua desa ini sebagian besar dari air irigasi yang berasal dari sungai dan mata air. Sehingga tidak berpatokan pada cuaca atau curah hujan seperti didaerah-daerah lain yang sangat bergantung pada curah hujan. Untuk sistem mina padi pengairan sangat menentukan dalam

kelangsungan usahanya. Kondisi air harus stabil untuk menjaga ikan agar tetap

87

hidup di sawah. Jika air surut, padi tetap hidup beberapa hari namun ikan akan mati dalam waktu yang singkat. Jika air meluap karena banjir atau hujan, padi akan bertahan namun ikan akan terbawa arus terutama yang masih tergolong benih. Sehingga untuk sistem non mina padi yang dibutuhkan ialah air yang cukup, sedangkan untuk sistem mina padi lebih dari sekedar cukup namun stabil. Air yang mengairi lahan pertanian di Kecamatan Tenjolaya berasal dari mata air dari Gunung Salak. Air mengalir dari ketinggian mengairi Desa Tapos I dan mengalir ke Desa Tapos II Dusun 2 dan kemudian dusun berikutnya Dusun 1 dan kemudian Desa Cibitung Tengah dan tiga desa lainnya. Pengairan di dua desa ini dan desa-desa lain yang berada di Kecamatan Tenjolaya tidak dipungut biaya sama sekali. Suplai air di Desa Tapos I melimpah sehingga tidak heran petani mina padi banyak terdapat didaerah ini dibanding Desa Tapos II. Hal ini menjamin ketersediaan air sebagai faktor alam yang sangat penting selain lahan dan cuaca dalam musim hujan maupun kemarau.

Gambar 12. Saluran Irigasi di Desa Tapos I Irigasi di Desa Tapos I dan Tapos dan Tapos II sangat berlimpah namun dibeberapa titik di desa pengaturannya sangat tidak terkoordinasi dengan baik. Terutama jika tanah di desa beralih fungsi ke non pertanian, akan sangat

88

menghambat irigasi dan menutupi aliran irigasi ke lahan pertanian berikutnya. Jika dibiarkan, hal ini akan sangat merugikan bagi petani terutama jika pembangunan tersebut sangat luas dan menutupi jalannya pintu air utama. Selain dapat menurunkan produktifitas padi sawah yang sangat membutuhkan suplai air yang banyak karena harus digenangi, hal ini diyakini oleh para petani dapat menurunkan Kelas Tanah secara signifikan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Mempertahankan padi sawah pada pola tanam tiap tahun minimal satu kali, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Namun dipercaya dapat menjaga kesuburan dan keseimbangan tekstur tanah agar mudah diolah atau dibajak. Tanah yang semakin sering ditanamai padi, diyakini akan semakin liat dan tidak subur. Sehingga mempengaruhi produktifitas pertanian dari lahan tersebut, baik pada saat penanaman padi maupun pada saat penanaman palawija atau sayur-mayur. Demikian pula tanaman sayuran atau palawija (tidak tergenang), sehingga tidak heran pola tanam sebagian besar responden ialah padipalawija/sayuran-padi baik untuk responden mina padi maupun non mina padi. Beberapa aliran irigasi dari tahun-ke tahun terbuang percuma ke areal bukan pertanian atau ke sungai karena pengalihan hak lahan ke warga yang bermata pencaharian bukan petani. Sangat menguntungkan jika lahan tersebut masih disewakan untuk diolah menjadi lahan pertanian. Hal ini jika dibiarkan, dapat menghancurkan pertanian di Desa Tapos I dan Tapos II dan berdampak langsung bagi pertanian di setiap desa di Kecamatan Tenjolaya. Mengingat Desa Tapos I memiliki kontur desa tertinggi dan kemudian Desa Tapos II dibanding

89

empat desa lainnya. Air yang mengairi irigasi empat desa berikutnya bergantung sebagian dari irigasi dua desa ini. Sebagian petani terpaksa tidak dapat menanam padi satu kali pun dalam setahun seperti dulu atau seperti petani responden dan harus mengganti dengan palawija atau sayuran karena air tidak melalui lahan mereka. Lahan pertanian yang mereka kerjakan terpaksa harus diairi dengan cara memanggul air dari sungai yang letaknya jauh, karena palawija dan sayuran masih dapat hidup dengan air yang seadanya. Pengaturan sumber daya air sebagai irigasi merupakan kunci keberhasilan pertanian di dua desa ini secara khususnya dan Kecamatan Tenjolaya pada umumnya. Mengingat air adalah salah satu sumber daya alam yang sangat penting selain lahan bagi pertanian, khususnya bagi lahan persawahan terlebih lagi bagi sistem mina padi yang membutuhkan suplai air yang melimpah dan stabil. Jika dianalisa melalui angka petani pada Tabel 3 pada sumber mata pencaharian di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, jumlah petani di desa Tapos I jauh lebih banyak karena pertanian di desa ini didukung oleh sarana irigasi yang melimpah langsung dari mata air. Karena berada pada kontur tertinggi dari enam desa di Tenjolaya, suplai air stabil sehingga selain mendukung usahatani padi sawah, juga sangat mendukung sistem mina padi. Itu sebabnya 12 dari 15 petani mina padi (sekitar 80% responden) berada di Desa Tapos I. Memelihara ikan bersama padi disawah membutuhkan ketersediaan air yang lebih stabil dibandingkan hanya memelihara padi saja. Ketidakmerataan suplai air sangat dirasakan oleh petani yang sawahnya terletak di Desa Tapos II. Desa Tapos II terbagi atas dua dusun yakni Dusun 1 dan

90

Dusun 2. Dusun 2 terletak lebih tinggi dibanding dusun 1. Dari 15 petani responden yang berasal dari Desa Tapos II, 12 orang berasal dari Dusun 2 dan 3 orang berasal dari Dusun 1. Di desa ini sangat sulit menemukan petani padi sawah yang mengolah lahan di Dusun 1, apalagi yang mengusahakan dengan ikan sekaligus. Banyak lahan di daerah ini yang lahan pertaniannya beralih fungsi ke lahan non pertanian dan menutup aliran air strategis.

6.1.8. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit tanaman sering dilakukan dengan cara penyemprotan tanaman. Banyaknya jumlah frekuensi penyemprotan tergantung keadaan dilapangan. Jika padi yang tumbuh terlihat sehat dan tidak ada hama maka penyemprotan tidak dilakukan, namun demikian sebaliknya. Sehingga penyemprotan dilakukan bukan karena ikut-ikutan atau kebiasaan dari tahuntahun sebelumnya, namun kerena jika hal itu dianggap perlu dilakukan. Hal ini dilakukan petani bukan karena petani sadar akan bahaya pestisida, namun mereka sangat perhitungan dengan biaya dan tenaga yang akan dikeluarkan untuk penyemprotan tersebut. Perhitungan tersebut timbul karena meningkatnya kebutuhan rumah tangga petani, sehingga modal yang ingin dikeluarkan benarbenar dipertimbangkan.

6.1.9. Pemanenan Pemanenan adalah proses usahatani yang paling ditunggu-tunggu oleh petani. Apalagi jika di lihat bahwa padi di sawah yang dipanen akan menghasilkan

91

dalam jumlah banyak. Semangat kerja pada saat panen pun jauh lebih besar dibanding pada proses mana pun oleh petani. Panen di daerah ini biasanya berlangsung 2-3 hari lamanya. Dengan lama waktu 8 jam kerja untuk 1 HOK pada saat panen. Untuk 30 orang responden, memiliki upah yang berbeda-beda. Tingkat kelayakan upah per hari bagi buruh bagi petani sangat relatif. Namun seluruhnya menempatkan upah Tenaga Kerja Pria lebih tinggi dibanding upah Tenaga Kerja Wanita.

6.1.10. Perawatan Hasil Perawatan hasil merupakan pekerjaan yang biasa dilakukan setelah panen dan sebelum gabah digiling. Perawatan hasil merupakan proses pengeringan gabah basah menjadi gabah kering. Menurut persepsi petani bobot gabah sebelum dan sesudah di keringkan bervariasi dari 30-45% dari bobot gabah basah, tergantung dari kualitas padi pada saat dipanen. Kerena biasanya, meskipun memiliki varietas yang sama, pengurangan bobot padi bisa berbeda-beda. Untuk itu, petani di dua desa ini tidak terlalu memperhatikan pengurangan bobot air gabah pada proses ini meskipun sangat penting bagi penghasilan mereka. Petani cenderung memperhatikan total panen gabah basah mereka tiap kali memanen padi. Apalagi bagi petani yang lebih banyak menjual hasil panennya dibanding mengkonsumsinya. Dari 30 petani responden, terdapat 2 petani yang menjual hasil panen dalam bentuk beras yang telah digiling, dan sisanya sekitar 93,33 persen menjual dalam bentuk gabah basah. Untuk perawatan hasil di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, dapat dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki atau perempuan. Tanpa melihat gender,

92

khusus untuk proses pengeringan, upah tenaga kerja per hari dibayarkan sama. Upah tenaga kerja perhari di dua desa ini berada di kisaran Rp 20.000-25.000 per hari. Dalam seluruh rangkaian proses budi daya padi di dua desa ini, pemanenan dan pengeringan merupakan proses kerja yang di biayai dengan upah tertinggi untuk seluruh responden yang menggunakan Tenaga Kerja Luar Keluarga. Hal ini terjadi, karena dianggap proses pemanenan merupakan proses yang sangat rumit, berat dan berdurasi cepat. Sedangkan pengeringan, tidak terlalu melelahkan namun selalu memerlukan perhatian khusus. Karena cuaca sebagai faktor alam penentu, menjadi tolak ukur dari proses kerja ini tidak dapat diduga perubahannya.

Gambar 13. Proses Pengeringan Gabah di Lapangan Jemur pada Dua Penggilingan Utama di Desa Tapos I Bila tiba-tiba turun hujan, kuli harus segera menarik gabah dari lapangan jemur. Sehingga pada umumnya petani melakukan hal ini pada saat matahari pagi terlihat terik dan langit terlihat cerah. Jika tidak, mereka harus membayar kuli lebih mahal karena penambahan hari kerja. Bagi petani yang memiliki lapangan jemur atau memiliki waktu luang lebih, akan berusaha menjemur hasil panen mereka sendiri.

93

6.1.11. Penggilingan Proses penggilingan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II memiliki sistem pembayaran yang sama yakni dengan natura atau beras yang telah selesai digiling. Besar biaya giling yang harus dikeluarkan oleh petani berubah-ubah secara serentak dan terkoordinasi dengan perbandingan 9:1, 10:1 hingga 11:1. Kurang diketahui dengan jelas mengapa biaya tersebut berubah-ubah. Perbandingan 9:1 artinya setiap 9 kwintal total beras yang dihasilkan oleh mesin penggilingan, 1 kwintalnya akan diambil oleh pemilik penggilingan sebagai ganti biaya penggilingan yang seharusnya dibayarkan dan 8 kwintal sisanya akan dibawa pulang oleh petani. Penggilingan setempat biasanya dilengkapi dengan tenaga buruh untuk pengeringan gabah basah. Para penduduk yang tidak memiliki sawah atau pekerjaan didesa akan berkumpul ditempat ini untuk mencari sesuap nasi. Petani bukan hanya membutuhkan tenaga untuk pengeringan, namun mereka memerlukan tenaga pula untuk mengangkut gabah dari rumah atau lumbung mereka jika akan digiling atau telah selesai digiling dan akan dibawa pulang kerumah. Buruh tani dapat merangkap menjadi buruh panggul jika kesempatan itu ada. Pada Gambar 13 sebelah kanan dapat dilihat bahwa pada lapangan jemur terdapat tanaman yang berwarna hitam kehijauan yang memagari gabah yang sedang dijemur. Tanaman itu merupakan tanaman Cincau yang telah selesai di panen dan sedang dijemur dilapangan jemur. Tanaman Cincau menjadi salah satu tanaman dari seluruh tanaman yang digilir untuk ditanam ganti tanaman padi.

94

Cincau yang dipanen, dijemur dan di cacah dipenggilingan oleh tenaga kerja wanita. Pada umumnya tanaman Cincau ini tetap ditanam di pematang sawah yang sedang ditanami padi. Terkadang pematang diisi dengan tanaman Pare, Tomat, Cabe, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk tambahan pendapatan bagi petani. Begitu banyak aktifitas yang terjadi di penggilingan. Bagi peternak ikan atau ayam, dedak atau uut sebagai pakan ternak mereka dapat dibeli di penggilingan, bahkan jika beruntung, akan mendapatkan gratis dari petani padi. Terutama jika petani padi yang sedang menggiling adalah kenalan, tetangga atau masih tergolong sanak keluarga. Petani jamur yang sedang digalakkan oleh IPB didesa ini dapat mengambil sekam sebagai medium jamurnya.

Gambar 14. Penggilingan di Desa Tapos II dan Desa Tapos I Aktivitas usahatani di penggilingan sangat banyak yang dapat

diperhitungkan namun terkadang tidak pernah dilakukan oleh petani dengan alasan telah membudaya sebagai tenggang rasa antar sesama penduduk desa. Hal ini membawa keuntungan bagi petani jika memerlukan pupuk kandang. Petani cukup memintanya pada peternak tanpa bayaran. Penggilingan, adalah tempat berlindung yang strategis bagi penduduk yang tidak memiliki pekerjaan, dalam artian dapat menyerap banyak tenaga kerja.

95

6.2.

Sistem Mina Padi Pada sistem mina padi di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, pada umumnya

memelihara jenis ikan Mas (Cyprinus carpio) sebagai jenis ikan yang dipelihara bersama dengan padi. Sedangkan varietas benih padi yang dipelihara pada sistem mina padi untuk 15 responden mina padi ialah varietas Ciherang (8 orang), IR64 (6 orang) dan sisanya satu orang adalah varietas Cibodas. Petani mina padi di dua desa ini tergolong Mina Padi Pembibitan karena pada umumnya memelihara ikan hingga sebesar jari dan di panen menjadi bibit ikan bagi petani ikan di desa setempat. 9 orang dari petani mina padi memelihara benih disawah berupa telur atau larva yang baru saja menetas dan jika dipanen menjadi benih golongan Belo. Sedangkan 6 orang lagi memelihara benih golongan Belo dan memanen ikan mas pada saat benih masih golongan Ngaramo (5cm lebih). Karena seluruh ikan yang dipanen masih berupa benih dan sebagian besar berasal dari telur menjadi benih. Sedangkan sebagian kecil lainnya berasal dari benih menjadi benih yang lebih besar (pembesaran bibit) maka mina padi di dua desa ini masih tergolong Usahatani Mina Padi Pembibitan. Lama pemeliharaan ikan bersama dengan padi sekitar 20-40 hari lamanya. Ditebar pada saat dua minggu setelah penanaman atau seminggu setelah pemupukan tahap I dan dipanen umumnya sebelum penyiangan. Benih ditebar seminggu setelah pemupukan tahap I agar tidak keracunan pupuk kimia. Benih yang di panen sebagian besar berada pada golongan benih Belo yakni yang berukuran 3,0 - 5.0 cm dengan berat 3.0 - 5.0 g/ ekor terutama yang ditanam pada saat telur ditetaskan yakni golongan Larva. Benih yang ditanam pada golongan

96

Belo biasanya dipanen dengan ukuran 5.0 - 8.0 cm dengan berat 8,0 - 10.0 g/ekor yang termasuk golongan benih Ngaramo. Petani mina padi tidak dapat berlama-lama mempertahankan ikan disawah bersama dengan padi karena genangan air yang memadai untuk padi varietas IR64 dan Ciherang tidak lebih dari 10-15 cm diatas permukaan tanah. Tinggi genangan di sawah harus di sesuaikan dengan tinggi total tanaman dari tanah, sekitar 85cm untuk IR64 dan Ciherang. Semakin tinggi varietas tanaman padi yang ditanam, semakin tinggi pula genangannya, hal ini berarti semakin lama pula kesempatan ikan berada di sawah karena ruang geraknya jauh lebih leluasa. Karena semakin tinggi genangan padi maka semakin lama pula umur padi di sawah. Seluruh petani responden menggunakan jenis ikan Mas sebagai pilihan untuk mina padi karena dinilai lebih menguntungkan karena banyak diminati oleh petani ikan sebagai konsumen benih ikan Mas dari petani mina padi. Harga ikan Mas per ekor(ukuran 1kg) dihargai sekitar Rp 10.000 di desa penelitian (Rp 14.000 untuk pasar Kabupaten Bogor) sedangkan harga ikan Mujair dihargai Rp 5.500 per ekor (ukuran 1kg). Harga benih ikan mas golongan Belo dihargai Rp 10.000/ gelas (ukuran 200 ml). Sedangkan benih ikan mas golongan Ngaramo dihargai Rp 8.000 / gelas. Semakin besar ukuran benih, harga per satuan gelasnya semakin murah. Hal ini disebabkan oleh jumlah ikan dalam gelas semakin berkurang jika ukuran tubuhnya semakin besar. Menurut petani ikan (konsumen atau pelanggan petani responden) jumlah benih per gelasnya bisa berubah-ubah. Karena benih biasanya ditakar bersama dengan air. Untuk itu sebagian kecil petani ikan yang membeli bibit dari mereka

97

membeli dengan satuan per ekor. Untuk benih Belo dengan harga Rp 100 per ekornya, tergantung dari karakter individu pembelinya. Petani ikan sebagai konsumen benih ikan mas berharap agar setiap 10.000 rupiah yang mereka keluarkan, pasti mendapat 100 ekor benih ikan. Karena terkadang pembelian benih dengan sistem satuan gelas lebih dari 100 ekor dan terkadang juga kurang. Untuk mengurangi ketidakpastian jumlah tersebut mereka membeli dalam satuan ekor. Karena dinilai lebih menguntungkan jika dijual dalam bentuk benih atau terus dipelihara di kolam, dan dinilai lebih tahan hidup di sawah bersama dengan padi, maka jenis ikan Mas menjadi pilihan seluruh petani responden yang menggunakan sistem mina padi.

6.2.1. Penebaran Benih Ikan Penebaran ikan di pada sistem mina padi di dua desa ini biasanya dilakukan pada saat setelah penanaman. Setelah lahan diolah dan ditanami oleh benih padi, seminggu setelahnya dilakukan pemupukan tahap I. Seminggu setelah pemupukan tahap I, barulah benih ikan diturunkan (biasanya berupa telur). Jika setelah selesai dipupuk langsung diturunkan benih ikan, dikhawatirkan benih tersebut akan mati keracunan zat-zat kimia dari pupuk buatan tersebut. Untuk itu dibutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk menyeimbangkan keadaan disawah agar aman ditanami benih ikan. Di daerah ini proses tersebut sering disebut ngendogan atau menelurkan ikan disawah. Sawah menjadi pilihan petani yang mengusahakan mina padi karena menurut mereka jika telur ikan yang mereka tetaskan menjadi larva ditebar

98

dikolam atau balong, tingkat kematian benih sangat tinggi. Kolam di Desa Tapos I dan Tapos II pada umumnya berada didepan rumah dan merupakan tempat pemeliharaan ikan Mas dari yang berukuran kecil hingga paling besar. Jika induk ikan Mas sedang hamil atau bunting dan telurnya tidak sempat ditetaskan oleh petani, maka akan bercampur dengan air kolam sehingga sulit untuk diangkat. Jika sudah terjadi demikian, dari seluruh benih yang ditetaskan induk ikan tingkat kematian ikan dapat mencapai 90 persen bahkan bisa lebih. Untuk satu induk ikan mas, menurut petani mina padi dapat menghasilkan rata-rata benih ikan sekitar 160.000 ekor per satu kali melahirkan telur. Namun tergantung dari berat ikan yang sedang melahirkan (4kg/ekor, 6kg/ekor, dll). Sementara jika dipelihara di sawah tingkat kematian ikan jika dirata-ratakan dapat mencapai 50 persen untuk berbagai ukuran induk ikan. Angka tersebut sudah termasuk kematian, kehilangan (banjir) dan sebagainya. Ikan yang ditebar di areal sawah tidak pernah ditakar oleh petani. Semua telur atau benih yang diperoleh baik yang ditetaskan sendiri atau yang dibeli, ditebar secara merata keseluruh areal sawah yang mereka punyai. Jika sawah yang akan dipakai sebagai tempat pemeliharaan mina padi belum selesai diolah atau dipupuk, terpaksa telur ikan ditaruh ketempat lain seperti wadah atau tempat yang berukuran besar hingga sawah siap ditempatkan ikan. Selain itu sebagian besar petani memiliki kolam beserta ikan Mas yang menurut petani selain sebagai tambahan lauk di dapur, terkadang dapat dijual lewat petani ikan jika sedang kesusahan. Petani responden sebagian besar (9 0rang atau 60 persen) mengusahakan mina padi dari berupa telur yang merupakan hasil dari peneluran mereka sendiri. Mereka belajar dari petani ikan atau teman mereka

99

yang bisa, dan mempraktekkannya untuk proses mina padi. Biasanya proses peneluran memakan waktu sekitar 24 jam atau sekitar 3 HOK yang dilakukan dan dengan pengawasan nonstop.

6.2.2. Pemeliharaan Ikan Bersama Padi Lamanya pemeliharaan ikan disawah pada biasanya sekitar 20-40 hari. Tergantung dari jarak pemupukan tahap I dengan proses penyiangan. Namun jika dirata-ratakan umumnya sekitar 30 hari. 20-40 hari merupakan jarak rata-rata pemupukan hingga penyiangan untuk benih varietas IR64 dan Ciherang di desa ini. Jika varietas diganti dengan varietas yang tanamannya lebih tinggi dari IR64 (85cm dari permukaan tanah sawah), maka genangannya pun akan lebih tinggi dan masa tanamnya pun akan lebih dari 100 hari rata-rata. Sehingga kesempatan menanam ikan di sawah lebih lama dari 20-40 hari lama rata-rata. Pemeliharaan padi disawah sangat mudah dan sederhana. Pengecekkan biasanya dilakukan sebulan sekali dan pada bulan ketiga dipanen oleh petani. Pada umumnya ikan yang dipelihara disawah tidak diberi makan seperti halnya pemeliharaan ikan yang lain. Hanya 3 dari 15 responden yang memberi makan pada ikan mina padi dan ketiganya memberi dedak yang terkadang dari hasil penggilingan padi mereka sendiri. Jika dianggap kurang oleh ketiga petani tersebut, akan ditambah dengan pelet ikan. Ikan yang dipelihara disawah menurut sebagian besar petani tidak perlu diberi makan karena ikan dapat memakan segala mahkluk kecil apapun yang bisa dimakannya disawah. Hal ini sangat cocok dengan penelitian Supriadiputra dan Setiawan (2005) yang meneliti tentang biota sawah selain padi dan ikan.

100

Menurutnya sawah memiliki Fitoplankton, Zooplankton, cacing-cacingan yang berukuran kecil serta berbagai tanaman air yang sangat mendukung kondisi hidup ikan disawah tanpa adanya pakan oleh petani. Hal tersebut diperjelas dengan gambar zooplankton dan biota lain yang hidup disawah yang ada pada Lampiran 15, Lampiran 16 dan 17. Untuk petani yang menganggap ikannya terlalu kecil sedangkan mereka tidak memiliki pembeli untuk sisa benih yang ada atau tidak memiliki kolam untuk melanjutkan pemeliharaan, sawah adalah tempat terakhir untuk memelihara ikan tersebut. Untuk petani miskin, biasanya di konsumsi sebagai tambahan lauk dirumah. Penanaman kedua ini biasanya seminggu setelah pemupukan tahap II. Lamanya pemeliharaan ikan yang kedua ini tergantung dari pemesanan petani ikan. Jika sawah hendak di semprot dan pembeli belum juga ada, ikan akan diangkat dan dikonsumsi dirumah. Namun hal ini jarang terjadi, karena pada umumnya atau kerabat terdekat petani memiliki kolam.

Gambar 15. Gambar Ikan yang Dipelihara di Sawah

101

6.2.3. Kamalir dan Pintu Air Kamalir yang terdapat di dua desa ini terdiri dari tiga jenis kamalir yakni (1) Parit Keliling, (2) Parit Keliling dan Parit Tengah, serta (3) Parit Keliling dan Parit Palang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Lampiran 20. Dari ketiga parit ini, parit yang ketiga yakni perpaduan antara Parit Keliling dan Parit Palang dianggap paling mampu mempertahankan mobilitas ikan disawah. Namun yang paling sering digunakan oleh petani responden ialah parit jenis kedua yakni Parit Keliling dan Parit Tengah. Usahatani mina padi hanya bersifat sampingan, maka pemeliharaan padi lebih diutamakan dibanding pemeliharaan ikan disawah. Pemeliharaan ikan mengikuti pemelihaan padi disawah, dan bukan sebaliknya. Pintu air untuk sawah sistem mina padi tidak jauh berbeda dengan sistem non mina padi. Yang sangat mencolok ialah adanya kamalir atau parit sawah untuk pemeliharaan ikan. Pintu air yang masuk pada umumnya lebih dijaga ketat dibanding pintu air yang keluar dari sawah. Hal ini diakibatkan oleh perilaku ikan yang pada umumnya melawan arus air. Ikan berusaha melompat ke pematang arah datangnya air meskipun pintu keluar air sedang dibuka lebar oleh petani. Sehingga pintu keluar cukup ditimbun dengan tanah sawah sedangkan pintu masuk air biasanya ditutup dengan kawat jala, anyaman rotan yang ditancap ketanah atau kasa yang masih bisa dilewati air namun sulit dilewati ikan.

6.2.4. Pemanenan Ikan Proses pemanenan ikan pada sistem mina padi adalah proses kerja yang paling ditunggu-tunggu oleh petani. Selain menguntungkan, hal tersebut juga dinilai sangat menyenangkan untuk dikerjakan. Karena menyenangkan, seluruh

102

petani responden lebih suka jika memanen sendiri ikan mereka dibanding harus mengeluarkan uang untuk menyewa tenaga kerja luar keluarga. Pada umumnya pekerjaan ini hanya memakan waktu sekitar 1 HOK untuk sawah yang luas dan setengah HOK bagi petani yang berlahan kurang dari satu gedeng. Ikan dipanen biasanya sehari sebelum proses penyiangan. Setelah proses penyiangan dilakukan, biasanya diikuti oleh proses pemupukan tahap II. Pemupukan dianggap lebih efisien setelah gulma diangkat dari sawah, Sehingga penggunaan pupuknya lebih optimal. Selain itu, hal ini dimaksud kan agar benih tidak terinjak oleh tenaga penyiang disawah. Memanen ikan pada sistem mina padi, tidak sesulit yang dibayangkan. Kamalir atau caren memudahkan proses pemanenan ini. Kamalir sering di sebut parit sawah oleh petani setempat. Letaknya lebih dalam dari kedalaman tanah sawah. Sehingga untuk memanen ikan hasil mina padi cukup dengan menyurutkan air disawah secara perlahan-lahan, dan air yang tersisa akan terkumpul pada parit sawah ini beserta dengan benih ikan yang ingin bertahan hidup.

Gambar 16. Ikan Siap Panen dan Pemanenan Ikan Mina Padi di Desa Tapos I

103

Peralatan yang digunakan pada umumnya sangat sederhana. Biasanya menggunakan ember atau peralatan rumah tangga yang dipakai sehari-hari didapur(dapat dilihat pada Gambar 16). Untuk petani mina padi yang merangkap petani ikan atau berlahan luas, biasanya menggunakan jaring untuk memanen. Namun sebagian besar (sekitar 86,66 %) petani responden menggunakan peralatan dapur, bahkan ada petani responden yang selalu menggunakan tempat nasi untuk memanen ikan untuk meminimalkan biaya peralatan. Hasil panen padi untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi sebagian besar dijual dalam bentuk gabah basah dengan harga Rp 1800/Kg. Dua diantara 30 petani responden menjual dalam bentuk beras. Tempat penjualan beras dapat berlangsung dirumah petani atau ditoko atau warung jika petani memilikinya. Sedangkan untuk penjualan gabah basah terdiri atas dua cara yakni menjual ke penggilingan dan ke tengkulak yang datang. Harga yang diminta atau ditawarkan oleh kedua konsumen gabah basah tersebut cenderung sama tergantung dengan fluktuasi harga beras dipasar. Namun perubahan harga gabah basah cenderung kecil atau berubah untuk periode yang cukup lama terkadang setahun bahkan lebih.

104

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1.

Penggunaan Input Penggunaan input yang digunakan untuk sistem non mina padi tidak

terlalu berbeda dengan sistem pengusahaan padi sawah dengan sistem tanpa menggunakan mina padi. Perbedaannya terletak pada penggunaan benih ikan, pakan ikan, dan peralatan perikanan yang digunakan pada sistem mina padi namun tidak digunakan pada sistem non mina padi. Penggunaan input yang digunakan sebagai sarana produksi dalam usahatani pada sawah di Desa Tapos I dan Tapos II terdiri dari benih, pupuk, obat pemberantas hama dan tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja mesin dan tenaga kerja ternak.

7.1.1. Benih Padi Benih padi digunakan oleh responden padi sawah, baik untuk sistem mina padi maupun untuk sistem non mina padi. Untuk benih yang di beli oleh petani, tiap satuan produk benih terdiri dari 5 kg benih. Untuk pembelian benih biasanya dilakukan pada toko-toko pertanian desa setempat. Benih padi yang biasa digunakan di Desa Tapos I dan Tapos II, Kecamatan Tenjolaya adalah benih varietas IR64 dan varietas Ciherang. IR64 dipakai sekitar 50 persen dari petani responden. Varietas Ciherang dipakai sekitar 46,66 persen dari total petani responden sedangkan sisanya adalah varietas Cibodas. Harga benih sangat berfluktuasi dari kisaran Rp 27.000-30.000. Harga

105

benih IR64 dan Ciherang relatif sama namun memiliki keistimewaan yang berbeda. Ciherang dinilai lebih tahan penyakit namun IR64 dinilai lebih produktif. Penggunaan benih untuk desa Tapos I dan Tapos II rata-rata 53,45 Kg/Ha untuk petani non mina padi sedangkan untuk petani mina padi sebesar 46,54 Kg/Ha. Tidak heran jika produktivitas non mina padi lebih tinggi dibanding mina padi. Produktivitas lahan non mina padi 5,72 Ton/Ha untuk keadaan pada umumnya dan 4,85 Ton/Ha untuk keadaan terserang penyakit. Sedangkan sistem mina padi produktivitasnya 5,63 Ton/Ha untuk keadaan umumnya dan 3,02 Ton/Ha untuk keadaan terserang penyakit. Salah satu faktor yang mendukung produktivitas lahan non mina padi lebih tinggi karena didukung oleh bibit yang lebih banyak pula. Menurut petani, benih Ciherang dan IR64 memiliki karakteristik yang hampir sama. IR64 dinilai memiliki kombinasi karakteristik yang sangat baik bila ditanam. IR64 dinilai lebih tahan terhadap penyakit dan produktivitasnya paling tinggi dengan masa tanam yang relatif singkat (100hari) dibanding varietas lainnya dan menjadi pilihan sebagian besar petani responden non mina padi. Sedangkan benih Ciherang dipilih oleh sebagian besar petani mina padi (53,33 persen) karena dinilai lebih tahan terhadap penyakit dibanding IR64, masa tanamnya cepat (100) dan produktivitasnya dianggap paling mendekati produktivitas IR64. Hal ini dimaksudkan agar resiko yang ditimbulkan pada saat memelihara ikan dapat dikurangi dengan mengganti ke varietas yang labih kuat. Itu sebabnya mengapa dua benih ini dianggap benih idola bagi para petani di dua desa ini. Tidak heran jika lahan sawah sistem non mina padi lebih produktif

106

karena didukung oleh benih varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang sebagian besar digunakan oleh petani mina padi. Menurut petani, selain karakteristik yang dimiliki hampir sama, bentuk tanaman kedua varietas ini pun hampir sama. Jika dipasaran petani kehabisan benih IR64 atau Ciherang, varietas Cibodas dan varietas lain yang dijual ditoko akan menjadi pilihan bagi para petani. Bahkan ada petani responden yang rela mencari benih ke kecamatan lain jika dua benih ini habis ditoko.

7.1.2. Benih Ikan Benih ikan yang dipakai di daerah penelitian semuanya merupakan benih ikan Mas. Ikan jenis Mas dipilih petani karena dinilai lebih ekonomis dan menguntungkan. Rasanya enak, daya tahannya di air sawah tinggi dan harganya cenderung lebih mahal dibanding harga ikan yang lain. Sehingga lebih menguntungkan jika bibitnya dijual. Jika bibit berasal dari petani atau ditelurkan sendiri, maka biaya yang keluar masuk kedalam biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Ikan yang dipelihara disawah mulai dari golongan benih Putihan dan Belo yang dibuat sendiri masih dapat dihitung biayanya dan dimasukkan kedalam biaya tidak tunai. Lain halnya jika ikan yang dipelihara disawah dimasukkan mulai dari telur atau telur yang ditetaskan atau masih berupa larva, biayanya tidak dapat diperhitungkan sehingga dianggap nol rupiah. Hal ini dilakukan karena benih ikan mas umumnya dijual minimal dari golongan Putihan untuk ukuran benih terkecil. Sehingga telur atau larva ikan mas tidak memiliki biaya pengganti jika tidak ditempatkan disawah dalam artian tidak memiliki harga dalam satuan rupiah.

107

7.1.3. Pupuk Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kimia dibeli pada toko-toko pertanian di desa. Penggunaan pupuk di desa ini lebih diutamakan pada pupuk Urea dan TSP yang digunakan oleh hampir seluruh petani responden. Seluruh petani responden menggunakan pupuk Urea (100 persen), sedangkan pupuk TSP digunakan oleh 93,33 persen dari petani responden. Hal ini berarti, ketersediaan modal yang dimiliki oleh petani akan lebih difokuskan ke pupuk Urea dibandingkan pupuk TSP. Jika kebutuhan pupuk Urea terpenuhi, maka alokasi dana yang dimiliki oleh petani akan dialokasikan ke pemenuhan kebutuhan pupuk TSP. Tabel 9. Total Penggunaan Pupuk Kimia di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jenis Pupuk Kimia Sistem (dalam satuan Kg) pengusahaan sawah Urea TSP KCl ZA NPK Non Mina Padi 2025 965 370 460 20 Mina Padi 1765 840 155 230 Penggunaan rata-rata non 253,20 120,66 46,26 57,51 2,50 mina padi (Kg/Ha) Penggunaan rata-rata mina 325,34 154,83 28,57 42,39 0,0 padi (Kg/Ha) Pupuk KCl dan ZA digunakan oleh 10 persen dari petani responden sedangkan pupuk NPK digunakan oleh satu orang saja dari petani responden. Hal ini berarti alokasi modal yang dimiliki oleh petani, lebih diutamakan untuk pupuk KCl dan ZA dibandingkan pupuk NPK. Pola tersebut timbul bukan karena hanya ikut-ikutan dengan petani yang lain atau himbauan PPL, namun lebih utama karena hasil pengamatan dan percobaan dilahan mereka sendiri atau lahan orang

108

lain yang disewa atau disakap oleh petani. Petani belajar dari pengalaman mereka dilapangan ditambah lagi dengan pengalaman-pengalaman petani lain dilahan sekitarnya. Sehingga penggunaan pupuk di daerah penelitian ini memiliki pola yang khas. Menurut beberapa penelitian, sistem mina padi dapat menurunkan biaya pestisida karena hama dapat diatasi beberapa jenisnya oleh ikan dan sisa metabolisme dan makan yang tidak tercerna akan mengeluarkan unsur N, P, Ca dan Mg. Hal tersebut dapat meningkatkan produktivitas lahan padi sawah apalagi dibarengi dengan pupuk kimia. Namun karena petani responden mina padi yang ada didesa ini umumnya berada dikontur tanah yang lebih tinggi dari non mina padi agar lebih dekat dengan air yang stabil, kondisi tanahnya lebih banyak tercuci unsur haranya oleh air yang mengalir dan terbawa ke lokasi yang lebih rendah. Sehingga kebutuhan akan pupuk kimia lebih tinggi untuk mempertahankan produktivitas lahannya. Harga pupuk kimia didesa berfluktuasi setiap waktu menyebabkan biaya tunai untuk petani responden berbeda-beda meskipun masih dalam musim tanam yang sama. Dalam kurun waktu satu minggu pupuk dapat berubah harganya. Terkadang perubahannya dalam waktu beberapa hari. Penjualan pupuk kimia dan benih dimonopoli oleh petani tertentu. Untuk tiap desa, baik desa Tapos I maupun Tapos II memiliki masing-masing satu keluarga tani yang menjual alat pertanian, pestisida, pupuk kimia serta benih. Petani tersebut memonopoli dan mengendalikan harga input pertanian didesa. Karena untuk tiap desa hanya terdapat satu orang petani, maka mereka tidak memiliki saingan yang berarti. Terkadang para petani didesa tersebut

109

meminjamkan bahan baku seperti pupuk Urea dan TSP atau benih padi dan dapat dibayar pada saat panen tanpa bunga jika petani-petani dalam musim tanam sebelumnya bangkrut dan tidak memiliki modal. Disisi lain petani pemilik toko ini kurang menguntungkan jika menaikkan harga pupuk atau benih, namun disisi lain menguntungkan petani disekitarnya karena mau meminjamkan barang

dagangannya tanpa bunga hingga musim panen tiba.

7.1.4. Pestisida Untuk penggunaan pestisida, petani di dua desa ini termasuk efektif dalam penggunaannya. Sebab penyemprotan tidak dilakukan jika tidak terjadi penyakit. Artinya penyemprotan pestisida dilakukan jika dibutuhkan saja. Namun karena musim tanam yang diteliti adalah Musim Tanam pertama di tahun 2007, yang pada saat tersebut muncul hama yang menyerang secara masal bagi areal persawahan penduduk, maka penyemprotan hampir dilakukan oleh seluruh petani. Tabel 10. Rata-Rata Penggunaan Pestisida Kimia Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Pestisida Kimia Biaya Mina Padi Biaya Rata-rata (Rp) 109.852,55 Persentase (%) 1,56 Non Mina Padi Biaya Rata-rata (Rp) 89.195,59 Persentase (%) 1,51

Biaya Tunai

Biaya pestisida baik yang cair maupun padat seperti furadan, memakan biaya rata-rata sekitar Rp 109.852,55 atau sekitar 1,56 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk sistem Mina Padi. Sedangkan untuk sistem Non Mina Padi membutuhkan biaya dengan rata-rata sekitar Rp 89.195,59 dan merupakan 1,51

110

persen dari total biaya yang dikeluarkan oleh petani Non Mina Padi. Hal ini berarti alokasi biaya untuk pestisida sistem non mina padi bisa lebih murah jika dilakukan penyemprotan dengan lebih cepat.

7.2.

Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah Analisis biaya usahatani dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya yang

harus dikeluarkan dalam menjalankan usahatani padi. Biaya usahatani merupakan korbanan yang harus dikeluarkan. Dalam analisis biaya usahatani padi sawah dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Berikut analisis biaya usahatani padi sawah petani responden:

7.2.1. Biaya Tunai Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah terdiri dari biaya penggunaan benih padi, pupuk kimia, pestisida, pupuk kandang, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, tenaga kerja luar keluarga, biaya transportasi, biaya sakap, sewa alat pertanian yakni semprotan, pajak lahan dan sewa lahan. Untuk sistem mina padi biaya tunainya bertambah dari pemasukkan input benih ikan dan pakan ikan. Sedangkan penyusutan peralatan pertanian dan perikanan, jumlah HOK yang dikeluarkan untuk pemanenan mina padi yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga, benih ikan dan pakan ikan tergolong kedalam biaya tidak tunai. Biaya tunai untuk sistem mina padi mengambil bagian 59,57 persen dari total biaya dan sisanya 40,43 persen untuk biaya tidak tunai. Sedangkan untuk sistem non mina padi, biaya tunai mengambil bagian sekitar 82,83 persen dari

111

total biaya dan sisanya 17,17 persen adalah biaya tidak tunai. Dari angka tersebut dapat dianalisis bahwa untuk usaha sistem mina padi, korbanan biaya tunainya lebih sedikit untuk mendapatkan penerimaannya. Untuk sistem mina padi bahkan hampir 50 persen biaya tidak tunai adalah bagian dari biaya total. Hal ini dikarenakan oleh petani yang tidak mampu menyewa tenaga kerja luar keluarga sehingga mengusahakan tenaga kerja dalam keluarga, belum lagi pendapatan mina padi yang berasal dari ikan yang sebagian besar berasal dari benih yang dibuat sendiri dan mendapat pakan alami langsung dari biota di sawah dan dedak dari hasil penggilingan hasil panen sebelumnya. Sedangkan untuk sistem non mina padi, membutuhkan korbanan biaya tunai yang lebih besar bahkan hampir mendekati 100 persen. Kedua sistem tersebut biaya tunainya lebih besar dari biaya tidak tunainya. Untuk itu memerlukan modal yang cukup untuk menjalankan usaha padi sawah ini terutama sistem non mina padi. Jika tidak memiliki modal untuk usaha padi sawah baik itu mina padi maupun non mina padi, petani dapat memilih sistem ngepak untuk tenaga kerja dan sakap untuk lahan yang bukan milik sendiri. Sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dibayar nantinya pada saat panen dengan natura. Namun untuk korbanan biaya pada Lampiran 4 dan Lampiran 5 dapat dianalisis bahwa biaya untuk lahan sakap dan tenaga kerja luar keluarga untuk kedua sistem ini berpartisipasi paling besar untuk menyumbang biaya dari persentase biaya tunai. Untuk mina padi 18,01 persen TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga) dan 14,74 persen untuk biaya sakap. Untuk sistem non mina padi bahkan lebih besar sekitar 31,49 untuk biaya TKLK dan 18,42 persen untuk biaya sakap. Dari hal tersebut diatas dapat dianalisis bahwa sistem sakap dapat membantu petani yang kekurangan modal

112

namun petani sulit berkembang jika mengandalkan sistem ini karena biayanya sangat besar.

a.

Biaya Benih Untuk sistem non mina padi, rata-rata benih yang dipakai sekitar 53,45

Kg/Ha untuk satu musim tanam. 41,67 Kg/Ha merupakan volume benih yang dikeluarkan lewat biaya tunai dan sisanya 11,78 Kg/Ha lewat biaya diperhitungkan. Sedangkan untuk sistem mina padi, rata-rata benih yang dipakai sekitar 46,54 Kg/Ha untuk satu musim tanam dengan perbandingan volume 39,16 Kg/Ha lewat biaya tunai dan sisanya 7,38 Kg/Ha lewat biaya tidak tunai. Tabel 11 dapat dilihat bahwa jumlah biaya benih padi untuk non mina padi lebih besar bila dibandingkan dengan yang mina padi. Namun dari persentase dari biaya total rata-rata, persentase penggunaan biaya yang dikeluarkan untuk benih padi sistem mina padi lebih besar yaitu senilai 4,31 persen lewat biaya tunai dan 0,57 persen lewat biaya tidak tunai, sedangkan non mina padi senilai 3,83 persen lewat biaya tunai dan 1,06 persen lewat biaya tidak tunai. Tabel 11. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Benih Padi Biaya Mina Padi Non Mina Padi Biaya Persentase Biaya Persentase Rata-rata (%) Rata-rata (%) (Rp) (Rp) Biaya Tunai 303.531,59 4,31 226.967,57 3,83 Biaya Tidak Tunai 39.882,35 0,57 62.533,33 1,06 Jumlah 343.413,94 4,88 289.500,9 4,89

Jika diperhatikan dalam volume total per satuan hektar akan nampak bahwa sistem non mina padi menggunakan volume benih padi yang lebih besar

113

sekitar 53,45 Kg/Ha-nya dibanding mina padi yang hanya 41,67 Kg/Ha. Hal ini juga dapat meningkatkan biaya tunai dan tidak tunai non mina padi untuk benih padi. Meskipun volume benih padi sistem non mina padi lebih besar, namun biaya yang dikeluarkan tetap lebih kecil karena 11,78 Kg/Ha-nya berasal dari benih yang dibuat sendiri yang harganya relatif lebih murah dari benih yang tersedia ditoko

b.

Biaya Pupuk Kimia Biaya yang digunakan untuk pupuk kimia seperti Urea dan TSP pada

umumnya sangat mendominasi khususnya bagi petani yang bermodal sedikit dan berlahan sempit. Karena biaya untuk tenaga kerja luar keluarga telah diganti dengan tenaga kerja dalam keluarga. Sementara pupuk kimia sangat sulit untuk diganti. Pupuk kandang dianggap masih belum dapat menyamai kekuatan pupuk kimia dalam mendongkrak produktivitas padi pada saat panen. Berdasarkan Tabel 9, jenis dan dosis yang digunakan petani masih belum sesuai dengan standar tanah umumnya yaitu menggunakan pupuk Urea, TSP atau SP-36, KCl dan ZA dengan dosis berturut-turut sebesar 200 kg, 150 kg dan 100 kg per hektar lahan per musim tanam. Sebagian besar petani responden menggunakan pupuk Urea dan TSP. Hanya sebagian kecil yang menggunakan KCl dan ZA. Menurut pendapat petani, Urea dan TSP sangat berpengaruh nyata bagi hasil produksi jika tidak digunakan. Sedangkan KCl dan ZA dianggap tidak terlalu berpengaruh, bahkan beberapa petani diantaranya beranggapan tidak melihat pengaruh apapun terhadap hasil produksi jika KCl dan ZA tidak

114

digunakan. Hal ini menurut petani berdasarkan pengalaman mereka selama bertahun-tahun dan dirasakan pula oleh petani-petani lain yang mengusahakan padi sawah. Untuk dosis yang digunakan, jika tingkat kesuburan tanah atau kelas tanahnya rendah, mereka pada umumnya meningkatkan dosis Urea dan TSP. Hal ini dinilai dapat mempengaruhi hasil produksi secara signifikan. Menurut petani, anjuran PPL tersebut hanya berlaku untuk tanah subur umumnya. Belum tentu dapat berlaku pada semua lahan seperti lahan mereka. Dari hal yang dikemukakan petani diatas dapat dianalisis bahwa penggunaan jenis dan dosis pupuk kimia di dua desa ini tergantung pada hasil atau produktivitas padi. Penggunaannya tidak mempedulikan dampak pada lahan atau keseimbangan ekosistem, namun yang terpenting hasil padi dapat meningkat agar penerimaan keluarga tani meningkat. Tabel 12. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kimia Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Pupuk Kimia Biaya Mina Padi Biaya Rata-rata (Rp) 792.571,68 Persentase (%) 11,25 Non Mina Padi Biaya Persentase Rata-rata (%) (Rp) 635.283,22 10,72

Biaya Tunai

Pupuk Urea berfluktuasi dikisaran Rp 65.000-70.000 per karungnya. Untuk satu karung terdiri dari 50 kg Urea. Jika petani yang memiliki lahan sempit akan membeli dengan cara eceran yakni per satuan kilo gram dan bukan satuan karung. Jika membeli dengan satuan kilo gram, harga pupuk akan menjadi lebih mahal dibandingkan jika pupuk dibeli dengan cara grosir. Harga eceran untuk dua desa ialah Rp 1500/ kg. Jika dikalikan, Rp 1500/kg dikali dengan 50 kg sama

115

dengan Rp 75.000. Ini berarti lebih mahal dari harga Urea tertinggi (yakni Rp 70.000). Tabel 12 dapat dilihat bahwa biaya rata-rata untuk mina padi lebih besar yakni sekitar Rp 792.571,68 dengan persentase 11,25 persen dibanding yang digunakan untuk biaya tunai untuk non mina padi yaitu sebesar Rp 635.283,22 untuk persentase 10,72 persen. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan pupuk kimia bagi lahan mina padi yang kontur tanahnya rata-rata lebih tinggi dari lahan non mina padi yang memiliki kelebihan irigasi yang melimpah dan stabil namun unsur haranya cenderung tercuci dan terbawa aliran irigasi ke lahan yang lebih rendah. Untuk itu, untuk mendongkrak produktivitas lahan mina padi membutuhkan konsumsi pupuk kimia yang terutama Urea dan TSP yang lebih banyak.

c.

Biaya Pupuk Kandang Pupuk kandang yang digunakan untuk areal persawahan pada umumnya

ialah kotoran kambing. Kotoran kambing dipercaya lebih bermanfaat dibanding kotoran yang lain. Ada pula yang beranggapan bahwa lebih nyaman atau terbiasa menggunakannya dibanding kotoran binatang yang lain. Untuk seluruh responden di dua desa ini pupuk kotoran kambing dihargai Rp 6000 per kilogramnya. Untuk petani yang berpengalaman dan telah memiliki banyak relasi dikampung atau di desa, biasanya mendapatkan pupuk ini dengan cuma-cuma dari petani yang memelihara kambing dirumah. Hal ini biasanya dibarengi dengan pemberian dedak oleh petani sawah atau sekam ke petani tersebut dahulunya. Hubungan tenggang rasa dan saling membantu masih sangat terasa di dua desa ini.

116

Hal ini dapat meningkatkan Biaya Tidak Tunai (Biaya Diperhitungkan) dalam perhitungan usahatani padi sawah untuk dua desa ini.

d.

Biaya Pestisida Seluruh pestisida yang dipakai oleh petani merupakan pestisida kimia dan

dibeli ditoko atau desa setempat. Hal ini berarti seluruh pengeluaran untuk pestisida merupakan biaya tunai. Tabel 10 dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pestisida bagi sistem mina padi lebih besar bila dibandingkan yang digunakan sistem non mina padi untuk rata-rata lahan per hektarnya. Karena penyemprotan pada sistem mina padi relatif terlambat, sehingga penyakit telah menyebar luas dan menguat di sawah. Membutuhkan korbanan biaya yang lebih besar jika petani terlambat melakukan penyemprotan disawah.

e.

Tenaga Kerja Ternak Tenaga kerja ternak yang digunakan di dua desa ini ialah tenaga kerbau.

Harga tenaga kerbau dihitung berdasarkan satuan hari kerja (8 jam). Perharinya tenaga kerbau dihargai Rp 40.000. Harga tersebut sudah termasuk tenaga kerja pria yang mengendarainya beserta bajak yang menariknya. Terkadang satu bajak ditarik oleh satu hingga dua kerbau, tergantung besar kecilnya kerbau. Harga tenaga kerbau tetap sama meskipun ditarik oleh dua kerbau. Kerbau dihargai berdasarkan kualitas kerjanya dan bukan jumlah atau banyaknya. Umumnya kerbau semakin besar kerbau, semakin kuat kerbau tersebut menarik bajak. Namun hal ini tidak selamanya, pawang atau petani pemilik kerbau tersebut sudah mengetahui kapasitas masing-masing kerbaunya.

117

f.

Tenaga Kerja Mesin Tenaga kerja mesin yang digunakan di dua desa ini adalah mesin jenis

traktor. Dihargai Rp 50.000 perharinya, karena dianggap kerja traktor terkadang lebih cepat dibandingkan kerbau. Namun dari kedua tenaga tersebut hasilnya dianggap hampir sama. Traktor dan bajak dianggap mampu membelah tanah dan membaliknya dari permukaan tanah ke bagian bawah dan sebaliknya. Merupakan pekerjaan yang sulit untuk dilakukan dengan cangkul atau tenaga manusia. Harga tersebut sudah termasuk harga tenaga kerja pria yang mengendarainya. Pada umumnya petani di dua desa ini selalu menyediakan minimal sepiring nasi dan segelas air putih untuk pekerja yang mengendarai traktor atau bajak. Belas kasihan dan rasa kemanusiaan mendorong semua petani responden yang hampir semua menggunakan salah satu atau kedua tenaga ini dalam mengolah lahan sawahnya. Menurut mereka, sangat tidak manusiawi jika membiarkan seseorang bekerja dengan sedemikian hebatnya dari pagi hingga petang tanpa memberi makan dan minum meskipun telah diberi upah. Petani dalam kondisi sesulit apapun selalu berusaha membagi makanan dan minuman yang akan mereka konsumsi kepada buruh yang bekerja pada mereka. Bukan hanya sepiring nasi dan segelas air putih, untuk petani kaya atau berlahan luas, biasanya menyediakan rokok pada saat istirahat tiba meskipun semua hal tersebut tidaklah wajib. Diharapkan sebatang rokok tersebut dapat membuat semangatnya bangkit kembali dan mengakhiri pekerjaan dengan baik. Hal ini terkadang tidak dihitung oleh petani, sehingga biaya tunai untuk makan dan rokok sulit untuk dihitung dalam satuan uang karena nilainya tidak pernah diperhitungkan.

118

g.

Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja luar keluarga sangat mudah didapat di dua desa ini. Begitu

banyak angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan di dua desa ini khususnya untuk Kecamatan Tenjolaya. Angka kemiskinan sangat tinggi menyebabkan harga buruh perhari berada dikisaran Rp 12.000 hingga Rp 25.000 perhari (1HOK) untuk tenaga kerja pria dan pekerja wanita dihargai Rp 7.000 hingga Rp 20.000 per harinya (0,8 HOK). Kisaran tersebut merupakan kisaran rata-rata yang sering digunakan oleh petani. Pembayaran standar untuk satu HOK buruh laki-laki untuk dua desa ini adalah Rp 13.000. Petani cenderung menaikkan harga sesuai dengan standar pembayaran yang pantas menurut masing-masing petani. Bahkan satu orang petani responden berani membayar buruh per orang Rp 30.000 (saat panen) karena hati nuraninya berkata itu adalah harga yang pantas bagi seorang buruh seharusnya (belum termasuk makanan dan rokoknya). Jika dianalisis perbedaan harga antar petani tersebut disebabkan oleh perbedaan perasaan petani terhadap buruh yang dipekerjakan. Hati nurani lebih banyak menentukan tingginya upah buruh dibanding pikiran petani responden tentang hasil kerja buruh. Hal tersebut sulit untuk dijelaskan secara ilmiah karena rasa iba atau belas kasihan dapat disebabkan oleh banyak faktor. Bagi seluruh petani responden tenaga pada saat pemanenan merupakan tenaga buruh termahal untuk seluruh proses usahatani padi sawah. Perbedaan harga antar proses usahatani padi sawah (penanaman, pengolahan lahan, penyiangan, dll) untuk satu orang petani berdasarkan tingkat kesulitan kerja. Dan ini terjadi untuk seluruh petani responden yang menggunakan tenaga kerja luar

119

keluarga yang dibayar dengan uang. Pemanenan dianggap membutuhkan pengerjaan yang cepat dan sigap. Lamanya sekitar dua hingga tiga hari, tergantung luas lahan yang dimiliki. Meskipun hal tersebut dilakukan oleh petani yang sama. Pembayaran buruh atau tenaga kerja luar keluarga terdiri dari dua cara yakni dengan natura (hasil panen berupa gabah basah) atau dengan uang. Pembayaran dengan sistem natura atau ngepak merupakan perjanjian terikat (berlangsung dari tahun ke tahun) dengan sistem pembayaran 20 persen dari seluruh hasil panen yang didapat. Sedangkan buruh yang dibayar dengan uang sifatnya tidak terikat atau dapat diganti individunya sewaktu-waktu. Jika hasil panen melimpah, maka upah yang didapat oleh tenaga ngepak pun melimpah. Sedangkan jika buruh yang dibayar dengan uang tunai, memiliki upah per HOK yang cenderung lebih stabil dibandingkan dengan buruh ngepak. Bagi usahatani non mina padi upah pria dengan uang berada dikisaran Rp12.500-Rp 30.000/HOK. Sedangkan untuk tenaga pria yang dibayar dalam bentuk natura yakni gabah basah setelah panen dan dikonversi dalam nilai rupiah berada dikisaran Rp 11.647,06Rp 105.882,35 /HOK. Dari nilai tersebut dapat dianalisis bahwa rentang harga untuk upah pria yang dibayar dengan uang lebih stabil dan dekat jangkauannya dibanding sistem ngepak. Sedangkan rentang upah buruh pria yang dibayar dengan uang dengan sistem mina padi berada dikisaran Rp 13.500-Rp 15.000/HOK sedangkan dengan natura berkisar antara Rp 8.928,57-Rp19.090,91/HOK. Karena usahatani mina padi kurang produktivitas padinya, maka pembayaran upah Tenaga Kerja Pria

120

sistem natura adanya turun hingga jauh dibawah Rp 13.000 upah standar pria per HOK di dua desa ini hingga Rp 8.928,57/HOK jika dikonversi kesatuan rupiah. Tenaga Kerja Wanita non mina padi sistem pembayaran uang berada dikisaran Rp 8.750 - Rp 15.000/HOK sedang dengan natura Rp 11.647,06Rp105.882,35/HOK. Tenaga Kerja Wanita mina padi sistem pembayaran uang berada dikisaran Rp 8.750-Rp 25.000/HOK sedangkan untuk sistem pembayaran natura Rp 6.750-Rp 19.090,91/HOK. Angka minimum pembayaran per HOK dan tertinggi pembayaran selalu berada pada sistem natura baik untuk tenaga kerja pria maupun wanita. Sistem pembayaran buruh tani dengan upah uang jauh lebih stabil dibanding sistem natura. Ketidakpastian sistem natura dibarengi dengan beberapa kelebihan dan kelemahan lain bagi petani. Jika petani yang membayar dengan sistem natura baik mina padi maupun non mina padi, jika panennya melimpah maka tidak dapat menikmati hasil panen secara maksimal karena satu per lima dari total hasil panen diambil untuk membayar buruh tani. Namun jika terjadi kerugian seperti penanaman awal musim 2007 yang menyebabkan produktivitas menurun, petani tidak perlu terlalu berkecil hati karena tidak memerlukan biaya yang besar untuk membayar buruh tani terutama pada proses penanaman, penyiangan dan pemanenan yang terkait dengan sistem ini. Bahkan jika tidak memanen apapun, petani tidak perlu membayar apapun ke buruh meskipun mereka telah kerja pada waktu penanaman dan penyiangan. Pembayaran sistem natura, dapat mengurangi maksimalitas hasil pada saat panen namun lebih aman dan dapat mengurangi resiko kerugian pula. Sistem mina padi

121

yang menguntungkan namun beresiko dapat mengurangi resiko kerugian lewat biaya tenaga kerja dengan mengadopsi sistem pembayaran natura. Namun sekali mengadopsi sistem ini, akan terkait seterusnya dan sulit untuk diubah. Karena tingkat kekeluargaan di dua desa ini sangat tinggi, akan sulit melepaskan sistem ini bila ada hubungan keluarga antara petani dan buruh. Untuk petani yang ingin berkembang dan mandiri, sistem ngepak ini tidak cocok untuk diadopsi baik untuk sistem mina padi maupun non mina padi.

h.

Biaya Bagi Hasil Tabel 13 dapat dilihat bahwa biaya tunai untuk non mina padi lebih besar

yakni senilai Rp 1.090.955,82 dengan persentase 18,42 sebesar persen. Sedangkan untuk biaya tunai mina padi rata-rata lebih kecil sekitar Rp 1.038.392,16 dengan persentase sebesar 14,74 persen. Petani sakap yang merupakan responden mina padi terdiri dari enam (6) orang, sedangkan non mina padi hanya empat orang. Biaya yang dikeluarkan bagi petani non mina padi untuk biaya sakap lebih besar meskipun respondennya hanya empat orang karena pada umumnya panennya berhasil. Sebab biaya sakap diperoleh dari sebagian dari hasil panen padi. Sehingga semakin besar panennya, semakin banyak pula keuntungan yang akan diperoleh pemilik lahan sakap. Sebalik petani mina padi pada umumnya panen padinya sedikit, sehingga biaya yang harus dibayarkan bagi pemilik lahan sakap menjadi berkurang. Seharusnya biaya rata-rata mina padi dan non mina padi lebih besar dari yang ada pada tabel 13 karena biaya sakap berasal dari 50 persen gabah basah total yang dipanen oleh petani yang menggunakan sistem sakap. Namun, beberapa

122

dari pemilik lahan sakap bersedia menanggung sebagian dari biaya input seperti bibit, pestisida dan pupuk sehingga untuk menghindari perhitungan ganda, biaya yang ditanggung oleh pemilik lahan sakap telah dikurangkan ke total biaya sakap. Sehingga biaya yang benar-benar dikeluarkan telah tertera pada tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Biaya Bagi Hasil Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Bagi Hasil/Sakap Biaya Mina Padi Non Mina Padi Biaya RataPersentase Biaya RataPersentase rata (Rp) (%) rata (Rp) (%) Biaya Tunai 1.038.392,16 14,74 1.090.955,82 18,42

i.

Sewa Alat Pertanian Alat pertanian yang disewakan yang masuk dalam kategori penelitian ini

hanya alat semprotan saja. Bajak termasuk atau disewakan sepaket dengan tenaga kerja ternak yaitu kerbau. Sedangkan traktor sebagai salah satu alat pertanian digolongkan kedalam tenaga kerja mesin. Untuk itu alat pertanian yang disewakan dalam penelitian ini hanya satu macam yakni alat semprot. Penyewaan alat semprot relatif sangat murah, dengan harga yang berkisar Rp 2000-5000 per harinya untuk 1HOK.

j.

Pajak Lahan Pajak lahan didaerah penelitian yakni di Desa Tapos I dan Tapos II dan

untuk seluruh Kecamatan Tenjolaya dihargai Rp 14,00 /m2. Jumlah pajak lahan yang didapat berasal dari hasil perkalian antara luas lahan yang dimiliki dengan satuan pajak per meter perseginya. Pajak lahan dapat dilihat pada Lampiran 4.

123

Pajak lahan untuk sistem mina padi mengambil bagian sekitar 0,27 persen dari total biaya, sedangkan pajak lahan untuk sistem non mina padi mengambil bagian sekitar 0,45 persen dari total biaya. Kedua angka berbeda tergantung banyak tidaknya petani responden yang memiliki dan mengolah lahan sendiri. Sembilan diantara petani non mina padi memiliki lahan sendiri sedangkan petani mina padi hanya enam orang. Itu sebabnya mengapa persentase pajak lahan lebih besar pada responden non mina padi.

k.

Sewa lahan Lahan yang disewa oleh petani dihitung kedalam biaya tunai karena pada

umumnya lahan yang sudah di sewa telah dibayarkan tahun sebelumnya atau setahun bahkan beberapa tahun setelahnya dibayar dengan uang tunai. Sehingga, meskipun biaya yang dikeluarkan tidak tampak tapi telah dikeluarkan periode sebelumnya atau akan dikeluarkan dikemudian hari, namun tetap dihitung biaya tunai. Sewa lahan yang dikenakan hanya untuk satu musim tanam. Sewa lahan pada Lampiran 4 mengambil bagian sekitar 2,02 persen dari biaya total untuk sistem mina padi dan 5,35 persen dari non mina padi. Dari angka tersebut dapat dianalisis bahwa biaya yang dikeluarkan untuk sewa lahan non mina padi lebih besar bukan hanya karena responden untuk petani sewa pada sistem non mina padi lebih banyak yakni tiga orang sementara mina padi lebih sedikit yakni dua orang, Namun, perjanjian sewa lahan per hektarnya rata-rata untuk petani non mina padi memang lebih mahal dibanding petani mina padi. Hal ini tergantung kelas tanah yang disewa (kondisi lahan) dan kesepakatan dalam

124

perjanjian antara pemilik tanah yang menyewakan lahan dengan petani yang menyewanya.

7.2.2. Biaya Tidak Tunai Dalam analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian, biaya tidak tunai meliputi pajak lahan, sewa lahan, penyusutan alat pertanian, Tenaga Kerja Dalam Keluarga, benih yang dibuat sendiri, pupuk kandang, dan tenaga kerja ternak. Untuk sistem mina padi terdapat lebih kategori yakni benih ikan yang di buat sendiri dan pakan ikan yang berasal dari dedak padi hasil panen sebelumnya.

a.

Biaya Benih Padi Untuk sistem non mina padi, rata-rata benih yang dipakai sekitar 53,45

Kg/Ha untuk satu musim tanam. Dan 11,77 Kg/Ha merupakan volume benih yang dikeluarkan lewat biaya tidak tunai. Bila dibandingkan dengan biaya benih mina padi, biaya rata-rata dalam rupiah maupun persentase non mina padi lebih besar yaitu sebesar Rp 62.533,33 dan senilai 1,06 persen sedangkan persentase mina padi hanya senilai 0,57 persen dengan biaya rata-rata Rp 39.882,35. Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Benih Padi Mina Padi Non Mina Padi Biaya Biaya Rata- Persentase Biaya Rata- Persentase Biaya Tidak Tunai rata (Rp) (%) 39.882,35 0,57 rata (Rp) (%) 62.533,33 1,06

125

b.

Pakan Ikan dan Benih Ikan Pakan ikan dan benih ikan hanya dikeluarkan pada sistem mina padi

karena hanya pada sistem ini saja pakan ikan dibutuhkan. Sedangkan sistem non mina padi tidak membutuhkan pakan ikan dan benih ikan. Seluruh pakan ikan yang masuk ke biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan merupakan pakan ikan jenis dedak yang berasal dari hasil penggilingan gabah kering hasil panen musim tanam sebelumnya. Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Pakan ikan dan Benih Ikan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi Mina Padi Mina Padi Komoditi Biaya Tidak Tunai Biaya Tunai Biaya Rata-rata Persentase Biaya Rata-rata Persentase (Rp) (%) (Rp) (%) Benih ikan 57.555,56 0,82 73.218,30 1,04 Pakan ikan 533,33 0,01 35.133,33 0,50 Jumlah 58.088,89 0,83 108.351,63 1,54 Seluruh benih ikan yang masuk ke biaya diperhitungkan merupakan benih ikan mas yang ditelurkan dan dibudidayakan sendiri oleh petani padi sawah dan ditebar ke sawah bersama dengan padi. Jika benih ikan yang dibuat sendiri berupa telur atau larva, tidak diperhitungkan karena sulit untuk dinilai dengan materi atau uang. Benih ikan pada umumnya dijual dengan bentuk benih bukan dalam bentuk larva atau telur. Sehingga setiap benih ikan yang ditanam petani berupa larva atau telur dihitung nol rupiah. Dari 0,83 persen (0,82 persen dari benih ikan+ 0,01 dari pakan ikan) biaya tidak tunai dan 1,54 persen (1,04 persen dari benih ikan+ 0,50 dari pakan ikan) biaya tunai yang dikeluarkan untuk ikan pada sistem mina padi, menghasilkan penerimaan 16,26 persen untuk musim tanam rata-rata dan 26,60 persen untuk musim tanam awal tahun 2007. Dengan masuknya ikan di sawah,

126

dapat meningkatkan pendapatan petani. Sedangkan non mina padi penerimaannya hanya dari padi. Benih ikan yang di panen sebagian besar berada pada golongan benih Belo yakni yang berukuran 3,0 - 5.0 cm dengan berat 3.0 - 5.0 g/ekor terutama yang ditanam pada saat telur ditetaskan yakni golongan Larva. Benih yang ditanam pada golongan Belo biasanya dipanen dengan ukuran 5.0-8.0 cm dengan berat 8,0- 10.0 g/ekor yang termasuk golongan benih Ngaramo.

c.

Pupuk Kandang Pupuk kandang pada sistem mina padi lebih besar rata-ratanya yakni

Rp1.125.490,20 atau sekitar 15,98 persen dibandingkan non mina padi yakni Rp10.666,67 dengan persentase 0,18 persen. Seluruh pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran kambing dan domba. Selain lebih menyuburkan, pupuk kambing dan domba lebih terbiasa di gunakan oleh petani di daerah penelitian. Pupuk kambing dan domba dibeli dengan harga Rp 6000 per kilogramnya. Karena mahal, petani di dua desa ini mencari ditempat atau desa lain yang harganya lebih murah bahkan jika perlu gratis. Tabel 16. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kandang Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Pupuk kandang Mina Padi Non Mina Padi Biaya Biaya RataPersentase Biaya Rata- Persentase rata (Rp) (%) rata (Rp) (%) Biaya Tunai 96.000,00 1,36 26.666,67 0,45 Biaya Tidak 1.125.490,20 15,98 10.666,67 0,18 Tunai Harga pupuk kandang di dua desa ini cenderung mahal karena umumnya kambing jarang dipelihara. Kalau pun petani memeliharanya, kotorannya

127

terkadang dirasa tidak mencukupi bagi kebutuhan sawah sendiri karena satu keluarga umumnya hanya memelihara satu atau dua ekor dipekarangan rumah dan tidak semua keluarga tani memeliharanya. Dari angka di atas dapat dilihat bahwa lahan untuk sistem mina padi bukan hanya mengoptimalkan pupuk kimia namun juga mengoptimalkan pupuk kandang untuk mendongkrak kesuburan tanah. Pada umumnya petani responden yang tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli pupuk kimia akan mengusahakan pupuk kandang yang umumnya didapat dengan gratis dari penduduk atau tetangga di sekitar rumahnya.

d.

Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa Tenaga Kerja Luar Keluarga lebih

besar rata-rata HOK yang dibutuhkan dibanding Tenaga Kerja Dalam Keluarga. Tenaga Kerja Luar Keluarga sekitar 107,1 HOK/Ha dari total HOK non mina padi yang dibutuhkan sekitar 163,67 HOK/Ha dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga adalah sisanya yakni sekitar 56,58 HOK/Ha. Untuk sistem mina padi, Tenaga Kerja Luar Keluarga sekitar 89,80 HOK/Ha dan Tenaga Kerja Dalam keluarga 109,70HOK/Ha untuk total rata-rata 199,5 HOK/Ha. Pada angka tersebut dapat dianalisis bahwa tenaga kerja untuk sistem mina padi total rata-ratanya lebih besar dibanding non mina padi. Hal ini terjadi karena adanya ikan disawah menyebabkan pemeliharaan dan pemanenan ikan menambah tenaga yang dikeluarkan disawah. Sedangkan untuk TKDK persentasenya sangat besar pada sistem mina padi karena pada umumnya lahan yang dimiliki oleh petani merupakan lahan-lahan sawah yang tidak seluas lahan non mina padi,

128

modal yang dimiliki pun lebih terbatas sehingga keluarga tani menggerakkan tenaga dengan lebih besar dan menggerakkan anggota keluarga yang sudah dewasa untuk turun kesawah guna memperkecil pengeluaran HOK untuk luar keluarga. Pada latar belakang pendidikan formal dapat kita lihat bahwa petani didua desa ini sebenarnya ingin meningkatkan pengalaman serta wawasan mereka lewat pendidikan formal. Namun keadaan disekeliling mereka, entah itu dari segi ekonomi maupun keluarga, tidak mendukung apa yang mereka cita-citakan. Bahkan salah seorang respoden yang sama sekali tidak ingin mejadi petani namun dipaksa oleh orang tuanya. Hal ini menjadi pengalaman berharga bagi sebagian besar keluarga tani di dua desa ini. Mereka tidak pernah memaksa anak-anak mereka untuk turun disawah membantu orang tuanya, karena menurut petani mereka tidak ingin membatasi hak anak-anak mereka seperti mereka diperlakukan dahulu. Tidak heran, tenaga kerja anak sangat rendah masuk dalam bagian HOK keseluruhan. Itu pun bukan paksaan dari orang tua, namun karena keterbatasan ekonomi keluarga baru yang merupakan tanggungannya sebagai seorang suami. Karena tenaga kerja anak yang membantu sudah cukup umur bahkan hampir semuanya telah berkeluarga, maka tenaganya digolongkan kedalam Tenaga Kerja Pria dan Tenaga Kerja Wanita (0,8 HOK). Pada tingkat pendidikan ini pula dapat kita lihat latar belakang mengapa usahatani di dua desa ini masih tergolong tradisional atau sederhana. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah, petani akan sulit menerima masukan secara teori dari PPL karena telah terbiasa dengan praktek dan pengalaman. Dengan

129

adanya pendidikan formal, dapat menyeimbangkan pengalaman yang sudah atau akan didapat nantinya dikemudian hari. Dalam dunia pertanian ke arah yang lebih maju, dibutuhkan perpaduan kombinasi informasi secara teori dan pengalaman yang seimbang untuk dijadikan bahan pertimbangan.

e.

Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan Penyusutan alat pertanian masuk kedalam biaya diperhitungkan karena

biaya peralatan pertanian maupun perikanan tidak dikeluarkan lagi, namun nilai barang yang sudah ada dihitung nilai penyusutannya. Nilai penyusutan yang dihitung dinilai hanya per satu musim tanam. Jangka waktu satu tahun dihitung tiga musim tanam. Karena menurut petani peralatan pertanian dan perikanan meskipun tidak digunakan dan tetap disimpan, nilainya cenderung berkurang seiring dengan waktu. Tabel 17. Rata-Rata Penggunaan Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan Mina Padi Non Mina Padi Biaya Biaya RataPersentase Biaya Rata- Persentase rata (Rp) (%) rata (Rp) (%) Jumlah 62.012,87 0,88 84.365,38 1,42 Tabel 17 dapat dianalisis bahwa nilai rata-rata biaya diperhitungkan dalam satuan rupiah dan persentase untuk sistem non mina padi lebih besar, karena pada penelitian ini peralatan pertanian yang dimiliki oleh petani responden non mina padi lebih lengkap sehingga meskipun penyusutan peralatannya lebih besar namun sewa alat pertanian seperti semprotan lebih kecil dibanding petani mina padi (Lampiran 4 dan lampiran5).

130

7.3.

Irigasi Pengairan atau irigasi adalah faktor yang sangat penting atau sangat

menentukan terlaksana atau tidaknya pengusahaan padi sawah (berbeda dengan padi gogo) secara umum dan sistem mina padi secara khususnya. Menurut persepsi petani, jika benih mahal atau habis terjual dipasaran, mereka dapat menggantinya dengan benih yang dibuat sendiri. Benih tersebut berasal dari gabah kering hasil panen sebelumnya. Demikian halnya dengan pupuk kimia, jika pupuk kimia mahal atau habis terjual, maka masih dapat diganti dengan dengan pupuk kandang meskipun produktivitasnya biasanya tidak sebaik jika menggunakan pupuk kimia. Demikian halnya dengan pestisida, tenaga kerja luar keluarga, dan sebagainya. Faktor-faktor produksi diatas hanya dapat mengurangi produktivitas padi sawah, namun irigasi sanggup mempengaruhi lebih dari pada itu. Irigasi dapat membuat petani jadi atau tidak melaksanakan penanaman padi sawah meskipun mereka memiliki lahan. Irigasi adalah faktor penting dan sangat mendasar setelah lahan dalam mempengaruhi luas penanaman padi sawah. Sedangkan faktor lainnya mempengaruhi luas panen padi sawah. Hal ini tentu saja berlaku pada petani-petani padi sawah yang terbiasa menggunakan irigasi yang tidak bergantung pada curah hujan. Irigasi merupakan faktor penting namun sederhana dalam penanaman padi sawah maupun dalam sistem mina padi. Jika air di sawah tiba-tiba kering, padi dapat bertahan seharian dilahan karena tanah yang lembab masih dapat diserap persediaan airnya oleh akar tanaman padi. Namun lain halnya dengan ikan yang sangat bergantung pernapasannya pada oksigen yang terdapat di air. Karena

131

habitat hidupnya di air, ikan (umumnya ikan mas) pada sistem mina padi membutuhkan air yang stabil atau konsisten selalu ada. Didesa ini irigasinya tidak tergantung pada curah hujan atau cuaca, namun pada mata air dan sungai yang mengalir di Desa Tapos I dan Tapos II. Sehingga, petani dengan leluasa menentukan pola tanam padi sawah mulai dari satu hingga tiga kali dalam setahun. Namun pada umumnya bagi petani di dua desa ini, penanaman padi dua kali dalam setahun. Hal ini pada umumnya kurang diperhatikan oleh pemerintah. Untuk lokasi-lokasi persawahan yang suplai airnya baik dan tidak mengandalkan hujan, pemerintah dapat memaksimalkan produksi padi hingga dua kali dalam setahun agar tanah tetap terjaga keseimbangan kesuburan dan teksturnya. Luas penanaman padi dapat dimaksimalkan dengan pembangunan atau perbaikan bendungan, saluran irigasi dan peningkatan manajemen sumber air. Irigasi yang berasal dari sungai dan mata air dapat dimaksimalkan penggunaan dan pengaturannya. Sehingga, semakin banyak petani yang dapat menikmatinya, semakin luas pula penanaman padi di daerah tersebut. Diharapkan semakin besar pula produksi padi yang dihasilkan dan ketahanan pangan bagi rakyat dapat tercapai. Namun seiring dengan perkembangan waktu, pembangunan-pembangunan didesa kian marak apalagi jika pemilik tanah yang baru merupakan pendatang yang tidak memperdulikan lingkungan sekitar. Pemilik tanah tersebut dapat membangun sesuka hati tanpa memperhatikan tanah tersebut merupakan aliran irigasi yang strategis bagi petani atau tidak.

132

7.4.

Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam

jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total padi dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Untuk sistem non mina padi, penerimaan yang masuk hanya berupa penerimaan dari produksi padi saja. Namun untuk sistem mina padi penerimaan yang masuk ke keluarga tani berupa penerimaan dari produksi padi sekaligus produksi ikan. Pengukuran penerimaan pada penelitian ini didasarkan pada hasil produksi musim tanam pertama (sekitar bulan Januari-April) untuk tahun 2007. Sedangkan biaya dihitung berdasarkan harga yang berlaku dipasar. Pada saat itu daerah penelitian seluruh areal persawahannya terserang hama merah hingga kedesa berikutnya. Penerimaan yang didapat oleh seluruh petani responden saat itu menurun dibandingkan panen-panen sebelumnya. Dalam keadaan ini sistem mina padi penerimaannya akan dibandingkan dengan sistem non mina padi. Penerimaan sistem mina padi terdiri dari dua musim yakni musim tanam rata-rata untuk setiap tahunnya dan untuk satu musim tanam awal tahun 2007. Demikian pula halnya dengan penerimaan sistem non mina padi. Kemampuan pestisida kimia saat ini dianggap masih mampu

menanggulangi hama dan penyakit pada saat musim tanam tersebut terbukti dengan penurunan produktivitas lahan non mina padi dari 5,72 Ton/Ha menjadi 4,85 Ton/Ha setelah terserang penyakit. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas padi sekitar 0,50 ton/Ha pada saat terkena penyakit. Pestisida kimia masih mampu menjaga produktivitas padi mendekati

133

produktivitas rata-rata tiap musim tanam didaerah penelitian untuk masing-masing petani angka petani. Penurunan produktivitas mina padi dari 5,63 ton/Ha menjadi 3,02 ton/Ha disebabkan oleh dilema yang dihadapi oleh petani mina padi didaerah penelitian. Jika penyemprotan dilakukan secepatnya pada saat padi diketahui telah terserang penyakit atau pada saat penyakit mulai mewabah dari petak yang satu ke petak yang lain, petani enggan untuk langsung menyemprot karena benih ikan belum siap untuk dipanen. Penurunan produktivitas mempengaruhi penerimaan secara langsung. Penerimaan mina padi untuk musim tanam rata-rata dari produktivitas padi sebesar Rp 10.142.666,67 turun menjadi Rp 5.434.901,96 untuk rata-rata petani responden. Sedangkan untuk non mina padi penerimaannya turun dari Rp 10.299.468,97 menjadi Rp 8.722.928,21 untuk rata-rata petani responden per hektarnya. Penurunan penerimaan tersebut karena menurunnya produktivitas lahan. Untuk sistem non mina padi terjadi penurunan yang cukup besar untuk rata-rata tiap petani yakni sekitar Rp 1.576.540,76. Namun untuk lahan mina padi terjadi penurunan yang lebih drastis yakni sekitar Rp 4.707.764,71 untuk rata-rata tiap petani. Untung saja penurunan penerimaan tersebut dihibur dengan penerimaan ikan sebesar Rp 1.969.858,30. Namun penerimaan dari ikan tidak sebanding dengan penurunan penerimaan dari padi. Untuk itu, ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh petani mina padi meskipun usaha ini tetap menguntungkan.

134

Penyemprotan harus dilakukan dengan cara menyurutkan air sawah agar batang bawah yang selama ini terendam dapat tersentuh oleh pestisida kimia dan hama yang berada di air dapat mati. Jika tidak langsung disemprot, hama akan semakin menyebar dan menurunkan produktivitas padi. Petani dalam hal ini harus memilih salah satu alternatif usaha yang harus diselamatkan. Keterlambatan penyemprotan menyebabkan produksi padi di awal tahun 2007 untuk petani mina padi turun drastis.

7.5.

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pendapatan merupakan balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi

lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menentukan pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani padi sawah. Pendapatan usahatani padi sawah merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, dengan demikian dapat dilihat sejauh mana peranan usahatani padi sawah dan sejauh mana peranan usahatani sistem mina padi terhadap pendapatan keluarga tani di daerah penelitian. Analisis ini terdiri dari struktur biaya dan penerimaan usahatani padi sawah. Selain itu, dengan analisis ini dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Hasil perhitungan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pendapatan mina padi atas biaya tunai untuk musim tanam rata-rata senilai Rp 7.917.265,01 lebih besar dibanding musim tanam awal tahun 2007 senilai Rp 3.209.500,31. Sedangkan untuk sistem non mina padi pendapatan atas biaya tunainya lebih besar pada saat musim tanam rata-rata dibanding musim

135

tanam awal tahun 2007. Dan pendapatan mina padi atas biaya tunai dan biaya total lebih besar dari non mina padi pada saat musim tanam rata-rata. Namun pada saat terserang penyakit menjadi lebih rendah dari pendapatan sistem non mina padi. Rendahnya pendapatan mina padi pada musim tanam awal tahun 2007 karena seluruh sawah terserang penyakit. Namun dalam hal ini sistem non mina padi lebih mudah untuk di atasi. Adanya penyakit yang menyerang persawahan tidak dapat ditanggulangi oleh keberadaan ikan. Tabel 18. Rata-Rata Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Penerimaan Usahatani Padi (Rp) Biaya Mina Padi Non Mina Padi Tidak Kena Kena Tidak Kena Kena Penyakit Penyakit Penyakit Penyakit Atas Biaya Tunai 7.917.265,01 3.209.500,31 5.393.098,12 3.816.557,36 Atas Biaya Total 5.069.663,91 361.899,20 4.375.727,33 2.799.186,57

Hama wereng dan penggerek batang yang sering menyerang tanaman padi, merupakan makanan kesukaan ikan di sawah. Musim tanam kali ini, sawah serentak diserang hama merah. Yang kemungkinan besar berupa penyakit yang berasal dari virus yang menyebar lewat irigasi. Dari berbagai penelitian tentang mina padi, sistem mina padi dinyatakan sangat menguntungkan sebab sebagian besar hama disawah dapat dimakan oleh ikan sebagai predator alami tanpa efek samping yang berarti. Adanya simbiosis mutualisme yang terjadi tersebut menyebabkan pengurangan biaya pakan ikan dan pestisida dibanding jika habitat hidupnya terpisah. Dan tidak memerlukan pengeluaran yang besar bagi pengusahaan ikan untuk penyediaan pakannya,

136

karena telah tersedia di sawah. Kondisi seperti ini (adanya penyakit) jarang terjadi dilapangan. Namun resiko tetap selalu ada bagi petani mina padi. Bahkan beberapa penyakit ada yang baru bermunculan dan semakin kuat seiring dengan perkembangan inovasi pestisida. Keterlambatan penyemprotan pada sistem usahatani mina padi dapat menurunkan produktivitas lahan sawah secara drastis dan mempengaruhi pendapatan dan penerimaan usahatani mina padi. Petani mina padi mengalami dilema, karena jika penyemprotan dilakukan dengan segera maka petani harus mengorbankan benih ikan, karena ikan belum cukup umur untuk dipanen. Penyemprotan harus dilakukan dengan cara menyurutkan air sawah agar batang bawah yang selama ini tergenang dapat tersemprot. Namun hal tersebut beresiko bagi kelangsungan hidup ikan. Sehingga ikan harus dipanen terlebih dahulu.

7.6.

Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah Jika di analisis R/C rasio atas biaya total untuk musim tanam awal tahun

2007(kena penyakit) pada usahatani non mina padi yaitu sebesar 1,65 yang artiannya bahwa setiap seratus rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani dapat dibayar dengan penerimaan total sebesar Rp 165,00. Sedangkan pada usahatani sistem mina padi untuk musim tanam awal tahun 2007, rasio penerimaan dengan biaya total sebesar 1,24 yang artinya bahwa setiap seratus rupiah biaya yang dikeluarkan dapat dibayar dengan penerimaan total sebesar Rp 124,00. Perbedaan nilai rasio pendapatan terhadap biaya total pada usahatani sistem non mina padi dengan usahatani sistem mina padi dapat dianalisis bahwa

137

nilai rasio sistem non mina padi lebih besar dibandingkan rasio mina padi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem non mina padi lebih menguntungkan atau lebih aman dalam keadaan terkena penyakit. Tabel 19. Rata-Rata Perbandingan Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Nilai R/C Mina Padi Non Mina Padi Biaya Kena Tidak Kena Tidak Penyakit Kena Penyakit Kena Penyakit Penyakit Atas Biaya Tunai 1,94 3,64 2,78 3,19 Atas Biaya Total 1,24 2,12 1,65 1,98

Dari angka diatas dapat dilihat bahwa nilai R/C sistem mina padi lebih tinggi baik atas biaya tunai maupun atas biaya total untuk keadaan rata-rata atau tidak terserang penyakit. Dari angka diatas dapat disimpulkan bahwa sistem mina padi jauh lebih menguntungkan namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi. Penerimaan sistem mina padi lebih rendah dibandingkan sistem non mina padi karena pada saat terserang penyakit produktivitas padi turun drastis jauh dari angka rata-rata yang petani dapatkan sambil mengusahakan mina padi. Namun dalam keadaan ini pun rasio penerimaan atas biaya total sistem mina padi masih tetap diatas satu. Yang artinya masih tetap menguntungkan meskipun tidak seuntung sistem non mina padi. Dalam keadaan normal sistem mina padi lebih untung dibandingkan sistem non mina padi. Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai R/C sistem mina padi pada musim tanam rata-rata pertahun lebih tinggi dibanding nilai R/C non mina padi dalam keadaan rata-rata. Sehingga petani dapat memilih jenis usaha yang

138

diinginkan berdasarkan karakteristik usaha. Mina padi lebih menguntungkan namun sekarang lebih beresiko, sedangkan non mina padi kurang menguntungkan namun lebih kurang resiko usahanya. Petani mina padi di dua desa ini umumnya memiliki sumber daya yang sangat mendukung keberlangsungan usaha tersebut. Mereka memiliki lahan sawah, kolam untuk induk ikan, irigasi yang lancar dan stabil dan tidak bergantung pada hujan dan tidak di pungut biaya, kemampuan menelurkan ikan, plankton dan cacing sebagai makanan ikan tersedia di sawah, didukung tingkat kematian ikan yang tinggi dikolam mendorong petani untuk mengusahakan ikan disawah. Semakin sumber daya dan keadaan ini tersedia bagi petani, semakin usaha ini diusahakan oleh petani di desa ini. Kestabilan irigasi merupakan dorongan sumber daya yang kuat bagi petani untuk melaksanakan sistem ini.

139

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. 1.

Kesimpulan Sistem usahatani padi sawah dengan metode mina padi di Desa Tapos I dan Tapos II secara umum hampir sama dengan sistem mina padi di daerah lain terutama di Jawa Barat. Namun usahatani mina padi di daerah ini masih tergolong ke mina padi pembibitan karena hasil panen usahatani mina padi ini cenderung dijadikan bibit bagi usaha perikanan lain di daerah ini. Jika irigasi tersedia melimpah, maka petani akan berusaha mengusahakan padi sawah minimal satu kali penanaman dalam setahun. Selain menurut petani untuk kebutuhan konsumsi dan dinilai menguntungkan, hal tersebut dapat menjaga keseimbangan dan kesuburan tanah. Dan jika air bukan hanya melimpah, namun stabil ketersediaannya, maka petani akan berusaha memelihara ikan di sawah. Menurut persepsi seluruh petani responden dan hasil analisis data, benih padi varietas IR64 dinilai memiliki karakteristik benih terbaik disawah karena memiliki produktivitas tertinggi, umur panen yang relatif lebih cepat, dan tahan terhadap serangan penyakit. Sedangkan benih padi varietas Ciherang menempati urutan kedua karena memiliki produktivitas terbanyak yang paling mendekati IR64, masa tanam yang relatif cepat bahkan hampir mendekati kecepatan IR64 dalam masa tanam dan memiliki keunggulan lebih tahan terhadap lebih banyak variasi serangan penyakit. Dengan berkonsentrasi pada kedua varietas ini, pemerintah dapat

140

meningkatkan kuantitas padi dengan masa tanam yang relatif lebih singkat sehingga pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras dan mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Jika penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan di masa yang akan datang terutama bagi penyediaan sumber karbohidrat dan protein hewani sekaligus. 2 Analisis pendapatan usahatani dapat dilihat bahwa petani mina padi pendapatan kotornya sebesar Rp 7.917.265,01 dan pendapatan bersihnya Rp 5.069.663,91 lebih besar dari petani non mina padi yang pendapatan kotornya sebesar Rp 5.393.098,12 dan pendapatan bersihnya RP 4.375.727,33. Dengan produktivitas yang lebih rendah sekalipun, sistem mina padi dapat lebih memaksimalkan pendapatan kotor dan bersih dari lahan sawah dibanding sistem non mina padi. Pendapatan kotor petani mina padi turun menjadi Rp 3.209.500,31 dan pendapatan bersih menjadi Rp 361.899,20. Sedangkan untuk petani non mina padi pendapatan kotornya turun menjadi Rp 3.816.557,36 dan pendapatan bersihnya menjadi Rp 2.799.186,57. Untuk kedua sistem pengusahaan padi terjadi penurunan. Namun untuk sistem mina padi penurunan pendapatan yang terjadi terlalu drastis dibanding non mina padi. Penurunan produktivitas mina padi dari 5,63 ton/Ha menjadi 3,02 ton/Ha menyebabkan pendapatan mina padi pun menurun. Hal ini disebabkan oleh dilema yang dihadapi oleh petani mina padi didaerah penelitian. Jika penyemprotan dilakukan secepatnya pada saat padi diketahui telah

141

terserang penyakit atau pada saat penyakit mulai mewabah dari petak yang satu ke petak yang lain, petani enggan untuk langsung menyemprot karena benih ikan belum siap untuk dipanen. 3. Pada saat tidak terserang penyakit nilai R/C petani sistem mina padi atas Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai 3,64 dan 2,12. Nilai tersebut lebih besar dari Nilai R/C sistem non mina padi atas Biaya Tunai dan Tidak Tunai yakni 3,19 dan 1,98. Namun pada saat terserang penyakit nilai R/C atas Biaya Tunai dan Tidak Tunai sistem mina padi 1.94 dan 1,24. Nilai tersebut lebih rendah dibanding sistem non mina padi 2,78 dan 1,65. Dari penelitian ini dapat dikaji bahwa bertambahnya faktor resiko yang muncul yang harus ditanggung petani yang mengusahakan sistem mina padi. Khususnya jika penyakit yang muncul tidak dapat diatasi oleh ikan. Jika ikan tidak dapat mengatasi hama dan penyakit di sawah, ikan akan menjadi penghalang petani untuk melakukan penyemprotan. Dalam kondisi tersebut, petani harus memilih salah satu alternalif usaha antara ikan atau padi. Jika petani berusaha mempertahankan keduanya, tetap melakukan penyemprotan tapi menunda-nunda waktunya, penyakit atau hama akan menyerang lebih kuat dan mempengaruhi produktivitas padi. Hal tersebut terjadi pada petani mina padi di Desa Tapos I dan Tapos II yang sebagian besar mempertahankan kedua usahanya. Meskipun pendapatan turun bahkan hampir setengahnya, namun pendapatan petani rata-rata atas biaya tunai maupun biaya total masih untung karena R/C masih diatas satu.

142

8.2. 1.

Saran Diharapkan pemerintah dapat terus berinovasi dengan meluncurkan bibit unggul dan pestisida yang ramah lingkungan dan dapat memenuhi kebutuhan petani padi sawah secara umumnya dan petani mina padi secara khususnya. Sehingga penggunaan pestisida dapat langsung di lakukan pada saat ikan masih berada di sawah atau aman bagi padi sekaligus ikan disawah.

2.

Dibutuhkan penelitian tentang budi daya ikan di sawah yang mendukung keberlangsungan usaha mina padi yang lebih aman dari resiko agar dapat meningkatkan pendapatan petani dan menstabilkan pendapatan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak terlena dengan kemajuan teknologi petanian yang sudah ada, sebab hama dan penyakit baru selalu muncul dan berevolusi seiring dengan penggunaan pestisida.

3.

Varietas Ciherang merupakan benih padi yang produktivitasnya paling mendekati IR64 namun lebih tahan untuk beberapa penyakit dibanding IR64. Jika petani memilih alternatif usaha mina padi, sebaiknya menggunakan varietas Ciherang sehingga dapat mengurangi kemungkinan resiko yang akan muncul atau ditanggung oleh petani.

4.

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pertaniannya diairi oleh irigasi yang tidak tergantung dari hujan, namun dari mata air gunung salak. Pengelolaan sumber daya air contohnya Manajemen Air Irigasi (Irrigation Water Management) seperti yang digalakkan IRRI sejak tahun 1983 dapat meningkatkan kemerataan fasilitas pertanian (irigasi) guna meningkatkan luas penanaman padi sawah dalam waktu dekat (guna

143

peningkatan produksi padi) dan mendukung sistem mina padi dalam jangka panjang (meningkatkan kesejahteraan petani dan memperbaiki ekologi lingkungan).

144

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2003a. Kecamatan Ciampea dalam Angka 2003, Katalog BPS 1403.3201, BPS, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2003b. Kecamatan Jonggol dalam Angka 2003, Katalog BPS 1403.3201, BPS, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2003c. Kecamatan Pamijahan dalam Angka 2003, Katalog BPS 1403.3201, BPS, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Kecamatan Tenjolaya dalam Angka 2004, Bappeda Bogor. Badan Pusat Statistik. 2006a. Statistik Indonesia (Statistical Yearbook of Indonesia) 2005/2006, Katalog BPS 1401, BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006b. Kabupaten Bogor dalam Angka 2006, Katalog BPS 1403.3201, BPS, Bogor. Barniati, Anis. 2007. Analisis Finansial Usaha Mina Padi pada Kelompok Tani Rukun Tani Mukti, Desa Arjasari, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Bumi Aksara, Jakarta. Djiwakusumah, Taspirin. 1980. Budi Daya Perikanan Air Tawar. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fagi, A.M; S. Suria Permana dan I. Syamsiah. 1991. Progress report rice-fish (Indonesia). PII, I. Institute for Food Corf. Sukamandi and Reseach Institute for Freshwater fisheries. Bogor. 74 p. FAO (Food and Agriculture Organization). 2005. Rice is Life (International Year of Rice 2004 and its Implementation). Rome (Italy), FAO. Handayani, Dewi Mutia. 2006. Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian, IPB. Hartono, Rudi. 2000.Analisis Pendapatan Usahatani Markisa dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus di Kecamatan Tinggimoncong,

145

Kabupaten Gowa, Privinsi Sulawesi Selatan). Skripsi. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Jangkaru, Zulkifli. 2002. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. PT Penebar Swadaya, Jakarta. IRRI (International Rice Research Institut). 1999. Rice: Hunger or Hope?. Philippines, IRRI. ________. 2001. Rice Research and Production in the 21st Century (Symposium Honoring Robert F. Chandler, Jr.). Manila (Philippines), IRRI Kay, Ronald D.,William M. Edwards dan Patricia A. Duffy. 2004. Farm Management. McGraw-Hill International Edition. Khairuman, dan Amri K. 2002. Budi Daya Ikan di Sawah. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Nugroho, Andreas Priyo. 2001. Analisis pendapatan Usahatani Apel Malang (Studi Kasus: Desa Bumiaji dan Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kotif Batu, Kabupaten Malang, Jatim). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Oka, M. A.; D. K. S. Swastika dan W. Sudana. 1992. Impact Assesment of RiceFish Farming System in Indonesia. CRIFC. AARD. Bogor. 42 p. Pariwara Berita IPB, September 2005, Hal 2, Ingat! kata Bung Karno. IPB. Porajouw, Oktavianus. 1990. Status Penguasaan Lahan dan Alokasi Sumberdaya pada Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Intitut Pertanian BogorUniversitas Sam Ratulangi. Prasetiyo, Y.T. 2002. Budi Daya Padi Sawah TOT (Tanpa Olah Tanah). Kanisius, Yogjakarta. Sari, Nina Tama. 2007. Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang Jakarta Timur. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Setiawan, Bonnie. 2003. Globalisasi Pertanian: Ancaman atas Kedaulatan Bangsa dan Kesejahteraan Petani. Institute for Global Justice, Jakarta. Setiawan, Deny. 1994. Indentifikasi Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap penerapan Teknologi dan Optimasi Pola Tanam pada Usahatani Mina Padi (Suatu Tinjauan Usahatani Mina Padi di Desa Ciasmara

146

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor-Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan, IPB. Siregar, Hadrian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Bogor. Soeharjo, A dan D Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi, A. Soeharjo, John L. Dillon dan J. Brian Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Perkembangan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta. Suharti, Desti. 2003. Kebiasaan Makanan, Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada Budi Daya Sistem Mina Padi di Cisaat, Sukabumi. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Sumiati, Iin. 2003. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani SLPHT dan non SLPHT di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Supriadiputra, Sudirman dan Ade Iwan Setiawan. 2005. Mina padi (Budi Daya Ikan Bersama Padi). Penebar Swadaya, Jakarta. Suryani, Erma. 2004. Pola Penguasaan Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usahatani Padi Sawah di Propinsi Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB. Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM-FEUI, Jakarta. Tjakrawiralaksana, Abbas dan Haji Muhamad Cuhaya Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta. Utomo, Muhajir dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta. Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

147

Lampiran 1. Peta Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jawa Barat

148

Lampiran 2. Peta Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

149

Lampiran 3. Peta Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

150

Lampiran 4. Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Mina Padi Musim Mina Padi Musim Tanam Rata-Rata Komponen Persentase Tanam Awal 2007 Persentase A. Penerimaan a. Padi 10,142,666.67 83.74 5,434,901.96 73.40 b. Ikan 1,969,858.30 16.26 1,969,858.30 26.60 Total Penerimaan 12,112,524.97 100.00 7,404,760.26 100.00

B. Biaya Tunai a. Benih Padi b. Pupuk Kimia c. Pestisida d. Benih Ikan e. Pakan Ikan f. Pupuk Kandang g. Tenaga Kerja Ternak h. Tenaga Kerja Mesin i. Tenaga Kerja Luar keluarga j. Biaya Transpor k. Biaya Sakap l. Sewa Semprotan m. Pajak Lahan n. Sewa Lahan Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai a. Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Benih Padi Buat Sendiri d. Pupuk Kandang e. Benih Ikan Buat sendiri f. Pakan ikan (Dedak, dll) Total Biaya Tidak Tunai D. Total Biaya E. Pendapatan atas Biaya Tunai F. Pendapatan atas Biaya Total G. Nilai R/C atas Biaya Tunai H. Nilai R/C atas Biaya Total

303,531.59 792,571.68 109,852.55 73,218.30 35,133.33 96,000.00 240,024.40 53,333.33 1,268,549.02 0.00 1,038,392.16 23,764.71 18,666.66 142,222.22 4,195,259.95

4.31 11.25 1.56 1.04 0.50 1.36 3.41 0.76 18.01 0.00 14.74 0.34 0.27 2.02 59.57

303,531.59 792,571.68 109,852.55 73,218.30 35,133.33 96,000.00 240,024.40 53,333.33 1,268,549.02 0.00 1,038,392.16 23,764.71 18,666.66 142,222.22 4,195,259.95

4.31 11.25 1.56 1.04 0.50 1.36 3.41 0.76 18.01 0.00 14.74 0.34 0.27 2.02 59.57

62,012.87 1,562,126.80 39,882.35 1,125,490.20 57,555.56 533.33 2,847,601.11 7,042,861.06 7,917,265.01 5,069,663.91 3.64 2.12

0.88 22.18 0.57 15.98 0.82 0.01 40.43 100.00

62,012.87 1,562,126.80 39,882.35 1,125,490.20 57,555.56 533.33 2,847,601.11 7,042,861.06 3,209,500.31 361,899.20 1.94 1.24

0.88 22.18 0.57 15.98 0.82 0.01 40.43 100.00

151

Lampiran 5. Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Non Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II

Komponen A. Penerimaan a. Padi Total Penerimaan

Non Mina Padi Musim Non Mina Padi Musim Tanam Rata-Rata Persentase Tanam Awal 2007 Persentase 10,299,468.97 10,299,468.97 100.00 100.00 8,722,928.21 8,722,928.21 100.00 100.00

B. Biaya Tunai a. Benih Padi b. Pupuk kimia c. Pupuk Kandang d. Pestisida e. Tenaga Kerja Ternak f. Tenaga Kerja Mesin g. Tenaga Kerja Luar keluarga h. Biaya Transpor i. Biaya Sakap j. Sewa Semprotan k. Pajak Lahan l. Sewa Lahan Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai a. Penyusutan Alat Pertanian b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Benih Padi Buat Sendiri d. Pupuk Kandang e. Tenaga kerja Ternak Total Biaya Tidak Tunai D. Total Biaya E. Pendapatan atas Biaya Tunai F. Pendapatan atas Biaya Total G. Nilai R/C atas Biaya Tunai H. Nilai R/C atas Biaya Total

226,967.57 635,283.22 26,666.67 89,195.59 352,952.38 238,959.60 1,865,285.01 27,777.78 1,090,955.82 8,733.33 26,422.24 317,171.65 4,906,370.85

3.83 10.72 0.45 1.51 5.96 4.03 31.49 0.47 18.42 0.15 0.45 5.35 82.83

226,967.57 635,283.22 26,666.67 89,195.59 352,952.38 238,959.60 1,865,285.01 27,777.78 1,090,955.82 8,733.33 26,422.24 317,171.65 4,906,370.85

3.83 10.72 0.45 1.51 5.96 4.03 31.49 0.47 18.42 0.15 0.45 5.35 82.83

84,365.38 814,825.49 62,533.33 10,666.67 44,979.92 1,017,370.79 5,923,741.63 5,393,098.12 4,375,727.33 3.19 1.98

1.42 13.76 1.06 0.18 0.76 17.17 100

84,365.38 814,825.49 62,533.33 10,666.67 44,979.92 1,017,370.79 5,923,741.63 3,816,557.36 2,799,186.57 2.78 1.65

1.42 13.76 1.06 0.18 0.76 17.17 100

152

Lampiran 6. Analisis HOK Tenaga Kerja Dalam dan Luar Keluarga Desa
No Responden Tenaga Kerja Luar Keluarga (Biaya Tunai) Pria Wanita Upah (Rp) Upah (Rp) (HOK) Uang (HOK) Natura (HOK) Uang (HOK) Natura 10.00 226,000.00 0.00 0.00 22.40 280,000.00 0.00 0.00 24.00 312,000.00 15.00 174,705.88 0.00 0.00 36.00 419,294.12 16.00 272,000.00 36.00 1,674,376.74 0.00 0.00 67.20 3,125,503.26 45.00 615,000.00 0.00 0.00 33.60 336,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.00 26,000.00 1.00 20,737.33 0.00 0.00 42.40 879,262.67 27.00 351,000.00 0.00 0.00 16.80 147,000.00 0.00 0.00 9.00 270,000.00 0.00 0.00 7.20 108,000.00 0.00 0.00 6.00 150,000.00 6.00 635,294.11 0.00 0.00 14.40 1,524,705.89 16.00 200,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 48.00 720,000.00 37.00 555,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 48.00 855,000.00 8.00 120,000.00 0.00 0.00 4.80 48,000.00 0.00 0.00 10.00 150,000.00 4.00 78,260.87 0.00 0.00 14.40 281,739.13 71.00 1,085,000.00 3.00 72,000.00 24.80 274,000.00 0.00 0.00 10.00 125,000.00 0.00 0.00 11.20 140,000.00 0.00 0.00 19.40 297,133.33 4.33 177,025.00 8.05 88,866.67 18.03 520,367.00 132.00 1,980,000.00 0.00 0.00 28.00 245,000.00 0.00 0.00 32.00 480,000.00 0.00 0.00 16.00 160,000.00 0.00 0.00 7.00 105,000.00 0.00 0.00 18.40 184,000.00 0.00 0.00 16.00 280,000.00 0.00 0.00 32.00 460,000.00 0.00 0.00 1.00 25,000.00 0.00 0.00 4.00 100,000.00 0.00 0.00 20.00 300,000.00 2.00 38,181.81 0.00 0.00 11.20 213,818.19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 10.00 135,000.00 0.00 0.00 11.20 140,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.00 108,000.00 17.00 340,000.00 0.00 0.00 11.20 160,000.00 0.00 0.00 27.00 405,000.00 14.00 125,000.00 0.00 0.00 11.20 100,000.00 6.00 110,000.00 0.00 0.00 12.80 180,000.00 0.00 0.00 36.00 540,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 38.40 288,000.00 3.00 60,000.00 0.00 0.00 11.20 170,000.00 0.00 0.00 20.47 317,333.33 1.07 10,878.79 9.65 119,933.33 5.12 47,321.21

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Non Mina Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi

153

Lanjutan Lampiran 6
Total HOK HOK Total HOK Pria Wanita HOK/Ha Luar Luar Luar Luar 32.40 10.00 22.40 92.57 75.00 39.00 36.00 200.00 119.20 52.00 67.20 59.60 78.60 45.00 33.60 94.70 0.00 0.00 0.00 0.00 45.40 3.00 42.40 113.50 43.80 27.00 16.80 219.00 16.20 9.00 7.20 54.00 26.40 12.00 14.40 44.00 64.00 16.00 48.00 102.40 85.00 37.00 48.00 123.64 12.80 8.00 4.80 102.40 28.40 14.00 14.40 75.73 98.80 74.00 24.80 112.91 21.20 10.00 11.20 212.00 49.81 23.73 26.08 107.10 160.00 132.00 28.00 256.00 48.00 32.00 16.00 96.00 25.40 7.00 18.40 67.73 48.00 16.00 32.00 48.00 5.00 1.00 4.00 40.00 33.20 22.00 11.20 184.44 0.00 0.00 0.00 0.00 21.20 10.00 11.20 124.71 0.00 0.00 0.00 0.00 16.00 0.00 16.00 64.00 28.20 17.00 11.20 82.94 52.20 41.00 11.20 139.20 18.80 6.00 12.80 50.13 74.40 36.00 38.40 99.20 14.20 3.00 11.20 94.67 36.31 21.53 14.77 89.80 Tenaga Kerja Luar Keluarga Upah /HOK Pria Wanita Uang Natura Uang Natura 22,600.00 0.00 12,500.00 0.00 13,000.00 11,647.06 0.00 11,647.06 17,000.00 46,510.47 0.00 46,510.47 13,666.67 0.00 10,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13,000.00 20,737.33 0.00 20,737.33 13,000.00 0.00 8,750.00 0.00 30,000.00 0.00 15,000.00 0.00 25,000.00 105,882.35 0.00 105,882.35 12,500.00 0.00 0.00 15,000.00 15,000.00 0.00 0.00 17,812.50 15,000.00 0.00 10,000.00 0.00 15,000.00 19,565.22 0.00 19,565.22 15,281.69 24,000.00 11,048.39 0.00 12,500.00 0.00 12,500.00 0.00 15,503.22 15,222.83 5,319.89 15,810.33 15,000.00 0.00 8,750.00 0.00 15,000.00 0.00 10,000.00 0.00 15,000.00 0.00 10,000.00 0.00 17,500.00 0.00 14,375.00 0.00 25,000.00 0.00 25,000.00 0.00 15,000.00 19,090.91 0.00 19,090.91 0.00 0.00 0.00 0.00 13,500.00 0.00 12,500.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6,750.00 20,000.00 0.00 14,285.71 0.00 15,000.00 8,928.57 0.00 8,928.57 18,333.33 0.00 14,062.50 0.00 15,000.00 0.00 0.00 7,500.00 20,000.00 0.00 15,178.57 0.00 13,622.22 1,867.97 8,276.79 2,817.97 Total HOK Dalam 11.60 15.00 3.00 20.00 10.80 9.00 3.00 13.00 13.00 7.00 15.00 12.80 27.00 0.00 8.00 11.21 7.00 13.20 12.00 38.60 13.00 19.80 17.80 20.00 61.20 10.60 19.00 17.00 15.00 18.00 44.00 21.75

154

Lampiran 7. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Produktifitas, Volume Bibit, Umur Panen d
No Responden Luas Tanah (m2) Produktifitas Lahan Bibit Musim Tanam Musim Tanam I Varietas Jumlah kg/ha/MT U (Ton) (Kg)/MT Rata-rata (Ton) 1.2 1 Ciherang 15.00 42.86 1.65 1.65 IR64 28.00 74.67 13.333 13.333 IR64 60.00 30.00 5 4.55 IR64 & Ciherang 50.00 60.24 0.2 0.2 IR64 2.00 66.67 2.5 2.5 IR64 10.00 25.00 1.2 0.6 Ciherang 17.00 85.00 2.5 2.5 IR64 20.00 66.67 6 6 Ciherang 30.00 50.00 3 2 IR64 25.00 40.00 3.125 2.375 IR64 25.00 36.36 0.5 0.5 IR64 10.00 80.00 1.5 1 Ciherang 15.00 40.00 5 5 Ciherang 30.00 34.29 0.5 0 Cibodas 7.00 70.00 53.45 3 2 Ciherang 60.00 96.00 2.5 2 IR64 20.00 40.00 1.5 1.5 Ciherang 20.00 53.33 7.5 3.7 Ciherang 35.00 35.00 0.4 0.35 Ciherang 5.00 40.00 1 0.7 Cibodas 10.00 55.56 0.4 0.1 Ciherang 4.00 66.67 1 0.7 Ciherang 7.5 44.12 1.3 0.5 IR64 5.00 33.33 2 0.3 Ciherang 12.50 50.00 1.4 1.4 IR64 15.00 44.12 1.6 0.625 IR64 10.00 26.67 1.6 1.2 Ciherang 15.00 40.00 3.2 0.8 IR64 30.00 40.00 1.25 0.5 IR64 5.00 33.33 46.54

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Non Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi

3500 3750 20000 8300 300 4000 2000 3000 6000 6250 6875 1250 3750 8750 1000 78725 6250 5000 3750 10000 1250 1800 600 1700 1500 2500 3400 3750 3750 7500 1500 54250

10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000

155

Lampiran 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pupuk Kimia yang Digunakan


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Lahan Pola Utama/Sampingan Luas lahan (m2)Padi (Mina/Non Mina) Tanam 3500 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 3750 Non Mina Padi Utama 1X 10,000 20000 Non Mina Padi Utama 1X 10,000 8300 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 300 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 4000 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 2000 Non Mina Padi Sampingan 1X 10,000 3000 Non Mina Padi Sampingan 3X 10,000 6000 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 6250 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 6875 Non Mina Padi Utama 1X 10,000 1250 Non Mina Padi Sampingan 1X 10,000 3750 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 8750 Non Mina Padi Utama 2X 10,000 1000 Non Mina Padi Utama 1X 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 6250 5000 3750 10000 1250 1800 600 1700 1500 2500 3400 3750 3750 7500 1500 Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Mina Padi Utama Utama Sampingan Utama Sampingan Utama Utama Utama Utama Utama Utama Utama Utama Utama Utama 2X 2X 2X 2X 1X 2X 3X 1X 2X 2X 2X 1X 2X 2X 2X Pengalaman bertanam padi (tahun) 20 20 30 40 15 17 1 2 25 40 19 23 30 15 30 57 23 43 30 5 30 8 16 20 20 27 30 20 50 40 Urea 50 100 800 200 10 65 50 50 100 100 100 75 50 250 25 2025 500 200 150 150 50 20 20 100 50 100 100 100 100 75 50 1765 TSP 50 50 200 200 0 65 50 0 50 100 50 25 50 50 25 965 150 50 50 150 50 10 5 25 50 50 50 25 50 75 50 840

156

Lampiran 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Penerimaan


No Produktifitas Lahan Musim Tanam Musim Tanam I 2007 (Ton) Rata-rata (Ton) 1.20 1.00 1.65 1.65 13.33 13.33 5.00 4.55 0.20 0.20 2.50 2.50 1.20 0.60 2.50 2.50 6.00 6.00 3.00 2.00 3.13 2.38 0.50 0.50 1.50 1.00 5.00 5.00 0.50 0.00 47.21 43.21 3.00 2.00 2.50 2.00 1.50 1.50 7.50 3.70 0.40 0.35 1.00 0.70 0.40 0.10 1.00 0.70 1.30 0.50 2.00 0.30 1.40 1.40 1.60 0.63 1.60 1.20 3.20 0.80 1.25 0.50 29.65 16.38 Harga Gabah Basah Musim Tanam Musim Tanam I (per satuan Kg) Rata-rata (Ton) 2007 (Ton) 1,800.00 2,160,000.00 1,800,000.00 1,800.00 2,970,000.00 2,970,000.00 1,800.00 23,999,400.00 23,999,400.00 1,800.00 9,000,000.00 8,190,000.00 1,800.00 360,000.00 360,000.00 1,800.00 4,500,000.00 4,500,000.00 1,800.00 2,160,000.00 1,080,000.00 1,800.00 4,500,000.00 4,500,000.00 1,800.00 10,800,000.00 10,800,000.00 1,800.00 5,400,000.00 3,600,000.00 1,800.00 5,625,000.00 4,275,000.00 1,800.00 900,000.00 900,000.00 1,800.00 2,700,000.00 1,800,000.00 1,800.00 9,000,000.00 9,000,000.00 1,800.00 900,000.00 0.00 84,974,400.00 77,774,400.00 1,800.00 5,400,000.00 3,600,000.00 1,800.00 4,500,000.00 3,600,000.00 1,800.00 2,700,000.00 2,700,000.00 1,800.00 13,500,000.00 6,660,000.00 1,800.00 720,000.00 630,000.00 1,800.00 1,800,000.00 1,260,000.00 1,800.00 720,000.00 180,000.00 1,800.00 1,800,000.00 1,260,000.00 1,800.00 2,340,000.00 900,000.00 1,800.00 3,600,000.00 540,000.00 1,800.00 2,520,000.00 2,520,000.00 1,800.00 2,880,000.00 1,125,000.00 1,800.00 2,880,000.00 2,160,000.00 1,800.00 5,760,000.00 1,440,000.00 1,800.00 2,250,000.00 900,000.00 53,370,000.00 29,475,000.00 Per Satu Gela

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00

131 40 70 10 30 3 40 10 165 30 50 40

157

Lampiran 10. Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007
Komponen 1 A. Penerimaan a. Padi Total Penerimaan 2 3 4 5 6 7 Petani Responden 8 9

5,142,857.14 7,920,000.00 11,999,700.00 5,142,857.14 7,920,000.00 11,999,700.00

9,867,469.88 12,000,000.00 11,250,000.00 9,867,469.88 12,000,000.00 11,250,000.00

5,400,000.00 15,000,000.00 18,000,000.00 5,76 5,400,000.00 15,000,000.00 18,000,000.00 5,76

B. Biaya Tunai a. Benih Padi b. Pupuk kimia c. Pupuk Kandang d. Pestisida e. Tenaga Kerja Ternak f. Tenaga Kerja Mesin g. Tenaga Kerja Luar keluarga h. Biaya Transpor i. Biaya Sakap j. Sewa Semprotan k. Pajak Lahan l. Sewa Lahan Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai a. Penyusutan Alat Pertanian b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Benih Padi Buat Sendiri d. Pupuk Kandang e. Tenaga kerja Ternak Total Biaya Tidak Tunai D. Total Biaya E. Pendapatan atas Biaya Tunai F. Pendapatan atas Biaya Total G. Nilai R/C atas Biaya Tunai H. Nilai R/C atas Biaya Total

222,857.14 651,428.57 0.00 108,571.43

480,000.00 394,666.67 0.00 133,333.33

150,000.00 1,080,000.00 0.00 70,000.00 0.00 1,250,000.00 2,544,440.00 0.00 2,400,000.00 0.00 23,000.33 0.00 7,517,440.33

602,409.64 722,891.57 0.00 146,987.95 0.00 0.00 1,145,783.13 0.00 5,084,337.35 0.00 0.00 0.00 7,702,409.64

0.00 500,000.00 0.00 233,333.33

135,000.00 440,000.00 0.00 42,500.00

255,000.00 1,260,000.00 0.00 120,000.00

400,000.00 248,333.33 400,000.00 90,000.00

270,000.00 483,333.33 0.00 60,000.00

31

285,714.29 853,333.33 0.00 0.00 1,445,714.29 2,416,000.00 0.00 66,666.67 0.00 0.00 0.00 0.00 46,666.66 46,666.67 0.00 0.00 2,760,952.37 4,390,666.67

0.00 0.00 0.00 275,000.00 0.00 2,315,000.00 0.00 150,000.00 0.00 0.00 0.00 10,000.00 46,666.67 0.00 0.00 833,333.33 780,000.00 4,200,833.33

1,500,000.00 0.00 0.00 32 0.00 666,666.67 1,000,000.00 2,490,000.00 1,260,000.00 3,850,000.00 1,47 0.00 0.00 200,000.00 0.00 0.00 7,200,000.00 75,000.00 0.00 0.00 46,666.65 46,666.67 0.00 4 0.00 0.00 0.00 5,746,666.65 3,111,666.67 13,063,333.33 2,14

73,730.14 428,571.43 0.00 0.00 0.00 502,301.57

47,284.53 520,000.00 0.00 0.00 0.00 567,284.53

33,511.94 25,500.00 0.00 0.00 0.00 59,011.94 7,576,452.27 4,482,259.67 4,423,247.73 1.60 1.58

13,699.76 741,000.00 301,204.82 4,566,666.67 0.00 360,000.00 0.00 0.00 674,698.80 0.00 989,603.37 5,667,666.67

34,245.00 292,500.00 0.00 0.00 0.00 326,745.00

0.00 31,944.43 195,000.00 1,300,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 195,000.00 1,331,944.43

41,666.67 541,666.67 0.00 0.00 0.00 583,333.33

2 14 20

36

3,263,253.94 4,957,951.20 2,381,904.77 3,529,333.33 1,879,603.20 2,962,048.80 1.86 1.58 1.80 1.60

8,692,013.01 6,447,666.67 4,527,578.33 2,165,060.24 11,220,000.00 7,049,166.68 1,175,456.87 5,552,333.33 6,722,421.68 1.28 1.14 15.38 1.86 2.68 2.48

5,941,666.65 4,443,611.10 13,646,666.67 2,50 -346,666.65 11,888,333.33 4,936,666.67 3,61 -541,666.65 10,556,388.90 4,353,333.33 3,25 0.94 0.91 4.82 3.38 1.38 1.32

158

Lampiran 11. Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata
Komponen 1 A. Penerimaan a. Padi Total Penerimaan 2 3 4 5 6 7 Petani Responden 8 9

6,171,428.57 7,920,000.00 11,999,700.00 10,843,373.49 12,000,000.00 11,250,000.00 10,800,000.00 15,000,000.00 18,000,000.00 8,64 6,171,428.57 7,920,000.00 11,999,700.00 10,843,373.49 12,000,000.00 11,250,000.00 10,800,000.00 15,000,000.00 18,000,000.00 8,64

B. Biaya Tunai a. Benih Padi b. Pupuk kimia c. Pupuk Kandang d. Pestisida e. Tenaga Kerja Ternak f. Tenaga Kerja Mesin g. Tenaga Kerja Luar keluarga h. Biaya Transpor i. Biaya Sakap j. Sewa Semprotan k. Pajak Lahan l. Sewa Lahan Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai a. Penyusutan Alat Pertanian b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Benih Padi Buat Sendiri d. Pupuk Kandang e. Tenaga kerja Ternak Total Biaya Tidak Tunai D. Total Biaya E. Pendapatan atas Biaya Tunai F. Pendapatan atas Biaya Total G. Nilai R/C atas Biaya Tunai H. Nilai R/C atas Biaya Total

222,857.14 651,428.57 0.00 108,571.43

480,000.00 394,666.67 0.00 133,333.33

150,000.00 1,080,000.00 0.00 70,000.00 0.00 1,250,000.00 2,544,440.00 0.00 2,400,000.00 0.00 23,000.33 0.00 7,517,440.33

602,409.64 722,891.57 0.00 146,987.95 0.00 0.00 1,145,783.13 0.00 5,084,337.35 0.00 0.00 0.00 7,702,409.64

0.00 500,000.00 0.00 233,333.33

135,000.00 440,000.00 0.00 42,500.00

255,000.00 1,260,000.00 0.00 120,000.00

400,000.00 248,333.33 400,000.00 90,000.00

270,000.00 483,333.33 0.00 60,000.00

31

285,714.29 853,333.33 0.00 0.00 1,445,714.29 2,416,000.00 0.00 66,666.67 0.00 0.00 0.00 0.00 46,666.66 46,666.67 0.00 0.00 2,760,952.37 4,390,666.67

0.00 0.00 0.00 275,000.00 0.00 2,315,000.00 0.00 150,000.00 0.00 0.00 0.00 10,000.00 46,666.67 0.00 0.00 833,333.33 780,000.00 4,200,833.33

1,500,000.00 0.00 0.00 32 0.00 666,666.67 1,000,000.00 2,490,000.00 1,260,000.00 3,850,000.00 1,47 0.00 0.00 200,000.00 0.00 0.00 7,200,000.00 75,000.00 0.00 0.00 46,666.65 46,666.67 0.00 4 0.00 0.00 0.00 5,746,666.65 3,111,666.67 13,063,333.33 2,14

73,730.14 428,571.43 0.00 0.00 0.00 502,301.57

47,284.53 520,000.00 0.00 0.00 0.00 567,284.53

33,511.94 25,500.00 0.00 0.00 0.00 59,011.94 7,576,452.27 4,482,259.67 4,423,247.73 1.60 1.58

13,699.76 741,000.00 301,204.82 4,566,666.67 0.00 360,000.00 0.00 0.00 674,698.80 0.00 989,603.37 5,667,666.67

34,245.00 292,500.00 0.00 0.00 0.00 326,745.00

0.00 31,944.43 195,000.00 1,300,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 195,000.00 1,331,944.43

41,666.67 541,666.67 0.00 0.00 0.00 583,333.33

2 14 20

36

3,263,253.94 4,957,951.20 3,410,476.20 3,529,333.33 2,908,174.63 2,962,048.80 2.24 1.89 1.80 1.60

8,692,013.01 6,447,666.67 4,527,578.33 3,140,963.86 11,220,000.00 7,049,166.68 2,151,360.48 5,552,333.33 6,722,421.68 1.41 1.25 15.38 1.86 2.68 2.48

5,941,666.65 4,443,611.10 13,646,666.67 2,50 5,053,333.35 11,888,333.33 4,936,666.67 6,49 4,858,333.35 10,556,388.90 4,353,333.33 6,13 1.88 1.82 4.82 3.38 1.38 1.32

159

Lampiran 12. Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007
Komponen A. Penerimaan a. Padi b. Ikan Total Penerimaan B. Biaya Tunai a. Benih Padi b. Pupuk Kimia c. Pestisida d. Benih Ikan e. Pakan Ikan f. Pupuk Kandang g. Tenaga Kerja Ternak h. Tenaga Kerja Mesin i. Tenaga Kerja Luar keluarga j. Biaya Transpor k. Biaya Sakap l. Sewa Semprotan m. Pajak Lahan n. Sewa Lahan Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai a. Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Benih Padi Buat Sendiri d. Pupuk Kandang e. Benih Ikan Buat sendiri f. Pakan ikan (Dedak, dll) Total Biaya Tidak Tunai D. Total Biaya E. Pendapatan atas Biaya Tunai F. Pendapatan atas Biaya Total G. Nilai R/C atas Biaya Tunai H. Nilai R/C atas Biaya Total 1 2 3 4 5 6 7 Petani Responden 8 9 6,000,000.00 3,200,000.00 9,200,000.00 2, 2,

5,760,000.00 7,200,000.00 7,200,000.00 6,660,000.00 5,040,000.00 7,000,000.00 1,781,600.00 680,000.00 266,666.67 700,000.00 800,000.00 3,333,333.33 7,541,600.00 7,880,000.00 7,466,666.67 7,360,000.00 5,840,000.00 10,333,333.33

3,000,000.00 7,411,764.71 500,000.00 8,823,529.41 3,500,000.00 16,235,294.12

480,000.00 160,000.00 373,333.33 245,000.00 280,000.00 1,424,000.00 376,000.00 760,000.00 813,000.00 1,160,000.00 147,200.00 25,000.00 80,000.00 75,000.00 240,000.00 112,000.00 0.00 133,333.33 0.00 0.00 108,000.00 195,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1,440,000.00 512,000.00 320,000.00 0.00 680,000.00 0.00 0.00 0.00 133,333.33 0.00 0.00 3,560,000.00 1,280,000.00 770,666.67 740,000.00 1,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,763,500.00 0.00 16,000.00 0.00 0.00 0.00 80,000.00 46,666.66 0.00 46,666.67 0.00 0.00 0.00 1,333,333.32 0.00 0.00 0.00 6,405,866.66 3,689,333.32 2,297,333.33 5,316,500.00 4,200,000.00

444,444.44 430,555.56 0.00 0.00 0.00 0.00 444,444.44 0.00 3,066,666.67 0.00 2,362,500.00 0.00 0.00 0.00 6,748,611.11

0.00 666,666.67 283,333.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 33,333.33 46,666.67 0.00 1,030,000.00

1,323,529.41 1,547,058.82 82,352.94 735,294.12 0.00 0.00 470,588.24 0.00 1,617,647.06 0.00 0.00 58,823.53 46,666.65 0.00 5,881,960.76

186,666.67 666,666.67 173,333.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3,000,000.00 0.00 0.00 0.00 4,026,666.67

1,

3,

22,080.00 168,000.00 0.00 0.00 0.00 8,000.00 198,080.00

36,622.20 364,000.00 0.00 0.00 30,000.00 0.00 430,622.20

187,561.89 480,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 667,561.89

35,444.40 80,000.00 54,629.44 575,000.00 2,600,000.00 1,583,333.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16,000,000.00 0.00 0.00 833,333.33 0.00 0.00 0.00 610,444.40 2,680,000.00 18,471,296.11

50,185.17 3,516,666.67 360,000.00 0.00 0.00 0.00 3,926,851.83 4,956,851.83

44,607.82 1,470,588.24 0.00 0.00 0.00 0.00 1,515,196.06 7,397,156.82

254,444.40 4,986,666.67 0.00 0.00 0.00 0.00 5,241,111.07 9,267,777.73 4,

6,603,946.66 4,119,955.52 2,964,895.23 5,926,944.40 6,880,000.00 25,219,907.22 1,135,733.34 4,190,666.68 5,169,333.33 2,043,500.00 1,640,000.00 3,584,722.22

2,470,000.00 10,353,333.35 8,838,137.29 2.76 2.19

5,173,333.33 -1, -67,777.73 -1, 2.28 0.99

937,653.34 3,760,044.48 4,501,771.44 1,433,055.60 -1,040,000.00 -14,886,573.89 -1,456,851.83 1.18 1.14 2.14 1.91 3.25 2.52 1.38 1.24 1.39 0.85 1.53 0.41 3.40 0.71

160

Lampiran 13. Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata
Komponen A. Penerimaan a. Padi b. Ikan Total Penerimaan B. Biaya Tunai a. Benih Padi b. Pupuk Kimia c. Pestisida d. Benih Ikan e. Pakan Ikan f. Pupuk Kandang g. Tenaga Kerja Ternak h. Tenaga Kerja Mesin i. Tenaga Kerja Luar keluarga j. Biaya Transpor k. Biaya Sakap l. Sewa Semprotan m. Pajak Lahan n. Sewa Lahan Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai a. Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga c. Benih Padi Buat Sendiri d. Pupuk Kandang e. Benih Ikan Buat sendiri f. Pakan ikan (Dedak, dll) Total Biaya Tidak Tunai D. Total Biaya E. Pendapatan atas Biaya Tunai F. Pendapatan atas Biaya Total G. Nilai R/C atas Biaya Tunai H. Nilai R/C atas Biaya Total 1 2 3 4 5 6 7 Petani Responden 8 9

8,640,000.00 9,000,000.00 7,200,000.00 13,500,000.00 5,760,000.00 10,000,000.00 12,000,000.00 10,588,235.29 15,600,000.00 14, 1,781,600.00 680,000.00 266,666.67 700,000.00 800,000.00 3,333,333.33 500,000.00 8,823,529.41 3,200,000.00 10,421,600.00 9,680,000.00 7,466,666.67 14,200,000.00 6,560,000.00 13,333,333.33 12,500,000.00 19,411,764.71 18,800,000.00 14,

480,000.00 160,000.00 373,333.33 245,000.00 280,000.00 1,424,000.00 376,000.00 760,000.00 813,000.00 1,160,000.00 147,200.00 25,000.00 80,000.00 75,000.00 240,000.00 112,000.00 0.00 133,333.33 0.00 0.00 108,000.00 195,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1,440,000.00 512,000.00 320,000.00 0.00 680,000.00 0.00 0.00 0.00 133,333.33 0.00 0.00 3,560,000.00 1,280,000.00 770,666.67 740,000.00 1,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,763,500.00 0.00 16,000.00 0.00 0.00 0.00 80,000.00 46,666.66 0.00 46,666.67 0.00 0.00 0.00 1,333,333.32 0.00 0.00 0.00 6,405,866.66 3,689,333.32 2,297,333.33 5,316,500.00 4,200,000.00

444,444.44 0.00 430,555.56 666,666.67 0.00 283,333.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 444,444.44 0.00 0.00 0.00 3,066,666.67 0.00 0.00 0.00 2,362,500.00 0.00 0.00 33,333.33 0.00 46,666.67 0.00 0.00 6,748,611.11 1,030,000.00

1,323,529.41 1,547,058.82 82,352.94 735,294.12 0.00 0.00 470,588.24 0.00 1,617,647.06 0.00 0.00 58,823.53 46,666.65 0.00 5,881,960.76

186,666.67 666,666.67 173,333.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3,000,000.00 0.00 0.00 0.00 4,026,666.67

1,

3,

22,080.00 168,000.00 0.00 0.00 0.00 8,000.00 198,080.00

36,622.20 364,000.00 0.00 0.00 30,000.00 0.00 430,622.20

187,561.89 480,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 667,561.89

35,444.40 80,000.00 54,629.44 50,185.17 575,000.00 2,600,000.00 1,583,333.33 3,516,666.67 0.00 0.00 0.00 360,000.00 0.00 0.00 16,000,000.00 0.00 0.00 0.00 833,333.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 610,444.40 2,680,000.00 18,471,296.11 3,926,851.83

44,607.82 1,470,588.24 0.00 0.00 0.00 0.00 1,515,196.06 7,397,156.82

254,444.40 4,986,666.67 0.00 0.00 0.00 0.00 5,241,111.07 9,267,777.73 4,

6,603,946.66 4,119,955.52 2,964,895.23 5,926,944.40 6,880,000.00 25,219,907.22 4,956,851.83 4,015,733.34 5,990,666.68 5,169,333.33 8,883,500.00 2,360,000.00 3,817,653.34 5,560,044.48 4,501,771.44 8,273,055.60 1.63 1.58 2.62 2.35 3.25 2.52 2.67 2.40

6,584,722.22 11,470,000.00 13,529,803.94 14,773,333.33 10, 9,532,222.27 10, 4.67 2.03

-320,000.00 -11,886,573.89 7,543,148.17 12,014,607.88 1.56 0.95 1.98 0.53 12.14 2.52 3.30 2.62

161

Lampiran 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Alasan Mengusahakan Mina Padi, dan Pola Tanam.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Umur (Tahun) 44 57 65 60 60 47 45 55 57 65 52 50 50 42 45 70 58 58 60 36 45 35 42 57 40 55 42 40 62 62 Pendidikan Smu SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) D2 D2 SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SR(2tahun) SD/SR(6tahun) Tidak Sekolah SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SR(3tahun) SD/SR(6tahun) Tidak Sekolah SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) SD/SR(6tahun) Status petani Pengalaman Alasan Mengusahakan Mina lahan bertanam Padi Milik 20 Milik 20 Milik 30 Milik & Sakap 40 Milik 15 Sewa 17 Milik 1 Milik 2 Sakap 25 Milik 40 Sewa 19 Sewa 23 Sakap 30 Milik 15 Milik 30 Milik Sewa Milik Sakap Gadai Sakap Milik Milik Sakap Sakap Sakap Sewa Sakap Milik Milik 57 23 43 30 5 30 8 16 20 20 27 30 20 50 40 Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Meningkatkan Kesuburan Tanah Kebiasaan Menguntungkan Hobby/ Menghilangkan Stres Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan Sistem Mina Pad

Pembesaran Pembesaran Pembesaran Pembibitan Pembibitan Pembesaran Pembibitan Pembesaran Pembibitan Pembibitan Pembesaran Pembibitan Pembibitan Pembibitan Pembibitan

162

Lampiran 15. Beberapa Jenis Rotifera (zooplankton) yang Hidup di Genangan Sawah

163

Lampiran 16. Beberapa Jenis Crustacea Kecil yang Hidup di Sawah

164

Lampiran 17. Koloni Tubifex tubifex dan Larva serta Kepompong Chironomidae

165

Lampiran 18. Beberapa Jenis Gulma Air di Sawah

166

Lampiran 19. Gambar Kamalir atau Parit Sawah Tampak Samping

167

Lampiran 20. Bentuk dan Jenis Kamalir yang Terdapat di Desa Tapos I dan Tapos II

168

Lampiran 21. Dokumentasi Penelitian

Aliran Kamalir Jenis Parit Keliling dan Parit Tengah di Sawah Mina Padi

Bentuk Kamalir yang Terdapat di Lokasi Penelitian Yakni Sebelah Kiri, Parit Keliling dan Parit Palang dan sebelah Kanan, Parit Keliling dan Parit Tengah

169

Kamalir Jenis Parit Keliling dan Parit Tengah

Pemanenan Ikan Mina Padi di Desa Tapos I

170

Running yang Merupakan Tempat Petani Ikan Membesarkan Benih Ikan Mas yang Sudah Besar dan Kuat

Dari Kiri ke Kanan, Kolam di Pekarangan Keluarga Tani Desa Tapos I dan Tapos II

Ikan Mas yang Telah di Besarkan di Kolam, Benihnya Berasal dari Mina Padi

171

Dari kiri ke kanan, Merupakan Kandang Kambing Keluarga Tani yang Terdapat di Samping Rumah yang Berlokasi di Tapos II dan Tapos I

Kondisi Padi Sawah di Lokasi Penelitian

Hamparan Sawah Dyang Dekat dengan Pemukiman Penduduk Sekitar

172

Hamparan Sawah di Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

Lokasi Penelitian Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

173

Lampiran 22. Kuesioner Penelitian Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos 1, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) oleh Gilda Vanessa Tiku (A14103111), mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. KUESIONER USAHATANI Nama Responden Alamat Responden : :

Tanggal Wawancara : A. Karakteristik Petani Responden 1. Jenis Kelamin 2. Umur 3. Pendidikan Formal a) SD/SR b) SLTP 4. Pendidikan Non Formal 5. Jumlah Anak : : :..........................Tahun c) SMU/sederajat d) Pendidikan Tinggi : . : ......... e)Lainnya :..

6. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam ustan : .. 7. Pekerjaan selain usahatani padi sawah Jenis Pekerjaan (Guru, PNS, Beternak, Berdagang) Waktu Kerja Jam/hari Hari/tahun Penerimaan Rp/bln Rp/ tahun Ket

No 1 2 3 4

174

B. Karakteristik Usahatani Padi Sawah 1. Pengalaman menanam padi sawah 2. Sifat usahatani padi sawah 3. Alasan mengusahakan padi sawah a. Karena menguntungkan b. Resikonya kurang c. Keharusan karena perjanjian sakap 4. Intensitas berusahatani padi sawah : ....(berapa kali tanam pertahun) 5. Menggunakan sistem mina padi atau Non mina padi 6. Mengapa menggunakan sistem Mina padi: a. Karena menguntungkan 7. Pola Tanam (penggunaan lahan) a. Padi Palawija - Padi b. Padi Padi - Palawija c. Padi - Mina Padi Palawija 8. Jenis dan Kualitas tanah/kontur 9. a. Luas lahan padi sawah b. Lainnya:........................... : d. Mina Padi Padi - Palawija e. Mina Padi - Mina Padi - Palawija f. Lainnya:..................................... : - kelas 1 - kelas 2 - kelas 3 - lainnya : ..tahun : Utama / Sampingan : d. Untuk Kebutuhan konsumsi e. Lainnya:............................

:.................Gedeng =....................m2

10. Status pengusahaan dan kepemilikan lahan (bisa lebih dari satu) a. Petani pemilik penggarap dengan luas areal sawah : ..............m2 b. Petani penyadap (bagi hasil) dengan luas areal sawah : ..m2 Biaya lahan........................ Sarana produksi yang ditanggung pemilik sakap :................................ .................................................................................................................. c. Petani penyewa dengan luas areal sawah :..........m2 Biaya lahan........................ 11. Permodalan Usaha : a. Modal Sendiri 12. Jika Modal pinjaman a. Sumber c. Bunga pinjaman : % : : : b. Modal Pinjaman :........%

b. Jangka waktu Pengembalian :

175

B. Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Mina Padi dan Non Mina Padi Pada N Harga Tempat Sarana Produksi o
Berapa kali/ Pada saat Satuan

Jumlah

(Rp/satuan)

Pembelian

Periode

Keterangan*

1 Benih/bibit a. Varietas. b. Varietas. 2 Pupuk Urea


Pada saat 1X 2X 3X

3 TSP
Pada saat 1X 2X 3X

4 Pupuk SP-36
Pada saat 1X 2X 3X

5 Pupuk KCl
Pada saat 1X 2X 3X

6 Pupuk NPK
Pada saat 1X 2X 3X

7 Pupuk ZA
Pada saat 1X 2X 3X

8 Pestisida/Desis
Pada saat 1X 2X 3X

9 Obat/Furadan
Pada saat 1X 2X 3X

1 Benih ikan 0 a. Jenis......... b. Jenis........ 1 Pakan ikan 1 1X


2X 1X
2X Pada saat Pada saat

1 ......................... 2
3X

*) aplikasi, jenis, produsen,dan alasan

176

C. Penggunaan Tenaga Kerja (dalam satu musim tanam) Jumlah Tenaga Kerja (JK) Jam Periode Mes Kerb Dalam Luar kerja/h in au Keluar Keluar ari ga ga L P A L P A 1. Persemai an 2. Persiapa n lahan

Tot al har i

Upah Natu (Rp/J ra K)

3. Penanam an 4. Penyula man 5. Penyiang an 6. Pemupu kan 7. Pemeliha raan/ Pengaira n 8. Pengend alian Hama & Penyakit 9. Pemanen an (pemotonga n Dan

177

perontokkan ) 10. Perawata n hasil (Pengeri ngan)

11. Penggili ngan (biaya angkut) 1. Cara memperoleh tenaga kerja luar keluarga : . 2. Sistem pembayaran : .. 3. Bentuk hubungan kerja : .. 4. Benih ikan pada saat kapan : .. 5. Ikan dipanen pada saat kapan (periode) : ..

178

D.Pengeluaran dan Biaya lain-lain 1. Pajak Usaha (siapa yang menanggungnya) :........................................................ 2. Biaya penggilingan b. Transpor c. Kuli Panggul : :........................ :........................ Tahun Pembelian Harga Beli (Rp) Masa Pakai (Tahun) Penggunaan untuk ustan Padi a. Natura perbandingan :........................(90%-10%, dll)

E. Peralatan yang Digunakan dalam Usahatani Padi Sawah Jenis Peralatan


1. Cangkul 2. Kored 3. Parang 4. Arit 5. Alat semprot 6. Jaring 7. Bajak 8. Garpu 9. Linggis 10. ................. 11...............

Jumlah (Buah)

F. Hasil Produksi 1. Umur Panen 2. Total Produksi a. Dijual b. Dikonsumsi c. Dibuat sebagai bibit e. Untuk membayar sakap g. Untuk disimpan : ......(100 hari) : ..... : .. : .. : .. : .............. :.............

3. Alokasi Produksi :

d. Diberikan Kepada orang lain : .. f. Untuk membayar tenaga kerja :.............

179

G. Penerimaan Usahatani 1. Penjualan gabah 2. Harga Jual gabah 3. Nilai penjualan gabah 4. Lainnya
No 1 Uraian Penjualan Gabah a. Pasar b. Pasar 2 Penjualan Ikan a. Pasar .... Penjualan Dedak a.jual pada :........... Penjualan sekam dari ayam a.jual pada :............ Penjualan .... a.Pasar ..... Satuan Jumlah

: ............ : ............. : ............. : .............


Harga (Rp/Satuan) Sistem Pembayaran Jarak (km) Penentuan harga Biaya penjualan Transportasi TK ket

H. Penerimaan Mina Padi 1. Umur Panen ikan :..................(20-40 hari) 2. Total Panen ikan :...................ekor/gelas 3. Harga ikan per satuan :Rp....................................... 4. Alokasi Produksi : a. Dijual b. Dikonsumsi d. Dipelihara dikolam 1. Jerami 2. Dedak :................ :................Karung : .. : .. : .............

c. Diberikan Kepada orang lain : .. I. Penerimaan Lain Selain Mina Padi dan Non Mina padi

harga per karung :Rp............... 3. Sekam dari ayam :................Karung harga per karung :Rp............... 4. lainnya :Rp................

180

J.

Biaya diperhitungkan dan biaya tidak diperhitungkan :.............................................................................

1. Biaya tenaga kerja keluarga :.............................................................................. 2. Benih buat sendiri 3. Alat pertanian yang dibuat sendiri/diberi oleh orang :........................................ ............................................................................................................................ 4. Lain-lain:............................................................................................................. K. Permasalahan Budidaya Padi Sawah 1. Masalah Pengadaan Input :................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 2. Masalah Teknik Budidaya :................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 3. Masalah pasca panen :................................................................................. ............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 4. Masalah Pemasaran :.................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 5. Masalah Permodalan :.................................................................................. .............................................................................................................................. ............................................................................................................................. L. Harapan Terhadap Usahatani Padi Sawah Ke depan .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................

181

Anda mungkin juga menyukai