Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal

Volume 11 Nomor 2, April 2021


e-ISSN 2549-8134; p-ISSN 2089-0834
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

PENERAPAN BIOGAS , KONSUMSI SUSU SAPI SERTA KELUHAN DIARE


PETERNAK SAPI PERAH
Anggie Kusumawardhani*, Bahrul Fawaid
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Kota Surabaya, Jawa Timur,
Indonesia 60115
*anggie.kusumawardhani-2016@fkm.unair.ac.id

ABSTRAK
Peternak merupakan mayoritas mata pencaharian warga di pedesaan. Peternak sapi perah adalah
pekerjaan yang menghasilkan susu, daging dan limbah yang dapat mencemari ligkungan. Kotoran
sapi yang tidak dikelola akan menimbulkan masalah kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan penerapan biogas, konsumsi susu sapi dan keluhan diare yang dialami oleh
peternak selama bekerja. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis penelitian
cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah yang ada di
Desa Medowo dengan menggunakan teknik simple random sampling dan didapatkan jumlah sampel
sebanyak 26.Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan indepth interview berupa
kuesioner yang telah diuji validitas dan reabilitas. Peternak sudah mengelola kotoran (feses) sapi
menjadi biogas sebanyak 54%, peternak yang tidak mengkonsumsi susu sapi sebanyak 77% dan
sebanyak 23% mengalami diare.

Kata kunci: biogas; diare; konsumsi susu; peternak sapi susu

BIOGAS IMPLEMENTATION, COW MILK CONSUMPTION AND DAIRY


FARMER’S DIARRHEA FINDING

ABSTRACT
The farmer is a symbol of the livelihoods of people in the countryside. Dairy farming is a job that
produces milk, meat and waste that can contaminate the environment. Unmanaged cow manure will
cause health problems. The purpose of this study was to describe the application of biogas,
consumption of cow's milk and diarrhea that were suffered by farmers while working This research
is an observational study with a cross-sectional research type. The sample used in this study were
dairy farmers in Medowo Village using simple random sampling technique and obtained a total
sample size of 26 . Collecting data using observation techniques and in-depth interviews in the form
of a questionnaire that has been tested for validity and reliability There were 54% of cattle feces
turned into biogas, 77% of breeders who did not consume milk and 23% had diarrhea.

Keywords: biogas; consumption of milk; diary; farmers diary farmers

PENDAHULUAN
Pekerjaan yang masih dilakukan oleh warga yang tinggal di daerah pedesaan salah satunya
adalah peternakan, Menurut Maryam, dkk (2016) usaha yang berperan dalam agribisnis
pedesaan adalah peternak sapi karena masuk dalam sistem yang terintegrasi dengan
subsektor pertanian yang lain yaitu rantai biologis dan sistem perekonomian usahatani
(Maryam. Paly, 2016). Beternak sapi memilki keuntungan karena sapi menghasilkan daging
dan susu dan memiliki nilai ekonomi jika di jual. Limbah kotoran sapi juga bermanfaat bagi
masyarakat, limbah kotoran sapi dapat digunakan untuk pupuk organik dan digunakan untuk
bahan bakar biogas.

Sapi perah menghasilkan bahan pangan berupa protein hewani yaitu susu sapi dan daging
sapi. Protein ini dibutuhkan untuk memenuhi gizi tubuh dan meningkatkan derajat kesehatan

285
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

masyarakat. Susu yang dikonsumsi dapat berupa susu sapi yang segar, berupa susu formula
maupun dalam bentuk makanan olahan (Khoiron, 2012). Tingkat konsumsi susu di
Indonesia masih rendah hanya mencapai 14,3 liter per kapita per tahun jenis susu tersebut
adalah susu segar maupun susu bubuk (Haryadi, 2017). Pekerjaan beternak adalah salah satu
pekerjaan yang positif yang dapat menciptakan usaha dan pendapatan keluarga, namun
beternak juga memilki sisi negatif seperti limbah dari kegiatan peternakan sepeti limbah cair
maupun limbah padat yang dihasilkan oleh sapi perah dan juga dari limbah tersebut dapat
menimbulkan bau yang tidak enak yang dapat menganggu kenyamanan warga sekitar
peternakan (A, S, & M, 2015).

Faktor yang harus diperhatikan dalam beternak sapi adalah ketersediaan lahan untuk
pemeliharaan ternak yang tidak mengganggu keseimbangan lingkungan sekitar dan
masyarakat sekitarnya dan juga hal yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan sumber air
(Maryam. Paly, 2016). Lingkungan sekitar memegang peranan yang sangat penting yang
dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Fatrisia, Redjeki, & Gayatri, 2017).
Sapi adalah salah satu ternak ruminansia yang dapat menghasilkan emisi gas berupa gas
metana yang komposisinya lebih banyak daripada pada ternak kambing dan domba. Gas
metana yang ada di kotoran sapi perah termasuk salah satu penyebab efek rumah kaca yang
mempengaruhi rusaknya ozon dan perubahan iklim dan dapat mempengaruhi kesehatan
peternak dan sapi perah seperti keracunan gas metana (Pranamyaditia, 2017).

Limbah dari kotoran sapi yang menumpuk dan tidak diolah dapat menimbulkan masalah
kesehatan lingkungan sekitar yang dapat memunculkan agen penyakit dan kesehatan
masyarakat. Pengolahan limbah kotoran sapi yang dikelola dengan baik akan mempengaruhi
kondisi kandang ternak karena limbah dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan yang
ada disekitarnya (Zuroida & R. Azizah, 2018). Perkembangan usaha peternakan yang tinggi,
maka limbah yang dihasilkan oleh peternakan ikut meningkat, apabila limbah tidak dikelola
dengan baik maka akan berdampak pada turunnya kualitas lingkungan dan menurunnya
derajat kesehatan masyarakat Limbah padat yang tidak ditangani maka berpengaruh
terhadap keindahan (estetika) lingkungan, menimbulkan pencemaran udara dan
mempengaruhi kesehatan masyarakat seperti gangguan pernafasan, kejadian diare dan
demam berdarah (Musfirah, Rangkuti, & Isni, 2017). Sapi perah dapat menghasilkan tinja
dan kemih rata-rata sebanyak 60 liter per hari dan limbah sapi perah juga dapat mengganggu
lingkungan. Menurut Mirah, dkk (2016), Pengelolaan limbah ternak yang tepat guna salah
satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi tapt guna berupa biogas. Biogas dapat
menjadi salah satu alternatif memasak dan diharapkan dapat berpengaruh terhadap tata
kelola usaha ternak yang lebih ramah lingkungan.

Mikroorganisme yang terdapat dalam kotoran sapi perah salah satunya adalah E.coli dan
Salmonella sp yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat seperti diare dan typus (Agus,
Faridah, Wulandari, & Purwanto, 2014). Kejadian diare pada peternak dapat terjadi apabila
kondisi kandang sapi perah kurang bersih yang dapat mengakibatkan meningkatnya vektor
seperti lalat. Keluhan mual mual yang terjadi pada peternak pada terjadi karena gas metana
(CH3) yang sering dihirup oleh peternak yang berasal dari bau kotoran ternak sapi perah
(Zuroida & R. Azizah, 2018). Kandang sapi yang berdekatan dengan sumber air dapat
menimbulkan pencemaran air oleh bakteri E.coli dari kotoran sapi. Penangan ternak dan
penyimpanan air minum yang buruk juga dapat berisiko timbulnya diare. Berdasarkan
jumlah ternak sapi perah meningkat setiap tahun, maka dapat menyebabkan limbah yang
dihasilkan juga meningkat. Peternak mengkonsumsi susu dari hasil peternakan sapi perah
sehingga dapat berisiko mengalami gangguan kesehatan seperti diare. Desa Medowo adalah

286
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

salah satu sentra peternakan sapi perah sehingga diperlukannya penelitian terkait gambaran
penerapan biogas, konsumsi susu sapi dan keluhan diare pada peternak sapi perah di Dusun
Ringinagung, Desa Medowo.Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan
karakteristik peternak, penerapan biogas peternak, konsumsi susu sapi pada peternak dan
keluhan diare yang dialami oleh peternak dengan menggunakan jenis penelitian
observasional.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis penelitian cross-sectional.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah yang ada di Desa
Medowo dengan menggunakan teknik simple random sampling dan didapatkan jumlah
sampel sebanyak 26. Observasi karakteristik peternak yang meliputi usia, jenis kelamin,
lama bekerja dan frekuensi bekerja dilakukan dengan memberikan lembar kuesioner dan
wawancara. Usia dikategorikan menjadi usia produktif dan usia non produktif, dimana usia
produktif yaitu usia 15-65 sedangkan usia non-produktif berada pada usia lebih dari 65
tahun. Lama bekerja dikategorikan berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kerja Nomor 13
Tahun 2003 Pasal 156 dikategorikan menjadi lebih dari 15 tahun dan kurang dari 15 tahun.

Observasi Penerapan Biogas dan konsumsi susu sapi dilakukan dengan indepth interview
dengan menggunakan panduan kuisioner untuk mengetahui beberapa variabel yang diteliti.
Kuesioner telah dilakukan uji validitas dan reabilitas pada penelitian sebelumnya, sehingga
peneliti tidak melakukan uji validitas dan reabilitas lagi. Apabila peternak memanfaatkan
feses (kotoran ternak sapi perah) menjadi energi panas (biogas) maka peternak menerapkan
teknik biogas, begitu pula sebaliknya. Variabel konsumsi susu sapi dikategorikan menjadi
tidak mengkonsumsi dan mengkonsumsi susu sapi. Apabila peternak mengkonsumsi susu
sapi hasil perahannya makan dikategorikan mengkonsumsi susu sapi, begitu pula
sebaliknya. Observasi keluhan diare dilakukan dengan kuesioner dan wawancara.
Dikategorikan menjadi tidak mengalami diare dan mengalami diare. Kejadian diare dihitung
6 bulan terakhir saat dilakukan penelitian. Data penelitian dianalisis secara deskriptif,
dengan tabulasi silang yang kemudian hasilnya dinarasikan. Penelitian telah memperoleh
persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
dengan Nomor Sertifikat kaji etik 296/HRECC.FODM/V/2019.

HASIL
Tabel 1.
Karakteristik Peternak (n=100)
Karakteristik Pekerja f %
Usia (Tahun)
16-65 Tahun 24 92
>65 Tahun 2 8
Jenis Kelamin
Laki-Laki 20 77
Perempuan 6 23
Lama Bekerja
<15 Tahun 10 38
>15 Tahun 16 62
Frekuensi Bekerja
<8 Jam Dalam Sehari 26 100
>8jam Dalam Sehari - -

287
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 1 karakteristik peternak yang diukur terdiri dari usia peternak tergolong usia produktif
dengan jumlah responden sebanyak 24 (92%), sebagian besar peternak sapi perah berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 20 responden (77%), peternak sapi perah memiliki pengalaman
kerja cukup lama (>15 tahun) sebanyak 16 responden (62%) dan seluruh peternak sapi perah
bekerja kurang dari 8 jam dalam sehari.

Tabel 2.
Penerapan Biogas pada Peternak Sapi Perah (n=100)
Penerapan Biogas f %
Menerapkan Biogas 15 58
Tidak menerapkan biogas 11 42

Tabel 2 didapatkan hasil bahwa peternak sapi banyak yang menerapkan biogas dengan
jumlah responden sebanyak 15 (58%)

Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Peternak Sapi Perah mengkonsumsi Susu Sapi (n=100)
Mengkonsumsi Susu Sapi f %
Mengkonsumsi susu sapi 6 23
Tidak mengkonsumsi susu sapi 20 77

Tabel 3 didapatkan hasil bahwa peternak sapi perah tidak mengkonsumsi susu sapi hasil
perah sendiri dengan jumlah responden sebanyak 20 (77%).

Tabel 4.
Keluhan Diare yang Dialami oleh Peternak Sapi Perah (n=100)
Kejadian Diare (6 Bulan
f %
Terakhir)
Mengalami Diare 6 23
Tidak Mengalami Diare 20 77

Tabel 4 didapatkan hasil bahwa selama 6 bulan terakhir peternak sapi perah tidak
mengalami diare sebanyak 20 responden (77%).

PEMBAHASAN
Desa Medowo terletak di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Letak
geografis desa ini yaitu berada di lereng Gunung Anjasmoro. Penduduk Desa Medowo
terdapat penduduk sebanyak 3.655 jiwa. Mayoritas beragama Islam sebanyak 75%, Hindu
sebanyak 14%, Kristen Protestan sebanyak 9% dan sisanya adalah aliran kepercayaan jawa.
Peternak yang ada di Dusun Ringinagung ,Desa Medowo ini memiliki sekitar sapi perah
sebanyak 4-26 sapi namun mayoritas peternak memiliki sapi sebanyak 4 sapi perah.

Karakteristik Peternak Sapi Perah


Produktivitas kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk umur pekerja karena
berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam bekerja dan berpola pikir yang dapat
menentukan peningkatan dan pengembangan dalam usaha (Maryam. Paly, 2016). Umur
adalah salah satu faktor yang dominan untuk gambaran produktivitas peternak (Sirappa,
Sunarso, & Sumekar, 2017). Umur adalah salah satu faktor yang sangat berkaitan dengan
kemampuan seseorang bekerja dan berfikir yang memiliki peran untuk mengembangkan dan
meningkatkan usaha (Maryam. Paly, 2016). Kategori usia peternak pada penelitian ini

288
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dibagi menjadi dua kategori yaitu usia produktif yang berada pada usia 15 sampai 65 tahun
dan usia non produktif yang berada pada usia lebih dari 65 tahun. Menurut Undang-Undang
Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003, Tenaga Kerja adalah sejumlah penduduk yang
dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu
mereka yang berusia antara 15 sampai dengan 64 tahun. Pekerja yang tergolong dalam usia
produktif akan lebih mampu bekerja lebih baik dalam pekerjaannya (Hastuti & Awami,
2016).

Peternak yang berada pada kategori usia produktif memilki kompetensi bekerja yaang
dijalaninnya sangat besar (Yahya Rahman Lubis, Achmad Firman, 2016). Hasil dari
penelitian ini adalah sebagian besar peternak masuk kedalam kategori usia produktif
sebanyak 24 orang atau 92%. Sedangkan sebanyak 2 orang atau 8% berada pada kategori
usia non-produktif. Pada usia 55 atau 60 kemampuan bekerja akan berkurang dan dapat
mempengaruhi kompetensi dan kinerja peternak (Fauziyah, Nurmalina, & Burhanuddin,
2017). Sistem peternakan sapi perah di Dusun Ringinagung, Desa Medowo, Kecamatan
Kandangan, Kabupaten Kediri ini masih tergolong menggunakan sistem yang tradisional
sehingga masih terdapat beberapa peternak yang tergolong dalam usia non produktif,
walaupun kondisi fisik menurun namun pengalaman dan pengetahuan akan beternak
tergolong masih baik. Peternak yang berada pada usia produktif cenderung memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi dan mempunyai keinginan menggunakan teknologi dalam
pekerjaannya. Peternak yang berusia >64 tahun cenderung mengikuti tradisi dan sulit untuk
megubah cara berfikir dan cara kerjanya dalam beternak dan tidak mempedulikan akan
teknologi yang dapat digunakan (Maryam. Paly, 2016).

Pada studi epidemiologi, jenis kelamin merupakan variabel yang dipertimbangkan yang
merupakan sifat karakteristik yang ada dalam diri manusia. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin peternak sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 20 orang atau 77%. Pekerjaan beternak membutuhkan teknik pemerahan dengan
tenaga yang lebih besar, pemerahan sapi ini dilakukan secara tradisional dan tidak
menggunakan alat atau teknologi modern sehingga pekerjaan beternak didominasi oleh laki-
laki. Terdapat dua kategori peternak sapi, yaitu peternak modern yang dapat menghasilkan
susu dengan menggunakan teknologi dan peternak modern yang masih menggunakan cara
tradisional dan masih memiliki sapi perah yang sedikit (Permatasari, 2018).

Peternak yang berjenis kelamin perempuan bekerja sebagai pencari rumput, memberi makan
dan membantu suami untuk beternak sapi. Pada umumnya beternak sapi perah melibatkan
seluruh anggora dalam rumah tangga. Dalam hal pengelolaan usaha sapi perah, laki-laki atau
kepala rumah tangga sebagai pekerja utama sedangkan perempuan (istrinya) berperan
sebagai menerima uang setoran. Penlitian ini sejalan dengan Sari (2009) dalam penlitiannya
bahwa peternak sapi dominan pekerja laki-laki karena beternak adalah salah satu pekerjaan
yang melibatkan kegiatan fisik sehingga lebih banyak pekerja laki-laki untuk beternak (Sari,
Purnomo, & Rahayu, 2016). Beberapa penelitian di Afrika mengatakan bahwa jenis kelamin
peternak mempengaruhi jumlah kepemilikan ternak, dimana peternak laki-laki memiliki tiga
kali lipat lebih banyak daripada peternak perempuan (Nadhira & Sumarti, 2017). Pekerja
laki-laki berkaitan dengan pekerjaan yang melibatkan fisik mereka, peran laki-laki dalam
peternakan umumnya mengerjakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan peternak
(Istiqamah, Suherman, & Zain, 2019).

Peternak sapi perah di Dusun Ringinagung, Desa Medowo, Kecamatan Kandangan,


Kabupaten Kediri memiliki pengalaman beternak yang cukup lama. Dalam penelitian

289
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

didapatkan hasil sebanyak 16 responden atau 62% lebih dari 15 tahun bekerja sebagai
peternak. Menurut pernyataan dari responden mengatakan bahwa usaha peternakan tersebut
merupakan usaha yang turun menurun. Peternakan adalah salah satu usaha yang dilakukan
selain menjadi petani karena peternakan adalah salah satu usaha yang turun menurun
(Isyanto & Sudrajat, 2019). Peternak yang bekerja kurang dari 15 tahun sebanyak 10 orang
atau 38%, peternak tersebut adalah pendatang yang baru memulai usaha ternak, menanam
modal atau berbagi hasil dengan peternak yang lain dan peternak yang awal mulanya
beternak bersama dengan keluarganya memilih untuk mengolah ternak sendiri. Pengalaman
seseorang dalam bekerja dapat berpengaruh terhadap pendapatan peternak. Pengalaman
bekerja yang cukup lama memberikan pertanda bahwa pengetahuan dan keterampilan
peternak dalam hal manajemen pemeliharaan ternak lebih baik (Maryam. Paly, 2016).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ririn (2018), dalam penelitiannya 54% responden
bekerja >15 tahun dan memiliki pengalaman beternak yang cukup lama. Selain itu, usaha
beternak mereka adalah usaha yang turun menurun. Seangkan peternak yang bekerja <15
tahun adalah peternak yang dulunya memiliki sapi namun masih menjadi satu kandangnya
dengan sapi milik orang tuanya dan kontuksi bangunan kandang sapinya cenderung belum
permanen (Permatasari, 2018). Pengalaman bekerja yang lama membuat pekerja
mempunyai kemampuan kerja yang baik dan dapat mengambil keputusan terkait inovasi
untuk mengembangkan usaha ternaknya. Peternak sapi perah beternak tiap hari selama < 8
jam/hari. Pekerjaan ternak adalah salah satu pekerjaan informal, sehingga jam kerja dapat
menyesuaikan sendiri. Pada pukul 04.00-07.00 peternak melakukan kegiatan membersihkan
kandang, memerah susu sapi, menyetor susu sapi ke Koperasi. Pada pukul 09-00-10.30
peternak mencari makan untuk ternaknya dan memberikan makan ternak dan setelah itu
peternak membersihkan kandang kembali.

Penerapan Biogas pada Peternak Sapi Perah


Peternak sapi perah memanfaatkan kotoran ternak (feses) menjadi biogas. Memanfaatkan
kotoran (feses) memberikan manfaat dalam lingkungan yaitu pencemaran lingkungan yang
diakibatkan karena limbah kotoran sapi perah (Lestarie, Hidayati, & Juanda, 2016). Didalam
feses terkandung mikroorganisme pathogen dan non-pathogen, mikroorganisme ini dapat
direduksi dengan menjadikan biogas agar lingkungan sekitar tidak tercemar oleh limbah
(Benito, Hidayati, Rusdi, & Marlina, 2010). Didalam feses juga banyak mengandung
mikroba seperti protozoa, fungi, bakteri dan virus yang dapat menganggu kesehatan
masyarakat (Waluyo, Harlia, Juanda, & Padjadjaran, 2015). Biogas adalah salah satu energi
yang dapat menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil, biogas yang sifatnya ramah
lingkungan dan memberikan efek pengurangan gas emisi CO 2. Biogas juga merupakan salah
satu program pemberdayaan dari pemerintah untuk peternak agar peternak dapat
mengembangkan pemanfaatan limbah ternak menjadi energi biogas. Nilai kalori biogas
lebih tinggi dari arang dan minyak tanah dan biogas dapat membantu mengurangi bau yang
tidak sedap yang berasal dari kotoran sapi perah karena biogas terdapat proses penguraian
bahan organik (Widyastuti, Purwanto, & Hadiyanto, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden atau 58% peternak


memanfaatkan kotoran ternak sapi menjadi biogas. Kotoran ternak diubah menjadi energi
panas untuk gas dan penerangan bangunan dengan instalasi yang sederhana. Peternak
terbiasa menggunakan kompor gas dari hasil pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas.
Selain pemanfaatannya tidak memerlukan biaya yang tinggi dan teknologi yang digunakan
juga sederhana namun juga membawa manfaat kondisi kandang hewan ternak menjadi
bersih karena kotoran ternak sering diambil untuk mengolah biogas. Penlitian ini sejalan

290
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dengan penelitian Rizqi (2018) dalam penelitiannya sebanyak 67,2 % responden


memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas, reponden yang tidak melakukan penerapan
biogas dikarenakan tidak memilki fasilitas untuk mengolah limbah menjadi biogas dan
mereka membuang limbah sappi langsung ke sungai (Zuroida & R. Azizah, 2018).
Teknologi biogas sering digunakan oleh peternak dan warga sekitar untuk mengganti
minyak tanah atau LPG (Santoso, Sumari, Marfuah, Muntholib, & Retnosari, 2020).
Pemanfaatan limbah ternak (feses) menjadi energi alternatif membantu kontribusi dalam
mengurangi penggunaan bahan bakar dari fosil (Y.Sulistiyanto, Sustiyah, S.Zubaidah, &
B.Satata, 2016).

Kotoran ternak yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu masalah lingkungan di
sekitar peternakan seperti pencemaran lingkungan yang berupa bau, gas beracun maupun
penyakit. Selain untuk alternatif memasak, pemanfaatan biogas juga memberikan dampak
terhadap perkembangan usaha peternakan yang ramah lingkungan (Mirah et al., 2016).
Menggunakan biogas dari limbah ternak sapi memiliki banyak manfaat diantaranya adalah
dapat mengurangi dampak dari efek rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap akibat
feses ternak, dan merupakan teknik bertenak yang ramah lingkungan (Widodo, A. Asari, A.
Nurhasanah, & Rahmarestia, 2006). Pembuatan biogas dari feses sapi perah memiliki
manfaat untuk lingkungan akibat limbah yang dihasilkan dari sapi perah. Pembentukan
biogas ada 3 tahap yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman (asidogenik) dan tahap
metanogenik (Lestarie et al., 2016).

Teknik pembuatan biogas sangat sederhana dengan memasukkan kotoran ternak ke dalam
tabung digester anaerob. Dalam beberapa waktu akan terbentuk gas yang dapat digunakan
sebagai sumber energi, seperti kompor gas atau listrik (Y.Sulistiyanto et al., 2016). Dalam
penelitian ini terdapat kendala yang dihadapi oleh peternak dalam memanfaatkan biogas
yaitu pemeliharaan instalasi yaitu kebersihan instalasi, kebocoran tabung gas dan jadwal
mencampurkan feses yang seharusnya 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari
namun masyarakat mencampurkan feses sehari sekali bahkan dua hari sekali. Pemanfaatan
limbah ternak sapi perah untuk alternatif biogas dalam rumah tangga di Desa Medowo
Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri memberikan gambaran bahwa peternak sudah ikut
berperan dan merespon positif akan pemanfaatan feses sapi perah untuk alternatif biogas.

Peternak Sapi Perah Mengkonsumsi Susu Sapi


Sapi perah adalah salah satu hewan ternak yang penghasil utamanya adalah susu dan
dipelihara dengan baik agar dapat mencukupi kebutuhan susu di dunia (Al-amin, Hartono, &
Suharyati, 2017). Sebagian besar peternak di Dusun Ringinagung tidak mengkonsumsi susu
sapi hasil dari perahannya. Sebanyak 20 peternak atau 77% peternak tidak mengkonsumsi
susu sapi dan sebanyak 6 responden atau 23% peternak mengkonsumsi susu. Hasil perahan
susu sapi dikumpulkan ke koperasi untuk dinilai kualitas susunya kemudian dijual. Harga
jual yang diberikan oleh koperasi sesuai dengan kualitas dan volume susu. Volume
terbanyak yang dijual oleh peternak adalah sebanyak 30 liter. Peternak tidak mengkonsumsi
susu segar, mereka lebih menyukai susu dalam bentuk olahan. Sebagian besar masyarakat
mengkonsumsi susu yang berasal dari susu sapi. Umumnya masyarakat mengkonsumsi susu
olahan baik susu olahan dalam bentuk susu cair maupun susu bubuk Sebelum susu dijual
kepada konsumen susu harus dipanaskan secukupnya agar kuman kuman patogen yang ada
didalam susu dapat musnah karena susu yang berasal dari sapi perah peka terhadap TBC,
proses memanaskan susu disebut dengan proses pasteurisasi (Wardyaningrum, 2011).
Proses dalam pengolahan susu berguna agar menghasilkan susu yang beraneka ragam,
kualitasnya tinggi, kadar gizi yang tinggi, masa simpan yang lama dan mempermudah dalam

291
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

proses pemasaran (Hartono, Utami, & Amanatullaili, 2010). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Wardyaningrum (2011) bahwa keluarga peternak kurang memanfaatkan konsumsi
susu untuk meningkatkan gizi keluarga terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi,
Tidak ada perbedaan konsumsi susu terhadap warga peternak maupun tidak berternak.
Tingkat konsumsi susu segar di Indonesia tergolong paling rendah di Asia. Penelitian ini
juga sejalan dengan Anang (2016), bahwa sebagian besar peternak tidak mengkonsumsi
susu segar dari sapi yang mereka pelihara dan masyarakat sekitar masih kurang sadar akan
gizi mereka, peternak beranggapan bahwa mengkonsumsi susu adalah bukan termasuk
dalam kebutuhan pokok mereka dan hasil susu yang mereka dapatkan dari pemerahan dijual
untuk penghasilan untuk keluarga, maka apabila mengkonsumsi susu tersebut penghasilan
mereka akan berkurang. Budaya mengkonsumsi susu pada hasil pemerahan pada keluarga
peternak belum ada (Prasetyo, 2016).

Keluhan Diare yang Dialami oleh Peternak Sapi Perah


Diare adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri,
virus, parasit, protozoa. Penularan diare melalui fecal-oral. Penyakit diare dapat menyerang
berbagai kelompok umur, golongan strata sosial, baik negara maju maupun di negara
berkembang, dan sangat erat hubungannya dengan faktor kemiskinan dan faktor lingkungan
yang tidak bersih. Diare merupakan penyakit endemis yang terjadi setiap tahun di Indonesia
dan mengalami puncak kasus tertinggi berapa pada saat masa peralihan musim hujan dan
musim kemarau. Berdasarkan jenis gejala klinisnya diare dibedakan menjadi 3 jenis. Yang
pertama adalah diare cair dimana seseorang mengalami kondisi kehilangan cairan dalam
tubuh yang besar sehingga menyebabkan seseorang mengalami kondisi dehidrasi yang
sangat cepat, Jenis diare yang kedua adalah diare akut yang disertai dengan berdarah atau
sering disebut dengan disentri, terdapat darah dalam tinja akibat rusaknya usus. Jenis diare
yang ketiga adalah diare persisten yaitu kondisi dimana seseorang mengalami diare lebih
dari 14 hari (Kemenkes RI, 2011). Penyakit diare termasuk dalam penyakit yang berbasis
lingkungan, apabila lingkungan tidak sehat, terdapat vektor dan juga perilaku masyarakat
yang tidak menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat maka dapat menimbulkan kejadian
diare (Jannah & Maftukhah, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian terkait kejadian diare pada peternak sapi perah, didapatkan
hasil bahwa 20 peternak sapi atau 77% responden tidak mengalami kejadian diare selama 6
bulan terakhir. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Redhita (2016) dalam Fatrisia,
dkk (2017) bahwa sebanyak 61,6% responden tidak mengalami kejadian diare selama 6
bulan terakhir (Fatrisia et al., 2017). Penlitian ini juga sejalan dengan penelitian Etik (2017)
mayoritas masyrarakat disekiat peternakan tidak mengalami diare sebanyak 97 orang (63%)
karena bahwa Kejadian diare pada peternak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jarak kandang ternak dengan rumah peternak, kepadatan lalat akibat penangan limbah ternak
yang buruk dan kondisi kandang yang kurang baik dapat menimbulkan kejadian diare pada
peternak.Peternak harus lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kejadian diare dengan selalu menjaga personal hygiene yang baik seperti mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir setelah melakukan aktivitas dan juga selalu menjaga
penyehatan lingkungan yang ada disekitar rumah dan di sekitar kandang ternak (Purwanti,
Arfan, & Selviana, 2016).

Beberapa faktor lain penyebab kejadian diare pada peternak adalah kondisi sanitasi kandang
ternak dan sumber air. Kondisi sanitasi kandang sangat berpengaruh terhadap kebersihan
peternak dan kondisi lingkungan sekitarnya. Air adalah salah satu faktor yang dapat
memberikan pengaruh terhadap keberadaan bakteri di air (Nurochman & Rachma, 2017).

292
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Peternak sapi perah di Desa Medowo tidak mengalami diare karena tidak mengkonsumsi
susu sapi dan personal hygiene peterak cukup baik, peternak yang mengalami diare
disebabkan karena faktor lain. Kejadian diare yang dialami oleh peternak dikarenakan
sanitasi kandang yang buruk yang menyebabkan vektor lalat berkembang, jarak sumber air
bersih, personal hygiene peternak dan tempat kandang sapi dengan rumah berdekatan.

SIMPULAN
Karakteristik peternak di Dusun Ringinagung adalah usia produktif (15-65 tahun) sebanyak
92%, berjenis kelamin laki-laki sebanyak 77%, lama bekerja >15 tahun sebanyak 62%,
seluruh responden bekerja < 8 jam / hari, peternak yang menerapkan biogas sebanyak 5%
dan sebanyak 77% peternak tidak mengkonsumsi susu sapi.

DAFTAR PUSTAKA
A, I., S, M., & M, M. A. (2015). Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat dan Dampak
Negatif Limbah Peternakan Sapi Perah (Kasus di Desa Rancamulya Kecamatan
Sumedang Utara Kabupaten Sumedang). 1–11.
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/6914
Agus, C., Faridah, E., Wulandari, D., & Purwanto, B. H. (2014). Peran Mikroba Starter
Dalam Dekomposisi Kotoran Ternak dan Perbaikan Kualitas Pupuk Kandang. Jurnal
Manusia Dan Lingkungan, 21(2), 179–187.
https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jml.18542
Al-amin, A. F., Hartono, M., & Suharyati, S. (2017). Fakto-faktor yang mempengaruhi
calving interval sapi perah pada peternakan rakyat di beberapa kabupaten/kota
provinsi Lampung. Penelitian Peternakan Indonesia, 1(April), 33–36.
https://doi.org/10.23960/jrip.2017.1.1.33-36
Benito, T., Hidayati, Y., Rusdi, U., & Marlina, E. (2010). Deteksi Jumlah Bakteri Total Dan
Coliform Pada Sludge Dari Proses Pembentukan Biogas Campuran Feses Sapi Potong
Dan Feses Kuda. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Universitas Jambi, XIII(5),
269–272. https://doi.org/10.22437/jiiip.v0i0.75
Fatrisia, R., Redjeki, E. S., & Gayatri, R. W. (2017). Kejadian Diare Pada Masyarakat
Peternak Sapi Perah. Preventia : The Indonesian Journal of Public Health, 2(1), 10.
https://doi.org/10.17977/um044v2i1p10-17
Fauziyah, D., Nurmalina, R., & Burhanuddin, B. (2017). Pengaruh Karakteristik Peternak
Melalui Kompetensi Peternak terhadap Kinerja Usaha Ternak Sapi Potong di
Kabupaten Bandung. Jurnal Agribisnis Indonesia, 3(2), 83.
https://doi.org/10.29244/jai.2015.3.2.83-96
Hartono, B., Utami, H. D., & Amanatullaili, N. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Konsumen Dalam Membeli Produk Susu Pasteurisasi Kabupaten
Kudus. 34(2), 123–130. https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v34i2.98
Haryadi, K. K. (2017). Faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi susu pada level rumah
tangga. http://repository.ub.ac.id/id/eprint/5987
Hastuti, D., & Awami, S. N. (2016). Analisis Ekonomi Usahatani Sapi Potong Di Kelurahan
Plalangan Gunungpati Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta, 24–34.
http://dx.doi.org/10.3194/ce.v2i1.1794

293
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Istiqamah, N., Suherman, D., & Zain, B. (2019). Tingkat Kepuasan Aspek Sosial Ekonomi
dan Lingkungan Perusahaan Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Seluma. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan
Lingkungan, 8, 35–47. https://ejournal.unib.ac.id/index.php/naturalis/article/view/9160
Isyanto, A. Y., & Sudrajat. (2019). Keragaan Usaha Penggemukan Sapi Potong di
Kabupaten Ciamis. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 5,
1–224. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Jannah, M., & Maftukhah, N. A. (2018). Hubungan Perilaku Masyarakat, Jarak Pemukiman
Dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare Pada Pemukiman Sekitar Peternakan
Ayam Di Kecamatan Rambang Muara Enim. Masker Medika, 6(2), 461–471.
https://www.ejournal.stikesmp.ac.id/index.php/maskermedika/article/view/254
Kemenkes RI. (2011). Situasi diare di Indonesia. In Jurnal Buletin Jendela Data &
Informasi Kesehatan (Vol. 2).
Khoiron. (2012). Perilaku peternak sapi perah dalam menangani limbah ternak. Jurnal
IKESMA, Volume 8 N, 90–97. http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/57656
Lestarie, E. S., Hidayati, Y. A., & Juanda, W. (2016). Analisis Jumlah Bakteri Anaerob Dan
Proporsi Gas Metana Pada Proses Pembentukan Biogas Dari Feses Sapi Perah Dalam
Tabung Hungate. Students E-Journal, 5(3), 1–13.
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/9634
Maryam. Paly, M. B. A. (2016). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penentu
pendapatan usaha peternakan sapi potong (studi kasus Desa Otting Kabupaten Bone).
Jurnal Ilmu Dan Industri Peternakan, 3(1), 79–101.
https://doi.org/10.24252/jiip.v3i1.3921
Mirah, A. D., Soputan, J. E. M., Paruntu, C. P., Peternakan, F., Sam, U., Manado, R., …
Ratulangi, S. (2016). Feses Ternak Sapi sebagai Penghasil Biogas ( Beef Cattle Feces
as Producing Biogas ). LPPM Bidang Sains Dan Teknologi, 3(1), 1–9.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lppmsains/article/view/15201
Musfirah, Rangkuti, A. F., & Isni, K. (2017). Pemberdayaan Peternak Sapi Dalam Upaya
Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Dukuh Pamotan Dan Kretek
Banguntapan. Jurnal Pemberdayaan, 1(2), 285–294.
https://doi.org/10.12928/jp.v1i2.327
Nadhira, V. F., & Sumarti, T. (2017). Analisis gender dalam usaha ternak dan hubungannya
dengan pendapatan rumah tangga peternakan sapi perah (kasus Desa Margamukti,
Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung). Jurnal Sains Komunikasi Dan
Pengembangan Masyarakat [JSKPM], 1(2), 129–142.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/84476
Nurochman, E., & Rachma, N. (2017). Hubungan sanitasi lingkungan dan jarak sumber air
ke kandang sapi dengan kejadian diare di desa sruni kecamatan musuk kabupaten
boyolali. http://eprints.undip.ac.id/56310/
Permatasari, R. I. (2018). Higiene, Sanitasi dan Kualitas Bakteriologis Susu Sapi di Dusun
Krajan, Desa Gendro, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 10(4), 343–350 DOI: 10.20473/jkl.v10i4.2018.343-350

294
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Pranamyaditia, C. D. (2017). Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Pekerja


Peternakan Sapi Di Pt X Cabang Kota Kediri. The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health, 5(1), 1. https://doi.org/10.20473/ijosh.v5i1.2016.1-10
Prasetyo, A. F. (2016). Konsumsi Susu Keluarga Peternak Sapi Perah Anggota Koperasi
Peternak Sapi Perah Setia Kawan. Jurnal Ilmiah Inovasi, 16(1), 17–22.
https://doi.org/10.25047/jii.v16i1.3
Purwanti, E. vi, Arfan, I., & Selviana. (2016). Hubungan Sanitasi Kandang , Jarak Kandang
, Kepadatan Lalat , Dengan Kejadian Diare ( Studi Pada Peternak Ayam di Kecamatan
Benua Kayong Kabupaten Ketapang ). http://dx.doi.org/10.29406/jjum.v3i2.363
Santoso, A., Sumari, Marfuah, S., Muntholib, & Retnosari, R. (2020). Pemanfaatan Limbah
Sapi Perah untuk Biogas sebagai Energi Terbarukan pada Kelompok Peternak. Jurnal
Graha Pengabdian, 2(2), 114–123.
http://journal2.um.ac.id/index.php/jgp/article/view/13343
Sari, A. I., Purnomo, S. ., & Rahayu, E. . (2016). Sistem Pembagian Kerja, Akses dan
Kontrol terhadap Sumber Daya Ekonomi dalam Keluarga Peternak Rakyat Sapi
Potong di Kabupaten Grobogan. Sains Peternakan, 7(1), 36.
https://doi.org/10.20961/sainspet.v7i1.1016
Sirappa, I. P., Sunarso, S., & Sumekar, W. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Curahan Tenaga Kerja Keluarga Dalam Pengembangan Ekonomi Usaha Sapi Perah Di
Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Agrisocionomics: Jurnal Sosial
Ekonomi Pertanian, 1(1), 72. https://doi.org/10.14710/agrisocionomics.v1i1.1646
Waluyo, T., Harlia, E., Juanda, W., & Padjadjaran, U. (2015). Deteksi Jumlah Bakteri
Coliform pada Proses Pembentukan Biogas Feses Sapi Potong Reaktor Tipe Fixed-
Dome. 1–6. http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/10263
Wardyaningrum, D. (2011). Tingkat Kognisi Tentang Konsumsi Susu Pada Ibu Peternak
Sapi Perah Lembang Jawa Barat. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 1(1),
19–26. https://jurnal.uai.ac.id/index.php/SPS/article/view/6
Widodo, T. W., A. Asari, A. Nurhasanah, A., & Rahmarestia, E. (2006). Rekayasa dan
Pengujian Reaktor Biogas Skala Kelompok Tani Ternak. Indonesian Journal of
Agriculture, 2(2), 121–128.
http://mekanisasi.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/galeri-
media/download1/category/21-makalah-seminar?download=255:makalah-
seminar&start=20
Widyastuti, F. R., Purwanto, & Hadiyanto. (2013). Upaya pengelolaan lingkungan usaha
peternakan sapi di Kawasan Usahatani Terpadu Bangka Botanical Garden
Pangkalpinang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan
Lingkungan, (237), 81–85. Retrieved from http://www.psil.undip.ac.id
http://eprints.undip.ac.id/40627/
Y.Sulistiyanto, Sustiyah, S.Zubaidah, & B.Satata. (2016). Pemanfaatan Kotoran Sapi
Sebagai Sumber Biogas. Jurnal Udayana Mengabdi, 15(2), 150–158.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/22583
Yahya Rahman Lubis, Achmad Firman, H. A. (2016). Analisis Curahan Tenaga Kerja Dan

295
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 285 - 296, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Pendapatan Keluarga Peternak Sapi Perah. Analysis, 1–15.


http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/10268/4681
Zuroida, R., & R. Azizah. (2018). Sanitasi kandang dan keluhan kesehatan pada peternak
sapi perah di desa murukan kabupaten jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10(4),
434. https://doi.org/10.20473/jkl.v10i4.2018.434-440

296

Anda mungkin juga menyukai