Anda di halaman 1dari 16

1

PROTOKOL

ANALISIS HUBUNGAN KONSUMSI SAGU


DENGAN SINDROM METABOLIK SEBAGAI FAKTOR
RISIKO KEJADIAN PENYAKIT DIABETES TIPE 2 DI
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

SYARTIWIDYA

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1

1.2. Masalah
3
1.3. Tujuan
3
1.4. Manfaat
4
2 METODE
2.1. Disain, Tempat d
4

2.1. Tahapan Penelitian 6


2.3. Teknik sampling 6
2.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7
2.5. Pengolahan dan Analisis Data 11
2.6. Ethical Clearance dan Informed Consent 12
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR
1 Peta Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau 5
5 Alur pelaksanaan penelitian 6

DAFTAR TABEL

1. Jenis variabel dan skala pengukuran 8


3
1

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal tanaman sagu


terluas di dunia, yaitu sekitar 5.2 juta hektar atau sekitar 50 persen areal
sagu di dunia (Bintoro 2016). Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 94
tahun 2013 tentang SOP sertifikasi benih dan pengawasan mutu benih
tanaman sagu, bahwa sagu sangat potensial dalam mendukung ketahanan
pangan nasional dan didayagunakan bagi pengelolaan, pengendalian dan
pelestarian lingkungan, serta dikembangkan sebagai bahan pangan
alternatif bagi masyarakat Indonesia selain beras. Hal ini mendukung
Perpres No. 22 tahun 2009 tentang kebijakan penganekaragamn konsumsi
pangan berbasis sumber daya lokal sebagai dasar pemantapan ketahanan
pangan untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan
pelestarian Sumber Daya Alam (SDA), sehingga diperlukan berbagai
upaya secara sistematis dan terintegrasi yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum.
Azahari (2008) menambahkan potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia diyakini dapat digerakkan dalam pencapaian
ketahanan pangan melalui upaya penganekaragaman pangan.
Keberpihakan kepada petani dan kebijakan yang kondusif bagi sektor
pertanian dan perdagangan akan mendorong tercapainya kemandirian
pangan. Capone et al. (2014) menambahkan ketahanan pangan yang
berkelanjutan akan menciptakan kemandirian pangan. Sistem pangan yang
berkelanjutan akan mendukung ketahanan pangan, melalui penggunaan
secara optimal sumber daya alam dan manusia, dapat diterima dan mudah
diakses, ramah lingkungan, dan memenuhi kebutuhan gizi yang cukup,
aman, sehat dan tersedia untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Untuk itu dibutuhkan suatu rancangan dan implementasi kebijakan
perbaikan ekonomi, lingkungan dan sosial melalui perbaikan rantai
pangan, yaitu melalui perbaikan produksi dan konsumsi.
Sagu memiliki potensi kesehatan dilihat dari keunggulannya
dibandingkan beras dari segi gizi dan kesehatan, yaitu (1) memiliki
glycemic index (GI) yang rendah (28 untuk mie sagu, makaroni sagu, 48
untuk sagu lempeng dan 53 untuk bubur sagu) sehingga tidak cepat
meningkatkan kadar glukosa darah (Hariyanto 2014; Heliza et al. 2006)
(2) meningkatkan kekebalan tubuh, (3) mengurangi risiko kanker usus dan
paru-paru, (4) mengurangi kegemukan dan (5) mempermudah buang air
besar (Flach 1993). Hal ini didukung dari hasil meta analisis Hu et al.
(2012) yang menyatakan pangan dengan GI tinggi seperti beras secara
signifikan meningkatkan risiko diabetes tipe 2 sebesar 11 persen terutama
pada populasi Asia.
DM tipe 2 merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi epidemik di dunia termasuk di Indonesia. Persentase orang dewasa yang
menderita diabetes yaitu 8.5 persen atau 1 diantara 11 orang. Berdasarkan data
2

Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat


dari tahun 2007 (1.1%) hingga tahun 2013 (2.1%). Di provinsi Riau tahun 2013
prevalensi penderita diabetes lebih rendah dibandingkan prevalensi di Indonesia
yaitu 1.2 demikian juga di Kabupaten Kepulauan Meranti yaitu 0.7. International
Diabetes Federation (IDF 2015) juga menyatakan estimasi penderita diabetes di
Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta dan akan terus meningkat menjadi 16.2
juta pada tahun 2040 jika tidak dilakukan pencegahan.
Dinamika epidemiologi dari penyakit diabetes berubah dengan
cepat, yang dulunya diawali dari negara maju dan makmur sekarang sudah
menyebar kenegara berkembang. Dulunya merupakan penyakit pada orang
dewasa sekarang telah menyerang pada anak-anak, disebabkan antara lain
karena gaya hidup seperti makanan tidak sehat dan kurangnya aktifitas
yang menyebabkan timbulnya sindrom metabolik yang menjadi faktor
risiko obesitas dan berujung pada diabetes. Didorong oleh urbanisasi yang
cepat, transisi gizi, dan gaya hidup, epidemiologi diabetes sejalan dengan
peningkatan obesitas di dunia (Frank, 2011).
Beberapa penelitian menyatakan produk olahan sagu memiliki
kandungan GI rendah, dibandingkan nasi, ubi kayu, jagung dan talas
(masing-masing 89, 70, 60 dan 54), sehingga sagu baik di konsumsi bagi
penderita diabetes (Hariyanto 2014; Haliza et al. 2006). Selain itu,
Wahjuningsih (2015) menunjukkan tikus yang di intervensi dengan beras
analog sagu-kacang merah setiap hari dapat meningkatkan jumlah sel beta
yang menghasilkan insulin. Hariyanto (2016) juga menemukan
kecendrungan penurunan kadar glukosa sebesar 10 persen, kolesterol (dari
212 mg/dL menjadi 200 mg/dL), dan trigleserida (dari 160 mg/dL menjadi
131 mg/dL) pada penderita diabetes yang diintervensi dengan beras analog
sagu selama 4 minggu sebanyak 110 gram (perempuan) dan 140 gram
(laki-laki) yang dikonsumsi sebanyak 2 kali (pagi dan malam).
Potensi sagu dilihat dari konsumsi sebagai pangan lokal diharapkan
dapat diolah sedemikian rupa agar konsumsi sagu dan olahannya
meningkat, sehingga dalam jangka pangan dapat mengurangi tingginya
impor terigu (8.1 juta ton) dan tingginya konsumsi beras (114
kg/kap/tahun). Sagu dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang diolah dari
pati sagu menjadi berbagai makanan seperti mi sagu, lempeng sagu,
sempolet, kerupuk sagu, bihun, cendol sagu, gobak, ongol-ongol dan lain-
lain. Pati sagu yang telah diolah umumnya dikonsumsi sebagai pangan
pokok bersama dengan lauk lainnya oleh sebagian masyarakat maupun
sebagai pangan selingan dalam bentuk berbagai macam olahan.
Keberhasilan pemanfaatan potensi sagu tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhi, yaitu daya terima masyarakat, akses, nilai ekonomis
(harga) dan produksi sagu yang cukup, serta upaya promotif menjadikan
sagu sebagai salah satu pangan sumber karbohidrat alternatif selain beras
(Dishutbun Kepulauan Meranti 2014).
Sagu dilihat dari potensi produksi merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang memiliki prospek pengembangan yang cukup bagus di
Indonesia. Beberapa daerah penghasil sagu yaitu Papua, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku,
Kalimantan dan Riau (BPS 2012). Luas areal sagu di Provinsi Riau pada
3

tahun 2015 mencapai 82 713 Ha, yang terdiri dari perkebunan rakyat
seluas 62 513 Ha (75.57%) dan perkebunan besar swasta seluas 20 200 Ha
(24.43%). Penyebaran areal sagu di Provinsi Riau terdapat di 5 kabupaten,
salah satunya adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yang memiliki luas
areal tanaman sagu terluas yaitu sebesar 41 130 Ha dan dijadikan sebagai
kawasan pengembangan ketahanan pangan nasional (Disbun Riau 2016).
Sagu sebagai penghasil pati terbesar menjanjikan produksi pati sepanjang
tahun. Setiap batang bisa memproduksi sekitar 200 kg tepung sagu basah
per tahun, atau 25 hingga 30 ton per Ha (Dishutbun Kepulauan Meranti
2014).
Meskipun konsumsi sagu memiliki potensi kesehatan yang tinggi,
namun penelitian mengenai konsumsi sagu suatu populasi terhadap
sindrom metabolik sebagai faktor risiko kejadian DM tipe 2 pada populasi
tersebut belum ditemukan dalam literatur. Berdasarkan fakta tersebut
peneliti tertarik untuk menemukan bukti empiris dampak konsumsi sagu
yang biasa dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bagi
status gizi (IMT) dan kesehatan khususnya sindrom metabolik yang
mendorong terjadinya DM tipe 2, karena dari hasil survei pendahuluan
masih banyak masyarakat yang mengonsumsi sagu di daerah tersebut.
Masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti mengonsumsi sagu dalam
bentuk makanan pokok yang dibarengi dengan lauk-pauk maupun dalam
bentuk pangan olahan seperti mi sagu, sagu rendang, sagu lemak,
sempolet, kerupuk sagu, bihun, kue bangkit, kue semprong, cendol sagu,
gobak, ongol-ongol dan lain-lain (Dishutbun Kepulauan Meranti 2014).

1.2. Masalah

Beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana konsumsi sagu masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti?
2. Bagaimana epidemiologi kejadian penyakit DM tipe 2 dilihat dari sindrom
metabolik pada masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti?
3. Adakah hubungan konsumsi sagu dengan sindrom metabolik sebagai faktor
risiko kejadian penyakit DM tipe 2 di Kabupaten Kepulauan Meranti?
4. Bagaimana preferensi masyarakat terhadap sagu (rasa, jenis olahan, harga nilai
gizi) yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut guna mengoptimalkan
manfaat kesehatan dan ekonomi setempat?
5. Apakah sagu dapat dikembangkan sebagai pangan alternatif bagi penderita
DM tipe 2?
6. Bagaimana indeks glikemik olahan sagu yang dapat dikembangkan bagi
penderita DM tipe 2

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
4

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis konsumsi sagu
dan kaitannya dengan sindrom metabolik sebagai faktor risiko kejadian penyakit
DM tipe 2 di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.

Tujuan Khusus
1. Menganalisis karakteristik konsumsi sagu (preferensi, frekuensi, jumlah
konsumsi) di Kabupaten Kepulauan Meranti
2. Menganalisis sindrom metabolik (obesitas, kadar glukosa darah, tekanan darah
dan kolesterol total) pada masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti.

3. Menganalisis keterkaitan konsumsi sagu dengan sindrom metabolik sebagai


faktor risiko kejadian penyakit DM tipe 2 di Kabupaten Kepulauan Meranti.
4. Menganalisis preferensi sagu masyarakat (rasa, jenis olahan, harga, nilai gizi)
di Kabupaten Kepulauan Meranti.
5. Menghasilkan produk alternatif dari sagu bagi penderita DM tipe 2 dengan
indeks glikemik yang rendah.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :


1. Bidang Keilmuan
a. Memperoleh kajian ilmiah tentang hubungan konsumsi sagu dengan
sindrom metabolik sebagai faktor risiko kejadian penyakit DM tipe 2.
b. Optimalisasi pengembangkan produk dari sagu dengan karakteristik
unggul yaitu bersifat fungsional, bernilai ekonomis, daya simpan lebih
lama dan daya terima yang baik

2. Kontribusi bagi Pemerintah Daerah


Memberikan rekomendasi dalam pengembangan sagu dilihat dari aspek gizi,
kesehatan dan preferensi masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti
khususnya dan di Provinsi Riau umumnya.

2 METODE

2.1. Disain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif eksploratif dengan disain


cross sectional. Pendekatan ini digunakan karena ingin mempelajari dinamika
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen yang diukur
sekaligus dalam waktu yang sama (Sastroasmoro, 2002). Penelitian dilaksanakan
melalui survei/wawancara, observasi dan pengukuran langsung (berat badan,
tinggi badan, lingkar perut, lingkar pinggang, kadar glukosa darah, tekanan darah,
kolesterol total). Penelitian ini akan di mulai pada bulan Sepetember - Desember
tahun 2017. Pengambilan data akan dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti
Provinsi Riau (Gambar 1) yang merupakan daerah penghasil sagu terbesar di
Provinsi Riau.
5

Gambar 1 Peta Kabupaten Kepulauan


Meranti, Provinsi Riau

Instrumen pengumpulan
data yang digunakan adalah
kuesioner untuk menggali data/informasi yang beragam dari responden.
Sebelum kuesioner digunakan, dilakukan uji coba kuesioner untuk
mencari validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Uji validitas berguna
untuk mengetahui apakah instrumen tersebut valid, artinya ketepatan
mengukur instrumen tersebut tepat untuk mengukur sebuah variabel yang
akan diukur. Setelah dilakukan uji validitas, dilanjutkan dengan uji
reliabilitas data. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan mengambil
sampel kecil (30-50). Uji validitas dilakukan dengan cara melakukan
korelasi antar skor masing-masing sub variabel (pernyataan) dengan skor
total. Suatu sub variabel (pernyataan) dikatakan valid bila skor variabel
berkorelasi secara signifikan dengan skor total, berdasarkan teknik korelasi
pearson producy moment (Hastono, 2007).
Setelah pernyataan sikap dan persepsi dinyatakan valid, maka
dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengetahui konsistensi atau kestabilan jawaban terhadap pernyataan yang
6

dilakukan dengan cara one shot atau diukur hanya sekali, yang kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pernyataan yang lain. Hasil uji reliabilitas
diperoleh dengan cara membandingkan nilai cronbach’s alpha dengan
nilai standar yaitu 0,361. Jika nilai cronbach’s alpha ≥ 0,361, maka sub
variabel (pernyataan) tidak reliable.

2.2. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 5 tahap. Tahapan keseluruhan dari penelitian


adalah sebagai berikut :
Tahap 1. Analisis karakteristik Karakteristik konsumsi produk
konsumsi sagu berbasis sagu

Tahap 2. Analisis sindrom  Obesitas


metabolik sebagai faktor risiko  Kadar glukosa darah
kejadian penyakit DM tipe 2  Tekanan Darah
 Kolesterol Total

Tahap 3. Analisis keterkaitan Keterkaitan konsumsi sagu


konsumsi sagu dengan sindrom dengan sindrom metabolik
metabolik sebagai faktor risiko sebagai faktor risiko kejadian
kejadian penyakit DM tipe 2 penyakit DM tipe 2

Tahap 4. Analisis preferensi sagu Produk berbasis sagu yang paling


disukai masyarakat

Tahap 5. Pengembangan produk Produk alternatif bagi penderita


alternatif bagi penderita DM tipe 2 DM tipe 2

Gambar 2 Alur pelaksanaan penelitian

2.3. Teknik sampling


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster sampling
yaitu teknik yang digunakan untuk menentukan sampel pada wilayah yang luas,
namun pemilihan sampel daerah dilakukan dengan purposive sampling yang
artinya setiap daerah yang diambil dipilih dengan sengaja menurut pertimbangan
tertentu. Sampel daerah dalam penelitian ini adalah Kabupaten Kepulauan
Meranti, sedangkan sampel individu diambil secara random dari desa-desa yang
menjadi unit sampling, yaitu desa-desa yang termasuk wilayah tepi sungai.
Berdasarkan penelitian pendahuluan wilayah tepi sungai umumnya adalah
7

wilayah pabrik/kilang sagu, diasumsikan masyarakat sekitar tepian sungai akan


banyak mengonsumsi sagu karena akses banyak tersedia. Metode penarikan
sampel dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Membuat daftar nama desa-desa yang berada di sekitar pabrik atau perkebunan
sagu di kecamatan dengan luas lahan sagu terbesar di Kabupaten Kepulauan
Meranti.
2. Memilih satu wilayah desa secara purposive yang paling banyak terdapat
wilayah perkebunan sagu dengan jumlah petani banyak, yang diasumsikan
merupakan desa dengan tingkat aktivitas fisik tinggi. Kemudian memilih desa
dengan jumlah petani sedang, dan desa dengan jumlah petani sedikit, yang
diasumsikan merupakan dengan tingkat aktifitas fisik sedang dan rendah
Beberapa desa tersebut dijadikan sebagai primary sampling units.
3. Memilih sampel penelitian pada primary sampling units secara random hingga
diperoleh jumlah minimum sampel unit.
Perhitungan besar sampel minimum dari simpangan baku didasarkan pada
besaran Indek Massa Tubuh (IMT) di desa yang terpilih dengan nilai derajat
ketepatan 0.7 dan ʋ = diperoleh besar sampel minimum berdasarkan rumus
sebagai berikut :

Keterangan :
no = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
s = simpangan baku (didasarkan pada IMT)
t2α/2 = 1.96, dengan α = 0.05
ʋ=
d = ketelitian/derajat ketepatan (presisi penduga) = 0.7
Sehingga jumlah sampel minimum untuk tiga desa yang terpilih didasarkan
pada besaran IMT dan populasi di desa tersebut. Untuk mencegah kekurangan
sampel karena response rate tidak mencapai 100%, maka jumlah sampel tersebut
ditambah 10%.
Kriteria inklusi yaitu :
1. Usia subjek adalah 35-64 tahun berdasarkan kriteria umur di dalam Riskesdas
2013
2. Tidak sedang dirawat dirumah sakit
3. Tidak sedang sakit berat/kronis dengan konsumsi obat tertentu
4. Bersedia menandatangani formulir persetujuan (inform consent)
Kriteria ekslusi yaitu :
1. Mempunyai riwayat PTM dengan terapi atau pengobatan tertentu
2. Terlibat didalam penelitian lain
3. Tidak memenuhi prosedur penelitian

2.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


8

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer
yaitu data yang peroleh dari wawancara, pengisian kuesioner dan
pengukuran langsung untuk kadar glukosa darah, tekanan darah dan
kolesterol total serta indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut dan lingkar
pinggang. Pengumpulan data akan dilakukan dengan dibantu oleh
enumerator, tenaga kesehatan dan dibantu oleh pihak desa yang
sebelumnya telah diberikan penjelasan mengenai rencana penelitian,
berbagai data yang akan dikumpulkan dan cara pengumpulannya.
Pengumpulan data diawali dengan pengisian kuesioner oleh responden
disertai dengan wawancara dan pengukuran langsung baik itu pengukuran
antropometri maupun pengukuran kadar glukosa darah, tekanan darah dan
kolesterol total. Karakteristik sampel yang dikumpulkan meliputi nama,
jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pengeluaran,
kebiasaan makan, pengetahuan gizi, kebiasaan lainnya (merokok, minum
alkohol, sedentari) dan riwayat serta keluhan gejala penyakit DM tipe 2,
hipertensi dan kolesterol. Pola konsumsi diperoleh dari data Semi
Quantitatif FFQ (Food Frequency Questionnaire) yang meliputi
kebiasaan makan dan frekuensi makanan yang dikonsumsi, dan penekanan
pertanyaan pada bahan pangan sumber karbohidrat khususnya sagu dan
olahannya. Selain itu untuk melihat makanan yang dikonsumsi setiap hari
akan dilakukan wawancara dengan menggunakan Food Recall 2x24 jam.
Pengukuran antropometri dilakukan dengan menggunakan alat
timbang SECA (ketelitian 0.1 kg) untuk berat badan dan stasiometer
(ketelitian 0.1 cm) untuk pengukuran tinggi badan. Selanjutnya dari data
tersebut akan diperoleh IMT. Pengukuran lingkar perut dan lingkar
pinggang dilakukan dengan menggunakan pita meter. Pengukuran kondisi
klinis/biomarker yaitu pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan
metode pengukuran gula darah sewaktu-waktu, yaitu kadar glukosa darah
tanpa memperhatikan kapan terakhir makan dengan batas normal ≤200
mg/dL. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter, dan
pengukuran kolesterol total dengan menggunakan alat bantu kit set
pemeriksaan kolesterol darah total merk EasyTouch Model:ET-301F Made
In Taiwan beserta Cholesterol Test Strips, Depkes RI AKL 10101902216.
Tabel 1 Jenis variabel dan skala pengukuran
No Variabel Cara ukur dan alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Variabel independen
1. Konsumsi sagu Kuesioner: Skor tertinggi: 210, skor Ordinal
- Kuesioner SQ-FFQ terendah:35. Untuk
menggunakan skala memudahkan deskriptif
linkert, dengan skor : dikategorikan:
1=tidak pernah, - Tinggi dengan skor :
2=sangat jarang, 115-210
3=jarang, - Sedang dengan skor: 71-
4=kadang-kadang, 114
5=sering dan - Rendah dengan skor: 1-
6=selalu 70

- Food Recall 2x24 jam Dikategorikan :


- Kurang : <70% AKG Ordinal
- Cukup : ≥70% AKG
9

Variabel dependen
2. Antropometri untuk Pengukuran langsung Dikategorikan dengan cutt Ordinal
Indeks Massa Tubuh) (berat badan dan tinggi off point :
badan) dengan secca dan Sangat Kurus :<17.0
stasiometer Kurus : 18.0-17.0
Normal : 18.5-24.9
Gemuk : 25-29.9
Obes : ≥30.0

3. Kadar glukosa darah Pengukuran langsung Dikategorikan : Ordinal


Normal : 70-200 mg/dL
Tinggi :≥200 mg/dL
Rendah :≤70 mg/dL

Tabel 1 Jenis variabel dan skala pengukuran (lanjutan)


No Variabel Cara ukur dan alat ukur Hasil ukur Skala ukur
4. Tekanan Darah Pengukuran langsung Dikategorikan : Ordinal
Normal : 120/80
Prehipertensi: 120-140
Hipertensi stad I:140-160
Hipertensi Stad II : ≥160

5. Kolesterol Total Pengukuran langsung Dikategorikan : Ordinal


Normal : ≤200 mg/dL
Sedang : 200-239 mg/dL
Tinggi : ≥240 mg/dL

6. Lingkar perut Pengukuran langsung Dikategorikan : Ordinal


Normal Pria (<90 cm) dan
wanita (<80 cm)

Variabel perancu
7. Karakteri Pengisian data Data dikode dengan angka
stik karakteristik responden 1 sampai seterusnya
responden Interval
: Nominal
- Usia Nominal
- Jenis kelamin Nominal
- Pendidikan Interval
- Pekerjaan Interval
- Penghasilan
- Pengeluaran
8. Riwayat dan keluhan Kuesioner Deskriptif Tidak ada
penyakit DM tipe 2,
tekanan darah dan
kolesterol total

Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian sebagai
berikut:
10

1. Peneliti menghubungi Kepala desa untuk mengetahui nama dan jumlah


penduduk untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi wilayah penelitian.
2. Peneliti menunjuk dan menempatkan satu orang enumerator setiap kecamatan.
Enumerator ini akan melakukan meminta kesediaan calon responden menjadi
responden dengan mengisi lembar inform consent.
3. Peneliti juga menunjuk tiga orang supervisor untuk melakukan supervisi
pelaksanaan pengumpulan data oleh enumerator. Supervisor bertanggung
jawab terhadap peneliti dan berkewajiban untuk melakukan evaluasi langsung
pelaksanaan pengumpulan data ke responden.
4. Pelaksanaan evaluasi oleh supervisor dilakukan dengan cara mengambil
sampel kuesioner sebanyak 10% secara acak dari total kuesioner tersedia
kemudian supervisor mengunjungi responden.
5. Peneliti juga melakukan monitoring atas kinerja supervisor selama penelitian
dengan cara mengunjungi responden bersama supervisor pada periode
pengumpulan data.
6. Sebelum melaksanakan pengumpulan data, peneliti mengadakan pelatihan pada
enumerator, dan supervisor dengan materi pelatihan terkait tugas dan
kewajiban, materi latihan, dan praktik melakukan wawancara.
Kriteria enumerator yang terlibat dalam penelitian sebagai berikut:
1. Pendidikan minimal SMA sederajat .
2. Wajib mengikuti pelatihan.
3. Memiliki kedekatan dengan wilayah studi, baik itu dalam hal bahasa dan
adat istiadat.
4. Memiliki motor dan SIM C

Kriteria supervisor yang terlibat dalam penelitian:


1. Pendidikan minimal SMA sederajat, diutamakan yang memiliki pengalaman
survei dilapangan
2. Wajib mengikuti pelatihan.
3. Memiliki kedekatan dengan wilayah studi, baik itu dalam hal bahasa dan
adat istiadat.
4. Memiliki motor dan SIM C

Tahap 5 pengembangan produk alternatif bagi penderita DM tipe 2


merupakan penelitian eksperimental untuk menemukan formulasi produk terbaik
dari sagu bagi penderita diabetes, dalam bentuk sempelot instan berbagai varian
rasa (original, ayam, ikan dan manis). Produk yang dihasilkan dilakukan uji sifat
organoletik. Pengujian sifat organoleptik dilakukan dengan metode hedonic scale
scoring oleh panelis tidak terlatih sebanyak 20-30 orang taeriri dari berbagai
suku/ras. Pada uji organoleptik ini menggunakan 5 skala hedonik, yaitu (1) sangat
tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) suka, dan (5) sangat suka. Data sifat
organoleptik yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur produk F0, F1,
F2, dan F3. Kesukaan panelis terhadap produk secara keseluruhan diperoleh
berdasarkan penjumlahan dari skor penlilaian panelis dengan persentase 40 persen
dari warna, dan masing-masing 20 persen dari skor aroma, rasa dan tekstur.
Panelis diminta mencicipi sampel produk dan diantara masing-masing pencicipan
sampel, diharuskan mengonsumsi air sebagai penetral (Setyaningsih et al. 2010).
Persentase penerimaan panelis terhadap produk dihitung berdasarkan jumlah
11

panelis yang memberikan penilaian skala (3) biasa, (4) suka, dan (5) sangat suka
terhadap total panelis.

Pengujian Indeks Glikemik


Berbagai varian rasa sempolet akan dilakukan pengujian indeks glikemik
menurut Miller et al (1996). Tahapan pengujian adalah sebagai berikut :
a. Sebelum mendapat perlakuan intervensi, subjek diambil darahnya untuk
mengetahui glukosa plasma darah menit ke-0
b. Kemudian subjek diberi intervensi sesuai dengan pangan yang telah
ditentukan dan dihabiskan dalam waktu 10 menit'
c. Selama 150 menit pasca pemberian perlakuan, sampel darah sebanyak 2pl
diambil dengan menggunakan finger-prick capillary blood samples method-
dengan berturut-turut diambit pada menit ke 15, 30, 45, 60, 90,124.
d. Tahapan yang dilakukan oleh paramedik saat mengambil darah adalah : 1)
strip glukosa dibuka dan kemasan; 2) Strip glukosa kemudian dipasangkan
pada glukometer; 3) Lancet bekali pakai (drsposable) dipasangkan pada pen
lancet, kemudian ditusukkan secara otomatis ke jari subjek; 4) Tetesan darah
ditempatkan pada snsor yang terdaBat pada strip glukometer; 5) Dalam
hitungan sekitar 30 detik, hasil dari pengukuran dapat terbaca pada layar
glukometer

Perlakuan pangan yang akan diujikan


a. Menghitung pangan yang akan dikonsumsi subjek setara 50 gram
karbohidrat.
b. Pangan yang akan ditentukan lG-nya (yang mengandung 50 gram availabte
carbohydrafe) diberikan kepada subjek yang telah menjalani puasa penuh
(over night fasting). Minimal selama 10 jam sebetum pengambilan darah
dilaksanakan, misalnya jika pengambilan darah dimulai pukul 11 siang maka
sejak pukul 01.00 pagi sebelumnya subjek mulai berpuasa (tidak
mengonsumsi pangan kecuali air tawar).
c. Untuk setiap satu jenis bahan pangan yang akan diujikan diperlukan 6 subjek,
sehingga total subjek untuk 4 jenis bahan pangan yang diuji yaitu 24 subjek.
Roti tawar yang akan diujikan (yang mengandung 50 gram karbohidrat)
sebagai pangan acuan (standar). Pangan acuan dan pangan uji harus
dikonsumsi dalam waktu maksimal 10 (seputuh) menit.

2.5. Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan ini merupakan tahap dimana data mentah (raw data) yang telah
dikumpulkan oleh enumerator kemudian diolah ke program STATA untuk
dikategorikan sesuai dengan kerangka konsep dan definisi operasional. Tahapan
pengolahan data dilakukan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data (editing), yaitu dilakukan pemeriksaan kembali terhadap
kuesioner yang telah diisi. Langkah ini dilakukan untuk verifikasi data dengan
melihat kelengkapan, kejelasan, relevansi dan konsistensi data pada variabel
yang diteliti.
2. Transformasi data (coding), yaitu dibuat kode pada setiap variabel penelitian
untuk memberikan kemudahan dalam proses entri data. Pada beberapa variabel
12

penelitian yang membutuhkan perubahan tertentu akan dibuat kode ulang. Hal
ini digunakan untuk mempermudah pada saat analisis data dan untuk
memenuhi kriteria penggunaan beberapa uji statistik.
3. Memasukan data (entry), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam
tamplate yang telah dibuat. Daftar pertanyaan yang telah diberi kode
dimasukkan ke dalam software komputer.
4. Membersihkan data (cleaning), yaitu data yang telah dimasukkan dicek
kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan,
baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode.
Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis

Data yang telah di editing, coding, entry dan cleaning akan diolah
dengan menggunakan Microsoft Exell 2010 dan SPSS. Analisis data
dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Secara deskriptif, dilakukan dengan univariat, yaitu menentukan nilai rata-rata,
standar deviasi, median, modus dan range untuk data numerik, dan persentase
untuk data kategorik
b. Secara inferensial, berupa statistik non parametrik dengan skala pengukuran
ordinal pada pola konsumsi sagu, IMT dan kadar glukosa darah, dilakukan
dengan bivariat dan multivariat. Analisis bivariat berupa uji beda/uji korelasi
untuk mengkaji kekuatan hubungan antara peubah-peubah yang terlibat antara
masing-masing peubah respon. Dalam penelitian ini uji yang digunakan untuk
uji beda adalah chi-square sedangkan uji spearman dilakukan untuk uji
korelasi. Tingkat kepercayaan yang digunakan 95 % dan P value ≤0,05, artinya
hipotesis akan bermakna jika P≤0,05 dan confidence interval tidak mencakup
angka satu. Analisis multivariat untuk mengidentifikasi hubungan variabel
independen utama yaitu konsumsi sagu dengan melibatkan semua variabel
dependen menggunakan regresi berganda.

2.6. Ethical Clearance dan Informed Concent


Ethical Clearance dan Informed Concent dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Protokol penelitian dan berkas permohonan ethical clearance diajukan oleh
institusi penelitian kemudian berkas permohonan diserahkan kepada Komisi
Etik. Apabila berkas yang diajukan lengkap, hasil review berkas diterbitkan
ethical clearance.
b. Informed concent pada masing-masing contoh dalam penelitian ini, diperoleh
setelah memberikan penjelasan yang memadai tentang penelitian ini, meliputi
tujuan, metode dan risiko yang terjadi selama dalam penelitian ini. Responden
yang telah memahami dan bersedia secara sukarela diminta untuk
menandatangani informed concent yang telah disediakan

DAFTAR PUSTAKA
13

Azahari DH. 2008. Membangun kemandirian pangan dalam rangka meningkatkan


ketahanan pangan. Analisis Kebijakan Pertanian. 6(2):174-195
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data survey sosial ekonomi nasional. BPS,
Jakarta
Bintoro HMH. 2016. Sagu untuk kemajuan Indonesia. Makalah pada Seminar
Ilmiah dan Lokakarya Nasional Sagu. 9-10 November 2016. Bogor
Capone R, Hamid El B, Philipp D, Gianluigi C, Noureddin D. 2014. Food system
sustsinsbility and food security: connecting the dots. Journal of Food
Security. 2(1):13-22.
[Dishutbun]Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulan Meranti. 2015.
Jumlah luasan sagu di Kepulauan Meranti tahun 2014
[Disbun]Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2012. Riau dalam angka. Pemerintah
Provinsi Riau
Flach. 1993. Problem and Prospect of Present Sago Palm Development.
Departement of Tropical Crop Science, Agricultural University, The
Netherland.
Frank B. 2011. Globalization of diabetes. Diabetes care. 34(6):1249-1257.
Haliza.W, Endang Y, Purwani, Sri Yuliani. 2006. Evaluasi kadar pati tahan cerna
(PCT) dan nilai indeks glikemik mi sagu. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. XVII (2):149-152
Hariyanto B. 2014. Perkembangan teknologi produk pangan berbasis sagu guna
mendukung ketersediaan pangan. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. Serpong
, Agus TP, Y Marsono, Sri Budi W, Agus W, Purwa TC. 2016.
Kajian konsumsi beras sagu bagi relawan prediabetes. Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi. Serpong
Hu A Emily, An Pan, V.Malik, Qi Sun. 2012. White rice consumption and Risk of
Tipe 2 Diabetes: meta-analysis and Systematic Review. BMJ.344(3):1-9
[IDF] International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh
Edition. Karakas Print. New York
[Kemenkes]Kementerian Kesehatan. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
(ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Wahjuningsih SB, Y Marsono, Danar P, Bambang H. 2016. Resistant starch
content and glycaemic index of sago (Metroxylon spp) starch and red bean
(Phaseolus vulgaris) based anslogue rice. Pakistan Journal of Nutrition.
15(7):667-672.

Anda mungkin juga menyukai