Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015

PENGEMBANGAN JAGUNG LOKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG


KETAHANAN PANGAN

Ulfa Majid
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku
Jl. Chr. Soplanit Rumah Tiga-Ambon. Kotak Pos 204 Passo
Telp. (0911) 322664, 330865; Fax. (0911) 322542
email: ulfamajidsamal@gmail.com

ABSTRAK
Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar (basic need) dan hak dasar (basic right) manusia
dalam menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Selain itu, pangan merupakan
komponen utama ketahanan nasional. Ketahanan pangan adalah hal mutlak yang menjadi pilar
pembangunan pada sektor lainnya. Untuk mendukung ketahanan pangan maka perlu
pemanfaatan bahan pangan lokal seperti jagung. Jagung (Zea mays) merupakan salah satu
sumber pangan potensial yang dapat dikembangkan dalam diversifikasi pangan untuk
mendukung ketahanan pangan lokal dan nasional. Dalam rangka memantapkan ketahanan
pangan maka perlu 1) diversifikasi produk olahan jagung; 2) pertahankan dan perbaiki pola
konsumsi berbasis jagung; 3) mutu dan keamanan pangan agar terjamin; 4) pemanfaatan
teknologi tepat guna; dan 5) usaha peningkatan nilai tambah melalui perbaikan peningkatan
produk olahan berbasis jagung.
Kata kunci: Jagung, pangan lokal, ketahanan pangan.

PENDAHULUAN
Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar (basic need) dan hak dasar (basic
right) manusia. Pangan berperan dalam menentukan kualitas sumber daya manusia
suatu bangsa dan merupakan komponen utama ketahanan nasional. Diakui bahwa
manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Beberapa ahli
bahkan menyatakan kebutuhan atas pangan merupakan suatu hak asasi manusia
yang paling dasar. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan
tanggung jawab pemerintah yang mendasar terhadap rakyatnya. Ketahanan pangan
adalah hal mutlak yang menjadi pilar pembangunan pada sektor lainnya (Azahari
2008).
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan
yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan
dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah,
petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Petani adalah produsen
pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian
masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani
harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki
pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri (Hendriadi
dan Ponco 2014).

553
Ulfa Majid: Pengembangan Jagung Lokal Dalam ...

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai komitmen tinggi


terhadap pembangunan ketahanan pangan. Komitmen tersebut dituangkan dalam
Undang-undang Nomor 7/1996, tentang pangan yang mengamatkan agar pemerintah
bersama masyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau (Alfons dan Rivaie 2011).
Dalam mendukung ketahanan pangan, perlu pemanfaatan bahan pangan lokal
seperti jagung. Jagung (Zea mays) merupakan salah satu sumber pangan potensial
yang dapat dikembangkan dalam diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan
pangan lokal dan nasional. Dalam rangka memantapkan ketahanan pangan maka
perlu memperhatikan: 1) diversifikasi produk olahan jagung; 2) pertahankan dan
perbaiki pola konsumsi berbasis jagung; 3) mutu dan keamanan pangan agar terjamin;
4) pemanfaatan teknologi tepat guna; dan 5) usaha peningkatan nilai tambah melalui
perbaikan peningkatan produk olahan berbasis jagung.
Thahir (2004) mengatakan bahwa sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi
ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya sebagai
sumber karbohidrat protein, vitamin maupun mineral yang berasal dari kelompok padi-
padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur, buah, dan biji
berminyak.
Suatu kebijakan ketahanan pangan yang dalam pelaksanaannya
memanfaatkan semaksimal mungkin pangan lokal merupakan suatu langkah yang
sangat tepat, karena pangan lokal tersedia dalam jumlah yang cukup di seluruh daerah
dan mudah dikembangkan kerena sesuai dengan agroklimat setempat (Alfons dan
Rivaie, 2011).

POTENSI JAGUNG LOKAL DI MALUKU


Potensi lahan untuk ekstensifikasi jagung tersedia cukup luas di luar Jawa,
termasuk Maluku namun jagung di kawasan ini dihadapkan pada berbagai kendala,
seperti rendahnya diseminasi teknologi, transportasi biaya tinggi, dan minimnya
infrastruktur. Hal ini menyebabkan laju peningkatan areal tanam jagung berjalan
lambat. Rata-rata produksi jagung di Maluku adalah 17.191 ton/ha, namun belum ada
penyerapan produksi oleh konsumen (Susanto dan Sirappa 2005).
Di Maluku Tenggara ada kultivar jagung yaitu merah delima tongkol coklat,
merah delima tongkol putih, merah dara, lokal putih, putih pulut, kuning genjah, dan
kuning (Alfons et al. 2003). Komposisi kimia dari jagung tersebut sesuai dengan warna
jagungnya (Tabel 1).
Di Maluku jagung sangat berpotensi tapi pola konsumsi pangan rumah tangga
umumnya masih didominasi oleh beras. Sedangkan di Maluku Tenggara masyarakat
telah mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok. Menurut Susanto dan Sirappa
(2005) Pada beberapa wilayah di Maluku, yaitu di pulau-pulau terselatan, Kisar, Wetar,
umumnya masyarakat mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok.
Selama ini jagung di Maluku Tenggara pemanfaatannya masih sangat
sederhana. Dengan demikian produk tersebut perlu dikembangkan sebagai sumber
pangan utama bagi masyarakat dalam produk setengah jadi atau produk jadi, sehingga
mengurangi ketergantungan pada pangan yang berasal dari beras.

554
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015

Potensi Nilai Gizi Jagung sebagai Pangan Fungsional


Menurut BPOM RI (2005) dalam Papilaya (2009), pangan fungsional adalah
pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional, yang
berdasarkan kajian mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan
dan bermanfaat bagi kesehatan. Suatu produk dapat disebut sebagai kelompok
pangan fungsional, bila: (1) produk pangan berasal dari bahan alami, (2) layak
dikonsumsi sebagai bahan dari diet setiap hari, (3) mempunyai fungsi tertentu pada
saat dicerna, memberikan peran khusus dalam proses metabolisme tubuh seperti
meningkatkan imunitas tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu pemulihan
tubuh setelah menderita sakit, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat
proses penuaan.
Richana (2014) mengatakan bahwa sesungguhnya pangan lokal tidak kalah
bersaing dari segi sifat fungsional pangannya. Misalnya, jagung mempunyai sifat
fungsional pangan yang lebih baik dari beras dan terigu karena mengandung serat
tinggi dan indeks glikemik rendah sehingga baik dikonsumsi oleh penderita diabetes.
Richana et al (2011) mengatakan bahwa jagung dari beberapa varietas dan jenis lokal
mempunyai Indeks Glikemik rendah rata-rata IG<40.
Komposisi kimia jagung cukup baik untuk dijadikan bahan pangan. Setiap 100
gram jagung terdiri dari pati 54,1-71,7%, protein 11,1-26,6%, lemak 5,3-19,6%, serat
2,6-9,5%, abu 1,4-2,1% (Sunarti et al. 2009). Sedangkan menurut He dan Hoseney
(1991) komposisi jagung terdiri atas karbohidrat (81,38%), protein (9,46%), lemak
(5,66%), abu (2,2%) dan serat (1,29%). Komposisi jagung lokal juga tidak tidak kalah
dengan jagung komposit (Tabel 1).
Jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin rendah sampai
tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis yaitu jenis normal mengandung
74-76 amilopektin dan 24 – 26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin,
jenis amilosa mengandung sejumlah sukrosa disamping pati. Jagung normal
mengandung 15,3 – 25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir tidak beramilosa, jagung
amiloze mengandung jagung 42,67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8%
amilosa (Singh et al, 2005). Jagung mengandung pati 54,1 – 71,7%, sedangkan
kandungan gulanya 2,6 – 12,0%. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan
komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin,
sukrosa, dan gula pereduksi (Richana dan Suarni 2010).

Tabel 1. Komposisi kimia jagung lokal

Varietas jagung Air Abu Lemak Protein Pati


Lokal Putih 8,20 1,52 3,29 7,25 60,76
Kuning 6,29 1,51 3,05 7,41 60,88
Merah 6,17 1,49 3,32 7,29 60,80
Ungu 5,17 1,50 3,15 7,68 60,91
Putih Pulut 6,15 1,53 3,16 7,53 60,77
Sumber : Malawat et al. 2013 (hasil analisis Laboratorium Balai Industri Ambon).

555
Ulfa Majid: Pengembangan Jagung Lokal Dalam ...

DIVERSIFIKASI OLAHAN JAGUNG DALAM MENDUKUNG


KETAHANAN PANGAN
Permasalahan utama diversifikasi pangan adalah ketidakseimbangan antara
pola konsumsi pangan dengan penyediaan produksi/ketersediaan pangan di
masyarakat. Produksi berbagai jenis pangan tidak dapat dihasilkan di semua wilayah
dan tidak dapat dihasilkan setiap saat dibutuhkan. Di sisi lain, konsumsi pangan
dilakukan oleh semua penduduk dan setiap saat dibutuhkan. Ketidakseimbangan
sebaran wilayah produksi dan pola konsumsi tersebut antara lain menyebabkan belum
tercapainya konsumsi penduduk sesuai dengan standar ideal konsumsi pangan. Hal ini
di tunjukkan dengan masih terdapatnya gap konsumsi pangan eksisting dan ideal yang
di lihat dari skor Pola Pangan (Hendriadi dan Wardono 2014).
Diversifikasi pangan adalah satu dari empat sukses pembangunan pertanian
yang sekaligus sebagai salah satu pilar utama ketahanan pangan. Diversifikasi pangan
yang diartikan sebagai penganekaragaman pangan mendukung pola konsumsi yang
seimbang, sehat, dan bergizi, antara lain didukung oleh penganekaragaman atau
penciptaan produk pangan baru. Saat ini diversifikasi pangan diarahkan antara lain
penciptaan produk baru dari bahan lokal untuk mengganti atau subtitusi terigu
(Richana, 2014). Di pasar tradisional jagung dijual dalam bentuk pipilan, dan kadang
bentuk grit yaitu pipilan yang sudah dipecah (Richana et al. 2009).

Tepung Jagung Termodifikasi


Jagung dapat dibuat tepung termodifikasi. Pengolahan tepung jagung
termodifikasi telah dilakukan dengan cara perendaman dengan starter bakteri asam
laktat secara umum tidak menurunkan nilai gizi tetapi meningkatkan sifat fungsionalnya
dan memperbaiki sifat adonal. Kejernihan pasta, solubility, swelling power, dan freeze-
thaw menjadi lebih baik untuk sifat tepungnya sebagai bahan baku adonan roti
(Richana et al. 2010). Menurut Richana dan Suarni (2007) modifikasi tepung jagung
secara enzimatis menunjukkan perubahan sifat fisiko-kimia dan fungsional, kadar
amilosa, derajat polimerisasi mengalami penurunan sedangkan gula reduksi dan
dekstrosa equivalen mengalami kenaikan. Tekstur tepung termodifikasi lebih halus
dibanding tepung aslinya. Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat dapat
digunakan berbagai produk pangan. Pemanfaatan tepung jagung komposit pada
berbagai bahan dasar pangan antara lain untuk kue basah, kue kering, mie kering dan
rerotian.

Roti Jagung Termodifikasi


Roti tawar merupakan salah satu jenis rerotian yang mampu membentuk spons
yang sebagian besar tersusun dari gelembung-gelembung gas. Adonan roti dapat
mengembang karena timbulnya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi gula oleh
yeast (Natalia, 1990). Roti jagung termodifikasi merupakan produk roti yang
mensubtitusi jagung termodifikasi sebagai pengganti terigu. Jagung lokal putih pulut
dapat mensubtitusi terigu 35% pada rerotian. Selama ini, pemanfaatan tepung lokal
untuk roti hanya sebatas sebagai pengganti terigu, tepung jagung hanya dapat
mensubtitusi terigu pada roti hingga 20% (Richana 2010). Namun Menurut Richana et
al. (2011) tepung jagung termodifikasi mampu mensubtitusi rerotian 40%.

556
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015

Kue Basah
Kue basah dari tepung non terigu dan tepung gluten rendah telah banyak
dikembangkan. Pada pembuatan kue basah yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan pengembangan dari adonan. Keseimbangan kadar amilosa dalam
pencampuran tepung mempengaruhi pengembangan volume adonan pada saat
pengembangan. Adapun campuran tepung jagung (60%), tepung sorghum (40%) lebih
disukai dan memiliki kadar lemak, abu, serat, protein dan kadar amilosa tertinggi
diantara campuran tepung lainnya (Suarni 2001). Tepung jagung komposit dapat
mensubtitusi 30-40% terigu (Antarlina 1992) untuk kue basah. Untuk jenis kue yang
dibakar atau dioven, seperti brownis, cake, dan podeng bakar, tepung termodifikasi
dapat menggantikan tepung terigu 100%. Cita rasa kue yang dihasilkan tidak berbeda
dengan kue yang dibuat dari 100% tepung terigu (Richana 2010).

Kue Kering.
Kue kering merupakan salah satu jenis makanan yang banyak diminati. Kue
kering dengan formula komposisi 60% memiliki nilai gizi paling tinggi dan menunjukkan
sifat fisik yang optimal (Antarlina 1993). Tepung jagung komposit dapat mensubtitusi
30-40% terigu 60-70% untuk kue kering. Untuk kue kering seperti semprit, kue keju,
dan kue almond dapat mensubtitusi tepung terigu 75% dengan tekstur kue yang baik
(Richana 2010).

Flakes
Flakes merupakan makanan ringan yang termasuk jenis kue kering hanya
komoposisi bahannya lebih sederhana. Flakes yaitu jagung yang dicampur dengan
tepung kacang-kacangan untuk meningkatkan nilai gizinya (tepung komposit).
Pembuatan flakes dari tepung jagung, dan ubi kayu sebagai sumber karbohidrat, dan
kacang hijau sebagai sumber protein. Adapun pembuatan flakes yaitu pencampuran
telur, bumbu, air diaduk kemudian masukan tepung jagung, ubi kayu dan kacang hijau,
adonan diuleni sampai kalis, kemudian dicetak/pengepresan rol dengan ketebalan 0,8
mm, panggagg pada suhu 145oC selama 7 menit, flakes siap dikemas (Suarni 2009).

Mie Jagung
Mie adalah salah satu bentuk olahan pangan sumber karbohidrat yang dapat
digunakan sebagai alternatif makanan pokok. Mie merupakan produk yang dibuat dari
adonan terigu dengan bentuk spiral yang khas dengan diameter antara 0.07-1.25 inci
(Matz 1992). Sebagai makanan pengganti nasi, mie sangat praktis dalam penyajian
dan mengenyangkan. Ada 2 jenis yang beredar dipasaran, yakni: 1) Mie Basah atau
disebut juga dengan mie kuning , yakni mie yang sudah mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotogan tanpa mengalami proses pengeringan sebelum dipasarkan;
2) Mie Kering atau mie instant adalah mie yang mengalami proses perebusan yang
kemudian dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Menurut Richana (2010) Mi
non terigu sangat prospektif dikembangkan Karena kandungan gizinya dapat bersaing
dengan mi instan dari terigu. Bahkan jika menggunakan tepung jagung yang berwarna
kuning, mi akan lebih unggul karena mengandung antioksidan.

557
Ulfa Majid: Pengembangan Jagung Lokal Dalam ...

Susu Jagung
Susu jagung diperoleh dengan cara penggilingan biji jagung yang telah direbus
dalam air. Hasil penggilingann disaring untuk memperoleh filtrat yang kemudian
dipasteurisasi dan diberi flavor untuk meningkatkan rasanya. Kelebihan dari susu
jagung yaitu tidak mengandung lactate intolerance (yang membuat susu bau amis).
Susu jagung mengandung serat lebih banyak sehingga cocok buat diet.
Proses pembuatan susu jagung mengacu pada proses pembuatan susu kedelai
dengan beberapa modifikasi. Langkah awal yang harus dilakukan adalah
membersihkan dan mensortasi jagung. Jagung yang hasil sortasi lalu direbus selama
beberapa menit, dilanjutkan dengan proses pemipilan biji. Jagung pipil kemudian
diblender dengan penambahan gula dan air dengan rasio tertentu. Bubur jagung yang
dihasilkan kemudian disaring menggunakan kain saring. Filtrat yang dihasilkan
merupakan susu jagung mentah. Selanjutnya, susu dipanaskan pada suhu 70OC
selama 20 menit, didinginkan dan disimpan dingin. Produk membutuhkan beberapa
tahapan perlakuan lagi jika akan dikemas dalam cup, untuk menjamin keamanan
produk selama distribusi dan penjualan produk.

Marning
Teknologi pembuatan marning melalui beberapa tahapan, antara lain rendam
biji jagung dalam air selama 3 jam, kemudian tiriskan, rebus kembali selama 2 jam
atau hingga jagung empuk dan pecah, angkat, tiriskan. Jemur jagung selama 2 hari di
bawah panas matahari atau hingga jagung kering, larutkan garam dan bubuk cabai
dengan 60 ml air, masukan jagung ke dalam bumbu, aduk rata. Diamkan 3 menit
hingga bumbu meresap, tiriskan, goring jagung dan matang dan berwarna kecoklatan.
Angkat dan tiriskan dan setelah matang simpan dalam wadah kedap udara.

KESIMPULAN
Tepung jagung dapat menghasilkan tepung lokal yang dapat bersaing dengan
tepung terigu. Pengembangan produk berbasis jagung lokal, dapat mengurangi
ketergantungan terhadap terigu, sehingga ketahanan pangan dapat tercapai. Bahan
lokal tepung jagung dapat digunakan untuk produk rerotian, aneka produk kue basah,
kue kering, mi. apabila semua produk olahan dapat mensubtitusi terigu dengan tepung
jagung lokal, import terigu dapat berkurang 40 persen. Angka yang cukup besar untuk
menghemat devisa Negara.

DAFTAR PUSTAKA
Alfons, J.B. M. Pesireron. A.J. Riewpassa, R.E. Senewe. F. Watkaat. 2003. Pengkajian
Peningkatan Produktivitas Tanaman Pangan Tradisional di Maluku. Laporan
tahunan 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Ambon.
Alfons. J.B. dan Rivaie. 2011. Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam
Menghadapi Dampak Perubahan Iklim.
Antarlina, S.S.E. Ginting. 1992. Pembuatan Kue Basah dari Tepung Jagung Komposit.
Penelitian Palawija Vol 7 No. 1 dan 2 p 34-45.

558
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015

Antarlina,S.S, dan J.S Utomo. 1993. Kue kering dan Bahan Tepung Campuran
Jagung, Gude dan kedelai. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan
Tahun 1992. Balittan Malang.
Azahari, D.H. 2008. Membangun kemandirian pangan dalam rangka meningkatkan
ketahanan nasional. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 6 No 2 bulan Juni 2008.
Hal. 174 – 195.
Azman, K.l. 2000. Kue Kering dari Tepung Komposit Terigu-Jagung dan Ubi Kayu.
Sigma Vol. III (2). April – Juni.
Hendriadi, A. dan Heru Ponco Wardono, 2014. Analisis kebijakan ketahanan pangan
berbasis diversitas sumber daya lokal. Seminar Regional Akselerasi Inovasi
Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Mengantisipasi
Perubahan Iklim di Wilayah Kepulauan. Maluku Utara.
Malawat, S. L, Hutuely, B. Rumahrupute, U. Majid, N.E. Palupi, C. Jesajas. 2013.
Peningkatan manfaat Bahan Pangan Non Beras Mendukung Upaya
Diversifikasi Ketahanan Pangan di Maluku. Laporan Tahunan 2013. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Ambon.
Matz. S. A. 1976. Snack Food Technology. The Avi Publishing Company. Inc. Westfort.
P.12-14.
Natalia. 1990. Studi Awal Subtitusi Susu bubuk Skim dengan Tepung Ampas Tahu
pada Roti Tawar. Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta
Rakkar P.S. 2007 Development of a gluten-free commercial bread. Thesis Scholarly
Commons. AUT University. Htpp://aut. Researchgateway.ac.nz/handle
Richana. N., Suarni. 2007. Teknologi Pengolahan Jagung. In Sumatro et al. Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. P:386-409.
Richana.N, Widangrum, Ratnaningsih, A.W. Permana, dan Suyanti. 2009. Formulasi
Tepung Komposit Ubi Kayu, ubi Jalar dan jagung Untuk Subtitusi Teribu
Minimal 40 % dalam Mi. Laporan Akhir Tahun Pelaksanaan Kegiatan
Penelitian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen.
Richana. N. 2010. Tepung Jagung Termodifikasi Sebagai Pengganti Terigu. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume 32 No 6. 2010.
Thahir, R. 2004. Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Tradisonal
Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Dalam J. Munarso, Risfaheri, Abubakar,
Setyadjit, dan S. Prabawati (Eds). Prosiding Seminar Nasional Peningkatan
Daya Saing Pangan Tadisional. Bogor, 6 Agustus 2004. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, hlm. 16-
297.
Susanto, A.N. M.P Sirappa. 2005. Prospek dan Stategi Pengembangan Jagung Untuk
Mendukung Ketahanan Pangan di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian, 24(2).
2005.
Papilaya, E.C. 2009. Sagu untuk Pendidikan Anak Negeri. IPB Press. Bogor. 106p.
Richana, N. 2014. Inovasi Teknologi Proses Sumber Karbohidrat Lokal Mendukung
Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Regional : Akselerasi Inovasi Teknologi
Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Mengantisipasi Perubahan
iklim di Wilayah Kepulauan.

559
Ulfa Majid: Pengembangan Jagung Lokal Dalam ...

Richana N, Agus Budianto, Misgyarta, Ira Mulyawati. 2011. Lactic acid bacteria for
fermentation to produceof the modified corn flour. Proceeding of the 3rd
International Conference of Indonesian Cociety for Lactic Acid Bacteria.
Sunarti T.C., Riyani, N.A. Permatasari, N.Richana, F Kasim. 2009. Characteristic of six
Indonesia Corn grains and their flour. Proceedings International Symposium
Agriculture Engineering towards sustainable Agriculture in Asia.
He, H and R.C. Hoseney. 1991. Gas Retention in Bread Dough During Baking.
J. Cereal Chemistry.
Singh,N.K., S. Sandhu, and M. Kaur. 2005. Physicochemical properties including
granular morphology, amylase content, swelling and solubility, thermal and
pasting properties of starches from normal, waxy, high amylase and sugary
corn. Progress in Food Biopolymer Research. Vol 1: 43-45. http://www.ppti.
usm. my/pfbr.

560

Anda mungkin juga menyukai